REAKSI MUSCULOSKELETAL

11
Disampaikan pada kuliah FK UMS semester 7 REAKSI JARINGAN MUSCULOSKELETAL Dr. Hitaputra Agung Wardhana, SpB Patologi atau penyakit secara umum dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu kongenital, trauma, infeksi, tumor dan degeneratif. Dalam mempelajari patologi musculoskeletal maka mahasiswa harus meninjau atau mengulang kembali mengenai struktur dan fungsi normal jaringan musculoskeletal. Dengan demikian mahasiswa siap mempelajari struktur dan fungsi abnormal yang disebabkan oleh reaksi biologis jaringan musculoskeletal terhadap penyakit dan injury. REAKSI TULANG Tulang merupakan tipe spesifik jaringan konektif yang kemampuannya hanya terbatas terhadap sejumlah reaksi pada sebagian besar kondisi abnormal. Dasar reaksi alami ini terbaik ditinjau pada level microskopik atau level celluler. Reaksi tulang terhadap kondisi abnormal melalui empat jalur dasar yaitu kematian lokal (local death), perubahan deposit tulang, perubahan resorbsi tulang dan kegagalan mekanik (fraktur). Reaksi yang terjadi pada area tulang yang terputus secara lengkap dari suplai darahnya adalah kematian lokal (avascular necrosis). Segmen tulang mati ini menjadi kondisi abnormal pada tulang itu sendiri dan selanjutnya mendorong reaksi jaringan hidup sekitarnya. Tulang yang tetap hidup bereaksi terhadap kondisi abnormal tersebut 1

description

REAKSI MUSCULOSKELETAL

Transcript of REAKSI MUSCULOSKELETAL

PATOLOGI MUSCULOSKELETAL

Disampaikan pada kuliah FK UMS semester 7

REAKSI JARINGAN MUSCULOSKELETALDr. Hitaputra Agung Wardhana, SpBPatologi atau penyakit secara umum dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu kongenital, trauma, infeksi, tumor dan degeneratif. Dalam mempelajari patologi musculoskeletal maka mahasiswa harus meninjau atau mengulang kembali mengenai struktur dan fungsi normal jaringan musculoskeletal. Dengan demikian mahasiswa siap mempelajari struktur dan fungsi abnormal yang disebabkan oleh reaksi biologis jaringan musculoskeletal terhadap penyakit dan injury.REAKSI TULANGTulang merupakan tipe spesifik jaringan konektif yang kemampuannya hanya terbatas terhadap sejumlah reaksi pada sebagian besar kondisi abnormal. Dasar reaksi alami ini terbaik ditinjau pada level microskopik atau level celluler. Reaksi tulang terhadap kondisi abnormal melalui empat jalur dasar yaitu kematian lokal (local death), perubahan deposit tulang, perubahan resorbsi tulang dan kegagalan mekanik (fraktur).Reaksi yang terjadi pada area tulang yang terputus secara lengkap dari suplai darahnya adalah kematian lokal (avascular necrosis). Segmen tulang mati ini menjadi kondisi abnormal pada tulang itu sendiri dan selanjutnya mendorong reaksi jaringan hidup sekitarnya. Tulang yang tetap hidup bereaksi terhadap kondisi abnormal tersebut dengan perubahan deposit atau perubahan resorbsi, atau keduanya.

Perubahan deposit tulang melibatkan kombinasi dari dua proses mayor yang dinamakan pembentukan osteoblastik dari matrik organik (osteoid) dan kalsifikasi matrik yang kurang dari pada normal (hipokalsifikasi). Reaksi tulang hidup dapat digariskan sebagaimana dibawah ini :

1. Perubahan deposit tulang :

a. Peningkatan deposit ( peningkatan pembentukan matrik dengan kalsifikasi normal)b. Penurunan deposit (penurunan pembentukan matrik atau hipokalsifikasi)

2. Perubahan resorbsi tulang

a. Peningkatan resorbsi

b. Penurunan resorbsi

3. Kombinasi dari perubahan deposit dan perubahan resorbsi.

Reaksi general pada seluruh tulang sebagai organ.Deposit tulang lebih besar dari pada resosrbsi tulang (generalized increase in bone) sebagai contoh pada :

