PROSEDUR PRAKTIKUM PSDA
-
Upload
rifan-pamungkas -
Category
Documents
-
view
77 -
download
8
Transcript of PROSEDUR PRAKTIKUM PSDA
1. PEMBUATAN BIOETANOL
A. Tujuan
1. Mahasiswa di harapkan memahami prosedur pembuatan bioetanol
2. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan uji kinerja destilator
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan: Bahan yang digunakan:
- Destilator - Tetes tebu/limbah cair
- Pengukur waktu (jam) - Ragi
- Gelas ukur - Pupuk urea, ZA, NPK
- Alkoholmeter
C. Ruang Lingkup
Pembuatan bioetanol merupakan salah satu upaya pemanfaatan limbah organik yang
dihasilkan dari kegiatan industri perkebunan. Proses pembuatan bioetanol dilakukan
melalui tahapan destilasi dari limbah cair yang telah difermentasi. Masing-masing bahan
destilasi sebanyak 800 ml, selanjutnya bioetanol yang dihasilkan diukur volumenya dan
kadar alkohol dengan alat alkoholmeter.
D. Dasar Teori
Bioetanol adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber
karbohidrat dengan menggunakan bantuan mikroorganisme. Limbah pertanian dan
perkebunan dipanen, bahan lignoselulosa akan tertinggal sebagai limbah pertanian dan
biasanya kurang termanfaatkan. Secara umum, limbah pertanian yang dapat
dimanfaatkan sebagai bahan baku bioetanol adalah yang mengandung pati atau gula
seperti tetes tebu dan singkong melalui proses fermentasi dan destilasi (Diana, 2010).
Destilasi atau penyulingan adalah suatu metode pemisahan bahan kimia
berdasarkan perbedaan kecepatan atau kemudahan menguap (volatilitas) bahan atau
didefinisikan juga teknik pemisahan kimia yang berdasarkan perbedaan titik didih.
Dalam penyulingan, campuran zat dididihkan sehingga menguap, dan uap ini kemudian
didinginkan kembali ke dalam bentuk cairan. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah
akan menguap lebih dulu. Adapun rendemen bioetanol dihitung dari hasil pengukuran
volume bioetanol yang diperoleh dari destilasi hasil fermentasi dibagi dengan volume
bahan dasar/produk awal (Suastini, 1994).
E. Prosedur Fermentasi, Operasional Alat dan Destilasi
Prosedur Fermentasi
Tetes Tebu (apabila menggunakan tetes tebu sebagai bahan baku)
1. Siapkan tetes tebu sebanyak 300 ml, tambahkan dengan air 750 ml.
2. Siapkan ragi roti sebanyak 0,1% ; urea 0,1% dan NPK 0,05% dari volume
larutan, dimana berat jenis larutan 1,012 gr/ml.
3. Larutkan ragi, urea dan NPK ke dalam air hangat secukupnya.
4. Masukkan larutan ragi, urea dan NPK ke dalam larutan tetes tebu yang telah
diencerkan dan aduk secara merata.
5. Tuangkan larutan tersebut ke dalam botol aqua 1,5L dan lakukan fermentasi
selama 3 hari.
Limbah Cair (apabila memanfaatkan limbah cair sebagai bahan baku)
1. Siapkan limbah cair sebanyak 1000 ml.
2. Siapkan ragi tape sebanyak 1% ; urea 1% dan NPK 1% dari volume larutan.
3. Larutkan ragi, urea dan NPK ke dalam air hangat secukupnya.
4. Masukkan larutan ragi, urea dan NPK ke dalam larutan limbah cair kopi dan
tuangkan larutan tersebut ke dalam botol aqua 1,5 Liter. Lakukan fermentasi
selama 3 hari.
Prosedur Destilasi
Gambar 1.1. Destilator
Keterangan Gambar
1 Broiler
2 Termometer
3 Kolom fraksi
4 Kolom kondensor
5 Selang untuk mengalirkan air
pada kondensor
6 Selang untuk mengalirkan
bioetanol ke dalam botol
1. Pasang saringan 3 tingkat pada kolom fraksi
2. Masukkan larutan fermentasi ke dalam broiler, tutupkan rapat, usahakan tidak
ada bagian yang bocor pada boiler.
3. Hubungkan selang pada ujung kondensor untuk mengalirkan bioetanol ke dalam
botol
4. Hidupkan kompor listrik, alirkan air melalui selang ke kondensor.
5. Amati termometer, usahakan suhu pada broiler pada kisaran 79 – 81oC.
6. Ukur volume bioetanol dan kadar alkohol bioetanol yang dihasilkan
7. Ulangi langkah 1 s.d 6 menggunakan saringan 2 tingkat
8. Hitung rendemen bioetanol menggunakan persamaan berikut:
Rendemen (%) =
..
Tabel 1. 1. Data Destilasi
Perlakuan Volume larutan
destilat (ml)
Waktu destilasi
(menit)
Volume
Bioetanol (ml)
Kadar Alkohol
Bioetanol (%)
30 60 90 30 60 90 30 60 90
Tanpa plat
2 Plat
3 Plat
F. Daftar Pustaka
Diana,U. 2010. Studi Pembuatan Bioetanol dari Limbah Buah Pisang. Skripsi. Jurusan
Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember.
Dwinarso, B. 2010. Rancang Bangun Alat Destilasi Bioetanol Berbahan Baku Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). Skipsi. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
2. FITOREMEDIASI SISTEM BATCH
A. TUJUAN:
1. Mahasiswa memahami prosedur fitoremediasi sistem batch.
2. Mahasiswa mengetahui karakteristik limbah cair tahu pada proses fitoremediasi
sistem batch.
3. Mahasiswa mengetahui karakteristik tanaman kiambang, eceng gondok, dan
kangkung air pada proses fitoremediasi sistem batch.
4. Mahasiswa mengetahui nilai efisiensi total penurunan konsentrasi limbah cair
kopi pada proses fitoremediasi menggunakan tanaman kiambang, eceng
gondok, dan kangkung air.
