RBDPS oleokimia

23
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit Kelapa sawit, didasarkan atas bukti – bukti fosil, sejarah, dan linguistik yang ada, diyakini berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya ini, kelapa sawit (yang  pada saat yang lalu dibiarkan tumbuh liar dihutan hutan) sejak awal telah dikenal sebagai tanamaan pangan yang penting. Oleh penduduk setempat kelapa sawit telah diproses secara amat sederhana menjadi minyak dan tuak sawit. (Tim penulis PS., 1992). Kelapa sawit (  Elaeis guineensis ) saat ini telah berkembang pesat di Asia Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malasyia, dan justru bukan di Afrika Barat atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke Indonesia pada tahun 1984 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon (Mauritus) dan Amsterdam. Ke-empat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara. ( Risza,S., 1994 ). Universitas Sumatera Utara

Transcript of RBDPS oleokimia

Page 1: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 1/23

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit, didasarkan atas bukti – bukti fosil, sejarah, dan linguistik yang

ada, diyakini berasal dari Afrika Barat. Di tempat asalnya ini, kelapa sawit (yang

 pada saat yang lalu dibiarkan tumbuh liar dihutan – hutan) sejak awal telah dikenal

sebagai tanamaan pangan yang penting. Oleh penduduk setempat kelapa sawit telah

diproses secara amat sederhana menjadi minyak dan tuak sawit.

(Tim penulis PS., 1992).

Kelapa sawit (  Elaeis guineensis  ) saat ini telah berkembang pesat di Asia

Tenggara, khususnya di Indonesia dan Malasyia, dan justru bukan di Afrika Barat

atau Amerika yang dianggap sebagai daerah asalnya. Masuknya bibit kelapa sawit ke

Indonesia pada tahun 1984 hanya sebanyak 4 batang yang berasal dari Bourbon

(Mauritus) dan Amsterdam. Ke-empat batang bibit kelapa sawit tersebut ditanam di

kebun Raya Bogor dan selanjutnya disebarkan ke Deli Sumatera Utara.

( Risza,S., 1994 ).

Universitas Sumatera Utara

Page 2: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 2/23

5

2.1.1 Varietas Kelapa Sawit

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, dikenal lima varietas

kelapa sawit, yaitu :

1. Dura

Tempurung cukup tebal antara 2 – 8 mm dan tidak tedapat lingkaran sabut

 pada bagian luar tempurung. Daging buah relatif tipis dengan persentase daging buah

terhadap buah bervariasi antara 35 – 50 %. Kernel ( daging biji ) biasanya besar

dengan kandungan minyak yang rendah.

2. Pisifera

Ketebalan tempurumg sangat tipis, bahkan hampir tidak ada, tetapi daging

 buahnya tebal. Persentase daging buah terhadap buah cukup tinggi, sedangkan daging

 biji sangat tipis. Jenis Pisifera tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan jenis yang

lain. Varietas ini dikenal sebagai tanaman betina yang steril sebab bunga betina gugur

 pada fase dini. Oleh sebab itu, dalam persilangan dipakai sebagai pohon induk jantan.

Penyerbukan silang antara Pisifera dengan Dura akan menghasilkan varietas Tenera.

3. Tenera

Varietas ini mempunyai sifat – sifat yang berasal dari kedua induknya, yaitu

Dura dan Pisifera. Varietas inilah yang banyak ditanam di perkebunan – perkebunan

 pada saat ini. Tempurung sudah menipis, ketebalannya berkisar antara 0,5 – 4 mm,

dan terdapat lingkaran serabut disekelilingnya. Persentase daging buah terhadap buah

tinggi, antara 60 – 96 %. Tandan buah yang dihasilkan oleh Tenera lebih banyak dari

 pada Dura, tetapi ukuran tandannya relatif lebih kecil.

Universitas Sumatera Utara

Page 3: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 3/23

6

4. Macro carya

Tempurung sangat tebal, sekitar 5 mm, sedang daging buahnya tipis sekali.

5. Diwikka - wakka

Varietas ini mempunyai ciri khas dengan adanya 2 lapisan daging buah.

