Refarat Macular Hole

25
1 REFERAT MACULAR HOLE Pembimbing: Dr.Gilbert Simanjuntak Sp M Disusun oleh: DEBORA N MARBUN (04-078) MARGARETH SANCI PADAHANA (06-091) KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA FK-UKI PERIODE 9 JULI – 4 AGUSTUS 2012 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA JAKARTA

Transcript of Refarat Macular Hole

Page 1: Refarat Macular Hole

1

REFERAT

MACULAR HOLE

Pembimbing:

Dr.Gilbert Simanjuntak Sp M

Disusun oleh:

DEBORA N MARBUN (04-078)

MARGARETH SANCI PADAHANA (06-091)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA FK-UKI

PERIODE 9 JULI – 4 AGUSTUS 2012

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

JAKARTA

Page 2: Refarat Macular Hole

2

BAB 1

PENDAHULUAN

Macular hole atau lubang makula merupakan suatu pembukaan atau robekan seluruh

ketebalan retina yang meliputi fovea mata. Kasus lubang makula pertama kali dilaporkan

pada tahun 1869 oleh Knapp, yang terjadi pada penderita dengan riwayat trauma.1

Sebagian besar peneliti menyatakan bahwa lubang makula disebabkan oleh tarikan

vitreoretinal yang idiopatik dan sering terjadi pada wanita dewasa. Pada tahun 1994, the

Eye Disease Case-Control Study melaporkan bahwa 72% lubang makula terjadi pada

wanita dan lebih dari 50% terjadi pada usia 65 sampai 74 tahun.1

Dahulu lubang makula merupakan penyebab hilangnya penglihatan sentral yang

ireversibel dan menyebabkan kebutaan. Dengan berkembangnya pengetahuan tentang

patofisiologi, diagnosis, dan bedah vitreoretina, memungkinkan untuk dilakukannya

perbaikan lubang makula dan fungsi penglihatan.1

Untuk itulah penulis ingin mengupas lebih dalam mengenai lubang makula, selain

sebagai tugas telaah ilmiah sebagai syarat untuk menjalani kegiatan kepaniteraan klinik

senior (KKS) di Departemen Ilmu Penyakit Mata RSUP Haji Adam Malik Medan, telaah

ilmiah ini juga diharapkan dapat digunakan pembaca untuk menambah ilmu, khususnya

mengenai lubang makula.

Page 3: Refarat Macular Hole

3

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Macular Hole

2.1. Definisi

Macular hole (lubang makula) adalah terbukanya seluruh ketebalan retina yang

mengenai bagian tengah fovea.1,2,3

2.2. Epidemiologi

Lubang makula idiopatik umumnya terjadi pada individu yang sehat pada dekade

keenam atau ketujuh dari hidupnya. Usia onset rata-rata 65 tahun, namun onset pada

pasien pada usia dekade ketiga telah dilaporkan. Wanita lebih sering terkena daripada pria,

dengan perbandingan 2:1. Sekitar 10-20% kasus terjadi pada kedua mata, namun onsetnya

jarang terjadi bersamaan.2

2.3. Etiologi

Kebanyakan kasus lubang makula adalah idiopatik, terjadi pada pasien yang tidak

memiliki riwayat patologis pada mata. Namun, proses patologis dapat menginduksi secara

sekunder pembentukan dari lubang makula. Lubang makula dapat terbentuk segera setelah

terjadi trauma tumpul – deskripsi awal tentang lubang makula yang dikemukakan oleh

Herman Knapp pada tahun 1869. Di samping trauma, masalah okular lain yang

dihubungkan dengan pembentukan lubang makula termasuk edema makula kistoid,

membran epiretina, sindrom traksi vitreomakular, rhegmatogenous retinal detachment,

penyakit Best, miopia tinggi dengan stafiloma posterior, lightning strike injury, retinopati

hipertensif, makroaneurisma yang rupture, dan retinopati diabetik proliferatif.2

Selama bertahun-tahun, para peneliti mencari alasan sistemik mengapa lubang

makula harus terbentuk. Pada studi Eye Disease Case-Control, banyak faktor risiko

sistemik yang mungkin yang telah diteliti secara prospektif. Hanya kadar fibrinogen serum

