Rangkaian AC paralel.pdf

11
80 61 Bab IV Rangkaian Paralel Arus Bolak-Balik Pendahuluan Seperti pada rangkaian paralel d.c., besar tegangan sama untuk setiap cabang pada sebuah rangkaian paralel a.c., tetapi arus untuk setiap cabang tergantung pada impedans cabang itu. Total arus sumber merupakan penjumlahan fasor dari arus masing-masing cabang. Rangkaian paralel lebih sering digunakan dalam sistem tenaga listrik dari pada rangkaian seri. Sebagai contoh, peralatan-peralatan listrik dihubungkan secara paralel terhadap sumber tegangan a.c. utama. Ada dua alasan untuk memparalel peralatan listrik. Pertama, pengoperasian setiap peralatan tidak bergantung pada peralatan lainnya. Dengan demikian, suatu peralatan dapat di on atau off-kan tanpa menggangu operasi peralatan lainnya. Kedua, kebanyakan peralatan listrik membutuhkan besar arus yang berbeda-beda pada tegangan yang sama yang dihubungkan pada satu sumber tenaga listrik. Hal ini memerlukan hubungan paralel. Dalam bab ini akan dibahas berbagai macam metoda untuk menyelesaikan permasalahan rangkaian a.c. paralel. 4-1. Metoda Analisis Rangkaian Paralel A.C. Dua hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis rangkaian a.c. paralel. Pertama, rangkaian paralel terdiri dari dua atau lebih rangkaian seri yang dihubung paralel. Dengan demikian setiap cabang dapat dianalisis secara terpisah sebagai rangkaian seri dan pengaruh cabang-cabang yang terpisah dapat digabungkan. Kedua, tegangan dan arus bolak-balik merupakan besaran fasor. Sehingga dalam melakukan analisis rangkaian, baik besar dan sudut fase harus diikutsertakan dalam perhitungan. Ada tiga metoda analisis rangkaian paralel a.c. yaitu : (i) Metoda diagram fasor. (ii) Metoda aljabar fasor. (iii) Metoda Admitans. Penggunaan masing-masing metoda bergantung pada permasalahan yang dihadapi. Pada umumnya pemilihan penggunaan metoda diutamakan yang memberikan hasil analisis tercepat.

Transcript of Rangkaian AC paralel.pdf

  • 80

    61

    Bab IV

    Rangkaian Paralel Arus Bolak-Balik

    Pendahuluan

    Seperti pada rangkaian paralel d.c., besar tegangan sama untuk setiap cabang pada

    sebuah rangkaian paralel a.c., tetapi arus untuk setiap cabang tergantung pada impedans

    cabang itu. Total arus sumber merupakan penjumlahan fasor dari arus masing-masing

    cabang. Rangkaian paralel lebih sering digunakan dalam sistem tenaga listrik dari pada

    rangkaian seri. Sebagai contoh, peralatan-peralatan listrik dihubungkan secara paralel

    terhadap sumber tegangan a.c. utama. Ada dua alasan untuk memparalel peralatan listrik.

    Pertama, pengoperasian setiap peralatan tidak bergantung pada peralatan lainnya. Dengan

    demikian, suatu peralatan dapat di on atau off-kan tanpa menggangu operasi peralatan

    lainnya. Kedua, kebanyakan peralatan listrik membutuhkan besar arus yang berbeda-beda

    pada tegangan yang sama yang dihubungkan pada satu sumber tenaga listrik. Hal ini

    memerlukan hubungan paralel. Dalam bab ini akan dibahas berbagai macam metoda untuk

    menyelesaikan permasalahan rangkaian a.c. paralel.

    4-1. Metoda Analisis Rangkaian Paralel A.C.

    Dua hal yang harus diperhatikan dalam melakukan analisis rangkaian a.c. paralel.

    Pertama, rangkaian paralel terdiri dari dua atau lebih rangkaian seri yang dihubung paralel.

