Presentasi Kasus Neuropati Diabetik
description
Transcript of Presentasi Kasus Neuropati Diabetik
PRESENTASI KASUS
TATALAKSANA PENYAKIT GINJAL KRONIK PADA DIABETES MELITUS TIPE II
OLEH :
Jeffry Foraldy (07120080003)
Pembimbing :
dr. Sugiarto, SpPD
Periode 18 Maret – 26 Mei 2013
DEPARTEMEN PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN
2013
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Pendahuluan
Diabetes melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karateristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang,
disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan
pembuluh darah.1
Diagnosis klinis diabetes melitus umumnya dipikirkan bila ada keluhan khas diabetes melitus
berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan, gatal,
mata kabur, disfungsi ereksi pada pria, dan pruritus vulvae pada wanita.1
Jika keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa ≥ 126
mg/dl juga digunakan untuk patokan diagnosis diabetes melitus. Untuk kelompok tanpa
keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja
abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan
pemastian lebih lanjut dengan mendapati sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa
darah puasa ≥ 126 mg/dl, kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl pada hari yang lain, atau
dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca
pembebanan ≥ 200 mg/dl.1
Nefropati diabetik terjadi akibat komplikasi diabetes yang menyebabkan timbulnya penyakit
ginjal kronik. Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisologis dengan etiologi yang
beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya
berakhir dengan kegagalan fungsi ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu keadaan
klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel dan pada suatu derajat
yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal.2
Diagnosis penyakit ginjal kronik dapat mengacu pada kriteria National Kidney Foundation
(NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (K/DOQI) didasarkan atas 2 kriteria,
yaitu:3
2
1. Kerusakan ginjal ≥ 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal dengan atau
tanpa penurunan penurunan laju filtrasi glomerolus; berdasarkan kelainan patologik
atau petanda kerusakan ginjal seperti adanya kelainan pada komposisi darah atau urin,
atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan.
2. Laju filtrasi glomerolus < 60 ml/min/1,73 m3 selama ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa
kerusakan ginjal.
Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes
melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau 200 µg/menit)
pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan.2
Nefropati diabetik dapat menyebabkan penurunan fungsi ginjal hingga tahap akhir, oleh
karenanya penanganan kasus ini harus dilakukan secara optimal agar dapat mencegah
perusakan ginjal ke tahap yang lebih buruk.
3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Nefropati Diabetika adalah penyakit ginjal akibat penyakit DM yang merupakan penyebab
utama gagal ginjal di Eropa dan USA.2 Ada 5 fase Nefropati Diabetika. Fase I, adalah
hiperfiltrasi dengan peningkatan GFR, AER (albumin ekretion rate) dan hipertropi ginjal.
Fase II ekresi albumin relative normal (<30mg/24j) pada beberapa penderita mungkin masih
terdapat hiperfiltrasi yang mempunyai resiko lebih tinggi dalam berkembang menjadi
Nefropati Diabetik. Fase III, terdapat mikro albuminuria (30-300mg/24j). Fase IV, Dipstick
positif proteinuria, ekresi albumin >300mg/24j, pada fase ini terjadi penurunan GFR dan
hipertensi biasanya terdapat. Fase V merupakan End Stage Renal Disease (ESRD), dialisa
biasanya dimulai ketika GFRnya sudah turun sampai 15ml/mnt.4
2.2. Etiologi
Hipertensi atau tekanan darah yang tinggi merupakan komplikasi dari penyakit DM dipercaya
paling banyak menyebabkan secara langsung terjadinya Nefropati Diabetika. Hipertensi yang
tak terkontrol dapat meningkatkan progresifitas untuk mencapai fase Nefropati Diabetika
yang lebih tinggi (Fase V Nefropati Diabetika).5
2.3. Patofisiologi
Pada diabetes perubahan pertama yang terlihat pada ginjal adalah pembesaran ukuran ginjal
dan hiperfiltrasi. Glukosa yang difiltrasi akan direabsorbsi oleh tubulus dan sekaligus
membawa natrium, bersamaan dengan efek insulin (eksogen pada IDDM dan endogen pada
NIDDM) yang merangsang reabsorbsi tubuler natrium, akan menyebabkan volume ekstrasel
meningkat, terjalah hiperfiltrasi. Pada diabetes, arteriole eferen, lebih sensitive terhadap
pengaruh angiotensin II dibanding arteriole aferen,dan mungkin inilah yang dapat
menerangkan mengapa pada diabetes yang tidak terkendali tekanan intraglomeruler naik dan
ada hiperfiltrasi glomerus.6
2.4. Gambaran Klinik
Diagnosis PGD dimulai dari dikenalinya albuminuria pada penderita DM baik tipe I maupun
tipe II. Bila jumlah protein atau albumin di dalam urin masih sangat rendah, sehingga sulit
untuk dideteksi dengan metode pemeriksaan urin yang biasa, akan tetapi sudah >30 mg/24
4
jam ataupun >20µg/menit disebut juga sebagai mikroalbuminuria. Hal ini sudah dianggap
sebagai nefropati insipien. Derajat albuminuria atau proteinuria ini dapat juga ditentukan
dengan rationya terhadap kreatinin dalam urin yang diambil sewaktu, disebut sebagai
albumin atau kreatinin ratio (ACR). Tingginya ekskresi albumin atau protein dalam urine
selanjutnya akan menjadi petunjuk tingkatan kerusakan ginjal seperti terlihat dalam tabel di
bawah ini:
Tabel 1. Tingkat Kerusakan Ginjal2
Kategori Kumpulan Urin 24
jam (mg/24 jam)
Kumpulan Urin
sewaktu (µg/menit)
Perbandingan
Albumin/Urin
Kreatinin (µg/mg)
Normal <30 <20 <30
Mikroalbuminuria 30-299 20-199 30-299
Albuminuria klinis ≥300 ≥200 ≥300
Tahap I
Pada tahap ini LFG meningkat sampai dengan 40% di atas normal yang disertai pembesaran
ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. Tahap ini masih
reversible dan berlangsung 0 – 5 tahun sejak awal diagnosis DM tipe I ditegakkan. Dengan
pengendalian glukosa darah yang ketat, biasanya kelainan fungsi maupun struktur ginjal
akan normal kembali.2
2. Tahap II
Terjadi setelah 5 -10 tahun diagnosis DM tegak, saat perubaan struktur ginjal berlanjut, dan
LFG masih tetap meningkat. Albuminuria hanya akan meningkat setelah latihan jasmani,
keadaan stress atau kendali metabolik yang memburuk. Keadaan ini dapat berlangsung lama.
Hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya. Progresivitas biasanya terkait dengan
memburuknya kendali metabolik. Tahap ini selalu disebut sebagai tahap sepi (silent stage).7
3. Tahap III
Ini adalah tahap awal nefropati (insipient diabetic nephropathy), saat mikroalbuminuria telah
nyata. Tahap ini biasanya terjadi 10-15 tahun diagnosis DM tegak. Secara histopatologis,
juga telah jelas penebalan membran basalis glomerulus. LFG masih tetap tinggi dan tekanan
5
darah masih tetap ada dan mulai meningkat. Keadaan ini dapat bertahan bertahun-tahun dan
progresivitas masih mungkin dicegah dengan kendali glukosa dan tekanan darah yang kuat.
4. Tahap IV
Ini merupakan tahapan saat dimana nefropati diabetik bermanifestasi secara klinis dengan
proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan biasa, tekanan darah sering meningkat secara
LFG yang sudah menurun di bawah normal. Ini terjadi setelah 15 – 20 tahun DM tegak.
Penyulit diabetes lainnya sudah pula dapat dijumpai seperti retinopati, neuropati, gangguan
profil lemak dan gangguan vascular umum. Progresivitas ke arah tahap akhir penyakit ginjal
hanya dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah dan tekanan
darah.2
5. Tahap V
Ini adalah tahap akhir penyakit ginjal, saat LFG sudah sedemikian rendah sehingga penderita
menunjukkan tanda-tanda sindrom uremik, dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi
pengganti, dialisis maupun cangkok ginjal.2
2.5. Penatalaksanaan
Terapi dasar adalah kendali kadar gula darah, kendali tekanan darah, dan kendali lemak
darah. Disamping itu, perlu pula dilakukan mengubah gaya hidup seperti pengaturan diet,
penurunan berat badan bila berlebih, latihan fisik, dan menghentikan kebiasaan merokok.
Semua tindakan ini adalah juga tindakan preventif terhadap penyakit kardiovaskuler.
Secara non farmakologis terdiri dari 3 pengelolaan penyakit ginjal diabetik yaitu:2,8,9
1. Edukasi.
Hal ini dilakukan untuk mencapai perubahan prilaku, melalui pemahaman tentang penyakit
DM, makna dan perlunya pemantauan dari pengendalian DM, penyulit DM, intervensi
farmakologis dan non-farmakologis, hipoglikemia, dan masalah khusus yang dihadapi.
2. Perencanaan makan.
Perencanaan makan pada penderita DM dengan komplikasi penyakit ginjal diabetik
disesuaikan dengan penatalaksanaan diet pada penderita gagal ginjal kronis. Perencanaan diet
yang diberikan adalah diet tinggi kalori, rendah protein dan rendah garam. Dalam upaya
mengurangi progresivitas nefropati maka pemberian diet rendah protein sangat penting.
6
Dalam suatu penelitian klinik selama 4 tahun pada penderita DM Tipe I diberi diet
mengandung protein 0,9 gr/kgBB/hari selama 4 tahun menurunkan resiko terjadinya penyakit
gagal ginjal tahap akhir (PGTA=ESRD) sebanyak 76 %. Pada umumnya dewasa ini
disepakati pemberian diet mengandung protein sebanyak 0,8 gr/kgBB/hari2 yaitu sekitar 10
% dari kebutuhan kalori pada penderita dengan nefropati overt, akan tetapi bila LFG telah
mulai menurun, maka pembatasan protein dalam diet menjadi 0,6 gr/kgBB/hari mungkin
bermanfaat untuk memperlambat penurunan LFG selanjutnya. Jenis protein sendiri juga
berperan dalam terjadinya dislipidemia. Pemberian diet rendah protein ini harus
diseimbangkan dengan pemberian diet tinggi kalori, yaitu rata-rata 40-50 Kal/24 jam. Untuk
pembatasan asupan garam adalah 4-5 g/hari. Penderita DM sendiri cenderung mengalami
keadaan dislipidemia. Keadaan ini perlu diatasi dengan diet dan obat bila diperlukan.
