Proposal tesis ok
-
Upload
dadang-karyanto -
Category
Education
-
view
205 -
download
6
Transcript of Proposal tesis ok
1
A. Latar Belakang Masalah
Para pendiri Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sejak awal telah
menyadari tentang arti pentingnya nilai tanah dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, oleh karena itu mereka merumuskan tentang perihal tanah dan sumber
daya alam secara ringkas tetapi sangat filosofis subtansial didalam konstitusi
didalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang selengkapnya
menyebutkan:
“ Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Dari uraian tersebut diatas dapat dijabarkan bahwa negara mengatur dan
mengelola atas hutan, lahan, pertanahan yang menjadi hak privat masyarakat.
Negara mengatur dan mengelola secara maksimal tanah negara untuk
kesejahteraan rakyat Indonesia, negara berusaha mengatur rakyatnya guna
menghindari konflik antar mereka terkait kasus rebutan lahan, tumpang tindih
dalam kepemilikan lahan dan penguasaan pertanahan atas segala hak-haknya
yang telah dilimpahkan dari negara kepada masyarakatnya. Hal ini tidak terlepas
konsep awal apa saja yang menjadi kebutuhan manusia, dan dapat kita tinjau dari
keberadaan manusia, sifat dasar dan kebutuhan alamiahnya.
Keberadaan manusia untuk tumbuh dan berkembang seiring dengan
perkembangan peradaban manusia, artinya manusia akan mengembangkan
keturunannya yang merupakan bagian dari hak asasi manusia. Seiring dengan
pertumbuhan manusia otomatis membutuhkan lahan dan tempat tinggal
termasuk lokasi lahan yang dipergunakan untuk bercocok tanam dan kehidupan.
2
Berkaitan dengan kebutuhan manusia akan tempat tinggal dan lahan untuk
pertanian dan perkebunan yang semakin meningkat sejalan dengan lajunya
jumlah pertambahan penduduk menyebabkan lahan menjadi semakin sempit dan
berkurang. Dengan berkurangnya luasan lahan karena berkembangnya keturanan
manusia berdampak lahan menjadi sempit dan berkurang dan akhirnya
menimbulkan kejahatan, akibat munculnya kejahatan maka hukum harus
ditegakan.
Perkembangan dan pertambahan tersebut membawa konsekuensi logis
tuntutan kebutuhan manusia akan tanah sebagai tempat tinggalnya, akan tetapi di
sisi lain keadaan tanah statis tidak bertambah, bahkan dimungkinkan terjadi
pengurangan pada luasannya karena proses alam dan bertambahnya jumlah
penduduk di muka bumi ini. Kondisi kebutuhan dan tersedianya tanah yang tidak
seimbang ini terus berlanjut dan akan menimbulkan masalah-masalah dalam
penggunaan tanah, antara lain1:
a. Berkurangnya luas tanah pertanian subur menjadi tanah pemukiman, industri dan keperluan non pertanian lainnya;
b. Terjadinya benturan kepentingan berbagai sektor pembangunan (misal antara kehutanan dan transmigrasi, pertambangan dengan perkebunan dan sebagainya)
c. Menurunnya kualitas lingkungan pemukiman akibat banjir, kekurangan air bersih baik dari jumlah maupun mutunya;
d. Meluasnya tanah kritis akibat penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan potensinya, terjadinya erosi, banjir, dan sedimentasi, serta;
e. Penggunaan tanah untuk berbagai kegiatan akan menghasilkan limbah yang dapat menimbulkan pencemaran air dan udara.
Sejalan dengan munculnya berbagai persoalan yang ada ditengah
masyarakat, terkait kepemilikan lahan, otomatis hukum sangat diperlukan
1J.Andy Hartono, Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat, Laksbang Mediatama, Yogyakarta, 2009, hlm. 1.
