Preskes Francine Skizofrenia Paranoid Fix Banget
-
Upload
cinacantik -
Category
Documents
-
view
20 -
download
0
Transcript of Preskes Francine Skizofrenia Paranoid Fix Banget
REFRAT
SKIZOFRENIA PARANOID
Oleh :
Francine Roselind
G99122049
KEPANITERAAN KLINIK UPF / LABORATORIUM FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2014
BAB I
PENDAHULUAN
Kesehatan adalah suatu kondisi yang bukan hanya bebas dari penyakit,
cacat, kelemahan tapi benar-benar merupakan kondisi positif dan kesejahteraan
fisik, mental dan sosial yang memungkinkan untuk hidup produtif. Manusia
adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dalam memenuhi
kebutuhannya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, individu dituntut untuk lebih
meningkatkan kinerjanya agar segala kebutuhannya dapat terpenuhi tingkat sosial
di masyarakat lebih tinggi. Hal ini merupakan dambaan setiap manusia.
Gangguan jiwa adalah penyakit non fisik, kedudukannya setara dengan
penyakit fisik lainnya. Meskipun gangguan jiwa tersebut tidak dianggap sebagai
gangguan yang menyebabkan kematian secara langsung, namun beratnya
gangguan tersebut dalam arti ketidakmampuan baik secara individu maupun
kelompok akan menghambat pembangunan, karena hal ini menyebabkan
pembangunan menjadi tidak produktif dan tidak efisien. Gangguan jiwa (mental
disorder) merupakan salah satu empat masalah kesehatan utama di negara-negara
maju, modern dan industri.
Salah satu bentuk gangguan jiwa yang terdapat di seluruh dunia adalah
gangguan jiwa skizofrenia. Skizofrenia berasal dari dua kata “Skizo” yang artinya
retak atau pecah (spilit), dan “frenia” yang artinya jiwa. Dengan demikian
seseorang yang menderita gangguan jiwa skizofernia adalah orang yang
mengalami keretakan jiwa atau keretakan kepribadian (splitting of personality).
75% penderita skizofrenia mulai diderita pada usia 16-25 tahun. Usia remaja
dan dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh
stresor. Kondisi penderita sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya
karena dianggap sebagai bagian dari tahap penyesuaian diri.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. TINJAUAN PUSTAKA
A. Skizofrenia
1. Definisi
Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab dan
perjalanan penyakit yang luas, serta sejumlah akibat yang
tergantung pada perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial
budaya. Pada umumnya ditandai oleh penyimpangan yang
fundamental dan karakteristik dari pikiran dan persepsi, serta oleh
afek yang tidak wajar atau tumpul. Kesadaran yang jernih dan
kemampuan intelektual biasanya tetap terpelihara, walaupun
kemunduran kognitif tertentu dapat berkembang kemudian.
(Muslim, 2002)
2. Epidemiologi
Prevalensi skizofrenia di Amerika Serikat dilaporkan
bervariasi terentang dari 1 sampai 1,5 persen dengan angka
insidens 1 per 10.000 orang per tahun. Berdasarkan jenis kelamin
prevalensi skizofrenia adalah sama, perbedaannya terlihat dalam
onset dan perjalanan penyakit. Onset untuk laki laki 15 sampai 25
tahun sedangkan wanita 25-35 tahun. Prognosisnya adalah lebih
buruk pada laki laki dibandingkan wanita.
Beberapa penelitian menemukan bahwa 80% semua pasien
skizofrenia menderita penyakit fisik dan 50% nya tidak
terdiagnosis. Bunuh diri adalah penyebab umum kematian
diantara penderita skizofrenia, 50% penderita skizofrenia pernah
mencoba bunuh diri 1 kali seumur hidupnya dan 10% berhasil
3
melakukannya. Faktor risiko bunuh diri adalah adanya gejala
depresif, usia muda dan tingkat fungsi premorbid yang tinggi.
Komorbiditas Skizofrenia dengan penyalahgunaan alkohol
kira-kira 30-50%, kanabis 15-25% dan kokain 5-10%. Sebagian
besar penelitian menghubungkan hal ini sebagai suatu indikator
prognosis yang buruk karena penyalahgunaan zat menurunkan
efektivitas dan kepatuhan pengobatan. Hal yang biasa kita
temukan pada penderita skizofrenia adalah adiksi nikotin,
dikatakan 3 kali populasi umum. Penderita skizofrenia yang
merokok membutuhkan anti psikotik dosis tinggi karena rokok
meningkatkan kecepatan metabolisme obat tetapi juga
menurunkan parkinsonisme. Beberapa laporan mengatakan
skizofrenia lebih banyak dijumpai pada orang orang yang tidak
menikah tetapi penelitian tidak dapat membuktikan bahwa
menikah memberikan proteksi terhadap skizofrenia.
3. Etiologi
Model diatesis-stress, menurut teori ini skizofrenia timbul
akibat faktor psikososial dan lingkungan. Model ini berpendapat
bahwa seseorang yang memiliki kerentanan (diatesis) jika dikenai
stresor akan lebih mudah menjadi skizofrenia.
Faktor Biologi
Komplikasi kelahiran
Bayi laki laki yang mengalami komplikasi saat dilahirkan sering
mengalami skizofrenia, hipoksia perinatal akan meningkatkan
kerentanan seseorang terhadap skizofrenia.