Diwikka – wakka dapat dibedakan menjadi dwikka-wakkadura,

dwikka-wakkapisifera, dwikka-wakkatenera. Perbedaan ketebalan daging buah

kelapa sawit menyebabkan perbedaan persentase atau rendemen minyak yang

dikandungnya. Rendemen minyak tertinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu

sekitar 22 – 24 %, sedangkan pada varietas Dura antara 16 – 18 %. Jenis kelapa sawit

yang diusahakan tentu saja yang mengandung rendemen minyak tinggi sebab minyak

sawit merupakan hasil olahan yang utama. Sehingga tidak diherankan jika lebih

 banyak perkebunan yang menanam kelapa sawit dari varietas Tenera.

( Tim Penulis PS, 1992 )

2.2  Pengolahan Minyak Kelapa Sawit dari Tandan Buah Segar Kelapa Sawit

Pengolahan minyak kelapa sawit dari tandan buah segar kelapa sawit terdiri

dari beberapa tahap yaitu :

a. 

Sterilisasi dan perontokan

Sterilisasi bertujuan untuk menghentikan aktivitas enzimatis dan

mengumpulkan protein dalam buah sawit serta membunuh mikroba. Terhentinya

 proses enzimatis akan mengurangi kerusakan bahan, antara lain akibat penguraian

minyak menjadi asam lemak bebas. Penggumpalan protein bertujuan agar tidak ikut

terekstrak pada waktu pengepresan minyak ( ekstraksi ). Sterilisasi juga bermanfaat

Universitas Sumatera Utara

Page 4: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 4/23

7

untuk pengawetan dan memudahkan perontokan buah. Tandan buah yang telah

disortir direbus dengan uap panas selama 2 – 2,5 jam

Akhir perebusan ditandai ditandai dengan beberapa gejala, antara lain bau

 buah yang gurih, empuk, dan mudah rontok. Setelah direbus selanjutnya dimasukkan

kedalam alat perontok.

 b. 

Pengempaan

Buah dalam bak penumpukan diamasukkan dalam tangki penghancur.

Sebagai pembantu dalam proses ini dipakai uap air panas, dan hasil hancurnya

disebut jladren.

 Jladren dimasukkan kedalam alat pengepres yang berbentuk silinder tegak.

Pengepresan dilakukan pada tekanan sebesar 200 – 300 kg per cm2 dengan kecepatan

 penekanan 5 sampai 6 kali dalam satu menit.

Ampas yang dihasilkan diangkut dengan pengangkut berulir ( auger   )

ke proses selanjutnya. Minyak sawit dari stasiun kempa dialirkan dalam sebuah

tangki yang disebut monteyues. 

c.  Perebusan

Minyak yang berada dalam monteyues  dipanaskan dengan uap air supaya

tidak membeku. Dari monteyues minyak dipompakan dalam bak tunggu dengan

 bantuan tekanan uap sebesar 2 kg per cm2, dan dari bak tunggu dialirkan kedalam

tangki pengendapan.

Didalam tangki pengendapan, minyak dipanaskan dengan uap air selama

kurang lebih 4 jam, kemudian didinginkan selama 3 jam. Perebusan bertujuan untuk

Universitas Sumatera Utara

Page 5: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 5/23

8

memecahkan struktur emulsi, memasak minyak dan memisahkan kotoran dan air dari

minyak. Pendinginan selama 3 jam, akan memisahkan minyak dari air dn kotoran.

d. 

Penjernihan

Minyak sawit dipompakan dari bak tunggu kedalam tangki penjernihan

( kalrifikator ). Didalam tangki penjernihan ini minyak kelapa sawit dimasak lagi

dengan uap air panas selama lebih kurang 60 menit, kemudian didinginkan selama 60

menit.

e.  Penyaringan

Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring didalam alat

 penyaring sentrifugal. Dari penyaringan sentrifugal minyak bersih dipompakan

kedalam tangki penimbunan, sedangkan air dan kotoran dikembalikan kedalam tangki

 pengendapan.

f.  Pemisahan Ampas dan Biji Sawit

Ampas yang keluar dari stasiun kempa diangkut oleh pengangkut berulir

( auger   ) ke alat pemisah ampas ( luchschreider ). Selama pengangkutan, ampas

dipanasi dengan uap yang dicacah dengan pisau sehingga ampas yang dihasilkan

lebih halus.

Alat pemisah ampas ini merupakan sebuah drum yang berputar dilengkapi

oleh sebuah kipas. Prinsip pemisahan berdasarkan atas perbedaan bobot jenis biji

sawit dan ampas. ( Ketaren, S., 2005 ).

Universitas Sumatera Utara

Page 6: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 6/23

9

2.3 Pengolahan CPO Menjadi Minyak Goreng 

Pengolahan CPO menjadi minyak goreng dapat dilakukan dengan beberapa

tahap yaitu :

I. Perlakuan Pendahuluan ( Pretreatment Refining )

A. Pemisahan Gum ( De-Gumming) 

Pemisahan gum merupakan suatu proses pemisahan getah atau lendir – lendir

yang terdiri dari fosfatida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin, tanpa

mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Biasanya proses ini dilakukan dengan cara dehidratasi gum atau kotoran lain

agar bahan tersebut lebih mudah terpisah dari minyak, kemudian disusul dengan

 proses pemusingan ( sentrifusi ). Caranya ialah dengan melakukan uap air panas

kedalam minyak disusul dengan pengaliran air dan selanjutnya disentrifusi sehingga

 bagian lendir terpisah dari air. Pada saat proses sentrifusi berlangsung, ditambahkan

 bahan kimia yang dapat menyerap air misalnya asam mineral pekat atau garam dapur

( NaCl ). Suhu minyak pada waktu proses sentrifusi berkisar antara 32 – 50oC, dan

 pada suhu tesebut kekentalan minyak akan berkurang sehingga gum mudah terpisah

dari minyak.

B. 

Pemucatan ( Bleaching )

Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat – zat

warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 7: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 7/23

10

mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben, seperti tanah serap (  fuller

earth), lempung aktif ( activated clay ), arang aktif ataupun bahan kimia lainnya.

Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel

yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada

suhu sekitar 105oCselama 1 jam. Penambahan adsorben dilakukan pada saat minyak

mencapai suhu 70 – 80 oC dan jumlah adsorben ± sebanyak 1,0 – 1,5 % dari berat

minyak. Jumlah adsorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak

tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna

tersebut akan dihilangkan. Selanjutnya, minyak dapat dipisahkan dari adsorben

dengan cara penyaringan menggunakan kain tebal atau dengan cara pengepresan

dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut ±  0,2 – 0,5 % dari

 berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

C.  Penyaringan ( Filtering )

Minyak yang dialirkan dari tangki penjernihan, disaring didalam alat

 penyaring. Setelah selesai penyaringan pada media penyaring, terlebih dahulu

diberikan steam pengering untuk menekan minyak yang masih ada pada spent earth

lalu dilakukan blowing selama 10 – 15 menit. Kadar minyak yang diperoleh adalah ± 

20 % dari berat spent earth. Minyak yang telah disaring pada alat penyaring dialirkan

ke filter bags yang dilengkapi dengan media penyaring berupa lempeng besi, jaring

kawat dan kertas saring yang terbuat dari nilon yang tahan terhadap panas. Minyak

yang keluar dari filter bags berupa DBPO (  Degumming Bleaching Palm Oil  ) yang

Universitas Sumatera Utara

Page 8: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 8/23

11

ditampung dalam tangki sebelum menuju proses pemurnian, sedangkan air dan

kotoran dikembalikan kedalam tangki pengendapan.

II. Proses Pemurnian ( Deodorization )

Deodorisasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan

untuk menghilangkan bau dan rasa ( flavor ) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip

 proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan

atmosfer atau keadaan vakum.

Pada tahap ini minyak dari bleaching DBPO (  Degumming Bleaching Palm

Oil ) akan dimurnikan dari kadar asam lemak bebas ( FFA ), bau ( odor ), warna

(colour). Proses pemurnian dilakukan pada life steam dengan peningkatan suhu

secara bertahap.

Proses deodorisasi dilakukan dalam tabung baja yang tertutup dan vertikal.

Proses deodorisasi dilakukan dilakukan dengan cara memompakan minyak tersebut

dipanaskan pada suhu 200 – 250 oC pada tekanan 1 atm dan selanjutnya pada tekanan

rendah ( ± 10 mm Hg ) sambil dialiri uap panas selama 4 – 6 jam untuk mengangkut

senyawa yang menguap. Jika masih ada uap air yang tertinggal dalam minyak setelah

 pengaliran uap selesai,maka minyak tersebut perlu divakumkan pada tekanan yang

turun lebih rendah.

Pada suhu yang tinggi, komponen yang menimbulkan bau pada minyak akan

lebih mudah menguap, sehingga kompoen tersebut diangkut sari minyak bersama –

sama dengan uap panas. Penurunan tekanan selama proses deodorisasi akan

mengurangi jumlah uap yang digunakan dan mencegah hidrolisa minyak oleh uap air.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 9/23

12

Setelah proses deodorisasi sempurna, maka minyak harus cepat didinginkan

dengan mengalirkan air dingin melalui pipa pendingin sehingga suhu minyak turun

menjadi±

 84

o

C dan selanjutnya ketel dibuka dan dikeluarkan dari ketel.

III. Proses Pemisahaan ( Fractination )

Untuk memisahkan fraksi padat dengan fraksi cair yang terdapat pada

RBDPO dilakukan proses fraksinasi. Proses fraksinasi terdiri dari beberapa tahap :

A.  Pemanasan ( Heating )

RBDPO yang telah ditampung dipompakan kedalam crystalyzer, dimana

crystalyzer terlebih dahulu dipanaskan pada suhu sekitar 68 oC, pemanasan

digunakan berupa steam ( kapasitas crystalyzer : 40 ton ) dengan jarak pengisian 30

menit. Crystalizer dilengkapi dengan agitator. Didalam tangki dihomogenkan selama

± 30 menit agar minyak bercampur secara merata, sehingga dalam pembuatan kristal

tidak mengalami kesulitan dan suhunya dapat dipertahankan sekitar 68 – 70 oC.

B.  Pendingin ( Cooling )

Setelah minyak dihomogenisasikan dari suhu tetap antara 68 – 70 oC,

kemudian dilakukan pendinginan dengan air ( cooling water ) dengan suhu 30 – 33oC

dan pompa air akan bekerja secara otomatis. Bila suhu minyak pada tangki

crystalyzer sudah mencapai 38 – 40 oC maka cooling water   akan dihentikan,

dilanjutkan dengan pendinginan chilled water dari chiller   yang bersuhu 14 oC.

Pertukaran ini disebut dengan komutasi yang dilakukan secara otomatis.

Pembentukan kristal mulai terjadi pada saat suhu chilling mencapai 28 – 29oC,

dengan temperature oil 32 – 30oC. Pada suhu ini stearin sudah mengkristal menjadi

Universitas Sumatera Utara

Page 10: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 10/23

13

fraksi padat, sedangkan olein tetap tinggal sebagai fraksi cair. Kemudian dilakukan

 pendinginan sampai suhu minyak mencapai ±  26oC. Apabila sudah tercapai

temperatur tersebut, maka RBDPO yanng ada pada crystalyzer tank sudah dapat

ditransfer kefilter melalui pompa untuk disaring.

C. Filtrasi ( Filtration )

Proses ini bertujuan untuk memisahkan fraksi padat dan fraksi cair yang

dilakukan dengan metode penyaringan pada membrane filter press ( menggunakan

 filter cloth ).

Pressure dan membran filter bekerja berdasarkan sistem hidrolik. Alat ini

tersusun dari plat yang berjumlah 85 buah, media yang digunakan untuk penyaringan

adalah filter cloth yang tahan terhadap tekanan tinggi dengan ukuran air  permeability

500 – 600. RBDPO dari crystalyzer dipompakan oleh pompa pada suhu 26 oC dengan

kapasitas 20.000 kg/batch memasuki filter, setelah mengalami proses penyaringan,

olein akan lolos dan ditampung dalam tangki ( Olein stronge ). Biasanya bila sudah

mencapai tekanan 3 barr, filtrasi sudah dapat dihentikan dan dilakukan squeeze ( ± 25

menit ). Setelah squeeze  dilakukan, sisa RBDP Olein diblow dengan menggunakan

angin dengan tekanan 3 – 4 barr selama 5 menit, kemudian filter dibuka, dan cake

RBD stearin jatuh, dan ditampung dengan melting tank, kemudian dipanaskan sampai

dengan suhu 70oC dengan media pemanasan berupa pipa yang dialiri dengan air

 panas secara sirkulasi dalam pipa, akibat pemasan ini stearin dapat mencair dan

mudah dialirkan ketangki timbun ( Stearin Stronge ) ( Ketaren, S., 2005 ).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 11/23

Page 12: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 12/23

15

Titik cair minyak sawit berada dalam nilai kisaran suhu, karena minyak

kelapa sawit mengandung beberapa macam asam lemak yang mempunyai titik cair

yang berbeda-beda.

Perbandingan sifat antara minyak kelapa sawit sebelum dan sesudah

dimurnikan dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 2.2 : Sifat Minyak Kelapa Sawit Sebelum dan Sesudah Dimurnikan

Sifat Minyak Sawit

Kasar

Minyak Sawit

Murni

Titik Cair : awal

akhir

21 – 24

26 -29

29,4

40,0

Bobot jenis 15oC 0,859 – 0,870 -

Indeks Bias D40oC 36,0 – 37,5 46 – 49

Bilangan Penyabunan 224 – 249 196 – 206

Bilangan Iod 14,5 – 19,0 46 – 52

Bilangan Reichert Meissl 5,2 – 6,5 -

Bilangan Polenske 9,7 – 10,7 -

Bilangan Krichner 0,8 – 1,2 -

Bilangan Bartya 33 -

( Ketaren,S.,2005 )

Universitas Sumatera Utara

Page 13: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 13/23

16

2.5 Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit

Minyak sawit terdiri atas berbagai trigliserida dengan rantai asam lemak yang

 berbeda – beda. Panjang rantai adalah antara 14 – 20 atom karbon. Dengan demikian

sifat minyak sawit ditentukan oleh perbandingan dan komposisi trigliserida tersebut.

Karena kandungan asam lemak yang terbanyak adalah asam tak jenuh oleat dan

linoleat, minyak sawit masuk golongan minyak asam oleat – linoleat.

( Mangoensoekarjo, S., 2003 ).

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80 persen perikarp dan 20 persen

 buah yang dilapisi kulit yang tipis; kadar minyak dalam perikarp sekitar 34 – 40

 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi

yang tetap.

Rata – rata komposisi asam lemak minyak kelapa sawit dapat dilihat pada

Tabel 2.3 Bahan yang tidak dapat disabunkan jumlahnya sekitar 0,3 persen.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 14/23

17

Tabel 2.3 : Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti

Kelapa Sawit

Asam lemak Minyak kelapa sawit

( persen )

Minyak inti sawit

( persen )

CH3(CH2)6COOH

Asam kaprilat- 3 – 4

CH3(CH2)4COOH

Asam kaproat

- 3 – 7

CH3(CH2)10COOH

Asam laurat- 46 – 52

CH3(CH2)12COOH

Asam miristat

1,1 – 2,5 14 – 17

CH3(CH2)14COOH

Asam palmitat

40 – 46 6,5 – 9

CH3(CH2)16COOH

Asam stearat

3,6 – 4,7 1 – 2,5

CH3(CH2)7=CH(CH2)7COOH

Asam oleat

39 – 45 13 – 19

CH3(CH2)4=CH-CH2CH=CH-

(CH2)7COOH

Asam linoleat

7 – 11 0,5 – 2

Universitas Sumatera Utara

Page 15: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 15/23

18

Kandungan karotene dapat mencapai 1000 ppm atau lebih, tetapi dalam

minyak dari jenis tenera lebih kurang 500 – 700 ppm; kandungan tokoferol bervariasi

dan dipengaruhi oleh penanganan selama produksi. ( Ketaren, S., 2005 )

2.6 Standar Mutu

Didalam perdangan kelapa sawit, istilah mutu sebenarnya dapat dibedakan

menjadi dua arti. Yang pertama adalah mutu minyak sawit dalam arti benar – benar

murni dan tidak tercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit dalam arti

yang pertama dapat ditentukan dengan menilai sifat – sifat fisiknya, antara lain titik

lebur, angka penyabunan dan bilangan yodium. Sedangkan yang kedua, yaitu mutu

minyak sawit dilihat dalam arti penilaian menurut ukuran. Dalam hal ini yang

menjadi syarat mutu internasional, yang meliputi kadar asam lemak bebas ( ALB,

FFA ), air, kotoran, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.

( Tim Penuls PS., 1992 )

Standar mutu adalah merupakan hal yang penting untuk menentukan minyak

yang bermutu baik. Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu

kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, dan

 bilangan peroksida. 

Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan

gliserida, refining loss,  plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam

 berat dan bilangan penyabunan.

Mutu minyak kelapa sawit yang baik mempunyai kadar air kurang dari 0,1

 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen, kandungan asam lemak bebas

Universitas Sumatera Utara

Page 16: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 16/23

19

serendah mungkin ( lebih kurang 2 persen atau kurang ), bilangan peroksida dibawah

2, bebas dari warna merah dan kuning ( harus berwarna pucat ) tidak berwarna hijau,

 jernih, dan kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam.

Standar mutu special Prime Bleach ( SPB ), dibandingkan dengan mutu

ordinary dapat dilihat dalam tabel 2.4 berikut ini :

Tabel 2.4 : Standar Mutu SPB dan Ordinary

Kandungan SPB Ordinary

Asam lemak bebas (%) 1 – 2 3 – 5

Kadar air (%) 0,1 0,1

Kotoran (%) 0,002 0,01

Besi p.p.m. 10 10

Tembaga p.p.m. 0,5 0,5

Bilangan Iod 53 ± 1,5 45 – 56

Karotene p.p.m. 500 500 – 700

Tokoferol p.p.m. 800 400 – 600

( Ketaren, S.,2005 ).

Daftar spesifikasi produk  Refined Bleached Deodorized Palm Olein (RBDP OLEIN)

 berdasarkan standart PORAM( THE PALM OIL REFINERS ASSOCIATION OF

MALAYSIA ) dapat dilihat pada table 2.5 berikut ini :

Universitas Sumatera Utara

Page 17: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 17/23

20

Tabel 2.5 : Refined Bleached Deodorized Palm Olein ( RBDP OLEIN )

Parameter Spesifikasi

Iodine Value ( Wij’s ) 56 min

% FFA ( as. Palmitic ) 0,1 max

Colour ( Lov. 5 ¼ “ ) 3,0 R max

% Moisture 0,1 max

Peroxide Value ( meq / kg ) 10,0 max

Cloud Point ( o C ) 10 max

Bau -

Sumber : PT. SMART Tbk.

2.7 Keunggulan Kelapa Sawit

Dalam teknologi makanan, minyak memegang peranan yang sangat penting.

Karena minyak memiliki titik didih yang tinggi ( sekitar 200 oC ) maka biasa

dipergunakan untuk menggoreng makanan sehingga bahan makanan yang digoreng

akan kehilangan sebagian besar air yang dikandungnya dan menjadi kering. Minyak

 juga memberikan rasa yang spesifik dan gurih, serta aroma dan warna yang menarik.

Dalam bidang perdagangan, minyak dengan cepat mampu mengisi dan

 bersaing dalam minyak nabati lainnya. Bahkan, keberadaannya mampu merebut

 pasaran dunia. Dengan meliha kemapuannya merebut pasaran dunia, ada beberapa

keunggulan penting dari minyak sawit, yaitu :

Universitas Sumatera Utara

Page 18: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 18/23

21

Produktivitas minyak yang tinggi per hektar nya apabila dibandingkan dengan

 produksi minyak nabati lainnya.

