Proptek Boyolali--Penyusunan Desa Tangguh Bencana
-
Upload
nugroho-mujiraharjo -
Category
Documents
-
view
134 -
download
5
description
Transcript of Proptek Boyolali--Penyusunan Desa Tangguh Bencana
5 BENTUK URAIAN
PENDEKATAN
METODOLOGI
PROPOSAL TEKNIS
TANGGAPAN TERHADAP KAK
Terhadap KAK ini, konsultan diminta untuk menginisiasi Desa Tangguh
Bencana. Seperti diketahui bahwa Desa Tangguh Bencana ini merupakan
inisiasi pengurangan risiko bencana berbasis komunitas (PRBBK) yang
berkembang menyusul terjadinya bencana-bencana besar di Indonesia, seperti
gempa bumi-tsunami NAD 2004 dan gempa Yogya-Jateng 2006.
Tahun 2007 disahkanlah UU Nomor 24 Tahun 2007 yang merupakan tonggak
batu loncatan perubahan fundamental pada penanggulangan bencana di
Indonesia, yang memberikan paradigma baru penanggulangan bencana yang
berbasis pengurangan risiko bencana.
Praktek-praktek PRBBK yang berkembang di desa pada waktu masa-masa
awal (tahun 2004-2008) belum terlembagakan dalam regulasi seperti saat ini,
masih berupa inisiasi-inisiasi dengan metode yang beranekaragam tergantung
dari inisiatornya. Tercatat sebagai contoh di wilayah DIY dan Jawa Tengah
tahun 2008 telah ada inisiasi Desa Tangguh Bencana oleh lembaga-lembaga
swadaya masyarakat yang bekerjasama dengan UNDP ERA. Inisiasi ini masih
berupa inisiasi awal yang masih berwujud assessment risiko serta kegiatan-
kegiatan yang masih berupa ujicoba. Tahun 2010, diinisiasilah Desa Tangguh
Bencana oleh Program SCDRR UNDP di beberapa desa pilot project di DIY,
Jawa Tengah, serta provinsi lain (seperti Bengkulu). Serta disusul oleh
praktek-praktek pengembangan desa tangguh bencana oleh masyarakat peduli
bencana di seluruh Indonesia. Hasil program tahun 2010 s.d. 2011 inilah yang
membentuk/mematangkan konsep Desa Tangguh secara nasional.
Sejarahnya, salah satu lembaga inisiator Desa Tangguh Bencana adalah para
konsultan kami. Para konsultan kami di bawah lembaga YP2SU menginisiasi
program Desa Tangguh Bencana, bekerjasama dengan SCDRR UNDP di 2 desa
di Kabupaten Bantul tahun 2010-2011. (Desa Wonolelo, Pleret Bantul dan
Desa Mulyodadi, Bambanglipuro Bantul).
Pembelajaran dari semua aktor inilah yang menjadi bahan diundangkannya
Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman Pembentukan
Desa/Kelurahan Tangguh Bencana. Dan pembelajaran kami digunakan
menjadi salah satu referensi untuk mengembangkan Perka BNPB tersebut.
Dan, upaya-upaya inisiasi awal inilah yang turut serta membawa Presiden RI
Susilo Bambang Yudhoyono diberikan hadiah Global Champion for Disaster
Risk Reduction pada tahun 2011 oleh PBB.
Sejak saat itulah, Pemerintah Pusat melalui BNPB maupun Daerah melalui
BPBD telah menginisiasi banyak desa tangguh di Indonesia. Termasuk yang
dilakukan perusahaan kami di Kabupaten Cilacap, bekerjasama dengan BPBD
Cilacap di beberapa desa di sana.
Dari KAK yang disajikan, konsultan berkesimpulan bahwa:
a) Konsultan memahami betul apa yang diinginkan oleh pemberi pekerjaan
(BPBD Kab. Boyolali), yakni membangun dan mengembangkan Desa
Tangguh Bencana di 2 (dua) desa yang berkelanjutan dan sesuai/tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
serta memperkuat kearifan/potensi lokal.
b) Konsultan mengusulkan agar dalam referensi hukum yang diajukan,
ditambah peraturan-peraturan dari instansi lain yang terkait seperti
Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi/ Permendesa Nomor 1 tahun 2015, Permendesa Nomor 2
tahun 2015, dan Permendesa Nomor 5 tahun 2015, karena akan terkait
dengan kelembagaan Desa Tangguh. Permendesa 1/2015 tentang
kewenangan desa, Permendesa 2/2015 tentang Musyawarah Desa,
Permendesa 5/2015 tentang alokasi anggaran desa 2015.
Konsultan mengusulkan agar keluaran disesuaikan dengan Standar
teknis yang digunakan, yakni Panduan Teknis Fasilitator Pelaksanaan
Kegiatan Desa/Kelurahan Desa Tangguh Bencana atau Kegiatan
Penguatan Masyarakat Serupa Lainnya dari BNPB tahun 2015. Yang
disusun sebagai panduan teknis resmi berdasarkan Perka BNPB Nomor
1 Tahun 2012. Adapun komponen desa tangguh bencananya adalah:
a. Pengenalan dan Sosialisasi Desa Tangguh Bencana, misalnya dalam
bentuk FGD
b. Kajian dan Peta Ancaman
c. Kajian dan Peta Kerentanan
d. Kajian dan Peta Kapasitas
e. Kajian dan Peta Risiko
f. Dokumen/Draf Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana, termasuk
di dalamnya pengelolaan asset penghidupan serta draft legalisasinya
g. Dokumen/Draft Dokumen Rencana Aksi Komunitas untuk Pengurangan
Risiko Bencana termasuk di dalamnya pengelolaan asset penghidupan
serta draft legalisasinya
h. Dokumen/Draft Dokumen Rencana Kontinjensi bencana prioritas serta
draft legalisasinya
i. Peta dan rencana evakuasi
j. Sistem Peringatan Dini Bencana Komunitas
k. Terbentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Desa , dibuatkan
draft legalisasinya
l. Terbentuk Relawan Penanggulangan Bencana, dibuatkan draft
legalisasinya
m. Integrasi dokumen RPB/RAK ke dalam Rencana Pembangunan Desa,
dalam bentuk draft RPJMDesa / Draft Revisi RPJMDesa dan dokumen
lainnya yang memenuhi
n. Sosialisasi hasil program kepada masyarakat dalam bentuk kampanye
PRBBK.
URAIAN PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Sejarah kebencanaan di Kabupaten Boyolali menunjukkan, akibat hadirnya
bencana menimbulkan dampak yang cukup signifikan berupa kerugian,
kerusakan dan kehilangan aset kehidupan dan penghidupan baik
masyarakat maupun pemerintah. Kerugian dan kerusakan itu, setidaknya
menyangkut beberapa aset antara lain: aset fisik dan infrastruktur, aset
ekonomi, aset sosial, aset alam dan lingkungan, dan aset manusia.
Karakteristik alam dan sosial yang cukup kompleks menyebabkan
Kabupaten Boyolali menjadi daerah yang rawan bencana. Bencana sering
terjadi di Kabupaten Boyolali yang bersifat insidental seperti gempa bumi,
letusan gunung api, kebakaran maupun bencana yang bersifat musiman
seperti banjir, tanah longsor, angin puting beliung, dan kekeringan.
Kejadian-kejadian bencana tersebut berpengaruh terhadap proses dan
hasil-hasil pembangunan di Kabupaten Boyolali.
Bencana telah menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang diperoleh
dengan susah payah. Dana yang digunakan untuk tanggap darurat dan
pemulihan pasca bencana juga telah mengurangi anggaran yang
seharusnya dapat dimanfaatkan untuk pembangunan nasional dan
program-program pemberantasan kemiskinan. Jika terjadi bencana,
masyarakat miskin dan kaum marginal yang tinggal di kawasan rawan
akan menjadi pihak yang paling dirugikan, karena jumlah korban terbesar
biasanya berasal dari kelompok ini dan pemiskinan yang ditimbulkan oleh
bencana sebagian besar akan menimpa mereka.
