Rasio Kelamin Ikan Guppy
-
Upload
dinas-perikanan-dan-kelautan-provinsi-jawa-barat -
Category
Science
-
view
1.577 -
download
5
Transcript of Rasio Kelamin Ikan Guppy
Makalah Ilmiah Biologi Perikanan
NISBAH KELAMIN (Sex Ratio) PADA IKAN HIAS GAPI
(Poecilia reticulata) DAN FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHINYA
Dosen Penanggung Jawab:
Dr. Miswar Budi Mulya, M.S
Oleh:
Kelompok V/Genap
M. Ridho Santoso 120302014
Tiur Natalia Manalu 120302028
Marco Brema Barus 120302064
Putri Permata Sari Sirait 120302066
BIOLOGI PERIKANAN
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki keanekaragaman hayati dengan keragaman spesies ikan hias,
baik ikan hias air laut maupun air tawar. Ikan hias air laut sekitar 650 spesies, sudah
teridentifikasi 480 spesies dan diperdagangkan sekitar 200 spesies. Sedangkan jumlah
spesies ikan hias air tawar Indonesia diperkirakan sekitar 400 spesies dari 1.100 spesies
ikan hias yang ada di seluruh dunia. Ikan hias air tawar yang dibudidayakan di
Indonesia tidak hanya komoditas ikan hias lokal saja tetapi ikan hias air tawar asal
impor seperti Koi (Cyrpinus carpio), Maskoki (Carrasius auratus), Black Ghost
(Apteronotus albifrons), Discus (Symphysodon discus), Guppy (Poecilia reticulata), dan
Kardinal Tetra (Paracheirodon axelrodi) juga telah dibudidayakan. Jumlah ikan hias
yang diperdagangkan Indonesia mencapai 1.600 jenis, dimana 750 jenis diantaranya
adalah ikan hias air tawar. Iklim Indonesia yang tropis cocok untuk budidaya berbagai
jenis ikan hias dan memungkinkan dapat berproduksi sepanjang tahun. Sumberdaya
alamnya juga mendukung yaitu lahan masih luas, sumber air melimpah, dan pakan
alami juga masih banyak ketersediaannya di alam. Pembudidayaannya tidak terlalu sulit
karena didukung oleh iklim Indonesia yang sesuai (Rohmawati, 2010).
Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan yang menjadi komoditas
perdagangan yang potensial di dalam maupun di luar negeri. Ikan hias dapat dijadikan
sebagai sumber pendapatan devisa bagi negara. Ikan hias memiliki daya tarik tersendiri
untuk menarik minat para pecinta ikan hias (hobiis) dan juga kini banyak para
pengusaha ikan konsumsi yang beralih pada usaha ikan hias. Kelebihan dari usaha ikan
hias adalah dapat diusahakan dalam skala besar maupun kecil ataupun skala rumah
tangga, selain itu perputaran modal pada usaha ini relatif cepat. Keberadaan ikan hias di
Indonesia tidak semuanya asli dari Indonesia, sebagian besar adalah ikan yang diimpor
kemudian dikembangkan dan hasilnya banyak yang sudah diekspor untuk memenuhi
para penggemar ikan hias di luar negeri. Ikan hias merupakan ikan untuk dilihat
keindahaan akan warna dan corak yang berbeda dari setiap jenis dan memiliki daya
tarik tersendiri, serta ikan untuk pajangan/hiasan (Sihombing, 2013).
Berdasarkan data profil perikanan budidaya, perkembangan ekspor ikan hias di
Indonesia cenderung meningkat dengan pertumbuhan rata-rata 64,8% per tahun dalam
3
volume. Di tingkat internasional, Indonesia baru dapat memenuhi pangsa pasar ikan
hias sebesar 15 % dari permintaan dunia yang di dominasi oleh Singapura sebagai
pengekspor air tawar, ikan Guppy (Poecillia reticulate) dan neon merupakan spesies
yang mendominasi, yaitu sekitar 25% dari pasar dunia dengan nilai hampir 14% dari
nilai total. Pengembangan budidaya ikan Guppy di Singapura sudah menjadi industri
yang menguntungkan sejak lama sebagaimana dilaporka Pada ikan hias, perbedaan
penampilan karena pengaruh sex (sexual dimorphisms) sangat besar. Secara umum, ikan
jantan memiliki bentuk dan warna yang lebih menarik Identifikasi jenis kelamin
dilakukan secara morfologi dan histologi. Identifikasi morfologi dilakukan secara
langsung dengan mengamati sirip anal, sirip caudal, warna dan bentuk tubuh. Ikan
Guppy jantan pada sirip analnya termodifikasi menjadi gonopodium (alat penyalur
sperma), sirip ekornya memanjang, bentuk tubuhnya ramping serta warna pada tubuh
dan siripnya sudah terbentuk. Sedangkan ikan betina sirip analnya tetap membentuk
sirip, sirip ekornya pendek, bentuk tubuhnya besar (gemuk), warna siripnya cerah,
sedangkan tubuhnya tidak berwarna (Huwoyon, dkk., 2009).
Ikan gapi merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang banyak
dibudidayakan sebagai komoditas ekspor. Ikan ini digemari karena mudah dipelihara,
dan memiliki variasi wama yang indah, terutama jantannya. Penampakan morfologi
ikan gapi jantan sangat berbeda dengan betina. Ikan gapi jantan mempunyai wama
tubuh yang cemerlang dengan pola wama yang beragam, sedangkan wama tubuh betina
umumnya monoton. Wama tubuh, bentuk sirip ekor dan pola warna tubuh ikan gapi
terkait dengan jenis kelamin. Adanya perbedaan dalam penampakan tersebut
menyebabkan ikan gapi jantan lebih tinggi harganya, sehingga budidaya ikan gapi
monoseks jantan sangat diminati oleh para akuakulturi (Zairin, dkk., 2002).
Ikan gapi jantan umumnya memiliki bentuk dan corak warna sirip ekor yang
lebih menarik dan cemerlang sehingga lebih banyak diminati. Dalam rangka
meningkatkan nilai ekonomis ikan gapi (Poecilia reticulata Peters), maka dilakukan
upaya untuk menghasilkan individu jantan secara massal. Karena ikan gapi bersifat
ovovivipar dan diduga bahwa diferensiasi kelamin terjadi sebelum lahir. Disisi lain juga
diharapkan dapat diketahui efek temperatur terhadap rasio kelamin ikan gapi. Pada ikan
channel catfish, temperatur pemeliharaan (29 - 30ºC) dapat memberikan efek pada rasio
kelamin keturunannya (Arfah, dkk., 2005).
4
Guppy (Poecilia reticulata, Peters 1860) merupakan ikan hias yang mempunyai
nilai komersil tinggi baik untuk pasar dalam negeri maupun luar negeri. Variasi warna
yang menarik dan corak sirip yang beragam, sehingga guppy banyak diminati dan
memiliki nilai penjualan sekitar 25% dari pasar dunia. Berdasarkan morfologisnya,
guppy jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan corak warna tubuh dan
sirip yang lebih cemerlang dari pada guppy betina, sehingga permintaan guppy jantan
lebih banyak dari pada guppy betina. Produksi guppy kelamin jantan dapat diperoleh
dengan cara menggunakan teknologi seks reversal yang melibatkan determinasi dan
diferensiasi kelamin. Pada umumnya gonad ikan sangat berhubungan dengan
determinasi kelamin dan diferensiasi kelamin dimana perkembangannya dapat
diarahkan oleh faktor dalam atau faktor luar. Determinasi kelamin dapat diartikan
sebagai variabel dari penentuan seks secara genetik dan proses lingkungan, sedangkan
seks diferensiasi diartikan sebagai proses fisiologis yang mengarah pada perkembangan
testis dan ovarium dari gonad (Mulyasih, dkk., 2012).
