Proposal Skripsi

71
BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang berlangsung secara sadar terencana dan berkelanjutan dengan sasaran utamanya adalah untuk manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa (Tjokroamidjojo & Mustopodidjaja, 1988 ; Siagian, 1985). Salah satu bukti pelaksanaan pembangunan nasional adalah adanya pengelolaan di bidang ekonomi yaitu perdagangan. Perdagangan pada umumnya merupakan kegiatan membeli barang di suatu tempat dan sewaktu – waktu dapat dijual kembali ditempat lain untuk mendapatkan keuntungan. 1

Transcript of Proposal Skripsi

Page 1: Proposal Skripsi

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan merupakan suatu proses perubahan yang

berlangsung secara sadar terencana dan berkelanjutan dengan sasaran

utamanya adalah untuk manusia atau masyarakat suatu bangsa. Ini berarti

bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari suatu keadaan atau kondisi

kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehidupan yang lebih baik

dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa (Tjokroamidjojo &

Mustopodidjaja, 1988 ; Siagian, 1985).

Salah satu bukti pelaksanaan pembangunan nasional adalah adanya

pengelolaan di bidang ekonomi yaitu perdagangan. Perdagangan pada

umumnya merupakan kegiatan membeli barang di suatu tempat dan

sewaktu – waktu dapat dijual kembali ditempat lain untuk mendapatkan

keuntungan. Pedagang adalah orang yang melakukan kegiatan

perdagangan dan salah satu contoh pedagang ini adalah pedagang kaki

lima yang merupakan sector informal dalam perekonomian.

Dalam perkembangannya, keberadaan pedagang kaki lima di

perkotaan Indonesia mengalami masalah – masalah yang terkait dengan

gangguan dalam keamanan dan ketertiban masyarakat. Kesan kumuh, liar

dan merusak keindahan sudah melekat pada usaha mikro ini. Mereka

berjualan di trotoar jalan, di taman – taman kota, jembatan penyebrangan

bahkan badan jalan pun dijadikan sebagai tempat berjualan. Pemerintah

1

Page 2: Proposal Skripsi

sudah berulang kali melakukan penertiban terhadap PKL ini karena

ditengarai sebagai penyebab kemacetan.

Perihal timbulnya pedagang kaki lima ini karena adanya suatu

kondisi dimana pembangunan dan pendidikan yang tidak merata di seluruh

Indonesia. Para PKL ini juga timbul akibat tidak adanya lapangan kerja

bagi rakyat kecil yang tidak memiliki kemampuan untuk berproduksi. Jadi

wajar saja para pedagang kaki lima ini merupakan imbas dari banyaknya

jumlah rakyat miskin di Indonesia. Mereka berdagang karena tidak ada

pilihan lain, tidak memiliki pendidikan yang memadai, tingkat pendapatan

ekonomi yang kurang baik dan tidak tersedianya lapangan pekerjaan

untuk mereka.

Dalam Undang – Undang dasar 1945 pasal 27 ayat 2 berbunyi ”

Tiap – tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan. Pasal ini memberikan pengertian bahwa

pemerintah memiliki peran dan tanggung jawab dalam memberantas

pengangguran dan mengusahakan lapangan pekerjaan yang layak bagi

rakyatnya dengan upah yang layak pula untuk hidup.

Di Indonesia belum ada Undang – Undang yang khusus mengatur

tentang pedagang kaki lima ini tapi hanya ada Peraturan Daerah (Perda)

yang mengaturnya. Peraturan Daerah ini dibuat oleh masing – masing

daerah untuk mengatur masalah – masalah yang terdapat di daerahnya.

Kalaupun ada Undang – undang yang dibuat pemerintah itu lebih mengacu

2

Page 3: Proposal Skripsi

kepada usaha mikro, kecil menengah yaitu UU no 20 tahun 2008 dan UU

no 19 tahun 1995 tentang usaha kecil

Permasalahan pedagang kaki lima ini yang telah menjadi fenomena

di kota – kota besar khususnya di kota Payakumbuh yang juga banyak

terdapat pedagang kaki lima. Untuk itu pemerintah harus memiliki peran

dan tanggung jawab dalam menangani masalah pedagang kaki lima ini

yaitu dengan mengeluarkan kebijakan berupa Peraturan daerah yang

mengatur tentang pedagang kaki lima. Salah satu kebijakan pemerintah

kota Payakumbuh adalah Perda Kota Payakumbuh no 9 tahun 2010 yang

mengatur tentang Pedagang kali lima ini.

Beberapa peraturan perundangan tersebut diatas merupakan

kebijakan publik (public policy) atau yang sering disebut kebijakan negara,

karena kebijakan itu dibuat negara. Bila dikaitkan dengan tujuan

kebijakan, maka yang hendak dicapai adalah untuk mewujudkan

kehidupan yang sejahtera untuk kaum marginal di Indonesia. Kebijakan

public merupakan keputusan – keputusan orang banyak pada tataran

strategis yang dibuat oleh pemegang otoritas public. Sedangkan pengertian

kebijakan menurut Frederich yang dikutip oleh Rahmadani Yusran dkk

(2006 : 7) merupakan ”Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang

kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan

menunjukkan kesulitan – kesulitan atau kemungkinan – kemungkinan

urutan kebijksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.

3

Page 4: Proposal Skripsi

Dalam Perda Kota Payakumbuh no 9 tahun 2010 menyatakan

bahwa untuk melaksanakan suatu kegiatan ekonomi baik dari sector

formal maupun informal seperti pedagang kaki lima adalah hak

masyarakat dalam rangka memenuhi kebutuhan pokok. Selain itu guna

meningkatkan usaha sector informal di daerah tercakup di dalamnya

pedagang kaki lima ataupun pedagang malam perlu memperoleh jaminan

termasuk perlindungan, pembinaan dan pengaturan dalam melakukan

usahanya agar berdaya guna dan berhasil guna serta meningkatkan

kesejahteraan.

Berdasarkan Perda Kota Payakumbuh no 9 tahun 2010 pasal 1 no 7

menjelaskan pedagang kaki lima adalah pedagang yang melakukan usaha

perdagangan non formal dengan menggunakan lahan terbuka atau tertutup

sebagian baik fasilitas umum yang ditentukan oleh Pemerintah Daerah

sebagai tempat kegiatan usahanya baik dengan menggunakan peralatan

bergerak atau peralatan bongkar pasang sesuai waktu yang telah

ditentukan.

Di kota Payakumbuh jumlah pedagang kaki lima sudah banyak

yang menempati pasar Payakumbuh yang terdiri dari pedagang makanan,

pedagang buah, pedagang sayuran, pedagang makanan spesifik kota

Payakumbuh seperti beras rendang, karak kaliang, batiah, galamai,

pedagang sepatu, pedagang pakaian wanita, pedagang kain, pedagang tas

dan pedagang aksesoris . Namun keberadaaan mereka masih belum teratur

dan berseliweran di pinggir jalan sehinggga membuat keadaan di pasar

4

Page 5: Proposal Skripsi

Payakumbuh menjadi padat dan macet. Apalagi hari minggu banyak

pedagang mingguan yang datang dari berbagai daerah luar kota

Payakumbuh untuk berjualan di pasar Payakumbuh menambah jumlah

pedagang kaki lima yang berjualan di pasar Payakumbuh.

Kebanyakan dari pedagang kaki lima ini tidak memiliki tempat

untuk berjualan atau toko. Mereka pada umumnya berjualan di pinggir

jalan dan memadati hampir seluruh lokasi pasar bahkan trotoar pun

dijadikan sebagai tempat untuk menggelar dagangannya. Para pedagang

ini bahkan berjualan hampir ke tengah jalan raya sehingga kendaraan pun

susah untuk lewat ditambah lagi dengan pejalan kaki yang padat

memenuhi pasar.