Mengingat korban terbesar dari bencana adalah kaum miskin di tingkat
masyarakat dan yang pertama-tama menghadapi bencana adalah
masyarakat sendiri, pemerintah mengembangkan program pengurangan
risiko bencana berbasis komunitas, sesuai dengan tanggung-jawab negara
untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia
sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Salah satu strategi yang akan digunakan untuk
mewujudkan ini adalah melalui pengembangan desa-desa yang tangguh
terhadap bencana. Desa Tangguh Bencana adalah desa yang memiliki
kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi ancaman
bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak bencana yang
merugikan, jika terkena bencana.
Upaya pengurangan risiko bencana berbasis komunitas yang akan
dilaksanakan melalui pengembangan Desa Tangguh Bencana. Untuk
mewujudkan program desa tangguh bencana tersebut, Badan
Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Boyolali pada Tahun
Anggaran 2015 melaksanakan kegiatan Pembentukan 2 (Dua) Desa
Tangguh Bencana.
2. Maksud dan Tujuan
Maksud pembentukan desa tangguh bencana adalah mewujudkan desa
yang memiliki kemampuan mandiri untuk beradaptasi dan menghadapi
ancaman bencana, serta memulihkan diri dengan segera dari dampak
bencana yang merugikan, jika terkena bencana.
Adapun tujuan pembentukan desa tangguh bencana adalah :
a. Melindungi masyarakat yang tinggal di kawasan rawan bencana dari
dampak-dampak merugikan;
b. Meningkatkan peran serta masyarakat, khususnya kelompok rentan,
dalam pengelolaan sumber daya dalam rangka mengurangi risiko
bencana;
c. Meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat dalam pengelolaan
sumber daya dan pemeliharaan kearifan lokal bagi pengurangan risiko
bencana (PRB);
d. Meningkatkan kapasitas pemerintah dalam memberikan dukungan
sumber daya dan teknis bagi pengurangan risiko bencana;
e. Meningkatkan kerjasama antara para pemangku kepentingan dalam
PRB, pihak pemerintah daerah, sektor swasta, perguruan tinggi, LSM,
organisasi masyarakat dan kelompok-kelompok lainnya yang peduli.
3. Sasaran
Sasaran dari pembentukan Desa Tangguh Bencana ini adalah
terwujudnya masyarakat yang mampu mengantisipasi dan
meminimalisir kekuatan yang merusak, melalui adaptasi. Mereka juga
mampu mengelola dan menjaga struktur dan fungsi dasar tertentu
ketika terjadi bencana. Dan jika terkena dampak bencana, mereka akan
dengan cepat bisa membangun kehidupannya menjadi normal kembali
atau paling tidak dapat dengan cepat memulihkan diri secara mandiri.
4. Lokasi Pekerjaan
Lokasi kegiatan dipilih sebagai percontohan desa tangguh bencana,
yaitu :
1. Desa Tlogolele, Kecamatan Selo;
2. Desa Sangup, Kecamatan Musuk.
DATA PENUNJANG
5. Standar Teknis
Standar teknis yang digunakan adalah Panduan Teknis Fasilitator
Pelaksanaan Kegiatan Desa/Kelurahan Desa Tangguh Bencana atau
Kegiatan Penguatan Masyarakat Serupa Lainnya dari BNPB tahun 2015.
Yang disusun sebagai panduan teknis resmi berdasarkan Perka BNPB
Nomor 1 Tahun 2012.
6. Studi-studi terdahulu
-
7. Referensi Hukum
a. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana;
b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa;
c. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
d. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4828);
e. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang
Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telah
beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 21 Tahun 2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 310);
f. Peraturan Kepala BNPB Nomor 1 Tahun 2012 tentang Pedoman
Umum Desa/Kelurahan Tangguh Bencana;
g. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pedoman Kewenangan
Berdasarkan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa;
h. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pedoman Tata Tertib dan
Mekanisme Pengambilan Keputusan Musyawarah Desa;
i. Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Nomor 5 Tahun 2015 tentang Penetapan Prioritas
Penggunaan Dana Desa Tahun 2015;
j. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 16 Tahun 2012
tentang Organisasi Tata Kerja Badan Penanggulangan Bencana
Daerah Kabupaten Boyolali;
k. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 4 Tahun 2013 tentang
Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Boyolali;
l. Peraturan Daerah Kabupaten Boyolali Nomor 10 Tahun 2014
tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten
Boyolali Tahun 2015;
m. Peraturan Bupati Boyolali Nomor 58 Tahun 2014 tentang Penjabaran
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Boyolali
Tahun 2015;
n. Keputusan Bupati Boyolali Nomor 900/452 tahun 2014 tentang
Standarisasi Satuan Harga Kabupaten Boyolali Tahun Anggaran
2015;
o. Keputusan Bupati Boyolali Nomor 900/47 Tahun 2015 tentang
Perubahan Standarisasi Satuan Harga Kabupaten Boyolali Tahun
Anggaran 2015.
RUANG LINGKUP
8. Lingkup Pekerjaan
Adapun lingkup pekerjaan ini adalah Badan Penanggulangan Bencana
Daerah (BPBD) Kabupaten Boyolali beserta 2 (dua) desa lokasi
program/kegiatan.
1. Desa Tlogolele, Kecamatan Selo;
2. Desa Sangup, Kecamatan Musuk.
9. Keluaran
Keluaran dari kegiatan ini didasarkan pada Standar teknis yang
digunakan adalah Panduan Teknis Fasilitator Pelaksanaan Kegiatan
Desa/Kelurahan Desa Tangguh Bencana atau Kegiatan Penguatan
Masyarakat Serupa Lainnya dari BNPB tahun 2015. Yang disusun
sebagai panduan teknis resmi berdasarkan Perka BNPB Nomor 1 Tahun
2012.
a. Pengenalan dan Sosialisasi Desa Tangguh Bencana, misalnya dalam
bentuk FGD
b. Kajian dan Peta Ancaman
c. Kajian dan Peta Kerentanan
d. Kajian dan Peta Kapasitas
e. Kajian dan Peta Risiko
f. Dokumen/Draf Dokumen Rencana Penanggulangan Bencana, termasuk
di dalamnya pengelolaan asset penghidupan serta draft legalisasinya
g. Dokumen/Draft Dokumen Rencana Aksi Komunitas untuk
Pengurangan Risiko Bencana termasuk di dalamnya pengelolaan asset
penghidupan serta draft legalisasinya
h. Dokumen/Draft Dokumen Rencana Kontinjensi bencana prioritas serta
draft legalisasinya
i. Peta dan rencana evakuasi
j. Sistem Peringatan Dini Bencana Komunitas
k. Terbentuk Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Desa ,
dibuatkan draft legalisasinya
l. Terbentuk Relawan Penanggulangan Bencana, dibuatkan draft
legalisasinya
m. Integrasi dokumen RPB/RAK ke dalam Rencana Pembangunan Desa,
dalam bentuk draft RPJMDesa / Draft Revisi RPJMDesa dan dokumen
lainnya yang memenuhi
n. Sosialisasi hasil program kepada masyarakat dalam bentuk kampanye
PRBBK.
o. Jangka Waktu Penyelesaian Pekerjaan
Kegiatan pembentukan desa tangguh bencana dilaksanakan selama 60
(enam puluh) hari kalender pada Tahun Anggaran 2015.
LAPORAN
a. Laporan Pendahuluan memuat
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 10 (sepuluh) buku laporan.
.
b. Laporan Akhir memuat
Laporan harus diserahkan selambat-lambatnya 60 (enam puluh) hari
kalender sejak SPMK diterbitkan sebanyak 10 (sepuluh) buku laporan
dan cakram padat/compact disc (jika diperlukan).
Pendekatan dan metodologi
b. Pendekatan dan Metodologi
Desa Tangguh Bencana (Destana) secara umum merupakan kegiatan program
penguatan masyarakat melengkapi program / proyek serupa yang dilakukan
lembaga kementrian lain, LSM atau swasta di desa-desa sasaran. Perhatian
Destana terfokus dan menyeluruh pada upaya pengurangan risiko bencana.