    Dengan demikian setiap cabang dapat dianalisis secara terpisah sebagai rangkaian seri dan

    pengaruh cabang-cabang yang terpisah dapat digabungkan. Kedua, tegangan dan arus

    bolak-balik merupakan besaran fasor. Sehingga dalam melakukan analisis rangkaian, baik

    besar dan sudut fase harus diikutsertakan dalam perhitungan. Ada tiga metoda analisis

    rangkaian paralel a.c. yaitu :

    (i) Metoda diagram fasor.

    (ii) Metoda aljabar fasor.

    (iii) Metoda Admitans.

    Penggunaan masing-masing metoda bergantung pada permasalahan yang dihadapi.

    Pada umumnya pemilihan penggunaan metoda diutamakan yang memberikan hasil analisis

    tercepat.

  • 81

    4-2. Metoda Diagram Fasor

    Dengan metoda diagram fasor, dapat diperoleh besar dan sudut fase arus masing-

    masing cabang. Diagram fasor digambar dengan menggunakan fasor tegangan sebagai

    acuan*. Arus rangkaian atau sumber merupakan penjumlahan fasor dari arus-arus cabang.

    Dengan memperhatikan rangkaian paralel yang terdiri dari dua buah cabang dan

    dihubungkan ke sumber tegangan bolak-balik V volt (rms) seperti pada gambar 4.1.

    Gambar 4. 1 Gambar 4. 2

    Cabang 1. 1

    111

    1

    12

    121 tan;;

    R

    X

    Z

    VIXRZ CC

    ==+=

    Arus 1I dalam cabang 1 mendahului tegangan sumber V sejauh 1o seperti terlihat

    dalam diagram fasor pada gambar 4.2.

    Cabang 2. 2

    212

    2

    22

    222 tan;;

    R

    X

    Z

    VIXRZ LL

    ==+=

    Arus 2I dalam cabang 2 tertinggal terhadap tegangan sumber V sejauh 2o seperti

    terlihat dalam diagram fasor pada gambar 4.2.

    Arus saluran I merupakan penjumlahan fasor dari 1I dan 2I . Misalkan sudut fase I

    adalah o seperti pada gambar 4.2. Nilai I dan dapat ditentukan dengan mengubah arus-

    arus 1I dan 2I ke dalam bentuk komponen rectangular.

    cosI = penjumlahan aljabar komponen 1I dan 2I pada sumbu-x

    = 2211 coscos II +

    sinI = penjumlahan aljabar komponen 1I dan 2I pada sumbu-y

    = 2211 sinsin II

    * Dalam rangkaian paralel, tegangan untuk semua cabang sama, sehingga digunakan sebagai acuan

  • 82

    di mana 222 )sin()cos( III +=

    jadi 222112

    22112 )sinsin()coscos( IIIII ++=

    atau 222112

    2211 )sinsin()coscos( IIIII ++=

    XKomponen

    YKomponen

    II

    II

    I

    I

    =

    +

    ==

    2211

    2211

    coscos

    sinsin

    cos

    sintan

    Jika positif, arus saluran I mendahului tegangan dan jika negatif I tertinggal

    terhadap tegangan. Faktor daya rangkaian dapat ditentukan dengan,

    p.f I

    XKomponen

    I

    II

    I

    I =

    +== 2211

    coscoscos

    Metoda diagram fasor hanya cocok ketika bentuk rangkaian paralel sederhana dan

    terdiri dari dua cabang. Jika rangkaian paralel lebih kompleks dan terdiri lebih dari dua

    cabang, metoda diagram fasor ini menjadi tidak efektif. Permasalahan ini diatasi dengan

    menggunakan metoda aljabar fasor.

    Contoh 4.1. Untuk rangkaian pada gambar 4.3, tentukan (i) frekuensi rangkaian (ii) arus

    rangkaian dan (iii) impedans rangkaian.