3
keberadaannya dalam penyelesaian konfilk tersebut, oleh karena itu untuk
menegakan hukum negara berkewajiban membentuk lembaga yang bertugas
melaksanakan penegakan hukum. Karena Negara Indonesia adalah negara
hukum maka keberadaan lembaga Kepolisian sangat diperlukan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam rangka mewujudkan situasi
keamanan yang kondusif sebagaimana yang tersebutkan di dalam Undang-
undang Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2002 bahwa
tugas dan wewenang institusi Polri adalah berkewajiban dan berkewenangan
untuk menegakkan keamanan dan ketertiban masyarakat, kemudian kepolisian
selaku penegak hukum terhadap segala tindak pidana yang muncul di wilayah
yuridiksi penugasannya, sebagaimana tertuang didalam ketentuan Pasal 2
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang selengkapnya menyebutkan:
Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan Negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.
Terkait tujuan kepolisian negara tampak dari ketentuan Pasal 4 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang selengkapnya menyebutkan:
Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
Kepolisian merupakan alat negara. Hal tersebut tampak dari ketentuan
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 yang selengkapnya menyebutkan:
(1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
4
menegakan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
(2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan kesatuan dalam melaksanakan peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Berkenaan mencuatnya berbagai persoalan masyarakat terkait lahan,
kemudian konflik lahan tersebut merupakan bagian dari permasalahan konflik
sosial yang ada dan sering timbul ditengah masyarakat sehingga berakibat
terganggunya stabilitas keamanan pada wilayah tertentu, oleh karena itu
pemerintah membuat peraturan perundang-undangan yang berkenaan dengan hal
tersebut yaitu Undang-undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanggulangan
Konflik Sosial. Di dalam Bab I (satu) Ketentuan Umum, Pasal 1, Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 2002 yang selengkapnya menyebutkan:
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:1. Konflik Sosial, yang selanjutnya disebut Konflik, adalah
perseteruan dan/atau benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
2. penanganan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan Konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
3. Pencegahan Konflik adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya Konflik dengan peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini.
4. Penghentian Konflik adalah serangkaian Kegiatan untuk mengakhiri kekerasan, menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi Konflik, serta mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda.
5. Pemulihan Pascakonflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
5
6. Pengungsi adalah orang atau kelompok orang yang terpaksa keluar dan/atau dipaksa keluar oleh pihak tertentu, melarikan diri, atau meninggalkan tempat tinggal dan harta benda mereka dalam jangka waktu yang belum pasti sebagai akibat dari adanya intimidasi terhadap keselamatan jiwa dan harta benda, keamanan bekerja, dan kegiatan kehidupan lainnya.
7. Status Keadaan Konflik adalah suatu status yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang tentang Konflik yang terjadi di daerah kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang tidak dapat diselesaikan dengan cara biasa.
8. Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial adalah lembaga bersifat ad hoc yang dibentuk untuk menyelesaikan Konflik di luar pengadilan melalui musyawarah untuk mufakat.
9. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10.Dewan Perwakilan Rakyat, yang selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11.Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Perundang-undangan yang tersebut di atas sangat diperlukan
keberadaannya sebagai dasar dalam penyelesaian berbagai konflik sosial
terutama dalam kasus konflik lahan diwilayah Provinsi Jambi pada umumnya dan
wilayah Kabupaten Tebo pada khususnya. Pemerintah Kabupaten Tebo terutama
Instansi terkait antara lain dari Dinas Kehutanan, Badan Pertanahan Nasional
(BPN), Satuan Polisi Pamongpraja (Satpol PP), para Camat, para Kepala Desa,
kemudian Kepolisian Resort Tebo untuk selanjutnya disebut Polres Tebo dan
para kapolseknya secara sinergis, terpadu, secara bersama berkewajiban
memberikan fasilitas, menjembatani, dalam penyelesaian konflik lahan antara
para pihak yang sedang bertikai atau para pelaku konflik.