Inisiatif pelaksanaan program Destana di desa sasaran dapat diprakarsai oleh
APBN /BNPB, APBD /BPBD dan/atau lembaga non-pemerintah penyandang
sumberdaya. Kegiatan program Destana dilaksanakan untuk meningkatkan
kemampuan warga masyarakat desa agar warga masyarakat dapat belajar
menambah pengetahuan dan keterampilan teknis tertentu, dapat hidup aman
dan nyaman berdampingan dengan dinamika alam yang ada di lingkungannya
(gunung api, gempa, longsor, banjir, tsunami, angin topan, dll.), serta lebih
peduli dan berpikir strategis untuk dapat melakukan kegiatan penghidupan
yang berkelanjutan.
Program Destana menawarkan upaya peningkatan kemampuan yang
diperlukan warga untuk dapat mengelola risiko akibat bencana alam atau
teknologi yang dapat mengganggu keselamatan hidup dan penghidupan
masyarakat desa. Peningkatan kemampuan masyarakat ini mencakup perihal
pengetahuan tentang kondisi desa secara lebih baik
perkiraan/perhitungan potensi risiko bencana berdasarkan kajian yang
melibatkan warga
penyusunan rencana tindakan mencegah, menangkal dan meredam potensi
ancaman
keterampilan teknis bagi relawan dan perangkat desa
penguatan koordinasi, kerjasama dan simpul-simpul sosial di antar
kelompok masyarakat untuk menemukan pilihan-pilihan cara penyelesaian
masalah yang ada di antara masyarakat desa sasaran secara mandiri.
Program Destana sendiri merupakan rangkaian kegiatan berupa lokakarya
mengenali lebih baik desanya sendiri, mengembangkan kajian risiko,
menyusun rencana-rencana tindakan mengurangi risiko bencana, sosialisasi,
musyawarah, kunjungan verifikasi di lapangan, pembangunan mitigasi
bencana, dan latihan peningkatan keterampilan-keterampilan teknis tertentu.
Sumberdaya pendukung pelaksanaannya dapat berasal dari inisiatif
masyarakat, Alokasi Dana Desa, APBD, APBN, lembaga non pemerintah,
lembaga asing atau swasta.
Kegiatan pengenalan Destana di tingkat kabupaten biasanya diselenggarakan
dalam bentuk pemaparan dan diskusi tentang program Destana, dihadiri oleh
perwakilan SKPD, lembaga non-pemerintah terkait di kabupaten serta
perangkat desa dan kecamatan.
Lembaga pemerintah dan non-pemerintah kemungkinanan sudah
melaksanakan beberapa kegiatan program peningkatan kemampuan
masyarakat di desa sasaran sebelum dilakukan program Destana ini.
Kegiatan-kegiatan program tersebut dapat berupa pendidikan informal dan
non-formal, peningkatan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran terkait
bencana, ekonomi, kesehatan, pembangunan fisik, lingkungan, air sanitasi,
teknologi tepat guna, dll.
Capaian dari program-program lain sejauh ini dapat menjadi modal untuk
kemudian dilanjutkan atau dilengkapi dengan kegiatan program Destana.
Karenannya, sangat penting untuk mengumpulkan informasi hasil program
yang ada dari semua pihak dengan membicarakannya secara bebas dan luas
dalam pertemuan Pengenalan Destana di Kabupaten ini. Selain itu,
pengumpulan informasi dasar ini dapat dilakukan dengan menggunakan
perangkat sederhana berupa tabel/formulir untuk diisi oleh para peserta
perwakilan lembaga yang hadir saat pertemuan ini. Hasil pengumpulan data
dasar ini digabungkan dengan informasi yang tersedia di
desa/kelurahan/kecamatan kemudian diperlakukan sebagai data
dasar/baseline.
Desa Tangguh Bencana ini adalah strategi yang efektif dengan logika dalam
skema di bawah ini:
Adapun komponen komponen Desa Tangguh Bencana adalah sebagai berikut
a. Tentang Pengenalan Risiko Bencana
Risiko bencana diartikan sebagai perkiraan kerugian pada satu atau lebih aset
penghidupan akibat suatu kejadian ancaman/bahaya. Bentuk risiko bencana
dapat berupa kematian, luka-luka, sakit, kehilangan rumah dan harta benda,
serta gangguan pada kegiatan masyarakat.
Risiko bencana dapat diketahui dengan mengkaji faktor-faktor yakni (1)
ancaman, (2) kelemahan, 3) kekuatan. Setelah faktor-faktor tersebut diketahui
kemudian dapat dianalisa dengan cara mengukur, membandingkan, dan
menemukan hubungan-hubungan sehingga disepakati tingkat risiko.
Faktor ancaman, berupa kejadian-kejadian berpeluang menimbulkan dampak
kerugian baik kejadian alamiah, hasil samping kegiatan manusia atau
gabungan keduanya. Ancaman alamiah seperti gempa bumi, letusan gunung
api, tsunami, wabah, hama, banjir dan longsor. Ancaman akibat hasil samping
kegiatan manusia meliputi konflik sosial, pencemaran, kegagalan teknologi
dan kecelakaan transportasi. Ancaman seperti banjir, longsor, wabah, hama,
dan kecelakaan transportasi juga sering diartikan sebagai kombinasi antara
peristiwa alamiah dan kesalahan manusia.
Faktor kelemahan, yakni kondisi-kondisi negatif penyebab masyarakat dapat
terpapar ancaman. Tinggal di kawasan rawan bencana, miskin, tidak paham
tanda-tanda ancaman, masa bodoh, korupsi, kebijakan pembangunan tidak
sensitif bencana adalah contoh-contoh kelemahan paling umum di Indonesia.
Faktor kekuatan, yakni bentuk-bentuk sumberdaya pada masyarakat dan
para pihak (misalnya biaya, tenaga, alat, pengetahuan, kebijakan, sikap)
untuk mencegah atau mengurangi ancaman, menghindari ancaman serta
mengurangi kelemahan-kelemahan.
Pola hubungan tiga faktor diatas sehingga menghasilkan risiko bencana dapat
diekspresikan dengan persamaan di bawah ini:
Tingkat risiko bencana akan semakin tinggi apabila ancaman dan kelemahan
tinggi sedangkan kekuatan rendah atau nilainya kecil. Mengurangi risiko
bencana dapat dilakukan dengan mengubah nilai faktor-faktor ancaman,
kelemahan dan kekuatan. Risiko bencana akan menjadi rendah/kecil apabila;
1) ancaman dikurangi atau dicegah, 2) kelemahan diturunkan atau 3)
kekuatan ditingkatkan. Tidak semua jenis ancaman dapat dicegah atau
dikurangi intensitasnya seperti misalnya gempa bumi, tsunami dan letusan
gunung api. Mengurangi risiko bencana pada jenis ancaman tersebut dapat
dilakukan dengan mengurangi kelemahan-kelemahan serta meningkatkan
kemampuan. Membentuk tim siaga bencana kampung, merancang jalur
evakuasi tsunami, menentukan tanda bahaya, merupakan bentuk kegiatan
mengurangi risiko bencana dengan mengurangi kelemahan sekaligus
meningkatkan kemampuan.
Kajian risiko merupakan titik awal untuk membangun sebuah model
sistematis pengurangan risiko berbasis komunitas.
Tujuan Pengenalan Risiko Bencana
a. Mengidentifikasi atau mengenali tentang ancaman dan membuat prioritas
ancaman yang dipilih masyarakat
b. Mengidentifikasi atau mengenali ancaman dalam sebuah bentuk karakter
atau sifat-sifat ancaman, serta akibat yang mungkin terjadi pada individu atau
masyarakat
c. Identifikasi/mengenali hal-hal yang membuat lebih mudah atau berisiko
terkena akibat dari bencana dan menentukan tingkat kerentanan untuk tiap
jenis ancaman yang ada pada wilayah desa
d. Identifikasi/mengenal kapasitas dengan melihat hubungan dengan
kerentanan dan ancaman tiap jenis ancaman yang ada pada wilayah desa
e. Identifikasi elemen-elemen paling berisiko dan risiko potensial. Memperoleh
gambaran lebih utuh tentang semua ancaman di desa tersebut.
f. Menyamakan pemahaman anggota Kelompok Kerja tentang jenis, sifat dan
potensi dampak setiap ancaman yang diidentifikasi di desa/kelurahan.
g. Komunitas mampu menentukan sifat dan tingkat risiko masing-masing
ancaman yang ada di wilayahnya dan menghasilkan gambaran menyeluruh
dari semua ancaman dan risiko utama yang dihadapi komunitas.
