Pupuk-pupuk
-
Upload
wahyusoil-unhas -
Category
Documents
-
view
2.355 -
download
0
Transcript of Pupuk-pupuk
I. PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah untuk dapat menyediakan
unsure hara dalam jumlah berimbang untuk kebutuhan perkembangan dan
pertumbuhan serta produksi tanaman. pusat pengelolaan tanah terletak pada
pengaturan keseimbangan empat faktor penting yaitu oksigen, air, unsur toksik dan
unsure hara. Keempat faktor tersebut ditinjau secara terpadu maka tidak satupun
faktor yang bertindak sebagai faktor pembatas.
Telaah peranan tanah sebagai faktor tumbuh dimulai dengan mencari jawab
mengenai apa yang dibutuhkan tanaman dari tanah kemudian macam bahan yang
dibutuhkan, bentuk bahan, mekanisme pengambilan bahan dan tekanan bahan itu.
Konsep kesuburan hanya memperhatikan unsur hara sebagai faktor pertumbuhan
terpenting dan faktor pengendali anasir hara tersebut yang dianggap sebagai
penunjang.
Tanah yang mempunyai unsur-unsur yang optimum untuk nutrisi tanaman
tidak selalu alkalis maupun masam serta bebas dari unsur-unsur beracun boleh
dianggap mempunyai kesuburan tanah. Namun demikian keseuaian lahan untuk
medium tanaman terganggu tidak saja kesuburan kimianya. Disamping itu juga
terkait pada senyawa, keadaan air dan oksigen serta mekanika unsur tanahnya. Tanah
harus cukup lunak dan memungkinkan terjadinya perkecambahan akar yang baik.
Pemberian pupuk secara bertahap sesuai dengan fase fisiologisnya, pemberian
pupuk pada daerah larikan sehingga terjadi kontak langsung dengan tanah pada
daerah perakaran, serta pada saat pembibitan merupakan tindakan manajemen unsur
hara sebagai faktor pembatas dalam mendukung kesuburan tanah dalam upaya
meningkatkan hasil pertanian. Hal ini pula agar unsur hara yang diberikan tetap
sasaran serta efisien.
Pemupukan bertujuan untuk menambahkan unsur hara kedalam tanah apabila
terjadi kekurangan pada tanah tersebut akibat proses alamiah dan tindakan manusia.
Pada berbagai jenis tanah, pemberian pupuk dapat memperbaiki ketersediaan unsur
hara dalam tanah untuk kesuburan tanaman yang telah hilang akibat proses
penguapan, erosi, pencucian saat hujan serta terangkut saat panen.
Kekurangan unsur hara N, P, K, Mg, S, dan Ca dapat mengakibatkan
pengaruh buruk terhadap pertumbuhan tanaman. Hal ini dapat terjadi karena hara-
hara tersebut diperlukan dalam tanaman untuk menghasilkan nutrisi untuk
pertumbuhannya. Hal ini dapat terlihat seperti tanaman menjadi kerdil, menguning,
layu, dan paling parah menyebabkan kematian tanaman.
Berdasarkan uraian di atas maka dilaksanakan praktikum pupuk dan
pemupukan tanah untuk mengetahui respon tanaman terhadap pemupukan.
I.2. Tujuan dan Kegunaan
Tujuan percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh pupuk Urea dengan
cara aplikasi benih pupuk dicampur dengan tanah terhadap pertumbuhan tanaman
jagung (Zea mays) pada tanah Alfisol Tamalanrea.
Kegunaan percobaan ini adalah sebagai bahan informasi dalam pengolahan
tanah sebagai media tumbuh tanaman melaui tingkat pemupukan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tanah Alfisol
Tanah Alfisol adalah tanah dimana terdapat penimbunana liat dihorison
bawah (argilik) dan mempunyai kejenuhan basa (berdasarkan jumlah kation) yang
tertinggi yaitu lebih dari 35% pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat
yang tertimbun dari horison bawah ini berasal dari horison diatasnya dan tercuci
kebawah bersama dengan gerakan air (Hardjowigeno, 2003).