Infeksi
Perubahan anatomi pada susunan syaraf pusat akibat infeksi virus
pernah dilaporkan pada orang orang dengan skizofrenia.
4
Penelitian mengatakan bahwa terpapar infeksi virus pada
trimester kedua kehamilan akan meningkatkan seseorang menjadi
skizofrenia.
Hipotesis Dopamin
Dopamin merupakan neurotransmiter pertama yang berkontribusi
terhadap gejala skizofrenia. Hampir semua obat antipsikotik baik
tipikal maupun antipikal menyekat reseptor dopamin D2, dengan
terhalangnya transmisi sinyal di sistem dopaminergik maka gejala
psikotik diredakan. Berdasarkan pengamatan diatas dikemukakan
bahwa gejala gejala skizofrenia disebabkan oleh hiperaktivitas
sistem dopaminergik.
Hipotesis Serotonin
Gaddum, wooley dan show tahun 1954 mengobservasi efek
lysergic acid diethylamide (LSD) yaitu suatu zat yang bersifat
campuran agonis/antagonis reseptor 5-HT. Temyata zatini
menyebabkan keadaan psikosis berat pada orang normal.
Kemungkinan serotonin berperan pada skizofrenia kembali
mengemuka karena penetitian obat antipsikotik atipikal clozapine
yang temyata mempunyai afinitas terhadap reseptor serotonin 5-
HT~ lebih tinggi dibandingkan reseptordopamin D2.
Struktur Otak
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem
limbik dan ganglia basalis. Otak pada pendenta skizofrenia
terlihat sedikit berbeda dengan orang normal, ventrikel teilihat
melebar, penurunan massa abu abu dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktifitas metabolik. Pemeriksaan
mikroskopis dan jaringan otak ditemukan sedikit perubahan
dalam distnbusi sel otak yang timbul pada masa prenatal karena
5
tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak
setelah lahir.
Genetika
Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia
diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat
yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua,
kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia.
Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti
paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering
dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65%
berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik
12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang
40%, satu orang tua 12%.
4. Faktor Predisposisi
Faktor genetik
Individu–individu yang berada pada resiko tinggi terhadap
kelainan ini adalah mereka yang memiliki anggota keluarga
dengan keturunan yang sama, terutama pada kembar monozigot
yang mempunyai angka kesesuaian yang lebih tinggi. Penelitian
pada kembar monosigot yang diadopsi menunjukkan bahwa yang
diasuh oleh orang tua angkat mempunyai skizofrenia dengan
kemungkinan yang sama besarnya seperti saudara kembarnya
yang dibesarkan oleh orang tua kandungnya. Temuan ini
menyatakan bahwa pengaruh genetika melebihi pengaruh
lingkungan.
Faktor biokimia
Menyatakan adanya peningkatan dari dopamin neurotransmitter,
yang diperkirakan menghasilkan gejala–gejala peningkatan
6
aktivitas yang berlebihan dan pemecahan asosiasi–asosiasi yang
umumnya diobservasi.
Teori psikoanalitik
Sigmund Freud mendalilkan bahwa skizofrenia disebabkan oleh
fiksasi perkembangan yang terjadi lebih awal dari yang
menyebabkan perkembangan neurosis. Pandangan psikoanalisis
umum tentang skizofrenia menhipotesiskan bahwa defek ego
mempengaruhi interpretasi kenyataan dan pengendalian
dorongan-dorongan dari dalam (inner drives), seperti seks dan
agresi. Gangguan terjadi sebagai akibat dari penyimpangan dalam
hubungan timbal balik antara bayi dan ibunya. Seperti yang
dijelaskan oleh Margaret Mahler, anak-anak adalah tidak mampu
untuk berpisah dan berkembang melebihi kedekatan dan
ketergantungan lengkap yang menandai hubungan ibu anak
didalam fase oral perkembangan. Orang skizofrenia tidak pernah
mencapai ketetapan objek, yang ditandai oleh suatu perasaan
identitas yang pasti dan yang disebabkan oleh perlekatan erat
dengan ibunya selama masih bayi.
Teori psikodinamik
Pandangan psikodinamika tentang skizofrenia , mereka cenderung
menganggap hipersensitivitas terhadap stimuli persepsi yang
didasarkan secara konstitusional sebagai suatu defisit. Malahan
suatu penelitian yang baik menyatakan bahwa pasien dengan
skizofrenia adalah sulit untuk menyaring berbagai stimuli dan
untuk memusatkan pada suatu data pada suatu waktu. Defek pada
barier stimulus tersebut menciptakan kesulitan pada keseluruhan
tiap fase perkembangan selama masa anak-anak dan
menempatkan stress tertentu pada hubungan interpersonal.
7
Teori belajar
Menurut ahli teori belajar, anak-anak yang kemudian menderita
skizofrenia mempelajari reaksi dan cara berpikir yang irrasional
dengan meniru orangtuanya yang memiliki masalah emosionalnya
sendiri yang bermakna. Hubungan interpersonal yang dari orang
skizofrenia, menurut teori belajar, juga berkembang karena
dipelajarinya model yang buruk selama masa anak-anak.
