Rabiah

12
Sufi Wanita Rabi’ah Al-Adawiah : Mencapai Al-Hubb Al-Ilahi Rahimah Jurusan Bahasa Arab Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara 1. Pendahuluan Timbulnya taswuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu semenjak Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul untuk segenap ummat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahnnuts dan Khalwat di gua Hira’ di samping untuk mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat Mekkah yang sibuk dengan hal-hal yang memperturutkan hawa nafsu keduniaan, Muhammad juga berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwanya dari noda-noda yang menghinggapi masyarakat di sekitarnya pada waktu itu. Kecenderungan yang seperti inilah yang diikuti oleh orang-orang Sufi, mereka berusaha untuk mendekatkan diri dan mensucikan diri serta meninggikan “cintanya” kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Pengalaman religius orang Sufi sangat berbeda jauh dengan pengalaman religius orang biasa (awam), pengalaman religius mereka dapat menghantarkan kepada ma’rifah bahkan sampai dapat bertemu dengan Tuhan. Orang Sufi melalui maqam-maqam sebagai stasion untuk mencapai tingkatan pengalaman religius tertinggi itu tidak hanya dialami oleh kaum laki- laki saja, tetapi dapat dicapai oleh kaum wanita, yang salah satu diantaranya adalah Rabi’ah Al-Adawiah. Rabi’ah Al-Adawiah tercatat dalam lembaran sejarah Sufi di abad ke-2 Hijriah. Kemasyhuran yang diperolehnya adalah karena mengemukakan versi baru dalam hidup kerohanian, di mana tingkat zuhud yang diciptakan Hasan Basri dalam bentuk Khauf dan Raja’ dinaikkan oleh Rabi’ah ke tingkat zuhud yang bersifat Hubb (cinta). Cinta yang suci murni lebih tinggi pada takut dan pengharapan, karena cinta yang suci murni tidak mengharapkan apa-apa. Dalam tulisan singkat ini penulis mencoba mengungkapkan bagaimana Hubb “Al-Hubb Al-Ilahi” yang dilaksanakan oleh Rabi’ah Al-Adawiah, tentunya uraian akan dimulai dengan pendahuluan, riwayat singkat Rabi’ah Al-Adawiah. Pengertian Hubb Al-Ilahi dilengkapi dengan beberapa syair dan dalil mengenal hal itu tulisan akan diakhiri dengan kesimpulan. 2. Riwayat Singkat Rabi’ah Al-Adawiah Nama lengkapnya adalah Umm Al-Khair Rabi’ah binti Ismail Al- Adawiah. Dia lahir pada tahun 714 M 1) , sebagai anak keempat dari keluarga Isma’il yang semuanya wanita. Pada waktu kelahirannya itu ayah dan ibunya dalam cobaan Allah Ta’ala hidup dalam kemiskinan namun mereka ini tetap bertawakkal kepada Allah, Ayahandanya senantiasa membaca 5 Juz Al-Qur’an setelah selesai shalat Isya’, 1) Ibn Khalikan, Wafayat al-A’yan, Kairo, tp, 1299 H, hal. 227. Nasution Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI Press, 1974, hal. 76. e-USU Repository ©2005 Universitas Sumatera Utara 1

description

kisah rabiah

Transcript of Rabiah

  • Sufi Wanita Rabiah Al-Adawiah : Mencapai Al-Hubb Al-Ilahi

    Rahimah

    Jurusan Bahasa Arab

    Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

    1. Pendahuluan

    Timbulnya taswuf dalam Islam bersamaan dengan kelahiran agama Islam itu sendiri, yaitu semenjak Nabi Muhammad SAW diutus menjadi Rasul untuk segenap ummat manusia dan seluruh alam semesta. Fakta sejarah menunjukkan bahwa pribadi Muhammad sebelum diangkat menjadi Rasul telah berulang kali melakukan tahnnuts dan Khalwat di gua Hira di samping untuk mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat Mekkah yang sibuk dengan hal-hal yang memperturutkan hawa nafsu keduniaan, Muhammad juga berusaha mencari jalan untuk membersihkan hati dan mensucikan jiwanya dari noda-noda yang menghinggapi masyarakat di sekitarnya pada waktu itu.