Melihat kondisi ini Pemko Payakumbuh membentuk suatu

kebijakan pemerintah berupa Peraturan Daerah Kota Payakumbuh yaitu

Perda Kota Payakumbuh No 9 Tahun 2010 Tentang Pedagang Kaki Lima \

Dan Pedagang Malam serta Perwako Payakumbuh No 26 Tahun 2007

Tentang Penataan Lokasi / Penempatan Dan Penjenisan Pedagang Kaki

Lima Di Pusat Pertokoan Payakumbuh. Adapun tujuan pembentukan perda

dan perwako ini untuk mengantisipasi terjadinya kesemrawutan dan

sekaligus menciptakan suasana yang tertib di pasar dengan adanya

penataan terhadap pedagang kaki lima di pasar payakumbuh. .

5

Page 6: Proposal Skripsi

Melihat permasalahan diatas maka penulis tertarik untuk

mengambil judul skripsi ”IMPLEMENTASI PERDA KOTA

PAYAKUMBUH NO 9 TAHUN 2010 DALAM PENATAAN

PEDAGANG KAKI LIMA DI PASAR PAYAKUMBUH”

B. Identifikasi Masalah

1. Jumlah Pedagang kaki lima yang sangat banyak sehingga mereka

berjualan menggunakan fasilitas umum

2. Semrawutnya tata ruang di pasar sehingga mengganggu ketertiban

umum

3. Terganggunya proses pelaksanaan K3 di pasar Payakumbuh

4. Apabila hari pasar di kota payakumbuh yaitu hari minggu jumlah

pedagang melebihi jumlah pada hari biasa karena mereka yang

berjualan banyak datang dari berbagai daerah sehingga menimbulkan

kemacetan

5. Sering terjadinya aksi kekerasan antara pedagang dengan petugas

satpol PP dalam rangka penertiban pedagang kaki lima khususnya

pedagang liar yang berjualan sayur dan kebutuhan rumah tangga.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas maka penulis membatasi

masalah pada Implementasi Perda Kota Payakumbuh no 9 tahun 2010

dalam penataan pedagang kaki lima di Pasar Payakumbuh.

6

Page 7: Proposal Skripsi

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana implementasi Perda Kota Payakumbuh no 9 tahun 2010

dalam penataan pedagang kaki lima di Pasar Payakumbuh?

2. Apa saja kendala yang dihadapi Pemerintah kota Payakumbuh dalam

implementasi Perda Kota Payakumbuh no 9 tahun 2010 dalam

penataan pedagang kaki lima di Pasar Payakumbuh?

3. Apa saja upaya yang dapat dilakukan Pemerintah Kota Payakumbuh

dalam mengatasi kendala dan hambatan terhadap impelemntasi Perda

Kota Payakumbuh no 9 tahun 2010 dalam penataan pedagang kaki

lima di Pasar payakumbuh

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apa saja hambatan yang dihadapi dalam

implementasi Perda Kota Payakumbuh no 9 tahun 2010 dalam

melakukan penataan terhadap pedagang kaki lima di Pasar

Payakumbuh

2. Untuk mengetahui upaya apa saja yang dilakukan Pemerintah Kota

Payakumbuh dalam mengatasi hambatan dalam penataan pedagang

kaki lima di Pasar Payakumbuh

3. Untuk mengetahui bagaimana respon dari pedagang kaki lima terhadap

pelaksanaan kebijakan pemko payakumbuh tentang pengaturan dan

penataan pedagang kaki lima.

7

Page 8: Proposal Skripsi

F. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk

pengembangan konsep ilmu Administrasi Negara khususnya yang

berhubungan dengan Kebijakan Publik

2. Praktis

a. Bagi pemerintah

Memberikan informasi yang bermanfaat sebagai acuan dalam

pengambilan keputusan terutama dalam menangani penataan

pedagang kaki lima di Pasar Payakumbuh

b. Bagi Mahasiswa

Memberikan pengetahuan dan wawasan serta kemampuan

menganalisis permasalahan yang ada mengenai penanganan

terhadap pedagang kaki lima.

c. Bagi masyarakat

Memberikan informasi dan pengetahuan bagi masyarakat untuk

mengetahui kebijakan yang dibuat pemerintah dalam penataan

pedagang kaki lima

8

Page 9: Proposal Skripsi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP KEBIJAKAN PUBLIK

1.1 Defenisi kebijakan dan kebijakan publik

Kebijakan merupakan suatu rangkaian alternatif yang siap dipilih

berdasarkan prinsip – prinsip tertentu. Kebijakan juga merupakan suatu

hasil analisis yang mendalam terhadap berbagai alternative yang bermuara

kepada keputusan tentang alternative terbaik.

Istilah kebijakan diambil dari kata ”Policy” dalam kamus Besara

Bahasa Indonesia diartikan sebagai : kepandaian, kemahiran, dan

kebijkasanaan”. Dalam hal ini policy dipergunakan untuk berbuat baik,

positif atau menguntungkan

Sementara itu menurut Dunn (1998 : 51) : bahwa secara etimologi

istilah policy (kebijakan) berasal dari bahasa Yunani, sansekerta dan latin.

”Akar kata dari bahasa Yunani dan Sansekerta polis (negara kota) dan pur

(kota) kemudian dikembangkan dalam bahasa latin menjadi politia

( negara) dan akhirnya dalam bahasa inggris police yang artinya

menangani masalah – masalah public atau administrasi pemerintah.

Pandangan Dunn ini pada prinsipnya sama dengan apa yang diungkapkan

oleh Hoogerwerf yang tujuan akhirnya adalah penyelesaian masalah.

9

Page 10: Proposal Skripsi

Menurut pendapat Hoogerwerf (1983 : 4) : kebijakan dapat

dilukiskan sebagai usaha untuk mencapai tujuan tertentu dengan sarana

tertentu dalam urutan waktu tertentu. Kebijakan merupakan jawaban

terhadap suatu masalah

Jadi kebijakan adalah upaya untuk memecahkan, mengurangi atau

mencegah suatu masalah dengan cara tertentu yaitu dengan tindakan yang

terarah sehingga dalam hal ini dapat diharapkan perasalahan public dapat

diatasi walaupun secara perlahan.

Carl Frederick dalam ( Solichin, 2002 : 3) mendefenisikan

kebijakan sebagai :

” suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan hambatan – hambatan tertentu seraya mencari peluang – peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan.”

Dalam hal ini pemerintah adalah suatu badan hukum yang tak lain

bertugas dalam membuat putusan – putusan public dimana keputusan –

keputusan itu merupakan suatu kebijakan yang disebut juga dengan

kebijakan pemerintah yang tujuanny untuk ditaat oleh seluruh lapisan

masyarakat seperti yang dikemukakan oleh Dunn (1998 : 132) bahwa :

”kebijakan public adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan – pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan – keputusan untuk bertindak yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah ”

Maksud dari kutipan diatas adalah bahwa setiap kebijakan yang

dibuat memiliki sifat yang mengikat secara menyeluruh terhadap objeknya

10

Page 11: Proposal Skripsi

sehingga siapapun dia atau instansi apapun dia tidak bisa bertindak di luar

isi kebijakan itu.

Sementara menurut Thomas R. Dye dalam Solichin (2002 : 4 – 5)

kebijakan pemerintah adalah pilihan tindakan aparatur yang dilakukan atau

tidak ingin dilakukan oleh pemerintah

Dalam suatu kebijakan pemerintah diperlukan pula adanya sanksi

sebagaimana yang dikemukakan oleh Udoji dalam Solichin (2002 : 5)

bahwa :

”kebijakan pemerintah itu adalah suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.”

Disini digambarkan bahwa kebijakan pemerintah merupakan

produk hukum yang harus ditaati oleh semua pihak. Ciri – ciri khusus

yang melekat pada kebijakan –kebijakan pemerintah bersumber pada

kenyataan bahwa kebijakan yang dirumuskan oleh apa saja menurut

Easton dalam Islamy (2002 : 20) disebut sebagai ”orang – orang yang

memiliki kewenangan dalam system politik seperti para eksekutif.

Legislative, para hakim administrator dan sebagainya”. Mereka itulah

yang berhak untuk mengambil tindakan – tindakan tertentu sepanjang

tindakan – tindakan itu berada dalam batas – batas peran dan kewenangan

mereka.

