Refarat GBS.doc
-
Upload
ianastaina -
Category
Documents
-
view
241 -
download
0
Transcript of Refarat GBS.doc
DISIPLIN ILMU NEUROLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
REFERAT
17 NOVEMBER 2015
SINDROM GUILLAIN-BARRE
(Guillain-Barre Syndrom)
Oleh :
Muhammad Husrang
110 2011 0111
Pembimbing
Dr. dr. Susi Aulina, Sp.S(K)
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :
Nama : Muhammad Husrang
NIM : 110 211 0111
Judul Referat : SINDROM GUILLAIN-BARRE (Guillain-Barre Syndrom)
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Neurologi
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia
Makassar, 17 NOVEMBER 2015
Mengetahui,
Pembimbing
Dr. dr. Susi Aulina, Sp.S(K)
BAB I
PENDAHULUAN
Sindroma Guillain Barre (SGB) merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai
adanya paralisis flasid yang terjadi secara akut berhubungan dengan proses autoimun dimana
targetnya adalah saraf perifer, radiks, dan nervus kranialis. 1
Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi
paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat
terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis
ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit
akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.1
Penyakit ini terdapat di seluruh dunia pada setiap musim, menyerang semua umur.
Insidensi SGB bervariasi antara 1 sampai 4 kasus per 100.000 orang pertahun. SGB sering
sekali berhubungan dengan infeksi akut non spesifik.2 Insidensi kasus SGB yang berkaitan
dengan infeksi ini sekitar antara 60% - 70%, yaitu 1 sampai 4 minggu sebelum gejala
neurologi timbul seperti infeksi saluran pernafasan atas atau infeksi gastrointestinal. Kelainan
ini juga dapat menyebabkan kematian, pada 3 % pasien, yang disebabkan oleh gagal napas
dan aritmia. Gejala yang terjadinya biasanya hilang 3 minggu setelah gejala pertama kali
timbul. Sekitar 30 % penderita memiliki gejala sisa kelemahan setelah 3 tahun. Tiga persen
pasien dengan SGB dapat mengalami relaps yang lebih ringan beberapa tahun setelah onset
pertama. Bila terjadi kekambuhan atau tidak ada perbaikan pada akhir minggu IV maka
termasuk Chronic Inflammantory Demyelinating Polyradiculoneuropathy (CIDP). Sampai
saat ini belum ada terapi spesifik untuk SGB. Pengobatan secara simtomatis dan perawatan
yang baik dapat memperbaiki prognosisnya.1
Risiko terberat dari GBS dapat mengancam jiwa karena menyebabkan kelumpuhan
otot pernapasan sehingga penderita harus menggunakan ventilator, terkena infeksi paru dan
sepsis akibat imobilisasi lama. Pada periode 2010-2011, data jumlah penderita GBS di
RSCM Jakarta sebanyak 48 kasus dari berbagai varian.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SEJARAH
Pada tahun 1859, seorang neurolog Perancis, Jean-Baptiste Landry pertama kali
menulis tentang penyakit ini, sedangkan istilah landry ascending paralysis diperkenalkan oleh
Westphal. Osler menyatakan terdapatnya hubungan SGB dengan kejadian infeksi akut. Pada
tahun 1916, Guillain, Barre dan Strohl menjelaskan tentang adanya perubahan khas berupa
peninggian protein cairan serebrospinal (CSS) tanpa disertai peninggian jumlah sel. Keadaan
ini disebut sebagai disosiasi sitoalbuminik. Nama SGB dipopulerkan oleh Draganescu dan
Claudian. Menurut Lambert dan Murder mengatakan bahwa untuk menegakkan diagnosa
SGB selain berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan CSS, juga adanya kelainan pada
pemeriksaan EMG dapat membantu menegakkan diagnosa. Terdapat perlambatan kecepatan
hantar saraf pada EMG.
2.2 DEFINISI
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengan karekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnya progresif. Kelainan ini
kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom, maupun susunan saraf pusat. SGB
merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang, biasanya terjadi 1 – 3
minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.4
GBS merupakan Polineuropati pasca infeksi yang menyebabkan terjadinya demielinisasi
saraf motorik kadang juga mengenai saraf sensorik.