B. ALAT DAN BAHAN:
Alat:
1. Akuarium batch
2. Gelas Ukur
3. Jerigen
4. Timbangan Digital
Bahan:
1. Limbah Cair Tahu
2. Tanaman Hijau (Kangkung Air, Kiambang, dan Eceng Gondok)
C. RUANG LINGKUP
Praktikum fitoremediasi sistem batch dilaksanakan di Rumai Koi Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Jember. Setiap kelompok praktikum melakukan analisis
TSS, COD dan BOD) pada awal dan akhir pengamatan di Laboratorium TPKL serta
pengamatan harian di Greenhouse. Pengamatan dilaksanakan selama 14 hari dengan
parameter harian yang diamati meliputi pH, kekeruhan, TDS, Suhu, dan kondisi
tanaman.
D. DASAR TEORI
Menurut Nurrandani (2007:28), fitoremediasi merupakan upaya pengurangan
kadar kandungan limbah dalam sebuah perairan atau mengendalikan pencemaran air
dengan menggunakan sebuah tanaman dengan menggunakan kolam buatan maupun in-
situ atau terjadi di perairan bebas pada tanah atau daerah yang tercemar limbah.
Hartanti et al. (2013:32) menyatakan fitoremediasi merupakan teknik pemulihan lahan
tercemar dengan menggunakan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, dan
mentransformasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun senyawa organik.
Fitoremediasi Sistem aliran batch memiliki keunggulan dalam melakukan
pengoperasiannya lebih mudah dan hasilnya cukup baik dalam penurunan konsentrasi
zat pencemar dalam limbah.
E. PROSEDUR KERJA
1. Menimbang tanaman hijau (kangkung hijau, eceng gondok, dan kiambang)
dengan timbangan digital sebanyak 300 gram/10 liter limbah cair tahu.
2. Memasukkan 500 ml limbah cair tahu ke dalam botol sampel untuk analisis
awal (TSS, BOD, dan COD).
3. Memasukkan 10 liter limbah cair tahu ke dalam akuarium batch.
4. Memasukkan 300 gram eceng gondok ke dalam akuarium batch.
5. Melakukan pengamatan harian selama 14 hari.
6. Pada hari ke-14 melakukan analisis akhir (TSS, COD, dan BOD).
7. Menghitung efisiensi proses fitoremediasi sistem batch.
F. TABEL PENGAMATAN
Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Proses Fitoremediasi Sistem Batch pada Tanaman...............
Hari
Ke
Parameter
pH Kekeruhan
(NTU)
TDS
(mg/l)
TSS
(mg/l)
COD
(mg/L)
BOD
(mg/L)
Suhu
(oC)
Volume
air (mm3)
0
1
2
3
4
5
6
7
Efisiensi
Tabel 2.2. Karakteristik Tanaman ......
Hari
ke Panjang akar
(mm) Jumlah daun
Jumlah daun yang busuk
Warna daun
Jumlah tunas
Panjang tunas (mm)
0
1
2
3
4
5
6
7
Ket : K = Kuning H = Hijau C = Coklat
G. DAFTAR PUSTAKA
Hartanti, P.I., Haji, A.T.S. dan Wirosudarmo, R. 2013. Pengaruh Kerapatan Tanaman
Eceng Gondok (Eichornia Crassipes (Mart.) Solm) Terhadap Penurunan Logam
Chromium Pada Limbah Cair Penyamakan Kulit. Jurnal Sumberdaya Alam Dan
Lingkungan.Vol. 1 (1) : 31-37.
Nurrandani, H. 2007. Fitoremediasi Phospat Dengan Pemanfaatan Enceng Gondok
(Eichornia Crassipes (Mart.) Solm). Jurnal Presipitasi. Vol. 2 (1): 28-33.
3. FITOREMEDIASI SISTEM BATCH DENGAN AERASI
A. TUJUAN:
1. Mahasiswa memahami prosedur fitoremediasi sistem batch dengan aerasi.
2. Mahasiswa mengetahui karakteristik limbah cair tahu pada proses fitoremediasi sistem
batch dengan aerasi.
3. Mahasiswa mengetahui karakteristik tanaman kiambang, eceng gondok, dan kangkung air
dalam proses fitoremediasi sistem batch dengan aerasi.
4. Mahasiswa mengetahui nilai efisiensi total penurunan konsentrasi limbah cair kopi pada
proses fitoremediasi dengan aerasi menggunakan tanaman kiambang, eceng gondok, dan
kangkung air.
B. ALAT DAN BAHAN:
Alat:
1. Akuarium batch
2. Gelas Ukur
3. Jerigen
4. Timbangan Digital
5. Aerator
Bahan:
1. Limbah Cair Tahu
2. Tanaman Hijau (Kangkung Air, Kiambang, dan Eceng Gondok)
C. RUANG LINGKUP
Praktikum Fitoremediasi sistem batch dengan aerasi dilaksanakan di greenhouse Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Jember. Setiap kelompok praktikum melakukan analisis TSS, COD
dan BOD) pada awal dan akhir pengamatan di Laboratorium TPKL serta pengamatan harian di
Greenhouse. Pengamatan dilaksanakan selama 14 hari dengan parameter harian yang diamati
meliputi pH, kekeruhan, TDS, Suhu, dan kondisi tanaman.
D. DASAR TEORI
Menurut Nurrandani (2007:28), fitoremediasi merupakan upaya pengurangan kadar
kandungan limbah dalam sebuah perairan atau mengendalikan pencemaran air dengan
menggunakan sebuah tanaman dengan menggunakan kolam buatan maupun in-situ atau terjadi di
perairan bebas pada tanah atau daerah yang tercemar limbah. Hartanti et al. (2013:32) menyatakan
fitoremediasi merupakan teknik pemulihan lahan tercemar dengan menggunakan tumbuhan untuk
menyerap, mendegradasi, dan mentransformasi bahan pencemar, baik itu logam berat maupun
senyawa organik. Untuk membantu proses fitoremediasi dalam proses penanganan limbah secara
alami di dalam perairan, maka digunakan salah satu cara penambahan oksigen yang dimasukkan ke
dalam cairan limbah sehingga proses penanganan limbah ini bisa berjalan dengan optimal. Metode
tersebut adalah metode aerasi, aerasi merupakan sebuah metode penambahan oksigen yang
dimasukkan ke dalam perairan yang bertujuan untuk mengikat senyawa-senyawa yang sangat
berbahaya yang terdapat di dalam suatu limbah, sehingga kadar berbahaya yang terdapat di dalam
suatu limbah bisa berkurang atau bahkan hilang (Manasika, 2015)
E. PROSEDUR KERJA
1. Menimbang tanaman hijau (kangkung hijau, eceng gondok, dan kiambang) dengan
timbangan digital sebanyak 300 gram/10 liter limbah cair tahu.