Dislipidemia diatasi dengan statin dengan target LDL kolesterol < 100mg/dl pada penderita
DM dan < 70 mg/dl bila sudah ada kelainan kardiovaskuler.8,9
3. Latihan Jasmani.
Dilakukan teratur 3-4 kali seminggu, selama kurang lebih 30 menit. Latihan jasmani dapat
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitifitas terhadap insulin, tapi tetap harus
disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani penderita. Contoh latihan jasmani
yang dimaksud adalah jalan, sepeda santai, joging, berenang. Prinsipnya CRIPE (Continous,
Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance). Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah
berjalan 3-5 km/hari dengan kecepatan sekitar 10-12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu.2
Intervensi Farmakologis yang perlu dilakukan adalah :
1. Pengendalian DM
Berbagai penelitian klinik jangka panjang (5-7 tahun) dengan melibatkan ribuan penderita
telah menunjukkan bahwa pengendalian kadar gula darah secara intensif akan mencegah
progresivitas dan mencegah timbulnya penyulit kardiovaskuler, baik pada DM tipe I maupun
tipe II. Oleh karena itu, perlu sekali diupayakan agar terapi ini dilaksanakan sesegera
mungkin. Diabetes terkendali yang dimaksud adalah pengendalian secara intensif kadar gula
darah, lipid dan kadar HbAlc sehingga mencapai kadar yang diharapkan. Selain itu
pengendalian status gizi dan tekanan darah juga perlu diperhatikan.10,11
7
Indikator Target
Gula darah puasa 80-100 g/dl
Gula darah 2 jam post prandial 80-144 g/dl
HbA1C <6.5%
Kolesterol total <200
LDL <100
HDL >45
Trigliserida <150
2. Pengendalian Tekanan Darah
Pengendalian tekanan darah merupakan hal yang penting dalam pencegahan dan terapi
nefropati diabetik. Pengendalian tekanan darah juga telah ditunjukkan memberi efek
perlindungan yang besar, baik terhadap ginjal, renoproteksi maupun terhadap organ
kardiovaskuler. Makin rendah tekanan darah yang dicapai, makin baik pula renoproteksi.
Banyak panduan yang menetapkan target yang seharusnya dicapai dalam pengendalian
tekanan darah pada penderita diabetes.
Pada penderita diabetes dan kelainan ginjal, target tekanan darah yang dianjurkan oleh
American Diabetes Association dan National Heart, Lung, and Blood Institute adalah <
130/80 mmHg, akan tetapi bila proteinuria lebih berat ≥ 1 gr/24 jam, maka target lebih
rendah yaitu < 125/75 mmHg.2
Pengelolaan tekanan darah dilakukan dengan dua cara, yaitu non-farmakologis dan
famakologis. Terapi non-farmakologis adalah melalui modifikasi gaya hidup antara lain
menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, menghentikan merokok, serta
mengurangi konsumsi garam. Harus diingat bahwa untuk mencapai target ini tidak mudah.
Sering harus memakai kombinasi berbagai jenis obat dengan berbagai efek samping dan
harga obat yang kadang sulit dijangkau penderita. Hal terpenting yang perlu diperhatikan
adalah tercapainya tekanan darah yang ditargetkan apapun jenis obat yag dicapai. Akan tetapi
karena Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) dan Angiotensin Reseptor blocker
(ARB), dikenal mempunyai efek antiprotein uric maupun renoproteksi yang baik, maka
selalu disukai pemakaian obat-obatan ini sebagai awal pengobatan hipertensi pada penderita
DM. Pada penderita hipertensi dengan mikroalbuminuria atau makroalbuminuria, ACE
8
inhibitor dan ARB merupakan terapi utama yang paling dianjurkan. Jika salah satu tidak
dapat diterima atau memberikan hasil yang kurang maksimal maka dapat dianjurkan
penggunaan Non Dihydropyridine Calcium–Channel Blockers (NDCCBs).12,13,14
3. Penanganan Gagal Ginjal
Dasar penatalaksanaan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
Terapi konservatif dan terapi pengganti.15
a. Terapi Konservatif
1. Memperkecil beban ginjal atau mengurangi kadar toksin uremik:
a. keseimbangan cairan
b. diet tinggi kalori, rendah protein, dan rendah garam bila ditemukan adanya
oedema atau hipertensi
c. menghindarkan obat-obat nefrotoksik (NSAID, aminoglikosida, tetrasiklin)