GBS adalah polineuropati yang menyeluruh, dapat berlangsung akut atau subakut,
mungkin terjadi spontan atau sesudah suatu infeksi
GBS mempunyai banyak sinonim, antara lain :
Polineuritis akut pasca infeksi
Polineuritis akut toksik
Polineuritis febril
Poliradikulopati,dan
Acute Ascending Paralysis
2.3 EPIDEMIOLOGI
Sepuluh studi melaporkan kejadian pada anak-anak (0-15tahun), dan menemukan
kejadian tahunan menjadi antara 0,34, dan 1.34/100 000. Kebanyakan penelitian menyelidiki
populasi di Eropa dan Amerika Utara dan melaporkan angka kejadian serupa tahunan , yaitu
antara 0,84 dan 1.91/100, 000. Rata-rata pertahun 1-3/100.000 populasi dan perempuan lebih
sering terkena daripada laki-laki dengan perbandingan rasio perempuan : laki-laki = 1,5 : 1
untuk semua usia. Penurunan insiden selama waktu antara tahun 1980-an dan 1990-an
ditemukan. Sampai dengan70% dari kasus Sindroma Guillain Barre disebabkan oleh infeksi
anteseden. Inflamasi akut demielinasi poliradikuloneuropati (AIDP) adalah bentuk paling
umum di negara-negara barat dan berkontribusi 85% sampai 90% kasus. Kondisi ini terjadi
pada semua golongan usia tak terkecuali bayi. Usia termuda dan tertua dilaporkan
adalah, masing masing 2 bulan dan 95 tahun. Usia rata onset adalah sekitar 40 tahun,
dengan kemungkinan dominasi laki-laki.3, 4, 10
Sindroma Guillain Barre adalah penyebab paling umum dari acute flaccid paralysis
pada anak - anak. Acute Motor Axonal Neuropathy (AMAN) sering didapatkan di daerah
Jepang dan Cina, terutama pada orang muda. Hal ini terjadi lebih sering selama musim panas,
sporadis AMAN seluruh dunia mempengaruh 10% sampai 20% pasien dengan Sindroma
Guillain Barre .3
2.3 KLASIFIKASI 6
1. Acute Motor-Sensory Axonal Neuropathy (AMSAN)
Sering muncul cepat dan mengalami paralisis yang berat dengan perbaikan yang
lambat dan buruk. Seperti tipe AMAN yang berhubungan dengan infeksi saluran cerna C
jejuni. Patologi yang ditemukan adalah degenerasi akson dari serabut saraf sensorik dan
motorik yang berat dengan sedikir demielinisasi.
2. Acute Motor-Axonal Neuropathy (AMAN)
Berhubungan dengan infeksi saluran cerna C jejuni dan titer antibody gangliosid
meningkat (seperti, GM1, GD1a, GD1b). Penderita tipe ini memiliki gejala klinis motorik
dan secara klinis khas untuk tipe demielinisasi dengan asending dan paralysis simetris.
AMAN dibedakan dengan hasil studi elektrodiagnostik dimana didapatkan adanya aksonopati
motorik. Pada biopsy menunjukkan degenerasi ‘wallerian like’ tanpa inflamasi limfositik.
Perbaikannya cepat, disabilitas yang dialami penderita selama lebih kurang 1 tahun.
3. Miller Fisher Syndrome
Variasi dari SGB yang umum dan merupakan 5 % dari semua kasus SGB. Sindroma
ini terdiri dari ataksia, optalmoplegia dan arefleksia. Ataksia terlihat pada gaya jalan dan pada
batang tubuh dan jarang yang meliputi ekstremitas. Motorik biasanya tidak terkena.
Perbaikan sempurna terjadi dalam hitungan minggu atau bulan
4. Acute Inflammatory Demyelinating Polyradiculoneuropaty (AIDP)
AIDP gejala neurologinya bersifat akut. Pada sebagian anak, kelainan motoric lebih
dominant dan kelemahan otot lebih berat pada bagian distal
2.5 ETIOLOGI
Frekuensi penyebab GBS sering dihubungkan dengan infeksi oleg Campylobacter jejuni,
bakteri gram negative yang biasa menimbulkan gastroenteritis bacterial dibeberapa Negara
berkembang.7 Selain itu penyakit ini merupakan proses autoimun. Tetapi sekitar setengah dari
seluruh kasus terjadi setelah penyakit infeksi virus atau bakteri seperti dibawah ini :
Infeksi virus : Citomegalovirus (CMV), Ebstein Barr Virus (EBV), enterovirus,
Human Immunodefficiency Virus (HIV).