    Kecenderungan yang seperti inilah yang diikuti oleh orang-orang Sufi, mereka berusaha untuk mendekatkan diri dan mensucikan diri serta meninggikan cintanya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

    Pengalaman religius orang Sufi sangat berbeda jauh dengan pengalaman religius orang biasa (awam), pengalaman religius mereka dapat menghantarkan kepada marifah bahkan sampai dapat bertemu dengan Tuhan.

    Orang Sufi melalui maqam-maqam sebagai stasion untuk mencapai tingkatan pengalaman religius tertinggi itu tidak hanya dialami oleh kaum laki-laki saja, tetapi dapat dicapai oleh kaum wanita, yang salah satu diantaranya adalah Rabiah Al-Adawiah.

    Rabiah Al-Adawiah tercatat dalam lembaran sejarah Sufi di abad ke-2 Hijriah. Kemasyhuran yang diperolehnya adalah karena mengemukakan versi baru dalam hidup kerohanian, di mana tingkat zuhud yang diciptakan Hasan Basri dalam bentuk Khauf dan Raja dinaikkan oleh Rabiah ke tingkat zuhud yang bersifat Hubb (cinta). Cinta yang suci murni lebih tinggi pada takut dan pengharapan, karena cinta yang suci murni tidak mengharapkan apa-apa.

    Dalam tulisan singkat ini penulis mencoba mengungkapkan bagaimana Hubb Al-Hubb Al-Ilahi yang dilaksanakan oleh Rabiah Al-Adawiah, tentunya uraian akan dimulai dengan pendahuluan, riwayat singkat Rabiah Al-Adawiah. Pengertian Hubb Al-Ilahi dilengkapi dengan beberapa syair dan dalil mengenal hal itu tulisan akan diakhiri dengan kesimpulan.

    2. Riwayat Singkat Rabiah Al-Adawiah

    Nama lengkapnya adalah Umm Al-Khair Rabiah binti Ismail Al-Adawiah. Dia lahir pada tahun 714 M1), sebagai anak keempat dari keluarga Ismail yang semuanya wanita.

    Pada waktu kelahirannya itu ayah dan ibunya dalam cobaan Allah Taala hidup dalam kemiskinan namun mereka ini tetap bertawakkal kepada Allah, Ayahandanya senantiasa membaca 5 Juz Al-Quran setelah selesai shalat Isya, 1) Ibn Khalikan, Wafayat al-Ayan, Kairo, tp, 1299 H, hal. 227. Nasution Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI Press, 1974, hal. 76.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    1

  • melakukan shalat Tahajjut dan berzikir sampai subuh, setelah Rabiah lahir ayahnya ditawari pekerjaan mengajarkan membaca Al-Quran untuk anak-anak orang kaya di Baghdad.2)

    Semasa kecilnya Rabiah tumbuh seperti anak-anak sebayanya secara wajar, ia kelihatan cerdik dan lincah. Pancaran sinar ketaqwaan telah tampak jelas pada pribadinya.

    Abdul Munim Qandil, mengisahkan dalam bukunya, Figur Wanita Sufi, menceritakan: Ayah ibu Rabiah terheran mendengar kata-kata yang diucapkannya ketika ia ditanya oleh Ayahnya, Wahai Rabiah, bagaimana pendapatmu sekiranya ayah tidak menemukan makanan kecuali yang haram? dengan tangkas ia menjawab, Kita harus banyak bersabar, karena menahan lapar di dunia jauh lebih ringan dan lebih baik dari pada menanggung siksa neraka.3)

