PROSES KEWIRAUSAHAAN SOSIAL PADA PT....
Transcript of PROSES KEWIRAUSAHAAN SOSIAL PADA PT....
PROSES KEWIRAUSAHAAN SOSIAL PADA
PT. WASTE4CHANGE ALAM INDONESIA DI BEKASI
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos.)
Oleh
ALBA AKBAR SYACHBANA
NIM. 1111054100042
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
i
ABSTRAK
Alba Akbar Syachbana
1111054100042
Proses Kewirausahaan Sosial pada PT. Waste4Change Alam Indonesia di
Bekasi
Permasalahan sosial di Indonesia semakin kompleks dan dinamis dari tahun
ke tahun. Kondisi ini tentunya mengganggu pembangunan di segala bidang dan
stabilitas nasional sehingga harus diselesaikan dengan maksimal. Salah satu
bentuk praktik yang semakin mengemuka dan terasa manfaatnya sebagai partner
pembangunan adalah kewirausahaan sosial. Kewirausahaan sosial adalah sebuah
aktivitas efektif dan inovatif yang secara strategis berfokus pada usaha mengatasi
kegagalan pasar sosial dan penciptaan peluang-peluang baru untuk meningkatkan
nilai sosial secara sistematis dengan menggunakan sejumlah sumber daya dan
beragam format organisasi untuk memaksimalkan dampak sosial serta membawa
perubahan. Salah satu aktivitas kewirausahaan sosial di Indonesia adalah
Waste4Change. Waste4Change adalah kewirausahaan sosial yang memberikan
solusi terhadap permasalahan sampah dengan prinsip perubahan perilaku dan
pengelolaan yang bertanggung jawab. Program-program dari Waste4Change
didesain untuk menyelesaikan permasalahan sampah.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisa proses
kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh Waste4Change. Peneliti menggunakan
jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Teknik yang digunakan
dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Peneliti menggunakan teknik purposive sampling dalam pemilihan informan yang
terdiri dari pendiri, karyawan, dan klien.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses kewirausahaan sosial
dilakukan oleh Waste4Change dimulai dari penentuan misi sosial dan
mengidentifikasi masalah sosial sebagai peluang yang dimanfaatkan menjadi
sebuah bisnis. Selanjutnya adalah strategi yang digunakan untuk mengembangkan
usaha dimana Waste4Change melakukan inovasi dan pengambilan risiko agar
dapat terus berkembang dan mencapai tujuan. Ditemukan hal menarik dalam
penelitian ini yaitu pada sikap tidak mengungguli kompetitor melainkan sikap
terbuka untuk mengajak pengelola sampah lainnya untuk menerapkan sistem yang
sama dengan Waste4Change. Selanjutnya adalah outcomes atau hasil yang ingin
dicapai yaitu penciptaan nilai sosial masyarakat mau mengelola sampahnya secara
bertanggung jawab dan solusi yang berkelanjutan dimana program dan jasa yang
ditawarkan Waste4Change menunjukkan kesinambungan dimana pengelolaan
sampah yang baik harus dimulai dari sumber.
Kata Kunci: Kewirausahaan Sosial, Proses Kewirausahaan Sosial,
Permasalahan Sampah.
ii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala Puji bagi Allah SWT. yang maha pengasih lagi Maha
Penyayang yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti
dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW. yang telah menjadi suri tauladan bagi
umatnya.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
meraih gelar sarjana sosial jurusan kesejahteraan sosial. Peneliti menyadari bahwa
dalam skripsi ini masih banyak kesalahan, kekurangan, dan jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, peneliti dengan senang hati menerima kritik dan saran yang
membangun untuk memperbaiki skripsi ini. Banyak pihak yang telah membantu
dalam proses penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan
hati, peneliti ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dan para Wakil Dekan
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si. selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial dan juga sebagai dosen pembimbing skripsi
peneliti. Berkat bimbingan, dukungan, dan kesabarannya peneliti mampu
menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial dan seluruh dosen
Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
Peneliti mengucapkan terima kasih atas ilmu yang telah diberikan,
semoga berkah dan dapat bermanfaat bagi peneliti.
4. Kedua orangtua peneliti, H. Achlani, S.Pd. dan Hj. Lilis Badriah, S.Pd.
yang selalu sabar mendoakan, memberikan motivasi dan dukungan baik
moril maupun materil. Skripsi ini peneliti persembahkan untuk Ayah dan
Ibu tercinta.
5. Adik-adik peneliti, Ica, Syifa, Indy dan keponakanku Fairel. Terima kasih
atas doa, dukungan, motivasi, dan semangatnya.
6. Kak Sano, Kak Meydam, Kak Annisa, Kak Risca, dan seluruh pihak
Waste4Change yang telah mengizinkan peneliti untuk melakukan
penelitian dan memberikan data yang diperlukan untuk skripsi ini.
Peneliti ucapkan terima kasih banyak atas bantuannya.
7. Teman-teman Kesejahteraan Sosial 2011, yang telah menjadi teman
dalam menimba ilmu dan berbagi pengalaman di kampus.
8. HMJ Kesejahteraan Sosial 2013-2014, terima kasih telah mengajarkan
berorganisasi.
9. Teman-teman Hi5, Syifa, Nizar, Inal dan Bayu. Terima kasih sudah
selalu menemani dalam masa-masa sulit penyelesaian skripsi dan selalu
mengingatkan “Kapan sidang?”.
Tangerang, 18 April 2017
Alba Akbar Syachbana
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ............................................ 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................... 7
D. Metodologi Penelitian .................................................................................. 8
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 14
F. Sistematika Penelitian ................................................................................ 16
BAB II LANDASAN TEORI .............................................................................. 18
A. Kewirausahaan Sosial ................................................................................ 18
1. Definisi Kewirausahaan Sosial .............................................................. 18
2. Ciri Kewirausahaan Sosial..................................................................... 21
3. Elemen Kewirausahaan Sosial .............................................................. 25
B. Model Kewirausahaan Sosial ..................................................................... 26
C. Proses Kewirausahaan Sosial ..................................................................... 29
1. Antecedents ............................................................................................ 30
2. Orientasi Kewirausahaan ....................................................................... 37
3. Outcomes ............................................................................................... 40
BAB III GAMBARAN UMUM LEMBAGA ..................................................... 43
v
A. Profil Perusahaan ....................................................................................... 43
B. Struktur Organisasi ..................................................................................... 45
C. Program dan Pelayanan .............................................................................. 46
1. Campaign ............................................................................................... 46
2. Consult ................................................................................................... 47
3. Collect .................................................................................................... 48
4. Create ..................................................................................................... 49
D. Jaringan Kerjasama Perusahaan ................................................................. 50
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA ..................................................... 52
A. Temuan Proses Kewirausahaan Sosial di Waste4Change .......................... 52
1. Antecedents ............................................................................................ 52
2. Orientasi Kewirausahaan ....................................................................... 64
3. Outcomes ............................................................................................... 77
B. Analisis Proses Kewirausahaan Sosial di Waste4Change .......................... 82
1. Antecedents ............................................................................................ 82
2. Orientasi Kewirausahaan ....................................................................... 87
3. Outcomes ............................................................................................... 92
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 96
A. Kesimpulan ................................................................................................. 96
B. Saran ........................................................................................................... 98
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 100
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rancangan daftar informan penelitian ...................................................... 13
Tabel 2 Spektrum Kewirausahaan Sosial ............................................................... 22
Tabel 3 Perbedaan Kewirausahaan Sosial dengan usaha lain ................................ 23
Tabel 4 Rangkuman BAB IV ................................................................................. 94
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Proses Kewirausahaan Sosial ................................................................ 42
Gambar 2 Pengangkut sampah atau operator Waste4Change ............................... 55
Gambar 3 Area pencacahan plastik di Rumah Pemulihan Materi ......................... 66
Gambar 4 Area Komposting Waste4Change ......................................................... 67
Gambar 5 Kantong sampah Waste4Change ........................................................... 68
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian Skripsi
Lampiran 2 Pedoman Observasi
Lampiran 3 Hasil Observasi Penelitian
Lampiran 4 Pedoman Wawancara untuk Pendiri Waste4Change
Lampiran 5 Pedoman Wawancara untuk Karyawan Waste4Change
Lampiran 6 Pedoman Wawancara untuk Pengguna Jasa Waste4Change
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Pendiri Waste4Change
Lampiran 8 Transkrip Wawancara Karyawan Waste4Change
Lampiran 9 Transkrip Wawancara Pengguna Jasa Waste4Change
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Permasalahan sosial di Indonesia semakin kompleks dan dinamis dari
tahun ke tahun. Banyak faktor penyebab terjadinya permasalahan sosial di
Indonesia seperti pertambahan penduduk yang tidak terkontrol, pembangunan
yang tidak merata, arus globalisasi dan masih banyak lainnya. Masalah sosial
yang paling utama terjadi di Indonesia adalah kemiskinan, pengangguran, dan
kerusakan lingkungan. Kondisi ini terjadi hampir di seluruh penjuru nusantara
baik di kota-kota besar maupun di daerah terpencil. Kondisi ini tentunya
mengganggu pembangunan di segala bidang dan stabilitas nasional sehingga
harus diselesaikan dengan maksimal. Penyelesaian masalah sosial tidak
berjalan secara maksimal karena berbagai faktor salah satunya adalah
ketidakpedulian. Ketidakpedulian menimbulkan keterlantaran pada setiap
segmen masyarakat dan menyebabkan masalah sosial tidak tertangani. Hal ini
tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya Indonesia yang sangat kental
dengan kepedulian sosial.
Saat ini, terjadi kesenjangan yang semakin jauh antara masalah sosial
dengan penanganannya. Jauh lebih banyak masalah sosial yang tidak
tertangani daripada yang ditangani. Inilah mengapa dibutuhkan usaha-usaha
dan solusi nyata agar dapat mengatasi permasalahan sosial tersebut. Salah
satu solusi nyata adalah dengan meningkatkan semangat kewirausahaan pada
setiap individu yang ada di masyarakat. Dengan peningkatan semangat
kewirausahaan, diharapkan masyarakat tidak murni tergantung pada program-
2
program yang dibuat oleh pemerintah tetapi memiliki inisiatif dan kreativitas
untuk mendukung atau mengambil alih tugas-tugas pembangunan yang belum
atau tidak tersentuh pembangunan sehingga terjadinya kesejahteraan sosial
yang merata.
Konsep kewirausahaan terus berkembang dari waktu ke waktu. Para ahli
juga sudah banyak yang membuat konsep kewirausahaan sesuai dengan
perspektif mereka masing-masing. Namun pada initinya, kewirausahaan
adalah kemampuan menciptakan sesuatu yang baru dan mengembangkan
sesuatu yang ada dengan mengidentifikasi peluang-peluang dan
memanfaatkan sumber daya sebaik-baiknya dimana dalam perjalanannya
harus mengorbankan waktu serta tenaga dan penuh dengan risiko dan
ketidakpastian.
Kewirausahaan merupakan konsep yang luas dan tidak terbatas pada
urusan transaksi perdagangan saja. Kewirausahaan sendiri, menurut bentuk
kegiatan dan ruang lingkupnya dapat dibedakan menjadi berbagai jenis
seperti Business Entrepreneur, Government Entrepreneur, Social
Entrepreneur, dan Academic Entrepreneur. Hal ini menunjukkan bahwa
konsep kewirausahaan bahkan bisa diterapkan dalam pemerintahan dan
penyelesaian masalah sosial.1
Salah satu bentuk praktik yang semakin mengemuka dan terasa
manfaatnya sebagai partner pembangunan adalah kewirausahaan sosial.
Kewirausahaan sosial (Social Entrepreneurship) adalah sebuah aktivitas
efektif dan inovatif yang secara strategis berfokus pada usaha mengatasi
1 Budhi Wibhawa, dkk., Social Entrepreneurship, Social Enterprise & Corporate Social
Responsibility: Pemikiran, Konseptual, dan Praktik, (Bandung: Widya Padjadjaran, 2011), h. 23.
3
kegagalan pasar sosial dan penciptaan peluang-peluang baru untuk
meningkatkan nilai sosial secara sistematis dengan menggunakan sejumlah
sumber daya dan beragam format organisasi untuk memaksimalkan dampak
sosial serta membawa perubahan.2
Kewirausahaan sosial menjadi fenomena sangat menarik saat ini karena
perbedaannya dengan kewirausahaan bisnis yang hanya fokus terhadap
keuntungan materi dan kepuasan pelanggan. Kewirausahaan sosial melihat
masalah sebagai sebuah peluang untuk membentuk sebuah model bisnis baru
yang bermanfaat sosial. Aktivitas kewirausahaan sosial sebenarnya sudah
berlangsung sejak lama. Namun semakin populer beberapa tahun terakhir
ketika Muhammad Yunus mendapat penghargaan Nobel Perdamaian atas
keberhasilannya mengurangi tingkat kemiskinan di Bangladesh melalui bank
yang didirikannya yaitu Grameen Bank. Bank ini memberikan microcredit
atau pinjaman kecil kepada masyarakat miskin di Bangladesh sebagai modal
memulai usaha dan terbukti berhasil menurunkan angka kemiskinan di
Bangladesh.
Kajian dari Felipe Santos yang berjudul A Positive Theory of Social
Entrepreneurship menguatkan pendapat bahwa kewirausahaan sosial adalah
sebuah anomali, yang menantang pemahaman umum tentang manusia dengan
segala pemikiran dan prilakunya. Aktivitas kewirausahaan sosial
dipertimbangkan sebagai sebuah kegiatan yang aneh karena menabrak
kelaziman, yaitu melakukan berbagai kegiatan ekonomi, namun hasilnya
untuk kesejahteraan orang lain. Kelaziman pemikiran bahwa aktivitas
2 Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
Menginisiasi Mitra Pembangunan, (Bandung, UNPAD PRESS, 2015), h. 26-27.
4
ekonomi adalah untuk sebesar-besarnya kemakmuran pribadi, seakan ditabrak
oleh hadirnya aktivitas ini.3
Dalam melaksanakan kewirausahaan sosial, dibutuhkan strategi dan
perencanaan yang matang agar usaha yang akan dibuat akan benar-benar
menghasilkan manfaat bagi masyarakat luas. Dibutuhkan proses yang panjang
agar kewirausahaan sosial dapat menghasilkan manfaat mulai dari penentuan
misi sosial, mengidentifikasi peluang, proses inovasi, sampai memobilisasi
sumber daya. Karena prosesnya yang panjang, maka dibutuhkan orang-orang
yang bersedia dan sanggup bekerja keras bukan hanya untuk dirinya, namun
untuk lingkungan luas.
Jika proses kewirausahaan sosial berjalan sesuai dengan harapan, maka
kewirausahaan sosial dapat membantu penyelesaian masalah sosial. Ketika
praktik ini semakin sehat dan stabil, maka akan banyak keuntungan yang bisa
didapatkan. Praktik kewirausahaan sosial yang sehat, seyogianya akan
mampu menambal lubang-lubang permasalahan sosial yang belum mampu
diselesaikan oleh pemerintah, mengakselerasi program pembangunan
sehingga berjalan lebih cepat, menambah level kebahagiaan warga kota,
mengangkat beragam potensi yang belum sempat digarap oleh pemerintah
mendorong dan menginspirasi warga kota lainnya yang belum bergerak.4
Berdasarkan catatan World Bank, sekitar 60% distribusi wirausaha sosial
secara global tersebar di Afrika (22%), Amerika Latin dan Karibia (26%) dan
Asia (12%). Indonesia memiliki jumlah wirausaha sosial relatif tinggi, meski
masih kalah dengan beberapa negara di kawasan Asia. Setiap satu juta orang
3 Ibid, h. 6.
4 Ibid, h. x-xi.
5
miskin di Indonesia terdapat 14 wirausaha. Di Thailand, setiap satu juta orang
miskin ada 57 wirausaha sosial dan di Korea per satu juga orang miskin
terdapat 113 wirausaha.5
Gairah kewirausahaan sosial di Indonesia mulai tumbuh dengan ditandai
maraknya seminar tentang kewirausahaan sosial, berdirinya pusat studi
kewirausahaan sosial di beberapa kampus, dan hadirnya organisasi yang
peduli dengan pengembangan kewirausahaan sosial. Hal ini menunjukkan
sudah banyak pihak yang meyakini bahwa kewirausahaan sosial merupakan
salah satu solusi yang diperlukan untuk mengatasi berbagai masalah sosial
yang terjadi di Indonesia.6
Salah satu aktivitas kewirausahaan sosial di Indonesia adalah PT.
Waste4Change Alam Indonesia. PT. Waste4Change Alam Indonesia atau
yang lebih dikenal dengan Waste4Change, adalah sebuah perusahaan start up
yang didirikan atas urgensi pengelolaan sampah yang lebih baik serta menjadi
mitra pemerintah dalam membangun dan meningkatkan kualitas hidup
masyarakat. Waste4Change adalah kewirausahaan sosial yang memberikan
solusi terhadap permasalahan sampah dengan prinsip perubahan perilaku dan
pengelolaan yang bertanggung jawab. Program-program dari Waste4Change
didesain untuk memecahkan permasalahan sampah mulai dari hulu hingga
hilir seperti edukasi sampah, pengangkutan sampah, pemilahan sampah
hingga pemanfaatan sampah.
5 Friski Riana, “Wirausaha Sosial, Model Bisnis Sekaligus Entaskan Kemiskinan”,
Tempo.co, https://bisnis.tempo.co/read/news/2016/03/02/092749986/wirausaha-sosial-model-
bisnis-sekaligus-entaskan-kemiskinan, diakses 13 April 2017. 6 Hardi Utomo, Menumbuhkan Minat Kewirausahaan Sosial, Jurnal Among Makarti Vol. 7,
No. 14, 2014, Diunduh dari http://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/view/99 pada 20 April
2016. h. 1.
6
Sebuah penelitian dari G. T. Lumpkin, dkk. membahas bagaimana proses
kewirausahaan dilihat dari konteks sosial yang dalam hal ini adalah
kewirausahaan sosial dan mencoba membandingkan antara proses
kewirausahaan bisnis dengan proses kewirausahaan sosial dilihat dari
berbagai dimensi. Hasil analisis dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa
proses kewirausahaan sosial pada dasarnya sama dengan proses
kewirausahaan bisnis hanya saja ada beberapa hal yang membedakan
sehingga membuat kewirausahaan sosial menjadi unik.
Dalam hal ini, berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian mengenai proses kewirausahaan sosial yang dilakukan
oleh Waste4Change. Peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini untuk
mengetahui bagaimana proses sebuah kewirausahaan sosial yang bergerak di
Indonesia karena kewirausahaan sosial bisa menjadi solusi berbagai
permasalahan sosial di Indonesia dan berpotensi untuk terus berkembang di
masa yang akan datang. Akhirnya, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Proses Kewirausahaan Sosial pada PT.
Waste4Change Alam Indonesia di Bekasi.”
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, agar pembahasan tidak terlalu
meluas maka dalam hal ini peneliti akan melakukan penelitian yang
berfokus pada proses kewirausahaan sosial pada PT. Waste4Change Alam
Indonesia di Bekasi.
7
2. Perumusan Masalah
Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, maka rumusan
masalah sebagai berikut:
Bagaimana proses kewirausahaan sosial yang dilakukan pada PT.
Waste4Change Alam Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada permasalahan diatas, maka dalam penelitian ini
terdapat tujuan penelitian, yaitu:
a. Mendeskripsikan proses kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh
PT. Waste4Change Alam Indonesia.
b. Menganalisis proses kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh PT.
Waste4Change Alam Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian tentang praktik kewirausahaan sosial ini
diharapkan bermanfaat baik secara akademis maupun praktis.
a. Manfaat Akademis
1) Penelitian ini dapat menambah wawasan keilmuan bagi
mahasiswa kesejahteraan sosial.
2) Penelitian ini dapat memberikan masukan bagi penelitian serupa
di masa depan.
3) Hasil penelitian ini dapat menjadi dokumen perguruan tinggi
yang berguna bagi masyarakat.
8
b. Manfaat Praktis
1) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan bagi
perusahaan untuk evaluasi dan menjalankan program
kedepannya.
2) Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman dan masukan bagi
masyarakat dalam melaksanakan kewirausahaan sosial di masa
mendatang.
D. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian merupakan strategi umum yang dipakai dalam
pengumpulan dan analisis data yang diperlukan, untuk menjawab
permasalahan yang diselidiki. Penggunaan metodologi ini dimaksudkan untuk
menentukan data valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga
dapat digunakan untuk mengungkapkan permasalahan yang diteliti.
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses
kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh PT. Waste4Change Alam
Indonesia.7 Untuk mendapatkan tujuan penelitian, maka pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan
yang tidak dapat dicapai dengan menggunakan prosedur statistik atau
dengan cara-cara kuantifikasi. Penelitian kualitatif memiliki dua tujuan
utama yaitu untuk menggambarkan dan mengungkap (to describe and
7 Selanjutnya disebut dengan Waste4Change.
9
explore), dan untuk menggambarkan dan menjelaskan (to describe and
explain).8
Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dalam penelitian ini agar
mendapatkan data yang akurat dan hasil yang jelas dari kondisi
sebenarnya yang ada di lapangan. Dengan pendekatan kualitatif
diharapkan fakta-fakta yang ada dilapangan dapat digali lebih dalam,
guna mendapatkan gambaran dan mengungkap proses kewirausahaan
sosial yang dilakukan oleh Waste4Change.
2. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenis penelitian, jenis penelitian ini adalah penelitian
deskriptif. Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Dengan demikian,
laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi
gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut berasal dari
wawancara, catatan atau memo, dan dokumentasi resmi lainnya.9
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggambarkan secara
komperhensif melalui pengumpulan data dengan melakukan observasi
dan wawancara secara mendalam mengenai proses kewirausahaan sosial
di Waste4Change.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini digunakan berbagai teknik pengumpulan data,
yaitu:
8 M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media, 2012) Cetakan I, h. 29. 9 Burhan Bungin, Analisa Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2003), cet. Ke-2, h.39.
10
a. Wawancara
Wawanacara adalah metode pengumpulan data dengan
melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari
seseorang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan,
berdasarkan tujuan tertentu. Penggunaan wawancara didasarkan pada
dua alasan. Pertama, dengan wawancara peneliti dapat menggali
tidak saja apa yang diketahui dan dialami subjek yang diteliti tetapi
apa yang tersembunyi jauh di dalam diri subjek penelitian. Kedua,
apa yang ditanyakan bisa mencakup hal-hal yang bersifat lintas
waktu, yang berkaitan dengan masa kini, masa lampau, dan masa
mendatang.10
Wawancara secara garis besar dibagi dua, yakni wawancara
terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara terstruktur
sering juga disebut wawancara baku yang susunan pertanyaan dan
pilihan-pilihan jawabannya sudah disediakan sebelumnya.
Sedangkan wawancara tak terstruktur sering juga disebut wawancara
mendalam yaitu wawancara yang mirip dengan percakapan informal
dengan susunan kata-kata yang bersifat luwes dan susunan
pertanyaannya bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat
wawancara.11
Dalam penelitin ini, peneliti menggunakan teknik wawancara
tak terstruktur atau wawancara mendalam (in-depth interview) yaitu
dengan melakukan wawancara dengan pihak Waste4Change agar
10
M. Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metode Penelitian Kualitatif, h. 176. 11
Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi Dan
Ilmu Sosial Lainnya, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013) h. 180-181.
11
dapat mendapatkan informasi secara jelas dan bisa menggambarkan
proses kewirausahaan sosial di Waste4Change.
b. Observasi
Observasi atau pengamatan merupakan sebuah teknik
pengumpulan data yang digunakan untuk menghimpun data
penelitian melalui pengamatan dan pengindraan terhadap apa yang
dilakukan dan dikatakan atau diperbincangkan para informan dalam
kehidupan sehari-hari.12
Dari segi proses pelaksanaan pengumpulan data, observasi dapat
dibedakan menjadi observasi partisipatif, observasi terus terang atau
tersamar, dan observasi tak terstruktur. Dalam observasi penelitian
ini, peneliti menggunakan observasi partisipasi pasif yaitu peneliti
hanya mengamati dan tidak terlibat dalam aktivitas perusahaan.
c. Studi Literatur dan Dokumentasi
Metode ini digunakan guna mengumpulkan data-data atau
dokumen-dokumen yang menunjang penelitian. Dokumen-dokumen
yang dikumpulkan yaitu berupa buku-buku, data kepustakaan,
artikel-artikel baik itu tertulis maupun melalui internet, catatan, foto
kegiatan, dan lain sebagainya.
4. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini ada dua macam yaitu data primer
dan data sekunder.
12
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Kencana, 2010) h. 115.
12
a. Data Primer, yaitu data yang diperoleh secara langsung dari subjek
penelitian yakni orang-orang kunci pada PT. Waste4Change Alam
Indonesia.
b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen, arsip-arsip,
media cetak dan online, website, dan lainnya yang terkait dengan
penelitian ini.
5. Teknik Analisis Data
Maksud dari analisa data adalah proses mencari dan menyusun
secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data
kedalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, menyusun kedalam
pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan
membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun
orang lain.13
Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu mendeskripsikan data-
data yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, dan studi literatur
dan dokumentasi mengenai proses kewirausahaan sosial di
Waste4Change, lalu kemudian menganalisanya dengan teori.
6. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Untuk memeriksa keabsahan data, peneliti menggunakan teknik
triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data untuk memastikan data atau
sebagai pembanding terhadap data. Teknik triangulasi dikenal dengan
13
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: CV. Alfabeta, 2009), Cet-ke 5 h.
88.
13
istilah cek dan ricek data degan menggunakan beragam sumber, teknik
dan waktu.14
Teknik triangulasi dapat digunakan melalui cara-cara sebagai
berikut:15
a. Membandingkan data hasil wawancara subyek penelitian dengan
pengamatan di lapangan.
b. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai
pendapat dari orang lain dan pandangan orang lain.
c. Membandingkan hasil wawancara dengan hasil dokumen yang
berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti.
7. Teknik Pemilihan Informan
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, penetapan informan
dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Purposive
sampling adalah pengambilan sumber data dengan pertimbangan tertentu.
Pertimbangan tertentu ini seperti misalnya, orang tersebut yang dianggap
paling tahu tentang apa yang kita harapkan.16
14
Nusa Putera, Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Indeks, 2012), h.
189. 15
Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi, Cetakan ke-2 (Bandung: PT
Rosda Karya, 2009), h.248. 16
Ibid, h. 54.
14
Tabel 1
Rancangan Daftar Informan Penelitian
No Informan Informasi yang dicari Jumlah
1 Pendiri
Waste4Change
Gambaran umum tentang
perusahaan, proses
kewirausahaan sosial dan
pelaksanaannya.
1
2 Karyawan
Waste4Change
Pelaksanaan orientasi
kewirausahaan dalam proses
kewirausahaan sosial.
2
3 Klien
Waste4Change
Penciptaan nilai sosial,
perubahan yang dirasakan,
dan tingkat kepuasan
pelayanan.
1
8. Teknik Penulisan
Untuk mempermudah dalam penelitian ini maka peneliti mengacu
pada pedoman penelitian karya ilmiah (skripsi, tesis dan disertasi) yang
diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and
Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007.
9. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kantor pusat Waste4Change yang
berlokasi di Alun-Alun Utara, Bumipala Vida Bekasi Padurenan,
Mustikajaya, Bekasi Timur. Sedangkan waktu penelitian dilakukan pada
bulan Mei 2016 sampai bulan Januari 2017.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini, peneliti terlebih dahulu melakukan tinjauan pustaka
pada beberapa penelitian sebelumnya. Peneliti menggunakan literatur berupa
skripsi dan jurnal yang relevan dengan penelitian ini sebagai bahan
perbandingan. Diantaranya:
15
1. Aktivitas Kewirausahaan Sosial pada Yayasan Kreasi Usaha Mandiri
Alami (Kumala) di Rawa Badak, Jakarta Utara.
Indra Bismantara (170310060047), Skripsi Mahasiswa Jurusan Ilmu
Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,
Universitas Padjadjaran tahun 2011.
Isi pokok dari skripsi ini adalah membahas aktivitas kewirausahaan
meliputi Misi dalam Kewirausahaan Sosial, Kesempatan dan Inovasi
dalam Kewirausahaan Sosial, Pemanfaatan Sumber Daya dalam
Kewirausahaan Sosial, Manajemen Resiko dalam Kewirausahaan
Sosial, Konsumen atau Pelanggan dalam Kewirausahaan Sosial.
Pada penelitian ini, peneliti mencoba mendeskripsikan dan
menganalisis proses kewirausahaan sosial mulai dari perumusan
hingga pada penciptaan nilai sosial yang didalamnya juga terdapat
aktivitas kewirausahaan sosial. Penelitian ini juga bermaksud untuk
mengisi ruang kosong yang belum terisi pada penelitian sebelumnya.
2. Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different,
if at all?
G. T. Lumpkin, dkk. dalam Jurnal Springer Small Business
Economics Vol. 40 tahun 2013.
Isi pokok dari jurnal ini membahas tentang bagaimana proses
kewirausahaan dilihat dari konteks sosial yang dalam hal ini adalah
kewirausahaan sosial dan membandingkan antara proses
kewirausahaan bisnis dengan proses kewirausahaan sosial dilihat
dari berbagai dimensi.
16
Penelitian ini menggunakan konsep proses kewirausahan sosial yang
dijelaskan dan dianalisis dalam jurnal diatas dan mencocokkannya
sesuai dengan data yang diperoleh dalam penelitian ini.