Teori sistem keluarga
Menggambarkan perkembangan skizofrenia sebagai suatu
perkembangan disfungsi keluarga.Gregory Bateson (Konsep
ikatan ganda) untuk menggambarkan suatu keluarga dimana
anak-anak mendapatkan pesan yang bertentangan dari
orangtuanya tentang prilaku, sikap, dan perasaan anak. Di dalam
hipotesis tersebut anak menarik diri kedalam psikostik mereka
sendiri untuk meloloskan dari kebingungan ikatan ganda yang
tidak dapat dipecahkan.
5. Gejala klinis
Perjalanan penyakit Skizofrenia dapat dibagi menjadi 3 fase
yaitu fase prodromal, fase aktif dan fase residual.
a. Pada fase prodromal biasanya timbul gejala gejala non
spesifik yang lamanya bisa minggu, bulan ataupun lebih dari
satu tahu sebelum onset psikotik menjadi jelas. Gejala
tersebut meliputi : hendaya fungsi pekerjaan, fungsi sosial,
fungsi penggunaan waktu luang dan fungsi perawatan diri.
Perubahan perubahan ini akan mengganggu individu serta
membuat resah keluarga dan teman, mereka akan mengatakan
“orang ini tidak seperti yang dulu”. Semakin lama fase
prodromal semakin buruk prognosisnya.
8
b. Pada fase aktif gejala positif / psikotik menjadi jelas seperti
tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi
disertai gangguan afek. Hampir semua individu datang
berobat pada fase ini, bila tidak mendapat pengobatan gejala
gejala tersebut dapat hilang spontan suatu saat mengalami
eksaserbasi atau terus bertahan.
c. Fase aktif akan diikuti oleh fase residual dimana gejala
gejalanya sama dengan fase prodromal tetapi gejala positif /
psikotiknya sudah berkurang. Disamping gejala gejala yang
terjadi pada ketiga fase diatas, pendenta skizofrenia juga
mengalami gangguan kognitif berupa gangguan berbicara
spontan, mengurutkan peristiwa, kewaspadaan dan eksekutif
(atensi, konsentrasi, hubungan sosial)
6. Pedoman Diagnostik
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat
jelas:
a. ”thought echo”
b. ”thought insertion or withdrawal”
c. ”thought broadcasting”
d. ”delusion of control”
e. ”delusion of passivity”
f. ”delusional perception”
g. Halusinasi auditorik
h. Waham-waham menetap jenis lainnya.
Atau paling sedikit dua gejala di bawah ini yang harus selalu ada
secara jelas:
a. Halusinasi yang menetap dari panca indera apa saja.
b. Arus pikiran yang terputus atau mengalami sisipan.
c. Perilaku katatonik.
d. Gejala-gejala ”negatif”.
9
Adanya gejala-gejala khas tersebut di atas telah berlangsung lama
selama kurun waktu satu bulan atau lebih. Harus ada suatu
perubahan yang kon sisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan
dari beberapa aspek perilaku pribadi, bermanifestasi sebagai
hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap
larut dalam diri sendiri, dan penarikan diri secara sosial. (Rusdi,
2002).
7. Klasifikasi
Perjalanan gangguan skizofrenik dapat diklasifikasikan
dengan menggunakan kode lima karakter berikut:
a. F20.x0 Berkelanjutan
b. F20.x1 Episodik dengan kemunduran progresif
c. F20.x2 Episodik dengan kemunduran stabil
d. F20.x3 Episodik berulang
e. F20.x4 Remisi tak sempurna
f. F20.x5 Remisi sempurna
g. F20.x8 Lainnya
h. F20.x9 Periode pengamatan kurang dari satu tahun
(Muslim, 2002)
B. Pengobatan
Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan
dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan
respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu
yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan
golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam
riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti
efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali
untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari
10
gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya
bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif
pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek
samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat
antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua
bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik
generasi ke dua (APG ll). APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi
tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg
diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan
pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis
dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan
halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya
adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita
dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG
II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau
antipsikotik atipikal. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah
clozapine, olanzapine, quetiapine dan risperidon.
Pada pemberian obat APG I perlu ditambahkan obat
antikolinergik golongan triheksipenidil untuk mengatasi efek samping.
C. Mekanisme Kerja Obat
1. Bentuk sediaan obat : tablet, ampul, vial
2. Nama paten :
Clorpromazine = Largactic
Trifluoperazine = Stelazine
Haloperidol = Haldol, Lodomer
Risperidon = Risperidal
Clozapin = Clorazol
Quentiapine = Seroquel
Olanzapine = Zyprexa
3. Dosis : 1-3 X sehari
11
4. Mekanisme kerja :
APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik,
mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga
dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama
dapat memberikan efek samping. Sedangkan APG II bekerja
melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur
dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping
extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif.
5. Indikasi : sindrom psikosis
6. Kontraindikasi :
a. Penyakit hati (hepato-toksik)
b. Penyakit darah (hemato-toksik)
c. Epilepsi (menurunkan ambang kejang)
d. Kelainan jantung (menghambat irama jantung)
e. Febris yang tinggi (thermoregulator di SSP)
f. Ketergantungan alkohol (penekanan SSP meningkat)
g. Penyakit SSP (perkinson, tumor otak,dll)
h. Gangguan kesadaran disebabkan “CNS-depresant”
(kesadaran makin memburuk).
