Presus Niqko - Tinea Cruris.
Click here to load reader
-
Upload
niqko-bayu-prakarsa -
Category
Documents
-
view
41 -
download
0
description
Transcript of Presus Niqko - Tinea Cruris.
LAPORAN KASUS
TINEA CRURIS
I. IDENTITAS
Nama : Tn. M
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 29 tahun
Alamat : Magelang
Pekerjaan : Swasta
Agama : Islam
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Status perkawinan : Belum menikah
II. ANAMNESIS ( Tanggal 13 Maret 2013 )
Keluhan Utama : Kulit terasa gatal di lipatan paha
(selangkangan)
Riwayat Penyakit Sekarang :
Kurang lebih setahun belakangan pasien merasakan rasa gatal pada
daerah selangkangan. Pasien mengaku di selangkangan terdapat kulit
kemerahan, terdapat bintil-bintil berair berukuran kecil, dan terasa
sangat gatal terutama saat daerah selangkangan berkeringat. Selama ini
pasien belum pernah memeriksakan diri ke dokter.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat mengalami keluhan gejala serupa ( disangkal )
Riwayat alergi ( disangkal )
Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluarga mengalami sakit serupa ( disangkal )
Riwayat alergi ( disangkal )
Riwayat asma ( disangkal )
1
III. PEMERIKSAAN FISIK ( Tanggal 13 Maret 2013 )
- Di daerah selangkangan terdapat makula eritem, polisiklik, berbatas tegas,
central healing, dengan tepi lesi meninggi dan terdapat lesi aktif lebih
kemerahan dan terdapat vesikel-vesikel.
IV. DIAGNOSIS BANDING
- Tinea cruris
- Kandidosis intertriginosa
- Eritrasma
- Psoriasis
- Dermatitis Seboroik
V. DIAGNOSIS
Tinea cruris
VII. TERAPI
Ketokonazole tab 200 mg 1x1 selama 10-14 hari
Cetrizine tab 10 mg 1x1
Ketokonazole cr 2dd ue
VIII.SARAN
Menghindari faktor–faktor yang memperberat seperti keadaan kulit yang
lembab dan selalu menjaga kebersihan.
2
TINEA CRURIS
I. DEFINISI
Tinea Cruris adalah dermatofitosis pada sela paha, perineum dan sekitar anus.
Kelainan ini dapat bersifat akut atau menahun, bahkan dapat merupakan penyakit
yang berlangsung seumur hidup. Lesi kulit dapat terbatas pada daerah genito-krural
saja atau bahkan meluas ke daerah sekitar anus, daerah gluteus dan perut bagian
bawah atau bagian tubuh yang lain. Tinea cruris mempunyai nama lain eczema
marginatum, jockey itch, ringworm of the groin, dhobie itch (Rasad, Asri, Prof.Dr.
2005)
II. ETIOLOGI
Penyebab utama dari tinea cruris Trichopyhton rubrum (90%) dan
Epidermophython fluccosum, Trichophyton mentagrophytes (4%), Trichopyhton
tonsurans (6%) (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003).
III. EPIDEMIOLOGI
Tinea cruris dapat ditemui diseluruh dunia dan paling banyak di daerah tropis.
Angka kejadian lebih sering pada orang dewasa, terutama laki-laki dibandingkan
perempuan. Tidak ada kematian yang berhubungan dengan tinea cruris. Jamur ini
sering terjadi pada orang yang kurang memperhatikan kebersihan diri atau
lingkungan sekitar yang kotor dan lembab (Wiederkehr, Michael. 2008).
III. PATOFISIOLOGI
Cara penularan jamur dapat secara langsung maupun tidak langsung. Penularan
langsung dapat secara fomitis, epitel, rambut yang mengandung jamur baik dari
manusia, binatang, atau tanah. Penularan tidak langsung dapat melalui tanaman, kayu
yang dihinggapi jamur, pakaian debu. Agen penyebab juga dapat ditularkan melalui
kontaminasi dengan pakaian, handuk atau sprei penderita atau autoinokulasi dari
tinea pedis, tinea inguium, dan tinea manum. Jamur ini menghasilkan keratinase
yang mencerna keratin, sehingga dapat memudahkan invasi ke stratum korneum.
3
Infeksi dimulai dengan kolonisasi hifa atau cabang-cabangnya didalam jaringan
keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan enzim keratolitik yang berdifusi ke jaringan
epidermis dan menimbulkan reaksi peradangan. Pertumbuhannya dengan pola radial
di stratum korneum menyebabkan timbulnya lesi kulit dengan batas yang jelas dan
meninggi (ringworm). Reaksi kulit semula berbentuk papula yang berkembang
menjadi suatu reaksi peradangan.
Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya kelainan di kulit adalah:
a. Faktor virulensi dari dermatofita
Virulensi ini bergantung pada afinitas jamur antropofilik, zoofilik, geofilik.
Selain afinitas ini massing-masing jamur berbeda pula satu dengan yang lain dalam
hal afinitas terhadap manusia maupun bagian-bagian dari tubuh misalnya:
Trichopyhton rubrum jarang menyerang rambut, Epidermophython fluccosum paling
sering menyerang lipatan paha bagian dalam.
b. Faktor trauma
Kulit yang utuh tanpa lesi-lesi kecil lebih susah untuk terserang jamur.
c. Faktor suhu dan kelembapan
Kedua faktor ini jelas sangat berpengaruh terhadap infeksi jamur, tampak
pada lokalisasi atau lokal, dimana banyak keringat seperti pada lipat paha, sela-sela
jari paling sering terserang penyakit jamur.
d. Keadaan sosial serta kurangnya kebersihan
Faktor ini memegang peranan penting pada infeksi jamur dimana terlihat
insiden penyakit jamur pada golongan sosial dan ekonomi yang lebih rendah sering
ditemukan daripada golongan ekonomi yang baik
e. Faktor umur dan jenis kelamin (Boel, Trelia.Drg. M.Kes.2003)
IV. MANIFESTASI KLINIS
1. Anamnesis
Keluhan penderita adalah rasa gatal dan kemerahan di regio inguinalis dan
dapat meluas ke sekitar anus, intergluteal sampai ke gluteus. Dapat pula meluas ke
supra pubis dan abdomen bagian bawah. Rasa gatal akan semakin meningkat jika
banyak berkeringat. Riwayat pasien sebelumnya adalah pernah memiliki keluhan
yang sama. Pasien berada pada tempat yang beriklim agak lembab, memakai pakaian
4
ketat, bertukar pakaian dengan orang lain, aktif berolahraga, menderita diabetes
mellitus. Penyakit ini dapat menyerang pada tahanan penjara, tentara, atlit olahraga
dan individu yang beresiko terkena dermatophytosis.
2. Pemeriksaan Fisik
Efloresensi terdiri atas bermacam-macam bentuk yang primer dan sekunder.
Makula eritematosa, berbatas tegas dengan tepi lebih aktif terdiri dari papula atau
pustula. Jika kronis atau menahun maka efloresensi yang tampak hanya makula
hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai likenifikasi. Garukan kronis
dapat menimbulkan gambaran likenifikasi.
Manifestasi tinea cruris :
1. Makula eritematus dengan central healing di lipatan inguinal, distal lipat paha, dan
proksimal dari abdomen bawah dan pubis
2. Daerah bersisik
3. Pada infeksi akut, bercak-bercak mungkin basah dan eksudatif
4. Pada infeksi kronis makula hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya dan disertai
likenifikasi
5. Area sentral biasanya hiperpigmentasi dan terdiri atas papula eritematus yang
tersebar dan sedikit skuama
6. Penis dan skrotum jarang atau tidak terkena
7. Perubahan sekunder dari ekskoriasi, likenifikasi, dan impetiginasi mungkin
muncul karena garukan
8. Infeksi kronis bisa oleh karena pemakaian kortikosteroid topikal sehingga tampak
kulit eritematus, sedikit berskuama, dan mungkin terdapat pustula folikuler
9. Hampir setengah penderita tinea cruris berhubungan dengan tinea pedis
(Wiederkehr, Michael. 2008).
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan mikologik untuk membantu penegakan diagnosis terdiri atas
pemeriksaan langsung sediaan basah dan biakan. Pada pemeriksaan mikologik untuk
mendapatkan jamur diperlukan bahan klinis berupa kerokan kulit yang sebelumnya
dibersihkan dengan alkohol 70%.
5
a. Pemeriksaan dengan sediaan basah
Kulit dibersihkan dengan alkohol 70% → kerok skuama dari bagian tepi lesi
dengan memakai scalpel atau pinggir gelas → taruh di obyek glass → tetesi KOH
10-15 % 1-2 tetes → tunggu 10-15 menit untuk melarutkan jaringan → lihat di
mikroskop dengan pembesaran 10-45 kali, akan didapatkan hifa, sebagai dua garis
sejajar, terbagi oleh sekat, dan bercabang, maupun spora berderet (artrospora) pada
kelainan kulit yang lama atau sudah diobati, dan miselium
b. Pemeriksaan kultur dengan Sabouraud agar
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menanamkan bahan klinis pada medium
saboraud dengan ditambahkan chloramphenicol dan cyclohexamide (mycobyotic-
mycosel) untuk menghindarkan kontaminasi bakterial maupun jamur kontaminan.
Identifikasi jamur biasanya antara 3-6 minggu (Wiederkehr, Michael. 2008)
c. Punch biopsi
Dapat digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis namun
sensitifitasnya dan spesifisitasnya rendah. Pengecatan dengan Peridoc Acid–Schiff,
jamur akan tampak merah muda atau menggunakan pengecatan methenamin silver,
jamur akan tampak coklat atau hitam (Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengecatan dengan Periodic Acid Shiff
Pengecatan dengan (hematoxylin and eosin stain).
d. Penggunaan lampu wood bisa digunakan untuk menyingkirkan adanya
eritrasma dimana akan tampak floresensi merah bata(Wiederkehr, Michael. 2008).
VI. DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik dengan
melihat gambaran klinis dan lokasi terjadinya lesi serta pemeriksaan penunjang
seperti yang telah disebutkan dengan menggunakan mikroskop pada sediaan yang
ditetesi KOH 10-20%, sediaan biakan pada medium Saboraud, punch biopsi, atau
penggunaan lampu wood.
6
VII. DIAGNOSIS BANDING
Candidosis intertriginosa
Kandidosis adalah penyakit jamur yang disebabkan oleh spesies Candida
biasanya oleh Candida albicans yang bersifat akut atau subakut dan dapat mengenai
mulut, vagina, kulit, kuku, bronki. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat
menyerang semua umur, baik laki-laki maupun perempuan.
Patogenesisnya dapat terjadi apabila ada predisposisi baik endogen maupun
eksogen. Faktor endogen misalkan kehamilan karena perubahan pH dalam vagina,
kegemukan karena banyak keringat, debilitas, iatrogenik, endokrinopati, penyakit
kronis orang tua dan bayi, imunologik (penyakit genetik). Faktor eksogen berupa
iklim panas dan kelembapan, kebersihan kulit kurang, kebiasaan berendam kaki
dalam air yang lama menimbulkan maserasi dan memudahkan masuknya jamur,
kontak dengan penderita.
Dapat mengenai daerah lipatan kulit, terutama ketiak, bagian bawah
payudara, bagian pusat, lipat bokong, selangkangan, dan sela antar jari; dapat juga
mengenai daerah belakang telinga, lipatan kulit perut, dan glans penis
(balanopostitis). Pada sela jari tangan biasanya antara jari ketiga dan keempat, pada
sela jari kaki antara jari keempat dan kelima, keluhan gatal yang hebat, kadang-
kadang disertai rasa panas seperti terbakar.
Lesi pada penyakit yang akut mula-mula kecil berupa bercak yang berbatas
tegas, bersisik, basah, dan kemerahan. Kemudian meluas, berupa lenting-lenting
yang dapat berisi nanah berdinding tipis, ukuran 2-4 mm, bercak kemerahan, batas
tegas, Pada bagian tepi kadang-kadang tampak papul dan skuama. Lesi tersebut
dikelilingi oleh lenting-lenting atau papul di sekitarnya berisi nanah yang bila pecah
meninggalkan daerah yang luka, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti
lesi utama. Kulit sela jari tampak merah atau terkelupas, dan terjadi lecet. Pada
bentuk yang kronik, kulit sela jari menebal dan berwarna putih.
Erytrasma
Erytrasma adalah penyakit bakteri kronik pada stratum korneum yang
disebabkan oleh Corynebacterium minitussismum, ditandai lesi berupa eritema dan
skuama halus terutama di daerah ketiak dan lipat paha. Gejala klinis lesi berukuran
7
sebesar milier sampai plakat. Lesi eritroskuamosa, berskuama halus kadang terlihat
merah kecoklatan. Variasi ini rupanya bergantung pada area lesi dan warna kulit
penderita. Tempat predileksi kadang di daerah intertriginosa lain terutama pada
penderita gemuk. Perluasan lesi terlihat pada pinggir yang eritematosa dan
serpiginose. Lesi tidak menimbul dan tidak terlihat vesikulasi. Efloresensi yang sama
berupa eritema dan skuama pada seluruh lesi merupakan tanda khas dari eritrasma.
Skuama kering yang halus menutupi lesi dan pada perabaan terasa berlemak. Pada
pemeriksaan dengan lampu wood lesi terlihat berfluoresensi merah membara (coral
red) (Rasad, Asri, Prof.Dr. 2005)
Psoriasis
Psoriasis adalah penyakit yang penyebabnya autoimun, bersifat kronik dan
residif, ditandai dengan adanya bercak-bercak eritema berbatas tegas dengan skuama
yang kasar, berlapis-lapis dan transparan, disertai fenomena tetesan lilin, Auspitz,
dan Kobner. Tempat predileksi pada skalp, perbatasan daerah tersebut dengan muka,
ekstremitas ekstensor terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. Kelainan
kulit terdiri atas bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama diatasnya.
Eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhan sering bagian di
tengah menghilang dan hanya terdapat di pinggir. Skuama berlapis-lapis, kasar dan
berwarna putih seperti mika, serta transparan. Besar kelainan bervariasi dapat
lentikular, numular atau plakat, dapat berkonfluensi.
Dermatitis Seboroik
Dermatitis Seboroik merupakan penyakit inflamasi konis yang mengenai
daerah kepala dan badan. Prevalensi Dermatitis Seboroik sebanyak 1-5% populasi.
Lebih sering terjadi pada laki-laki daripada wanita. Penyakit ni dapat mengenai bayi
sampa orang dewasa. Umumnya pda bayi terjadi pada usia 3 bulan sedang pada
dewasa pada usia 30-60 tahun. Kelainan kulit berupa eritema dan skuama yang
berminyak dan agak kekuningan dengan batas kurang tegas. Bentuk yang berat
ditandai dengan adanya bercak-bercak berskuama dan berminyak disertai eksudat
dan krusta tebal.
8
VIII. PENATALAKSANAAN
Pada infeksi tinea cruris tanpa komplikasi biasanya dapat dipakai anti jamur
topikal saja dari golongan imidazole dan allynamin yang tersedia dalam beberapa
formulasi. Semuanya memberikan keberhasilan terapi yang tinggi 70-100% dan
jarang ditemukan efek samping. Obat ini digunakan pagi dan sore hari kira-kira 2-4
minggu. Terapi dioleskan sampai 3 cm diluar batas lesi, dan diteruskan sekurang-
kurangnya 2 minggu setelah lesi menyembuh. Terapi sistemik dapat diberikan jika
terdapat kegagalan dengan terapi topikal, intoleransi dengan terapi topikal. Sebelum
memilih obat sistemik hendaknya cek terlebih dahulu interaksi obat-obatan tersebut.
Diperlukan juga monitoring terhadap fungsi hepar apabila terapi sistemik diberikan
lebih dari 4 mingggu.
Pengobatan anti jamur untuk Tinea cruris dapat digolongkan dalam emapat
golongan yaitu: golongan azol, golongan alonamin, benzilamin dan golongan lainnya
seperti siklopiros,tolnaftan, haloprogin. Golongan azole ini akan menghambat enzim
lanosterol 14 alpha demetylase (sebuah enzim yang berfungsi mengubah lanosterol
ke ergosterol), dimana truktur tersebut merupakan komponen penting dalam dinding
sel jamur. Goongan Alynamin menghambat keja dari squalen epokside yang
merupakan enzim yang mengubah squalene ke ergosterol yang berakibat akumulasi
toksik squalene didalam sel dan menyebabkan kematian sel. Dengan penghambatan
enzim-enzim tersebut mengakibatkan kerusakan membran sel sehingga ergosterol
tidak terbentuk. Golongan benzilamin mekanisme kerjanya diperkirakan sama
dengan golongan alynamin sedangkan golongan lainnya sama dengan golongan
azole. Pengobatan tinea cruris tersedia dalam bentuk pemberian topikal dan sistemik:
Obat secara topikal yang digunakan dalam tinea cruris adalah:
1.Golongan Azol
a. Clotrimazole (Lotrimin, Mycelec)
Merupakan obat pilihan pertama yang digunakan dalam pengobatan tinea cruris
karena bersifat broad spektrum antijamur yang mekanismenya menghambat
pertumbuhan ragi dengan mengubah permeabilitas membran sel sehingga sel-sel
jamur mati. Pengobatan dengan clotrimazole ini bisa dievaluasi setelah 4 minggu jika
tanpa ada perbaikan klinis. Penggunaan pada anak-anak sama seperti dewasa. Obat
ini tersedia dalam bentuk kream 1%, solution, lotion. Diberikan 2 kali sehari selama
9
4 minggu. Tidak ada kontraindikasi obat ini, namun tidak dianjurkan pada pasien
yang menunjukan hipersensitivitas, peradangan infeksi yang luas dan hinari kontak
mata.
b. Mikonazole (icatin, Monistat-derm)
Mekanisme kerjanya dengan selaput dinding sel jamur yang rusak akanmenghambat
biosintesis dari ergosterol sehingga permeabilitas membran sel jamur meningkat
menyebabkan sel jamur mati. Tersedia dalam bentuk cream 2%, solution, lotio,
bedak. Diberikan 2 kali sehari selama 4 minggu. Penggunaan pada anak sama dengan
dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan hipersensitivitas, hindari
kontak dengan mata.
c. Econazole (Spectazole)
Mekanisme kerjanya efektif terhadap infeksi yang berhubungan dengan kulit yaitu
menghambat RNA dan sintesis, metabolisme protein sehingga mengganggu
permeabilitas dinding sel jamur dan menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan
dengan ecnazole dapat dilakukan dalam 2-4 minggu dengan cara dioleskan sebanyak
2kali atau 4 kali dalam sediaan cream 1%.. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
d. Ketokonazole (Nizoral)
Mekanisme kerja ketokonazole sebagai turunan imidazole yang bersifat broad
spektrum akan menghambat sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur
meningkat menyebabkan sel jamur mati. Pengobatan dengan ketokonazole dapat
dilakukan selama 2-4 minggu. Tidak dianjurkan pada pasien yang menunjukkan
hipersensitivitas, hindari kontak dengan mata.
e. Oxiconazole (Oxistat)
Mekanisme oxiconazole kerja yang bersifat broad spektrum akan menghambat
sintesis ergosterol sehingga komponen sel jamur meningkat menyebabkan sel jamur
mati. Pengobatan dengan oxiconazole dapat dilakukan selama 2-4 minggu. Tersedia
dalam bentk cream 1% atau bedak kocok. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun
10
penggunaan sama dengan orang dewasa. Tidak dianjurkan pada pasien yang
menunjukkan hipersensitivitas dan hanya digunakan untuk pemakaian luar.
f. Sulkonazole (Exeldetm)
Sulkonazole merupakan obat jamur yang memiliki spektrum luas. Titik tangkapnya
yaitu menghambat sintesis ergosterol yang akan menyebabkan kebocoran komponen
sel, sehingga menyebabkan kematian sel jamur. Tersedia dalam bentuk cream 1%
dan solutio. Penggunaan pada anak-anak 12 tahun penggunaan sama dengan orang
dewasa (dioleskan pada daerah yang terkena selama 2-4 minggu sebanyak 4 kali
sehari).
2.Golongan alinamin
a. Naftifine (Naftin)
Bersifat broad spektrum anti jamur dan merupakan derivat sintetik dari alinamin
yang mekanisme kerjanya mengurangi sintesis dari ergosterol sehingga
menyebabkan pertumbuhan sel amur terhambat. Pengobatan dengan naftitine
dievaluasi setelah 4 minggu jika tidak ada perbaikan klinis. Tersedia dalam bentuk
1% cream dan lotion. . Penggunaan pada anak sama dengan dewasa ( dioleskan 4
kali sehari selama 2-4minggu).
b. Terbinafin (Lamisil)
Merupakan derifat sintetik dari alinamin yang bekerja menghambat skualen epoxide
yang merupakan enzim kunci dari biositesis sterol jamur yang menghasilkan
kekurangan ergosterol yang menyebabkan kematian sel jamur. Secara luas pada
penelitian melaporkan keefektifan penggunaan terbinafin. Terbenafine dapat
ditoleransi penggunaanya pada anak-anak. Digunakan selama 1-4 minggu
3.Golongan Benzilamin
a. Butenafine (mentax)
Anti jamur yang poten yang berhuungan dengan alinamin. Kerusakan membran sel
jamur menyebabkan sel jamur terhambat pertumbuhannya. Digunakan dalam bentuk
11
cream 1%, diberikan selama 2-4 minggu. Pada anak tidak dianjurkan. Untuk dewasa
dioleskan sebanyak 4kali sehari.
4.Golongan lainnya
a. Siklopiroks (Loprox)
Memiliki sifat broad spektrum anti fungal. Kerjanya berhubunan dengan sintesi DNA
b. Haloprogin (halotex)
Tersedia dalam bentuk solution atau spray, 1% cream. Digunakan selama 2-4 minggu
dan dioleskan sebanyak 3kali sehari.
c.Tolnaftate
Tersedia dalam cream 1% bedak, solution. Dioleskan 2kali sehari selama 2-4 minggu
(Wiederkehr, Michael. 2008).
Pengobatan secara sistemik dapat digunakan untuk untuk lesi yang luas atau
gagal dengan pengobatan topikal, berikut adalah obat sistemik yang digunakan dalam
pengobatan tinea cruris:
a. Ketokonazole
Sebagai turunan imidazole, ketokonazole merupakan obat jamur oral
yangberspektrum luas. Kerja obat ini fungistatik. Pemberian 200mg/hari selama 2-4
minggu.
b. Itrakonazole
Sebagai turunan triazole, itrakonazole merupakan obat anti jamur oral yang
berspektrum luas yang menghambat pertumbuhan sel jamur dengan menghambat
sitokrom P-450 dependent sintetis dari ergosterol yang merupakan komponen
penting pada selaput sel jamur.Pada penelitian disebutkan bahwa itrakonazole lebih
baik daripada griseofulvin dengan hasil terbaik 2-3 minggu setelah perawatan. Dosis
dewasa 200mg po selam 1 minggu dan dosis dapat dinaikkan 100mg jika tidak ada
perbaikan tetpi tidak boleh melebihi 400mg/hari.Untuk anak-anak 5mg/hari PO
selama 1 minggu. Obat ini dikontraindikasikan pada penderita yang hipersensitivitas,
12
dan jangan diberikan bersama dengan cisapride karena berhubunngan dengan aritmia
jantung.
c. Griseofulfin
Termasuk obat fungistatik, bekerja dengan menghambat mitosis sel jamur
dengan mengikat mikrotubuler dalam sel. Obat ini lebih sedikit tingkat
keefektifannya dibanding itrakonazole. Pemberian dosis pada dewasa 500mg
microsize (330-375 mg ultramicrosize) PO selama 2-4minggu, untuk anak 10-25
mg/kg/hari Po atau 20 mg microsize /kg/hari.
c. Terbinafine
Pemberian secara oral pada dewasa 250g/hari selama 2 minggu). Pada anak
pemberian secara oral disesuaikan dengan berat badan:
12-20kg :62,5mg/hari selama 2 minggu
20-40kg :125mg/ hari selama 2 minggu
>40kg :250mg/ hari selama 2 minggu
Edukasi kepada pasien di rumah :
1. Anjurkan agar menjaga daerah lesi tetap kering.
2. Bila gatal, jangan digaruk karena garukan dapat menyebabkan infeksi.
3. Jaga kebersihan kulit dan kaki bila berkeringat keringkan dengan handuk dan
mengganti pakaian yang lembab.
4. Gunakan pakaian yang terbuat dari bahan yang dapat menyerap keringat seperti
katun, tidak ketat dan ganti setiap hari.
5. Untuk menghindari penularan penyakit, pakaian dan handuk yang digunakan
penderita harus segera dicuci dan direndam air panas.
IX. KOMPLIKASI
Tinea cruris dapat terinfeksi sekunder oleh candida atau bakteri yang lain. Pada
infeksi jamur yang kronis dapat terjadi likenifikasi dan hiperpigmentasi kulit.
X. PROGNOSIS
Prognosis penyakit ini baik dengan diagnosis dan terapi yang tepat asalkan
kelembapan dan kebersihan kulit selalu dijaga.
13