3. A Conceptual Framework of Social Entrepreneurship and Social
Innovation Cluster : A Preliminary Study.
Kanji Tanomoto dalam Hitotsubashi Journal of Commerce and
Management 42 (1) tahun 2008.
Jurnal ini membahas kerangka konseptual untuk mengenal
kewirausahaan sosial, inovasi sosial, dan bagaimana proses muncul
dan berkembangnya kewirausahaan sosial di Jepang.
Penelitian ini menggunakan beberapa kerangka konseptual
kewirausahaan sosial yang dibuat dalam jurnal tersebut untuk
memudahkan peneliti dalam penyusunan penelitian.
F. Sistematika Penelitian
Dalam penelitian ini disusun sebuah sistematika penelitian agar dengan
mudah diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh. Sistematika penelitian
penelitian ini trdiri dari lima bab, sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, Bagian ini terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi
penelitian, serta tinjauan pustaka.
BAB II Landasan Teori. Bagian ini merupakan konsep, teori, serta
penjelasan detail terkait kewirausahaan sosial dan proses
kewirausahaan sosial.
17
BAB III Gambaran Umum Lembaga. Pada bagian ini, peneliti
menerangkan tentang sejarah, profil, struktur, program dan
aktivitas perusahaan.
BAB IV Temuan Lapangan Dan Analisis. Bagian ini menjelaskan fakta-
fakta yang ditemukan di lapangan dan hasil analisis berdasarkan
konsep dan teori yang telah dijelaskan.
BAB V Penutup. Bagian ini berisi kesimpulan dan saran.
18
BAB II
LANDASAN TEORI
BAB ini akan menjelaskan mengenai teori yang digunakan dalam
pembahasan skripsi ini. Penjelasan teori terdiri dari penjelasan tentang Pengertian
Kewirausahaan Sosial, Model-Model Kewirausahaan Sosial dan Proses
Kewirausahaan Sosial.
A. Pengertian Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan sosial merupakan aktivitas yang telah lama dilakukan di
seluruh dunia. Namun istilah kewirausahaan sosial mulai populer tahun 2006
ketika Muhammad Yunus memenangkan Nobel Perdamaian berkat
keberhasilan Grameen Bank mengurangi kemiskinan di Bangladesh. Artinya,
sebelum dunia mengenal istilah ini, aktivitasnya sendiri sudah berlangsung
puluhan tahun lamanya.
1. Definisi Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan sosial merupakan turunan dari kewirausahaan bisnis
dengan menambahkan aspek sosial kedalamnya. Dalam kewirausahaan
sosial, aspek sosial menjadi tujuan utama usaha tersebut. Kewirausahaan
sosial menggunakan kombinasi sumber daya secara inovatif untuk
membuat sebuah usaha sosial yang mengarah pada pembentukan
organisasi atau praktik yang menghasilkan dan mempertahankan manfaat
sosial.17
17
Johanna Mair, dkk. Ed., Social Entrepreneurship, (New York: Palgrave Macmillan, 2006),
Diunduh http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.458.6683&rep=rep1&type=pdf
pada 7 September 2016, h. 122.
19
Kewirausahaan sosial bisa didefinisikan sebagai sebuah model bisnis
dengan strategi untuk hasil yang berkelanjutan. Strategi ini haruslah
sederhana, persuasif, dan menarik karena berbarengan dengan ide sosial,
hal ini penting karena merupakan bagian dari daya tarik perusahaan.18
Kewirausahaan sosial juga bisa didefinisikan sebagai sebuah
aktivitas yang efektif dan inovatif yang berfokus pada usaha mengatasi
kegagalan pasar sosial memenuhi kebutuhan masyarakat dan
menciptakan peluang baru untuk meningkatkan nilai sosial dengan
menggunakan sejumlah sumber daya dan beragam format organisasi
untuk memaksimalkan dampak sosial serta membawa perubahan.19
Dari uraian di atas, diungkapkan bahwa ada kegagalan dalam pasar,
kegagalan pemerintah dalam mengatasi permasalahan sosial sehingga
dibutuhkan sebuah usaha atau aktivitas untuk menangani masalah sosial.
Kewirausahaan sosial menjadi usaha alternatif dari masyarakat atas
kegagalan pemerintah dalam mengatasi permasalahan sosial dan
membuat program pembangunan yang cenderung memaksakan model
top down kepada masyarakat. Masyarakat membuat solusi inovatif untuk
masalah sosial secara langsung dengan memobilisasi ide, kapasitas,
sumber daya, dan pengaturan sosial yang diperlukan untuk perubahan
sosial yang berkelanjutan.20
18
Robin Murray, dkk., The Open Book of Social Innovation, (London: NESTA, 2010),
Diunduh dari http://youngfoundation.org/publications/the-open-book-of-social-innovation/ pada
19 September 2016, h. 60. 19
Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 26. 20
Johanna Mair dan Ignasi Marti, Social Entrepreneurship Research: A Source of
Explanation, Prediction, and Delight, Journal of World Business Vol. 41, Issue I, 2006, Diunduh
dari http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1090951605000544 pada 28 September
2016, h. 4.
20
Mort, Weerawardena, dan Carnegie mendefinisikan kewirausahaan
sosial sebagai berikut:
“Social entrepreneurship is a multidimensional construct involving
the expression of entrepreneurially virtuous behavior to achieve the
social mission, a coherent unity of purpose and action in the face of
moral complexity, the ability to recognize social value-creating
opportunities and key decision-making characteristics of
innovativeness, proactiveness and risk-taking.”21
“Kewirausahaan sosial adalah konstruksi multidimensi yang
melibatkan ekspresi perilaku kewirausahaan yang baik untuk
mencapai misi sosial, kesatuan yang jelas antara tujuan dan tindakan
dalam menghadapi kompleksitas moral, kemampuan dalam
mengenali kesempatan untuk menciptakan nilai sosial, dan
karakteristik pengambilan keputusan yang inovatif, proaktif, dan
mengambil resiko.”
Pendapat lain tentang kewirausahaan sosial diungkapkan pula oleh
Bornstein dan Susan yang menyatakan bahwa:
“Kewirausahaan sosial adalah sebuah proses yang dilakukan oleh
warga negara dengan membangun atau mentransformasikan institusi
untuk meningkatkan solusi pada permasalahan sosial, seperti
kemiskinan, penyakit, buta huruf, kerusakan lingkungan,
pelanggaran hak asasi dan korupsi, dalam rangka membangun
kehidupan yang lebih baik bagi semua.”22
Dari beberapa definisi di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa
kewirausahaan sosial dapat diartikan sebagai upaya yang bermisi sosial
namun memanfaatkan praktik bisnis sebagai kendaraannya. Atau dengan
kata lain, kewirausahaan sosial adalah sebuah praktik kewirausahaan
yang memiliki tujuan utama sebesar-besarnya untuk manfaat sosial.
Artinya, ini adalah sebuah paradigma baru, dimana sebuah aktivitas yang
bertujuan sosial dapat melebur dan melekat dengan aktivitas bisnis tanpa
saling menganggu.
21
Ibid, h. 4. 22
Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 108.
21
2. Ciri Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan sosial adalah sebuah aktivitas yang memiliki
logikanya sendiri. Logikanya yang dibangun, berbeda dengan logika
kewirausahaan bisnis yang cenderung mencari keuntungan untuk diri
sendiri, tetapi wirausaha sosial mendedikasikan waktu dan tenaga untuk
peningkatan kesejahteraan pihak-pihak lain. Maka kewirausahaan sosial
memiliki ciri yang berbeda dengan kewirausahaan bisnis pada umumnya.
Ada dua aspek penting yang membedakan kewirausahaan sosial
dengan kewirausahaan bisnis23
:
a. Social enterprises have a social objective.
Perusahaan sosial memiliki tujuan sosial. Tujuan utama sebuah
perusahaan sosial adalah untuk mempertahankan dan memperbaiki
kondisi sosial dengan cara memanfaatkan kelebihan dana yang
dibuat untuk organisasi penyandang dana, manajer, karyawan, atau
pelanggan.
b. Social enterprises blend social and commercial methods.
Perusahaan sosial mencampurkan metode sosial dan komersial.
Selain menggunakan kemampuan mereka untuk memahami niat baik
dari beberapa pemangku kepentingan, mereka mencari cara kreatif
untuk menghasilkan pendapatan, seperti unit usaha yang tidak
bertujuan mencari laba, atau melakukan unit usaha untuk tujuan
sosial, atau bahkan usaha sosial campuran dari metode komersial dan
filantropis seperti mencari laba untuk tujuan sosial.
23
J. Gregory Dees, dkk., Enterprising Nonprofits: A Toolkit For Social Entrepreneurs, (New
York: John Wiley & Sons, 2002), h. 9.
22
Kewirausahaan sosial berbeda dengan kewirausahaan bisnis dalam
banyak hal. Kunci perbedaannya adalah bahwa kewirausahaan sosial
berdiri atau berjalan dengan sebuah tujuan dan misi sosial yang jelas dan
memberikan manfaat kepada banyak orang. Walaupun kewirausahaan
bisnis juga memberikan manfaat sosial, namun kewirausahaan sosial
menempatkan hal tersebut sebagai tujuan utama, bukan sebagai dampak
atau implikasi.
Kanji Tanimoto dalam jurnalnya menjelaskan perbedaan
kewirausahaan sosial dengan organisasi lain melalui tabel berikut:
Tabel 2
Spektrum Kewirausahaan Sosial
Lembaga Filantropi Kewirausahaan Sosial Perusahaan Komersial
Motif niat baik Motif Campuran Motif kepentingan pribadi
Berjalan berdasarkan
misi
Seimbang antara misi dan
pasar
Berjalan berdasarkan
pasar
Mencipakan nilai sosial Menciptakan nilai sosial
dan ekonomi
Menciptakan nilai
ekonomi
Sumber: Tanimoto, 2008.
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa kewirausaan sosial adalah
organisasi hybrid yang berdiri diantara lembaga filantropi atau non-profit
dan perusahaan komersial atau bisnis pada umumnya. Tanimoto juga
menekankan bahwa kewirausahaan sosial membutuhkan pola pikir dan
manajemen bisnis untuk berkembang.24
Kim Alter menjelaskan karakteristik yang dimiliki kewirausahaan
sosial sebagai berikut:
24
Kanji Tanimoto, A Conceptual Framework of Social Entrepreneurship and Social
Innovation Cluster : A Preliminary Study, Hitotsubashi Journal of Commerce and Management,
42(1), 2008, Diunduh dari https://www.jstor.org/stable/43295012 pada 28 September 2016, h. 6.
23
a. Tujuan Sosial: diciptakan untuk mencapai/membuat dampak dan
perubahan sosial atau mencegah kegagalan pasar;
b. Pendekatan enterprise: menggunakan teknik bisnis, kewirausahaan,
inovasi, pendekatan pasar, orientasi strategi, disiplin dan determinasi
dari bisnis profit (yang menghasilkan uang);
c. Kepemilikan sosial: dengan fokus pada pelayanan barang dan jasa
kepada publik, walaupun tidak harus.25
Dari beberapa poin di atas, kewirausahaan sosial memiliki tujuan
sosial sebagai tujuan utama. Pendekatan enterprise menunjukkan bahwa
kewirausahaan sosial melaksanakan kegiatannya dengan prinsip, strategi,
dan disiplin ekonomi. Kepemilikan sosial menegaskan bahwa
kewirausahaan sosial melibatkan berbagai pihak dalam aktivitasnya.
Berikut adalah tabel yang menjelaskan persamaan dan perbedaan
kewirausahaan sosial dengan usaha lainnya:
Tabel 3
Perbedaan Kewirausahaan Sosial dengan usaha lain
Sektor
Swasta
Bisnis
Dengan
Tanggung
Jawab Sosial
Kewirausahaan
Sosial
Organisasi
Non-Profit Pemerintahan
Sumber
Pemasukan Usaha & Pendapatan Dari Aktivitas Ekonomi
Dana Hibah
& Donasi Pajak
Tujuan Tujuan Pribadi Tujuan Sosial Tujuan Poilitik
Kepemilikan Kepemilikan Pribadi Kepemilikan Sosial Kepemilikan
Publik
Sumber: Tanimoto, 2008.
25
Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 61.
24
Berdasarkan tabel diatas, tergambarkan perbedaan dan titik temu
antara kewirausahaan sosial dengan kegiatan lain dari sudut pandang
sumber pemasukan, tujuan, dan kepemilikan. Terlihat bahwa
kewirausahaan sosial mendapatkan modal dan pemasukan dari kegiatan
ekonomi seperti kewirausahaan bisnis. Berbeda dengan organisasi non-
profit yang seluruh pemasukannya berasal dari sumbangan dan dana
hibah. Dari sudut pandang tujuan, kewirausahaan sosial memiliki tujuan
sepenuhnya untuk kebermanfaatan sosial seperti organisasi non-profit.
Bisnis dengan tanggung jawab sosial berada diantara tujuan pribadi dan
tujuan sosial karena bisnis masih mengambil keuntungan untuk
kepentingan pribadi atau pemilik modal. Sedangkan dari sudut pandang
kepemilikan, kewirausahaan sosial tidak dimiliki oleh pribadi melainkan
dimiliki oleh seluruh anggota yang terlibat dalam operasional organisasi.
Spear dan Bidet memaknai dimensi sosial dalam kewirausahaan
sosial yang juga menjadi ciri dari kewirausahaan sosial yaitu:
a. Sebuah aktivitas yang dibuat oleh sekolompok warga sipil;
b. Pengambilan keputusan tidak berdasarkan pada kepemilikan modal;
c. Aktivitasnya melibatkan mereka yang terkena dampak dari masalah
sosial;
d. Distribusi keuntungan yang terbatas;
e. Tujuan yang jelas bermanfaat pada masyarakat.26
26
Roger Spear dan Eric Bidet, The Role of Social Enterprise in European Labour Markets,
EMES Working Papers Series, no. 03/10, 2003, Diunduh dari
http://emes.net/publications/working-papers/the-role-of-social-enterprise-in-european-labour-
markets/ pada 7 September 2016, h. 4.
25
Dari paparan 5 poin di atas, kewirausahaan sosial terlihat berbeda
dari kewirausahaan bisnis pada umumnya. Kewirausahaan sosial dibuat
oleh individu atau kelompok yang memiliki inovasi dan ide kreatif untuk
membuat usaha yang bermanfaat bagi masyarakat. Selain itu,
pengambilan keputusan bukan berdasarkan kepemilikan modal dan
saham seperti pada kewirausahaan bisnis tetapi berdasarkan keputusan
anggota dan stakeholder lain sehingga akuntabilitas organisasi
dipertanggungjawabkan oleh seluruh anggota. Aktivitas kewirausahaan
sosial harus melibatkan mereka yang terkena dampak permasalahan
sosial yang dijadikan tujuan dalam usaha. Distribusi keuntungan dalam
kewirausahaan sosial juga tidak berdasarkan pada kepemilikan modal
dan saham melainkan diinvestasikan untuk usaha-usaha penyelesaian
masalah sosial yang berkelanjutan. Tujuan utama dalam kewirausahaan
sosial bukan mencari keuntungan sebesar-besarnya seperti pada
kewirausahaan bisnis, tetapi tujuan atau misi utamanya adalah misi
sosial.
3. Elemen Kewirausahaan Sosial
Kewirausahaan sosial dapat didefinisikan sebagai pembuatan nilai
sosial yang terjadi dalam kolaborasi orang-orang sipil dan organisasi dari
warga sipil yang memiliki inovasi sosial dengan menggunakan aktivitas
ekonomi atau bisnis.27
27
Lars Hulgard, “Discourses of Social Entrepreneurship – Variations Of The Same Theme?”,
Working Paper No. 10/01, 2010, Diunduh dari http://emes.net/publications/working-
papers/discourses-of-social-entrepreneurship-variations-of-the-same-theme/ pada 7 September
2016, h. 4.
26
Dari definisi di atas, terlihat bahwa kewirausahaan sosial memiliki
beberapa elemen yaitu nilai sosial (social value), warga sipil (civil
society), inovasi (innovation), dan aktivitas ekonomi (economic activity).
a. Social Value
Hal paling khas dari kewirausahaan sosial adalah menciptakan nilai
sosial dan manfaat yang nyata bagi masyarakat dan lingkungan.
b. Civil Society
Kewirausahaan sosial pada umumnya berasal dari inisiatif warga
sipil dengan mengoptimalkan modal sosial yang ada di masyarakat.
c. Innovation
Kewirausahaan sosial memecahkan masalah sosial dengan cara-cara
yang inovatif bukan cara-cara lama yang telah terbukti gagal dalam
masyarakat.
d. Economic Activity
Kewirausahaan sosial menggabungkan aktivitas sosial dengan
aktivitas bisnis. Aktivitas bisnis atau ekonomi dikembangkan untuk
menjamin kemandirian dan keberlanjutan misi sosial organisasi.
B. Model Kewirausahaan Sosial
Aktivitas kewirausahaan sosial merupakan kegiatan yang berkelanjutan
dan tidak terbatasi hanya pada kegiatan sederhana seperti berusaha
mengumpulkan uang donasi untuk disalurkan kepada yang membutuhkan.
Kewirausahaan sosial adalah kegiatan yang mendorong inovasi dan
27
pendekatan yang sistemik sehingga kewirausahaan dapat menjadi usaha yang
besar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan publik.28
Area operasional kewirausahaan sosial dimana wirausaha sosial
menciptakan perubahan meliputi:
a. Pengurangan kemiskinan melalui pemberdayaan, seperti gerakan
keuangan mikro;
b. Penyediaan layanan kesehatan, mulai dari skala kecil sampai pada skala
komunitas;
c. Pendidikan dan pelatihan, seperti usaha melebarkan partisipasi dan
demokratisasi transfer pengetahuan;
d. Preservasi lingkungan dan kesinambungan pembangunan;
e. Regenerasi komunitas, seperti asosiasi perumahan;
f. Proyek kesejahteraan, seperti pembukaan lapangan kerja bagi
pengangguran atau gelandangan serta proyek-proyek penanganan alkohol
dan obat terlarang;
g. Kampanye dan advokasi, seperti promosi perdagangan yang adil dan
promosi hak asasi manusia.29
Dari uraian di atas, terlihat jelas bahwa aktivitas kewirausahaan sosial
membutuhkan perencanaan yang matang, ide yang inovasi, sumber daya
yang cukup, dan keberanian untuk bertindak. Maka selain dibutuhkan tokoh
yang memiliki gagasan besar, kewirausahaan juga membutuhkan organisasi
28
Hery Wibowo & Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 22. 29
Alex Nicholls, Ed., Social Entrepreneurship: New Models Of Sustainable Social Change,
(New York: Oxford University Press, 2006), Diunduh dari http://www.untag-
smd.ac.id/files/Perpustakaan_Digital_1/ENTREPRENEURSHIP%20Social%20entrepreneurship,
%20New%20m.pdf pada 19 September 2016, h. 14.
28
untuk memayungi kegiatan tersebut. Payung yang menaungi kegiatan
kewirausahaan sosial inilah kemudian yang disebut sebagai social enteprise.
Organisasi adalah wadah bagi gerakan kewirausahaan sosial dan pengikat
bagi pihak-pihak yang terlibat dalam upaya mengembangkan dan membuat
kesinambungan dari aktivitas kewirausahaan sosial itu sendiri. Hal ini juga
menjadi diperlukan untuk membedakannya dengan organisasi yang memang
murni bergerak dengan tujuan mendapatkan untung sebesar-besarnya.
Dengan banyaknya social enterprise, maka model organisasi semakin
beragam tergantung dari tujuan dan sumber daya yang dimiliki organisasi.
Menurut Schwab Foundation, model organisasi kewirausahaan sosial dapat
dibagi 3, yaitu:
a. Leveraged non-profit ventures
Sebuah suaha atau organisasi non-profit yang bertujuan untuk
mendorong inovasi atas kegagalan pemerintah dalam pasar. Dalam
melakukannya, organisasi melibatkan semua pihak, baik publik maupun
swasta, untuk mendorong inovasi tersebut berdampak besar dalam
masyarakat. Sumber dana organisasi dengan model ini bergantung pada
dana filantropis, tapi dengan kegiatan dan usaha organisasi yang
berkelanjutan dapat menjamin para donatur akan terus tertarik untuk
mendukung usaha organisasi ini.
b. Hybrid non-profit ventures
Sebuah usaha atau organisasi non-profit tetapi mencakup kegiatan
ekonomi di dalamnya seperti menjual barang atau jasa kepada semua
pihak baik publik maupun swasta, individu maupun kelompok.
29
Seringkali organisasi diresmikan melalui badan hukum untuk
mengakomodasi pemasukan dan pengeluaran dalam struktur yang jelas
dan optimal. Untuk dapat mempertahankan kegiatan secara penuh dan
mengatasi kebutuhan klien, yang biasanya termarjinalisasi dari
masyarakat, organisasi harus memobilisasi sumber-sumber lain dari
sektor filantropis maupun publik seperti dana hibah atau pinjaman.
c. Social business ventures
Organisasi for-profit atau bisnis yang menyediakan barang atau jasa
sosial dan lingkungan. Sementara usaha menghasilkan keuntungan
finansial, tujuan utamanya bukan untuk mengembalikan keuntungan
kepada pemegang saham tetapi untuk menumbuhkan usaha sosial dan
menjangkau lebih banyak orang yang membutuhkan. Organisasi
memajukan usaha dan mencari investor-investor yang tertarik pada bisnis
dengan kombinasi finansial dan sosial dalam investasinya.
C. Proses Kewirausahaan Sosial
Proses kewirausahaan sosial adalah sebuah tahapan yang
menggambarkan bagaimana sebuah kewirausahaan sosial terbentuk. Terdapat
beberapa perbedaan antara proses kewirausahaan bisnis dengan proses
kewirausahaan sosial dimana perbedaan tersebut membuat proses ini menjadi
khas dan unik. G. T. Lumpkin dkk. dalam jurnalnya Entrepreneurial
processes in social contexts: how are they different, if at all?,
menggambarkan secara jelas proses kewirausahaan sosial dimana dalam
penelitian ini menggunakan teori proses kewirausahaan sosial yang
dikemukakan dalam jurnal tersebut.
30
Proses dalam aktivitas kewirausahaan sosial dimulai dari hal-hal yang
mendahului atau antecedents, proses orientasi kewirausahaan, hingga hasil
yang dicapai atau outcomes. Antecedents dalam proses kewirausahaan sosial
meliputi motivasi atau misi sosial, identifikasi peluang, akses permodalan dan
pembiayaan, dan pihak-pihak yang terkait atau stakeholders. Orientasi
kewirausahaan meliputi inovasi, keproaktifan, pengambilan resiko,
agresivitas, dan otonomi. Sedangkan outcomes sebagai hasil dalam
kewirausahaan sosial meliputi penciptaan nilai sosial, solusi yang
berkelanjutan, dan tingkat kepuasan pihak yang bersentuhan. Berikut
penjelasannya:
1. Antecedents
a. Misi Sosial
Misi merupakan pernyataan yang menetapkan tujuan organisasi
dan sasaran yang ingin dicapai. Misi membawa organisasi kepada
suatu fokus dan menjelaskan mengapa organisasi itu ada, apa yang
dilakukannya, dan bagaimana melakukannya. Misi adalah sesuatu
yang harus dilaksanakan oleh organisasi agar tujuan organisasi dapat
terlaksana dan berhasil. Dengan pernyataan misi, diharapkan seluruh
pihak yang berkepentingan dapat mengenal organisasi dan
mengetahui peran, program dan hasil yang akan diperoleh dimasa
mendatang. Peter M. Senge menjelaskan misi sebagai berikut:
“Mission defines a direction, not a destination. It tells the
members of an organization why they are working together, how
they intend to contribute to the world. Without a sense of
mission, there is no foundation for establishing why some
31
intended result are more important than others. Mission instills
both the passion and the patience for the long journey.”30
“Misi mendefinisikan arah, bukan tujuan. Misi memberitahu
anggota organisasi mengapa mereka bekerja bersama-sama,
bagaimana mereka bermaksud untuk berkontribusi kepada
dunia. Tanpa misi, tidak ada dasar untuk menetapkan mengapa
hasil yang diinginkan lebih penting daripada hasil yang lain.
Misi menanamkan semangat dan kesabaran untuk perjalanan
panjang.”
Berdasarkan pernyataan di atas, misi merupakan otak dari
organisasi yang memberikan pemahaman tentang mengapa orang-
orang perlu bekerja bersama untuk mencapai suatu tujuan bersama.
Misi menjadi instrumen yang paling berguna dalam menjelaskan
definisi dan komunikasi yang jelas tentang aktivitas yang dilakukan.
Motivasi atau misi sosial ini juga menjadi pembeda utama antara
kewirausahaan bisnis dengan kewirausahaan sosial. Kewirausahaan
bisnis digerakkan oleh dorongan fokus pribadi untuk peningkatan
kesejahteraan diri sendiri, dimana kewirausahaan sosial cenderung
untuk mulai dari fokus pihak lain atau aspirasi kolektif seperti
peningkatan kesejahteraan bersama, berbagi bersama, atau
pengembangan masyarakat.31
Ide tentang motivasi sosial bisa datang dari mana saja. Namun,
pada umumnya berasal dari pengalaman pribadi. Ketidakpuasan
dengan keadaan sekarang membentuk kreativitas kewirausahaan dan
mendorong pengusaha sosial mencari pendekatan baru untuk
30
J. Gregory Dees, dkk., Enterprising Nonprofits: A Toolkit For Social Entrepreneurs, h. 19. 31
Hery Wibowo dan Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 29.
32
mengatasi masalah yang mereka temui pada keluarga, teman, dan
lingkungannya.32
b. Identifikasi Peluang
Salah satu hal yang krusial dalam proses kewirausahaan sosial
adalah identifikasi peluang. Penting bagi wirausaha sosial untuk
mengenali dan menilai peluang. Pengenalan peluang dalam
kewirausahaan sosial adalah tentang menemukan cara-cara baru atau
berbeda untuk membuat atau mempertahankan nilai sosial. Seluruh
kegiatan kewirausahaan dimulai dengan melihat peluang yang
menarik. Peluang yang menarik dan terbaik adalah peluang yang
memiliki potensi yang cukup untuk memberikan dampak sosial yang
positif sehingga dibutuhkan investasi waktu, energi, dan uang untuk
mengejar peluang tersebut secara serius.33
Saat ini banyak masalah sosial yang perlu diperhatikan baik itu
yang bersumber dari disfungsi sosial individu, keluarga, atau
disfungsi kelembagaan dan organisasi. Kewirausahaan sosial
membuat paradigma baru tentang menangani masalah sosial.
Kewirausahaan sosial melihat masalah sosial sebagai sebuah peluang
yang harus diselesaikan. Kewirausahaan sosial juga melihat masalah
sosial sebagai sesuatu yang mampu digerakkan, dioptimalkan dan
didayagunakan agar memiliki manfaat sosial yang besar. Tidak
32
Ayse Guclu, dkk., The Process Of Social Entrepreneurship: Creating Opportunities
Worthy Of Serious Pursuit, Fuqua School of Business: Center for the Advancement of Social
Entrepreneurship, November 2002, Diunduh dari
https://centers.fuqua.duke.edu/case/knowledge_items/the-process-of-social-entrepreneurship-
creating-opportunities-worthy-of-serious-pursuit/ pada 19 September 2016, h. 2. 33
Ibid, h.1.
33
hanya selesai sampai penyelesaian masalah sosialnya, namun juga
membangun model bisnis untuk dapat menunjang
kesinambungannya.34
Masalah sosial bisa diidentifikasi sebagai peluang ketika
masalah sosial dianggap sebagai domain yang sah untuk kegiatan
kewirausahaan dan mengatasi masalah sosial harus dianggap sebagai
manfaat bagi masyarakat. Dengan demikian, pergeseran persepsi
diperlukan untuk mengidentifikasi penyakit sosial dan masalah sosial
sebagai peluang dan untuk mengakui kewirausahaan sosial sebagai
sumber solusi.35
Kemampuan untuk mengidentifikasi peluang tergantung dari
mindset dan kepribadian wirausaha sosial. Wirausaha sosial harus
mampu mencari peluang-peluang baru dan berusaha memanfaatkan
peluang dengan disiplin yang kuat. Mereka harus mengejar peluang
terbaik dan menghindari berlelah-lelah mengejar setiap alternatif,
Fokus pada eksekusi atau tindakan dan membangkitkan dan
mengikat energi setiap orang di wilayahnya.36
c. Akses Permodalan/Pembiayaan
Akses permodalan adalah sebuah masalah klasik bagi kegiatan
atau organisasi pelayanan sosial, karena sangat sulit bagi sebuah
34
Hery Wibowo & Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 75. 35
G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different,
if at all?, Small Business Economics Vol. 40, Issue 3 (April 2013), Diunduh dari
https://link.springer.com/article/10.1007/s11187-011-9399-3 pada 28 September 2016, h. 764. 36
Rita Gunther McGrath dan Ian C. MacMillan, The Entrepreneurial Mindset: Strategies for
Continuously Creating Opportunity in an Age of Uncertainty, (Boston: Harvard Business Press,
2000) h. 2.
34
aktivitas atau organisasi dapat menjalankan misinya tanpa didukung
oleh kapital finansial. Sebuah kewirausahaan sosial juga
membutuhkan kapital finansial untuk membiayai kegiatan
operasional demi tercapainya misi dan tujuan yang telah ditentukan.
