Rapat Kerja dengan Menteri ESDM RI
Transcript of Rapat Kerja dengan Menteri ESDM RI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA
RISALAH RAPAT KERJA KOMISI VII DPR RI
DENGAN MENTERI ESDM RI
Tahun Sidang : 2016-2017
Masa Persidangan : IV (empat)
Rapat ke- :
Jenis Rapat : Rapat Kerja
Hari, Tanggal : Kamis, 30 Maret 2017
Waktu : 11.35 WIB – 17.41 WIB
Tempat : R. Rapat Komisi VII
Ketua Rapat :
H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE., Ak., MM., CA. (Ketua
Komisi VII/F-Gerindra)
Sekretaris Rapat :
Dra. Nanik Herry Murti (Kepala Bagian Sekretariat Komisi
VII)
Acara : 1. Perkembangan PT Freeport Indonesia secara
komprehensif, di antaranya masalah pemutusan
hubungan kerja
2. Perkembangan Tata Niaga dan Harga Gas
3. Perkembangan Program Listrik 35.000 MW
4. dan lain-lain
Hadir : .....Anggota
Dengan rincian:
Fraksi PDI-P 5 orang dari 10 Anggota
Fraksi Partai Gerindra 5 orang dari 6 Anggota
Fraksi Partai Golkar 4 orang dari 6 Anggota
Fraksi PAN 4 orang dari 5 Anggota
Fraksi Partai Demokrat 4 orang dari 6 Anggota
Fraksi PKB 1 orang dari 4 Anggota
Fraksi PKS ... orang dari 4 Anggota
Fraksi PPP 3 orang dari 4 Anggota
Fraksi Partai Hanura 1 orang dari 2 Anggota
Fraksi Partai Nasdem 1 orang dari 3 Anggota
JALANNYA RAPAT:
KETUA RAPAT (H. GUS IRAWAN PASARIBU, SE., Ak., MM., CA./F-GERINDRA):
Baik, saya kira bisa kita mulai saja.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang salam sejahtera untuk kita sekalian.
Shalom.
Om swastiastu, nama budhaya.
Yang terhormat teman-teman Pimpinan dan sahabat Anggota Komisi VII DPR
RI.
Yang kami hormati Menteri ESDM, Pak Sekjen, Irjen dan seluruh Dirjen dan
jajaran Kementerian ESDM, Kepala BPH Migas, PLN dan Pertamina.
Kita semua yang hadir yang kami hormati, kami muliakan.
Pertama-tama kita panjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
atas perkenan-Nya kita dapat bertemu di pagi menjelang hari ini untuk acara Rapat
Kerja dengan Kementerian ESDM. Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima
kasih atas kehadiran Bapak-Ibu Komisi VII serta undangan yang hadir dalam Rapat
Kerja ini. Sesuai undangan yang telah disampaikan dan berdasarkan jadwal rapat
Komisi VII pada masa Persidangan IV Tahun Sidang 2016-2017, pada hari ini
Komisi VII DPR RI akan melaksanakan Rapat Kerja dengan Menteri ESDM beserta
seluruh jajaran.
Berdasarkan data dari Sekretariat Komisi VII yang telah hadir dan
menandatangani daftar hadir adalah 15 Anggota dari 9 Fraksi dan oleh karenanya
sesuai dengan Pasal 25 ayat (1) Peraturan DPR RI tentang Tata Tertib rapat ini
telah memenuhi kuorum. Oleh karena itu dengan mengucapkan
bismillahirrahmanirrahim rapat dibuka.
(RAPAT DIBUKA PUKUL 11.35 WIB)
Sesuai dengan Pasal 246 ayat (1) Tata Tertib DPR RI menyatakan bahwa
setiap rapat DPR bersifat terbuka kecuali dinyatakan tertutup. Kami mengusulkan
agar Rapat Kerja Komisi VII pada hari ini kita lakukan secara terbuka dan terbuka
untuk umum. Apakah dapat disetujui?
(RAPAT:SETUJU)
Terima kasih.
Bapak-ibu yang kami hormati.
Dari bulan Januari, perhatian kita tersedot pada PT Freeport Indonesia yang
begitu reaktif terhadap PP Nomor 1 Tahun 2017, di mana pemerintah bersikukuh
terhadap 3 hal yaitu:
1. Perubahan kontrak karya menjadi izin usaha khusus pertambangan IUPK.
2. Pembangunan smelter atau pabrik pengolahan dan pemurnian mineral
dan
3. Divestasi saham hingga 51%.
Sampai saat ini kepemilikan saham pemerintah di PT Freeport Indonesia
hanya sebesar 9,36% dan swasta nasional yaitu PT Indokoper Investama 9,36%
tetapi sahamnya dibeli kembali oleh PT Freeport. Reaksi PT Freeport yang bersifat
menekan adalah akan membawa persoalan ini ke Badan Arbitrase Internasional
karena merasa kontrak karya tahun 1991 masih berlaku. Selain itu, PT Freeport
Indonesia mengirimkan surat ke Kementerian ESDM yang berisikan 5 poin, yaitu:
1. Menolak perubahan kontrak karya menjadi IUPK sebagai syarat
mengekspor konsentrat.
2. Menuntut kontrak karya tetap berlaku meski ini bertentangan dengan
Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara.
3. Meminta perpanjangan kontrak hingga 2041 dan menyanggupi
pembangunan smelter, dan
4. Menolak divestasi 51%.
Sebelumnya, Komisi VII DPR RI pada tanggal 17 Desember 2016 telah
melakukan Rapat Dengar Pendapat dengan PT Freeport dan menghasilkan
keputusan rapat yaitu: Komisi VII DPR RI mendesak Dirjen Minerba Kementerian
ESDM RI untuk tidak memberikan rekomendasi ekspor kepada PT Freeport
Indonesia setelah tanggal 12 Januari 2017 apabila PT Freeport Indonesia tidak
melaksanakan komitmen pembangunan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri
sesuai dengan Pasal 170 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.
Menyikapi PP Nomor 1 Tahun 2017, PT Freeport Indonesia melakukan
langkah-langkah penekanan di lapangan, di antaranya adalah: menghentikan semua
aktivitas produksi di tambang emas dan tembaga gress back Papua yang
berdampak sekitar 32 ribu pekerja terancam untuk dirumahkan. Freeport sendiri
menyatakan telah melakukan PHK terhadap sekitar 1.500 karyawan sendiri sebagai
akibat tidak bisa mengekspor konsentrat.
Melihat dampak dari gejolak tersebut pemerintah mengeluarkan rekomendasi
ekspor berdasarkan surat permohonan PT Freeport Indonesia Nomor
571/OPD/II/2017 tanggal 16 Februari 2017. Sementara rekomendasi ekspor bagi PT
Aman dikeluarkan berdasarkan surat permohonan nomor 251/PD-RM/AMMT/II/2017
tanggal 17 Februari 2017.
Dewasa ini kalangan industri merasakan bahwa ini dari sisi gas, bahwa harga
gas masih tinggi. Oleh karena itu, tata niaga gas perlu diperbaiki. Permen ESDM
Nomor 453k/12/MEM/2017 tanggal 13 Februari 2017 yang menetapkan harga gas
hulu yang lebih rendah dibandingkan harga sebelumnya sampai saat ini masih
belum berjalan. Harga gas industri yang seharusnya sudah turun menjadi 9,95
perMmbtu saat ini masih bertengger di harga 12,22 per Mmbtu ini di Medan ini Pak.
Dampaknya banyak perusahaan yang menurunkan volume produksi dan
mengurangi tenaga kerja.
Komisi VII dalam memperjuangkan penurunan harga gas industri sudah
cukup serius, sudah 3 kali melakukan kunjungan ke Sumatera Utara untuk
melakukan pengawasan harga gas dan melihat kondisi industri pemakai gas yang
semakin kehilangan daya saing. Tata niaga gas harus dibenahi terutama yang
terkait penetapan harga di hulu, efisiensi biaya pengapalan, penyusutan biaya pipa
yang lebih pendek harus diperpanjang karena umur pipa puluhan tahun, selain itu
juga harus disederhanakan jumlah pemain di bisnis gas ini.
Terkait program 35 ribu mega watt yang dimaksudkan untuk memicu
pertumbuhan ekonomi penting untuk dievaluasi kinerjanya. Dalam 2 tahun terakhir
pertumbuhan ekonomi hanya mencapai kisaran 5% per tahun, ini berdampak pada
tingkat konsumsi listrik. Program kelistrikan 35 ribu mega wat dibuat terkait dengan
asumsi pertumbuhan ekonomi mencapai 7% per tahun dan keinginan untuk
meningkat tingkat elektrifikasi. Saat ini konsumsi listrik di Indonesia masih rendah
dibanding di negara lainnya yaitu hanya 917 Kwh pada 2015, sementara di Vietnam
misalnya sudah 1.715 Kwh, bahkan Singapura sudah 9.146 Kwh. Namun yang lebih
penting lagi adalah selisih setelah listrik dihasilkan harus ada sistem distribusi yang
menjamin bahwa seluruh biaya listrik itu dapat disalurkan. Kenyataannya di
lapangan seperti di Lampung pasokan daya listrik sebenarnya cukup, tetapi karena
jaringan yang tidak mencukupi di mana ada pemilik tanah perkebunan yang tidak
boleh dilewati, jaringan transmisi listrik menjadikan pasokan daya listrik menjadi
masalah. Untuk itu kami ingin mendapatkan 3 soal tadi Freeport, kemudian gas dan
tata niaga gas dan listrik ini dari pertemuan kita di Rapat Kerja ini.
Berikutnya kami persilakan Bapak Menteri untuk paparannya.
Silakan.
MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pak Ketua.
Yang saya hormati Bapak-bapak Pimpinan Komisi VII, Bapak-Ibu Anggota
Komisi VII, serta Rekan-rekan dari Kementerian ESDM dan operator yang
terkait.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang dan salam sejahtera.
Yang pertama kami menghaturkan terima kasih atas kesediaan Bapak-bapak
dan Ibu sekalian untuk memberikan waktu kepada kami dalam presentasikan ada 3
hal yang menurut kami juga sangat-sangat penting pada saat ini. tolong slide-nya.
Yang pertama mengenai PT, perkembangan dengan PT Freeport Indonesia
Pak. Pada intinya PT Freeport Indonesia itu sudah memasuki tahap diskusi final
dengan pemerintah di mana pemerintah membagi diskusi ini di dalam 3 tahap, yang
pertama itu kewajiban PT Freeport Indonesia untuk menerima perubahan dari
kontrak karya menjadi izin usaha pertambangan khusus dan ini sampai pada saat ini
PT Freeport Indonesia bersedia menerima perubahan dari KK menjadi IUPK.
Sehingga sampai saat ini karena PT Freeport belum melakukan ekspor konsentrat
dan sebagainya yang kita izinkan dalam jangka waktu 5 tahun sejak diterbitkannya
PP 1 Tahun 2017 kita akan, mudah-mudahan akan segera PT Freeport itu sepakat
menjadi IUPK Pak. Jadi satu menjadi IUPK karena rekomendasi ekspor tidak bisa
didasarkan atas kontrak karya lagi, jadi harus didasarkan atas IUPK, itu yang
pertama Pak. Kalau bisa selesai mungkin dalam waktu singkat ini, mungkin ini akan
langsung berjalan.
Ada tahap kedua yang paling penting adalah di dalam pemahaman dengan
Freeport Indonesia bahwa mereka meminta bahwa merubah menjadi IUPK ini
adalah suatu kewajiban berdasarkan Undang-undang, namun persyaratan-
persyaratan terutama persyaratan di bidang perpajakan dan retribusi daerah itu
mereka mengusulkan bahwa ini ada diskusi yang panjang, mereka minta 6 bulan
sejak, 6 bulan itu sejak kalau nanti mereka menerima IUPK atau 8 bulan lah sejak
bulan Februari. Ini apa yang diminta itu, jadi mereka meminta itu adanya new down
atau ketetapan yang bisa diatur, ini domainnya di Menteri Keuangan yaitu masalah
perpajakan Pak dan retribusi daerah. Jadi ini mereka minta ada negosiasi, ya kalau
ini waktunya 6 bulan segala macam, ini tergangtung lah. Tapi kalau sepakat IUPK
boleh ekspornya jalan sepanjang mereka memasukkan usulan untuk program
pembangunan smelter dalam waktu 5 tahun. Itu yang pertama Pak.
Terus mengenai negosiasi untuk naildown ini nanti akan menjadi domain ke
Kementerian Keuangan, yang mereka kita juga heran Freeport ini kok kalau
mengikuti peraturan perpajakan yang sekarang, yang existing atau ber-feeling ini
tarif pajaknya lebih rendah dibanding tarif pajak yang ada di dalam kontrak karya.
Jadi ini lebih rendah Pak, mungkin yang dikhawatirkan adalah masalah retribusi
daerah. Jadi misalnya retribusi daerah atas penggunaan air permukaan Pak, air
permukaan itu air sungai. Jadi kalau menggunakan air permukaan ini peraturannya
peraturan gubernur, jadi bisa saja nanti gubernur menetapkan dan macam-macam
dan sebagainya itu yang angkanya mungkin tidak cocok dan sebagainya. Nah ini
yang akan kita ajak pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Timika,
tokoh adat dan sebagainya untuk ikut berunding di dalam proses penetapan syarat-
syarat keuangan ya, syarat-syarat fiskal di IUPK itu. Tapi prinsip mereka mudah-
mudahan tidak berubah itu prinsipnya ini menerima ini menjadi IUPK Pak, termasuk
misalnya penciutan luasan. Penciutan luasan itu menjadi 25 ribu hektar mereka
terima, jadi mereka tidak ada komentar sama sekali saat ini oke. Tapi pertanyaannya
divestasi bagaimana, divetasi 51% itu, itu ada juga tercantum di dalam perjanjian
kontrak karya tahun 1971 dan juga tercantum di dalam perjanjian kontrak karya
tahun 1991 yang amandemen dan sebagainya, ini harsu jalan Pak. Ini harus jalan
51% dan eksekusinya itu juga tergantung dari sesuai PP Nomor 1 dan kesiapan
pemerintah kan sudah ada. Ini akan diverstasi kepada pemerintah pusat, kalau tidak
minat pemerintah daerah, kalau tidak minal BUMN dan BUMD, kalau tidak minat lagi
ke swasta nasional dan kalau tidak minat lagi harus masuk pasar bursa. Jadi harus
mau tidak mau, harus Pak ini yang harus dilakukan.
Ada satu pertanyaan begitu ya, bahwa kenapa ini orang disuruh bangun
smelter tapi harus divestasi. Toh divestasi ini tidak gratis, apa yang sudah
dikeluarkan sebagai investasi itu akan dibayar oleh pemerintah, kalau pemerintah
yang mengambil sesuai dengan harga pasar saja, yang tidak bisa dimasukkan saya
ulangi Pak, mohon izin, yang tidak bisa dimasukkan di dalam penilaian divestasi
adalah semua kandungan yang ada di dalam bumi karena ini sesuai dengan
amanah UUD 1945 Pasal 33 Pak. Jadi apa yang ada di dalam bumi itu tidak bisa
dibikin penilaian untuk divestasi, lah kan kalau nggak lucu. Pemerintah Indonesia
membeli 51% atas kandungan yang ada di dalam bumi di mana itu diberikan izin
kepada orang lain gitu, jadi ini yang tidak bisa. Tapi yang lainnya Pak ya, bentuk
divestasi lainnya peralatan lah, apalah segala macam sistem dan sebagainya itu
bisa dinilai secara komersial atau secara nilai pasar lah, jadi ini fair. Jadi kalau
bangun smelter Indonesia punya 51%, pemerintah Indonesia dinilai harga pasarnya
berapa, tapi tidak termasuk kandungan yang terdapat didalamnya. Kan ini sudah
implementasikan secara praktis Pak, selama belum bayar royalti itu semua hasil
tambang itu tetap menjadi milik negara. Jadi kalau tidak bayar royalti ya tetap
menjadi milik negara, tambang apapun juga di Indonesia dan sebagainya. Jadi ini
makanya tidak dinilai.
Saya lanjutkan mohon izin, Bapak-Ibu sekalian. Itu mengenai PHK, mengenai
PHK ini begini halaman 6. Mengenai PHK begini Pak, karyawan organik Freeport itu
ada 12, sekitar 12 ribu karyawan. Dari 12 ribu itu yang dirumahkan sampai saat ini
Pak ya, jadi belum PHK Pak ya, yang dirumahkan itu 522 atau laporan PT Freeport
Indonesia. Jadi ini kalau di ujung sini ada 522, yang di PHK itu sedikit sekali Pak, 29
orang dan ini biasa lah kalau korporasi bagian dari pada korporasi ada yang
diberhentikan, ada yang di hired dan sebagainya, jadi ini plus-minus lah. Tapi kalau
tadi Bapak katakan dari 12.178 pegawai organik Freeport itu yang dirumahkan 522
dan yang di PHK ini hampir tidak ada ya, ada di sini angkanya sedikit yaitu 29 orang
dari 12 ribu, jadi ini biasa saja sih. Kalau kita lihat dari perincian itu apakah ini suatu
hal yang mengkhawatirkan Pak, jadi kalau nanti mereka jalan segera pasti yang
dirumahkan akan kembali, kalau di PHK besar-besaran ini ya berarti kalau itu
sampai terjadi PT Freeport Indonesia inginnya menyerah. Jadi mungkin
dikembalikan atau dijual 100% kepada pemerintah atau apa karena ini mengenai
pertambangan di bawah tanah Pak, ini adalah keahlian yang tidak banyak orang
yang punya Pak. Jadi kalau ini sapai berhenti mereka pindah ke Antam, mereka
pindah ke pertambangan swasta lain, ini cari orang mendidik lagi Pak untuk ribuan
orang Pak. Saya kira akan makan waktu yang panjang dan akan mengganggu atau
mendistorsi kegiatan-kegiatan mereka selanjutnya. Makanya ini dirumahkan, diberi
gaji dan sebagainya, kalau 29 orang di PHK sekali lagi ya biasa saja dari 12 ribu dan
sebagainya, tapi prinsipnya ini akan jalan.
Kalau misalnya yang diisukan sub kontraktor ini begini Pak, sub kontraktor itu
adalah badan usaha tersendiri mereka juga melayani Freeport, melayani
perusahaan lain dan sebagainya. Nah dari data yang kami dapat itu 19 ribu, ini
bukan pegawai Freeport Pak, sekali lagi dan Ibu tapi ini adalah pegawai perusahaan
lain yang salah satu kegiatan itu untuk menyediakan barang dan atau jasa kepada
PT Freeport. Kalau saya mendapat laporan itu yang mendapatkan pemberhentian
atau PHK itu 2.128 orang nah ini keahlian umum lah, katering lah atau apa,
kendaraan dan sebagainya, ini mereka bisa mencari pekerjaan lain dengan mungkin
lebkih mudah dengan keahlian khusus pertambangan. Itu kira-kira perkembangan
Freeport Pak, jadi kalau saya bisa katakan mudah-mudahan sih nanti dalam waktu
dekat itu Freeport bisa menerima IUPK ini tanpa ada kegaduhan lagi lah ya. Jadi tapi
pemerintah sendiri tetap ...... harus IUPK, tidak bisa tidak. Izin ekspor, maaf
rekomendasi ekspor karena izin ekspor ini di Kementerian Perdagangan.
Rekomendasi ekspor tetap berdasarkan IUPK kita tidak akan ganti dan harus
mengikuti Undang-undang Minerba dan juga mengikuti PP 1 Tahun 2017 Pak, jadi
ini wajib dijalankan. Prosedur kenapa ini saya ingin memberikan komparasi juga
bahwa misalnya PT Newmont Nusa Tenggara itu sekarang mayoritas dimiliki oleh
perusahaan domestik atau lokal atau perusahaan swasta nasional dan ini mereka
juga mengikuti Pak. Jadi luasan dikurangi terima, Freeport juga terima, jadi ini tidak
ada yang tidak, yang kita kecualikan ya. Jadi nggak ada yang istimewa, ini semua
harus ikut dan sebagainya.
Itu yang kira-kira dapat kami laporkan dan nanti di dalam negosiasi jangka
panjang mengenai retribusi daerah, kewajiban Freeport terhadap pengembangan
wilayah dan sebagainya itu tetap akan mengikutkan pemerintah provinsi Papua dan
pemerintah kabupaten Timika serta tokoh-tokoh adat yang terkait Pak di wilayah
pertambangan Freeport dan sekitarnya. Kami sendiri juga sudah berdiskusi dengan
FKPD di Provinsi Papua hampir 3 minggu lalu untuk diskusi memperoleh masukan
dan juga memperoleh pertimbangan dari sisi bisnis dan segi sosial politik dan dari
segi keamanan dan sebagainya Pak, ini mestinya sudah bisa berjalan dengan baik,
mestinya begitu, tinggal tunggu saja. Toh akhirnya kalau bisnis ini kalau sama-sama
nggak mau ngalah pasti yang bisnisnya itu lebih bermasalah pak ya, jadi lebih
terganggu karena mereka yang melakukan kegiatan produksi, pegawainya 12 ribu
dan sebagainya yang harus dijalankan.
Jadi itu yang dapat kami laporkan mengenai Freeport Pak, jadi sekali lagi
kalau tenaga kerja PT Freeport Indonesia tahun 2016 itu yang mengalami PHK dari
12.178 orang itu yang mendapat PHK 29 orang, jadi ini biasa sajalah Pak jumlahnya
tidak besar sekali dibanding 12.178, yang dirumahkan 522, ini 522 itu 4% Pak dari
total pegawai Pak yang dirumahkan. Jadi yang dirumahkan plus yang di PHK itu
sekitar kira-kira 4%, jadi 4-5% lah, nggak sampai 5%, 4% kira-kira. Jadi mestinya sih
tidak terlalu banyak gangguan lah mengenai hal ini, yang sub kontraktor yang agak
serius karena yang diberhentikan kerja dan harus cari pekerjaan lain itu saat ini
sudah ada sekitar 11% jadi sekitar 2 ribu orang, tentunya ini kebanyakan juga bukan
tenaga kerja Indonesia yang tinggal Papua Pak, tapi kebanyakan dari luar Papua.
Mohon izin lanjutkan mengenai tata niaga gas Pak.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Sebentar saya interupsi sebentar Pak Menteri.
Ada statement bahwa perpanjangan dari pada masa yang 120 hari menjadi 6
bulan, itu sebetulnya posisi pemerintah bagaimana, apakah memang betul mau
diperpanjang hingga 6 bulan waktu berdiskusinya atau kita mau stick yang 120 hari.
Mohon penjelasannya.
Terima kasih.
MENTERI ESDM RI:
Kalau permintaan Freeport itu dibahas 4 bulan Pak, iya 120 hari, tapi terakhir
kayanya Freeport malah kebingungan sendiri ya, karena pemerintah sudah bilang 6
bulan saja kita bahas sejak awal Februari, 6 bulan sejak awal Februari. Jadi mereka
minta boleh nggak 6 bulan sejak, maaf iya 6 bulan, 8 bulan sejak awal Februari. Jadi
kalau mereka sepakat akhir bulan ini atau awal bulan depan terus mulai dibahas 6
bulan gitu. Saya bilang ya, ini kita bahas kalau bisa secepatnya gitu Pak. Jadi kita
nggak ikuti jadwal permintaan mereka Pak, kita tidak mengikuti permintaan mereka,
kita buat sendiri gitu. kami juga ada tim gabungan antara interdepht ya dan juga
pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten Papau untuk membahas dengan
mereka. Tapi prinsipnya begini Pak, kita tidak perlu membuat perlakuan istimewa
yang sampai bisa melanggar peraturan dan perundangan gitu aja, itu yang penting
Pak.
Mohon izin saya lanjutkan Pak, mengenai harga gas Pak. Ini saya faham Pak
Ketua, Dapilnya Sumatera Utara, jadi concern terus setiap kali ketemu saya juga
menanaykan tentang harga gas di hilir atau di plant field di Sumatera Utara itu
berapa. Kami pemerintah sudah menetapkan peraturan bahwa harga gas itu
kesepakatannya keputusan menteri 9,95 seperti tadi Pak Ketua katakan untuk
Sumatera Utara Pak. Nah faktanya masih 12 dolar lebih per Mmbtu, yang terakhir
pertemuan PGN sudah setuju, Pertamina maupun anak perusahaannya juga sudah
sepakat bahwa ini semua ngalah, jadi menjadi 9,95. Memang ini pasok gas ini untuk
Sumatera Utara menjadi satu tantangan yang besar dan sesuai arahan Pak
Presiden ini sepakat, bahwa kita harus membuat harga gas itu seefisien mungkin
tanpa mengorbankan industri hulunya. Kalau industri hulunya korban ya akhirnya
bubar juga Pak, jadi ini mesti ada keseimbangan Pak. Jadi kita akan usahakan akan
diatur lagi Pak, ini masih dibahas bagaimana pasok gas di pasok dari Sumatera
Utara itu diperoleh dari sumur gas yang paling dekat. Saya beri contoh Pak ya
tentang kelistrikan, kelistrikan itu PLTG Belawan yang besok Bapak janjian sama
saya kan mau lihat sendiri, jadi kita buktikan di lapangan. PLTG Belawan itu begini
Pak, itu gasnya dikirim dari Teluk Bintuni, dari BP Tangguh Pak. Teluk Bintuni dikirim
pakai kapal ke Lhoksemawe di regasifikasi arun itu jauh loh Pak, kalau Bapak
terbang dari Teluk Bintuni ke Lhoksemawe itu kira-kira hampir 7 jam itu, kalau
terbang ini Pak, padahal gasnya di bawa pakai.....
KETUA RAPAT:
Itu lewat dulu Pak dari Medan, dilewatin dulu, naik lagi ke Aceh, proses
regasifikasi baru dialirkan lagi pakai pipa.
MENTERI ESDM RI:
Jadi ini juga saya atur lagi Pak, jadi karena masuknya sudah sampai, saya
masuk juga sudah terjadi begitu Pak. Ini kita akan coba benahi supaya harga gasnya
itu secara keseluruhan bagi industri itu akan kompetitif termasuk harga listrik.
Mengenai prioritas gas bumi ini ada 2 yang besar Pak, satu untuk listrik, dua
itu untuk jaringan gas rumah tangga dan yang ketiga itu baru ditujukan untuk industri
dalam negeri. Kalau yang ekspor sebenarnya kalau tidak dipakai saja di dalam
negeri baru kita melakukan ekspor melalui kargo dan yang keempat kita juga akan
coba ini untuk transportasi. Transportasi begini, ini yang mengenai gas bumi Pak ya,
tata kelolanya. Kalau listrik sekarang lagi dibuat keputusan kesepakatan antara
semua produsen hulu migas yang menghasilkan gas dengan PLN, udah cocokkan
ini, sebentar lagi selesai Pak. Itu produsen gas lokasinya di mana harus memasok
gas kebutuhan PLN di planted yang mana, yang sekarang dan yang akan datang,l
yang ada di RUU PTA supaya harga gas di untuk listrik itu bisa untuk lebih kompetitif
Pak, kalau nggak listriknya naik terus, seperti saya kirimkan surat juga kepada
Bapak barusan saya kira bahwa pemerintah sepakat listrim Januari sampai Maret
kan tidak naik Pak ya, kecuali yang 900 yang sudah disepakati subsidinya dikurangi
bertahap. Ini 1 April sampai 30 Juni kita juga putuskan tidak naik lagi Pak kenapa?
Ini sudah ada perbaikan. Biaya pokok pembangkitan nasional tahun 2015 itu Rp.
998 per Kwh. 2016 itu sudah turun Pak menjadi 983, nah ini tahun ini kita akan coba
push lagi supaya turun lagi Pak. Jadi makin lama listrik ini harus makin terjangkau
oleh masyarakat. Jadi jangan listriknya tambah lama tambah mahal ini, jadi biaya
pokok produksi pembangkitan Pak.
Ini sudah seperti yang tadi sudah saya jelaskan, alokasi dan harga gas ini
Bapak bisa lihat di sini Pak, di petanya. Ini ringkas Pak ya, untuk jaringan gas rumah
tangga dan SPBG sementara 4,72 nanti di kemudian hari akan di link sama seperti
untuk listrik. Industri tertentu pupuk, petrokimia dan baja itu ada indeksasi dengan
harga pupuk, ini sudah selesai Pak. Untuk listrik yang ada di wealth head gas itu
pasok gasnya, harganya 8% ICP, jadi mengikuti Indonesia growth price dan untuk
yang non wealth head itu 11,5% ICP, ini ceiling Pak ya, ini harga ceiling, jadi harga
plafon atas Pak, bukan harga floor-nya Pak. Jadi ini diatur supaya industri hulu
migasnya juga masih bisa jalan dengan baik, tapi pasok listriknya itu seperti
Sumatera Utara juga supaya pakai minyak diesel dan segala macam ini berkurang
seluruh Indonesia dan lebih banyak menggunakan gas.
Ada pembicaraan Bapak-Ibu sekalian, itu mengenai industri lain di luar pupuk
petrokimia dan industri baja. Ini harga gasnya belum diatur tapi kita akan mengatur
yang mix stream Pak ya, jadi supaya yang mix stream ini tarifnya itu seperti yang
dikatakan Bapak ketua tadi, penyusutannya yang wajar. Jadi harga pipanya itu mix
stream regasifikasi segala macam ini juga pengapalan dan sebagainya ini diminta
yang wajar. Ini lagi diatur bertahap memang mohon dukung penuh dari Komisi VII,
ini saya beri contoh begini Pak ya, kalau mengapalkan gas dari Teluk Bintuni ke
Lhoksemawe itu per Mmbtu itu 0,8 US dolar iya shipping-nya, tapi yang dari Bontang
lebih dekat Pak ke pelabuhan Benoa untuk regasifikasi di pelabuhan Benoa dan
masuk PLTG Pesanggarahan di Bali itu itu 1,8 sampai 1,9 dolar. Menurut saya kalau
dari jarak voyage kapal kalau di hitung 03 mile itu dari Teluk Bintuni sampai ke
Lhoksemawe itu sekurangnya 2,5 x dari perjalanan kapal dari Bontang ke Benoa di
Bali Pak. Ini yang akan kita benahi Pak, iya kalau Menteri benahinya dipanggil nggak
mau dibikin penetapan Pak sudah terserah saja, itu nggak mau ikut ya sudah.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Sebentar Pak, saya ingin ngoreksi sebentar, maksudnya bukan ngoreksi. Ini
karena bisnis to bisnis Pak, sehingga yang Benoa, kebetulan kita baru saja Kunker
ke sana itu betul-betul karena bisnis to bisnis, sehingga muncul harga lebih tinggi. Itu
kalau diatur pemerintah. Jadi paling ujung itu seharusnya diatur pemerintah sampai
ke customer. Saya pikir akan.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Interupsi Pimpinan.
Biarkan Pak Menteri menyampaikan baru kita selesai dulu Pimpinan, mohon
izin.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Nggak maksud saya itu dijelaskan juga posisinya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Lanjut Pak Menteri.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Tapi bagi saya mau bisnis to bisnis ya masuk akal gitu, mana ada bisnis to
bisnis yang nggak masuk akal juga, gitu aja Pak. Bapak koreksi yang nggak masuk-
masuk akal itu.
KETUA RAPAT:
Itu namanya bisnis to bisnis akal-akalan Pak.
Lanjut Pak Menteri.
MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pak Nasir.
Ini gini Pak, kalau di industri energi ini mungkin bisnis to bisnis betul Pak ya,
kaya kapal gitu bisnis to bisnis. Ya memang tapi kalau tidak bisa membandingkan
bisnis to bisnis itu semua patokannya begini, kalau menggunakan HSD atau MFO
berapa, nggak bisa, nah sekarang di Bali di untuk pasok gas di Pasanggaran PLTG
Pasanggaran Pak. Kalau ini kita biarkan harga hari ini Pak, itu perhitungan per Kwh-
nya itu bisa lebih mahal dari kalau PLN menggunakan minyak diesel. Ini lebih seru
lagi ini Pak, jadi kami sudah ngambil keputusan ini harus direnego yang baik.
Sebenarnya kalau Bapak tanya gitu, yang charge harga mahal ini siapa, satu kapal.
Yang kedua itu pusat regasifikasinya dan pipa yang Cuma 5 kilo atau 6 kilo betul ya
3,5 kilo ini milik Pelindo III Pak, ya udah ini harus dibenahi Pak, kira-kira begitu,
sama dengan Sumatera Utara Pak nanti kita akan benahi.
Mohon izin topik ketiga Pak, topik ketiga ini mengenai program kelistrikan
nasional yang seperti Bapak ketua katakan. Begini sekarang konsumsi per kapita itu
kira-kira 1000 sudah Pak, nah tantangan kita bersama itu bukan tantangan
pemerintah semata, ini tantangan kita jadi DPR RI, pemerintah dan masyarakat
tantangannya 1 kalau pasok listrik itu makin lama makin banyak itu keterjangkauan
daya beli masyarakat juga harus ada Pak. Coba kita bayangkan suatu desa orang
tumbuh dari lahir sampai umur 18 tahun tidak ada listrik, suatu hari ada kabel listrik
masuk depan rumah, lalu dia tanya ke orang tuanya, Pak ini kenapa kok ada kabel
PLN tapi kita nggak bisa langganan listrik. Kalau itu sampai terjadi, kalau orang
tuanya bilang ini kita tidak mampu beli listrik, nah itu jadi persoalan besar Pak,
karena masih ada 2.500 desa lebih itu yang tidak ada listriknya sama sekali, ada 10
ribu desa lainnya yang kita harus kerjakan sampai 2019, mau tidak mau harus
kerjakan, itu yang listriknya ala kadarnya. Pengertian listrik ala kadarnya itu begini, 1
desa 4 dusun yang ada listriknya cuma 1 dusun. Nah ini yang memang harus, tapi
kalau ada kabel PLN masuk Pak, ini mau off grade, mau on grade, mau apalah
terserah pokoknya ada kelistrikan umum yang masuk di situ mau PLTMG, mau
tenaga surya terpusat dan sebagainya, kalau sampai itu listriknya kabel listriknya
PLN belum masuk Pak, tapi orang yang tinggal di situ dari bayi sampai dia remaja
tidak pernah lihat listrik, ada listrik masuk, tetangga bisa langganan listrik, dia tidak
bisa, nah itu jadi satu persoalan sendiri Pak, pasti perasaannya luar biasa
kecewanya.