yang meningkat yang berhubungan dengan meningkatnya risiko terjadinya lubang makula

idiopatik. Lubang makula merupakan kondisi yang jarang, diperkirakan terjadi pada satu

dari 5000 pasien.2

Page 4: Refarat Macular Hole

4

2.4. Anatomi Makula

Retina, lapisan terdalam dari mata, merupakan suatu membran tipis yang lembut dan

transparan. Lapisan ini merupakan jaringan yang sangat berkembang di mata. Lapisan

retina nampak berwarna merah keunguan akibat adanya sel batang dan koroid vaskuler di

bawahnya.4

Retina terbentang dari diskus optikus hingga ke ora serata. Secara kasar, retina

terbagi menjadi dua daerah, yaitu kutub posterior dan retina perifer, yang dipisahkan oleh

garis khayal ekuator retina. Kutub posterior merupakan daerah retina posterior dari ekuator

retina, yang juga dibagi menjadi dua daerah, yaitu diskus optikus dan makula lutea.4

Gambar 2.1. Anatomi mata5

Diskus optikus merupakan daerah melingkar berwarna merah jambu dengan

diameter sekitar 1,5 mm. Pada diskus optikus semua lapisan retina berakhir kecuali

serabut-serabut saraf, yang melewati lamina kribrosa untuk bergabung menjadi nervus

optikus. Suatu daerah depresi (bagian yang menurun) dapat terlihat pada diskus, disebut

physiological cup. Arteri dan vena sentralis retina muncul dari bagian tengah daerah cup

tersebut.4

Page 5: Refarat Macular Hole

5

Makula lutea, disebut juga yellow spot, merupakan daerah yang terletak di kutub

posterior ke arah temporal dari diskus optikus, berwarna lebih merah dibandingkan dengan

daerah sekelilingnya, dengan diameter sekitar 5,5 mm. Fovea sentralis merupakan daerah

yang menurun pada bagian tengah makula. Fovea sentralis ini memiliki diameter kurang-

lebih 1,5 mm dan merupakan bagian yang paling sensitif dari retina. Pada bagian tengah

fovea sentralis ini terdapat daerah yang lebih menurun lagi yang disebut foveola, dengan

diameter sekitar 0,35 mm, dan terletak kurang-lebih 3 mm dari tepi temporal diskus

optikus. Daerah yang mengelilingi fovea terdiri dari daerah parafovea dan perifovea.4

Retina perifer merupakan daerah yang dibatasi oleh ekuator retina di bagian

posterior dan ora serata di bagian anterior.4

Ora serata merupakan batas perifer yang bergerigi di mana retina berakhir. Di bagian

ini retina melekat dengan kuat pada vitreus dan koroid.4

Gambar 2.2. Fundus normal dan daerah-daerah makula2

Secara histologis, retina terdiri dari sepuluh lapisan, yaitu (dari luar ke dalam)4:

a. Epitel pigmen. Lapisan ini merupakan lapisan terluar dari retina, terdiri dari selapis sel-

sel yang mengandung pigmen. Lapisan ini melekat dengan kuat pada basal lamina

(membran Bruch) pada koroid.

b. Lapisan sel-sel batang dan kerucut. Sel-sel batang dan kerucut dikenal juga sebagai

fotoreseptor. Lapisan fotoreseptor ini hanya terdiri dari segmen terluar dari sel-sel

fotoreseptor yang tersusun seperti palisade. Terdapat sekitar 120 juta sel batang dan 6,5

juta sel kerucut. Sel batang memiliki substansi fotosensitif berwarna ungu (rhodopsin)

dan menyajikan penglihatan perifer dan penglihatan dengan cahaya yang sedikit

(penglihatan skotopik). Sel kerucut juga memiliki substansi fotosensitif dan terutama

Page 6: Refarat Macular Hole

6

bertanggung jawab pada penglihatan sentral (penglihatan fotopik) dan penglihatan

terhadap warna.

c. Membran limitans eksterna. Lapisan ini merupakan membran yang berlubang-lubang,

di mana lubang-lubang tersebut merupakan tempat lewatnya prosesus-prosesus dari sel-

sel batang dan kerucut.

d. Lapisan nukleus luar. Lapisan ini terdiri dari nukleus dari sel-sel batang dan kerucut.

e. Lapisan pleksiform luar. Lapisan ini terdiri dari hubungan antara ujung-ujung sel batang

dan kerucut dengan dendrit dari sel-sel bipolar dan sel-sel horizontal.

f. Lapisan nukleus dalam. Lapisan ini terutama terdiri atas badan sel dari sel-sel bipolar.

Di lapisan ini juga terdapat badan sel dari sel amakrin horizontal dan sel Muller, serta

kapiler dari arteri sentralis retina.

g. Lapisan pleksiform dalam. Lapisan ini terdiri dari hubungan antara akson dari sel-sel

bipolar, dendrit dari sel-sel ganglion, dan prosesus dari sel-sel amakrin.

h. Lapisan sel ganglion. Lapisan ini terutama terdiri atas badan sel dari sel-sel ganglion.

Terdapat dua jenis sel ganglion, yaitu sel ganglion kecil dan sel ganglion polisinaptik.

Gambar 2.3. Lapisan-lapisan retina5

i. Lapisan serabut saraf. Lapisan ini terdiri atas akson dari sel-sel ganglion, yang melewati

lamina kribrosa untuk membentuk nervus optikus.

Page 7: Refarat Macular Hole

7

j. Membran limitans interna. Lapisan ini merupakan lapisan terdalam retina dan

memisahkan retina dari vitreus.

Pada fovea, tidak terdapat sel batang, sel-sel kerucut tersusun rapat, dan lapisan-

lapisan retina yang lain sangat tipis di daerah ini. Bagian tengahnya (foveola) terdiri dari

sel-sel kerucut dan nukleus sel-sel tersebut yang dilapisi membran limitans interna yang

tipis. Lapisan-lapisan retina yang lain tidak terdapat di daerah ini. Pada daerah fovea yang

mengelilingi foveola, akson dari sel-sel kerucut tersusun secara oblik (lapisan Henle)

untuk menjangkau pinggir dari fovea.4

Gambar 2.4. Gambaran histologis dari makula dan fovea6

Retina merupakan jaringan okular yang paling kompleks. Mata melakukan tugas

sebagai instrument optik, reseptor yang kompleks, dan sebuah transduser yang efektif. Sel-

sel batang dan kerucut pada lapisan fotoreseptor mengubah stimuli cahaya menjadi impuls

saraf yang dikonduksikan melalui jalur penglihatan menuju ke korteks penglihatan

oksipital.5

2.5. Patogenesis

Meskipun patogenesis terjadinya lubang makula masih belum jelas, terdapat

beberapa teori yang mencoba menjelaskan bagaimana terjadinya lubang makula tersebut,

di antaranya sebagai berikut.1

a. Teori Trauma. Pada tahun 1869 Knapp melaporkan kasus lubang makula pada seorang

pasien yang mengalami trauma mata dengan diagnosis perdarahan makula. Dua tahun

kemudian, Noyes menggambarkan lubang makula yang diakibatkan oleh trauma pada

seorang gadis berusia 13 tahun. Diasumsikan trauma tumpul okuli dapat menyebabkan

Page 8: Refarat Macular Hole

8

terjadinya lubang makula dari energi mekanik yang dihasilkan oleh gelombang cairan

vitreus sehingga terjadi nekrosis makula.

Gambar 2.5. Lubang makula (panah besar) dengan robekan retina sensorik di

sekelilingnya (panah kecil)5

b. Teori Degenerasi Kistoid dan Vaskular. Fuchs (1901) dan Coats (1907) menyatakan

bahwa terjadi perubahan kistik di daerah yang berdekatan dengan lubang makula dan

menduga perubahan ini disebabkan oleh trauma ataupun mekanisme lainnya. Pada

beberapa kasus lubang makula tidak terjadi segera setelah trauma, diduga terjadi

vasokonstriksi yang diikuti vasodilatasi sehingga menyebabkan degenerasi kistik pada

pusat makula. Degenerasi kistoid makula sentral berkaitan dengan beberapa kondisi

sepertin hipertensi berat, oklusi arteri sentralis retina, oklusi vena retina, penyakit

Coats, sifilis, makulopati karena sinar, dan traksi dari vitreus. Coats dan Kuhnt

menduga terjadi perubahan vaskular terkait usia yang menimbulkan degenerasi kistik

dan akhirnya menyebabkan terbentuknya lubang makula.