Dalam rangka meningkatkan nilai ekonomis ikan hias terutama di kalangan
peternak, maka dilakukan upaya untuk menghasilkan individu ikan berkelamin sejenis
(jantan/betina) secara massal. Diantara beberapa cara untuk memproduksi ikan
berkelamin sejenis adalah dengan teknik alih kelamin (sex reversol). Teknologi
pengarahan kelamin (sex reversal) merupakan salah satu teknik produksi monosex, yang
menerapkan rekayasa hormonal untuk merubah karakter seksual betina ke jantan
(maskulinisasi) atau dari jantan menjadi betina (feminisasi). Dalam aplikasi sex
reversal, maskulinisasi ikan dapat dilakukan dengan pemberian hormon steroid seperti
hormon 17c-metiltestosteron, testosteron. Sedangkan estrogen merupakan hormon
betina terdapat dalam sejumlah besar pada ikan betina, yang efektif saat ini estradiol
17p, estrion, estriol ethuni estradiol (Mardiana, 2009).
1.2 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dari makalah ini adalah sebagai pengetahuan awal
mengenai aspek reproduksi ikan Gapi/guppy (Poecilia reticulate) terkait nisbah kelamin
dan teknologi pengarahan kelamin (sex reversal) yang umum digunakan untuk
mendapatkan ikan berkelamin jantan yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Gapi/Guppy (Poecilia reticulata)
Menurut Ukhroy (2008), ikan guppy memiliki habitat asli di perairan dangkal,
sungai, parit dan danau. Calon induk yang baik biasanya minimal telah berumur 4-6 bulan
dengan perbandingan jantan dan betina 1: 2. Induk betina dipilih yang berukuran besar dan
berwarna cemerlang. Sedangkan induk jantan yang digunakan memiliki ciri-ciri berwarna
cerah dan ekornya mengembang lebar. Adapun klasifikasi ikan guppy adalah sebagai
berikut :
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Osteichthyes
Ordo : Cyprinodontoidei
Famili : Poecilidae
Genus : Poecilia
Spesies : Poecilia reticulata
Ikan gapi berasal dari daerah Amerika Selatan, tepatnya di daerah Amazon. Ikan
gapi merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki penampilan morfologis
cukup menarik dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi perairan yang kurang baik.
Selain hidup di perairan tawar, ikan gapi juga mampu beradaptasi di perairan payau
serta pada kisaran suhu antara 25-28o
C dengan pH sekitar ± 7,0. Ikan gapi bersifat
omnivora dan memiliki panjang tubuh sekitar 5-6 cm. Ikan gapi merupakan ikan yang
bersifat ovovivipar yaitu ikan yang bertelur dan melahirkan. Selama di dalam perut
induknya, embrio mendapat makanan bukan langsung dari induknya melainkan dari
kuning telur. Ikan gapi memiliki gonad yang cepat berkembang yaitu 3 minggu setelah
larva lahir gonopodium pada jantan telah berkembang, karena itu ikan gapi dikenal
sebagai ikan yang berkembang biak cepat. Dalam satu kali perkawinan, seekor ikan gapi
melahirkan secara parsial sampai 3 kali dengan interval waktu 1 bulan. Pada saat
fertilisasi, sperma yang masuk dalam tubuh induk betina dapat bertahan hingga 6 bulan,
sehingga dalam waktu 6 bulan tersebut ikan dapat melahirkan walaupun tidak terjadi
perkawinan kembali. Ikan gapi dapat menghasilkan anak dengan rata-rata terendah 30-
80 ekor, namun ada juga yang dapat menghasilkan sampai ratusan ekor (Utomo, 2008).
6
Golongan ikan ovovipar melahirkan anak seperti halnya vivipar, namun
pekembangan anak di dalam kandungan induk mendapatkan makanan dari persediaan
kuning telur yang tersedia non placental. Dalam perkembangan yang demikian anak
mendapat keperluan material untuk pertumbuhannya dari induk melalui penyerapan zat-
zat yang dikeluarkan oleh uterus. Zat tersebut disebut “Susu uterin“ atau embriotrophe.
Spesies ikan ovovivipar jumlahnya jauh lebih banyak dari pada ikan vivipar. Pada
embrio ikan Squalus acanthias terdapat dua macam kantung telur yaitu kantung yang di
luar tubuh dan kantung didalam tubuh. Kantung kuning telur dalam tubuh sebagai hasil
perkembangan batang kantung kuning telur bagian luar yang tumbuh pada bagian
dalam. Butir-butir kuning telur dari kantung luar bergerak ke bagian kantung dalam
terus ke usus untuk dicerna. Berbeda dengan golongan ikan vivipar dan ovovipar, maka
ikan ovipar yang merupakan mayoritas dari ikan yang ada pada waktupemijahan
membuahi telurnya di luar tubuh. Telur yang dikeluarkan dari tubuh induk dibuahi oleh
ikan jantan dengan berbagai cara. Semua tingkah laku yang dilakukan oleh ikan tersebut
pada waktu pemijahan bertujuan agar semua telur yang dikeluarkan dapat dibuahi
dengan baik (Omar, 2011).
Gambar 1. Ciri morfologis gapi betina dan jantan
Siklus hidup gapi melewati berbagai tahap yaitu larva, juvenile, dewasa dan
masa pertumbuhan maksimum. Ikan gapi dapat memiliki pertumbuhan yang optimum di
daerah yang mempunyai pencahayaan yang cukup baik, selain berpangaruh juga
7
terhadap keaktifan dan kecemerlangan warna tubuh. Perbedaan antara ikan gapi jantan
dan ikan betina telihat dari ciri-ciri morfologisnya. Ikan gapi jantan memiliki ukuran
tubuh yang lebih kecil dibandingkan ikan betina, ikan gapi jantan memiliki ekor lebih
lebar dan warna ekor yang lebih cemerlang dibandingkan betina. Pada ikan gapi jantan,
sirip anal mengalami modifikasi menjadi gonopodium. Ikan gapi pada habitat alami
untuk ikan betina dapat mencapai ukuran maksimal 7 cm, lebih panjang dari jantan yang
panjangnya kurang dari 4 cm (Ukhroy, 2008).
2.2 Rasio Kelamin Pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata)
Rasio kelamin merupakan perbandingan jumlah ikan jantan dengan jumlah ikan
betina dalam suatu populasi dimana perbandingan 1:1 yaitu 50% jantan dan 50% betina
merupakan kondisi ideal untuk mempertahankan spesies. Namun pada kenyataanya di alam
perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola distribusi yang
disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan keseimbangan rantai
makanan. Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan oleh faktor tingkah laku
ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya. Keseimbangan rasio
kelamin dapat berubah menjelang pemijahan. Pada waktu melakukan ruaya pemijahan,
populasi ikan didominasi oleh ikan jantan, kemudian menjelang pemijahan populasi ikan
jantan dan betina dalam kondisi perairan yang seimbang, lalu didominasi oleh ikan betina
(Agus, 2008).