Ini yang menjadi tantangan kenapa pemerintah mati-matian memohon
dukungan Bapak-Ibu sekalian, untuk berusaha supaya biaya pokok pembangkitan,
biaya pokok produksi pembangkitan dan biaya pokok pengoperasian transmisi itu
harus makin lama makin efisien Pak, saya nggak bilang makin murah Pak ya, tapi ini
harus makin lama makin efisien. Sekali lagi 2015 WPP pembangkitan itu Rp. 998
pwer Kwh, 2016 sadah turun Pak, terima kasih kepada Bapak-bapak. Saya 2016
kan baru bergabung sebentar, saya kira ini peranan Bapak-bapak di sini yang sudah
sejak akhir 2014, itu sudah 983. Nah targetnya tahun ini ya Insya Allah paling kurang
ya 970 lah atau ya antara lah 970, 965, walaupun ini kurs dolarnya itu naik terus Pak
sedikit-sedikit Pak dan sebagainya. Nah itu kalau bisa ini harganya bisa makin lama
makin terjangkau, supaya yang diharapkan tadi Bapak Ketua bilang Vietnam sudah
1.700 Kwh, loh betul. Itukan cara ngitungnya kan begini Pak, total kapasitas
terpasang dibagi jumlah penduduk. Tapi realita di lapangan kan tidak bisa hanya itu
Pak, nanti kalau 35 ribu mega watt plus FPP 1, FPP 2 yang di carry over sejak tahun
2004, 2009, 2010 itu jadi ya naik kita, mungkin 1.500 per GDP atau per kapita, tapi
kalau orang nggak mampu beli listrik apa gunanya ini listrik barang ini ada dan
sebagainya, kan kita tidak bisa hanya mengutamakan efisiensi industri.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi Pimpinan.
Ini sedikit saja Pimpinan, sedikit, bukan bertanya, sebentar bukan bertanya,
Cuma yang disampaikan Pak Menteri tadi masalah 2004 ke 2009 kalau ini berfungsi,
ini tolong datanya tadi Pak. Data-datanya yang menggunakan dana APBN itu nanti
tolong dilengkapi karena pertanyaan ini yang nanti saya mau tanya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Teruskan dulu, ini yang nanti dia mau tanya maksudnya dia nggak ada lagi
tuh karena sudah disampaikan kan gitu. lanjut dulu ya.
Pak Menteri lanjut Pak.
MENTERI ESDM RI:
Mohon izin Pak.
Posisinya sekarang bagaimana, situasinya gitu. Jadi ini yang bisa saya
laporkan Pak, yang program 353 watt atau 35 ribu mega watt itu yang PLN yang
sudah kontrak itu sekitar 4.500 mega watt yang di atas Pak, yang sudah COD itu
600 mega watt, jadi total kira-kira 5 ribu. Sekarang ini posisinya per hari ini lah itu
kira-kira 56-57 ribu mega watt COD udah jalan Pak, 56-57 ribu. Minimal kalau
pertumbuhan ekonomi itu sekitar 6% maksud 6% atau kurang itu harus, tahun 2019
harus terpasang kapasitasnya itu 70 ribu, minimal itu Pak, termasuk yang cadangan
konsensus nasional adalah termasuk cadangan 30%. Jadi ini yang harus tercapai itu
70 ribu. Bisa nggak, pertanyaannya bisa nggak kalau PLN yakin bisa 78 -79 ribu,
tapi kita bilang minimal 70 ribu harus, ini yang kontrak dan sedang dibangun, kalau
yang atas plus yang sudah COD 4.500 Pak. Jadi kalau ditambah 56-57 ribu ya
sudah 61 ribu, terus yang bawah bagaimana. Kalau yang IPP itu yang sudah PPA
13.708 kalau ini ditambah sudah pasti lebih Pak. Jadi kalau ini ditambah ya sudah
74-75 ribu dan sebagainya.
Tantangannya adalah di kolom yang hijau ini yang di bawah, apakah yang 38
ribu mega watt yang sudah ditandatangani tapi baru akan mulai konstruksi itu bisa
selesai di 2019 atau tidak. Ini suatu tantangan yang besar dan juga kalau Bapak
tanya saya ini memperhitungkan harga listriknya nggak nanti, iya Pak. Jadi pasti
memperhitungkan harga listrik termasuk EPT dan kita ke depan itu hanya
mendorong kalau penggunaan energi primernya itu dari energi fosil ya sebisa
mungkin satu itu BBM akan kurang hampir tidak ada, yang kedua itu kalau batubara
harus di mulut tambang kecuali memang lokasinya tidak ada atau kalau gas harus di
wealth head, kecuali memang tidak ada, ya nggak bisa apa-apa, tapi juga jangan
begini-begini ya, ini mohon maaf ini. Ada pembangunan PLTU 2 x 6 mega watt di
Jayapura Pak, ini bukan soal kecil, kalau 2 x 1000 mungkin masuk akal, saya bisa
ngerti, tapi kalau 2 x 6 mega watt di Jayapura itu kirim batubaranya dari mana
karena PLTU loh. Kalau dikirim pakai tongkang kecil atau pakai ...... dari Kalimantan
masuk ke Jayapura saya kira tongkanganya tidak bisa survive Pak karena yang di
timur itu lautnya luar biasa Pak, ombaknya dan sebagainya, nggak bisa, akhirnya
harus pakai kapal besar. Kalau pakai kapal besar ngirimnya mungkin sekali 40 ribu
ton, 100 ribu ton, kalau 100 ribu ton ya pakainya setahun atau 1,5 tahun. Jadi bikin
hanggar besar PLTU-nya itu kecil seperti ini, hanggarnya mungkin 1 gedung ini Pak
karena 2 x 6. Saya tanya PLN kenapa kok ini dulu dibangun di sini, nggak dijawab.
Dulu pasok gasnya susah, cari gasnya. Nah makanya, sekarang kita alokasi gas
yang masuk akal. Papua tidak boleh bangun PLTU lagi karena sumber pasok
batubara-nya sudah susah sekali Pak, sudah jauh sekali, nanti harganya listrik
nggak turun-turun. Lebih baik di situ pakai gas di cost area, di pesisir Papua ada
teluk ada BP Tangguh ya sudah pakai gas saja, Kepulauan Maluku, Maluku Utara
dan sebagainya. Maluku bikin PLTU 2 x 15 mega watt ini harus dibenahi, ke depan
tidak boleh lagi kalau yang sudah hampir selesai ya sudah selesaikan saja dan
sebagainya, nanti datanya kami kirim setelah Rapat Kerja ke Pak Nasir yang FTP 1
dan FTP 2 Pak.
Saya mohon izin saya lanjutkan Pak, ada rekan PLN di sini, oh terima kasih
Pak Sofyan, nanti Bapak Sofyan akan melanjutkan yang detailnya kalau ada
pertanyaan mengenai gardu induk dan juga mengenai transmisi. Ini sebagai,
halaman 35 tolong, iya Pak, yang lainnya nanti rekan yang lain pak, mohon izin Pak.
Kalau menteri ini penghasilannya paling kecil diantara yang depan ini, jadi kita
jelasin yang pokok-pokok saja Pak. Nanti yang penghasilannya lebih besar itu
menjelaskan lebih detil Pak.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Interupsi, ini nyindir kayanya Pak Menteri ini.
MENTERI ESDM RI:
Ini fakta, betul Pak, setengah keluh kesah ini Pak Ramson, setengah.
Jadi ini Pak, mengenai acuan RU PTL 2016 dan 2017 ini target kapasitas
PLN dan IPP itu sebelumnya dibuat 90,5 kita sudah koreksi, ini maksimal 79,2 ya.
Jadi ini PLN harus berjuang mati-matian, minimal itu 70 harus bisa. Jadi kita tidak
mendorong sampai 3, pertanyaannya 353 watt ini akan jalan terus nggak, akan jalan
terus, tapi tidak mungkin akan selesai seluruhnya di 2019, toh yang beli juga nggak
ada Pak. Di 2025 itu dikoreksi menjadi 125 kalau can atau di ruwen juga yang
ditandatangani presiden itu minimal 115 jadi ini kita coba. Untuk energi mix, itu
energi baru terbarukan naik Pak, jadi dari targetnya yaitu 19,7 itu sudah 22,6 ini
target nasional 23% Pak ya. Jadi kita banyak menolong energi baru terbarukan,
solar PV, geothermal, lalu win power dan juga hydro, bio massa, sampah, batubara-
nya kurang lebih sama Pak, gasnya agak turun sedikit tapi mudah-mudahan ini bisa
naik menggantikan batu bara mulai tahun depan, BBM juga menurun, ini mudah-
mudahan juga bisa turun, kita akan fokus juga ke sini Pak. Ini program yang akan
coba kita capai.
Demikian dari laporan kami Pak, mohon masukan serta arahan kan ini rekan-
rekan juga lengkap di sini dan kami juga mohon izin Pak, kalau jam 13.30 WIB kami
ada rapat anggaran dengan presiden, nanti akan diteruskan Bapak Wakil Menteri
bila diperkenankan.
Demikian laporan dari kami, lebih kurangnya mohon maaf.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi Pimpinan, sedikit.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Nasir.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Mungkin yang disampaikan Pak Menteri terakhir masalah pembangkit ini.
Kita ingin data-datanya diminta kalau bisa dilengkapi Pak Menteri, untuk program 35
ribu tadi yang termasuk di dalam RUPTL tadi sampai 2019 saja Pak Menteri, yang
90,5 tadi, nah itu targetnya di mana, apa-apa saja atau yang dari 2014 ke 2019 gitu.
Nah kita tahu perkembangan 35 ribu ini apa saja gitu karena kan kita datanya
enggak ada ini dan kita mau tahu di mana saja dan menggunakannya pakai
anggaran apa saja. Mungkin itu segera dilengkapi sebelum ini karena ini yang mau
kita tanya, supaya kita juga kalau bisa dibagikan data-data ini untuk menjadi fungsi
pengawasan kita.
Mungkin itu, terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Baik, Pak Nasir.
Di meja pimpinan sudah ada berapa ini, teman-teman yang ingin melakukan
pendalaman. Kami persilakan yang pertama Pak Tonny Wardoyo.
Silakan Pak.
F-PDIP (TONY WARDOYO):
Terima kasih Pimpinan.
Pak Menteri, Pak Wakil Menteri dan Pak Sekjen beserta Bapak-bapak Dirjen
dan Direktur Pertamina dan Bapak-Ibu dari Kementerian ESDM.
Juga yang yang terhormat kepada Pimpinan Komisi VII, Bapak-Ibu Rekan
Anggota Komisi VII yang kami hormati dan kami cintai.
Saya mengapresiasi sekali apa yang Pak Menteri telah paparkan tadi
sehubungan dengan PT Freeport Indonesia perkembangannya, tapi saya coba
masuk dulu ke kelistrikan Pak, kebetulan ini yang terakhir Bapak paparkan yang
menarik untuk daerah kami, daerah saya yang ada di Papua kebetulan daerah yang
di pedalaman. Saya juga mengapresiasi kepada Pak Dirjen EBT Pak Rida yang juga
sudah melakukan beberapa titik penerangan khususnya PJU tenaga surya, tapi
masih sedikit Pak, jatah kami di Papua khususnya di pedalaman. Contoh di satu
kabupaten puncak baru dapat 250 titik buat penerangan dari bandara sampai ke
tengah kota kabupaten dan beberapa kabupaten lain. Dan ini yang sangat kita
harapkan kita soroti untuk segera diberikan suatu alokasi ke depan yang
perencanaan yang besar Pak, yang cukup karena selama ini sebenarnya desa-desa
yang tadi Pak Menteri jelaskan itu adanya di daerah-daerah kami Pak, di pedalaman
Papua yang belum tersentuh .....dalam arti kata kabel listriknya pun nggak ada. Jadi
ada penyaluran yang sangat sistematis yang kami harapkan juga di sini dari Pak
Dirut Pertamina, Dirut PLN juga ikut melihat ke depan. Terus juga tadi ada paparan
sedikit dari Pak Menteri mengenai PLTU yang sebenarnya tidak visible, tidak efisien
untuk ada 2 x 6 mega watt ada di Jayapura yang dipaparkan tadi mengenai sumber
bahan bakunya seperti batu bara bagaimana caranya ke sana dengan kondisi yang
seperti ini, enggak mungkin bisa bertahan saya rasa dan ini perlu dibangun paling
tidak PLTG, paling tidak ada saluran gas ke sana, entah pipa atau ada angkutan
khusus dari kapal gas atau tanker gas.
Hal-hal seperti ini yang saya rasa perlu diperhatikan khusus dari Kementerian
ESDM untuk segi penerangan, segi energi kelistrikan yang ada di Papua. Jadi
program penerangan jalan umum tenaga surya yang ada di pedalaman Papua itu
sangat luar biasa Pak, diantusias oleh warga. Jadi terlihat di sana dari masyarakat
benar-benar seperti kaya ada agak terbelakang, mereka melihat malam-malam yang
tadinya gelap gulita, sekarang terang dengan adanya lampu tenaga surya, mereka
malam-malam itu Pak banyak berdiam di dekat-dekat lampu kumpul-kumpul Pak
masyarakat itu. Jadi begitu ironisnya sebenarnya kejadian ini yang tadi Pak Menteri
sudah paparkan. Jadi saya sangat mengapresiasi dan saya harapkan ada
pengalokasian khusus untuk daerah ini, untuk supaya ada 5 kabupaten yang ada di
gunung Pak. Satu kabupaten Puncak, kabupaten Intan Jaya, kabupaten Paniai,
kabupaten Duga dan kabupaten Dogiay.
Terus Pak, kami masuk sekarang ke sesi yang sehubungan dengan PT
Freeport Indonesia. Saya mengapresiasi Pak Menteri mengeluarkan suatu PP baru
PP Nomor 1 Tahun 2013 yang merupakan adanya perubahan Pasal 97 mengenai
kewajiban DP saham 51%. Dalam hal ini sehubungan dengan kami pada saat
Kunker dari tokoh masyarakat, pemerintah provinsi dan kabupaten terkait tambang
mengharapkan sehubungan dengan PP ini mereka memang mendapat ruang untuk
mendapat saham setidak-tidaknya 10% Pak, karena provinsi mengharapkan mereka
juga bisa membagi ke beberapa kabupaten terkait tambang. Dalam hal ini ada 3
sebenarnya Pak, yang ada di sana bukan hanya kabupaten Timika saja, ada
kabupaten Paniai dan kabupaten Puncak yang mereka bersentuhan juga dengan
areal tambang tersebut dan juga yang masuk dalam cakupan areal tambang PT
Freeport Indonesia.
Terus berikutnya Pak, hilirisasi. Nah kita pernah melakukan kunjungan
bersama dengan Pak Dirjen, Pak Gatot Pak Dirjen Minerba bagaimana langkah
yang telah dibuat oleh PT Freeport Indonesia tentang smelter yang telah dijanjikan
mereka ingin bangun dari sekian lama. Kita kebetulan sama-sama waktu itu dengan
Pak Dirjen, dengan Bu Eni juga dari Golkar, ternyata belum ada apa-apanya Pak
yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia ini Pak di sana. Jadi semangat untuk
membangun smelter di Gresik saya lihat nggak ada gerakan sama sekali, dengan
Petrokimia Gresik sendiri sudah menanamkan investasi yang besar. Dalam hal ini
kita kembalikan saja lagi Pak ke dalam undang-undang biar adanya hilirisasi smelter
di muara tambang. Jadi biar smelter ke depan Freeport harus membangun di Papua
sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 dari Minerba.
Terus berikutnya Pak, mengenai pajak. Memang dalam beberapa waktu
yang lalu pemerintah provinsi Papua telah memenangkan gugatan dalam pengadilan
yang sudah melalui beberapa tahap, sudah 3 tahun lebih itu mengenai pajak
permukaan air Pak yang selama ini PT Freeport belum bayar-bayar. Dalam ...... pun
pemerintah provinsi Papua telah memenangkan setelah dinyatakan sudah inkra
Undang-undang ini Freeport harus membayar 3,5 triliun Pak, dari tuntutan tersebut
dan ini juga menjadi pekerjaan rumah juga yang saya anggap Pak Menteri juga bisa
bantu kawal supaya dalam proses negosiasi dengan PT Freeport inipun juga harus
diselesaikan dengan baik karena ini adalah PAD penghasilan ahli daerah provinsi
Papua yang harus dibagi kepada daerah-daerah lain. Jadi harapan mereka selama
ini kan dengan PAD yang tidak, yang terbatas dengan provinsi yang begitu luas
juga ini menjadi bagian yang memang mereka harapkan sebagai penghasilan
daerah.
Berikutnya Pak, yang sangat penting juga adalah ini mengenai penggantian
hak tanah adat dari suku Amume dan Kongoro yang ada di muara tambang, di Kuari
tambang dan sepanjang pesisir dari aliran sungai sampai ke pantai yang ada di
Papua. Jadi hal ini juga perlu perhatian dari Pak Menteri, dari tim terkait dengan
negosiasi ini untuk menjadi bagian yang juga menjadi satuan yang harus mereka
lewati tahapan-tahapan ini Pak, biar jangan persoalan daerah menjadi bom waktu.
Kita kan tidak mau adanya lagi yang namanya kondisi yang tidak kondusif dalam
negosiasi ini, yang kita harapkan juga dari pemerintah sendiri ya tetap tegas, tetap
berpacu kepada undang-undang, tetap berpacu kepada landasan hukum yang
berlaku.
Nah terus harapan kami Pak yang terakhir adalah hal-hal yang sehubungan
dan menjadi perhatian nasional harus ditaatinya ketentuan dalam peraturan dan
perundang-undangan untuk pemerintah, baik investor sendiri, PT Freeport, baik
pemerintah pusat maupun daerah, ini kita harus mengacu kepada ini Pak. Kedua
adalah kepentingan nasional terlindungi, jadi hak Negara Kesatuan Republik
Indonesia, hak daerah terlindungi. Ketiga biarlah PT Freeport tetap bisa beroperasi
dan berjalan sebagaimana biasanya, supaya angka PHL atau angka pengangguran
yang akan nanti timbul dari sana juga jangan lagi terjadi. Itu yang harapan kami yang
paling besar, harapan dari rakyat Papua, masyarakat Papua dan provinsi Papua
seutuhnya Pak.
Terima kasih, saya kembalikan kepada Pimpinan.
Terima kasih Pak Menteri.
KETUA RAPAT:
Baik, kita lanjut di sini Pak Nasir, saya kira Bapak sudah kesempatan tadi ya,
oh masih mau juga, masih ya nanti setelahnya Pak Mukhtar Tompo. Pak Mukhtar
Tompo acara belum dimulai sudah daftar.
F-NASDEM (dr. ARI YUSNITA):
Pimpinan, daftar Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Sudah dicatat Ibu dokter sama Ibu Katerin, Ibu Eni, nanti setelah ini kami
catat, nanti kami urutkan lagi. Pak Nasir kalau mau ambil lagi kesempatan Pak, 1
menit lagi Bapak punya.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Saya berharap Pimpinan, bisa mengatur Sidang ini dengan baik, terima kasih.
Izin Pimpinan Sidang dan teman-teman Komisi VII.
Yang saya hormati Bapak Menteri beserta jajarannya.
Mungkin menanggapi penyampaian yang disampaikan Pak Menteri tadi, ada
sedikit masalah gas Pak Menteri, mungkin yang masalah Sumut karena saya juga
lahirnya di Sumut karena rasa terpanggil saja. Jadi menurut saya gas itu kan
jaringannya sudah sampai Riau Pak, di Chevron. Nah jaringan kereta itu kan sudah
sampai Rantau Prapat, nah dari dulu rancangan itu kan sudah dibangun sampai
Dumai Pak. Kalau itu dibangun sebenarnya itulah jauh lebih ringan biayanya
dibanding mendatangkan gas dari mana tadi Bapak sampaikan tadi. Mungkin izin
Pimpinan, dari Lhokseumawe atau yang lainnya itu. Nah ini jauh lebih ringan saya
rasa Pak biayanya dan sekarang kan Bapak perintahkan Pertamina dan PGN itu
untuk membangun ke Dumai. Saya rasa tinggal sedikit Pak, ini bisa membangun
jaringan gas dan mungkin Komisi VII bisa mendorong potensi ini supaya menjadi,
mendorong jaringan ini supaya dianggarkan untuk menjadi potensi, mendorong ke
Sumut tadi. Penelitian itu yang perlu segera dilakukan waktu bapak juga masih
Menteri Perhubungan saya rasa sudah ada rancangan itu di jalur kereta Pak,
menurut saya karena kereta itu harusnya sudah sampai ke Dumai. Kalau
disambungkan lagi ke Duri mungkin sampai Chevron mungkin itu jauh lebih baik
gitu. Mungkin itu pak masukan dari saya masalah penanganan gas supaya lebih
cepat, efektif.
Terus yang kedua, mungkin tadi pak menanggapi yang masalah Freeport.
Kalau Freeport ini terlalu banyak tingkahnya, putuskan saja pak. Jadi saya
tersinggung juga dengan bahasa Pak Menteri tadi menganggap Indonesia ini belum
mampu. Sebenarnya perusahaan-perusahaan tambang kita ini sudah cukup mampu
untuk membuat tambang bawah tanah atau pun proses penambangan. Jadi langkah
itu harus cepat pak jangan diberikan suatu pertimbangan yang tidak masuk akal tapi
pertimbangan yang jelas-jelas saja karena rakyat menunggu kepastian ini, ambil alih
atau teruskan. Nah ini juga nanti termasuk Chevron pak yang di Riau ini juga enggak
ada kontribusinya. Jadi mohon Bapak sebagai Menteri ESDM bisa mengambil
kebijakan untuk menguntungkan bangsa ini karena ini dicatat dalam catatan sejarah
nanti kan gitu bahwa menteri satu-satunya yang berani mengambil keputusan ini
Pak Jonan gitu. Itu mungkin masalah yang Freeport Pak.
Tadi saya sudah sampaikan sebelum bapak mengakhiri penyampaian bapak
masalah pembangkit. Di sini ada disampaikan mungkin jaman permintaan Pak Joko
ini punya program untuk mencapai 35 ribu tadi. RUPTL-nya tolong pak dibagikan
karena tadi saya minta supaya segera kita tahu di mana lokasi pembangunan-
pembangunan sampai 2019, bahan bakunya apa, lokasinya di mana, siapa yang
berinvestasi, menggunakan anggaran apa. Nah ini perlu pak, ini sangat-sangat perlu
nah kalau enggak ada datanya, tolong disiapkan karena kita sekarang membahas
itu. Jadi saya ingin mendalami permasalahan RUPTL ini. Yang lain pak, ini mungkin
nanti akan saya tanya lagi di sesi berikutnya karena kalau yang mau saya tanya itu
karena saya ingin mendalami data-data tersebut.
Yang kedua, pernah kita pertanyakan di sini berulang kali masalah anggaran
2016, yang masalah pembangkit ini. Nah di sini ada beberapa kegiatan yang
dilakukan ini mengganti bola lampu Pak. Nah bola lampu ini sekarang sudah berapa-
berapa biji putus atau belum sudah banyak yang putus, nah siapa yang bertanggung
jawab tentang bola lampu tersebut dan siapa yang membuat program ini karena ini
pakai anggaran APBN, kenapa tidak dilakukan pembangunan jaringan desa saja.
Nah ini bermasalah sekarang, termasuk solar cell-solar sel yang dibangun sangat-
sangat bermasalah sekarang di lapangan. Saya minta ini datanya mana pak, data
yang hampir menelan anggaran 4 trilyun itu. Nah ini datanya mana, ini sudah bolak-
balik kita minta datanya dan sekarang bola lampu itu, saya enggak ngerti juga apa
kebijakan mengambil kesimpulan mengganti bola lampu, sementara bola lampunya
sudah ada. Sekarang banyak desa-desa yang belum terpasang listriknya karena
jaringannya tidak ada, kenapa tidak dilakukan program ini aja dan saya minta
anggaran 2013 itu diganti menjadi anggaran listrik desa saja pak. Ini jauh lebih
bermanfaat dan anggaran ini digunakan anggaran APBN. Dan APBN kita ini hutang
pak kapan akan kembali uang ini kalau dengan proses yang mengganti bola lampu
dan bola lampunya sekarang putus. Siapa yang bertanggung jawab di sini, saya
minta anggaran 2016 itu datanya dilengkapin sekarang pak. Saya minta ini siapa,
siapa yang menangani proses itu dan itu dilakukan dengan proses PL lagi saya
dengar. Jadi sekarang bermasalah itu sekarang bola-bola lampu itu sekarang putus,
siapa yang bertanggung jawab, solar cell itu bermasalah semua.
Saya minta Sekjen juga kalau enggak bisa nggak usah di ruangan ini suruh
keluar dulu ngelengkapi data itu. Jadi jelas program ini, jadi bahannya mana, saya
tanya bahannya dari kemarin ini, dari rapat-rapat sebelumnya sampai sekarang
belum dikasih. Saya minta Pak Menteri, izin Pimpinan interaktif ini.
Mana datanya Pak, ini data kita tanya ini dari setiap rapat kita tanya ini mana
datanya. Saya sudah tanya ini dari kemarin-kemarin mana datanya, ini bola lampu
pak, bola lampu di katanya begini, begini, sekarang putus siapa yang bertanggung
jawab tentang dan panggil ini pak yang laksanakan ini, kita mau dalam panja nanti
kita tanya ini pak. Siapa melaksanakan ini, barang dari mana ini, siapa bertanggung
jawab tentang ini dan ini akan kita laporkan Kabareskrim, ke KPK. Saya minta
datanya ini pak, berapa lama bapak siapkan data ini.
Mohon izin pimpinan interaktif.
KETUA RAPAT:
Ini jangan anu ya, artinya programnya sih kita dukung ya, cuma pertanggung
jawaban ini Pak. Ini karena program untuk rakyat, untuk rakyat kita di Dapil ini
programnya setuju kan ya karena memang sudah diprogramkan. Cuma mungkin
soal kualitas tadi Pak Nasir ini. Saya kira datanya dipersiapkan saja Pak.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Kualitasnya apa ini katanya bolanya lebih bagus, bola ini hidup sendiri, mati
sendiri, sekarang bola ini putus semua, siapa yang bertanggung jawab bola ini dan
siapa yang merumuskan program ini. Saya juga nggak ngerti, ini pakai anggaran
APBN, siapa yang bertanggung jawab tentang anggaran APBN ini. APBN itu
digunakan ada azaz manfaatnya, ada feedback-nya, PNBP-nya masuk lagi kembali
ke negara melalui PLN. Dan masih banyak tadi Pak Menteri sampaikan masih 2500
sekian desa yang belum ada listriknya, kenapa tidak dibuat program itu saja. Dan
saya minta Pak Menteri anggaran 2017 tidak ada penggantian bola, tidak ada solar
cell itu hanya bisa dipakai bagian Timur saja yang memang tidak tersentuh
jaringannya karena kondisi alamnya. Tapi kalau dengan kondisi daerah yang sudah
bisa masuk jaringan, jaringannya ditambah.
Saya minta diubah pak, jadi enggak benar ini kalau begini programnya. Ini
bukan uang dilempar ke laut gitu, ini uang yang akan dipergunakan untuk rakyat
yang azaz manfaatnya bisa feedback-nya balik ke negara PNBP-nya masuk. Kalau
kita swasta Pak, dikasih 1 trilyun tahun depan bisa 5 triliun, kalau dikasih 4 triliun
habis besok minta lagi 4 triliun, hancur negara ini. Saya minta berapa lama Bapak
siapkan data ini, berapa lama Pak.
KETUA RAPAT:
Begini, saya kira kan ini program yang sudah disetujui semua melalui
persetujuan kita ya. Nah ini persoalannya Pak Nasir menemukan soal kualitas.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Izi Pimpinan, ini hak politik saya, biarkan saya menanya, nanti kalau Pimpinan
punya hak sendiri silakan. Saya harap Pimpinan bisa mengatur sidang ini dengan
baik.
KETUA RAPAT:
Ini sudah mengatur kita.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Iya makanya saya tadi minta data ini belum pernah, udah saya minta berulang
kali tidak diberikan. Saya minta data ini lagi, kalau nggak untuk apa kita bolak-balik
rapat.
KETUA RAPAT:
Enggak kita harus lihat dulu jadwal rapat kita ini agendanya sudah tadi ya
bahwa ada permintaan, kita minta waktu nanti berapa lama bisa disampaikan Komisi
VII nggak apa-apa bagus juga.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Bukan saya minta rapat ini sudah berulang kali Pak Pimpinan dan kita sudah
minta bolak-balik data ini. Sekarang data ini kita minta, apakah sebentar lagi atau
sore atau besok silakan. Sampaikan jangan dihalangi hak saya, saya punya hak
bertanya.
KETUA RAPAT:
Tidak menghalangi, tetapi permintaannya supaya pimpinan mengatur rapat
tertib, nah ini kita atur nih sekarang bahwa agenda rapat kita hari ini adalah bicara
tentang Freeport, gas dan kemudian ada 35 mega watt. Lalu bahwa ada fungsi
pengawasan yang dijalankan temuan sampaikan silakan. Tapi kan tentu harus kita
beri waktu berapa lama bisa dijawab gitu loh.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Pimpinan kita ini mempertanggung jawabkan tentara anggaran APBN yang
dilaksanakan oleh kementerian, wajar saya mempernyatakan hal itu.
KETUA RAPAT:
Boleh, boleh.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Iya yang saya tanya sekarang datanya belum diserahkan, tinggal di jawab
kapan diserahkan.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Pimpinan, saya kira diberikan saja kesempatan kepada Pak Menteri atau
jajarannya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk itu.
KETUA RAPAT:
Itu dia, itu yang saya suka ini.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Silakan Pak Menteri kapan diserahkan.
KETUA RAPAT:
Kan persiapan data butuh waktu, silakan Pak berapa lama.
MENTERI ESDM RI:
3 April hari Senin Pak.
KETUA RAPAT:
Cepet.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Cukup Pimpinan, terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Saya kira kita tertib ya tadi saya diingatkan ini, kalau kita ada, ini kan
agendanya sudah jelas tapi tentu tidak mengurangi juga hak kita semua untuk
mempernyatakan, tapi kalau ada suatu hal di luar ini yang ditanya kita beri waktu
kapan, kemudian bisa diberikan. Saya kira clear 3 April ya Pak.
Baik saya kira di sini berikutnya Pak Ramson ini, Pak Mochtar Tompo nomor
9 di catatan ini, kalau izin Pak Ramson.
Silakan.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Terima kasih Pak Ketua.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semuanya.
Pak Ketua dan Rekan-rekan Anggota yang terhormat.
Pak Menteri, Pak Wamen dan semua jajarannya, termasuk Dirut PLN yang saya
hormati.
Tadi sudah disampaikan hal-hal yang strategis, memang agenda rapat kita
juga ada lain-lain. Jadi mungkin fungsi pengawasan bisa masuk kadang-kadang di
sini. Di sini pertama tadi saya mereferensi penjelasannya Pak Menteri mengenai
Freeport Indonesia, di sini bahwa ada PP 1 Tahun 2014, PP 1 Tahun 2017. Bahwa
di PP Nomor 1 Tahun 14 dengan syarat bayar BK, bangun smelter, jaminan
kesungguhan. PP Nomor 1/2017 ekspor 5 tahun dengan syarat menjadi IUPK,
membangun smelter, bayar BK. Sebenarnya kalau ruhnya undang-undang ini,
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Pak Menteri tentang Pertambangan Mineral
dan Batubara. Saya dulu sekitar 75% masih ikut memproses sebelum saya pindah
ke komisi keuangan dari komisi energi ini periode 2004-2009 ruhnya itu hilirisasi.
Memang saya lihat di sini yang ditonjolkan adalah yang Pasal 169, 107 bahwa di situ
disebut pemegang kontrak karya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 yang
sudah berproduksi wajib melakukan pemurnian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
103 selambat-lambatnya 5 tahun sejak undang-undang ini diundangkan.
Jadi sebenarnya bukan hanya pemegang kontrak karya karena Pasal 103
pemegang IUP dan IUPK operasi produksi wajib melakukan pengolahan dan
pemurnian hasil penambangan di dalam negeri. Jadi kalau di sebut di Pasal 170 ini
mereferensi Pasal 103, jadi ruhnya Pasal 103 itu juga ada batas waktunya 5 tahun,
jadi bukan hanya kontrak karya. Ini sebenarnya menjadi persoalan makanya sejak
Januari 2015 kepada Menteri ESDM yang lama Pak Sudirman, saya sudah
kemukakan rapat pertama, kalau dilihat bahwa Komisi VII DPR RI kemungkinan
agak lama untuk merevisi undang-undang ini, ada hak konstitusi yang diberikan oleh
konstitusi kepada Presiden untuk membuat Perpu pengganti undang-undang ini
yang lebih detil, lebih implementatif, tetapi tidak dilakukan. Sewaktu Pak Jonan
menjadi menteri saya juga sampaikan seperti itu, tetapi tiba-tiba muncul PP Nomor
1/2017 yang saya melihat bukan sebagai solusi yang tepat karena sesudah itu Pak
Menteri yang sekarang Pak Jonan berteriak mengenai divestasi. Padahal di dalam
karena di undang-undang ini juga belum lengkap bahwa yang divestasi itu adalah
pemegang IUP dan IUPK, tidak disebutkan di undang-undang ini bahwa pemegang
kontrak karya harus melakukan divestasi. Padahal bagaimana Pak Menteri
memaksa Freeport untuk melakukan divestasi kalau mereferensi undang-undang ini.