Infeksi bakteri : Campilobacter Jejuni, Mycoplasma Pneumonie.
Pasca pembedahan dan Vaksinasi.
50% dari seluruh kasus terjadi sekitar 1-3 minggu setelah terjadi penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan Atas (ISPA) dan Infeksi Saluran Pencernaan.
2.6 PATOLOGI
Pada pemeriksaan makroskopis tidak tampak jelas gambaran pembengkakan saraf tepi.
Dengan mikroskop sinar tampak perubahan pada saraf tepi. Perubahan pertama berupa edema
yang terjadi pada hari ketiga atau keempat, kemudian timbul pembengkakan dan iregularitas
selubung mielin pada hari kelima, terlihat beberapa limfosit pada hari kesembilan dan
makrofag pada hari kesebelas, poliferasi sel schwan pada hari ketigabelas. Perubahan pada
mielin, akson, dan selubung schwan berjalan secara progresif, sehingga pada hari
keenampuluh enam, sebagian radiks dan saraf tepi telah hancur. Kerusakan mielin
disebabkan makrofag yang menembus membran basalis dan melepaskan selubung mielin dari
sel schwan dan akson.4
Gambar 1 : Saraf normal dan Saraf pada GBS
2.7 PATOGENESIS
Infeksi , baik yang disebabkan oleh bakteri maupun virus, dan antigen lain memasuki
sel Schwann dari saraf dan kemudian mereplikasi diri. Antigen tersebut mengaktivasi sel
limfosit T. Sel limfosit T ini mengaktivasi proses pematangan limfosit B dan memproduksi
autoantibodi spesifik. Ada beberapa teori mengenai pembentukan autoantibodi , yang
pertama adalah virus dan bakteri mengubah susunan sel sel saraf sehingga sistem imun tubuh
mengenalinya sebagai benda asing. Teori yang kedua mengatakan bahwa infeksi tersebut
menyebabkan kemampuan sistem imun untuk mengenali dirinya sendiri berkurang.
Autoantibodi ini yang kemudian menyebabkan destruksi myelin bahkan kadang kadang juga
dapat terjadi destruksi pada axon. 1
Teori lain mengatakan bahwa respon imun yang menyerang myelin disebabkan oleh
karena antigen yang ada memiliki sifat yang sama dengan myelin. Hal ini menyebabkan
terjadinya respon imun terhadap myelin yang di invasi oleh antigen tersebut.
Destruksi pada myelin tersebut menyebabkan sel sel saraf tidak dapat mengirimkan
signal secara efisien, sehingga otot kehilangan kemampuannya untuk merespon perintah dari
otak dan otak menerima lebih sedikit impuls sensoris dari seluruh bagian tubuh. Periode
latent antara proses infeksi dan tanda - tanda neurologi sekitar 1 – 3 minggu.10
Gambar 2 : Imunopatogenesis Guillain-Barre Syndrome 9
2.8 GEJALA KLINIS
1. Kelemahan
Gambaran klinis yang klasik adalah kelemahan yang umumnya bersifat ascending dan
simetris secara natural. Namun, tidak semua serangan bersifat ascenderen. Gejala awal
biasanya pharestesia, tetapi pada beberapa kasus langsung menunjukkan kelemahan otot.
Anggota tubuh bagian bawah biasanya terkena duluan sebelum tungkai atas. Otot- otot
proksimal mungkin terlibat lebih awal daripada yang lebih distal. Tubuh, bulbar, dan otot
pernapasan dapat terpengaruh juga. Kelemahan otot pernapasan dengan sesak napas mungkin
ditemukan, berkembang secara akut dan berlangsung selama beberapa hari sampai minggu.
Keparahan dapat berkisar dari kelemahan ringan sampai tetraplegia dengan kegagalan
ventilasi.
2. Keterlibatan saraf kranial
Keterlibatan saraf kranial tampak pada 45-75% pasien dengan SGB. Saraf kranial III-
VII dan IX-XII mungkin akan terpengaruh. Keluhan umum mungkin termasuk sebagai
berikut; wajah droop (bisa menampakkan palsy Bell), Diplopias, Dysarthria, Disfagia,
Ophthalmoplegia, serta gangguan pada pupil. Kelemahan wajah dan orofaringeal biasanya
muncul setelah tubuh dan tungkai yang terkena. Varian Miller-Fisher dari SGB adalah unik
karena subtipe ini dimulai dengan defisit saraf kranial.
