PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN...
Transcript of PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK BADAN...
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 1
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
1. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tanah dan bangunan
merupakan barang komoditi atau
merupakan barang ekonomi yang
berpengaruh sangat kuat terhadap
kehidupan bangsa , negara dan
penduduknya. Negara sebagai
organisasi yang mengatur dan
memerintah rakyat serta kehidupan
bernegara demi mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya berkewajiban untuk
mengatur tata hidup dan
pendayagunaan tanah baik sebagai
barang ekonomi maupun tempat
tinggal. Untuk itu sudah sejak zaman
kerajaan sampai dengan berdirinya
Negara, pendayagunaan tanah ini
diatur oleh para penguasa atau Negara. Salah satu pengaturan pendayagunaan tanah
disamping melalui Undang-undang Pokok Peraturan Agraria, Land Use dan Land Reform
adalah melalui Perpajakan Atas Tanah.
Sebelum tahun 1985 disadari bahwa saat itu berlaku sistem perpajakan atas
tanah dan bangunan khususnya yang menyangkut pajak kebendaan dan pajak
kekayaan yang diciptakan sejak zaman Belanda, telah menimbulkan tumpang tindih
antara satu pajak dengan pajak lainnya sehingga menyebabkan pajak berganda bagi
masyarakat. Sesuai dengan amanat yang terkandung dalam GBHN perlu diadakan
pembaharuan sistem perpajakan yang berlaku dengan sistem yang memberikan
kepercayaan kepada wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya serta memenuhi
haknya di bidang perpajakan sehingga dapat mewujudkan perluasan dan peningkatan
kesadaran kewajiban perpajakan serta meratakan pendapatan masyarakat.
B. TUJUAN INSTRUKSIONAL
Hak cipta : �Seluruh tulisan pada modul ini merupakan milik dari Pusdiklat Pajak � BPPK, hasil tulisan dari Widyaiswara Pusdiklat Pajak, Drs. Darwin, MBP.� �Modul ini dapat digunakan dalam rangka proses pembelajaran, dengan tetap mencantumkan penulis dan pemilik sah dokumen ini. Dilarang mengunakan sebagian atau seluruh isi dari modul ini untuk kepentingan komersial. �
id36287531 pdfMachine by Broadgun Software - a great PDF writer! - a great PDF creator! - http://www.pdfmachine.com http://www.broadgun.com
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 2
1. Tujuan Instruksional Umum
Setelah mendapatkan pelajaran ini para peserta didik diharapkan dapat mengerti,
memahami, dan menjelaskan serta melaksanakan ketentuan yang tercantum dalam
Undang Undang PBB beserta segala aturan pelaksanaannya mulai dari latar belakang,
dasar hukum, sampai dengan sanksi yang dikenakan terhadap pejabat yang melanggar
ketentuan.
2. Tujuan Instruksional Khusus
Setelah mendapatkan pelajaran ini, para peserta didik diharapkan dapat :
a. Mengerti dan memahami latar belakang dan tujuan ditetapkannya Undang-
undang PBB.
b. Memahami falsafah, dasar hukum, terminology, ketentuan dan segala
peraturan ikutan dari Undang-undang PBB.
c. Memahami dan menjelaskan tentang objek, subjek, tarif, dan dasar
pengenaan PBB.
d. Memahami dan menjelaskan serta melaksanakan tatacara perhitungan PBB.
e. Memahami dan menjelaskan tempat dan saat terutang PBB, tempat dan
tatacara pembayaran serta tatacara penagihan PBB.
f. Memahami, menjelaskan , dan melaksanakan pemberian pelayanan atas
permohonan keberatan, banding, dan pengurangan PBB.
g. Memahami dan menjelaskan mekanisme pembayaran, pelimpahan, dan
pembagian hasil PBB.
C. SARANA PENUNJANG
Dalam pelaksanaan pembelajaran mata ajar ini perlu ditunjang dengan
sarana/alat guna kemudahan dalam memahami aturan/Undang-undang PBB, seperti:
1. Buku Undang Undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
2. Buku Undang Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan
3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia yang berkenaan dengan Pajak Bumi dan
Bangunan
4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia yang berkenaan dengan Pajak
Bumi dan Bangunan
5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak/Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak yang
berkenaan dengan Pajak Bumi dan Bangunan.
6. Modul/Bahan Ajar mengenai Pajak Bumi dan Bangunan.
7. Transparansi bahan ajar.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 3
2. KEGIATAN BELAJAR 1
DASAR HUKUM, OBJEK, SUBJEK TARIF DAN DASAR PENGENAAN
A. DASAR HUKUM
Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan berdasarkan kepada Undang-Undang
No.12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan yang telah disempurnakan dengan
Undang-undang No.12 Tahun 1994 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No.12
Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan dan seterusnya di dalam tulisan ini
disebut dengan UU PBB.
B. OBJEK DAN SUBJEK
Objek dari PBB adalah Bumi dan/atau Bangunan. Menurut UU PBB, Bumi dapat
diartikan sebagai permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Sedangkan
permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman serta laut wilayah Indonesia.
Bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada
tanah dan / atau perairan. Di dalam memori penjelasan UU PBB yang termasuk
bangunan adalah :
jalan lingkungan dalam suatu komplek bangunan
jalan tol
kolam renang
pagar mewah , taman mewah
tempat olah raga
galangan kapal , dermaga
tempat penampungan/kilang minyak, air dan gas, pipa minyak
fasilitas lain yang memberi manfaat
Di dalam UU PBB juga diatur beberapa objek pajak yang tidak dikenakan PBB
yaitu:
objek yang digunakan semata-mata untuk kepentingan umum dibidang ibadah, sosial,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan
Objek yang digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala atau yang sejenis
dengan itu
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 4
Objek yang merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman
nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, tanah negara yang belum
dibebani suatu hak
Objek yang dipergunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan azas
perlakuan timbal balik
Objek yang digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang
ditentukan oleh Menteri Kuangan
Subjek dari PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai
dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Apabila subjek pajak tersebut dikenakan
kewajiban membayar pajak maka subjek pajak tersebut menjadi wajib pajak.
C. TARIF
PBB mempunyai tarif tunggal (single tariff) sebesar 0,5% yang berlaku sejak UU
PBB tahun 1985 sampai dengan sekarang.
D. DASAR PENGENAAN
Yang menjadi Dasar Pengenaan PBB adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang
mempunyai pengertian sebagai berikut: �harga rata-rata yang diperoleh dari transaksi jual
beli yang terjadi secara wajar, dan bilamana tidak terdapat transaksi jual beli, NJOP
ditentukan melalui perbandingan harga dengan objek lain yang sejenis, atau nilai
perolehan baru, atau nilai jual objek pajak pengganti�.
Berdasarkan pengertian NJOP tersebut terdapat 3(tiga) pendekatan penilaian yang dapat
dilakukan untuk menentukan besarnya NJOP yaitu :
1. Pendekatan Data Pasar (Market Data Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek
(properti) dengan jalan membandingkan objek yang dinilai dengan objek lain yang
sejenis yang telah diketahui nilai jualnya. Pendekatan ini dapat juga disebut dengan
Metode Perbandingan Harga.
2. Pendekatan Biaya ( Cost Approach ) yaitu menentukan nilai suatu objek (properti)
dengan jalan menghitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh objek
tersebut. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya bangunan baru kemudian dikurangi
dengan penyusutan yang ada.
3. Pendekatan Pendapatan (Income Approach) yaitu menentukan nilai suatu objek
(properti) dengan jalan mengkapitalisasikan pendapatan bersih dari objek tersebut
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 5
dengan suatu tingkat kapitalisasi tertentu. Pendekatan ini dapat juga disebut
Pendekatan Kapitalisasi.
NJOP ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap 3(tiga) tahun, kecuali daerah tertentu
setiap tahun sesuai dengan perkembangan sosial dan ekonomi setempat.
NJOP dikelompokkan kedalam klas-klas yang disebut dengan klasifikasi NJOP baik
untuk bumi maupun bangunan. Klasifikasi NJOP bumi terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu
kelompok A (50 klas) dengan klas tertinggi Rp3.100.000,- per M2 dan klas terendah
Rp140,- per M2 dan kelompok B (50 klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp68.545.000,-
per M2 dan klas terendah sebesar Rp3.375.000,- per M2. Klasifikasi NJOP bangunan
terdiri dari 2(dua) kelompok yaitu kelompok A (20 klas) dengan klas tertinggi sebesar
Rp1.200.000,- per M2 dan klas terendah sebesar Rp50.000,- per M2 dan kelompok B (20
klas) dengan klas tertinggi sebesar Rp15.250.000,- per M2 dan klas terendah sebesar
Rp1.516.000,- per M2.