Nah itulah sebabnya waktu itu kalau saya berpikir strategis Pak Menteri, jadi saya itu
objektif saja bahwa ada persoalan bangsa, ada solusinya dan itu memang ada
diperintahkan oleh konstitusi. Tetapi waktu itu waktu di rapat sebelumnya ini malah
mau diagendakan pendalaman PP, waktu itu Pak Menteri malah ngotot-ngotot
pendalaman implementasi. Kalau pendalaman implementasi berarti otomatis PP ini
sudah, artinya sudah bagus jalannya, hanya implementasi. Padahal maksud saya
PP ini bisa didalami kalau memang artinya sangat diperlukan, bisa
direkomendasikan supaya Pemerintah mengeluarkan Perpu karena oleh DPR RI
Komisi VII untuk memproses revisi undang-undang ini memerlukan waktu yang
lama, tetapi malah reaksi dari Pak Menteri sangat saya sesalkan, rada emosional
malah nelpon-nelpon Wakil Ketua Umum saya. Iya ada, jadi lain kali saya ingatkan
jangan begitu Pak Menteri ya.
Jadi kita bukan menghalang-halangi kebijakan Pak Menteri, jadi kalau zaman
saya dulu tahun ’78-‘80 aktivis sampai lama itu namanya struktur approach, itu dulu
namanya gaya Gemsos begitu saya marhaenis Pak, saya nggak peduli saya, bukan
jabatan buat saya yang penting, siapapun siapa Bapak, nggak peduli saya,
sepanjang saya dalam rule. Saya dalam rule tanya itu Pramono Anung lah, dulu Pak
Purnomo di sini saya kritisi berbulan-bulan, suatu saat dia baru datang ke ketua
umum yang lama, Pak Pramono Anung itu telepon saya, cukup dulu ya, hanya itu
cukup dulu ya, hanya itu saja. Jadi Saudara Menteri jangan mengadu-adu orang
begitu di dalam partai ya. Saya ingatkan ini terakhir, terakhir, baru sekali juga, jadi
saya orangnya begitu, saya tegas saya. Saya jabatan nomor 5 buat saya Pak
Menteri, nah saya juga masuk DPR RI ini karena saya mau mengabdi untuk rakyat,
bukan untuk saya sok-sokan atau fasilitas dan memang saya diperlukan, saya
berjuang. Jadi jangan dipikir saya ini, saya jam 9 saya sudah di sini Pak, Pak SBY
menterinya di situ, hormat juga sebelum rapat salam dulu di sini, boleh ditanya Pak
Mulyadi, Pak SBY kalau saya bohong jangan percaya sama saya. Menteri
Pertambangan saat itu di sini, saya sudah berapa menteri pertambangan saya, Ibe
Sudjana dulu pun saya Pak, satu kuliah saya program MBA, Ibe Sudjana Letnan
Jenderal itu saya juga cost recovery saya Pak. Jadi maksud saya sudah banyak
Menteri ESDM dan pertambangan di sini, iya dong harus bhineka. Jadi kalau di
sinikan kita kan Trias politika, eksekutif, legislatif, yudikatif. Legislatif DPR RI hak
konstitusionalnya, fungsi pengawasan ada, legislasi ada, budget ada. Jadi jangan
main-main ini politicking, saya nggak suka itu, saya nggak perduli saya betul ini.
saya klarifikasi ke number one saya jalankan terus kritik yang salah katanya demi
untuk rakyat itu hebatnya Pak Prabowo Subianto yang akan presiden yang akan
presiden pada 2019, 2019 karena berani tegas. Saya langsung lapor, apakah saya
ada diingatkan, tidak, kalau ada saya akan panggil langsung karena memang
komitmen begitu. Saya bilang kalau saya ada salah saya dipanggil.
KETUA RAPAT:
Pak Ramson, langsung ke poin Pak. Tadi bapak udah tutup di.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Udah poin saya, saya klarifikasi.
KETUA RAPAT:
Yang terakhir sudah bagus Pak, Pak Prabowo presiden sampai di situ saja.
Masuk ke poin saja.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Itu jelas republik memerlukan yang tegas.
KETUA RAPAT:
Langsung ke poinnya Pak ya.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Dan merakyat, Pak Prabowo Subianto konsisten juga dengan ajaran Bung
Karno untuk kepentingan kaum Marhaen, rakyat kecil. Saya kalau diskusi sama
Beliau jadi memang pantas Beliau 2019 jadi Presiden RI. Bukan saya
mengklarifikasi, jangan dipikir Pak Menteri itu gampang dimain-mainkan, tidak, tegas
Beliau cocok jadi Presiden RI 2019, bukan sekarang ya, ntar sekarang dibilang
makar lagi. Bukan ini memang back to the point jadi itu Pak Menteri, saya ingatkan
itu baru back to the point.
Tadi kembali soal ini, di sini tidak ada diatur divestasi itu sebabnya saya
usulkan waktu itu Perpu Pak. Perpu kalau sudah kuat dasar hukumnya mau diambil
100% tidak ada masalah, tapi kalau tidak kuat, mereka masuk ke mana pakai
referensi hukum kita saja, udah lemah. Padahal Pak Menteri hanya ngomong bahwa
sapi gue pikir gajah, padahal sapi, mereka juga tersinggung saya denger-denger
Pak. Padahal yang perlu solusi yang substantif, kalau saya di situ saya lebih bagus
saya bikin Pak, kalau saya di meja itu Pak. Kalau saya di kursi itu lebih bagus saya
bikin, saya jamin itu. Jadi kita juga punya kapasitas, kalau udah DPR RI, udah punya
kapasitas menjadi menteri, kalau di Amerika jadi Presiden. Obama baru 1 periode
jadi anggota kongres langsung dari Presiden iya nggak Pak Kurtubi melalui Pak
Ketum Pak. Jadi ini saya ngomong apa adanya Pak, cuma kan kita the right acting to
the right job. Bapak Menteri saya DPR, saya acting sebagai DPR bukannya kita
tidak punya kapasitas di situ.
KETUA RAPAT:
Pak Ramson ke poinnya Pak, supaya ada daftar penanya rame sekali, kita
harus tertib. Mungkin maksimum 3 menit itu harus kita sepakati.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Jangan terus dulu dibela Pak Menteri, sekali-kali dilepas dulu.
Baru yang kedua, tidak dilihat mata dilihat hati katanya. Yang kedua, yang
kedua tadi sudah jelas ya, tata niaga gas. Ini kalau ini soft-soft saja ini, kemarin
datang Pemda dari Penajam Paser Utara beserta DPRD dan masyarakatnya.
Menginginkan agar blok Migas yang sudah habis kontraknya direalisasikan, dikelola
oleh BUMD-nya karena BUMD-nya sudah punya expert 10 tahun. Jadi bisa dilihat itu
analoginya setara K3S professional. Ini untuk referensi bagi Pak Menteri dan Pak
Wakil Menteri yang mendalami di sektor hulu, ini Pak Wakil menteri yang mendalami
sektor hulu langsung kasih masukan saya lihat ke Pak Menteri. Jadi itu tolong
catatan Pak Ketua, nanti Pak Ketua Rapat melalui TA hasil kesimpulan kemarin
diserahkan kepada Pak Menteri, bahwa sudah datang ke sini penuh kursi, malah
kurang kursinya begitu aspirasi rakyatnya, tetapi kita juga harus melihat secara
proporsional bahwa BUMD-nya sudah pengalaman 10 tahun mengelola 1 blok
Migas. Itu supaya menjadi referensi dari Pak Menteri ya.
Terus yang ketiga tadi di sini soal listrik, ini memang saya harus saya hargai
bahwa ada penurunan BPP listrik. Tentu ini juga kerjaannya Dirut PLN juga, jadi
memang kalau cutting cost seperti yang kata Pak Menteri waktu di gedung
Pertamina, HUT Pertamina. Memang Pak Menteri itu mesti ada variabel-variabel dari
internal dan variabel-variabel dari eksternal. Variabel-variabel dari eksternal adalah
kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah, baik kebijakan fiskal maupun
kebijakan non fiskal. Kebijakan moneter memang rada susah untuk menurunkan
bunga bank. Variabel internal itulah kerjanya pak dirut sudah kelihatan bisa turun
BPP, ini sangat baik karena ini dampaknya bisa menurunkan harga listrik ke
konsumen atau paling tidak menurunkan biaya atau belanja subsidi di APBN, jadi itu
Pak Menteri. Jadi tidak bisa juga hanya kita membebankan ke korporat, ke internal
karena variabel-variabel untuk meng-cut cost itu memang tidak bisa hanya internal
karena faktor-faktor luar, karena BUMN artinya eksternal lah tadi seperti yang saya
sampaikan. Jadi ini sudah suatu praktek yang bagus bahwa bisa menurunkan BPP
berarti ada kerja sama antara kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah
dengan upaya internal, itu kalau teorinya Bung Karno namanya kondisi subjektif
dengan situasi objektif. Ini Saudara Dian harus tahu itu, jadi saya objektif saja Pak
Menteri, kalau bagus saya katakan bagus, kalau memang agak berbahaya saya
katakan berbahaya.
Terus yang berikutnya yang terakhir tadi, saya pikir sementara itu aja dulu
nanti kita ini karena sudah mulai dilihat-lihat ketua rapat ke sini, yang juga ketua
Komisi VII DPR RI.
Demikian terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Ramson.
Saya perlu ingatkan ada 15 daftar penanya ya, mungkin masih ada belum
catat di sini, waktu kita kan terbatas juga, oh tambah lagi menjadi 16 Pak, daftar
penanya. Tentu mohon perhatian kita.
F-PPP (Dr. ANDI JAMARO DULUNG, M.Si.):
Interupsi Pak Ketua, tadi saya dengar Pak Menteri akan meninggalkan tempat
ini.......jadi kalau memang ada yang urgent, yang harus dijawab oleh Beliau mungkin
bagusnya kita beri kesempatan dulu kepada Beliau, baru kita lanjutkan ke yang lain.
KETUA RAPAT:
Iya karena memang 13.30 WIB nanti kita juga break untuk makan siang dan
sholat dan nanti akan dilanjut oleh Pak Wamen.
Saya kira kalau ada hal yang direspon.
F-PG (H. DITO GANINDUTO., M.BA):
Lanjut saja pertanyaan dulu Pimpinan.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Sedikit ini, interupsi sedikit.
Tadikan saya sedikit meluruskan Pak. Saya menangkap apa yang sampaikan
Pak Muhammad Nasir tadi sebetulnya bukan program Pak karena kalau program
kan itu sudah melalui pembahasan panjang dan sudah diketok dan kebetulan saya
sendiri yang memimpin. Dan saya yakin Pak Nasir tidak akan mempersoalkan
program yang sudah dibahas bersama. Yang dipersoalkan mungkin kualitas dan
kedua pada saat 2016 kan banyak hampir seluruh anggota memberikan masukan.
Cuma dalam prakteknya maka itu harus bupati walikota yang mengusulkan, banyak
terjadi begini, Anggota memberikan masukan di sini yang perlu dibantu, oh PJU
Bupati mengusulkan tempat lain karena sama-sama punya kepentingan politik. Itu
yang dari awal saya sampaikan Pak Rida, kalau bapak menerapkan itu, itu enggak
akan pernah bisa sama maunya. Bupati atau walikota pasti mengusulkan di tempat
yang dia menang Pak. Memang sama-sama gelap, sama-sama memerlukan listrik,
kan 1 kabupaten nggak mungkin Bapak penuhi seluruhnya. Itulah fungsi dari DPR
dia harusnya yang didahulukan yang diusulkan oleh DPR dulu pak. Mungkin kalau
bupati walikotanya itu masih teman kita, Kader kita itu enggak ada masalah, tapi
kalau itu berbeda kepentingan politik, Anggota DPR mengusulkan titiknya di jalan A,
gelap juga, masyarakatnya banyak, perlu penerangan, bupati mengusulkan bawa ke
jalan B, yang dipasang di jalan B, apa nggak marah Anggota DPR RI-nya Pak.
Itu dari awal saya sudah pengalaman di Komisi V Pak, dengan Pak Jonan,
dengan Menteri PU, Beliau itu bisa mengatasi persoalan-persoalan itu karena kalau
Bapak harus mensyaratkan harus walikota bupati yang ngusulin kalau enggak ada
usulan bupati walikota, usulan DPR tidak berlaku, kita tidak bisa masuk ke DPR
tidak bisa, itu yang jadi persoalan tersendiri pak, ini belum masuk kualitas pak, ini
baru masalah pola perencanaannya pak. Saya rasa juga di Riau mungkin pasti
mungkin terjadi hal begitu ya, saya tidak tahu persis. Yang kedua memang kalau
ada yang mati atau kualitasnya tidak baik itu harusnya minimal 3 bulan Pak, 3 bulan
pertama operasional itu harus dijamin dulu Pak. Ini karena disampaikan tadi saya
ingin meluruskan itu, saya kalau program ini adalah kebutuhan kita. Saya itu jalan ke
mesjid Pak tahun 2016 dipasang itu, tiap hari sekarang ibu-ibu yang selama ini gelap
ke Masjid tiap hari berdoa, di doakan terus. Pak Mul saya doakan Bapak terus
selama ini kami gelap ke mesjid Pak, sekarang sudah terang-benderang. Nah ini
dari sisi program Pak, mungkin yang dikritik itu sisi lain. Ini saya perlu luruskan
karena tadi juga saya coba tanya ke Pak Nasir, memang itu yang perlu dikritisi Pak.
Terima kasih.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Izin Pimpinan, sedikit saling meluruskan.
F-GERINDRA (ARYO P.S. DJOJOHADIKUSUMO):
Pimpinan, banyak yang masih antri mungkin dikasih kesempatan teman-
teman kita yang lain.
Terima kasih Pimpinan, Pimpinan meluruskan bisa nanti, teman-teman yang
lain banyak punya hak politik juga Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Tadi saya kira saya sudah jelaskan, ini saya kira dijawab saja Pak, udah ada
kok waktu tadi 3 April. Saya pikir jangan udah lurus, diluruskan nanti fatal Pak.
Pak Dito sekarang, Pak Dito biasanya akan memanfaatkan waktu lebih
singkat dari pada alokasinya 3 menit.
F-PG (H. DITO GANINDUTO., M.BA):
Terima kasih Pimpinan.
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Salam sejahtera untuk kita semua.
Yang saya hormati Pak Menteri, Pak Wamen dan seluruh Ditjen.
Pimpinan dan Anggota Komisi VII yang saya hormati.
Sesuai dengan jadwal acara untuk Freeport Pak, apa yang sudah
disampaikan oleh bapak saya kira kami mendukung sepenuhnya selama masih
dalam koridor peraturan yang berlaku. Mudah-mudahan dalam waktu dekat akan
terjadi suatu win-win solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, baik
pemerintah Indonesia maupun Freeport maupun keberlangsungan daripada
karyawan yang ada di Freeport sana, Papua khususnya.
Kemudian mengenai tata niaga dan harga gas pak, ini sudah menjadi
persoalannya cukup lama. Dulu pernah ada konsep dari Departemen ESDM untuk
membuat badan penyangga gas atau Agrigator gas yang tujuannya adalah untuk
mengumpulkan gas-gas yang mahal, yang murah dijadikan satu, kemudian bisa
diatur harganya oleh pemerintah, sehingga harganya bisa rendah. Nah ini mungkin
sekarang atau apakah ini tetap akan dijalankan atau tidak, tapi dulu kita sempat
bahas dengan Kementerian ESDM yang lalu dan karena kami ini karena institusi
saya nggak tahu apakah ini akan diteruskan atau tidak.
Kemudian yang penting lagi pak untuk gas ini adalah untuk bisa rendah itu
open akses pak. Nah sekarang itu belum semua open akses tapi kalau kami pada
waktu itu Sidang dengan PGN, PGN itu selalu ngakunya sudah open akses, tetapi
dia open akses yang pendek-pendek saja, distribusi saja, sedangkan transmisi
belum ada open access. Padahal itu sudah ada Pak Undang-undang harus itu, saya
nggak tahu PPH ii kerjanya apa kok menghandel PGN untuk open akses saja nggak
pernah berhasil sampai hari ini Pak. Nah kemudian sekaligus sekalian mumpung di
sini ada Pak Dirjen Migas, ada komisaris Pertamina, ada PLN. Masalah PLN
Tarakan pak, PLN Tarakan itu 40 megawatt itu adalah PLTG Pak, gas. Sekarang itu
di Tarakan itu sering mati pak, sering didemo oleh LSM karena sering mati karena
kekurangan gas. Dia mendapat gas dari Pertamina, jadi dari Bunyu, Bunyu Nimbung
itu adalah 4 mm tapi itu adalah associate gas Pak. Di dekan situ 40 kilometer dari
situ itu ada KSO namanya lapangannya bangkubelis Pak sudah discover gas itu
2014, 2015 itu sudah sertifikasi bulan Juni, tapi Pertamina EP baru mengajukan
POFG ke SKK Migas Agustus 2016. Bayangkan pak, 1 tahun sudah sertifikasi untuk
mengajukan POFG ke SKK Migas, bagaimana cara kerja Pertamina seperti ini. ini
kemarin sudah saya sampaikan dengan Direktur Utama, dengan direksi yang baru
pak, tapi ini karena ini ada lintas, ada dirjen segala macam perlu saya sampaikan
lagi Pak. Sebenarnya enggak perlu POFG Pak, karena itu lapangan produksi bukan
eksplor saja perlu POFG saya nggak ngerti ini Pertamina ini memang suka ada
kerajaan kecil sih Pak, terus terang saja Pak, kan rugi sendiri Pertamina KSO pak.
Sementara sekarang PLN itu pake diesel tanya Pak Sofyan, pake diesel Pak. Ini ada
gas dia nggak ambil, gasnya udah di, sesuai spesifikasinya, saya ada minutes off
meeting-nya antara PLN dan Pertamina dengan KSO tersebut, speknya semua
sudah sama semua Pak tinggal dan ini sudah di approval SKK Migas Januari 2016
untuk statik modelnya Pak, kan tinggal dijual saja, kenapa sih, barangnya ada,
butuhnya gas, kok malah PLN pakai diesel, Pertaminanya nggak mau jual.
Ini yang kemarin juga sudah saya sampaikan, ini mumpung ada Pak
Komisaris tanya saja, saya sudah bicara juga dengan Direktur EP Syamsu Alam
periode yang lalu, dia iya-iya aja, saya enggak ngerti ada apa gitu loh, aneh ini Pak.
Begitu lama approval-nya kemudian barangnya, ini salah satu contoh saja Pak
Menteri. Pertamina ini akan kita besarkan dengan Undang-undang Migas kita akan
kasih leverage dan terus terang aja Pertamina EP ini kan dengan mudahnya
sekarang dapat blok-blok, 8 blok dikasih semua lah agak terlena mungkin pak. Jadi
mereka tuh bekerja ......saja udah pasti berhasil lah, kira-kira kan gitu, tidak ada
terobosan, tidak ada lebih semangat lagi gitu. nah tapi kalau nanti kita besarkan
seperti ini, kemudian agak case-case kayak gini, ini kan baru satu blok Pak, belum
blok-blok lain, Pak Dirjen mestinya tahu nih. Saya udah bicara sama dia juga kan
waktu itu Bapak sampai Bapak ketarakan.
Bu Ari, Bu Ari kan Dapilnya juga biar ......lampu listriknya itu, ini salah satu
contoh pak. Bapak sementara saya baca saya tahu di rezimnya Bapak ada efisiensi
sangat, kami sangat setuju pak, bapak bilang gross split, segala efisiensi. Ini di
mana letak efisiensinya, ini salah satu blok saja Pak. Ini hanya salah satu contoh
yang mungkin di sini mumpung ada komisaris Pertamina, oke revitalisasi lah sudah
enggak ada lagi lah jamannya kerajaan-kerajaan kecil lagi sekarang di Pertamina.
Saya kira cukup itu saja Pimpinan, terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Dito.
Saya kira kita lanjut dulu ya, ada urutannya di sini.
F-NASDEM (dr. ARI YUSNITA):
Interupsi Pimpinan, tadi Pak Dito sedikit saja 1 detik.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Sedikit menambahkan Pak Dito, yang disampaikan Pak Dito itu betul karena
itu Dapil saya di tarakan Pak dan setiap mati lampu yang diobrak-abrik itu selalu
saya. Jadi bagaimana solusinya ke depan karena selama ini menggunakan diesel,
ini untung saja baru datang mesin dieselnya. Kemarin ini 3 bulan itu orang itu teriak-
teriak dan yang di telepon saya. Jadi saya minta tolong penanganan serius itu saja,
1 detik Pak.
Terima kasih.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih.
Pak Doni, nanti setelahnya Pak Harry.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Sedikit Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terlalu banyak waktu saya kira ke Bapak, silakan di cukupkan. Sekarang ke
Pak Harry, eh Pak Dony.
Silakan Pak.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Sebentar saya mau klarifikasi yang disampaikan Pak Mul tadi, saya minta Pak
Mul nggak usah mencampuri hak politik saya, ini saja.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Iya baik, terima kasih.
Saya kira intinya program yang sudah disetujui tentunya jalan, kita awasi gitu
ya. Terima kasih Pak Nasir, itu saja.
Silakan Pak Dony.
F-PDIP (DONY MARYADI OEKON):
Terima kasih Pimpinan.
Yang terhormat Pimpinan Komisi VII dan Rekan-rekan.
Pak Menteri dan jajarannya.
Terima kasih.
Saya nggak banyak sedikit saja, saya ingin mempernyatakan dari hasil
pertemuan kita. Kita beberapa minggu lalu kita melakukan pertemuan dengan
sempat dengan Primer Oil Pak, untuk masalah gas. Dalam pertemuan itu Primer Oil
menjelaskan mengenai apa yang sudah mereka lakukan saat ini, existing sejak
tahun 2000, sorry dari tahun ’79 mereka itu ada waktu masih blok A, kemudian ada
Tuna blok, semua PSI Pak. Nah ini yang blok A sejak ‘79 dan diperpanjang sampai
tahun semenjak tahun 2009 diperpanjang sampai tahun 2029. Kemudian untuk ke
depannya mereka akan melakukan pengeboran lagi di Tuna field yang akan gas in
kurang lebih kalau saya tidak salah tahun 2023 pak ya. Nah dari semua yang
mereka paparkan dengan pipa, pipanya mereka sudah bangun, tapi kalau kita
melihat dari apa yang mereka lakukan, ini mereka sama sekali tidak ada domestik
market obligation-nya yang di Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 itu
disampaikan mereka kewajiban untuk 25%. Nah kalau saya lihat dari sambungan
yang pipa yang mereka paparkan dengan kita, itu tidak ada sama sekali yang masuk
ke dalam domestic market. Apakah ini, izin Pimpinan saya mau agak sedikit
interaktif, apakah ini apa memang begitu, cuma cukup lama sejak tahun ‘79 sampe
sekarang ini.
MENTERI ESDM RI:
Pipa yang ada dibuat HTP yang baru Pak, untuk masuk ke Batam Pak.
F-PDIP (DONY MARYADI OEKON):
DMO kan Pak ya.
MENTERI ESDM RI:
Iya untuk DMO.
F-PDIP (DONY MARYADI OEKON):
Memang saya juga heran pak gitu kenapa ini enggak dibikin dari dulu. Iya
terima kasih, jadi makanya saya berpikir ini cukup lama mereka, kewajiban mereka
saya sempat tanya mereka katakan kebutuhan lokalnya tidak, belum ada. Padahal
saya lihat di sini ada beberapa PLTMG yang salah satu contohnya ada di PLTG
energi listrik Batam juga membutuhkan. Kemudian Tanjung Uncang juga
membutuhkan betul kan Pak ya. Kemudian ….. dan Panaran nah ini mereka
membutuhkan kok dia bilang enggak, belum ada. Ini coba saya bertanya ini masalah
itu, jadi kalau memang akan dibangun saya pikir untuk kelancaran DMO ini Pak,
supaya DMO ini benar-benar terealisasi karena cukup lama dari tahun ’79 dan saya
dengar sempat ada flop dari pipa ……., itu yang dari Conoco Philips kalau nggak
salah dari Gresik ya. Nah ini bagaimana dan saya dengar berakhir flop ini di 2016
Desember sampai sekarang mereka juga tidak ada DMO pak. Jadi mohon ini
diperhatikan dengan serius Pak.
Itu aja dari kami Pak, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak Doni.
Pak Harry berikut dan nanti Ibu Andi.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Terima kasih Pimpinan.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Pak Ketua, saya nomor 7 kayaknya kok belum juga.
KETUA RAPAT:
Bapak nomornya Mesi Pak di sini, 10.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Tadi di bilang nomor 7.
KETUA RAPAT:
Pak Harry silakan Pak.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Terima kasih Pimpinan.
Saya berupaya singkat saja walaupun banyak item, tapi mungkin sangat
teknikal ya tapi perlu. Utamanya saya akan mengulang beberapa atau banyak hal
yang saya singgung di dalam setiap rapat Komisi VII dengan jajaran ESDM. Yang
pertama mengenai pemanfaatan Inspektorat ESDM untuk pengawasan di SKK
MIgas pada waktu itu saya singgung. Kita tahu bahwa SKK Migas itu komite
pengawasan tetapi working group-nya tidak ada. Saya waktu itu heran menanyakan
ternyata saya baru paham Inspektorat ESDM itu tidak menjangkau ke SKK Migas.
Pada waktu itu saya sarankan manfaatkan saja itu, katanya SKK Migas ini suatu
lembaga yang mengelola kekayaan atau aset begitu besar tapi tidak ada audit
internnya. Interaksi seizin pimpinan apakah ini sudah diwujudan atau menteri
membentuk unit pengawas lain.
MENTERI ESDM RI:
Sudah Pak, sudah sejak saya masuk sudah dijalankan, setiap pembahasan di
….juga.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Terima kasih.
Yang lanjut, mohon maaf kalau saya harus melompat-lompat. Tadi saya
sepintas mengikuti paparan menteri masalah listrik desa, saya mengalami contoh
yang riil dan pada waktu itu saya sempat komunikasi dengan menteri langsung
disarankan untuk mengajukan suatu usulan yang keringanan biaya pemasangan.
Jadi masalah listrik desa ini bukan hanya masalah mahalnya biaya langganan, tetapi
kendala di desa-desa, kebetulan saya mengambil contoh di Dapil saya itu
masyarakat umumnya tidak mampu membayar biaya pemasangan untuk mereka-
mereka yang statusnya masuk kategori subsidi. Nah saya usul sebaiknya ini bisa di
look out secepat mungkin, paling tidak ada keringanan lah. Sekarang ini daya 450
biaya pemasangannya kalau nggak salah 4 ribu, itu mereka keberatan. Mohon Pak
Menteri ini bisa dikonkritkan upaya keringanan ini.
Kemudian juga mohon maaf kalau ini sangat, artinya kepentingan Dapil saya.
Saya sudah banyak membantu masyarakat memasang listrik untuk kategori subsidi
ini, tetapi ternyata wilayah Jawa Tengah ini belum memiliki distribusi yang cukup,
sudah 1 bulan ini belum bisa masang karena logistiknya dari wilayah Jawa Tengah
belum mengirim kabel ke wilayah Magelang, Temanggung, mohon bisa ini
direalisasikan karena kita sudah bayar. Biaya penasangan sudah dilunasi tetapi
sudah 1 bulan tidak kunjung terpasang.
Kemudian saya ingin bicara masalah distribusi gas LPG 3 kilo, beberapa kali
kami kunjungan ke daerah ada fenomena yang harus diwaspadai, semakin hari
volume penjualan atau omzet LPG 3 kilo ini semakin meningkat tajam, sementara
yang konsumsi 12 kilo yang non subsidi menurun. Ini tolong diwaspadai, saya
berulang kali di dalam rapat dengan menteri masalah LPG ini bom waktu, sooner or
later akan meledak. Dulu konversi minyak tanah ke elpiji maksudnya untuk efisiensi,
tetapi ternyata di elpiji 3 kilo ini mungkin harapan efisiensi itu mungkin sudah tidak
bisa lagi terwujud, yang ada pemborosan karena di Sulawesi yang saya amati
kemarin ternyata mekanisme distribusinya ada 2 kali transitment. Ini sangat tidak
efisien, oleh karena itu saya mintakan ke pemerintah jangan terlalu ambisius
melakukan perluasan wilayah konversi kalau infrastrukturnya belum siap karena very
costly ini dan sulit. Tolong ini segera diselesaikan dan ironinya saya melihat adanya
pengalihan anggaran dari ESDM ke temennya BUMN, di mana approval-nya ada di
Komisi VII, saya tidak tahu kenapa sih dibatalkan, dialihkan ke BUMN untuk
membangun infrastruktur elpiji maupun BBM.
Saya mohon penjelasan dalam forum ini seizin Pimpinan, apa alasannya kok
ada penganggaran dipindahkan ke BUMN. Kalau memang tidak dibutuhkan ya
sudah di delete saja atau dialokasikan ke Pertamina melalui penyertaan modal.
Mohon Menteri bisa menjawab hal ini, seizing Pimpinan, kenapa kok dialihkan
BUMN, siapa yang mau melaksanakan di kementerian itu, apa yang
melatarbelakangi pemindahan anggaran ini.
Oke, kalau memang belum bisa terjawab, ini mohon dijadikan.
KETUA RAPAT:
Biar Pak Harry, inikan penting.
Silakan Pak.
MENTERI ESDM RI:
Kalau tambah teknis saya nggak bisa Pak, iya Pak Harry itu pengalihan
anggaran itu nggak ada. jadi yang ada itu keputusan saya sebagai menteri untuk
kalau yang bisa dikerjakan operator, biar dikerjakan operator. Jadi supaya tidak
menggunakan APBN, uangnya masih di, APBN-nya masih ada di Kementerian
ESDM Pak, nanti digunakan untuk yang lain. Misalnya apa, misalnya jaringan gas
perkotaan, misalnya lagi converter kit untuk nelayan iya Pak. Jadi tidak dialihkan.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Oke, baik Pak Menteri saya bisa memahami ini. Kalau alasannya begitu saya
sepakat, tolong disajikan copy surat yang saya serahkan ke sekretariat waktu, yang
tanda tangan memang bukan menteri, bukan dirjen, salah satu staf menteri saya
nggak tahu, nomor berapa waktu itu kita masukkan ke kesimpulan tapi dibatalkan.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Interupsi Pimpinan, ini masih ada 7 penanya lagi. Jadi menurut saya tidak
perlu kemudian semuanya interaktif, biarkan saja dulu dikumpulkan semua
pertanyaan karena waktu Pak Menteri hanya sampai 13.30 WIB, di pertemuan
selanjutnya atau melalui tertulis jawab semua pertanyaan itu. Paling tidak maaf
Pimpinan, 7 hak politik Anggota lainnya juga harus kita hargai dan harus kita jaga
dalam forum ini.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, setuju. Karena menteri akan berangkat ke Ratas ini penting untuk
dijawab, tapi saya kira nanti saja Pak.
Silakan.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Tetapi redaksi surat yang ada itu pengalihan ke Kementerian BUMN, buan
pembatalan. Kalau gagasan menteri saya sangat sefaham, dari awal saya pun
berpendapat demikian, buat pemerintah pusat ngurusin seperti ini, biasanya
operator. Baik, ini tolong dijadikan catatan.
Kemudian masalah tadi Pak Ramson yang saya hormati kolega saya bicara
masalah PP 1/2017 versus Undang-undang MInerba. Kemarin saya mengikuti
media, di dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi itu Beliau
mengamanatkan agar supaya Undang-undang Minerba ini dilaksanakan secara
konsisten dan saya tetap punya pendapat terbitnya PP 1/2017 inikan mengingkari
spirit hilirisasi. Saya mengharapkan penjelasan dari Menteri, kira-kira arahnya ke
mana setelah adanya PP ini versus keputusan arahan presiden yang menyatakan
semangat hilirisas tidak boleh diingkari karena saya tetap berpandangan PP 2017
Nomor 1 ini membuat kelonggaran, termasuk juga memberikan relaksasi pada
pelaku penambang nikel dengan kadar di bawah 1,7%. Apapun itu adalah
mengingkari spirit hilirisasi, yang saya pertanyakan setelah adanya rapat terbatas
cabinet ini ke depan bagaimana, apakah ada rencana koreksi PP 1/2017 lagi.
Kemudian yang lebih lanjut kemarin saya mengikuti diskusi yang kebetulan
Pak Satya ikut, ada terminologi muncul dari Kepala SKK Migas masalah kontraktor
duafa. Saya harapkan jangan hanya mengeluh Kepala SKK Migas ini, tapi action.
Kalau kita menghadapi kontraktor yang tidak perform terminasi segera, jadi jangan
hanya mengeluh menghadapi masalah seperti ini. Tidak perlu lah kita menyalahkan
juga masa lalu juga nggak ada gunanya buat apa, tapi kita harus action. Kalaupun
memang itu dianggap tidak mampu terminate, kalau perlu di tender lagi, kalau tidak
mampu lagi serahkan ke Pertamina sudah. Soal nanti Pertamina sanggup atau tidak
nomor 2, tapi kan Pertamina kan bisa kerja sama B to B dengan pihak lain, nggak
ada masalah. Bahkan kalaupun nanti tidak ada investor main di Indonesia, buat saya
moratorium eksploitasi sumber daya alam saya sangat setuju, dari jamannya Menteri
Sudirman Said saya sudah bicara, kalau perlu kita moratorium saja karena lebih
efisien import. Kemarin kalau tidak salah Pak Menteri di Jakarta Post bicara juga itu,
saya setuju itu. Kalau memang lebih efisien import kenapa kita mesti mengorbankan
kekayaan kita, biar untuk anak-cucu kita itu.
