REOLOGIA DO CONCRETO. Nome: Arcindo Vaquero y Mayor : [email protected] Telefone: (11) 3709-3466.
Rancang bangun sistem traceability berbasis teknologi...
Transcript of Rancang bangun sistem traceability berbasis teknologi...
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung
dan mempercepat biodiversity, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi
produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pascapanen, dan
pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasi (IFOAM
2008). Menurut Bandan Standardisasi Nasional (2002), Organik adalah istilah
pelabelan yang menyatakan bahwa suatu produk telah diproduksi sesuai dengan
standar produksi organik dan sertifikasi oleh lembaga sertifikasi resmi. Pertanian
organik didasarkan pada penggunaan minimum dari masukan eksternal, serta
menghindari penggunaan pupuk pestisida sintetis.Tujuan utama pertanian organik
adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman
bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya
hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan
jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi, kandungan
nutrisi tinggi dan ramah lingkungan. Preferensi konsumen seperti ini dan
perkembangan ekonomi menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia
meningkat pesat (Mayrowani 2012).
Perkembangan pertaian organik menjadi sorotan global. Perkembangan
yang terjadi seacara internasional cukup pesat diberbagai negara. Negara maju dan
negara berkembang mulai memasyarakatkan pertanian organik. Selain negara maju,
masyarakat dengan demografis yang memiliki penddidikan tinggi dan pendapatan
tinggi juga mempengaruhi preferensi terhadap konsumsi organik (Tsakiridou et al.
2008). Gaya hidup sehat masyarakat menjadi salah satu daya tarik bagi produsen
di dunia untuk menjalankan pertanian secara organik. Gaya hidup sehat juga telah
melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan produk pertanian
dengan atribut aman dikonsumsi, kandungan (food safety attributes), kandungan
nutrisi tinggi (nutritional attributes), dan memiliki label ramah lingkungan (eco-
labelling attributes) (Mayrowani 2012). Pasar global produk hasil pertanian
organik telah tumbuh lebih dari 4,7 kali sejak tahun 1999 dari 15,2 milyar dollar
menjadi 72 milyar dollar pada tahun 2013 (Sahota 2015). Selama kurun waktu 15
tahun (1999-2014) terjadi peningkatan yang pesat baik dari perluasan lahan
pertanian organik di seluruh dunia. Lahan pertanian pada tahun 1999 hanya 11 juta
ha dan meningkat hamper empat kali lipat selama kurun waktu 15 tahun menjadi
43.7 juta ha. Luas lahan pertanian organik menunjukan perkembangan yang pesat
di sebagian besar negara, bahkan terdapat peningkatan pertumbuhan yang cukup
tinggi untuk beberapa komoditi pertanian organik di dunia. Perkembangan
pertanian organik didunia berkembangan cepat, namun persentase luas lahan
pertanian organik dunia terhadap dari total luas lahan pertanian keseluruhan baru
mencapai satu persen (IFOAM 2016)
Perkembangan produsen atau pelakuk usaha pertanian organik didunia
berkembang cukup pesat. Pada presentasi Organic Agriculture Worldwide, Wiiler
(2016) melaporkan bahwa pada tahun 2014 total jumlah produsen pertanian organik
dunia mencapai 2,3 juta, meningkat 2,1 juta dari tahun 1999 dan meningkat 0,3 juta
dari tahun 2013. Peningkatan produsen tersebut cukup pesat walaupun sempat
terjadi penurunan produsen pada tahun 2010 dengan total 1,6 juta produsen Pada
2
tahun 2006, Indonesia mencatat sebanyak 23.605 petani bergerak pada pertanian
dengan sistem organik. Luas area pertanian organik pada tahun 2006 tercatat seesar
41.431 ha, atau sebesar 0,09 persen luas lahan pertanian organik dari keseluruhan
total lahan pertanian di Indonesia (IFOAM 2008). Pada tahun 2014, lahan pertanian
yang digunakan untuk pertanian organik di Indonesia meningkat cukup pesat.
Tercatat pada tahun 2014 Indonesia menggunakan 113.638 ha lahan untuk
pertanian organik, dan persentase luas lahan pertanian organik dari keseluruhan
total lahan pertanian yang ada meningkat menjadi 0,2 persen (IFOAM, 2016).
Peningkatan lahan yang digunakan petani untuk malkukan sistem pertanian organik
juga meningkat dari tahun ketahun, walaupun terjadi penurunan penggunaan lahan
pada tahun 2013 (Gambar 1). Perubahan lahan pada tahun 2013 sampai 2014
sebesar 47.950 ha atau 73 persen. Perkembangan lahan pertanian organik juga dipantau oleh Aliansi Organik
Indonesia (AOI). AOI melakukan riset terhadap pertanian organik di Indonesia.
Perkembangan luas area pertanian organik di Indonesia 2007-2011 terekam dalam
Statistik Pertanian Organik Indonesia (SPOI) yang dilakukan oleh AOI. Menurut
AOI (2011), pada tahun 2007, luas area pertanian organik di Indonesia hanya
sebesar 40.970 ha. Perkembangan terjadi pada tahun 2008, luas area pertanian
organik di Indonesia mengalami peningkatan pesat menjadi 208.535 ha.
Peningkatan terus terjadi pada tahun 2009 dan 2010. Pada tahun 2009 luas lahan
meningkat sedikit sekitar 3% menjadi 214.985 ha dan pada tahun 2010 luasnya
menjadi 238.872 ha. Pada tahun 2011, luas area pertanian orgaik mengalami sedikit
penurunan menjadi 225.063 ha. Penurunan lahan tersebut disebabkan oleh adanya
produsen atau pelaku usaha pertanian organik yang tidak lagi melanjutkan
sertifikasi produknya (Gambar 2).
Sumber : IFOAM 2016
Gambar 1 Pertumbuhan Lahan Pertanian Organik di Indonesia 2011 – 2014
74034
88247
65688
113638
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
Lah
an (
ha)
2011 2012 2013 2014Tahun
3
Sumber: Statistik Pertanian Organik Indonesia 2011
Gambar 2 Perkembangan Luas Area Petanian Organik di Indoneisa Tahun 2007-
2011
Mayrowani (2012); Prawoto dan Surono (2005) mengatakan, pesatnya
perkembangan area lahan dan pertanian organik di Indonesia mulai diprakarsai oleh
Yayasan Bina sarana Bakti (BSB) dengan mengembangkan usaha tani sayuran
organik di Bogor, Jawa Barat pada tahun 1984. Pesatnya perkembangan tersebut
dapat dilihat dari pemanfaatan lahan serta berubahnya sistem bertani secara
konvensional menjadi sistem pertanian organik. Semakin banyaknya produsen yang
melakukan usaha tani dengan sistem organik adalah bentuk dampak dari
meningkatnya jumlah permintaan terhadap pangan organik di Indonesia.
Khorniawati (2014); YLKI (2012) menyatakan pada penelitiannya bahwa hasil
survei dan penelitian yang dilakukan oleh YLKI pada tahun 2012 menunjukan
bahwa dari 609 responden di lima wilayah DKI Jakarta, sebagian besar sudah
mengkonsumsi produk pangan organik dalam bentuk sayuran organik 56%, beras
organik 24%, buah-buahan 17%, dan bumbu 3 %. Hasil survei tersebut menunjukan
bahwa adanya ketertarikan terhadap produk pangan organik oleh sebagian
masyarakat, namun pembelian makanan organik di Indonesia masih tergolong
rendah.
