Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

51
PROSIDING WEBINAR “PENGUATAN MEKANISME ANTI-SLAPP DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA”

Transcript of Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Page 1: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

PROSIDINGWEBINAR “PENGUATAN MEKANISME ANTI-SLAPP DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA”

Page 2: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

PROSIDINGWEBINAR “PENGUATAN MEKANISME ANTI-SLAPP DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA”

Hari, tanggal : Senin, 30 Agustus 2021Pukul : 13.00 - 16.00

Pengantar Diskusi : Raynaldo G. SembiringModerator : Marsya M. Handayani

Narasumber: Laode Muhammad Syarif, S., LL.M., Ph.D.Prof. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., Ph.DI Gusti Agung Wardana, S.H., LL.M., Ph.D.Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.

Page 3: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

PROSIDING WEBINAR PENGUATAN MEKANISME ANTI-SLAPP DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Diterbitkan oleh:

Indonesian Center for Environmental Law (ICEL)

Jl. Dempo II No. 21, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 12120, Indonesia

Phone: (62-21) 7262740, 7233390 | Fax: (62-21) 7269331

www.icel.or.id | [email protected]

Isi dari publikasi ini adalah tanggung jawab penuh dari ICEL.

Pengutipan, pengalihbahasaan dan perbanyakan (copy) isi buku ini demi pembaharuan hukum

diperkenankan dengan menyebut sumbernya.

Page 4: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| iii

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI iii

DAFTAR GAMBAR iv

LATAR BELAKANG v

PENGANTAR DISKUSI ix

HASIL PEMAPARAN 1

01. LAODE MUHAMMAD SYARIF, S., LL.M,. Ph.D. 1

1.1 Rangkuman Pembahasan 1

1.2 Pembahasan 2

02. PROF. ANDRI GUNAWAN WIBISANA, S.H., LL.M., Ph.D. 7

2.1 Rangkuman Pembahasan 7

2.2 Pembahasan 8

03. I GUSTI AGUNG WARDANA S.H., LL.M., Ph.D. 15

3.1 Rangkuman Pembahasan 15

3.2 Pembahasan 15

04. PROF. DR. HARTIWININGSIH, S.H., M.Hum. 23

4.1 Rangkuman Pembahasan 23

4.2 Pembahasan 23

DISKUSI PEMAPARAN 31

Page 5: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

ICEL – Indonesian Center for Environmental Law

iv |

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Cover Presentasi Laode M. Syarif 1

Gambar 2. Principle 10 Rio Declaration 3

Gambar 3. Principle 20 dan Principle 22 Rio Declaration 4

Gambar 4. UN Position of Environment and Human Rights 5

Gambar 5. Cover Presentasi Prof. Andri G. Wibisana 7

Gambar 6. Manual on Human Rights and the Environment (Council of Europe) 9

Gambar 7. Pembagian Hak menurut Sumud Atapattu & Andrea Schapper 10

Gambar 8. Pembagian Hak terkait Lingkungan 11

Gambar 9. Framework Principles on Human Rights and the Environment 11

Gambar 10. Laporan Margaret Sekaggaya Environmental Human Rights Defenders 12

Gambar 11. Beberapa SLAPP di Indonesia 14

Gambar 12. Cover Presentasi Prof. Hartiwiningsih 23

Gambar 13. Kerangka Hukum Perlindungan SLAPP 24

Gambar 14. Kerangka Hukum Anti-SLAPP di Beberapa Negara 25

Gambar 15. Dasar Hukum Penggalian Keadilan bagi Hakim 27

Gambar 16. Catatan mengenai Pembaruan UU 32/2009 27

Gambar 17. Usulan Pembaruan KUHAP (1) 28

Gambar 18. Usulan Pembaruan KUHAP (2) 28

Gambar 19. Usulan Perumusan Perma 29

Gambar 20. Usulan Perumusan Peraturan Internal Polri 29

Page 6: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| v

LATAR BELAKANG INDONESIAN CENTER FOR ENVIRONMENTAL LAW (ICEL)

Partisipasi publik merupakan salah satu pilar utama dalam perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup yang baik.1 Lebih lanjut, partisipasi publik merupakan

bagian dari hak asasi manusia atas lingkungan hidup yang berupa hak prosedural.2 Saat

ini, seseorang yang mempromosikan dan melindungi Hak Asasi Manusia (HAM) yang

berhubungan dengan kenikmatan dari lingkungan hidup yang aman, bersih, sehat dan

berkelanjutan diakui sebagai pembela hak asasi manusia atas lingkungan atau

Environmental Human Rights Defender (EHRD) oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB).3

Sayangnya, peran EHRD ini memiliki berbagai risiko (serangan fisik, digital, psikologis,

ekonomi, hukum) yang dapat mengganggu baik perlindungan dan pengelolaan

lingkungan maupun promosi dan perlindungan hak atas lingkungan hidup.

Lebih lanjut, adopsi Deklarasi tentang Pembela HAM 1998 telah menjadi tonggak dalam

pengembangan upaya untuk mengakui dan melindungi hak individu, kelompok, dan

komunitas untuk mempromosikan dan melindungi hak-hak asasi manusia.4 Berbagai

tingkat pemerintahan dan berbagai aktor baik internasional maupun nasional telah

mengembangkan mekanisme dan peraturan perlindungan terhadap pembela Hak Asasi

Manusia.

Di Indonesia sendiri, pembelaan terhadap HAM dijamin dalam Pasal 28C ayat (2) UUD

1945. Partisipasi dalam pembelaan terhadap HAM juga dijamin dalam pasal 100

Undang-Undang No. 39 tahun 1999. Kemudian, perlindungan terhadap pembela HAM

secara umum di Indonesia diatur dalam Peraturan Komisi Nasional HAM No. 5 tahun

2015 tentang Prosedur Perlindungan Terhadap Pembela HAM. Secara khusus, pasal 66

Undang-Undang No. 32 tahun 2009 memberikan perlindungan hukum bagi pembela

HAM atas lingkungan dari serangan hukum, berupa tuntutan pidana ataupun gugatan

perdata. Serangan hukum ini dikenal sebagai Strategic Litigation Against Public

Participation (SLAPP) dan mekanisme perlindungannya dikenal sebagai anti-SLAPP.5

1 Prinsip 10 Deklarasi Rio

2 Jona Razzaque, ‘Information, Participation and Access to Justice’ dalam Shawkat Alam et al (eds)

3 Routledge Handbook of International Environmental Law (London: Taylor & Francis, 2012) hlm.137.

4 UN general assembly A/RES/53/144, 8 March 1999.

5 Anti SLAPP berkembang sejak tahun 1988 yang berangkat dari hasil observasi Pring dan Canan terhadap sejumlah kasus di Amerika dimana terdapat fenomena serangan hukum terhadap masyarakat sipil yang menyuarakan hak politiknya. Lihat George W. Pring, “SLAPPs: Strategic Lawsuits Against Public Participation”, 7 Pace Envtl.L.Rev.3, 1989, hlm. 1.

Page 7: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

ICEL – Indonesian Center for Environmental Law

vi |

Sayangnya, mekanisme anti-SLAPP ini belum memiliki hukum acara yang komprehensif.

Mekanisme ini baru diatur dalam Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung No.

36/KMA/SK/II/2013 (SK KMA 36/2013) tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan

Perkara Lingkungan Hidup.6

Lebih lanjut, fenomena SLAPP patut dikhawatirkan karena dapat membungkam dan

menurunkan kebebasan sipil dalam menyampaikan pendapat dan berpartisipasi dalam

proses pemerintahan yang menyangkut kepentingan publik.7 Hal ini karena SLAPP

merupakan pengalihan forum, dari forum publik menjadi forum hukum dan pengalihan

konflik dari konflik kepentingan publik menjadi konflik privat. Selain itu, SLAPP

berdampak pada masyarakat baik secara moneter, waktu, dan psikologis, serta kasus

kepentingan publik yang utama.8 Di samping itu, pembela HAM atas lingkungan

mendapatkan ancaman dalam bentuk lainnya, seperti serangan fisik maupun digital

yang belum termasuk dalam mekanisme anti-SLAPP. Terlebih, sekarang ini fungsi

partisipasi publik direduksi secara sistematis dalam hukum yang berlaku.9

Di sisi lain, kasus-kasus pelanggaran hak dan hukum ataupun serangan terhadap

pembela HAM atas lingkungan merupakan fenomena gunung es. Hal ini karena kasus-

kasus yang sampai pada putusan pengadilan dan terpublikasikan hanyalah puncak

gunung es yang terlihat. Banyak kasus-kasus yang tidak terpublikasikan yang disebabkan

oleh berbagai faktor. Sepanjang tahun 2020, Komnas HAM mencatat sebanyak 11 aduan

terkait kriminalisasi yang berasal dari individu, organisasi masyarakat sipil, lembaga

bantuan hukum, dan sebagainya. Sementara, Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil untuk

Pembela HAM mencatat angka yang lebih tinggi, yakni 116 kasus selama periode

Januari-Oktober 2020.10 Sedangkan, ICEL mengidentifikasi ada 5 SLAPP yang telah

diputus, 2 kasus perdata dan 3 kasus pidana. Namun, dari 5 putusan tersebut11 hanya 2

6 SK KMA 36/2013 mengartikan Anti SLAPP sebagai perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan hidup, gugatan SLAPP dapat berupa gugatan balik (gugatan rekonvensi), gugatan biasa atau berupa pelaporan telah melakukan tindak pidana bagi pejuang lingkungan hidup (misalnya, dianggap telah melakukan perbuatan “penghinaan” sebagaimana diatur dalam KUHP.

7 Pamela Shapiro, “SLAPPs: Intent or Content? Op. Cit., hlm. 16.

8 Penelope Canan and George W. Pring, “Studying Strategic Lawsuits against Public Participation: Mixing Quantitative and Qualitative Approaches” Law & Society Review, Vol. 22, No.2, 1988, hlm. 390.

9 ICEL, “Setelah UU Cipta Kerja: Meninjau Esensi Partisipasi Publik Dalam Amdal,” ICEL, 2020, hlm. 1.

10Ady Thea, “Catatan Minus Terhadap Perlindungan Pembela HAM,” https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5fcfb19c80b68/catatan-minus-terhadap-perlindungan-pembela- ham, diakses pada 9 April 2021.

