PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES … · tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik...
Transcript of PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKES … · tembakau yang kemudian dihisap asapnya baik...
1
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES KUSUMA HUSADA SURAKARTA
2017
Gambaran Kecerdasan Emosional Pada Remaja Perokok di Desa Matesih
1)Betty Handayani,
2) Anita Istiningtyas,
3) Saelan
1) Mahasiswa Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
2),3) Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STIKes Kusuma Husada Surakarta
ABSTRAK
Pada tahun 2014 Global Youth Tobacco Survey menyatakan Indonesia sebagai negara dengan angka perokok remaja tertinggi di dunia. Salah satu faktor yang menyebabkan
terjadinya perilaku merokok pada remaja adalah belum tercukupinya kecerdasan secara
emosional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kecerdasan emosional pada remaja perokok di desa Matesih.
Metode penelitian ini adalah kuantitatif dengan deskriptif, sampelsebanyak 59 responden.
Variabel yang diamati : Kecerdasan emosional, perilaku merokok, remaja. Teknik
sampling menggunakan proporsional simple random sampling. Analisa data dengan
analisa univariat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa remaja perokok terbanyak di Desa Matesih adalah
usia 19 tahun (25%), remaja perokok terbanyak adalah laki-laki yaitu 54 responden
(92%), dan berdasarkan pekerjaan 25 responden (43%), mengenali emosi diri yang butuh
perhatiandengan jumlah 44 responden (74%), memiliki pengelolaan emosi yang butuh perhatian dengan jumlah 39 responden (69%), memiliki rasa empati yang butuh perhatian
dengan jumlah 44 responden (75%), dan memiliki keterampilan sosial yang butuh
perhatian dengan jumlah 46 responden (75%).Bagi remaja perokok agar dapat meningkatkan kualitas diri dengan menuntut ilmu dan berperilaku yang positif agar
mendapatkan jati diri yang baik guna menunjang masa depan yang jauh lebih baik dari
sekarang. Kata kunci : Kecerdasan emosional, Perilaku merokok, Remaja.
ABSTRACT
In 2014, the Global Youth Tobacco Survey said that Indonesia was the country with the
highest number of adolescent smokers in the world. One of the factors leading smoking
behavior in adolescents is insufficient emotional intelligence. The purpose of this
research is to describe the overview of emotional intelligence of adolescent smokers in
Matesih village.
This research method was quantitative descriptive. The sample was 59 respondents. The measured variables were emotional intelligence, smoking behavior, and adolescent. The
sampling technique was using proportional simple random sampling. Then, the data were
analyzed by using univariate analysis. The result showed that the majority of adolescent smokers in the Matesih village were 19
years old (25%), the most adolescent smokers were men as many as 54 respondents
(92%), and based on their job there were 25 respondents (43%), self awareness that
needed attention were 44 respondents (74%), having a managing emotions that needed
attention were 39 respondents (69%), having a sense of empathy that needed attention
were 44 respondents (75%), and social skills that needed attention were 46 respondents
(75%).For adolescent smokers, it is expected to improve their quality by studying and doing positive behavior in order to get good identity for their better future.
Keywords : Emotional Intelligence, Smoking Behavior, Adolescen
2
PENDAHULUAN
Indonesia mengalami
peningkatan terbesar perilaku
merokok yang cenderung dimulai
pada usia yang semakin muda.Saat
ini, perilaku merokok semakin
merata, bukan hanya perilaku orang
dewasa, tetapi juga telah menjadi
gaya hidup para remaja.
Kecenderungan perilaku merokok
dikalangan remaja semakin
meningkat. Perilaku merokok dilihat
dari berbagai sudut pandang sangat
merugikan, baik untuk diri sendiri
maupun orang lain di sekelilingnya.
Dilihat dari sisi individu yang
bersangkutan, dan beberapa hasil
riset.
Pada tahun 2014 Global Youth
Tobacco Survey menyatakan
Indonesia sebagai negara dengan
angka perokok remaja tertinggi di
dunia. Terdapat 10 negara dengan
jumlah perokok terbesar di dunia
salah satunya adalah Indonesia
dengan urutan ketiga setelah China
dan India (WHO, 2008).
Penelitian di Liverpool,
menunjukkan bahwa remaja dari
keluarga yang mengizinkan untuk
merokok adalah 44% lebih mungkin
untuk merokok dan melewatkan
waktu untuk merokok di tempat-
tempat selain di rumah menyebabkan
mereka lebih berisiko 13% untuk
merokok. Usia 14-16 tahun
nilaiIndex of
MultipleDeprivation(IMD) sekolah
adalah prediksi signifikan untuk
mencoba merokok, risiko meningkat
ketika remaja mencoba untuk
merokok sekitar 95% (Smith dkk,
2011).
Data pada tahun 2000 yang
dikeluarkan oleh Global Youth
Tobacco Survey (GYTS) dari 2074
responden pelajar Indonesia usia 15-
20 tahun, 43,9% (63% pria) mengaku
pernah merokok (Global Youth
Tobacco Survey, 2004). Proporsi usia
merokok 15-19 tahun di Provinsi
Jawa Tengah adalah 47% (Riskesdas,
2013).
Perilaku merokok pada remaja
umumnya semakin lama akan
semakin meningkatsesuai
tahapperkembangannya yang
ditandaidengan meningkatnya
frekuensi dan intensitas merokok
(Hasnida Dan Kemala, dalam
Runtukahu dkk, 2015).
3
Menurut Sitepoe, perilaku merokok
adalah suatu perilaku yang
4
melibatkan proses membakar
tembakau yang kemudian dihisap
asapnya baik menggunakan rokok
ataupun pipa (Aryani, 2013).
Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh
bahan-bahan kimia yang dikandung
rokok seperti nikotin, Karbon
Monoksida (CO) dan tar akan
memacu kerja dari susunan saraf
simpatis sehinggamengakibatkan
tekanan darah meningkat dan detak
jantung bertambah cepat (menurut
Kendal& Hammen, dalam Chotidjah,
2012), menstimulasi kanker dan
berbagai penyakit yang lain seperti
penyempitan pembuluh darah,
tekanan darah tinggi, jantung, paru-
paru, dan bronchitis kronis (menurut
Kaplan dkk, dalam Runtukahu dkk,
2015).
Ada banyak alasan yang
melatarbelakangi perilaku merokok
pada remaja. Secara umum menurut
Kurt Lewin, bahwa perilaku
merokok merupakan fungsi dari
lingkungan dan individu. Perilaku
merokok selain disebabkan faktor-
faktor dari dalam diri, juga
disebabkan faktor
lingkunganChotidjah,2007).Kebiasaa
n merokok dimulai dari lingkungan
terkecil yaitu lingkup keluarga,
ditambah dengan gencarnya iklan-
iklan yang menayangkan produk
rokok. Terdapat sejumlah faktor
yang mempengaruhi remaja untuk
merokok, dikategorikan menjadi
beberapa faktor, yaitu
faktorpengaruh orang tua, pengaruh
teman, pengaruh iklan, faktor
genetik, faktor kepribadian, faktor
kejiwaan, faktor sensorimotorik,
faktor farmakologis, dan faktor
emosional.
Salah satu faktor yang
menyebabkan terjadinya perilaku
merokok pada remaja adalah belum
tercukupinya kecerdasan secara
emosional. Masa remaja ini sering
digambarkan sebagai masa storm
and drunk atau masa badai dan
topan.Selama tahun-tahun awal
remaja, individu mengalami masalah
utama biologis, kognitif, perubahan
sosial, dan emosional yang
mempengaruhi pilihan perilaku,
termasuk bereksperimen dengan
perilaku yang tidak sehat misal
merokok. Risiko kesehatan awal,
inisiasi merokok yang parah dan pola
perilaku tidak sehat pada remaja
5
sering meluas terbawa sampai
dewasa (Nasution, 2007).
6
Kecerdasan emosional
merupakan faktor penyumbang
terbesar yakni 80% bila
dibandingkan dengan kecerdasan
intelektual yang menyumbang 20%
dari faktor keberhasilan seseorang
(Golemen, 2009). Remaja yang
belum mempunyai kecerdasan
emosi, akan mudah marah, mudah
terpengaruh, mudah putus asa dan
sulit mengambil keputusan.
Sedangkan, individu yang
mempunyai kecerdasan emosi
mampu memahami dan memotivasi
diri sendiri, serta menuntun tingkah
laku agar dapat terhindar dari
perilaku yangkurang baik seperti
merokok ( Fikriyah dan febrijanto,
2011).
Studi pendahuluan pendataan
remaja perokok yang telah dilakukan
peneliti bersama kadus-kadus dari
dusun yang bersangkutan di Desa
Matesih pada bulan September 2016,
dengan rincian sebagai berikut :
Pada Dusun Kalongan terdapat
12 remaja putra perokok dan hanya
satu remaja putri perokok. Pada
Dusun Banaran 11 remaja putra
perokok dan hanya satu remaja putri
perokok.Pada Dusun Mranggen
terdapat sembilan remaja putra
perokok. Pada Dusun Sidodadi
terdapat 11 remaja putra perokok dan
dua remaja putri perokok. Pada
Dusun Panderejo terdapat sembilan
remaja putra perokok. Pada Dusun
Bayanan terdapat 12 remaja putra.
Pada Dusun Moyoretno terdapat
sembilan remaja putra perokok. Pada
Dusun Cangkring terdapat delapan
remaja putra perokok dan hanya satu
remaja putri perokok. Pada Dusun
Lor Pasar terdapat 11 remaja putra
perokok. Pada Dusun Krapyak
terdapat delapan remaja putra.Pada
Dusun Kuncung terdapat 11 remaja
putra perokok. Pada Dusun
Cangkring terdapat delapan remaja
putra perokok dan hanya satu remaja
putri perokok. Pada Dusun Sabrang
Wetan terdapat sembilan remaja
putra perokok. Pada Dusun Sabrang
Kulon terdapat tujuh remaja putra
perokok. Pada Dusun Pandeyan
terdapat 10 remaja putra perokok.
Berdasarkan pendataan
penelitian yang dilakukan di Desa
Matesih jauh lebih banyak
ditemukan remaja putra yang
perokok dibandingkan remaja putri.
Rata-rata di setiap dusun jumlah
7
perokok remaja putra antara 8-12
orang sedangkan remaja putri hanya
1-2 orang saja.Dari studi
pendahuluan di atas, peneliti
mendapatkan data remaja perokok di
desa Matesih pada tahun 2016
sebanyak 142 remaja perokok, dari
508 remaja yang berusia 15-19 tahun
sesuai data monografi desa Matesih
tahun 2010 - 2015.
Peneliti juga mengambil tiga
sampel remaja perokok di desa
matesih pada tanggal 25 November
2016 untuk melakukan studi
wawancara awal yang mengacu pada
tabel “ Kondisi konsumsi rokok yang
terbanyak” menurut Komalasari dan
Helmi (2000). Hasil studi wawancara
awal dari ketiga sampel tersebut
diperoleh informasi bahwa tiga
sampel remaja ini merokok
disebabkan oleh tiga hal karena
adanya masalah pribadi, pada saat
berkumpul bersama teman dan pada
saat kondisi stress. Ketiga alasan
tersebut sangat erat kaitannya dengan
kondisi emosi. Konsumsi rokok
ketika stres merupakan upaya-upaya
pengatasan masalah yang bersifat
emosional atau sebagai kompen-
satoris kecemasan yang dialihkan
terhadap perilaku merokok
(Komalasari dan Helmi, 2000).
Berdasarkan latar belakang di
atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang
gambaran kecerdasan emosional
pada remaja perokok di desa
Matesih.
Tujuan penelitan ini adalah untuk
mengidentifikasi gambaran
kecerdasan emosional remaja
perokok di desa Matesih.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian ini adalah
deskriptif, yaitumembuat gambaran
kecerdasan emosional pada remaja
perokok secara objektif tanpa
menganalisis lebih
lanjut.Deskriptifdidefinisikan suatu
penelitian yang dilakukan untuk
mendeskripsikan atau
menggambarkan suatu fenomena
yang terjadi di dalam masyarakat
Notoatmodjo, 2010). Populasi
sebanyak 142 remaja perokok,
sampel penelitian ini adalah 59
orangberdasarkan rumus Slovin,
dengan kriteria penentuan sampel
yaitu remaja usia 15-19 tahun,
8
remaja merupakan perokok aktif dan
remaja yang masih pendidikan
9
(sekolah) dan yang sudah bekerja.
Penelitian ini sudah dilakukan di
desa Matesih dengan mengambil
waktu penelitian pada bulan
Desember 2016 – Januari 2017.
Alat Penelitianyang digunakan
dalam penelitian ini adalah kuesioner
kecerdasan emosional dari Goleman
yang sudah valid, berupa angket
yang terdiri dari 50 pertanyaan,
denganpembagian masing-masing
ada 10 pertanyaan dari 5 aspek-aspek
kecerdasan emosional yaitu
mengenali emosi diri, mengelola
emosi, memotivasi diri sendiri,
empati, keterampilan sosial.Di setiap
pertanyaan ada penilaian 1, 2, 3, 4
dan 5, responden hanya memilih
salah satu dari lima hal tersebut
mana yang sesuai dengan diri
mereka. Cara peneliti menilai dari
masing-masing aspek dijumlahkan
lalu di lihat hasilnya masuk disalah
satu indikator penilaian, kuat (35-50)
atau butuh perhatian (18-34) atau
butuh pengembangan (18-17).
Kuesioner bersifat tertutup dan sudah
disediakan jawabannya, sehingga
responden tinggal memilih jawaban
yang sesuai dengan ketentuan.
HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
1. Karakteristik Responden
Tabel 1.1 Karakteristik Remaja
Perokok di Desa Matesih tahun
2016 (n=59)
Kriteria Kategori Jumlah
Responden %
Usia
15 8 13%
16 10 17%
17 12 21%
18 14 24%
19 15 25%
Jenis
kela-
min
Laki-laki 54 92%
Perempu
an 5 8%
Pekerja
an
Pelajar 15 25%
Petani 20 43%
Buruh 10 17%
Wira-
swasta 9 15%
Berdasarkan karakteristik
umur responden dapat diketahui
bahwa terbanyak adalah umur 19
tahun sebanyak 15 responden
(25%), umur 18 tahun sebanyak
14 responden (24%), umur 17
tahun sebanyak 12 responden
(21%), umur 16 tahun sebanyak
10 responden (17%) dan umur 15
tahun sebanyak 8 responden
(13%). Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa umur responden
mayoritas berumur 19 tahun, yaitu
sebanyak 15 responden dengan
tingkat prosentase sebesar 25%.
Kejadian merokok pada usia
10
remaja di Desa Matesih
meningkat, dari remaja awal yang
berumur 15 tahun (13%)
meningkat pada usia 19 tahun
(25%) atau setara peningkatan
sebesar 12%. Hal ini berkaitan
dengan kecenderungan perilaku
merokok pada usia merokok, pada
usia remaja awal mendekati
remaja akhir kecenderungan
remaja untuk merokok lebih
tinggi dan meningkat karena pada
usia itu merupakan usia yang
rawan terhadap peralihan dari
remaja akhir menuju
pendewasaan secara emosional.
Penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar remaja
perokok di desa matesih tahun
2016 berumur 19 tahun dengan
tingkat presentase sebesar
25%.Hal ini juga membuktikan
bahwa pada usia 15 tahun remaja
di Desa Matesih sudah merokok
dan terus meningkat
jumlahnyapada usia lanjut hingga
memasuki usia 19 tahun yang
merupakan masa remaja akhir.
Hal ini juga mendukung
penelitian sebelumnya, menurut
Erik H. Erikson (Fuadah, 2011),
faktor penyebab remaja merokok
antara lain pengaruh orang tua,
pengaruh dari teman sebaya,
pengaruh iklan, pengaruh dari
faktor genetik, faktor kepribadian,
faktor kejiwaan dan faktor
emosional yang akan memberikan
dampak pada pencarian jati diri
dari seorang remaja sehingga hal
ini mendorong remaja di desa
Matesih untuk melakukan
perilaku merokok.
Berdasarkan karakteristik jenis
kelamin responden dapat
diketahui bahwa remaja perokok
jenis kelamin laki-laki sebanyak
54 responden (92%), dan jenis
kelamin perempuan sebanyak 5
responden (8%). Dari hasil
tersebut dapat diketahui bahwa
jenis kelamin responden
mayoritas adalah berjenis kelamin
laki-laki, yaitu sebanyak 54
responden dengan tingkat
prosentase sebesar 92%. Perilaku
merokok di desa Matesih yang
dilakukan oleh remaja perokok
memang mayoritas adalah jenis
kelamin laki-laki, perokok laki-
laki dinilai lebih aktif untuk
melakukan kegiatan merokok
11
yang secara tidak langsung akan
berdampak pada penurunan
kesehatan mereka tanpa disadari.
Penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar remaja
perokok di Desa Matesih tahun
2016 adalah laki-laki sebanyak
54 orang dengan
tingkatpresentase sebesar 92%.
Menurut Hasnida dan Indri
Kemala (2005) perilaku
merokok pada remaja umumnya
semakin lama akan semakin
meningkat sesuai tahap
perkembangannya yang ditandai
dengan meningkatnya frekuensi
dan intensitas merokok, dari
survei dan pengamatan yang
mereka amati kebanyakan
pelaku merokok di usia remaja
adalah berjenis kelamin laki-
laki. Laki-laki dinilai cenderung
menjadi perokok aktif di usia
muda dibanding perempuan.
Hal ini juga mendukung
penelitian sebelumnya, menurut
Kumala (2014) yang melakukan
wawancara terhadap 10
responden, diketahui bahwa
remaja berjenis kelamin laki-laki
mendominasi perilaku
merokok.Remaja laki-laki di
anggap sebagai perokok aktif
dibanding remaja wanita.
Remaja wanita cenderung
menjadi perokok pasif, remaja
laki-laki mendominasi perilaku
merokok dikarenakan remaja
laki-laki memiliki tingkat
emosional yang relatif tinggi
dibanding wanita, tingkat
emosional ini juga berkaitan
dengan pencarian jati diri yang
melibatkan seluruh komponen
lingkungan sekitar sehingga
remaja laki-laki akan meniru
lingkungan sekitar mereka yang
cenderung menjadi seorang
perokok.
Berdasarkan karakteristik
pekerjaan responden dapat
diketahui pekerjaan sebagai
petani sebanyak 25 responden
(43%), pelajar sebanyak 15
responden (25%), pekerjaan
sebagai buruh sebanyak 10
responden (17%), pekerjaan
lainnya yang tidak disebutkan
sebanyak 9 responden (15%).
Dari hasil tersebut dapat
diketahui bahwa pekerjaan
12
sebagai petani merupakan
mayoritas remaja perokok di
13
Desa Matesih, yaitu sebanyak 25
responden dengan tingkat
prosentase sebesar 43%.
Hal ini juga menunjukkan
bahwa sebagian besar
remajaperokok di Desa Matesih
tahun 2016 adalah petani
sebanyak 25 responden dengan
tingkat presentase sebesar 43%.
Menurut Erikson (2000) selain
usia dan jenis kelamin, ada
karakteristik responden yang
dapat dilihat dan diteliti yaitu
berdasarkan pekerjaannya.
Pekerjaan seseorang
menyangkut dengan strata sosial
di dalam masyarakat. Jika
pekerjaan semakin mapan maka
tingkat intelektual seseorang
akan meningkat hal ini juga
memberikan pengaruh kepada
perilaku merokok.
Hal ini juga mendukung
penelitian sebelumnya yaitu
menurut Kumala (2014) yang
mewawancarai 10 responden,
pekerjaan seorang remaja
perokok juga mempengaruhi
pemahaman akan perilaku
merokok. Pekerjaan seseorang
sangat mempengaruhi
budayadan perilaku merokok
khususnya pada diri remaja.
Remaja masih di dalam masa
peralihan dari anak-anak menuju
dewasa dengan ditambahi beban
pekerjaan yang mereka dapat
akan memicu tingkatstres.
Sehingga pada tingkat stres
inilah akan memberikan dampak
negatif remaja untuk melakukan
suatu tindakan yang dapat
membahayakan dirinya yaitu
merokok. Remaja yang telah
kecanduan dengan tembakau
akan terus merasa
ketergantungan sehingga
memicu keinginan untuk
menghisap tembakau yang
adapada rokok.
2. Mengenali Emosi Diri
Tabel 2 Mengenali Emosi Diri
Remaja Perokok di Desa Matesih
Tahun 2016 (n=59)
Berdasarkan tabel 2
menunjukkan bahwa aspek
mengenali emosi diri pada
No Kriteria Jumlah
Responden
Prosen
tase
1 Kuat 12 20%
2 Butuh
perhatian 44 74%
3 pengembang
an 3 6%
Jumlah 59 100 %
14
remaja perokok di desa Matesih
berada dalam tingkat butuh
perhatian yaitu dengan
prosentase sebesar 74%. Disusul
dengan kriteria kuat hanya
mencapai 20% sedangkan
tingkat prosentase
pengembangan sangat rendah
yaitu hanya mencapai 6%. Hal
ini membuktikan bahwa
mengenali emosi diri pada
remaja perokok didesa Matesih
pada Tahun 2016 masih sangat
dibutuhkan perhatiaan agar
meningkatkan kekuatan pada
aspek pengenalan terhadap
emosi diri khususnya pada
remaja perokok di Desa Matesih
tahun 2016.
Menurut Goleman (2009)
Mengenali emosi diri merupakan
suatu kemampuan untuk
mengenali perasaan sewaktu
perasaan itu terjadi. Aspek
mengenali emosi diri terjadi
dari: kesadaran diri, penilaian
diri, dan percaya diri. Jika
remaja perokok di desa Matesih
memiliki tingkat pengenalan
emosi yang butuh perhatian
maka pengenalan emosi
padaremaja perokok di desa
Matesih perlu mendapat
perhatian baik dari Pemerintah
maupun dari pihak keluarga
sebagai lingkungan terdekat.
Kecende-rungan untuk
mengikuti rekam jejak orang tua
yang merokok, terbawa arus
teman sebaya yang
perokokmelihat iklan rokok
yang tersebar luas dan remaja
ingin mencobanya, tingkat
emosi yang masih labil dan
belum terkontrol. Hal itu adalah
faktor penyebab remaja di desa
Matesih membutuhkan perhatian
agar tidak merokok dan bisa
mengenali emosi diri.
Hasil penelitian ini
didukung oleh hasil penelitian
yang dilakukan Komalasari dan
Helmi (2000) yang menyatakan
bahwa sikap permisi orangtua
terhadap peilaku merokok
remaja dan lingkungan sebaya
merupakan prediktor yang cukup
baik terhadap perilaku merokok
pada remaja yaitu 38,4%. Dalam
hal ini berarti bahwa faktor
lingkungan keluarga dan teman
15
sebaya memberikan sumbangan
yang berarti dalam perilaku
16
merokok pada remaja.
3. Mengelola Emosi
Tabel 3 Mengelola Emosi
Remaja Perokok di Desa Matesih
Tahun 2016 (n=59)
Berdasarkan tabel 3
menunjukkan bahwa tingkat
prosentase pada kriteria butuh
perhatian sebesar 69%, disusul
dengan kekuatan 11% dan
pengembangan sebesar 20%.
Hal ini membuktikan bahwa
remaja perokok di Desa Matesih
memang memerlukan perhatian
khusus dalam mengelola emosi,
karena pada dasarnya mengelola
emosi merupakan kemampuan
individu dalam menangani
perasaan agar dapat terungkap
dengan tepat atau selaras,
sehingga tercapai keseimbangan
dalam diri individu. Jika remaja
perokok di Desa Matesih tidak
bisa mengelola emosi maka
akanberdampak buruk terhadap
diri remaja dan lingkungannya.
Penelitian ini didukung oleh
penelitian Komalasari dan Helmi
(2000) yang menyatakan bahwa
perilaku merokok pada
remajamerupakan upaya-upaya
pengatasan masalah yang
bersifat emosional atau lebih
sebagai pengendalian emosi atau
menge-lola emosi. Mengelola
emosi pada diri remaja perokok
di Desa Matesih dikategorikan
sebagai kategori perlu perhatian.
Semakin rendah tingkat
pengendalian emosi pada diri
remaja maka semakin diperlukan
juga perhatian agar
menanggulangi efek yang
ditimbulkan dari kurangnya
mengelola emosi tersebut.
4. Memotivasi diri sendiri
Tabel 4 Memotivasi Diri
Sendiri pada Remaja Perokok di
Desa Matesih Tahun 2016
(n=59)
N
o. Kriteria
Jumlah
Responden
Prosen
tase
1 Kuat 13 22%
2 Butuh
Perhatian 45 76 %
3 Pengembangan 1 2 %
Jumlah 59 100 %
Pada tabel 4 terlihat bahwa
tingkat prosentase pada kriteria
butuh perhatian sebesar 76%,
disusul dengan kekuatan 22%
N
o. Kriteria
Jumlah
Responden
Prosen
Tase
1 Kuat 8 11%
2 Butuh perhatian 39 69%
3 Pengembangan 12 20%
Jumlah 59 100 %
17
dan pengembangan sebesar 2%.
Hal ini membuktikan bahwa
tingkat memotivasi diri sendiri
pada remaja perokok di Desa
Matesih membutuhkan perhatian
agar mereka bisa memotivasi
diri untuk berperilaku baik dan
tidak merugikan diri sendiri
maupun orang lain. Karena pada
dasarnya, memotivasi diri juga
akan dapat memberikan efek
positif sehingga mampu menata
emosi guna mencapai tujuan
yang diinginkan. Kendali diri
secara emosi, menahan diri
terhadap kepuasan dan
megendalikan dorongan hati
adalah landasan keberhasilan di
segala bidang. Hal ini juga
berkaitan dengan penelitian Indri
Kemala Nasution (2007) yang
menyatakan bahwa faktor dan
motif merokok banyak
disebabkan oleh faktor
psikologis dan juga dalam
mengatasi stres, semakin besar
stres yang dialami maka mereka
semakin banyak mengkonsumsi
rokok.Sehingga salah
satupelariannya untuk
memotivasidiri remaja tersebut
dengan merokok. Tingkat
kecende-rungan memotivasi diri
sendiri pada usia remaja sangat
diperlukan. Jika pada kenyataan-
nya tingkat memotivasi diri pada
remaja perokok di Desa Matesih
masih kurang dan diperlukan
perhatian untuk perbaikan
kedepannya. Semakin rendah
tingkat memotivasi pada diri
sendiri maka semakin
diperlukannya perhatian dari
lingkungan sekitar. Tingkat
memotivasi diri sendiri pada
remaja perokok di Desa Matesih
di nilai perlu perhatian
disebabkan oleh faktor-faktor
yaitu sikap memotivasi diri
sendiri yang sangat kurang,
terlihat dari hasil kuisioner
kecerdasan emosional yang telah
diisi oleh remaja perokok di desa
Matesih dan hasil pengamatan
peneliti di lingkungan desa
Matesih.
5. Rasa Empati
Tabel 5 Rasa Empati pada
Remaja Perokok di Desa
Matesih Tahun 2016 (n=59).
18
Pada tabel 5 terlihat bahwa
pada kriteria butuh perhatian
terbanyak dengan prosentase
75%, disusul dengan kekuatan
22% dan pengembangan sebesar
3%. Hal ini membuktikan bahwa
tingkat empati pada remaja
perokok di Desa Matesih
membutuhkan perhatian agar
tercipta hidup rukun, damai,
saling menghormati dan
menghargai antar masyarakat dan
kenakalan remaja khususnya di
Desa Matesih dapat diminimalisir.
Karena pengertian empati
menurut Goleman (2009)
merupakan kemampuan untuk
mengelola sensitivitas,
menerapkan diri pada sudut
pandang orang lain sekaligus
menghargainya.
Jika remaja perokok di Desa
Matesih dapat mengelola rasa
empati yang ada dalam dirimaka
akan tercipta lingkungan yang
rukun, damai dan menghargai
antar sesama. Sesuai dengan
penelitian Kumala (2014) rasa
empati memang diperlukan oleh
manusia tidak terkecuali remaja
sebagai makhluk sosial. Jika rasa
empati terhadap sesama kurang,
maka diperlukan suatu upaya
untuk dapat membangun rasa
empati antar sesama manusia.
Karena hal itu sangat diperlukan
untuk keberlangsungan hidup
manusia sebagai makhluk sosial.
6. Keterampilan Sosial
Tabel 6 Keterampilan Sosial
pada Remaja Perokok di Desa
Matesih Tahun 2016 (n=59)
No. Kriteria Jumlah
Responden
Prosentase
(%)
1 Kuat 10 17%
2 Butuh
perhatian 46 78%
3 Pemgembangan 3 5%
Jumlah 59 100 %
Pada tabel tersebut terlihat
bahwa tingkat prosentase pada
kriteria butuh perhatian
sebesar78%, disusul dengan
kekuatan 17% dan
pengembangan sebesar 5%.Hal
ini membuktikan bahwa tingkat
keterampilan sosial pada remaja
perokok di Desa Matesih
membutuhkan perhatian.Jika
N
o Kriteria
Jumlah
Responden
Prosen
tase
1 Kuat 13 22%
2 Butuh Perhatian 44 75%
3 Pengembangan 2 3%
Jumlah 59 100 %
19
remaja perokok di desa Matesih
dapat mengelola keterampilan
sosial yang ada dalam diri maka
akan tercipta lingkungan
makmur dan sejahtera.
Keterampilan sosial juga
berkaitan dengan kemampuan
menangani emosi dalam
hubungan dan mampu
mempengaruhiataumenginspiras
ioranglain, keterampilan sosial
merupakan dasar penting untuk
kerja tim sukses dan
kepemimpinan, sehingga akan
tercipta masyarakat yang sehat.
Hal ini didukung oleh
pengertian dari Goleman (2009)
bahwa keterampilan sosial
merupakan kemampuan untuk
mengelola, pengaruh dan
menginspirasi emosi orang lain.
Semakin tinggi keterampilan
seseorang maka semakin tinggi
pula tingkat mengelola,
mempengaruhi dan
menginsipirasi orang lain
danbegitu sebaliknya. Jika pada
penelitian ini tingkat
keterampilan sosial pada remaja
perokok rendah maka diperlukan
suatu perhatian agar remaja-
remaja perokok di Desa Matesih
dapat meningkatkan ketrampilan
diri sehingga dapat mengelola,
mempengaruhi dan
menginsipirasi orang lain
dengan kegiatan positif.
Dalam penelitan ini, faktor-
faktor penyebab kurangnya
ketrampilan sosial pada remaja
perokok di Desa Matesih
dikarenakan masih kurangnya
keterampilan sosial dalam diri
remaja, kecenderungan bersikap
keras terhadap lingkungan sosial
terlihat dari remaja perokok
yang bersikap acuh tak acuh
terhadap lingkungannya,
kurangnya interaksi dengan hal-
hal positif pada diri masyarakat
bahwa kebanyakan remaja
perokok tidak ikut serta dalam
kegiatan gotong royong
sehingga menjadi
penyebabremaja perokok di
Desa Matesih membutuhkan
perhatian
SIMPULAN
1. Karakteristikresponden remaja
perokok di desa Matesih tahun
2016 berdasarkan usiayang
20
tertinggi adalah umur 19 tahun
sejumlah 15 responden dengan
tingkat presentase 25%,
berdasarkan jenis kelamin, laki –
laki lebih banyak daripada wanita
yaitu 54 responden dengan tingkat
presentase 92%, dan berdasarkan
pekerjaan, paling banyak adalah
sebagai petani sejumlah 25
responden dengan tingkat
presentase 43%.
2. Mengenali emosi diri remaja
perokok di desa Matesih masuk
ke dalam kategori membutuhkan
perhatian, sebanyak 44 responden
dengan tingkat prosentase 74%.
3. Mengelola emosi remaja perokok
di desa Matesih masuk ke dalam
kategori membutuhkan perhatian,
hal ini terbukti dengan sebanyak
39 responden dan prosentase
masih dinilai tinggi yaitu 69%.
4. Tingkat memotivasi diri sendiri
dari remaja perokok di desa
Matesih juga membutuhkan
perhatian hal ini dibuktikan
dengan sebanyak 45 responden
dan nilai prosentase masih sangat
tinggi yaitu 76%.
5. Rasa empati yang terdapat di
dalam diri remaja perokok di desa
Matesih juga membutuhkan
perhatian hal ini dapat dilihat dari
jumlah responden sebanyak 44 ,
dan prosentase yang masih tinggi
yaitu 75%.
6. Dan keterampilan sosial pada
remaja perokok di Desa Matesih
juga masuk ke dalam kategori
membutuhkan perhatian dengan
46 responden dan tingkat
prosentase masih tinggi yaitu
78%.
Saran
Saran yang dapat disampaikan
oleh penulis sehubungan dengan
ganbaran kecerdasan emosional pada
remaja perokok di desa Matesih
adalah:
1. Bagi Remaja di Desa Matesih
Bagi remaja perokok agar dapat
meningkatkan kualitas diri dengan
menuntut ilmu dan berprilaku
yang positif agar mendapatkan jati
diri yang baik guna menunjang
masa depanyang jauh lebih baik
dari sekarang.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dapat memberikan
masukan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan. Memberikan
pengetahuan dan pemahaman
21
kepada remaja selaku perokok
aktif guna meminimalisir perilaku
merokok yang merugikan diri
sendiri. Institusi pendidikan dapat
bekerjasama dengan dinas
kesehatan terkait dengan
kesehatan remaja.
3. Bagi Peneliti Lain
Hasil dari penelitian ini dapat
digunakan sebagai dasar untuk
penelitian selanjutnya yang terkait
dengan gambaran kecerdasan
emosional yang meliputi banyak
aspek. Peneliti menyarankan
kepada peneliti selanjutnya untuk
meneliti lebih mendalam
mengenai faktor-faktor yang
mempengaruhi kecerdasan
emosional khususnya pada remaja
perokok yang butuh perhatian
salah satunya dengan metode
kualitatif.
4. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan baru
mengenai gambaran
kecerdasanemosional pada remaja
perokok di desa Matesih.
DAFTAR PUSTAKA
Aryani, Maya. 2013. Hubungan
Antara Sikap Terhadap
Kesehatan Dengan Perilaku
Merokok Di SMAN 1 Pleret
Bantul.Fakultas Psikologi
Universitas Ahmad Dahlan
Yogyakarta
Chotidjah, Sitti. 2012.Pengetahuan
Tentang Rokok, Pusat Kendali
Kesehatan
Dewi, Bestari Kumala. 2016.
Dampak Buruk Merokok Pada
Otak.
http://health.kompas.com.Diakse
s tanggal 3 Januari 2017.
Erikson, H. Erik, 2000. Hubungan
Kecerdasan Emosionak
terhadap remaja perokok.
Yogyakarta
Fuadah, Maziyyatul. 2011. Gmbaran
faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku
Merokok Pada Mahasiswa Laki-
Laki Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta,
Jurnal FIK UI, 2011. Diakses
tanggal 12 september 2016
Goleman, Daniel. 2009. Emotional
Intelligence (terjemahan).
Jakata: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Gretty C. Runtukahu, Jehosua
Sinolungan, Henry Opod. 2015.
Hubungan Kontrol Diri dengan
Perilaku Merokok Kalangan
Remaja di SMKN 1
Bitung.Jurnal e-Biomedik
(eBm), Volume 3, Nomor 1,
Januari-April 2015.
Infodatin . 2013. Perilaku Merokok
Masyarakat Indonesia
berdasarkan Riskesdas 2007 dan
22
2013.
http://www.depkes.go.id/resourc
es/download/pusdatin/infodatin/i
nfodatin-hari-tanpa-tembakau-
sedunia.pdf.tanggal akses 9 Mei
2016.
Hasnida dan Indri Kemala.
2005.Hubungan Antara Stress
Dan Perilaku Merokok Pada
Remaja Laki-Laki. Psikologi
Fakultas kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Jurnal
Psikologia.volume 1.No 2.
Desember 2005. Diakses
tanggal: 20 mei 2016.
Komalasari, D; Helmi, A.F.
2000.Faktor-Faktor Penyebab
Perilaku Merokok Pada
Remaja.Yogyakarta;Universitas
Gadjah Mada. Jurnal Psikologi.
Vol. 9 No. 2.
Kumala, Indri. 2014. Perilaku
Merokok pada Remaja. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Nasution, Indri Kemala. 2007.
Perilaku Merokok Pada
Remaja.Program studi Psikologi
Universitas Sumatera
Utara.USU.Repository@2008
Notoatmodjo, Soekidjo. 2012.
Metodologi Penelitian
Kesehatan. Jakarta : Rineka
Cipta.
Runtukahu, Gretty C,dkk. 2015.
Hubungan Kontrol Diri Dengan
Perilaku Merokok Kalangan
Remaja di SMKN 1
Bitung.Jurnal e-Biomedik (eBM)
Volume 3 Nomor 1, Januari-
April 2015.
Smith, Danielle MSc dkk
2011.Smoking Environment And
Adolescent Smoking : Evidence
From The Liverpool
Longitudinal Smoking Study.
Faculty of Health and Applied
Social Science
Liverpool.Volume 9. Issue 1
Stys, Yvonne & Shelley L.
Brown.2004.A Review of the
Emotional Intelligence
Literature and Implications for
Corrections.Research Branch
Correctional Service of Canada