PROSESI ADAT RUWATAN RAMBUT GIMBAL DALAM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/801/1/IRINNA...
Transcript of PROSESI ADAT RUWATAN RAMBUT GIMBAL DALAM …e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/801/1/IRINNA...
PROSESI ADAT RUWATAN RAMBUT GIMBAL
DALAM PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH
DI SEMBUNGAN, KEJAJAR, WONOSOBO,
JAWA TENGAH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam
Oleh:
Irinna Ika Wulandari
NIM: 21111034
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALAT IGA
2016
MOTTO
Jika setiap cerita hidup kita selalu indah,
Kita tidak akan pernah bisa belajar tentang
ikhlas dan sabar
Ketika kehidupan tidak
kamu jalani dengan penuh kesungguhan,
maka kamu akan menjalaninya dengan penuh
kelemahan
Jika kita telah melakukan yang terbaik,
kita tidak akan memiliki waktu
untuk mengkhawatirkan kegagalan...
PERSEMBAHAN
Atas rahmat dan ridho Allah SWT, karya skripsi ini
penulis persembahkan untuk:
Orang tua ku tersayang Bapak Muh Isom dan Ibu
Siti Munawaroh yang selalu memberikan do’a, kasih
sayang, semangat kepada ku, hormat dan baktiku
kan selalu tertuju untukmu. Mereka adalah
malaikat ku di dunia.
Adikku tersayang Dian Vera Rahmawati
terimakasih untuk do’anya semoga semua cita-cita
mu terwujud.
Kakek dan nenekku, Ngatemin dan Siti Fatimah
serta seluruh keluarga yang telah mendukungku.
Untuk keponakan ku tersayang Esa Bhakti Illahi
teruslah belajar yang rajin.
Sahabatku Nurul, Aini, Rosa terimakasih untuk
kebersamaan kita selama empat tahun ini semoga
persahabatan kita akan terus terjalin sampai
kapanpun.
Untuk Muhlasin terimakasih telah memberikan
motivasi dan dukungan.
Teman-teman ku seperjuangan AS angkatan 2011.
Teman-teman Pondok Salafiah Pulutan yang telah
memberikan canda tawa dan kenangan yang
terbaik. Terutama untuk mbk Imah, Nuril, dan Erni
terimakasih
Untuk mbk Nina, mbk Lita, ijah terimakasih untuk
kebersamaan kita.
Keluarga besar PMII Joko Tingkir kota Salatiga
terimaksih untuk kebersamaannya sahabat-sahabati.
Keluarga besar LPM Dinamika.
Semua Kyai Pondok Pesantren Salafiyah Pulutan
terimakasih atas bimbingan dan petuah-petuahnya.
Bapak H.Agus Ahmad Suaidi, M.A. yang telah
memberikan inspirasi dan bimbingan bagi penulis.
Bapak Sukron Ma’mun,S.HI.,M.Si sebagai dosen
pembimbing skripsi yang telah membimbing penulis
dalam menyelesaikan penulisan skripsi.
Gus Faid dan Gus Niam yang telah membantu
memberikan kritik dan saran bagi penulis.
Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga
Almamater tercinta Kampus INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI SALATIGA.
KATA PENGANTAR
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah
SWT. Atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat
diberikan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Rasulullah SAW, keluarga, sahabat dan para pengikut
setianya.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh
gelar kesarjanaan dalam Ilmu Syari‟ah Institut Agama Islam Negeri (IAIN)
Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Sukron Ma‟mun,S.HI.,M.Si selaku Ketua Jurusan Ahwal Al Syakhshiyyah
(AS).
3. Sukron Ma‟mun, S.HI.,M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi yang telah
dengan ikhlas mencurahkan pikiran dan tenaganya serta pengorbanan
waktunya dalam upaya membimbing penulis untuk menyelesaikan tugas ini.
4. Heni Satar N,S.H.,M.Si selaku pembimbing akademik
5. Bapak dan Ibu Dosen serta karyawan IAIN Salatiga yang telah banyak
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
6. Bapak dan ibu serta saudara-sadaraku di rumah yang telah mendoakan dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan studi di IAIN Salatiga dengan penuh
kasih sayang dan kesabaran.
7. Masyarakat Desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo yang telah memberikan
penulis tempat dalam mengadakan penelitian, sehingga terselesainya skripsi
ini.
8. Seluruh teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dan mendukung
dalam penyelesaian skripsi ini.
Harapan penulis, semoga amal baik dari beliau mendapatkan balasan yang
setimpal dan mendapatkan ridho Allah SWT. Akhirnya dengan tulisan ini semoga
bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca umumnya.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 9 September 2015
Penulis,
Irinna Ika Wulandari
ABSTRAK
Wulandari, Irinna Ika. 2016. PROSESI ADAT RUWATAN RAMBUT
GIMBAL DALAM PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH DI
SEMBUNGAN, KEJAJAR, WONOSOBO. Skripsi. Jurusan Ahwal Al
Syakhshiyyah. Fakultas Syariah. Institut Agama Islam Negeri
Salatiga. Dosen Pembimbing: Sukron Ma’mun,S.HI., M.Si.
Kata Kunci: Fiqh Imam Abu Hanifah, Adat ruwatan rambut Gimbal
Perkembangan Islam di Indonesia mengalami proses yang
berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan lainnya yang bermacam-
macam. Salah satunya termasuk bersinggungan langsung dengan tradisi
dan budaya masyarakat Indonesia. Berkenaan dengan itu, maka perlu
ditegaskan bahwa unsur-unsur budaya lokal yang dapat menjadi sumber
hukum Islam ialah yang sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip Islam. Agama sebagai sistem nilai pasti akan mengalami
proses akulturasi, terhadap kemajemukan budaya. Oleh karena itu,
bagaimana hukum Islam menghadapinya dan mampu menyelesaikan
permasalahan yang timbul di masyarakat dengan baik serta mendatangkan
kemaslahatan dari penetapan hukum dan menghindarkan dari
kemudharatan.
Kemudian peneliti merumuskan sebagai berikut untuk mengetahui
penyebab munculnya ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan,
Kejajar,Wonosobo, untuk mengetahui prosesi ruwatan rambut gimbal,
Untuk mengetahui bagaimana pandangan Fiqh Imam Abu Hanifah
terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal. Penelitian menggunakan
pendekatan kualitatif yang menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.
Metode yang akan digunakan adalah dengan melakukan wawancara,
observasi, catatan lapangan dan pemanfaatan dokumen.
Ruwatan rambut gimbal merupakan prosesi pemotongan pada anak
rambut gimbal yang bertujuan untuk menghilangkan bala‟/bencana rambut
gimbal, agar si anak memiliki rambut yang normal, pemotongan rambut
gimbal bersifat simbolis dari Tafa‟ul dengan maksud untuk memperoleh
keberkahan, kesehatan, dan mengharap kebaikan di masa yang akan
datang. Namun apabila adanya keyakinan atau kepercayaan dengan cara
memotong rambut gimbal akan menghilangkan nasib buruk maka
termasuk Thiyaroh (merasa bernasib sial) dan berujung pada kemusyrikan
dengan alasan misalnya jika rambut tidak dipotong hidupnya akan celaka.
Karena hal seperti itu jelas bertentangan dengan hukum Islam.
Kepercayaan kepada yang lain misalnya Bhatara Kala, hingga meyakini
jika dengan diadakan ruwatan maka dapat terhindar dari mangsa Bhatara
Kala atau terbuang sialnya. Dalam Al Qur‟an maupun hadis telah
dijelaskan tidak ada nasib buruk. Karena Semua itu datangnya hanya dari
Allah semata.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN LOGO ................................................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii
HALAMAN PENGESAHAN NASKAH SKRIPSI ........................................ iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................. v
HALAMAN MOTTO ...................................................................................... vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................... vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ix
ABSTRAK ...................................................................................................... xi
DAFTAR ISI .................................................................................................... xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................. 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ................................................................. 8
E. Penegasan Istilah .................................................................. 9
F. Tinjauan Penelitian ................................................................ 10
G. Metode Penelitian .................................................................. 12
H. Sistematika Penulisan............................................................. 18
BAB II : RUWATAN MENURUT FIQH
A. Adat Istiadat (al-„urf) ............................................................. 20
B. Ruwatan bagian dari Tafa‟ul.................................................. 25
C. Harmoni Islam dan budaya Jawa ........................................... 33
BAB III : DESA SEMBUNGAN DAN MUNCULNYA TRADISI
RUWATAN RAMBUT GIMBAL
A. Gambaran umum Desa Sembungan ....................................... 36
B. Struktur Organisasi Rt/Rw ..................................................... 39
C. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat ........................................ . 40
D. Sejarah Ruwatan di Sembungan ............................................. 42
E. Rangkaian Prosesi Ruwatan....................................................... 44
1. Pra Acara ............................................................................ 44
2. Prosesi Ruwatan.......................................................... ....... 44
3. Petugas Pencukur rambut gimbal........................ ............... 47
4. Urutan Kirab Budaya ........................................................ 48
5. Daftar nama anak yang diruwat tgl 1 Agustus 2015 .......... 51
F.Sejarah Mitos Kepercayaan ruwatan rambut gimbal ................. 52
BAB IV : TRADISI RUWATAN RAMBUT GIMBAL DALAM
PERSPEKTIF FIQH IMAM ABU HANIFAH
A. Tradisi dan Keyakinan ........................................................... 55
B. Prosesi dan Makna Ruwatan Rambut Gimbal ....................... 58
C. Prosesi Ruwatan Rambut Gimbal dalam Perspektif Fiqh
Imam Abu Hanifah ..................................................................... 64
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 74
B. Saran-saran ............................................................................ 77
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN - LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan sebagian besar penduduknya
beragama Islam. Perkembangan Islam di Indonesia mengalami proses yang
berkaitan dengan berbagai bidang kehidupan lainnya yang bermacam-macam.
Salah satunya termasuk bersinggungan langsung dengan tradisi dan budaya
masyarakat Indonesia. Namun bukan berarti tradisi dan budaya yang telah ada
hilang begitu saja. Berkenaan dengan itu, maka perlu ditegaskan bahwa
unsur-unsur budaya lokal yang dapat menjadi sumber hukum Islam ialah
yang sekurang-kurangnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Islam.
Yaitu tidak ada unsur yang bertentangan dengan dalil syara‟ yang dilarang.
Agama sebagai sistem nilai pasti akan mengalami proses akulturasi
(KBBI,1989:18) dan kolaborasi terhadap kemajemukan budaya sebagai hasil
tindakan manusia maupun kemajemukan budaya yang masih berada pada
pemikiran dan sikap manusia. Oleh karena itu, bagaimana hukum Islam
menghadapinya dan mampu menyelesaikan permasalahan yang timbul di
masyarakat dengan baik serta mendatangkan kemaslahatan dari penetapan
hukum dan menghindarkan dari kemudharatan. Tradisi dan budaya
merupakan warisan bangsa yang tidak ternilai harganya, karena itu menjadi
kewajiban dan tanggung jawab bangsa Indonesia untuk melestarikan
keberadaannya sehingga tidak punah begitu saja. Ruwatan merupakan prosesi
adat rambut gimbal (gembel) yang dilakukan masyarakat Sembungan,
Kejajar,Wonosobo. Prosesi ini dimaksud dengan tujuan untuk menghilangkan
rambut gembel agar si anak memiliki rambut yang normal, selain itu si anak
yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan kesehatan serta
untuk menjalankan ajaran leluhur mereka. Upacara ruwatan cukur rambut
gimbal di Sembungan ini sudah menjadi agenda tahunan yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo. Dan kegiatan ini selalu mengundang
ribuan orang untuk mengunjunginya. Setiap anak yang berambut gimbal
harus melewati prosesi “ruwatan”.
Ruwatan menurut bahasa Jawa berarti “lepas” yang bermakna lepas dari
karakteristik sebagai anak gimbal, dengan cara mencukur rambut gimbalnya.
Supaya rambut gimbal nya tidak akan tumbuh gimbal lagi. Anak-anak
gembel tersebut sering disebut anak sukerta (diganggu). Anak sukerta adalah
anak yang dicadangkan menjadi mangsa dari Bathara kala. Agar kembali
menjadi anak yang wajar maka harus disucikan dan dibersihkan gimbalnya.
Proses menghilangkan sesuker rambut gimbalnya itulah yang dinamakan
Ruwatan. Rambut ini muncul pertama kali disertai demam tinggi dan
menggigau (ngrumil) merupakan bahasa Dieng saat tidur. Gejala ini baru
berhenti dengan sendirinya ketika rambut sang anak menjadi kusut (gimbal)
dan menyatu antara yang satu dengan lainnya, menyerupai rambut orang-
orang rastafara Jamaica. Menurut kepercayaan setempat anak berambut
gimbal ini merupakan keturunan orang pertama yang hidup di dataran tinggi
Dieng yaitu Kyai Kolodete, bagi mereka anak gimbal adalah anak titipan
leluhur yang harus mereka jaga.
Rambut gimbal dipercaya sebagai titipan dari Kyai Kolodete yang
merupakan manusia pertama yang melakukan babat alas Dieng. Kyai
Kolodete diyakini memiliki rambut panjang dan gembel (gimbal) yang
kemudian sebelum beliau meninggal mewasiatkan rambut gembelnya akan
dititipkan pada anak cucu dan keturunannya. Kyai Kolodete memang
menyukai anak-anak dan akan menurunkan gimbalnya pada anak-anak,
namun tidak semua anak Dieng berambut gimbal. Hanya mereka yang terpilih
atau nasib anak itu masing-masing.
Ada juga yang percaya rambut gimbal merupakan bala‟/ bencana sehingga
anak yang telah dipotong rambut gimbalnya dipercayai akan tumbuh menjadi
anak baik panjang umur, dan banyak rezeki. Sebaliknya jika tidak dicukur,
dia akan tumbuh menjadi anak nakal dan selalu mengalami masalah, oleh
karena itu ruwatan pemotongan rambut gimbal menjadi tradisi yang sejak
dulu terus dipertahankan sampai sekarang. Kepercayaan secara turun temurun
dan terus diyakini seseorang yang dianggap diluar kewajaran memang
terkadang aneh dan tidak masuk akal (irasional), akan tetapi bagaimanapun
juga hal ini merupakan hak asasi kepercayaan setiap orang. Anak yang
berambut gimbal cenderung lebih aktif bahkan nakal di bandingkan pada
anak umumnya. Anak-anak berambut gimbal di Dieng biasanya diperlakukan
istimewa oleh keluarga dan masyarakat sekitar karena memiliki kelebihan
dibanding dengan anak lain sebayanya. Dan biasanya memiliki permintaan
yang sering diluar dugaan, anak-anak gimbal ini belum akan dipotong
rambutnya sampai anak tersebut meminta dengan sendirinya atau atas inisiatif
dari orang tua dengan terlebih dahulu ditannya permintaan anak gimbal.
Kemudian sang anak akan mengatakan permintaannya, dan permintaan ini
pun sering diluar dugaan orang tuanya seperti minta telur satu keranjang,
minta tikus, minta gethuk, dan sebagainya. Dan permintaan ini tidak akan
berubah dari sejak pertama dia bicara sampai ketika akan dilakukan ruwatan
pemotongan. Hal ini nampaknya aneh tapi itulah kenyataan yang ada. Anak
gimbal tidak terlahir gimbal namun tumbuh pada usia 2-5 tahun, gejala awal
yang muncul anak panas antara 1-2 minggu tidak kunjung sembuh, setelah
beberapa hari kemudian akan tumbuh gimbal pada bagian rambut kepalanya.
Dan jika rambut itu dipotong sewaktu-waktu tanpa melalui prosesi ruwatan
anak itu bisa sakit.
Prosesi yang dilakukan selama ruwatan di desa Sembungan
menggunakan cara islam yang sedikit digabung dengan adat jawa dengan
adanya ingkung, tumpeng rombyong, (nasi tumpeng diberi tusukan-tusukan
jajanan pasar) yang nantinya semua itu akan dimakan bersama oleh
pengunjung. Iringan solawat atau rebana, pengajian dan doa-doa tolak bala
(bencana) dikumandangkan saat prosesi cukur rambut gimbal. Setelah
sholawat atau rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu
pelaksana upacara. Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka
prosesi upacara pun dimulai. Prosesi cukur rambut gimbal di Sembungan
dilaksanakan di sekitar Telaga Cebong, permintaan anak dipenuhi dan rambut
siap dipotong. Doa-doa Islam dikumandangkan oleh Kyai setempat prosesi
ruwatan dilanjutkan dengan larungan dimana rambut yang sudah dipotong
dikumpulkan kemudian dilarung ditengah Telaga Cebong, dengan iringan
sholawat Nabi dan musik rebana. Kegiatan Terakhir adalah makan tumpeng
Robyong (berbentuk tumpeng nasi putih di atasnya ditancapkan jajan pasar)
dan jajanan pasar dari warga sekitar secara bersama-sama. Kemudiaan
dimeriahkan oleh pawai budaya. Dengan urut-urutan Kesenian Thek-thek
(angklung), pembawa song-song agung (pembawa payung besar), pembawa
jajanan pasar, pembawa bucu robyong (nasi tumpeng di tusuki jajanan pasar),
pembawa bebana (permintaan anak gimbal), pasukan tombak, anak berambut
gimbal, rebana, kesenian kuda kepang, kelompok anak-anak (terdiri dari
kelomok anak-anak sekolah), kesenian angguk (syair-syair Islam), kelompok
masyarakat dan keluarga anak yang diruwat, kesenian liong (naga), dan
terakhir masyarakat desa.