Kemudian masalah gross split dan cost recovery biar saja itu yang menilai,
apakah mana yang lebih efisien. Kalau nanti dia ada yang berminat dengan gross
split, nggak jadi masalah, Pertamina bisa mengerjakan. Kalau Pertamina tidak
sanggup ya sudah moratorium kita import saja sudah karena faktanya sampai hari ini
dan saya perkirakan ke depan tetap akan lebih efisien kalau kita import karena kita
tidak kurang kekayaan kita, dari pada kita mengumbar insentif at the end benefit
yang kita dapatkan itu tidak lagi ekonomik secara nasional karena terlalu besar
insentif dari pada revenue, nett revenue yang kita terima.
Kemudian yan terakhir, saya ingin menyampaikan messege saja untuk SKK
Migas. Sebelum nanti kita bicara rapat anggaran, untuk bicara besaran lifting,
disajikan bukan lifting. Kita sekarang paradigmanya bukan maximize production,
tetapi optimize revenue. Buat apa kalau produksinya maksimal tetapi cost recovery-
nya naik at the end revenue kita tidak optimal. Ini sebelum rapat kita pada waktu
terakhir kita ketemu di mana, di konsinyer di Intercontinental kalau tidak salah.
Tolong ini menjadi perhatian jadi paradigm kita harus berubah, optimize revenue,
government revenue, bukan maximize production.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Harry.
Kita masih ada tapi tinggal 3 menit ini waktunya ya, saya kira bisa, kita
cukupkan dulu supaya Pak Menteri saya kira bisa, kalau ada hal yang masih Bapak
ingin langsung respon.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Interupsi Pimpinan, saya minta juga dong pertanyaan, bilang nomor 7 kok
jatuh nomor 10 bagaimana.
KETUA RAPAT:
Masih ada sesi berikut, kita break dulu makan dan sholat nanti kita akan
kembali lagi jam, cukup 30 menit barangkali atau.
Silakan Pak Menteri, kalau ada yang mau respon Pak, 3 menit ada waktu.
MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Bapak Pimpinan.
Ini kalau yang Pak Harry sih saya sepakat 100% semua yang untuk Pak
Ketua Harry ya. Jadi yang elpiji ini kami sudah mengusulkan di rapat terbatas
dengan Pak Presiden bahwa sebaiknya secepat mungkin apakah tahun ini atau
tahun depan itu subsidinya dimasukkan ke yang disebut kartu keluarga sejahtera
Pak. Jadi nanti kalau itu bisa masuk elpiji 3 kilo itu dijual di harga ke-ekonomian.
Sehingga tidak bisa atau mengurangi distordi bocr itu Pak, seperti yang disinyalir
Pak Harry itu betul Pak, itu lapangan itu. Memang kalau ini dibiarkan itu tidak akan
bisa ada kembali subsidi elpiji yang 3 kilo Pak, sekarang ini kita khawatir, kita
sepakat dianggarkan 20 trilyun tahun ini nanti bisa-bisa jadi naik 30 atau 35 trilyun.
jadi nanti Pak presiden akan menginstruksikan ini harus subsidinya itu diberikan
melalui kartu keluarga sejahtera. Jadi yang memang berhak subsidi, ya dia dapat di
situ uangnya untuk beli elpiji karena ini elpijinya yang 3 kilo itu per kilo itu Rp. 7.500
jadi bisa dapat 22 tinggal dikali saja rata-rata 1 keluarga itu mungkin 3 atau 4 tabung
elpiji yang 3 kilo.
Kalau yang listrik nanti saya kira Pak Sofyan yang akan jawab, tapi soal iuran
Pak, maaf soal biaya sambung itu PLN juga sepakat kalau yang tipe 450 Va atau di
bawah itu bisa diangsur Pak 12 kali dan sebagainya. Jadi ini sebenarnya nggak
besar bisa 3 tahun juga biaya tarif apapun nanti yang dicarikan caranya Pak.
Mengenai maximize revenue kita dukung Pak, jadi ini saya terima kasih sekali
ini. Jadi paradigma pemahaman pengelolaan hulu migas kita itu tidak boleh
berdasarkan output lifting atau output produksi semata, tapi harus berdasarkan
revenue-nya itu kita pemerintah dapatnya berapa. Kalau ini naik tapi cost recovery-
nya naiknya luar biasa ya sia-sia saja. Jadi ini yang kita coba kendalikan dan terima
kasih ada dukungan dari Komisi VII untuk supaya membuat efisiensi dari
pengelolaan hulu migas kita.
Kalau mengenai Pak Dito tadi, kita follow Pak ya, mengenai open akses itu
pelan-pelan nanti kita akan bicara dengan PGN. Kalau yang Tarakan ini saya kira, ini
begini Pak, sekarang ini secara nasional kita lagi susun sebentar lagi selesai,
draftnya sudah hampir ke saya bahwa setiap produsen migas. Jadi maaf produsen
gas ya, jadi K3S yang menghasilkan gas itu sekarang wealth head-nya di data Pak
dan plan kitt-nya Pak PLN yang menggunakan gas juga di data, nanti dicari match-
nya yang paling dekat, yang paling gampang bagaimana caranya, sehingga tidak
ada lagi kekosongan seperti ini dan seperti tadi Pak Dony ya, Pak Dito ya dan Pak
Dony juga mengatakan ini ….’79 tidak dikerjakan. Memang ini lama-lama PLN ini, eh
maaf Pertamina ini tetap akan berusaha menjadi EMP Pak, jadi bukan perusahaan
distributor migas saja atau BBM, jadi ini kita akan push Pak memang untuk
semaksimal mungkin dan juga seperti yang Bapak katakan tadi dan Ibu ya yang
Tarakan ya, mestinya ini sebentar lagi tidak terjadi Pak, karena presiden sudah
instruksi alokasi gas untuk kelistrikan itu prioritas yang paling penting supaya tidak
menggunakan ASD dan sebagainya. Pak Sofyan sendiri juga tidak terlalu senang itu
menggunakan ASD atau MFO.
F-PG (H. DITO GANINDUTO., M.BA):
Interupsi Pimpinan.
Yang menjadi pertanyaan saya di jawab, saya pendalaman saja sedikit saja.
Jadi Tarakan itu butuhnya 12 Mm, sekarang di supply oleh Pertamina …..itu 4 Mm
tapi itu associate gas Pak, di mana kadang-kadang PLN butuhnya banyak dia cuma
sedikit, jadi nggak pasti Pak. Sedangkan di situ KSO itu ada udah siap 4 Mm Pak,
jadi bisa segera itu Pak, kalau nggak kan PLN ini pakai diesel. Saat ini kerugian dari
negara sendiri di hitung saja misalnya 4 dolar kali sekian itu adalah saya tulis 100
milyar lebih itu. Bisa segera saja Pak, jadi nggak usah nunggu nasional itu.
Terima kasih Pak.
MENTERI ESDM RI:
Ini sebentar kok, paling Senin sudah selesai.
F-PG (H. DITO GANINDUTO., M.BA):
Sekalian maksud ini Pak, inikan ada Pak Komisaris, ini Pertamina kejadian
kaya gini nggak bener Pak, sampai terjadi sampai lama sekali mengurus ……dan
nggak perlu ….. saya kira Pak Wamen ngerti lah kalau lapangan produksi Pertamina
kan nggak perlu POFD, ngapain pakai POFD ini dipersulit terus Pak, padahal KSO-
nya Pertamina itu.
Terima kasih.
MENTERI ESDM RI:
Dari saya tanggapannya itu, yang lain nanti secara tertulis.
Terima kasih Bapak.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Menteri.
Sekarang kita akan break ya.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Pimpinan, saya tidak akan bertanya Pimpinan.
Saya hanya menyampaikan 2 poin saja sebelum Pak Menteri meninggalkan
tempat, sebelum kita.
KETUA RAPAT:
Singkat saja.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Yang pertama saya mengingatkan kepada staf ya jangan mempermainkan
yang administrasi tadi, kalau saya yang pertama yang pertama, tapi saya maafkan,
saya ini pemaaf Pak. Salah satunya yang saya belum bisa maafkan sampai
sekarang adalah satu orang Pak, namanya Chepy Hakim.
Pak Menteri yang saya hormati.
Saya baru-baru saja pulang kampung Pak di Dapil saya dan bupati saya di
kabupaten Jeneponto, Pak Wamen yang saya hormati. Pak Bupati Jeneponto ini,
Jeneponto adalah salah satunya daerah tertinggal di Sulawesi Selatan Pak. Beliau
meminta salam tolong sampaikan ke Pak Menteri, tidak apa-apa mati lampu saja
kalau malam karena sudah efek program penerangan lampu jalan Pak yang PLTS.
Dia malah menantang Pak, nggak apa-apa kalau malam mati lampu. Dan saya
diberikan amanat Pak untuk menyampaikan ini saya teruskan kepada Bapak dan
dengan ini saya serahkan Pak, izin Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Kan kemarin Pak, kita menerima aspirasi dari bupati Penajam dan lengkap ya
unsur Pimpinan daerahnya. Saya kira ini juga kita serahkan saja lah Pak Satya Yuda
kemarin yang langsung menerima. Pak Satya bisa serahkan Pak, aspirasi juga untuk
masukan barangkali, sama yang punya Dapil
F-NASDEM (dr. ARI YUSNITA):
Pimpinan, kami juga mau menyampaikan aspirasi, sedikit saja, cuma aspirasi
saja.
MENTERI ESDM RI:
Pimpinan, saya mohon izin pamit dulu diteruskan oleh Wamen Pak karena
jamnya nanti saya terlambat ini Pak.
KETUA RAPAT:
Baik, ini break Pak.
Ini karena tadi Bapak-bapak semua, silakan 2 Ibu-ibu ada aspirasi juga, ini
aspirasi perempuan ini Pak, setelah ini kita break. Tapi sambil itu Pak Menteri, soal
BBM penyimpanan itu Pak, mungkin apa yang Bapak sampaikan dengan bunyi surat
kelihatannya agak beda nanti Bapak dalami Pak ya.
Baik, terima kasih.
Kita break ya karena waktu sekarang sudah jam 13.40 WIB, 14.30 WIB nggak
terlalu lama ya, ini Pak Satya 14.15 ya saya kira sholat dan makan siang. Rapat kita
skors dan kembali lagi nanti jam 14.15 WIB.
(RAPAT DISKORS PUKUL 13.40 WIB)
Rapat kita mulai lagi dengan skors dicabut dan rapat kita lanjutkan.
(SKORS RAPAT DICABUT PUKUL 14.30 WIB)
Bapak-Ibu yang terhormat.
Bahwa tadi di sesi pertama kita sudah selesaikan pendalaman melalui teman-
teman. Berikutnya adalah di daftar penanya di meja Pimpinan ini Bu Andi Paris,
terima kasih Ibu Andi tadi bisa hadir untuk bersabar untuk masuk di termin kedua
dan nanti setelahnya sesungguhnya Pak Bara Hasibuan tapi Beliau, iya ternyata apa
yang ingin Beliau sampaikan sudah disampaikan oleh teman sebelumnya.
Baik silakan Ibu Andi.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang saya hormati Pak Wakil Menteri ESDM, Pak Sekjen ESDM, Pak Dirjen di
sini hadir Dirjen Migas, Dirjen Ketenagalistrikan, Dirjen Minerba.
Beberapa pertanyaan saya tadi sudah ditanyakan oleh teman-teman, hanya
yang ingin saya tanyakan di sini ada PLN belum datang ya. Di halaman 15
presentasi Pak Menteri tadi, ini punya arti banyak sekali kalau kita lihat satu lembar
ini tentang proyek pembangkit 35 ribu mega watt ini. Nah ini data detilnya ada tidak
Pak Sekjen atau Pak Dirjen ya, ada Pak ya. Jadi gini Pak, saya di sini
menyampaikan aspirasi juga dari teman-teman. Beberapa paparan Pak Menteri tadi
itukan banyak general policy secara umum, kita ingin secara detilnya dalam rangka
fungsi pengawasan juga sebagai mitra kerja, misalnya untuk di sini kan untuk
kontrak ini ada 43%, yang belum kontrak 75%. Kemudian klasifikasinya ada
perencanaan, pengadaan sampai dengan FSO ini ada klasifikasinya, bisa kah kami
diberikan datanya ya untuk yang sudah kontrak, tahap perencanaan misalnya 34%
itu kapan akan selesainya dan di mana saja, begitu pun untuk kuning, hijau sampai
yang biru. Kemudian untuk IPP, nah ini ada pertanyaan biasanya kan Pak, ada
permintaan untuk surat jaminan sebesar masih 10% Pak kebijakannya, 10%.
Apakah 10% itu tidak memberatkan bagi IPP yang local ataukah memang ada niat
untuk menurunkan dari 10%, landasan 10%-nya apa Pak, dasar hukumnya
misalnya. Kemudian begitu pula untuk yang IPP di sinikan ada juga daya gramnya,
kami ingin datanya misalnya di mana dan pada tahap ini kapan selesainya supaya
kita tahu kapan sih sebenarnya listrik akan tersedia pada daerah-daerah tertentu. Ini
untuk mendapatkan gambaran.
Untuk Pak Dirjen Migas sebenarnya sudah beberapa dipertanyakan tapi ini
pertanyaan teman-teman waktu di Yogya tentang converter gas. Itukan dari premium
Pak ya ke gas, ada pertanyaan waktu itu berkembang kalau yang tadinya memakai
solar ke gas itu seperti apa nantinya Pak, apakah sudah siap atau ada teknologi
yang sudah siap.
Kemudian untuk Freeport ini ada daerah-daerah yang dilepaskan, wilayah
yang dikurangi. Tentunya ini kan akan menjadi milik negara kembali atau
bagaimana, kemudian siapa yang bertanggung jawab ketika sudah dilepaskan oleh
Freeport ataupun misalnya kalau kasus di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara
dilepas oleh valet misalnya, itu siapa yang memperbaiki kalau misalnya ada
kerusakan lingkungan. Ini siapa yang bertanggung jawab. Kira-kira ini pertanyaan
yang sempet saya catat karena beberapa tadi sudah ditanyakan oleh teman-teman,
tapi untuk halaman 15 saya ingin dieksplor baik diberkan data tertulis ataupun
dijelaskan saat ini.
Begitu Pak kira-kira pertanyaan saya, ringkas Pak ya.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Ibu Andi.
Ringkas, padat, tegas, jadi menusuk saya kira nanti penjelasannya juga akan
rinci.
Berikutnya Pak Mukhtar Tompo, saya kira tadi Beliau sudah sampaikan
aspirasi dan setelah ini Pak Kurtubi Pak.
Silakan Pak Kurtubi.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Terima kasih Pak Ketua.
Yang terhormat Bapak Wakil Menteri ESDM, Bapak-bapak Dirjen di lingkungan
Kementerian ESDM.
Rekan sejawat Anggota Komisi VII yang saya hormati.
Ada beberapa pertanyaan pertama dulu tentang Freeport ya, saya mewakili
Fraksi Nasdem sebagai partai pendukung pemerintah mendukung kebijakan
pemerintah dalam kaitannya penetapan apa namanya proses perundingan dengan
pihak Freeport untuk menghindari sejauh mungkin penyelesaian lewat arbitrase.
Tetapi dengan catatan apapun keputusannya berunding dengan pihak Freeport
untuk ke depan tetap saja memegang prinsip tata kelola sektor minerba kita ini
hilirisasi itu adalah wajib, apapun bentuk kontraknya, bentuk perizinannya. Nomor
dua, Freeport sampai sekarang masih berstatus sebagai kontraktor kontrak karya
yang memang dilindungi Undang-undang Minerba Nomor 4 Tahun 2009 masih
diakui, tetapi ke depan sistem kontrak karya ini tidak boleh ada lagi di Republik
Indonesia, hingga dia hanya punya payung hukum ini sampai 2021, setelah itu
nggak ada lagi paying hukumnya. Maksud saya tuntutan Freeport apapun versinya
yang mengacu kepada sistem kontrak karya sudah nggak punya tempat lagi di
Indonesia, nggak ada payung hukum lah. Demikian juga di dalam susunan revisi
Undang-undang Minerba seyogyanya ini juga ditangani oleh Komisi VII, kita akan
hilangkan sistem kontrak karya di dalam undang-undang. Bahkan izin yang sekarang
sebagai alternatif di UPK ini, ini bisa kita fikirkan bersama nanti dalam penyusunan
revisi Undang-undang Minerba. Kalau kami melihat apa yang sudah dicapai dalam
rangka revisi Undang-undang Migas poin-poin pokok yang kami telah sepakati,
walaupun masih dalam proses bahwa pengelola migas itu nanti badan usaha khusus
migas maka seyogyanya ke depan juga untuk bidang minerba kira-kira mirip seperti
itu, di mana tidak lagi menggunakan kontrak karya karena kontrak karya yang
berkontrak adalah pemerintah, nggak boleh, IUP yang berlaku sekarang ini sudah
jauh lebih bagus dari kontrak karya. Tapi menurut pendapat saya lebih bagus pake
kontrak tetapi yang berkontrak tidak lagi pemerintah gitu loh, yang berkontrak adalah
perusahaan negara di bidang tambang, sama juga di migas yang berkontrak itu
perusahaan negara di bidang migas yang berkontrak dengan investor. Ke depan
mari kita fikir bersama, ada kelemahan pada sistem izin usaha penambangan tapi
jauh lebih bagus dari kontrak karya. Alternatifnya adalah tetap kontrak dengan pihak
kontraktor pertambangan, tetapi tidak dia berkontrak dengan pemerintah atau G to G
tapi sebaiknya seharusnya agar tidak melanggar konstitusi Pasal 33 yang berkontrak
itu adalah perusahaan negara di bidang tambang jadi B to B, itu satu.
Kedua, terkait dengan kelistrikan nasional. Kami juga mendukung kebijakan
dan upaya-upaya pemerintah untuk mewujudkan harga listrik yang semakin
terjangkau oleh rakyat. Ini merupakan tantangan juga bagi sektor produsen listrik
untuk bisa seefisien mungkin, untuk bisa terus menurunkan biaya pokok produksi ya
nah seperti itu. Nah terkait dengan ini maka PLTG-PLTG yang ada di banyak daerah
terutama Dapil saya di provinsi Nusa Tenggara Barat, boleh di bilang di sana 90%
listrik itu dari PLTB. Ini ngak boleh lagi ada izin-izin baru untuk membangun PLTB,
yang PLTB yang lama ini sebaiknya diganti dengan pembangkit-pembangkit listrik
yang lebih efisien.
Tiga, kami juga mendorong untuk pembangkit listrik tenaga tenaga
terbarukan. Energy terbarukan khususnya PLT apa PLT Bayu kalau memungkinkan,
PLT Surya kalau memungkinkan. Nah ini terkait dengan PLTS, di dalam data yang
diberikan di sini listrik tenaga EBT dalam RUPTL 2017-2026 ini 22,6 ya padahal
sebelumnya target 23% ya Pak Dirjen, ini kok kurangnya sedikit banget 0,4 kenapa
nggak cari-cari, didorong EBT itu untuk bisa genepan 23%. Nah saya rasa begini
ada kaitannya, kira-kira seminggu yang lalu saya di telepon ole duta besar kita di
Abu Dhabi. Beliau akan membawa investor dari Abu Dhabi, investor di bidang
energy khususnya pembangkit listrik tenaga surya. Dia bilang investor Abu Dhabi ini
sudah punya PLTS di Eropa sudah banyak tapi sudah terbukti. Beliau minta ketemu
pemerintah dengan Dirut PLN untuk menjajaki kemungkinan untuk mereka mau
investasi untuk tenaga surya. Saya lansung saja mengarahkan mendorong kalau
bisa di Nusa Tenggara Barat, diarahkan investor ini kalau memungkinkan secara
teknis tenaga suryanya dan dia berjanji biaya pokoknya akan jauh lebih rendah
seperti itu. Jadi kalau ini konkrit ada, sasaran 23 itu mungkin akan bisa direvisi, tidak
22,6 kok tanggung bener nggak sampai 23 seperti saran sebelumnya, kalau bener
ya. Ini ada peluang untuk PLTS itu costnya bisa dikurangi dengan investor dari luar
kira-kira seperti itu. Jadi mohon nanti Pak Dirut PLN B to B itu akan …..ke Pak
Dirjen sekarang, tanggal 10 mereka janji karena saya kebetulan Dapil Nusa
Tenggara Barat, Pak Dubes ini dari Ampenan dari NTB. Itu kedua.
Ketiga, di sini saya tidak melihat ada penekanan terhadap program kritikan
nasional di dalam jangka panjang. Pertama tadi saya mendukung kalau biaya pokok
listrik itu seharusnya diarahkan untuk bisa lebih turun, lebih turun kebijakan.
Berikutnya menyangkut emisi CO2, padahal kita sudah meratifikasi Paris
Aggreement itu penghasil emisi CO2 terbesar itu antara lain PLTU dari batubara,
tetapi kita maklum kita penghasil batu bara, PLTU listriknya jauh lebih murah, kita
dapat memahami itu. Tetapi untuk jauh ke depan kita nggak boleh terlalu dominan
kelistrikan kita tergantung pada batu bara. Maka energy mix yang ada itu mungkin
perlu di revisi ke depan tetap kita dorong batu bara tetapi mungkin kenaikannya tidak
perlu maksimal, dalam arti batu bara kita habiskan secepat mungkin, bangun PLTU
sebesar-besarnya, mungkin paradigmanya tidak begitu lagi. Kita berfikir jangka
panjang udara jangan sampai tercemar dengan PLTU-PLTU yang banyak. Untuk
gambaran sekarang Cina itu batu bara itu dibikin ekstrim turun itu penggunaan batu
bara, listrik di Cina itu. Gantinya apa, batu bara menghasilkan listrik kapasitas yang
besar iya, tapi kalau itu mau kita kurangi, bukan menghilangkan, mengurangi
gantinya apa, PLTA kita nggak punya sungai kaya amazon di sini, ada sungai di
Kapuas landai-landai saja itu, sehingga nggak bisa PLTA di Kalbar……. apa ke
depan ya mohon maaf kembali nuklir jawabannya ya, nuklir jawabannya jangka
panjang untuk kepentingan nasional. Kita membangun pembangkit itu untuk 50
tahun paling nggak berpikir, kalau dengan PLTN kita bisa bangun paling kecil itu 500
mega, 1000 mw, 2 x 2 x 1000 mega watt misalnya seperti itu, kalau LPLTU mungkin
seuprit-uprit. Jadi di Papua cuma 6 mega pakai batu-batu bara ngangkutnya kayak
apa. Jadi mari kita pikirkan ada hal-hal yang harus kita revisi, kita akui nggak boleh
dianggap sebagai kitab suci yang nggak boleh diubah-ubah gitu.
Jadi yang ingin saya katakan, kalau berpegang kepada KEN yang ada
sekarang memang nuklir itu opsi terakhir, jangan kita berhenti sampai di situ gitu loh.
Kita berpikir untuk kepentingan bangsa jangka panjang, kebutuhan listrik bangsa ini
akan begitu meningkat kalau GDP kita sekarang 5%, mungkin tahun depan 5,5,
maksimal yang bisa dicapai saya prediksi 6%. Tolnya pol GDB Indonesia hanya
tumbuh 6,5% itu mentok 6,5%, kalau kondisi listrik seperti ini, 6,5% ini jawaban
mengapa republik ini kemakmuran kita itu tertinggal jauh dengan negara lagi. Cina
itu bisa melonjak luar biasa sekali, kalau Bapak-bapak ke Shanghai, ke Guangzhou
itu melebihi New York kota-kotanya itu sekarang. Mereka bisa begitu karena double
digit, GDP growth-nya dalam 15 tahun kalau nggal salah itu, dalam belasan tahun
China itu berkembang double digit GDP-nya. Kita punya P6 aja susah yang luar
biasa. Saya mengatakan maksimal 6,5% negeri ini bisa GDP-nya berkembang. Mau
bermimpi menyamai Malaysia saja mustahil ini, kalau energi kita seperti saat
sekarang ini. Pembangunan pembangkit ini dituangkan dalam RUPTL, kalau RUPTL
juga tidak mampu berpikir melihat konsumsi listrik kita akan bergerak secara
eksponensial, bukan dari sinier. Ini saya jelaskan secara sedikit secara ilmiah,
pendekatan ekonometri, jika melihat energi ini terkait dengan GDP. Jadi GDP turun-
naiknya tergantung konsumsi energi. Konsumsi ini naik GDP naik tetapi dalam kasus
energi dia hubungan fungsionalnya tidak satu arah, diadua arah ini energy sama
GDP, 2 arah bukan hanya konsumsi energi mempengaruhi GDP. Tetapi GDP juga
mempengaruhi energy dalam ekonomi fungsional 2 arah. Once GDP itu belum tentu
tercapai, akibatnya apa? konsumsi energi akan bergerak tidak ada linier,
eksponensial dia mendaki. Ini yang katakan kalau GDP kita mampu saja 6,5%, saya
yakin demand akan listrik jauh lebih tinggi dari pada yang diperkirakan sekarang,
camkan itu, bisa Bapak-bapak atur pembangkit tetap landai-landai saja akibatnya
kesempatan kerja tidak tercipta banyak. Jadi untuk bangsa ini maju energy kuncinya
tidak hanya pertanian, energy kuncinya untuk bisa negara maju, pertanian butuh
kita, tetapi tidak bisa mendorong bangsa ini menjadi negara maju hanya dengan
pertanian. Energi menciptakan industri, industri bisa mengubah ekonomi itu bergerak
cepat, menciptakan lapangan kerja lebih bagus, hanya energi yang mampu
menjawab dan itu listrik. Maka saya tetap berharap RUPTL harus disempurnakan
dengan memasukkan nuklir, lebih-lebih secara perundang-undangan nuklir itu sudah
amat sangat legal standing hukumnya, legal standingnya sangat kuat PLTN di
Indonesia, ada Undang-undang Pembangunan Jangka Panjang ada nuklirnya.
Bahkan di Undang-undang Energi ada nuklirnya, halo-halo, ini ujug-ujug PP, PP ’79
menempatkan nuklir opsi terakhir, tinggi mana Undang-undang sama PP. PP
katanya disahkan di ruangan ini di Komisi VII, nggak ada tuh. PP ya PP, menang
Undang-undang-undang. Kami akan desak Menteri Bappenas jadi untuk
melaksanakan Undang-undang Pembangunan Nasional di situ ada nuklirnya.
Enggak boleh bangsa ini di kunci mati kemajuannya hanya oleh beberapa orang,
nggak boleh, saya enggak terima itu.
Nasdem nggak mau terima kalau kebijakan energi nasional dikunci mati yang
menyebabkan bangsa ini terhambat kemajuan ekonominya. Mustahil menjadi negara
maju kalau listriknya enggak cukup, usahain. Ini orang habis-habisan batubara ingat
ada CO2 pengganti, bisa kita berdayakan pembangkit batu bara semua bisa, bisa
banget kalau kita penghasil batubara. Tapi ingat juga reserve-nya hanya untuk
untuk 40 tahun, untuk 30 tahun. Harus kita bisa, sekarang siapkan pembangkit listrik
yang bisa sustainable.
KETUA RAPAT:
Pak Kurtubi nanti kan DEN sudah menghasilkan Ruen rencana umum energy
nasional. Saya kira nanti kita akan agendakan mengundang mereka seperti apa
roadmap pengembangan energi nasional nanti ke depan, nanti kita akan agendakan
itu Pak. Jadi begini, ada yang baru Pak, sudah mereka baru selesaikan Ruen
katanya.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Jadi saya ulang kembali, tolong Bapak-bapak kami dijelaskan kalau ada data
sekarang tolong disampaikan, kalau nggak ada kapan-kapan tertulis boleh yaitu
peran energi EBT 22,6% ini lokasinya di mana, berapa yang PLT Bayu, PLT Surya,
mikro hidro, petanya kaya apa. Saran saya yang tinggal secuil untuk bisa menjadi 23
ini tinggal 0,4 untuk 23 ini, tolong PLTS, mudah-mudahan betul ini Pak Dirut PLN
dari Dubes Abu Dhabi kita itu katanya beliau membawa investor dari Abu Dhabi
khusus PLTS tenaga surya. Mudah-mudahan terealisir dengan cost yang lebih
rendah tentunya nanti mudah-mudahan, sehingga paling nggak sasaran 23 tetap
utuh seperti semula enggak dirubah-rubah gitu.
Demikian, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Kurtubi.
Nanti sama-sama kita ya dengan DEN. Pak Mukhtar Tompo tadi sudah ya,
kemudian Ibu Katherin seteah nanti baru Ibu dr. ari.
Silakan Ibu.
F-GERINDRA (KATHERINE A. OENDOEN):
Pimpinan, tadi saya sudah menyerahkan proposal. Saya rasa sekian.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Ibu Katherine.
Sudah ada dalam proposal tadi, Ibu Ari.
F-NASDEM (dr. ARI YUSNITA):
Sedikit saja mungkin Pimpinan.
Untuk Pak Wamen asal tahu kita di daerah perbatasan di Sebatik mungkin
selama ini pemerintah pusat tahunya cuma Sebatik aja gitu, padahal kita perbatasan
itu masih ada Lumis Ogong dan yang lain-lain. Cuma kalau di daerah Sebatik ini
elpiji yang non subsidi itu kan elpiji 3 kilogram yah, yang nonsubsidi itu karena tidak
memenuhi kuota Sebatik mereka biasanya mengambil asupannya itu dari Malaysia
Pak yang menggunakan 12 kilogram. Nah yang menjadi permasalahan masa kita
selama ini tergantung sama Malaysia terus. Dan menurut Pak Wamen apa solusi
untuk di daerah seperti kami di perbatasan, solusinya aja.
Itu aja mungkin, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Ibu dokter Ari.
Di sini masih ada Ibu Eni sama Ibu Peggi ya mungkin sedang keluar, mungkin
masih ada teman-teman sebelum di meja pimpinan.
Pak Sayed dulu Pak ya.
F-PD (SAYED ABUBAKAR A. ASSEGAF):
Terima kasih.
Bismillahirrahmanirrahim.
Pimpinan dan Rekan-rekan Anggota Komisi VII, Pak Menteri dan rekan-rekan
sekalian.
Saya hanya ingin menambahkan sedikit saja tentang listrik di daerah saya di
provinsi Riau pak. Jadi sampai hari ini di kota Pekanbaru khususnya itu listrik sampai
hari ini masih tetap mati. Dulu kalau kita tanya kenapa listrik itu mati pasti alasannya
karena kekurangan daya. Tapi beberapa saat yang lalu Pak Presiden sudah
meresmikan juga PLTU yang ada di Tenayan itu 2 x 10 mega watt dan ada juga
pembangkit listrik yang di MPP mobil power plant di balai Pungut Riau itu 3 x 25 itu
sangat besar. Tapi kenyataannya setelah ada power plant tersebut tetap juga mati,
bahkan hari ini masih mati juga listrik. Jadi sebetulnya apa permasalahannya
kemarin saya coba cari informasi apa penyebab listrik ini bisa mati, ternyata
sekarang masalahnya jaringan lagi pak. Jadi walhasil enggak akan pernah masalah
listrik ini selesai. Setelah power dapat, jaringan setelah jaringan, power akhirnya
nanti nggak akan pernah selesai. Bahkan di salah satu desa, ada lebih kurang 100
desa di kecamatan Rohul itu tempatnya tidak jauh dari PLTA Koto Panjang sampai
sekarang jaringan di sana enggak masuk.
Jadi saya enggak paham dibangun PLTA di sana, tapi ini masyarakat yang
berdekatan dengan situ lebih kurang 100 desa tidak ada dapat listrik. Nah
sebetulnya apa permasalahannya, minta nanti Pak Menteri atau Pak Wamen untuk
menjelaskan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Sayed.
Ibu Peggi sudah hadir Pak, nanti setelahnya Pak Harry lagi gitu ya.
Silakan Ibu.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Terima kasih Pak Ketua.
Yang terhormat Wakil Menteri, para Dirjen, Kepala BPH Migas, Direktur PLN.
Saya ingin luruskan di sini sesuai yang tadi disampaikan dari Pak Menteri,
bahwa retribusi daerah itu akan dibicarakan dengan Pemerintah daerah, pemangku
adat, dan tokoh masyarakat yang ada di daerah. Saya cuma perlu perkuat di sini
kepada pemerintah bahwa mau meluruskan kepada pemerintah bahwa itu satu
kewajiban dari pemerintah pusat untuk membicarakan itu dengan pemerintah daerah
dan pemangku adat, karena daerah lain tidak mempunyai otonomi khusus. Cuma
ada 3 otonomi khusus, 4 otonomi khusus di Republik Indonesia ini, Papua, Papua
Barat, Aceh, DIY, DKI Jakarta dan itu tertuang di dalam Undang-undang otonomi
khusus. Tadi Pak Menteri tidak menyampaikan bahwa perintah Undang-undang
otonomi khusus harus melibatkan pemerintah daerah dan tokoh adat.
Di sini saya mau katakan bahwa perintah Undang-undang Otonomi Khusus
itu harus dibicarakan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Itu
tertuang di dalam Undang-undang Otonomi Khusus bahwa pembagian hasil
tambang ada dibagi semua ada tertulis di dalam Undang-undang ini. Oleh karena itu
pemerintah tidak boleh dan pemerintah harus serius mengurus Papua dengan
tambang ini karena akibat dari pada dikeluarkannya IUPK ini oleh pemerintah
akibatnya pemerintah sudah membuat terkotak-kotaknya dan membuat kaum radikal
yang selama ini tertidur, mereka terbangun, mereka terusik dengan IUPK dan
mereka semua dan beberapa waktu lalu datang ke sini demo dan ada beberapa
kaum radikal itu minta merdeka. Jangan salahkan kami orang Papua, tetapi itu
kembali kepada pemerintah yang harus serius menangani Papua dan mengurus
Papua itu dengan baik. Sejak Freeport ada di Papua terhitung 50 tahun, baru 20
tahun kami menikmati hasil tambang itu, kenapa harus 20 tahun? karena begitu
terjadi tahun ‘94 itu ada penyanderaan di …….waktu itu Pak Prabowo masih ada dia
yang mengurusi sampai 1996 dana 1% itu baru bisa diberikan kepada dua suku ini
yang ada di kabupaten Mimika. 2001 dana otonomi khusus itu baru ada, jadi jangan
bilang bahwa sejak 50, sudah 50 tahun Freeport ada di Papua, Orang Papua masih
miskin. Kami baru menikmati itu 20 tahun Pak, sejak ada ’94, ‘96 ada dana 1% dan
2001 ada dana, Undang-undang Otonomi Khusus ini, hasilnya dikeluarkan oleh DPR
RI dan ini dirancang di gedung yang terhormat ini.