Latihan:
1. Sebutkan definisi Bumi dan Bangunan menurut Undang-undang PBB
2. Sebutkan 3(tiga) objek yang tidak dikenakan PBB
3. Apa yang dimaksud dengan Azas Perlakukan Timbal Balik dalam pengenaan
PBB? Jelaskan dengan contoh
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 6
3. KEGIATAN BELAJAR 2
DASAR PERHITUNGAN DAN CARA MENGHITUNG PBB A. DASAR PERHITUNGAN PBB
Yang menjadi dasar perhitungan PBB adalah Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yaitu
suatu persentase tertentu dari NJOP. Berdasarkan UU PBB, NJKP ditentukan serendah-
rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari NJOP. Berdasarkan Peraturan
Pemerintah No: 25 Tahun 2002 tanggal 13 Mei 2002 ditetapkan bahwa untuk objek pajak
dengan nilai jual satu milyar atau lebih serta objek pajak sektor perkebunan, perhutanan
dan pertambangan NJKPnya sebesar 40% dari NJOP dan untuk objek pajak lainnya
sebesar 20% dari NJOP.
B. BATAS TIDAK KENA PAJAK
Di dalam pengenaan PBB terdapat suatu batas nilai yang tidak dikenakan pajak
yang disebut Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP). Berdasarkan
Keputusan Menteri Keuangan No: 201/KMK.04/2000 tanggal 6 Juni 2000 ditetapkan
batas NJOPTKP maksimum sebesar Rp12 juta per Wajib Pajak dan ditetapkan secara
regional.
C. CARA MENGHITUNG PBB
Dari beberapa parameter yang telah disebutkan di atas maka besarnya PBB
terutang dapat dihitung dengan menggunakan formula:
PBB = Tarif x NJKP x (NJOP - NJOPTKP)
= 0,5% x 20% x (NJOP - NJOPTKP) atau
= 0,5% x 40% x (NJOP - NJOPTKP)
CONTOH-CONTOH PERHITUNGAN PBB:
1. Amir memiliki tanah dan bangunan dengan rincian sbb :
Luas tanah : 500 M2; nilai tanah : Rp90.000.000,-
Luas bangunan : 150 M2; nilai bangunan : Rp37.500.000,-
Hitung besarnya PBB atas tanah dan bangunan pak Amir tersebut apabila NJOPTKP
sebesar Rp10.000.000,-
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 7
Jawab :
Nilai tanah per M2 = 90.000.000 / 500 = Rp180.000,- --> konversi --> Klas A.26 : NJOP =
Rp200.000,- / M2
Nilai bangunan per M2 = 37.500.000 / 150 = Rp250.000,- --> konversi --> Klas A.11:
NJOP = Rp225.000,- / M2
NJOP Tanah : 500 x Rp200.000,- = Rp100.000.000,-
NJOP bangunan : 150 x Rp225.000,- = Rp 33.750.000,-
NJOP tanah dan bangunan = Rp133.750.000,-
NJOPTKP = Rp 10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp123.750.000,-
PBB = 0,5% x 20% x Rp123.750.000,- = Rp123.750,-
2. Asiong seorang pedagang memiliki properti harta tetap dengan rincian sbb :
Luas tanah : 500 M2 ; nilai tanah : Rp1.750.000.000,-
Luas bangunan : 400 M2 ; nilai bangunan : Rp600.000.000,-
Hitung besarnya PBB atas properti Asiong tersebut bila NJOP.TKP = Rp10 juta
Jawab :
Nilai tanah/M2 = 1.750.000.000 / 500 = Rp3.500.000,- --> konversi --> Klas B.50 : NJOP
= Rp3.375.000,- / M2
Nilai bangunan/M2 = 600.000.000 / 400 = Rp1.500.000,---> konversi --> Klas B.20 :
NJOP = Rp1.516.000,- / M2
NJOP tanah : 500 x Rp3.375.000,- = Rp1.687.500.000,-
NJOP bangunan : 400 x Rp1.516.000,- = Rp 606.400.000,-
NJOP tanah dan bangunan = Rp2.293.900.000,-
NJOPTKP = Rp 10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp2.283.900.000,-
PBB = 0,5% x 40% x Rp2.283.900.000,- = Rp4.567.800,-
3. Ibu Wati memiliki sebuah toko, nilai tanah dan bangunannya beragam dengan rincian
sbb :
Luas tanah 1 : 3.000 M2 ; nilainya : Rp2.100.000.000,-
Luas tanah 2 : 5.000 M2 ; nilainya : Rp3.000.000.000,-
Luas bang. 1 : 1.500 M2 ; nilainya : Rp375.000.000,-
Luas bang. 2 : 2.000 M2 ; nilainya : Rp600.000.000,-
Hitung besarnya PBB atas toko Ibu Wati tersebut bila NJOP.TKP = Rp10 juta
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 8
Jawab :
Luas tanah 1 dan 2 = 8.000 M2 ; nilainya = Rp5.100.000.000,-
Nilai tanah/M2 = 5.100.000.000 / 8.000 = Rp637.500,- --> konversi --> Kls A.19 : NJOP =
Rp614.000,- / M2
Luas bangunan 1 dan 2 = 3.500 M2 ; nilainya = Rp975.000.000,-
Nilai bangunan/M2 = 975.000.000 / 3.500 = Rp278.571,- --> konversi --> Kls A.9 : NJOP
= Rp310.000,- / M2
NJOP tanah : 8.000 x Rp614.000,- = Rp4.912.000.000,-
NJOP bangunan : 3.500 x Rp310.000,- = Rp1.085.000.000,-
NJOP tanah dan bangunan = Rp5.997.000.000,-
NJOPTKP = Rp 10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp5.987.000.000,-
PBB = 0,5% x 40% x Rp5.987.000.000,- = Rp11.974.000,-
4. Ibu Rita memiliki rumah dan toko yang letaknya terpisah di Jalan Kemanggisan,
Jakarta Barat dengan rincian sbb :
Rumah : Luas tanah : 500 M2 ; NJOPnya = Rp3.745.000,-/ M2 ( kls B.49 )
Luas bang. : 300 M2 ; NJOPnya = Rp1.516.000,- / M2 ( kls B.20 )
Toko : Luas tanah : 500 M2 ; NJOPnya = Rp4.605.000,- / M2 ( kls B.47 )
Luas bang. : 400 M2 ; NJOPnya = Rp1.833.000,- / M2 ( kls B.19 )
Hitung besarnya PBB atas rumah dan toko Ibu Rita tersebut bila NJOP.TKP = Rp10 juta
Jawab :
Rumah :
NJOP tanah : 500 x Rp3.745.000,- = Rp1.872.500.000,-
NJOP bangunan ; 300 x Rp1.516.000,- = Rp 454.800.000,-
NJOP tanah dan bangunan = Rp2.327.300.000,-
NJOPTKP = Rp 0
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp2.327.300.000,-
PBB = 0,5% x 40% x Rp2.327.300.000,- = Rp4.654.600,-
Toko :
NJOP tanah : 500 x Rp4.605.000,- = Rp2.302.500.000,-
NJOP bangunan : 400 x Rp1.833.000,- = Rp 733.200.000,-
NJOP tanah dan bangunan = Rp3.035.700.000,-
NJOPTKP = Rp 10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp3.025.700.000,-
PBB = 0,5% x 40% x Rp3.025.700.000,- = Rp6.051.400,-
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 9
D. PERHITUNGAN PBB UNTUK RUMAH SUSUN
Rumah susun merupakan suatu kawasan dimana para penghuninya selain
memanfaatkan unit-unit rumah susun tersebut juga memanfaatkan areal yang merupakan
objek pajak yang dimanfatkan secara bersama-sama seperti tempat parkir, tangga,
emperan (kaki lima) dan lain sebagainya. Oleh karena adanya objek yang dimanfaatkan
secara bersama-sama tersebut maka luas tanah dan bangunan yang dimanfaatkan
dibagi secara proporsional kepada setiap penghuni rumah susun tersebut.
