REDUKSI WASTE PADA PROSES PRODUKSI PASTA GIGI DENGAN ...
Transcript of REDUKSI WASTE PADA PROSES PRODUKSI PASTA GIGI DENGAN ...
1
Abstrak— PT. Unilever Indonesia merupakan salah satu
perusahaan global yang bergerak pada sektor industri Fast
Moving Consumer Goods (FMCG) di Indonesia. PT. Unilver
Indonesia pada pabrik Personal Care memproduksi
bermacam-macam varian pasta gigi, mouth wash, dan
deodorant. Pihak perusahaan ingin mengetahui apakah proses
produksi produk pasta gigi telah berjalan dengan efisien atau
masih terdapat pemborosan yang dapat direduksi. Untuk
dapat mengidentifikasi dan mereduksi pemborosan yang
terjadi sepanjang proses produksi pasta gigi digunakan konsep
Lean Manufacturing dan penggambaran alur proses produksi
menggunakan Value Stream Mapping. Agar dapat diketahui
elemen-elemen yang berkaitan dengan proses digunakan
SIPOC. Identifikasi waste yang terjadi menggunakan 9 tipe
Waste EDOWNTIME. Berdasarkan hasil analisis dengan
pareto chart, didapatkan tiga jenis waste kritis yang terjadi
yaitu Inventory, Defect, dan Not utilize employee skill. Akar
permasalahan dari masing-masing waste kritis dianalisa
menggunakan metode Root Cause Analysis (RCA). Selanjutnya
dilakukan perhitungan Risk Priority Number terhadap masing-
masing penyebab terjadinya waste menggunakan Failure Mode
and Effect Analysis (FMEA) sebagai akar permasalahan paling
beresiko. Lalu pada setiap akar penyebab permasalahan
dibuat usulan alternatif solusinya. Alternatif solusi yang dibuat
kemudian saling dikombinasikan untuk didapatkan alternatif
solusi terbaik dengan metode Value Management. Dimana
besar value dihitung berdasarkan pada cost dan nilai
performansi dari setiap kombinasi alternatif solusi. Didapatkan solusi perbaikan terbaik yakni pengadaan alat ikat
kantong wadah plastik dan penggantian alat timbangan.
Kata Kunci— Lean Manufacturing, waste, Value Stream
Mapping, SIPOC, EDOWNTIME, Pareto chart, Root Cause
Analysis (RCA), Failure Mode and Effect Analysis (FMEA),
Value Management.
I. PENDAHULUAN
Indonesia menjadi pasar potensial untuk produk-produk
Fast Moving Consumer Goods (FMCG) dengan
pertumbuhan yang menunjukkan angka 15% berdasarkan
hasil survey yang dilakukan Kantar World Panel. Meskipun
tingkat pertumbuhan tersebut menurun sebesar 3,6%
dibanding tahun 2013, Indonesia diklaim sebagai negara
dengan tingkat pertumbuhan tertinggi di Asia. Dibandingkan
dengan negara China dengan jumlah penduduk terbesar di
dunia dan negara India yang tingkat pertumbuhan FMCG
hanya sebesar 3%. (Yu, 2014)
PT. Unilever merupakan salah satu pelaku industri FMCG
yang bergerak pada 4 segmen produk, yaitu: personal care,
foods, home care dan refreshment. Menurut sebuah daftar
yang dibuat oleh MBASkool, Unilever berada pada
peringkat ketujuh pada tahun 2014 diantara 10 perusahaan
dunia yang bergerak pada bidang industri FMCG. Dimana
pendapatan Unilever sebesar $66,1 juta dibandingkan
dengan Nestle yang menempati peringkat pertama sebesar
$99,452 juta (MBASkool, 2014).
Gambar 1 Grafik Pendapatan Unilever (Statista, 2014)
Berdasarkan gambar 1 grafik pendapatan Unilever
diketahui bahwa produk personal care memiliki kontribusi
terbesar yakni sebesar $17.739 juta pada tahun 2014, diikuti
dengan produk foods, refreshment dan home care.
Improvement pada produk pasta gigi berpengaruh secara
besar terhadap pendapatan perusahaan Unilever Indonesia,
untuk meningkatkan keuntungan dapat dilakukan dengan
menghemat atau menghilangkan aktivitas pemborosan.