Sosok tanamannya yang cukup tangguh, terutama jika terjadi perubahan

musim dan lebih unggul dibandingkan dengan tanaman penghasil minyak

lainnya yang pada umumnya berupa tanaman semusim.

Minyak sawit memiliki nilai pemanfaatan yang lebih luas dibandingkan

dengan tanaman penghasil minyak lainnya, baik dibidang pangan maupun non

 pangan, dan juga bersifat non interchangeable yang cukup menonjol.

( Tim Penulis PS, 1992 )

2.8 Iodine Value

Asam lemak yang tidak jenuh dalam minyak dan lemak mampu menyerap

sejumlah iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap

menunjukkan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh.

Iodine Value dapat menyatakan derajat ketidakjenuhan dari minyak atau

lemak dan dapat juga dipergunakan untuk menggolongkan jenis minyak ” pengering”

dan minyak ”bukan pengering”. Minyak ”pengering” mempunyai bilangan iod yang

lebih dari 130. Minyak yang mempunyai Iodine Value antara 100 sampai 130 bersifat

setengah mengering.

Iodine value dinyatakan sebagai jumlah gram iod yang diserap oleh 100 gram

minyak atau lemak.

Kecepatan reaksi antara asam lemak tidak jenuh dengan halogen tergantung

 pada macam halogen dn struktur asam lemak. Dalam urutan iod > brom > fluor >

Universitas Sumatera Utara

Page 19: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 19/23

22

klor, menunjukkan bahwa semakin kekanan, reaktivitasnya semakin bertambah.

Penentuan bilangan iod biasanya menggunakan cara Hanus, Kaufmann dan Wijs.

Perhitungan bilangan iod dari masing – masing cara tersebut adalah sama. Semua

cara ini berdasarkan atas prinsip titrasi, dimana pereaksi halogen berlebih

ditambahkan pada contoh yang akan diuji. Setelah reaksi sempurna, kelebihan

 pereaksi ditetapkan jumlahnya dengan cara titrasi.

2.8.1 Cara Hanus

Pembuatan Pereaksi Hanus

Dalam cara Hanus digunakan pereaksi iodium bromida dalam larutan asam

asetat glasial ( Larutan Hanus ). Untuk membuat larutan ini, 20 gram iodium bromida

dilarutkan dalam 1000 ml alkohol murni yang bebas dari asam asetat. Jumlah contoh

yang ditimbang tergantung dari perkiraan besarnya bilangan iod, yaitu sekitar 0,5

gram untuk lemak, 0,25 gram untuk minyak, dan 0,1 sampai 0,2 gram untuk minyak

dengan derajat ketidakjenuhan yang tinggi. Jika ditambahkan 25 ml pereaksi harus

ada kelebihan pereaksi harus ada kelebihan pereaksi sekitar 60 persen.

2.8.2 

Cara Kaufmann dan Von Hubl

Pada cara ini digunakan pereaksi Kaufmann yang terdiri dari campuran 5,2 ml

larutan brom murni didalam 1000 ml metanol dan dijenuhkan dengan natrium

 bromida. Contoh yang telah ditimbang dilarutkan dalam 10 ml kloroform kemudian

ditambahkan 25 ml pereaksi. Didalam pereaksi ini, natrium bromida akan

mengendap. Reaksi dilakukan ditempat yang gelap. Larutan ini dititrasi dengan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 20/23

23

larutan natrium thiosulfat 0,1 N dengan indikator larutan pati. Blanko dikerjakan

dengan cara yang sama.

Pada cara Von Hubl digunakan pereaksi yang terdiri dari larutan 25 gram iod

didalam 500 ml etanol dan larutan 30 gram merkuri klorida didalam 500 ml etanol.

Kedua larutan ini baru dicampurkan jika akan dipergunakan, dan tidak boleh berumur

lebih dari 48 jam. Pereaksi ini mempunyai reaktivitas yang lebih kecil dibandingkan

dengan cara – cara lainnya, sehingga membutuhkan waktu reaksi selama 12 sampai

14 jam.