Contoh perhitungan :
Perum Perumnas mendirikan rumah susun dengan data sebagai berikut :
a. Luas tanah : 5.000 M2 ; NJOP = Rp36.000,- / M2 (kls A.33)
b. Luas bangunan hunian :
tipe 21 : 200 unit = 4.200 M2
tipe 36 : 100 unit = 3.600 M2
tipe 48 : 50 unit = 2.400 M2
Luas bangunan hunian = 10.200 M2
NJOP bangunan hunian = Rp264.000,- / M2 ( kls A.10 )
c. Bangunan bersama :
Tangga, kaki lima seluas : 1.800 M2 ( kls A.10 )
d. Bangunan sarana :
Jalan, tempat parkir dll : 2.000 M2 ( kls A.10 )
Hitung PBB masing-masing hunian bila NJOP.TKP = Rp10.000.000,-
Jawab :
NJOP tanah : 5.000 x Rp36.000,- = Rp 180.000.000,-
NJOP bangunan :
Hunian : 10.200 x Rp264.000,- = Rp2.692.800.000,-
Bersama : 1.800 x Rp264.000,- = Rp 475.200.000,-
Sarana : 2.000 x Rp264.000,- = Rp 528.000.000,-
Jumlah NJOP bangunan = Rp3.696.000.000,-
PBB tipe 21 :
NJOP tanah : (21/10.200) x Rp180.000.000,- = Rp 370.588,-
NJOP bang. : (21/10.200) x Rp3.696.000.000,- = Rp 7.609.411,-
NJOP tanah dan bangunan = Rp 7.979.999,-
NJOPTKP (asumsi) = Rp10.000.000,-
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 10
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 0
PBB tipe 21 = Rp 0
PBB tipe 36 :
NJOP tanah : (36/10.200) x Rp180.000.000,- = Rp 635.294,-
NJOP bang. : (36/10.200) x Rp3.696.000.000,- = Rp 13.044.705,-
NJOP tanah dan bangunan = Rp 13.679.999,-
NJOPTKP (asumsi) = Rp 10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 3.679.999,-
PBB terutang : 0,5% x 20% x Rp3.679.999,- = Rp 3.680,- (pembulatan)
PBB tipe 48 :
NJOP tanah : (48/10.200) x Rp180.000.000,- = Rp 847.062,-
NJOP bang. : (48/10.200) x Rp3.696.000.000,- = Rp17.393.006,-
NJOP tanah dan bangunan = Rp18.240.068,-
NJOPTKP (asumsi) = Rp10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp 8.240.068,-
PBB terutang : 0,5% x 20% x Rp8.240.068,- = Rp 8.240,-
Latihan:
1. Sebutkan 3(tiga) hal pokok yang diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 25
Tahun 2002 tentang Dasar Perhitungan PBB.
2. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
201/KMK.04/2000 ditetapkan batas tidak kena pajak adalah Rp12 juta per Wajib
Pajak, jelaskan!
3. Pak Sumarlan memiliki rumah dan tanah kosong dengan rincian sebagai berikut:
a. Rumah: Luas tanah = 500 M2; Nilai seluruhnya=Rp1 milyar
Bangunan dua lantai, masing-masing 200 M2 dengan nilai
seluruhnya=Rp1 milyar
Kolam renang: 10m x 15 m dengan nilai=Rp300 juta
Taman mewah: 100 M2 dengan nilai=Rp100 juta
Pagar mewah: 300 M2 dengan nilai =Rp360 juta
b. Tanah kosong seluas 1000 M2 dengan nilai beragam sebagai berikut:
600 M2 dengan nilai = Rp1.200.000.000,-
400 M2 dengan nilai = Rp1.000.000.000,-
Hitung besarnya PBB yang menjadi kewajiban Pak Sumarlan tersebut apabila
NJOPTKP ditentukan sebesar Rp10.000.000,-
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 11
4. KEGIATAN BELAJAR 3
SEKTOR PERKEBUNAN, KEHUTANAN DAN PERTAMBANGAN
Sebagaimana diketahui didalam pembagian PBB terdapat 5(lima) sektor yaitu:
Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan. Contoh-contoh
perhitungan di dalam BAB II adalah termasuk dalam sektor Pedesaan dan Perkotaan.
Adapun sektor Perikanan (Bidang Perikanan) adalah termasuk didalam sektor Pedesaan
atau Perkotaan tergantung dimana letak perikanan yang bersangkutan dan akan dibahas
dalam BAB IV.
Fokus utama untuk perhitungan PBB Perkebunan, Kehutanan dan Pertambangan
adalah menentukan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Bilamana NJOP telah diperoleh
maka dengan mudah dapat dihitung PBBnya.
A. SEKTOR PERKEBUNAN :
Pengenaan PBB sektor perkebunan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-21/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999.
Didalam sektor perkebunan terdapat berbagai jenis areal (tanah) dengan karakteristik
yang berbeda sehingga NJOP masing-masing areal juga berbeda sesuai dengan Nilai
Indikasi Rata-rata masing-masing tanah diareal yang bersangkutan. Adapun areal-areal
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Areal Kebun, yaitu areal yang sudah diolah dan ditanami dengan komoditas
perkebunan baik yang telah menghasilkan maupun belum menghasilkan
NJOP = NJOP tanah + Standar Investasi Tanaman
NJOP tanah : sesuai dengan karakteristik tanah dan NIR hasil pendataan dan
penilaian yang kemudian dituangkan kedalam bentuk Surat Keputusan Kakanwil DJP
Standar Investasi Tanaman : jumlah modal yang diinvestasikan menurut umur dan
jenis tanaman dalam satuan rupiah per hektar
2. Areal yang sudah diolah tapi belum ditanami.
NJOP = NJOP tanah + Biaya Pengolahan/pematangan tanah dalam satu tahun
3. Areal Emplasemen, yaitu areal yang diatasnya terdapat bangunan dan / atau
pekarangan
NJOP = NJOP tanah
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 12
4. Areal lain, yaitu areal selain areal kebun dan areal emplasemen yang berupa areal
belum diolah, rawa, cadas, jurang atau tanah lain yang tidak dapat dimanfaatkan untuk
perkebunan.
NJOP = NJOP tanah
Contoh perhitungan :
PT.Sawit Seberang, sebuah perusahaan perkebunan kelapa sawit didaerah
Sumatera Utara memiliki/menguasai/mendapat manfaat dari tanah dan bangunan dengan
rincian sebagai berikut :
A. Tanah
1. Areal kebun :
a. Usia tanaman 2 tahun : 100 Ha, kelas A.42 ( Rp1.700,- / M2 )
S I T : Rp2.795.000,- per Ha
b. Tanaman sudah menghasilkan : 300 Ha, kelas A.42
S I T : Rp5.646.000,- per Ha
2. Areal emplasemen :
a. Kantor : 0,5 Ha , kelas A. 36 ( Rp14.000,- / M2 )
b. Gudang : 1 Ha , kelas A.37 ( Rp10.000,- / M2 )
c. Pabrik : 2 Ha, kelas A. 37
B. Bangunan :
a. Kantor : 500 M2 , kelas A. 4 ( Rp700.000,- / M2 )
b. Gudang : 1.000 M2, kelas A. 6 ( Rp505.000,- / M2 )
c. Pabrik : 4.000 M2 , kelas A. 8 ( Rp365.000,- / M2 )
Hitung PBB tahun 2003 atas perkebunan tersebut bila NJOPTKP : Rp10 juta
Jawab :
A. NJOP Tanah
1. Areal Kebun :
a. Usia tanaman 2 tahun : 100 x 10.000 x Rp1.700,- = Rp 1.700.000.000,-
100 x Rp2.795.000,- = Rp 279.500.000,-
b. Tanaman sdh menghasilkan : 300 x 10.000 x Rp1.700,- = Rp 5.100.000.000,-
300 x Rp5.646.000,- = Rp 1.693.800.000,-
2. Areal Emplasemen :
a. Kantor : 0,5 x 10.000 x Rp14.000,- = Rp 70.000.000,-
b. Gudang : 1 x 10.000 x Rp10.000,- = Rp 100.000.000,-
c. Pabrik : 2 x 10.000 x Rp10.000,- = Rp 200.000.000,-
NJOP Tanah ( 1 + 2 ) = Rp 9.143.300.000,-
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 13
B. NJOP Bangunan :
a. Kantor : 500 x Rp700.000,- = Rp 350.000.000,-
b. Gudang : 1.000 x Rp505.000,- = Rp 505.000.000,-
c. Pabrik : 4.000 x Rp365.000,- = Rp 1.460.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp 2.315.000.000,-
NJOP Tanah dan Bangunan ( A + B ) = Rp11.458.300.000,-
NJOPTKP = Rp 10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp11.448.300.000,-
PBB : 0,5% x 40% x Rp11.448.300.000,- = Rp 22.896.600,-
B. SEKTOR KEHUTANAN
Pengenaan PBB sektor kehutanan berdasarkan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor
SE-73/PJ.6/1999 tanggal 16 Desember 1999.
Didalam sektor kehutanan terdapat berbagai jenis areal hutan yaitu :
1. Areal Produktif yang disebut juga Areal Blok Tebangan yaitu areal hutan dimana kayu-
kayu pada areal tersebut mempunyai umur ataupun diameter yang cukup untuk
ditebang dan bernilai ekonomis. Luas areal ini biasanya dinyatakan didalam Rencana
Karya Tahunan (RKT) yang diterbitkan oleh Dinas Kehutanan kepada para pengusaha
hutan.