6
Hukum sebagai sarana pengatur perikelakuan. Sebagai saran social engineering, hukum merupakan suatu sarana yang ditujukan untuk mengubah perilakuan warga masyarakat, sesuai dengan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu masalah yang dihadapi di dalam bidang ini adalah, apabila terjadi apa yang dinamakan Gunnar Myrdal sebagai softdevelopment (Gunnar Myrdal 1968: Chapter 2 dan 18) di mana hukum-hukum tertentu yang dibentuk dan ditetapkan, ternyata tidak efektif.2
Sejak berjalannya pemerintahan era reformasi sekarang ini, masyarakat
cenderung memaksakan kehendak di dalam pencapaian tujuan terkhusus
persoalan ekonomi dan kesejahteraan. Persoalan kesejahteraan rakyat menjadi
tugas utama pemerintah kepada rakyatnya, dan yang menjadi persoalannya
adalah adanya pihak-pihak tertentu yang mencoba memprovokasi masyarakat
untuk melawan pemerintah dan mengkacaukan situasi perpolitikan yang ada di
negeri ini, sehingga permasalahan keamanan dan ketertiban menjadi terganggu
dan stabilitas nasional mengalami penurunan, sehingga pada ujungnya
perekonomian regional dan nasional mengalami fluktuasi gangguan dan
kegagalan. Aksi unjuk rasa dan kekerasan masal sengaja digulirkan dalam
rangka mengahalalkan segala cara yang ternyata pada klimaksnya adalah
pengingkaran terhadap hukum itu sendiri.
Hukum dan sistem sosial masyarakat, Pada hakikatnya, hal ini merupakan objek yang menyeluruh dari sosiologi hukum, oleh karena tak ada keragu-raguan lagi bahwa suatu sistem hukum tadi merupakan bagiannya. Akan tetapi persoalannya tidak semudah itu, karena perlu diteliti dalam keadaan-keadaan apa dan dengan cara-cara yang bagaimana sistem sosial mempengaruhi suatu sistem hukum sebagai subsistemnya, dan sampai sejauh manakah proses pengaruh mempengaruhi tadi bersifat timbal-balik.3
2Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2005 hlm.135.
3 Ibid, 2005, hlm.13.
7
Konflik pertanahan di Indonesia merupakan puncak gunung es dari
berbagai masalah agraria yang menyejarah sejak jaman kolonial Belanda dan
tidak terselesaikan secara mendasar selama 66 (enam puluh enam) tahun
Indonesia merdeka. Jika dicermati, konflik pertanahan yang terjadi selama ini
berdimensi luas, baik konflik horisontal maupun konflik vertikal.
Konflik vertikal paling dominan, yaitu antara masyarakat dengan
pemerintah atau perusahaan milik negara dan perusahaan milik swasta. Salah satu
yang menonjol adalah kasus pengakuan atas (reclaiming) tanah perkebunan atau
pun pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Pada kasus reclaiming, sejarah
tanah harus ditelusuri terlebih dahulu, sehingga dapat dibuktikan bahwa tanah
tersebut memang milik rakyat yang telah dikuasai dengan paksa maupun sewa.
Konflik horisontal yang paling sering terjadi, antara lain kasus sertifikat
tanah ganda, atau kepemilikan beberapa sertifikat pada sebuah bidang tanah.
Tanah warisan, misalnya, secara historis diwariskan kepada satu pihak, namun
ada pihak lain yang telah mendaftarkan tanah tersebut dan memperoleh
sertifikat. Yang banyak mencuat ke permukaan belakangan ini justru konflik
horisontal antara masyarakat adat dan atau masyarakat transmigran di satu pihak
dengan perusahaan dipihak lain.
Terjadinya konflik pertanahan karena tanah memiliki nilai ekonomis tinggi
dan menjadi simbol eksistensi dan status sosial. Bagi masyarakat Indonesia, tanah
tidak hanya komoditas bernilai tinggi, tetapi juga merupakan akar sosial
kultural. Makna dan nilai tanah yang demikian strategis dan istimewa
8
mendorong setiap orang untuk memiliki, menjaga, dan merawat tanahnya dengan
baik, bila perlu mempertahankannya sekuat tenaga hingga darah penghabisan.