Tanah Alfisol terbentuk pada daerah beriklim hujan C, d dan E dengan curah
hujan antara 800 – 2500 mm/thn, berbahan induk batu kapur, endapan taff vulkan,
topografi berombak sampai berbukit. Jenis tanah ini tersebar pada ketinggian 0 – 400
m diatas permukaan laut (Soepraptohardjo, 1969).
Tanah Alfisol adalah tanah yang sangat lapuk, tekstur berat dan kadang-
kadang lekat, struktur gumpal dan bahan organik rendah, nisbah silika atau
sesquioksida (SiO2 / R2O3) realatif tinggi, kejenuhan basa sedang sampai tinggi dan
kadang-kadang mengandung konkresi kapur dan besi (Hardjowigeno, 2003).
Menurut Syarief (1986), bahwa daya menahan air dan permeabilitas sedang,
kepekaan terhadap erosi sedang sampai besar, serta air pada keadaan ini merupakan
faktor pembatas secara umum sifat fisiknya sedang sampai baik, sifat kimianya baik,
sehingga nilai produktifitas tanahnya sedang sampai tinggi.
II.2. Pupuk
Dalam arti luas, pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah
sifat fisik, kimis, atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan
tanaman. Termasuk pemberian bahan kapur dengan maksud untuk meningkatkan pH
tanah yang masam, pemberian legin bersama benih bersama benih tanaman kacang-
kacangan dan pemberian pembenah tanah untuk memperbaiki sifat fisik tanah
(Rosmarkan dan Yuwono, 2002).
Pupuk merupakan kunci dari kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih
unsur untuk menggantikan unsur yang habis terisap tanaman. Jadi, memupuk berarti
menambah unsur hara ke dalam tanah (pupuk akar) dan tanaman (pupuk daun)
(Lingga, 2002).
Tanaman memerlukan sejumlah anasir hara dalam takaran cukup, seimbang
dan sinambung untuk terus tumbuh dan berkembang, menyelesaikan daur hidupnya.
Anasir hara tanaman ini diambil dari atmosfir dan system tanah. Paling sedikit ada 16
macam unsur hara yang diperlukan secara teratur untuk pertumbuhan vascular
tanaman (Poerwowidodo, 1992).
Dalam pengertian yang khusus, pupuk adalah suatu bahan yang mengandung
satu atau lebih hara tanaman. dengan pengertian ini, kegiatan tersebut di atas hanya
urea yang dianggap pupuk karena bahan tersebut yang mengandung hara tanaman,
yakni nitrogen (Rosmarkan dan Yuwono, 2002).
II.2.1. Nitrogen (N)
Sebagian nitrogen tanah berada dalam bentuk N-Organik. Nitrogen organik
(hasil fiksasi N-biologis, bahan tanaman dan kotoran hewan) yang dibenamkan dalam
tanah merupakan N-organik yang tidak dapat diserap begitu saja oleh tanaman. Lebih
lanjut dikatakan, jumlah N dalam tanah dapat bertambah akibat dari pemupukan N,
fiksasi N-biologis, air hujan dan penambahan bahan organik, sedangkan N dapat
berkurang karena pencucian, pemanenan, denitrifikasi dan volatilisasi (Hakim dkk,
1986).
Konversi N organik ke bentuk N mineral (NH4+ dan NO3
-) berlangsung
melalui transformasi biokimia yang dilakukan oleh mikroorganisme yang dipengaruhi
oleh berbagai faktor seperti suhu, kelembaban dan pH tanah. Langkah pertama adalah
amonifikasi yakni konversi N organik ke bentuk NH4+. Transformasi ini dilakukan
oleh bakteri-bakteri heterotrof. Proses nitrifikasi yang mengubah NH4 ke NO3-
dilakukan oleh dua kelompok bakteri autotrof yaitu nitrosomonas yang mengubah
NH4+ ke NO2
- dan nitrobacter yang mengubah NO2- menjadi NO3
-. Kondisi yang
menguntungkan untuk amofikasi juga menguntungkan untuk nitrifikasi (Samosir,
1994).