2. Areal Belum/Tidak Produktif yang disebut juga Areal Non Blok Tebangan yaitu areal
hutan dimana kayu-kayunya belum layak ditebang karena belum cukup umur dan tidak
ekonomis untuk ditebang.
3. Areal Lainnya yaitu areal yang tidak ada tegakannya (tidak ada pepohonannya) seperti
rawa, payau, waduk/danau, atau yang digunakan oleh pihak ketiga secara tidak sah.
4. Log Ponds yaitu areal perairan didalam hutan yang digunakan untuk tempat
penimbunan kayu.
5. Log Yards yaitu areal daratan didalam hutan yang digunakan untuk penimbunan kayu.
6. Areal Emplasemen yaitu merupakan areal dimana didirikan bangunan-bangunan yang
berkenaan dengan usaha bidang kehutanan
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 14
Untuk menentukan NJOP sektor kehutanan dapat dibagi atas 2(dua) kategori
tergantung kepada jenis hak untuk mengelola/mengusahakan hutan tersebut yaitu :
1. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan (HPH), Hak
Pemungutan Hasil Hutan (HPHH), Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) dan Izin Sah lainnya
selain Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI).
a. NJOP areal produktif ditetapkan sebesar 8,5 kali hasil bersih dalam satu tahun.
Hasil bersih adalah Pendapatan kotor dikurangi Biaya eksploitasi
Pendapatan kotor adalah total hasil produksi kayu tahun pajak sebelumnya
dikalikan dengan harga pasar kayu bulat dalam tahun pajak berjalan (harga pasar
per 1 Januari).
Biaya eksploitasi terdiri dari :
a. Biaya penanaman ( khusus PT.Perhutani ).
b. Biaya pemeliharaan hutan / perawatan ( khusus PT.Perhutani ).
c. Biaya pengendalian kebakaran dan pengamanan hutan.
d. Biaya penebangan ( upah tenaga kerja dan peralatan ).
e. Biaya pengangkutan sampai ke log ponds atau log yards.
f. PBB dan PSDH ( untuk areal blok tebangan ) tahun pajak sebelumnya.
b. NJOP areal belum/tidak produktif, areal emplasemen dan areal lainnya = NJOP
tanah.
c. NJOP Log Ponds = NJOP Perairan, yaitu berdasarkan korelasi garis lurus
kesamping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah sekitarnya.
2. Sektor Kehutanan yang dikelola berdasarkan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri ( HPHTI ).
a. NJOP Areal Hutan adalah NJOP tanah ditambah Biaya Pembangunan HTI menurut
umur tanaman.
Standar Biaya Pembangunan HTI dibuat berdasarkan data dari Dinas Kehutanan
setempat.
b. NJOP areal emplasemen dan areal lainnya = NJOP tanah
Contoh perhitungan :
1. PT. Wanalestari, suatu perusahaan bidang kehutanan (HPH) di Kalimantan Selatan
memiliki/menguasai/mendapat manfaat dari bumi dan bangunan sbb :
A. Bumi
1. Areal produktif
tanah hutan blok tebangan : 200 Ha, kls A.49 (Rp200,-/ M2)
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 15
2. Areal belum/tidak produktif
Tanah hutan non blok tebangan : 4.000 Ha, kls A.49
3. a.Log ponds : 10 Ha, kls A.49
b. Log yards : 5 Ha, kls A.49
4. Areal lainnya (rawa, payau) : 100 Ha, kls A.50 ( Rp140,- / M2 )
5. Areal Emplasemen :
a. Pabrik : 20.000 M2 ; kls A.45 ( Rp 660,-/M2 )
b. Gudang : 2.000 M2 ; kls A.45
c. Kantor : 1.000 M2 ; kls A.45
d. Perumahan : 10.000 M2 ; kls A.44 ( Rp910,-/ M2 )
B. Bangunan
a. Pabrik : 1.000 M2; kls A.10 (Rp264.000,- / M2 )
b. Gudang : 500 M2; kls A.10
c. Kantor : 200 M2 ; kls A.9 ( Rp310.000,- / M2 )
d. Perumahan : 5.000 M2 ; kls A.9
C. Angka kapitalisasi : 8,5
Hasil bersih sebelum tahun pajak berjalan : Rp1.000.000.000,-
Hitung PBB yang menjadi kewajiban PT. Wanalestari tersebut bila NJOPTKP =
Rp10.000.000,-
Jawab :
A. NJOP Bumi :
1. Areal produktif : 8,5 x Rp1.000.000.000,- = Rp 8.500.000.000,-
2. Areal belum produktif : 4.000 x 10.000 x Rp200,- = Rp 8.000.000.000,-
3.a. Log ponds : 10 x 10.000 x Rp2,70 = Rp 270.000,-
b. Log yards : 5 x 10.000 x Rp200,- = Rp 10.000.000,-
4. Areal lainnya : 100 x 10.000 x Rp140,- = Rp 140.000.000,-
5. Areal Emplasemen :
a. Pabrik : 20.000 x Rp660,- = Rp 13.200.000,-
b. Gudang : 2.000 x Rp660,- = Rp 1.320.000,-
c. Kantor : 1.000 x Rp660,- = Rp 660.000,-
d. Perumahan : 10.000 x Rp910,- = Rp 9.100.000,-
NJOP Bumi (1+2+3+4+5) = Rp16.674.550.000,-
B. NJOP Bangunan :
a.Pabrik : 1.000 x Rp264.000,- = Rp 264.000.000,-
b.Gudang : 500 x Rp264.000,- = Rp 132.000.000,-
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 16
c. Kantor : 200 x Rp310.000,- = Rp 62.000.000,-
d. Perumahan : 5.000 x Rp310.000,- = Rp1.550.000.000,-
NJOP bangunan : = Rp2.008.000.000,-
NJOP Bumi dan Bangunan : = Rp18.682.550.000,-
NJOPTKP : = Rp 10.000.000,-
NJOP untuk perhitungan PBB = Rp18.672.550.000,-
PBB : 0,5% x 40% x Rp18.672.550.000,- = Rp37.345.100,-
2. PT. Wanasetra, sebuah perusahaan pengelola hutan tanaman industri (HPHTI)
memiliki/menguasai/mendapat manfaat dari bumi dan bangunan dengan rincian
sebagai berikut :
A. Tanah
1. Areal produktif
a. Tanah yang ditanami komoditas hutan industri dan telah menghasilkan:
Tanaman sonokeling : 500 Ha, kelas A.39 ( Rp5.000,- / M2 )
Standar Biaya Pembangunan (SBP) = Rp2.930.800,- / Ha.
b. Tanah yang belum menghasilkan :
Sonokeling tahun ke-4 : 100 Ha, kelas A.39; SBP = Rp2.427.800,- / Ha
Sonokeling tahun ke-5 : 200 Ha, kelas A.39; SBP = Rp2.769.800,- / Ha
2. Log Ponds (perairan) : 20 Ha, kelas A.47
3. Areal lainnya (rawa, payau) : 50 Ha, kelas A.50 ( Rp140,- / M2 )
4. Areal Emplasemen :
a. Pabrik : 10.000 M2 , kelas A.43 ( Rp1.200,- / M2 )
b. Gudang : 5.000 M2 , kelas A.43
c. Kantor : 1.000 M2 , kelas A.43
d. Perumahan : 10.000 M2 , kelas A.43
B. Bangunan :
a. Pabrik : 3.000 M2 , kelas A.11 ( Rp225.000,- / M2 )
b. Gudang : 500 M2 , kelas A.11
c. Kantor : 200M2 , kelas A.9 ( Rp310.000,- / M2 )
d. Perumahan : 1.000 M2 , kelas A.11
Hitung PBB yang menjadi kewajiban PT. Wanasetra tersebut apabila NJOPTKP
ditentukan sebesar Rp10.000.000,-
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 17
Jawab :
A. NJOP Tanah
1. Areal Produktif
a. Tanah sudah menghasilkan tanaman sonokeling :
500 x 10.000 x Rp5.000,- = Rp25.000.000.000,-
SBP = 500 x Rp2.930.800,- = Rp 1.465.400.000,-
b. Tanaman belum menghasilkan :
Sonokeling tahun ke-4 : 100x10.000xRp5.000,- = Rp 5.000.000.000,-
SBP = 100 x Rp2.427.800,- = Rp 242.780.000,-
Sonokeling tahun ke-5 : 200x10.000xRp5.000,- = Rp10.000.000.000,-
SBP = 200 x Rp2.769.800,- = Rp 553.960.000,-
2. Log Ponds = 20 x 10.000 x Rp4,80 = Rp 960.000,-
3. Areal lainnya = 50 x 10.000 x Rp140,- = Rp 70.000.000,-
4. Areal Emplasemen :
a. Pabrik = 10.000 x Rp1.200,- = Rp 12.000.000,-
b. Gudang = 5.000 x Rp1.200,- = Rp 6.000.000,-
c. Kantor = 1.000 x Rp1.200,- = Rp 1.200.000,-
d. Perumahan = 10.000 x Rp1.200,- = Rp 12.000.000,-
NJOP Tanah ( 1 + 2 + 3 + 4 ) = Rp42.364.300.000,-
B. NJOP Bangunan :
a. Pabrik = 3.000 x Rp225.000,- = Rp 675.000.000,-
b. Gudang = 500 x Rp225.000,- = Rp 112.500.000,-
c. Kantor = 200 x Rp310.000,- = Rp 62.000.000,-
d. Perumahan = 1.000 x Rp225.000,- = Rp 225.000.000,-
NJOP Bangunan = Rp 1.074.500.000,-
NJOP Tanah dan Bangunan = Rp43.438.800.000,-
NJOPTKP = Rp 10.000.000,-
NJOP sebagai dasar perhitungan PBB = Rp43.428.800.000,-
PBB = 0,5% x 40% x Rp43.428.800.000,- = Rp 86.857.600,-
C. SEKTOR PERTAMBANGAN
Pengenaan PBB sektor pertambangan terbagi atas dua bagian yaitu sektor
pertambangan non-migas dan sektor pertambangan migas. Sedangkan sektor
pertambangan non-migas terbagi lagi menjadi sektor pertambangan non-migas dan non-
migas galian C.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 18
I. PERTAMBANGAN NON-MIGAS
Pengenaan PBB sektor pertambangan non-migas berdasarkan kepada Surat
Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-26/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999. Didalam sektor
pertambangan ini terdapat beberapa areal sebagai berikut :
1. Areal Produktif, yaitu areal yang sudah di eksploitasi dan menghasilkan bahan galian
tambang.