2.8.3  Cara Wijs

Pembuatan Larutan Wijs

Pereaksi Wijs yang terdiri dari larutan 16 gram iod monoklorida dalam 1000

ml asam asetat glasial. Cara lain yang lebih baik untuk membuat larutan ini yaitu

dengan melarutkan 13 g iod dalam 1000 ml asam asetat glasial, kemudian dialirkan

gas klor sampai terlihat perubahan warna yang menunjukkan bahwa jumlah gas klor

yang dimasukkan bahwa jumlah gas klor yang dimasukkan sudah cukup.

Pembuatan larutan ini agak sukar, dan bersifat tidak tahan lama. Larutan ini

sangat peka terhadap cahaya, panas, dan udara, sehingga harus disimpan ditempat

yang gelap, sejuk dan tertutup rapat. ( Ketaren, S.,2005 )

Universitas Sumatera Utara

Page 21: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 21/23

24

2.9  Titrasi Iodometri

Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam

metode ini analat selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2  inilah

yangdititrasi dengan Na2S2O3.

Oksanalat  + I -

Red analat  + I2

2 S2O3=

+ I2  S4O6=  + 2I

Daya reduksi ion yodida cukup besar dan titrasi ini banyak diterapkan. Reaksi

S2O3=  dengan I2  berlangsung baik dari segi kesempurnannya, berdasar potensial

redoks masing – masing :

S4O6=

+ 2e 2 S2O3= 

I2 + 2e 2 I –  

Selain itu, reaksi berjalan cepat dan bersifat unik. Karena oksidator lain tidak

mengubah S2O3=  menjadi S4O6

= melainkan menjadi SO3=  seluruhnya atau sebagian

menjadi SO4=.

Titrasi dapat dilakukan tanpa indikator dari luar karena warna I2, yang dititrasi

itu akan lenyap bila titik akhir tercapai, warna itu mula – mula cokelat agak tua,

menjadi lebih muda, lalu kuning, kuning muda, dan seterusnya, sampai akhirnya

lenyap. Bila diamati dengan cermat perubahan warna tersebut, maka titik akhir dapat

ditentukan dengan cukup jelas. Konsentrasi ≈  5 x 10-6

  M yod masih tepat dapat

dilihat dengan mata dan memungkinkan penghentian titrasi dengan kelebihan hanya

senilai 1 tetes yod 0,05 M. Namun lebih mudah dan lebih tegas bila ditambahkan

amilum kedalam larutan sebagai indikator. Amilum dengan I2  membentuk suatu

Universitas Sumatera Utara

Page 22: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 22/23

Page 23: RBDPS oleokimia

8/15/2019 RBDPS oleokimia

http://slidepdf.com/reader/full/rbdps-oleokimia 23/23

26

mulai mencair ) dan cloud point ( suhu pada saat mulai terlihat adanya padatan ) dari

 pada minyak.

Titik cair dan cloud point sangat dipengaruhi oleh jenis asam lemak yang

terdapat didalamnya. Semakin banyak kandungan asam lemak jenuhnya, maka titik

cair dan cloud point minyak goreng akan semakin tinggi. Pada suhu yang lebih

rendah dari cloud pointnya, maka penampakan minyak goreng akan lebih kental atau

 padat.

Hal ini tergambar jelas bila minyak goreng disimpan pada suhu rendah,

misalnya didalam kulkas ( refrigerator ) atau dirak pajangan pasar swalayan yang

menggunakan pendingin ruangan ( AC ) yang suhunya agak rendah ( lebih rendah

dari 22 derajat Celcius ). Pada kondisi ini kita sering menjumpai minyak goreng yang

tampak memadat atau membeku.

Minyak goreng dengan kondisi demikian bukan berarti telah mengalami

kerusakan, namun hanya mengalami perubahan wujud dari cair menjadi beku, seperti

halnya air menjadi es. Dengan menaikkan suhu ( pemanasan ) maka minyak tersebut

akan mencair kembali. ( www.google.com ).