2. Memperbaiki faktor-faktor yang reversible
d. mengatasi anemia
e. menurunkan tekanan darah
f. mengatasi infeksi
3. Mengatasi hiperfosfatemia dengan memberikan Ca(CO)3 dan diet rendah fosfat.
4. Terapi penyakit dasar seperti DM.
5. Terapi keluhan:
g. untuk mual/muntah diberikan Metoklopramid
h. untuk gatal-gatal diberikan Dipenhydramin
6. Terapi komplikasi
i. payah jantung dengan Diuretik, vasodilator, dan hati-hati terhadap pemberian
digitalis
b. Terapi pengganti
1. Dialisis
a. hemodialisis
b. dialisis peritoneal mandiri berkesinambungan
c. indikasi : bila Klirens Kreatinin kurang dari 5 cc/menit. \
9
2. Cangkok ginjal
4. Penanganan Multifaktorial
Suatu penelitian klinik dari Steno Diabetes Center di Copenhagen mendapatkan bahwa
penanganan intensif secara multifaktorial pada penderita DM tipe II dengan
mikroalbuminuria menunjukkan pengurangan faktor resiko yang jauh melebihi penanganan
sesuai panduan umum penanggulangan diabets nasional mereka. Juga ditunjukkan bahwa
penurunan yang sangat bermakna pada kejadian kardiovaskuler, termasuk stroke yang fatal
dan nonfatal. Demikian pula kejadian yang spesifik seperti nefropati, retinopati, dan
neuropati autonomik lebih rendah. Yang dimaksud dengan intensif adalah energi yang
dititrasi sampai mencapai target, baik tekanan arah, kadar gula darah, lemak darah dan
mikroalbuminuria juga disertai pencegahan penyakit kardiovaskuler dengan pemberian
aspirin. dalam kenyataanya penderita dengan terapi intensif lebih banyak mendapat obat
golongan ACE-I dan ARB. Demikian juga dengan obat hipoglikemik oral atau insulin. Untuk
pengendalian lemak darah lebih banyak mendapat statin. Bagi penderita yang sudah berada
dalam tahap V gagal ginjal maka terapi yang khusus untuk gagal ginjal perlu dijalankan,
sepeti pemberian diet rendah protein, pemberian obat pengikat fosfat dalam makanan,
pencegahan dan pengobatan anemia dengan pemberian eritropoietin dan lain-lain.16
10
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. T
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 67 tahun
Tempat dan Tanggal Lahir : Sukabumi, 7 Oktober 1945
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Agama : Islam
Alamat : Komplek Kembang Larangan Jl. Brontowali 2 Blok
B23 No. 2
Suku Bangsa : Jawa
Dirawat tanggal : 19 Maret 2013
No. CM : 404759
II. DATA DASAR
A. ANAMNESIS
Autoanamnesis dengan pasien pada Kamis 21 Maret 2013 pukul 10.00 WIB.
Keluhan Utama : Sesak nafas
Keluhan Tambahan : Mata bengkak, perut membuncit, kaki bengkak, gatal-gatal di
badan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan sesak napas sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Awalnya sesak dirasakan kurang lebih sebulan sebelum masuk rumah
sakit, namun tidak terlalu berat dan dirasakan hilang timbul sehingga pasien masih
mampu melakukan aktivitas ringan. Namun sesak dirasakan semakin memberat sejak
2 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus, tidak ada faktor
yang memperingan atau memperberat sesak nafas tersebut. Sesak nafas tidak disertai
dengan batuk, demam, bunyi mengi, ataupun muntah.
11
Sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien juga mengeluhkan mata terasa
sembab, perut terasa membesar, dan kaki membengkak. Bengkak di mata terasa
terutama pada saat bangun tidur, dan semakin sore bengkak di mata berkurang. Perut
terasa membesar perlahan-lahan, awalnya pasien tidak memperhatikan hal tersebut,
namun sejak 2 minggu lalu perut terasa membesar. Tidak ada hal yang memperberat
atau memperingan hal tersebut. Bengkak di kaki terasa jika pasien lama berdiri. Kaki
membengkak disertai rasa nyeri berdenyut. Bengkak berkurang jika pasien berbaring.
Sejak dua bulan sebelum masuk rumah sakit pasien juga mengeluhkan munculnya
gatal-gatal di tubuh terutama pada bagian perut. Gatal terasa sepanjang hari, terus-
menerus. Pasien sudah mencoba mengoleskan dengan minyak angin namun masih
terasa gatal. Gatal terasa sangat mengganggu sehingga pasien sulit tidur.
Tidak ada keluhan buang air besar ataupun keluhan buang air kecil. Pasien memiliki
riwayat menderita penyakit darah tinggi dan diabetes sejak kurang lebih lima tahun
lalu. Pasien mengaku tidak mengkonsumsi obat diabetes atau tekanan darah tinggi
yang diberikan dokter secara rutin.
Riwayat penyakit dahulu :
Pasien pernah dirawat di RSPAD pada awal Januari 2013 karena gula darah rendah.
Riwayat penyakit keluarga :
Pasien tidak mengetahui apakah ada riwayat darah tinggi atau diabetes di keluarganya.
Riwayat Kehidupan Sosial :
Pasien tidak merokok maupun minum alkohol.
B. PEMERIKSAAN FISIK
Kamis, 21 Maret 2013, pukul 10.00 WIB
- Keadaan umum : Tampak sakit sedang
- Kesadaran : Compos mentis
- Berat badan : 55
12
- Tinggi badan : 160 cm
- Keadaan gizi: BMI= 21.48 (Kesan: Normal)
- Penampakan : Sesuai Usia
- Tanda vital :
a. Tekanan darah = 160/90 mmHg
b. Nadi = 80 x/menit, equal, isi cukup, reguler
c. Suhu = 37 0C
d. RR = 20 x/menit
- Kulit : sawo matang, ikterik tidak ada, efloresensi tidak ada, kering.
- Kepala : normocephal, rambut hitam, distribusi merata,
- Wajah : simetris, ekspresi wajar.
- Mata : edema palpebra -/-, konjungtiva pucat (+), sklera ikterik (-), pupil
bulat isokor +/+ diameter 3mm / 3mm.
- Telinga : bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/-.
- Hidung : bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/-.
- Mulut : sianosis (-), faring tidak hiperemis, Tonsil T1-T1 tenang.