Akses permodalan kewirausahaan sosial sedikit berbeda dengan
kewirausahaan bisnis. Kewirausahaan bisnis memiliki peluang lebih
untuk mendapatkan akses pinjaman dari bank atau modal dari swasta
sedangkan kewirausahaan sosial sering dipandang kurang menarik
dan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mendapatkan akses
tersebut.37
Selain itu, kewirausahaan sosial mencari dan mengembangkan
akses pembiayaannya sendiri bukan dengan menunggu dana donasi
masuk pihak lain seperti pada organisasi sosial non-profit. Ini
merupakan salah satu poin pembeda antara kewirausahaan sosial
dengan organisasi non-profit. Kewirausahaan sosial menciptakan
aktivitas ekonomi yang menghasilkan keuntungan sehingga
keuntungan tersebut dapat digunakan untuk kepentingan operasional
dan inovasi demi tercapainya tujuan dan kesinambungan aktivitas.
d. Stakeholders
Stakeholders adalah individu atau organisasi yang dapat
dipengaruhi atau mempengaruhi kemampuan organisasi dalam
mencapai tujuan-tujuannya. Peran stakeholders dalam
kewirausahaan sosial sangat penting karena akuntabilitas organisasi
37
G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different,
if at all?, h. 765.
35
dipertanggungjawabkan oleh stakeholder bukan oleh shareholder
(pemegang saham) seperti pada kewirausahaan bisnis. Dalam
menghimpun stakeholder, wirausaha sosial harus memiliki
keterampilan sosial. Wirausaha sosial harus mampu meyakinkan
stakeholder bahwa barang atau jasa yang dihasilkan dari aktivitas
kewirausahaan sosial dibutuhkan oleh yang bersangkutan atau
program yang ditawarkan telah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat.
Terdapat perbedaan antara stakeholders kewirausahaan sosial
dan kewirausahaan bisnis. Pada kewirausahaan bisnis, yang dapat
dianggap sebagai stakeholders adalah pemasok, pelanggan produk
atau jasa yang disediakan, karyawan, investor dan lain-lain. Pada
kewirausahaan sosial jumlah stakeholders meliputi seperti pada
kewirausahaan bisnis, ditambah beberapa pihak lain. Anggota
masyarakat yang terlibat, perangkat desa yang mendukung,
kelompok-kelompok yang menjadi sasaran program dalam hal ini
juga berpotensi menjadi stakeholders bagi aktivitas kewirausahaan
sosial. Artinya, lingkaran stakeholders kewirausahaan sosial, lebih
luas dan lebih bervariasi dibandingkan kewirausahaan bisnis.38
Dalam pengembangan kewirausahaan sosial, dibutuhkan pola
kerjasama kolaborasi (interdependensi). Kolaborasi tersebut dapat
dibangun dalam strategi kolaborasi yang meliputi stakeholders,
prasyarat kolaborasi, dan langkah-langkahnya. Prasyarat kolaborasi
38
Hery Wibowo & Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 35.
36
dalam pengembangan kewirausahaan sosial ada dua yaitu adanya
kemauan dan manfaat. Kemauan dari stakeholders merupakan
prasyarat awal terjadinya kolaborasi. Sementara manfaatnya
merupakan manfaat yang bisa diperoleh baik manfaat potensial
maupun aktualnya. Langkah-langkah strategi kolaborasi
stakeholders dalam pengembangan kewirausahaan sosial dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1) Idenfitikasi stakeholder yang relevan;
2) Identifikasi program-program dan bagian atau unit kerja yang
relevan;
3) Analisis seberapa besar keterkaitan dan kepentingan masing-
masing stakeholder dengan program yang dikelolanya;
4) Buat rancangan metode paling efektif untuk mempertemukan
masing-masing stakeholder;
5) Implementasi metode pertemuan stakeholder;
6) Membangun kesepakatan kerjasama masing-masing
stakeholder;
7) Implementasi kesepakatan model kerjasama masing-masing
stakeholder;
8) Monitoring implementasi model kerjasama;
9) Evaluasi model kerjasama.39
Kolaborasi stakeholder dalam pengembangan kewirausahaan
sosial menjadi sebuah kebutuhan dalam merespon perkembangan
39
Budhi Wibhawa, dkk., Social Entrepreneurship, Social Enterprise & Corporate Social
Responsibility: Pemikiran, Konseptual, dan Praktik, (Bandung: Widya Padjadjaran, 2011) h. 167-
168.
37
masalah sosial yang semakin kompleks yang tidak bisa diselesaikan
dengan bergantung dengan pihak lain (dependent) atau mandiri
(independent).
2. Orientasi Kewirausahaan
a. Inovasi
Dalam kewirausahaan sosial, inovasi sangat penting dilakukan
dalam setiap produk atau jasa yang akan ditawarkan. Inovasi penting
dilakukan agar efektif menangani permasalahan sosial dan
menghasilkan solusi yang inovatif dan berbeda dengan cara-cara
lama yang telah terbukti gagal dalam pasar.
Inovasi dalam kewirausahaan sosial adalah kemauan untuk
bekerja secara kreatif untuk memunculkan ide-ide baru, melakukan
penelitian dan pengembangan serta bereksperimen dalam
memperkenalkan produk, jasa, dan teknologi baru yang berbeda
dengan produk atau jasa yang telah terbukti gagal dalam pasar.40
b. Keproaktifan
Dalam kewirausahaan sosial, inisiatif adalah hal yang penting
dalam proses kewirausahaan sosial. Wirausaha sosial harus memiliki
inisiatif dan sifat proaktif untuk memulai sesuatu yang baru. Mereka
tidak seharusnya hanya mengikuti alur berjalannya perusahaan dan
menunggu desakkan pasar. Proaktif adalah mencari kesempatan dan
melihat ke depan dengan aktif memperkenalkan produk atau jasa
40
G. T. Lumpkin dan Gregory G. Dess, Linking Two Dimensions of Entrepreneurial
Orientation To Firm Performance: The Moderating Role of Environment And Industry Life Cycle,
Journal of Business Venturing no. 16 (2001), Diunduh dari
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0883902600000483 pada 28 September 2016, h.
431.
38
baru dan bertindak dalam mengantisipasi permintaan di masa
mendatang untuk membuat perubahan dan membentuk pasar.41
Wirausaha sosial harus terus aktif dan mendedikasikan dirinya
untuk mengeksplor ide dan konsep baru yang tidak biasa. Dengan
begitu, usaha kewirausahaan sosial akan terus segar dan semakin
menarik banyak orang untuk terlibat atau berinvestasi dalam
kegiatan Karena apabila banyak yang berkontribusi dan terlibat
dalam kegiatan akan menambah kemampuan organisasi untuk
mengantisipasi kebutuhan dan tantangan dimasa depan.42
c. Pengambilan Risiko
Setiap aktivitas kewirausahaan memiliki konsekuensi pada
munculnya risiko. Setiap keputusan yang diambil, selalu ada risiko
yang harus siap ditanggung. Risiko adalah kemungkinan yang tidak
diharapkan. Risiko dapat didefinisikan sebagai dua komponen, yaitu
potensi besar yang diharapkan tidak terjadi karena tidak
memperhitungkan sisi buruk, dan kemungkinan bahwa hasil-hasil
yang tidak diinginkan akan benar-benar terjadi.43
Wirausaha sosial harus peduli pada besarnya risiko mereka.
Pengambilan risiko berarti kecenderungan untuk mengambil
tindakan tegas seperti mencoba pasar baru yang belum diketahui
41
Ibid, h. 431. 42
G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different,
if at all?, h. 771. 43
J. Gregory Dees, dkk., Enterprising Nonprofits: A Toolkit For Social Entrepreneurs, h.
126.
39
sebelumnya dan melakukan sebagian besar sumber daya untuk usaha
dengan hasil yang tidak pasti.44
Bagaimanapun, terlalu banyak mengambil risiko dapat
membahayakan kelangsungan usaha dan potensi penciptaan nilai
sosial yang berkepanjangan sehingga dibutuhkan seseorang yang
memiliki kemampuan untuk mengerti mengelola risiko dan kapan
mengambil risiko.
d. Agresivitas Kompetitif
Persaingan atau kompetisi adalah hal yang sangat wajar dalam
dunia kewirausahaan. Walaupun persaingan dapat memperkecil
kemungkinan untuk berkolaborasi, namun persaingan yang
kompetitif dapat menambah motivasi dan mendorong organisasi
untuk terus berinovasi dan berkembang. Agresivitas kompetitif
adalah intensitas dari upaya perusahaan untuk mengungguli
kompetitor dan ditandai dengan postur offensive atau tanggapan
agresif untuk pesaing.45
e. Otonomi
Otonomi dalam kewirausahaan sosial dapat diartikan sebagai
tindakan yang independen oleh individu atau tim yang bertujuan
untuk menghasilkan konsep atau visi dan membawanya sampai
selesai. Artinya bahwa wirausaha sosial bebas untuk bergerak secara
44
G. T. Lumpkin dan Gregory G. Dess, Linking Two Dimensions of Entrepreneurial
Orientation To Firm Performance: The Moderating Role of Environment And Industry Life Cycle,
h. 431. 45
G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different,
if at all?, h. 769.
40
independen dalam membuat inovasi dan membuat keputusan lalu
memprosesnya kedalam aktivitas.46
Wirausaha sosial harus memiliki kemauan dan kemampuan
untuk mengarahkan diri sendiri dalam mengejar kesempatan.
Mencari dan mengembangkan solusi yang unik untuk masalah sosial
memerlukan otonomi di dalamnya. Meskipun berkolaborasi dengan
banyak stakeholder, wirausaha sosial harus tetap bertindak secara
independen dan melibatkan seluruh tim dalam pengambilan
keputusan dan merealisasikannya.
3. Outcomes
a. Penciptaan Nilai Sosial
Salah satu hal yang unik dalam kewirausahaan sosial adalah
output-nya yang khas. Salah satu kekhasannya adalah menghasilkan
nilai sosial yang merupakan sumber manfaat bagi masyarakat.
Kewirausahaan sosial merupakan aktivitas yang tujuan akhirnya
adalah penciptaan nilai sosial baru dan mengembangkan nilai sosial
dalam masyarakat bukan dengan mencari keuntungan sebanyak-
banyaknya seperti pada kewirausahaan bisnis. Cara terbaik
mengukur keberhasilan sebuah aktivitas kewirausahaan sosial adalah
bukan dengan menguhitung jumlah profit yang dihasilkan, tetapi
dimana mereka telah menghasilkan nilai sosial. Penciptaan nilai
sosial merupakan indikator kesuksesan sebuah aktivitas
kewirausahaan sosial.
46
Ibid, h. 769.
41
b. Solusi yang Berkelanjutan
Solusi yang berkelanjutan merupakan salah satu tantangan
terbesar dalam kewirausahaan sosial. Bill Drayton menggambarkan
kewirausahaan sosial sebagai berikut:
“…sebagai manusia yang tidak hanya puas memberi „ikan‟, atau
puas mengajari „cara memancing‟, tetapi orang-orang yang terus
berjuang, tanpa mengenal lelah, melakukan perubahan sistemik,
tidak sekedar memberi „ikan‟ atau „pancing‟, tetapi mengubah
sistem „industri perikanan‟ untuk terciptanya keadilan dan
kemakmuran yang lebih luas.”47
Artinya bahwa aktivitas kewirausahaan sosial tidak hanya
sekedar memberi bantuan untuk meringakan masalah sosial tetapi
memperbaiki sistem yang salah dalam masyarakat yang
menyebabkan terjadinya masalah sosial sehingga mampu
meningkatkan kesejahteraan. Kewirausahaan sosial juga
melaksanakan kegiatan ekonomi yang bertujuan untuk menjamin
keberlangsungan perusahaan dalam menawarkan solusi.
c. Usaha Pemuasan Stakeholders
Stakeholders merupakan bagian penting dalam kewirausahaan
sosial. Karena kewirausahaan sosial merupakan organisasi dengan
kepemilikan sosial, maka stakeholders dan seluruh pihak yang
terlibat bertanggung jawab menjaga akuntabilitas organisasi.
Kewirausahaan sosial bergantung pada para stakeholders untuk
melegitimasi produk dan jasa yang dihasilkan, menghasilkan
dukungan masyarakat, dan menyediakan akses sumber daya yang
47
Hery Wibowo & Sony Akhmad Nulhaqim, Kewirausahaan Sosial: Merevolusi Pola Pikir
Menginisiasi Mitra Pembangunan, h. 37.
42
memungkinkan aktivitas kewirausahaan sosial menghasilkan
perubahan sosial yang positif.48
Memuaskan banyak stakeholders cukup menyulitkan.
Wirausaha sosial harus memiliki relasi yang kuat dan stabil dengan
stakeholder dan harus terus meyakinkan bahwa aktivitas yang
dilaksanakan akan berdampak besar bagi masyarakat. Hal ini penting
untuk mempertahankan kepercayaan stakeholders untuk terus
mendukung berjalannya aktivitas sekaligus mempengaruhi pihak lain
untuk ikut terlibat dalam aktivitas.
Berdasarkan penjelasan mengenai proses kewirausahaan sosial diatas,
berikut ini dibuat sebuah diagram konstruksi proses kewirausahaan sosial
dengan model input-throughput-output.
Gambar 1
Proses Kewirausahaan Sosial
Sumber: Lumpkin, dkk. 2011.
48
G. T. Lumpkin, dkk., Entrepreneurial processes in social contexts: how are they different,
if at all?, h. 768.
Antecedents
Misi Sosial
Identifikasi Peluang
Akses
Permodalan/Pembiayaan
Multiple Stakeholders
Orientasi
Kewirausahaan
Keinovasian
Keproaktifan
Pengambilan Risiko
Agresivitas Kompetitif
Otonomi
Outcomes
Penciptaan Nilai
Sosial
Keberlanjutan Solusi
Pemuasan
Stakeholders
43
BAB III
GAMBARAN UMUM LEMBAGA
A. Profil Perusahaan
Waste4Change adalah sebuah perusahaan start-up yang bergerak sebagai
sebuah kewirausahaan sosial dan berfokus pada isu-isu persampahan.
Waste4Change berdiri pada tahun 2013 atas kolaborasi dari dua organisasi
yang telah lama bergelut di bidang pelestarian lingkungan yaitu Greeneration
Indonesia dan Ecobali. Greeneration Indonesia sudah aktif sejak tahun 2005
dalam kampanye diet kantong plastik, mempromosikan penggunaan reusable
shopping bag dan mendukung penerapan gaya hidup ramah lingkungan.
Sedangkan Ecobali sudah aktif sejak tahun 2006 melakukan pengumpulan
sampah, pemilahan sampah, kampanye pengomposan, dan pendidikan
lingkungan di Bali.
Waste4Change merupakan bisnis dengan model Social Business Ventures
yaitu usaha for-profit atau usaha untuk menghasilkan keuntungan yang
menyediakan jasa sosial dan lingkungan. Sementara menghasilkan
keuntungan, tujuannya utamanya bukan untuk mengembalikan keuntungan
kepada pemegang saham melainkan untuk mengembangkan dan menjangkau
lebih banyak orang yang membutuhkan.
Waste4Change didirikan atas urgensi pengelolaan sampah yang lebih
baik di Indonesia untuk mengubah perilaku pengelolaan persampahan dengan
memanfaatkan kekuatan kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia bebas
sampah. Masyarakat Indonesia yang sebagian besar tidak melakukan
pemilahan sampah mengakibatkan penumpukkan sampah di Tempat
44
Pembungan Sementara (TPS) dan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Selain
itu, sistem pengelolaan sampah di Indonesia yang masih menganut sistem
kumpul-angkut-buang menyebabkan penumpukkan sampah semakin parah
karena tidak adanya pemilahan dan pemanfaatan sampah. Akibatnya,
produksi sampah yang tidak dibarengi dengan pemilahan dan pengelolaan
yang baik menyebabkan banyak masalah seperti bau busuk hingga
menimbulkan korban jiwa.
Data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan pada tahun 2014,
presentase pemilahan sampah di Indonesia adalah sebanyak 8,75% sampah
dipilah dan dimanfaatkan sebagian, 10,09% sampah dipilah dan dibuang
kembali, sedangkan 81,16% sampah tidak dipilah. Data ini menunjukkan
bahwa perilaku masyarakat di Indonesia dalam memilah sampah masih sangat
minim. Di DKI Jakarta, 88,65% sampah yang diproduksi oleh 10 juta lebih
penduduk tidak dipilah dan berakhir di TPST Bantar Gebang.49
Sedangkan
Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2013 Tentang
Pengelolaan Sampah, pada Pasal 12 menyebutkan bahwa setiap rumah tangga
wajib paling sedikit melakukan pemilahan sampah rumah tangga sebelum
diangkut ke TPS. Artinya bahwa pemerintah mewajibkan penduduknya untuk
melakukan pemilahan sampah paling tidak sampah rumah tangga sebelum
diangkut. Tapi pada keyataannya, hanya sedikit yang melakukan pemilahan
sampah.
Waste4Change ingin mengubah pandangan masyarakat terhadap sampah
dan mengubah paradigma sistem pengelolaan sampah yang berkembang di
49
Badan Pusat Statistik, “Persentase Rumah Tangga Menurut Provinsi dan Perlakuan Memilah
Sampah Mudah Membusuk dan Tidak Mudah Membusuk, 2013-2014”, diunduh dari
https://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1360 pada 24 November 2016.
45
Indonesia dengan inovasi program dan pelayanan yang ditawarkan. Dengan
inovasinya, masyarakat diajak untuk peduli dengan sampah dengan
mengurangi produksi sampah dan memilahnya di rumah agar sampah tidak
menumpuk di TPS. Mengusung tagline “Responsible Waste Management”,
misi dari Waste4Change adalah membuat masyarakat Indonesia peduli dan
bertanggung jawab dalam mengelola sampahnya sendiri.
B. Struktur Organisasi
Waste4Change memiliki tim yang bekerja secara bersama-sama dan
saling mengisi. Berikut susunan tim Waste4Change:
Managing Director : M. Bijaksana Junerosano
Operations (HR-GA-FIN) : Annisa Paramita
Operations Support : Chairul Ruskandi
Research and Development : Meydam Gusnisar
Admin Finance : Hera Lismayana
Operational Services : M. Andriansyah
Strategic Services : Ridho Malik
Martin Manorek
Risca Ardita
Seluruh tim Waste4Change bekerja secara penuh dan professional.
Dalam beberapa proyek, Waste4Change mempekerjakan beberapa staf
khusus untuk mendukung proyek tertentu. Waste4Change juga memiliki
program magang bagi mahasiswa yang berminat ikut berperan serta dalam
kegiatan Waste4Change.
46
C. Program dan Pelayanan
Sebagai sebuah kewirausahaan sosial yang memberikan solusi konkrit
terkait isu persampahan di Indonesia, Waste4Change memiliki 4 jasa yang
ditawarkan sebagai bisnis inti perusahaan yang terbagi menjadi dua bagian
kerja yaitu Strategic Services dan Operational Services. Jasa Campaign, dan
Consult masuk di bagian Stratgic Services sedangkan jasa Collect dan Create
masuk di bagian kerja Operational Services. Berikut penjelasannya:
1. Campaign
Campaign adalah jasa yang bertujuan untuk memberikan edukasi
dan kampanye mengenai isu persampahan dan pentingnya pengelolaan
sampah langsung kepada perusahaan, sekolah, komunitas, dan
masyarakat. Karena Waste4Change tidak ingin hanya sebagai pihak
penyelenggara pengelolaan sampah yang baik, tetapi juga ingin
membangun kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk mewujudkan
pengelolaan sampah yang baik dan bertanggung jawab. Ada 4 jenis jasa
kampanye yang ditawarkan oleh Waste4Change yaitu:
a. Event Waste Management
Bekerja sama dengan penyelenggara acara untuk melaksanakan
kampanye pentingnya pengelolaan sampah kepada pengunjung
sekaligus mengelola sampah yang dihasilkan selama acara
berlangsung.
47
b. EDUBIS (Edukasi Bijak Sampah)
Program yang didesain untuk mengedukasi karyawan perusahaan,
sekolah atau komunitas mengenai pentingnya mengelola sampah dan
bertangung jawab terhadap sampah.
c. AKABIS (Akademi Bijak Sampah)
Program edukasi terhadap isu sampah dan pentingnya pengelolaan
sampah dengan pendekatan individual dan lebih mendalam.
d. Cleaning Service Education
Program yang didesain untuk memberikan edukasi kepada office boy
dan pengelola sampah perkantoran tentang pengaplikasian sistem
Waste4Change dalam prosedur pengelolaan sampah sehari-hari.
Waste4Change juga memonitor kinerja dan kualitas sampah yang
dihasilkan dalam jangka waktu tertentu.
2. Consult
Consult adalah jasa konsultasi yang ditawarkan Waste4Change bagi
pihak yang berkemauan untuk mengelola sampahnya secara bertanggung
jawab serta pihak-pihak yang membutuhkan riset di bidang
persampahan, dan edukasi tentang sampah. Jenis konsultasi yang
ditawarkan adalah sebagai berikut:
a. Fesibility Study
Jasa studi dasar persampahan dan penelitian mendalam terhadap
sistem pengelolaan sampah di lokasi yang ditentukan. Hasilnya
berupa laporan penelitian dan rekomendasi.
48
b. 3R Program
Waste4Change mengelola dana CSR dari perusahaan melalui
program edukasi dan kampanye 3R ke sekolah dan komunitas yang
ditentukan.
3. Collect
Collect adalah jasa yang ditawarkan oleh Waste4Change yaitu
pelayanan pengangkutan sampah secara profesional dan bertanggung
jawab. Sistem yang diterapkan adalah pengangkutan sampah dalam
keadaan terpilah di sumber agar para klien bertanggung jawab terhadap
sampahnya. Waste4Change juga membuat laporan mengenai total
sampah dan jenis sampah yang sudah diangkut yang hasilnya akan
dilaporkan secara berkala. Laporan bisa digunakan sebagai tolak ukur
perubahan yang terjadi dalam masyarakat sekaligus keberhasilan
Waste4Change dalam mencapai tujuan. Ada 3 sasaran dari jasa
pengangkutan sampah ini, diantaranya:
a. Commercial Waste Management
Jasa pengangkutan sampah di gedung perkantoran yang dihasilkan
oleh karyawan. Sampah yang diangkut meliputi sampah organik dan
anorganik yang sudah terpilah, pengangkutan sampah yang
terjadwal, serta laporan secara berkala.
b. Residential Waste Management
Jasa pengangkutan sampah yang terjadwal di wilayah perumahan
secara kolektif. Sampah yang diangkut meliputi sampah organik dan
anorganik yang sudah terpilah, mendapatkan fasilitas tas sampah
49
terpilah, pengangkutan sampah yang terjadwal, serta laporan secara
berkala.
c. Personal Waste Management
Jasa pengangkutan sampah pribadi dan tidak harus kolektif. Sampah
yang diangkut hanya sampah anorganik, mendapatkan fasilitas tas
sampah terpilah, pengangkutan sampah yang terjadwal, serta laporan
secara berkala.
4. Create
Create merupakan program pemrosesan sampah untuk bisa
dimanfaatkan kembali. Sampah yang didapat dari proses pengangkutan
selanjutnya akan dipilah dengan lebih detail berdasarkan kategorinya.
Hasil pemilahan sampah yang sudah dikategorikan kemudian diproses di
fasilitas masing-masing kategori sampah.
a. Sampah Organik
Sampah organik yang dihasilkan dari jasa pengangkutan sampah
dikelola menjadi kompos siap jual di fasilitas area komposting.
Waste4Change mengunakan 2 metode pengomposan yaitu metode
open windrow dan vermicomposting. Waste4Change juga
menggunakan kompos untuk kebun sendiri yang diberi nama
Farm4Life yang menghasilkan buah dan sayuran dengan kualitas
yang baik.
b. Sampah Anorganik
Sampah anorganik yang dihasilkan dari jasa pengangkutan sampah
dikelola di fasilitas pegelolaan sampah yang disebut Material
50
Recovery Facility atau lebih dikenal sebagai Rumah Pemulihan
Materi (RPM). Sampah anorganik yang diangkut akan diolah sesuai
jenisnya. Sampah plastik akan dicacah menggunakan mesin
pencacah, sampah kertas, logam, dan kaca akan dipisahkan dan
diberikan kepada supplier atau industri yang membutuhkan material
daur ulang, sedangkan sampah residu atau sampah yang tidak bisa
didaur ulang akan dibuang ke TPA.
D. Jaringan Kerjasama Perusahaan
Sesuai dengan strategi atau tujuan dari Waste4Change yaitu mengubah
perilaku pengelolaan persampahan dengan memanfaatkan kekuatan
kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia bebas sampah, Waste4Change
memiliki jaringan kerjasama yang kuat dengan berbagai pihak mulai dari
pemerintahan, perusahaan, dan komunitas. Selain kerjasama dengan Dinas
Kebersihan Provinsi DKI Jakarta dan Dinas Kebersihan Kota Bekasi,
Waste4Change juga memiliki berbagai klien yang berasal dari berbagai latar
belakang tetapi memiliki kepedulian yang tinggi terhadap isu persampahan.
Diantaranya adalah:
1. Pertamina
2. VIDA
3. Bank DBS
4. Nutrifood
5. PTT Family
6. Climate Policy Initiative
7. HSBC
51
8. Indonesia Power
9. Farpoint
10. Bank Mandiri
11. Siam Cement Group
12. Siam-Indo Gypsum Industry
13. The Body Shop
14. Super Indo
15. The World Bank
16. Unilever
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Pada bagian ini, peneliti akan membahas tentang temuan proses
kewirausahaan sosial dan analisisnya pada Waste4Change. Dengan
menggabungkan dan mengkaji antara temuan lapangan berupa wawancara, hasil
observasi, dan studi dokumentasi lalu menghubungkan teori-teori yang telah
dijelaskan pada BAB II. Dari hasil penelitian, peneliti menemukan banyak hal
mengenai proses kewirausahaan sosial yang dilaksanakan oleh Waste4Change.
Informasi tersebut didapat dari sumber primer yaitu subyek penelitian orang-orang
yang peneliti jadikan sebagai informan dan obyek penelitian yaitu proses
kewirausahaan sosial yang dilakukan oleh Waste4Change.
A. Temuan Proses Kewirausahaan Sosial pada Waste4Change
1. Antecedents
Antecedents dalam proses kewirausahaan sosial meliputi misi sosial,
identifikasi peluang, akses permodalan dan pembiayaan, dan pihak-pihak
yang terkait atau stakeholders.
a. Misi Sosial
Waste4Change sebagai kewirausahaan sosial memiliki misi
sosial yaitu mengubah perilaku pengolahan persampahan dengan
memanfaatkan kekuatan kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia
bebas sampah. Waste4Change ingin membuat sebuah ekosistem
pengelolaan sampah di Indonesia dan mengubah sistem yang
berkembang di masyarakat sekarang ke arah yang lebih baik.
Dengan melakukan kolaborasi dengan pihak-pihak terkait dan
53
didukung oleh inovasi teknologi diharapkan akan semakin mudah
dalam mewujudkan misi tersebut. Hal ini diungkapkan oleh Sano
sebagai berikut:
“Misinya itu bagaimana Waste4Change mampu berkontribusi
dalam membangun ekosistem pengolahan sampah yang
bertanggung jawab. Karena kami menilai pengolahan sampah di
Indonesia ga bertanggung jawab, semuanya dicampur begitu
saja kemudian diangkut dan dibuang ke TPA tidak dikelola
dengan baik dan bertanggung jawab. Jadi Waste4Change ingin
berkontribusi dengan menawarkan sebuah sistem dalam
pengolahan sampah yang bertanggung jawab tadi.”50
Isu sosial yang menjadi dasar ide dari kegiatan kewirausahaan
sosial ini adalah isu persampahan. Waste4Change didirikan untuk
mengubah paradigma masyarakat terkait dengan pandangan terhadap
sampah hingga ke pengelolaannya yang harus bertanggung jawab.
Masyarakat saat ini memiliki kepedulian yang sangat rendah pada
sampah sehingga tidak mengelolanya dengan benar bahkan masih
banyak ditemui orang-orang yang membuang sampahnya
sembarangan di tempat umum. Hal ini menyebabkan efek domino
yang buruk bagi masyarakat lainnya. Nilai sosial ini yang ingin
diubah oleh Waste4Change sesuai dengan arti dari Waste4Change
sendiri yaitu sampah untuk perubahan. Hal ini diungkapkan oleh
Risca sebagai berikut:
“Isu sosialnya sampah. Karena sampah itu menjadi sebuah
masalah yang mana masih banyak banget orang yang belum
sadar atau tahu ternyata berdampingan dengan masalah. Karena
masyarakat tidak tahu bahwa jika tidak dikelola dengan baik
adalah sebuah masalah, jadilah masalah yang lebih besar. Nah
karena atas dasar itu Waste4Change bergerak sebagai inisiatif
untuk pengolahan sampah yang bertanggung jawab. Selain dari
50
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
54
segi pengolahannya, juga mendorong masyarakat untuk mulai
mengubah perilakunya melakukan pengolahan sampah yang
bertanggung jawab.” 51
Selain untuk mengubah pandangan dan perilaku masyarakat
tentang sampah dan mengubah perilaku masyarakat dalam
mengelola sampah, Waste4Change juga ingin memperbaiki cara dan
pola kerja pengangkut sampah di wilayah sekitar, memberdayakan
mereka dan meningkatkan kesejahteraannya. Hal ini diungkapkan
oleh Meydam sebagai berikut:
“Kita juga ingin memanusiakan teman-teman yang sudah
melakukan pengambilan sampah. Contohnya kayak petugas
sampah eksisting yang pake gerobak yang hanya dibayar 500
ribu perbulan ambil sampah setiap hari dari jam 6 pagi sampai
jam 10. Kalo dari sampahnya, karena sampahnya nyampur jadi
yang bisa dimanfaatkan oleh mereka juga dikit.”52
Dari pernyataan diatas terlihat bahwa Waste4Change melakukan
rekrutmen terhadap petugas sampah yang sebelumnya mengangkut
sampah dengan gerobak. Setelah direkrut, mereka diberikan fasilitas,
pakaian, dan perlengkapan kerja lengkap dengan memperhatikan
kesehatan seperti menggunakan masker, sarung tangan, dan
sebagainya. Mereka juga mengangkut sampah dengan mobil
sehingga mempercepat mobilitas. 53
51
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017. 52
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. 53
Hasil Observasi Peneliti, 6 Juni 2016.