NJOP untuk areal ini ditentukan sebesar 9,5 kali hasil bersih bahan galian tambang
dalam satu tahun.
Hasil bersih adalah pendapatan kotor hasil penjualan bahan galian tambang dalam
satu tahun dikurangi dengan biaya eksploitasi di mulut tambang ( run on mine ).
2. Areal Belum Produktif, yaitu areal yang belum menghasilkan tapi sewaktu-waktu akan
menghasilkan ( tahap penyelidikan umum, eksplorasi dan konstruksi ).
NJOP untuk areal ini = NJOP tanah.
Untuk tahap penyelidikan umum, areal yang diperhitungkan adalah sebesar 5% dari
luas areal Wilayah Kuasa Pertambangan (WKP)
Untuk tahap eksplorasi tahun ke-1 sampai dengan tahun ke-5 areal yang
diperhitungkan adalah sebesar 20% dari luas areal WKP.
Untuk tahap eksplorasi perpanjangan I dan II areal yang diperhitungkan adalah
sebesar 50% dari luas areal WKP.
3. Areal Tidak Produktif, yaitu areal yang sama sekali tidak menghasilkan bahan galian
tambang.
NJOP = NJOP tanah.
4. Areal Emplasemen, yaitu areal yang diatasnya terdapat bangunan dan atau
pekarangan.
NJOP = NJOP tanah.
5. Areal lainnya, yaitu areal perairan yang digunakan untuk pelabuhan khusus
sehubungan dengan usaha pertambangan.
NJOP = NJOP perairan.
II. PERTAMBANGAN NON-MIGAS GALIAN C
Pengenaan PBB sektor pertambangan non-migas galian C berdasarkan Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-27/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999. Didalam
sektor pertambangan ini terdapat beberapa areal sebagai berikut :
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 19
1. Areal Produktif yaitu areal yang telah dieksploitasi dan menghasilkan bahan galian
tambang ( tahap eksploitasi ).
NJOP ditetapkan berdasarkan Angka Kapitalisasi dikalikan hasil bersih bahan galian
tambang dalam satu tahun.
Angka Kapitalisasi diperhitungkan berdasarkan lama waktu eksploitasi penambangan
tertentu.
Hasil bersih adalah pendapatan kotor hasil penjualan bahan galian tambang dalam
satu tahun dikurangi biaya eksploitasi di mulut tambang ( run on mine ).
2. Areal Belum Produktif yaitu Areal yang belum menghasilkan tapi sewaktu-waktu akan
menghasilkan (tahap penyelidikan umum, eksplorasi , dan konstruksi)
NJOP = NJOP tanah
3. Areal Tidak Produktif yaitu Areal yang sama sekali tidak menghasilkan bahan galian
tambang
NJOP = NJOP Tanah
4. Areal Emplasemen yaitu Areal yang diatasnya terdapat bangunan dan atau
pekarangan
NJOP = NJOP Tanah
5. Areal Lain yang merupakan pelabuhan khusus berkaitan dengan usaha
pertambangan
NJOP = NJOP Perairan
III. PERTAMBANGAN MIGAS
Pengenaan PBB Sektor Pertambangan Migas diatur dengan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak No: SE-24/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999.
Didalam sektor ini terdapat beberapa areal sebagai berikut :
1. Areal Produktif , yaitu Areal didlam Wilayah Kuasa Pertambangan yang telah
dieksploitasi (tahap eksploitasi dan produksi).
NJOP = 9,5 x Hasil Penjualan Migas setahun
2. Areal Belum Produktif :
a. Areal Penyelidikan Umum, yaitu areal di dalam WKP yang sedang atau
akan dilakukan penyelidikan secara geologi umum untuk membuat peta
geologi dan mengetahui tanda-tanda adanya migas
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 20
b. Areal Eksplorasi, yaitu areal di dalam WKP yang sudah dilakukan
penyelidikan umum dan perlu diteliti lebih seksama untuk menetapkan
secara rinci adanya migas.
c. Areal Non Producing Open, yaitu areal di dalam WKP yang sudah selesai
dieksplorasi dan sewaktu-waktu siap ditambang/dieksploitasi.
d. Areal Non Producing Plug and Abandon, yaitu areal di dalam WKP yang
sudah selesai dieksploitasi dan untuk sementara ditutup / ditinggalkan.
NJOP untuk areal belum produktif ( a s/d d ) = NJOP Tanah
3. Areal Tidak Produktif, yaitu areal yang sama sekali tidak menghasilkan migas
NJOP = NJOP Tanah
4. Areal Emplasemen, yaitu areal di dalam / di luar WKP yang diatasnya terdapat
bangunan-bangunan dan atau pekarangan.
NJOP = NJOP Tanah
5. Areal Lain :
a. Areal Pengamanan, yaitu areal di dalam / di luar WKP yang digunakan
sebagai pengamanan bangunan dan atau pengamanan lingkungan
NJOP = NJOP Tanah
b. Tanah kosong dan areal lainnya di dalam/di luar WKP yang tidak
dimanfaatkan untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi,
dan atau areal emplasemen.
NJOP = NJOP Tanah
c. Areal Perairan, yaitu areal yang digunakan untuk pelabuhan khusus
berkaitan dengan usaha pertambangan migas.
NJOP = NJOP Perairan.
IV. PERTAMBANGAN ENERGI PANAS BUMI
Pengenaan PBB sektor Pertambangan Energi Panas Bumi diatur didalam Surat
Edaran Direktur Jenderal Pajak No: SE-25/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999.
Didalam sektor pertambangan ini terdapat beberapa areal sebagai berikut :
1. Areal Produktif, yaitu areal didalam Wilayah Kuasa Pengusahaan Sumberdaya
Panasbumi yang telah dieksploitasi dan menghasilkan energi panasbumi
NJOP = 9,5 x hasil penjualan energi panas bumi setahun.
Hasil Produksi dari pertambangan ini adalah seluruh jumlah air dan atau uap
panasbumi yang diperoleh dari proses eksploitasi dan digunakan sebagai sumber
energi /listrik dalam ukuran Kwh.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 21
2. Areal Belum Produktif :
a. Areal Penyelidikan Umum,yaitu areal di dalam WKPSP yang sedang atau
akan dilakukan penyelidikan secara geologi umum untuk membuat peta
geologi pendahuluan yang memuat lokasi dan kenampakan panasbumi .
b. Areal Eksplorasi, yaitu areal di dalam WKPSP yang telah diduga adanya
sumberdaya panasbumi yang perlu diteliti lebih seksama besar cadangan
dan karakteristiknya.
c. Areal Cadangan Produksi, yaitu areal di dalam WKPSP yang telah
dipastikan mengandung cadangan sumberdaya panasbumi dan sewaktu-
waktu siap diproduksi.
NJOP ( a s/d c ) = NJOP Tanah
3. Areal Tidak Produktif, yaitu areal yang sama sekali tidak menghasilkan eneergi
panasbumi
NJOP = NJOP Tanah
4. Areal Emplasemen, yaitu areal di dalam / di luar WKPSP yang diatasnya terdapat
bangunan dan atau pekarangan.
NJOP = NJOP Tanah.
