Proposal Alat ultrasonik
-
Upload
prabowo-b-hery -
Category
Documents
-
view
116 -
download
10
description
Transcript of Proposal Alat ultrasonik
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Tenaga listrik merupakan salah satu kebutuhan manusia dewasa ini dan
semakin luas penggunaannya. Pemakaian tenaga listrik tidak hanya sebatas untuk
penerangan, namun menyentuh banyak aspek kehidupan manusia.
Permintaan akan tenaga listrik terus meningkat mulai dari rumah tangga,
bidang sosial, perhotelan, hingga kebutuhan untuk industri – industri besar,
dimana permintaan tersebut tidak dapat segera dapat dipenuhi, karena
kemampuan pengelola ketenagalistrikan dalam hal ini PT. PLN (Persero) masih
terbatas, hal ini menghambat laju pembangunan yang sedang giat dilaksanakan.
PT. PLN (Persero) yang bergerak dibidang penyediaan tenaga listrik
dituntut untuk lebih meningkatkan kemampuannya, agar dapat mengatasi laju
pertumbuhan serta kesejahteraan rakyat.
Penyaluran tenaga listrik harus mempunyai kualitas yang baik, andal dan
kontinuitas yang terjamin. Sehingga perlu adanya langkah-langkah untuk
mencegah terjadinya gangguan. Salah satu caranya adalah dengan memasang alat
yang dapat mencegah terjadinya gangguan. Dalam beberapa kejadian khususnya
gangguan Jaringan Tegangan Menengah terjadi akibat ulah binatang dimana hal
tersebut sering dianggap faktor yang tidak dapat dikendalikan. Oleh sebab itu
dirasakan perlu untuk melakukan tindakan pencegahan.
1
Sehubungan dengan hal tersebut maka penulis merasa tertarik memilih
judul: ”Alat Pengusir Binatang dengan Gelombang Ultrasonic”.
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dibahas adalah :
1. Apakah penyebab kehadiran binatang pada Jaringan Listrik Tegangan
Menengah?
2. Apakah gelombang suara dengan frekuensi tertentu dapat mencegah hardirnya
binatang pada jaringan listrik PLN?
I.3. Tujuan Penulisan.
Penelitian ini pada PT. PLN (Persero) Area Pinrang, bertujuan:
1. Untuk menganalisa dan menetukan penyebab gangguan akibat binatang
2. Untuk menganalisa dan menentukan gelombang suara dengan frekuensi apa
yang dapat mencegah kehadiran binatang pada jaringan.
I.4. Batasan Masalah.
Penelitian ini membahas mengenai alat yang menghasilkan gelombang
suara yang akan ditempatkan pada jaringan listrik. Dengan menganalisa dan
melakukan percobaan mengenai besar frekuensi suara yang dapat mengganggu
atau menjauhkan binatang dari jaringan listrik, diharapkan dapat diketahui besar
frekuensi yang tepat sehingga dapat mengurangi gangguan jaringan akibat
binatang. Dalam hal ini kami membatasi penelitian kami hanya gangguan akibat
binatang yang terjadi di PLN Area Pinrang.
2
1.5. Hipotesis
Apakah pada Area Pinrang terjadi penurunan frekuensi gangguan akibat
binatang. Dimana PLN Area Pinrang memiliki panjang jaringan 1.055 kms. Dan
kondisi jaringan Area Pinrang di beberapa daerah yang rawan terhadap gangguan
akibat binatang sehingga dibutuhkan alat pencegah terjadinya gangguan untuk
meningkatkan keandalan penyaluran listrik.
1.6. Sistematika Penulisan
Susunan Tugas Akhir ini terdiri dari lima bab yang mengikuti sistematika
sebagai berikut:
Bab I. Pendahuluan
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, batasan
masalah, dan sistematika penulisan yang merupakan gambaran umum tentang
tulisan dalam Tugas Akhir ini.
Bab II. Tinjauan Pustaka
Berisi uraian tentang landasan teori tentang dasar setting koordiasi
proteksi daya pada jaringan distribusi.
Bab III. Metode Penelitian
Merupakan tinjauan umum meliputi pengumpulan dan pengolahan data.
Bab IV. Perancangan Alat
Berisi Model Perancangan alat dan konsep Rangkaian sehingga
menghasilkan Frekuensi Ultrasonik.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sistem Penyaluran Daya Listrik
Daya listrik untuk pelanggan di daerah Pinrang bersumber dari beberapa jenis
pembangkit yang disuplay melalui jaringan transmisi dan Gardu Induk yang berada di
kota Pinrang.
Sistem jaringan tegangan menengah berfungsi untuk menyalurkan tenaga
listrik dari tegangan sekunder transformator gardu induk ke tegangan primer
transformator distribusi. Jaringan distribusi primer dapat berupa saluran udara
tegangan menengah (SUTM) san saluran kabel tegangan menengah (SKTM).
Pemilihan bentuk jaringan distribusi tegangan menengah biasanya
memperhatikan berbagai macam beban, misalnya beban industri, beban hotel,
perkantoran, rumah tangga dan lain-lain. Dalam penyaluran tenaga listrik, baik atau
tidaknya kualitas jaringan diawali dari apa yang dihasilkan oleh jaringan tersebut.
Faktor-faktor yang mempengaruhi baik atau tidaknya suatu jaringan antara
lain, yaitu :
1. Naik turunnya tegangan ( Voltage Fluctuation )
2. Kontuinitas Pelayanan ( Continuity )
3. Fleksibilitas Jaringan ( Fleksibility )
4. Biaya investasi Jaringan.
Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, maka timbul beberapa syarat dalam
menentukan jaringan tegangan menengah.
4
Adapun syarat – syarat tersebut adalah sebagai berikut :
a. Jatuh tegangan dan rugi – rugi daya yang terjadi tidak melebihi
batas yang telah ditentukan oleh pihak PT. PLN (Persero)
b. Gangguan terhadap pelayanan ke konsumen tidak sering terjadi
dan berlangsung dalam kurun waktu singkat.
c. Biaya invesatasi jaringan tidak terlalu mahal.
Gardu Induk tersebut berfungsi untuk menurunkan tegangan tinggi menjadi
tegangan menengah atau tegangan distribusi primer. Jaringan tegangan menengah ini
umumnya berbentuk loop (lingkar), tetapi dalam pengoperasiannya berbentuk radial,
hal tesebut dipengaruhi oleh karena adanya jatuh tegangan disetiap ujung jaringan.
Daya listrik yang disalurkan melalui jaringan tegangan menengah ada
disalurkan langsung ke konsumen untuk konsumen besar dan sebagian diturunkan
tegangannya dengan bantuan transformator distribusi melalui jaringan tegangan
rendah untuk konsumen sadang dan kecil.
Secara umum dapat dilihat single line diagram dari pembangkit listrik sampai
ke konsumen di bawah ini :
5
Gambar ( 2.1) Sistem Penyaluran Daya Listrik
Keterangan : a. Pembangkit tenaga listrik (Generator)
b. Transformator Daya
c. Saluran Transmisi
d. Gardu Induk ( GI )
e. Jaringan tegangan menengah
f. Beban ( Konsumen besar / sedang / kecil )
g. Gardu Distribusi (GD)
h. Jaringan tegangan rendah 220/380 V
6
G
a bc
d e
f
f
gh
GI
GD
150 kV
220/380 V
f
f
f
2.2 Gambaran Umum Sistem Distribusi
Jaringan distribusi dapat diartikan sebagai proses pengiriman daya dan
tegangan listrik dari suatu gardu induk sampai kepada unit pelayanan dan pemakaian
beban. Pada proses pengiriman daya dan tegangan listrik ini, berawal dari sisi
sekunder transformator daya dari gardu induk (GI) penerima dan kemudian melalui
saluran distribusi primer atau jaringan tegangan menengah (JTM). Daya listrik
tersebut disalurkan/dikirim sampai di gardu distribusi. Pada gardu distribusi yang
dihubungkan dengan penyulang - penyulang, tegangan menengah diubah /
ditransformasikan menjadi tegangan rendah (TR) melalui transformator. Kemudian
tegangan rendah disalurkan jaringan tegangan rendah (JTR) melalui kabel bawah
tanah tegangan rendah atau melalui perangkat hubung bagi (PHB) tegangan rendah,
dan selanjutnya tenaga listrik dihubungkan ke instalasi atau unit pelayanan dan
pemakaian baban.
2.3 Fungsi Jaringan Distribusi
Fungsi sistem distribusi adalah menyalurkan tenaga listrik dari gardu induk ke
gardu distribusi dan mendistribusikan tenaga listrik tersebut dari gardu distribusi
kepada para pelanggan atau pemakai (beban).
Jaringan distribusi primer yang bertegangan menengah berfungsi menyalurkan
daya listrik dari gardu induk ke transformator- transformator distribusi dan para
pelanggan yang terhubung ke jaringan distribusi primer ini, yang umumnya adalah
industri-industri besar dan pabrik-pabrik. Kemudian transformator berfungsi
7
menurunkan tegangan menengah menjadi tegangan rendah dan selanjutnya
menyalurkan daya listrik ke jaringan distribusi sekunder.
Sedangkan jaringan distribusi sekunder yang bertegangan rendah berfungsi
menyalurkan tegangan listrik dari transformator distribusi kepada para pelanggan
yang terhubung pada jaringan distribusi sekunder tersebut.
Mutu tenaga listrik yang diterima konsumen menyangkut beberapa hal, tetapi
yang erat hubungannya dengan fungsi distribusi adalah :
1. Kontinuitas Pelayanan
Dalam hal ini, pemadaman harus diusahakan sekecil mungkin terjadi. Ini
dapat terjadi dengan mengusahakan agar jaringan distribusi yang digunakan
betul-betul tertata dengan baik.
2. Perubahan Tegangan
Perubahan tegangan harus dalam batas-batas yang ditentukan.Variasi tegangan
yang diperbolehkan menurut standarisasi PLN adalah maksimum +5 % dan
minimum – 10 % terhadap tegangan nominal.
3. Keseimbangan tegangan
Keseimbangan dari jaringan distribusi tiga fasa terganggu, biasanya
disebabkan oleh salah satu fasa yang besar.
2.4 Gangguan pada Sistem Distribusi
Jenis gangguan pada sistem distribusi yaitu gangguan arus lebih (over
current) dan gangguan tegangan tinggi (over voltage). Gangguan arus lebih, banyak
disebabkan oleh gangguan terhubung-singkatnya penghantar fasa dengan fasa lainnya
8
atau dengan tanah. Sedangkan gangguan tegangan lebih disebabkan oleh kenaikan
tegangan akibat sambaran petir ke jaringan dan kenaikan tegangan akibat pemutusan
sirkit atau disebut switching.
Akibat gangguan arus lebih adalah rusaknya material penghantar yang
dilaluinya, sedangkan gangguan tegangan lebih akan merusak kekuatan isolasi yang
pada tahap selanjutnya terjadilah hubung singkat. Pencegahan terhadap kerusakan
tersebut salah satunya adalah memasang peralatan proteksi yang proporsional, yaitu
sesuai dengan ketentuan / persyaratan pengaman dengan mempertimbangkan untuk
meminimalisir pemadaman akibat gangguan. Sebab pada akhirnya bekerjanya
peralatan proteksi dapat berarti pemutusan suplai tenaga listrik ke jaringan.
2.5 Gelombang Bunyi
Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai gelombang
mekanik longitudinal yang dapat berjalan dalam medium padat, cair dan gas.
Gelombang bunyi ini merupakan variasi/getaran molekul – molekul zat dan salig
beradu satu sama lain namum demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan
gelombang serta mentransmisi energi bahkan tidak pernah terjadi perpindahan
partikel.
Binatang menggunakan gelombang bunyi/suara untu memperoleh perubahan
informasi dan untuk mendeteksi lokasi dari suatu objek. Misalnya tikus menggunakan
gelombang bunyi untuk mengemudi dan menentukan lokasi makanan.
9
2.6 Gelombang Bunyi Pada Sistem Pendengaran
Pendengaran adalah tanggapan terhadap rangsangan vabrasi mekanik. Tidak
semua rangsangan menghasilkan perasaan pendengaran. Agar dapat didengar suatu
bunyi haris cukup keras dan cukup tinggi intensitasnya sesuai daerah pendengaran.
Keadaan ini secara fisik dikatakan bahwa gerakan bunyi itu harus berada di dalam
daerah frekuensi yang dapat didengar.
Pada frekuensi yang terlalu rendah untuk didengar, getaran itu dapat dirasakan
dengan alat peraba, diperlukan amplitude yang jauh lebih besar agar dapat diraba
daripada yang diperlukan untuk pendengaran. Getaran dengan frekuensi yang lebih
tinggi dari daerah pendengaran tidak dapat dirasakan karena energinya sedemikian
besar sehingga menyebabkan pemanasan lokal dan rasa sakit.
Hampir semua vertebrata mempunyai alat pendengaran yang mirip dengan
telinga manusia. Sistem bunyi/akustik pada ikan dan amfibia tidak hanya dapat
memberi tanggapan terhadap bunyi tetapi juga terhadap rangsangan kimia, gerakan
fluida dan dalam beberapa hal terdapat rangsangan medan listrik. Sistem pendengaran
pada raptilia dan keluarga burung lebih dekat pada telinga manusia. Banyak binatang
lain, misalnya tikus peka terhadap energi vabriasi yang berada pada frekuensi yang
cukup tinggi sesuai dengan frekuensi pendengarnya. Jadi banyak macam sensor yang
peka terhadap energi vabriasi mekanik.
2.7 Pengertian Gelombang Ultrasonik
Gelombang ultrasonic merupakan gelombang mekanik longitudinal dengan
frekuensi di atas 20 KHz dan mentransmisikan energi dalam perambatan. Gelombang
10
ultrasonic pada frekuensi 60 KHz merupakan batas yang dapat didengar oleh
makhlum hidup, diatas frekuensi tersebut gelombang ultrasonic ini tidak dapat
didengar lagi bunyinya. Berikut ini gambar frekuensi pendengaran untuk bermacam –
macam binatang (Sales dan Pye, 1974).
Manusia
Kelelawar
Ngengat Malam
Ngengat Siang
Sayap Renda
Jangkrik Semak
Jangkrik
Jangkrik Tebing
Belalang
Binatang Menyusui
Ikan Paus dan Lumba-lumba
Anjing dan Singa Laut
Tikus Madagaskar
0,02 0,05 0,1 0,2 0,5 1,0 2,0 5,4 10 20 50 100 200
Gambar 2.1 Ketergantungan Frekuensi Pendengaran Untuk Bermacam-macam
Binatang (Sales and Pye, 1974)
Sebagai contoh kita ambil tikus. Tikus pada umumnya menggunakan
gelombang ultrasonic untuk berkomunikasi dalam rentangan frekuensi 2 KHz sampai
5 KHz. Komunikasi ini dilakukan untuk mengetahui perubahan informasi dan
mendeteksi lokasi dari suatu objek. Gelombang ultrasonic yang diterima tikus dapat
menghasilkan bermacam – macam tegangan meliputi daya tarik seks, pertahanan
wilayah, tanda bahaya dan perubahan tempat tinggal untuk mempertahankan
kelompoknya. Gelombang ultrasonic dipancarkan secara berputar dan tidak ada
11
modulasi karena gelombang ultrasonic. Prinsip dasar komunikasi tikus tersebut dapat
dimanfaatkan untuk pengendalian perilaku binatang sehingga menjauhi jaringan
listrik PLN.
Berikut ini digambarkan Kerangka Konseptual Pemaparan gelombang
Ultrasonik terhadap Pola Perilaku Binatang :
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Pemaparan gelombang Ultrasonik terhadap Pola
Perilaku Binatang
BAB III
12
METODE PENGUSIR BINATANG
Pengendalian Secara Biologi
Pengendalian Secara
Mekanis/Fisika
Pengendalian Secara
Kemis/Kimia
Pengendalian Manusia
Pembangkit Frekuensi Gelombang Ultrasonik
Perpindahan Energi Gelombang Ultrasonik
Efek pada binatang:- Thermal (Stress)- Kavitasi (Gelembung gas dalam sel)
Mempengaruhi Pola Perilaku Binatang
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Sesusi dengan Judul Penelitian ini, maka memilih lokasi penelitian pada
lingkup PT. PLN (Persero) Cabang Pinrang, yang dalam hal ini adalah mengenai
gangguan jaringan akibat binatang. Dan dilaksanakan pada bulan November 2013 –
Juni 2014.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data sebagai penunjang utama penulisan proposal ini
penulis mengunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Penelitian lapangan, yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara
mengadakan serangkaian wawancara langsung sehingga dapat
memperoleh data yang dibutuhkan sehubungan dengan masalah yang
akan diteliti.
2. Penelitian Pustaka, yaitu untuk melengkapi data dalam penyusunan ini
penulis mengambil beberapa literatur yang mempunyai hubungan
dengan judul ini.
3.3 Sumber Data dan Jenis Data
3.3.1 Sumber Data
1.Data Primer, yaitu data yang berasal dari dalam perusahaan berupa
arsip, pengamatan maupun wawancara langsung dengan bidang yang
berkaitan sebagai dasar untuk observasi lansung dilapangan.
13
2. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh dari luar perusahaan, berupa
bahan tertulis atau kombinasi utama yang berkaitan dengan
penyusunan proposal ini, seperti laporan-laporan, literatur dan lain-
lain.
3.3.2 Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penulisan dan pembahasan
digolongkan dalam dua jenis data yaitu :
1. Data kualitatif, yaitu data yang diperoleh bukan dalam bentuk angka-
angka melainkan dalam bentuk informasi baik secara lisan maupun
tulisan.
2. Data kuantitatif, yaitu data yang diperoleh dalam bentuk angka-angka
yang berasal dari perusahaan.
3.4 Pengujian Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka yang telah diuraikan serta disesuaikan dengan
masalah penelitian, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Frekuensi gelombang ultrasonik berpengaruh terhadap pola perilaku binatang
Jarak sumber gelombang ultrasonik berpengaruh terhadap perilaku tikus
Lama pemaparan gelombang ultrasonik berpengaruh terhadap perilaku
binatang
Kombinasi antara frekuensi, jarak sumber dan lama pemaparan gelombang
ultrasonik berpengaruh terhadap pola perilaku binatang dan binatang akan
pindah.
14
Dari sisi lain, manusia (baik bayi maupun dewasa) dan binatang peliharaan
tidak akan merasa terganggu karena tidak mendengar suara tersebut (frekuensi
diatur hanya untuk pendengaran binatang) dan tidak ada reaksi negatif jangka
panjang karena ini hanyalah gelombang elektro mekanik buka gelombang
elektro magnetik.
3.5 Time Schedule Penelitian
15
BAB IV
PERANCANGAN ALAT
4.1 Blok Diagram Sistem
Untuk mempermudah penjelasan dan cara kerja alat ini, maka dibuat blok
diagram. Masing – masing blok diagram akan dijelaskan lebih rinci dengan
rangkaiannya. Blok diagram ini secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar
dibawah ini:
Gambar 4.1 Blok Diagram Rangakaian
4.2 Rangkaian Catu Daya
Rangkaian catu daya yang digunakan memperoleh catu atau sumber tegangan
dari jala – jala listrik PLN. Tegangan 220 V harus diturunkan terlebih dahulu melalui
trafo. Tegangan tersebut kemudian disearahkan oleh penyearah jembatan sehingga
menghasilkan tegangan arus searah.
4.3 Osilator Pembangkit Gelombang
16
CATU DAYAOSILATOR
PEMBANGKIT GELOMBANG
PENGUAT SPEAKER
Saklar Pengatur Frekuensi Output
Setelah mendapat tegangan keluaran dari Catu Daya melalui trafo dan
Jembatan Wedgestone, selanjutnya masuk ke rangkaian osilator yang berfungsi untuk
mengubah tegangan keluaran tersebut menjadi gelombang. Gelombang keluaran
diatur agar sehingga didapatkan keluaran gelombang suara ultrasonik yang
diinginkan.
4.4 Saklar Pengatur Frekuensi
Rangkaian ini berguna sebagai saklar yang dapat digunakan untuk
menentukan keluaran frekuensi gelombang ultrasonik. Rangkaian ini bertujuan untuk
menyesuaikan jenis binatang yang akan dijadikan target untuk diganggu
4.5 Rangkaian Penguat
Setelah gelombang ultrasonic yang dikeluarkan dari rangkaian osilator
kemudian, gelombang ultrasonic tersebut melewati rangkaian penguat yang berfungsi
untuk memperkuat gelombang.
4.6 Speaker
Speaker digunakan sebagai keluaran hasil penguatan yang akan di arahkan ke
daerah yang rawan gangguan binatang.
17
LAMPIRAN
1. RAB (Rencana Anggaran Biaya) Pembuatan Alat.
2. RAB (Rencana Anggaran Biaya) Alat Pendukung.
3. Rekap Realisasi Laporan Gangguan 2011 – 2013 per bulan per kategori
gangguan.
18
DAFTAR PUSTAKA
Rusmaidi, Dedi. 2001. Elektronika 2. Bandung : Pioner Jaya.
Ackerman Erguene. 1979. Ilmu Biofisika. Surabaya : Universitas Airlangga.
Sudarminto. 1993. Rangkaian Popular Elektronika. Jakarta : Carya Remadja.
Sutrisno. 1984. Fisika Dasar Seri Gelombang dan Optik. Bandung : Institut
Teknologi Bandung.
Zemansky, Sears. 1991. Fisika Untuk Universitas 1 Mekanika, Panas, Bunyi.
Jakarta : Bina Cipta.
Conroy, James. 1987. Frequency and Hearing Capability (University of Smitfield-
USA).
Roger L. Tokheim.1996. Prinsip – Prinsip Digital. Penerbit Erlangga.
19