c. Teori Vitreus. Pada tahun 1912 Zeeman menggambarkan secara histopatologi adanya

kondensasi vitreus premakular yang berdekatan dengan fovea yang mengalami

degenerasi sistik. Menurut Lister (1924), terdapat kontraksi dari pita fibrosa vitreus

secara anteroposterior yang menyebabkan terjadinya distorsi makula, traction retinal

detachment, degenerasi sistoid makula, dan akhirnya menjadi lubang makula. Reese et

al. (1967) menyatakan bahwa separasi vitreus dari fovea dapat menyebabkan avulsi

fovea yang pada akhirnya menyebabkan lubang makula. Morgan dan Schatz (1986)

mengemukakan suatu proses penipisan involusional pada makula yang merupakan

gabungan dari teori vitreus, vaskular, dan degenerasi kistik. Lesi makula ini

Page 9: Refarat Macular Hole

9

digambarkan sebagai “fovea yang tipis dan agak atrofi yang kehilangan bentuk dan

fungsi normalnya”. Menurut teori ini, pada awalnya terjadi perubahan pembuluh darah

koroid yang akan mengganggu perfusi koroid dan menyebabkan perubahan fovea,

retina, dan epitel pigmen. Perubahan vaskular ini menyebabkan degenerasi kistik retina

sehingga terjadi perubahan yang tetap dari struktur fovea dan epitel pigmen retina, yang

pada akhirnya menyebabkan penipisan makula. Tarikan vitreus akan menyebabkan

lubang pada makula yang sudah mengalami penipisan tersebut. Pada tahun 1988 Gass

mengemukakan klasifikasi urutan terjadinya lubang makula yang idiopatik dan

perubahan yang mendahuluinya. Kemudian pada tahun 1995 dibuat revisi tentang

konsep ini. Konsep ini menekankan adanya tarikan vitreus secara tangensial.

2.6. Klasifikasi

Pembentukan lubang makula biasanya berkembang selama periode berminggu-

minggu hingga berbulan-bulan melewati beberapa stadium yang telah dideskripsikan oleh

Gass. Lubang makula juga dapat berkembang lebih cepat. Pada kedua kasus, lubang

makula biasanya terdeteksi ketika gejala yang ada pada pasien memburuk secara tiba-tiba.

Klasifikasi dan karakteristik lubang makula untuk masing-masing stadium dapat dilihat

sebagai berikut.1,2,3,5,7

a. Stadium 1-A. Pada stadium ini, terjadi tarikan tangensial secara spontan oleh vitreus

prefoveolar yang menyebabkan terlepasnya retina foveolar, hilangnya depresi foveal

dan terjadi bintik foveal yang kekuningan dengan diameter 100-200 µm. Terjadi

pelepasan terlokalisir yang dangkal dari korteks vitreus perifoveal dengan tetap terjadi

perlekatan yang persisten terhadap foveola.

b. Stadium 1-B. Kontraksi vitreus akan menyebabkan lepasnya fovea, fovea menjadi

mendatar. Perubahan ini menyebabkan gambaran cincin berbentuk donat yang berwarna

kuning dengan diameter 200-350 µm. Terjadi ekstensi posterior dari “pseudokista”

dengan gangguan pada lapisan retina terluar. Atapnya masih utuh dengan tetap terdapat

perlekatan hialoid posterior dengan retina.

c. Stadium 2. Mulai terjadi pemisahan korteks vitreus disertai terbentuknya pseudo-

operkulum. Pada stadium ini mulai dapat dilihat suatu lubang, yaitu defek seluruh

ketebalan retina, dengan diameter kurang dari 300 µm, namun kadang-kadang tanda ini

terlewatkan karena adanya pseudo-operkulum. Pseudo-operkulum itu sendiri terdiri dari

kondensasi vitreus dan proliferasi glial yang aktif. Gejala gangguan penglihatan

termasuk metamorfopsia dan berkurangnya ketajaman penglihatan. Ketika telah terjadi

Page 10: Refarat Macular Hole

10

lubang stadium 2, hampir selalu berkembang menjadi stadium 3 dengan harapan yang

kecil untuk terjadinya perbaikan penglihatan secara spontan.

