proposal colorectal cander

38
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karsinoma Kolorektal merupakan kanker urutan keempat terbanyak di dunia dan merupakan urutan kedua penyebab kematian di Amerika Serikat. Pada tahun 2012, diperkirakan ada 103.170 kasus kanker kolorektal baru. Pada tahun yang sama terdapat 51.690 kasus yang berakhir dengan kematian. Meskipun angka tersebut cukup besar, insiden kanker kolorektal per 100.000 populasi telah menurun dari 60,5% pada tahun 1976 menjadi 46,4% pada tahun 2005. Di Indonesia, pada tahun 2006 karsinoma kolorektal menduduki urutan ketiga dengan jumlah kasus 1,8/100.000 penduduk. Di RS. Haji Adam Malik pada tahun 2013 didapati prevalensi karsinoma kolorektal sebanyak 87 kasus. Angka mortalitas dari kanker kolorektal juga menurun hampir 35% dari tahun 1990 ke tahun 2007, hal ini diperkirakan karena adanya usaha deteksi dini dan juga adanya usaha screening dan modalitas terapi yang semakin baik. 1,2 Penatalaksanaan karsinoma kolorektal berupa pembedahan, kemoterapi dan radioterapi. Terapi pembedahan efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir. Perkembangan kemoterapi dan radioterapi pada saat ini, memungkinkan kesempatan untuk terapi ajuvan untuk penderita stadium lanjut atau pada kejadian kekambuhan. 1

description

proposal penelitian

Transcript of proposal colorectal cander

Page 1: proposal colorectal cander

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Karsinoma Kolorektal merupakan kanker urutan keempat terbanyak di dunia dan

merupakan urutan kedua penyebab kematian di Amerika Serikat. Pada tahun 2012,

diperkirakan ada 103.170 kasus kanker kolorektal baru. Pada tahun yang sama terdapat

51.690 kasus yang berakhir dengan kematian. Meskipun angka tersebut cukup besar,

insiden kanker kolorektal per 100.000 populasi telah menurun dari 60,5% pada tahun

1976 menjadi 46,4% pada tahun 2005. Di Indonesia, pada tahun 2006 karsinoma

kolorektal menduduki urutan ketiga dengan jumlah kasus 1,8/100.000 penduduk. Di RS.

Haji Adam Malik pada tahun 2013 didapati prevalensi karsinoma kolorektal sebanyak 87

kasus. Angka mortalitas dari kanker kolorektal juga menurun hampir 35% dari tahun

1990 ke tahun 2007, hal ini diperkirakan karena adanya usaha deteksi dini dan juga

adanya usaha screening dan modalitas terapi yang semakin baik.1,2

Penatalaksanaan karsinoma kolorektal berupa pembedahan, kemoterapi dan

radioterapi. Terapi pembedahan efektif bila dilakukan pada penyakit yang masih

terlokalisir. Perkembangan kemoterapi dan radioterapi pada saat ini, memungkinkan

kesempatan untuk terapi ajuvan untuk penderita stadium lanjut atau pada kejadian

kekambuhan.

Carcino-Embryonic Antigen (CEA) merupakan oncofetal antigen yang diterima

secara luas penggunaannya sebagai penanda tumor serta merupakan metode pengukuran

yang mudah dan murah. Pengukuran level CEA post-operatif sering dilakukan sebagai

indikator pemantauan pada pasien kanker kolorektal stadium III. Tujuan pengukuran

CEA post operasi dan kemoterapi yaitu untuk menilai prognostik, menilai kekambuhan

serta menilai respon kemoterapi.

Pada suatu studi di Kaohsiung medical University Taiwan dilaporkan 181 penderita

kanker kolorektal yang mempunyai CEA >5ng/ml didapati 133 penderita mempunyai

kadar CEA paska operatif yang menurun secara signifikan menjadi 5 ng/ml.3 Pengukuran

kadar CEA pada pasien-pasien yang telah menjalani reseksi kuratif dilaporkan

mempunyai sensitifitas 60-95%.1,2

1

Page 2: proposal colorectal cander

Won Suk lee dalam penelitiannya yang dipublikasikan pada tahun 2012 memaparkan

bahwa pada umumnya peningkatan level CEA preoperative yang menurun 60% saat

pengukuran paska operatif, merupakan indikator yang signifikan sebagai predictor

survival, sementara penurunan level CEA paska operatif dari nilai normal saat

pengukuran pre-operatif tidak menunjukkan angka yang signifikan sebagai predictor

survival. 4

Pada tahun 2009, Jeong Yeon Kim melakukan studi terhadap 122 pasien karsinoma

kolorektal yang diukur level CEA pre-operatif dan paska operatif, hasil studi ini

menunjukkan penurunan yang signifikan terhadap hasil level CEA ini dengan nilai p =

0,023.5

Namun, Kou Iin Jen melakukan studi pada tahun 2011 dengan jumlah sample 1361

pasien, hasil menunjukkan bahwa 30% pasien dengan level CEA yang tinggi preoperative

tidak menunjukkan penurunan level CEA yang signifikan pada saat pengukuran paska

operatif.6

Dari ketiga studi tersebut dapat dilihat bahwa penurunan kadar CEA setelah operasi

dan kemoterapi masih menjadi suatu kontroversi, maka dari itu dilakukan penelitian

untuk membuktikan adanya perbedaan kadar CEA sebelum dan sesudah operasi dan

kemoterapi.

1.2. Rumusan Masalah

Dari uraian di atas, diketahui belum ada kesepakatan tentang perubahan kadar CEA

sebelum dan sesudah operasi dan kemoterapi.

1.3. Hipotesis Penelitian

Tidak terdapat perbedaan kadar CEA sebelum dan sesudah operasi dan kemoterapi

dengan regimen FOLFOX pada pasien-pasien Kanker Kolorektal stadium IIB-III

1.4. TujuanPenelitian

Menentukan perbedaan kadar CEA sebelum dan sesudah operasi dan kemoterapi

dengan regimen FOLFOX pada pasien-pasien Kanker Kolorektal stadium IIB-III

2

Page 3: proposal colorectal cander

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bidang Akademik/ Ilmiah

Dengan membandingkan kadar CEA sebelum dan sesudah terapi maka dapat

diketahui angka keberhasilan pengobatan pada pasien-pasien kanker kolorektal yang

mendapatkan terapi kuratif. Dapat mengetahui sensitifitas kemoterapi terhadap satu jenis

histopatologi tumor dan menentukan angka keberhasilan pada tiap-tiap stadium.

1.5.2. Bidang Pelayanan Masyarakat

Sebagai tambahan edukasi kepada masyarakat mengenai keberhasilan dari pengobatan

kanker kolorektal, sehingga dapat menumbuhkan compliance pasien untuk menyelesaikan

pengobatan.

1.5.3. Bidang Pengembangan Penelitian

Dengan penelitian ini, diharapkan menjadi bahan pertimbangan pada penelitian

lanjutan mengenai prosedur dan panduan terapi pemberian regimen kemoterapi FOLFOX.

3

Page 4: proposal colorectal cander

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan fisiologi

2.1.1 Anatomi

Kolon dibagi dalam caecum, appendik vermiformis, kolon asenden, kolon

transversum, kolon desenden dan sigmoid. Rektum menduduki bagian posterior rongga pelvis

kemudian melanjutkan diri sebagai anus.1,2,5,6

Gambar 1. Anatomi dan vaskularisasi kolorektal.5

Vaskularisasi kolon terutama melalui A.mesenterika superior dan inferior.

A.mesenterika superior memberikan 3 cabang utama, yaitu A.iliokolika, A.kolika dekstra dan

A.kolika media, yang mensuplai darah untuk kolon bagian kanan yaitu caecum, kolon

asenden, dan 2/3 proksimal kolon transversum. A.mesenterika inferior bercabang ke A.kolika

sinistra, A.hemoroidalis superior dan A.Sigmoid yang mendarahi kolon bagian kiri yaitu 1/3

distal kolon transversum, kolon sigmoid dan proksimal rektum. A.hemoroidalis inferior

merupakan cabang dari A.pudenda interna memvaskularisasi distal rektum dan anus.1

4

Page 5: proposal colorectal cander

Aliran limfe kolon sejalan dengan aliran darahnya. Hal ini penting diketahui

sehubungan dengan penyebaran keganasan dan kepentingannya dalam reseksi keganasan

kolon. Sumber aliran limfe terdapat pada muskularis mukosa. Jadi selama keganasan kolon

belum mencapai muskularis mukosa, kemungkinan besar belum ada metastasis. Kolon

disarafi oleh sistem saraf otonom yaitu sistem saraf simpatis dan parasimpatis, kecuali

sfingter ani eksterna yang berada dalam kontrol volunter.1,5

2.1.2 Fisiologi

Fungsi utama kolon adalah mengabsorbsi air, vitamin dan elektrolit, melakukan

penyimpanan feses dan kemudian mendorongnya keluar, mensekresi mukus dan aktifitas

bakteri. Kolon mengabsorbsi air dan elektrolit dengan kapasitas sekitar 1500-2000 ml

air/hari. Mukus disekresikan untuk melumas dan melindungi mukosa. Bakteri kolon

berfungsi untuk mensintesis vitamin K dan beberapa vitamin B serta berperan dalam proses

pembusukan dan fermentasi yang menghasilkan flatus.1,5

2.2 Epidemiologi

Karsinoma Kolorektal merupakan keganasan ketiga terbanyak di dunia dan penyebab

kematian kedua terbanyak ( terlepas dari gender) di Amerika Serikat. Kanker kolorektal

merupakan kanker kedua terbanyak di Amerika Serikat. American Cancer Society

melaporkan terdapat 104.950 kasus baru kanker kolon dan 40.340 kasus baru kanker rektal

pada tahun 2005 di Amerika Serikat, dan menyebabkan kematian pada 56.290 penderita.

WHO melaporkan pada tahun 2005 terdapat 980.000 kasus baru kanker kolorektal didunia,

dimana 500.000 penderita dilaporkan meninggal dunia tiap tahunnya.1,5,6

Tidak ada perbedaan insidensi kolorektal pada pria dan wanita, namun usia

merupakan hal yang sangat berpengaruh terhadap kejadian kanker ini. Usia yang berisiko

untuk mendapatkan karsinoma kolorektal mulai meningkat setelah umur 40 tahun dan

meningkat tajam pada umur 50 sampai 55 tahun, resiko meningkat dua kali lipat setiap

dekade berikutnya.2,6

2.3 Etiologi

Secara umum dinyatakan bahwa untuk perkembangan KKR merupakan interaksi

antara faktor lingkungan dan faktor genetik. Faktor lingkungan multipel beraksi terhadap

predisposisi genetik atau defek yang didapat dan berkembang menjadi karsinoma kolorektal.

Terdapat tiga kelompok Karsinoma Kolorektal berdasarkan perkembangannya yaitu :

5

Page 6: proposal colorectal cander

1. Kelompok yang diturunkan (Inherited) yang mencakup kurang dari 10% dari

kasus karsinoma kolorektal.

2. Kelompok sporadik, yang mencakup sekitar 70%.

3. Kelompok familial, mencakup 20%.

Kelompok yang diturunkan adalah mereka yang dilahirkan sudah dengan mutasi germline

(germline mutation) pada salah satu alel dan terjadi mutasi somatik pada alel yang lain.

Contohnya adalah FAP (familial Adenomatous Polyposis) dan HNPCC (Hereditary Non-

Polyposis Colorectal Cancer). HNPCC terdapat pada sekitar 5% dari KKR. Kelompok

sporadik membutuhkan dua mutasi somatik, satu pada masing-masing alel-nya. Kelompok

familial tidak masuk dalam salah satu dari dominanly inherited syndromes di atas (FAP %

HNPCC) dan lebih dari 35% terjadi pada umur muda. Meskipun kelompok familial dari KKR

dapat terjadi karena kebetulan saja, akan tetapi faktor lingkungan, penetrant mutations yang

lemah atau currently germline mutations dapat berperan. Terdapat 2 model perjalanan

perkembangan KKR yaitu LOH (Loss of heterozygocity dan RER (Replication Error). Model

LOH mencakup mutasi tumor gen supresor meliputi gen APC, DCC dan p53 serta aktifasi

onkogen yaitu K-ras. Model ini contohmya adalah perkembangan polip adenoma menjadi

karsinoma. Sementara model RER karena adanya mutasi gen hMSH2, hMLH1, hPMS1,

hPMS2. Model terakhir ini contohnya adalah perkembangan HNPCC. Pada bentuk sporadik,

80% berkembang lewat model LOH dan 20% berkembang lewat model RER. 2

Terdapat dua mekanisme yang menimbulkan instabilitas genom yang berujung pada kanker

kolorektal yakni :6,8

1. Instabilitas kromosom

Instabilitas kromosom (cromosamal instability atau CIN) yang merupakan hasil

perubahan-perubahan besar pada kromosom seperti transkolasi, amplifikasi, delesi

dan berbagai bentuk kehilangan alel lainnya disertai dengan hilangnya heterezigositas

pada DNA yang berdekatan dengan lokasi-lokasi kelainan tersebut.

Awal proses dari kejadian KKR yang melibatkan mutasi somatik terjadi pada gen

adenomatous polyposis coli (APC). Kelainan APC yang sporadik maupun yang

familial seperti familial adenomatous polyposis coli (FAP). Gen APC mengatur

kematian sel dan mutasi pada gen ini menyebabkan pengobatan proliferasi yang

selanjutnya berkembang menjadi adenoma. Mutasi pada proto-oncogene selular K-ras

yang biasanya terjadi pada adenoma kolon yang berukuran besar akan menyebabkan

gangguan pertumbuhan sel yang tidak normal.

6

Page 7: proposal colorectal cander

Transisi dari adenoma menjadi karsinoma merupakan akibat dari mutasi gen supresor

tumor p53. Pada keadaan normal protein gen p53 akan menghambat proliferasi sel

yang mengalami kerusakan DNA. Mutasi gen p53 menyebabkan sel dengan

kerusakan DNA tetap dapat mengalami replikasi yang menghasilkan sel-sel dengan

kerusakan DNA yang lebih parah. Replikasi sel-sel dengan kehilangan sejumlah

segmen pada kromosom yang berisi beberapa alele (misal loss of heterozygosity). Hal

ini dapat menyebabkan kehilangan gen supresor tumor yang lain seperti DCC (deleted

in colon cancer) merupakan tahap akhir dari tranformasi kearah keganasan.

Sering kali sel-sel ini punya kemampuan untuk menginvasi dan bermetastasis yang

merupakan titik awal keganasan. Karsinogenesis kolon tidak selalu membutuhkan

semua jenis mutasi tersebut di atas dan tampaknya masih ada kerusakan genetik yang

lain yang berperan namun belum ditemukan sampai saat ini. Bagaimanapun juga

model mutasi yang dijelaskan di atas dapat menjadi landasan kerangka konsep untuk

memahami proses karsinogen KKR. 6,8

2. Instabilitas mikrosatelit dan HNPCC

Instabilitas mikrosatelit (microsatellite instability atau MIN) dimana terjadi

peningkatan resiko terjadinya mutasi-mutasi titik (point mutations) yang

mempengaruhi satu atau lebih pasangan basa DNA secara acak sepanjang genom.

Berbeda dengan KKR yang sporadis, HNPCC adalah akibat dari instabilitas

mikrosatelit dimana mutasi pada gen MRR (Mismatch repair) yang berfungsi

memperbaiki gangguan replikasi DNA pada sel (face pasca mitosis). Sel-sel yang

kehilangan aktivitas perbaikan ketidakcocokan (MMR) ini, tampaknya masih

memerlukan mutasi sebelum mengalami karsinogenesis oleh semua sel kolon

mempunyai satu gen yang lengkap maka mutasi somatik kedua di perlukan sebelum

fungsi MMR hilang. Mekanisme second hit ini yang menjelaskan tidak munculnya

poliposis pada HNPCC. Sekarang ini 5 gen MMR telah di identifikasikan yaitu: h

MSH2, h MLH1, h PMS1, h PMS2, h dan h MSH6.8

HNPCC dapat dibedakan melalui KKR sporadis biasanya muncul pada usia lebih

muda (±40 tahun), risiko mendapat tumor sinkronous lebih tinggi (18% vs 6%), letak

tumor sebelah kana (60% - 80% vs 25%) dan lebih sering tumor mucinosa (35% vs

20%), HNPCC di bagi dalam 2 varian yaitu: Syndroma lynch I dan II.

7

Page 8: proposal colorectal cander

2.4 Faktor Resiko

Adapun faktor risiko terjadinya kanker kolorektal antara lain: 1,2,3,5,6

Umur diatas 40 tahun

IBD (Inflamatory Bowel Diseases), seperti : kolitis ulseratif dan penyakit Crohn.

Riwayat keluarga.

Hereditary poliposis syndromes

Familial plyposis (high risk)

Gardner’s syndrome (high risk)

Turcot’s syndrome (high risk)

Peutz-Jeghers syndrome (low to moderate risk)

Hereditary nonpolyposis colorectal cancer (HNPCC) merupakan penyakit keturunan

dengan risiko terjadi kanker kolorektal pada usia muda, ditemukan polip dalam

jumlah sedikit.

Familial adenomatous polyposis (FAP) merupakan penyakit keturunan yang jarang

ditemukan dapat ditemukan ratusan polip pada kolon dan rektum.

Ras atau latarbelakang etnis: orang kulit hitam Amerika (African Americans) dan

Yahudi di daerah Eropa Timur

Pola makan dan gaya hidup, makanan rendah serat dan lamanya waktu transit sisa

hasil pencernaan dalam kolon dan rektal  meningkatkan risiko kanker kolorektal.

Rokok dan alkohol

Riwayat polip

Perubahan pada mikroflora kolon

- Sifat flora bakteri usus dapat ditentukan dengan diet, dan bahwa diet juga

memberikan substrat bagi perubahan yang diinduksi bakteri apapun pada isi

usus normal menjadi karsinogen.

Kolitis Ulserosa (>> usia 20-30 tahun)

Individu yang memiliki faktor resiko direkomendasikan untuk dilakukan screening,

dengan strategi sebagai berikut:16

8

Page 9: proposal colorectal cander

FOBT (Fecal Occult Blood Test) setahun sekali, jika hasil FOBT positif, maka harus

diikuti dengan pemeriksaan kolonoskopi, atau fleksibel sigmoidoskopi dan Barium

Enema dengan kontras

Fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun

FOBT plus fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun

Kolonoskopi setiap 10 tahun

2.5 Gejala klinis

Pada stadium awal, kanker kolorektal jarang menimbulkan gejala klinis.13 Gejala

kanker kolorektal yang paling sering adalah perubahan pola defekasi, perdarahan per anus

(hematokezia), nyeri, anemia, anoreksia dan penurunan berat badan. KKR umumya

berkembang lamban, keluhan dan tanda-tanda fisik timbul sebagai bagian dari komplikasi.

Gejala dan tanda penyakit ini bervariasi sesuai letak kanker.1,2,5,9

Kolon Kanan Kolon Kiri Rektum

Aspek Klinis

Nyeri

Defekasi

Obstruksi

Darah pada feses

Feses

Dispepsia

Memburuknya KU

Anemia

Kolitis

Karena Penyusupan

Diare/diare berkala

Jarang

Samar

Normal/diare

Sering

Hampir selalu

Hampir selalu

Obstruksi

Karena obstruksi

Konstipasi progresif

Hampir selalu

Samar atau makroskopis

Normal

Jarang

Lambat

Lambat

Proktitis

Tenesmus

Tenesmus terus menerus

Tidak jarang

Makroskopis

Perubahan bentuk

Jarang

Lambat

lambat

Tabel 1. Gejala dan tanda penyakit berdasarkan letak kanker.9

2.6 Pembagian Stadium dan Histopatologi

Sistem pembagian stadium berdasarkan patologi tidak dapat diterapkan jika terapi

yang digunakan adalah prosedur yang menggunakan terapi neoadjuvan atau

radioterapi kontak. Oleh karena itu dipertimbangkan sistem pembagian stadium

secara klinis.2

9

Page 10: proposal colorectal cander

Abrams mencoba menghubungkan ukuran tumor, ada atau tidaknya ulserasi dan

derajat diferensiasi dengan stadium akhir berdasarkan pembagian Dukes. Ulserasi

keseluruhan tumor merupakan faktor penentu prognostik yang penting, dimana 63%

karsinoma non ulserasi secara patologis terbatas hanya pada dinding usus, dibanding

dengan hanya 28% pada karsinoma dengan lesi ulserasi.2

Sistem pembagian stadium berdasarkan klinis lainnya dibuat oleh suatu kelompok

dari RS Princess Margaret di Toronto berdasarkan beberapa variabel prognostik,

misalnya ada atau tidaknya metastasis, apakah tumor tersebut melekat atau mobile,

apakah bentuknya annular dan apakah terdapat gejala klinis seperti penurunana berat

badan, anoreksia, lemah dan anemia.2

Angka kelangsungan hidup 5 tahun penderita sangat berhubungan dengan

pembagian kelas-kelas ini dan pembagian stadium berdasarkan Dukes, tetapi tidak

ada hubungan antara stadium klinis dengan sistem Dukes. Mobilitas tumor

merupakan faktor preoperasi yang paling penting yang berhubungan dengan reseksi

kuratif.2

Pembagian stadium secara klinikopatologi di Australia menggabungkan baik

gambaran sistemik, stadium patologi dan stadium klinis, berdasarkan hanya pada

karakteristik tumor lokal. York-Mason mengusulkan penggunaan sistem stadium

klinis berdasarkan mobilitas tumor primer, yaitu2 :

Stadium Klinis I : tumor bergerak bebas

Stadium Klinis II : tumor masih mobile

Stadium Klinis III : tumor dengan gerakan yang terbatas

Stadium klinis IV : tumor yang sudah terfiksasi

Stadium klinis I-II meliputi pasien-pasien yang masih dapat dilakukan eksisi lokal

kuratif.2

Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:1,2,5,9

Dukes A Terbatas di mukosa

Dukes B Menembus muskularis mukosa

Dukes C Metastasis ke kelenjar getah

10

Page 11: proposal colorectal cander

C1

C2

bening

KGB didekat tumor primer

KGB jauh

Dukes D Metastase jauh: Hepar, Paru, Ginjal

Tabel 2. Klasifikasi karsinoma Kolon dan Rektum menurut Dukes.7

Gambar 2. Stadium kanker kolorektal.8

2.6.1 Stadium

Menurut American Joint Committee on Cancer (AJCC) system staging TNM

untuk karsinoma kolorektal:2

T  : Tumor Primer   

To  :    Tidak ada bukti ada tumor primer.

Tx  :    Tumor primer sulit dinilai.

Tis :    Karsinoma in situ, intraepitelial atau di lamina propia.

T1 :     Tumor mengenai submukosa.

T2  :    Tumor mengenai propia muskularis.

T3  :    Tumor mengenai dari propia muskularis sampai ke sub serosa

jaringan perirektal

T4  :    Tumor mengenai organ lain, menembus viseral peritonium.

N  :    Kelenjar getah bening regional (KGB)

Nx :     Kelenjar getah bening regional tak dapat dinilai.

No :    Tak terbukti keterlibatan kelenjar getah bening.

N1 :    Metastasis pada 1-3 kelenjar getah bening regional.

N2 :    Metastasis pada >4 kelenjar getah bening regional.

11

Page 12: proposal colorectal cander

M :    Metastasis (anak sebar) jauh

Mx:    Metastasis tak dapat dinilai.

Mo:    Tak ditemukan metastasis jauh.

M1:    Ditemukan metastasis jauh.

Staging Group

Stage T N M Dukes

0 Tis No Mo -

I T1 No Mo A

T2 No Mo A

IIA T3 No Mo B

IIB T4 No Mo B

IIIA T1-T2 N1 Mo C

IIIB T3-T4 N1 Mo C

IIIC Any T N2 Mo C

IV Any T Any N M1 D

Tabel 3. Staging TNM menurut AJCC.1,2,9

2.6.2 Derajat Histopatologi

Adenokarsinoma kolorektal sangat berbeda secara gambaran histologi, beberapa

tumbuh relatif berdiferensiasi baik, lainnya menjadi lebih anaplastik. Secara umum

pertumbuhan papiliferous cenderung berdiferensiasi lebih baik daripada lesi dengan ulserasi

dan infiltrasi dalam. 2

Broders (1925), Grinnell (1939) dan Dukes (1940) memperkenalkan suatu modifikasi

sistem penderajatan secara histologis dimana terlihat bahwa ada hubungan erat antara

12

Page 13: proposal colorectal cander

ekstensi penyebaran lesi dengan prognosis akhir setelah terapi pembedahan. Dukes

membedakannya menjadi 5 derajat, yaitu : Penyebaran kanker kolorektal ke organ-organ

dapat terjadi melalui:2

Direct extension

Hematogenous metastasis

Regional lymph node metastasis

Transperitoneal metastasis

Intraluminal metastasis

2.7 Diagnosis

Diagnosis kanker kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,

colok dubur, pemeriksaan laboratorium, kolonoskopi dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon

dengan kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan setiap 3 tahun untuk usia diatas

45 tahun. Diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan pemeriksaan Patologi Anatomi.

Pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan urologi, hepar dan paru dilakukan untuk melihat

metastasis kanker kolorektal.2,5

Anamnesis yang teliti harus dilakukan dengan perhatian khusus pada perubahan pola

defekasi, baik diare maupun konstipasi, nyeri perut, perdarahan dari anus, penurunan berat

badan, dan faktor predisposisi. Keluhan utama dan pemeriksaan klinis didapat adanya

perdarahan peranum disertai peningkatan frekuensi defekasi dan atau diare selama minimal 6

minggu, perdarahan peranum tanpa gejala anal.3,19

Pada pemeriksaan fisik perlu diperhatikan adanya anemia, tonjolan di abdomen,

tanda-tanda obstruksi mekanik usus, nyeri tekan, pembesaran kelenjar limfe, pembesaran

hepar serta keadaan gizi pasien. Pemeriksaan colok dubur merupakan pemeriksaan yang

sangat penting. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai keutuhan sfingter ani, ukuran,

fiksasi, ulserasi serta memperkirakan perluasan tumor ke kelenjar limfe pada rektum 1/3

tengah dan distal. Tumor dapat diraba dengan colok dubur pada 90% kasus.2,5

Pemeriksaan Penunjang yang membantu penegakan diagnosis antara lain:

a. Laboratorium

13

Page 14: proposal colorectal cander

Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon memberikan hasil

normal. Perdarahan intermiten dan polip yang besar dapat dideteksi melalui darah samar

feses atau anemia defisiensi Fe. Pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, biasanya

memberikan hasil normal, kecuali bila sudah metastasis ke hepar. Pemeriksaan tumor

marker seperti Carsino-Embrionic Antigen (CEA) dan Carbohydrat Antigen 19-9 (CA 19-

9) juga membantu menegakkan diagnosa.1,2,11,12,13

Carcino-Embryonic antigen (CEA)

Carcino-Embryonic Antigen (CEA) merupakan suatu oncofetal antigen, secara normal

diproduksi pada masa perkembangan fetus dan berhenti sebelum janin lahir. Antigen ini

juga diproduksi oleh epitel tumor pada usus besar. CEA merupakan suatu glycosyl

Phosphatidyl Inositol (GPI) –cell surface yang berperan dalam adhesi sel.1CEA digunakan

sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker kolorektal dan untuk mendeteksi

rekurensi dini dan metastase ke hati.2

Carcino-embryonic antigen berkorelasi dengan volume tumor dengan respon terapi anti

tumor dan berhubungan dengan sisa tumor setelah reseksi. CEA akan menurun menjadi

normal dalam 4-8 minggu setelah reseksi kuratif. Dua puluh sampai tiga puluh persen

kekambuhan tidak disertai peningkatan CEA dan sensitifitas dan spesifitas untuk

mendeteksi kekambuhan antara 70-80%. Monitoring CEA dapat mendeteksi kekambuhan

sekitar 6 bulan sebelum tanda dan gejala klinik muncul. CEA yang meningkat perlu

pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan kekambuhan, yang menjadi kontroversi

apakah CEA di atas 5 ng/ml atau peningkatan setelah pemeriksaan 2 kali meningkat atau

adanya kurva peningkatan CEA sebagai dasar pemeriksaan lanjut. Suatu uji acak

terkontrol follow up dengan pemeriksaan intensif CEA dibanding konvensional

menunjukkan tidak terdapat perbedaan tentang survival kedua kelompok. NCCN

merekomendasikan pemeriksaan CEA setiap 3 bulan untuk 2 tahun pertama dan setiap 6

bulan untuk 5tahun berikutnya pada pasien dengan metastasis terbatas yang potensial

untuk reseksi, misalnya potensial untuk reseksi hepar ataupun paru-paru.2

Faktor yang mempengaruhi konsentrasi CEA pada pasien dengan Kanker Kolorektal,

yaitu14 :

14

Page 15: proposal colorectal cander

Stadium tumor

Seperti penanda tumor pada umumnya, konsentrasi dan proporsi pasien dengan

peningkatan nilai CEA cenderung meningkat, dengan meningkatnya stadium penyakit.

Dengan demikian, dalam satu studi awal proporsi pasien dengan peningkatan konsentrasi

CEA (> 2,5 mg / L) adalah sebagai berikut: Dukes A, 28%, Dukes' B, 45%, Dukes 'C, 75

%, dan Dukes 'D, 84%. Menggunakan titik cutoff dari 5 mg / L, penulis menemukan

bahwa proporsi pasien dengan nilai peningkatan adalah 3%, 25%, 45%, dan 65% untuk

pasien dengan Dukes 'A, B, C, D dan penyakit masing-masing.

Kelas tumor

Beberapa studi telah menunjukkan bahwa kanker kolorektal well differentiated

menghasilkan lebih CEA per gram protein total dari pada spesimen poor differentiated

Misalnya, dalam sebuah laporan baru-baru ini, konsentrasi dari CEA pada KKR

berdiferensiasi baik, diferensiasi sedang, dan diferensiasi buruk adalah 18,0, 5,5, dan 2,2

mg / g protein. Demikian pula, konsentrasi serum CEA cenderung lebih tinggi pada pasien

dengan well differentiated dibedakan dibandingkan dengan mereka dengan tumor poor

differentiated. Kurangnya differensiasi atau diferensiasi buruk mungkin menjelaskan

mengapa beberapa pasien dengan kanker kolorektal lanjut tidak mengalami peningkatan

nilai CEA serum.

Keterlibatan Hepar

Hati adalah tempat utama untuk metabolisme CEA. Awalnya, peyerapan terjadi pada sel

Kupffer, yang memodifikasi CEA dengan menghapus residu asam sialat. Asialo CEA

kemudian diendositosis oleh sel parenkim hati yang selanjutnya terdegradasi. Penyakit

hati jinak tertentu mengganggu fungsi hati dan pembersihan CEA. Akibatnya, CEA dapat

ditingkatkan dalam serum dari pasien dengan penyakit hati nonmalignant

Lokasi tumor dalam usus besar

Pasien dengan tumor pada sisi kiri usus besar umumnya memiliki insiden yang lebih tinggi

dari peningkatan konsentrasi CEA dibandingkan dengan keganasan di sisi kanan dari usus

besar10, 15.

Ada atau tidak adanya obstruksi usus

15

Page 16: proposal colorectal cander

Sugarbaker 16 menunjukkan bahwa obstruksi usus mengakibatkan konsentrasi CEA tinggi

pada pasien dengan keganasan kolorektal. Tindakan dekompresi saja mengurangi nilai

CEA serum 16.

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu mendeteksi 50% polip

kolon dengan spesifisitas 85%. Bagian rektosigmoid sering sulit untuk

divisualisasi, sehingga pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan.11

Karsinoma kolon sinistra terlihat sebagai fixed filling defect, sedangkan pada kolon

dekstra terlihat sebagai constriction atau massa intraluminal.1,2,5

Kolonoskopi

Kolonoskopi merupakan cara pemeriksaan mukosa kolon yang sangat akurat dan

dapat sekaligus melakukan biopsi pada lesi yang mencurigakan (Pemeriksaan

kolon yang lengkap dapat mencapai >95% pasien). Kolonoskopi mempunyai

sensitivitas (95%) dan spesifisitas (99%) paling tinggi dibandingkan modalitas

yang lain untuk mendeteksi polip adenomatous. Gambaran mikroskopik dari

adenokarsinoma kolorektal bervariasi, mulai dari well differentiated sampai poorly

differentiated struktur kelenjar. 1,2,5

2.8 Diferensial Diagnosa

Diagnosis banding dari kanker kolorektal adalah:1,2

Diverticular disease

Stricture

IBD

Infectious atau inflammatory lesions

Adhesions

Metastasis karsinoma

Extrinsic masses (kista, abses)

2.9 Penatalaksanaan

16

Page 17: proposal colorectal cander

Penatalaksanaan kanker kolorektal antara lain:1,2,5,6,9

Kemoprevensi

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) termasuk aspirin dianggap berhubungan dengan

penurunan mortalitas KKR. Beberapa OAINS seperti sulindac dan celecoxib telah terbukti

secara efektif menurunkan insiden berulangnya adenoma pada pasien dengan FAP

(Familial Adenomatous Polyposis). Data epidemiologi menunjukkan adanya penurunan

risiko kanker dikalangan pemakai OAINS namun bukti yang mendukung manfaat

pemberian aspirin dan OAINS lainnya untuk mencegah KKR sporadic masih lemah.

Endoskopi dan operasi

Umumnya polip adenomentasi dapat diangkat dengan tindakan polipektomi. Bila ukuran

<5mm maka pengangkatan cukup dengan biopsi atau elektrokoagulasi bipolar. Disamping

polipektomi KKR dapat diatasi dengan operasi. Indikasi untuk hemikolektomi adalah tumor

di caecum, kolon asenden, kolon transversum tetapi lesi di fleksura lienalis dan kolon

desenden diatasi dengan hemikolektomi kiri. Tumor di sigmoid dan rectum proksimal dapat

diangkat dengan tidakan LAR (Low Anterior Resection).Angka mortalitas akibat operasi

sekitar 5%.

Terapi ajuvan

Sepertiga pasien yang menjalani operasi kuratif akan mengalami rekurensi. Kemoterapi

ajuvan dimaksudkan untuk menurunkan tingkat rekurensi KKR setelah operasi. Pasien

Duke A jarang mengalami rekurensi sehingga tidak perlu terapi adjuvan. Pasien KKR Duke

C yang mendapat levamisol dan 5 FU secara signifikan meningkatkan harapan hidup dan

masa interval bebas tumor (disease free interval). Kemoterapi ajuvan tidak berpengaruh

pada KKR Duke B.2

Rekomendasi tingkat A2 :

Stadium I/ Dukes A : tidak diberikan kemoterapi

Stadium II dengan resiko tinggi/IIB/Dukes B2 : Kemoterapi 5-FU/FA

atau Capecitabine atau FOLFOX4, hingga 6 bulan

Stadium III /Dukes C : Kemoterapi 5 FU/FA atau capecitabine hingga 6 bulan

atau FOLFOX4, hingga 6 bulan

Stadium IV/ metastasis lini 1 : Kemoterapi 5 FU/FA atau capecitabine hingga

6 bulan atau FOLFOX4, hingga 6 bulan dengan atau tanpa bevacizumab.

Stadium IV/metastasis lini 2 : kemoterapi 5FU/FA atau capecitabine, atau

FOLFOX 4 hingga 6 bulan (3 bulan atau 6 siklus dengan protocol de Gramont

17

Page 18: proposal colorectal cander

bila memungkinkan untuk dimulai lagi) hingga 6 bulan ditambah oxaliplatin

atau irinotecan, 6 bulan dengan atau tanpa cetuximab.

2.10 Prognosis

Prognosis pasien kanker kolorektal sangat ditentukan oleh stadium tumor pada saat

didiagnosis, ada tidaknya metastasis, derajat diferensiasi, dan kepekaan tumor tersebut pada

radiasi dan kemoterapi.9

Angka harapan hidup 5 tahun (5 years survival) bervariasi, tergantung dari stadium

tumor. Berdasarkan klasifikasi Dukes, angka harapan hidup 5 tahun adalah sebagai berikut9:

1. Dukes’ A 5-yr survival, > 90%

2. Dukes’ B 5-yr survival, 60%

3. Dukes’ C 5-yr survival, 40%

4. Dukes’ D 5-yr survival, 10 %

Berdasarkan klasifikasi TNM, harapan hidup 5 tahun adalah:12

Stage TNM classification 5-year survivalI T1-2, N0, M0 93 %

IIA T3, N0, M0 85%

IIB T4, N0, M0 72 %

IIIA T1-2, N1, M0 83 %

IIIB T3-4, N1, M0 64 %

IIIC T(any), N2, M0 44 %

IV T(any), N(any), M1 8 %

Tabel 4. Prognosis berdasarkan klasifikasi TNM.1

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

18

Page 19: proposal colorectal cander

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental pre dan post treatment, yaitu

menentukan penurunan kadar CEA pada pasien-pasien kanker kolorektal stadium IIB-III

paska operasi dan kemoterapi regimen FOLFOX.

3.2 Tempat dan Waktu

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Divisi Bedah Digestif Departemen Ilmu Bedah,

Fakultas Kedokteran USU/RSUP H. Adam Malik Medan.

Waktu penelitian dilaksanakan dilaksanakan setelah proposal penelitian disetujui.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi Target

Seluruh Pasien dengan diagnosa Kanker Kolorektal Stadium IIB-III

3.3.2 Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah seluruh pasien dengan diagnosa

Kanker Kolorektal Stadium IIB-III yang datang ke Poliklinik Bedah Digestif RSUP H.

Adam Malik Medan pada tahun 2010-2014 dan mendapatkan terapi operasi dan kemoterapi

dengan regimen FOLFOX.

3.3.3 Sampel

Sampel penelitian adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi.

3.4 Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

Penentuan besar sample :

Dimana

n : besar sample

P1 :proporsi efek standar (dari pustaka) : 0,5

19

Page 20: proposal colorectal cander

P2 : Proporsi efek yang diteliti : 0,75

Perbedaan yang dianggap berarti 25%, dengan :

Z1-/2 = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada: 0,05 : 1,96

Z1- = nilai distribusi normal baku (tabel Z) pada: 0,2 : 0.842

P = (P1 + P2)/2

Maka besar sample yang diambil sebanyak 58 sample.

3.5 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.5.1 Kriteria Inklusi

1. Laki-laki dan Perempuan dengan rentang umur 30-70 tahun

2. Telah dilakukan Operasi

3. Mempunyai gambaran histopatologi

4. Stadium IIB-III

5. Mendapatkan kemoterapi regimen FOLFOX

3.5.2 Kriteria Eksklusi

Pasien yang memiliki riwayat Synchronous Tumor

3.6 Cara Kerja

3.6.1 Alokasi Subjek

Pemilihan subjek ditetapkan melalui rumus besar sampel dan kriteria inklusi pada

penelitian ini.

3.6.2 Tahap Persiapan

Melakukan pengambilan sampel dengan menilai kriteria inklusi.

3.6.3 Tahap Pelaksanaan

Melakukan pengumpulan data

3.6.4 Tahap Akhir Penelitian

20

Page 21: proposal colorectal cander

1. Melakukan pengolahan dan analisis data hasil penelitian.

2. Melakukan penyusunan dan penggandaan laporan.

3.7 Identifikasi Variabel

Variabel Bebas

Kanker Kolorektal dan Terapi (Operasi + Kemoterapi)

Variabel Tergantung

Kadar Carcino-embryonic Antigen (CEA)

3.8 Definisi Operasional

Kanker kolorektal adalah suatu neoplasma yang ganas yang berasal atau tumbuh di

dalam struktur saluran usus besar (kolon) dan atau rektum. Kolon adalah usus besar

proksimal dari rektum. Rektum intra-operatif adalah batas fusi dua taenia mesenterik

dengan area amorfus rektum (true rectum); sedangkan pada pemeriksaan

sigmoidoskop kaku, rektum disepakati berjarak 15 cm dari anal verge (UKCCR)

atau 12 cm dari anal verge (USA). 2

Carcino-embryonic Antigen (CEA) merupakan suatu oncofetal antigen, secara

normal diproduksi pada masa perkembangan fetus dan berhenti sebelum janin lahir.

Antigen ini juga diproduksi oleh epitel tumor pada usus besar. CEA merupakan

suatu glycosyl Phosphatidyl Inositol (GPI) –cell surface yang berperan dalam adhesi

sel.1 CEA digunakan sebagai marker serologi untuk memonitor status kanker

kolorektal dan untuk mendeteksi rekurensi dini dan metastase ke hati.2 Kadar

Normal CEA dalam darah berkisar 0-3 ng/ml.

FOLFOX adalah suatu regimen kemoterapi yang terdiri dari 5-FU, LV dan

Oxaliplatin. Regimen ini diberikan sebagai kemoterapi ajuvan pada pasien kanker

kolorektal stadium III dengan rekomendasi sebanyak 12 siklus setiap 3 minggu

sekali.2

3.8.1 Kerangka Konsep

21

Kanker Kolorektal Stadium IIB-III

Page 22: proposal colorectal cander

3.8.2 Kerangka Teori

22

Grading Histopatologi Tumor

Staging Tumor (Keterlibatan N dan M)

Well Difeferentiated Tumor Sekresi CEA lebih tinggi

CEA Pre

Operasi

CEA post Operasi

Kemoterapi dengan Regimen FOLFOX

CEA post Kemoterapi

4 minggu

4 minggu

CEA < 5ng/ml

CEA > 5ng/ml

CEA < 5ng/ml

CEA > 5ng/ml

CEA < 5ng/ml

CEA > 5ng/ml

Page 23: proposal colorectal cander

3.9 Rencana Pengolahan dan Analisis Data

Perbedaan kadar CEA pre dan post operasi dan post kemoterapi dianalisis dengan ANOVA. Sementara, analisis lebih lanjut untuk perbedaan CEA secara berurut (pre dan post operasi) dan (post operasi dan post kemoterapi) dilakukan dengan chi-square test. Suatu perbedaan dinyatakan bermakna bila p < 0,05.

23

Peningkatan CEA

(CEA > 5ng/ml) Lokasi Tumor

Adanya Obstruksi

Gangguan Fungsi Hati

Left Sided-Tumor CEA lebih tinggi daripada Right Sided Tumor

Tumor dengan obstruksi CEA lebih tinggi

Epitel Normal

Epitel Displasia

Adenoma

Karsinoma

Metastatic cancer

APC

K-ras

P53

CEA Released

Page 24: proposal colorectal cander

Tabel 5.

T

Tabel 6.

24

CEA

<5 ng/ml > 5ng /ml

Sebelum Operasi

Sesudah operasi

Page 25: proposal colorectal cander

Lampiran 1.

SusunanPeneliti

Peneliti

Nama lengkap : Dr. Prafitri Najogi Hasibuan

Pangkat/Gol/NIP : /III B/ 19870526200 2

Jabatan Fungsional : -

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Pembimbing I

Nama lengkap : Dr. Liberty Sirait, Sp. B-KBD

Pangkat/Gol/NIP : 195604131987021001

Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Divisi Bedah Digestif

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Bedah Digestif

Pembimbing II

Nama lengkap : Dr. Asrul, Sp. B-KBD

Pangkat/Gol/NIP : 196607051997011001

Jabatan Fungsional : Staf Pengajar Divisi Bedah Digestif

Fakultas : Kedokteran

Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara

Bidang Keahlian : Bedah Digestif

25

Page 26: proposal colorectal cander

Lampiran 2

Rencana Anggaran Penelitian

Uraian Jumlah

Honorarium Rp 1.000.000,-

Fotocopi Rp 1.000.000,-

Pembuatan Proposal dan Laporan Penelitian Rp 1.000.000,-

Penggandaan Proposal dan Laporan Penelitian

Rp 1.000.000,-

Total Rp 4.000.000,-

Sumber dana merupakan dana pribadi dari pelaksana penelitian.

Jadwal Penelitian

Juli 2014 Agustus

2014 September

2014

PERSIAPAN

PELAKSANAAN

PENYUSUNAN LAPORAN

PENGGANDAAN LAPORAN

26

Page 27: proposal colorectal cander

Lampiran 3.

STATUS PASIEN

No. Rekam Medis : _____________________ Tanggal : _____/_____/2012

Dilakukan Oleh : dr. ____________________________________________

Identitas Pribadi

Nama : _____________________________________________

Tempat/Tanggal Lahir :______________________________Usia : _________ Tahun

No rekam Medik :

Pekerjaan : _____________________________________________

Alamat Rumah : _____________________________________________

Diagnosa :

Tanggal Operasi :

I. Anamnesis

Penyakit yang sedang dialami (jika ada) :

II. Data laboratorium

Kadar CEA Sebelum terapi :

Kadar CEA Setelah Operasi :

Kadar CEA Setelah Kemoterapi :

Hasil histopatologi

III. Data Penyakit

Saat penderita datang- Gejala obstruktif- Gejala non obstruktif

: :

27

Page 28: proposal colorectal cander

: :

- Temuan saat operasi

Besar tumor ( mm )

Bentuk tumor

Lokasi tumor

Keterlibatan KGB regional

Penentuan tindakan paska operasi oleh operator :

28