Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering ...eprints.unram.ac.id/4917/1/DWI HARYATI...
Transcript of Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering ...eprints.unram.ac.id/4917/1/DWI HARYATI...
1
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
APLIKASI JAMUR Trichoderma spp. DAN UNSUR BORON (B)
SEBAGAI PEMACU PERTUMBUHAN DAN PENINGKATAN HASIL
BAWANG MERAH (Allium cepa L.)*)
Dwi Haryati Ningsih dan **)I Made Sudantha
Program Studi Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana
Universitas Mataram
**)Corresponding author : [email protected]
ABSTRAK
Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L) menjadi salah satu komoditas tanaman holtikultura
yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Bawang merah merupakan tanaman rendah
yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat mencapai 15 – 50 cm, membentuk rumpun dan termasuk
tanaman semusim. Perakarannya berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam
tertanam dalam tanah. Potensi bawang merah di Indonesia khususnya di Nusa Tenggara Barat menurut
data pada tahun 2012 sebanyak 78.300 ton/ha dengan luas area panen 9.988 ha, sedangkan terbaru
jumlah potensi bawang sebanyak 117.513 ton/ha, jumlah ini meningkat daripada data tahun
sebelumnya. Hal tersebut menandakan adanya upaya peningkatan potensi bawang merah di Nusa
Tenggara Barat. Trichoderma spp. ialah jamur tanah yang merupakan salah satu golongan yang penting
dari golongan-golongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuknya merupakan karakteristik
dari suatu tipe tanah sebagai medium bagi perkembang biakannya. Trichoderma spp. dapat berfungsi
sebagai biofertilizer (pupuk organik) dan sebagai biopestisida. Trichoderma spp. ditemukan dapat
memacu meningkatkan hormon pertumbuhuan, yang mana hormon tersebut berupa etilen, dan
menghasilkan sejumlah enzim berupa glukonase dan kinitase, toksin trichodermin, mampu
menghasilkan antibiotik gliotaksin dan viridin, yang keseluruhan tersebut diserap tanaman dan
berproses langsung dalam jaringan tanaman serta dapat membawa dampak positif bagi pertumbuhan
tanaman. Boron merupakan salah satu unsur mineral esensial yang mengatur beberapa proses fisiologis
penting termasuk pembelahan dan pemanjangan sel, metabolisme karbohidrat, translokasi asimilat, dan
perkembangan dinding pada tanaman khususnya bawang merah. Dalam hal memacu pertumbuhan
bawang merah, boron memacu pembelahan sel melalui RNA, sehingga dapat membentuk dinding sel
lebih cepat yang menyebabkan proses pertumbuhan lebih baik.
Jamur Trichoderma spp. dapat memacu meningkatkan hormon pertumbuhuan, yang mana
hormon tersebut berupa etilen yang sangat cepat membentuk pembungaan pada tanaman. Jamur
Trichoderma spp. selain mampu memberi daya tahan terhadap tumbuhan karena mengeluarkan
senyawa etilen dan menghasilkan sejumlah enzim berupa glukonase dan kinitase, toksin trichodermin,
mampu menghasilkan antibiotik gliotaksin dan viridin, yang keseluruhan tersebut diserap tanaman dan
berproses langsung dalam jaringan tanaman serta dapat membawa dampak positif bagi pertumbuhan
tanaman khususnya bawang merah. Boron (B) ditemukan dapat memacu pertumbuhan bawang merah
karena memiliki mekanisme kerja yang langsung diserap melalui akar dari larutan tanah dalam bentuk
ion. Unsur mikro masuk ke dalam jaringan tanaman sebagai pembawa karbohidrat untuk dibawa ke
seluruh tubuh tanaman bawang merah. Selain itu dalam hal memacu pertumbuhan bawang merah, boron
memacu pembelahan sel melalui RNA, sehingga dapat membentuk dinding sel lebih cepat yang
menyebabkan proses pertumbuhan lebih baik.
___________________________________________________________ Kata Kunci: Jamur Trichoderma spp., organik, patogen, kompos, bawang merah
2
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tanaman Bawang Merah (Allium cepa L) menjadi salah satu komoditas tanaman
holtikultura yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat di Indonesia. Bawang merah selalu
memiliki nilai ekonomis yang menguntungkan dan mempunyai prospek yang bagus, sehingga
banyak dari masyarakat di Indonesia mulai melakukan budidaya tanaman ini. Bawang merah
digunakan sebagai pelengkap masakan dan dikenal sebagai salah satu tanaman yang hampir
selalu ada di setiap jenis makanan di berbagai daerah di Indonesia.
Bawang merah merupakan tanaman rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat
mencapai 15 – 50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya
berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah (Wibowo,
2005). Bentuk daun bawang merah bulat kecil dan memanjang seperti pipa, tetapi ada juga
yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daun. Bagian ujung daun
meruncing, sedang bagian bawahnya melebar dan membengkak. Daun berwarna hijau (Estu.,
2007).
Selain sebagai campuran bumbu masak di Indonesia, bawang merah juga dijual dalam
bentuk olahan seperti ekstrak bawang merah, bubuk, minyak atsiri, bawang goreng bahkan
sebagai bahan obat untuk menurunkan kadar kolesterol, gula darah, mencegah penggumpalan
darah, menurunkan tekanan darah serta memperlancar aliran darah. Sebagai komoditas
hortikultura yang banyak dikonsumsi masyarakat, potensi pengembangan bawang merah masih
terbuka lebar tidak saja untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga luar negeri (Suriani, 2012).
Bawang merah juga dapat digunakan sebagai obat karena mengandung beberapa
kandungan yang bermanfaat bagi kesehatan tubuh manusia seperti yang dijelaskan oleh
Rukmana (1994) dalam Melisa (2013), bawang merah mengandung karbohidrat, protein,
sodium, kalium dan fosfor yang berguna sebagai antioksidan, antibakteri, dan kulit bawang
merah berpotensi sebagai bahan baku pestisida nabati. Bagian bawang merah yang digunakan
untuk budidaya adalah bagian umbi, karena bagian ini memiliki banyak kegunaan dan bernilai
ekonomis.
Konsumsi bawang merah pada umumnya cenderung mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Berdasarkan data Susenas (2015), dalam dua tahun terakhir (2013-2014), konsumsi
3
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
bawang merah per kapita mengalami peningkatan dari 20,649 ons menjadi 24,874 ons artinya
terjadi peningkatan jumlah konsumsi sebesar 20,45%. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan
bawang merah akan terus mengalami peningkatan di masa mendatang.
Tingginya konsumsi masyarakat terhadap bawang merah belum diiringi dengan produksi
yang memadai sehingga kebutuhan dalam negeri masih dipenuhi dengan impor. Menurut
Deptan (2015), pada empat tahun terakhir (2012-2015) impor bawang merah masih tetap tinggi
yaitu mencapai: 122.190 ton, 96.139 ton, dan 74.019 ton, sedangkan pada tahun 2015, dalam
kurun waktu delapan bulan (Januari-Agustus) impor bawang merah sudah sebesar 17.401 ton.
Provinsi penghasil utama bawang merah (luas panen > 1.000 ha/tahun) diantaranya adalah
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, NTB, dan
Sulawesi Selatan.
Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) merupakan salah satu penyangga produksi bawang
merah di Indonesia dengan kontribusi 32% dari produksi nasional. Salah satu kendala utama
yang dihadapi dalam usaha peningkatan produksi bawang merah adalah terbatasnya
ketersediaan benih bawang merah bermutu. Kebutuhan benih rerata di NTB adalah 1,6 t/ha.
Total kebutuhan benih untuk NTB mencapai 57.324,8 ton/tahun dan baru dapat dipenuhi
20.064 ton (35%), sehingga terjadi kekurangan benih 37.261 ton/tahun (BBIP NTB, 2016).
Sudantha (2016) melaporkan bahwa di daerah sentra penanaman bawang merah di Desa
Risa Kecamatan Woha Kabupaten Bima, hasil rata-rata hanya 2,0 ton/ha, dan di Desa Senteluk
Kecamatan Batulayar Kabupaten Lombok Barat, hasil rata-rata hanya 3,0 ton/ha. Rendahnya
hasil ini karena ketersediaan benih bersertifikat yang tidak mencukupi dan kurangnya
ketersediaan teknologi produksi benih berkualitas tinggi, bibit yang digunakan telah
terinfestasi dengan jamur Fusarium oxysporum f. sp. cepae sehingga intensitas penyakit layu
Fusarium pada tanaman bawang merah yang mencapai 65% dan untuk pengendaliannya petani
hanya mengandalkan fungisida dan diperparah lagi dengan pemberian pupuk anorganik lebih
dari 400 kg/ha. Bibit bawang merah yang ditanam adalah varietas Keta Monca Bima dan
varietas Nasional Brebes, dan varietas introduksi Super Philip.
Sudantha (2015-2016) telah berhasil mengisolasi jamur saprofit Trichoderma
harzianum isolat SAPRO-07 diisolasi dari rhizosfer tanaman bawang merah dan jamur T.
koningii isolat SAPRO-02 diisolasi dari endofit pada tanaman bawang merah yang dapat
menghambat perkembangan penyakit layu Fusarium, bahkan dapat memacu pertumbuhan
vegetatif dan generatif tanaman.
4
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Suwardji, Sudantha dan Petrunella (2016) mengatakan bahwa bioaktivator formulasi
tablet dan biokompos hasil fermentasi kedua jamur tersebut dan penambahan jamur mikoriza
indigenus atau Fungi Mikoriza Arbuskular (FMA) dapat meningkatkan ketahanan terinduksi
terhadap penyakit layu Fusarium dan dapat meningkatkan hasil serta lebih memacu tanaman
bawang merah untuk berbunga dan berbuah yang selanjutnya menghasilkan biji G0. (Rosliani,
2013) mengatakan bahwa penggunaan ZPT Benzyl Amino Purin dan Boron untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasil serta memacu pembungaan untuk menghasilkan benih
G0/ bibit bawang merah yang berkualitas pada beberapa varietas bawang merah.
Tanaman bawang merah dapat tumbuh pada lahan kering yang dikenal sebagai lahan
yang serba kekurangan unsur hara maupun ketersediaan air. Hal tersebut membuktikan bahwa
bawang merah mampu tumbuh dan bertahan hidup pada kondisi tersebut. Namun tidak terlepas
dari setiap kebutuhan semua tanaman, bawang merah tetaplah membutuhkan asupan air yang
cukup untuk menghasilkan produksi yang diinginkan. Tetapi kondisi ketersediaan air yang
banyak pun akan membuat tanaman ini mengalami kerusakan seperti kebusukan pada umbi
dan batang. Oleh karenanya ketersediaan air menjadi syarat utama untuk mendapatkan hasil
produksi dan kualitas umbi yang optimal. Menurut Limbongan dan Maskar (2003) dalam
Melisa (2013) pemberian air yang tepat selain dapat mengefisienkan penggunaan air, juga
dapat menghindarkan tanaman dari kemungkinan berkembangnya penyakit jamur terutama
pada kondisi kelembaban yang tinggi.
Selain itu tidak kalah penting pertumbuhan dan perkembangan tanaman juga sangat
dipengaruhi oleh pemberian pupuk dan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Serapan unsur
hara dibatasi oleh unsur hara yang berada dalam keadaan minimum (Hukum Minimum Leibig).
Dengan demikian status hara terendah akan mengendalikan proses pertumbuhan tanaman.
Untuk mencapai pertumbuhan optimal, seluruh unsur hara harus dalam keadaan seimbang,
artinya tidak boleh ada satu unsur hara pun yang menjadi faktor pembatas. (Pahan, 2008 dalam
Irfan, 2013).
Tidak terlepas dari hal tersebut, jika kita dapat melihat kondisi pada saat ini terutama
kondisi iklim dan lingkungan yang selalu berubah-ubah menyebabkan berbagai permasalahan
yang timbul seperti kekeringan, keracunan tanah akibat pertambangan dan penyalahgunaan
bahan-bahan kimiawi dari pupuk, menyebabkan tingkat produksi bawang merah di berbagai
daerah di Indonesia mengalami gangguan. Untuk itu diperlukan berbagai upaya dalam
menstabilkan kondisi produksi bawang merah sehingga kebutuhan konsumsi bawang merah
5
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
selalu terpenuhi. Irfan (2013) mengemukakan berbagai upaya telah dilakukan dalam berbagai
penelitian yang dilakukan oleh peneliti terdahulu dalam meningkatkan produktivitas dan
meningkatkan kualitas tanaman, yaitu dengan penggunaan pupuk majemuk baik terdiri atas
gabungan beberapa unsur makro saja, kombinasi makro-mikro, multi mikro, hara mikro dan
hormon, maupun zat pengatur tumbuh telah banyak diaplikasikan. Metode aplikasinya juga
beragam termasuk yang diberikan melalui daun.
Dari beberapa contoh upaya di atas, dalam kajian ini upaya yang akan dilakukan dalam
meningkatkan produksi bawang merah di Lombok yaitu dengan pemberian aplikasi jamur
Trichoderma sp. dan pemberian senyawa Boron (B).
Trichoderma merupakan jenis jamur yang masuk dalam kelas Ascomycetes. Biasanya
banyak ditemukan di Hutan maupun di tanah pertanian atau pada substrat berkayu. Dikenal
memiliki mekanisme antifungal, yang dapat menjadi agen biokontrol karena bersifat antagonis
bagi jamur lainnya, terutama yang bersifat patogen. Aktivitas antagonis yang dimaksud dapat
meliputi persaingan, parasitisme, predasi, atau pembentukkan toksin seperti antibiotik. Untuk
keperluan bioteknologi, agen biokontrol ini dapat diisolasi dari Trichoderma dan digunakan
untuk menangani masalah kerusakan tanaman akibat patogen.
Menurut Yedidia et al. (2001) dalam Cartika (2016), mengemukakan bahwa
Trichoderma spp. merupakan salah satu mikroorganisme fungsional dan agen hayati yang
dikenal juga sebagai biofungisida. Penggunaan Trichoderma spp. dapat pula sebagai organisme
pengurai, serta berfungsi sebagai stimulator pertumbuhan tanaman. Dijelaskan pula oleh
Wahyuno et al., (2009) dalam Gusnawaty (2004), Trichoderma merupakan jamur yang
berasosiasi dengan tanaman, sering ditemukan endofit pada akar dan daun. Jamur Trichoderma
sp. merupakan salah satu jenis jamur yang banyak dijumpai hampir pada semua jenis tanah dan
pada berbagai habitat yang merupakan salah satu jenis jamur yang dapat dimanfaatkan sebagai
agens hayati pengendali patogen tanah. Jamur ini dapat berkembang biak dengan cepat pada
daerah perakaran tanaman. Spesies Trichoderma sp. disamping sebagai organisme pengurai,
dapat pula berfungsi sebagai agens hayati. Trichoderma sp. dalam peranannya sebagai agens
hayati bekerja berdasarkan mekanisme antagonis yang dimilikinya.
Selain sebagai pengendalian hama penyakit tanaman, jamur Trichoderma spp juga
dapat dimanfaatkan sebagai senyawa yang dapat memacu pertumbuhan pada tanaman. Seperti
yang dikemukakan oleh Sudantha dan Suwardji (2013), jamur Trichoderma spp. yang dapat
berfungsi sebagai sumber unsur hara bagi tanaman dan sumber energi bagi mikroorganisme
tanah, dapat memperbaiki sifat-sifat tanah, memperbesar daya ikat tanah berpasir,
6
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga lebih ringan, mempertinggi kemampuan
tanah mengikat air, memperbaiki drainase dan tata udara pada tanah berat sehingga suhu tanah
lebih stabil, membantu tanaman tumbuh dan berkembang lebih baik, sebagai substrat untuk
meningkatkan aktivitas mikrobia antagonis, dan dapat mencegah patogen tular tanah.
Kemampuan masing-masing spesies Trichoderma sp. dalam mengendalikan jamur
patogen dan kemampuan pengendalian tanaman berbeda-beda, hal ini dikarenakan morfologi
dan fisiologinya berbeda-beda (Widyastuti, 2006).
Sudantha (2007) dan Sudantha (2008-2010) telah berhasil mengisolasi jamur saprofit
Trichoderma harzianum isolat SAPRO-07 diisolasi dari rhizosfer tanaman vanili dan pisang
dan jamur T. koningii isolat SAPRO-02 diisolasi dari endofit tanamanvanili dan pisang dapat
menghambat perkembangan penyakit layu Fusarium pada tanaman vanili dan pisang, bahkan
dapat memacu pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Selain itu kedua jamur antagonis
tersebut juga mampu menghambat pertumbuhan penyakit layu Fusarium pada tanaman kedelai,
jagung, tembakau. Sudantha (2015) melaporkan bahwa kedua jamur antagonis tersebut dapat
menghambat penyakit layu Fusarium pada tanaman bawang merah.
Selanjutnya jamur saprofit T. harzianum isolat SAPRO-07 dan jamur T. koningii isolat
SAPRO-02 diformulasi dalam bentuk biofungisida dan bioaktivator (Sudantha, 2010) dan telah
didaftarkan ke Kantor Paten Ditjen HKI Kemenkumham RI pada tahun 2013 dengan No.
Pendaftaran P00201100717 dan telah diumumkan di Kantor Paten. Demikian pula telah
dikembangkan penggunaan kedua jamur antagonis ini sebagai pengurai dalam pembuatan
biokompos (Sudantha, 2010).
Lebih lanjut penggunaan biofungisida dan bioaktivatorserta biokompos yang
mengandung jamur saprofit T. harzianum isolat SAPRO-07 dan jamur endofit T. koningii
isolat ENDO-02 telah terbukti efektif mengendalikan penyakit layu Fusarium pada tanaman
vanili (Sudantha, 2010), penyakit layu Fusarium pada tanaman kedelai (Sudantha 2011),
penyakit layu Fusarium pada tanaman pisang (Sudantha 2009), penyakit layu Fusarium pada
tanaman jagung (Sudantha dan Suwardji, 2013), penyakit layu Fusarium pada tanaman kedelai
(Sudantha dan Suwardji, 2014) dan penyakit layu Fusarium pada tanaman bawang merah
(Sudantha, 2015).
Sementara itu Boron merupakan senyawa mikro yang ada pada tanah dan tingkat
keberadaannya sangat rendah, seperti yang dijelaskan oleh Gardner et al., (1991) dalam kutipan
Putri (2008), bahwa boron terutama berasal dari mineral primer, seperti misalnya borosilikat.
Boron terdapat dalam larutan tanah pada tingkatan yang sangat rendah sebagai asam borat dan
7
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
diabsorbsi oleh partikel tanah sebagai borat. Mortvedt et al., (1991), boron satu-satunya non
logam antara elemen mikronutrien, memiliki valensi konstan 3+ dan radius ionik paling kecil.
Dalam lingkungan geologis larutan B kebanyakan terkandung dalam H3BO3 dan H2BO3-.
H3BO3 merupakan senyawa anorganik sederhana yang digunakan tanaman sebagai bahan
baku untuk sintesis senyawa lainnya (Lakitan, 2007).
Pemberian unsur mikro boron dapat meningkatkan B tersedia dalam tanah dan
konsentrasi maupun serapan B dalam trubus. Boron merupakan salah satu unsur hara mikro
yang esensial bagi tanaman karena peranannya dalam perkembangan dan pertumbuhan sel-sel
baru di dalam jaringan maristematik, pembungaan dan perkembangan buah (Syukur, 2005).
Boron dianggap mempengaruhi perkembangan sel dengan mengendalikan transpor gula dan
pembentukan polisakarida (Gardner et al., 1991). Fungsi lain dari boron dalam tanaman yaitu
berperan dalam penggabungan dan struktur dinding sel, metabolisme asam nukleat,
karbohidrat, protein, fenol, dan auksin. Di samping itu juga berperan dalam pembelahan,
pemanjangan, dan diferensiasi sel, permeabilitas membran, dan perkecambahan serbuk sari
(Ginta, 2005; Marschner, 1986).
Karena keberadaan boron dalam tanah sedikit mengingat boron merupakan senyawa
mikro, maka untuk upaya dalam meningkatkan produktivitas penanaman bawang merah
dibutuhkan pupuk boron sebagai tambahan.
Salah satu pupuk yang dapat digunakan ialah pupuk daun yang merupakan salah satu
pupuk yang paling efektif dalam menejemen produksi yang langsung menutrisi pada tumbuhan
dengan cepat (Aghatape et al., 2010). Mineral mikro yang ada pada beberapa pupuk terdapat
kandungan senyawa boron. Boron adalah mikronutrien yang mempunyai peran utama dalam
pengokohan dan perkembangan dinding sel, pembelahan sel, perkembangan buah dan biji,
transpor gula dan hormon perkembangan. Rahmawati (2011) menyatakan bahwa pemberian
boron dalam coating biji akan meningkatkan pertumbuhan tanaman leguminosa pakan
Calopogonium mucunoides Desv sebesar 13% pada fase vegetatif dan 5% pada fase generatif
dengan level terbaik boron 200 ppm. Boron mempengaruhi deposisi dinding sel dengan
merubah sifat membran (Goldbach dan Amberger 1986; Thariq dan Mott 2007) dan
mempengaruhi aktifitas selaput plasma (Sutcliffe dan Baker 1981; Thariq dan Mott 2007).
Defisiensi boron pada tanaman juga menyebabkan perkecambahan terhambat,
pertumbuhan akar terhambat, sklorosis dan nekrosis pada pucuk (Bergmann 1984; Utami,
2015), sehingga ketersediaan boron menjadi sangat penting dalam tanaman.
8
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Berdasarkan kajian di atas maka perlu dilakukan pengkajian tentang “Aplikasi Jamur
Trichoderma spp. dan Unsur Boron (B) sebagai Pemacu Pertumbuhan dan Peningkatan Hasil
Bawang Merah (Allium cepa L.)”.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang di atas, dapat disampaikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah aplikasi pemberian jamur Trichoderma spp. mampu memacu pertumbuhan
pada tanaman bawang merah?
2. Apakah aplikasi pemberian Boron (B) juga mempengaruhi pertumbuhan bawang
merah?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari kajian ini ialah sebagai berikut:
1. Untuk memberikan informasi tentang bagaimana jamur Trichoderma spp. mampu
memacu pertumbuhan tanaman bawang merah dan mampu meningkatkan
peroduktivitas hasil.
2. Untuk memberikan informasi apakah senyawa Boron (B) yang merupakan unsur hara
mikro dapat memacu pertumbuhan bawang merah secara lebih efisien.
3. Untuk mengetahui apakah ada perbedaan antara penggunaan aplikasi jamur
Trichoderma spp. dengan Boron yang digunakan dalam kajian ini.
9
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari kajian ini adalah:
1. Dalam bidang akademik dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan dan
referensi.
2. Secara teknis sebagai pedoman dalam pemanfaatan pemacu pertumbuhan tanaman
dan peningkatan produksi pada tanaman bawang merah dengan pengaplikasian
bioaktivator yang mengandung jamur Trichoderma spp. dan unsur Boron (B).
10
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bawang Merah
Morfologi bawang merah (Allium cepa L.) diklasifikasikan sebagai berikut (Estu,
2007 dalam Paskowo, 2017):
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Sub Kelas: Liliidae
Ordo: Liliales
Famili: Liliaceae
Genus: Allium
Spesies: Allium cepa var. aggregatum L.
Bawang merah (Allium ascalonicum L) merupakan salah satu komoditas komoditas
hortikultura yang banyak dikonsumsi masyarakat, potensi pengembangan bawang merah masih
terbuka lebar tidak saja untuk kebutuhan dalam negeri tetapi juga luar negeri (Suriani, 2012).
Bawang merah merupakan tanaman rendah yang tumbuh tegak dengan tinggi dapat
mencapai 15 – 50 cm, membentuk rumpun dan termasuk tanaman semusim. Perakarannya
berupa akar serabut yang tidak panjang dan tidak terlalu dalam tertanam dalam tanah (Wibowo,
2005 dalam Paskowo, 2017). Bentuk daun bawang merah bulat kecil dan memanjang seperti
pipa, tetapi ada juga yang membentuk setengah lingkaran pada penampang melintang daun.
Bagian ujung daun meruncing, sedang bagian bawahnya melebar dan membengkak. Daun
berwarna hijau (Estu., 2007).
Bawang merah memiliki batang sejati atau disebut dengan discus yang berbentuk
seperti cakram , tipis, dan pendek sebagai melekatnya akar dan mata tunas, diatas
discus terdapat batang semu yang tersusun dari pelepah-pelepah daun dan batang semua yang
berbeda didalam tanah berubah bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007).
Syarat tumbuh tanaman bawang merah; bawang merah dapat tumbuh pada kondisi
lingkungan yang beragam. Untuk memperoleh hasil yang optimal, bawang merah
membutuhkan kondisi lingkungan yang baik, ketersediaan cahaya, air, dan unsur hara yang
11
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
memadai. Pengairan yang berlebihan dapat menyebabkan kelembaban tanah menjadi tinggi
sehingga umbi tumbuh tidak sempurna dan dapat menjadi busuk. Bawang merah termasuk
tanaman yang menginginkan tempat yang beriklim kering dengan suhu hangat serta mendapat
sinar matahari lebih dari 12 jam.
Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai
dataran tinggi kurang lebih 1100 m (ideal 0-800 m) diatas permukaan laut, Produksi terbaik
dihasilkan di dataran rendah yang didukung suhu udara antara 25-32 derajat celcius dan
beriklim kering. Untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan baik bawang merah
membutuhkan tempat terbuka dengan pencahayaan 70 %, serta kelembaban udara 80-90 %,
dan curah hujan 300-2500 mm pertahun (BPPT, 2007). Angin merupakan faktor iklim yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan bawang merah karena sistem perakaran bawang merah
yang sangat dangkal, maka angin kencang akan dapat menyebabkan kerusakan tanaman.
Menurut Dewi (2012), bawang merah membutuhkan tanah yang subur gembur dan
banyak mengandung bahan organik dengan dukungan tanah lempung berpasir atau lempung
berdebu. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan bawang merah ada jenis tanah Latosol,
Regosol, Grumosol, dan Aluvial dengan derajat keasaman (pH) tanah 5,5 – 6,5 dan drainase
dan aerasi dalam tanah berjalan dengan baik, tanah tidak boleh tergenang oleh air karena dapat
menyebabkan kebusukan pada umbi dan memicu munculnya berbagai penyakit (Sudirja,
2007).
Perbanyakan tanaman bawang merah dapat dilakukan dengan menggunakan umbi
sebagai bibit dan biji bawang merah. Kualitas bibit bawang merah sangat menentukan hasil
produksi bawang merah. Kriteria umbi yang baik untuk bibit bawang merah harus berasal dari
tanaman yang berumur cukup tua yaitu berumur 70-80 hari setelah tanam, dengan ukuran 5-10
gram, diameter 1,5-1,8 cm. Umbi bibit tersebut harus sehat, tidak mengandung bibit penyakit
dan hama. Pada ujung umbi bibit bawang merah dilakukan pemotongan sekitas 1/5 panjang
umbi untuk mempercepat pertumbuhan tunas. Pemotongan ujung umbi sangat penting agar
umbi tumbuh merata serta cepat tumbuhnya, karena ujung umbi bersifat mempercepa
tumbuhnya tunas. Sedangkan perbanyakan bawang merah dengan menggunakan biji masih
jarang untuk dilakukan oleh petani. Hal itu dikarenakan benih bawang merah harus melalui
tahap penyemaian 5-6 minggu dan membutuhkan waktu 4 bulan dari awal penyemaian sampai
dengan pemanenan. Tetapi dengan menggunakan benih dapat menghasilkan produksi yang
cukup tinggi dan mendapatkan benih yang bebas dari virus dan penyakit bawaan.
12
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
2.2 Trichoderma spp.
Jamur tanah yang merupakan salah satu golongan yang penting dari golongan-golongan
populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan karakteristik dari
suatu tipe tanah sebagai medium bagi perkembang biakannya. Trichoderma sp. merupakan
salah satu jamur dari sekian banyak genus dan spesies jamur tanah (Supiandi, 1999).
Sistematika dari jamur Trichoderma adalah sebagai berikut (Harman, 2006):
Kingdom : Fungi
Filum : Deutromycota
Klas : Deutromycetes (imperfek fungi)
Subklas : Deuteromycetidae
Ordo : Moniliales
Famili : Moniliaceae
Genus : Trichoderma
Spesies : Trichoderma sp
Trichoderma ini memiliki 88 spesies yang ditentukan dengan karakterisasi molekuler
(Druzhinina dan Kubicek, 2005). Jamur Trichoderma sp. memiliki ciri morfologi sebagai
berikut: miselium bersepta, konidioforanya bercabang dengan arah yang berlawanan,
konidianya berbentuk bulat atau oval dan satu sel melekat satu sama lain, wama hijau terang
(Devi dkk., 2000).
Pertumbuhan jamur Trichoderma sp. sangat dipengaruhi oleh temperatur dan pH.
Pertumbuhan optimum jamur Trichoderma viride pada temperatur 20-28 "C dan pH
optimumnya berkisar antara 4,5 - 5,5. Sedangkan Trichoderma harzianum pertumbuhan
optimumnya pada temperatur 15 - 35°C dan pH optimumnya berkisar antara 3,7 - 4,7 (Domsch
dkk., 1980).
Trichoderma spp. merupakan salah satu mikroorganisme fungsional dan agen hayati
yang dikenal juga sebagai biofungisida. Penggunaan Trichoderma spp. dapat pula
sebagai organisme pengurai, serta berfungsi sebagai stimulator pertumbuhan tanaman (Chang
et al., 1986; Yedidia et al., 2001).
Penggunaan Trichoderma sp. sebagai agen pengendali hayati diharapkan dapat
mengurangi ketergantungan dan dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia dalam
mengendalikan penyakit tanaman. Trichoderma spp. memberikan pengaruh positif terhadap
pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman (Herlina dan Pramesti, 2004), karena
13
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Trichoderma spp. memiliki sifat pemacu pertumbuhan (Chang dan Baker, 1986). Aplikasi
Trichoderma spp. dapat meningkatkan produksi berbagai sayuran (Simarmata et al., 2004;
Nurhayati et al., 2012).
Trichoderma spp. memiliki tiga tipe menurut Miftahuddin (2011) yaitu; 1).
Trichoderma sp. menghasilkan jumlah enzim ekstraseluler beta (1,3) glukonase dan kinitase
yang dapat melarutkan dinding sel patogen; 2). Beberapa anggota Trichoderma sp.
menghasilkan toksin trichodermin. Toksin tersebut dapat menyerang dan menghancurkan
propagul yang berisi spora-spora pantogen di sekitarnya; 3). Jenis Trichoderma viridae
menghasilkan antibiotik gliotaksin dan viridin yang dapat melindungi bibit tanaman dari
serangan penyakit rebah kecambah.
2.3 Boron
Unsur Boron (B) merupakan salah satu unsur hara mikro yang esensial bagi tanaman
karena peranannya dalam perkembangan dan pertumbuhan sel-sel baru di dalam jaringan
maristematik, pembungaan, dan perkembangan buah (Syukur, 2005).
Iqbal et al. (2009) dalam Hatta (2013) Boron merupakan salah satu unsur mineral
esensial yang mengatur beberapa proses fisiologis penting termasuk pembelahan dan
pemanjangan sel, metabolisme karbohidrat, translokasi asimilat, dan perkembangan dinding.
Boron juga memainkan peran penting dalam perkecambahan serbuk sari, pertumbuhan tabung
polen, kesuburan bunga dan perkembangan biji. Seperti halnya nutrisi mikro lainnya, pupuk
boron dapat diberikan melalui penyemprotan daun, fertigasi, perlakuan benih dan pemupukan
tanah.
Boron terutama berasal dari mineral primer, seperti misalnya borosilikat. Boron
terdapat dalam larutan tanah pada tingkatan yang sangat rendah sebagai asam borat dan
diadsorbsi oleh partikel tanah sebagai borat (Gardner et al., 1991).
Menurut Aref (2012), boron berpengaruh pada pembentukan dan proliferasi sel
kambium dan gangguan diferensiasi xilem. Xilem bertanggung jawab untuk peningkatan
penyerapan nutrisi dan berkontribusi terhadap mobilitas nutrisi. Boron juga mempengaruhi
pembuahan dengan meningkatkan kapasitas produksi serbuk sari dari kepala sari dan viabilitas
serbuk sari biji-bijian. Boron secara tidak langsung berperan pada penyerbukan bunga dengan
meningkatkan konsentrasi gula dalam nektar tanaman.
Tanaman kekurangan boron menyebabkan akar dan pucuk akan berhenti tumbuh dan
tidak membentuk bunga (Sudarmi, 2013).
14
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Fungsi lain dari boron dalam tanaman yaitu berperan dalam penggabungan dan struktur
dinding sel, metabolisme asam nukleat, karbohidrat, protein, fenol, dan auksin. Di samping itu
juga berperan dalam pembelahan, pemanjangan, dan diferensiasi sel, permeabilitas membran,
dan perkecambahan serbuk sari (Ginta, 2005; Marschner, 1986). Hal ini terkait dengan
perannya dalam sintetis RNA yaitu bahan dasar pembentukan sel (Salisbury and Ross, 1995).
Boron berperan mengatur kebutuhan air dalam tanaman, membentuk serat dan biji dan
merangsang proses penuaan tanaman sehingga bunga dan hasil panen cepat meningkat
(Novizan, 2005).
Gejala kekahatan boron yaitu berupa daun menggulung, berubahnya daun menjadi
ungu atau juga bentuk daun yang menyimpang. Kekahatan boron juga mengakibatkan sel
menjadi irregular baik bentuk maupun ukuran sel pada batang (Sakya, 2001).
Kelainan yang diakibatkan oleh kekurangan unsur boron paling nyata tampak pada tepi-
tepi daun, yaitu gejala klorosis mulai dari bagian bawah daun. Kekurangan unsur ini bisa
menimbulkan penyakit fisiologis, khususnya pada tanaman sayur dan tembakau (Lingga dan
Marsono, 2002). Selain itu menyebabkan terdapat bercak coklat kehitaman seperti terbakar di
ujung daun. Titik tumbuhnya mati. Jarak antar ruas pada tanaman terlihat pendek, kekurangan
boron dapat menjurus menjadi matinya pucuk yang masih muda dan titik-titik pertumbuhan
dari bagian tanaman yang lalu menjadi busuk (Rinsema, 1983).
Boron tidak dapat dipindahkan dari satu jaringan ke jaringan yang lain, sehingga gejala
awal akan terlihat pada jaringan muda misalnya kematian pucuk. Jika terjadi kekurangan
boron, sel-sel tanaman tetap membelah, tetapi organ-organ struktural, seperti daun, cabang,
atau bunga gagal terbentuk (Novizan, 2005). Daun baru yang masih kecil-kecil tidak dapat
berkembang, sehingga pertumbuhan tanaman selanjutnya kerdil (Sutejo, 2002). Kelebihan
boron menyebabkan ujung daun kuning, diikuti nekrosis di tempat tersebut (Untung, 2001).
Konsentrasi boron berkisar 2,1 ppm-2,6 ppm. Konsentrasi boron yang lebih tinggi
daripada normal dapat menjadi racun (3,8 ppm pada semangka dan 2,2 pada semanggi). Pada
beberapa tanaman batas kisaran kecukupan boron tidak terdefinisi dengan baik (Novizan, 2005;
Eaton, 1944 cit Thompson and Frederick, 1979; Lunt et al., 1964 cit Larson, 1992).
Menurut penelitian terdahulu pengaplikasian boron mampu meningkatkan
perkecambahan dan pertumbuhan awal kecambah padi dengan metode priming benih telah
pernah dilakukan. Dan menunjukkan hasil kemungkinan keterlibatan boron dalam
metabolisme pati pada konsentrasi yang sangat rendah. Keduanya, waktu 50% berkecambah
dan rata-rata waktu perkecambahan adalah indikator penting dari vigor benih. Priming benih
15
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
memicu enzim hidrolitik dan mengubah proses fisiologis embrio, sehingga metabolisme
perkecambahan dapat terjadi lebih cepat dari biasanya (Hatta, 2013).
16
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
BAB III
GAGASAN
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sangat dipengaruhi oleh pemberian
pupuk dan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Untuk itu sebagai upaya dilakukannya
peningkatan hasil produksi bawang merah, dapat dilakukan dengan cara mengaplikasikan
Trichoderma spp. dan unsur hara mikro berupa Boron (B).
3.1 Jamur Trichoderma spp.
Jamur Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang sangat penting untuk
pengendalian hayati patogen tanaman. Beberapa isolat jamur Trichoderma spp. dapat tumbuh
dengan cepat pada medium seresah daun kopi, kemiri dan lamtoro, yaitu isolat Trichoderma
sp. SAPRO-03 vanili Timbenuh (T. harzianum), Trichoderma sp. SAPRO-06 vanili Celelos
(T. aureoviride), Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili Jurang Malang (T. harzianum),
Trichoderma sp. SAPRO-09 vanili Lingsar (T. hamatum) dan Trichoderma sp. SAPRO-11
vanili Selebung (T. hamatum). Pertumbuhan koloni jamur Trichoderma sp. SAPRO-07 vanili
Jurang Malang (T. harzianum) pada medium seresah daun kopi, kemiri dan lamtoro pada hari
ke lima setelah inokulasi sudah menutupi seluruh permukaan cawan Petri yang berdiameter 90
mm dan berwarna hijau karena telah membentuk phialospora, sedang pada medium seresah
daun gamal, kakao dan dadap pertumbuhan jamur ini lambat karena pada hari ke lima setelah
inokulasi diameter koloninya masing-masing berukuran 66,67 mm, 10,00 mm dan 10,00 mm,
dan berwarna putih karena belum membentuk phialospora (Sudantha, 2007)
Jamur Trichoderma spp. mempunyai kemampuan untuk menguraikan sampah organik
menjadi kompos dalam jangka waktu yang cepat. Kemampuan jamur Trichoderma spp.
sebagai agen pengurai sampah organik disebabkan karena kemampuannya untuk memproduksi
enzim yang dapat menguraikan selulosa, hemi selulosa dan lignin yang tinggi menjadi senyawa
yang lebih sederhana (Sudantha, 2007; Sudantha, 2008; Sudantha, 2010). Harman dan Taylor
(1988) mengemukakan bahwa suatu lahan dimana banyak terdapat bahan organik maka jamur
Trichoderma akan berkembang baik, yang akan menghasilkan enzim chitinolitik dan selulose
yang banyak. Menurut Trautmann dan Olynciw (1996) selulosa yang ada pada bahan organik
dapat dipisahkan oleh enzim selulose yang telah dihasilkan oleh jamur T. harzianum menjadi
ligni–selulose, kemudian merombaknya menjadi senyawa yang lebih sederhan yang mampu
17
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
larut dalam air, sehingga segera dapat dimanfaatkan langsung oleh tanaman untuk
pertumbuhan dan perkembangan.
Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang sangat penting untuk pengendalian
hayati patogen tanaman melon, mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat
spesifik target, mengoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur
patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil tanaman, menjadi
keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat dilakukan melalui tanah secara
langsung. Selain itu Trichoderma spp sebagai antagonis mudah dibiakkan secara massal dan
mudah disimpan dalam waktu lama (Arwiyanto, 2003).
Sudantha (2009): Sudantha (2010); Sudantha (2011); Sudantha (2012) melaporkan
bahwa jamur Trichoderma spp. (Isolat ENDO-02 dan 04 serta SAPRO-07 dan 09) yang
dikemas dalam bentuk biofungisida, bioaktivator, biokompos dan biochar dapat digunakan
untuk mengendalikan penyakit pathogen tular tanah, meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman kedelai, jagung, vanili, tomat, pisang, dan berbagai tanaman pangan dan hortikultura
lainnya.
Kompos hasil fermentasi jamur Trichoderma spp. dapat berfungsi untuk: (1)sumber
unsur hara bagi tanaman dan sumber energi bagi organisme tanah (2) memperbaiki sifat-sifat
tanah, memperbesar daya ikat tanah berpasir, memperbaiki struktur tanah berlempung sehingga
lebih ringan mempertinggi kemampuan tanah dalam mengikat air, memperbaiki drainase dan
tata udara pada tanah berat sehingga suhu tanah lebih stabil, (3) membantu tanaman tumbuh
dan berkembang dengan baik, (4)substrat untuk meningkatkan aktivitas mikroba antagonis, (5)
untuk mencegah patogen tular tanah (Sudantha, 2008).
Sebagai contoh Sudantha dan Abadi (2006), melaporkan bahwa mekanisme
antagonisme antara jamur endofit Trichoderma spp. dan jamur F. oxysporum f. sp. vanillae
adalah mikoparasit dan antibiosis. Selain itu, Sudantha (2007) juga melaporkan bahwa ada 19
jenis jamur endofit pada jaringan sehat tanaman vanili, namun ada delapan jenis jamur
Trichoderma spp. efektif mengendalikan penyakit busuk batang yang disebabkan oleh jamur
F. oxysporum f. sp. vanillae.
Jamur Trichoderma spp. telah berhasil digunakan untuk pengendalian pathogen tular
tanah, seperti pada penyakit layu Sclerotium tanaman kedelai (Sudantha, 1994); penyakit layu
18
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Fusarium pada tanaman kedelai (Sudantha, 1996), Penyakit layu Fusarium pada tanaman
tomat (Sudantha, 1997); dilaporkan juga Trichoderma spp. yang dikemas dalam bentuk
biofungisida “BIOTRIC” dapat mengendalikan penyakit yang disebabkan pathogen tular tanah
pada kondisi lapang di Lombok Barat, Lombok Tengah dan Lombok Timur (Sudantha, 1998:
Sudantha, 1999).
Sudantha dan Abadi (2006); Sudantha dan Abadi (2007); Sudantha (2007); Sudantha
et al. (2007) melaporkan bahwa jamur Trichoderma spp. ditemukan juga dalam jaringan
tanaman yang bersifat endofit yang dapat digunakan untuk pengendalian penyakit layu
Fusarium pada tanaman vanili.
3.1.1 Proses Pembuatan Formulasi Tablet Trichoderma spp.
Jamur dibiakkan dalam fermentasi cair atau serbuk seperti pada proses pembuatan
formulasi butiran atau serbuk.kaolin atau tanah liat steril sebanyak 100 g disterilkan dalam
autoclave. Selanjutnya kaolin atau tanah liat steril di camur dengan 200 ml suspensi miselia
yang disiapkan melalui fermentasi cair. Untuk skala industri disesuaikan dengan produksi yang
akan dibuat campuran kaolin-miselia atau tanah liat-miselia ini kemudian diformuasikan dalam
bentuk tablet. Tablt dikeringkan dalam lamir air flow selama 60 jam. Semua kegiatan dalam
proses ini dikerjakan dalam keadaan aseptis. Selanjutnya ditimbang berat basah dan berat
kering 1 tablet dan diamati kadar lengas tablet kering (Gambar 1)
Gambar 1. Biofungisida formulasi tablet (a) dan populasi jamur Trichoderma spp. dalam
formulasi tablet pada medium PDA (b) (Sumber: Sudantha 2010)
a b
19
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
3.1.2. Proses Pembuatan Formulasi Cair Trichoderma spp.
Formulasi dalam bentuk cair merupakan formulasi biofungisida yang dibuat dalam bentuk
cairan dan diaplikasikan dalam bentuk cair. Pada kajian ini digunakan contoh biofungisida
Biotricon. Formulasi cair dapat dibuat di laboratorium dengan empat macam medium cair yaitu
:
a. Glukosa Pepton Yeast (GPT)
Bahan yang di gunakan yaitu : Glukosa 15 g, pepton 2 g, Yeast 5 g, Asparagin 1 g.K2HPO4
0,5 g, MgSO4. 7H2O : 25 g. Thiamin HCL 0,001 g, Aquades 1L.
Cara pembuatannya sebagai berikut:
1) Masukkan aquades ke dalam gelas Erlenmeyer 250 ml.
2) Dua lempengan PDA yang berisi jamur T. Harzianum isolat SAPRO-07 dan T.
Polysporum isolat ENDO-04 (diameter 5 mm) di inokulasi dalam gelas erlenmyer
3) Selanjutnya diinkubasi pada temperatur 270 C pada engaduk berputar dengan
kecepatan 120 putaran permenit.
4) Setelah media dalam gelas Erlenmeyer di padati oleh miselia, kemudian di
homogenkan dengan mixer.
5) Suspensi miselia siap untuk di gunakan.
b. Alioshina
Bahan yang di gunakan yaitu : NaNO4 9,0 g, KH2PO2 0,75 g, MgSO4 0,75 g, CaCl2 12,5
g, Sukrosa 10 g, dan Aquades 1 L.
Alat-alat yang digunakan antara lain: Aerator (pompa aquarium sebagai penghasil
udara), tabung kaca, Erlenmeyer, selang plastik, gabus penutup, pipet kaca, glass wool
(untuk penyaring), dandang atau autoclaf (untuk sterilisasi bahan dan alat). Fiter
medifeel dan alat ferintor.
Cara pembuatannya adalah sebagai berikut :
1. Timbang bahan sesuai dengan ukuran masing-masing
2. Siapkan erlenmeyer steril
3. Masukkan setiap bahan secara hati-hati ke dalam erlenmeyer tersebut
4. Tambahkan 1,0 L aquades dan aduk sampai homogen
5. Inokulasikan starter jamur T. harzianum isolat SAPRO – 07 dan T. polysporum
isolat ENDO – 04 ke dalam media cair sebanyak 5 – 10 ml yang mengandung 104-
5 spora.
20
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
6. Inkubasikan dengan alat fermentor.
c. Ekstrak Kentang Gula
Bahan yang di gunakan yaitu ; Kentang 20 g, gula 10 g dan aqudes 1 L. Cara
membuatnya sebagai berikut :
1. Bersihkan kentang dan timbang sesuai kebutuhan.
2. Kentang dipotong kotak-kotak ( 1 x 1 x 1 cm2).
3. Siapkan pemanas (kompor/hot plate).
4. Siapkan glass beaker yang berisi 1 L aquades.
5. Masukkan kentang ke dalam glass beaker yang berisi aquades.
6. Panaskan sampai kentang lunak (± 20 menit).
7. Keluarkan kentang dan ambil ekstraknya.
8. Tambahkan 10 g gula pasir dan aduk sampai larut.
9. Ekstrak ketang-gula disaring, kemudian sterilkan dengan autoclaf.
10. Pindahkan ekstrak kentang-gula ke dalam erlenmeyer steril.
11. Inokulasikan starter jamur T. harzianum isolat SAPRO – 07 dan T. polysporum
ENDO – 4 ke dalam media cair.
12. Inkubasikan dengan alat fermintor.
d. Medium Water Agar
Jamur T. harzianum isolat ENDO – 07 dan T. polysporum isolat ENDO – 4
ditumbuhkan pada medium WA (Water Agar) yang mengandung 1 % ekstrak msing-
masing bahan. Ekstrak dapat berupa seresah daun kopi , seresah daun lamtoro, seresah
daun kemiri, dedak, sekam padi, serbuk gergaji, ampas aren dan bahan lain. Salah satu
dari bahan-bahan di atas dilarutkan dengan air steril (10 g bahan/100 ml air steril).
Kemudian disaring dengan kertas saring Whatman No. 1 serta disterilkan dengan
metode penyaringan menggunakan membran filter (diameter pori-pori/um). Ekstrak
bahan sebanyak 100 ml dicampur dengan 900 ml medium WA untuk mendapatkan
ekstrak bahan 1 %, ditambahkan gula sebanyak 10 g dan yeast 0,2%, selanjutnya aduk
sampai larut, pindahkan bahan ke dalam erlenmeyer atau botol steril (Gambar 2),
inokulasi stater berupa jamur T. harzianum isolat ENDO – 07 dan T. polysporum isolat
ENDO – 4 ke dalam media cair dan inkubasikan dengan alat fermintor.
21
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Gambar 2. Biofungisida formulasi cair (a) dan populasi jamur Trichoderma spp. pada
medium PDA (Sumber : Sudantha 2010)
3.1.3. Proses Pembuatan Formulasi Butiran Ca- Alginant Trichoderma spp.
Massa jamur dibiakkan dalam fermnetasi cair dengan menggunakan medium Glukosa
Pepton Yeast (GPY) dengan formula 15 gr glukosa, 2 g pepton, 5 g yeast, 1 g asparagin, 0,5
K2HPO4, 0,25 g MgSO4.7 H2O, 0,001 g thiamin HCl, 1 l H2O dimasukkan dalam gelas
Erlenmeyer 250 ml, kemudian dua lempengan PDA berisi jamur (diameter 5 mm) diinokulasi
dalam gelas Erlenmeyer. Selanjutnya diinkubasi pada temperatur 270 C pada pengaduk
berputar dengan kecepatan 120 putaran per menit. Setelah media dalam gelas Erlenmeyer
dipadati oleh miselia. Kemudian dihomogenkan dengan mixer dan suspensi miselia siap untuk
diformulasikan.
100 g kaolin dan 10 g sodium alginat ditambahkkan kedalam satu liter air dalam
Erlenmayer dan disterilkan dalam autoclave. 800 ml. Campuran kaolin-alginat steril dicampur
dengan 200 ml suspensi miselia yang disiapkan melalui fermentasi cair. Untuk skala industri
disesuaikan dengan produksi yang akan dibuat. Campuran kaolin-alginat ini kemudian
dicampur dengan pengaduk magnetis dalam gelas Erlenmeyer 2 liter, kemudian diteteskan
melalui pipet pastur ke dalam suspensi Ca – glikonat 0,1 M. Tetesan langsung menggumpal
membentuk butiran setelah menyentuh Ca – glukonat. Butiran dikeluarkan dari suspensi Ca –
glukonat secara teratur dan dikeringkan dalam lainar air flow selama 60 jam. Semua langkah
kegiatan dalam proses ini dikerjakan dalam keadaan aseptik. Selanjutnya ditimbang berat basah
dan berat kering 1 butiran kaolin-alginat dan diamati kadar lengas butiran kering.
3.1.4. Proses Pembuatan Formulasi Serbuk Trichoderma spp.
b a
22
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Bahan pembawa atau substrat terlebih dahulu dikeringkan dan dihancurkan, selanjutnya
diayak dengan ayakan berdiameter 2 mm. Serbuk/tepung yang tlah siap kemudian dibasahi
dengan air steril secukupnya, sehingga diperoleh campuran yang homogen, kemudian ditanak
selama 60 menit. Serbuk/tepung yang telah matang ini ditimbang sebanyak 200 g dan dikemas
dalam kantong kaca tahan panas dan disterilkan dalam autoclaf dan substrat ini kemudian
diinokulasi dengan suspensi jamur T. harzianum isolat ENDO – 07 dan T. polysporum isolat
ENDO – 4 (kerapatan spora 102/ml suspensi). Selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar
(Gambar 4).
Gambar 4. Biofungisuda formuasi serbuk (a) dan Populasi jamur Trichoderma. spp.pada
medium PDA (b). (Sumber: Sudantha, 2010)
Bahan/alat :
Nasi yang sudah bermalam : 1 – 2 muk/takar
Bambu (dibelah 2 bagian) : 1 ruas
Tali plastic/karet secukupnya.
Cara Pembuatan :
Membersihkan bagian bambu yang akan digunakan, kemudian belahan bambu dibuat
lubang sebesar jari kelingking pada kedua ruas kiri dan kanan.
Selanjutnya isi satu bagian/belahan bambu dengan nasi yang sudah dibiarkan semalam.
Satukan belahan bambu tersebut dan ikat dengan tali plastik sampai rapat
Kubur di tanah yang subur/humus sedalam 10-20 cm, tutup kembali dengan tanah dan
bertanda untuk memudahkan pengambilan.
b a
23
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Biarkan selama 5-7, kemudian ambil dan jika terdapat jamur seperti kapas maka
Trichoderma. sudah didapatkan.
Cara Perbanyakan Trichoderma spp.
Cara 1:
Bahan :
Dedak : 10 kg
Gula Pasir : 20 sdm
Air : secukupnya (3:l)
Biakan Trichoderma : 1 ruas bambu
Proses perbanyakan:
Dedak dikukus terlebih dahulu untuk mensterilkan dedak dari berbagai
jamur/bakteri.
Larutkan gula dalam air matang.
Biakan Trichoderma dikeluarkan dari bambu dan dicampurkankan dengan
dedak.
Campuran dedak dan trichoderma ditaburi larutan gula hingga dedak bisa
dikepal-kepal (tidak terlalu kering dan basa)
Masukkan dalam wadah plastik dan tempatkan ditempat yang terhindar dari
matahari dan hujan langsung.
Biarkan selama 3 – 7 hari
Cara 2:
Bahan:
Jamur induk Trichoderma spp. (F0)
Satu ruas bambu
Beras (sesuaikan dengan keinginan)
Air matang.
Alcohol 70% (untuk pensterilan peralatan)
Alat yang digunakan :
Plastik bening
24
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Kompor Gas
Panci
Sendok
Wadah / nampan
Lilin
Proses perbanyakan :
Beras dimasak menjadi 1/3 masak (selama 10 menit),
Setelah beras menjadi 1/3 masak dinginkan pada wadah nampan yang telah
disediakan.
Setelah itu masukan beras yang telah didinginkan tersebut kedalam plastik
bening. Setiap plastik diisi dengan beras 10 sendok makan.
Kemudian beras yang telah selesai di masukkan ke dalam plastik dilakukan
proses pengukusan kembali selama 10 menit.
Selanjutnya dinginkan lagi pada wadah nampan hingga benar-benar dingin.
Sendok yang akan digunakan harus disterilkan dengan menggunakan alcohol,
begitu juga dengan tangan.
Sendok tersebut kemudian didekatkan dengan api lilin secara sekilas saja, hal
ini bertujuan untuk mensterilkan sendok dari bakteri-bakteri di udara.
Gunakan sendok yang telah disterilkan tersebut untuk mengambil bahan induk
jamur trichoderma.
Setiap 1 kantong plastik yang berisi beras yang telah dikukuskan tadi akan kita
isi dengan bahan induk jamur trichoderma sebanyak 1/3 sendok.
Kocokkan agar jamur trichoderma merata tercampur dengan media beras yang
telah dikukus..
Kemudian setelah itu streples ujung plastik yang terbuka agar tidak ada celah
binatang kecil seperti semut masuk ke dalam plastik tersebut.
Simpan selama 14 hari.
Jika proses yang lakukan baik dan benar maka setelah 14 hari media beras diatas
akan berubah warna menjadi warna hijau yang merata.
Trichoderma (F1) ini sudah siap untuk digunakan (Anonim, 2016).
25
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
3.1.5. Teknik Aplikasi Trichoderma spp. Sebagai Pemacu Pertumbuhan
Trichoderma spp. dapat berfungsi sebagai biofertilizer (pupuk organik) dan sebagai
biopestisida. Dalam penerapannya sebagai pemacu pertumbuhan khususnya pada bawang
merah, Trichoderma spp. dapat diaplikasikan dengan berupa pupuk yang telah difermentasi
dengan jamur Trichoderma spp. Sebab, menurut Chang et al., (1986) dalam Yedidia et al.,
(2001), mengemukakan jamur Trichoderma spp. merupakan salah satu mikroorganisme
fungsional dan agen hayati yang dikenal juga sebagai biofungisida. Penggunaan Trichoderma
spp. dapat pula sebagai organisme pengurai, serta berfungsi sebagai stimulator pertumbuhan
tanaman.
Lebih lanjut Herlina dan Pramesti (2004), Trichoderma spp. memberikan pengaruh
positif terhadap pertumbuhan tanaman dan hasil produksi tanaman, karena Trichoderma spp.
memiliki sifat pemacu pertumbuhan. Aplikasi Trichoderma spp. dapat meningkatkan produksi
berbagai sayuran (Simarmata et al., 2004; Nurhayati et al., 2012).
Ada tiga macam cara aplikasi biofertilizer (pupuk organik) Trichoderma spp. yang
dapat diterapkan pada bawang merah (Allium cepa L.) yaitu sebagai berikut:
1. Menaburkan langsung pada bedengan
Penaburan Trichoderma spp. dapat dilakukan bersamaan dengan berbagai pupuk dasar
seperti kompos atau pupuk kandang dan disebarkan secara merata pada bedengan yang masih
setengah jadi, bukan diberikan di atas bedengan yang telah jadi. Untuk dosis pemberian kurang
lebih 500 kg/ha atau pertanaman 20-25 gram.
2. Menaburkan pada lubang tanam
Aplikasi Trichoderma spp. pada lubang tanam dilakukan pada saat pindah tanam,
dengan cara menaburkan Trichoderma spp. di tiap lubang tanam, maka dengan demikian
Trichoderma spp. dapat langsung mengenai perakaran tanaman. Dosis Trichoderma spp. yang
digunakan sebesar kapsul obat.
3. Pengocoran
Trichoderma spp. juga dapat diaplikasikan dengan cara dikocor. Pengocoran bisa
dimulai pada saat tanaman bawang merah berusia kurang lebih 7-10 hari setelah tanam (HST)
26
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
dan diulangi sampai 10 hari sampai 4 kali perlakuan. Dosis pengocoran 1 sendok teh yang
berkisar per 250 ml air/tanaman (Pary, 2013).
Gambar 5. Aplikasi kompos Trichoderma spp. dapat memacu pertumbuhan vegetatif dan pembungaan bawang merah (Sudantha et al., 2017)
3.1.6. Mekanisme Kinerja Trichoderma spp.
Jamur Trichoderma sp. merupakan satu dari sekian banyak agen pengendali hayati yang
telah dikembangkan dan diaplikasikan secara luas. Keberhasilan penggunaan agen hayati ini
telah banyak dilaporkan di berbagai penelitian diantaranya untuk mengendalikan penyakit akar
putih Rigidoporus micropus di perkebunan karet dan teh. Jamur ini juga sebagai agen hayati
untuk mengendalikan patogen penyebab rebah kecambah Rhizoctania solani, busuk batang
Fusarium sp., akar gada Plasmodiophora brassicae, dan patogen Pythium yang merupakan
patogen tular tanah yang dapat menyebabkan penyakit rebah kecambah (Dumping off) pada
kacang-kacangan.
Jamur Trichoderma spp. memiliki kemampuan untuk menghasilkan hormon yang dapat
memacu pertumbuhan tanaman. Hormon tumbuhan merupakan senyawa organik yang
disintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain. Dan pada konsentrasi
yang sangat rendah mampu menimbulkan respon fisiologis. Respon tersebut dapat berupa
memacu pertumbuhan batang, daun, akar, bunga atau buah (Salisbury dan Ross 1995). Diduga
etilen merupakan hormon yang dihasilkan oleh jamur Trichoderma spp. yang dapat memacu
27
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
pembungaan pada bibit vanili. Tambahnya lagi Salisbury menjelaskan beberapa jenis jamur
yang hidup di tanah dapat menghasilkan etilen. Hal itu dilepaskan oleh jamur tersebut sehingga
mampu mendorong perkecambahan biji, mengendaliakan pertumbuhan kecambah,
memperlambat serangan organisme patogen. Senyawa etilen tersebut dapat meningkatkan
sintesis enzim, sehingga memacu gugur daun, selulase dan enzim pengurai dinding sel lainnya
yang muncul di lapisan absisi. Jika sel terluka, fenilalani amonialiase muncul, enzim ini penting
dalam pembentukan senyawa fenol yang berperan dalam pemulihan luka. Jika jamur patogenik
tertentu menyerang sel, etilen menginduksi tanaman untuk membentuk dua macam enzim yang
menguraikan dinding sek jamur tersebut, yaitu dikenal dengan enzim B-(1,3) gukanase dan
chitinase.
Beberapa spesies Trichoderma bahkan mampu menghasilkan metabolit gliotoksin dan
viridin sebagai antibiotik dan beberapa spesies juga diketahui dapat mengeluarkan enzim b1,3-
glukanase dan kitinase yang menyebabkan eksolisis pada hifa inangnya, namun proses yang
terpenting yaitu kemampuan mikoparasit dan persaingannya yang kuat dengan patogen (Chet,
1987). Beberapa penelitian yang telah dilakukan, Trichoderma sp. memiliki peran antagonisme
terhdap beberapa patogen tular tanah yang berperan sebagai mikoparasit terhadap beberapa
tanaman inang.
Chet (1987) menambahkan penjelasan bahwa, mikoparasitisme dari Trichoderma sp.
merupakan suatu proses yang kompleks dan terdiri dari beberapa tahap dalam menyerang
inangnya. Interaksi awal dari Trichoderma sp. yaitu dengan cara hifanya membelok ke arah
jamur inang yang diserangnya. Ini menunjukkan adanya fenomena respon kemotropik pada
Trichoderma sp. karena adanya rangsangan dari hifa inang ataupun senyawa kimia yang
dikeluarkan oleh jamur inang. Ketika mikroparasit itu mencapai inangnya, hifanya kemudian
membelit atau menghimpit hifa inang tersebut dengan membentuk struktur seperti kait (hook-
like structure), mikoparasit ini juga terkadang memenetrasi miselium inang dengan
mendegradasi sebagian dinding sel inang.
3.1.7 Potensi yang dimiliki Jamur Trichoderma spp. sebagai Pertumbuhan Tanaman
Trichoderma spp. selain memiliki peran sebagai pengendalian hayati patogen juga
memiliki potensi yang cukup baik sebagai agen pengendalian hayati. Jamur tersebut dapat
dijadikan sebagai dekomposer tambahan dalam pembuatan pupuk organik dan juga dapat
merangsang pertumbuhan tanaman. Menurut Baker et al. (1991), Trichoderma sangat efektif
28
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
sebagai jamur pemacu pertumbuhan tanaman tomat, cabai dan mentimun. Trichoderma mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman disebabkan karena Trichoderma memiliki kemampuan
merangsang tanaman untuk meningkatkan hormon pertumbuhan. Asosiasi antara isolat
Trichoderma dengan akar membantu tanaman dalam mengabsorbsi mineral dari media
tumbuhan.
Windham et al. (1986) juga melaporkan bahwa perlakuan Trichoderma spp. pada
tanaman tomat dan tembakau mampu meningkatkan berat kering akar dan pucuk 21,3-27,5%
dan 25,9-31,8% dibandingkan kontrol.
Sudantha dan Abadi (2006) dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa penggunaan
jamur Trichoderma spp. cenderung merangsang pembentukan tunas daun/ sulur, sedang pada
kontrol (tanpa jamur saprofit Trichoderma spp) bibit vanili terinfeksi penyakit busuk batang,
hal tersebut terjadi diduga karena jamur saprofit Trichoderma spp. tersebut mengeluarkan
substansi kimia atau hormon yang didifusikan ke dalam jaringan tanaman vanili yang dapat
memacu pembungaan. Lebih lanjut Windham et al. (1986) pernah melaporkan bahwa jamur T.
harzianum dapat meningkatkan perkecambahan benih dan pertumbuhan tanaman. Sedangkan
hasil penelitian Utomo (2009), menunjukkan bahwa bioaktivator Trichoderma, sp dapat
meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman gmelina arborea pada media gambut sebesar 39,44
% diameter batang 3,12 % dan luas daun 852,63 % dibanding kontrol.
Karena disamping mempunyai kemampuan sebagai agen biokontrol, jamur
Trichoderma spp. memberikan pengaruh positif terhadap perakaran tanaman, pertumbuhan
tanaman, dan peningkatan produktivitas tanaman bawang merah.
29
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
3.2 Boron (B)
3.2.1 Boron sebagai Pemacu Pertumbuhan pada Bawang Merah
Pemberian unsur hara makro dan unsur hara mikro bagi tanaman sangat dibutuhkan
dalam meningkatkan produktivitas dan hasil produksinya terutama pada bawang merah. Boron
menjadi salah satu unsur hara mikro yang dibutuhkan karena merupakan unsur esensial yang
mampu mengatur fisiologis tanaman.
Menurut Hanafiah (2007), pada tanah dengan pH rendah dapat menyebabkan
kekurangan unsur hara mikro, sehingga perlu penambahan unsur hara mikro dengan pemberian
dosis yang tepat. Ketersediaan boron dalam tanah adalah sebesar 0,5 sampai dengan 2,0 ppm
tetapi hanya 0,5 hingga 2,5% yang tersedia untuk tanaman (Agustina, 2011). Boron diserap
tanaman dalam bentuk H3Bo3 (Matoh, 1997).
Hatta (2013) Boron merupakan salah satu unsur mineral esensial yang mengatur
beberapa proses fisiologis penting termasuk pembelahan dan pemanjangan sel, metabolisme
karbohidrat, translokasi asimilat, dan perkembangan dinding. Boron juga memainkan peran
penting dalam perkecambahan serbuk sari, pertumbuhan tabung polen, kesuburan bunga dan
perkembangan biji. Seperti halnya nutrisi mikro lainnya, pupuk boron dapat diberikan melalui
penyemprotan daun, fertigasi, perlakuan benih dan pemupukan tanah.
Steinberg et al. (1954), dengan kurangnya pemberian unsur hara mikro pada tanaman,
secara umum dapat menyebabkan stress pada tanaman termasuk hasil panen dengan kualitas
rendah, morfologi tanaman tidak sempurna (seperti pembuluh xylem lebih kerdil dari
ukurannya), dan mudah terserang hama dan penyakit. Selain itu, menurut Al-Amery et al.
(2011), pemberian boron dapat berperan dalam pembentukan aktivitas sel terutama dalam titik
tumbuh tanaman, juga dalam pembentukan serbuk sari, bunga dan akar. Sementara Bellaloui
(2011) menjelaskan dengan pemberian boron dapat membantu transportasi karbohidrat ke
seluruh bagian tanaman.
3.2.2 Teknik Aplikasi Pemberian Boron pada Bawang Merah
Dalam pemberian boron, sebaiknya dilakukan pada saat fase vegetatif yaitu pada fase
sebelum berbunga. Sebab pengaplikasian boron dengan konsentrasi tertentu dapat membantu
penyerapan dan transport fotosintat akan lebih baik pada bawang merah. Pemberian boron
sebelum fase pembungaan maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan
bawang merah yaitu meningkatkan tinggi tanaman dan perbanyakan umbi. Sementara itu,
kekurangan pemberian boron dapat mengakibatkan jumlah umbi pada bawang merah menurun
30
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
atau sedikit dari sebelum pemberian pupuk, hal tersebut dapat dikarenakan proses penyerapan
fotosintatnya tidak berlangsung dengan baik.
Penambahan unsur boron pada tanaman bawang merah dapat dilakukan dengan cara
memberi pupuk boron pada waktu sebelum musim penghujan. Pupuk boron bisa didapatkan
pada distributor pupuk. Sehingga dapat memudahkan proses pemupukan.
Seperti yang diketahui pupuk boron yang diberikan melalui tanah diserap oleh akar
tanaman dari larutan tanah dalam bentuk ion. Unsur hara dari larutan tanah masuk ke epidermis
kemudian ditransportasikan dari epidermis ke sitoplasma antar sel penyusun jaringan akar dan
selanjutnya ditransportasikan dari xilem akar ke jaringan organ diatasnya. Jika dilakukan
pemupukan melalui daun, pupuk tersebut dilarutkan dalam air kemudian disemprotkan pada
daun. Menurut BBPP Lembang (2013), biasanya untuk unsur mikro kerena jumlahnya sedikit
sehingga pemberian lebih merata dan efisien, untuk penanggulangan secara cepat bila terjadi
defisiensi. Agar lebih efektif, pemberian harus dilakukan dua atau tiga kali dalam waktu dekat
terutama bila difisiensi sudah lanjut. Pupuk daun merupakan salah satu bentuk pupuk yang
macam dan jenisnya banyak beredar di pasaran merupakan pupuk majemuk yang mengandung
baik unsur hara makro maupun mikro. Pemberian pupuk melalui daun memberikan reaksi yang
lebih cepat dan efektif untuk menanggulangi kekurangan unsur mikro. Pada dasarnya
pemupukan melalui daun dilakukan untuk mengatasi defisiensi unsur hara pada tanaman.
Berdasarkan penelitian Amanullah et al. (2010), boron dengan dosis 1–4 kg/ha dapat
meningkatkan jumlah umbel dengan kisaran 3,4–3,6 umbel per rumpun, lebih banyak
dibandingkan umbel yang dihasilkan tanaman kontrol sebanyak 2,9 umbel per rumpun.
Peningkatan tersebut diikuti oleh peningkatan jumlah bunga per umbel dan jumlah buah per
umbel yang masing-masing meningkat sekitar 8,8–11,2% (9–14 bunga per umbel) dan 14,1–
23,9% (sekitar 7,4–12,5 buah per umbel) daripada kontrol. Peran boron dalam merangsang
pembungaan dan pembentukan buah dikarenakan boron merupakan unsur mikro yang
berhubungan dengan metabolisme hormon auksin.
Menurut Davies (2004), hormon auksin mempunyai efek dalam mendorong
pembungaan dan pertumbuhan bagian-bagian bunga serta menginduksi pembentukan buah.
Sebagaimana pada pemberian BAP, pemberian boron juga tidak memengaruhi persentase
bunga menjadi buah pada bawang merah.
31
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
3.2.3 Mekanisme Kinerja Unsur Mikro Boron (B)
Boron bagi tanaman berperan penting dalam sintesis salah satu dasar pembentukan
RNA pada pembentuk sel misalnya pembelahan sel, pembentukan dinding sel, pendewasaan
sel, respirasi atau pernapasan dan pertumbuhan (Mengel dan Kirby, 2001). Selain itu Boron
juga berperan dalam perkecambahan serbuk sari dan pertumbuhan tabung polen (Feijo et
al.,1995).
Ali et al. (2015) menerangkan bahwa dengan pemberian boron pada tanaman dapat
membantu dalam pembentukan protein, seperti halnya nutrisi mikro lainnya, pupuk boron
dapat diberikan melalui penyemprotan daun, fertigasi, perlakuan benih dan pemupukan tanah.
Pemberian konsentrasi boron yang tepat diharapkan dapat mengoptimumkan pertumbuhan
tanaman bawang merah sehingga diperoleh hasil yang tinggi, dan pemberian boron melalui
daun dapat langsung diserap oleh tanaman padi guna menunjang proses fisiologis, terutama
fotosintesis.
Boron ditransportasikan dari larutan tanah ke akar tanaman melalui proses aliran masa
dan difusi. Selain itu, boron sering terdapat dalam bentuk senyawa organik. Boron juga
banyak terserap dalam kisi mineral lempung melalui proses substitusi isomorfik dengan Al3+
dan Si4+. Mineral dalam tanah yang mengandung boron antara lain turmalin
(H2MgNaAl3(Bo)2Si4O2)O20 yang mengandung 3%-4% boron. Mineral tersebut terbentuk dari
batuan asam dan sedimen yang telah mengalami metomorfosis. Mineral lain yang mengandung
boron adalah kernit (Na2B4O7.4H2O), kolamit (Ca2B6O11.5H2O), uleksit (NaCaB5O9.8H2O)
dan aksinat. Boron diikat kuat oleh mineral tanah, terutama seskuioksida (Al2O3 + Fe2O3)
(Athiqa, 2009 ; Yadi, 2012).
Boron sebagai unsur yang bertugas sebagai transportasi karbohidrat dalam tubuh
tanaman, pengisapan unsur kalsium dan perkembangan bagian-bagian tanaman yang tumbuh
aktif. Boron dalam tanah ada tiga bentuk, yaitu (1) senyawa silikat, (2) terikat mineral lempung
dan seskuioksida, dan (3) senyawa organik. Dalam silikat, boron memasuki struktur inti
melalui substitusi isomorfik terhadap ion Al3+ dan Si4+. Mula-mula boron dalam bentuk ini
relatif resisten. Tanah yang kadar bahan organiknya tinggi umumnya kadar boronnya juga
tinggi (Rosmarkam dan Nasih, 2002).
Dalam suatu jaringan tanaman, unsur boron ini dapat terjadi secara larut (mobile) dalam
air dan tidak terlarut (immobile) dalam air. Boron yang dapat larut (mobile) dalam air, dapat
digunakan oleh tanaman dalam bentuk asam borat H3BO3. Sementara boron yang tidak dapat
larut (immobile) dalam air, dapat masuk kedalam jaringan tanaman melalui stomata,
32
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
eksodesmata dan kutikula. Dengan adanya perbedaan konsentrasi diluar dan didalam
sitoplasma, boron akan melewati membran plasma dengan bantuan saluran protein ke
sitoplasma.
Boron berfungsi dalam pembentukan dinding sel dan boron dapat ditranslokasikan ke
bagian tanaman lainnya, yaitu dengan melalui jaringan xylem ataupun floem. Selain itu, boron
juga berperan sebagai alat transportasi karbohidrat dalam tanaman. Karbohidrat
ditranslokasikan oleh boron ke bagian tanaman yang membutuhkan seperti titik tumbuh.
Boron dapat mempengaruhi perkembangan sel melalui pengaturan pembentukan
pilosakarida. Kecepatan pembelahan sel juga dipengaruhi oleh kadar boron tanaman, demikian
pula peranannya dalam sintethis pektin. Boron juga diketahui menghambat pembentukan pati.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa tanpa pemberian boron pada kacang-kacangan
transpirasi menjadi berkurang (BBPP Lembang, 2013).
3.3 Perbedaan antara Aplikasi Jamur Trichoderma spp. dan Unsur Mikro Boron (B)
dalam Memacu Pertumbuhan Bawang Merah (Allium cepa L.)
Perbedaan antara pengaplikasian jamur Trichoderma spp. yang diterapkan pada
bawang merah tidak berbeda jauh dengan pengaplikasian pupuk mikro boron dalam
meningkatkan pertumbuhan. Hanya saja perbedaan ditemukan pada teknik dan mekanisme
kinerjanya pada bawang merah dan tanah (area tanam).
Dari beberapa kutipan di atas Trichoderma spp. ditemukan dapat memacu
meningkatkan hormon pertumbuhuan, yang mana hormon tersebut berupa etilen yang sangat
cepat membentuk pembungaan pada tanaman. Selain itu ditemukan pula pada jamur
Trichoderma spp. ini selain sebagai pengendalian agen hayati dapat juga diandalkan sebagai
pengendalian agen patogen tular tanah yang mampu menyerang beberapa penyakit tanaman
karena sifat antagonisnya. Mekanisme kinerjanya pun berbeda-beda sesuai dengan jenis
Trichoderma yang digunakan. Namun untuk pengaplikasian pada tanaman bawang merah,
mekanisme kinerja dari Trichoderma spp. menurut beberapa penelitian sebelumnya, ditemukan
kinerja Trichoderma spp. selain mampu memberi daya tahan terhadap tumbuhan karena
mengeluarkan senyawa etilen dan menghasilkan sejumlah enzim berupa glukonase dan
kinitase, toksin trichodermin, mampu menghasilkan antibiotik gliotaksin dan viridin, yang
keseluruhan tersebut diserap tanaman dan berproses langsung dalam jaringan tanaman serta
dapat membawa dampak positif bagi pertumbuhan tanaman khususnya bawang merah.
33
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Sehingga jika jamur Trichoderma spp. diterapkan pada bawang merah sebagai fertilizer
maupun biokontrol, bifungisida dan bioaktivator, dari keseluruhan metode pemberian aplikasi
tersebut memiliki inti yang mana bahwa pengaruh jamur Trichoderma spp. sangat signifikan
dalam memacu pertumbuhan bawang merah dalam meningkatkan produktivitas serta dapat
meningkatkan hasil produksi bawang merah khususnya jika diterapkan di daerah Nusa
Tenggara Barat khususnya pulau Lombok.
Sedangkan pada unsur mikro berupa Boron (B) mekanisme kerjanya diserap melalui
akar dari larutan tanah dalam bentuk ion. Unsur mikro masuk ke dalam jaringan tanaman
sebagai pembawa karbohidrat untuk dibawa ke seluruh tubuh tanaman bawang merah. Selain
itu dalam hal memacu pertumbuhan bawang merah, boron memacu pembelahan sel melalui
RNA, sehingga dapat membentuk dinding sel lebih cepat yang menyebabkan proses
pertumbuhan pun berlangsung lebih cepat.
Pemberian boron banyak dilakukan dengan memberikan tanaman berupa pupuk daun.
Pupuk daun dipilih sebagai metode yang tepat karena mudah terserap ke dalam tanaman. Dari
kutipan di atas, boron di tanah sangat sedikit sehingga memerlukan dukungan dengan
pemberian pupuk secara manual.
Dari kedua aplikasi yang dilakukan yakni pemberian Trichoderma spp. dan boron pada
bawang merah telah membuktikan bahwa kedua pengaplikasian tersebut mampu memacu
pertumbuhan tanaman bawang merah. Hal tersebut telah dibuktikan dari beberapa contoh
penelitian dan pustaka terdahulu yang dilakukan oleh beberapa ahli. Maka jika pertumbuhan
bawang merah dapat dipacu dengan pemberian Trichoderma spp. dan boron besar
kemungkinan apabila diterapkan pada lahan akan menghasilkan produk hasil yang lebih
memuaskan. Sehingga kebutuhan bawang merah di masyarakat terpenuhi dan diharapkan
mampu meningkatkan swasembada pangan di Indonesia.
34
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
BAB IV
KESIMPULAN
Jamur Trichoderma spp. dapat memacu meningkatkan hormon pertumbuhuan, yang
mana hormon tersebut berupa etilen yang sangat cepat membentuk pembungaan pada tanaman.
Jamur Trichoderma spp. selain mampu memberi daya tahan terhadap tumbuhan karena
mengeluarkan senyawa etilen dan menghasilkan sejumlah enzim berupa glukonase dan
kinitase, toksin trichodermin, mampu menghasilkan antibiotik gliotaksin dan viridin, yang
keseluruhan tersebut diserap tanaman dan berproses langsung dalam jaringan tanaman serta
dapat membawa dampak positif bagi pertumbuhan tanaman khususnya bawang merah.
Boron (B) ditemukan dapat memacu pertumbuhan bawang merah karena memiliki
mekanisme kerja yang langsung diserap melalui akar dari larutan tanah dalam bentuk ion.
Unsur mikro masuk ke dalam jaringan tanaman sebagai pembawa karbohidrat untuk dibawa
ke seluruh tubuh tanaman bawang merah. Selain itu dalam hal memacu pertumbuhan bawang
merah, boron memacu pembelahan sel melalui RNA, sehingga dapat membentuk dinding sel
lebih cepat yang menyebabkan proses pertumbuhan lebih baik.
35
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2016. Cara Membuat dan Memperbanyak Trichoderma spp. sendiri. (Online)
http://pertanianhematbiaya.blogspot.co.id Akses 25 Desember 2016.
Aghtape AA, Ghanbari A, Sirousmehr A, Siahsar B, Asgharipour M, Tavssoli A. 2010. Effect
of irrigation with waste water and foliar fertilizer application on some forage
characteristics of foxtailmillet (Setariaitalica), International J. of Plant Physiology and
Biochemistry 3 (2010) 34-42.
Agustina, L. 2011. Unsur Hara Mikro I (Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl) Manfaat Kebutuhan
Kahat dan Keracunan Edisi Pertama. Program Pasca Sarjana Universitas Brawijaya.
Malang.
Al-Amery, M.M., Hamza, J. H., and Fuller. M. P. 2011. Effect of Boron Foliar Application on
Reproductive Growth of Sunflower (Helianthus annuus L.). International Journal of
Agronomy. 71 (2): 236-244.
Amanullah, M. M., S. Sekar., and S. Vincent. 2010. Plant Growth Substance in Crop
Production: A Review. Asian Journal of Plant Sciences. 9 (4): 215- 222.
Aref, F. 2012. Manganese, Iron, and Copper Contents in Leaves of Maize Plant (Zea mays L.)
Grown with Different Boron and Zinc Micronutrients. African Journal of Biotechnology.
11 (4): 896-903.
BAPPEDA. 2012. Hasil Potensi Bawang Merah. (Online) http://bappeda.ntbprov.go.id Akses
23 Desember 2017.
BBPP Lembang. 2013. Pemberian Pupuk Makro dan Mikro Bagi Tanaman. (Online)
http://www.bbpp-lembang.info. Akses 26 Desember 2017.
BPPT, 2007. Teknologi Budidaya Tanaman Pangan. http//www.iptek.net.id/ind/teknologi-
pangan/index.php id=244. Diakses 21 Februari 2007
BPS. 2015. Data Tahunan Bawang Merah. (Online) http://ntb.bps.go.id Akses 24 Desember
2017.
Bellaloui, N. 2011. Effect of Water Stress and Foliar Boron Application on Seed Protein, Oil,
Fatty Acids and Nitrogen Metabolism in Soybean. USA. American Journal of Plant
Sciences. (2): 692-701.
Chang, Y. C., R. Baker, O. Kleifeld and I. Chet. 1986. Increased growth of plants in presence
of the biological control agent Trichoderma harzianum. Pant dis. 70, 145-148.
Chet,I. 1987. Innovative Approaches to Plant Diseases Control. USA: John Wiley and Sons,
A Wiley-Interscience Publication.
36
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Cook, R..J. & K.F. Baker, 1989. The Nature on Practice of Biological Control of Plant
Pathogens. The American Phytopathological Society, St. Paul. America : ABS Press.
Davies, PJ 2004, Plant hormone, Prentice-Hall. Inc., New York.
Devi, S. Nugroho, T.T., Chainulfiffah, Dahliaty, A. 2000. Pemumian enzim selulase
eksrtaseluler dari jamur Trichoderma viride TNJ63 isolat dari wilayah daratan Riau.
Laporan penelitian Pekanbaru: Lembaga Penelitian Universitas Riau.
Dewi, N. 2012. Untung Segunung Bertanam Aneka Bawang. Yogyakarta : Pustaka Baru Press.
Domsch, K.H., Gams, W., Anderson, T.H. 1980. Compendium of soil fungi. Vol 1 Academic
press, London
Druzhinina, L, Kubicek, C. P. 2005. Spesies concepts and biodiversity in Trichoderma dan
Hypocrea: from aggregate species to species clusters. J. zhejiang univ SCI. 6B, 100-112
Estu, dkk. 2007. Bawang merah. Penebar swadaya. Jakarta
Feijo, J. A., R. Malho, and G. Obermeyer. 1995. Ion Dynamics and its Possible Role During
In Vitro Pollen Germination and Tube Growth. Protoplasma Journal. (187): 155-167.
Gardner, F. , R. Brent Pearce, R.L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya (terjemahan).
UI Press. Jakarta.
Ginta, J. 2005. Unsur Hara Mikro Yang Dibutuhkan Tanaman.
www.nasih.staff.ugm.ac.id/pnt3404/4%209417.doc. Diakses tanggal 23 Oktober 2007.
Hanafiah, K. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. 355 hlm.
Harman, G.E. 2006. Trichoderma sp., including T. harzianum, T. viride, T. koningii, T.
hamatum and other sp. Deuteromycetes, Moniliales (asexual classification system).
Available from: http//www.nvsaes.comell.edu/biocontrol/pathogen/trichoderma.html.
Tanggal akses: 20 mei 2006.
Hatta, M. 2013. Optimasi Priming Benih dengan Boron untuk Meningkatkan Perkecambahan
dan Pertumbuhan Bibit Gandum. (Online) http://emhatta.wordpress.com Akses 24
Desember 2017.
Herlina, L. dan D. Pramesti. 2004. Penggunaan kompos aktif Trichoderma harzianum dalam
meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Semarang.
Lakitan, B. 2007. Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta.
Limbongan J. dan Maskar, 2003.. Potensi Pengembangan dan Ketersediaan Teknologi Bawang
Merah Palu Di Sulawesi Tengah. Balai Pengkajian Teknologi Papua. J. Litbang
37
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Pertanian, 22 (3). Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen
Pertanian. Jakarta.
Lingga, P dan Marsono. 2002. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta.
Matoh, T. 1997. Boron in Plant Cell Walls. Plant and Soil Journal. 193 (5): 59-70.
Mengel, K. dan E.A. Kirby. 2001. Principles of Plant Nutrition. Kluwer Academic Publisher
Edition 5th. 849 p.
Miftahuddin. 2011. Trichoderma Berfungsi sebagai Agen Hayati dan Stimulator Pertumbuhan
Tanaman. (Online) http://scribd.com Akses 25 Desember 2017.
Mortvedt , J.J. , F.R. Cox , L.M. Shuman and R.M. Welch . 1991. Micronutriens
in Agriculture. Soil Science Society of America, Inc. Madison, USA.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Agro Media Pustaka. Tangerang.
Pahan I. 20008. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga
Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Pary. 2013. Peran Jamur Trichoderma dalam Pertanian. (Online)
http://www.gerbangpertanian.com Akses 24 Desember 2017.
Prayoba, U. E.; I. M. Sudantha; Suwardji. 2017. Influence of Coconut Shell Biochar and Dose
Biocompost (Granules and Liquid Form) Fermented with Trichoderma spp. Against
Growth and Wilt Disease on Soybean. Proceeding of 2nd ICST 2017. The 2nd
International Conference on Science and Technology 2017 “Joint International
Conference on Science and Technology in The Tropic”. Mataram, August, 23th-24th
2017. 442 – 451.
Rahmawati A. 2011. Pengaruh mineral boron dan fungi mikoriza arbuskular dalam formula
coating terhadap pertumbuhan vegetatif dan generative tanaman leguminosa pakan
Calopogonium mucunoides Desv [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Rinsema, W.T. 1983. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Rostaliana, Pevi, Priyono, Prawito, Edhi, Turmudi. 2013. “Pemanfaatan Biochar untuk
Perbaikan Kualitas Tanah dengan Indikator Tanaman Jagung Hibrida dan Padi Gogo
pada Sistem Lahan Tebang Bakar”.Tesis. Fakultas Pertanian Unib.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisius. Yogyakarta.
Sakya , A.T. 2001. Study of Boron Deficiency Sympton on Eucalyptus Globulus Seedlings
Using Boron- Buffered Solution Culture. J. Agrosains. 3(2): 70-77.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross .1995. Fisiologi Tumbuhan (terjemahan). Penerbit ITB.
Bandung.
38
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Simarmata T., R. Hindersah, M. Setiawati, B. Fitriani, P. Suriatmana, Y. Surmarni dan D.
Hudaya Arief. 2004. Strategi pemanfaatan pupuk hayati CMA dalam revitalisasi
ekosistem laham marjinal dan tercemar. Workshop produksi inokulan CMA. Lembang.
22-23 Juli 2004.
Steinberg R., S. Robert and E. Roller. 1954. Effects of Micrnutrient Deficiences on Mineral
Compsition, Nitrogen Fractions, Ascorbic Acid, and Burn of Tobacco Grown to
Flowering in Water Culture. Plant Physiology Journal. (58): 123-129 hlm.
Sudantha, I. M. 2007. Karakterisasi dan Potensi Jamur Endofit dan Saprofit Antagonistik
Sebagai Agens Pengendali Hayati Jamur Fusarium oxysporum f. sp. vanillae Pada
Tanaman Vanili di Nusa Tenggara Barat. Disertasi Program Pascasarjana Universitas
Brawijaya, Malang. 337 hal.
Sudantha, I. M. 2009. Biodiversitas Jamur endofit Pada Vanili (Vanilla planifolia Andrews)
dan Potensinya Untuk Meningkatkan Ketahanan Vanili Terhadap Penyakit Busuk
Batang. Laporan Kemajuan Penelitian Fundamenatal DP3M DIKTI. Fakultas Pertanian
Universitas Mataram, Mataram 107 hal.
Sudantha, I.M. 2009. Aplikasi Jamur Trichoderma spp (Isolat ENDO-02 dan 04 serta SAPRO-
07 dan 09) Sebagai Biofungisida, Dekomposer, dan Bioaktivator Pertumbuhan dan
Pembungaan Tanaman Vanili dan Pengembanngannya pada Tanaman Hortikultura dan
Pangan Lainnya di NTB. Laporan Penelitian Hibah Kompetensi DP2M DIKTI, Mataram.
117 hal.
Sudantha, I. M. 2010. Buku Teknologi Tepat Guna: Penerapan Biofungisida dan Biokompos
pada Pertanian Organik. Fakultas Pertanian Universitas Mataram, Mataram.
Sudantha, I. M., 2010a. Pengujian beberapa jenis jamur endofit dan saprofit Trichoderma spp.
Terhadap penyakit layu fusarium pada tanaman kedelai. Website:
http://fp.unram.ac.id/data/2012/04/20-2-3_02-Sudantha_Rev-Wangiyana__P.pdf.
Tanggal: 25 Mei 2012 .
Sudantha, I. M. 2011. Uji Aplikasi Beberapa Jenis Biokompos (hasil fermentasi jamur T.
koningii isolat Endo-02 dan T. harzianum isolat Sapro-07) pada Dua Varietas Kedelai
terhadap Penyakit Layu Fusarium dan Hasil Kedelai. Jurnal Agroteksos Vol. 21 No.1,
April 2011. 39 – 46. http:// fp.unram.ac.id-agroteksos (Diunduh pada hari Senin tanggal
25 April 2016).
Sudantha, I. M. 2011. Makalah Seminar Regional Potensi Pengembangan Pertanian Organik
Sebagai Salah Satu Model Pertanian Terpadu Berkelanjutan. Fakultas Pertanian
Universitas Mataram. Mataram.
Sudantha, I. M. 2012. Pemanfaatan Jamur Endofit Dan Saprofit Antagonis Untuk
Biofungisida, Bioaktivator Dan Biodekomposer Dengan Teknologi Fermentasi.
39
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Working Paper. Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Unram, Mataram. 21
hal.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2013. “Pemanfaatan Biokompos, Bioaktivator dan Biochar
untuk Meningkatkan Hasil Jagung dan Berangkasan Segar pada Lahan Kering Pasiran
dengan Sistem Irigasi Sprinkler Big Gun”. Usul Penelitian Unggulan Strategis Tema:
Ketahanan dan Keamanan Pangan (Food Safety & Security). Laporan Penelitian Strategis
Nasional, Universitas Mataram.
Sudantha, I. M. 2014. Buku Patogen Tumbuhan Tular Tanah dan Pengendaliannya. Percetakan
Arga Puji Press. Mataram. ISBN: 978-979-1025-56-0. 250 hal.
Sudantha, I. M. 2015. Kiat Mendapatkan Vanili Bebas Penyakit Busuk Batang Menggunakan
Jamur Endofit Antagonis. Percetakan Arga Puji Press. Mataram. ISBN: 978-979-1025-
55-3. 128 hal.
Sudantha, 2015. Pemanfaatan Bioaktivator dan Biokompos untuk Meningkatkan Kesehatan,
Kuantitas dan Kualitas Hasil Bawang Merah. Laporan Penelitian Mandiri Program
Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2015. The Use of Biocompost and Bioactivator in a Granule
Formulation Containing Trichoderma spp. to Enhance Growth and Yield of Soybean in
Tropopsament of North Lombok. International Seminar on the Tropical Natural
Resources, Mataram, 11th June 2015.
Suwardji dan I. M. Sudantha. 2016. Pemanfaatan Bioaktivator dan Biokompos Hasil
Fermentasi Jamur Endofit dan Saprofit Trichoderma spp. untuk Meningkatkan
Kesehatan Tanaman, Kualitas dan Kuantitas Umbi Bawang Merah untuk Benih/Bibit
dan Konsumsi. Laporan Penelitian Pengembangan Ipteks Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti. 80 hal.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2015. Pengaruh Pemberian Beberapa Formulasi Bioaktivator
Dari Bahan Dasar Jamur Antagonis Trichoderma Harzianum Isolat Sapro-07 Dan
Trichoderma Polysporom Isolat Endo-04 Terhadap Pertumbuhan Dan Hasil Beberapa
Varietas Kedelai. In: Seminar Nasional Biologi Wallacea FMIPA UNRAM, 19 Agustus
2015, Mataram. 13 hal.
Sudantha, 2015. Pemanfaatan Bioaktivator dan Biokompos untuk Meningkatkan Kesehatan,
Kuantitas dan Kualitas Hasil Bawang Merah. Laporan Penelitian Mandiri Program
Magister Pengelolaan Sumberdaya Lahan Kering Program Pascasarjana Unram.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2015. The Use of Biocompost and Bioactivator in a Granule
Formulation Containing Trichoderma spp. to Enhance Growth and Yield of Soybean in
Tropopsament of North Lombok. International Seminar on the Tropical Natural
Resources, Mataram, 11th June 2015.
Suwardji dan I. M. Sudantha. 2016. Pemanfaatan Bioaktivator dan Biokompos Hasil
Fermentasi Jamur Endofit dan Saprofit Trichoderma spp. untuk Meningkatkan
Kesehatan Tanaman, Kualitas dan Kuantitas Umbi Bawang Merah untuk Benih/Bibit
40
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
dan Konsumsi. Laporan Penelitian Pengembangan Ipteks Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Kemenristekdikti. 80 hal.
Sudantha, I. M. and Suwardji. 2016. Growth and Yield of Onion (Allium Cepa Var.
Ascalonicum) as CA Result of Addition of Biocompost and Boactivity Fermented with
Trichoderma spp. In: The 1st International Conference on Science and Technology
(ICST) 2016, 1-2 Desember 2016, Universitas Mataram.
Sudantha, I. M.; M. T. Fauzi; Suwardji. 2016. Uji aplikasi fungi mikoriza arbuskular (FMA)
dan dosis bioaktivator (mengandung jamur Trichoderma spp.) Dalam mengendalikan
penyakit layu fusarium pada tanaman bawang merah (Allium ascalonicum L.). In:
Pengembangan Pertanian Berkelanjutan yang Adaptif terhadap Perubahan Iklim Menuju
Ketahanan Pangan dan Energi, 12 November 2016, Universitas Mataram. 700 – 707.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2016. Respon pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai terhadap
pemberian biochar dan berbagai dosis bioaktivator yang difermentasi dengan jamur
trichoderma spp. di lahan kering. Seminar Nasional Pengelolaan dan Peningkatan
Kualitas Lahan Sub-Optimal Untuk Mendukung Terwujudnya Ketahanan dan
Kedaulatan Pangan Nasional Universitas Panca Bhakti Pontianak, 2–3 Mei 2015. 8 hal.
Sudantha, I. M. dan Suwardji. 2017. Produksi Pupuk Organik Dan Pemanfaatannya Untuk
Peningkatan Hasil Jagung Di Lahan Kering. In: Seminar Nasional Hasil Program PPM
Mono Tahun Pelaksanaan 2016 Diselenggarakan oleh Direktorat Riset dan Pengabdian
Masyarakat Kemenristekdikti RI, 28 Juli 2017, Denpasar Bali. 23 hal.
Sudarmi. 2013. PentingUnsur Hara Mikro Bagi Pertumbuhan Tanaman. Jurnal
Widyatama. 22(2): 178–183.
Sudirja, 2007. Bawang Merah. http//www.lablink.or.id/Agro/bawangmerah/Alternaria
partrait.html diakses tanggal 01 Maret 2015.
Supiandi, J. 1999. Produksi Enzim Kitinase dan Selulase Trichoderma sp. Isolat Perkebunan
Lada di Lampimg. Skripsi. FMIPA-UNRI, Pekanbaru.
Suriani, N. 2011. Bawang Bawa Untung.Budidaya Bawang Merah dan Bawang Merah.
Cahaya Atma Pustaka.Yogjakarta.
Sutejo, M. 2001. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta. Jakarta.
Syukur, A. 2005. Penyerapan Boron oleh Tanaman Jagung di Pantai Bugel dalam Kaitannya
dengan Tingkat Frekuensi Penyiraman dan Pemberian Bahan Organik. Jurnal Ilmu
Tanah dan Lingkungan. 5(2): 20–26.
Tariq M, Mott CJB. 2007. The significance of boron in plant nutrition and environment-a
review. J. of Agro6 (1):1-10.
Untung, O. 2001. Hidroponik Sayuran Sistem NFT. Penebar Swadaya. Jakarta.
41
*) Topik Kusus Program Magister Pengelolaan Sumberdaya
Lahan Kering Program Pascasarjana Unram Periode 10 Desember 2017
Utami, Yulani. 2015. Produktivitas dan Kualitas Hijauan Indigoferazollinge riana yang
Diinokulasi Fungi Mikoriza Arbuskula dengan Berbagai Level Boron. (Online)
http://repository.ipb.ac.id Akses 24 Desember 2017.
Utomo, B., 2009. Pemanfaatan Beberapa Bioaktivator Terhadap Peningkatan Laju
Dekomposisi Tanah Gambut dan Pertumbuhan Gmelina arborea Roxb. Jurnal Penelitian
Hutan Tanaman. Vol.7 No.1, Februari 2010. 33-38. Dikutip dari
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/71103338.pdf. Diakses tanggal 10 Juni 2012.
Wahyuno D, Manohara D, dan Mulya K. 2009. Peranan bahan organik pada pertumbuhan dan
daya antagonisme Trichoderma harzianum dan pengaruhnya terhadap P. capsici. pada
tanaman lada. Jurnal Fitopatologi Indonesia 7: 76−82.
Wibowo, S inggih. 2005. Budidaya bawang. Penebar swadaya. Jakarta
Windham M, Y. Elad, R. Baker. 1986. A mechanism for increased plant growth induced by
Trichoderma spp. J Phytopathology 76:518-521.
Widyastuti SM, Sumardi, Irfa dan Harjono, 2006. Aktivitas penghambatan Trichoderma spp.
terformulasi terhadap jamur patogen tular tanah secara in-vitro. Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia 8: 27-39.
Yadi. 2012. Unsur Hara Boron. (Online) http://yadi-zhe.blogspot.com Akses 26 Desember
2017.
Yedidia, I., A. K. Srivastva, Y. Kapulnik and I. Chet. 2001. Effect of Trichoderma harzianum
on microelement concretations and increased growth of cucumber plant. Plant soil. 235:
235-242.
Yudhiarti, S.; I. M. Sudantha; M. T. Fauzi. 2107. Influence of Arbuscular Fungi Mycorrhiza
and Dose Bioactivator (Tablet and Liquid Form) Fermented with Trichoderma spp.
Against Growth and Wilt Disease on Soybean. Proceeding of 2nd ICST 2017. The 2nd
International Conference on Science and Technology 2017 “Joint International
Conference on Science and Technology in The Tropic”. Mataram, August, 23th-24th
2017. 432 – 441.
Yusrinawati, I. M. Sudantha, W. Astiko. 2017. The Effort of Increasing Growth And Harvest
of Local Variety Red Onion With Applications of Some Dose of Indigenous Mycorrhizal
And Bioactivator Trichoderma Spp. in Dry Land. IOSR Journal of Agriculture and
Veterinary Science (IOSR-JAVS). 10 (9). pp. 42-49. ISSN e-ISSN: 2319-2380, p-ISSN:
2319-2372.