11

Page 12: Proposal Skripsi

1.2 Ciri -Ciri Umum Kebijakan Publik

Ciri umum kebijakan seperti yang diungkapkan Zainal Abidin

(2006) adalah sebagai berikut:

a. Setiap kebijakan mesti ada tujuannya. Artinya pembuatan suatu

kebijakan tidak boleh sekedar asal buat atau karena kebetulan

ada kesempatan membuatnya

b. Setiap kebijakan tidak berdiri sendiri terpisah dari kebijakan

yang lain tetapi berkaitan dengan berbagai kebijakan dalam

masyarakat, dan berorientasi pada pelaksanaan, interpretasi dan

penegakan hukum

c. Kebijakan adalah apa yang dilakukan oleh pemerintah buka apa

yang ingin atau diniatkan akan dilakukan pemerintah

d. Kebijakan dapat berbentuk negative atau melarang dan juga

dapat berupa pengarahan untuk melaksanakan atau

menganjurkan

e. Kebijakan didasarkan pada hokum, karena itu memiliki

kewenangan untuk memaksa masyarakat untuk mematuhinya

Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN)

nomor : PER/04/MPAN/2007menjelaskan bahwa dalam membentuk suatu

kebijakan public pada dasarnya mempunyai 6 nilai dasar kebijakan :

a. Kebijakan tersebut bersifat cerdas dalam arti memecahkan masalah

yang dapat dipertanggungjawabkan kepada public dari segi manfaat

kualitas, dan akuntabel

12

Page 13: Proposal Skripsi

b. Kebijakan tersebut bersebut bijaksana dalam arti tidak menghasilkan

masalah baru yang lebih besar daripada masalah yang dipecahkan

c. Kebijakan public tersebut memberikan harapan kepada seluruh warga

bahwa mereka dapat memasuki hari esok lebih baik daripada hari ini

d. Kebijakan public adalah kepentingan public, bukan kepentingan

Negara, pemerintah, atau birokrasi saja

e. Kebijakan public harus mampu memotivasi semua pihak yang terkait

untuk melaksanakan kebijakan tersebut dari dalam diri mereka

f. Kebijakan public harus mendorong terbangunnya produktivitas

kehidupan bersama yang efisien dan efektif.

1.3. Jenis – Jenis Kebijakan Publik

Menurut Nugroho dalam Pasolong (2010 : 40) kebijakan public

dibagi menjadi 3 kelompok yaitu :

1. Kebijakan yang bersifat makro yaitu kebijakan atau peraturan yang

bersifat umum seperti yang telah disebutkan diatas.

2. Kebijakan yang bersifat meso yaitu kebijakan yang bersifat menengah

atau memperjelas pelaksanaan, seperti kebijakan menteri, peraturan

gubernur, peraturan bupati dan peraturan walikota

3. Kebijakan yang bersifat mikro yaitu kebijakan yang bersifat mengatur

pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan diatasnya seperti

kebijakan yang dikeluarkan oleh aparat public di bawah menteri,

Gubernur, Bupati dan Walikota.

13

Page 14: Proposal Skripsi

Sedangkan menurut Anderson dalam Subarsono (2005 : 19) mengatakan

jenis – jenis kebijakan public yaitu :

a. Kebijakan subtantif vs kebijakan procedural

Kebijakan subtantif adalah kebijakan yang menyangkut apa yang

dilakukan pemerintah seperti kebijakan subsidi bahan bakar minyak.

Sedangkan kebijakan procedural adalah bagaimana kebijakan subtantif

tersebut dilaksanakan

b. Kebijakan distributive vs kebijakan regulator vs kebijakan re

distributive

Kebijakan distributive menyangkut distribusi pelayanan atau

kemanfaatan pada masyarakat atau individu. Kebijakan regulatori yaitu

kebijakan yang berupa pembatasan atau pelarangan terhadap perilaku

individu atau sekelompok orang. Kebijakan redistributive yaitu

kebijakan yang mengatur alokasi kekayaan pendapatan, pemilikan atau

hak – hak diantara kelompok dalam masyarakat.

c. Kebijakan material vs kebijakan simbolis. Kebijakan material adalah

kebijakan yang memberikan keuntungan sumber daya konkrit pada

kelompok sasaran. Sedangkan kebijakan simbolis adalah kebijakan

yang memberikan manfaat simbolis kepada kelompok sasaran.

d. Kebijakan yang berhubungan dengan barang public dan barang privat.

Kebijakan barang public adalah kebijakan yang bertujuan untuk

mengatur pemberian barang atau pelayanan public. Sedangkan

14

Page 15: Proposal Skripsi

kebijakan barang privat adalah kebijakan yang mengatur penyediaan

barang atau pelayanan untuk pasar bebas.

1.4 Sifat Kebijakan Publik

Menurut Budi Winarno sifat kebijakan biasa diperinci menjadi

beberapa kategori :

a. Tuntutan kebijakan (policy demands) adalah tuntutan – tuntutan

yang dibuat oleh actor – actor swasta dan pemerintah ditujukan

kepada pejabat – pejabat pemerintah atau system politik

b. Kepuasan kebijakan (policy decision) didefenisikan sebagai

keputusan – keputusan yang dibuat oleh pejabat – pejabat

pemerintah yang mengesahkan atau member arah dan substansi

kepada tindakan – tindakan kebijakan public. Termasuk dalam

kegiatan ini adalah menetapkan Undang – Undang, memebri

perintah – perintah eksekutif atau pernyataan – pernyataan resmi,

mengumumkan peraturan – peraturan administrative atau

membuat interpretasi yuridis terhadap undang – undang.

c. Pernyataan kebijakan (public statement) adalah pernyataan –

pernyataan resmi atau artikulasi – artikulasi kebijakan public

yang termasuk dalam kategori ini adalah undang – udang

legislative, perintah – perintah dan dekrit presiden, peraturan –

peraturan administratif dan pengadilan, maupun penyataan –

pernyataan atau pidato – pidato pejabat pemerintah yang

15

Page 16: Proposal Skripsi

menunjukkan maksud dan tujuan pemerintah dan apa yang akan

dilakukan untuk mencapai tujuan itu.

d. Hasil kebijakan (policy output) lebih merujuk kepada manifestasi

nyata dari kebijakan public, hal- hal yang sebenarnya dilakukan

menurut keputusan – keputusan dan pernyataan – penyataan

kebijakan

e. Dampak kebijakan (policy outcomes) lebih merujuk pada akibat –

akibat tindakannya atau tidak adanya tindakan pemerintah ( Budi

Winarno, 2002 : 19 – 20)

Dari defenisi sifat kebijakan public diatas dapat diambil

kesimpulan bahwa sebuah kebijakan yang dibuat oleh actor pemerintahan

tidak hanya dibuat dalam suatu bentuk yang positif berupa undang –

undang, kemudian didiamkan dan tidak diimplementasikan, tetapi sebuah

kebijakan public harus dilaksanakan agar memiliki dampak yang nyata

serta memiliki tujuan yang diinginkan dari pembuatan kebijakan tersebut.

Setelah kebijakan ini diimplementasikan maka akan dapat dilihat

pelaksanaannya ini dan dapat dievaluasi.