3. Perubahan Sensorik
Gejala sensorik biasanya lebih ringan dari gejala motorik yang nampak. Dalam
kebanyakan kasus, kehilangan sensori cenderung minimal dan variabel. Kebanyakan pasien
mengeluh hypestesia, mati rasa, atau perubahan sensorik serupa. Gejala sensorik sering
mendahului kelemahan. Parestesia umumnya dimulai pada jari kaki dan ujung jari, berproses
menuju ke atas tetapi umumnya tidak melebar keluar pergelangan tangan atau pergelangan
kaki. Kehilangan getaran, proprioseptis, sentuhan, dan nyeri distal dapat hadir.
4. Nyeri
Dalam sebuah studi tentang nyeri pada pasien dengan SGB, 89% pasien melaporkan
nyeri yang disebabkan SGB pada beberapa waktu selama perjalanannya. Nyeri paling parah
dapat dirasakan pada daerah bahu, punggung, pantat, dan paha dan dapat terjadi bahkan
dengan sedikit gerakan. Rasa sakit ini sering digambarkan sebagai sakit atau berdenyut.
Gejala dysesthetic diamati ada dalam sekitar 50% dari pasien selama perjalanan penyakit
mereka. Dysesthesias sering digambarkan sebagai rasa terbakar, kesemutan, atau sensasi
shocklike dan sering lebih umum di ekstremitas bawah daripada di ekstremitas atas.
Dysesthesias dapat bertahan tanpa batas waktu pada 5-10%pasien. Sindrom nyeri lainnya
yang biasa dialami oleh sebagian pasien dengan SGB adalah sebagai berikut; Myalgic, nyeri
visceral, dan rasa sakit yang terkait dengan kondisi imobilitas (misalnya, tekanan palsi saraf,
ulkus dekubitus).
5. Perubahan otonom
Keterlibatan sistem saraf otonom dengan disfungsi dalam sistem simpatis dan
parasimpatis dapat diamati pada pasien dengan SGB. Perubahan otonom dapat mencakup
sebagai berikut; Takikardia, Bradikardia, Facial flushing, Hipertensi paroksimal, Hipotensi
ortostatik. Retensi urin karena gangguan sfingter urin, karena paresis lambung dan
dismotilitas usus dapat ditemukan.
6. Pernapasan
Empat puluh persen pasien SGB cenderung memiliki kelemahan pernafasan atau
orofaringeal. Keluhan yang khas yang sering ditemukan adalah sebagai berikut; Dispnea saat
aktivitas, Sesak napas, Kesulitan menelan, Bicara cadel. Kegagalan ventilasi yang
memerlukan dukungan pernapasan biasa terjadi pada hingga sepertiga dari pasien di beberapa
waktu selama perjalanan penyakit mereka.
Ciri-ciri kelainan cairan serebrospinal yang kuat menyokong diagnosa:
- Protein CSS meningkat setelah gejala 1 minggu atau terjadi peningkatan pada LP
serial;
- jumlah sel CSS < 10 MN/mm3; Varian ( tidak ada peningkatan protein CSS
setelah 1 minggu gejala dan Jumlah sel CSS: 11-50 MN/mm3 ).
Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnose adalah perlambatan konduksi saraf
bahkan blok pada 80% kasus. Biasanya kecepatan hantar kurang 60% dari normal.
2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG , 10
1. Pemeriksaan LCS
Dari pemeriksaan LCS didapatkan adanya kenaikan kadar protein ( 1 – 1,5 g/dl ) tanpa
diikuti kenaikan jumlah sel. Keadaan ini oleh Guillain (1961) disebut sebagai disosiasi
albumin sitologis. Pemeriksaan cairan cerebrospinal pada 48 jam pertama penyakit tidak
memberikan hasil apapun juga. Kenaikan kadar protein biasanya terjadi pada minggu
pertama atau kedua. Kebanyakan pemeriksaan LCS pada pasien akan menunjukkan
jumlah sel yang kurang dari 10/mm3 (albuminocytologic dissociation).