Komposisi jantan dan betina dalam populasi merupakan faktor penting untuk
kelestarian populasi. Untuk mempertahankan keberlangsungan spesies, perbandingan
hewan jantan dan betina diharapkan seimbang. Rasio jantan lebih tinggi dapat
mengganggu kelestarian spesies dengan asumsi bahwa peluang jantan untuk melakukan
perkawinan dan menghasilkan keturunan akan lebih rendah karena jumlah hewan betina
yang terdapat dalam populasi tersebut lebih sedikit. Gangguan pada kelestarian populasi
ini kemungkinan dapat lebih buruk jika terjadi penangkapan spesies tertentu saja oleh
manusia. Perbedaan jumlah individu hasil tangkapan dipengaruhi oleh banyak faktor
antara lain besar kecilnya armada dan tipe alat tangkap, lokasi penangkapan, waktu
penangkapan dan perilaku ikan yang ditangkap. Ikan–ikan yang mempunyai kebiasaan
menetap di dasar perairan (demersal) memiliki peluang lebih sering tertangkap
(Candramila dan Junardi, 2012).
8
Pemijahan Ikan guppy berlangsung secara massal dengan rasio jantan dan betina
1 : 2 dengan padat tebar 15 ekor/ 50 liter. Pemijahan ditandai dengan guppy jantan yang
mengejar-ngejar betina dan selalu menanduk-nandukï bagian anus betina serta
terkadang menempelkan badannya ke badan betina. Setelah 4 - 7 hari, biasanya anak-
anak ikan guppy berenang di permukaan air. Setelah itu, dapat dipisahkan dari
induknya. Jumlah anak gapi dari setiap kelahiran berkisar antara 50-200 ekor dengan
perbandingan jenis kelamin sekitar 1 : 1. Anak ikan gapi yang lahir dipisah dari induk
agar tidak terjadi persaingan dalam mendapatkan makanan. Selain itu, agar induk
tersebut mendapatkan makanan yang cukup sehingga kehamilan keduanya dapat
menghasilkan anak dengan jumlah yang maksimal. Anak ikan yang baru lahir belum
membutuhkan makanan. Setelah berumur satu hari, anak ikan diberi makan
naupli Artemia atau kutu air yang kecil. dapat pula diberi kuning telur yang sudah
direbus dan dihancurkan sebelumnya. (Tjakrawidjaja, 2006).
2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sex Ratio/Nisbah Kelamin
1. Tingkah laku Ikan
Tingkah laku ikan adalah adaptasi tubuh ikan terhadap pengaruh lingkungan
internal dan eksternal. Yang termasuk pengaruh lingkungan eksternal adalah oksigen,
cahaya, salinitas dan faktor linkungan lainnya. Yang termasuk faktor internal adalah
kematangan goand, pertumbuhan. Manfaat mengetahui tingkah lalu ikan antara lain:
meningkatkan efisiensi alat tangkap. Sebagai gambaran dapat dikemukakan bahwa
setiap jenis ikan mempunyai swimming depth (kedalaman renang) yang berbeda-beda.
Selain itu membantu dalam manajemen perikanan,dengan mengetahui kapan suatu jenis
ikan melakukan pemijahan, kapan ikan tersebut telah dewasa maka pengaturan
penangkapan ikan berkelanjutan dengan mudah dapat dilakuan. Dalam manajemen
penangapan ikan, suatu daerah penangkapan (fishing ground) dapat dilakukan
penutupan jika daerah tersebut merupakan tempat pemijahan (spawning ground), kapan
ikan tersebut melakukan pemijahan harus diketahui dengan mengetahui tingkah laku
ikan tersebut. Berkaitan dengan mekanisme alat tangkap dan dengan tingkah laku ikan,
sering di jumpai berbagai kegagalan dikarenakan kurangnya pengetahuan yang cukup
tentang tingkah laku ikan yang menjadi tujuan penangkapan. Dengan memahami
9
pengetahuan tentang tingkah laku ikan, diharapkan dapat mengoptimalkan efisiensi
suatu alat tangkap (Ratna, 2011).
Nisbah kelamin ikan dapat dikatakan tidak seimbang karena perbedaan tingkah
laku ikan, dimana ikan betina kurang aktif dalam air dibandingkan dengan ikan jantan
pada tingkat kematangan gonad yang sama. Adanya fluktuasi rasio kelamin juga
kemungkinan disebabkan karena perbedaan musirn kemarau dan musim hujan. Ada
kemungkinan ini karena adanya perilaku menggerombol, yang biasanya dilakukan
diantara individu ikan (khususnya ikan pelagis kecil) yang mempunyai ukuran hampir
sama, didasari oleh kesamaan jenis tertentu pula. Untuk mempertahankan kelestarian
populasi diharapkan perbandingan ikan jantan dan betina berada dalam kondisi
seimbang atau sedapat-dapatnya ikan betina lebih banyak (Sulistiono, dkk., 2001).
Beberapa jenis ikan karang selalu dijumpai dalam keadaan berkelompok, dan
beberapa jenis yang lain selalu dalam pasangan atau menyendiri. Namun sebagian
besar jenis ikan karang adalah teritorial. Jenis teritorial umumnya melindungi
wilayahnya sebagai daerah tertutup bagi jenis lain untuk kepentingan pasokan makanan,
tempat tinggal atau untuk daerah pemijahan dan pembesaran anak. Jenis teritorial akan
bertingkah laku agresif terjadap jenis lain yang memasuki wilayahnya. Beberapa jenis
memiliki wilayah yang sangat luas atau memisahkan daerah pencarian makan dan
daerah untuk tidur (Agus, 2008).
Pada ikan guppy akan memodifikasi sirip ekornya (pada ikan jantan) untuk
dilingkarkan pada tubuh betina, untuk kemudian keduanya secara bersama-sama
melepaskan sperma dan telur. Ikan gapi bersifat ovovivipar, yaitu pembuahan terjadi di
dalam tubuh, embrio disimpan dan terus berkembang dalam tubuh induk, akan
dilahirkan sebagai anak setelah kurang lebih 20 hari masa kehamilan. Ikan betina
mampu menyimpan sperma dalam tubuhnya sehingga dari satu kali perkawinan dapat
melahirkan sampai tiga kali dengan jarak waktu antar kehamilan 7-43 hari, dengan
selang waktu antara melahirkan anak dengan pemisahan induk betina dari jantannya
berkisar 16-35 hari. Nisbah 1 : 1 cenderung berubah, apabila jumlah telur yang
dihasilkan oleh induk betina rendah, atau apabila induk jantan dapat mengeluarkan
spermanya beberapa kali, maka perbandingan kelaminnya akan lebih banyak induk
betina (Fahmi, 2001).
10
2. Laju Mortalitas
Laju mortalitas total dapat digunakan untuk menduga mortalitas penangkapan dan
mortalitas alami. Mortalitas alami adalah mortalitas yang terjadi karena berbagai sebab
selain penangkapan, seperti pemangsaan, termasuk kanibalisme, penyakit, stres,
pemijahan, kelaparan dan usia tua. Laju mortalitas akan berbeda pada spesies yang sama
dengan wilayah yang berbeda tergantung dari kepadatan pemangsaan dan pesaing yang
kelimpahannya dipengaruhi oleh kegiatan Penangkapan. Predasi merupakan faktor
eksternal yang umum sebagai penyebab mortalitas alami. Nilai laju mortalitas alami
berkaitan dengan nilai parameter pertumbuhan Von Bartalanffy yaitu K dan L∞.
