PROFIL BERKAS SINAR – X LAPANGAN SIMETRIS …digilib.batan.go.id/ppin/katalog/file/Kri_Yudi.pdfSSD...
Transcript of PROFIL BERKAS SINAR – X LAPANGAN SIMETRIS …digilib.batan.go.id/ppin/katalog/file/Kri_Yudi.pdfSSD...
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 98
PROFIL BERKAS SINAR – X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS
Kri Yudi Pati Sandy
Pusat Teknologi Keselamatan dan Metrologi Radiasi – BATAN
ABSTRAK
PROFIL BERKAS SINAR-X LAPANGAN SIMETRIS DAN ASIMETRIS PADA PESAWAT LINAC SIEMENS PRIMUS 2D PLUS. Telah dilakukan pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ) dan profil berkas sinar-X 6 MV pada pesawat linear accelerator Siemens Primus 2D Plus untuk lapangan simetris dan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan sistem dosimetri RFA 300 Wellhofer yang dilengkapi dengan unit kontrol utama ( MCU ), Fantom air 3-D servo dan program komputer OmniPro Accept System. Pengukuran profil dilakukan untuk arah crossplane dan arah inplane pada kedalaman dosis maksimum (dmax ), 5 cm, 10 cm, dan 20 cm. Hasil pengukuran menunjukkan terjadi perubahan nilai PDD sampai sekitar 5 % akibat pembentukan lapangan asimetris. Profil berkas sinar-X juga mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya degradasi nilai flatness, symmetry, dan penumbra. Karakteristik distribusi dosis akibat pembentukan lapangan asimetris ini harus diperhatikan dalam aplikasi klinis penggunaan lapangan asimetris.
Kata kunci : Lapangan asimetris, profil sinar-X, flatness, symmetry.
ABSTRACT
SYMMETRIC AND ASYMMETRC FIELDS X-RAY BEAM PROFILES AT SIEMENS PRIMUS 2D
PLUS LINAC. Measurement of percentage depth dose ( PDD ) and x-ray beam profiles were done for 6
MV of Siemens Primus 2D Plus Linear accelerator for 10x10 cm2 symmetric and asymmetric fields at SSD
100 cm. Measurements carried out using Wellhofer RFA 300 dosimetry system with a main control unit (
MCU ), 3D servo water phantom and OmniPro Accept System program. Profile measurements carried out
for the crossplane and inplane direction at a depth of maximum dose ( dmax ), 5 cm, 10 cm, and 20 cm. The
result showed changes of PDD value reaching about 5 %. X-ray beam profiles have also undergone changes
that caused the degradation of flatness, symmetry, and penumbra values. The characteristics of the dose
distribution due to asymmetric fields must be considered in clinical applications.
Keywords : Asymmetric field, X-ray beam profile, flatness, symmetry
I. PENDAHULUAN
Penemuan radiasi pengion
merupakan awal dari perkembangan
radioterapi. Radiasi pengion yang diketahui
dapat merusak bahkan mematikan jaringan
ini dimanfaatkan untuk pengobatan penyakit
kanker. Permasalahannya jaringan kanker
tidak diterapi dalam keadaan terisolasi.
Jaringan kanker dikelilingi jaringan sehat
yang fungsinya harus dipertahankan. Maka
sudah pasti jaringan sehat tersebut tidak
dapat terhindar sepenuhnya dari radiasi.
Tujuan yang harus dicapai dalam radioterapi
adalah memberikan dosis radiasi seoptimal
mungkin pada jaringan kanker dan
memberikan efek atau kerusakan yang tidak
berarti pada jaringan sehat di sekitarnya.
Keakuratan dalam pemberian berkas kanker
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 99
tergantung pada beberapa faktor, salah satu
diantaranya adalah bentuk dan lokasi kanker.
Dengan kemajuan teknologi fisika radioterapi
pada saat ini, tujuan tersebut dapat dicapai
dengan beberapa cara disesuaikan dengan
aplikasi klinisnya.
Pada terapi foton umumnya
digunakan lapangan simetris, baik itu
lapangan persegi ataupun persegi panjang.
Pada beberapa kasus, letak jaringan kanker
yang harus menerima dosis tinggi sangatlah
dekat dengan organ penting dalam tubuh.
Oleh karenanya, organ penting tersebut
haruslah terlindungi. Untuk tujuan tersebut
diperlukan perencanaan radioterapi dengan
lapangan asimetris. Lapangan asimetris
dibentuk dengan cara membuka kolimator X1
dan X2 ataupun Y1 dan Y2 dengan nilai yang
berbeda.
Penelitian ini mempunyai tujuan
antara lain melakukan pengukuran profil
berkas sinar-X pada lapangan simetris dan
asimetris dengan variasi kedalaman untuk
kemudian membandingkan profil berkas
sinar-X lapangan simetris dengan profil
berkas sinar-X lapangan asimetris tersebut.
II. TEORI
Pofil berkas sinar-X
Profil berkas radiasi merupakan intensitas relatif pada bidang tegak lurus sumbu berkas. Profil berkas radiasi yang menggambarkan pengukuran relatif akan sangat bervariasi sesuai dengan kedalaman 1. Profil berkas sinar-X megavolt ( MV ) terdiri dari tiga daerah, yaitu daerah pusat ( central
region ), penumbra dan umbra. Profil berkas radiasi biasanya diukur dengan melakukan scanning sepanjang sumbu inplane dan crossplane untuk berbagai variasi kedalaman di fantom air. Salah satu parameter yang menggambarkan keseragaman berkas pada profil berkas radiasi adalah flatness dan
symmetry . Flatness dan symmetry profil berkas radiasi ditentukan pada daerah 80 % dari FWHM (Full Width half Maximum). FWHM merupakan lebar profil pada 50 % dosis 2.
Prosentasi dosis kedalamam (PDD)
Distribusi dosis pada titik di sumbu
utama berkas di dalam fantom biasanya
dinormalisasi ke Dmax = 100 % pada
kedalaman dosis maksimum dmax dan
kemudian dikenal sebagai persentase dosis
kedalaman ( PDD ). Geometri untuk
pendefinisian persentase dosis kedalaman
ditunjukkan dalam Gambar 1. Titik Q
merupakan titik sembarang pada kedalaman d
di sumbu utama, titik P merepresentasikan
titik dosis referensi di d = dmax pada sumbu
utama. PDD bergantung pada 4 parameter,
yaitu kedalaman di dalam fantom d, luas
lapangan A, jarak antara sumber dan
permukaan f dan kualitas berkas sinar-X 3.
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 100
Gambar 1. Geometri untuk pengukuran dan
pendefinisian PDD
Lapangan asimetris
Kolimator sekunder digunakan untuk
membentuk lapangan penyinaran. Kolimator
ini terbuat dari blok timbal ( Pb ) yang
digunakan untuk mengatenuasi radiasi diluar
lapangan penyinaran yang diinginkan.
Kolimator sekunder terdiri dari dua pasang
daun kolimator dimana salah satu pasangan
daun kolimator ini berada di bawah pasangan
yang lain. yang Pasangan daun kolimator
lebih dekat dengan target disebut kolimator
atas ( upper collimators ) dan sebagai
pengatur lapangan arah Y, sedangkan
pasangan daun kolimator yang lain ( lebih
dekat ke permukaan pasien ) disebut dengan
kolimator bawah ( lower collimators ) dan
digunakan untuk mengatur lapangan arah X. 4
Biasanya lapangan simetris dinyatakan
sebagai ( X x Y ) cm2, yang menunjukkan
setiap daun kolimator X diatur membuka
dengan jarak X/2 dari sumbu utama berkas,
demikian pula bukaan yang sama untuk
kolimator Y. Pembentukan lapangan
asimetris menggunakan empat pergerakan
dari masing-masing daun kolimator.
Lapangan asimetris setengah tertutup
( half blocked ) dibentuk ketika salah satu
daun kolimator tidak dibuka. Lapangan
asimetris setengah tertutup digunakan antara
lain untuk membentuk sambungan yang
seragam ( uniform junction ) antara dua
lapangan 5,6,7. Gambar 2. menunjukkan
bukaan kolimator untuk lapangan simetris
dan lapangan asimetris setengah tertutup.
Gambar 2. Diagram yang menunjukkan
berkas simetris dan asimetris
III. TATA KERJA
Dalam penelitian ini digunakan
pesawat Linear Accelerator ( linac )
Siemens PRIMUS 2D Plus milik Rumah
Sakit Pusat Pertamina ( RSPP ). Untuk
pengukuran profil berkas sinar-X digunakan
sistem dosimetri RFA 300 Wellhofer yang
dilengkapi dengan unit kontrol utama
(MCU), Fantom air 3-D servo dan program
komputer OmniPro Accept System. Detektor
yang digunakan adalah dua buah detektor
dioda. Satu detektor dipakai sebagai
referensi, sedangkan detektor lain digunakan
untuk pengukuran.
Sebelum melakukan pengukuran, terlebih dahulu dilakukan setting sistem dosimetri RFA 300 yang skemanya dapat dilihat dalam Gambar 3. Fantom air
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 101
diletakkan di dalam berkas radiasi. Kontrol unit ( MCU ) diletakkan pada ruang penyinaran namun berada sejauh mungkin dari sinar utama ( primary beam ). Detektor referensi diletakkan pada berkas radiasi di atas fantom air, sedangkan detektor lapangan berada dalam fantom air dan diprogram bergerak sesuai dengan kontrol komputer. Dalam penelitian ini dilakukan pengukuran dua parameter berkas radiasi, yaitu persentase dosis kedalaman ( PDD ) dan profil berkas sinar-X dengan lapangan 10 x 10 cm2 dengan konfigurasi SSD 100 cm.
Pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD )
Pengukuran PDD dilakukan untuk
mengetahui kedalaman maksimum (dmax)
lapangan simetris berkas sinar-X 6 MV.
Selanjutnya nilai kedalaman dosis maksimum
digunakan dalam salah satu pengukuran
profil berkas sinar-X tersebut.
Pengukuran PDD dilakukan dengan luas lapangan 10 x 10 cm2 jarak SSD 100 cm. Dari lapangan tersebut dibentuk lapangan asimetris dengan mengubah kolimator X1 dan X2. Untuk lapangan 10 x 10 cm2 bentuk simetris, bukaan kolimator X1 adalah sebesar 5 cm dan X2 juga sebesar 5 cm. Lapangan asimetris dibuat bervariasi dengan bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, 2,5 cm, dan 7,5 cm yang dengan sendirinya bukaan kolimator X2 menjadi 10 cm, 7,5 cm, dan 2,5 cm.
Pengukuran profil berkas sinar-X
Pengukuran profil dilakukan sepanjang sumbu X dan Y yang selanjutnya
disebut sebagai sumbu crossplane dan inplane. Seperti halnya pada pengukuran persentase dosis kedalaman ( PDD ), lapangan dasar yang dipilih adalah 10x10 cm2 dengan variasi lapangan asimetris yang sama pula. Pengukuran dilakukan dengan SSD 100 cm pada kedalaman dosis maksimum ( dmax ), 5 cm, 10 cm, dan 20 cm untuk berkas sinar-X 6 MV.
Gambar 3. Setting sistem dosimetri RFA-300
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Persentase dosis kedalaman ( PDD )
Hasil pengukuran persentase dosis
kedalaman ( PDD ) untuk lapangan simetris
dan lapangan asimetris 10 x 10 cm2 dapat
dilihat dalam Gambar 4. Tampak
pembentukkan lapangan asimetris
mangakibatkan terjadinya perubahan nilai
persentase dosis kedalaman sampai sekitar 5
%. Hasil ini mendukung laporan Khan et al.6
yang menyebutkan pembentukan lapangan
asimetris, bagaimanapun juga menghasilkan
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 102
perubahan dosis kedalaman yang tidak
mudah diprediksi. PDD lapangan asimetris
pada umumnya menurun dengan penutupan
salah satu daun kolimator X. Tampak pada
bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm, nilai
PDD relatif lebih rendah dibandingkan
dengan bukaan kolimator X1 yang lain.
Perbedaan tampak jelas pada kedalaman
tinggi. Perbedaan tersebut dapat dimengerti
karena berkas asimetris dengan lapangan
besar berisi sebagian besar sinar-X dengan
kualitas yang rendah. Perlu diperhatikan
bahwa pada pusat berkas simetris kualitas
sinar-X tertinggi, dan akan menurun pada
bagian pinggir lapangan sebagai akibat
bentuk flattening filter. Tampak pula PDD
saat bukaan kolimator X1 sebesar 2,5 cm
maupun 7,5 cm relatif tidak berbeda. Dari
data hasil pengukuran PDD didapatkan dmax
untuk berkas sinar-X 6 MV dengan lapangan
simetris 10 x 10 cm2 adalah sebesar 1,48 cm.
Profil berkas sinar-X
Hasil pengukuran profil berkas sinar-
X 6 MV pada sumbu crossplane untuk
lapangan simetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm
dengan variasi kedalaman dapat dilihat
dalam Gambar 5, sedangkan untuk lapangan
asimetris dapat dilihat dalam Gambar 6, 7,
dan 8 berturut - turut dengan bukaan
kolimator X1 sebesar 0 cm, 2,5 cm, dan 7,5
cm. Untuk profil inplane, hasil pengukuran
profil lapangan simetris dapat dilihat dalam
Gambar 9, sedangkan untuk lapangan
asimetris dapat dilihat dalam Gambar 10, 11,
dan 12.
Gambar 4. Grafik PDD sinar-X 6 MV dengan lapangan simetris dan
asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 103
Dari gambar profil berkas sinar-X
tersebut dapat dilihat bahwa dosis akan
menurun dengan meningkatnya kedalaman.
Bentuk profil dipengaruhi oleh perjalanan
sinar-X sebelum sampai di titik pengukuran.
Sinar-X dilewatkan pada sebuah flattening
filter yang terletak antara fokus dan
kolimator pesawat linac. Adanya flattening
filter yang mempunyai ketebalan lebih tinggi
di daerah pusat menyebabkan dosis relatif
pada daerah pusat lapangan menjadi relatif
lebih rendah dibanding dengan daerah
pinggir lapangan. Namun kualitas berkas
sinar-X di daerah pusat ini relatif lebih tinggi.
Dengan meningkatnya kedalaman, maka
kontribusi hamburan fantom semakin besar
terutama pada daerah pusat lapangan. Oleh
karena itu bentuk profil akan tampak semakin
merata dengan meningkatnya kedalaman 8.
Gambar 5. Profil crossplane berkas sinar-X 6 MVlapangan simetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm di berbagai kedalaman
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 104
Gambar 6. Profil crossplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm dengan kolimator X1= 0 cm dan X2 = 10 cm
Gambar 7. Profil crossplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm dengan kolimator X1 = 2,5 cm dan X2 = 7,5 cm di berbagai kedalaman
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 105
Gambar 8. Profil crossplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm dengan kolimator X1 = 7,5 cm dan X2 = 2,5 cm di berbagai kedalaman
Gambar 9. Profil inplane berkas sinar-X 6 MV lapangan simetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm di berbagai kedalaman
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 106
Gambar 10. Profil inplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm
dengan kolimator X1= 0 cm dan X2 = 10 cm di berbagai kedalaman
Gambar 11. Profil inplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm
dengan kolimator X1 = 2,5 cm dan X2 = 7,5 cm di berbagai kedalaman
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 107
Gambar 12. Profil inplane berkas sinar-X 6 MV lapangan asimetris 10 x 10 cm2 SSD 100 cm
dengan kolimator X1 = 7,5 cm dan X2 = 2,5 cm di berbagai kedalaman
Dari data hasil pengukuran profil
berkas sinar-X juga akan dievaluasi beberapa
parameter keseragaman berkas pada profil
berkas sinar-X yaitu flatness, symmetry,
dan penumbra. Untuk menjelaskan parameter
– parameter tersebut, dengan mengambil
data dari profil berkas sinar-X dibuat tabel
parameter keseragaman berkas pada profil di
berbagai kedalaman yang dapat dilihat dalam
Tabel 1 dan 2 berturut – turut untuk profil
crossplane dan inplane.
Bentuk profil lapangan asimetris
akan berbeda dengan bentuk profil lapangan
simetris. Profil lapangan asimetris arah
inplane ( Y ) tetap memiliki bentuk yang
menyerupai profil lapangan simetris. Tampak
symmetry profil inplane lapangan asimetris
tidak jauh berbeda dengan symmetry profil
lapangan simetris dan masih dibawah 1 %.
Nilai symmetry yang demikian dapat
dijelaskan karena pada penelitian ini
pembentukkan lapangan asimetris dilakukan
dengan variasi bukaan kolimator X ( lower
collimators ) sehingga bentuk profil arah
sumbu Y tetap simetris. Untuk profil
lapangan asimetris pada arah crossplane,
bentuk profil berbeda dengan profil lapangan
simetris sesuai dengan bukaan kolimatornya.
Di daerah dekat dengan sumbu utama berkas
cenderung menurun. Berkas sinar-X yang
dekat dengan sumbu utama ini mempunyai
kualitas relatif lebih tinggi dan intensitas
lebih rendah yang pada lapangan asimetris
berada pada pinggir lapangan. Profil
lapangan asimetris arah crossplane yang agak
miring ini menyerupai profil akibat efek filter
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 108
wedge dengan sudut kecil terutama pada
kedalaman dekat permukaan. 7
Flatness, symmetry, dan penumbra
merupakan parameter yang menentukan
kualitas berkas profil sinar-X. Nilai Flatness
ditentukan oleh dosis relatif tertinggi dan
terendah pada profil berkas sinar-X. Pada
profil crossplane, yang terlihat pada Gambar
13, nilai flatness profil berkas sinar-X
lapangan asimetris relatif lebih besar
dibandingkan dengan yang diperoleh pada
lapangan simetris. Tidak demikian yang
terjadi dengan flatness profil inplane yang
mempunyai kecenderungan yang sama antara
lapangan asimetris dan simetris. Flatness
terbesar terjadi pada profil crossplane di
kedalaman 20 cm khususnya untuk bukaan
kolimator X1 sebesar 0 cm.
Tabel 1. Parameter keseragaman berkas pada profil sinar-X 6 MV
arah crossplane lapangan 10 x 10 cm2 SSD 100 cm
kedalaman Kolimator Symmetry
Flatness
Penumbra FW
( % ) ( % ) kiri kanan ( mm )
dmax
X1=X/2 0,2 1,7 3,6 3,1 100,0
X1=0 49,5 4,6 3,5 3,2 102,8
X1=X/4 26,0 3,9 3,6 3,2 99,9
X1=3X/4 27,2 3,9 3,7 3,4 100,2
5 cm
X1=X/2 0,3 1,1 4,3 3,8 103,4
X1=0 49,5 4,9 4,8 5,4 106,7
X1=X/4 26,1 4,3 4,2 3,8 103,3
X1=3X/4 27,2 4,5 4,2 3,9 103,7
10 cm
X1=X/2 0,4 1,3 5,0 4,4 108,5
X1=0 49,3 5,5 9,5 11,7 112,4
X1=X/4 26,1 4,7 5,0 4,4 108,3
X1=3X/4 27,3 4,7 5,2 4,9 108,7
20 cm
X1=X/2 0,5 2,5 6,5 6,0 118,5
X1=0 49,2 5,6 21,7 24,0 123,7
X1=X/4 25,9 4,9 6,4 6,3 118,0
X1=3X/4 27,1 5,1 6,4 6,0 118,8
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 109
Penumbra merupakan parameter
keseragaman profil berkas radiasi yang
didefinisikan sebagai daerah pada profil yang
menerima dosis antara 80 % dan 20 % dari
sumbu utama 2. Pada umumnya penumbra
semakin lebar dengan peningkatan
kedalaman dan luas lapangan. Kondisi
demikian dapat dimengerti karena dengan
peningkatan kedalaman, maka kontribusi
hamburan fantom semakin besar. Terlihat
pula pembentukkan lapangan asimetris
menyebabkan perubahan yang signifikan dari
penumbra profil crossplane. Pada umumnya
penumbra meningkat dengan penutupan
salah satu daun kolimator. Tampak pada
bukaan kolimator X1 sebesar 0 cm,
penumbra relatif lebih besar dibandingkan
dengan bukaan kolimator X1 yang lain.
Penumbra yang relatif lebih besar ini
disebabkan karena pada saat bukaan
kolimator X1 sebesar 0 cm, seolah – olah
lapangan yang terbentuk adalah dua kali
lipat. Jadi lapangan 10 x 10 cm2 merupakan
hasil dari lapangan 20 x 10 cm2 setengah
tertutup.
Tabel 2. Parameter keseragaman berkas pada profil sinar-X 6 MV
arah inplane lapangan 10 x 10 cm2 SSD 100 cm
kedalaman Kolimator Symmetry
Flatness
Penumbra FW
( % ) ( % ) kiri kanan ( mm )
dmax X1=X/2 0,1 1,6 5,4 5,1 101,0 X1=0 0,9 1,8 5,9 5,3 100,6
X1=X/4 0,8 1,5 5,6 5,1 100,6 X1=3X/4 0,4 1,5 5,6 5,1 100,7
5 cm X1=X/2 0,0 1,6 6,2 6,7 104,6 X1=0 1,0 2,5 6,5 5,9 104,1
X1=X/4 0,8 1,9 6,3 5,8 104,2 X1=3X/4 0,4 1,9 6,4 5,8 104,3
10 cm X1=X/2 0,1 2,1 7,3 6,8 109,8 X1=0 0,9 3,3 7,9 7,2 109,3
X1=X/4 0,8 2,4 7,8 6,9 109,4 X1=3X/4 0,4 2,8 7,6 6,9 109,5
20 cm X1=X/2 0,1 3,0 9,1 8,6 109,9 X1=0 0,9 4,2 9,7 8,7 119,5
X1=X/4 0,7 3,5 9,5 8,5 119,7
X1=3X/4 0,3 3,2 9,4 8,5 119,7
Seminar Nasional Keselamatan Kesehatan dan Lingkungan VI Jakarta, 15-16 Juni 2010
PTKMR-BATAN, FKM-UI, KEMENKES-RI 110
IV. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan diperoleh beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pembentukan lapangan asimetris
mengakibatkan terjadinya perubahan nilai
persentase dosis kedalaman ( PDD )
sampai sekitar 5 %.
2. Profil crossplane lapangan asimetris pada
kedalaman rendah mempunyai bentuk
kemiringan yang dipengaruhi oleh bukaan
kolimator dan bentuk flattening filter.
Kemiringan profil akan menurun dengan
meningkatnya kedalaman.
3. Nilai flatness, symmetry dan penumbra
profil lapangan asimetris arah crossplane
lebih besar dibandingkan dengan nilai
yang diperoleh pada lapangan simetris.
Kecenderungan yang tidak sama ditemui
untuk profil lapangan asimetris arah
inplane.
DAFTAR PUSTAKA
1. PHILIP M. K. LEUNG, The Physical
Basic of Radiotherapy, The Ontario Cancer Institute and The Princess Margaret Hospital, 1978.
2. RAVINDER NATH et al, AAPM Code of
Practice for Radiotherapy Accelerators
Report No.47. American Institute of Physics, New York, America, 1994.
3. ERVIN B. PODGORSAK, Review of
Radiation Oncology Physics: A Handbook
for Teachers and Students, International Atomic Energy Agency, Vienna, Austria, 2003.
4. CLAIRE TURNER, Medical Linear
Accelerator Dynamic Wedge Factors For
Asymmetric Radiotion Fields, Project
Report Bachelor of Science in Medical Physics, University of NSW, 1998.
5. FAIZ M. KHAN, BRUCE J. GERBI, and FIRMIN C. DEIBEL, Dosimetry of
Asymmetric Collimators, Medical Physics 13 ( 6 ) 936 – 941, 1986.
6. CHEN-SHOU CHUI, RADHE MOHAN, and DORACY FONTENLA, Dose
Computations For Asymmetric Fields
Defined By Independent Jaws, Medical Physics 15 ( 1 ) 92 – 95, 1988.
7. DAVID D. LOSHEK and KRISTI A. KELLER, Beam Profile Generator For
Asymmetric Fields, Medical Physics 15 (4) 604 – 610, 1988.
8. C. J. KARZMARK, Advances in Linear
Accelerator Design for Radiotherapy. Medical Physics 11 (2) 105 – 128, 1984.