Refer At

4
BAB 1 PENDAHULUAN Multiple cranial nerve palsy merupakan suatu penyakit dengan gejala klinik yang timbul karena kelainan saraf perifer. Umumnya berupa degenerasi non-inflamasi yang luas dengan gejala yang meliputi kelemahan motorik, gangguan sensorik, gangguan otonom dan melemahnya reflex fisiologis. Multiple cranial nerve palsy merupakan penyakit yang jarang dalam praktek klinis neurologis. Evaluasi pada pasien dengan penyakit ini cukup berat melihat etiologis yang luas dan rumit serta potensi hasil neurologis yang kompleks. Ada 12 pasang saraf cranial yang menginervasi sebagian besar struktur kepala dan leher. Jalur aferen dan eferen 12 saraf ini melintasi meninges, ruang subarachnoid, struktur tulang tengkorak, dan jaringan lunak superfisial. Disfungsi dan penyakit saraf dapat terjadi pada jalur-jalur tersebut diatas. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa sejumlah besar proses patologis bermanifestasi dari kelainan saraf cranial. Proses penyakit ini mungkin melibatkan saraf homolog pada kedua  pasang saraf cranial (contoh: palsy facial bilateral) ataupun dari berbagai saraf cranial yang lain. Sebagian besar literatur berupa laporan kasus atau serangkaian kasus kecil menyebutkan bahwa multiple cranial nerve palsy melibatkan dua atau lebih saraf cranial. Dalam kasus tersebut, saraf cranial pertama dan Sembilan tidak dilakukan pemeriksaan secara sistemik, dan oleh karena itu tidak ditabulasikan dalam hasil laporannya. Saraf keenam (N. Abducens) adalah saraf yang paling sering terlibat, diikuti oleh saraf ketujuh (N. Facial). Saraf ketiga (N. Oculomotorius) dan saraf kelima (N. Trigeminus) adalah saraf ketiga dan keempat yang paling sering mengalami kelainan. Disfungsi saraf oculomotorius dan trochlearis adalah kombinasi disfungsi yang paling umum dari saraf cranial, diikuti oleh kombinasi trigeminal dan abdusens, lalu kombinasi trigeminal dan fasialis. Faktor penyebab multiple cranial nerve palsy antara lain neoplasma, vascular disease, trauma, infeksi, dll.

description

dhdkuydiy

Transcript of Refer At

BAB 1PENDAHULUANMultiple cranial nerve palsy merupakan suatu penyakit dengan gejala klinik yang timbul karena kelainan saraf perifer. Umumnya berupa degenerasi non-inflamasi yang luas dengan gejala yang meliputi kelemahan motorik, gangguan sensorik, gangguan otonom dan melemahnya reflex fisiologis. Multiple cranial nerve palsy merupakan penyakit yang jarang dalam praktek klinis neurologis. Evaluasi pada pasien dengan penyakit ini cukup berat melihat etiologis yang luas dan rumit serta potensi hasil neurologis yang kompleks. Ada 12 pasang saraf cranial yang menginervasi sebagian besar struktur kepala dan leher. Jalur aferen dan eferen 12 saraf ini melintasi meninges, ruang subarachnoid, struktur tulang tengkorak, dan jaringan lunak superfisial. Disfungsi dan penyakit saraf dapat terjadi pada jalur-jalur tersebut diatas. Oleh karena itu, tidak mengherankan bahwa sejumlah besar proses patologis bermanifestasi dari kelainan saraf cranial. Proses penyakit ini mungkin melibatkan saraf homolog pada kedua pasang saraf cranial (contoh: palsy facial bilateral) ataupun dari berbagai saraf cranial yang lain.Sebagian besar literatur berupa laporan kasus atau serangkaian kasus kecil menyebutkan bahwa multiple cranial nerve palsy melibatkan dua atau lebih saraf cranial. Dalam kasus tersebut, saraf cranial pertama dan Sembilan tidak dilakukan pemeriksaan secara sistemik, dan oleh karena itu tidak ditabulasikan dalam hasil laporannya. Saraf keenam (N. Abducens) adalah saraf yang paling sering terlibat, diikuti oleh saraf ketujuh (N. Facial). Saraf ketiga (N. Oculomotorius) dan saraf kelima (N. Trigeminus) adalah saraf ketiga dan keempat yang paling sering mengalami kelainan. Disfungsi saraf oculomotorius dan trochlearis adalah kombinasi disfungsi yang paling umum dari saraf cranial, diikuti oleh kombinasi trigeminal dan abdusens, lalu kombinasi trigeminal dan fasialis.Faktor penyebab multiple cranial nerve palsy antara lain neoplasma, vascular disease, trauma, infeksi, dll.

