rdpu komisi vii dg ketum hiswana migas
Transcript of rdpu komisi vii dg ketum hiswana migas
1
RISALAH
RAPAT DENGAR PENDAPAT UMUM KOMISI VII DPR RI DENGAN
KETUA UMUM HISWANA MIGAS
Tahun Sidang : 2014-2015
Masa Persidangan : II
Jenis Rapat : Rapat Dengar Pendapat Umum dengan Ketua Umum
Hiswana Migas
Sifat Rapat : Terbuka
Hari/tanggal : Rabu, 14 Januari 2015
Waktu : Pukul 10.00 WIB –12.42 WIB
Tempat : Ruang Rapat Komisi VII DPR RI
Ketua Rapat : Ir. Satya Widya Yudha, ME, M.Sc.
Acara : Permasalahan BBM
Sekretaris Rapat : Dra. Rini Koentarti, M.Si.
Hadir : 35 Orang Anggota Komisi VII DPR RI
1 Orang Anggota Izin
A. Anggota DPR RI
1. Pimpinan Komisi VII DPR RI
a. Dr. Ir. H. Kardaya Warnika, DEA (Ketua/F.P.
Gerindra)
b. Ir. Satya Widya Yudha, ME, M.Sc. (Wakil
Ketua/F-PG)
c. Ir. H. Mulyadi (Wakil Ketua/F-PD)
2. FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA
PERJUANGAN
a. H. N. Falah Amru, S.E.
b. Dony Maryadi Oekon
c. Mercy Chriesty Barends, S.T.
d. Tony Wardoyo
e. Awang Ferdian Hidayat
f. Yulian Gunhar, S.H., M.H.
3. FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA
a. H. Dito Ganinduto, MBA
b. Ir. H. Airlangga Hartarto, M.M.T, M.B.A.
c. Dr. Hj. Neni Moerniaeni, SPOG
d. DR. Saiful Bahri Ruray, S.H., M.Si.
e. Bowo Sidik Pangarso, S.E.
2
4. FRAKSI PARTAI GERINDRA
a. Aryo P.S. Djojohadikusumo
b. Supratman Andi Agtas, S.H., M.H.
c. Katherine A. Oendoen
d. Ramson Siagian
e. Bambang Haryadi, S.E.
5. FRAKSI PARTAI DEMOKRAT
a. Eko Wijaya
b. H. Mat Nasir, S.Sos.
6. FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL
a. H. Totok Daryanto, S.E.
b. H. Jamaluddin Jafar, S.H., M.H.
c. Andriyanto Johan Syah
d. Lucky Hakim
7. FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA
a. H. Syaikhul Islam Ali, Lc., M.Sos.
8. FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA
a. H. Hadi Mulyadi, S.Si, M.Si.
b. H. Iskan Qolba Lubis, M.A.
9. FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN
a. H. Achmad farial
b. H. Mustofa Assegaf, M.Si.
c. H. Joko Purwanto
10. FRAKSI PARTAI NASDEM
a. H. Endre Saifoel
b. DR. Kurtubi, S.E., M.Sp., N.Sc.
11. FRAKSI PARTAI HANURA
a. H. Inas Nasrullah Zubir, BE, SE
b. Dewie Yasin Limpo, S.E.
B. Undangan
Ketua Umum Hiswana Migas
C. Undangan Lain
Wartawan
3
JALANNYA RAPAT :
KETUA RAPAT (Ir. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc.):
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua,
Yang kami hormati Bapak/Ibu Anggota Komisi VII yang meluangkan hadir pada
RDPU pada pagi hari ini,
Yang kami hormati Ketua Umum dan jajaran Pengurus Dewan Pimpinan Pusat
Hiswanan Migas, serta
Hadirin sekalian,
Sebelum saya membacakan sambutan awal ini kita sepakati dulu bahwa
rapat ini bersifat terbuka ya. Jadi bisa dihadiri oleh oleh semua yang termasuk
wartawan bisa meliput. Apakah disepakati? Sepakat terbuka ya? Terima kasih.
(RAPAT : SETUJU)
Dan waktu juga kita batasi sampai jam berapa? Kita sepakati sampai jam
berapa? Pukul 12.00 WIB?
(RAPAT : SETUJU)
Nanti bisa kita perpanjang Pak sesuai dengan kebuntuan.
Saya lanjutkan.
Pertama-tama marilah kita mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada kita sehingga pada hari ini
kita dapat bertemu guna melaksanakan tugas-tugas kita.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kehadiran Bapak/Ibu
sekalian, dan sesuai undangan yang telah disampaikan berdasarkan jadwal rapat
Komisi VII DPR RI Masa Persidangan II Tahun 2014-2015 pada hari ini kita
melaksanakan Rapat Dengar Pendapat dengan Hiswana Migas dalam rangka
menerima masukan terkait dengan kebijakan masalah bahan bakar minyak. Itu yang
paling utama itu.
Berdasarkan dari data Sekretariat kita melihat anggota yang hadir sudah lebih
dari kuorum secara fraksi, walaupun totalnya belum mencapai sebagaimana total
anggota dari secara keseluruhan.
Untuk itu sebagaimana ditentukan pada pasal 251 ayat (1) Peraturan DPR
tentang Tata Tertib maka bisa terpenuhi, karena ini sifatnya RDPU bukan Raker
sehingga kourum, kourum anggotanya tidak kourum dari total anggota seluruhnya,
jadi bisa kita ambil kourum fraksi. Jadi apakah kita setujui bahwa ini kita lanjutkan?
4
Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim saya nyatakan terbuka untuk
umum.
(RAPAT DIBUKA PUKUL : 10.30 WIB)
Bapak/Ibu yang saya hormati,
Rapat Dengar Pendapat Umum ini sesuai dengan permohonan yang
disampaikan oleh Dewan Pimpinan Pusat Hiswana Migas ke Komisi VII untuk
menyampaikan masukan-masukan sebagaimana yang tadi saya sampaikan di
depan. Hiswana Migas sebagai mitra dari PT. Pertamina Persero dalam
melaksanakan distribusi bahan bakar minyak ingin menyampaikan secara langsung
masukan-masukan terkait dengan kebijakan BBM untuk kepentingan bangsa dan
negara, serta upaya peningkatan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu nanti
saya akan persilahkan kepada Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Hiswana
Migas, namun demikian yang perlu saya sampaikan bahwa mohon diberikan
masukan juga terhadap kebijakan pemerintah ya karena itu sebagai kebijakan, jadi
Bapak bebas saja bagaimana menilai dari sisi end user daripada kebijakan tersebut,
lantas keinginan daripada baik dari kalangan DPR RI Komisi VII ataupun juga
masyarakat umum mengenai cara-cara penghitungan biaya pokok produksi daripada
BBM kita sesuai dengan karakteristiknya. Itu kalau bisa juga bisa ditampilkan,
karena itu memperkaya kita Pak supaya nanti pada gilirannya kita bertemu dengan
Pertamina dan nanti akhirnya juga dengan Menteri ESDM dalam rapat kerja resmi
itu kita sudah bisa memberikan satu gambaran. Karena Bapak semua adalah pelaku
bisnis, jadi jangan hanya nanti di sini kita berbicara untung atau rugi saja, tetapi lebih
memberikan masukan secara komprehensif. Ya tentunya itu menjadi apa
masukannya yang sangat berguna walaupun apa yang Bapak/Ibu sekalian keluhkan
akan menjadi perhatian kita.
Untuk itu saya mohon kepada Ketua Dewan Pimpinan Pusat untuk
memberikan paparannya sambil memperkenalkan supaya Anggota Komisi VII yang
hadir pada hari ini bisa mengetahui. Terima kasih.
Assalamu'alaikum Warahmatulalhi Wabarakatuh.
Silakan Pak.
KETUA HISWANA MIGAS (IR. ERI PURNOMOHADI,MM):
Terima kasih Pimpinan.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Yang saya hormati Pimpinan Komisi VII beserta jajaran Anggota Komisi VII
yang terhormat,
5
Puji syukur kehadirat Allah SWT bahwa pada hari ini Rabu, tanggal 14
Januari 2015 kami diberi kesempatan untuk memberikan masukan khususnya
kepada DPR RI melalui Komisi VII terkait dengan kebijakan bidang Migas khususnya
dan umumnya bidang energi.
Perlu disampaikan DPP Hiswana Migas ini terdiri atas 8 DPD Pak, dari DPD I
ada di Sumbagut; kemudian DPD II di Sumbagsel, Jambi, Bengkulu, Bangka
Belitung; DPD III Banten, Jabar, DKI; DPD IV Jateng, DIY; DPD V Jatim, Bali, Nusa
Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur. Di DPD ini berkaitan erat dengan adanya
kantor UPMS atau region managemen daripada operation region daripada PT.
Pertamina Persero. Kemudian DPD VI meliputi seluruh Kalimantan; DPD VII seluruh
Sulawesi dan DPD VIII Papua, Maluku, Ambon. Kemudian DPC-nya ada kurang
lebih 78 DPC mulai dari DPC Aceh, Sabang dan DPC Merauke di Papua.
Berdiri pada tahun 1978 gabungan dari pada beberapa asosiasi pada saat itu
yaitu Baper Migas, BP Migas dan asosiasi minyak sejenis. Waktu itu Pertamina juga
dengan Pertamin bergabung menjadi Pertamina.
Landasan pemikiran dari pada Hiswana Migas di dalam bisnis ini adalah
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 yaitu sebesar-sebesar untuk kemakmuran
dan kesejahtera rakyat. Landasan sosiologisnya kami melihat saat ini ada
kecenderungan pemerintah memberikan atau mengeluarkan kebijakan yang
cenderung atau berpotensi menuju ke arah pasar terbuka yaitu mekanisme pasar
yang mana secara Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001 sudah ada
putusan MK-nya terhadap Pasal 28 mengenai harga yang diserahkan pada
mekanisme pasar.
Anggota Hiswana terdiri atas penguasaha SPBU. Jadi kalau Bapak/Ibu ke
SBPU itu banyakan SPBU anggota Hiswana Migas. Yang dikenal DO-DO atau
DODO yaitu Dealer Operate Dealer Own, Dealer Own Dealer Operate. Kalau yang
manage by Pertamina retail itu adalah SPBU COCO atau CO-CO, Company Own
Company Operate. Pertamina hanya memiliki yang langsung dimiliki Pertamina,
dioperasikan Pertamina itu tidak sampai 100, sisanya 5.200 adalah SPBU milik para
pengusaha daerah para pengusaha nasional. Jadi kalau Bapak/Ibu ke Medan itu
pengusaha Medan, ada Simatupang, ada Sirait, di sana pengusahanya. Kalau di
Jawa itu orang-orang Yogya, orang Jawa Timur pengusahanya, mungkin sebagian
daripada Anggota DPR RI juga ada pengusaha SPBU.
Kemudian keagenan Elpiji ada 11.000 plus di situ ada pangkalan, warung,
pengecer, baik yang menjual atau menyalurkan elpiji 3 kilo dengan sepeda, dengan
sepeda motor. Ini pun sampai ke pelosok-pelosok kecuali Papua yang masih
menggunakan minyak tanah sebagai kebutuhan rumah tangga dan sebagian
Sulawesi dan Kalimantan yang belum dikonversi. Elpiji 3 kilo itu bagian dari pada
success story-nya Hiswana Migas dengan Pertamina era tahun 2007- 2008 konversi
secara masif dan besar-besaran sebanyak 40 juta KK dibagikan tabung 3 Kilo, dan
pengusaha agen elpiji 3 kilo, agen minyak tanah yang tergabung dalam Hiswana
6
Migas berperan aktif dan berinvestasi baik dari gudang, dari tabung, maupun dari
angkutannya. Karena tanpa angkutan, tanpa SPBE, filling station, konversi minyak
tanah ke elpiji 3 kilo itu tidak akan sukses pada zaman Wapresnya Bapak Jusuf
Kalla dan Presidennya Bapak Susilo Bambang Yudhoyono.
Kemudian anggota kami juga ada pengusaha SPBE dan SPPBE, SPBE itu
Stasiun Pengisian Bulk Elpiji itu ada 500 12 kilo maupun 3 kilo ya. Kemudian ada
anggota pengusaha angkutan BBM transportir yang menyalurkan BBM dari terminal
depot penyimpanan BBM Pertamina ke SPBU-SPBU seluruh pelosok negeri,
keagenan minyak tanah baik yang subsidi maupun non subsidi.
Kemudian keagenan pelumas yang saat ini pelumas pun telah masuk era
liberalisasi sejak 15 tahun lalu. Sekarang market share Pertamina untuk pelumas
kurang dari 50 persen secara nasional, karena brand pelumas itu hampir ratusan
Pak ya mulai dari Jepang, Cina, Eropa, Amerika sehingga Pertamina pun saat ini
tergerus ininya, kami juga tergerus keagenan pelumas kami.
Kemudian anggota kami kurang lebih ada agen aspal, agen petrokimia, dan
juga service, total hampir 17.000 keagenan dan hampir satu juta keluarga yang
menggantungkan diri dari hidup dengan berbisnis di BBM dan elpiji ini.
Kami ingin menyampaikan mengenai ketahanan dan kemandirian energi
dimana kemandirian energi minimal akan atau harus harus memenuhi 3 pokok yaitu
ketersediaan kemampuan terhadap adanya pasokan jaminan energi atau security of
supply. Kalau tidak tersedia berarti masyarakat tidak dapat energi itu. Migas adalah
bagian daripada energi. Tersedia tapi tidak ada akses untuk mendapatkan juga ini
apa namanya. Kemudian selanjutnya adalah daya beli. Tiga faktor ini harus
mendukung pada kemandirian energi, ketersediaan baik dari produknya, baik dari
infrastrukturnya, akses abilitas juga begitu, infrastruktur. Jadi SPBU adalah bagian
dari pada infrastruktur terbawah atau terdepan daripada kemandirian energi. BBM
diproduksi di kilang tapi tidak bisa disalurkan ke SPBU, itu aksesibilitas berarti
rendah. Jadi tidak ada masyarakat akan mengantri di kilang atau mengantri di depot,
biasanya masyarakat mengantri BBM di SPBU. Jadi SPBU ujung tombak Pak. Jadi
Pertamina atau siapapun tidak bisa berjualan BBM di kilang atau di depot tapi
berjualannya di retail outlet atau di SPBU. Jadi SPBU ini ujung tombak. Dan ada
kebijakan pemerintah juga yang berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat yang
didemo SPBU, jarang demo di kilang, itu jarang, yang sering itu didemo di SPBU,
bakar-bakar ban di SPBU ya. Bahkan mungkin operatornya kadang-kadang diancam
ya. Pada saat pemerintah melakukan beleid atau kebijakan bahwa mobil dinas
pemerintah tidak boleh membeli BBM subsidi yang diancam operator SPBU,
diancam pakai pisau, diancam pakai pistol itu. Jadi kami langsung bersentuhan,
berhubungan dengan masyarakat banyak dari mulai supir angkot, tukang ojek,
pedagang sayur yang beli BBM di SPBU. Kami sentiasa berhadapan.
