PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS …
Transcript of PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS …
ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN
TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BANTEN
DI KECAMATAN CARITA KABUPATEN PANDEGLANG
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial pada Konsentrasi Manajemen Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Oleh :
Sela Selvia
NIM 6661130156
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, Januari 2018
ABSTRAK
Sela Selvia. NIM. 6661130156. Alternatif Strategi Pengembangan Taman
Hutan Raya (Tahura) Banten di Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang.
Program Studi Ilmu Administrasi Publik. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Dosen Pembimbing I, Dr.
Ayuning Budiati, MPPM; Dosen Pembimbing II, Leo Agustino Ph.D
Taman Hutan Raya (Tahura) Banten memiliki daya tarik yang khas berupa flora
maupun fauna endemik yang berada di dalam lingkungan Tahura. Penelitian ini
dilatar belakangi oleh masih adanya permasalahan mengenai strategi
pengembangan Tahura yang menghambat pelaksanaan pengembangan Tahura
diantaranya adalah belum optimalnya dalam pengadaan sarana dan prasarana di
lokasi Tahura, kurangnya peran aktif pemerintah dan pengelola dalam
pengelolaan sarana dan prasarana Tahura, lemahnya strategi pengembangan
kawasan berupa promosi untuk menarik minat wisatawan mengunjungi kawasan
Tahura. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi yang tepat dalam
pengembangan Tahura Banten. Penelitian ini menggunakan teori yang didasarkan
pada analisis SWOT yang dikemukakan oleh Hunger dan Wheleen dalam
penentuan strategi yang dibangun menggunakan Matrik TOWS sebagai alat guna
membangun strategi yang mempertimbangkan hasil dari analisis SWOT. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif dengan pendekatan deskriptif.
Informan dalam penelitian ini berjumlah 15 orang dibagi kedalam key informan
dan secondary informan. Pengumpulan data yaitu dengan wawancara mendalam.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Strategi menggali potensi wisata alam dan
buatan Tahura Banten untuk meningkatkan daya tarik wisata, Strategi promosi
Tahura melalui media eletronik/pameran, Strategi memotivasi kelompok kegiatan
usaha pariwisata masyarakat sebagai pendukung Tahura, Strategi mengoptimalkan
aksesibilitas menuju Tahura dan lokasi obyek wisata, Strategi Membangun
koordinasi dan komunikasi yang baik antar pengelola Tahura dengan Pemerintah
Daerah, Strategi menguatkan kelembagaan masyarakat dalam pengembangan
Tahura, Menguatkan kelembagaan masyarakat dengan yang berperan dalam
pengembangan Tahura yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan
Kelompok Pencinta Alam, Strategi memaksimalkan sarana dan prasarana
pendukung wisata di Tahura.
Kata Kunci : Strategi, Pengembangan Tahura.
ABSTRACT
Sela Sela. NIM. 6661130156. Alternative Strategy of Forest Park
Development (Tahura) Banten in Carita Pandeglang District. The Science of
Public Administration Program. Faculty of Social Science and Political
Science. University of Sultan Ageng Tirtayasa. Supervisor I, Dr. Ayuning
Budiati, MPPM; Supervisor II, Leo Agustino Ph.D
Forest Park (Tahura) Banten has a unique attraction of flora and fauna endemic in
the environment Tahura. This reasearch is based on the problem of Tahura
development strategy which impedes the implementation of Tahura development
which is not optimal in the procurement of facilities and infrastructure in Tahura
location, lack of active role of government and managers in Tahura facilities and
infrastructure management, the weakness of regional development strategy in the
from of promotion for attract tourists visiting the Tahura area. This study aims to
analyze appropriate strategies in the development of Tahura Banten. This study
uses a theory based on SWOT analysis proposed by Hunger and Wheleen in the
determination of strategy built using the TOWS Matrix as a tool to build a
strategy that considers the results of the SWOT analysis. The method used in this
research is qualitative with descriptive approach. Informants in this study
amounted to 15 people divided into key informants and secondary informants.
Data collection is by in-depth interview. The result of the research show that the
strategy of exploring the natural and artificial tourism potential of Tahura Banten
to increase tourist attraction, Tahura promotion strategy through
electronicmedia/exhibition, strategy tto motivate groups of community tourism
business activities as Tahura support, Strategy to optimize accessibility to Tahura
and location of tourism object, Strategy establish good coordination and
communication between Tahura managers and local government, Strategy to
strengthen community institutions in developing Tahura, Strengthening
community institutions with role in developing Tahura Community Empowerment
Institution (LPM) and Nature Lovers Group, Strategy to maximize the supporting
faciilities and infrastructures in Tahura.
Keywords: Strategy, Development of Tahura.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkat,
rahmat dan hidayah-Nya yang selalu diberikan kepada kita semua, termasuk pada
nikmat Iman, Islam dan sehat wal’afiat. Atas berkat, rahmat dan hidayah-Nya
pula, maka peneliti dapat menyelesaikan penelitian ini.
Penyusunan skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sosial pada Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
berjudul penelitian yang dilakukan peneliti, yaitu “Alternatif Strategi
Pengembangan Taman Hutan Raya (TAHURA) Banten di Kecamatan
Carita Kabupaten Pandeglang” Penyusunan skripsi ini tidak akan selesai
dengan baik, tentunya tidak terlepas dari bantuan banyak pihak yang selalu
membimbing serta mendukung peneliti secara moril dan materil. Maka pada
kesempatan yang luar biasa ini, peneliti ingin menyampaikan ungkapan terima
kasih yang tak terhingga kepada beberapa pihak, sebagai berikut:
1. Prof. Dr. Soleh Hidayat, M.Pd sebagai Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirayasa.
2. Dr. Agus Sjafari, M.Si sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, M.Si selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukhroman, S. Sos., M.Si selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si sebagai Wakil Dekan III Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Listyaningsih, M.Si sebagai Ketua Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Dr. Ayuning Budiati, MPPM sebagai pembimbing I yang sudah banyak
sekali memberikan bimbingan, arahan, ilmu serta sarannya yang sangat
membantu peneliti sejak awal hingga penelitian yang peneliti susun ini
selesai dengan sebaik-baiknya.
8. Leo Agustino Ph.D sebagai Pembimbing Akademik dan Pembimbing II
yang memberikan saran dan masukan dalam hal perkuliahan serta
memberikan masukan bagi peneliti dalam menyusun skripsi ini dari
awal hingga akhir.
9. Semua Dosen dan Staf Jurusan Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang membekali
penulis dengan ilmu pengetahuan selama perkuliahan.
10. Ema dan Almarhum Ayah yang selalu memberikan dukungan secara moril
dan materil serta doa yang tidak pernah henti untuk kesuksesan anak-
anaknya di masa depan. Mohon maaf apabila selama ini belum bisa
memberikan yang terbaik dan belum bisa membalas segala kebaikan kalian.
11. Kakak-kakak ku Meli Amiati dan Hilman Firman yang selalu sabar, baik,
dan memberikan dukungan secara moril dan materil selama ini.
12. Teman-teman khusunya kelas A Program Studi Ilmu Administrasi Publik
2013 terimakasih untuk dukungan dan doanya selama ini.
13. Kakak-kakak angkatan 2012 Fatwa, Wiwi, Jen, dan Nafis yang selalu setia
menemani sejak awal semester 5 Program Studi Ilmu Administrasi Publik
hingga penyelesaian skripsi.
14. Serta tidak lupa peneliti mengucapkan banyak terimakasih kepada seluruh
informan penelitian yang telah berkontribusi banyak dalam penyusunan
skripsi ini serta pihak-pihak lainnya yang juga terlibat dalam penyusunan
skripsi ini.
Akhirnya peneliti mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga dengan
selesainya penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan
skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan maka, kritik dan saran yang
membangun sangat peneliti harapkan demi kesempurnaan penulisan skripsi ini.
Peneliti berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat, khususnya bagi peneliti
sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.
Serang, 24 Januari 2018
Sela Selvia
NIM. 6661130156
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAT PERNYATAAN ORISINALITAS.........................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................iii
DAFTAR TABEL...................................................................................................iv
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................v
DAFTAR LAMPIRAN...........................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah....................................................................................1
1.2 Identifikasi Masalah..........................................................................................9
1.3 Batasan Masalah...............................................................................................9
1.4 Rumusan Masalah...........................................................................................10
1.5 Tujuan Penelitian.............................................................................................10
1.6 Manfaat Penelitian..........................................................................................10
1.7 Sistematika Penulisan......................................................................................11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
2.1 Landasan Teori................................................................................................14
2.1.1 Pengertian Strategi.............................................................................14
2.1.1.1 Metode Perumusan Strategi................................................16
2.1.2 Analisis SWOT.....................................................................................17
2.1.3 Konsep Pariwisata..............................................................................21
2.1.3.1 Pengertian Pariwisata...........................................................21
2.1.3.2 Pengembangan Pariwisata...................................................24
2.1.3.3 Pengelolaan Pariwisata........................................................25
2.1.4 Konsep Taman Hutan Raya.................................................................27
2.1.4.1 Pengertian Taman Hutan Raya.............................................27
2.1.4.2 Sasaran Pengelolaan Taman Hutan Raya.............................29
2.1.4.3 Manfaat Taman Hutan Raya.................................................30
2.2 Penelitian Terdahulu.......................................................................................31
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian........................................................................35
2.4 Asumsi Dasar...................................................................................................38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian................................................................39
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian.....................................................................40
3.3 Lokasi Penelitian..............................................................................................40
3.4 Teknik Pengumpulan Data..............................................................................40
3.4.1 Sumber Data Primer...........................................................................41
3.4.2 Sumber Data Sekunder.......................................................................43
3.5 Instrumen Penelitian.......................................................................................44
3.6 Informan Penelitian.........................................................................................45
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data..............................................................46
3.8 Uji Kreadibilitas Data......................................................................................49
3.9 Jadwal Penelitian…..........................................................................................51
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian...............................................................................52
4.1.1 Keadaan Wilayah Tahura Banten.......................................................52
4.1.1.1 Sejarah Tahura Banten............................................................52
4.1.1.2 Kondisi Fisik...........................................................................56
4.1.2 Visi dan Misi Tahura Banten..............................................................62
4.1.3 Keadaan Penduduk di Kawasan Tahura Banten.................................62
4.1.4 Potensi Wisata di Kawasan Tahura Banten........................................65
4.1.5 Sarana dan Prasarana Taman Hutan Raya..........................................68
4.2 Deskripsi Data..................................................................................................69
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian....................................................................69
4.2.2 Data Informan Penelitian...................................................................72
4.3 Pembahasan....................................................................................................73
4.3.1 Strengths (kekuatan)..........................................................................73
4.3.2 Weaknesses (Kelemahan)...................................................................77
4.3.3 Opportunities (Peluang)......................................................................80
4.3.4 Threats (ancaman)..............................................................................84
4.3.5 Analisis Faktor Internal.......................................................................86
4.3.6 Analisis Faktor Eksternal....................................................................90
4.3.7 Matriks Analisis SWOT......................................................................94
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan......................................................................................................99
5.2 Saran.............................................................................................................101
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
HALAMAN
1.1 Daftar Taman Hutan Raya Di Indonesia........................................................2
1.2 Sarana Dan Prasarana Di Lokasi
Taman Hutan Raya (Tahura) Banten..............................................................5
2.1 Matrik TOWS...............................................................................................20
3.1 Informan Penelitian......................................................................................46
4.1 Vegetasi di Kawasan Tahura Banten............................................................58
4.2 Jenis Satwa Liar di Kawasan Tahura Banten...............................................61
4.3 Sarana dan Prasarana di Tahura Banten.......................................................68
4.4 Informan Penelitian......................................................................................72
4.5 Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal....................................................93
4.6 Matriks SWOT..............................................................................................94
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
2.1 Alur Kerangka Berpikir...............................................................................................37
3.1 Analisis Data Model Interaktif....................................................................................47
4.1 Analisis SWOT............................................................................................................96
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN I Surat Ijin Penelitian
LAMPIRAN II Surat Keterangan Penelitian
LAMPIRAN III Pedoman Wawancara
LAMPIRAN IV Member check
LAMPIRAN V Matriks Wawancara
LAMPIRAN VI Dokumentasi Penelitian
LAMPIRAN VII Data Pendukung Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber hutan merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa yang harus
selalu dijaga dan dimanfaatkan secara lestari guna kesejahteraan masyarakat,
karena hutan menyediakan pelayanan ekosistem yang mendasar bagi penghidupan
dan kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan.
Untuk meningkatkan fungsi hutan sebagai kawasan pelestarian alam,
menjaga keseimbangan lingkungan, pemanfaatan sumber daya alam hayati dan
ekosistem dan mengembangkan nilai tambah ekonomi bagi masyarakat, serta
mengembangkan wisata alam, pendidikan dan pendukung kegiatan budidaya,
taman hutan raya perlu dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, lestari, selaras,
serasi, dan seimbang serta berkelanjutan.
Salah satu kawasan yang diperuntukkan untuk pengawetan
keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya adalah Tahan
Hutan Raya. Kawasan Taman Hutan Raya adalah kawasan pelestarian alam untuk
tujuan koleksi tumbuhan dan atau satwa yang alami atau bukan alami, jenis asli
dan atau bukan asli, yang dimanfaatkan bagi kepentingan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi.
Taman Hutan Raya merupakan bagian dari jenis kawasan konservasi di
Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 5 Tahun 1990. Adapun kriteria yang
ditetapkan sebagai penunjukan kawasan Taman Hutan Raya, adalah merupakan
kawasan yang memiliki suatu ciri khas tersendiri, baik asli maupun buatan yang
mana bisa terdapat pada kawasan yang ekosistemnya masih utuh ataupun kawasan
yang ekosistemnya sudah berubah, memiliki keindahan alam dan atau mempunyai
gejala alam, misalnya ada terdapat sumber air panas bumi, dan mempunyai luas
yang memungkinkan untuk pembangunan koleksi tumbuhan dan atau satwa baik
jenis asli dan ataupun bukan asli.
Kawasan Taman Hutan Raya dikelola oleh pemerintah, dalam hal ini di
Indonesia dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan dikelola dengan
upaya pengawetan keanekaragaman hayati dan satwa beserta ekosistemnya. Suatu
kawasan taman hutan raya dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang
disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis, dan sosial
budaya.
Tujuan Pengelolaan Tahura adalah agar pengelolaan Tahura dapat lebih
terarah, sistematis sesuai dengan tingkat kebutuhan pengelolaan, perkembangan
wilayah dan dinamika masyarakat, terintegrasi dan berkesinambungan sehingga
kelestarian kawasan beserta ekosistem di dalamnya dapat terjamin keutuhannya
dalam jangka panjang dan adanya manfaat ekonomi yang dapat digunakan bagi
pembangunan wilayah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal.
Berikut ini daftar Taman Hutan Raya (Tahura) yang ada di Indonesia:
Tabel 1.1
Daftar Taman Hutan Raya di Indonesia
No Nama hutan Lokasi
Luas areal
(ha)
1 Tahura Pecut Merah Intan Nangroe Aceh Darussalam 6,300.00
2 Tahura Bukit Barisan Sumatera Utara 51,600.00
3 Tahura Dr. Mohammad Hatta Sumatera Barat 12,100.00
4 Tahura Sultan Syarif Hasyim Riau 6,172.00
5 Tahura Thaha Syarifuddin Jambi 15,830.00
6 Tahura Rejo Lelo Bengkulu 1,122.00
7 Tahura Wan Abdul Rachman Lampung 22,245.50
8. Tahura Carita Banten 1,595.90
9 Tahura Ir H. Juanda Jawa Barat 590.00
10 Tahura Pancoran Mas Depok Jawa Barat 6.00
11 Tahura Gunung Palasari Jawa Barat 35.81
12 Tahura Ngargoyoso Jawa Tengah 231.30
13 Tahura Gunung Bunder Yogyakarta 617.00
14 Tahura R. Suryo Jawa Timur 27,828.30
15 Tahura Ngurah Rai Bali 1,392.00
16 Tahura Nuraksa Nusa Tenggara Barat 3,155.00
17
Tahura Prof. Ir Herman
Yohanes Nusa Tenggara Timur 1,900.00
18 Tahura Sultan Adam Kalimantan Selatan 112,000.00
19 Tahura Bukit Suharto Kalimantan Timur 67,766.00
20 Tahura Sulteng Sulawesi Tengah 7,128.00
21 Tahura Bontobahari Sulawesi Selatan 3,475.00
22 Tahura Sinjai Sulawesi Selatan 720.00
23 Tahura Murhum Sulawesi Tenggara 7,877.00
Sumber : Statistik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2014
Provinsi Banten telah memiliki Taman Hutan Raya (Tahura) yang diberi
nama Tahura Carita dengan luas ±1,590.00 Ha sesuai Keputusan Menteri
Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.221/Menhut-II/2012 tanggal 4 Mei
2012 tentang Perubahan Fungsi antar Fungsi Pokok dari Kawasan Hutan Produksi
Terbatas seluas ±833 Ha, dan Hutan Produksi Tetap seluas ±662 Ha serta
perubahan fungsi dalam fungsi pokok dari Taman Wisata Alam Carita seluas ±95
Ha menjadi Kawasan Hutan Konservasi dengan fungsi Taman Hutan Raya seluas
±1.950 Ha yang terletak di kelompok Hutan Gunung Aseupan Kabupaten
Pandeglang Provinsi Banten dengan nama Tahura Banten.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik
Indonesia Nomor SK.3108/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 25 April 2014,
tentang Penetapan Kawasan Hutan Konservasi Taman Hutan Raya Banten seluas
1,595.90 hektar di Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, maka luas definitif
kawasan Tahura Banten tersebut adalah 1,595.90 Ha.
Tahura Banten meliputi satu Kecamatan yaitu Kecamatan Carita yang
terdiri dari Desa Sukarame, Desa Sukanagara, Desa Cinoyong, dan Desa
Kawoyang.
Tahura memiliki potensi sumber daya alam berupa hutan yang bernilai
ekonomi dan ekologi cukup tinggi karena memiliki kekhasan ekosistem serta
tingkat keanekaragaman hayati (biodiversity) yang tinggi antara lain seperti
berbagai jenis flora yang baik endemik maupun eksotik (tanaman lokal tipe
pegunungan, koleksi jenis-jenis Meranti dari seluruh Indonesia, dan lain-lain) dan
berbagai jenis fauna yang sudah langka dan atau dilindungi (Burung Paok, Burung
Anis, dan Trenggiling). Semua potensi tersebut mempunyai peranan penting bagi
pengembangan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya,
budaya, pariwisata dan rekreasi.
Bedasarkan observasi dan wawancara awal yang peneliti lakukan kepada
pengurus Tahura Banten bahwasannya dalam pengembangan Tahura Banten saat
ini sangatlah memprihatinkan, kurangnya perhatian Pemerintah Provinsi Banten
dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten yang ditunjuk
sebagai pengelolaan Tahura Banten dalam pengembangan Tahura Banten masih
banyak menimbulkan permasalahan.
Setelah peneliti melakukan observasi awal pada lokasi penelitian, ada
beberapa permasalahan yang terjadi dalam pengembangan Tahura Banten,
diantaranya adalah :
Pertama, Kurangnya sarana dan prasarana pendukung bagi para
pengunjung yang datang ke kawasan Tahura Banten.
Berikut tabel 1.2 sarana dan prasarana yang dimiliki Tahura Banten saat
ini:
Tabel 1.2
SARANA DAN PRASARANA YANG DIMILIKI TAHURA BANTEN
Sarana Dan Prasarana yang Dimiliki Tahura Banten
1. Bendungan 1 bendungan
2. Camping Ground 4 Titik Lokasi
3. Balai Informasi 1 Balai
4. Tempat Ibadah (Mushola) 1 mushola
5. Tempat Sampah Minim
6. Tempat Peristirahatan Minim
7. Warung/Kantin Tersedia
8. Toilet Tersedia
9. Lahan Parkir Minim
10. Pos Penjagaan Minim
11. Listrik Belum Tersedia
Sumber: Peneliti, 2016
Dari observasi awal yang peneliti lakukan, terlihat jelas bahwa sarana dan
prasarana yang terdapat pada Tahura Banten masih memprihatinkan, dimana:
1. Terdapat satu bendungan yang berfungsi untuk mengairi sawah milik
masyarakat sekitar Tahura Banten
2. 4 titik lokasi camping ground yang dipergunakan untuk pengunjung
yang akan melakukan penelitian dan bermalam di kawasan Tahura
Banten, 4 titik lokasi tersebut dikelompokan berdasarkan luas dan
tingkat kegunaan, yaitu blok A diperuntukan untuk anak-anak SD
karena masih berdekatan dengan kantor balai pengelolaa sehingga
sinar lampu masih tersedia, blok B diperuntukan untuk anak-anak SMP
hingga SMA, blok C diperuntukan untuk mahasiswa dan umum, dan
blok D untuk mahasiswa dan umum.
3. Balai informasi yang berguna untuk memberikan pelayanan informasi
kepada pengunjung yang ingin bertanya seputar Tahura Banten
4. Tempat ibadah (mushola) yang terletak di pintu masuk Tahura
5. Tempat sampah yang minim dengan luas lokasi Tahura Banten
±1.595.90 Ha terdapat 4 tempat sampah disepanjang jalan sehingga
masih banyaknya pengunjung yang membuang bekas pembungkus
makanannya secara sembarangan disepanjang jalan.
6. Tempat peristirahatan yang masih minim karena hanya ada satu tempat
peristirahatan berupa pendopo berukuran kecil tetapi tidak terdapat
kursi di sepanjang jalan Tahura Banten.
7. Warung/Kantin yang tersedia di area lahan parkir kendaraan
pengunjung.
8. Toilet bagi pengunjung tersedia di lingkungan mushola dan di dalam
balai informasi.
9. Lahan parkir yang tidak layak karena masih banyak kendaraan yang
terparkir disepanjang jalan Tahura Banten.
10. Pos penjagaan keamanan yang masih minim bagi pengunjung yang
terkena musibah di Tahura Banten.
11. Listrik yang belum tersedia membuat pengunjung yang bermalam di
Tahura Banten merasa tidak nyaman dengan kondisi yang gelap tanpa
cahaya bantuan dari lampu (observasi, 27 November 2016).
Kedua, Kurangnya peran aktif Pemerintah dan Pengelola dalam
pengelolaan kawasan Tahura Banten. Dari hasil wawancara awal dengan Bapak
Frengki selaku koordinator lapangan Tahura Banten mengatakan bahwa masih
sering terjadi pembalakan liar yang dilakukan oleh masyarakat di dalam kawasan
Tahura. Kejadian tersebut tidak terjadi sekali atau dua kali dalam satu tahun,
pembalakan liar bukan dilakukan oleh masyarakat kecil melainkan oleh oknum
swasta yang memanfaatkan keadaan demi meraih defisa tinggi bagi
perusahaannya. Belum ada tindakan oleh pemerintah dan pengelola terhadap
tindakan tersebut.
Ketiga, Lemahnya strategi pengembangan kawasan untuk menarik minat
pengunjung mengunjungi kawasan Tahura Banten. Hal tersebut dikarenakan
kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah dan Pengelola Balai. Dari
hasil observasi dan wawancara awal yang peneliti lakukan terlihat bahwa masih
sedikitnya pengunjung yang berasal dari luar daerah untuk berkunjung ke
kawasan Tahura. Yang peneliti jumpai di kawasan tersebut hanya pengunjung
lokal yang berada di lingkungan Tahura saja, sedangkan pengunjung luar daerah
bahkan mancan negara hanya segelintir orang yang mengetahuinya. Banyak dari
pengunjung yang berkata mereka mengetahui Tahura Banten dari teman, keluarga,
dan sahabat yang berdomisili di Carita. Pihak pengelola saat ini menggunakan
sistem promosi berupa pamflet, brosur, dan media sosial yaitu Instagram yang
beralamatkan @tahurabanten. Hal tersebut terbukti bahwa lemahnya strategi
pengembangan yang pengelola lakukan untuk menarik minat pengunjung untuk
berkunjung ke kawasan Tahura.
Dari uraian diatas perlu disadari oleh pemerintah daerah dalam hal ini
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten yang sangat berperan penting
dalam mengembangkan Tahura Banten. Solusi-solusi yang dimaksud dalam hal
ini adalah strategi terkait dengan pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura)
Banten agar dapat lebih berdaya saing dalam menarik pengunjung. Strategi
sebagai bentuk upaya yang dilakukan untuk menciptakan dan melestarikan
kawasan wisata dengan menggunakan dimensi-dimensi strategi yang menciptakan
strategi yang sesuai dengan pengembangan Tahura Banten ini. Sehingga dengan
demikian pemerintah dalam hal ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi
Banten dapat mengambil langkah yang strategis dari pilihan yang ada.
Strategi menjadi sangat penting bagi pengembangan sebuah
organisasi/perusahaan dalam rangka pencapaian tujuan, baik tujuan jangka pendek
maupun jangka panjang. Analisa dalam pengembangan strategi berdasarkan
dimensi-dimensi strategi yang digunakan yaitu Tujuan, Kebijakan dan Program
(Mintzberg, Lampel, Quinn, Ghoshal : 2003). Oleh karena itu, penyusunan
strategi merupakan langkah taktis yang bersifat sistematis dalam pencapaian
tujuan organisasi. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti begitu tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul
“Alternatif Strategi Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Banten di
Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang”.
1.2 Identifikasi Masalah
Identifikasi masalah adalah proses untuk mengenali dan membuat asumsi-
asumsi berdasarkan observasi maupun studi pendahuluan pada lokus penelitian
yang diarahkan pada upaya untuk mengidentifikasi dan membatasi ruang lingkup
faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi munculnya suatu kondisi yang
menarik perhatian untuk diteliti.
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas maka dalam penelitian ini
dapat diidentifikasi masalahnya, yaitu :
1. Kurangnya sarana dan prasarana pendukung bagi para pengunjung yang
datang ke kawasan Tahura Banten.
2. Kurangnya peran aktif Pemerintah dan Pengelola dalam pengelolaan
kawasan Tahura Banten
3. Lemahnya strategi pengembangan kawasan untuk menarik minat
pengunjung mengunjungi kawasan Tahura Banten
1.3 Batasan Masalah
Peneliti menyadari bahwa permasalahan yang terdapat pada
pengembangan Tahura Banten di Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang
sangatlah kompleks, akan tetapi dalam penelitian ini peneliti tidak dapat
melakukan penelitian pada semua masalah tersebut sehingga peneliti membatasi
ruang lingkup permasalahan pada Alternatif Strategi Pengembangan Taman Hutan
Raya (Tahura) Banten di Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang.
1.4 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas yang telah dipaparkan, maka
sebagai rumusan masalah yang akan dikaji adalah Alternatif strategi apakah yang
paling tepat untuk dikembangkan pada Taman Hutan Raya (Tahura) Banten di
Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang?
1.5 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah hal-hal yang ingin dicapai dalam penelitian.
Tujuan penelitian ini merupakan kelanjutan atau jawaban dari apa yang telah di
kemukakan di dalam identifikasi masalah. Dengan demikian tujuan penelitian
merupakan hal yang penting dalam suatu penelitian. Bertolak dari definisi tersebut
dan permasalahan diatas maka, penelitian ini mempunyai tujuan untuk hal yang
berkaitan terhadap Alternatif Strategi Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura)
Banten di Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang yaitu untuk mengetahui
alternatif strategi pengembangan apakah yang tepat untuk dikembangkan pada
Tahura Banten di Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang.
1.6 Manfaat Penelitian
1.6.1 Secara Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumbangan pemikiran
dalam rangka pengembangan teori-teori yang berkaitan dengan alternatif strategi
pengembangan Tahura Banten.
1.6.2 Secara Praktis
1. Bagi Peneliti
1) Bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menuliskan karya
ilmiah dalam menganalisis permasalahan di lapangan.
2) Sebagai masukan pengetahuan bagi peneliti tentang upaya
pengembangan Tamna Hutan Raya (Tahura) Banten.
3) Menambah wawasan dengan ilmu yang telah diperoleh dari perkuliahan
dan mencoba menemukan sesuatu yang baru yang belum pernah
diperoleh dari pendidikan formal.
2. Bagi Jurusan Administrasi Publik
Dapat dijadikan bahan untuk penelitian selanjutnya.
3. Bagi Instansi Pemerintah
1) Rujukan bagi pengelola dalam pengembangan Taman Hutan Raya
(Tahura) Banten.
2) Memberikan masukan kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan untuk
dapat memperbaiki dan menambah fasilitas sarana dan prasarana
Taman Hutan Raya (Tahura) Banten.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Terdiri dari latar belakang masalah yang menerapkan ruang lingkup dan
kedudukan masalah yang akan diteliti dalam bentuk deduktif, dari lingkup yang
paling umum sehingga menukik kemasalah paling khusus atau spesifik. Kemudian
selanjutnya yaitu identifikasi masalah, dalam hal ini identifikasi masalah
mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari tema/topik/judul
penelitian atau masalah. Pembatasan masalah dan perumusan masalah dari hasil
identifikasi tersebut ditetapkan masalah yang paling urgen yang berkaitan dengan
judul penelitian. Maksud dan tujuan, dalam hal ini mengungkapkan tentang
sasaran yang ingin dicapai dengan dilaksanakan penelitian. Kemudian terdapat
juga kegunaan penelitian yang akan diteliti dan yang terakhir yaitu sistematika
penulisan yang menjelaskan ini dari bab per bab yang ada dalam penelitian.
BAB II DESKRIPSI TEORI
Terdapat deskripsi teori dan kerangka berfikir. Deskripsi teori mengkaji
tentang berbagai teori yang relevan dengan permasalahan dan variabel berfikir
sedangkan kerangka berfikir menceritakan alur pemikiran peneliti dalam
penelitian.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Terdiri dari metode penelitian yang menjelskan tentang penggunaan
metode yang digunakan. Instrumen penelitian menjelskan tentang proses
penyusunan dan jenis alat pengumpulan data. Populasi dan sampel penelitian
menjelaskan wilayah generalisasi dan teknik pengambilan sampel dan
generalisasinya. Teknik pengolahan dan analisa berperan dalam menjelaskan
tentang tempat dan waktu penelitian tersebut.
BAB IV HASIL PENELITIAN
Pada bab ini dipaparkan mengenai Deskripsi Objek Penelitian, Gamabran
Umum Unit Pelaksana Teknis Taman Hutan Raya (Tahura) Banten, Deskripsi dan
Analisis Data, Informasi Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian.
BAB V PENUTUP
Pada bab ini peneliti menjelskan mengenai: kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan, kemudian memberikan saran-saran yang bersifat
konstruktif pada instansi yang terkait dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Memuat daftar referensi (literatur lainnya) yang dipergunakan dalam
penelitian.
LAMPIRAN
Menyajikan lampiran-lampiran yang dianggap perlu oleh peneliti, yang
berhubungan dengan data penelitian, dan tersusun
BAB II
KAJIAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Landasan Teori
Pada bab ini peneliti akan menggunakan beberapa teori yang mendukung
masalah dalam penelitian ini, dimana berfungsi untuk menjelaskan dan menjadi
panduan dalam penelitian. Penelitian mengenai Alternatif Strategi Pengembangan
Taman Hutan Raya (TAHURA) Banten di Kecamatan Carita Kabupaten
Pandeglang, yang akan dikaji dengan beberapa teori dalam ruang lingkup
Administrasi Publik untuk mendukung masalah penelitian diantaranya yaitu:
Strategi, Analisis SWOT, Analisis Pengembangan Kawasan Taman Hutan Raya,
serta untuk melengkapi peneliti lampirkan penelitian terdahulu sebagai bahan
kajian dalam penelitian ini.
2.1.1 Pengertian Strategi
Istilah strategi berasal dari bahasa yunani strategis (stratos : militer, dan ag
: pemimpin) yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jendral, dimana
jendral tersebut dibutuhkan untuk memimpin suatu angkatan perang agar dapat
selalu memenangkan perang. Strategi merupakan cara terbaik yang dijalankan
untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu pula bahwa strategi adalah suatu cara
atau langkah-langkah yang harus ditempuh oleh organisasi dalam mencapai
tujuannya dalam menentukan persaingan dengan para kompetitornya.
Strategi secara umum adalah proses penentuan rencana para pemimpin
puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, disertai penyusunan
suatu cara atau upaya bagaimana agar tujuan tersebuut dapat dicapai. Sedangkan
secara khusus strategi merupakan tidakan yang bersifat senantiasa meningkat dan
terus-menerus. Strategi menurut J.L Thompson (dalam Oliver, 2007:2)
mendefinisikan strategi sebagai cara untuk mencapai sebuah hasil akhir, hasil
akhir menyangkut tujuan dan sasaran organisasi. Strategi merupakan cara yang
sifatnya mendasar dan fundamental yang akan dipergunakan oleh suatu organisasi
atau perusahaan untuk mencapai tujuan dan berbagai sasarannya dengan selalu
memperhitungkan kendala lingkungan yang pasti dihadapi.
Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen
untuk mencapai suatu tujuan. Namun untuk mencapai suatu tujuan tersebut,
strategi tidak berfungsi sebagai peta jalan yang hanya menunjukkan arah saja
tetapi harus menunjukkan bagaimana taktik operasionalnya. Fred R. David (2010)
mendefinisikan strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan jangka panjang.
Strategi adalah tindakan potensial yang membutuhkan keputusan manajemen
tingkat atas dan sumber daya perusahaan dalam jumlah yang besar. Strategi
memiliki konsekuensi yang multifungsi dan multidimensi serta perlu
mempertimbangkan faktor-faktor eksternal dan internal yang dihadapi
perusahaan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa strategi merupakan pola
umum yang terdiri dari tahapan untuk mencapai tujuan yang dimulai dari cara
pelaksanaan dan langkah sebagai pedoman untuk mencapai tujuan tertentu.
Strategi dalam segala hal digunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Tujuan tidak akan mudah dicapai tanpa strategi, karena pada dasarnya segala
tindakan untuk pembuatan tujuan tidak terlepas dari strategi. Agar semua
perencanaan dari suatu kegiatan tercapai dengan baik, tentunya harus sesuai
dengan strategi yang telah tersusun dengan baik. Oleh karena itu, perlu ditetapkan
kriteria strategi dalam mencapai suatu tujuan yaitu:
a. Strategi pemberdayaan masyarakat
b. Strategi peningkatan kapasitas sumber daya
c. Strategi perlindungan sosial
d. Strategi peningkatan kualitas lingkungan
2.1.1.1 Metode Perumusan Strategi
Dalam perumusan strategi yang terpenting adalah bagaimana pemilikan
suatu strategi dilakukan menurut William R. King proses pemilikan strategi
dilakukan berdasarkan :
a. Pengembangan strategi (strategic development)
b. Penyempurnaan (refinement)
c. Evaluasi
Pengembangan strategi meliputi pencairan strategi dalam rangka
pencapaian tujuan-tujuan organisasi. Penyempurnaan strategi merupakan
elaborasi strategi-strategi yang ditentukan apakah dapat dianggap memungkinkan
untuk mewujudkan tujuan yang memiliki aspek-aspek tertentu. Evaluasi strategi
dimaksudkan suatu pertimbangan terhadap berbagai strategi yang telah dipilih,
dikembangkan dan disempurnakan untuk memastikan alternatif mana yang paling
sesuai untuk dapat digunakan sebagai upaya dalam mencapai tujuan yang
ditentukan.
Perumusan strategi antara lain dapat didasarkan atas hasil analisis SWOT
(strengths, weaknesses, opportunities, dan threats analysis) sebagaimana
dilakukan pada waktu mengadakan premises perencanaan yang lazimnya juga
disebut situation audit dengan memanfaatkan kekuatan dan kesempatan
tertungkap.
Dalam pengadaan premises melalui analisis SWOT dapat terungkap data
strategis yang terdiri atas kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan tantangan.
Faktor-faktor tersebut berasal dari keadaan ekstern, dan prakiraan keadaan
(ekstern dan intern) serta disebut sebagai profil keuntungan strategis (kekuatan
dan kelemahan) serta profil kesempatan dan tantangan lingkungan (kesempatan
dan tantangan).
2.1.2 Analisis SWOT
Analisis SWOT merupakan teknik historis yang terkenal dimana para
pemimpin menciptakan gambaran umum secara cepat mengenai situasi strategis
organisasi. Analisis ini didasarkan pada asumsi bahwa strategi yang efektif
diturunkan dari “kesesuaian” yang baik antara sumber daya internal organisasi
(kekuatan dan kelemahan) dengan situasi eksternalnya (peluang dan ancaman).
Kesesuaian yang baik akan memaksimalkan kekuatan dan peluang organisasi
serta meminimalkan kelemahan dan ancaman. Jika diterapkan secara akurat,
asumsi sederhana ini memiliki implikasi yang bagus dan mendalam bagi desain
dari strategi yang berhasil (Pearce and Robinson, 2011:200).
Dari bahasan analisis SWOT, maka peluang-peluang dan ancaman-
ancaman dari hasil analisis eksternal, bersama dengan kekuatan-kekuatan dan
kelemahan-kelemahan organisasi dari hasil analisis internal akan menjadi
masukan dalam menyusun analisis SWOT. Strengths merupakan faktor-faktor
kekuatan yang dimiliki oleh suatu organisasi yang meliputi ketrampilan, produk ,
atau sebagainya dalam mencapai tujuan organisasi. Weaknesses yang terdapat
dalam tubuh suatu organisasi seperti keterbatasan dalam hal sumber, ketrampilan
dan kemampuan yang menjadi penghalang serius bagi penampilan kinerja
organisasi yang memuaskan. Threats merupakan faktor-faktor lingkungan yang
tidak menguntungkan, sedangkan Opportunities merupakan sebagian situasi
lingkungan yang menguntungkan bagi suatu organisasi.
Setelah dilakukan analisis SWOT yang memetakan analisis lingkungan
eksternal dan internal organisasi, maka perusahaan tentunya memikirkan
bagaimana organisasi menggunakan analisis SWOT dalam menuangkan strategi
yang akan dilakukan. Dalam penyusunan strategi, organisasi tidak selalu harus
mengejar semua peluang yang ada, tetapi perusahaan dapat membangun suatu
keuntungan kompetitif dengan mencocokkan kekuatannya dengan peluang masa
depan yang akan dikejar. Untuk dapat membangun strategi yang
mempertimbangkan hasil dari analisis SWOT, dibangunlah TOWS Matriks.
TOWS Matriks (TOWS hanya kebalikan atau kata lain dalam ungkapan
SWOT) mengilustrasikan bagaimana peluang dan ancaman pada lingkungan
eksternal dapat dipadukan dengan kekuatan dan kelemahan dari organisasi,
sehingga hasil yang diperoleh dapat digambarkan melalui empat set alternatif
strategi (Wheelen and Hunger, 2012:230).
Matriks Kekuatan – Kelemahan – Peluang – Ancaman (Strenght-
Weaknesses-Opportunities-Threats) SWOT adalah alat pencocokan yang penting
yang membantu para manajer mengembangkan empat jenis strategi: Strategi SO
(Kekuatan-Peluang), Strategi WO (Kelemahan-Peluang), Strategi ST (Kekuatan-
Ancaman), dan Strategi WT (Kelemahan-Ancaman). Mencocokkan faktor-faktor
eksternal dan internal utama merupakan bagian tersulit dalam mengembangkan
Matriks SWOT dan membutuhkan penilaian yang baik – dan tidak ada satu pun
paduan yang paling benar (David .R. Fred, 2010:327).
Strategi SO (SO Strategies) memanfaatkan kekuatan internal organisasi
untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal. Semua manajer tentunya
menginginkan organisasi mereka berada dalam posisi dimana kekuatan internal
dapat digunakan untuk mengambil keuntungan dari berbagai tren dan kejadian
eksternal. Secara umum, organisasi akan menjalankan strategi WO, ST, atau WT
untuk mencapai situasi dimana mereka dapat melaksanakan Strategi SO. Jika
sebuah perusahaan memiliki kelemahan besar, maka perusahaan akan berjuang
untuk mengatasinya dan mengubahnya menjadi kekuatan. Ketika sebuah
organisasi dihadapkan pada ancaman yang besar, maka organisasi akan berusaha
untuk menghindarinya untuk berkonsentrasi pada peluang.
Strategi WO (WO Strategies) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan
internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal. Terkadang,
peluang-peluang besar muncul, tetapi perusahaan memiliki kelemahan internal
yang menghalanginya memanfaatkan peluang tersebut.
Strategi ST (ST Strategies) menggunakan kekuatan sebuah organisasi
untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Hal ini bukan
berarti bahwa suatu organisasi yang kuat harus selalu menghadapi ancaman secara
langsung didalam lingkungan eksternal.
Strategi WT (WT Strategies) merupakan taktik defensif yang diarahkan
untuk mengurangi kelemahan internal serta menghindari ancaman eksternal.
Sebuah organisasi yang menghadapi berbagai ancaman eksternal dan kelemahan
internal benar-benar dalam posisi yang membahayakan. Dalam kenyataannya,
perusahaan semacam itu mungkin harus berjuang untuk bertahan hidup,
melakukan merger, penciutan, menyatakan diri bangkrut, atau memilih likuidasi.
Pada tabel berikut dapat menjelaskan TOWS Matriks secara singkat.
2.1 Tabel
Matrik TOWS
Faktor-faktor
Internal
Faktor-faktor
Eksternal
Kekuatan (S)
Daftarkan 5-10 kekuatan
internal disini
Kelemahan (W)
Daftarkan 5-10 kekuatan
internal disini
Peluang (O)
Daftarkan 5-10
kekuatan eksternal
disini
Strategi S-O
Buat strategi disini yang
menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan
peluang
Strategi W-O
Buat strategi disini yang
memanfaatkan peluang
untuk mengatasi
kelemahan
Ancaman (T)
Daftarkan 5-10
kekuatan eksternal
disini
Strategi S-T
Buat strategi disini yang
menggunakan kekuatan
untuk menghindari
ancaman
Strategi W-T
Buat strategi disini yang
meminimalkan kelemahan
dan menghindari ancaman
Sumber : Hunger and Wheelen, (2003:231)
1) S-O strategi : Menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang
2) W-O strategi : Memanfaatkan peluang untung mengatasi kelemahan
3) S-T strategi : Menggunakan kekuatan untuk mengatasi/mengurangi
dampak dari ancaman
4) W-T strategi : Menghilangkan atau mengurangi kelemahan agar tidak
rentan terhadap ancaman.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa analisis SWOT merupakan
teknik para pemimpin menciptakan gambaran umum secara cepat mengenai
situasi strategis organisasi. Dari hasil kompetisi diatas akan diperoleh banyak
kemungkinan strategi yang dapat dilakukan organisasi. Tetapi, organisasi harus
berani memilih beberapa strategi yang kritikal dan memberikan dampak terbesar
bagi kemajuan organisasi. Organisasi harus mempertimbangkan pemilihan strategi
yang sesuai dengan nilai- nilai perusahaan dan tanggung jawab organisasi
terhadap lingkungan sekitar (social responsibility). Dengan mempertimbangkan
hal-hal diatas maka akan diperoleh strategi yang diterima oleh anggota
masyarakat.
2.1.3 Konsep Pariwisata
2.1.3.1 Pengertian Pariwisata
Pariwisata adalah semua proses yang ditimbulkan oleh arus perjalanan lalu
lintas orang-orang dari luar ke suatu Negara atau daerah dan segala sesuatu yang
terkait dengan proses terebut seperti makan/minum, transportasi, akomodasi, dan
objek atau hiburan (Viloletta Simatupang, 2009:24). Pariwisata merupakan
aktivitas, pelayanan dan produk hasil industri pariwisata yang mampu
menciptakan pengalaman perjalanan bagi wisatawan (Muljadi, 2012:7).
Mcintosh (1995) dalam (Muljadi, 2012:7), menyatakan bahwa pariwisata
adalah
“... a composite of activities, services and industries that delivers a travel
experience: transportation, accommodation, eating and dringking establishment,
shops, entertainment, activity, and other hospitality service available for
individuals or group that are away from home”.
WTO dalam (Muljadi A.J 2012:9) mendefinisikan pariwisata sebagai
“the activities of persons travelling to and staying in places outside their usual
environment for not more than one concecutive year for leisure, business and
other purposes”.
Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai
fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah
pusat dan pemerinth daerah (Undang-undang No. 10 Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan Bab I, Pasal 1, ayat 3). Sedangkan definisi Kepariwisataan adalah
keseluruhan kegiatan yang terkait dengan pariwisata dan bersifat multidimensi
serta multidisiplin yang muncul sebagai wujud kebutuhan setiap orang dan Negara
serta interaksi antara wisatawan dan masyarakat setempat, sesama wisatawan,
pemerintah, pemerintah daerah, dan pengusaha (Undang-undang No. 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan Bab I, Pasal 1, Ayat 1).
Menurut Richardson and Fluker (2004) dalam (Pitana dan Diarta, 2009:46)
mengatakan bahwa definisi pariwisata yang dikemukakan mengandung beberapa
unsur pokok yaitu :
1. Adanya unsur travel (perjalanan), yaitu pergerakan manusia dari satu tempat
ke tempat lain.
2. Adanya unsur “tinggal sementara” ditempat yang bukan merupakan tempat
tinggal yang biasanya; dan
3. Tujuan utama dari pergerakan manusia tersebut bukan untuk mencari
penghidupan/pekerjaan ditempat yang dituju.
Dari penjelasan tentang pariwisata diatas dapat disimpulkan bahwa
pariwisata merupakan kegiatan wisata yang didukung dengan segala fasilitas dan
sekaligus kegiatan wisata yang menguntungkan berbagai pihak baik pengunjung
atau wisatawan, warga setempat dan pemerintah. Namun dari beberapa definisi
diatas terlihat bahwa pariwisata akan memberikan keuntungan apabila dikelola
secara maksimal baik oleh pemerintah, pihak swasta, masyarakat, dan wisatawan.
Dari definisi yang sudah dijabarkan diatas tentunya tersirat manfaat dari
kepariwisataan tersebut, yaitu sebagai berikut :
1. Kepariwisataan merupakan kegiatan pemakaian jasa yang beraneka ragam
atau kepariwisataan adalah suatu kumpulan dari beraneka ragam pemakaian
jasa, sehingga para wisatawan memerlukan jasa hotel, jasa makan/minum,
jasa angkutan dan lain-lain.
2. Pada hakikatnya, kepariwisataan dengan sektor – sektor ekonomi yang lain
“saling ketergantungan” dengan gambaran yang jelas seperti beberapa
contoh pertanyaan sebagai berikut:
1) Kenaikan jumlah kedatangan wisatawan, apakah menimbulkan dampak
produksi di segala sektor?
2) Kenaikan jumlah kedatangan wisatawan, apakah berdampak pada
peningkatan jumlah impor?
3) Kenaikan jumlah kedatangan wisatawan, apakah berdampak pada
kesempatan lapangan kerja?
4) Apakah peningkatan dibidang kepariwisataan berpengaruh secara tidak
langsung terhadap pajak?
3. Pengeluaran wisatawan disuatu Negara/wilayah yang dikunjungi
berpengaruh secara signifikan, sebab:
1) Pengeluaran wisatawan dapat digolongkan menjadi tiga golongan yaitu:
a) Transportasi;
b) Akomodasi, makan, dan minum
c) Dampak pengeluaran wisatawan mancanegara menambah devisa
Negara. (Muljadi, 2012:119-120)
Dapat disimpulkan manfaat pariwisata yang dijabarkan Muljadi bahwa
pariwisata akan memiliki manfaat yang akan dirasakan oleh berbagai pihak baik
pihak swasta, pemerintah, dan masyarakat. Selain itu manfaat pariwisata yang
terpenting adalah menambah devisa Negara.
2.1.3.2 Pengembangan Pariwisata
Strategi pengembangan pariwisata menurut Rangkuti (2002: 3)
sebagaimana mengutip Chandler, strategi merupakan suatu alat untuk mencapai
tujuan dalam kaitannya dengan jangka panjang, program tindak lanjut serta
prioritas sumber daya. Selanjutnya menurut Marpaung (2007 : 19):
“Perkembangan kepariwisataan bertujuan memberikan keuntungan baik
bagi wisatawan maupun warga setempat. Pariwisata dapat memberikan kehidupan
yang standar kepada warga setempat melalui keuntungan ekonomi yang didapat
dari tujuan wisata. Dalam perkembangan infrastruktur dan fasilitas rekreasi,
keduanya menguntungkan wisatawan dan warga setempat, sebaliknya
kepariwisataan dikembangkan melalui penyediaan tempat tujuan wisata”.
Hal tersebut dilakukan melalui pemeliharaan kebudayaan, sejarah dan taraf
perkembangan ekonomi dan suatu tempat wisata yang masuk dalam pendapatan
untuk wisatawan akibatnya akan menjadi pengalaman yang unik dari tempat
wisata. Pada waktu yang sama, ada nilai-nilai yang membawa serta dalam
perkembangan kepariwisataan. Sesuai dengan panduan, maka perkembangan
pariwisata dapat memperbesar keuntungan sambil memperkecil masalah-masalah
yang ada.
2.1.3.3 Pengelolaan Pariwisata
Pengelolaan atau manajemen berasal dari bahasa Inggris yaitu
“management”. Manajemen adalah konsep perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan
penggunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Yohanes Yahya. 2006:1). Menurut Leiper dalam Pitana (2009:80)
pengelolaan (manajemen) merujuk kepada seperangkat peranan yang dilakukan
oleh seseorang atau kelompok orang, atau bisa juga merujuk kepada fungsi-fungsi
yang melekat pada peran tersebut.
Ahli manajemen mengemukakan sudut pandang yang hamper sama
mengenai urutan fungsi manajemen, misalnya fungsi-fungsi manajemen menurut
George Terry yang biasa di singkat POAC yaitu Planning (perencanaan),
Organizing (pengorganisasian) Actuating (penggerakkan), Controlling
(pengawasan). Henri Fayol mengurutkan lima fungsi manajemen yang dikenal
dengan singkatan POCCC, yaitu Planning (perencanaan), Organizing
(pengorganisasian), Commanding (perintah), Cordinating (pengkoordinasian),
Controlling (pengawasan). Luther M Guillick mengurutkan enam fungsi
manajemen dengan singkatan POSDCORB (Planning, Organizing, Staffing,
Directing, Coordinating, Reporting, dan Budgeting).
Pengelolaan pariwisata haruslah mengacu pada prinsip-prinsip
pengelolaan yang menekankan pada nilai-nilai kelestarian lingkungan alam,
komunitas, dan nilai sosial yang memungkinkan wisatawan menikmati kegiatan
wisatanya serta bermanfaat bagi kesejahteraan komunitas lokal. Menurut Cox
dalam Pitana dan Diarta (2009:81), pengelolaan pariwisata harus memperhatikan
prinsip-prinsip berikut :
a. Pembangunan dan pengembangan pariwisata haruslah didasarkan pada
kearifan lokal dan special local sense yang merefleksikan keunikan
peninggalan budaya dan keunikan lingkungan.
b. Preservasi, proteksi, dan peningkatan kualitas sumber daya yang menjadi
basis pengembangan kawasan pariwisata.
c. Pengembangan atraksi wisata tambahan yang mengakar pada khasanah
budaya lokal.
d. Pelayanan kepada wisatawan yang berbasis keunikan dan pengembangan
lingkungan lokal.
e. Memberikan dukungan dan legitimasi pada pembangunan dan
pengembangan pariwisata jika terbukti memberikan manfaat positif, tetapi
sebaliknya mengendalikan atau mengehentikan aktivitas pariwisata tersebut
jika melalmpaui ambang batas (carrying capacity) lingkungan alam atau
akseptabilitas sosial walaupun di sisi lain mampu meningkatkan pendapatan
masayarakat.
Untuk menyinergikan pengelolaan pariwisata yang memenuhi prinsip-
prinsip pengelolaan dalam uraian sebelumnya, diperlukan suatu metode
pengelolaan yang menjamin keterlibatan semua aspek dan komponen pariwisata.
Metode pengelolaan pariwisata menurut WTO dalam Pitana dan Diarta
(2009:88) mencakup beberapa kegiatan berikut :
a. Pengkonsultasian dengan semua pemangku kepentingan
b. Pengidentifikasian isu yang mungkin muncul dalam kegiatan pariwisata
c. Penyusunan kebijakan
d. Pembentukan dan pendanaan agen dengan tugas khusus
e. Penyediaan fasilitas dan operasi
f. Penyediaan kebijakan fiskal, regulasi, dan lingkungan sosial yang kondusif
g. Penyelesaian konflik kepentingan dalam masyarakat
2.1.4 Konsep Taman Hutan Raya
2.1.4.1 Pengertian Taman Hutan Raya
Taman hutan raya merupakan kawasan hutan yang ekosistemnya
dilindungi, termasuk tumbuhan dan satwa yang ada di dalamnya. Taman Hutan
Raya sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 108
tahun 2015 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2011
tentang pengelolaan kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam adalah
Kawasan Pelestarian Alam (KPA) untuk tujuan koleksi tumbuhan dan/atau satwa
yang alami atau bukan alami, jenis asli dan atau bukan jenis asli, yang tidak
invasif dan dimanfaatkan untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, budaya, pariwisata, dan rekreasi. Sedangkan
manfaat lain yang didapat dari keberadaan
Taman Hutan Raya adalah sebagai penyediaan lingkungan yang sehat
merupakan faktor-faktor utama pendukung keberlangsungan kehidupan manusia.
Beberapa kriteria lingkungan hidup yang baik bagi kehidupan manusia adalah
tersedianya sumber air yang sehat, layak untuk dikonsumsi, terdapat habitat
hunian yang sehat dan tersedianya udara segar. Selain itu untuk keperluan
lingkungan lainnya, seperti ketersediaan lahan pertanian yang layak untuk aneka
usaha pertanian, perkebunan, kehutanan, dan gatra usaha lain.
2.1.4.2 Sasaran Pengelolaan Taman Hutan Raya
1. Kemantapan Kawasan
1) Dalam jangka waktu pengelolaan 10 tahun pertama diharapkan telah
dicapai kemantapan kawasan, baik kemantapan kawasan secara de jure
(aspek legal sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku) maupun
de facto (diakui oleh para pihak).
2) Teratasi secara efektif perambahan kawasan dan penyelesaian program
pengelolaan hutan bersama masyarakat.
3) Terbangunnya kolaborasi pengelolaan dengan parapihak yang memiliki
minat, kepedulian, atau kepentingan dengan upaya konservasi kawasan
pelestarian alam, antara lain Lembaga pemerintah pusat, Lembaga
pemerintah daerah, masyarakat setempat, LSM, BUMN, BUMD, swasta
nasional, perorangan maupun Perguruan Tinggi/Universitas/Lembaga
Pendidikan danmasyarakat internasional.
2. Terjaminnya Fungsi Ekosistem
1) Terbentuknya blok-blok pengelolaan yang dapat menjamin
terpeliharanya proses-proses ekologis secara efektif dalam jangka
panjang.
2) Terpeliharanya struktur dan fungsi ekosistem hutan dataran rendah di
dalam kawasan.
3) Terpeliharanya fungsi hidro-orologis kawasan sebagai upaya pelestarian
sistem penyangga kehidupan.
4) Terpulihkannya fungsi ekosistem yang terdegradasi melalui upaya
rehabilitasi hutan dan pengembangan koleksi tanaman sebagai upaya
pelestarian plasma nutfah.
5) Terjaganya integritas ekosistem yang dimanfaatkan.
3. Terjaminnya Fungsi Ekonomi
1) Tersedianya manfaat ekonomi bagi pembangunan wilayah.
2) Tersedianya insentif ekonomi bagi pelaku konservasi.
3) Tersedianya akses pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk kepentingan
budidaya.
4) Tersedianya pemanfaatan jasa lingkungan dalam bentuk kegiatan
ekowisata dan carbon trade/biorights serta jasa air.
4. Terjaminnya fungsi sosial budaya
1) Tergalangnya hubungan harmonis masyarakat dengan pengelolaan
sumberdaya alam di dalam kawasan.
2) Terbangunnya ruang kelola masyarakat secara mutual benefit
berbasiskan pemanfaatan secara lestari terhadap sumberdaya alam.
5. Terjaminnya fungsi pendidikan dan penelitian
1) Terwujudnya kontribusi dalam pengembangan ilmu pengetahuan
tentang hutan hujan tropika dataran rendah dan keanekaragaman hayati
bagi kehidupan.
2) Terbangunnya laboratorium alam dalam aspek-aspek:
a) ekosistem hutan tropika dataran rendah
b) hidrologi (kualitas air dan neraca air)
c) konservasi keanekaragaman hayati, terutama jenis asli hutan hujan
dataran rendah di Provinsi Banten
d) medicinal plants/bioprospecting dan tanaman buah-buahan asli
Indonesia
e) dinamika karbon
f) pendidikan konservasi alam dan lingkungan.
2.1.4.3 Manfaat Taman Hutan Raya
Taman Hutan Raya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan sebagaimana
dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 108 tahun 2015 tentang
perubahan atas Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2011 tentang pengelolaan
kawasan suaka alam dan kawasan pelestarian alam Pasal 36 ayat 1 dan 2 yaitu :
(1) Taman Hutan Raya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan:
a. penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
b. pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi;
c. koleksi kekayaan keanekaragaman hayati;
d. penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air, energi air,
angin, panas matahari, panas bumi, dan wisata alam;
e. pemanfaatan tumbuhan dan Satwa Liar dalam rangka menunjang
budidaya dalam bentuk penyediaan Plasma Nutfah;
f. pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat; dan
g. pembinaan populasi melalui Penangkaran dalam rangka
pengembangbiakan satwa atau perbanyakan tumbuhan secara buatan
dalam lingkungan yang semi alami.
(2) Pemanfaatan tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f
dapat berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya
tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak
dilindungi.
2.2 Penelitian Terdahulu
Dalam melakukan penelitian “Alternatif Strategi Pengembangan Taman
Hutan Raya (TAHURA) Banten di Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang”.
Peneliti melakukan peninjauan terhadap penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, baik berupa skripsi maupun tesis, yang terkait dengan tema yang
diambil dalam penelitian ini. Peneliti mengambil tiga penelitian terdahulu sebagai
pembanding dengan penelitian yang dilakukan.
Pertama, pada penelitian skripsi yang berjudul “Strategi Pengembangan
Desa Wisata Pancoh Sebagai Desa Ekowisata Di Kabupaten Sleman” oleh Dea
Eka Marshita Tahun 2014 Universitas Gadjah Mada (UGM). Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis (1) potensi wisata di Desa Wisata Pancoh dan (2)
strategi pengembangan Desa Wisata Pancoh sebagai desa ekowisata di Kabupaten
Sleman. Penelitian ini menentukan potensi wisata yang layak dikembangkan di
Desa Wisata Pancoh dan strategi pengembangannya dengan menyesuaikan
konsep ekowisata. Penelitian ini merupakan penelitian kualitataif. Metode analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui analisis SWOT yang
sebelumnya masing-masisng faktornya telah dievaluasi IFAS (Internal Factor
Analysis Summary) dan EFAS (Eksternal Factor Analysis Summary). Hasil dari
penelitian ini adalah : (1) Desa Wisata Pancoh memeiliki potensi berbasis alam
yang hasrus dikembangkan dengan konsep ekowisata karena memiliki kondisi
alam khas lereng Gunung Merapi, yang harus dijaga dan dilestarikan. Selain
potensi alam, Desa Wisata Pancoh juga memiliki potensi budaya dan sejarah yang
dapat dikembangkan sebagai obyek wisata. (2) Faktor- faktor internal dan faktor
eksternal memiliki pengaruh besar untuk mengembangkan Desa Wisata Pancoh.
(3) Evaluasi melalui IFAS dan EFAS membuktikan bahwa Desa Wisata Pancoh
memiliki kesempatan untuk berkembang. Persamaan penelitian ini dengan penulis
yaitu fokus yang sama mendeskripsikan strategi pengembangan, sehingga dapat
memeberikan gambaran kepada penulis dalam mengembangkan penelitiannya.
Perbedaan penelitian ini dengan penulis yaitu lokus. Peneliti memilih lokus
penelitian Taman Hutan Raya di Desa Sukarame, Kecamatan Carita, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten.
Kedua, pada penelitian skripsi yang berjudul “Strategi Pengelolaan Pantai
Lontar Indah di Kabupaten Serang” yang dilakukan oleh Mita Fitriani pada tahun
2011 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui strategi Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata dalam
mengelola Pariwisata pantai Lontar Indah di Kabupaten Serang. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan
kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori yang didasarkan pada faktor-faktor
yang mempengaruhi analisis SWOT menurut teori Hunger. Faktor-faktor tersebut
adalah Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats. Teknik pengumpulan data
yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Teknik
analisa data menggunakan teknik analisa interaktif Miles and Huberman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Strategi Dinas Pemuda Olahraga
Kebudayaan dan Pariwisata dalam Pengelolaan Pariwisata Pantai Lontar Indah di
Kabupaten Serang cukup baik tetapi masih belum maksimal. Pelaksanaan strategi
yang belum maksimal tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor
eksternal maupun faktor internal. Faktor eksternal antara lain adalah disebabkan
karena pengelolaan pariwisata Pantai Lontar Indah di Kabupaten Serang sampai
dengan penelitia ini masih pasif, belum dilakukan dengan cara menjalin kerjasama
dengan pihak lain, dimana pihak lain dimaksud tersebut tidak berbentuk badan
hokum melainkan diserahkan kepada individu (perseorangan) dan pihak swasta.
Faktor-faktor internal yang mempengaruhinya antara lain: satu tidak adanya
program dalam upaya perkembangan pariwisata berkelanjutan. Kedua kurangnya
pegawai baik dalam kualitas maupun kuantitas yang berbasis kepariwisataan.
Ketiga tidak adanya sarana informasi seperti website untuk mempromosikan
obyek wisata. keempat hubungan kerja Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan
Pariwisata Kabupaten Serang dengan masyarakat sadar pariwisata (DARWIS)
masih belum terjalin dengan baik karena tidak diadakannya pertemuan baik yang
bersifat formal maupun informal. Persamaan dengan penelitian ini adalah
menggunakan analisis SWOT dalam menjabarkan pilihan strateginya. Sehingga
membantu peneliti dalam memaparkan pengamatannya dengan dipaparkan
menggunakan analisis SWOT. Perbedaan penelitian ini adalah lokus. Pada lokus
peneliti memilih penelitian Taman Hutan Raya di Desa Sukarame, Kecamatan
Carita, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten.
Ketiga, pada penelitian skripsi yang berjudul “Strategi Pengembangan
Pariwisata Di Desa Sawarna Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak” yang dilakukan
oleh Yunita pada tahun 2015 di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Penelitian ini
bertujuan untuk menganalisis strategi yang tepat dalam pengembangan Pariwisata
di Desa Sawarna. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kualitatif
dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini menggunakan teori yang didasarkan
pada analisis SWOT yang dikemukakan oleh Hunger dan Wheleen dalam
penentuan alternatif strategi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi yang
tepat untuk diterapkan dalam pengembangan Pariwisata Desa Sawarna adalah
Strategi menggali potensi wisata alam dan buatan Desa Sawarna untuk
meningkatkan daya tarik wisata, Strategi menyusun pemodelan kawasan desa
Sawarna yang didasari pembangunan kepariwisataan yang berkelanjutan/ramah
lingkungan, strategi meningkatkan kapasitas dan peran masyarakat dalam
membangun pariwisata di Desa Sawarna, dan strategi penguatan kesadaran
masyarakat lokal dalam pengembangan pariwisata di Desa Sawarna. Persamaan
dengan penelitian ini adalah menggunakan analisis SWOT dalam menjabarkan
pilihan strateginya. Sehingga membantu peneliti dalam memaparkan
pengamatannya dengan dipaparkan menggunakan analisis SWOT. Perbedaan
penelitian ini adalah lokus. Pada lokus peneliti memilih penelitian Taman Hutan
Raya di Desa Sukarame, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Propinsi
Banten.
2.3 Kerangka Pemikiran Penelitian
Suriasumantri, 1986 dalam (Sugiyono, 2009:92) mengemukakan bahwa
seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar menyusun
kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran
merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek
permasalahan. Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini, diperlukan sebuah kerangka konsep atau model penelitian.
Kerangka berfikir dari penelitian ini adalah tentang alternatif strategi
pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) di Kecamatan Carita, Kabupaten
Pandeglang. Latar belakang dari penelitian ini yaitu kurangnya sarana dan
prasarana pendukung, pengelolaan yang kurang efektif, lemahnya strategi
pengembangan.
Identifikasi masalahnya antara lain yaitu belum optimalnya dalam
pengadaan sarana dan prasarana di lokasi Tahura, kurangnya koordinasi antara
Pengelola Tahura dengan Pemerintah Daerah, lemahnya strategi pengembangan
menarik minat wisatawan.
Untuk mengetahui strategi apa yang harus dilakukan untuk pengembangan
Tahura maka peneliti menggunakan teknik Analisis SWOT. Adapun Teknik
Analisis SWOT adalah suatu cara menganalisis faktor-faktor internal dan
eksternal menjadi langkah-langkah strategi dalam mengoptimalkan usaha yang
lebih menguntungkan. Dalam analisis faktor internal akan menentukan aspek-
aspek yang menjadi kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness), sedangkan
faktor eksternal akan menentukan aspek-aspek yang menjadi peluang
(opportunities) dan ancaman (threaths) dengan begitu akan dapat ditentukan
berbagai kemungkinan alternatif strategi yang dapat dijalankan dalam
pengembangan Tahura. Untuk lebih jelasnya, kerangka berfikir penulis dalam
penelitian ini dapat dilihat gambar dibawah ini :
Gambar 2.1
Alur Kerangka Berpikir
Input :
Masalah:
1. Kurangnya sarana dan prasarana pendukung bagi para pengunjung
yang datang ke kawasan Tahura Banten.
2. Kurangnya peran aktif Pemerintah dan Pengelola dalam pengelolaan
kawasan Tahura Banten.
3. Lemahnya strategi pengembangan kawasan untuk menarik minat
pengunjung mengunjungi kawasan Tahura Banten.
Proses :
Analisis SWOT
Strengths
Weaknesses
Opportunities
Threats
(Hunger and Wheelen, 2003:231)
Output :
Diperoleh gambaran umum dan pilihan strategi yang tepat dalam pengembangan
Taman Hutan Raya (Tahura) Banten.
Feedback :
Menarik minat pengunjung untuk melakukan riset, pendidikan, budidaya, rekseasi
di Tahura Banten
2.4 Asumsi Dasar Penelitian
Berdasarkan asumsi dasar penelitian yang dipaparkan serta observasi yang
peneliti lakukan terhadap objek penelitian. Maka peneliti berasumsi bahwa
penelitian mengenai Alternatif Strategi Pengembangan Taman Hutan Raya
(TAHURA) Banten masih belum terrealisasi dengan baik dan belum memiliki
pemilihan strategi yang tepat dalam mencapai keberhasilannya. Hal ini didasarkan
dengan masih adanya permasalahan-permasalahan yang timbul dalam Alternatif
Strategi Pengembangan Taman Hutan Raya (TAHURA) Banten.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian
Pendekatan penelitan adalah seperangkat asumsi yang saling berkolerasi
satu dengan yang lain mengenai fenomena alam semesta. Metode penelitian
adalah kerangka kerja dalam suatu studi tertentu, guna mengukur dan melakukan
analisis data sehingga dapat menjawab masalah-masalah dalam penelitian.
Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini merupakan penelitian
deskriptif- kualitatif yaitu penelitian tentang data yang ditentukan dan dinyatakan
dalam bentuk kata-kata dan gambar, kata-kata disusun dalam kalimat, misalnya
kalimat wawancara antara peneliti dan informan.
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data dilakukan dalam kondisi
yang alamiah atau natural setting, peneliti mengumpulkan data berdasarkan
observasi yang wajar. Dalam melakukan penelitiannya, peneliti merupakan alat
utama dalam pengumpulan data karena penelitilah yang langsung terjun
kelapangan mencari data dengan wawancara secara mendalam. Subjek yang
diteliti berkedudukan sama dengan peneliti. Orang yang diteliti dipandang sebagai
partisipan, konsultan atau kolega peneliti dalam menangani kegiatan
penelitiannya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif,
yaitu berusaha mendapatkan informasi yang selengkap mungkin mengenai
Alternatif Strategi Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Banten di
Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang. Informasi yang digali lewat wawancara
mendalam terhadap informan (Pemerintah Daerah, Kepala Desa, dan Pengelola
Tahura/Masyarakat Lokal, Pengunjung). Teknik kualitatif dipakai sebagai
pendekatan dalam penelitian ini, karena teknik ini untuk memahami realitas
rasional sebagai realitas subjektif manfaat hutan bagi kehidupan. Proses observasi
dan wawancara bersifat sangat utama dalam pengumpulan data. Dari observasi
dan wawancara diharapkan mampu menggali permasalahan yang ada di dalam
Pengembangan Tahura Banten, guna mengetahui guna mengevaluasi kerja
stakeholder yang terkait dalam pengembangan Tahura di Kecamatan Carita
Kabupaten Pandeglang.
3.2 Ruang Lingkup/Fokus Penelitian
Ruang lingkup atau fokus penelitian ini adalah Alternatif Strategi
Pengembangan Taman Hutan Raya Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang
dengan dilihat dari Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman.
3.3 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang
Provinsi Banten. Penentuan lokasi penelitian di Kecamatan Carita Kabupaten
Pandeglang karena Kecamatan Carita merupakan lokasi Taman Hutan Raya
(Tahura) yang dimiliki oleh Provinsi Banten.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka penelitian tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono,
2012:63).
Teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif ini adalah sebagai
berikut
3.4.1 Sumber data Primer
Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya
dan masih bersifat mentah karena belum diolah. Data ini diperoleh melalui:
1. Observasi
Sedangkan observasi menurut Moloeng (2007) adalah kegiatan yang
dilakukan untuk mengoptimalkan kemampuan peneliti dari segi motif, perhatian,
perilaku tak sadar, kebiasaan dan sebagainya. Menurutnya, observasi
diklasifikasikan menjadi dua cara yaitu cara berperan serta dan cara yang tidak
berperan serta. Observasi berperan serta, pengamat melakukan dua fungsi
sekaligus yaitu sebagai pengamat dan sekaligus menjadi anggota resmi dari
kelompok yang diamatinya. Namun observasi tanpa berperan serta, pengamat
hanya melakukan satu fungsi yaitu mengadakan pengamatan.
Dalam penelitian ini, teknik observasi yang dipakai ialah observasi tanpa
berperan serta atau disebut observasi tidak berstruktur dengan mengamati dari
jauh. Peneliti hanya sebagai pengamat saja tanpa menjadi anggota resmi
organisasi yang diteliti.
2. Wawancara
Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya jawab dan bertatap muka antara pewancara dan
informan. Adapun teknik pengumpulan data dengan cara wawancara dalam
penelitian ini adalah wawancara mendalam. Wawancara mendalam (indepth
interview) adalah data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung dari orang-
orang tentang pengalaman, pendapat perasaan dan pengetahuan informan
penelitian. Informan penelitian adalah orang yang memberikan informasi yang
diperlukan selama proses penelitian.
Dalam penelitian ini wawancara dipergunakan untuk mengadakan
komunikasi dengan pihak-pihak terkait penelitian, dalam rangka memperoleh
informasi tentang hal-hal yang belum tercantum dalam observasi. Dalam
melakukan wawancara peneliti menggunakan metode wawancara semi terstruktur,
dimana dalam pelaksanaannya lebih bebas. Tujuan dari wawancara ini adalah
untuk menemukan permasalahan lebih terbuka, dimana pihak yang diajak
wawancara diminta pendapat dan memberi informasi mengenai startegi
pengembangan desa wisata. Sebagaimana yang disarankan oleh (Esterberg: 2002)
dalam Sugiyono (2008:73) peneliti akan mendengarkan secara teliti dan mencatat
apa yang akan dikemukakan oleh informan (Esterberg: 2002) dalam Sugiyono
(2008:73).
Wawancara dilakukan dengan cara mempersiapkan terlebih dahulu
berbagai keperluan yang dibutuhkan yaitu sampel informan, kriteria informan,
dan pedoman wawancara yang disusun dengan rapih dan terlebih dahulu dipahami
peneliti, sebelum melakukan wawancara peneliti terlebih dahulu melakukan hal-
hal sebagai berikut:
a. Menerangkan kegunaan serta tujuan dari penelitian.
b. Menjelaskan alasan informan terpilih untuk diwawancarai.
c. Menentukan strategi dan taktik berwawancara.
d. Mempersiapkan pencatat data wawancara.
Peneliti menyusun pedoman wawancara mengenai hal-hal yang nantinya
menjadi acuan dalam wawancara kepada informan untuk mendapatkan informasi
yang akurat. Secara garis besar pedoman wawancara yang digunakan untuk
memperoleh informasi.
3.4.2 Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder merupakan sumber data yang diperoleh melalui
kegiatan studi kepustakaan dan dokumentasi mengenai data yang diteliti.
1. Studi Kepustakaan
Pengumpulan data ini diperoleh dari berbagai referensi yang relevan
dengan penelitian yang dijalankan dan teknik ini berdasarkan text books maupun
jurnal ilmiah.
2. Dokumentasi
Menurut Guba dan Lincolin (1981) dalam Moleong (2007:161)
dokumentasi adalah setiap bahan tertulis atau film dari record yang tidak
dipersiapkan karena adanya permintaan dari seorang penyelidik.
Analisis dokumen dilakukan untuk mengumpulkan data yang bersumber
dari arsip dan dokumen. Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya- karya monumental
dari seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan-catatan,
peraturan, kebijakan, laporan-laporan. Dokumen yang berbentuk gambar,
misalnya foto, gambar hidup, sketsa dan lain-lain.
Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi
dan wawancara dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2012:82).
Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder. Data primer merupakan data yang diambil secara langsung dari
informan penelitian yaitu melalui observasi dan wawancara. Sedangkan data
sekunder merupakan data yang diambil secara tidak langsung dari informan yaitu
melalui data-data dan dokumen yang relevan mengenai masalah yang diteliti.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif ini, yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri (human instrument) karena peneliti adalah manusia dan
hanya manusia yang dapat berhubungan dengan responden atau objek lainnya,
serta mampu memahami kaitan kenyataan-kenyataan di lapangan. Oleh karena itu,
peneliti juga berperan serta dalam pengamatan atau participant observation
(Moleong, 2007:9). Yang melakukan validasi adalah peneliti sendiri, melalui
evaluasi diri seberapa jauh pemahaman terhadap metode kualitatif, penguasaan
teori dan wawasan terhadap bidang yang diteliti, serta kesiapan dan bekal
memasuki lapangan (Sugiyono, 2012:59). Jadi, peneliti mempunyai peran yang
sangat penting dalam penentuan sukses atau tidaknya suatu penelitian dengan
kesiapan peneliti dalam terjun langsung ke lapangan.
Dalam penelitian ini data yang diteliti adalah data lisan dan tulisan, oleh
sebab itu untuk mendapatkan data dibutuhkan alat bantu berupa daftar pertanyaan
untuk mewawancarai informan dan handphone. Handphone digunakan untuk
merekam wawancara dengan informan. Hasil rekaman kemudian ditranskripsikan
melalui peralatan sehingga memudahkan untuk mengelompokkan data.
Dalam mencari sumber data, peneliti menggunakan teknik wawancara
mendalam terhadap narasumber (informan) yang bersangkutan dengan fokus
penelitian yang dilakukan oleh peneliti. Wawancara mendalam (indepth interview)
adalah data yang diperoleh terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang
pengalaman, pendapat perasaan dan pengetahuan informan penelitian. Informan
penelitian adalah orang yang memberikan informasi yang diperlukan selama
proses penelitian. Selain wawancara mendalam, sumber data dalam penelitian ini
juga di dapat dari hasil observasi, dimana sumber data dari hasil wawancara dan
observasi merupakan sumber data primer. Selain itu, sumber data yang lainnya
juga didapat dari hasil dokumentasi dan studi literatur/pustaka sebagai sumber
data sekunder. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan mengenai
Alternatif Strategi Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Banten di
Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang.
3.6 Informan Penelitian
Dalam penelitian ini penentuan informann menggunakan Teknik
purposive. Teknik purposive adalah informan yang secara sengaja dipilih oleh
peneliti, Karena dianggap memiliki ciri-ciri tertentu, yang dapat memperkaya data
penelitian (Irawan, 2006:17). Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini
berjumlah 15 orang pada tabel 3.1 yaitu:
Tabel 3.1
Informan Penelitian
No Informan Keterangan Kode Informan (I)
1
2
3
4
5
6
7
Kepala Balai Pengelolaan Tahura
Banten
Kepala Sub-Bagian Tata Usaha
Tahura Banten
Kepala Seksi Pengembangan dan
Pemanfaatan Tahura Banten
Kepala Seksi Seksi Perlindungan
dan Rehabilitasi Tahura Banten
Pegawai Pelaksana PNS Tahura
Banten
Pegawai TKK Tahura Banten
Pegawai Lapangan Tahura Banten
Key informan
I1-1
I1-2
I1-3
I1-4
I1-5
I1-6
I1-7
8
9
10
11
12
13
14
15
Kepala Desa Sukarame
Pegawai Desa Sukarame
Ketua RW Desa Sukarame
Ketua RT Desa Cinoyong
Ketua RT Desa Sukarame
Ketua RT Desa Sukanagara
Ketua Komunitas Pecinta Alam
Pengunjung
Secondary
informan
I2-1
I2-2
I2-3
I2-4
I2-5
I2-6
I2-7
I2-8
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Analisis data kualitatif menurut Bodgan dan Biklen adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja data, mengorganisasikan data, memilih-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain (Sugiyono, 2012:88).
Dalam penelitian kualitatif, analisis data dilakukan sejak awal penelitian
dan selama proses penelitian dilaksanakan. Data diperoleh, kemudian
dikumpulkan untuk diolah secara sistematis. Dimulai dari wawancara, observasi,
mengedit, mengklasifikasi, mereduksi, selanjutnya aktivitas penyajian data serta
menyimpulkan data. Teknis analisis data dalam penelitian ini menggunakan
model analisis interaktif dari Sugiyono 2012, seperti pada gambar dibawah ini:
Gambar 3.1
Analisis Data Model Interaktif
(Sumber : Sugiyono, 2012:88)
Pengumpulan
Data Reduksi Data
Penarikan
Kesimpulan
Penyajian
Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data yaitu proses memasuki lingkungan penelitian dan
melakukan pengumpulan data penelitian. Ini merupakan tahap awal yang harus
dilakukan oleh peneliti agar peneliti dapat memperoleh informasi mengenai
masalah-masalah yang terjadi di lapangan.
2. Reduksi Data
Dari lokasi penelitian, data lapangan dituangkan dalam uraian laporan
yang lengkap dan terinci. Data dan laporan lapangan kemudian di reduksi, di
rangkum, dan kemudian dipilih hal yang pokok, di fokuskan untuk dipilih yang
terpenting kemudian dicari tema atau polanya (melalui proses penyuntingan,
pemberian kode, dan pentabelan). Reduksi data dilakukan terus menerus selama
proses penelitian berlangsung. Pada tahapan ini setelah data dipilah kemudian
disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar diberi kemudahan dalam
penampilan, penyajian, serta untuk menarik kesimpulan sementara.
3. Penyajian Data
Penyajian data (display data) dimaksudkan agar lebih mempermudah bagi
peneliti untuk dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian
tertentu dari data penelitian. Hal ini merupakan pengorganisasian data kedalam
suatu bentuk tertentu sehingga kelihatan jelas sosoknya lebih utuh. Data-data
tersebut kemudian dipilih- pilih dan disisikan untuk disortir menurut
kelompoknya dan disusun sesusai dengan kategori yang sejenis untuk
ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk
kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.
4. Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan
Hubberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Dari permulaan
pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti dari hubungan-hubungan mencatat
keteraturan pola-pola dan menarik kesimpulan. Asumsi dasar dan kesimpulan
awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan terus berubah selama
proses pengumpulan data masih terus berlangsung dan tidak ditemukan bukti-
bukti yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Akan
tetapi apabila kesimpulan tersebut didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
konsistensi peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan
yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
3.8 Uji Kreadibilitas Data
Uji kreadibilitas data atau kepercayaan terhadap data hasil penelitian
kualitatif antara lain dilakukan dengan perpanjangan pengamatan, peningkatan
ketekunan dalam penelitian, triangulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis
kasus negatif, dan member check (Sugiyono, 2009:121).
Pada penelitian ini, dalam menguji kreadibilitas data peneliti melakukan
triangulasi dan member check untuk member kepercayaan terhadap penelitiannya.
1. Triangulasi
Menurut Moloeng (2007:330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain. Diluar data untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik
trianggulasi yang paling banyak digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber
lainnya.
Terdapat 3 macam teknik triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi
teknik, dan triangulasi waktu. Pada penelitian ini menggunakan triangulasi
sumber dan triangulasi teknik. Triangulasi sumber berarti untuk menguji
kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari
beberapa sumber melalui hasil wawancara atau disebut juga dengan
mewawancarai lebih dari satu informan yang dianggap memiliki sudut pandang
yang berbeda. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang
sama.
Triangulasi dilakukan melalui wawancara, observasi langsung, observasi
tidak langsung, dan dokumentasi. Pada observasi tidak langsung ini dimaksudkan
dalam bentuk pengamatan atas beberapa kejadian yang kemudian dari hasil
pengamatan tersebut di ambil benang merah yang menghubungkan diantara
keduanya.
2. Member Check
Member check adalah proses pengecekan data yang diperoleh peneliti
kepada pemberi data. Tujuan member check adalah untuk mengetahui
seberapa jauh data yang diperoleh sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi
data (Sugiyono, 2009:129).
3.10 Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan untuk meneliti Alternatif Strategi
Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Banten di Kecamatan Carita
Kabupaten Pandeglang.
Tabel 3.2
Jadwal Penelitian
N
o. Keterangan Waktu Pelaksanaan
2016 2017
Sep Nov Des Jan Feb Mar Apr Ags Des Jan
1
Pengajuan
Judul
2
Bimbingan
Awal
3
Pra
penelitian
4
Penyusunan
BAB 1
5
Bimbingan
BAB 1
6
Penyusunan
BAB 2
7
Bimbingan
BAB 2
8
Penyusunan
BAB 3
9
Bimbingan
BAB 3
10 Acc Proposal
11
Seminar
Proposal
12
Acc
Lapangan
13
Penyusunan
BAB 4
14
Bimbingan
BAB 4
15
Penyusunan
BAB 5
16
Bimbingan
BAB 5
17 Acc Sidang
18 Sidang
(sumber: Peneliti 2017)
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
Deskripsi objek penelitian ini akan menjelaskan tentang objek penelitian
yang meliputi lokasi penelitian yang diteliti dan memberikan gambaran umum
Tahura Banten. Hal tersebut akan dijelaskan dibawah ini:
4.1.1 Keadaan Wilayah Tahura Banten
4.1.1.1 Sejarah Tahura Banten
Taman Hutan Raya Banten berada pada wilayah Desa Sukarame, Desa
Sukanagara, Desa Cinoyong dan Desa Kawoyang Kecamatan CaritaKabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten. Secara geografis berada pada koordinat
105o49’49” - 105o52’53” BT dan 6o14’32” - 6o17’38” LS.
Untuk menuju ke lokasi Tahura Banten dapat melalui rute sebagai berikut:
a) Jakarta – Serang – Pandeglang – Labuan – Lokasi (160 km);
b) Jakarta – Serang – Cilegon – Anyer – Lokasi (170 km);
c) Bogor – Rangkasbitung – Pandeglang – Labuan – Lokasi (150 km).
Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor
SK.3108/Menhut-VII/KUH/2014 tanggal 25 April 2014, tentang Penetapan
Kawasan Hutan Konservasi Taman Hutan Raya Banten seluas 1.595,90 (seribu
lima ratus sembilan luluh lima dan sembiln puluh perseratus) hektar di kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten, maka luas definitif kawasan Tahura Banten tersebut
adalah 1.595.90 Ha.
Kawasan Tahura Banten termasuk dalam kawasan hutan Gunung Aseupan
dan merupakan hasil perubahan fungsi kawasan hutan dari fungsi hutan produksi
(kawasan hutan dengan tujuan khusus penelitian Carita) dan kawasan Taman
Wisata Alam Carita.
Komplek Gunung Aseupan dikukuhkan sebagai kawasan hutan pada bulan
Agustus 1915 oleh Gubernur Hindia Belanda yang didalamnya terdapat Taman
Wisata Alam Carita. Pada Tahun 1938, kawasan hutan Banten ditunjuk sebagai
Recreatie bos seluas 94,50 Ha yang didalamnya terdapat hutan alam, hutan
tanaman serta tanah kosong. Pada Tahun 1939, dibangun Pesanggrahan dengan
bangunan semi permanen seluas 224 m2. Pada Tahun 1955 sebagian hutan
rekreasi seluas 50 Ha dipinjampakaikan kepada Balai Penyelidikan Kehutanan
Bogor untuk kebun percobaan tanaman kayu.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor
440/Kpts/Um/7/1978 tanggal 15 Juli 1978 tentang penunjukan sebagian komplek
Gunung Aseupan seluas ± 95 Ha yang terletak di Daerah Tingkat II Pandeglang,
Daerah Tingkat I Jawa Barat sebagai Taman Wisata. Taman Wisata Alam tersebut
selanjutnya diberi nama Taman Wisata Alam Carita. Sebagai Taman Wisata Alam
yang mempunyai fungsi sebagai kawasan konservasi yang mempunyai fungsi
perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan, maka berdasarkan Keputusan
Direktur Jenderal PHKA Nomor 42/Kpts/DJ-VI/1995 tanggal 27 Maret 1995 telah
ditunjuk Blok Pemanfaatan Taman Wisata Alam Carita seluas ± 30 (tiga puluh)
Ha yang terletak di Kabupaten Daerah Tingkat II Pandeglang, Provinsi Daerah
Tingkat I Jawa Barat.
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus Hutan Penelitian Carita KHDTK
Penelitian Carita ditetapkan statusnya berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 290/Kpts-II/2003 tanggal 26 Agustus 2003 dan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No. 291/Kpts-II/2003 tanggal 26 Agustus 2003
tentang Penunjukan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus Seluas ± 3.000 Ha
yang terletak di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten
sebagai Hutan Penelitian Carita.
Sebelum ditunjuk sebagai KHDTK Hutan Penelitian Carita, Pada Tahun
1937 P3HKA telah membangun kawasan tersebut sebagai Hutan Penelitian untuk
tempat penelitian kayu hutan dengan jenis Dipterokarpa. Selanjutnya pada Tahun
1955, Hutan penelitian resmi dibangun dengan wilayah seluas ± 10 Ha. Pada
tahun 1958 telah dilakukan penambahan tanaman seluas ± 40 Ha (Banten II) yang
terletak di wilayah RPH Banten, BKPH Pandeglang, KPH Banten.
Adapun kronologis penataan dan pengelolaan di kawasan hutan yang
menjadi Tahura Banten adalah sebagai berikut:
1. 1915 Kompleks hutan Gunung Aseupan ditunjuk sebagai kawasan
hutanoleh Gubernur Hindia-Belanda;
2. 1938 Kawasan Banten dijadikan sebagai Recreatie bos (Hutan wisata)
oleh Gubernur Hindia-Belanda;
3. 1955 Balai Penyelidikan Kehutanan Bogor menggunakannya sebagai
lokasi riset. Dilakukan pembangunan koleksi pohon famili
Dipterocarpaceae;
4. 1978 Kawasan hutan pantai Carita ditunjuk sebagai Taman Wisata
Alam (TWA) berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
440/Kpts/Um/7/1978 tanggal 1 Juli 1978, seluas 95 ha;
5. 1990 Pemberian Hak Pengelolaan pariwisata Alam selama 20 (dua
puluh) tahun pada 9 lokasi TWA di Pulau Jawa kepada Perum
Perhutani berdasarkan Keputusan Menteri kehutanan No. 284/Menhut-
II/1990 tanggal 4 Juni 1990 (salah satunya TWA Carita);
6. 1993 Penunjukan beberapa lokasi di kawasan hutan sebagai kebun
percobaan dan pos penelitian pada kawasan yang dikelola Perum
Perhutani melalui SK Menteri Kehutanan No. 569/Kpts-II/1993
tanggal 29 September 1993. Salah satu lokasi yang ditunjuk adalah
Banten, tepatnya di RPH Carita BKPH Pandeglang;
7. 1995 Penetapan blok pengelolaan TWA Carita melalui SK Dirjen
PHPA No.42/Kpts/DJVI/1995 seluas 30 Ha menjadi Blok Pemanfaatan
dan sisanya merupakan blok perlindungan;
8. 1999 Kerjasama riset antara Perum Perhutani, Universitas Gadjah
Mada dan ITTO dalam pengembangan tanaman Meranti;
9. 2003 Penunjukan Kawasan Hutan dengan Tujuan Khusus
(KHDTK) seluas ±3.000 ha berdasarkan Keputusan Menteri
Kehutanan Nomor 290/Kpts-II/2003;
10. 2006 Penataan batas KHDTK Hutan Penelitian Carita oleh BPKH
XI Yogyakarta;
11. 2011 Penandaan batas IPPA
4.1.1.2 Kondisi Fisik
1. Potensi Hayati dan Non Hayati
a. Ekosistem Hutan
Kawasan Tahura seluas 1.595.9 ha merupakan tipe ekosistem hutan hujan
dataran rendah berdasarkan klasifikasi van Steenis dalam Soerianegara dan Andri,
I (1985) atau hutan dipterokarpa dataran rendah/lowland dipterocarp forest
menurut klasifikasi Whitmore (1975) atau hutan pernah yang masih tersisa di
Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten (Ismayadi S. dkk, 2009). Secara umum,
keberadaan tipe ekosistem tersebut mulai mengalami ancaman akibat tingginya
tingkat perambahan dan konversi lahan hutan menjadi kebun oleh masyarakat di
sekitarnya.
Pada hutan primer terganggu ditemukan 116 jenis tumbuhan yang tercakup
dalam 61 suku, dan di hutan sekunder tua ditemukan 66 jenis tumbuhan yang
tercakup dalam 44 suku. Jenis yang mendominasi regenerasi lengkap pada setiap
strata terdapat di hutan primer. Untuk tingkat pohon didominasi oleh jenis Puspa
(Schima wallichii DC) dan tingkat semai didominasi oleh jenis Kapinango
(Dysoxylum densiflorum Blume) Miq. Jenis tumbuhan dominan pada hutan primer
terganggu adalah Castanopsis accuminatissima (Blume) A. DC. dan Glochidioll
rubrum BI untuk tingkat semai. Pada hutan sekunder tua, jenis yang mendominasi
pada tingkat pohon adalah Vernonia arborea Buch-Ham, tingkat belta adalah jenis
Lithocarpus elegans (Blume), dan untuk tingkat semai adalah jenis Archidendron
jiringa (Jack) Nielsen.
Potensi sumber daya hutan pada kawasan Tahura memiliki kekhasan
ekosistem dan tingkat keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang masih cukup
tinggi, antara lain berbagai jenis flora baik endemic maupun exotic dan berbagai
jenis fauna yang sudah langka dan atau dilindungi. Jenis flora didominasi oleh
jenis Dipterocarpaceae, antara lain Dipterocarpus hasseltii, Hopea odorata,
Shorea leprosula, Shorea ovalis, Vatica sumatrana, Shorea compressa, Shorea
strenoptera, dan jenis non Dipterocarpaceae diantaranya Accia auriculiformis,
Instia bijuga, Khaya grandifolia, Lagerstroemia dupereana, Podocarpus blumei,
Araucaria cunninghamii, Durio zibethinus, Hymenaea courbaril, Melia excelsa,
Pinus caribaea, Pinus merkusii, Schima wallichii, Swietenia mahagoni.
Sedangkan jenis fauna yang masih sering dijumpai, antara lain monyet (Macaca
fascicularis), biawak (Varanus sp.), trenggiling (Manis javalicus), dan berbagai
jenis burung, seperti elang (Haliacetus leucogastrea), pelatuk dan kutilang.
b. Struktur dan Komposisi Tumbuhan
Berdasarkan hasil analisis vegetasi di 3 (tiga) lokasi yaitu lokasi yang
mewakili kondisi hutan dengan tingkat gangguan tinggi dibagian barat laut, lokasi
yang mewakili kondisi hutan dengan tingkat gangguan sedang di bagian timur laut
dan lokasi yang mewakili kondisi hutan dengan tingkat gangguan rendah di
bagian barat kawasan Tahura, secara umum menunjukan bahwa kondisi hutan
yang memiliki tingkat gangguan ringan mempunyai 19 jenis dengan jumlah famili
sebanyak 18, sedangkan pada lokasi hutan dengan tingkat gangguan sedang
mempunyai 11 jenis dengan 10 jumlah famili. Data hasil analisis vegetasi di tiga
lokasi tersebut disajikan pada Tabel 4.1
Tabel 4.1
Vegetasi di Kawasan Tahura Banten
Lokasi Plot Basal Area Kerapatan Jumlah Jumlah
m² per 0.1 ha Individu 0.1 ha Jenis Famili
Hutan dengan tingkat
gangguan tinggi
1,92 32 12 10
Hutan dengan tngkat
gangguan sedang
1,19 25 11 10
Hutan dengan tingkat
gangguan rendah
3,27 45 19 18
Sumber: Laporan Tim Terpadu Perubahan Fungsi Kawasan Hutan 2016
a) Hutan Dengan Tingkat Gangguan Tinggi
Pada areal Tahura Banten yang dikatagorikan hutan dengan tingkat
kerusakan tinggi, jenis tumbuhan yang dijumpai umumnya adalah tanaman yang
mempunyai nilai ekonomi tinggi, antara lain: melinjo (Gnetum gnemon), durian
(Durio zibetinus), kelapa (Cocos nucifera) dan jati (Tectona grandis), serta jenis
buah lokal yaitu kecapi (Sandoricum koetjape). Kondisi kawasan hutan yang
terganggu cukup serius ini pohon-pohon yang ada sangat jarang dengan kerapatan
sekitar 32 pohon per 0,1 ha.
Di lokasi ini jumlah anak pohon dan jenis seedlingnya sedikit. Adapaun
jenis tanaman herba yang tumbuh liar ataupun yang ditanam oleh masyarakat
adalah pungpurutan (Urena lobata Becne), asahan (Tetracera scanden (L.) Merr.),
sadagori, temulawak, kilalayu, lempuyang, kirinyu, lajagoha, sagu (Marantha
arundinaceae L.), harendong, saliara (Lantana Camara), babadotan, harendong
bulu dan kibau. Jumlah jenis tercatat sebanyak 12 dengan kerapatan 32 pohon per
0,1 ha, atau sama dengan 320 pohon per hektar. Apabila dibandingkan dengan
penelitian yang sudah dilakukan oleh Murniati (2007), jumlah jenis dan kerapatan
pohon dilokasi ini tingkat gangguannya lebih rendah. Sebagian besar jenis
tanaman yang tumbuh adalah tanaman budidaya, tidak ada satupun jenis
tumbuhan asli (jenis yang ada dihutan).
b) Hutan Dengan Tingkat Gangguan Sedang
Berdasarkan hasil analisis menunjukkan bahwa di lokasi ini sudah pernah
ditebang dan merupakan hutan sekunder dengan tingkat kerapatan 25 pohon per
0,1 ha dengan basal area 1,18 m2 per 0,1 ha. Umumnya ditumbuhi jenis Shorea
leprosula, Shorea javanica, Maesopsis Emenii (Kayu Afrika), mahoni (Swietenia
mahagony), Vitex pubescens dan lainnya. Namun, disela-selanya masih dijumpai
tanaman jengkol yang mendominasi diikuti oleh Shorea Leprosula dengan.
Jumlah jenis pohon tercatat sebanyak 11 jenis, dengan total jumlah 25 jenis
tumbuhan baik pohon, anak pohon dan seedling. Kerapatan anak pohon tingkat
pancang sebanyak 48 per 0,1 ha. Jenis tumbuhan herba dan seedingnya antara lain
kekopian (Psychotria malayana Jack), kitores, gompong (Radarmechera gigantea
(Bl.) Miq.), huru minyak (Litsea lanceaolata (Bl.) Kosterm), durian (Durio
zibethinus) dan lainnya. Hutan dengan tingkat gangguan sedang ini mempunyai
pola persebaran pohon lebih sedikit tetapi tajuk penutupannya lebih tertutup.
c) Hutan Dengan Tingkat Gangguan Ringan
Kawasan hutan ini mempunyai lantai hutan cukup terbuka, tidak banyak
terdapat tanaman penutup tanah. Lantai hutannya tertutup serasah dengan
ketebalan sekitar 1 – 5 cm. Kerapatan jenisnya cukup tinggi yaitu 45 pohon per
0,1 ha atau sekitar 450 pohon perhektar.
Hutan ini kondisinya masih cukup bagus untuk kepentingan konservasinya
karena masih dapat dijumpai jenis jenis tumbuhan hutan yang merupakan
kekayaan hayati wilayah Banten. Untuk anak pohon tercatat sebanyak 136 anak
pohon, dengan jumlah jenisnya sebanyak 20 jenis. Jenis tumbuhan dominan
adalah Schima wallichii dengan urutan ke dua adalah sigung, dengan urutan ketiga
adalah kimoklak. Kondisi penutupan tajuk dan pancang cukup rapat dan lantai
hutan yang cukup bersih dan penumpukan bahan organik yang cukup tebal.
c. Satwa Liar
Keragaman jenis satwa liar di kawasan Tahura Banten adalah sebagai
berikut: a) satwa liar yang dijumpai secara langsung, meliputi jenis mamalia:
monyet (Macaca fascicularis), trenggiling (Manis javanicus), kelelawar
(Cynopterus sp.), ular tanah (Callo selasma rhodostoma), dan jenis aves: elang
(Haliacetus leucogastrea), puyuh (Coturnix chinensis), pelatuk (Picus sp.), Anis
(Zoothera sp.), serta jenis reptilia, yaitu Biawak (Varanus salvator), b)
teridentifikasi melalui jejak, yaitu babi hutan (Sus scrofa), dan c) teridentifikasi
melalui suara, antara lain: kutilang (Pycnonotus aurigaster), dan Punai
(Chalcopaps indica) yang tergolong Aves.
Selain itu, masih sering dijumpai satwa liar seperti surili (Presbytis
comata), ular sanca (Phyton sp.) ,bajing tanah (Lariscus sp.) dan beberapa jenis
burung seperti: tekukur (Streptopelia cinensis), perkutut (Geoperlia striata),
jogjlog (Pycnonotus goivaier), burung madu (Aethopiga exima), ciblek (Primia
familiaris), kutilang (Pycnonotus aurigaster) dan lainnya.Keberadaan berbagai
jenis satwa liar di kawasan Tahura ini mengindikasikan bahwa kawasan ini
merupakan habitat berbagai jenis satwa penting dan sebagian diantaranya masuk
dalam katagori dilindungi. Jenis satwa liar yang teridentifikasi di kawasan Tahura
Banten disajikan pada Tabel 4.2
Tabel 4.2
Jenis Satwa Liar di Kawasan Tahura Banten
No. Jenis Satwa Liar Sta
tus
Lokasi Keterangan
A B C
A. Mamalia
1. Kera ekor panjang
(Macaca fascicularis)
DL + + Jumpa langsung
2. Kelelawar (cynopterus
sp.)
+ Jumpa langsung
3. Trenggiling (manis
javanicus)
DL + Jejak
4. Babi hutan (sus scrofa) + Jejak
5. Surili (presbytis
comata)
DL + Informasi penduduk
6. Bajing tanah + Informasi penduduk
7. Jenis lainnya Belum terinventarisir
B. Aves
1. Elang (haliacetus
leucogastrea)
DL + Suara
2. Punai (chalcopaps
indica)
+ + Suara
3. Kutilang (pycnonotus
aurigaster)
+ + Informasi penduduk
4. Jogjog (pycnonotus
goivaier)
+ Informasi penduduk
5. Tekukur + Informasi penduduk
6. Perkutut + Informasi penduduk
7. Burung madu + Informasi penduduk
8. Ciblek + Informasi penduduk
9. Jenis lainnya Belum terinventarisir
C. Reptilia
1. Biawak (varanus
salvator)
DL + Jumpa langsung
2. Ular tanah + Jumpa langsung
3. Ular sanca (phyton sp.) + Informasi penduduk
4. Jenis lainnya Belum terinventarisir
Keterangan: DL (dilindungi); A (hutan alam); B (hutan tanaman); C (kebun)
Sumber: Laporan Tim Terpadu Perubahan Fungsi Hutan 2016
4.1.2 Visi dan Misi Tahura Banten
a. Visi
"Terbangunnya Kawasan Tahura Banten sebagai Kawasan Konservasi dan
Edu-ecoturism untuk meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat"
b. Misi
Untuk mewujudkan visi tersebut disusun lima misi yaitu:
1. Membangun dan menata kawasan sebagai dasar pengelolaan;
2. Mengembangkan dan memanfaatkan potensi kawasan Tahura Banten
yang dapat berkontribusi pada ilmu pengetahuan, pendidikan,
menunjang budidaya, budaya, pariwisata dan rekreasi;
3. Meningkatkan pengamanan kawasan, rehabilitasi dan pekayaan
tanaman yang dapat meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam;
4. Membangu dan mengembangkan peran serta masyarakat untuk
mendukung pengelolaan Tahura secara lestari dan optimal; dan
5. Mengembangkan pengelolaan kolaboratif dalam upaya optimalisasi
pengelolaan Tahura Banten
4.1.3 Keadaan Penduduk di Kawasan Tahura Banten
4.1.3.1 Sosial Ekonomi dan Budaya
Kawasan Tahura Banten dikelilingi oleh 4 desa yaitu Desa Sukarame,
Desa Sukanagara, Desa Kawoyang dan Desa Cinoyong yang tercakup dalam
Kecamatan Carita. Dari keempat desa yang mengelilingi kawasan Tahura Banten,
Desa Kawoyang memiliki wilayah paling luas dengan luas 6,07Ha. Sedangkan
Desa Sukarame merupakan desa terkecil dengan luas wilayah 1,76 Ha.
Berdasarkan data dari Kecamatan Carita Dalam Angka (BPS, 2015),
kondisi sosial ekonomi dan budaya di keempat desa tersebut adalah sebagai
berikut :
a. Demografi
Sebaran penduduk per desa di Kecamatan Carita relative tidak merata
Desa Kawoyang merupakan desa dengan penduduk terjarang dengan rata-rata
sebanyak 303 jiwa/km2.
Sedangkan Desa Sukarame merupakan desa dengan penduduk terpadat
dengan rata-rata 3051 jiwa/km2. Desa Sukarame dihuni oleh 1276 Kepala
Keluarga dengan total penduduk 5370 orang yang terdiri atas 2684 orang laki-laki
dan 2686 orang perempuan.
Desa Sukanagara dihuni oleh 1085 Kepala Keluarga dengan total
penduduk 4256 orang yang terdiri atas 2211 orang laki-laki dan 2045 orang
perempuan. Desa Kawoyang dihuni 513 Kepala Keluarga dengan total penduduk
1841 orang yang terdiri atas 967 orang laki-laki dan 874 orang perempuan.
Sedangkan Desa Cinoyong dihuni oleh 627 Kepala Keluarga dengan total
penduduk 2110 orang yang terdiri atas 1103 orang laki-laki dan 1007 orang
perempuan.
b. Pendidikan
Fasilitas pendidikan yang ada di Desa Sukarame, Desa Sukanagara, Desa
Kawoyang dan Desa Cinoyong mulai dari tingkat Taman Kanak-Kanak (TK),
Sekolah Dasar (SD) sederajat, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)
sederajat. Di Desa Sukarame terdapat 3 SD dan 1 SLTP. Di Desa Sukanagara
terdapat 1 SD dan 1 SLTP. Di Desa Kawoyang hanya terdapat 1 SD. Sedangkan
di Desa Cinoyong terdapat 1 SD dan 1 SLTP.
c. Keagamaan
Sebagian besar masyarakat di Desa Sukarame, Desa Sukanagara, Desa
Kawoyang dan Desa Cinoyong menganut agama islam yaitu sebesar 99,97%.
Hanya terdapat 3 orang masyarakat Desa Sukarame yang beragama katolik.
Di keempat desa tersebut terdapat total 54 sarana peribadatan yang terdiri
atas 22 mesjid dan 32 mushola/langgar. Sedangkan sarana peribadatan untuk non
muslim tidak ada.
d. Kesehatan
Di Desa Sukarame, Desa Sukanagara dan Desa Cinoyong telah tersedia
sarana kesehatan berupa Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.
Puskesmas Pembantu terletak di Desa Sukanagara dan Cinoyong. Puskesmas
Keliling terdapat di Desa Sukarame dan Desa Sukanagara. Sedangkan di Desa
Kawoyang belum terdapat sarana kesehatan.
Tenaga kesehatan yang berada di keempat desa tersebut terdiri atas 4
orang bidan dan 2 orang perawat. Untuk mendapat perawatan dokter, biasanya
masyarakat harus menuju puskesmas di kecamatan Carita.
Jenis-jenis penyakit yang biasanya diderita masyarakat di keempat desa
tersebut adalah influenza, penyakit kulit, ISPA, penyakit tukak/lambung,
Diare/disentri dan TBC.
4.1.4 Potensi Wisata di Kawasan Tahura Banten
a. Air Terjun Curug Gendang
Air Terjun Curug Gendang berada kawasan Tahura Banten dengan posisi
koordinat 105° 51' 34'' BT dan 6° 16' 38,9'' LS pada ketinggian 225 m dpl dan
berasal dari hulu mata air Gunung Aseupan. Dinamai Curug Gendang karena
suara air terjunnya mirip dengan suara gendang atau tambur. Lokasinya terletak
sekitar 4,3 km dari pintu gerbang. Aksesibilitas untuk menuju Air Terjun Curug
Gendang dapat menggunakan kendaraan roda empat sampai akhir jalan dan
dilanjutkan berjalan kaki menelusuri jalan setapak yang berliku-liku berupa jalan
tanah sebagian berbatu sekitar 2 km.
Daya tarik Air Terjun Curug Gendang adalah merupakan perpaduan dari
hutan lebat, jalan setapak yang berliku dan kadang naik turun, serta tebing dan
jurang disisi kiri-kanannya, dan air yang jernih. Air Terjun Curug Gendang
mempunyai ketinggian ± 7 m dengan diameter permukaan ± 5,5 m dan kedalaman
± 13 m berbentuk cekungan dalam.
b. Air Terjun Curug Puteri
Air Terjun Curug Puteri berada pada posisi koordinat 105° 51' 48,4'' BT
dan 6° 16' 36,9'' LS pada ketinggian 237,5 meter dpl. Lokasinya terletak sekitar
500 meter ke arah hulu Air Terjun Curug Gendang. Aksesibilitas untuk menuju
Air Terjun Curug Puteri belum tersedia jalan setapak sehingga dari Air Terjun
Curug Gendang harus ditempuh melewati Sungai Curug Gendang dengan kondisi
berbatu dan licin.
Keindahan Air Terjun Curug Puteri diwarnai dengan keberadaan batuan
cadas yang indah di kanan-kiri sungai dengan ketinggian sekitar 8-10 meter dan
aliran air dari atas seperti air terjun. Kondisi aliran air tersebut menjadi semakin
besar apabila musim hujan sehingga menambah daya tarik keindahan alam
disamping Air Terjun Puteri.
Air Terjun Curug Puteri mempunyai ketinggian ± 7.5 m dengan
kedalaman cekungan (kolam) sekitar 2 meter. Keindahan Air Terjun Curug Puteri
juga dilengkapi dengan panorama goa. Gambar 6 memperlihatkan keindahan
sungai yang berbatu S. Curug Gendang, dinding cadas dan Air Terjun Curug
Puteri.
c. Cadasngampar
Cadasngampar merupakan areal bebatuan yang datar dimana terletak di
pinggiran sungai sehingga mempunyai eksotisme visual yang khas antara
bebatuan dan gemercik air sungai yang memberikan ketenangan dan kesejukan.
Lokasi Cadasngampar terletak disebelah selatan Curug Gendang yang merupakan
jalur tracking ke arah curug.
Topografi relative datar hingga bergelombang dan didominasi oleh hutan
hujan tropis dan tanaman masyarakat dengan kerapatan vegetasi jarang hingga
sedang. Di wilayah ini dapat dijumpai satwa antara lain babi hutan, monyet ekor
panjang, lutung, ular python dan beberapa jenis burung.
d. Bendungan
Bendungan ini merupakan bendungan yang diperuntukan untuk pengairan
masayarakat. lokasi ini sangat mudah diakses dari perkampunga sekitarnya,
sehingga mempunyia kasebilitas yang tinggi dan berpotensi untuk wisata tirta.
Lokasi ini berkonfigurasi topografi bergelombang ringan dengan vegetasi
dominan tanaman Multipurpose Tree Spesies dan tanaman bambu dengan view
yang indah.
e. Camping Ground
Camping ground yang dapat dikembangkan ada 4 lokasi yaitu : Camping
groud (1) terletak dekat dengan curug gendang dengan kofigurasi topografi
bergelombang ringan dengn vegetasi dominan Laban dan mempunyai
pemandangan yang indah; Camping ground (2) topografi bergelombang ringan,
dengan vegetasi dominan Mahoni dan Meranti, luas areal terbuka 0.1 - 0.5 Ha dan
dekan pesanggrahan perum perhutani. Camping ground (3) topografi
bergelombang ringan, dengan vegetasi dominan Mahoni dan Meranti dengan luas
0,1 Ha dan Camping ground (4) topografi bergelombang ringan, dengan vegetasi
dominan Mahoni dan Meranti, luas areal terbuka 0.125 - 0.15 Ha,
f. Gunung Tompo
Topografi wilayah tersebut bervariasi mulai landai hingga bergelombang.
Namun sebagian besar wilayahnya bergelombang dan curam dengan puncak
tertinggi Gunung Tompo (500 dpl). Di puncak Gunung Tompo ini terdapat
makam yang dianggap keramat karena merupakan makam kyai (penyebar agama
islam).
Vegetasi didominasi oleh hutan hujan tropis seperti mahoni, meranti dan
beberapa tanaman masyarakat seperti melinjo, kelapa, kopi, nangka, jengkol, kopi
dll. Di wilayah ini banyak dijumpai beberapa lahan garapan masyarakat di dalam
kawasan karena letaknya yang berbatasan langsung dengan masyarakat desa
Sukanegara. Di wilayah ini pun banyak dijumpai area yang memiliki panorama
alam yang indah namun lokasinya curam seperti kawasan Kalimorot.
4.1.5 Sarana dan Prasarana Taman Hutan Raya
Berikut sarana dan prasarana yang telah ada di Tahura Banten pada tabel
4.3
Tabel 4.3
Sarana dan Prasarana di Tahura Banten
No. Jenis Sarana dan Prasarana Jumlah
1 Loket Penjualan Karcis 2 unit
2 Jalan Masuk 800 meter
3 Tempat Parkir 2 lokasi
4 Pusat Informasi 1 unit
5 Panggung Terbuka 1 unit
6 Shelter dan Meja Piknik 7 unit
7 Menara Pandang 1 unit
8 Pesanggrahan 1 unit
9 Rumah Naga 3 unit
10 Lapangan Tenis 1 unit
11 Pos Jaga 1 unit
12 Pondok Jaga 1 unit
13 MCK 3 unit
14 Musholla 1 unit
15 Kios 42 unit
16 Pondok Kerja 1 unit
17 Jalan Setapak 3,5 km
18 Papan Interpretasi 7 unit
19 Pagar Pengaman 100 meter
20 Camping ground 0,5 ha
21 Rumah Kaca 2 unit
22 Bak Penampungan Air 2 unit
23 Instalasi Air Bersih 2 unit
24 Rumah Dinas 1 unit
Sumber: RKL PPA TWA Banten dalam Dinas Hutbun Banten, 2008
4.2 Deskripsi Data
4.2.1 Deskrpsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari hasil penelitian. Data ini didapat dari hasil penelitian dengan
menggunakan teknik data kualitatif. Dalam penelitian ini, penelitian mengenai
Alternatif Strategi Pengembangan Taman Hutan Raya (Tahura) Banten, peneliti
menggunakan analisis SWOT. Teori tersebut memberikan gambaran yang
berguna atas komponen- komponen penting yang harus dipertimbangkan oleh
pimpinan organisasi untuk menjamin dapat berjalan dalam kehidupan organisasi.
Strategi yang efektif mencakup hubungan yang konsisten yang terdiri dari
faktor-faktor strategis yaitu strengths, weaknesses, opportunities, threats dari
sebuah organisasi.
Langkah penentuan strategi ini yaitu; pertama, peneliti menentukan faktor-
faktor yang termasuk dalam strengths, weaknesses, opportunities, threats dari
sebuah organisasi pengelola Tahura. Kedua, peneliti mencocokan peluang-
peluang dan ancaman-ancaman eksternal yang dihadapi suatu organisasi tertentu
dengan kekuatan dan kelemahan internal dalam Matriks SWOT (dikenal juga
dengan TOWS), untuk menghasilkan empat rangkaian alternatif strategis.
Analisis internal diperlukan dalam menyusun strategi untuk memaksimalkan
kekuatan dan meminimalkan kelemahan.
Jenis dan analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan kualitatif, maka data yang diperoleh bersifat deskriptif berbentuk kata
dan kalimat dari hasil wawancara, hasil observasi lapangan serta data atau hasil
dokumentasi lainnya. Kata-kata dan tindakan informan merupakan sumber utama
penelitian. Sumber data dari informan dicatat dengan menggunakan alat tulis dan
direkam melalui handphone yang peneliti gunakan dalam penelitian. Sumber data
sekunder yang didapatkan peneliti berupa dokumentasi seperti dokumen-dokumen
Profil Tahura Banten, pengembangan Tahura Banten yang merupakan data
mentah yang harus diolah dan dianalisis kembali untuk mendapatkan data yang
dibutuhkan. Selain itu bentuk data lainnya berupa foto-foto lapangan dimana foto-
foto terebut merupakan foto kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan Tahura
Banten.
Data yang diperoleh dari hasil penelitian lapangan melalui wawancara,
observasi, dan dokumentasi dilakukan reduksi data untuk mendapatkan tema dan
polanya serta diberi kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban
yang sama dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian serta
dilakukan kategorisasi. Dalam menyusun jawaban penelitian, untuk
mempermudah peneliti dalam melakukan reduksi data, peneliti memberikan kode
pada aspek tertentu, yaitu :
a) Kode Q menunjukkan daftar pertanyaan.
b) Kode dan seterusnya menunjukkan daftar urutan pertanyaan.
c) Kode I menunjukkan informan.
Kode I1-1, I1-2, I1-3, I1-4, I1-5, I1-6, dan I1-7 menunjukkan daftar urutan informan
dari kategori Instansi yang terdiri dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi
Banten, dan Balai Pengelolaan Tahura Banten.
Kode I2-1, I2-2, I2-3, I2-4, I2-5, I2-6, I2-7, dan I2-8 menunjukkan daftar urutan
informan kategori masyarakat yaitu dari masyarakat lokal dan pengunjung.
d) Kode P menunjukkan Peneliti
Setelah pembuatan koding pada tahap reduksi data, langkah selanjutnya
adalah penyajian data, dimaksudkan agar lebih mempermudah bagi peneliti untuk
dapat melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data
penelitian. Data-data tersebut kemudian dipilih-pilih dan disisikan untuk disortir
menurut kelompoknya dan disusun sesusai dengan kategori yang sejenis untuk
ditampilkan agar selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk
kesimpulan-kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.
Selanjutnya dengan triangulasi yaitu proses check dan recheck antara sumber data
dengan sumber data lainnya. Setelah semua proses analisis data telah dilakukan
peneliti dapat melakukan penyimpulan akhir. Kesimpulan akhir dapat diambil
ketika peneliti telah merasa bahwa data peneliti sudah jenuh.
4.2.2 Data Informan Penelitian
Pada penelitian ini, mengenai Alternatif Strategi Pengembangan Taman
Hutan Raya (Tahura) Banten Adapun informan-informan yang peneliti tentukan,
merupakan orang- orang yang menurut peneliti memiliki informasi yang
dibutuhkan dalam penelitian ini.
Informan dalam penelitian ini adalah stakeholders (semua pihak) baik
Pemerintah Daerah sebagai pembuat kebijakan dan fasilitator, pelaksana langsung
Tahura Banten, serta pihak lainnya yang terlibat dalam pengembangan Tahura
Banten.
Pelaksana langsung yang dijadikan informan dalam penelitian ini adalah
Pemerintah Daerah yang terkait dalam penelitian ini sebagai informan adalah
Kepala Balai Pengelolaan Tahura Banten, Kepala Sub-Bagian Tata Usaha Tahura
Banten, Kepala Seksi Pengembangan dan Pemanfaatan Tahura Banten, Kepala
Seksi Seksi Perlindungan dan Rehabilitasi Tahura Banten, Pegawai Pelaksana
PNS Tahura Banten, Pegawai TKK Tahura Banten, dan Pegawai Lapangan
Tahura Banten. Masyarakat lokal yang menjadi informan adalah masyarakat yang
mendukung kegiatan Tahura yaitu Kepala Desa Sukarame, Pegawai Desa
Sukarame, Ketua RW Desa Sukarame, Ketua RT Desa Cinoyong, Ketua RT Desa
Sukarame, Ketua RT Desa Sukanagara, Ketua Komunitas Pecinta Alam, dan
Pengunjung.
Adapun informan-informan pada penelitian ini dapat dilihat pada tebel
berikut ini:
Tabel 4.4
Informan Penelitian
No Informan Status Informan Jenis
Kelamin
Usia Kode
Infor
man
1. Ir. Ena
Suhena,MM
Kepala Balai
Pengelolaan Tahura
Banten
Laki-laki 41 I1-1
2. Drs. Agus
Kurnia, MA
Kepala Sub-Bagian
Tata Usaha Tahura
Banten
Laki-laki 47 I1-2
3. Deni Krisnadi
K, BScF, SP,
MM
Kepala Seksi
Pengembangan dan
Pemanfaatan Tahura
Banten
Laki-laki 45 I1-3
4. Rosdiana S.
Hut
Kepala Seksi
Perlindungan dan
Rehabilitasi Tahura
Banten
Laki-laki 40 I1-4
5. Hari Sunandar Pelaksana PNS (Seksi
Perlindungan dan
Rehabilitasi)
Laki-laki 40 I1-5
6. EA Supriadi
Frengky, SH
Pegawai TKK Tahura
Banten
Laki-laki 39 I1-6
7. Satiri Pegawai Lapangan
Tahura Banten
Laki-laki 35 I1-7
8. Jaenal Kepala Desa Sukarame Laki-laki 48 I2-1
9. Sarkawi Pegawai Desa
Sukarame
Laki-laki 45 I2-2
10. H. Masra Ketua RW Desa
Sukarame
Laki-laki 70 I2-3
11. Isa Astajaya Ketua RT Desa
Cinoyong
Laki-laki 39 I2-4
12. Udin Saepudin Ketua RT Desa
Sukarame
Laki-laki 43 I2-5
13. M. Arief
Asenie
Ketua RT Desa
Sukanagara
Laki-laki 39 I2-6
14. Lukmanul
Hakim
Ketua Pecinta Alam
Desa Sukarame
Perempuan 22 I2-7
15. Novita
Kusumawati
Pengunjung Perempuan 21 I2-8
Sumber: Peneliti 2017
4.3 Pembahasan
Pembahasan dan analisa dalam penelitian ini merupakan data dan fakta
yang peneliti dapatkan langsung dari lapangan serta disesuaikan dengan teori yang
peneliti gunkaan yaitu analisis SWOT. Dimana dalam analisis SWOT dapat
menentukan strategi apa yang sebaiknya dilakukan dalam pengembangan Tahura
Banten Analisis SWOT membantu memilih strategi alternatif untuk
mengembangkan Tahura Banten.
4.3.1 Strengths (kekuatan)
Stengths merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi,
proyek, atau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor
yang terdapat dalam tubuh organisasi yaitu hal-hal positif yang menjadi kekuatan
dalam mencapai tujuan. Strengths bersifat internal bukan hal-hal yang datang dari
luar, strengths biasanya berisi manfaat organisasi, anggaran organisasi, Sumber
Daya Manusia (SDM), kemampuan teknologi. Tujuan dari penilaian kekuatan
dalam organisasi ialah untuk melihat keunggulan dari suatu organisasi agar dapat
mengurangi kelemahan dan menutupi ancaman agar dapat mencapai tujuan
organisasi tersebut.
Lokasi Tahura sangat Strategis dalam Pengembangan Pariwisata Tahura
Banten dengan luas ±1.595,9 Ha memilki potensi flora dan fauna sebagai
megabiodeversity. Merupakan lokasi syarat efisiensi dalam Pengembangan
Pariwisata. Tahura Banten memiliki keanekaragaman hayati maupun ekosistem
yang terjaga kekhasannya dapat dijumpai jenis flora dan fauna diantaranya pohon
meranti shorea, sp, pohon burahol stelechocarpus, sp, elang laut
haliaeetusleucogaster, sp, burung paok pitta guajana, sp, lutung trachypitheus
auratus, sp, surili presbytis comata, sp, gagak hitam, kera ekor panjang,
trenggiling, dan burung hantu. Suasana hutan yang masih asri dan alami membuat
daya tarik tersendiri untuk wisatawan lokal, luar daerah, dan mancan negara yang
berkunjung untuk tujuan penelitian, budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Seperti
yang disampaikan oleh I1-6 sebagai berikut:
“flora dan fauna endemik seperti burung paok itu se Indonesia yang masih
ada di Tahura Banten ini, surili, burung hantu, trenggiling ini yang sering
dikunjungi dan dicari oleh orang mancan negara sampai dia siap kehutan jam
04.00 pagi sudah di dalam hutan sebelum adzan subuh dia sampai jam 23.00
malam baru pulang kalo panas hari kan dia pulang dan sore hari kembali kehutan
hanya untuk melihat burung hantu ini, kalo burung paok pagi sih itu pun ga semua
orang bisa menemukan burung paok itu padahal banyak anehnya kalo dicari suka
susah”.(Wawancara, di Balai Pusat Informasi Tahura Banten, tanggal 29
September 2017 pukul 13.45)
Jenis flora dan fauna yang khas menjadi daya tarik utama wisatawan untuk
datang berkunjung dan melihat langsung flora dan fauna yang masih dimiliki
Tahura Banten karena jenis-jenis tersebut hanya ada di Tahura Banten.
Keberadaan masyarakat sekitar kawasan Tahura. Program yang diberikan
kepada masyarakat untuk mengembangkan dan melestarikan hutan oleh Dinas
Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten yaitu:
1. Program penanaman pohon berupa pohon bambu
2. Program Lebah Madu di Desa Cinoyong, Desa Sukanagara, Desa
Sukarame, dan Desa Kawoyang
Program yang dilakukan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi
Banten, seperti yang disampaikan oleh I1-7 adalah sebagai berikut:
“Masyarakat ada aja yang minta bantuan bibit atau pun pupuk cuma untuk
saat ini kan Tahura itu balai sendiri bukan kaya balai pertanian yang suka
ngeluarin bantuan apa ke masyarakat kalo tahura bukan seperti kaya gitu namanya
juga masih merangkak maju tapi alhamdulillah sih waktu itu masyarakat minta
bantuan lebah madu difasilitasi sama tahura masalah kedepannya berkembang apa
ga tinggal masyarakat yang mengelola dan juga penanaman pohon bambu Tahura
memfasilitasi polibek dan bibit bambu untuk masyarakat” (wawancara, di Balai
Pusat Informasi Tahura Banten, tanggal 29 September 2017 pukul 13.45)
Peran Pemerintah membantu untuk melestarikan hutan dengan pengadaan
program-program yang diberikan kepada masyarakat dengan tujuan agar
masyarakat tidak merusak fungsi hutan, karena pentingnya hutan untuk sumber
kehidupan manusia, seperti yang disampaikan I1-7 adalah sebagai berikut:
“harapan tahura ke masyarakat ingin masyarakat tuh beralih fungsi
walaupun ga 100% beralih fungsi dari hutan ke kampung cuman berharap
masyarakat melupakan hutan berfikir seperti itu karena apa hutan ini kan boleh
dikatakan turun temurun kebunnya bisa dikatakan orang tuanya ninggal ada
anaknya dan anaknya ninggal ada cucunya tahura ingin masyarakat melupakan
hutan yang biasa seminggu tujuh kali kita bikin seminggu satu kali setelah satu
kali kita bikin gimana caranya biar satu bulan cuma satu kali setelah satu bulan
sekali gimana caranya dia liat panennya doang karena apa karena menurut aturan
jangankan nebang pohon masuknya pun kedalam hutan ga boleh kan diaturan
undang-undang ini mah kadang kita udah terbentuk seperti ini Tahura ga semudah
membalikan telapak tangan untuk mengeluarkan masyarakat dari hutan”
(wawancara, di Balai Pusat Informasi Tahura Banten, tanggal 29 September 2017
pukul 13.45).
Potensi wisata berupa panorama alam yang indah air terjun, camping
ground, outbond, hiking, watching bird, dan prasarana lainnya seperti yang
disampaikan I1-3 adalah sebagai berikut:
“di Tahura Banten ini memiliki potensi wisata alam yang indah tidak kalah
saing dengan Tahura lain yang ada di Indonesia, seperti yang bisa dilihat di lokasi
Tahura Banten terdapat air terjun yang terdiri dari air terjun curug gendang dan
ada satu lagi yang disebut green canyon Banten yaitu curug putri, banyak dari
pengunjung yang datang bukan hanya untuk rekreasi tetapi juga untuk riset terkait
hewan dan tumbuhan yang ada di lokasi Tahura Banten sehingga pengunjung
bermalam di area camping ground sambil mendirikan tenda”. (wawancara, di
Balai Pusat Informasi Tahura Banten, tanggal 11 Oktober 2017 pukul 13.45).
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-3 bahwa potensi alam yang
terdapat di Tahura Banten dapat menarik minat pengunjung untuk melakukan riset
dan rekreasi di Kawasan Tahura Banten.
Ketersediaan Anggaran dari APBD Provinsi dan DAK Bidang Kehutanan.
Pembangunan dan pengelolaan Tahura Banten membutuhkan pendanaan yang
relatif besar. Pendanaan pengelolaan Tahura Banten dalam jangka pendek adalah
dengan cara mempertahankan sumber-sumber pendanaan rutin, sedangkan untuk
jangka panjang akan dikembangkan sumber-sumber pendanaan lain yang tidak
mengikat yang berasal dari sumber-sumber pendanaan dari pihak-pihak yang
memiliki kepedulian terhadap konservasi dan pendanaan internasional dari
mekanisme-mekanisme pendanaan yang terkait dengan isu-isu global konservasi.
Pengalokasian dana yang bersumber dari APBN baik melalui Dana
Alokasi Khusus, Dana Tugas Pembantuan maupun dana Kementerian yang
langsung dialokasikan langsung terhadap pengembangan Tahura Banten
merupakan suatu suplemen bagi pengembangan spesifik sektor untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Pengalokasian dana yang bersumber dari APBD untuk kegiatan-kegiatan
pembangunan Tahura merupakan investasi pemerintah daerah dalam mendapatkan
manfaat dari Tahura terhadap pembangunan daerah.
4.3.2 Weaknesses (Kelemahan)
Kelemahan merupakan kondiis kekurangan yang terdapat didalam
organisasi. Kelemahan yang dianalisis merupakan faktor yang terdapat dalam
tubuh organisasi. Kelemahan Tahura Banten dilihat dari kekurangan yang ada
dalam pengelolaan dan pengembangan Tahura Banten yang dapat menghambat
pengembangan Tahura Banten.
Sarana dan Prasarana UPTD/Balai Tahura belum lengkap. Pengadaan
sarana dan prasarana di Tahura Banten merupakan kegiatan Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Provinsi Banten dalam pelaksanaannya belum optimal, seperti yang
disampaikan oleh I1-1 sebagai berikut:
“Bantuan pengadaan sarana dan prasarana yang tersedia disini belum
lengkap, masih banyak kurangnya tapi sedikit demi sedikit pihak kami akan
menambahkan sarana dan prasarana di Balai Tahura.”(Wawancara di lokasi
Tahura, tanggal 30 September 2017 pukul 09.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 bahwa kurangnya pengadaan
sarana dan prasarana yang terdapat di UPT/Balai Tahura belum lengkap.
Selanjutnya pendapat yang disampaikan dari I1-1 adalah sebagai berikut:
“Untuk pengadaan sarana dan prasarana kita akan adakan pos penjagaan
keamanan, ada juga pengadaan tempat sampah. Kita belum bisa ngasih
pembangunan sarana di kawasan tahura dengan maksimal balik lagi pengadaan
pendanaan anggaran yang dikit yang kita punya.” (wawancara di Balai Pusat
Informasi, tanggal 30 September 2017 pukul 09.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-1 belum maksimal dalam
pengadaan sarana dan prasarana untuk Tahura Banten dikarenakan anggaran dana
yang terbatas. Pengembangan Tahura Banten pada hakekatnya tidak merubah apa
yang sudah ada di Tahura dan kemudian mengemasnya sedemikian rupa sehingga
menarik untuk dijadikan tempat wisata. Pengembangan fisik yang dilakukan
dalam rangka pengembangan Tahura seperti penambahan sarana jalan setapak,
penyediaan rumah pohon, penyediaan alat pengintai untuk melihat jenis hewan,
penyediaan MCK, untuk meningkatkan kualitas lingkungan yang ada sehingga
Tahura Banten dapat dikunjungi dan dinikmati wisatawan.
Masyarakat sekitar kawasan Tahura Banten belum berperan secara aktif
dalam pengelolaan Tahura Banten. Masyarakat yang belum siap dalam
pengembangan Tahura Banten. Seperti yang disampaikan I1-5 adalah sebagai
berikut:
“masyarakat sini sangat mendukung dengan pengembangan Tahura, tapi
masih ada beberapa orang yang belum siap dalam pengembangan Tahura. Ini
disebabkan mereka yang lebih memilih bekerja sebagai nelayan dari pada di
bidang kehutanan”.(wawancara, di Balai Tahura Banten, tanggal 30 September
pukul 11.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-5 bahwa masyarakat desa masih
ada yang belum siap dalam pengembangan Tahura Banten, karena
keterbatasannya kemampuan mereka dan mereka lebih memilih mencari
penghasilan di bidang lain yang lebih menjanjikan untuk peningkatan
perekonomiannya.
Terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkompeten dalam
pengelolaan Tahura Banten, terlihat bahwa kemampuan SDM yang terbatas
tentang pengelolaan Tahura Banten menjadi kesulitan tersendiri bagi pengelola
Tahura Banten dalam memberdayakan pegawai. Pelaksanakan pembinaan dan
pelatihan bagi pegawai Tahura Banten belum berjalan dengan baik. Seperti yang
disampaikan oleh I1-4 adalah sebagai berikut:
“Kalau pembinaan kita pernah ada dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Provinsi Banten, tapi tidak terlalu sering dalam setahun paling cuma beberapa kali
aja itu juga kalau kita mau kedatengan wisatawan asing ke Tahura. Pembinaan
yang dikasih kaya cara penanaman pohon yang baik dan benar, tebang tanam yang
baik agar tidak terjadi longsor. Tapi kalo menurut saya kurang pembinaan dan
pelatihan yang diberikan, kita disini mencoba memaksimalkan pegawai yang
pernah ikut pembinaan buat ngebantu pegawai lain yang kurang paham tentang
pengembangan Tahura.”(Wawancara di Balai Tahura Banten 10 Oktober 2017
pukul 14.52 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-4 bahwa kurangnya pembinaan dan
pelatihan yang didapatkan pengelola Tahura Banten dari Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Provinsi Banten. Perlunya pembinaan yang didapatkan pengelola
Tahura Banten agar pengelolaan dan pengembangan Tahura Banten di lapangan
dapat membantu mengembangkan Tahura Banten dengan baik.
4.3.3 Opportunities (Peluang)
Opportunities merupakan kondisi peluang berkembang di masa yang akan
datang. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar organisasi itu sendiri
misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan sekita.
Melalui penataan dan pengembangan Tahura Banten didalam upaya
meningkatkan sekaligus menciptakan rasa aman bagi para pengunjung baik
domestik maupun mancanegara berkunjung ke Tahura Banten di Kabupaten
Pandeglang. Tahura Banten secara terus menerus melaksanakan pengembangan
dan menggali potensi wisata yang ada di Tahura Banten dengan pengembangan
destinasi objek wisata merupakan langkah-langkah yang ditempuh, agar dapat
memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah sehingga kelangsungan
pembangunan Tahura Banten berjalan sesuai dengan tuntutan pengembangan
daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tingginya minat wisata berbasis alam. Kegiatan wisata di alam terbuka
dan alami banyak diminati oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini terlihat antara
lain dari tingginya minat masyarakat untuk berwisata ke tempat-tempat yang
masih alami, seperti alam rimba, pegunungan, pesisir dan lautan yang memiliki
kekayaan keanekaragaman hayati berupa flora dan fauna yang unik, khas, langka,
indah dan beranekaragam. Adanya minat masyarakat yang cukup besar untuk
berwisata ke alam merupakan faktor pendorong bagi dikembangkannya pariwisata
yang berorientasi pada lingkungan alam.
Luasnya hutan yang dimiliki Tahura Banten menjadikan lahan untuk
menarik minat pengunjung untuk melakukan penelitian terhadap hewan dan
tumbuhan serta rekreasi disekitar kawasan Tahura Banten. Seperti yang
disampaikan oleh I1-3 adalah sebagai berikut:
“pengunjung dari berbagai penjuru datang ke Tahura Banten itu berbeda-
beda tujuannya, ada yang untuk melihat hewan yang ada di Tahura Banten seperti
burung, monyet, dan lainnya, ada juga yang meneliti pepohonan yang terdapat
disini, ada juga yang untuk rekreasi menikmati wisata alam seperti curug gendang
dan curug putri, sekarang sudah ada cadasngampar jadi makin terasa wisata
alamnya”. (wawancara di Balai Tahura Banten, tanggal 11 Oktober 2017 pukul
10.00 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-3 bahwa tingginya minat wisata
berbasis alam oleh pengunjung menjadikan peluang untuk berkembangnya Tahura
Banten.
Keterlibatan Perguruan Tinggi dan Badan Litbang serta instansi terkait
dalam pendidikan dan penelitian dalam pengembangan kehutanan. Pengembangan
pariwisata dilakukan dengan mengikutsertakan pihak ketiga, dalam hal ini akan
dibuat kerjasama pengelolaan sesuai dengan peraturan yang berlaku (PP No. 36
tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional,Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam), baik dengan koperasi,
BUMN maupun pihak swasta dan dilakukan secara profesional. Pengembangan
koordinasi dan kerjasama dengan berbagai pihak yang meliputi pada:
Bidang kelestarian fungsi ekosistem kawasan, pemanfaatan sumberdaya
alam serta pemanfaatan sumber daya plasma nutfah. Koordinasi dan kerjasama
akan meningkatkan kegiatan pengembangan kegiatan wisata, perlindungan dan
pemanfaatan plasma nutfah flora maupun fauna.
Bidang pengembangan sosial masyarakat, meliputi program untuk
pengembangan masyarakat (community development) dalam rangka
mengembangkan alternatif sumber pendapatan masyarakat baik berupa pengalihan
sumber mata pencaharian masyarakat dari pemanfaatan sumberdaya hutan kepada
sumber-sumber lain atau peningkatan kesadaran dalam pemanfataan lestari
sumberdaya hutan. Kegiatan ilmiah penelitian dari berbagai aspek baik yang
berhubungan langsung dengan sumberdaya alam kawasan maupun masyarakat
sekitar kawasan.
Bidang Priwisata. Koordinasi dan kerjasama dalam meningkatan
pembangunan kepariwisataan di wilayah pantai barat. Bidang Pertanian.
Koordinasi dan kerjasama dalam meningkatkan pengelolaan lahan pertanian
masyarakat serta pengembangan usaha budidaya. Bidang Lingkungan Hidup.
Koordinasi dan kerjasama dalam pengawasan pembangunan untuk menjaga
kualitas lingkungan hidup sehingga tidak berdampak terhadap kawasan Tahura.
Bidang Ketenagakerjaan. Penciptaan lapangan pekerjaan serta pelatihan
keterampilan masyarakat dalam pengembangan industri kecil-menengah, dapat
memberi alternatif kegiatan perekonomian masyarakat dari pemanfaatan
sumberdaya hutan. Bidang Perindustrian dan Perdagangan. Peningkatan industri
hulu berbasis produk komoditas lokal unggulan serta usaha kecil – menengah
masyarakat memerlukan pendampingan dan pembinaan dalam bidang promosi
dan pemasaran. Bidang Pendidikan. Pembinaan masyarakat baik secara formal
melalui sekolah (TK, SD, SMP, SMA, PT) maupun luar sekolah sehingga
meningkatkan kesadartahuan masyarakat.
Koordinasi dan kerjasama yang dikembangkan dilakukan bersama badan
usaha baik milik pemerintah (pusat dan daerah) maupun swasta yang
dititikberatkan pada pemberdayaan ekonomi masyarakat. Bentuk kemitraan yang
dikembangkan dengan badan usaha ini diantaranya menjadi pemodal,
pembinaan/pendampingan usaha, promosi dan pemasaran, serta pelatihan
manajemen usaha.
Koordinasi dan kerjasama yang dikembangkan bersama Lembaga
Swadaya Masyarakat dan masyarakat luas berbentuk program pengembangan
masyarakat (community development). Pendampingan masyarakat akan nilai dari
Tahura serta arti pentingnya kelestarian sumberdaya alam kawasan Tahura.
Koordinasi dan kerjasama yang dikembangkan bersama perguruan tinggi
dan lembaga penelitian, dan LIPI yaitu pengembangan kegiatan penelitian baik
yang terkait langsung dengan sumberdaya alam kawasan Tahura maupun sosial
masyarakat di sekitar kawasan.
Pengelola Tahura adalah masyarakat yang tinggal di lingkungan Tahura
Banten yang bertugas sebagai pelaksana perkembangan Tahura yang ada
didaerahnya dengan berpedoman pada kebijakan yang dibuat Pemerintah Daerah.
Koordinasi antar/lintas instansi yang optimal membuat pelaksanaan kegiatan
dapat berjalan dengan efektif. Permasalahan yang dihadapi adalah belum
optimalnya koordinasi antar Pemerintah Daerah dengan pengelola Tahura Banten.
Seperti yang disampaikan oleh I2-1 sebagai Kepala Desa Sukarame adalah sebagai
berikut:
“Koordinasi yang dilakukan pihak Tahura dengan mengundang kita rapat
dikasih pemberitahuan emang kalau dari desa mah karena Tahura masuk wilayah
Desa Sukarame tapi tanahnya itu tanah Pemerintah, pihak Pahura sering
koordinasi baik dari media ataupun rapat-rapat.” (Wawancara di Kantor Desa
Sukarame, tanggal 29 September 2017 pukul 09.37 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I2-1 bahwa koordinasi yang dilakukan
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten dan Balai Pengelolaan Tahura
Banten dengan pihak Desa Sukarame belum optimal. Hal ini menjadi peluang
bagi pelaksana pengembangan Tahura Banten. Pada level birokrasi yang selama
ini dilakukan Pemerintah Daerah seharusnya menindaklanjuti dengan adanya
kejelasan regulasi terkait dengan pengembangan Tahura Banten dan usulan
penetapan forum komunikasi obyek wisata sebagai wadah koordinasi dan
menjembatani hubungan antara masyarakat, lembaga desa, perguruan tinggi, dan
dunia usaha/swasta. Instansi terkait khususnya Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Provinsi Banten perlu lebih mengintensifkan pertemuan bagi forum komunikasi
obyek wisata agar benar-benar dapat memberikan manfaat dalam rangka
koordinasi bersama dan ajang berbagi pengalaman.
Mendorong peningkatan investasi dan pengunjung di Tahura Banten
melalui promosi-promosi
4.3.4 Threats (ancaman)
Threats merupakan kondisi yang mengancam dari luar. Ancaman ini dapat
mengganggu organisasi itu sendiri. Kondisi yang terjadi merupakan ancaman dari
luar organisasi itu sendiri, misalnya kopetitor, kebijakan pemerintah, kondisi
lingkungan sekita.
Masih adanya penggarap dalam kawasan Tahura eks PHBM seperti yang
disampaikan I1-7 adalah sebagai berikut:
“pembalakan liar masih sering terjadi didalam kawasan Tahura Banten, hal
tersebut bukan dilakukan oleh masyarakat sekitar tetapi dilakukan oleh oknum
yang ingin meraup keuntungan sebesar-besarnya demi kesejahteraan
perusahaannya, tapi dari pihak kami sudah menindaklanjutin masalah ini, jika hal
ini masih terjadi maka akan ada sanksi tegas dari Pemerintah Daerah”.
(wawancara di Balai Tahura Banten, tanggal 11 Oktober 2017 pukul 13.42 WIB)
Berdasarkan hasil wawancara dengan I1-7 bahwa masih adanya penggarap
dalam kawasan Tahura Banten. Tetapi hak mereka sudah menindak lanjutin
masalah ini sehingga diharapkan tidak terjadi pembalakan liar.
Adanya sebagian masyarakat atau LSM yang belum memahami tentang
Tahura. Pengembangan Tahura Banten selain memberikan dampak positif dalam
pengembangan kesejahteraan masyarakat sekita juga terdapat dampak negatif
yaitu dengan banyaknya wisatawan yang berkunjung baik dari wisatawan lokal
maupun wisatawan mancanegara dapat membawa budaya buruk yang dapat
mempengaruhi masyarakat Desa Sukarame. Seperti yang disampaikan I2-3 adalah
sebagai berikut:
“Dampak negatif buat warga disini yaitu budaya dari luar yang bisa
mempengaruhi orang sini, apalagi buat para remaja-remaja kita. Engga sedikit
wisatawan yang dateng kesini membawa perilaku buruk kaya minum-minuman,
terus yang bule juga ada yang memakai bikini”. (wawancara, di Kantor Desa
Sukarame tanggal 30 September pukul 11.00 WIB)
4.3.5 Analisis Faktor Internal
Strengths (Kekuatan)
1. Potensi Alam yang Indah
Tahura memiliki potensi alam yang sangat indah yaitu dapat dilihat dari
kondisi alam dan obyek wisata berupa pepohonan yang rindang, curug gendang,
curug putri, dan cadas ngampar. Potensi alam yang indah menjadi daya tarik
tersendiri untuk wisatawan lokal maupun mancan negara untuk menikmati
suasana yang berbeda dari perkotaan.
2. Lingkungan yang asri dan nyaman
Tahura memiliki suasana yang asri dan nyaman berupa pepohonan yang
tinggi dan besar, serta berung-burung yang terlihat sesekali melintas diatas pohon
sehingga menjadi kekuatan untuk menarik minat wisatawan yang berkunjung.
Pembangunan dan pengembangan Tahura didasarkan pada kearifan lokal dan
special local sense yang mereflesikan keunikan lingkungan.
3. Peningkatan penelitian dan pengembangan flora dan fauna
Peningkatan penelitian dan pengembangan flora dan fauna perlu
ditingkatkan agar pengunjung yang melakukan penelitian mendapatkan hasil yang
maksimal.
4. Peningkatan koordinasi dengan Perguruan Tinggi, Badan Litbang dan
instansi terkait dalam penelitian dan pengembangan Tahura
Peningkatan koordinasi dengan Perguruan Tinggi, Badan Litbang dan
instansi terkait dalam penelitian dan pengembangan Tahura perlu ditingkatkan,
agar banyak pengunjung yang melakukan fungsi penelitian, pendidikan, budidaya
di kawasan Tahura Banten.
5. Pengembangan koleksi tumbuhan dan atau satwa di Tahura Banten
Pengembangan koleksi tumbuhan dan atau satwa di Tahura Banten
diarahkan untuk melestarikan jenis-jenis asli, jenis langka yang dilindungi dan
jenis tumbuhan dan atau satwa serbaguna serta jenis-jenis yang bernilai ekonomi
tinggi.
6. Pengembangan produk lokal dan pariwisata di sekitar Tahura
Dengan adanya Tahura Banten di Desa Sukarame sangat memberikan
dampak positif untuk masyarakat lokal yaitu usaha kegiatan masyarakat lokal
meningkat dan pemerataan yang rata untuk masyarakat.
Alternatif Strategi yang dihasilkan yaitu menyusun pemodelan kawasan
Tahura Banten yang didasari pembangunan yang berkelanjutan/ramah
lingkungan.program yang dapat dikembangkan adalah memotifasi kelompok
kegiatan usaha pariwisata lokal dengan memberikan permodalan dan fasilitas
untuk membangun Tahura Banten yang mendasari kearifan lokal,
mengoptimalkan aksesibilitas menuju tahura dan lokasi obyek wisata dengan
memperbaiki akses jalan menuju tahura dan memberikan keamanan dan ketertiban
kepada wisatawan untuk memberikan kenyamanan dan kemudahan menuju
Tahura Banten.
Weaknesses (Kelemahan)
1. Data Base flora dan fauna pada kawasan Tahura masih minim
Data base flora dan fauna yang terdapat di Tahura Banten masih minim
sehingga kesulitan untuk menjawab pertanyaan bila ada pengunjung yang
berkunjung ke Tahura Banten.
2. Kondisi sarana dan prasarana wisata kurang memadai
Sarana dan prasarana bagi pengunjung Tahura yang berkunjung diantaranya
adalah tidak adanya toilet umum gratis untuk pengunjung, lahan parkir yang
kurang, tidak adanya Mushola, dan tempat sampah yang minim disekitar lokasi
tahura.
3. Sistem promosi yang masih kurang
Tidak adanya promosi pada media elektronik sepertia via website resmi
yang dikelola Pemerintah Daerah dan juga pengelola Tahura Banten menjadi
kelemahan Tahura Banten pada sistem pemasaran melalui promosi.
Alternatif Strategi dalam menggali potensi wisata alam dan buatan Tahura
Banten untuk meningkatkan daya tarik wisata. Program yang dapat dikembangkan
pada Tahura Banten adalah melakukan promosi melalui media online atau
pameran di Tingkat Provinsi, Nasional, dan Internasional. Meningkatkan
dukungan masyarakat dalam membantu penataan obyek wisata, dukungan
masyarakat berupa kerja sama dan gotong royong dalam pembangunan Tahura
Banten. Meningkatkan kualitas manajemen pengembangan Tahura Banten.
4. Kurangnya koordinasi dengan Pemerintah Daerah
Pada level birokrasi yang selama ini dilakukan Pemerintah Daerah
seharusnya menindaklanjuti dengan adanya kejelasan regulasi terkait dengan
pengembangan tahura dan usulan penetapan forum komunikasi obyek wisata
sebagai wadah koordinasi dan menjembatani hubungan antar masyarakat,
lembaga desa, perguruan tinggi, dan dunia usaha/wisata.
Alternatif Strategi untuk meningkatkan kapasitas dan peran masyarakat
dalam membangun Tahura Banten. Program yang dapat dikembangkan adalah
komunikasi secara berskala dengan pengelola Tahura Banten dan masyarakat
lokal baik secara formal maupun informal, meningkatkan hubungan kelembagaan
masyarakat yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Komunitas
Pencinta Alam, mendorong pertumbuhan ekonomi masyarakat berbasis
kerakyatan.
5. Rendahnya kuantitas dan kualitas SDM pengelola Tahura
Rendahnya kuantitas dan kualitas SDM pengelola Tahura membuat
terhambatnya pengembangan Tahura Banten sehingga perlu adanya pembinaan
SDM agar susuai dengan yang diharapkan oleh Tahura Banten.
6. Kurangnya sosialisasi tentang Tahura kepada masyarakat sekitar
Tahura dan Lembaga Swadaya Masyarakat
Kurangnya sosialisasi tentang Tahura kepada masyarakat sekitar Tahura dan
Lembaga Swadaya Masyarakat membuat banyak dari masyarakat dan LSM tidak
mengetahui keberadaan Tahura Banten dan fungsi utama dari Tahura.
4.3.6 Analisis Faktor Eksternal
Opprtunities (peluang)
1. Satu-satunya Taman Hutan Raya di Provinsi Banten
Tahura merupakan satu-satunya Taman Hutan Raya di Provinsi Banten, air
terjun di Banten bukan hanya ada Curug di Padarincang saja tetapi juga ada Curug
Putri di Tahura yang memiliki air terjun yang tinggi dan masih asri. Curug Putri
terkenal dengan tebing di sisi kiri dan kanan menuju air terjun.
2. Keterlibatan Perguruan Tinggi dan Badan Litbang serta instansi
terkait dalam pendidikan dan penelitian dalam pengembangan
kehutanan
Keterlibatan Perguruan Tinggi dan Badan Litbang serta instansi terkait
dalam pendidikan dan penelitian dalam pengembangan kehutanan diperuntukan
agar fungsi Tahura dapat berjalan dengan susuai tujuannya.
3. Kepedulian masyarakat terhadap kelestarian kawasan hutan cukup
tinggi
Untuk melestarikan Tahura Banten masyarakat juga berpartirsipasi untuk
kelestarian Tahura Banten agar Tahura Banten tetap terjaga kelestariannya.
4. Tingginya minat wisata berbasis alam
Para pengunjung yang berkunjung ke Tahura Banten didominasi oleh
pengunjung yang senang dengan wisata berbasis alam, lingkungan hutan yang asri
dan nyaman sehingga membuat pengunjung senang dan menikmati sejuknya
pepohonan yang ada disekitar lokasi Tahura Banten.
5. Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan Tahura
Pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan Tahura dilakukan agar
masyarakat berkembang dan memiliki wawasan tentang hutan.
6. Peningkatan investasi dan pengunjung di Tahura melalui promosi-
promosi
Peningkatan investasi dan pengunjung di Tahura melalui promosi-promosi
yang dilakukan Balai Pengelolaan Tahura Banten berhasil menarik minat
wisatawan untuk berkunjung ke kawasan Tahura Banten.
Threats (Ancaman)
1. Daya dukung program pengembangan tidak berkelanjutan
Program kegiatan yang tidak berkelanjutan juga menjadi suatu hambatan
bagi pengembangan tahura sehingga pengelola tahura harus memanfaatkan dana
yang ada tahun kemarin untuk pengembangannya ditahun sekarang ini agar terus
maju dan tidak mengandalkan Pemerintah Daerah.
2. Akses angkutan umum menuju lokasi Tahura jarang dijumpai
Akses angkutan umum untuk menuju lokasi Tahura Banten masih jarang
dijumpai, pengunjung yang ingin mengunjungi Tahura disarankan untuk
membawa kendaraan pribadi.
3. Akses jalan Tahura masih licin
Akses masuk menuju lokasi Tahura Banten perlu dioptimalkan lagi dan
dibutuhkan keamanan di sekitar jalanan menuju lokasi karena kondisi desa yang
relatif sepi. Tahura bekerja sama dengan pemerintah daerah untuk terus
melakukan perbaikan jalan menuju lokasi obyek wisata, masyarakat juga
dilibatkan untuk ikut kerja sama membangun akses jalan menuju lokasi Tahura
Banten.
4. Penduduk sekitar kawasan Tahura relatif masih miskin
Sebagian besar penduduk Kecamatan Carita memiliki mata pencaharian
sebagai petani. Begitu pula dengan penduduk Desa Desa Sukarame, Desa
Sukanagara, Desa Kawoyang dan Desa Cinoyong yang mayoritas penduduknya
adalah petani baik petani di sawah maupun kebun/ladang.
5. Pembalakan liar disekitar kawasan Tahura
Pembalakan liar masih sering terjadi di kawasan Tahura Banten, hal ini
terjadi karena masyarakat yang hidupnya masih bergantung pada hasil hutan yang
ada di Tahura Banten.
6. Kesejahteraan masyarakat dari hasil hutan
Kesejahteraan masyarakat yang berasal dari hutan dengan cara mengambil
hasil hutan berupa kayu bakar, buah-buahan dari hutan, dan memanfaatkan
kawasan Tahura Banten.
Tabel 4.5
Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal
NO. FAKTOR INTERNAL
STRENGTHS WEAKNESSES
S1 Potensi alam yang indah W1 Data Base flora dan fauna pada
kawasan Tahura masih minim
S2 Lingkungan yang asri dan
nyaman
W2 Kondisi sarana dan prasarana
penelitiann kurang memadai
S3 Peningkatan penelitian dan
pengembangan flora dan fauna
W3 Sistem promosi yang masih
kurang
S4 Peningkatan koordinasi dengan
Perguruan Tinggi, Badan
Litbang dan instansi terkait
dalam penelitian dan
pengembangan Tahura
W4 Kurangnya koordinasi dengan
Pemerintah Daerah
S5 Pengembangan koleksi
tumbuhan dan atau satwa di
Tahura Banten
W5 Rendahnya kuantitas dan
kualitas SDM pengelola Tahura
S6 Pengembangan produk lokal
dan pariwisata di sekitar
Tahura
W6 Kurangnya sosialisasi tentang
Tahura kepada masyarakat
sekitar Tahura dan Lembaga
Swadaya Masyarakat
NO. FAKTOR EKSTERNAL
OPPORTUNITIES THREATS
O1 Satu-satunya Taman Hutan
Raya di Provinsi Banten
T1 Daya dukung program
pengembangan tidak
berkelanjutan
O2 Keterlibatan Perguruan Tinggi
dan Badan Litbang serta
instansi terkait dalam
pendidikan dan penelitian
dalam pengembangan
kehutanan
T2 Akses angkutan umum menuju
lokasi Tahura jarang dijumpai
O3 Kepedulian masyarakat
terhadap kelestarian kawasan
hutan cukup tinggi
T3 Akses jalan Tahura masih licin
O4 Tingginya minat wisata
berbasis alam
T4 Penduduk sekitar kawasan
Tahura relatif masih miskin
O5 Pemberdayaan masyarakat
sekitar kawasan Tahura
T5 Pembalakan liar disekitar
kawasan Tahura
O6 Peningkatan investasi dan
pengunjung di Tahura melalui
promosi-promosi
T6 Kesejahteraan masyarakat dari
hasil hutan
6.3.7 Matriks Analisis SWOT
Tabel 4.6
Matriks SWOT
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengths (S) Weaknesses (W)
a. Potensi alam yang
indah
b. Lingkungan yang asri
dan nyaman
c. Peningkatan
penelitian dan
pengembangan flora
dan fauna
d. Peningkatan
koordinasi dengan
Perguruan Tinggi,
Badan Litbang dan
instansi terkait dalam
penelitian dan
pengembangan
Tahura
e. Pengembangan
koleksi tumbuhan dan
atau satwa di Tahura
Banten
f. Pengembangan
produk lokal dan
pariwisata di sekitar
Tahura
a. Data Base flora dan
fauna pada kawasan
Tahura masih minim
b. Kondisi sarana dan
prasarana wisata
kurang memadai
c. Sistem promosi yang
masih kurang
d. Kurangnya
koordinasi dengan
Pemerintah Daerah
e. Rendahnya kuantitas
dan kualitas SDM
pengelola Tahura
f. Kurangnya sosialisasi
tentang Tahura
kepada masyarakat
sekitar Tahura dan
Lembaga Swadaya
Masyarakat
Opportunities (O) Strategi SO Strategi WO
a. Satu-satunya Taman
Hutan Raya di
Provinsi Banten
b. Keterlibatan
Perguruan Tinggi
dan Badan Litbang
serta instansi terkait
dalam pendidikan
dan penelitian dalam
pengembangan
kehutanan
c. Kepedulian
masyarakat terhadap
kelestarian kawasan hutan cukup tinggi
a. Menggali potensi
wisata alam untuk
meningkatkan daya
tarik wisata
b. Melakukan promosi
tahura melalui media
eletronik/pameran
c. Melakukan
Koordinasi dengan
Perguruan Tinggi,
Badan Litbang serta
instansi terkait
a. Membangun
koordinasi dan
komunikasi yang baik
antar pengelola
Tahura dengan
Pemerintah Daerah
b. Meningkatkan
kuantitas dan kualitas
SDM pengelola
Tahura
c. Melakukan sosialisasi
tentang Tahura
kepada masyarakat
dan LSM
d. Pemberdayaan
masyarakat sekitar
kawasan Tahura
e. Peningkatan
investasi dan
pengunjung di
Tahura melalui
promosi-promosi
Threats (T) Strategi ST Strategi WT
a. Daya dukung
program
pengembangan tidak
berkelanjutan
b. Akses angkutan
umum menuju
lokasi Tahura jarang
dijumpai
c. Akses jalan Tahura
masih licin
d. Penduduk sekitar
kawasan Tahura
relatif masih miskin
e. Pembalakan liar
disekitar kawasan
Tahura
f. Kesejahteraan
masyarakat dari
hasil hutan
a. Memotivasi
kelompok kegiatan
usaha masyarakat
sebagai pendukung
wisata tahura
b. Mengoptimalkan
akses akngkutan
umum menuju lokasi
Tahura
c. Memelihara jalan
masuk kawasan
Tahura
d. Memberi sanksi
terhadap pihak yang
melakukan
pembalakan liar di
dalam kawasan
Tahura
a. Meningkatkan
pemahaman,
dukungan, dan
prioritas masyarakat
lokal
b. Mengoptimalkan
pembinaan dan
pelatihan ketrampilan
pada masyarakat
lokal
c. Memaksimalkan
sarana dan prasarana
pendukung wisata di
Tahura
Gambar 4.1
Analisis SWOT
(Sumber : Rangkuti, 2005:20)
Penjelasan Diagram Silang Analisis SWOT :
1. Kuadran I : Mendukung Strategi SO
Merupakan situasi yang sangat menguntungkan karena organisasi
memiliki peluang dan kekuatan sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada.
Strategi yang harus diterapkan adalah mendukung kebijakan pertumbuhan yang
agresif (growth oriented strategy). Berdasarkan hasil penelitian lapangan dengan
menggunakan teknik wawancara, bahwa strategi pengembangan Tahura Banten
berdasarkan strategi SO (Strengths – Opportunities) alternatif strategi yang dapat
dilakukan diantaranya : Menggali potensi wisata alam dan buatan Tahura Banten
untuk meningkatkan daya tarik wisata, menggali potensi wisata dengan
membangun potensi wisata alam dan buatan dengan cara penataan obyek wisata.
Melakukan promosi Tahura melalui media eletronik/pameran, melakukan promosi
3. Mendukung strategi turnarona 1. Mendukung strategi agresif
Berbagai Peluang
Kelemahan Internal Kekuatan Internal
4. Mendukung strategi defensif 2. Mendukung strategi diversifikasi
Berbagai Ancaman
Tahura melalui media eletronik dan pameran tingkat Provinsi dan Nasional dan
secara berkesinambungan dengan memperkenalkan daya tarik wisata, dengan
adanya promosi yang kuat dapat meningkatkan minat wisatawan untuk
berkunjung dan memberikan informasi mengenai pengembangan Tahura.
2. Kuadran II : Mendukung Strategi ST
Meskipun menghadapi ancaman, organisasi ini masih memiliki kekuatan
dari segi internal. Strategi yang harus diterapkan adalah menggunakan kekuatan
untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan cara strategi diverifikasi
(produk/pasar). Berdasarkan hasil penelitian lapangan dengan menggunakan
teknik wawancara, bahwa strategi pengembangan Tahura Banten, strategi ST
(Strengths – Thretas) alternatif strategi yang dapat dilakukan diantaranya :
Memotivasi kelompok kegiatan usaha pariwisata masyarakat sebagai pendukung
Tahura, dengan cara memberikan modal atau kebutuhan perlengkapan dalam
penunjang usaha pariwisata masyarakat. Mengoptimalkan aksesibilitas menuju
Tahura dan lokasi obyek wisata.
3. Kuadran III : Mendukung Strategi WO
Organisasi menghadapi peluang yang sangat besar, tetapi dilain pihak
organisasi menghadapi beberapa kendala/kelemahan internal. Berdasarkan hasil
penelitian lapangan dengan menggunakan teknik wawancara, bahwa strategi
pengembangan Tahura Banten, strategi WO (Weakneses – Opportunities)
alternatif strategi yang dapat dilakukan diantaranya : Membangun koordinasi dan
komunikasi yang baik antar pengelola Tahura dengan Pemerintah Daerah,
Koordinasi dan komunikasi dilakukan secara berskala terkait perkembangan
Tahura, melakukan pertemuan baik secara formal maupun non formal.
Menguatkan kelembagaan masyarakat dalam pengembangan Tahura, Menguatkan
kelembagaan masyarakat dengan yang berperan dalam pengembangan tahura
yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) dan Kelompok Pencinta Alam.
4. Kuadran IV : Mendukung Strategi WT
Organisasi berada dalam kondisi yang sangat tidak menguntungkan,
menghadapi berbagai ancaman dan kelemahan internal. Organisasi harus
melakukan strategi bertahan (defensive) agar organisasi tetap eksis, dengan
melakukan berbagai pembenahan internal guna mengahadapi ancaman yang akan
datang. Contoh strategi defensive : manager mengurangi hutang dengan menjual
salah satu divisi mengurangi biaya operasi dengan mengurangi pegawai
(rasionalisasi). Berdasarkan hasil penelitian lapangan dengan menggunakan teknik
wawancara bahwa strategi pengembangan Tahura Banten, strategi WT
(Weaknesses – Threats) alternatif strategi yang harus dilakukan diantaranya :
Memaksimalkan sarana dan prasarana pendukung wisata di tahura, dengan
memberikan sarana dan prasarana berupa perbaikan jalan, penambahan rumah
pohon bagi pengunjung yang akan melakukan riset, dan lahan parkir.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian mengenai alternatif strategi pengembangan tahura
Banten di Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang yang di dalamnya
menggunakan teknik analisis SWOT yang menyatakan adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi keberhasilan organisasi guna mencapai tujuannya. Berdasarkan
hasil analisa dan perumusan strategi yang telah dilakukan, maka alternatif stratgei
yang dapat dijadikan rumusan strategi dalam pengembangan Tahura Banten
adalah sebagai berikut:
a. Strategi menggali potensi wisata alam dan buatan Tahura Banten untuk
meningkatkan daya tarik wisata. Program yang dapat dikembangkan pada
Tahura Banten adalah melakukan promosi melalui media online atau
pameran di tingkat Provinsi, Nasional, dan Internasional. Meningkatkan
dukungan masyarakat dalam membantu penataan obyek wisata, dukungan
masyarakat berupa kerja sama dan gotong royong dalam pembangunan
tahura. Meningkatkan kualitas manajemen pengembangan tahura.
b. Strategi menyusun pemodelan kawasan tahura yang didasari pembangunan
yang berkelanjutan/ramah lingkungan.program yang dapat dikembangkan
adalah memotifasi kelompok kegiatan usaha pariwisata lokal dengan
memberikan permodalan dan fasilitas untuk membangun Tahura Banten
yang mendasari kearifan lokal, mengoptimalkan aksesibilitas menuju
tahura dan lokasi obyek wisata dengan memperbaiki akses jalan menuju
tahura dan memberikan keamanan dan ketertiban kepada wisatawan untuk
memberikan kenyamanan dan kemudahan menuju Tahura Banten.
c. Strategi meningkatkan kapasitas dan peran masyarakat dalam membangun
Tahura Banten. Program yang dapat dikembangkan adalah komunikasi
secara berskala dengan pengelola Tahura Banten dan masyarakat lokal
baik secara formal maupun informal, meningkatkan hubungan
kelembagaan masyarakat yaitu Lembaga Pemberdayaan Masyarakat
(LPM) dan Komunitas Pencinta Alam, mendorong pertumbuhan ekonomi
masyarakat berbasis kerakyatan.
d. Strategi penguatan kesadaran masyarakat lokal dalam pengembangan
Tahura Banten. Program yang dapat dikembangkan adalah meningkatkan
pemahaman masyarakat melalui sosialisasi secara berskala,
mengoptimalkan pembinaan dan pelatihan keterampilan pada masyarakat
lokal berupa pelatihan pemandu wisata, pelatihan penjaga hutan, dan
pelatihan pengelolaan tahura. Meningkatkan pengadaan sarana dan
prasarana pariwisata berupa toilet umum, lahan parkir, tempat peribadatan
(mushola), dan tempat pembuangan sampah.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian mengenaialternatif strategi pengembangan
tahura Banten di Kecamatan Carita Kabupaten Pandeglang, maka peneliti
mencobamemberikan saran dari hasil penelitiannya agar dapat membantu dalam
melaksanakan pengembangan Tahura Banten, adalah sebagai berikut:
1. Pemeliharaan lingkungan disekitar lokasi tahura sebaiknya dilakukan
secara rutin, sehingga tahura akan terlihat bersih, asri, dan nyaman.
2. Perlunya pengoptimalan pengadaan sarana dan prasarana di lokasi tahura
berupa toilet umum, lahan parkir, tempat peribadatan (mushola), dan
tempat pembuangan sampah.
3. Memaksimalkan aksesibilitas dan akomodasi disekitar tahura untuk
menarik perhatian kunjungan wisatawan dan wisatawan dapat berkunjung
dengan nyaman dan memberikan kesan baik.
4. Perlunya pemberdayaan masyarakat di lingkungan tahura guna
mengembangkan sama-sama tahura, pemberdayaan yang dapat dilakukan
yaitu melibatkan masyarakat lokal dalam pembangunan tahura seperti
meningkatkan kemampuan masyarakat lokal dengan cara mengadakan
pelatihan keterampilan usaha dan jasa serta menyediakan sarana dan
prasarana untuk penunjang kegiatan usaha masyarakat.
PEDOMAN WAWANCARA ALTERNATIF STRATEGI PENGEMBANGAN
TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) BANTEN
DI KECAMATAN CARITA KABUPATEN PANDEGLANG
Analisis Fakto Internal
No Faktor Indikator Pernyataan Kode Informan
1. Kekuatan Sumber Daya
Manusia
a. Bagaimana tingkat
pendidikan
pegawai Dishubun?
b. Bagaimana
pemahaman tugas
pokok dan fungsi
pegawai
Dishutbun?
c. Adakah pelatihan
yang didapatkan
pegawai dan
pengelola Tahura?
d. Pelatihan apa saja
yang didapatkan
pegawai dan
pengelola Tahura?
,
,
Anggaran Bagaimana anggaran
untuk pengembangan
Tahura?
,
Pemasaran a. Bagaimana
pemasaran yang
dilakukan dalam
mengembangkan
Tahura?
b. Promosi apa yang
dilakukan?
,
,
Bagaimana potensi
alam dan buatan yang
dimiliki Tahura?
2. Weaknesses Kelemahan
Sumber Daya
Manusia
Bagaimana dengan
ketidakpahaman SDM
Dishutbun tentang
Tahura?
Kelemahan
Anggaran
Bagaimana
kekurangan anggaran
pada Tahura?
,
Kelemahan
Promosi
Promosi apa yang
belum dikembangkan?
Kelemahan
sarana dan
prasarana
Bagaimana pengadaan
sarana dan prasarana
di Tahura?
Analisis Faktor Eksternal
3. Opportunitis Lingkungan Manfaat apa yang
didapatkan
masyarakat lokal
dan pengunjung dari
pengembangan
Tahura?
Sosial a. Bagaimana
hubungan
masyarakat dalam
pengembangan
Tahura?
b. Sejauhmana
tingkat
partisipasi/dukun
gan masyarakat
dalam
pengembangan
Tahura?
Kebijakan
Pemerintah
Dukungan apa yang
diberikan
Pemerintah Pusat
dan Daerah dalam
pengembangan
Tahura?
Prestasi a. Prestasi apa yang
didapatkan
Tahura?
b. Keunggulan apa
yang dimiliki
Tahura?
,
,
4. Threats Kebijakan
Pemerintah
Bagaimana dengan
Kebijakan
Pemerintah yang
tidak berkelanjutan?
,
Masalah
Sosial
Dampak apa yang
ditimbulkan dari
pengembangan
Thaura?
sumber: Peneliti 2017
Informan :
1. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten
2. Kepala Seksi Promosi dan Pengembangan Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Provinsi Banten
3. Seksi Pengadaan Sarana dan Prasarana Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Provinsi Banten
4. Kepala Balai Pengelola Tahura
Pedoman Wawancara
1. Strengths
a. Bagaimana kemampuan SDM bidang Tahura di Dishutbun dalam
pengembangan pariwisata?
b. Bagaimana pemahaman SDM bidang Tahura di Dishutbun dalam
pengembangan pariwisata?
c. Bagaimana anggaran dalam program pengembangan Tahura?
d. Bagaimana evaluasi/monitoring anggaran pengembangan Tahura?
e. Bagaimana promosi yang dilakuakan Dishutbun dalam pengembangan
Tahura?
f. Bagaimana Sarana dan Prasarana pendukung pariwisata di Tahura?
g. Program apa yang dikembangkan Dinas dalam pengembangan Tahura?
h. Kekuatan apa yang dimiliki dinas dalam pengembangan Tahura?
2. Weaknesses
a. Kelemahan apa yang dimiliki Dinas dalam pengembangan Tahura?
b. Pelatihan apa yang diadakan Dinas untuk meningkatkan kemampuan
pengelola Tahura?
c. Bagaimana pengelolaan anggaran pengembangan pariwisata di
Tahura?
d. Kendala apa yang dimiliki Dinas dalam mempromosikan pariwisata
khususnya Tahura?
e. Bagaimana dengan fasilitas pendukung pariwisata di Tahura?
3. Opportunities
a. Bagaimana potensi alam yang dimiliki Tahura?
b. Bagaimana keunikan/atraksi yang dimiliki Tahura?
c. Bagaimana dukungan kelompok masyarakat dalam
pengembangan pariwisata di Tahura?
d. Bagaimana hubungan dengan masyarakat dalam pengembangan
Tahura?
e. Sejauhmana tingkat partisipasi/dukungan dari masyarakat?
f. Kebijakan apa yang diberikan Pemerintah Daerah maupun Pusat untuk
pengembangan Tahura?
g. Manfaat apa yang didapatkan masyarakat lokal dari pengembangan
Tahura?
4. Threats
a. Bagaimana dukungan Pemerintah yang tidak berkelanjutan?
b. Ancaman apa yang didapatkan terkait pengembangan Tahura?
c. Bagaimana dengan persaingan dalam mempromosikan Tahura?
d. Bagaimana dengan daya dukung masyarakat yang kurang?
e. Bagaimana cara mengatasi ancaman dalam pengambangan Tahura?
f. Strategi apa yang dilakukan untuk memanfaatkan peluang dan
meredam ancaman?
Informan :
1. Kepala Desa
2. Ketua LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat)
Pedoman Wawancara:
1. Strengths
a. Bagaimana peran Dishutbun Prov Banten dalam pengembangan
Tahura?
b. Program apa saja yang didapatkan dari Dishutbun dalam
pengembangan Tahura?
c. Bagaimana evaluasi/monitoring anggaran pengembangan di Tahura?
d. Bagaimana promosi yang dilakuakan Dinas dalam pengembangan
Tahura?
e. Bagaimana Sarana dan Prasarana pendukung pariwisata di Tahura?
2. Weaknesses
a. Pelatihan atau pembinaan apa saja yang didapatkan pengelola Tahura
terkait pengembangan Tahura dari Dishutbun Prov Banten?
b. Fasilitas apa saja yang didapatkan Desa dalam pengembangan Tahura
dari Dishutbun Prov Banten? bagaimana kondisinya?
c. Bagaimana koordinasi dari Dishutbun dan Disbudpar dalam
pengembangan Tahura?
3. Opportunities
a. Potensi alam apa yang dimiliki Tahura?
b. Bagaimana keunikan/atraksi yang dimiliki Tahura?
c. Bagaimana dukungan kelompok masyarakat dalam pengembangan
pariwisata di Tahura?
d. Bagaimana partisipasi masyarakat lokal Desa terkait pengembangan
Desanya dengan adanya Tahura?
e. Dukungan apa yang didapat dari Pemerintah Daerah maupun Pusat
untuk pengembangan Tahura?
f. Program apa yang dilakukan Pemerintah Desa dalam pengembangan
pariwisata di Tahura?
g. Manfaat apa yang didapatkan masyarakat lokal dari pariwisata di
Tahura?
h. Prestasi apa yang didapatkan Desa terkait pengembangan Tahura?
4. Threats
a. Bagaimana dengan kebijakan Pemerintah yang tidak berlanjutan?
b. Ancaman apa yang didapatkan terkait menghambat pengembangan
Tahura?
c. Cara apa yang dilakukan untuk meminimalisir ancaman yang datang
dalam pengembangan Tahura?
Informan :
1. Masyarakat
2. Wisatawan
Pedoman Wawancara
1. Strengths
a. Program bantuan Dishutbun apa yang didapatkan masyarakat dalam
pengembangan Tahura?
b. Sarana dan Prasarana apa saja yang sudah ada di Tahura sebagai
pendukung pariwisata?
2. Weaknesses
a. Apakah pernah mendapatkan pembinaan atau pelatihan dari Dishutbun
Prov Banten?
b. Fasilitas pariwisata apa yang tidak ada atau kondisi tidak baik di
Tahura?
c. Bagaimanakah pengelolaan pariwisata yang didapatkan di Tahura?
3. Opportunities
a. Dukungan apa yang diberikan untuk pengembangan Tahura?
b. Potensi pariwisata apa yang diunggulkan oleh masyarakat Desa?
c. Manfaat apa yang didapatkan dari pengembangan Tahura?
d. Dapat informasi dari mana tentang Tahura?
e. Daya tarik apa yang dimiliki Tahura?
f. Bagaimana sikap masyarakat dalam menyambut wisatawan?
4. Threats
a. Dampak negatif apa yang didapatkan masyarakat lokal dari
pengembangan Tahura?
b. Ancaman apa yang didapatkan Desa dalam pengembangan Tahura?
Struktur Organisasi
Balai Pengelolaan Taman Hutan Raya Banten
Kepala Balai Pengelolaan
Tahura Banten Ir. Ena Suhena, MM
NIP. 196202011990031010
Kepala Sub-Bagian
Tata Usaha Drs. Agus Kurnia, MA
NIP.........................................
Kepala Seksi Perlindungan dan Rehabilitasi Tahura
Banten Rosdiana, S. Hut
NIP....................................................
Kepala Seksi Pengembangan dan Pemanfaatan
Tahura Banten
Deni Krisnadi K, BScF, SP, MM
NIP.1960052619900031004
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Sela Selvia
Tempat, Tanggal Lahir : Serang, 19 Februari 1995
Agama : Islam
Alamat : Kp. Kubangawan Rt/Rw 002/002
Desa Citerep Kecamatan Ciruas
Kabupaten Serang Banten 42182
Nomor Telepon : 085316147495
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN Pendidikan Formal:
1. 2001 – 2007 : SD Negeri Tegal jetak
2. 2007 – 2010 : SMP Negeri 1 Ciruas
3. 2010 – 2013 : SMA Negeri 1 Ciruas
Jurusan : IPS
4. 2013 – 2018 : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Serang
Program Studi : Administrasi Publik
Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik NIM : 6661130156
Demikian Curriculum Vitae ini saya buat dengan sebenar-benarnya agar dapat
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Hormat saya,
Sela Selvia