    Gambar 4. 3

    Penyelesaian. XL = V / IL = 15 / (2 x 10-3

    ) = 7500 Ohm

    (i) f = 33

    107,5910202

    7500

    2=

    =

    L

    X L Hz

    (ii) IR = V / R = 15/(10 x 103) = 1,5 x 10

    3 A = 1,5 mA

    Arus rangkaian, I = 2222 0.25,1 +=+ LR II

    = 2,5 mA

    (iii) Impedans rangkaian dihitung dengan :

    Z = V / I = 15 / (2,5 x 10-3

    ) = 6000 Ohm

  • 83

    4-3. Metoda Aljabar Fasor

    Dengan metoda ini, tegangan, arus dan impedans dinyatakan dalam bentuk

    kompleks, yaitu baik dalam bentuk rectangular maupun polar. Karena bentuk kompleks

    terdiri dari besar dan sudut fase, penyelesaian rangkaian paralel dapat diperoleh secara

    matematis dengan menggunakan aturan aljabar fasor. Dengan menggunakan metoda ini

    tidak diperlukan diagram fasor. Dengan mengacu kembali rangkaian paralel pada gambar

    4.1, diperoleh,

    VjV =+= 0V fasor acuan

    222

    111

    L

    C

    jXR

    jXR

    +=

    =

    Z

    Z

    (i) Bentuk rectangular

    222

    2

    111

    1

    L

    C

    jXR

    V

    jXR

    V

    +==

    ==

    Z

    VI

    Z

    VI

    Arus saluran, 2211

    21

    LC jXR

    V

    jXR

    V

    +

    =+= III

    Penyelesaian I dapat diperoleh dalam bentuk standar jba dengan menggunakan

    aturan-aturan aljabar fasor. Kemudian untuk mengetahui besar dan sudut fase I sangat

    mudah dilakukan.

    (ii) Bentuk Polar = 0VV .fasor acuan

    = 111 ZZ di mana 2

    12

    11 CXRZ +=

    dan 1

    111 tan

    R

    XC=

    = 222 ZZ di mana 2

    2222 LXRZ +=

    dan 2

    212 tan

    R

    X L=

    jadi =

    == 1

    1111

    1

    0

    Z

    V

    Z

    V

    Z

    VI

    =

    == 2

    2222

    2

    0

    Z

    V

    Z

    V

    Z

    VI

  • 84

    jadi +=+= 22

    1

    1

    21 Z

    V

    Z

    VIII

    Perlu dicatat bahwa sudut fase suatu arus merupakan conjugate sudut impedans. Ini

    merupakan masalah yang penting. Untuk melakukan operasi perkalian dan pembagian

    bilangan kompleks disarankan menggunakan bentuk polar. Sedangkan penjumlahan dan

    pengurangan menggunakan bentuk rectangular.

    Contoh 4.2. Sebuah kumparan dengan resistans 75 Ohm dan induktans 318 mH dihubung

    paralel dengan rangkaian yang terdiri dari resistor 75 Ohm dan kapasitor 159 F.

    Rangkaian dihubungkan ke sumber 230 volt, 50 Hz. Tentukan arus dari sumber dan faktor

    daya rangkaian.

    Gambar 4. 4

    Pnyelesaian. Dengan menggunakan tegangan sumber sebagai acuan, diperoleh

    = 0230V

    (i) XL = 2fL = 2 x 50 x 318 x 10-3

    = 100 Ohm

    Z1 = =+=+ 5,63112100501 jjXR L

    I1 = =

    = 5,6305,2

    5,63112

    0230

    1Z

    V Ampere

    = 0,91 j 1,83

    XC = =

    = 20159502

    10

    2

    1 6

    fC

    Z2 = == 156,7720752 jjXR C

    I2 = =

    = 1596,2

    156,77

    0230

    2Z

    V Ampere

    = 2,86 + j0,766

    Arus sumber, I = I1+ I2

    = (0,91 j 1,83) + (2,86 + j0,766)

    = 3,77 j1,06 = 7,1592,3

  • 85

    (ii) Faktor Daya = = 7,15coscos = 0,963 tertinggal

    4-4. Admitans (Y)

    Admitans didefinisikan sebagai kebalikan dari impedans, seperti halnya konduktans

    kebalikan dari resistans, yaitu

    V

    I

    ZY ==

    1

    Satuan untuk admitans adalah siemens dan bersimbol S. Admitans sebuah

    rangkaian dapat dipahami sebagai ukuran kemudahan sebuah rangkaian dapat

    menghantarkan arus bolak-balik. Jadi sebuah rangkaian dengan admitans yang semakin

    tinggi, akan mempunyai arus yang tinggi pula. Kegunaan admitans akan sangat terasa pada

    saat kita menganalisis rangkaian paralel yang terdiri dari banyak cabang. Memperhatikan

    gambar 4.5, diperoleh,

    Gambar 4. 5

    nT ZZZZZ

    1...