Pemborosan yang terjadi menimbulkan biaya lebih yang
ditanggung bagi perusahaan, sehingga dapat mengurangi
tingkat pendapatan.
Perusahaan Uniliver Indonesia pada pabrik Personal Care
berupaya untuk meningkatkan proses produksi dengan
melakukan reduksi pemborosan pada proses produksi pasta
gigi sebagai bentuk continues improvement. Dalam
mereduksi waste pada proses produksi pasta gigi, dibatasi
dari gudang bahan baku pasta gigi hingga proses produksi
pasta gigi.Pihak perusahaan ingin mengetahui apakah proses
produksi produk pasta gigi telah berjalan dengan efisien atau
masih terdapat perbaikan pemborosan yang dapat direduksi.
Aliran informasi dan fisik produk digambarkan
menggunakan value stream mapping, sedangkan untuk
mengeliminasi pemborosan tersebut digunakan metode Lean
Manufacturing. Lean didefinisikan sebagai sebuah
pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan
menghilangkan aktivitas tidak bernilai tambah melalui
peningkatan terus menerus (Gaspersz, 2007). Pendekatan
Lean akan menyingkap Non-Value added dan Value added
serta membuat Value added mengalir secara lancar
sepanjang proses value stream. Diharapkan perbaikan
reduksi waste dapat membuat lead time proses produksi
pasta gigi dapat berkurang dan kapasitas produksi
bertambah sehingga jumlah pendapatan dari penjualan pasta
gigi dapat bertambah.
REDUKSI WASTE PADA PROSES PRODUKSI PASTA GIGI
DENGAN PENDEKATAN LEAN MANUFACTURING
DI PT UNILEVER INDONESIA
Bagus Firmansyah, dan H. Hari Supriyanto Ir., MSIE
Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia
e-mail: [email protected], [email protected]
2
Gambar 2 Alur Proses Produksi Pasta Gigi
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Lean
Menurut Vincent Gaspersz dalam bukunya Lean Six
Sigma for manufacturing and service industries, lean adalah
suatu upaya terus menerus untuk menghilangkan
pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (Value
Added) produk agar memberikan nilai kepada pelanggan
(customer value). Tujuan lean adalah meningkatkan
customer value secara terus menerus melalui peningkatan
rasio antara nilai tambah terhadap waste yang dikenal
dengan the value to waste ratio.
B. Value Stream Mapping
Menurut APICS dictionary (Blackstone Jr, 2013)
mendefinisikan value stream sebagai proses-proses untuk
membuat, memproduksi, dan menyerahkan produk ke pasar.
Pada manufaktur, untuk proses pembuatan barang value
stream mencakup pemasok bahan baku, manufaktur dan
perakitan barang serta jaringan distribusi barang tersebut
kepada pelanggan. Pada bidang jasa, value stream terdiri
atas pemasok, personel pendukung dan teknologi, produser
jasa, dan saluran-saluran distribusi jasa tersebut. Sebuah
value stream dapat dikendalikan oleh satu bisnis tunggal
atau jaringan dari beberapa bisnis.
C. Waste EDOWNTIME
EDOWNTIME merupakan akronim yang dibuat oleh
Vincent Gaspersz untuk memudahkan praktisi bisnis dan
industri mengidentifikasi 9 jenis pemborosan yang selalu
ada dalam bisnis dan industri, yakni:
E = Environmental, Health and Safety (EHS), jenis
pemborosan yang terjadi karena kelalaian dalam
memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan prinsip
EHS
D = Defects, jenis pemborosan yang terjadi karena
kecacatan atau kegagalan produk
O = Overproduction, jenis pemborosan yang terjadi
karena produksi melebihi kuantitas yang dipesan oleh
pelanggan
W = Waiting, jenis pemborosan yang terjadi karena
menunggu
N = Not utilizing employees knowledge, skills and
abilities, jenis pemborosan sumber daya manusia
(SDM) yang terjadi karena tidak menggunakan
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan
karyawan secara optimum
T = Transportation, jenis pemborosan yang terjadi karena
transportasi yang berlebihan sepanjang proses value
stream
I = Inventories, jenis pemborosan yang terjadi karena
Inventories yang berlebihan
M = Motion, jenis pemborosan yang terjadi karena
pergerakan yang lebih banyak daripada yang
seharusnya sepanjang proses value stream
E = Excess Processing, jenis pemborosan yang terjadi
karena langkah-langkah proses yang lebih panjang
daripada yang seharusnya sepanjang proses value
stream.