55
Gambar 2
Pengangkut sampah atau operator Waste4Change
Sumber: waste4change.com
Ide dari misi sosial yang secara eksplisit dinyatakan oleh
Waste4Change ini berasal dari ide pribadi pendiri Waste4Change
yaitu M. Bijaksana Junerosano. Seperti yang diungkapkan oleh Sano
sebagai berikut:
“Prosesnya sih aku lulus SMA bingung mau kemana, terus
kemudian aku berdoa masa depanku kemana. Terus abis berdoa
aku nonton berita di TV itu tentang isu sampah di Jakarta. Nah
terus ada energi yang menarik diriku wah ini harus ada yang
berkontribusi nih untuk mencoba menyelesaikannya. Lihat
tentang kuliah ada mata kuliah persampahan di Teknik
Lingkungan yaudah pilihlah Teknik Lingkungan. Sebelum lulus,
setelah coret-coret aku ingin mengembangkan sebuah wadah
organisasi untuk berkontribusi terhadap masalah-masalah
lingkungan. Aku bentuk lah Greeneration Indonesia. Nah
Greeneration Indonesia bergerak di bidang lingkungan. Karena
aku sendiri tertarik di bidang persampahan jadi aku mencoba
membuat berbagai inisiatif terkait persampahan. Salah satunya
adalah Tas Bagoes, tas supaya orang ga pake plastik lagi. Terus
bikin gerakan juga Diet Kantong Plastik. Nah setelah berjalan,
aku gemes belum betul-betul menyentuh sampahnya gitu masih
banyaknya diskusi, edukasi, atau kampanye gitu. Terus bikinlah
sebuah unit usaha pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Terbentuklah Waste4Change…”54
54
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
56
b. Identifikasi Peluang
Waste4Change didirikan atas ide seseorang yang memiliki
pengalaman di dunia persampahan. Ia sebelumnya mendirikan
organisasi bernama Greeneration Indonesia, organisasi yang
bergerak mengkampanyekan isu lingkungan. Dari organisasi itu,
terbentuklah sebuah jaringan dengan orang-orang yang juga peduli
terhadap isu persampahan. Ia juga sering diundang untuk menjadi
narasumber, mengisi training, dan sejenisnya. Dari situlah ia
menyadari bahwa banyak orang-orang yang peduli terhadap isu
pelestarian lingkungan khususnya masalah sampah. Seperti
diungkapkan oleh Meydam sebagai berikut:
“Yang pertama itu, karena Sano sudah bergelut di isu
persampahan sejak bikin Greeneration Indonesia pada tahun
2005, jadi sudah cukup memetakan permasalahan sampah apa
aja, sering jadi narasumber, mengisi training. Dari situ ketika dia
mengisi training, peserta trainingnya banyak yang bilang banyak
yang udah milah sampah tapi abis itu dicampurin lagi jadi males
milah sampah. Dari situ jadi ada peluang kalo bisa ambil
sampah secara terpilah bisa jadi satu value yang bisa
ditawarkan.”55
Ia menemukan banyak masyarakat yang sudah mau peduli dan
memilah sampahnya sendiri tetapi terkendala masalah sistem
persampahan yang berkembang di Indonesia. Sistem pengelolaan
sampah di Indonesia yang masih sebatas kumpul-angkut-buang
menyebabkan mereka yang sudah memilah sampahnya melihat hal
yang mereka lakukan sebagai sesuatu yang percuma karena sampah
yang sudah dipilah oleh mereka dicampur kembali dengan sampah
55
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016.
57
yang lain oleh para petugas sampah. Kondisi ini diidentifikasi oleh
pendiri Waste4Change sebagai sebuah peluang yang bisa
dimanfaatkan menjadi sebuah bisnis. Seperti yang diungkapan Sano
sebagai berikut:
“Ya intinya dari masalah yang ada kita mencoba menggali
sebetulnya apasih yang bisa kita tawarkan gitu ya. Ternyata
masyarakat itu banyak yang sama gemes ya yang udah milah
sampah yang udah daur ulang segala macem jadi kita
menawarkan jasa tersebut.”56
Selain itu, Waste4Change memanfaatkan peluang lain ketika
fenomena green building sedang ramai dibicarakan. Banyak
pengelola gedung di Indonesia berusaha mendapat sertifikat green
building yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia.
Salah satu persyaratan untuk mendapatkan sertifikat tersebut adalah
dengan melakukan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Waste4Change memanfaatkan peluang tersebut dengan membuat
dan menawarkan jasa Consult yaitu memberikan jasa fesibility study
atau studi kelayakan sampah dan jasa konsultasi kepada pengembang
maupun pengelola gedung. Jasa ini meliputi sampling sampah dan
mengukur perilaku pegawai mengenai sistem pengelolaan sampah
sehingga didapatkan keluaran berupa data dan laporan timbulan dan
komposisi sampah. Seperti dijelaskan oleh Meydam sebagai berikut:
“Untuk fenomena green building, kita juga tawarin fesibility
study. Dari situ gedungnya kita sampling, kita kasih data
ternyata komposisisnya sampahnya ini banyaknya segini
misalnya. Nah data itu bisa mereka gunakan untuk mendapatkan
sertifikasi green building oleh Green Bulding Council
Indonesia. Dia yang mensertifikasi gedung ini masuknya bronze,
56
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
58
silver atau gold. Semakin tinggi tingkatanya itu akan menaikkan
rate gedung itu sendiri…”57
Dari beberapa pernyataan diatas dapat digambarkan bahwa
Waste4Change memanfaatkan masalah sampah menjadi sebuah
peluang untuk diselesaikan melalui bisnis. Sampah merupakan
masalah sosial yang dampaknya sangat jelas terlihat dan dirasakan
langsung oleh masyarakat. Waste4Change mengidentifikasi dan
memanfaatkan masalah sosial tersebut yaitu isu pelestarian
lingkungan dan permasalahan sampah menjadi sebuah usaha atau
bisnis. Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai berikut:
“Identifikasinya adalah setiap ada masalah dibelakangnya pasti
ada peluang. Tinggal bagaimana model bisnisnya itu
dikembangkan…”58
Hal serupa juga diungkapkan oleh Risca sebagai berikut:
“Kalo kita, ada masalah nah disitu ada peluang. Nah dari
masalah itu yang kita tawarkan ya itu usaha-usaha yang udah
kita buat.” 59
Dari masalah persampahan yang dijadikan sebuah usaha atau
bisnis oleh Waste4Change, selain membantu pihak terkait dalam
menangani masalah sampah dan mengubah nilai sosial yang
berkembang di masyarakat menjadi lebih baik juga menghasilkan
keuntungan finansial dan membuat lapangan kerja baru.
c. Akses Permodalan dan Pembiayaan
Waste4Change memperoleh modal finansial dari investor dan
organisasi yang memang memberikan dukungan finansial kepada
57
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. 58
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. 59
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
59
perusahaan start-up yang memiliki misi dan tujuan untuk mengatasi
masalah sosial. Karakter dari investor yang membantu usaha
kewirausahaan sosial memang berbeda dengan investor bisnis pada
umumnya. Investor seperti ini dikenal juga dengan istilah social
impact investor yang mana mereka tidak hanya melihat keuntungan
finansial yang dihasilkan dari sebuah bisnis tetapi juga melihat misi
sosial dan dampak yang dihasilkan dari bisnis tersebut terhadap
penyelesaian masalah sosial di masyarakat. Seperti diungkapkan
oleh Sano sebagai berikut:
“Ya walaupun kita kewirausahaan sosial, kita tetep punya
hitungan entrepreneur-nya, punya hitungan bisnisnya,
perencanaan bisnis, punya perencanaan keuangan gitu semua
dilengkapi dengan baik. Cuma karakter investornya emang rada
beda. Investornya punya ketertarikan terhadap misi sosialnya.
Terhadap apa yang sedang kita perjuangkan juga sehingga dia
memang tertarik untuk ikut terlibat.”60
Untuk mendapatkan investor, diperlukan rencana dan
perhitungan yang matang. Yang paling penting adalah mampu
membuktikan bahwa bisnis yang direncanakan bisa berjalan dan
memiliki dampak sosial bagi masyarakat. Seperti dijelaskan oleh
Meydam sebagai berikut:
“...hanya perlu membuat financial plan yang masuk akal dan
perlu membuktikan bisnis modelnya itu bisa berjalan, harus
benar-benar realistis, ketauan impact-nya seperti apa dan balik
modalnya kapan.”61
Waste4Change mengembangkan akses pembiayaannya dengan
keuntungan yang diperoleh dari program dan jasa yang ditawarkan
60
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. 61
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016.
60
seperti jasa konsultasi, tenaga ahli, jasa pengangkutan sampah, dan
pengelolaan sampah. Artinya, bahwa Waste4Change sebagai
kewirausahaan sosial bisa berjalan mandiri dan tidak bergantung
pada bantuan finansial dari investor maupun dari donatur. Hal ini
diungkapkan oleh Risca sebagai berikut:
“Waste4Change itu kan awalnya gabungan dari Greeneration
Indonesia dan EcoBali. Nah mereka itu udah ada investornya
yang kemudian bantu Waste4Change. Dan dari individu-
individu juga ada. Nah kemudian kita mencari uang sendiri dan
membiayai dari bisnis kita.”62
Waste4Change memiliki pendapatan finansial dari para klien
yang menggunakan jasa Waste4Change. Dalam satu bulan,
Waste4Change bisa menghasilkan pendapatan tetap sekitar
Rp.50.000.000 dari jasa pengangkutan sampah dan pengolahan
sampah. Ditambah pendapatan tidak tetap dari jasa Consult,
Campaign dan proyek-proyek lainnya yang bisa mencapai
Rp.80.000.000. Pendapatan ini tergantung dari berapa banyak
pengguna jasa dan proyek yang dikerjakan. Pada tahun 2016,
Waste4Change memperoleh keuntungan sebesar Rp.300.000.000.
Pendapatan finansial ini digunakan untuk terus mengembangkan
usaha agar terus bergerak dan menjangkau lebih banyak masyarakat.
Selain modal finansial, Waste4Change mendapatkan modal dari
organisasi yang berkolaborasi mendirikan Waste4Change yaitu
Greeneration Indonesia dan EcoBali. Greeneration Indonesia
memberikan sumber daya manusia nya untuk membantu
62
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
61
mengembangkan usaha kewirausahaan sosial sedangkan EcoBali
memberikan pengalaman dan sistem kampanye sampahnya yang
telah berhasil dilakukan di Bali. Kolaborasi dari dua organisasi
pendiri tersebut memberikan modal yang lebih dari cukup untuk
menciptakan dan mengembangkan sebuah inisiatif penyelesaian
masalah sosial berbentuk kewirausahaan sosial. Seperti dijelaskan
oleh Sano sebagai berikut:
“Karena Waste4Change itu dibangun dari Greeneration
Indonesia jadi kita udah punya modal. Jadi modalnya ini dari
apa yang sudah kita punya. Jadi kita udah punya tim, udah
punya kerjaan, udah punya proyek, dari situlah kita
mengembangkan bisnisnya Waste4Change. Terus ditambah
dengan pengalamannya EcoBali jadilah kita lebih berkembang.
Kemudian kita juga mencari investor dan kita dapat investor
yang percaya terhadap model bisnis kita, percaya terhadap apa
yang sedang kita tawarkan. Jadi kita modal untuk
mengembangkan bisnisnya adalah setelah menggabungkan dua
kekuatan Greeneration Indonesia dan EcoBali kita didukung
oleh investor.”63
d. Stakeholders
Secara umum pihak yang memiliki hubungan dan kepentingan
dengan Waste4Change adalah pemerintah, investor, organisasi yang
bergerak di isu lingkungan, rekan kolaborasi, hingga para klien yang
menggunakan jasa Waste4Change. Semua memiliki kekuatan, ciri
khas dan peran masing-masing dalam keterlibatannya. Pemerintah
adalah pihak yang membuat peraturan terkait pengelolaan sampah
dan memiliki tanggung jawab atas terhadap permasalahan sampah.
Waste4Change bekerja sama menjadi partner pemerintah dalam
mengatasi permasalahan sampah dan membangun ekosistem
63
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
62
pengelolaan sampah yang bertanggung jawab. Usaha yang dilakukan
seperti saling mendukung dalam usaha mengatasi permasalahan
sampah, terus mengkampanyekan peraturan pemerintah tentang
pengelolaan sampah dan mengajak turun langsung ke masyarakat
untuk mengkampanyekan pentingnya mengelola sampah langsung
dari sumber. Hal ini diungkapkan oleh Risca sebagai berikut:
“Kalo pemerintah itu kan bikin peraturan tuh tentang sampah
kan ada tuh peraturannya yang mana masyarakat itu harus
mengurangi sampahnya dari sumber. Nah kita mencantumkan
itu buat turun ke masyarakat. Kadang kita menghadirkan
pemerintah misalnya UPTD tuh yang berkepentingan itu untuk
turut hadir untuk membantu mendorong masyarakat.”64
Lalu ada investor sebagai pendukung modal finansial
perusahaan. Investor Waste4Change berbeda dengan investor
konvensional biasanya, mereka adalah investor yang
menginvestasikan dananya pada usaha atau bisnis yang memiliki
dampak sosial positif atau lebih dikenal dengan social impact
investor. Investor percaya bahwa Waste4Change adalah bisnis yang
sustainable karena tidak hanya memiliki dampak sosial tetapi juga
memperhatikan aspek bisnisnya.
Waste4Change juga menjalin hubungan dengan organisasi,
perusahaan, dan komunitas yang peduli dan memiliki kepentingan
khususnya di bidang persampahan dan umumnya isu permasalahan
lingkungan seperti Green Building Council Indonesia, Vida Bekasi,
Bank DBS, dan yang lainnya. Tujuannya adalah untuk membangun
kesadaran dan meningkatkan awareness secara lebih luas pada
64
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
63
masyarakat. intinya adalah mempromosikan pengelolaan sampah
yang bertanggung jawab. Selain itu Waste4Change juga sering
mengerjakan project bersama terkait isu persampahan.
“Terus stakeholders kita juga adalah teman-teman pelaku
pengelola persampahan contohnya lapak-lapak, bandar sampah,
pendaur ulang, pengangkut sampah, itu semua menjadi
stakeholders kita karena kita prinsipnya adalah kemitraan atau
partnership bagaimana kita bisa bekerja sama dengan mereka
membangun sebuah sistem dan ekosistem yang bisa
menyelesaikan permasalahan sampah tadi.”65
Selain itu, Waste4Change juga bekerja sama dan bermitra
dengan usaha-usaha yang juga melakukan pengelolaan sampah
seperti bandar sampah, pengangkut sampah, pendaur ulang, dan
lainnya. Mereka adalah pihak-pihak yang memiliki power atau
kekuatan dan Waste4Change memanfaatkan kemitraan tersebut
untuk membuat siklus pengelolaan sampah yang lebih baik di
masyarakat. Seperti Waste4Change menyalurkan sampah terpilahnya
ke pendaur ulang agar bisa diolah dan dimanfaatkan kembali.
Kolaborasi stakeholder dalam pengembangan kewirausahaan sosial
menjadi sebuah kebutuhan dalam merespon perkembangan masalah
sosial yang semakin kompleks yang tidak bisa diselesaikan dengan
bergantung dengan pihak lain (dependent) atau mandiri
(independent). Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai berikut:
Stakeholders lainnya adalah klien atau mereka yang
menggunakan jasa Waste4Change. Mereka adalah orang-orang yang
merasakan dampak negatif dari sampah dan mereka menggunakan
65
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
64
jasa Waste4Change untuk berubah dan mengubah lingkungan
mereka menjadi lebih baik. Orang-orang ini adalah alasan adanya
Waste4Change dan mereka memiliki peran untuk mengembangkan
Waste4Change sebagai kewirausahaan sosial dan tercapainya tujuan
dan misi yang diusungnya. Seperti diungkapkan oleh Risca sebagai
berikut:
“Terus kalo perusahaan dan masyarakat itu ya berperan sebagai
pengguna jasa kita dan mendorong masyarakat lain untuk mau
memilah sampahnya.”66
2. Orientasi Kewirausahaan
Orientasi kewirausahaan merupakan strategi yang digunakan untuk
mengembangkan perusahaan dan mewujudkan tujuan yang meliputi
inovasi, keproaktifan, pengambilan risiko, agresivitas kompetitif, dan
otonomi.
a. Inovasi
Bagi Waste4Change, inovasi adalah sesuatu yang penting dan
sebuah keharusan untuk dilaksanakan. Karena melihat sistem
pengelolaan persampahan di Indonesia yang justru menambah
masalah lingkungan baru, harus ada sistem pengelolaan sampah baru
yang diterapkan agar pengelolaan sampah mendatangkan manfaat
dan bukan menyebabkan kerugian bagi masyarakat. Seperti
dijelaskan oleh Sano sebagai berikut:
“Tentu saja. Inovasi ini kan membangun sebuah model atau
inisiatif atau hal-hal baru yang mampu menawarkan sistem yang
lebih baik, lebih efektif, lebih efisien. Tentunya kemampuan
dalam melakukan inovasi ini menjadi sangat penting. Kenapa?
66
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
65
Karena ini kan ada masalah nih, nah gimana kita menyelesaikan
dengan cara yang cepat, ekonomis, dan juga membuat semua
pihak itu senang itu butuh kecerdasan dalam menganalisa dan
kemudian memberikan solusi-solusi yang inovatif tadi. Artinya,
inovasi menjadi sangat penting.”67
Waste4Change membuat inovasi dalam pengelolaan sampah
melalui solusi sistem pengolahan sampah end-to-end. Solusi end-to-
end yang ditawarkan oleh Waste4Change terlihat jelas dari seluruh
program atau jasa yang ditawarkan Waste4Change yaitu kampanye
masalah sampah, edukasi sampah, pengangkutan sampah yang
terpilah hingga pada pengelolaan sampah. Seluruh program dan jasa
tersebut saling berkaitan. Seperti yang diungkapkan Meydam
sebagai berikut:
“Karena kita ingin memberikan solusi secara end-to-end dari
sumbernya itu sendiri yaitu orangnya dan endingnya yaitu
sampahnya mau diapakan, bisa diproses selama masih bisa di
proses kita akan proses, lalu residu yang ga bisa diapa-apain
baru ke TPA.”68
Sistem end-to-end ini bertujuan untuk mengurangi sampah
langsung dari sumbernya dan memaksimalkan pengolahan sampah
agar sampah yang terbuang adalah sampah yang benar-benar tidak
bisa diolah dan digunakan lagi. Reduksi dari sumber merupakan
paradigma yang dibangun oleh Waste4Change yaitu dengan
mengedukasi masyarakat tentang permasalahan sampah dan
mengkampanyekan pentingnya pengolahan sampah. Masyarakat
yang menggunakan jasa Waste4Change diberikan edukasi mengenai
dunia persampahan mulai dari jenis dan kelompok sampah hingga
67
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. 68
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016.
66
cara pemilahan sampah karena jasa pengangkutan sampah yang
ditawarkan oleh Waste4Change mewajibkan klien memilah
sampahnya sendiri.
Waste4Change sangat serius dalam usaha mengurangi jumlah
sampah. Adanya fasilitas Rumah Pemulihan Materi menunjukkan
keseriusan Waste4Change dalam usaha mengurangi sampah yang
masuk ke TPA. Fasilitas ini digunakan untuk memilah dan mengolah
sampah anorganik hasil jasa pengangkutan sampah dari klien-klien
Waste4Change. Di dalam fasilitas tersebut terdapat mesin pencacah
plastik yang mampu memroses gelas, botol, atau barang lain
berbahan dasar plastik menjadi biji plastik yang dapat dimanfaatkan
kembali seperti untuk bahan daur ulang, dan lainnya.69
Gambar 3
Area pencacahan plastik di Rumah Pemulihan Materi
Sumber: Dokumen Pribadi.
Ada pula fasilitas area komposting yang digunakan untuk
mengolah sampah organik menjadi pupuk kompos. Terdapat dua
69
Hasil Observasi Peneliti, 6 Juni 2016.
67
area komposting dengan metode yang berbeda yaitu area open
windrow dan area vermicomposting. Keduanya menghasilkan
kompos dengan kualitas baik dan bernilai jual tinggi. Kompos yang
dihasilkan dari pengolahan sampah organik ini kemudian sebagian
dijual, sedangkan sebagian lagi digunakan untuk bercocok tanam di
kebun yang berada tidak jauh dari area komposting.70
Gambar 4
Area Komposting Waste4Change
Sumber: Dokumen Pribadi.
Inovasi lain yang dilakukan Waste4Change adalah dengan
memproduksi kantong atau wadah sampah dengan warna berbeda
yang bertujuan untuk mengkategorikan sampah sesuai dengan
jenisnya. Hal ini bertujuan untuk memudahkan klien dalam memilah
sampah sekaligus memudahkan petugas pengangkut sampah dalam
melaksanakan tugasnya karena walaupun diangkut dengan satu
mobil tetapi karena kondisi sampahnya sudah terpilah menggunakan
70
Hasil Observasi Peneliti, 8 Juni 2016.
68
kantong sampah maka tidak akan tercampur dengan sampah lainnya.
Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai berikut:
“Nah kalo inovasi yang lainnya ya beragam mulai dari teknik
mengangkut sampah itu kita membangun sebuah sistem supaya
sampah itu tetep terpilah dan tidak tercampur lagi tapi
sederhana, murah, dan tetep inovatif sesuai dengan tujuannya.
Kita pake karung berwarna nah warna itu inovasi bagi kita.
Karena orang itu didoktrin oleh warna oleh kebiasaan. Jadi kita
menggunakan simbol-simbol dan warna-warna ini sebagai
bagian yang terus kita perkenalkan.”71
Gambar 5
Kantong sampah Waste4Change
Sumber: Dokumen Pribadi.
Selain inovasi tentang sistem pengolahan sampah,
Waste4Change juga membuat inovasi dalam program-program dan
jasa-jasanya seperti Edukasi Bijak Sampah dan Akademi Bijak
Sampah. Program-program ini merupakan inovasi yang ditujukan
kepada karyawan perusahaan atau pihak lainnya. Program ini juga
diharapkan bisa membentuk budaya baru bagi perusahaan-
perusahaan yang ingin melaksanakan kegiatan luar kantor tetapi
71
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
69
tetap bermanfaat bagi karyawannya. Seperti diungkapkan oleh Risca
sebagai berikut:
“...Nah semenjak 2015 kita ada program AKABIS (Akademi
Bijak Sampah) itu pelatihan pemilahan sampah gitu ke orang-
orang yang pengen belajar milah sampah. Sejauh ini yang udah
jadi peserta itu misalnya perusahaan yang punya acara outing
gitu nah mereka acara outing-nya itu belajar milah sampah gitu
sih.”72
Inovasi yang dilakukan Waste4Change memiliki pengaruh besar
pada perkembangan bisnisnya seperti pada terus meningkatnya
permintaan pengangkutan sampah baik untuk wilayah residensial
maupun perkantoran, hingga banyaknya investor yang menawarkan
bantuan dana. Mereka melihat dan percaya bahwa Waste4Change
selain bisa memberikan dampak yang baik bagi masyarakat juga bisa
menghasilkan keuntungan dari usahanya mengatasi masalah sosial.
Seperti diungkapkan oleh Risca sebagai berikut:
“Terkait inovasi sistemnya Waste4Change itu sudah mulai
banyak sih yang melirik gitu karena melihatnya sampah itu
sebuah masalah dan kita pada saat kampanye itu Waste4Change
punya solusinya seperti apa.”73
b. Keproaktifan
Waste4Change mengembangkan bisnisnya dengan terus melihat
peluang dan permintaan pasar untuk mengantisipasi permintaan di
masa mendatang. Waste4Change selalu menganalisa kondisi politik,
ekonomi, dan perubahan sosial dalam masyarakat agar tujuan dan
nilai sosial yang ingin diciptakan di masyarakat bisa tercapai. Seperti
yang disampaikan oleh Sano sebagai berikut:
72
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017. 73
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
70
“Kita harus mampu menganalisa kondisi politik, kondisi
ekonomi global, kondisi regulasi, dan segala macem, dan
perubahan sosial di masyarakat. Jadi kami memang menganalisa
bahwasanya apa yang ditawarkan Waste4Change ini memang
apa yang dibutuhkan di masa depan, ini lah yang benar dan ini
lah yang akan dibutuhkan di masa depan.”74
Waste4Change mengembangkan program dan jasanya dengan
melihat kondisi perubahan sosial masyarakat dan permintaan pasar.
Salah satu jasa baru yang ditawarkan oleh Waste4Change yaitu
pengangkutan sampah secara personal. Jika sebelumnya
pengangkutan sampah dibatasi hanya di perumahan dan kolektif,
Waste4Change menawarkan jasa baru pengangkutan sampah tidak
harus kolektif tetapi sampah personal. Jasa yang ditawarkan sama
dengan pengangkutan sampah kolektif seperti pengangkutan sampah
yang terjadawal, terpilah, dan bertanggung jawab. Sejauh ini wilayah
pengangkutannya baru sebatas wilayah Jakarta Selatan dan Bekasi,
lalu sampah yang bisa diambil hanya sampah anorganik. Seperti
diungkapkan oleh Risca sebagai berikut:
“Iya jasa pengangkutan sampah kita kan udah berlangsung di
perumahan gitu nah kita baru aja launching jasa pengangkutan
sampah buat per orang jadi ga harus kolektif gitu.”75
Pengembangan jasa pengangkutan sampah ini muncul untuk
merespon permintaan pasar terkait pengangkutan sampah terpilah
dan bertanggung jawab. Diharapkan dengan adanya pelayanan baru
tersebut menghasilkan banyak manfaat seperti terpenuhinya
permintaan pasar dan individu yang menjadi klien ini bisa mengajak
74
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. 75
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
71
teman atau tetangganya untuk menggunakan jasa pengangkutan dan
pengelolaan sampah yang sama.
Waste4Change juga memanfaatkan teknologi sebagai upaya
kampanye dan terus mempromosikan pengelolaan sampah yang
bertanggung jawab. Pengembangan teknologi menjadi sangat
penting dilakukan agar efisien dalam mempromosikan jasa dan
program yang dimiliki. Media sosial berperan penting dalam hal
kampanye dan promosi karena media sosial dapat diakses oleh siapa
saja dan mudah dalam menyebarkan informasi berkaitan dengan
promosi dan kampanye. Seperti diungkapkan oleh Sano sebagai
berikut:
“Dan kita juga memanfaatkan teknologi masa kini ya kalo
pengangkut sampah yang lain ga ada tuh pake Instagram, pake
Twitter, kita menggunakan itu untuk mengkomunikasikan dan
untuk mempromosikan.”76
c. Pengambilan Risiko
Dalam menjalankan aktivitas kewirausahaan sosial, tentu
terdapat risiko atau hambatan yang dihadapi. Hambatan yang
dihadapi oleh Waste4Change adalah pola pikir masyarakat mengenai
sampah dan belum adanya kesadaran dari masyarakat untuk memilah
sampah. Masih banyak masyarakat yang belum sadar akan
pentingnya mengurangi dan memilah sampah dan mereka belum
merasa bahwa mengurangi dan memilah sampah merupakan sesuatu
yang penting dilakukan untuk saat ini. Selain itu masih banyak yang
tidak peduli sampah yang mereka berikan ke pengangkut sampah
76
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
72
eksisting berakhir dimana, menjadi apa, dan sebagainya. Masyarakat
tidak mau repot seperti bayar lebih mahal lalu memilah sampah dan
lebih memilih untuk membayar murah dan tidak peduli dengan
sampahnya. Kondisi ini menyebabkan pasar Waste4Change untuk
menawarkan jasa menjadi terbatas sehingga target market untuk saat
ini adalah orang-orang yang sudah sadar dan mau melakukan
pemilahan sampah. Seperti yang diungkapkan oleh Sano sebagai
berikut:
“Kalo yang sekarang ini sebenernya orang masih menilai
mengelola sampah itu murah sedangkan untuk menjadi
bertanggung jawab itu membutuhkan biaya. Jadi risikonya kita
menawarkan jasa Waste4Change orang itu merasa kemahalan.