2. Memasukkan 500 ml limbah cair tahu ke dalam botol sampel untuk analisis awal (TSS, BOD,
dan COD).
3. Memasukkan 10 liter limbah cair tahu ke dalam akuarium batch.
4. Memasang aerator ke dalam akuarium batch.
5. Memasukkan 300 gram eceng gondok ke dalam akuarium batch.
6. Melakukan pengamatan harian selama 14 hari.
7. Pada hari ke-14 melakukan analisis akhir (TSS, COD, dan BOD).
8. Menghitung Effisiensi Fitoremediasi sistem batch dengan aerasi.
F. TABEL PENGAMATAN
Tabel 3.1. Pengamatan Parameter Fitoremediasi Sistem Batch dengan aerasi pada Tanaman.....
Hari
Ke
Parameter
pH Kekeruhan
(NTU)
TDS
(mg/l)
TSS
(mg/l)
COD
(mg/l)
BOD
(mg/l) Suhu
Volume
air (mm3)
0
1
2
3
4
5
6
7
Efisiensi
Tabel 3.2. Karakteristik Tanaman ......
Hari ke Panjang akar
(mm)
Jumlah
daun
Jumlah daun
yang busuk Warna daun Jumlah tunas
Panjang
Tunas (mm)
0
1
2
3
4
5
6
7
Ket : K = Kuning
H = Hijau
C = Coklat
G. DAFTAR PUSTAKA
Hartanti, P.I., Haji, A.T.S. dan Wirosudarmo, R. 2013. Pengaruh Kerapatan Tanaman Eceng Gondok
(Eichornia Crassipes (Mart.) Solm) Terhadap Penurunan Logam Chromium Pada Limbah Cair
Penyamakan Kulit. Jurnal Sumberdaya Alam Dan Lingkungan.Vol. 1 (1) : 31-37.
Manasika, A. P. 2015. Analisis Pengaruh Variasi Densitas Eceng Gondok(Eichornia Crassipes (Mart.)
Solm) Pada Fitoremediasi Limbah Cair Kopi. Jember: Universitas Jember.
Nurrandani, H. 2007. Fitoremediasi Phospat Dengan Pemanfaatan Enceng Gondok (Eichornia
Crassipes (Mart.) Solm). Jurnal Presipitasi. Vol. 2 (1): 28-33.
4. KOMBINASI PROSES FITOREMEDIASI DAN PROSES FISIK
A. Tujuan.
1. Mahasiswa mampu memahami prosedur penanganan limbah melalui kombinasi proses
fitoremidiasi dan penanganan fisik.
2. Mahasiswa mengetahui karakteristik limbah cair tahu pada proses kombinasi proses
fitoremediasi dan penanganan fisik
3. Mahasiswa mampu menggunakan alat dan bahan Laboratorium dengan prosedur yang benar
4. Mahasiswa mampu menghitung nilai efisiensi total penurunan konsentrasi limbah pada
kombinasi proses fitoremidiasi dan penanganan fisik limbah cair
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan :
- 1 buah Akuarium berukuran 40 x 30 x 30 cm
- Bak penampung limbah
- Pompa
- Selang
- Rol Kabel
- Timbangan Digital
Bahan yang digunakan :
- Sampel limbah yang digunakan pada praktikum ini adalah limbah cair tahu sebanyak 40 liter
- Tumbuhan air :
1) 600 gr Kangkung (Kelas A)
2) 600 gr Kiambang (Kelas B)
3) 600 gr Eceng Gondok (Kelas C)
- Pasir Silika
- Batu Kali
- Saringan (kain Tile)
C. Ruang Lingkup.
Praktikum penerapan penanganan limbah dengan kombinasi proses fitoremidiasi dan
penanganan fisik menggunakan pasir silika dan batu kali. Setiap kelompok praktikum mengamati
parameter COD, BOD, TDS, TSS, pH dan kekeruhan sebelum dan sesudah dilakukan proses
penanganan fisik.
D. Dasar Teori
a. Penanganan Fisik
Penanganan fisik dapat dilakukan dengan penyaringan (filtrasi). Penyaringan adalah
pengurangan lumpur tercampur dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan pada media
yang porous. Kedalaman penyaringan menentukan derajat kebersihan air yang disaringnya. Akan
tetapi penyaringan ini banyak dijumpai sebagai pengolahan ketiga air limbah setelah mengalami
proses biologis atau proses fisika kimia. Penyaringan akan memisahkan zat padat dan zat kimia yang
dikandung air limbah. Penanganan fisik pada praktikum ini menggunakan batu kali dan pasir silika
dan penanganan biologi dapat dilakukan dengan proses fitoremidiasi. Menurut Kristanto (2004:195),
filtrasi (penyaringan) merupakan suatu bentuk metode pengolahan untuk menghasilkan effluent
limbah dengan efisiensi tinggi. Penyaringan ini menggunakan media seperti pasir dan kerikil yang
bertujuan mengurangi kandungan padatan tersuspensi, kekeruhan, BOD, COD dan parameter
lainnya.
Pada praktikum ini menggunakan prinsip saringan pasir cepat dimana air limbah yang masuk
akan melewati batu kali terlebih dahulu dan kemudian melewati pasir silika. Arah aliran yang
digunakan dalam saringan pasir cepat ini dari arah aliran bawah ke atas (up flow). Dibagian atas
terdapat proses fitoremidiasi dengan menggunakan tumbuhan air (kangkung/kiambang/eceng
gondok).
b. Pasir Silika dan Batu Kali
Kegunaan pasir silika untuk menghilangkan sifat fisik air, seperti kekeruhan atau air berlumpur
dan menghilangkan bau pada air. Pada umumnya pasir silika digunakan pada tahap awal sebagai
saringan dalam pengolahan air kotor menjadi air bersih. Sedangkan dalam proses filtrasi batu kali
berfungsi sebagai pengendap dan penyaring kotoran – kotoran yang terkandung didalam air
(Sumarwoto, 1993).
Gambar 4.1. Rangkaian komponen penanganan fisik dan fitoremediasi
E. Prosedur Operasional Alat dan Langkah Kerja Praktikum
a. Persiapan alat dan bahan
1. Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan
2. Menyusun dan menempatkan alat sesuai dengan gambar rangkain komponen penanganan fisik
(Gambar 1)
3. Memasang pompa pada bak penampung limbah awal
4. Meletakkan dan menyusun batu kali dengan ketinggian 5 cm dan ketinggian pasir silika sebesar
10 cm pada akuarium.
5. Memasukkan tumbuhan air (kangkung/kiambang/eceng gondok) pada bagian atas pasir silika.
b. Langkah Kerja Praktikum
1. Masing-masing kelompok menyiapkan limbah cair dan tumbuhan air yang telah ditentukan oleh
dosen, asisten atau laboran.
2. Masukkan limbah cair ke dalam bak penampung, masing-masing kelompok menyiapkan sampel
limbah sebanyak 40 liter
3. Mengatur stop kran untuk menentukan besar debit yang akan digunakan. Debit yang digunakan
dalam praktikum ini adalah 4,1 ml/detik.
4. Hidupkan pompa sampai limbah mengisi penuh akuarium, dan limbah hasil proses penanganan
fisik keluar dari pipa pengeluaran yang selanjutnya akan ditampung pada bak penampung
limbah akhir
5. Limbah awal merupakan limbah yang berada dalam bak penampung awal (limbah cair tahu asli)
sedangkan limbah hasil dari penanganan fisik dianggap sebagai limbah akhir.
6. Pengukuran parameter limbah awal dan akhir (pH, suhu, TDS, TSS, Kekeruhan, COD, dan BOD).
7. Data hasil pengukuran dimasukkan ke dalam tabel berikut.
Tabel 4.1. Hasil Pengamatan
Jenis Tanaman Air :
Parameter Limbah Awal Limbah Akhir Nilai Efisiensi
pH
TDS
Suhu
Kekeruhan
COD
BOD
Tabel 4.2. Hasil Pengamatan TSS
a (mg) b (mg) C (ml) Zat Padat Terlarut
(mg/l)
Limbah awal
Limbah Akhir
Nilai efisiensi
Tabel 4.3. Hasil Pengamatan BOD
a (ml) N (ek/l) V (ml) OT
(mg O2/l)
Limbah awal
Limbah Akhir
Nilai efisiensi
*BOD dianalisis pada BOD 0 dan BOD 5
F. Daftar Pustaka
Alaerts, G dan Santika, Sri Simestri. 1984. Metode Penelitian Air. Usaha Nasional. Surabaya.
Kristanto, P. 2004. Ekologi Industri. Yogyakarta: Andi Offset
Sumarwoto. O. 1993. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Air Limbah Industri. Jakarta : PT. Raja
Grafindo Persada.
5. PROSES ANAEROBIK METODE BATCH
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami proses anaerobik menggunakan metode batch
2. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan dari penumbuhan inokulan dan proses anaerobik
pada limbah cair.
3. Mahasiswa mampu menganalisis pengaruh proses anaerobik pada penangnan limbah cair
serta menghitung volume total biogas yang terbentuk.
4. Mahasiswa mampu memahami jenis-jenis reaktor dan sistem kerja reaktor batch.
5. Mahasiswa mampu menggunakan alat dan bahan Laboratorium dengan prosedur yang
benar.
B. Teori Dasar
Pengelolaan air limbah merupakan upaya yang dilakukan untuk melestarikan lingkungan.
Terdapat penanganan limbah yang dapat menghasilkan limbah. Penangnan tersebut adalah
proses anaerobik. Proses anaerobik akan menghasilkan biogas. Biogas merupakan gas hasil
proses anaerobik berupa gas metan, gas karbondioksida, hidrogen dan hidrogen sulfida. Bahan
dasar dari biogas yaitu bahan organik yang jumlahnya diindikasikan oleh nilai COD dan BOD pada
limbah cair akan difungsikan untuk sumber karbon sebagai media pertumbuhan bakteri. Pada
dasarnya produksi biogas akan melewati beberapa tahapan yaitu hidrolisi sehingga bahan organik
menjadi senyawa yang lebih sederhana. Kemudian senyawa-senyawa tersebut akan dirombak
oleh bakteri asam menjadi asam-asam lemak.
Bakteri yang berperan pada tahapan ini adalah Pseudomonas, Flavobacterium
Alkaligenesis, Escherechia dan Achetobacter (Sa’id, 1987: 298). Kemudian dilanjutkan dengan
proses metanogensis atau pembentukan gas metan. Bakteri-bakteri tersebut yaitu
Methanobacterium Methanosarcina dan Metanococcus yang berfungsi untuk merubah asam
lemak menjadi gas metan sedangkan Desulvabrio akan merombak sulfur menjadi hidrogen sulfida
(Sa’id, 1987:298). Waktu fermentasi yang dapat menghasilkan gas metan optimal yaitu 3 minggu
atau 25 hari dengan suhu 30-50 ᵒC yang menghasilkan komposisi gas sebesar 36% metan,
hidrogen sulfida 19%, karbondioksida 31% dan hidrogen 3,3%. Menurut Seadi, dkk., (2008:25),
hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan biogas yaitu suhu dengan tingkat keamanan
40-60 ᵒC, pH dengan nilai optimum 6,4-7,4. Indikator pembentukan biogas dapat diketahui jika
sudah muncul volume dan tekanan biogas. Secara umum pengukuran tekanan biogas dilakukan
dengan metode bejana berhubungan atau pembacaan pada manometer (Potter, 2009:25).