    Jawaban Rabiah ini menyangkut halal dan haram, sabar dan siksa neraka, menunjukkan bahwasannya dia telah memilih jalan yang terang; tanda-tanda kejuhudan, ketaqwaan serta ke wiraan telah tampak pada dirinya. Perwujudan cintanya kepada Allah dengan cara bezikir, menjauhkan diri dari hal-hal yang Syubhat, memelihara sifat-sifat terpuji, berakhlaq karimah, berpenampilan simpati, ia juga telah hafal Al-Quran ketika berumur 10 tahun, ia mempunyai ingatan yang kuat. Semasa kecilnya selalu dibawa oleh ayahnya ke Mesjid, dengan maksud agar akhlaqnya terpelihara dari pengaruh akhlaq masyarakat Baghdad kala itu, yang gemerlap dengan kesenangan duniawi.

    Setelah kedua orang tuanya meninggal dunia ia dijual sbagai budak. Tetapi pada akhirnya ia memperoleh kemerdekaan. Menurut orang yang memilikinya, ia mempunyai cahaya di atas kepalanya sewaktu ia beribadah, yang dapat menerangi seluruh ruangan rumah. Setelah dibebaskan ia pergi menyendiri ke padang pasir dan memilih hidup zahid.4)

    Hati Rabiah sudah penuh dengan cahaya cinta kepada Tuhan, beribadah dan berdialog dengan Allah mempunyai keasyikan dan kelezatan tersendiri baginya.

    Derita silih berganti yang dihadapinya sejak meninggalnya kedua orang tuanya, dan ketika kota Basrah dilanda kemarau panjang, lalu diceritakan pula Rabiah terpisah dari kakaknya karena diculik dan kemudian dijadikan budak, semuanya menjadi motivasi bagi Rabiah untuk lebih mendekatkan diri pada Allah. Siang dan malam ia selalu sibuk dengan zikir, Tashbih, Shalat, Tafakkur. Ia shalat sepanjang malam, bila fajar tiba, ia tidur sebentar setelah dia bangun dia selalu berkata : Wahai jiwa, berapa lama engkau tertidur? Sampai mana engkau tertidur? Engkau terlalu nyenyak tidur, sehingga hampir saja tertidur tanpa bangkit kembali kecuali oleh terompet hari kebangkitan, hal ini dilakukannya setiap hari sampai akhir hayatnya.5)

    Rabiah hidup dalam keadaan miskin dan ketika teman-temannya ingin membantunya, ia menolak bantuan mereka. Salah seorang dari mereka memberikan rumah kepadanya. Ia mengatakan : Aku takut kalau-kalau rumah ini akan mengikat hatiku, sehingga aku terganggu dalam amal ku untuk akhirat.

    2) Qandil Abd Munim., Figur Wanita Sufi, Pustaka Progresif, Surabaya, 1993, hal.

    15-16. 3) Op.Cit., hal. 15. 4) Nasution Harun., Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek, Jilid II, UI Press, 1974, hal.

    76. 5) Al-Yafii, Raudlah al-Riyahin, Kairo, 1324 H, hal. 101.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    2

  • Kepada seorang pengunjung ia memberikan nasihat : Pandangan dunia ini sebagai sesuatu yang hina dan tiada berharga.6)Dia selalu menangis bukan karena memikirkan kekasihnya di dunia, tetapi karena kerinduan pada Allah Yang Maha Rahman dan Maha Rahim, yang kasih sayang-Nya tiada tanding.