Oleh karena itu pemerintah pusat harus menghargai hak-hak dasar dari pada
kami orang Papua yang ada tertuang di dalam Undang-undang Otonomi Khusus ini.
Saya melihat selama ini dengan dikeluarkannya IUPK ini, tadi Pak Menteri
mengatakan hanya 29 orang dan itu tidak ada tidak terjadi gejolak dan itu biasa-
biasa saja. Pak saya mau katakan pemerintahan sekarang ini pemerintahan
blusukan, saya mengundang Pak Menteri dengan jajarannya datang blusukan ke
Timika, jangan datang cuma blusukan ke pasar-pasar. Kami di Papua harga cabe
mau naik, harga beras mau naik kami tidak demo dan kami tidak berteriak-berteriak
itu, tetapi bapak datang ke sana dan melihat perekonomian Timika lumpuh 50%
diakibatkan karena dikeluarkannya IUPK ini. Bapak bisa, Pak Menteri bisa
mengatakan bahwa itu biasa-biasa saja, iya Bapak biasa-biasa saja karena Bapak
mengeluarkan Undang-undang itu, Bapak bisa ketawa, Bapak bisa tidur enak di sini,
tetapi perekonomian Timika lumpuh 50%. Saya mengundang bapak ke sana dan
bapak melihat keadaan yang sebenarnya terjadi di sana. Jangan bicara saja di sini
tapi datang dan lihat di sana dan apa yang terjadi di sana seperti itu dan saya
berharap penuh kepada bapak-bapak di kementerian agar pembicaraan dengan
pemerintah daerah dan pemangku jabatan di sana dan pemangku adat di sana
harus dilibatkan karena harus sesuai dengan Undang-undang Otonomi Khusus,
jangan melihat kami bangsa orang Papua sebagai bangsa kelas dua di republik ini,
tetapi libatkan kami. Tahun ‘91 kontrak karya kedua belum lahir Undang-undang
Otonomi Khusus, tetapi setelah sekarang ini bapak harus memakai Undang-undang
Otonomi Khusus, supaya undang-undang ini tidak ompong. Kami orang Papua
dihargai dengan undang-undang ini karena ini buatan pemerintah dan di buat di
gedung yang terhormat ini seperti itu.
Itu saja penyampaian saya, terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Ibu Peggi.
Ibu Eni sudah ada juga Pak Harry, nanti setelah ini baru Pak Harry ya Ibu Eni
sudah datang.
Silakan Bu.
F-PG (ENI MAULANI SARAGIH):
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Terima kasih Pimpinan.
Teman-teman Anggota Komisi VII, Bapak Wamen, Bapak Direksi PLN dan
semua jajarannya.
Saya hanya ingin menyampaikan yang pertama adalah soal smelter, Freeport
karena kebetulan ini Dapil saya Pak. Pak Wamen ini Dapil saya, jadi kita tidak mau
ada lagi kebohongan. Selama ini Freeport selalu menyebutkan bahwa mereka sudah
membangun di Gresik, tapi pada kenyataannya sama sekali enggak. Freeport sudah
bikin MoU dan sebagainya dan sebagainya, tapi kenyataannya juga enggak ada,
yang saya tahu MoU tidak pernah diperbaharui lagi dengan Petrokimia Gresik. Jadi
kalau selama ini Freeport tidak mau pembangunan di Papua dengan berbagai
alasan dan akhirnya membangun di Gresik karena semua prasarana untuk
membangun tersedia, tapi kenyataannya untuk menentukan tempatnya saja belum.
Apakah di Petrokimia atau ada di tempat lain di Gresik itu saja belum, apalagi yang
lain-lain. Jadi mungkin kalau saya senang walaupun tadi saya tidak mengikuti
paparan dari Pak Menteri Pak Jonan bahwa kemungkinan bahwa Freeport memang
mau mengikuti pemerintah dengan IUPK gitu, tapi saya mohon, iya kan membangun
smelter ya kita pastikan memang Freeport membangun smelter.
Yang kedua soal tata niaga gas bahwa memang pada kesempatan ini saya
ingin memberitahukan bahwa ada satu yang sudah dikeluarkan Permen Nomor 40
bahwa harga gas itu paling tinggi di hulu itu sekitar 6 dolar per Mmbtu, tapi
kenyataannya di Gresik ada BUMD Gresik Migas namanya dan kebetulan itu Dapil
saya. Harga gas di PHE di hulu Pak ya, harga gas dari PHE itu masih per akhir
Desember kemarin masih 7,78 mmbtu. Padahal waktu tahun sebelumnya itu masih
6,5 dolar per mmbtu. Kalaupun ada eskalasi sesuai dengan apa namanya kontrak
yang memang sudah ada dari BUMD Gresik Migas dengan PHE itu eskalasi
kenaikan 3%. Saya tidak paham kebetulan ini ada Pak Wirat Komisaris PGN kita
apakah benar karena PGN mengambil harga yang paling mahal dari PHE itu
sebesar, senilai, seharga 8,2 dolar mmbtu, itu paling mahal, mungkin paling mahal di
Indonesia ngambil gas di hulu PGN jadi. Oke kalau trader swasta mau dirapikan
nggak ada masalah, tapi kalau BUMG itu kan satu keharusan, mereka punya hak
10% untuk mendapatkan haknya, tapi kalau seperti ini saya pikir ini tidak adil. Jadi
Gresik Migas yang awalnya dapat gas seniai, seharga 6,5 dolar per mmbtu kenaikan
17,8 jadi kalaupun turun cuma berapa sen aja yang sudah diturunkan.
Jadi Pak Wamen ini jadi perhatian saya sudah berapa kali bicara di sini dan
memang sampai hari ini enggak ada sama sekali dan walaupun Permen sudah
keluar bahwa harga paling besar di hulu 6 dolar, tapi sampai hari ini untuk Gresik
Migas BUMD ini lho ya, BUMD masih 7,7 dolar per mmbtu. Jadi kalau bisa supaya
aturan itu tidak mengatur hanya di hulu Pak, tadi saya dengar dari Pak Satya juga
sudah sampaikan kalau bisa pemerintah mengatur harga gas juga di hilir sampai di
dilir, sampai di end user. Kalau misalnya apa namanya bensin, minyak dan
sebagainya itu bisa diatur sampai di end user dengan harga yang sama kenapa
dengan gas tidak ini, ini yang menjadi harga gas misalnya seperti misalnya seperti
mungkin sama dengan Pak Pimpinan, Pak Gus itu di Sumatera Utara udah mahal
juga gitu ya, tinggi banget lah, paling tinggi malah di Indonesia, paling tinggi. Jadi ini
semua saya tahu bahwa ini memang ada trader yang berlapis-lapis, saya setuju gitu.
Tapi PGN itu di Sumatera cuma sendiri Pak, monopoli. Jadi karena monopoli juga
harga gas jadi, di tingkat end user jadi tinggi. Jadi kami mohon sama pemerintah ya
kalau bisa jangan hanya di hulu yang ditetapkan harga, tapi sampai di end user itu
harga harus bisa diatur juga, supaya jangan sampai di sini ada yang 7, di Jawa
Timur ada yang, di Jawa Timur saja itu bisa bervariasi harganya ada yang jual 8,5
ada yang 9 sampai di end user saja bukan hanya di Sumatera sampai 11, 12 masih
ada.
Nah ini yang perlu Pak Wamen menjadi perhatian, khusus untuk BUMD
Gresik Migas karena itu juga punya hak mereka dan BUMD Gresik Migas juga punya
fasilitas jadi enggak ada yang memang disanksikan lagi, dimohonkan kalaupun ada
kenaikan dari awal 6,5 terus ada eskalasi yang memang sesuai aturan eskalasi lebih
dari 3% atau setiap tahunnya 3%. Jadi jangan sampai dari 6,5 dolar per mmbtu terus
sampai ke angka 7,8 jadi ini memang sangat-sangat keterlaluan menurut saya.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Bu Eni.
Sekedar info Pak, bahwa semangat itu sudah kita akomodir di draft RUU
Migas bahwa tidak hanya minyak BBM yang satu harga yang sama di seluruh
Indonesia, tetapi juga terkait dengan gas Pak. Saya kira memang tata niaga gas ini
yang sebelum pun undang-undang memang perlu dibenahi Pak Menteri. Kita tahu
betul bahwa ada apa ya, iya ada hal-hal yang tidak masuk akal. Saya tetap saja B to
B bisnis to bisnis masih tetap yang rasional juga pastinya gitu.
Pak Harry tadi Pak ada tambahan sebelum ke.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Terima kasih Pimpinan.
Saya hanya ingin mengulang saja apa yang saya sampaikan tadi kan ada
koreksi, seizin pimpinan saya langsung saja komunikasi dengan Direktur Utama
PLN. Pernyataan saya tadi saya tarik Pak Dirut PLN karena ternyata orang saya di
lapangan melaporkan kabel sudah sampai di lokasi, terima kasih atas upaya kerja
sama dan sangat responsif ini.
Kedua kali terkait dengan keringanan biaya pemasangan karena masalah
listrik desa itu sebagai bukan tidak mampu masyarakat membayar uang pelanggan,
tetapi mereka tidak mampu membayar biaya pemasangan. Kami mohonkan ada
keringanan tetapi tadi dari penjelasan Dirjen Ketenagalistrikan hal itu tidak
dimungkinkan, kecuali dengan mekanisme angsuran. Kalaupun dengan angsuran
mohon Direksi PLN memberikan instruksi ke lapangan sehingga mekanismenya ini
bisa dilaksanakan, ya kami bisa saja, syukur-syukur kalau memang PLN bisa
mempertimbangkan biaya pemasangan ini dikompensasi, mohon maaf ya dengan
program CSR misalnya karena kan faktanya ya jangankan kita bicara di daerah
terpencil di Jawa Tengah saja yang notabene relatif paling maju dibandingkan
dengan wilayah lain, itu secara rata-rata di setiap desa itu ada saja rumah yang
seperti tadi menteri paparan ya 20 tahun, 30 tahun yang lalu sampai sekarang tidak
mengenal listrik karena memang sangat tidak mampu mereka ya, tetapi kerjasama
dengan PLN sudah banyak merasakan masalah hanya keringanan biaya
pemasangan. Ini kami mohon bisa diadakan solusi kalaupun tidak bisa zero ya entah
dengan angsuran atau mungkin dikompensasi dengan program CSR dari Pertamina,
maaf dari PLN karena program yang kurang lebih sama oleh PGN juga dilakukan
untuk CSR ini ke daerah-daerah pemilihan para anggota.
Kemudian saya ingin komentar mengenai lembaran yang disampaikan pada
kami, dari RUPTL 2016-2025 kemudian versus RUPTL 2017-2026, saya komentar
saja kelihatannya kita tidak bekerja dalam kontes mengurangi emisi karena EBT-nya
peningkatannya tidak signifikan. Oleh karena itu kalaupun ini belum disahkan
hendaknya rancangan ini dikaji ulang, khususnya untuk Dirjen Kelistrikan, apa EBT
KE. Saya pikir EBT persentase hanya 3% ini kelihatan kita tidak serius, tetapi saya
tidak tahu apakah ini ngikutin policy yang baru dari Presiden Amerika Donald Trump
karena mereka tidak lagi mengikuti program pengurangan emisi yang terakhir di apa
dluncurkan oleh Amerika.
Itu saja dari saya dan terima kasih atas kerja sama responsif, yang sangat
responsive dari PLN.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira dari teman-teman sudah cukup, mungkin dari meja Pimpinan.
F-NASDEM (dr. ARI YUSNITA):
Pimpinan, sedikit 2 detik saja Pimpinan. Saya mau menanyakan sedikit
kepada Pak Dirjen Migas, Pak.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Pak Dirjen di Paser itukan penghasil gas, nah kemarin waktu kita kunjungan
kerja ke Paser mereka menyatakan bahwa belum ada Jargas, mereka mengusulkan
untuk adanya Jargas, 1.
Terus yang kedua kepada Dirut PLN, saya mau menanyakan pak tentang
PLTA Sungai Kayan yang sebelumnya berdasarkan info bahwa PLTS Sungai Kayan
ini mempunyai daya sebesar daya sebesar 900 mega watt Pak. Nah itu kan
merupakan nanti menjadi PLTA yang terbesar di Indonesia, bagaimana progressnya.
Terus yang ketiga, tadi juga sudah saya sampaikan juga aspirasi pak kepada
Pak Menteri bahwa di Nunukan juga tentang penambahan kuota Pak dari 35 ribu
dari kabupaten Nunukan untuk ditambah menjadi 72 ribu. Mungkin itu saja yang
ingin saya sampaikan.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Izin Pimpinan, setengah menit.
KETUA RAPAT:
Ini setengah menit, kalau tadi 2 detik Tarakan gitu.
F-PAN (Dr. Ir. Hj. ANDI YULIANI PARIS, M.Sc):
Ini saya Pak Wamen, mungkin Pak Dirjen saya ingin menyampaikan bahwa
penambahan Jargas di Wajo. Tadi Pak Dirjen sudah menyampaikan ada
permasalahannya sedikit. Nah kira-kira solusinya gimana pak ini kan masyarakat
yang membutuhkan untuk tanya saya soal penambahan Jargas di Kabupaten Wajo.
Terus kemudian saya nggak tahu Pak Wakil Menteri, ada nggak program energi
terbarukan melalui penggunaan air danau karena seperti di Dapil saya kan
kabupaten Soppeng itu ada danau, tetapi masyarakat yang di atas gunung itu
enggak punya listrik. Waktu itu saya komunikasikan sama Pak Jonan, mungkin ini
aja Bu diusulkan ….. tenaga surya. Tetapi apa memang itu saja atau ada alternatif
lain, itu saja pertanyaan saya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, mungkin dari meja Pimpinan Pak Mul dulu.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Saya sedikit, terima kasih.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang pertama mungkin ini terkait dengan masalah pengalihan anggaran, Pak
Wamen mungkin khususnya di Dirjen Migas saya melihat ada surat ini mungkin agak
kurang pas ini Pak, bahwa dari Sekretaris Direktorat Jenderal selaku kuasa
pengguna anggaran Dirjen Migas Pak. Apalagi di sini disebutkan dipindahkan
kegiatannya ke Kementerian BUMN, enggak ada kaitannya dengan kita Pak. Jadi
mohon Pak, biasanya kalau sesuatu yang sudah kita ketok di APBN 2017, apabila
itu ada pemindahan program, pemindahan misalnya dari tangki atau berpindah
kemana, diusulkan kembali oleh kementerian ke Komisi VII. Nanti Komisi VII akan
membahas, menanggapi dan diketok lagi pak. Jadi tidak serta-merta kecuali kalau
kegiatan kecil Pak, ini kan kegiatan besar apa program Tangki sebesar 368 miliar di
beberapa lokasi atau di 10 lokasi, kecuali kalau kegiatan misalnya tadi misalnya
pemasangan JPU kabupaten ini di lokasi ini pindah ke lokasi ini, itukan kegiatan
kecil-kecil itu enggak perlu pak karena kegiatan yang sangat detil yang kecil, kaau
inikan sudah program gelondongan besar ini pak. Nanti kalau memang dibatalkan
kita batalkan, nanti kita mau arahkan ke mana kita bahas bersama, mana yang
paling bermanfaat menurut kita bersama Pak, oleh pemerintah tentu yang
mengusulkan, bukan DPR, DPR memberikan masukan-masukan pak. Kalau
misalnya tadi di katakan oleh Pak Menteri menambah converter kit enggak ada
masalah, apakah semuanya 368 itu di sana 380 ya, 4 milyar itu masuk sana atau
sebagian. Ini harus menjadi pembahasan bersama Pak, karena pada saat waktu kita
menetapkan kan bersama-sama dengan DPR.
Itu yang pertama saya komentari supaya segera saja pak dibuat surat
diajukan nanti akan kita bahas terpisah untuk mendukung program yang dirasakan
diperlukan oleh kementerian, sementara bagaimana programnya tangki itu harusnya
dibangun, tangki apa, pembangunan tangki penyimpanan BBM dan elpiji itu, apakah
betul sudah komit Pertamina. Kami kemarin waktu ketemu di Jogja ya saya
kebetulan, Panja Migas ya saya tanyakan ada Pak Ali Nurdin hadir mewakili Pak
Dirjen, mereka bilang belum ini katanyaa, belum, belum menyatakan sanggup dan
lain sebagainya. Ini kan kalau ada memang pengalihan dan kesediaan itupun
melalui rapat diketok Pak, sehingga itu mengikat pak. Mengikat ke Pertaminanya,
mengikat ke Dirjen Migasnya pada saat seperti waktu kita membatalkan yang 48
Pak, dengan Pak Bambang. Pak Bambang komit waktu itu mewakili Dirut dan
dialihkan ke EBTKA kan itu diubah di melalui mekanisme rapat resmi dan itu
mempunyai kekuatan hukum. Ini yang perlu digarisbawahi dan segera diusulkan ke
DPR pak kalau ada perubahan.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Pimpinan, mohon maaf boleh interupsi Pak.
Begini Pak Mulyadi, saya kurang sependapat kalau ini dibatalkan karena ini
program yang sangat strategis, yang notabene presiden sendiri menghendaki policy
satu harga policy satu harga se-Indonesia padahal tangki-tangki ini tujuannya itu ya.
Jadi apa yang sudah disetujui di Komisi VII ini pasti sesuatu yang penting, tidak bisa
pemerintah sepihak membatalkan begitu saja, tetapi tadi menteri kan nadanya
bukan membatalkan proyek ini, tetapi proyek-proyek seperti ini seyogyanya cukup
dilakukan oleh operator. Menteri harus mencari solusi, kami tidak mau dibatalkan ini.
Ini sangat strategis ya, itu saja melengkapi pendapat pimpinan tadi.
Terima kasih.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Jadi sebetulnya yang saya sampaikan tadi pada prinsipnya bukan dibatalkan
pak. Pertamina bersedia membangun dengan uang Pertamina, itu yang saya minta
komitmennya itu harus resmi Pak, bukan hanya sekedar ngomong-ngomong itu,
ketemu menteri ngobrol-ngobrol gitu ya. Jadi kalau memang Pertamina punya
komitmen untuk membangun sendiri diketok melalui rapat dan itu mengikat Pak,
kalau dia tidak laksanakan dia salah dan berarti ada uang di Dirjen Migas
Kementerian ESDM yang harus kita bicarakan dengan DPR, itu intinya Pak. Tapi
kalau Pertamina enggak mau, enggak mau enggak mau seperti kata Pak Harry
harus dilaksanakan sesuai dengan anggaran yang sudah diterapkan dan dibahas
berbulan-bulan di DPR dengan pemerintah Pak, karena pengawasan sesuatu itu
bukan satu hari ketok, diusulkan oleh pemerintah, dirapatkan dengan DPR, diraatkan
lagi, diusulkan lagi. Jadi melalui proses yang panjang Pak, jadi nggak bisa proses
yang panjang artinya dibatalkan dalam waktu 1 menit kalau ada wacana-wacana
atau pendapat-pendapat, masukan-masukan yang sifatnya sangat tiba-tiba itu
pendapat saya dan itu memang sesuai dengan apa mekanisme pembahasan
anggaran yang ada di DPR RI.
Kemudian kedua untuk 2017 mohon kiranya LO-nya khususnya yang terkait
dengan program pemberdaya masyarakat yang terkait kepentingan masyarakat pak
Dapil ya. Tadi kan mungkin tadi Pak Nasir kan menyampaikan kritiknya, saya
enggak tahu apakah yang diusulkan itu sudah sesuai dengan yang saya lihat di sini
ada datanya di Riau 200 PGU, apa itu sudah sesuai atau belum gitu. Jangan sampai
nanti itu diusulkan yang diusulin apa yang keluar belum, ini yang mohon, untuk yang
2017 ini LO-nya Pak, begitu juga dengan Pak Dirjen Migas Pak, kemarin saya kasih
ulang ke Pak Ali NUrdin tolong koordinasi dengan LO-LO kita di lapangan
kabupaten-kabupaten yang kita tunjuk karena dari awal sudah kita sampaikan
seperti coverter kit itu kan seperti Dapil saya sudah 2 tahun tahun lewat Pak, jadi
tahun sekarang jangan sampai terlewat lagi dan koordinasi untuk 3 kabupaten.
Begitu juga Pak Rida dan program-program yang lainnya mohon Pak, karena ini
sifatnya adalah program untuk kepentingan rakyat langsung Pak, beda dengan
program-program besar ya, kalau kita dulu saya di Komisi V dulu ada program
rumah tidak layak huni sampai 10 ribu pak kita bantu memperbaiki rumah tidak layak
huni. Ada program PPIP infrastruktur perdesaan, yang begini-begini sangat
dirasakan kalau di sini mungkin listrik desa, PJU, petrofi, terus converter kit, sumur
bor yang lain-lain itu yang saya sebut tadi itu sangat bermanfaat Pak, karena itulah
yang bisa kita perjuangkan karena masyarakat bertanya, Pak Bapak Anggota DPR,
iya, apa yang bisa Bapak bantu untuk rakyat. Itu yang ditanya itu, di rakyat itu nggak
ada cerita ICP, nggak ada cerita lifting Pak, itu kita-kita saja saja itu Pak, kalau
urusan lifting dan urusan yang lain-lainnya itu karena mereka apa yang bisa Pak,
dibantu di sini masih gelap, di sini sulit air tolong dibantu sumur bor itu kan ……
Ini ada 2 pendekatan Pak, yang program-program yang terkait dengan
kepentingan masyarakat kecil ini mohon kiranya betul-betul diseriusi Pak, oleh
terutama oleh bawahannya Pak Dirjen ini Pak, jangan sampai miskomunikasi yang
menyebabkan timbulnya persepsi yang salah di antara kita Pak, karena kepentingan
kita hanya satu yaitu bagaimana masyarakat merasa dibantu oleh wakilnya karena
kita ini wakil rakyat, bertanggung jawabnya ke rakyat Pak dan pada saat kita
disumpah, ucapan pertama yang kita sebutkan waktu disumpah jadi anggota DPR RI
saya bersumpah untuk memperjuangkan daerah pemilihan saya Pak, ini bersumpah
Pak, berjanji ke Tuhan Pak, nggak main-main pak itu ucapan seorang anggota DPR
RI pada saat dia dilantik pak. Saya bersumpah untuk memperjuangkan daerah
pemilihan saya. Jadi ini mohon kiranya yang terkait dengan masalah Dapil ini betul-
betul jangan sampai miskomunikasi dengan apa yang diinginkan atau yang
diperjuangkan oleh rakyat, oleh masyarakat kepada wakilnya.
Kemudian kalau masalah ini kemarin saya kebetulan nggak hadir Pak
Bambang, tapi kemarin saya dengar rapat ini cukup lama. Mohon kiranya ini kok
sampai sekarang DPR RI belem menerima Pak, surat pengajuan status yang PKP2P
yang sudah di terminate gitu Pak. Saya sudah mungkin beberapa bulan yang lalu ke
Jambi, ada tambang PKP2B yang sudah di tutup, tapi katanya di tambang
……..pemasukannya sifatnya pribadi, negara tidak dapat apa-apa, dibiarkan status
quo. Ceritanya mereka mengatakan kita provinsi sudah ngirim Pak, pusat saja yang
tidak proses-proses. Makanya dari itu kata Pak Bambang harus dikirim DPR RI, jadi
mungkin udah 6 bulan kali Pak ya sampai sekarang nggak dikirim juga DPR RI,
jangan kami punya persepsi Pak, mohon maaf Pak, ada yang ketika pihak yang
mengambil keuntungan dalam kondisi status quo ini pak karena di sana duit semua
Pak. Kita bisa perjelas Pak, mungkin kata mereka ada setor sini, setor sana, sana-
sini nanti menjadi persepsi kita menjadi tidak positif nanti Pak, kalau bapak
membiarkan terlama khususnya Pak Bambang, berkali-kali, berapa kali saya
nelepon gitu Pak karena kalau sudah diproses dilegalkan yang untung negara,
negara dapat pajak, negara dapat royalti, masyarakat di sana bekerja dengan legal,
bisa bertumbuh kembang, dimanfaatkan semuanya, kalau sekarang kan serba
enggak jelas. Waktu kita ke Jambi muncullah LSM, datang ke kita menyampaikan
begini pak ada permainan begini-begini. Mohon kiranya di melakukan legalisasi Pak,
sekarang kemarin saya diundang mewakili Komisi VII terkait dengan legalisasi aset
dan pelepasan wilayah hutan untuk rakyat. Ini saja sudah mau dilakukan pak.
Saya sampaikan sekalian yang hal-hal yang terkait dengan masalah
pertambangan, juga Pak Wamen, kepada Dirjen juga Pak, mumpung sekarang
pemerintahan Presiden Jokowi-JK sedang mencanangkan 9,1 juta hektar legalisasi
dan retribusi tanah pak. Kebetulan saya kemarin rapat dengan pimpinan DPR,
kemarin hadir dari Menteri Pertanahan, Mendagri, Panglima TNI, Kapolri, Pertanian
lengkap semua jajaran pemerintah, ini karena program prioritas RKP 2017 dari
pemerintah Presiden Jokowi-JK. Saya menyampaikan supaya sekaligus kita bersifat
komprehensif maksud saya dengan persoalan-persoalan tanah-tanah, ini tambang,
hutan lindung karena hutan-hutan juga mau ada yang di lepas ada beberapa, yang
misalnya selama ini bermasalah yang terkait dengan energy, migas saya sampaikan
kemarin pada rapat koordinasi dengan pemerintah melalui rapat dengan Pimpinan
DPR Pak. Jadi tolong mumpung ini momentumnya pas Pak, tolong disampaikan pak
sekaligus karena ini sudah menjadi prioritasnya pemerintah pak 9,1 juta hektar
retribusi aset pelepasan dan di dalamnya ada 4,1 miliar hutan pelepasan wilayah
hutan. Ini perlu juga pengawasan dari DPR, perlu masukan juga mungkin yang di
hutan itu ada yang tambang, ada yang apa, migas dan lain sebagainya buat rakyat
saja di lepas Pak, ini tujuan akhirnya untuk kepentingan ekonomi pak disampaikan
oleh pemerintah kepentingan ekonomi. Artinya sekaligus juga Kementerian ESDM
bisa mengusulkan Pak, yang terkait hambatan-hambatan dari misalnya Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan karena ini bisa ikut sertakan dalam program yang
dicanangkan oleh Presiden Jokowi-JK ini.
Saya rasa itu Pak, saya nggak terlalu banyak, yang umum-umum saja karena
kita Raker ya, kalau yang detil nanti pada saat kita kalau ada RDP dan lain
sebagainya baru kita sampaikan secara lebih ini. Jadi itu Pak Gatot Pak, sedikit
supaya lebih ini komprehensif kenapa pak sampai sekarang belum dikirim juga Pak,
sudah 6 bulan pak.
DIRJEN MINERBA KEMENTERIAN ESDM:
Izin Pak Wamen.
Itu kemarin sudah kita kirim pak tapi karena klasifikasi cadangannya belum
ada kemudian dikembalikan lagi, nanti akan kita kirim lagi. Kita teliti cadangannya itu
yang belum ada sampai sekarang, kita belum, datanya itu belum lengkap.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Saya khawatir Pak, jangan-jangan semuanya enggak ada yang cadangan pak
data itu pak. Jadi kalau Bapak menunggu cadangan nggak akan pernah dikirim. Jadi
bagaimana Pak, gini pak kita kan harus mencari terobosan Pak Gatot melalui Pak
Wamen ya Pak. Kalau kita terjebak dengan suatu persoalan yang sampai tahunan,
sampai 5 tahun ke depan juga itu persoalannya itu, ini kan enggak diproses.
Sementara proses ilegal kalau berjalan terus, keluarlah uang pendapatan ratusan
miliar yang tidak tahu pihak mana yang menikmati. Ini sudah disampaikan sana Pak,
banyak pihak yang menikmati, ada backing ini, backing ini macam-macamlah
sampai Pemdanya pun takut ngomong Pak, kepala dinas saja nggak berani
ngomong Pak, saya takut Pak, Anggota DPR aja jadi tahu sendiri Pak, pasti tahu
katanya.
Jadi jangan permasalahan yang status quo ini yang dinikmati oleh, negara
tidak dapat apa, pemerintah nggak dapat apa-apa, hanya oknum. Ini harus cari
terobosan pak karena kita tanya Pak, sanggup nggak pusat mengawasi, pusat bilang
ke daerah, daerah bilang itu pusat. Jadi seakan-akan memang dibiarin aja. Waktu itu
yang mewakilin kan Pak Agung ya, itu Pak Mul itu daerah yang ngawasi kita nggak
sanggup, daerah bilang kita enggak sanggup, pusat saja itu berjalan terus. Carilah
terobosan nggak mungkin kita terjebak atau disandera hanya oleh persoalan itu,
kirim ke DPR, kita proses, kita bagaimana cara melegalkan. Saya rasa bukan satu
ini saja Pak, kita sudah dengar Pak, banyak sekali tambang-tambang yang, artinya
itu yang bermasalah. Bahkan saya dengar itu Ketua KPK bilang ada lagi nih
permasalahan pertambangan lebih yang permasalahannya, korupsinya lebih besar
dari KTP katanya, bentar lagi tunggu saya akan sampai sekarang kita nggak tahu
apa. Saya baca di media online sama hal. Jadi saya melihat praktek-praktek yang
seperti ini bukan hanya di satu tempat pak. Ini yang menurut hemat kami tolong Pak,
jangan dibiarkan status quo ini karena yang menikmati pasti oknum Pak, negara
nggak dapat apa-apa, enggak mungkin kita bilang karena masalah ini kita nggak
urus-urus, berarti negara dirugikan terus pak kalau cuma alasan itu pak.
Ya Pak Wamen, Pak Gatot tolong lah Pak, karena kalau ini sudah diformalkan
dengan proses apapun ya bapak kan pemerintah, bisalah membuat melegalisasi
tanah 9,1 juta hektar saja bisa Pak, masa masalah ini nggak bisa. Yang penting
pemerintah diuntungkan, rakyat juga diuntungkan tidak terjadi lagi praktek-praktek
yang selama ini ya sudah menjadi rahasia umum Pak, rahasia tapi umum tahu Pak.
Rahasia umum kan dia rahasia tapi umum sudah tahu. Jadi mohon kiranya ini
segera ditindaklanjuti pak.
Saya rasa itu, terima kasih.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Mul.
Pak Satya.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Terima kasih Saudara Pimpinan.
Bapak-Ibu Anggota Komisi VII yang saya hormati.
Wamen ESDM beserta jajarannya.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Saya ada 2 hal yang ingin saya sampaikan, yang pertama mengenai Freeport
pak. Freeport ini sudah menjadi tontonan nasional yang kita harus sama-sama
mempunyai value yang sama dengan apa yang dilakukan oleh Freeport sendiri.
Pada waktu ada pers conference yang dilakukan oleh Freeport di hotel Vermont. Itu
jelas dia mempertimbangkan hampir 100% isi dari pada press conference-nya itu
dengan asumsi stakeholders karena pertanggungjawaban publik dia, sebagai CEO
dia mengatakan bahwa dia tidak akan bergeming dari posisi mematuhi kontrak
karya, karena pasti ada suatu implikasi apabila dia mengatakan lebih dari pada itu
akibat dari pada penolakan-penolakan daripada stakeholders dan mempengaruhi
saham dari pada perusahaan itu sendiri. Tetapi di sisi yang lain kita sebagai bangsa
Indonesia juga kita harus mempunyai pijakan yang jelas pak. Pijakan yang jelas kita
adalah perundang-undangan yang dikeluarkan oleh sebuah negara berdaulat. Ya ini
tentunya harus tetap dijaga, saya khawatir sekali apabila apa pembicaraan, bukan
negosiasi tapi pembicaraan selama ini dilakukan oleh pemerintah kepada Freeport
mengorbankan value yang kita miliki yang sekarang ditonton oleh masyarakat
Indonesia secara keseluruhan.
Jadi saya tetap berharap supaya tetap akan ada suatu jalan keluar, jadi ada
win-win tanpa harus mengorbankan kedaulatan negara pak. Caranya adalah saya
tetap berpikir esensi orang berusaha di Indonesia itu adalah dia akan untung. Nah
kalau sekarang untungnya kita jamin, kita batasi nilai untungnya saya rasa mereka
sudah tidak lagi mempermasalahkan dia harus patuh atau tidak patuh dengan
sebuah hukum yang diterapkan setelah kontrak itu ditandatangani. Saya punya
keyakinan ke sana, memang dia tidak akan bisa mendapatkan windfall. Kalau
sekarang ini kan dia bisa mendapatkan windfall karena kita tidak membatasi dari
aspek sejauh mana, seberapa besar untung yang akan dia peroleh. Nah ini yang
menurut-menurut saya di dalam kontrak kita ya, di dalam kontrak kita baik di sektor
Migas atau pun juga pertambangan, kita tidak pernah mengacu kepada hal yang
sifatnya membatasi komersial tadi. Tetapi kita lebih memberikan satu kisi-kisi ya,
mereka bisa mengusahakan kalau dia bisa efisien, dia bisa mempunyai apa harga
komoditas yang naik, dia bisa mendapatkan windfall dengan begitu saja. Tetapi
kalau kita bisa membatasi keuntungannya dengan format atau dengan formula yang
ada, tetapi dia disuruh tunduk dan patuh kepada peraturan-peraturan yang ada,
saya pikir itu cukup fair Pak, sehingga kedaulatan kita tidak terganggu tetapi di sisi
yang lain dia berusaha di sini tidak untuk bangkrut, dia berusaha di sini untuk
mendapatkan keuntungan.