Hasilnya adalah
a. Menemukan dan mengenali jenis ancaman berdasar pengalaman yang
dialami atau berdasarkan sejarah bencana desa.
b. Identifikasi/mengenal kerentanan tiap jenis ancaman yang ada pada
wilayah desa
c. Identifikasi/mengenal kapasitas tiap jenis ancaman yang ada pada wilayah
desa
d. Komunitas mampu untuk mengetahui prioritas risiko di wilayahnya
e. Kelompok Kerja mempunyai pemahaman yang sama tentang jenis ancaman
dan intensitasnya di desa/kelurahan berbasis pengetahuan / pengalaman
masyarakat dan keilmuan.
f. Draft dokumen kajian dan peta ancaman yang dipilih
g. Rencana tindak lanjut untuk penyelesaian dokumen dan peta ancaman
Metodenya adalah
Pengkajian partisipatif dipilih karena lebih praktis untuk memecahkan
masalah hari ini secara bersama.Selain juga berguna untuk membangun
kesadaran atas permasalahan dan membangkitkan motivasi untuk menangani
permasalah.
Pengkajian partisipatif menggunakan metode-metode luwes dan umumnya
kualitatif sehingga mudah dimengerti. Pelakunya masyarakat bersama
Fasilitator. Fasilitator berperan memandu pelaksanaan pengkajian, meliputi
menjelaskan metode, memotivasi masyarakat melakukan kajian pada diri
sendiri, menjadi mitra kritis atas analisis hasil kajian, menjadi wasit
perumusan hasil kajian. Sedangkan masyarakat sebagai pemilik hasil
sekaligus pelaku pengkajian di wilayahnya sendiri. Hasil kajian dapat
langsung dimanfaatkan dalam pengambilan keputusan tindakan. Dapat pula
dianalisis secara lebih mendalam untuk menemukan akar masalah kemudian
dirumuskan dalam rencana aksi bersama. Seluruh hasil kajian
dipertanggungjawaban pada diri sendiri.
Memastikan partisipasi aktif masyarakat dalam proses pengkajian maka
dipilih metode PRA (participatory rural appraisal) atau Pengkajian Kondisi Desa
Partisipatif. Metode PRA menjadi pilihan metode paling nyaman. PRA
menggunakan beragam metoda visualisasi sehingga lebih menarik, mudah
dipahami, tidak membosankan, santai dan informal. Selain itu metode-metode
PRA lebih berbasis analisis kelompok dibanding perorangan, lebih
membandingkan daripada mengukur. Dengan begitu, para pelibat pengkajian
dapat saling belajar. Penerapan PRA dapat dilakukan dengan mengumpulkan
sejumlah warga desa (dengan memperhatikan prinsip keterwakilan semua
golongan), survei lapangan dan mengunjungi rumah/keluarga.
Contoh peta risiko bencana
2. Rencana Penanggulangan Bencana
Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) disusun berdasarkan kajian risiko
bencana pada desa/kelurahan dalam waktu tertentu, dalam arti luas RPB
merupakan program strategis pada seluruh bidang/cakupan pengurangan
risiko bencana. Posisi RPB dengan RPJM Desa bukan dokumen terpisah. RPB
menjadi acuan bagi desa dalam menyusun program pembangunan yang
terkait dengan penanggulangan bencana desa melalui proses perencanaan
pembangunan ditingkat desa/kelurahan.
Rencana Penanggulangan Bencana adalah dokumen resmi yang memuat data
dan informasi tentang risiko bencana yang ada pada suatu desa/kelurahan
dalam waktu tertentu dan rencana pemerintah serta para pemangku
kepentingan terkait setempat untuk mengurangi risiko bencana tersebut
melalui program-program dan kegiatan pembangunan fisik maupun non-fisik.
RPB desa/kelurahan mengandung juga strategi, kebijakan dan langkah-
langkah teknis-administratif yang dibutuhkan untuk mewujudkan
kesiapsiagaan terhadap bencana, kapasitas tanggap yang memadai, dan
upaya-upaya mitigasi yang efektif.
3. Rencana Aksi Komunitas
Rencana Aksi Komunitas (RAK) merupakan rencana kegiatan komunitas
dalam bentuk tabel untuk mengelola pengurangan risiko bencana sekaligus
sebagai pedoman bagi pihak yang berkepentingan dalam melakukan rencana
penanggulangan bencana. RAK tersebut merupakan turunan dari Bab III yang
memuat Prioritas Program dimana ruang lingkupnya memuat upaya-upaya /
pilihan tindakan pengurangan risiko bencana (pencegahan, mitigasi, dan
kesiapsiagaan). Keberadan dokumen RPB merupakan kemajuan langkah dan
seharusnya mendorong komitmen dan realisasi aksi. Maka, pengawalan isi
dokumen RPB oleh Forum Pengurangan Risiko Bencana dan Pemerintah Desa
dengan Koordinasi secara intensif dengan rencana pembangunan
desa/kelurahan sangat penting. Selanjutnya, RPB haruslah selalu dilakukan
pembaharuan secara periodik menimbang tingkat risiko yang berubah.
4. Penguatan Forum PRB Desa dan/atau Relawan Desa
Pemerintah telah menyusun berbagai regulasi yang mengatur upaya
penanggulangan bencana, seperti Rencana Aksi Nasional Pengurangan Risiko
Bencana (RAN PRB) yang merupakan turunan Kerangka Aksi Hygo dan UU No.
24 Tahun 2007 beserta peraturan-peraturan turunannya. RAN yang
diluncurkan pada tahun 2007 adalah dokumen yang berisi kerangka kerja
2006, rencana aksi dan prioritas, mekanisme pelaksanaan, serta dasar
kelembagaan PRB. Dokumen juga menjabarkan tugas, fungsi dan kewajiban
seluruh pemangku kepentingan yang dilaksanakan dengan dasar koordinasi,
pertisipasi dan sejalan dengan Kerangka Aksi Hyogo, RAN menjadi arahan
untuk memfasilitasi para pengambil keputusan untuk memberikan
komitmennya secara lintas sektor dan prioritas program secara sistematis.
Idealnya dokumen RAN disusun oleh suatu Forum/Platform Nasional yang
dapat berbentuk forum atau komite multi pihak. Platform ini akan berfungsi
sebagai sebuah mekanisme koordinasi dalam pengarus utamaan PRB dan
berperan dalam pembentukan dan pengembangan sistem PRB yang
menyeluruh. Di daerah akan ada platform PRB daerah yang akan mengawal
kerja kerja PRB, termasuk penyusunan RAD PRB.
Di tingkat desa, forum atau platform mewadahi, mewakili dan menyuarakan
berbagai elemen masyarakat. Forum pengurangan risiko bencana tingkat desa
beranggotakan unsur pemerintah, swasta, kelompok-kelompok profesi dan
kategori-kategori lain, termasuk kelompok defabel, kelompok perempuan, dll.
Terbentuknya forum akan lebih menjamin keterlibatan, integrasi dan
kesinambungan PRB termasuk implementasi Rencana Penanggulangan
Bencana dan Rencana Aksi Komunitas menuju desa yang tangguh bencana
yang berakar pada masyarakat.
Tujuan
a. Mengidentifikasi lembaga/forum di desa/kelurahan atau membentuk forum
untuk penguatan kapasitas pengurangan risiko bencana.
b. Untuk melakukan kerja-kerja pengurangan risiko bencana di tingkat desa
dengan menyelaraskan/mengintegrasikan dalam pembangunan.
c. Memfasilitasi kerjasama dengan berbagai pihak
d. Mengawal dan mengontrol pelaksanaan aksi masyarakat untuk
mewujudkan desa tangguh.
Hasil Kegiatan
a. Usulan format lembaga/forum, visi, misi, dan kepengurusan yang
disepakati.
b. Rencana tindak lanjut oleh Kelompok Kerja Desa/Kelurahan.
c. Adanya rencana kerja konkrit yang merupakan kesepakatan bersama.
d. Adanya tempat berkumpul yang disepakati bersama (semacam sekretariat)
5. Sistem Peringatan Dini
Biasanya warga masyarakat di satu daerah dimana ancaman bencana
mungkin akan terjadi ingin tahu peringatan apa saja yang dapat dirujuk
bersama sebagai pertanda waktu yang tepat untuk menyelamatkan diri.
Peringatan yang dimaksud dapat berupa tanda-tanda alam atau peringatan
resmi pemerintah. Masyarakat perlu memahami dan menyepakati tanda-tanda
alam yang beralasan atau peringatan dini resmi yang dikeluarkan oleh
pemerintah akan datangnya satu ancaman dalam waktu dekat. Dengan
demikian warga segera dapat bertindak untuk mengikuti prosedur
menyelamatkan diri, keluarga dan tetangganya, barang berharga, serta bila
perlu mengatur penjagaan terhadap aset yang ditinggalkan saat mengungsi.
Satu sistem peringatan dini yang lengkap dan efektif mempunyai empat
unsur yang tidak terpisahkan satu dari yang lainnya:
1) Pengetahuan tentang bahaya dan Risiko – mengisyaratkan bahwa
warga sangat perlu memahami jenis-jenis dan sifat-sifat ancaman (kecepatan
datang, kekuatan merusak, keseringan terjadi, dll) yang ada di daerahnya,
dan tanda-tanda alam sebelum kejadian (bencana). Pemahaman tentang
risiko dapat dilihat di Panduan 2.Penyusunan Kajian dan Peta Risiko
Bencana.
2) Pemantauan dan Layanan Peringatan mengisyaratkan bahwa perlu
adanya pusat peringatan dini yang terpercaya selalu melakukan pemantauan
terhadap perkembangan tingkat ancaman, dan pada saat yang tepat
mampu mengambil keputusan untuk menyebarkan peringatan kepada
masyarakat yang ada di area berisiko. Pemantauan terhadap beberapa jenis
ancaman ini penting untuk menggunakan dasar kajian ilmiah. Sejauh ini
pemantauan telah dilakukan oleh lembaga
pemerintah5. Namun untuk sebagian jenis ancaman masih bergantung pada
upaya pemantauan yang dilakukan oleh warga masyarakat sendiri, misalnya
jenis ancaman kebakaran, puting beliung, banjir genangan dan longsor.
Meskipun telah dilakukan pemantauan oleh lembaga pemerintah, disarankan
agar masyarakat tetap melakukan kewaspadaannya dan tidak lengah. Hal ini
menuntut warga masyarakat untuk membuat kesepakatan agar melakukan
pemantauan terhadap ancaman secara rutin, menentukan parameter atau
ukuran tingkat bahayanya untuk disampaikan kepada semua warga
masyarakat saat bertindak waspada, siaga atau evakuasi.
Peringatan dini yang berpusat pada masyarakat merupakan kesepakatan di
antara warga mengenai 1) sumber informasi (alam dan resmi) sebagai
rujukan bertindak dan 2) arti peringatan untuk memutuskan evakuasi
mandiri6 secara tepat waktu. Sumber informasi dapat berasal dari interpretasi
umum yang mengartikan tanda-tanda alam7, pengalaman, kajian ilmiah,
pusat peringatan dini pemerintah. Masing-masing jenis bahaya mempunyai
tingkatan dan arti peringatan. Beberapa contoh arti peringatan dapat dilihat di
lampiran.
3) Penyebarluasan dan Komunikasi mengisyaratkan bahwa masyarakat
perlu memiliki beragam alat penyebaran peringatan yang disepakati untuk
mengingatkan masyarakat di desa waktu yang tepat untuk melakukan
evakuasi. Alat-alat komunikasi untuk penyebaran peringatan kepada warga
harus dijaga dan dirawat agar selalu berfungsi. Jenis alat komunikasi untuk
penyebaran peringatan ini perlu mempertimbangkan kemudahan dalam
pembuatan, pengoperasiaan dan perawatan yang dapat dilakukan oleh warga
secara mandiri. Karenanya alat yang berasal dari kearifan lokal disarankan
untuk digunakan, misalnya kenthongan, bedug, alat tiup / pukul lain. Alat
komunikasi berteknologi tinggi atau yang bergantung pada catu daya listrik
PLN terkadang tidak selalu handal, misalnya sirine. Alat dengan suku cadang
yang didatangkan dari luar daerah juga kadang membuat ketergantungan
untuk perawatannya. Setiap warga haruslah mempunyai pemahaman yang
sama tentang isi dan arti peringatan yang disepakati untuk dipatuhi bersama.
Perlu diupayakan menggunakan beberapa jenis alat komunikasi penyebaran
peringatan untuk memastikan agar i) bila satu alat penyebaran peringatan
gagal ada alat komunikasi lain yang dapat digunakan, ii) peringatan dapat
diterima oleh lebih banyak masyarakat, dan iii) untuk memperkuat pesan
peringatan. Alat penyebaran peringatan perlu ada di tempat-tempat
berkumpulnya warga di area berisiko, a.l. permukiman, sekolah, kantor,
pasar, rumah sakit, lokasi wisata.
Di sisi lain, layanan peringatan dini dari pemerintah perlu menjangkau semua
orang yang berada di area berisiko bencana. Sistem komunikasi untuk
menyampaikan peringatan dini dari pusat peringatan (di bagian hulu) ke
masyarakat area berisiko (di bagian hilir) harus diidentifikasi – siapa saja
pihak atau ‘perantara’ dalam rantai peringatan dari hulu ke hilir. Konsep
rantai peringatan dirancang sependek mungkin untuk mempercepat
penyebaran peringatan dari hulu ke hilir8. Para perantara pemegang
kewenangan penyebaran peringatan di setiap rantai harus bersepakat dan
dipastikan saling terhubung untuk memberi layanan informasi / peringatan.
Perlu diperhatikan bahwa di beberapa tempat tertentu di desa, di mana juga
ada aktivitas warga, mempunyai kesulitan akses untuk menerima informasi /
peringatan. Kesulitan akses dapat disebabkan oleh keberadaan warga di area
sangat dekat dengan ancaman atau keterbatasan-keterbatasan menuju jalur
evakuasi, kendala teknis teknologi komunikasi, atau alasan lainnya.
Kelompok-kelompok rentan ini tetap perlu strategi memahami peringatan dini
(alam atau berdasar kearifan lokal) untuk secara mandiri bersiap
menyelamatkan diri secara tepat waktu
4) Kemampuan Merespons mengisyaratkan bahwa masyarakat harus
memiliki rencana evakuasi9 untuk penyelamatan diri dan strategi
pemberian bantuan evakuasi oleh relawan10 saat melakukan penyelamatan
diri.
6. Rencana Evakuasi Desa
Masyarakat desa yang menghadapi risiko bahaya umumnya ingin tahu bahwa
setiap warganya akan dapat menyelamatkan diri ke tempat-tempat
evakuasi14 yang aman pada saat sebelum datangnya ancaman (banjir,
erupsi gunung api, longsor, tsunami, dll.). Pada dasarnya pengetahuan ini
dapat dikembangkan bersama oleh dan untuk warga masyarakat desa dengan
memahami secara baik ciri dan sifat15 ancaman tersebut.
Kebijakan pemerintah menyatakan bahwa ‘rencana evakuasi merupakan
tindakan perpindahan, pemindahan dan penyelamatan masyarakat dari tempat
bahaya ke tempat aman’ (SNI, 21 Juli 2011) dapat juga diartikan bahwa
‘rencana evakuasi merupakan tindakan terorganisir untuk keluar dari area
berbahaya ke tempat aman, dimana warga ditampung sementara dan diberi
pelayanan’(CEDIM, 2005) sampai kondisi pulih seperti semula.
Pengorganisasian dalam menata pengungsian dan pemberian bantuan
kemanusiaan sebagaimana tertulis di SNI-2011 dan CEDIM-2005 sudah
dipraktekkan selama situasi darurat bencana kepada warga masyarakat yang
terdampak bencana. Di sisi lain, masih terdapat banyak kesempatan untuk
meningkatkan strategi pengungsian yang bertujuan meminimalisir jumlah
korban dan penderitaan serta kerugian fisik dengan cara mengembangkan
rencana evakuasi yang baik.
Tempat evakuasi aman dapat berupa bangunan atau tempat perlindungan
sementara (tenda, barak, dll.). Lokasi evakuasi dapat berjarak jauh atau dekat
dengan rumah asal warga terdampak. Sangat penting bahwa tempat yang
dipilih untuk evakuasi adalah aman dari ancaman-ancaman (alam /
perbuatan manusia) dan dapat dijangkau oleh bantuan kemanusiaan. Tempat
evakuasi yang jauh misalnya sesuai untuk jenis ancaman erupsi gunung api
untuk menghindari lontaran abu / lontaran piroklastik, jauh dan/atau di
ketinggian untuk ancaman tsunami dan banjir untuk menghindari jangkauan
air, dan dapat di dekat rumah untuk ancaman gempa bumi. Tempat evakuasi
yang dipilih perlu memperhitungkan bahwa tempat tersebut mudah
ditemukan, mempunyai ruang yang memadai untuk perkiraan jumlah
pengungsi, tidak berpotensi akan terancam oleh jenis bahaya primer dan
sekunder lainnya. Untuk keperluan evakuasi yang cukup lama perlu
memastikan adanya sumber air bersih (sumur, sungai, PDAM, danau, mata
air, dll), tersedianya tempat untuk pembuangan limbah padat / cair,
pengumpulan dan pembagian logistic, pemberian pelayanan kesehatan, dll.
Bahaya primer lain dapat berupa ancaman banjir, longsor, abu vulkanik,
kebakaran, dll., sedangkan bahaya sekunder misalnya munculnya (wabah)
penyakit akibat buruknya kondisi lingkungan dan sanitasi, ketiadaan air
bersih, minimnya bantuan pelayanan medis, atau bangunan runtuh oleh
lemahnya konstruksi akibat gempa bumi sebelumnya, dll.
Pemilihan tempat evakuasi berjarak jauh dari tempat asal dapat ditentukan
oleh jenis ancaman yang dihadapi, tingkat dampak kerusakan pada rumah
huni dan lingkungan, atau pertimbangan alasan pribadi warga yang
terdampak, yaitu untuk melindungi harta benda dan sumber penghidupan
(pertanian, ternak, perikanan, dll.) yang tersisa, kedekatan dengan sanak
keluarga. Sebagai contoh, akibat gempa bumi atau angin beliung yang
merusak rumahnya, warga mungkin ‘evakuasi’ di halaman rumahnya agar
dekat dengan asetnya (perabot rumah, panen, ternak, dll).
Jalur-jalur evakuasi dipilih untuk memudahkan warga menjangkau tempat
evakuasi dalam waktu yang ditentukan. Pemilihan jalur-jalur evakuasi perlu
mempertimbangkan beberapa hal, misalnya kualitas jalan agar tidak
menyulitkan perjalanan evakuasi warga, luasan jalan berbanding jumlah
orang yang evakuasi utamanya untuk evakuasi mendadak (menghindari
tsunami, banjir bandang, kebakaran, beliung, dll), pemasangan tanda / rambu
evakuasi pemandu arah di sepanjang jalur-jalur evakuasi. Kejadian gempa
bumi atau angin topan pada skala besar dapat mempengaruhi kekuatan
jembatan atau bahkan merusak tempat industri bahan-bahan berbahaya
(kimia, minyak, dll), karenanya perlu dihindari saat evakuasi (mengantisipasi
tsunami), dan temukan jalur-jalur evakuasi alternatif.
Peta evakuasi merupakan gambaran yang memuat secara jelas tempat-
tempat evakuasi dan jalur-jalur evakuasi yang dipilih, dan informasi penting
lainnya. Peta evakuasi dapat dibuat secara sederhana oleh warga, dan
disepakati untuk dijadikan rujukan bersama saat melakukan evakuasi.
Karenanya peta evakuasi perlu ‘disahkan’ oleh desa dan disosialisasikan
kepada masyarakat.
Strategi atau cara evakuasi menentukan keberhasilan upaya penyelamatan
diri warga sebelum ancaman tiba. Cara-cara evakuasi merupakan kesepakatan
masyarakat yang dibuat untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk
evakuasi (berdasarkan analisis atau pengamatan apa), apa saja barang
berharga yang perlu dibawa ke tempat evakuasi, apakah evakuasi dapat
dilakukan dengan berjalan kaki atau kendaraan16, bagaimana dan siapa yang
membantu warga yang berkesulitan evakuasi (penyandang cacat, sakit, lansia,
anak, ibu hamil, dll), serta bagaimana menjaga harta warga yang ditinggalkan.
Evakuasi mandiri merupakan rencana evakuasi terbaik pilihan dan atas
inisiatif warga sendiri. Dimana, keputusan untuk evakuasi ditentukan
bersama oleh anggota keluarga dan warga desa secara tepat waktu. Waktu
penentu evakuasi memperhatikan berbagai tanda peringatan17 alam atau
peringatan resmi pemerintah yang telah disepakati bersama di desa. Dengan
demikian evakuasi dilakukan atas inisiatif dan kesadaran warga sehingga
tidak perlu terjadi pemaksaan evakuasi oleh pihak manapun. Keputusan
warga untuk melakukan evakuasi mandiri biasanya dilandasi oleh
pengetahuan dan pemahaman yang baik oleh individu warga tentang ciri dan
sifat ancaman yang dihadapi. Karenanya, sangat penting bagi setiap individu
warga di desa untuk :
a. mempunyai informasi yang benar tentang ciri dan sifat ancaman yang ada
baik dari cerita yang turun-temurun (kearifan lokal) maupun dari kajian
ilmiah.
b. memahami sifat ancaman dan dampaknya dari sosialisasi agar dapat
mengantisipasi perkiraan datangnya ancaman.
c. memahami jalur-jalur dan tempat evakuasi yang tergambar jelas di peta
evakuasi desa
d. mengikuti prosedur, cara dan strategi,serta arahan evakuasi yang
disepakati dari pihak yang mengampu tanggung jawab saat proses evakuasi
berlangsung.
Perencanaan evakuasi merupakan proses menyusun peta dan cara evakuasi
untuk memberikan penyelamatan diri yang disusun dengan melibatkan
perwakilan warga. Selanjutnya peta dan cara evakuasi perlu dikembangkan
secara lebih rinci oleh kelompok-kelompok komunitas, misalnya di
perumahan, sekolah, rumah sakit, pasar, perkantoran, dll., agar evakuasi
yang diatur secara khusus dapat berjalan efektif, aman dan nyaman.
7.Rencana Kontinjensi Bencana
Kontinjensi adalah suatu kondisi yang bisa terjadi, tetapi belum tentu benar-
benar terjadi. Perencanaan kontinjensi merupakan suatu upaya untuk
merencanakan sesuatu peristiwa yang mungkin terjadi, tetapi tidak menutup
kemungkinan peristiwa itu tidak akan terjadi. Oleh karena ada unsur
ketidakpastian, maka diperlukan suatu perencanaan untuk mengurangi
akibat yang mungkin terjadi (BNPB, Panduan Perencanaan Kontinjensi, 2011).
Perencanaan Kontinjensi adalah suatu proses perencanaan ke depan untuk
kesiapan tanggap darurat yang di, dalamnya terdapat situasi potensi bencana,
di mana skenario, kebutuhan sumber daya ( analisa kesenjangan)
kesepakatan jumlah cluster/sektor dan tujuan disepakati, tindakan teknis dan
manajerial ditetapkan, dan sistem tanggapan dan pengarahan potensi
disetujui bersama, untuk mencegah, atau menanggulangi secara lebih baik
dalam situasi darurat atau kritis.