- Leher : simetris, pembesaran kelenjar tiroid (-), deviasi trakhea (-), pembesaran
KGB (-), JVP= 5-2 cmH2O
- Thorax
Pulmo :
a. Inspeksi : normochest, retraksi -/-, sela iga tidak melebar
b. Palpasi : taktil fremitus sinistra = dextra
c. Perkusi : sonor pada kedua lapang paru. Batas paru hati pada linea mid-
klavikula dextra ICS V.
d. Auskultasi : suara napas vesikuler, ronki basah kasar +/+, wheezing -/-,
Cor :
a. Inspeksi : tidak tampak iktus cordis
b. Palpasi : iktus cordis teraba, kuat angkat ICS V (teraba 1 jari medial linea
midlavicula kiri)
c. Perkusi : Batas kanan jantung : ICS V linea sternalis kanan, batas kiri
jantung pada ICS V di 1 jari sebelah lateral linea midlavicula kiri, batas pinggang
jantung pada ICS III linea parasternal kiri.
d. Auskultasi : Bunyi jantung I dan II murni reguler, Gallop - , Murmur -
13
- Abdomen:
a. Inspeksi : Datar, caput medusa (-)
b. Auskultasi : bising usus (+) meningkat
c. Palpasi : dinding perut supel, turgor kulit baik, hepar dan Lien tidak teraba
membesar, nyeri tekan (-)
d. Perkusi : timpani, shifting dullness (+)
- Ekstremitas : akral hangat, CRT < 3 detik, terdapat pitting edem pada kedua
tungkai bawah.
C. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan 19/3
(18.00)
20/3
(11.48)
Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 9.3 8.3 13 – 18 gr/dL
Hematokrit 27 27 37– 47 %
Eritrosit 3.1 3.0 4.3 -6 juta/uL
Leukosit 6200 5150 6000 – 10.800/uL
Trombosit 21800 194000 150.000 – 400.000/uL
MCV 87 89 80 – 96 fl
MCH 30 28 27 – 32 pg
MCHC 34 31 32 – 36 g/dL
Kimia
Darah
19/3
(18.00)
20/3
(06.20)
20/3
(11.48)
Nilai Rujukan
Ureum 155 173 187 20 -50 mg/dL
14
Kreatinin 6.5 7.0 7.0 0.5 – 1.5 mg/dL
Natrium 136 134 135 135 - 145
mEq/L
Kalium 5.1 4.7 4.5 3.5 – 5.3 mEq/L
Klorida 107 106 103 97 – 107 mEq/L
Asam urat 7.2 3.5-8.5 mg/dL
Protein total 5.8 6 – 8.5 g/dL
Albumin 2.9 2.8 3.5 – 5 g/dL
Globulin 3.0 2.5 – 3.5 g/dL
Kalsium (Ca) 7.4 8.6-10.3 mg/dL
Phosphate
Inorganic
6.5 2.5-5.0 mg/dL
Magnesium 1.87 1.8-3.0 mg/dL
Kimia Klinik
Analisa Gas Darah
20/3
(06.20)
Nilai
Rujukan
pH 7.318 7.37-7.45
pCO2 25.8 33-44 mmHg
pO2 71.5 71-104 mmHg
Bikarbonat (HCO3) 13.3 22-29 mmol/L
Base Excess -10.9 (-2) – 3 mmol/L
Saturasi O2 93 94%-98%
15
Urinalisa
Urin lengkap
20/3
(11.48)Nilai Rujukan
pH 6.0 4.6 – 8.0
Berat Jenis 1.010 1.010 – 1.030
Protein ++ Negatif
Glukosa - Negatif
Bilirubin - Negatif
Nitrit - Negatif
Keton - Negatif
Eritrosit 2-2-2 < 2 / LPB
Leukosit 4-4-4 < 5 / LBP
Kristal - Negatif
Epitel - Positif
Lain-lain - Negatif
Pemeriksaan Gula Darah
19/3/2013 pukul 18:00, GDS 66 mg/dL
20/3/2013 pukul 06:20, GDS 147 mg/dL
20/3/2013 pukul 11:48, GDP 147 mg/dL, GD2JPP 156 mg/dL
21/3/2013 pukul 05:49, GDS 154 mg/dL
21/3/2013 pukul 11:50, Glukosa Jam 11: 262 mg/dL, HbA1C 7.4 %
21/3/2013 pukul 17:48, GDS 240 mg/dL
D. PEMERIKSAAN RADIOLOGIS
Belum dilakukan pemeriksaan radiologis.
16
III. RINGKASAN
Pasien usia 67 tahun datang dengan keluhan sesak nafas sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit. Pasien juga mengeluhkan bengkak pada mata, perut dan kaki. Terdapat
juga gatal-gatal di perut sejak 2 bulan sebelum masuk rumah. Pasien memiliki riwayat
hipertensi dan diabetes melitus sejak 5 tahun lalu namun tidak rutin melakukan
pengobatan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva pucat, ronki basah kasar
pada kedua lapang paru, shifting dullness, dan pitting edema pada kedua tungkai
bawah. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia, peningkatan ureum dan
kreatitinin, diabetes melitus, asidosis metabolik, hipoalbuminemia, hipokalsemia dan
pada urinalisis didapatkan proteinuria.
