Proposal Skripsi Tuberculosis Paru

41
proposal skripsi TUBERCULOSIS PARU Posted: 11th April 2011 by subijakto in Uncategorized 20 PROPOSAL SKRIPSI HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG TUBERCULOSIS PARU DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PASIEN TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Penyakit tubercolusis atau yang sering disebut TBC adalah infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tubercolusis (Danusantoso,2002). Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya, disamping rasa bosan karena harus minum obat dalam waktu yang lama seseorang penderita kadang-kadang juga berhenti minum obat sebelum massa pengobatan belum selesai hal ini dikarenakan penderita belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah ditentukan, serta pengetahuan yang kurang tentang penyakit sehingga akan mempengaruhi kepatuhan untuk berobat secara tuntas.

Transcript of Proposal Skripsi Tuberculosis Paru

proposal skripsi TUBERCULOSIS PARUPosted: 11th April 2011 by subijakto in Uncategorized

20

PROPOSAL SKRIPSI

HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG TUBERCULOSIS PARU  DENGAN

KEPATUHAN BEROBAT PASIEN

TUBERCULOSIS PARU DI PUSKESMAS

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1.1 Latar Belakang

Penyakit tubercolusis atau yang sering disebut TBC adalah infeksi menular yang disebabkan oleh

bakteri mycobacterium tubercolusis (Danusantoso,2002). Bakteri ini merupakan bakteri basil

yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu yang lama untuk mengobatinya, disamping rasa

bosan karena harus minum obat dalam waktu yang lama seseorang penderita kadang-kadang juga

berhenti minum obat sebelum massa pengobatan belum selesai hal ini dikarenakan penderita

belum memahami bahwa obat harus ditelan seluruhnya dalam waktu yang telah ditentukan, serta

pengetahuan yang kurang tentang penyakit sehingga akan mempengaruhi kepatuhan untuk

berobat secara tuntas.

Tuberculosis merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka

kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari

200juta orang, di indonesia menempati urutan ketiga di dunia setelah india dan china dalam hal

jumlah penderita TB paru sekitar 583 ribu orang dan diperkirakan sekitar 140 ribu orang

meningal dunia tiap tahun akibat TBC. Sedangkan di jawa timur sendiri menempati urutan ke 2

setelah jawa barat dengan kasus sekitar 37 ribu penderita (depkes RI, 2007). Di seluruh

kab.madiun sendiri terdapat lebih dari 230 kasus, dengan angka kematian rata-rata 10 orang tiap

bulannya sedangkan di puskesmas mejayan sendiri terdapat 13 pasien tubercolusis dengan BTA

positif dan 4 dengan BTA negatif 1 orang putus obat (tidak patuh berobat)

Berhasil atau tidaknya pengobatan tuberculosis tergantung pada pengetahuan pasien, keadaan

sosial ekonomi serta dukungan dari keluarga. Tidak ada upaya dari diri sendiri atau motivasi dari

keluarga yang kurang memberikan dukungan untuk berobat secara tuntas akan mempengaruhi

kepatuhan pasien untuk mengkonsunsi obat(Dr.Indan Enjang, 2002).Apabila ini dibiarkan

dampak yang akan muncul jika penderita berhenti minum obat adalah munculnya kuman

tubercolusis yang resisten terhadap obat, jika ini terus terjadi dan kuman tersebut terus menyebar

pengendalian obat tubercolusis akan semakin sulit dilaksanakan dan meningkatnya angka

kematian terus bertambah akibat penyakit tubercolusis.

Tujuan pengobatan pada penderita tubercolusis bukanlah sekedar memberikan obat saja, akan

tetapi pengawasan serta memberikan pengetauan tentang penyakit ini untuk itu hendaknya

petugas kesehatan memberikan penyuluhan kepada penderita dan keluarganya agar pengetauan

mereka mengetahui resiko-resiko dan meningkatkan kepatuhan untuk berobat secara tuntas.

Dalam program DOTS ini diupayakan agar penderita yang telah menerima obat atau resep untuk

selanjutnya tetap membeli atau mengambil obat, minum obat secara teratur, kembali control

untuk menilai hasil pengobatan.

1.1.2 Rumusan Masalah

1.2.1    Pertanyaan Masalah

Adakah hubungan pengetahuan tuberculosis paru dengan tingkat kepatuhan berobat pasien

tuberculosis paru di puskesmas mejayan, caruban kab.madiun?

1.2 Tujuan Penelitian

1.2.1         Tujuan Umum

Mengetahui hubungan pengetahuan penyakit tuberculosis dengan tingkat kepatuhan berobat

pasien tuberculosis di puskesmas mejayan, caruban kab.madiun

1.3.2    Tujuan Khusus

1. Mengidentifikasi tingkat pengetahuan pasien tuberculosis di puskesmas mejayan, caruban

kab.madiun

2. Mengidentifikasi kepatuhan berobat pasien tubercolusis di puskesmas mejayan, caruban

kab.madiun

3. Menganalisis hubungan pengetahuan penyakit tuberculosis dengan kepatuhan berobat

pasien tubercolusis di puskesmas mejayan, caruban kab.madiun

1.3 Manfaat Penelitian

1.3.1        Bagi Instansi Pelayanan Kesehatan

Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat khususnya penderita tubercolusis, sehingga akan

meningkatkan kualitas asuahan keperawatan dan kualitas hidup penderita serta memberi

masukan kepada petugas kesehatan tentang pentingnya penyuluhan penyakit tubercolusis kepada

masyarakat khususnya penderita tubercolusis

1.3.2        Bagi Pasien

Memberikan pengetahuan tentang penyakit tuberculosis dalam meningkatkan kepatuhan berobat

pasien tuberculosis di puskesmas mejayan, caruban kab.madiun

1.3.3        Bagi Ilmu Keperawatan

Sebagai sumbangan ilmu pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang tubercolusis paru