Nitrogen pada umumnya diserap tanaman dalam bentuk NH4+ (ammonium)
dan NO3- (nitrat), senyawa ini diserap melalui akar ke daun selama proses asimilasi
yang kemudian ditransformasikan dalam bentuk asam amino dan protein (Indranada,
1994.
Peranan utama nitrogen (N) bagi tanaman jagung adalah merangsang
pertumbuhan secara keseluruhan khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu,
nitrogenpun berpea penting dalam pembentukan zat hijau daun yang sangat berguna
dalam proses fotosintesis (Lingga, 2000).
Kekahatan atau defisiensi nitrogen menyebabkan proses pembelahan sel
terhambat dan akibatnya menyusutkan pertumbuhan. Selain itu, kekahatan senyawa
protein menyebabkan kenaika nisbah C/N, dan kelebihan karbohidrat ini akan
meningkatkan kandungan selulosa dan lignin. Ini menyebabkan tanaman jagung yang
kahat nitrogen tampak kecil, kering, tidak sukulen, dan sudut terhadap batang sangat
runcing (Poerwowidodo, 1992).
Urea termasuk pupuk nitrogen yang higroskopis. Urea mudah larut dalam air
dan jika diberikan ke tanah maka mudah berubah menjadi amoniak dan
karbondioksida. Pemberian urea pada tanah bias dilakukan 2-3 kali lebih efisien
dengan dosis yang tidak terlalu tinggi karena jika demikian akan mengakibatkan daun
akan terbakar (Lingga, 2002).
II.2.2. Fosfor (P)
Paling sedikit ada empat sumber pokok fosfor untuk memenuhi kebutuhan
akan unsur ini, yaitu pupuk buatan, pupuk kandang, sisa-sisa tanaman termasuk
pupuk hijau dan senyawa asli unsur ini yang organic da anorganik yang terdapat
dalam tanah (Buckman and Brady, 1992).
Unsur P diserap tanaman dalam bentuk ortofosfat primer H2PO4-. Menyusul
kemudian dalam bentuk HPO42-. Spesies ion yang merajai tergantung dari pH system
tanah-pupuk-tanaman, yang mempunyai ketersediaan tinggi pada pH 5,5 – 7.
Kepekatan H2PO4- yang tinggi dalam larutan tanah memungkinkan tanaman
mengangkutnya dalam takaran besar karena perakaran tanaman diperkirakan
mempunyai 10 kali penyerapan tanaman untuk H2PO4- dibanding untuk HPO4
2-
(Poerwowidodo, 1992).
Bentuk P yang lain yang dapat diserap oleh tanaman adalah firofosfat dan
metafosfat. Kedua bentuk ini misalnya terdapat dalam bentuk P dan K metafosfat.
Tanaman juga menyerap P dalam bentuk fosfat organic, yaitu asam nukleat dan
phytin. Kedua bentuk senyawa ini terbentuk melalui proses degradasi da dekomposisi
bahan organik yang langsung diserap oleh tanaman (Anonim, 1991).
Ketersediaan fosfor dalam tanah ditentukan oleh banyak factor tetapi yang
paling penting adalah pH tanah. Pada tanah yang ber pH rendah (masam), fosfor akan
bereaksi dengan ion besi (Fe) dan aluminium (Al). reaksi ini akan membentuk besi
fosfat atau aluminium fosfat yang sukar larut di dalam air sehingga tidak dapat
digunakan oleh tanaman. Pada pH tanah yang tinggi (basa), fosfor akan bereaksi
dengan ion kalsium. Reaksi ini akan membentuk kalium fosfat yang sifatnya sukar
larut dan tidak dapat digunakan oleh tanaman. Dengan demikian tanpa
memperhatikan pH tanah, pemupukan fosfor tidak akan berpengaruh bagi
pertumbuhan tanaman (Novizan, 2002).