d. Stadium 3. Kontraksi dan kondensasi korteks vitreus akhirnya menyebabkan pemisahan

vitreus dan makula. Lubang yang terbentuk berdiameter sekitar 300-400 µm, dan

dikelilingi cairan subretina yang berbentuk seperti-donat. Hialoid posterior telah

terlepas dari daerah makula, namun masih melekat pada diskus optikus. Dapat terjadi

edema intraretinal dan kista.

e. Stadium 4. Pada stadium ini terjadi pemisahan total antara vitreus dengan makula yang

ditandai dengan cincin Weiss, dengan diameter lubang mencapai 500 µm, dan

dikelilingi oleh cairan subretina dengan deposit berwarna kekuningan di dalam lubang

tesebut. Penurunan ketajaman penglihatan terjadi terutama karena hilangnya

fotoreseptor pada defek sentral, dengan hasil skotoma sentral absolut. Sebagai

tambahan, cairan subretina yang mengelilingi lubang dan elevasi retina sekunder

menyebabkan skotoma relatif di sekelilingnya. Penglihatan cenderung untuk menurun

secara progresif, menjadi stabil pada 6/60 atau lebih buruk ketika lubang mencapai

diameter maksimumnya.

Gambar 2.6. Skema klasifikasi lubang makula yang diusulkan oleh Gass8

Page 11: Refarat Macular Hole

11

2.7. Gejala Klinis

Kebanyakan lubang makula idiopatik tidak bergejala pada stadium awal. Pasien

dengan lubang makula yang simtomatik akan mengeluhkan penglihatan sentral yang kabur

atau skotoma sentral dan metamorfopsia. Biasanya pasien menyadari hal tersebut ketika

membaca atau membawa kendaraan. Gejala-gejala berkembang bertahap dan terdapat

waktu di mana pasien akan menutup sebelah matanya dan menyadari bahwa menurunnya

penglihatan sentral tersebut hanya monocular. Beberapa pasien dapat terus-menerus

asimtomatik dan lubang yang ada terdiagnosis hanya saat pemeriksaan oftalmologis rutin.

Tajam penglihatan pada lubang stadium 1 biasanya sekitar 6/9 atau 6/12. Ketika lubang

full thickness teridentifikasi (stadium 2 ke atas), tajam penglihatan bervariasi antara 6/18

hingga 3/60. Metamorfopsia terjadi karena elevasi retina neurosensorik di sekitar lubang

makula.9

2.8. Pemeriksaan dan Diagnosis

Kebanyakan kasus lubang makula idiopatik bersifat asimtomatik pada stadium awal.

Pasien dengan lubang makula biasanya datang dengan mengeluhkan penglihatannya

menjadi kabur pada bagian tengah. Secara umum, perlu ditanyakan beberapa hal kepada

pasien, seperti sudah berapa lama gejala dirasakan, kemudian riwayat okuler, apakah

pernah menderita glaukoma atau penyakit mata yang lain sebelumnya, kecelakaan atau

trauma yang mengenai mata, operasi pada mata, dan penggunaan beberapa obat-obatan

yang dapat berhubungan dengan kista makular, seperti niasin sistemik dan analog

prostaglandin topikal.3,9

Untuk pemeriksaan, dapat dilihat sebagai berikut.1,3,7,9

a. Funduskopi. Lubang makula yang full thickness akan nampak sebagai lesi bulat atau

oval pada makula dengan deposit berwarna putih kekuningan pada dasarnya.

b. Angiografi fluoresens. Pemeriksaan ini dapat berguna sebagai tambahan bagi

biomikroskopi. Pemeriksaan angiografi fluoresens ini biasanya menunjukkan gambaran

hiperfluoresensi sentral pada fase awal (79%), namun pada kelainan makula lain yang

menyerupai lubang makula juga memberikan gambaran yang sama (sekitar 63%),

sehingga pemeriksaan ini tidak banyak menolong untuk menegakkan diagnosis lubang

makula.

c. Metode Watzke-Allen. Tes ini dilakukan dengan menggunakan lampu celah

biomikroskop dengan sinar celah sempit dan lensa makula yang diarahkan ke fovea

Page 12: Refarat Macular Hole

12

baik secara vertikal maupun horizontal. Pasien dengan lubang makula akan melaporkan

bahwa sinar yang dilihatnya menjadi lebih tipis atau tampak patah.