Semakin tinggi nilai K (pertumbuhan cepat) maka mortalitas alami (M) juga semakin
tinggi dan begitu pun sebaliknya. Nilai M juga berkaitan dengan nilai L∞ karena
pemangsa ikan besar lebih sedikit dari ikan kecil. Faktor yang mempengaruhi nilai M
adalah suhu rata-rata perairan selain faktor panjang maksimum secara teoritis (L∞) dan
laju pertumbuhan. Sedangkan mortalitas penangkapan adalah mortalitas yang terjadi
akibat aktivitas penangkapan. Laju eksploitasi (E) didefinisikan sebagai bagian suatu
kelompok umur yang akan ditangkap selama ikan tersebut hidup (Agus, 2008).
Mortalitas penangkapan disebabkan kecepatan eksploitasi suatu stok karena
kegiatan manusia (penangkapan) selama periode waktu tertentu, dimana semua faktor
penyebab kematian berpengaruh terhadap populasi. Sedangkan pengharapan kematian
tahunan penyebab alamiah adalah peluang dimana seekor ikan mati oleh proses alamiah
selama periode waktu yang diamati. Kematian alami merupakan parameter yang tidak
dapat dikontrol dan diamati secara langsung maka yang perlu dikontrol adalah dua
besaran yang berhubungan secara langsung dengan mortalitas penangkapan. ikan yang
memiliki mortalitas tinggi adalah ikan yang mempunyai siklus hidup pendek, pada
populasinya hanya terdapat sedikit variasi umur dan pergantian stok yang berjalan
relatif cepat serta mempunyai daya produksi yang lebih tinggi (Anita, 2011).
Laju eksploitasi adalah jumlah ikan yang ditangkap dibandingkan dengan jumlah
total ikan yang mati karena semua faktor baik alami maupun penangkapan. Suatu stok
yang dieksploitasi secara optimum, maka laju mortalitas penagkapannya akan setara
dengan laju mortalitas alaminya atau. Penentuan laju eksploitasi merupakan salah satu
faktor yang perlu diketahui untuk menentukan kondisi sumberdaya perikanan dalam
pengkajian stok ikan. Laju mortalitas merupakan kecepatan kematian yang dialami ikan
11
dalam kurun waktu tertentu. Sebab-sebab mortalitas pada suatu populasi antara lain
karena kegiatan penangkapan (fishing), pemangsaan (predation), penyakit, dan ketuaan.
Mortalitas penangkapan lebih tinggi daripada mortalitas alami, dapat diartikan bahwa
kematian akibat penangkapan lebih tinggi daripada kematian pada habitatnya.
Tingginya intensitas penangkapan yang tidak terkendali menyebabkan ukuran rata - rata
ikan yang tertangkap semakin kecil dan nilai ekonomisnya akan semakin rendah pula
(Alan, 2009).
Tangkap lebih pertumbuhan yaitu tertangkapnya ikan-ikan muda yang akan
berpotensi sebagai stok sumberdaya perikanan sebelum mereka mencapai ukuran yang
pantas untuk ditangkap sedangkan lebih tangkap rekruitmen yaitu bila jumlah ikan-ikan
dewasa di dalam stok terlalu banyak dieksploitasi sehingga reproduksi ikan-ikan muda
juga berkurang. Gejala over eksploitasi dapat ditandai dengan menurunnya hasil
tangkapan per upaya penangkapan, semakin kecilnya ukuran ikan yang tertangkap, dan
bergesernya fishing ground ke daerah yang lebih jauh dari pantai. Laju eksploitasi
menunjukan besarnya tingkat pengusahaan suatu stok perikanan. Nilai laju eksploitasi
diperoleh dari perbandingan antara laju mortalitas penangkapan dengan nilai laju
mortalitas total. Sedangkan pendugaan stok (Y/R) merupakan salah satu model yang
biasa dipergunakan sebagai dasar bagi strategi pengelolaan perikanan di samping
model–model stok rekruitmen dan surplus produksi (Anita, 2011).
Berdasarkan morfologisnya ikan guppy jantan memiliki bentuk tubuh yang lebih
ramping dengan corak warna tubuh dan sirip yang lebih cemerlang dari pada guppy
betina sehingga mortalitas penangkapan ikan guppy jantan lebih banyak dari pada ikan
guppy betina. Ikan Guppy jantan mempunyai nilai ekonomis tinggi dikarenakan variasi
warna yang dimilikinya menarik serta wujud sirip yang bermacam sehingga permintaan
akan ikan guppy jantan tersebut sangat tinggi. Jika secara berkala kegiatan penangkapan
dan pengupayaan ikan guppy jantan yang berlebihan berlanjut maka akan
mempengaruhi nisbah kelamin dari ikan tersebut diperairan. Pemeliharaan serta proses
pemijahan ikan guppy mudah dan tak mempunyai pengaruh pada pergantian temperatur
serta kualitar air yang lain. Sekarang ini ada lebih kurang 30 jenis ikan Guppy
berdasarkan pola warna serta wujud siripnya, yang sebagian besar adalah komoditi
ekspor (Agus, 2008).
12
3. Pertumbuhan
Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan ukuran panjang atau
berat dalam suatu waktu, sedangkan pertumbuhan bagi populasi sebagai pertambahan
jumlah. Pertumbuhan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor dalam dan faktor luar.
Faktor dalam merupakan faktor yang sukar dikontrol, seperti keturunan, jenis kelamin,
umur, parasit dan penyakit. Faktor luar yang utama dalam mempengaruhi pertumbuhan
adalah makanan dan suhu perairan, namun masih ada faktor luar lainnya yang
mempengaruhi seperti, kandungan oksigen terlarut, amonia, salinitas, dan fotoperiod
(panjang hari). Sejumlah makanan yang dimakan oleh ikan tertentu sebagian besar
energinya digunakan untuk pemeliharaan tubuh, aktivitas dan produksi. Hanya sepertiga
bagian yang digunakan untuk pertumbuhan (Alan, 2009).
Pertumbuhan ikan merupakan hasil dari konsumsi, asimilasi makanan oleh tubuh
organisme. Seperti hewan yang lain, prosses pertumbuhan ikan tergantung jenis ikan
dan kemampuan hidupnya beserta lingkungannya. Ketersediaan makanan yang terbatas
kemungkinan dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan kecilnya ukuran
tubuh ikan. Tetapi pada ikan ukuran kecil seperti anohovy, gambusid, dan sebagainya.
Jumlah populasi juga tergantung adanya predator. Pengukuran panjang ikan dalam
penelitiuan biologi, hendaknya mengikuti suatu ketentuan yang umum diggunakan.
Panjang ikan dapat diukur dengan mengguakan system metric atau lainnya, tetapi
system metric sangat dianjurkan untuk dipakai. Sebagian energI ikan, diakumulasikan
untuk pertumbuhan jaringan somatif dan reproduksi. Saat ini banyak ilmuan dalam
bidang perikanan yang menggunakan sampel ikan dari populasinya untuk
memperkirakan pertumbuhan ikan tersebut. Dalam hal ini, metode utama yang
digunakan untuk menghitung atau mengukur panjang rata-rata dan berat rata-rata pada
ikan dengan umur yang berbeda (Anita, 2011).
Perbedaan pertumbuhan jantan dan betina pada ikan guppy dewasa terutama
dapat dilihat dari panjang tubuhnya. Panjang total tubuh ikan guppy betina berkisar
antara 4–6 cm, sedangkan jantannya lebih kecil sekitar 2.5–3.5 cm. Ikan jantan memang
lebih kecil dari ikan betina sebab ikan betina harus mengandung sehingga tubuhnya
lebih besar. Ikan jantan relatif lebih langsing dibandingkan dengan ikan betina yang
mempunyai bentuk perut yang gendut. Gupi merupakan anggota suku Poecilidae yang
berukuran kecil. Jantan dan betina dewasa mudah dibedakan baik dari ukuran dan
13
bentuk tubuhnya, maupun dari warnanya (dimorfisme seksual). Meskipun kecil, ikan
guppy termasuk kanibal atau memangsa bangsanya sendiri. Ikan guppy liar warnanya
lebih sederhana, meski jantannya tetap berwarna-warni dengan dua buah bintik hitam
seperti mata di sisi badan yang satu di bawah sirip punggung dan yang lainnya di atas
sirip dubur. Ikan guppy liar betina bertubuh tambun dengan warna kuning kecoklatan
dan susunan sisik yang membentuk pola seperti jala dan perut gendut berwarna putih
(Alan, 2009)
2.3 Diferensiasi Kelamin Ikan Gapi (Poecilia reticulata)
Gonad adalah bagian dari organ reproduksi pada ikan yang menghasilkan telur
pada ikan betina dan sperma pada ikan jantan. Ikan pada umumnya mempunyai
sepasang gonad dan jenis kelamin umumnya terpisah. Ikan memiliki ukuran dan jumlah
telur yang berbeda, tergantung tingkah laku dan habitatnya. Sebagian ikan memiliki
jumlah telur banyak, namun berukuran kecil sebagai konsekuensi dari kelangsungan
hidup yang rendah. Sebaliknya, ikan yang memiliki jumlah telur sedikit, ukuran
butirnya besar, dan kadang-kadang memerlukan perawatan dari induknya, misal ikan
Tilapia. Perkembangan gonad pada ikan menjadi perhatian para peneliti reproduksi
dimana peninjauan perkembangan tadi dilakukan dari berbagai aspek termasuk proses-
proses yang terjadi di dalam gonad baik terhadap individu maupun populasi.
Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan
sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada
perkembangan gonad (Lisnawati, 2012).
Diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi
jaringan yang definitif melalui serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin
genotip terekspresi menjadi seks fenotip. Pada kondisi normal, genotip betina akan
terekspresi menjadi fenotip betina begitu pula dengan genotip jantan yang akan
terekspresi menjadi fenotip jantan dengan perbandingan 1:1. Tetapi apabila proses
diferensiasi kelamin mengalami intervensi dengan bahan-bahan seperti hormon maka
akan mengalami perkembangan gonad yang berlawanan. Proses diferensisasi kelamin
pada betina ditandai dengan meiosis oogonia dan memperbanyak sel-sel somatik
membentuk rongga ovari. Sedangkan difereniasi kelamin pada jantan ditandai dengan
munculnya spermatogonia serta pembentukan sistem vaskuler pada testis. Perubahan
14
lingkungan yang terjadi di dalam atau di luar tubuh akan diterima oleh indra
disampaikan ke sistem syaraf pusat, setelah itu dikirim ke hypotalamus, kemudian
memerintahkan kelenjar hipofisa untuk mengeluarkan hormon gonadotropin yang
masuk ke dalam darah dan dibawa kembali ke gonad sebagai petunjuk untuk memulai
pembentukan gonad (Ukhroy, 2008)
Jenis kelamin suatu individu ditentukan bersama oleh faktor genetis dan
lingkungan. Faktor genetis yang menentukan jenis kelamin adalah kromosom.
Kromosom yang memegang peran utama dalam menetukan jenis kelamin disebut
kromosom seks atau gonosom, sedangkan yang tidak menentukan jenis kelamin disebut
kromosom biasa atau autosom. Diferensiasi gonad diatur oleh mekanisme genetik
melalui sistem endokrin embrio, akan tetapi ada kemungkinan faktor-faktor eksternal
dan internal lainnya ikut pula dalam mengatur proses ini. Dalam pertumbuhan suatu
spesies fungsi masing-masing organ dipengaruhi oleh umur dan ukuran individu
tersebut. Pada awal perkembangan embrio, faktor genetislah yang menentukan arah
perkembangan organ kelamin primer yaitu testis atau ovari. Seterusnya gonad yang
telah terarahkan akan menghasilkan hormone kelamin dan gamet sesuai dengan kelamin
yang ditentukan, kemudian hormon kelamin akan mengatur kelanjutan diferensiasi.
Jenis kelamin ikan yang sesuai dengan keinginan dapat diperoleh dengan pemberian
hormon steroid, manipulasi kromosom atau kombinasi keduanya (Mardiana, 2009).
Fisiologi kelamin dapat dipengaruhi dengan menggunakan hormon steroid.
Hormon tersebut pada awalnya ikut menetukan diferensiasi kelamin. Selanjutnya
hormon ini dapat menentukan ciri-ciri kelamin eksternal, ovulasi, spermiasi, tingkah
laku kawin ikan, pemijahan, dan produksi feromon. Jadi yang dipengaruhi pada awalnya
adalah diferensiasi kelamin dalam arti kata organ reproduksinya sendiri. Baru diikuti
ciri-ciri kelamin eksternal. Perkembangan gonad meliputi dua fase yaitu fase
pertumbuhan dan fase pematangan yang dikendalikan oleh sistem endokrin. Pada fase
awal pertumbuhan gonad, diferensiasi kelamin belum tuntas sehingga masih bisa
diarahkan dengan pemberian hormon steroid. Keberhasilan pembalikan kelamin
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu metode pemberian hormon yang
diterapkan, dosis hormon, lamanya perlakuan, waktu saat dimulainya perlakuan, umur
ikan, dan jenis ikan serta suhu air selama perlakuan Q.
15
Penggunaan hormon steroid pada ikan guppy (Poecilia reticulate) dalam
pengarahan kelamin dipengaruhi oleh jenis, dosis, waktu pemberian, lama pemberian,
cara pemberian dan suhu. Perlakuan hormon steroid untuk mengarahkan kelamin pada
ikan guppy secara eksogenus harus dimulai pada waktu yang tepat. Waktu yang tepat
untuk perlakuan tersebut adalah sebelum diferensiasi kelamin dimulai yaitu pada saat
stadia larva atau pada saat ikan baru mulai makan. Masa diferensiasi kelamin pada ikan
bersifat spesifik tergantung spesies. Pada ikan guppy tersebut diferensiasi kelamin
berlangsung pada saat ikan dilahirkan sehingga pemberian hormon sebaiknya dilakukan
pada tahap embrio di dalam tubuh induknya. Dalam aplikasinya penggunaan hormon
sintetis dapat menimbulkan stress sehingga kelangsungan hidup ikan menjadi rendah,
harganya cukup tinggi, dan dari segi kesehatan dapat bersifat karsinogenik pada ikan
tersebut (Ukhroy, 2008).
2.4 Sex Reversal pada Ikan Gapi (Poecilia reticulata)
Dalam budidaya ikan produksi kelamin tunggal jantan atau betina dengan teknik
pengarahan kelamin (sex reversal) dapat dilakukan dengan cara hormonal, kromosonal,
atau kombinasi keduanya. Pengarahan kelamin memberikan keuntungan secara
ekonomis dari berbagai segi misalnya laju pertumbuhan, dan tujuan estetik. Pengarahan
kelamin bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari betina genetik menjadi jantan
fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan hormon steroid pada fase
pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan belum ada pembentukan
steroid. Hormon steroid yang sering digunakan diantaranya adalah androgen dan
estrogen. Androgen merupakan hormon perangsang sifat-sifat jantan sedangkan
estrogen merupakan hormon-hormon perangsang sifat-sifat betina.