Fosfor dapat berpengaruh menguntungkan pada pembelahan sel dan
pembentukan lemak serta albumin, pembungaan dan pembuahan, termasuk proses
pembentukan biji, perkembangan akar, khususnya akar lateral dan akar halus
berserabut, kekuatan batang, dan ketebalan tanaman terhadap penyakit tertentu
(Buckman and Brady, 1992).
Gejala kekurangan P pada tanaman jagung dapat menjadikan pertumbuhan
terhambat (kerdil), daun-daun/malai menjadi ungu atau coklat mulai dari ujung daun,
dan juga pada jagung akan menyebabkan tongkol jagung menjadi tidak sempurna dan
kecil-kecil (Hardjowigeno, 1993).
II.2.3. Kalium (K)
Berdasarkan ketersediaannya dalam tanah, unsur K dapat digolongkan dalam
(1) bentuk segera tersedia, (2) lambat tersedia, dan (3) relative tidak tersedia. Kalium
tersedia dijumpai segabai kalium dalam larutan tanah dan kalium yang dapat
dipertukarkan. Kalium dalam larutan tanah lebih muda diserap oleh tanaman dan juga
peka terhadap pencucian. Kalium dalam bentuk yang lambat tersedia biasanya
terdapat pada tanah-tanah mineral 2 : 1. Kalium yang berasal dari pupuk akan
difiksasi diantara kisi-kisi mineral tersebut sehingga menjadi kurang tersedia bagi
tanaman. Dalam kondisi demikian maka akan mengurangi kehilangan K melalui
pencucian. Selanjutnya K yang terjerap itu lambat laun akan diubah menjadi bentuk
tersedia dan ini merupakan cadangan kalium tanah. Bentuk kaliu yang relatif tidak
tersedia sebagian besar berasal dari kalium tanah mineral yang umumnya masih
berada dalam mineral tanah seperti feldspar dan mika (Hakim dkk, 1986).
Tanaman menyerap kalium dalam bentuk K+ (umumnya pada tanaman muda).
Kalium dijumpai dalam tanah dengan jumlah yang sangat kecil. Berbeda dengan
unsur lainnya kalium tidak dijumpai dala bahan atau bagian tanaman seperti
protoplasma, lemak dan glukosa. Kemampuan tanah untuk menyediakan kalium
dapat diketahui dari susunan mineral yang erdapat dalam tanah. Namun, umumnya
mineral leusit dan biotit yang merupakan sumber langsung dalam kalium
bagitanaman (Soepardi, 1998).
Gejala tanaman yang kekurangan kalium adalah daun menjadi mengerut atau
kering terutama pada daun tua, walaupun tidak merata. Selanjutnya pada jagung yang
mengalami kekurangan unsur ini akan terlihat bercak merah coklat serta daunnya
akan mengering dan mati, buah tumbuhan tidak semprna, kecil dan serta tidak tahan
simpan.
II.3. Tanaman Jagung (Zea mays)
2.3.1. Syarat Tumbuh
1. Iklim
Jagung mempunyai kemampuan menyesuaikan diri dibandingkan dengan
tanaman lainnya yang berasal dari jenis yang sama, kecuali pada daerah-daerah yang
lebih dingin karena jagung berasal dari daerah tropis dengan berbagai sifat yang
dimilikinya. Jagung menghendaki cuaca yang cukup panas untuk pertumbuhannya.
Variasi temperaturnya adalah temperatur rendah 9 – 10 o C, temperatur optimumnya
23 – 47 o C dan temperatur maksimumnya 40 – 44 o C. utnuk tanaman jagung
berkecambah dibutuhkan suhu 30 – 32 o C, di bawah suhu tersebut
perkecambahannya akan terganggu dan apabila di atas 44o C lembaga jagung menjadi
rusak (Anonim, 1977).
Suprapto (1992) menyatakan bahwa waktu pemasakan biji jagung dan
pengeringan hasil akan baik pada saat musim kemarau karena pada masa tersebut
kebutuhan air oleh tanaman sangat kecil. Sementara cahaya berlimpah ruah untuk
pemasakan biji dan pengeringan hasil.