Satu Rencana Kontinjensi disusun untuk satu ancaman, dan kemungkinan
ancaman ikutan bila ada. Penentuan ancaman yang diprioritaskan dilakukan
dengan menilai bobot pada Kemungkinan Kejadian dan/atau Skala Dampak.
Satu Rencana Kontinjensi disusun untuk satu periode waktu yang disepakati.
Perencanaan Kontinjensi menggunakan asumsi skenario dan dampak yang
disepakati.
Dampak kejadian suatu bencana yang menyebabkan hilangnya banyak jiwa
(kehidupan) dan rusak/hancurnya harta kekayaan warga (penghidupan)
sering kali diperburuk oleh ketidaksiapan warga masyarakat karena
ketidaktahuan masyarakat akan risiko bencana yang dihadapi, kapan becana
tiba di wilayahnya, kemana warga dapat menyelamatkan diri, serta bagaimana
warga yang bantuan memperoleh hak-hak dasar yang menguatkan sehingga
masyarakat dapat memulihkan kembali kehidupan dan penghidupannya
secara mandiri. Sementara, para pihak penyedia bantuan kemanusiaan,
utamanya pemerintah sebagai penanggung jawab utama, masih sangat perlu
memperbaiki cara-cara pengelolaan penyediaan bantuan kepada para penyitas
secara terkoordinasi, terpadu,menyeluruh dan efektif, agar para penyitas tetap
dapat melangsungkan kehidupannya secara bermartabat dan membangun
semangat hidupnya untuk kembali lebih baik
Untuk itu, masyarakat desa sangat perlu mempunyai modalitas pengetahuan
risiko yang benar dan rencana-rencana kesiapan yang memadai dan
disepakati bersama untuk mengantisipasi kemungkinan kejadian bencana.
Modalitas ini dapat diperoleh dengan menggunakan atau, bila belum tersedia
terlebih dahulu, mengembangkan Peta dan Kajian Risiko Bencana untuk
wilayahnya, menyepakati pengaturan Peringatan Dini (alam dan dapat
dipertanggung jawabkan) menyusun Rencana Evakuasi menyepakati Strategi
Tanggap Darurat Pada tahap ini, seyogyanya desa sudah memiliki tiga
modalitas di atas, yaitu Peta dan Kajian Risiko Bencana (yang memuat satu
atau lebih jenis ancaman yang dihadapi), Peringatan Dini dan Rencana (Peta
dan Prosedur) Evakuasi. PANDUAN TEKNIS FASILITATOR 58
Dari definisi tersebut, dapat diambil beberapa butir penting bahwa
perencanaan kontinjensi :
Dilakukan sebelum keadaan darurat berupa proses perencanaan ke depan.
Lebih merupakan proses daripada menghasilkan dokumen.
Merupakan suatu proses partisipasi membangun kesepakatan skenario dan
tujuan yang akan diambil.
Merupakan suatu kesiapan untuk tanggap darurat dengan menentukan
langkah dan sistem penanganan yang akan diambil sebelum keadaan darurat
terjadi.
Mencakup upaya-upaya pencegahan risiko yang lebih tinggi
Aktivasi dari perencanaan kontijensi beralih ke rencana operasi tanggap
darurat
( renops)
Rencana Kontijensi memetakan sumberdaya yang dimiliki oleh
Desa/Kelurahan untuk melakukan tanggap darurat
8. Relawan/Forum PRB Desa
Saat terjadi bencana di suatu tempat, maka masyarakat setempatlah yang
akan menerima akibat langsung, warga masyarakat menjadi korban atau
penanggap pertama (first responder). Masyarakat sendiri dapat melakukan
segala usaha untuk mengurangi risiko dan dampak bencana. Pada kondisi
tanggap bencana khususnya, banyak dibutuhkan tenaga-tenaga yang siap
untuk memberikan pertolongan segera, pencarian, penyelamatan dan
evakuasi, membantu memenuhi kebutuhan darurat, dan sebagainya. Tenaga-
tenaga tersebut bernama adalah relawan penanggulangan bencana. Untuk
menjamin relawan-relawan dapat memberikan respon yang efektif dalam
situasi tanggap darurat, diperlukan pengorganisasian yang baik dan
berkesinambungan. Untuk itu dibentuklah kelompok relawan desa/kelurahan
sebagai wadah pembinaan pengetahuan, ketrampilan, serta sikap dan prilaku
jiwa korsa.
Kelompok relawan akan menjadi salah satu bagian dari upaya penyatuan
sumber-sumber yang dimiliki oleh masyarakat untuk menanggulangi bencana
yang dihadapi bersama. Pembentukannya dapat merupakan bentukan
perorangan atau kelompok yang sudah ada dalam masyarakat yang bersama-
sama sesuai kemampuan masing-masing menyumbang agar dapat
menanggulangi bencana secara efisien - tepat guna dan tepat waktu. Pada pra-
bencana tugas utama kelompok relawan ini adalah membuat perencanaan
untuk mengurangi dampak bencana yang mungkin terjadi di wilayahnya.
8.1.1 Anggota Kelompok Relawan Penanggulangan Bencana
Kelompok dengan tugas utama seperti diatas, perlu berupaya agar memiliki
berbagai kemampuan yang diperlukan dalam mengelola tanggap darurat dan
mengumpulkan sumber-sumber daya yang diperlukan. Anggota kelompok
harus dapat mengisi kemampuan yang diperlukan ini.
Beberapa contoh kriteria anggota kelompok relawan, adalah:
Tetapi pada prinsipnya kelompok relawan dapat terdiri dari warga laki-laki
maupun perempuan yang peduli pada penanggulangan bencana dalam bentuk
dan nama apapun sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat dan
dibentuk atas hasil keputusan bersama. Anggota perempuan dan anggota
yang lebih muda harus terlibat dalam seluruh proses perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan kelompok relawan.
Besarnya jumlah anggota kelompok rewalan tergantung pada besarnya
wilayah, besarnya cakupan kemungkinan bencana dan sumber daya manusia
yang ada. Kelompok ini kemudian dibagi menjadi beberapa tim sesuai dengan
kebutuhan tugas khusus masing-masing. Sehingga kelompok relawan menjadi
alat atau wadah operasional yang efektif dalam penanganan bencana di
masing-masing desa/keLurahan.
Jiwa korsa - diartikan sebagai rasa senasib sepenanggungan, perasaan
solidaritas, semangat kesatuan (korps), kesadaran kolektif dsb-nya. Jiwa korsa
yang kuat tidak mudah padam selama didalam kelompok. Terkandung di
dalamnya loyalitas, merasa ikut memiliki, merasa bertanggung jawab, ingin
mengikuti pasang surut serta perkembangan kelompok. Seorang yang memiliki
jiwa korsa tinggi pasti penuh inisiatif, tetapi tahu akan kedudukan, wewenang
dan tugas-tugasnya.
Peningkatan Kapasitas Kelompok/Relawan
BNPB melalui berbagai program penguatan kelembagaan secara regular
melakukan pembinaan kepada kelompok-kelompok relawan penanggulangan
bencana di daerah. Dengan sasaran peningkatan pengetahuan dan
kemampuan masyarakat dalam hal kerelawanan, tanggap darurat bencana,
dan menumbuhkan jiwa korsa dan kemanusiaan; BNPB melaksanakan
pengembangan kapasitas praktik kelompok relawan desa/kelurahan
khususnya:
tik saat tanggap darurat
-dasar bertahan hidup
Setelah mendapatkan pelatihan, anggota relawan mempunyai mandat untuk
menyampaikan informasi dan pengetahuan, dan melatih warga lain agar
memiliki kepedulian terhadap risiko bencana desa/kelurahan, pengetahuan
dan ketrampilan kesiapsiagaan serta tanggap darurat.