1.4.4    Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai masukan data dan sumbangan pemikiran perkembangan pengetahuan untuk peneliti

selanjutnya.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Konsep Pengetahuan

2.1.1    Definisi

Berasal dari kata “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengideraan terhadap sesuatu

obyek tertentu, pengideraan terjadi melalui panca indra manusia. Tetapi sebagian besar

pengetahuan manusia diperoleh dari atau melalui mata dan telinga, (Noto atmodjo,2003)

Roger (1974) yang dikutip oleh noto atmodjo (2003) mengemukakan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru dalam diri seseorang akan terjadi proses yang berturut-turut yaitu :

1. awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus

(objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yaitu orang tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya). Hal

ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adaption, subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan kesadaran dan

sikapnya terhadap stimulus.

2.1.2    Sunber Pengetahuan

1. Tradisi

Tradisi adalah suatu dasar pengetahuan dimana setiap orang tidak dianjurkan untuk memulai

mencoba memecahkan masalah. Tradisi merupakan kendala dalam kebutuhan manusia karena

beberapa tradisi begitu melekat sehingga validitas, manfaat dan kebenarannya tidak pernah

dicoba dan diteliti.

2. Autoritas

Ketergantungan terhadap suatu autoritas tidak dapat dihindarkan karena kita tidak dapat secara

automatis menjadi seseorang ahli dalam mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi.

1. Pengalaman

Dalam memecahkan suatu permasalahan dapat berdasarkan pengalaman sebelumnya, dan ini

merupakan pendekatan yang penting dan bermanfaat.

1. Trial and Error

Kadang kita dalam menyelesaikan suatu permasalahan keberhasilan kita dalam menggunakan

alternative pemecahan melalui “coba dan salah”

1. Alasan yang logis

Dalam menyelesaikan suatu masalah berdasarkan proses penelitian yang logis. Pemikiran ini

merupakan komponen yang penting dalam pendekatan ilmiah akan tetapi alasan rasional sangat

terbatas.

1. Metode ilmiah

Pendekatan ilmiah adalah pendekatan yang paling tepat untuk mencari suatu kebenaran, karena

didasari pada pengetahuan yang terstruktur dan sistematis, serta dalam mengumpulkan dan

menganalisa datanya didasarkan pada prinsip validitas dan reliabilitas.

(Nursalam, 2000)

2.1.3    Komponen pengetahuan (Noto atmodjo,2003)

1. Tahu

Pengetahuan berkenan dengan bahan yang dipelajari sebelumnya disebut juga istilah recal

(mengingat lagi) namun apa yang yang telah diketahui hanya sekedar informasi yang diingat

saja. Oleh sebab itu ini merupakan tongkat pengetahuan yang rendah.

1. Pemahaman

Adalah kemampuan mengetahui arti sesuatu bahan yang tekah dipakai dipelajari seperti

menafsirkan. Menjelaskan dan meringkas tentang sesuatu kemampuan. Ini lebih tinggi dari

pengetahuan.

1. Penerapan

Adalah kemampuan menggunakan suatu bahan yang telah dipelajari dalam sesuatu yang baru

atau konkrit.

1. Analisa

Adalah suatu komponen untuk menjabarkan materi atau suatu bahan obyek kedalam komponen-

komponen tetapi masih didalam stuktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya sama lain.

1. Sintesa

Kemampuan untuk menghimpun bagian dalam keseluruhan seperti merugikan tema rencana atau

melihat hubungan abstrak dan sebagian fakta

1. Evaluasi

Adalah berkenan dengan kemampuan menggunakan pengetahuan untuk membantu penelitian

terhadap sesuatu berdasarkan maksud atau kriteria tertentu.

2.1.4    faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1.         Faktor Eksternal

1)                  Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan

sikap kita. Apa bila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk selalu menjaga kebersihan

lingkungan maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga

kebersihan lingkungan maka sangatlah mungkin berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi

seseorang (syaifudin A, 2003)

2)                  Informasi

Informasi adalah keseluruhan makna dapat diartikan sebagai pemberitahuan sesering adanya

informasi baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestis dibawa oleh

informasi tersebut pendidikan ini biasanya digunakan.

2.         Faktor internal

1)                  Pendidikan

Pendidikan adalah setiap usaha pengaruh pelindung dan bantuan yang diberikan kepada anak

yang tertuju pada kedewasaan GBHN Indonesia tentang menngidentifikasi lain bahwa

pendidikan diri dalam dan dari luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. (Notoadmodjo,

2003)

2)                  Pengalaman

Pengalaman adalah sesuatu pengalaman sama sekali terbentuk apabila pengalaman pribadi

tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan emosi penghayatan. Pengalaman akan lebih

mendalam dan lama membekas (Syaifudin A, 2005)

3)                  Usia

Usia individu terhitung mulai dilakukan sampai berulang tahun (Elizabeth B Houspitalisasi,

1995) semakin cukup umur tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang yang telah dewasa akan

lebih percaya dari pada seseorang yang belum cukup tinggi kedewasaanya. Hal ini sebagai akibat

dari pengalaman dan kematangan dijiwainya (Hurlock, 1998) makin tua seseorang makin

kondusif dalam mengunakan koping masalah yang dihadapi.