11 Willy Suhartono melawan H. Rudy (Putusan PN: 177/Pdt.G/2013/ PN.Mlg dan MA: 2263 K/Pdt/2015), PT Bumi Konawe Abadi melawan Daeng Kadir dan Abdul Samad (Putusan No: 16/Pdt.G/2013/PN.Unh, 104/PDT/2014/PT.KDI, 1934K/Pdt/2015), Kriminalisasi Heru Budiawan/Budi Pego, Kriminalisasi Sawin,

Page 8: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| vii

putusan yang mengimplementasikan anti-SLAPP dengan baik, yakni putusan PT Bumi

Konawe Abadi melawan Daeng Kadir dan Abdul Samad12 dan putusan lepas kriminalisasi

Robandi dkk.13 Adapula, kasus yang tidak jadi masuk ke pengadilan karena gugatan

dicabut, seperti gugatan PT Jatim Jaya Perkasa melawan Bambang Hero dan Nur Alam

melawan Basuki Wasis pada tahun 2018. Kasus-kasus yang disebutkan ini hanyalah

sebagai kecil dari yang sebenarnya terjadi, angka pasti SLAPP (kriminalisasi dan gugatan),

intimidasi ataupun bentuk pengekangan lainnya terhadap masyarakat dan pembela HAM

yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat diyakini masih lebih

banyak yang tidak tercatat. Tentunya situasi ini harus dipandang sebagai alarm bagi

partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Lebih jauh lagi, maraknya serangan hukum terhadap pejuang HAM atas lingkungan ini

diduga karena masih adanya kelemahan dalam norma substantif dan prosedural Anti-

SLAPP. Sebagai contoh, penjelasan pasal 66 UU 32/2009 membatasi pemberian

perlindungan bagi masyarakat yang memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan

sehat hanya kepada masyarakat yang telah menempuh proses persidangan. Padahal,

pelanggaran hak untuk berperan serta dapat terjadi juga kepada masyarakat yang

memperjuangkan hak atas lingkungan hidupnya tanpa menempuh proses persidangan.

Celah hukum lainnya terdapat dalam SK KMA 36/2013 yang memberikan ruang

penggunaan dalil Anti-SLAPP pada tahap pembelaan dalam perkara pidana dan harus

diputuskan dalam putusan sela. Hal ini problematis karena 1) pengajuan Anti-SLAPP

dalam tahap pembelaan sudah memasuki pokok perkara, sehingga tidak dapat diputus

terlebih dahulu dalam putusan sela; 2) penggunaan putusan sela terkendala hukum

acara, karena Anti-SLAPP bukanlah objek yang dapat diputus dalam putusan sela

menurut HIR, RBg, dan KUHAP.

Namun demikian, pada bulan Mei 2021, Pengadilan Tinggi Bangka Belitung berhasil

mengaplikasikan Anti-SLAPP dengan melepaskan 6 warga Kelurahan Kenangan,

Kecamatan Sungailiat, Bangka Belitung yang dikriminalisasi ketika melakukan partisipasi

publik atas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dalam putusan dengan

nomor perkara 21/Pid/2021/PT BBL. Putusan ini merupakan tonggak sejarah

kemenangan masyarakat pertama melawan SLAPP di ranah pidana, tidak hanya karena

menghentikan SLAPP tetapi juga memberikan pemulihan hak kepada korban SLAPP. Oleh

karena itu, Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) mengadakan webinar yang

bekerja sama dengan Asosiasi Pembina Hukum Lingkungan Indonesia (APHLI) untuk

mengarusutamakan mekanisme Anti-SLAPP dalam perlindungan HAM atas lingkungan

Nanto, Sukma (Putusan PN: 397/Pid.Sus/2018/PN.Idm), Kriminalisasi Robandi dkk (Putusan No: 454/Pid.B/2020/PN.Sgl, dan PT: 21/PID/2021/PT.BBL)

12 Putusan dengan nomor Pekara: 16/Pdt.G/2013/PN.Unh, 104/PDT/2014/PT.KDI, 1934K/Pdt/2015.

13 Putusan dengan nomor Pekara: 454/Pid.B/2020/PN.Sgl, dan PT: 21/PID/2021/PT.BBL.

Page 9: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

ICEL – Indonesian Center for Environmental Law

viii |

melalui kajian dan suara akademisi. Webinar ini diselenggarakan pada Senin, 30 Agustus

2021 pukul 13.00-16.15 WIB dengan empat orang narasumber yang merupakan

pengajar hukum lingkungan.

Page 10: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| ix

PENGANTAR DISKUSI Oleh: Raynaldo G. Sembiring - Direktur Eksekutif ICEL

Kegiatan Webinar “Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam Sistem Hukum Indonesia”

merupakan kegiatan yang terlaksana atas dukungan dari Kemitraan Bagi Pembaruan

Tata Kelola Pemerintahan, dan juga bekerjasama dengan Asosiasi Pengajar Hukum

Lingkungan Indonesia (APHLI) yang sejak beberapa lama mendiskusikan dan

merumuskan bagaimana kira-kira arah perkembangan perlindungan bagi pejuang

lingkungan kedepannya.

Diskusi mengenai Strategic Lawsuit Against Public Participation tidak hanya menyangkut

pejuang lingkungan saja tetapi juga menyangkut perlindungan terhadap kebebasan

berekspresi kita. Perlindungan terhadap partisipasi publik kita yang merupakan fondasi-

fondasi dasar bagi demokrasi lingkungan dan fondasi dasar dari hak-hak akses yang

ada di dalam Deklarasi Rio. Secara garis besar, hal ini menyangkut perlindungan hukum

untuk mendorong adanya pembaharuan hukum lingkungan yang lebih baik, dan

gambaran lebih besarnya lagi adalah perlindungan demokrasi Indonesia yang lebih baik

kedepannya.

SLAPP bukan hanya berbicara mengenai aktivis lingkungan saja tetapi juga berbicara

mengenai semua masyarakat Indonesia yang ingin menggunakan haknya yang telah

dijamin oleh Konstitusi dan Peraturan Perundang-Undangan. Dalam beberapa kali

pekerjaan atau advokasi terhadap Anti-SLAPP yang sudah kita lakukan selama ini, sudah

banyak perkembangan yang terjadi. Mungkin Indonesia - di Asia Tenggara, selain Filipina

- termasuk Negara yang sudah cukup maju, dimana pengaturan SLAPP telah

diakomodasi di dalam:

• Undang-Undang;

• Pedoman yang dikeluarkan Mahkamah Agung, dan beberapa instansi penegak

hukum yang sedang mencoba mengakomodasi; dan

• Putusan Pengadilan terutama dalam konteks Peradilan Pidana yang sudah

mengakomodasi Anti-SLAPP dan memberikan perlindungan hukum bagi korban

dalam hal ini Pejuang Lingkungan.

SLAPP merupakan fenomena yang sangat mengkhawatirkan. Fenomena ini berkembang

sangat pesat di negara utara dalam konteks Keperdataan. Hal ini dikarenakan karena

SLAPP pada saat itu berkembang melalui gugatan-gugatan yang sifatnya sangat

fenomenal dan sangat fantastis angka-angkanya. Kemudian fenomena SLAPP juga

masuk ke Selatan di Asia Tenggara, dan paling marak kasus ini terjadi konteks Pidana.

Apabila kita melihat konteks di Filipina, Indonesia maupun negara-negara lainnya

Page 11: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

ICEL – Indonesian Center for Environmental Law

x |

banyak sekali mekanisme-mekanisme upaya paksa, penangkapan atau proses-proses

hukum yang tidak layak yang digunakan untuk menghentikan atau membungkam

kebebasan berekspresi, kebebasan berpendapat, atau partisipasi publik. Hal ini

menegaskan jika Anti SLAPP memiliki urgensi besar terutama dalam konteks hukum

Pidana dan tentu juga dalam konteks hukum Perdata.

Meskipun sudah banyak sekali masukan dan perkembangan penting yang dalam

perkembangan regulasi Anti-SLAPP, tetapi yang paling mendasar adalah bagaimana

memanfaatkan mekanisme yang ada di dalam Kitab Undang-Undang Acara Pidana,

sehingga dapat dilakukan penghentian perkara baik sejak tahap yang paling hulu, yaitu

sejak tahap Penyidikan, Penuntutan. Tentunya kita tidak ingin SLAPP sampai masuk ke

dalam tahap Pengadilan, tetapi jika hal tersebut terjadi maka diharapkan juga bisa

diselesaikan di Pengadilan. Penting juga untuk memanfaatkan aturan-aturan atau norma-

norma yang sudah ada di dalam KUHP kita, dan ini penting untuk didiskusikan, misalnya

Anti-SLAPP dimasukkan atau dielaborasi dalam konteks dasar penghapus Pidana atau

tidak.

Hal yang tidak kalah penting adalah bagaimana memastikan agar Anti-SLAPP ini dapat

diperjuangkan oleh Pemerintah. Karena saat ini baru sektor Yudisial yang telah

mengakomodasi Anti-SLAPP, seperti Mahkamah Agung yang sudah memiliki pedoman

dan praktik baik dalam putusan, begitu juga di Kejaksaan sudah ada diskusi mengenai

hal tersebut. Pada dasarnya Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan

Kehutanan memiliki agenda besar untuk mulai melindungi dan meningkatkan partisipasi

publik. Kita ketahui, jika sudah sejak lama terdapat Rancangan Peraturan Menteri tentang

Anti-SLAPP yang sampai sekarang kita masih menunggu bagaimana agar Rancangan

Peraturan Menteri ini bisa segera diundangkan. Walaupun kita sama-sama tahu banyak

aspek prosedural yang perlu diperkuat yang tidak bisa dilakukan hanya melalui

Rancangan Peraturan Menteri saja. Tetapi setidak-tidaknya, Rancangan Peraturan Menteri

ini bisa menjadi satu indikasi atau acuan awal bagi sektor-sektor atau Penegak Hukum

lainnya. Tentunya terdapat harapan besar agar Pemerintah melalui berbagai macam

institusi termasuk institusi di bidang Lingkungan Hidup untuk bisa terus melanjutkan

pembahasan - dan yang kami tahu masih terus dikerjakan - dan segera disahkan agar

instrumen ini bisa menjadi fondasi bagi perlindungan Partisipasi Publik dan perlindungan

Demokrasi Lingkungan di Indonesia.

Page 12: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

I HASIL PEMAPARAN

Page 13: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...
Page 14: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 1

01. Laode Muhammad Syarif, S., LL.M,. Ph.D. Direktur Eksekutif Kemitraan & Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin

1.1 RANGKUMAN PEMBAHASAN

Topik: Anti SLAPP Dalam Hukum Lingkungan Nasional

• Perkembangan hukum lingkungan, sudah dilakukan dari tahun 70-an dan

berkembang setiap 10 tahun sekali. Dari yang awalnya menggunakan perspektif

yang sangat patriarkis menggunakan terminologi He/Man, kemudian mulai

berkembang menjadi lebih universal, yang kemudian juga mengakui adanya peran

perempuan hingga kaum-kaum minoritas lainnya.

• Pejuang lingkungan hidup/ environmental human rights defenders sudah diakui

oleh PBB. Dalam hal ini PBB menegaskan jika pejuang lingkungan hidup adalah

individu baik kelompok maupun secara personal yang melakukan perlindungan

dan mempromosikan lingkungan hidup dengan cara-cara yang damai sehingga

tidak dapat diserang baik intimidasi ataupun secara hukum.

Gambar 1. Cover Presentasi Laode M. Syarif

Page 15: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 01: Laode Muhammad Syarif, S., LL.M., Ph.D.