Hubungan ketahanan dan kemandirian energi dimana kemampuan untuk
merespons dinamika perubahan energi global yang mana saat ini harga crude itu
7
turun terus sampai ke dasar $40 saat ini. Kemudian juga kemampuan untuk
menjamin ketersediaan energi dan harga yang terjangkau, tersedia tapi harganya
tidak terjangkau tidak dapat masyarakat mengakses energi itu. Harga terjangkau tapi
tidak tersedia masyarakat tidak bisa juga memanfaatkan energi atau BBM atau elpiji
di dalam hal ini. Khusus untuk BBM, SPBU ini seluruhnya milik pengusaha nasional
dan investasinya mengunakan sumber daya nasional.
Kalau Bapak/Ibu bayangkan BBM itu seolah-olah harus ada di SPBU padahal
kami di SPBU berinteraksi dengan Pertamina itu kalau kita membeli BBM hari Senin
baru datang ke tempat kami itu hari Selasa. Jadi satu hari. Jadi Pertamina itu
dipinjemin uang dari pengusaha SPBU yang kecil-kecil tadi itu, 5.000 itu. Jadi tidak
ada kalau kami beli BBM hari Senin, datang Senin sore, itu tidak ada. Semua datang
BBM itu hari Senin. Kita masuk ke bank bawa uang, nebus pakai formulir Pertamina
baru besoknya dikirimkan. Berarti uang itu mengendap satu malam. Jadi kalau
sehari itu katakanlah 130.000 kilo liter atau setahun itu 50 juta kilo liter, kalau
sekarang harganya 7.000, itukan 200-an trilyun uang yang berputar setiap tahun.
Jadi perhari hampir satu trilyunlah. Almost satu trilyun rupiah yang beredar berputar
dari pengusaha anggota Hiswana Migas ini.
Nah kejadian yang kemarin tanggal 18 November waktu ada BBM, harga
BBM naik dari 6.500 ke 8.500 untuk premium dan dari 5.500 ke 7.500 solar, kami
mengalami sedikit goncangan dari teman-teman karena sistem tadi. Waktu kami
menebus hari Minggu atau hari Jumat karena Minggu kan bank tutup biasanya kita
nebus atau beli BBM itu hari Jumat atau Sabtu kalau ada bank yang buka, itu BBM
dikirim hari Senin. Senin malam Pak Jokowi mengumumkan jam 10 harga BBM naik,
itu dengan harga baru. Layaknya dan sesuai kontrak kami dengan Pertamina
layaknya seharusnya BBM yang sudah ada di SPBU itu menjadi hak dan tanggung
jawab pengusaha SPBU tapi kenyataannya pada saat kami tanggal 18 itu ada
kebijakan BBM yang selisih 2.000 harganya itu kami diminta untuk membayar
kekurangannya. Sebagian anggota kami ada yang sudah bayar, ada yang belum
bayar. Kalau dengan Pertamina kalau belum bayar BBM sebelumnya biasanya kita
kemudian diminta untuk bayar, kalau tidak dibayar tidak dikirim BBM berikut. Jadi
Mei ini antara kebijakan pemerintah s.q. Pertamina di sini yang saya tahu pada
waktu itu adalah ada peraturan Menteri Keuangan tapi saya belum lihat Peraturan
Menteri Keuangannya, tapi ini satu SPBU ada yang harus bayar 100 juta, minimal,
150 juta, padahal BBM yang ada di tangki timbun itu sudah dalam kontrak beralih
hak dan tanggung jawabnya dan beralihlah BBM itu menjadi tanggung jawab dan
resiko pengusaha SPBU, tapi karena tadi katanya ada beleid dari Menteri Keuangan
tahun 2014 pembayaran subsidi oleh pemerintah terhadap Pertamina adalah BBM
yang keluar dari ujung nosel. Nah jadi ini antara kontrak kami dengan Pertamina,
kemudian ada beleid pemerintah atau kebijakan sangat berbeda, pemerintah ingin
mengamankan kebijakan subsidi dimana BBM yang ke luar dari ujung nosel yang
akan dibayar subsidinya berarti BBM yang ada di SPBU masih milik pemerintah.
Nah inilah kami akhirnya sebagian besar sudah bayar, mohon nanti dijadikan,
apa, salah satu poin untuk ini.
8
Nah lucunya pada tanggal 1 Januari waktu harga BBM premium turun dari
8.500 ke 7.600, dan solar turun dari 7.500 ke 7.250, kami tidak dapat kompensasi
harga turun. Jadi sudah 2 kali Pak rugi ini, ya kalau pengusaha rugi kan bagaimana
Pak.
Ya waktu BBM naik kami suruh bayar, waktu BBM turun kami tidak dapat
kompensasi, rugi juga karena waktu itu nebusnya gede-gedean. Kenapa? Bapak/Ibu
lihat waktu tanggal 25 hari Natal itu jatuhnya Kamis. Kamis, hari Jumat cuti bersama,
itu 4 hari. 4 hari buat pengusaha SPBU, kan tidak mungkin dong ... SPBU biasanya
kita setor double, triple, jadi 4 harilah kita men-stock di bank itu. Modalnya ditambah,
sehingga BBM tidak boleh kosong. Kan kalau kosong kami dimarahin juga,
Pertamina marah, pemerintah marah, rakyat marah, DPR juga marah nanti. Kami
setor banyak. Waktu mau tahun baru begitu, tanggal 31 itu jatuhnya hari Rabu, hari
Kamis-nya tanggal 1, Jumat, Sabtu, Minggu kita stock banyak. Jadi ada BBM
banyak di SPBU tapi harganya turun, kan rugi besar. Belum yang BBM non subsidi,
Pertamax juga begitu.
Nah kami sudah sampaikan ke Pertamina dan alhamdulillah ada respons
positif dari Pertamina ini akan dibicarakan. Mudah-mudahan nanti di dalam Raker
antara Pertamina dengan DPR RI Komisi VII ini bisa dijadikan ada solusi yang lebih
baiklah untuk kami semua.
Kemudian mengenai SPBU, margin ini sudah lama tidak mendapat
penyesuaian, baru 2013 dan melalui forum di Komisi VII ini waktu itu kami dapat
tambahan Rp30. Kemarin juga pemerintahan Pak Jokowi melalui Menteri ESDM dan
Pertamina, kami alhamdulillah dapat tambahan kurang lebih Rp40,- dipotong pajak.
Kami ini bayar Pajak di depan lagi Pak. Jadi kalau Bapak/Ibu biasanya beli
BBM di SPBU tidak pernah, tidak ada yang meleset, harga BBM di SPBU itu sudah
pasti Pak, premium dari dulu 6.500, di SPBU manapun di seluruh Indonesia pasti
6.500. Tidak ada pengusaha SPBU yang berani menaikkan harga sendiri-sendiri,
kami patuh. Kamipun patuh bayar pajak, kami membayar pajak itu PPH final. Jadi
BBM yang kami tebus hari Senin itu sudah termasuk pajak. Jadi mau BBM-nya
losses, mau BBM-nya rugi, mau BBM-nya hilang di jalan atau tidak sampai ke SPBU
kami sudah bayar pajak. Jadi pengusaha SPBU ini patuh sekali bayar pajaknya 0,3
persen, dan itu langsung dibayar di bank, karena kalau tidak bayar pajak tidak ada,
apa namanya, verifikasi tidak diterima ini.
Nah terkait infrastruktur, SPBU adalah bagian daripada infrastruktur untuk
kemandirian dan ketahanan energi.
Selamat datang Pak Kardaya. Ini juga saya dapat ilmunya dari Pak Kardaya
dulu Pak, waktu Pak Kardaya di ...(tidak dilanjutkan)
9
Kemandirian dan ketahanan energi itu kalau Indonesia dibandingkan Jepang
dan Arab Saudi Indonesia ini ketersediaannya baik tapi aksesibilitasnya masih
kurang, daya beli masih kurang, karena rendah. Nah inilah yang concern kami kalau
menuju ke arah liberalisasi. Menurut kami ini ada hal yang masih belum cocok
dibandingkan dengan Jepang. Jepang itu ketersediaannya cukup, aksesibilitas baik,
daya beli juga sangat baik seharusnya, Arab Saudi juga demikian. Nah kalau di kami
tidak Pak, kadang-kadang Angkot itu cari BBM yang lebih murah meskipun
kualitasnya mungkin berbeda.
Terkait dengan Ron 88 dari Pertamina yang saat ini dinamakan premium
merupakan brand Pertamina itu adalah BBM yang sangat di butuhkan oleh
masyarakat golongan menengah bawah, di pinggir-pinggir. Makanya di SPBU itu
sangat jarang sekali kalau Bapak ke Kalimantan, ke pelosok Sulawesi itu jarang
mendapatkan Pertamax 92. Nah kami pernah dapat kebijakan zaman Dirjennya Ibu
Evita tahun 2011, wah kalau begitu SPBU harus menyediakan tangki Pertamax
dong, jadi kami itu sering menjadi kelinci percobaan dari kebijakan pemerintah.
Sudah kalau berat Jawa dulu deh adakan tangki Pertamax sama dispenser
Pertamax. Kami ada yang invest 400 juta, 700 juta, harus ada Pertamax karena
BBM, apa, supaya kualitasnya baik harganya mau dinaikkan. Karena di SPBU itu
rata-rata minimal hanya 2, 3 tangki timbun yaitu solar subsidi, premium subsidi,
sisanya cadangan. Nah cadangan ini rata-rata tidak banyak juga. Sekarang kan
jenisnya ada Oktan 88 premium, ada Pertamax 92, ada Pertamax plus 95, ada
Pertamina Dex, ada solar bersubsidi. Bayangkan ada berapa jenis BBM di SPBU.
Nah kami waktu itu diminta untuk investasi, programnya adalah program pemerintah,
tanggungan investasinya dari swasta, program itu tidak jalan. Terus Pertamaxnya
sudah nebus, sudah tersedia infrastrukturnya, BBM-nya, tangki timbunnya maupun
dispenser-nya, lakunya hanya 100 liter sehari. Bahkan ada yang lakunya hanya
seminggu 2 kali. Alhamdulillah saat ini dengan harga pertamax 92 yang 8.800
selisihnya sedikit dengan premium banyak beralih ke pertamax. Tapi perjalanan ini
berdarah-darah untuk pengusaha SPBU karena investasinya sebagian besar sudah
dari tahun 2011, 2010. Dan susutnya besar lagi Pak. Kalau Pertamax 92 itu
susutnya tinggi. Jadi kalau kita beli 8.000 liter sampai di SPBU kita itu sudah susut,
nanti di SPBU kita di simpan juga susutnya tinggi. Resikonya besar.
Kemudian elpiji juga demikian, pasti Bapak/Ibu mengetahui bagaimana hiruk
pikuk elpiji di media, pada saat terjadi kenaikan dari 12 itu sekarang menjadi harga
yang lebih mahal lagi naik 1.500 terjadi migrasi. Mungkin saya minta bantuan Pak
Ismed untuk tambahan penjelasan elpiji. Dan saya mungkin juga sebagian
memperkenalkan, tadi mohon maaf lupa Pak Pimpinan, sebelah kanan saya Bapak
Rachmat Muhammadiyah selain Sekretaris juga Ketua DPD V Pak. Jadi kalau
Bapak Kunker ke Jawa Timur ini ketua kami Rachmat Muhammadiyah, pemain lama
Pak. Kemudian sebelah kiri ini Bapak H. Muhammad Ismed keluarga Maksum yang
kemarin Pak Jokowi datang ke sana ke rumahnya Pak, karena Pak Nanang Maksum
waktu kampanye meninggal pas ada Pak Jokowi di situ. Kemudian sebelah kiri itu
Pak Heddy bidang elpiji, Nur Rosid bidang bulker, bagian umum Pak Tubagus
Sutrisna, kemudian Pak Rubianto ini angkutan Pak. Jadi kalau mobil tangki yang
10
berseliweran di jalan itu tanggung jawab dia Pak, ada yang kencing kah, ada yang
menyimpangkah ke tempat apa gitu. Ini Pak Rubi ini. Sebelah kanan saya ujung Pak
Zulfidar dari Kalimantan pengurus DPP juga. Ini sebagian ada Surabaya, ada Jawa
Timur, adal Kalimantan, ada Sulawesi. Di belakang kami ada Mbak Mutiara, Mbak
Dama, Pak Syarif dan teman-teman dari DPD III Hiswana Migas Jabar, Banten, DKI.
Usulan dari kami, slide berikutnya, yang pertama adalah adanya pemberian
margin usaha yang wajar dan fair kepada pengusaha Migas hilir untuk
pengembangan usaha. Saat ini margin SPBU itu hanya 277 setelah naik 1 Januari
Pak. Nah tadi formula yang diminta Pak Pimpinan, formula Alpha itu di dalamnya
ada margin, 277 untuk BBM bersubsidi premium, sebelum pajak. Di situ nanti kita
bayar PPh final, terus nanti ada PBBKB. Alpha yang telah ditetapkan pemerintah
bagian dari pada BBM bersubsidi itu biasanya mengandung biaya kilang, biaya
distribusi, biaya penyimpanan, margin SPBU, tapi tidak dimasukkan biaya investasi
SPBU berapa, susut berapa. Kami itu kalau jualan yang namanya barang cair kan
susut. Di situ itu makin tinggi oktannya makin besar susutnya. Sedangkan margin
pertamax kami mendapat berapa, 350. Ya pertamax itu yang non subsidi itu kami
dapat 350.
Kami memang ada pemikiran dari kawan-kawan pengusaha SPBU dari
Sabang sama Merauke meminta dulu marginnya prosentase, sekarang nominal.
Dulu tahun 2004 itu masih prosentase, 4 persen, 5 persen Pak. Sekarang ini ya
nominal, jadi kalau naik kita tidak disesuaikan, kita harus berusaha. Kalau dulu kalau
naik dengan prosentase marginnya otomatis naik, tapi resikonya kalau turun
otomatis ikut turun. Kami pernah benchmark ke Cina di sana margin itu 7,5 persen.
Kami masih jauhlah, makanya kalau dihitung 277 itu 3,3 persen Bu, Pak. Jadi kalau
dikurangin susut satu persen, dikurangi biaya bank, yang dibawa ke rumah setengah
persen. Zaman dulu tahun 2000 pengusaha SPBU itu istrinya banyak Bu. Zaman
dulu. Sekarang tidak cukup Bu, istri satu pun ya sudah kembang kempislah. Dulu
kalau di Purwakarta ada yang namanya Haji Karya, tetangganya Pak Kardaya, itu
Haji Karya istrinya 7 Bu. 7, jadi satu istri dapat SPBU satu, satu, satu. Sekarang
pengusaha SPBU ini, apa namanya itu, ya margin tadi marginal, pas-pasan, beda
dengan dulu. Sangat pas-pasan, kita golongan marginal gitu.
Nah untuk elpiji mungkiin Pak Ismed silakan menambahkan supaya ada.
KETUA RAPAT:
Sebelum ke elpiji ya Pak Eri, apakah punya bahannya atau tidak tadi
mengenai breakdown daripada beberapa produk yang ada di dalam SPBU, lantas
perhitungan untuk masing-masing produk itu, keluhan mulai daripada penyimpanan
uang yang terendap di bank sekitar satu hari itu menurut saya kita perlukan itu Pak.