4)                  Pekerjaan

Pekerjaan adalah sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah atau pencarian. Masyarakat yang

sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari-hari akan mempunyai waktu yang lebih sedikit

untuk memperoleh informasi.

5)                  Pendapatan

Pendapatan sesuatu yang didapatkan dan sebelumnya belum ada. pendapatan erat sekali dengan

status kesehatan.

6)                  informasi

informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan

seseorang. Bila seseorang memperoleh banyak informasi maka ia cenderung mempunyai

pengetahuan lebih luas.

2.1.5    Kriteria Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto ,2006 pengetahuan seseorang dapat diketahui dengan dipersentasikan tetapi

berupa prosentasi lalu ditafsirkan dengan kalimat yang bersifat kualitatif, yaitu :

1. baik     : hasil persentasi 76-100%

2. cukup  : hasil persentasi 56-75%

3. kurang : hasil persentasi < 0

2.2       Konsep Kepatuhan

2.2.1 Pengertian Kepatuhan

Pengertian kepatuhan menurut sockett yang dikutip oleh neil niven (2000) bahwa kepatuhan

pasien sebagai sejauh mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh

profesional kesehatan. Orang mematuhi perintah dari orang yangmempunyai kekuasaan bukan

hal yang mengherankan karena ketidakpatuhan sering kali diikuti dengan beberapa bentuk

hukuman. Meskipun demikian, yang menarik adalah pengaruh dari orang yang tidak mempunyai

kekuasaan dalam membuat orang mematuhi perintahnya dan sampai sejauh mana kesediaan

orang untuk mematuhinya.

2.2.2 Tingkat Kepatuhan

Derajat ketidakpatuhan bervariasi sesuai dengan apakah pengobatan tersebut kuratif atau

preventif, jangka panjang atau jangka pendek. Sackett and Snow yang dikutip oleh Niven (2000)

menemukan bahwa ketaatan terhadap 10 hari jadwal pengobatan sejumlah 70- adalah

pencegahan. Kegagalan untuk mengikuti program jangka panjang, yang bukan dalam kondisi

akut, dimana derajat ketidakpatuhannya rata-rata 50% dan derajat tersebut bertambah buruk

sesuai waktu.

2.2.3    Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ketidakpatuhan

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan menurut Niven (2000) antara lain adalah:

1. Pemahaman tentang intruksi

Tidak seorangpun dapat mematuhi intruksi jika dia salah paham tentang intruksi yang diberikan.

Kadang hal ini disebabkan oleh kegagalan profesional kesehatan dalammemberikan informasi

yang lengkap, penggunaan istilah medis dan memberikan instruksi yang harus diingat oleh

pasien.

1. Kualitas interaksi

Kualitas interaksi antara profesional kesehatan dan pasien merupakan bagian yang penting dalam

menentukan derajat kepatuhan. Hal ini bisa dilaksanakan dengan bersikap ramah dan

memberikan informasi dengan singkat dan jelas.

1. Isolasi sosial dan keluarga

Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dan menentukan keyakinan dan nilai

kesehatan individu dan dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat mereka

terima.

1. Motivasi

Motivasi dapat diperoleh dari diri sendiri, keluarga, teman, petugas kesehatan dan lingkungan

sekitarnya.

1. Pengetahuan

Semakin tinggi tingkat pengetahuan seseorang semakin besar kemungkinan untuk patuh pada

suatu program pengobatan.

2.2.4    Cara Mengurangi Ketidakpatuahan

Dinicola dan Dimatteo yang dikutip oleh niven (2000) mengusulkan beberapa rencana untuk

mengatasi ketidakpatuhan pasien, antara lain:

1. Mengembangkan tujuan kepatuhan

Peryataan-peryataan juga dapat meningkatkan kepatuhan seseorang, kontrak tertulis juga dapat

meningkatkan keputuhan, tetapi kontrak kemungkinan dapat menjadi tidak efektif dalam kurun

waktu yang lama.

1. Mengembangkan perilaku sehat dan mempertahankanya

Perilaku sehat dapat dipengaruhi oleh kebiasaan. Oleh karena itu perlu dikembangkan suatu

strategi yang bukan hanya mengubah perilaku, tetapi juga untuk mempertahankan perubahan

tersebut.

1. Pengontrolan perilaku

Pengontrolan perilaku seringkali tidak cukup untuk mengubah perilaku itu sendiri. Suatu

program secara total dapat dihancurkan sendiri oleh pasien dengan mengunakan peryataan

pertahanan.

1. Dukungan sosial

Keluarga dan teman dapat membantu mengurangi kecemasan yang disebabkan oleh penyakit

tertentu, mereka dapat menghilangkan godaan pada ketidaktaatan, dan mereka seringkali dapat

menjadi kelompok pendukung untuk mencapai kepatuhan.

1. Dukungan dari profesional kesehatan

Dukungan dari profesional kesehatan merupakan faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku

kepatuhan. Dukungan mereka berguna terutama saat pasien menghadapi bahwa perilaku sehat

yang baru tersebut merupakan hal penting. Begitu juga mereka dapat mempengaruhi perilaku

pasien dengan cara menyampaikan antusias mereka terhadap tindakan tertentu dari pasien, dan

secara terus-menerus memberikan penghargaan yang positif bagi pasien yang telah mampu

beradaptasi dengan program pengobatannya.