Akar konflik dan sengketa pertanahan bersifat multi-dimensional sehingga
tidak bisa dilihat hanya sebagai persoalan agraria atau aspek hukum semesta,
tetapi juga terkait variabel-variabel non hukum. Aspek hukum meliputi antara
lain kelemahan regulasi, sertifikat tanah secara nasional yang baru mencapai 30
(tiga puluh) persen, pengaturan tata ruang yang tak kunjung tuntas, serta
lemahnya penegakan hukum dan Hak Asasasi Manusia (HAM). Variabel-
variabel non hukum antara lain politik pertanahan, ledakan jumlah penduduk,
kemiskinan (ekonomi), tuntutan pembangunan, perkembangan kesadaran hukum
dan HAM masyarakat, faktor budaya, adat istiadat (hukum adat), kemajuan ilmu
pengetahuan teknologi, khususnya teknologi informasi.
Didalam Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2012 Tentang Penanganan
Konflik Sosial, konflik sosial yang disebut konflik adalah perseteruan dan / atau
benturan fisik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih
yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang
mengakibatkan ketidakamanan dan disintegrasi sosial sehingga mengganggu
stabilitas nasional dan menghambat pembangunan nasional.
Penanganan konflik sosial adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
secara sistematis dan terencana dalam situasi dan peristiwa baik sebelum pada
saat maupun sesudah terjadi konflik, yang mencakup pencegahan konflik,
penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik. Pencegahan konflik adalah
serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik dengan
9
peningkatan kapasitas kelembagaan dan sistem peringatan dini. Penghentian
konflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengakhiri kekerasan,
menyelamatkan korban, membatasi perluasan dan eskalasi konflik serta
mencegah bertambahnya jumlah korban dan kerugian harta benda.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2012 tentang
penanganan konflik sosial pasal 1 angka:
5. Pemulihan Pascakonflik adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan keadaan dan memperbaiki hubungan yang tidak harmonis dalam masyarakat akibat Konflik melalui kegiatan rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi.
7. Status Keadaan Konflik adalah suatu status yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang tentang Konflik yang terjadi di daerah kabupaten/kota, provinsi, atau nasional yang tidak dapat diselesaikan dengan cara biasa.
8. Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial adalah lembaga bersifat ad hoc yang dibentuk untuk menyelesaikan Konflik di luar pengadilan melalui musyawarah untuk mufakat.
9. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan Pemerintahan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
10. Dewan Perwakilan Rakyat, yang selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
11. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
12. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang selanjutnya disingkat DPRD, adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
13. Tentara Nasional Indonesia, yang selanjutnya disingkat TNI, terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, adalah alat negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara.
14. Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya disingkat Polri, adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan pelindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
10
15. Pranata Adat adalah lembaga yang lahir dari nilai adat yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat.
16. Pranata Sosial adalah lembaga yang lahir dari nilai adat, agama, budaya, pendidikan, dan ekonomi yang dihormati, diakui, dan ditaati oleh masyarakat.
17. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, yang selanjutnya disingkat APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat.
18. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang selanjutnya disingkat APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
14. Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya disingkat Polri, adalah alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan pelindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
Kepolisian memiliki peran tugas dan tanggung jawab turut serta membantu
mengatasi berbagai permasalahan konflik sosial, terutama kasus konflik lahan
yang sering terjadi pada era reformasi sekarang ini. Polda Jambi terkhusus
Polres Tebo pada wilayah hukum penugasannya memiliki permasalahan dan
kerawanan yang sama yaitu permasalahan konflik lahan akibat dari pembukaan
lahan dan perkebunan baik yang dilakukan oleh masyarakat lokal, para perambah
maupun pihak perusahaan perkebunan akasia, sawit, karet yang memiliki ijin
konsesi atau ijin pembukaan lahan hutan yang sebenarnya adalah tanah negara
atau hutan negara. Pada saat ini masyarakat pelaku konflik memohon kepada
pemerintah daerah kabupaten Tebo untuk dapat menyelesaikan permasalahan
konflik lahan ini, dan pihak Polres Tebo diminta bersedia mengakomodir dalam
penyelesaian baik secara hukum maupun mediasi.