Nah ini yang dari dua sisi yang saya harapkan nanti pemerintah di dalam
negosiasi bisa masuk, tadi saya terima kasih sekali kalau PP 1/2017 masih menjadi
rujukan dan tidak dirubah untuk memenuhi keinginan dari pada mereka. Saya pikir
harus kita pertahankan karena disitulah letak kedaulatan kita gitu, hanya kita harus
tahu apakah pada gilirannya nanti dia akan mendapatkan ketidakberuntungan dalam
berusaha di Indonesia. Itu kan tentunya juga menjadi satu hal yang kita
pertimbangkan, maka masuk apa, factor di mana kita batasi bagaimana dia
memperoleh keuntungan di kita.
Yang lain di dalam hal Freeport yang saya juga ingin sampaikan tadi Pak
Menteri kan mengatakan bahwa yang tidak bisa dihitung pada proses divestasi itu
adalah cadangan karena itu dimiliki oleh kita. Saya sepakat sekali karena sebetulnya
apa yang dilakukan itu adalah bagaimana nilai usaha dari cadangan yang dimiliki,
berupa aset, teknologi dan lain sebagainya. Sehingga acuan dari pada proses
divestasi cara perhitungannya tentunya harus ke replacement cost dari apa yang
dihasilkan walaupun ya, walaupun ada satu faktor yang mungkin hilang di sini adalah
pada waktu dia menemukan dengan teknologi yang dia miliki, itu bagaimana kita
mau value itu semua. Itu yang mungkin tidak bisa secara matematik kita masukkan
dan kita hitung apabila kita tidak mempunyai cara perhitungan yang cermat.
Cadangannya boleh, tidak boleh dihitung karena itu kita yang memiliki, nilai usaha
dari pada cadangan harus dijadikan faktor, lantas teknologi di saat dia menemukan.
Itu kan harus kita faktor kan juga karena tanpa ada itu ya cadangan tetap tinggal
cadangan yang ada di bawah.
Nah ini tentunya ya satu harus dipertimbangkan, tetapi saya sangat tidak
sepakat apabila perhitungan dia menggunakan outgoing concern dengan asumsi
bahwa akan ada perpanjangan. Sehingga nilai divestasi yang dihitung sekarang ini
mempertimbangkan dari pada perpanjangan dari pada nilai kontrak, itu sangat tidak
fair kalau itu dijalankan oleh pemerintah dan saya yakin pemerintah pasti tidak akan
menyepakati juga tapi karena itu sudah menjadi public domain saya sampaikan di
sini gitu kita tetap tidak boleh, tetapi untuk menghargai teknologi yang dia pakai
hingga dia bisa mendapatkan atau mengeksploitasi itu perlu menjadi faktor, supaya
kita fair saja menghitung, kita ngitung replacement cost tetapi dengan adanya faktor
penemuan dari pada teknologi itu, itu tentunya masih bisa kita bisa menerima itu.
Lantas yang hal yang lain yang ingin saya sampaikan menyangkut mengenai
Ruwen Pak, walaupun itu tidak masuk di dalam agenda ini. Kita perlu
mengagendakan karena Ruwen itu Tupoksi pengerjaannya kan kementerian. Coba
betul atau tidak Pak, kementerian kan jadi bukan DEN. DEN menghasilkan camp ya
tetapi ada waktu dia menerjemahkan kebijakan energi nasional menjadi Ruwe dan
nantinya menjadi Ruwet itu kan ada di Kementerian ESDM. Nah kita perlu untuk
mendapatkan penjelasan Pak, jadi nanti di dalam forum terpisah kita khusus
membahas mengenai Ruwen karena itu perlu sosialisasi yang mana kita harus
menjawab. Kalau itu nanti kita berada di daerah kita masing-masing turunannya kan
turunan dari Ruwen. Jadi apa dilakukan seperti saya di provinsi Jawa Timur gitu ya
atau mungkin di Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan kan tentu kita harus bisa
melihat, apakah ini nanti satu jalan dengan apa yang di kita gariskan pada waktu kita
memutuskan kebijakan energi nasional atau Cam tersebut.
Yang terakhir yang ingin saya sampaikan itu menyangkut mengenai harga
gas pak. Harga gas yang dari impor, di sini kan sudah jelas bahwa landing price
FOB itu dihargai 11% 11,5% dari pada ICP. Saya ingin mendapatkan pak dari
Kementerian ESDM peta nya. Jadi peta kemungkinan kan SKK Migas, kementerian
kan sudah mempunyai satu apa perencanaan jangka panjang, lapangan mana yang
akan dikembangkan di kemudian hari, lantas berapa sebetulnya dari POD yang
sudah disepakati, pada kisi-kisi harga berapa, lantas kebutuhan dari pada
kemungkinan adanya LNG import disaat beberapa lapangan itu belum beroperasi.
Itukan pasti ada satu gap di sini, nah kita ingin mendapatkan satu pemetaan
sehingga kita tahu berapa saving yang bisa kita dapatkan disaat gap itu bisa kita
penuhi melalui LNG impor Pak. Kalau memang itu nanti ada bisa, lebih kecil atau
sama dengan 11% 11,5% dari pada ICP karena saya juga tidak yakin ada apa, LNG
yang bisa dengan harga segitu ya, maksudnya perlu dibuktikan dalam perjalanannya
nanti memang betul ada atau tidak, di wealth head-nya sana berapa ditambah
dengan shipping cost dan regasifikasi dan sebagainya. Nah itu kan kita supaya
dapat gambaran saja Pak, supaya kebijakan 11,5% ICP itu riil. Itu bisa dan Bapak
bisa menyampaikan kepada kita, ini men-save pengeluaran dari pada pemerintah
karena kemarin pada waktu pemerintah melakukan apa ceremony dari kapal listrik
yang saya lihat ternyata itu diesel, walaupun katanya bisa di convert menjadi apa
dengan gas. Tapi kan pemenuhan gasnya tidak ada sehingga sebetulnya itu diesel,
sehingnga sebenarnya itu diesel jalan itu Pak, diesel kapal besar yang jalan yang
menurut saya pemborosan juga sebetulnya, kalau kita mau jujur ya.
Hal yang demikian yang dalam konsep itu adalah mobile, sehingga dia bisa
memenuhi kebutuhan di mana lokasi-lokasi yang diperlukan, kita padukan dengan
pembangunan dari pada mini FSU ataupun PSU yang dipenuhi oleh gas-gas impor.
Jadi bapak juga membandingkan antara kapal yang menggunakan diesel dengan
lokasi yang dibangun dengan MSU dengan apa dengan gas impor tadi, dengan di
sini pasti akan ada delta ya itulah sebetulnya negara menghemat. Nah ini ya kita
enggak punya pak Komisi VII kita tidak punya petanya, kita hanya mengetahui
parsial saja, kita tahu ada development upstream, kita tahu ada kebijakan mau
impor, kita tidak tahu bagaimana apa projek-projek miniatur PSR atau apa yang
sekarang apa lagi jalan ya, terus kapan mereka kan bisa fit in dan seberapa jumlah
penghematan yang akan bisa dilakukan. Nah kalau itu bisa di quantity gitu saya
yakin ini menjadi apa performance dari pada Kementerian ESDM di mata dari pada
Kementerian Keuangan gitu bahwa dengan ide-ide kita akan menyumbang
sebetulnya apa keuntungan devisa yang harusnya kita keluarkan hanya karena
pemenuhannya menggunakan BBM impor.
Nah hal yang demikian menurut saya patut di inisiasi dan disampaikan secara
jelas di Komisi VII ini supaya kita bisa mendapatkan gambaran pasti akan
mendapatkan dukungan Pak. Jadi yang kita terkaget-kaget itu kalau ternyata nanti
semua hybrid, tetapi hybrid-nya ke diesel. Jadi kita misalnya ada PLTS, kelihatannya
oke gitu ternyata mataharinya kurang ini di hybrid juga sama diesel atau mungkin
menggunakan angin, di hybrid juga sama diesel. Artinya yang dijalankan juga bukan
menggunakan energi baru terbarukan, nah ini yang sebetulnya kita hindari Pak,
supaya hal-hal demikian tidak kelihatan packaging-nya bagus tetapi sejatinya itu
pemborosan juga gitu.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan, terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak Satya.
Pak Mukhtar Tompo masih ada.
F-HANURA (MUKHTAR TOMPO, S.Psi):
Iya, mohon maaf tadi ada yang terlewatkan Pak.
Jadi, yang pertama dikasih butut. Saya singkat saja Pak, kepada Pak Wamen.
Kemarin kita sudah banyak mendapatkan penjelasan dari Dirjen Minerba terkait
surat permohonan perpanjangan ekspor dari PT Freeport Pak, tadi Pak Menteri
Jonan juga sudah menyampaikan. Cuma ini ada 2 pernyataan yang saya anggap
ada sisi kesamaan juga dan kontra pak. Kemudian saya umumkan dari sisi
pemberitaan, kemudian pengamatan saya juga lewat sosmed, juga informasi dari
LSM-LSM. Saya mengusulkan pak lewat rapat ini untuk kebaikan bersama agar
tidak ada persoalan di kemudian hari. Ini kita sudah tahu bersama bahwa di awal
Februari sudah ada ribu-ribut antara Freeport dengan pemerintah pak. Versi
pemerintah pada saat keluar SK itu, maka otomatis Freeport sudah berubah dari KK
ke IUPK. Ternyata kan tidak, dia tidak terima pak dengan berat beberapa
persyaratan disyaratkan oleh pemerintah. Artinya apa? tidak jelas sampai sekarang
posisi Freeport ini apakah KK, IUPK. Kemudian ada pembatas 120 hari, apakah
akan melanjutkan …..atau tidak, sekarang tinggal 40 hari lebih pak.
Ini ada surat yang mereka mohonkan tanggal 16, kemudian langsung dijawab
tanggal 17. Keluarlah surat rekomendasi perpanjangan izin ekspor dari Kementerian
ESDM lewat Dirjen Minerba. Karena tidak jelas statusnya, maka saya pikir Pak,
mending surat ini dicabut aja dulu karena dia juga mungkin tidak bisa gunakan. Ini
dari surat ini Pak, kan bisa multitafsir bisa menimbulkan persoalan di masa yang
akan datang karena saya mendapatkan informasi dari LSM-LSM di sana mereka
pernah mengalami 2 bulan terakhir sebelum izinnya berakhir itu Pak, mereka over
produksi, gara-gara itulah seluruh gudang-gudang itu penuh. Kita khawatir dalam
bernegosiasi ini mereka lakukan enak eksplorasi aja terus tanpa sepengetahuan
pemerintah. Ini yang kita khawatir, walaupun dikatakan sudah tidak mungkin tapi kan
ini bisa debatable. Makanya Pak, niat baik pemerintah dalam merespons kurang dari
1 hari ini saya pikir Pak Wamen dan Pak Menteri bisa dengan bijak untuk menarik
aja dulu ini Pak yang rekomendasi …… ekspor untuk Freeport Indonesia.
Saya kira itu pak untuk kebaikan bersama dan surat ini bisa multitafsir dan
bisa menjadi persoalan di masa akan datang.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT:
Baik, terima kasih Pak Mukhtar Tompo.
Saya kita itu dari kita ya, sekarang saatnya pak untuk merespon beberapa
yang disampaikan oleh teman-teman.
Silakan Pak Wamen.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pimpinan.
Yang saya hormati Pimpinan Komisi VII, Bapak-bapak, ibu-ibu Anggota Komisi
VII.
Assalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Dari apa yang dibicarakan tadi beberapa hal kami catat di sini, ada beberapa
kesepahaman kita tentang apa yang menjadi concern dari Bapak-Ibu menyangkut
masalah Freeport, tata niaga gas dan listrik. Tentu tidak semua bisa kami jawab hari
ini, yang bisa kami jawab mungkin ada beberapa hal terutama, pertama adalah
masalah tata niaga gas. Kita juga punya concern yang sama mengenai harga yang
di hulu di transmisi maupun yang distribusi. Apa-apa yang bapak sampaikan tadi
kami sudah memahami dan mencermati dan juga berusaha untuk mengatasinya.
Tapi ada beberapa hal yang dalam hal ini sudah merupakan kontraktual yang
apakah mungkin kita merubah bentuk kontrak tersebut atau yang sudah berkontrak
tersebut. Misalnya adalah dalam hal di hulu, harga gas yang dulu, harga mereka
sudah tetapkan lewat POD dan sekarang prosesnya sudah cost recovery sedang
berjalan. Dan harga yang ditetapkan waktu harga jualnya gas itu juga sudah
disepakati dengan pembeli waktu itu. Apakah mungkin ini kita ubah dan inikan
menjadi concern kita bersama.
Yang kedua harga di hulu juga ada komponen memakan komponen PNBP
dan komponen PNBP ini ada beberapa lapangan di mana komponen cukup besar,
ada yang di atas 30%. Nah di dalam Perpres 40 seperti yang sudah sama-sama kita
ketahui bahwa di sana dikatakan bahwa harga gas dibawah 6 dolar, tapi untuk
industri tertentu, tidak semua harga di bawah 6 dolar untuk semua industri. Yang
sudah kita putuskan untuk menjadikan di bawah 6 dolar adalah industri
Petrochemical, pupuk dan baja. Industri-industri lain sedang dalam tahap
pembicaraan untuk dicarikan solusi apakah perlu dan harus kita turunkan harga juga
di bawah 6 dolar. Dan ini masih dalam tahap pembicaraan dan kita juga intens
membicarakannya bagaimana cara menurunkannya, kenapa? kita lihat dulu multiflier
efek dari selain ketiga industri tersebut. Misalnya kita evaluasi harga gas untuk
makanan, untuk sarung tangan dan keramik. Kita di kementerian melihat metodologi
apa yang kita lakukan, yang kita sepakati untuk mengevaluasi industri mana dulu
yang akan kita kasih prioritas untuk diturunkan harganya. Misalnya untuk industri
makanan ya, kita lihat berapa kontribusi in terms of GDP dari industri makanan.
Kemudian kita lihat berapa persen porsi gas dari DGP tersebut, misalnya industri
makanan 100 dolar misalnya. Porsi gasnya adalah 50 dolar, dari 50 dolar misalnya
dia menggunakan gas 25 mm, berarti 1 mm menghasilkan 2 dolar. Kemudian kita
lihat industri keramik sama berapa kontribusinya kepada GDP dan kita hitung seperti
tadi lagi untuk 1 mm dia menghasilkan berapa dollar. Ternyata dari 3 industri yang
sudah kita evaluasi keramik, sarung tangan dan makanan angka yang terbesar
adalah pada makanan. Makanan tersebut setiap 1 mm dia menghasilkan lebih besar
dollarnya daripada industri keramik dan industri sarung tangan. Dan ini yang sedang
kita lakukan untuk melihat metodologi apa untuk mengevaluasi industri mana yang
akan kita kasih prioritas untuk diturunkan harganya, jangan sampai jangan sampai
kita coba turunkan harganya iya di end user ternyata hulunya menjadi mati. Dan kita
tidak inginkan itu hulu menjadi mati karena kita menginginkan harga di end user
lebih rendah dan ini adalah PR kita juga untuk menentukan mau seperti apa kita,
apakah ya apakah kita turunkan untuk industri lain lewat PNBP misalnya. Dan ini
tentu lintas kementerian ya.
Kemudian kita juga menyadari disisi distribusi ya, didistribusi, apa yang
dinamakan dengan trader bertingkat dan lain-lain itu juga kita temukan. Tapi kita
juga harus menyadari distribusi ini kan juga sesuatu yang kontraktual juga dulunya
membangun pipa dengan daya meter berapa. Ternyata gasnya enggak sebesar itu
yang dialirkan, sehingga per Mmbtu-nya menjadi lebih mahal. Dan ini juga kita
temukan untuk beberapa ruas transmisi yang ada, baik di Sumatera maupun di
Jawa. Kemudian kita juga menyadari bahwa ada juga transmisi ini menjadi mahal
karena apa? karena end user-nya itu hanya membutuhkan kecil sekali volume
gasnya. Misalnya hanya butuh 2 atau 3 mm, tidak 100 mm, jadinya harga di end
user tersebut menjadi mahal. Bagaimana dengan distribusi? juga distribusi juga
seperti itu, yang menjadi pertanyaan dan concern kita selama ini adalah apakah
dengan tata kelola gas sekarang kita mampu membangun infrastructure gas.
Jawabannya adalah kalau kita lihat data 2-3 tahun belakangan, infrastructure gas
kita itu tidak terbangun seperti yang direncanakan. Nah ini adalah PR dan kita
semua ya, kemudian ada wacana juga untuk agar harga gas bisa turun, agar
kompetitif. Kita buka keran impor misalnya, kita sudah mempunyai apa yang
dinamakan neraca gas, seperti bapak pimpinan tadi mengatakan bagaimana
hubungan tahun berapa nanti kita akan ekspor, di mana kebutuhan kita gas tersebut,
berapa nanti yang on stream di hulunya itu sedang kita kerjakan dan kita
sinkronisasikan dengan apa yang dinamakan neraca gas.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi Pimpinan, terima kasih Pimpinan.
Pak Wamen begini, kan disampaikan pak pimpinan tadi bagaimana
menurunkan harga gas di Sumatera Utara. Ini kita enggak butuh materi Pak Wamen,
kita sekarang hanya memutuskan yang bisa memutuskan hargagas ini, satu
bagaimana membangun jaringan untuk supaya harga gas tadi turun, berapa
anggaran yang diperlukan. Itu bapak sampaikan di sini. Nah kita akan berjuang ke
Badan Anggaran untuk memberikan biaya untuk pembangunan jaringan itu. Nah
terus siapa yang memutuskan ini? berapa menteri? kita panggil di sini untuk
menurunkan harga gas ini. Kita enggak butuh ini Pak, kita, bapak cuma
menyampaikan ke kita berapa anggaran yang dibutuhkan untuk membangun
jaringan ke Sumatera Utara itu, mana paling dekat station yang bisa membangun ke
sana, berapa anggarannya. Ini Pak Wamen yang perlu sampaikan ya, jadi kita bukan
membahas seperti ini. Kita butuh untuk menurunkan harga gas di Sumatera Utara
ini, berapa anggaran yang diperlukan, bapak sampaikan di forum ini. Nah ini ada
Anggota Badan Anggaran Pak, Anggota Badan Anggaran ini yang memperjuangkan
nanti di sana untuk anggaran yang Bapak perlukan dari optimalisasi yang ada,
begitu Pak Wamen.
Jadi kita, siapa nanti yang memutuskan supaya harga gas ini turun, menteri
yang bersangkutan akan kita undang di sini, menteri terkait. Nah itu Pak, itu yang
bapak jelaskan tata niaga harga gas tadi supaya bagaimana turun jaringannya,
berapa yang diperlukan anggaran untuk membangun jaringan supaya harga gas itu
bisa sama dengan daerah lain, jaringan Pak yang dibutuhkan. Terus apa kendala-
kendalanya, Permen kah yang diperlukan, Perpu kah yang diperlukan itu kita bahas
di sini. Kebijakan politik inilah yang akan menjalankan ini.
Terima kasih Pimpinan.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Boleh saya jawab Pak.
KETUA RAPAT:
Saya kira tadi ini kan bicara total tata niaga secara luas, kalau Sumut
memang ada alternatif ya, saya kira saya pernah jelaskan itu akan membangun pipa
dari Dumai sana yang sebetulnya sudah sampai di sana tinggal tarik masuk Labuan
Batu, terus ke Belawan, tapi pak kalau untuk yang di Medan SK-nya menteri mohon
maaf, tidak laku gitu lho pak. SK ya Pak, surat keputusan menteri ya.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Kepmen.
KETUA RAPAT:
Kepmen itu belum di implementasi di lapangan. Itu dulu yang kita putus
sekarang, tapi bapak kan bicara bagus tadi katanya ada yang kita tuntut, memang
perlu kita itu impoten terbaru enggak laku enggak ya belum terlaksana gitu tapi
memang secara umum kami tadi pasti ingin mendengar lebih, iya belum terlaksana
gitu. Tapi meman secara umum kami tadi masih ingin mendengar lebih lanjut soal
tata niaga gas itu secara ……tapi kalau soal Permen itu mohon dikawal lah Pak,
untuk dilaksanakan.
Silakan Pak.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pak.
Saya mencoba menjelaskan strategi kita ke depan Pak, untuk bisa kita
berkesepahaman bahwa masalah tata biaga gas, iya kita punya masalah di
infrastruktur, tapi masalah infrastruktur berapa persen Pak. Kita juga bermasalah di
hulu dan kita juga punya masalah di distribusi. Tadi baru saya menyangkut masalah
di hulu saya terangkan. Kemudian masalah distribusi case by case, kita banyak
case-nya Pak, termasuk yang di Sumatera Utara ya, kalau dikatakan Kepmen-nya
itu belum berjalan dengan semestinya. Saya barusan mendapat laporan bahwa yang
untuk Sumut sudah turun Pak, benar Pak Dirjen.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Belum Pak, apanya yang turun Pak, belum.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Coba silakan Pak Dirjen.
DIRJEN MIGAS KEMENTERIAN ESDM RI:
Mohon izin Pak Wamen, Pak Pimpinan.
Memang Kepmen untuk Sumut inikan sudah diterbitkan Februari Pak, untuk
prosesnya tentu perlu amandemen PJTG di hulu, di ….dan di hilir. Har ini sudah
ditetapkan diedarkan ke 45 perusahaan yang mendapat penurunan harga gas ke
9,95. Hari ini Pak, dari PGN nanti bisa di cek dan itu akan berlaku mulai 1 Februari
sesuai dengan Kepmen.
KETUA RAPAT:
Berlaku surut Pak ya, 1 Februari sesuai dengan Permen.
Sudah Pak Nasir, terima kasih juga.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Nggak Pimpinan, tapi harusnya ada PGN di sini, supaya clear juga yang
dijawab sampai, yang di jawab Dirjen ini karena Dirjen ini juga enggak jelas ini, nanti
tahu-tahu oh ya belum, panggil lagi, nggak baik juga gitu. Jadi saya minta pak Dirjen
yang di samping keputusan tadi ini, bapak hitung berapa bangun infrastruktur ke
sana, supaya ini harga gasnya murah karena Medan ini yang paling mahal pak. Nah
itu, jadi pak Dirjen jangan senyum-senyum aja. Tapi bapak komisaris PGN harusnya
lebih giat untuk menjual gas ini supaya lebih bagus PGN itu.
Terima kasih Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Terima kasih Pak, nanti saya akan cek kalau ada. kita percaya dululah, kita
pegang dulu bahwa sudah gitu ya, tapi nanti kami akan cek lagi Pak.
Lanjut Pak.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pak.
Saya kawal ini, saya akan cek statusnya mulai hari ini.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Saya interupsi sedikit saja Pak Wamen.
Mungkin messege yang disampaikan tadi Pak, supaya Eselon I-nya sering-
sering ke lapangan Pak, mungkin itu Pak, jangan hanya percayakan di bawah saja,
mungkin. Saya juga menemui beberapa hal pada tataran Eselon I semuanya beres
gitu, tapi dilapangkan nggak beres Pak karena lain ngomong dirjen, lain direktur, lain
Kasubdit, saya khawatirnya itu Pak dan itu pernah saa temukan. Ini sebagai auto
kritik buat kementerian, mohon kiranya saya dari dulu Pak, saya sampaikan bahwa
leadership Pak. Saya katakan Pak, leadership Eselon I itu perlu ditingkatkan pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Iya, saya kira itu makanya kalau ada Kunker Pak, Kunker itu sebetulnya RDP
di tempat tujuan kita. Makanya minimal Eselon I lah damping kita Kunker minimal,
supaya informasi itu langsung bisa kemudian dan tindak lanjutnya tadi tidak ada
informasi yang nanti tidak utuh gitu. Kalau Kunker itu tolong minimal saya kira dirjen
Pak, biar langsung kita. Inikan dari 3 kali Kunker Pak, ini Pak, untuk harga gas
Sumut 3 kali Kunker Komisi VII bicara harga gas saja, sudah setahun Pak Wamen.
Tapi terima kasih sudah di respon, cuma tolong pastikan bahwa itu sudah bisa jalan
dan berlaku sejak Permen-nya terbit gitu pak.
Lanjut Pak Wamen.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pimpinan.
Ini akan menjadi catatan kita, terutama saya sendiri saya akan Insya Allah
turun melihat, memperhatikan, kalau apa yang dijanjikan tadi tidak berjalan
sebagaimana mestinya, kita janji Pak.
Kemudian menyangkut dari sedikit Pak, saya menjawab kalau diizinkan dari
Pak Kurtubi masalah nuklir pak. Kebetulan banyak sekali email, saran kepada saya
masalah nuklir ini Pak, nanti saya mohon izin kiranya kita berdiskusi bisa lebih detil
lagi karena BPPT dan BATAN sudah berdiskusi sangat intens dengan kami
mengenai masalah nuklir ini, nanti saya mohon waktu untuk kita bisa berdiskusi apa
masalah nuklir ini di Indonesia dan apa yang bisa kita lakukan untuk mendorong
kalau ini akan menjadi kebijakan kita secara nasional karena di Ruwen, seperti yang
di can seperti yang bapak sebutkan tadi bahwa ini menjadi prioritas terakhir. Tapi
tentu ini kita lihat lagi lebih dalam lagi seperti apa nuklir ini baik di Indonesia maupun
di dunia. Saya nanti mohon untuk bisa berdiskusi dengan bapak.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Siap Pak Wamen, secepatnya kalau bisa.
F-PG (H. DITO GANINDUTO., M.BA):
Interupsi Pimpinan.
Pak mengenai tata niaga gas tadi itu mengenai rencana pemerintah untuk
aggregator atau penyangga gas itu seperti apa. Kemudian yang kedua mengenai
open access itu Pak, untuk PGN itu.
Terima kasih.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Mohon izin Pimpinan, untuk menjawab.
Itu masih dalam tahap kita membahas, merampungkan kalau bisa Pak, kalau
bisa itu adalah bagian dari sebuah solusi nantinya di, kita mohon dirancangan
Undang-undang Migasnya Pak, karena permasalahan ini kita sudah tahu
permasalahannya di mana dan perlu solusi yang komprehensif Pak, kalau
seandainya kita mengambil kebijakan sekarang dan itu nantinya kalau, agak sedikit
berbeda atau berbeda dengan rancangan undang-undang mungkin ini nanti juga,
sebaiknya kita tunggu dari rancangan undang-undang Pak, gitu aja Pak.
Kemudian menyangkut yang.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Saya interupsi yang mengenai nuklir tadi Pak.
Mohon dari pemerintah jangan banyak statement tentang posisi dulu Pak
karena menurut saya seperti tadi Pak Wamen sampaikan berbicara dengan kita dulu
sampai nanti akan ada sary, kira-kira mau ke mana karena kalau nanti statementnya
sudah keluar dari pemerintah, bapak datang ke sini pasti mempertahankan posisi itu
dan itu posisi sama saja no discussion. Kira-kira begitu, jadi lebih bagus tadi saya
senang sekali kalau itu diwadahi, kita di apa, kita bicara karena can itu kebetulan
saya terlibat penuh Pak dan saat itu hanya karena ketakutan dari pada pemerintah
untuk memutuskan dia menjadi viable option dan deadlock di Komisi VII ini, sampai
kita minta waktu itu Pak Jero Wacik untuk konsultasi pada Presiden dan kembali
mengatakan bahwa beliau tidak berani. Jadi posisi waktu saya menjadi posisi
pemerintah tetapi dijanjikan bahwa nanti di Ruwen-nya kita buka dan saya tidak
yakin di Ruwen akan bisa dibuka karena mereka me-rever kepada camp kan. Saya
katakan lagi waktu itu bahwa can itu dokumen yang bisa kita ubah karena dia bukan
undang-undang hanya kebetulan peraturan pemerintah yang diputuskan bersama
dengan DPR, memang agak unik ini PP Can itu. Nah makanya saya pikir itu, PP Pak
Ken-nya itu dengan DPR RI dan khusus perintah dari pada Undang-undang Energi.
Nah nantinya pak pada waktu kita sudah mencapai kira-kira kesepakatan ya
dengan mempertimbangkan aspek regional, aspek keselamatan, aspek teknologi,
sehingga posisi itu kita juga akan minta kepada pemerintah untuk memperjuangkan
di tingkat regional. Jadi kalau posisi Indonesia no misalkan ya, ya kita minta kalau
bisa Indonesia bicara sama Vietnam, sama Malaysia, sama Singapur untuk juga dia
tidak membangun PLTN. Jadi itu menjadi sikap kita, kalau memang sampai pada
gilirannya adalah ke sana. Jadi sehingga kita keputusannya adalah
mempertimbangkan, kira-kira aspek itu. Jadi saya mohon supaya nanti diskusi itu
dijalankan ya Insya Allah supaya kita bisa menemukan format yang baik untuk
keputusan bersama.
Terima kasih.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pimpinan.
Menyangkut tata niaga seperti yang saya sudah sampaikan tadi bahwa
pemerintah berusaha ya untuk mempersingkat rantai mulai dari hulu sampai ke end
user dan itu sedang kita usahakan Pak. Dan ini tentu butuh dukungan semua pihak
ya agar usaha ini bisa terlaksana secara efisien dan efektif.
Sedikit tanggapan tadi sudah diberikan oleh Pak Menteri mengenai PT
Freeport. Semua masukan setelah tadi sudah kami catat, kami akan menjawab
secara tertulis apa-apa yang menjadi concern dari Bapak-Ibu sekalian. Tapi kita
punya keyakinan bahwa persoalan ini harus kita selesaikan dengan tidak
mengorbankan kedaulatan kita sebagai bangsa Indonesia. Jalan-jalan, cara-cara
yang damai ya, yang tentunya kita harapkan hasilnya adalah win-win sedang kita
usahakan. Kita mohon kiranya siapa pun, kita dalam ruang ini bersabar untuk
menunggu tim kita bernegosiasi untuk mencari kesepakatan yang semua pihak bisa
menerimanya. Yang lain kita akan jawab secara tertulis, semoga tim kami dari
kementerian bisa menjawab dengan lebih lugas, singkat dan bisa menjawab apa
adanya concern darai Bapak-bapak dan Ibu-ibu sekalian.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Pimpinan, boleh interupsi sebentar Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak Harry, silakan Pak.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Mohon kiranya Wamen bisa menjelaskan pertanyaan tadi karena waktu Pak
Menteri masih ada belum sempet di jawab. Yang saya ikuti dari pemberitaan media
tadi saya sampaikan pertanyaan, Rapat Terbatas Kabinet itu Presiden instruksinya
semangat hilirisasi tidak boleh dipungkiri. Sementara yang kita tahu terbitnya PP
1/2017 dan juga turunannya Permen itu membuka peluang relaksasi. Nah ini
bagaimana, yang saya pertanyakan, apakah ini akan berubah lagi, apa konsisten
dengan Permen yang sudah ada karena kalau Permen ini dilakukan berarti
menyimpang dari Keputusan Rapat Kabinet, khususnya adanya pasal yang
membolehkan relaksasi untuk kandungan di bawah 1,7%.
Ini tadi saya pertanyakan Pak Menteri, tapi Pak Menteri mungkin overload ya,
tidak sempet menjawab. Kalau belum bisa dijawab sekarang, mohon ini juga jangan
dilupakan. Ini dari kami sangat strategis karena bagaimana pun tadi teman-teman
yang terhormat juga sudah mengutarakan, PP 1/2017 dengan turunan-turunannya
Kepmen atau Permen itu. Itu memang secara pada hakekatnya mengingkari spirit
Undang-undang Minerba itu, apapun alasannya ini perlu klarifikasi, supaya para
investor juga yakin karena sekarang ini para investor bersiap-siap untuk
mengimplementasi Permen itu, tetapi jangan sampai nanti di tengah jalan ada
keputusan yang berubah lagi karena jelas sekali di media presiden tidak setuju
dengan relaksasi karena itu menyimpang dari prinsip atau spirit hilirisasi. Ini mohon
dijadikan perhatian yang khusus karena ini sangat strategis.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
]
Silakan Pak, masih ma uterus Pak.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Menanggapi sedikit Pak Pimpinan.
Izinkan kami menjawab secara tertulis nantinya Pak, alasan kenapa, apakah
benar Permen yang kita terbitkan itu tidak sejalan dengan semangat hilirisasi, nanti
kita akan samaikan secara tertulis Pak.
Terima kasih.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi sedikit Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Pak Nasir silakan.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Sekalian data yang di Dirjen Minerba mungkin yang sudah diberikan kurang
lengkap untuk data-data yang bermasalah, seperti yang disampaikan Pak Mul tadi
masalah Jambi, itu juga sensi, itu mungkin dilengkapi lagi karena tadi kita sudah
baca sebagian belum selengkap seperti yang kita Tanya kemarin. Mungkin itu
Pimpinan biar lebih jelas kita menjelaskannya.
KETUA RAPAT:
Baik.
Pak Nasir data yang kesimpulan rapat kemarin belum, sudah ada yang masuk
sih tapi belum lengkap, minta dilengkapi lagi Pak Dirjen.
Pak Mul silakan.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Saya memperjelas sedikit Pak Wamen, yang saya maksud tadi leadership itu
bukan, selain dirjen lihat di lapangan. Yang diperlukan adalah pada saat sudah ada
keputusan rapat DPR RI dengan menteri itu namanya raker atau rapat DPR RI
dengan dirjen itu namanya Rapat Dengar Pendapat. Pada saat itu pelaksanaan
implementasi di lapangan jangan sekali-kali Eselon II, Eselon III mempertanyakan
lagi, oh soalnya begini, soalnya begini. Saya nggak mau dengar lagi misalnya pada
saat, apalagi yang terkait dengan program aspirasi sampai bertanya oh ini soalnya
begini, soalnya begini, saya nggak mau dengar lagi Pak soal itu. Itu keputusan politik
yang sudah diambil karena yag mewakili pemerintah itu hanya boleh 2 Pak, menteri
bisa mewakilkan menteri dan dirjen, itu namanya raker, kalau dengan dirjen
namanya Rapat Dengar Pendapat. Kalau sekarang saya nggak tahu ini, masih raker
atau Rapat Dengar Pendapat. Jadi itu adalah keputusan yang diatur dalam Undang-
undang-undang, jadi seennggaknya Eselon II ke bawah itu hanya pelaksana Pak.