1. Pendidikan pasien

Pendidikan pasien dapat meningkatkan pendidikan, sepanjang bahwa pendidikan tersebut

merupakan pendidikan yang aktif seperti penggunaan buku dan kaset secara mandiri.

1. Modifikasi faktor-faktor lingkungan sosial

Modifikasi faktor-faktor lingkungan sosial berarti membangun hubungan sosial dari keluarga dan

teman-teman. Kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membentuk kepatuhan

terhadap program-program pengobatan seperti berhenti merokok dan menurunkan konsumsi

alkhohol.

1. Meningkatkan interaksi profesi kesehatan dengan pesien

Meningkatkan interaksi profesi kesehatan dengan pesien adalah suatu hal penting untuk

memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien

membutuhkan penjelasan kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang dapat mereka

lakukan dengan kondisi seperti itu.

1. Perubahan model terapi

Program-program pengobatan dapat dibuat sesederhana mungkin, dan pasien terlibat aktif dalam

perbuatan program tersebut. Dengan cara ini komponen-komponen sederhana dalam program

pengobatan dapat diperkuat, untuk selanjutnya dapat mematuhi komponen-komponen yang lebih

kompleks.

2.2.5      Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Pasien

Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan pasien menurut Niven (2000) adalah sebagai

berikut :

1. Keadaan penyakit

Pasien yang menderita penyakit kronis (tuberculosis paru) cenderung paling tidak patuh. Ini

terutama karena harus menggunakan obat dalam jangka waktu lama dimana gejala yang terasa

hanya dalam waktu singkat.

1. Keadaan pasien

Kepatuhan pasien menurun pada usia tinggi yang hidup sendiri (tidak ada yang mendorong).

Tingkat ekonomi lemah, orang-orang dengan pengetahuan dan pendidikan rendah, dimana faktor

budaya atau bahasa menjadi penghalang komunikasi antara petugas kesehatan dengan pesien.

1. Petugas kesehatan

Kepatuhan pasien akan dipengaruhi oleh sikap petugas kesehatan dalam melayani pasiennya.

Petugas yang bersifat merendah, pasien kurang yakin terhadap terapi yang diputuskan, ada

hambatan dalam komunikasi karena faktor budaya, bahasa dan waktu yang disediakan.

1. Pengobatan

Kepatuhan pasien akan berkurang apabila obat yang diberikan dalam jangka waktu lama. Bentuk

dan keberhasilan kemasan yang terlalu sederhana dimana obat mudah pecah dan terkontaminasi

oleh kotoran juga dapat menurunkan kepatuhan pasien untuk minum obat.

1. Struktur pelayanan

Semakin sulit tempat pelayanan kesehatan dicapai, semakin berkurang kepatuhan pasien.

2.3       Konsep Tuberculosis Paru

2.3.1    Definisi Tuberculosis Paru

Tuberculosis paru adalah penyakit akibat infeksi kuman mycobakterium tubercolosis sistemis

sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh, dengan lokasi terbanyak diparu yang

biasanya merupakan infeksi primer. Tuberculosis merupakan bakteri kronik dan ditandai oleh

pembentukan granuloma pada jaringan yang terinfeksi dan hipersensivitas yang diperantarai sel

(Cell Madiated Hipersensivity) (Mansjoer Arif, 2000).

2.3.2        Gejala Tuberculosis Paru

1. Demam

Dimulai dengan demam subfebris seperti influenza. Terkadang panas mencapai 40-41*C.

Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh penderita dan berat ringannya infeksi

kuman tuberculosis yang masuk (Soeparman,1990)

1. Batuk darah

Batuk darah terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan membuang produk-

produk radang keluar. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non produktif) kemudian setelah

terjadi peradangan menjadi produktif hal ini berlangsung 3 minggu atau lebih. Keadaan lanjut

adalah terjadinya batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah. Yang merupakan

tanda adanya ekskavasi dan ulserasi dari pembuluh darah pada dinding kavitas. Kematian dapat

terjadi karena penyumbatan bekuan darah pada saluran nafas (Soeparman, 1990)

1. Sesak nafas

Sesak nafas ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, dimana ilfiltrasinya sudah setengah

bagian paru (Depkes RI, 2002)

1. Nyeri dada

Terjadi bila ilfiltrasinya radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis (Depkes RI,

2002)

1. Malaise (Badan lemah)

Penyakit tuberculosis paru adalah penyakit radang yang bersifat menahan nyer otot dan keringat

dimalam hari. Gejala-gejala tersebut makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara

tidak teratur (Soeparman, 1990)

2.3.3        Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Tubercolusis

1. Harus ada sumber infeksi

Sumber infeksi dapat berasal dari penderita tubercolusis dengan BTA positif yang ditularkan

melalui droplet. Baik itu melalui penggunaan alat makan secara bergantian tanpa dicuci terlebih

dahulu ataupun pada waktu penderita batuk atau bersin.

1. Jumlah basil sebagai penyebab infeksi harus cukup

Semakin banyak jumlah basil yang terhirup, maka semakin besar kemungkinan seseorang untuk

mengidap penyakit tubercolusis.

1. Virulensi yang tinggi dari basil tubercolusis

Apabila tingkat keaktifan kuman tinggi maka akan semakin cepat berkembang biak didalam

tubuh. Selain itu akan semakin cepat pula massa inkubasinya.

1. Daya tahan tubuh yang menurun

Daya tahan tubuh yang menurun memungkinkan basil berkembang biak dan keadaan ini

menyebabkan timbulnya penyakit tubercolusis baru.