2. Pemeriksaan EMG
Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal, kelumpuhan terjadi pada
minggu pertama dan puncaknya pada akhir minggu kedua dan pada akhir minggu ke tiga
mulai menunjukkan adanya perbaikan.
Kriteria diagnostik GBS menurut The National Institute of Neurological and
Communicative Disorders and Stroke ( NINCDS)
Gejala utama
1. Kelemahan yang bersifat progresif pada satu atau lebih ekstremitas dengan atau tanpa
disertai ataxia
2. Arefleksia atau hiporefleksia yang bersifat general
Gejala tambahan
1. Progresivitas dalam waktu sekitar 4 minggu
2. Biasanya simetris
3. Adanya gejala sensoris yang ringan
4. Terkenanya SSP, biasanya berupa kelemahan saraf facialis bilateral
5. Disfungsi saraf otonom
6. Tidak disertai demam
7. Penyembuhan dimulai antara minggu ke 2 sampai ke 4
Pemeriksaan LCS
1. Peningkatan protein
2. Sel MN < 10 /ul
Pemeriksaan elektrodiagnostik
1. Terlihat adanya perlambatan atau blok pada konduksi impuls saraf
Gejala yang menyingkirkan diagnosis
1. Kelemahan yang sifatnya asimetris
2. Disfungsi vesica urinaria yang sifatnya persisten
3. Sel PMN atau MN di dalam LCS > 50/ul
4. Gejala sensoris yang nyata
2.10 TATA LAKSANA
Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik untuk SGB, pengobatan terutama
secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah mengurangi gejala, mengobati
komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki prognosisnya. Penderita pada
stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus dilakukan observasi tanda-tanda vital.
Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di rumah sakit untuk memdapatkan
bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi. Adapun penatalaksanaan yang dapat
dilakukan adalah :, 10
1. Sistem pernapasan
Gagal nafas merupakan penyebab utama kematian pada penderita SGB. Pengobatan
lebih ditujukan pada tindakan suportif dan fisioterapi. Bila perlu dilakukan tindakan
trakeostomi, penggunaan alat Bantu pernapasan (ventilator) bila vital capacity turun dibawah
50%.
2. Fisioterapi
Fisioterapi dada secara teratur untuk mencegah retensi sputum dan kolaps paru.
Gerakan pasif pada kaki yang lumpuh mencegah kekakuan sendi. Segera setelah
penyembuhan mulai (fase rekonvalesen), maka fisioterapi aktif dimulai untuk melatih dan
meningkatkan kekuatan otot.
3. Imunoterapi
Tujuan pengobatan SGB ini untuk mengurangi beratnya penyakit dan mempercepat
kesembuhan ditunjukan melalui system imunitas.
a. Plasma exchange therapy (PE)
Plasmaparesis atau plasma exchange bertujuan untuk mengeluarkan faktor
autoantibodi yang beredar. Pemakaian plasmaparesis pada SGB memperlihatkan hasil yang
baik, berupa perbaikan klinis yang lebih cepat, penggunaan alat bantu nafas yang lebih
sedikit, dan lama perawatan yang lebih pendek. Waktu yang paling efektif untuk melakukan
PE adalah dalam 2 minggu setelah munculnya gejala. Jumlah plasma yang dikeluarkan per
exchange adalah 40-50 ml/kg dalam waktu 7-10 hari dilakukan empat sampai lima kali
exchange.
b. Imunoglobulin IV
Intravenous inffusion of human Immunoglobulin (IVIg) dapat menetralisasi
autoantibodi patologis yang ada atau menekan produksi auto antibodi tersebut. Pengobatan
dengan gamma globulin intravena lebih menguntungkan dibandingkan plasmaparesis karena
efek samping/komplikasi lebih ringan. Pemberian IVIg ini dilakukan dalam 2 minggu setelah
gejala muncul dengan dosis 0,4 g / kgBB /hari selama 5 hari.
c. Kortikosteroid
Penggunaan kortikosteroid saat sekarang masih kontroversi, karena di beberapa
pasien mempunyai dampak yang positif dalam perbaikan penyakit GBS. Mekanisme
penekanan autoimun atau menurunkan udema pada jaringan penyambung akar saraf dan
mencetuskan perbaikan apapun proses inflamasi yang terjadi. Disamping itu penggunaan
steroid tidak dapat dipantau proses perkembangan perbaikan untuk terapi tersebut.