Karena nanti esensi dari rapat ini kita harapkan supaya pada waktu kita mem-
breakdown tentang apa yang menjadi keluhan daripada Hiswana itu menjadi cukup
terstruktur. Tadikan disampaikannya sudah cukup bagus, cuman begitu saya lihat di
slide tidak koresponden gitu, maksud saya lebih bagus kalau itu misalkan di dalam,
11
apa, slide-nya dimunculkan seperti itu supaya kita tahu Pak nanti pada waktu
mengaplikasikan pajak kendaraan bermotor yang mana kewenangannya sekarang
diberikan kepada daerah masing-masing itu kan juga bisa kita lihat faktornya supya
nanti pada waktu kita berbicara mengenai margin itu juga langsung bisa kita mana
yang mesti di-adjust. Karena kalau tidak, nanti kabupaten-kabupaten yang merasa
ini dia bisa meningkatkan PBBKB-nya, misalkan seperti itu. Jadi itu perlu
mendapatkan tambahan.
Kalau tidak siap sekarang tolong itu nanti disampaikan, karena itu menjadi
highlight dari pada rapat kita untuk masalah BBM. Di samping itu kalau bisa ada ilmu
sedikit yang mengenai biaya pokok produksi Pak mulai daripada kilang dan tipe
produk yang dihasilkan kan, kita itu selalu menggunakan Mobs plus Alpha ya, Mobs-
nya menggunakan referensi Singapur. Singapur itu ukurannya sudah Euro 3. Tetapi
dengan perhitungan itu kita deliver kepada masyarakat kita dengan produk yang
quality-nya lebih rendah. Nah ini kita ingin apa betul apa perhitungan yang selama
ini menjadi referensi pemerintah itu sebetulnya tidak fair gitu untuk rakyat dari beban
yang diberikan oleh negara untuk subsidi. Jadi acuan, karena di sinilah letaknya
nanti berapa besaran subsidi itu. Jadi saya perlu mendapatkan penajaman
mengenai sisi itu karena itu penting sekali. Nanti tolong dijawab kalau bisa
dijelaskan, baru kita beralih ke elpiji.
Saya rasa itu ya bisa disepakati ya. Silakan Pak.
KETUA HISWANA MIGAS:
Baik terima kasih Pimpinan.
Saat ini kami belum siapkan data itu tapi nanti bisa kita susulkan.
Yang jelas biaya PBBKB Pak, itu gubernur menetapkan berbeda-beda.
Kemarin Bali kami juga keberatan DPC kami di Bali sudah bicara dengan DPRD dan
Pak Gubernur di sana 10 persen Pak. Jadi tidak kompetitif. Seperti di BBM industri,
Pertamina tidak kompetitif karena Pertamina kena PBBKB, sementara kompetitor
AKR atau yang lainnya itu tidak kena PBBKB. Jadi ini yang menjadi apa namanya itu
hambatan fiskal bagi kami berbisnis BBM. SPBU juga begitu, Bali itu 10 persen
sementara daerah lain 5 persen. Bahkan waktu itu Jawa Timur juga 10 persen ya
tapi kemudian ada relaksasi bertahap 5 persen dulu. Nah kami memang DPD dan
DPC memang menjadi mitra daripada DPRD maupun kabupaten atau kota maupun
provinsi. Jadi biasanya provinsi kalau ada hal-hal yang perlu dimasukkan mengenai
tadi PPBKB meminta masukan dari pada Hiswana Migas, DPD-DPD. Nah kami
keberatan 10 persen berat Pak, jadi paling tidak 5 persenlah PBBKB itu. Dan selama
ini PBBKB itu yang bertransaksi biasanya antara Pertamina dengan Pemda. Jadi
seperti Pemda DKI akan dapat PBBKB ditransfer dari Pertamina. Jadi kami hanya
menjual, dipotong margin, jadi waktu pengusaha SPBU datang ke bank itu sudah
menyetor unsur PBBKB di situ. Jadi yang dipotong itu hanya margin kita yang sudah
dipotong PPh saja. Jadi tadi kalau 277, margin kita itu 277 potong pajak, berarti
12
kalau harga premium itu 7.600 kurang lebih kami menebusnya 7.323 atau 7.000
sekian, 7.300 sekian. Nah di situ itu sudah ada unsur PBBKB, jadi PBBKB itu nanti
bertransaksi atau bertransfer antara Pertamina ke Pemda. Itu other-nya di Pertamina
Pak. Tapi kami mengusulkan di forum ini mudah-mudahan PPBKB itu tidak lebih dari
5 persen.
Kemudian tadi formula atau besaran-besaran yang terkait dengan investasi
SPBU maupun harga biaya pokok produksi kami biasanya mendapatkan benchmark
itu menggunakan Mobs. Mobs plus Alpha. Nah Alpha inilah yang sering diinikan di
pemerintah salah satunya unsur margin. Unsur margin. Margin ini puluhan tahun
tidak bergerak, baru tahun 2013 dan 2015 ini. Itu pun memang dengan upaya dari
kami dan dari DPR juga memperhatikan aspirasi kami. Alpha kalau tadi dimasukkan
prosentase pada saat BBM naik kami akan dapat gain, tapi kalau pada saat BBM
turun dengan prosentase akan dapat loss. Yang penting bagi pengusaha SPBU
adalah antara gain dan loss-nya pro rata dalam satu tahun itu lebih baik dibanding
kami tidak mendapat tambahan margin.
Adapun biaya distribusi itu biasanya besarannya dan biaya penyimpanan di
depot itu tidak lebih dari 100 rupiah Pak. Jadi kalau benchmark penyimpanan
katakan di depot swasta itu saat ini tidak lebih dari 100 antara 70 rupiah sampai 100
rupiah atau paling rendah 60 rupiah, biaya distribusi itu juga kurang lebih berkisar
antara itu. Jadi kalau keluar dari kilang saya belum melakukan perhitungan berapa,
tapi pada prinsipnya apa yang dihitung oleh pengusaha SPBU adalah untuk biaya
pengembalian investasi.
Yang paling besar adalah biaya investasi tanah. Jadi kalau tanah di DKI kami
sudah tidak sanggup lagi bangun SPBU Pak. Karena tanah di DKI kan sudah 20 juta
semeter. Jadi kau punya 2.000 meter dibangun SPBU tidak ini Pak, tidak visible.
Jadi bangun SPBU sekarang banyakan ke pinggiran, itu pun harga tanah yang
masih 1 juta, 2 juta. Kalau cari tanah yang 100-an ribu itu sudah di pelosok tidak ada
lagi angkutan di situ tidak ada, apa, tidak ada konsumen SPBU, konsumen BBM-nya
nanti beralih ke jalur utama. Nah jadi pengusaha SPBU sekarang bersaing dengan
pengusaha properti karena banyak SPBU yang dialihfungsikan menjadi ruko atau
menjadi perkantoran atau menjadi bisnis lain. Jadi kalau dari SPBU sekarang
investasi 20 milyar dapat bersihnya 70 juta, 50 juta sudah tidak cukup, even itu di
Jawa ya, apalagi di Jakarta. Makanya tadi saya sampaikan Pak Pimpinan, sekarang
sudah tidak ada yang istrinya lebih dari satu Bu, tidak lagi biaya kenakalan, sudah
cukup hanya untuk rumah tangga satu saja Pak.
Kemudian usulan dari Hiswana selanjutnya adalah adanya proteksi, proteksi
terhadap pengusaha hilir Migas khusus SPBU dan elpiji. Jadi mungkin saya wakili
saja Pak Ismed, jadi elpiji itu begini Pak, dengan naiknya elpiji 12 kilo sekarang
harga keekonomiannya 140.000, potensi untuk masuk non Pertamina itu besar
seperti Batam itu tabung tidak hanya biru di sana 12 kilo, tapi tabung Petronas yang
warna hijau sudah sering masuk di sana, tapi tidak tahu isinya apa saya tidak tahu.
Nah inilah yang bertahun-tahun anggota kami di Batam itu protes, karena nyusup-
13
nyusup tabung Petronas itu mereka jualan dengan tidak jelas dari mana mengisinya
di mana, kalau kami dari Pertamina, mitra Pertamina mengisinya pasti di SPBE atau
di Filling Station milik kami, milik Pertamina, terawasi jelas dan SPBE 3 kilo, dengan
SPBE 12 kilo terpisah.
Nah dengan adanya elpiji yang sudah harga pasar dan sudah banyak izin
usaha yang dikeluarkan oleh Dirjen Migas terkait BUPIUNU Badan Usaha
Pemegang Izin Usaha Niaga Umum baik BBM maupun elpiji ini akan terjadi
persaingan yang cukup keras. Nah bahayanya di sini adalah ada elpiji 3 kilo yang
disubsidi, ini yang sering bocor dari 3 kilo ke 12, apakah ke 50 kilo juga. Jadi elpiji
oplosan. Jadi bukan cuma lagu dangdut goyang oplosan yang ada, elpiji juga
dioplos, karena satu produk dua harga. Kalau di warung elpiji 3 kilo itu 18.000, untuk
3 kilo, sedangkan 12 kilo 140.000, kan bedanya jauh. Kita beli 4 tabung 3 kilo aja
cuma jatuhnya 75 ribuan, dibanding 140.000, separuhnya. Nah inilah makanya
dengan naiknya elpiji 12 kilo beberapa daerah sudah mulai banyak yang beralih
rumah tangga ini ke 3 kilo.
Kemudian selanjutnya adalah melakukan evaluasi terhadap kebijakan yang
cenderung ke arah liberalisasi bisnis hilir migas. Berikutnya adalah mengutamakan
azas fairness dan level playing tips.
ANGGOTA FRAKSI PG (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Pimpinan, Pimpinan.
Pak Hiswana, barusan anda menyebutkan mengenai kebijakan yang
mengarah ke liberalisasi, tolong di-explore Pak, apa itu. Kemudian yang kedua kami
baru-baru ini kan juga membaca bahwa ada tim dari reformasi kebijakan tata kelola
itu yang menyatakan bahwa Ron 88 akan dihapus, kembali ke Ron 92 dan saya
katanya sih harganya sama, menurut saya sih tidak mungkin sama 92 dan 88.
Kemudian yang ketiga bahwa SPBU untuk subsidi sekarang akan boleh dilakukan
oleh asing, ini bagaimana ini, tolong di-explore dulu Pak, jangan langsung ke
bawahnya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya silakan Pak.
KETUA HISWANA MIGAS:
Baik Pimpinan.
Jadi memang ada kebijakan dari pemerintah mengenai pembukaan pasar,
Pertamina diberi tugas di luar Jawa, Madura, Bali, tapi non Pertamina tidak ada
14
tugas apa-apa. Kami mencermati kebijakan ini, karena Jawa, Madura, Bali yang
pasarnya sudah establish, yang daya belinya baik, yang infrastrukturnya jauh lebih
baik, yang daya belinya juga memungkinkan, justru dibuka untuk kepentingan non
Pertamina, sementara Pertamina diberi penugasan untuk menyalurkan BBM khusus
di Sumatera, Kalimantan, di daerah-daerah pelosok yang infrastrukturnya masih
belum establish, daya belinya juga rendah. Ada, makanya tadi tidak fair-nya dan
cenderung liberalisasinya. Kebijakan ini kami ingin mencermati saja. Masukankan,
ada satu model dimana negara Korea Selatan itu tidak membuka pasarnya seperti
negara kita. Kalau Bapak/Ibu ke Seoul atau ke Busan mencari SPBU Shell tidak ada
di sana, mencari SPBU Total tidak ada di sana, di sana yang ada itu H Oil atau
Hyundai, S Oil atau Samsung, SK. Kenapa Indonesia kok tergesa-gesa terbuka
sekali pasarnya sehingga kami harus berhadap-hadapan. Sekarang kami dengan
AKR saja pengusaha nasional swasta kami tidak sanggup bersaing, seperti contoh
kami di daerah Pontianak di sana sudah ada SPBU AKR 7 ya. SPBU AKR masih
buka terus, sementara kami di kuota, SPBU kami, anggota kami hanya sampai jam
10, pagi sudah tidak jualan lagi, sementara SPBU AKR jualan sampai sore. Nah ini
kami tidak tahu bagaimana apakah di BPH Migas, apakah di pemerintah. Tapi kami
sudah sampaikan bahwa azas fairness antara pengusaha menengah ini dengan
pengusaha besar ini tidak ini, karena meskipun kami mitra Pertamina belum ada
bantuan dari Pertamina, untuk tadi, menebus saja kami harus menembus hari Senin,
beli BBM itu hari Senin, dikirim hari Selasa, sementara AKR masih sedikit SPBU-nya
itu sistemnya konsinyasi, jadi lahan disediakan oleh pengusaha setempat, yang
membangun AKR, yang membiayai semua AKR, dikirim barang dicukupi semua.
Kami dengan menebus sendiri itu mendapat resiko tadi, susut kami tanggung
sendiri. Modal harus kami siapkan. Nah inilah pembukaan pasar ini ... (terpotong
interupsi).
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-P.
GERINDRA):
Pak Pimpinan Rapat.
KETUA RAPAT:
Sebentar, sebentar Pak. Pak Eri sebentar. Ada interupsi dari Pak Kardaya.
Silakan Pak.
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-
P.GERINDRA):
Bapak-bapak dari Hiswana Migas,
Ini adalah rapat dengar pendapat umum, bagi saya ini yang penting adalah
Hiswana Migas memberikan masukan, nah masukannya harus clear Pak, jangan
digantung, pemberian margin yang fair dan wajar gitu, Itu nanti kita kasih yang fair
15
yang wajarnya, katakanlah lebih rendah dari yang sekarang kan berat. Jadi kalau
usulan itu fair yang wajar berapa. Itu yang penting.
Jadi, lalu proteksi itu oke, yang namanya proteksi itu sudah sangat ini gitu,
bahasa generik itu, lalu apa yang dinginkan proteksinya, karena hari ini Bapak-
bapak diberi kesempatan dan Ibu-ibu diberi kesempatan untuk memasukkan kepada
kita apa-apa yang Bapak mintakan itu.
Lalu yang berikutnya sama, revisi itu harus kepentingan nasional, semua
undang-undang dari mulai republik ini merdeka sampai sekarang itu selalu itu, itu.
Tetapi apa di dalam ininya, kalau tidak nanti takutnya apa yang dimaksud oleh
Bapak-bapak dan Ibu-ibu tidak sama dengan apa yang dimaksud oleh kita. Jadi
tolong margin itu bahasa terangnya itu kan tadi prosentase, kalau prosentase
ruginya begini, untungnya begini, kalau nominal ruginya begini, untungnya begini.
Saya sendiri bingung mintanya ini apa. Apa dan berapa. Itu. jadi tolong jangan
sampai rapat nanti berakhir tidak ada usulan yang clear, konkrit, itu Pak. Itu.
Lalu satu lagi pertanyaan, ini Hiswana Migas seandainya seperti AKR masuk
daftar sebagai anggota diterima tidak? Kan judulnya adalah pengusaha dalam
bidang migas itu.
Terima kasih Pak.
ANGGOTA FRAKSI PG (H. DITO GANINDUTO, MBA):
Interupsi Pimpinan.
Pimpinan, ada tambahan.
Kebetulan dari bundelan ini Pak, yang usulan Bapak itu, dan kebetulan
ditambahkan oleh Pak Ketua tidak ada di kita Pak. Nah jadi masih seperti tertutup
juga ini Pak. Jadi keterbukaan, niat baik, nah itu yang kita harapkan Pak, jadi supaya
moment-nya bisa tepat.
Ya terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Jadi begini Pak, Pak Ketua, Pak Ketua Umum Hiswana, tadi sudah jelas yang
dari Pak Kardaya, saya juga sepakat sekali supaya usulan ini, karena ini menjadi
dokumen nanti ya, jadi apa yang di dipresentasikan itu menjadi dokumen resmi yang
ada di Komisi VII, kalau misalkan ada manpower yang bisa disuruh didetailkan akan
lebih baik Pak. Karena tadi itu banyak sekali keluhan yang saya tangkap, saya
belajar karena saya bukan pengusaha SPBU kebetulan, jadi saya tidak tahu persis
seperti yang tadi diceritakan secara detail tapi kan banyak hal yang menurut saya
16
kayak janggal gitu, kayak tadi dikatakan sepintas PBBKP AKR tidak kena,
sementara Pertamina kena. Di Bali tinggi sekali sampai 10 persen, ini kan bagus
Pak masukannya. Nah sehingga kita bisa tahu persis kenapa kok AKIR tidak,
kenapa kok Pertamina, bagaimanapun bisa berkompetisi. Tadi disampaikan seperti
mulai daripada mesti mengedap di bank satu hari, itu menurut saya bukan hal
sepele itu Pak, karena menjadi faktor. Karena begitu nanti Bapak meminta margin
yang wajar itu tahu, kita tahu karena faktor pengurangnya sudah banyak ini. Jadi
kalau misalkan mereka mau menambah, nambahnya berapa, atau kalau tidak
kebijakannya yang kita minta kepada menteri atau kepada Pertamina untuk supaya
tidak ada hal-hal seperti yang dikeluhkan tadi. Nah ini menurut saya tolong di-
breakdown betul, karena saya sependapat dengan Pak Kardaya tadi supaya kita
menjadi gamblang, karena saya yakin tidak semuanya kita punya latar belakang
SPBU bagus Pak. Jadi istilah-istilahnya Pak Eri tadi banyak juga yang terkejut-kejut
juga ini, loh kok ada begitu, ternyata ada hal yang tidak semudah kita pikirkan,
terhadap kejadian elpiji di Batam, ini kan menarik Pak. Iya kan bahwa ternyata ada
tabung yang warna lain, mengisinya di mana, mungkin tidak ada, tidak ada apa
isitlahnya, tidak tertib seperti kalau misalkan di SPBE-SPBE gitu yang sudah
terkategorisasi untuk 3 kilo dan 12 kilo. Nah ini menurut saya Pak supaya rapat ini
produktif dan berkualitas gitu kalau usulannya sudah mencerminkan itu semua.
Ya silakan-silakan Pak Eri kalau bisa menjelaskannya. Terima kasih.
KETUA HISWANA MIGAS:
Baik Pak.
Terima kasih Pimpinan.
Terkait margin kami memang kalau muluk-muluk angkanya itu 10 persen, tapi
berdasarkan benchmark tadi di Cina kan 7,5 persen itu kategori wajar itu kan satu
inflasi Pak, kalau inflasi saja 8 persen per tahun sekarang, DKI kan 8,5, nah ini juga
salah satu faktor penetapan margin. Kedua masalah interest bank, bunga bank atau
cost of money, cost of capital. Kemudian ketiga masalah UMR, DKI ini UMR-nya
sudah 2,7, tapi Karawang 2,9, tapi ada daerah yang UMR-nya 1, 7 juta. Sementara
marginkan pro rata Pak. Margin itu pro rata mau SPBU-nya di Merauke, mau SPBU-
nya di DKI , mau SPBU-nya di Jambi, marginnya sama. Nah kami ambil prorata,
katakanlah 7,5 persen.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA(RAMSON SIAGIAN):
Interupsi.
Interupsi Pak Ketua, interupsi.
KETUA RAPAT:
Ya silakan Pak Ramson.
17
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Saya minta Hiswana Migas menjelaskan saja proposalnya apa, marginnya
maunya berapa, mau 2.000 misalnya dikasih tahu saja 2.000 gitu loh, soal
menganalisis nanti kami bahas di sini. Semua soal inflasi, tadi inflasi semacamnya
itu nanti kami bahas Pak. Terus yang kedua jelaskan harga-harga keekonomian
yang ada gitu. Terus versinya Hiswana Migas bagaimana, apa per provinsi ada
perbedaan harga atau bagaimana dijelaskan saja semua, jadi kita dapat masukan
saja, itu nanti akan kita proses di Komisi VII DPR RI.
Terima kaish Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Oke Pak Eri dilanjutkan.
KETUA HISWANA MIGAS:
Baik, terima kasih Pak Ramson, Pak Pimpinan.
Jadi kami berkesimpulan di sini margin yang saat ini memang kurang lebih
3.5 persen dengan harga sekarang itu belum cukup. Jadi kami tegaskan lagi paling
tidak margin itu 7,5 persen.
Kemudian terhadap apa namanya elpiji, elpiji yang telah lama juga ini Pak
khususnya SPBE kami hanya dapat Rp300 per kilo untuk filling fee, padahal ini
konversi sudah berjalan 7 tahun ya, tidak pernah naik filiing fee. Jadi kalau
pengusaha SPBE tadi SPBU stasiun pengisian bahan bakar untuk umum, kalau
SPBE kan Stasiun Pengisian Bulk Elpiji, jadi dari warung dikumpulkan oleh agen,
agen berangkat ke filling station, filling station itu tukang jahitlah, jadi tukang ngejos-
ngejos itu tabung 3 kilo ya. Itu pakai tenaga kerja manusia, pakai mesin berarti. Itu
ongkos ngejosnya itu 3 kilo eh 1 kilo Rp300, belum naik sekarang Pak.
KETUA RAPAT:
Pak Pimpinan Rapat, Pak Ketua Umum nanti yang Bapak bilang minta 7,5
persen, minta Rp300 per liter itu kalau tanpa dituliskan di dalam satu ini, dikasihkan
ke kita maka itu sulit bagi kita untuk memperjuangkannya, karena tidak ada, ter-
record, jadi kalau usulan Hiswana Migas ini ingin masuk di dalam pertimbangan kita
maka harus ada bukti tertulis Pak, kalau tidak maka kita hanya berwacana ini ya. Itu
yang anu, supaya Bapak enak, kami juga enak gitu.
Terima kasih.
Silakan Pak Eri.
18
KETUA HISWANA MIGAS:
Baik Pimpinan.
Kami akan susulkan nanti berupa surat langsung mungkin atau di sini boleh
usulannya langsung diubah Pak. Jadi mohon maaf, tadi Bapak juga ada yang
mengoreksi bahwa apa yang dibagikan yang ada di sini itu tambahan Pak, jadi ini
tambahan, jadi tadinya mau kita sampaikan lisan tapi Bapak-bapak minta tertulis
makanya kami tuliskan di dalam slide ini. Ya nanti tim kami akan mengetik di sana
supaya jadi apa usulan resmi kami bahwasanya margin yang diusulkan oleh
Hiswana Migas adalah sebesar margin BBM ya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (SUPRATMAN ANDI AGTAS, S.H.,
M.H.):
Interupsi Pak Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (SUPRATMAN ANDI AGTAS, S.H.,
M.H.):
Sebelum dilanjutkan Pak, itu soal nanti pemberian margin jangan cuman
sekedar ditulis Pak Ketua itu menyangkut 7,5 persen kita nanti harus, tidak usah
buru-buru Pak, itu kan bisa disusul, bisa disusulkan, karena jangan cuma
menyebutkan angka 7,5 persen. Kalau saya sendiri hari ini menyatakan 3,5 persen
itu cukup tinggi Pak Eri Cuma kan kita tidak tahu ini masalahnya, kalau Bapak bilang
tadi di Jawa itu apa UMR itu tinggi, tapi kan volume penjualan juga tinggi Pak. Di luar
Jawa itu volume penjualan rendah, UMR rendah Pak, kalau Bapak bisa jual 30 ton
solar bersubsidi hari ini di Jawa sehari 3,5 persen itu jauh lebih tinggi dibandingkan
Alfa Mart ataupun yang lain-lain, dibandingkan untuk satu bidang item Pak. Saya
bisa bayangkan kayak seperti consumer-consumer service yang lain itu paling tinggi
per item mereka bisa untung sekitar 1 persen sampai 1,5 persen Pak. Bapak bisa
untung 3,5 persen per hari, sementara interest bank itukan hari ini paling tinggi
sudah 14 sampai 17 persen, inflasi juga 8,5 persen, jadi maksud saya itu bisa ...
(terpotong interupsi).
KETUA RAPAT:
Bisa ditangkap Pak ya.
Jadi begini Pak Eri, untuk memudahkan kita didalam melanjutkan rapat ini
yang jelas aspirasinya adalah detail, kita minta usulannya nanti detail kalau bisa.
19
Kalau tidak siap sekarang disampaikan, dalam bentuk slide tidak apa-apa, dikasih
cover letter-nya di slide itu lebih menjelaskan tadi seperti yang dibicarakan
sebelumnya. Nanti begitu selesai mau akan ada pedalaman ini dari Bapak/Ibu
sekalian Anggota Komisi VII supaya lebih bisa interaktif ya di dalam pedalaman
nanti. Kalau masih ada yang mau disampaikan lagi, saya pikir sudah selesai atau
masih banyak Pak Eri, kita mau langsungkan ke pedalaman kalau sudah.
KETUA HISWANA MIGAS:
Yang terakhir saja Pimpinan, jadi di dalam revisi Undang-Undang Migas kami
juga ingin menyampaikan aspirasi untuk mengakomodir pengusaha nasional,
kepentingan pengusaha nasional dan keberpihakan kepada usaha kecil menengah
di kegiatan usaha hilir ini. Jadi kalau kami di dalam ini tadi Pak Pimpinan, Pak
Kardaya misalnya yang konkrit berupa regulasilah, kami juga minta dan kami akan
berkirim surat ke pemerintah misalnya gubernur, kepala daerah tidak langsung bisa
memberikan izin kepada SPBU asing atau non Pertamina sepanjang di situ
keekonomiannya belum mencukupi. Jadi bukan proteksi yang ini juga, tapi proteksi
yang rasionallah dalam artian ada keberpihakan yang lebih jelas kepada pengusaha
swasta nasional.
Itu mungkin Pimpinan.
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-
P.GERINDRA):
Pak Pimpinan, kalau yang itu Pak, kami karena akan masuk nanti untuk revisi
Undang-Undang Migas jadi dari Hiswana itu menyampaikannya detail dalam hal
pasalnya, langsung anunya itu bagaimana, tidak filosofinya. Kalau filosofinya nanti
susah lagi. Jadi karena masing-masing itu pasal, misalnya pasal mengenai ini
mestinya itu bunyinya, begini supaya melindungi bunyinya begini. Itu yang kami
mintakan karena ini masukan, kalau filosofi ya agak, agak ini, agak ya masing-
masing interpretasi dari filosofl itu berbeda terhadap pasalnya, tetapi kalau dari
Hiswana saya minta pasal yang ini untuk melindungi ini bunyinya begini, clear. Nanti
masalah di sini didiskusikan gitu.
KETUA RAPAT:
Pak Kardaya jadi gitu saja, Pak Ketua ya, supaya Pak Eri mempersiapkan,
lantas semua nanti di-breakdown betul, karena kita butuh yang konkrit Pak, supaya
tidak salah interpretasi. Karena nanti kan sayang aspirasinya ditampung dan kita
melihat juga kita dikejutkan dengan beberapa faktor paling tidak saya merasa begitu.
Nah kalau nanti penyampaiannya terlalu general kita susah akan anu Pak, karena
kan kita akan, ini rangkaian yang tidak terpisahkan di dalam beberapa RDPU yang
kita susun untuk finalnya ketemu dengan Menteri ESDM. Jadi kan sayang Pak, nanti
20
kalau Bapak memberikannya sepotong-sepotong kita iya-iya kan saja tapi nanti tidak
bisa menjadi masukan yang tajam, itu yang intinya.
Kalau disepakati saya ingin langsung saja kepada ...(terpotong interupsi).
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (H. N.
FALAH AMRU, S.E.):
Pimpinan, tambahan Pimpinan.
Kepada Ketua Hiswana saya tadi ingin menanyakan kenaikan dari 3 persen
menjadi 7,5 persen itu dasarnya apa itu satu. Yang kedua ... (terpotong interupsi).
KETUA RAPAT:
Sebentar, sebentar Pak.
Kalau sudah pendalaman kita buka sesi pendalaman sekarang.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN (H. N.
FALAH AMRU, S.E.):
Tidak, tidak, ini menambahkan saja, menambahkan saja. Karena yang saya
tahu itu harga ambil di Pertamina itu 10.600, dijual ke eceran 13.000. Itu sudah ada
keuntungan sekitar 2.000 sekian. Rata-rata pengusaha itu DO-nya itu 30.000 per
day. Makanya saya ingin tahu alasannya dari 3 persen menjadi 7 persen, ini untuk
elpiji 3 kilo tadi Bapak ya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya terima kasih Bapak/Ibu sekalian. Jadi kita langsung kepada pedalaman
sekarang. Saya mulai dari, karena penanya dari sebelah kiri hanya satu, Ibu Mercy
ya. Bu Mercy. Mungkin dimulai dari dari Bu Mercy, nanti saya lanjutkan dengan Pak
Supratman Gerindra.
ANGGOTA FRAKSI PAN (H. JAMALUDDIN JAFAR, S.H.):
Tambah Pak, Pak Jamal.
Terima kasih Pak.
Pak Jamal tambah.
21
KETUA RAPAT:
Pak Kurtubin juga?
Sudah ada daftar penanya soalnya, jadi saya tinggal membacakan. saya urut-
urutannya dari yang sudah mendaftar pertama. Oke, silakan Bu Mercy.
ANGGOTA FRAKSI PDI PERJUANGAN (MERCY CHRIESTY BARENDS, ST):
Baik, terima kasih Pak Pimpinan.