d. Metode pemandu sinar laser (laser aiming beam). Tes ini dilakukan sama seperti

metode Watzke-Allen, namun yang digunakan adalah laser aiming beam dengan

ukuran 50 µm. Pasien dengan lubang makula akan melaporkan bahwa pasien tidak

dapat melihat sinar yang diarahkan ke makula, namun dapat melihat bila sinar

diarahkan pada daerah retina di sekitar makula.

e. Optical Coherence Tomography (OCT). Pemeriksaan ini merupakan teknik pencitraan

diagnostik untuk pencitraan beresolusi tinggi dari retina. Gambaran cross sectional dari

retina dapat diperoleh dengan 10 resolusi longitudinal. OCT dilakukan dengan pasien

duduk di depan slit lamp di mana lensa dengan kekuatan 78D telah dipasang. Suatu

laser dioda superluminesens menghasilkan probe beam dengan panjang gelombang 840

unit (infra merah) yang difokuskan ke retina. Sepasang galvanometrically driven

orthogonal scanning mirror mengamati beam pada mata dan daerah retina dapat

divisualisasikan dengan kamera infra merah. Gambaran cross sectional dari retina

digantikan dengan warna-warna yang sesuai dengan daerah dengan reflektivitas optikal

yang relatif tinggi (merah dan putih) atau reflektivitas rendah (biru hingga hitam).

Gambaran tomografik beresolusi tinggi yang didapat dari pemeriksaan OCT dapat

membantu membedakan lubang makula yang sebenarnya dengan lubang palsu (pseudo

hole) dan lubang lamelar.

Gambar 2.7. Gambaran resolusi tinggi dari lubang makula stadium 42

2.9. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari lubang makula dapat dilihat sebagai berikut.9

a. Lubang pada epiretina (membran epimakular), merupakan lesi yang paling umum

dikelirukan dengan lubang makula adalah membran epiretina yang memiliki lubang,

kontraksi atau pinggiran sirkumlinierdi dalam atau dekat dengan fovea. Biomikroskopi

lensa kontak menunjukkan membran tersebut dengan kontraktur dan macular puckering

dengan retina yang normal di bawah membran. Tidak ditemukan cairan subretina dan

Page 13: Refarat Macular Hole

13

edema retina di sekitar lubang. Penting untuk diingat bahwa membran epiretina dapat

ditemukan berhubungan dengan lubang makula sendiri, jadi dengan adanya membran

tesebut tidak menghapus kemungkinan adanya lubang makula.

b. Degenerasi makula berhubungan dengan usia. Atrofi geografik dari epitel pigmen retina

dan retina di atasnya dapat menyerupai lubang makula.

c. Edema makula kistoid. Ketika ditemukan suatu kista sentral yang besar, hal ini dapat

terlihat seperti lubang makula yang full thickness. Kondisi okular yang lain yang

berhubungan dengan edema makula kistoid ini, seperti operasi pada mata atau kondisi

inflamasi pada mata dapat membedakannya dengan lubang makula.

d. Lubang lamelar. Ini merupakan defek dengan setengah ketebalan dari makula retina

yang biasanya merupakan hasil dari pembentukan lubang makula yang terhenti atau

yang dapat dilihat pada kasus edema makula kistoid kronik ketika lapisan dalam kista

yang tipis pecah. Suatu pseudo-operkulum dapat diamati menutupi lubang lamelar

dapat membuat kesalahan diagnosis. Batas-batas dari lubang lamelar biasanya kurang

tegas dan memiliki tepi yang landai.

e. Neovaskularisasi koroid subfovea dengan kista fovea dan edema intraretina dapat

menyerupai lubang makula.

f. Traksi vitreomakula dengan fovea kistik juga dapat menyerupai lubang makula.