IV. DAFTAR MASALAH
1) Diabetes melitus tipe II
2) CKD stage V belum HD
3) Asidosis metabolik
4) Hipertensi grade II, tekanan darah belum terkontrol
5) Anemia normositik normokrom
6) Hipoalbuminemia
7) Hiperfosfatemia
8) Hipokalsemia
V. RENCANA PENATALAKSANAAN
1) Rencana Diagnostik
a. Darah lengkap, kurva gula darah harian, ureum, kreatinin, urinalisis, elektrolit,
protein urine 24 jam, analisa gas darah.
b. Cek thorax foto dan USG
2) Rencana Terapi
Non-Medikamentosa
a. Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari
17
Medikamentosa
a. IVFD Triofusin 500cc/24 jam
b. Amlodipin 1x10 mg
c. Novorapid 3x8U
d. Asam folat 1x15
e. B12 3x50mcg
f. Bicnat 3x1
g. CaCO3 3x1
h. Domperidone 3x10mg
VI. PENGKAJIAN
1) Diabetes melitus tipe II
S : Riwayat diabetes sejak kurang lebih 5 tahun lalu, konsumsi obat tidak teratur,
dan pada bulan Januari 2013 pasien pernah dirawat di RSPAD karena
hipoglikemia.
O :
o Pemeriksaan fisik : -
o Pemeriksaan penunjang : HbA1C 7.4 %.
A : Diabetes melitus tipe 2, gula darah belum terkontrol dengan riwayat
hipoglikemia.
P :
o Rencana diagnosis : Cek kurva gula darah harian.
o Terapi : Novorapid 3x8U
2) CKD stage V
S : sesak nafas, mual, bengkak di mata, perut, dan tungkai bawah, serta gatal-gatal
di seluruh tubuh.
O :
o Pemeriksaan fisik : konjungtiva pucat (+), shifting dullness (+), dan pitting
edema di tungkai bawah.
18
o Pemeriksaan darah : Ureum 187 mg/dl, kreatinin 7.0 mg/dl, pH 7.381. Laju
filtrasi glomerulus berdasarkan Cockcroft-Gault formula = 7 ml/menit.
Albumin 2.8 g/dl, kalsium 7.4 mg/dl, Hb 8.3 gr/dl.
A : CKD stage V belum HD dengan asidosis metabolik, anemia normositik
normokrom, hipoalbuminemia, hiperfosfatemia hdan hipokalsemia.
P :
o Terapi : IVFD Triofusin 500cc/24 jam, diet lunak ginjal 1700 kkal/hari,
Domperidone 3x10mg, CaCO3 3x500mg, Asam folat 1x15mg, B12
3x50mcg, BicNat 3x1, ukur balance cairan/24 jam.
o Rencana diagnosis : Urine protein 24 jam, ureum, kreatinin, elektrolit,
urinalisis. Cek Anti HCV, anti HIV, HbsAg.
3) Hipertensi grade II
S : riwayat hipertensi sejak 5 tahun lalu, konsumsi obat tidak rutin
O :
o Pemeriksaan fisik : didapatkan tekanan darah 160/90 mmHg.
A : Hipertensi grade II, tekanan darah tidak terkontrol
P :
o Terapi : Amlodipin 1x10 mg
Pada pasien ini disarankan untuk mendapat jumlah kalori sebanyak : 1350 kal/hari.
Berat badan ideal = 90% x (160-100) x 1 kg = 54 kg
Kebutuhan kalori = 25 kal/kg x 54 kg = 1350 kal
Umur 67 tahun = 1350 kal – (10% x 1350 kal) = 1215 kal
Aktivitas ringan = 1215 kal + (10% x 1350 kal) = 1350 kal
Diet protein 0.8 gr/kgBB/hari, jika terjadi penurunan fungsi ginjal yang bertambah berat, diet
protein diturunkan 0.6-0.8 gram/kgBB/hari. Rekomendasi dari K-DOQI untuk
mempertahankan keadaan klinik stabil pada pasien penyakit ginjal kronik setelah dilakukan
HD reguler adalah 1,2 gram protein/kgBB/hr, di mana 50% protein dianjurkan yang
mempunyai nilai biologi tinggi. Diet rendah protein akan menurunkan hasil katabolisme
protein dan asam amino berupa ureum, fosfat dan toksin uremik lainnya yang tidak dapat
diekskresikan oleh ginjal. Kebutuhan kalori harus dipenuhi guna mencegah terjadinya
19
pembakaran protein tubuh dan merangsang pengeluaran insulin. Selain itu pada pasien ini
juga seharusnya dilakukan diet rendah garam karena adanya hipertensi dan edema.
Untuk mencegah osteodistrofi tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder, kadar fosfat serum
harus dikendalikan dengan diet rendah fosfat (terutama daging dan susu). Apabila LFG < 30
ml/menit, diperlukan pemberian pengikat fosfor seperti kalsium karbonat atau kalsium asetat
yang diberikan pada saat makan. Pada penderita ini juga diberikan CaCO3 3x500 mg untuk
mencegah terjadinya hiperfosfatemia, sehingga hipokalsemia dan hiperparatiroidisme dapat
dicegah.
Pada penatalaksanaan pasien ini diberikan asam folat. Pemberian asam folat dimaksudkan
untuk mengatasi keadaan hiperhomositein pada penyakit ginjal kronik. Peningkatan kadar
homosistein dapat meningkatkan resiko terjadinya penyakit kardiovaskular. Selain itu asam
folat juga dimaksudkan untuk mengatasi anemia pada pasien penyakit ginjal kronik yang
disebabkan oleh defisiensi asam folat.