    Menurut riwayat dari Imam Syarani, pada suatu waktu ada seseorang yang menyebut-nyebut azab dan siksa neraka dihadapan Rabiah, maka Rabiah pingsan, dalam menyebut Istighfar kepada Allah, setelah siuman dari pingsannya itu beliau berkata : Saya mesti meminta ampun, dari cara saya meminta ampun (yang pertama) tadi. Sajadah tempat beliau sujud senantiasa basah oleh air matanya.7)

    Rabiah hidup sezaman dengan Sofyan Tsaury, seorang zuhud ternama, salah seorang murid Hasan Basyri. Suatu ketika Sofyan mengeluh, wahai sedihnya hatiku, sebagai suatu ungkapan sedih oleh seorang sufi yang diajarkan oleh gurunya, mendengar ini Rabiah berkata, Kesedihan kita masih sedikit sekali, karena kalau kita benar-benar sedih kita tidak ada lagi di dunia ini.8)

    Ajaran yang ditinggalkan oleh Rabiah, juga syair-syair cintanya, yang memuji keagungan Tuhan digemakan kembali dalam kehidupan sufi lainnya seperti : Ibnul Farid, Al-Hallaj, Jalaluddin Ar-Rumi dan lainnya. Bahagian dari Syair Rabiah itu adalah : Artinya : Aku mencintai-Mu dengan dua cinta, Cinta karena rinduku dan cinta karena diri-Mu Cinta karena diriku, adalah keadaanku yang senantiasa mengingat-

    Mu Cinta karena diri-Mu, adalah keadaan-Mu mengungkapkan Tabir hingga Engkau kulihat. Baik untuk ini, maupun untuk itu, pujian bukanlah untukku, bagi-Mu lah pujian untuk semuanya.9)

    6) Nasution Harun., Ibid, hal. 77. 7) HAKMA, Taswuf Perkembangan dan Pemurniannya, Penerbit Pustaka Panjimas,

    Jakarta, 1993, hal. 73. 8) Ibn al-Imad, Syazarat al-Zahab, Juz I, Kairo, 1931, hal. 319.

    HAMKA, Ibid, hal. 74. 9) Al-Kalabazi, Muhammad Abu Bakkar, At-Tarif limazhabi ahlu at-tashawwufi,

    Maktabah Kulliyah Al-Azhar, Kairo, 1969, hal. 131-132.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    3

  • Rabiah sufi yang terkenal dengan Mahabbahnya itu menerangkan pula : Aku mengabdi kepada Tuhan bukan karena ingin masuk sorga, tetapi karena cintaku kepada-Nya.

    Taubat menurut Rabiah; taubat seseorang yang melakukan maksiat adalah berdasarkan kehendak Allah, bukan kehendak manusia itu sendiri. Jika Allah berkehendak, maka Dia akan membukakan pintu taubat bagi seseorang yang berbuat maksiat. Suatu ketika seseorang bertanya kepada Rabiah : aku ini banyak berbuat maksiat dan dosa; adakah Allah akan membuka pintu taubat jika aku bertaubat? Rabiah menjawab, Tidak, sebaliknya, kalau Allah berkenan membuka pintu taubat untukmu, maka kamu akan bertaubat.10) Allah mengetuk hati makhluk-Nya untuk sadar akan perbuatan dosa dan kembali ke jalan-Nya.

    Mengenai Ridha, diriwayatkan oleh al-Kalabazi, suatu ketika Sofyan Saury berkata di depan Rabiah : Ya, Tuhanku, ridhailah diriku ini!, maka Rabiah berkata : Tidakkah engkau malu meminta keridhaan dari Tuhan, yang engkau sendiri tidak ridha kepadaNya. Ucapan ini mengandung arti bahwa : Ridha itu berlangsung secara timbal balik, antara seorang hamba dengan Tuhannya. Sesuai dengan firman Allah Taala : Artinya : Allah Ridha kepada mereka dan merekapun Ridha kepadaNya (QS 5 :

    119). 3. Pengertian Al-Hubb Al-Ilahi

    Di dalam Al-Quran kata hubb dan istiqaqnya terdapat lebih dari 90 ayat. Secara etimologi, hub berarti widad yang diartikan : cinta/mencintai atau suka/menyukai.11) Sedangkan Al-Hubb dalam terminologi ilmu Tasawwuf adalah Al-Hubb Al-Ilahi (cinta kepada Tuhan), dan ungkapan populernya adalah Mahabbah.