Hasil kajian YLKI juga menyebutkan bahwa beras organik menjadi produk
organik terbesar kedua yang di konsumsi masyarakat. Beras merupakan salah satu
komoditas penting yang ada di Indonesia. Beras adalah salah satu makan pokok
yang sering dikonsumsi masyarakat Indonesia. Konsumsi beras terus mengalami
kenaikan yang dapat dilihat pada jumlah ketersediaan beras yang tarsus mengalami
kenaikan pada tahun 2010 sampai 2014. Jumlah konsumsi beras di Indonesia
mencapai 34.400 ribu ton pada tahun 2014 (Tabel 2). Jakiyah (2014) menyatakan
bahwa salah satu alasan petani beras memproduksi beras organik karena
meningkatnya permintaan masyarakat atas produk beras organik. Faktor dan proses
pembelian konsumen terhadap beras organik yaitu gaya hidup, kesehatan, adanya
balita, promosi atau iklan yang berada di supermarket. Dari sisi petani, faktor-faktor
40.970
208.535 214.985
238.872225.063
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
2007 2008 2009 2010 2011
Lah
an (
ha)
Tahun
4
yang mempengaruhi petani memproduksi beras organik adalah teknologi produksi
dan keuntungan yang lebih dari pada memproduksi padi secara konvensional.
Tabel 1 Perkembangan produksi dan konsumsi beras di Indonesia Tahun 2010-
2014
Uraian Tahun
2010 2011 2012 2013 2014
Produksi beras (Ribu
ton) 37371 36962 38817 39600 40000
Konsumsi beras (Ribu
ton) 33056 33045 33035 34050 34400
Persentase kenaikan
produksi beras -1.09 5.01 2.01 1.01
Persentase kenaikan
konsumsi beras -0.03 -0.03 3.07 1.02
Sumber : Laporan data kinerja pertanian, Kementan (2014)
Rumusan Masalah
Meningkatnya produsen di dunia maupun di Indonesia dalam menawarkan
produk pertanian organik menjadi salah satu penelitian ini menarik untuk diteliti.
Meningkatnya produsen di Indonesia dilihat dari pemanfaatan lahan pertanian
untuk pertanian organik. Meningkatnya produsen menyebabkan penawaran dari
produk organik semakin besar. Penawaran tersebut juga harus diikuti jaminan
bahwa produk yang ditawarkan produsen organik tersebut asli dan aman untuk
dikonsumsi. Banyaknya produsen yang memproduksi pangan organik juga
didukung dengan permintaan konsumen atas produk pangan organik. Sebagai
pembeli, konsumen juga memiliki hak atas jaminan keaslian produk yang
ditawarkan produsen. Konsumen perlu kemampuan untuk dapat mengetahui
keamanan pangan yang di konsumsi (food safety), kredibilitas (credibility) dari
produsen beras organik, dan keaslian (authenticity) beras organik. Jaminan atas
ketiga hal tersebut dapat dilakukan dengan traceability yang dapat dilakukan pihak
produsen maupun konsumen. Food Agricultural Organization of the United Nation
(FAO) (2010) menyatakan penciptaan nilai tambah ini merupakan kekuatan
pendorong untuk memastikan kepercayaan konsumen terhdap asal produk dan
dalam mempertahankan keaslian produk, melalui jaminan kualitas dan sistem
penelusuran selama proses berlangsung. Metode traceability memungkinkan untuk
melindungi hak konsumen organik atas keaslian beras organik. Liu dan Chen (2015)
menyatakan bahwa keinginan konsumen untuk membeli (willingness to pay)
produk yang mampu ditelusuri (traceable food) akan meningkat, meskipun
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti, tempat pembelian, persepsi konsumen
terhadap risiko, status kesehatan, dan rata-rata penghasilan per bulan.