a. Proses Anerobik
Perombakan bahan organik berdasarkan keterkaitan oksigen dibedakan menjadi dua yaitu
proses aerobik (reaksi dengan oksigen) yang menghasilkan ammonia dan proses anaerobik (reaksi
tanpa oksigen) yang menghasilkan gas metan. Pada dasarnya, proses anaerobik akan berkaitan
dengan mikroorganisme dengan tahapan yang meliputi hidrolisis, pembentuakan asam (asidifikasi)
dan metanogenesis (Wahyuni, 2013:17). Berikut ini merupakan penjelasan dari beberapa proses
tersebut.
a. Hidrolisis merupakan proses pemecahan bahan organik dengan senyawa-senyawa mudah larut
seperti protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa yang lebih sederhana dengan bantuan
bakteri hidrolotik. Pada proses ini, bakteri mesophilik bekerja pada suhu 30-40 ᵒC sedangkan
bakteri termophilik bekerja pada suhu 50-60 ᵒC dengan pH 6- 7 (Sa’id, 1987:295). Berikut ini
merupakan reaksi dari hidrolisis.
(C6H10O5)n + nH2O n(C6H12O6)
b. Pembentukan asam atau asidifikasi merupakan tahap kedua sebagai proses lanjutan hidrolisis.
Proses ini merubah senyawa-senyawa sederhana oleh mikroorganisme pembentuk asam
menjadi asam yang mudah menguap seperti asam asetat, asam butirat dan asam propinat.
Mikroorganisme pembentuk asam pada tahap ini adalah sub divisis acid/farming bacteria dan
acetogenic bacteria (Manurung, 2004:4). Pada tahapan ini pH akan cenderung menurun namun
pH akan relatif netral karena terbentuk buffer alkali yang dapat menetralkan keasamaan. untuk
mencegah penurunan pH yang spontan dilakukan penambahan kapur. Berikut ini merupakan
reaksi dari tahapan asidifikasi.
C6H12O62CH3CHOHCOOH
(Asam Laktat)
C6H12O6CH3CH2CH2HCOOH + 2CO2 + 2H2
(Asam Butirat)
C6H12O6CH3CH2HCOOH + 2CO2 (Asam Propinat)
C6H12O6(Asam Asetat)
CH3COOH
c. Metanogenesis merupakan tahapan ketiga pada proses anaerobik. Proses ini terjadi
perombakan asam organik oleh bakteri metagenik yang terdiri atas methanococus,
methanosarcina dan methano bactherium menjadi biogas berupa gas metan, karbondiokasida,
air dan gas hidrogen sulfida (Manurung, 2004: 6). Berikut ini merupakan rekaksi dari
metagenesis.
CH3COOH(Metan)
CH4 + CO2
2H2 + CO2(Metan)
CH4 + 2H2O
Berdasarkan tahapan proses anaerobik di atas dapat dirumuskan suatu alur urutan proses dari ketiga
tahapan yang disajikan pada gambar 1.
Lemak Lignin Protein
Asam Lemak
Rantai PanjangAromatik Asam Amino
Siklus Asam Kreb
Asam Piruvat
Asam Butirat
Asam Keto
Karbohidrat
Alkohol
Asam Laktat
Asam Propanat
Asam Asetat
Asam Format
Gas MetanGas
Karbondioksida
Gambar 5.1. Reaksi biokimia proses pemecahan bahan organik menjadi metan dan karbondioksida
(Sumber: Sa’id, 1987: 296)
b. Jenis-Jenis Digester
Digester merupakan media yang dapat dikontrol untuk pertumbuhan mikroorganisme, jenis-
jenis fermentor disajikan pada tabel 5.2.
Tabel 5.2. Jenis-jenis fermentor
No. Model Digester Jenis Karakteristik
1) Konstruksi a. Digester bak tertutup
memiliki penutup untuk merangkap gas serta pipa yang digunakan untuk menyalurkan gas dan konsentrasi kepadatan cairan <3%
b. Complete mix digester
konstruksi tangki dari baja yang ditaman di dalam tanah yang dilengkapi dengan pemanas dan pengaduk mekanis serta konsentrasi kepadatan cairan 3-10%
c. Plug-flow digester
Berbentuk persegi panjang yang dilengkapi dengan tempat pengumpulan bahan, tempat pencampuran dan tangki digester serta konsentrasi kepadatan cairan 11-13%
2) Pengisian bahan baku
a. Batch feeding Pengisian dilakukan sekali hingga reaktor penuh dan ditunggu hingga terbentuk biogas
b. Countinous feeding
Pengisian bahan baku dilakukan secara rutin setiap hari dengan volume tertentu
3) Bahan digester a. Fixe dome Terdiri atas batu bata, batu dan semen yang dibentuk seperti kubah
b. Digester silinder
Terdiri atas sumur pencerna dari drum dan penampung gas
c. Digester Balon Memiliki fermentor dengan fungsi ganda d. Digester fiber
glass Berasal dari fiber glass
(Wahyuni, 2013:29-37)
Berdasarkan pengisian bahan baku biogas juga dikenal metode semikontinyu (Widyastuti
dan Betanursanti, 2011:1). Metode semikontinyu merupakan teknik pengisian bahan baku biogas
yang dilakukan dengan periode dan volume tertentu. Hal tersebut akan memberikan kondisi jumlah
biomassa dan biogas yang konstan.