    Dalam buku al-tarifu li mazhabi ahli al-Tasawwufi, terdapat beberapa pendapat tentang al-mahabbah :

    - Al-Junaidi al-Baghdady menyatakan : Cinta adalah cenderung/berpaling hati. Maksudnya hati seseorang tersebut cenderung atau ditujukan kepada Allah dan pada apa saja yang ada di sisi-Nya tanpa dibuat-buat.12)

    - Muhammad Ibn Ali Al-Kattany berpendapat : Cinta adalah mengutamakan yang dicintai.

    10) Al-Qusyairy, Al-Risalah al-Qusyairiyyah, Kairo 1330 H, hal. 48. 11) Fuad Abd Al-Baqi, Al-Mujam al-Mufahras li Ayati al-Qurani, Libanon, Daral Fikri,

    1981, hal. 191. 12) Al-Kalabazi, Loccit, hal. 130-131.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    4

  • - Menurut Abu Ubaidah al-Nabaji :

    Cinta adalah kelezatan pada makhluk dan menghanyutkan diri pada Khaliq.

    - Sahal berpendapat bahwa : Barangsiapa mencintai Allah, maka ia akan memperoleh kehidupan yang nikmat, barangsiapa mencintai Allah maka dia tidak akan terlepas dari, memperoleh kehidupan (dari-Nya).

    Al-Kalabazi mengulas dari ungkapan ini bahwa : orang yang mencintai

    Allah, ia akan tetap merasakan nikmatnya kehidupan. Sebab semua yang datang dari yang dicintainya terasa indah dan nikmat, sekalipun yang datang itu merupakan sesuatu yang semestinya dibenci/tidak disenangi.

    Menurut beberapa pendapat yang lainnya : Mahabbah adalah penyesuaian, ketaatan akan perintah, meninggalkan apa yang dilarang, ridha terhadap apa yang telah ditetapkan. Mahabbah juga diartikan pada mengutamakan apa-apa yang engkau cintai untuk zat yang engkau cintai.

    Sementara Rabiah sendiri mendefenisikan Mahabba/Hubb adalah :

    Cinta adalah ungkapan rasa rindu, penuturan dari perasaan. Barangsiapa merasakannya, ia akan mengenal, barangsiapa yang menuturkan, ia sendiri tak terditeksi (lenyap), karena telah menyatu dengan yang dicintai.

    Al-Sarraj menerangkan tentang Mahabbah pada 3 (tiga) tingkatan yakni :

    1. Cinta biasa, yaitu selalu mengingat Tuhan dengan zikir, suka menyebut nama-nama Allah, memperoleh kesenangan dalam berdialog dengan Tuhan. Senantiasa memuji Tuhan.

    2. Cinta orang yang siddik ( ) yaitu yang kenal kepada Tuhan, pada kebesaran-Nya, dan lain-lain. Cinta yang dapat menghilangkan tabir pemisah diri seseorang dari Tuhannya dengan demikian ia dapat melihat rahasia-rahasia yang ada pada Tuhan. Ia mengadakan dialog dengan Tuhan dan memperoleh kesenangan dari dialog itu. Cinta tingkat kedua ini sanggup menghilangkan kehendak dan sifat-sifatnya sendiri, sedangkan hatinya penuh dengan perasaan cinta pada Tuhan dan selalu rindu pada-Nya.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    5

  • 3. Cinta orang yang Arif ( ), yaitu orang yang tahu betul pada Tuhan. Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tapi diri yang dicintai. Akhirnya sifat-sifat yang dicintai masuk pada diri yang mencintai.13)