    1111

    321

    ++++=

    Karena admitans merupakan kebalikan dari impedans akan menghasilkan,

    nT YYYYY ++++= ...321

    di mana Y1, Y2, Y3, , Yn adalah admitans individu setiap cabang paralel dan YT

    merupakan admitans total rangkaian. Dengan demikian arus saluran (sumber) adalah,

    TT

    YVZ

    VI ==

    Gambar 4.6 menunjukkan hubungan paralel admitans.

  • 86

    Gambar 4. 6

    Sampai disini bisa disimpulkan bahwa admitans (dalam bentuk kompleks) pada

    cabang-cabang paralel dijumlahkan. Jadi metoda admitans dalam rangkaian paralel

    menjadikan analisis sama seperti rangkaian seri dimana impedans (dalam bentuk

    kompleks) dijumlahkan.

    4-5. Komponen-komponen Admitans

    Impedans dari sebuah rangkaian dapat dinyatakan dalam bentuk kompleks sebagai

    LjXR +=Z atau CjXR =Z tergantung dari sifat reaktans. Disini R merupakan resistif

    atau komponen yang sefase dengan Z sedangkan XL atau XC merupakan komponen reaktif

    atau kuadratur dari Z. Kebalikan dari impedans (yaitu admitans) juga memiliki bentuk

    kompleks karena kebalikan dari bilangan kompleks juga menghasilkan bilangan kompleks.

    Dengan demikian, admitans Y dapat dinyatakan sebagai

    LjBG =Y atau CjBG +=Y

    di mana G disebut konduktans dan merupakan komponen yang sefase dengan Y

    sedangkan B disebut susptans dan merupakan komponen kuadratur dari Y. Suseptans dari

    sebuah induktans biasanya disebut suseptans induktif (BL) sedangkan dari sebuah

    kapasitians disebut suseptans kapasitif (BC). Perlu dicatat bahwa BL selalu negatif dan BC

    selalu positif. Sedangkan konduktans G selalu positif.

    Besar admitans,

    2222 CL BGatauBG ++=Y

    dan sudut fasenya,

    G

    Batau

    G

    B CL 11 tantan

    =

    dengan demikian satuan untuk G dan B juga siemens (S).

  • 87

    Gambar 4. 7 Gambar 4. 8

    Pada gambar 4.7 (i) menggambarkan sebuah impedans LjXR + . Admitans untuk

    rangkaian ini yang terdiri dari sebuah konduktans G paralel dengan suseptans induktif -jBL

    ditunjukkan pada gambar 4.7 (ii). Hal yang sama, gambar 4.8 (ii) menggambarkan

    komponen-komponen admitans untuk impedans pada gambar 4.8 (i). Dari sini terlihat

    bahwa komponen admitans yang berupa konduktans dan suseptan merupakan elemen

    paralel.

    Telah diketahui bahwa G merupakan kebalikan dari R dan mempunyai satuan

    siemens (S). Secara analogi, B (suseptans) merupakan kebalikan dari reaktans. Suseptans

    juga bersatuan siemens karena reaktans juga bersatuan Ohm.

    4-6. Segitiga Admitans

    Admitans memiliki dua komponen, yaitu komponen yang sefase (yaitu G) dan

    komponen kuadratur (yaitu B). Dengan demikian, admitans dapat direpresentasikan

    sebagai segitiga, yang disebut dengan segitiga admitans.

    Untuk rangkaian induktif (yaitu LjXR + ), segitiga impedans dan admitans

    diperlihatkan pada gambar 4.9 berikut ini. Sudut admitans sama dengan sudut impedans,

    kecuali tandanya negatif, karena BL teletak pada sumbu-OY dan dengan demikian negatif.