1.5 Proses Kebijakan Publik

1. Analisis kebijakan

E.S Quade dalam Nugroho (2006 : 57) mengatakan bahwa asal

mula analisis kebijakan disebabkan oleh banyaknya kebijakan

yang tidak memuaskan. Begitu banyak kebijakan yang tidak dapat

memecahkan masalah kebijakan bahkan menciptakan masalah

16

Page 17: Proposal Skripsi

baru. William N Dunn dalam Pasolong (2010 : 41) mengatakan

bahwa analisis kebijakan adalah disiplin ilmu social terapan yang

menggunakan berbagai metode penelitian dan argument untuk

menghasilkan dan meindahkan informasi relevan dengan

kebijakan sehingga dapat dimanfaatkan di tingkat politik dalam

rangka memecahkan masalah – masalah kebijakan. Nugroho

dalam pasolong (2010 : 41) mengatakan bahwa analisis kebijakan

pemahaman akan suatu kebijakan atau pula pengkajian untuk

merumuskan suatu kebijakan. Proses analisis kebijakan dibedakan

atas penstrukturan masalah atau identifikasi masalah, identifikasi

alternatif dan pengusulan alternative terbaik untuk

diimplementasikan.

a. Identifikasi Masalah

Badujri dalam Pasolong (2010 : 42) mengatakan pada

dasarnya kebijakan public terjadi karena adanya masalah yang

perlu ditangani secara serius. Tanpa adanya masalah maka

kebijakan public tidak akan timbul. Informasi tentang suatu

masalah kebijakan public dapat diperoleh lewat sumber tertulis

seperti indicator social, data – data sensus, laporan – laporan

survey, jurnal, Koran dan juga melalui interview dengan

masyarakat secara lansung. Berbagai metode sering digunakan

dalam merumuskan masalah sehingga masalah tersebut dapat

dipahami dengan baik. Menurut Subarsono dalam Pasolong (2010

17

Page 18: Proposal Skripsi

: 43) yaitu : analisis batas merupakan usaha memetakan masalah

melalui snowball sampling dan stakeholders. Hal ini disebabkan

karena adanya masalah yang tidak jelas dan rumit, sehingga

memerlukan bantuan stakeholders untuk memberikan informasi

yang berhubungan dengan masalah bersangkutan. Analisis

klasifikasi yakni mengklasifikasikan masalah dalam ketegori –

ketegori tertentu dengan tujuan untuk memudahkan analisis.

Analisis hirarki, yakni metode untuk menyusun masalah

berdasarkan sebab – sebab yang mungkin dari suatu masalah.

Brainstorming yakni metode untuk merumuskan masalah melalui

curah pendapat dari orang – orang yang mengetahui kondisi yang

ada. Analisis perspektif ganda yaitu untuk memperoleh

pandangan bervariasi dari perspektif yang berbeda mengenai

suatu masalah dan pemecahannya.

b. Identifikasi Alternatif

Apabila masalah tersebut telah disetujui untuk dipecahkan

atau dengan kata lain tujuan – tujuan yang akan dicapai telah

disetujui maka pertanyaan – pertanyaan untuk tahap berikutnya

adalah model – model atau teori – teori apa yang mampu

mengidentifikasi factor – factor penyebab dan berdasarkan

analisis tersebut mengembangkan alternative – alternative

kebijakan

18

Page 19: Proposal Skripsi

c. Seleksi Alternatif

Dalam analisis kebijakan seleksi alternative merupakan

salah satu tahap yang sangat Quade (dalam Pasolong, 2010).

Dalam tahap ini seseorang perencana atau policy analist akan

melakukan seleksi alternative yang terbaik untuk diajukan ke

policy makers. Untuk menyeleksi atau memilih diantara alternative

kebijakan yang ada secara efektif diperlukan criteria atau standar

yang rasional. Pembahasan mengenai criteria tersebut sudah secara

luas dibahas dalam berbagai literatur kebijakan public Quade

(1982) dan Dunn ( dalam Pasolong)

1. Menyepakati criteria alternatif

2. Penentuan alternatif terbaik

3. Pengusulan alternatif terbaik

2. Pengesahan kebijakan

M Irfan Islamy dalam Pasolong (2010 : 51) mengatakan

bahwa proses pengesahan kebijakan dapat pula dikatakan sebagai

pembuatan keputusan. Oleh karena suatu susulan kebijakan yang

dibuat oleh orang atau badan dapat saja usulan itu disetujui oleh

pengesah kebijakan. Proses pengesahan kebijakan adalah proses

penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap prinsip –

prinsip yang diakui dan ukuran – ukuran yang diterima. Landasan

utama untuk melakukan pengesahan kebijakan ialah variable

social seperti system nilai masyarakat, ideology Negara, system

19

Page 20: Proposal Skripsi

politik dan sebagainya. Menurut James E Anderson dalam Islamy

(1986 : 100) bahwa proses pengesahan kebijakan baiasanya

diawali dengan kegiatan “persuasion” dan “bargaining”.

Persuasion diartikan oleh Anderson sebagai usaha – usaha untuk

meyakinkan orang lain tentang suatu kebenaran atau nilai

kedudukan seseorang sehingga mereka mau menerimanya sebagai

miliknya sendiri.

1.6 Teori Formulasi kebijakan

Teori formulasi kebijakan telah dirumuskan oleh R. Dye dalam

Pasolong (2010 : 52), Sembilan teori secara lengkap sebagai berikut :

a. Teori kelembagaan

Teori yang secara sederhana mengatakan bahwa tugas membuat

kebijakan adalah tugas pemerintah. Oleh karena itu apapun dan

cara apapun yang dibuat oleh pemerintah pada dasarnya dapat

dikatakan sebagai kebijakan public. Teori ini merupakan teori

yang paling sederhana dalam formulasi kebijakan public, karena

teori ini hanya mendasarkan pada fungsi – fungsi kelembagaan

pemerintah disetiap sector dan tingkat dalam formulasi kebijakan

dikatakan R Dye dalam Pasolong (2010 : 53) bahwa ada tiga hal

yang membenarkan teori yaitu pemerintah memang sah membuat

kebijakan public fungsi tersebut bersifat universal, karena

pemerintah mempunyai hak memonopoli fungsi mengatur dalam

proses kegiatan public.

20

Page 21: Proposal Skripsi

b. Teori proses

Teori yang berasumsi bahwa politik merupakan sebuah aktivitas

sehingga mempunyai proses. Teori ini memberi rujukan tentang

bagaimana kebijakan dibuat atau seharusnya dibuat, namun

memberikan tekanan pada substansi seperti apa yang harus ada.

c. Teori kelompok

Teori yang mengendalikan kebijakan sebagai titik keseimbangan.

Inti teori ini adalah interaksi di dalam kelompok akan

menghasilkan keseimbangan yang terbaik. Individu dan

kelompok – kelompok kepentingan berinteraksi secara formal dan

informal dan secara lansung atau melalui media massa

menyampaikan tuntutannya kepada pemerintah untuk melahirkan

kebijakan public yang dibutuhkan. Teori kelompok pada dasarnya

merupakan abstraksi dari formulasi kebijakan yang akan dibuat.

d. Teori elit

Teori yang berkembang dari teori politik elit massa yang

melandaskan diri pada asumsi bahwa dalam setiap masyarakat

pasti terdapat dua kelompok yaitu pemegang kekuasaan atau elit

dan tidak memiliki kekuasaan atau massa. Menurut Nugroho

dalam Pasolong (2010 : 54) mengatakan bahwa ada dua penilaian

dalam teori ini yaitu negative dan positif.

21

Page 22: Proposal Skripsi

e. Teori rasional

Teori yang mengedepankan gagasan bahwa kebijakan public

sebagai maksimum social gain berarti pemerintah sebagai

pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang memberikan

manfaat yang terbaik bagi masyarakat. teori ini mengatakan

bahwa proses formulasi kebijakan harus didasarkan kepada

keputusan yang sudah diperhitungkan tingkat rasionalitasnya.

Adapun langkah – langkah dalam memformulasikan kebijakan :

1. Mengetahui prefensi public dan kecendrungan nya

2. Menemukan pilihan – pilihan

3. Menilai konsekuensi masing – masing pilihan

4. Menilai rasional nilai social yang dikorbankan

5. Memilih alternative kebijakan paling efisien.

f. Teori inkrementalis.