    Faham Mahabbah ini mengambil dalil dari Al-Quran Surat al-Madah ayat 54. Allah akan mendatangkan suatu ummat yang dicintai-Nya dan yang mencitai-Nya (QS. 5 : 54). Kemudian Surat Ali Imran ayat 31 : Jika kamu cinta pada Tuhan, maka turutlah Aku dan Allah akan mencintaimu (QS. 3 : 31). Dari Hadist Nabi diambil juga dalil sebagai adalah sebagai berikut : Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri pada-Ku dengan perbuatan-perbuatan hingga Aku cinta padanya. Orang yang Ku cintai menjadi telinga, mata dan tangan-Ku (al-Hadist). Pada beberapa bahan bacaan diriwayatkan bahwa, Sufi wanita, Rabiah

    al-Adawiah (713 801 H) dari Basrah, Irak; dalam hidupnya selalu beribadah, taubat, menjauhi kehidupan duniawi, meskipun dalam kemiskinan dia tak pernah meminta hal-hal yang bersifat materi kepada Tuhan. Ia benar-benar zuhud. Bagi dirinya Al-Hubb itu merupakan cetusan dari perasaan rindu dan pasrah yang tertuju pada-Nya, hal ini terungkap lewat prosa lirisnya.

    13) Nasution Harun., Falsafah dan Mistisime Dalam Islam, Jakarta, Bulan Bintang, 1973,

    hal. 70.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    6

  • Artinya : Wahai Tuhanku tenggelamkanlah daku dalam mencintai-Mu, sehingga tidaklah aku tidak lagi membimbangkan-Mu ya Tuhan. Bintang di langit telah gemerlapan, mata telah bertiduran, pintu-pintu istana telah terkunci dan tiap pencinta telah menyendiri dengan yang dicintainya, inilah aku berada di hadirat-Mu.

    Sewaktu fajar menyingsingkan sinarnya Rabiah pun berujar, menuturkan

    kata : Artinya : Tuhanku, malam telah berlalu dan siang segera menampakkan diri,

    aku gelisah, apakah amalanku Engkau terima hingga aku merasa bahagia, ataukah Engkau tolak sehingga aku merasa sedih. Demi ke-Maha kuasaan-Mu, inilah yang akan kulakukan selama Engkau beri daku hidup. Sekiranya jika Engkau usir daku dari depan pintu-Mu aku tak akan pergi karena cinta pada-Mu telah memenuhi hatiku.

    Ungkapan syair Rabiah yang dijiwai ketinggian imannya, diulas oleh

    HAMKA dalam buku Tasawwuf Pemurnian dan Perkembangannya. Artinya : Kujadikan Engkau teman bercakap dalam hatiku. Tubuh kasarku biar bercakap dengan yang duduk Jisimku biar bercengkerama dengan Taulanku Isi hatiku, hanya tetap Engkau sendiri.14)

    Dalam syairnya yang lain tertuang pula harapan :

    Artinya : Buah hatiku, hanyalah Engkau yang kukasihi Beri ampunlah pembuat dosa yang datang kehadirat-Mu Engkaulah harapanku, kebahagiaan dan kesenanganku. Hatiku telah enggan mencintai selain dari diri-Mu.15)

    14) HAMKA, Tasawwuf Pemurnian dan Pengembangannya, Jakarta, Pustaka Panjimas,

    1993, hal. 75.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    7

  • Dari syair-syairnya yang amat masyhur itu, menunjukkan tujuan zuhudnya Rabiah al-Adawiah, yakni : semuanya hanya untuk Tuhan, bukan karena mengharap. Baginya soal surga atau neraka, adalah bukan persoalan yang diharap dan ditakuti, cintanya kepada Allah merupakan suatu nikmat tiada tara, bagi Rabiah cinta dibaginya kepada dua tingkatan : Pertama cinta karena kerinduan. Dirindu semata-mata karena Allah memang puncak segala kerinduan serta keindahan, sehingga tiada yang lain dalam ingatannya, melainkan Allah.

    Kedua, kecintaan dan keinginan dibukakannya hijab, selubung yang membatasi diantara dirinya dengan Dia (Ilahi), tujuan utamanya adalah untuk dapat melihat Tuhan (Musyahadah).