Esensi fungsi kepolisian negara. Ide pembentukan kepolisian dalam suatu negara tidak terlepas dari konsep adanya upaya negara untuk mencegah atau menghadapi kemungkinan timbulnya gangguan yang dapat mempengaruhi keamanan, ketentraman, dan ketertiban masyarakat dalam
11
negara, sehingga mengakibatkan kegiatan atau aktivitas masyarakat menjadi kacau atau terganggu.4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 07 Tahun 2012 Tentang
Penanganan Konflik Sosial Pasal 2 penanganan konflik mencerminkan asas
huruf:
a. kemanusiaan; Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan“ adalah bahwa penanganan Konflik harus mencerminkan pelindungan dan penghormatan hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
b. hak asasi manusia; Yang dimaksud dengan “asas hak asasi manusia” adalah Penanganan Konflik harus menghormati dan menjunjung tinggi hak-hak yang secara kodrati melekat pada manusia dan tidak terpisahkan dari manusia, yang harus dilindungi, dihormati, dan ditegakkan oleh setiap orang, negara, hukum, dan Pemerintah, demi peningkatan martabat kemanusiaan, kesejahteraan, kebahagiaan, serta keadilan.
c. kebangsaan; Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan“ adalah bahwa Penanganan Konflik harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik dengan tetap memelihara prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
d. kekeluargaan; Yang dimaksud dengan “asas kekeluargaan“ adalah bahwa Penanganan Konflik harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e. kebhinneka-tunggal-ikaan; Yang dimaksud dengan “asas kebhinneka-tunggal-ikaan“ adalah bahwa Penanganan Konflik harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku, dan golongan serta kondisi khusus daerah dan budayanya, khususnya yang menyangkut masalah sensitif dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
f. keadilan; Yang dimaksud dengan “asas keadilan” adalah bahwa Penanganan Konflik harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara, tanpa terkecuali.
g. kesetaraan gender; Yang dimaksud dengan “asas kesetaraan gender” adalah bahwa kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan haknya sebagai manusia agar mampu berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, dan pendidikan sehingga memperoleh manfaat dan mampu berpartisipasi secara setara dan adil dalam pembangunan.
h. ketertiban dan kepastian hukum; Yang dimaksud dengan “asas ketertiban dan kepastian hukum“ adalah bahwa Penanganan Konflik harus dapat
4 Sadjijono, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance, LaksBang, Yogyakarta, 2005, hlm. 145.
12
menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
i. keberlanjutan; Yang dimaksud dengan “asas keberlanjutan“ adalah bahwa Penanganan Konflik harus dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan untuk menciptakan suasana tenteram dan damai.
j. kearifan lokal; Yang dimaksud dengan “asas kearifan lokal“ adalah bahwa Penanganan konflik harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dan dihormati di dalam masyarakat.
k. tanggung jawab negara; Yang dimaksud dengan “asas tanggung jawab negara“ adalah bahwa Penanganan Konflik merupakan tanggung jawab seluruh komponen negara, baik Pemerintah maupun masyarakat.
l. partisipatif; Yang dimaksud dengan “asas partisipatif“ adalah bahwa Penanganan Konflik melibatkan masyarakat dalam keseluruhan prosesnya, dari perencanaan, pembiayaan, hingga pengawasan.
m. tidak memihak; Yang dimaksud dengan “asas tidak memihak” adalah bahwa Penanganan Konflik berpegang teguh pada norma dengan tidak berpihak pada pihak manapun.
n. tidak membeda-bedakan. Yang dimaksud dengan “asas tidak membeda-bedakan” adalah bahwa dalam Penanganan Konflik harus memberikan perlakuan yang sama dengan tidak membedakan antar kelompok masyarakat.
Undang-undang Nomor 07 tahun 2012 tentang Penyelesaian Konflik
Sosial, Pasal 49;
(1) Keanggotaan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial skala nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf c terdiri atas unsur Pemerintah dan masyarakat.