5. Areal Lain :
a. Areal Pengamanan, yaitu areal di dalam/di luar WKPSP yang digunakan
sebagai pengamanan bangunan maupun lingkungan.
NJOP = NJOP Tanah
b. Tanah Kosong dan areal lain di dalam/ di luar WKPSP yang tidak
dimanfaatkan untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi,
dan atau areal emplasemen.
NJOP = NJOP Tanah
c. Areal Perairan, yaitu areal yang digunakan untuk pelabuhan khusus
berkaitan dengan usaha pertambangan energi panasbumi.
NJOP = NJOP Perairan
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 22
5. KEGIATAN BELAJAR 4
PBB SEKTOR PERIKANAN DAN PELABUHAN LAUT
A. SEKTOR PERIKANAN ( PEDESAAN/PERKOTAAN)
Sebagaimana dijelaskan diatas, Sektor Perikanan termasuk didalam Sektor
Pedesaan atau Sektor Perkotaan tergantung kepada lokasi sektor tersebut, oleh karena
itu penentuan Nilai Jual Kena Pajaknya harus diperhatikan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah No:25 Tahun 2002, yaitu yang bernilai Rp1 M atau lebih terkena NJKP 40%
sedangkan yang nilainya dibawah Rp1 M terkena NJKP 20%.
Pengenaan PBB sektor perikanan berdasarkan Surat Edaran Direktur Jenderal
Pajak Nomor SE-22/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999. Sektor Perikanan terbagi atas
2(dua) jenis yaitu Perikanan Laut/Sungai dan Perikanan Darat.
I. PERIKANAN LAUT/SUNGAI
Didalam sektor perikanan laut/sungai terdapat berbagai areal sebagai berikut :
1. Areal Perikanan ( Penangkapan Ikan ) yaitu seluruh perairan Indonesia, sungai,
waduk, danau, rawa, genangan air lainnya yang dapat digunakan oleh manusia untuk
menangkap ikan.
NJOP = 10 x hasil bersih setahun sebelum tahun pajak berjalan
Hasil bersih merupakan Pendapatan Kotor dikurangi Biaya Operasional
Pendapatan Kotor adalah hasil penjualan ikan setahun sebelum tahun pajak berjalan
Biaya Operasional merupakan biaya penangkapan ikan dan pengangkutan sampai ke
tempat pelelangan.
2. Areal Pembudidayaan Ikan, merupakan areal tempat kegiatan untuk memelihara,
membesarkan dan/atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya.
NJOP = 8 kali hasil bersih setahun sebelum tahun pajak berjalan
Hasil bersih merupakan Pendapatan Kotor dikurangi Biaya Operasional
Pendapatan Kotor adalah hasil penjualan ikan setahun sebelum tahun pajak berjalan
Biaya Operasional adalah biaya pemeliharaan, penangkapan dan angkutan sampai ke
tempat pelelangan.
3. Areal Emplasemen dan areal lainnya (didaratan).
NJOP = NJOP tanah
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 23
II. PERIKANAN DARAT
Berbeda dengan perikanan laut yang memanfaatkan perairan atau genangan air
yang terjadi secara alamiah untuk areal penangkapan ikan, maka perikanan darat
menggunakan tambak-tambak atau kolam-kolam ikan yang sengaja dibuat untuk
pembudidayaan ikan. Oleh sebab itu didalam perikanan darat terdapat Biaya Investasi
Tambak yang dihitung menurut jenis tambak tersebut apakah Tambak Intensif atau Semi
Intensif. Biaya investasi tambak diperoleh dari Dinas Perikanan.
Tambak Intensif adalah jenis tambak yang pengelolaannya telah menggunakan banyak
alat bantu seperti kincir air, pomnpa, genset, pakan dan pupuk, sedangkan Tambak Semi
Intensif adalah tambak yang pengelolaannya menggunakan sedikit alat-alat bantu kincir
air, pompa, genset, pakan alam dan tambahan pupuk.
Didalam perikanan darat terdapat beberapa areal sebagai berikut :
1. Areal Pembudidayaan Ikan yaitu areal tempat kegiatan untuk memelihara,
membesarkan dan atau membiakkan ikan dan memanen hasilnya.
NJOP = NJOP tanah + Biaya Investasi Tambak menurut jenisnya.
2. Areal Emplasemen dan Areal Lainnya ( didaratan )
NJOP = NJOP tanah.
Disamping itu didalam sektor perikanan baik perikanan laut/sungai maupun
perikanan darat terdapat areal lainnya sebagai berikut :
1. Areal Perairan yaitu areal yang digunakan untuk pelabuhan berkenaan dengan usaha
perikanan.
NJOP = NJOP Perairan
NJOP Perairan ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus kesamping dengan
klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah disekitarnya
2. Areal Pembudidayaan ikan yang belum menghasilkan atau areal pembenihan.
NJOP = NJOP Perairan ditambah Biaya Investasi Pembenihan dalam satu tahun
(biaya bibit dan pemeliharaan )
3. Areal Perairan untuk pengamanan dan kepentingan lainnya.
NJOP = NJOP perairan.
B. PENGENAAN PBB ATAS PELABUHAN LAUT
Pengenaan PBB atas Pelabuhan Laut diatur didalam Surat Edaran Direktur
Jenderal Pajak No: SE-39/PJ.6/1999 tanggal 23 April 1999 sebagai berikut :
1. Kolam Labuh, Tempat Labuh dan Docking : NJOP = NJOP Perairan
2. Areal Perairan Potensial yang belum dimanfaatkan : NJOP = setinggi-tingginya
kelas A-30 dan lebih kecil(rendah) dari kelas tanah darat sekitarnya.
3. Areal Perairan Dangkal (Tempat Kapal Mati) : NJOP = kelas A-49.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 24
6. KEGIATAN BELAJAR 5
RUMAH SAKIT SWASTA DAN PERGURUAN TINGGI SWASTA
A. PBB ATAS RUMAH SAKIT SWASTA
Pengenaan PBB atas rumah sakit swasta diatur dengan Keputusan Menteri
Keuangan No: 796/KMK.04/1993 tanggal 20-8-1993 sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan Rumah Sakit Swasta adalah Rumah Sakit Swasta IPSM (
Institusi Pelayanan Sosial Masyarakat ) yang memenuhi kriteria :
a. Minimal 25% dari jumlah tempat tidur digunakan untuk pasien yang tidak
mampu
b. Sisa hasil usaha digunakan untuk reinvestasi rumah sakit dalam rangka
pengembangan rumah sakit dan tidak digunakan untuk investasi di luar
rumah sakit.
2. Atas bumi dan atau bangunan yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan oleh rumah
sakit swasta IPSM dikenakan PBB sebesar 50% dari jumlah PBB yang
seharusnya terutang.
3. Rumah sakit swasta pemodal yang bukan merupakan rumah sakit swasta IPSM
dikenakan PBB sepenuhnya.
4. Atas bumi dan atau bangunan yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan oleh rumah
sakit swasta tetapi secara nyata tidak dimanfaatkan untuk pelayanan kesehatan
secara langsung dan terletak di luar lingkungan rumah sakit, tetap dikenakan PBB
sepenuhnya seseuai ketentuan yang berlaku
B. PBB ATAS PERGURUAN TINGGI SWASTA
Pengenaan PBB atas Perguruan Tinggi Swasta ( PTS ) diatur dengan Surat Edaran
Direktur Jenderal Pajak No:SE-10/PJ.6/1995 yang mengatur sebagai berikut :
1. Yang dimaksud dengan PTS adalah Perguruan Tinggi yang berbentuk Akademi,
Politeknik, Institut, Sekolah Tinggi, dan Universitas yang diselenggarakan oleh
Badan Penyelenggara PTS yang berbentuk Yayasan, Perkumpulan Sosial,
dan/atau Badan Wakaf.
2. Penerbitan SPPT PBB atas PTS dilaksanakan apabila memenuhi salah satu
kriteria sbb :
a. Sumbangan Pendidikan (SPP) dan pungutan lainnya dengan nama
apapun rata-rata > Rp2.000.000,- per tahun.
b. Luas bangunan > 2.000 M2
c. Lantai bangunan > 4 lantai
d. Jumlah mahasiswa > 3.000 mahasiswa
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 25
3. Bumi dan/atau bangunan yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan oleh PTS dikenakan
PBB sebesar 50% dari PBB yang seharusnya terutang.
4. Bumi dan/atau bangunan yang dikuasai/dimiliki/dimanfaatkan oleh PTS tetapi
secara nyata tidak dimanfaatkan untuk penyelenggaraan pendidikan secara
langsung yang terletak di luar lingkungan PTS yang bersangkutan tetap
dikenakan PBB secara penuh sesuai ketentuan yang berlaku.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 26
7.KEGIATAN BELAJAR 6
TAHUN PAJAK, SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
PENDAFTARAN DAN PENDATAAN
PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN
A. TAHUN PAJAK, SAAT DAN TEMPAT PAJAK TERUTANG
Tahun Pajak : satu tahun takwim
Saat Pajak Terutang : Keadaan objek pajak per 1 Januari
Tempat Pajak Terutang : - Wilayah DKI Jakarta
- Kabupaten/Kota tempat objek pajak.
B. PENDAFTARAN DAN PENDATAAN OP DAN SP
I. PENDAFTARAN OP DAN SP
- Wajib Pajak Aktif
- Menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) yg dapat diperoleh pada :
- Kantor Pelayanan PBB
- Dinas Pendapatan Daerah
- Kantor Camat atau Kantor Lurah
- Tempat lain yang ditunjuk
- SPOP harus diisi : - jelas, benar dan lengkap
- ditandatangani oleh Wajib Pajak/Kuasanya
- SPOP dikirim kembali ke KPPBB untuk diproses
- KPPBB memproses SPOP :
- meneliti data isian SPOP
- meng-entry data isian tersebut
- mencetak data keluran berupa :
1. Surat Pemberitahuan Pajak Terutang ( SPPT )
2. Surat Tanda Terima Setoran ( STTS )
3. Daftar Himpunan Ketetapan Pajak ( DHKP )
II. PENDATAAN OP DAN SP
- Fiskus (Aparat PBB) aktif melakukan pendataan ke lapangan
- Alternatif cara pendataan yang digunkan ada 4 :
1. Pendataan dengan cara penyampaian dan pemantauan pengembalian SPOP
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 27
2. Pendataan dengan cara identifikasi objek dan subjek pajak
3. Pendataan dengan cara verifikasi objek dan subjek pajak
4. Pendataan dengan cara pengukuran objek pajak
- Alat yang digunakan : SPOP, alat ukur dan alat tulis kantor
- Hasil pendataan : 1. Peta yang terdiri dari : - Peta Blok
- Peta Zona Nilai Tanah
- Peta Kelurahan / Desa
2. SPOP yang telah diisi dan ditandatangani WP
C. PEMBAYARAN DAN PENAGIHAN
I. TATACARA PEMBAYARAN
1. Wajib Pajak langsung melakukan pembayaran ke Bank Tempat Pembayaran( Bank
TP) atau Kantor Pos Tempat Pembayaran (Kantor Pos TP) dengan membawa SPPT
asli. Setelah pembayaran WP akan memperoleh STTS asli yang telah diregister oleh
Pejabat Bank/Kantor Pos TP.
2. Wajib Pajak dapat melakukan pembayaran melalui pemidahbukuan uang dari
rekening WP ke rekening Kas Negara qq PBB (nama rekening Kas Negara untuk
penerimaan PBB).
3. Wajib Pajak dapat mengirimkan uang (transfer) melalui Bank maupun Kantor Pos ke
rekening Kas Negara qq PBB.
4. Wajib Pajak dapat membayar melalui petugas pemungut yang ditunjuk. Dari petugas,
Wajib Pajak akan menerima Tanda Terima Sementara (TTS). Petugas akan
menyetorkan uang yang diterimanya dari WP ke Bank/Kantor Pos TP dan menerima
STTS asli yang kemudian harus dikirimkannya (dikembalikan) kepada Wajib Pajak
yang telah membayar.
5. Wajib Pajak dapat membayar melalui ATM BCA. Pembayaran melalui ATM BCA ini
mulai berlaku sejak tahun 2003 atas kerjasama antara DJP dengan BCA.
II. TATACARA PENAGIHAN
Jatuh tempo SPPT adalah 6(enam) bulan. Pembayaran setelah lewat jatuh tempo
WP akan dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan maksimum
24 bulan (48%). Setelah jatuh tempo dan WP belum juga membayar PBB akan
dikeluarkan Surat Tagihan Pajak (STP) yang jatuh temponya 1(satu) bulan. Kemudian
berturut-turut akan dikeluarkan Surat Paksa (SP), Surat Perintah Melakukan Penyitaan
(SPMP) dan akhirnya barang sitaan akan dilelang untuk membayar PBB ( Tata Urutan
Penagihan diatur lebih lanjut dalam Undang Undang Penagihan Pajak).
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 28
D. PENERBITAN SURAT KETETAPAN PAJAK (SKP)
Sebab-sebab terbitnya SKP :
1. SPOP tidak kembali. SPOP yang dikirim ke Wajib Pajak harus dikembalikan dalam
waktu 30 (tigapuluh) hari sejak tanggal diterima oleh WP. Lewat waktu akan
ditetapkan secara jabatan dengan mengeluarkan SKP. Jumlah ketetapan pajak
dalam SKP adalah jumlah pokok pajak (secara jabatan) ditambah denda administrasi
sebesar 25%. Jatuh tempo SKP adalah 1(satu) bulan. Lewat jatuh tempo akan
diberlakukan UU Penagihan Pajak.
2. SPOP dikembalikan oleh WP kemudian diproses menjadi SPPT. Setelah terbit SPPT
terdapat data baru hasil pemeriksaan SPOP yang menyebabkan Pajak Terutang
tambah besar. Atas kekurangan pajak tersebut akan diterbitkan SKP yang jumlahnya
adalah sebesar kekurangan ditambah denda administrasi 25% dari kekurangan
tersebut.
SPPT, SKP dan STP adalah merupakan dasar penagihan PBB.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 29
8.KEGIATAN BELAJAR 7
KEBERATAN, BANDING DAN PENGURANGAN
A. KEBERATAN PBB
WP dapat mengajukan keberatan atas SPPT atau SKP mengenai :
- Luas tanah/luas bangunan
- NJOP/ klasifikasi tanah dan atau bangunan
- Perbedaan penafsiran UU/Peraturan
Keberatan diajukan dalam waktu 3(tiga) bulan setelah terima SPPT/SKP, lewat waktu
tidak dianggap sebagai permohonan keberatan dan tidak dipertimbangkan.
Setelah menerima surat keberatan dari WP, KPPBB/KPP Pratama meneruskan ke
Kanwil DJP yang harus memproses dalam waktu 12 bulan, lewat waktu keberatan
dianggap diterima
Hasil proses berupa : diterima seluruhnya/sebagian, ditolak atau menambah besar
pajak terutang
Pengajuan keberatan oleh WP tidak menunda kewajiban membayar pajak
WP yang tidak setuju atas SK Keberatan dapat mengajukan banding ke Pengadilan
Pajak.
B. BANDING PBB
Pengajuan banding dilakukan dalam waktu 3(tiga) bulan sejak WP menerima SK
Keberatan, lewat waktu tidak dipertimbangkan.
Pengajuan banding dalam bahasa Indonesia dan dilakukan oleh WP/ahli
waris/kuasanya
Satu surat pengajuan banding untuk satu SK Keberatan.
Jumlah pajak terutang harus dibayar lebih dahulu sebesar 50%
(lebih lanjut lihat UU Peradilan Pajak)
C. PENGURANGAN PBB
Pengurangan PBB dapat diberikan kepada WP dalam hal :
1. Kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau sebab
sebab tertentu lainnya yaitu :
a. Objek pajak pertanian/perkebunan/perikanan/peternakan yang hasilnya sangat
terbatas dan merupakan milik orang pribadi.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 30
b. Objek pajak milik orang pribadi yang berpenghasilan rendah yang NJOPnya
meningkat karena dampak dari pembangunan.
c. Objek pajak milik orang pribadi yang penghasilannya semata-mata dari
pensiunan.
d. Objek pajak milik orang pribadi yang berpenghasilan rendah.
e. Objek pajak milik anggota veteran.
f. Objek pajak milik Badan yang mengalami kerugian dan kesulitan likuiditas
sepanjang tahun.
2. Objek pajak terkena bencana alam atau sebab lain yang luar biasa.
3. WP merupakan anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela
kemerdekaan
Pengurangan diajukan dalam bahasa Indonesia dan dalam jangka waktu 3(tiga) bulan
setelah terima SPPT/SKP, lewat waktu tidak dipertimbangkan.
Dalam permohonan dicantumkan besarnya pengurangan yang diinginkan dalam
prosentase (misal 50%, 75%)
Untuk bencana alam dapat diajukan secara kolektif melalui Lurah/Camat
Permohonan akan diproses oleh KPPBB/KPP Pratama/Kanwil DJP dalam waktu
3(tiga) bulan sejak diterima dari WP, lewat waktu dianggap diterima
KPPBB/KPP Pratama akan memproses permohonan dengan ketetapan sampai
Rp500 juta, lewat Rp500 juta akan diproses oleh Kanwil DJP
Keputusan terhadap permohonan berupa mengabulkan seluruhnya/sebagian atau
menolak.
D. PEMBETULAN
Apabila terjadi salah tulis, salah hitung atau kekeliruan dalam penerapan perundang -
undangan perpajakan yang terdapat dalam SPPT, SKP maupun STP dapat
dibetulkan baik atas permintaan WP maupun tidak.
Pembetulan dapat dilakukan tanpa batas waktu akan tetapi apabila pembetulan
tersebut mengakibatkan jumlah pajak terutang bertambah besar, maka pembetulan
tersebut hanya dapat dilakukan apabila hak untuk menetapkan pajak belum
kedaluwarsa (10 tahun).
Hasil proses pembetulan berupa sama, lebih kecil atau lebih besar dari pajak
terutang.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 31
E. PEMBATALAN
Dalam hal objek pajak tidak ada, atau hak dari subjek pajak terhadap objek pajak
batal karena putusan pengadilan, atau objek pajak berubah peruntukan menjadi fasilitas
umum atau fasilitas sosial atau bukti tertentu lainnya, maka dapat dilakukan pembatalan
atas SPPT, SKP maupun STP.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 32
9.KEGIATAN BELAJAR 8
DALUWARSA, RESTITUSI DAN KOMPENSASI
A. DALUWARSA PBB
PBB mempunyai 2(dua) jenis daluwarsa yaitu :
1. Daluwarsa Penetapan
Penetapan pajak menjadi daluwarsa setelah lewat waktu 10 tahun. Namun
demikian apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang
terutang tidak dibayar atau kurang bayar atau wajib pajak dikenai hukuman karena tindak
pidana perpajakan, maka Dirjen Pajak dapat menerbitkan SKP ditambah sanksi
administrasi berupa bunga sebesar 48% dari pajak yang belum dibayar.
2. Daluwarsa Penagihan
Hak untuk melakukan penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan, dan
biaya penagihan menjadi daluwarsa setelah masa 10 tahun terhitung sejak saat
terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak
yang bersangkutan.
Namun daluwarsa penagihan ini juga menjadi tertangguh apabila :
- diterbitkan Surat Tegoran atau Surat Paksa
- ada pengakuan hutang dari WP
- diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar / KB Tambahan
B. RESTITUSI dan KOMPENSASI
I. RESTITUSI PBB
Sebab-sebab terjadinya restitusi :
1. Pajak yang dibayar lebih besar dari pajak terutang karena:
a. Permohonan pengurangan dikabulkan
b. Permohonan keberatan dikabulkan
c. Permohonan banding dikabulkan
d. Perobahan peraturan
2. Pajak yang dibayar seharusnya tidak terutang, misalnya pembayaran PBB atas
rumah ibadah.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 33
Tata Cara Pemberian Restitusi
Permohoonan diajukan dalam bahasa Indonesia
Lampiran permohonan :
- fotokopi SPPT/SKP
- fotokopi SK Pengurangan/ Keberatan/ Banding
- fotokopi STTS ( bukti bayar )
KPPBB/KPP Pratama melakukan Penelitian/Pemeriksaan dari permohonan restitusi
yang diterima
Dari hasil pemeriksaan kemudian dikeluarkan keputusan berupa :
- SKKP PBB apabila Pajak yang telah dibayar lebih besar dari Pajak
Terutang
- SPb (Surat Pemberitahuan) apabila Pajak yang telah dibayar sama
dengan Pajak Terutang
- SKP apabila Pajak yang telah dibayar kurang dari Pajak Terutang
Proses sampai dengan keluarnya Surat Keputusan harus selesai paling lama 12
bulan, lewat waktu harus diterbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB
(SKKP PBB)
Dalam waktu satu bulan setelah SKKP PBB harus diterbitkan Surat Perintah
Membayar Kelebihan Pembayaran PBB (SPMKP PBB)
Apabila lebih dari satu bulan dari penerbitan SPMKPPBB wajib pajak belum
menerima restitusi maka WP berhak mendapat imbalan bunga sebesar 2% per bulan
Apabila WP mempunyai hutang pajak lainnya maka restitusi yang akan diterimanya
lebih dahulu diperhitungkan dengan hutang pajak lainnya tersebut.
II. KOMPENSASI PBB
Kelebihan pembayaran pajak yang diterima oleh WP dapat diterima melalui cara
pemindahbukuan (restitusi) tapi dapat pula dialihkan untuk pembayaran lainnya
(kompensasi). Pengalihan pembayaran tersebut dapat dilakukan untuk:
ketetapan PBB tahun yang akan datang
hutang PBB atas nama WP lain
hutang PBB atas nama WP lain untuk tahun yang akan datang
C. PEMBERIAN IMBALAN BUNGA
Sebab-sebab pemberian imbalan bunga dan besarnya imbalan bunga :
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 34
1. Keterlambatan penerbitan SKKP PBB dimana bunga diberikan 2% per bulan
terhitung sejak berakhirnya 12 bulan setelah permohonan restitusi diterima
sampai dengan terbitnya SKKP PBB.
2. Keterlambatan penerbitan SPMKP PBB dimana bunga diberikan 2% per bulan
terhitung dari sejak berakhir 1 bulan dari terbitnya SKKP PBB sampai dengan
terbitnya SPMKP PBB.
3. Kelebihan pembayaran PBB karena permohonan keberatan/banding diterima
sebagian atau seluruhnya, dimana bunga diberikan 2% per bulan maksimum 24
bulan yang terhitung dari sejak pembayaran PBB sampai dengan terbitnya Surat
Keputusan Keberatan/Putusan banding.
4. Kelebihan pembayaran sanksi administrasi karena pengurangan/penghapusan
sebagai akibat diterbitkannya keputusan keberatan/banding, dimana bunga
diberikan 2% per bulan maksimum 24 bulan yang terhitung dari sejak pembayaran
sampai dengan terbitnya Keputusan Pengurangan/ Penghapusan Sanksi
Administrasi.
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 35
10.KEGIATAN BELAJAR 9
PEMBAGIAN HASIL DAN KETENTUAN PIDANA
A. PEMBAGIAN HASIL PENERIMAAN PBB
Hasil penerimaan PBB yang diterima oleh Bank/Kantor Pos TP dari para WP
dalam jangka waktu satu minggu (setiap hari Jum�at) harus dilimpahkan ke Bank/Kantor
Pos Persepsi. Oleh Bank/Kantor Pos Persepsi kemudian dilimpahkan ke Bank/Kantor
Pos Operasional III juga pada setiap hari Jum�at. Kemudian oleh Bank/Kantor Pos
Operasional III pelimpahan penerimaan PBB dari Bank/Kantor Pos Persepsi tersebut
pada setiap hari Jum�at dibagikan kepada yang berhak menerimanya yaitu :
10 % untuk bagian Pemerintah Pusat
9 % untuk bagian Biaya Pemungutan
16,2 % untuk bagian Pemerintah Propinsi
64,8 % untuk bagian Pemerintah Kabupaten/Kota
Sejak tahun anggaran 1994/1995 bagian Pemerintah Pusat sebesar 10% dilimpahkan
kembali kepada daerah Kabupaten/Kota dengan imbangan sbb :
6,5 % dibagikan merata keseluruh daerah Kabupaten/Kota
3,5 % dibagikan sebagai insentif kepada daerah Kabupaten/Kota yang mengalami
surplus rencana penerimaan sektor pedesaan dan perkotaan.
B. KETENTUAN PIDANA
Apabila WP :
1. Karena alpa/lupa :
tidak mengembalikan SPOP
mengembalikan SPOP tapi isinya tidak benar atau lampiran tidak benar
sehingga menimbulkan kerugian kepada negara maka akan dikenakan sanksi berupa
kurungan maksimum 6(enam) bulan atau denda sebanyak dua kali pajak terutang.
2. Karena sengaja :
tidak mengembalikan SPOP
mengembalikan SPOP tapi isinya tidak benar atau lampiran tidak benar
menunjukkan/memberikan surat-surat palsu atau asli tapi palsu
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PAJAK
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
MODUL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN@DTS DASAR PAJAK II HALAMAN 36
tidak menunjukkan surat-surat/dokumen yang diperlukan
tidak menunjukkan data/keterangan yang diperlukan
sehingga menyebabkan kerugian kepada negara maka dapat dikenakan sanksi berupa
hukuman penjara maksimum dua tahun atau dikenakan denda sebanyak lima kali pajak
terutang. Bila hal tersebut diulangi lagi maka sanksi tersebut menjadi dua kali lipat.
Terhadap yang bukan WP bila melakukan hal-hal tersebut diatas maka dikenakan sanksi
berupa hukuman kurungan maksimum satu tahun atau denda maksimum dua juta rupiah.
Apabila lewat waktu 10 tahun (kedaluwarsa) maka ketentuan pidana tersebut tidak dapat
dituntut.