    Rabiah berseru kepada Tuhan Rabbul Ijzati : Ya Ilahi! Jika sekiranya aku beribadat kepada Engkau karena harap akan

    masuk syurga, biar jauhkanlah dia dari ku tapi jika aku beribadat semata-mata karena cinta kepada-Mu, maka janganlah ya Ilahi Engkau haramkan aku, melihat keindahan yang azali.16)

    Syekh Mustafa Abdur Razik, telah menulis komentar pada buku salinan ensiklopedi Islam : Sebelum Rabiah Tasawwuf itu masih bersifat sederhana, perkataan ahli Tasawwuf belum menyinggung rasa sufi dan belum merentang pada jalannya yang tertentu. Rabiah yang mula pertama menyanyikan nyanyian cinta dalam tasawwuf dengan bentuk syair dan puisi. Pantaslah bagi dayang keluarga Uthai ini sebagai seorang wanita utama di zamannya, yang mempunyai jiwa suci murni, yang tidak terpedaya duniawi. Jika ia memutuskan hubungannya dengan segalanya dan menjuruskan perhatian semata-mata kepada yang dicintai. Hubbul Ilahi, cinta Ilahi, yang didengungkannya dalam segenap nyanyiannya.17)

    Cinta Ilahi yang tertanam dalam hatinya membuat dia menolak semua tawaran orang untuk menikahinya. Ia takut akan mengurangi cintanya kepada Tuhan.

    Menurut Nicholson, kedudukan Rabiah itu sangat penting, sebagai menandai faham asketisme Islam, dengan corak mahabbah.18)

    Kalau Hasan Basyri mencapai maqamat yang dijiwai oleh rasa takut/al-Khauf. Rabiah melengkapinya dengan Mahabbah, guna untuk menjadikan ibadahnya semata-mata hanya karena Allah.

    Falsafah Al-hubb dari Rabiah terungkap dalam kata-katanya sebagai berikut :

    Tak ada jarak antara yang mencintai dan yang dicintai. Cinta adalah pengungkapan dari rasa rindu, penuturan perasaan : barangsiapa merasakan ia akan mengenal. Barangsiapa menuturkan, ia sendiri tidak dapat dituturkan. Bagaimana engkau akan menuturkan sesuatu, sedangkan engkau sendiri lenyap di khadirat-Nya, lebur dengan wujud-Nya, sirna karena menyaksikan-Nya dalam kondisi sehat engkau mabuk dibuat-Nya. Dengan memusatkan perhatian kepada-Nya engkau menjadi mantap. Dengan bersenang-senang dengan-Nya engkau menjadi sedih. Rasa takut membenteng lisan untuk bicara. Rasa bingung menahan hati untuk mengungkapkan sesuatu. Rasa cemburu mendinding mata untuk melihat. Rasa kebesaran mengikat akal untuk mengaku. Tiada dalam cinta, selain

    15) Nasution Harun, Loccit, hal. 73-74. 16) HAMKA., Loc.Cit, hal. 75-76. 17) Ibid, HAMKA, hal. 76-77. 18) Nicholson, R.A. Al-Sufiah fi al-Islami, terjemahan Nur al-din Syaribah, Kairo, 1951,

    hal. 5.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    8

  • kebesaran yang langgeng, kebingungan yang melekat, hati yang rindu, rahasia yang tertutup, badan yang terasa sakit dan tidak aman, cinta dengan segala keunggulannya telah menguasai hati.19)

    4. Kesimpulan Dari uraian di atas, dapatlah disimpulkan sebagai berikut :

    - Rabiah Al-Adawiah adalah tokoh sufi yang pertama sekali menuangkan untaian syair sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Khaliqnya. Dia terkenal dengan pengungkap faham asketisme yang membahas sedalam-dalamnya zuq (perasaan) Hubbu al-Ilahi atau lazimnya disebut Mahabbah.