Nah itu resiko tuh.”77
Dengan kondisi masyarakat yang masih belum sadar akan
pentingnya memilah sampah, program pengangkutan sampah yang
ditawarkan oleh Waste4Change berisiko untuk tidak berjalan
maksimal karena Waste4Change menginginkan partisipasi penuh
dari warga untuk mau memilah sampahnya sendiri. Usaha yang
dilakukan Waste4Change untuk mengatasi hambatan ini adalah
dengan menambah sumber daya manusia sebagai edukator untuk
memberikan edukasi secara berkala mengenai pentingnya memilah
sampah agar kesadaran warga untuk memilah sampah meningkat
sehingga sampah yang dihasilkan oleh warga bisa diolah semaksimal
mungkin. Selain itu, proses pengolahan sampah juga ikut terganggu
karena sampah yang dihasilkan warga masih banyak dan bercampur.
77
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
73
Akibatnya sampah yang bisa diolah sangat sedikit dan tidak
maksimal karena sulitnya memilah sampah yang sudah tercampur
dengan sampah residu. Seperti diungkapkan oleh Meydam sebagai
berikut:
“Kita nambah SDM sebagai edukatornya yang masuk ke acara
arisan, pengajian, gitu-gitu. Risikonya itu kan belum tentu
semuanya bisa berubah kan. Kalo mereka ga berubah juga kan
otomatis berimpact ke sampahnya banyak residunya juga
karena sampahnya nyampur akibatnya ga banyak yang bisa
dikelola.”78
Risiko yang diambil oleh Waste4Change berpengaruh pada
bertambahnya biaya operasional baik untuk menambah sumber daya
manusia maupun untuk biaya membuang residu ke TPA. Namun
Waste4Change tidak menyerah dan mengambil risiko tersebut
selama risiko tersebut masih bisa ditangani dan berpengaruh pada
perkembangan kewirausahaan sosial. Dengan menggunakan model
analisa PEST, Waste4Change menganalisa hambatan yang dihadapi
mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, dan teknologinya sehingga
bisa mengelola risiko dengan baik. Hal ini diungkapkan oleh Sano
sebagai berikut:
“Jadi kita perlu membuat perencanaan yang baik bagaimana,
apa yang akan terjadi, dan asumsi-asumsinya. Jadi keputusan
bisa diambil berdasarkan sebuah data yang lebih akurat.
Walaupun itu tetep punya risiko tapi risiko itu diminimalisir
karena kita telah menganalisanya dengan yang tadi jadi kita
punya istilahnya PEST ya (Political, Economic, Social, and
Technological) jadi kita menganalisasi secara politik, secara
ekonomi, secara sosial, secara teknologi apa yang terjadi. Kita
menganalisa SWOT kita juga. Nah hal-hal seperti itu bisa
mengelola risiko.”79
78
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. 79
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
74
d. Agresivitas Kompetitif
Waste4Change memiliki banyak kompetitor yang bersaing
menawarkan jasa pengangkutan sampah baik Dinas Kebersihan
setempat, perusahaan swasta, lapak-lapak atau usaha-usaha
pengangkut sampah dan pengepul sampah individu. Mereka
menawarkan harga yang bervariasi dan cenderung relatif murah
karena mereka tidak melakukan pengolahan sampah lebih lanjut
dalam usahanya. Kebanyakan dari mereka menggunakan metode
pengangkutan sampah pada umumnya yaitu metode kumpul-angkut-
buang. Selain itu, usaha tersebut tidak termasuk dalam usaha
kewirausahaan sosial karena mereka tidak memiliki tujuan sosial dan
berorientasi hanya pada mendapatkan keuntungan. Berbeda dengan
Waste4Change yang melakukan pengolahan sampah dari hulu
dengan berorientasi pada penciptaan nilai sosial. Seperti
diungkapkan oleh Risca sebagai berikut:
“Kalo pengangkutan sampah sih kompetitornya lebih ke vendor
yang angkut tapi ga dipilah. Ya itu sih tantangannya itu kita
bersaing sama yang angkut sampah ga dipilah, karena
masyarakat mindset-nya masih gitu jadi itu tantangannya.”80
Banyaknya kompetitor dan masyarakat yang belum mau
berubah berpengaruh pada terbatasnya pasar yang bisa dimanfaatkan
karena pola pikir masyarakat yang belum melihat pemilahan sampah
sebagai sesuatu yang harus dilakukan untuk saat ini. Selain itu
masyarakat banyak yang lebih memilih untuk membayar murah dan
80
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
75
tidak perlu repot untuk memilah sampah. Seperti yang diungkapkan
Meydam sebagai berikut:
“Pengaruhnya cukup signifikan sih karena mereka ngasih
harganya murah. Karena mereka ga memprosesnya lebih lanjut
juga. Mereka hanya ambil langsung dibuang. Sedangkan jasa
kita itu karena ada jasa proses pengolahan selanjutnya jadi agak
lebih mahal. Dan banyak yang belum siap untuk bayar mahal
cuma hanya masalah sampah.”81
Dalam upaya mengungguli kompetitor, Waste4Change tidak
memiliki strategi khusus dan lebih menganggap sistem pengelolaan
sampah sebagai kompetitor sebenarnya. Waste4Change justru
bersikap friendly dan terbuka untuk mengajak pengelola sampah
lainnya untuk menerapkan sistem Waste4Change yang lebih
bertanggung jawab dalam mengelola sampah. Seperti diungkapkan
oleh Sano sebagai berikut:
“…jadi kompetitor kita itu justru adalah sistem yang saat ini
sudah berjalan dan itu sangat price sensitive artinya orang
biasanya cenderung pilih murah. Nah ini menjadi kompetitor
sebenernya. Di satu sisi kita mengedukasi bahwasanya apakah
sampah yang dikelola oleh pihak yang sekarang dengan harga
yang murah itu bertanggung jawab atau tidak. Ini tantangan.
Realitanya itu menjadi masalah karena cuma diangkut, dibuang
ke TPA atau kalo pengelolanya bandel itu dibuang
sembarangan, dibakar, atau dibuang ke sungai. Gak tau loh si
orang yang bayar ini sampahnya ujungnya kemana...”82
“Merangkul sistem. Menjadikan mereka menjadi bagian dari
partner, menjadikan mereka menjadi bagian dari sistem. Jadi
sistem Waste4Change ini memang sistem yang harus diakui
menjadi sistem atau standar yang lebih bagus.”83
81
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. 82
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017. 83
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
76
e. Otonomi
Waste4Change menjalankan aktivitasnya secara independen.
Artinya bahwa stakeholders seperti investor, lembaga pemerintahan,
dan sebagainya tidak mempengaruhi jalannya misi maupun tujuan
yang diusung Waste4Change. Misi dan tujuan Waste4Change
berjalan sesuai dengan arah yang ditentukan oleh seluruh anggota
dan tidak terpengaruh oleh niat dan kemauan stakeholders lainnya.
Waste4Change didirikan sebagai Perseroan Terbatas (PT) agar
bisa mendapat legalitas untuk menjalankan usahanya. Walaupun di
dalam perusahaan terdapat investor dan pemegang saham, namun
mereka memiliki hak yang terbatas dalam pengambilan keputusan.
Waste4Change menerapkan sistem musyawarah dalam setiap
pengambilan keputusan. Artinya bahwa seluruh anggota memiliki
kesempatan dan memiliki hak suara untuk berpendapat yang bisa
mempengaruhi keputusan. Seperti yang diungkapkan oleh Meydam
dan Risca sebagai berikut:
“Kalo keputusan sih ada di pemimpinnya si Sano sih sebagai
Managing Director untuk hal-hal yang strategisnya. Dan mostly
sih sebenernya kita musyawarah.”84
“Tergantung keputusan kaya tadi gitu petugas lapangan, kita
karyawan, pimpinan juga pasti terlibat.”85
84
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. 85
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
77
3. Outcomes
Outcomes atau keluaran dari kewirausahaan sosial terdiri dari
penciptaan nilai sosial, solusi yang berkelanjutan atau kesinambungan
solusi, dan usaha pemuasan stakeholders.
a. Penciptaan Nilai Sosial
Waste4Change ingin menciptakan nilai sosial di masyarakat
tentang kesadaran masyarakat akan masalah lingkungan yang
ditimbulkan oleh sampah. Program dan jasa Waste4Change didesain
dengan tujuan untuk mengubah pandangan dan perilaku masyarakat
terhadap sampah hingga pada mengurangi sampah masuk ke TPA.
Karena masyarakatlah yang menghasilkan sampah dan yang bertugas
merawat dan melestarikan lingkungan. Seperti diungkapkan oleh
Meydam sebagai berikut:
“Yang ingin kita ciptakan itu orang-orang lebih aware dengan
isu sampah ini sih agar mereka mau memilah sampah,
teredukasi sama masalah sampah. Karena kalo pengangkutan
sampah yang biasa kan ga peduli orangnya berubah apa engga
yang penting dapat duit dari ambil sampahnya yaudah selesai.
Sedangkan kita ga mau seperti itu. Kita juga ingin buat ngajarin
orang-orang itu tentang pentingnya masalah sampah.”86
Hal tersebut juga diungkapkan oleh Sano sebagai berikut:
“Jadi nilai sosial yang paling kita sasar adalah sampah itu
dikelola secara bertanggung jawab, selesai, dan tidak
menimbulkan masalah terhadap isu lingkungan.”87
Menilai keberhasilan sebuah usaha kewirausahaan sosial adalah
dengan melihat sejauh mana mereka menciptakan nilai sosial. Dari
arah perubahan masyarakat dan kondisi di lapangan dapat dilihat
86
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. 87
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
78
berhasil atau tidaknya sebuah usaha kewirausahaan sosial. Dalam
waktu dua tahun lebih menjalankan program pengangkutan sampah
di Perumahan Vida, terdapat perubahan yang cukup signifikan dari
warga baik dari perubahan sikap dan pandangan mengenai sampah
maupun dari sampah yang dihasilkan oleh warga. Waste4Change
secara konsisten membuat laporan mengenai data sampah yang
dihasilkan oleh warga dan perubahan yang terjadi. Data tersebut
dapat digunakan sebagai indikator keberhasilan sekaligus bahan
analisa untuk terus mengembangkan perusahaan. Perubahan tersebut
dirasakan sendiri oleh Ibu Nia sebagai salah satu warga Perumahan
Vida yang sudah satu tahun lebih menjadi klien Waste4Change.
“Kalo dulu sebelum bergabung mungkin kita masih cuek lah
sama sampah peduli amat gitu, ya kalo sekarang udah peduli.
Kalo kemarin sampah masih digabung kalo sekarang karena
udah ada edukasinya ya jadi bisa lah memilah-milah jadi bersih
juga sih.”88
Usaha yang dilakukan agar nilai sosial bisa tercipta di
masyarakat adalah dengan tidak menyerah dengan kondisi yang ada.
Waste4Change terus mengkampanyekan pentingnya memilah
sampah dan kondisi persampahan di Indonesia saat ini. Melalui
media sosial, Waste4Change secara rutin memperlihatkan kondisi
dan data persampahan pada setiap updatenya. Dengan kliennya di
Vida Bekasi, Waste4Change rutin mengadakan pertemuan mengikuti
jadwal pertemuan warga seperti arisan, pengajian, dan sebagainya
sehingga semakin banyak warga yang sadar dan teredukasi tentang
88
Wawancara pribadi dengan Ibu Nia, 14 November 2016.
79
kondisi persampahan dan pentingnya memilah sampah. Seperti
diungkapkan Risca sebagai berikut:
“Kita bawa nilai-nilai lingkungan aja sih misalnya sampah itu
kalo ga dikelola bisa mencemari, terus sampah itu bisa
menghasilkan penyakit, lebih ke dampak-dampak yang akan
dihasilkan. Kita pengen buka pikiran masyarakat juga dengan
fakta-fakta yang ada di lapangan gitu.”89
b. Solusi yang Berkelanjutan
Tujuan akhir dari Waste4Change adalah untuk mengurangi
sampah yang masuk ke TPA. Masyarakat harus merubah
pandangannya terhadap sampah dan merubah kebiasaannya terhadap
sampah karena semakin banyak sampah yang diolah dan
dimanfaatkan kembali maka semakin sedikit sampah yang dibuang
ke TPA. Lebih jauh lagi, Waste4Change ingin merubah sistem yang
berlaku di masyarakat dan menerapkan prinsip zero waste. Prinsip
zero waste berarti memaksimalkan pengelolaan sampah dengan
menerapkan sebuah siklus lingkaran daur ulang sehingga sampah
yang masuk ke TPA adalah sampah yang benar-benar tidak bisa
dimanfaatkan kembali. Hal ini dijelaskan oleh Sano sebagai berikut:
“Ekosistem persampahan Indonesia itu bertanggung jawab atau
sesuai dengan prinsip zero waste. Nah itu cita-cita nya
Waste4Change tuh membangun ekosistem itu. Jadi bagaimana
masyarakat itu paham bahwa mengelola sampah itu dari rumah
harus dipilah, diangkutnya juga tetep terpilah, terus kemudian
dikelola dengan baik seoptimal mungkin menjadi sebuah siklus
daur ulang, yang ga bisa diapa-apain baru dibuang ke TPA. Nah
itu prinsip bebas sampah. Nah itu jadi cita-cita atau tujuan akhir
Waste4Change.”90
89
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017. 90
Wawancara pribadi dengan M. Bijaksana Junerosano, 6 Februari 2017.
80
Seluruh program dan jasa yang ditawarkan Waste4Change
didesain berkesinambungan dan memperlihatkan bahwa pengelolaan
sampah yang bertanggung jawab harus dilakukan mulai dari individu
itu sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh Meydam sebagai berikut:
“Kan Waste4Change ada 4 program yaitu Consult, Campaign,
Collect, Dan Create. Consult dan campaign itu kita melihatnya
itu untuk mengedukasi target-target klien kita agar
pandangannya terbuka tentang sampah. Lalu ketika mereka
sudah teredukasi, mereka mau action memilah sampah tapi
wadah yang bisa memfasilitasi mengambil sampah secara
terpilah belum ada nih, maka muncullah Collect yaitu kita ambil
sampah secara terpilah lalu setelah dipilah muncullah Create.
Karena kita ingin memberikan solusi secara end-to-end dari
sumbernya itu sendiri yaitu orangnya dan ending-nya yaitu
sampahnya mau diapakan, bisa diproses selama masih bisa di
proses kita akan proses, lalu residu yang ga bisa diapa-apain
baru ke TPA.”91
Dari program dan jasa yang ditawarkan tersebut, cara mengukur
keberhasilan atau indikator keberhasilannya adalah berkurangnya
sampah yang masuk ke TPA. Dengan melakukan pendataan sampah
yang masuk ke Rumah Pemulihan Material, lalu dari hasil
pengolahan muncullah sampah reduksi yang keluar dan dibuang ke
TPA dapat dilihat seberapa banyak sampah yang keluar. Artinya
bahwa semakin banyak Waste4Change berhasil mengajak
masyarakat, maka semakin sedikit sampah yang masuk ke TPA.
c. Usaha Pemuasan Stakeholders
Cara yang dilakukan Waste4Change untuk memuaskan
stakeholders adalah dengan terus menjaga kinerja dan kualitas bisnis
yang dimiliki agar tujuan yang sudah ditentukan tercapai dan solusi
91
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016.
81
yang ditawarkan terus berkelanjutan. Hal ini diungkapkan oleh Risca
sebagai berikut:
“Kalo menjaga hubungan berarti kita harus menjaga mutu dari
apa yang kita tawarkan sih. Menjaga mutu kan berarti misalnya
output dari program ini apa berarti kita harus jaga itu dengan
baik. Dan kita juga harus menjaga nama baik stakeholdersnya
juga.”92
Klien merupakan salah satu komponen utama dalam sebuah
kewirausahaan sosial karena mereka adalah pihak yang
menggunakan jasa yang ditawarkan dan mendatangkan keuntungan
bagi perusahaan. Karena salah satu nilai sosial yang ingin diciptakan
oleh Waste4Change adalah rasa tanggung jawab masyarakat dengan
sampah yang mereka dihasilkan, maka cara yang dilakukan adalah
dengan terus mengkampanyekan pentingnya pemilahan sampah,
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang sampah, dan
menunjukkan dampak nyata dari perilaku warga yang tidak
mengelola sampahnya dengan baik.
Salah satu usaha yang dilakukan Waste4Change sekaligus untuk
menjaga hubungan baik dengan kliennya adalah dengan mengajak
masyarakat mengunjungi TPA untuk melihat kondisi nyata di sana
dan mengajak mereka melihat fasilitas pengelolaan sampah yang
dimiliki Waste4Change. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap sampah, serta mengajak
warga lain yang masih belum mau memilah sampah agar mau untuk
92
Wawancara pribadi dengan Risca Ardita, 6 Januari 2017.
82
mengelola sampahnya. Seperti diungkapkan oleh Meydam sebagai
berikut:
“Salah satu cara kita meningkatkan pengetahuannya akan
sampah kita ajak beberapa warga kunjungan ke Bantar Gebang,
ke fasilitas kita liat prosesnya. Akhirnya mereka sadar kalo
mereka ga berubah ya kondisinya akan gitu-gitu terus. Nah
orang-orang yang kita ajak ini jadi semacam agennya kita untuk
di perubahan kayak early adapter-nya. Jadi mereka yang bilang
ke tetangga-tetangganya gitu.”93
Hal serupa juga diungkapkan oleh Ibu Nia sebagai berikut:
“Setelah bergabung kita diajak tuh jalan-jalan ke TPS liat
kondisi disana gimana lumayan dapet edukasinya kan. Terus
pengangkutan sampahnya mulai diambil dari sini terus diolah
disana jadi kompos.”94
Waste4Change juga melibatkan masyarakat dalam aktivitasnya
seperti mengajarkan warga yang ingin mengolah kompos dari
sampahnya sendiri. Warga difasilitasi pelatihan dari pihak
Waste4Change untuk membuat kompos dan bisa dimanfaatkan oleh
warga untuk keperluan mereka.95
B. Analisis Proses Kewirausahaan Sosial pada Waste4Change
1. Antecedent
a. Misi Sosial
Misi sosial merupakan aspek yang paling khas dari
kewirausahaan sosial. Motivasi atau misi sosial menjadi pembeda
utama antara kewirausahaan bisnis dengan kewirausahaan sosial.
Kewirausahaan sosial berdiri atau berjalan dengan sebuah tujuan dan
misi yang jelas dan memberikan manfaat kepada banyak orang.
93
Wawancara pribadi dengan Meydam Gusnisar, 12 Oktober 2016. 94
Wawancara pribadi dengan Ibu Nia, 14 November 2016. 95
Hasil Observasi Peneliti, 14 November 2016.
83
Walaupun kewirausahaan bisnis juga memberikan manfaat sosial,
namun kewirausahaan sosial menempatkan hal tersebut sebagai
tujuan utama, bukan sebagai dampak atau implikasi.96
Berdasarkan temuan, misi sosial Waste4Change adalah
mengubah perilaku pengolahan persampahan dengan memanfaatkan
kekuatan kolaborasi dan teknologi menuju Indonesia bebas sampah.
Selain itu, Waste4Change juga mempunyai misi untuk
memberdayakan tukang sampah konvensional sehingga
kesejahteraannya meningkat. Artinya bahwa misi utama
Waste4Change adalah jelas bukan untuk peningkatan kesejahteraan
diri sendiri melainkan peningkatan kesejahteraan bersama dan
memberikan manfaat kepada banyak orang. Dalam hal ini, misi
sosial Waste4Change sesuai dengan konsep misi sosial yang
diungkapkan oleh G. T. Lumpkin, dkk.
b. Identifikasi Peluang
Waste4Change melihat sampah sebagai masalah sosial dan
memanfaatkan masalah sosial tersebut menjadi sebuah peluang
untuk diselesaikan. Upaya untuk menyelesaikan masalah sosial
tersebut adalah dengan membuat bisnis pengangkutan sampah dan
mengkampanyekan pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Waste4Change juga menyediakan jasa penelitian dan konsultasi bagi
pihak-pihak yang peduli dan ingin belajar mengenai pengelolaan
sampah. Program dan jasa yang ditawarkan ini menjadi upaya untuk
96
BAB II, h. 22.
84
menyelesaikan masalah lingkungan khususnya masalah sampah.
Waste4Change juga mendapat keuntungan finansial dari program
dan jasanya. Keuntungan ini digunakan untuk menunjang
keberlangsungan bisnis mereka sehingga usaha yang dilakukan dapat
berlangsung lama.
Hal ini sesuai dengan konsep identifikasi peluang yang
menyatakan bahwa kewirausahaan sosial membuat paradigma baru
tentang penyelesaian masalah sosial. Kewirausahaan sosial melihat
masalah sosial sebaai sesuaitu yang harus diselesaikan dengan cara
membuat sebuah bisnis sebagai upaya penyelesaiannya sekaligus
untuk menunjang kesinambungannya.
c. Akses Permodalan dan Pembiayaan
Akses permodalan kewirausahaan sosial sedikit berbeda dengan
kewirausahaan bisnis. Kewirausahaan bisnis memiliki peluang lebih
untuk mendapatkan akses pinjaman dari bank atau modal dari swasta
sedangkan kewirausahaan sosial sering dipandang kurang menarik
dan memiliki kemungkinan lebih kecil untuk mendapatkan akses
tersebut.97
Waste4Change memperoleh modal dengan menggabungkan
sumber daya yang telah dimiliki dan sumber dana dari investor.
Karakter investor yang membiayai Waste4Change berbeda dengan
investor kewirausahaan bisnis pada umumnya. Investor ini lebih
dikenal dengan social impact investor yaitu investor yang
97
BAB II, h. 34.
85
membiayai usaha yang memiliki dampak sosial didalamnya sehingga
mereka tidak hanya melihat keuntungan yang dihasilkan melainkan
juga dampak dari bisnis tersebut terhadap penyelesaian masalah
sosial. Hal ini menunjukkan bahwa kewirausahaan sosial memiliki
peluang yang sama untuk mendapatkan akses permodalan. Hanya
saja karakteristik investornya yang berbeda dengan kewirausahaan
bisnis pada umumnya. Hal ini juga menunjukkan ketidaksesuaian
dengan konsep akses permodalan kewirausahaan sosial diatas.
Waste4Change mengembangkan akses pembiayaannya dengan
keuntungan finansial yang diperoleh dari program dan jasanya yaitu
jasa konsultasi, tenaga ahli, jasa pengangkutan sampah, dan
pengelolaan sampah. Artinya, bahwa Waste4Change sebagai
kewirausahaan sosial mandiri secara finansial dan tidak bergantung
pada bantuan finansial dari investor maupun dari donatur. Hal ini
untuk mempertahankan bisnis dan menjamin keberlanjutan misi dan
tujuan sosial perusahaan. Temuan tersebut sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa kewirausahaan sosial menggabungkan aktivitas
sosial dengan aktivitas bisnis. Aktivitas bisnis atau ekonomi
dikembangkan untuk menjamin kemandirian dan keberlanjutan misi
sosial perusahaan.
d. Stakeholders
Stakeholders pada kewirausahaan sosial lebih luas dan lebih
bervariasi dibandingkan dengan kewirausahaan bisnis. Pada
kewirausahaan sosial jumlah stakeholders meliputi seperti pada
86
kewirausahaan bisnis, ditambah beberapa pihak lain. Anggota
masyarakat yang terlibat, perangkat desa yang mendukung,
kelompok-kelompok yang menjadi sasaran program dalam hal ini
juga berpotensi menjadi stakeholders bagi aktivitas kewirausahaan
sosial. Berdasarkan temuan, pihak-pihak yang memiliki hubungan
dan kepentingan dengan Waste4Change adalah pemerintah, investor,
organisasi yang bergerak di isu lingkungan, rekan kolaborasi, hingga
para klien yang menggunakan jasa Waste4Change. Seluruhnya
memiliki peran penting bagi keberlangsungan dan pengembangan
usaha Waste4Change. Hal ini sesuai dengan konsep multiple
stakeholders yang diungkapkan oleh G. T. Lumpkin, dkk. diatas.
Waste4Change juga banyak melakukan kolaborasi dalam
mengerjakan aktivitas atau project tertentu dengan para stakeholders
dan pihak lain. Bahkan dengan pihak yang bisa dibilang merupakan
saingan atau kompetitor dalam usaha. Karena Waste4Change
percaya bahwa dalam menyelesaikan masalah sampah dibutuhkan
kolaborasi dengan berbagai pihak. Hal ini sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa dalam pengembangan kewirausahaan sosial,
dibutuhkan pola kerjasama kolaborasi (interdependensi). Kolaborasi
stakeholders dalam pengembangan kewirausahaan sosial menjadi
sebuah kebutuhan dalam merespon perkembangan masalah sosial
yang semakin kompleks yang tidak bisa diselesaikan dengan
87
bergantung dengan pihak lain (dependent) atau mandiri
(independent).98
2. Orientasi Kewirausahaan
a. Inovasi
Waste4Change melakukan berbagai inovasi dalam program dan
jasa yang ditawarkan. Hal ini dilakukan karena melihat sistem
pengelolaan persampahan yang diterapkan di Indonesia tidak baik
bahkan menyebabkan munculnya masalah baru. Inovasi juga
merupakan strategi yang dilakukan untuk menjadi lebih efektif
dalam menyelesaikan masalah sampah.
Inovasi yang dilakukan Waste4Change adalah sistem
pengelolaan sampah end-to-end yaitu sistem pengelolaan sampah
mulai dari sumber hingga akhir. Hal itu terlihat dari 4 jasa inti
Waste4Change yaitu Consult, Campaign, Collect, dan Create.
Consult dan Campaign didesain untuk mengedukasi masyarakat
tentang segala hal mulai dari jenis sampah, pentingnya memilah
sampah hingga mengkampanyekan prinsip zero waste yang harus
diterapkan di masyarakat. Lalu Collect dan Create adalah aplikasi
nyata pengangkutan dan pengelolaan sampah yang bertanggung
jawab. Demi mendukung beberapa jasa tersebut, Waste4Change
membuat inovasi lain mulai kantong sampah, laporan data timbulan
sampah, dan fasilitas pengelolaan sampah sehingga prinsip zero
waste yang dikampanyekan bisa terwujud.
98
BAB II, h. 37.
88
Temuan tersebut sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa
kewirausahaan sosial memecahkan masalah sosial dengan cara-cara
yang inovatif bukan cara-cara lama yang telah terbukti gagal dalam
masyarakat. Inovasi harus dilakukan agar efektif menangani
permasalahan sosial.99
b. Keproaktifan
Proaktif adalah mencari kesempatan dan melihat ke depan
dengan aktif memperkenalkan produk atau jasa baru dan bertindak
dalam mengantisipasi permintaan di masa mendatang untuk
membuat perubahan dan membentuk pasar.100
Berdasarkan temuan,
Waste4Change selalu menganalisa pasar, kondisi politik, dan
perubahan sosial masyarakat untuk mengantisipasi permintaan di
masa mendatang melalui media sosial, seminar, workshop, dan
aktivitas lainnya.
Salah satu hasil dari analisa tersebut adalah munculnya jasa baru
yaitu pengangkutan sampah personal. Jika sebelumnya
pengangkutan sampah diharuskan kolektif, sekarang tersedia
pengangkutan sampah personal dimana seseorang bisa menggunakan
jasa Waste4Change untuk mengangkut dan mengolah sampah yang
dihasilkannya. Sampah diangkut langsung dari rumah secara
terjadwal.
99
BAB II, h. 38. 100
BAB II, h. 38.
89
c. Pengambilan Risiko
Risiko adalah kemungkinan yang tidak diharapkan.
Pengambilan risiko berarti kecenderungan untuk mengambil
tindakan tegas seperti mencoba pasar baru yang belum diketahui
sebelumnya dan melakukan sebagian besar sumber daya untuk usaha
dengan hasil yang tidak pasti.101
Berdasarkan temuan, risiko yang dihadapi Waste4Change
adalah pola pikir masyarakat mengenai sampah dan belum adanya
kesadaran dari masyarakat untuk memilah sampah. Masih sangat
banyak masyarakat yang tidak peduli dengan sampah seperti
membuang sampah sembarangan, tidak memilah sampah, dan
sebagainya. Padahal dampak nyatanya dapat dilihat bahkan
dirasakan oleh masyarakat sendiri. Selain itu, masyarakat masih
menganggap bahwa mengelola sampah membutuhkan biaya yang
sedikit padahal untuk mengolah sampah secara maksimal
membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tindakan yang dilakukan
adalah dengan menambah sumber daya manusia untuk
memaksimalkan pengelolaan sampah. Diharapkan sampah yang
dihasilkan oleh warga semakin baik sehingga sampah bisa dikelola
secara maksimal dan sampah yang masuk ke TPA berkurang.
Pengambilan risiko memang berdampak pada aktivitas usaha.
Namun hal itu harus dilakukan usaha bisa terus berjalan dan tujuan
yang diharapkan bisa terwujud. Tentunya sebelum mengambil risiko,
101
BAB II, h. 39.
90
Waste4Change mengumpulkan berbagai data dan membuat analisa
dari data tersebut. Dengan menggunakan model analisa PEST
diharapkan dapat mengelola risiko dengan baik. Hal ini sesuai
dengan teori dimana dalam sebuah kewirausahaan sosial dibutuhkan
seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengerti mengelola
risiko dan kapan mengambil risiko.102
d. Agresivitas Kompetitif
Agresivitas kompetitif merupakan sikap dan reaksi pengusaha
terhadap tren kompetitif dalam pasar dan berusaha untuk
menggunguli kompetitornya dalam bisnis. Persaingan sehat dalam
usaha memang perlu dimunculkan untuk meningkatkan motivasi
perusahaan dalam dalam melakukan inovasi dan mencapai
tujuannya.