Pasien ini didiagnosa dengan hipertensi derajat II, sehingga modalitas terapi yang digunakan
adalah kombinasi dua atau lebih macam obat antihipertensi. Pada pasien ini diberikan hanya
diberikan amlodipin. Salah satu mekanisme terjadinya hipertensi pada pasien PGK adalah
melalui aktivasi sistem renin angiotensin, oleh sebab itu terapi lini pertama adalah anti
hipertensi golongan ACE Inhibitor. Suatu penelitian membuktikan bahwa pemberian ACE
inhibitor dapat menurunkan proteinuria dan memperbaiki perubahan glomerulus berkaitan
dengan penurunan tekanan hidrostatik glomerulus. ACE inhibitor juga menurunkan cedera
tubulointerstitial pada percobaan Diabetes. Suatu penelitian pada manusia juga menunjukkan
ACE inhibitor menghambat progresi mikroalbuminuria pada diabetes tipe 1 dan 2. Kombinasi
yang disukai untuk hipertensi pada DM adalah ACE inhibitor dan Angiotensin Reseptor
Blocker (ARB) karena efek antiprotein uric maupun renoproteksi yang baik.
Penggunaan Calsium Channel Blocker pada hipertensi dengan DM dan PGD masih
merupakan 24 kontroversi, karena penggunaan tunggal dapat meningkatkan proteinuria dan
angka kejadian kardiovaskuler. Namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa penggunaan
CCB apabila dikombinasikan dengan ACE inhibitor tidak terbukti meningkatkan risiko
kardiovaskuler.Target terapi pada pasien hipertensi dengan PGK adalah < 130/80.
Pada pasien ini dilakukan HD karena terjadi bendungan paru yang ditandai dengan sesak
napas yang berat. Indikasi klinik untuk dilakukan hemodialisis adalah:
20
1. Indikasi cito
Pericarditis/efusi perikardium
Ensefalopati/neuropati azotemik
Bendungan paru dan kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik.
Hiperkalemia (> 6,5)
2. Indikasi elektif
Sindrom uremia
Hipertensi sulit terkontrol
Overload cairan
Persiapan preoperasi
Oliguria-anuria (3-5 hari)
BUN > 120 mg% dan kreatinin > 10mg% atau CCT < 5 ml/menit.
Kreatinin klirens <15 ml/menit.
VII. PROGNOSIS
Quo ad vitam = dubia ad malam
Quo ad functionam = dubia ad malam
Quo ad sanationam = dubia ad malam
Prognosis pasien ini dubia ad malam. Pasien sudah masuk dalam tahap gagal ginjal kronik
dan sampai saat ini terapi definitif untuk gagal ginjal kronik adalah terapi pengganti baik itu
transplantasi, hemodialisis, maupun peritonial dialisis. Pasien dengan gagal ginjal kronik juga
memiliki berbagai macam komplikasi oleh karena hipertensi, anemia, asidosis, maupun
uremic toksin yang juga bisa memperburuk prognosis pada pasien ini.
VIII. FOLLOW UP
Senin 25 Maret 2013 Selasa 26 Maret 2013
S : Sesak nafas berkurang, masih gatal di
daerah perut
Sesak nafas (-), masih gatal di daerah
perut, perut begah
O : KU/Kes : TSS/CM
TD : 150/80 mmHg, N : 80x/m, R : 20x/m
Kepala : normosefal
Mata : CA -/-, SI -/-
KU/Kes : TSS/CM
TD : 150/80 mmHg, N : 80x/m, R : 20x/m
Kepala : normosefal
Mata : CA -/-, SI -/-
21
Leher : JVP 5-2 mmH2O, KGB tidak
teraba
Paru : suara nafas vesikuler, wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) N, shifting
dullness (+), hepar lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema superior
-/-. Inferior +/+
Leher : JVP 5-2 mmH2O, KGB tidak
teraba
Paru : suara nafas vesikuler, wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) N, shifting
dullness (+), hepar lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema superior
-/-. Inferior -/-
A : DM Tipe 2, NW, GD dalam reg. Insulin
CKD St. V, belum HD dengan gastropati
uremik
HT grade I, TD belum terkontrol
Hipoalbuminemia
Anemia
Hipokalsemia
DM Tipe 2, NW, GD dalam reg. Insulin
CKD St. V, belum HD dengan gastropati
uremik
HT grade I, TD belum terkontrol
Hipoalbuminemia
Anemia
Hipokalsemia
P : Dx : konsul kulit kelamin, USG abdomen,
Ur/Cr
Th :
O2 3L
Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari
IVFD triofusin 500cc/24 jam
Amlodipin 1x10 mg
As. Folat 1x15 mg, B12 3x50 mg, Bicnat
3x1, CaCO3 3x1
Novaravid 3x8 mg
