Produktivitas primer fitoplankton di perairan Desa Malang...
Transcript of Produktivitas primer fitoplankton di perairan Desa Malang...
Produktivitas primer fitoplankton di perairan Desa Malang Rapat
Kabupaten Bintan
Parma Asih
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH, [email protected]
Muzahar
Program Studi Budidaya, FIKP, UMRAH, [email protected]
Arief Pratomo
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH, [email protected]
ABSTRAK
Fitoplankton merupakan produsen pertama dan berperan penting bagi
produktivitas primer perairan. Oleh karena itu perlu diduga nilai produktivitas
primerfitoplankton dan mengetahui jenis fitoplankton pada tiap kedalaman di
perairan Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan November 2013-Juli 2007.Stasiun penelitian ditentukan dengan metode
purposive sampling, pengambilan data produktivitas primer fitoplankton
menggunakan metode botol gelap-terang, untuk mengetahui jenis
fitoplanktonsample air diambil menggunakan watersampler.Nilai kisaran
produktivitas primer bersih fitoplanktondi stasiun 1 200-462,48 mg C/ m3/ hari,
stasiun 2 193,68-456,08 mg C/ m3/ hari, stasiun 3 174,96-550 mg C/ m
3/ hari.
Tingkat kesuburan perairan berdasarkan nilai produktivitas primer fitoplankton
tergolong mesotrofik (200-700 mg C/ m3/ hari). Fitoplankton yang ditemukan
selama penelitian terdiri dari enam kelas (40 spesies) yaitu kelas
Baccilariophyceae (15 spesies), Dinophyceae (2 spesies) Cyanophyceae (9
spesies), Charophyceae (1 spesies), Chlorophyceae (12 spesies), dan
Chrysophyceae (1 spesies). Kelas Chyanophyceae merupakan kelas fitoplankton
yang sering dijumpai di tiap kedalaman per stasiun, dan memiliki nilai
kelimpahan yang tinggi.Rata-rata kisaran nilai suhu 30,7-31,6 ºC, salinitas berada
pada kisaran 34,8-36,2 ‰, kecepatan arus berada pada kisaran angka 0,05-0,07
m/det, derajat keasaman (pH) berada pada kisaran angka 7,6-8,Intensitas cahaya
54241-67975 Lux.
Kata kunci : fitoplankton, produktivitas primer.
Net Primery Productivity Fitoplankton at Desa Malang Rapat Seawater
Kabupaten Bintan
Parma Asih
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH, [email protected]
Muzahar
Program Studi Budidaya, FIKP, UMRAH, [email protected]
Arief Pratomo
Program Studi Ilmu Kelautan, FIKP, UMRAH, [email protected]
ABSTRACT
Phytoplankton is the first producer and plays animportant role for marine
primary productivity. Therefore it is necessary all eged value of the primary
productivity of phytoplankton and know the type of phytoplankton ateach depth in
Desa Malang Rapat seawater. This research was held in November 2013- July
2007 The Research station was determined by purposive sampling method. The
data of primary productivity of phytoplankton was collected by using bright-dark
bottle method, to determine the type of phytoplankton water samples were taken
using a water sampler. Value range of net primary productivity of phytoplankton
at station 1200 to 462.48 mg C / m3 / day, station 2 from 193.68 to 456.08 mg C /
m3 / day, station 3 174.96 to 550 mg C / m
3 / day . The level of Water fertility
based on the value of primary productivity of phytoplankton classified to
mesotrofik (200-700 mg C / m3 / day). Phytoplankton were found during there
search consisted of six classes (40 species), namely the class Baccilariophyceae
(15 species), Dinophyceae (2 species) Cyanophyceae (9 species), Charophyceae
(1 species), Chlorophyceae (12 species), and Chrysophyceae (1 species) .
Chyanophyceae classis a class of phytoplankton are often found in each depth per
station, and has an abundance of high value. Average values range from 30.7 to
31.6 ºC temperature, salinity in the range of 34.8 to 36.2 ‰, the flow velocity is in
the range of numbers from 0.05 to 0.07 m / sec, the degree of acidity (pH) in the
range of 7.6 to 8 digits, 54241-67975 Lux light intensity.
Keywords : Phytoplankton, primer productivity
I. PENDAHULUAN
Plankton adalah biota yang hidup di
mintakat pelagik dan mengapung,
menghanyut atau berenang sangat lemah,
artinya tidak dapat melawan arus. Plankton
terdiri dari fitoplankton (phytoplankton) atau
plankton tumbuh-tumbuhan dan zooplankton
atau plankton hewan (Romimohtarto dan
Juwana. 2009). Fitoplankton merupakan
produsen pertama dan berperan penting bagi
produktivitas primer perairan dan
memberikan sumbangan terbesar pada
produksi primer total perairan. Produktivitas
primer merupakan kemampuan lingkungan
dalam menghasilkan bahan organik. Besaran
produktivitas primer fitoplankton dinyatakan
dalam g C/ m3/ hari, adapun C yang
dimaksudkan adalah karbon organik.