D. SIPOC
SIPOC diagram merupakan sebuah alat yang digunakan
untuk mengidentifikasi seluruh elemen yang berkaitan
dengan proses project peningkatan sebelum pengerjaan
dilakukan. Hal tersebut membantu menguraikan project
yang kompleks yang kemungkinan tidak terdefinisikan
dengan baik. SIPOC juga lebih sering digunakan pada tahap
Measure dalam metode Six Sigma DMAIC. SIPOC hampir
sama dengan process mapping dan ‘in/out of scope’, namun
memberikan tambahan informasi detail pada elemennya
(Simon, 2010).
E. Root Cause Analysis (RCA)
RCA adalah sebuah metodologi untuk menidentifikasi
dan memperbaiki penyebab yang paling penting pada
masalah fungsi dan operasional. RCA mengungkap
permasalahan mendasar dari sebuah masalah, namun tidak
untuk dilakukan pemecahan masalah dengan mencari solusi
secara cepat. Metode ini sangat berguna terutama untuk
melakukan analisis terhadap suatu kegagalan dalam sistem.
Jika akar permasalahan tidak dapat teridentifikasi, maka kita
hanya akan mengetahui gejalanya saja dan masalah tersebut
akan tetap terjadi. Dengan demikian, penggunaan RCA
sangat diperlukan untuk mengidentifikasi akar dari suatu
permasalahan yang berpotensi menyebabkan resiko
operasional.
F. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)
FMEA merupakan sebuah sistem analysis untuk
mengetahui potensi kegagalan yang dapat terjadi dan
bertujuan untuk mencegahnya. FMEA termasuk langkah
pencegahan yang dibuat sebelum pengimplementasian
sebuah perubahan maupun desain yang baru pada proses
atau produk. Namun FMEA juga dapat digunakan setelah
produk dan proses telah berjalan. Tujuan utama dari FMEA,
untuk mengidentifikasi kegiatan perbaikan yang dibutuhkan
untuk mencegah terjadinya kegagalan hingga pada pihak
customer, dan untuk memastikan kemungkinan tertinggi dari
kualitas dan keandalan produk atau proses (McDermott,
Beauregard, & Mikulak, 2010).
Supplier
ShippingReceiving Raw Material Warehouse Finish Product WarehouseProcess Filling & Packaging
CustomerPurchasing Perusahaan Customer Service
3
G. Analytical Hierarchy Process (AHP)
AHP merupakan pendekatan pengambilan keputusan
multi kriteria yang diciptakan oleh Saaty pada tahun 1977
dan 1994. AHP telah menarik perhatian para peneliti
terutama sifat matematis dari metode tersebut dan data yang
diperlukan tidak terlalu sulit untuk didapatkan. AHP adalah
sebuah alat pendukung keputusan yang dapat digunakan
untuk memecahkan masalah keputusan yang kompleks.
AHP menggunakan struktur hirarki tujuan bertingkat,
kriteria, sub kriteria dan alternatif. Data yang berkaitan
tersebut didapat dengan menggunakan perbandingan
berpasangan. Perbandingan digunakan untuk mendapat
bobot pentingnya kriteria keputusan. Jika perbandingan
tidak konsisten, maka hal tersebut perlu diperbaiki lebih
lanjut (Triantaphyllou & Mann, 1995).
H. Value Management
Value Management adalah sebuah metode manajemen
menggunakan pendekatan yang sistematis untuk mencari
keseimbangan fungsi terbaik antara cost, keandalan dan
performansi sebuah proyek (Dell'Isola, 1966). Dalam
metode ini dikenal sebuah istilah untuk penilaian totalnya,
yaitu value. Value nantinya digunakan sebagi pembanding
antar masing-masing alternatif. Berikut ini merupakan
rumus untuk menghitung besarnya value:
PCn
x PCo
𝐶𝑛 = 𝐶𝑜 + 𝑏𝑖𝑎𝑦𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑏𝑎𝑖𝑘𝑎𝑛
Vn =
Keterangan :
PCn : Biaya Performansi ke-n
Pn : Performansi ke-n
Po : Performansi awal
Co : Biaya Awal
Cn : Biaya ke-n
Vn : Nilai ke-n
I. DMAIC Six Sigma
Merupakan sebuah metodologi yang ada pada konsep six
sigma, sebuah alur berpikir yang secara urut dilakukan
untuk melakukan perbaikan proses dalam sistem.