TRAUMA KEPALAKerusakan saraf craniala. AnosmiaKerusakan nervus olfaktorius menyebabkan gangguan sensasi pembauan yang kalau total disebut anosmia dan bila parsial disebut hiposmia. Insidensi berkisar antara 3-10% dari seluruh kasus cedera kepala; separuhnya merupakan akibat langsung dari trauma yang mengenai region frontal, menyebabkan robeknya filament-filamen saraf di lamina kribrosa. Kadang-kadang anosmia menyertai rinorea. Pada sepertiga kasus, anosmia terjadi sebagai akibat trauma di oksiput, yang dengan mekanisme countercoup menyebabkan lesi di filament nervus olfaktorius.Hiposmia pada umumnya akan sembuh, sedangkan anosmia bilateral sulit diharapkan kesembuhannya setelah periode 2 bulan terlewati. Dalam proses penyembuhan terdapat 2 tahap penyimpangan sensasi bau (parosmia), umumnya berupa bau seperti benda terbakar atau bau-bau lain yang tidak sedap. Setelah beberapa hari parosmia akan menghilang dan sensasi bau akan normal kembali. Bahaya anosmia adalah bagi mereka yang bekerja ditempat yang harus mengenali bau-bau tertentu; mereka tidak dapat mencium adanya atau gas yang bocor atau adanya kebakaran. Penderita tidak dapat menikmati sedapnya bau makanan., maka anosmia akan mengurangi kenikmatan hidup.b. Gangguan penglihatanCedera pada nervus optikus terdapat pada 1,7% kasus cedera kepala. Gangguan penglihatan bilateral sangat jarang terjadi. Kerusakan nervus optikus adalah akibat trauma diregio frontal atau frontotemporal, timbul segera setelah mengalami trauma. Biasanya disertai hematoma disekitar mata dan proptosis akibat adanya perdarahan dan edema didalam orbita. Kerusakan chiasma optikum jarang terjadi akibat fraktur pada sela turcica.Gejala klinik bergantung pada lokasi cedera, umumnya berupa penurunan visus, skotoma, dilatasi pupil dengan reaksi cahaya negative, atau hemianopia bitemporal. Dalam waktu 3-6 minggu setelah trauma yang mengakibatkan kebutaan, terjadi atrofi papil yang difus, menunjukkan bahwa kebutaan pada mata tersebut bersifat ireversibel.Perbaikan klinik terjadi dalam beberapa hari atau minggu, tetapi bila tidak ada perbaikan dalam waktu 1 bulan maka diterima kenyataan bahwa gangguan penglihatnnya bersifat menetap. Tindakan bedah untuk dekompresi saraf didalam kanalis optikus tidak memperbaiki prognosis.