(2) Unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. kementerian yang membidangi koordinasi urusan politik, hukum, dan
keamanan;b. kementerian yang membidangi koordinasi urusan kesejahteraan rakyat;c. kementerian yang membidangi urusan dalam negeri;d. kementerian yang membidangi urusan pertahanan;e. kementerian yang membidangi urusan keuangan negara;f. kementerian yang membidangi urusan kesehatan;g. kementerian yang membidangi urusan sosial;h. kementerian yang membidangi urusan agama;i. Polri;j. TNI;k. Kejaksaan Agung;l. Badan Nasional Penanggulangan Bencana;m. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia;n. unsur Pemerintah Daerah dari Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial
skala provinsi yang berkonflik; dan
13
o. instansi pemerintah terkait lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Fungsi kepolisian di Indonesia. Fungsi kepolisian yang dimaksud adalah tugas dan wewenang Kepolisian secara umum, artinya segala kegiatan pekerjaan yang dilaksanakan oleh polisi yang meliputi kegiatan pencegahan (preventif) dan penegakan hukum atau refresif. Perumusan fungsi ini di dasarkan pada tipe kepolisian yang tiap-tiap negara berbeda-beda, ada tipe kepolisian yang ditarik dari kondisi sosial yang menempatkan polisi sebagai tugas yang bersama-sama dengan rakyat, dan polisi yang hanya menjaga status quo dan menjalankan hukum saja.5
Peranan hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat, setiap masyarakat selama hidupnya pernah mengalami perubahan-perubahan. Ada perubahan-perubahan yang tidak menarik perhatian orang, ada yang pengaruhnya luas, ada yang terjadi dengan lambat, ada yang berjalan dengan sangat cepat, ada pula yang direncanakan, dan seterusnya.6
Dalam uraian diatas Peranan Polres Tebo dalam penyelesaian konflik lahan
di wilayah Kabupaten Tebo haruslah di selenggarakan secara terkoordinasi
dengan baik dan benar. Namun masih ada masalah yang timbul dalam hal
pelaksanaannya, hal tersebut dibahas dalam rapat mediasi perwakilan masyarakat
desa Rantau Jaya Kecamatan VII Koto Kabupaten Tebo dengan PT. LAJ
(Lestari Asri Jaya) yang difasilitasi oleh Pemda Kabupaten Tebo terkait
permasalahan Bentrok Massa antara warga Desa Rantau Jaya dengan PT. LAJ
yang terjadi pada tanggal 11 Januari 2012. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh
Bupati Tebo bapak Sukandar dan dihadiri oleh Wakil Bupati Tebo bapak
Hamdi, Kapolres Tebo bapak Zainuri Anwar, Kabag Ops Polres Tebo, Kasat
Intelkam Polres Tebo, Kasat Reskrim Polres Tebo, Kasat Narkoba Polres Tebo,
Dinas Kehutanan Tebo, Camat VII Koto Ulu, Perwakilan PT. LAJ, Perwakilan
Masyarakat Desa Rantau Jaya dan 4 ( Empat ) orang perwakilan DPP LSM
5 Sadjijono, Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance, LaksBang Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, hlm. 158.
6 Soerjono Soekanto, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT RajaGrafindo, Jakarta, 2005, hlm.19.
14
Pemantau Korupsi dan Penyelamat harta Negara yang diketuai oleh bapak
Soetedjo Surapto (Kuasa Hukum yang ditunjuk oleh Masyarakat Desa Rantau
Jaya). Dari hasil rapat tersebut akar permasalahan yang timbul adalah
perambahan kawasan Hutan Produksi oleh warga pendatang / bukan berasal dari
Kabupaten Tebo yang saat ini menjadi areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan
Kayu-Hutan Tanaman Industri (IUPHHK-HTI) PT. LAJ dan telah menimbulkan
konflik horizontal, pengrusakan dan pembakaran.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian untuk dijadikan karya ilmiah dalam bentuk Tesis yang berjudul:
“Peranan Polres Tebo Dalam Penyelesaian Konflik Lahan Di Wilayah
Kabupaten Tebo”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka beberapa permasalahan pokok
yang akan diteliti adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana peranan Polres Tebo dalam Penyelesaian Konflik Lahan di
Wilayah Kabupaten Tebo?
2. Apa kendala yang dihadapi Polres Tebo dalam penyelesaian konflik
lahan di Wilayah Kabupaten Tebo?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana peranan Polres Tebo dalam penyelesaian
kasus konflik lahan di Wilayah Kabupaten Tebo.