c. Mikroorganisme Pembantu atau Strater
Biogas dihasilkan dari penguraian bahan organik secara anaerobik oleh bantuan
mikroorganisme. Mikroorganisme yang berperan dalam pembentukan biogas adalah bakteri
metagenik. Bakteri tersebut hidup dalam lingkungan tanpa oksigen dengan memanfaatkan karbon
dan nitrogen. Sehingga rasio C/N memiliki pengaruh relatif penting terhadap biogas yang akan
diproduksi. Rasio C/N yang realtif sesuai dalam pembentukan biogas yaitu sebesar 20-30 (Budiyono,
dkk., 2013:8), hal ini disebabkan jika nilai C/N ratio relatif tinggi akan meningkatkan pertumbuhan
bakteri yang berakibat pada pembentuk gas karbondioksida yang tinggi sedangkan jika nilai rasio
C/N rendah maka nitrogen akan berakumulasi untuk membentuk gas ammonia. Selain itu, kadar
COD dan BOD memiliki pengaruh pada jumlah pengubahan bahan organik menjadi gas metan oleh
bakteri metagenik. Bakteri metagenetik dapat diperoleh dari kotoran ruminansia atau manusia
dengan cara isolasi atau dimanfaatkan secara langsung. Hasil isolasi berupa inokulan (Wahyuni,
2013:21). Berikut ini meruapakan nilai rasio karbon dan nitrogen pada beberapa bahan yang
disajikan pada table 5. 3.
Tabel 5.3. Rasio karbon dan nitrogen pada berbagai bahan
No. Bahan Kandungan C/N
1) Kotoran bebek 8
2) Kotoran manusia 8
3) Kotoran ayam 10
4) Kotoran kambing 12
5) Kotoran babi 18
6) Kotoran domba 19
7) Kotoran sapi/kerbau 24
8) Eceng gondok 25
9) Kotoran gajah 43
10) Batang jagung 60
(Sumber: Padang, dkk., 2011:55)
d. Reaktor Manual Proses Anerobik
Reaktor anaerobik pada praktikum ini dibuat dari galon dan dilengkapi dengan instalasi biogas.
Kapasitas rekator tersebut memiliki volume total 19-20 liter. Volume inokulan yang dari formulasi
antara air dan limbah sebesar 10 liter. Desain struktural menunjukkan desain keseluruhan alat yang
meliputi rangka alat, komponen-komponen statis, komponen dinamis dan komponen pelengkap.
Rangka utama reaktor berasal dari botol kaca atau plastik berkapasitas 19-20 liter yang dilengkapi
dengan silt (karet) penutup dan terdapat dua saluran yang terbuat dari selang. Saluran pertama
difungsikan sebagai input dan selang kedua difungsikan sebagai saluran gas. Reaktor ini tidak
memiliki outlet, hal ini dikarenakan penumbuhan inokulan menggunakan metode batch. Berikut ini
merupakan gambar reaktor yang disajikan pada gambar 5.4.
Volume total 19-20 liter
Plastik Penampung Gas
Hopper dengan
penutup
Saluran Uji
Bakar
Saluran
kontrol pHSilt karet
Gambar 5.4. Reaktor Anaerobik
e. Metode Proses Anaerobik Pada Penanganan Limbah Cair Pengolahan Kopi
Inokulan diperoleh dari kotoran sapi. Penumbuhan inokulan dilakukan pada reaktor 1
dengan volume kotoran sapi dan air sejumlah 10 liter. Perbandingan kotoran sapi dan air adalah 1:1.
Waktu fermentasi selama 18-21 hari. Hal yang perlu diperhatikan pada tahapan ini adalah kondisi pH
dan suhu serta jumlah biogas. Variabel awal limbah cair kopi yang diukur yaitu suhu, pH, BOD, COD,
dengan menggunakan alat ukur mekanis atau digital dan analisis laboratorium serta pengukuran
volume gas.
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk praktikum:
6 buah reaktor yang terbuat dari galon, botol sampel, termometer, beaker glass 500 ml, labu
ukur 1000 ml dan 500 ml, COD reaktor, spektrofotometer dan gelas winkler.
Bahan yang digunakan untuk praktikum:
Pada praktikum ini sampel limbah cair yang digunakan adalah limbah cair tahu dan kotoran
sapi. Untuk mengatur tingkat pH digunakan H2SO4 dan NaOH dan Aquades digunakan untuk
mensterilkan limbah cair tahu.
D. Prosedur kerja
a. Limbah cair sebanyak 500 ml dimasukkan kedalam beaker glass 1000 ml.
b. Limbah cair diukur pada parameter awal (Temperatur, pH, COD dan BOD).
c. Limbah cair diatur pada pH optimal dengan menggunakan 0,1 N H2SO4 atau dengan 0,1 N
NaOH. Dalam penambahan NaOH atau H2SO4 dilakukan dengan metode trial and error
hingga diperoleh jumlah NaOH dengan volume yang sesuai pada penetralan pH limbah cair
pengolahan tahu dengan nilai 6,4-7,4.
d. Pembuatan inokulan dan reaktor:
- Inokulan 1 diperoleh dari kotoran sapi. Pembuatan inokulan dilakukan dengan cara
volume kotoran sapi dan air sejumlah 10 liter. Perbandingan kotoran sapi dan air adalah
1:1.
- Inokulan 2 diperoleh dari kotoran sapi dan limbah cair pengolahan tahu. Pembuatan
inokulan dilakukan dengan cara volume kotoran sapi dan limbah cair pengolahan tahu
sejumlah 10 liter. Perbandingan kotoran sapi dan air adalah 1:1.
e. Waktu fermentasi selama 14 hari. Hal yang perlu diperhatikan pada tahapan ini adalah
kondisi suhu serta jumlah biogas.
f. Pengukuran volume gas dilakukan dengan mengukur volume biogas yang terbentuk yang
ditampung pada plastik penampung, pengukuran volume biogas pada plastik penampung
dilakukan dengan cara memasukkannya kedalam gelas Erlenmeyer 500 ml yang diisi air
minimal 100 ml. Penambahan volume air pada gelas erlenmeyer merupakan volume biogas
yang terbentuk.
g. Paramater harian yang diamati yaitu suhu dan volume gas dan parameter pengukuran pada
limbah awal dan akhir adalah suhu, pH,COD dan BOD.