1. Suhu
Proses pengarahan jenis kelamin dapat dilakukan dengan manipulasi suhu
lingkungan. Suhu merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kecepatan reaksi-reaksi
kimia dalam tubuh seperti laju metabolisme. Proporsi jantan pada ikan gapi lebih tinggi
daripada betina pada bulan-bulan musim panas di daerah temperate. Ikan jantan bisa
dikenali dengan adanya modifikasi sirip anal menjadi organ reproduksi (gonopodium)
dan bentuk tubuh yang ramping. hormon testosteron dan ketotestosteron pada ikan
terbukti meningkat perlahan-lahan dan menjadi lebih cepat pada musim panas. Selain
16
itu, faktor lain yang mungkin mempengaruhi adalah kemampuan sperma Y dalam
membuahi telur lebih tinggi daripada yang X, atau kelangsungan hidup ikan jantan lebih
tinggi daripada ikan betina. Energi yang tersedia untuk pemeliharaan sel, pertumbuhan,
gerak dan reproduksi ditentukan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi. Hubungan antara
pakan dan ikan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah nafsu makan.
Nafsu makan akan bertambah seiring dengan meningkatnya suhu, namun pada kisaran
di atas suhu optimumnya nafsu makan akan menurun kembali (Arfah, dkk., 2005).
Waktu kelahiran anak ikan gapi cenderung semakin singkat dengan
meningkatnya suhu pemeliharaan induk. Induk yang dipelihara pada suhu 27°C
melahirkan pada hari ke-18 sampai 22, sedangkan suhu 30°C hanya memerlukan 4-12
hari untuk melahirkan anaknya. Dengan meningkatnya suhu, daya kerja enzim
penetasan dan senyawa-senyawa kimia lainnya akan terpacu untuk melunakkan khorion.
Enzim tersebut dihasilkan oleh kelenjar khusus di dalam tubuh embrio dan bersifat peka
terhadap kondisi di luar tubuh terutama suhu. Pembelahan sel telur yang lebih cepat
akan mengakibatkan induk lebih cepat melahirkan. Waktu kelahiran dapat juga terjadi
secara bertahap apabila perkembangan telur yang tidak seragam dari satu kali
pembuahan. (Sudrajat, 2007).
2. Madu
Keberhasilan pengarahan kelamin jantan pada ikan gapi diduga terkait dengan
kadar kalium dan mineral lainnya yang terdapat dalam madu. Dalam setiap 100 gram
madu terkandung 205–1676 ppm Kalium, 49–51 ppm Kalsium, 19–35 ppm Magnesium
dan 18 ppm Natrium. Ikan gapi yang merupakan jenis ikan air tawar mempunyai cairan
tubuh yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkungannya sehingga air cenderung
masuk ke tubuhnya secara difusi melalui permukaan tubuh yang semipermeabel.
Diduga masuknya madu pada saat perendaman induk ini bersamaan dengan masuknya
air secara difusi ke dalam tubuh, kemudian masuk ke peredaran darah dan mencapai
organ target (embrio). Tingginya kandungan kalium menyebabkan perubahan kolesterol
yang terdapat dalam semua jaringan tubuh anak menjadi pregnenolon. Pregnenolon
merupakan sumber dari biosintetis hormon-hormon steroid oleh kelenjar adrenal, steroid
tersebut berpengaruh terhadap pembentukkan testosteron. Hormon testosteron akan
mempengaruhi perkembangan dari genital jantan, karakteristik seks sekunder jantan dan
spermatogenesis. Proses perendaman yang efektif dilakukan pada saat embrio mencapai
17
fase bintik mata karena pada saat itu perkembangan otak masih sangat labil sehingga
mudah untuk diarahkan. Perlakuan dengan madu dengan dosis 200 ml/kg pakan
terhadap besarnya rasio jenis kelamin jantan ikan yang diberikan secara oral mampu
memberi pengaruh yang nyata sebesar 93,33% (Soelistyowati, dkk., 2007).
Gambar 2. Induk ikan gapi (Poecilia reticulata Peters) jantan dan betina
Gambar 3. Gonad ikan gapi (Poecilia reticulata Peters) jantan dan betina
Chrysin merupakan salah satu zat yang terdapat dalam madu , yang mana zat ini
memiliki fungsi sebagai aromatase inhibitor. Crhysin adalah salah satu jenis dari
flavanoid yang diakui sebagai salah satu penghambat kerja dari enzim yang terlibat
dalam produksi estrogen sehingga mengakibatkan banyakanya hormone testosteron
18
yang akan mengarahkan kelamin menjadi jantan. Lama perendaman madu tidak
mempengaruhi kelangsungan hidup ikan guppy. Kelangsungan hidup pada masing-
masing perlakuan diduga karena persaingan dalam mendapatkan makanan. Adapun
kematian pada anakan ikan guppy diduga dipengaruhi oleh faktor penanganan dalam
pemeliharaan anak guppy, seperti pada saat induk guppy diambil dari akuarium dan
terbawa oleh selang penyiponan pada saat pergantian air (Nofita, dkk., 2013)
Calon induk ikan gapi jantan dan betina dipelihara secara terpisah sampai
matang gonad dalam akuarium yang berukuran 60x30x28 cm. Pemberian pakan berupa
lawa Chironomus dilakukan dengan frekuensi 3 kali/hari pada pagi, siang dan sore.
Penyiponan dilakukan tiap pagi dan sore hari dengan pergantian air 20%o setiap pagi
untuk menjaga kualitas air pemeliharaan. Pemijahan dilakukan secara massal dengan
perbandingan induk jantan dan betina l:2. Percampuran anatra induk jantan dan betina
dilakukan selama 4 hari dan selanjutnya induk jantan dan betina dipisahkan. Ikan-ikan
yang menunjukkan gejala tingkat kematangan gonad lanjut ditandai dengan pembesaran
pada bagian perut dan warna hitam pada sekitar daerah perutnya. Pada hari ke 12
setelah pembuahan, induk betina direndam madu selama 10 jam dengan dosis madu 60
ml/I. Setelah perendaman, induk dipindahkan ke akuarium berukuran 20x20x20 cm
untuk dipelihara sampai terlihat melahirkan anak (Mardiana, 2009).
3. 17q-Metiltestosteron
Salah satu jenis hormon steroid ini yaitu 17q-metiltestosteron. Hormon ini
merupakan hormon sintetik yang molekulnya sudah diubah. Mekanisme rangsangan
pembentukan gonad jantan dengan menggunakan hormon 17s' metiltestosteron (hormon
steroid) dimulai dari penyerapan hormon ke dalam tubuh ikan secara difusi dan
disekresikan melalui saluran darah. hormon 17q-metiltestosteron dapat merangsang
perkembangan sel-sel granulosa dan setelah mencapai perkembangan tertentu sel-sel
granulose akan melepaskan estradiol. Estradiol akan merangsang hati untuk membentuk
vitellogenin yang akan merangsang proses vitellogenesis didalam ovarium. Setelah
mencapai tingkat tertentu proses vitellogenesis berakhir dan sel-sel granulosa akan
mengsekresikan Gonadotropin Hormon selanjutnya dialirkan ke dalam darah untuk
merangsang kematangan gonad akhir dari oosit. Pembentukan oosit yang lebih awal
dipacu dengan hormone testosteron tersebut, maka akan cepat pula masa perubahan sel
kelamin yang ditandai dengan pembentukan sperma (Muslim, 2010).