Jadi itu yang kadang-kadang miskomunikasi itu jangan sampai terjadi lagi Pak.
Jangan sampai terjadi dan itu akan menghilangkan wibawanya dirjennya, kalau
sampai anak buahnya mempertanyakan keputusan yang sudah diambil dengan DPR
RI. Saya sering itu Pak, anda kan nggak tahu rapatnya, apalagi Eselon III kan nggak
ikut rapat kok malah bertanya keputusan rapat. Pak kayanya bukan begitu Pak,
begini ya, ini jangan sampai terjadi Pak. Ini yang maksud saya leadership-nya Pak,
yang begitu bisa ditegor dirjennya kalau perlu dipindahkan Pak.
Ini yang maksud saya agar tidak terjadi miskomunikasi dalam pelaksanaan
implementasi di lapangan. Selain juga melihat masalah di lapangan itu tentu
disesuaikan waktu Eselon I untuk bisa datang ke daerah-daerah untuk disesuaikan
lah. Bagi saya yang paling penting itu Pak, hierarkinya itu. Hierarki hukum,
keputusan rapat yang sudah dibuat di lembaga DPR RI bersama pemerintah.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Yang terakhir ini jadi catatan Pak Wamen dan para Bapak Dirjen ya, supaya
tidak ada selisih faham gitu Pak.
Baik, saya kira kalau tidak ada yang, maaf Ihwan Datu.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Baik, terima kasih Pimpinan.
Yang saya hormati Ketua, Wakil Ketua, teman-teman kolega Komisi VII.
Bapak Wamen, Pak Dirjen, Pak Sekjen yang saya hormati.
Para Direktur Dirut PLN yang saya hormati.
Memang yang menjadi kendala ini di kami selalu, tadi sudah disampaikan
oleh Pak Mul tadi bahwa sumpah jabatan Anggota DPR RI ini selalu dituntut oleh
Dapil Pak. Tadi kebetulan Dapil kami ini Kaltim sama Kaltara, mohon ada perhatian
lah karena kami ini penghasil migas dan penyumbang devisa ke negara cukup
besar, 429 trilyun. tapi memang kembalinya tidak seberapa sehingga setiap kami
Kundapil, pulang ke Dapil kami, kami selalu didatangi oleh masyarakat yang
mengatasnamakan daerah-daerah. jadi mungkin Pak Wamen dengan hormat, tolong
diperhatikanlah untuk daerah kami, daerah Dapil kami Kaltim dan Kaltara, sehingga
kami selalu di bilang ayam mati di lumbung padi. Punya sumber daya alam, tapi
listriknya pun kadang-kadang mati-hidup juga. Sehingga ini yang dimintakan oleh
masyarakat infrastruktur kami jauh tertinggal dengan Kalimantan yang lain, seperti
Kalbar, Kalteng, Kalsel. Jadi Kaltim ini mohon ada perhatian pada Pak Wamen dan
jajarannya.
Terima kasih.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Pak Ketua, terkait dengan pernyataan Pak Datu, 1 menit.
KETUA RAPAT:
Bukan nuklir kan Pak, nuklir nanti akan ada diskusi lagi, oh bukan.
Baik Pak.
F-NASDEM (Dr. KURTUBI, SE., M.Sp., M.Si):
Jadi begini 1 menit saja, jadi Kaltim kekurangan listrik Pak ya, ini catatan.
Studi-studi sudah menunjukkan Kaltim itu wajar dapet PLTN sama dengan Kalbar.
Jadi studi tampak yang lebih detil harus ada, jadi ke depan Kaltim harus punya
PLTN demikian juga Kalbar.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya udah tahu pasti ujung-ujungnya nuklir Pak, ini tolong Pak kami titip
pesan sama Ketua DEN Pak supaya masukkan nuklir itu, siapa ketua DEN-nya,
presiden ya. Ini presiden kita Pak, Bapak dari partainya SBY bujuk Pak, melalui
ketua umum barangkali ke presiden gitu sama ketua hariannya Pak Menteri ya,
Menteri ESDM. Tapi yang terakhir ini Pak, memang saya nggak tahu bocor dari
mana Pak Ihwan Datu, masyarakat Kaltim tahu kalau kita bersumpah akan
memperjuangkan Dapil itu siap yang bocorin ini, jadi mereka datang ke kita selalu
gitu kan, ditagih sumpah kita takut juga ke makan sumpah kan begitu Pak Menteri
kan begitu.
Baik, masih ada Pak, saya rasa cukup ya. Pak Dirut PLN ada yang mau
disampaikan Pak, melalui Pak Wamen barangkali.
DIRUT PT PLN:
Bapak Ketua, Bapak-bapak Anggota yang kami hormati.
Pak Wamen, Pak Dirjen, Pak Sekjen.
Memang kami baru mendapat informasi terakhir Pak, ini mungkin untuk kaitan
Pak Kurtubi. Jadi pada Sidang DEN tadi pagi berdasarkan rencana pengembangan
disampaikan bahwa PLT Torium akan dimasukkan dalam Ruwen dan akan dibuat
roadmap untuk implementasinya Pak, Torium, baru tadi pagi Pak.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Sebentar Pak, Torium itu belum diakui sebagai PLTN Pak. Jadi dia
disebutkan PLTP Pak, bukan PLTN, ini masih hutang Pak.
DIRUT PT PLN:
Karena baru tadi Pak, DEN, Rapat DEN.
KETUA RAPAT:
Tapi sudah hal yang maju sekali itu Pak, walaupun masih Torium iya kan.
Sebelum ada penghapusan kalimat PLTN sebagai opsi terakhir, kita harus hilangkan
anak kalimat itu.
Baik, saya kira kalau sudah tidak ada kita sampai ke draft kesimpulan mohon
ditampilkan.
Terima kasih informasinya Pak Dirut, tadi paling tidak ada lebih maju lah Pak,
iya kan, tadi pagi Pak ya, tapi kan Torium itu masih saudaranya si nuklir itu ya Pak,
paling tidak ada progress lah gitu.
Baik Pak, kita sampai pada draft kesimpulan mohon kita cermati sama-sama
dan masukan. Draft kesimpulan Raker dengan Menteri ESDM, Kamis 30 Maret
2017:
1. Komisi VII DPR RI mengapresiasi langkah-langkah Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral RI dalam menangani persoalan yang terkait dengan
perubahan kontrak karya menjadi IUPK, ekspor konsentrat, divestasi
saham dan ketenagakerjaan di PT Freeport Indonesia serta mendukung
penyelesaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Setuju ini ya Pak Wamen, iya Bu.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Ketua, itu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku jangan
lupa juga ada Otonomi Khusus yang mengatur.
KETUA RAPAT:
Iya termasuk itu semua lah ya.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, interupsi.
Belum ada hasil udah terus menghargai.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Karena kalau tidak tertulis itu nanti pemerintah lupa karena Undang-undang
Otonomi Khusus itukan dibuat di DPR RI ini.
KETUA RAPAT:
Spesifik disebutkan ya.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Iya, spesifik termasuk dan Undang-undang Otonomi Khusus.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Siap Pak Ramson, silakan, udah.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Ditambahkan Pak, termasuk Undang-undang Otonomi Khusus.
KETUA RAPAT:
Beliau ingin ditambahkan spesifik Pak, ada Undang-undang Otsus gitu.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Silakan.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Kalau saya sih kurang sependapat langsung mengapresiasi, belum ada hasil.
Ini jangan dikit-dikit apresiasi, apresiasi itu tinggi menghargai ada sertifikat itu kalau
ada apresiasi.
KETUA RAPAT:
Ada prestasi dong, makannya yang di apresiasi langkah-langkahnya.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Komisi VII DPR RI mendesak agar Menteri melakukan solusi yang tepat
terhadap masalah Freeport, mesti begitu dong, secepat mungkin dan tetap menjaga
kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia, apalagi Provinsi Papua, gitu
dong. Kita kan DPR RI loh setara presiden yang datang itu pembantu presiden Pak
Ketua. Jadi tolong Pak TA di ini, saya pikir teman-teman juga setuju, ini marwahnya
DPR RI Komisi VII ini kalau dulu 9 menteri di sini di jejerin Pak, sampai jam 02.00
pagi apalagi soal BBM, sampai Menteri Luar Negeri pun di situ, Menteri Keuangan,
Bappenas, semua Menteri ESDM, Perindustrian, Perdagangan. Jadi ada solusi
terkenal Komisi VII selalu membuat keputusan solusi terhadap persoalan bangsa.
Jadi kita mendesak Menteri ESDM agar segera membuat keputusan yang tepat
terhadap masalah Freeport dengan tetap menjaga kepentingan Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan kepentingan masyarakat Papua di Provinsi Papua, dibuat
yang agak bagus Pak TA, melakui Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira ini soal kesepakatan kita saja, intinya memang sebetulnya kan
waktu Rapat Kerja/Rapat Dengar Pendapat waktu itu Pak Dirjen di situ kita sudah
mendesak untuk kemudian perundingan yang berjalan menemukan solusi terbaik
gitu ya. Inikan kita tahu ini sudah ada berbagai hal yang dilakukan paling tidak sikap-
sikap tegas dari pemerintah melalui Menteri ESEM saya kira itu yang diapresiasi,
tapi nggak apa-apa bahasanya terserah saja. Kita ingin memang ada solusi terbaik
yang tadi untuk tetap menjaga kedaulatan negara dan memperhatikan tentu Papua
dan masyarakat Papua di mana tambang itu berada, intinya sih seperti itu, terserah
saja kalimatnya seperti apa lah.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Melalui Pak Ketua, Pak TA yang sigkat saja masalah Freeport gitu saja nggak
usah yang lain-lain, soal konsentrat ekspor semua biarin tugas pemerintah membuat
keputudan yang tepat.
KETUA RAPAT:
Kalau gitu Menteri ESDM agar menemukan solusi terbaik.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Menemukan solusi yang tepat terhadap masalah PT Freeport dengan tetap
menjaga kepentingan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan masyarakat Papua.
Itu singkat saja, jadi karena belum ada solusi Pak, masih kongkow-kongkow Pak,
kalau bahasa inikan, dia pun disebut negosiasi, negosiasi itukan kongkow-kongkow,
belum ada MoU pun belum ada, jadi jangan terus apresiasi, pas berhasil nanti
apalagi dia kash apresiasi.
KETUA RAPAT:
Penghargaan yang tinggi.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Apresiasi itu a real appreciate itu udah yang tertinggi.
KETUA RAPAT:
Dan Papuanya harus masuk.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Dan Undang-undang Otonomi Khusus harus masuk.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Pak Ketua, saya pikir cukup sampai itu karena Undang-undang apapu yang
akan digunakan pemerintah silakan, tetapi harus tepat gitu.
KETUA RAPAT:
Saya kira pastilah semua Undang-undang harus jadi rujukan.
Ibu Peggi.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Permintaan saya tetap masukkan Undang-undang Otonomi Khusus karena
pembahasan ini kontrak karya yang kedua itu tidak ada Undang-undang Otonomi
Khusus, setelah itu ada otonomi khusus dan itu harus dimasukkan di dalam
perundingan ini.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Iya Pak Harry, silakan.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Kata-kata termasuk itu saya kurang setuju, sepertinya kok appendiks saja
pelengkap, Papua itu, kalau boleh diganti terutama.
KETUA RAPAT:
Dan saja.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Dan khususnya rakyat Papua atau gimana.
KETUA RAPAT:
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku termasuk
Undang-undang Otonomi Khusus, itu Bu Peggi ya.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Iya, begitu Pak Ketua.
KETUA RAPAT:
Saya baca ulang ya.
Komisi VII DPR RI mendesak Menteri Energi Sumber Daya Mineral RI agar
melakukan solusi, solusi itu bukan dilakukan, ditemukan solusinya.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Kalimat Pak Ramson tadi mengambil langkah-langkah.
KETUA RAPAT:
Guna menemukan solusi gitu ya.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Langkah-langkah yang tepat Pak.
KETUA RAPAT:
Iya baik.
Pak Wamen silakan Pak.
WAMEN ESDM RI:
Mengambil mungkin langkah-langkah atau upaya, mengambil upaya yang
tepat terkait. Yang kedua kalau boleh saran Pak Pimpinan, kalimat mendesak apa
boleh diganti dengan meminta Pak.
KETUA RAPAT:
Karena ini sudah dalam berjalan Pak, sudah berjalan. Jadi memang kalau
sekedar meminta memang sudah jalan, ini perlu percepatan maka mendesak gitu
Pak, ini bahasa standar juga Pak Wamen.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Itu kalau upaya itu jangan mengambil Pak, melakukan.
KETUA RAPAT:
Mengambil langkah-langkah tadi sudah pas itu, saya kira.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Kalau nggak mengambil langkah-langkah, kalau upaya melakukan upaya,
kalau nggak mengambil langkah-langkah.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Pimpinan.
Upaya ini bisa gagal, sekedar upaya, tapi harus mendapatkan hasil outcome.
Upaya itu bisa gagal Pak, belum tentu berhasil maksud saya. Jadi menteri kita
tugaskan, kita wajibkan harus mendapatkan hasil yang terbaik, yang tepat, kalau
upaya bisa gagal, udah baik upayanya tapi hasilnya gagal bisa Pak, ini nggak boleh
gagal.
Terima kasih.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Ketua, seperempat detik.
Mendesak itu concern Komisi VII DPR RI Pak Wamen, begitu concern-nya
Komisi VII DPR RI terhadap persoalan strategis itu, baru kalau lebih bagus saya pikir
bukan mengambil langkah-langkah, membuat kebijakan yang tepat, jangan langkah-
langkah lagi karena ini ...kebijakan. jadi Menteri ESDM dengan segala perangkatnya
yangn didukung presiden harus bisa membuat kebijakan yang tepat dan
implementatif atau imperatif gitu, jadi langsung saja, membuat kebijakan yang tepat,
jangan mengambil lagi membuat.
KETUA RAPAT:
Kebijakannya sudah tapi belum terlaksana gitu loh Pak, belum bersepakat ini
....
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Belum.
KETUA RAPAT:
Kebijakannya sudah, bahwa sudah diterbitkan IUPK dengan perpanjangan
izin ekspor tetapi pihak Freeport belum menerima.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Ini belum tepat Pak Ketua, belum bisa implementatif. Jadi yang implementatif
yang bisa dilaksanakan bukan hanya teori, bukan kebijakan untuk kebijakan, tapi
kebijakan untuk dilaksanakan.
KETUA RAPAT:
Kondisinya yang sekarang kan kebijakan pemerintah ada, kita tahu ada
kontrak karya yang menjadi pegangannya Freeport, nah ini yang belum ketemu
dengan kebijakan Anggota diambil oleh pemerintah. Tentu berikutnya adalah kan
ada perundingan nih gitu ya, lalu kita desak pemerintah menemukan solusi terbaik
daloam waktu yang cepat, dalam waktu yang tidak lama.
F-GERINDRA (RAMSON SIAGIAN):
Sudah cukup lah, yang penting ada mendesak lah.
KETUA RAPAT:
Oke, saya kira, Pak Wamen, baik satu setuju ya.
Pak Adian.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Nggak setuju, kenapa kita selalu menempatkan Papua seolah-olah bukan
bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan selalu menambahkan kata-
kata Papua, bagi saya ini prinsip-prinsip kita terhadap Negara Kesatuan Republik
Indonesia itu sendiri. kalau kita bilang bahwa untuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia jangan ada lagi tambahan terutama Papua, untuk Papua dan sebagainya.
Kalau kita bilang berdasarkan Undang-undang, jangan ada lagi khusus termasuk
otonomi khusus. Seolah-olah Undang-undang Otonomi Khusus itu terpisah dari
Undang-undang kita sendiri, seolah-olah Papua itu terpisah dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia kadangkala ambiguisme parlemen ya seperti ini gitu loh. Kita
bilang kita Negara Kesatuan Republik Indonesia, tapi sikapnya kaya begini,
kenyataannya membedakan Papua bukan bagian dari Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Kalau di parlemen saja tidak pernah memahami sikap-sikap
kenegarawan seperti ini bagaimana. Mneurut saya kata-kata Papua ini dihapuskan,
nkrio sudah cukup, Undang-undang Otonomi Khusus dihapuskan, Undang-undang
sudah cukup, terkecuali kita bilang ada Undang-undang di atas Undang-undang,
otonomi khusus itu di atas Undang-undang kan dia begitu secara strata Undang-
undang dia sejajar kok kenapa dibedakan. Bukan maksudnya begini loh, ini harus
mau melihat kacamata negara sebagai negara kacamata ketatanegaraan ya sebagai
ketatanegaraan, tidak kemudian ada keistimewaan satu Undang-undang terhadap
Undang-undang yang lain, tidak ada keistimewaan satu etnis, satu wilayah terhadap
wilayah yang lain, Negara Kesatuan Republik Indonesia titik Negara Kesatuan
Republik Indonesia, di situ ada Papua, di aitu ada Aceh, di situ ada Bandung, di situ
ada Bogor, ada Kalimantan dan segala macam.
Terima kasih Pimpinan.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Pak Ketua, jadi untuk apa Undang-undang Otonomi Khusus ini dibuat di
parlemen ini kalau kita nggak memakai ini karena kontrak karya yang kedua tidak
ada otonomi khusus. Itu belum lahir Undang-undang Otonomi Khusus, setelah
kontrak karya ini berlaku ini mencantumkan ada tertulis di sini bahwa pemerintah
harus membicarakan ini dengan pemerintah daerah dan yang mempunyai hak ulayat
atas tambang ini. jadi saya meminta ini untuk dimasukkan itu karena ini dibuat oleh
DPR RI dan disahkan di gedung ini dan itu berkaitan dengan ada Undang-undang itu
ada cantolannya dengan Undang-undang Otonomi Khusus ini ada cantolannya
daripada Undang-undang yang sementara ......
KETUA RAPAT:
Begini, maksud Ibu Peggi kita faham untuk memberikan posisi yang bagus
dapat perhatian, tapi memang Pak Adian mengingatkan, mendegradasi juga seolah-
olah kalau tu secara spesifik padahal itu sudah bagian integral dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia, kita harus hati-hati. Saya kira bukan maksudnya tidak setuju itu
masuk, nggak usah disebut pun itu sudah masuk. Maksud kita untuk memberi
perhatian besar malah terkesan mendegradasi juga ada benarnya juga gitu Ibu Pegi
sebenarnya.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Iya, jadi begini Pak Ketua, kenapa saya harus masukkan ini. kami untuk
mendapatkan Undang-undang Otonomi Khusus ini kami harus berkorban dan kami
harus berdarah-darah dan nyawa kami pun dipertaruhkan untuk otonomi khusus ini,
untuk Undang-undang ini. jadi apa salahnya tulisan itu dimasukkan ke dalam ini.
kami untuk, untuk apa Pak Ketua saya minta ini karena sekarang ini kepercayaan
orang Papua unbangsa ini sudah tidak ada. Jadi saya meminta supaya ini
dimasukkan ke dalam poin pertama.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Sebentar Pak Ketua, saya bisa memahami 2 pemikiran ya. Saya pikir untuk
yang nomor 1 yang usulannya Bu Peggi itu kita pisah saja, ada satu item tersendiri
itukan sebetulnya kegalauan bahwa di dalam kontrak karya yang sudah berjalan
tidak mencantumkan Undang-undang Otonomi Khusus kan begitu kan Bu, iya kan.
Sekarang minta, makanya kita minta kepada pemerintah segalan macam bentuk
perjanjian ataupun apa terhadap Freeport Indonesia harap memperhatikan atau
memasukkan Undang-undang Otonomi Khusus. Jadi sipaya difahami bahwa ini ada
kontrak berjalan yang tidak memasukkan Undang-undang.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pimpinan, maaf Pimpinan, jangan kita sebagai parlemen membuat kesalahan
fatal seperti ini. jangan ada kita mengistilahkan satu Undang-undang lain di atas
Undang-undang yang lain, jangan kita mengistimewakan satu etnis atau satu
wilayah di atas wilayah yang lain. Cukup kalau kita bilang Negara Kesatuan Republik
Indonesia ya Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak ada perdebatan, kalau kita
bicara Undang-undang ya Undang-undang, tidak ada yang termasuk ini, termasuk
ini. semua Undang-undang yang terkait dengan persoalan ini ya Undang-undang itu,
tidak bisa dong kemudian kita mengistimewakan maupun menganaktirikan satu dan
yang lain. Kita berbangsa loh, kita bernegara ini, bukan main-main, kalau ini jadi
kesimpulan dan dibaca anak cucu kita memalukan ini, seolah-olah memang sejak
awal di parlemen sudah menyetujui bahwa Papua berbeda denga Negara Kesatuan
Republik Indonesia, Papua bukan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia,
sehingga dituliskan terpisah.
Perubahan kontrak karya tahun ’91 memang belum ada otonomi khusus,
karena Otsus itu 2001 tapi tidak karena itu menjadi justifikasi untuk terpisah seperti
ini, seolah-olah ada Undang-undang yang lebih tinggi di atas Undang-undang yang
lain. Coba kita buka saja tentang hierarki perundang-undangan, Undang-undang ya
Undang-undang, semua yang terkait dengan pembahasan ini harus dipakai, harus
digunakan, dipertimbangkan dan bagian dari keputusan yang akan diputuskan, tidak
ada perbedaan di Indonesia.
Terima kasih Pimpinan.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Pak Ketua, jadi tidak ada spesialis untuk Papua, tetapi untuk apa ada tim
pemantau Otsus Papua di DPR RI yang diparipurnakan dan disahkan oleh Undang-
undang, bukan kaukus Papua tapi ada tim pemantau otonomi khusus di DPR RI
yang ketuanya Pak Fadli Zon, Anggotanya seluruh Fraksi yang ada di DPR RI
karena ada apa, karena ada Undang-undang Otonomi Khusus untuk 5 daerah di
Republik ini, makanya saya meminta untuk dimasukkan itu karena cantolan Undang-
undang dari otonomi khusus. Otonomi khusus itu cantolannya adalah Undang-
undang di Republik ini, saya tidak merasa bahwa itu dipisahkan antara Undang-
undang dengan Undang-undang Otonomi Khusus itu beda dan akmi orang Papua itu
dipisahkan atau dianaktirikan atau di apa, tidak saya tidak menganggap itu, tapi ini
sesuai dengan Undang-undang yang berlaku di Republik ini karena ini disahkan oleh
gedung DPR RI yang terhormat ini 2001.
Kalau kontrak karya kedua itu tidak ada otonomi khusus, kontrak karya yang
sekarang harus melibatkan dimasukkan Undang-undang Otonomi Khusus dan orang
Papua diberikan hak untuk berbicara.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira sebetulnya maknanya sama Cuma mau ada stressing, inikan
persoalan penulisan saya kira.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pimpinan, jangan kemudian membuat situasi menjadi kacau lagi, jangan
disederhanakan bahwa ini persoalan penulisan tok, ini prinsip.
KETUA RAPAT:
Kan fakta juga namanya pun otonomi khusus, memang ada kekhususan juga
di Papua gitu loh Pak.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Ada kekhususan di Papua tetapi dalam konteks yang berbeda dengan
Undang-undang, tidak dong. Ada Undang-undang Minerba itu juga kekhususan
sebenarnya, ada Undang-undang itu juga kekhususan gitu loh. Itukan tujuan
Undang-undangnya, objek Undang-undangnya, bukan kemudian kita perlakukan dia
secara khusus di tempat ini. nggak maksudnya Pimpinan juga jangan kemudian
merancukan persoalan bahasa seolah-olah menjadi sederhana, bagi saya semuka
sudah terakomodir Pimpinan. Kalau kita bilang Undang-undang, semua Undang-
undang terkait, Undang-undang Otonomi Daerah masuk dalam pertimbangan ini,
Undang-undang Minerba masuk dalam pertimbangan ini, Undang-undang Otonomi
Khusus masuk dalam Undang-undang ini, kenapa harus kita beda-bedakan, nggak
bisa dong. Sekali kita memaklumi pembedaan itu terus akan terulang.
KETUA RAPAT:
Saya minta masukan, inikan gini loh, nah itu tadi ini persoalan sumpah juga
ini, sumpah jabatan ini, Ibu Peggi kita, saya kira kan pantas kita akomodir juga
bahwa ada perjuangan Beliau untuk Dapilnya. Cuma soal bahasanya seperti apa,
penulisannya seperti apa mari kita rumuskan bersama gitu loh, iya kan, supaya ada
semacam kita akomodir lah teman-teman yang punya Dapil itu.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Pimpinan, ditambah saja di poin lain untuk membunyikan otonomi khusus itu.
Tapi poin pertama ini sesuai dengan Undang-undang saja gitu.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Pak Ketua, tadi saya sudah sampaikan sama Pak Menteri. saya meminta
kepada Pak Menteri, saya memperjelas apa yang disampaikan Pak Menteri. tadi
Pak Menteri menyampaikan bahwa akan melibatkan pemerintah daerah dan tokoh
adat. Pak Menteri harus tahu bahwa itu perintah Undang-undang Otsus bahwa
membicarakan kontrak karya itu harus melibatkan pemerintah daerah dan
pemerintah provinsi karena yang mempunyai daerah tambang. Oleh karena itu
dipertajam lagi di poin pertama, kita memasukkan lagi di poin ke berapa Pak di sini.
Sudah jelas sekali di poin pertama itu melibatkan Undang-undang, memasukkan,
termasuk Undang-undang Otonomi Khusus.
KETUA RAPAT:
Atau saya kira gini lah, di sinikan kita bicara soal umum ya, bahwa ada,
memang betul tadi ada pernyataan Pak Menteri bahwa kebijakan ke depan itu akan
selalu melibatkan masyarakat adat yang itu adalah perintah dari Undang-undang
Otonomi Khusus, boleh saya kira. Saya minta kita sepakat di nomor 1, kita tampung
secara khusus di nomor 2 ini Ibu Peggi begitu, supaya tidak redundem di atas, kita
tegas di atas yang tadi konsep pertama itu sampai di Negara Kesatuan Republik
Indonesia saja iya kan. Kemudian kita coba akomodir yang punya Dapil gitu atau
umum saja Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM di dalam setiap mengambil
kebijakan terkait dengan PT Freeport Indonesia melibatkan masyarakat adat Papua
sesuai dengan Undang-undang Otonomi Khusus gitu.
Pak Adian.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Tetap bahasa ini tidak tepat Pimpinan, kita mau membuat semua orang di
republik ini sama, setara tanpa perbedaan. Kita mau membuat semua Undang-
undang itu setara, sejajar tanpa perbedaan juga, tapi dalam resume kita, kesimpulan
kita buat pembedaan-pembedaan, apakah ini bukan melegitimasi kemudian
terjadinya perbedaan itu semacam meruncing, kok kemudian parlemennya
melegitimasi perbedaan dengan rumusan sepeti ini, jangan ambigo dong Pimpinan
kita, DPR RI ini harus tegas dong kalau bicara Negara Kesatuan Republik Indonesia,
bicara Indonesia ketatanegaraan tegas nggak bisa main-main. Tidak kemudian atas
nama ingin mengakomodir kepentingan daerah lalu Negara Kesatuan Republik
Indonesia menjadi nomor 2, nggak bisa Pimpinan. Di sini banyak wartawan, ini
akanm dicatat oleh sejarah, begitu dia keluar, legal, resmi atas nama parlemen dan
kita akan mempertanggungjawabkan ini sebagai sejarah di kemudian hari dan saya
tidak mau salah.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Saya kira kita semua di ruanga ini adalah tetap menempatkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia itu di hati kita itu yang paling dalam adalah nomor 1
iya kan, pasti, tetapi di dalam rangka itu loh ya kan boleh semacam stressing bahwa
ada nih kita mengingatkan ada Undang-undang Otonomi Khusus yang
mengamanahkan untuk setiap kebijakan di daerah otonomi khusus libatkan
masyarakat adat. Saya kira nggak sesuatu yang mendegradasi soal Negara
Kesatuan Republik Indonesia gitu Pak. Saya kira kita masa kesimpulan begini kita
harus berlama-lama.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Nggak begitu dong Pimpinan bahasanya, tidak dong, justru kita bertarung di
kesimpulan ini bukan dengan perdebatan tadi. Perdebatan tadi proses ini hasilnya,
disinilah kita bertarung, iya dong. Tidak bisa kita kemudian berfikir seperti yang
Pimpinan sampaikan, ini bukan masalah sederhana Pimpinan, ini masalah
bagiamana kita menghormati bangsa ini, menghormati kesatuan negara kita, jangan
Pimpinan bilang di hati kita Negara Kesatuan Republik Indonesia, di kesimpulan
tidak Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak bisa.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Pak Ketua, ini harus dimasukkan.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Pak Ketua, gini aja.
KETUA RAPAT:
Udah kita kasih pandangan lah ya, saya khawatir nanti seolah-olah bukan
Negara Kesatuan Republik Indonesia Indonesia Raya saya Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Silakan.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Saya kira gini aja, kita drop untuk masuk di nomor 2 aja, sudah saya kira
nggak ada masalah.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Sudah masuk di nomor 2, pertama itu Undang-undang yang kedua itu
otonomi khusus, itu sudah pas masuk itu Pak Ketua.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Bu Peggi ini nanti yakini dengan masyarakatnya.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Tim pemantau otonomi khusus Papua, Papua Barat, DIY, Aceh itu dibuat
berdasarkan Undang-undang ini Pak dan diparipurnakan.
KETUA RAPAT:
Adian pun sepakat Cuma Beliau jangan sampai ada mendegradasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Betul Pimpinan, tidak ada relevansinya antara tim pemantau Papua dengan
persoalan ini. ini persoalan penempatan Undang-undangnya saja dan kalau kita mau
berlaku sama, semua Undang-undang terkait tulis, Undang-undang Minerba,
Undang-undang Otonomi Daerah, Undang-undang apalagi, tulis semua di situ. Tidak
ada pendegradasian, pemaknaan itu tidak turun.
KETUA RAPAT:
Sebentar Pak Harry dulu ya, nanti Pak Nasir.
Silakan Pak Harry.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Pimpinan, terima kasih.
Saya hanya ingin menjembatani saja, ini yang jadi heboh inikan kata-kata
Undang-undang Otonomi Khusus. Saya tawarkan kalau butir 2 itu kalimatnya cukup
sampai melibatkan masyarakat Papua sesuai dan seterusnya itu hilang saja karena
kalau melibatkian masyarakat Papua itu otomatis akan mendasarkan diri pada
Undang-undang Otonomi Khusus. Yang disebut oleh yang terhormat Pak Adian tadi
kan masalah ada Undang-undang lain yang dilibatkan. Jadi didelete saja sesuai
dengan Undang-undang Otonomi Khusus itu ditiadakan karena melibatkan
masyarakat Papua itu berarti kita sudah peduli, memang ada kekhususan di situ,
hanya kita meniadakan kata-kata Undang-undang. Otomatis kalau melibatkan
masyarakat Papua ya berarti masyarakat Papua akan membawa semua
pembicaraan mengacu pada Undang-undangnya, Undang-undang Otonomi Khusus
itu, itu saja.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Itu betul Pak, itu betul, tetapi Undang-undang itu lebih mengikat. Kita
melibatkan masyarakat tetapi kalau tidak tertulis tidak mengikat, jadi di sini harus
ditulis Pak, harus tertulis karena tercantum di dalam Undang-undang Otonomi
Khusus.
KETUA RAPAT:
Pikiran saya tadi di atas, di atas itu sesuai dengan Undang-undang yang
berlaku, masih ada sambungan ya, di atas ya. Baru yang di poin 2 kita merujuk
Undang-undang Otonomi Khusus gitu, di atas ada Undang-undang dulu dong. Coba
pindah ke atas, di atas.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Interupsi Pimpinan.
Menurut saya gini Pimpinan, karena kita kan membahas di sini masalah PT
Freeport saja tapi kan karena di sana berdirinya di negeri Papua, oh Provinsi Papua
maka kita libatkan masyarakat Papua di situ, cukup di situ saja menurut saya karena
kepentingan Chevron kan juga pernah kita bahas di sini, kita kan hanya
mementingkan kepentingan daerah. Sebenarnya poin itu sudah cukup kan nggak
ada perbedaan antara Freeport dengan Chevron sebenarnya karena menurut saya
sih yang penting melibatkan kalau memang bahasa Papuanya mau dimasukkan ya
melibatkan Papuanya dimasukkan, tapi kalau menurut saya sih lebih bagus
mementingkan kepentingan daerah. Jadi daeah yang bersangkutan karena
produksinya di sana maka harus melibatkan kepentingan daerah atau
mementingkan kepentingan daerah gitu di poin 2.
Di poin 1 cukup, poinnya sudah bagus itu menurut saya tapi poin 2-nya
karena permintaan karena ada yang membawa Dapil. Menurut saya karena saya
juga punya penghasil ya kita melibatkan dan mengikutsertakan daerah dan
mengutamakan kepentingan daerah, menurut saya itu.