DMAIC terdiri atas lima tahap yakni:
Define: mendefinisikan secara formal sasaran
peningkatan proses yang konsisten dengan permintaan
atau kebutuhan pelanggan dan strategi perusahaan.
Measure: mengukur kinerja proses pada saat sekarang
agar dapat dibandingkan dengan target yang ditetapkan.
Analyze: menganalisis hubungan sebab-akibat berbagai
faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor dominan
yang perlu dikendalikan.
Improve: mengoptimasikan proses menggunakan
analisis-analisis untuk mengetahui dan mengendalikan
kondisi optimum proses.
Control: melakukan pengendalian terhadap proses
secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas
proses.
III. METODOLOGI PENELITIAN
Flow Chart
Gambar 3 Flow chart penelitian
IV. PENGOLAHAN DAN PENGOLAHAN DATA
A. Define
Berikut merupakan identifikasi awal menggunakan
diagram SIPOC untuk dan Value Stream Mapping pasta gigi
untuk menggambarkan tahapan proses produksi perusahaan
dan juga informasi mengenai aktivitas bernilai tambah dan
aktivitas tidak bernilai tambah sepanjang value stream
produk:
Gambar 4Diagram SIPOC produk pasta gigi
Perumusan Masalah
Penentuan Tujuan Penelitian
Tinjauan Pustaka
Konsep Lean
EDOWNTIME Waste
SIPOC
Value Stream Mapping (VSM)
Root Cause Analysis (RCA)
Analytical Hierarchy Process
(AHP)
Failure Mode and Effect Analysis
(FMEA)
Penelitan Obyek Amatan
Pengamatan Proses Raw
Material, Dispencing,
dan Mixing pada Produk
Pasta Gigi Unilever
Indonesia
Define1. Pemetaan proses produksi pasta gigi perusahaan
menggunakan SIPOC,
dan Value Stream Mapping
2. Identifikasi proses Non Value Added
3. Identifikasi 9 waste pada proses
Measure
Penentuan Critical Waste pada Proses
Raw Material, Dispencing, dan Mixing
Analyze
1. Analisa penyebab critical waste
dengan RCA
2. Analisa permasalahan kritis RCA
dengan FMEA
Improve
1. Penentuan alternatif improvement
pada permasalahan dengan risk
tertinggi pada FMEA
2. Pembobotan alternatif yang ditentukan dengan
AHP
3. Pemilihan alternatif terbaik dari alternatif yang
ditentukan
Kesimpulan dan Saran
TAHAP
PERSIAPAN
PENGUMPULAN
DAN
PENGOLAHAN
DATA
ANALISA
INTERPRETASI
DATA
KESIMPULAN
DATA
Mulai
Identifikasi Masalah
Selesai
4
Gambar 5 Value Stream Mapping produksi pasta gigi
Berdasarkan value stream mapping didapat lead time
produksi sebesar 7,1 jam dengan aktivitas value added
sebesar 68 menit. Sehingga didapatkan value added ratio
sebesar 0,16. Tabel 1 Identifikasi Waste
B. Measure
1) Penentuan Waste Kritis
Penentuan waste kritis dihitung berdasarkan kapasitas
produksi pasta gigi pada satu shift kerja dikonversikan
menjadi kemampuan produksi pasta gigi per satuan waktu Tabel 2 Kapasitas Produksi
Berdasarkan Tabel 2 didapatkan bahwa kapasitas
produksi pasta gigi sebesar 79,2 Ton, dimana dalam setiap
satu menit jam kerja dapat memproduksi sebanyak 0,165
Ton pasta gigi.
Data kemudian dimasukkan menjadi Pareto Chart untuk
melihat berapa besar prosentase kontribusi setiap waste
terhadap keseluruhan jenis waste sepanjang proses produksi
pasta gigi.