2 |

1.2 PEMBAHASAN

SOFT-LAW INTERNATIONAL INSTRUMENTS

Hak atas lingkungan bukanlah suatu hal yang baru, karena pada dasarnya hak atas

lingkungan sudah diakui sejak deklarasi 1972 yakni di dalam Declaration on the Human

Environment. Hal penting yang dikatakan di dalam pembukaan deklarasi ini adalah “both

aspects of man’s environment, the natural and the man-made are essential to his well-

being and the enjoyment of basic human right to life itself.” Salah satu hal yang perlu

disoroti dari deklarasi ini adalah nuansa antroposentris yang tercermin dari mulai judul

deklarasi ini, yaitu: “Declaration on the Human Environment”, yakni menggunakan frasa

“lingkungan manusia”. Hal ini memberi kesan seakan-akan spesies ataupun biodiversity

lain hanya merupakan pelengkap saja. Tetapi secara garis besar dokumen ini sebagai

dokumen awal sudah menyoroti “Perlindungan dan peningkatan lingkungan manusia”

adalah isu yang mempunyai dampak terhadap well-being manusia itu sendiri.

Selanjutnya apabila kita melihat Stockholm Declaration dinyatakan pula bahwa: “Man has

fundamental right to freedom ---”. Nuansa di dalam dokumen ini masih banyak

membicarakan laki-laki karena menggunakan pronouns “He” tidak ada “She”, bukan

“Human” tetapi “Man”. Namun secara umum, Deklarasi ini sudah memikirkan generasi

yang akan datang sebagaimana disebutkan di dalam ayat 2: “kita harus menjaga

lingkungan untuk generasi yang akan datang melalui planning yang sangat baik/teliti

(careful planning)”.

Selanjutnya 10 tahun kemudian - menarik jika kita mempelajari hukum lingkungan

Internasional, selalu 10 tahun. Berselang setelah 10 tahun di Stockholm, terdapat

pertemuan yang bernama 1982 World Charter for Nature. Pertemuan ini didukung oleh

34 Negara dari developing countries dan menghasilkan “World Charter for Nature 1982”.

Berbeda dengan Stockholm, kalimat-kalimat di dalam World Charter for Nature lebih

banyak memberikan obligation, responsibility, kepada warga negara dan orang.

Di dalam mukadimahnya dikatakan jika: “mankind sebagai bagian integral dari alam

yang hidupnya sangat tergantung dari fungsi yang tidak uninterrupted untuk supply ke

depan”. Di dalam dokumen ini bahasa yang digunakan tampak lebih gender inclusive.

Disebutkan jika Hak untuk berpartisipasi sudah ada di situ. Bahkan di Principle yang ke

24 disebutkan “each person” bukan lagi “each state”. Jadi kita semua ini orang-orang

memiliki hak untuk melakukan sesuai dengan ketentuan dalam charter ini baik secara

sendiri-sendiri maupun secara berkelompok untuk berpartisipasi di dalam “participation

in political process”. Sehingga Pemerintah tidak boleh dibiarkan menjadi satu-satunya

aktor yang berperan - tetapi each person - harus berpartisipasi dalam proses politik untuk

memastikan tujuan Charter ini tercapai.

Page 16: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 3

Setelah itu 10 tahun kemudian, di tahun 1992 terdapat Rio Declaration. Berkaitan dengan

partisipasi terdapat di dalam Principle 10 yang sebagai berikut:

Gambar 2. Principle 10 Rio Declaration

Deklarasi ini mengatakan bahwa “At the national level, each individual shall have

appropriate access to information concerning the environment that is held by public

authorities, including information on hazardous materials and activities in their

communities, and the opportunity to participate in decision-making process”. Yaitu

“informasi yang berhubungan dengan bahan-bahan berbahaya atau aktivitas di dalam

komunitas mereka, dan hak untuk berpartisipasi dalam decision making process”. Bahkan

di dalam Prinsip 20 disebutkan terdapat penekanan jika Perempuan memiliki peran yang

vital dalam environmental development, dan selanjutnya di dalam Prinsip 22 Deklarasi ini

disebutkan pula mengenai peran dan partisipasi dari Indigenous Community. Berikut

merupakan isi dari Prinsip 20 dan 22:

Page 17: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 01: Laode Muhammad Syarif, S., LL.M., Ph.D.

4 |

Gambar 3. Principle 20 dan Principle 22 Rio Declaration

Berselang 10 tahun kemudian, di tahun 2002 terdapat Johannesburg Declaration.

Dimana Prinsip 26 deklarasi ini menegaskan bahwa “we recognize sustainable

development requires a long term perspective and broad-based participation in policy

formulation.”

HARD LAW INTERNATIONAL INSTRUMENTS

Apa yang sebelumnya dijelaskan merupakan instrumen yang bersifat soft law, dimana

kesemuanya berbentuk Deklarasi. Tetapi selanjutnya kata-kata yang tertuang di dalam

soft law tersebut diakui bahkan masuk di dalam konvensi-konvensi, misalnya pada UN

Convention on Biodiversity 1992. Indonesia sendiri sudah menandatangani instrumen ini.

Hal yang paling penting apabila dikaitkan dengan salah satu materi muatan Undang-

Undang Cipta Kerja misalnya adalah Pasal 14 di atas. Pasal tersebut mengatakan jika :

“introduce appropriate procedures requiring environmental impact assessment”, dimana

setiap yang berhubungan dengan analisis mengenai dampak lingkungan itu, harus

“allow for public participation”. Jadi kita harus dibolehkan atau dimintakan untuk

partisipasi publik. Bahkan, Pasal 6 UN Framework Convention on Climate Change

menyebutkan bahwa “ (ii) public access to information on climate change and its effect;

(iii) public participation in addressing climate change and its effect”. Dalam hal partisipasi

ini, negara harus mempromosikan bukan menghalangi. Sehingga kritik yang menyoroti

kinerja buruk pemerintah berkaitan dengan lingkungan tidak boleh dibungkam dengan

SLAPP.

Page 18: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 5

Posisi PBB terhadap environment and human rights dapat dilihat sebagai berikut:

Gambar 4. UN Position of Environment and Human Rights

PBB menegaskan jika: “environmental human rights defender adalah orang-orang atau

grup orang yang dalam kapasitas personal maupun profesional melakukan - dengan

peaceful - melindungi dan mempromosikan human rights yang berhubungan dengan

lingkungan”. Sehingga di dalam dokumen ini dikatakan jika terhadap orang-orang atau

grup tersebut tidak boleh ada serangan, penyiksaan, intimidasi dan pembunuhan

terhadap pembela lingkungan. PBB mengadvokasikan setiap negara, atau aktor non

negara, termasuk dunia usaha untuk melindungi hak-hak lingkungan dan legal standing

masyarakat. Negara harus mendukung pula responsible management of natural

resources. Secara umum PBB Meminta kepada Pemerintah dan Perusahaan akuntabilitas

ketika ada Environmental Defenders yang diserang atau bahkan dibunuh.

Terakhir, Arhus Convention menjelaskan tiga pilar penting:

1. Akses Terhadap Informasi

2. Partisipasi Publik

3. Access To Justice

Hal-hal inilah yang harus didorong oleh Pemerintah Republik Indonesia jika Pemerintah

benar-benar ingin melindungi lingkungannya.

Page 19: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 01: Laode Muhammad Syarif, S., LL.M., Ph.D.

6 |

Page 20: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 7

02. Prof. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., Ph.D. Guru Besar Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Indonesia

2.1. RANGKUMAN PEMBAHASAN

Topik: HAM Atas Lingkungan dan Pembelaan HAM

• Kerusakan lingkungan hidup akan terjadi lebih parah di dalam konteks negara

yang perwujudan HAM nya belum sempurna.

• Terdapat banyak hak-hak asasi manusia yang terkait dengan lingkungan hidup

sebagaimana di highlight oleh John Knox. Oleh sebab itu negara mempunyai

kewajiban untuk memastikan lingkungan yang aman, bersih, sehat, dan

berkelanjutan untuk memenuhi kenikmatan HAM secara penuh.

• Telah terdapat banyak prinsip-prinsip yang mengakui perlindungan atas

Environmental Human Rights Defender baik dari PBB, UNEP, yang kemudian secara

konkrit diturunkan ke dalam prinsip-prinsip serta kewajiban negara untuk tidak

melanggar hak dari para pejuang HAM. Selain itu terdapat pula prinsip dimana

negara harus bertindak dengan layak untuk mencegah, menginvestigasi, dan

mengadili pelanggaran HAM yang terjadi.

• Dalam konteks Indonesia pelaksanaannya belum maksimal walaupun sudah

diakui perlindungan atas lingkungan hidup baik secara konstitusional maupun di

dalam undang-undang lingkungan hidup sendiri.

Gambar 5. Cover Presentasi Prof. Andri G. Wibisana

Page 21: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 02: Prof. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., Ph.D.

8 |

2.2 PEMBAHASAN

Hubungan keterkaitan antara isu Hak Asasi Manusia (HAM) dengan lingkungan adalah

kerusakan lingkungan menjadi lebih buruk ketika terjadi di Negara yang penghormatan

terhadap HAM-nya buruk. Perusakan lingkungan juga dianggap sebagai pelanggaran

HAM dan biasanya diikuti dengan pelanggaran HAM lainnya. Sehingga, pada satu sisi

perlindungan lingkungan dapat dianggap sebagai sebuah alat bagi terwujudnya

perlindungan HAM. Sedangkan di sisi lain, perlindungan HAM dapat menjadi cara yang

efektif untuk mewujudkan perlindungan lingkungan. Maka dari itu dapat disimpulkan jika

hubungan antara perlindungan lingkungan dan HAM bersifat Resiprokal.

Pada diskusi sebelumnya, telah dijelaskan mengenai Stockholm tahun 1972 dan ini

memang merupakan cikal awal pembicaraan mengenai HAM dalam hubungannya

dengan lingkungan hidup. Pada perkembangannya setelahnya terdapat pula usulan-

usulan, yang salah satunya dikemukakan oleh Rene Cassin. Cassin mengemukakan

bahwa perlindungan HAM bisa diperluas, dimana pada saat itu HAM hanya berkutat

pada Hak Politik atau Ekonomi, Sosial, Budaya. Perlindungan HAM ini diperluas sehingga

memasukkan “right to a healthful and decent environment”.

Kemudian berkembang pula usulan seperti yang diusulkan oleh Melissa Thorme yang

mengusulkan Hak Atas Lingkungan sebagai HAM Generasi Ketiga. Tujuannya adalah

dengan diakuinya HAM generasi ketiga - hak atas lingkungan - itu mendapat jaminan

perlindungan lingkungan dan adanya kewajiban untuk melindungi lingkungan secara

global, baik generasi sekarang ataupun yang akan mendatang. Hal ini juga diusulkan

oleh Steve Turner yang mengatakan jika dimasukkannya hak atas lingkungan sebagai

HAM akan memungkinkan perlindungan lingkungan di posisi yang sama. Sehingga

memainkan Trump Effect, yaitu membuat kepentingan lingkungan sejajar dengan hak

lainnya dan akan mengalahkan kepentingan lain yang belum dianggap sebagai hak

asasi manusia.