2. Tanah
Efendi (1985) menyatakan bahwa tanaman jagung tidak memerlukan
persyaratan tumbuh yang banyak, karena tanaman ini dapat tumbuh di berbagai jenis
tanah. Tanah berpasir dapat ditanami jagung dengan baik asal cukup air dan hara
untuk pertumbuhannya. Tanah berat seperti Grumusol dapat ditanami jagung dengan
dengan pertumbuhan normal asal saja aerasi dan draenase dapat diperbaiki.
Sudjarwadi (1990) menyatakan bahwa tanah yang dikendaki adalah tanah
yang gembur dan subur karena tanaman jagung memerlukan aerase dan draenase
yang baik dengan kedalaman zone perakaran yang cukup yaitu 1 – 1,7 m, jagung
dapat tumbuh dengan baik pada berbagai jenis tanah. Tanah lempung berdebu adalah
tanah yang baik untuk pertumbuhannya.
III. BAHAN DAN METODE
3.1. Tempat dan Waktu
Praktikum Pupuk dan Pemupukan dilaksanakan di Green House Fakultas
Pertanian dan Kehutanan, Jurusan Ilmu tanah Universitas Hasanuddin Makassar.
Berlangsung selama bulan April 2004.
3.2. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tanah alfisols, polybag,
pupuk urea, benih jagung (Zea mays L), air dan label.
Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah cangkul, sekop, timbangan
mistar, karung dan alat tulis menulis.
3.3. Metode Percobaan
Metode pelaksanaan pada praktikum ini adalah perlakuan penempatan benih
diatas pupuk dengan dosis pupuk sebagai berikut :
o 0 gr Urea/polybag (A1) Kontrol
o 0,25 gr Urea/polybag (A2)
o 0,375 gr Urea/polybag (A3)
o 0,75 gr UREA/polybag (A4)
o 1,5 gr Urea/polybag (A5)
3.4. Pelaksanaan Percobaan
3.4.1. Penyiapan Media Tanam
- Mengambil tanah lapisan top soil dengan menggunakan cankul dan sekop.
- Tanah yang telah diambil dikeringudarakan.
- Seluruh tanah diabaurkan untuk memperoleh tanah yang seragam.
- Menyiapkan 5 buah polybag.
- Mengisi masing-masing polybag dengan 5 kg tanah.
- Melakukan penyiraman setiap hari agar tanah tetap gembur.
3.4.2. Pemberian Pupuk
- Menyiapkan pupuk Urea yang akan digunakan.
- Menimbang pupuk dengan dosis 0,25 gr, 0,375 gr, 0,75 gr, dan 1,5 gr.
- Mencampur pupuk dengan tanah pada setiap polybag dengan dosis yang telah
ditentukan.
3.4.3. Penanaman
- Menyiapkan benih jagung (Zea mays)yang akan digunakan.
- Merendam benih terlebih dahulu selama 1 hari.
- Meletakkan benih di dalam tanah pada setiap polybag sebanyak 5 biji.
3.4.4. Pemeliharaan
- Menyiram tanaman setiap hari.
- Mencabut gula yang ada disekitar tanaman.
3.4.5. Parameter Pengamatan
Parameter pengamatan yang diguanakan dalam praktikum pupuk dan pemupukan
ini adalah :
1. Tinggi tanaman (cm)
2. Jumlah daun (helai)
3. Kenampakan Morfologis.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil
IV.1.1. Tinggi Tanaman
Tabel 1. Hasil Pengamatan Tinggi Tanaman (cm) Jagung (Zea mays) pada
Berbagai Perlakuan Minggu I, II dan III.
POLYBAGTINGGI TANAMAN (Cm)
MINGGU I MINGGU II MINGGU III
A1 ( 0 ) Kontrol 30.54 44.9 59.68
A2 ( 0,25 g) 28 42.88 61.06
A3 ( 0,375 g) 26.38 38.7 65.24
A3 ( 0,75 g) 25.5 36.38 62.22
A4 ( 1,5 g) 26.54 39.12 67.48
Gambar 1. Grafik Tinggi Tanaman Jagung (Zea mays) Minggu I, II dan III.