- Oasteopetrosis

- Acromegaly

Deposit tulang lebih kecil dari pada resosrbsi tulang (generalized decrease in bone) sebagai contoh pada:

- Osteoporosis

- Riketsia pada anak-anak dan osteomalacia pada orang dewasa

Reaksi lokal tulang sebagai struktur.Deposit tulang lebih besar dari pada resorbsi tulang (localized increase in bone) sebagai contoh pada :

- Work hypertrophy

- Osteoarthritis degeneratif

- Fraktur

- Infeksi

- Neoplasma osteosklerotikDeposit tulang lebih kecil dari pada resorbsi tulang (localized decrease in bone) sebagai contoh pada:

- Disuse atrophy

- Arthritis rheumatoid

- Infeksi

- Neoplasma osteolitik

- kegagalan mekanis dari tulang (fraktur)

REAKSI EPIPHYEAL PLATE (LEMPENG PERTUMBUHAN)

Epiphyseal plate merupakan struktur kartilagoneus yang sangat spesifik, dimana melalui epiphyseal plate ini pertumbuhan longitudinal tulang terjadi. Sebagaimana tulang, kemampuannya hanya terbatas terhadap sejumlah reaksi pada sebagian besar kondisi abnormal. Terdapat 3 jalur dasar dimana epiphyseal plate dapat beraksi yaitu peningkatan pertumbuhan, penurunan pertumbuhan dan pertumbuhan torsional. Pertumbuhan normal dari epiphyseal plate memerlukan plate yang mempunyai struktur yang intak (utuh), suplai darah yang normal dan tekanan berulang pada aktifitas fisik yang normal.Injury yang melibatkan epiphyseal plate dapat menyebabkan sebagian atau seluruh epiphyseal plate menutup, yang kemudian mengalami ossifikasi dan oleh karenanya pertumbuhan berhenti. Hiperemia yang berkepanjangan merangsang pertumbuhan, sebaliknya iskemia yang relatif memperlambat pertumbuhan, dan iskemia yang komplit menyebabkan necrosis dan oleh karena itu pertumbuhan berhenti. Tekanan yang berlebihan secara terus menerus pada epiphyseal plate memperlambat pertumbuhan, demikian juga menurun pada tekanan yang normal berulang (terjadi dengan penurunan fungsi tungkai) juga menghambat pertumbuhan. Jika stimulasi atau penghambatan terjadi pada salah satu bagian dari epiphyseal yang pertumbuhan normal dan berlanjut (dalam tanda kutip), pertumbuhan menjadi tidak seimbang dan deformitas angulasi yang progresif berkembang selama pertumbuhan tulang itu terjadi.Reaksi general dari seluruh epiphyseal plate: Peningkatan secara general dalam pertumbuhan, seperti pada: Arachnodactyly (hyperchondroplasia) Gigantisme Pituitary

Penurunan secara general dalam pertumbuhan, seperti pada: Achondroplasia

Dwarfisme Pituitary Ricketsia

Reaksi lokal dari epiphyseal plate:

Peningkatan pertumbuhan lokal, seperti pada: Inflamasi kronis Fraktur tulang panjang Malformasi arteriovenosa kongenital

Penurunan pertumbuhan lokal, seperti pada: Disuse Retardation

Physical injury

Thermal injury

Iskemia dan infeksiPertumbuhan torsional lokal : deformitas torsional tulang panjang.SENDI SINOVIAL

Pada sendi sinovial yang normal, bentuk kartilago yang halus dan saling berlawanan memungkinkan pergerakan tanpa gesekan (frictionless) dan tidak nyeri (painless). Sebaliknya irregularitas atau kerusakan pada permukaan sendi (suatu hal yang pasti terjadi) menyebabkan perubahan degeneratif yang progresif pada sendi, yang mengakibatkan keterbatasan gerak dan nyeri. Kapsul sendi terutama sekali sensitif terhadap stretching dan peningkatan tekanan cairan di dalam sendi. Hal ini membantu menjelaskan mengapa kondisi abnormal pada sendi sangat nyeri.Kartilago artikuler hialin mempunyai konsistensi seperti karet yaitu compressible dan resilient (ulet dan berpegas). Ketika beban dengan fungsi normal, kartilago artikuler hialin menjadi sesuatu yang flattened, yang deformed atau commpressed, dan ketika beban diangkat karti;ago artikuler hialin kembali ke bentuknya semula (pada bentuk saat istirahat). Dengan siklus normal loading dan unloading ini menyebabkan matriks kartilago artikuler berkelakuan menyerupai compresible sponge dalam aksinya mempertinggi difusi nutrient jaringan (dalam cairan sinovial) ke dalam matrik dan mengeluarkan produk dari matrik. Dan sungguh perubahan siklus tekanan pada pergerakan normal sendi dikirimkan melalui matrik sebagai signal untuk melanjutkan sintesa kolagen dan proteoglikan matriks. Sebaliknya, immobilisasi yang lama menurunkan signal secara signifikan, dengan akibat perburukan fungsi chondrocyte dari kartilago artikuler itu sendiri.Reaksi Kartilago ArtikulerKartilago artikuler tidak mengandung pembuluh darah, linfatik dan syaraf. Kartilago artikuler mampu beraksi terhadap kondisi abnormal melalui tiga jalur yaitu: (1) destruksi, (2) degenerasi dan (3) proliferasi perifer.

Destruksi. Kemampuan regenerasi kartilago artikuler sangat terbatas sehingga destruksi kartilago merupakan lesi yang serius dan tidak dapat diperbaiki (irrepareble). Kartilago artikuler dirusak oleh beberapa kondisi yang mengganggu sumber nutrisi pokok dari cairan sendi seperti oleh adanya enzim chondrolitik (dari pus). Walaupun kartilago radiolucent, destruksi kartilago dapat dideteksi secara radiografi dengan menurunnya lebar normal atau penipisan cartilage space antara radiopaq ujung tulang. Degenerasi. Tipe progresif lambat dari perubahan degeneratif pada kastilago artikuler terlihat sebagai bagian dari proses ketuaan normal. Kartilago menjadi tipis dan kurang selluler. Perubahan bertahap ini menyebabkan kartilago kurang resilient dan oleh karenanya lebih rentan terhadap injury. Hal ini diperburuk oleh beban yang berlebihan pada permukaan sendi (seperti pada obesitas), penurunan viskositas cairan sinovial dan kerusakan atau destruksi lokal kartilago.Degenerasi kartilago artikuler diawali oleh perubahan substance cement interselluler matriks (chondromalacia) dan kemudian tidak tertutupi serabut-serabut kolagen (fibrillation). Akhirnya degenerasi kartilago terutama pada sentral atau area weight bearing, menjadi eroded, sehingga tulang subchondral terekspous, yang mana dengan pergerakan yang terus menerus menjadi menebal dan dense (sclerotic). Proliferasi perifer. Tidak seperti area sentral, rim kartilago artikuler perifer sendi sinovial ditutupi oleh tipe perichordium yang berlanjut dengan membrana sinovial. Adanya degenerasi area sentral kartilago dan dengan pergerakan yang terus menerus, perichordium perifer berproliferasi dan secara bertahap menyebabkan penebalan rim kartilago perifer hampir lengkap. Kemudian rim kartilago yang awalnya mengandung kartilago (chondrophyte formation) kemudian mengalami ossifikasi (osteophyte formation).Reaksi Membrana Sinovial.Membrana sinovial mensekresi cairan sinovial untuk nutrisi dan lubrikasi kartilago artikuler. Membrana sinovial mampu bereaksi terhadap kondisi abnormal dalam satu atau lebih dari tiga jalur yaitu: (1) dengan memproduksi cairan yang berlebihan (efusi), (2) dengan menjadi menebal (hipertropi), dan (3) dengan membentuk perlengketan (adesi) antara membrana sinovial dan kartilago artikuler. Efusi sendi dapat berupa serous seperti pada sprain ringan; berupa eksudat inflamatori seperti pada sinovitis dan arthritis rheumatoid; berupa purulenta seperti pada arthritis septika; atau berupa hemorhagika seperti pada injury berat atau hemofilia. Efusi serous mungkin disertai oleh bermacam-macam derajat hipertropi sinovial dan pembentukan adesi sinovial. Adesi sinovial dapat juga terbentuk sebagai akibat dari pembatasan gerak sendi dalam waktu yang lama seperti pada immobilisasi dengan cast atau splint yang rigid.

Membrana sinovial dari sarung tendo dan bursae mampu beraksi terhadap kondisi abnormal sama seperti membrana sinovial sendi. Reaksi Kapsul Sendi dan Ligamentum.Kapsul sendi fibrosa dan ligamentum memungkinkan ruang gerak tetapi memberikan stabilitas sendi dengan mencegah pergerakan yang tidak dikehendaki. Struktur ini bereaksi terhadap kondisi abnormal yaitu dengan: (1) menjadi terlalu meregang dan memanjang (joint laxity), dengan demikian sendi dapat menjadi tidak stabil, (2) menjadi rapat dan pendek (joint contracture) sehingga membatasi ruang gerak sendi.REAKSI OTOT SKELET

Struktur kompleks otot skelet beraksi terhadap penyakit atau injury melalui beberapa jalur diantaranya berupa atropi, hipertropi, nekrosis, kontraktur dan regenerasi. Unit motor tunggal otot skelet meliputi sel kornu anterior, akson-aksonnya dalam serabut syaraf perifer, myoneural junction, dan serabut otot individual yang disuplai oleh sel kornu anterior tunggal. Kemudian reaksi otot skelet mungkin disebabkan oleh penyakit atau injury pada beberapa dari komponen ini.Disuse Atrophy.

Otot skelet yang tidak digunakan secara normal untuk beberapa lama selalu bereaksi menjadi melemah dan mengecil (disuse atrophy). Penyakit pada sel kornu anterior (seperti poliomyelitis), serabut syaraf perifer (seperti polyneuritis), myoneural junction ( seperti myasthenia gravis) dan serabut otot individual (seperti muscular dystrophy) kesemuanya dapat mendorong reaksi disuse atrophy, karena dapat mencederai beberapa komponen ini. Dan lagi disuse atrophy disebabkan oleh immobilisasi sendi yang lama, stiffness sendi, dan penyakit kronis sendi. Work hypertrophy. Otot yang diberikan latihan secara berulang melawan tahanan, terutama dengan kontraksi isometrik, otot beraksi menjadi menguat dan membesar (work hypertrophy). Hipertropi disebabkan oleh pembesaran serabut otot individual dan bukan oleh peningkatan jumlah serabut otot. Hipertropi tergantung pada kontinuitas latihan.Nekrosis iskemia.Oklusi arteri yang mensuplai otot menyebabkan nekrosis iskemia otot dalam 6 jam. Oklusi arteri ini dapat berupa spasme vaskuler traumatika persisten, thrombosis, emboli atau oleh karena sindroma kompartement.

Kontraktur. Jika otot tetap pada keadaan memendek untuk jangka waktu lama, otot berkembang menjadi pemendekan yang persisten, sehingga resisten terhadap stretching (kontraktur otot) dan terkadang kontraktur menjadi irreversible. Kontraktur otot juga dapat terjadi pada penyakit yang mengenai otot seperti poliomyelitis, muscular dystrophy, dan cerebral palsy. Jaringan otot yang nekrosis akan menjadi jaringan parut fibrosis yang berlanjut menjadi kontraktur fibrosa dan akhirnya menyebabkan deformitas sendi yang progresif.Regenerasi. Serabut otot yang cedera berregenerasi dalam beberapa derajat, paling tidak dari sarcolemma dan sel-sel otot, dan mungkin dari aktifitas sel-sel satelit masing-masing serabut. Hilangnya sebagian innervasi otot skelet diikuti oleh parelise serabut otot. Regenerasi dimulai dari serabut saraf motorik baru yang berasal dari serabut syaraf yang masih utuh. Pada beberapa kasus kekuatan otot pulih.

PAGE 1