2.3.4        Pemeriksaan Diagnostik

1. Kultur sputum

Pemekriksaan sputum adalah penting karena dengan ditemukanya kuman BTA, diagnosa

tubercolusis paru sudah dapat dipastikan. Kriteria sputum BTA positif adalah bila ditemukanya

sekurang-kurangya 3 batang kuman BTA pada satu sediaan dan sedikitnya dua dari tiga kali

pemekrisaan specimen BTA hasilnya nyatakan positif (Soeparman, 1990)

1. Foto thorak

Menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau

efusi cairan. Adanya perluasan kuman tubercolusis paru ditunjukan dengan adanya rongga atau

area fibrosa (Doenges, 2002)

1. Tes tuberkulin (Mantoux)

Reaksi positif area durasi 10mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi intradermal

antigen menunjukan massa lalu dan adanya antibodi, tetapi tidak secara berarti menunjukan

penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa infeksi

disebabkan oleh mikrobakterium yang berbeda (Doenges,2002)

1. Pemekrisaan darah

Pada waktu kuman tubercolusis mulai aktif jumlah leukosit sedikit meninggi dan jumlah

limfotsit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila sakit mulai sembuh

jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tetap tinggi. Laju endap darah mulai

turun kearah normal lagi (Soeparman, 1990)

1. Pemekrisaan fungsi paru

Terjadi penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara residu dan

kapasitas paru total. Saturasi oksigen terjadi penurunan sekunder terhadap infiltrasi parenkim

paru, kehilangan jaringan paru ketika tubercolusis paru kronis sudah meluas. (Doenges, 2002)

2.3.5         Cara Penularan

1. Percikan ludah (droplet infection)

Pada saat penderita tubercolusis batuk akan mengeluarkan droplet dengan ukuran mikroskopis

yang bervariatif. Ketika pertikel tersebut berada di udara, air akan menguap dari permukaannya

sehingga menurunkan volume dan menaikan konsetrasi kumannya. Partikel inilah yang disebut

dengan droplet (Crofton, 2002)

1. Inhalasi debu yang mengandung basil tubercolusa (air bone infection)

Seseorang yang melakukan kontak erat dalam waktu yang lama dengan penderita tubercolusis

paru akan mudah tertular karena menginhalasi udara yang telah terkontaminasi kuman

tubercolusis (Depkes RI, 2002)

2.3.6    Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keteraturan Minum Obat

1. Keadaan sosial ekonomi

Makin buruk keadaan sosial ekonomi masyarakat sehingga makin jelek pula gizi dan hygiene

lingkungannya yang akan menyebabkan rendahnya daya tahan tubuh mereka sehingga

memudahkan terjadinya penyakit. Seandainya mendapat penyakit selain mempersulit

penyembuhan juga memudahkan kambuhnya TBC yang sudah ada.

2. Kesadaran

Pengobatan TBC memerlukan waktu yang lama (minimal 2 tahun terbentuk) sebab anti TBC

barulah bersifat tuberculostotica bersifat tubercuicocido. Kadang-kadang walaupun penyakitmya

agak berat sipenderita tidak merasa sakit sehingga tidak mencari pengobatan menurut hasil

penyelikan WHO 50% penderita TBC menunjukan gejala apa-apa orang ini telah berbahaya lagi

sebagai sumber penular karena bebas bercampur dengan masyarakat.

3.Pengetahuan

Makin rendah pengetahuan penderita tentang bahaya penyakit TBC untuk dirinya keluarga dan

masyarakat disekitarnya maka besar pulalah bahaya sipenderita sebagai penularan baik dirumah

maupun ditempat kerjanya. Untuk keluarga dan orang-orang disekitarnya, sebaiknya

pengetahuan yang baik tentang penyakit ini akan menolong masyarakat dalam menghindarinya

(Dr.indan entjang, 2000)

2.3.7    Tingkat Kepatuhan Pengobatan tuberculosis

Niven (2000) berpendapat bahwa tingkat kepatuhan pengobatan tuberculosis paru adalah sebagai

berikut :

1. Minum obat sesuai petunjuk

Obat yang diminum sesuai dengan petunjuk yang telah diberikan oleh petugas kesehatan

meliputi dosis, jumlah, jenis dan waktu minum obat.

1. Jadwal mengambil obat

Pengambilan obat tidak boleh terlambat. Apabila penderita telah minum obat dikhawatirkan akan

terjadi resistesi obat.

1. Lama pengobatan

Lama pengobatan akan mempengaruhi terhadap kepatuhan penderita untuk berobat. Pengobatan

pada tuberculosis sendiri minimal dilakukan selama 6 bulan.

1. Macam-macam obat

Banyaknya macam-macam obat tuberculosis membuat penderita menjadi jenuh untuk berobat.

Jika kurangnya pengetahuan atau motivasi maka semakin besar kemingkinan akan putus obat.

2.4 Konsep Pengobatan Tubercolusis Paru

2.4.1        Aktivitas obat

1. Aktivitas bakteresid

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang sedang tumbuh (metabolismenya masih

aktif). Aktivitas bakteresid biasanya diukur dari kecepatan membunuh atau melenyapkan kuman

sehingga pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan permulaan pengobatan).