IV.1.2. Jumlah Daun
Tabel 1. Hasil Pengamatan Jumlah Daun (Helai) Jagung (Zea mays) pada
Berbagai Perlakuan Minggu I, II dan III.
POLYBAGJUMLAH DAUN (Helai)
MINGGU I MINGGU II MINGGU III
A1 ( 0 ) Kontrol 3.8 5.8 7.8
A2 ( 0,25 g) 3.6 5.6 7.6
A3 ( 0,375 g) 3.2 5.4 7.4
A3 ( 0,75 g) 3.4 5.4 7.4
A4 ( 1,5 g) 3.4 5.4 7.4
Gambar 2. Grafik Jumlah Daun Tanaman Jagung (Zea mays) Minggu I, II dan III.
IV.1.3. Penampakan Morfologis
Tabel 1. Kenampakan Morfologis Tanaman Jagung (Zea mays) Pada Minggu
Terakhir Pengamatan.
POLYBAG MINGGU III
A1 (Kontrol)
A2 (0,25 g)
A3 (0,375 g)
A4 (0,75 g)
A5 (1,5 g)
- Daun Menguning- Batang Lemah
- Terdapat bercak kekuningan
- Ujung daun mengerut
- Daun hijau kekuningan pada ujung daun mengerut
- Daun hijau agak kekuningan.
IV.2. Pembahasan
IV.2.1. Tinggi Tanaman
Berdasarkan hasil yang diperoleh dari pengamatan tinggi tanaman, maka
diperoleh hasil bahwa tanaman tertinggi pada minggu III adalah pada perlakuan A5
(1,5 g) yaitu 67.48 cm, sedangkan tanaman terendah pada perlakuan A1 (Kontrol),
rendahnya nilai tinggi tanaman pada perlakuan A1 (kontrol) disebabkan karena tanah
tersebut tidak cukup mengandung unsur hara yanag diperlukan oleh tanaman. Hal
tersebut sesuai dengan pendapat Gardener (1991), bahwa hara esensial harus tersedia
dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan optimal tanaman. Pada perlakuan A5
(1,5 g), diperoleh nilai tinggi tanaman yang tinggi, hal ini disebabkan oleh adanya
unsur N yang diberikan ke dalam tanah untuk melengkapi kekurangan unsur hara
dalam tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Hardjowigeno (1993), bahwa nitrogen
merupakan salah satu unsur hara esensial yang dapat disediakan melalui pemupukan.
IV.2.2. Jumlah Daun (Helai)
Hasil pengamatan rata-rata pertambahan jumlah daun tanaman jagung (Zea
mays) pada tanah alfisol menunjukkan bahwa perlakuan A1 (Kontrol) memberikan
hasil yang terbaik pada pengamatan minggu III. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
unsur hara yanag ada dalam tanah cukup bagi pertumbuhan tanaman sehingga
meskipun tidak dilakukan pemupukan tanaman relatif lebih baik dibanding dengan
yang diberikan pupuk. Hal ini disebabkan pemberian pupuk pada tanah Alfisol
tersebut cenderung tidak bermanfaat karena unsure hara yang diberikan tidak
dimanfaatkan oleh tanaman dalam pertumbuhannya. Menurut Hakim, dkk (1986),
bahwa keadaan konsumsi mewah menyebabkan pemborosan karena pertambahan
unsur hara tersebut tidak lagi meningkatkan produksi tetapi terbuang percuma. Hal
lain ditambahkan Foth (1994), bahwa tanah Alfisol merupakan tanah dengan
kandungan liat yang tinggi sehingga nilai KTK tanahnya juga tinggi serta kesuburan
tanah alamiah yang tinggi. Nilai terendah pada pertambahan jumlah daun yaitu pada
perlakuan A5 (1,5 g). Hal ini disbebakan karena pemberian dosisi pupuk yang banyak
sehingga terjadi kelebihan unsur hara dalam tanah. Menurut Poerwowidodo (1993),
bahwa peningkatan pertumbuhan akibat penambahan takaran faktor pembatas akan
terus terjadi sampai faktor pembatas ini terhenti membatasi dan jika penambahan
faktor ini dilakukan terus hingga tercapai suatu titik yang menjadikannya berwatak
meracun maka pertumbuhan tanaman menjadi susut.