c. Oftalmoplegi Oftalmoplegi adalah kelumpuhan otot-otot penggerak bola mata, umumnya disertai ptosis dan pupil midriatik. Insidensi berkisar antara 1-7% kasus trauma kepala. Meskipun lesi nervus oculomotorius sering berdiri sendiri, nervus trochlearis dan nervus abducens dapat pula menyertainya. Kombinasi lesi saraf-saraf tersebut terjadi pada 3% kasus cedera kepala akibat kecelakaan. Penyembuhan oftalmoplegi terjadi dengan baik daalm waktu 2-3 bulan pasca cedera kepala. Bila setelah 6 bulan tidak ada perbaikan, maka harapan untuk sembuh tipis. Tidak ada pengobatan khusus untuk oftalmoplegi, tetapi bias diusahakan dengan latihan ortoptik dini. Tindakan bedah oftalmik untuk merevisi juling dan ptosis dapat dilakukan setelah 1 tahun trauma tanpa perbaikan spontan. d. Paresis fasialisParese fasialis terjadi pada sekitar 3% dari kasus trauma kepala. Kira-kira seperlima kasus dengan perdarahan telinga mengalami paresis fasialis pada sisi yang sama. Umumnya gejala klinik muncul sejak saat trauma. Hanya 12% kasus paresis fasialis yang timbul tertunda 5-7 hari pasca trauma. Keadaan demikian ini disebabkan oleh edema pada sarafnya sendiri atau edema jaringan disekitarnya. Sebagian besar paresis fasialis traumatic menyertai fraktur di fossa media yang mengenai os petrosus atau mastoid. Gejala kliniknya berupa gangguan pengecapan pada lidah, hilangnya kerutan dahi, kesulitan menutup mata, mulut perot atau mencong, kesemuanya pada sisi yang mengalami kerusakan.Hampir 75 persen kasus paresis fasialis traumatic akan sembuh tidak sempurna, dan 10 % lainnya menetap. Kemungkinan sembuh sempurna lebih besar pada paresis nervus fasialis yang disebabkan edema. Pengobatan pada umumnya bersifat konservatif berupa pemberian preparat anti edema, neuro-roboransia, dan fisioterapi. Karena prognosisnya bagus, maka jarang sekali dilakukan pembedahan. Pada penderita yang sembuh sempurna, proses penyembuhannya mulai terlihat pada minggu pertama sampai ketiga, dan akan mencapai puncak kesembuhan total setelah 3 bulan.e. Gangguan pendengaranGangguan pendengaran sensori-neural yang berat biasanya disertai vertigo dan nystagmus karena ada hubungan yang erat antara koklea, vestibulum dan saraf. Dengan demikian adanya trauma yang berat pada salah satu organ tersebut umumnya juga menimbulkan kerusakan pada organ yang lain. Pengobatan biasanya hanya simptomatis, jarang sekali dilakukan tindakan bedah. Proses penyembuhannya bergantung pada derajat trauma dan organ yang mengalami kerusakan.TUMOR CEREBELLOPONTINE ANGLETumor cerebellopontine angle merupakan tumor yang dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu: tumor ekstra-aksial, tumor intra-aksial, tumor ekstradural, dan lesi apex petrosa.Tumor eksta-aksial dapat dibagi menjadi tumor yang sering terjadi dan jarang terjadi. Tumor akustik atau yang biasa disebut sebagai tumor schwannoma adalah tumor yang paling sering terjadi dari jenis tumor ekstra-aksial. Tumor ekstra-aksial lainnya termasuk tumor yang sering terjadi adalah meningioma, dan kista dari fossa posterior (epidermoid, arachnoid, dll) tumor ekstra-aksial yang jarang terjadi adalah saraf cranial neuroma (V, VII, IX, XI, XII) dan malformasi vascular (aneurisma, malformasi). Sedangkan yang termasuk tumor intra-aksial seperti astrositoma, lesi parenkim, epyndimoma, papilloma, hemangioblastoma, dan tumor metastasis. Tumor ekstra-dural seperti tumor glomus dan lesi pada tulang. Lesi apeks petrosa seperti granuloma kolesterol, kista epidermoid, mucoceles, dan aneurisma arteri karotis.AnatomiCerebellopontine angle (CPA) merupakan daerah segitiga yang dibatasi oleh tulang temporal anterolateral, pons medial, hemisfer cerebral anterior, tentorium cerebelli superior, dan nervus cranialis inferior.Adapun struktur yang terdapat didalamnya meliputi arteri cerebralis anterior inferior, dan nervus kranialis VII dan VIII. Saraf ini muncul dari persimpangan pons dan otak tengah dan tentu saja melalui CPA untuk mencapai meatus akustikus internus yang memanjang dari porus ke dinding medial dari ruang depan. Dinding lateral meatus dibagi menjadi dua. Horizontal (crista transversalis) dan vertical (falsiforme atau Bills Bar) membagi meatus menjadi empat kompartemen. Kompartemen anterior berisi saraf wajah superior dan inferior saraf koklea. Kompartemen posterior berisis bagian atas saraf vestibuler superior dan bagian bawah saraf vestibuler inferior. Saraf vestibuler memasok sacculus dan melalui ampulla kanalis semi sirkularis posterior.