    - Jika diperhatikan dari tingkatan Mahabbah oleh al-Sarraj, maka Rabiah termasuk pada tingkatan kedua yakni cinta seorang yang shadiq.

    - Rabiah seorang sufi yang menonjol dalam maqam al-Mahabbah. Dia melihat Tuhan kemudian dia mencintainya, setelah melalui maqam-maqam sebelumnya; yang dijalani oleh paa sufi.

    19) Al-Faqi, Muhammad, Al-Tasawwuf Hayat wa Suluk, Kairo, 1979, hal. 34.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    9

  • DAFTAR BACAAN

    Abd al-Baqi, Fuad, Al-Mujam al-Mufahras li al-Ayat Al-Quran, Dar al-Fikri, Bairut, 1981.

    Al-Kalabazi, Abu Bakkar Muhammad, Al-Taarifu limazhabi Ahli Al-

    Tashawwufi, Maktabah Kulliah Kairo, 1969. Al-Yafii, Raudlah al-Riyahin, Kairo, 1324 H. Al-Qusyairi, Al-Risalah Al-Qusyairiyyah, Kairo, 1330 H. Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahan, 1983. Ibn al-Imad, Syazarat al-Ayan, Juz I, Kairo, 1931. HAMKA, Tashawwuf Perkembangan dan Pemurniannya, Penerbit Pustaka

    Panjimas, 1993. Nasution Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jilid II, UI Press,

    1986. Nasution Harun, Falsafah dan Mistisisme Dalam, Jakarta, 1973. Nicholson, R.A., Al Shufiyyah fi al-Islam, Terjemahan Nur al-din Syaribah,

    Kairo, 1951. Said Usman, dkk., Pengantar Ilmu Tasauf, Medan IAIN, 1983. Qandil Munim Abdul., Figur Wanita Sufi, Surabaya, Pustaka Progressif, 1995.

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    10

  • KATA PENGANTAR

    Alhamdulillah wa syukrillah atas segala apa yang dikaruniakan Allah selama ini dan yang akan daang kepada makhluk-Nya di muka bumi ini.

    Kesadaran akan posisi wanita di tengah-tengah kehidupan skarang yang sedemikian majunya, namun di satu sisi posisi wanita juga demikian terperosok ke jurang kenistaan, yakni bagi wanita-wanita yang larut dalam gemerlapnya dunia hiburan sehingga bergelimang dosa dan membuat aib pada kaumnya, maka penulis mencoba membangkitkan semangat kaum wanita kembali dengan cara bagaimana mereka dapat mendekatkan diri kepada Rabbul Jalil sampai ke tahap mendapat Mahabbah (kasih sayang) dari-Nya.

    Tulisan ini mudah-mudahan bisa sedikit memberi nuansa imani bagi para wanita dan menambah taqwa kepada Allah.

    Amin ya Rabbal Alamin.

    Medan, 11 April 2004 Penulis,

    Dra. Hj. Rahimah, M.Ag NIP. 131 785 643

    SUFI WANITA

    RABIAH AL-ADAWIAH : MENCAPAI AL-HUBB AL-ILAHI

    KARYA ILMIAH

    D I T U L I S

    O L E H

    Dra. Hj. Rahimah, M.Ag NIP. 131 785 643

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    11

  • JURUSAN BAHASA ARAB FAKULTAS SASTRA

    UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

    1 9 9 4 DAFTAR ISI

    Halaman KATA PENGANTAR ........................................................................... i DAFTAR ISI......................................................................................... ii SUFI WANITA RABIAH AL-ADAWIAH : MENCAPAI AL-HUBB ALL-ILAHI 1 1. Pendahuluan ................................................................................... 1 2. Riwayat Singkat Rabiah Al-Adawiah ............................................. 2 3. Pengertian Al-Hubb Al-Ilahi ........................................................... 8 4. Kesimpulan ..................................................................................... 17 DAFTAR BACAAN.............................................................................. 18

    e-USU Repository 2005 Universitas Sumatera Utara

    12