7. Efek samping :
Efek samping obat antipsikosis generasi I berupa:
gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar
prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual/ peningkatan
berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif.
Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik
seperti mulut kering pandangan kabur gangguan miksi, defekasi
dan hipotensi.
12
BAB III
ILUSTRASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. I
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Baturan, Fajar Indah, Karanganyar
Pekerjaan : tidak bekerja
Status perkawinan : menikah
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMEA (tidak tamat)
Tanggal masuk RS : 2 Oktober 2010
Tanggal pemeriksaan : 5 Oktober 2010
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Riwayat penyakit pasien diperoleh dari autoanamnesis dan alloanamnesis
pada tangal 5 Oktober 2010. Alloanamnesis dilakukan kepada kakek dan
nenek yang merawat pasien dari bayi hingga sekarang.
A. Keluhan Utama
Pasien berbicara ”ngelantur” dan suka ”ngeluyur”.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang diantar oleh kakek dan tetangga ke IGD RSJD
Surakarta dengan keluhan pasien berbicara ”ngelantur” dan suka
”ngeluyur” sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit.
Sejak kurang lebih 6 bulan setelah ditinggal suami pasien
tinggal bersama kakek dan neneknya dan tidak bekerja. Di rumah,
pasien sering diam dan menyendiri. Pasien juga sering mengeluh
kepada kakek dan nenek tentang suaminya. Pasien mengeluh kenapa
13
suaminya tidak setia seperti suami-suami yang lain. Untuk aktivitas
sehari-hari seperti makan, minum, dan mandi, pasien masih dapat
melakukannya sendiri. Tetapi untuk membantu pekerjaan rumah
seperti membersihkan rumah, pasien melakukan jika disuruh terlebih
dahulu.
C. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1. Riwayat gangguan psikiatri
Dari keterangan kakek dan nenek, saat pasien duduk di kelas 3
SMEA yaitu 1 bulan menjelang ujian akhir nasional pasien tiba-
tiba memutuskan untuk berhenti sekolah. Sebelumnya pasien
jatuh cinta dengan seorang pria dan pria tersebut ingin
menikahinya tetapi tidak diperbolehkan oleh ayah tirinya dengan
alasan masa depan suram. Karena kejadian itu, pasien dibawa ke
Jakarta oleh ayah tiri dan ibunya sehingga tidak menyelesaikan
sekolahnya.
Setelah 3 tahun bekerja membantu ibunya, pasien mulai
menunjukkan gangguan kejiwaan. Pasien sering menyendiri di
kamar dan bicara sendiri. Pasien mengamuk dan berbicara kasar
serta ”ngelantur”, maka oleh keluarga pasien di pulangkan ke
Sukoharjo di rumah kakek dan neneknya. Selama beberapa hari di
rumah, pasien tidak mengalami perbaikan. Kemudian oleh
kakeknya, pasien diantar ke IGD RSJD Surakarta. Untuk pertama
kalinya pasien dirawat inap di RSJD Surakarta (28 Agustus 2006).
Selama kurang lebih sebelas hari di rawat inap, pasien dinyatakan
sembuh dan dibawa pulang keluarga. Karena dirasa sudah sehat
oleh keluarga, pasien tidak rutin kontrol ataupun rawat jalan.
Karena pasien telah sembuh maka pasien diajak ke Jakarta lagi
oleh ibunya untuk membantu berjualan jamu disana. Namun,
hanya bertahan 4 bulan pasien kambuh dan dipulangkan lagi ke
rumah kakek dan neneknya. Pasien kembali di rawat inap di RSJD
14
Surakarta (28 Mei 2008). Kemudian dinyatakan sembuh dan lagi-
lagi tidak kontrol. Beberapa bulan setelah dinyatakan sembuh
pasien dilamar tetangganya untuk dinikahi. Setelah menikah
pasien dan suami kembali ke Jakarta. Karena di Jakarta pasien dan
suaminya tidak bekerja dan dirasa malah menjadi beban maka
pasien dan suaminya disuruh pulang ke Karanganyar.
Sekembalinya dari Jakarta, suami pasien pergi dan tidak
kembali sampai sekarang. Sejak saat itu pasien mulai
mengeluhkan keadaan rumah tangganya. Dan akhirnya pasien
kambuh lagi dan dirawat inap kembali di RSJD Surakarta pada
tanggal 2 Oktober 2010.
2. Riwayat kondisi medis umum
Riwayat asma : disangkal
Riwayat kejang : disangkal
Riwayat trauma kepala : disangkal
3. Riwayat penggunaan zat psikoaktif
Penggunaan zat psikoaktif disangkal oleh pasien maupun kakek
dan neneknya.
III. RIWAYAT KEHIDUPAN PRIBADI
A. Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir secara normal pervaginam, cukup bulan, ditolong oleh
dukun bayi.
B. Masa anak awal (0-3 tahun)
Setelah lahir, pasien hanya minum ASI dari ibunya selama 10 hari.
Ayah pasien meninggal dunia saat usia pasien baru 2 tahun. Tumbuh
kembang anak sesuai dengan teman-teman sebayanya.
