Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah
-
Upload
wildana-sw-dinata-shi-mhi -
Category
Documents
-
view
493 -
download
23
description
Transcript of Qawaid Fiqhiyyah Dalam Lintas Sejarah
SEJARAH LAHIRNYA QO’IDAH FIQHIYAH
Diajukan untuk salah satu tugas mata kuliah: Aplikasi Qawa’id
Fiqhiyyah Dalam Istinbath Hukum
Dosen Pembimbing:
Dr. H. Sutrisno, RS, M.Ag
Oleh:
Wildana Setia Warga Dinata (08
3911015)
Zaenal Arifin (08 3911016)
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA
PROGRAM PASCA SARJANA
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) JEMBER
MARET 2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Qawaid fiqhiyah (kaidah-kaidah fiqh) merupakan salah satu kebutuhan bagi kita
semua. Dengan menguasai kaidah-kaidah fiqh kita akan mengetahui benang merah
dalam menguasai fiqh, karena kaidah fiqh itu menjadi titik temu dari masalah-
masalah fiqh dan lebih arif dalam menerapkan fiqh dalam waktu dan tempat yang
berbeda untuk kasus, adat kebiasaan, keadaan yang berlainan. Selain itu juga akan
lebih moderat di dalam menyikapi masalah-masalah sosial, ekonomi, politik, budaya
dan lebih mudah mencari solusi terhadap problem-problem yang terus muncul dan
berkembang dalam masyarakat. Hal ini tidak lain karena kaidah fiqh sebagai hasil
dari cara berfikir induktif, dengan meneliti materi-materi fiqh yang banyak sekali
jumlahnya yang tersebar di dalam ribuan kitab fiqh.
Jika kita lihat, sejarah perkembangan hukum Islam (Tarikh Al-Tasyri’ Al-Islami)
tidak menguraikan qawaid fiqhiyyah secara komperhensif (menyeluruh). Kitab-kitab
sejarah perkembangan hukum Islam tidak mengkaji qawaid fiqhiyyah, apalagi sampai
menjelaskan kegunanaan (urgensi) dan kedudukannya dalam hukum Islam. Dengan
demikian, penelusuran terhadap sejarah pertumbuhan, perkembangan dan
pengkodifikasian qawaid fiqhiyyah sangat penting dilakukan. Penelusuran tersebut,
sedikit banyak akan dapat memberikan kejelasan tentang kegunaan (urgensi) dan
kedudukan qawaid fiqhiyyah dalam hukum Islam. Begitu juga, tentang latar belakang
sejarah perkembangan hukum Islam tidak mengkaji qawaid fiqhiyyah secara
menyeluruh.
Untuk itu penulis merasa perlu untuk melakukan sebuah kajian mengenai kaidah-
kaidah fiqhiyah ini yang nantinya kan menjadikan sebuah pemahaman secara
komprehensip tentang masalah kaidah fiqhiyah ini. Namun pada kesempatan kali ini
penulis hanya membahas pada seputar sejarah kaidah fiqhiyah tersebut.
2
B. Rumusan Masalah
Agar supaya pada pembahasan kali ini tidak melebar dan fokus, maka penulis
merumskan sebuah rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Sejarah Lahirnya Qa’idah Fiqhiyyah pada masa Pembentukan?
2. Bagaimana Sejarah Lahirnya Qa’idah Fiqhiyyah pada masa Perkembangan
dan masa kematangan?
C. Tujuan Pembahasan
Adapun tujuan pembahasan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mendiskripsikan Sejarah Lahirnya Qa’idah Fiqhiyyah pada masa
Pembentukan.
2. Mendeskripsikan Sejarah Lahirnya Qa’idah Fiqhiyyah pada masa
Perkembangan dan masa kematangan.
3
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Dalam pengertian ini ada dua term yang perlu penulis jelaskan terlebih
dahulu, yaitu qawaid dan fiqhiyah.