Namun ada banyak kritik terhadap hal ini, diantaranya adalah sebagaimana yang

dikemukakan oleh Dinah Shelton, yaitu:

• Ditambahkannya jenis hak baru dikhawatirkan akan mengganggu pelaksanaan

hak lain yang sudah diakui sebagai HAM

• Hak atas lingkungan yang baik sulit terlaksana, karena sulit untuk menentukan

standar minimum secara universal. Karena dalam hal ini akan ada standar untuk

menentukan kualitas lingkungan hidup yang baik yang sehat itu seperti apa.

Karena kita kesulitan menentukan itu, maka dianggap akan sulit untuk

dilaksanakan

• Antroposentris. Dalam hal ini, hak asasi manusia bagaimanapun juga bersifat

antroposentris karena cakupannya adalah hak dari manusia.

Page 22: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 9

Terlepas dari kritik-kritik itu, usulan-usulan tentang hak lingkungan sebagai HAM itu

berkembang di seluruh dunia. Bahkan apabila mengutip tulisan dari David Boyd, terdapat

ratusan negara yang sudah mengadopsi hak atas lingkungan yang baik di dalam

konstitusinya, sebagai hak konstitusional atau hak asasi manusia (termasuk Indonesia).

Terdapat beberapa pandangan yang melihat jika kita tidak perlu untuk memfokuskan

pada hak atas lingkungan sebagai hak sendiri yang terpisah. Pandangan semacam ini

bukan berarti tidak ada jaminan bagi seseorang atau bagi kita untuk memperjuangkan

lingkungan hidup yang baik. Karena Lingkungan hidup yang baik bisa diperjuangkan

dan dipertahankan melalui existing, yaitu hak-hak yang sudah ada baik di hak sipil politik

maupun ECOSOC.

Khusus di Eropa, European Convention on Human Rights tidak memiliki pasal yang khusus

mengenai lingkungan hidup. Tetapi apakah isu lingkungan hidup menjadi tidak bisa

dibawa di pengadilan HAM Eropa? Ternyata tidak. Terdapat beberapa putusan yang

menggunakan hak-hak yang sudah ada. Berikut merupakan bentuk-bentuk hak yang

dapat dipakai:

Gambar 6. Manual on Human Rights and the Environment (Council of Europe)

Penggunaan hak-hak tersebut justru diadopsi di dalam banyak putusan terkait lingkungan

di Eropa. Terdapat beberapa contoh diantaranya yang paling terkenal adalah Lopez

Ostra V. Spain Judgement of December 9, 1994, Case No. 41/1993/436/515.

Pada dasarnya beberapa HAM yang telah ada memang dapat dipakai dalam konteks

lingkungan hidup. Tetapi persoalannya adalah di dalam beberapa kasus di Eropa,

penggugat haruslah individu yang benar-benar terdampak atas pelanggaran HAM, hal

ini dikarenakan tidak adanya actio popularis di dalam European Convention on Human

Page 23: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 02: Prof. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., Ph.D.

10 |

Rights. Dalam beberapa kasus, ketika beberapa organisasi mengajukan keberatan dan

gugatan tersebut berkaitan dengan lingkungan hidup, dimana ia sendiri tidak terkena

dampak justru berakhir ditolak oleh pengadilan.

Untuk dapat mengetahui letak hak atas lingkungan, kita dapat melihat Pembagian Hak

yang juga dikemukakan oleh Sumudu Atapattu & Andrea Schapper. Ia membagi hak

menjadi 2 yaitu hak substantif dan hak prosedural sebagai berikut:

Gambar 7. Pembagian Hak menurut Sumud Atapattu & Andrea Schapper

Khusus untuk Right To A Health Environment , David Boyd (yang merupakan Special

Rapporteur UNHCR), di dalam laporannya membagi Right To A Health Environment ke

dalam:

• Substantive Elements

• Procedural Elements

Kita juga dapat melihat Pembagian Hak paling baru sebagaimana dikemukakan oleh

Pierre-Marie Dupuy dan Jorge Vinuales, dimana ia membagi rights to environment

menjadi:

Page 24: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 11

Gambar 8. Pembagian Hak terkait Lingkungan menurut Pierre-Marie Dupuy dan Jorge Vinuales.

Lalu bagaimana hubungannya pembagian hak yang telah dikemukakan oleh beberapa

ahli sebelumnya dengan Human Rights Defender? Ulasan mengenai kaitan antara

pembagian hak dan Human Rights Defender diantaranya dapat merujuk pada Special

Rapporteurs oleh John Knox, mengenai “Framework Principles on Human Rights and the

environment”. Berikut merupakan beberapa kutipan mengenai beberapa prinsip yang

relevan:

Gambar 9. Framework Principles on Human Rights and the Environment

Page 25: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 02: Prof. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., Ph.D.

12 |

Terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan, yakni sebagai berikut:

• Framework Principle 1 dan Framework Principle 2, mengindikasikan 2 hal:

1. Lingkungan yang bersih merupakan hal yang penting (necessary) bagi

terpenuhinya hak asasi manusia secara utuh.

2. Terpenuhinya hak asasi manusia termasuk kebebasan untuk menyatakan

pendapat, berkumpul, memperoleh pendidikan, dan berpartisipasi dalam

pengambilan keputusan merupakan hal yang vital.

• Framework Principle 4 menyatakan jika negara harus menyediakan lingkungan

yang aman dan memungkinkan bagi individu atau kelompok masyarakat untuk

bekerja dalam konteks hak asasi manusia dan lingkungan hidup, sehingga mereka

dapat beroperasi bebas dari ancaman intimidasi dan kekerasan.

• Framework Principle 5 menyatakan negara harus melindungi kebebasan

berpendapat, berkumpul dan dalam hubungannya dengan lingkungan. Dalam

komentarnya John Knox mengatakan jika negara harus menjamin hak-hak tersebut

dilindungi. Apakah ketika mereka dalam konteks prosedur pengambilan keputusan

ataupun di luar itu, keduanya harus dilindungi. Juga tanpa melihat pendapat

masyarakat/orang itu merupakan pendapat yang mendukung atau oposisi dari

proyek yang dilakukan oleh negara.

Kemudian hal ini memiliki keterkaitan dengan Environmental Human Rights Defender,

sebagaimana yang dinyatakan oleh Margaret Sekaggaya di dalam laporannya sebagai

berikut:

Gambar 10. Laporan Margaret Sekaggaya mengenai Environmental Human Rights Defenders.

Page 26: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 13

Dalam laporan tersebut Sekaggaya mengemukakan jika:

1. Human Rights Defender secara keseluruhan memiliki kebebasan untuk menentang

proyek-proyek pembangunan dan juga bebas dari restriksi. Jika terdapat restriksi

yang dilakukan, hal itu harus berdasarkan dengan undang-undang yang berlaku.

2. Negara memiliki kewajiban untuk tidak melakukan pelanggaran hak dari para

pejuang HAM. Di sisi lain mereka juga harus bertindak dengan layak untuk

mencegah, menginvestigasi dan mengadili pelaku pelanggaran HAM sesuai

dengan apa yang disebutkan di dalam Human Rights Defenders. Kemudian

negaralah yang memikul tanggung jawab utama untuk melindungi individu

termasuk Human Rights Defenders.

Berkaitan dengan Environmental Human Rights Defender, pada tahun 2010 disepakati

Bali Guidelines for the Development of National Legislation on Access to Information, Public

Participation in Decision-making and Access to Justice in Environmental Matters.

Penjelasan dari UNEP di tahun 2015 khusus untuk guideline nomor 9 menggaris bawahi

perlindungan terhadap Environmental Human Rights Defenders. Guideline nomor 9

mengatakan bahwa: negara harus sebisa mungkin melakukan upaya untuk mencari

partisipasi publik secara aktif dalam cara yang transparan dan konsultatif. Untuk

menjamin bahwa pandangan dari masyarakat akan diberikan kesempatan untuk

mengutarakan pendapat mereka.

Dalam konteks Indonesia sendiri, Hak atas Lingkungan Hidup merupakan hak

konstitusional. Hak ini dijamin di dalam konstitusi. Undang-Undang Perlindungan dan

Pengelolaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) juga menjelaskan jika lingkungan hidup yang

baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional. Kemudian perwujudan dari

hak atas lingkungan yang merupakan hak asasi dan hak konstitusional diwujudkan pula

di dalam pasal 65 UU PPLH.

Pasal yang paling penting apabila kita mendiskusikan mengenai SLAPP adalah, pasal 66

yang menyebutkan jika: “Setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup

yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.

Tetapi pada pelaksanaannya, perlindungan yang sudah dimuat di dalam hukum

internasional ataupun nasional lumpuh pada praktiknya. Hal ini dapat terlihat dari

preseden beberapa kasus yang terjadi sebagai berikut:

Page 27: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 02: Prof. Andri Gunawan Wibisana, S.H., LL.M., Ph.D.

14 |

Gambar 11. Beberapa SLAPP di Indonesia.

Secara keseluruhan dapat dikatakan jika tuduhan-tuduhan terhadap pejuang lingkungan

sebagaimana contoh di atas bersifat trivial. Tetapi, hal tersebut tetap saja merupakan

ancaman yang menunjukkan jika seseorang bisa dipidana karena ia menolak

pembangunan yang merusak lingkungan. Sehingga dapat disimpulkan jika perlindungan

terhadap hak atas lingkungan hidup dan juga terhadap pejuang lingkungan dalam

tataran pelaksanaannya belum tentu sama baiknya dengan norma. Oleh sebab itu

dibutuhkan peraturan/pedoman pelaksanaan jaminan EHRD.

Page 28: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 15

03. I Gusti Agung Wardana S.H., LL.M., Ph.D. Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

3.1 RANGKUMAN PEMBAHASAN

• Penyerangan, intimidasi, dan pembungkaman terhadap pembela lingkungan

dalam kepustakaan hukum lingkungan populer dikenal sebagai SLAPP

sebagaimana diperkenalkan oleh Pring dan Canan. Pring dan Cannan dalam

bukunya membatasi karakteristik SLAPP sebagai civil complaint atau counterclaim.

• Penggunaan istilah SLAPP dan intimidasi hukum digunakan oleh Pemateri secara

bergantian. Sebagaimana gagasan Pemateri yang menawarkan untuk mengganti

frasa “lawsuit” yang berkarakter private menjadi frasa “litigation” sehingga

membuka kemungkinan bahwa penyerangan terhadap pembela lingkungan itu

bisa dilakukan oleh entitas private maupun entitas publik yang dalam hal ini adalah

negara baik menggunakan Perdata, Pidana maupun Administratif. Hal inilah yang

merupakan kelemahan dari Pasal 66 UUPLH, karena tidak mencakup administratif.