8. Integrasi dengan Rencana Pembangunan Desa
Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) dan Rencana Aksi Komunitas (RAK)
merupakan dokumen yang tidak terpisah dari dokumen perencanaan desa
baik Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM Desa) maupun
Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa). RPB adalah sebuah rencana
prioritas bagi usaha masyarakat desa untuk melindungi warganya dari
ancaman dan risiko bencana. RPB inilah yang diturunkan dalam RAK atau
sering disebut Rencana Aksi Masyarakat (RAM) yang memuat Rencana Aksi
atau dukungan yang dilakukan oleh berbagai pihak di semua tahapan atau
siklus PB (pra bencana, saat bencana dan pasca bencana). Sebagaimana
dokumen perencanaan desa, maka RPB maupun RAK dibuat secara
partisipatif dalam musyawarah desa yang diinisiasi dan dipimpin oleh BPD.
Dokumen inilah yang nantinya akan menjadi rujukan bagi penyusunan
RPJMdesa maupun RKP Desa.
Proses integrasi RPB Desa dalam RPJM Desa dapat dilakukan dalam 2
strategi. Pertama, melakukan review RPJM Desa jika desa telah memiliki RPJM
Desa, dan kedua, melakukan penyusunan RPJM Desa jika desa akan
menyusun rencana baru dalam kurun waktu 6 tahun, atau merevisi RPJM
desa jika desa terjadi peristiwa khusus seperti bencana alam/sosial, krisis
politik, dan/atau kerusuhan sosial yang berkepanjangan, dan terjadi
perubahan mendasar atas kebijakan pemerintah. Demikian pula integrasi RAK
ke dalam RKP Desa yang merupakan turunan rencana kerja tahunan.
KOMPOSISI TIM DAN PENUGASAN
(DAFTAR PERSONIL)
No Nama Personil Perusahaan
Tenaga
Ahli Lokal /
Asing
Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Jumlah
Orang Bulan
TENAGA AHLI (PERSONIL INTI)
1. Tenaga Ahli
1. Sri Aminatun., ST., MT.
CV ALAM MATARAM
SEJAHTERA
Lokal Ahli Manajemen Bencana (Team Leader)
Ahli Manajemen Bencana (Team Leader)
a. Mengkoordinasikan seluruh personil dalam organisasi
penelitian
b. Menyiapkan program kerja dan administrasi proyek
sert penyiapan personil
yang akan ditugaskan
Bertanggung jawab terhadap keseluruhan
proses survei
c. Bertanggung jawab atas
proses pengendalian tim
d. Mengarahkan dan
mengkoordinasikan semua
personil yang terlibat dalam
team pelaksana dalam kegiatan, menyiapkan tugas
dan tanggung jawab
masing-masing tenaga ahli
Melakukan komunikasi
secara aktif dengan Pemberi Tugas
e. Mengumpulkan data yang
terkait dengan pekerjaan
f. Mengarahkan team dalam pelaksanaan pekerjaan
secara sistematis sesuai
jadawal pelaksanaan yang
ditetapkan Berkoordinasi dengan direksi perusahaan
2
No Nama Personil Perusahaan
Tenaga
Ahli
Lokal /
Asing
Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Jumlah
Orang
Bulan
konsultan
g. Memimpin diskusi dan
assistensi
h. Memeriksa seluruh hasil pekerjaan dan
bertanggungjawab terhadap
hasil pekerjaan
2. Suprih Hidayat,
S.Sos
CV ALAM
MATARAM SEJAHTERA
Lokal Tenaga Ahli
Pemberdayaan Masyarakat
Tenaga Ahli Pemberdayaan
Masyarakat a. Melakukan koordinasi dan
pengawasan terhadap hasil
kerja Surveyor
b. Menyiapkan bahan quisioner survey
c. Menulis laporan satuan
d. Membantu team leader di bidang survei
e. Membantu team leader
dalam proses perencanaan struktur
f. Menghadiri rapat-rapat
koordinasi pelaksanaan
g. Memberikan solusi terkait perubahan yang terjadi
pada proses perencanaan
survei
h. Melakukan pengendalian
mutu pekerjaan dalam
bidang Pemberdayaan
Masyarakat
2
3 dr. Iman Permana, M.Kes
CV ALAM MATARAM
SEJAHTERA
Lokal Tenaga Ahli Emergency Tenaga Ahli Emergency a. Melakukan koordinasi dan pengawasan terhadap hasil
kerja Surveyor
b. Menyiapkan bahan quisioner survey
c. Menulis laporan satuan
d. Membantu team leader di
2
No Nama Personil Perusahaan
Tenaga
Ahli
Lokal /
Asing
Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Jumlah
Orang
Bulan
bidang survei
e. Membantu team leader
dalam proses perencanaan
struktur
f. Menghadiri rapat-rapat koordinasi pelaksanaan
g. Memberikan solusi terkait perubahan yang terjadi
pada proses perencanaan
survei
h. Melakukan pengendalian mutu pekerjaan dalam
bidang Emergency
4 Arif Rianto Budi
Nugroho, ST, M.Si
CV ALAM
MATARAM
SEJAHTERA
Lokal Ahli Geografi Ahli Geografi a. Melakukan koordinasi dan
pengawasan terhadap hasil kerja Surveyor
b. Menyiapkan bahan
quisioner survey
c. Menulis laporan satuan
d. Membantu team leader di
bidang survei
e. Membantu team leader
dalam proses perencanaan
struktur
f. Menghadiri rapat-rapat
koordinasi pelaksanaan
g. Memberikan solusi terkait perubahan yang terjadi
pada proses perencanaan
survei
h. Melakukan pengendalian
i. mutu pekerjaan dalam
bidang Geografi
2
TENAGA PENDUKUNG
1. Tenaga Administrasi
No Nama Personil Perusahaan
Tenaga
Ahli
Lokal /
Asing
Lingkup Keahlian Posisi Diusulkan Uraian Pekerjaan
Jumlah
Orang
Bulan
`1 Ari Styo Wibowo, A.Md
CV ALAM MATARAM
SEJAHTERA
Lokal Perencanaan keuangan, penataan kantor,
manajemen kearsipan
Administrasi 1. Menyiapkan rapat-rapat baik rapat internal, FGD
maupun rapat presentasi
hasil penelitian
2. Membantu tenaga ahli
dalam
mengadministrasikan dokumen pekerjaan
2
2. Tenaga Komputer
1 Aris Setiyawan,
A.Md
CV ALAM
MATARAM
SEJAHTERA
Lokal Operator Komputer Operator Komputer 1. Menyelesaikan Penginputan
data
2. Melakukan Pengolahan
data
2
3. Tenaga Surveyor
1 Imam Santoso,
S.Si
CV ALAM
MATARAM
SEJAHTERA
Lokal Survey, Pengambilan
data lapangan, Indepth
Interview
Surveyor 1 1. Menyiapkan bahan
survey/kuesioner sesuai
dengan target yang diservey, 2. mengumpulkan data yang
dibutuhkan dari lokasi yang
ditentukan
3. Melaporkan hasil survey
serta permasalahan yang ad di lapangan).
4. Bertanggung jawab atas
ketelitian hasil yang didapat
2
Jadwal Pelaksanaan Kegiatan
NO Kegiatan Bulan I Bulan II
1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan dan koordinasi
2 Penyusunan, koordinasi dan
Presentasi Laporan Pendahuluan
3 Survey Lapangan
4 Analisis Data dan Penyusunan
Kajian PEMBENTUKAN DESA
TANGGUH BENCANA BPBD
KABUPATEN BOYOLALI
6 Review Pelaksanaan Pekerjaan
dan Penyusunan Detail Kajian
7 Penyusunan, koordinasi dan
Presentasi draf Laporan Akhir
8 Review dan FGD Laporan Akhir
9 Serah terima hasil pekerjaan
JADWAL PENUGASAN TENAGA AHLI
No Nama Personil Bulan I Bulan II Jumlah O/B
1 2 3 4 1 2 3 4
TENAGA AHLI (PERSONIL INTI)
1. TENAGA AHLI
1 Sri Aminatun., ST., MT. 2
2 Suprih Hidayat, S.Sos 2
3 dr. Iman Permana, M.Kes 2
4 Arif Rianto Budi Nugroho, ST, M.Si 2
TENAGA PENDUKUNG 1. Tenaga Adminstrasi
1 Ari Styo Wibowo, A.Md 2
2. Operator Komputer
1 Aris Setiyawan, A.Md 2
3. Supir
1 Imam Santoso, S.Si 2