Tabel 5.1. Hasil Pengamatan harian
No. Parameter
Suhu (0C) Volume Biogas (ml)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Tabel 5.2. Hasil Pengamatan awal dan akhir
Inokulan Parameter
pH COD (mg/L) BOD (mg/L)
Inokulan 1
Awal
Akhir
Inokulan 2
Awal
Akhir
Daftar Pustaka
Budiyono, Pratiwi, E., M., dan Sinar, I., N., Y. 2013. Pengaruh Metode Fermentasi, Komposisi Umpan, pH Awal dan Variasi Pengenceran Terhadap Produksi Biogas dari Vinasse. Jurnal Penelitian Kimia, Vol. 9(1): 1-12.
Manurung, R., 2004. Proses Anerobik sebagai Alternatif untuk Mengolah Limbah Sawit. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Padang, Y., A., Nurcahyati dan Suhandi. 2011. Meningkatkan Kualitas Biogas dengan Penambahan Gula: Icreasing Biogas Quality with Addition Sugar. Jurnal Teknik Rekayasa, Vol. 12(1): 53-62.
Potter, M., C. 2009. Fluid Mechanics Demystified. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. Sa’id. E., G. 1987. Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. Cetakan I. Jakarta: PT Madiyatama
Sarana Perkasa. Seadi, Rutz, Prassl, Kottner dan Finsterwalder. 2008. Biogas Handbook. Denmark: University of
Sourthen Denmark Esbjerg. Wahyuni, S. 2013. Biogas: Energi Alternatif Pengganti BBM, Gas dan Listrik. Cetakan I. Jakarta: PT
Agromedia Pustaka. Widyastuti dan Betanursanti, I. 2011. Uji Biorekator Semikontinyu untuk Pembuatan Biogas pada
Pengelolaan Sampah. Seminar Nasional Teknologi dan Komunikasi Terapan ISBN 979-26-0255-0. Kebumen: Sekolah Tinggi Teknologi Muhamamadiyah Kebumen.
6. PROSES KOAGULASI FLOKULASI
A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami proses koagulasi dan flokulasi.
2. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan dari proses koagulasi dan flokulasi
3. Mahasiswa mampu menganalisis pengaruh koagulan terhadap limbah pada proses koagulasi
dan flokulasi.
4. Mahasiswa mampu memahami sistem kerja Jar Test.
5. Mahasiswa mampu menggunakan alat dan bahan Laboratorium dengan prosedur yang
benar.
B. Teori Dasar
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan.
Apapun macam teknologi pengolahan air limbah domestik maupun industri yang dibangun harus
dapat dioperasikan dan dipelihara terutama oleh industri terkait yang menghasilkan air limbah.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah dicoba dan
dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah dikembangkan tersebut
secara umum biasa dikenal dengan pengolahan secara kimia.
Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan partikel-partikel
yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat, senyawa fosfor, dan zat organik beracun;
dengan membubuhkan bahan kimia tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut
pada prinsipnya berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat
diendapkan menjadi mudah diendapkan (koagulasi- flokulasi), baik dengan atau tanpa reaksi
oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi. Pengendapan bahan tersuspensi
yang tak mudah larut dilakukan dengan membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang
berlawanan dengan muatan koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga
akhirnya dapat diendapkan (Risdianto, 2007).
a. Koagulasi-Flokulasi
Koagulasi flokulasi adalah salah satu proses kimia yang digunakan untuk menghilangkan
bahan cemaran yang tersuspensi atau dalam bentuk koloid. dimana partikel-partikel koloid ini tidak
dapat mengendap sendiri dan sulit ditangani oleh perlakuan fisik. Pada proses koagulasi, koagulan
dan air limbah yang akan diolah dicampurkan dalam suatu wadah atau tempat kemudian dilakukan
pengadukan secara cepat agar diperoleh campuran yang merata distribusi koagulannya sehingga
proses pembentukan gumpalan atau flok dapat terjadi secara merata pula. Proses flokulasi dilakukan
setelah setelah proses koagulasi dimana pada proses koagulasi kekokohan partikel koloid ditiadakan
sehingga terbentuk flok-flok lembut yang kemudian dapat disatukan melalui proses flokulasi.
Penggoyahan partikel koloid ini akan terjadi apabila elektrolit yang ditambahkan dapat diserap oleh
partikel koloid sehingga muatan partikel menjadi netral. Penetralan muatan partikel oleh koagulan
hanya mungkin terjadi jika muatan partikel mempunyai konsentrasi yang cukup kuat untuk
mengadakan gaya tarik menarik antar partikel koloid. Proses flokulasi berlangsung dengan
pengadukan lambat agar campuran dapat membentuk flok-flok yang berukuran lebih besar dan
dapat mengendap dengan cepat. Keefektifan proses ini tergantung pada konsentrasi serta jenis
koagulan dan flokulan, pH dan temperatur.
b. Koagulasi
Koagulasi didefinisikan sebagai prosesdestabilisasi muatan koloid padatan tersuspensi
termasuk bakteri dan virus, dengan suatu koagulan. sehingga akan terbentuk flok-flok halus yang
dapat diendapkan. Pengadukan cepat (flash mixing) merupakan bagian integral dari proses
koagulasi. Tujuan pengadukan cepat adalah untuk mempercepat dan menyeragamkan penyebaran
zat kimia melalui air yang diolah. Koagulan yang umum dipakai adalah alumunium sulfat, feri sulfat,
fero sulfat dan PAC.
Air mengandung partikel-partikel koloid yang terlalu ringan untuk mengendap dalam waktu
singkat. Partikel-partikel koloid tersebut tidak dapat menyatu menjadi partikel yang lebih besar
karena pada umumnya partikel-partikel tersebut bermuatan elektris yang sama, sehingga
dibutuhkan penambahan bahan kimia seperti koagulan yang dapat mendestabilkan partikel-partikel
koloidal. Koagulasi adalah proses adsorpsi dari koagulan terhadap partikel koloid sehingga
menyebabkan destabilisasi partikel. Proses ini biasa disebut proses netralisasi.
Pada proses koagulasi Jartest digunakan untuk mencari bahan kimia apa yang cocok untuk
air limbah tertentu dan beberapa dosis yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil yang optimal.
