Proposal penelitian penggunaan media gambar untuk membaca permulaan di taman kanak kanak
-
Upload
boedi-santoso -
Category
Education
-
view
44.086 -
download
3
description
Transcript of Proposal penelitian penggunaan media gambar untuk membaca permulaan di taman kanak kanak
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Taman Kanak-Kanak merupakan salah satu bentuk pendidikan
pra sekolah yang terdapat di jalur pendidikan sekolah (PP No. 27 Tahun 1990).
Sebagai lembaga pendidikan pra-sekolah, tugas utama Taman Kanak-Kanak
adalah mempersiapkan anak dengan memperkenalkan berbagai pengetahuan,
sikap perilaku, keterampilan dan intelektual agar dapat melakukan adaptasi
dengan kegiatan belajar yang sesungguhnya di Sekolah Dasar.
Pandangan ini mengisyaratkan bahwa Taman Kanak-Kanak merupakan
lembaga pendidikan pra-sekolah atau pra-akademik. Dengan demikian Taman
Kanak-Kanak tidak mengemban tanggung jawab utama dalam membina
kemampuan akademik anak seperti kemampuan membaca dan menulis. Substansi
pembinaan kemampuan akademik atau skolastik ini harus menjadi tanggung
jawab utama lembaga pendidikan Sekolah Dasar.
Menurut Suparlan Suhartono dalam bukunya Filsafat Pendidikan,
menyatakan bahwa pendidikan adalah segala kegiatan pembelajaran yang
berlangsung sepanjang zaman dalam segala situasi kegiatan kehidupan.
Pendidikan berlangsung disegala jenis, bentuk, dan tingkat lingkungan hidup yang
kemudian mendorong pertumbuhan segala potensi yang ada di dalam diri
1
2
individu. Dengan kegiatan pembelajaran seperti itu, individu mampu mengubah
dan mengembangkan diri menjadi semakin dewasa, cerdas, matang. Jadi
singkatnya, pendidikan merupakan system proses perubahan menuju
pendewasaan, pencerdasan dan pendatangan diri1. Salah satu masalah pendidikan
yang masih berkembang dewasa ini adalah lemahnya proses pembelajaran.
Pembelajaran yang sering dipakai lebih berorientasi kepada guru sehingga siswa
hanya sebagai objek ajar yang terus diberi dengan segudang informasi. Siswa
tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan eksistensi dirinya guna berpartisipasi
dalam pembelajaran. Fenomena seperti ini dapat mengakibatkan menurunnya
motivasi berprestasi siswa ketika belajar yang pada akhirnya keberhasilan
pembelajaran menjadi berkurang.
Semua orang yakin bahwa guru memiliki andil yang sangat besar terhadap
keberhasilan pembelajaran di sekolah. Guru sangat berperan dalam membantu
perkembangan Siswa untuk mewujudkan tujuan hidupnya secara optimal.
Keyakinan ini muncul karena manusia adalah makhluk lemah, yang dalam
perkembangannya senantiasa membutuhkan orang lain dari sejak lahir bahkan
pada saat meninggal. Semua itu menunjukkan bahwa setiap orang membutuhkan
orang lain dalam perkembangannya, demikian halnya dengan Siswa. Begitu pun
orang tua pada saat mendaftarkan anaknya ke sekolah, sudah bukan hal yang bisa
dielakkan lagi bahwa orang tua juga menaruh harapan terhadap guru, agar
anaknya dapat berkembang secara optimal di bawah bimbingan guru.
1 1 Suparlan Suhartono, Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008,, 79-80.
3
Banyak cara yang dapat digunakan untuk melakukan pembelajaran yang
baik. Misalnya, dengan menggunakan metode pembelajaran yang sesuai dengan
materi yang disampaikan dan disesuaikan dengan kondisi Siswa. Dengan adanya
ketepatan dalam memilih sebuah metode pembelajaran maka akan dengan mudah
tercapainya tujuan dari pembelajaran. Keberhasilan suatu pembelajaran dapat
diukur dari kemampuan Siswa dalam memahami materi pelajaran. kriteria
keberhasilan pembelajaran diukur dari sejauh mana Siswa dapat menguasai materi
pelajaran yang disampaikan oleh guru. Pembelajaran di dalam kelas dikatakan
berhasil apabila sebagian besar Siswa memahami pelajaran dengan baik.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan belajar Siswa yang
dapat dikelompokkan menjadi faktor internal dan eksternal. Salah satu faktor
internalnya adalah pengaruh dari dalam diri Siswa tersebut baik dilihat dari
semangat ataupun motivasi belajarnya, dan salah satu faktor eksternalnya adalah
guru. Guru berperan besar dalam menyusun strategi pembelajaran yang
menyenangkan dan menarik agar Siswa termotivasi untuk berprestasi serta dapat
memahami pelajarannya dengan baik.
Dalam kegiatan pembelajaran siswa seharusnya berperan sebagai subjek
didik, tetapi dalam fenomena kegiatan pembelajaran Siswa dianggap sebagai
objek didik, Siswa diperankan secara aktif untuk menkonstruksi pengetahuan
yang didapatkan, tidak hanya pasif. Sebagai objek didik, Siswa biasanya berada di
bawah kekuasaan guru. Guru sebagai pengelola kelas mempunyai wewenang
terhadap kelas yang dikelolanya. Siswa mengikuti apa yang diinstruksikan oleh
guru, padahal Siswa mempunyai hak untuk berpendapat, berinisiatif jika ada hal
4
yang kurang cocok pada diri Siswa. Siswa sebagai objek didik juga harus aktif
dalam kegiatan pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran berlangsung efektif.
Siswa tidak hanya duduk mendengarkan ceramah dari guru ataupun mencatat apa
yang tertulis dari papan tulis, tetapi Siswa berusaha mencoba menemukan
pengetahuannya sendiri dengan bimbingan dari guru. Dengan demikian
pembelajaran ini berpusat pada diri Siswa (student centered) dan hasilnya Siswa
akan terbiasa bersikap aktif untuk mengkonstruksi pengetahuannya.2
Berdasarkan hasil pengamatan di TK.Negeri Pembina Kec. Pesantren Kota
Kediri, diketahui bahwa pada saat pembelajaran materi ibadah wudlu berlangsung,
guru masih menyampaikan materi pelajaran dengan menggunakan metode
ceramah dan siswa hanya bisa melihat gambar gerakan wudlu yang ditempel di
dinding . Guru menjelaskan materi secara klasikal dan Siswa mendengarkan
materi yang dipelajari. Akibatnya siswa merasa bosan, jenuh dan mereka
mengantuk bahkan ada sebagian Siswa ramai di dalam kelas tidak mau
memperhatikan penjelasan dari guru.
Alur pemikiran tersebut tidak selalu sejalan dan terimplementasikan dalam
praktik kependidikan Taman Kanak-Kanak dan Sekolah Dasar di Indonesia.
Pergeseran tanggung jawab pengembangan kemempuan skolastik dari Sekolah
Dasar ke Taman Kanak-Kanak terjadi di mana-mana, baik secara terang-terangan
maupun terselubung. Banyak Sekolah Dasar seringkali mengajukan persyaratan
2 Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2002), 74
5
atau tes “membaca dan menulis”. Lembaga Pendidikan Sekolah Dasar seperti ini
sering pula di anggap sebagai lembaga pendidikan “berkualitas dan bonafide”.
Peristiwa praktik pendidikan seperti itu mendorong lembaga pendidikan
Taman Kanak-Kanak maupun orang tua berlomba mengajarkan kemampuan
akademik membaca dan menulis dengan mengadapsi pola-pola pembelajaran di
Sekolah Dasar. Akibatnya, tidak jarang Taman Kanak-Kanak tidak lagi
menerapkan prinsip-prinsip bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain,
sehingga Taman Kanak-Kanak tidak lagi taman yang indah, tempat bermain dan
berteman banyak, tetapi beralih menjadi “Sekolah” Taman Kanak-Kanak dalam
makna menyekolahkan secara dini pada anak-anak. Tanda-tandanya terlihat pada
pentargetan kemampuan akademik membaca dan menulis agar bisa memasukkan
anaknya ke Sekolah Dasar favorit. PTK Taman Kanak Kanak
Mengajarkan membaca dan menulis di Taman Kanak-Kanak dapat
dilaksanakan selama batas-batas aturan pengembangan pra-sekolah serta
mendasarkan diri pada prinsip dasar hakiki dari pendidikan Taman Kanak-Kanak
sebagai sebuah taman bermain, sosialisasi, dan pengembangan berbagai
kemampuan pra-skolastik yang lebih substansi yaitu bidang pengembangan
kemampuan dasar yang meliputi kemampuan berbahasa atau membaca kognitif,
fisik-motorik dan seni.
Mencermati kondisi kegiatan pembelajaran membaca dan menulis di Taman
Kanak-Kanak yang berlangsung sebagaimana digambarkan di atas, perlu
dilakukan penelitian yang bersifat reflektif dengan melakukan tindakan tertentu
6
yang direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi. Dengan serangkaian tindakan itu
diharapkan dapat mengubah suasana pembelajaran ke arah pembelajaran yang
lebih memungkinkan siswa terlibat secara aktif dan menyenangkan. Hal itu dapat
dicapai dengan melalui pembelajaran menggunakan media gambar. Media gambar
adalah penyajian visual 2 dimensi yang dibuat berdasarkan unsur dan prinsip
rancangan gambar, yang berisi unsur kehidupan sehari-hari tentang manusia
benda-benda, binatang, peristiwa, tempat dan sebagainya (Taufik Rachmat, 1994).
Gambar banyak digunakan guru sebagai media dalam proses belajar
mengajar, sebab mudah diperoleh tidak mahal dan efektif, serta menambah gairah
dalam motivasi belajar siswa.
B. Rumusan Masalah
Agar penelitian tindakan ini dapat lebih terarah, maka secara operational
permasalahan penelitian ini difokuskan pada media gambar dan guru dalam
pelaksananaan proses belajar mengajar, membaca di Kelompok B TK.Negeri
Pembina Kec. Pesantren Kota Kediri . Secara rinci permasalahan penelitian ini
dirumuskan dalam pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perencanaan pembelajaran membaca dengan media gambar
di Taman Kanak-Kanak secara klasikal ?
2. Bagaimanakah gambaran pembelajaran membaca di Taman Kanak-Kanak
dengan media gambar secara kelompok ?
7
3. Apakah terjadi peningkatan kemampuan siswa dalam membaca setelah
mereka mengikuti pembelajaran membaca dan menulis dengan
menggunakan media gambar?
C. Tujuan Penelitian
1. Penelitian ini secara umum bertujuan untuk menemukan terjadinya
peningkatan kemampuan membaca dan menulis dengan menggunakan
media gambar. Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
2. Menggambarkan pembelajaran membaca di Taman Kanak-Kanak dengan
media gambar secara klasikal.
3. Menggambarkan pembelajaran membaca di Taman Kanak-Kanak dengan
media gambar secara kelompok.
4. Menemukan terjadinya peningkatan kemampuan siswa dalam membaca
setelah menerapkan pembelajaran dengan menggunakan media gambar.
D. Lingkup Penelitian
Lingkup penelitian yang menjadi batasan materi dalam penelitian adalah
kemampuan berbahasa dengan media gambar di Taman Kanak-Kanak Kelompok
B. penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelompok B Taman Kanak-Kanak
Negeri Pembina Kec. Pesantren Kota Kediri
E. Definisi Operasional PTK Taman Kanak Kanak
Untuk mendapatkan kesamaan arti pada penelitian ini dipertukarkan pendefinisian
istilah :
8
1. Kemampuan berbahasa yang diajarkan di Taman Kanak-Kanak kelompok
B pada penelitian ini sesuai dengan materi yang terdapat pada kurikulum
Taman Kanak-Kanak 2004 yaitu kemampuan membaca permulaan (pra
membaca), sedangkan pelaksanaannya menggunakan pendekatan temaik
dan pembelajaran yang berorientasi pada prinsip bermain sambil belajar
atau belajar seraya bermain.
2. Yang dimaksud siswa mampu membaca permulaan (pra membaca) adalah
siswa dapat menghubungkan dan menyebutkan tulisan sederhana dengan
simbol yang melambangkannya atau media gambarnya.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi :
1. Siswa Taman Kanak-Kanak, agar mereka terbiasa dalam suasana kegiatan
pembelajaran di Taman Kanak-Kanak yang menyenangkan dan tidak
menakutkan.
2. Bagi guru Taman Kanak-Kanak, dengan penerapan media gambar, guru
memperoleh pengalaman baru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran
kemampuan berbahasa di Taman Kanak-Kanak yang berpusat pada anak.
3. Bagi peneliti, dapat membantu guru dalam mengatasi masalah dalam
pembelajaran kemampuan berbahasa di Taman Kanak-Kanak.
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perkembangan Kemampuan Berbahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi utama bagi seorang anak untuk
mengungkapkan berbagai keinginan maupun kebutuhannya. Anak-anak yang
memiliki kemampuan berbahasa yang baik pada umumnya memiliki kemampuan
yang baik pula dalam mengungkapkan pemikiran, perasaan serta tindakan
interaktif dengan lingkungannya. Kemampuan berbahasa ini tidak selalu
didominasi oleh kemampuan membaca saja tetapi juga terdapat sub potensi
lainnya yang memiliki peranan yang lebih besar seperti penguasaan kosa kata,
pemahaman (mendengar dan menyimak) dan kemampuan berkomunikasi.Pada
usia Taman Kanak-Kanak (4 – 6 tahun), perkembangan kamampuan berbahasa
anak ditandai oleh berbagai kemampuan sebagai berikut3 :
1. Mampu menggunakan kata ganti saya dalam berkomunikasi.
2. Memiliki berbagai perbendaharaan kata kerja, kata sifat, kata keadaan,
kata tanya dan kata sambung.
3. Menunjukkan pengertian dan pemahaman tentang sesuatu.
4. Mampu menggungkapkan pikiran, perasaan, dan tindakan dengan
menggunakan kalimat sederhana.
3 Darsono, M., et.al., Belajar dan Pembelajaran, Semarang: IKIP Semarang Press: 2000,23.
9
10
5. Mampu membaca dan mengungkapkan sesuatu melalui gambar
Perkembangan kemampuan tersebut muncul ditandai oleh berbagai gejala
seperti senang bertanya dan memberikan informasi tentang berbagai hal, berbicara
sendiri, dengan atau tanpa menggunakan alat seperti (boneka, mobil mainan, dan
sebagainya). Mencoret-coret buku atau dinding dan menceritakan sesuatu yang
fantastik. Gejala-gejala ini merupakan pertanda munculnya kepermukaan berbagai
jenis potensi tersembunyi (hidden potency) menjadi potensi tampak (actual
potency). Kondisi tersebut menunjukkan berfungsi dan berkembangnya sel-sel
saraf pada otak.4
Secara khusus, perkembangan kemampuan membaca pada anak berlangsung
dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap fantasi (magical stage)
Pada tahap ini anak mulai belajar menggunakan buku, mulai berpikir
bahwa buku itu penting, melihat atau membolak-balikan buku dan kadang-kadang
anak membawa buku kesukaannya. Pada tahap pertama, guru dapat memberikan
atau menunjukkan model/contoh tentang perlunya membaca, membacakan
sesuatu pada anak, membicarakan buku pada anak.
2. Tahap pembentukan konsep diri (self concept stage)
Anak memandang dirinya sebagai pembaca, dan mulai melibatkan diri
dalam kegiatan membaca, pura-pura membaca buku, memberi makna pada
4 Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2003.46
11
gambar atau pengalaman sebelumnya dengan buku, menggunakan bahasa buku
meskipun tidak cocok dengan tulisan.
Pada tahap kedua, orang tua atau guru memberikan rangsangan dengan
jalan membacakan sesuatu pada anak. Guru hendaknya memberikan akses pada
buku-buku yang diketahui anak-anak. Orang tua atau guru juga hendaknya
melibatkan anak membacakan buku.
3. Tahap membaca gambar (bridging reading stage)
Pada tahap ini anak menjadi sadar pada cetakan yang tampak serta dapat
menemukan kata yang sudah dikenal, dapat mengungkapkan kata-kata yang
memiliki makna dengan dirinya, dapat mengulang kembali cerita yang tertulis,
dapat mengenal cetakan kata dari puisi atau lagu yang dikenalinya serta sudah
mengenal abjad.
Pada tahap ketiga, guru membacakan sesuatu pada anak-anak, menghadirkan
berbagai kosa kata pada lagu dan puisi, memberikan kesempatan sesering
mungkin.
4. Tahap pengenalan bacaan (take-off reader stage)
Anak mulai menggunakan tiga sistem isyarat (fraphoponic, semantic dan
syntactic) secara bersama-sama. Anak tertarik pada bacaan, mulai mengingat
kembali cetakan pada konteknya, berusaha mengenal tanda-tanda pada lingkungan
serta membaca berbagai tanda seperti kotak susu, pasta gigi, atau papan iklan.
12
Pada tahap keempat guru masih harus membacakan sesuatu pada anak-
anak sehingga mendorong anak membaca suatu pada berbagai situasi. Orang tua
dan guru jangan memaksa anak membaca huruf secara sempurna.
5. Tahap membaca lancar (independent reader stage)
Pada tahap ini anak dapat membaca berbagai jenis buku yang berbeda
secara bebas. Menyusun pengertian dari tanda, pengalaman dan isyarat yang
dikenalnya, dapat membuat perkiraan bahan-bahan bacaan. Bahan-bahan yang
berhubungan secara langsung dengan pengalaman anak semakin mudah dibaca..
Untuk memberikan rangsangan positif terhadap munculnya berbagai
potensi keberbahasaan anak diatas maka permainan dan berbagai alatnya
memegang peranan penting. Lingkungan (termasuk didalamnya peranan orang tua
dan guru) seharusnya menciptakan berbagai aktifitas bermain secara sederhana
yang memberikan arah dan bimbingan agar berbagai potensi yang tampak akan
tumbuh dan berkembang secara optimal5
B. Pengertian atau Definisi Media Gambar
1. Pengertian Media
Kata media berasal dari bahasa latin yaitu jamak dari kata medium yang
secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Media adalah perantara atau
pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan Secara umum media
pembelajaran dalam pendidikan disebut media, yaitu berbagai jenis komponen
5 Darsono, M., et.al., Belajar dan Pembelajaran, Semarang: IKIP Semarang Press: 2000,35
13
dalam lingkungan siswa yang dapat merangsangnya untuk berpikir, menurut
Gagne.
Sedangkan menurut Brigs : media adalah segala alat fisik yang dapat
menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar. Jadi, media merupakan
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim dan
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian
sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi .
Dari pendapat Gagne dan Brigs kita dapat menyimpulkan bahwa media
merupakan alat dan baha fisik yang terdapat di lingkungan siswa untuk
menyajikan pesan kegiatan pembelajaran (proses kegiatan belajar-mengajar)
sehingga dapat merangsang siswa untuk belajar.
Kata media berasal dari bahasa latin Medius yang secara harafiah berarti
tengah, perantara, atau pengantar. namun penegertian media dalam proses
pemebelajaran cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, fotografis atau
elektronis untuk menagkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual
atau verbal.
Media merupakan segala sesuatu yang dapat diindra yang berfungsi
sebagai perantara, sarana, alat untuk proses komunikasi belajar mengajar . Secara
etimologi, kata “media” merupakan bentuk jamak dari “medium”, yang berasal
dan Bahasa Latin “medius” yang berarti tengah. Sedangkan dalam Bahasa
Indonesia, kata “medium” dapat diartikan sebagai “antara” atau “sedang”
sehingga pengertian media dapat mengarah pada sesuatu yang mengantar atau
14
meneruskan informasi (pesan) antara sumber (pemberi pesan) dan penerima
pesan. Media dapat diartikan sebagai suatu bentuk dan saluran yang dapat
digunakan dalam suatu proses penyajian informasi .
Ada beberapa batasan atau pengertian tentang media pembelajaran yang
disampaikan oleh para ahli. Dari batasan-batasan tersebut, dapat dirangkum
bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang menyangkut software dan
hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan isi materi ajar dari sumber
belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian rupa sehingga proses belajar
(di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
Jadi dapat disimpulkan dari pengertian beberapa ahli mengenai definisi
media pembelajaran adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk
menyalurkan pesan (bahan pembelajaran) sehingga dapat merangsang perhatian,
minat pikiran, dan perasaan pembelajar (siswa) dalam kegiatan belajar untuk
mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Media pembelajaran memiliki fungsi yang
sangat penting yaitu sebagai pembawa informasi dan pencegah terjadinya
hambatan proses pembelajaran, sehingga informasi atau pesan dari komunikator
dapat sampai kepada komunikan secara efektif dan efesien. Selain itu, media
pembelajaran merupakan unsur atau komponen sistem pembelajaran maka media
pembelajaran merupakan media integral dari pembelajaran.
2. Pengertian Media Gambar
15
Bentuk umun dari media gamabar terangkum dalam pengertian dari media
grafis. Karena media gambara merupakan bagian dari pembuatan media grafis.
Sebelum kita nengetahui lebih lanjut mengenai media gambar ada baiknya kita
mengetahui lebih dahulu pengertian dari media grafis.
Media grafis atau graphic material adalah suatu media visual yang
menggunakan titik-titik, garis-garis, gambar-gambar, tulisan, atau symbol visual
yang lain dengan maksud untuk menikthisarkan, menggambarkan, dan
merangkum suatu ide, data kejadian. Batasan tersebut member gambaran bahwa
media grafis merupakan media dua dimensi yang dapat dinikmati dengan
menggunakan indra pengelihatan.
Dari pengertian media grafis diatas kita dapat mengambil kesim[pulan
bahwa memang benar media gambara merupakan bagian yang utuh dari media
grafis tersebut karena pada dasarnya media gambara merupakan kumpulan dari
beberapa titik dan garis yang memvisualisasikan gambara sebuah benda atau
seorang tokoh yang dapat memperjelas kita dalam memahami benda atau tokoh
tersebut.
Menurut I Made Tegeh yang dimaksud media gambar dilihar dari
pandangan media grafis adalah gambar gambar hasil lukisan tangan, hasil cetakan,
dan hasil karya seni fotografi6. Penyajian obyek dalam bentuk gambar dapat
disajikan melalui bentuk nyata maupun kreasi khayalan belaka sesuia dengan
bentuk yang pernah dilihat oleh orang yang menggambarnya.7
6 Ibid, 237 Darsono, M., et.al., Belajar dan Pembelajaran, Semarang: IKIP Semarang Press: 2000 57
16
Kemampuan gambar dapat berbicara banyak dari seribu kata hal ini
mempunyai makna bahwa gambar merupakan suatu ilustrasi yang memberikan
pengertian dan penjelasan yang amat banyak dan lengkap dibandingkan kita
hanya membaca dan memebrikan suatu kejelasan pada sebuah masalah karena
sifatnya yang lebih konkrit (nyata). Tujuan penggunaan gambar dalam
pembelajaran adalah : (1) menerjemahkan symbol verbal, (2) mengkonkritkan dan
memperbaiki kesan-kesan yang salah dari ilustrasi lisan. (3) memberikan ilustrasi
suatu buku, dan (4) membangkitkan motivasi belajar dan menghidupkan suasana
kelas.
Dalam pembelajaran di sekolah dasar media gambar sangat baik di
gunakan dan di terapkan dalam proses belajar mengajar sebagai media
pembelajaran karena media gambar ini cenderung sangat menarik hati siswa
sehingga akan muncul motivasi untuk lebih ingin menegtahui tentang gamabar
yang dijelaskan dan gurupun dapat menyampaikan materi dengan optimal melalui
media gamabar tersebut.
3. Kelemahan dan Kelebihan Media Gambar
Walaupun media gambar merupakan media yang tepat dan baik digunakan
dalam pembelajaran di sekolah dasar namun pasti ada saja kekurangan serta
kelebihan yang dimiliki oleh media gambar tersebut sebagai sebuah karakteristik
dari media gamabar itu sendiri. Dari sumber yang ada, ada beberapa kekurangan
dan kelebihan yang dimiliki oleh media gambar yaitu :
4. Kelebihan Media Gambar :
17
a) Sifatnya konkrit. Gambar/ foto lebih realistis menunjukkan pokok masalah
dibanding dengan media verbal semata.
b) Gambar dapat mengatasai masalah batasan ruang dan waktu. Tidak semua
benda, objek atau peristiwa dapat dibawa ke kelas, dan tidak selalu bisa,
anak-anak dibawa ke objek tersebut. Untuk itu gambar atau foto dapat
mengatasinya. Air terjun niagara atau danau toba dapat disajikan ke kelas
lewat gambar atau foto. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau,
kemarin atau bahkan menit yang lalu kadang-kadang tak dapat dilihat
seperti apa adanya. Gambar atau foto sangat bermanfaat dalam hal ini.
c) Media gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita. Sel atau
penampang daun yang tak mungkin kita lihat dengan mata telanjang dapat
disajikan dengan jelas dalam bentuk gambar.
d) Dapat memperjelas suatu masalah, dalam bidang apa saja dan untuk
tingkat usia beberapa saja, sehingga dapat mencegah atau membetulkan
kesalah pahaman.
e) Murah harganya, mudah didapat, mudah digunakan, tanpa memerlukan
peralatan yang khusus.
5. Kekurangan Media Gambar :
a) Penghayatan tentang materi kurang sempurna, karena media gambar hanya
menampilkan persepsi indera mata yang tidak cukup kuat untuk
18
menggerakkan seluruh kepribadian manusia, sehingga materi yang akan
dibahas kurang sempurna.
b) Gambar atau foto benda yang terlalu kompleks kurang efektif untuk
kegiatan pembelajaran.
c) Ukuran sangat terbatas untuk kelompok besar.
6. Cara Penggunaan Media Gambar Dalam Meningkatkan kemampuan membaca .
Perkembangan bahasa anak merupakan proses biologis dan psikologis,
karena melibatkan proses pertumbuhan alami dan perkembangan psikologis
sebagai akibat interaksi anak dengan lingkungan. Kecepatan anak dalam berbicara
(bahasa pertama) merupakan salah satu keajaiban alam dan menjadi bukti kuat
dari dasar biologis untuk pemerolehan bahasa. Pada saat yang sama,
perkembangan kompetensi berbahasa, yakni kemampuan untuk menggunakan
seluruh aturan berbahasa baik untuk ekspresi (berbicara) maupun interpretasi
(memberi makna), dipengaruhi oleh pengalaman dan lingkungan anak Selama
tahun-tahun awal prasekolah, khususnya di Taman Kanak-kanak, interaksi dengan
orang dewasa dan penutur lain yang lebih tua, memainkan peranan yang penting
dalam mendukung perkembangan kemampuan berkomunikasi anak .
Ketika memasuki Taman Kanak-kanak, atau usia 4 tahun, anak telah dapat
memberikan sejumlah informasi dan menggunakan berbagai bentuk pertanyaan
dengan menggunakan kata “apa”, “mengapa”, “kapan”, “di mana”, dan “siapa”.
Mereka juga dapat berargumentasi dan dapat tertawa oleh penggunaan kata-kata
yang keliru. Anak usia 4 tahun mempunyai selera humor yang relatif baik, senang
19
terhadap rima (persajakan), teka-teki, lelucon sederhana, dan gurauan lisan.
Mereka juga dapat menikmati cerita yang dibicarakan kepada mereka, khususnya
ketika mereka dapat melihat ke ilustrasi gambar yang menyertai cerita tersebut
Perkembangan bahasa anak usia 4 tahun, menurut NAEYC adalah sebagai
berikut.
a) memperluas kosakata dari 4000 kata menjadi 6000 kata;
b) memperlihatkan perhatian pada kata-kata abstrak;
c) berbicara dalam 4 – 6 kata dalam satu kalimat;
d) suka menyanyikan lagu-lagu yang sederhana, tahu beberapa
e) persajakan dan permainan jari-jari;
f) berbicara di depan kelompok dengan malu-malu, suka bercerita
g) dengan keluarga dan pengalaman mereka;
h) menggunakan perintah lisan untuk menuntut sesuatu, mulai
i) menggoda teman sebayanya;
j) mulai menggunakan beberapa kata abstrak;
k) sering membuat pertanyaan dengan kata “mengapa”
l) mengekspresikan emosi melalui gerak air muka dan membaca isyarat
tubuh orang lain, serta meniru tingkah laku anak yang lebih dewasa atau
orang tua;
m) dapat mengontrol volume suara untuk beberapa saat jika diingatkan, mulai
“membaca” konteks untuk isyarat sosial;
n) dapat menggunakan struktur kalimat kompleks, seperti menggunakan
klausa relatif (“orang yang duduk di sana itu pinter main layang-layang”),
20
tanyaan taq (“Dia pinter banget. Iya, kan?”), dan mencoba-coba konstruksi
baru, menyusun beberapa kalimat yang sulit untuk pendengarnya;
o) mencoba mengkomunikasikan kata-kata yang melebihi kosakatanya,
p) meminjam dan menyusun kata-kata untuk membentuk makna;
q) mempelajari kata-kata baru dengan cepat jika berkaitan dengan
r) pengalamannya sendiri;
s) dapat menceritakan kembali 4 hingga 5 babak dalam urutan sebuah cerita
Menurut Bronson anak usia 4 tahun mulai menunjukkan minat aktivitas
literasi seperti mengeja huruf dan bunyi, menjiplak huruf, dan kreativitas lain
yang berkaitan dengan buku.
b) Aspek Perkembangan Bahasa, Sosial, dan Emosional
Anak usia 4 hingga 5 tahun telah menunjukkan minat yang relatif tinggi
terhadap permainan sosiodramatik. Mereka senang menggunakan pakaian dan
atribut orang dewasa. Mereka juga menunjukkan peringkatan minat terhadap
kelompok dalam kegiatan bermain peran. Mereka juga belajar berbagi dan
mengambil peranan, dan mulai terlibat dalam kegiatan bermain sosial. Selain itu,
anak-anak telah menunjukkan kemampuan-kemampuan dan karakteristik berikut,
yaitu:
a) telah memiliki kesadaran akan diri;
b) lebih mengembangkan perasaan yang altruistik (mementingkan
kepentingan orang lain);
c) memiliki kesadaran kesukuan, etnik, dan perbedaan jenis kelamin;
21
d) dapat mengerti perintah dan mengikuti beberapa aturan;
e) memiliki perasaan yang kuat terhadap rumah dan keluarga;
f) menunjukkan suatu perkembangan rasa percaya diri;
g) bermain paralel masih dilakukan, tetapi mulai melakukan permainan
yang melibatkan kerjasama;
h) mengkhayalkan teman sepermainan
Perkembangan sosial anak usia empat tahun relatif berkembang. Mereka,
walaupun masih terlibat permainan asosiatif, namun mulai mengikuti permainan
kooperatif yang diwarnai aktivitas memberi dan menerima. Mereka juga
menunjukkan kesulitan berbagi, tetapi mulai memahami aturan pergiliran, dan
bisa memainkan permainan-permainan sederhana dalam kelompok kecil. Mereka
telah memiliki keinginan untuk menyenangkan teman, memuji orang lain, dan
tampak senang memiliki teman. Mereka mulai mengerti apa arti keteraturan,
tetapi mereka tidak bisa menunggu terlalu lama meskipun dijanjikan sesuatu..
Perkembangan emosional anak usia prasekolah, menurut Bredekamp dan
Copple dipengaruhi oleh kemampuan kognitifnya.8 Perkembangan emosi pada
periode ini lebih terwarnai oleh rasa takut. Kapasitas anak yang semakin
meningkat untuk berpikir dan berfantasi membuat mereka membayangkan banyak
hal yang menakutkan terjadi. Pada saat yang sama, berbagai kekerasan muncul di
media, di masyarakat, bahkan di rumah. Hal itu menjadi ancaman yang serius bagi
kesehatan fisik dan emosional anak. Oleh karena itu, dibutuhkan bantuan orang
dewasa, serta dorongan rasa aman pada diri anak, terutama melalui kesempatan
bermain dan kegiatan berkesenian.
8 Darsono, M., et.al., Belajar dan Pembelajaran, Semarang: IKIP Semarang Press: 2000
22
Perkembangan emosional kanak-kanak menjadi nyata pada usia ini dalam
interaksi permainan anak sebaya. Pada usia ini anak-anak telah menunjukkan
kemampuan emosi berikut, yaitu :
a) dapat mentolerir beberapa perasaan frustasi;
b) mulai mengembangkan kontrol diri;
c) mengapresiasi kejutan dan peristiwa-peristiwa baru;
d) mulai menunjukkan rasa humor;
e) membutuhkan ekspresi kasih sayang yang jelas;
f) takut kegelapan, takut ditinggalkan, dan takut pada situasi yang asing
baginya .
Menurut Bredekamp dan Copple anak usia empat tahun masih mengalami
kesulitan berbagi dengan orang lain. Meskipun demikian, mereka mulai
memahami pergiliran dan permainan sederhana dalam kelompok kecil. Mereka
mudah marah ketika keinginannya tidak dipenuhi seketika ia meminta. Meskipun
demikian, mereka berusaha mengatasi interaksi negatif meskipun masih belum
terampil secara verbal dalam menyelesaikan semua konflik9. Mereka terkadang
meledakkan kemarahan, namun belajar bahwa tindakan negatif akan
mengakibatkan sanksi negatif pula. Anak usia empat tahun mulai memiliki
kemampuan yang lebih baik untuk mengendalikan perasaan yang kuat seperti
kemarahan dan ketakutan, meskipun masih membutuhkan orang dewasa untuk
membantunya mengungkapkan atau mengendalikan perasaan.
2. Permainan Bahasa
9 Darsono, M., et.al., Belajar dan Pembelajaran, Semarang: IKIP Semarang Press: 2000 .123
23
Permainan bahasa adalah suatu bentuk permainan yang sengaja dilakukan
dengan melibatkan unsur bahasa. Unsur bahasa dapat mencakup ranah yang mana
saja. Permainan bahasa juga meliputi keterampilan berbahasa yang dapat
difokuskan ke bidang tertentu. Berikut ini beberapa permainan bahasa yang dapat
dimanfaatkan untuk anak TK.
1) Permainan Bahasa MENYIMAK
Tujuan permainan ini adalah pengembangan keterampilan menyimak anak.
Beberapa bentuknya antara lain: Dengar-Ucap; Dengar-Tiru; Dengar-Gaya;
Pesan Berantai; Dengar Cerita; dsb.
2) Permainan Bahasa BERBICARA
Tujuan permainan ini adalah pengembangan keterampilan berbicara anak
untuk mengucapkan kata dan menyusun kalimat secara lebih tepat. Misalnya:
Aku Minta; Aku Tanya; Cerita Berpasangan; Tebak Aku; Main
Peran/Sosiodrama; dsb.
3) Permainan Bahasa MEMBACA
Tujuan permainan ini adalah pengembangan keterampilan membaca anak.
Contohnya: Tebak Huruf; Pancing Huruf; Aku Tahu; dll.
4) Permainan Bahasa MENULIS
Tujuan permainan ini adalah pengembangan keterampilan menulis, tetapi masih
sangat terbatas. Misalnya: Tebak Huruf, Cetak Huruf, dsbGambar dapat
D . Prinsip-Prinsip Pemakaian Media Gambar Kata
24
Beberapa hal yang perlu di perhatikan antara lain :
· Pergunakanlah gambar untuk tujuan-tujuan pengajaran yang spesifik, yaitu
dengan cara memilih gambar tertentu yang akan mendukung penjelasan inti
pelajaran atau pokok-pokok pelajaran. Tujuan khusus itulah yang mengarahkan
minat siswa kepada pokok-pokok pelajaran. Bilamana tujuan instruksional yang
ingin dicapainya adalah kemampuan siswa membandingkan kelompok hewan
bertulang belakang dengan tidak, maka gambar-gambarnya harus memperhatikan
perbedaan yang mencolok antara hewan bertulang belakang dan tak bertulang
belakang.
· Padukan gambar-gambar kepada pelajaran, sebab keefektivan pemakaian
gambar-gambar di dalam proses belajar mengajar memerlukan keterpaduan.
Bilamana gambar-gambar itu akan dipakai semuanya, perlu dipikirkan
kemungkinan dalam kaitan pokok-pokok pelajaran. Pameran gambar di papan
pengumuman pada umumnya mempunyai nilai kesan sama seperti di dalam ruang
kelas. Gambar-gambar yang riil sangat berfaedah untuk suatu mata pelajaran,
karena maknanya akan membantu pemahaman para siswa dan cara itu akan ditiru
untuk hal-hal yang sama dikemudian hari sehingga gambar tersebut akan
menginspirasinya.
· Pergunakanlah gambar-gambar itu sedikit saja, daripada menggunakan
banyak gambar tetapi tidak efektif. Hematlah penggunaan gambar yang
mendukung makna. Jumlah gambar yang sedikit tetapi selektif, lebih baik
daripada dua kali mempertunjukkan gambar yang serabutan tanpa pilih-pilih.
25
Banyaknya ilustrasi gambar-gambr secara berlebihan, akan mengakibatkan para
siswa merasa dirongrong oleh sekelompok gambar yang mengikat mereka, akan
tetapi tidak menghasilkan kesan atau inpresi visual yang jelas, jadi yang
terpenting adalah pemusatan Perhatian pada gagasan utama. Sekali gagasan
dibentuk dengan baik, ilustrasi tambahan bisa berfaedah memperbesar konsep-
konsep permulaan. Penyajian gambar hendaknya dilakukan secara bertahap,
dimulai dengan memperagakan konsep-konsep pokok artinya apa yang terpenting
dari pelajaran itu. Lalu diperhatikan gambar yang menyertainya, lingkungannya,
dan lain-lain.
· Kurangilah penambahan kata-kata pada gambar oleh karena gambar-
gambar itu sangat penting dalam mengembangkan kata-kata atau cerita, atau
dalam menyajikan gagasan baru. Misalnya dalam mata pelajaran biologi. Para
siswa mengamati gambar-gambar candi gaya Jawa Tengah dan Jawa Timur
menjelaskan bahwa mengapa bentuk tidak sama, apa ciri-ciri membedakan satu
sama lain. Guru bisa saja tidak bisa mudah dipahami oleh para siswa yang
bertempat tinggal di lingkungan hutan tropis asing. Demikian pula istilah
supermarket terdengar asing bagi siswa-siswa yang hidup di daerah pedesaan atau
di daerah perkampungan.
· Mendorong pernyataan yang kreatif, melalui gambar-gambar para siswa
akan didorong untuk mengembangkan keterampilan berbahasa lisan dan tulisan,
seni grafis dan bentuk-bentuk kegiatan lainnya. Keterampilan jenis keterbacaan
visual dalam hal ini sangat diperlukan bagi para siswa dalam membaca gambar-
gambar itu.
26
· Mengevaluasi kemajuan kelas, bisa juga dengan memanfaatkan gambar
baik secara umum maupun secara khusus. Jadi guru bisa mempergunakan gambar
datar, slides atau transparan untuk melakukan evaluasi belajar bagi para siswa.
Pemakaian instrumen tes secara bervariasi akan sangat baik dilakukan guru, dalam
upaya memperoleh hasil tes yang komprehensip serta menyeluruh.
2. Memilih Gambar yang Baik Dalam Pengajaran
Dalam pemilihan gambar yang baik untuk kegiatan pengajaran terdapat beberapa
kriteria yang perlu diperhatikan antara lain:
· Keaslian gambar. Gambar menunjukkan situasi yang sebenarnya, seperti
melihat keadaan atau benda yang sesungguhnya. Kekeliruan dalam hal ini akan
memberikan pengaruh yang tak diharapkan gambar yang palsu dikatakan asli.
· Kesederhanaan. Gambar itu sederhana dalam warna, menimbulkan kesan
tertentu, mempunyai nilai estetis secara murni dan mengandung nilai praktis.
Jangan sampai peserta didik menjadi bingung dan tidak tertarik pada gambar.
· Bentuk item. Hendaknya sipengamat dapat memperoleh tanggapan yang
tetap tentang obyek-obyek dalam gambar.
· Perbuatan. Gambar hendaknya hal sedang melakukan perbuatan. Siswa
akan lebih tertarik dan akan lebih memahami gambar-gambar yang sedang
bergerak.
27
· Fotografi. Siswa dapat lebih tertarik kepada gambar yang nilai fotografinya
rendah, yang dikerjakan secara tidak profesional seperti terlalu terang atau gelap.
Gambar yang bagus belum tentu menarik dan efektif bagi pengajaran.
· Artistik. Segi artistik pada umumnya dapat mempengaruhi nilai gambar.
Penggunaan gambar tentu saja disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
Kriteria-kriteria memilih gambar seperti yang telah dikemukakan di atas juga
berfungsi untuk menilai apakah suatu gambar efektif atau tidak untuk digunakan
dalam pengajaran. Gambar yang tidak memenuhi kriteria tidak dapat digunakan
sebagai media dalam mengajar.10
3. Menggunakan Gambar Dalam Kelas
Penggunaan gambar secara efektif disesuaikan dengan tingkatan anak, baik dalam
hal besarnya gambar, detai, warna dan latar belakang untuk penafsiran. Dijadikan
alat untuk pengalaman kreatif, memperkaya fakta, dan memperbaiki kekurang
jelasan. Akan tetapi gambar juga menjadi tidak efektif, apabila terlalu sering
digunakan dalam waktu yang tidak lama. Gambar sebaiknya disusun menurut
urutan tertentu dan dihubungkan dengan masalah yang luas.
Gambar dapat digunakan untuk suatu tujuan tertentu seperti pengajaran yang
dapat memberikan pengalaman dasar. Mempelajari gambar sendiri dalam kegiatan
pengajaran dapat dilakukan cara, menulis pertanyaan tentang gambar, menulis
cerita, mencari gambar-gambar yang sama, dan menggunakan gambar untuk
mendemonstrasikan suatu obyek.
10 Darsono, M., et.al., Belajar dan Pembelajaran, Semarang: IKIP Semarang Press: 2000
28
Pengajaran dalam kelas dengan gambar sedapat mungkin penyajiannya efektif.
Gambar-gambar yang digunakan merupakan gambar yang terpilih, besar, dapat
dilihat oleh semua peserta didik, bisa ditempel, digantung atau diproyeksikan.
Display gambar-gambar dapat ditempel pada papan buletin, menjadikan ruangan
menarik, memotivasi siswa, meningkatkan minat, perhatian, dan menambah
pengetahuan siswa.
4. Mengajar Siswa Membaca Ganbar
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mengajar siswa membaca
gambar:
· Warna. Siswa sangat tertarik pada gambar-gambar berwarna. Umumnya
pada mulanya mereka mengamati warna sebelum mereka mengetahui nama
warna, barulah ia tafsirkan. Pada umumnya mereka memilikji kriteria tersendiri
tentang kombinasi warna-warna. Melatih menanggapi, membedakan, dan
menafsirkan warna perlu dilakukan guru terhadap para siswa.
· Ukuran. Dapat dibandingkan mana yang lebih besar antara seekor ayam
dengan seekor sapi, mana yang lebih tinggi antara seorang manusia dengan gereja,
dan sebagainya.
· Jarak. Maksudnya agar anak dapat mengira-ngira jarak antara suatu obyek
dengan obyek lainnya dalam suatu gambar, misalnya jarak antara puncak gunung
latar belakangnya.
29
· Sesuatu gambar dapat menunjukkan suatu gerakan. Mobil yang sedang
diparkir yang nampak dalam sebuah gambar, dalam gambar terdapat sebuah
simbol-simbol gerakan. Temperatur. Bermaksud anak memperoleh kesan apakah
di dalam gambar temperaturnya dingin atau panas. Bandingkan gambar yang
menunjukkan musim salju dan gambar orang-orang yang berada dalam keadaan
membuka pakaian. Maka dapat dibedakan temperatur rendah dan keadaan panas.
Itulah tadi beberapa hal yang harus diperhatikan dan digunakan dalam
menggunakan media gambar terutama dalam proses belajar mengajar dan jangan
lupa kembali akan tujuan dari media yaitu sebagai sarana atau alat untuk
memudahkan siswa mengerti dan memahami materi dalam proses belajar
mengajar. Untuk menggunakannnya kita pertama harus mengambil contoh dulu
materi dan kelas apa yang kita akan terapkan media gambar ini. Untuk itu kita
perlu sebuah RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran) dimana RPP ini yang
nantinya akan menuntun kita menggunkan media yang sudah di persiapkan dan
juga perlu diingat bahwa sebelum menerapkan media tersebut kita harus
mempersiapkannya dengan cara melihat kesiapan siswa akan penerimaan media
yang bersangkutan ataupun melihat kemampuan siswa dalam membaca media
yang digunakan. Jadi untuk menerapkannya kita harus memililih media yang
sesuai dengan psikologi siswa dan karakteristik siswa yang bersangkutan. Jangan
sampai media pembelajaran ini terutama media gambar bukannya menjadi
medium atau perantara yang baik malah menjadi suatu penghambat dalam
kegiatan belajar mengajar siwa dalam menerima materi pelajaran sehingga
penyerapan materi pelajaran pada siswa menjadi kurang maksimal.
30
E. Kerangka Berpikir
Setiap orang yang berbuat dan bertindak dengan sadar, seperti seorang
pendidik, tentu menggunakan metode atau cara tertentu untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Oleh karena itu, berhasil atau tidak suatu perbuatan banyak
bergantung kepada metode yang digunakan. Untuk dapat menggunakan metode
yang baik, seorang pendidik harus mempunyai pengetahuan tentang kebaikan dan
keburukan metode tersebut.
Selain harus menguasai materi, seorang pendidik juga harus dapat
menempatkan metode sesuai dengan materi pelajaran agar maksud dan tujuan
tercapai, Untuk itu seorang pendidik dituntut untuk dapat menggunakan metode
yang tepat agar dapat memberikan pemahaman serta pengalaman bagi anak didik.
Melalui materi ini diharapkan dapat memberi pengetahuan tentang hukum Islam.
Begitu pula dalam pembelajaran , dengan menggunakan metode Card Sort
diharapkan proses belajar-mengajar berjalan dengan efektif .
B. Hipotesis Penelitian
Dari rumusan masalah diatas maka hipotesis penelitian berbunyi “ Bahwa
terdapat peningkatan hasil belajaar siswa melalui penerapan pada pembelajaran
membaca menggunakan media gambar siswa kelas B TK Negeri Pembina Kec.
Pesantren Kota Kediri Tahun ajaran 2013/2014”.
BAB III
METODE DAN RENCANA PENELITIAN
31
Metode adalah cara atau prosedur yang digunakan untuk menganalisa suatu
masalah dalam penelitian11. Kualitas penelitian tergantung pada metode yang
digunakan oleh peneliti.
A. Metode Penelitian
Banyak sekali macam-macam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa pada
khususnya, dan masyarakat pada umumnya. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan penelitian kwantitatif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sebab dalam melakukan
tindakan kepada subjek penelitian, yang sangat diutamakan adalah mengungkap
makna; yakni makna dan proses pembelajaran sebagai upaya meningkatkan
aktifitas belajar dan hasil belajar melalui tindakan yang dilakukan.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian tindakan, yang
terfokus dalam kegiatan di kelas sehingga penelitiannya berupa penelitian
tindakan kelas. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan
kemampuan siswa dalam pembelajaran di kelas, terutama deskripsi
peningkatan siswa dalam memahami unsur-unsur intrinsik materi membaca
membaca menggunakan media gambar . Guru akan dapat meningkatkan
hasil pembelajaran siswanya jika guru tersebut mau melihat kembali
pembelajaran yang diberikan kepada siswanya. Mampu tidaknya siswa dalam
pembelajaran, hal itu sangat tergantung pada tindakan guru. Tindakan guru
seperti itu bila dicatat kemudian direfleksikan kembali permasalahannya, guru
11 Sukmadinata. . Jenis-Jenis Penelitian. Surabaya: PT. Bina Ilmu 2006 ,23
31
32
tersebut dapat dikatakan pula sebagai peneliti tindakan kelas. Sebab, peneliti
tindakan kelas menurut Carr dan Kemmis adalah suatu bentuk penelitian
refleksi diri (self-reflektive) secara kolektif yang melibatkan partisipan
(guru, siswa, dan kepala sekolah) dalam situasi sosial (termasuk
pendidikan) dengan tujuan untuk mengembangkan rasionalisasi dari praktik
pendidikan yang sedang dialami guru
Selain pendapat di atas, Elliot mengatakan bahwa penelitian tindakan
merupakan suatu kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk
meningkatkan kualitas praktik. Ini dimaksudkan untuk memberi penilaian
terhadap praktik yang dilakukan dalam situasi konkret. Adapun Mc Niff
mengatakan bahwa penelitian tindakan merupakan suatu pendekatan untuk
meningkatkan pendidikan melalui perubahan dengan mendorong guru untuk
menyadari praktik mengajar mereka, kritis terhadap praktik mengajar yang
dilakukan, dan siap terhadap perubahan.
Prosedur penelitian tindakan terdiri atas beberapa tahap. Menurut
pendapat Kurt Lewin, setiap siklus penelitian tindakan selalu ada aktifitas
dasar, diantaranya adalah identifikasi ide awal, analisis, menemukan masalah
umum, perencanaan umum tindakan, mengembangkan langkah tindakan
pertama, melaksanakan langkah tindakan pertama, mengevaluasi, dan
merevisi perencanaan umum. Berdasarkan siklus dasar ini, peneliti
mengadakan perbaikan-perbaikan yang akan dilaksanakan pada siklus
berikutnya. Tindakan seperti ini dilakukan terus menerus sampai ada
perbaikan.12 Berdasarkan pendapat Lewin, penelitian ini dirancang dengan
12 ibid
33
langkah- langkah yang meliputi studi pendahuluan, persiapan tindakan,
pelaksanaan tindakan, dan refleksi. Sebagaimana gambar siklus berikut ini:
Perencanaan
Refleksi SIKLUS I Pelaksanaan
Pengamatan
Perencanaan
Refleksi SIKLUS II Pelaksanaan
Pengamatan
?
Siklus Pelaksanaan PTK
Langkah-langkah tersebut dapat diuraikan sebagai berikut. Langkah
awal kegiatan penelitian ini dimulai dari identifikasi permasalahan yang ada
dalam pembelajaran, baik permasalahan yang ada dalam siswa, guru, maupun
dalam proses perencanaan. Setelah itu, diadakan analisis hasil permasalahan
dan diperoleh temuan bahwa strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru
secara maksimal. Berdasarkan temuan itu, peneliti sekaligus menjadi guru
menyusun rencana tindakan untuk diterapkan dalam pembelajaran analisis.
Perencanaaan tindakan kelas disusun guru berupa tujuan pembelajaran, satuan
pelajaran, rencana pembelajaran, penilaian, dan bahan atau materi yang
digunakan dalam pembelajaran. Rencana tindakan itu dilaksanakan dalam
34
siklus-siklus pembelajaran. Setelah selesai tindakan setiap siklusnya, peneliti
mengadakan refleksi untuk menentukan dasar tindakan perbaikan pada
pelaksaan siklus berikutnya hingga tujuan penelitian tercapai.
B. Setting Penelitian dan Karakteristik Subyek penelitian
1. Setting Penelitian
a. Tempat Penelitian
Dalam penelitian ini penulis mengambil lokasi di TK. Negeri Pembina
Kec. Pesantren berjumlah 31 siswa, Penulis mengambil lokasi atau tempat ini
dengan pertimbangan dekat sekolah tersebut, sehingga memudahkan dalam
mencari data, peluang waktu yang luas dan subjek penelitian yang sangat
sesuai dengan profesi penulis.
b. Waktu Penelitian
Dengan beberapa pertimbangan dan alasan penulis menentukan untuk
menggunakan waktu penelitian selama 2 bulan. Waktu dari perencanaan
sampai penulisan laporan hasil penelitian tersebut pada semester II tahun
pelajaran 2013/ 2014.
c. Lama Tindakan
Waktu untuk melaksanakan tindakan pada bulan Januari – Pebruari 2013,
mulai dari siklus I dan siklus II.
d. Subjek Penelitian
35
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelompok B TK. Negeri
Pembina Kec. Pesantren Kota Kediri, dengan jumlah siswa 30 orang. Yang
terdiri dari 16 orang siswa laki-laki dan 14 orang siswa perempuan.
Pertimbangan penulis mengambil subjek penelitian tersebut dimana siswa
kelompok B telah mampu dan memiliki kemandirian dalam mengerjakan
tugas, karena siswa kelompok B sebagian telah mampu membaca dan menulis.
2. Karakteristik subyek penelitian
Sebagai subyek dalam penelitian ini adalah kelompok B tahun ajaran
2013/ 2014 dengan jumlah siswa berjumlah 30 siswa, dengan data siswa laki–laki
berjumlah 16 anak dan siswa perempuan berjumlah 14 anak. Dipilih kelompok B
ini dengan alasan sebagai berikut :
a) Berdasarkan pengamatan pada kelompok B menemui kesulitan belajar dan
kurang bersemanagat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran .
b) Siswa kesulitan untuk memahami materi membaca menggunakan media
gambar yang benar dan runtut.
c) Kemampuan siswa melihat rata–rata siswa sebelumnya diteliti dapat
digambarkan bahwa kemampuan siswa tergolong sedang.
d) Keaktifan Siswa dalam setiap pembelajaran di kelompok B, siswa belum
berani mengajukan pertanyaan, hanya ada 1 atau 2 anak yang berani bertanya
mengenai materi yang belum dimengerti. Apabila ada pertanyaan guru,
mereka tidak merespon dengan baik. Sikap ketidakaktifan inilah yang
36
menjadi penyebab ketidak mampuan siswa menyerap materi pembelajaran
dengan baik.
C. Variabel yang diselidiki
Variabel-variabel penelitian yang dijadikan pokok masalah untuk
menjawab permasalahan yang dihadapi yaitu :
1. Variabel input : Siswa kelompok B TK. Negeri Pembina
Kec. Pesantren Kota Kediri
2. Variabel proses : Metode membaca menggunakan media gambar
3. Variabel output :Siswa dapat membaca
mennggunakan media gambar dengan benar.
D. Rencana Tindakan
1. Perencanaan Tindakan
Merupakan tindakan pembelajaran kelas yang tersusun, dan dari segi
definisi harus prospektif atau memandang ke depan pada tindakan dengan
memperhitungkan peristiwa-peristiwa tak terduga sehingga mengandung
sedikit resiko. Maka rencana mesti cukup fleksibel agar dapat diadaptasikan
dengan pengaruh yang tak dapat terduga dan kendala yang sebelumnya tidak
terlihat. Hal-hal yang perlu diperhatikan seperti penerapan entry behavior,
pelancaran tes diagnostic untuk menspesifikasikan masalah, pembuatan
skenario pembelajaran, penyiapan atau pengadaan alat-alat dan sebagainya.
2. Implementasi Tindakan
37
Tindakan hendaknya dituntun oleh rencana yang telah dibuat, tetapi
perlu diingat bahwa tindakan itu tidak secara mutlak dikendalikan oleh
rencana, mengingat dinamikan proses pembelajaran di kelas guru, yang
menuntut penyesuaian. Oleh karena itu, guru perlu bersikap fleksibel dan siap
mengubah rencana tindakan sesuai dengan keadaan yang ada. Semua
perubahan/penyesuaian yang terjadi perlu dicatat karena kelak harus
dilaporkan.
Pelaksanaan rencana tindakan memiliki karakter perjuangan materiil,
sosial, dan politis ke arah perbaikan. Mungkin negosiasi dan kompromi
diperlukan, tetapi kompromi harus juga dilihat dalam konteks strateginya. Nilai
tambah taraf sedang mungkin cukup untuk sementara waktu, dan nilai
tambah ini kemudian mendasari tindakan berikutnya.
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilaksanakan dalam dua siklus
dengan langkah-langkah sebagai berikut.
a. Siklus I
1) Perencanaan
(a) Merencanakan pembelajaran yang akan ditetapkan dalam proses belajar
mengajar.
(b) Menetapkan standar kompetensi dan kompetensi dasar
(c) Memilih bahan pelajaran yang sesuai.
(d) Menentukan skenario pembelajaran dengan pendekatan konstektual dan
pembelajaran dengan menggunakan metode demontrasi.
(e) Mempersiapkan sumber, bahan dan alat bantu yang dibutuhkan
38
(f) Menyusun lembar kerja siswa
(g) Mengembangkan format evaluasi
(h) Mengembangkan format observasi pembelajaran
2) Pelaksanaan
(a) Menerapkan tindakan yang mengacu pada skenario pembelajaran
(b) Siswa membaca materi yang terdapat dalam buku sumber
(c) Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi yang terdapat pada
buku sumber
(d) Siswa mendengarkan penjelasan guru tentang materi yang telah dipelajari
(e) Siswa mengerjakan lembar kerja siswa
3) Observasi dan Evaluasi
Menilai hasil tindakan dengan menggunakan formatlembar kerja siswa.
4) Refleksi
(a) Melakukan evaluasi tindakan yang telah dilakukan meliputi evaluasi mutu,
jumlah dan waktu dari setiap macam tindakan.
(b) Melakukan pertemuan untuk membahas hasil evaluasi tentang skenario
pembelajaran dan lembar kerja siswa
(c) Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai hasil evaluasi, untuk digunakan
pada siklus berikutnya.
b. Siklus II
5) Perencanaan
(a) Mengidentifikasi masalah yang muncul pada siklus I yang belum teratasi
dan penetapan alternative pemecahan masalah
39
(b) Menentukan indikator pencapaian hasil belajar
(c) Pengembangan program tindakan II
6) Pelaksanaan
(a)Pelaksanaan program tindakan II yang mengacu pada identifikasi masalah
yang muncul pada siklus I sesuai dengan alternative pemecahan masalah
yang sudah ditemukan.
(b)Guru melakukan appersepsi
(c)Siswa diperkenalkan dengan materi yang akan dibahas dan tujuan yang
ingin dicapai dalam pembelajaran
(d)Siswa bertanya jawab
(e)Siswa menyelesaikan tugas pada lembar kerja siswa
7) Observasi dan Evaluasi
Menilai hasil tindakan sesuai dengan format yang sudah dikembangkan.
8) Refleksi
(a)Melakukan evaluasi terhadap tindakan pada silkus II berdasarkan data yang
terkumpul
(b)Membahas hasil evaluasi tentang skenario pembelajaran pada siklus II
(c)Memperbaiki pelaksanaan tindakan sesuai dengan hasil evaluasi
5. Evaluasi tindakan II
Indikator keberhasilan yang dicapai pada siklus ini diharapkan mengalami
kemajuan
3. Observasi dan Interpretasi
40
Observasi tindakan dikelas guru berfungsi untuk mendokumentasikan
pengaruh tindakan bersama prosesnya. Observasi itu berorientasi ke depan,
tetapi memberikan dasar bagi refleksi sekarang, lebih-lebih lagi ketika
putaran atau siklus terkait masih berlangsung. Perlu dijaga agar observasi: (1)
direncanakan agar (a) ada dokumen sebagai dasar refleksi berikutnya dan (b)
fleksibel dan terbuka untuk mencatat hal- hal yang tak terduga; (2) dilakukan
secara cermat karena tindakan guru di kelas selalu akan dibatasi oleh
kendala realitas kelas yang dinamis, diwarnai dengan hal-hal tak
terduga; (3) bersifat responsif, terbuka pikirannya.
4. Analisis dan Refleksi
Refleksi adalah mengingat dan merenungkan kembali suatu tindakan
persis seperti yang telah dicatat dalam observasi. Lewat refleksi guru
berusaha (1) memahami proses, masalah, persoalan, dan kendala yang nyata
dalam tindakan strategik, dengan mempertimbangkan ragam perspektif yang
mungkin ada dalam situasi pembelajaran kelas, dan (2) memahami
persoalan pembelajaran dan keadaan kelas di mana pembelajan
dilaksanakan. Dalam melakukan refleksi, guru sebaiknya juga berdiskusi
dengan sejawat guru, untuk menghasilkan rekonstruksi maknasituas
pembelajaran kelas dan memberikan dasar perbaikan rencana siklus
berikutnya.
E. Data dan Cara Pengumpulan Data
41
1. Teknik pengumpulan data.
Untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam penelitian ini
digunakan tiga teknik pengumpulan data yaitu observasi, tes dan wawancara.
a. Observasi dilakukan untuk mengamati siswa pada saat berlangsung yaitu
diawal sampai akhir. Dalam hal ini peneliti menggunakan Metode Card Sort
dalam pembelajaran Matematika dengan pokok penjumlahan dan
pengurangan menggunakan uang dengan melakukan observasi kelas untuk
mengamati aktifitas belajar yang dilakukan peneliti dalam hal ini mengamati
sejauhmana penerapan pembelajaran siswa pada pembelajaran Matematika
dengan pokok bahasan Penjumlahan dan Pengurangan Uang .
b. Tes, dipergunakan untuk mengumpulkan data tentang hasil belajar siswa
dalam materi penjumlahan dan pengurangan uang menggunakan metode
demontrasi.
2. Teknik analisis data
Teknik analisis data dilakukan dalam menerjemahkan jenis data dari hasil
observasi dan tes menjadi data kualitatif menjadi data diskriptif kualitatif. Data
tersebut adalah :
a. Data dari hasil pengamatan tentang aktifitas guru dalam mengajar dan
aktifitas siswa dalam belajar.
b. Data hasil belajar siswa untuk mengetahui kemampuan siswa.
Analisis data hasil tes belajar secara diskriptif bertujuan untuk
mendiskiptifkan ketuntasan hasil belajar siswa. Data ini diperoleh penilaian
afektif Untuk menganalisis data dari hasil belajar di gunakan ketuntasan belajar
42
berdasarkan petunjuk pelaksanaan kurikulum KTSP. Untuk menentukan
ketuntasan hasil belajar digunakan rumus :
Keterangan :
P = % ketuntasan hasil belajar siswa secara klasikal
f = Jumlah siswa yang didapatkan
N = Jumlah siswa
F. Indikator Kinerja
Dalam penelitian tindakan kelas ini yang akan dilihat indikator kinerja
siswa dalam aktifitas dan hasil belajar yaitu berupa :
a. Tes : rata-rata nilai siswa
b. Observasi : keterampilan siswa dalam proses pembelajaran membaca
membaca menggunakan media gambar .
G. Jadwal pelaksanaan Penelitian
43
Berikut ini adalah jadwal rencana kegiatan penelitian tindakan kelas
yang akan dilaksanakan di kelompok B TK. Negeri Pembina Kec. Pesantren
Kota Kediri
Tabel 1
Jadwal Penelitian 2013/2014
Jadwal kegiatanNop Des Jan Peb
No 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1Persiapan awal sampai
penyusunan proposal
2Persiapan instrument dan
alat
3 Pegumpulan data
4 Analisis data
5 Penyusunan Laporan
DAFTAR PUSTAKA
Akhmadi, Abu, Metodologi Mengajar, Malang: IKIP Malang, 1986.
44
Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, Tinjauan Teoretis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 1994.
Arikunto, Suharsimi, Dasar-dasar Evaluasi, Jakarta : Bina Aksara, 1989.
Darsono, M., et.al., Belajar dan Pembelajaran, Semarang: IKIP Semarang Press: 2000.
Dimyati, Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta : Rineka Cipta, 2002.
___________, Proses Belajar Mengajar, Jakarta: Gramedia, 1999.
Djamarah, Syaiful Bahri, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta, 2002.
Fontana, Tenaga Kependidikan Profesional, Jakarta: Depdikbud, 1981.
Hadi, Sutrisno, Statistik 2, Yogyakarta : Andi Offset, 2000.
Hadoyo, Herman, Mengajar Belajar Matematika, Jakarta: Depdikbud, 1990.
Hasan, Iqbal, Pokok-Pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya,Bandung: Ghalia Indonesia, 2002.
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan : Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2008.
Suhartono, Suparlan, Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Suyitno, Amin, Petunjuk Praktis Penelitian Tindakan Kelas untuk Penyusunan Skripsi, Semarang: UNNES, 2005.
Wahyuni, Dwi, Studi Tentang Pembelajaran Kooperatif Terhadap Hasil Belajar Mengajar, Program Sarjana Universitas Negeri Malang, 2001.