Kortikosteroid : dexamethasone IV, dosis awal 8-10 mg, selanjutnya 4-5 mg/6 jam selama
masa progresif, diberikan selama 7-14 hari kemudian diturunkan berangsur- angsur.
2.11 DIAGNOSIS BANDING
Poliomielitis
Pada poliomyelitis ditemukan kelumpuhan disertai demam, tidak ditemukan gangguan
sensorik, kelumpuhan yang tidak simetris, dan Cairan cerebrospinal pada fase awal tidak
normal dan didapatkan peningkatan jumlah sel.
Myositis Akut
Pada miositis akut ditemukan kelumpuhan akut biasanya proksimal, didapatkan kenaikan
kadar CK (Creatine Kinase), dan pada Cairan serebrospinal normal.
Myastenia gravis (didapatkan infiltrate pada motor end plate, lelumpuhan tidak bersifat
ascending)
CIPD (Chronic Inflammatory Demyelinating Polyradical Neuropathy) didapatkan
progresifitas penyakit lebih lama dan lambat. Juga ditemukan adanya kekambuhan
kelumpuhan atau pada akhir minggu keempat tidak ada perbaikan.
2.12 KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal napas, aspirasi makanan atau cairan ke
dalam paru, pneumonia, meningkatkan resiko terjadinya infeksi, trombosis vena dalam,
paralisis permanen pada bagian tubuh tertentu, dan kontraktur pada sendi. 1
2.13 PROGNOSIS
Pada umumnya penderita mempunyai prognosis yang baik, tetapi pada sebagian kecil
penderita dapat meninggal atau mempunyai gejala sisa. Penderita SGB dapat sembuh
sempurna (75-90%) atau sembuh dengan gejala sisa berupa dropfoot atau tremor postural
(25-36%). Penyembuhan dapat memakan waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun. 95
% pasien dengan GBS dapat bertahan hidup dengan 75 % diantaranya sembuh total.
Kelemahan ringan atau gejala sisa seperti dropfoot dan postural tremor masih mungkin
terjadi pada sebagian pasien. Kelainan ini juga dapat menyebabkan kematian , pada 5 %
pasien, yang disebabkan oleh gagal napas dan aritmia.2
BAB III
KESIMPULAN
Guillain Barre syndrome ( GBS ) adalah suatu kelainan sistem kekebalan tubuh
manusia yang menyerang bagian dari susunan saraf tepi dirinya sendiri dengankarekterisasi
berupa kelemahan atau arefleksia dari saraf motorik yang sifatnyaprogresif. Kelainan ini
kadang kadang juga menyerang saraf sensoris, otonom,maupun susunan saraf pusat. SGB
merupakan Polineuropati akut, bersifat simetris dan ascenden, yang,biasanya terjadi 1 – 3
minggu dan kadang sampai 8 minggu setelah suatu infeksi akut.
Pada Sindrom ini sering dijumpai adanya kelemahan yang cepat atau bisa terjadi
paralysis dari tungkai atas, tungkai bawah, otot-otot pernafasan dan wajah. Sindrom ini dapat
terjadi pada segala umur dan tidak bersifat herediter dan dikenal sebagai Landry’s Paralisis
ascending. Pertama dideskripsikan oleh Landry, 1859 menyebutnya sebagai suatu penyakit
akut, ascending dan paralysis motorik dengan gagal napas.
Gejala klinis SGB berupa kelemahan, gangguan saraf kranial, perubahan sensorik, nyeri,
perubahan otonom, gangguan pernafasan. Sampai saat ini belum ada pengobatan spesifik
untuk SGB, pengobatan terutama secara simptomatis. Tujuan utama penatalaksanaan adalah
mengurangi gejala, mengobati komplikasi, mempercepat penyembuhan dan memperbaiki
prognosisnya. Penderita pada stadium awal perlu dirawat di rumah sakit untuk terus
dilakukan observasi tanda-tanda vital. Penderita dengan gejala berat harus segera di rawat di
rumah sakit untuk memdapatkan bantuan pernafasan, pengobatan dan fisioterapi
Pemeriksaan penunjang untuk Sindroma Guillain-Barre adalah pemeriksaan LCS, EMG
dan MRI. Penyakit ini memiliki prognosis yang baik. Komplikasi yang dapat menyebabkan
kematian adalah gagal nafas dan aritmia.
DAFTAR PUSTAKA