1. Aktivitas sterilisasi

Disini obat bersifat membunuh kuman-kuman yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya

kurang aktif). Aktivitas sterilisasi di undur dari angka kekambuhan setelah pengobatan

dihentikan (Soeparman dan Sarwono, 1999)

2.4.2        Jenis Obat

Pengobatan dengan strategi DOTS (Direct Obseved Treadment Short Course) dipermudah

dengan pengadaan obat yang telah dipadukan sesuai dengan kategori tersendiri :

1. Obat primer (obat anti tubercolusis tingkat satu)

1)                  Isoniasid (H)

Dikenal dengan INH, bersifat bakteresid, dapat membunuh 90% populasi dalam beberapa hari

pertama pengobatan. Obat ini sangat efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolisme aktif,

yaitu pada saat kuman sedang berkembang. Dosis harian yang dianjurkan adalah 5 mg\kg BB,

sedangkan untuk pengobatan intermiten 3kali seminggu dengan dosis 10 mg\kg BB.

2)                  Rifampisin (R)

Bersifat bakteresid, dapat membubuh kuman yang persisten (dortmant) yang tidak dapat dibunuh

oleh Isonasid. Dosis 10 mg\kg BB diberikan sama untuk pengobatan harian maupun intermiten 3

kali seminggu.

3)                  Pirazinamid (Z)

Bersifat bakteresid, dapat membunuh kuman yang berada didalam sel dengan suasana asam.

Dosis harian yang dianjurkan 25 mg\kg BB, sedangkan untuk pengobatan intermiten 3 kali

seminggu diberikan dengan dosis 35 mg\kg BB.

4)                  Streptomisin (S)

Bersifat bakteresid, dengan dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg BB, sedangkan pengobatan

untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis yang sama. Penderita berumur sampai 60

tahun dosisnya 0,75 gr\hari, sedangkan untuk umur sampai 60 tahun lebih dosisnya 0,50 gr\hari.

5)                  Ethambutol (E)

Bersifat sebagai bakteriostatik. Dosis harian yang dianjurkan 15 mg\kg Bbsedangkan untuk

pengobatan untuk intermiten 3 kali seminggu digunakan dosis 30 mg\kg BB.

1. Obat sekunder ( Anti tubercolusis acid)

1)                  Kanamisin

2)                  PAS (Para Amina Salictylic Acid)

3)                  Tiasetason

4)                  Etionamid

5)                  Protionamid

6)                  Sikloserin

7)                  Viomisin

8)                  Kapreomisin

9)                  Amikosin

10)               Oflokasin

11)               Siproflokasin

12)               Norfloksasin

13)               Klofazimn

(Soeparman dan Sarwono W, 1990)

2.4.3        Efek Samping Obat

1. Efek samping berat

Yaitu efek samping yang dapat menyebabkan sakit serius. Dalam kasus ini maka pemberian

OAT harus dihentikan dan penderita harus dirujuk ke Unit Pelayanan Kesehatan (UPK)

spesialistik.

1. Efek samping ringan

Yaitu hanya menyebabkan sedikit perasaan yang tidak enak. Gejala-gejala ini sering dapat

ditanggulangi dengan obat-obat simtomatik atau obat sederhana, tetapi kadang-kadang menetap

untuk beberapa waktu selama pengobatan. Dalam hal ini pemberian OAT dapat diteruskan.

2.4.4        Tahap Pengobatan

1. Tahap intensif  (Initial phase), selama 1-3 bulan dengan memberikan 4-5 macam obat

anti tubercolusis per hari dengan tujuan :

1)        Mencegah keluhan dan mencegah efek samping lebih lanjut.

2)        Mencegah timbulnya resistensi obat.

Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan diawasi langsung untuk

mencegah terjadinya kekebalan terhadap semua OAT, terutama rifampisin salama 2 bulan. Bila

pengobatan tahap intensif ini diberikan secara tepat, biasanya penderita menular jadi tidak

menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita tubercolusis paru BTA positif

menjadi negatif (konversi) pada akhir pengobatan intensif. Pengawasan ketat pada tahap intensif

sangat penting untuk mencegah terjadinya kekebalan obat.

1. Tahap lanjutan (Continuation phase), selama 4-6 bulan dengan hanya memberikan 2

macam obat, 3 kali seminggu dengan tujuan :

1)             Menghilangkan bakteri yang tersisa (efek sterilisasi)

2)             Mencegah kekambuhan (relaps)

Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang

lebih lama yaitu selama 4-6 bulan. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten

untuk mencegah terjadinya kekambuhan.

2.4.5        Evaluasi Pengobatan

1. Klinis biasanya pasien dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2minggu

selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara

klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan pasien seperti batuk-batuk berkurang, batuk

darah hilang, nafsu makan bertambah dan berat badan bertambah.

2. Bakteriologis

Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negative. Pemekrisaan

kontrol sputum dilakukan sekali sebulan. Bagi pasien BTA positif setelah tahap intensif akan

mendapatkan pengobatan ulang. Bila sudah negative, sputum diperiksa tiga kali berturut-turut

dan harus di kontrol agar tidak terjadi “silent bacterial shedding” yaitu terdapat sputum BTA

positif tanpa disertai keluhan-keluhan tubercolusis yang relevan pada kasus-kasus 3 kali

pemeriksaan (3 bulan), berarti pasien mulai kambuh.

1. Radiologis

Evaluasi radiologi juga diperlukan untuk melihat kemajuan terapi. Dengan pemekrisaan

radiologi dapat dilihat keadaan tubercolusis parunya atau adanya penyakit lain yang

menyertainya. Karena perubahan gambar radiologi tidak secepat perubahan bakteriologis,

evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali. Pemantauan kemajuan pengobatan pada orang

dewasa dilaksanakan dengan pemekrisaan dahak sewaktu-pagi-sewaktu (SPS), pemekrisaan bisa

dikatakan negatife jika hasil kedua specimen negative, sedangkan bisa dikatakan positif bila

salah satu atau kedua specimen positif. Pemekrisaan ulang dahak dilakukan pada akhir tahap

intensif, sebulan sebelum akhir pengobatan dan 1 minggu sebelum akhir pengobatan (bulan ke

6).