Gambar 6 Pareto Chart jenis waste pada produksi pasta gigi
Pemilihan critical waste menggunakan metode pareto
chart prinsip 80:20 yang artinya 80% permasalahan yang
terjadi disebabkan oleh 20% penyebab masalah dengan hasil
perhitungan tersebut didapatkan waste kritis berupa material
sisa peracikan yang tidak dapat digunakan kembali
(inventory)sebesar 38,8%, tekstur pasta terlalu encer
(defect)sebesar 31,4%dan lokasi material produk tertukar
(not utilize employee skill)sebesar 9,9%.
V. ANALISIS DAN USULAN PERBAIKAN
A. Analize
1) Root Cause Analysis (RCA)
Dalam mencari akar permasalahan dari masing-masing
waste kritis, dilakukan penentuan penyebabnya dengan
menjawab pertanyaan mengapa (why) sebanyak beberapa
kali hingga ditemukan penyebab kritis dari jawaban why
yang paling akhir.
Customer
Production
Control
InspeksiUnloading
Raw Material Store
Penambahan
FlavourMixing
Store Tank
Process
Dept.
Penerimaan
Dispencing
Safety Stock
Weekly Schedule
Daily Schedule
Persiapan
Material
Bulk
Purchasing
PO
Staple Palet
Plastik
Penambahan
Liquid
Cek Kualitas
Pasta
Feeding
Hopper
RMS A
Daily Schedule
Value Added Time :
4080 sec
Lead Time : 25574 Sec
Penataan
Rak
Peracikan
Liquid
Supplier
Packa
ging
Warehouse
Forecasting
Demand
14 1200 243 51
900
Persiapan
Powder
Curah
1200
120
120 1860
1200 600 600
2592000 57600
Peracikan
Powder
Curah
5 2340 721 14400
RMS Dispencing Mixing
1
Environmental,
Health and Safety
(EHS)
Equipment
Safety tidak
diganti berkala
sesuai
prosedur
2 DefectMaterial
Tumpah
Tekstur
pasta terlalu
encer
3
Not Utilizing
Employees
Knownledge, skill
and abilities
Lokasi material
produk
tertukar
4 Inventories
Raw material
tidak dapat
masuk rak
Material sisa
peracikan
tidak dapat
digunakan
5 Excess Processing
Terdapat material
dengan
penanganan
khusus
No WasteArea
Mesin MixingKapasitas
Mesin (Ton)Jumlah Batch
Kapasitas Produksi
Mesin (Ton)
Modul 1 2,2 6 13,2
Modul 2 2,2 6 13,2
Modul 3 2,2 6 13,2
Modul 4 2,2 6 13,2
Modul 5 2,2 6 13,2
Modul 6 2,2 6 13,2
79,2Jumlah Kapasitas Produksi
Loss Produksi (Ton) 6.364 5.151 1.625 1.365 0.824 0.540 0.529
Percent 38.8 31.4 9.9 8.3 5.0 3.3 3.2
Cum % 38.8 70.2 80.1 88.5 93.5 96.8 100.0
Waste
Other
Material T
umpa
h
Raw m
aterial t
idak
dap
at m
asuk
rak
Pros
es filling tid
ak ja
lan
Loka
si m
aterial p
rodu
k tertuk
ar
Teks
tur pa
sta terla
lu enc
er
Mater
ial s
isa pe
rac ika
n
181614121086420
100
80
60
40
20
0Lo
ss P
rod
uksi (T
on
)
Pe
rce
nt
Pareto Chart of Waste
5
Tabel 3 Akar penyebab masalah waste dengan RCA
2) Failure Mode and Effect Analyze (FMEA)
Berdasarkan hasil analisa yang dilakukan menggunakan
RCA sebelumnya didapatkan akar permasalahan dari waste
tersebut, selanjutnya dihitung besar RPN yang didapat dari
penilaian Severity, Occurance, dan Detection dari tiap akar
permasalahan. Penilaian didasarkan pada brainstorming
yang dilakukan oleh expert bagian produksi pasta gigi
Personal Care PT.Unilever Indonesia. Berikut merupakan
penilaian Severity, Occurance, dan Detection dan
perhitungan nilai RPN dari masing-masing jenis waste
kritis:
Tabel 4 Nilai Severity, Occurance, dan Detection serta RPN waste
inventory
Tabel 5 Nilai Severity, Occurance, dan Detection serta RPN waste not
utilize employee skill
Tabel 6 Nilai Severity, Occurance, dan Detection serta RPN dari jenis
waste defect
Cause dengan RPN tertinggi selanjutnya dipilih untuk
dilakukan improvement.
B. Improve
1) Usulan alternatif terhadap cause dengan RPN
tertinggi
Setelah teridentifikasi cause dengan nilai tertinggi,
selanjutnya membuat alternatif solusi untuk mengatasi
masing-masing cause tersebut. Usulan alternatif solusi
untuk ketiga cause kritis adalah sebagai berikut:
Tabel 7 Alternatif solusi untuk ketiga cause kritis
2) Pembobotan Kriteria Performansi
Sebelum dilakukan pembobotan kriteria performansi,
dilakukan identifikasi terhadap hasil permasalahan kritis
terlebih dahulu dan brainstorming dengan pihak expert
perusahaan. Pembobotan terhadap kriteria performansi
dilakukan ditinjau dari tingkat kepentingan prioritas secara
umum. Pembobotan dilakukan dengan metode Analytical
Hierarchy Process (AHP) dengan skala nilai 1 hingga 9.
Berikut merupakan pembobotan kriteria performansi
setelah diproses menggunakan software Expert Choice:
Gambar 7 Hasil pembobotan kriteria menggunakan Expert Choice
3) Pemilihan Alternatif Solusi Terbaik
Setelah didapat nilai bobot kriteria performansi dari
pengolahan software Expert Choice, maka dilakukan
Wa
ste
Pro
ble
mW
hy
1W
hy
2W
hy
3W
hy
4W
hy
5W
hy
6
kem
asa
n p
last
ik s
obek
mate
rial pla
stik
terl
alu
tipis
pengik
ata
n p
last
ik
kura
ng r
apat
tidak t
erd
apat
ala
t ik
at
khusu
s
tidak a
da p
ela
bela
n
mate
rial
opera
tor
po
wd
er
tid
ak
mem
asa
ng label
penulis
an label m
anual
tidak a
da c
ata
tan
terk
om
pute
risa
si
mate
rial tidak t
erl
ihat
penum
pukan m
ate
rial
tidak a
da t
ata
cara
penyusu
nan p
enyim
panan
mate
rial si
sa
penanganan o
pera
tor
kura
ng t
epat
kem
asa
n p
last
ik
sobek
mate
rial pla
stik
terl
alu
tipis
tidak a
da t
anda
identifi
kasi
vis
ual
yang m
em
udahkan
opera
tor
tidak a
da p
em
bagia
n
info
rmasi
lokasi
pro
ses
pro
duk p
ada
dis
pen
cin
g
Hanya l
ea
der
pro
ses
yang m
engeta
hui lo
kasi
pro
duksi
ala
t kom
unik
asi
(H
T)
rusa
k
suasa
na b
isin
g
sela
ng b
ocor
kura
ng p
era
wata
n
va
cu
um
tole
ransi
ditentu
kan m
anual
pro
ses
kalib
rasi
dan
ceta
k t
imbangan
terl
alu
lam
a
kesa
lahan o
pera
tor
pro
ses
tuang m
ate
rial
yang k
ura
ng t
epat
kem
asa
n p
last
ik s
obek
tekanan v
acu
um
tid
ak
sesu
ai sp
esi
fikasi
mate
rial tidak s
esu
ai
kom
posi
si
pro
ses
pera
cik
an
mate
rial tidak a
kura
t
terd
apat
tole
ransi
pengukura
n c
ukup b
esa
r
terd
apat
mate
rial
tum
pah
Defe
ct
Past
a t
erl
alu
encer
vis
co
sita
s p
ast
a t
idak
sesu
ai sp
esi
fikasi
pro
ses
mix
ing
terl
alu
panas
pro
ses
mix
ing
terl
alu
lam
a
pro
ses
va
cu
m t
erl
alu
lam
a
tidak a
da s
iste
m
pengin
gat
mate
rial si
sa
mate
rial tu
mpah
No
t u
tili
ze
em
plo
yee
Mate
rial
tert
ukar
alir
an info
rmasi
dengan l
ea
der
pro
ses
tidak lancar
info
rmasi
dari
lea
der
pro
ses
tidak
terd
engar
jela
s
Inven
tory
Mate
rial si
sa
pera
cik
an
tidak d
apat
dig
unakan
mate
rial p
ow
der
menggum
pal
terp
apar
udara
terb
uka
mate
rial te
rsim
pan
terl
alu
lam
a
Problem Effect cause Severity Occurance Detection RPN
material plastik
terlalu tipis10 4 2 80
tidak terdapat alat
ikat khusus9 8 4 288
penulisan label
manual3 10 3 90
tidak ada catatan
terkomputerisasi3 10 4 120
tidak ada tata
cara penyusunan
penyimpanan
material sisa
3 8 2 48
penanganan
operator kurang
tepat
2 3 6 36
material plastik
terlalu tipis10 4 2 80
Material sisa
peracikan
tidak dapat
digunakan
material
terbuang
Problem Effect cause Severity OccuranceDetection RPN
alat komunikasi
(HT) rusak 5 2 5 50
suasana bising 4 3 7 84
Hanya Leader
Proses yang
mengetahui lokasi
produksi 3 8 4 96
Material
tertukar
operator
memindah
palet ke
tempat yang
benar, proses
mixing delay
Problem Effect cause Severity OccuranceDetection RPN
selang bocor
7 2 7 98
kurang perawatan
vacum 7 2 7 98
Proses kalibrasi
dan cetak
timbangan lama 4 7 4 112
kesalahan
operator 3 3 5 45
proses tuang
material yang
kurang tepat 3 3 3 27
kemasan plastik
sobek 6 8 2 96
Pasta
terlalu
encer
rework,
penambahan
material yang
dibutuhkan
No Alternatif Solusi
1 Pengadaan alat ikat plastik
2 Penggantian wadah kantong plastik dengan wadah kotak bertutup
3 Implementasi sistem barcode
4 Penggantian timbangan
6
pemilihan alternatif solusi terbaik dengan menggunakan
metode value engineering. Penilaian value didapat dari
pembagian antara nilai performansi dan biaya. Berikut
merupakan parameter biaya yang digunakan dalam
perhitungan biaya alternatif pada penelitian ini:
a. Biaya Peralatan
b. Biaya Waste
c. Biaya investasi improvement
Kemudian dilakukan perhitungan terhadap cost dari tiap
kombinasi alternatif tersebut menggunakan metode value
management. Berikut merupakan value untuk setiap
alternatif yang disusun menggunakan value management: Tabel 8 Value untuk masing-masing alternatif
Berdasarkan Tabel 8 didapat alternatif solusi dengan nilai
value tertinggi sebesar 1,09 yakni alternatif solusi penerapan
alternatif 1 dan 4 berupa pengadaan alat ikat wadah kantong
plastik dan penggantian alat timbangan.
VI. KESIMPULAN
Berikut merupakan kesimpulan yang bisa diambil dari
penelitian ini:
1. Berdasarkan value stream mapping proses produksi
pasta diketahui lead time produksi pasta gigi untuk
satu batch produksi membutuhkan waktu selama
25.574 detik atau sekitar 7,1 jam. Jumlah waktu
aktivitas value added sepanjang proses produksi pasta
sebesar 4.080 detik, atau sekitar 68 menit, sehingga
didapat value added ratio proses produksi pasta gigi
sebesar 0,16.
2. Berdasarkan hasil pareto chart dari waste yang
dihasilkan didapatkan tiga waste kritis berupa waste
inventory dengan presentase sebesar 38,8% dengan
kesempatan kehilangan memproduksi sebesar 6,36
Ton, waste defect yang memiliki persentase sebesar
31,4% dengan kesempatan kehilangan produksi 5,15
Ton, dan waste not utilize employee skill memiliki
presentase 9,9 persen dengan kesempatan kehilangan
produksi sebesar 1,62 Ton.
3. Berdasarkan hasil analisa menggunakan metode RCA
didapatkan akar permasalahan untuk masing-masing
waste inventory, not utilize employee dan defect.
Selanjutnya dilakukan analisa terhadap masing-
masing akar permasalahan yang didapat dengan
FMEA untuk mendapat akar permasalahan paling
kritis pada setiap permasalahan waste sepanjang
proses produksi pasta gigi. Pada waste inventory
berupa material sisa peracikan yang tidak dapat
digunakan kembali disebabkan oleh tidak adanya alat
ikat khusus kantong plastik sebagai wadah
penyimpanan material sisa. Pada waste not utilize
employee skill berupa peletakkan material yang tidak
pada tempatnya disebabkan oleh aliran informasi
lokasi proses produksi pasta gigi yang tidak mengalir
dan hanya diketahui oleh leader proses. Pada waste
defect berupa tekstur pasta gigi yang terlalu encer
disebabkan oleh proses kalibrasi dan pencetakan hasil
timbangan yang terlalu lama sehingga operator
peracikan cenderung menggunakan pengukuran
dengan toleransi secara manual.