Kepada Pak Pimpinan Hiswana Migas yang pertama ini berkaitan dengan
margin usaha yang wajar ya, tadi buat saya ini agak debatable juga antara 3,5 naik
7,5 dengan sejumlah asumsi-asumsi yang mendasar seperti UMR, kemudian
beberapa catatan yang tadi Bapak tambahkan, tapi saya kira memang ada juga
variabel X yang lain, saya tidak kebayang Pak kalau misalnya angka naik sampai
dengan 7,5 persen berapa harga yang ada di wilayah-wilayah yang ada di
pedalaman misalnya kayak di Maluku, di mana Pak yang sudah, apa, pulau-
pulaunya berserakan begitu jauh. Yang sekarang ini saja dengan angka 3,5 saja
harga yang di wilayah-wilayah yang di pesisir itu sudah sangat-sangat tidak
terkontrol. Jadi margin yang sudah ditetapkan secara resmi oleh pemerintah saat ini
dengan penurunan harga per Januari kemarin tidak berpengaruh Pak, di Maluku
saya harus bilang dan saya kira mungkin di wilayah-wilayah yang sulit juga betul-
betul tidak berdampak. Angka waktu naik dari 8.200 itu angka sudah naik, 1 liter itu
di kita di wilayah pedalaman sudah lari naik hampir mendekati 100.000 sudah di
pedalaman dekat Australia Pak, di wilayah pegunungan sudah 75.000 per liter. Saya
tidak kebayang kalau kemudian ini tidak diatur. Nah buat saya Hiswana Migas
mestinya juga memikirkan di tingkat SPBU APMS kemudian ada eceran-eceran
yang terjadi ini spekulan juga ikut main Pak. Makanya Bapak menentukan margin
berapa persenpun yang ada di wilayah-wilayah kita untuk masyarakat kecil yang kita
rasakan cuma kena dampaknya saja Pak, karena tidak ada, apa ya, keuntungan
ekonomis apa-apa yang kita bisa peroleh. Mengapa demikian? Angka UMR yang
digunakan itu hanya pendekatan yang sifatnya normatif formal bagi mereka-mereka
yang masuk dalam skema pendapatan normatif, sementara sebagian besar
penduduk kita tidak masuk dalam skema UMR itu Pak. Jadi saya minta
pertimbangan-pertimbangan yang sangat rasional berkaitan dengan penetapan soal
kewajaran untuk mendapatkan margin yang rasional jadi di tingkat Hiswana
pengusaha-pengusaha swasta juga enak, tetapi di tingkat masyarakat terutama
masyarakat-masyarakat pedalaman ini yang dari tadi kita bicara ini adalah di pusat-
pusat provinsi, pusat kabupaten, dan kecamatan wilayah kontinental. Kita tidak
bicara Indonesia dalam pendekatan periferal, wilayah-wilayah yang tersebar di
pulau-pulau. Jadi saya minta ini menjadi perhatian yang sangat serius.
Yang kedua berkaitan dengan tema atau isu pengalihan Ron 88 atau yang
kita biasa sebut premium untuk dipindahkan Ron 92 yang kita sebut pertamax itu,
nah persoalan ini, ini harus konkrit, sekonkrit-konkritnya supaya kita juga
mendapatkan kejelasan. Sekarang ini Bapak untuk yang Ron 88 atau yang premium
22
yang masyarakat kecil saja susah didapat apalagi kalau mau dialihkan ke pertamax,
sementara alih konversi dari apa itu fuel ke gas ini kan tidak jalan, ngambang semua
ini.
Jadi harapan kami dan saya kira DPR juga kita harus clear kita
mempertahankan Ron 88 atau kita beralih ke Ron 92 karena marginnya kecil sekali,
tadi perbedaannya tipis dengan pertamax ya seperti itu, dan kemudian juga terjadi
pembukaan pasar yang liberal karena Shell, Total dan lain-lain juga ikut masuk
seperti itu. Harus ada sikap konkrit baik dari Hiswana Migas maupun dari kita DPR
ketika nanti ini akan dibicarakan pada rapat tingkatan berikutnya untuk mendesak
pemerintah menetapkan batas bawah dan batas atas berkaitan dengan pembukaan
liberalisasi pasar kepada perusahaan-perusahaan asing ini. Saya sangat setuju
sekali kalau memang, apa itu, analog dari Korsel itu bisa kita jadikan sebagai bahan
pertimbangan seperti itu. Kalau mereka mau buka dengan modal mereka, dengan
modal mereka, yang pengusaha asing bukalah di wilayah-wilayah pedalaman. Saya
waktu reses kemarin saya harus bilang secara jujur pertemuan dengan Pertamina
dan Hiswana Migas di Maluku semuanya dada sesak, sesak napas Pak, karena
persoalan apa itu begitu banyak kondisi-kondisi yang fluktuasi belakangan ini
termasuk aksesibilitas kepada masyarakat, Pertamina didemo, Hiswana Migas juga
didemo, orang antri derigen itu di SPBU Pak, bukan di pangkal atau di pengusaha-
pengusaha eceran. Jadi mudah-mudahan Hiswana Migas nanti bisa memikirkan ini
secara jauh, sehingga peralihan Ron 88 ke Ron 92 ini bisa kita pikirkan secara baik-
baik dan kita bisa menembus angka moderat, apa itu, standardisasi angka batas
bawah yang berlaku untuk seluruh Indonesia Pak. Kalau tidak, sedih Pak, untuk kita
yang di wilayah-wilayah periferal sangat-sangat amat miris dan sangat
menyedihkan.
Saya kira ini beberapa catatan dari saya yang berkaitan dengan penetapan
kewajaran persentasi 7,5, mau nailk ke 7,5 persen. Dan yang kedua peralihan dari
Ron 88 ke Ron 92 ini kalau memang Hiswana Migas kita mau jaga dan kita proteksi
mestinya pengusaha luar yang kita berikan kesempatan untuk membangun di
wilayah-wilayah pedalaman. Kemarin Pertamina bilang di Maluku bahwa mereka
pasti kesempatan, kasih kemudahan untuk pengusaha swasta bangun di wilayah-
wilayah pedalaman, wilayah-wilayah perbatasan tidak ada yang mau masuk. Siapa
yang mau masuk di sana untuk mengurusi ini persoalan-persoalan energi bagi
masyarakat di wilayah-wilayah yang sangat terisolir dan jauh ini.
Saya kira itu beberapa catatan dari saya. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya terima kasih Bu Mercy sangat bagus masukan.
Jadi kita berharap sekali Hiswana Migas berani, jadi jangan normatif, tadi
masukan yang disampaikan Bu Mercy itu kan sangat, ini apa, praktikel, disampaikan
saja Pak. Karena nanti itu menjadi bahan, jangan sampai begini kita membawa
23
nama Hiswana Migas sebagai masukan tapi Bapak terlalu ngambang terus nanti
otoritas, kita juga otoritas, tapi paling tidak dari sisi eksekutif akan bilang oh kita tidak
pernah dapat masukan dari Hiswana, nah kita ingin menampilkan ini loh, mereka
mempunyai keluhan yang ternyata tidak sederhana termasuk misalkan ya Bapak
mengatakan bahwa kita perlu atau tidak itu perpindahan dari Ron 88 ke 92 nyatakan
dalam sikap, kita tidak sepakat Pak kalau semua pindah ke 92 tetapi outlet asing
dibuka misalkan, itu akan menjadi sangat kompetitif dan memungkinkan industri
nasional menjadi tidak tumbuh. Sampaikan Pak, ini mesti yang clear-clear saja.
Karena ini suara yang nanti pasti kita akan pertimbangkan.
Terima kasih.
Yang kedua Pak Supratman. Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (SUPRATMAN ANDI AGTAS, SH, MH):
Terima kasih Pimpinan.
Nama saya Supratman Pak, A-388, dari Dapil Sulawesi Tengah.
Pertama kita harus memberi apresiasi dari apa yang sudah di ... (terpotong
interupsi)
KETUA RAPAT:
Fraksinya Pak.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (SUPRATMAN ANDI AGTAS, SH, MH):
Fraksi Partai Gerindra Pak.
Apa yang sudah disampaikan oleh teman-teman dari Hiswana Migas kita
perlu apresiasi. Pertama tadi malah kalau saya, saya usulkan itu kepada Menteri
ESDM harus memberi penghargaan yang luar biasa kepada teman-teman di
Hiswana Migas. Pertama ketaatan membayar pajak luar biasa harus di muka dan ini
jarang dilakukan oleh pengusaha-pengusaha yang lain Pak. Membeli harus
membayar lebih dulu sehari sebelumnya, padahal Pertamina di sisi yang lain
melakukan konsinyasi kepada AKR, Hiswana Migas tidak. Jadi ini suatu hal yang
perlu kita apresiasi.
Yang kedua soal asing, SPBU asing, juga menurut saya ada manfaatnya hari
ini Pak, kalau tidak ada SPBU asing, hari ini saya yakin wajah Pertamina dan wajah
SPBU kita tidak akan secantik hari ini Pak. Saya yakin karena Total ada, Shell ada,
akhirnya juga Pertamina dan anggota Hiswana Migas berbenah diri sehingga luar
biasa outlet kita, SPBU kita juga wajahnya cantik, bahkan hari ini dengan red carpet
wah luar biasa Pak. Cuman sayangnya red carpet-nya hari ini kadang kala stasion
24
pompanya ada dua tapi cuman satu anunya Pak, jadi anggotanya harus lari ke sana
ke mari, mungkin ini karena soal tadi soal apa UMR lah, tapi buat apa kita lakukan
red carpet kalau pelayanan seperti ini. Ini juga menjadi koreksi buat teman-teman di
Hiswana Migas ya. Saya berapa kali Pak, karena saya suka bawa mobil sendiri Pak,
saya nganti Pak, sudah lama nunggu tapi terakhir harus satu operator berganti-ganti
dari mesin satu ke mesin yang lain, jadi percuma ada red carpet ini Pak. Ini masukan
buat teman-teman di Hiswana Migas.
Saya setuju Pak dan sampai kapanpun kita akan melakukan proteksi kepada
teman-teman Hiswana Migas sebagai pengelola SPBU untuk melakukan proteksi
terhadap pengusahaan swasta asing dalam rangka pendirian SPBU-SPBU itu. Itu
sikap kami jelas harus kita lakukan, dan saya yakin di antara semua teman-teman
juga yang ada di sini itu akan melakukan hal yang sama. Cuman dalam pengertian
tentu proteksinya harus sehat. Kalau di kebijakan pemerintah nanti ini tentu di
beberapa provinsi ya kadang kala kan ya namanya bisnis Pak semua maunya
untung, tidak ada yang mau berinvestasi dalam kondisi yang rugi. Kita paham betul
di sana. Oleh karena itu, sekali lagi kita minta kepada teman-teman di Hiswana
Migas untuk berbenah diri. Kita pasti concern Pak nanti disampaikan usulannya.
Yang terakhir tadi saya sudah singgung soal keuntungan. Ini harus dirinci
betul Pak soal margin. Karena sekali lagi dengan 3,5 persen kalau ini harus
ditambah lagi ini pasti akan membebani konsumen Pak. Nanti YLKI marah lagi sama
kita, Komisi VII kalau ini membebankan, tiba-tiba naik 7 persen kita dukung, YLKI
akan teriak wah Komisi VII DPR RI memberikan dukungan padahal dengan status
pelayanan yang ada saat ini, nah ini. Tapi kita berharap sekali lagi dengan status
layanan yang baik konsumen merasa terpuaskan itu akan jauh lebih mudah untuk
tidak memberi proteksi.
Demikian Pak Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya terima kasih Pak Supratman.
Sebelum saya lanjutkan, kita tadi sepakat pukul 12.00 WIB.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI HANURA (Hj. DEWIE YASIN LIMPO, SE):
Interupsi Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Maaf-maaf sebentar, ini kita tadi sepakat pukul 12.00 WIB ya berarti perlu kita
perpanjang sampai pukul, pukul berapa? 12 30 saja ya?
25
Bukan, berarti begini, berarti pertanyaan nanti dijawab oleh Pak Ketua,
dikumpulkan saja, jadi di apa, yang content-nya sama, yang sama dijadikan satu
supaya mudah menjawab, lantas nanti dilanjutkan ya.
Jadi kita sepakati 12.30 WIB?
(RAPAT : SETUJU)
Oke.
Silakan tadi ada interupsi Ibu ya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI HANURA (Hj. DEWIE YASIN LIMPO, SE):
Interupsi Pak.
Baik menyambung masukan dari Pak Supratman, saya perkenalan Dewi
Yasin Limpo, A-560 dari Fraksi Hanura, Dapil Sulawesi Selatan I.
Saya ingin menyampaikan kepada Pak Ketua Hiswana Migas bahwa
sebenarnya kalau hitung-hitungan 277 per liter kali 40.000 saja kuotanya per hari itu
berarti kurang lebih 12 juta per hari, itu baru dari premium ya Pak ya. Jadi kan
sebulan kurang lebih 300-an, menurut Bapak, itu belum elpiji, belum yang lain. Jadi
mungkin kalau kenaikan ini diusulkan bahwa margin ini harus dinaikkan saya berpikir
apakah 7.5 persen itu tidak kebangetan, kebanyakan gitu loh Pak, jangan-jangan
nanti Bapak tadi seperti sekarang kawinnya cuman satu, nanti balik lagi jadi 10,
makin pusing juga kan kalau banyak isteri. Jadi saya bilang tolong dipertimbangkan
yang rasional saja Pak, jangan terlalu jauh melambung sampai 100 persen ke atas
dong, nanti Bapak kawin lagi tambah botak, mohon maaf.
Terima kasih. Kita ketawa-tawa Pak.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Ini sudah masuk ke pertanyaan ini Pak sebetulnya dari Bu Dewi tadi.
Sekarang saya lanjutkan ke Pak Bambang Haryadi. Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (BAMBANG HARYADI, S.E.):
Terima kasih Pimpinan.
Selamat siang, Bapak Ketua Hiswana Migas beserta rombongan,
26
Perkenalkan nama saya Bambang Haryadi, A-368, dari Fraksi Partai
Gerindra, Dapil Jatim IV ya.
Dalam kesempatan ini saya ingin memberikan beberapa pendapat dan juga
petanyaan. Yang pertama saya sejak awal sudah meyakini bahkan saya bercerita
kepada teman saya Pak Supratman bahwa forum rapat dengar pendapat dengan
Hiswana Migas pasti akan menitik, lebih dititikberatkan kepada keinginan pengusaha
dalam, yang di dalam lingkup Hiswana untuk menaikkan profit margin mereka. Jadi
saya sudah tebak itu Pak. Dari awal saya sudah berkeyakinan akan keinginan
temen-temen Hiswana Migas. Tapi itu sah saja. Yang namanya pengusaha jelas dia
lebih mengedepankan kepentingan perusahaannya yaitu untuk meraih leuntungan
sebanyak-banyaknya. Sama halnya seperti apa yang diceritakan Ketua Hiswana tadi
yang menyatakan banyak kerugian di saat pemerintah menurunkan minyak, tapi
tidak pernah juga diceritakan bagaimana temen-temen Hiswana meraih keuntungan
di saat pemerintah menaikkan minyak, yang diceritakan hanya kerugian saja. Nah
untuk itu juga saya ingin menyikapi tentang apa yang disampaikan Ketua Hiswana
juga tadi bahasanya ada pengalihan penggunaan seperti yang tadi diceritakan Ibu
rumah tangga yang lebih menggunakan tabung 3 kilo daripada 12 kilo. Kenapa saya
mempertanyakan ini, karena saya banyak melihat di lapangan pelaku pengoplos
pelaku yang bisa disebut bagian kecil dari mafia migas itu salah satunya anggota
Hiswana Migas. Salah satu misalnya tabung 3 kilo kalau Ibu rumah tangga hanya
menggunakan 3 tabung, tapi pengusaha Hiswana bisa memindahkan dari tabung 3
kilo tersebut ke tabung 12 kilo. Itu ada di berapa tempat yang sudah saya ketahui ya.