Berdasarkan temuan, kompetitor usaha Waste4Change adalah
pengangkut sampah dan pengepul sampah pada umumnya. Mereka
merupakan kompetitor karena pada dasarnya jasa yang mereka
tawarkan ke masyarakat sama Namun tidak mengelola sampahnya
secara maksimal dan hanya menerapkan sistem kumpul-angkut-
buang. Sistem ini yang membedakan usaha Waste4Change dengan
yang lainnya karena sistem yang ditawarkan Waste4Change adalah
end-to-end. Hal ini pula yang menjadi nilai plus yang selalu diangkat
dan ditawarkan untuk menarik konsumen.
102
BAB II, h. 39.
91
Temuan menarik dalam penelitian ini ditunjukkan pada sikap
terbuka untuk mengajak pengelola sampah lainnya untuk
menerapkan sistem Waste4Change yang lebih bertanggung jawab
dalam mengelola sampah. Waste4Change justru merangkul dan
mengajak kompetitornya untuk menerapkan sistem yang sama atau
mengajak untuk masuk jadi bagian Waste4Change. Seperti pada
beberapa operator yang bekerja untuk Waste4Change yang dulunya
adalah pengangkut sampah biasa. Temuan ini menunjukkan
ketidaksesuaian dengan konsep agresivitas kompetitif di BAB II.
e. Otonomi
Otonomi dalam kewirausahaan sosial dapat diartikan sebagai
tindakan yang independen oleh individu atau tim yang bertujuan
untuk menghasilkan konsep atau visi dan membawanya sampai
selesai.103
Waste4Change menjalankan aktivitasnya secara
independen. Pemegang saham dan stakeholders seperti investor,
lembaga pemerintahan, dan sebagainya tidak mempengaruhi
jalannya misi maupun tujuan yang diusung Waste4Change.
Selain itu, walaupun terdapat investor dan pemegang saham,
mereka memiliki hak yang terbatas dalam keterlibatan usaha. Dalam
pengambilan keputusan, Waste4Change menerapkan sistem
musyawarah anggota. Artinya bahwa seluruh anggota memiliki
kesempatan dan memiliki hak untuk berpendapat yang bisa
mempengaruhi keputusan.
103
BAB II, h. 39.
92
3. Outcomes
a. Penciptaan Nilai Sosial
Kewirausahaan sosial merupakan aktivitas yang tujuan akhirnya
adalah penciptaan nilai sosial dan mencipakan manfaat sosial bukan
dengan mencari keuntungan sebanyak-banyaknya seperti pada
kewirausahaan bisnis. Penciptaan nilai sosial merupakan indikator
kesuksesan sebuah aktivitas kewirausahaan sosial.
Berdasarkan temuan, salah satu tujuan akhir Waste4Change
adalah membuat masyarakat mau mengelola sampahnya secara
bertanggung jawab dengan menerapkan pengelolaan sampah dari
hulu yaitu dari masyarakat itu sendiri. Dalam dua tahun pelaksanaan
pengelolaan sampah di perumahan Vida Bekasi, telah terjadi
perkembangan pada perubahan pola pikir dan perilaku masyarakat
terhadap sampah. Perubahan terlihat dari bersihnya lingkungan
perumahan dan perubahan perilaku warga terhadap sampah.
Ditemukan beberapa warga bahkan sudah memiliki inisiatif untuk
mengelola sampah organik yang mereka hasilkan. Temuan ini sesuai
dengan teori bahwa tujuan akhir kewirausahaan sosial adalah
menciptakan nilai sosial.
b. Solusi yang Berkelanjutan
Waste4Change menawarkan solusi berkelanjutan mengenai
pengelolaan sampah yang baik bagi semua pihak. Dengan tujuan
utama untuk membangun ekosistem persampahan dengan prinsip
zero waste, jasa yang ditawarkan Waste4Change didesain untuk
93
mendukung tujuan tersebut. Jasa consult dan campaign dibuat untuk
menyiapkan mental, mengedukasi, dan mengkampanyekan
pentingnya pengelolaan sampah. Jasa collect yaitu jasa
pengangkutan sampah dan jasa create untuk mengelola dan
memanfaatkan sampah semaksimal mungkin sehingga mengurangi
sampah yang akan masuk ke TPA.
Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Bill Drayton. Dia
menggambarkan kewirausahaan sosial sebagai manusia yang tidak
puas hanya memberi ikan dan mengajarkan cara memancing, tetapi
mengubah sistem industri perikanan. Artinya bahwa aktivitas
kewirausahaan sosial tidak hanya sekedar memberi bantuan untuk
meringakan masalah sosial tetapi memperbaiki sistem yang salah
dalam masyarakat yang menyebabkan terjadinya masalah sosial
sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan.104
c. Usaha Pemuasan Stakeholders
Pemuasan stakeholders adalah usaha untuk terus menjaga
hubungan dan komunikasi yang baik sehingga menjaga keperayaan
stakeholders untuk terus mendukung usaha. Kewirausahaan sosial
bergantung pada para stakeholders untuk melegitimasi produk dan
jasa yang dihasilkan, menghasilkan dukungan masyarakat, dan
menyediakan akses sumber daya yang memungkinkan aktivitas
kewirausahaan sosial menghasilkan perubahan sosial yang positif.
104
BAB II, h. 41.
94
Usaha yang dilakukan Waste4Change pada dasarnya adalah
dnegan menjaga komunikasi, menjaga hubungan baik dan tetap
menjaga mutu. Karena stakeholders sangat beragam, maka dilakukan
berbagai cara untuk memuaskan. Kepada investor, Waste4Change
selalu mengkomunikasikan kemajuan dan masalah yang dialami
sehingga pihak investor mengetahui arah perkembangan perusahaan.
Kepada klien, beberapa kali Waste4Change mengikutsertakan
perwakilan warga untuk berkunjung ke TPA. Tujuannya adalah
untuk meningkatkan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap
sampah, serta mengajak warga lain yang masih belum mau memilah
sampah agar mau untuk memilah sampahnya.
Berdasarkan temuan dan analisis mengenai proses kewirausahaan sosial pada
Waste4Change, berikut dibuat suatu tabel rangkuman mengenai proses
kewirausahaan sosial pada Waste4Change.
Tabel 4
Rangkuman BAB IV
Antecedents
Misi Sosial
Mengubah perilaku
pengolahan
persampahan dan
Berkontribusi dalam
menciptakan ekosistem
persampahan yang
bertanggung jawab di
Indonesia.
Orientasi
Kewirausahaan
Keinovasian
membuat sistem
pengelolaan sampah
end-to-end, fasilitas
pengelolaan sampah
lengkap, dan kantong
sampah berwarna.
Outcomes
Penciptaan Nilai
Sosial
Nilai sosial yang
ingin diciptakan
Waste4Change
adalah masyarakat
mau mengelola
sampahnya secara
bertanggung jawab.
95
Identifikasi Peluang
Memanfaatkan masalah
persampahan menjadi
sebuah usaha atau
bisnis.
Akses Permodalan dan
Pembiayaan
Memperoleh modal
finansial dari finansial
dari Investor dan
mempeoroleh modal
sumber daya dari
organisasi yang
mendirikan yaitu
Greeneration Indonesia
dan EcoBali Recycling.
Mengembangkan akses
pembiayaannya dari
keuntungan yang
diperoleh dari program
dan jasa.
Multiple Stakeholders
Pihak yang memiliki
hubungan dan
kepentingan adalah
pemerintah, investor,
organisasi yang
bergerak di isu
lingkungan, rekan
kolaborasi, hingga para
klien yang
menggunakan jasa
Waste4Change.
Keproaktifan
Menganalisa
permintaan pasar dan
perkembangannya
melalui media sosial,
seminar, workshop, dan
kampanye lainnya.
Pengambilan Risiko
Menambah sumber
daya manusia seperti
karyawan dan operator
untuk terus
mengkampanyekan
pengelolaan sampah
dan mengelola sampah
yang tidak maksimal
terpilah maksimal oleh
warga.
Agresivitas Kompetitif
Waste4Change terbuka
untuk mengajak
pengelola sampah
lainnya untuk
menerapkan sistem
Waste4Change yang
lebih bertanggung
jawab dalam mengelola
sampah.
Otonomi
Waste4Change
menjalankan
aktivitasnya secara
independen. Pemegang
saham dan Stakeholders
seperti investor,
lembaga pemerintahan,
dan sebagainya tidak
mempengaruhi jalannya
misi maupun tujuan
yang diusung
Waste4Change.
Keberlanjutan
Solusi
Program dan jasa
Waste4Change
didesain untuk
menyelesaikan
permasalahan
sampah mulai dari
sumber.
Pemuasan
Stakeholders Terus menjaga
hubungan dan mutu
program dan jasa
yang ditawarkan.
BAB V
PENUTUP
BAB ini akan menjelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian yang telah
dibahas diatas dan saran dari peneliti.
A. Kesimpulan
Kewirausahaan sosial merupakan upaya yang dilakukan untuk
menangani masalah sosial dengan menggunakan prinsip kewirausahaan.
Proses dalam aktivitas kewirausahaan sosial dimulai dari antecedents atau
hal-hal yang mendahului atau membangun. Lalu ada orientasi kewirausahaan
yaitu strategi yang digunakan untuk mengembangkan perusahaan dan
mewujudkan tujuan. Yang terakhir adalah outcomes yaitu hasil-hasil yang
ingin dicapai dalam kewirausahaan sosial.
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh peneliti, proses
kewirausahaan sosial yang dilakukan Waste4Change dimulai dari perumusan
misi sosial yang berasal dari ide pribadi pendirinya. Waste4Change memiliki
misi sosial mengubah ekosistem pengelolaan sampah di Indonesia menjadi
bertanggung jawab dan lebih baik. Masalah sampah dan lingkungan menjadi
peluang yang digerakkan dan dimanfaatkan oleh Waste4Change menjadi
sebuah usaha penyelesaian masalah sosial yang juga menghasilkan
keuntungan finansial. Dalam pendiriannya, Waste4Change memperoleh
modal dari dua organisasi yang mendirikan Waste4Change dan juga
mendapat modal finansial dari Investor. Lalu pihak-pihak yang memiliki
hubungan dan kepentingan dengan Waste4Change sangat beragam mulai dari
97
pemerintah, investor, organisasi yang bergerak di isu lingkungan, hingga para
klien yang menggunakan jasa Waste4Change.
Dalam kegiatan kewirausahaan sosial, Waste4Change melaksanakan
berbagai strategi untuk mengembangkan perusahaan dan mewujudkan tujuan.
Seperti inovasi yang dilakukan Waste4Change yaitu membuat sistem
pengelolaan sampah end-to-end, fasilitas pengelolaan sampah lengkap, dan
kantong sampah berwarna. Sikap proaktif juga dilakukan untuk menganalisa
pasar dan mengantisipasi permintaan di masa depan. Waste4Change juga
menghadapi risiko dan menganalisanya sebelum mengambil berbagai risiko.
Sikap otonomi ditunjukkan dalam pengambilan keputusan dimana setiap
anggota memiliki hak yang sama dalam bersuara, tidak berdasarkan
kepemilikan saham. Temuan menarik dalam penelitian ini ditunjukkan pada
sikap tidak mengungguli kompetitor melainkan sikap terbuka untuk mengajak
pengelola sampah lainnya untuk menerapkan sistem Waste4Change yang
lebih bertanggung jawab dalam mengelola sampah.
Bagian terakhir dari proses kewirausahaan sosial adalah outcomes atau
hasil yang ingin dicapai dan yang lainnya. Waste4Change ingin menciptakan
nilai sosial yaitu masyarakat mau mengelola sampahnya secara bertanggung
jawab sehingga dapat mewujudkan tujuan yaitu perubahan perilaku dan
mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Untuk mewujudkan tujuan tersebut,
program dan jasa Waste4Change dibuat untuk menyelesaikan permasalahan
sampah mulai dari sumber. Dan usaha yang dilakukan untuk memuaskan
stakeholders yang selalu mendukung dan berjasa mengembangkan usaha ini
98
adalah dengan terus menjaga hubungan dan mutu program dan jasa yang
ditawarkan.
Berdasarkan hasil analisis, Waste4Change memiliki kelebihan dimana
jasa yang ditawarkan dibuat lengkap untuk mengatasi masalah sampah di
Indonesia mulai dari mengubah paradigma pengelolaan sampah,
mempersiapkan mental masyarakat untuk mau mengelola sampahnya dari
rumah, hingga pada pemilahan sampah yang maksimal sehingga bisa
mengurangi sampah yang masuk ke TPA. Waste4Change juga membantu
masyarakat dalam menciptakan lingkungan yang bersih dan sehat.
Waste4Change merupakan sebuah unit usaha yang jika terus berjalan
maksimal dan dengan dukungan serta partisipasi penuh dari masyarakat, akan
mampu mengatasi permasalahan sampah di Indonesia.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijelaskan dalam skripsi ini,
maka ada beberapa saran yang ingin disampaikan. Yaitu sebagai berikut:
1. Mengembangkan pelayanan dengan bekerja sama dengan pengembang
perumahan lain di Bekasi atau wilayah lainnya agar lebih banyak
masyarakat kolektif yang menggunakan jasa Waste4Change dan agar
nilai sosial dan perbahan perilaku yang ingin diciptakan bisa mencakup
wilayah yang lebih luas.
2. Memperbanyak intensitas pertemuan dengan warga dan klien lainnya
terutama ke kelompok ibu-ibu seperti PKK dan Posyandu baik dalam
rangka sosialisasi maupun silaturahmi agar selain menjaga hubungan
99
baik, juga bisa mengetahui secara langsung apabila ada kendala dan
masukan dari klien sehingga bisa langsung diproses dengan baik.
3. Perlunya terus mendekatkan diri dengan Pemerintah Kota khususnya
Dinas Kebersihan Kota terkait agar juga bisa menerapkan sistem
Waste4Change sehingga cita-cita Waste4Change dan Pemerintah
Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Bebas Sampah bisa terwujud.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Bungin, Burhan. Analisis Data Penelitian Kualitatif (Cetakan II). Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003.
Bungin, Burhan. Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana, 2010.
Dess, Gregory., Jed Emerson, dan Peter Economy. Enterprising Nonprofits: A
Toolkit For Social Entrepreneurs. New York: John Wiley & Sons, Inc,
2001.
Ghony, M. Djunaidi dan Almanshur, Fauzan. Metode Penelitian Kualitatif
(Cetakan I). Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
McGrath, Rita Guther dan MacMillan, Ian C. The Entrepreneurial Mindset:
Strategies for Continuously Creating Opportunity in an Age of
Uncertainty. Boston: Harvard Business Press, 2000.
Moleong, Lexy J. Metode Penelitian Kualitatif: Edisi Revisi (Cetakan II).
Bandung: PT Rosda Karya, 2009.
Mulyana, Deddy. Metodologi Penelitian Kualitatif: Paradigma Baru Ilmu
Komunikasi Dan Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2013.
Putera, Nusa. Penelitian Kualitatif: Proses dan Aplikasi. Jakarta: PT. Indeks,
2012.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif (Cetakan ke-5). Bandung: Alfabeta,
Agustus 2009.
Wibowo, Hery dan Nulhaqim, Sony Akhmad. Kewirausahaan Sosial: Merevolusi
Pola Pikir Menginisiasi Mitra Pembangunan. Bandung: UNPAD PRESS,
2015.
Wibhawa, Budhi. Dkk. Social Entrepreneurship, Social Enterprise & Corporate
Social Responsibility: Pemikiran, Konseptual, dan Praktik. Bandung:
Widya Padjadjaran, 2011.
101
E-Book
Guclu, Ayse. dkk. The Process Of Social Entrepreneurship: Creating
Opportunities Worthy Of Serious Pursuit. North Carolina: Center for the
Advancement of Social Entrepreneurship, 2002. Diunduh dari
https://centers.fuqua.duke.edu/case/knowledge_items/the-process-of-
social-entrepreneurship-creating-opportunities-worthy-of-serious-pursuit/
pada 19 September 2016.
Murray, Robin. dkk. The Open Book of Social Innovation. London: NESTA,
2010. Diunduh dari http://youngfoundation.org/publications/the-open-
book-of-social-innovation/ pada 19 September 2016.
Mair, Johanna., Jeffrey Robinson, dan Kai Hockerts (Eds). Social
Entrepreneurship. New York: Palgrave Macmillan, 2006. Diunduh dari
http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.458.6683&rep=
rep1&type=pdf pada 7 September 2016.
Nicholls, Alex (Ed). Social Entrepreneurship: New Models Of Sustainable Social
Change. New York: Oxford University Press, 2006. Diunduh dari
http://www.untag-
smd.ac.id/files/Perpustakaan_Digital_1/ENTREPRENEURSHIP%20Soci
al%20entrepreneurship,%20New%20m.pdf pada 19 September 2016.
E-Journal
Lumpkin, G. T. dkk. Entrepreneurial processes in social contexts: how are they
different, if at all?. Springer Science+Business Media: Small Business
Economics Vol. 40, Issue 3, 2013. Diunduh dari
https://link.springer.com/article/10.1007/s11187-011-9399-3 pada 28
September 2016.
Lumpkin, G. T. dan Dees, Gregory G. Linking Two Dimensions of
Entrepreneurial Orientation To Firm Performance: The Moderating Role
of Environment And Industry Life Cycle. New York: Journal of Business
Venturing no. 16, 2001. Diunduh dari
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S0883902600000483
pada 28 September 2016.
Mair, Johanna dan Marti, Ignasi. Social Entrepreneurship Research: A Source of
Explanation, Prediction, and Delight. Barcelona: Journal of World
Business Vol. 41, Issue I, 2006. Diunduh dari
http://www.sciencedirect.com/science/article/pii/S1090951605000544
pada 28 September 2016.
102
Tanimoto, Kanji. A Conceptual Framework of Social Entrepreneurship and
Social Innovation Cluster : A Preliminary Study. Tokyo: Hitotsubashi
Journal of Commerce and Management, 42(1), 2008. Diunduh dari
https://www.jstor.org/stable/43295012 pada 28 September 2016.
Utomo, Hardi. Menumbuhkan Minat Kewirausahaan Sosial. Salatiga: Jurnal
Among Makarti Vol. 7, No. 14, 2014. Diunduh dari
http://jurnal.stieama.ac.id/index.php/ama/article/view/99 pada 20 April
2016.
E-Paper
Hulgard, Lars. Discourses of Social Entrepreneurship – Variations Of The Same
Theme?. Roskilde: Working Paper No. 10/01, 2010. Diunduh dari
http://emes.net/publications/working-papers/discourses-of-social-
entrepreneurship-variations-of-the-same-theme/ pada 7 September 2016.
Spear, Roger dan Bidet, Eric. The Role of Social Enterprise in European Labour
Markets. Liège: EMES Working Papers Series, no. 03/10, 2003. Diunduh
dari http://emes.net/publications/working-papers/the-role-of-social-
enterprise-in-european-labour-markets/ pada 7 September 2016.
Skripsi
Bismantara, Indra. “Aktivitas Kewirausahaan Sosial Pada Yayasan Kreasi Usaha
Mandiri Alami (Kumala) di Rawa Badak, Jakarta Utara”. Skripsi S1
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Padjadjaran, 2011.
PEDOMAN OBSERVASI
I. Antecedent Proses Kewirausahaan Sosial
No. Materi Observasi Subyek Observasi
1 Misi Sosial Isu sosial
Misi sosial
2 Identifikasi
Peluang
Dasar penentuan program
Program yang sedang berjalan
Rencana program
3 Akses Permodalan
Dan Pembiayaan
Sumber daya internal dan eksternal
perusahaan
Strategi mencari akses permodalan dan
pembiayaan
4 Multiple
Stakeholders
Pihak-pihak yang terlibat dalam aktivitas
Sasaran aktivitas
II. Orientasi Kewirausahaan
No. Materi Observasi Subyek Observasi
1 Keinovasian Inovasi yang telah dilakukan
Rencana inovasi
2 Keproaktifan Strategi analisis pasar
3 Pengambilan
Risiko Risiko dalam setiap program
4 Agresivitas
Kompetitif Alur komunikasi dengan kompetitor
5 Otonomi Proses pengambilan keputusan
III. Outcomes proses Kewirausahaan Sosial
No. Materi Observasi Subyek Observasi
1 Penciptaan Nilai
Sosial
Nilai sosial dalam masyarakat
Dampak dari aktivitas
2 Kesinambungan
Solusi Rencana solusi jangka panjang
3 Pemuasan
Stakeholders Alur komunikasi dengan stakeholder
HASIL OBSERVASI
DI PT. WASTE4CHANGE ALAM INDONESIA
Hari, Tanggal : Selasa, 31 Mei 2016
Tempat : Kantor Waste4Change
Peneliti datang ke kantor Waste4Change pukul 13.00 WIB untuk memberikan
surat izin penelitian. Disana peneliti disambut oleh Annisa dan Meydam yang
sebelumnya sudah melakukan percakapan dengan peneliti melalui email mengenai
perizinan penelitian. Pada dasarnya mereka sudah mengizinkan peneliti untuk
melakukan penelitian namun menunggu surat izin resmi dari kampus untuk
memastikan legalitas peneliti dalam melakukan penelitian. Sambil melakukan
percakapan, peneliti mengamati kondisi dan suasana kantor. Kantor
Waste4Change terletak di bagian depan perumahan Vida Bekasi yang merupakan
hasil kerjasama antara kedua belah pihak. Kantor menerapkan konsep open space,
konsep yang sedang tren di kalangan perusahaan start-up sehingga karyawan bisa
melihat rekan lainnya bekerja. Peneliti dijelaskan sejarah berdirinya perusahaan
secara singkat dan dijelaskan bahwa Waste4Change memiliki berbagai fasilitas
untuk menunjang aktivitas pengelolaan sampah yang bertanggung jawab.
Hari, Tanggal : Senin, 6 Juni 2016
Tempat : Kantor Waste4Change dan Perumahan Vida Bekasi
Peneliti datang dan diajak untuk melihat fasilitas yang dimiliki
Waste4Change untuk mengelola sampah yang sudah diangkut. Pertama, karena
waktunya tepat saat waktu pengangkutan sampah di Perumahan Vida Bekasi,
peneliti diajak untuk melihat proses pengangkutan sampah anorganik.
Pengangkutan dilakukan oleh dua pekerja atau operator menggunakan mobil pick
up. Sampah yang diangkut dari rumah warga sudah dipilah sebelumnya oleh
warga dan dimasukkan kedalam kantong-kantong berwarna sesuai dengan jenis
sampahnya. Untuk sampah anorganik diangkut seminggu sekali, sedangkan untuk
sampah organik diangkut tiga kali dalam seminggu. Setelah sampah diangkut,
selanjutnya peneliti diajak ke fasilitas Rumah Pemulihan Materi (RPM).
Lokasinya tidak jauh dari kantor Waste4Change. RPM adalah fasilitas untuk
memilah dan mengelola sampah anorganik hasil pengangkutan sampah. Disana
peneliti melihat beberapa operator yang sedang bekerja memilah dan melakukan
sortir sampah sesuai dengan jenisnya. Operator bekerja dengan peralatan yang
lengkap seperti sarung tangan dan masker. Terlihat beberapa tumpukan karung
berisi sampah anorganik hasil dari pengangkutan sampah. Selain itu ada juga
tumpukan karung besar berisi sampah yang sudah siap didaur ulang. Peneliti juga
melihat ada mesin pencacah plastik yang digunakan untuk mencacah sampah
plastik menjadi biji plastik. Fasilitas pemilahan sampah ini tegolong bersih dan
tidak tercium bau sampah. Hal ini menjadi perhatian serius oleh Waste4Change
karena mereka peduli dengan kesehatan pekerjanya. Di dalam fasilitas juga
terdapat kebun kecil dan kantor yang bisa digunakan untuk bekerja.
Hari, Tanggal : Rabu, 8 Juni 2016
Tempat : Kantor Waste4Change
Hari ini peneliti mengunjungi fasilitas lain yang dimiliki oleh Waste4Change
yaitu fasilitas Farm4Life. Didalam fasilitas tersebut terdapat area komposting dan
area farming. Area komposting digunakan untuk membuat kompos dari hasil
sampah organik hasil pengangkutan sampah. Peneliti dijelaskan bahwa
Waste4Change menggunakan dua teknik komposting yaitu teknik open windrow
dan teknik vermicomposting. Disana peneliti melihat dua orang operator sedang
mengolah sampah organik menjadi kompos. Peneliti juga diperlihatkan teknik
vermicomposting yaitu pengomposan menggunakan bantuan hewan cacing.
Kompos yang dihasilkan di fasilitas ini dijual ke pasaran dengan harga yang
bersaing. Tidak hanya dijual, kompos juga digunakan di area farming yaitu kebun
buah dan sayuran yang dikelola oleh Waste4Change bekerja sama dengan
pengembang Vida Bekasi. Area farming bertujuan untuk membuat ruang hijau
dan hasil dari perkebunan tersebut berupa buah dan sayuran bisa dijual dengan
harga yang relatif murah.
Hari, Tanggal : Senin, 14 November 2016
Tempat : Kantor Waste4Change dan Perumahan Vida Bekasi
Peneliti datang sekitar pukul 14.00 dan berencana untuk melihat kondisi
perumahan Vida Bekasi ditemani oleh mahasiswa magang yang bertugas untuk
berkunjung dan mendata kualitas sampah yang dipilah warga perumahan. Suasana
di Kantor sepi karena beberapa karyawan sedang melakukan penelitian mengenai
sampah di pulau terluar Indonesia. Di Kantor, peneliti bertemu dengan Asuka,
wanita berkewarganegaraan Jepang yang sedang magang dan juga melakukan
penelitian di Waste4Change. Peneliti memulai kunjungan dan melihat-lihat
lingkungan sekitar. Hampir semua rumah di perumahan Vida Bekasi melakukan
pemilahan sampah. Terlihat dari kantong berwarna Waste4Change ada di depan
rumah. Peneliti singgah di beberapa rumah warga untuk menanyakan apakah ada
keluhan sekaligus melihat proses pemilahan sampah. Banyak dari mereka yang
antusias dalam memilah sampah karena merasakan manfaatnya secara langsung,
banyak juga yang melaporkan bahwa masih ada beberapa warga yang belum mau
memilah sampah. Mereka berharap Waste4Change jangan lelah untuk
mengedukasi dan membuka mata warga tentang pentingnya memilah sampah.
Peneliti juga sempat berhenti di sekumpulan ibu-ibu dan meminta masukan untuk
diajarkan membuat kompos. Mereka terinspirasi oleh Waste4Change dan mau
memulai membuat kompos sendiri untuk keperluan berkebun. Peneliti juga
memprhatikan kondisi lingkungan yang bersih dan tidak ada sampah baik di jalan
maupun di selokan.
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Pendiri PT. Waste4Change Alam Indonesia
I. Antecedent Proses Kewirausahaan Sosial
A. Misi Sosial
1. Apa misi sosial di Waste4Change?
2. Isu sosial apa yang menjadi dasar penentuan misi tersebut?
3. Bagaimana proses penentuan misi sosial? Mulai dari ide sampai menjadi
misi?
B. Identifikasi Peluang
1. Bagaimana cara Waste4Change mengidenfitikasi peluang dan
memanfaatkan peluang menjadi sebuah usaha?
C. Akses Permodalan dan Pembiayaan
1. Darimana sumber modal dan pembiayaan Waste4Change?
2. Apakah sulit untuk memperoleh modal finansial sebagai kewirausahaan
sosial?
3. Bagaimana strategi Waste4Change dalam mengelola dan memobilisasi
sumber daya?
D. Stakeholders
1. Siapa saja pihak-pihak terkait (stakeholders) di dalam aktivitas
Waste4Change?
2. Bagaimana peran stakeholders dalam aktivitas Waste4Change? Adakah
stakeholders yang paling menonjol dalam aktivitas waste4change?
3. Bagaimana Waste4Change mengelola hubungan dalam rangka pemuasan
stakeholders?
II. Orientasi Kewirausahaan dalam proses Kewirausahaan Sosial
A. Inovasi
1. Sebagai sebuah kewirausahaan sosial, apakah inovasi menjadi sebuah
keharusan untuk dilaksanakan?
2. Apa saja inovasi yang sudah dilaksanakan oleh Waste4Change?
B. Keproaktifan
1. Bagaimana sikap Waste4Change dalam melihat pasar dan permintaan
dimasa depan?
C. Pengambilan Risiko
1. Bagaimana Waste4Change mengidentifikasi risiko yang akan dihadapi?
2. Risiko apa yang telah diambil oleh Waste4Change dan apa dampaknya
bagi kelangsungan aktivitas?
D. Agresivitas Kompetitif
1. Siapa saja kompetitor Waste4Change dalam menjalankan aktivitas?
2. Bagaimana sikap Waste4Change dalam menghadapi persaingan dengan
kompetitor?
3. Apa pengaruh kompetisi terhadap dimensi lainnya?
E. Otonomi
1. Bagaimana sikap independen waste4change dalam menawarkan solusi?
2. Adakah pengaruh dari luar dalam pengambilan keputusan?
3. Siapa saja yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan di
Waste4Change?
III. Output Proses Kewirausahaan Sosial
A. Penciptaan Nilai Sosial
1. Nilai sosial apa yang ingin diciptakan oleh Waste4Change?
2. Bagaimana strategi Waste4Change dalam mencapai penciptaan nilai
sosial tersebut?
B. Kesinambungan Solusi
1. Apa solusi atau tujuan akhir dari aktivitas Waste4Change?
2. Apa indikator untuk mengukur keberhasilan aktivitas Waste4Change?
3. Bagaimana strategi Waste4Change dalam membangun solusi yang
berkelanjutan?
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Karyawan PT. Waste4Change Alam Indonesia
I. Antecedents Proses Kewirausahaan Sosial
A. Misi Sosial
1. Apa misi sosial di Waste4Change?
2. Isu sosial apa yang menjadi dasar penentuan misi tersebut?
3. Bagaimana proses penentuan misi sosial?
B. Identifikasi Peluang
1. Bagaimana cara Waste4Change mengidenfitikasi peluang-peluang?
2. Bagaimana strategi Waste4Change dalam memanfaatkan peluang
menjadi sebuah usaha/bisnis?
C. Akses Permodalan dan Pembiayaan
1. Darimana sumber modal dan pembiayaan Waste4Change?
2. Apakah sulit untuk memperoleh modal finansial sebagai kewirausahaan
sosial?
3. Bagaimana strategi Waste4Change dalam mengelola dan memobilisasi
sumber daya?
D. Stakeholders
1. Siapa saja pihak-pihak terkait (stakeholders) di dalam aktivitas
Waste4Change?
2. Bagaimana peran stakeholders dalam aktivitas Waste4Change?
II. Orientasi Kewirausahaan dalam proses Kewirausahaan Sosial
A. Inovasi
1. Sebagai sebuah kewirausahaan sosial, apakah inovasi menjadi sebuah
keharusan untuk dilaksanakan?
2. Apa saja inovasi yang sudah dilaksanakan oleh Waste4Change?
3. Apakah inovasi yang dilakukan mempengaruhi dimensi lain (akses
permodalan, stakeholders, dll?
B. Keproaktifan
1. Apakah sikap proaktif mempengaruhi berkembangnya aktivitas
kewirausahaan sosial?
2. Sikap proaktif apa saja yang sudah dilakukan oleh Waste4Change?
C. Pengambilan Risiko
1. Bagaimana Waste4Change mengidentifikasi risiko yang akan dihadapi?
2. Hambatan apa yang dihadapi Waste4Change saat ini?
3. Risiko apa yang telah diambil oleh Waste4Change dan apa dampaknya
bagi kelangsungan aktivitas perusahaan?
D. Agresivitas Kompetitif
1. Siapa saja kompetitor Waste4Change dalam menjalankan aktivitas?
2. Bagaimana sikap Waste4Change dalam menghadapi persaingan dengan
kompetitor?
3. Apa pengaruh kompetisi terhadap dimensi lainnya?
E. Otonomi
1. Bagaimana proses pengambilan keputusan di Waste4Change?
2. Siapa saja yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan di
Waste4Change?
III. Outcomes Proses Kewirausahaan Sosial
A. Penciptaan Nilai Sosial
1. Nilai sosial apa yang ingin diciptakan oleh Waste4Change?
2. Bagaimana strategi Waste4Change dalam mencapai penciptaan nilai
sosial tersebut?
B. Solusi yang Berkelanjutan
1. Apa solusi atau tujuan akhir dari aktivitas Waste4Change?
2. Apa indikator untuk mengukur keberhasilan aktivitas Waste4Change?
3. Bagaimana strategi Waste4Change dalam membangun solusi yang
berkelanjutan?
C. Usaha Pemuasan Stakeholders
1. Bagaimana Waste4Change mengelola hubungan dengan para
stakeholders?
2. Bagaimana strategi Waste4Change dalam rangka pemuasan
stakeholders?
PEDOMAN WAWANCARA
Untuk Pengguna Jasa PT. Waste4Change Alam Indonesia
1. Bagaimana awalnya mengetahui Waste 4 Change?
2. Pelayanan apa saja yang diberikan Waste 4 Change?
3. Bagaimana proses pelayanan yang diberikan oleh Waste 4 Change?
4. Apa manfaat yang dirasakan setelah ada program pengangkutan sampah
terpilah oleh Waste 4 Change?
5. Adakah perubahan sikap atau kebiasaan setelah menerima pelayanan dari
Waste 4 Change?
6. Apa harapan atau saran terhadap pelayanan Waste 4 Change?
TRANSKRIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Senin, 6 Februari 2017
Waktu Wawancara : 15.00 WIB
Lokasi Wawancara : Jaya Motor Cikini
Nama : M. Bijaksana Junerosano
Jabatan : Managing Director
No Pertanyaan Jawaban
MISI SOSIAL
1 Apa misi sosial di
Waste4Change?
Misinya itu bagaimana Waste4Change
mampu berkontribusi dalam
membangun ekosistem pengolahan
sampah yang bertanggung jawab.
Karena kami menilai pengolahan
sampah di Indonesia ga bertanggung
jawab, semuanya dicampur begitu saja
kemudian diangkut dan dibuang ke
TPA tidak dikelola dengan baik dan
bertanggung jawab. Jadi Waste4Change
ingin berkontribusi dengan
menawarkan sebuah sistem dalam
pengolahan sampah yang bertanggung
jawab tadi.
2 Bagaimana proses penentuan misi
sosial?
Prosesnya sih aku lulus SMA bingung
mau kemana, terus kemudian aku
berdoa masa depanku kemana. Terus
abis berdoa aku nonton berita di TV itu
tentang isu sampah di Jakarta. Nah
terus ada energi yang menarik diriku
wah ini harus ada yang berkontribusi
nih untuk mencoba menyelesaikannya.
Liat tentang kuliah ada mata kuliah
persampahan di Teknik Lingkungan
yaudah pilihlah Teknik Lingkungan.
Sebelum lulus, setelah coret-coret aku
ingin mengembangkan sebuah wadah
organisasi untuk berkontribusi terhadap
masalah-masalah lingkungan. Aku
bentuk lah Greeneration Indonesia. Nah
Greeneration Indonesia bergerak di
bidang lingkungan. Karena aku sendiri
tertarik di bidang persampahan jadi
aku mencoba membuat berbagai
inisiatif terkait persampahan. Salah
satunya adalah Tas Bagoes, tas supaya
orang ga pake plastik lagi. Terus bikin
gerakan juga Diet Kantong Plastik. Nah
setelah berjalan, aku gemes belum
betul-betul menyentuh sampahnya gitu
masih banyaknya diskusi, edukasi, atau
kampanye gitu. Terus bikinlah sebuah
unit usaha pengelolaan sampah yang
bertanggung jawab. Terbentuklah
Waste4Change. Jadi proses misi
menurutku tidak terlepas dari pendiri-
pendirinya dia punya ketertarikan apa,
kegundahan apa, kegelisahan apa
terhadap masalah sosial. Kemudian dia
rumuskan, dia berkontribusi, berdiskusi
dengan teman-temannya yang lain,
kemudian dibuat menjadi lebih
kontekstual. Aku pikir proses refleksi
terkait bagaimana cara mengatasi
masalah-masalah sosial tersebut yang
diawali dari kegundahan pendirinya
gitu.
IDENTIFIKASI PELUANG
3 Bagaimana cara Waste4Change
mengidenfitikasi peluang dan
memanfaatkan peluang menjadi
sebuah usaha?
Ya intinya dari masalah yang ada kita
mencoba menggali sebetulnya apasih
yang bisa kita tawarkan gitu ya.
Ternyata masyarakat itu banyak yang
sama gemes ya yang udah milah
sampah yang udah daur ulang segala
macem jadi kita menawarkan jasa
tersebut. Identifikasinya adalah setiap
ada masalah dibelakangnya pasti ada
peluang. Tinggal bagaimana model
bisnisnya itu dikembangkan. Jadi
Waste4Change pada saat itu karena
ingin mengatasi masalah sampah kita
coba cari siapa-siapa saja pihak-pihak
yang merasa punya masalah terhadap
sampah.
AKSES PERMODALAN / PEMBIAYAAN
4 Darimana sumber modal dan
pembiayaan Waste4Change?
Karena Waste4Change itu dibangun
dari Greneration Indonesia jadi kita
udah punya modal. Jadi modalnya ini
dari apa yang sudah kita punya. Jadi
kita udah punya tim, udah punya
kerjaan, udah punya proyek, dari situlah
kita mengembangkan bisnisnya
Waste4Change. Terus ditambah dengan
pengalamannya EcoBali jadilah kita
lebih berkembang. Kemudian kita juga
mencari investor dan kita dapat investor
yang percaya terhadap model bisnis
kita, percaya terhadap apa yang sedang
kita tawarkan. Jadi kita modal untuk
mengembangkan bisnisnya adalah
setelah menggabungkan dua kekuatan
Greeneration Indonesia dan EcoBali
kita didukung oleh investor.
5 Apakah sulit untuk memperoleh
modal finansial sebagai
kewirausahaan sosial?
Ya walaupun kita kewirausahaan sosial,
kita tetep punya hitungan
entrepreneurnya, punya hitungan
bisnisnya, perencanaan bisnis, punya
perencanaan keuangan gitu semua
dilengkapi dengan baik. Cuma karakter
investornya emang rada beda.
Investornya punya ketertarikan
terhadap misi sosialnya. Terhadap apa
yang sedang kita perjuangkan juga
sehingga dia memang tertarik untuk
ikut terlibat. Namun itung-itungannya
pada saat diskusi didalamnya juga
ngitung tentang uang bagaimana ini
kedepan bisnisnya akan seperti apa
omsetnya, keuntungannya, tetap kita
membahasnya layaknya sebuah bisnis.
STAKEHOLDERS
7 Siapa saja pihak-pihak terkait
(stakeholders) di dalam aktivitas
Waste4Change?
Stakeholdersnya Waste4Change ada
pemerintah karena dalam hal
persampahan itu masih menjadi
tanggung jawab pemerintah jadi kita
berkolaborasi dan bekerja sama dengan
pemerintah baik itu pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah untuk saling
membangun ekosistem pengolahan
sampah yang baik tadi. Diluar itu, ada
organisasi-organisasi yang memang
punya kepentingan dibidang
persampahan ataupun isu lingkungan.
Nah itu stakeholders kita. Ikut
membangun kesadaran, awareness,
kampanye, advokasi, jadi mereka-
mereka yang punya ketertarikan
terhadap masalah sampah yang bisa kita
atasi. Contohnya Green Building
Council Indonesia, itu kan mereka
membangun gedung-gedung menjadi
lebih ramah lingkungan. Ada IBCSD
(Indonesian Business Council for
Sustainable Development), itu adalah
asosiasi yang mendukung bisnis-bisnis
supaya lebih ramah lingkungan. Terus
stakeholders kita juga adalah teman-
teman pelaku pengelola persampahan
contohnya lapak-lapak, bandar sampah,
pendaur ulang, pengangkut sampah, itu
semua menjadi stakeholders kita karena
kita prinsipnya adalah kemitraan atau
partnership bagaimana kita bisa bekerja
sama dengan mereka membangun
sebuah sistem dan ekosistem yang bisa
menyelesaikan permasalahan sampah
tadi.
8 Bagaimana peran stakeholders
dalam aktivitas Waste4Change?
Adakah stakeholders yang paling
menonjol dalam aktivitas
Waste4Change?
Perannya itu beda-beda. Ada yang
sifatnya menjadi partner bisnis, ada
yang sifatnya mempromosikan
pengelolaan sampah yang bertanggung
jawab, dan ada yang yang sifatnya
saling mendukung gitu ya contoh kaya
pemerintah gitu itu saling mendukung
atau mensupport. Nah untuk yang
organisasi tadi saling
mengkampanyekan, kalo yang
pengelolaan sampah kayak yang lapak-
lapak tadi itu sifatnya partner bisnis.
Semua stakeholders itu penting karena
dalam pengelolaan sampah itu dari hulu
ke hilir harus komplit. Jadi kalo urusan
dengan pemerintah itu yang resmi-
resmi terkait peraturan kayak gitu ya.
Kalo sama yang organisasi tadi sifatnya
adalah bagaimana meningkatkan peran
serta masyarakat atau membuat orang
makin banyak yang tau dan mau
terlibat. Kalo terkait dengan mitra
bisnis itu udah terkait ke operasional
bisnisnya bagaimana kita betul-betul
membangun operasional bisnisnya
berjalan dengan baik. Semuanya
penting itu.
INOVASI
9 Sebagai sebuah kewirausahaan
sosial, apakah inovasi menjadi
sebuah keharusan untuk
dilaksanakan?
Tentu saja. Inovasi ini kan membangun
sebuah model atau inisiatif atau hal-hal
baru yang mampu menawarkan sistem
yang lebih baik, lebih efektif, lebih
efisien. Tentunya kemampuan dalam
melakukan inovasi ini menjadi sangat
penting. kenapa? Karena ini kan ada
masalah nih, nah gimana kita
menyelesaikan dengan cara yang cepat,
ekonomis, dan juga membuat semua
pihak itu senang itu butuh kecerdasan
dalam menganalisa dan kemudian
memberikan solusi-solusi yang inovatif
tadi. Artinya, inovasi menjadi sangat
penting. Dalam Waste4Change
misalkan gimana memastikan sampah
yang sudah dipilah oleh warga oleh
klien kita itu tidak dicampur lagi.
Gimana caranya? Pertanyaan-
pertanyaan seperti itu memunculkan
inovasi-inovasi baru.
10 Apa saja inovasi yang sudah
dilaksanakan oleh
Waste4Change?
Waste4Change ini sebenernya
membangun standar, membangun
sistem. Ya jadi inovasi kita ini adalah
bagaimana membangun pengelolaan
sampah yang bertanggung jawab
dengan baik. Contohnya adalah
membuat sebuah pelaporan bagi kami
adalah inovasi. Karena pengelola
sampah yang lainnya itu tidak membuat
pelaporan dengan baik sedangkan kita
kan mendata, melaporkan apa ini
pentingnya. Karena kita mau
menunjukkan pengelolaan sampah yang
bertanggung jawab itu harus mampu
memberikan data-data. Nah ini invasi
yang kami dorong kalau mau
bertanggung jawab harus bisa
menampilkan data. Nah dari data pun
kita bisa melakukan sebuah analisa. Oh
ternyata banyaknya organik, kalo
banyaknya organik kita bisa ngapain
nih. Itu contoh-contoh dari inovasi yang
paling mendasar dari Waste4Change
adalah bagaimana melakukan
pendokumentasian dan pendataan. Nah
kalo inovasi yang lainnya ya beragam
mulai dari teknik mengangkut sampah
itu kita membangun sebuah sistem
supaya sampah itu tetep terpilah dan
tidak tercampur lagi tapi sederhana,
murah, dan tetep inovatif sesuai dengan
tujuannya. Kita pake karung berwarna
nah warna itu inovasi bagi kita. Karena
orang itu didoktrin oleh warna oleh
kebiasaan. Jadi kita menggunakan
simbol-simbol dan warna-warna ini
sebagai bagian yang terus kita
perkenalkan. Kira-kira seperti itu. Dan
kita juga memanfaatkan teknologi masa
kini ya kalo pengangkut sampah yang
lain ga ada tuh pake Instagram, pake
Twitter, kita menggunakan itu untuk
mengkomunikasikan dan untuk
mempromosikan. Nah kedepanpun kita
ingin membangun sebuah sistem
teknologi. Jadi kita menjadi lebih
efisien karena kita menggunakan ICT
yaitu Information, Communication, dan
Technology. Gitu.
KEPROAKTIFAN
11 Bagaimana sikap Waste4Change
dalam melihat pasar dan
permintaan dimasa depan?
Kita harus mampu menganalisa kondisi
politik, kondisi ekonomi global, kondisi
regulasi, dan segala macem, dan
perubahan sosial di masyarakat. Jadi
kami memang menganalisa bahwasanya
apa yang ditawarkan Waste4Change ini
memang apa yang dibutuhkan di masa
depan, ini lah yang benar dan ini lah
yang akan dibutuhkan di masa depan.
Karena undang-undang sampah telah
mengamanahkan untuk memilah
sampah, peraturan pemerintah juga
sama jadi kami hadir sebenernya untuk
melengkapi apa yang sudah dibangun
oleh pemerintah. Dan juga merespon
dari permintaan masyarakat yang
memang mereka udah memilah sampah
terus gemes atau marah karena setelah
itu dicampur lagi. Nah itu sebenernya
yang kita tawarkan dan dorong.
PENGAMBILAN RISIKO
12 Bagaimana Waste4Change
mengidentifikasi risiko yang akan
Karena sebagai pebisnis mainnya pakai
angka atau financial planning. Jadi kita
dihadapi? perlu membuat perencanaan yang baik
bagaimana, apa yang akan terjadi, dan
asumsi-asumsinya. Jadi keputusan bisa
diambil berdasarkan sebuah data yang
lebih akurat. Walaupun itu tetep punya
risiko tapi resiko itu diminimalisir
karena kita telah menganalisanya
dengan yang tadi jadi kita punya
istilahnya PEST ya (Political,
Economic, Social, and Technology) jadi
kita menganalisasi secara politik, secara
ekonomi, secara sosial, secara teknologi
apa yang terjadi. Kita menganalisa
SWOT kita juga. Nah hal-hal seperti itu
bisa mengelola risiko.
13 Hambatan apa yang dihadapi
Waste4Change saat ini?
Kalo yang sekarang ini sebenernya
orang masih menilai mengelola sampah
itu murah sedangkan untuk menjadi
bertanggung jawab itu membutuhkan
biaya. Jadi resikonya kita menawarkan
jasa Waste4Change orang itu merasa
kemahalan. Nah itu resiko tuh. Jadi kita
harus memanage dengan srategi-strategi
tertentu. Kemudian kedua, tipikal orang
yang main praktis contohnya
incinerator. Itu resiko tuh. Kalo
kemudian pemerintah mengambil
kebijakan tentang incinerator bisa-bisa
Waste4Change jadi ga dibutuhkan
karena hampir semua sampah habis
dibawa langsung dibakar. Nah
bagaimana kita melakukan strategi-
strategi untuk mengelola potensi-
potensi resiko tersebut.
14 Risiko apa yang telah diambil
oleh Waste4Change dan apa
dampaknya bagi kelangsungan
aktivitas perusahaan?
Yang pertama terkait pengelolaan
sampah yang bertanggung jawab itu
butuh biaya kita pertama menyasar
target market yang sudah sadar dan
sudah paham. Yang kedua kita terus
melakukan kampanye dan edukasi
bahwa mengelola sampah yang
bertanggung jawab itu butuh dana. Nah
itu yang kita lakukan.
AGRESIVITAS KOMPETITIF
15 Siapa saja kompetitor
Waste4Change dalam
menjalankan aktivitas?
Pengangkut sampah pada umumnya itu
menjadi kompetitor kita karena kalo
misalnya orang atau gedung atau
restoran atau hotel kalo sampahnya
udah diangkut mereka ngerasa
masalahnya udah selesai gitu jadi
kompetitor kita itu justru adalah sistem
yang saat ini sudah berjalan dan itu
sangat price sensitive artinya orang
biasanya cenderung pilih murah. Nah
ini menjadi kompetitor sebenernya. Di
satu sisi kita mengedukasi bahwasanya
apakah sampah yang dikelola oleh
pihak yang sekarang dengan harga yang
murah itu bertanggung jawab atau
tidak. Ini tantangan. Realitanya itu
menjadi masalah karena cuma diangkut,
dibuang ke TPA atau kalo pengelolanya
bandel itu dibuang sembarangan,
dibakar, atau dibuang ke sungai. Gak
tau loh si orang yang bayar ini
sampahnya ujungnya kemana. Tapi
kalo pake Wats4Change, karena kita
memberikan laporan dia jadi tau
sampahnya diapakan oleh kita. Itu
bedanya.
16 Bagaimana sikap Waste4Change
dalam menghadapi persaingan
dengan kompetitor?
Merangkul sistem. Menjadikan mereka
menjadi bagian dari partner,
menjadikan mereka menjadi bagian dari
sistem. Jadi sistem Waste4Change ini
memang sistem yang harus diakui
menjadi sistem atau standar yang lebih
bagus. Jadi kalo misalkan kita dapet
klien disebuah gedung, orang yang
biasanya angkut itu ga kita depak tapi
kita rangkul untuk menjadi bagian dari
kita untuk ikut bareng-bareng
membangun sistem yang lebih baik
dengan kita. Itu salah satu misi sosial
kita juga.
PENCIPTAAN NILAI SOSIAL
19 Nilai sosial apa yang ingin
diciptakan oleh Waste4Change
dan bagaimana strategi
Waste4Change dalam mencapai
penciptaan nilai sosial tersebut?
Yang pertama itu memang yang terkait
isu lingkungan banget karena motivasi
awalnya kan isu lingkungan. Jadi nilai
sosial yang paling kita sasar adalah
sampah itu dikelola secara bertanggung
jawab, selesai, dan tidak menimbulkan
masalah terhadap isu lingkungan. Dan
pada saat prosesnya kita juga pro
kepada isu sosial khususnya adalah kita
bisa melibatkan pemain-pemain yang
sekarang itu untuk masuk ke dalam
sistem kita jadi mereka bukannya
hilang pekerjaan tapi dengan sistem
Waste4Change lebih lebih sejahtera,
jadi lebih baik. Tukang gerobak yang
angkut panas-panas itu menurut kami
ga layak dan ga manusiawi. Nah
bagaimana mereka bisa kita rangkul
ikut kedalam sistem Waste4Change
menjadi lebih baik kerjanya jadi pake
alat pelindung segala macem. Jadi nilai
sosial kita ada di dua isu itu.
SOLUSI YANG BERKELANJUTAN
20 Apa solusi atau tujuan akhir dari
aktivitas Waste4Change?
Ekosistem persampahan Indonesia itu
bertanggung jawab atau sesuai dengan
prinsip zero waste. Nah itu cita-cita
nya Waste4Change tuh membangun
ekosistem itu. Jadi bagaimana
masyarakat itu paham bahwa mengelola
sampah itu dari rumah harus dipilah,
diangkutnya juga tetep terpilah, terus
kemudian dikelola dengan baik
seoptimal mungkin menjadi sebuah
siklus daur ulang, yang gabisa diapa-
apain baru dibuang ke TPA. Nah itu
prinsip bebas sampah. Nah itu jadi cita-
cita atau tujuan akhir Waste4Change.
21 Apa indikator untuk mengukur
keberhasilan aktivitas
Waste4Change?
Makin sedikit sampah dikirim ke TPA.
Semakin banyak sampah yang diolah
dan diproses. Organik menjadi kompos,
kompos ke pertanian, organik menjadi
pakan ternak, pakan ternak ke
peternakan, peternakan panen terus
dimakan itulah sebuah siklus. Kalo
siklus ini terbentuk, makin sedikit
sampah dikirim ke TPA. Semakin
banyak Waste4Change berhasil
mengajak masyarakat, semakin sedikit
sampah dikirim ke TPA.
22 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam
membangun solusi yang
berkelanjutan?
Jadi kita kan menawarkan 4C ya yang
pertama Consult, bagi orang yang
bingung itu bisa konsultasi sama kita.
Jadi mereka bisa mendapatkan jawaban
bagaimana mengolah sampah yang baik
atau masalah mereka itu apa sehingga
kita bisa kasih rekomendasi. Lalu
Campaign, ini kampanye untuk
menyadarkan orang bagaimana
mengolah sampah yang benar
bahwasanya yang sekarang itu ga
benar. Selanjutnya Collect,
pengangkutan sampah dengan kondisi
terpilah. Yang terakhir ini Create ini
sampah kita olah. Jadi 4C inilah
solusinya. Solusi yang kita tawarkan di
Indonesia terkait pengelolaan sampah
yang bertanggung jawab ini terdiri dari
4C ini. Consult sama Campaign ini
sebenenrya lebih kepada penyiapan
mental, penyiapan sistem, penyiapan
regulasi, aturan main, panduan, segala
macem. Nah eksekusinya sebenernya
Colect sama Create. Jadi cita-citanya
adalah sistemnya Waste4Change inilah
yang diterapkan di Indonesia.
USAHA PEMUASAN STAKEHOLDERS
23 Bagaimana Waste4Change
mengelola hubungan dalam
rangka pemuasan stakeholders?
Nomor satu adalah itikad baik dan
amanah. Jadi niatan kita untuk
berhubungan itu adalah untuk sesuatu
yang baik dan amanah sebaik mungkin
kita bekerja, sebaik mungkin kita
menjaga berkomitmen gitu ya dan yang
paling penting adalah menjaga
komunikasi bagaimana kita saling
mengkomunikasikan apa yang kita
kerjakan, progressnya, updatenya, kalau
ada masalah pun itu komunikasi. Yang
penting itu kuncinya adalah komunikasi
yang baik.
TRANSKRIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Rabu, 12 Oktober 2016
Waktu Wawancara : 10.00 WIB
Lokasi Wawancara : Kantor Waste4Change
Nama : Meydam Gusnisar
Jabatan : Research and Development
No Pertanyaan Jawaban
MISI SOSIAL
1 Apa misi sosial di
Waste4Change?
Untuk misinya Waste4Change itu
sendiri ini, Untuk mengubah perilaku
pengolahan persampahan dengan
memanfaatkan kekuatan kolaborasi dan
teknologi menuju Indonesia bebas
sampah.
Jika di breakdown, Indonesia bebas
sampah 2020 adalah visi Indonesia.
Kita mengacu kesana, untuk membantu
kerja pemerintah untuk mengatasi
masalah sampah. Lalu, Waste4Change
adalah kolaborasi antara Ecobali
Recycling dan Greeneration Indonesia.
Teknologi semakin canggih sehingga
harus beradaptasi dengan teknologi saat
ini supaya mempermudah pengolahan
sampah nantinya. Waste4Change bukan
hanya pengangkut sampah seperti biasa
aja karena visi kita itu ingin mengubah
perilaku pengolahan persampahan. Jadi
dari target klien kita pun kita ingin
mengedukasi mereka agar lebih aware
terhadap isu-isu persampahan.
2 Isu sosial apa yang menjadi dasar
penentuan misi tersebut?
Kalo isu sosialnya itu pasti sampah.
Karena paradigma orang masih
menganggap sampah itu sesuatu yang
tidak berguna. Tapi sebenarnya itu
masih bisa digunakan oleh orang lain
tergantung bagaimana mengkondisikan
sampah itu sendiri. Sampahnya itu kan
saat ini karena sampahnya tidak
terkolala dengan baik, baik itu di
sumber maupun di pengolahannya.
Akibatnya membutuhkan lahan TPA
yang besar dan pembiayaan yang besar.
Nah kita ingin mengubah perilaku
orang-orang terhadap sampah. Kita
ingin menyadarkan mereka bahwa
masalah sampah saat ini udah sangat
darurat jika kita tidak ingin berubah
maka akan susah mengolah sampah itu.
Terbukti dari ada TPA longsor, truk
Jakarta tidak boleh masuk ke Bantar
Gebang, karena satu atau dua hari
sampah ga diambil, dampaknya pasti
akan sangat signifikan.
Kita juga ingin memanusiakan teman-
teman yang sudah melakukan
pengambilan sampah. Contohnya kaya
petugas sampah eksisting yang pake
gerobak yang hanya dibayar 500rb
perbulan ambil sampah setiap hari dari
jam 6 pagi sampai jam 10. Kalo dari
sampahnya, karena sampahnya
nyampur jadi yang bisa dimanfaatkan
oleh mereka juga dikit, paling mereka
Cuma dapat 200-300rb perbulan. Nah
kita ingin mensejahterakan temen-
temen yang seperti itu, jadi kita naikan
level hidupnya, kesejahteraannya, biar
mereka bisa tetap bertahan hidup.
3 Bagaimana proses penentuan misi
sosial?
Awalnya dari mas Sano founder kita
dan Greeneration. Dulu Greeneration
hanya fokus di jualan reusable bag,
program banyu, dan diet kantong
plastik. Karena sudah melakukan diet
kantong plastik, ada isu sampahnya tapi
hanya spesifik di plastik, merasa ga
cukup nih sampah kan banyak kalo
pastik presentasenya kecil dari sampah
semuanya. Dia ingin mengatasi sampah
yang lebih besar jangkauannya ga
hanya di kantong plastik. Pertama kali
pasti dia sendiri sih. Bisa dibilang ini
dari ide pribadi dia. Terus ketemu
mitra-mitra dan stakeholder yang lain,
jadilah misi Waste4Change.
IDENTIFIKASI PELUANG
4 Bagaimana cara Waste4Change
mengidenfitikasi peluang-
peluang?
Yang pertama itu, karena Sano sudah
bergelut di isu persampahan sejak bikin
Greeneration Indonesia pada tahun
2005, jadi sudah cukup memetakan
permasalahan sampah apa aja, sering
jadi narasumber, mengisi training. Dari
situ ketika dia mengisi training, peserta
trainingnya banyak yang bilang banyak
yang udah milah sampah tapi abis itu
dicampurin lagi jadi males milah
sampah. Dari situ jadi ada peluang kalo
bisa ambil sampah secara terpilah bisa
jadi satu value yang bisa ditawarkan.