Perairan Desa Malang Rapat yang
terletak di Kabupaten Bintan memiliki
berbagai ekosistem yaitu mangrove, lamun
dan terumbu karang. Adapun batas
wilayahnya sebagai berikut, sebelah utara
berbatasan dengan Desa Berakit, sebelah
selatan berbatasan dengan Desa Teluk
Bakau, disisi barat berbatasan dengan Desa
Tuopaya Utara sedangkan disisi timur
merupak Laut Cina Selatan (Profil Desa
Malang Rapat, 2012).
Aktivitas masyarakat setempat
dapat menyebabkan perubahan kondisi
perairan yang mempengaruhi jasad renik,
khususnya fitoplankton yang berpengaruh
kepada nilai produktifitas primer. Satu dari
beberapa pendekatan yang digunakan untuk
menduga nilai produktivitas primer adalah
menggunakan metode eksperimental botol
gelap terang yang dinyatakan dalam mg C/
m2/ hari atau g C/ m
2/ tahun pada kawasan
perairan Desa Malang Rapat. Dalam
penelitian ini, pengukuran produktivitas
primer dilakukan pada kedalaman perairan
yang berbeda, sehingga dari pemaparan di
atas dapat dirumuskan beberapa pertanyaan
antara lain berapakah nilai produktivitas
primer di perairan Desa Malang Rapat?
Berapakah jenis fitoplankton pada tiap
kedalaman? Berapakah selisih nilai
produktivitas primer di tiap stasiun yang
memiliki aktivitas masyarakat yang
berbeda? Untuk menjawab pertanyaan diatas
maka dilakukanlah peneltian eksperimen
botol terang botol gelap.
Tujuan penelitian ini adalah
menduga nilai produktivitas primer di
perairan Desa Malang Rapat. Menganalisis
nilai produktivitas primer menurut
kedalaman yang berbeda. Sedangkan
Mengetahui nilai produktivitas primer di
perairan Desa Malang Rapat dan
memberikan informasi kepada pihak terkait
agar dapat melakukan pengelolaan dan
pengembangan pada sumberdaya perairan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
Fitoplankton membentuk sejumlah
besar biomassa di laut, kelompok ini hanya
diwakili oleh beberapa filum saja. Sebagian
besar bersel satu dan mikroskopik, dan
mereka termasuk filum Chrysophyta, yakni
alga kuning-hijau yang meliputi diatom dan
kokolitofor (coccolithophore). Diatom
merupakan produsen primer yang terbanyak.
Diatom terdapat di semua bagian lautan,
tetapi teramat melimpah di daerah
permukaan massa air (lihat upwelling) dan
di lintang tinggi, dimana terdapat air dingin
yang penuh zat hara. Biota bersel satu ini
umumnya dinamakan alga coklat emas
karena warnanya. Diatom mempunyai
ukuran yang sangat beraneka ragam, dari
beberapa mikron sampai beberapa
milimeter. (Romimohtarto dan Juwana.
2009).
Nontji (2008) menyatakan bahwa,
produktivitas primer dalam artian umum
adalah laju produksi bahan organik
(dinyatakan dalam C = karbon) melalui
reaksi fotosintesis per satuan volume atau
luas suatu perairan tertentu, yang dapat
dinyatakan dengan satuan seperti mg C/ m2/
hari atau g C/ m2/ tahun. Fitoplankton
tersebar luas di lautan, cahaya matahari
masih mampu menembus air laut hingga
kedalaman 100 meter dimana fitoplankton
berada. Maka dari itu, dari kegiatan
fotosintesis ini yang merupakan reaksi foto-
kimia merupakan dasar dari produktivitas
primer oleh fitoplankton.
Nontji (2008) mengatakan bahwa
dalam konsep produktivitas yang dikenal
dengan istilah Produktivitas Primer Kotor
(Gross Primary Productivity) dan
Produktivitas Primer Bersih (Net Primary
Productivity). Produktivitas Primer Kotor
adalah produktivitas primer zat organik
dalam jaringan tumbuhan, termasuk yang
digunakan untuk respirasi. Produktivitas
Primer Bersih (PPB) adalah Produktivitas
Primer Kotor (PPK) dikurangi dengan yang
digunakan untuk respirasi (R) atau dapat
dinyatakan sebagai berikut :
PPB = PPK-R
Hasil produktivitas primer bersih
inilah yang dapat dialihkan ke berbagai
komponen ekosistem di laut. Potensi energi
kimiawi yang terwujud dalam biomassa
fitoplankton dialihkan ke berbagai hewan
melalui rantai makanan (food chain) atau
jaringan pakan (food web). Dengan
demikian, kehidupan seluruh hewan di laut
bergantung pada energi yang diperoleh dari
fitoplankton, baik secara langsung maupun
tak langsung.
Faktor utama yang mempengaruhi
produktivitas primer di perairan yaitu,
cahaya matahari yang mutlak diperlukan
untuk reaksi fotosintesis. Cahaya matahari
yang jatuh ke permukaan laut sebenarnya
berupa radiasi gelombang elektromagnetik
yang mempunyai spektrum lebar, dengan
panjang gelombang berkisar 300-2500 nm (
1 nano meter = 10-9
m ), atau mencakup
spektrum dari sinar ultraviolet hingga sinar
inframerah. Kondisi cahaya di dalam laut
dapat menimbulkan adaptasi pada
fitoplankton hingga bisa dijumpai adanya
fitoplankton tipe terang (sun type) dan tipe
teduh (shade type). Fitoplankton tipe terang
hidup di permukaan dan telah beradaptasi
untuk menggunakan intensitas cahaya tinggi
dengan efisien. Sebaliknya fitoplankton tipe
teduh hidup di lapisan bawah, tipe ini
mempunyai kemampuan untuk
menggunakan intensitas cahaya rendah
dengan efisien.
Suhu dapat mempengaruhi
fotosintesis di laut, baik secara langsung
maupun tak langsung. Pengaruh langsung
karena reaksi kimia enzimatik yang berperan
dalam proses fotosintesis dikendalikan oleh
suhu. Peningkatan suhu sampai batas
tertentu akan menaikkan jumlah laju
fotosintesis. Suhu dapat pula berperan
(meskipun bukan satu-satunya faktor) dalam
menentukan sukses jenis di suatu perairan.
Pengaruh suhu tak langsung adalah
karena suhu akan menentukan struktur
hidrologis suatu perairan tempat fitoplankton
itu berada. Suhu akan sangat menentukan
berat jenis air. Makin rendah suhu air akan
semakin tinggi berat jenisnya. Sebaran
vertikal suhu di laut, terutama di perairan
tropis, umumnya menunjukkan adanya
lapisan termoklin (thermocline layer)di
mana suhu menurun dengan cepat terhadap
kedalaman. Suhu yang menurun
menyebabkan densitas air meningkat pula.
Dengan demikian, akan terbentuk lapisan
pegat (discontinuity layer) yang memisahkan
lapisan atas yang hangat dan lapisan di
bawahnya yang dingin. Dengan kata lain,
lapisan air di atas termoklin tidak dapat
bercampur dengan lapisan di bawahnya.
Adanya lapisan pemisah (discontunuity
layer) ini menghambat penenggelaman
fitoplankton. Fitoplankton yang berada di
bawah termoklin dan di bawah zona eufotik
tidak dapat tumbuh kecuali bila ada sirkulasi
vertikal yang dapat dengan segera
mengangkatnya kembali ke zona eufotik.
Nutrien utama yang diperlukan fitoplankton
untuk tumbuh dan berkembang biak adalah
nitrogen dan fosfor. Rasio N dan P yang
dipakai oleh tumbuhan hijau yaitu 16 N : 1 P
(Basmi, 1995).
III. METODE
Penelitian ini dilakukan di perairan
Desa Malang Rapat Kecamatan Gunung
Kijang Kabupaten Bintan, yang akan
dilaksanakan pada bulan November 2013
sampai dengan Juli 2014. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survey yaitu peneliti melakukan
pengukuran secara langsung di lapangan
meliputi pengambilan data berdasarkan
komponen kualitas air dan sampel
fitoplankton yang didalamnya termasuk
sampel untuk mengetahui nilai produktivitas
primer. Berikut ini tabel alat dan bahan yang
digunakan.
Stasiun penelitian ditentukan dengan
metode purposive sampling, yaitu penentuan
lokasi berdasarkan atas adanya tujuan
tertentu dan sesuai dengan pertimbangan
peneliti sendiri sehingga dapat mewakili
populasi (Arikunto, 2006). stasiun yang
dipilih bertujuan untuk melihat
perbandingan nilai produktivitas primer
fitoplankton pada lokasi yang memiliki
perbedaan aktivitas, sehingga ditentukanlah
stasiun antara lain :
a.) Stasiun 1 : N 1º4’44” – E
104º38’25”. Lokasi jauh dari
daerah perumahan penduduk
sehingga dapat dikatakan
sebagai kawasan non aktivitas.
Lokasi ini berbatasan dengan
Desa Teluk Bakau.
b.) Stasiun 2 : N 1º7’10” – E
104º36’52”. Lokasi ini
merupakan kawasan
penangkapan.
c.) Stasiun 3 : N 1º10’40” – E
104º34’45”. Lokasi ini dekat
dengan perumahan penduduk.
Lokasi ini berbatasan dengan
Desa Berakit.
Metode yang digunakan untuk
mengetahui nilai produktivitas primer adalah
eksperimen botol gelap dan botol terang
(Nybakken,1988). Adapun spesifikasi botol
gelap dan botol terang yang digunakan yaitu
dua buah botol identik. Sebuah botol
sepenuhnya tembus cahaya, sedangkan botol
yang lain dibuat sama sekali tidak tembus
cahaya dengan membungkusnya dengan
kertas aluminium. Kemudian tiap botol
sampel dicelupkan keperairan dan diisi
dengan air laut dan ditutup, lalu botol
diinkubasi selama 3-4 jam di kedalaman
sesuai tempat pengambilan sampel, mulai
pukul 10.00-14.00 WIB, untuk tiap stasiun
diambil 5 sampling. Pada pengambilan
sampel air, lokasi yang dipilih tidak
terpengaruh pada pasang surut.
Sample air diambil menggunakan
water sampler bervolume 2 liter pada
kedalaman yang telah ditentukan, kemudian
dimasukkan kedalam wadah lalu disaring
dengan plankton net. Pengambilan sample
fitoplankton ini diambil pada setiap titik
sampling sesuai per kedalaman.
Pengambilan sampel air dilakukan
pada perairan di tiap stasiun yang tiap
stasiunnya terdiri dari 5 titik sampling.
Pengambilan sampel dilakukan bersamaan
saat pengambilan sampel produktivitas
primer. Pengukuran suhu dilakukan dengan
menggunakan multi tester (YK-2005WA).
Pengukuran suhu dilakukan dengan
menghidupkan multi tester dengan menekan
tombol “ON” kemudian Probe dimasukkan
untuk pengukuran Suhu. Kemudian
dicelupkan Probe pada alat tersebut kedalam
perairan. Seluruh bagian dari probe suhu
harus tercelup kedalam air yang diukur.
Setelah itu didiamkan beberapa menit
sampai dapat dipastikan angka yang
ditunjukkan pada layar berada dalam kondisi
tidak bergerak (stabil). Kemudian nilai suhu
yang ditunjukkan pada layar sebelah kiri
bawah multi tester tersebut dicatat angkanya
dengan satuan ºC. Pengukuran kecerahan
dilakukan dengan menggunakan secchi disk
dengan cara secchi disk tersebut dimasukkan
kedalam perairan sampai untuk pertama
kalinya tidak tampak lagi (jarak hilang),
kemudian ditarik secara perlahan sehingga
untuk pertama kalinya secchi disk nampak
(jarak tampak). Adapun satuan untuk
pengukuran kecerahan ini adalah meter (m)
Untuk menghitung kecerahan digunakan
rumus sebagai berikut:
Kecepatan arus diukur dengan
menggunakan tali pada Current drouge dan
diletakkan pada permukaan perairan
kemudian diukur jarak tempuh Current
drouge tersebut dalam satuan waktu yaitu
meter per detik (m/det) dari jarak awal
diletakkan. Nilai kecepatan arus diperoleh
dengan rumus :
Dimana :
V = Kecepatan arus
(m/det)
s = Jarak (m)
t = Waktu (det)
Salinitas diukur dengan
menggunakan alat Salt Meter (YK-31SA).
Prosedur penggunaan alat adalah sebagai
berikut:
a. Probe pada bagian atas Salt Meter
dimasukkan sampai rapat dan posisi
yang benar.
b. Tombol “ON” pada alat ditekan
untuk menghidupkan alat.
c. Ujung Probe dimasukkan kedalam
air hingga sebatas kepala probe.
d. Probe digerakkan beberapa saat
agar mempermudah dalam
pembacaan pada alat.
e. Tunggu beberapa saat hingga
menunjukkan angka tetap pada
tampilan (layar) alat.
f. Tombol “HOLD” ditekan jika
angka yang ditunjukkan sudah
benar-benar tetap (tidak berubah),
dicatat angka yang ditunjukkan
oleh alat.
Derajat Keasaman (pH) diukur
dengan menggunakan alat multi tester (YK-
2005WA). Prosedur pengukuran pH dengan
multi tester adalah sebagi berikut:
a. Probe elektroda pH disiapkan dan
dimasukkan kedalam socket pada
alat dengan benar dan pada posisi
yang tepat.
b. Tombol “POWER” ditekan untuk
menghidupkan alat.
c. Tombol “MODE” pada alat ditekan
hingga layar alat menunjukkan
tampilan “pH” dan indikator
manual dimasukkan untuk Suhu.
d. “Buffer Solution” disiapkan yang
akan digunakan pada pH 4.00 untuk
mengkalibrasi alat yang
ditempatkan pada Botol kalibrasi.
e. Dilakukan kalibrasi alat sebelum
melakukan pengukuran dengan cara
tombol “REC” dan “HOLD”
ditekan secara bersamaan hingga
pada layar
alat menunjukkan angka 4.00.
f. “ENTER” ditekan untuk
mengakhiri proses kalibrasi, lalu
botol kalibrasi pada ujung alat
dibuka, dan pengukuran pH dapat
dilakukan, kemudian hasil yang
ditunjukkan pada layar alat dicatat
setelah angka yang ditunjukkan
stabil (tidak berubah).
Untuk mengukur oksigen terlarut,
dilakukan dengan menggunakan multi tester
(YK-2005WA). Prosedur pengukuran
Oksigen Terlarut dilakukan dengan cara :
a. Probe Oksigen terlarut (DO)
disiapkan dan dimasukkan kedalam
socket DO pada alat dengan benar
dan pada posisi yang tepat.
b. Tombol “POWER” ditekan untuk
menghidupkan alat.
c. Tombol “MODE” pada alat
ditekan, hingga layar alat
menunjukkan tampilan “% O2” dan
indikator manual dimasukkan untuk
Suhu.
d. Tunggu selama beberapa menit
hingga angka stabil dan tidak
berubah.
e. Kalibrasi alat dilakukan sebelum
melakukan pengukuran, dengan
cara tombol “REC” dan “HOLD”
ditekan secara bersamaan.
f. Tombol “ENTER” ditekan, tunggu
selama 30 detik hingga pada layar
menunjukkan tampilan “%O2”
menunjukkan angka 20.9.
g. Tombol “FUNC” ditekan hingga
menunjukkan tampilan “mg/L”
kemudian alat dapat digunakan
untuk pengukuran Oksigen
Terlarut.
h. Pengukuran intensitas cahaya
dilakukan dengan menggunakan
Lux Meter, alat ini sangat
sederhana pengoperasiannya.
Sensor ditempatkan pada tempat
kerja atau pada tempat dimana
intensitas cahaya harus diukur, dan
alat akan secara langsung
memberikan hasil pembacaan pada
layar panel. Satuan untuk intensitas
cahaya adalah Lux.
Prinsip kerja metode ini adalah
mengukur selisih kandungan oksigen dalam
botol terang dan botol gelap, yang berisi
sampel air setelah diinkubasi pada
kedalaman perairan. Waktu inkubasi
dilakukan pada saat matahari optimal yaitu
pada jam 10.00-14.00 WIB.
Sebelum diinkubasi kadar oksigen
terlarut pada botol terang dan gelap diukur
terlebih dahulu, setelah diinkubasi selama 4
jam kadar oksigen terlarut diukur kembali
dan dicatat untuk kemudian dihitung laju
respirasi, produksi primer kotor dan
produksi primer bersih ( Haryadi dkk dalam
Asriyana dan Yuliana, 2012), yaitu :
- Laju respirasi (RES) = Kadar O2 botol
awal - kadar O2 botol gelap
- Produktivitas primer kotor(GPP) =
Kadar O2 botol terang - kadar O2 botol
gelap
- Produktivitas primer bersih (NPP) =
Kadar O2 botol terang - kadar O2 botol
awal
Setelah melakukan penghitungan
diatas, dilanjutkan prosedur penghitungan
produktivitas primer dilakukan menurut
Umaly dan Cuvin dengan perhitungan
sebagai berikut :
NPP = ( O2BT)-(O2BA)(1000) x 0,375
(PQ) (t)
Keterangan :
NPP = Fotosintesis bersih (mg c/l)
O2BT = Oksigen terlarut Botol terang
(mg/l)
O2BA = Oksigen terlarut Botol awal
(mg/l)
1000 = Konversi liter menjadi m3
PQ = Koefisien fotosintesis (1.2)
t = Lama inkubasi (jam)
0,375 = Koefisien konversi oksigen
menjadi karbon ( 12/32)
Untuk pengamatan fitoplankton,
digunakan mikroskop dengan perbesaran 10
x 10. Untuk panduan identifikasi
fitoplankton menggunakan buku di bawah
ini :
1). Davis C. C, 1955. The Marine And
Fresh-Water Plankton. Amerik Serikat,
Michigan State University Press.
Penghitungan kelimpahan
fitoplankton dihitung berdasarkan APHA
(1998) sebagai berikut :
N = n x (Vr / Vo) x (1/Vs) x (Oi / Op)
Keterangan :
N = Kelimpahan fitoplankton (sel/ liter)
Oi = Luas gelas penutup preparat (24
mm2)
Op = Luas amatan (24 mm2)
Vr = Volume air sample yang tersaring
(30 ml)
Vo = Volume air sample yang diamati
(ml)
Vs = Volume air sample yang disaring
(L)
n = Jumlah sel yang tercacah (sel)
Adapun data yang diperoleh akan
disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
Serta penjelasan deskriptif mengenai kriteria
tingkat trofik produktivitas primer
fitoplankton mengacu kepada Triyatmo dkk
(1997), yaitu 0-200 mg c/ m3/ hari
oligotrofik, 200-750 mesotrofik, >750
eutrofik.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Nilai produktivitas primer bersih di
stasiun 1 berkisar antara 200-462,48 mg C/
m3/ hari, pada stasiun 2 berkisar 193,68-
456,08 mg C/ m3/ hari sedangkan di stasiun
3 nilai produktivitas primer berkisar antara
174,96-550 mg C/ m3/ hari. Kisaran nilai
produktivitas primer tidak memiliki
perbedaan nilai yang signifikan antar
stasiun, namun terdapat perbedaan nilai pada
kedalaman, hal ini dapat diasumsikan bahwa
penetrasi cahaya sangat berperan penting
pada proses fotosintesis dan sumbangan
nutrien (limbah domestik). Menurut Parsons
et al., dalam Asriyana dan Yuliana (2012),
tingginya suatu kandungan produktivitas
primer pada masa inkubasi (10.00-14.00)
disebabkan oleh intensitas cahaya yang lebih
memberikan pengaruh terhadap aktivitas
fotosintesis fitoplankton. Berikut hasil nilai
produktivitas primer pada tiap stasiun per
kedalaman.
Stasiun
Kedalaman
(m)
NPP mg
C/m3/jam
NPP mg
C/m3/hari
1
0,5 34,37 274,96
1 57,81 462,48
1,5 25 200
Rata-rata 39,06 312,48
2
0,5 37,5 300
1 57,01 456,08
1,5 24,21 193,68
Rata-rata 39,57 316,58
3
0,5 35,93 287,44
1 68,75 550
1,5 21,87 174,96
Rata-rata 42,18 337,46
Nilai rata-rata produktivitas primer
fitoplankton pada tiap stasiun per kedalaman
adalah 274,96 mg C/ m3/ hari, 300 mg C/
m3/ hari dan 287,44 mg C/ m
3/ hari pada
kedalaman 0,5 m. Nilai produktivitas primer
pada kedalaman 1 m ialah 462,48 mg C/ m3/
hari, 456,08 mg C/ m3/ hari dan 550 mg C/
m3/ hari. Sedangkan nilai produktivitas
primer fitoplakton pada kedalaman 1,5 m
adalah 200 mg C/ m3/ hari, 193,68 mg C/
m3/ hari dan 174,96 mg C/ m
3/ hari. Nilai
produktivitas primer bersih yang tertinggi
terdapat di stasiun 3, yaitu 550 mg C/ m3/
hari yang berada pada kedalaman 1 m.
Sedangkan nilai produktivitas primer
terendah juga berada pada stasiun 3
kedalaman 1,5 m yaitu 174,96 mg C/ m3/
hari.
Nilai produktivitas primer tentunya
bergantung pada keberadaan fitoplankton
yang dipengaruhi oleh dinamika perairan,
kualitas perairan yang ideal bagi
pertumbuhan fitoplankton merupakan
penentu kelangsungan hidup dan
mempengaruhi jenis fitoplankton itu sendiri.
PARAMETE
R
SAT
UAN
STASIUN
1 2 3
a. Fisika
Suhu 0 C 30,
7
30,
8
31,
6
Intens
itas
Cahay
a
Lux 56.
339
54.
241
67.
975
Kecer
ahan*
M TD TD TD
Kecep m/s 0,0 0,0 0,0
atan
Arus
6 7 5
Salini
tas
‰ 35 36,
2
34,
8
b. Kimia
pH 7,6
3
7,9
3
8,0
2
Ket :
*Kecerahan : Tembus dasar
Suhu perairan berkisar antara 30,7-
31,6 ºC, menandakan nilai pada setiap
stasiun dan kedalaman relatif sama, tidak
menunjukkan perbedaan nilai yang ketara.
Peningkatan suhu sebesar 10 ºC akan
meningkatkan laju fotosintesis maksimum
lebih kurang dua kali lipat (Steeman &
Nielsen,1975). Setiap jenis fitoplankton
memiliki suhu yang optimum tersendiri dan
sangat bergantung kepada faktor lain seperti
cahaya. Suhu optimum untuk pertumbuhan
plankton berkisar antar 25 ºC sampai 32 ºC
(Wyrtki, 1961 dalam Hartoko , 2013).
Salinitas pada ketiga stasiun tidak
memiliki perbedaan nilai yang ketara,
berkisar antara 34,8-36,2 ‰. Salinitas
tertinggi terdapat pada stasiun 2 yaitu 36,4
‰ dan terendah terdapat pada stasiun 1 yaitu
35 ‰. Kendati demikian salinitas pada tiap
stasiun tidak memiliki perbedaan yang
nyata. Nilai pH tertinggi terdapat pada
stasiun 3 dan terendah pada stasiun 1. pH
perairan laut Indonesia pada umumnya
bervariasi antara 6,0-8,5 (Romimohtarto,
1991). Pada perairan yang berkondisi asam
dengan pH kurang dari 6, fitoplankton tidak
akan hidup dengan baik (Swingle,1968).
Hasil pengamatan kecerahan pada
tiap stasiun diamati sesuai peletakan
perangkat inkubasi, hasil kecerahan tiap
stasiun sama dengan kedalaman hingga
tembus dasar. Hal ini dapat dikaitkan dengan
nilai intensitas cahaya yang berkisar antara
54241-67975 Lux. Kecepatan arus pada
ketiga stasiun berkisar antar 0,05-0,07 m/det
adapun nilai kecepatan arus tidak ada yang
mencolok, relatif sama. Fitoplankton sebagai
organisme yang memiliki kemampuan
renang lemah hanya akan bergerak oleh
pergerakan air terutama kecepatan arus.
Pada kelimpahan dan identifikasi
jenis fitoplankton ditemukan 6 kelas yang
tersebar di 3 stasiun yang terdiri dari 40
spesies. Kelas fitoplankton yang ditemukan
terdiri dari kelas Baccilariophyceae, kelas
Cyanophyceae, kelas Charophyceae, kelas
Chlorophyceae, kelas Chrysophyceae dan
kelas Dinophyceae. Pada kelas
Baccilariophyceae ditemukan sebanyak 15
spesies, kelas Cyanophyceae ditemukan
sebanyak 9 spesies, kelas Charophyceae
ditemukan 1 spesies, kelas Chlorophyceae
ditemukan 12 spesies, kelas Chrysophyceae
ditemukan 1 spesies, sedangkan untuk kelas
Dinophyceae sebanyak 2 spesies. Untuk
setiap stasiunnya kelas dan jenis yang paling
sering dijumpai berasal dari kelas
Baccilariophyceae dan Cyanophyceae.
Komposisi jenis paling banyak ditemukan
dari kelas Baccilariophyceae selanjutnya
dari kelas Cyanophyceae, kemudian kelas
Chlorophyceae, dan paling sedikit dari kelas
Charophyceae, kelas Chrysophyceae dan
kelas Dinophyceae. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Nontji (2008)
bahwa diatom (Bacillariophyceae)
merupakan jenis fitoplankton yang paling
umum dijumpai di laut. Kelas
Chlorophyceae juga sering dijumpai pada
tiap stasiun, fitoplankton jenis ini memiliki
banyak klorofil didalam selnya.
Sedangkan, kelas Cyanophyceae
juga merupakan jenis fitoplankton yang
paling sering dijumpai, hal ini sesuai dengan
pendapat Nontji (2008), mengemukakan
bahwa kelas Cyanophyceae genus
Trichodesmium berperan penting dalam
ekosistem laut karena ia tidak saja berfungsi
sebagai produsen primer bahan organik,
tetapi juga sebagai fitoplankton yang mampu
mengikat gas nitrogen (N2) langsung dari
atmosfer menjadi bentuk yang dapat
digunakan oleh jasad hidup dalam laut.
Sedangkan kelas Charophyceae, kelas
Chrysophyceae, dan kelas Dinophyceae
sedikit ditemukan dan sebarannya di 3
stasiun.
Nilai produktivitas pada tiap stasiun
tidak terlalu memiliki perbedaan nilai yang
signifikan, keterwakilan lokasi cukup
memberikan penggambaran yang jelas. Nilai
produktivitas primer fitoplankton tertinggi
terletak pada stasiun 3 kedalaman 1 m, hal
ini diduga karena stasiun 3 merupakan
kawasan pemukiman, sehingga terdapat
sumbangan limbah domestik dari rumah
tangga. Selain itu kelimpahan fitoplankton
juga paling tinggi terdapat di stasiun 3,
dengan jumlah 31.800 ind/L. Berbeda
dengan stasiun 2 dan 3 yang merupakan
kawasan penangkapan dan non aktivitas,
tidak mendapat sumbangan limbah domestik
seperti stasiun 1. Hanya mendapat
sumbangan dari pelapukan tumbuhan dan
dari laut itu sendiri. Kendati demikian nilai
produktivitas primer fitoplankton dapat
sewaktu-waktu berubah dengan diperkuat
pendapat Mahmudi, M. (2005) yang
menyatakan bahwa, produktivitas suatu
ekosistem hanya berubah sedikit dalam
jangka waktu yang lama maka hal itu
menandakan kondisi lingkungan yang stabil,
tetapi jika perubahan yang dramatis maka
menunjukkan telah terjadi perubahan
lingkungan yang nyata atau terjadi
perubahan yang penting dalam interaksi di
antara organisme penyusun ekosistem.
Terjadinya perbedaan produktivitas pada
berbagai ekosistem dalam biosfer
disebabkan oleh adanya faktor pembatas
dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling
penting dalam pembatasan produktivitas
bergantung pada jenis ekosistem dan
perubahan musim dalam lingkungan.
Hasil nilai produktivitas primer
fitoplankton pada tiap stasiun per kedalaman
menunjukkan bahwa pada kedalaman 1 m
lebih tinggi dari pada kedalaman 0,5 m dan
1,5 m. Hal ini disebabkan tingkat cahaya
optimum yang sampai pada kedalam 1 m
memenuhi kebutuhan cahaya bagi pelaku
fotosintesis yang dalam hal ini adalah
fitoplankton untuk melakukan proses
fotosintesis. Dugaan ini berkaitan dengan
pendapat Valiela (1984) bahwa pada
umumnya intensitas cahaya yang lebih besar
sebenarnya lebih efektif dalam proses
fotosintesis, namun pada tingkat cahaya
yang sangat tinggi dapat mengurangi laju
proses tersebut, di samping itu enzim-enzim
yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis
tidak dapat memainkan peranannya.
Sedangkan pada kedalam 0,5 m
memiliki nilai produktivitas primer
fitoplankton lebih rendah dari pada
kedalaman 1 m karena cahaya yang diterima
oleh fitoplankton melebihi sehingga
menghambat bahkan menyulitkan
fitoplankton untuk melakukan proses
fotosintesis. Sama halnya dengan kedalaman
1,5 m asupan cahaya lebih sedikit sehingga
menyulitkan fitoplankton melakukan proses
fotosintesis sehingga hasil produktivitas
primer fitoplanktonnya lebih rendah
dibanding 2 kedalaman tersebut. Kendati
demikian, pada kedalaman 0,5 m lebih tinggi
nilai produktivitas primer fitoplanktonnya
dibanding kedalaman 1,5 m.
Tingkat kesuburan suatu perairan
juga dapat dilihat dari nilai produktivitas
primer dan komposisi plankton yang ada.
Perubahan kualitas perairan dapat dilihat
dari kelimpahan dan komposisi fitoplankton.
Hal ini dikarenakan fitoplankton memegang
peranan penting dalam suatu perairan,
sebagai produsen primer dalam rantai
makanan dan mempunyai kemampuan untuk
merespon adanya suatu perubahan terhadap
lingkungan. Perannya di dalam perairan,
sebagai unsur penting pada mata rantai
makanan, dari hasil produktivitas primer
fitoplankton dapat digunakan oleh biota
tingkat trofik yang berguna dalam
menunjang sumberdaya ikan, terutama dari
golongan konsumen primer.
Berdasarkan tabel 3 menunjukkan
bahwa tingkat kesuburan perairan Desa
Malang Rapat berdasarkan nilai
produktivitas primer fitoplankton tergolong
pada tingkatan mesotrofik ( 200-750 mg C/
m3/ hari) yaitu 322,17 mg C/ m
3/ hari (nilai
rata-rata stasiun). Mesotrofik merupakan
perairan dengan kadar nutrien sedang, juga
merupakan peralihan antara eutrofik dan
oligotrofik. (Odum, 1996).
V. SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan yaitu mengetahui nilai
produktivitas primer fitoplankton, parameter
kualitas perairan serta mengetahui jenis
fitoplankton per kedalaman di Perairan Desa
Malang Rapat diperoleh informasi sebagai
berikut : Nilai produktivitas primer
fitoplankton tertinggi terdapat di stasiun 3
kedalaman 1 m (550 mg C/ m3/hari) dan
terendah berada pada stasiun yang sama
namun di kedalaman 1,5 m (174,96 mg C/
m3/ hari). Tingkat kesuburan perairan Desa
Malang Rapat berdasarkan nilai
produktivitas primer fitoplankton tergolong
mesotrofik (200-700 mg C/ m3/ hari).
Fitoplankton yang ditemukan selama
penelitian terdiri dari enam kelas (40
spesies) yaitu kelas Baccilariophyceae (15
spesies), Dinophyceae (2 spesies)
Cyanophyceae (9 spesies), Charophyceae (1
spesies), Chlorophyceae (12 spesies), dan
Chrysophyceae (1 spesies). Kelimpahan
fitoplankton pada masing-masing stasiun
memiliki jumlah yang berbeda. Berkisar
antara 15.400– 31.800 ind/ L. Kelas
Chyanophyceae merupakan kelas
fitoplankton yang sering dijumpai di tiap
kedalaman per stasiun, dan memiliki nilai
kelimpahan yang tinggi, kisaran kelimpahan
yang dimiliki mulai 1000-11.000 ind/L.
Nilai kualitas perairan pada setiap stasiun di
lokasi penelitian masih berada dalam kisaran
normal bagi pertumbuhan fitoplankton
sehingga masih dapat mendukung kehidupan
fitoplankton di wilayah ini.
Diharapkan dapat dilakukan
penelitian lanjutan mengenai produktivitas
primer fitoplankton di Perairan Malang
Rapat pada musim yang berbeda, serta titik
sampling yang lebih banyak sehingga dapat
lebih mewakili lokasi dan menganalisis
keterkaitan faktor-faktor perairan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, 2006, Prosedur Penelitian Suatu
Pendekatan Praktik, Rineka Cipta,
Jakarta.
Asriyana danYuliana, 2012, Produktivitas
Perairan, Bumi Aksara, Jakarta.
Basmi, J, 1995, Planktonologi : produksi
primer, Fakultas Perikanan
Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hartoko Agus, 2013, Oceanographic
Characters And Plankton Resources
Of Indonesia, Graha Ilmu,
Yogyakarta.
Mahmudi, M. 2005. Produktivitas Perairan.
Fakultas Perikanan Universitas
Brawijaya Malang.
Nontji, 2008, Plankton Laut, LIPI Press,
Jakarta.
Nyabakken, 1988, Biologi Laut, PT.
Gramedia, Jakarta.
Romimohtarto, K dan S. Juwana 2009,
Biologi Laut, Djambatan
Shidarta, Jakarta.
Steeman & Nielsen, 1975, Marine
photosynthesis with special
emphasis in Pari Island North
Jakarta, Research Oceanography
Series 13, Elsevier Sci. Pbl.Co,
Jakarta.
Swingle, H. S. 1968. Standarization of
Chemical Analysis for Water and
Pond Muds.F.A.O.Fish.
Valiela, I., 1984. Marine Ecological
Processes. Library of congress
catalogy in publication. Data New