Teori inkrementalis pada dasarnya merupaka kritik terhadap teori

rasional. Teori ini berasumsi bahwa kebijakan public merupakan

variasi ataupun kelanjutan dari kebijakan di masa lalu. Teori ini

dapat dikatakan sebagai teori pragmatis.

g. Teori permainan

Teori ini muncul setelah berbagai pendekatan yang sangat

rasional tidak dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan yang

muncul dan sulit diterangkan dengan fakta – fakta yang tersedia

karena sebagian besar dari keseluruhan fakta tersebut

22

Page 23: Proposal Skripsi

tersembunyi. Teori permainan ini sangat abstrak dan dedutif

dalam formulasi kebijakan.

h. Teori pilihan public

Teori ini melihat kebijakan sebagai proses formulasi keputusan

kolektif dari individu – individu yang berkepentingan atas

keputsan tersebut. Inti dri teori ini adalah bahwa sebuah kebijakan

public yang dibuat oleh pemerintah harus merupakan pilihan

public yang menjadi pengguna. Dengan demikian dalam

formulasi kebijakan public akan melibatkan public melalui

kelompok – kelompok kepentingan.

i. Teori sistem

Dalam teori ini dikenal tiga komponen yaitu input, proses, output.

Salah satu kelemahan dari teori ini adalah terpusatnya perhatian

pada tindakan – tindakan yang dilakukan pemerintah dan pada

akhirnya kita kehilangan pada apa yang tidak pernah dilakukan

pemerintah. Formulasi kebijakan dengan neggunakan teori system

ini mengasumsikan bahwa kebijakan merupakan hasil atau output

dari sistem politik.

j. Teori demokrasi

Menurut Nugroho dalam Pasolong (2010 : 57) dikatakan teori

“model demokrasi” karena menghendaki agar setiap pemilik hak

demokrasi diikutsertakan sebanyak mungkin. Teori ini biasanya

dikaitkan dengan implementasi Good Governance bagi

23

Page 24: Proposal Skripsi

pemerintahan yang menggunakan agar dalam membuat kebijakan

para konstituen dan pemanfaat diakomodasi keberdaannya. Teori

model demokrasi ini kemudian dikembangkan antara lain mejadi

model “ democratic governance”.

B. Konsep Implementasi kebijakan

2.1. Pengertian implementasi kebijakan

Bernadine R Wijaya & Susilo Supardo dalam Pasolong (2010 :

57) mengatakan bahwa impelemntasi adalah proses

mentransformasikan suatu rencana ke dalam praktik. Hinggis dalam

Pasolong (2010 : 57) mendefenisikan implementasi sebagai

rangkuman dari berbagai kegiatan yang di dalamnya sumber daya

manusia menggunakan sumber daya lain untuk mencapai sasaran

strategi. Grindle dalam Pasolong (2010 : 57) implementasi sering

dilihat sebagai suatu proses yang penuh dengan muatan politik dimana

mereka yang berkepentingan berusaha sedapat mungkin

mempengaruhinya.Gordon dalam Pasolong (2010 : 58) mengatakan

bahwa implementasi berkenaan dengan berbagai kegiatan yang

diarahkan pada realisasi program. Dalam hal ini seorang administrator

mengatur cara untuk mengorganisir, mengeinterpretasikan dan

menerapkan kebijakan yang telah diseleksi. Menggorganisir berarti

mengatur sumber daya, unit – unit danmetode – metode untuk

melaksanakan program. Melakukan interpretasi berkenaan dengan

mendefenisikan istilah – istilah program ke dalam rencana – rencana

24

Page 25: Proposal Skripsi

dan petunjuk – petunjuk yang dapat diterima dan feasible. Menerapkan

berarti menggunakan instrument – instrument mengerjakan atau

memberikan pelayanan rutin melakukan pembayaran – pembayaran,

atau dengan kata lain implementasi merupakan tahap realisasi tujuan –

tujuan program. Dalam hal ini yang diperlukan adalah persiapan

implementasi yaitu memikirkan dan menghitung secara matang

berbagai berbagai kemungkinan keberhasilan dan kegagalan termasuk

hambatan atau peluang – peluang yang ada dan kemampuan organisasi

yang diserahi tugas melaksanakan program.

Adapun dalam implementasi kebijakan terdapat berbagai

hambatan. Yaitu :

a. hambatan politik, ekonomi, dan lingkungan

b. kelemahan institusi

c. ketidakmampuan SDM di bidang teknis dan administrastif

d. kekurangan dalam bantuan teknis

e. kurangnya desentralisasi dan partisipasi

f. pengaturan waktu

g. system informasi yang kurang mendukung

h. perbedaan agenda tujuan antara actor

i. dan dukungan yang berkesinambungan

25

Page 26: Proposal Skripsi

3.2 Faktor pendukung implementasi kebijakan

Adapun syarat – syarat untuk dapat mengimplementasikan

kebijakan Negara secara sempurna menurut teori implementasi Brian

W. Hogwood dan Lewis A. Gun (Abdul Wahab. 1997 : 71 – 78)

yaitu :

a. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi

pelaksana tidak akan menimbulkan gangguan atau atau

kendala yang serius.

b. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber –

sumber yang cukup memadai

c. Perpaduan sumber – sumber yang diperlukan benar – benar

tersedia

d. Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan

oleh suatu hubungan kausalitas yang handal

e. Hubungan kausalitas bersifat lansung dan hanya sedikit mata

rantai penghubungnya

f. Hubungan saling ketergantungan harus kecil

g. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap

tujuan

h. Tugas – tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang

tepat

i. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna

26

Page 27: Proposal Skripsi

j. Pihak – pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat

menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Menurut teori implementasi George C Edwards III terdapat

empat variable yang berperan penting dalam pencapaian keberhasilan

implementasi. Empat variable tersebut adalah :

a. Komunikasi, menunjuk bahwa setiap kebijakan akan dapat

dilaksanakan dengan baik jika terjadi komunikasi antara

pelaksana program (kebijakan) dengan para kelompok

sasaran ( target group)

b. Sumber daya, menunjuk setiap kebijakan harus didukung

oleh sumber daya yang memadai, baik sumber daya manusia

maupun sumber daya financial. Sumber daya manusia

adalah kecukupan baik kualitas maupun kuantitas

implementor yang dapat melingkupi seluruh kelompok

sasaran. Sumber daya financial adalah kecukupan modal

investasi atas sebuah program kebijakan. Keduanya harus

diperhatikan dalam implementasi program pemerintah.

c. Disposisi, yaitu menunjuk karakteristik yang menempel erat

kepada implementor kebijakan.karakter yang penting yang

harus dimiliki oleh implementor yaitu kejujuran, komitmen

dan demokratis.

d. Struktur birokrasi, menunjuk bahwa strukutur birokrasi

menjadi penting dalam implementasi kebijakan. Aspek

27

Page 28: Proposal Skripsi

struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting yaitu

pertama adalah mekanisme, dan yang kedua struktur

organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme implementasi

program biasanya sudah ditetapkan melalui standar

operating prosedur yang dicantumkan dalam guideline

program kebijakan.

C. KONSEP PERATURAN DAERAH

3.1 Pengertian Peraturan Daerah

Peraturan daerah merupakan peraturan perundang – undangan

yang dibentuk Dewan Perwakilan Daerah dengan persetujuan kepala

daerah. Defenisi lain tentang Perda berdasarkan ketentuan Undang –

Undang tentang pemerintahan daerah yaitu UU no 32 tahun 2004

peraturan daerah merupakan peraturan perundang – undangan yang

dibentuk bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan

Kepala Daerah baik di Propinsi maupun di Kabupaten. / kota

Dalam ketentuan UU no 32 tahun 2004 tentang pemerintahan

daerah, Perda dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi

daerah Propinsi/ kabupaten/ kota dan tugas pembantuan serta

merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang –

undangan yang lebih tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing

– masing daerah.

Sesuai dengan ketentuan pasal 12 UU no 10 tahun 2004 tentang

pembentukan Peraturan Perundang – Undangan materi muatan Perda

28

Page 29: Proposal Skripsi

adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan

otonomi daerah dan tugas pembantuan dan menampung kondisi

khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang –

Undangan yang lebih tinggi

Rancangan peraturan daerah dapat berasal dari Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), Gubernur, Bupati / Walikota.

Sedangkan rancangan Perda yang disampaikan oleh Gubernur atau

Bupati dan Walikota dipergunakan sebagai bahan persandingan.

Program perencanaan pembentukan peraturan daerah yang

disusun secara terpadu dan sistematis dilakukan dalam satu program

yaitu program legilasi daerah, sehingga diharapkan tidak terjadi

tumpang tindih dalam penyiapan satu materi daerah. Ada berbagai

jenis perda yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten, kota

dan propinsi antara lain :

a. Pajak daerah

b. Retribusi daerah

c. Tata ruang wilayah daerah

d. APBD

e. Rencana Program Jangka Menengah Daerah

f. Perangkat daerah

g. Pemerintahan desa

h. Pengaturan umum lainnya.

29

Page 30: Proposal Skripsi

3.2 Mekanisme Pembentukan Peraturan Daerah

Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dapat berasal dari

DPRD atau kepala daerah ( Gubernur, Bupati atau Walikota).

Raperda yang disiapkan oleh Kepala Daerah disampaikan kepada

DPRD. Sedangkan Raperda yang disiapkan oleh DPRD disampaikan

oleh tingkat – tingkat pembicaraan dalam rapat komisi / panitia / alat

kelengkapan DPRD yang khusus menangani legislasi dalam rapat

paripurna. Raperda yang telah disetujui bersama oleh DPRD dan

Gubernur atau Bupati / walikota untuk disahkan.

D. Konsep Pedagang Kaki Lima

4.1 Sejarah pedagang kaki lima

Istilah pedagang kaki lima pertama kali dikenal pada zaman Hindia

Belanda tepatnya pada saat Gubernur Jenderal Stanford Raffles berkuasa.

Ia mengeluarkan peraturan yang mengharuskan pedagang informal

membuat jarak sejauh 5 kaki atau sekitar 1.2 meter dari bangunan formal

di pusat kota (Danisworo dalam Ginting). Peraturan ini diberlakukan untuk

melancarkan jalur pejalan kaki sambil memberikan kesempatan kepada

pedagang informal untuk berdagang. Tempat pedagang informal yang

berada 5 kaki dari bangunan formal di pusat kota inilah yang kelak dikenal

dengan nama pedagang kaki lima, atau sering kita singkat dengan sebutan

PKL.

30

Page 31: Proposal Skripsi

4.2 Pengertian pedagang kaki lima

Pedagang kaki lima merupakan salah satu bentuk aktivitas

perdagangan di bidang sector informal ( Dorodjatun Kuntjoro Jakti dalam

Ari Sulistiyo Budi). Pedagang kaki lima merupakan pedagang kecil yang

umumnya berperan sebagai penyalur barang – barang dan jasa ekonomi

kota.

Dari maksud diatas yang dimaksud dengan pedagang kaki lima adalah

setiap orang yang melakukan kegiatan usaha perdagangan atau jasa yaitu

melayani kebutuhan barang – barang atau makanan yang dikonsumsi

lansung oleh konsumen, yang dilakukan cenderung berpindah – pindah

dengan kemampuan modal yang kecil atau terbatas dalam melakukan

usahanya tersebut menggunakan peralatan yang sederhana dan memiliki

lokasi di tempat – tempat umum (terutama di atas jalan atau sebagian

badan jalan) dengan tidak mempunyai legalitas formal.

Namun pengertian pedagang kaki lima ini terus berkembang hingga

sekarang dan menjadi kabur artinya. Mereka tidak lagi berdagang di atas

trotoar saja, tetapi disetiap jalur pejalan kaki, tempat – tempat parkir, ruang

– ruang terbuka, taman – taman bahkan di perempatan jalan dan

berkeliling ke rumah – rumah penduduk ( fakultas tekni unpar, 1980 dalam

Sari 2003 : 27)

Mc Gee dan Yeung dalam Ari Sulistiyo Budi (2006 : 35) memberikan

pengertian pedagang kaki lima sama dengan hawker yang didefenisikan

sebagai sekelompok orang yang menawarkan barang dan jasa untuk dijual

31

Page 32: Proposal Skripsi

pada ruang public terutama dipinggir jalan dan trotoar. Dalam pengertian

ini termasuk juga orang yang menawarkan barang dan jasanya dari rumah

ke rumah.

E. Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor 9 Tahun 2010 tentang

Pedagang Kaki Lima dan Pedagang Malam

Dalam pasal 1 ayat 7 Perda Kota Payakumbuh Nomor 9 tahun 2010

dinyatakan bahwa pedagang kaki lima adalah pedagang yang melakukan

usaha perdagangan non formal dengan menggunakan lahan terbuka atau

lahan tertutup, sebagian fasilitas umum yang ditentukan oleh Pemerintah

Daerah sebagai tempat kegiatan usahanya baik dengan menggunakan

peralatan bergerak maupun peralatan bongkar pasang sesuai dengan sesuai

dengan waktu yang ditentukan. Pasal 1 nomor 9 menyatakan bahwa

tempat usaha atau lokasi adalah tempat – tempat tertentu yang ditempati

pedagang kaki lima untuk melaksanakan usaha dagang atau jasa.

Sedangkan dalam pasal 1 nomor 17 peralatan bongkar pasang adalah suatu

peralatan bagi pedagang kaki lima disaat mau dipakai peralatan ini bisa

dipasang dan disaat selesai menggelar jualannya peralatan ini biasa

dibongkar.

a. Tujuan dan fungsi penetapan Lokasi PKL

Adapun dalam pasal 2 bagian pertama tujuan dari penetapan lokasi bagi

pedagang kaki lima yaitu

Untuk pengendalian, pengaturan dan pengawasan terhadap

pedagang kaki lima dan pedagang malam

32

Page 33: Proposal Skripsi

Menciptakan keterpaduan, keserasian dan da bagian keindahan

kota

Menciptakan hygenis dn sanitasi lingkungan bagi pedagang

kaki lima atau pedagang malam.

Sedangkan pada pasal 3 bagian kedua menyatakan bahwa fungsi dari

penetapan lokasi bagi pedagang kaki lima yaitu untuk membina, mengatur

dan menertibkan pedagang kaki lima atau pedagang malam

Sehingga dengan adanya tujuan dan fungsi penetapan lokasi untuk para

pedagang kaki lima di kota Payakumbuh maka dapat diciptakan penataan

yang baik terhadap pedagang kaki lima yang tidak hanya menguntungkan

bagi perekonomian masyarakat di kota Payakumbuh tetapi juga

memberikan dampak yang baik bagi kebersihan dan ketertiban kota

b. Lokasi dan pengaturan pedagang kaki lima

Pada pasal 4 Bab III tentang lokasi dari pedagang dinyatakan sebagai

beikut :

a. Pedagang makanan spesifik / tradisional seperti batiah, gelamai,

beras rendang, kerupuk sanjai, karak kaliang paniaram dan

sebagainya ditempatkan di :

1. Antara pertokoan bertingkat di belakang Hizra dengan blok C

2. Los Canopi Mini / pelataran eks Lapangan Parkir Blok Timur

Pusat Pertokoan Payakumbuh

b. Pedagang buah – buahan ditempatkan di :

33

Page 34: Proposal Skripsi

1. Los buah – buahan ( Pelataran eks Lapangan parkir Blok Timur

dan Pusat Pertokoan Payakumbuh)

2. Jalan Sutan Usman (samping RM Asia Baru / bagi yang tidak

tertampung di los buah – buahan pada blok Timur Pusat

pertokoan Payakumbuh sebanyak 4 pedagang).

c. Jualan Aksesoris, sandal sepatu, pakaian wanita dan sebagainya

ditempatkan di :

1. Lokasi I

Di seputar pelataran Blok Barat Pusat pertokoan Payakumbuh

2. Lokasi II

Pada palung kaki lima lokasi terminal angkutan labuh baru

d. Tukang patri, sol sepatu, service lampu petromax, sepuh emas dan

sebaginya ditempatkan di pinggir jalan sebelah kiri Toko Mas

rendah.

e. Pedagang mingguan dan pakaian bekas serta lainnya (khusus yang

berjualan setiap hari pecan atau hari minggu ) ditempatkan di :

1. Pusat pertokoan Jalan Gajah Mada Payakumbuh

2. Pasar Ibuh terbagi atas pasar Ibuh Barat dan Pasar Ibuh Timur.

Pasar Ibuh merupakan tempat relokasi bagi pedagang kaki lima

yang berjualan sayur dan kebutuhan rumah tangga (ikan, ayam,

daging, bawang, tomat, cabe dan lainnya). Adapun tujuan di

relokasinya pedagang – pedagang ini agar tidak terjadinya

kesemrawutan yang parah di pasar payakumbuh serta untuk

34

Page 35: Proposal Skripsi

menjaga kebersihan dan ketertiban pasar. Pasar Ibuh Barat

ditempatkan di :

a. Dimulai dari batas ujung jembatan Ratapan Ibu Sebelah

Timur sampai pada batas areal parkir ( took Blok a tahap 1)

b. Disekeliling pertokoan pasar Ibuh Barat

Biasanya digunakan pedagang sayur untuk berjualan di sore

hari

c. Pedagang bibit ikan ditempatkan di tepi sungai batang

agam / belakang musholla.

Sedangkan pasar Ibuh Timur ditempatkan di jalan jambu sampai batas

bengkolan mesjid dan biasanya digunakan pedagang sayur untuk

berjualan di pagi hari.

Dalam pengaturan pedagang kaki lima pasal 5 bab III diberikan

tempat usaha dengan luas sebagai berikut :

a. Untuk pedagang kaki lima yang berjualan makanan dan minuman

yang menggunakan gerobak dan tenda seperti martabak mesir,

nasi, sate dan pedagang makanan dan minuman lainnya diberi

tempat usaha dengan ukuran 3 x 3 meter

b. Untuk pedagang kaki lima yang berjualan barang mudo ( sayur dan

buah – buahan) di Pasar Ibuh diberikan tempat usaha seluas 1.5 x

1.75 meter

c. Untuk pedagang kaki lima yang berada di pusat pertokoan

payakumbuh diberikan tempat usaha 1.5 x 1.75 meter

35

Page 36: Proposal Skripsi

c. Kewajiban dan larangan pedagang kaki lima

Dalam pasal 8 Bab IV dinyatakan bahwa :

1. Setiap kegiatan usaha pedagang kaki lima atau pedagang malam

wajib :

a. Memelihara kebersihan, ketertiban, dan keindahan pada masing

– masing tempat yang diizinkan dan mempunyai tong sampah.

b. Pedagang kaki lima dan pedagang malam yang berjualan

makanan dan minuman harus menyediakan :

1. Tempat cuci piring yang hiegenis ( bersih dan sehat) dan

memelihara K3 lainnya

2. Menyediakan tempat limbah dan membuangnya pada

tempat pembuangan limbah atau kotoran.

2. Setiap kegiatan usaha pedagang kaki lima dan pedagang malam

dilarang :

a. Melakukan kegiatan usaha dengan mendirikan tempat usaha

yang bersifat permanen atau semi permanen

b. Melakukan kegiatan yang dapat menghambat kelancaran lalu

lintas umum, pejalan kaki dan sebagainya

c. Melakukan kegiatan yang menimbulkan dampak negative

terhadap kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan

kenyamanan kota

d. Menggunakan lahan dan sarana usaha dagang yang melebihi

dari ketentuan yang telah diizinkan oleh Walikota

36

Page 37: Proposal Skripsi

e. Berpindah tempat atau memindahtangankan izin tanpa

sepengetahuan dan seizing walikota atau pejabat yang ditunjuk

f. Dilarang berjualan di emperan toko dan atau lokasi parkir saat

– saat tertentu yang diatur lebih lanjut denga peraturan walikota

g. Menelantarkan dan atau membiarkan tempat kegiatan usaha

kosong tanpa kegiatan secara terus menerus selama 1 bulan

h. Tempat usaha dijadikan tempat penyimpanan, penimbunan

barang kecuali untuk jenis – jenis usaha tertentu yang diatur

lebih lanjut dengan peraturan walikota.

i. Memperdagangkan bahan – bahan yang dilarang oleh

pemerintah berdasarkan peraturan perundang – undangan yang

berlaku

j. Membuang sampah dan limbah ke saluran drainase di lokasi

pasar

k. Pedagang kaki lima yang berjualan sayuran, ayam, daging, ikan

dan sejenisnya dan yang menjual kebutuhan harian dilarang

berjualan di pusat pertokoan dan sekitarnya.

d. Pengawasan dan penertiban

Dalam pasal 10 bab VIII bahwa :

1. Pengawasan pedagang kaki lima dan atau pedagang malam

dilakukan oleh petugas yang ditunjuk oleh walikota

2. Penertiban pedagang kaki lima dan / atau pedagang malam

dilakukan oleh petugas keamanan Pasar dan / atau petugas polisi

37

Page 38: Proposal Skripsi

pamong Praja Kota Payakumbuh atau oleh petugas yang ditunjuk

pemerintah kota Payakumbuh.

e. Sanksi

Dalam pasal 12 bab XI menjelaskan bahwa :

1. Pedagang kaki lima dan / atau pedagang malam dapat dikenakan

sanksi pencabutan izin apabila :

a. Pemegang izin melanggar ketentuan yang tercantum dalam

surat izin

b. Tempat usaha yang bersangkutan tidak lagi ditetapkan sebagai

tempat usaha pedagang kaki lima dan / atau pedagang malam

c. Pemegang izin melanggar ketentuan pasal 7 Peraturan daerah

ini dan atau tidak mengindahkan ketentuan lainnya

d. Pemegang izin melanggar ketentuan Peraturan Perundang –

Undangan yang berlaku yang berkaitan dengan Peraturan

Daerah ini.

38

Page 39: Proposal Skripsi

B. Kerangka konseptual

Kerangka berpikir atau kerangka konseptual merupakan model konseptual

tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai factor yang telah

diidentifikasi sebagai masalah penting ( Sugiyono, 2007 : 283 – 284).

Untuk lebih jelasnya kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai

berikut :

39

Implementasi Perda kota Payakumbuh no 9 tahun 2010 dalam penataan pedagang kaki lima

Pelaksanaan Perda kota payakumbuh no 9 tahun 2010 dalam penataan pedagang kaki lima

Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan perda kota payakumbuh no 9 tahun 2010

Upaya yang dilakukan dalam mengatasi kendala dan hambatan dalam pelaksanaan perda kota payakumbuh no 9 tahun 2010

Page 40: Proposal Skripsi

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan

menggunakan metode deskriptif. Pada dasarnya penelitian ini berusaha

membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan atau objek yang

diteliti sebagaimana adanya. Lexy meleong (2008 : 3) menyatakan bahwa

penelitian kualitatif adalah prosedur penelitian yang dihasilkan data

deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang atau

perilaku yang diamati.

Menurut Sugiyono (2005 : 213) dalam penelitian kualitatif peneliti

dituntut untuk menggali dan menelusuri berdasarkan apa yang diucapkan

dan dilakukan oleh sumber data. Peneliti kualitatif memperoleh data bukan

sebagaimana yang terjadi di laporan yang dialami dirasakan serta

dipilarkan oleh sumber data. Dengan demikian penelitian kualitatif dengan

metode deskriptif terhadap fenomena yang dimiliki.

Berdasarkan hal tersebut penelitian ini berusaha melakukan

penelusuran dan memperoleh pendeskripsian tentang pengimplementasian

suatu kebijakan perda Kota Payakumbuh berupa Peraturan Daerah (Perda)

Nomor 9 Tahun 2010 dalam penataan pedagang kaki lima

40

Page 41: Proposal Skripsi

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kota Payakumbuh dengan lokasi

penelitian antara lain Dinas Pasar selaku instansi pemerintah yang bertugas

dalam melakukan pengaturan terhadap pasar dan pedagang – pedagang

yang berjualan di Pasar Payakumbuh dan Pasar Ibuh. Selain itu di Dinas

Pasar penelitian juga dilakukan lansung di pasar Payakumbuh dan pasar

Ibuh. Pasar Payakumbuh merupakan tempat – tempat dimana para

pedagang kaki lima umumnya berjualan dan menggelar dagangannya.

Sedangkan pasar Ibuh merupakan tempat relokasi bagi pedagang kaki lima

yang berjualan sayur dan kebutuhan rumah tangga yang awalnya berasal

dari Pasar Payakumbuh.

C. Informan penelitian

Informan penelitian adalah orang memberikan informasi dan

kondisi yang berkaitan dengan masalah penelitian, Moleong ( 2002 : 97).

Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai informan penelitian adalah

pegawai – pegawai Dinas Pasar yang bertugas dalam pengaturan pedagang

kaki lima, Satuan Polisi Pamong Praja dan pedagang kaki lima yang ada di

Pasar Payakumbuh dan Pasar Ibuh.

D. Jenis, teknik dan alat pengumpulan data

1. Jenis data

Adapun jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi

dua yaitu :

41

Page 42: Proposal Skripsi

a. Data primer yaitu data yang diperoleh secara lansung dari sumber

informasi atau informan penelitian melalui wawancara. Dalam hal

ini data primer yang dikumpulkan adalah data yang berkaitan

dengan implementasi kebijakan Perda kota Payakumbuh nomor 9

tahun 2010 tentang pedagang kaki lima

b. Data sekunder yaitu data pendukung penelitian yang diperoleh dari

dokumen – dokumen seperti perda kota payakumbuh no 9 tahun

2010, peraturan lainnya yang menyangkut kepada pengaturan

pedagang kaki lima, laporan, program kerja serta buku – buku dan

bahan bacaan lainnya yang digunakan dalam penelitian ini

2. Teknik pengumpulan data

Untuk mengumpulkan data dalam penelitian maka penulis yaitu :

1. Teknik wawancara

Wawancara adalah teknik untuk mendapatkan keterangan atau

pendirian secara lisan dengan berbicara tentang sesuatu yang

dialaminya atau diketahuinya. Wawancara dalam penelitian ini

dilakukan secara terstruktur. Lexy J Moleong (2005 : 190)

menjelaskan bahwa wawancara terstruktur adalah wawancara yang

pewawancaranya menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan –

pertanyaan yang akan diajukan. Wawancara ini diajukan kepada

informan yaitu kepala dinas pasar dan staf pegawai Dinas Pasar

yang menangani pengaturan dan penataan pedagang kaki lima di

pasar payakumbuh. Selain itu wawancara juga diajukan kepada

42

Page 43: Proposal Skripsi

para pedagang kaki lima di pusat pertokoan pasar Payakumbuh dan

pedagang di Paasar Ibuh.

2. Teknik dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu.

Dokumen biasa berbentuk tulisan (catatan harian, peraturan

kebijakan, dsb), gambar (foto, sketsa) atau karya – karya

monumental dari seseorang. Dalam hal ini penulis mencari dan

mempelajari dokumen – dokumen yang ada hubungannya dengan

permasalahan yang penulis teliti yaitu terkait dengan implementasi

perda nomor 9 tahun 2010.

3. Observasi

Observasi dilakukan untuk mengetahui secara lansung bentuk dari

Implementasi Perda Nomor 9 Tahun 2010, kendala yang dihadapi

dalam Pelaksanaan Perda Nomor 9 Tahun 2010, dan upaya yang

dilakukan dalam mengatasi kendala tersebut.

E. Teknik Analisis data

Analisis data adalah proses mencari dan mengatur wawancara dan

catatan di lapangan serta bahan – bahan lain yang telah dihimpun sehingga

dapat merumuskan hasil dari apa yang telah ditemukan. Proses analisis

data ini dimulai dari data yang dikumpul kemudian dicoba untuk dianalisis

dan ditelusuri keabsahannya melalui metode analisis deskriptif kualitatif

sebagian besar data dimulai dari menulis pengamatan hasil wawancara dan

43

Page 44: Proposal Skripsi

hasil studi dokumentasi, mengklasifikasikannya dan kemudian

menyajikannya.

Dalam penelitian ini data yang dianalisis diperoleh dari wawancara

dan diinterpretasikan secara kualiatif, berupa abstraksi, kata – kata dan

pernyataan. Proses analisis data dilakukan sejak awal penelitian sampai

akhir penelitian.

Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008 : 246 – 253)

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis kualitatif dilakukan secara

interaktif dan berlansung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga

datanya sudah jenuh. Langkah – langkah analisis data yang penulis

gunakan adalah :

1. Pengumpulan data. Dalam penelitian ini data dikumpulkan

dengan melakukan wawancara dan dokumen – dokumen yang

berkaitan dengan implementasi Perda Nomor 9 Tahun 2010

2. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang

pokok, memfokuskan pada hal – hal penting, dicari tema dan

polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan

memberikan gambaran yang jelas dan mempermudah peneliti

untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya.

3. Penyajian data (display data)

Dalam penelitian kualitatif penyajian data bias dilakukan dalam

bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan

44

Page 45: Proposal Skripsi

flowchart dan sejenisnya. Penyajian data dimaksudkan agar

memudahkan bagi peneliti untuk melihat gambaran secara

keseluruhan atau bagian – bagian tertentu dari penelitian.

Dengan kata lain, merupakan pengorganisasian data ke dalam

bentuk tertentu sehingga kelihatan dengan sosoknya yang lebih

utuh.

4. Penarikan kesimpulan / verifikasi

Langkah terakhir yang dilakukan adalah penarikan

kesimpulan / verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan

masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak

ditemukan bukti – bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

pengumpulan data berikutnya.

Tetapi apabila kesimpulan uang dikemukakan pada tahap awal

didukung oleh bukti – bukti yang valid dan konsisten saat

peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data maka

kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang

kredibel.

45

Page 46: Proposal Skripsi

DAFTAR PUSTAKA

Agung, Ngurah, Gusti. 2004. Manajemem Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Budi, Ari Sulistiyo. 2006. Kajian Lokasi Pedagang Kaki Lima Berdasar kan Preferensi Pkl Serta Persepsi Masyarakat Sekitar Di Kota Pemalang. Tesis Program Pasca Sarjana Magister Pembangunan Wilayah Dan Tata Kota Univesitas Dipenogoro : Semarang

Dunn, William N. 1998. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Fadoli, Muchammad. 2011. Implementasi perda no 17 tahun 2003 tentang ijin penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima di kecamatan sukolilo. Skripsi Program Studi Ilmu Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran : Jawa Timur

Ginting, W Salmina. 2004. Pengaruh Keberadaan Pedagang Kaki Lima Terhadap Jumlah Pengunjung Taman Kota Di Medan. Jurnal Teknik SIMETRIKA. Hlm 204

Ichwani M. Ali. 2007. Evaluasi Kebijakan Publik. Bandung : Makalah PL 4202 Manajemen Pembangunan.

Moleong Lexy J. 2002. Metodologi penelitian kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya

Paskarina, Caroline, dkk. 2007. Evaluasi Kebijakan Pengelolaan Pasar di Kota Bandung : Laporan Penelitian Universitas Padjajaran

Pasolong, Harbani. 2010. Teori Administrasi Publik. Bandung : Alfabeta

Peraturan Daerah Kota Payakumbuh Nomor 9 tahun 2010 tentang Pedagang Kaki Lima Dan Pedagang Malam

Rahmadani Yusran dkk. 2006. Buku Ajar (Kebijakan Publik). Padang : Fakultas Ilmu – ilmu Sosial

Siagian P Sondang, 2007, Administrasi Pembangunan, Bumi aksara, Jakarta

Sugiyono. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif, kuantitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta

Solichin Abdul Wahab. 2002. Analisis kebijaksanaan : dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara . Jakarta : Bina Aksara

46

Page 47: Proposal Skripsi

UU no 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang - undangan

Winarno, Budi . 2002. Kebijakan dan Proses kebijakan public. Yogyakarta : Media Pressindo

47