19
Gambar 3. Preparat Histologi Gonad ikan Gapi (Poecilia reticulata Peters)
Diduga bahwa hormon MT ikut memberikan kontribusi terhadap perkembangan
embrio ikan gapi sehingga kelahirannya menjadi lebih cepat, sesuai. MT dan androgen
umumnya memiliki sifat anabolik yang mampu merangsang pertumbuhan. Hormon
androgen bertanggung jawab terhadap penampakan karakter dan fungsi kelamin jantan.
Pada ikan gapi kerja honnon androgen yang dihasilkan secara endogenus terhadap
penampakan karakter kelamin sekunder terlihat dengan penampakan karakter kelamin
sekunder untuk semua perlakuan antara umur 1,5 bulan sampai 2 bulan. Bila ikan gapi
tumbuh normal maka bentuk sirip ekor, wama dan pola warna tubuhnya akan tampak
jelas setelah ikan berumur dua bulan. Pada ikan hias sering dijumpal kasus rasio yang
tidak seimbang antara prosentase keturunan jantan dan betina. Dengan tingkat dosis
hormon MT 400 mg/kg pakan dan masa pemberian pakan selama 1 hari, prosentase ikan
jantan yang diperoleh hanya sebesar 64%. Perendaman 24 jam menghasilkan 100%
jantan. Demikian pula dengan melipatduakan lama waktu perendaman menjadi 48 jam
diperoleh persentase jantan yang juga 100%. Ini menunjukkan bahwa pada dosis 2
20
mg/1, perendaman selama 24 jam dan 48 jam efektif untuk perubahan kelamin dari
betina menjadi jantan, sehingga menghasilkan keturunan yang 100 % jantan. Semakin
lama waktu perendaman semakin cepat induk melahirkan anaknya. (Zairin, 2002).
4. Aromatase inhibitor
Aromatase inhibitor sebagai alternatif merupakan bahan kimia bukan hormon
yang bersifat nonsteroid (imidazole) dan telah digunakan untuk terapi penyembuhan dan
pengobatan kanker pada manusia serta mudah terurai sehingga tidak mencemari
lingkungan perairan. Aromatase inhibitor berfungsi menghambat kerja aromatase dalam
sintesa estrogen sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen
yang mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai feedbacknya.
Penurunan rasio estrogen terhadap androgen mengakibatkan terjadinya perubahan
penampakan hormonal dari betina menjadi menyerupai jantan, dengan kata lain terjadi
maskulinisasi karakteristik seksual sekunder. Aromatase inhibitor (fadrozole) telah
terbukti dapat menimbulkan efek maskulinisasi dengan meningkatkan persentase jantan
pada ikan nila (Oreochromis sp.) mencapai 96% melalui pakan. Pada ikan salmon
(Onchorhyncus tsahawytscha) aromatase inhibitor (imidazole) telah menghasilkan
jantan fungsional sebesar 20% melalui perendaman telur. Pada ikan nila merah
(Oreochromis sp.) dengan perendaman telur fase bintik mata dapat memaskulinisasi
ikan sampai 82,22% (Zairin, 2002).
Aromatase inhibitor masuk ke dalam tubuh larva ikan gapi melalui proses difusi
karena perbedaan konsentrasi antara media perendaman dengan larva. Seperti halnya
hormon aromatase inhibitor diduga masuk secara difusi. Aromatase inhibitor yang
masuk ke dalam sel akan langsung berhubungan dengan sisi aktif dari enzim dan
mengikatnya sehingga sisi aktif tersebut tidak ditempati oleh substrat alami. Pemberian
aromatase inhibitor (imadazole) pada periode waktu 9-13 hari setelah menetas melalui
pemberian pakan dengan dosis 500 mg/kg dapat menghasilkan persentase kelamin
jantan sebesar 74 %. masa diferensiasi ikan terjadi hingga 30 hari setelah menetas, dan
waktu yang paling efektif melalui pemberian pakan karena daya serapnya lebih tinggi
dan dapat langsung digunakan untuk diferensiasi kelamin pada organ target yang
dibandingkan dengan perendaman larva pada umur yang sama. keberhasilan pengarahan
kelamin melalui penghambatan aromatisasi dipengaruhi oleh dosis yang digunakan,
lama perlakuan, dan waktu perlakuan terhadap larva (Sudrajat, 2007).
21
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Ikan gapi (Poecilia reticulata) berasal dari daerah Amerika Selatan, tepatnya di
daerah Amazon. Ikan gapi merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki
penampilan morfologis cukup menarik dan toleransi yang tinggi terhadap kondisi
perairan yang kurang baik.
Siklus hidup gapi melewati berbagai tahap yaitu larva, juvenile, dewasa dan
masa pertumbuhan maksimum. Ikan gapi dapat memiliki pertumbuhan yang optimum di
daerah yang mempunyai pencahayaan yang cukup baik, selain berpangaruh juga
terhadap keaktifan dan kecemerlangan warna tubuh.
Perbedaan antara ikan gapi jantan dan ikan betina telihat dari ciri-ciri
morfologisnya. Ikan gapi jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil dibandingkan
ikan betina, ikan gapi jantan memiliki ekor lebih lebar dan warna ekor yang lebih
cemerlang dibandingkan betina. Pada ikan gapi jantan, sirip anal mengalami modifikasi
menjadi gonopodium. Ikan gapi pada habitat alami untuk ikan betina dapat mencapai
ukuran maksimal 7 cm, lebih panjang dari jantan yang panjangnya kurang dari 4 cm.
Perbandingan rasio kelamin tidaklah mutlak, hal ini dipengaruhi oleh pola
distribusi yang disebabkan oleh ketersediaan makanan, kepadatan populasi, dan
keseimbangan rantai makanan. Penyimpangan dari kondisi ideal tersebut disebabkan
oleh faktor tingkah laku ikan itu sendiri, perbedaan laju mortalitas dan pertumbuhannya.
Keseimbangan rasio.
Diferensiasi kelamin merupakan proses perkembangan gonad ikan menjadi
jaringan yang definitif melalui serangkaian kejadian yang memungkinkan kelamin
genotip terekspresi menjadi seks fenotip.
Faktor genetis yang menentukan jenis kelamin adalah kromosom. Kromosom
yang memegang peran utama dalam menetukan jenis kelamin disebut kromosom seks
atau gonosom, sedangkan yang tidak menentukan jenis kelamin disebut kromosom
biasa atau autosom
Fisiologi kelamin dapat dipengaruhi dengan menggunakan hormon steroid.
Hormon tersebut pada awalnya ikut menetukan diferensiasi kelamin. Selanjutnya
22
hormon ini dapat menentukan ciri-ciri kelamin eksternal, ovulasi, spermiasi, tingkah
laku kawin ikan, pemijahan, dan produksi feromon.
Pengarahan kelamin (Sex reversal) bertujuan untuk mengarahkan kelamin ikan
dari betina genetik menjadi jantan fungsional ataupun sebaliknya dengan rangsangan
hormon steroid pada fase pertumbuhan gonad belum terjadi diferensiasi kelamin dan
belum ada pembentukan steroid.
Proporsi jantan pada ikan gapi lebih tinggi daripada betina pada bulan-bulan
musim panas di daerah temperate. Ikan jantan bisa dikenali dengan adanya modifikasi.
Hormon testosteron dan ketotestosteron pada ikan terbukti meningkat perlahan-lahan
dan menjadi lebih cepat pada musim panas.