• 95% dari SLAPP atau legal intimidation yang dilakukan di Indonesia menggunakan

prosedur Pidana, 5% lainnya melalui prosedur perdata.

3.2 PEMBAHASAN

Penyerangan, intimidasi, dan pembungkaman terhadap pembela dalam kepustakaan

hukum lingkungan populer dikenal sebagai SLAPP, sebagaimana diperkenalkan oleh

Pring dan Canan. Pring dan Canan dalam bukunya membatasi karakteristik SLAPP

sebagai civil complaint atau counter claim. Artinya intimidasi hukum tersebut berada di

ranah Perdata, sebagaimana terjadi di Amerika Serikat pada saat itu. Istilah melawan

partisipasi publik itu mereka gunakan karena penyerangan terhadap pembela lingkungan

bertentangan dengan apa yang disebut dengan petition clause sebagaimana diakui di

dalam konstitusi Amerika Serikat. Dimana warga negara punya hak konstitusional untuk

berpartisipasi dalam kehidupan politik negara dan bahkan mengajukan petisi kepada

Pemerintah. Exercise terhadap hak untuk mengajukan petisi ini dibungkam (bisa

menggunakan defamation atau libel) maka tindakan pembungkaman ini oleh Pring dan

Canan dikonstruksikan sebagai SLAPP.

Selanjutnya ada pula karya Fiona Donson yang mencoba melihat secara komparatif

intimidasi hukum di Amerika Serikat, karena dia ada di Inggris. Ia memilih untuk

menggunakan istilah legal intimidation bukan SLAPP. Hal ini dikarenakan bagi Donson,

di Kanada dan di Inggris, pembela lingkungan yang melakukan advokasi isu lingkungan

untuk kepentingan publik tidaklah menggunakan petition clause sebagai landasan

Page 29: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 03: I Gusti Agung Wardana, S.H., LL.M., Ph.D.

16 |

haknya. Dikarenakan petition clause sendiri tidak diakui dalam konstitusi Kanada dan

Inggris. Namun ia menggunakan basis hak atas kebebasan berserikat, berkumpul,

menyatakan pendapat dan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat. Hal ini tentu

memiliki karakter berbeda dengan petition clause sebagaimana konsepsi SLAPP yang

digunakan awalnya oleh Pring dan Canan. Karena perbedaan basis inilah Donson

mencoba memperluas jangkauan SLAPP yang awalnya berbasis petition clause menjadi

legal intimidation untuk memasukkan intimidasi atas kebebasan berekspresi dan

menyatakan pendapat. Akan tetapi bentuk penyerangan terhadap pembela lingkungan

yang masuk ke dalam intimidasi hukum masih sama sebagaimana bentuk intimidasi

hukum yang diperkenalkan melalui SLAPP oleh Pring dan Canan, yakni melalui ranah

Perdata.

Dalam konteks geografi karya Pring dan Canan serta Donson, berfokus pada intimidasi

hukum di negara-negara utara atau negara-negara maju. Nikhil Dutta kemudian

mencoba untuk melihat fenomena SLAPP di negara berkembang. Ia mempertahankan

istilah SLAPP namun memperluas bentuk intimidasinya dengan memasukkan prosedur

pidana khususnya defamation atau pencemaran nama baik. Karena defamation bisa

menggunakan prosedur Pidana di beberapa negara misalkan India. Walaupun dia

memperluas cakupannya ke unsur Pidana ia membatasi khusus kepada Pidana yang

memiliki nuansa private disitu dan itu dilakukan oleh Private Entity bukan oleh negara.

Karena ia ingin mempertegas jika SLAPP ini bukan merupakan intimidasi atau represi oleh

negara. Persamaan dari ketiga karya tersebut adalah mereka melihat intimidasi hukum

dimana entitas penyerangnya adalah entitas Privat yang terganggu oleh kerja-kerja

advokasi yang dilakukan oleh pembela lingkungan. Hal inilah yang perlu direfleksikan

apakah tepat atau tidak di Indonesia.

Dalam hal ini Pemateri menggunakan istilah SLAPP dan intimidasi hukum ini secara

bergantian dikarenakan sebagaimana di salah satu tulisan Pemateri yang menawarkan

untuk mengganti frasa “lawsuit” yang berkarakter private menjadi frasa ‘litigation’

sehingga membuka kemungkinan bahwa penyerangan terhadap pembela lingkungan itu

bisa dilakukan oleh entitas private maupun entitas publik yang dalam hal ini adalah

negara baik menggunakan Perdata, Pidana maupun Administratif. Hal inilah yang

menjadi kelemahan dari Pasal 66, karena tidak mencakup administratif. Padahal apabila

kita mempelajari SLAPP yang terjadi di negara lain seperti Filipina, prosedur administratif

juga digunakan untuk menyerang pembela lingkungan, misalnya dilakukan dengan

melakukan red-tagging terhadap organisasi pembela lingkungan dalam bentuk tuduhan

sebagai organisasi yang berafiliasi kepada terorisme, separatisme, dll dan ini bisa

berakibat pada pencabutan badan hukum organisasi tersebut.

Perluasan makna ini menjadi penting karena represi negara bisa mengambil banyak

bentuk, salah satunya represi negara ini menggunakan prosedur hukum. Ini bisa kita

maknai sebagai SLAPP. Pejuang lingkungan dalam hal ini mengacu pada setiap orang

yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.

Page 30: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 17

Berkaitan dengan metodologi, pemaparan yang dikemukakan oleh Pemateri berangkat

dari data berupa 55 kasus yang saya kategorikan sebagai intimidasi terhadap pembela

lingkungan atau SLAPP dalam arti luas. Kasus yang saya gunakan terjadi dalam rentang

waktu 2011-2021. Alasan penggunaan 2011 sebagai baseline adalah dikarenakan saya

ingin melihat intimidasi hukum setelah berlakunya UUPPLH. Dari Kasus-kasus tersebut

Pemateri mencoba untuk melakukan telaahan, yakni sebagai berikut:

1. Prosedur Pembungkaman Yang Dilakukan

2. Geografi Kasus

3. Sektor

4. Jenis Kejahatan Yang Dituduhkan

5. Hasil

55 Kasus ini tentu tidak merepresentasikan seluruh SLAPP di Indonesia. Hal ini

dikarenakan mungkin kasusnya tidak terekspos ke media dan internet, atau tidak

terungkap.

ANATOMI INTIMIDASI HUKUM (SLAPP) DI INDONESIA SEPANJANG TAHUN 2011-2021

Apabila dicermati, berkaitan dengan prosedur Pemateri menemukank beberapa catatan

sebagai berikut:

• 95% dari SLAPP atau legal intimidation yang dilakukan di Indonesia menggunakan

prosedur Pidana.

• Hanya 5% yang menggunakan prosedur Perdata di Indonesia. Mungkin ada lebih,

namun karena keterbatasan data, saya hanya bisa mengidentifikasi 5% saja yang

menggunakan Perdata.

• Khusus untuk prosedur Perdata yang saya cermati seluruhnya menggunakan Pasal

1365 KUH Perdata sebagai dasar hukum untuk mengganti rugi atas advokasi

kerja-kerja Pembela Lingkungan. Hasilnya sebagian besar ditolak oleh hakim

karena lemahnya hubungan kausalitas antara perbuatan dan kerugian. Namun

ada juga gugatan yang dicabut oleh penggugat sendiri setelah melalui proses

mediasi dan tekanan publik, misalnya dalam kasus PT Jatim Jaya Perkasa.

• Hasil SLAPP dengan prosedur Perdata nampaknya berbanding lurus dengan

temuan Pring dan Cannan di Amerika Serikat dan Donson di Kanada. Dimana 80%

SLAPP di Amerika ditolak dan di Kanada hampir seluruh gugatan SLAPP di Kanada

menurut Donson ditolak karena tidak memiliki substantive merit.

Page 31: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 03: I Gusti Agung Wardana, S.H., LL.M., Ph.D.

18 |

Sebaran Geografi SLAPP di Indonesia cukup merata di beberapa region, dimana SLAPP

di Jawa paling banyak terungkap di Media. Sedangkan kasus yang terjadi di daerah

Maluku dan di Papua tidak ditemukan datanya. Terdapat beberapa faktor yang mungkin

memengaruhi hal ini, diantaranya adalah hal ini bisa saja memilik kaitan dengan

pembatasan arus informasi dengan kondisi HAM yang terjadi di wilayah tersebut.

Berkaitan dengan sektor terjadinya SLAPP, Pemateri menemukan jika sektor kehutanan

dan perkebunan masih menjadi yang paling banyak terjadinya intimidasi hukum,

mencapai 40% dari kasus yang diteliti oleh Pemateri.

Adapun beberapa tindakan yang dituduhkan kepada pembela lingkungan hidup ialah,

sebagai berikut; ada pembela lingkungan yang dijerat mengenai tuduhan memberikan

ancaman terhadap keamanan negara, penghinaan terhadap simbol negara, kejahatan

terhadap kepentingan dan ketertiban umum, kejahatan terhadap kemerdekaan orang,

pencurian, pemerasan, pengancaman, kejahatan terhadap pertambangan, ITE,

kejahatan terhadap kerusakan barang, hingga kejahatan mengenai migrasi; contohnya

dalam kasus seorang jurnalis Mongabay yang dideportasi karena melakukan reportase

mengenai isu-isu agraria di Indonesia. Yang menarik adalah kejahatan terhadap

ketertiban umum menjadi kejahatan yang dituduhkan kepada pembela lingkungan. Hal

ini terjadi ketika pejuang lingkungan sebagian besar melakukan pembelaan lingkungan

dengan cara protes. Demonstrasi, blokade, maupun aksi-aksi langsung. Bentuk-bentuk

ini sangat rentan untuk disusupi dan diinfiltrasi oleh pihak-pihak tertentu yang kemudian

memicu terjadinya kebakaran misalnya. Hal ini menunjukan bahwa pembelaan terhadap

lingkungan terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan cenderung ditempuh

dengan aksi-aksi ekstra legal, yang kemudian ditafsirkan oleh aparat penegak hukum

sebagai partisipasi atau aksi yang tidak dilindungi oleh UU PPLH. Dalam penjelasan Pasal

66 UU PPLH, terdapat frasa “secara hukum”, yang ditafsirkan secara sempit, jadi

menimbulkan kesan bagi para aparat penegak hukum bahwa apabila terdapat keberatan

terhadap aktivitas lingkungan hidup, dapat ditempuh secara hukum. Sehingga aksi-aksi

demonstrasi, blokade, tidak dianggap dilindungi dalam UU PPLH.