15
C. Masa anak pertengahan (4-11 tahun)
Pasien masuk sekolah sama seperti teman-teman sebayanya. Selama
SD pasien adalah anak yang pendiam dan penurut serta tidak pernah
tinggal kelas.
D. Masa anak akhir (pubertas sampai remaja)
Saat duduk di bangku SMP dan SMEA pasien adalah anak yang
pendiam, rajin ke sekolah dan tidak pernah berpacaran seperti teman-
teman yang lain.
E. Masa dewasa
1. Riwayat pendidikan
Pasien tidak menyelesaikan pendidikan SMEA karena dibawa
ayah tiri dan ibunya ke Jakarta.
2. Riwayat pekerjaan
Pasien pernah bekerja di Jakarta bersama ibunya (berjualan jamu).
3. Riwayat perkawinan
Pasien sudah menikah
4. Riwayat agama
Pasien memeluk agama Islam, dan rajin membaca Al-Qur’an.
5. Riwayat psikoseksual
Pasien tidak pernah mendapat kekerasan seksual pada masa anak-
anak.
6. Riwayat aktivitas sosial
Sejak kecil pasien adalah anak pemalu dan kadang-kadang saja
mengikuti kegiatan sosial di lingkungan rumahnya.
7. Riwayat pelanggaran hukum
Pasien tidak pernah melakukan pelanggaran hukum.
8. Riwayat situasi sekarang
Pasien tinggal besama kakek, nenek, dan adik perempuannya.
16
F. Riwayat keluarga
Pasien adalah anak pertama dari lima bersaudara (2 saudara kandung,
3 saudara seibu lain ayah). Terdapat riwayat gangguan serupa pada
keluarga (ayah, adik kandung, dan paman).
Pohon keluarga
Keterangan Gambar :
: lingkaran tanda gambar untuk jenis kelamin perempuan
: kotak tanda gambar untuk jenis kelamin laki-laki
: tanda gambar menunjukkan pasien
/ : blok hitam tanda gambar menunjukkan riwayat gangguan
jiwa
: tanda telah meninggal
17
IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL
A. Gambaran Umum
1. Penampilan
Seorang perempuan, tampak sesuai umur, berambut pendek, dan
perawatan diri baik.
2. Kesadaran
Kuantitatif : compos mentis, GCS E4V5M6
Kualitatif : berubah
3. Perilaku dan Aktivitas Psikomotor
Normoaktif
4. Sikap terhadap Pemeriksa
Kooperatif
5. Pembicaraan
Terdengar pelan tapi jelas, spontan dalam menjawab, dan sesuai
pertanyaan.
B. Alam Perasaan
1. Mood : senang
2. Afek : tumpul
3. Keserasian : tidak serasi
4. Empati : tidak dapat diraba-rasakan
C. Fungsi Intelektual
1. Taraf pendidikan : SMEA (tidak tamat)
2. Daya konsentrasi : baik
3. Orientasi : baik
4. Daya ingat jangka panjang, pendek, segera : baik
5. Pikiran abstrak : baik
6. Bakat kreatif : -
7. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
18
D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : halusinasi visual, melihat Nyi Roro Kidul
2. Ilusi : tidak ditemukan
3. Depersonalisasi : tidak ditemukan
4. Derealisasi : tidak ditemukan
E. Proses Pikir
1. Arus pikir
a. Produktivitas : berbicara spontan, menjawab sesuai
pertanyaan.
b. Kontinuitas : asosiasi baik
c. Hendaya berbahasa : tidak ada
2. Isi pikir
Gangguan isi pikir : waham
a. Waham Kebesaran :
1) Pasien merasa memiliki kemampuan membedakan yang
baik dan buruk dan bisa membaca suara hati seseorang.
2) Pasien merasa ada cahaya yang masuk ke dalam dirinya
(yang diyakini pasien sebagi wahyu) sehingga pasien
memiliki kemampuan diatas.
b. Waham Bizzare
1) Pasien merasa dia adalah anak Nyi Roro Kidul
2) Pasien juga mengetahui budenya juga memiliki pesugihan,
dan dirinya telah dijadikan tumbal sejak dalam kandungan.
3) Pasien juga mengetahui ayah kandungnya meninggal
karena dijadikan tumbal pesugihan yang dilakukan
budenya.
4) Pasien juga mengetahui bahwa ayah tirinya mengguna-
gunai (pelet) ibunya.
c. Waham kejar :
1). Pasien merasa selalu diawasi oleh ayah tirinya
19
2). Pasien mengetahui ayah tirinya mempunyai ilmu hitam dan
selalu ingin menggunakan ilmu hitamnya kepada dirinya
meskipun ayah tirinya berada di Jakarta.
3. Bentuk : non realistik
F. Pengendalian Impuls
Pengendalian impuls pasien tidak terganggu.
G. Daya Nilai
a. Norma sosial : baik
b. Uji daya nilai : baik
c. Penilaian realitas : terganggu
H. Tilikan
Derajat I. Pasien menyangkal penuh bahwa dirinya sakit.
I. Taraf Dapat Dipercaya
Secara keseluruhan dapat dipercaya.
V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Pemeriksaan fisik
1. Status Interna
Keadaan umum baik
Vital sign :
Tekanan darah: 100/80 mmHg
Frekuensi nadi: 96 x/menit
Suhu : 36,5 0C
Frekuensi pernapasan : 22 x/menit
Cor dan Pulmo dalam batas normal
Abdomen: hati dan lien tidak teraba
Ekstremitas : dalam batas normal
20
2. Status Neurologis
Dalam batas normal
B. Laboratorium
Tanggal 5 Oktober 2010 :
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
WBC 4.1 g/dl 4.1 – 10.9
Hct 37.1 % 37-51
Jumlah eritrosit 4.49 (106/µL) 4,20-6,30
Jumlah trombosit 265 (103/µL) 140-440
GDS 108 mg/dl <130
SGOT 26 U/I <31
SGPT 26 U/I <32
Tes kehamilan (-)
VI. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Dari RPS :
Sejak 10 hari sebelum masuk rumah sakit pasien berbicara “ngelantur”
dan suka “ngeluyur”. Pasien dan suaminya tidak bekerja, tinggal bersama
kakek dan neneknya. Suami pasien pergi dan tidak kembali sampai
sekarang sejak 6 bulan yang lalu.
Dari RPD :
Pasien sebelumnya pernah dirawat di RSJD Surakarta. Yang pertama
ketika pasien bekerja membantu ibunya berjualan jamu di Jakarta
(Agustus 2006). Yang kedua ketika pasien diajak kembali bekerja lagi
berjualan jamu bersama ibunya di Jakarta (Mei 2008). Setelah dinyatakan
sembuh dan diperbolehkan pulang dari RSJD Surakarta, pasien tidak
pernah melakukan kontrol rutin.
21
Dari Riwayat Kehidupan Pribadi :
Pasien hanya mendapat ASI dari ibunya selama 10 hari. Dari bayi hingga
dewasa pasien tinggal bersama kakek, nenek, dan adik perempuannya.
Pasien ditinggal pergi ayah kandung (meninggal dunia) ketika umur 2
tahun. Pasien seorang yang pemalu dan lebih suka berdiam di rumah.
Dari pemeriksaan status mental :
Kesadaran kuantitaif compos mentis, kualitatif berubah, psikomotor
normoaktif, mood senang, afek tumpul, keserasian: tidak serasi, daya
konsentrasi dan pikiran abstrak baik, ditemukan halusinasi visual, waham
kebesaran, waham bizzare dan waham kejar, arus pikir : produktivitas
spontan; menjawab sesuai pertanyaan, kontinuitas asosiasi baik, penilaian
reliatas buruk, tilikan derajat I. Pada pemeriksaan status interna dan
neurologis dalam batas normal. Laboratorium dalam batas normal.
VII. FORMULASI DIAGNOSTIK
Pada pasien ini ditemukan adanya gangguan kesehatan dan keluarga
yang secara klinis bermakna dan menimbulkan suatu penderitaan
(distress) dan hendaya (impairment) dalam melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari, fungsi pekerjaan dan perawatan diri. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pasien ini menderita gangguan jiwa.
Diagnosis axis I
Pada pemeriksaan fisik dan neurologis serta wawancara dengan
keluarga pasien, tidak ditemukan adanya kelainan yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyakit pada pasien saat ini. Sehingga
diagnosis gangguan mental organik (F00-09) dapat disingkirkan.
Dari wawancara tidak didapatkan riwayat penggunaan zat-zat aditif
dan psikoaktif sebelumnya, sehingga diagnosis gangguan mental dan
perilaku akibat zat psikoaktif (F10-F19) dapat disingkirkan.
22
Pada pemeriksaan status mentalis didapatkan kesadaran kuantitaif
compos mentis, kualitatif berubah, psikomotor normoaktif, mood senang,
afek tumpul, keserasian: tidak serasi, daya konsentrasi dan pikiran abstrak
baik, ditemukan halusinasi waham, waham kebesaran, waham bizzare,
dan waham kejar. arus pikir : produktivitas spontan; menjawab sesuai
pertanyaan, kontinuitas asosiasi baik, penilaian reliatas buruk, tilikan
derajad I. Pada pemeriksaan status interna dan neurologis dalam batas
normal. laboratorium dalam batas normal.
Berdasarkan data-data tersebut, maka sesuai dengan kriteria PPDGJ-
III untuk axis I ditegakkan diagnosa: F.20.0 Skizofrenia Paranoid.
Dengan DD F.20.5 Skizofrenia Residual
Axis II ciri kepribadian premorbid :
Berdasarkan wawancara dengan anggota keluarga, dimana pasien
mempunyai perilaku pendiam, penurut, lebih suka berdiam di rumah,
tidak pernah berpacaran seperti yang lain, terlalu memikirkan
kritik/cemoohan orang lain. Dengan demikian didapatkan ciri kepribadian
premorbid cemas (menghindar).
Pada Axis III tidak ada diagnosa.
Pada Axis IV didapatkan diagnosis
- Masalah keluarga : kurang kasih sayang orang tua,
ditinggalkan suami.
- Masalah ekonomi : pasien dan suami yang tidak bekerja.
Pada Axis V GAF current 60-51
VIII. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I : F.20.0 Skizofrenia Paranoid
Aksis II : ciri kepribadian premorbid : cemas (menghindar)
23
ς
Aksis III : tidak ada diagnosa
Aksis IV : masalah keluarga, masalah ekonomi
Aksis V : GAF current 60-51
IX. DAFTAR MASALAH
a. Psikologik : adanya gangguan kesadaran kualitatif,
persepsi, arus pikir, isi pikir, dan daya nilai realitas.
b. Masalah keluarga : kurang kasih sayang orang tua,
ditinggalkan suami.
c. Masalah ekonomi : pasien dan suami tidak bekerja.
X. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan :
1. Mengatasi agresivitas, hiperaktivitas, dan labilitas emosional
pasien.
(neuroleptik : Klorpromazin, Haloperidol, Klorprotiksen)
2. Mengurangi kecemasan.
(antiansietas : Diazepam, Klordiazepoksid, Klorazepat)
3. Memperbaiki suasana perasaan (mood).
(antikolinergik : Triheksifenidil, Benztropin)
Penatalaksanaan dilakukan melalui :
a. Psikofarmaka :
Largactil 1 x 100 mg
Dores 3 x 5 mg
Valium 3 x 5 mg
Artane 3 x 2 mg
Penulisan resep :
R/ Largactil tab mg 100 No. III
S 1dd tab I
Pro. Ny. I (25 th)
24
ς
ς
ς
R/ Dores tab mg 5 No. VI
S 3dd tab I
Pro. Ny. I (25 th)
R/ Valium tab. mg 5 No. VI
S 3dd tab. I
Pro. Ny. I (25 th)
R/ Artane tab. mg 2 No. VI
S 3dd tab. I
Pro. Ny. I (25 th)
b. Psikoterapi
Terhadap pasien :
1. Pengenalan terhadap penyakit, manfaat pengobatan, cara
pengobatan, efek samping pengobatan.
2. Memotivasi pasien agar minum obat secara teratur dan rajin
kontrol setelah pulang dari perawatan.
3. Membantu pasien agar dapat kembali melakukan aktivitas
sehari-hari secara bertahap.
Terhadap keluarga :
1. Memberikan pengertian untuk menjaga suasana hati pasien.
Pasien jangan terlalu sedih atau terlalu senang.
2. Menyarankan keluarga jangan membiarkan pasien melamun
atau tanpa aktivitas, keluarga mengarahkan dan mendukung
kegiatan yang disukai pasien dan bermanfaat secara ekonomi.
3. Mengawasi dan mendampingi pasien kontrol meminum obat
secara teratur dan rutin.
25
XI. PROGNOSIS
Prognosis yang meringankan :
1. Kakek yang selalu berinisiatif untuk membawa pasien berobat.
2. Faktor pencetus yang jelas.
Prognosis yang memberatkan :
1. Pasien ditinggalkan suami.
2. Riwayat gangguan kejiwaan dalam keluarga.
3. Kondisi ekonomi keluarga.
Prognosis :
Quo ad vitam : bonam
Quo ad sanam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam
26
BAB IV
PEMBAHASAN
Penatalaksanaan psikofarmaka bagi penderita skizofrenia paranoid
pada contoh kasus adalah sebagai berikut :
A. Klorpromazin (CPZ)
1. Farmakodinamik
a. SSP
CPZ menimbulkan efek sedasi yang disertai sikap acuh tak
acuh terhadap rangsang dari lingkungan. Pada pemakaian lama
dapat timbul toleransi terhadap efek sedasi. Timbulnya sedasi
tergantung dari status emosional penderita sebelum minum obat.
(Syarif, 2008)
b. Otot rangka
CPZ dapat menimbulkan relaksasi otot skelet yang berada
dalam keadaan spastik. (Syarif, 2008)
c. Efek endokrin
CPZ menghambat ovulasi dan menstruasi, serta sekresi
ACTH. Efek terhadap sistem endokrin ini terjadi berdasarkan
efeknya terhadap hipotalamus. (Syarif, 2008)
d. Kardiovaskular
CPZ dapat menimbulkan hipotensi berdasarkan beberapa hal.
(Syarif, 2008)
2. Farmakokinetik
Pada umumnya semua fenotiazin diabsorbsi dengan baik bila
diberikan peroral maupun parenteral. (Syarif, 2008)
3. Efek samping
Batas keamanan CPZ cukup lebar, sehingga obat ini cukup
aman. Efek samping umumnya merupakan efek perluasan
farmakodinamiknya. Mungkin dapat terjadi reaski idiosinkrasi.
(Syarif, 2008)
27
4. Sediaan
CPZ tersedia dalam bentuk tablet 25/100 mg dan larutan
suntik 25 mg/ml. Larutan CPZ dapat berubah warna menjadi merah
jambu pada pengaruh cahaya. (Sulistia, 2005). Dalam kasus ini
digunakan preparat Largactil 1 x 100 mg. (ISFI, 2012).
B. Haloperidol
1. Farmakodinamik
Pada orang normal, efek haloperidol mirip fenotiazin
piperazin. Haloperidol memperlihatkan antipsikotik yang kuat dan
efektif untuk fase mania penyakit manik depresif dan skizofrenia.
(Syarif, 2008)
2. Farmakokinetik
Haloperidol cepat diserap dari saluran cerna. Kadar puncak
dalam plasma tercapai dalam waktu 2-6 jam. Ekskresi lambat melalui
ginjal. (Syarif, 2008)
3. Efek samping
Menimbulkan reaksi ekstrapiramidal dengan insidens yang
tinggi, terutama pada penderita usia muda. Haloperidol sebaiknya
tidak diberikan pada wanita hamil sampai terlihat bukti bahwa obat ini
tidak menimbulkan efek teratogenik. (Syarif, 2008)
4. Sediaan
Dalam kasus ini digunakan preparat Dores 3 x 5 mg. (ISFI,
2012).
C. Diazepam
1. Farmakodinamik
Mekanisme kerja diazepam merupakan potensiasi inhibisi
neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Efek farmakodinamik
lebih luas daripada efek meprobamat dan barbiturat. (Syarif, 2008)
28
2. Farmakokinetik
Setelah pemberian peroral, diazepam mencapai kadar tertinggi
dalam 8 jam dan tetap tinggi selama 24 jam. Ekskresi melalui ginjal
lambat. (Syarif, 2008)
3. Efek samping
Peningkatan hostilitas dan iritabilitas dan mimpi-mimpi hidup
dan mengganggu kadang-kadang dikaitkan dengan pemberian
diazepam. Efek yang unik adalah perangsangan nafsu makan, yang
mungkin ditimbulkan oleh derivat benzodiazepin ini secara mental.
(Syarif, 2008)
4. Sediaan
Diazepam tersedian dalam bentuk tablet 5 dan 10 mg. Dalam
kasus ini digunakan preparat Valium 3 x 5 mg. (ISFI, 2012).
D. Triheksifenidil
1. Farmakodinamik
Obat ini terutama berefek sentral. Khususnya bermanfaat
terhadap Parkinsonisme akibat obat. Misalnya oleh neuroleptik,
termasuk juga antiemetik turunan fenotiazin, yang menimbulkan
gangguan ekstrapiramidal akibat blokade reseptor DA di otak.
Triheksifenidil juga memperbaiki gejala beser ludah (sialorrhea) dan
suasana perasaan (mood). (Syarif, 2008)
2. Farmakokinetik
Tidak banyak diketahui tentang farmakokinetik obat ini. Kadar
puncak triheksifenidil tercapai setelah 1-2 jam. Masa paruh eliminasi
terminal antara 10 dan 12 jam. (Syarif, 2008)
3. Efek samping
a. Sentral
Ataksia, disartria, hipertermia, amnesia, delusi, halusinasi,
somnolen, dan koma. (Syarif, 2008)
29
b. Perifer
Sama dengan atropin. (Syarif, 2008)
4. Sediaan
Tersedia triheksifenidil tablet 2 dan 5 mg. Dalam kasus ini
digunakan preparat Artane 3 x 2 mg. (ISFI, 2012).
30
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Skizofrenia merupakan bentuk gangguan jiwa psikosis fungsional paling
berat, ditandai oleh penyimpangan dari pikiran, persepsi serta emosi, dan lazim
yang menimbulkan disorganisasi personalitas yang terbesar. Dalam kasus berat,
pasien tidak mempunyai kontak dengan realitas, sehingga pemikiran dan
perilakunya abnormal. Perjalanan penyakit ini secara bertahap akan menuju ke
arah kronisitas, tetapi sekali-kali bisa menimbulkan serangan.
Penatalaksanaan pasien skizofrenia memerlukan tindakan yang
berkesinambungan sampai pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari dengan
baik dan dapat kembali ke masyarakat serta agar tidak terjadi relaps.
B. Saran
Peran tenaga medis seperti dokter dan perawat penting dalam pelayanan
rehabilitasi pasien mental khususnya pasien skizofrenik karena dalam kenyataan,
pasien skizofrenia merupakan sebagian pasien kronis di dalam rumah sakit jiwa.
Pasien kronis inilah yang merupakan sasaran pertama dalam upaya rehabilitasi
agar mereka dapat dikembalikan ke masyarakat dan tidak mengisi sebagian
besar rumah sakit jiwa.
Dokter dan perawat merupakan petugas yang kerab melakukan pelayanan
di rumah sakit jiwa, oleh karena itu informasi-informasi, pengalaman-
pengalaman serta usaha-usaha yang dilakukan terhadap pasien skizofrenia akan
sangat berperan baik dalam persiapan, penyaluran/penempatan dan pengawasan
rehabilitasi. Di samping itu, dalam kegiatan rehabilitasi dibutuhkan terutama
keterlibatan keluarga atau masyarakat dalam pelaksanaan dan memperlancar
upaya rehabilitasi. Pada saat seperti itulah tenga medis dapat membantu
memberikan pengarahan mengenai bagaimana keluarga dapat membantu agar
pasien skizofrenia tidak menjadi kambuh kembali yaitu dengan tetap
31
memberikan kegiatan yang berguna kepada pasien dan jangan malah
disembunyikan.
32
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Farmakologi FK UI. 2008. Farmakologi dan Terapi Edisi 5.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
ISFI. 2012. Informasi Spesialite Obat Indonesia. Jakarta : PT. ISFI Penerbitan.
Kaplan, Chaddock. 2010. Sinopsis Psikiatri . Jakarta : BINARUPA AKSARA
Publisher.
Maramis, W.F. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga
University Press.
Muslim R. 2002. Diagnosis Gangguan Jiwa. Jakarta : PT. Dian Rakyat.
33