Kata qawaid merupakan bentuk jama' dari kata qaidah, dalam istilah bahasa
Indonesia dikenal dengan kata 'kaidah' yang berarti aturan atau patokan, dalam
tinjauan terminologi kaidah mempuyai beberapa arti. Ahmad ash-Syafi'i dalam
Bukunya Ushul Fiqih Islami menyatakan bahwa kaidah adalah:
كثيرة جزئيات حكم منها واحدة كل تحت يندرج التى الكلية القضايا
Arinya: "Hukum yang bersifat universal (kulli) yang diikuti oleh satuan-satuan
hukum juz'i yang banyak".1
Sedangkan bagi mayoritas ulama ushul mendefinisikan kaidah dengan:
جزئياته جميع على ينطبق كلي حكم
Artinya: "Hukum yang biasa berlaku yang bersesuaian dengan sebagian besar
bagian-bagiannya". 2
Sedangkan arti Fiqhiyah diambil dari kata al-fiqh yang diberi tambahan ya'
nisbah yang berfungsi sebagai penjenisan atau membangsakan. Secara etimologi
makna fiqih lebih dekat dengan mekna ilmu sebagaimana yang banyak dipahami oleh
para sahabat, makna tersebut diambil dari firman Allah SWT:
الدين فى ليتفقهوا
Artinya: "Untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama"(QS. at-Taubah:
122).
Dan berdasarkan hadith Nabi SAW
الدين فى يفقهه خيرا به الله يرد من
Artinya: "Barangsiapa yang dikehendaki baik oleh Allah niscaya diberikan
kepadanya kepahaman dalam agama".(HR. Bukhari Muslim)1 Ahmad Muhammad Asy-Syafii, Ushul Fiqh Al-Islami (Iskandariyah Muassasah Tsaqofah Al
Jamiiyah, 1983), 4.2 Fathi Ridwan, Min Falsafatil Tasyri' Islam, (Kairo: Darul katib al-Araby, 1969), 171-172.
4
Dari uraian pengertian diatas baik mengenai Qawaid maupun Fiqhiyah maka
yang dimaksud dengan Qawaidul Fiqhiyah adalah sebagaimana yang dikemukakan
oleh Imam tajjudin as-Subki:
منها أحكامها يفهم كثيرة جزئيات عليه ينطبق الذى الكلى األمر
Artinya: "Suatu perkara yang bersesuaian dengan juziyah yang yang banyak yang
dari padanya diketahui hukum-hukum juziyat itu".3
Atau dengan kata lain:
إليها قصد التى واألغراض أحكامه الشارع عليها بنى التى باألسس المتعلقة الفضايا
بتشريسعه
Artinya: "Hukum-hukum yang berkaitan dengan asas hukum yang di bangun oleh
syari' serta tujuan-tujuan yang dimaksud dalam pensyariatannya".4
B. Masa Pembentukan
Sejarah Qawa’id Fiqhiyyah sebenarnya tidak terlepas dari masa terdahulu,
yaitu pada masa Nabi Muhammad SAW, masa Sahabat, dan masa Tabi’in. Pada
masa-masa ini keberadaan sebuah ilmu masih dalam bentuk bakunya yang bersumber
dalam Al-Quran maupun keterangan-keterangan Nabi Muhammad yang dikenal
dengan Sunnah. Konteks keilmuan secara umum pada abad-abad pertama belum
memiliki sistematika dan metodologi khusus. Hal ini disebabkan segala persoalan
yang dihadapai ketika itu dijelaskan secara langsung oleh Nabi Muhammad.