Terima kasih Pimpinan.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Pak Ketua, betul Chevron punya perusahaan tidak ada tetapi Chevron bukan
bagian dari pada daeah otonomi khusus.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Sempet masuk.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Iya, dulu sempet masuk tapi sekarang tidak. Kami punya Undang-undang dan
Undang-undang itu juga berbicara mengenai sumber daya alam kami yang kita
bercantolan kepada Undang-undang Minerba itu. Maka saya meminta untuk itu
dimasukkan di dalam Undang-undang, tidak bisa kita menulis bahwa melibatkan
masyarakat Papua, itu tidak kuat Pak. Kalau kita mencantumkan Undang-undang
Otonomi Khusus semua ada tertulis di dalam sini dan memgikuti itu,
mempertimbangkan dan membicarakan itu bersama-sama dengan.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. SATYA WIDYA YUDHA, ME, M.Sc./F-PG):
Saya ada usul sedikit di sini, supaya ada ikatan antara masyarakat Papua
dengan Undang-undang Otonomi Khusus. Jadi sebutkan saja Bu di sini, Indonesia
melibatkan masyarakat Papua sesuai dengan Undang-undang Otonomi Khusus gitu
karena di Undang-undang Otonomi Khusus yang lain kan nggak urusin Papua, di
Undang-undang lain kan nggak tidak ngurusin Papua. Iya kalau Undang-undang
Otonomi Khusus itu kebetulan stresnya itu ada di aspek Papuanya gitu loh Pak. Jadi
kalau saya sih usul supaya tidak menafikkan bahwa seakan-akan Undang-undang
yang lain lebih tinggi ataupun apa, atau Undang-undang Otonomi Khusus itu lebih
tinggi atau apa, kita sebutkan saja Freeport Indonesia melibatkan masyarakat Papua
sesuai di situ disebutkan Undang-undang Otonomi Khusus. Udah saya pikir sudah
cukup.
KETUA RAPAT:
Ke pemerintah barangkali, Pak Wamen, poin 2 itu Pak. Di atas kita bicara
yang umum, di 2 itu bicara khusus, ada stressing di situ.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Tadi Pak Menteri juga sudah mengatakan akan membicarakan ini dengan
pemerintah daerah seperti itu.
KETUA RAPAT:
Baik, setuju ya, oke.
(RAPAT:SETUJU)
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pimpinan, saya tetap tidak setuju. Bukan tidak menghormati yang lain tapi
maaf persoalan ini bagi saya prinsip, sekali kita tuliskan dia menjadi sejarah dan kita
akan menangggung itu semua di kemudian hari. Bagaimanapun juga kalau saya
katakan tetap Undang-undang adalah Undang-undang, tetap Negara Kesatuan
Republik Indonesia adalah Negara Kesatuan Republik Indonesia bukan berarti saya
tidak menghormati rakyat Papua, bukan berarti saya tidak memikirkan mereka, tapi
bagaimanapun juga kalau bicara kesatuan dan persatuan kita tidak bisa membeda-
bedakan satu diantara kita untuk alasan dan kepentingan apapun. Kalau misalnya
harus kita tuliskan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sudah berhenti Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Undang-undangnya berhenti dengan Undang-undang,
jangan kemudian kita bermain-main dengan kalimat.
Saya pikir Pimpinan, jangan lah kita tergesa-gesa untuk memutuskan sesuatu
terkait dengan hal seperti ini, tidak bisa gitu loh, saya tetap tidak setuju.
KETUA RAPAT:
Saya kira kan memang berbeda juga nggak apa-apa, itukan diatur juga. Saya
ingin menanya yang lain, yang nomor 2 ini setuju ya, kita bikin second opinion ada
dari Pak Adian nggak apa-apa.
F-GERINDRA (KATHERINE A. OENDOEN):
Setuju Pimpinan.
F-NASDEM (dr. ARI YUSNITA):
Saya setuju Pimpinan, saya setuju sama Bu Peggi.
KETUA RAPAT:
Iya setuju ya. Saya kira kita di second opinion bioleh kan nggak apa-apa.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Pimpinan begini, ini bukan soal setuju tidak setuju tetapi kita kan daerah
penghasil juga, apakah karyo bisa minta hal seperti ini.
KETUA RAPAT:
Itu tetap bicara tentang...
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Ini bibit federasi Pimpinan, hati-hati, jangan cukma kencang kita nyanyi
Indonesia Raya, tapi bibit federasi bisa muncul dengan cara seperti ini, hati-hati.
KETUA RAPAT:
Bapak-Ibu yang terhormat.
Sekali lagi kita punya hak masing-masing, silakan mengutarakan
pendapatnya tapi kan kita harus ada keputusan kesimpulan gitu loh, kita hormati
semuanya. Makanya saya mau tanya, ini kita sudah sepakat, Pak Adian tidak
bersepakat, Pak Nasir tidak bersepakat, boleh juga Pak, kita desending opinion saja,
apa namanya minderhecht nota ya. Saya kira jangan kita mentok, semua ada
aturannya.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Sebenarnya titik temunya sudah ada Pimpinan, Negara Kesatuan Republik
Indonesia ya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Undang-undang ya Undang-
undang. Itu sudah titik temu yang kita sepakati sejak negara ini kita merdeka, tidak
ada bahasa lain, tidak ada bicara Negara Kesatuan Republik Indonesia tapi ada
Papua, bicara Negara Kesatuan Republik Indonesia tapi, itu bibit federasi Pimpinan,
tidak bisa. Kalau kita bicara Undang-undang ya seluruh Undang-undang yang terkait
masuk didalamnya, mau Undang-undang Minerba, Undang-undang Otonomi
Daerah, Undang-undang Otsus dan sebagainya masuk, tidak ada yang dilebihkan ini
prinsip bernegara Pimpinan, nggak bisa loh kita mau cepat-cepat selesai rapat, cape
berapat-rapat, setuju. Nggak bisa dong, kita hargai ya harus kita hargai. Kita datang
ke mari karena kita berangkat dari rakyat Pimpinan, jangan lalu kemudian kita
bedakan seperti ini kalimatnya. Melibatkan masyarakat Papua sesuai dengan
Undang-undang Otonomi Khusus, memangnya perwakilan Papua di sini bukan
bagian pelibatan, kan pelibatan juga jangan didegradasi mana itu dengan
menuliskan kalimat seperti ini. cukup, kenapa? Karena dalam penyelesaian konflik
perbedaan di sebuah wilayah rakyat setempat pasti dilibatkan, paling tidak dalam
Undang-undang dan peraturan tentang masyarakat adat nasional itu sudah diatur
kok, ada puluhan peraturan dan perundang-undangan yang berhak dengan
partisipasi wilayah lokal itu, tidak perlu kita bikin seperti ini Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Saya kira semua yang ada di sini pun Tupoksi, kita minta ESDM menemukan
langkah-langkah yang tepat, ngapain di minta-minta emang Tupoksi kami begitu kan
kurang lebih gitu. ini ada stressing terkait karena ini PT Freeport ini ada di Papua
Pak Adian, saya kira nggak mendegradasi. Papua kebetulan ada Undang-undang
Otonomi Khusus ya kita stressing di sana. Di atas kita sudah memberikan tepat
tertinggi di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Dalam strata perundang-undangan Pimpinan, maaf kita badan legislasi. Kalau
kita mengaku sebagai DPR RI badan legislasi kita bicara tentang strata perundang-
undangan. Ada tidak kedudukan yang berbeda antara satu dengan Undang-undang
yang lain, kalau tidak ada sejajarkan.
KETUA RAPAT:
Nggak ini stressing, stressing saja bukan.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Bisa pakai bahasa stressing Pimpinan, semua Undang-undang ya Undang-
undang bagaimana.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira sekali lagi.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Pak Ketua, dari pada kita berlama-lama kita votting saja sudah.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Pak Ketua, tadi Pak Menteri mengatakan bahwa retribusi daerah itu akan
melibatkan masyarakat adat dan pemerintah daerah. Itu tertuang semua di dalam
Undang-undang Otonomi Khusus Pak, semua ada tertulis di sini gitu dan akmi pun
mau mengambil itu saham dan ada tertulis di sini, apa susahnya sih dimasukkan di
sini dan kita mengambil saham itu dari pada Undang-undang IUPK yang sementara
ini lagi dibuat. Di situ kita mengakomodir kepentingan daeah yang ada di sini.
KETUA RAPAT:
Pak Sayed tadi dari tadi mik-nya hidup Pak.
F-PD (SAYED ABUBAKAR A. ASSEGAF):
Kalau menurut saya saya setuju dengan Bu Peggi, masukkan saja karena
memang Undang-undangnya memang ada Undang-undang Otonomi Khusus itu.
Jadi artinya boleh saja dimasukkan asal dibedakan poinnya, poin 1 dan 2.
Terima kasih.
F-PKB (PEGGI PATRICIA PATTIPI):
Yang paling tinggi inikan Undang-undang, Undang-undang Otonomi Khusus
itu dibawahnya Undang-undang.
KETUA RAPAT:
Baik, saya kira tadi jalannya kita kasih minderhecht nota bagi yang tidak
setuju ya.
Baik, saya kira kita ketiga ya.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Mohon izin Pak Ketua, apakah memungkinkan untuk dihilangkan kata
setiapnya. Jadi Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM ini dalam pengambilan
kebijakan terkait PT Freeport.
Terima kasih.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Saya minta decending opinion saya dituliskan di sini Pimpinan, bagian
inherent dari persoalan ini. Jadi kalau kemudian di kemudian hari muncul bibit
seperti ini lagi, kita bisa mempertanggungjawabkan bahwa kita setia pada Negara
Kesatuan Republik Indonesia, Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk alasan
apapun.
KETUA RAPAT:
Iya hormati itu dan tolong dibikin ya, saya kira dibentuk catatan nanti di
footnote di bawah Pak Adian ya. Apa kalimatnya keberatan atau tidak setuju,
keberatan dan tidak setuju ya lebih jelas. Saya kira rapat kita pun direkam ini saya
kira.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Tidak setuju pada poin 2-nya kalimat dalam poin itu yang saya tidak setujui,
bukan soal tulisnya, ngapain kita punya staf sekian banyak kalau harus saya sendiri
yang harus tulis.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak, mungkin penekanan Bapak apa sekarang ini, kita menulisnya
tidak setujui dengan poin 2.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Saya tidak setuju dengan poin 2 dong, saya tidak setuju kemudian dipisahkan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Papua. Itu pemisahan Pimpinan, Undang-
undang dan Undang-undang Otonomi Khusus, itu pemisahan. Agi saya Negara
Kesatuan Republik Indonesia ya Negara Kesatuan Republik Indonesia titik,
didalamnya ada Papua, di dalamnya ada segala macam etnis suku dan wilayah.
Bagi saya kemudian Undang-undang ya Undang-undang, kalau kita bicara tentang
Freeport, kita bicara tentang sumber daya mineral dan batu bara, semua yang terkait
dengan kepentingan itu masuk dalam Undang-undang itu tanpa kita bedakan lagi,
yang saya tolak adalah pembedaan-pembedaan.
KETUA RAPAT:
Saya kira gini saja, bikin penjelasan kita tidak membedakan Negara Kesatuan
Republik Indonesia juga nggak ada dalam, nggak ada yang memisahkan gitu.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Kalau begitu kenapa tidak kita tuliskan saja Negara Kesatuan Republik
Indonesia berhenti titik.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Ketua, Negara Kesatuan Republik Indonesia itu harga mati untuk kita, nggak
akan mungkin kita mengkhianati Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tapi kan
perbedaan pendapat itukan biasa.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Ini bukan beda pendapat.
F-PD (H. IHWAN DATU ADAM, SE.):
Iya nggak apa-apa, lanjut saja Ketua.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Negara Kesatuan Republik Indonesia titik, Undang-undang titik, segala
Undang-undang yang terkait dengan hal ini titik, tidak ada pembedaan lagi. Negara
Kesatuan Republik Indonesia titik, jagan kita tambah lagi termasuk, dan Papua dan
sebagainya.
KETUA RAPAT:
Kita ingin ada stressing di sana tapi sekali lagi kita hormati semua
pandangan, decending opinion dicatatkan di catatan di bawah gitu ya.
Kita lanjut ke nomor 3, Komisi VII DPR RI mendesak Menteri ESDM untuk
meningkatkan efisiensi tata kelola gas sampai ke konsumen akhir agar terjadi
penurunan harga gas secara signifikan sehingga disparitas harga menjadi semakin
kecil.
Saya kira tadi sudah ada kebijakannya Pak ya, setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
4, Komisi VII DPR RI mendesak Menteri ESDM RI untuk mempercepat
pelaksanaan pembangunan proyek pembangkit pada program 35 ribu mega watt
yang PPA-nya sudah ditandatangani agar target yang telah ditetapkan dapat
dicapai.
Setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
Silakan.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Izin Pimpinan.
Data-data yang kita minta untuk 35 ribu itu masukkan nanti di situ, kan ada
data-data yang kita minta tadi. Kan dari 2014 ke 2019 ini ada tadi.
KETUA RAPAT:
Diutamakan data-datanya ya, saya kira ada poin itu meminta.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Nggak masukkan saja nanti lupa.
KETUA RAPAT:
Oh inikan nomor 5 ini, Pak Nasir tadi saya baru nomor 4. Nomor 5 coba
dengar ya, Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM RI untuk menyampaikan
laporan kemajuan program pembangkit listrik 35 ribu mega watt secara berkala
disertai data pendukungnya kepada Komisi VII DPR RI.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Pisah saja mungkin yang minerba sendiri, yang pembangkit 35 ribu dari 2014
ke 2019.
KETUA RAPAT:
Ini program 35 ribu mega watt kan.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Nggak, yang saya minta tadi kan data yang sudah dikerjakan dari 2014
program Jokowi sampai 2019 yang sudah masuk RUPTL, nah itukan tidak ada
terlampir sampai sekarang.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Yang saya ingat Pimpinan, pembicaraan tadi itu ada 2 hal. Pertama terkait
dengan pembangkit listrik 35 ribu mega watt itu, dia minta diuraikan wilayah ini,
mana ini, seperti ini. target kapasitas PLN dan IPP 2019 90 giga watt. Itu di mana
saja titiknya, energi yang digunakan apa saja, kan kita menjadi lembaga yang
mengawasi. Apa yang mau kita awasi kalau ini nggak tahu.
Yang kedua apa yang disampaikan Pak Nasir tadi terkait dengan
permintaannya kemarin soal perusahaan-perusahaan yang CNC yang mana yang di
tutup, mana yang tidak, seharusnya kan hari ini di bawa oleh ditjennya gitu loh.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Sedikit saya tambahkan yang Pak Adian ini Pak, kemarin kan di undangan
kita itu, di rapat kita itu Pak Gatot itukan lengkap. Cuma sampai hari ini yang di kirim
ke kita itu saya lihat yang determinasi sama yang dicabut, Cuma itu saja. Iya sudah
saya lihat Pak, itu yang Bapak kasih Cuma yang, nggak di tabel kemarin kan agenda
rapatnya saya menyiapkan itu Pak, jadi saya hafal. Itu termasuk yang PKB2B yang
bermasalah, wilayah kerjanya berapa, terus berakhirnya kontrak karyanya kapan,
itukan legkap semua itu Pak. Itu nggak ada datanya, dari kemarin kan.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Pak Gatot itu yang Bapak kasih belum lengkap, seperti Jambi itu beberapa
hal yang dipertanyakan, itu belum lengkap. Jadi itu yang kita sampaikan tadi,
termasuk tadi yang RUPTL pembangkit tadi. Nah dari 2014-2019 yang
direncanakan, yang sudah dikerjakan pakai anggaran mana atau investornya yang
mengerjakan, nah kita perlu tahu yang kita awasin seperti apa. Inikan nggak ada
datanya sama kita sekarang.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Pak Dirjen saya itu melihat, saya nggak ikut rapat kemarin tetapi saya dengar
cukup ramai rapatnya sampai sore, memang datanya yang dimintakan itu belum
ada, seperti PKP2P itu berapa, yang wilayahnya berapa, terus rencana
penciutannya seberapa besar, lokasinya di mana, mana yang bermasalah, terus
baik permasalahan lingkungan maupun permasalahan royalti, kapan berakhir
kontrak karya. Itu belum ada Pak, saya punya presentasi Bapak yang Cuma berapa
lembar itu kemarin. Saya sengaja membikin di undangan itu sejelas mungkin Pak,
nama perusahaan apa, supaya tidak terjadi mispersepsi. Tapi kenapa yang
disampaikan kok Cuma seperti itu, apa memang belum ada data atau sengaja
datanya belum dikirim-kirim gitu. padahal teorinya Pak, padahal itu 2 hari sebelum
rapat itu haus dikirim data itu Pak.
Permasalahan miskomunikasi kita Pak Wamen selalu data Pak, Bapak
pernah mengikuti waktu kita rapat dengan SKK juga data. Jadi persoalan kita di DPR
RI Pak, saya sebelumnya juga Pimpinan Komisi, paling sering terjadi, sering
mensepelekan data yang diminta oleh DPR RI Pak. Ini mohon maaf Pak, saya
menyampaikan apa adanya. Mitra kerja itu sering kadang-kadang rapat sering
mensepelekan apa nyang diminta oleh DPR RI. Oleh karena itulah saya kalau saya
memimpin rapat atau saya yang mimpin rapat internaln kalau ada Anggota usul apa
yang mau diminta, saya minta sedetil mungkin, jangan sampai nanti pada saat rapat
karena terallu umum tidak bisa disajikan. Maka dengan kemarin rapat denganh
Minerba kita minta data yang lengkap, nah itu nggak keluar kemarin, nggak keluar
yang kemarin Pak, nggak Bapak sampaikan, padahal di undangannya sudah sangat
jelas Pak detilnya. Sekarang pun yang disampaikan saya sudah lihat, hanya yang
dicabut sama yang diterminasi Pak, PKP2B saya nggak lihat Pak. Saya heran Pak,
PKP2B ini yang paling saya cari sekali datanya, paling sulit sekali saya nyarinya,
luas wilayahnya, masalahnya, berakhirnjya kontrak karya, kontrak karya, persoalan
lingkungan, persoalan royalti dan segala macam yang katanya banyak juga yang
nunggak. Ini mohon kita DPR RI ini diberi data yang selengkapnya Pak, kita bahas
bersama, kita cari solusi bersama. Kalau Bapak tidak berikan kami data yang
lengkap, informasi yang akurat, kami akan menerka-nerka Pak itu prinsipnya, teori
yang sederhana. Kalau tidak diberi data yang lengkap akan masing-masing Anggota
ini akan punya persepsi yang berbeda-beda Pak, apa yang ada di kepalanya itu
akan muncul sendiri-sendiri, tapi kalau Bapak sajikan data yang lengkap, tinggal kita
hanya membahas bagaimana menyelesaian masalah gitu.
Terima kasih Pak.
KETUA RAPAT:
Ini jangan panjang-panjang lagi, masukan saja, kesimpulan apa yang kita
butuhkan di sini.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Mohon izin Pimpinan, apakah diizinkan kami untuk sholat ashar dulu
Pimpinan.
KETUA RAPAT:
Saya boleh minta waktu kan sedikit lagi nih, kita sudah nyampe di poin ini.
sholat ashar? Boleh, baik, nggak sudah terlambat dari tadi tapi jangan sampai
terlambat lagi kaya tadi ya.
Saya kira break ini jam saya 17.03 mungkin sholat ashar 10 menit cukup ya
Pak, Bapak pakai ayat apa biar tahu saya panjangnya itu Pak, cukuplah ya atau 12
menit kita kembali lagi 17.15 WIB ya.
Rapat diskors dan kembali lagi nanti 17.15 WIB.
(RAPAT DISKORS PUKUL 17.06 WIB)
Baik, Bapak-Ibu skors dicabut dan rapat kita lanjutkan.
(SKORS RAPAT DICABUT PUKUL 17.25 WIB)
Tadi kita sudah pada kesimpulan nomor 5 kalau nggak salah ya, 5 tadi kita
sudah sepakat ya. Poin 5 tadi kita sudah sepakat, Komisi VII DPR RI meminta
Menteri ESDM untuk menyampaikan laporan kemajuan program pembangkit listrik
35 ribu mega watt secara berkala disertai data pendukungya kepada Komisi VII.
Sudah tadi ya di poin 5.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Saya mungkin usul sedikit Pimpinan, maksud saya kalau inikan maksudnya
RUPTL, kan lokasinya segala macam, tentu difinalkan dulu di pemerintah Pak,
tolong difinalkan di pemerintah, jangan dikirim di kita masih datanya, masih data
yang belum jadi, nanti kita salah lagi. Jadi tolong kalau sudah final di pemerintah
oleh PLN dengan menteri, tolong dikasih ke kita sehingga kita tahu dimana
lokasinya, apa sumber energinya dan lain-lain sebagainya gitu ya Pak, supaya kita
bisa melakukan pengawasan gitu, tapi kalau belum jelas barangnya ini kita juga
nggak mau juga dikasih sesuatu yang belum jelas gitu Pak.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Dengan kesimpulan begini sudah terakomodir begitu maksudnya, sudah kan
ya. Saya kira pasti sudah lah orang namanya kan dilaporkan gitu ya, setuju ya. Oke
ya kita tadi 5 sudah.
Ini ke nomor 6, Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM RI untuk
menyampaikan laporan kegiatan Kementerian ESDM RI tahun 2016 disertai data-
data kegiatan tersebut secara terperinci. Ini pelaksanaan program ini Pak yang
tahun 2016.
Oke, setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
7, Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM untuk menangani tambang
yang PKP2B sudah diterminasi seperti yang ditemui pada saat kunjungan Komisi VII
DPR RI.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Pimpinan, saya sedikit menambahnya yang 6 ini, disertai kendala-kendala
yang ditemui di lapangan. Kita ingin tahu juga Pak, kita kan DPR RI ini juga ingin jadi
problem solver juga Pak, jadi kita ingin tahu apa kendala-kendala yang ditemui di
lapangan Pak, selain terperinci juga disampaikan apa. Coba tambah yang nomor 6
itu.
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Saya rasa bahasa terperinci itu Pak Mul, sudah mencakup itu nanti.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Termasuk ya, tolong di.......terperinci itu bukan hanya perinci program
termasuk juga permasalahannya. Kalau itu bisa ditangkap saya nggak ada masalah
termasuk permasalahannya.
KETUA RAPAT:
Iya Pak, dicatat saja di sana bahwa termasuk permasalahan yang dihadapi
lah.
Baik kita ke nomor 7, Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM untuk
menangani tambang yang PKP2B sudah diterminasi disertai kendala-kendala, wah
ini dimasukkan di sini soal kendala-kendala ini, tadi di atas yang ditambahkan di
nomor 6 ya.
Saya ulang nomor 7, Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM untuk
menangani tambang yang PKP2B sudah diterminasi seperti yang ditemui saat
kunjungan Komisi VII DPR RI di Provinsi Jambi agar diproses secara administrasi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku menjadi wilayah
tambang yang legal.
Saya kira secara spesifik menjadi wilayah tambang ya, barangkali memang
nggak menjadi wilayah tambang lagi gitu. nggak sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku saja di situ, sampai di situ. Kalau ada yang memang
dilegalisasi, dilegalisasi kan ada saja mungkin kondisi tertentu yang tidak lagi
kemudian layak untuk ditambang kan.
Setuju ya, kawan-kawan setuju ya.
(RAPAT:SETUJU)
F-PD (MUHAMMAD NASIR):
Karena yang di Jambi itukan sekarang ilegal, kita ingin tahu juga secara
terperinci permasalahannya, apa nanti diuraikan dalam poin di atas tadi.
KETUA RAPAT:
Iya terperinci dong.
Baik, kita ke 8 ya, Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM untuk
menyiapkan tata kelola/neraca gas, kok pakai garis miring ya, ini tata kelola ini
sesuatu yang berbeda. Menyiapkan tata kelola dan niaga gas kalau itu sesuatu yang
berbeda untuk kebutuhan nasional, baik yang dipenuhi oleh pengembangan
lapangan domestik ataupun melalui mekanisme impor.
Pak Wamen silakan.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Boleh ditambah sedikit.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Seperti yang kita tadi bicarakan mengenai tata kelola itu bagian nanti dari
rancangan Undang-undang, itu yang bisa kita sampaikan mungkin neraca gasnya,
menyampaikan neraca gas.
KETUA RAPAT:
Tadi saya kira tadi dari penjelasan kelihatannya tata kelola dengan Undang-
undang sekarang pun kan ada perbaikan-perbaikan juga di saya kira di sektor gas
ini Pak, meskipun mungkin memang nanti ditelnya di Undang-undang ya.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Jadi rencana kita di pemerintahan bagaimana tata kelola gas ini untuk ke
depan gitu Pak ya, baik Pak.
KETUA RAPAT:
Kan ada termasuk gitu Pak karena mahalnya gas di Medan itu waktu itu saya
minta untuk minta struktur cost-nya gitu iya kan. Saya ketemu di situ Pak, pipa itu
disusutkan ada yang 5 tahun, 10 tahun gitu. makanya tidak heran PLN mau bangun
pipa sendiri karena dia harus bayar lebih mahal masa sih 5 tahun, penyusutan Pak
dibebankan ke cost gitu, padahal sebetulnya kalau disebut penyusutan ya nilai
ekonomis pipa itu dan sudah ada saya dengar Permen yang mengatur itu kalau
nggak salah, jadi 20 tahun Pak ya.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Iya.
KETUA RAPAT:
PLN nggak usah bikin pipa lagi udah 20 tahun bisa lah Pak Sofyan Basir.
Itukan sudah mulai Pak sebetulnya tanpa, masih Undang-undang sekarang pun
kami lihat kementerian juga terus berupaya untuk memperbaiki tata kelola yang ada
kan. Iya Pak, di situ maksudnya tapi memang kita bersepakat dalam nanti kami
dikasih masukan yang banyak Pak untuk tata kelola yang kita atur di Undang-
undang gitu, boleh Pak ya.
Setuju ya, tata kelola dan neraca gas untuk kebutuhan nasional baik yang
dipenuhi oleh pengembangan lapangan domestik ataupun melalui mekanisme
impor, setuju ya.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Pimpinan sebentar.
KETUA RAPAT:
Iya silakan.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Menurut saya cukup bnerhenti sampai kebutuhan nasional titik, tidak perlu
baik yang dipenuhi oleh pengembangan lapangan domestik ataupun melalui
mekanisme impor. Menurut saya tidak perlu kita membuka peluang atas nama
parlemen untuk impor.
KETUA RAPAT:
Baik, tegas ya, boleh. Saya kira bagus ya, artinya dari mana pun itu silakan.
Saya kira nggak apa-apa Pak, sebetulnya kan harapan kita, sebetulnya jangan
impor-impor lah kan begitu, tapi faktanya yang ada sekarang kan masih impor juga.
Saya nggak memahami yang disampaikan Pak Adian itu, pokoknya kebutuhan
nasional, sumbernya tentu kewenangan di pemerintah gitu ya, sepakat ya.
(RAPAT:SETUJU)
9, Komisi VII DPR RI meminta Menteri ESDM untuk memberikan penjelasan
tentang rencana umum energi nasional sesuai kebijakan energi nasional karena
merupakan tugas pokok dan fungsi Kementerian ESDM RI. Bukannya nanti kita
jadwalkan undang DEN, perlu kita ini.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Kalimatnya diubah bukan menterinya, tapi kementeriannya. Kalau kita tulis
menterinya, harus menterinya yang wajib menjelaskan. Sementara kalau ini Cuma
berupa penjelasan ya siapapun sebenarnya yang punya kompetensi dalam
kementerian bisa.
KETUA RAPAT:
Ini konteksnya DEN sebetulnya, saya kira kita nggak usah dimasukkan di sini,
kita sudah mau jadwalkan kita akan undang DEN, pasti isinya itu adalah
Kementerian ESDM dan lintas kementerian itu kan Pak Menteri.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Iya setuju.
KETUA RAPAT:
Saya kira jadwal saja kami sudah minta untuk kita jadwalkan Pak. Saya kira di
sini kita drop sajalah. Kalau di drop berarti kita sudah selesai, kita sudah 9
kesimpulan.
Cukup ya, sudah saya kira cukup, baik kawan-kawan, oh catatan. Untuk
kesimpulan nomor 2 Saudara Adian Yunus Yusak Napitupulu dari Fraksi PDI
Perjuangan menyatakan tidak setuju terhadap pembedaan makna dan kedudukan
antara Undang-undang dan Undang-undang Otonomi Khusus terus bagi Adian
Napitupulu Undang-undang Otonomi Khusus posisinya tidak lebih tinggi. Menurut
Saudara Adian Yunus Yusak Napitupulu Undang-undang Otonomi Khusus posisinya
tidak lebih tinggi dari Undang-undang lain yang terkait Freeport seperti Undang-
undang Minerba dan Undang-undang Otonomi Daerah.
Dengan demikian karena kesejajaran Undang-undang maka dianggap tidak
perlu dianggap poin khusus yaitu poin nomor 2. Penambahan poin 2 tersebut bisa
bermakna mendegradasi hierarki tata perundang-undangan dan bisa bermakna ada
Undang-undang lain yang lebih tinggi. Iya sampai di situ saja saya kira, oh dari
Undang-undang lainnya lebih jauh lagi hal itu bisa berpotensi mendegradasi makna
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Padahal saya menurut Saudara Adian itu saya pun sependapat, nggak ada
Undang-undang yang lebih tinggi dari yang lain tentu hierarki perundang-undangan
sudah jelas tegas sebetulnya gitu, tapi ini pandangannya Beliau lah saya kira nggak
apa-apa di catatan saja.
F-PDIP (ADIAN YUNUS YUSAK NAPITUPULU):
Setelah berkoordinasi dengan Kapoksi nama Adian Napitupulu ini dihapus
tapi atas nama Fraksi.
KETUA RAPAT:
Iya Pak Kapoksi Pak, ini Kapoksi turun langsung ini.
F-PDIP (Ir. H. DARYATMO MARDIYANTO):
Iya saya kira setuju dari Fraksi PDI Perjuangan.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Semua tidak menyebut nama tapi Fraksi PDI Perjuangan.
Baik, saya kira itu Pak Adian, Pak Kapoksi, Pak Daryatmo cukup ya Pak.
Penulisannya terlalu nggak bagus ya tolong yang 2 baris bawah dinaikkan ke atas
supaya utuh, bisa, supaya di stel supaya tidak ada 2 baris saja di belakang.
Baik, dan rapat ini juga tentu direkam dan pandangan kita juga semua bisa
direkam. Saya kira cukup ya, Pak Wamen mungkin ada kata penutup Pak.
Kami persilakan.
WAKIL MENTERI ESDM RI:
Terima kasih Pimpinan.
Sekali lagi kami atas nama Kementerian ESDM mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Pimpinan Komisi VII, Bapak-Ibu Anggota Komisi VII.
Kami berharap akan melaksanakan hasil-hasil yang telah ditetapkan pada hari ini
dan juga berjanji akan menyiapkan data yang diperlukan sesuai dengan tenggat
waktu yang sudah disediakan.
Terima kasih juga kepada tim dari Kementerian ESDM yang sudah membantu
dalam menjawab semua pertanyaan, baik itu nantinya yang tertulis maupun lisan
yang sudah kami berikan tadi.
Terima kasih Pimpinan.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Pimpinan, mohon interupsi sedikit.
KETUA RAPAT:
Silakan Pak.
F-GERINDRA (Ir. H. HARRY POERNOMO):
Pak Wamen kemarin kami rapat dengan Dirjen Minerba itu ada masalah yang
masih belum terselesaikan dengan Kementerian Dalam Negeri yaitu masalah
penugasan inspektur tambang, masalah penganggaran, masalah status
kepegawaiannya terkait dengan pemberlakuan Undang-undang baru. Ini mohon bisa
diselesaikan antar kementerian agar supaya masalah Minerba ini tidak semakin
amburadul karena fungsi pegnawasannya sekarang ini banci, tidak di pusat, tidak di
daerah. Jadi supaya bisa berjalan efektif masalah status kepegawaian,
penganggaran untuk biaya kerja mereka ini juga diharmonisasikan dengan
Kementerian Dalam Negeri. Itu saja lebih cepat lebih baik masalah itu diselesaikan
karena menurut Dirjen Minerba sampai hari ini belum terselesaikan dengan
kementerian, kalau perlu diangkat di rapat kabinet.
Terima kasih.
WAKIL KETUA RAPAT (Ir. H. MULYADI/F-PD):
Sedikit saya tambahkan Pak Wamen, Pak Dirjen Minerba kapan data itu
disampaikan, kalau yang tadi juga kan baru satu buku Pak. Jadi belum dapat semua
yang data yang data pencabutan sama data apa tadi Pak Yudha, yang dicabut sama
yang diterminasi sama PKP2B, itu kapan Pak diserahkan Pak, nggak yang Bapak
kirim itu juga baru satu buku yang diterima saat, yang dikirim, jangan itunya Pak
hardcopy-nya kan itu Cuma segini aja Pak, Cuma dikasih semua Anggota dan
Anggota menanyakan Pak kok Pimpinannya dikasih. Saya bilang Pimpinan juga
Cuma satu, tolong dong Pak, soal data ini kok kelihatannya saya nggak ngerti Pak,
soal nge-print nge-print aja kok kelihatannya sulit banget, apa memang lagi
melakukan efisiensi besar-besaran Pak, kementerian Pak kalau soal Cuma buku,
Cuma buku segini aja Pak, ini satu komisi Cuma dikasih satu, kita disalahin terus
sama Anggota Pak, ini kan berkali-kali Pak kejadian ini Pak, Cuma buku segini aja
Pak, dikasih Cuma satu, Pimpinan aja nggak dapat, Pimpinan itu ada 5.
Ini tolong Pak, dikirim sesuai jumlah Anggota terus yang kedua lengkapi
dengan PKP2B kapan itu Pak, Senin ya.
Terima kasih.
KETUA RAPAT:
Baik, tolong Pak Dirjen nanti Senin kita catat di luar kesimpulan ini kita
tunggu.
Baik, saya kira Bapak-bapak, teman-teman sekalian. Terima kasih kepada
teman Pimpinan dan Anggota Komisi VII yang terhormat atas pastisipasi kita. Terima
kasih Pak Wamen dan seluruh jajaran Kementerian ESDM, terima kasih Pak Dirut
dan Direksi PLN, Kepala BPH Migas dan seluruh jajaran. Terima kasih kepada kita
semua dan disana-sini ada yang kurang kami sebagai Pimpinan rapat mohon maaf
dan ........maka rapat ditutup.
Wassalammu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
(RAPAT DITUTUP PUKUL 17.41 WIB)
a.n. KETUA RAPAT
SEKRETARIS RAPAT
Dra. Nanik Herry Murti NIP. 19650506199403200