PROBLEM BASED LEARNING DALAM … Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana Kelas Fisika...
Transcript of PROBLEM BASED LEARNING DALAM … Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana Kelas Fisika...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN MELALUI SBL
(SIMULATION BASED LABORATORY) DAN VBL
(VIDEO BASED LABORATORY) DITINJAU
DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN
BERFIKIR KREATIF
(Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana
Kelas XI Semester di SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013)
TESIS
Disusun untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Mencapai Derajat Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Sains
Minat Utama Pendidikan Fisika
Oleh:
FAHRIZAL EKO SETIONO
NIM S 831102019
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN MELALUI SBL
(SIMULATION BASED LABORATORY) DAN VBL
(VIDEO BASED LABORATORY) DITINJAU
DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN
BERFIKIR KREATIF
(Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana
Kelas XI Semester I
di SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013
TESIS
Oleh:
FAHRIZAL EKO SETIONO
(S831102019)
Komisi
Pembimbing
Nama Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing I : Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si.
NIP19690901 199403 1 002 .......................
...............
Pembimbing II :
Dra. Suparmi,MA., Ph.D.
NIP 19520915 197603 1 001
.......................
................
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada tanggal .................2013
Mengetahui,
Ketua Program Studi Pendidikan Sains
Program Pascasarjana,
Dr. M. Masykuri, M.Si.
NIP19681124 199403 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
LEMBAR PENGESAHAN
PROBLEM BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN FISIKA
MENGGUNAKAN METODE EKSPERIMEN MELALUI SBL
(SIMULATION BASED LABORATORY) DAN VBL
(VIDEO BASED LABORATORY) DITINJAU
DARI KEMAMPUAN ANALISIS DAN
BERFIKIR KREATIF
(Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana
Kelas XI Semester di SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013)
TESIS
Oleh:
FAHRIZAL EKO SETIONO
(S831102019)
Komisi
Pembimbing
Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua
Dr. M. Masykuri, M.Si.
NIP19681124 199403 1 001
.......................
...............
Sekretaris Drs. Cari, M.A., Ph.D.
NIP 196103061985031002
....................... ................
Anggota
Penguji
Dr. H. Sarwanto, S.Pd, M.Si.
NIP 19690901 199403 1 002
........................
...............
Dra. Suparmi, M.A., Ph.D.
NIP 19520915 197603 1 001
.........................
................
Telah dipertahankan di dipan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat
pada tanggal .................2013
Direktur Program Pascasarjana,
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S.
NIP 19610717 198601 1 001
Ketua Program Studi Pendidikan Sains,
Dr. M. Masykuri, M.Si.
NIP 19681124 199403 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Yang menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul: “PROBLEM BASED LEARNING DALAM
PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN METODE
EKSPERIMEN MELALUI SBL (SIMULATION BASED LABORATORY)
DAN VBL (VIDEO BASED LABORATORY) DITINJAU DARI
KEMAMPUAN ANALISIS DAN BERFIKIR KREATIF” iniadalah karya
penelitian saya sendiri dan bebas dari plagiat, serta tidak terdapat karya ilmiah
yang pernah diajukan oleh orang lain untuk memperoleh gelar akademik serta
tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh
orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan dalam naskah ini
dan disebutkan dalam sumber acuan serta daftar pustaka. Apabila di kemudian
hari terbukti terdaapt plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
(Permendiknas No. 17 Tahun 2010)
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum ilmiah
harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author dan PPs UNS
sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-kurangnya satu semester
(enam bulan sejak pengesahan Tesis) saya tidak melakukan publikasi dari
sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka Prodi Pendidikan Sains PPs-UNS
berhak mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Prodi
Pendidikan Sains PPs-UNS. Apabila saya melakukan pelanggaran dari
ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapakan sanksi akademik yang
berlaku.
Surakarta, Februari 2013
Yang Membuat Pernyataan,
Fahrizal Eko Setiono
S831102019
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
1. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri (QS. Ar-
Ra’du:11).
2. Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim laki-laki dan muslim
perempuan (Hadist).
3. Man Jadda Wa Jadda.
4. Orang yang sukses akan berbuat untuk memulai sedangkan orang gagal
berfikir untuk memulai (Penulis).
5. Sukses diraih dengan ketulusan doa dan kesungguhan ikhtiar (Penulis).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
PERSEMBAHAN
Tesis ini dipersembahkan kepada:
1. Ayahanda dan Ibunda tercinta
2. Adikku tersayang (Anisa F.I dan Arina Z.H )
3. Ika Candra S, terima kasih atas dukungannya
selama ini
4. Teman seperjuangan
5. Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas
segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan Tesis ini dapat
diselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa penyusunan Tesis ini dapat diselesaikan berkat
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S., selaku Direktur Program Pascasarjana
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Dr. M. Masykuri, M.Si., selaku Ketua Program Pendidikan Sains, Program
Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Dr. H. Sarwanto, M.Si., selaku Sekretaris Program Pendidikan Sains,
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta dan sekaligus
selaku pembimbing I, terima kasih atas bimbingannya dalam menyelesaikan
Tesis ini.
4. Dra. Suparmi, M.A.,Ph.D., selaku pembimbing II terimakasih atas
bimbingannya dalam menyelesaikan Tesis ini.
5. Sukarmin, M.Si, Ph.D., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas waktu,
kesempatan, dan kerjasamanya.
6. Dwi Teguh R, S.Si, M.Si., selaku validator ahli instrumen terimakasih atas
waktu, kesempatan, dan kerjasamanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
7. Segenap guru dan karyawan SMA N 3 Surakarta, teruntuk Ibu Agustini, terima
kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
8. Siswa kelas XI SMA N3 Surakarta, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
Didit Karyadi yang telah memabantu penulis sebagai observer dalam kegiatan
penelitian.
9. Ibu dan Bapak yang telah memberikan do’a restu dan dorongan sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
10. Adikku tercinta yang senantiasa menjadi motivator.
11. Teman seperjuangan di Pendidikan Sains Minat Utama Fisika UNS.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini masih banyak
kekurangan. Namun demikian besar harapan penulis semoga Tesis ini dapat
bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Amin.
Surakarta, 2013
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRAK
Fahrizal Eko Setiono. S831102019.2013. Problem Based Learning Dalam
Pembelajaran Fisika Menggunakan Metode Eksperimen Melalui Simulation
Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL) Ditinjau dari
Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif (Studi pada
Pembelajaran Fisika Materi Pembelajaran Gerak Harmonis Sederhana Kelas
XI Semester I SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013). TESIS.
Pembimbing I: Dr. Sarwanto, M.Si., II: Dra. Suparmi, M.A.,Ph.D. Program Studi
Pendidikan Sains, Program Pascasarjana, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Fisika sebagai salah satu cabang ilmu sains mempunyai karakteristik yaitu
produk, proses, dan sikap. Namun dalam pelaksanaannnya masih banyak
pembelajaran Fisika yang belum menggunakan pendekatan dan metode yang yang
melibatkan karakteristik tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh dan interaksi antara problem based learning menggunakan
metode eksperimen melalui SBL dan VBL, kemampuan analisis, dan kemampuan
berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa.
Penelitian menggunakan metode kuasi eksperimen dan dilaksanakan di
SMA N 3 Surakarta. Populasisemua siswa kelas XITahun Ajaran 2012/ 2013
terdiri dari 7 kelas. Teknik pengambilan sampel menggunakan cluster random
sampling. Sampel sebanyak 2 kelas, kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen I
mendapatkan perlakuan pembelajaran melalui metode eksperimen menggunakan
SBL dan kelas XI IPA 7 sebagai kelas eksperimen II melalui metode eksperimen
menggunakan VBL. Pengambilan data melalui teknik tes untuk prestasi kognitif
,kemampuan analisis, kemampuan berfikir kreatif, angket dan observasi untuk
prestasi afektif. Teknik analisis data menggunakan anava tiga jalan dan Kruskall
Wallis.
Hasil penelitian menunjukkan: (1) tidak ada pengaruh problem based
learning menggunakan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi
belajar Fisika siswa; (2) tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi
dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa; (3) tidak ada pengaruh
kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
Fisika siswa; (4)tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan
metode eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar
Fisika siswa; (5) tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan
metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi
belajar Fisika siswa; (6) tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan
kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa; (7) tidak
ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen,
kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi
belajar siswa
Keywords: problem based learning, VBL, SBL, kemampuan analisis,
kemampuan berfikir kreatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
ABSTRACT
Fahrizal Eko Setiono. S831102019.2013. Problem Based Learning in Physics
Learning by Using Experiment Methods ThroughSimulation Based Laboratory
(SBL) and Video Based Laboratory (VBL) Over Viewed From Analytical Skill
and Creative Thinking Skill ( Study of Physics Learning on Simple Harmonic
Motion Topic Grade XI Semester I SMA N 3 Surakarta Academic Year
2012/2013). A THESIS. Consultant I: Dr. Sarwanto, M.Si, II: Dra. Suparmi,
M.A., Ph.D. Science Education, Postgraduate Program of Sebelas Maret
University.
Physics as a branch of science has characteristics product, process, and
attitude. But many physics learning not use the approach and methods that involve
that characteristics. The objectives of the research was to know the impact and
interaction among problem based learning approach using experiment methods
through SBL and VBL, analytical skill, and creative thinking skill toward
students’ achievement.
The research usedquasi experimental method and it was conducted at
SMA N 3 Surakarta. The population was all of students class XI in the academic
year of 2012/ 2013 consisting of 7 classes. The sample was taken using cluster
random sampling consisted 2 classes. XI IPA 1 as first experiment class get
treatment using experiment method through SBL and XI IPA 7 as second
experiment class using experiment method through VBL. Data collecting using
test for cognitive achievement, analytical skill, creative thingking skill,
questionnaire and observation sheet for affective achievement. The data was
analyzed using three ways anava and Kruskall Wallis.
The result showed that: (1) there was no impact of problem based
learning using experiment method through VBL and SBL toward students’
achievement; (2) there was no impact of high and low of analytical skill toward
students’ achievement; (3) there was no impact of high and low of creative
thinking skill toward students achievement; (4) there was no interaction between
problem based learning treatment usingexperiment method and analytical skill
toward students’ achievement; (5) there was no interaction between problem
based learning treatment usingexperiment method and creative thinking skill
toward students’ achievement; (6) there was no interaction between analytical
skill and creative thinking skill toward students’ achievement; (7) there was no
interaction problem based learning treatment using experiment methods through
SBL and VBL, analytical skill, and creative thinking skill toward students’
achievement.
.
Keywords: problem based learning, VBL, SBL, analytical skill, creative thinking
skill
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................
LEMBARPENGESAHAN ......................................................................
LEMBAR PERNYATAAN......................................................................
MOTTO…………………………………………………………………….
PERSEMBAHAN………………………………………………………….
KATA PENGANTAR ..................................................................................
ABSTRAK....................................................................................................
ABSTRACT....................................................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………….
BAB I PENDAHULUAN………………..……………………………....
A. Latar Belakang Masalah…………...……………………….....
B. Identifikasi Masalah………….…………...…………………...
C. Pembatasan Masalah ……….…………………...………….....
D. Perumusan Masalah……………………………………..........
E. Tujuan Penelitian ……………………………………...……...
F. Manfaat Penelitian……………………………………..……...
BABII TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….
i
ii
iv
v
vi
vii
ix
x
xi
xv
xviii
xx
1
1
13
14
15
16
17
19
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
A. Kajian Teori……………………………………………...….
1. Hakikat Belajar ...…………...…………………………..
2. Hakikat Mengajar….........................................................
3. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah..................
4. Metode Pembelajaran Eksperimen .................................
5. Media Pembelajaran ..…………..………..……………..
6. SBL (Simulation Based Laboratory) ….……………….
7. VBL ( Video Based Laboratory) ….……………………
8. Kemampuan Analisis ....…………………………….....
9. Kemampuan Berfikir Kreatif ………………………..
10. Hakikat Fisika …….………………………………….
11. Prestasi Belajar Fisika......................................................
12. Elastisitas dan Gerak Harmonik Sederhana …………..
B. Penelitian yang Relevan .........................................................
C. Kerangka Berpikir………..……………………………….....
D. Pengajuan Hipotesis…………………………......................
BAB III METODE PENELITIAN………….…………………………....
A. Tempat dan Waktu Penelitian ……………………………....
1. Tempat Penelitian ………………………………………
2. Waktu Penelitian ………………………………………..
B. Jenis Penelitian …………………………………………..
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ..........…………..
1. Populasi.......………………………………......................
19
19
30
31
35
38
40
41
43
46
48
50
57
73
78
89
90
90
90
90
91
93
93
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
2. Teknik Pengambilan Sampel............................................
3. Sampel ………………………………………………….
D. Variabel Penelitian..................................................................
1. Varibel Bebas…...……………………………................
2. Variabel Moderator……………………………………..
3. Variabel Terikat…………………………………………
E. Teknik Pengumpulan Data .....................................................
1. Teknik Tes……………………………………………….
2. Teknik Angket…………………………………………...
3. Teknik Observasi…………………………………………
F. Instrumen Penelitian ……………………………………......
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian......................................
2. Instumen Pengambilan Data.............................................
G. Teknik Analisis Data ………………………………..............
1. Uji Prasyarat Analisis.........................................................
2. Pengujuan Hipotesis .........................................................
3. Uji Lanjut………………………………………………
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN….……………....
A. Deskripsi Data……………………………………………….
1. Data Kemampuan Analisis Siswa………………………...
2. Data Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa………………
3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa……………………..
4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa………………………
93
93
94
94
94
95
96
96
96
97
97
97
98
105
105
107
110
111
111
111
112
113
118
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
B. Pengujian Prasyarat Analisis………………………………...
1. Uji Normalitas……………………………………………
2. Uji Homogentitas…………………………………………
C. Pengujian Hipotesis………………………………………….
1. Uji Anava…………………………………………………
D. Pembahasan Hasil Penelitian………………………………...
1. Hipotesis Pertama………………………………………...
2. Hipotesis Kedua…………………………………………..
3. Hipotesis Ketiga…………………………………………..
4. Hipotesis Keempat………………………………………
5. Hipotesis Kelima…………………………………………
6. Hipotesis Keenam………………………………………...
7. Hipotesis Ketujuh………………………………………...
E. Keterbatasan Penelitian……………………………………
BAB VSIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN……………………....
A. Simpulan……………………………………………………..
B. Implikasi……………………………………………………..
C. Saran…………………………………………………….…...
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...........................................................................
123
123
124
125
125
127
131
135
137
140
142
144
146
148
151
151
152
154
156
160
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR TABEL
Tabel No Hal
Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel 2.3.
Tabel 2.4.
Tabel 2.5.
Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
Tabel 3.5.
Tabel 4.1
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.4.
Tabel 4.5.
Tabel 4.6.(a)
Tabel 4.6.(b)
Tabel 4.6.(c)
Kejadian Eksternal Berpengaruh Terhadap Proses Internal
Sintaks Problem Based Learning………………………..
Komponen Kemampuan Analisis Siswa …………………..
Komponen Berfikir Kreatif dalam Pemecahan Masalah …..
Modulus Young Beberapa Bahan……………………….…
Jadwal Kegiatan Penelitian……………………………...…
Desain Faktorial……………………………………………
Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif…………
Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis ...
Keadaan Angket Kemampuan Afektif Siswa……………
Deskripsi Data Kemampuan Analisis Siswa…….………
Distribusi Frekuensi Kemampuan Analisis Siswa………
Deskripsi Data Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa………
Distribusi Frekuensi Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa …
Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Metode Pembelajaran ……………………………………..
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Kemampuan Analisis ……………………………………..
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Kemampuan Berfikir Kreatif …………………………….
27
33
45
47
59
91
92
101
102
104
112
112
113
113
114
115
115
116
Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
Tabel 4.6.(d)
Tabel 4.6.(e)
Tabel 4.6.(f)
Tabel 4.6.(g)
Tabel 4.7.
Tabel 4.8.(a)
Tabel 4.8.(b)
Tabel 4.8.(c)
Tabel 4.8.(d)
Tabel 4.8.(e)
Tabel 4.8.(f)
Tabel 4.8.(g)
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Metode Pembelajaran dan Kemampuan Analisis ………….
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kreatif ….
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Kemampuan Analasis dan Kemampuan Berfikir Kreatif …
Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Metode Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan
Kemampuan Berfikir Kreatif ………………………………
Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Afektif Siswa ...
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode
Pembelajaran ………………………………………………
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Kemampuan Analisis ……………………………………..
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Kemampuan Berfikir Kreatif ……………………………..
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode
Pembelajaran dan Kemampuan Analisis …………………
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode
Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kreatif …………
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif ….
Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode
116
116
117
117
119
120
120
120
121
121
121
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvii
Tabel 4.9.
Tabel 4.10.
Tabel 4.11(a)
Tabel 4.11(b)
Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Kemampuan
Berfikir Kreatif …………………………………………….
Rangkuman Uji Normalitas ……………………………….
Rangkuman Uji Homogenitas . ……………………………
Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Kemampuan Kognitif
Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Kemampuan Afektif
122
123
124
125
1216
DAFTAR GAMBAR
Gambar No Hal Halaman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xviii
Gambar 2.1.
Gambar 2.2.
Gambar2.3.
Gambar2.4.
Gambar2.5.
Gambar2.6.
Gambar2.7.
Gambar2.8.
Gambar2.9.
Gambar2.10.
Gambar2.11.
Gambar 4.1
Gambar 4.2
Tegangan Kawat yang Ditarik Gaya ……………………
Pertambahan Panjang Pegas Karena Gaya yang Berbeda
Susunan Pegas Seri ……………………………………..
Susunan Pegas Paralel ………………………………….
Gaya Pemulih pada Getaran Harmonis Sistem Massa ….
Gaya Pemulih pada Getaran Harmonis Ayunan
Sederhana ………………………………………………
Grafik Simpangan – Waktu Pada Gerak Harmonis
Sederhana ……………………………………………….
Proyeksi Posisi Sebuah Titik Dalam Gerak Melingkar
Beraturan pada Sumbu y ……………………………….
Proyeksi Kecepatan Linear Sebuah Titik Dalam Gerak
Melingkar Beraturan pada Sumbu y ……………………
Proyeksi Percepatan Sentripetal Sebuah Titik Dalam
Gerak Melingkar Beraturan Pada Sumbu y …………….
Grafik Kedudukan Gerak Harmonik Sederhana Pada
Saat Ep dan Ek Bernilai Maksimum dan Minimum …..
(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar
Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen …………
(b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar
Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen II ……....
(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar
Afektif Siswa Kelas Eksperimen I ……………..….
57
59
60
61
62
63
66
67
69
70
73
114
115
119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xix
(b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar
Afektif Fisika Siswa Kelas Eksperimen II ………..
119
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lampiran 8.
Lampiran 9.
Lampiran 10.
Lampiran 11.
Lampiran 12.
Lampiran 13.
Lampiran 14.
Lampiran 15.
Lampiran 16.
Lampiran 17.
Silabus Satuan Pelajaran...............................................
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.............................
Lembar Kerja Siswa....................................................
Kisi-Kisi penulisan Soal Uji CobaInstrumen Tes
Kognitif........................................................................
Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif..................
Lembar Jawab Instrumen Uji Coba Kemampuan
Kognitif.........................................................................
Kunci Jawaban Instrumen Uji Coba Kemampuan
Kognitif.........................................................................
Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Kognitif...
Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Kognitif...................
Instrumen Kemampuan Kognitif..................................
Lembar Jawab Instrumen Kemampuan Kognitif.........
Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Kognitif........
Kisi-Kisi Angket Uji Coba Kemampuan Afektif.........
Instrumen Angket Uji Coba Kemampuan Afektif........
Pedoman Penskoran Instrumen Angket Uji Coba
Kemampuan Afektif......................................................
Analisis Angket Uji Coba Kemampuan Afektif..........
Kisi-Kisi Angket Kemampuan Afektif........................
160
163
181
205
208
219
220
221
225
228
236
237
238
242
247
248
250
Halaman Lampiran No.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxi
Lampiran 18.
Lampiran 19.
Lampiran 20.
Lampiran 21.
Lampiran 22.
Lampiran 23
Lampiran 24.
Lampiran 25.
Lampiran 26.
Lampiran 27.
Lampiran 28.
Lampiran 29.
Lampiran 30.
Lampiran 31.
Lampiran 32.
Lampiran 33.
Lampiran 34.
Lampiran 35.
Lampiran 36.
Lampiran 37.
Instrumen Angket Kemampuan Afektif........ ...............
Penskoran Angket Kemampuan Afektif.. ...................
Pedoman Observasi Afektif (Aktivitas)Siswa……....
Lembar Observasi Penilaian Afektif (Aktivitas) Siswa
Kisi-Kisi Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis...
Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis..................
Lembar Jawab Uji Coba Kemampuan Analisis............
Kunci Jawab Uji Coba Kemampuan Analisis...............
Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis.....
Kisi-KisiInstrumen Kemampuan Analisis...................
Instrumen Kemampuan Analisis..................................
Lembar Jawab Instrumen Kemampuan Analisis..........
Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Analisis........
Kisi Instrumen Kemampuan Berfikir Kreatif ..............
Instrumen Kemampuan Berfikir Kreatif .....................
Pedoman Penskoran Instrumen Kemampuan Berfikir
Kreatif ........................................................................
Kunci Jawaban Instrumen Kemampuan Berfikir
Kreatif ........................................................................
Lembar Jawaban Instrumen Kemampuan Berfikir
Kreatif ........................................................................
Data Induk Penelitian .................................................
Uji Normalitas...............................................................
254
258
259
261
262
263
270
271
272
273
274
280
281
282
283
288
289
292
293
295
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
Lampiran 38.
Lampiran 39.
Lampiran 40.
Uji Homogenitas...........................................................
Uji Hipotesis..................................................................
Lembar Perijinan...........................................................
296
297
298
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia menghadapi tantangan yang cukup berat karena dampak
globalisasi. Untuk menghadapi dampak globalisasi tersebut, tentu saja diperlukan
persiapan-persiapan yang cukup matang di semua aspek, termasuk aspek
pendidikan. Kualitas pendidikan di Indonesia perlu ditingkatkan karena masih
jauh tertinggal dibanding negara-negara lain. Berdasarkan hasil survey TIMSS
(Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2007 bidang
science, Indonesia menduduki peringkat 35 dari 48 negara dengan nilai 427,
padahal skor rata-rata internasional adalah 500 (Patrick Gonzales, 2007). Hasil
survey tersebut tentu saja menjadi salah satu indikator mengenai kondisi dan
kualitas pendidikan di Indonesia yang perlu mendapat perhatian serius untuk
ditingkatkan.
Undang-Undang No. 20 tahun 2003 telah merumuskan fungsi pendidikan
nasional. Fungsi tersebut adalah untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa, potensi peserta didik, agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis serta bertanggung jawab. Namun dalam implementasinya, fungsi
tersebut belum dapat terlaksana secara maksimal. Orientasi pendidikan saat ini
masih dalam tahap pengembangan pengetahuan, aspek yang lain seperti mendidik
siswa untuk menjadi insan yang cakap, kreatif, dan mandiri belum dilaksanakan
dengan sepenuhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
Dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia maka sektor
pendidikan memegang peranan yang sangat penting. Charles E. Silberman dalam
Syaiful Sagala (2009: 5) menyatakan “Pendidikan merupakan usaha untuk
mengembangkan seluruh aspek dan kepribadian manusia, baik dilihat dari aspek
kognitif, afektif, maupun psikomotor”. Hal ini sesuai dengan pengertian
pendidikan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab I Pasal 1 yang menyatakan bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”
(UUSPN No. 20 Tahun 2003).
Salah satu unsur yang paling fundamental untuk meningkatkan dan
mewujudkan tujuan pendidikan adalah meningkatkan kualitas pembelajaran atau
proses belajar mengajar di kelas. Proses belajar mengajar tersebut meliputi setiap
mata pelajaran salah satunya ialah pelajaran Fisika, yang termasuk bagian dari
ilmu Sains. Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki karakteristik yang
berbeda dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang lain.
Fisika meliputi tiga karakteristik, yaitu: pengetahuan, proses, dan sikap
ilmiah. Pengetahuan dalam Fisika berupa produk (hasil) seperti konsep, prinsip,
hukum, dan teori. Proses dalam Fisika berkaitan dengan keterampilan untuk
mendapat pengetahuan tersebut. Sikap ilmiah merupakan sikap yang melandasi
seseorang dalam memperoleh pengetahuan. Sebenarnya ketiga hal tersebut
mencakup tiga domain dalam taksonomi Bloom. Pengetahuan merujuk kepada
domain kognitif. Proses merujuk pada domain psikomotorik. Sikap ilmiah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
menunjukkan domain afektif. Oleh karena itu, proses belajar mengajar Fisika di
sekolah juga menyesuaikan dengan karakteristik tersebut.
Permendiknas No. 22 tahun 2006 tentang standar isi merumuskan bahwa,
”Pembelajaran Fisika dilaksanakan secara inkuiri ilmiah untuk menumbuhkan
kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta berkomunikasi sebagai
salah satu aspek penting kecakapan hidup”. Berdasarkan hal tersebut maka
pelaksanaan pembelajaran Fisika seharusnya dilakukan dengan pendekatan dan
metode yang sesuai dengan karakteristik Fisika dan standar isi yang telah
ditetapkan.
Salah satu institusi pendidikan yang berperan penting dalam peningkatan
kualitas pendidikan adalah sekolah. SMA N 3 Surakarta merupakan salah satu
sekolah favorit yang terdapat di kota Surakarta yang menerapkan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). “KTSP adalah kurikulum operasional yang
disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan” (BSNP,
2006: 3). KTSP merupakan komponen pendidikan yang dijadikan acuan oleh
setiap satuan pendidikan khususnya bagi guru dan kepala sekolah. Guru
memegang peranan penting dalam menjabarkan standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
Fasilitas yang dimiliki SMA N 3 Surakarta tergolong cukup lengkap untuk
menunjang proses pembelajaran Fisika. Selain itu, input siswa yang dimiliki oleh
SMA N 3 termasuk baik. Sehingga pada dasarnya siswa di SMA N 3 dapat diberi
perlakuan pembelajaran yang melatih mereka untuk mengembangkan
keterampilan berfikir tingkat tinggi (high order thinking) yang sesuai dengan
hakikat Sains yang di dalamnya termasuk Fisika. Namun yang terjadi di lapangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
adalah pembelajaran yang berlangsung didominasi dengan pembelajaran yang
konvensional yang lebih berpusat pada guru.
Peran guru dalam proses pembelajaran sangat penting. Guru harus
mampu mendesain suatu pembelajaran yang kreatif dan inovatif dengan berbagai
model dan pendekatan yang ada untuk mendapatkan output pembelajaran yang
maksimal, termasuk salah satunya adalah output pembelajaran Fisika. Namun
menurut Handy Susanto (2006) kenyataan yang terjadi di lapangan menurut masih
banyak guru yang menggunakan pola mengajar yang tradisional yaitu hanya
mengajar menggunakan metode ceramah dan bersifat satu arah (guru bicara, siswa
mendengar). Kenyataan lain diungkapkan Ashiq Hussain (2011), kebanyakan
guru mengajar di kelas dengan cara yang sama dan situasi pembelajaran ini sudah
berlangsung sejak lama. Siswa hanya dijelaskan melalui ceramah dan jarang
memfasilitasi siswa dengan percobaan untuk melatih proses berpikir siswa (I
Kade Suardana, 2007). Hal ini berarti proses pembelajaran di dalam kelas yang
terjadi hanya mengarahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi.
Otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai informasi serta
dituntut untuk memahami informasi yang diingatnya itu untuk
menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu berakibat tidak
baik pada pembentukan karakter siswa sebagai subjek dari pembelajaran. Siswa
seolah-olah seperti robot yang bertugas untuk mengingat dan mencatat apa yang
guru lakukan di kelas. Jika pembelajaran seperti ini berlangsung maka secara
otomatis kreativitas dan segala potensi yang ada di siswa kurang tergali dengan
maksimal sehingga output pembelajarannya pun menjadi tidak maksimal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
Saat ini, banyak dijumpai orang yang memiliki sikap mudah putus asa
dan tidak terampil dalam memecahkan atau menghadapi suatu masalah, dan ini
bisa menimbulkan tindakan-tindakan bodoh seperti bunuh diri dan tindakan-
tindakan kriminal lainnya yang sering ditayangkan pada media. Contoh yang lebih
nyata adalah fenomena yang terjadi pada siswa akhir-akhir ini yaitu tawuran antar
pelajar. Hal tersebut dimungkinkan karena siswa tidak dilatih atau diberikan
pengetahuan sejak dini untuk memecahkan atau menghadapi suatu masalah.
Karena hal tersebut, maka diperlukan suatu pembelajaran yang melatih seseorang
sejak dini untuk terampil memecahkan suatu masalah sehingga kelak di kemudian
hari akan terbentuk sikap yang lebih terampil dalam menghadapi suatu
permasalahan. Salah satu pendekatan dalam pembelajaran yang dapat digunakan
melatih untuk siswa dalam memecahkan suatu masalah adalah Problem Based
Learning.
Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari prestasi belajar siswa
yang bersangkutan. Prestasi belajar siswa dalam proses pembelajaran dipengaruhi
oleh beberapa faktor, tetapi secara umum dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu
faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi prestasi
belajar siswa antara lain: intelegensi, minat, bakat, motivasi, kesehatan jasmani,
kesehatan rohani, kemampuan analisis siswa, kemampuan berfikir kreatif siswa,
logika berfikir siswa, gaya belajar siswa dan lain-lain. Sedangkan faktor eksternal
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa antara lain: pendekatan pembelajaran,
metode mengajar, media, bahan pelajaran sarana dan prasarana, dan lain-lain.
Tetapi faktor internal dan eksternal tersebut di lapangan belum dilihat secara
serius sebagai komponen penunjang keberhasilan pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Sebagaimana dijelaskan di atas, salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pembelajaran adalah pendekatan yang digunakan. Dalam
pembelajaran, terdapat berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan antara
lain pendekatan konsep, pendekatan kontruktivistik, pendekatan kooperatif atau
Cooperative Learning, pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and
Learning (CTL), pendekatan pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based
Learning (PBL) dan sebagainya. Mengacu pada karakteristik dan dan standar isi
untuk mata pelajaran Fisika maka Problem Based Learning merupakan salah satu
pendekatan yang sesuai dalam pembelajaran Fisika.
Wina Sanjaya (2009: 214) secara singkat menjelaskan bahwa problem
based learning merupakan “rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan
pada proses pemecahan masalah yang dihadapi secara ilmiah”. Dalam problem
based learning pembelajaran dilakukan dengan menyajikan berbagai situasi
bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi
sebagai batu loncatan untuk investigasi dan penyelidikan. Masalah yang disajikan
adalah masalah yang kontekstual atau masalah-masalah yang biasa dialami atau
dilihat siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam problem based learning, siswa
dituntut untuk melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan dengan
cara menggali informasi sebanyak-banyaknya, kemudian dianalisis dan dicari dari
solusi dari permasalahan yang ada. Solusi dari permasalahan tersebut tidak mutlak
mempunyai satu jawaban yang benar, artinya siswa dituntut pula untuk belajar
secara kreatif. Siswa diharapkan menjadi individu yang berwawasan luas serta
mampu melihat hubungan pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di
lingkungannya. Jadi, pendekatan problem based learning merupakan salah satu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
pendekatan yang sangat baik digunakan dalam pembelajaran karena akan melatih
kemampuan dan keterampilan siswa dalam berfikir kreatif untuk menganalisis dan
memecahkan suatu masalah.
Pendekatan problem based learning ini sesuai untuk mata pelajaran
Fisika, tetapi implementasi pendekatan ini jarang digunakan oleh guru dalam
kegiatan belajar mengajar. Hal ini disebabkan karena problem based learning
memerlukan keterampilan guru untuk menyajikan masalah yang bersifat
kontekstual untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan dalam mempelajari suatu
materi. Masalah yang terjadi adalah sulitnya untuk mencari masalah yang bersifat
kontekstual yang dapat mengarahkan pembelajaran Fisika pada suatu materi
tertentu. Masalah lain pelaksanaan problem based learning dalam Fisika adalah
menuntut kemampuan siswa untuk berfikir tingkat tinggi yaitu kemampuan
berfikir untuk memecahkan masalah. Untuk dapat mencapai kemampuan berfikir
tersebut, guru harus mendesain pembelajaran sedemikian rupa sehingga siswa
dapat melakukan proses pemecahan dengan baik sehingga pembelajaran akan
benar-benar bermakna bagi siswa.
