Presus Missed Abortion
-
Upload
dionissashabira -
Category
Documents
-
view
8 -
download
0
description
Transcript of Presus Missed Abortion
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Missed abortion (abortus tertunda) yaitu keadaan dimana janin telah mati
sebelum minggu ke-20, tetapi tertanam di dalam rahim selama beberapa minggu (8
minggu atau lebih) setelah janin mati. Saat terjadi kematian janin kadang – kadang
ada perdarahan per vaginam sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus
iminens. Selanjutnya rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorpsi air
ketuban dan maserasi janin.1,2
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Perdarahan
dengan kehamilan muda disertai dengan hasil konsepsi telah mati hingga 8 minggu
lebih, dengan gejala dijumpai amenore, perdarahan sedikit yang berulang pada
permulaanya serta selama observasi fundus tidak bertambah tinggi malahan tambah
rendah, kalau tadinya ada gejala kehamilan belakangan menghilang disertai dengan
pemeriksaaan tes urin kehamilan biasanya negatif pada 2 – 3 minggu sesudah fetus
mati, serviks masih tertutup dan ada darah sedikit. 1,3
BAB II
STATUS PASIEN
2.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. J
Umur : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
1
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan Terakhir : SMP
Alamat : Pancoran RT 1 RW 13 Banyubiru, Kab. Semarang
Tanggal masuk :17 Juni 2015
No. CM : 081824
Biaya pengobatan : Umum
Nama Suami : Tn. W
Umur : 39 th
Alamat : Pancoran RT 1 RW 13 Banyubiru, Kab. Semarang
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan Terakhir : SMA
2.2. DAFTAR MASALAH
No Masalah aktif Tanggal No Masalah pasif Tanggal
1. G2P1A0, 30 tahun,
hamil 11 minggu
Missed abortion
17-06-
2015
-
2.3. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di Ruang Bougenville tanggal 17 Juni
2015 Pukul: 11.00 WIB
Keluhan utama: Keluhan keluar darah dari jalan lahir.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dari poli kandungan dan kebidanan dengan keluhan keluar
darah dari jalan lahir selama kurang lebih 3 bulan ini, darah yang keluar jumlah
sedikit dan hanya flek-flek berwarna coklat. tidak nyeri perut, tidak keluar
2
perongkolan dari jalan lahir, pasien sebelumnya sudah diperiksa urinnya dan hasil
tes kehamilan positif. Pasien merasa ukuran perut tidak ada perubahan selama 3
bulan ini. Psien juga mengatakan bahwa ukuran payudaranya menjadi berkurang
dan kendur
Pasien tidak mengeluh demam, mual, muntah, pusing, trauma atau
penurunan BB secara drastis.
Riwayat Haid
Menarche : 14 tahun.
Lama haid : 5 hari, siklus haid 28 hari.
HPHT : 27 Maret 2015
HPL : 3 Januari 2016
Riwayat Menikah
Pernikahan pertama, lama pernikahan 11 tahun.
Riwayat Obstetri
1. Anak I usia 10 tahun, aterm, perempuan, BBL : 2600 grm, lahir spontan di
Bidan
2. Hamil ini
Riwayat ANC
Riwayat ANC 1x di bidan
Riwayat KB
Menggunakan KB suntik 1 tahun sejak anak pertama selama 3 tahun.
Perilaku Kesehatan
Merokok : disangkal
Minum-minuman beralkohol : disangkal
Jamu-jamuan : disangkal
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Abortus : disangkal
3
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes melitus : disangkal
Riwayat Penyakit jantung : disangkal
Riwayat Alergi : disangkal
Riwayat ISK : disangkal
Riwayat penyakit selama kehamilan : disangkal
Riwayat penggunaan obat-obatan dan jamu : disangkal
(hanya konsumsi vitamin bidan).
Riwayat Penyakit Keluarga
Asma : disangkal
Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes melitus : disangkal
Penyakit Jantung : disangkal
Alergi : disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga, suami bekerja sebagai
wiraswasta. Biaya pengobatan umum. Kesan ekonomi cukup.
2.4. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 17 Juni pukul 11.30 WIB di Ruang
Bougenville
1. KEADAAN UMUM
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
2. TANDA VITAL
- Tekanan darah : 112/84 mmHg
- Nadi : 87 kali/menit (reguler, isi dan tegangan cukup)
- Respiratory rate : 20 kali/menit
4
- Suhu : 36,2 oC (axiller)
3. STATUS GENERALIS
a. Kepala
Kesan mesosefal
b. Mata
Sklera ikterus (-/-), Konjungtiva palpebra anemis (-/-), pupil isokor
(3mm/3mm), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek (+/+)
c. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), epistaksis (-/-), sekret (-/-).
d. Mulut
Bibir kering (-), sianosis (-), gusi berdarah (-)
e. Telinga
Darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-), gangguan fungsi pendengaran(-/-).
f. Leher
Simetris, trachea di tengah, pembesaran KGB (-), tiroid (Normal), nyeri
tekan (-).
g. Dada
Dextra Sinistra
Inspeksi Diameter Lateral>Antero
posterior.Hemithorax Simetris
Statis Dinamis.
Diameter Lateral>Antero posterior.
Hemithorax Simetris Statis Dinamis.
Palpasi Stem fremitus normal kanan sama dengan kiri.
Nyeri tekan (-).Pelebaran SIC (-).
Arcus costa normal.
Stem fremitus normal kanan sama dengan kiri.
Nyeri tekan (-).Pelebaran SIC (-).
Arcus costa normal.Perkusi Sonor seluruh lapang
paruSonor seluruh lapang
paruAuskultasi
Suara dasar paru vesikuler (+), wheezing
(-), ronki (-)
Suara dasar paru vesikuler (+), wheezing
(-), ronki (-)Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba ICS VI midclavicula sinistra
5
Pulsus parasternal (-), Sternal lift (-), Pulsus epigastrium
(-)
Perkusi:
Batas atas jantung : ICS II linea parasternal sinistra
Pinggang jantung : ICS III linea parasternal sinistra
Batas kiri bawah jantung: ICS V linea mid clavicula sinistra
Batas kanan bawah jantung: ICS IV linea sternalis dextra
Kesan batas jantung: normal
Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni, bising jantung (-), gallop (-),
pericardial friction rub (-).
h. Abdomen
Inspeksi : Permukaan datar, striae gravidarum (+),
linea nigra(-), warna sama seperti kulit di sekitar, bekas
SC (-),
Auskultasi : Bising usus 10x / menit, bruit hepar (-), bruit aorta
abdominalis(-), bruit A.Renalis dextra (-), bruit
A.Renalis sinistra(-), bruit A.Iliaca dextra (-), bruit
A.iliaca sinistra (-).
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen, pekak sisi (+)
normal, pekak alih (-), nyeri ketok CVA (-).
Palpasi : Nyeri tekan (+), hepar tidak teraba, lien tidak
teraba, ginjal tidak teraba.
i. Ekstremitas
Superior Inferior
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
varises -/- -/-
oedem -/- -/-
6
Capillary Refill < 2 detik/<2 detik <2 detik/2 detik
j. Genitalia : ostium servix menutup,
perdarahan per vaginam (-), gumpalan (-), keluar jaringan
(-)
4. PEMERIKSAAN OBSTETRIK
a. Pemeriksaan luar
Inspeksi Abdomen: datar, supel, linea nigra(-), striae gravidarum(+), bekas
sc (-)
Palpasi : TFU sulit dinilai
b. Pemeriksaan dalam / Vaginal Toucher:
Vulva/ Uretra/ Vagina: tidak ada kelainan. Fluxus (+), fluor (-)
Portio: ≈ jempol tangan. Nyeri goyang servix (-), nyeri adnexa (-/-)
CUT: sebesar telur bebek
AP/ CD: tidak ada kelainan
2.5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. USG
7
Tampak janin tunggal intra uterin, letak mobile, PULS (-), ukuran sesuai usia
kehamilan 11 minggu.
b. Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hb 11.7 (L) 12.5-15.5 g/dL
Leukosit 7.4 4-10 Ribu
Eritrosit 4,1 3.8-5.4 Juta
Hematokrit 35,6 35-47 %
MCV 81,7 82-98 Mikro m3
MCH 28.5 >= 27 Pg
MCHC 32,9 32-36 g/dL
RDW 12,6 10-16 %
Tombosit 262 150-400 Ribu
PDW 12,6 10-18 %
MPV 7,9 7-11 Mikro m3
Limfosit 1,8 1.0-4.5 103/mikro
8
Monosit 1,3 (H) 0.2-1.0 103/mikro
Granulosit 4.4 (H) 2-4 103/mikro
Limfosit % 22.2 (L) 25-40 %
Monosit % 17,7 (H) 2-8 %
Granulosit % 60.1 50-80 %
PCT 0.207 0.2-0.5 %
HbsAg Non reaktif
Clothing Time 4:00 3-4 Menit:detik
Bleeding Time 1:00 1-3 Menit:detik
2.6. RESUME
Ny.J G2P1A0 30 tahun hamil 11 minggu. Keluhan flek-flek 3 bulan
jumlah sedikit warna coklat. Stosel (-), Nyeri abdomen (-), PP test positif. HPHT
17 Maret 2015, HPL 3 Januari 2016. Striae gravidarum(-). Sevix menutup,
perdarahan pervaginam (-), keluar jaringan (-). Laboratorium Hb 11,7 (L). USG
Tampak janin tunggal intra uterin, letak mobile, PULS (-), ukuran sesuai usia
kehamilan 11 minggu.