    (i) (ii)

    Gambar 4. 9

  • 88

    Konduktans, G = Z

    R

    ZY =

    1cos

    Jadi G = 222LXR

    R

    Z

    R

    +=

    Suseptans, BL = Z

    X

    ZY L=

    1sin

    Jadi BL = 222L

    L

    XR

    R

    Z

    X

    +=

    Sudut fase, = G

    BL1tan

    Untuk rangkaian kapasitif (yaitu CjXR ), segitiga impedans dan admitans

    diperlihatkan pada gambar 4.10 berikut ini. Sudut admitans sama dengan sudut impedans,

    kecuali tandanya negatif, karena BC teletak pada sumbu-OY dan dengan demikian negatif.

    (i) (ii)

    Gambar 4. 10

    Dengan melakukan prosedur seperti sebelumnya, diperoleh,

    G = 222CXR

    R

    Z

    R

    +=

    BC = 222C

    C

    XR

    R

    Z

    X

    +=

    Sudut fase, = G

    BC1tan

  • 89

    4-7. Metoda Admitans Dalam Analisis Rangkaian A.C. Paralel

    Metoda admitans merupakan metoda yang direkomendasikan untuk menganalisis

    rangkaian paralel a.c. dan sangat terasa keuntungannya jika rangkaian terdiri dari tiga

    cabang atau lebih. Dengan memperhatikan gambar 4.11,

    Gambar 4. 11

    (i) Bentuk Ractangular

    Cabang 1.

    21

    112

    1

    121

    21 ;;

    Z

    XB

    Z

    RGXRZ CC ==+=

    jadi 111 jBG +=Y

    Cabang 2.

    22

    212

    2

    222

    222 ;;

    Z

    XB

    Z

    RGXRZ LL ==+=

    jadi 222 jBG =Y

    Admitans total )()( 221121 jBGjBG ++=+= YYY

    )()( 2121 BBjGG ++=Y

    Besar admitans 2212

    21 )()( BBGG ++=Y

    Arus saluran YVI =

    Sudut fase 21

    211tanGG

    BB

    =

    Jika positif, maka arus mendahului tegangan dan jika negatif arus tertinggal

    terhadap tegangan.

  • 90

    (ii) Bentuk Polar

    == 11111 ZjXR CZ

    jadi =

    == 1111

    1

    11

    Y

    ZZY

    =+= 22222 ZjXR LZ

    jadi =

    == 21222

    2

    11

    Y

    ZZY

    Admitans total =+= YYYY 21

    Arus saluran YVI =

    Daya dalam bentuk Admitans

    GV

    YV

    VIP

    2

    2 cos

    cos

    =

    =

    =

    di mana YVI = dan GY =cos

    Terlihat bahwa hanya konduktans dalam rangkaian yang menentukan daya yang

    dikonsumsi.

    Soal latihan.

    1. Rangkaian paralel terdiri dari dua cabang A dan B. Cabang A mempunyai resistans 10

    Ohm dan induktans 0,1 H diseri. Cabang B mempunyai resistans 20 Ohm dan kapastor

    100 F diseri. Rangkaian dihubungkan ke sumber tegangan 250 V, 50 Hz. Tentukan (i)

    arus sumber dan faktor daya (ii) daya yang dikonsumsi rangkaian.

    [6,04 A;0,965 lagging; 1457 W]

    2. Dua buah impedans )510(1 jZ += Ohm dan )1025(2 jZ = Ohm dirangkai paralel

    dan dihubungkan ke sumber tegangan 100 V, 50 Hz. Tentukan (i) admitans rangkaian

    (ii) arus rangkaian (iii) sudut fase antara arus rangkaian dan tegangan sumber.

    [0,1175 S;11,74 A;12,9o lag]

    3. Dua buah impedans 4520 Ohm dan 3030 diseri dan dihubungkan ke sumber

    tegangan tertentu sehingga menghasilkan arus sebesar 10 A. Jika sumber tegangan

    tidak diubah, hitung arus rangkaian ketika kedua impedans tersebut dihubung paralel.

    [26,8 A]