Proses koagulasi ini dengan pengadukan cepat supaya terjadi turbulensi yang baik agar bahan kimia
dapat menangkap partikel-partikel koloid. Pengadukan cepat hanya dilakukan sebentar saja ± 30-60
detik pada kecepatan putaran 400 Rpm (Hasanah et al. 2014).
Gambar 6.1. Proses pengikatan partikel koloid oleh koagulan.
c. Flokulasi
Flokulasi merupakan proses pembentukan flok, yang pada dasarnya merupakan
pengelompokan/ aglomerasi antara partikeldengan koagulan (menggunakan proses pengadukan
lambat atau slow mixing). Pada flokulasi terjadi proses penggabungan beberapa partikel menjadi flok
yang berukuran besar. Partikel yang berukuran besar akan mudah diendapkan (Risdianto, 2007).
Setelah selesai dengan proses koagulasi, proses yang terjadi dilanjutkan pada tahap ke dua
yaitu proses flokulasi dimana terjadi penggabungan partikel-partikel yang tidak stabil sehingga
membentuk flok yang lebih besar dan lebih cepat dapat dipisahkan. Sering kali flok yang terbentuk
tidak begitu bagus sehingga dibutuhkan bahan kimia tambahan yang dapat membantu
penggabungan flok-flok tersebut sehingga menjadi flok yang lebih besar. Flokulasi dilakukan pada
pengadukan lambat dengan waktu 15 menit pada kecepatan putaran 150 Rpm (Hasanah et al. 2014).
Gambar 6.2. Proses pengikatan partikel koloid oleh flokulan
d. Jar Test
Jartest adalah rangkaian test untuk mengevaluasi proses-proses koagulasi dan flokulasi serta
menentukan dosis pemakaian bahan kimia.
Gambar 6.3. Jar Test
Pada pengolahan air bersih atau air limbah dengan proses kimia selalu dibutuhkan bahan
kimia tertentu pula untuk menurunkan kadar polutan yang ada di dalam air atau air limbah.
Penambahan bahan kimia tidak dapat dilakukan sembarang, harus dengan dosis yang tepat dan
bahan kimia yang cocok serta harus memperhatikan pHnya. Sehingga jartest bertujuan untuk
menpotimalkan pengurangan polutan dengan :
mengevaluasi koagulan dan flokulan
menentukan dosis bahan kimia
mencari pH yang optimal
e. Metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest
Standar nasional untuk metode pengujian koagulasi flokulasi dengan cara jartest ditetapkan
dalam SNI 19-6449-2000 termasuk prosedur umum untuk pengolahan dalam rangka mengurangi
bahan-bahan terlarut, koloid dan yang tidak mengendap dalam air dengan menggunakan bahan
kimia dalam proses koagulasi flokulasi, yang dilanjutkan dengan pengendapan secara gravitasi.
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk praktikum:
Jart test, pH meter Calibration Check HI 223, Neraca Analitik OHAUS, Spectrofotometer,
Oven, Beaker glass 1000 ml, Desikator, Turbidimeter, Stopwatch, COD reactor, Multi parameter
probe.
Bahan yang digunakan untuk praktikum:
Pada praktikum ini sampel limbah cair yang digunakan adalah limbah cair tahu, Alumunium
Sulfat (Alum) sebagai koagulan. Untuk mengatur tingkat pH digunakan H2SO4 dan NaOH dan Aquades
digunakan untuk mensterilkan alat.
D. Prosedur kerja
h. Limbah cair sebanyak 500 ml dimasukkan kedalam beaker glass 1000 ml.
i. Limbah cair diukur pada parameter awal (Temperatur, pH, TDS, Kekeruhan, TSS, COD dan
BOD).
j. Limbah cair diatur pada pH optimal dengan menggunakan H2SO4 atau dengan NaOH
k. Pembuatan dosis
- Kel 1. 2000 Ppm
- Kel 2. 3000 Ppm
- Kel 3. 4000 Ppm
- Kel 4. 5000 Ppm
- Kel 5. 6000 Ppm
- Kel 6. 7000 Ppm
*setiap dosis dilakukan 2 (dua) kali pengulangan
l. Jar test dioperasikan sesuai dengan prosedur (jar test dihidupkan dalam power, lighting dan
pengaturan Rpm).
m. Beaker diletakkan pada Jar Test/ Flokulator
n. Dosis ditambahkan pada beaker glass sesuai dengan dosis masing-masing
o. Proses Koagulasi selama 60 detik dengan kecepatan putaran pada Jar Test 400 Rpm (Diamati
perubahannya).
p. Proses Flokulasi selama 15 Menit dengan kecepatan putaran pada Jar Test 150 Rpm (Diamati
Perubahanya).
q. Setelah proses koagulasi dan flokulasi diendapkan selama kurang lebih 60 menit (diamati
kecepatan pengendapan).
r. Pengukuran parameter limbah akhir (pH, Temperatur, TDS, Kekeruhan, TSS, COD, BOD dan
volume lumpur akhir).
Tabel 6.1. Hasil Pengamatan
E. Daftar Pustaka
Hasanah, T.L., Novita, E., dan Indarto. 2014. Optimasi penggunaan koagulan alami biji kelor (Moringa Oleifera) pada pengolahan limbah cair mocaf . Tidak diterbitkan. Skripsi. Jember: Lab. Teknik Pengendalian dan Konservasi Lingkungan (TPKL), PS Teknik Pertanian, FTP – UNEJ.
Risdianto, D. 2007. Optimisasi Proses Koagulasi Flokulasi Untuk Pengolahan Air Limbah Industri
Jamu ( Studi Kasus Pt. Sido Muncul ). Tidak diterbitkan. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
Parameter pH TSS (mg/l)
TDS (mg/l)
Kekeruhan (NTU)
COD (mg/l)
Vol. lumpur akhir (mm3)
Limbah Awal
Limbah Akhir
Pengukuran 1
Pengukuran 2
Nilai Rata-Rata
Efesiensi
(%)