2.10. Penatalaksanaan

Sebelum tahun 1989, lubang makula idiopatik dianggap tidak dapat diobati. Kelly

dan Wendel merupakan yang pertama melaporkan bahwa bedah vitreus dapat

meningkatkan ketajaman penglihatan pada beberapa mata dengan lubang makula idiopatik

akut. Sejak itu, vitrektomi untuk lubang makula idiopatik dengan cepat menjadi prosedur

yang digunakan secara luas di seluruh dunia.2

Lubang stadium 1 awalnya diobservasi saja, karena tiga alasan, yaitu lubang makula

stadium 1 memiliki angka perbaikan spontan sebesar 50%, intervensi bedah tidak

mencegah pembentukan lubang makula secara universal, dan vitrektomi untuk lubang

stadium 2 dengan onset baru memiliki angka kesuksesan yang sangat tinggi (>90%).2

Jika lubang stadium 1 mengalami penurunan ketajaman penglihatan secara

signifikan yang bertahan selama beberapa bulan, maka tindakan bedah dapat

dipertimbangkan. Bedah lubang makula dilakukan di bawah anestesi lokal, kecuali jika

pasien yang meminta anestesi umum. Suatu three-port core vitrectomy standar dilakukan

menggunakan baik insisi 20-gauge, 23-gauge, ataupun 25-gauge. Kemudian korteks

Page 14: Refarat Macular Hole

14

vitreus posterior yang intak ditahan, biasanya menggunakan instrumen vitrektomi dengan

fungsi memotong yang ditiadakan. Korteks vitreus posterior biasanya tidak terlihat sampai

diangkat dari retina. Pengangkatan korteks vitreus dan hialoid posterior dilakukan hingga

pelepasan sempurna dari vitreus tercapai. Sisa vitreus posterior dipindahkan dengan

instrumen pemotong untuk vitrektomi. Pada titik ini, membran epiretina, jika ada,

dikelupas menggunakan jarum bengkok yang tajam atau forsep. Jika hasil kelupasan

membran limitans interna dirasakan berguna, maka dapat juga dilakukan. Membran

limitan interna dapat diwarnai dengan pewarna indocyanine green, triamsinolon, atau

trypan blue agar pengelupasan menjadi lebih mudah. Gas sulfur heksafluorida terdilusi

(SF6) atau gas perfluoropropan terdilusi (C3F8) diletakkan di kavum vitreus untuk

penutupan tempat sklerotomi. Tindakan ini dapat dilakukan secara aman pada keadaan

rawat jalan. Pasien biasanya diinstruksikan untuk tetap mengarahkan wajahnya ke bawah

atau menunduk selama sekurang-kurangnya 7 hari setelah operasi, meskipun interval 3

hari hingga 3 minggu disarankan.2

Komplikasi dari tindakan bedah tersebut dapat berupa pembentukan katarak, dan

robekan atau pelepasan retina (retinal detachment) atau keduanya dapat terjadi pada 10%

pasien yang dilakukan bedah vitreus untuk lubang makula idiopatik. Selain itu juga dapat

terjadi pembukaan kembali dari lubang makula yang telah ditutup.2

2.11. Prognosis

Lubang stadium 1 memiliki angka perbaikan spontan sekitar 50%. Ketika terjadi

lubang stadium 2, tanpa tindakan bedah kehilangan penglihatan biasanya permanen.

Penutupan spontan dari lubang makula yang full thickness terjadi pada 2-4% mata,

mungkin karena pembentukan membran epiretina. Perbaikan penglihatan biasanya tidak

terjadi bersamaan.2

Tanpa operasi, lubang makula cenderung untuk stabil pada ketajaman penglihatan

6/60 – 6/240. Dengan operasi, memungkinkan terjadinya perbaikan penglihatan.

Keberhasilan secara anatomi dapat ditentukan 2-4 minggu setelah operasi, ketika gas telah

cukup terserap. Keberhasilan secara anatomi didefinisikan sebagai hilangnya cairan

subretina secara lengkap yang mengelilingi lubang makula. Keberhasilan secara visual

didefinisikan sebagai peningkatan ketajaman penglihatan paska-operasi sekurang-

kurangnya dua atau lebih baris Snellen di bawah ketajaman penglihatan pre-operasi.2

BAB 3

Page 15: Refarat Macular Hole

15

KESIMPULAN

a. Macular hole atau lubang makula merupakan suatu pembukaan atau robekan seluruh

ketebalan retina yang meliputi fovea mata.

b. Kebanyakan kasus lubang makula adalah idiopatik, namun proses patologis dapat

menginduksi secara sekunder pembentukan dari lubang makula.