4. Berdasarkan hasil metode value engineering,
didapatkan alternatif solusi terbaik berdasarkan nilai
value terbesar yakni pada penerapan solusi pengadaan
alat ikat wadah kantong plastik untuk mereduksi
waste material yang tidak dapat digunakan kembali
dan pengadaan alat timbangan untuk mengganti alat
timbangan yang telah lama dengan tujuan mengatasi
terjadinya waste tekstur pasta yang terlalu encer.
DAFTAR PUSTAKA
Blackstone Jr, J. H. (2013). APICS Dictionary Fourteenth
edition. Chicago: APICS.
Gaspersz, V. (2007). Lean Six Sigma for Manufacturing and
Service Industires. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Jucan, G. (2005). Root Cause Analysis for IT Incidents
Investigation. Toronto, Ontario.
MBASkool. (2014). Top 10 FMCG Companies in the World
2014 . Retrieved 2015, from MBASkool:
http://www.mbaskool.com/fun-corner/top-brand-
lists/9824-top-10-fmcg-companies-in-the-world-
2014.html?start=3
McDermott, R. E., Beauregard, M. R., & Mikulak, R. J.
(2010). The Basic of FMEA. North Jersey: ASQ.
Simon, K. (2010). SIPOC Diagram. Retrieved 2015, from i
Six Sigma: http://www.isixsigma.com/tools-
templates/sipoc-copis/sipoc-diagram/
Srinivasu, R. (2014). Fast Moving Consumer Good Retail
Market, Growth Prospect, Market Overview and
Food Inflation in India Market. International
Journal of Innovative Research in Science
Engineering and Technology, 8423-8430.
Statista. (2014). Global revenue of the Unilever Group from
2005 to 2014. New York: Statista.
Taylor, D., & Hines, P. (2000). Going Lean. Cardiff: Lean
Enterprise Research Centre.
Triantaphyllou, E., & Mann, S. H. (1995). USING THE
ANALYTIC HIERARCHY PROCESS FOR
DECISION MAKING IN ENGINEERING
APPLICATIONS: SOME CHALLENGES.
International Journal of Industrial Engineering:
Applications and Practice, 35-44.
Unilever. (2014). Annual Report. Unilever.
Yu, J. (2014). FMCG sector slows by $8.3 billion as
emerging markets cool. Retrieved 2015, from
Kantar World Panel
No Alternatif
Bobot Kriteria Performance
Cost Value 1 2 3
0,659 0,263 0,079
341.577.566,12
0 Kondisi Awal 7 8 8 7,349 Rp 2.510.253.533,38 1,00
1 1 8 7 8 7,745 Rp 2.510.601.533,38 1,05
2 2 8 7 8 7,745 Rp 2.527.815.533,38 1,05
3 3 7 8 6 7,191 Rp 2.527.780.883,33 0,97
4 4 8 7 9 7,824 Rp 2.541.682.558,33 1,05
5 1,2 8 8 8 8,008 Rp 2.530.798.533,38 1,08
6 1,3 7 9 7 7,533 Rp 2.528.128.883,33 1,02
7 1,4 8 8 9 8,087 Rp 2.542.030.558,33 1,09
8 2,3 7 8 7 7,27 Rp 2.545.342.883,33 0,98
9 2,4 8 7 8 7,745 Rp 2.559.244.558,33 1,03
10 3,4 7 9 7 7,533 Rp 2.567.951.108,33 1,00
11 1,2,3 7 8 7 7,27 Rp 2.548.325.883,33 0,97
12 1,2,4 8 8 8 8,008 Rp 2.562.227.558,33 1,07
13 1,3,4 7 9 8 7,612 Rp 2.568.299.108,33 1,01
14 2,3,4 8 8 6 7,85 Rp 2.545.342.883,33 1,05
15 1,2,3,4 7 9 6 7,454 Rp 2.588.496.108,33 0,98