Hormon 17q-metiltestosteron dapat merangsang perkembangan sel-sel granulosa
dan setelah mencapai perkembangan tertentu sel-sel granulose akan melepaskan
estradiol. Estradiol akan merangsang hati untuk membentuk vitellogenin yang akan
merangsang proses vitellogenesis didalam ovarium. Setelah mencapai tingkat tertentu
proses vitellogenesis berakhir dan sel-sel granulosa akan mengsekresikan Gonadotropin
Hormon selanjutnya dialirkan ke dalam darah untuk merangsang kematangan gonad
akhir dari oosit. Pembentukan oosit yang lebih awal dipacu dengan hormone testosteron
tersebut, maka akan cepat pula masa perubahan sel kelamin yang ditandai dengan
pembentukan sperma.
Aromatase inhibitor berfungsi menghambat kerja aromatase dalam sintesa
estrogen sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan konsentrasi estrogen yang
mengarah pada tidak aktifnya transkripsi dari gen aromatase sebagai feedbacknya.
Penurunan rasio estrogen terhadap androgen mengakibatkan terjadinya perubahan
penampakan hormonal dari betina menjadi menyerupai jantan.
3.2 Saran
Dalam kegiatan pengarahan kelamin (sex reversal) ikan Guppy (Poecilia
reticulata) dalam lingkup budidaya sebaiknya menggunakan bahan-bahan yang bersifat
alami seperti madu dan aromatase inhibitor, karena bahan sintetis bersifat karsinogenik
dimana pada kelebihan waktu perendaman dapat menyebabkan tekanan pada gonad
serta mortalitas ikan dan pada pemberian dosis yang berlebihan menyebabkan stress dan
timbulnya penyakit pada ikan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Agus, H. F. 2008. Pengaruh Kombinasi Penyuntikan Ovaprim dan Prostaglandin F2 Α
(Pgf2 Α) Terhadap Fertilitas, Daya Tetas dan Kelulushidupan Larva Ikan Kurisi
(Nemipterus furcosus). [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Anita, A. 2012. Biologi Ikan Mas (Cyprinus carpio). Laborarium Kimia Fisik. Jurusan
Kimia Fakultas Mipa. Universitas Diponegoro, Semarang.
Arfah, S. H., Mariam dan Alimuddin. 2005. Pengaruh Suhu Terhadap Reproduksi dan
Nisbah Kelamin Ikan Gapi (Poecilia Reticulata Peters). Jurnal Akuakultur
Indonesia. Volume IV, Nomor 1: 1–4. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Candramila, W dan Junardi. 2012. Komposisi, Keanekaragaman dan Rasio Kelamin
Ikan Elasmobranchii Asal Sungai Kakap Kalimantan Barat. Biospecies. Volume I,
Nomor 2:41 – 46. Fakultas MIPA. Universitas Tanjungpura, Pontianak.
Fahmi. 2001. Tingkah Laku Reproduksi pada Ikan. Jurnal Oseana.Volume XXVI,
Nomor 1: 17 – 24. Lembaga Penelitian Perikanan Indonesia, Jakarta.
Huwoyon, G. H., Rustidja dan Rudhy, G. 2008. Pengaruh Pemberian Hormon
Methyltestosterone pada Larva Ikan Guppy (Poecilia Reticulata) Terhadap
Perubahan Jenis Kelamin. Jurnal Zoo Indonesia. Volume XVII, Nomor 2: 49-54.
Fakultas Perikanan. Universitas Brawijaya, Malang.
Lisnawati. 2012. Komposisi Lambung dan Kebiasaan Makan Ikan Nila (Oreohromis
niloticus). Fakultas Pertanian. Jurusan Budidaya. Universitas Setia Budi, Jakarta.
Mardiana, T. Y. 2009. Teknologi Pengarahan Kelamin Ikan Menggunakan Madu. Pena
Akuatika Volume I No 1:5-9. Fakultas Perikanan. Universitas Pekalongan,
Pekalongan.
Mulyasih, D., Tarsim dan Munti, S. 2012. Penggunaan Suhu Dan Dosis Propolis Yang
Berbeda Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy (Poecilia Reticulata). E-Jurnal
Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. Volume I No 1:7-12. Fakultas
Pertanian, Universitas Negeri Lampung, Lampung.
Muslim. 2010. Peningkatan persentase Ikan guppy (Poecilia reticulata) Jantan dengan
Perendaman Induk Bunting Dalam Larutan Hormon 17q-metiltestosteron Dosis 2
mg/l dengan Lama Perendaman Berbeda. Volume II, Nomor 1:61-66. Fakultas
Pertanian. Universitas Sriwijaya, Indralaya.
Nofita, E. S. 2013. Penggunaan Madu Dalam Optimasi Produksi Ikan Guppy (Poecilia
Reticulata) Jantan dengan Perendaman Waktu yang Berbeda. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Bung Hatta, Padang.
24
Omar, G.E. 2011. Sistem Reproduksi. Fakultas Biologi. Universitas Jenderal
Soedirman, Purwokerto.
Ratna. 2011.Selektivitas Alat Tangkap Berbagi Ikan Domersal. Fakultas Biologi.
Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Rohmawati, O. 2010. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Ikan Hias Air Tawar
Pada Arifin Fish Farm, Desa Ciluar, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor.
[Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sihombing, F, Wayan, F. A dan Dewi, R. K. 2013. Kontribusi Pendapatan Nelayan
Ikan Hias Terhadap Pendapatan Total Rumah Tangga di Desa Serangan. E-Jurnal
Agribisnis dan Agrowisata. Volume II, Nomor 4. Fakultas Pertanian, Universitas
Udayana, Bali.
Soelistyowati, D. T., Martati, E dan Arfah, H. Efektivitas Madu Terhadap Pengarahan
Kelamin Ikan Gapi (Poecilia Reticulata Peters). Jurnal Akuakultur Indonesia.
Volume VI, Nomor 2: 155–160. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Sudrajat, A. O, Astutik, I dan Arfah, H. 2007. Seks Reversal Ikan Nila Merah
(Oreochromis Sp.) Melalui Perendaman Larva Menggunakan Aromatase
Inhibitor. Jurnal Akuakultur Indonesia. Volume VI, Nomor 1: 103–108. Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Sulistiono, Mia, R. J dan Yunizar, E. 2001. Reproduksi Ikan Belanak (Mugil
Dussumieri) di Perairan Ujung Pangkah, Jawa timur. Jurnal Iktiologi Indonesia.
Volume I, Nomor 2:3l-37. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Tjakrawidjaja, A. J. 2006. Dimorfisme Seksual dan Nisbah Kelamin Ikan Arwana
(Scleropages Spp.). Jurnal Iktiologi Indonesia. Volume VI, Nomor 2:4-7. Pusat
Penelitian Biologi – LIPI, Jakarta.
Ukhroy, N. U. 2008. Efektivitas Propolis Terhadap Nisbah Kelamin Ikan Guppy
Poecilia Reticulata. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.
Utomo, B. 2008. Efektivitas Penggunaan Aromatase Inhibitor dan Madu Terhadap
Nisbah Kelamin Ikan Gapi ( Poecilia Reticulata Peters ). Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Zairin, M. J. R., Yunianti, A., Dewi, dan Sumantadinata. 2002. Pengaruh Lama Waktu
Perendaman Induk di dalam Larutan Hormon 17α-Metiltestosteron Terhadap
Nisbah Kelamin Anak Ikan Gapi, Poecilia Reticulata. Jurnal Akuakultur
Indonesia, Volume I, Nomor 1:31-35. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.