Selain pendekatan dalam proses belajar mengajar, metode mengajar juga
perlu dipertimbangkan keefektifannya sehingga dapat memberikan proses dan
hasil yang baik dalam kegiatan belajar mengajar di kelas. Salah satu metode
pembelajaran yang sesuai dan dapat dikembangkan dalam proses belajar mengajar
Fisika antara lain adalah metode eksperimen. Syaiful Sagala (2009: 220)
menyatakan bahwa, ”metode eksperimen adalah cara penyajian bahan pelajaran
dimana siswa melakukan percobaan dengan mengalami untuk membuktikan
sendiri suatu pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari”. Hal ini berarti dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
metode eksperimen siswa diberi kesempatan untuk mengalami dan melakukan
sendiri, mengikuti suatu proses, mengamati suatu objek, menganalisis,
membuktikan dan menarik kesimpulan sendiri tentang suatu objek, fenomena,
atau suatu konsep.
Metode eksperimen ini sesuai untuk diaplikasikan dalam pembelajaran
Fisika. Metode eksperimen ini jarang digunakan dalam proses pembelajaran
karena diperlukan persiapan-persiapan yang cukup matang untuk mendesain dan
menyajikan suatu fenomena Fisika dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan
guru jarang mengaplikasikan metode eksperimen dalam pembelajaran.
Faktor lain yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah media
pembelajaran. Robert Heinich (2005: 11) menyatakan tentang media yaitu, ”media
is means of communication and source of information”. Jadi media merupakan
segala sesuatu yang dapat digunakan sebagai sumber informasi dan komunikasi.
Dalam pembelajaran media memegang peranan yang sangat penting dan sebagai
salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas keberhasilan pembelajaran. Seiring
dengan perkembangan zaman dan kemajuan teknologi, saat ini banyak terdapat
media yang dapat dimanfaatkan dalam proses pembelajaran, salah satunya adalah
media komputer. Media komputer ini dapat dapat digunakan sebagai salah satu
media yang inovatif dan interaktif dalam pembelajaran Fisika. Melalui media
komputer dapat ditampilkan konsep-konsep Fisika baik berupa animasi simulasi,
video, dan sebagainya yang dapat mempermudah siswa untuk menemukan dan
mengkonstruk konsep dalam belajar. Penggunaan media komputer dalam
pelaksanaannya belum dapat dimaksimalkan di kelas, meskipun saat ini hampir
semua institusi pendidikan termasuk sekolah memiliki fasilitas komputer yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
cukup baik. Komputer sebagai alat bantu pembelajaran hanya menjadi media
pengganti papan tulis, belum dimaksimalkan fungsinya untuk membangun konsep
siswa khususnya dalam pembelajaran Fisika.
Penggunaan media pembelajaran harus disesuaikan dengan pendekatan
metode yang digunakan. Media pembelajaran Fisika berbasis komputer yang
sesuai dengan problem based learning dan metode eksperimen yaitu Simulation
Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL).
Simulation Based Laboratory (SBL) merupakan simulasi laboratorium
yang berisi percobaan Fisika yang dapat dikontrol variabel-variabelnya. Dalam
SBL digunakan salah satu software simulasi Fisika yaitu PhET (Physics
Education Technology). Melalui SBL dengan bantuan PhET ini siswa dapat
melakukan interaksi melalui gambar dan kontrol-kontrol intuitif yang di dalamnya
memuat klik dan seret (click and drag), saklar geser dan tombol-tombol interaktif
lainnya. Dengan animasi yang disajikan para siswa dapat menyelidiki sebab dan
akibat pada fenomena yang disajikan. Selain itu untuk eksplorasi kuantitatif
seperti eksperimen di laboratorium nyata, simulasi-simulasi PhET memiliki
instrumen-instrumen pengukuran seperti penggaris, stopwatch, voltmeter,
termometer,dan sebagainya. Finkelstein, dkk. (2004) telah melakukan pengujian
efek simulasi komputer sebagai pengganti laboratorium nyata dalam pembelajaran
Fisika di kelas dan memperoleh hasil siswa yang diajar melalui simulasi
mendapatkan hasil belajar yang luar biasa dibandingkan dengan siswa yang diajar
menggunakan laboratorium nyata.
Virtual Based Laboratory (VBL) merupakan laboratorium berbasis video
dengan gejala Fisika secara nyata didokumentasikan melalui video kemudian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dengan menggunakan bantuan komputer gejala tersebut dapat dianalisis untuk
mengetahui hubungan antar variabel-variabel fisisnya. VBL mampu menyajikan
gejala fisika nyata dan berbagai bentuk representasinya (data kuantitatif, grafik,
dan persamaan) secara simultan, yang dapat dilakukan secara interaktif. VBL
merupakan alat yang mampu memadukan aspek teoritik dan eksperimental dalam
pembelajaran Fisika. Dengan demikian, peserta didik dapat memperolah dan
mengkonstruksi pengetahuannya melalui keterpaduan kegiatan kajian teoritik dan
eksperimen.
Penggunaan metode eksperimen melalui media SBL dan VBL dalam
pembelajaran Fisika sangat membantu siswa belajar dalam menemukan konsep.
Tetapi penggunaan media ini sangat jarang digunakan di kelas. Guru cenderung
memilih media konvensional dalam melakukan proses pembelajaran.
Melihat kenyataan ini, berarti pembelajaran belum dijalankan sesuai
dengan karakteristik materi dan karakteristik siswa. Hal tersebut menyebabkan
siswa tidak menyukai Fisika dan menjadikan Fisika sebagai mata pelajaran yang
susah untuk dipelajari (Muhamad Naim, 2009). Siswa menganggap bahwa
pelajaran Fisika menjadi pelajaran yang tidak menarik, tidak menyenangkan,
bahkan dibenci sehingga nilai Fisika untuk sebagaian besar siswa masih rendah.
Sebagaimana diuraikan di atas bahwa salah satu faktor internal yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah kemampuan analisis dan kemampuan
berfikir kreatif siswa. Kemampuan analisis maupun kemampuan berfikir kreatif
dalam taksonomi Bloom merupakan salah satu kemampuan berfikir tingkat tinggi
(High Order Thinking). Kemampuan analisis merupakan keterampilan untuk
merinci suatu konsep yang bersifat umum (general) menjadi komponen-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
komponen yang bersifat khusus. Selain kemampuan analisis, dalam pembelajaran
perlu diperhatikan juga kemampuan berfikir kreatif siswa. Menurut Evans (1991)
berfikir kreatif merupakan suatu aktivitas mental untuk membuat suatu hubungan
(conection) yang terus menerus sehingga ditemukan kombinasi yang benar.
Kombinasi dari suatu hubungan tersebut digunakan oleh seseorang untuk
membuat suatu ide yang baru. Berkaitan dengan pembelajaran berbasis masalah
(problem based learning), maka kedua faktor ini perlu diperhatikan sebagai faktor
penunjang siswa untuk memecahkan masalah yang merupakan tujuan dari
pembelajaran berbasis masalah.
Kemampuan analisis dan berfikir kreatif siswa ini perlu diperhatikan
dalam pembelajaran, tetapi sebagian besar guru masih belum menyadari dan
memperhatikan secara serius faktor ini sebagai salah satu penentu keberhasilan
proses pembelajaran. Kemampuan analisis dan berfikir kreatif merupakan salah
satu dari kemampuan siswa yang perlu diperhatikan dan dikembangkan dalam
pembelajaran, khususnya pembelajaran Sains termasuk Fisika.
Pada jenjang SMA khususnya kelas XI smester I terdapat berbagai macam
materi pokok antara lain: kinematika dengan analisis vektor, gerak parabola,
gravitasi newton, dan gerak harmonis sederhana. Masing-masing materi tersebut
memiliki karakteristik yang berbeda, sehingga dalam pembelajaran semestinya
menggunakan pendekatan, metode, serta media pembelajaran yang disesuaikan
dengan karakteristik masing-masing materi. Namun pelaksanaannya, materi
tersebut dibelajarkan dengan metode yang sama yaitu metode konvensional
berupa ceramah yang kurang melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa salah satu materi yang diajarkan di
jenjang sekolah menengah atas khususnya untuk kelas XI semester I adalah gerak
harmonis sederhana. Gerak harmonis sederhana (GHS) merupakan materi Fisika
yang bersifat konkrit dan dapat diamati secara langsung fenomenanya. Gerak
harmonis sederhana merupakan salah satu materi yang penting dalam Fisika,
sehingga siswa diharapkan dapat menguasai konsep materi ini dengan benar.
Materi GHS didalamnya mencakup elastisitas, gerak harmonis pada sistem bandul
matematis, dan gerak harmonis pada sistem massa pegas, dan energi pada gerak
harmonis. Karena karaktersitik materi yang bersifat konkrit maka pembelajaran
yang seharusnya dilakukan adalah pembelajaran yang siswa dapat mengamati
secara langsung peristiwa atau gejala yang terjadi. Sehingga metode eksperimen
dengan SBL dan VBL cocok untuk diterapkan dalam membelajarkan materi GHS
ini.
Pemilihan materi gerak harmonis yang dapat diamati dan
dieksperimenkan diharapkan sejalan dengan bentuk pengetahuan menurut teori
belajar Piaget. Gerak harmonis merupakan materi yang dapat diperoleh melalui
pengamatan secara fisik yang dapat dilakukan dengan eksperimen (physical
knowledge) yang dilakukan secara berkelompok atau mandiri. Dalam pelaksanaan
eksperimen tersebut dipeerlukan kemampuan kerjasama antarsiswa maupun siswa
dengan guru (social knowledge). Dalam merancang suatu eksperimen, diperlukan
keterampilan berfikir kreatif siswa untuk mendesain variabel dan percobaan agar
diperoleh kesimpulan yang benar. Selain itu, dalam konten materi di dalamnya
terdapat suatu persamaan matematis yang berbentuk kemampuan matematis
(logico-mathematical knowledge). Hal ini dapat melatih siswa untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
menggunakan kemampuan analisisnya untuk menunjukkan hubungan antara
persamaan matematis dengan kondisi fisis dalam percobaan.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Hasil survey TIMSS tahun 2007 menunjukkan bahwa kualitas pendidikan
Indonesia yang relatif rendah dibanding negara lain perlu mendapat perhatian
untuk ditingkatkan.
2. Orientasi tujuan pembelajaran yang terjadi masih dalam pengembangan aspek
pengetahuan, aspek lain seperti mendidik manusia menjadi insan kreatif belum
dilaksanakan. Hal ini tidak sesuai sesuai dengan Undang-Undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
3. Dalam proses pembelajaran Fisika, pendekatan dan metode inovatif seperti
problem based learning dan eksperimen masih jarang digunakan oleh guru.
Pendekatan serta metode konvensional masih mendominasi proses
pembelajaran Fisika saat ini.
4. Kecenderungan manusia yang mudah putus asa dan tidak terampil dalam
menyelesaikan masalah sehingga diperlukan pembelajaran yang melatih sejak
dini untuk terampil dalam memecahkan masalah.
5. Pemilihan pendekatan, metode pembelajaran dan media belum disesuaikan
dengan karakteristik materi maupun karakteristik siswa. Tidak semua
pendekatan dan metode pembelajaran dapat digunakan untuk membelajarkan
Fisika. Pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik Fisika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
antara lain pendekatan: keterampilan proses, inquiry terbimbing, inquiry,
Problem Based Learning (PBL), dan Contextual Teaching and Learning
(CTL). Adapun metode pembelajaran yang dapat digunakan antara lain
metode: eksperimen, demonstrasi, diskusi.
6. Media pembelajaran inovatif seperti simulasi komputer, video, animasi, power
point, dan komik belum dimanfaatkan secara optimal dalam pembelajaran
Fisika. Guru lebih banyak menggunakan media konvensional dalam proses
pembelajaran.
7. Belum diperhatikannya faktor eksternal dan internal siswa yang menjadi
faktor yang mempengaruhi proses pembelajaran dan selanjutnya akan
menentukan keberhasilan dalam pencapaian tujuan. Faktor tersebut antara
lain: gaya belajar, motivasi belajar, logika berfikir, kemampuan analisis,
kemampuan berfikir kreatif, media pembelajaran, suasana kelas, dan fasilitas.
8. Mata pelajaran Fisika masih dianggap sebagai pelajaran yang sulit dan tidak
menarik oleh sebagian besar siswa di sekolah.
9. Materi pelajaran kelas XI SMA semester I meliputi: kinematika dengan
analisis vektor, gerak parabola, gravitasi newton, dan gerak harmonis
sederhana belum diajarkan sesuai dengan karakterisitik materi.
10. Prestasi belajar siswa yang mencakup aspek kognitif, afektif, serta psikomotor
masih tergolong rendah di sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini memiliki arahan yang jelas dan tidak terlalu luas,
maka perlu ada pembatasan masalah yakni sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
1. Pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran Fisika ialah problem
based learning (PBL)
2. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran Fisika ialah metode
eksperimen.
3. Media yang digunakan dalam proses pembelajaran Fisika adalah Simulation
Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL).
4. Kemampuan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan
menjabarkan atau menguraikan konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci
dan menjelaskan keterkaitan atau hubungan antar bagian-bagian tersebut.
Kemampuan analisis ini dibedakan menjadi kategori tinggi dan rendah.
5. Kemampuan berfikir kreatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah
kemampuan siswa dalam menghasilkan banyak kemungkinan jawaban dan
cara dalam memecahkan suatu masalah. Kemampuan berfikir kreatif ini
dibedakan menjadi kategori tinggi dan rendah.
6. Indikator efektifitas belajar adalah prestasi belajar siswa yang mencakup aspek
kognitif dan efektif.
7. Materi Fisika yang digunakan dalam proses belajar mengajar adalah gerak
harmonis.
D. Perumusan Masalah
Masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:
1. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa yang diberi perlakuan problem
based learning menggunakan metode eksperimen melalui Simulation Based
Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL)?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan analisis
tinggi dan rendah?
3. Adakah perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan berfikir
kreatif tinggi dan rendah?
4. Adakah interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa?
5. Adakah interaksi antara penggunaan problem based learning menggunakan
metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi
belajar siswa?
6. Adakah interaksi antara kemampuan analisis dengan kemampuan berfikir
kreatif terhadap prestasi belajar siswa?
7. Adakah interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa
terhadap prestasi belajar siswa?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Perbedaan prestasi belajar siswa antara problem based learning menggunakan
metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video
Based Laboratory (VBL).
2. Perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan
rendah?
3. Perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan berfikir kreatif
tinggi dan rendah?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
4. Interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen
dengan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa?
5. Interaksi antara penggunaan problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar
siswa?
6. Interaksi antara kemampuan analisis dengan kemampuan berfikir kreatif
terhadap prestasi belajar siswa?
7. Interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen,
kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar
siswa?
F. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat pada dunia
pendidikan. Manfaat yang dapat diharapkan adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah penelitian mengenai penerapan Problem Based Learning dan
metode eksperimen dalam pembelajaran Fisika.
b. Menambah penelitian mengenai kemampuan analisis siswa dan
kemampuan berfikir kreatif siswa sebagai faktor pendukung keberhasilan
pembelajaran Fisika.
c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan masukan bagi guru untuk menerapkan Problem Based
Learning dan metode eksperimen dalam pembelajaran Fisika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b. Memberikan informasi bagi guru pentingnya kemampuan analisis siswa
dan kemampuan berfikir kreatif siswa sebagai faktor pendukung
keberhasilan pembelajaran Fisika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Hakikat Belajar
a. Pengertian Belajar
Belajar merupakan salah satu komponen ilmu pendidikan yang berkenaan
dengan tujuan dan bahan acuan interaksi baik yang bersifat eksplisit maupun
implisit. Belajar merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat dari luar,
sehingga proses belajar merupakan proses yang abstrak. Menurut W. S. Winkel
(1991: 36) “belajar adalah suatu aktivitas mental/ psikis, yang berlangsung dalam
interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan
dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap”. Jadi, menurut
pendapat ini bahwa aktivitas belajar tergolong aktivitas mental bukan fisik yang
menghasilkan perubahan melalui interaksi dengan lingkungan.
Sedikit berbeda dengan pendapat di atas, Arthur T. Jersild dalam Syaiful
Sagala (2009: 12) menyatakan bahwa belajar adalah, “modification of behaviour
through experience and training”. Jadi, belajar merupakan aktivitas yang
berdampak pada perubahan tingkah laku karena pengalaman atau latihan-latihan,
sehingga proses belajar juga merupakan aktivitas fisik, bukan semata-mata
aktivitas psikis atau mental. Sejalan dengan dengan pendapat tersebut, Cronbach
sebagaimana dikutip oleh Sardiman A. M. (2004: 20) menyatakan bahwa,
”Learning is shown by a change in behaviour as a result of experience”. Jadi
dapat dikatakan bahwa belajar merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari
suatu pengalaman.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Merangkum dari pendapat Syaiful Sagala (2009: 12) bahwa belajar
merupakan kegiatan individu baik kegiatan psikis maupun fisis yang saling
bekerjasama secara terpadu dan komprehensif integral untuk memperoleh
pengetahuan, perilaku, dan keterampilan dengan cara mengolah bahan belajar.
Jadi, belajar merupakan kegiatan individu yang terpadu (mental dan fisik) untuk
mendapatkan informasi atau pengetahuan.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
belajar merupakan proses aktivitas mental dan fisik yang terpadu yang dialami
seseorang melalui interaksi aktif dengan lingkungannya melalui pengalaman dan
latihan yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap.
Belajar dalam penelitian ini dikhususkan pada belajar Fisika. Fisika
memiliki karakteristik yang khas yang terdiri dari tiga aspek yaitu produk Fisika,
proses Fisika, dan sikap Fisika. Teori belajar yang diuraikan di atas relevan
dengan karakteristik belajar Fisika. Produk Fisika mengarah pada hasil yang
diperoleh setelah belajar Fisika yang berupa pengetahuan atau pemahaman. Proses
Fisika mengarah pada aktivitas baik mental maupun fisik dalam belajar Fisika,
dan sikap Fisika mengarah pada perubahan tingkah laku yang berupa nilai-nilai
sikap (attitude).
b. Teori-Teori Belajar
Ada beberapa macam teori belajar yang dikemukakan oleh para ahli. Di
sini penulis mengggunakan teori belajar Piaget, Vygotsky, Bruner, dan Gagne.
Pemilihan teori-teori belajar tersebut didasarkan pada kesesuaian dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
pendekatan metode mengajar yang digunakan penulis pada penelitian. Penjelasan
untuk masing-masing teori belajar adalah sebagai berikut.
1) Teori Belajar Menurut Piaget
Menurut Jean Piaget, setiap individu mengalami tingkat-tingkat
perkembangan intelektual. Masing-masing tingkat perkembangan tersebut
dijelaskan oleh Ratna Wilis Dahar dalam bukunya Teori-Teori Belajar (1989:
152-155). Berikut ini diuraikan beberapa hal penting yang menjadi inti dari
masing-masing tingkat perkembangan tersebut.
Menurut Piaget tahap pertama perkembangan intelektual individu adalah
tingkat sensori-motor (pada usia 0-2 tahun). Pada tahap ini anak mengenal
lingkungannya dengan menggunakan kemampuan panca inderanya (sensori) dan
tindakan-tindakannya (motorik). Tahapan selanjutnya adalah tingkat pra-
operasional (pada usia 2-7 tahun). Pada tahap ini disebut pra-operasional karena
pada umur ini anak belum mampu melaksanakan operasi-operasi mental seperti
menambah atau mengurangi. Pada usia 2-4 tahun, anak mengalami sub-tingkat
pra-logis. Anak pada tingkat ini memiliki penalaran transduktif, yaitu anak
melihat hubungan hal-hal tertentu yang sebenarnya tidak ada. Pada usia 4 -7 tahun
anak mengalami tingkat berpikir intuitif. Ciri yang lain pada anak pada tingkat
pra-operasional adalah tidak dapat berpikir reversibel dan bersifat egosentris.
Tingkatan ketiga menurut Piaget adalah tingkat operasional konkret (pada usia 7-
11 tahun). Pada tingkat ini anak mulai berpikir rasional. Dalam memecahkan
masalah yang konkret anak dapat mengambil keputusan secara logis. Namun
demikian anak pada tahap ini belum mampu untuk berpikir dengan materi yang
abstrak. Tingkat yang terakhir adalah tingkat operasi formal (pada usia 11 tahun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
ke atas). Pada tahap ini, anak dapat menggunakan operasi-operasi konkretnya
untuk membentuk operasi-operasi yang lebih kompleks. Anak juga sudah
memiliki kemampuan berpikir abstrak.
Teori belajar Piaget tentang perkembangan intelektual sesuai untuk
penelitian yang dilakukan. Penelitian ini dilakukan pada siswa tingkat SMA yang
menurut Piaget berada pada tingkat Operasional Formal. Pada tingkat ini siswa
telah memiliki kemampuan berfikir abstrak salah satunya adalah kemampuan
untuk menganalisis suatu permasalahan maupun kemampuan berfikir kreatif.
Implementasi teori ini dalam penelitian adalah dalam pembelajaran siswa dilatih
untuk mampu berfikir dalam menganalisis dan memecahkan suatu masalah sesuai
dengan hakikat dari problem based learning. Selain itu siswa juga dilatih untuk
berfikir kreatif untuk menemukan berbagai alternatif jawaban suatu permasalahan
yang disajikan. Kemampuan berfikir kreatif dan menganalisis suatu masalah ini
merupakan salah satu bentuk dari berfikir tingkat tinggi (High Order Thinking)
yang diperlukan dalam pembelajaran Sains termasuk di dalamnya adalah Fisika.
2) Teori Belajar Menurut Vygotsky
Menurut pandangan Lev Vygotsky perkembangan intelektual pada
individu terjadi ketika individu menghadapi pengalaman baru yang
membingungkan dan ketika mereka berusaha mengatasi diskrepansi yang
ditimbulkan oleh pengalaman-pengalaman ini. Dalam usaha menemukan
pemahaman tentang sesuatu, individu akan menggunakan pengetahuan yang
sudah dimiliki dengan pengetahuan baru yang mereka temukan dan akan
dikontruksi makna yang baru. Ide Vygotsky ini hampir sama dengan ide Piget,
hanya saja Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
perkembangan intelektual seseorang, sedangkan menurut Piaget perkembangan
intelektual seseorang terlepas dari konteks sosialnya.
Menurut Vygotsky, individu memiliki dua tingkat perkembangan yang
berbeda, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial.
Dalam Richard I. Arends (2008: 47) dijelaskan kedua tingkat perkembangan
tersebut sebagai berikut.
“Tingkat perkembangan aktual menentukan fungsi intelektual individu
saat ini dan kemampuannya untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu.
Individu juga memiliki tingkat perkembangan potensial yang oleh
Vygotsky didefinisikan sebagai tingkat yang dapat difungsikan atau
dapat dicapai oleh individu dengan bantuan orang lain, misalnya guru,
orang tua, atau teman sebayanya yang lebih maju. Zona yang terletak di
antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial
disebut sebagai zone of proximal development.”
Teori belajar Vygotsky sesuai untuk diaplikasikan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini pembelajaran dimulai dengan memberikan suatu
permasalahan kepada siswa. Masalah ini merupakan pengalaman yang baru dan
membingungkan bagi siswa. Melalui masalah ini siswa akan di ajak untuk
mencari penyelesaiannya baik secara mandiri maupun dengan bekerja sama
dengan siswa lain. Penyelesaian permasalahan secara mandiri ini menempatkan
siswa pada tingkat perkembangan aktualnya sedangkan penyelesaian masalah
dengan bekerja sama menempatkan siswa pada tingkat perkembangan
potensialnya.
3) Teori Belajar Menurut Bruner
Teori belajar Jerome Bruner dikenal dengan teori belajar penemuan atau
discovery learning. Bruner menekankan pentingnya model pengajaran yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
membantu siswa untuk memahami struktur atau ide-ide kunci suatu disiplin ilmu,
kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar, dan keyakinan
bahwa pembelajaran yang sebenarnya terjadi melalui penemuan pribadi (personal
discovery). Teori ini mengisyaratkan bahwa tujuan belajar bukan hanya untuk
memperoleh pengetahuan, tetapi juga mengarah pada penciptaan (invention) dan
penemuan (discovery) pengetahuan. Dalam melaksanakan belajar penemuan atau
discovery learning ini Bruner menekankan penalaran induktif dan proses
penyelidikan yang merupakan karakteristik dari metode ilmiah.
Pengetahuan yang diperoleh melalui belajar penemuan akan lebih
bermakna bagi siswa karena belajar penemuan memiliki kelebihan-kelebihan.
Sebagaimana diterangkan oleh Ratna Wilis Dahar (1989: 103) bahwa belajar
penemuan memiliki beberapa kelebihan yaitu:
“Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama dapat diingat atau
lebih mudah diingat, bila dibandingkan dengan pengetahuan yang
diperoleh dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan
mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya,
Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran
siswa dan kemampuan untuk berfikir secara bebas.”
Teori Bruner sering digunakan untuk melaksanakan pembelajaran Fisika
karena sesuai dengan karakterisitik Fisika. Teori belajar Bruner ini selain dapat
digunakan untuk menilai kemampuan kognitif juga memungkinkan untuk
melakukan penilaian afektif maupun psikomotor. Dicle dari University Turki
yaitu Nail Ozek melakukan penelitian yang berjudul Use of J. Bruner’s learning
theory in a physical experimental activity. Hasil penelitiannya yang dimuat dalam
salah satu jurnal internasional (Nail Ozek, 2005: 19) menyatakan bahwa saat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
terjadi pembelajaran dengan menggunakan teori belajar Bruner ”.. the participants
cognitive, sensorial and psychomotor skills were investigated”.
Teori belajar Bruner sesuai untuk dilaksanakan dalam penelitian ini.
Pembelajaran yang dilakukan dalam penelitian ini tidak serta merta memberikan
sebuah konsep Fisika yang utuh kepada siswa. Namun, siswa diberi kebebasan
untuk menemukan konsep berdasarkan masalah yang dikemukakan di awal
pembelajaran. Proses penemuan jawaban atas permasalahan yang diberikan
membutuhkan kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa
untuk menemukan berbagai alternatif jawanan yang mungkin.
4) Teori Belajar Menurut Gagne
Teori belajar Robert M. Gagne dikenal sebagai teori belajar pemrosesan
informasi. Gagne mengemukakan bahwa dalam tindakan belajar (learning act)
ada delapan fase yang dilalui oleh siswa. Fase-fase itu merupakan kejadian-
kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru. Setiap fase juga
mengisyaratkan adanya suatu proses yang terjadi dalam pikiran siswa (proses
internal). Kedelapan fase tersebut dijelaskan oleh Ratna Wilis Dahar dalam
bukunya Teori-Teori Belajar (1989: 141-143). Berikut ini diuraikan beberapa hal
penting yang menjadi inti dari masing-masing fase tersebut.
Fase pertama menurut Gagne adalah fase motivasi. Siswa harus diberi
motivasi untuk belajar dengan adanya harapan. Misalnya, siswa dapat
mengharapkan bahwa dengan belajar sungguh-sungguh mereka akan
mendapatkan nilai yang baik. Selanjutnya fase yang kedua adalah fase pengenalan
(aprehending). Dalam fase ini siswa memperhatikan aspek-aspek yang penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
dalam proses pembelajaran. Dalam hal ini, guru dapat pula membantu
memusatkan perhatian siswa tersebut terhadap informasi yang relevan.
Setelah siswa melewati fase pengenalan, maka tahapan yang ketiga
adalah fase perolehan (acquisition). Dalam fase ini informasi relevan yang telah
diperhatikan siswa tidak langsung disimpan dalam memori melainkan dikaitkan
dengan informasi yang telah ada dalam memorinya agar menjadi bermakna bagi
dirinya. Dengan demikian, siswa dapat membentuk gambaran-gambaran tentang
informasi tersebut. Informasi yang menurut siswa sebagi informasi yang baru
harus dipindahkan dari memori jangka pendek ke memori jangka panjang. Hal ini
dapat terjadi melalui pengulangan kembali (reherseal) atau praktek (practice).
Fase ini menurut Gagne disebut sebagai fase retensi (retention).
Jika informasi sudah tersimpan dalam long term memory siswa, maka
tahapan selanjutnya adalah fase pemanggilan (Recall). Fase ini menunjukkan
bagian penting dalam belajar yakni upaya memperoleh hubungan dengan
informasi yang telah dipelajari dengan memanggil informasi tersebut dari memori
jangka panjang. Materi yang terstruktur dengan baik akan lebih mudah dipanggil
dari pada materi yang disajikan tidak teratur. Tahapan berikutnya menurut Gagne
adalah fase generalisasi. Generalisasi atau transfer informasi merupakan upaya
menerapkan suatu informasi ke dalam situasi-situasi baru. Hal ini merupakan fase
kritis dalam belajar.
Setelah memperoleh informasi dan sudah tersimpan dengan baik di
memori siswa maka siswa harus menunjukkan kemampuan yang mereka peroleh
setelah belajar melalui penampilan yang tampak. Misalnya, setelah belajar tentang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
alat termometer siswa mampu menunjukkan cara pengukuran suhu suatu benda
dengan benar. Fase ini disebut sebagai fase penampilan.
Fase terakhir adalah umpan balik. Siswa harus memperoleh umpan balik
tentang penampilannya sehingga mereka mengetahui sudah benar atau belum
pemahaman mereka terhadap materi pembelajaran. Umpan balik ini dapat
memberikan reinforcement (penguatan) kepada mereka untuk penampilan yang
berhasil.
Menurut Gagne dalam proses belajar dipengaruhi oleh kondisi eksternal
dan internal. Kondisi eksternal akan berpengaruh terhadap kondisi internal. Hal
ini sesuai dengan analisis dari Ella Yulaelawati (2004: 79) yang menjelaskan
hubungan antara kondisi internal dan eksternal yang disajikan dalam Tabel 2.1
berikut:
Tabel 2.1 Kejadian Eksternal Berpengaruh Terhadap Proses Internal
Proses Internal Kejadian Eksternal
Perhatian Perubahan stimulus yang membangunkan perhatian
Pemilihan persepsi Meningkatkan dan membedakan sifat-sifat objek
Pengkodean Semantik Intsruksi verbal, gambar, dan diagram menunjukkan skema
pengkodean
Perolehan Informasi Isyarat , organ yang membantu ingatan dan pengelolaan
Pengelolaan Respon Instruksi verbal tentang tujuan akan menjelaskan pebelajar
tentang kinerja kelas
Proses Pengawasan Instruktur membangun susunan yang dapat mengaktifkan dan
menentukan strategi, misalnya memperagakan suatu
keterampilan
Harapan Menjelaskan pebelajar tentang tujuan untuk memenuhi
berbagai harapan khusus
Tabel 2.1 menjelaskan hubungan antara proses internal pada seseorang
yang berpengaruh terhadap kejian eksternal. Jika kedua kondisi belajar, yaitu
kondisi internal dan ekternal ini direncanakan dan diorganisasi dengan baik, maka
akan terjadi proses pembelajaran yang baik dan bermakna bagi siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Teori belajar Gagne sesuai untuk diaplikasikan dalam penelitian ini.
Dalam penelitian, proses pembelajaran dimulai dengan pemberian motivasi pada
siswa untuk mengajak siswa pada materi yang akan dipelajari dan diakhiri dengan
adanya feedback atau umpan balik setelah pembelajaran dilakukan. Hal ini sesuai
dengan fase belajar menurut Gagne.
c. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Belajar
Belajar merupakan aktivitas kompleks yang terjadi pada seseorang,
sehingga banyak faktor yang mempengaruhinya. Menurut Sardiman A. M.
(2004: 39) dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, secara garis
besar dapat dibagi menjadi dua faktor yaitu faktor intern (berasal dari dalam diri
siswa) dan faktor ekstern (berasal dari luar diri siswa).
Faktor intern menyangkut faktor-faktor fisiologis dan faktor psikologis.
Faktor fisiologis merupakan faktor yang berkaitan dengan kondisi jasmaniah
siswa. Menurut Slameto (2003: 54), faktor fisiologis terdiri dari faktor kesehatan
dan cacat tubuh. Faktor psikologis merupakan faktor yang berkaitan dengan
kondisi psikis dari siswa. Banyak klasifikasi yang dilakukan oleh para ahli
berkaitan dengan faktor psikologis dalam belajar. Slameto (2003: 55)
menyebutkan bahwa faktor psikologis yang mempengaruhi belajar antara lain:
intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, dan kesiapan. Selain itu
faktor lain yang termasuk dalam faktor intern adalah kemampuan analisis siswa
serta kemampuan berfikir kreatif siswa siswa.
Faktor ekstern yang mempengaruhi belajar berkaitan dengan faktor-
faktor yang berasal dari luar diri siswa. Menurut Slameto (2003: 60), faktor
ekstern yang mempengaruhi belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga faktor,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
yaitu faktor keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat. Faktor keluarga
meliputi cara mendidik orang tua, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah,
keadaan ekonomi keluarga, pengertian orang tua, dan latar belakang kebudayaan.
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar siswa dapat berupa metode mengajar,
kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
alat pelajaran, waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar,
dan tugas rumah. Sedangkan faktor masyarakat yang mempengaruhi belajar antara
lain kegiatan siswa dalam masyarakat, media massa, teman bergaul, dan bentuk
kehidupan masyarakat.
Dari uraian di atas, dapat simpulkan bahwa pada dasarnya proses belajar
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern
merupakan faktor yang berasal dari dalam diri siswa sedangkan faktor ekstern
merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa.
d. Tujuan Belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting. Semua komponen dalam sistem pembelajaran harus didasarkan pada
tujuan belajar.
Tujuan belajar adalah hasil belajar yang akan dicapai siswa setelah siswa
mengalami atau melewati proses belajar. Tujuan belajar bermacam-macam dan
bervariasi, tetapi secara umum dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu tujuan
belajar yang secara eksplisit diusahakan untuk dicapai dengan tindakan
instruksional atau instructional effect dan tujuan belajar yang merupakan hasil
sampingan atau nurturant effect. Instructional effect biasanya berbentuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
pengetahuan dan keterampilan sedangkan nurturant effect biasanya berbentuk
sikap.
Berkaitan dengan tujuan belajar, Sardiman A. M. (2001: 28-29) tujuan
belajar secara umum adalah (1) Untuk mendapatkan pengetahuan, tujuan ini
ditandai dengan kemampuan berpikir. Tujuan inilah yang memiliki
kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar, (2)
Penanaman konsep dan keterampilan (3) Pembentukan sikap hal ini berati
pembentukan sikap mental dan perilaku anak didik tidak akan terlepas dari soal
penanaman nilai-nilai atau transfer of values. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa tujuan belajar adalah mendapat pengetahuan, keterampilan,
dan penanaman sikap mental atau nilai-nilai.
2. Hakikat Mengajar
Mengajar merupakan usaha yang dilakukan oleh guru untuk membantu
dan membimbing siswa agar siswa belajar. Syaiful Sagala (2009: 9) menyatakan
bahwa, ”Mengajar pada hakikatnya merupakan suatu proses mengatur,
mengorganisasi, lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga menumbuhkan
dan mendorong siswa belajar”. Jadi menurut pengertian ini, mengajar lebih
menekankan pentingnya mengorganisasi lingkungan agar dapat mendorong siswa
untuk belajar. Sedangkan menurut William H. Burton sebagaimana dikutip oleh
Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar, dan Zainal Arifin (1989: 26) menyatakan bahwa
"Mengajar adalah upaya dalam memberikan perangsang (stimulus), bimbingan,
pengarahan, dan dorongan kepada siswa agar terjadi proses belajar. Pengertian ini
menitikberatkan mengajar pada pemberian stimulus dan dorongan kepada siswa
agar siswa belajar. Lain halnya dengan pendapat Richard I. Arends (2008: 112)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
yang menyatakan bahwa ” ... mengajar adalah proses mengupayakan pertumbuhan
yang lebih tinggi pada diri siswa”. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa mengajar
merupakan segala upaya untuk membuat siswa mengalami pertumbuhan yang
diperolehnya melalui proses belajar.
Dari berbagai pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
mengajar merupakan upaya untuk menciptakan kondisi belajar yang sebaik-
baiknya dengan cara mengatur dan mengorganisasi lingkungan belajar serta
memberikan stimulus kepada siswa sehingga akan menumbuhkan dorongan pada
siswa untuk belajar. Kondisi yang baik dapat tercipta jika guru dapat mengatur,
mengorganisasi, dan memanfaatkan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
3. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah
Pendekatan pembelajaran adalah salah satu aspek yang sangat penting
untuk diperhatikan dalam proses pembelajaran. Pendekatan pembelajaran
merupakan jalan yang ditempuh atau cara yang dilakukan oleh guru dan siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu.
Dalam dunia pendidikan, banyak sekali dikenal pendekatan
pembelajaran. Tetapi secara umum dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu
Teacher Centered Learning (TCL) dan Student Centered Learning (SCL). Saat ini
pendekatan pembelajaran yang sedang berkembang adalah SCL. Dalam SCL lebih
lanjut dikenal berbagai macam pendekatan antara lain pendekatan keterampilan
proses, pendekatan kontekstual, pendekatan kontruktivisme, pendekatan
kooperatif, pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem based learning)
dan sebagainya. Dalam penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah problem
based learning atau pendekatan pembelajaran berbasis masalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
a. Pendekatan Problem Based Learning
Pendekatan problem based learning atau pendekatan pembelajaran
berbasis masalah adalah salah satu contoh dari pendekatan pembelajaran yang
berpusat pada siswa. Dalam kegiatan pembelajaran siswa merupakan subjek
pembelajaran dan menduduki posisi yang amat penting.
Problem based learning menurut Richard I. Arends (2008: 41) adalah
”pembelajaran yang menyuguhkan berbagai situasi bermasalah yang autentik dan
bermakna kepada siswa, yang dapat berfungsi sebagai batu loncatan untuk
investigasi dan penyelidikan”. Dalam pembelajaran siswa diberi permasalahan
terlebih dahulu di awal pembelajaran selanjutnya masalah tersebut diinvestigasi
dan dianalisis untuk dicari penyelesaian atau solusinya. Masalah yang disajikan
adalah masalah yang biasa siswa lihat atau siwa alami dalam kehidupan sehari-
hari (kontekstual). Jadi, peran guru dalam pembelajaran adalah menyodorkan
berbagai masalah, memberikan pertanyaan, dan memfasilitasi investigasi dan
dialog. Problem based learning bermanfaat bagi siswa untuk mengembangkan
kemampuan berfikir dan melatih belajar tentang menyelidiki permasalahan-
permasalahan penting yang kontekstual serta melatih siswa untuk menjadi
individu yang mandiri. Hal ini sesuai dengan rumusan problem based learning
menurut Depdiknas yaitu ”Problem based learning membuat siswa menjadi
pembelajar yang mandiri, artinya ketika siswa belajar, maka siswa dapat memilih
strategi belajar yang sesuai, terampil menggunakan strategi tersebut untuk belajar
dan mampu mengontrol proses belajarnya, serta termotivasi untuk menyelesaikan
belajarnya itu”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Sebagaimana pendekatan pembelajaran yang lain, problem based learning
juga mempunyai tahapan atau sintaks dalam pelaksanaannya. Sintaks untuk
problem based learning menurut Richard I. Arends (2008: 57) terdiri dari lima
fase. Pada Tabel 2.2 disajikan sintaks pelaksanaan problem based learning.
Tabel 2.2 Sintaks Problem Based Learning
Fase Perilaku Guru
Fase 1 :
Memberikan orientasi tentang
permasalahan kepada siswa
Guru membahas tujuan pelajaran, mendeskripsikan
berbagai kebutuhan logistik penting, dan memotivasi
siswa untuk terlibat dalam kegiatan mengatasi masalah
Fase 2 :
Mengorganisasi siswa untuk meneliti
Guru membantu siswa untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas-tugas belajar yang terkait
dengan permasalahannya.
Fase 3 :
Membantu investigasi mandiri dan
kelompok
Guru mendorong siswa untuk mendapatkan informasi
yang tepat, melaksanakan eksperimen, dan mencari
penjelasan dan solusi.
Fase 4 :
Mengembangkan dan
mempresentasikan artefak dan exhibit
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan artefak-artefak yang tepat seperti laporan,
rekaman video, dan model-model, dan membantu
mereka untuk menyampaikan kepada orang lain.
Fase 5 :
Menganalisis dan mengevaluasi
proses mengatasi masalah
Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi
terhadap investigasinya dan proses-proses yang mereka
gunakan
Tabel 2.2 menjelaskan kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk setiap
fase yang terdapat dalam problem based learning. Problem based learning
merupakan pendekatan pembelajaran yang cukup baik dan efektif untuk
diterapkan dalam pembelajaran Fisika. Tetapi, Problem based learning juga
mempunyai beberapa keterbatasan. Wina Sanjaya (2009: 221) menguraikan
keterbatasan dari problem based learning yaitu: (1) siswa merasa enggan untuk
mencoba jika siswa tidak mempunyai minat dan kepercayaan diri untuk
memecahkan masalah yang sulit; (2) keberhasilan problem based learning
memerlukan waktu yang cukup lama untuk persiapan; (3) tanpa pemamahan
pemecahan masalah yang dipelajari, maka siswa tidak akan belajar apa yang
mereka sedang pelajari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
Pada intinya problem based learning merupakan suatu pembelajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata disajikan di awal pembelajaran. Kemudian
masalah tersebut diselidiki untuk diketahui solusi dari pemecahan masalah
tersebut oleh siswa. Problem based learning tidak dirancang untuk membantu
guru untuk menyampaikan informasi dalam jumlah yang besar kepada siswa.
Problem based learning benar-benar dirancang untuk membantu siswa dalam
mengembangkan keterampilan berfikir, keterampilan menyelesaikan masalah, dan
keterampilan intelektualnya untuk mempelajari peran orang dewasa melalui
berbagai situasi riil atau situasi yang disimulasikan sehingga siswa akan menjadi
pelajar yang mandiri dan otonom.
b. Komponen-komponen problem based learning
Para ahli pengembang problem based learning seperti Gordon, et al.,
merumuskan komponen-komponen yang terdapat dalam problem based learning.
Komponen tersebut sebagaimana dikutip oleh Richard I. Arends (2008: 42)
adalah: (1) pertanyaan atau perangsang masalah; (2) fokus interdisipliner; (3)
investigasi autentik; (4) produksi artefak dan exhibit; dan (5) kolaborasi.
Dari lima komponen problem based learning tersebut, dapat dilihat bahwa
dalam pembelajaran siswa benar-benar dilibatkan secara aktif. Melalui
pembelajaran siswa akan dilatih untuk berfikir dalam memecahkan suatu
permasalahan baik secara individu maupun kelompok. Keterampilan berfikir
memecahkan masalah ini merupakan salah satu keterampilan berfikir tingkat
tinggi yang melibatkan self regulated dalam proses berfikir sehingga akan
menjadikan siswa sebagai individu yang mandiri dan pembelajaran yang mereka
peroleh akan benar-benar bermakna bagi mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
4. Metode Pembelajaran Eksperimen
Metode pembelajaran merupakan salah satu komponen utama dalam
proses belajar mengajar selain tujuan, bahan, dan penilaian. Dalam interaksi
belajar-mengajar siswa diarahkan oleh guru untuk mencapai tujuan melalui bahan
pengajaran yang dipelajari oleh siswa dan disampaikan oleh guru dengan metode
tertentu.
Berkaitan dengan metode pembelajaran Tardif dalam Muhibbin Syah
(2008: 201) mendefinisikan metode pembelajaran sebagai ”cara yang berisi
prosedur baku untuk melaksanakan kegiatan kependidikan, khususnya kegiatan
penyajian materi pelajaran kepada siswa”. Sejalan dengan pendapat di atas, Wina
Sanjaya (2009: 147) menyatakan bahwa metode pembelajaran “...merupakan cara
yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam
kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal.”
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode
pembelajaran merupakan segala cara yang ditempuh oleh guru untuk menciptakan
suasana belajar yang mendukung sehingga akan tercapai tujuan belajar secara
efektif dan efisien.
Metode yang digunakan dalam pembelajaran bermacam-macam dan
bervariasi jenisnya. Dalam penelitian ini dipilih metode pembelajaran eksperimen
karena metode eksperimen sesuai dengan karakteristik pembelajaran Fisika.
Metode eksperimen merupakan salah satu metode pembelajaran yang
sesuai untuk dikembangkan dan diterapkan dalam Fisika. Menurut Roestiyah
(2001: 80) metode eksperimen adalah “suatu cara mengajar, di mana siswa
melakukan suatu percobaan tentang sesuatu hal, mengamati prosesnya serta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
menuliskan hasil percobaannya, kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke
kelas dan dievaluasi oleh guru”. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Stephan
Forster (2009: 111) yang menyatakan bahwa dalam metode eksperimen ”student
is involved in finding out the answer to a given scientific problem and thus
actually it is a type of discovery method”. Dalam pembelajaran yang
menggunakan metode eksperimen, siswa diberi pengalaman untuk mengalami
sendiri tentang suatu objek, menganalisis, membuktikan, dan menarik kesimpulan
tentang suatu objek keadaan.
Pembelajaran dengan metode eksperimen mempunyai langkah-langkah
atau sintaks. Menurut Stephan Forster (2009: 111), sintaks dalam metode
eksperimen adalah (1) mengidentifikasi masalah; (2) mengajukan hipotesis yang
akan di uji; (3) merencanakan eksperimen untuk menguji hipotesis yang diajukan;
(3) mengumpulkan data lalu melakukan observasi dan interpretasi data; (5)
menyimpulkan untuk menerima, menolak, atau memodifikasi hipotesis yang
diajukan.
Langkah-langkah yang digunakan dalam metode eksperimen sebagaimana
diuraikan di atas pada dasarnya merupakan langkah yang diterapkan dalam
metode ilmiah. Hal ini yang menjadikan metode eksperimen sesuai dengan
karakteristik Fisika, karena penemuan konsep Fisika pada dasarnya adalah melalui
metode ilmiah (scientific process) sebagaimana terdapat dalam metode
eksperimen.
Metode eksperimen mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan
dengan metode pembelajaran yang lain. Menurut Sudirman, Tabrani Rusyan,
Zainal Arifin, dan Toto Fathoni (1987: 163) keunggulan metode eksperimen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
adalah metode ini dapat membuat siswa lebih percaya atas kebenaran atau
kesimpulan berdasarkan percobaannya sendiri daripada hanya menerima kata guru
atau buku. Selanjutnya dengan metode eksperimen dapat dikembangkan sikap
untuk mengadakan studi eksploratoris (menjelajahi) tentang sains dan teknologi;
suatu sikap yang dituntut dari seorang ilmuwan. Dengan metode eksperimen akan
terbina manusia yang dapat membawa terobosan-terobosan baru dengan
penemuan sebagai hasil percobaannya, yang diharapkan dapat membawa manfaat
bagi kesejahteraan hidup manusia.
Keuntungan lain adalah hasil-hasil percobaan yang berharga yang
ditemukan dari metode ini dapat memanfaatkan alam yang kaya ini untuk
kemakmuran manusia. Selanjutnya metode eksperimen didukung oleh asas–asas
didaktik modern, antara lain: siswa belajar dengan mengalami atau mengamati
sendiri suatu proses atau kejadian, siswa terhindar jauh dari verbalisme,
memperkaya pengalaman dengan hal-hal yang bersifat objektif dan realistis,
mengembangkan sikap berpikir ilmiah, dan hasil belajar akan terjadi dalam bentuk
retersi (tahan lama ingat) dan internalisasi (menyatu dengan jiwa raga siswa).
Selain mempunyai kelebihan sebagaimana diuraikan di atas, metode
eksperimen juga mempunyai beberapa kelemahan. Menurut Stephan Forster
(2009: 112) kelemahan metode eksperimen adalah: (1) memerlukan waktu yang
lama; (2) tidak dapat menjadi metode yang baku dalam pembelajaran; (3) karena
kurangnya pemaparan dari metode eksperimen, sebagian besar guru gagal
mengimplementasikan dengan sukses; (4) metode eksperimen hanya sesuai untuk
siswa yang cerdas dan kreatif
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Metode eksperimen dalam pelaksanaannya tidak dapat dilaksanakan
secara murni sesuai dengan rumusan yang sudah dijelaskan di atas. Hal ini
dikarenakan keadaan di kelas dan materi pembelajaran tidak dapat sepenuhnya
sesuai diberikan ke siswa dengan metode eksperimen. Oleh karena itu,
pelaksanaan metode eksperimen ini perlu dimodifikasi untuk lebih meningkatkan
efisiensi dan efektifitas pembelajaran. Modifikasi pelaksanaan metode eksperimen
juga merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir kelemahan metode ini.
Salah satu modifikasi yang dilakukan adalah dengan menggunakan media
komputer sebagai sarana atau alat eksperimen melalui simulasi maupun video
sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian ini. Selain itu, dalam
pelaksanaannya guru berfungsi sebagai pemandu dan fasilitator untuk membantu
siswa dalam melaksanakan eksperimen.
5. Media Pembelajaran
Istilah media berasal dari bahasa latin yang merupakan bentuk jamak dari
medium. Secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Pengertian umumnya
adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari sumber informasi
kepada penerima informasi. Menurut AECT (Association for Educational
Communication and Technology) dalam Sri Anitah (2008: 1) mendefinisikan
media merupakan “segala bentuk yang digunakan untuk menyalurkan informasi”.
Pendapat lain mengenai definisi media yang dikemukakan oleh Gerlach dan Ely
dalam Sri Anitah (2008: 2) yaitu “media adalah grafik, fotografi, elektronik, atau
alat-alat mekanik untuk menyajikan, memproses, dan menjelaskan informasi lisan
atau visual”. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
media merupakan segala sesuatu yang digunakan untuk menyampaikan informasi
lisan atau visual yang berbentuk alat mekanik, gambar, maupun alat elektronik.
Dalam pembelajaran, penggunaan media merupakan salah satu faktor
yang harus diperhatikan. Media yang digunakan dalam pembelajaran disebut
sebagai media pembelajaran, sehingga media pembelajaran dapat didefinisikan
sebagai media yang digunakan sebagai alat bantu guru dalam pembelajaran serta
sarana pembawa pesan dari sumber belajar ke penerima pesan belajar (siswa).
Menurut Sri Anitah (2007: 1), media pembelajaran dibagi menjadi tiga klasifikasi
yaitu (1) media visual yang terdiri dari: (a) media visual yang tidak diproyeksikan
dan (b) media visual yang diproyeksikan; (2) media audio; serta (3) media audio-
visual.
Kemajuan teknologi dewasa ini membawa dampak pada penggunaan
media pembelajaran. Penggunaan teknologi dalam media pembelajaran salah
satunya adalah dengan komputer yang semakin berkembang dan canggih.
Menurut Widha Sunarno (2008: 15-16) dalam Paedagogia Jurnal Penelitian
Pendidikan disebutkan bahwa komputer sebagai media pembelajaran (CAI)
mempunyai beberapa keuntungan, seperti uraian berikut ini:
“(a) media berbasis komputer dapat membantu siswa dan guru dalam
pembelajaran. Hal ini karena komputer itu bersifat “sabar, cermat, dan
mempunyai ingatan yang baik”; (b) CAI memiliki kemampuan yang
dapat dimanfaatkan segera, seperti melakukan perhitungan atau
mereproduksi grafik, memberikan gambaran secara ilustrasi dan
memberikan bermacam – macam informasi; (c) CAI cukup fleksibel
dalam pembelajaran, karena dapat diatur menurut keinginan pengguna;
(d) CAI dan guru dalam pembelajaran dapat saling melengkapi jika guru
atau murid belum dapat menjawab; (e) Selain itu komputer dapat
memberikan nilai hasil pembelajaran dengan segera.”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat dilihat bahwa media komputer
sebagai media pembelajaran mempunyai peranan yang penting dalam proses
pembelajaran di kelas. Salah satu dari pemanfaatan media komputer dalam
pembelajaran, khususnya Fisika adalah Simulation Based Laboratory (SBL) dan
Video Based Laboratory (VBL).
6. SBL (Simulation Based Laboratory)
Simulation Based Laboratory merupakan simulasi laboratorium yang
dijalankan melalui komputer dimana siswa dapt mengontrol variabel-variabel
percobaan untuk mengetahui hubungan antar variabel melalui fenomena fisis yang
disimulasikan. Dalam SBL digunakan salah satu software simulasi Fisika yaitu
PhET (Physics Education Technology).
PhET merupakan salah satu softwere pendidikan yang berisi simulasi
suatu gejala atau fenomena fisis yang sesuai dengan perkembangan teknologi
pembelajaran. PhET dikembangkan oleh Universitas Colorado di Boulder
Amerika (University of Colorado at Boulder) dalam rangka menyediakan simulasi
pengajaran dan pembelajaran Fisika berbasis laboratorium maya (virtual
laboratory) yang memudahkan guru dan siswa jika digunakan untuk pembelajaran
di ruang kelas. Simulasi PhET sangat mudah untuk digunakan. Simulasi ini ditulis
dalam Java dan Flash dan dapat dijalankan dengan menggunakan web browser
baku selama plug-in Flash dan Java sudah terpasang. Dengan kata lain, simulasi-
simulasi PhET merupakan simulasi yang ramah pengguna.
Melalui SBL dengan bantuan PhET ini siswa dapat melakukan interaksi
melalui gambar dan kontrol-kontrol interaktif yang di dalamnya memuat klik dan
seret (click and drag), saklar geser dan tombol-tombol interaktif lainnya. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
animasi yang disajikan para siswa dapat menyelidiki sebab dan akibat pada
fenomena yang disajikan. Selain itu untuk eksplorasi kuantitatif seperti
eksperimen di laboratorium nyata, simulasi-simulasi PhET memiliki instrumen-
instrumen pengukuran seperti penggaris, stop watch, voltmeter, termometer,dan
sebagainya. Finkelstein, dkk. (2004) telah melakukan pengujian efek simulasi
komputer sebagai pengganti laboratorium nyata dalam pembelajaran Fisika di
kelas dan memperoleh hasil siswa yang diajar melalui simulasi mendapatkan hasil
belajar yang luar biasa dibandingkan dengan siswa yang diajar menggunakan
laboratorium nyata.
Penerapan SBL membuat gejala sains (Fisika) melalui simulasi dengan
komputer yang bertumpu pada model matematis. Kekuatan utama dalam SBL
adalah kemampuannya untuk membuat variasi parameter-parameter eksperimen
untuk memunculkan respons yang berbeda dari besaran-besaran Fisika yang
diamati. SBL dapat diterapkan untuk mempelajari konsep mengenai gerak
harmonis sederhana dalam Fisika karena gerak harmonis sederhana mempunyai
karakteristik konkrit sehingga dapat disimulasikan dengan mudah. Melalui SBL,
maka siswa akan dapat memahami konsep dan hubungan dari parameter-
parameter fisis dalam gerak harmonis sederhana secara jelas dan lebih bermakna.
7. VBL (Video Based Laboratory)
Video based laboratory (VBL) merupakan salah satu media dalam
pembelajaran sains dengan menggunakan komputer. Video based laboratory dapat
menjadi salah satu media yang efektif serta inovatif untuk membuat suasana
pembelajaran sains menjadi aktif. Virtual Based Laboratory (VBL) merupakan
laboratorium berbasis video dimana gejala Fisika secara nyata didokumentasikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
melalui video kemudian dengan menggunakan bantuan komputer gejala tersebut
dapat dianalalisis untuk mengetahui hubungan antar variabel-variabel fisisnya.
Video based laboratory dapat menganalisis dan membuat grafik serta interpretasi
gejala Fisika yang berupa gejala gerak atau kinematika.
Video based laboratory mempunyai keunggulan untuk diterapkan dalam
pembelajaran Fisika. Menurut Patterson, N. D dan Norwood, K. S. (2004) dalam
salah satu jurnalnya menyebutkan bahwa salah satu kelebihan dalam VBL adalah
MERs (Multiple External Representations). Dalam jurnal tersebut MERs yang
dimaksud adalah: (1)the motion event itself, as it is presented in digital video
format; (2) a numerical table of coordinates for position, velocity and
acceleration; (3 graphs about several kinematics quantities. The MERs used in
VBL are dynamically linked together, meaning that any change in one of them will
be automatically and in real-time reflected upon the rest.
Selain itu, Bosco, J. (1984) menyebutkan kelebihan lain dari VBL yaitu
“Video Based Labs is their potential for studying real world, everyday scenes that
are accurate and reliable representations of the world in which we live”.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa VBL mampu menyajikan gejala fisika nyata
dan berbagai bentuk representasinya (data kuantitatif, grafik, dan persamaan)
secara simultan, yang dapat dilakukan secara interaktif serta VBL mampu
memadukan aspek teoritik dan eksperimental dalam pembelajaran Fisika.
Penggunaan VBL dalam pembelajaran Fisika dapat membantu siswa dan
meminimalisir kebingungan siswa dalam membedakan dan menginterpretasikan
grafik sebagaimana dikemukakan oleh Brungardth dan Zollman (1995) yaitu “real
time analysis may result in increased student motivation, discussion, and less
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
confusion between velocity versus time and acceleration versus time graph than
delay time student”. Selain itu melalui VBL siswa dapat lebih fokus dalam
menganalisis data hasil percobaan yang diperoleh melalui fenomena nyata dalam
kehidupan atau eksperimen yang sebenarnya. Dengan VBL siswa dapat
mengumpulkan data kuantitatif dari suatu peristiwa yang kompleks.
Video based learning dapat diterapkan dalam pembelajaran materi gerak
harmonis sederhana karena pada dasarnya materi gerak harmonis termasuk dalam
cakupan kinematika sehingga dalam analisisnya dapat melalui media VBL.
Melalui VBL siswa akan dapat menemukan dan merumuskan konsep hubungan
variabel yang terdapat dalam gerak harmonis sederhana seperti simpangan,
kecepatan, percepatan.
8. Kemampuan Analisis
Kemampuan analisis erat kaitannya dengan aktivitas berfikir seseorang.
Liliasari (2001: 34) mengemukakan, berpikir merupakan inti pengaturan tindakan
seseorang, sehingga semakin baik keterampilan berpikir seseorang, maka semakin
baik kemampuannya dalam menyusun strategi dan taktik untuk berhasil.
Kemampuan analisis merupakan salah satu bagian dari keterampilan
berfikir seperti yang dirumuskan oleh Bloom. Tingkat keterampilan berfikir
analisis merupakan keterampilan berfikir tingkat tinggi atau high order thinking
skill. Kemampuan analisis merupakan suatu keterampilan menguraikan sebuah
struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian
struktur tersebut. Dalam keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami
sebuah konsep global dengan cara menguraikan atau merinci globalitas tersebut
ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil dan terperinci. Menurut (Harjasujana,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
1987: 44), pertanyaan analisis menghendaki agar pembaca mengidentifikasi
langkah-langkah logis yang digunakan dalam proses berpikir hingga sampai pada
sudut kesimpulan. Sehingga harus di buat pertanyaan sedemikian rupa yang dapat
menggiring siswa untuk menyimpulkan penyelesaian dari suatu permasalahan
yang dikemukakan.
Peter A. Facione (2011: 4) menyatakan bahwa keterampilan berpikir
analisis yang merupakan bagian dari kemampuan berpikir kritis sangat disarankan
untuk dikembangkan dalam memahamkan konsep-konsep. Menurut Peter A
Facione, analisis adalah mengidentifikasi maksud dan hubungan diantara
pernyataan, pertanyaan, konsep, deskripsi dan bentuk lainnya yang dimaksudkan
untuk mengungkapkan keputusan, pengalaman, alasan, informasi dan opini.
Wenglinsky dalam James Allen (2004: 16-17) menegaskan bahwa
pembelajaran dengan mengutamakan kemampuan analisis mampu mendukung
tercapainya prestasi belajar yang lebih tinggi. Pendapat ini sejalan dengan hakikat
sains termasuk Fisika yang di dalamnya menghendaki keterampilan berfikir
analisis untuk menemukan maupun menjelaskan berbagai konsep.
University of Wisconsin Colleges (2007) mengeluarkan standar assessmen
untuk kemampuan analisis (analytical skill) yang mencakup tujuh komponen
yang disajikan pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 menyajikan komponen yang terdapat
dalam kemampuan analisis dan indikator yang dapat dijadikan sebagai acuan
untuk pengukuran tiap-tiap komponen tersebut. Kemampuan analisis memiliki
peran penting terhadap tercapainya tujuan belajar. Selama ini, kemampuan
analisis siswa belum diperhatikan sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan
belajar siswa. Berkaitan dengan problem based learning dan eksperimen sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
pendekatan dan metode yang digunkan dalam penelitian ini, maka kemampuan
analisis ini merupakan faktor yang diperlukan oleh siswa untuk memecahkan
masalah yang disajikan dalam pembelajaran. Dalam metode eksperimen siswa
diharuskan untuk dapat menganalisis informasi, data dan fakta yang diperoleh
melalui eksperimen untuk menghasilkan suatu kesimpulan.
Tabel 2.3. Komponen Kemampuan Analisis Siswa
Komponen Indikator Kompetensi
Menginterpretasikan
informasi dan ide-ide
Menginterpretasi informasi dan gagasan (bukti, pernyataan,
grafik dan persamaan) secara memadai
Menginterpretasi informasi dan gagasan secara akurat
Menganalisis dan
mengevaluasi pendapat
Menarik kesimpulan
Mengidentifikasi kesalahan secara akurat
Mendeteksi adanya penyimpangan
Mengkonstruks pendapat
untuk mendukung
kesimpulan
Kesimpulan dari pendapat yang diberikan dapat diterima
dengan jelas meskipun mungkin terdapat beberapa
ambiguitas
Sebagian besar pendapat mendukung kesimpulan tetapi ada
beberapa bahan yang
Pendapat didukung dengan beberapa bukti yang kuat untuk
pengambilan kesimpulan
Pendapat yang diberikan setuju dengan adanya kompleksitas
terhadap suatu permasalahan
Pendapat yang diberikan menerima adanya pendapat lawan
yang potensial lalu menawarkan beberapa respon yang
positif
Memilih metodologi
Siswa menunjukkan pemahaman tentang konsep dari
berbagai metodologi untuk memecahkan masalah
Penerapan metode yang dipilih benar dan didokumentasikan
Mengintegrasi
pengetahuan dan
pengalaman untuk dapat
menyelesaikan masalah
Solusi:
Solusi yang diusulkan membahas aspek kunci dari masalah
Memberikan pemikiran mengenai strategi yang akan
diimplikasikan
Menyusun dan mendukung
hipotesis Hipotesis menunjukkan pemahaman konsep yang benar
Hipotesis dapat diuji
Mengumpulkan dan
menilai informasi dari
media cetak,elektronik,
dan observasi
Dapat mengartikulasikan reliabilitas seluruh atau sebagian
sumber
Berdasarkan uraian diatas yang dimaksud kemampuan analisis adalah
keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam komponen-komponen agar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Komponen kemampuan analisis
yang dimaksud adalah mengintepretasi data, menjelaskan hubungan sebab akibat,
mendiagnosis ada dan tidaknya keterkaitan antara pernyataan sebab dan akibat,
menyimpulkan informasi yang berupa data, tabel, dan gambar, serta
mengklasifikasikan serangkaian informasi ke dalam bagian-bagian yang terpisah.
Kata kerja operasional kemampuan analisis yang akan digunakan sebagai
instrumen untuk membedakan siswa yang memiliki kemampuan analisis tinggi
dan rendah adalah menganalisis, memecahkan, mendeteksi, mendiagnosis,
menyeleksi, memerinci, mendiagramkan, mengkorelasikan, merasionalkan,
menguji, menyimpulkan, menemukan, menelaah, mengaitkan, dan memilih.
9. Kemampuan Berfikir Kreatif
Kemampuan berfikir kreatif merupakan salah satu ketrampilan berfikir
yang berkaitan dengan keterampilan berfikir menurut Bloom yang telah direvisi
oleh Anderson yaitu to create atau mencipta. Mencipta mengandung arti
memunculkan sesuatu ide, gagasan, produk, maupun pendapat yang baru
berdasarkan ide-ide yang sudah dialami atau diketahui.
Evans (1991) mendefinisikan bahwa berfikir kreatif adalah suatu aktivitas
mental untuk membuat hubungan (connection) yang terus menerus (kontinu)
sehingga ditemukan suatu kombinasi yang benar. Pendapat lain dikemukakan oleh
Pehkonen (1997 : 65) yang mendefinisikan bahwa berfikir kreatif sebagai suatu
kombinasi antara berfikir logis dan berfikir divergen yang didasarkan pada intuisi
tapi masih dalam kesadaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa berfikir kreatif
merupakan proses berfikir untuk membuat hubungan ide atau konsep yang sudah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
diketahui dan memunculkan ide atau konsep baru sebagai hasil dari kombinasi
ide-ide yang telah dimiliki.
Berfikir kreatif merupakan salah satu keterampilan yang diperlukan dalam
pembelajaran Fisika. Berfikir kreatif secara jangka panjang dapat memunculkan
kemampuan berfikir reflektif dan menemukan keaslian (originality). Kemampuan
berfikir kreatif dapat dikembangkan dengan cara belajar Sains termasuk di
dalamnya belajar Fisika sebagai suatu pemecahan masalah atau pembelajaran
Fisika berbasis masalah atau problem based learning. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari Feldhusen dan Treffinger (1980) yang menyatakan bahwa
“..technique for developing creativity is the inquiry-discovery or problem solving
approach...”. Pendapat ini dikuatkan oleh hasil penelitian Halizah Awang dan
Ishak Ramly (2008) yang menyatakan bahwa “problem based learning approach
could rise up the creative thinking skills of students compared to conventional
learning approach”. Jadi jelas terdapat hubungan antara pembelajaran yang
menggunakan pendekatan problem based learning dengan kemampuan berfikir
kreatif siswa.
Berfikir kreatif memiliki tiga komponen utama yaitu : kefasihan (fluency),
fleksibilitas (flexibility), dan kebaruan (novelty). Ketiga komponen ini berkaitan
dengan pemecahan masalah. Silver (1997: 76) menjelaskan komponen berfikir
kreatif dalam pemecahan masalah disajikan dalam Tabel 2.4.
Tabel 2.4. Komponen Berfikir Kreatif dalam Pemecahan Masalah
Pemecahan Masalah Komponen Berfikir Kreatif
Siswa menyelesaikan masalah dengan bermacam-macam solusi dan
jawaban
Kefasihan (Fluency)
Siswa menyelesaian (menyatakan) dalam satu cara kemudian dalam
cara lain
Siswa mendiskusikan berbagai metode penyelesaian
Fleksibilitas (Flexibility)
Siswa memeriksa jawaban dengan berbagai metode penyelesaian
dan kemudian membuat metode yang baru dan berbeda
Kebaruan (Novelty)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Tabel 2.4 menjelaskan indikaor dari masing-masing komponen berfikir
kreatif dan perilaku siswa yang dapat diamati. Ketika seseorang menerapkan
berpikir kreatif dalam suatu pemecahan masalah, pemikiran divergen
menghasilkan banyak ide yang berguna dalam menyelesaikan masalah. Dalam
berpikir kreatif dua bagian otak akan sangat diperlukan. Keseimbangan antara
logika dan kreativitas sangat penting seperti yang dikemukakan oleh Pehkonen
sebagaimana di jelaskan di atas. Jika salah satu menempatkan deduksi logis terlalu
banyak, maka kreativitas akan terabaikan. Dengan demikian untuk memunculkan
kreativitas diperlukan kebebasan berpikir tidak di bawah kontrol dan tekanan.
Berdasarkan uraian di atas, maka kemampuan berfikir kreatif ini perlu
diperhatikan dan dikembangkan dalam pembelajaran khususnya pembelajaran
Fisika. Dalam problem based learning, berfikir kreatif diperlukan siswa untuk
mencari berbagai alternatif jawaban atau cara penyelesaikan permasalahan yang
diberikan dalam proses pembelajaran.
10. Hakikat Fisika
Fisika merupakan salah satu cabang dari ilmu sains atau ilmu
pengetahuan alam. Oleh karena itu, aspek Fisika tidak jauh berbeda dengan ilmu
pengetahuan alam atau sains. Berkaitan dengan aspek sains, Alfred T. Collete &
Eugene L. Chiappeta dalam Zuhdan K. Prasetyo (2008: 2) mengemukakan bahwa:
“sains dapat dipandang dari tiga aspek sebagai upaya memahami alam, yaitu:
science as away of thinking, science as away of investigating, and science as a
body of knowledge”.
Menurut Brockhaus yang dikutip oleh Herbert Druxes, Gernot Born, dan
Fritz Siemsen (1986: 3) berpendapat “Fisika adalah pelajaran tentang kejadian di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
alam, yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang
didapat, penyajian secara matematis, dan berdasarkan peraturan-peraturan
umum”. Selanjutnya, Gerthsen yang dikutip oleh Herbert Druxes et al (1986: 3)
menyatakan bahwa “Fisika adalah suatu teori yang menerangkan gejala-gejala
alam sesederhana mungkin dan berusaha menemukan hubungan antara kenyataan-
kenyataan persyaratan utama untuk pemecahan masalah dengan mengamati
gejala-gejala tersebut”. Hal ini berarti bahwa Fisika merupakan teori yang
mempelajari gejala-gejala alam, kemudian hasilnya dirumuskan dalam bentuk
definisi ilmiah dan persamaan matematis berdasarkan hasil pengamatan dan
penyelidikan sehingga dapat berguna untuk memecahkan masalah yang ada di
alam.
Dari kedua definisi Fisika di atas, maka dapat disimpulkan bahwa Fisika
merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala-gejala alam dan disajikan
dalam bentuk yang sederhana yang diperoleh dari hasil penelitian, percobaan,
pengukuran serta penyajian secara matematis berdasarkan peraturan-peraturan
umum sehingga dapat bermanfaat bagi kehidupan. Dalam Fisika diuraikan dan di
analisa struktur dan peristiwa di alam sehingga akan ditemukan aturan-aturan atau
hukum alam yang dapat menerangkan gejala-gejala alam. Aturan-aturan dan
hukum-hukum Fisika atau produk Fisika yang dapat berupa fakta, konsep, teori
diperoleh dengan metode ilmiah. Metode ilmiah ini merupakan hal yang penting
untuk memahami gejala alam. Sebagaimana diuraikan oleh Fishbane,
Gasiorowich, dan Thornton (1996: 3) ”The scientific method has led to
accelerated progress in our understanding of the physical word”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Untuk melakukan metode ilmiah diperlukan keterampilan-keterampilan
tertentu seperti mengamati, menafsirkan, menerapkan, merencanakan percobaan,
dan mengkomunikasikan. Sikap yang melandasi proses tersebut adalah sikap
ilmiah yang meliputi jujur, tekun, terampil, rasa ingin tahu yang tinggi dan
sebagainya.
11. Prestasi Belajar Fisika Siswa
Prestasi belajar Fisika siswa adalah hasil belajar yang diperoleh siswa
setelah mengikuti pembelajaran Fisika. Prestasi belajar diperoleh dengan cara
melakukan evaluasi. Cronbach dan Stufflebeam sebagaimana dikutip oleh
Suharsimi Arikunto dan Cepi Syafrudin Abdul Jabar (2009: 5) mengemukakan
arti dari evaluasi sebagai “ … upaya menyediakan informasi untuk disampaikan
kepada pengambil keputusan”. Hasil belajar yang diperoleh siswa sebagaimana
yang dirumuskan oleh Bloom meliputi tiga ranah yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotor.
a. Ranah Kognitif
Bloom seperti dikutip oleh Kelvin Seifert (2008: 150-152)
mengklasifikasikan ranah kognitif dalam taksonominya yang terkenal sebagai
taksonomi Bloom. Tingkatan pertama dari taksonomi Bloom adalah pengetahuan,
merupakan kemampuan untuk mengingat atau mengenali fakta dan gagasan
berdasarkan permintaan. Tingkatan kemampuan kognitif kedua adalah
pemahaman. Pemahaman merupakan kemampuan untuk menggunakan
pengetahuan yang sudah diingat lebih kurang sama dengan yang sudah diajarkan
dan sesuai dengan maksud penggunaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Tingkatan kemampuan kognitif yang ketiga menurut Bloom adalah
aplikasi. Kemampuan aplikasi merupakan kemampuan menggunakan gagasan-
gagasan atau prinsip-prinsip umum dalam situasi-situasi tertentu. Setelah tingkat
aplikasi selanjutnya adalah tingkatan analisa, yaitu kemampuan untuk
mengelompokkan sebuah gagasan atau wacana dan mengevaluasi masing-masing
kelompok tersebut. Selanjutnya tingkatan kelima adalah kemampuan sintesa, yaitu
kemampuan untuk mengkombinasikan beberapa elemen ke dalam sebuah struktur
yang lebih besar atau menyeluruh. Kemampuan kognitif yang terakhir atau
keenam menurut Bloom adalah evaluasi, yaitu kemampuan untuk menilai
seberapa baik gagasan-gagasan dan materi-materi pengetahuan dalam memenuhi
kriteria-kriteria tertentu.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar siswa yang berupa ranah kognitif terdiri dari enam tingkatan yaitu
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisa, sintesa dan evaluasi. Urutan
kemampuan tersebut menunjukkan tingkatan berfikir siswa yang semakin
kompleks. Taksonomi ini dikembangkan oleh Bloom pada tahun 50-an. Pada
tahun 2001, sekelompok siswa Bloom yaitu Anderson dan rekannya merevisi
taksonomi Bloom. Revisi yang dilakukan Anderson adalah menggabungkan
domain analisa dan sintesa menjadi domain analisa saja dan menambah domain
mencipta setelah domain evaluasi. Dalam Richard, I. Arends (2008: 117)
disebutkan taksonomi Bloom yang telah direvisi adalah mengingat ,memahami,
menerapkan, menganalisa, mengevaluasi, dan mencipta.
Kemampuan menganalisis, mengevaluasi, serta mencipta merupakan
kemampuan berfikir tingkat tinggi (high order thinking skill). Keterampilan ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
diperlukan oleh siswa, dan salah satu pengembangannya adalah melalui
pembelajaran sains termasuk Fisika. Implementasi konkritnya adalah kemampuan
analisis dan mencipta dapat dikembangkan melalui pembelajaran Fisika berbasis
masalah (problem based learning). Keterampilan mencipta berkaitan erat dengan
kemampuan berfikir kreatif yang merupakan salah satu variabel yang di tinjau
dalam penelitian ini.
b. Ranah Afektif
Krathwohl seperti dikutip oleh Kelvin Seifert (2008: 152-154)
mengklasifikasikan ranah afektif menjadi lima tingkatan yaitu: receiving
(attending), responding, valuing, organization, dan characterization.
1) Receiving
Pada tingkat receiving atau attending, peserta didik memiliki keinginan
memperhatikan suatu fenomena khusus atau stimulus, misalnya kelas, kegiatan,
musik, buku, dan sebagainya. Tugas pendidik mengarahkan perhatian peserta
didik pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran afektif. Misalnya pendidik
mengarahkan peserta didik agar senang membaca buku, senang bekerjasama, dan
sebagainya. Kesenangan ini akan menjadi kebiasaan, dan hal ini yang diharapkan,
yaitu kebiasaan yang positif.
2) Tingkat Responding
Responding merupakan partisipasi aktif peserta didik, yaitu sebagai
bagian dari perilakunya. Pada tingkat ini peserta didik tidak saja memperhatikan
fenomena khusus tetapi ia juga bereaksi. Hasil pembelajaran pada ranah ini
menekankan pada pemerolehan respons, berkeinginan memberi respons, atau
kepuasan dalam memberi respons. Tingkat yang tinggi pada kategori ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
minat, yaitu hal-hal yang menekankan pada pencarian hasil dan kesenangan pada
aktivitas khusus. Misalnya senang membaca buku, senang bertanya, senang
membantu teman, senang dengan kebersihan dan kerapian, dan sebagainya.
3) Valuing
Valuing melibatkan penentuan nilai, keyakinan atau sikap yang
menunjukkan derajat internalisasi dan komitmen. Derajat rentangannya mulai dari
menerima suatu nilai, misalnya keinginan untuk meningkatkan keterampilan,
sampai pada tingkat komitmen. Valuing atau penilaian berbasis pada internalisasi
dari seperangkat nilai yang spesifik. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan
dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas. Dalam
tujuan pembelajaran, penilaian ini diklasifikasikan sebagai sikap dan apresiasi.
4) Organization
Pada tingkat organization, nilai satu dengan nilai lain dikaitkan, konflik
antar nilai diselesaikan, dan mulai membangun sistem nilai internal yang
konsisten. Hasil pembelajaran pada tingkat ini berupa konseptualisasi nilai atau
organisasi sistem nilai. Misalnya pengembangan filsafat hidup.
5) Tingkat Characterization
Tingkat ranah afektif tertinggi adalah characterization nilai. Pada tingkat
ini peserta didik memiliki sistem nilai yang mengendalikan perilaku sampai pada
waktu tertentu hingga terbentuk gaya hidup. Hasil pembelajaran pada tingkat ini
berkaitan dengan pribadi, emosi, dan sosial.
Sedangkan Herliani (2009), menyatakan ada lima aspek afektif hasil
klasifikasi Tuckman, Anderson, dan Gable, yaitu: sikap, minat, konsep diri, nilai,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
dan moral. Berikut ini merupakan penjelasan yang dirangkum dari Mardapi
(2008).
1) Sikap
Sikap dapat dibentuk melalui cara mengamati dan menirukan sesuatu
yang positif, kemudian melalui penguatan serta menerima informasi verbal.
Perubahan sikap dapat diamati dalam proses pembelajaran, tujuan yang ingin
dicapai, keteguhan, dan konsistensi terhadap sesuatu. Penilaian sikap adalah
penilaian yang dilakukan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran, kondisi pembelajaran, pendidik, dan sebagainya. Komponen sikap
dibentuk dari tiga komponen yang saling menunjang dalam pembentukan sikap
individu, yaitu: (a) komponen kognitif yang berisi kepercayaan seseorang
mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap; (b) komponen
afektif yang menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu
objek sikap (menyangkut perasaan yang dimiliki terhada sesuatu); (c) komponen
konatif yang menunjukkan bagaimana kecenderungan berperilaku yang ada dalam
diri seseorang yang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya (Herliani,
2009).
2) Minat
Menurut Getzel (1966), minat adalah suatu disposisi yang terorganisir
melalui pengalaman yang mendorong seseorang untuk memperoleh objek khusus,
aktivitas, pemahaman, dan keterampilan untuk tujuan perhatian atau pencapaian.
Secara umum minat termasuk karakteristik afektif yang memiliki intensitas tinggi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
3) Konsep Diri
Menurut Smith, konsep diri adalah evaluasi yang dilakukan individu
terhadap kemampuan dan kelemahan yang dimiliki. Arah konsep diri bisa positif
atau negatif, dan intensitasnya bisa dinyatakan dalam suatu daerah kontinum,
yaitu mulai dari rendah sampai tinggi. Konsep diri ini penting untuk menentukan
jenjang karir peserta didik, yaitu dengan mengetahui kekuatan dan kelemahan diri
sendiri, dapat dipilih alternatif karir yang tepat bagi peserta didik serta untuk
memberikan motivasi belajar peserta didik dengan tepat.
4) Nilai
Nilai menurut Rokeach (1968) merupakan suatu keyakinan tentang
perbuatan, tindakan, atau perilaku yang dianggap baik dan yang dianggap buruk.
Selanjutnya dijelaskan bahwa sikap mengacu pada suatu organisasi sejumlah
keyakinan sekitar objek spesifik atau situasi, sedangkan nilai mengacu pada
keyakinan.
5) Moral
Moral berkaitan dengan perasaan salah atau benar terhadap kebahagiaan
orang lain atau perasaan terhadap tindakan yang dilakukan diri sendiri. Misalnya
menipu orang lain, membohongi orang lain, atau melukai orang lain baik fisik
maupun psikis. Moral juga sering dikaitkan dengan keyakinan agama seseorang,
yaitu keyakinan akan perbuatan yang berdosa dan berpahala. Jadi moral berkaitan
dengan prinsip, nilai, dan keyakinan seseorang.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar siswa yang berupa ranah afektif berkaitan erat dengan sikap-sikap yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
dimiliki siswa. Oleh karena itu diperlukan juga pengamatan dan penilaian
terhadap ranah afektif untuk mengetahui prestasi belajar siswa.
c. Ranah Psikomotor
Simpson seperti dikutip oleh W.S. Winkel (1996: 245 ) membagi ranah
psikomotor menjadi tujuh kemampuan. Kemampuan psikomotor yang pertama
adalah persepsi, yaitu kemampuan untuk menyadari akan datangnya rangsangan
yang ada di sekitarnya. Kemampuan kedua adalah kesiapan, mencakup
kemampuan untuk menempatkan dirinya dalam keadaan akan memulai suatu
gerakan atau rangkaian gerakan. Selanjutnya adalah gerakan terbimbing,
mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak-gerik sesuai
contoh yang diberikan.
Kemampuan psikomotorik yang keempat adalah gerakan yang terbiasa,
mencakup kemampuan untuk melakukan suatu rangkaian gerak dengan lancar.
Lalu kemampuan psikomotorik selanjutnya adalah gerakan kompleks, mencakup
kemampuan untuk melakukan suatu keterampilan yang terdiri atas beberapa
komponen dengan lancar, tepat, dan efisien.
Kemampuan psikomotorik yang terakhir menurut Simpson adalah
penyesuaian pola gerakan dan kreativitas. Penyesuaian pola gerakan mencakup
kemampuan untuk mengadakan dan menyesuaikan pola gerak-gerik dengan
kondisi setempat atau menunjukkan suatu taraf keterampilan yang mencapai
kemahiran. Sedangkan kreativitas mencakup kemampuan untuk melahirkan pola
gerak-gerik atas dasar prakarsa atau inisiatif sendiri.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa prestasi
belajar siswa yang berupa ranah psikomotor berkaitan erat dengan keterampilan-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
keterampilan siswa yang lebih spesifik pada suatu gerakan atau aktivitas-aktivitas
tertentu. Oleh karena itu diperlukan juga pengamatan dan penilaian terhadap ranah
psikomotor untuk mengetahui prestasi belajar siswa.
Hasil-hasil belajar di atas relevan dengan tujuan belajar yang sudah
diuaraikan sebelumnya. Ranah kognitif berkaitan dengan tujuan belajar untuk
memperoleh pengetahuan, ranah afektif berkaitan dengan tujuan belajar untuk
memperoleh penanaman sikap mental atau nilai-nilai dan ranah psikomotor
berkaitan dengan tujuan belajar untuk memperoleh keterampilan. Dalam
penelitian ini, ranah yang dijadikan sebagai acuan dalam menentukan prestasi
belajar siswa adalah ranah kognitif dan efektif siswa. Ranah psikomotor tidak
dijadikan sebagai salah satu aspek dalam prestasi belajar siswa karena
pengamatan terhadap ranah psikomotor sulit dilakukan jika digunakan metode
eksperimen dengan VBL dan SBL.
12. Elastisitas dan Gerak Harmonik Sederhana
a. Elastisitas
Elastisitas adalah kemampuan suatu benda untuk kembali ke bentuk
awalnya segera setelah gaya luar yang diberikan kepada benda tersebut
dihilangkan. Benda-benda yang memiliki elastisitas disebut benda elastis
sedangkan benda-benda yang tidak mempunyai elastisitas disebut benda tidak
elastis atau benda plastis.
1) Tegangan (Stress)
Tegangan merupakan hasil bagi antara gaya (F) yang bekerja pada suatu
benda dibagi dengan luas penampang tempat gaya itu bekerja. Jika merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
tegangan dan F merupakan gaya dan A adalah luas penampang, maka secara
matematis, tegangan dituliskan sebagai:
A
F …………………………………………………….... (2.1)
Gambar 2.1 adalah penampang kawat yang mempunyai panjang awal L
dan luas penampang A ditarik oleh gaya sebesar F sehingga terjadi pertambahan
panjang sebesar ∆L.
2) Regangan (Strain)
Regangan adalah perbandingan antara pertambahan panjang suatu benda
setelah diberi gaya, dengan panjang benda tersebut sebelum diberi gaya.
Berdasarkan gambar 2.1, jika e merupakan regangan, l merupakan pertambahan
panjang, dan A merupakan panjang mula-mula maka secara matematis regangan
dituliskan sebagai :
l
le
…………………………….. ………………….…….. (2.2)
3) Modulus Young
Modulus Young adalah perbandingan antara tegangan dan regangan yang
dialami benda. Secara matematis modulus Young dituliskan sebagai:
lA
lF
eE
.
. …………………………………………..….. (2.3)
Gambar 2.1 Tegangan Kawat yang Ditarik Gaya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Modulus young memiliki nilai yang berbeda antara jenis bahan yang satu
dengan bahan yang lain. Nilai modulus Young untuk beberapa bahan disajikan
pada Tabel 2.5 di bawah ini.
Tabel 2.5. Modulus Young Beberapa Bahan
Bahan Padat Modulus Elastisitas (E) (N/m2)
Baja 200 x 109
Besi 100 x 109
Kuningan 100 x 109
Alumunium 70 x 109
Marmer 50 x 109
Granit 45 x 109
Beton 20 x 109
Batubara 14 x 109
Nilon 5 x 109
Kayu 10 x 109
Berdasarkan tabel 2.5 dapat dilihat bahwa semakin keras suatu bahan maka
modulus Young dari bahan tersebut semakin besar.
4) Hukum Hooke
Hukum Hooke menyatakan bahwa jika gaya tarik tidak melampaui batas
elastis pegas, pertambahan panjang pegas berbanding lurus dengan gaya tariknya.
Jika F adalah gaya yang diberikan pada pegas, k adalah konstanta pegas, ∆x
merupakan pertambahan panjang pegas. Secara matematis dituliskan sebagai :
xkF . ……………………………………………………….…. (2.4)
Gambar 2.2. Pertambahan Panjang Pegas Karena Gaya yang
Berbeda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Gambar 2.2 menunjukkan pegas yang di beri beban dengan massa yang
berbeda. Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar beban
yang diberikan kepada pegas, maka pertambahan panjang pegas semakin besar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pertambahan panjang pegas sebanding dengan
gaya yang diberikan pada pegas tersebut.
5) Susunan Pegas
a) Susunan Seri
Jika dua buah pegas atau lebih disusun seri, maka akan mempunyai
prinsip sebagai berikut:
(1) Gaya tarik pada pegas pengganti seri adalah sama dengan gaya tarik yang
dialami oleh maing-masing pegas.
F1 = F2 = …. = Fn = Fs
(2) Pertambahan panjang pegas pengganti seri adalah sama dengan jumlah
pertambahan panjang masing-masing pegas.
ns xxxx ...21
Dari dua prinsip di atas dan juga hukum Hooke maka dapat ditentukan
besarnya konstanta pegas pengganti pegas yang disusun seri, yaitu:
ns kkkk
1...
111
21
……………...……………….……….. (2.5)
Untuk n buah pegas yang identik yang disusun seri dengan tetapan tiap pegasnya
k, maka konstanta pegas penggantinya adalah:
n
kks …………………………………………………..…….. (2.6)
Gambar 2.3 menunjukkan bahwa pertambahan panjang total dari pegas
yang disusun seri adalah jumlah dari pertambahan panjang dari masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
pegas. Sedangkan gaya yang bekerja pada masing-masing pegas untuk pegas yang
disusun seri adalah sama.
b) Susunan Paralel
Jika dua buah pegas atau lebih disusun paralel, maka akan mempunyai
prinsip sebagai berikut:
(1) Gaya tarik pada pegas pengganti paralel adalah sama dengan jumlah gaya
tarik pada maing-masing pegas.
Fp = F1 + F2 + …. + Fn
(2) Pertambahan panjang pegas pengganti paralel adalah sama dengan
pertambahan panjang yang dialami masing-masing pegas.
np xxxx ...21
Dari dua prinsip di atas dan juga hukum Hooke maka dapat ditentukan besarnya
konstanta pegas pengganti pegas yang disusun paralel, yaitu:
np kkkk ...21 …………………..…………… (2.7)
Untuk n buah pegas yang identik yang disusun paralel dengan tetapan tiap
pegasnya k , maka konstanta pegas penggantinya adalah:
nkk p ……………………………………….……… (2.8)
Gambar 2.3. Susunan Pegas Seri
Gambar 2.4. Susunan Pegas Paralel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Gambar 2.4 menunjukkan bahwa pertambahan panjang total dari pegas
yang disusun paralel adalah sama dengan pertambahan panjang dari masing-
masing pegas. Sedangkan gaya yang bekerja pada masing-masing pegas untuk
pegas yang disusun paralel adalah jumlah gaya yang bekerja pada masing-masing
pegas.
b. Gerak Harmonis Sederhana
Gerak harmonik sederhana didefinisikan sebagai gerak yang selalu
dipengaruhi oleh gaya yang besarnya berbanding lurus dengan jarak dari suatu
titik dan arahnya selalu menuju titik tersebut. Titik yang dimaksud adalah titik
kesetimbangan dan gaya yang dimaksud adalah gaya pemulih. Contoh cerak
harmonis sederhana yang biasa dijumpai adalah gerak harmonis sederhana pada
pegas dan gerak harmonik sederhana pada ayunan sederhana (bandul matematis).
1) Gerak Harmonis Sederhana pada Pegas
Gerak harmonis sederhana yang terjadi pada pegas mempunyai gaya
pemulih yang besarnya sebanding dengan jarak benda dari titik
kesetimbangannya. Secara matematis dirumuskan sebagai :
F = - k x …………………………………….……………………… (2.9)
Tanda negatif pada persamaan (2.9) menunjukkan bahwa arah gaya F
selalu berlawanan dengan arah simpangan x.
Gambar 2.5. Gaya Pemulih pada Getaran Harmonis Sistem Massa Pegas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Gambar 2.5 menunjukkan gaya pemulih yang bekerja pada pegas yang
diberi simpangan sejauh x. Dari gambar dapat dilihat bahwa arah dari gaya
pemulih selalu berlawanan dengan arah simpangan yang diberikan, sehingga faya
pemulih di beri tanda negatif.
2) Gerak Harmonis Sederhana pada Ayunan Sederhana
Sebuah ayunan sederhana atau bandul sederhana terdiri atas sebuah
beban bermassa m yang digantung di ujung tali ringan (massanya dapat diabaikan)
yang panjangnya l. Jika beban ditarik ke satu sisi dan dilepaskan, maka beban
berayun melalui titik keseimbangan menuju ke sisi yang lain. Jika amplitudo
ayunan kecil, maka bandul melakukan getaran harmonik.
Persamaan gaya pemulih pada bandul sederhana secara matematis
dirumuskan sebagai:
F = sinmg ……………..……………….……………………… (10)
Seperti halnya pada pegas, tanda negatif pada persamaan (10) menunjukkan
bahwa arah gaya F selalu berlawanan dengan arah simpangan x.
Gambar 2.6 adalah gambar gaya pemulih pada ayunan sederhana.
Sebagaimana gaya pemulih pada pegas, arah gaya pemulih pada ayunan sederhana
Gambar 2.6. Gaya Pemulih pada Getaran Harmonis Ayunan Sederhana
-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
juga berlawanan dengan arah simpangan yang diberikan sehingga diberi tanda
negative yaitu -mgsinƟ. Gaya tersebut berasal dari komponen gaya berat yang
dimiliki oleh beban ke arah horizontal.
3) Periode dan Frekuensi pada Pegas
Periode adalah waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran atau
osilasi penuh. Secara matematis periode dituliskan dengan:
n
tT ………………………………………………….……….… (2.11)
Frekuensi adalah jumlah getaran yang dilakukan tiap satuan waktu. T periode
getaran, f merupakan frekuensi getaran, n merupakan jumlah getaran, t
merupakan waktu getaran.Secara matematis frekuensi dituliskan dengan:
t
nf ……………………………………………………….…… (2.12)
Besarnya periode getaran pada pegas dapat diperoleh sebagai berikut:
Besarnya gaya pemulih pegas menurut hukum Hooke adalah :
F = - k x dan menurut Hukum II Newton F = m ax dengan ax = x2 , sehingga:
xmF 2 , jika disubstitusikan ke persamaan kxF , maka:
xmkx 2 di mana m
k2 atau
m
k
Karena T
2 , maka
m
k
T
2, sehingga diperoleh
k
mT 2 ……………………………………..………….……… (2.13)
Persamaan 2.13 merupakan persamaan periode untuk getaran harmonis
pada pegas. Karena frekuensi getaran (f) = 1/T, maka persamaan frekuensi
untuk getaran harmonis pada pegas dapat dituliskan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
k
mf
2
1 ……………………………..............………….……(2.14)
Dari persamaan 2.13 dan 2.14 dapat disimpulkan bahwa periode dan frekuensi
pada getaran pegas hanya dipengaruhi oleh konstanta pegas dan massa beban yang
diberikan pada pegas tersebut.
4) Periode dan Frekuensi pada Ayunan Sederhana
Periode dan frekuensi getaran pada bandul sederhana sama seperti pada
pegas. Persamaan periode dan frekuensi dapat diperoleh dengan menggunakan
hukum II Newton dan gaya pemulih.
Persamaan gaya pemulih pada bandul sederhana adalah F = -mg sin .
Untuk sudut kecil ( dalam satuan radian), maka sin sin = . Oleh karena
itu persamaannya dapat ditulis:
F =
l
xmg , dan menurut Hukum II Newton F = m ax dengan
ax = x2 , sehingga,
xmF 2 , jika disubstitusikan ke persamaan F =
l
xmg , maka:
xml
xmg 2
di mana f 2 atau 222 4 f
224 fl
g sehingga diperoleh:
l
gf
2
1 ……………………………………….……………(2.15)
Persamaan 2.15 merupakan persamaan frekuensi untuk ayunan sederhana.
Karena periode getaran (T) = f
1 maka persamaan periode untuk ayunan
sederhana dapat dituliskan:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
g
lT 2 ……………………………………….……………(2.16)
Dari persamaan 2.15 dan 2.16 dapat disimpulkan bahwa periode dan frekuensi
pada ayunan sederhana hanya dipengaruhi oleh panjang tali dan percepatan
gravitasi.
5) Simpangan Gerak Harmonis Sederhana
Apabila kita mengamati grafik simpangan terhadap waktu (Grafik y-t)
dari gerak harmonis sederhana maka kita akan mengetahui bahwa persamaan
gerak harmonis sederhana merupakan fungsi sinusoida dengan frekuensi dan
amplitudo tetap sebagaimana ditunjukkan paga gambar 2.7.
Secara matematis, persamaan simpangan untuk grafik y – t sinusoidal
seperti gambar di atas dapat dinyatakan dengan persamaan :
tAy sin ………………………………………………. (2.17)
Karena fT
22
, maka:
ftAtT
Ay
2sin2
sin ……………………………….(2.18)
Persamaan simpangan pada gerak harmonis yang ditunjukkan oleh
gambar 2.18 menunjukkan bahwa simpangan gerak harmonis merupakan fungsi
waktu dan secara matematis merupakan fungsi sinusoidal.
Gambar 2.7. Grafik Simpangan – Waktu Pada Gerak Harmonis Sederhana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
Persamaan simpangan gerak harmonik sederhana juga dapat ditentukan
dengan metode gerak melingkar beraturan. Suatu gerak harmonis dapat
digambarkan sebagai suatu titik yang bergerak melingkar dengan jari-jari R,
sebagaimana gambar berikut:
Sesuai dengan Gambar 2.8., simpangan y adalah proyeksi suatu titik pada
lingkaran terhadap garis vertikal (sumbu y). Jadi simpangan gerak harmonis
adalah hasil proyeksi dari posisi suatu benda yang bergerak melingkar beraturan
pada garis vertikal. Menurut gambar di atas, simpangan y adalah:
sinRy karena t dan T
2 , maka:
tT
Ry2
sin , dalam hal ini R tidak lain adalah amplitudo (A) sehingga
persamaan simpangannya menjadi:
tT
Ay2
sin ………………………………………..………. (2.19)
Apabila pada saat t = 0 benda mempunyai sudut fase , maka persamaan
simpangan gerak harmonis sederhana menjadi :
sinAy
)sin( 0 tAy
Gambar 2.8. Proyeksi Posisi Sebuah Titik Dalam Gerak Melingkar
Beraturan pada Sumbu y
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
)2
sin( 0
tT
Ay ………………………………………..………. (2.20)
6) Kecepatan Gerak Harmonik Sederhana
Kecepatan gerak harmonis sederhana ditentukan dengan cara
menurunkan fungsi posisi yang ditunjukkan oleh persamaan simpangan y terhadap
waktu t , sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
]cos[]sin[ 00 tAtAdt
d
dt
dyvy ………………… (2.21)
Nilai maksimum dari )cos( 0 t =1, sehingga nilai maksimum dari
vy = A . Jadi dapat disimpulkan bahwa kecepatan maksimum gerak harmonik
sederhana adalah:
vm = A ………………………….………………………. (2.22)
Sehingga persamaan kecepatan gerak harmonik sederhana dapat
dinytakan sebagai:
)cos( 0 tvv my …….........................………………. (2.23)
Persamaan kecepatan gerak harmonis sederhana juga dapat ditentukan
dengan menggunakan metode gerak melingkar beraturan. Pada gerak melingkar
beraturan, telah diketahui bahwa kecepatan linear benda yang bergerak melingkar
adalah hasil kali antara kecepatan angular dengan jari-jari, secara matematis
dituliskan sebagai:
Rv ………………………………………....…….(2.24)
Seperti pada persamaan simpangan gerak harmonik sederhana, kecepatan
gerak harmonik sederhana juga merupakan proyeksi kecepatan linear gerak
melingkar beraturan terhadap sumbu y. Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar
di bawah ini:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
22
22
22
)sin1(
cos
yAv
tAv
tAv
y
y
y
Sesuai dengan Gambar 2.9., kecepatan gerak harmonis adalah adalah proyeksi
kecepatan suatu titik yang bergerak melingkar terhadap garis vertikal (sumbu y).
Dari gambar di atas, dapat diperoleh persamaan :
tvvvy coscos
cosRvy dengan R = A
cosAvy ….…..……………………………..……. (2.25)
Dari persamaan di atas, dapat disusun persamaan sebagai berikut:
…….…………………..…..……. (2.26)
Persamaan 2.25 dan 2.26 menunjukkan bahwa kecepatan suatu benda yang
bergerak harmonis merupakan fungsi waktu dan posisi (simpangan).
7) Percepatan Gerak Harmonis Sederhana
Percepatan gerak harmonis sederhana ditentukan dengan cara
menurunkan fungsi kecepatan (vy) terhadap waktu t, sehingga diperoleh
persamaan sebagai berikut:
yvv
Gambar 2.9 Proyeksi Kecepatan Linear Sebuah Titik Dalam Gerak
Melingkar Beraturan pada Sumbu y
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
0
2
0 sincos tAtAdt
d
dt
dva
y
y .........(2.27)
Karena 0sin tA = y, maka persamaan 23 dapat dituliskan sebagai:
yay
2 ……....…………………………………….…. (2.28)
Karena nilai maksimum dari 0sin t = 1, maka nilai maksimum dari
percepatan gerak harmonis sederhana adalah:
Aam
2 ……………………………………….………. (2.29)
Sehingga persamaan percepatan gerak harmonis dapat dituliskan dalam bentuk
percepatan maksimum, yaitu:
0sin taa my ……....………………………….…… (2.30)
Seperti pada persamaan simpangan dan kecepatan gerak harmonik
sederhana, percepatan gerak harmonik sederhana juga merupakan proyeksi
percepatan sentripetal gerak melingkar beraturan terhadap sumbu y seperti pada
gambar 2.10.
Percepatan sentripetal dalam gerak melingkar dirumuskan sebagai:
RR
va 2
2
…..…………..………………….……….. (2.31)
Dari Gambar 2.10. dapat dilihat bahwa proyeksi percepatan sentripetal terhadap
sumbu y adalah :
Gambar 2.10. Proyeksi Percepatan Sentripetal Sebuah Titik
Dalam Gerak Melingkar Beraturan Pada
Sumbu y
ya
a
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
coscos 2Raay , dengan R = A, maka:
cos2 Aay …..……...………………………..……. (2.32)
Persamaan 2.32 menunjukkan bahwa percepatan suatu benda yang bergerak
harmonis merupakan fungsi waktu dan posisi (simpangan).
8) Fase Gerak Harmonik Sederhana
Sudut fase gerak harmonis sederhana dinyatakan dengan persamaan:
0 t karena T
2 , maka:
22
2 00
T
tt
T
2 …..……....…………………………..…… …… (2.33)
dimana adalah fase. Jadi, fase dapat dinyatakan sebagai :
2
0
T
t..……...………………………..…… …….. (2.34)
Sedangkan beda fase ( ) pada saat t = t1 dan t = t2 adalah :
T
t
T
tt
T
t
T
t
120102
22
…..………..…..(2.35)
Kedudukan dua benda yang bergerak harmonik sederhana dikatakan sefase jika
beda fasenya :
,...3,2,1,0 atau n ….................………………(2.36)
Sedangkan dua benda yang bergerak harmonis sederhana dikatakan berbeda fase
jika beda fasenya :
,...2
12,
2
11,
2
1 atau
2
1 n ….………………..…(2.37)
dengan n = 0,1,2,3,4,….
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
9) Energi Gerak Harmonis Sederhana
Benda yang bergetar harmonis sederhana memiliki energi potensial dan
energi kinetik. Energi yang dimiliki oleh benda yang bergerak harmonis karena
simpangannya disebut energi potensial. Energi potensial benda yang bergerak
harmonis sederhana pada pegas adalah:
2
2
1kyEp dengan tAy sin dan 2mk , maka:
tkAEp 22 sin2
1
tAmEp 222 sin2
1 ……………….......………………(2.38)
Sedangkan energi yang dimiliki oleh benda yang bergerak harmonis karena
kecepatannya disebut energi kinetik. Energi kinetik dari suatu benda yang
bergerak harmonis sederhana sederhana pada pegas adalah:
2
2
1mvEk dengan tAv cos
2mk dan maka:
tAmEk 222 cos2
1 …..……...….………..…………………(2.39)
Sehingga energi mekanik yang dimiliki oleh benda yeng bergerak harmonis
sederhana adalah :
tAmtAmEEE kpM 222222 cos2
1sin
2
1 =
222
2
1
2
1kAAmEM …..………..……………….……(2.40)
Persamaan 2.40 menunjukkan bahwa energi mekanik benda yang bergetar
harmonis hanya dipengaruhi oleh besaran yang besarnya tetap yaitu k dan A
sehingga nilai dari energi mekanik getaran harmonis juga bernilai tetap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Berdasarkan persamaan energi mekanik 2
2
1kAEM ternyata energi
mekanik suatu benda yang bergetar harmonik tidak tergantung waktu dan tempat.
Jadi, energi mekanik sebuah benda yang bergetar harmonik dimanapun besarnya
sama. Hal ini memenuhi hukum kekekalan energi mekanik. Untuk lebih jelas,
perhatikan gambar di bawah ini:
Gambar 2.11 menunjukkan energi dari tiap-tiap posisi benda yang bergetar
harmonis. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa energi mekanik dari benda
yang begetar harmonis untuk setiap posisi adalah tetap.
B. Penelitian yang Relevan
1. Sudaryono (2007) tentang pembelajaran Fisika berbasis masalah dengan
metode demonstrasi dan diskusi yang ditinjau dari kemampuan awal siswa.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ” ...siswa yang mendapat
pembelajaran Fisika berbasis masalah dengan metode diskusi memperoleh
prestasi belajar Fisika lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat
pembelajaran Fisika dengan metode demonstrasi”. Persamaan penelitian
tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan ini adalah variabel problem
based learning. Sedangkan perbedaannya adalah pada metode pembelajaran
Gambar 2.11. Grafik Kedudukan Gerak Harmonik Sederhana Pada Saat Ep dan Ek
Bernilai Maksimum dan Minimum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
yang digunakan yaitu penelitian ini menggunakan metode eksperimen. Dalam
penelitian tersebut hasil yang diperoleh menyebutkan bahwa metode diskusi
dengan problem based learning akan dapat meningkatkan prestasi belajar
Fisika siswa. Padahal dengan memperhatikan hakikat Fisika, metode
pembelajaran yang seharusnya dapat meningkatkan prestasi adalah
demonstrasi. Sehingga berdasarkan hal tersebut penelitian ini dimaksudkan
untuk memverifikasi hasil tersebut dengan menggunakan metode yang lain
yaitu eksperimen, dan media pembelajaran yang inovatif. Dengan perbaikan
hal ini diharapkan metode yang sesuai dengan karakteristik Fisika akan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa.
2. Penelitian yang dilakukan N. D. Finkelstein et.al (2005) mengenai simulation
based laboratory dalam pembelajaran Fisika. Dari hasil penelitian tersebut
diperoleh hasil bahwa “ ... students who used computer simulations in lieu of
real equipment performed better on conceptual questions...”. Persamaan
penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian tersebut adalah penggunakan
metode dan media yaitu eksperimen menggunakan SBL. Hasil penelitian yang
menarik adalah penggunaan SBL dapat meningkatkan pemahaman konsep
siswa. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan
adalah penelitian tersebut tidak memperhatikan faktor penunjang lain yang
mungkin mempengaruhi hasil belajar dan pemahaman konsep siswa seperti
kemampuan menganalisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa. Maka
berkenaan dengan hal tersebut, dalam penelitian ini kedua faktor tersebut
dijadikan sebagai variabel yang diduga mempengaruhi pemahaman konsep dan
hasil belajar siswa yang diberi pembelajaran menggunakan SBL. Selain itu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
penelitian ini juga menambahkan pembanding bagi SBL yaitu VBL untuk
diketahui keefektifan dari kedua metode tersebut dalam pembelajaran Fisika.
3. Penelitian oleh Halizah Awang dan Ishak Ramli (2008) mengenai problem
based learning untuk meningkatkan keterampilan berfikir kreatif. Hasil
penelitiannya adalah “…PBL as an instructional model that could encourage
the creative thinking skills during the learning process”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa penggunaan problem based learning dapat mendorong
kemampuan berfikir kreatif selama proses pembelajaran. Persamaan penelitian
tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel keterampilan
berfikir kreatif. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
variable keterampilan berfikir kreatif dalam penelitian tersebut dijadikan
sebagai variable terikat, sedangkan pada penelitian yang akan dilakukan
digunakan sebagai variable moderator. Dalam penelitian ini keterampilan
berfikir kreatif yang ditinjau adalah keterampilan berfikir kreatif dalam Fisika,
lain halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Halizah Awang dan Ishak
Ramli yang meninjau keterampilan berfikir kreatif secara umum.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Louis Trudel dan Abdeljalil Métioui (2012)
mengenai efek penggunaan Video Based Laboratory (VBL) terhadap
pemahaman siswa sekolah menengah pada gerak dengan kecepatan tetap.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah
penggunaan media dalam pembelajaran berupa software untuk menganalisis
video percobaan real. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa
penggunaan VBL dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi
gerak dengan kecepatan tetap. Dalam penelitian tersebut, digunakan software
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
yang diprogram khusus hanya untuk kasus gerak dengan kecepatan konstan,
jadi analisisnya terbatas hanya pada kasus-kasus Fisika yang berkaitan dengan
gerakan dengan kecepatan kosntan. Selain itu, software tersebut juga susah
diakses karena dibuat untuk kasus yang khusus. Dalam penelitian ini
digunakan software Logger Pro yang dapat menganalisis video percobaan
gerak baik dengan kecepatan tetap maupun kecepatan yang berubah terhadap
waktu. Akses software ini juga mudah didapatkan secara gratis di internet
sehingga dapat memudahkan guru maupun siswa dalam mempelajari maupun
menggunakan software ini.
5. Nail Ozek (2005) melakukan penelitian mengenai penggunaan teori belajar
Bruner pada percobaan Fisika. Dalam penelitian ini di dapatkan hasil bahwa
dengan menerapkan teori belajar Bruner maka aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor dapat terinvestigasi semua. Dalam penelitian yang akan dilakukan
digunakan problems based learning dan metode eksperimen. Sintaks dari PBL
dan metode eksperimen sesuai dengan teori belajar Bruner yaitu dalam
pembelajaran tidak serta merta memberikan sebuah konsep Fisika yang utuh
kepada siswa. Namun siswa diberi kebebasan untuk menemukan konsep
berdasarkan masalah yang dikemukakan di awal pembelajaran. Penemuan
konsep yang dilakukan siswa ini dilakukan secara mandiri atau kerja sama
dengan siswa lain. Dengan mengacu pada hasil penelitian oleh Nail Ozek
diharapkan prestasi belajar yang yang akan diamati dalam penelitian yaitu
aspek kognitif dan afektif dapat teramati dan terukur dengan baik.
6. Penelitian yang dilakukan oleh Tatag Yuli ES (2005) mengenai peningkatan
kemampuan berfikir kreatif melalui pemecahan masalah. Persamaan penelitian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
tersebut dengan penelitian yang akan dilakukan adalah variabel kemampuan
berfikir kreatif. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh hasil bahwa
kemampuan berfikir kreatif akan dapat meningkatkan keterampilan untuk
memecahkan masalah. Penelitian tersebut hanya meninjau kemampuan berfikir
kreatif sebagai faktor yang dapat meningkatkan prestasi belajar siswa melalui
pemecahan masalah. Terdapat berbagai keterampilan yang menunjang siswa
untuk terampil dalam memecahkan suatu masalah dalam pembelajaran salah
satunya adalah kemampuan analisis siswa. Oleh karena itu penelitian ini akan
ditinjau kemampuan analisis siswa yang tidak diperhatikan sebagi faktor
penentu keberhasilan belajar siswa yang dalam penelitian tersebut tidak
diperhatikan.
7. Nicolaus (2008) melakukan penelitian tentang pembelajaran Fisika
menggunakan animasi dan modul ditinjau dari kreativitas siswa. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara siswa
dengan kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar. Dalam penelitian
tersebut, kreativitas yang dimaksud adalah kreativitas verbal. Dalam penelitian
yang akan dilakukan, kreativitas yang akan ditinjau adalah kreativitas siswa
dalam memecahkan persoalan Fisika, karena topik penelitian adalah Fisika.
Sehingga diharapkan siswa yang dengan kemampuan kreatif tinggi akan dapat
memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada siswa dengan kemampuan
kreatif rendah.
8. Dyonisus (2009) melakukan penelitian mengenai pengaruh problem based
learning dengan metode diskusi dan demonstrasi ditinjau dari konsep diri siswa
terhadap prestasi belajar siswa. Dalam penelitian ini didapatkan hasil bahwa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
penggunaan problem based learning dengan metode demonstrasi lebih efektif
daripada dengan metode diskusi. Kelebihan penelitian ini adalah berhasil
memverifikasi bahwa metode yang sesuai untuk Fisika yaitu metode
demonstrasi terbukti lebih efektif digunakan sebagai metode dalam
pembelajaran Fisika. Tetapi tinjauan variabel moderator yang dipilih dalam
penelitian tersebut yaitu konsep diri tidak didapatkan pengaruh yang signifikan
terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini dimungkinkan karena konsep diri tidak
terlalu berkaitan erat dengan pendekatan yang digunakan yaitu problem based
learning. Dalam penelitian yang akan dilakukan, digunakan metode
pembelajaran eksperimen yang juga sesuai dengan hakikat Fisika. Selain itu
variable moderator yang akan digunakan juga dipilih kemampuan analisis dan
kemampuan berfikir kreatif siswa. Pemilihan variable moderator ini
disesuaikan dengan karakteristik pendekatan pembelajaran maupun
karakteristik Fisika sendiri sehingga diharapkan hasil penelitian ini akan
memberikan pengaruh yang signifikan antara variabel moderator dengan
variabel terikat dalam penelitian yaitu prestasi belajar Fisika. Kemampuan
analisis maupun kemampuan berfikir kreatif diperlukan oleh siswa dalam
memecahkan suatu permasalahan.
C. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan sebelumnya dapat
dinyatakan bahwa prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh pendekatan
pembelajaran, kemampuan analisis siswa, gaya belajar siswa, dan media
pembelajaran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
1. Pengaruh Problem Based Learning Menggunakan Metode Eksperimen
Melalui SBL (Simulation Based Laboratory) dan VBL (Video Based
Laboratory) Terhadap Prestasi Belajar Siswa.
Penelitian ini dilakukan di SMA N 3 Surakarta. Fasilitas yang dimiliki
SMA N 3 Surakarta tergolong cukup lengkap untuk menunjang proses
pembelajaran Fisika. Selain itu, input siswa yang dimiliki oleh SMA N 3
termasuk baik. Sehingga pada dasarnya siswa di SMA N 3 dapat di beri
perlakuan pembelajaran yang melatih mereka untuk mengembangkan
keterampilan berfikir tingkat tinggi (high order thinking) yang sesuai dengan
hakikat Sains yang di dalamnya termasuk Fisika. Namun yang terjadi di
lapangan adalah pembelajaran yang berlangsung didominasi dengan
pembelajaran yang konvensional yang lebih berpusat pada guru.
Dalam penelitian ini materi Fisika yang digunakan adalah gerak
harmonis sederhana. Materi gerak harmonis sederhana diajarkan pada kelas
XI semester 1. Materi gerak harmonis sederhana merupakan materi yang
memiliki karakteristik yang konkrit dan dapat diamati secara langsung
gejalanya. Oleh sebab itu, maka dalam membelajarkan materi GHS perlu
digunakan pembelajaran melibatkan siswa secara langsung untuk melakukan
pengamatan terhadap gejala gerak harmonis sederhana. Namun, besaran-
besaran dalam gerak harmonis sulit untuk diukur secara langsung oleh siswa,
sehingga diperlukan bantuan media pembelajaran yang memudahkan siswa
salah satunya adalah media komputer. Salah satu pembelajaran yang
melibatkan siswa secara langsung untuk melakukan pengamatan adalah
problem based learning menggunakan metode eksperimen.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Problem based learning menggunakan metode eksperimen memiliki
keunggulan yaitu siswa dilatih untuk melakukan pemecahan masalah-masalah
yang disajikan dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya melalui
percobaan, kemudian dianalisis dan dicari dari solusi dari permasalahan yang
ada. Selain itu, problem based learning menggunakan metode eksperimen
juga melatih siswa untuk belajar dan berfikir secara kreatif. Siswa diharapkan
menjadi individu yang berwawasan luas serta mampu melihat hubungan
pembelajaran dengan aspek-aspek yang ada di lingkungannya.
Metode eksperimen yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan media komputer yaitu dengan Simulation Based Laboratory
(SBL) dan Video Based Laboratory (VBL). Simulation Based Laboratory
(SBL) merupakan simulasi laboratorium yang berisi percobaan Fisika yang
dapat dikontrol variabel-variabelnya. Dengan animasi yang disajikan para
siswa dapat menyelidiki sebab dan akibat pada fenomena yang terjadi. SBL
mempunyai keunggulan yaitu siswa dapat melakukan percobaan dan
menemukan konsep melalui simulasi di komputer tanpa harus melalukan
percobaan yang sebenarnya di laboratorium nyata. Sedangkan Video Based
Laboratory (VBL) merupakan laboratorium berbasis video dimana gejala
Fisika secara nyata didokumentasikan melalui video kemudian dengan
menggunakan bantuan komputer gejala tersebut dapat dianalalisis untuk
mengetahui hubungan antar variabel-variabel fisisnya. VBL memiliki
keunggulan yaitu VBL mampu menyajikan gejala Fisika nyata dan berbagai
bentuk representasinya (data kuantitatif, grafik, dan persamaan) secara
simultan, yang dapat dilakukan secara interaktif serta VBL mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
memadukan aspek teoritik dan eksperimental dalam pembelajaran Fisika
yang dapat membantu siswa untuk menemukan dan memahami konsep lebih
baik.
Teori belajar yang mendasari pemilihan metode pembelajaran tersebut
antara lain adalah teori belajar menurut Bruner yaitu belajar penemuan.
Belajar penemuan ini sesuai dengan karakteristik dari problem based learning
dan metode eksperimen. Melalui problem based learning menggunakan
metode eksperimen siswa akan dilatih untuk melakukan penemuan terhadap
jawaban suatu permasalahan yang disajikan dalam pembelajaran melalui
proses percobaan baik menggunakan SBL maupun VBL.
Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa metode eksperimen
dengan menggunakan SBL dan VBL masing-masing mempunyai keunggulan
maka diduga ada pengaruh antara problem based learning menggunakan
metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar siswa.
Tetapi pembelajaran dengan eksperimen menggunakan VBL dapat
memberikan pengaruh yang lebih baik terhadap prestasi belajar siswa.
2. Pengaruh Kemampuan Analisis Kategori Tinggi dan Rendah Terhadap
Prestasi Belajar Siswa
Kemampuan analisis merupakan keterampilan menguraikan sebuah
struktur ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian
struktur tersebut. Kemampuan analisis merupakan salah satu kemampuan
berfikir yang dirumuskan oleh Bloom dan juga sebagai salah satu
keterampilan berfikir tingkat tinggi atau high order thinking skill (HOTS).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
Pada dasarnya siswa dikelas memiliki karaktristik yang unik yaitu
berbeda antara siswa yang satu dan siswa yang lain. Termasuk dalam hal ini,
siswa di kelas mempunyai kemampuan analisis yang berbeda-beda. Siswa
dengan kemampuan analisis tinggi akan cenderung terampil untuk merinci
atau mengurai suatu struktur ke dalam komponen komponen.
Siswa yang mempunyai kemampuan analisis tinggi cenderung akan
aktif dalam proses pemecahan masalah yang disajikan dalam pembelajaran,
memiliki perhatian yang tinggi untuk menemukan sesuatu, memiliki
keingintahuan yang besar terhadap fenomena yang dipelajari. Dengan
kemampuan analisis yang tinggi, tentu akan berdampak terhadap prestasi
belajar siswa. Sebaliknya jika kemampuan analisis siswa rendah, maka akan
mengakibatkan prestasi belajar siswa juga akan biasa-biasa saja karena
keinginan siswa untuk berhasil kurang optimal dan akan menganggap belajar
bukanlah hal penting atau cenderung mengabaikan yang seharusnya bisa
dilakukan sehingga siswa ini akan memiliki prestasi belajar yang sangat
kurang. Dengan demikian, kemampuan analisis siswa juga turut
mempengaruhi prestasi belajar Fisika. Siswa yang mampu menganalisis
dengan baik tentu akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik daripada
siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah. Oleh karena itu, diduga
terdapat pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar Fisika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
3. Pengaruh Kemampuan Berfikir Kreatif Kategori Tinggi Dan Rendah
Terhadap Prestasi Belajar Siswa
Kemampuan berfikir kreatif yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah kemampuan siswa dalam menghasilkan banyak kemungkinan jawaban
dan cara dalam memecahkan suatu masalah. Pembelajaran menggunakan
problem based learning menekankan adanya pemecahan suatu permasalahan
dalam pembelajaran. Setiap siswa di kelas mempunyai cara dan jalan yang
berbeda-beda untuk memecahkan sebuah permasalahan yang disajikan. Hal
ini berkaitan dengan kemampuan siswa untuk berfikir kreatif. Seperti halnya
kemampuan analisis, kemampuan berfikir kreatif ini juga merupakan
keterampilan berfikir tingkat tinggi atau high order thinking skill (HOTS).
Siswa dengan keterampilan berfikir yang tinggi akan dapat
menemukan berbagai ide atau gagasan dalam menemukan jawaban atas suatu
permasalahan yang diberikan dalam pembelajaran. Hal ini dapat
meningkatkan pemahaman siswa terhadap suatu masalah yang akhirnya
menuntun siswa pada suatu jawaban dan kesimpulan yang benar. Siswa
dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi tentunya akan dapat memperoleh
prestasi belajar yang baik.
Di sisi lain, siswa yang memepunyai keterampilan berfikir kreatif
yang rendah tidak dapat memunculkan berbagai alternatif jawaban terhadap
suatu permasalahan. Akibatnya ide atau gagasan siswa terbatas pada satu
jawaban saja atas suatu permasalahan. Hal ini kurang sesuai dengan prinsip
dari problem based learning yang menghendaki adanya berbagai alternatif
jawaban untuk sebuah permasalahan. Siswa dengan kemampuan berfikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
kreatif rendah akan sulit untuk menemukan suatu jawaban dan kesimpulan
dari suatu masalah yang dapat mengakibatkan prestasi belajar yang rendah.
Berdasarkan hal tersebut maka diduga terdapat pengaruh kemampuan berfikir
kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
4. Interaksi Antara Problem Based Learning Menggunakan Metode
Eksperimen Dengan Kemampuan Analisis Terhadap Prestasi Belajar
Siswa
Penjelasan di atas menyebutkan bahwa penggunaan problem based
learning melalui metode eksperimen dengan SBL dan VBL diduga
memberikan pengaruh yang berbeda terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
Demikian pula dengan pengelompokan kategori kemampuan analisis siswa
kategori tinggi dan rendah.
Metode eksperimen menggunakan SBL siswa dituntut untuk
mendesain suatu percobaan dengan menggunakan simulasi komputer dengan
berbagai variabel yang disediakan dalam simulasi tersebut. Jadi dalam
pembelajaran ini kemampuan analisis siswa kurang dilibatkan secara
dominan. Hal ini mengakibatkan siswa dengan kemampuan analisis yang
tinggi akan menerima pembelajaran ini kurang maksimal, karena kemampuan
dominannya kurang dilibatkan secara aktif. Sedangkan siswa dengan
kemampuan analisis rendah akan mudah menerima pembelajaran ini karena
kemampuan analisis kurang begitu dilibatkan sehingga siswa dengan
kemampuan analisis rendah akan dapat memperoleh hasil belajar yang lebih
baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
Metode eksperimen menggunakan VBL siswa dituntut untuk
melakukan berbagai interpretasi dari suatu gejala Fisika yang sudah
didokumentasikan melalui video dengan menggunaakan media computer.
Siswa harus dapat menjelaskan gejala Fisika nyata dan berbagai bentuk
representasinya (data kuantitatif, grafik, dan persamaan matematis). Hal ini
tentunya memerlukan kemampuan analisis yang tinggi. Sehingga siswa
dengan dengan kemampuan analisis tinggi akan dapat mengikuti
pembelajaran ini dengan baik dan siswa kemampuan analisis tinggi akan
dapat memeperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa
yang mempunyai kemampuan analisis rendah. Berdasarkan uraian tersebut,
maka diduga terdapat interaksi antara pembelajaran dengan problem based
learning menggunakan metode eksperimen melalui SBL dan VBL dengan
kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa.
5. Interaksi Antara Problem Based Learning Menggunakan Metode
Eksperimen Dengan Kemampuan Berfikir Kreatif Terhadap Prestasi
Belajar Siswa
Pembelajaran menggunakan problem based learning menekankan
adanya pemecahan suatu masalah melalui berbagai pilihan atau alternatif
jawaban yang mungkin. Jawaban suatu permasalahan tersebut dalam
pembelajaran dicari melalui percobaan atau eksperimen dengan menggunakan
bantuan media komputer yaitu SBL dan VBL.
Metode eksperimen menggunakan SBL siswa dituntut untuk
mendesain suatu percobaan dengan menggunakan simulasi komputer dengan
berbagai variabel yang disediakan dalam simulasi tersebut. Dalam SBL siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
melakukan prosedur percobaan mulai dari memilih variabel dan mendesain
suatu prosedur eksperimen dengan simulasi. Hal ini tentunya memerlukan
kemampuan berfikir kreatif siswa. Siswa dengan kemampuan berfikir kreatif
yang tinggi akan dapat dengan mudah menjalankan prosedur percobaan
dengan berbagai variasi sehingga dapat memperoleh alternatif jawaban dan
kesimpulan yang mungkin. Berfikir kreatif tersebut akan menuntun siswa
menemukan suatu ide atau gagasan jawaban yang benar, dari berbagai
alternatif yang tersedia. Sehingga dalam pembelajaran ini siswa dengan
kemampuan berfikir tinggi akan dapat mengikuti pembelajaran dengan baik
dan memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibanding dengan siswa yang
memiliki kemampuan berfikir kreatif rendah.
Metode eksperimen menggunakan VBL mensyaratkan siswa untuk
menginterpretasi suatu gejala Fisika yang sudah tersedia yaitu video dengan
berbagai bentuk representasinya. Siswa dengan kemampuan berfikir kreatif
tinggi kurang dapat mengikuti pembelajaran ini dengan baik, karena
kemampuan kreatifnya kurang terpakai. Hal ini mengakibatkan pada
rendahnya hasil belajar yang diperoleh. Sebaliknya siswa dengan kemampuan
berfikir kreatif rendah akan merasa cocok dengan pembelajaran ini, karena
berfikir kreatif kurang begitu terpakai. Sehingga siswa dengan kemampuan
berfikir kreatif rendah akan memperoleh hasil belajar yang lebih baik
dibandingkan dengan siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tingi.
Berdasarkan uraian tersebut, maka diduga terdapat pengaruh antara
pembelajaran dengan problem based learning menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
eksperimen melalui SBL dan VBL dengan kemampuan berfikir kreatif
terhadap prestasi belajar siswa.
6. Interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kritis
terhadap prestasi belajar siswa
Pembelajaran problem based learning menekankan pada pemecahan
masalah yang diberikan pada awal pembelajaran. Dalam memecahkan
masalah, ada berbagai cara berfikir yang dapat dipakai antara lain adalah
kemampuan berfikir analisis dan berfikir kreatif.
Siswa yang memiliki kemampuan analisis yang tinggi tetapi memiliki
kemampuan berfikir kreatif rendah cenderung akan menggunakan
kemampuan analisisnya dalam memecahkan persoalan atau permasalahan.
Siswa akan dapat menguraikan masalah yang diberikan, ke dalam suatu
struktur-struktur yang lebih terperinci sehingga akan mudah dicari
penyelesaian atau solusi dari permasalahan tersebut. Siswa yang memiliki
kemampuan analisis tinggi namun kemampuan berfikir kreatif rendah akan
dapat memperoleh hasil belajar yang baik jika dalam pembelajaran
keterampilan untuk berfikir analisis diperhatikan dan dikembangkan dalam
proses pembelajaran.
Sebaliknya siswa dengan kemampuan analisis rendah tetapi memiliki
kemampuan berfikir kreatif tinggi akan menggunakan keterampilan berfikir
kreatifnya untuk memecahkan masalah yang diberikan dalam pembelajaran.
Siswa akan dapat mencari berbagai ide atau alternatif jawaban untuk
menjawab permasalahan yang disajikan. Siswa yang memiliki kemampuan
berfikir kreatif tinggi namun kemampuan analisinya rendah akan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
memperoleh hasil belajar yang baik jika dalam pembelajaran keterampilan
untuk berfikir kreatif diperhatikan dan dikembangkan dalam proses
pembelajaran. Berdasarkan uraian di atas, maka diduga terdapat interaksi
antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi
belajar siswa.
7. Interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kemampuan analisis dan
kemampuan berfikir kritis terhadap prestasi belajar siswa
Berdasarkan uraian di atas dijelaskan bahwa siswa yang mempunyai
kemampuan analisis tinggi dan kemampuan berfikir kreatif rendah jika diberi
perlakuan problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui
VBL akan memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan siswa
dengan kemampuan analisis rendah dan kemampuan berfikir kreatif tinggi
yang diberikan pembelajaran menggunakan SBL. Sehingga dengan kata lain
siswa dengan kemampuan analisis tinggi lebih cocok diberi perlakuan
pembelajaran dengan metode eksperimen menggunakan VBL. Sebaliknya
siswa yang mempunyai kemampuan analisis rendah tetapi kemampuan
berfikir kreatifnya tinggi maka akan sesuai jika diberi perlakuan pembelajaran
dengan metode eksperimen menggunakan VBL.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat dilihat adanya hubungan antara
variabel problem based learning, metode eksperimen, kemampuan analisis,
dan kemampuan berfikir kreatif. Sehingga diduga terjadi interaksi antara
problem based learning melalui metode eksperimen dengan kemampuan
analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir, maka disusun hipotesis
sebagai berikut:
1. Ada perbedaan prestasi belajar siswa antara problem based learning
menggunakan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory
(SBL) dan Video Based Laboratory (VBL).
2. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa dengan kemampuan analisis
kategori tinggi dan rendah.
3. Ada perbedaan prestasi belajar antara siswa kemampuan berfikir kreatif
kategori tinggi dan rendah.
4. Ada tidaknya interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar siswa.
5. Ada interaksi antara penggunaan problem based learning menggunakan
metode eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap
prestasi belajar siswa
6. Ada interaksi antara kemampuan analisis siswa dengan gaya belajar siswa
terhadap prestasi belajar siswa.
7. Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa
terhadap prestasi belajar siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 3 Surakarta yang beralamat di
Jalan Prof. W.Z. Yohanes 58 Surakarta. Tempat melakukan uji coba instrumen tes
kognitif Fisika dilakukan di SMA Negeri 1 Surakarta yang beralamat di Jalan
Monginsidi 40 Surakarta. Sedangkan tempat melakukan uji coba instrumen
kemampuan afektif, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif di
laksanakan di SMA N 3 Surakarta dengan menggunakan kelas yang tidak
digunakan untuk penelitian.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun ajaran 2012/ 2013, yang secara
garis besar dibagi menjadi tiga tahap, yaitu :
a. Tahap persiapan, meliputi: pengajuan judul tesis, permohonan pembimbing,
pembuatan proposal, survei ke sekolah yang digunakan untuk penelitian,
permohonan ijin penelitian, dan penyusunan instrumen penelitian.
b. Tahap penelitian, meliputi: semua kegiatan yang berlangsung di lapangan, uji
coba instrumen, dan pelaksanaan pengambilan data.
c. Tahap penyelesaian, meliputi: analisis data dan penyusunan laporan penelitian
serta penggandaan.
Tahap penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Agustus 2011 sampai
Januari 2013 dapat dilihat dalam Tabel 3.1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan Bulan
Ag
ust
us
Sep
tem
ber
Ok
tober
No
vem
ber
Des
emb
er
Janu
ari
Peb
ruar
i
Mar
et
Ap
ril
Mei
Juni
Juli
Ag
ust
us
Sep
tem
ber
Ok
tober
No
pem
ber
Des
emb
er
Janu
ari
1 Tahap Persiapan
a. Pengajuan Judul v
b. Penyusunan Proposal v v v v
c. Seminar Proposal v
d. Pengurusan Ijin v
e. Pembuatan Instrumen v v v v v v v v v v
2 Pelaksanaan
a. Uji Coba Instrumen v
b. Pelaksanaan Penelitian v
3 Tahap Analisis Data v
4
Pembuatan Laporan
a. Final Laporan v
b. Konsultasi dan Revisi v
c. Ujian Komprehensif v
d. Ujian Tesis v
B. Jenis Penelitian
Berdasarkan metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kuasi
eksperimen yang melibatkan dua kelompok, yaitu kelompok eksperimen I dan
kelompok eksperimen II. Kelompok eksperimen I yaitu kelas XI IPA 7 diberi
perlakuan berupa pembelajaran dengan menggunakan problem based learning
melalui metode eksperimen dengan menggunakan media video based laboratory.
Kelompok eksperimen II yaitu kelas XI IPA 1 diberi perlakuan berupa
pembelajaran dengan menggunakan problem based learning melalui metode
eksperimen dengan menggunakan media simulation based laboratory.
Sebelum proses belajar mengajar dimulai diberikan tes kemampuan
analisis dan kemampuan berfikir kreatif. Dari data hasil tes kemampuan analisis
dibagi menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan rendah. Begitu juga dengan hasil
kemampuan berfikir kreatif dibagi menjadi dua kategori, yaitu tinggi dan rendah.
Pada saat proses pembelajaran dilakukan penilaian afektif melalui lembar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
observasi sedangkan penilaian prestasi belajar untuk ranah kognitif dan afektif
dengan angket diberikan setelah siswa mendapatkan perlakuan. Dalam penelitian
digunakan desain faktorial 2 x 2 x 2. Adapun desain faktorial dalam penelitian ini
disajikan pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2. Desain Faktorial
Problem Based Learning Menggunakan Metode Eksperimen
(A)
Video Based Laboratory
(A1)
Simulation Based Laboratory
(A2)
Kognitif Afektif Kognitif Afektif
Kemampuan
Analisis
Tinggi
(B1)
Kemampuan
Berfikir
Kreatif
Tinggi
(C1)
A1B1C1 A1B1C1 A2B1C1 A2B1C1
Kemampuan
Berfikir
Kreatif
Rendah
(C 2)
A1B1C 2 A1B1C 2 A2B1C 2 A2B1C 2
Kemampuan
Analisis
Rendah
(B2)
Kemampuan
Berfikir
Kreatif
Tinggi
(C1)
A1B2C1 A1B2C1 A2B2C 1 A2B2C 1
Kemampuan
Berfikir
Kreatif
Rendah
(C 2)
A1B2 C 2 A1B2 C 2 A2B2C 2 A2B2C 2
Pada tabel 3.2 kolom A1B1C1 mempunyai arti, dalam penelitian ini akan
dilihat interaksi antara kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan
kemampuan berfikir kreatif tinggi diberi perlakuan perlakuan problem based
learning menggunakan metode eksperimen melalui Video Based Laboratory
terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa. Kolom A2B1C1 mempunyai
arti, dalam penelitian ini akan dilihat interaksi antara kelompok siswa dengan
kemampuan analisis tinggi dan kemampuan berfikir kreatif tinggi diberi perlakuan
perlakuan problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui
Simulation Based Laboratory terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
C. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas XI SMA Negeri
3 Surakarta tahun ajaran 2012/2013.
2. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah teknik cluster
random sampling, satu kelas sebagai kelompok eksperimen I yang diberi
pembelajaran dengan menggunakan problem based learning melalui metode
eksperimen dengan menggunakan media video based laboratory dan satu kelas
yang lain sebagai kelompok eksperimen II diberi perlakuan berupa pembelajaran
dengan penggunaan problem based learning melalui metode eksperimen dengan
menggunakan media simulation based laboratory.
3. Sampel
Dari populasi diambil 2 kelas sebagai subyek penelitian secara acak. Dari
dua kelas tersebut dipilih juga secara acak kelas yang menjadi kelas eksperimen
pertama dan kelas yang menjadi kelas eksperimen kedua. Sampel yang terpilih
adalah kelas XI IPA 7 sebagai kelompok eksperimen II yang diberikan
pembelajaran dengan menggunakan problem based learning melalui metode
eksperimen dengan menggunakan media video based laboratory dan kelas XI IPA
1 sebagai kelompok eksperimen II yang diberi pembelajaran dengan
menggunakan problem based learning melalui metode eksperimen dengan
menggunakan media simulation based laboratory
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
D. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel yang digunakan yaitu variabel
bebas, variabel moderator, dan variabel terikat. Sebagai variabel bebas yaitu
pendekatan problem based learning dan metode pembelajaran eksperimen melalui
SBL (Simulation Based Laboratory) dan VBL (Video Based Laboratory).
Variabel moderator yang digunakan adalah kemampuan analisis dan kemampuan
berfikir kreatif siswa. Variabel terikat yang digunakan adalah prestasi belajar
(kognitif, afektif).
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian yaitu problem based learning melalui
metode eksperimen melalui SBL (Simulation Based Laboratory) dan VBL (Video
Based Laboratory).
a. Problem Based Learning Melalui Metode Eksperimen
Definisi operasional dari Problem based learning dengan metode
eksperimen merupakan suatu pembelajaran yang menuntut aktivitas mental siswa
untuk memahami suatu konsep pembelajaran melalui masalah yang disajikan pada
awal pembelajaran melalui eksperimen. Skala pengukuran menggunkan skala
nominal dengan dua kategori, yaitu : problem based learning dengan metode
eksperimen melalui Video Based Laboratory (VBL) dan problem based learning
dengan metode eksperimen melalui Simulation Based Laboratory (SBL).
2. Variabel Moderator
Variabel Moderator dalam penelitian ini adalah kemampuan analisis dan
kemampuan berfikir kreatif siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
a. Kemampuan Analisis
Definisi operasional dari kemampuan analisis adalah kemampuan
menjabarkan atau menguraikan konsep menjadi bagian-bagian yang lebih rinci
dan menjelaskan keterkaitan atau hubungan antar bagian-bagian tersebut.
Kemampuan analisis yang dimaksud dalam peneltitian ini adalah kemampuan
analisis dalam pembelajaran Fisika. Skala pengukuran skala ordinal dengan dua
kategori, yaitu kemampuan analisis tinggi dan kemampuan analisis rendah.
b. Kemampuan Berfikir Kreatif
Definisi Operasional dari kemampuan berfikir kreatif adalah
kemampuan siswa dalam menghasilkan banyak kemungkinan jawaban dan cara
dalam memecahkan suatu masalah. Skala pengukuran skala ordinal dengan dua
kategori, yaitu kemampuan berfikir kreatif tinggi dan kemampuan berfikir kreatif
rendah.
3. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian adalah prestasi belajar Fisika siswa.
Definisi operasional dari prestasi belajar Fisika siswa adalah hasil nilai atau angka
yang diperoleh siswa dalam mata pelajaran Fisika sebagai hasil yang telah dicapai
siswa setelah mengikuti kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dalam
penelitian ini adalah kemampuan kognitif dan afektif. Skala pengukuran untuk
komponen kognitif dan afektif masing-masing adalah interval. Indikator
komponen kognitif adalah hasil tes mata pelajaran Fisika pada pokok bahasan
Elastisitas dan Gerak Harmonik Sederhana dan komponen afektif adalah hasil
angket afektif dan observasi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
E. Teknik Pengumpulan Data
Data penelitian disusun relevan dengan variabel penelitian dan metode
pengumpulan data. Instrumen yang digunakan untuk pengambilan data prestasi
belajar kognitif, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif berupa tes.
Sedangkan untuk mengukur prestasi afektif siswa menggunakan angket dan
observasi.
1. Teknik Tes
Tes digunakan untuk mengetahui tingkat kemampuan peserta didik
secara tidak langsung, yaitu melalui respon peserta didik terhadap sejumlah
pertanyaan. Bentuk tes yang diberikan adalah tes objektif dalam bentuk pilihan
ganda dan tes uraian. Tes berbentuk objektif digunakan untuk mengukur
kemampuan kognitif Fisika siswa pada materi pokok bahasan Elastisitas dan
Gerak Harmonis Sederhana setelah diberikan perlakuan dan juga kemampuan
analisis siswa yang diberikan sebelum diberikan perlakuan. Tes berbentuk uraian
digunakan untuk mengukur kemampuan berfikir kreatif siswa yang diberikan
sebelum diberikan perlakuan.
2. Teknik Angket
Menurut Riduwan (2009: 71), ”Angket adalah daftar pertanyaan yang
diberikan kepada orang lain yang bersedia memberikan respon (responden) sesuai
dengan permintaan pengguna”. Angket yang digunakan dalam penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui prestasi afektif. Angket yang digunakan didasarkan
pada skala Likert. Untuk menskor skala kategori Likert, jawaban diberi bobot
dengan nilai kuantitatif empat tingkatan. Nilai maksimum 4 dan minimal 1
(Sukardi, 2008: 147)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
3. Teknik Observasi
Observasi yaitu melakukan pengamatan secara langsung ke objek
penelitian untuk melihat dari dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2009:76).
Teknik ini dipilih apabila objek penelitian bersifat perilaku dan tindakan manusia,
fenomena alam (kejadian-kejadian yang ada di alam sekitar), proses kerja dan
penggunaan responden kecil. Instrumen observasi sering digunakan sebagai alat
pelengkap instrumen lain, termasuk kuesioner dan wawancara. Instrumen
informasi akan lebih efektif jika informasi yang hendak diambil berupa kondisi
atau tingkah laku dan hasil kerja responden dalam situasi alami (Sukardi, 2008:
79).
Observasi dalam penelitian ini dilakukan oleh observer yang ikut serta
selama proses pembelajaran. Untuk memaksimalkan hasil observasi, digunakan
alat bantu yang sesuai dengan kondisi lapangan, antara lain menggunakan buku
catatan, cek list, kamera, dan lain-lain. Teknik observasi ini digunakan untuk
mengambil data prestasi afektif siswa untuk menguatkan data yang diperoleh
melalui angket.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian terbagi menjadi dua yaitu :
1. Instrumen Pelaksanaan Penelitian
Instrumen pelaksanaan penelitian dalam penelitian ini berupa Silabus
(Lampiran 2), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (Lampiran 3), Lembar Kerja
Siswa (Lampiran 4), dan Lembar Observasi Afektif (Lampiran 22). Instrumen
pelaksanaan penelitian tersebut disusun oleh peneliti dan divalidasi dengan cara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
dikonsultasikan kepada dosen pembimbing dan divalidasi oleh validator ahli yang
kompeten dalam bidang yang bersangkutan.
2. Instrumen Pengambilan Data
Instrumen pengambilan data pada penelitian ini berupa instrumen tes
kemampuan kognitif Fisika (Lampiran 10), instrumen kemampuan analisis
(Lampiran 28) dan instrumen kemampuan berfikir kreatif (Lampiran 37) dan
angket kemampuan afektif (Lampiran 18). Sebelum digunakan, instrumen tes
kognitif Fisika, kemampuan analisis, kemampuan berfikir kreatif, dan angket
kemampuan afektif dikonsultasikan dengan pembimbing dan validator ahli dan
selanjutnya diujicobakan terlebih dahulu. Uji coba instrumen kognitif Fisika
bertujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun telah memenuhi
kriteria yang meliputi: tingkat kesukaran, daya pembeda, validitas maupun
reliabilitas atau tidak. Untuk instrumen angket meliputi: uji validitas dan
reliabilitas.
a. Uji Instrumen Tes Kemampuan Kognitif
Uji instrumen tes terdiri atas uji taraf kesukaran, daya pembeda, validitas
dan reliabilitas tes.
a. Taraf Kesukaran
Soal yang baik untuk alat ukur prestasi adalah soal yang mempunyai
taraf kesukaran yang memadai, dalam arti soal tidak terlalu sulit dan tidak terlalu
mudah. Jika P merupakan indeks kesukaran, B menyatakan bnyaknya siswa yang
menjawab soal betul dan JS menyatakan jumlah seluruh siswa perserta tes, maka
dapat ditentukan persamaan untuk mencari taraf kesukaran dari tiap-tiap item
soal, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
JS
BP (3.1)
Menurut ketentuan, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut: a)
soal sukar jika: 0,00 P 0,30; b) soal sedang jika: 0,30 P 0,70; soal
mudah jika: 0,70 P 1,00 (Arikunto, 2008).
b. Daya Pembeda
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang pandai (berkemampuan tinggi) dengan siswa yang kurang
pandai (berkemampuan rendah). Apabila J menyatakan jumlah peserta tes, JA
menyatakan banyaknya peserta kelompok atas, JB menyatakan banyaknya peserta
kelompok bawah, BA merupakan banyaknya peserta kelompok atas yang
menjawab soal dengan benar benar, BB adalah banyaknya peserta kelompok
bawah yang menjawab soal dengan benar, PA merupakan proporsi peserta
kelompok atas yang menjawab benar, PB merupakan proporsi peserta kelompok
bawah yang menjawab benar, maka untuk menghitung daya pembeda setiap soal,
dapat digunakan persamaan sebagai berikut :
BA
B
B
A
A PPJ
B
J
BD (3.2)
Daya pembeda (nilai D) diklasifikasikan sebagi berikut: a) soal jelek, jika 0,00
D 0,20; b) soal cukup, jika 0,20 D 0,40; c) soal baik, jika 0,40 D 0,70;
d) soal baik sekali, jika 0,70 D 1,00 (Arikunto, 2008).
Dalam penelitian ini, kriteria soal dengan daya pembeda cukup, baik, dan
baik sekali akan digunakan dalam penelitian, sedangkan soal dengan daya
pembeda jelek didrop.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
c. Validitas
Sebuah tes valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur.
Teknik yang digunakan untuk menentukan validitas item tes obyektif pilihan
ganda dengan skor dikotomi, yaitu nol dan satu adalah dengan menggunakan
teknik korelasi point Biserial. Jika pbi adalah koefisien korelasi biserial, Mp
adalah rerata skor dari subyek yang menjawab benar, Mt adalah rerata skor total,
St adalah standar deviasi dari skor total, p adalah proporsi siswa yang menjawab
benar, q adalah proporsi siswa yang menjawab salah (q = 1 – p), maka persamaan
point Biserial dapat dituliskan dalam persamaan:
q
p
St
MtMprpbis
(3.3)
Soal dikatakan valid, jika tabelpbi , sedangkan dikatakan tidak valid
jika tabelpbi (Arikunto, 2008). Dalam penelitaian ini, kriteria soal kriteria soal
valid digunakan dalam penelitian, sedangkan soal yang tidak valid didrop
d. Reliabilitas
Reliabilitas sering diartikan dengan keajegan suatu tes apabila diteskan
kepada subyek yang sama dalam waktu yang berlainan atau kepada subyek yang
tidak sama pada waktu yang sama.
Untuk menghitung reliabilitas digunakan rumus yang dikemukakan oleh
Kuder dan Richardson yang dihitung dengan menggunakan rumus K-R 20. Jika r1
adalah reliabilitas tes secara keseluruhan, p adalah proporsi subyek yang
menjawab item dengan benar, q adalah proporsi subyek yang menjawab item
dengan salah (q = 1 – p), Σpq adalah jumlah hasil perkalian antara p dan q, N
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
adalah banyaknya item, dan S adalah standar deviasi dari tes, maka persamaan K-
R 20 dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
r11 =
2
2
1 S
pqS
n
n (3.4)
Hasil perhitungan tingkat reliabilitas tersebut kemudian dikonsultasikan
dengan tabel r product moment. Apabila harga rhitung > rtabel, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa instrumen reliabel. Kriteria nilai reliabilitas, yaitu: a) 0,8
11r 1: sangat tinggi; b) 0,6 11r 0,8: tinggi; c) 0,4 11r 0,6: cukup; d) 0,2
11r 0,4: rendah; b) 0,0 11r 0,2 : sangat rendah (Arikunto, 2008). Hasil
analisis instrumen uji coba tes kemampuan kognitif selengkapnya disajikan pada
Tabel 3.3.
Tabel 3.3. Keadaan Instrumen Tes Kemampuan Kognitif
Variabel Jumlah No item
Jumlah uji coba 45 1 s.d 45
Valid
32 1,3,4,5,6,8,9,12,14,15,16,17,18,19,21,22,25,26,
28,29,31,32,33,34,35,37,38,39,40,41,45
Invalid 14 2,7,10,11,13,20,23,24,27,30,36,42,43,44
Reliabilitas 0,94 Sangat tinggi
Daya Pembeda Baik Sekali - -
Daya pembeda baik 7 3,17,18, 33,38,40,45
Daya pembeda cukup 24 1,4,5,6,8,9,12,14,15,16,19,21,22,25,26,28,29,31
,32,34,35,37,39,41
Daya pembeda jelek 14 2,7,10,11,13,20,23,24,27,30,36,42,43,44
Soal layak diambil 31 1,3,4,5,6,8,9,12,14,15,16,17,18,19,21,22,25,26,
28,29,31,32,33,34,35,37,38,39,40,41,45
Soal didrop 14 2,7,10,11,13,20,23,24,27,30,36,42,43,44
Tabel 3.3 menunjukkan bahwa tryout instrumen soal kognitif
mendapatkan hasil 32 soal diambil dari 45 soal yang diuji cobakan berdasarkan
kriteria yang ditunjukkan pada tabel 3.3. Analisis perhitungan uji coba instrumen
kemampuan kognitif Fisika selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 8.
Adapun hasil analisis instrumen uji coba kemampuan analisis
selengkapnya disajikan pada Tabel 3.4.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Tabel 3.4 Hasil Analisis Instrumen Uji Coba Kemampuan Analisis
Variabel Jumlah No item
Jumlah uji coba 25 1 s.d 25
Valid
21
1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,12,13,14,15,18,19,21,22,
23,24,25
Invalid 4 9,16,17,20
Reliabilitas 0,70
Soal yang dipakai 21
Soal yang didrop 4
Tabel 3.4 menunjukkan bahwa tryout instrumen soal analisis mendapatkan hasil
21 soal diambil dari 25 soal yang diuji cobakan berdasarkan kriteria yang
ditunjukkan pada tabel 3.3. Analisis perhitungan ujicoba instrumen tes
kemampuan analisis selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 26.
b. Uji Instrumen Tes Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa
Tes kemampuan berfikir yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes
berbentuk uraian. Karena bentuk tes uraian, maka dalam melakukan validasi
instrumen dilakukan dengan teknik expert judgement. Dalam hal ini instrumen
dikonsultasikan kepada pembimbing dan kepada validator ahli. Selain itu, untuk
mengetahui keterbacaan maksud atau tujuan soal, instrumen diujicobakan kepada
beberapa siswa. Dari hasil ujicoba tersebut sebagian besar siswa mampu
mengetahui maksud soal sehingga dapat dikatakan bahwa maksud soal dapat
dibaca dengan jelas oleh siswa.
c. Uji Instrumen Angket Kemampuan Afektif Siswa
Angket kemampuan afektif siswa siswa berbentuk pilihan ganda. Jadi
responden akan memilih jawaban yang ditentukan bila pernyataan yang
disediakan sesuai dengan yang dialami responden.
Sistem penskoran yang digunakan tergantung pada skala pengukuran
yang digunakan. (Mardapi, 2008). Untuk skala Likert, skor tertinggi tiap butir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
adalah 4 dan yang terendah adalah 1. Prosedur pemberian skor instrumen angket
kemampuan afektif yaitu:
1) Untuk item positif pemberian skor pada tiap item atau butir angket, yaitu:
A = 4, B = 3, C = 2, D = 1
2) Untuk item negatif pemberian skor pada tiap item atau butir angket, yaitu:
A = 1, B = 2, C = 3, D= 4
Uji instrumen angket terdiri atas uji validitas dan reliabilitas.
a) Uji Validitas Angket
Uji validitas angket menggunakan rumus korelasi product moment
dengan angka kasar. Jika rxy adalah koefisien korelasi antara x dan y, x adalah
skor dari item yang diuji, y adalah skor total, dan N adalah jumlah seluruh subyek,
maka persamaan korelasi product moment bisa dituliskan dalam persamaan:
2222y,x
yyNxxN
yxxyNr (3.5)
(Arikunto, 2008: 72)
Harga rxy menunjukkan indeks korelasi antara dua variabel yang
dikorelasikan. Setiap korelasi mengandung tiga makna, yaitu: a) ada tidaknya
korelasi, ditunjukkan oleh besarnya angka yang terdapat di belakang koma. Jika
angka tersebut terlalu kecil sampai empat angka di belakang koma, maka dapat
dianggap bahwa tidak ada korelasi antara variabel X dan Y. Karena kalau ada,
angkanya terlalu kecil, maka diabaikan; b) arah korelasi, yaitu jika menunjukkan
kesejajaran antara nilai variabel X dan nilai variabel Y. Jika tanda di depan indeks
(+), maka arah korelasinya positif, sedangkan kalau (-), maka arah korelasinya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
negatif; c) besarnya korelasi, yaitu besarnya angka yang menunjukkan kuat dan
tidaknya, atau mantap tidaknya kesejajaran antara dua variabel yang diukur
korelasinya (Arikunto, 2006). Dalam instrumen angket yang digunakaan
instrumen yang arah korelasinya negatif akan didrop dari instrumen yang akan
digunakan dalam pengambilan data.
b) Uji Reliabilitas Angket
Uji reliabilitas angket menggunakan persamaan Alpha. Jika r11 adalah
reliabilitas yang dicari, n adalah banyaknya item/ butir soal, 2
i adalah jumlah
varians skor tiap-tiap item, dan 2
t adalah varians total, maka persamaa Alpha
dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut :
2
2
11 11
t
i
n
nr
(3.6)
Keputusan ujinya adalah tabel11 rr maka item soal dikatakan reliabel dan
tabel11 rr maka item soal dikatakan tidak reliabel (Arikunto, 2008). Hasil ujicoba
instrumen angket kemampuan afektif siswa selengkapnya disajikan pada Tabel
3.5.
Tabel 3.5. Keadaan Angket Kemampuan Afektif Siswa
Variabel Jumlah No item
Jumlah item uji coba 50 1 s.d 50
Valid
44
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,15,16,17,18,19,
20,21,23,24,25,26,27,28,29,30,32,33,34,35,36,
37,38,40,42,43,44,45,46,47,48,50
Invalid 6 14,22,31,39,41,49
Reliabilitas 0,734 Tinggi
Item yang dipakai
44
1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,15,16,17,18,19,
20,21,23,24,25,26,27,28,29,30,32,33,34,35,36,
37,38,40,42,43,44,45,46,47,48,50
Item yang didrop 6 14,22,31,39,41,49
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
Berdasarkan tabel 3.5 dapat dilihat bahwa reliabilitas item adalah 0,734
yang berarti memiliki daya reliabilitas tinggi. Dari 50 item yang digunakan untuk
uji coba terdapat 6 item yang didrop yaitu item nomor 14, 22, 31, 39, 41, dan 49.
Uji validitas dan reliabilitas uji coba instrumen angket kemampuan afektif siswa
selengkapnya dapat dilihat dalam Lampiran 16.
G. Teknik Analisis Data
1. Uji Prasyarat Analisis
Dalam penelitian ini digunakan program SPSS versi 18 untuk uji
prasyarat analisis. Uji prasyarat ini terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sampel berdistribusi normal
atau tidak. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan uji Kolmogorov-
Smirnov dengan Lilliefors. Adapun prosedur ujinya seperti diungkapkan Uyanto
(2009: 54) adalah sebagai berikut:
Bila diketahui nilai dari data x1, x2, …, xn, lalu diurutkan nilai data tersebut
dari yang terkecil hingga yang terbesar untuk membentuk tatanan statistik x(1),
x(2), …, x(n). kemudian dihitung Z(k) = s
xxk ; s simpangan baku sampel. Maka
rumus uji normalitas Lilliefors (Kolmogorov-Smirnov) adalah nilai mutlak
maksimum antar Fn(z) dan )(z sebagai berikut:
zzzFDn
,)()(sup* (3.7)
di mana Fn(z) adalah fungsi distribusi empiris, yaitu
nzz k / darijumlah =(z)F )(n , untuk setiap z sedangkan )(z adalah fungsi
distribusi kumulatif normal baku.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Adapun prosedur uji dengan menggunakan program SPSS versi 18 adalah
sebagai berikut:
1) Menetapkan Hipotesis
Ho : data berasal dari populasi yang terdistribusi normal
H1 : data tidak berasal dari populasi yang terdistribusi normal
2) Menetapkan taraf signifikansi (α)
Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang
terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam
penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%.
3). Keputusan uji
Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05
Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05
b.Uji Homogenitas
Uji homogenitas dengan menggunakan Uji Levene untuk kesamaan ragam
(Levene’s test) digunakan untuk menguji sampel sebanyak k memiliki variansi
yang sama. Prosedur pengujiannya sebagai berikut :
1) Menetapkan Hipotesis
Hipotesis :
H0 : 22
2
2
1 .... k (sampel homogen)
H1 : 2
4
2
3
2
2
2
1 (paling sedikit terdapat dua nilai variansi yang
berbeda atau sampel tidak homogen)
Bila diketahui suatu variabel Y dengan besar sampel N yang dibagi menjadi
subgroup k, dengan Ni merupakan besar sampel dari subgroup ke-i, maka uji
Levene didefinisikan sebagai:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
k
i
Ni
j
ijII
k
i
II
ZZNk
ZZNkN
W
1 1
2
2
1
1
(3.8)
Zij dapat memiliki salah satu dari tiga definisi berikut:
a) iiijij YYYZ mana di = mean dari subgroup ke-i
b) iiijij YYYZ ˆ mana diˆ = median dari subgroup ke-i
c) ' mana di' iiijij YYYZ = 10% trimmed mean dari subgroup ke-i
dari Levene dalam Uyanto (2009:162) digunakan dalam bentuk:
iiijij ZYYZ mana di adalah mean group ke-i dan Z adalah mean
keseluruhan data. H0 = 22
2
2
1 .... k ditolak bila kNkFW ,1, .
2). Menetapkan taraf signifikansi (α)
Taraf signifikansi adalah angka yang menunjukkan seberapa besar peluang
terjadinya kesalahan analisa. Taraf signifikansi yang akan digunakan dalam
penelitian yang akan dilakukan adalah 0,05 atau 5%.
3) Keputusan Uji
Ho ditolak jika p value (sig.) < 0,05
Ho diterima jika p value (sig.) ≥ 0,05
2. Pengujian Hipotesis
a. Uji Anava
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui hipotesis yang telah
diajukan diterima atau ditolak menggunakan analisis variansi (anava) tiga jalan
dengan taraf signifikansi 5%. Rancangan uji hipotesis ini terdiri dari variabel
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
bebas berupa pendekatan pembelajaran inkuiri terbimbing melalui metode
eksperimen dan demonstrasi, dan variabel moderator berupa kemampuan analisis
dan sikap ilmiah siswa.
Tujuan dari analisis ini untuk menguji signifikansi efek variabel bebas
terhadap satu bariabel terikat dan interaksi variabel moderator, variabel bebas
terhadap variabel terikat. Jika data terdistribusi normal dan homogen, maka
statistik uji yang digunakan adalah General Linier Model (GLM). Namun, jika
data tidak terdistribusi normal dan tidak homogen maka statistik nonparametrik
yang terdapat dalam program SPSS versi 18, yaitu Kruskal Wallis. Adapun
perumusannya berdasarkan Uyanto (2009:337) adalah:
)1(3)1(
12
1
2
nn
R
nnH
k
j j
j (3.9)
derajat kebebasan = (k-1) ; n = n1+n2+…+nk ; nj besar sampel ke-j; Rj jumlah
peringkat sampel ke-j. uji Kruskal-Wallis berguna untuk membandingkan k-
sampel yang independen yang berasal dari populasi yang berbeda dengan skala
ordinal atau skala interval tetapi tidak terdistribusi normal.
Bentuk hipotesis uji Kuskal Wallis adalah sebagai berikut:
H0 : k ....321
H1: tidak semua median kii ...,1, sama besar.
Ketentuan pengambilan keputusan yaitu: H0 ditolak ketika P-value (Sig.) < 0,05
dan H1 akan diterima dengan tingkat signifikansi (α) yang digunakan 0,05.
Uji terhadap hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
1) H0 : Tidak ada pengaruh problem based learning menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
eksperimen melalui Video Based Laboratory dan Simulation Based
Laboratory terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
H1 : Ada pengaruh problem based learning menggunakan metode
eksperimen melalui Video Based Laboratory dan Simulation Based
Laboratory terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
2) H0 : Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H1 : Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar Fisika siswa
3) H0 : Tidak ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan
rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
H1 : Ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
4) H0 : Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar
Fisika siswa.
H1 : Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar
Fisika siswa.
5) H0 : Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi
belajar Fisika siswa.
H1 : Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
belajar Fisika siswa.
6) H0 : Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir
kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H1 : Ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir
kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa
7) H0 : Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif
siswa terhadap prestasi belajar siswa
H1 : Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif
siswa terhadap prestasi belajar siswa
b. Uji Lanjut Anava
Jika dari anava diperoleh keputusan H0 ditolak berarti ada perbedaan
pengaruh faktor-faktor dari variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat.
Oleh karena itu, perlu diadakan uji lanjut anava untuk mengetahui manakah
diantara perbedaan pengaruh tersebut yang signifikan. Penelitian ini
menggunakan uji lanjut anava dengan uji komparasi ganda metode Scheffe’.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Pelaksanakan penelitian dilakukan di SMA N 3 Surakarta dengan jumlah
sampel dua kelas yaitu kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperimen I, dan kelas XI
IPA 7 sebagai kelas eksperimen II. Kelas XI 1 terdiri dari 29 siswa dan XI IPA 7
berjumlah 29 siswa. Sehingga jumlah keseluruhan adalah 58 siswa.
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel bebas dan terikat.
Sebagai variabel bebas adalah penggunaan problem based learning melalui
metode eksperimen dengan VBL dan SBL serta kemampuan analisis dan
kemampuan berfikir kreatif siswa. Sedangkan variabel terikatnya adalah
kemampuan kognitif Fisika pada pokok bahasan Gerak Harmonis Sederhana dan
kemampuan afektif siswa.
Dari penelitian diperoleh data kemampuan analisis; data kemampuan
afektif dan kemampuan berfikir kreatif siswa; dan data kemampuan kognitif
melalui nilai ulangan siswa pada pokok bahasan Gerak Harmonis Sederhana yang
digunakan untuk mengetahui pencapaian hasil belajar siswa setelah diberi
perlakuan.
1. Data Kemampuan Analisis Siswa
Kemampuan analisis siswa diperoleh dari pemberian tes analisis Fisika.
Kemampuan analisis siswa dibedakan menjadi dua kategori yaitu kategori tinggi
dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki kemampuan analisis tinggi apabila
skor kemampuan analisis lebih dari atau sama dengan skor rata-rata gabungan
111
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
antara kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II, sedangkan dikatakan memiliki
kemampuan analisis rendah apabila skornya kurang dari skor rata-rata gabungan.
Deskripsi data kemampuan analisis Fisika siswa disajikan dalam Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Deskripsi Data Kemampuan Analisis Siswa
Skor
tertinggi
Skor
Terendah
Rata-
rata SD
Rata- rata
gabungan
Eksperimen I 73 29 47,89 10,53 48,38
Eksperimen II 67 14 48,86 10,05
Tabel 4.1. menunjukkan nilai rata-rata kelas eksprimen II lebih baik dari kelas
eksperimen I, sedangkan nilai standar deviasi untuk kedua kelas eksperimen
menunjukkan perbedaan yang tidak signifikan. Nilai rata-rata gabungan yang
ditunjukkan dalam tabel 4.1 merupakan jumlah nilai dari kelas eksperimen I dan
II dibagi dengan jumlah siswa dari kedua kelas tersebut.
Distribusi frekuensi kemampuan analisis siswa pada kelas eksperimen I
dan kelas eksperimen II disajikan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Analisis Siswa
No Kategori
Kelompok Eksperimen I Kelompok Eksperimen II
Frekuensi Frekuensi
Mutlak Relatif (%) Mutlak Relatif (%)
1 Tinggi 15 51,72 15 51,72
2 Rendah 14 48,27 14 48,27
Jumlah 29 100 29 100
Pada tabel 4.2. terlihat bahwa frekuensi utlak maupun relatif untuk jumlah
siswa dengan kemampuan analisis tinggi lebih besar dari siswa dengan
kemampuan analisis rendah untuk kedua kelas eksperimen.
2. Data Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa
Kemampuan berfikir kreatif siswa diperoleh dari pemberian tes
kemampuan berfikir kreatif. Kemampuan berfikir kreatif siswa dibedakan menjadi
dua kategori yaitu kategori tinggi dan rendah. Seorang siswa dikatakan memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
kemampuan berfikir kreatif tinggi apabila skor yang diperoleh lebih dari atau
sama dengan skor rata-rata gabungan antara kelas eksperimen I dan kelas
eksperimen II, sedangkan dikatakan memiliki kemampuan berfikir kreatif rendah
apabila skornya kurang dari skor rata-rata gabungan. Deskripsi data kemampuan
berfikir kreatif siswa disajikan dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Deskripsi Data Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa
Skor
tertinggi
Skor
Terendah
Rata-
rata SD
Rata-
rata
gabungan
Eksperimen I 78 25 50,09 10 48,28
Eksperimen II 70 30 46,46 9,44
Tabel 4.3. menunjukkan nilai rata-rata kemampuan berfikir kreatif kelas
eksprimen I lebih baik dari kelas eksperimen II, dan nilai standar deviasi untuk
kedua kelas eksperimen menunjukkan perbedaan cukup signifikan.
Distribusi frekuensi kemampuan berfikir kreatif siswa pada kelas
eksperimen I dan kelas eksperimen II disajikan pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Kemampuan Berfikir Kreatif Siswa
No Kategori
Kelompok Eksperimen I Kelompok Eksperimen II
Frekuensi Frekuensi
Mutlak Relatif (%) Mutlak Relatif (%)
1 Tinggi 15 51,72 12 41,38
2 Rendah 14 48,28 17 58,62
Jumlah 29 100 29 100
Pada tabel 4.4. terlihat bahwa frekuensi utlak maupun relatif untuk jumlah
siswa dengan kemampuan kreatif tinggi lebih besar dari siswa dengan
kemampuan analisis rendah untuk kedua kelas eksperimen.
3. Data Prestasi Belajar Kognitif Siswa
Data prestasi belajar kognitif Fisika diperoleh setelah siswa mendapat
perlakuan, untuk kelas eksperimen I menggunakan problem based learning
melalui metode eksperimen dengan VBL, sedangkan kelas eksperimen II
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
menggunakan problem based learning melalui metode eksperimen dengan SBL.
Nilai prestasi belajar kognitif siswa diambil dari nilai tes prestasi belajar kognitif
pokok bahasan Gerak Harmonis Sederhana. Distribusi frekuensi dan gambaran
yang jelas mengenai prestasi belajar kognitif siswa kelas eksperimen I dan
eksperimen II disajikan pada Tabel 4.5. dan Gambar 4.1(a) dan Gambar 4.1(b).
Tabel 4.5. Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif Fisika Siswa
No
Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II
Kelas
Interval
Nilai
Tengah
Frekuensi Kelas
Interval
Nilai
Tengah
Frekuensi
Mutlak Relatif
(%) Mutlak
Relatif
(%)
1 44-50 47 4 13,79 50-55 52,5 2 6,89
2 51-57 54 7 24,14 56-61 58,5 5 17,24
3 58-64 61 2 6,89 62-67 64,5 6 20,69
4 65-71 68 6 20,69 68-73 70,5 3 10,34
5 72-78 75 9 31,03 74-79 76,5 8 27,59
6 79-85 82 1 3,45 80-85 82,5 5 17,24
Jumlah
29 100
29 100
Gambar 4.1.(a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Kognitif
Fisika Siswa Kelas Eksperimen I
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Gambar 4.1.(b). Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar
Kognitif Fisika Siswa Kelas Eksperimen II
Dari tabel 4.5., gambar 4.1.(a), dan 4.1(b) dapat dilihat bahwa jumlah
frekuensi mutlak dan relatif terbesar untuk kedua kelas adalah pada interval 72-78
dengan nilai tengah 75 untuk kelas eksperimen I dan interval 74-79 dengan nilai
tengah 76,5 untuk kelas eksperimen II.
Data prestasi belajar kognitif untuk masing-masing variabel bebas secara
berturut-turut disajikan dalam Tabel 4.6 (a), Tabel 4.6 (b) Tabel 4.6 (c) Tabel 4.6
(d) Tabel 4.6 (e) Tabel 4.6 (f).
Tabel 4.6. (a) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Metode Pembelajaran
Media Pembelajaran Prestasi Belajar Kognitif
Mean SD N
Dimensi 1
VBL 63,72 10,82 29
SBL 68,66 9,60 29
Total 66,19 10,44 58
Berdasarkan tabel 4.6.(a) dapat dilihat bahwa rerata prestasi belajar
kognitif kelas yang belajar dengan media SBL menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan kelas yang belajar dengan media VBL.
Tabel 4.6. (b) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Kemampuan Analisis
Kemampuan Analisis Mean SD N
Kemampuan Analisis Tinggi 65,77 10,06 30
Kemampuan Analisis Rendah 66,64 10,99 28
Total 66,19 10,44 58
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Tabel 4.6.(b) menunjukkan bahwa rerata nilai prestasi kognitif siswa
dengan kemampuan analisis rendah lebih baik daripada rerata nilai kognitif siswa
dengan kemampuan analisis tinggi.
Tabel 4.6. (c) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Kemampuan Berfikir Kreatif
Kemampuan Berfikir Kreatif Mean SD N
Kemampuan Berfikir Kreatif Tinggi 67,67 9,61 27
Kemampuan Berfikir Kreatif Rendah 64,90 11,10 31
Total 66,19 10,44 58
Tabel 4.6.(c) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa
dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi lebih baik daripada rerata nilai kognitif
siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah.
Tabel 4.6. (d) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
MetodePembelajaran dan Kemampuan Analisis
Prestasi Belajar Kognitif
VBL SBL
Kemampuan Analisis Tinggi
N = 15
Mean = 62,73
SD = 10,63
N = 15
Mean = 68,80
SD = 8,77
Kemampuan Analisis Rendah
N = 14
Mean = 64,79
SD = 11,32
N = 14
Mean = 68,50
SD = 10,75
Tabel 4.6.(d) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa
dengan kemampuan analisis tinggi maupun rendah yang belajar dengan
menggunakan media SBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai
kognitif siswa yang belajar menggunakan media VBL.
Tabel 4.6. (e) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kreatif
Prestasi Belajar Kognitif
VBL SBL
Kemampuan Berfikir
Kreatif Tinggi
N = 15
Mean = 67,60
SD = 9,81
N = 12
Mean = 67,75
SD = 9,78
Kemampuan Berfikir
Kreatif Rendah
N = 14
Mean = 59,57
SD = 10,63
N = 17
Mean = 69,29
SD = 9,72
Tabel 4.6.(e) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa
dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi maupun rendah yang belajar dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
menggunakan media SBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai
kognitif siswa yang belajar menggunakan media VBL.
Tabel 4.6. (f) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan
Kemampuan Analasis dan Kemampuan Berfikir Kreatif
Prestasi Belajar Kognitif
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Tinggi
Kemampuan Berfikir
Kreatif Rendah
Kemampuan Analisis
Tinggi
N = 15
Mean = 66,73
SD = 10,43
N = 15
Mean = 64,80
SD = 9,94
Kemampuan Analisis
Rendah
N = 12
Mean = 68,83
SD = 8,78
N = 16
Mean = 66,19
SD = 10,44
Tabel 4.6.(f) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa
dengan kemampuan analisis dan berfikir kreatif kategori tinggi menunjukkan hasil
lebih baik daripada rerata nilai kognitif siswa yang memiliki kemampuan analisis
dan berfikir kreatif kategori rendah.
Tabel 4.6. (g) Data Sebaran Prestasi Belajar Kognitif Berdasarkan Metode
Pembelajaran, Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir
Kreatif
PBL Dengan Metode Eksperimen
VBL SBL
Kemampuan
Analisis
Tinggi
Kemampuan
Berfikir
Kreatif
Tinggi
N 8 7
Mean 63,75 70,14
SD 10,96 9,39
Kemampuan
Berfikir
Kreatif
Rendah
N 7 8
Mean 61,57 67,63
SD 10,97 8,65
Kemampuan
Analisis
Rendah
Kemampuan
Berfikir
Kreatif
Tinggi
N 7 5
Mean 72,00 64,40
SD 6,48 10,33
Kemampuan
Berfikir
Kreatif
Rendah
N 7 9
Mean 57,57 70,78
SD 10,68 10,87
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Tabel 4.6.(g) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa
dengan kemampuan analisis tinggi dan kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi
dan rendah yang belajar dengan menggunakan media SBL menunjukkan hasil
lebih baik daripada rerata nilai prestasi kognitif siswa yang belajar dengan media
VBL. Nilai rerata kognitif siswa dengan kemampuan analisis rendah dan
kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi yang belajar dengan menggunakan
media VBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai prestasi kognitif
siswa yang belajar dengan media SBL. Sedangkan untuk siswa dengan
kemampuan analisis rendah dan kemampuan berfikir kreatif kategori rendah
menunjukkan hasil belajar kognitif yang lebih baik jika menggunakan media SBL.
4. Data Prestasi Belajar Afektif Siswa
Selain penilaian kognitif, dilakukan juga penilaian dalam ranah afektif
untuk memberikan informasi tentang sikap siswa. Penilaian afektif diperoleh dari
angket yang diisi oleh siswa dalam pembelajaran dalam pokok bahasan Gerak
Harmonis Sederhana. Angket afektif diberikan untuk mengukur sikap siswa
terhadap mata pelajaran Fisika. Instrumen yang digunakan terdiri dari 44 item.
Instrumen yang telah diisi dicari skor keseluruhannya, sehinga tiap siswa
memiliki skor tertentu Selain itu penilaian afektif juga diperoleh dari lembar
observasi yang dilakukan selama proses pembelajaran. Nilai afektif siswa
diperoleh dari akumulasi nilai angket dan observasi. Secara umum deskripsi data
prestasi belajar afektif disajikan pada Tabel 4.7.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Tabel 4.7. Distribusi Frekuensi Nilai Prestasi Belajar Afektif Siswa
No
Kelas Eksperimen I Kelas Eksperimen II
Kelas
Interval
Nilai
Tengah
Frekuensi Kelas
Interval
Nilai
Tengah
Frekuensi
Mutlak Relatif
(%) Mutlak
Relatif
(%)
1 127-141 134 5 17,24 137-153 145 5 17,24
2 142-156 149 7 24,14 154-170 162 14 48,22
3 157-171 164 7 24,14 171-187 179 8 27,59
4 172-186 179 1 3,45 188-204 196 1 3,45
5 187-201 194 8 27,59 205-221 213 0 0
6 202-216 209 1 3,45 222-238 230 1 3,45
Jumlah
29 100
29 100
Gambar 4.2. (a) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif
Siswa Kelas Eksperimen I
Gambar 4.2. (b) Histogram Distribusi Frekuensi Prestasi Belajar Afektif
Fisika Siswa Kelas Eksperimen II
Dari tabel 4.7., gambar 4.2.(a), dan 4.2(b) dapat dilihat bahwa jumlah
frekuensi mutlak dan relatif terbesar untuk kedua kelas adalah pada interval 187-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
201 dengan nilai tengah 194 untuk kelas eksperimen I dan interval 154-170
dengan nilai tengah 162 untuk kelas eksperimen II.
Data prestasi belajar afektif untuk masing-variabel bebas secara berturut-
turut dapat disajikan dalam Tabel 4.8 (a), 4.8 (b), 4.8 (c), 4.8 (d), 4.8 (e), 4.8 (f),
4.8 (g), sebagai berikut:
Tabel 4.8.(a) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Metode Pembelajaran
Media Pembelajaran Mean SD N
Dimensi 1
VBL 166,86 24,60 29
SBL 165,93 18,36 29
Total 166,40 21,52 58
Berdasarkan tabel 4.8.(a) dapat dilihat bahwa rerata prestasi belajar
afektif kelas yang belajar dengan media VBL menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan dengan kelas yang belajar dengan media VBL.
Tabel 4.8.(b) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Kemampuan Analisis
Kemampuan Analisis Mean SD N
Kemampuan Analisis Tinggi 164,47 21,37 30
Kemampuan Analisis Rendah 168,46 21,88 28
Total 166,40 21,52 58
Tabel 4.8.(b) menunjukkan bahwa rerata nilai prestasi afektif siswa
dengan kemampuan analisis rendah lebih baik daripada rerata nilai afektif siswa
dengan kemampuan analisis tinggi.
Tabel 4.8.(c) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Kemampuan Berfikir Kreatif
Kemampuan Berfikir
Kreatif Mean SD N
Kemampuan Berfikir
Kreatif Tinggi 169,11 23,92 27
Kemampuan Berfikir
Kreatif Rendah 164,03 19,28 31
Total 166,40 21,52 58
Tabel 4.8.(c) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi afektif siswa
dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi lebih baik daripada rerata prestasi
afektif siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Tabel 4.8.(d) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Metode Pembelajaran dan Kemampuan Analisis
Prestasi Belajar Afekif
VBL SBL
Kemampuan
Analisis Tinggi
N = 15
Mean = 156,80
SD = 18,82
N = 15
Mean = 172,13
SD = 21,59
Kemampuan
Analisis Rendah
N = 14
Mean = 177,64
SD = 26,09
N = 14
Mean = 159,29
SD = 11,49
Tabel 4.8.(d) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi kognitif siswa
dengan kemampuan analisis tinggi yang belajar dengan menggunakan media SBL
menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai kognitif siswa yang belajar
menggunakan media VBL. Siswa dengan kemampuan analisis rendah
menunjukkan hasil prestasi afektif yang lebih baik jika belajar dengan
menggunakan media VBL.
Tabel 4.8.(e) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Metode Pembelajaran dan Kemampuan Berfikir Kreatif
Prestasi Belajar Afekif
VBL SBL
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Tinggi
N = 15
Mean = 169,40
SD = 25,28
N = 12
Mean = 168,75
SD = 23,22
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Rendah
N = 14
Mean = 164,14
SD = 24,50
N = 17
Mean = 163,94
SD = 14,46
Tabel 4.8.(e) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi afektif siswa
dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi maupun rendah yang belajar dengan
menggunakan media VBL menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai
afektif siswa yang belajar menggunakan media SBL.
Tabel 4.8.(f) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan
Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif
Prestasi Belajar Afekif
Kemampuan Berfikir
Kreatif Tinggi
Kemampuan Berfikir Kreatif
Rendah
Kemampuan
Analisis Tinggi
N = 15
Mean =161,80
SD =23,53
N = 15
Mean = 167,13
SD = 19,39
Kemampuan
Analisis Rendah
N = 12
Mean = 178,25
SD = 21,96
N = 16
Mean = 161,13
SD = 19,33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Tabel 4.8.(f) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi afektif siswa
dengan kemampuan analisis tinggi dan berfikir kreatif kategori rendah
menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai afektif siswa yang memiliki
kemampuan analisis tinggi dan berfikir kreatif kategori tinggi. Sedangkan siswa
rerata prestasi afektif siswa dengan kemampuan analisis rendah dan berfikir
kreatif kategori tinggi menunjukkan hasil lebih baik daripada rerata nilai afektif
siswa yang memiliki kemampuan analisis rendah dan berfikir kreatif kategori
rendah.
Tabel 4.8.(g) Data Sebaran Prestasi Belajar Afektif Berdasarkan Metode Pembelajaran,
Kemampuan Analisis dan Kemampuan Berfikir Kreatif
PBL Dengan Metode Eksperimen
VBL SBL
Kemampuan
Analisis
Tinggi
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Tinggi
N 8 7
Mean 151,63 173,43
SD 12,39 24,67
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Rendah
N 7 8
Mean 162,71 171,00
SD 23,89 15,05
Kemampuan
Analisis
Rendah
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Tinggi
N 7 5
Mean 189,71 162,20
SD 20,22 12,68
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Rendah
N 7 9
Mean 165,57 157,67
SD 26,94 11,22
Tabel 4.8.(g) menunjukkan bahwa nilai rerata prestasi afektif siswa
dengan kemampuan analisis tinggi dan kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi
dan rendah yang belajar dengan menggunakan media SBL menunjukkan hasil
lebih baik daripada rerata nilai prestasi kognitif siswa yang belajar dengan media
VBL. Sedangkan nilai rerata afektif siswa dengan kemampuan analisis rendah dan
kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah yang belajar dengan
menggunakan media VBL menunjukkan hasil lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
B. Pengujian Prasyarat Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu uji prasarat sebelum uji anava 3 jalan
dilakukan. Uji normalitas data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Kolmogorov-Smirnov melalui program SPSS versi 18. Data yang akan diuji
adalah data prestasi belajar siswa sebagai dependent list kemudian metode
pembelajaran, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif dijadiakan
sebagai factor list. Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui sampel berasal dari
populasi yang terdistribusi normal atau tidak. Jika nilai probabilitas atau p value
(sig.) > 0,05 maka data tersebut berasal dari populasi yang terdistribusi normal.
Sebaliknya, jika nilai probabilitas atau p value (sig.) < 0,05 maka data tersebut
berasal dari populasi yang tidak terdistribusi normal, hasil analisis uji normalitas
data disajikan pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Rangkuman Uji Normalitas
Variabel
Terikat Tinjauan
Keputusan Uji
Sig.
Kemampuan
Kognitif
Media Pembelajaran
VBL 0,14 Ho diterima Normal
SBL 0,01 Ho diterima Normal
Kemampuan Analisis
Kemampuan Analisis
Tinggi 0,20
* Ho diterima Normal
Kemampuan Analisis
Rendah 0,10 Ho diterima Normal
Kemampuan Berfikir
Kreatif
Kemampuan Berfikir
Kreatif Tinggi 0,20
* Ho diterima Normal
Kemampuan Berfikir
Kreatif Rendah 0,20
* Ho diterima Normal
Kemampuan
Afektif
Media Pembelajaran
VBL 0,01 Ho diterima Normal
SBL 0,13 Ho diterima Normal
Kemampuan Analisis
Kemampuan Analisis
Tinggi 0,07 Ho diterima Normal
Kemampuan Analisis
Rendah 0,10 Ho diterima Normal
Kemampuan Berfikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Kreatif
Kemampuan Berfikir
Kreatif Tinggi 0,04 Ho ditolak Tidak Normal
Kemampuan Berfikir
Kreatif Rendah 0,02 Ho ditolak Tidak Normal
Berdasarkan hasil analisis uji normalitas data (selengkapnya terdapat
pada Lampiran 37) menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov (persamaan 3.7.)
melalui program SPSS versi 18 pada Tabel 4.9 diketahui bahwa nilai signifikansi
> 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa data berasal dari populasi yang berdistribusi
normal. Sedangkan, nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan bahwa data berasal
dari populasi yang berdistribusi tidak normal. Dari tabel 4.9. dapat diketahui
bahwa distribusi data yang tidak normal terdapat pada data kemampuan berfikir
kreatif siswa.
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
homogen tidaknya data dalam penelitian. Uji homogenitas data yang digunakan
adalah Levene Statistic yang melalui program SPSS versi 18. Hasil analisis uji
homogenitas disajikan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Rangkuman Uji Homogenitas
Variabel
Terikat Tinjauan
Keputusan Uji
Sig.
Kemampuan
Kognitif
Media
Equal variances assumed 0,40 Ho diterima Homogen
Kemampuan Analisis
Equal variances assumed 0,44 Ho diterima Homogen
Kemampuan Berfikir
Kreatif
Equal variances assumed 0,17 Ho diterima Homogen
Kemampuan
Afektif
Media
Equal variances assumed 0,02 Ho ditolak Tidak
Homogen
Kemampuan Analisis
Equal variances assumed 0,53 Ho diterima Homogen
Kemampuan Berfikir
Kreatif
Equal variances assumed 0,51 Ho diterima Homogen
Tabel 4.9.(lanjutan) Rangkuman Uji Normalitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Berdasarkan hasil analisis uji homogenitas data dengan uji Levene
dengan persamaan 3.8. (selengkapnya terdapat pada Lampiran 38) diketahui
bahwa nilai signifikansi > 0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa data
mempunyai variansi yang homogen, sedangkan jika nilai sig < 0,05 disimpulkan
bahwa data mempunyai variansi yang tidak homogen. Dari tabel 4.10. dapat
diketahui bahwa data yang tidak homogen terdapat pada kelompok data prestasi
afektif siswa berdasarkan media SBL dan VBL.
C. Pengujian Hipotesis
1. Uji Anava
Dalam menyelesaikan analisis digunakan uji univariate melalui program
SPSS versi 18. Hasil analisis disajikan pada Lampiran 39 sedangkan rangkuman
analisisnya disajikan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. (a). Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Kemampuan Kognitif
No Variabel Prestasi Belajar Kognitif
Sig. Keuptusan Uji
1. Metode 0,09 Ho diterima
2. Kemampuan Analsis 0,88 Ho diterima
3. Kemampuan Berfikir Kreatif 0,23 Ho diterima
4. Interaksi Media * Kemampuan
Analisis 0,52 Ho diterima
5. Interaksi Media * Kemampuan
Berfikir Kreatif 0,06 Ho diterima
6. Interaksi Kemampuan Analisis *
Kemampuan Berfikir Kreatif 0,75 Ho diterima
7.
Interaksi Media * Kemampuan
Analisis * Kemampuan Berfikir
Kreatif
0,05 Ho diterima
Tabel 4.11.(a) merupakan hasil uji anava 3 jalan untuk data prestasi
kognitif. Pengujian ini dilakukan karena data prestasi kognitif terdistribusi
normal, sehingga dapat dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan uji
parametrik yaitu dengan uji anava 3 jalan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
Tabel 4.11b. Rangkuman Uji Hipotesis Penelitian Kemampuan Afektif
Test Statisticsa,b
Grouping Variable Kemampuan
Afektif Keputusan Uji
Kruskal
Wallis Test Media
Pembelajaran
Chi-square 0,05
Ho diterima df 1
Asymp.
Sig. 0,82
Kemampuan
Analisis
Chi-square 0,48
Ho diterima df 1
Asymp.
Sig. 0,49
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Chi-square 0,41
Ho diterima df 1
Asymp.
Sig. 0,52
Interaksi Media
Kemampuan
Analisis
Chi-square 9,19
Ho ditolak df 3
Asymp.
Sig. 0,03
Interaksi Media
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Chi-square 0,62
Ho diterima df 3
Asymp.
Sig. 0,89
Interaksi
Kemampuan
Analisis
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Chi-square 4,77
Ho diterima df 3
Asymp.
Sig. 0,19
Interaksi Media
Kemampuan
Analisis
Kemampuan
Berfikir Kreatif
Chi-square 13,82
Ho diterima df 7
Asymp.
Sig. 0,05
Tabel 4.11.(b) merupakan hasil uji Kruskal Wallis jalan untuk data
prestasi afektif. Pengujian ini dilakukan karena data prestasi afektif tidak
terdistribusi normal, sehingga dilakukan uji hipotesis nonparametrik dengan
menggunakan uji Kruskal Wallis.
Hipotesis dalam penelitian ini ada dua jenis, yaitu hipotesis nol (H0) dan
hipotesis alternatif (H1). Hipotesis nol menyatakan tidak ada pengaruh ataupun
interaksi antara suatu variabel dengan variabel yang lain. kemudian hipotesis
alternatif menyatakan sebaliknya, ada pengaruh ataupun interaksi antara suatu
variabel terhadap variabel yang lain. Ketentuan pengambilan keputusan yaitu: H0
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
ditolak dan H1 diterima jika nilai signifikansi (Sig.) < 0,05 serta H1 akan ditolak
dan H0 diterima jika signifikansi (Sig.) > 0,05.
Berdasarkan Tabel 4.11. dan kriteria pengujian hipotesis pada uraian di
atas, maka pengujian hipotesis pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Ada pengaruh problem based learning menggunakan metode eksperimen
melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H0 : Tidak ada pengaruh problem based learning menggunakan metode
eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H1 : Ada pengaruh problem based learning menggunakan metode eksperimen
melalui VBL dan SBL terhadap prestasi belajar Fisika siswa
Berdasarkan Tabel 4.13., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =
0,09 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada
pengaruh penggunaan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap
prestasi belajar Fisika siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,82 (sig > 0,05),
maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh problem
based learning menggunakan metode eksperimen melalui VBL dan SBL terhadap
prestasi belajar Fisika siswa.
2. Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar Fisika siswa
H0 : Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H1 : Ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar Fisika siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =
0,88 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada
pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
Fisika siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,49 (sig > 0,05), maka H0
diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh kemampuan analisis
kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa
3. Ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H0 : Tidak ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan
rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
H1 : Ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =
0,23 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada
pengaruh tingkat kreativitas kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar
Fisika siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,52 (sig > 0,05), maka H0
diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada pengaruh kemampuan berfikir
kreatif kategori tinggi dan rendah terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
4. Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika
H0 : Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar
Fisika siswa.
H1 : Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar
Fisika siswa.
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =
0,52 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada
interaksi antara penggunaan metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan
kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika. Untuk prestasi belajar
afektif sig = 0,03 (sig < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima. Hal ini berarti ada
interaksi antara penggunaan metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan
kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika.
5. Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi
belajar Fisika
H0 : Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi
belajar Fisika siswa.
H1 : Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi
belajar Fisika siswa.
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =
0,06 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada
interaksi antara metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kreativitas
siswa terhadap prestasi belajar Fisika. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,89 (sig
> 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kemampuan berfikir kreatif
siswa terhadap prestasi belajar Fisika.
6. Ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif
siswa terhadap prestasi belajar Fisika
H0 : Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir
kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa
H1 : Ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir
kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =
0,75 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada
interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap
prestasi belajar siswa. Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,19 (sig > 0,05), maka
H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara kemampuan
analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa.
7. Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif siswa
terhadap prestasi belajar Fisika
H0 : Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif
siswa terhadap prestasi belajar siswa
H1 : Ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen, kemampuan analisis siswa dan kemampuan berfikir kreatif
siswa terhadap prestasi belajar siswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
Berdasarkan Tabel 4.11., diketahui bahwa untuk prestasi belajar kognitif sig =
0,05 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1 ditolak. Hal ini berarti tidak ada
interaksi antara metode eksperimen melalui VBL dan SBL dengan kemampuan
analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika.
Untuk prestasi belajar afektif sig = 0,05 (sig > 0,05), maka H0 diterima dan H1
ditolak. Hal ini berarti tidak ada interaksi antara metode eksperimen melalui VBL
dan SBL dengan kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa
terhadap prestasi belajar Fisika.
D. Pembahasan Hasil Penelitian
1. Hipotesis Pertama
Dalam penelitian ini materi Fisika yang digunakan adalah Gerak
Harmonis Sederhana (GHS). Pemilihan materi ini didasarkan pada karakteristik
materi yang dapat dipelajari dan diamati secara langsung oleh siswa. Selain itu
materi GHS merupakan materi pokok dan penting dalam Fisika karena konsepnya
banyak menjadi dasar untuk materi yang lainnya. Materi GHS dalam
pembelajaran ini diberikan menggunakan problem based learning dengan metode
eksperimen melalui Simulation Based Laboratory dan Video Based Laboratory.
Penggunaan problem based learning dengan metode eksperimen melalui
Simulation Based Laboratory (SBL) memberi kesempatan kepada siswa untuk
menemukan konsep gerak harmonis melalui percobaan dengan simulasi untuk
menjawab masalah yang diajukan dalam pembelajaran. Keunggulan media SBL
ini adalah dalam pembelajaran ini siwa dapat melakukan prosedur percobaan
mulai dari memilih bahan-bahan yang diperlukan sampai dengan menganalisis
dan menginterpretasi grafik dan data hasil percobaan melalui simulasi. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
menggunakan simulasi maka desain percobaan dapat dibuat ideal dengan
mengontrol faktor-faktor pengganggu yang dapat mempengaruhi hasil percobaan.
Simulasi percobaan GHS dilakukan dengan menggunakan program PhET
(Physics Education Technology).
Penggunaan problem based learning dengan metode eksperimen melalui
Video Based Laboratory (VBL) memberi kesempatan siswa untuk menganalisis
video hasil percobaan real melalui software untuk kemudian dicari hubungan
antar variabel-variabel fisisnya. Pembelajaran ini membantu siswa untuk
menjawab masalah yang diajukan guru dalam pembelajaran melalui analisis data
real dan interpretasi grafik melalui analisis video percobaan. Analisis data video
percobaan dilakukan dengan menggunakan software Logger pro. Melalui
software ini siswa dapat mengetahui hubungan antar variabel-variabel dalam
percobaan secara langsung, dalam hal ini siswa menemukan sendiri tanpa harus
melalui penurunan rumus yang biasanya dilakukan oleh guru.
Hasil uji statistik dalam penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada
pengaruh penggunaan problem based learning dengan metode eksperimen melalui
Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video Based Laboratory (VBL) terhadap
prestasi belajar kognitif maupun afektif siswa. Ada beberapa faktor yang menjadi
penyebab hasil ini, salah satu faktor yang dominan adalah alokasi waktu. Faktor
keterbatasan waktu ini merupakan salah satu kelemahan dari metode eksperimen.
Menurut Stephan Forster (2009: 112) salah satu keterbatasan dari metode
eksperimen adalah memerlukan waktu yang lama.
Penelitian ini dirancang untuk 4 kali pertemuan. Penelitian berjalan
sebagaimana yang diinginkan yaitu 4 kali pertemuan tetapi dalam pelaksanannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
2 kali pertemuan waktu yang dialokasikan tidak sesuai dengan RPP dikarenakan
adanya kegiatan sekolah. Dalam RPP direncanakan setiap pertemuan berlangsung
selama 2 x 45 menit, tetapi dalam 2 pertemuan pembelajaran hanya berlangsung 2
x 30 menit. Hal ini tentu saja menyebabkan kegiatan yang sudah dirancang dalam
RPP tidak berjalan sebagaimana mestinya, sehingga dapat mempengaruhi hasil
pembelajaran siswa.
Faktor lain yang menjadi penyebab tidak adanya pengaruh perlakuan
terhadap prestasi belajar pada penelitian ini adalah pendekatan pembelajaran yang
digunakan, yaitu problem based learning. Menurut Wina Sanjaya (2009), problem
based learning mempunya kelemahan yaitu manakala siswa tidak mempunyai
minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit
dipecahkan maka siswa enggan untuk mencoba. Hal ini terlihat dalam
pembelajaran. Saat pertemuan pertama, siswa merasa antusias memberikan opini
untuk menjawab pertanyaan di awal pembelajaran yang diberikan oleh guru,
karena masalah yang diberikan relatif menarik dan mudah. Siswa juga sangat
serius mengikuti tahapan yang sudah disusun di LKS. Namun fenomena yang
terlihat berbeda saat pertemuan berikutnya, hanya sebagian kecil siswa yang
berusaha menjawab pertanyaan di awal pembelajaran dan kegiatan pembelajaran
juga berlangsung kurang efektif karena beberapa siswa tidak menggunakan
komputer untuk melakukan percobaan tetapi ada beberapa kelompok yang
menggunakannya untuk aktivitas yang lain. Ini disebabkan karena pertanyaan dan
materi yang dipelajari semakin kompleks dan rumit dibandingkan dengan
pertemuan yang pertama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
N. D. Finkelstein et.al (2005) mengenai simulation based laboratory dalam
pembelajaran Fisika. Hasil penelitian yang menarik dari N. D. Finkelstein adalah
penggunaan SBL dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa. Jika
pemahaman konsep siswa meningkat seharusnya prestasi belajar siwa juga
meningkat. Tetapi hal tersebut tidak terlihat pada hasil penelitian ini.
Perbedaan hasil ini dikarenakan karena subjek penelitian yang menjadi
sampel. N. D. Finkelstein menggunakan sampel mahasiswa perguruan tinggi
sedangkan pada penelitian ini sampelnya adalah siswa sekolah menengah. Hal ini
tentu menjadi penyebab yang dominan, karena kematangan berfikir antara
mahasiswa perguruan tinggi dan siswa sekolah menengah tentu berbeda. Dalam
percobaan menggunakan SBL, kemampuan analisis dan berfikir tingkat tinggi
yang lain sangat dibutuhkan. Secara usia siswa perguruan tinggi lebih matang
dalam menggunakan kemampuan berfikir tingkat tingginya dibandingkan siswa
sekolah menengah. Jadi penggunaaan SBL akan mudah diikuti oleh mahasiswa
perguruan tinggi sehingga memperoleh hasil belajar maksimal yang ditunjukkan
dengan pemahaman konsep yang meningkat. Untuk siswa sekolah menengah,
penerapan SBL juga baik untuk dilakukan, tetapi perlu waktu yang cukup lama
untuk membiasakan siswa. Penggunaan SBL juga dilakukan pada materi-materi
Fisika yang lain, sehingga siswa tidak merasa asing dengan SBL. Jika hal ini
dilakukan, maka akan diperoleh hasil yang sama seperti penelitian yang dilakukan
oleh N. D. Finkelstein.
Hasil penelitian lain yang tidak sejalan dengan penelitian ini adalah
penelitian oleh Louis Trudel dan Abdeljalil Métioui (2012) mengenai efek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
penggunaan Video Based Laboratory (VBL) terhadap pemahaman siswa sekolah
menengah pada gerak dengan kecepatan tetap. Hasil yang diperoleh adalah
penggunaan VBL dapat meningkatkan pemahaman siswa mengenai materi gerak
dengan kecepatan tetap. Perbedaan ini karena tingkat kesulitan materi yang
dipakai dalam penelitian. Materi gerak dengan kecepatan konstan tentu lebih
mudah dibandingkan dengan materi dalam penelitian ini yaitu Gerak Harmonis.
Karena materi yang lebih mudah maka kemungkinan siswa untuk menangkap dan
menemukan konsep juga menjadi mudah sehingga dapat memunculkan
peningkatan pemahaman siswa.
Meskipun tidak ditemukan adanya pengaruh yang signifikan tetapi ada
hal lain yang didapatkan siswa yaitu siswa bisa memanfaatkan media yang ada
yaitu komputer sebagai salah satu media untuk melakukan percobaan Fisika.
Siswa dapat melakukan percobaan secara mandiri sehingga siswa dapat
melakukan penemuan sebuah konsep secara langsung, sehingga dapat lebih
bermakna hasil belajarnya. Hal ini sesuai dengan teori belajar Bruner yang
menyatakan bahwa siswa yang belajar secara langsung, dalam hal ini siswa
menemukan konsep sendiri akan memberikan hasil belajar yang lebih bermakna.
Siswa akan mudah memahami dan mengingat konsep yang dipelajari karena siswa
mengalami dan menemukan secara langsung melalui kegiatan eksperimen.
2. Hipotesis Kedua
Kemampuan analisis adalah keterampilan menguraikan sebuah struktur
ke dalam komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur
tersebut. Kemampuan analisis merupakan salah satu bagian dari keterampilan
berfikir seperti yang dirumuskan oleh Bloom. Tingkat keterampilan berfikir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
analisis merupakan keterampilan berfikir tingkat tinggi atau high order thinking
skill. Kemampuan analisis diperlukan dalam proses pembelajaran khususnya
problem based learning karena siswa dituntut untuk menemukan jawaban dari
permasalahan yang diberikan oleh guru. Dalam proses pencarian jawaban ini tentu
saja diperlukan kemampuan untuk menguaraikan segala ide maupun gagasan,
dalam hal ini kemampuan tersebut merupakan salah satu unsur dari kemampuan
analisis. Oleh karena itu diperkirakan kemampuan analisis siswa akan
mempengaruhi prestasi belajar siswa, seperti yang diungkapkan oleh Wenglinsky
(2004) yang menegaskan bahwa pembelajaran yang mengutamakan kemampuan
analisis mampu mendukung tercapainya prestasi belajar yang lebih tinggi. Tetapi
hasil penelitian ini menunjukkan hal yang berbeda dengan pendapat tersebut.
Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh yang signifikan antara
kemampuan analisis terhadap prestasi belajar siswa baik pada aspek kognitif dan
afektif.
Data kemampuan analisis siswa diperoleh dengan menggunakan tes
analisis. Hasil tes menunjukkan bahwa untuk kedua kelas eksperimen diperoleh
rerata skor kemampuan analisis siswa yang rendah. Padahal, patokan penentuan
tinggi dan rendah menggunakan skor rerata. Jika skor rerata total rendah, maka
akan sulit dibedakan antara kategori tinggi dan rendah. Kesulitan pengkategorian
ini menjadi tinggi dan rendah dari rerata yang rendah tidak memperlihatkan
perbedaan yang signifikan. Selain itu faktor yang mempengaruhi ditolaknya
hipotesis ini adalah distribusi soal dengan tingkatan analisis pada soal kognitif
yang diberikan siswa. Berdasarkan kisi-kisi pada soal kognitif, soal yang
mempunyai tingkatan analisis adalah 16 soal yaitu 45,16% dari keseluruhan soal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
Hal ini menyebabkan kemamuan analisis siswa tidak dapat terukur dengan baik
pada soal kognitif sehingga diperoleh rerata yang relatif rendah untuk kedua kelas
eksperimen.
Faktor lain yang mempengaruhi hasil ini adalah kebiasaan siswa
mengerjakan soal di sekolah. Dengan melihat soal-soal tes maupun ulangan di
sekolah, kecenderungan soal Fisika yang digunakan adalah soal aplikasi
persamaan matematis saja. Soal cenderung mengarahkan siswa untuk menghafal
rumus, lalu menerapkan rumus tersebut dalam mengerjakan soal. Hal ini juga
terlihat dari hasil survey TIMSS yang cenderung rendah, yaitu Indonesia
menduduki peringkat 35 dari 48 negara dengan nilai 427, padahal skor rata-rata
internasional adalah 500 (Patrick Gonzales, 2007). Soal-soal yang digunakan oleh
TIMSS sebagian besar adalah soal-soal dengan tingkat analisis. Hasil yang rendah
menunjukkan bahwa sebagian besar siswa di Indonesia tidak dilatih untuk
memecahkan suatu persoalan yang bersifat analisis. Dalam penelitian ini sudah
diantisipasi dengan memberikan pembelajaran dengan pendekatan dan metode
yang sama tetapi untuk materi berbeda, tetapi karena keterbatasan waktu dalam
proses tersebut siswa belum dikenalkan tipe-tipe soal yang pemecahannya
memerlukan kemampuan analisis.
3. Hipotesis Ketiga
Kemampuan berfikir kreatif merupakan proses berfikir untuk membuat
hubungan ide atau konsep yang sudah diketahui dan memunculkan ide atau
konsep baru sebagai hasil dari kombinasi ide-ide yang telah dimiliki. Dalam
penelitian ini sebenarnya desain pembelajaran sudah dibuat sedemikian rupa
sehingga siswa dapan menggunakan keterampilan berfikir kreatifnya dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
menyelesaikan suatu permasalahan sehingga diharapkan akan mempengaruhi
hasil belajar siswa. Tetapi ternyata hasil statistik menunjukkan tidak adanya
pengaruh yang signifikan antara kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap
prestasi belajar siswa.
Hal tersebut dapat terjadi karena kemampuan berfikir kreatif merupakan
kemampuan berfikir tingkat tinggi (high order thinking skill). Kemampuan
berfikir kreatif erat kaitannya dengan kemampuan untuk mencari sebuah solusi
baru dari suatu permasalahan yang disajikan dalam proses pembelajaran. Oleh
karena itu, tidak semua orang dapat menggunakan kemampuan ini dengan baik.
Kemampuan berfikir kreatif memerlukan kombinasi antara berfikir logis dan
berfikir divergen yang didasarkan pada intuisi tapi masih dalam kesadaran
(Pehkonen, 1997). Hal ini sangat sulit ditemui pada siswa yang menjadi subjek
penelitian.
Hasil ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh. Nicolaus
(2008) tentang pembelajaran Fisika menggunakan animasi dan modul ditinjau dari
kreativitas siswa. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan antara siswa dengan kreativitas tinggi dan rendah terhadap prestasi
belajar. Dalam penelitian tesebut kreativitas mengacu pada kreativitas verbal
siswa. Berbeda dengan penelitian ini yang mengacu pada kemampuan berfikir
kreatif siswa khususnya dalam bidang Fisika. Tes kreativitas verbal yang
digunakan mensyaratkan siswa mengetahui sebanyak mungkin kosakata, karena
dalam tes tersebut siswa diharuskan menulis kata-kata yang sudah diketahui
awalan ataupun petunjuk lainnya. Dalam tes tersebut siswa tidak diharuskan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
memahami konsep Fisika karena tidak dibutuhkan untuk mengerjakan tes
tersebut.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan, tes berfikir kreatif mengacu
pada berfikir kreatif dalam Fisika. Sehingga tes ini memungkinkan siswa
menemukan kesulitan, karena siswa diharuskan menguasai konsep Fisika untuk
memecahkan masalah yang diberikan dalam tes. Siswa tidak cukup hanya
menguasai kosakata yang banyak, tetapi juga pemahaman konsep Fisika secara
benar. Oleh karena itu hasil tes berfikir kreatif dalam penelitian ini menunjukkan
skor yang kurang baik untuk sebagian besar sampel. Faktor inilah yang
menyebabkan ditolaknya hipotesis yang diajukan.
Pembelajaran yang terjadi di kelas, selama ini tidak memfasilitasi siwa
untuk mengembangkan keterampilan berfikir kreatifnya. Yang terjadi, siswa
cenderung menggunakan kemampuan berfikir kognitif pada tingkatan menghafal
dan menerapkan saja, belum sampai pada tingkatan mencipta. Sehingga saat siswa
dihadapkan pada permasalahan yang memerlukan kemampuan berfikir kreatifnya,
siswa merasa kesulitan untuk mengatasinya. Hal ini terlihat dari rerata hasil tes
kreatif dari kedua kelas yang relatif rendah. Sama halnya dengan kemampuan
analisis, karena rerata skor kedua kelas yang relatif rendah maka akan sulit
dibedakan antara kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah.
Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Halizah Awang
dan Ishak Ramly (2008) yang menyatakan bahwa PBL dapat mendorong dan
meningkatkan kemampuan berfikir kreatif. Kemampuan berfikir kreatif yang
meningkat dalam penelitian tersebut dikarenakan karena pengukuran terhadap
kemampuan berfikir kreatif dilakukan setelah perlakuan, dalam hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
kemampuan berfikir kreatif sebagai variabel terikat. Jadi selama proses
pembelajaran dengan PBL kemampuan kreatif siswa dilatihkan sehingga pada
saat penilaian siswa mengalami peningkatan dalam menggunakan kemampuan
berfikir kreatifnya. Sedangkan kemampuan kreatif yang ditinjau dalam penelitian
ini adalah sebagai variabel moderator yang diukur sebelum siswa mendapat
perlakuan. Sehingga siswa tidak diberi kesempatan untuk berlatih menggunakan
kemampuan berfikir kreatifnya, akibatnya diperoleh hasil yang kurang maksimal
sebagaimana diuraikan di atas.
4. Hipotesis Keempat
Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan
antara kemampuan analisis dengan problem based learning melalui metode
eksperimen menggunakan SBL dan VBL terhadap prestasi belajar kognitif dan
afektif. Pengaruh yang diberikan metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL
terhadap prestasi belajar merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak
berhubungan dengan kemampuan analisis. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang
diberikan kemampuan analisis terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif
merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan metode
eksperimen menggunakan SBL dan VBL.
Artinya, kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi, jika
diberikan perlakuan menggunakan metode eksperimen melalui SBL dan VBL akan
memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar serta kelompok siswa
dengan kemampuan analisis rendah, perlakuan dengan eksperimen menggunakan
SBL dan VBL juga memberikan pengaruh yang sama terhadap prestasi belajar.
Demikian juga pada kelompok siswa dengan metode eksperimen menggunakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
SBL, antara kelompok siswa dengan kemampuan analisis tinggi dan rendah tidak
ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal yang sama pada kelompok
siswa dengan metode eksperimen menggunakan VBL. Dua variabel bebas tersebut
tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak
ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode eksperimen
dengan SBL dan VBL dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar
siswa.
Hal ini disebabkan karena pendekatan dan metode pembelajaran kedua
kelas eksperimen yang digunakan sama, yang membedakan hanya media yang
digunakan. Kelas eksperimen pertama menggunakan media Simulation Based
Laboratory (SBL) dan kelas eksperimen kedua menggunakan media Video Based
Laboratory (VBL). Hal ini mengindikasikan bahwa siswa yang memiliki kategori
kemampuan analisis sama, jika diberi perlakuan dengan menggunakan media
pembelajaran yang berbeda yang berbeda tidak memberikan pengaruh yang cukup
besar. Faktor lain yang menjadi penyebab tidak adanya interaksi ini adalah
kemampuan analisis bukan satu-satunya sebagai faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa. Slameto (2003) menyatakan bahwa faktor psikologis siswa
seperti perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan merupakan
faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Beberapa faktor ini tidak
terkontrol dengan baik dalam penelitian. Sebagai contoh adalah faktor minat dan
bakat yang dimungkinkan memberikan pengaruh yang cukup besar dalam
pencapaian prestasi belajar siswa. Tidak semua siswa di kelas yang dijadikan
sebagai sampel penelitian mempunyai minat yang besar serta bakat dalam
mempelajari Fisika. Hal ini sejalan dengan pendapat Muhammad Naim (2009)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
yang menyatakan bahwa sebagian besar siswa tidak menyukai Fisika dan
menjadikan Fisika sebagai pelajaran yang susah untuk dipelajari. Hal inilah yang
dimungkinkan sebagai penyebab ditolaknya hipotesis yang diajukan dalam
penelitian ini.
5. Hipotesis Kelima
Pada penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan
antara kemampuan berfikir kreatif dengan problem based learning melalui
metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL terhadap prestasi belajar kognitif
dan afektif. Pengaruh yang diberikan problem based learning melalui metode
eksperimen menggunakan SBL dan VBL terhadap prestasi belajar kognitif
merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan
kemampuan berfikir kreatif siswa. Begitu pula sebaliknya, pengaruh yang
diberikan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar kognitif
merupakan pengaruh yang berdiri sendiri dan tidak berhubungan dengan problem
based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL.
Artinya, kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi, jika
diberikan perlakuan dengan problem based learning melalui metode eksperimen
menggunakan SBL dan VBL akan memberikan pengaruh yang sama terhadap
prestasi belajar serta kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah.
Demikian juga pada problem based learning melalui metode eksperimen
menggunakan SBL, antara kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif
tinggi dan rendah tidak ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal
yang sama pada problem based learning melalui metode eksperimen
menggunakan VBL. Dua variabel tersebut tidak menghasilkan kombinasi efek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara problem based
learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL dengan
kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
Media pembelajaran SBL dan VBL pada dasarnya sama-sama
memerlukan kemampuan berfikir kreatif dari siswa, meskipun untuk media SBL
lebih dominan. Dengan melihat hasil kemampuan berfikir kreatif kedua kelas
yang hampir sama yaitu relatif rendah maka dapat disimpulkan bahwa siswa
mengalami kesulitan untuk mengikuti pembelajaran dengan kedua media ini.
Sehingga salah satu faktor dalam penelitian ini yang masih dimungkinkan
memberikan pengaruh terhadap prestasi belajar siswa adalah metode
pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pendapat Wina Sanjaya (2009) bahwa
metode pembelajaran merupakan cara yang ditempuh dalam pembelajaran agar
tujuan pembelajaran dapat dicapai secara optimal.
Metode pembelajaran yang digunakan untuk kedua kelas eksperimen
adalah metode yang sama, yaitu metode eksperimen. Sintaks yang digunakan
sama, sehingga aktivitas siswa dalam pembelajaran antara kedua kelas sama. Hal
inilah yang menjadi penyebab tidak adanya interaksi antara problem based
learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL dengan
kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
Sama halnya dengan hipotesis sebelumnya, faktor lain yang menjadi
penyebab ditolaknya hipotesis ini adalah kemampuan berfikir kreatif bukan satu-
satunya faktor yang memengaruhi prestasi belajar siswa. Faktor lain seperti
perhatian, minat, bakat, motivasi, kematangan dan kesiapan yang mempengaruhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
prestasi belajar (Slameto, 2003) tidak bisa dikontrol dengan baik karena
keterbatasan dalam pelaksanaan penelitian.
6. Hipotesis Keenam
Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan
antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi
belajar kognitif dan afektif. Pengaruh yang diberikan kemampuan analisis
terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif merupakan pengaruh yang
independen dan tidak berhubungan dengan kemampuan berfikir kreatif. Dua
variabel yang diteliti ini tidak menghasilkan kombinasi efek yang signifikan,
sehingga disimpulkan tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan
kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar siswa baik pada aspek
kognitif maupun afektif.
Kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi dengan
kemampuan analisis yang berbeda memberikan pengaruh yang sama terhadap
prestasi belajar serta kelompok siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah
dengan kemampuan analisis yang berbeda juga memberikan pengaruh yang sama
terhadap prestasi belajar. Demikian juga pada kelompok kemampuan analisis
tinggi dengan kelompok siswa kemampuan berfikir kreatif tinggi dan rendah tidak
ada perbedaan prestasi belajar yang signifikan dan hal yang sama pada siswa
dengan kelompok kemampuan analisis rendah. Dua variabel tersebut tidak
menghasilkan kombinasi efek yang signifikan, sehingga disimpulkan tidak ada
interaksi antara kemampuan analisis siswa dengan kemampuan berfikir kreatif
siswa terhadap prestasi belajar siswa baik pada ranah kognitif maupun afektif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
Dengan melihat karakteristik dari kemampuan berfikir analisis dan
kemampuan berfikir kreatif maka dapat ditemukan adanya kesamaan dari
keduanya. Kemampuan analisis sebagaimana dikemukakan oleh Peter A. Facione
(2011) merupakan keterampilan menguraikan sebuah struktur ke dalam
komponen-komponen agar mengetahui pengorganisasian struktur tersebut. Dalam
keterampilan tersebut tujuan pokoknya adalah memahami sebuah konsep global
identifikasi langkah-langkah logis melalui proses berfikir sehinggak mengarah
pada suatu kesimpulan (Harjasujana, 1987).
Kemampuan berfikir kreatif merupakan proses berfikir untuk membuat
hubungan ide atau konsep yang sudah diketahui dan memunculkan ide atau
konsep baru sebagai hasil dari kombinasi ide-ide yang telah dimiliki (Evans,
1991). Sedangkan Pehkonen (1997) menyatakan bahwa berfikir kreatif
merupakan kombinasi antara berfikir logis dan berfikir divergen yang didasarkan
pada suatu intuisi tetapi masih dalam kesadaran.
Dari uraian di atas maka dapat dilihat bahwa sesorang yang menggunakan
kemampuan berfikir kreatifnya tentu saja secara otomotis juga menggunakan
kemampuan berfikir analisisnya. Berfikir kreatif memerlukan tahapan berfikir
logis untuk membuat kombinasi ide-ide yang telah dimiliki. Tahapan ini
sebenarnya adalah berfikir analisis, setelah itu baru tahapan berfikir divergen
untuk mendapatkan suatu konsep atau ide yang baru. Hal ini berarti ada
intersection antara keduanya. Faktor inilah yang menjadi penyebab tidak adanya
interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa
terhadap prestasi belajar Fisika siswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
7. Hipotesis Ketujuh
Dalam penelitian ini tidak ditemukan pengaruh bersama yang signifikan
antara problem based learning melalui metode eksperimen menggunakan SBL dan
VBL, kemampuan analisis, dan kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi
belajar kognitif dan afektif. Tidak terdapatnya interaksi antara metode eksperimen
menggunakan SBL dan VBL, kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif
terhadap prestasi belajar kognitif maupun afektif dapat dijelaskan karena pada
metode eksperimen dengan SBL siswa memiliki rata-rata yang lebih baik daripada
melalui metode dengan VBL, siswa dengan kemampuan analisis tinggi memiliki
rata-rata lebih baik daripada siswa dengan kemampuan analisis rendah, siswa
dengan kemampuan berfikir kreatif tinggi memiliki rata-rata lebih baik daripada
siswa dengan kemampuan berfikir kreatif rendah.
Kemampuan berfikir analisis dan kemampuan berfikir kreatif merupakan
kemampuan yang menunjang dan mempengaruhi hasil belajar siswa. Hal ini
sesuai dengan pendapat Welingsky (2004) yang menyatakan bahwa kemampuan
analisis dapat mendukung tercapainya prestasi belajar yang lebih tinggi dan
pendapat dari Nicolaus (2008) bahwa siswa dengan kemampuan berfikir kreatif
tinggi akan memperoleh prestasi belajar yang baik. Tetapi sebagaimana dijelaskan
di atas bahwa data kemampuan analisis maupun kemampuan berfikir
menunjukkan hasil yang kurang maksimal yaitu untuk kedua kelas mendapatkan
skor yang relatif rendah. Hal ini menyebabkan sulitnya membedakan siswa
dengan kategori kemampuan analisis dan kreatif yang tinggi dengan siswa dengan
kategori kemampuan analisis dan kreatif yang rendah. Hal ini yang menyebabkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
tidak terjadinya interaksi antara kedua variabel ini, sebagimana hasil uji statistik
yang diperoleh.
Faktor lain yang memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa
dalam penelitian ini adalah pendekatan, metode dan media yang digunakan.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan PBL dan metode ekseprimen serta
media yang digunakan adalah Simulation Based Laboratory (SBL) dan Video
Based Laboratory (VBL). Pendekatan dan metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah sama untuk kedua kelas eksperimen, hanya media
pembelajaran yang berbeda yaitu kelas eksperimen I mengunakan SBL dan kelas
eksperimen II menggunakan VBL.
Media SBL maupun VBL keduanya memerlukan kemampuan berfikir
analisis dan kemampuan kreatif meskipun presentasinya berbeda. Simulation
Based Laboratory (SBL) lebih dominan memerlukan kemampuan berfikir kreatif
siswa dibanding kemampuan analisisnya sedangkan Video Based Laboratory
(VBL) lebih dominan memerlukan kemampuan berfikir analisis siswa dibanding
kemampuan berfikir kreatifnya. Karena untuk kedua kelas eksperimen didapatkan
hasil kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif yang relatif rendah
maka akan sulit dilihat interaksinya dengan media pembelajaran yang digunakan
yaitu SBL dan VBL. Faktor ini yang dimungkinkan sebagai penyebab tidak
terjadinya interaksi antara variabel ini, sebagimana hasil uji statistik yang
diperoleh.
Uraian di atas dapat menjelaskan ditolaknya hipotests penelitian ini yaitu
tidak adanya pengaruh yang signifikan antara problem based learning melalui
metode eksperimen menggunakan SBL dan VBL, kemampuan analisis, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
kemampuan berfikir kreatif terhadap prestasi belajar kognitif dan afektif. Selain
faktor-faktor yang diuraikan di atas, faktor intern siswa sebagaimana diungkapkan
oleh Slameto (2003) seperti minat, bakat, motivasi juga mempengaruhi prestasi
belajar siswa, tetapi tidak dapat dikontrol dengan baik dalam penelitian ini karena
keterbatasan penelitian.
E. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan telah diusahakan semaksimal mungkin dengan
berusaha mengendalikan variabel-variabel yang diperkirakan dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Namun demikian dalam penelitian ini hasil yang
diperoleh tidak semuanya sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini terjadi karena
beberapa keterbatasan selama pelaksanaan penelitian, antara lain:
1. Penelitian yang dilakukan di sekolah membatasi alokasi waktu penelitian,
silabus, dan RPP yang digunakan. Waktu pelaksanaan penelitian hanya empat
kali pertemuan untuk proses pembelajaran dan jam pelajaran yang ada
menyesuaikan dengan kondisi sekolah. Penambahan jam pelajaran tidak dapat
dilakukan karena terkait dengan kebijaksanaan sekolah tempat melakukan
penelitian.
2. Data prestasi belajar kognitif yang diperoleh disusun menggunakan bentuk
pilihan ganda yang mempunyai kelemahan yaitu memberikan kesempatan
kepada siswa untuk menebak jawaban bila mengalami kesulitan.
3. Adanya faktor eksternal dan internal siswa yang mempengaruhi hasil belajar
yang mungkin mempengaruhi siswa pada saat proses pembelajaran yang tidak
dapat diamati dan dikontrol oleh guru.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
4. Pada pelaksanaan proses pembelajaran terdapat siswa yang menggunakan
komputer bukan sebagai media untuk melakukan kegiatan eksperimen, tetapi
digunakan untuk aktivitas yang lain yang tidak terdapat dalam rencana
pembelajaran.
5. Pada uji tingkat kesukaran tes prestasi kognitif kriteria soal belum terdistribusi
dengan baik karena masih ada beberapa soal mudah dan sukar yang digunakan
serta jumlah soal yang mudah dan soal sukar yang digunakan tidak seimbang.
6. Kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif yang dimiliki siswa
secara umum rendah, sedangkan pengkategorian yang digunakan menggunakan
rerata sehingga tidak dapat memperlihatkan secara jelas siswa yang memiliki
kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan
rendah. Oleh karena itu, tidak bisa dilihat pengaruhnya terhadap prestasi
belajar siswa. Sosialisasi dan observasi untuk kemampuan analisis dan berfikir
kreatif siswa juga perlu dilakukan agar siswa dapat menggunakan kedua
keterampilan ini dengan baik.
7. Instrumen penelitian yang digunakan untuk pengambilan data berupa angket
afektif siswa, tes kemampuan analisis siswa, tes prestasi belajar kognitif siswa,
baru diujicobakan satu kali sehingga masih memerlukan uji coba dan analisa
yang lebih banyak agar benar-benar standar.
8. Penggunaan media komputer sebagai alat untuk melakukan eksperimen Fisika
masih dianggap baru bagi siswa, sehingga banyak siswa yang kurang
mengikuti kegiatan dengan baik selama proses pembelajaran.
9. Sampel penelitian ini terbatas pada siswa kelas XI SMA N 3 Surakarta. Karena
hasil penelitian dimungkinkan dipengaruhi oleh karakteristik dari sampel,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
maka hasil penelitian ini belum dapat digeneralisasikan untuk jenis sampel
yang lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan kajian teori, hasil analisis, serta mengacu pada perumusan
masalah yang telah diuraikan, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Tidak ada pengaruh problem based learning menggunakan metode
eksperimen melalui Video Based Laboratory dan Simulation Based
Laboratory terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Meskipun tidak ditemukan
adanya pengaruh yang signifikan tetapi ada hal lain yang didapatkan siswa
yaitu siswa bisa memanfaatkan media yang ada yaitu komputer sebagai salah
satu media untuk melakukan percobaan Fisika
2. Tidak ada pengaruh kemampuan analisis kategori tinggi dan rendah terhadap
prestasi belajar Fisika siswa. Hal ini dikarenakan karena rerata skor
kemampuan analisis dari kedua kelas eksperimen relatif rendah sehingga sulit
dibedakan antara siswa dengan kemampuan analisis kategori tinggi dan
rendah.
3. Tidak ada pengaruh kemampuan berfikir kreatif kategori tinggi dan rendah
terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Hal ini dikarenakan karena rerata skor
kemampuan berfikir kreatif dari kedua kelas eksperimen relatif rendah
sehingga sulit dibedakan antara siswa dengan kemampuan berfikir kreatif
kategori tinggi dan rendah.
4. Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan analisis siswa terhadap prestasi belajar Fisika
151
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
siswa. Hal ini disebabkan karena pendekatan dan metode pembelajaran kedua
kelas eksperimen yang digunakan sama, yang membedakan hanya media yang
digunakan.
5. Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan kemampuan berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar
Fisika siswa. Hal tersebut karena pendekatan dan metode pembelajaran kedua
kelas eksperimen yang digunakan sama, yang membedakan hanya media yang
digunakan.
6. Tidak ada interaksi antara kemampuan analisis dan kemampuan berfikir
kreatif siswa terhadap prestasi belajar Fisika siswa. Hal ini disebabkan karena
adanya kesamaan karakteristik antara kemampuan analisis dan kemampuan
berfikir kreatif siswa.
7. Tidak ada interaksi antara problem based learning menggunakan metode
eksperimen dengan SBL dan VBL, kemampuan analisis siswa dan kemampuan
berfikir kreatif siswa terhadap prestasi belajar siswa
B. Implikasi
1. Implikasi Teoritis
a. Menambah penelitian mengenai penerapan problem based learning melalui
metode eksperimen denag Simulation Based Laboratory dan Video Based
Laboratory.
b. Menambah penelitian mengenai kemampuan analisis dan kemampuan
berfikir kreatif siswa sebagai faktor pendukung pencapaian hasil belajar
Fisika.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
c. Masukan dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis.
2. Implikasi Praktis
a. Pembelajaran dengan menggunakan SBL dalam penelitian ini memperoleh
hasil rerata prestasi yang lebih baik dari pembelajaran dengan menggunakan
VBL. Dalam menerapkan SBL guru memerlukan persiapan yang baik agar
siswa menjadi terbiasa dengan metode ini. Keterampilan berfikir analisis
dan kreatif juga perlu dilatihkan secara terus menerus, sehingga siswa akan
dapat mengikuti pembelajaran dengan media SBL dengan baik sehingga
akan diperoleh hasil belajar yang optimal.
b. Kemampuan berfikir analisis dan kreatif dalam penelitian ini menunjukkan
hasil yang kurang baik. Hal ini terlihat dari rerata hasil test dari kedua kelas
yang cenderung rendah. Kemampuan analisis dan kemampuan berfikir
kreatif merupakan faktor yang menunjang tercapainya prestasi belajar yang
baik, sehingga perlu dilakukan pelatihan kepada siswa secara kontinu
dengan cara memberikan soal yang mengharuskan siswa menggunakan
kemampuan tersebut. Soal yang disusun harus didominasi soal dengan
tingkatan kesulitan C4 sampai C6. Hal ini agar siswa menjadi terampil
dalam menggunakan kemampuan berfikir analisis dan kreatif sehingga akan
dapat memperoleh hasil belajar yang baik.
c. Metode eksperimen merupakan metode yang baik untuk pembelajaran
Fisika. Dalam penelitian yang telah dilakukan, aktivitas siswa dalam
pembelajaran dengan metode tersebut tergolong cukup baik. Namun, dalam
penelitian ini penggunaan metode tersebut menemukan kendala yaitu waktu
pelaksanaan yang cenderung lama. Sehingga guru dalam menerapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
metode ini perlu mendesain eksperimen dengan cermat agar dapat sinkron
dengan waktu yang disediakan oleh sekolah untuk pembelajaran Fisika.
C. Saran
1. Kepada Pendidik
a. Dalam menggunalan problem based learning melalui metode eksperimen
menggunakan SBL dan VBL siswa sebaiknya dibiasakan dahulu agar
menjadi terbiasa. Hal ini dimaksudkan agar dalam pembelajaran suasana
dikelas menjadi lebih kondusif dan aktif sehingga akan memperoleh hasil
belajar yang maksimal.
b. Kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif siswa perlu
diperhatikan dan dikembangkan dalam pembelajaran Fisika. Salah satu
cara yang dilakukan adalah dengan membiasakan siswa untuk
memecahkan masalah yang sifatnya terbuka dan memerlukan
kemampuan analisis dan kemampuan berfikir kreatif untuk
memecahkannya.
c. Prestasi belajar siswa sebaiknya tidak hanya diperhatikan dalam aspek
kognitif dan afektif saja, melainkan juga diperhatikan pada aspek
psikomotorik.
2. Kepada Peneliti
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk peneitian
sejenis dengan materi ajar yang lain.
b. Peneliti dapat mengembangkan penelitian serupa dengan mengukur
prestasi belajar aspek psikomotorik, sehingga mengetahui perbedaan
prestasi psikomotorik siswa yang diberi perlakuan pembelajaran dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
problem based learning menggunakan metode eksperimen melalui Video
Based Laboratory dan Simulation Based Laboratory.
c. Perlu dilakukan penelitian tentang faktor internal lain yang
dimungkinkan mempengaruhi prestasi belajar siswa.
d. Perlu dilakukan penelitian dengan memperhatikan karakteristik siswa dan
materi ajar.
e. Sebaiknya dalam menentukan pengkategorian variabel moderator dilihat
terlebih dahulu skor yang diperoleh siswa, sehingga diharapkan dapat
menampilkan perbedaan yang signifikan.