Traceability adalah kemampuan untuk memberikan informasi sejarah dan
lokasi berdasarkan pergerakan barang di setiap tahapan proses produksi dan
distribusi. Sistem ini membutuhkan pelaku rantai pasok mengetahui siapa pemasok
langsung adalah dan kepada siapa produk dikirim, bahwa setiap aktor memiliki
akses informasi, baik ke hulu dan ke hilir (Bosona dan Gebresenbet 2013; Mgonja
5
et al 2013.). Sistem traceability dibutuhkan untuk perlindungan konsumen dan
keselamatan orang-orang yang terkait dengan produk hasil pertanian. Kepentingan
dari pengaplikasian sistem ini sangat penting untuk eksportir untuk menghindari
penolakan dari negara pengimpor. Adapun hukum dan undang-undang yang
dikeluarkan pemerintah Indonesia untuk transparansi produk pangan dicantumkan
dalam Peraturan Pemerintah No 28 tahun 2004 pasal 37 dan Peraturan Pemerintah
(PP) No 69 tahun 1999 pasal 2 menjadi landasan hukum bagi penerapan sistem
traceability di Indonesia. Hukum lain yang mengatur keaslian produk adalah
Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU PK) nomor 8 tahun 1999 pasal 7
yang mengatur kewajiban produsen untuk memberikan informasi yang benar, jelas
dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Produsen juga wajib untuk
menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
Metode traceability yang diajukan oleh Huque et al. (2015) adalah dengan
memanfaatkan QR Code untuk melakukan otentikasi keaslian dari produk pertanian
organik (Gambar 3). Pemanfaatan traceability menggunakan QR Code cocok untuk
diterapkan dalam traceability beras organik. Pemanfaatan QR Code dapat
memberikan alat bantu untuk konsumen untuk dapat melakukan proses
pemeriksaaan produk. Produk yang dapat dilacak dan ditelusuri dapat
meningkatkan keinginan untuk membeli dan memberikan kepuasan bagi
konsumen.
Sumber ; Huque et al. 2015
Gambar 3 Otentikasi Innovation di Pasar Organik Melalui QR Code
6
Pemindaian QR Code dapat dilakukan dengan menggunakan ponsel pintar
atau smartphone. Riset yang dilakukan oleh E-Marketer (2015), bahwa penetrasi
pasar smartphone (ponsel pintar) di Indonesia mencapai 40,4 persen atau 65,2 juta
orang dari total pengguna ponsel di Indonesia pada 2016. Penetrasi tersebut
menempatkan Indonesia dalam jajaran 12 besar negara pengguna ponsel pintar di
Asia. Indonesia berada di urutan ke-10, hanya unggul dibandingkan Filipina dan
India. Indonesia menjadi pengguna smartphone terbesar di Asia Tenggara. Proyeksi
pengguna smartphone diprediksikan terus meningkat hingga menjadi 92 juta unit
pada tahun 2019.
Berdasarkan masalah yang sudah dijabarkan sebelumnya, dengan demikian
rumusan masalah untuk penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana cara produsen untuk dapat menjamin produk beras organik yang
ditawarkan?
2. Bagaimana cara konsumen untuk dapat meninjau keaslian produk beras
organik agar agar hak konsumen dapat terlindungi?
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis sistem traceability yang
dibutuhkan dalam proses bisnis, merancang prototipe sistem traceability yang
sesuai pada rantai pasok yang terintegrasi dengan sistem informasi,
mengembangkan prototipe aplikasi sistem traceability, serta melakukan uji sistem
untuk mengevaluasi sistem traceability yang telah dibangun.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Memberi masukan bagi produsen pangan organik untuk mengembangkan
sistem traceability terpadu sehingga dapat memberikan informasi yang jelas
dan transparan dari produk beras organik.
2. Meningkatkan kepuasan konsumen beras organik dengan memberikan
informasi yang jelas mengenai produk organik dan keaslian produk beras
organik.
3. Menjadi sarana edukasi dan promosi bagi produsen untuk pemasaran
produk beras organik.
4. Memberikan hak perlindungan konsumen sehingga konsumen dapat
memperoleh produk beras organik sesuai keasliannya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini fokus pada rancangan dan pengembangan sistem traceability
produk pertanian organik, studi kasus beras organik. Penelitian mencakup petani
beras organik di Tasikmalaya, koperasi Simpatik sebagai processor, dan eksportir
sebagai distributor.
Untuk Selengkapnya Tersedia di Perpustakaan SB-IPB