Dari proses prosedur pidana yang digunakan, 70% kasus intimidasi hukum yang

menggunakan prosedur pidana diputus bersalah; mulai dari pidana penjara 7 bulan

sampai 4 tahun. Penjara paling berat cenderung dijatuhkan pada tindak pidana yang

termasuk sebagai tindakan yang mengancam keamanan dan ideologi negara. Dalam

beberapa kasus, memang penasihat hukum terdakwa misalnya dalam kasus tiga (3)

warga Alas Kumbuh yang dituduh menghadang kendaraan tambang yang didakwa

dengan Pasal 162 UU Minerba, mengajukan pembelaan menggunakan Pasal 66 UU

PPLH, anti-SLAPP. Namun sayangnya Hakim sama sekali tidak mengindahkan. Kemudian

terdapat sebanyak 11% kasus yang dinyatakan dilepas di mana salah satunya

menggunakan argumen mengenai anti-SLAPP, yakni kasus yang menimpa warga

Kenanga, Bangka Belitung.

Page 32: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 19

Selain itu, terdapat pula sebanyak 10 kasus yang di-pending, kasus yang kemudian

menggantung status tersangka tanpa kejelasan. Kemudian, hal ini perlu dilihat sebagai

suatu strategi yang merupakan bentuk-bentuk intimidasi yang terus terjadi, untuk

“menyerang” psikologis tersangka, dan bisa digunakan sewaktu-waktu oleh Penyidik

apabila yang bersangkutan masih menggunakan langkah-langkah advokasi; jadi jika

nanti dibutuhkan dipakai lagi. Di sini lah bentuk intimidasinya terus terjadi, terdapat

chilling effect yang terus terjadi sebagai dampaknya.

Ada pula dua tersangka pembela lingkungan yang meninggal dunia di dalam tahanan.

Kemudian ada sebanyak 6% kasus yang masih dalam proses termasuk yang terbaru,

terjadi di Pekalongan karena dua warga dituduhkan melakukan pencemaran.

Terdapat beberapa pelajaran yang bisa kita ambil dari temuan tersebut. Pertama, hakim

perdata dapat menolak gugatan mengenai SLAPP; biasanya dikarenakan kedua belah

pihak adalah entitas privat. Sehingga, Hakim lebih bebas dan tidak berada di bawah

tekanan dan dapat lebih leluasa menggunakan ketentuan Anti-SLAPP.

Kedua, dalam SLAPP yang menggunakan prosedur hukum pidana, peranan alat negara

terlihat lebih dominan hal ini dibuktikan dengan tuduhan kejahatan dilakukan mengenai

hal-hal yang menyangkut keamanan negara dan mengganggu ketertiban umum, serta

ideologi negara. Jika dibandingkan dengan kejahatan terhadap barang dan orang.

Kejahatan yang dianggap termasuk dalam kejahatan terhadap keamanan negara dan

ketertiban umum, simbol dan ideologi negara, merupakan kejahatan yang menjadi

domain bagi APH untuk kemudian melakukan kriminalisasi terhadap masyarakat, atau

dapat dikatakan juga bahwa APH melakukan monopoli tafsir mengenai ancaman

terhadap ideologi dan ancaman mengenai keamanan negara dan ketertiban umum.

Artinya, SLAPP di Indonesia merupakan intimidasi hukum dimana terlihat bahwa negara

menjadi aktor utama, mungkin ini yang dalam istilah Jawa biasa disebut dengan, “nabok

nyilih tangan” yang berarti menabok dengan tangan orang lain, dimana korporasi yang

merasa dirugikan dengan kerja-kerja advokasi pembela lingkungan kemudian

“meminjam” tangan negara untuk membalas dan membungkam advokasi.

Masih berkaitan dengan poin yang kedua tadi, kejahatan terhadap keamanan dan

ketertiban negara, cenderung diputus lebih berat dari kejahatan lain. Hal ini mungkin

disebabkan bahwa kejahatan ini memiliki dimensi politis. Contohnya dalam kasus Budi

Pego, Majelis Hakim kemudian menambah pidana penjara Budi Pego menjadi 4 tahun.

Terakhir, adanya budaya-budaya hukum di kalangan Hakim dalam melakukan

penalaran hukum dalam membuat putusan. Dalam SLAPP di ranah pidana, Hakim

cenderung melakukan isolasi dari permasalahan pokoknya, yang sebenarnya menjadi

penyebab. Penalaran yang memiliki isolasi ini kemudian menyebabkan tidak

diuraikannya permasalahan pokok dengan penyebabnya. Misalnya, demonstrasi yang

berujung perusakan yang seharusnya dilihat sebagai excess dari tersumbatnya saluran

Page 33: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 03: I Gusti Agung Wardana, S.H., LL.M., Ph.D.

20 |

demokrasi, yang mana sistem politik representatif tidak menyalurkan aspirasi masyarakat

yang menjadi korban pencemaran dan kerusakan lingkungan, alhasil karena

tersumbatnya saluran informasi dan demokrasi, maka masyarakat yang menjadi korban

menggunakan saluran yang mereka anggap mampu bisa didengarkan oleh kekuasaan.

Ini kemudian mengingatkan kita pada kutipan Martin Luther King Jr. bahwa “riot is the

language of the unheard” atau “kerusuhan adalah bahasa dari suara yang tidak

terdengar.” Mereka memilih cara-cara mereka untuk didengarkan, mereka tidak memiliki

jalan lain selain menggunakan cara-cara yang mereka anggap bisa didengarkan.

Berangkat dari temuan tersebut, saya mencoba menawarkan beberapa hal mengenai

Anti-SLAPP di Indonesia. Pertama, tentunya mengenai penguatan konseptual yang belum

dilakukan di Indonesia, yang secara khusus membahas mengenai pendekatan apa yang

kita gunakan untuk mengatur mekanisme Anti-SLAPP. Secara literatur, ada dua

pendekatan yang bisa digunakan; pertama, pendekatan subjektif yang menekankan

pada pihak yang ditarget; kedua, pendekatan substantif, dimana perlu dilihat apakah

substansi terkait memiliki substantive merits.

Menurut saya, di Indonesia, pendekatan substantif lebih mudah dilakukan karena dapat

mendeteksi secara dini dugaan adanya SLAPP. Apabila korbannya adalah pembela

lingkungan atau korban kerusakan atau pencemaran lingkungan, maka sudah bisa

dikategorikan SLAPP tanpa harus memeriksa lagi merit dari kasus.

Sementara, pendekatan konseptual memerlukan pendefinisian komprehensif apa yang

disebut dengan legitimate exercise of crime atau dalam penjelasan Pasal 66 apa itu cara

hukum. Sehingga, ini bisa menjadi pelajaran bagi aparat penegak hukum agar tidak

salah menafsirkan hukum, untuk memastikan apakah pelaksanaan hukum sesuai dengan

koridor hukum atau tidak.

Kemudian, pertanyaan mengenai legitimate exercise of crime sering diajukan kepada

pengadilan untuk mempertanyakan apakah pejuang lingkungan telah melakukan kerja-

kerja advokasi sesuai dengan koridor hukum atau tidak? Yang kemudian akan menjadi

penentu apakah mereka akan dilindungi dengan ketentuan Anti-SLAPP atau tidak.

Contohnya, dalam meminta pendapat ahli dalam SLAPP di Banyuwangi, terdapat

beberapa pertanyaan Hakim dan JPU seperti: “Apakah penghadangan truk dapat

dikatakan sebagai partisipasi publik dalam pengelolaan lingkungan?” Inilah yang

kemudian perlu menjadi diskusi, apakah yang termasuk partisipasi publik dan dilindungi

dalam perkara lingkungan, mana yang SLAPP dan bukan. Jadi, praktiknya bisa semakin

dipersempit di lapangan untuk mengatasi APH yang cenderung konservatif.

Kemudian, penguatan institusional diperlukan adanya sistem deteksi dini. Misalnya

kelembagaan yang menilai apakah suatu perkara merupakan SLAPP atau bukan, tanpa

harus menunggu perkara masuk ke pengadilan. Apabila kita menunggu sampai SLAPP

Page 34: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 21

masuk ke pengadilan, maka chilling effect sudah semakin terasa bagi korban, karena

proses pengadilan yang sangat panjang yang dirasakan oleh korban. Posisi korban SLAPP

yang lemah mengakibatkan terhambatnya kerja-kerja advokasi. Kemudian, tawaran

Pasal 95 UU PPLH menjadi sangat penting, di mana POLRI harusnya bisa berkomunikasi

dengan KLHK. Di sini KLHK sebagai “jantung” dapat menilai apakah suatu perkara perlu

masuk ke pengadilan atau tidak.

Ketiga, penguatan Internal Legal Culture, pentingnya penggunaan doktrin conditio sine

qua non, untuk mengembalikan suatu permasalahan ke pokoknya dengan melihat

adanya sebab akibat. Sehingga, transformasi isu tidak terjadi.

Terakhir, mekanisme yang bisa men-discourage pelaku SLAPP harus dipikirkan oleh

Pemerintah. Misalnya, dengan disinsentif korporasi atau negara apabila menggugat

pembela lingkungan, maka biaya yang dikeluarkan selama proses peradilan ditanggung

oleh aktor SLAPP-nya. Dari cerita semua penguatan tersebut, terdapat satu faktor krusial

yang mempengaruhi, yaitu kondisi struktural. Kondisi struktural menjadi penting untuk

didorong agar negara menjadi lebih demokratis. Kondisi struktural ini yang kemudian

menjadi hal penting untuk terus diperbaiki.

Page 35: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 03: I Gusti Agung Wardana, S.H., LL.M., Ph.D.

22 |

Page 36: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 23

04. Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum. Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

4.1. RANGKUMAN PEMBAHASAN

• Masalah SLAPP atau gugatan strategis terhadap partisipasi publik sebenarnya

sudah menjadi persoalan bangsa-bangsa di dunia.

• Indonesia sudah mengatur mengenai hak atas lingkungan hidup dalam konstitusi

Indonesia dan dalam UU No. 32 Tahun 2009, khususnya dalam Pasal 65 ayat (1).

Hanya persoalannya adalah, apabila kita melihat dari sisi substansi memang

masih diperlukan koreksi, karena peraturan yang digunakan masih sangat

minimalis, harapannya hakim-hakim tidak terbelenggu dengan hukum yang

tertulis.

• Mengenai perlindungan untuk SLAPP, untuk sekarang kan RKUHAP sudah ada

dalam proses legislasi, tapi paling tidak kita bisa memberikan masukan mengenai

adanya hukum acara yang sifatnya lex specialis di luar KUHAP.

• Salah satu faktor terus terjadinya SLAPP adalah karena penegak hukum yang

kurang memahami bagaimana seharusnya hukum lingkungan diterapkan.

4.2 PEMBAHASAN

Gambar 12. Cover Presentasi Prof. Hartiwiningsih.

Page 37: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 04: Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.

24 |

Berkaitan dengan masalah pidana, sebetulnya kalau kita melihat masalah lingkungan

secara umum, ini bukan merupakan masalah negara kita saja, khususnya mengenai

SLAPP, yang sebelumnya sudah dijelaskan secara gamblang oleh para pembicara.