2.7. DIAGNOSIS SEMENTARA
G2P1A0 34 tahun hamil 11 minggu
Missed Abortion
2.8. DIAGNOSIS KERJA DAN SIKAP
1. Dx kerja :
G2P1A0 30 tahun hamil 11 minggu, missed abortion
2. Sikap :
- Pertahankan dan tingkatkan KU
- Diet biasa
- Rencana Program kuretase tanggal
- Ijin tindakan (informed consent)
9
- Konsul anestesi
- Pengawasan KU, TV, PPV
3. Edukasi :
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarga pasien tentang missed abortus
yang dialami pasien
- Menjelaskan kepada pasien dan keluarganya bahwa pasien perlu dikuretase,
bagaimana prosedur dan komplikasinya.
2.9. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : dubia
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam
Quo ad Functionam : dubia ad bonam
2.10. LAPORAN OPERASI
Nama Operator : dr. Hary Purwoko, Sp.OG-KFER
Diagnosis Pre operatif : G2P1A0, 30 tahun, hamil 11 minggu
Missed Abortion
Diagnosis Post operatif : P1A1, 30 tahun
Pasca curetase a/i Missed Abortion
Jaringan yang diexisi / insisi : sisa abortus
Nama/Macam operasi : Kuretase
Tanggal Operasi :
Langkah-langkah operasi:
1. Pasien tidur dengan posisi lithotomi di meja gynekologi dalam GA (General
Anestesi)
2. Asepsis dan antisepsis daerah tindakan dan sekitarnya
3. Pasang duk steril kecuali pada daerah tindakan
4. Kosongkan vesika urinaria
5. Pasang spekulum sims posterior lalu speculum sims anterior
10
6. Asepsis antisepsis portio dan sekitarnya
7. Jepit portio dengan tenakulum pada arah jam 12
8. Dilakukan sondase ± 9 cm
9. Dilatasi servix dengan dilatasi hegar
10. Dilakukan kuretase dengan sendok kuret tajam terbesar yang dapat masuk
11. Keluar jaringan ± 50 cc
12. Lepas tenakulum lalu speculum sims
13. Evaluasi: perdarahan (-)
14. Tindakan selesai
2.11. PERJALANAN PENYAKIT
Tanggal /
jam
Perjalanan penyakit Pengobatan
Senin
18-06-2015
07.00
S : tidak keluar flek-flek
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/80 mmHg
HR : 86 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,50C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri tekan (-), supel
Ekstremitas: edema - -
- -
Fluxus (-) fluor (-)
A : G4P2A1, 34 tahun, hamil 8
minggu, Missed Abortion
- Infus RL 20 tpm
- Ijin tindakan
- Konsul anestesi
- Di anjurkan ibu untuk
istirahat
- Diet biasa
- Rencana kuretase
tanggal 21-05-2014
- Misoprostol tablet 2x1
- Pengawasan KU, TV,
PPV
Selasa
19-05-2015
07.00
S : -
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 120/80 mmHg
- Infus RL 20 tpm
- Di anjurkan ibu untuk
istirahat
11
Nadi : 80 x/mnt
RR : 18 x/mnt
Suhu : 370C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : nyeri tekan (-), supel
Ekstremitas: edema - -
- -
Fluxus (-) fluor (-)
A : G4P2A1, 34 tahun
hamil 8 minggu, Missed Abortion
- Diet biasa
- Rencana kuretase
tanggal 21-05-2014
- Misoprostol tablet 2x1
- Pengawasan KU, TV,
PPV
Rabu
20-05-2015
07.00
S : -
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 88 x/mnt
RR : 24 x/mnt
Suhu : 370C
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas: edema - -
- -
Fluxus (-) fluor (-)
A : G4P2A1, 34 tahun,
hamil 8 minggu, Missed Abortion
- Infus RL 20 tpm
- Di anjurkan ibu untuk
istirahat
- Diet biasa
- Rencana kuretase
tanggal 21-05-2014
- Misoprostol tablet 2x1
- Pengawasan KU, TV,
PPV
Kamis
21-05-2015
07.00
S : -
O : KU : baik, composmentis
TV : TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
RR : 20 x/mnt
Suhu : 36,50C
- Infus RL 20 tpm
habis Aff infus
- Ciprofloxacine
2x500mg
- Asam mefenamat
3x500mg
12
Mata : conj. palpebra anemis -/-
Thorax : cor/pulmo dbn
Abdomen : supel, nyeri tekan (-)
Ekstremitas: edema - -
- -
Fluxus (-) fluor (-)
A: P2A2, 34 tahun
Pasca kuretase ai missed abortion
- Pengawasan KU, TV,
PPV
- Boleh pulang
13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Berdasarkan pengertiannya missed abortion merupakan abortus dimana
fetus atau embrio telah meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20
minggu, akan tetapi hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan
selama 6 minggu atau lebih. Sekitar kematian janin kadang-kadang ada
perdarahan pervaginam sedikit sehingga menimbulkan gambaran abortus iminens.
Selanjutnya, rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorbs air ketuban
dan maserasi janin. Buah dada mengecil kembali. Gejala-gejala lain yang penting
tidak ada, hanya amenore berlangsung terus. Abortus spontan biasanya
berlangsung selambat- lambatnya 6 minggu setelah janin meninggal.2,4,7
3.2 Etiologi
Abortus yang terjadi pada minggu-minggu pertama kehamilan umumnya
disebabkan oleh faktor ovofetal, pada minggu-minggu berikutnya (11 – 12minggu),
abortus yang terjadi disebabkan oleh faktor maternal.5,6
a. Faktor ovofetal :
Pemeriksaan USG janin dan histopatologis selanjutnya menunjukkan
bahwa pada 70% kasus, ovum yang telah dibuahi gagal untuk berkembang atau
terjadi malformasi pada tubuh janin. Pada 40% kasus, diketahui bahwa latar
belakang kejadian abortus adalah kelainan chromosomal. Pada 20% kasus,
terbukti adanya kegagalan trofoblast untuk melakukan implantasi dengan
adekuat.
b. Faktor maternal :
Sebanyak 2% peristiwa abortus disebabkan oleh adanya penyakit sistemik
maternal (systemic lupus erythematosis) dan infeksi sistemik maternal tertentu
lainnya. 8% peristiwa abortus berkaitan dengan abnormalitas uterus ( kelainan
uterus kongenital, mioma uteri submukosa, inkompetensia servik). Terdapat
14
dugaan bahwa masalah psikologis memiliki peranan pula dengan kejadian abortus
meskipun sulit untuk dibuktikan atau dilakukan penilaian lanjutan.
Penyebab abortus dapat dibagi menjadi 3 faktor yaitu:
1. Faktor janin
Faktor janin penyebab keguguran adalah kelainan genetik, dan ini terjadi pada
50%-60% kasus keguguran.
2. Faktor ibu:
a.Kelainan endokrin (hormonal) misalnya kekurangan tiroid, kencing manis.
b. Faktor kekebalan (imunologi), misalnya pada penyakit lupus, Anti
phospholipid syndrome.
c.Infeksi, diduga akibat beberapa virus seperti cacar air, campak jerman,
toksoplasma , herpes, klamidia.
d. Kelemahan otot leher rahim
e.Kelainan bentuk rahim.
3. Faktor Ayah: kelainan kromosom dan infeksi sperma diduga dapat menyebabkan
abortus.
Selain 3 faktor di atas, faktor penyebab lain dari kehamilan abortus adalah:
1. Faktor genetik
Sekitar 5 % abortus terjadi karena faktor genetik. Paling sering ditemukannya
kromosom trisomi dengan trisomi 16. Penyebab yang paling sering menimbulkan
abortus spontan adalah abnormalitas kromosom pada janin. Lebih dari 60% abortus
spontan yang terjadi pada trimester pertama menunjukkan beberapa tipe abnormalitas
genetik.
Abnormalitas genetik yang paling sering terjadi adalah aneuploidi
(abnormalitas komposisi kromosom) contohnya trisomi autosom yang menyebabkan
lebih dari 50% abortus spontan. Poliploidi menyebabkan sekitar 22% dari abortus
spontan yang terjadi akibat kelainan kromosom. Sekitar 3-5% pasangan yang
memiliki riwayat abortus spontan yang berulang salah satu dari pasangan tersebut
membawa sifat kromosom yang abnormal. Identifikasi dapat dilakukan dengan
pemeriksaan kariotipe dimana bahan pemeriksaan diambil dari darah tepi pasangan
15
tersebut. Tetapi tentunya pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesiadan
biayanya cukup tinggi.
2. Faktor anatomi
Faktor anatomi kogenital dan didapat pernah dilaporkan timbul pada 10-15 %
wanita dengan abortus spontan yang rekuren.
1) Lesi anatomi kogenital yaitu kelainan duktus Mullerian (uterus bersepta). Duktus
mullerian biasanya ditemukan pada keguguran trimester kedua.
2) Kelainan kogenital arteri uterina yang membahayakan aliran darah endometrium.
3) Kelainan yang didapat misalnya adhesi intrauterin (synechia), leimioma, dan
endometriosis.
Abnormalitas anatomi maternal yang dihubungkan dengan kejadian abortus
spontan yang berulang termasuk inkompetensi serviks, kongenital dan defek uterus
yang didapatkan (acquired). Malformasi kongenital termasuk fusi duktus Mulleri
yang inkomplit yang dapat menyebabkan uterus unikornus, bikornus atau uterus
ganda. Defek pada uterus yang acquired yang sering dihubungkan dengan kejadian
abortus spontan berulang termasuk perlengketan uterus atau sinekia dan leiomioma.
Adanya kelainan anatomis ini dapat diketahui dari pemeriksaan ultrasonografi (USG),
histerosalfingografi (HSG), histeroskopi dan laparoskopi (prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan USG dan
HSG. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu mioma
terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor mekanik
yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya mioma pada
pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan harus dipastikan
apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya ROB pada pasien ini. Hal
ini penting karena mioma yang mengganggu mutlak dilakukan operasi.
3. Faktor endokrin:
a. Faktor endokrin berpotensial menyebabkan aborsi pada sekitar 10-20 % kasus.
b. Insufisiensi fase luteal ( fungsi corpus luteum yang abnormal dengan tidak
cukupnya produksi progesteron).
c. Hipotiroidisme, hipoprolaktinemia, diabetes dan sindrom polikistik ovarium
merupakan faktor kontribusi pada keguguran. Kenaikan insiden abortus bisa
16
disebabkan oleh hipertiroidismus, diabetes melitus dan defisisensi progesteron.
Hipotiroidismus tampaknya tidak berkaitan dengan kenaikan insiden abortus
(Sutherland dkk, 1981). Pengendalian glukosa yang tidak adekuat dapat
menaikkan insiden abortus (Sutherland dan Pritchard, 1986). Defisiensi
progesteron karena kurangnya sekresi hormon tersebut darikorpus luteum atau
plasenta, mempunyai kaitan dengan kenaikan insiden abortus. Karena progesteron
berfungsi mempertahankan desidua, defisiensi hormone tersebut secara teoritis
akan mengganggu nutrisi pada hasil konsepsi dan dengan demikian turut berperan
dalam peristiwa kematiannya.
4. Faktor infeksi
Infeksi termasuk infeksi yang diakibatkan oleh TORC (Toksoplasma,
Rubella,Cytomegalovirus) dan malaria. Infeksi intrauterin sering dihubungkan
dengan abortus spontan berulang. Organisme-organisme yang sering diduga
sebagai penyebab antara lain Chlamydia, Ureaplasma, Mycoplasma,
Cytomegalovirus, Listeria monocytogenes dan Toxoplasma gondii. Infeksi aktif
yang menyebabkan abortus spontan berulang masih belum dapat dibuktikan.
Namun untuk lebih memastikan penyebab, dapat dilakukan pemeriksaan kultur
yang bahannya diambil dari cairan pada servikal dan endometrial.
5. Faktor imunologi
Terdapat antibodikardiolipid yang mengakibatkan pembekuan darah
dibelakang ari-ari sehingga mengakibatkan kematian janin karena kurangnya
aliran darah dari ari-ari tersebut. Faktor imunologis yang telah terbukti signifikan
dapat menyebabkan abortus spontan yang berulang antara lain: antibodi
antinuklear, antikoagulan lupus dan antibodi cardiolipin. Adanya penanda ini
meskipun gejala klinis tidak tampak dapat menyebabkan abortus spontan yang
berulang. Inkompatibilitas golongan darah A, B, O, dengan reaksi antigen
antibodi dapat menyebabkan abortus berulang, karena pelepasan histamin
mengakibatkan vasodilatasi dan peningkatan fragilitas kapiler.
17
6. Penyakit-penyakit kronis yang melemahkan
Pada awal kehamilan, penyakit-penyakit kronis yang melemahkan keadaan
ibu, misalnya penyakit tuberkulosis atau karsinomatosis jarang menyebabkan
abortus; sebaliknya pasien penyakit tersebut sering meninggal dunia tanpa
melahirkan. Adanya penyakit kronis (diabetes melitus, hipertensi kronis, penyakit
liver/ ginjal kronis) dapat diketahui lebih mendalam melalui anamnesa yang baik.
Penting juga diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah
menderita infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat.
Untuk eksplorasi kausa, dapat dikerjakan beberapa pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan gula darah, tes fungsi hati dan tes fungsi ginjal untuk menilai
apakah ada gangguan fungsi hepar dan ginjal atau diabetes melitus yang
kemudian dapat menimbulkan gangguan pada kehamilan seperti persalinan
prematur.
7. Faktor Nutrisi
Malnutrisi umum yang sangat berat memiliki kemungkinan paling besar
menjadi predisposisi abortus. Meskipun demikian, belum ditemukan bukti yang
menyatakan bahwa defisisensi salah satu/ semua nutrien dalam makanan
merupakan suatu penyebab abortus yang penting.
8. Obat-obat rekreasional dan toksin lingkungan.
Peranan penggunaan obat-obatan rekreasional tertentu yang dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa seperti tembakau dan alkohol, yang
berperan karena jika ada mungkin hal ini merupakan salah satu yang berperan.
9. Faktor psikologis.
Dibuktikan bahwa ada hubungan antara abortus yang berulang dengan
keadaan mental akan tetapi belum dapat dijelaskan sebabnya. Yang peka terhadap
terjadinya abortus ialah wanita yang belum matang secara emosional dan sangat
penting dalam menyelamatkan kehamilan. Usaha-usaha dokter untuk mendapat
kepercayaan pasien, dan menerangkan segala sesuatu kepadanya, sangat
membantu. Pada penderita ini, penyebab yang menetap pada terjadinya abortus
spontan yang berulang masih belum dapat dipastikan. Akan lebih baik bagi
18
penderita untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan
yang mungkin menyebabkan abortus yang berulang tersebut, sebelum penderita
hamil guna mempersiapkan kehamilan yang berikutnya.
10. Faktor trauma
Trauma abdominal yang berat dapat menyebabkan terjadinya abortus yang
yang diakibatkan karena adanya perdarahan, gangguan sirkulasi maternoplasental,
dan infeksi. Namun secara statistik, hanya sedikit insiden abortus yang
disebabkan karena trauma .
3.3 Patofisiologi
Mekanisme awal terjadinya missed abortion adalah lepasnya sebagian atau
seluruh bagian embrio akibat adanya perdarahan minimal pada desidua. Kegagalan
fungsi plasenta yang terjadi akibat perdarahan subdesidua tersebut menyebabkan
terjadinya kontraksi uterus dan mengawali proses abortus. Pada kehamilan kurang
dari 8 minggu, embrio rusak atau cacat yang masih terbungkus dengan sebagian
desidua dan villi chorialis cenderung dikeluarkan, meskipun sebagian dari hasil
konsepsi masih tertahan dalam cavum uteri atau di canalis servicalis. Perdarahan
pervaginam terjadi saat proses pengeluaran hasil konsepsi. 1,5
Pada kehamilan 8 – 14 minggu, mekanisme di atas juga terjadi atau diawali
dengan pecahnya selaput ketuban lebih dulu dan diikuti dengan pengeluaran janin
yang cacat namun plasenta masih tertinggal dalam cavum uteri. Plasenta mungkin
sudah berada dalam kanalis servikalis atau masih melekat pada dinding cavum uteri.
Jenis ini sering menyebabkan perdarahan pervaginam yang banyak. Pada kehamilan
minggu ke 14 – 22, Janin biasanya sudah dikeluarkan dan diikuti dengan keluarnya
plasenta beberapa saat kemudian. Kadang-kadang plasenta masih tertinggal dalam
uterus sehingga menyebabkan gangguan kontraksi uterus dan terjadi perdarahan
pervaginam yang banyak. Perdarahan umumnya tidak terlalu banyak namun rasa
nyeri lebih menonjol. Dari penjelasan di atas jelas bahwa abortus ditandai dengan
adanya perdarahan uterus dan nyeri dengan intensitas beragam.1,6
19
Apabila mudigah yang mati tidak dikeluarkan dalam waktu singkat, maka ia
dapat diliputi oleh lapisan bekuan darah. Bentuk ini menjadi mola karnosa apabila
pigmen darah telah diserap dan dalam sisanya terjadi organisasi, sehingga semuanya
tampak seperti daging. Bentuk lain adalah mola tuberose, dalam hal ini amnion
tampak berbenjol-benjol karena terjadi hematoma antara amnion dan korion. Pada
janin yang telah mati dan tidak dikeluarkan dapat terjadi proses mumifikasi yaitu
janin mengering dan karena cairan amnion menjadi berkurang akibat diserap, ia
menjadi agak gepeng (fetus kompresus). Dalam tingkat lebih lanjut ia menjadi tipis
seperti kertas perkamen (fetus papiaesus).1
Kemungkinan lain janin mati yang tidak segera dikeluarkan ialah terjadinya
maserasi, yaitu kulit terkelupas, tengkorang menjadi lembek, perut membesar karena
terisi cairan dan seluruh janin berwarna kemerah-merahan.7
3.4 Gambaran klinis
Penderita missed abortion biasanya tidak merasakan keluhan apapun kecuali
merasakan pertumbuhan kehamilannya tidak seperti yang diharapkan. Bila
kehamilan di atas 14 minggu sampai 20 minggu penderita justru merasakan
rahimnya semakin mengecil dengan tanda – tanda kehamilan sekunder pada
payudara mulai menghilang (payudara mengecil kembali). Kadangkala missed
abortion juga diawali dengan abortus iminens yang kemudian merasa sembuh, tetapi
pertumbuhan janin terhenti.2,8
Pada pemeriksaan dalam, serviks tertutup dan ada darah sedikit. Pada
pemeriksaan tes urin kehamilan biasanya negative setelah 2-3 minggu dari
terhentinya pertumbuhan kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus
yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan
disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda – tanda kehidupan. Bila missed
abortion berlangsung lebih dari 4 minggu harus diperhatikan kemungkinan
terjadinya gangguan pembekuan darah oleh karena hipofibrinogenemia sehingga
perlu diperiksa koagulasi sebelum tindakan evakuasi dan kuretase.2,4
3.5 Diagnosis
Diagnosis lebih didasarkan atas pemeriksaan penunjang dibandingkan dengan
20
anamnesis maupun pemeriksaan fisik. Dalam anamnesis biasanya jarang terdapat
keluhan, pemeriksaaan fisik mendukung ke arah missed abortion bila tinggi fundus
uteri tidak sesuai masa kehamilan atau detak jantung bayi tidak terdengar.
Pada pemeriksaan penunjang, beberapa temuan yang dapat diperoleh untuk
menegakkan diagnosis missed abortion diantaranya : hormon human corionic
gonadotropn (hCG) yang menurun, pada USG didapatkan blighted ovum atau
terdapat embrio tanpa ditemukan detak jantung janin.
3.6 Diagnosis Banding
Missed abortus dapat di diagnosis banding:1,4
Kehamilan ektopik tuba – Kehamilan ektopik adalah kehamilan ovum yang
dibuahi berimplantasi dan tumbuh di tempat yang tidak normal, termasuk
kehamilan servikal dan kehamilan kornual.
Mola Hidatiform.- Adalah perdarahan pervaginam, yang muncul pada 20 minggu
kehamilan biasanya berulang dari bentuk spotting sampai dengan perdarahan
banyak. Pada kasus dengan perdarahan banyak sering disertai dengan pengeluaran
gelembung dan jaringan mola. Dan pada pemeriksaan fisik dan USG tidak
ditemukan ballotement dan detak jantung janin.
3.7 Penatalaksanaan
- Lakukan konseling.
- Jika usia kehamilan <12 minggu: evakuasi dengan AVM atau sendok
kuret.
- Jika usia kehamilan >12 minggu namun <16 minggu: pastikan serviks
terbuka, bila perlu lakukan pematangan serviks sebelum dilakukan dilatasi
dan kuretase. Lakukan evakuasi dengan tang abortus dan sendok kuret.
- Jika usia kehamilan 16-22 minggu: lakukan pematangan serviks. Lakukan
evakuasi dengan infus oksitosin 20 unitdalam 500 ml NaCl 0,9%/Ringer
laktat dengan kecepatan 40 tetes/menit hingga terjadi ekspulsi hasil
konsepsi. Bila dalam 24 jam evakuasi tidak terjadi, evaluasi kembali
sebelum merencanakan evakuasi lebih lanjut.
- Lakukan evaluasi tanda vital pasca tindakan setiap 30 menit selama 2 jam.
Bila kondisi ibu baik, pindahkan ibu ke ruang rawat.
21
- Lakukan pemeriksaan jaringan secara makroskopik dan kirimkan untuk
pemeriksaan patologi ke laboratorium.
- Lakukan evaluasi tanda vital, perdarahan pervaginam, tanda akut
abdomen, dan produksi urin setiap 6 jam selama 24 jam. Periksa kadar
hemoglobin setelah 24 jam. Bila hasil pemantauan baik dan kadar Hb
>8g/dl, ibu dapat diperbolehkan pulang. 5,8
22
3.8 Komplikasi
Missed abortion yang tidak ditangani dengan baik dapat mengakibatkan syok
akibat perdarahan hebat dan gangguan pembekuan darah (DIC) dan terjadinya infeksi
akibat janin yang lama didalam uterus5. Sinekia intrauterin dan infertilitas juga
merupakan komplikasi dari abortus.
Berbagai kemungkinan komplikasi tindakan kuretase dapat terjadi, seperti
perforasi uterus, laserasi serviks, perdarahan, evakuasi jaringan sisa yang tidak lengkap
dan infeksi. Komplikasi ini meningkat pada umur kehamilan setelah trimester pertama.
Panas bukan merupakan kontraindikasi untuk kuretase apabila pengobatan dengan
antibiolik yang memadai segera dimulai5.
Komplikasi yang dapat terjadi akibat tindakan kuretase antara lain' :
Komplikasi Jangka pendek
1. Dapat terjadi refleks vagal yang menimbulkan muntah-muntah, bradikardi dan
cardiac arrest.
2. Perforasi uterus yang dapat disebabkan oleh sonde atau dilatator. Bila perforasi
oleh kanula, segera diputuskan hubungan kanula dengan aspirator. Selanjutnya
kavum uteri dibersihkan sedapatnya. Pasien diberikan antibiotika dosis tinggi.
Biasanya pendarahan akan berhenti segera. Bila ada keraguan, pasien dirawat.
3. Serviks robek yang biasanya disebabkan oleh tenakulum. Bila pendarahan sedikit
dan berhenti, tidak perlu dijahit.
4. Perdarahan yang biasanya disebabkan sisa jaringan konsepsi. Pengobatannya
adalah pembersihan sisa jaringan konsepsi.
5. Infeksi akut dapat terjadi sebagai salah satu komplikasi. Pengobatannya berupa
pemberian antibiotika yang sensitif terhadap kuman aerobik maupun anaerobik.
Bila ditemukan sisa jaringan konsepsi, dilakukan pembersihan kavum uteri setelah
pemberian antibiotika profilaksis minimal satu hari.
Komplikasi jangka panjang
Infeksi yang kronis atau asimtomatik pada awalnya ataupun karena infeksi yang
pengobatannya tidak tuntas dapat menyebabkan
23
1. infertilitas baik karena infeksi atau tehnik kuretase yang salah sehingga terjadi
perlengketan mukosa (sindrom Ashennan)
2. nyeri pelvis yang kronis.
3.9 Prognosis
Kecuali adanya inkompetensi serviks, angka kesembuhan yang terlihat
sesudah mengalami tiga kali abortus spontan akan berkisar antara 70 dan 85%
tanpa tergantung pada pengobatan yang dilakukan. Missed abortion yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi maupun gangguan pembekuan darah
memberikan prognosis yang baik terhadap ibu5,9. Prognosis untuk kehamilan
berikutnya sangat baik yaitu sekitar 80-90% mendapatkan bayi sehat.
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Missed abortion merupakan abortus dimana fetus atau embrio telah
meninggal dalam kandungan sebelum kehamilan 20 minggu, akan tetapi hasil
konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam kandungan selama 6 minggu atau
lebih. Ditandai dengan rahim tidak membesar bahkan mengecil karena absorbs air
ketuban dan maserasi janin. Buah dada mengecil kembali. Gejala-gejala lain yang
dapat amenore berlangsung terus dan di dapatkan adanya perdarahan pervaginam
seperti flek-flek. Pada pasien ini didapatkan adanya gambaran klinis yang
mengarah Missed abortion dimana pasien mengaku bahwa pada pemeriksaan urin
hasil tes kehamilan +, HPHT 17 maret 2015, pasien juga mengeluhkan tidak
terjadi pembesaran diperut sesuai dengan usia kehamilan dan buah dada yang
mengecil serta kendur. Pasien juga mengatakan bahwa 3 bulan terakhir terdapat
flek-flek yang sedikit. Dari anamnesa tersebut sesuai dengan teori yang
menggambarkan gambaran missed abortion.
Pada pemeriksaan fisik biasanya didapatkan tinggi fundus yang tidak
sesuai dengan uisa kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan didapatkan uterus
yang mengecil, kantong gestasi yang mengecil, dan bentuknya tidak beraturan
disertai gambaran fetus yang tidak ada tanda – tanda kehidupan, pada pasien
tersebut di dapatkan tinngi fundus dan hasil USG yang memperlihatkan bahwa
DJJ janin -. Sehingga berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan penunjang dapat
disimpulkan diagnosis kerja G2P1A0 30 tahun, usia kehamilan 11 minggu dengan
missed abortion.
Penatalaksanaan pada missed abortion jpada pasien ini dikarenakan usia
kehamilan < 12 minggu dapat dilakukan kuretase dengan sendok kuret, kemudian
awasi keadaan umum, tanda vital dan adanya perdarahan pervaginam.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam :Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Hmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal. 302 - 312.
2. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003
3. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health Profile 2003. 2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf. Accessed January 08,2006.
4. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-Hills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
5. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 45 – 55
6. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all. Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 - 9.
7. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family Physician. October 012005;72;1.
8. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In: American FamilyPhysician.December1993.http://www/findarticles.com/p/articles/mi_m3255/is_n8_v48/ai_14674724/pg_1
9. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S, Monga A, editors. Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.
26