Fenomena anak gimbal ini memang sudah lazim di kalangan
masyarakat Sembungan. Namun bagi orang luar, peristiwa ini adalah sesuatu
yang aneh, unik, dan mungkin sulit diterima dengan logika. Yang jelas, anak-
anak gimbal ini ibarat menjadi “raja” yang akan dikabulkan semua
keinginannya hingga masa ketika tiba waktu untuk dipotong mahkota “
rambut gimbalnya”.
Ruwatan merupakan tradisi yang sebenarnya sudah mengadopsi ajaran
Islam, ruwatan yang dilakukan masyarakat Sembungan merupakan prosesi
pemotongan rambut anak Gimbal dengan tujuan untuk keselamatan dari anak
yang akan diruwat, di dalam Islam sendiri Slametan (doa, ucapan pernyataan
dan sebagainya yang mengandung harapan supaya sejahtera, beruntung tidak
kurang satu apapun) bertujuan untuk menghindarkan suatu hal yang tidak di
inginkan atau dengan kata lain untuk meminta keselamatan dan kesehatan
kepada Allah untuk seseorang dengan mengundang orang untuk melakukan
makan bersama maupun melakukan doa bersama. Makanan yang dihidangkan
dalam suatu acara selametan (doa, ucapan pernyataan dan sebagainya yang
mengandung harapan supaya sejahtera,beruntung tidak kurang satu apapun)
merupakan sedekah/Sodakoh untuk keselamatan, yang artinya secara
langsung bermakna keberuntungan bagi orang-orang yang diundang, karena
ketika masyarakat datang mendapatkan rezeki bisa makan bersama. Selain
selametan ada juga pembacaan sholawat, sholawat yang berarti memuji
mengagungkan Rosullullah, dan membuat wasilah dengan membaca
sholawat. Barang siapa yang membaca sholawat untuk nabi, maka akan
menjadi cahaya nanti di hari akhir.
Para ulama ushul fiqh memberikan definisi adat sebagai berikut
تك
غيعالقةعقليةررمناألمرامل
“Sesuatu yang dikerjakan secara berulang-ulang tanpa adanya
hubungan rasional” Definisi ini menunjukkan bahwa apabila suatu perbuatan dilakukan
secara berulang-ulang menurut hukum akal, tidak dinamakan adat. Definisi
ini juga menunjukkan bahwa adat itu mencakup persoalan yang amat luas,
yang menyangkut masalah pribadi, seperti kebiasaan seseorang dalam tidur,
makan, dan mengkonsumsi jenis makanan tertentu, atau permasalahan yang
menyangkut orang banyak, yaitu sesuatu yang berkaitan dengan hasil
pemikiran yang baik dan yang buruk. Adat juga bisa muncul dari sebab alami,
seperti cepatnya seorang anak menjadi baligh di daerah tropis, disamping itu
adat juga bisa muncul dari hawa nafsu dan kerusakan akhlak, seperti korupsi,
sebagaimana adat juga bisa muncul dari kasusu-kasus tertentu, seperti
perubahan budaya suatu daerah disebabkan pengaruh budaya asing. Adapun
„urf menurut ulama ushul fiqh Mushtafa Ahmad al-Zarqa dalam buku Haroen
(1996:138) adalah:
ق ولأوفعل عادةجهورق ومف
Kebiasaan mayoritas kaum, baik dalam perkataan atau perbuatan Di dalam Al Qur‟an jugs telah dijelaskan jika meminta perlindungan
kepada selain Allah terhadap sesuatu hal itu termasuk kemusyrikan yang
dilarang, sebagaimana berikut:
فعكوليضركفإنف علتفإنكإذامن ولتدعمندوناللومالي ن الظالمي
“Dan janganlah kamu memohon kepada selain Allah, yang tidak dapat
memberi manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu,jika kamu
berbuat (hal itu), maka sesungguhnya kamu, dengan demikian, termasuk
orang-orang yang dhalim (musyrik).” (QS. Yunus: 106).
فالرادلفضلويصيبو كاشفلوإلىووإنيردكبي فال إنيسسكاللوبضرمنعبادهوىوالغفورالرحيم بومنيشاء
”Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang
dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah menghendaki
untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat menolak karunia-
Nya…” (QS. Yunus: 107)
Dasar kaidah yang lain adalah adalah Firman Allah, Surat Al-A‟raf: 199).
خذالعفووأمربالعرفوأعرضعنالاىلي
“Berikanlah maaf dan perintahkanlah mengerjakan ma‟ruf dan
berpalinglah dari orang-orang jahil / bodoh” (QS. Al-A‟raf: 199)
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana praktek ruwatan terhadap anak gimbal di Sembungan bisa
muncul?
2. Bagaimana prosesi ruwatan rambut gimbal di Sembungan berlangsung?
3. Bagaimana pandangan Fiqh Imam Abu Hanifah terhadap prosesi ruwatan
rambut gimbal di Sembungan?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui penyebab munculnya praktek ruwatan rambut gimbal
masyarakat Sembungan, Kejajar, Wonosobo.
2. Untuk mengetahui prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan,
Kejajar, Wonosobo.
3. Untuk mengetahui bagaimana pandangan fiqh Imam Abu Hanifah
terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar,
Wonosobo.
D. MANFAAT
1. Manfaat praktis
a. Bagi peneliti , untuk mengetahui bagaimana dan apa saja yang ada
dalam prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan, Kejajar,
Wonosobo.
b. Bagi ilmu hukum untuk mengetahui adakah hal-hal yang tidak sesuai
dalam prosesi ruwatan dengan hukum Islam.
c. Bagi masyarakat agar masyarakat paham mengenai aturan-aturan hukum
yang berlaku dalam syariat Islam dan melestarikan kebudayaan yang telah
ada.
2. Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis ini berdasarkan teori-teori yang dapat digunakan
sebagai salah satu cara untuk memahami bagaimana pandangan hukum
Islam terhadap prosesi ruwatan rambut gimbal.
E. PENEGASAN ISTILAH
1. Pandangan : Sesuatu yang dapat dipandang (dalam arti kiasan juga)
(Kamus Besar Bahasa Indonesia,1976:704).
2. Hukum : Peraturan yang dibuat oleh suatu kekuasaan/ adat yang dianggap
berlaku oleh dan untuk orang banyak( Kamus besar bahasa Indonesia,
1976:363)
3. Islam : Agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW( kamus besar
bahasa indonesia,1976:388)
4. Prosesi : Pawai atau perarakan dengan upacara( kamus besar bahasa
indonesia,1976:769)
5. Adat : aturan (peraturan dsb) yang lazim diturut atau dilakukan sejak
dahulu kala (kamus besar bahasa indonesia,1976:15).
6. Ruwatan : adalah upacara membebaskan orang dari nasib buruk yang
akan menimpa (kamus besar bahasa indonesia,1976:842)
7. Rambut : adalah bulu yang berutas-utas halus yang tumbuh di kepala/
tubuh ( kamus besar bahasa indonesia,1976:795)
8. Gimbal : adalah lebat dan tidak teratur (kamus besar bahasa indonesia
http://ebsoft.web.id)
F. TINJAUAN PUSTAKA
Adat memanglah sesuatu yang sudah ada dan tidak dapat dihilangkan.
Yang lahir secara turun-temurun dari para leluhur. Seperti dalam kaidah adat
kebiasaan dapat dijadikan pijakan hukum.
Pada penelitian Sebelumnya Tradisi Ruwatan Laut dalam Perspektif
Hukum Islam (di kelurahan kangkung kecamatan Teluk Betung selatan kota
bandar lampung) skripsi yang ditulis oleh Riki Dian Saputra UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta menerangkan Ruwatan laut merupakan akulturasi antara
budaya dan agama, karena dengan melaksanakan ruwatan laut tersebut ada
pelestarian nilai-nilai sosial keagamaannya. Terlepas dari tradisi ruwatan laut
masyarakat muslim kelurahan kangkung bahwa pada dasarnya untuk
mempertahankan eksistensi keberlangsungan kehidupan dan kerukunan
beragama di dalam masyarakat disana, maka tradisi tersebut masih tetap
dilaksanakan.
Kemudian, Tradisi Upacara Ruwatan Ruwah Desa (Studi Kasus di Desa
Gemurung Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo) skripsi yang ditulis
oleh saudari Khoirotun Nasifah 2012 (digilib.uinsby.ac.id/1/240/4/bab1/pdf)
menyimpulkan bahwa upacara Ruwah Desa merupakan suatu tradisi
masyarakat Gemurung yang biasa diadakan setahun sekali dalam bulan ruwah
yang telah menjadi tradisi sejak lama di desa tersebut. Pada dasarnya upacara
Ruwah Desa yang diadakan di Desa Gemurung merupakan realisasi tradisi
nenek moyang yang dikenal secara mandalam dikalangan masyarakat dengan
istilah mengikuti orang terdahulu. Masyarakat Gemurung menganggap
dengan mengadakan upacara Ruwah Desa tersebut merupakan upacara ibadah
dalam ajaran Islam karena sabagian dapat lebih mendekatkan diri kepada
Allah karena telah diberi rizki dan menjadikan desanya sejahtera tentram
serta penghasilan desa sangat baik. Di dalam pandangan hukum Islam,
tindakan masyarakat Gemurung yang tergolong santri mereka menyebutkan
bahwa upacara Ruwah Desa yang mereka lakukan hanyalah niat untuk
sedekah kepada Allah agar desanya terhindar dari bahaya dan tidak terdapat
unsur syirik, khurafat ataupun tahayul. Karena dalam upacara tersebut diisi
dengan nilai-nilai keislaman seperti khataman. Dilanjutkan Shalat Ashar
berjamaah, Istighosah dan pembacaan Yasiin dan tahlil, pengajian dan
sholawat.
Dengan demikian, upacara Ruwatan Desa di desa Gemurung tidak
bertentangan dengan ajaran Islam karena tidak ada unsur penyembahan
ataupun yang lainnya.
Penelitian-penelitian terkait dengan anak gembel di Dieng diantaranya
adalah skripsi Heri Cahyono,mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
yang berjudul ”Ruwatan Cukur Rambut Gimbal di Desa Dieng Kecamatan
Kejajar Kabupaten Wonosobo” (2008,Perpustakaan Digital UIN Sunan
Kalijaga Yogyakarta). Dalam penelitian ini Cahyono menerangkan
bagaimana asal mula tradisi ruwatan cukur anak gimbal di Desa Dieng.
Dijelaskan juga bagaimana prosesi ruwatan serta makna upacara ruwatan bagi
masyarakat. Dalam penelitian ini, Cahyono hanya menjelaskan asal-usul,
prosesi dan makna ritual secara umum.
Sedangkan fokus penelitian skripsi yang akan dilakukan oleh penulis
adalah untuk memberikan penjelasan dan gambaran tentang Prosesi Ruwatan
Rambut Gimbal (di desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo) dalam Perspektif
Fiqh Imam Abu Hanifah.
G. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Untuk membantu memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian,
peneliti akan menggunakan jenis pendekatan kualitatif dan
menggunakannya sebagai acuan dalam penulisan proposal skripsi.
Pendekatan Kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan
penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan
prosedur-prosedur statistik atau dengan cara-cara lain dari kualifikasi
pengukuran (Ghani,1997:11). Sedang menurut Taylor dalam (Moleong,
2002:3) penelitian kualitatif adalah sebuah prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskripsi berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Dari pengertian tersebut, sudah
tentu sesuai dengan judul yang telah ada ini, peneliti akan berada pada
latar yang alamiah sehingga metode yang akan digunakan adalah dengan
melakukan wawancara, observasi, catatan lapangan dan pemanfaatan
dokumen.
Penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang menghasilkan
data tertulis. Sedangkan jenis penelitian yang digunakan oleh penulis
adalah diskripsi. Penelitian diskripsi menurut (Suryabrata, 1998:19) adalah
penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan uraian, paparan
mengenai situasi kejadian-kejadian.
2. Kehadiran Peneliti
Seperti yang telah diterangkan di atas bahwasannya peneliti akan
melaksankan observasi dan wawancara langsung pada obyek kajian
sehingga sudah tentu peneliti barada pada lapangan bersama nara
sumber yang ada. Penelitian akan dilaksanakan di Desa Sembungan
Kecamatan Kejajar Wonosobo, Jawa Tengah. Sembungan sendiri
merupakan tempat yang terdapat rambut Gimbal sejak dari dahulu,
yang ruwatannya merupakan peninggalan nenek moyang.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di desa Sembungan, Kejajar, Wonosobo
Jawa Tengah pada tahun 2015.
4. Sumber Data
Data dalam penelitian ini adalah semua data yang diperoleh dari
informan yang dianggap penting dan juga dihasilkan dari dokumentasi
yang menunjang. Data yang peneliti gali berasal dari unsur-unsur yang
terkait dengan judul yang diteliti.
5. Prosedur Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting
dalam sebuah penelitian, karena tujuan dari peneliti adalah untuk
mendapatkan data. Dalam pelaksanaan penelitian ini, data akan
diperoleh dengan menggunakan teknik pengumpulan data:
a. Observasi Langsung
Observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. di
dalam penelitian peneliti mengobservasi prosesi ruwatan atau
pemotongan rambut gimbal. Menurut (Nawawi,1990:100)
observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan
secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek
penelitian. Dalam observasi ini penulis mengamati prosesi
rangkaian acara Ruwatan rambut gimbal dari Awal sampai akhir
acara.
b. Wawancara
Yakni percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewe) yang
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2011:186) nara
sumber yang diwawancara meliputi Kadus desa Sembungan, tokoh
agama, ketua kelompok sadar wisata (Pokdarwis), anak yang
berambut gimbal, orang tua anak berambut gimbal, serta
masyarakat.
c. Dokumen
Dokumen terdiri dari kata-kata dan gambar yang telah
direkam tanpa campur tangan pihak peneliti. Dokumen tersebut
tersedia dalam bentuk tulisan, catatan, suara dan gambar
(Daymon,2008:3) metode ini digunakan untuk memperluas
pengamatan dan pengumpulan data. Data yang diambil berasal dari
catatan hasil wawancara, dan foto-foto dokumentasi.
6. Analisis Data
Menurut (Muhadjir,1994:104) menyatakan, analisis data
merupakan upaya untuk mencapai dan menata secara sistematis
catatan hasil observasi, wawancara, dan lainnya untuk meningkatkan
pemahaman penelitian tentang kasus yang diteliti dan menyajikannya
sebagai temuan bagi orang lain. Penulis akan menunjukkan laporan
penelitian yang berisi kutipan-kutipan data dan memberikan gambaran
penyajian laporan. Data yang penulis sajikan seperti naskah
wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi, dan sebagainya.
7. Keabsahan Data
Untuk keabsahan data dalam penelitian ini ditentukan dalam
kriteria kreadibilitas. Hal ini dimaksud untuk membuktikan bahwa apa
yang berhasil dikumpulkan sesuai dengan kenyataan yang ada dalam
penelitian. Metode yang digunakan dalam pengecekan keabsahan
data:
a. Triangulasi Sumber
Yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat
kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan
alat yang berbeda. Dalam metode ini penulis mengecek
informan satu dengan yang lain yang diwawancara dan dari sini
dapat diukur benar tidaknya kenyataan yang ada.
b. Triangulasi metode
Yaitu pengecekan derajat kepercayaan penemuan hasil
penelitian beberapa teknik pengumpulan data dan sumber data
dengan metode yang sama (Moleong,2002:178). Dalam metode
ini penulis melakukan kroscek antara wawancara dengan hasil
observasi yang dilakukan .
8. Tahap-tahap Penelitian
Menurut (Moloeng,2002:84-105) tahap-tahap penelitian yang
digunakan oleh peneliti sebagai berikut:
a. Tahap Pra lapangan
1. Mengajukan judul penelitian
2. menyusun proposal skripsi
3. Konsultasi penelitian kepada pembimbing
b. Tahap pekerjaan lapangan
1. Persiapan diri untuk memasuki lapangan
2. Pengumpulan data atau informasi yang terkait dengan fokus
penelitian
3. Pencatatan data yang telah dikumpulkan
c. Tahap analisis data
1. Penemuan hal-hal yang penting dari data penelitian
2. pengecekan keabsahan data
H. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pemahaman pembaca pada penelitian ini,
peneliti menyusun sebuah sistematika penulisan. Sistematika
penulisan ini ada lima macam bab, yang masing-masing membahas
masalah yang berbeda. Akan tetapi, hal itu merupakan satu kesatuan
yang menyambung. Adapun rincian dari kelima bab tersebut adalah
sebagai beriku:
Bab pertama, bab ini berisi pendahuluan yang bertujuan untuk
memberikan gambaran objek kajian secara umum. Pada bab ini akan
memuat pembahasan yang meliputi latar belakang yang berisi hal-
hal yang aneh dan menarik untuk diteliti.
Bab kedua, bab ini membahas landasan teori yang menyangkut
pandangan fiqh Imam Abu Hanifah mengenai adat, kepercayaan,
serta ruwatan itu sendiri dan peneliti-peneliti sebelumnya yang telah
melakukan penelitian tentang ruwatan. Bab ini dimaksudkan untuk
memberikan gambaran tentang masyarakat dan lingkungan yang
menjadi latar belakang ritual adat ruwatan rambut gimbal serta fiqh
Imam Abu Hanifah yang menjadikan landasan teori.
Bab ketiga, bab ini mendeskripsikan, pertama: tentang data
penelitian yang mencakup setting penelitian yang telah dinarasikan
oleh penulis agar mudah dipahami oleh pembaca. Setting penelitian
tersebut berisi letak geografis, demografis, dan aspek keadaan
penduduk sekitar. Kedua: asal-usul ruwatan yang tidak patut untuk
dilupakan, karena sejarahlah yang membuat semua itu ada. Ketiga,
pelaksanaan prosesi adat ruwatan rambut gimbal yang kemudian
dilanjutkan dengan deskripsi prosesi ini yang dapat dibuktikan
dengan adanya waktu dan tempat yang telah ditentukan, pelaku,
perlengkapan dan mekanisme ruwatan rambut gimbal. Dari semua
deskripsi yang ada pada bab tiga, tidak lain merupakan hasil dari
observasi, wawancara dan dokumentasi dari penelitian prosesi adat
ruwatan rambut gimbal.
Bab keempat, analisa terhadap prosesi adat ruwatan rambut
gimbal di Sembungan, Kejajar, Wonosobo menurut tinjauan fiqh
Imam Abu Hanifah.
Bab kelima, adalah penutup yang berisi kesimpulan dari hasil
pembahasan secara keseluruhan dan disertai dengan saran-saran,
kemudian diakhiri dengan kata penutup.
BAB II
Ruwatan menurut Fiqh
A. Adat Istiadat (Al-‘urf)
Secara etimologi „Urf العرف berarti “yang baik”. Para ulama ushul
fiqh membedakan antara adat dengan „urf dalam membahas kedudukannya
sebagai salah satu dalil untuk menetapkan hukum syara‟.„Urf menurut
ulama ushul fiqh Mushtafa Ahmad al-Zarqa dalam buku Haroen (1996:138)
adalah:
ق ولأوفعل عادةجهورق ومف
Kebiasaan mayoritas kaum, baik dalam perkataan atau perbuatan
Beliau mengatakan bahwa „urf merupakan bagian dari adat, karena
adat lebih umum dari „urf. Suatu „urf, menurutnya harus berlaku pada
kebanyakan orang di daerah tertentu, bukan pada pribadi atau kelompok
tertentu dan „urf bukanlah kebiasaan alami sebagaimana yang berlaku dalam
kebanyakan adat, tetapi muncul dari suatu pemikiran dan pengalaman,
seperti kebiasaan mayoritas masyarakat pada daerah tertentu yang
menetapkan bahwa harus diadakannya ruwatan pemotongan rambut gimbal
pada anak berambut gimbal di Dieng. Macam-macam „urf menurut
pemaparan Ahmad Fahmi Abu Sunnah dalam buku Haroen (1996:139)
dibagi menjadi tiga macam:
1. Dari segi obyeknya
a. Al-„urf al-lafzhi اللفظي adalah kebiasaan masyarakat dalam العرف
mempergunakan lafal atau ungkapan tertentu dalam mengungkapkan
sesuatu, sehingga makna ungkapan itulah yang dipahami dan terlintas
dalam pikiran masyarakat. Misalnya, ungkapan “daging” mencakup
seluruh daging yang ada.
b. Al-„urf al-„amali العملي adalah kebiasaan masyarakat yang العرف
berkaitan dengan perbuatan biasa atau mu‟amalah keperdataan. Yang
dimaksud “perbuatan biasa” adalah perbuatan masyarakat dalam masalah
kehidupan mereka yang tidak terkait dengan kepentingan orang lain.
Seperti kebiasaan masyarakat dalam memakai pakaian tertentu dalam
acara-acara khusus.
2. Dari segi cakupannya‟urf terbagi dua
a. Al-„urf al-„am العام adalah kebiasaan tertentu yang berlaku العرف
secara luas di seluruh masyarakat dan di seluruh daerah.
b. Al-„urf al-khash العرفاخاص adalah kebiasaan yang berlaku di daerah
dan masyarakat tertentu. „Urf al-khash seperti ini menurut Mushthafa
Ahmad al-Zarqa‟ tidak terhitung jumlahnya dan senantiasa berkembang
sesuai dengan perubahan situasi dan kondisi masyarakat.
3. Dari segi keabsahannya dari pandangan syara‟
a. Al-„urf al-shahih الصحيح adalah kebiasaan yang berlaku di العرف
tengah-tengah masyarakat yang tidak bertentangan dengan nash(ayat atau
hadis), tidak menghilangkan kemaslahatan mereka, tidak pula membawa
mudarat kepada mereka.
b. Al-„urf al-fasid الفاسد adalah kebiasaan yang bertentangan العرف
dengan dalil-dalil syara‟ dan kaidah-kaidah dasar yang ada dalam syara‟.
Dari berbagai kasus „urf yang dijumpai para ulama ushul fiqh
merumuskan kaidah-kaidah fiqh yang berkaitan dengan „urf, diantaranya
yang paling mendasar
مة .1 العادةمكAdat kebiasaan itu bisa menjadi hukum
األزمنةواألمكنة .2 لي نكرت غي راألحكامبت غي
Tidak diingkari perubahan hukum disebabkan perubahan zaman dan
tempat.
3. عروفعرفاكا
لمشروطشرطاامل
Yang baik itu menjadi „urf, sebagaimana yang disyaratkan itu menjadi
syarat
ابتبالنص .4 كالش ابتبالعرف الش
Yang ditetapkan melalui „urf sama dengan yang ditetapkan melalui nash
(ayat atau hadis)
Syarat-syarat ‘Urf
„urf dapat dijadikan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum
syara‟ apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. „Urf itu baik yang bersifat khusus dan umum maupun yang bersifat
perbuatan dan ucapan berlaku secara umum. Artinya, „urf itu berlaku
dalam mayoritas kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan
keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat tersebut.
2. „Urf itu telah memasyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan
hukumnya itu muncul. Artinya, „urf yang akan dijadikan sandaran hukum
itu lebih dahulu ada, sebelum kasus yang akan ditetapkan hukumnya.
3. „Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas dalam
suatu transaksi. Artinya dalam suatu transaksi apabila kedua belah pihak
telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan.
4. „Urf itu tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan hukum
yang dikandung nash itu tidak bisa diterapkan. „urf seperti ini tidak bisa
dijadikan dalil syara‟, karena kehujjahan „urf bisa diterima apabila tidak
ada nash yang mengandung hukum permasalahan yang dihadapi.
Legalitas Al-‘Urf
Jumhur fuqaha‟ mengatakan bahwa al-„urf merupakan hujjah dan
dianggap sebagai salah satu sumber hukum syariat. Mereka bersandar pada
dalil-dalil sebagai berikut.
1. Firman Allah Saw :
خذالعفووأمربالعرفوأعرضعنالاىلي
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf”
serta berpalinglah dari orang-orang bodoh”(QS. Al-A‟raf : 199)
Ayat ini menjelaskan tentang wajibnya mengamalkan adat sebab jika
tidak wajib Allah tidak menyuruh Rasullah SWT.
2. Hadits Rasulullah SAW, “Apa yang dilihat kaum muslimin baik maka ia
juga baik di sisi Allah”. Hadits ini menunjukkan bahwa setiap yang
dianggap baik oleh kaum muslimin maka hal itu juga baik di sisi Allah dan
jika memang begitu maka wajib diamalkan dan dijadikan sandaran hukum.
3. Syariat Islam sangat memperhatikan aspek adat kebiasaan orang Arab
dalam menetapkan hukum. Semua ditetapkan demi mewujudkan
kemaslahatan bagi khalayak ramai, seperti akad dan mewajibkan denda
kepada pembunuhan yang tidak disengaja. Selain itu, Islam juga telah
membatalkan beberapa tradisi buruk yang membahayakan, seperti
mengubur anak perempuan dan menjauhkan kaum wanita dari harta
warisan Islam mengakui keberadaan adat istiadat yang baik.
4. Syariat Islam memiliki prinsip menghilangkan segala kesusahan dan
memudahkan urusan manusia dan mewajibkan orang untuk meninggalkan
sesuatu yang sudah menjadi adat kebiasaan mereka karena sama artinya
dengan menjerumuskan mereka ke dalam jurang kesulitan. Agar mereka
tidak terjatuh dalam jurang ini, kita harus mengakui adat kebiasaan mereka
(Khalil,2009:169)
B. Ruwatan merupakan bagian dari Tafa’ul
Tafa‟ul adalah mengharapkan kebaikan dari suatu tindakan dan
lawan dari Tafa‟ul adalah Tafaum yang artinya pesimis, dan Tafaum
dilarang dalam Islam. Tafa‟ul telah dijelaskan dalam hadis Nabi SAW.
Dalam sebuah hadis Rasululullah saw bersabda:
لعدوىولطي رةوي عجبىنالفال.قال كلمةطيبة وا:وماالفال؟قال:
“Tiada jangkitan penyakit (tanpa kehendak Allah) dan tidak ada
kesialan sesuatu, akan tetapi aku menyukai al-fa‟l”. Para sahabat bertanya:
“Apa itu al-Fa‟l, ya Rasulullah?” Baginda menjawab: “Kalimah/ucapan yang
baik”. (Riwayat Imam Bukhari dan Muslim dari Anas ra)
Al-Fa‟l menurut ulama bermaksud seseorang mendengar atau terdengar
suatu ucapan yang baik. Contohnya ada seorang yang sakit, lalu kawannya
datang dan menziarahinya. Ketika hendak masuk, kawan itu berkata: “Ya
Salim (yang bermaksud: “Wahai orang yang sehat/selamat”). Dengan
panggilan itu ia menaruh keyakinan dalam hatinya bahwa ia akan sehat atau
selamat. Menaruh keyakinan atau harapan seperti ini disebut al-Fa‟l atau at-
Tafa‟ul.
Rasulullah membenarkan al-Fa‟l atau at-Tafa‟ul karena ia berprasangka
baik (husnudzan) kepada Allah atau menaruh harapan kepadaNya, dimana
setiap mukmin diperintahkan supaya senantiasa berprasangka baik kepada
Allah setiap saat.Contoh hadis Nabi tentang Tafa‟ul yaitu Hadis riwayat Abu
Qatadah:
ia berkata Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: Mimpi baik
(rukyah) itu datangnya dari Allah dan mimpi buruk (hilm) datang dari setan.
Maka apabila salah seorang di antara kalian bermimpi yang tidak
menyenangkan hendaklah dia meludah ke samping kiri sebanyak tiga kali dan
memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatannya sehingga mimpi itu
tidak akan membahayakannya. (Shahih Muslim No.4195) dan harapannya
setan yang mengganggunya pergi.
Sama hal nya dengan ruwatan, orang-orang yang melakukan ruwatan
mengharap kebaikan dari tindakan itu dengan meminta kepada Allah.
Seperti dengan memotong rambut gimbal, dan membuang rambut
gimbalnya yang hanya bersifat simbolis, mengharap yang baik untuk masa
yang akan datang. Namun jika beranggapan dengan niat memotong rambut
gimbal akan membuang bala‟ bencana atau sial maka termasuk musyrik.
contohnya bala hilang dan tersingkir dari si anak. Sial ataupun beruntung
itu datangnya hanya dari Allah Ta‟ala, maka mestinya meminta hanya
kepada Allah, bukan kepada selain-Nya.
Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial, atau meramal
nasib buruk karena melihat burung, binatang dan lainnya, atau apa saja.
(http://www.arrahmah.com/news/2014/10/24/ruwatan-dan-bahayanya-bagi-
aqidah-islam.html)
Dalam Mashlahah Mursalah, yaitu kebaikan (mashlahah) yang tidak
disinggung-singgung syara‟, untuk mengerjakannya atau meninggalkannya.
Sedang kalau dikerjakan akan membawa manfaat atau menghindari
keburukan. Dalam prakteknya mashlahah tidak banyak berbeda dengan
istihsan. Perbedaannya, istihsan ialah mengecualikan suatu hukum dari
peraturan umum yang ditetapkan qiyas, sedang mashlahah murshalah tidak
ada penyimpangan dari qiyas. Syarat-syarat mashlahah mursalah:
1. hanya berlaku dalam masalah muamalat
2. tidak berlawanan dengan maksud syar‟iat atau salah satu dalilnya yang
sudah dikenal.
3. mashlahah adalah karena kepentingan yang nyata dan diperlukan oleh
masyarakat.(Hanafie,1993:144)
Mashlahah yang terdapat dalm ruwatan diantaranya seperti:
1. menguatkan tali Silaturahmi
Pada saat hari pelaksanaaan ruwatan pemotongan rambut gimbal
masyarakat berkumpul di telaga Cebong ikut menghadiri acara ruwatan
dan dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antar masyarakat. Sebagaimana
dijelaskan dalam hadis berikut:
“Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan umurnya maka
hendaknya menyambung hubungan keluarga (silaturrahmi)” (HR.
Bukhari Muslim).
2. Membaca Sholawat
Sholawat yang berarti memuji mengagungkan Rosullullah, dan
membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang
membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti di hari
akhir.
3. Bersedekah
Sedekah/Sodakoh untuk keselamatan, yang artinya secara langsung
bermakna keberuntungan bagi orang-orang yang diundang, karena ketika
masyarakat datang mendapatkan rezeki bisa makan bersama. Sedekah ini
berasal dari orang-orang yang akan melakukan ruwatan kemudian
disedekahkan kepada masyarakat yang datang.
ىذا ل قا . السوء ميتة فع تد و الرب غظب لتطفىء قة الصد حديثانغريبمنىذاالوجو
Artinya : “Sungguh shadaqah itu dapat menghilangkan amarah Tuhan
dan dapat menolak (cara) mati yang buruk.”
4. Membaca doa-doa
Doa-doa yang disebut merupakan doa-doa yang ditujukan untuk
memanjatkan doa kepada Allah.
أوأزل أعوذبكأنأضلأوأضلأوأزل لتعلىاللو,اللهمإن بسماللوت وكعلأوأظلمأوأظلمأوأجهلأويهل ي
Dengan menyebut nama Allah saya bertawakkal kepada Allah. Ya Allah,
sesungguhnya saya berlindung diri kepadaMu dari sesuatu yang
menyesatkan, dari suatu yang menggelincirkan atau digelincirkan dari
suatu yang menganiaya atau teraniaya, atau dari sesuatu yang
membodohkan atau diperbodohkan (HR Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Dalam kitab Fiqhul Akbar karangan Imam Abu Hanifah menjelaskan
كانت كبية,إذامليستحلهاولنكفرمسلمابذنبمنالذنوبوإن
“kita tidak mengkafirkan orang muslim, meskipun melakukan dosa.
Meskipun dosa besar, selama tidak menghalalkan dosa itu”.(Alkidah
Wal ilmu Kalam:621).
Selain didalam Fiqhhul Akbar, didalam kitab Riadlus Shalihin juga
menjelaskan haramnya berkata kepada orang muslim: Hai orang kafir.
Sebagai berikut(Zakariya:565)
Dari Abu Dzarr ra. Bahwasanya ia mendengar Rasullullah saw
bersabda “Barang siapa yang memanggil orang lain dengan sebutan kafir
(musuh allah) “padahal orang yang dipanggilnya itu tidak demikian
kenyataannya maka hal itu, akan kembali kepada seseorang yang
mengucapkannya sendiri(HR Bukhari dan Muslim).
Metode Istinbath yang digunakan Abu Hanifah:
“Saya berpegang pada kitab Allah, jika tidak saya mengambil sunah
rasulullah SAW, jika tidak aku dapati juga dikitab Allah dan sunnah
rasulnya, saya mengambil pendapat sahabat yang aku kehendaki dan
meninggalkan pendapat yang tidak aku kehendaki pula”.
Abu hanifah dalam berijtihad menetapkan suatu hukum
berpegang kepada beberapa dalil syara‟ yaitu alqur‟an, sunnah, ijma‟,
sahabat, qiyas, istihsan dan „Urf.
Syirik adalah itikad ataupun perbuatan yang menyamakan sesuatu
selain Allah dan disandarkan pada Allah dalam hal rububiyyah dan
uluhiyyah. Umumnya, menyekutukan dalam Uluhiyyah Allah yaitu hal-
hal yang merupakan kekhususan bagi Allah, seperti berdo'a kepada selain
Allah, atau memalingkan suatu bentuk ibadah seperti menyembelih
(kurban), bernadzar, berdo'a dan sebagainya kepada selainNya. Berbuat
syirik berarti mendasarkan sesuatu yang tidak berhak kepada yang
berhak, yakni Allah, dan itu merupakan kezhaliman yang paling besar.
Syirik merupakan dosa yang paling besar sebagaimana sabda Rasulullah
saw. :
نبأعظمعندسألتالنب : عنعبداللوقال الذ صلىاللوعليووسلمأياوىوخلقك...")رواهالبخاريومسلم( ؟ اللو قال:"أنتعلللوند
Dari Abdullah ia berkata : Saya telah bertanya kepada Rasulullah
saw. dosa apakah yang lebih besar menurut Allah ? Beliau menjawab :
“Engkau menjadikan sekutu bagi Allah padahal Dial ah yang
menciptakanmu” (HR. Bukhari dan Muslim )
Ciri-ciri syirik diantaranya menyembah selain Allah,
menyekutukan Allah, dan mengharap kepada selain Allah. Secara umum,
syirik dimasukkan ke dalam tiga kelompok, yaitu Syirik besar dan Syirik
kecil dan syirik tersembunyi. Syirik besar bisa mengeluarkan pelakunya
dari agama Islam dan menjadikannya kekal di dalam Neraka, jika ia
meninggal dunia dan belum bertaubat kepada Allah. Syirik besar adalah
memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a
kepada selain Allah atau mendekatkan diri kepadanya dengan
penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah, baik untuk
kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain Allah, yang
tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.
Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan
dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama
selain Allah. "Barangsiapa bersumpah dengan nama selain Allah, maka
ia telah berbuat kufur atau syirik." HR. At-Tirmidzi (No.1535)
Syirik Tersembunyi adalah syirik yang tersembunyi dalam hakikat
kehendak hati, ucapan lisan, berupa penyerupaan antara Allah dengan
makhluk. Rasulullah saw. :
الرجلليتكلمبال كلمةمنسخطعنأبىري رةقال:قالرسولاللوصلىاللوعليووسلم:"إن خريفا)رواهابنماجو(اللولي رىبابأساف ي هويبافنارجهنمسبعي
"Sesungguhnya, terkadang seseorang mungkin mengucapkan suatu
perkataan yang membuat Allah murka, yang ia tidak melihatnya itu
berbahaya, padahal perkataannya itu mengantarkannya ke neraka
selama tujuh puluh musim semi." (HR. Ibnu Majah)
Syirik Tersembunyi sebenarnya dapat digolongkan ke dalam
syirik kecil. Sehingga syirik dapat dibagi menjadi dua jenis syirik besar
yang terkait dengan keyakinan hati, dan syirik kecil yang terkait dengan
perbuatan, perkataan lisan dan motivasi hati yang tersembunyi.
(http://abufathirabbani.blogspot.co.id/2012/11/syirik-pengertian-sebab-sebab-dan-
jenis.html)
Mengenai larangan seseorang merasa sial telah di jelaskan dalam
hadis yang ditulis oleh Drs. Muslich Shabir adalah sebagai berikut
(Sabir,1986:171,173,174).
كانلي تصلي رعن لنبصلىاهللعلووسيلم ب ريدةرضىاهللعنوان
“Dari Buraidah ra. Bahwasanya “Nabi Saw tidak pernah merasa
sial dengan sesuatu apapun” ( Riwayat Abu Daud).
هماقال:قال وسلم:رسولاهللصلىاهللعلعنابنعمررضىاهللعن شيءففىالد ومف كانالش اروامرآةوالفرسلعدوىولطي رةوان
“Ibnu Umar ra berkata, bahwa Rasullullah Saw bersabda:
“ Tidak ada sakit menular dan tidak ada kesialan karena sesuatu dan
seandainya hal itu terjadi maka hanya terbatas dalam rumah, istri, dan
kuda ( binatang)”. ( Riwayat Bukhari- Muslim)
Sebagaimana juga dalam ayat Alqur‟an telah dijelaskan larangan
berbuat syirik sebagai berikut :
باللو يشرك ومن يشاء لمن ذلك دون ما وي غفر بو يشرك أن ي غفر ل اللو إنت رى إثاعظيماف قداف
“Sesungguhnya Allah tiada mengampuni, jika Dia dipersekutukan
dengan lainNya dan Dia akan mengampuni (dosa) yang kurang itu,bagi
siapa yang dikehendakiNya. Barang siapa mempersekutukan Allah,
sesungguhnya ia telah memperbuat dosa yang besar”. ( An nisa‟48)
فإليوتأرون كمالضر إذامس ومبكممننعمةفمناللوث
"Apa-apa nikmat yang ada padamu, maka ia dari pada Allah,
kemudian apabila kamu ditimpa kemudlaratan, maka kepada Nya kamu minta pertolongan" )Surat An- Nahl 53)
ولتكونن عملك ليحبطن أشركت لئن ق بلك من الذين وإل إليك أوحي ولقداكرينبلاللومنالاسرين فاعبدوكنمنالش
“Sesungguhnya telah diwahyukan kepada engkau dan kepada orang-
orang yang sebelum engkau: Demi jika engkau mempersekutukan
(Allah), niscahya hapus (binasa) amalan engkau dan engkau termasuk
orang- orang yang merugi” (Az-zumar 65) “Tetapi sembahlah allah dan
hendaklah engkau termasuk orang- orang yang berterima kasih” (Az-
zumar 66)
C. Harmoni Islam dan Budaya Jawa
Menurut pemaparan John M. Echols dan Hassan Shadily dalam
Kamus Bahasa Inggris Indonesia yang dikutip oleh Roqib kata harmoni
berasal dari bahasa Inggris harmonius yang berarti rukun, seia sekata.
Harmonize yang berarti perpadanan, seimbang, cocok, berpadu yang
berarti keselarasan keserasian. Harmoni yang sebenarnya ialah, jika
semua interaksi sosial berjalan secara wajar dan tanpa adanya tekanan-
tekanan atau pemaksaan-pemaksaan yang menyumbat jalannya
kebebasan. Keharmonisan sosial menjadi harapan setiap individu.
Semua agama mengajarkan agar pemeluknya hidup damai dan
harmonis, baik secara internal maupun eksternal. Dalam Islam,
kerukunan dan keharmonisan sosial ditemukan diantaranya dalam
konsep ukhuwwah atau persaudaraan. (Roqib, 2007:21-22)
Menurut pemaparan Kuntowijoyo interaksi antara agama dan
kebudayaan dapat terjadi dengan: (1) Agama mempengaruhi
kebudayaan dalam pembentukannya, nilainya adalah agama, tapi
simbolnya adalah kebudayaan. (2) Kebudayaan dapat mempengaruhi
simbol agama (3) Kebudayaan dapat menggantikan sistem nilai dan
simbol agama. (Roqib,2007:6) Masyarakat Jawa adalah masyarakat
yang menjunjung tinggi budaya unggah-ungguh atau tatakrama. Ada
sebutan mikul duwur mendem jero (mengangkat tinggi dan mengubur
dalam-dalam) digunakan untuk memberikan pesan agar orang berkenan
menghormati orang tua dan pimpinan, ojo ngono ora ilok (jangan
begitu tidak baik), tidak baik dinyatakan dengan ora ilok, menunjukkan
bahwa ada kesan sakral, dan masih banyak istilah yang dipakai oleh
orang jawa (Roqib,2007:7).
Hubungan selamatan dengan keharmonisan seperti dengan
membuat nasi golong (nasi putih yang dibentuk bulatan seukuran bola
tennis) yang dimaksudkan untuk melambangkan kebulatan tekad yang
manunggal atau golong gilig (Giri,2009:23) beserta lauknya yang
berupa ikan, itu berarti kita harus terus menerus melestarikan tumbuhan
yang berdaun lebar untuk membungkus nasinya, juga harus
melestarikan laut dan sungai agar tetap menjadi sumber kehidupan bagi
ikan. Inilah yang membuat sumber kehidupan semakin harmonis
(Roqib, 2007:54). Dalam Serat Wurwakala yang dikutip oleh Roqib,
selain selametan di Jawa ada istilah ruwatan, yaitu upacara pembebasan
bagi anak atau orang yang kehadirannya di dunia ini dianggap tidak
menguntungkan atau karena melakukan perbuatan-perbuatan terlarang.
Apabila hal itu terjadi atau dilakukan, anak atau orang itu diancam akan
dimakan Batara Kala. Hal lain yang perlu diruwat adalah jika seseorang
melakukan perbuatan-perbuatan yang ora ilok atau tercela. Selametan
dan ruwatan memiliki tujuan yang sama yaitu sama-sama meminta
kepada Tuhan agar selamat dari bahaya dan sehat (waras) dari segala
penyakit. Tujuan lain adalah untuk menjaga keserasian manusia
manusia dengan alam, baik alam fisik maupun alam nonfisik. Terkait
dengan selamatan dalam tradisi santri atau Islam tradisionalis, ada
proses islamisasi tradisi semisal tradisi selametan 1,3,7,40,100,1000
hari bagi orang yang telah meninggal dunia (Roqib,2007:56).
Menurut Achmad Chodim yang dikutip oleh Roqib, tradisi dan
budaya akomodatif terhadap budaya lokal ini merupakan upaya dakwah
yang merespons budaya lokal untuk menciptakan harmonitas sosial
sehingga ajaran Islam bisa diaplikasikan tanpa ada penggusuran
terhadap tradisi lama yang baik. Keserasian dengan tradisi lokal ini
memiliki posisi penting bagi orang Jawa. Hal ini juga ditunjukkan oleh
para wali, Meski Sunan Kalijaga menjadi anggota Wali Songo, tetapi
dia tetap berpakaian ala Jawa. Sunan tidak menggunakan jubah atau
surban. Sunan tetap menggunakan blangkon (semacam ikat kepala yang
tinggal dipakai). Sunan tidak menggunakan jubah, tetapi menggunakan
bajunya sendiri yang disebut baju takwa (yaitu baju pas model Jawa
dengan kerah tegak dan panjang). Dengan kreasi seperti inilah Sunan
Kalijaga mengajarkan Islam tanpa menimbulkan konflik di masyarakat
(Roqib, 2007:56-57). Islam yang dibawa diantaranya oleh “Walisongo”
telah berkolaborasi dengan budaya Jawa dan menjadi Islam Jawa yang
memiliki karakteristik khas Jawa. Kepercayaan pra-Islam pada
masyarakat Jawa yang animis, dinamis, Hindu dan Budha tetap
dipandang oleh Tohari dalam pandangan adat dan tradisi kebudayaan
yang memiliki kearifan lokal (local wisdom) yang tidak akan dibongkar
dan dibersihkan jika tidak bertentangan dengan ajaran Islam (akhlaq
wal-k
BAB III
Desa Sembungan dan Munculnya Tradisi Ruwatan Rambut Gimbal
A. Gambaran Umum Desa Sembungan
Dieng berasal dari bahasa Sansekerta yaitu “di” yang artinya tempat
yang tinggi dan “hyang” yang berarti kahyangan. Maka Dieng bisa berarti
daerah pegunungan tempat dimana para Dewa dan Dewi bersemayam.
Terletak diatas ketinggian 2.093 DPL, mempunyai udara yang sejuk dengan
suhu antara 10-15º C. Dieng juga dapat diartikan dalam bahasa Jawa “adi tur
Aeng‟‟ yang artinya indah dan unik, dimana Dieng mempunyai kelebihan dan
perbedaan tersendiri dibanding kabupaten/kota lain, salah satunya desa
Sembungan.
Desa Sembungan tepatnya berada di kecamatan Kejajar, kabupaten
Wonosobo Jawa Tengah. Sembungan terkenal dengan sebutan desa tertinggi
di Pulau Jawa. Sembungan merupakan daerah yang cukup potensial secara
ekonomis, karena penghasilan warganya disamping bersumber dari pertanian
kentang juga bersumber dari hasil pariwisata di Desa Sembungan. Desa
Sembungan terkenal dengan hasil tanaman buahnya seperti Carica, dan
Terong belanda. Selain hasil pertanian, wisata Sunrise Sikunir juga menjadi
salah satu daya tarik sendiri bagi wisatawan. Disana kita dapat melihat
indahnya matahari terbit dari bukit Sikunir secara langsung. Selain itu, juga
terdapat ritual cukur rambut Gimbal yang merupakan ikon kabupaten
Wonosobo dan sudah menjadi tradisi turun temurun warga kabupaten
Wonosobo. Kegiatan ruwatan cukur rambut Gimbal ini menjadi agenda
tahunan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Wonosobo dalam
rangka peringatan Hari Jadi Kabupaten Wonosobo. Untuk tahun 2015 ini
merupakan HUT yang ke 190 dengan mengambil tema damai dalam
perbedaan “Dukung Wonosobo Kabupaten Ramah HAM”. Ritual ini
dilakukan terhadap anak-anak yang memiliki rambut gembel atau gimbal
yang tidak akan dapat ditemukan dikabupaten lain. Gambaran Secara
Geografis desa Sembungan :
Luas dan Batas Wilayah
Luas desa/ kelurahan : 291.730 Ha
Batas Wilayah
Sebelah utara : Desa Parikesit Kecamatan Kejajar
Sebelah Selatan : Desa Menjer Kecamatan Garung
Sebelah Barat : Desa Sikunang Kecamatan Kejajar
Sebelah Timur : Desa Tieng Kecamatan Kejajar
Kondisi Geografis
Ketinggian tanah : 2300 Mdpl
Suhu udara rata-rata : 10-15º C
Orbitasi (jarak dari pusat Pemerintahan)
Jarak dari pusat Ibu kota Kecamatan : 17 km
Jarak dari Ibu kota Kabupaten : 31 km
Jarak dari Ibu Kota Propinsi : 146 km
Jarak dari Ibu Kota Negara : 440 km
Kondisi Demografis
Jumlah Penduduk : 1354 jiwa
Sumber daya Alam ( obyek wisata)
1. Golden Sunrise Bukit Sikunir
2. Telaga Cebong
3. Air Terjun Sikarim
4. Telaga Warna
5. Religi Makam Mbah Adam Sari
6. Kawah Sikidang
7. Gunung Prau
8. Telaga Menjer
9. Dieng Plateau Theater
10. Candi Dieng
B. Struktur Organisasi RT/RW
Desa Sembungan Kecamatan Kejajar, Wonosobo
Pelindung/ kepala desa
SUDIYONO
Ketua Rw 1 Dusun
Sembungan
FATKHUROHMAN
Ketua Rw II
Dusun
Sembungan
MAHPUL
Ketua Rt 1
A. NASRUN
Ketua Rt 4
H. IBNU HAJAR
Ketua Rt 2
KHOIRI
Ketua Rt 5
ZAENAL
Ketua Rt 3 A. SUDDIN
Ketua Rt 6
A. KOSIM
Ketua Rt 7
GIYANTO
LEMBAGA
MASYARAKA
T
C. Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
Sembungan adalah desa tertinggi yang ada di Jawa Tengah dengan
keadaan wilayah selalu tertutup kabut dan bersuhu dingin. Keadaan
geografis yang demikian menjadikan menjadikan masyarakat Sembungan
sebagian besar mata pencahariannya sebagai petani kentang dan Carica.
Selain pertanian karena wilayah sembungan terdapat potensi wisata,
masyarakat Sembungan juga bekerja sebagai pemandu wisata dan
mendirikan home stay atau penginapan bagi para wisatawan. Bahkan juga
terdapat PLTU (pembangkit Listrik tenaga uap) yang memanfaatkan dari
uap kawah yang ada. Desa Sembungan juga mempunyai kebudayaan khas
yaitu Ruwatan anak Rambut Gimbal yang banyak menarik banyak
wisatawan untuk mengunjunginya.
Kondisi sosial perilaku masyarakat antara satu warga dengan warga
satunya terjalin sangat erat dan masih bersifat kekeluargaan. Mereka masih
mengutamakan kebersamaan dan kekeluargaan dalam bermasyarakat.
Dalam hal pertanian yang dahulu mereka hanya jalan kaki dan
menggunakan grobak sebagai pembantu hasil pertanian sayuran dan
kentang mereka, namun sekarang mereka sudah menggunkan mobil
maupun pick up sebagai alat transportasi mereka.
Sedangkan dalam bidang pendidikan masyarakat desa Sembungan
sudah banyak yang mengenyam pendidikan 9 tahun. Di desa Sembungan
sendiri sudah ada SD dan SMP yang berupa sekolah Islam. Karena di
Sembungan sendiri masyarakatnya lebih mengepentingkan masalah
agamanya. Walaupun ada sebagian yang sudah masuk keperguruan tinggi
namun bagi mereka beranggapan pada akhirnya mereka juga akan menjadi
petani juga. Masyarakat Sembungan juga sudah mengenal bagaimana
tentang cara berorganisasi seperti adanya POKDARWIS (kelompok sadar
wisata) dan kelompok tani. Meskipun kemajuan Zaman semakin
berkembang namun tidak mempengaruhi dalam nilai-nilai kemasyarakatan
di masyarakat Sembungan.
Dalam segi kebudayaan Sembungan memiliki banyak kebudayaan
seperti mitos, kesenian, dan tradisi. Masyarakat Sembungan masih
mempercayai tentang adanya mitos yaitu beranggapan adanya makhluk
lain yang hidup diantara mereka meskipun pemikiran mereka sudah
rasional. Salah satu ritual yang masih dipegang masyarakat seperti ruwatan
anak Gimbal. Mitos anak gimbal sampai sekarang masih dipercayai
masyarakat Sembungan. Apabila tidak melakukan ruwatan mereka
khawatir akan terjadi sesuatu di Sembungan. Pengaruh budaya lain seperti
adanya potensi wisata di Sembungan menyebabkan sering dikunjungi
wisatawan asing maupun lokal dan kondisi ini membuat mereka
bersinggungan dengan kebudayaan lain.
D. Sejarah Ruwatan di Sembungan
Sembungan berasal dari kata Sembung mendapat akhiran an,
Sembungan sendiri berasal dari nama pendiri desa Sembungan yaitu Mbah
Adam Sari atau lebih populer dengan sebutan Mbah Sembung, sehingga
nama beliau dijadikan nama Desa Sembungan. Awal mula ruwatan tidak
lepas dari salah satu dari tiga orang kyai yaitu Kyai Walik, Kyai Karim,
dan Kyai Kolodete yang dipercaya masyarakat Wonosobo sebagai pendiri
Kabupaten Wonosobo dalam penyebaran agama Islam. Kyai Kolodete
dipercaya masyarakat Dieng sebagai tokoh spiritual, selain itu ia dikenal
sebagai seorang yang sakti dan mempunyai ciri khas rambutnya yang
gimbal atau gembel. Di daerah Tinggi Dieng ini banyak anak kecil yang
berambut gimbal, dan mereka beranggapan bahwa anak-anak gimbal
tersebut merupakan titipan Kyai Kolodete. Anak berambut gimbal di
dataran tinggi Dieng dan sekitarnya hingga lereng barat gunung Sindoro
dan gunung Sumbing diyakini keturunan Kyai Kolodete yang konon
berambut gimbal. Anak-anak gembel tersebut sering disebut anak sukerta
(diganggu).
Anak sukerta adalah anak yang dicadangkan menjadi mangsa dari
Bathara kala. Agar kembali menjadi anak yang wajar maka harus
disucikan dan dibersihkan Gimbalnya. Proses menghilangkan sesuker
rambut Gimbalnya itulah yang dinamakan Ruwatan. Ruwatan berasal dari
bahasa Jawa yang berarti “lepas” yaitu lepas dari karakter anak gimbal
yang akan dimakan oleh Bathara kala.
Ruwatan di Jawa merupakan pembebasan bagi anak atau orang
yang kelahirannya di dunia ini tidak menguntungkan atau melakukan
perbuatan-perbuatan didunia yang dianggap terlarang dan diancam akan
dimakan oleh Bathara kala. Upacara Ruwatan rambut gimbal di Dieng ini
bertujuan memohon kepada Allah untuk menghilangkan bala atau
bencana.
Dalam prosesi upacara ruwatan ini terdapat akulturasi budaya
seperti nilai-nilai tradisi kejawen atau lokal dengan nilai-nilai Islam.
Seperti dalam upacara ini terdapat jajan pasar, bucu, dan ingkung sebagai
perlengkapan ruwatan yang menggambarkan sebagai tradisi lokal dan
nilai-nilai Islam nya terdapat pada pembacaan doa-doa yang digunakan
dalam prosesi ruwatan.
Bagi masyarakat Dieng upacara ruwatan ini memiliki makna yang
sangat sakral bagi mereka. Mereka beranggapan jika anaknya yang
berambut gimbal diruwat dan dipotong rambut gimbalnya maka si anak
akan terbebas dari sesuker yang dititipkan oleh Kyai Kolodete. Dan
upacara ruwatan rambut gimbal sampai sekarang masih dilaksankan
masyarakat Sembungan.
E. Rangkaian Prosesi Ruwatan
1. Pra Acara
Kirab Budaya Kelompok kesenian dan anak yang akan diruwat start dari
Kantor kepala desa Sembungan menuju lapangan telaga Cebong lokasi
melakukan ruwatan.
Telaga cebong tempat melakukan ruwatan pemotongan rambut gimbal.
2. Prosesi Ruwatan
1. Sholawat Rebana
Sesampainya di telaga cebong tempat melakukan prosesi
ruwatan disambut dengan sholawat rebana, setelah sholawat dan rebana
kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu ketua pelaksana
upacara sekaligus membuka acara ruwatan pemotongan rambut gimbal.
Dilanjutkan dengan pembacaan doa-doa tokoh agama setempat dan
tokoh masyarakat.
2. Pemberian permintaan anak rambut gimbal
Sebelum prosesi pemotongan dilakukan anak berambut gimbal
dipenuhi permintaannya oleh salah seorang tokoh masyarakat sebagai
penitia pelaksana.
2. Prosesi Cukur Rambut Gimbal
Setelah permintaan anak rambut gimbal dipenuhi, maka
dilanjutkan prosesi pemotongan, rambut gimbal siap dipotong oleh
tokoh masyarakat setempat. Doa-doa tolak bala dikumandangkan saat
prosesi pemotongan rambut gimbal.
5. Larungan
Prosesi terakhir dari pemotongan rambut gimbal yaitu larungan
(pembuangan rambut) dimana rambut yang sudah dipotong
dikumpulkan kemudian dilarung (dibuang) ditengah telaga cebong
dengan iringan Sholawat nabi dan musik rebana yang kemudian
dilanjutkan dengan selametan Bucu Robyong (nasi tumpeng yang
ditusuki jajan pasar).
7. Pentas Kesenian
Acara terakhir dari ruwatan pemotongan rambut gimbal
dimeriahkan dengan pentas kesenian khas Wonosobo.
3. Petugas Pencukur Rambut Gimbal
1. Kyai Lukman/ Kyai Musofa dari Sembungan
2. Bupati/Wakil Bupati ( Kholik, M.Si dan Maya Rosida)
3. Ketua DPRD
4. Dandim Wonosobo
5. Kapolres Wonosobo
6. Kepala Kejaksaan Negeri
7. Ketua Pengadilan Negeri
8. Ketua Pengadilan Agama
9. Sekretaris Daerah
10. Personil Slank
11. Personil Slank
12. Personil Slank
13. Personil Slank
14. Personil Slank
15. Staf Ahli Bupati
16. Asisten Setda
4. Urutan Kirab Budaya
1. Kesenian Thek-thek
Adalah sejenis kesenian Angklung yang berasal dari Wonosobo.
2. Pembawa Song-Song Agung
Pembawa payung besar, yang melambangkan pengayoman/
perlindungan kepada masyarakat.
3. Pembawa jajan pasar
Jajan pasar yang dimaksud sebagai sedekah dari orang yang
mempunyai hajat yang meruwat anaknya untuk di sedekahkan kepada
orang-orang yang datang.
4. Pembawa Bucu Robyong
Adalah Tumpeng Robyong, berbentuk tumpeng nasi putih di atasnya
ditancapkan jajan pasar. Tumpeng ini menggambarkan rambut gimbal.
Makna yang terkandung dalam simbol ini adalah bahwa hidup selalu
dikelilingi berbagai sifat kehidupan siluman.
5. Pembawa Bebana
Adalah pembawa barang-barang permintaan dari anak gimbal.
6. Pasukan Tombak
Adalah pasukan pembawa Tombak, yang menggambarkan untuk
memerangi musuh-musuh anak Gimbal yang awalnya manja diperangi
menjadi kesemangatan.
7. Anak berambut Gimbal terdiri dari Sekelompok anak rambut Gimbal
yang akan diruwat.
8. Rebana adalah sejenis solawatan yang berisi syair-syair Islam yang
diiringi dengan alat musik.
9. Kelompok anak-anak
Kelompok anak-anak ini terdiri dari anak-anak sekolah yang ikut
meramaikan ruwatan rambut gimbal.
10. Kesenian Angguk
Adalah kesenian khas Wonosobo seperti syair-syair Islam dengan
diiringi gerakan tarian yang menggambarkan tradisi-tradisi Islam.
11. Kelompok masyarakat/ keluarga anak yang diruwat
Terdiri dari keluarga yang diruwat serta tokoh-tokoh masyarakat
maupun tamu undangan.
12. Kesenian Kuda Kepang
Sejenis kesenian kuda Lumping khas Wonosobo.
13. Masyarakat Desa
Semua warga masyarakat yang ikut memeriahkan ruwatan rambut
Gimbal serta pengunjung wisata Sembungan.
14. Kesenian Liong
Adalah kesenian dari naga, yang menggambarkan sebuah hal yang
buruk, dimana anak Gimbal agar berhasil harus dihindarkan dan
dijauhkan dari naga tersebut.
5. Daftar nama anak yang diruwat tgl 1 Agustus 2015
No Nama Umur Alamat Permintaan
1. Cathabela Gita MN 7 th Kalikutho Nasi dan
Tempe
2. Rubi Muhammad M 4 th Citerep Bogor Mobil-
mobilan
3. Shely Afifah Sapuran Sepeda dan
Kulkas
4. Khotifatun Zahra Sumberdalem Ikan Asin dan
Telur ayam
5. Widya Vitdhiniyah 4 th Purbosono Tikus dan
Kembang
6. Azka Amalia 4 th Sumingsir,
Purbosono Ikan Asin
7. Citra Mauilina 5 th Gumingsir,
Purbosono
Buntil dan
Tempe bacem
8. Zahra Firiyani 3 th Kaliyogo Rolade
9. Ummu Sumaiyyah 4 th Kasemen 2 ekor ayam
dan Buntil
10. Reni Riyanti 5 th Bedekah Rok, Buntil
dan Ayam
11. Yuliatul Rohmah 8 th Boralan
Garung
Rok dan
Ayam
12. Wasmilah Boralan
Garung Daging goreng
13. Alfan Hakim Z Boralan
Garung
Robot dan
Mobil-
mobilan
14. Ervina Boralan
Garung
Helm dan
mantol
15. Rastina Boralan
Garung Roti Bolu 2 kg
F. Sejarah Mitos Kepercayaan ruwatan rambut Gimbal
Nenek Moyang di Sembungan adalah seorang ulama yang
menyebarkan ajaran Islam. Sejarah awal mula munculnya rambut Gimbal
di Sembungan, Kejajar Wonosobo Jawa Tengah merupakan peninggalan
Leluhur seorang Kyai yang bernama Kyai Kolodete. Untuk mengetahui
lebih jauh peneliti menanyakan sejarah mula Rambut Gimbal:
Kyai Kaladete dan Mbah Adam Sari merupakan tokoh yang
menyebarkan agama Islam di Dieng. Kyai Kolodete adalah seorang yang
berambut Gembel pada masa itu. Yang mana mempunyai anak cucu
turunan yang berambut gembel”.(Hasil wawancara dengan Pak Irfan
selaku kadus Desa Sembungan 2 Agustus 2015).
“Anak rambut Gimbal adalah anak cucu Kyai Kolodete yang mana
beliau adalah seorang yang berambut Gimbal, beliau menyukai anak-anak
dan akan menurunkan gembelnya pada keturunannya”.(hasil wawancara
dengan Pak Zaiudin ketua Pokdarwis Sembungan 2 Agustus 2015).
“Tentang Kyai Kolodete adalah pejuang muslim di wonosobo, selain
beliau ada juga mbah Kyai karim, dan mbah adam sari. Dahulu Kyai
Kolodete seorang yang berambut Gembel, anak-anak gembel adalah
keturunan dari Kyai Kolodete”.(hasil wawancara dengan Pak Lukman
Hakim selaku tokoh Agama di Sembungann 2 Agustus 2015).
Namun ada perbedaan antara ruwatan rambut Gimbal di Sembungan
dan di Dieng, dimana ruwatan di Sembungan menggunakan Cara Islam,
sedangkan di Dieng masih menggunakan cara Hindu. Seperti yang
diungkapkan oleh Pak Irfan
“Kyai Kolodete merupakan penyebar agama islam di wilayah Dieng
Banjarnegara dan Wonosobo, namun pada kenyataannya ada perbedaan
ruwatan rambut Gimbal dimana di Dieng Banjarnegara berbau
Kehinduan sedangkan di Wonosobo secara Islami. Karena di Wonosobo
mengikuti Kyai Kolodete, yang mana Kyai Kolodete bukanlah seorang
Biksu, maupun Pendeta”.
Sedangkan ada pendapat lain, menurut Pak Zaiudin selaku ketua
Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) di Sembungan mengatakan:
“Nenek moyang kita adalah seorang Ulama, seperti Kyai Kolodete
dan Mbah Adam Sari (Jaka Sembung) yang juga merupakan pendiri cikal
bakal di Dieng”.
“Di Sembungan ruwatannya mengikuti tradisi Islam, seperti Kiyai
Kolodete adalah pejuang muslim di wonosobo, selain beliau ada juga
mbah Kyai karim, dan mbah adam sari”.(hasil wawancara dengan Pak
Lukman Hakim selaku Tokoh Agama di Sembungan 2 Agustus 2015).
Terdapat perbedaan ruwatan di Sembungan dan di Dieng
Banjarnegara:
Ruwatan yang dilakukan masyarakat Sembungan dimulai dengan
Iringan solawat atau rebana, pengajian dan doa-doa tolak bala (bencana)
dikumandangkan saat prosesi cukur rambut gimbal. Setelah sholawat atau
rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu pelaksana
upacara. Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi
upacara pun dimulai. Prosesi cukur rambut gimbal di Sembungan
dilaksanakan di sekitar Telaga Cebong, permintaan anak dipenuhi dan
rambut siap dipotong. Doa-doa Islam dikumandangkan oleh Kyai setempat
salah satunya seperti membaca Bismillahi TawakaltuAllallah, prosesi
ruwatan dilanjutkan dengan larungan dimana rambut yang sudah dipotong
dikumpulkan kemudian dilarung ditengah Telaga Cebong, dengan iringan
sholawat Nabi dan musik rebana. Kegiatan Terakhir adalah makan
tumpeng Robyong (berbentuk tumpeng nasi putih di atasnya ditancapkan
jajan pasar) dan jajanan pasar dari warga sekitar secara bersama-sama.
Kemudiaan dimeriahkan oleh pawai budaya. Dengan urut-urutan Kesenian
Thek-thek (angklung), kesenian kuda kepang, kesenian angguk (syair-syair
Islam), dan kesenian liong (naga).
Sedangkan di daerah Dieng Banjarnegara menggunakan tradisi
Hindu, diantarannya seperti tokoh spiritual harus memandikan anak yang
akan diruwat dengan menggunakan air kramat dikawasan dataran tinggi
Dieng seperti di goa sumur, prosesi cukur rambut gimbal dilengkapi
dengan sesajen, tumpeng, jajanan pasar, kemenyan, 15 jenis minuman.
Setelah memanjatkan doa, tokoh spiritual mengasapi kepala si anak
dengan kemenyan, dan barulah memotong rambut gimbalnya. Rambut
yang telah dicukur dibungkus kain putih lalu dilarung di telaga warna
Dieng atau kesungai.
Masyarakat Sembungan masih mempercayai tentang adanya mitos.
Salah satu ritual yang masih dipegang masyarakat seperti ruwatan anak
Gimbal. Mitos anak gimbal sampai sekarang masih dipercayai masyarakat
Sembungan. Apabila tidak melakukan ruwatan mereka khawatir akan
terjadi sesuatu di Sembungan. Ruwat Cukur Rambut Gembel bertujuan
untuk menghilangkan bala‟ rambut gembel agar si anak memiliki rambut
yang normal, selain itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh
keberkahan dan kesehatan.
BAB 1V
Tradisi Ruwatan Rambut Gimbal dalam Perspektif Fiqh Imam Abu Hanifah
A. Tradisi dan Keyakinan
Ruwatan menurut bahasa Jawa berarti “lepas” yang bermakna lepas dari
karakteristik sebagai anak gimbal, dengan cara mencukur rambut gimbalnya.
Supaya rambut gimbal nya tidak akan tumbuh gimbal lagi. Dalam
kepercayaan warga setempat sejarah awal mula munculnya ruwatan rambut
gimbal di Sembungan yaitu anak berambut Gimbal/Gembel merupakan
keturunan orang yang pertama hidup dan melakukan babat alas di dataran
tinggi Dieng yaitu Tumenggung Kyai Kolodete, yang diyakini memiliki
rambut panjang dan gembel/gimbal yang kemudian sebelum beliau meninggal
mewasiatkan rambut gimbalnya akan dititipkan pada anak cucu dan
keturunannya. Seperti Kiyai Kolodete yang merupakan pejuang muslim di
Wonosobo, selain beliau ada juga mbah Kyai Karim, dan mbah Adam Sari.
Anak berambut gimbal di dataran tinggi Dieng dan sekitarnya hingga
lereng barat gunung Sindoro dan gunung Sumbing diyakini keturunan Kyai
Kolodete yang konon berambut gimbal. Anak-anak gembel tersebut sering
disebut anak sukerta (diganggu).
Anak sukerta adalah anak yang dicadangkan menjadi mangsa dari
Bathara kala. Agar kembali menjadi anak yang wajar maka harus disucikan
dan dibersihkan Gimbalnya. Proses pemotongan sesuker rambut Gimbalnya
itulah yang dinamakan Ruwatan. Ada juga yang percaya bahwa anak rambut
Gimbal setelah dipotong rambut gimbalnya dipercayai akan tumbuh menjadi
anak baik yang panjang umur dan banyak rezekinya. Sebaliknya, bila tidak
dicukur dia akan menjadi anak nakal dan selalu mengalami masalah. Dalam
prosesi upacara ruwatan ini terdapat akulturasi budaya seperti nilai-nilai
tradisi kejawen atau lokal dengan nilai-nilai Islam. Seperti dalam upacara ini
terdapat jajan pasar, bucu, dan ingkung sebagai perlengkapan ruwatan yang
menggambarkan sebagai tradisi lokal dan nilai-nilai Islam nya terdapat pada
pembacaan doa-doa oleh kyai setempat yang digunakan dalam prosesi
ruwatan.
Terdapat perbedaan antara ruwatan di Sembungan dan di
Dieng Banjarnegara:
Ruwatan yang dilakukan masyarakat Sembungan dimulai dengan
Iringan sholawat atau rebana, pengajian dan doa-doa tolak bala (bencana)
dikumandangkan saat prosesi cukur rambut gimbal. Setelah sholawat atau
rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu pelaksana upacara.
Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi upacara pun
dimulai. Prosesi cukur rambut gimbal di Sembungan dilaksanakan di sekitar
Telaga Cebong, permintaan anak dipenuhi dan rambut siap dipotong. Doa-
doa Islam dikumandangkan oleh Kyai setempat salah satunya seperti
membaca Bismillahi TawakaltuAllallah, prosesi ruwatan dilanjutkan dengan
larungan dimana rambut yang sudah dipotong dikumpulkan kemudian
dilarung ditengah Telaga Cebong, dengan iringan sholawat Nabi dan musik
rebana. Kegiatan Terakhir adalah makan tumpeng Robyong (berbentuk
tumpeng nasi putih di atasnya ditancapkan jajan pasar) dan jajanan pasar dari
warga sekitar secara bersama-sama. Kemudiaan dimeriahkan oleh pawai
budaya. Dengan urut-urutan Kesenian Thek-thek (angklung), kesenian kuda
kepang, kesenian angguk (syair-syair Islam), dan kesenian liong (naga).
Sedangkan di daerah Dieng Banjarnegara menggunakan tradisi Hindu,
diantarannya seperti tokoh spiritual harus memandikan anak yang akan
diruwat dengan menggunakan air kramat dikawasan dataran tinggi Dieng
seperti di goa sumur, prosesi cukur rambut gimbal dilengkapi dengan sesajen,
tumpeng, jajanan pasar, kemenyan, 15 jenis minuman. Setelah memanjatkan
doa, tokoh spiritual mengasapi kepala si anak dengan kemenyan, dan barulah
memotong rambut gimbalnya. Rambut yang telah dicukur dibungkus kain
putih lalu dilarung di telaga warna Dieng atau kesungai.
Oleh karenanya ruwatan pemotongan rambut gimbal menjadi tradisi
yang sejak dulu terus dipertahankan sampai sekarang dengan berbagai model
dan cara pelaksanaannya. Ruwat cukur rambut gimbal bertujuan untuk
menghilangkan rambut gimbal agar si memiliki rambut yang normal, selain
itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan
kesehatan. Meskipun dicukur berulang-ulang bila tanpa melalui prosesi
ruwatan, maka anak Gimbal tadi akan menjadi Gimbal seperti semula, jadi
ruwatan merupakan upacara yang harus dilakukan karena merupakan suatu
titisan, atau turunan. Anak berambut gimbal biasanya diperlakukan istimewa
oleh keluarganya dan masyarakat sekitar karena memiliki kelebihan
dibanding dengan anak lain sebayanya. Kepercayaan secara turun temurun
dan terus diyakini seseorang yang dianggap diluar kewajaran memang
terkadang aneh, akan tetapi bagaimanapun juga hal ini merupakan hak asasi
bagi orang lain yang tidak bisa harus selalu dinalar dan dimasukkan logika.
B. Prosesi dan Makna Ruwatan Rambut Gimbal
Prosesi ruwatan dimulai dengan iring-iringan anak-anak rambut gimbal
menuju telaga cebong, disambut dengan sholawat rebana. Setelah Sholawat
atau rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu pelaksana
upacara sekaligus membuka acara ruwatan pemotongan rambut gimbal.
Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi upacara pun
dimulai. Sebelum prosesi pemotongan dibacakan Doa oleh tokoh Agama
setempat dan tokoh masyarakat. Doa-doa tolak bala (bencana)
dikumandangkan saat prosesi cukur rambut, kemudian permintaan anak
dipenuhi dan rambut siap dipotong. Prosesi ruwatan dilanjutkan dengan
larungan (pembuangan rambut) dimana rambut yang sudah dipotong
dikumpulkan kemudian dilarung (dibuang) ditengah Telaga Cebong, dengan
iringan Sholawat Nabi dan musik rebana. Kegiatan terakhir adalah makan
Bucu Robyong (nasi tumpeng yang ditusuki dengan jajanan pasar) dan jajanan
pasar dari warga yang mempunyai hajat meruwat anaknya untuk
disedekahkan kepada masyarakat yang datang. Sedekah ini dimaksud supaya
si anak mendapatkan keselamatan dan kesehatan. Acara terakhir yaitu pentas
kesenian khas Wonosobo. Ruwat Cukur Rambut Gembel bertujuan untuk
menghilangkan rambut gembel agar si anak memiliki rambut yang normal,
selain itu si anak yang dicukur rambutnya agar memperoleh keberkahan dan
kesehatan. Mashlahah dan tradisi Islam yang terdapat dalam ruwatan rambut
gimbal diantarannya:
1. Menguatkan tali Silaturahmi
Pada saat hari pelaksanaaan ruwatan pemotongan rambut gimbal
masyarakat berkumpul di telaga Cebong ikut menghadiri acara ruwatan
dan dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antar masyarakat.
2. Membaca Sholawat
Sholawat yang berarti memuji mengagungkan Rosullullah, dan
membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang
membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti di hari
akhir.
3. Bersedekah
Sedekah/Sodakoh untuk keselamatan, yang artinya secara
langsung bermakna keberuntungan bagi orang-orang yang diundang,
karena ketika masyarakat datang mendapatkan rezeki bisa makan
bersama. Sedekah ini berasal dari orang-orang yang akan melakukan
ruwatan kemudian disedekahkan kepada masyarakat yang datang.
4. Membaca doa-doa Alquran
Doa-doa yang disebut merupakan doa-doa yang ditujukan untuk
memanjatkan doa kepada Allah. Seperti membaca Bismillahi
Tawakaltu allallah.
Menurut kepercayaan masyarakat Sembungan, mereka memaknai
ruwatan rambut gimbal hanya sebagai simbolik untuk mengharap kebaikan
dari suatu tindakan tersebut yang disebut dengan Tafa‟ul. Berbeda dengan
orang kejawen, ketika ruwatan akan memakai jenjem (perhitungan baik
buruk). Masih menggunakan adanya hitungan, jenjem atau perhitungan
keuntungan, seperti perhitungan hari maupun tanggal,dalam orang
kejawen kentungan hari tertentu dan tanggal-tanggal, hal ini sama halnya
dengan orang hindu-Budha yang memakai dupa. Sehingga orang yang
masih menggunakan kejawen harus menggunakan perhitungan
keuntungan, sedangkan dalam Islam, tidak ada seperti itu, karena dalam
Islam setiap hari itu bagus, setiap waktu juga baik. Apalagi hari yang
paling baik adalah Jumat.
Salah satu hal yang telah hilang dari ruwatan rambut Gimbal di desa
Sembungan seperti Sesajen namun yang ada hanya tumpeng beserta
ingkung dan jajan pasar yang dimaksud sebagai sedekah dari orang yang
mempunyai hajat meruwat anaknya untuk di sedekahkan kepada
masyarakat yang datang. Dari sini kita dapat dilihat meskipun di
Sembungan ruwatan rambut gimbalnya menggunakan cara Islami namun
masih terdapat budaya Jawa, yang artinya ada Akulturasi percampuran dua
kebudayaan. Meskipun demikian secara adat dan tradisi tetap dilaksanakan
sebagaimana adat budaya Islam. Yang mana tradisi dan budaya merupakan
kekayaan warisan bangsa yang tidak ternilai harganya, oleh karena itu
menjadi kewajiban dan tanggung jawab Bangsa Indonesia untuk
melestarikan keberadaannya sehingga tidak punah begitu saja.
Jajan Pasar, Bucu dan Ingkung itu semua merupakan sedekah atau
Selametan dari orang yang mempunyai hajat untuk meruwat anaknya yang
kemudian disedekahkan kepada masyarakat yang datang dalam acara
tersebut. Sebagaimana dalam ajaran Islam sendiri kita dianjurkan untuk
bersedekah dalam pengamalan kehidupan sehari-hari sebagai berikut:
ا وصلوات اللو عند ق ربات ي نفق ما وي تخذ اآلخر والي وم باللو ي ؤمن من األعراب إن هاومن أل لرسولاللوغفوررحيمق ربةلمسيدخلهماللوفرحتو إن
“Dan di antara orang-orang Arab Badui itu, ada orang yang beriman
kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang
dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan mendekatkannya
kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah,
sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk
mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukkan mereka
ke dalam rahmat (surga) Nya sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang”(At-taubah 99)
Berdasarkan ayat ini sedekah akan mendekatkan diri kepada Allah,
zat yang Maha pemberi rezeki, yang Maha kaya menjamin terjaganya
rezeki dan harta yang kita miliki. Artinya, semakin kikir kita akan semakin
jauh kita dari rezeki dan nilai hakiki kekayaan yang sebenarnya.
Dalam prosesi ruwatan ini menggunakan cara Islam seperti dengan
tawakal membaca bismillahi tawakaltu allallah. Didalam prosesi ruwatan
juga terdapat Sholawat, yang berarti memuji mengagungkan Rosullullah,
kita membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang mau
membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti diyaumul
qiyamah. Pada dasarnya ruwatan rambut gimbal di Sembungan
menggunakan cara Islami dimana dasar dari pencukuran tersebut ketika
nanti dia dewasa dan membutuhkan suatu hal kebersihan secara Jisim yang
artinya mensucikan diri. Seperti telah dijelaskan pada hadis berikut ini:
... النظا فة مه االيمان
“kebersihan itu sebagian dari iman” (HR. Bukhori Muslim)
Setiap ada suatu acara kegiatan di desa Sembungan masih
menggunakan adat kebiasaan Islam setempat. Dan untuk mengimbangi
kebudayaan, seperti memakai bucu yang ditusuki jajan pasar, mungkin
bagi orang yang mengikuti kejawen itu mempunyai makna tersendiri,
misalnya jika jajan pasar itu diambil diibaratkan menggambarkan seperti
rambut gimbal nya diambil.
Namun bagi masyarakat Sembungan itu semua tidak mempunyai
arti, hanya sebagai simbolik saja. Artinya segala doa-doa yang dibaca juga
doa-doa mohon keselamatan pada Allah. Dngan tujuan anak gimbal tadi
supaya terhindar dari segala marabahaya. Tanpa memakai mantra sama
sekali. Berbeda antara dengan orang kejawen, ketika ruwatan juga harus
memakai jenjem (perhitungan), seperti dalam keyakinan orang kejawen
adanya kenutungan hari dan tanggal tertentu, berarti sama seperti dengan
orang Hindu-Budha yang memakai dupa. Sehingga orang yang masih
menggunakan kejawen harus menggunakan perhitungan keuntungan,
sedangkan dalam Islam, tidak ada perhitungan seperti itu, karena dalam
Islam setiap hari itu bagus, dan setiap waktu juga baik. Apalagi hari yang
paling baik dalam Islam adalah hari Jum‟at.
Menurut Achmad Chodim yang dikutip oleh Roqib, tradisi dan
budaya akomodatif terhadap budaya lokal ini merupakan upaya dakwah
yang merespons budaya lokal untuk menciptakan harmonitas sosial
sehingga ajaran Islam bisa diaplikasikan tanpa ada penggusuran terhadap
tradisi lama yang baik. Keserasian dengan tradisi lokal ini memiliki posisi
penting bagi orang Jawa. Hal ini juga ditunjukkan oleh para wali, Meski
Sunan Kalijaga menjadi anggota Wali Songo, tetapi dia tetap berpakaian
ala Jawa. Sunan tidak menggunakan jubah atau surban. Sunan tetap
menggunakan blangkon (semacam ikat kepala yang tinggal dipakai).
Sunan tidak menggunakan jubah, tetapi menggunakan bajunya sendiri
yang disebut baju takwa. Yaitu baju pas model Jawa dengan kerah tegak
dan panjang. Dengan kreasi seperti inilah Sunan Kalijaga mengajarkan
Islam tanpa menimbulkan konflik di masyarakat (Roqib, 2007:56-57).
Kepercayaan pra-Islam pada masyarakat Jawa yang animis,
dinamis, dipandang oleh Tohari dalam pandangan adat dan tradisi
kebudayaan yang memiliki kearifan lokal (local wisdom) yang tidak akan
dibongkar dan dibersihkan jika tidak bertentangan dengan ajaran Islam
(akhlaq wal-karimah).
C. Prosesi Ruwatan Rambut Gimbal dalam Perspektif Fiqh Imam
Abu Hanifah
Tafa‟ul adalah mengharapkan kebaikan dari suatu tindakan dan
lawan dari Tafa‟ul adalah Tafaum yang artinya pesimis, dan Tafaum
dilarang dalam Islam. Tafa‟ul telah dijelaskan dalam hadis Nabi SAW.
Dalam sebuah hadis Rasululullah saw bersabda:
هللعلىووسلم:عنانسرضىاهللعنوقال:قالرسولاهللصلىا
كلمةطيبة طي رةوي عجبىنالفال.قالوا:وماالفال؟قال: عدوىول لDari Anas ra, berkata Rasullullah Saw, bersabda: “Tidak ada sakit
menular dan tidak ada kesialan karena sesuatu. Dan saya kagum pada
fa‟i”. Para sahabat bertanya: “ Apakah fai‟i itu? “ beliau menjawab: “
kata yang baik”. ( Riwayat Bukhari- Muslim).
Al-Fa‟l menurut ulama bermaksud seseorang mendengar atau
terdengar suatu ucapan yang baik. Sama hal nya dengan ruwatan, orang-
orang yang melakukan ruwatan mengharap kebaikan dari tindakan itu
dengan meminta kepada Allah. Seperti dengan memotong rambut
gimbal, dan membuang rambut gimbalnya yang hanya bersifat simbolis
saja, mengharap yang baik untuk masa yang akan datang, seperti bala
hilang atau tersingkir dari si anak.
Rasulullah membenarkan al-Fa‟l atau at-Tafa‟ul karena ia
berprasangka baik (husnudzan) kepada Allah atau menaruh harapan
kepadaNya, dimana setiap mukmin diperintahkan supaya senantiasa
berprasangka baik kepada Allah setiap saat.Contoh hadis Nabi tentang
Tafa‟ul yaitu Hadis riwayat Abu Qatadah:
ia berkata: Aku pernah mendengar Rasulullah bersabda: “Mimpi
baik (rukyah) itu datangnya dari Allah dan mimpi buruk (hilm) datang
dari setan. Maka apabila salah seorang di antara kalian bermimpi yang
tidak menyenangkan hendaklah dia meludah ke samping kiri sebanyak
tiga kali dan memohon perlindungan kepada Allah dari kejahatannya
sehingga mimpi itu tidak akan membahayakannya”. (Shahih Muslim
No.4195) dan harapannya setan yang mengganggunya pergi.
Sama hal nya dengan ruwatan, orang-orang yang melakukan
ruwatan mengharap kebaikan dari tindakan itu dengan meminta kepada
Allah. Seperti dengan memotong rambut gimbal, dan membuang rambut
gimbalnya yang hanya bersifat simbolis, mengharap yang baik untuk
masa yang akan datang. Dengan demikian bagi orang yang belum
memahaminya pemotongan dan larungan dalam prosesi ruwatan tentu
terasa tidak masuk akal atau irasional. Dari adanya tindakan Irasional tadi
maka belum tentu musyrik. Karena kita tidak bisa langsung mengatakan
sesuatu hal itu syirik Karena ciri-ciri musyrik sendiri diantaranya:
menyembah selain Allah, menyekutukan Allah, dan mengharap kepada
selain Allah.
Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat, ada pula yang menilainya
sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam, adat
yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Sedang mengenai keyakinan
atau kepercayaan apabila dengan cara memotong rambut gimbal akan
menghilangkan nasib buruk maka termasuk musyrik dengan alasan
misalnya jika rambut tidak dipotong hidupnya akan celaka. Karena hal
seperti itu jelas bertentangan dengan hukum Islam.
فالرادلفضلووإنيسس كاشفلوإلىووإنيردكبي فال كاللوبضر
منعبادهوىوالغفورالرحيم يصيببومنيشاء
“Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada
yang dapat menghilangkannya selain Dia; sedang jika Allah
menghendaki untukmu sesuatu kebaikan, maka tidak ada yang dapat
menolak karunia- Nya… Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ”(QS.Yunus: 107).
Kepercayaan kepada Bhatara Kala, hingga meyakini jika dengan
diadakan ruwatan maka terhindar dari dimangsa Bhatara Kala dan
terbuang sialnya. Sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah,
maka sudah semestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada
selain-Nya, dan dengan cara yang diajarkan Allah.
Syirik besar adalah memalingkan sesuatu bentuk ibadah kepada
selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah atau mendekatkan diri
kepadanya dengan penyembelihan kurban atau nadzar untuk selain Allah,
baik untuk kuburan, jin atau syaitan, atau mengharap sesuatu selain
Allah, yang tidak kuasa memberikan manfaat maupun mudharat.
Syirik Zhahir (Nyata), yaitu syirik kecil yang dalam bentuk ucapan
dan perbuatan. Dalam bentuk ucapan misalnya, bersumpah dengan nama
selain Allah.
Sebagaimana penjelasan yang dijelaskan oleh Imam Abu Hanifah
bahwa:
كبية,إذامليستحلها كانت ولنكفرمسلمابذنبمنالذنوبوإن
“kita tidak mengkafirkan orang muslim, meskipun melakukan dosa.
Meskipun dosa besar, selama tidak menghalalkan dosa itu”.(Alkidah
Wal ilmu Kalam:621).
Didalam ruwatan rambut gimbal masyarakat sembungan tidak ada
unsur musyrik. Karena didalamnya tidak ditemukan adanya indikasi
musyrik. Sesuai dengan penjelasan Imam Abu Hanifah dalam
penjelasannya kita tidak boleh semudah itu untuk mengkafirkan
perbuatan orang muslim. Meskipun dia melakukan dosa besar, dia tetap
tidak boleh dihukumi kafir. Hanya dihukumi dia berdosa. Selama dia
yang melakukan dosa itu tidak menghalalkan dosa tersebut. Namun jika
beranggapan dengan niat memotong rambut gimbal akan membuang
bala‟ bencana atau sial maka termasuk musyrik. contohnya bala‟ hilang
dan tersingkir dari si anak. Sial ataupun beruntung itu datangnya hanya
dari Allah Ta‟ala, maka mestinya meminta hanya kepada Allah, bukan
kepada selain-Nya. Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial,
atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang dan lainnya,
atau apa saja.
ل. .الطي رةشركالطي رةشرك.ثالثا وك اللويذىبوبالت ولكن ومامناإل
“Beranggapan sial adalah kesyirikan, beranggapan sial adalah
kesyirikan”. Beliau menyebutnya sampai tiga kali. Kemudian Ibnu
Mas‟ud berkata, “Tidak ada yang bisa menghilangkan sangkaan jelek
dalam hatinya. Namun Allah-lah yang menghilangkan anggapan sial
tersebut dengan tawakkal.” (HR. Abu Daud no. 3910 dan Ibnu Majah no.
3538. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
(https://rumaysho.com/2248-beranggapan-sial-berbau-syirik.html)
Metode Istinbath yang digunakan Abu Hanifah:
“Saya berpegang pada kitab Allah, jika tidak saya mengambil sunah
rasulullah SAW, jika tidak aku dapati juga dikitab Allah dan sunnah
rasulnya, saya mengambil pendapat sahabat yang aku kehendaki dan
meninggalkan pendapat yang tidak aku kehendaki pula”.
Abu hanifah dalam berijtihad menetapkan suatu hukum berpegang
kepada beberapa dalil syara‟ yaitu alqur‟an, sunnah, ijma‟, sahabat,
qiyas, istihsan dan „Urf. Seperti dalam Mashlahah Mursalah, yaitu
kebaikan (mashlahah) yang tidak disinggung-singgung syara‟, untuk
mengerjakannya atau meninggalkannya. Sedang kalau dikerjakan akan
membawa manfaat atau menghindari keburukan. Dalam prakteknya
mashlahah tidak banyak berbeda dengan istihsan. Perbedaannya, istihsan
ialah mengecualikan suatu hukum dari peraturan umum yang ditetapkan
qiyas, sedang mashlahah murshalah tidak ada penyimpangan dari qiyas.
Syarat-syarat mashlahah mursalah:
1. hanya berlaku dalam masalah muamalat
2. tidak berlawanan dengan maksud syar‟iat atau salah satu dalilnya yang
sudah dikenal.
3. mashlahah adalah karena kepentingan yang nyata dan diperlukan oleh
masyarakat.(Hanafie,1993:144)
Mashlahah yang terdapat dalm ruwatan diantaranya seperti:
1. menguatkan tali Silaturahmi
Pada saat hari pelaksanaaan ruwatan pemotongan rambut gimbal
masyarakat berkumpul di telaga Cebong ikut menghadiri acara
ruwatan dan dijadikan sebagai ajang silaturrahmi antar masyarakat.
Sebagaimana dijelaskan dalam hadis berikut:
“Siapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dilanjutkan umurnya
maka hendaknya menyambung hubungan keluarga (silaturrahmi)”
(HR. Bukhari Muslim).
2. Membaca Sholawat
Sholawat yang berarti memuji mengagungkan Rosullullah, dan
membuat wasilah dengan membaca sholawat. Barang siapa yang
membaca sholawat untuk nabi, maka akan menjadi cahaya nanti di
hari akhir.
3. Bersedekah
Sedekah/Sodakoh untuk keselamatan, yang artinya secara
langsung bermakna keberuntungan bagi orang-orang yang diundang,
karena ketika masyarakat datang mendapatkan rezeki bisa makan
bersama. Sedekah ini berasal dari orang-orang yang akan melakukan
ruwatan kemudian disedekahkan kepada masyarakat yang datang.
وتدفعميتةالسوء.قالىذاحديث غظبالرب انالصدقةلتطفىء غريبمنىذاالوجو
Artinya : “Sungguh shadaqah itu dapat menghilangkan amarah
Tuhan dan dapat menolak (cara) mati yang buruk.”
4. Membaca doa-doa
Doa-doa yang disebut merupakan doa-doa yang ditujukan
untuk memanjatkan doa kepada Allah.
لتعلىاللو,اللهمإن بسماللوت وك أعوذبكأنأضلأوأضلأوأزل أوأظلمأوأظلمأوأجهلأويهلعلي أوأزل
Dengan menyebut nama Allah saya bertawakkal kepada Allah.
Ya Allah, sesungguhnya saya berlindung diri kepadaMu dari sesuatu
yang menyesatkan, dari suatu yang menggelincirkan atau
digelincirkan dari suatu yang menganiaya atau teraniaya, atau dari
sesuatu yang membodohkan atau diperbodohkan (HR Abu Dawud
dan At Tirmidzi) „Urf dapat dijadikan sebagai salah satu dalil dalam menetapkan hukum
syara‟ apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1. „Urf itu baik yang bersifat khusus dan umum maupun yang bersifat
perbuatan dan ucapan berlaku secara umum. Artinya, „urf itu berlaku
dalam mayoritas kasus yang terjadi di tengah-tengah masyarakat dan
keberlakuannya dianut oleh mayoritas masyarakat tersebut.
2. „Urf itu telah memasyarakat ketika persoalan yang akan ditetapkan
hukumnya itu muncul. Artinya, „urf yang akan dijadikan sandaran
hukum itu lebih dahulu ada, sebelum kasus yang akan ditetapkan
hukumnya.
3. „Urf itu tidak bertentangan dengan yang diungkapkan secara jelas
dalam suatu transaksi. Artinya dalam suatu transaksi apabila kedua
belah pihak telah menentukan secara jelas hal-hal yang harus dilakukan.
4. „Urf itu tidak bertentangan dengan nash, sehingga menyebabkan
hukum yang dikandung nash itu tidak bisa diterapkan. „urf seperti ini
tidak bisa dijadikan dalil syara‟, karena kehujjahan „urf bisa diterima
apabila tidak ada nash yang mengandung hukum permasalahan yang
dihadapi.
العا دة محكمة
“Adat kebiasaan itu dapat menjadi ditetapkan sebagai hukum”
Adat yang dilakukan secara berulang-ulang dan menjadi
kebiasaan sehingga dapat melekat pada benak orang-orang, hal ini
seperti tradisi ruwatan yang dilakukan oleh masyarakat Sembungan,
ruwatan sudah menjadi tradisi atau suatu kebiasaan yang dilakukan oleh
masyarakat Sembungan pada umumnya.
Sedangkan syarat adat istiadat bisa dikatagorikan hukum Islam yaitu :
a. Kebiasaan tersebut telah berlaku lama di tengah kehidupan
masyarakat dan dikenal secara luas.
b. Adat tersebut dapat diterima oleh akal sehat dan bisa memberi
manfaat.
c. Peraturan masyarakat itu tidak bertentangan dengan Al-quran dan Al-
Hadits.Seperti dalam surat Ali-Imran ayat 19:
ين عند الله اإلسالم ....... إن الد“Sesungguhnya agama yang diridhai disisi Allah hanyalah Islam..”
Dalam Islam orang yang berambut gimbal bukanlah sebuah nasib,
suatu nasib yang kurang beruntung juga tidak ada dalam Islam. Hanya
pemotongannya saja secara budaya setempat dengan tujuan
melestarikan kekayaan kebudayaan. Secara muslimnya, kita harus
bersuci membersihkan diri atau badan. Tradisi Islam yang terdapat
didalam prosesi ruwatan antara lain seperti Sholawat, berarti memuji
mengagungkan Rosullullah, kita membuat wasilah dengan membaca
sholawat karena barang siapa yang mau membaca sholawat untuk nabi,
maka akan menjadi cahaya nanti di yaumul qiyamah atau hari akhir.
Selametan dan ruwatan memiliki tujuan yang hampir sama
yaitu sama-sama meminta kepada Tuhan agar selamat dari bahaya dan
sehat (waras) dari segala penyakit. Tujuan lain adalah untuk menjaga
keserasian manusia manusia dengan alam, baik alam fisik maupun alam
nonfisik (alam roh, lelembut). Terkait dengan selamatan dalam tradisi
santri atau Islam tradisionalis, ada proses islamisasi tradisi semisal
tradisi selametan 1,3,7,40,100,1000 hari bagi orang yang telah
meninggal dunia (Roqib,2007:56).
Menurut Achmad Chodim yang dikutip oleh Roqib, tradisi dan
budaya akomodatif terhadap budaya lokal ini merupakan upaya dakwah
yang merespons budaya lokal untuk menciptakan harmonitas sosial
sehingga ajaran Islam bisa diaplikasikan tanpa ada penggusuran
terhadap tradisi lama yang baik. Keserasian dengan tradisi lokal ini
memiliki posisi penting bagi orang Jawa. Hal ini juga ditunjukkan oleh
para wali, meski Sunan Kalijaga menjadi anggota Wali Songo, tetapi
dia tetap berpakaian ala Jawa. Sunan tidak menggunakan jubah atau
surban. Sunan tetap menggunakan blangkon (semacam ikat kepala yang
tinggal dipakai). Sunan tidak menggunakan jubah, tetapi menggunakan
bajunya sendiri yang disebut baju takwa (yaitu baju pas model Jawa
dengan kerah tegak dan panjang). Dengan kreasi seperti inilah Sunan
Kalijaga mengajarkan Islam tanpa menimbulkan konflik di masyarakat
(Roqib, 2007:56-57). Demikian juga dengan Kyai Kolodete upaya
dakwah yang dilakukan dengan ruwatan, dalam prosesi ruwatan
tersebut diselipkan dengan membaca sholawat Nabi dan menampilkan
kesenian daerah setempat yang artinya mengajarkan agama Islam dan
melestarikan kebudayaan setempat.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengadakan pengolahan dan penganalisisan data dari
hasil penelitian, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:
1. Munculnya tradisi ruwatan rambut gimbal di desa Sembungan,
Kejajar, Wonosobo Jawa Tengah
Nenek moyang di Sembungan adalah seorang ulama yang
menyebarkan ajaran Islam yang bernama Kyai Kolodete beliau berambut
gimbal yang menurunkan rambut gimbalnya pada anak-anak. Selain beliau
ada juga mbah Kyai karim, dan mbah adam sari (Jaka Sembung). Ruwatan
dimaksud untuk menghilangkan bala‟ atau bencana agar anak memiliki
rambut yang normal dan untuk meminta keselamatan. Bagi yang tidak
mengikuti ruwatan ketika dicukur sewaktu-waktu tanpa melalui ruwatan
maka anak akan sakit-sakitan dan rambut akan tumbuh gimbal lagi. Jadi
ruwatan merupakan ritual yang harus dilakukan karena merupakan suatu
titisan, atau turunan dari nenek moyang Kyai Kolodete.
2. Prosesi ruwatan rambut gimbal di desa Sembungan, Kejajar,
Wonosobo Jawa Tengah.
Prosesi ruwatan dimulai dengan iring-iringan anak-anak rambut
gimbal menuju telaga cebong, disambut dengan sholawat rebana. Setelah
sholawat atau rebana kemudian dibuka dengan sambutan oleh salah satu
pelaksana upacara sekaligus membuka acara ruwatan pemotongan rambut
gimbal. Kemudian setelah sambutan-sambutan selesai maka prosesi upacara
pun dimulai. Sebelum prosesi pemotongan dibacakan Doa oleh tokoh
Agama setempat dan tokoh masyarakat. Doa-doa tolak bala (bencana)
dikumandangkan saat prosesi cukur rambut, kemudian permintaan anak
dipenuhi dan rambut siap dipotong. Prosesi ruwatan dilanjutkan dengan
larungan dimana rambut yang sudah dipotong dikumpulkan kemudian
dilarung ditengah Telaga Cebong, dengan iringan sholawat Nabi dan musik
rebana. Kegiatan terakhir adalah makan Bucu Robyong (nasi tumpeng yang
ditusuki dengan jajanan pasar) dan jajanan pasar dari warga yang
mempunyai hajat meruwat anaknya untuk disedekahkan kepada masyarakat
yang datang. Sedekah ini dimaksud supaya si anak mendapatkan
keselamatan dan kesehatan. Acara terakhir yaitu pentas kesenian khas
Wonosobo dengan urut-urutan Kesenian Thek-thek (angklung), kesenian
kuda kepang, kesenian angguk (syair-syair Islam), kesenian liong (naga).
3. Perspektif Fiqh Imam Abu Hanifah terhadap prosesi adat ruwatan
rambut gimbal masyarakat Sembungan
Metode Istinbath yang digunakan Abu Hanifah:
“Saya berpegang pada kitab Allah, jika tidak saya mengambil sunah
rasulullah SAW, jika tidak aku dapati juga dikitab Allah dan sunnah
rasulnya, saya mengambil pendapat sahabat yang aku kehendaki dan
meninggalkan pendapat yang tidak aku kehendaki pula”.
Abu hanifah dalam berijtihad menetapkan suatu hukum berpegang
kepada beberapa dalil syara‟ yaitu alqur‟an, sunnah, ijma‟, sahabat,
qiyas, istihsan dan „Urf. Seperti dalam Mashlahah Mursalah, yaitu
kebaikan (mashlahah) yang tidak disinggung-singgung syara‟, untuk
mengerjakannya atau meninggalkannya. Sedang kalau dikerjakan akan
membawa manfaat atau menghindari keburukan.
Orang yang melakukan ruwatan mengharap kebaikan dari tindakan itu
dengan meminta kepada Allah. Seperti dengan memotong rambut
gimbal, dan membuang rambut gimbalnya yang hanya bersifat simbolis,
mengharap yang baik untuk masa yang akan datang. Namun jika
beranggapan dengan niat memotong rambut gimbal akan membuang
bala‟ bencana atau sial maka termasuk musyrik. contohnya bala hilang
dan tersingkir dari si anak. Sial ataupun beruntung itu datangnya hanya
dari Allah Ta‟ala, maka mestinya meminta hanya kepada Allah, bukan
kepada selain-Nya. Tathoyyur atau Thiyaroh adalah merasa bernasib sial,
atau meramal nasib buruk karena melihat burung, binatang dan lainnya,
atau apa saja.
Ruwatan itu ada yang menyebutnya adat, ada pula yang menilainya
sebagai kepercayaan. Islam memandang, adat itu ada dua macam, adat
yang mubah (boleh) dan adat yang haram. Adanya keyakinan atau
kepercayaan apabila dengan cara memotong rambut gimbal akan
menghilangkan nasib buruk maka termasuk musyrik dengan alasan
misalnya jika rambut tidak dipotong hidupnya akan celaka. Karena hal
seperti itu jelas bertentangan dengan hukum Islam. Kepercayaan kepada
yang lain misalnya Bhatara Kala, hingga meyakini jika dengan diadakan
ruwatan maka dapat terhindar dari mangsa Bhatara Kala atau terbuang
sialnya. Sial ataupun beruntung itu datangnya hanya dari Allah, maka
sudah semestinya meminta hanya kepada Allah, bukan kepada selain-
Nya, dan dengan cara yang diajarkan Allah.
B. Saran-saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diperoleh dari hasil penelitian.
Penulis memberikan beberapa saran yang mudah-mudahan dapat
bermanfaat antara lain:
1. Bagi Masyarakat
Bagi masyarakat supaya dapat menjaga dan melestarikan
kebudayaan peninggalan nenek moyang yang telah ada.
2. Bagi tokoh agama
Dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk
mengetahui aturan-aturan hukum Islam yang sesuai dengan syariat,
tanpa menyimpang dari ajaran Islam.
3. Bagi ilmu hukum untuk mengetahui adakah tradisi hal-hal yang tidak
sesuai dalam prosesi ruwatan menurut tinjauan Fiqh Imam Abu
Hanifah.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. 1967. Meninjau Hukum Adat Minangkabau. Jakarta: Penerbit
Segara.
Ahmad An Nasa‟iy, Abu Abdur Rahman. 1993. Terjemah Sunan An Nasa‟iy.
Semarang: CV. Asy Syifa‟ Semarang.
Isa, Muhammad Bin Surah At Tirmdzi. 1992. Terjemah Sunan At Tirmidzi.
Semarang: CV Asy Syifa‟.
Daymon, Cristine. 2002. Metode Riset Kualitatif Dalam Public Relation dan
Marketing Communication. Jakarta: Benteng Pustaka.
Ghani, Djuanidi.1997. Dasar-dasar Pendidikan Kualitatif, Prosedur, Tehnik dan
Teori. Surabaya: PT. Bila Ilmu.
Giri, Wahyana. 2009. Sajen dan Ritual Orang Jawa. Yogyakarta: Penerbit Narasi.
Hazairin. 1970. Demokrasi Pancasila. Jakarta: Tintamas.
Hanafie.1993. Usul Fiqh. Jakarta: Pt Aka Jakarta.
Haroen, Nasrun.1996. Ushul Fiqh 1. Jakarta: Logos.
Jamil, Abdul. 2002. Islam dan Kebudayaan Jawa. Yogyakarta: Gama Media.
Junus, Mahmud. 1967. Terjemah Al Qura‟an Al Karim. Singapore: Alharamain.
Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka.
Moleong, Lexy J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Muhadjir, Neong. 1994. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Reka
Sarasin.
Nashiruddin Al Albani, Muhammad. 2014. Ringkasan Shahih Bukhari. Jakarta:
Pustaka Azzam Anggota IKAPI DKI Jakarta.
-------------------------------. 2013. Mukhtashar Shahih Muslim. Jakarta: Pustaka
Azzam Anggota IKAPI DKI Jakarta.
Nawawi, Hadari. 1990. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta: Gajah
Mada University press.
Poerwadarminta.1976. Kamus umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Pudjosewojo, Kusumadi. 1986. Pedoman Pelajaran Tata Hukum Indonesia.
Jakarta: Aksara Baru.
Qodir, Zuly. 2011. Sosiologi Agama. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Resi, Maharsi. 2010. Islam Melayu vs Jawa Islam.Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Roqib, Moh. 2007. Harmoni Dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Roibin. 2009. Relasi Agama dan Budaya Masyarakat Kontemporer: Malang: UIN
Malang Press.
Soekanto dan Soerjono. 2002. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Soekanto dan Soerjono Soekanto. 1979. Pokok-pokok Hukum Adat. Bandung:
Penerbit Alumni.
Shabir, Muslich. 1986. 400 Hadis Pilihan tentang akidah, syari‟ah, dan akhlak.
Bandung: PT Alma‟arif.
Suryabrata, Sumadi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
http://ebsoft.web.id.
digilib. Uinsby.ac.id/896/2/Bab%20/pdf.
digilib.uinsby.ac.id/1/240/4/bab 1/pdf.
Cabiklunik.blogspot.co.id/2011/07/buku-kajian-agama-dalam-perspektif-html.
Makalah-perkuliahan-blogspot.co.id/2012/07/hukum-adat-sebagai-aspek-
kehidupan-html.
(http://www.arrahmah.com/news/2014/10/24/ruwatan-dan-bahayanya-bagi-
aqidah-islam.html)
(http://abufathirabbani.blogspot.co.id/2012/11/syirik-pengertian-sebab-sebab-dan-jenis.html)
(https://rumaysho.com/2248-beranggapan-sial-berbau-syirik.html)
Daftar Pertanyaan Wawancara
1. Bagaimana Sejarah awal munculnya ruwatan rambut Gimbal?
2. Bagaimana gejala awal tumbuhnya rambut gimbal pada anak?
3. Adakah perbedaan anatara anak berambut Gimbal dengan anak pada
umumnya?
4. Bagaimana Prosesi ruwatan rambut gimbal masyarakat Sembungan
berlangsung?
5. Pada umur berapa anak bisa dilakukan Ruwatan?
6. Apa yang terjadi jika tidak diadakan ruwatan terhadap anak berambut gimbal?
7. Bagaimana masyarakat setempat memaknai ruwatan tersebut?
8. Adakah nilai-nilai Islam dalam tradisi tersebut?
9. Apa makna dari nilai-nilai Islam yang terdapat di dalam tradisi tersebut?
10.Adakah hubungan antara kejawen dengan tradisi Islam di Sembungan?
Arak-arakan dari balai desa Sembungan Upacara Ruwatan Rambut Gimbal
menuju Telaga Cebong
Pentas Rebana oleh kelompok kesenian prosesi pencukuran Rambut Gimbal
Pemotongan rambut gimbal oleh pemberian permintaan anak rambut
Salah satu personil slank Gimbal dari Tokoh Masyarakat
Prosesi Pelarungan Rambut Gimbal Oleh tokoh masyarakat
Pentas Kebudayaan Khas Wonosobo
Salah satu anak rambut Gimbal di Sembungan
Wawancara dengan seorang tokoh masyarakat bapak Zaiudin
Wawancara dengan pak kadus bapak Ahmad Irfan
Wawancara dengan Tokoh Agama bapak Lukman Hakim
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Irinna Ika Wulandari
NIM : 21111034
Jurusan/Fakultas : Ahwal Al Syakhshiyyah/ Syariah
Tempat/Tanggal Lahir : Semarang, 09 Januari 1993
Alamat : Dusun Pancuran Rt 06 Rw 02 Kandangan, Bawen
Nama Ayah : Muh isom
Nama Ibu : Siti Munawaroh
Agama : Islam
Pendidikan : - SD N 3 Kandangan lulus tahun 2002
- SMP N 5 Ambarawa lulus tahun 2008
- SMA N 1 Ambarawa lulus tahun 2011
Demikian daftar riwayat hidup ini penulis buat dengan sebenar-benarnya.
Salatiga, 9 September 2015
Penulis,
IRINNA IKA WULANDARI
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Irinna Ika Wulandari Fakultas : Syariah
NIM : 21111034 Jurusan : AS
P.A. : Heni Satar Nurhaida, SH.,M.Si.
No JENIS KEGIATAN PELAKSANAAN JABATAN NILAI
1. Orientasi Pengenalan Akademik
dan Kemahasiswaan (OPAK)
oleh DEMA STAIN Salatiga
20-22 Agustus
2011
Peserta 3
2. Achievement Motivation
Training (AMT) “Membangun
Mahasiswa Cerdas Emosi,
Spiritual, dan Intelektual” oleh
CEC & Ittaqo STAIN Salatiga
23 Agustus 2011 Peserta 2
3. Orientasi Dasar Keislaman
(ODK) “ menemukan muara
sebagai mahasiswa rahmatan lil
alamin” oleh STAIN Salatiga
24 Agustus 2011 Peserta 2
4. Seminar Entrepreneurship dan
Koprasi oleh KOPMA & KSEI
STAIN Salatiga
25 Agustus 2011 Peserta 2
5. USER EDUCATION
(Pendidikan Pemakai) oleh UPT
PERPUSTAKAAN STAIN
Salatiga
20 September
2011
Peserta 2
6. Seminar Regional
Kejurnalistikan “ Reorientasi
Peran Jurnalistik dalam
Prespektif sosial dan Budaya
pada Era Post Modern” oleh
LPM Dinamika
06 Oktober 2011 Peserta 4
7. Ibtida‟ “Muslim Diary : Catatan
Harian Mahasiswa Rabbani”
oleh LDK
08-09 Oktober
2011
Peserta 3
8. MAKRAB “ Semalam Sehati”
Oleh HMJ Syariah
09 Oktober 2011 Peserta 2
9. Seminar Regional
“Negara Islam dalam Tinjauan
Islam NKRI” oleh IPNU dan
PMII kota Salatiga
22 November 2011 Peserta 4
10. Sosialisasi Pancasila,UUD 1945
Oleh MPR RI
24 November 2011 Peserta 2
11. Seminar Ekonomi Islam
“ Peran ekonomi Islam dalam
Mengatasi Krisis Ekonomi
Global” oleh STAIN Salatiga
14 Januari 2012 Peserta 2
12 Public Hearing
“Meningkatkan kepekaan dan
transparansi kinerja lembaga
menuju kampus yang amanah”
oleh SEMA
15 Maret 2012 Peserta 2
13 MAPABA PMII Salatiga
Reformulasi Nalar Organisasi
menuju Kesadaran Kolektif
Berorganisasi”
23-25 maret 2012 Panitia 3
14. Pelatihan Advokasi
“ Anggaran Percepatan
Pembangunan dan Kesejahteraan
Masyarakat Salatiga”
Oleh DEMA dan HMJ syariah
17 Mei 2012 Peserta 3
15. Seminar Nasional Ekonomi
Syariah “ Ekonomi syariah
bukan ekonomi biasa” oleh
KSEI
2 Juni 2012 Peserta 6
16 Public Hearing 2 “evaluasi
kinerja Lembaga Menanggapi
Public Hearing 1”
18 Juni 2012 Peserta 2
17. Lokakarya Imsakiyah 1433
H/2012 M
Oleh STAIN
20 Juni 2012 Peserta 2
18. Program MA‟HAD selama 1
tahun
7 Juli 2012 Peserta 3
19. Pelatihan Kader Bangsa
“ Kiprah Mahasiswa dalam
menggerakan Tradisi untuk
Kejayaan Bangsa” oleh DPW
mahasiswa satu bangsa jateng
15-16 Juli 2012 Peserta 3
20. Sarasehan Jurnalistik “ Gerakan
Santri Menulis”
Oleh Suara Merdeka
3 Agustus 2012 Peserta 2
21 Diskusi lintas agama di pondok
edimancoro
“gerakan-gerakan fundamentalis
agama di Indonesia”
10 Agustus 2012 Peserta 2
22. MAPABA PMII Salatiga
“ Membentuk Militansi Kader
menuju Mahasiswa yang Ideal”
07 Oktober 2012 Panitia 2
23. Dialog Publik dan Silaturahmi
Nasional
Kemanakah arah Kebijakan
BBM? Oleh PMII Salatiga
10 November 2012 Panitia 6
24. Seminar Nasional “ Peran
Lembaga Perbankan Syariah
dengan adanya Otoritas Jasa
Keuangan” oleh Hmj Syariah
29 November 2012 Peserta 6
25. Partisipasi Short Course TOEFL
Oleh Pondok Salafiah Pulutan
Sidorejo
17 Februari 2013 Peserta 3
26 Surat Keterangan sebagai
Ustadz/Ustadzah di TPQ Asy-
Syifa‟ Pulutan
25 Februari 2013 Ustadzah 3
27. Penataran Ustadz/Pengelola
TKA-TPA Tingkat Dasar
“Manajemen dan Administrasi
TKA-TPA, Metodologi IQRO‟
dan Pengelolaan Kelas”
olehYayasan Team Tadarus
“AMM” Yogyakarta
10 Maret 2013 Peserta 3
28 Partisipasi Kursus Singkat
TOEFL oleh Bagian bahasa
Ponpes Salafiyah Pulutan
17 Maret 2013 Peserta 3
29 Partisipasi Kursus Singkat
TOEFL “ Toefl Focusing on
Reading Comprehension”
Oleh Ponpes Salafiah Pulutan
24 Maret 2013 Peserta 3
30 Pelatihan Jurnalistik Tingkat
Lanjut “ Idealisme Mahasiswa
Sebagai Modal Utama
Penggerak Jurnalistik Kampus”
oleh LPM Dinamika
6-7 April 2013 Peserta 3
31 Seminar Naisonal dan Dialog
Publik “ minimnya pasokan
energi, pembatasan subsidi bbm
dan peran masyarakat dalam
penghematan energi”
Oleh HMJ tarbiyah dan Syariah
20 April 2013 Peserta
6
32 Program Kursus Singkat “
politik jihad dan terorisme”
Oleh Prodi Ahwal al
Syakhsiyyah”
1 Mei 2013 Peserta 3
33 Seminar Nasiona l
“Norma Hukum Serta Kebijakan
Pemerintah dalam
Mengendalikan Harga BBM
bersubsidi” oleh DEMA
27 Mei 2013 Panitia 8
34 Seminar Naisonal
“ Mengawal Pengendalian BBM
Bersubsidi, kebijakan BLSM,
serta Inflasi dalam negeri
sebagai dampak Kenaikan harga
BBM bersubsidi” oleh DEMA
8 Juli 2013 Peserta 6
35 Seminar Internasional
“ Politik Jihad dan Terorisme”
oleh STAIN
11 September
2013
Peserta 8
36 Seminar
Nasional“Mendetakkan Jantung
Bangsa dengan Jurnalisme”
LPM Dinamika
07 Oktober 2013 Peserta 6
37 Dialog Energi
“Dampak kenaikan tarif dasar
listrik terhadap perekonomian
Indonesia” oleh Dema
12 Desember 2013 Peserta 2
38 SK Pengurus Lpm Dinamika
masa bakti 2014
31 Januari 2014 Pengurus 4
39 SK Panitia dan Pemateri
Pelatihan jurnalistik tingkat
lanjut LPM DINAMIKA
31 Mei 2014 Panitia 2
40 PELATIHAN JURNALISTIK
TINGKAT LANJUT
NASIONAL
“ Idealisme Jurnalis” oleh LPM
DINAMIKA
31 Mei 2014 Panitia 4
41 Seminar Nasional
“ Idealisme Mahasiswa”
Oleh Lpm Dinamika
03 Juni 2014 Peserta 6
42 Seminar Internasional “Asean
Economic Community 2015,
prospects and Challenges for
Islamic Higher Education”
Oleh IAIN Salatiga
28 Februari 2015 Peserta 8
43 Kegiatan Wide Game dalam
rangka meningkatkan kegiatan
ekstrakurikuler pramuka di SD N
Ngrajek 1
03 April 2015 Panitia 2