Maksud saya apa yang akan dilakukan Hiswana Migas, Asosiasi Pengusaha Migas
ini terhadap anggota-anggotanya yang melakukan hal-hal tersebut dan juga SPBU-
SPBU yang menimbun minyak dan dan pelaku pencurian subsidi BBM itu, tidak
hanya kepada permainan di bidang hulu dan, tapi di hilir juga dimainkan sekarang,
bahkan ditengarai dimainkan di hilir ditingkatan SPBU. Maka itu saya ingin
penjelasan dari Hiswana Migas terkait anggota-anggota yang sudah tertangkap atau
pun terindikasi melakukan penyelewengan subsidi BBM tersebut. Jadi ke depan biar
lebih tertiblah bahwa jangan sampai orang yang sudah melakukan penyelewengan
tapi masih diberikan dukungan oleh Hiswana Migas. Saya ingin Hiswana Migas ke
depan sebagai mitra kerja Pertamina bahkan tadi diceritakan bahwa pendanaan
untuk pembelian minyak itu harus di depan kan. COD ya Pak? CBD-CBD ya kan
CBD ya, Cash Before Delivery ya. Nah maksud saya untuk itu berarti Hiswana ini
punya peran penting terhadap penjualan Pertamina, mungkin bisa disebut juga ini
Pertamini Pak ya, karena yang menjual retailnya untuk Pertamina ya. Maka itu saya
ingin teman-teman Hiswana Migas untuk menyoroti tentang membantulah,
membantu tentang pemerintah khususnya tentang penyimpangan-penyimpangan
terhadap agen gas 3 kilo ini, karena ini rawan. Banyak sekali yang tadi saya cerita
itu dipindahkan ke tabung 12 kilo atau juga 12 kilo tapi isinya kurang Pak.
Saya ini belum, ini belum lama lah di rumah saya, saya mendapatkan tabung
12 kilo, saya pengguna 12 kilo tapi itu enggak lama, biasanya kami menggunakan
satu bulan, itu cuma 2 minggu, ternyata kita coba lagi isinya cuma 8 kilo. Hal-hal
semacam itu kan tidak mungkin dilakukan dari atas kalau di bawah tidak bisa tidak
27
ikut membantu melaksanakan ya. Jadi saya melihat di situ ada agen-agen yang
salah satunya mungkin mungkin ya anggota Hiswana Migas yang sebagai pelaku.
Maka dari itu jangan hanya kita bicara margin saja Pak tapi pelayanan juga, karena
Hiswana Migas ini bagian bagian dari pelaku usaha minyak dan gas di Indonesia.
Jangan kita berebut untuk menaikkan margin, silahkan aja mau dinaikkan berapa
pun silakan, tapi kita jangan menutup mata bahwa banyak terjadi pengusaha-
pengusaha Hiswana Migas ini yang mencoba mencari celah dari adanya subsidi
BBM yang ada saat ini. Hanya saya ingin menyoroti hal itu mohon diberikan
penjelasan tentang pelaku-pelaku ataupun anggota Hiswana yang sudah terindikasi
jadi kita juga enak memperjuangkan mau naik 12 persen, 10 persen itu soal lain
Pak, tapi kita jangan bicara untungnya saja, tapi kita ini kan wakil rakyat, wakil rakyat
itu bisa mewakili pengusaha Hiswana Migas tapi juga mewakili pengguna ya rakyat
kecil, itu. Makannya untuk itu mohon diberikan penjelasan terkait hal tersebut.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya sudah ditangkap intinya ya. Selanjutnya Pak Endre Saifoel, dan siap-siap
Pak Lucky Hakim.
Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI NASDEM (H. ENDRE SAIFOEL):
Terima kasih.
Saya perkenalkan nama saya Endre Saifoel, A-006 dari Fraksi Nasdem,
daerah pemilihan Sumatera Barat I.
Yang saya pertanyakan Ketua Hiswana Migas tadi mengenai permintaan
kenaikan harga dari margin 3,5 menjadi 7,5, itu 3,5 itu kita merasa sudah sangat
besar ya Pak, karena perputaran uang di yang Bapak ceritakan Bapak tebus hari
Senin BBM-nya datang hari Selasa, hari Selasa itu langsung habis. Berarti
perputarannya hanya 2 hari. Dari 2 hari itu 3.5 persen di situ ada pajak, keuntungan,
gaji karyawan, itu saya memperhitungkan hanya 2 persen, berarti sudah ada margiin
1 persen selama 2 hari. Kalau kita hitung dalam satu bulan itu ada 15 kali
berputaran. 15 kali itu sudah lebih 20 persen keuntungan dari perputaran
pembayaran BBM. Jadi kalau kita hitung ke 7.5 persen, itu 5 persen kali 15, berarti
keuntungan dari SPBU terlalu tinggi ini akan bisa terjadi yang dikatakan oleh Bapak
tadi memang bisa orang SPBU ini mempunyai istri sampai 7 orang ini Pak. Kalau
kita hitung. Kata Ibu 10 lagi kan.
Hanya itu yang kita sampaikan Pak. Terma kasih.
KETUA RAPAT:
28
Terus selanjutnya Pak Lucky.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA (H. SYAIKHUL ISLAM
ALI, Lc., M.Sos.):
Interupsi Pimpinan, daftar Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Ini mohon dimaklumi ya sekarang sudah nomor 4, jadi kalau Bapak daftar
nomor 14, Pak Kurtubi nomor 13, soalnya ini daftar.
ANGGOTA FRAKSI PAN (LUCKY HAKIM):
Terima kasih Ketua.
Perkenalkan nama saya Lucky Hakim, Fraksi Partai Amanat Nasional, 474,
Dapil Kota Bekasi, Kota Depok.
Tadi sudah banyak mengenai margin yang diinginkan dan beberapa
keinginan-keinginan dari Hiswana, saya ingin menanyakan sedikit saja mengenai itu,
ini kan ada sekitar 5.300 outlet SPBU tersebar di mana-mana tentang layout fasilitas
ataupun sarana yang ada di situ siapa yang menentukan misal memang adakah
aturan-aturan, tapi saya ingin menyarankan saya sering melihat fasilitas semacam
mushola kadang-kadang itu terlalu kecil dan dekil, kotor, itu hampir saya mengamati
di beberapa tempat di seluruh Indonesia. Dan kadang-kadang sangat berhadapan
dekat sekali dengan WC dan jorok. jadi saya ingin menyarankan dan ingin juga
meminta kepada teman-teman di Hiswana bahwa mungkinkah itu diperbaiki karena
sarana ibadah tentang apa kesucian atau apa itu sangat penting karena kalau dekat
sekali dengan toilet dan kadang-kadang sangat jorok itu, mohon diperhatikan baik.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Selanjutnya Pak Dito Ganundito. Tidak ada.
Pak Ramson Siagian.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Terima kasih Pak Ketua.
29
Pak Hiswana Migas agak kurang konkrit apa yang diusulkan Pak.
Terus yang kedua Pak Ketua, seharunya lain kali kita menyampaikan paling
tidak guidence-lah kepada Hiswana Migas apa saja yang diperlukan masukan dari
Hiswana Migas, seperti secara teknis misalnya Ron 88 ke Ron 92 apa yang
diketahui oleh Hiswana Migas. Hiswana Migas. Itu seharusnya itu yang disampaikan
dulu itu isu yang apa namanya yang aktual gitu. Terus bagaimana pengaruhnya
terhadap konsumen kita. Kan Bapak-bapak, Ibu-ibu ini kan tiap hari berkomunikasi
dengan konsumen yang membawa kendaraan dan macan lain segalanya. Nah itu
disampaikan. Terus benar tidak argumentasi pemerintah bahwa Ron 88 itu sudah
sulit di pasar dan cenderung monopoli harus ke Ron 92. Itu tadinya kita perlukan
data-data itu, waktu itu saya juga bicara secara informal kepada Pimpinan arahnya
ke sana, saya menanyakan apa ini Hiswana Migas mau datang itu soal apa. Jadi
jangan hanya kepentingan naikan margin. Kalau naikan margin diajukan juga mau
diajukan 20 persen juga Pimpinan tidak apa-apa, toh kita nanti yang membahas di
sini, jangan, tidak usah kita proses dulu, asal tampung dulu saja, akhirnya kita minta
turun jadi 3 persen itu urusan lain kan. Bukan 3.5 persen malah mungkin bisa kita
usulkan ke pemerintah turunkan saja 3 persen. Itu urusan lain. Tapi kita memerlukan
data-data teknis yang sekarang lagi up to date. Karena seperti yang tim dipimpin
oleh si Faisal Basri cs, pertama kali dia dilantik saya dialog dengan beliau, dengan
Pak Kurtubi di Jak TV, dia bicara soal mafia migas, tahu-tahu hasil yang ada
pergantian spesifikasi BBM. Ini maksud saya ini yang dijelaskan oleh Hiswana Migas
dulu begitu, jangan langsung kepentingannya saja, kepentingan publik dong, rakyat
gitu. Itu yang kita sebenarnya sangat perlukan benar tidak itu. Soal liberalisasi baru
diusulkan nanti, mungkin itu kita akan concern. Kalau memang sudah keekonomian
mungkin kita blok perusahaan minyak asing, itu bisa saja diusulkan. Terus yang lain
yang konkrit. Tadi soal elpiji harganya berapa, keekonomian berapa, benar tidak
hitungan dari pihak pemerintah keekonomiannya seperti itu. Itu yang disampaikan
data keekonomian ke kita. Jadi jangan kuliah lagi soal inflasi, kita hampir semua
sudah tahu soal itu Pak. Jadi ini data-data konkrit ini yang kita akan sebagai
referensi bagi Komisi VII nanti Pimpinan kita kan akan rapat dengan pihak
pemerintah soal kalau BBM itu masih bersubsidi penentuan harga BBM penentuan
anggaran subsidi BBM di APBN referensi ini perlu, tapi kalau nanti tidak ada lagi
harga BBM bersubsidi, tidak ada lagi subsidi BBM di APBN ini juga menjadi
keputusan kita nanti Pak Ketua dengan pihak pemerintah berapa versi pemerintah
harga keekonomian gitu. Jangan sampai terlalu tinggi margin, jangan terlalu tinggi
pajak, sehingga harga BBM Ron 89 di Michigan jauh lebih mahal dari di Jakarta gitu.
Padahal di sini kan masih 88, di sana 89, itu kalau dikurs, dikonversi ke rupiah
dengan pajaknya sekitar Rp1.230,- , karena di sana pajaknya bukan prosentase
berapa pun harganya crude oil itu pajaknya stabil, yang untuk federal tax sama state
tax, negara bagian, itu harganya hanya 5.400 per liter sekarang ini. Kebetulan anak
saya 7 tahun tinggal di sana, jadi saya selalu pantau gitu. Itu termasuk yang tinggi
harganya, kalau di selatan dekat Texas lebih murah lagi harganya Pak yang dekat-
dekat refinery gitu. Itu yang kita perlukan data-data dari Bapak-bapak Hiswana
Migas gitu, Hiswana Migas.
30
Itu saja Pak Ketua, supaya dibuat kalau tidak keburu lagi sekarang diusulkan.
Soal margin itu kita akan bahaslah pada saat pembahasan dengan pemerintah,
kalau tidak lagi bersubsidi, tidak ada lagi subsidi di APBN, itu kan soal Alpha itu ada
di margin Pak, itu penentuannya saat penentuan subsidi BBM di APBN, nanti kalau
tidak ada lagi subsisi BBM di APBN soal harga keekonomian Pak Ketua, tetap kita
juga harus membuat keputusan soal itu supaya pemerintah jangan seenaknya
membuat harga keekonomian, karena itu merugikan rakyat. Kita di sini adalah
fungsinya selain tiga fungsi itu juga memperjuangan aspirasi rakyat Pak Ketua,
apalagi tadi belum saya jelaskan, saya Bung Ramson, Ramson Siagian dari Dapil
Jawa Tengan X Pemalangan, Pekalongan, Batang, rakyat di sana tua-tua tapi
bijaksana itu sering memberikan masukan ke saya Pak Hiswana Migas, kadang-
kadang sulit Fraksi Partai Gerindra. Partai Gerindra itu jelas.
Demikian Pak Ketua, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Ya terima kasih Pak Ramson.
Tadi kalau Pak Ramson mendengarkan kata pengantar saya, itu salah
satunya apa yang disampaikan ini. Jadi saya tadi di kata pengantar jelas ya
mengatakan supaya Hiswana Migas memberikan paparan menyangkut mengenai
biaya pokok produksi karena itu merupakan wujud daripada apa yang selama ini
didiskusikan dan akan kita diskusikan pada waktu ketemu Menteri ESDM. Tapi
namun kelihatannya Hiswana di dalam paparannya belum mencantumkan item-item
itu, jadi kita kasih kesempatan saja Pak Ramson, untuk Hiswana memberikan
jawaban nanti ya tertulis supaya apa yang dimaksud bisa kena dua-duanya, jadi
aspirasi Bapak selaku pengusaha kita tangkap, tapi aspirasi kita untuk merevisi
kebijakan juga bisa dibantu.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi sedikit Pak Ketua.
Saya usul ke Pimpinan kalau suatu saat ada asosiasi-asosiasi yang mau
rapat dengan Komisi VII di DPR sudah diberi tahu sedikit Pak Ketua agar efektif,
karena waktu Komisi VII DPR ini mahal ini sekarang ini kita hanya 20 hari kerja gitu
Pak, persoalan bangsa begitu besar.
Terima kasih Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Oke Terima kasih.
Kita lanjutkan ke Pak Bowo Sidik Pangarso, silakan
31
ANGGOTA FRAKSI PG (BOWO SIDIK PANGARSO):
Terima kasih Ketua.
Yang saya hormati teman-teman Anggota Dewan dan yang saya hormati juga
teman-teman teman Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas,
Nama Bowo Sidik Pangarso, Dapil II Jawa Tengah, Demak, Kudus, Jepara,
dari Partai Golkar.
Yang perlu saya pertanyakan adalah teman-teman Hiswana Migas ini adalah
pengusaha, pengusaha itu kalau tidak untung tinggalkan saja bisnis ini. Artinya apa,
teman-teman menikmati keuntungan selama ini yang dikatakan Ketua tadi bahwa
sudah 10 tahun ini atau beberapa tahun terakhir ini mengalami persentase yang
tidak pas. Pertanyaan saya adalah keluhan di masyarakat terhadap Himpunan
Wiraswasta Nasioanl Pengusaha Minyak dan Gas ini adalah banyak sekali keluhan
di masyrakat dimana SPBU-SPBU itu teman-teman pengusaha bermain nakal, kalau
satu liter diambil se-pil, berapa pilnya, mil-nya di liter, itu berapa residunya, ini
banyak terjadi di daerah. Artinya Ketua, sebelum kita memperjuangkan Hisnawa
berkaitan dengan bisnisnya ini tentunya pertama kita harus minta kepada Hisnawa
ini untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya selama ini ke masyarakat. Hiswana
ini. Jangan sampai keluhan masyarakat berkaitan dengan kinerja himpunan
wiraswasta ini di masyarakat di bawah bahwa banyak terjadi pencurian-pencurian
dari para pengusaha tersebut.
Pada waktu saya kunjungan reses ke Dapil saya ada SPBU yang untuk
subsidi yang untuk para nelayan yang seharusnya digunakan untuk nelayan
bersubsidi tetapi oleh pengusaha juga cepat hilang, habis. Informasi yang kami
dapat dari nelayan, Pak sering kali dijual, sering-sering dijual melalui mobil-mobil
khusus untuk keluar dari kelompok nelayan tersebut. Ini terjadi tidak usah kita tutup
mata. Ini menjadi tanggung jawab teman-teman Hiswana ke depan untuk bagaimana
mem-protect karena tugas kami yang disampaikan teman-teman lain sebagai wakil
rakyat tentunya kami mengutamakan dulu bagaimana pelayanan terhadap rakyat,
baru kedua berkaitan dengan ke Hiswana.