2.4.6        Hasil Pengobatan

1. Sembuh

Penderita dikatakan sembuh bila telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dan

pemeriksaan dahak 2 kali selama pengobatan negative.

1. Pengobatan lengkap

Adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatan lengkap tapi tidak ada hasil pemekrisaan

dahak negative.

1. Meninggal

Adanya penderita yang dalam massa penggobatan diketahui meninggal karena sebab apapun.

1. Pindah

Adanya penderita yang pindah berobat ke daerah atau kabupaten\kota lain.

1. Default

Penderita yang tidak control atau terlambat mengambil obat 2 minggu berturut-turut atau lebih

sebelum massa pengobatanya selesai.

1. Gagal

Penderita BTA positif yang hasil pemekriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi

positif pada satu bulan sebelum akhir pengobatan.

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

Tidak ada hubungan

Ada  hubungan

Kepatuhan berobat pasien TB paru

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

1.Faktor Eksternal

-Kebudayaan

-informasi

2.Faktor internal

-pendidikan

-pengalaman

-Usia

Keterangan :                         : diteliti

—————-  : Tidak diteliti

Gambar 3.1 kerangka konseptual pengaruh pengrtahuan tubercolusis dengan kepatuhan berobat

pasien tubercolusis

3.2 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian

(Nursalam, 2009)

faktor-faktor yang mempengaruhi

keteraturan minum obat

1.keadaan ekonomi

2.kesadaran

3.Pengetahuan

h1           : ada hubungan antara pengetahuan tentang tubercolusis paru dengan kepatuhan berobat

pasien tubercolusis paru di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Kosep Metode Penelitian

Metode penelitian keperawatan merupakan urutan langkah dalam melakukan penelitian

keperawatan (Hidayah, 2007). Metode penelitian ini meliputi rancangan penelitian, kerangka

kerja, populasi, sampel, sampling, identifikasi variabel, devinisi oporasional, instrumen

penelitian, waktu penelitian, pengumpulan data, analisis data dan etika penelitian.

4.2 Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian, yang memungkinkan

pemaksimalan kontrol beberapa faktor yang bisa mempengaruhi akurasi suatu hasil. Dalam

desain penelitian ini adalah analitik korelasional. Sedangkan metode yang digunakan dalam

desain penelitian ini adalah case control adalah pendekatan retrospective (Arikunto, 2006)

Retrospective (melihat kebelakang) adalah diidentifikasi pada saat ini, kemudian faktor risiko

diidentifikasi adanya atau terjadinya pada waktu yang lalu.

4.3 Kerangka Kerja

Kerangka kerja merupakan langkah-langkah proses penelitian dari penentuan populasi sampai

dengan penyajian penelitian. Dalam penelitian ini kerangka kerja digambarkan sebagai berikut.

kerangka kerja dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Analisa data

Editing, coding, scoring, tabulating, dan uji memakai uji koefisien kontingensi

Simpulan saran

SAMPLING

Menggunakan non probability sampling tipe purposive sampling

POPULASI

Seluruh penderita tubercolusis BTA positif di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun sebanyak

13 orang

SAMPEL

Sebagian penderita tubercolusis BTA positif di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun

sebanyak 13 orang

Penggumpulan data

Menggunakan lembar kuesioner dan lembar observasi

Penyajian hasil

Menggunakan diagram pie

4.4 Sampling Desain

4.4.1        Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi adalah setiap subyek

(misalnya : manusia, pasien) yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2003).

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penderita tubercolusis paru BTA positif di

puskesmas mejayan,caruban kab.madiun sebanyak 13 orang

4.4.2        Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu untuk bisa memenuhi

atau mewakili populasi (Nursalam & Siti Pariani, 2001). Sampel dalam penelitian ini adalah

pasien tubercolusis paru BTA positif di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun.

n      :             N

1 + N (d)2

:             13

1 + 13 (0,05)2

:           13

1 + 0,0325

:          13

1,0325

:    12,59  = 13

Keterangan :

N : besar populasi

n  : besar sampel

d  : tingkat ketepatan atau kepercayaan yang diinginkan (0,05)

4.4.3        Sampling

Sampling adalah suatu proses dalam menyeleksi sampel yang digunakan dalam penelitian dari

populasi yang ada dengan menggunakan teknik sampling (Hidayat, 2003)

Dalam penelitian ini menggunakan tehnik non probabillity sampling tipe purposive sampling

4.5 Identifikasi Variabel

Variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang

berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain (Noto atmodjo, 2005) Variabel merupakan

gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati. Variabel itu sebagai atribut dari sekelompok

orang atau subyek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainya dalam kelompok itu

(Sugiyono, 2004)

4.5.1        Variabel Independent

Variabel bebas adalah suatu variabel yang variasinya mempengaruhi variabel yang lain (Azwar

S, 2007). Dalam ilmu keparawatan, variabel bebas biasanya merupakan stimulus atau intervensi

keperawatan yang diberikan kepada klien tersebut (Nursalam, 2003). Variabel bebas dalam

penelitian ini adalah pengetahuan tentang tubercolusis paru.