Masalah SLAPP atau gugatan strategis terhadap partisipasi publik sebenarnya sudah

menjadi persoalan bangsa-bangsa di dunia. Termasuk Amerika dan negara-negara di

Asia Tenggara: Indonesia, Malaysia, dan Thailand. Sesuai dengan pengertiannya, tujuan

dari SLAPP ini adalah untuk membungkam atau menghilangkan partisipasi masyarakat

melalui proses peradilan. Kalau kita melihat dari sisi pengaturan, kesadaran penting akan

Anti-SLAPP baik yang bersifat global telah dituangkan dalam berbagai konvensi

internasional.

Gambar 13. Kerangka Hukum Perlindungan SLAPP.

Dapat dilihat dari instrumen internasional misalnya di kovenan HAM, antara lain

mengenai Hak Sipil dan Politik sektor lingkungan. Jenis-jenis pengaturan yang sudah

dimiliki di negara-negara dunia, demikian juga di Indonesia, sudah banyak yang

mengatur mengenai SLAPP. Meskipun peraturannya berbeda-beda di berbagai negara,

seperti di Filipina, hanya diatur mengenai isu lingkungan hidup dalam prosedur oleh

Mahkamah Agung-nya. Filipina mendefinisikan SLAPP sebagai gugatan dapat diajukan

dengan maksud untuk melecehkan, menyusahkan dengan tidak semestinya, dan juga

menghentikan segala upaya hukum, dan sebagainya. Jadi, di Filipina ini sudah memiliki

peraturan yang baik terkait SLAPP, namun memang baru dalam kasus lingkungan saja.

Demikian juga di Thailand, sudah ada pengaturan meskipun tidak spesifik mengatur

mengenai SLAPP, hanya diatur dalam salah satu pasal dalam KUHAP nya. Indonesia juga

telah mengatur Anti-SLAPP dalam Pasal 66 UU No. 32 Tahun 2009 dan SKK MA No. 36.

Jadi sebetulnya dari sisi pengaturan, kita sudah memiliki, meskipun kalau secara

evaluatif, sudah disebutkan oleh IGAM tadi, bahwa kasus-kasus terbanyak di Indonesia

Page 38: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 25

tidak dituntut oleh pihak swasta melainkan APH. Ini kemudian mengarahkan pejuang

lingkungan hidup untuk diputuskan bersalah. Yang artinya kita juga perlu mencari

penyebabnya mengapa demikian.

Gambar 14. Kerangka Hukum Anti-SLAPP di Beberapa Negara.

Berkaitan dengan pengaturan yang sudah ada meskipun masih sangat sumir, tetapi

memang ternyata dalam kenyataannya, SLAPP ini terus berkembang, mengutip penelitian

IGAM dari sebanyak 50 kasus yang berkaitan dengan SLAPP, hanya 5% yang diselesaikan

secara perdata, sedangkan 95% lainnya diselesaikan secara pidana. Ini perlu kita kaji

lebih jauh.

Kalau kita lihat dari sisi perundang-undangan, dari sisi produk hukum yang tertinggi,

Indonesia sudah mengatur mengenai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat

dalam konstitusi Indonesia Pasal 28H ayat (1) dan dalam UU No. 32 Tahun 2009,

khususnya dalam Pasal 65 ayat (1). Hanya persoalannya adalah, apabila kita melihat

dari sisi substansi memang masih diperlukan koreksi, karena peraturan yang kita miliki

masih sangat minimalis, sehingga penegak hukum yang berdasarkan beberapa

penelitian hukum masih sangat positivistik hanya menjadi corong undang-undang dalam

praktiknya, Hakim jarang sekali bisa menemukan hukum.

Padahal kalau kita lihat, Hakim sudah diberikan peluang untuk menemukan hukum, studi

perbandingan tidak hanya menegakkan apa yang tertulis dalam peraturan perundang-

undangan; memiliki kewenangan untuk menegakkan hukum tidak tertulis atau hukum

yang hidup di masyarakat.

Kemudian, yang ditemukan ialah para APH tidak fokus, atau pemahaman mereka

terhadap lingkungan tidak baik. Padahal dalam ketentuan, apabila hakim akan

Page 39: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 04: Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.

26 |

menangani kasus lingkungan, maka mereka harus memiliki sertifikasi atau sudah

mendapatkan pelatihan mengenai lingkungan hidup. Jadi kadang-kadang fokusnya

adalah kasus lingkungan, tapi yang difokuskan atau diajukan oleh APH bukan hukum

lingkungannya, tetapi tindakan lain. Misalnya kasus di Mataram, mengenai perusakan

atap pabrik.

Mengapa sih, SLAPP harus diselesaikan sedini mungkin. Persoalannya, penegak hukum

kita tidak memperhatikan bahwa yang paling penting adalah pemulihan dari kerusakan

yang sudah terjadi dan bagaimana mengganti kerugian yang telah terjadi, itulah urgensi

adanya Anti-SLAPP.

SLAPP pada umumnya bukan isu lingkungannya yang menjadi objek oleh aparat penegak

hukum, tapi objeknya adalah pejuang lingkungan hidup itu sendiri. Nah jadi, memang

menurut saya di sini salah satu faktornya adalah penegak hukum yang kurang memahami

bagaimana seharusnya hukum lingkungan diterapkan.

Nah di sini saya mencoba memberikan masukan terkait dengan usulan yang barangkali

bisa menjadi bahan diskusi dalam reformulasi atau pembaharuan dalam RUU KUHAP.

Saat ini RKUHAP sudah ada, meskipun belum proses, jadi paling tidak kita bisa

memberikan masukan mengenai SLAPP ini. Sebagai contoh, kita membuka peluang untuk

adanya hukum acara yang sifatnya lex specialis di luar KUHAP. Menurut saya, mengenai

SLAPP ini tidak perlu secara spesifik diatur dalam KUHAP, namun lebih baik dalam

peraturan sektoral. Untuk mengisi kekosongan hukum, memang sebaiknya diatur dalam

Peraturan Mahkamah Agung. Kita pun saat ini sudah memiliki SK KMA No. 36 untuk

menjadi pedoman bagi pengguna hukum, namun memang tatarannya masih berbentuk

keputusan, kalau bentuknya masih keputusan, ruang lingkup perilakunya masih sangat

terbatas, yaitu secara intern. Kemudian, dalam Perma perlu ditegaskan bahwa SLAPP

bukan merupakan ranah pidana dan tidak bisa diproses oleh ranah pidana.

Page 40: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 27

Gambar 15. Dasar Hukum Penggalian Keadilan bagi Hakim.

Hakim sudah diberikan peluang untuk mengikuti, melakukan studi komparasi, tidak

hanya terbatas apa yang tertulis dalam undang-undang. Sehingga harapannya, hakim

tidak terbelenggu dengan aturan-aturan yang tertulis. Di sini di katakan pada UU

Kekuasaan Kehakiman, bahwa hakim harus bisa menemukan hukum, di sini membuka

peluang untuk menciptakan hukum yang dinamis sesuai bagaimana hidup dalam

masyarakat. Hakim diberikan keleluasaan untuk memberikan definisi yang ekstensif.

Gambar 16. Catatan mengenai Pembaruan UU 32/2009.

Page 41: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 04: Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.

28 |

Gambar 17. Usulan Pembaruan KUHAP (1)

Gambar 18. Usulan Pembaruan KUHAP (2)

Dalam saat penyidikan, POLRI dapat bekerja sama dengan Perguruan Tinggi untuk

mendiskusikan apakah suatu kegiatan masuk ke dalam tindakan SLAPP atau bukan, yang

mengatur bahwa POLRI harus secara seksama menangani SLAPP. Nah tentu, POLRI dan

PPNS perlu memahami SLAPP sejak tahap penyelidikan atau penyidikan. Sehingga,

masyarakat atau pejuang lingkungan ini yang tadi sudah di bawah ke proses penyelidikan

bisa didampingi secara baik. Bahkan kalau kita melihat Belanda dan Perancis, di sana

dalam tahap penyidikan oleh POLRI sudah didampingi oleh hakim pemeriksaan

Page 42: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 29

pendahuluan, hakim memiliki peran yang besar dalam mendampingi masyarakat untuk

menghindari adanya kewenangan yang luar biasa.

Gambar 19. Usulan Perumusan Perma

Gambar 20. Usulan Perumusan Peraturan Internal Polri

Page 43: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Pemaparan 04: Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum.

30 |

Page 44: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

II DISKUSI PEMAPARAN

Page 45: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...
Page 46: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 33

DISKUSI PEMAPARAN

A. Bagaimanakah prosedur anti-SLAPP baik dalam perdata dan pidana nanti?

• Prof. Hartiwiningsih:

Jadi memang, menurut pendapat saya SLAPP ini harus disaring sejak awal;

menerima masakan yang sudah hampir jadi. Tapi yang menyiapkannya di ranah

penyelidikan dan penyidikan, menurut saya di sini adalah POLRI sebagai garda

terdepan, harus dibantu, tentu harus dipersiapkan sumber daya yang bagus untuk

SLAPP. Kemudian dibantu dengan ahli, dan kalau kita melakukan studi komparasi,

di tahap penyelidikan, sudah ada hakim komisaris, yang mengawasi tindakan-

tindakan yang sewenang-wenang terhadap tersangka. Sehingga kasus yang masuk

ke peradilan, sudah fix. Karena kalau saat ini kita melakukan analisis dari kasus yang

ada, APH tidak cenderung melihat adanya latar belakang terjadinya suatu tindakan

yang diduga sebagai bentuk tindakan kriminal, contohnya kasus di Mataram,

misalnya ada pelemparan batu oleh warga, itu adalah bentuk frustrasi yang

dirasakan warga dari adanya aktivitas lingkungan yang merugikan. Di tahap proses

awal inilah yang perlu digodok secara matang, sehingga tidak terjadi lagi kesalahan.

Di situ lah peran hakim komisaris, ahli, dan POLRI; orang-orang yang sudah ditatar,

bukan yang tidak paham mengenai lingkungan. Kemudian mengenai pidana

tambahan, hasil penelitian dari mahasiswa doktor kami di UNS, dan dia melakukan

identifikasi terhadap 300 kasus, yang kemudian hanya ada 30 kasus yang bisa

diidentifikasi menggunakan pidana tambahan; namun dari sisa kasus lainnya tidak

ada putusan perdatanya, itulah hasil temuan kami.

• I Gusti Agung Wardana:

Saya masih melihat ruang-ruang di UU PPLH, nah bagaimana prosedurnya, tentu

saja, dalam bayangan saya yang perlu pematangan lebih lanjut, bahwa betul yang

disampaikan bahwa perlu ada identifikasi dari awal, dari proses penyelidikan dan

penyidikan. Nah di sinilah konsepsi mengenai anti-SLAPP perlu dilakukan secara

sistematis, dengan cara pendekatan substantif, hal ini lebih mudah. Kemudian,

dilakukan koordinasi antara penyidik dan KLHK. Di level kementerian sendiri, perlu

dibentuk analisis kasus SLAPP, hasil dari analisis ini digunakan kemudian untuk

menentukan bentuk tindakannya. Keterkaitannya dengan kasus perdata, betul sekali

yang terjadi, hakim cenderung mengisolasi kasus dengan tidak menghubungkan

dengan latar belakang adanya kasus pencemaran dan kerusakan.

Page 47: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Diskusi Pemaparan

34 |

B. Jika sudah banyak konvensi internasional yang menjamin partisipasi publik,

mengapa SLAPP yang mereduksi partisipasi publik terus terjadi?

• Laode Muhammad Syarif:

UU PPLH bahkan sebenarnya sudah mengakui, tapi mengapa masih banyak SLAPP?

Ya mungkin inilah kutukan kita di Indonesia, pemerintah kita tidak pernah serius,

kalau sudah diatur dalam konstitusi, seharusnya APH sudah langsung bertindak,

tanpa perlu juklak juknis, seharusnya bisa. Ada pertanyaan yang banyak dari Ibu

Nani misalnya, pengadilan tidak bisa menolak, tapi kalau sudah sampe di

pengadilan, hakim di Indonesia itu jauh lebih bebas dari hakim di negara common

law, hakim Indonesia hakim Belanda itu bebas untuk menggali kebenaran materiil,

beda sekali dengan yang adversarial. Secara praktik bisa dilakukan, yang penting

niat. Yang berikutnya lagi adalah Pak Marsudi yang sekaligus juga ditanyakan oleh

Ibu Nani, di UU kita, harus dilakukan secara hukum, jadi apakah protes itu? Protes

itu kan diakui juga, tapi apakah boleh anarki? Itulah tugas para hakim yang bisa

menggali kasus-kasus di pengadilan. Kemudian Pak Marsudi pertanyaannya,

“bagaimana kalau ada udang di balik batu?” Saya pikir itu bisa juga diselidiki kalau

sudah sampai di pengadilan. Memang, baik itu di Eropa, Amerika, diharapkan

SLAPP ini harus semua diselesaikan di pengadilan, nah itu biayanya bisa mahal sekali

karena sangat lama prosesnya.

Jadi memang, ini seharusnya diatur dimana ya yang pas? Menurut saya, harusnya

bisa diatur dalam peraturan pemerintah, supaya bisa dipakai crossed field, karena

SLAPP tidak selalu kasus LH, bisa jadi kasus lain. Saya tidak punya harapan 30 tahun

lagi pemerintah mau melakukan itu. Tapi saya ingat, di KPK tidak ada satu kasus

pun yang ditangani oleh KPK dalam kasus pidana korporasi untuk isu LH. Itu baik

sekali, diikuti oleh polisi, jaksa, jadi saya advokasikan kalau bisa hari ini, untuk MA

ditingkatkan menjadi Peraturan MA, agar semua yang berurusan dengan SLAPP

dapat ditangani dengan baik.

• Peserta:

Apakah SLAPP bisa disamakan dengan alasan pemaaf pidana? Menurut saya tidak,

karena alasan pemaaf pidana bisa terjadi kalau suatu tindak pidana sudah terbukti

terjadi. Sedangkan SLAPP ini adalah kriminalisasi.

Tidak hanya anarkis atau melawan hukum, tapi juga diteliti apakah mereka

melakukan penyerangan karena dipekerjakan oleh pihak perusahaan?

Page 48: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 35

• Laode Muhammad Syarif:

Menurut saya ini layak untuk diteliti di pengadilan, sama seperti jawaban saya untuk

Pak Marsudi.

• Prof. Andri Gunawan Wibisana:

Kalau menurut saya pemahaman aparat yang cenderung mengikuti apa yang

dikehendaki oleh orang yang punya kepentingan, sementara menurut saya

pengadilan ini kan di akhir, menurut saya kita perlu membedakan perdata dan

pidana. Kemudian, banyak juga perspektif yang legalistik, padahal sebenarnya

SLAPP ini kan, apabila ada seseorang yang berdalil bahwa hak dia telah terlanggar,

karena ini bukan hanya mencocokkan dengan pasal yang didakwakan, jadi tidak

hanya soal layak atau bukan. Jadi, kalau ditolak SLAPP-nya, harus ada argumennya.

Dari pencerdasan tadi sebenarnya ada penjelasan, persoalan ini adalah persoalan

politik awalnya, ada orang-orang yang protes mempertahankan haknya, diubah

menjadi persoalan sekedar pribadi, dengan menghubungkan persoalan hukum

pribadi dia gitu. Nah, bagaimana cara alternatif yang bisa kita ajukan adalah

membongkar itu, jadi masalah yang tadinya hanya masalah politik, jadi masalah

legal. Jadi, orang-orang hukum yang terlibat di sini, maka aparat punya kewajiban

untuk benar-benar melihat itu, di sinilah perlu dilihat lagi bahwa ini bukan persoalan

hukum. Pertama, ada hubungannya dengan apa yang dilakukan oleh tergugat atau

terdakwa pada kasus awalnya, jadi coba gali itunya, betul ga ini ada kasus tambang

yang mendahului, legitimate tidak mereka protes. Kalau dalam SLAPP menurut Pring

adalah isu personalnya, misalnya Budi Pego, seolah-olah yang protes sendirian,

padahal ada masyarakat di belakangnya. Mengambil satu pihak untuk

dikriminalisasi atas kepentingan publik adalah salah satu tanda SLAPP. Mungkin

kalau udah masuk pengadilan, pengadilan harus memutus sedini mungkin, menurut

saya di putusan sela. Nah, bagaimana persoalannya jika ini di kejaksaan, kepolisian,

ada perkara digantung. Tentu saja SKK MA tidak bisa menjangkau itu. Perlu tentunya

ada peraturan yang mengatur terkait itu. Bagaimana supaya penjelasan Pasal 66

menjangkau kepolisian, coba kita bayangkan bahwa apa yang dibayangkan oleh

masyarakat adalah mempertahankan lingkungan, mungkin kita bisa membahas

mengenai “penegakan hukum” oleh masyarakat, yang kemudian tunduk kepada

putusan MA. Sehingga maksud saya adalah, kalau ada tuduhan SLAPP, apakah

orang bisa mengajukan itu ke KLHK? Jadi, buat saya, landasan hukum KLHK bisa

menjangkau kepolisian, dengan alasan itu, agak sulit untuk mengatur peraturan

yang bisa menjangkau kejaksaan dan kepolisian. Filter untuk menentukan SLAPP

atau bukan, bisa belajar dari Pring dan Canan adalah dengan melihat latar

belakangnya. Jadi bukan hanya itu, yang muncul ke permukaan, APH harus mau

melihat itu.

Page 49: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Diskusi Pemaparan

36 |

C. Apakah cukup memperkuat pejuang LH saja karena pada sisi lain banyak juga kasus

yang digunakan untuk kriminalisasi masyarakat seperti UU ITE dan KUHP?

• Laode Muhammad Syarif:

Dari beberapa kasus tadi, menurut saya kita bisa mencari cara yang tepat apa.

Apakah ada mekanisme menggugat balik pejabat publik akibat dia melakukan

kriminalisasi silencing the people. Saya pikir bisa kita diskusikan lebih jauh.

• I Gusti Agung Wardana:

Memang betul kriminalisasi yang dilakukan itu sangat beragam ya, bisa di KUHP

dan UU ITE. Kemudian UU Minerba juga seperti itu, frasa “menghalang-halangi”

sangat bermasalah. Apakah cukup solusinya hanya di ranah lingkungan? Menurut

saya tidak, perundang-undangan dalam sektor lingkungan tidak memadai, UU ITE

banyak sekali yang menjadi korban; kemudian bagaimana kita juga harus

mengubah UU Minerba kita, UU Perkebunan untuk membungkam, jadi ada

pekerjaan di sektor-sektor itu. Menurut saya tawaran Bang Andri kemudian menjadi

tawaran yang feasible, dengan asumsi mengenai koordinasi dengan KLHK, saya

juga cukup skeptis apakah KLHK bisa menjangkau, tapi menurut saya segala upaya

perlu kita lakukan. Itu yang bisa saya sampaikan.

D. Bagaimana keterkaitan politik hukum saat ini dengan SLAPP yang tinggi?

• I Gusti Agung Wardana:

Kenaikan kasus disebabkan karena adanya kebijakan ekstraktif yang mereduksi

ruang-ruang hidup masyarakat. Ini termanifestasi dengan digunakannya hukum

pidana untuk membungkam. Hal ini yang perlu dilakukan untuk melihat lebih jauh.

Kemudian mengenai SLAPP Back, penguatan ini menjadi penting, untuk men-

discourage perusahaan atau publik yang menggugat pembela lingkungan, maka

perusahaan yang menjadi penggugat ini yang perlu mempertimbangkan ulang. Itu

salah satu tawaran, tentu saja ada juga mekanisme SLAPP Back untuk meminta

kompensasi, ini juga bisa termasuk ke dalam upaya untuk men-discourage SLAPP

oleh perusahaan.

Page 50: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Prosiding Webinar:

Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP Dalam Sistem Hukum Indonesia

| 37

E. Apakah pasal 66 frasanya tidak dapat diputus secara pidana? Apakah SLAPP bisa

dikatakan sebagai alasan pemaaf, pembenar, atau bagaimana?

• Prof. Hartiwiningsih:

Dalam alasan pembenar seorang yang melakukan perbuatan melawan hukum,

namun karena keadaan tertentu menjadi dibenarkan, misalnya pembelaan darurat,

melaksanakan perintah undang-undang dari kuasa yang sah. Kemudian, untuk

alasan pemaaf, juga berkaitan dengan orang yang melakukan perbuatannya,

misalnya tidak bisa dimintakan pertanggungjawaban; pembelaan terpaksa yang

melampaui batas. Mungkin kalau daya paksa, konsepnya begitu. Untuk alasan

pembenar, bisa masuk ke dalam melaksanakan perintah UU, jadi mereka

melakukan pembelaan dari adanya tindakan yang merusak lingkungan

sebagaimana yang dilindungi dalam undang-undang.

Page 51: Prosiding Webinar - Penguatan Mekanisme Anti-SLAPP dalam ...

Indonesian Centerfor Environmental Law

Indonesian Centerfor Environmental Law@ICEL_indo@icel_indoicel.or.id

PROSIDINGWEBINAR “URGENSI PENERAPAN ANTI-SLAPP DALAM PENANGANAN PERKARA LINGKUNGAN HIDUP DI INDONESIA”

Hari, tanggal : Jumat, 22 April 2021Pukul : 08.30 - 11.45

Pembukaan : Raynaldo G. SembiringModerator : Grita Anindarini

Keynote Speakers: Prof. Dr. H. Takdir Rahmadi, S.H., LL.MDr. Rasio Ridho Sani, M.Com

Narasumber:Prof. George (Rock) PringDr. Mas Achmad Santosa

Penanggap:Nani Indrawati, S.H., M. HumNarendra Jatna, S.H., LL.M