Dan yang terakhir Ketua saya pikir berkaitan dengan presentase-presentase
yang diusulkan teman-teman di Hiswana ini biarkan menjadi pertimbangan kita ke
depan. Tetapi kami, saya lebih menggarisbawahi kinerja Hiswana bisa dipaparkan
ke kita, jangan dia mau kenaikkan laba, tetapi di sisi lain dia juga service tidak
bagus. Dan saya yakin 3 persen itu masih sangat bisa dinikmati, terbukti masih
banyak pengusaha-pengusaha yang buka-buka SPBU baru, artinya ini masih bisa
dinikmati kawan-kawan.
Terima kasih Ketua.
32
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Bowo.
Selanjutnya Pak Aryo tidak ada.
Saya lompat ke Pak Jamal. Silakan.
ANGGOTA FRAKSI PAN (H. JAMALUDDIN JAFAR, S.H.):
Terima kasih.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Perkenalkan saya Pak Jamal dari Dapil Papua, Partai PAN, Anggota 505.
Pimpinan dan kawan-kawan dari Hiswana Migas yang saya hormati,
Tadi ada aspirasi masalah bentuk-bentuk keberpihakan oleh Hiswana Migas,
mungkin tadi ada salah satu bahwa izin asing itu harus dibatasi, tapi tentunya
banyak yang ingin disampaikan mohon mungkin juga secara tertulis bentuk-bentuk
apa yang supaya lebih berdaya para pengusaha kita yang tergabung di Hiswana
Migas. Itu dalam rangka bisa juga menyaingi daripada SPBU-SPBU dari yang
bermerek asing.
Yang kedua kalau masalah margin saya juga mungkin tidaklah terlalu
mempersoalkan mungkin kalau di daerah atau di pedalaman mungkin ya malah
kalau 10 persen itu malah kurang untuk untuk diberikan. Karena apa? Saya melihat
di daerah saya itu Papua itu kadang bisa 30.000 sampai 50.000 itu premium. Nah
marginnya ini apa tidak lebih 30 persen atau 50 persen yang diambil ini. Ini perlu ada
semacam kontrol daripada himpunan atau asosiasi ini.
Nah tadi juga dikatakan bahwa di Papua itu ada DPC-nya Merauke ya, nah ini
daerah Merauke dan pedalamannya itu, itu yang dijangkau Asmat dan Yahukimo itu
sampai 50.000 Pak. Nah pertanyaan saya apakah ada anggota Bapak beroperasi di
sana? Kalau tidak ada bagaimana ada anggotanya Bapak di sana dan berikan
margin khusus ya supaya jangan terlalu mahal jadinya. Saya perkirakan itu sampai
50 atau 80 persen ini marginnya ini. Nah salah satu contoh Pak Pimpinan, ini harga
Pertamax di Jayapura Ron 96 kalau di sini mungkin sekitar 11.000 ya, kalau di sana
18.500 Pak ya. Itu yang terjadi di sana. Nah kenapa bisa terjadi ini, saya mohon juga
penjelasan apakah karena harga angkutannya atau bagaimana kok bisa 18.500 itu.
Ini yang 96 Pak. 92-nya itu sampai 13.000 di sana. Saya pikir ini sudah marginnya
bukan lagi 10 persen, tapi mungkin sudah sampai 60 persen ini. Ini yang terjadi di
sana.
Saya kira itu dari kami. Terima kasih.
33
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Jamal.
Selajutnya dua penanya lagi nanti kita akhiri, tapi sekarang sudah pukul
12.35, tadi sepakat 12.30 WIB, saya perpanjang seperempat jam ya sampai jam
12.45 ya. 12.45 sepakat?
(RAPAT : SETUJU)
Sekarang giliran Pak Kurtubi, siap-siap Pak Saiful Islam. Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI NASDEM (DR. H. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Sc):
Terima kasih Pak Ketua.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Nama saya Kurtubi dari Dapil Nusa Tenggara Barat, Nomor Anggota 26,
Fraksi Partai Nasdem.
Terima kasih kepada Bapak Ketua Hiswana Migas beserta jajarannya hadir
pada pagi hari ini. Informasi yang diberikan banyak bermanfaat. Saya kebetulan
orang yang senang menyupir. Saya kalau ke Mataram itu nyupir pulang pergi naik
mobil. Saya tahu banyak sekali anggota-anggota Hiswana Migas, SPBU-SPBU yang
bagus-bagus ya, di Tegal, di Situbondo itu dilengkapi dengan tidak hanya mushola
tetapi penginapan, hotel dan seterus sangat bagus, yang di luar negeri itu tidak ada.
Ya. Saya 6 tahun di Amerika, tidak ada di Amerika itu. Jadi ini Hiswana sudah
banyak sekali kemajuannya dalam beberapa tahun belakang dalam ini kalaupun
nanti usulan kenaikan margin dikabulkan mungkin tidak sampai sekian persen, kita
harapkan service-nya bisa ditingkatkan lagi. Sebab betul ada keluhan musholanya
itu bau apek, banyak ya, di samping yang bagus-bagus. Itu satu hal.
Nomor dua mungkin sebelum saya masuk ke substansi pertanyaan ada yang
perlu diluruskan bahwa teman-teman Hiswana ini adalah retail yang dijual itu
barangnya Pertamina, standar Pertamina. Apa-apa standar Pertamina, bangunan
standar Pertamina, semua Pertamina. Policy kebijakan ada di pemerintah ya.
Pertaminalah operatornya. Bapak-bapak minta berapa biaya produksi ke mereka
bukan domain Hiswana, mohon itu diperhatikan. Jadi biaya pokok BBM, biaya pokok
elpiji, biaya pokok gas apapun itu bukan domain Hiswana, Itu domainnya
pemerintah, Pertamina. Tapi kalau dengan Pertamina bisa kita minta itu. Ini
diluruskan lagi Bu. Itu kedua.
34
Ketiga, saya belum dengar secara panjang lebar tentang stasiun BBG yang
menurut pendapat saya ke depan ini pemerintah akan kami dorong untuk
mendorong lebih cepat lagi konversi BBM ke BBG. Pertanyaan saya seberapa siap
Bapak-bapak di Hiswana ini bisa membantu pemerintah dalam rangka infrastruktur
stasiun BBG-nya. Pertanyaan konkritnya berapa dari anggota SPBU yang ada
sekarang ini yang lahannya memungkinkan untuk dibangun satu dispenser stasiun
BBG. Mungkin tidak semua SPBU punya lahan cukup yah. Tetapi banyak SPBU
yang bisa dibangunkan satu paling tidak satu stasiun BBG. Nah berapa kira-kira
anggota atau stasiun SPBU anggota Hiswana ini yang memungkinkan lahan yang
ada sekarang untuk dibangunkan stasiun BBG. Apa satu dispenser stasiun BBG,
apa dua. Sebab kami akan dorong habis-habisan pemerintah ya untuk mempercepat
konversi BBM ke BBG tanpa bantuan Hiswana ini tidak bisa ini ya. Mungkin PGN
akan bangun di tanahnya sendiri tapi terbatas. Saya yang ternasuk berpendapat
harus nanti bila perlu regulasi dari pemerintah untuk mewajibkan stasiun BBM yang
masih tersedia tanahnya untuk harus dibangunkan stasiun BBG sebab masa depan
kita di sini nanti ini untuk jangka yang amat panjang ya.
Berikutnya pertanyaan saya dalam rangka ini klarifikasi saja, ada teman-
teman BPH Migas yang selalu meng-expose pernyataan di media bahwa ada terjadi
penyelewengan tangki BBM yang keluar dari depo Pertamina yang mestinya disuplai
ke stasiun BBM SPBU katanya banyak dibelokkan ke industri ke mana. Pertanyaan
saya apa betul ada tuduhan BPH Migas seperti itu? Kalau ada apa langkah-langkah
Hiswana untuk menghilangkan praktek penyelundupan itu. Sebab yang
diselundupkan ini satu tangki. Menurut pendapat saya itu tidak ada, terus terang
pendapat saya pribadi tidak bakalan ada. Lalu dengan dasar itu lalu dulu BPH Migas
mau mewajibkan setiap kendaraan itu pakai RFID. Tuduhan penyelundupan belum
tentu benar, tapi yang dibebankan semua kendaraan harus pasang RFID, yang saya
tentang yang saya tidak sepakat. Ya mudah-mudah tidak ada, kalau pun ada apakah
langkah-langkah Hiswana Migas untuk menghilangkan praktek kotor seperti itu ya.
Lalu membandingkan harga BBM di sini non subsidi dengan di Amerika
Serikat tidak bisa Apple to Apple ya. Di Amerika relatif murah itu karena apa?
Pertama di sana stasiun BBM-nya self service. Oke. Jadi kita mengisi bensin itu kita
sendiri yang ngisi ya. Kita sendiri yang ngisi, di Amerika self service. Ada yang
dilayani oleh pegawainya tapi tarifnya mahal. Tolong ini dicatat. Sekali lagi saya 6
tahun di Amerika keliling ke 48 negara bagian itu, jadi tidak bisa apple to apple.
Lalu apa namanya, masukan untuk revisi Undang-Undang Migas, terima
kasih sekali saya termasuk yang berpendapat pengusaha SPBU nasional harus
dilindungi. Stasiun pengisian bahan bakar itu bukan bidang dengan teknologi tinggi
yang harus kita undang investor asing masuk ya. Kalau kita butuh pabrik atom,
pabrik nuklir yang tidak kuasai ilmunya mengundang asing oke. Ya. Atau pabrik
mobil dengan complicated teknologi kita belum mampu mengundang asing masuk.
Kalau eceran bensin tidak ada teknologinya. Kita membuka rumah tangga kita
sendiri untuk dikocok pihak lain yang saya sendiri tidak sepakat itu. Oke sudah
kadung ada mereka berada di Indonesia tapi harus ada persyaratan ketat. Harus.
35
Contohnya persyaratan itu apa? Tapi nanti ini di legislasi, setiap pom bensin asing
belum boleh dikasih izin kalau tidak ada komitmen membangun storage yang cukup,
blla perlu bangun kilang BBM mereka, harus wajib bila perlu, oke. Kalau mereka
tidak bangun kilang oke. Resiprokal nanti ini. Ajak anggota Hiswana Migas bangun
stasiun BBM di London. Untuk BF, Petronas mau bangun 10 SPBU di sini agak
anggota Hiswana Migas bangun stasiun BBM di Kuala Lumpur 10 stasiun. Jadi
resiprokal. Ini adalah pasar kita mau diambil mereka. Lebih-lebih nanti kalau BBM
sudah tidak disubsidi, saya sendiri belum tentu sepakat dengan penghapusan
subsidi BBM itu. Saya sepakat itu dihapus kalau harga minyak dunia rendah, iya,
tapi harga minyak tinggi tidak bisa, nanti bab lainlah.
KETUA RAPAT:
Waktunya Pak Kurtubi, waktunya.
ANGGOTA FRAKSI PARTAI NASDEM (DR. H. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Sc):
Oke. Jadi demikian yang bisa saya sampaikan. Mohon maaf saya sedikit
berbeda dengan rekan-rekan sejawat saya yang lain.
Demikian, terima kasih.
Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Jadi begini Pak Kurtubi saya ingin meluruskan juga supaya semuanya
mengerti bahwa kita sadar betul siapa Hiswana Migas tetapi tidak menutup
kemungkinan mereka memberikan masukan, karena dia sudah player di situ cukup
lama. Jadi kalau saya meminta tadi kepada, sebagai kata pengantar tadi, supaya
kebijakan pun juga disampaikan ke kita Pak apa sih sebetulnya yang dikeluhkan,
termasuk tadi biaya pokok produksi bukan berarti Bapak punya otoritas di sana, tapi
apa yang diketahui, knowlegde Bapak gitu. Karena dengan demikian RDPU kita itu
menjadi bermakna karena kita ada rentetan RDPU-RDPU lagi begitu ketemu dengan
para penguasanya ya nanti Menteri ESDM-nya ada, di situlah teman-teman
semuanya sudah mendapatkan bahan yang cukup. Itu sebetulnya yang dimaksud
Pak, jadi bukan berarti kita menanyakan pada tempat yang salah tidak, kita sudah
betul karena ini sebagian daripada stakeholder yang tidak terpisahkan.
Saya yang terakhir ini Pak Saiful Islam, singkat saja supaya bisa kita akhirI
pukul 12.45 WIB. Terima kasih.
ANGGOTA FRAKSI PKB (SYAIKHUL ISLAM, M.Sosio):
36
Terima kasih Pimpinan.
Perkenalkan saya Syaikhul Islam, A-63 dari Dapil Jawa Timur I, Fraksi Partai
Kebangkitan Bangsa.
Singkat saja kepada Ketua Umum Hiswana Migas, menyikapi kenaikan harga
elpiji 12 kilogram mulai pada Januari ini, ini kan dulu harganya sekitar 7.000 ya naik
menjadi 9.000 per kilo, jadi kalau dulu itu 12 kilogram itu sekitar 122.000 sekarang
menjadi sekitar 130.000. Itu sudah plus dengan biaya-biaya seperti transport,
operasional dan lain-lain. Pertanyaan saya, saya ingin minta klarifikasi dari Hiswana
Migas di pasar harga yang didapatkan oleh konsumen itu lebih dari 150.000, bahkan
ada yang 160.000. Ini barusan tadi saya juga SMS isteri saya katanya di Sidoarjo itu
harganya 158. Ini ada selisih kan cukup banyak. Lah perlu saya sampaikan kepada
Bapak-bapak di sini bahwa yang berkembang di masyarakat itu yang menyebabkan
harga tidak pasti dan naik sangat tinggi itu adalah oknum-oknum dari Hiswana
Migas. Bahkan kalau Bapak baca media online, jadi di Kediri itu sempat ada demo
untuk membubarkan Hiswana Migas. Ya ini saya ingin klarifikasinya saja apakah
benar seperti itu. Jadi ini kan kita nanti berbicara margin, bicara margin mau cari
untung lebih banyak begitu ya. Tapi ini tolong dipikirkan yang di bawah rakyat itu
sudah tercekik dengan harga semacam itu. Dan saya minta itu klarifikasinya
jelaskan kenapa bisa harganya melambung melebihi dari hal yang semestinya.
Sekian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Terakhir.
ANGGOTA FRAKSI PKB (Dr. HM ZAIRULLAH AZHAR):
Pimpinan satu menit saja.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
ANGGOTA FRAKSI PKB (Dr. HM ZAIRULLAH AZHAR):
Baik. Terima kasih.
Kami Zairrulah Azhar dari Kalsel Dapil II, dari Fraksi PKB.
Mengapresiasi yang disampaikan dari Hiswana Migas tadi, kami usul saja
begini di data ada 6.000 lebih SPBU tetapi menumpuk di Jawa, harapan kami
37
kiranya bisa ada motivasi kepada investor mengembangkan di luar Jawa, apalagi
nanti setelah pembahasan margin lebih meningkat.
Kemudian yang kedua mohon dapat diperhatikan juga SPBN, saya tinggal di
daerah-daerah pantai Pak. SPBN ini kelihatannya kurang menjadi minat dari rekan-
rekan Hiswana Migas.
Yang ketiga, terakhir ini dari Pak Kurtubi tadi kami juga menggarisbawahi di
Kalsel itu banyak sekali tangki siluman. Jadi mereka bukan, mereka beli di SPBN,
SPBU yang subsidi itu kemudian dijual ke luar, apalagi di sana daerah-daerah
tambang. Ini mohon bisa diperhatikan teman-teman anggota.
Saya kira demikian Pimpinan. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Terakhir Pak Kardaya.
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-
P.GERINDRA):
Terima kasih Pak Pimpinan Rapat.
Saya hanya ingin menyampaikan doa buat Pak ErI, Pak Eri ini berdasarkan
informasi sudah daftar dalam lelang jabatan Dirjen Migas, mudah-mudahan kepilih
Pak. Kita berdoa, mudah-mudahan doa dari Komisi VII itu ijabah, ya mudah-
mudahan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Ya begitulah Pak Eri. Dulu juga hampir saja di Komisi VII. Hampir gitu. Sudah
diputuskan menang, ya mungkin kalau yang satu partai bisa diini, belum sampai
menginjak di sini sudah tidak jadi. Sudah hampir beliau itu masuk sebagai anggota
komisi. Nah insyaallah ini, kali ini insyaallah bisa jadi.
Saya mohon waktu diperhatikan Pak Eri dalam menjawab, jadi kalau bisa
disingkat, kita langsung menuju ke kesimpulan, dan bisa kita akhiri tepat waktu.
Terima kasih.
KETUA HISWANA MIGAS:
38
Terima kasih Pimpinan.
Terima kasih Pak Kardaya dan seluruh jajaran Komisi VII yang saya hormati
atas doanya.
Dari Bu Mercy, kemudian Pak Supratman dan Bu Dewi Yasin Limpo, Pak
Bambang, Pak Endre Saifol, Pak Lucky Hakim, Pak Ramson, Pak Bowo, Pak Jamal,
Pak Kurtubi, Pak Syaikhul, dan Pak Jairullah Azhar, serta Pak Kardaya ini saya
rangkum saja semua pertanyaan. Kurang lebih yang pertama adalah mengenai
margin Kami menyerahkan margin ini kepada situasi dan kondisi yang berkembang
tapi bahwasanya anggota Hiswana Migas itu memiliki aspirasi supaya seperti tadi
yang Pak Zairullah Azhar sampaikan ada ketidak berimbangan pembangunan
infrastruktur SPBU di Jawa dan di luar Jawa. Apa lagi tadi SPBN. SPBN itu
volumenya kecil Pak. Sudah gitu KUD diberikan prioritas, KUD nelayan itu diberi
prioritas. Jadi kami teman-teman tidak berani masuk ke sana volumenya juga kecil,
marginnya kecil. Tadi margin yang 3,5 persen itu harus dikompensasi dengan
volume yang besar. Rata-rata volume SPBU di kami itu 15 ton. Kalau di tol, di tol ini
kilometer 19 itu punya Pak Wijarnako dulu, itu hampir 180 ton per hari, tapi lainnya
itu marginal 15 ton, 12 ton, karena sekarang SPBU kan dua jalur jalan saja
seberang-seberangan sudah ada SPBU, jarak 2 kilo ada SPBU. Di Jawa, itu Jawa,
Bali, kurang lebih 3.200 SPBU, jadi 5.000 sekian SPBU seluruh Indonesia itu hampir
60 persennya di Jawa, sisanya 50 persen Sumatera, Kalimantan, Sulawesi. Sangat
sedikit sekali. Nah untuk itu memang perlu insentif yang cukup. Insentif yang cukup
dibanding dengan risiko usahanya. Jadi kenapa 5.300 itu tidak berkembang? Kalau
ada insentif margin yang cukup seharusnya SPBU di Indonesia itu 30.000
seharusnya. Justru yang saya khawatir dengan masuknya Shell, Total ini, apalagi di
Jawa, Madura, Bali, istilahnya dia sapi digemukan di Jawa, Bali, sudah gemuk, dia
beranak pinak di sini, bisa-bisa yang nanti mendominasi SPBU non Pertamina. Ini
yang saya khawatirkan, makanya tadi penghapusan Ron 88 itu kami tidak sepakat
dan memohon ada evaluasi terhadap pemberian market Jawa, Bali terhadap
kompetitor. Jadi justru kompetitor tadi harusnya dia ditugaskan dulu jangan, jangan
diberi karpet merah di daerah gemuk, harusnya dia diberinya di daerah kurus dulu,
sudah teruji dia di daerah kurus, seperti tadi yang di Yakuhimo, Yahukimo, apa di
mana itu, di Papua, apa di Ambon, itu harusnya mereka diberi penugasan dulu.
Kalau Pertamina kan sekarang ini diutangin pemerintah, Pertamina itu sering 3
bulan, 4 bulan, tidak dibayar subsidinya oleh pemerintah, dia diberi penugasan-
penugasan khusus untuk menyalurkan ke daerah-daerah terpencil pembangunan
infrastruktur terbangun.
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-
P.GERINDRA):
Pimpinan, boleh?
KETUA RAPAT:
39
Silakan Pak Kardaya, silakan.
PIMPINAN KOMISI VII DPR RI (Dr. Ir. H. KARDAYA WARNIKA, DEA/F-
P.GERINDRA):
Saya kayaknya tidak masuk dalam logika saya itu. Kalau 88 dihapuskan jadi
92 ada dua alternatif, kalau 92-nya disubsidi maka Shell mati. Karena
diperdagangkan bahan yang sama dengan harga ini disubsidi, ini tidak maka dia
akan mati. Bukan Shell yang anulah, yang non di luar. Nah tapi kalau sama-sama
tidak disubsidi maka yang servisnya jelek yang mati itu. Alternatif yang pertama tadi
kemungkinannya menurut analisa saya yang internasional akan komplain melalui
jalur internasional mengatakan kita diundang di Indonesia dengan janji yang
disubsidi adalah bukan 92, kita tidak yang 92 tidak disubsidi kita invest, setelah itu
kok disubsidi, artinya setelah diundang kita mati. Itu. Jadi kalau menurut saya
logikanya tergantung Pak. Kalau disubsidi dia yang mati, itu logika yang tetapi kalau
sama-sama tidak disubsidi itu yang mati itu yang servisnya jelek.
KETUA HISWANA MIGAS:
Baik Pak.
KETUA RAPAT:
Cukup ya?
Ya silakan.
KETUA HISWANA MIGAS:
Jadi begini Pak. Penghapusan Ron 88 akan berakibat kepada perlindungan
aset kilang dalam negeri, karena produksi kilang Pertamina sepanjang
sepengetahuan kami itu memproduksi nafta yang Ron-nya 76. Untuk menjadi 92
mereka butuh HOMC, impor. Nah mereka berdasarkan diskusi kami dengan
Pertamina kalau mereka dipaksa ke 92 ya lebih baik impor daripada meningkatkan
kapasitas kilang dari 88 ke 92. Nah kalau import, kilangnya mati kan ketahanan
energi, kemandirian energi kita rentan Pak. Nah, kalau 92 yang disubsidi berartikan
ini golongan masyarakat kaya yang disubsidi, yang 2.400 cc, 2.000 cc disubsidi. Jadi
yang Agya, Ayla, atau Avanza itukan tidak minum 92 sebetulnya, mereka minumnya
88. Kemudian ojek di kampung-kampung, kebetulan saya dari Medan kemarin,
mereka masih membutuhkan 88.
Saya bicara dengan perusahaan SPBU Pekan Baru, kami kumpul di Medan,
itu sekarang dipaksa untuk membangun tangki khusus 92, karena tadi saya
sampaikan infrastruktur SPBU di luar Jawa itu hanya ada dua tangki, solar subsidi
dan premium subsidi. Jadi kalau mereka harus jualan 92, tambahan ini karena mau
40
ke pasar terbuka, berarti harus invest tangki lagi 92, ini invest lagi yang belum jelas
tingkat pengembaliannya. Nah makanya pemerintah mungkin bayangan kami sudah
dihapus 88, diganti 92 sehingga SPBU tidak ada tambahan investasi. Kami sampai
saat ini belum pernah di pertemukan dengan tim reformasinya Faisal Basri tapi kami
menyampaikan bahwa Oktan 88 itu merupakan entry barrier kami untuk bersaing
dengan non Pertamina dan juga tadi masalah perlindungan aset kilang dalam negeri
karena seluruh kilang Pertamina hanya memproduksi nafta yang Ronnya 76.
Nah kemudian tadi mengenai kalau kami dipaksa untuk head to head dengan
Shell atau Total untuk kami membawa ... Pertamina, terus terang kami berat, kami
belum siap. Nah makanya waktu BPH Migas tidak memberikan BBM subsidi ke
selain Pertamina mereka akhirnya tidak bisa berkembang salah satunya Petronas
kemudian tidak bisa berkembang. Nah itulah salah satu entry barrier bagaimana
supaya kita tidak melanggar kesepakatan internasional tapi kita bisa melindungi
market kita untuk sebesar-besar kemakmuran dan sejahtera kita.
Demikian Pak Pimpinan. Dan beberapa pertanyaan yang mungkin belum bisa
saya jawab mungkin nanti saya akan sampaikan susulan secara tertulis.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Ada tambahan Pak?
Sebentar.
F-PKS (H. HADI MULYADI, S.Si, M.Si):
Saya tadi mau bertanya tapi tidak jadi, cuma saya agak tertarik Pak, tadi
dengan pernyataan Bapak yang mengatakan kami tidak mampu head to head
dengan SPBU yang asing ya, Shell dan lain sebagainya. Ini justru menjadi tantangan
ke depan Pak di era keterbukaan sekarang sampai kapan gitu, apa, anggota
Hiswana ini tidak mampu bersaing gitu Pak. Ini tolong juga dijelaskan ke kami Pak
parameter apa yang menyebabkan Bapak tidak mampu bersaing, kalau persoalan
manajemen berarti salah kita Pak. Ada tidak indikator-indikator atau parameter
tertentu dari kebijakan-kebijakan yang menyebabkan Hiswana tidak mampu
persaingan asing. Tapi kalau cuma aspek profesionalisme yang rendah nah ini yang
harus Bapak tingkatkan. Ini salah sendiri Pak, berarti tidak profesional. Artinya
sampai kapan aspek ketidakprofesional dipertahankan di zaman seperti ini.
Nah, terus yang menyangkut margin juga Pak tolong dibikin hitungannya yang
lebih komprehensif Pak, jadi jangan kita dikatakan oh kalau cuma segini tidak ...,
tolong kita dibuat hitung-hitungan dan simulasinya yang jelas Pak dari awal sampai
akhir, sehingga kita juga tahu atau mengerti pada saat kita memperjuangkan
sesuatu Pak, dan belum tentu semua dari kita itu mengerti persis Pak, di Komisi VII
41
ini Pak, karena tidak semua kita ini punya latar belakang yang apa lagi istilahnya
Pak Ketua tadi yang terkait dengan SPBU. Jadi mohon kiranya pada saat
menyampaikan jawaban tertulis tolong Pak dibikin hitung-hitungannya kenapa
dengan margin 3,5 persen sekarang ini dianggap tidak wajar. Itu harus secara
hitung-hitungan angka Pak tidak bisa hanya sifatnya kualitatif Pak, harus kuantitatif,
kita lihat, kita hitung. Jadi sehingga kita semua ini bisa kalau kita dan mungkin
anggota DPR kalau sibuk dia punya staf ahli yang di bidang ini mempelajari secara
tuntas Pak, jadi pada saat kita menyampaikan sesuatu kepada pemerintah kita
betul-betul yakin bukan hanya sekedar kemauan politik Pak, tapi didukung dengan
data yang akurat, termasuk aspek tadi Pak yang tidak mampu bersaing.
Saya sebetulnya sedih Pak kalau kita terus menerus menyatakan diri kita
tidak mampu bersaing dengan SPBU asing. Kalau ada hal-hal yang terkait dengan
kebijakan pemerintah itu menjadi tanggung jawab Komisi VII Pak.
Saya rasa itu. Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
F-PDIP (TONY WARDOYO):
Pimpinan interupsi Pimpinan, sebelum ditutup sedikit saja.
KETUA RAPAT:
Silakan, cepat saja Pak karena waktunya.
F-PDIP (TONY WARDOYO):
Iya satu menit saja, terima kasih Pimpinan.
Jadi hanya menambahkan Pak jadi apa yang diberi kesimpulan tadi dan
pertanyaan dari Pak Mulyadi itu saya sangat setuju.
Terus kedua juga Pak tadi daftaran usulan Bapak itu juga tolong dihitung
dengan cermat dan tepat termasuk juga kepentingan kami Pak, kebetulan saya,
Tony Wardoyo dari Dapil Papua Pak saya, dari Fraksi PDI Perjuangan, kami pun
mengalami problem di sana banyak terjadi transaksi jual beli BBM itu di undertable
boleh dikata, bawa derigen, bawa ini, kami yang mengalami problem di pegunungan.
Jadi tolong dihitung juga Pak yang terbaiknya mesti di angka berapa margin mereka,
supaya juga bisa mereka bisa hidup, bisa layak usaha, jangan sampai anggota kami
juga mengalami problem jadi kepailitan dan sebagainya gitu Pak ya. Tolong dibantu
dengan usulan-usulan itu biar ada angka-angka hitungan yang jelas termasuk yang
di Papua Pak ya di Merauke.
42
Terima kasih. Pimpinan saya kembalikan. KETUA RAPAT:
Terima kasih. Saya pikir yang dua terakhir bisa disampaikan nanti lewat jawab tertulis
karena mengingat waktu dan saya akan membacakan draft kesimpulan. Ini draft kesimpulannya untuk disepakati jadi yang nomor satu, Komisi VII
DPR RI menerima masukan darI Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi Komisi VII yang akan ditindaklanjuti dalam rapat dengan Menteri ESDM dan PT Pertamina pesero.
Saya rasa bisa disepakati ya Bapak/Ibu sekalian. Oke.
(RAPAT : SETUJU) Yang kedua, Komisi VII DPR RI meminta kepada Dewan Pimpinan Pusat
Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas Bumi untuk memberikan masukan dan jawaban tertulis yang lebih dirinci dan komprehensif, tadi sudah dikatakan berulang-ulang ya, dan disampaikan kepada Komisi VII paling lambat Senin 19 Januari 2015.
Bisa di sepakati ya Pak Eri dan teman-teman? Terima kasih.
(RAPAT : SETUJU) Dengan demikian rapat dengar pendapat umum ini yang telah mendengarkan
aspirasi dan masukan dari Dewan Pimpinan Pusat Hiswana Migas dimana masukan tersebut sangat berguna bagi Komisi VII dalam melaksanakan tugas dan fungsi kami khususnya untuk melaksanakan fungsi pengawasan kepada pemerintah. Jadi ini sebagai bahan Pak untuk fungsi pengawasan kepada pemerintah. Aspirasi dan masukan ini akan kami tindaklanjuti dalam rapat-rapat baik di internal Komisi VII maupun di pemerintah khususnya Kementerian ESDM dan Pertamina.
Dengan mengucapkan alhamdulillah wasyukurillah maka rapat dengar
pendapat umum ini kami tutup.
(RAPAT DITUTUP PUKUL : 12.42 WIB)
a.n. KETUA RAPAT SEKRETARIS RAPAT
Dra. Rini Koentarti, M.Si.
NIP. 19611009 199303 2 001