15
2. Untuk menganalisi kendala yang dihadapi Polres Tebo dalam
penyelesaian konflik lahan.
D. Manfaat Penelitian
1. Secara akademis, diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam
pengkajian Ilmu Hukum Pidana khususnya pengkajian dalam bidang
konflik lahan.
2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan
pemikiran kongkret pada umumnya untuk mahasiswa Hukum Pidana
dan khususnya dalam bidang konflik lahan. Secara praktis, kegunaannya
adalah untuk memberikan kontribusi pemikiran yang konstruktif terhadap
penegakkan hukum khususnya penyelesaian konflik lahan.
E. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Dalam tesis ini yang menjadi lokasi penelitian adalah di Polres Tebo
wilayah Kabupaten Tebo terkait konflik lahan.
2. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah tipe penelitian
Yuridis Empiris. Hal ini disebabkan karena penelitian dilakukan terhadap
kasus konflik lahan.
3. Spesifikasi Penelitian
Dalam penulisan tesis ini penulis melakukan penelitian yang bersifat
Deskriptif Analisis, yaitu penelitian yang menggambarkan dan
16
menguraikan serta menganalisa keadaan atau fakta-fakta yang ada tentang
peranan Polres Tebo dalam penyelesaian konflik lahan
4. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi dalam penelitian ini adalah Polres Tebo dan masyarakat yang
terlibat konflik lahan.
b. Dalam sampel penelitian ini, digunakan teknik purposive sampling,
yaitu penarikan sampel yang dilakukan terlebih dahulu dengan
menentukan kriteria yang dipergunakan yaitu mereka yang karena
tugas dan jabatannya dianggap paling mengetahui masalah yang akan
diteliti. Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini antara lain
adalah:
1) Kapolres Tebo.
2) Kabagops Polres Tebo.
3) Kasat Reskrim
4) Kapolsek Ttujuh Koto Ulu.
5) Tokoh masyarakat Kabupaten Tebo
5. Metode dan Alat Pengumpulan Data
a. Wawancara
Pengumpulan data dengan melakukan wawancara (tanya jawab) dan
tatap muka secara terstruktur (terpimpin) dengan menyiapkan daftar
wawancara yang diajukan kepada sampel yang telah dipilih.
b. Studi Dokumen
17
Studi dokumen yaitu suatu cara mengumpulkan data-data dari buku-
buku pustaka yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti
kemudian diolah dan disusun secara sistematis.
6. Sumber Data
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui
wawancara dengan para responden yang menjadi subjek dalam
penelitian ini dan juga data yang di dapat dari Pelaksanaan
penyelesaian konflik lahan di wilayah kabupaten Tebo.
b. Data Sekunder
1) Bahan Hukum Primer
Data primer yaitu bahan hukum yang diperoleh dengan
mempelajari peraturan perundang-undangan, yakni:
a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
b) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 202 Tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
c) Undang–Undang Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan.
d) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
e) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Kehutanan.
f) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan
Konflik Sosial.
18
2) Bahan Hukum Skunder
Bahan hukum sekunder yakni bahan untuk menjelaskan
mengenai bahan hukum primer asli seperti hasil karya-karya
ilmiah dari kalangan ahli hukum, teori-teori dan pendapat dari
para sarjana yang diantaranya tertuang di dalam buku teks dan
termasuk didalamnya.
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan yang memberikan petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder
seperti kamus hukum yang membantu menterjemahkan istilah
hukum yang ada, kamus Bahasa Indonesia, artikel-artikel pada
koran atau surat kabar, majalah dan website dalam internet.
7. Analisis Data
Sebagai tindak lanjut dari pengumpulan data adalah menganalisis data.
Sebelum data tersebut dianalisis terlebih dahulu diolah dan
diklasifikasikan sehingga mudah untuk dianalisis. Oleh karena data yang
diperoleh merupakan data kualitatif, yaitu berupa keterangan-keterangan
atau penjelasan dalam bentuk kalimat, maka tehnik penganalisisan data
disesuaikan dengan data yang diperoleh.
F. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan, penuliisan tesis ini disusun secara
teratur dan sistematis yang dimuat dalam suatu sistematika sebagai berikut:
19
BAB I: Bab ini merupakan bab pendahuluan yang berisi uraian-uraian tentang
Latar Belakang, Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, dan Metode Penelitian. Dari latar belakang tersebut
kemudian diangkat isu hukum atau permasalahan yang akan dikaji
secara mendalam untuk kemudian dikaji secara runtut dan teratur
melalui suatu metode yang disusun menurut alur pikir ilmiah.
BAB II: Bab ini membahas beberapa konsep tentang penyelesaian konflik lahan
tugas dan fungsi Polri.
BAB III: Bab ini merupakan membahas mengenai kewenangan Polres Tebo
dalam penyelesaian konflik lahan, Mediasi dalam penyelesaian konflik
lahan, Identifikasi dan verifikasi masyarakat dan lahan yang
disengketakan, Rekomendasi untuk diterapkannya Pola Kemitraan
antara masyarakat dan perusahaan serta Penegakan hukum.
BAB IV: Bab ini merupakan bab pembahasan yang terdiri dari dua sub bab,
dimana dimuat kajian-kajian mendalam terkait dua rumusan masalah.
Pertama, Peranan Polres Tebo dalam penyelesaian konflik lahan dan
kedua, mengetahui kendala Polres Tebo dalam penyelesaian konflik
lahan.
BAB V: Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran. Kesimpulan
merupakan jawaban atas rumusan masalah dan berdasarkan
kesimpulan tersebut, penulis merumuskan saran.
20
G. Jadual Penelitian
NO URAIAN KEGIATANWAKTU PELAKSANAAN
KET1 2 3 4 5 6 7 81 Proses Persetujuan Judul dan
Pembimbing2 Konsultasi dengan
Pembimbing untuk penyusunan proposal
3 Penyusunan proposal4 Proses persetujuan proposal
dan konsultasi dengan Pembimbing untuk penyusunan instrumen penelitian
5 Seminar Proposal6 Perbaikan Proposal7 Proses persetujuan Proposal
dan konsultasi dengan Pembimbimbing untuk penyusunan instrumen penelitian
8 Penelitian/pengumpulan data9 Analisis data dan
penyusunan laporan10 Proses persetujuan laporan
dan konsultasi dengan Pembimbing untuk persetujuan dan ujian Tesis
11 Ujian Tesis12 Perbaikan Tesis13 Wisuda
21
H. Daftar Pustaka Sementara
J.Andy Hartono. 2009. Problematika Hukum Jual Beli Tanah Belum Bersertifikat, Laksbang Mediatama, Yogyakarta.
Soerjono Soekanto. 2005. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Sadjijono.2005. Fungsi Kepolisian Dalam Pelaksanaan Good Governance, LaksBang, Yogyakarta.
Soerjono Soekanto.2005. Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, PT RajaGrafindo, Jakarta.
22
OUT LINE TESIS
Judul Tesis : Peranan Polres Tebo Dalam Penyelesaian Konflik Lahan di
Wilayah Kabupaten Tebo Ditinjau Dari Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Penanganan Konflik Sosial
Nama : Dadang Djoko Karyanto
NIM : B20011086
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Perumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Metode Penelitian
F. Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Penyelesaian Konflik Lahan
B. Tugas dan fungsi Polri
BAB III KEWENANGAN POLRES TEBO DALAM PENYELESAIAN
KONFLIK LAHAN
A. Mediasi dalam penyelesaian konflik lahan
B. Identifikasi dan verifikasi masyarakat dan lahan yang
disengketakan
C. Rekomendasi untuk diterapkannya Pola Kemitraan antara
masyarakat dan perusahaan
D. Penegakan hukum
BAB IV PERANAN POLRES TEBO DALAM PENYELESAIAN KONFLIK
LAHAN DI WILAYAH KABUPATEN TEBO
A. Peranan Polres Tebo dalam penyelesaian konflik lahan
B. Kendala Polres Tebo dalam penyelesaian konflik lahan
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran