Proposal KTI Rio Fix Revisi
description
Transcript of Proposal KTI Rio Fix Revisi
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
EFEKTIVITAS PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS)
TERHADAP TINGKAT KENAKALAN REMAJA
Disusun oleh :
YUCAESARIO MOHAMMAD RAMADHAN
20090310118
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2012
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL KTI
EFEKTIVITAS PELATIHAN KECAKAPAN HIDUP (LIFE SKILLS)
TERHADAP KENAKALAN REMAJA
Disusun oleh:
YUCAESARIO MOHAMAD RAMADHAN
20090310118
Telah disetujui pada tanggal:
27 April 2012
Dosen pembimbing
dr.Warih Andan Puspitosari, M.Sc, SpKJ
NIK: 173042
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan yang
Maha Esa, yang telah memberikan hidayah dan kekuatan, sehingga
pembuatan proposal karya tulis ilmiah (KTI) dapat terselesaikan
sebagaimana yang diharapkan. Shalawat serta salam selalu dihaturkan
kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga serta para sahabat, tabiin,
tabi’ut tabiin dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Proposal KTI yang berjudul “Efektivitas Pelatihan Kecakapan
Hidup (Life Skills) terhadap Kenakalan Remaja” disusun untuk memenuhi
sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada
Fakultas Ilmu Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta.
Pada kesempatan ini, ijinkanlah penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah berperan serta dalam membantu
penyelesaian proposal KTI ini. Ucapan terima kasih diberikan kepada:
1. dr. Ardi Pramono, Sp.An, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
2. dr. Alfaina Wahyuni, Sp.OG, M.Kes selaku Ketua Prodi Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
iii
3. dr.Warih Andan Puspitosari, M.Sc, SpKJ selaku dosen pembimbing dalam
penelitian ini.
4. Semua pihak-pihak yang tidak mungkin tersebutkan namanya satu persatu,
terima kasih atas kerjasamanya sehingga penelitian ini dapat berjalan.
Penulis sadar bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari
sempurna, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga
proposal mengenai Efektifitas Pelatihan Kecakapan Hidup (Life Skills)
Terhadap Kenakalan Remaja bermanfaat. Amin.
Yogyakarta, 27 April 2012
Penulis
iv
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN PROPOSAL KTI....................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iii
DAFTAR ISI............................................................................................................v
BAB I.......................................................................................................................2
A. Latar Belakang..........................................................................................2
B. Rumusan Masalah.....................................................................................6
C. Tujuan Penelitian.......................................................................................6
D. Manfaat Penelitian.....................................................................................7
E. Keaslian Penelitian....................................................................................8
BAB II....................................................................................................................10
A. Tinjauan Pustaka.....................................................................................10
1. Remaja.................................................................................................10
2. Kenakalan Remaja...............................................................................17
3. Pelatihan Kecakapan Hidup (Life Skills).............................................25
B. Kerangka Konsep Penelitian...................................................................28v
C. Hipotesis..................................................................................................29
BAB III..................................................................................................................30
A. Desain Penelitian.....................................................................................30
B. Populasi Dan Sampel Penelitian..............................................................31
a. Subyek Penelitian.......................................................................................31
b. Kriteria inklusi dan eksklusi......................................................................31
c. Perkiraan Besar Sampel...........................................................................32
C. Lokasi Dan Waktu Penelitian..................................................................33
D. Variabel Penelitian..................................................................................34
a. Variabel Tergantung................................................................................34
b. Variabel Bebas.....................................................................................34
E. Definisi Operasional................................................................................34
F. Instrumen Penelitian...................................................................................35
G. Cara Pengumpulan Data..........................................................................37
H. Uji Validitas Dan Reliabilitas..................................................................37
1. Validitas...............................................................................................37vi
2. Reliabilitas...........................................................................................39
I. Analisis Data...............................................................................................39
J. Etik Penelitian.............................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................41
LAMPIRAN...........................................................................................................42
PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN.........................................................42
KUISIONER KENAKALAN REMAJA............................................................43
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kerangka Konsep.................................................................................28
Gambar 2. Desain Penelitian..................................................................................30
viii
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor Favorable dan Unfavorable Menurut Alternatif Jawaban..............35
Tabel 2. Sebaran Item Kuesioner Kenakalan Remaja............................................36
x
BAB I
A. Latar Belakang
Remaja merupakan kalangan yang paling rentan terhadap dampak
globalisasi. Keinginan untuk mencari identitas diri, rasa ingin tahu yang
tinggi menyebabkan remaja berusaha mencoba sesuatu yang baru baginya.
Menurut Pardede (cit. Narendra et al, 2002) masa remaja atau masa
adolesensi adalah suatu fase perkembangan yang dinamis dalam
kehidupan seorang individu. Masa ini merupakan periode transisi dari
masa anak ke masa dewasa yang ditandai dengan percepatan
perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dan berlangsung pada
dekade kedua masa kehidupan.
Masa remaja adalah masa yang paling penting dalam rentang
kehidupan dimana masa remaja merupakan suatu periode peralihan, masa
perubahan, usia bermasalah, saat dimana individu mencari identitas, usia
yang paling menakutkan, masa yang tidak realistis & merupakan ambang
kedewasaan. (Setyonegoro, dan Basuki dalam Himawan, 2002) Masa ini
remaja masih mencari identitas, mencoba hal-hal baru, menginginkan
kebebasan untuk mengeksplorasi diri dan ingin diakui keberadaannya di
tengah masyarakat. (Soetjiningsih, 2004). Remaja yang keadaan emosinya
labil tentu saja tidak selalu dapat menyelesaikan masalah dengan baik
bahkan banyak sekali perilaku menyimpang yang dilakukan remaja untuk
1
2
menghindari suatu permasalahan. Bila dalam masa transisi yang kritis ini,
remaja tidak mempunyai emosi yang positif, maka rentan terhadap
kejadian kenakalan remaja.
Kenakalan remaja sering disebut juga dengan Juvenile Delinquency
adalah perilaku nakal/jahat (dursila) yang merupakan perilaku yang
menyimpang dari norma-norma yang dilakukan remaja. Mereka bisa
disebut juga sebagai anak cacat secara sosial (Kartono, 2005).
Berbagai bentuk kenakalan remaja seperti perkelahian
perseorangan atau kelompok yang lebih sering disebut tawuran, pencurian,
penyalahgunaan obat-obatan, seks bebas hingga aborsi, semakin
meningkat di berbagai wilayah Indonesia khususnya di kota-kota besar
seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, tak terkecuali Yogyakarta.
Berdasarkan data dari Bimmas Polri Metro Jaya, 1994 tercatat 183 kasus
perkelahian pelajar, menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 meningkat 194
kasus dan tahun 1998 menjadi 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar
serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37
korban tewas. Kejadiannya dari tahun ke tahun semakin meningkat. Hal
ini banyak menimbulkan kerugian materiil dan kesengsaraan batin baik
pada subyek pelaku sendiri maupun pada para korbannya (Kartono, 2005).
Untuk menilai atau mendiagnosa kenakalan anak atau remaja hendaknya
diperhatikan faktor kesengajaan dan kesadaran dari anak itu. Selama anak
atau remaja itu tidak tahu, tidak sadar dan tidak sengaja melanggar hukum
3
dan tidak tahu pula akan konsekuensinya, maka ia tidak dapat digolongkan
sebagai nakal. (Sarwono, 2011)
Munculnya berbagai bentuk perilaku delinkuen tersebut, menurut
Goleman (2000) merupakan barometer adanya suatu ketidakmampuan
remaja mengatasi masalah yang mereka hadapi. Fenomena tersebut
menunjukan bahwa individu gagal dalam memahami, mengelola dan
mengendalikan emosinya, ketika menghadapi suatu permasalahan. Remaja
awal dalam mengatasi masalah, membutuhkan adanya suatu pengetahuan
yang dapat membantu mereka dalam mengatasi masala-masalah atau
konflik-konfilk yang dihadapi.
Adapun dampak yang disebabkan oleh perilaku delinkuensi yang
dapat diidentifikasi, diantaranya adalah mengurangi motivasi dalam proses
pembelajaran baik di sekolah, di luar sekolah/rumah, kompetensi dan
potensi siswa tidak optimal sehingga prestasi dan mutu pendidikan
menurun, menambah bana guru sehingga mengurangi semangat guru
mengembangkan potensi dan kompetensi siswa, merusak suasana
pendidikan/lingkungan sehingga pemberdayaan masyarakat terhadap
peningkatan mutu tidak optimal, dapat menghambat upaya mewujudkan
kaidah-kaidah kesopanan, kaidah kesusilaan, kaidah agama dan
kepercayaan serta kaidah hukum dan lingkungan sekolah maupun
lingkungan masyarakat. (www.madiunkab.go.id , 2008)
4
Berbagai faktor berkaitan dengan perilaku menyimpang remaja
(Kartono, 2005; Hawari, 1999). Faktor eksternal kehidupan remaja tidak
lepas dari lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sedangkan
faktor internal disebabkan karena remaja tidak dapat melakukan adaptasi
dengan lingkungan sekitar, dengan melakukan mekanisme pembelaan diri
dan pelarian diri yang salah yang diwujudkan dengan perilaku yang
maladaptif, agresi dan pelanggaran norma atau hukum yang berlaku.
Untuk mengatasi hal tersebut, pernting bagi remaja untuk memiliki
kecakapan hidup (Life Skills education) yang dapat diperoleh dengan
program pendidikan kecakapan hidup (Life Skills education).
Pendidikan kecakapan hidup (Life Skills education) merupakan
suatu pendidikan bagi anak usia sekolah untuk meningkatkan kompetensi
psikososialnya. Kecakapan hidup tersebut termasuk kemampuan
menyelesaikan masalah, berpikir kritis, berkomunikasi dan membentuk
hubungan interpersonal, empati, dan metode untuk menghadapi emosi.
Diharapkan dengan program tersebut, remaja dapat memiliki kepribadian
tangguh serta mampu menghadapi berbagai pengaruh negative di
lingkungannya. Remaja akan memiliki citra diri positif sehingga dapat
menjalani setiap perannya dan tidak terjadi kesalahan mengambil dan
melaksanakan peran yang dapat menyebabkan dampak yang buruk bagi
diri sendiri, orang lain, maupun lingkungan misalnya kenakalan remaja.
5
Botvin et al. (1980, 1994, 1995) menunjukkan adanya keefektifan
program Life Skills Training untuk menurunkan angka kekerasan pada
remaja. Remaja akan tumbuh menjadi remaja berkualitas yang bisa
beradaptasi dengan diri dan lingkungannya sehingga mampu
mengeksplorasi alternatif, menimbang pro dan kontra juga membuat
keputusan rasional dalam memecahkan setiap masalah atau isu yang
muncul. Berdasarkan latar belakang di atas, perlu untuk diteliti tentang
efektivitas pelatihan kecakapan hidup (Life Skills) terhadap kenakalan
remaja.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana efektivitas pelatihan kecakapan hidup
(Life Skills) terhadap kenakalan remaja?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Tujuan Umum
Menganalisis effektivitas pelatihan kecakapan hidup (Life
Skills) terhadap kenakalan remaja.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui tingkat kenakalan remaja sebelum intervensi
6
b. Mengetahui tingkat kenakalan remaja setelah intervensi
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat memberikan
sumbangan pengetahuan dibidang Pendidikan Kedokteran
khususnya Psikologi tentang effektivitas pelatihan kecakapan
hidup (Life Skills) terhadap tingkat kenakalan remaja.
b. Diharapkan dari penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk
penelitian selanjutnya dibidang Kedokteran.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Siswa
Diharapkan dengan hasil penelitian ini dapat memberikan
masukan bagi siswa untuk dapat meningkatkan kecakapan hidup
sehingga dapat mengurangi tingkat kenakalan remaja.
b. Bagi Peneliti
Diharapkan dengan hasil penelitian ini, peneliti
mendapatkan tambahan pengetahuan, dan pengalaman tentang
effektivitas pelatihan kecakapan hidup (Life Skills) terhadap tingkat
kenakalan remaja.
7
c. Bagi Sekolah
Diharapkan dapat menjadikan pelatihan kecakapan hidup
(life skills) sebagai salah satu upaya untuk mengatasi depresi pada
remaja.
d. Bagi Masyarakat
Diharapakan dapat memberikan pengatahuan bagi
masyarakat untuk dapat mengurangi tingakat kenakalan remaja.
E. Keaslian Penelitian
Efektivitas Pelatihan Kecakapan Hidup terhadap Citra Diri
Remaja, Fransiska Kaligis, dkk., (2009) Departemen Psikiatri Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Cipto Mangun kusumo,
Jakarta, 2009. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi efektivitas
pelatihan kecakapan hidup terhadap remaja siswa satu SMP di Jakarta
Pusat sebanyak 40 orang siswa usia 11-15 tahun diambil secara acak untuk
mengikuti penelitian. Desain penelitian adalah One group pre and post
test. Hasil dari penelitian adalah terjadi peningkatan citra diri setelah
pelatihan kecakapan hidup. Perbedaan dengan penelitian penulis ada pada
variabel, tempat dan subjek penelitian.
8
Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dan Kecerdasam Spiritual
dengan Kecenderungan Perilaku Delinkuen pda Remaja Pertengahan oleh
Andes (2004). Hasil menunjukan bahwa ada hubungan negative yang
signifikan antara variabel kecerdasan emosional dengan kecenderungan
perilaku delinkuen sebesar - 0,453 dengan p -0,000. Hasil tersebut
menunjukan bahwa hubungan tersebut signifikan (p <0,01). Penelitian
tersebut menggunakan instrument yang dibuat oleh penelitinya sendiri.
Penyusunan pernyataan-pernyataan pada skala Kecerdasan Emosional ini
disusun sendiri oleh penulis dengan mengacu pada aspek yang
dikemukakan oleh Salovey yang terdiri dari mengenali emosi dir,
mengelola emosi, memotivasi diri, membaca emosi orang lain (empati)
dan membina hubungan, sedang penelitian ini menggunakan instrument
baku kecerdasan emosi yaitu kuisioner Bar-On yang terdiri dari 5
subskala, yaitu (a) intrapersonal, (b) interpersonal, (c) penyesuaian diri, (d)
manajemen stres, (e) general mood. Analisis yang digunakan Andes yaitu
uji Anova sedangkan pada penelitian ini menggunakan uj korelasi person.
BAB II
A. Tinjauan Pustaka
1. Remaja
a. Definisi Remaja
Masa remaja merupakan masa perubahan fisik maupun psikis
sehingga mengakibatkan terbentuknya pengalaman-pengalaman baru yang
sebelumnya belum pernah dialami. Remaja adalah satu tahap
perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa, yang ditandai
dengan perubahan-perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan
sosial (Desmita 2005). Dikatakan remaja jika seorang anak telah mencapai
umur 10-18 tahun untk wanita, sedangkan untuk laki-laki jika seorang
anak tersebut bersia 12-20 tahun (Soetiningsih 2004). Usia 11-24 tahun
dan belum menikah merupakan pedoman pengertian remaja Indonesia
(Kartono 2004).
Soetiningsih (2004) membagi remaja menjadi 3 tahapan
diantaranya:
a. Remaja awal mulai dari usia 11-13 tahun.
b. Remaja pertengahan dari usia 14-16 tahun.
c. Remaja lanjut dari usia 17-20 tahun.
9
10
Pembagian tahapan di atas dijelaskan oleh Kartono (2004) seperti:
a. Remaja awal (early Adolescent)
Tahapan ini remaja masih penasaran dan terheran-heran
dengan perubahan yang terjadi pada tubuhnya, pada tahapan ini
tingkat ketertarikan dengan lawan jenis lebih cepat, remaja lebih
mengembangkan pikiran-pikiran baru, dan memiliki kepekaan yang
berlebihan sehingga kendali terhadap “ego” membuat mereka sulit
mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.
b. Remaja madya (middle adolescent)
Tahapan ini remaja lebih membutuhkan banyak
teman,cenderung memilik sifat nardalamis atau mencintai diri
sendiri, menyukai teman-teman yang emilik sifat sama dengan
dirinya dan remaja laki-laki cenderung membebaskan perasaan cinta
ibunya guna mempererat hubungannya dengan kawan lawan jenis.
c. Remaja akhir (late adolescent)
Masa ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa.
Pada masa ini remaja sudah mantap dan stabil. Remaja sudah
mengenal dirinya dan ingin hidup dengan pola hidup yang digariskan
sendiri dengan keberanian. Remaja mulai memahami arah hidupnya
11
dan menyadari tujuan hidupnya. Remaja sudah mempunyai pendirian
tertentu berdasarkan satu pola yang jelas yang baru ditemukannya.
b. Karakteristik Remaja
Remaja dianggap sebagai masa “Storm and Stress”, frustasi dan
penderitaan. Konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang
cinta dan perasaan tersisih dari kehidupan sosial budaya orang dewasa
(Pikunas cit. Yusuf, 2002). Menurut Zulkifli (2002), remaja mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
a. Perkembangan fisik yang cepat
Pertumbuhan fisik mengalami perubahan yang sangat
cepat, bahkan lebih cepat dibandingkan pada masa kanak-knak dan
dewasa. Untuk mengimbangi hal tersebut, maka seorang remaja
membutuhkan nutrisi yang adekuat dan pola tidur yang lebih banyak.
Perkembangan fisik yang pesat terlihat dari tungkai, tangan, tulang,
kaki, otot tubuh ynag berkembang dengan pesat, terlihat lebih tinggi.
b. Perkembangan seksual yang mencolok
Perkembangan seksual pada anak laki-laki ditandia
dengan mulai diproduksinya sperma pada testis sehingga terjadi
mimpi basah pada pertama kali. Sedangkan hal yang terjadi pada
anak perempuan terjadi perkembangan rahim dan telah dapat dibuahi
12
ditandai dengan terjadinya menstruasi pertama kali. Ciri-ciri lainnya,
pada anak-anak laki-laki adalah tumbuhnya kumis dan bulu disekitar
kemaluannya, tumbuhnya buah jakun yang membuat suara menjadi
agak lebih besar. Anak perempuan mempunyai ciri-ciri yang lain
yaitu terjadi penimbunan lemak dibawah kulit sehingga buah
dadanya mulai menonjol, berjerawat, pinggul yang melebar dan
pahanya membesar.
c. Tertarik pada lawan jenis
Kehidupan sosial remaja, mereka mlai tertarik pada lawan
jenis dan mulai melakukan pendekatan seperti pacaran. Remaja
perempuan lebih tertarik pada pemuda yang usianya lebih matang,
lebih mampu melindungi, member, menolong, pengertian dan lebih
menyayangi perempuan. Sedangkan pada remaja laki-laki lebih
tertarik pada remaja putri yang usianya lebih rendah dari usianya,
karena remaja perempuan lebih dianggap suka dilindungi, ditolong,
ingin dicintai serta ingin menyenangkan hati orang lain.
d. Berfikir bersifat kausalitas
Berfikir kausalitas adalah berfikir yang menyangkut
hubungan sebab akibat. Remaja sudah mulai berfikir kritis, tidak
mau dibodohi, tidak mudah percaya, mudah membantah dan tidak
13
mau mendengar. Remaja akan mempertanyakan kenapa dilarang
melakukan sesuatu yang menurutnya wajar.
e. Emosi yang meluap-luap
Keadaan emosi remaja masih dalam keadaan labil karena
berhubungan dengan proses perkembangan fisik dan mental yang
pesat, sehingga berpengaruh pada keadaan hormonal. Hal ini
menyebabkan emosi remaja yang tidak stabil seperti terdapat
perasaan yang sedih sekali dan dilain waktu bisa menjadi sangat
senang atau menjadi sangat marah yang tidak terkendali meskipun
dengan penyebab yang sepele. Manakala seorang remaja sedang
senang, mereka bisa menjadi lupa diri sehingga tidak mampu
menahan emosi yang meluap-luap dan pada saat yang sangat sedih,
mereka bisa bunuh diri. Hal ini terjadi karena emosi remaja lebih
kuat dan lebih menguasai dari pada pikiran yang realistis.
f. Menarik perhatian lingkungan
Remaja mulai mencari perhatian diluar lingkungan
keluarga seperti berusaha mendapatkan status dan peranan dalam
satu perkumpulan seperti organisasi sosial masyarakat, olah raga dan
seni. Dengan mendapatkan status dan peranan tersebut maka remaja
akan melakukan dengan senang yang bertujuan untuk menarik
perhatian lingkungan sekitarnya.
14
g. Kehidupan sosial terikat kelompok
Kehidupan sosial remaja sangat tertarik dengan kelompok
sebayanya. Hal ini terjadi karena remaja tidak mendapatkan
perhatian di rumah, sehingga remaja bergabung dengan kelompok
sebaya yang mau menghargai, mengerti, mengerti statusnya dan
mempunyai pengalaman yang sama. Dengan demikian remaja akan
merasa diperhatikan, dihargai, dan diterima status remajanya.
c. Perilaku Remaja
Remaja yang duduk di bangku SLTP/SLTA sering mengalami
hambatan dan masalah dalam menjalani masa remajanya, biasanya
masalah tersebut muncul dalam bentuk perilaku seperti yang dijelaskan
oleh Tanje (2002) diantaranya:
a. Perilaku Bermasalah (problem behavior).
Secara tidak langsung perilaku bermasalah akan
memberikan kerugian pada remaja di sekolah dan masih dikatakan
dalam batas wajar jika tidak merugikan diri sendiri dan orang lain.
Salah satu contoh perilaku bermasalah yang sering dilakukan remaja
SLTP/SLTA adalah perilaku malu dalam mengikuti berbagai
aktivitas di sekolah sehingga menghambat sosialisasi diri remaja
dengan remaja lain, guru, masyarakat, dan remaja kurang
mendapatkan pengalaman dalam berinteraksi dengan orang lain.
15
b. Perilaku Menyimpang (behavior disorder)
Kebanyakan dari remaja yang mengalami masalah ini
disebabkan karena persoalan psikologis yang selalu mengikuti
dirinya sehingga menunjkkan perilaku yang kacau yang bisa
menyebabkan remaja kelihatan gugup (nervous) dan perilakunya
tidak terkontrol yang memberikan dampak pada remaja seperti
kehilangan konsentrasi da bertindak ke perilaku kekerasan, walaupun
tidak semua remaja mengalaminya.
c. Penyesuaian diri yang salah (behavior maladjustment)
Penyesuaian diri yang salah pada remaja SLTP/SLTA
biasanya didorong oleh keinginannya untuk menyelesaikan masalah
dengan jalan pintas tanpa mempertimbangkan akibatnya seperti
perilaku mencontek, bolos dan melanggar peraturan sekolah.
d. Perilaku tidak dapat membedakan benar-salah (conduct disorder)
Wujud dari Conduct Disorder adalah munculnya cara
piker dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan
yang berlaku disekolah dan disebabkan karena sejak kecil orang tua
mereka tidak bisa membedakan mana perilaku benar dan mana yang
salah. Remaja dikategorikan Conduct Disorder apabila ia
memunculkan perilaku anti sosial baik verbal maupun non-verbal
seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap guru, dan
16
mempermainkan temannya dan menjuruskan ke permusuhan yang
merugikan orang lain.
e. Attention Deficit Hyperactvity disorder
Seorang remaja yang mengalami defisiensi perhatian dan
tidak dapat menerima impul-impuls sehingga emosinya, perilakunya,
gerakannya tidak terkontrol dan menjadi hyperaktif sehingga
mengalami kesulitan untuk konsentrasi, menyelesaikan tugas-
tugasnya, tidak memperhatikan lawan bicaranya dan sulit bermain
bersama temannya.
2. Kenakalan Remaja
a. Definisi Kenakalan Remaja
93. dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan
sengaja Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah
murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar
baginya.
Kenakalan remaja atau dengan sebutan “Juvenile Delinquence”
dimana juvenile tersebut berasal dari bahasa latin Juvenilis yang artinya
anak-anak, anak muda, cirri karakteristik pada masa muda yang memiliki
17
sifat-sifat khas pada periode remaja. Sedangkan Delinquence berasal dari
kata “delinquere” yang berarti terabaikan, sehingga meluas menjadi jahat,
a-sosial atau anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat rebut,
penteror, durjana, dursila, dan tidak dapat diperbaiki. Juvenile
Delinquence mengacu pada suatu rentang yang luas mulai dari tingkah
laku yang tidak diterima sosial sampai pelanggaran status tindak kriminal
(Santrock, 2002).
Juvenile Delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku
nakal/jahat atau kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala (patologis)
secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh satu bentuk
pengabaian sosial, sehingga berkembang ke arah tingkah laku yang
menyimpang (Kartono, 2005). Kenakalan remaja juga dapat diartikan
sebagai perilaku remaja yang menyalahi aturan sosial di lingkungan
masyarakat tertentu (Kamus Besar Bahasa Indonesia , 2001). Kejahatan
remaja yang merupakan gejala penyimpangan dan patologis secara sosial
dapat dikelompokkan dalam satu kelas defektif secara sosial dan
mempunyai sebab-musabab yang majemuk; jadi sifatnya multi kasual
(Kartono, 2005).
Sarlito (2004) mengatakan bahwa kenakalan remaja adalah
perilaku yang menyimpang dari atau melanggar hukum. Definisi di atas
pada dasarnya kenakalan remaja menunjuk pada suatu bentuk perilaku
yang tidak sesuai denan norma-norma yang ada di masyarakat. Kenakalan
18
yang terjadi sudah mulai terjadi sudah mulai terjadi ketka masa kanak-
kanak sampai mencapai usia dewasa.
b. Faktor-faktor Kenakalan Remaja
Kartono (1986) dan Tambunan (1987) menyebutkan bahwa
timbulnya perilaku delinkuen pada remaja dikarenakan adanya faktor-
faktor yang berkaitan satu dengan yang lainnya, yaitu:
1) Faktor lingkungan, faktor ini tumbuh dari lingkungan sosial dan
keluarga yang tidak dapat diterima oleh remaja, sehingga semua
perangsang dan pengaruh yang kuat bagi remaja karena orang tua
merupakan modal baginya, sebagai contoh lingkungan keluarga yang
berantakan dapat mempengaruhi anak menjadi “delinquent” karena
anak tidak kerasan dan lari kepada minum-minuman keras sebagai
pelampiasan.
2) Faktor psikologis, yaitu faktor yang berhubungan dengan isi
kejiwaan antara lain motivasi, minat, fantasi, konflik batin, sikap dan
inteligensi, misalnya seseorang yang inteligensinya rendah
cenderung kurang mampu menyelesaikan dan memecahkan masalah-
masalah yang dihadapinya,
3) Faktor sosial budaya, yaitu pengaruh dari sifat-sifat struktur sosial,
norma-norma yang khas, hal ini dapat memicu munculnya tingkah
19
laku tertentu, misalnya perkelahian antar pelajar, tawuran antar
kelompok dan sebagainya,
4) Faktor pendidikan, yaitu faktor yan timbul dari proses pendidikan
yang dialami remaja dimana proses pendidikan ini tidak memadai
dan mendukung secara positif, sehingga hal ini menyebabkan sikap
dan perilaku tertentu atau menyimpang. Faktor ini berlangsung
berkat dilakukannya perbuatan-perbuatan belajar yang diperoleh dari
orang tua, guru dan masyarakat, misalnya seorang anak yang
mempunyai niat untuk mencuri uang orang tuanya dan kebetulan
sedang pergi diurungkannya untuk mencuri, anak itu tahu bahwa
mencuri itu tidak baik.
Menurut Sarlito (2004) faktor-faktor yang mempengaruhi
kenakalan remaja dibagi menjadi 2, yaitu:
1) Faktor lingkungan (external)
a. Kemiskinan di kota-kota besar
b. Gangguan lingkungan (polusi, kecelakaan lalu lintas, bencana
alam, dll)
c. Migrasi (urbasnisasi, pengungsian karena perang, dll)
d. Faktor sekolah (kesalahan mendidik, fakktor kurikulum, dll)
20
e. Keluarga yang tercerai berai (peceraian, perpisahan yang terlalu
lama, dll)
f. Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga :
(1) Kematian orang tua
(2) Orang tua sakit berat atau cacat
(3) Hubungan atara keluarga tidak harmonis
(4) Orang tua gangguan jiwa
g. Kesalahan dalam pengasuhan karena pengangguran
h. Kesulitan keuangan
i. Tempat tinggal tidak memenuhi syarat
2) Faktor pribadi (internal)
a. Faktor bakat yang mempengaruhi tempramen (menjadi pemarah,
hiperaktif, dll)
b. Cacat tubuh dan kemantangan seksual awal atau keterlambatan
akan muncul perasaan tidak adekuat yang mungkin dilampiaskan
dalam bentuk tingkah laku anti-sosial
c. Ketidak mampuan untuk menguasai diri
21
Faktor-faktor kenakalan remaja yang diklasifikasikan oleh
Santrock (2002) lebih rinci dalam menjelaskan faktor-faktor yang
menyebabkan kenakalan remaja yaitu:
1) Identitas menurut Erikson kenakalan terjadi karena anak remaja
gagal mengatasi identitas peran.
2) Pengendalian diri. Beberapa anak remaja gagal memperoeh
pengendalian yang esensial yang umumnya dicapai orang lain selama
proses pertumbuhan.
3) Usia
4) Jenis kelamin. Anak laki-laki banyak terlibat dalam perilaku
antisocial dari pada anak perempuan, walaupun anak perempuan
lebih cenderung melarikan diri dari rumah sedangkan anak laki-laki
lebih terlibat dalam tindakan-tindakan kejahatan.
5) Harapan-harapan dalam pendidikan dan nilai rapor sekolah. Remaja
yang nakal sering memiliki harapan-harapan pendidikan yang rendah
dan nilai rapor yang rendah.
6) Pengaruh orang tua. Remaja yang nakal sering dari keluarga yang
memiliki orang tua yang jarang memantau anak-anak mereka,
memberi sedikit dukungan dan mendisiplinkan mereka secara tidak
efektif.
22
7) Pengaruh teman sebaya. Remaja yang memiliki teman yang
bermasalah cenderung berperilaku agresif, nakal dan berprestasi
rendah, sehingga resiko menjadi nakal cukup besar karena sulit bagi
remaja untuk menghindari tekanan-tekanan yang kuat dari teman
sebayanya.
8) Status sosioekonomi
9) Kualitas lingkungan. Tinggal di suatu daerah yang tingkat
kejahatannya tinggi, yang juga dicirikan oleh kondisi-kondisi
kemiskinan dan kehidupan yang padat, menambah kemungkinan
anak menjadi nakal.
c. Teori Kenakalan Remaja
Teori Philip Graham (1983) yang berdasar pada pengamatan
empiris dari sudut kesehatan mental anak dan remaja, pembagian faktor
penyebab kelainan perilaku anak dan remaja adalah faktor lingkungan dan
faktor pribadi, yang termasuk didalamnya adalah ketidakmampuan untuk
menyesuaikan diri.
Kenakalan remaja yag merupakan gejala penyimpangan dan
patologis secara sosial, dapat dikelompokkan sesuai dengan penyebabnya
yang bersifat multi kausal (Kartono, 2005). Penyebab tersebut terdiri dari
beberapa teori yaitu:
23
a. Teori Biologis
Tingkah laku delikuen pada anak-anak remaja terjadi kareana
dapat munculnya faktor-faktor fisiologis dan struktur jasmaniah
melalui kombinasi gen atau disebabkan oleh gen tertentu. Semua hal
tersebut bisa memunculkan penyimpangan tingkah laku.
b. Teori Psikologis
Argumen sentral dari teori ini adalah delikuen merupakan
bentuk penyelesaian atau kompensasi dari masalah psikologis atau
konflik batin dalam menanggapi stimuli eksternal atau sosial dan pola-
pola hidup yang patologis. Kurang dari 90% anak-anak delikuen
berasal dari keluarga berantakan (broken home). Maka dari kondisi
tersebut akan melahirkan masalah psikologis dan adjustment
(penyesuaian diri) pada remaja, sehingga sebagai kompensasinya
remaja memecahkan masalah batinnya dalam perilaku delikuen.
Remaja yang delikuen melakuakan tindakan kejahatan
didorong oleh konflik batin sendiri. Remaja mempraktekkan konflik
batinnya untuk mengurangi beban tekan jiwa sendiri melalui tingkah
laku agresif, impulsif dan primitif. Sebagaian remaja memang tidak
melakukan tindakan delikuen, meskipun emaja mempunyai
kecenderungan untuk egois dan a-sosial, hal ini disebabkan karena
24
adanya kontrol diri yang kuat dan kepatuhan secara normal terhadap
kontrol sosial yang efektif (Kartono, 2005).
c. Teori Sosiogenis
Penyebab tingkah laku delikuen oleh remaja adalah murni
sosiologis atau sosio-psikologis sifatnya. Misalnya disebabkan oleh
pengaruh struktur sosial yang deviatif, tekanan kelompok, peranan
sosial, status sosial atau internalisasi simbolis yang keliru. Tingkah
laku delikuen pada remaja yang berada di kota besar banyak
disebabkan oleh kekuatan kultural dan disorgansasi sosial (Healy dan
Bronner cit Kartono, 2005). Jadi sebab-sebab kenakalan remaja tidak
hanya terletak pada lingkungan familial dan tetangga saja, akan tetapi
terutama sekali disebabkan oleh konteks kulturalnya.
d. Teori Subkultural Delikuensi
Sumber Juvenile Delinquency adalah sifat-sifat suatu struktur
sosial dengan pola budaya (subkultural) yang khas dari lingkungan
familial, tetangga dan masyarakat yang dialami oleh para remaja. Sifat-
sifat masyarakat itu antara lain: mempunyai lokasi yang sangat padat,
status sosial ekonomi yang rendah, kondisi perkampungan yang buruk
dan banyaknya disorganisasi familial dan sosial tingkat tinggi.
25
3. Pelatihan Kecakapan Hidup (Life Skills)
a. Definisi Life Skills
Life Skills merupakan suatu kemampuan untuk menyusun
pola pikir dan perilaku sehingga menjadi serangkaian kegiatan yang
terintegrasi dan dapat diterima oleh lingkungan budaya setempat atau
mempunyai tujuan interpersonal. Pusat Kurikulum, Balitbang
Depdiknas yang merujuk pada pendapat WHO (1997) mendefinisikan
bahwa kecakapan hidup sebagai keterampilan atau kemampuan untuk
dapat beradaptasi dan berperilaku positif, yang memungkinkan
seseorang mampu menghadapi berbagai tuntutan dan tantangan dalam
kehidupan secara lebih efektif.
b. Komponen-komponen Life Skills
Life Skills terdiri dari 3 kategori dasar, dimana tiap
kategori saling melengkapi dan memperkuat satu sama lain :
a. Keterampilan sosial atau antar pribadi, termasuk keterampilan
komunikasi, negosiasi / penolakan, ketegasan, kerja sama,
empati.
b. Keterampilan kognitif, termasuk pemecahan masalah,
pemahaman konsekuensi, pengambilan keputusan, berpikir
kritis, evaluasi diri.
26
c. Keterampilan mengatasi emosional, termasuk mengelola stres,
mengelola perasaan, manajemen diri, dan mengawasi diri
sendiri.
Menurut Susilowati (2008), aplikasi Life Skills dapat berupa:
aplikasi kecakapan personal berupa kegiatan yang dirancang untuk
memecahkan masalah, misalnya kegiatan untuk mencari dan
memproses informasi kemudian membuat keputusan. Aplikasi
kecakapan akademik berupa kegiatan untuk melakukan suatu analisis
dan penarikan kesimpulan dalam pemecahan suatu masalah. UNICEF,
UNESCO and WHO mendaftar 10 strategi inti teknik dan kecakapan
hidup: problem solving, critical thinking, effective communication
skills,decision-making, creative thinking, interpersonal relationship
skills, self awareness building skills, empathy, and coping with stress
and emotions. Di Indonesia telah dikembangkan Modul Pelatihan
Meningkatkan Kesehatan Jiwa Remaja di Sekolah Melalui Pendidikan
Kecakapan Hidup yang dikeluarkan oleh Direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Jiwa, DirJen Bina Yanmed, DepKes RI, tahun 2006.
Zollinger et al. (2003) yang mengevaluasi pengaruh pelatihan
kecakapan hidup (Life Skills Training) terhadap penggunaan rokok
pada siswa sekolah menengah memperoleh hasil jumlah siswa
perokok yang lebih rendah dan keinginan siswa untuk tetap berada
pada keadaan bebas rokok setelah mengikuti program ini. Botvin et
al. (1980, 1994, 1995) menunjukkan adanya keefektifan program Life
27
Skills Training pada pencegahan penggunaan rokok, alkohol dan obat
terlarang. Lebih jauh dikatakan bahwa pendidikan kecakapan hidup
bagi remaja mampu menurunkan penggunaan rokok sampai dengan
87%, penggunaan alkohol dan obat terlarang sampai 60-75%,
menurunkan angka kekerasan, menurunkan perilaku berkendara yang
membahayakan, serta menunjukkan efek pada perilaku berisiko
infeksi HIV. Pendidikan kecakapan hidup selama 5 minggu efektif
dalam meningkatkan kekuatan dan citra diri serta menurunkan
kesulitan pelajar SMP di Jakarta Pusat.
28
B. Kerangka Konsep Penelitian
Diteliti
Tidak diteliti
Gambar 1. Kerangka Konsep
Kenakalan Remaja
di SMA 1 Kasihan, Bantul
Faktor Internal
Kemiskinan di kota-kota besar
Gangguan lingkungan
Migrasi
Faktor sekolah
Keluarga yang tercerai berai
Gangguan dalam pengasuhan oleh keluarga
Kesalahan dalam pengasuhan karena pengangguran
Kesulitan keuangan
Tempat tinggal tidak memenuhi syarat
Faktor Eksternal
Faktor bakat yang mempengaruhi tempramen
Cacat tubuh dan kemantangan seksual awal
Ketidak mampuan untuk menguasai diri
Life Skills training
Tingkat kenakalan remaja
29
C. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan pelatihan kecakapan hidup efektif
terhadap penurunan tingkat kenakalan remaja.
BAB III
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan peneliti adalah studi kuasi
eksperimental dengan rancangan penelitian pre-test & post-test control
group design. Studi ini adalah salah satu rancangan yang berupaya untuk
mengungkapkan hubungan sebab akibat dengan cara melibatkan kelompok
tanpa intervensi disamping kelompok dengan intervensi sebagai
pembanding. Kedua kelompok diberi kuisioner kenakalan remaja,
kemudian kelompok perlakuan diberi intervensi dengan diberikan
pelatihan life skills dan kelompok kontrol tidak diberi intervensi diikuti
secara prospektif kemudian dilakukan post test dengan pengisian kuisioner
kecerdasan emosi lagi.
Gambar 2. Desain Penelitian
30
SUBYEK PENELITIAN
KELOMPOK PERLAKUAN EFEK PADA KENAKALAN
REMAJAKELOMPOK KONTROL
31
B. Populasi Dan Sampel Penelitian
1. Subyek Penelitian
Populasi penelitian adalah siswa-siswi SMU kelas X-XI
Kasihan, Bantul. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas X-
XI SMA Kasihan kabupaten Bantul yang terletak di perbatasan
antara wilayah rural dan urban dan terjangkau secara mudah oleh
peneliti. Teknik pengambilan sampel dengan cara memilih
responden berdasarkan kepada pertimbangan bahwa responden
tersebut dapat mengikuti kegiatan penelitian. Sampel dibagi dalam
kelompok intervensi dan kelompok kontrol dengan menggunakan
random allocation.
2. Kriteria inklusi dan eksklusi
a. Kriteria inklusi :
1) siswa klas X-XI
2) bersedia ikut dalam penelitian.
b. Kriteria eksklusi :
Memiliki riwayat gangguan jiwa berat.
32
c. Kriteria Drop Out :
Sampel yang tidak mengikuti pelatihan kecakapan hidup
(Life Skills) kurang dari dua pertemuan.
3. Perkiraan Besar Sampel
Untuk studi eksperimen dan kohort, besar sampel ditentukan
dengan rumus sebagai berikut:
Dari penelitian sebelumnya untuk menilai efektivitas program pada
anak dan remaja didapatkan perbedaan rerata minimal yang masih
dianggap bermakna adalah (x1 - x2) = 3. Besarnya simpang baku dari
selisih rata-rata ditetapkan oleh peneliti berdasarkan clinical judgment
yaitu 6.
N = (1,96 + 0,84) 6 = 2,8 x 6 =( 5,6 )2 = 31,36
3 3
N 32 orang
(Zα + Zβ) Sd
(x1 - x2)
N =
(Zα + Zβ) Sd
(x1 - x2) N =
2 2
2
2
33
Untuk menghindari kemungkinan drop-out maka perhitungan
jumlah sampel menjadi : n’ = n / (1-f)
n = besar sampel yang dihitung
f = perkiraan proporsi drop out = 10%
n’ = 32 / (1-0,1)
n’ = 36 orang, maka ditetapkan besar sampel adalah 36 orang.
C. Lokasi Dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMKN 1 Kasihan
2. Waktu Penelitian
a. Persiapan
Berupa training pada calon pelatih pendidikan kecakapan
hidup remaja peneliti oleh dosen pembimbing dan persiapan
kuesioner.
b. Pelaksanaan
Penelitian ini diperkirakan membutuhkan waktu dari Maret-
September 2012.
34
D. Variabel Penelitian
a. Variabel Tergantung
Variabel tergantung pada penelitian ini adalah perilaku
kenakalan remaja.
b. Variabel Bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah pelatihan
kecakapan hidup (life skills).
E. Definisi Operasional
Dalam penelitian ini ditetapkan batasan operasional variabel
sebagai berikut :
a. Efektif dalam penelitian ini adalah terjadi penurunan tingkat
kenakalan remaja pada sampel penelitian setidaknya satu tingkat dari
pengukuran awal.
b. Pendidikan kecakapan hidup (life skills education) merupakan suatu
pendidikan bagi anak usia sekolah untuk meningkatkan kompetensi
psikososialnya. Modul dikeluarkan oleh Direktorat Bina Pelayanan
Kesehatan Jiwa, DirJen Bina Yanmed, DepKes RI, tahun 2006,
terdiri dari lima modul, yaitu modul mengatasi stress, mengatasi
tekanan teman sebaya, meningkatkan harga diri, mengatasi emosi
dan resolusi konflik. Metode yang digunakan adalah tanya jawab,
35
diskusi dan bermain peran. Waktu yang dialokasikan untuk masing-
masing kegiatan dalam satu modul bervariasi antara 30 menit sampai
45 menit.
c. Kenakalan remaja diwujudkan menjadi empat indikator yaitu:
merugikan diri sendiri, merugikan orang lain, merugikan dri sendiri
dan orang lain, melanggar disiplin atau hukum yang berlaku. Skala
untuk kenakalan remaja adalah ordinal. Cara pengukuran dengan
menggunakan kuesioner yang terdiri dari 30 pertanyaan.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan oleh peneliti adalah berupa kuisioner
tertutup yang alternatif jawabannya sudah dibatasi dan langsung diberikan
kepada subjek yang akan diteliti. Setiap butir pertanyaan mengandung
item jawaban mengarah pada jawaban favorable atau ke arah unfavorable.
Penilaian kuisioner menggunakan skala linket yang mempunyai empat
alternatif jawaban, yang pada setiap jawaban mempunyai skor yang
berbeda pada pertanyaan yang mengarah pada pertanyaan favorable atau
unfavorable. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat table 1 di bawah ini:
Tabel 1. Skor Favorable dan Unfavorable Menurut Alternatif Jawaban
No. Skala alternatif jawaban Skor favorable Skor unfavorable
1 Tidak pernah 1 4
2 Jarang 2 3
3 Sering 3 2
36
4 selalu 4 1
Alat yang digunakan unutk menilai kenakalan remaja adalah
berupa kuesioner yang terdiri dari 30 butir pertanyaan yang terdiri dari:
Tabel 2. Sebaran Item Kuesioner Kenakalan Remaja
No. Indikator Favorable Unfavorable Nomor item
1 Merugikan diri sendiri 1, 2, 3, 4 5, 6, 7, 8 1-8
2 Merugikan orang lain 10, 11, 12, 14,
15
9, 13 9-15
3 Merugikan diri sendiri
dan orang lain
16, 19, 21 17, 18, 20 16-21
4 Melanggar disiplin 22, 23, 29 24, 25, 26, 27,
28, 30
22-30
Setiap hasil akumulasi jawaban dari petanyaan yang dijawab maka
akan dikategorisasikan tiga kategori yang tinggi, sedang dan rendah
dengan kategorisasinya sebagai berikut:
a. Tinggi apabila jumlah skor ≥ 75
b. Sedang apabila jumlah skor 56-75
c. Rendah apabila jumlah skor ≤ 55
Kategorisasi rentang nilai tersebut sesuai perhitungan berdasarkan
rumus dari Arikunto (2006), sebagai berikut:
37
χ
P= x 100%
n
keterangan:
p : prosentase
χ : jumlah jawaban
n : jumlah responden
G. Cara Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data pada penelitian ini mengambil 36 orang
kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan perlakuan. Kelompok
perlakuan diberikan kuesioner Kenakalan Remaja sebelum dan sesudah
pelatihan kecakapan hidup (life skills). Sedangkan kelompok kontrol
diberikan kuesioner tanpa pelatihan kecakapan hidup (life skills).
H. Uji Validitas Dan Reliabilitas
1. Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan atau kesahihan suatu instrument. Sebuah instrumen dapat
dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan
38
mampu mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat (Arikunto,
2006). Teknik untuk mengukur validitas kuesioner dengan menggunakan
rumus korelasi product moment dari Pearson, yaitu dengan cara
mengkorelasikan skor butir sebagai x dan skor nilai sebagai y. Rumus
korelasi product moment dari Pearson:
N ∙ ∑x y - (∑x) (∑y)
rxy=
√{N ∙ ∑x2 – (∑x)2} {N ∙ ∑y2 – (∑y)2}
Dengan keterangan:
rxy = koefisien korelasi product moment
x = nilai dari setiap item
y = nilai dari semua item
N = jumlah item
Pertanyaan untuk kenakalan remaja terdiri dari 38 pertanyaan,
setelah dilakukan uji validitas dinyatakan valid 31 pertanyaan dan yang
digunakan untuk penelitian adalah 30 pertanyaan dengan pertimbangan
dipilih sesuai dengan konten yang diharapkan.
39
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah kesamaan hasil pengukuran dan pengamatan
bila fakta atau kenyataan diukur atau diamati berkali-kali dalam waktu
berlainan. Alat dan cara mengukur sama-sama memegang peranan yang
penting dalam waktu ang bersamaan (Nursalam, 2003). Reliabilitas alat
ukur perilaku kenakalan remaja menggunakan uji reliabilitas Alpha karena
mempunyai rentang jawaban dari pertanyaan yaitu selalu, sering, jarang
dan tidak pernah. Untuk kenakalan remaja dinyatakan reliable dengan r
alpha yaitu 0,841.
I. Analisis Data
Analisa data pada penelitian ini menggunakan uji statistik
Wilcoxon rank test untuk menguji perbedaan dua variabel pada subjek
yang sama. Hal ini karena peneliti ingin mengetahui apakah pelatihan
kecakapan hidup (life skills) efektif untuk menurunkan tingkat kenakalan
remaja. Alat bantu yang digunakan adalah program SPSS ver. 15. Peneliti
menggunakan uji beda ini karena data yang digunakan adalah berpasangan
dan berskala ordinal.
J. Etik Penelitian
Etika penelitian pada penelitian ini menggunakan prinsip etik
penelitian menurut Nursalam (2003) yang terdiri dari:
40
1) Right to self determination (hak untuk tidak menjadi responden),
subjek penelitian harus dilakukan secara manusiawi dan mempunyai
hak untuk memutuskan apakah bersedia menjadi subjek penelitian
atau tidak, tamnpa adanya sangsi apapun.
2) Informed consent, subjek harus mendapatkan informasi secara
lengkap mengenai tujuan penelitian yang akan dilaksanakan,
mempunyai hak bebas berpartisipasi atau menolak menjadi
responden.
3) Right in fair treatment (hak untuk mendapatkan perlakuan yang
adil), subjek harus diperlakukan secara adil baik sebelum, selama,
maupun sesudah keikutsertaannya dalam penelitian tanpa adanya
diskriminasi apabika ternyata mereka tidak bersedia atau dropped
out sebagai responden.
4) Right to privacy (hak dijaga kerahasiaannya), subjek mempunyai hak
untuk meminta bahwa data yang diberikan harus dirahasiakan.
Subjek penelitian ini dilindungi hak-haknya dengan diberikan
informed consent dan diberi penjelasan selengkapnya mungkin mengenai
penelitian yang akan dilakukan. Persetujuna dari komite etik juga
diupayakan untuk memastikan bahwa penelitian ini tidak melanggar kode
etik penelitian.
41
DAFTAR PUSTAKA
Botvin GJ, Schinke SP, Epsten JA, Diaz T. 1994. Effectiveness of Culturally-focused and Generic Skills Training Approach to Alcohol and Drug Abuse among Minority Youths. Psychology of Addictive Behavior.
Botvin GJ, Schinke SP, Epsten JA, Diaz T. 1995. Effectiveness of Culturally-focused and Generic Skills Training Approach to Alcohol and Drug Abuse among Minority Youths: Two-Year Follow-Up Result. Psychology of Addictive Behavior.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa. 2006. Modul Pelatihan Meningkatkan Kesehatan Jiwa Remaja di Sekolah Melalui Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills Education). Jakarta: Depkes RI
Desmita. 2005. Psikologi perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Goleman, D. (2000). Kecerdasan Emosi: Mengapa Emotional Intelligence Lebih Tinggi Daripada IQ. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kartono, Kartini. 2005. Patologi Sosial II: Kenakalan Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Santrock, John W. 2002. Life spand development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlangga.
Sarwono, Sarlito W. 2004. Psikologi Remaja. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Soetiningsih. 2004. Tumbuh kembang remaja dan permasalahannya. Jakarta: Sagung Seto.
Tambunan, R. 1987. Mencegah kenakalan remaja. Bandung: Ind Publishing House.
Tanje. 2002. Masalah remaja di sekolah dan solusinya. Dari http://sekolahindonesia.com./ diakses kembali pada Maret 2012.
42
Yusuf, Syamsu. 2002. Psikologi perkembangan anak dan remaja. Bandung: Rosda.
Zulkifli. 2002. Psikologi perkembangan. Bandung. Rosda.
43
LAMPIRAN
PERNYATAAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertandatangan di bawah ini:
Nama/ Inisial :
Umur :
Kelas :
Menyatakan bersedia untuk berpartisipasi sebagai responden
penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa/ mahasisiwi Program Studi Pendidikan
Dokter Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta bernama Yucaesario Mohammad Ramadhan, dengan judul
“Efektivitas Pelatihan Kecakapan Hidup (Life Skills) Terhadap Tingkat
Kenakalan Remaja di SMKN 1 Kasihan Bantul Yogyakarta”
Saya tahu bahwa informasi yang saya berikan ini akan bermanfaat
bagi tenaga kesehatan, masyarakat umum.
Yogyakarta, Maret 2012
Responden
44
KUISIONER KENAKALAN REMAJA
Berilah tanda cek ( √ ) pada kolom yang ada di sebelah kanan pada masing-
masing pernyataan sesuai dengan pengalaman saudara.
1. Tidak pernah : Apabila pernyatan tidak pernah dilakukan
2. Jarang : Apabila pernyataan jarang dilakukan
3. Sering : Apabila pernyataan sering dilakukan
4. Selalu : Apabila pernyataan selalu dilakukan
Berdasarkan pengalaman, hal-hal berikut terjadi dalam kehidupan saya:
No. Pernyataan Tidak
pernah
Jarang Sering Selalu
1. Tidak menyukai salah satu
pelajaran, memilih tidak masuk
sekolah atau membolos
2. Nonton film porno
3. Main ke maal atau tempat
keramaian saat jam pelajaran
sekolah
4. Menyontek saat ujian sekolah
5. Mengikuti semua pelajaran
sekolah
45
6. Senang kepada guru yang
memberikan tugas
7. Belajar merupakan kewaiban
bagi saya
8. Jujur kepada teman
9. Menghargai teman
10. Berbohong
11. Mengancam dan menakut-nakuti
teman
12. Membuat kecewa orang tua
13. Melindungi teman atau orang
yang lemah
14. Mengambil uang orang tua tanpa
ijin
15. Kabur dari rumah
16. Menggunakan narkoba
17. Mendamaikan teman yang
bertikai
18. Mengisi waktu luang dengan
membantu orang tua
19. Terlibat tawuran
20. Menjaga pergaulan dengan lawan
jenis untuk tidak berperilaku
46
bebas
21. Tidak peduli dengan nasihat
orang tua
22. Melanggar lampu merah
23. Malas menjalankan ibadah
agama
24. Mengendarai motor dengan surat
lengkap dan helm
25. Mematuhi peraturan sekolah
26. Taat menjalankan perintah
agama
27. Menganggap aturan atau norma
sebagai sarana pendidikan
28. Menghargai sopan santun
29. Mencoret-coret tembok
30. Mengutarakan setiap keinginan
dengan santun