IV.2.3. Berat Segar
Perlakuan untuk P3 memberikan berat segar tertinggi yaitu 21,5867 gr. Hal
ini menunjukkan bahwa jika pertumbuhan tanman baik maka jumlah daunpun
menjadi banyak dan tanaman pun kelihatan subur sehingga tanaman pad akhirnya
memiliki berat segar yang tinggi karerna mengandung zat hijau dan air banyak. Hal
ini9 sejalan dengan pendapat Setyamiodjaya (1990) yang mengemukakan, bahwa
unsure hara yang cukup akan memberikan pertumbuhan tanaman yang baik dan
tanaman kelihatan subur sehingga memberikan hasil akhir yang lebih baik.
Barat segar terendah terdapat pada perlakuan P2 yaitu 17,76667 gr. Hal ini
menunjukkan bahwa factor lingkungan yang memperngaruhi berkurangnya jumlah
daun dan dapat menekan kesuburan tanaman sehingga dapat menurunkan hasil
akhirnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Hasan Basri Jumin (1990) yang
mengemukakan bahwa, menurunnya hasil akhir tanman bukan hanya kekurangan
unsure hara tetapi ada factor lingkungan hama dan penyakit.
IV.2.4. Kenampakan Morfologis
Penampakan morfologis pada akhir pengamatan, menunjukkan perlakuan A1
(Kontrol) dan A2 (0,25 g) menunjukkan gejala yang hampir sama. Gejala yang
dijumpai adalah daun yang menguning dan batang melemah. Hal ini disebabkan
karena tanaman kekurangan unsur P, N, dan S. dimana N merupakan bagian integral
dari klorofil, P menghasilkan energi dan S pembentuk protein. Sesuai dengan
pendapat Foth (1994), bahwa gejala kekurangan unsur N, P, S pada tanaman jagung
mengakibatkan penguningan yang meluas sampai tulang tengah dan tanaman
terhambat pertumbuhannya.
Pada perlakuan A3 (0,375 g), A4 (0,75 g) dan A5 (1,5 g), menunjukkan gejala
morfologis yang hampir sama pula. Gejala yang dijumpai adalah Ujung daun
mengerut dan daun agak hijau kekuningan. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman
kekurangan unsure Kalium dan Sulfur. Hal ini sesuai dengan pendapat Gardener
(1991), bahwa kekurangan unsur K dalam tanah akan menyebabkan daun tanaman
menjadi mengerut (keriting) sedangkan unsur S diperlukan tanaman untuk sintesa
asam amino. Sintesa asam amino akan memberikan warna hijau pada daun tanaman.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
V.1.Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Tinggi tanaman tertinggi pada perlakuan A5 (1,5 g) yaitu 67.48 cm,
sedangkan tinggi tanaman terendah pada perlakuan A1 (kontrol) yaitu 59.68
cm.
2. Jumlah Daun tertinggi pada perlakuan A1 (Kontrol) yaitu 7,6 helai ,
sedangkan Jumlah daun terendah pada perlakuan A3 (1,375 g), A4 (0,75 g)
dan A5 (1,5 g) yaitu 7,4 helai.
3. Kenampakan morfologis tanaman yang ditunjukkan oleh beberapa perlakuan
rata-rata menunjukkan gejala defisiensi unsur hara (daun berwarna kuning).
V.2. Saran
Selanjutnya pada percobaan selanjutnya digunakan dua jenis tanaman yang
berbeda untuk membandingkan pengaruh pemupukan dan gejala defisiensi terhadap
pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman.