PRESUS MERZ
-
Upload
fathima-chima -
Category
Documents
-
view
737 -
download
1
Transcript of PRESUS MERZ
BAB I
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Asma merupakan masalah kesehatan di seluruh dunia, baik di negara maju
maupun di negara yang sedang berkembang. Asma dapat bersifat ringan dan tidak
mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan mengganggu aktivitas
bahkan kegiatan sehari-hari sehingga menurunkan kualitas hidup penderita.
Selain itu, asma juga merupakan penyakit yang dikenal luas di masyarakat.
Namun demikian, belum semua aspek patofisiologi asma dipahami secara utuh hingga
timbul anggapan dari sebagian dokter dan masyarakat bahwa asma merupakan
penyakit yang sederhana dan mudah diobati, dengan anggapan bahwa pengobatan
asma cukup dengan menggunakan obat-obatan. Dan timbul pula suatu kebiasaan
dimana para dokter dan pasien hanya mengutamakan terapi kuratif asma saja, tanpa
memperhatikan upaya-upaya pencegahan timbulnya kekambuhan dan pengendalian
dari asma itu sendiri.
Meskipun pengobatan efektif telah dilakukan untuk menurunkan morbiditas
karena asma, keefektifan hanya tercapai jika penggunaan obat telah sesuai. Seiring
dengan perlunya mengetahui hubungan antara terapi yang baik dan keefektifan
terapetik, baik peneliti maupun tenaga kesehatan harus memahami faktor-faktor yang
berhubungan dengan kepatuhan pasien. Berbagai upaya telah dilakukan oleh
pemerintah untuk menanggulangi asma di masyarakat, namun tanpa peran serta
masyarakat tentunya tidak akan dicapai hasil yang optimal.
Dalam tiga puluh tahun terakhir terjadi peningkatan prevalensi (kekerapan
penyakit) asma terutama di negara-negara maju. Kenaikan prevalensi asma di Asia
seperti Singapura, Taiwan, Jepang, atau Korea Selatan juga mencolok. Kasus asma
meningkat insidennya secara dramatis selama lebih dari lima belas tahun, baik di
negara berkembang maupun di negara maju. Beban global untuk penyakit ini semakin
meningkat. Dampak buruk asma meliputi penurunan kualitas hidup, produktivitas yang
menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya kesehatan, risiko perawatan di
rumah sakit dan bahkan kematian.
1
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), penderita asma pada tahun 2025
diperkirakan mencapai 400 juta orang. Prevalensi asma meningkat di seluruh dunia. Hal
ini disebabkan terutama oleh kesalah-pengertian mengenai asma, pedoman pengelolaan
dan penatalaksanaan asma yang tidak lengkap dan sistematis, serta kurangnya data dan
perencanaan lanjutan.
Untuk mengatasi hal ini, perlu dilakukan strategi pengelolaan dan
penatalaksanaan asma berdasarkan pedoman yang lengkap dan sistematis. Kerjasama
yang erat antara dokter dan petugas kesehatan lainnya dengan penderita asma sangat
diperlukan untuk mencapai hasil yang maksimal. Dengan upaya ini diharapkan
penyebarluasan cara pengelolaan asma baik secara preventif, promotif, kuratif dan
rehabilitatif yang sesuai dengan metode pengelolaan asma dapat tercapai. Sehingga
angka morbiditas dan mortalitas yang diakibatkan oleh asma dapat diturunkan.
II. TUJUAN PENULISAN
1. Tujuan Umum
Laporan ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat mengikuti
Kepaniteraan Klinik bagian Kedokteran Kelurga Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
Mahasiswa belajar menerapkan prinsip-prinsip pelayanan kedokteran
keluarga dalam mengatasi masalah tidak hanya pada penyakit pasien tetapi juga
faktor psikososial dari keluarga yang mempengaruhi timbulnya penyakit serta
peran serta keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan.
III. MANFAAT PENULISAN
1.Manfaat untuk puskesmas
Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan umpan
balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan peran puskesmas.
2.Manfaat untuk mahasiswa
Sebagai sarana ketrampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan
kesehatan dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran keluarga.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. PUSKESMAS DAN KEDOKTERAN KELUARGA
a. Puskesmas
Puskesmas merupakan unit pelayanan kesehatan terdepan, dimana salah
satu perannya adalah sebagai motivator dalam perubahan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat, serta sebagai Pembina utama dalam pembangunan kesehatan
masyarakat di wilayah kerjanya.
Selama ini telah kita ketahui bersama bahwa banyak program yang
dilaksanakan oleh Puskesmas dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan
masyarakat di wilayah Kota Yogyakarta, baik melalui pembudayaan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat, termasuk bagaimana menyehatkan lingkungan dari segi kuantitas
maupun kualitasnya, perbaikan gizi dengan program pembudayaan pemenuhan gizi
seimbang bagi keluarganya, penanggulangan kekurangan yodium, penanggulangan
kekurangan Vitamin A, gerakan 3 M sebagai upaya penanggulangan penyakit
Demam Berdarah Dengue, membudayakan kesehatan jasmani, menanggulangi
masyarakat yang berisiko tinggi dan lain-lain.
Demikian juga dengan Puskesmas Gedongtengen, berbagai kegiatan telah
dilaksanakan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayah
kecamatan Gedongtengen. Berikut gambaran umum Puskesmas Gedongtengen :
Kondisi Geografis
Lokasi : Jl. Pringgokusuman No. 30 Yogyakarta
Kelurahan : Pringgokusuman
Kecamatan : Gedongtengen
Kota : Yogyakarta
Propinsi : DIY
Batas Wilayah
Sebelah Utara Kecamatan : Jetis
Sebelah Timur Kecamatan : Danurejan
Sebelah Selatan Kecamatan : Gondomanan / Ngampilan
Sebelah Barat Kecamatan : Tegalrejo
3
Luas wilayah kecamatan Gedongtengen 95530 M2 dengan jumlah penduduk
22.739 jiwa dengan perincian penduduk laki-laki : 11.231 jiwa dan penduduk
perempuan : 11.508 jiwa.
Visi dan misi dari Puskesmas Gedongtengen yaitu mewujudkan kehidupan
masyarakat Gedongtengen yang berperilaku hidup sehat dalam lingkungan sehat
dengan pelayanan kesehatan prima yang terjangkau. Untuk mencapai sasaran
wilayah kerja Puskesmas Gedongtengen seperti visi tersebut diatas, dokter keluarga
juga dapat berperan di dalamnya.
b. Kedokteran Keluarga
Kedokteran Keluarga (Family Medicine) merupakan spesialisasi kedokteran
yang memberikan pelayanan komprehensif bagi invidu & keluarga dengan
mengintegrasikan ilmu biomedik, ilmu perilaku & ilmu sosial (biomedical,
behavioral & social sciences) dengan menerapkan disiplin kedokteran akademik yg
meliputi pelayanan kesehatan komprehensif, pendidikan & penelitian.
Dengan pendekatan dokter keluarga, maka pemeliharaan kesehatan baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif dapat dilakukan dengan mengkaji
masalah kesehatan keluarga dan individu dalam keluarga dengan mempelajari
riwayat penyakit secara komperhensif sehingga pemeliharaan kesehatan dapat
dilakukan dapat dilakukan. Hal ini dapat dilakukan pada setiap penyakit, termasuk
pada penyakit gagal jantung maupun hipertensi.
Pelayanan Dokter Keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh
dan memusatkan pelayanannya pada keluarga sebagai suatu unit, pada mana
tanggung jawab dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan
umur atau jenis kelamin pasien, juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit
tertentu saja.
Dengan pendekatan dokter keluarga, maka pemeliharaan kesehatan baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif dapat dilakukan dengan mengkaji
masalah kesehatan keluarga dan individu dalam keluarga dengan mempelajari
riwayat penyakit secara komperhensif sehingga pemeliharaan kesehatan dapat
dilakukan.
4
II. ASMA BRONKIAL
a. Definisi
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai oleh
inflamasi, peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus, dan sumbatan
saluran napas yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.
b. Etiologi dan Patofisiologi
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Faktor lingkungan dan
berbagai faktor lain berperan sebagai penyebab atau pencetus inflamasi saluran
napas pada pasien asma. Inflamasi terdapat pada berbagai derajat asma baik pada
asma intermiten maupun asma persisten. Inflamasi kronik menyebabkan
peningkatan hiperesponsif (hipereaktifitas) jalan napas yang menimbulkan gejala
episodik berulang berupa mengi, sesak napas, dada terasa berat dan batuk-batuk
terutama pada malam dan/atau dini hari. Gejala episodik tersebut berkaitan dengan
sumbatan saluran napas yang luas, bervariasi dan seringkali bersifat reversibel
dengan atau tanpa pengobatan.
Peningkatan kepekaan atau hiperreaktivitas bronkus merupakan kelainan
dasar pada asma. Obstruksi saluran nafas yang terjadi secara patologis ditandai
dengan spasme otot polos, hipersekresi dan peradangan saluran nafas. Proses ini
terjadi karena lepasnya mediator seperti histamin, prostaglandin dan slow reacting
substance of anaphylaxis (SRS-A). mediator-mediator ini dapat bekerja langsung
pada otot polos bronkus atau secara tidak langsung melalui sistem parasimpatis
(kolinergik). Pada waktu serangan asma, saluran nafas menyempit akibat spasme
otot bronkus, mukosa sembab, infiltrasi sel-sel radang dan sekresi mukus yang
meningkat. Karena obstruksi ini tahanan jalan nafas akan meningkat, menyebabkan
terjadinya perlambatan aliran udara ekspirasi. Dengan berlanjutnya serangan,
volume residu akan meningkat, karena volume rongga dada meningkat untuk
mempertahankan udara ventilasi dan tingkat yang optimal, sehingga terjadi
hiperinflasi akibat penyempitan saluran nafas tadi.
5
Gambar 1. Mekanisme Asma
c. Faktor Resiko
Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu
(host) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu tersebut adalah :
predisposisi genetik asma
alergi
hipereaktifitas bronkus
jenis kelamin
ras/etnik
Faktor lingkungan dibagi 2, yaitu :
a. Yang mempengaruhi individu dengan kecenderungan /predisposisi asma untuk
berkembang menjadi asma
b. Yang menyebabkan eksaserbasi (serangan) dan/atau menyebabkan gejala asma
menetap.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan predisposisi asma
untuk berkembang menjadi asma adalah :
6
alergen di dalam maupun di luar ruangan, seperti mite domestik, alergen
binatang, alergen kecoa, jamur, serbuk sari bunga
sensitisasi (bahan) lingkungan kerja
asap rokok
polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
infeksi pernapasan (virus)
diet
status sosioekonomi
besarnya keluarga
obesitas
Sedangkan faktor lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan/atau
menyebabkan gejala asma menetap adalah :
alergen di dalam maupun di luar ruangan
polusi udara di luar maupun di dalam ruangan
infeksi pernapasan
olah raga dan hiperventilasi
perubahan cuaca
makanan, aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan)
obat-obatan, seperti asetil salisilat
ekspresi emosi yang berlebihan
asap rokok
iritan antara lain parfum, bau-bauan yang merangsang
d. Gejala
Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan/atau tanpa
pengobatan. Gejala awal berupa :
batuk terutama pada malam atau dini hari
sesak napas
napas berbunyi (mengi), terdengar jika pasien menghembuskan napasnya
rasa berat di dada
dahak sulit keluar.
7
Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.
Yang termasuk gejala yang berat adalah:
Serangan batuk yang hebat
Sesak napas yang berat dan tersengal-sengal
Sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut)
Sulit tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk
Kesadaran menurun
e. Klasifikasi
Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola
keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi
pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma
semakin tinggi tingkat pengobatan.
8
Derajat asma
Gejala Fungsi Paru
I. Inter-miten
Siang hari < 2 kali per minggu Malam hari < 2 kali per bulan Serangan singkat Tidak ada gejala antar serangan Intensitas serangan bervariasi
Variabilitas APE < 20% VEP1 > 80% nilai prediksi APE > 80% nilai terbaik
II. Persis-ten Ringan
Siang hari > 2 kali per minggu, tetapi < 1 kali per hari
Malam hari > 2 kali per bulan Serangan dapat mempengaruhi aktifitas
Variabilitas APE 20 - 30% VEP1 > 80% nilai prediksi APE > 80% nilai terbaik
III. Persis-ten Sedang
Siang hari ada gejala Malam hari > 1 kali per minggu Serangan mempengaruhi aktifitas Serangan > 2 kali per minggu Serangan berlangsung berhari-hari Sehari-hari menggunakan inhalasi 2-β
agonis short acting
Variabilitas APE > 30% VEP1 60-80% nilai prediksi APE 60-80% nilai terbaik
IV. Persis-ten Berat
Siang hari terus menerus ada gejala Setiap malam hari sering timbul gejala Aktifitas fisik terbatas Sering timbul serangan
Variabilitas APE > 30% VEP1 < 60% nilai prediksi APE < 60% nilai terbaik
Tabel 1. Derajat asma dan gejalanya
f. Diagnosis
Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk, sesak,
mengi, dan rasa berat di dada. Tetapi kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk
saja yang umumnya timbul pada malam hari atau waktu kegiatan jasmani. Adanya
penyakit alergi yang lain pada pasien maupun keluarganya seperti rinitis alergi,
dermatitis atopik, membantu diagnosis asma. Gejala asma sering muncul pada
malam hari, tetapi dapat pula muncul di sembarang waktu. Adakalanya gejala asma
lebih sering timbul pada musim-musim tertentu. Yang membedakan asma dengan
penyakit paru yang lain yaitu, pada asma serangan dapat hilang dengan atau tanpa
obat.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda penyakit asma
sesuai dengan derajat obstruksi saluran nafas. Ekspirasi memanjang, mengi
(wheezing), hiperinflasi dada, pernafasan cepat, dapat juga dijumpai sianosis pada
pasien asma. Dalam praktek klinik, jarang dijumpai kesulitan dalam membuat
diagnosis asma.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis asma adalah sebagai berikut :
a. Spirometri
b. Uji provokasi bronkus
c. Pemeriksaan sputum
d. Pemeriksaan eosinofil total
e. Uji kulit
f. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik dalam sputum
g. Rontgen thorak
h. Analisis gas darah
Spirometri
Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa (KVP)
dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1). Pemeriksaan ini sangat tergantung
kepada kemampuan pasien sehingga diperlukan instruksi operator yang jelas dan
9
kooperasi pasien. Untuk mendapatkan nilai yang akurat, diambil nilai tertinggi dari 2-
3 nilai yang diperiksa. Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai VEP1 < 80% nilai
prediksi atau rasio VEP1/KVP < 75%.
Selain itu, dengan spirometri dapat mengetahui reversibiliti asma, yaitu
adanya perbaikan VEP1 > 15 % secara spontan, atau setelah inhalasi bronkodilator
(uji bronkodilator), atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari, atau
setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Alat ini adalah alat yang paling sederhana untuk memeriksa gangguan
sumbatan jalan napas, yang relatif sangat murah, mudah dibawa. Dengan PEF meter
fungsi paru yang dapat diukur adalah arus puncak ekspirasi (APE). Cara pemeriksaan
APE dengan PEF meter adalah sebagai berikut : Penuntun meteran dikembalikan ke
posisi angka 0. Pasien diminta untuk menghirup napas dalam, kemudian
diinstruksikan untuk menghembuskan napas dengan sangat keras dan cepat ke
bagian mulut alat tersebut, sehingga penuntun meteran akan bergeser ke angka
tertentu. Angka tersebut adalah nilai APE yang dinyatakan dalam liter/menit.
Gambar 2. Cara mengukur arus puncak ekspirasi dengan PEF meter
Sumbatan jalan napas diketahui dari nilai APE < 80% nilai prediksi. Selain itu
juga dapat memeriksa reversibiliti, yang ditandai dengan perbaikan nilai APE > 15 %
setelah inhalasi bronkodilator, atau setelah pemberian bronkodilator oral 10-14 hari,
atau setelah pemberian kortikosteroid (inhalasi/oral) 2 minggu.
Variabilitas APE ini tergantung pada siklus diurnal (pagi dan malam yang
berbeda nilainya), dan nilai normal variabilitas ini < 20%. Cara pemeriksaan
variabilitas APE : Pada pagi hari diukur APE untuk mendapatkan nilai terendah dan
malam hari untuk mendapatkan nilai tertinggi.
10
APE malam – APE pagi
Variabilitas harian = x 100%
½ (APE malam + APE pagi)
g. Diagnosis Banding
1. Bronkitis kronis
Ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3 bulan dalam setahun
untuk sedikitnya 2 tahun. Gejala utama berupa batuk yang disertai sputum,
biasanya didapatkan pada pasien laki-laki berusia lebih dari 35 tahun dan
perokok berat. Gejalanya dimulai dengan batuk pagi hari, lama kelamaan disertai
mengi dan menurunnya kemampuan kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut dapat
ditemukan sianosis dan tanda kor pulmonal.
2. Gagal jantung kiri akut
Pasien sering terbangun malam hari karena sesak, sesak berkurang bila duduk.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan edema paru.
3. Emboli paru
Ditandai dengan sesak nafas, batuk disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin,
kejang dan pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan ortopnea, takikardi, gagal
jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis dan hipertensi.
h. Komplikasi
1. Penumothoraks
2. Penumomediastinum dan emfisema subkutis
3. Atelektasis
4. Aspergilosis bronkopulmonar alergik
5. Gagal nafas
6. Bronkitis
i. Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan memperta-
hankan kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
11
Tujuan penatalaksanaan asma :
1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma
2. Mencegah eksaserbasi akut
3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin
4. Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise
5. Menghindari efek samping obat
6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel
7. Mencegah kematian karena asma
Penatalaksanaan asma berguna untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan
terkontrol bila :
1. Gejala minimal (sebaiknya tidak ada), termasuk gejala malam
2. Tidak ada keterbatasan aktivitas termasuk exercise
3. Kebutuhan bronkodilator minimal (idealnya tidak diperlukan)
4. Variasi harian APE kurang dari 20 %
5. Nilai APE normal atau mendekati normal
6. Efek samping obat minimal (tidak ada)
7. Tidak ada kunjungan ke unit darurat gawat
a. Terapi non farmakologi
1. Edukasi pasien
Edukasi pasien dan keluarga, untuk menjadi mitra dokter dalam
penatalaksanaan asma. Edukasi kepada pasien/keluarga bertujuan untuk :
meningkatkan pemahaman (mengenai penyakit asma secara umum dan
pola penyakit asma sendiri)
meningkatkan keterampilan (kemampuan penanganan asma mandiri)
meningkatkan kepuasan
meningkatkan rasa percaya diri
meningkatkan kepatuhan (compliance) dan penanganan mandiri
membantu pasien melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma
a. Bentuk pemberian edukasi
12
Komunikasi/nasehat
saat berobat
Ceramah
Latihan/training
Supervisi
Diskusi
Tukar menukar informasi
(sharing of information group)
Film/video presentasi
Leaflet, brosur, buku bacaan, dll
Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya
meningkatkan kepatuhan pasien dilakukan dengan :
1. Edukasi dan persetujuan pasien untuk setiap tindakan yang dilakukan.
Jelaskan sepenuhnya metode dan manfaat yang dapat dirasakan pasien
2. Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan
yang diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila mungkin
kaitkan dengan perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal paru).
3. Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien.
4. Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma.
5. Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien,
sehingga pasien dapat merasakan manfaat penatalaksanaan asma.
6. Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui bersama
dan yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan.
7. Mengajak keterlibatan keluarga.
8. Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status
sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma
2. Pengukuran peak flow meter
Dilakukan pada pasien dengan asma sedang sampai berat. Penguku-
ran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter dianjurkan pada :
a. Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan
oleh pasien di rumah.
b. Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter.
c. Pemantauan sehari-hari di rumah, ideal dilakukan pada asma persisten
usia > 5 tahun, terutama pasien paska perawatan di rumah sakit, pasien
13
yang sulit/tidak mengenali perburukan gejala padahal berisiko tinggi
untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa.
d. Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus
e. Pemberian oksigen
f. Banyak minum untuk menghindari dehidrasi terutama pada anak-anak
g. Kontrol secara teratur
h. Pola hidup sehat
Dosis :
Bronkodilator Simpatomimetik :Efek Farmakologi dan Sifat Farmakokinetik
b. Terapi farmakologi
1. Simpatomimetik
Mekanisme Kerja :
1. Stimulasi reseptor adrenergik yang mengakibatkan terjadinyaα
vasokonstriksi, dekongestan nasal dan peningkatan tekanan darah.
2. Stimulasi reseptor 1 adrenergik sehingga terjadi peningkatanβ
kontraktilitas dan irama jantung.
3. Stimulasi reseptor 2 yang menyebabkan bronkodilatasi, peningkatanβ
klirens mukosiliari, stabilisasi sel mast dan menstimulasi otot skelet.
Indikasi :
Agonis 2 kerja diperlama (seperti salmeterol dan fulmoterol)β
digunakan bersama dengan obat antiinflamasi untuk kontrol jangka panjang
terhadap gejala yang timbul pada malam hari. Juga digunakan untuk
mencegah bronkospasmus yang diinduksi latihan fisik. Agonis 2 kerjaβ
singkat (seperti albuterol, bitolterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi
pilihan untuk menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi
oleh latihan fisik.
14
Simpatomi-metik
Aktivitas Reseptor Adrenergik
Potensi 2 β a
Rute Onset (menit) Durasi (jam)
Albuterolb M β1< β2 M 2 Oral 30 4 - 8 Inh c 30 3 - 6
Bitolterolb β1< β2 5 Inh 2 - 4 5 > 8 Efedrin α β1β2 - PO 15 - 60 3 - 5
SC > 20 < 1 IM 10 - 20 < 1 IV segera -
Epinefrin α β1β2 - SC 5 - 10 4 - 6 IM - 1 - 4 Inh c 1 - 5 1 - 3
Isoetharinb β1< β2 6 Inh c dalam 5 2 - 3 Isoprotere-nol
β1< β2 1 IV segera < 1 Inh c 2 - 5 1 - 3
Metaprote-renolb
β1< β2 15 PO mendekati 30 4 Inh c 5 - 30 1 - 6
Salmeterolb β1< β2 0,5 Inh dalam 20 12 Pirbuterolb β1< β2 5 Inh dalam 5 5 Terbutalinb β1< β2 4 PO 30 4 - 8
SC 5 - 15 1,5 - 4 Inh 5 - 30 3 - 6
Tabel 2. Perbandingan efek farmakologi dan sifat farmakokinetik
bronkodilator simpatomimetik
2. Xantin
Mekanisme Kerja :
Metilxantin (teofilin) merelaksasi secara langsung otot polos bronkus
dan pembuluh darah pulmonal, merangsang SSP, menginduksi diuresis,
meningkatkan sekresi asam lambung, menurunkan tekanan sfinkter esofageal
bawah dan menghambat kontraksi uterus. Teofilin juga merupakan stimulan
pusat pernafasan. Aminofilin memiliki efek kuat pada kontraktilitas diafragma
orang sehat sehingga mampu menurunkan kelelahan dan memperbaiki
kontraktilitas diafragma pada obstruksi saluran pernapasan kronik.
Indikasi :
15
Untuk menghilangkan gejala dan pencegahan asma dan bronkospasme
reversibel yang berkaitan dengan bronkhitis kronik dan emfisema.
Dosis :
A. Aminofilin
Status asmatikus seharusnya dipandang sebagai keadaan emergensi.
Terapi optimal untuk pasien asma umumnya memerlukan obat yang
diberikan secara parenteral, monitoring ketat dan perawatan intensif.
Berikut adalah dosis untuk pasien yang belum menggunakan teofilin.
Pasien Dosis awal Pemeliharaan Anak 1-9 tahun 6,3 mg/kg a 1 mg/kg/jam a
Anak 9-16 tahun dan perokok dewasa
6,3 mg/kg a 0,8 mg/kg/jam a
Dewasa bukan perokok 6,3 mg/kg a 0,5 mg/kg/jam a
Orang lanjut usia dan pasien dengan gangguan paru-paru
6.3 mg/kg a 0,3 mg/kg/jam a
Pasien gagal jantung kongestif 6.4 mg/kg a 0,1-0,2 mg/kg/jam a
Keterangan a : Dosis ekivalen dari teofilin
Tabel 3. Dosis Aminofilin
Pemberian dosis awal dari aminofilin dapat diberikan melalui
intravena lambat atau diberikan dalam bentuk infus (biasanya dalam 100-
200 mL) dekstrosa 5% atau injeksi Na Cl 0,9%. Kecepatan pemberian
jangan melebihi 25 mg/mL. Setelah itu terapi pemeliharaan dapat
diberikan melalui infus volume besar untuk mencapai jumlah obat yang
diinginkan pada setiap jam. Terapi oral dapat langsung diberikan sebagai
pengganti terapi intravena, segera setelah tercapai kemajuan kesehatan
yang berarti.
B. Teofilin
Dosis yang diberikan tergantung individu. Penyesuaian dosis berdasar-kan
respon klinik dan perkembangan pada fungsi paru-paru. Dosis ekivalen
berdasarkan teofilin anhidrat yang dikandung. Monitor level serum untuk
level terapi dari 10-20 mcg/mL.
16
Pasien Dosis Oral Awal
Dosis Pemeliharaan
Anak 1-9 tahun 5 mg/kg 4 mg/kg tiap 6 jam
Anak 9-16 tahun dan dewasa perokok
5 mg/kg 3 mg/kg tiap 6 jam
Dewasa bukan perokok 5 mg/kg 3 mg/kg tiap 8 jam
Orang lanjut usia dan pasien dengan gangguan paru-paru
5 mg/kg 2 mg/kg tiap 8 jam
Pasien gagal jantung kongestive 5 mg/kg 1-2 mg/kg tiap 12 jam
Tabel 4. Dosis Teofilin
3. Antikolinergik
A. Ipratropium Bromida
Mekanisme Kerja :
Ipratropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik
(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengan cara
mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat
lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik. Ipratropium
bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan
penggunaan lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan
seromukus mukosa hidung.
Indikasi
Digunakan dalam bentuk tunggal atau kombinasi dengan
bronkodilator lain (terutama beta adrenergik) sebagai bronkodilator
dalam pengobatan bronkospasmus yang berhubungan dengan
penyakit paru-paru obstruktif kronik, termasuk bronkhitis kronik dan
emfisema.
17
Dosis dan Cara Penggunaan
Bentuk Sediaan
Dosis
Aerosol 2 inhalasi (36 mcg) empat kali sehari. Pasien boleh menggunakan dosis tambahan tetapi tidak boleh melebihi 12 inhalasi dalam sehari
Larutan Dosis yang umum adalah 500 mcg (1 unit dosis dalam vial), digunakan dalam 3 - 4 kali sehari dengan menggunakan nebulizer oral, dengan interval pemberian 6-8 jam. Larutan dapat dicampurkan dalam nebulizer jika digunakan dalam waktu satu jam.
Tabel 5. Dosis Ipratropium Bromida
B. Tiotropium Bromida
Mekanisme Kerja :
Tiotropium adalah obat muskarinik kerja diperlama yang biasanya
digunakan sebagai antikolinergik. Pada saluran pernapasan, tiotropium
menunjukkan efek farmakologi dengan cara menghambat reseptor M3
pada otot polos sehingga terjadi bronkodilasi. Bronkodilasi yang timbul
setelah inhalasi tiotropium bersifat sangat spesifik pada lokasi tertentu.
Indikasi :
Tiotropium digunakan sebagai perawatan bronkospasmus yang
berhubungan dengan penyakit paru obstruksi kronis termasuk bronkitis
kronis dan emfisema.
Dosis dan Cara Penggunaan :
Satu kapsul dihirup, satu kali sehari dengan alat inhalasi Handihaler.
4. Kromolin Sodium dan Nedokromil
A. Kromolin Natrium
Mekanisme Kerja :
Kromolin merupakan obat antiinflamasi. Kromolin tidak memiliki
aktifitas intrinsik bronkodilator, antikolinergik, vasokonstriktor atau
aktivitas glukokortikoid. Obat-obat ini menghambat pelepasan mediator,
18
histamin dan SRS-A (Slow Reacting Substance Anaphylaxis, leukotrien) dari
sel mast. Kromolin bekerja lokal pada paru-paru tempat obat diberikan.
Indikasi :
Asma bronkial (inhalasi, larutan dan aerosol) : sebagai pengobatan
profilaksis pada asma bronkial. Kromolin diberikan teratur, harian
pada pasien dengan gejala berulang yang memerlukan pengobatan
secara reguler.
Pencegahan bronkospasma (inhalasi, larutan dan aerosol) : untuk
mencegah bronkospasma akut yang diinduksi oleh latihan fisik, toluen
diisosinat, polutan dari lingkungan dan antigen yang diketahui.
Dosis dan Cara Penggunaan
Larutan nebulizer : dosis awal 20 mg diinhalasi 4 kali sehari dengan
interval yang teratur. Efektifitas terapi tergantung pada keteraturan
penggunaan obat. Pencegahan bronkospasma akut : inhalasi 20 mg (1
ampul/vial) diberikan dengan nebulisasi segera sebelum terpapar
faktor pencetus.
Aerosol : untuk penanganan asma bronkial pada dewasa dan anak 5
tahun atau lebih. Dosis awal biasanya 2 inhalasi, sehari 4 kali pada
interval yang teratur. Jangan melebihi dosis ini. Tidak semua pasien
akan merespon dosis ini, dosis yang lebih rendah akan diperlukan pada
pasien yang lebih muda. Keefektifan pengobatan pada pasien asma
kronik tergantung kepada keteraturan penggunaan obat. Pencegahan
bronkospasma akut : dosis umum adalah 2 inhalasi secara singkat
(misalnya dalam 10 – 15 menit, tidak lebih dari 60 menit) sebelum
terpapar faktor pencetus.
Oral :
Dewasa : 2 ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum makan dan saat
menjelang tidur.
Anak – anak 2 – 12 tahun: satu ampul, 4 kali sehari, 30 menit sebelum
makan dan saat menjelang tidur.
Jika dalam waktu 2-3 minggu perbaikan gejala tidak tercapai, dosis
harus ditingkatkan, tetapi tidak melebihi 40mg/kg/hari.
19
B. Nedokromil Natrium
Mekanisme Kerja :
Nedokromil merupakan anti-inflamasi inhalasi untuk pencegahan
asma. Obat ini akan menghambat aktivasi secara in vitro dan pembebasan
mediator dari berbagai tipe sel berhubungan dengan asma termasuk
eosinofil, neutrofil, makrofag, sel mast, monosit dan platelet. Nedokromil
menghambat perkembangan respon bronko konstriksi baik awal dan
maupun lanjut terhadap antigen terinhalasi.
Indikasi :
Nedokromil diindikasikan untuk asma. Digunakan sebagai terapi
pemeliharaan untuk pasien dewasa dan anak usia 6 tahun atau lebih pada
asma ringan sampai sedang.
Dosis dan Cara Penggunaan
Dua inhalasi, empat kali sehari dengan interval yang teratur untuk
mencapai dosis 14 mg/hari.
5. Kortikosteroid
Mekanisme Kerja :
Obat-obat ini merupakan steroid adrenokortikal steroid sintetik
dengan cara kerja dan efek yang sama dengan glukokortikoid. Glukokortikoid
dapat menurunkan jumlah dan aktivitas dari sel yang terinflamasi dan
meningkatkan efek obat beta adrenergik dengan memproduksi AMP siklik,
inhibisi mekanisme bronkokonstriktor, atau merelaksasi otot polos secara
langsung. Penggunaan inhaler akan menghasilkan efek lokal steroid secara
efektif dengan efek sistemik minimal.
Indikasi :
Terapi pemeliharaan dan propilaksis asma, termasuk pasien yang
memerlukan kortikosteoid sistemik, pasien yang mendapatkan keuntungan
dari penggunaan dosis sistemik, terapi pemeliharaan asma dan terapi
profilaksis pada anak usia 12 bulan sampai 8 tahun. Obat ini tidak
20
diindikasikan untuk pasien asma yang dapat diterapi dengan bronkodilator
dan obat non steroid lain, pasien yang kadang-kadang menggunakan
kortikosteroid sistemik atau terapi bronkhitis non asma.
6. Antagonis Reseptor Leukotrien
A. Zafirlukast
Mekanisme Kerja :
Zafirlukast adalah antagonis reseptor leukotrien D4 dan E4 yang
selektif dan kompetitif, komponen anafilaksis reaksi lambat (SRSA - slow-
reacting substances of anaphylaxis). Produksi leukotrien dan okupasi
reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot
polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses
inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
Indikasi :
Profilaksis dan perawatan asma kronik pada dewasa dan anak > 5 tahun.
Dosis dan Cara Penggunaan :
Dewasa dan anak > 12 tahun : 20 mg, dua kali sehari. Anak 5 – 11
tahun : 10 mg, dua kali sehari. Oleh karena makanan menurunkan
bioavailabilitas zafirlukast, penggunaannya sekurang-kurangnya satu jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan.
B. Montelukast Sodium
Mekanisme Kerja :
Montelukast adalah antagonis reseptor leukotrien selektif dan aktif
pada penggunaan oral, yang menghambat reseptor leukotrien sisteinil
(CysLT1). Leukotrien adalah produk metabolisme asam arakhidonat dan
dilepaskan dari sel mast dan eosinofil. Produksi leukotrien dan okupasi
reseptor berhubungan dengan edema saluran pernapasan, konstriksi otot
polos dan perubahan aktifitas selular yang berhubungan dengan proses
inflamasi, yang menimbulkan tanda dan gejala asma.
Indikasi :
21
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak-anak >
12 bulan.
Dosis dan Cara Penggunaan :
Bentuk Sediaan Dosis Tablet Dewasa dan remaja >15
tahun 10 mg setiap hari, pada malam hari
Tablet kunyah Anak 6-14 tahun 5 mg setiap hari, pada malam hari
Granul Anak 12 – 23 tahun 1 paket 4 mg granul setiap hari, pada malam hari.
Tabel 6. Dosis Montelukast Sodium
C. Zilueton
Mekanisme Kerja :
Zilueton adalah inhibitor spesifik 5-lipoksigenase dan selanjutnya
menghambat pembentukan (LTB1, LTC1, LTD1, Lte1).
Indikasi :
Profilaksis dan terapi asma kronik pada dewasa dan anak > 12 tahun.
Dosis dan Cara Penggunaan :
Dosis zilueton untuk terapi asma adalah 600 mg, 4 kali sehari.
Untuk memudahkan pemakaian, zilueton dapat digunakan bersama
makanan dan pada malam hari.
7. Obat-Obat Penunjang
A. Ketotifen Fumarat
Mekanisme Kerja :
Ketotifen adalah suatu antihistamin yang mengantagonis secara
nonkompetitif dan relatif selektif reseptor H1, menstabilkan sel mast dan
menghambat penglepasan mediator dari sel-sel yang berkaitan dengan
reaksi hipersensitivitas.
Indikasi :
22
Manajemen profilaksis asma. Untuk mendapatkan efek maksimum
dibutuhkan waktu beberapa minggu. Ketotifen tidak dapat digunakan
untuk mengobati serangan asma akut.
Dosis dan Cara Penggunaan :
Ketotifen digunakan dalam bentuk fumarat, dosisnya dinyatakan
dalam bentuk basanya : 1, 38 mg ketotifen fumarat ekivalen dengan 1 mg
ketotifen.
Bentuk Sediaan
Dosis
Tablet Dewasa 1 mg, dua kali sehari digunakan bersama makanan. Dosis dapat ditingkatkan menjadi 2 mg, dua kali sehari . Jika obat menyebabkan mengantuk, gunakan 0,5 – 1 mg pada malam hari
Anak >3 tahun 1 mg, dua kali sehari
6 bulan-3 tahun 500 mcg, dua kali sehari
Tabel 7. Dosis Ketotifen Fumarat
B. N-Asetilsistein
Mekanisme Kerja :
Aksi mukolitiknya berhubungan dengan kelompok sulfahidril pada
molekul, yang bekerja langsung untuk memecahkan ikatan disulfida
antara ikatan molekular mukoprotein, menghasilkan depolimerisasi dan
menurunkan viskositas mukus. Aktivitas mukolitiknya meningkat seiring
dengan peningkatan pH.
Indikasi :
Asetilsistein merupakan terapi tambahan untuk sekresi mukus
yang tidak normal, kental pada penyakit bronkopulmonari kronik
(emfisema kronik, emfisema pada bronkhitis, bronkhitis asma kronik,
tuberkulosis, amiloidosis paru-paru);dan penyakit bronkopulmonari akut
(pneumonia, bronkhitis, trakeobronkhitis).
Dosis dan Cara Penggunaan :
Bentuk Sediaan Dosis
23
Tablet effervesen, kapsul , sachet
Dewasa 200 mg 2-3 kali sehari
Anak 2-7 tahun 200 mg 2 kali sehari
Anak 1 bulan – 1 tahun 100 mg 2 kali sehari
Tabel 8. Dosis N-Asetilsistein
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jelagran RT.14 RW.03 Gedongtengen
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
No RM : 008457
Tanggal Kunjungan : 07 Juli 2010
B. SUBYEKTIF (pada 7 Juli 2010)
Keluhan Utama : Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Batuk berdahak sejak + 4 hari yang lalu
Riwayat Penyakit sekarang :
4 hari yang lalu pasien merasa tenggorokannya gatal, tidak beberapa lama
kemudian pasien mulai batuk, tetapi batuk hanya kadang-kadang dan tidak
berdahak. Demam (-), pilek (-), nyeri kepala (-), sesak nafas (-).
3 hari yang lalu batuk bertambah parah dan disertai dahak yang sulit dikeluarkan.
Pasien kemudian membeli obat batuk di warung dekat rumahnya. Demam (-),
pilek (-), nyeri kepala (-), sesak nafas (-).
1 hari yang lalu batuk belum mereda, masih berdahak yang sulit dikeluarkan dan
disertai sesak nafas. Pasien membeli obat sesak nafas di apotek.
24
Pada hari kunjungan, sesak nafas pasien bertambah berat dan batuknya pun
belum mereda. Pasien memutuskan untuk memeriksakan diri ke puskesmas
terdekat. Pasien nampak sesak dan batuk-batuk. Demam (-), pilek (-), nyeri kepala
(-).
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien sering mengalami sesak nafas yang kambuh-kambuhan sejak kecil. Sesak
timbul pada waktu yang tidak menentu, tetapi timbul terutama bila pasien beraktivitas
fisik yang berat, membersihkan rumah, cuaca dingin, menangis lama atau ketika batuk.
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat penyakit ginjal : disangkal
- Riwayat penyakit paru : disangkal
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat penyakit Asma : (+), ibu dan kakak pasien
- Riwayat penyakit hipertensi : (+), ayah pasien
- Riwayat penyakit DM : tidak diketahui
- Riwayat penyakit jantung : tidak diketahui
C. OBYEKTIF (pada tanggal 7 dan 8 Juli 2010)
Keadaan umum : nampak sesak dan batuk-batuk
Kesadaran : compos mentis
Vital Sign : Tensi : 110/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup
Suhu : 36,6oC
Resp : 27 x/menit, dalam
IMT : Berat badan : 43 kg
Tinggi badan : 141 cm
25
IMT : 21,63 = normal
Kepala : Mesosefal, rambut hitam tersebar merata
a. Mata : sklera ikterik (-/-), konjungtiva anemis (-/-)
b. Hidung : deformitas (-), nafas cuping hidung (-)
c. Telinga : deformitas (-), serumen (-)
d. Mulut : bibir asianosis, mukosa kering +, sariawan (-), karies dentis (+)
Leher : lnn tak teraba, JVP tak meningkat, Kelenjar tyroid tak membesar
Thoraks :
a. Cor : Inspeksi : Iktus cordis tak tampak.
Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC V, kuat angkat
Perkusi : Batas jantung : tidak dilakukan
Auskultasi : S1>S2, reguler, Gallop (-), bising (-)
b. Pulmo : Inspeksi : simetris, ketinggalan gerak (-), deformitas (-)
Palpasi : Ketinggalan gerak (-),
Perkusi : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : SD : Vesikuler +/+
ST : Ronkhi (-)
Wheezing (+/+)
Abdomen :
Inspeksi : Datar, bekas operasi (-), tanda radang (-)
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), Hepar dan lien tak teraba, massa (-)
Perkusi : Timpani
Auskultasi : Peristaltik usus (+,) Normal
Ekstremitas : Edema (-), sianosis (-), gerak bebas.
D. DIAGNOSIS :
Asma bronkial persisten ringan
E. PLANNING:
Usulan pemeriksaan penunjang : spirometri
Terapi non farmakologi :
26
- Konseling
- Edukasi :
Meningkatkan pengetahuan pasien mengenai penyakit asma, misalnya fakta-
fakta tentang asma, faktor pencetus asma, pengobatan, komplikasi yang
dapat terjadi dan tindakan pencegahan.
Menekankan edukasi pada tindakan pencegahan timbulnya serangan asma,
misalnya dengan menghindari faktor pencetus seperti stres fisik maupun
psikis, debu rumah, asap rokok atau kendaraan, serbuk bunga, bahan-bahan
iritan, agen alergi, dan lain sebagainya; meningkatkan daya tahan tubuh
dengan menjaga asupan makanan dan waktu istirahat.
Melakukan kegiatan yang dapat membantu mengurangi serangan asma
seperti jalan-jalan menghirup udara, terutama di lingkungan yang bersih atau
di pantai; bersepeda atau berenang.
Rutin kontrol ke puskesmas, meskipun sedang tidak dalam serangan asma
untuk mengetahui apakah penyakit asma yang diderita dapat dikontrol
dengan baik atau tidak.
Terapi farmakologi :
- salbutamol 2 mg, 3x1 tab
- GG, 3x1 tab
- deksametason 0,5 mg, 2x1 tab
- kotrimoksasol, 2 x 2 tab
F. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad malam
Ad fungsionale : dubia ad bonam
27
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisis Kasus
Setelah dilakukan kunjungan rumah pada tanggal 8 dan 9 Juli 2010, maka dapat
diidentifikasi suatu permasalahan yang muncul pada pasien dan dilakukan intervensi
yang sesuai.
Pada kunjungan pertama, dari anamnesis secara auto kepada pasien maupun
secara allow kepada keluarga pasien, didapatkan bahwa keluhan pasien diawali oleh
batuk berdahak sejak 4 hari yang lalu, yang kemudian menimbulkan rasa sesak nafas.
Pasien memiliki riwayat penyakit asma sejak usia belasan tahun. Pasien nampak sesak
dan sesekali batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya mengi pada kedua lapang
paru saat pasien mengeluarkan nafas. Selama ini pasien tidak pernah melakukan upaya-
upaya pencegahan terhadap faktor-faktor pencetus serangan asma tersebut dan hanya
berobat bila sesak nafasnya tidak bisa diatasi dengan obat-obat yang dibelinya di warung
atau apotek.
Pada kunjungan kedua, pasien masih mengalami sesak nafas dan batuk, namun
sesak nafas dirasakan sudah lebih ringan setelah minum obat dari puskesmas dan pasien
sudah bisa beraktivitas seperti biasa lagi. Pada pemeriksaan fisik, sudah tidak ditemukan
mengi pada kedua lapang paru.
B. Analisis Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah (home visit) dilakukan pada tanggal 8 dan 9 Juli 2010, dengan
kondisi pasien yang sudah mulai membaik. Kunjungan ini bertujuan untuk mengetahui
faktor resiko penyakit asma pada pasien, dengan menggunakan teori Blum, yaitu :
1. Kondisi pasien
28
Saat kunjungan pertama, pasien mengeluh masih sesak nafas dan batuk
berdahak. Pasien sudah mendapatkan pengobatan dari Puskesmas dan masih rutin
diminum. Dari pemeriksaan fisik masih ditemukan adanya mengi pada kedua lapang
paru pasien. Pada kunjungan kedua, keadaan pasien sudah bertambah baik dan
nampak sudah mulai kembali melakukan aktivitas sehari-hari. Meskipun pasien
mengatakan masih agak sesak dan batuk, namun sudah tidak ditemukan lagi adanya
mengi di kedua lapang paru pada pemeriksaan fisik.
2. Pekerjaan
Pasien berusia 37 tahun dan tinggal bersama keluarga besarnya yang terdiri
atas suami, istri, anak laki-lakinya, ayahnya, dan adik bungsunya. Di dalam keluarga
tersebut, yang bekerja hanya suami pasien, sebagai supir kobutri dengan penghasilan
Rp. 500.000 – 600.000,- per bulan. Pasien pernah bekerja sebagai pembantu rumah
tangga pada tahun 2005-2006, namun berhenti karena penyakit asma yang
dideritanya sering kambuh bila ia terlalu lelah. Anak pasien berusia 11 tahun, saat ini
sedang duduk di bangku kelas 5 SD.
3. Keadaan rumah
o Lokasi : Rumah yang dihuni pasien terletak di pemukiman kumuh, dengan
kepadatan penduduk yang padat, saling berhimpitan antar tetangga, rumah
tersebut adalah milik ayah pasien yang dibangun sejak tahun 1960-an.
o Kondisi : kondisi rumah cukup kokoh, dinding rumah seluruhnya terbuat dari
tembok, bertingkat dua, lantai terbuat dari semen yang ditutupi karpet, atap
rumah dari genteng, tidak mempunyai halaman. Terdapat dua buah jendela,
berukuran 0,5 x 0,5 m.
o Luas : luas rumah 6 x 5 meter, dihuni 5 orang, dengan rata-rata 5 meter per orang.
o Pembagian ruang : di dalam rumah terdapat 1 ruang tamu, 2 kamar tidur, 1 dapur,
pembatas antar ruang berupa tembok.
o Ventilasi : terdapat dua buah jendela berukuran 0,5 x 0,5 meter, 1 di ruang tamu
dan 1 di dapur, tidak terdapat lubang ventilasi pada jendela dan pintu, sehingga
memberi kesan sirkulasi udara yang kurang dan lembab.
o Pencahayaan : Pencahayaan di dalam rumah cukup, sehingga dapat membaca di
siang hari tanpa bantuan listrik. Daya listrik pada rumah tersebut sebesar 450
watt, dan dirasa cukup untuk keperluan sehari-hari seluruh keluarga.
29
o Kebersihan : kebersihan di dalam rumah kurang, tata letak barang-barang yang
tidak teratur dan terkesan rumah tersebut berantakan dan penuh oleh barang
serta banyak debu di atas tumpukan barang-barang tersebut.
o Sanitasi dasar :
Sumber air bersih. Air minum dan mandi dari air ledeng. Air yang keluar
jernih dan tidak berbau.
Jamban keluarga. Terdapat 1 buah kamar mandi dan WC, dengan bentuk
jamban jongkok. Bak mandi terbuat dari tembok, nampak dindingnya
berwarna hijau kehitaman. Sistem pembuangan air limbah lewat saluran pipa.
Sarana pembuangan air limbah. Limbah rumah tangga dialirkan melalui
saluran limbah yang menuju aliran selokan di samping rumah.
Tempat pembuangan sampah. Sampah dikumpulkan di sebuah tong,
kemudian dibakar di lapangan yang terletak di dekat rumah pasien.
4. Kepemilikan barang
Keluarga tersebut memiliki kursi tamu, 1 televisi berwarna 14 inchi, 2 lemari
pakaian dari plastik, 3 kasur kapuk besar tanpa ranjang dan peralatan dapur.
5. Keadaan lingkungan sekitar rumah
Kesan kebersihan di lingkungan tersebut cukup baik. Jalan depan rumah lebarnya 0,5
meter dan terdiri dari bebatuan. Rumah satu dengan yang lainnya saling berhimpitan.
C. Nilai Apgar Keluarga
Apgar keluarga adalah suatu penentu sehat atau tidaknya keluarga dikembangkan
oleh Rosen, Geymon, dan Leyton dengan menilai 5 fungsi pokok keluarga atau tingkat
kesehatan keluarga yaitu :
1. Adaptasi (adaptation).
o Penilaian : dari tingkat kepuasan pasien dan anggota keluarga dalam menerima
bantuan yang dibutuhkan.
o Hasil : Cukup dalam keluarga saling membantu baik materiil maupun moral (skor
1)
2. Kemitraan (patnership).
o Penilaian : tingkat kepuasan pasien dan anggota keluarga terhadap komunikasi
dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah.
30
o Hasil : Kadang dalam mengambil keputusan dan menyelesaikan masalah tidak
selalu dapat memusyawarahkan dengan anggota keluarga yang lain, karena anak
pertama pasien terkadang mengintervensi keputusan yang akan diambil. (score
1).
3. Pertumbuhan (growth).
o Penilaian : tingkat kepuasan pasien dan anggota keluarga terhadap kebebasan
yang diberikan keluarga dalam mematangkan pertumbuhan dan kedewasaan
semua anggota keluarga.
o Hasil : Cukup ( score 1 )
4. Kasih Sayang (affection).
o Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kasih saying serta
interaksi emosional yang berlangsung.
o Hasil : saat ini hubungan antara pasien dengan anak pertama pasien tidak baik,
mereka sering bertengkar ( score 0 )
5. Kebersamaan (resolve).
o Penilaian : tingkat kepuasan anggota keluarga terhadap kebersamaan dalam
membagi waktu, kekayaan dan ruang antar keluarga.
KRITERIA PERTANYAAN
Respons
Hampir selalu
(2)
Kadang(1)
Hampir tidak
pernah(0)
Adaptasi
Apakah pasien puas dengan keluarga karena masing-masing anggota keluarga sudah menjalankan kewajiban sesuai dengan seharusnya
√
Kemitraan
Apakah pasien puas dengan keluarga karena dapat membantu memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi
√
Pertumbuh-an
Apakah pasien puas dengan kebebasan yang diberikan keluarga untuk mengembangkan kemampuan yang pasien miliki
√
Kasih Apakah pasien puas dengan √
31
Sayangkehangatan / kasih sayang yang diberikan keluarga
Kebersama-an
Apakah pasien puas dengan waktu yang disediakan keluarga untuk menjalin kebersamaan
√
Total 8Kesimpulan Fungsi keluarga fungsional / sehato Hasil : Kebersamaan kurang karena pasien sudah tidak tinggal bersama kedua
anaknya dan anak-anak pasien juga jarang menjenguk pasien ( score 0 ).
Keterangan nilai APGAR :
0 : Tidak pernah / kurang. Hasil penilaian : 0 – 3 Sakit
1 : Kadang – kadang / cukup. 4 – 7 Kurang sehat
32
2 : Hampir selalu / baik 8 – 10 Sehat
D. SCREEM Keluarga
SCREEM adalah alat yang digunakan untuk menilai sumber daya dalam keluarga.
Aspek Sumber Daya Patologi
Sosial Interaksi sosial antara pasien dan
keluarga intinya cukup baik.
Hubungan dengan masyarakat
sekitar juga baik.
Kultural Pasien dan keluarga, tidak
mempercayai mitos-mitos yang
tidak jelas kebenarannya
Religius Pasien dan keluarga, menunaikan
ibadah sesuai dengan ajaran
agamanya dengan rajin dan baik
Ekonomi Walaupun hanya suami pasien yang
berpenghasilan, namun ayah dan
adik pasien juga ditanggung oleh
saudara pasien yang lain, sehingga
cukup untuk kebutuhan sehari-hari.
Pendidi
k-an
Pasien hanya bersekolah sampai
kelas 5 SD
Pengetahuan tentang penyakitnya
kurang.
Kesehat-
an
Pasien dan keluarga jarang sekali
mengunjungi puskesmas atau klinik
kesehatan dan hanya berobat bila
penyakitnya tidak bisa diatasi
dengan obat-obat yang dibeli di
warung atau apotek.
Pasien berobat ke klinik kesehatan
bila sesak nafasnya tidak bisa diatasi
dengan obat-obat yang dibelinya di
warung atau apotek.
Pasien berhenti minum obat bila
sesaknya sudah berkurang dan tidak
pernah kontrol setelah berobat.
F. Daftar anggota keluarga yang tinggal satu rumah
Nama Kedudukan dalam L/P Umur Pendi- Pekerjaan Pasien Ket
33
keluarga dikan
Bp. SA Ayah L 76 tahun SD - -
Bp. D Suami L 39 tahun SMP Supir -
Ny. S Istri/anak P 37 tahun SD Ibu rumah
tangga√
An. S Adik L 25 tahun SD - -
An. N Anak P 11 tahun SD Pelajar -
G. Genogram Keluarga
Keterangan :
: Pasien : Tinggal dalam satu rumah
: Laki laki B : Breadwinner (pencari nafkah)
: Perempuan A : Asma
: Laki- laki meninggal : Perempuan meninggal
H. Denah dan lokasi rumah
B
A
A
34
5
m
6 m
Showroom mobil HONDA
Jl. HOS Cokro Aminoto
Rumah pasien
(Jelagran RT.14 RW.03) Gerbang Jelagran jembatan RT.13 RW.03 Es ceria
Jl. Letjen Suprapto
Jl. Tentara Rakyat Mataram
SDN Gedong Tengen Puskesmas Gedong
Tengen
Lokasi rumah pasien
Kamar mandi + WC Ruang tamu
dapur
Kamar tidur kamar tidur
U Jelagran Lor
Jl. Pringgokusuman
U
35
I. Identifikasi fungsi-fungsi keluarga
1. Fungsi Biologik
Faktor genetik yang melatar belakangi terjadinya asma bronkial dapat
ditegakkan, karena ada riwayat asma pada ibu dan kakak pasien.
2. Fungsi Afektif
Hubungan pasien dengan anggota keluarga lainnya baik dan tidak ditemukan
masalah yang terjadi dalam keluarga.
3. Fungsi Ekonomi
Pasien tinggal bersama ayahnya, adiknya, suami dan anaknya; dan untuk
pemenuhan kebutuhan sehari-hari ditopang oleh suami pasien beserta bantuan dari
saudara-saudara pasien.
4. Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan dalam keluarga ini kurang karena orangtua, pasien dan
saudara-saudaranya hanya tamatan SD. Hanya suami pasien yang tamatan SMP.
5. Fungsi Religius
Fungsi religius dalam keluarga ini berjalan dengan baik, karena anggota
keluarga selalu melakukan kegiatan ibadah dan kadang-kadang mengikuti pengajian
di sekitar rumah pasien.
6. Fungsi Sosial dan Budaya
Fungsi sosial dan budaya keluarga ini sudah dilakukan dengan cukup baik.
Hubungan dengan masyarakat terjalin baik. Pasien dan keluarganya cukup dikenal
oleh masyarakat sekitar.
J. Identitas PSP (Pengetahuan Sikap dan Perilaku) Kesehatan Keluarga.
PSP keluarga tentang kesehatan dasar :
o Penggunaan pelayanan kesehatan.
Pasien dan keluarganya belum memanfaatkan pelayanan kesehatan dengan
baik. Mereka masih mengandalkan membeli obat-obatan di warung jika sakit. Padahal
jarak antara rumah pasien dengan Puskesmas Gedong Tengen cukup dekat.
o Perencanaan dan pemanfaatan fasilitas pembiayaan kesehatan
36
Pasien dan keluarganya memiliki kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS) dari pemerintah. Namun mereka kurang memanfaatkannya dengan
baik.
o Pencegahan penyakit. Pasien tidak pernah mengatur diet dan gizi sehari-harinya, olah
raga teratur jarang dilakukan, hanya kegiatan rumah sehari-hari. Pasien jarang
memeriksakan penyakitnya, pasien hanya berobat sekali dan kemudian membeli obat
yang sama setiap kali obat asmanya habis.
K. Prioritas Masalah dan Pelaksanaan program.
NoMasalah yang
dihadapiRencana pembinaan
Sasaran
pembi-
naan
Target
1.
Kurangnya kesa-
daran diri untuk
berobat secara
rutin, disebabkan
kurangnya
pengetahuan
tentang penyakit
yang dialami
Motivasi dan memberikan
edukasi berupa informasi
mengenai asma dengan
benar
Pasien
dan
keluarga
- Pasien tahu akan
bahaya dan perlunya
perhatian dari
penyakitnya
- Pasien rutin berobat
dan minum obat
2. Mencari faktor
resiko yang
mencetuskan
terjadinya asma
- Memberikan motivasi
untuk menghindari
faktor pencetus asma
seperti stres, rajin
membersihkan rumah
agar tidak banyak debu,
jika memungkinkan
membuat ventilasi
untuk sirkulasi udara.
- Memberikan edukasi
agar rajin kontrol ke
Pasien
dan
keluarga
Mengurangi
kekambuhan asma dan
pasien bisa teratur
minum obat untuk
mencegah serangan
asma, mengingat pasien
termasuk dalam asma
persisten ringan.
Memperbaiki kondisi
rumah menjadi lebih
37
Puskesmas, meskipun
tidak sedang serangan
asma
bersih dan sehat.
3.Aktivitas fisik
yang kurang
Edukasi dan konseling
mengenai pentingnya
olahraga untuk
meningkatkan kebugaran
fisik
Pasien
Pasien lebih peduli pada
kesehatan fisiknya
secara umum sehingga
kemungkinan kekambu-
han bisa ditekan
4.
Keteraturan
minum obat yang
kurang
Edukasi dan konseling
mengenai manfaat minum
obat teratur dan resiko
yang mungkin terjadi bila
minum obat tidak teratur
Pasien
dan
keluarga
Pasien langsung ke
pelayanan kesehatan
ketika terjadi serangan
asma, bukan justru
membeli obat ke
warung atau apotek.
L. PELAKSANAAN PROGRAM
No Waktu Kegiatan Sasaran Hasil
1.8 Juli
2010
Sambung rasa dan
pengumpulan data
yang diperlukan.
Pasien
dan
keluarga
Didapatkan beberapa faktor resiko yang
mempengaruhi terjadinya penyakit pasien
2.9 Juli
2010
Intervensi,
konseling, dan
edukasi tentang
penyakit yang
diderita pasien.
Pasien
dan
Keluarga
Pasien paham tentang penyakit yang diderita.
Pasien dan keluarga lebih memperhatikan
pengendalian stressor dan faktor resiko dari
penyakitnya terutama upaya-upaya
pencegahan penyakit dan peningkatan daya
tahan dan kebugaran tubuh.
M. DIAGNOSIS KEDOKTERAN KELUARGA
a. Diagnosis : asma bronkial pada perempuan 37 tahun dengan tingkat pengetahuan
kurang dan kondisi rumah yang kurang sehat.
b. Bentuk keluarga : Keluarga besar (extended family)
c. Fungsi keluarga : kurang sehat
38
d. Fungsi yang mempengaruhi : faktor pendidikan dan prilaku
e. Fungsi yang dipengaruhi : kesehatan keluarga
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil kunjungan rumah pasien, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dari anamnesis, pasien adalah penderita asma kronik, namun tidak berobat secara
teratur. Pasien hanya berobat jika keluhan asma dirasakan sangat berat dan tidak
mereda dengan obat-obatan yang dibeli di warung atau apotek.
2. Ditemukan adanya riwayat penyakit yang serupa dengan penyakit pasien.
3. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyakit yang diderita pasien adalah faktor
genetik, faktor pengetahuan dan lingkungan.
4. Faktor yang mempengaruhi ketidak teraturan pasien dalam berobat adalah faktor
kesadaran sendiri, dan kurangnya pengetahuan pasien akan penyakitnya.
5. Dari hasil penilaian APGAR keluarga meliputi 5 fungsi pokok tingkat kesehatan
keluarga dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga ini dalam kondisi
fungsional/sehat.
6. Dari identifikasi fungsi keluarga, fungsi keluarga tidak ada masalah.
7. Kerjasama antara petugas kesehatan, penderita dan keluarga menentukan
keberhasilan terapi.
B. Saran
1. Mahasiswa
o Lebih memahami dan aktif dalam menganalisa permasalahan kesehatan baik pada
keluarga maupun lingkungannya.
o Lebih sering berhubungan dengan masyarakat khususnya dalam keluarga untuk
menindak lanjuti suatu penyakit yang dialami oleh keluarga tersebut.
2. Puskesmas
39
o Diharapkan dapat lebih sering melakukan pendekatan kepada masyarakat melalui
penyuluhan-penyuluhan dalam usaha promotif dan preventif kesehatan
masyarakat khususnya penyakit yang tergolong berat.
3. Pasien
o Hendaknya pasien tetap rajin dan rutin minum obat dan memeriksakan penyakit
yang dideritanya.
o Hendaknya pasien selalu aktif menanyakan kondisi kesehatannya kepada petugas
yang datang ke rumahnya.
o Hendaknya pasien mulai tergerak untuk meningkatkan kualitas kesehatannya dan
menghindari faktor resiko yang dapat mempengaruhi penyakitnya.
o Hendaknya pasien lebih mendekatkan diri dengan ibadah, melalui usaha dan doa
sehingga dapat menerima penyakitnya dengan lapang dada.
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonym., (2006) Profil Kesehatan Puskesmas Gedongtengen Kota Yogyakarta..
Puskesmas Gedongtengen. Yogyakarta.
2. Asma, Pedoman Diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia, PDPI, 2004
3. Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia tentang Kebijakan Dasar
Pusat Kesehatan Masyarakat. 2004. Depkes RI. Pp 1-35
4. Depkes RI. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Direktorat Bina Farmasi
Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan RI. 2007
5. Farthing K., MJ Ferill, JA Generally, B Jones, BV Sweet, JN Mazur, et al. Drug Facts &
Comparison 11th ed., St.Louis:Wolter Kluwer Health, 2007: 417-459
6. John Rees dkk. 1998. Petunjuk Penting Asma, Edisi III. Jakarta: Penerbit buku
Kedokteran EGC
7. Wells BG., JT Dipiro, TL Schwinghammer, CW.Hamilton, Pharmacoterapy Handbook
6th ed International edition, Singapore, McGrawHill, 2006:826-848.
8. Wiyono A. et al., (2007), Panduan kepaniteraan program pendidikan Profesi
Kedokteran keluarga,. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Yogyakarta.
9. Yogiantoro M., (2006) Hipertensi Esensial; dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
FKUI, Jakarta; Pp:610-614
41