c. Lubang makula idiopatik umumnya terjadi pada individu yang sehat pada dekade

keenam atau ketujuh dari hidupnya. Wanita lebih sering terkena daripada pria, dengan

perbandingan 2:1. Sekitar 10-20% kasus terjadi pada kedua mata, namun onsetnya

jarang terjadi bersamaan.

d. Meskipun patogenesis terjadinya lubang makula masih belum jelas, terdapat beberapa

teori yang mencoba menjelaskan bagaimana terjadinya lubang makula tersebut, di

antaranya adalah teori trauma, teori degenerasi kistoid dan vaskular, serta teori vitreus.

e. Terdapat beberapa stadium untuk lubang makula yang dideskripsikan oleh Gass, yaitu

stadium 1 hingga stadium 4. Pada kedua kasus, lubang makula biasanya terdeteksi

ketika gejala yang ada pada pasien memburuk secara tiba-tiba, yaitu ketajaman

penglihatan yang menurun dan mengaburnya penglihatan pada bagian tengah atau

skotoma sentral, serta adanya metamorfopsia.

f. Berbagai pemeriksaan dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis lubang

makula, salah satunya adalah Optical Coherence Tomography (OCT). Pemeriksaan ini

merupakan teknik pencitraan diagnostik untuk pencitraan beresolusi tinggi dari retina,

dan pemeriksaan ini biasanya digunakan untuk membantu menegakkan diagnosa, serta

menilai keadaan makula saat pre- dan paska-operasi.

g. Sebelum tahun 1989, lubang makula idiopatik dianggap tidak dapat diobati. Kelly dan

Wendel merupakan yang pertama melaporkan bahwa bedah vitreus dapat meningkatkan

ketajaman penglihatan pada beberapa mata dengan lubang makula idiopatik akut. Sejak

itu, vitrektomi untuk lubang makula idiopatik dengan cepat menjadi prosedur yang

digunakan secara luas di seluruh dunia.

h. Lubang stadium 1 memiliki angka perbaikan spontan sekitar 50%. Ketika terjadi lubang

stadium 2, tanpa tindakan bedah kehilangan penglihatan biasanya permanen. Tanpa

operasi, lubang makula cenderung untuk stabil pada ketajaman penglihatan 6/60 –

6/240. Dengan operasi, memungkinkan terjadinya perbaikan penglihatan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Refarat Macular Hole

16

1. Effendi, R.G., Sasono, W. Idiopathic Macular Hole. Jurnal Oftalmologi

Indonesia.Desember 2008; 6(3): 158-68. Tersedia dalam:

http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/6308158168.pdf [Diakses 11 Maret 2012].

2. Yanoff, M., Duker, J.S. Ophthalmology. 3rd Ed. USA: Elsevier; 2009.

3. American Academy of Ophthalmology Retina Panel. Preferred Practice Pattern:

Idiopathic Macular Hole. San Francisco, CA: American Academy of Ophthalmology;

2008. Available at: http://www.aao.org/ppp [Accessed March 11th, 2012].

4. Khurana, A.K. Diseases of the Retina. In: Khurana, A.K. Comprehensive

Ophthalmology. 4th Ed. New Delhi: New Age International; 2007: 249-52.

5. Fletcher, E.C., Chong, N.V. Retina. In: Riordan-Eva, P., Whitcher, J.P. Vaughan &

Asbury’s General Ophthalmology. 17th Ed. USA: the McGraw-Hill Companies; 2007.

6. Sehu, K.W., Lee, W.R. Ophthalmic Pathology: An Illustrated Guide for Clinicians.

USA: Blackwell Publishing; 2005.

7. Kanski, J.J. Acquired Macular Disorders and Related Conditions. In: Kanski, J.J.

Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 16th Ed. USA: Elsevier; 2007: 644-6.

8. Smiddy, W.E., Flynn, H.W. Pathogenesis of Macular Holes and Theurapetic

Implications. Am J Ophthalmol. 2004; 137(3): 525-34.

9. Sharma, Y.R. et al. Macular Hole. JK Science 2002; 4(2): 57-68. Available at:

http://www.jkscience.org/archive/Volume42/Machular%20Hole.pdf [Accessed March

11th, 2012].