Akibatnya ijtihad yang masih berada diantara benar atau salah tidak diperlukan. Akan
tetapi, benih-benih kaidah sebenarnya sudah ada semenjak masa Nabi.5
Beliau adalah penjelas utama dari kandungan ayat-ayat al-Quran dalam
menghadapi problematika kehidupan yang memerlukan hukum baru. Di sisi lain,
Rasululah akan menggali hukum dengan beristinbat terhadap ayat-ayat al-Quran
apabila keterangannya masih global. Prosesnya inilah yang selanjutnya melahirkan
proses pembentukan hukum-hukum Islam termasuk Qawaid Fiqhiyyah. Atas
3 Hasbi as-siddiqy, Pengantar Hukum Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), 254 Ibid, 275 Ahmad Sudirman Abbas, Sejarah Qawa’id Fiqhiyyah (Jakarta: Radar Jaya Offset, 2004), 1
5
Keterangan di atas dapat dipahami bahwa keberadaan Qawaid Fiqhiyyah pada
periode awal masih dalam tunas perkembangan.
Pada proses munculnya Qawaid Fiqhiyyah dapat dikelompokan dalam tiga
fase, yaitu:6
1. Periode Nabi Muhammad SAW
Berlangsung selama 22 tahun lebih (610-632 H), dan zaman tabi’in serta tabi’
tabi’in yang berlangsung selama 250 tahun (724-974 M / 100-351 H). Tahun 351 H /
1974 M, dianggap sebagai zaman kejumudan, karena tidak ada lagi ulama pendiri
mazhab. Ulama pendiri mazhab terakhir adalah Ibn Jarir al-Thabari (310 H/ 734 M),
yang mendirikan mazhab jaririyah.
Dengan demikian, ketika fiqh telah mencapai puncak kejayaan, kaidah fiqh
baru dibentuk dan ditumbuhkan. Ciri-ciri kaidah fiqh yang dominan adalah Jawami
al-Kalim (kalimat ringkas tapi cakupan maknanya sangat luas). Atas dasar ciri
dominan tersebut, ulama menetapkan bahwa hadith yang mempunyai ciri-ciri tersebut
dapat dijadikan kaidah fiqh. Oleh karena itulah periodesasi sejarah kaidah fiqih
dimulai sejak zaman Nabi Muhammad SAW.
Pada periode ini, tidak ada spesialisasi ilmu tertentu yang dikaji dari al-Qur’an
dan al-Hadith. Semangat Sahabat sepenuhnya dicurahkan kepada jihad dan
mengaplikasikannya apa yang diperoleh dari Nabi berupa ajaran al-Qur’an dan al-
Hadith. Ilmu pengetahuan hanya berkisar pada masalah qira’ah dan mendengarkan
Hadith-Hadith Nabi serta mengaplikasikan dan mengembangkan hukum-hukum yang
telah ditetapkan oleh Nabi ketika menghadapi persoalan-persoalan yang baru.
Artinya pada masa Nabi ini setiap ada permasalahan yang muncul, oleh
sahabat langsung ditanyakan kepada Nabi. Hadith-Hadith Nabi yang membicarakan
tentang hukum, banyak memaki pola qaidah umum yang artinya dapat mencakup dan
menempuh seluruh persoalan-persoalan fiqih (Jawami’ al Kalim). Seperti Hadith
yang berbunyi:7
6 Ibid, 127 Al-Allamah Jalal Al-Faqih Mustafa Dziraq, Qawa’id Fiqhiyyah (Jiddah: Da’r al-Basyir, 2000), 90
6
a. بالضمانالخرج (hak menerima hasil karena harus menanggung kerugian)
b. kerusakan yang dibuat oleh kehendak binatang sendiri) العجماء جرحها جبار
tidak dikenakan ganti rugi)
Menurut para ahli fiqih, Hadith-Hadith diatas berbentuk ungkapan yang
berpola qaidah fiqih. Walaupun Hadith tersebut secara formal belum disebut kaidah
tetapi tetap sebagai hadith saat itu, seperti:
a. Pinjaman adalah amanah
b. Hutang harus dibayar
c. Orang yang menjamin adalah penanggung
Hadith-Hadith diatas memiliki arti umum yang mencakup beberapa aspek
hukum dan merangkul masalah-masalah yang bersifat subordinatif.
Berdasarkan uraian diatas dapat kita simpulkan bahwa dari sekian ribu Hadith
terdapat Hadith-Hadith yang memiliki karakter yang sama dengan kaidah fiqih yang
keberadaannya sangat penting dalam ilmu fiqh.8
2. Periode Sahabat
Sahabat juga berjasa dalam ilmu kaidah fiqh, karena turut serta membentuk
kaidah fiqh. Para sahabat dapat membentuk kaidah fiqh karena dua keutamaan, yaitu
mereka adalah murid Rasulullah SAW dan mereka tahu situasi yang menjadi
turunnya wahyu dan terkadang wahyu turun berkenaan dengan mereka.
Athar (pernyataan) sahabat yang dapat dikatagorikan Qawaid Fiqhiyyah
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Pernyataan Umar bin Khatab ra (w.23 H) yang diriwayatkan oleh al-Bukhari
(w. 256 H) dalam kitabnya Shahih al-Bukhari:
الشروط عند الحقوق Penerimaan) مقاطع hak berdasarkan kepada syarat-
syarat).
b. Pernyataan Ali bin Abi Thalib ra (w. 40 H) yang diriwayatkan oleh Abd al-
Razaq (w.211 H): عليه ضمان فال الزبح قاسم Orang) من yang membagi
keuntungan tidak harus menanggung kerugian).
8 Ahmad Sudirman Abbas, Op. Cit, 9
7
Athar Umar bin Khatab ra di atas menjadi kaidah dalam masalah syarat. Athar
Ali bin Abi Thalib menjadi kaidah yang subur dalam bidang persoalan harta benda,
seperti mudharabah dan syirkah.9
3. Periode Tabi’in
Mengenai keberadaan Qawaid Fiqhiyyah pada masa tabi’in, bisa dikatakan
pada masa ini adalah masa awal perkembangan fiqih. Dimana hal yang menonjol
pada masa ini yaitu dimulai pendasaran terhadap ilmu fiqih. Pada periode ini juga
ditandai dengan munculnya para ulama-ulama fiqih atau para pembesar dan murid-
muridnya yang memberikan pengarahan-pengarahan kepada kelompok masarakat
yang mengkaji fiqih ketika itu. Kelompok kajian ini pada setiap daerah biasanya di
kepalai oleh para tabi’in seperti:10
a. Said bin Musayyab di Madinah,
b. Atha bin Abi Rabah di Makah,
c. An-Nakahi di Kuffah,
d. Hasan al basri di Basrah,
e. Makhul di Syam, dan
f. Thawus di Yaman.
Berbeda dengan masa Khulafa al-Rasyidun, pada masa ini kajian fiqih masuk
dan lebih condong pada wilayah teori. Banyak hukum fiqih yang di produksi oleh
proses penalaran terhadap teori di bandingkan hukum fiqih yang di hasilkan dari
pemahaman terhadap kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya yang disamakan
dengan kasus baru. Sehingga, fiqih tidak hanya mampuh menjelaskan persoalan-
persoalan Waqi’iyyah (aktual) namun lebih dari itu.
C. Masa Perkembangan Dan Pembentukan
Uraian mula-mula metode ini diberi nama atau di kenal dengan al-Qowaid
atau ad-Dhawabid, al-Faruq, al-Alghaz, Muthorohat al- Afrad, Maarif al-Afrad dan
9 Nur Aslami, Sejarah Qaidah Fiqhiyah, (http://nurieas.blogspot.com, 2011) diakses tanggal 20 Maret 2013
10 Ahmad Sudirman Abbas, Op. Cit, 12-13
8
al-Khiyal.11 Melalui proses yang panjang dalam masa perkembangan dan
pembentukan akhirnya melahirkan nama baku untuk kajian keilmuan ini yaitu Ilmu
al-Qawaid al-Fiqhiyyah (kaidah-kaidah fiqih) atau dalam terminolgi lain dikenal al-
Asybah wa al-Nazhair (hal yang serupa dan sebanding).12
1. Masa Perkembangan
Perkembangan Qawaid fiqhiyyah terjadi pada masa tabi’in. Pada periode ini
adalah adalah masa awal perkembangan fiqh karena pada masa inilah dimulai
pendasaran terhadap ilmu fiqih. Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa ada masa
pendasaran ini adalah awal dari kecenderungan fiqih untuk berada pada wilayah teori.
Hal ini berbeda dengan masa khulafa al-rasyidun yang menjadikan fiqih berada dalam
wilayah praktek sebagaimana yang ada pada masa Nabi.
Dengan masuknya fiqih pada wilayah teori, banyak hukum fiqih yang di
produksi oleh proses penalaran terhadap teori di bandingkan hukum fiqih yang di
hasilkan dari pemahaman terhadap kasus-kasus yang pernah terjadi sebelumnya yang
disamakan dengan kasus baru. Sehingga, fiqih tidak hanya mampuh menjelaskan
persoalan-persoalan waqi’iyyah (aktual) namun lebih dari itu. Disamping itu juga,
periode ini merupakan awal perubahan fiqih dari sifatnya yang Waqi’iyah (aktual)
menjadi nazariyyah (teori).13
Setelah melewati masa pendasarannya ilmu fiqh mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Hal ini ditandai dengan banyaknya bermunculan madzhab-
madzhab yang diantaranya adalah madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Madzhab
Maliki, Madzhab Syafi’i dan Madzhab Ahmad) sebagaimana yang telah kita ketahui.
Perkembangan berikutnya mengalami perkembangan yang sangat signifikan, dari
menulis, pembukuan, hingga penyempurnaannya pada akhir abad ke-13 H.
2. Masa Pembentukan
11 Al-Allamah Jalal Al-Faqih Mustafa Dziraq, Qawa’id Fiqhiyyah (Jiddah: Da’r al-Basyir, 2000), 13412 A. Djazuli, Kidah-Kaidah Fiqih : Kidah-kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-
Masalah yang Praktis (Jakarta: Fajar Interpratama Offset, 2010), 713 Ahmad Sudirman Abbas, Op. Cit,
9
Sulit diketahui siapa pembentuk pertama kaidah fiqih yang jelas dengan
meneliti kitab-kitab kaidah fiqih dan masa pembentukannya secara bertahap dalam
proses sejarah hukum Islam. Walaupun demikian, dikalangan ulama di bidang fiqih
menyebutkan bahwa Abu Thahir al-Dibasi, ulama dari mazhab Hanafi yang hidup
diakhir abad ke-3 dan awal abad ke-4 H telah mengumpulkan Kaidah fiqih mazhab
Hanafi sebanyak 17 kaidah.14
Kemudian Abu Saad Al-Harawi, seorang ulama mazhab Syafi’i mengunjungi
Abu Thahir dan mencatat kaidah fiqih yang dihafalkan oleh Abu Thahir. Setelah
kurang lebih seratus tahun kemudian, datang Ulama besar Imam Abu Hasan al-
Karkhi yang kemudian menambah kaidah fiqih dari Abu Thahir menjadi 37 kaidah.
Keterangan diatas menerangkan bahwa kaidah-kaidah fiqih muncul pada akhir
abad ke-3 Hijriah. Ketika itu, tantangan dan masalah-masalah yang harus dicarikn
solusinya bertambah beriringan meluasnya wilayah kekuasaan kaum muslim. Maka
para Ulama membutuhkan metode yang mudah untuk menyelesaikan masalah
kemudian muncullah kaidah-kaidah fiqih. Dalam buku kaidah-kaidah fiqih karangan
A. Djazuli digambarkan bahwa skema pembentukan kaidah fiqih adalah sebagai
berikut:15
14 A. Djazuli, Op. Cit, 1215 Ibid, 13-14
Pengujian Kaidah (5)
Qanun (8)Fiqh (7)Kaidah Fiqh (6)
Kaidah Fiqh (4)Fiqh (3)Ushul Fiqh (2)Al-Qur’an, Hadith (1)
10
D. Masa Kematangan dan Penyempurnaan
1. Masa Kematangan
Menurut. data sejarah bahwa ahli fiqih yang pertama kali menekuni kaidah
dan memperluas sampai pada furu’nya untuk dijadikan kaidah adalah ahli fiqih dari
kalangan mazhab Hanafi seperti yang dilakukan oleh Imam Muhammad dalam kitab
al-Ashal. Adapun orang yang pertama kali memberikan informasi tentang
pengumpulan kaidah fiqhiyyah dalam mazhab Hanafi adalah Imam al-Ala’i al-
Ayafi’i, al-Suyuti dan Ibnu Nujaim.16
Sedangkan dari mazhab syafi’i ialah Abu Saad Al-Harawi yang mengunjungi
Abu Thahir dan mencatat kaidah fiqih yang dihafalkan oleh Abu Thahir. Setelah
kurang lebih seratus tahun kemudian, datang Ulama besar Imam Abu Hasan al-
Karkhi yang kemudian menambah kaidah fiqih dari Abu Thahir menjadi 37 kaidah.
Pada abad ke-5, Imam Abu Zaid al-Dabusi menambah jumalah kaidah imam
karakhi. Oleh sebab itu, diperkirakan abad ke-4 H adalah tahap kedua dari periode
kemunculan dan awal penulisan kaidah fiqhiyyah. Hal ini terbukti dengan ditemukan
kitab tentang qaidah pada abad ini.12 Yaitu kitab Ta’sir al-Nadlar karya al-Dabusi.
Setelah ini, baru pada abad ke-6 muncul satu kitab yang ditulis oleh Ala’uddin
Muhammad bin ahmad al-Samarqandi dengan judul Idhah al-Qaidah.
Pada abad ke-7 H qaidah fiqhiyyah mengalami perkembangan yang sangat
signifikan walaupun terlalu dini untuk dikatakan matang. Diantara ulama yang
menulis kitab qaidah pada abad ini adalah Al Allamah bin Ibrohim AL Jurjani al
Sahlaki (W. 613 H) dengan karyanya al-qawaid fi furu’I al Syafi’iyyah, Imam
Izzudin Abdul as Salam (w. 660 H) dengan karyanya Qawaid al-Ahkam fi mashalih
al Anam, Muhammad bin Abdullah bin Rasyid al Bakri al Qafshi (w. 685 H) dengan
karyanya Al Mudzhab fi Qawaid al Madzhab.
Abad ke-8 H adalah masa perkembangan dan dan kemajuan dari qoidah fiqih.
Para ulama fiqih ikut andil besar dalam kemajuan ini. Urutan kitab-kitab qa’idah
terkenal yang ditulis pada abad ini sebagai berikut:
16 Ahmad Sudirman Abbas, Op. Cit, 33-34
11
a) Al-asybah wa al nazair, karya ibnu wakil as-syafi’i (w.716 H),
b) Kitab Al-qawa’id, karya maqori al-maliki (w.758 H),
c) Al-ma’ju’ al-mudzhab fi dlabti qawa’idi al-mazhab, karya al-la’i Al-
Ayafi’i. (w.761 H),
d) Al-Sybah wa al-Nazair, karya Tajuddin al-subkhi al-Syafi’i (w.771 H),
e) Al-Sybah wa al-Nazair, karya jamaluddin Al-isnawi Al-syafi’ i(w.772 H),
f) Al-Mantsur fi al-qawaid, karya bahruddin al-Zarkasyi al-Syafi’I (w.794
H),
g) Al- Qawa’id fi al-fiqhi, karya ibnu rajab al-hambali (w.795), dan
h) Al-Qawa’id fi al-Furu’, karya Ali bin Utsman al-Ghazi (w.799).
Pada abad ke-9 H bermunculan karya-karya baru yang masih menggunakan
metode lama. seperti ibnu mulaqqin(804 H) menulis kitab Qa’idah dengan mengikuti
pola kitab subkhi.kitab-kitab lainnya adalah:17
a) Asman al-Maqhasaid fi tahrir al-Qawa’id, karya Muhammad bin Muhammad
Al-Zubairiy(w.707 H)
b) Al-qawa’id; karya ibnu Haa’im al-Mqdisi (w.713 H). di samping itu, dia juga
menyeleksi kitab, Al-majmu’u Al- Muhadzab fi Qawa’idi Al-Mazhab, karya
al-‘Ala’i. kitab itu ia beri nama; Tahriru Al-Qawaidi al-‘Alayyah wa Tamhidu
al-Masaliki Al-fiqhiyyah,
c) Al-Qawaid, karya Taqiyuddin al-Hisniy (W.829 H)
d) Nazmu al-dakhoir fi al-asybah wa al-Nazair; karya Abdurrahman bin ali al
muquddasi yang biasa di panggil dengan;syuqair (w.876 H), dan
e) Al-Qawa’id wa al-dlawaabid karya abdul hadi (w.880 H).
17 Ibid, 38
12
2. Masa Penyempurnaan
Setelah melewati masa pertumbuhan, masa perkembangan dan masa
kodifikasi akhirnya tibalah pada penyempurnaan qaidah fiqih yang dilakukan oleh
para pengikut dan pendukungnya. Periode ini ditandai dengan munculnya kitab
Majallah al Ahkam al Adliyyah. Melalui pengumpulan dan penyeleksian kitab-kitab
fiqih yang kemudian di bukukan dan di gunakan sebagai sumber acuan dalam
menetapkan hukum di beberapa Mahkamah pada masa pemerintahan Sultan Al Ghazi
Abdul Aziz Khan al Utsmani pada akhir abad ke-13 H.18
18 Ibid, 49-50
13
BAB III
PENUTUP
Menurut penuis bahwa qawaid fiqihiyyah adalah sebuah metamorfosa ilmu
hukum yang tumbuh dan berkembang hingga sempurna itu tidak terlepas dari para
pendahulu kita yang berawal dari Nabi Muhammad SAW, Para sahabat Nabi,
Tabi’in, dan hingga tabi’in at-tabi’in yang sangat berjasa dalam pengadaan dan
penyempurnaannya.
Kaidah fiqih ini tumbuh dan berkembang setelah wafatnya Nabi Muhammad
SAW. Jika pada masa Nabi suatu masalah yang terjadi waktu itu, oleh para sahabat
langsung di hadapkan pada beliau akan tetapi setelah beliau wafat, banyak
bermunculan persoalan-persoalan baru yang tidak ada pada masa Nabi. Disinilah
mulai muncul Ijtihad dan penalaran-penalaran para mujtahid dalam memecahkan
persoalan hukum yang tentu dalam metode pengambilan hukumnya disandarkan
kepada al-Qur’an dan Al Sunnah.
14
DAFTAR PUSTAKA
A. Djazuli,. 2010. Kidah-Kaidah Fiqih : Kidah-kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis (Jakarta: Fajar Interpratama
Offset.
Abbas, Ahmad Sudirman. 2004. Sejarah Qawa’id Fiqhiyyah. Jakarta: Radar Jaya
Offset.
Aslami, Nur. 2011. Sejarah Qaidah Fiqhiyah, (http://nurieas.blogspot.com, 2011)
diakses tanggal 20 Maret 2013
as-siddiqy, Hasbi. 1975. Pengantar Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang.
Asy-Syafii, Ahmad MuhammaD. 1983. Ushul Fiqh Al-Islami. Iskandariyah
Muassasah Tsaqofah Al Jamiiyah.
Dziraq, Al-Allamah Jalal Al-Faqih Mustafa. 2000. Qawa’id Fiqhiyyah Jiddah: Da’r
al-Basyir.
Dziraq, Al-Allamah Jalal Al-Faqih. 2000. Mustafa Qawa’id Fiqhiyyah Jiddah: Da’r
al-Basyir.
Ridwan, Fathi. 1969. Min Falsafatil Tasyri' Islam, Kairo: Darul katib al-Araby.