4.5.2        Variabel Dependent

Variabel tergantung adalah variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain. Dengan kata

lain, variabel tergantung adalah faktor yang diamati dan diukur untuk menetapkan ada tidaknya

hubungan atau pengaruh dari variabel bebas (Nursalam, 2003). Variabel tergantung dalam

penelitian ini adalah kepatuhan berobat pasien tubercolusis paru di puskesmas mejayan,caruban

kab.madiun.

4.5.3        Devinisi Operasional

Adapun perumusan devfisnisi operasional dalam penelitian ini akan diuraikan dalam tabel

berikut ini :

Variabel Definisi

operasional

Indikator Alat ukur Skala data Skor

Indepanden:

pengetahuan

tentang

tubercolusis

paru

1.pengertian tentang tubercolusis

2.cara penularan

3.gejala-gejala tubercolusis

4.diagnosis

5.pengobatan tubercolusis

kuesioner ordinal Baik : 76-100%

deberi kode 3

Cukup : 56-75%

diberi kode 2

Kurang : <55%

diberi kode 1

Dependen:

Kepatuhan

berobat pasien

tubercolusis

Kesesuaian

antara kehadiran

dengan program

pengobatan yang

-Daftar kehadiran dan mendapatkan

obat

-Daftar pemekrisaan dahak ulang

Observasi Nominal 1.Patuh (datang

sesuai jadwal)

2.Tidak patuh

(datang tidak

paru telah

dijadwalkan oleh

petugas

kesehatan

sesuai jadwal)

4.6 Pengumpulan data dan analisis data

4.6.1        Pengumpulan data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subyek dan proses pengumpulan

karakteristik subjek yang diperlukan dalam suatu penelitian (Nursalam,2009)

4.6.2        Proses Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data secara birokrasi dilakukan pertama mendapatkan surat pengantar ijin

penelitian dari institusi STIKES Dian Husada Mojokerto, kemudian surat diserahkan kepada

kepala puskesmas mejayan,caruban kab.madiun. setelah mendapat ijin dari kepala puskesmas

peniliti kontrak waktu kepada koordinator pengobatan tubercolusis untuk melakukan

pengambilan data pasien tubercolusis.

4.6.3        Instrumen Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner adalah alat ukur dengan

cara subjek diberikan angket atau kuesioner dengan berberapa pertanyaan (Aziz Alimul, 2003).

Dalam hal ini instrumenntya adalah kuesioner tentang pengetahuan penyakit tubercolusis paru

sebanyak 10 pertanyaan dan lembar observasi.

4.6.4        Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan di puskesmas mejayan,caruban kab.madiun

4.6.5        Analisa Data

Setekah data terkumpul selanjutnya adalah melakukan pengolahan data, menurut budiarto, 2001

dengan tahapan sebagai berikut :

1. Editing

Yang dimaksud editing adalah mengkaji dan meneliti data yang terkumpul apakah sudah baik

dan dipersiapkan untuk proses berikutnya.

1. Coding

Yang dimaksud coding adalah memberi tanda pada data yang terkumpul.

1. Skoring

Skore 1 : untuk jawaban benar

Skore 0 : untuk jawaban salah

1. Tabulating

Tabulasi data ini dilakukan setelah semua masalah editing, coding, dan skoring selesai dan tidak

ada lagi permasalahan yang timbul.

Selanjutnya diinterpretasikan menggunakan checklist dengan kriteria sebagai berikut:

1). Patuh jika penderita datang tepat waktu sesuai dengan tanggal yang ditentukan atau sebelum

tanggal yang ditetapkan

2). Tidak patuh jika penderita tidak datang tepat waktu sesuai dengan tanggal yang ditentukan.

Setelah data terkumpul dan dikelompokan dalam diagram pie distribusi kemudian hasilnya

dikonfirmasi dalam bentuk persentase dan setelah itu hasil persentase diinterprestasikan dengan

menggunakan skala :

100%               = Seluruhnya

76-99%            =  Hampir seluruhnya

51-75%            =  Sebagian besar

50%                 = Setengahnya

26-49               = Hampir setengahnya

1-25%              = Sebagian kecil

0%                   = Tidak sama sekali

(Arikunto, 2002)

4.7 Etika Penelitian

Penelitian yang menggunakan manusia sebagai subyek tidak boleh bertentangan dengan etika.

Tujuan penelitian harus etis, dalam arti hak responden dan lain dilindungi (Nursalam dan Parini,

2000)

4.7.1        Lembar persetujuan responden

Merupakan cara persetujuan antar peneliti dengan responden peneliti dengan memberikan lembar

persetujuan.

4.7.2        Tanpa nama

Di dalam surat pengantar penelitian dijelaskan bahwa nama subyek tidak harus dicantumkan.

Untuk keikutsertaanya, maka peneliti memberi kode pada tiap lembar pengumpulan data.

4.7.3        Kerahasiaan

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan oleh peneliti dan responden akan dijamin

kerahasiaanya. Hanya pada kelompok tertentu saja yang akan peneliti sajikan atau laporkan

sebagai hasil penelitian

4.8 Keterbatasan

Dalam penelitian ini pasti mempunyai kelemahan-kelemahan yang ada, kelemahan ini ditulis

dalam keterbatasan (A.Aziz, 2003)

Keterbatasannya adalah peneliti hanya meneliti tentang sebatas pengetahuan tentang penyakit

tubercolusisnya saja.

http://subijakto25.blog.com/2011/04/11/proposal-skripsi-tuberculosis-paru/