Untuk fenomena green building, kita
juga tawarin fesibility study. Dari situ
gedungnya kita sampling, kita kasih
data ternyata komposisisnya sampahnya
ini banyaknya segini misalnya. Nah
data itu bisa mereka gunakan untuk
mendapatkan sertifikasi green building
oleh green bulding council. Dia yang
mensertifikasi gedung ini masuknya
bronze, silver atau gold. Semakin tinggi
tingkatanya itu akan menaikkan rate
gedung itu sendiri dan itu bisa
mencharge tenant lebih tinggi.
5 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam
memanfaatkan peluang menjadi
sebuah bisnis?
Kan Waste4Change ada 4 program
yaitu Consult, Campaign, Collect, Dan
Create. Consult dan campaign itu kita
melihatnya itu untuk mengedukasi
target-target klien kita agar
pandangannya terbuka tentang sampah.
Lalu ketika mereka sudah teredukasi,
mereka mau action memilah sampah
tapi wadah yang bisa memfasilitasi
mengambil sampah secara terpilah
belum ada nih, maka muncullah Collect
yaitu kita ambil sampah secara terpilah
lalu setelah dipilah muncullah Create.
Karena kita ingin memberikan solusi
secara end-to-end dari sumbernya itu
sendiri yaitu orangnya dan endingnya
yaitu sampahnya mau diapakan, bisa
diproses selama masih bisa di proses
kita akan proses, lalu residu yang ga
bisa diapa-apain baru ke TPA.
AKSES PERMODALAN / PEMBIAYAAN
6 Darimana sumber modal dan
pembiayaan Waste4Change?
Kalo sumber permodalan itu ada dari 3
yaitu Greeneration, Ecobali, dan
Investor. Greeneration itu ide dan
sumber daya manusia, Ecobali itu
sistem pengangkutan sampah, sama
Investor yang mendanai operasional
disini.
7 Apakah sulit untuk memperoleh
modal finansial sebagai
kewirausahaan sosial?
Tidak terlalu sulit karena isunya adalah
isu yang sangat menarik hanya perlu
membuat financial plan yang masuk
akal dan perlu membuktikan bisnis
modelnya itu bisa berjalan, harus benar-
benar realistis, ketauan impactnya
seperti apa dan balik modalnya kapan.
8 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam mengelola
dan memobilisasi sumber daya?
Sebelum ke investor kita bikin
planningnya. Dari situ ketauan butuh
berapa dananya terus bagaimana cara
mendapatkan revenue dan costnya
abisnya berapa. Kita dibantu oleh
Kinara (Social Venture) untuk buat
business plan, budgeting, sales
projection, income, cash flow, itu
dibantu dari mereka. Kita juga pengen
benchmarking sebenernya. Tapi karena
di Indonesia belum ada usaha yang
kaya kita, pengolahan sampah yang
bertanggung jawab akhirnya jadi susah
dan kita mulai dari 0.
STAKEHOLDERS
9 Siapa saja pihak-pihak terkait
(stakeholders) di dalam aktivitas
Waste4Change?
Greeneration Indonesia, Ecobali,
investor, Vida yang mempercayakan
sampahnya dikelola oleh kita, Dinas
Kebersihan DKI Jakarta dan Dinas
Kebersihan Bekasi, Bank DBS.
10 Bagaimana peran para
stakeholders?
Peran stakeholders kita itu ada yang per
program. Kalo consult itu yang pasti ga
terus perannya karena biasanya
berdasarkan project. Biasanya perannya
ngasih informasi-informasi di awalnya
gitu karena kita kan di awal butuh data-
data sisetem persampahannya seperti
apa gitu. Terus dinas kebersihan itu
lebih ke regulasi jadi kita bisa
membuktikan kalo kita ngelakuin ini ga
sendirian ada juga dukungan dari
pemerintah. Kalo untuk warga ini
sebenernya perannya sebagai edukator
ke tetangganya.
INOVASI
11 Sebagai sebuah kewirausahaan
sosial, apakah inovasi menjadi
sebuah keharusan untuk
dilaksanakan?
Menurut kita perlu sih, karena supaya
bisa berdaptasi dan survive di dunia
bisnis.
12 Apa saja inovasi yang sudah
dilaksanakan oleh
Waste4Change?
Inovasi kita yang pertama banget
dibanding yang eksisting sih
pewadahan secara terpilah ini salah satu
bentuk inovasi kita untuk pengangkutan
sampah. Pertama masuk ke klien, kita
akan mengedukasi mereka akan
permasalahan sampah, pentingnya
pengolahan sampah, kaya gitu.
Akhirnya mereka sadar dan mereka
mau dengan sistem yang kami tawarkan
karena yang kami tawarkan kan emang
agak beda dari yang lain kan mereka
harus pilah sampah, mereka harus tau
apa sampahnya seperti apa gitu. Setelah
itu kita kasih pewadahan terpilah kita
juga ambilnya secara terpilah. Kalo
wadah sampah kertas dan anorganik ini
seminggu sekali cukup dan karena
sampahnya ga bau, kalo untuk yang
organik itu seminggu tiga kali karena
kalo ga diambil lama akan bau.
Walaupun pengangkutannya di satu
mobil tapi kondisinya udah terpilah
wadahnya.
13 Apakah inovasi yang dilakukan
mempengaruhi dimensi lain
(akses permodalan, stakeholders,
dll?
Inovasi kalo untuk klien ngaruh sih
karena banyak yang mereka udah milah
sampah di kantornya cuma kalo dikasih
ke eksisting ya cuma dikumpul angkut
buang aja gitu. Mereka udah tau kalo
sampahnya bisa bermanfaat dan gimana
caranya itu bisa disalurkan oleh
mereka. Dan mereka ga masalah kalo
untuk bayar angkut sampah. Terus
dengan postingan kita di sosial media
banyak yang kontak minta diangkut
sampahnya gitu.
Kalo untuk inverstor sih karena mereka
tau kita bisa membuat dampak ke
lingkungan dan kita bisa ngasilin uang
dari situ ada juga beberapa yang
deketin kita buat inject ke kita. Banyak
social venture dari luar gitu yang pada
nyari-nyari social enterprise yang
emang ada dampak ke lingkungannya
KEPROAKTIFAN
14 Apakah sikap proaktif
mempengaruhi berkembangnya
aktivitas kewirausahaan sosial?
Kita biasanya sering diundang sih
sering diundang ngisi seminar. Itu kan
juga jadi salah satu media untuk
promosiin jasa kita. Banyak juga media
yang ngeliput kita misalnya dimulai
dari postingan kita di sosial media.
15 Sikap proaktif apa saja yang
sudah dilakukan oleh
Waste4Change?
Networking sih baik dari Greeneration
Indonesia maupun dari Ecobali. Kita
juga lagi aktif di program kita punya
program namanya Akademi Bijak
Sampah itu buat orang-orang yang mau
belajar tentang sampah.
PENGAMBILAN RISIKO
16 Bagaimana Waste4Change
mengidentifikasi risiko yang akan
dihadapi?
Kita melihat kondisi yang ada di
masyarakat itu seperti apa kita analisa
lalu kita buat perencanaannya.
17 Hambatan apa yang dihadapi
Waste4Change saat ini?
Sebenernya di awal kan kondisi realnya
ga ada sama sekali yang milah sampah.
Awalnya edukasi itu konsepnya
sederhana, hanya ngasih wadah sama
lembar petunjuk pemilahan gitu biar
mereka yang melakukannya sendiri.
18 Risiko apa yang telah diambil
oleh Waste4Change dan apa
dampaknya bagi kelangsungan
aktivitas perusahaan?
Kita nambah SDM sebagai edukatornya
yang masuk ke acara arisan, pengajian,
gitu-gitu. Risikonya itu kan belum tentu
semuanya bisa berubah kan. Kalo
mereka ga berubah juga kan otomatis
berimpact ke sampahnya banyak
residunya juga karena sampahnya
nyampur akibatnya ga banyak yang bisa
dikelola. Akibatnya kita makin banyak
buang sampah ke TPA karena buang ke
TPA kan bayar ya jadi beban cost nya
di kita.
AGRESIVITAS KOMPETITIF
19 Siapa saja kompetitor
Waste4Change dalam
menjalankan aktivitas?
Kalo kompetitor ini sih yang gampang
keliat sih kaya lapak-lapak kan karena
kalo lapak-lapak ini yang ambilin
sampah di kantor-kantor. Atau dinas
kebersihan juga kompetitor. Kalo yang
bentuknya PT itu agak susah
ditemuinnya. Ada namanya cuma ga
keliatan aktivitasnya. Ada banyak yang
cuma angkut biasa, punya truk gede
terus dibuang ke TPA. Cuma yang
menawarkan metode yang berbeda
menurut kita sih baru kita.
20 Bagaimana sikap Waste4Change
dalam menghadapi persaingan
dengan kompetitor?
Setiap bisnis pasti ada kompetitornya
sih. Kita bersaingnya itu lebih kepada
value yang kita tawarkan aja ke
customer ini memiliki sesuatu yang
berbeda dari kompetitor kita. Misalnya
kita lebih bertanggung jawab, lebih
update dengan teknologi, dan kita
ngasih report ke customer kita.
21 Apa pengaruh kompetisi terhadap
dimensi lainnya?
Pengaruhnya cukup signifikan sih
karena mereka ngasih harganya murah.
Karena mereka ga memprosesnya lebih
lanjut juga. Mereka hanya ambil
langsung dibuang. Sedangkan jasa kita
itu karena ada jasa proses pengolahan
selanjutnya jadi agak lebih mahal. Dan
banyak yang belum siap untuk bayar
mahal cuma hanya masalah sampah.
OTONOMI
22 Bagaimana proses pengambilan
keputusan di Waste4Change?
Kalo pengaruh dari luar sih engga.
Mostly sih sebenernya kita musyawarah
sih karena misalnya kita ada project dan
masing-masing tim kan ada karena
sekarang tim nya juga kecil.
23 Siapa saja yang terlibat dalam
proses pengambilan keputusan di
Waste4Change?
Kalo keputusan sih ada di pemimpinnya
si Sano sih sebagai managing director
untuk hal-hal yang strategisnya. Dan
mostly sih sebenernya kita
musyawarah.
PENCIPTAAN NILAI SOSIAL
24 Nilai sosial apa yang ingin
diciptakan oleh Waste4Change?
Yang ingin kita ciptakan itu orang-
orang lebih aware dengan isu sampah
ini sih agar mereka mau memilah
sampah, teredukasi sama masalah
sampah. Karena kalo pengangkutan
sampah yang biasa kan ga peduli
orangnya berubah apa engga yang
penting dapat duit dari ambil
sampahnya yaudah selesai. Sedangkan
kita ga mau seperti itu. Kita juga ingin
buat ngajarin orang-orang itu tentang
pentingnya masalah sampah.
25 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam mencapai
penciptaan nilai sosial tersebut?
Caranya ya itu, dengan jasa-jasa
kampanye kita, lewat media sosial kita
buat mengekspos masalah-masalah
sampah dari kegiatan kita. Kita rutin ke
masyarakat di Vida ini kita ngikutin
jadwalnya mereka arisan kapan,
pengajian kapan. Karena sekarang ini
kita mau gencarin lagi supaya
sampahnya lebih bagus lagi yang
masuk.
SOLUSI YANG BERKELANJUTAN
26 Apa solusi atau tujuan akhir dari
aktivitas Waste4Change?
Tujuannya sih ingin mengurangi jumlah
sampah yang masuk ke TPA. Solusi
yang kita tawarkan itu pengangkutan
secara terpilah dan kaya yang udah
disebutin tadi ya.
27 Apa indikator untuk mengukur
keberhasilan aktivitas
Waste4Change?
Indikatornya itu, kita selalu mendata
sampah-sampah yang masuk berapa
yang keluar berapa itu sebagai indikator
sih sekian persen yang masuk ke TPA
berapa itu sih. Kalo dari masyarakat
yang milah meningkat sih kaya
misalnya di awal cuma 50 orang
sekarang udah 200. Kalo kantor-kantor
kita juga ngecek manual kita buka
sampahnya itu ada perubahan sih.
28 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam
membangun solusi yang
berkelanjutan?
Untuk solusi yang berkelanjutan sih
kita pengen lebih ke aplikasi atau
website atau media yang gampang di
share agar tujuan dan solusi yang kita
tawarkan itu masuk ke orang-orang dan
mereka mau melakukan apa yang kita
arahkan.
USAHA PEMUASAN STAKEHOLDERS
29 Bagaimana Waste4Change
mengelola hubungan dengan para
stakeholders?
Kalo investor sih kita
mempresentasikan sih progressnya
udah sampe sejauh mana, ada hambatan
apa, biar mereka juga memaklumi
tahap-tahap yang krusial.
Kalo untuk klien kami sih kita bikin
grup WhatsApp.
Kalo yang kantoran sih kita kan ngasih
report sampahnya totalnya berapa dan
udah diapakan aja. Kalo misal ada
masalah sama sampahnya kita juga
langsung inform kemereka supaya
mereka juga bisa berubah juga dan bisa
evaluasi sama pihak manajemennya
mereka juga.
30 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam rangka
pemuasan stakeholders?
Salah satu cara kita meningkatkan
pengetahuannya akan sampah kita ajak
beberapa warga kunjungan ke Bantar
Gebang, ke fasilitas kita liat prosesnya.
Akhirnya mereka sadar kalo mereka ga
berubah ya kondisinya akan gitu-gitu
terus. Nah orang-orang yang kita ajak
ini jadi semacam agennya kita untuk di
perubahan kayak early adapternya. Jadi
mereka yang bilang ke tetangga-
tetangganya gitu.
Kalo kantor, kita ngasih report
sampahnya.
TRANSKRIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Jumat, 6 Januari 2017
Waktu Wawancara : 14.30 WIB
Lokasi Wawancara : Kantor Waste4Change
Nama : Risca Ardita N.
Jabatan : Social Creative
No Pertanyaan Jawaban
MISI SOSIAL
1 Apa misi sosial di
Waste4Change?
Misi nya Waste4Change, perubahan
perilaku masyarakat terhadap
pengolahan sampah menjadi lebih
bertanggung jawab.
2 Isu sosial apa yang menjadi dasar
penentuan misi tersebut?
Isu sosialnya sampah. Karena sampah
itu menjadi sebuah masalah yang mana
masih banyak banget orang yang belum
sadar atau tau ternyata berdampingan
dengan masalah. Karena masyarakat
tidak tau bahwa jika tidak dikelola
dengan baik adalah sebuah masalah,
jadilah masalah yang lebih besar. Nah
karena atas dasar itu Waste4Change
bergerak sebagai inisiatif untuk
pengolahan sampah yang bertanggung
jawab. Selain dari segi pengolahannya,
juga mendorong masyarakat untuk
mulai mengubah perilakunya
melakukan pengolahan sampah yang
bertanggung jawab.
3 Bagaimana proses penentuan misi
sosial?
Waste4Change ini kan suatu upaya
penanganan masalah lingkungan. Nah
sebelum melakukan itu, kita melakukan
riset dulu, identifikasi masalah seperti
apa sih masalahnya gitu.
IDENTIFIKASI PELUANG
4 Bagaimana cara Waste4Change
mengidenfitikasi peluang-
peluang?
Kalo kita, ada masalah nah disitu ada
peluang. Kita pertama lihat di event-
event gitu kan ternyata sampahnya
sekian misalnya dan ternyata mereka ga
mengelola sampahnya lebih lanjut.
5 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam
Nah dari masalah itu yang kita
tawarkan ya itu usaha-usaha yang udah
memanfaatkan peluang menjadi
sebuah usaha/bisnis?
kita buat.
AKSES PERMODALAN / PEMBIAYAAN
6 Darimana sumber modal dan
pembiayaan Waste4Change?
Waste4Change itu kan awalnya
gabungan dari Greeneration Indonesia
dan EcoBali. Nah mereka itu udah ada
investornya yang kemudian bantu
Waste4Change. Atau dari individu-
individu juga ada. Nah kemudian kita
mencari uang sendiri dan membiayai
dari bisnis kita.
7 Apakah sulit untuk memperoleh
modal finansial sebagai
kewirausahaan sosial?
Ga mudah-mudah juga sih. Karena
sebagai kewirausahaan sosial itu kan ga
semulus perusahaan biasa ya. Jadi ya
kita berupaya terus kaya menawarkan
program-program atau jualannya
Waste4Change itu.
8 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam mengelola
dan memobilisasi sumber daya?
Caranya ya dengan perencanaan yang
matang. Dana yang keluar itu kan
memang disesuaikan dengan apa yang
kita ajukkan.
STAKEHOLDERS
9 Siapa saja pihak-pihak terkait
(stakeholders) di dalam aktivitas
Waste4Change?
Yang jelas pemerintah ya dalam
berbagai peraturan dan berbagai
administrasi dan legalitas kan penting
ya. Terus perusahaan dan masyarakat
sebagai klien yang menggunakan jasa
Waste4Change.
10 Bagaimana peran para
stakeholders?
Perannya macem-macem. Kalo
pemerintah itu kan bikin peraturan tuh
tentang sampah kan ada tuh
peraturannya yang mana masyarakat itu
harus mengurangi sampahnya dari
sumber. Nah kita mencantumkan itu
buat turun ke masyarakat. Kadang kita
menghadirkan pemerintah misalnya
UPTD tuh yang berkepentingan itu
untuk turut hadir untuk membantu
mendorong masyarakat. Terus kalo
perusahaan dan masyarakat itu ya
berperan sebagai pengguna jasa kita
dan mendorong masyarakat lain untuk
mau memilah sampahnya.
INOVASI
11 Sebagai sebuah kewirausahaan
sosial, apakah inovasi menjadi
sebuah keharusan untuk
Iya menurutku inovasi memang penting
karena melihat kebutuhan dari
masyarakat. Karena aku percaya sama
dilaksanakan? sistemnya Waste4Change ini karena
memang di luar negeri pun udah
menerapkan sistem ini. Hanya saja kita
inovasi di strategi gitu agar sistem yang
kita punya itu bisa di terima di
masyarakat karena kan mindsetnya aja
belum sampe kesana.
12 Apa saja inovasi yang sudah
dilaksanakan oleh
Waste4Change?
Itu awalnya kan kita menawarkan riset
dan kampanye aja tuh nah terus kita
menawarkan pengangkutan sampah
yang beda dengan yang udah ada. Terus
kan banyak tuh vendor-vendor
pengangkutan sampah yang beredar di
Jakarta, terus yang membedakan adalah
Waste4Change itu pengangkutan
sampahnya terpilah, jadi klien harus
milah sampahnya yang mana vendor
lain tuh nyampur sampahnya. Terus
dijadwalin sampah organik hari apa aja
terus anorganik hari apa aja. Terus ada
pelaporannya yang udah kita angkut
berapa beratnya terus apa aja
sampahnya nah itu sebagai bukti
pertanggung jawaban. Terus awalnya
pengangkutan sampahnya harus
kolektif gitu sekarang bisa sendiri-
sendiri.
13 Apakah inovasi yang dilakukan
mempengaruhi dimensi lain
(akses permodalan, stakeholders,
dll?
Terkait inovasi sistemnya
Waste4Change itu sudah mulai banyak
sih yang melirik gitu karena melihatnya
sampah itu sebuah masalah dan kita
pada saat kampanye itu Waste4Change
punya solusinya seperti apa gitu.
KEPROAKTIFAN
14 Apakah sikap proaktif
mempengaruhi berkembangnya
aktivitas kewirausahaan sosial?
Iya karena biar bisa bertahan kan kita
harus terus aktif baik promosi atau
dengan program baru gitu. Terus kita
melihat permintaan sama
perkembangan masyarakat gimana sih
udah mulai mau milah sampah apa
belum dari situ kita bisa buat program
baru apa misalnya.
15 Sikap proaktif apa saja yang
sudah dilakukan oleh
Waste4Change?
Iya jasa pengangkutan sampah kita kan
udah berlangsung di perumahan gitu
nah kita baru aja launching jasa
pengangkutan sampah buat per orang
jadi ga harus kolektif gitu. Daerahnya
baru mencakup Jakarta Selatan dan
Bekasi aja sih kita melihat dari jarak
dan kemauan orang buat memilah
sampah. Daftarnya bisa dilihat di
website kita bisa cantumin emailnya.
Ada customer servicenya juga kalo
misalnya nanti ada keluhan gitu
Dulu kita awalnya bentuk kampanye
kita punya program EWM (Event
Waste Management) kita
mengkampanyekan pengelolaan
sampah di suatu acara ke orang yang
menghadiri event tersebut terus kita
mengangkut juga sampahnya gitu. Nah
semenjak 2015 kita ada program
AKABIS (Akademi Bijak Sampah) itu
pelatihan pemilahan sampah gitu ke
orang-orang yang pengen belajar milah
sampah. Sejauh ini yang udah jadi
peserta itu misalnya perusahaan yang
punya acara outing gitu nah mereka
acara outing-nya itu belajar milah
sampah gitu sih. Sekolah juga waktu itu
ada yang pernah dateng. Kita juga ada
program 3R School Program ke sekolah
kita kampanye pengolahan sampah ke
siswa disana.
PENGAMBILAN RISIKO
16 Bagaimana Waste4Change
mengidentifikasi risiko yang akan
dihadapi?
Kalo risiko di project gitu karena
anggarannya terbatas jadi harus
diperhatiin tuh waktu sama kualitasnya.
Kita identifikasi waktu, dana, sama
mutu. Kalo misalnya waktunya sempit
atau dananya terbatas berarti kan harus
disesuaikan lagi supaya keluarannya
tercapai.
17 Hambatan apa yang dihadapi
Waste4Change saat ini?
Hambatannya sih paling masih masalah
warga yang masih belum milah
sampah. Pas kita angkut ternyata
sampahnya masih belum terpilah
sempurna masih banyak yang nyampur
jadi kalo udah kecampur kan susah lagi
pilahnya kita.
18 Risiko apa yang telah diambil
oleh Waste4Change dan apa
dampaknya bagi kelangsungan
aktivitas perusahaan
Kalo di project itu kadang kalo
misalnya ada yang meleset kita
sesuaikan antara waktu, dana, sama
mutunya. Dampaknya kalo misal ada
yang meleset kan keluarannya ga
tercapai
Kalo kasusnya di collect tuh misalnya
warga ada yang ga milah kan berarti
kondisi sampahnya campur, terus kan
dampak ke cost yang kita keluarin buat
buang sampah ke TPA juga ada
dampak ke sampah yang dihasilkan
berdampak lagi sama operator kita yang
kewalahan milah sampahnya jadi
kadang kita harus cari orang lagi atau
ya sampahnya jadi ga kepilah secara
sempurna.
Di internal sih pastinya kita evaluasi
terus misal diprogram ini apa yang
menjadi hambatan, tantangan kita, dan
apa yang harus kita perbuat, bagaimana
cara pemecahnnya gitu.
AGRESIVITAS KOMPETITIF
19 Siapa saja kompetitor
Waste4Change dalam
menjalankan aktivitas?
Sejauh ini kalo di bagian riset sih ada
tapi ga banyak sih kalo di Jakarta. Kalo
pengangkutan sampah sih
kompetitornya lebih ke vendor yang
angkut tapi ga dipilah. Ya itu sih
tantangannya itu kita bersaing sama
yang angkut sampah ga dipilah, karena
masyarakat mindsetnya masih gitu jadi
itu tantangannya. Tapi sebenernya kalo
kompetitor dari segi yang sistemnya
kaya kita di Jakarta kayanya belum ada
deh.
20 Bagaimana sikap Waste4Change
dalam menghadapi persaingan
dengan kompetitor?
Kalo di riset itu ada tuh kompetitor kan
tapi itu kita udah kenal sama kita dan
itu udah sering ngobrol-ngobrol biasa
gitu malah justru saling belajar.
21 Apa pengaruh kompetisi terhadap
dimensi lainnya?
Kalo pengaruh sih paling kita lebih
aktif ya dalam memasarkan jasa kita
terus gimana strateginya kita supaya
masyarakat mau nerima gitu.
OTONOMI
22 Bagaimana proses pengambilan
keputusan di Waste4Change?
Kalo keputusan yang butuh cepet ya itu
petugas lapangan yang ambil tapi kalo
misalnya keputusan yang strategis gitu
ya harus koordinasi sama atasan.
23 Siapa saja yang terlibat dalam
proses pengambilan keputusan di
Waste4Change?
Tergantung keputusan kaya tadi gitu
petugas lapangan, kita karyawan,
pimpinan juga pasti terlibat.
PENCIPTAAN NILAI SOSIAL
24 Nilai sosial apa yang ingin
diciptakan oleh Waste4Change?
Terkait pengolahan sampah kan balik
lagi ke dirinya sendiri ya. Kadang kan
sampah itu yang buang siapa, yang
kena dampaknya siapa. Nah yang kita
ingin ciptakan sih rasa tanggung jawab,
masyarakat harus tanggung jawab sama
sampah yang dihasilkan sih.
25 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam mencapai
penciptaan nilai sosial tersebut?
Kita bawa nilai-nilai lingkungan aja sih
misalnya sampah itu kalo ga dikelola
bisa mencemari, terus sampah itu bisa
menghasilkan penyakit, lebih ke
dampak-dampak yang akan dihasilkan.
Kita pengen buka pikiran masyarakat
juga dengan fakta-fakta yang ada di
lapangan gitu.
SOLUSI YANG BERKELANJUTAN
26 Apa solusi atau tujuan akhir dari
aktivitas Waste4Change?
Tujuannya ya buat meminimalisir
sampah yang masuk ke TPA dengan
maksimalin pengolahan kaya misalnya
material yang bisa dipake ya di
manfaatin makanya harus milah
sampah.
27 Apa indikator untuk mengukur
keberhasilan aktivitas
Waste4Change?
Kita kan kewirausahaan sosial nih,
secara umum sih kita bagi keberhasilan
internal sama eksternal. Kalo internal
kan keberhasilannya berarti kan kita
tetep berkelanjutan karena kita
menghasilkan keuntungan. Terus kalo
secara eksternal itu program yang kita
tawarkan berhasil misalnya semakin
banyak yang milah sampah, banyak
yang aware dengan masalah sampah,
terus lingkungan masyarakat sini jadi
bersih kan.
28 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam
membangun solusi yang
berkelanjutan?
Itu dengan membuat dan melakukan
program-program terus. Terus dengan 4
core program kita itu kan udah bikin
sistem pengolahan sampah dari sumber
tinggal menyebarkan itu ke masyarakat
banyak.
USAHA PEMUASAN STAKEHOLDERS
29 Bagaimana Waste4Change
mengelola hubungan dengan para
stakeholders?
Kalo menjaga hubungan berarti kita
harus menjaga mutu dari apa yang kita
tawarkan sih. Menjaga mutu kan berarti
misalnya output dari program ini apa
berarti kita harus jaga itu dengan baik.
Dan kita juga harus menjaga nama baik
stakeholdersnya juga.
30 Bagaimana strategi
Waste4Change dalam rangka
pemuasan stakeholders?
Selain menjaga mutu, kita juga menjaga
output kita kaya hasilnya harus sesuai
seperti ekspektasi di awal. Karena
mereka mau mendanai atau mendukung
kan karena tertarik sama keluarannya
ya, kalo tercapai kan pasti seneng.
TRANSKRIP WAWANCARA
Hari, Tanggal Wawancara : Senin, 14 November 2016
Waktu Wawancara : 16.30 WIB.
Lokasi Wawancara : Perumahan Vida Bekasi
Nama : Ibu Nia
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No Pertanyaan Jawaban
1 Bagaimana awalnya mengetahui
Waste4Change?
Kita udah gabung sekitar setahun.
Pertama sih ada sosialisasi dulu
pertama ke RW terus abis itu kita minta
di RT kita minta penyuluhannya.
2 Pelayanan apa saja yang diberikan
Waste4Change?
Setelah bergabung kita diajak tuh jalan-
jalan ke TPS liat kondisi disana gimana
lumayan dapet edukasinya kan. Terus
pengangkutan sampahnya mulai
diambil dari sini terus diolah disana jadi
kompos. Wadahnya kalo sampah kering
kan dikasih kantong tuh yang kantong
orange sama biru nah untuk sampah
basahnya kan kita ada ember bekas tuh
jadi sampahnya ditaro disana.
3 Bagaimana proses pelayanan yang
diberikan oleh Waste4Change?
Kalo pengangkutannya yang organik 3
kali seminggu terus kalo yang sampah
kering seminggu sekali.
4 Apa manfaat yang dirasakan
setelah ada program
pengangkutan sampah terpilah
oleh Waste4Change?
Kalo untuk sampahnya sih kalo dari
UPTD kemarin karena mungkin ada
kendala penuh kali ya jadi dua minggu
sekali baru diambil kalo ini kan
seminggu 3 kali diambil. Terus kalo
buat kita sih kita jadi belajar milah-
milah sampah. Kalo pandangan jauhnya
mah memudahkan pemerintah lah
mengurangi penumpukkan sampah
disana gitu
5 Adakah perubahan sikap atau
kebiasaan setelah menerima
pelayanan dari Waste4Change?
Kalo dulu sebelum bergabung mungkin
kita masih cuek lah sama sampah
peduli amat gitu, ya kalo sekarang udah
peduli. Kalo kemarin sampah masih
digabung kalo sekarang karena udah
ada edukasinya ya jadi bisa lah
memilah-milah jadi bersih juga sih.
6 Apa harapan atau saran terhadap
pelayanan Waste4Change?
Mudah-mudahan sih kita bisa
bergabung selamanya ya. Jangan bosen
jangan putus asa kalo masih ada warga
yang belum bisa masih susah buat
milah-milah sampah ya. Pasti kita
bantu.