Domperidon 3x10 mg
Ceftriaxone 1x2 gr
Ketokonazol salep
Cetrizine
Th :
O2 3L
Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari
IVFD triofusin 500cc/24 jam
Amlodipin 1x10 mg
As. Folat 1x15 mg, B12 3x50 mg, Bicnat
3x1, CaCO3 3x1
Novaravid 3x8 mg
Domperidon 3x10 mg
Ceftriaxone 1x2 gr
Ketokonazol salep
Ceftrizine
Rabu 27 Maret 2013 Kamis 28 Maret 2013
22
S : Gatal di daerah perut Gatal di daerah perut, tidak sesak, perut
begah
O : KU/Kes : TSS/CM
TD : 140/80 mmHg, N : 80x/m, R : 20x/m
Kepala : normosefal
Mata : CA -/-, SI -/-
Leher : JVP 5-2 mmH2O, KGB tidak
teraba
Paru : suara nafas vesikuler, wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) N, shifting
dullness (+), hepar lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema superior
-/-. Inferior -/-
KU/Kes : TSS/CM
TD : 140/80 mmHg, N : 80x/m, R : 20x/m
Kepala : normosefal
Mata : CA -/-, SI -/-
Leher : JVP 5-2 mmH2O, KGB tidak
teraba
Paru : suara nafas vesikuler, wheezing -/-,
rhonki -/-
Jantung : BJ I/II reguler, murmur (-),
gallop (-)
Abdomen : datar, BU (+) N, shifting
dullness (+), hepar lien tidak teraba
Ekstremitas : akral hangat, edema superior
-/-. Inferior -/-
A : DM Tipe 2, NW, GD dalam reg. Insulin
CKD St. V, belum HD dengan gastropati
uremik
HT grade I, TD belum terkontrol
Hipoalbuminemia
Anemia
Hipokalsemia
DM Tipe 2, NW, GD dalam reg. Insulin
CKD St. V, belum HD dengan gastropati
uremik
HT grade I, TD belum terkontrol
Hipoalbuminemia
Anemia
Hipokalsemia
P : Th :
O2 3L
Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari
IVFD triofusin 500cc/24 jam
Amlodipin 1x10 mg
As. Folat 1x15 mg, B12 3x50 mg, Bicnat
3x1, CaCO3 3x1
Novaravid 3x8U
Domperidon 3x10 mg
Ceftriaxone 1x2 gr
Th :
O2 3L
Diet lunak ginjal 1700 kkal/hari
IVFD triofusin 500cc/24 jam
Amlodipin 1x10 mg
As. Folat 1x15 mg, B12 3x50 mg, Bicnat
3x1, CaCO3 3x1
Novaravid 3x8U
Domperidon 3x10 mg
Ceftriaxone 1x2 gr
23
Ketokonazol salep Ketokonazol salep
Hasil Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan 25/3
(06.09)
28/3
(05.45)
3/4
(05.31)
Nilai Rujukan
Hematologi
Hemoglobin 8.5 8.2 9.0 13 – 18 gr/dL
Hematokrit 26 25 26 37– 47 %
Eritrosit 3.0 2.9 3.0 4.3 -6 juta/uL
Leukosit 4200 4200 9700 6000 – 10.800/uL
Trombosit 172000 171000 190000 150.000 – 400.000/uL
MCV 86 87 86 80 – 96 fl
MCH 29 28 30 27 – 32 pg
MCHC 33 33 35 32 – 36 g/dL
Kimia
Darah
25/3
(06.09)
28/3
(05.45)
3/4
(05.31)
Nilai Rujukan
Ureum 202 220 182 20 -50 mg/dL
Kreatinin 7.3 7.0 6.0 0.5 – 1.5 mg/dL
Natrium 138 139 138 135 - 145
mEq/L
Kalium 4.3 4.0 3.9 3.5 – 5.3 mEq/L
Klorida 108 109 103 97 – 107 mEq/L
24
Pemeriksaan Gula Darah
25/3/2013 pukul 06:09, GDS 117 mg/dL
25/3/2013 pukul 11:20, Glukosa Jam 11: 114 mg/dL
25/3/2013 pukul 17:42, GDS 126 mg/dL
28/3/2013 pukul 10:14, Glukosa Jam 7: 88 mg/dL, Glukosa Jam 11: 107 mg/dl
28/3/2013 pukul 16:54, GDS 165 mg/dL
1/4/2013 pukul 11:34, Glukosa Jam 7: 62 mg/dL, Glukosa Jam 11: 60 mg/dl
1/4/2013 pukul 17:03, GDS 50 mg/dl
1/4/2013 pukul 20:00, GDS : 110 mg/dl
2/4/2013 pukul 06:00, GDS : 182 mg/dl
3/4/2013 pukul 05:31, GDS : 119 mg/dl
Protein Urin 24 Jam
22/3/2013 pukul 09:27, Protein Urin 24 Jam 2672 mg/24 jam
Imunoserologi
28/03/2013
o HbsAg (Rapid) : non reaktif
o Anti HCV : non reaktif
o Anti HIV : non reaktif
Hasil Pemeriksaan Radiologis
USG ABDOMEN (22 Maret 2013)
Hepar : Ukuran / countur : normal. Internal cohostructure : normoechoic
Tak tampak lesi fokal.
Kd. Empedu : Ukuran / countur : normal. Tak tampak tanda-tanda batu / peradangan
Pankreas : Ukuran dan echostructure : normal
Lien : Tak membesar
Kedua ginjal : Mengecil, echo meningkat. Batas cortex kabur. Pelvio calyces tak melebar
Batu (-)
V. Urinaria : Ukuran / countur : normal. Tak tampak tanda-tanda batu / peradangan
25
Ascites : (+) / banyak
KESAN : CRF grade IV bilateral + ascites
FOTO THORAX (2 April 2013)
Cor : CTR > 50%
Pulmo : Perivasculer oedem (+/+)
KESAN : Kardiomegali & lung oedem.
26