PRESENTASI KASUS Kepada Yth

25

Transcript of PRESENTASI KASUS Kepada Yth

Page 1: PRESENTASI KASUS Kepada Yth
Page 2: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

1

PRESENTASI KASUS Kepada Yth:

Dipresentasikan pada :

Hari/Tanggal :

Jam : WITA

KUSTA TIPE BORDERLINE LEPROMATOSA

DENGAN ERITEMA NODOSUM LEPROSUM

BERAT, ANEMIA DAN CACAT KUSTA TINGKAT 2

Oleh :

dr. Indra Teguh Wiryo

Pembimbing:

Dr. dr. AAGP Wiraguna, Sp.KK (K), FINSDV, FAADV

PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNUD/RSUP SANGLAH DENPASAR

2018

Page 3: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

2

PENDAHULUAN

Kusta merupakan infeksi kronis yang terutama menyerang kulit dan sistem saraf tepi.1,2

Kusta yang sering disebut sebagai Morbus Hansen (MH) disebabkan oleh Mycobacterium

leprae.3 Penyakit ini merupakan salah satu penyakit menular yang menimbulkan masalah

yang kompleks bukan hanya dari segi medis seperti cacat fisik, tetapi juga masalah sosial

dan ekonomi.4

Berdasarkan laporan World Health Organization (WHO) yang diterima dari 145

negara di seluruh dunia, prevalensi kusta tahun 2015 sebesar 174.608 kasus, dengan angka

prevalensi 0,29 per 10.000 penduduk.5 Indonesia menempati urutan prevalensi ketiga di

dunia setelah India, dan Brazil dengan jumlah kasus baru terbanyak merupakan tipe

multibasiler (MB).5,6

Berdasarkan data registrasi di rumah sakit umum pusat Sanglah

terdapat 172 kasus baru kusta selama kurun waktu 2 tahun sejak tahun 2015 hingga 2016,

dengan 37 kasus merupakan kusta tipe borderline-lepromatous (BL).7

Jumlah Kasus

Eritema Nodosum Leprosum (ENL) berdasarkan catatan kunjungan Poliklinik Kulit

Kelamin RSUP Sanglah tercatat 33 kasus setelah pengobatan MDT dan 8 kasus sebelum

mendapat pengobatan MDT selama periode waktu 2015-2016.7

Manifestasi klinis kusta sangat bervariasi. Riddley dan Jopling membagi penyakit

ini menjadi lima kelompok berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan

imunopatologis. Klasifikasi Riddley dan Jopling tersebut adalah tipe tuberkuloid polar

(TT), tipe borderline tuberkuloid (BT), tipe mid borderline (BB), tipe borderline

lepromatosa (BL), dan tipe lepromatosa polar (LL). Sedangkan WHO membedakan kusta

menjadi dua kelompok untuk memudahkan pengobatan, yaitu tipe pausibasiler (PB) dan

multibasiler (MB).8,9

Pada perjalanan klinisnya seringkali didapatkan suatu episode inflamasi akut yang

disebut sebagai reaksi kusta. Reaksi kusta dapat terjadi sebelum, selama dan sesudah

pengobatan Multi Drug Therapy (MDT). Reaksi kusta merupakan salah satu penyebab

utama kerusakan saraf yang dapat mengakibatkan terjadinya gangguan fungsi saraf,

deformitas dan disabilitas. Terdapat tiga tipe reaksi kusta yaitu reaksi kusta tipe 1 atau

reaksi reversal, reaksi kusta tipe 2 atau eritema nodosum leprosum (ENL) dan fenomena

Lucio.10,11,12

Page 4: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

3

Kusta merupakan penyebab utama neuropati perifer dan kecacatan di antara

penyakit infeksi.4,8

Derajat cacat kusta menurut WHO dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu

tingkat 0 tidak ada anestesi dan kelainan anatomis, tingkat 1 ada anestesi tetapi tidak ada

kelainan anatomis serta tingkat 2 yang didapatkan kelainan anatomis.13

Anemia merupakan temuan klinis yang cukup sering ditemukan pada kusta

terutama pada penderita yang belum mendapat pengobatan yang adekuat.14

Pada kusta

terdapat dua tipe anemia yang dapat terjadi yaitu anemia hemolitik karena dapson dan

anemia of chronic disease.15

Berikut ini dilaporkan satu kasus kusta tipe borderline lepromatosa dengan ENL

berat, cacat kusta tingkat 2 dan anemia. Kasus ini dilaporkan dengan tujuan memberikan

pemahaman yang lebih baik tentang kusta, reaksi ENL, cacat kusta tingkat 2 dan anemia

pada kusta serta penatalaksanaannya.

KASUS

Seorang laki - laki, usia 33 tahun, suku Bali, warga negara Indonesia, dengan nomor rekam

medis 18.02.45.33, datang ke Unit Gawat Darurat Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)

Sanglah Denpasar pada tanggal 14 Juni 2018. Pasien membawa rujukan dari Rumah Sakit

Umum (RSU) Negara dengan diagnosis suspek morbus hansen dengan eritema nodosum

leprosum berat.

Berdasarkan anamnesis didapatkan keluhan berupa keluhan mati rasa dan sering

kesemutan pada kedua kaki sejak 3 minggu yang lalu. Sepuluh hari yang lalu muncul

bercak kemerahan pada wajah, badan, kedua tangan dan kaki. Pasien tidak merasakan gatal

maupun nyeri pada lokasi bercak. Beberapa kuku kaki pasien juga terlepas tanpa pasien

sadari, pasien mengaku hanya merasakan sedikit nyeri pada lokasi kuku yang terlepas

tersebut. Delapan hari yang lalu, muncul bentol bentol kemerahan yang terasa nyeri di

seluruh tubuh pasien, pasien juga mengeluhkan demam yang dirasakan hilang timbul.

Keluhan tersebut dirasakan semakin berat dan pasien juga merasa lemas sehingga pasien

memutuskan untuk berobat ke RSU Negara dan kemudian dirujuk ke RSUP Sanglah

Denpasar.

Dari riwayat penyakit dahulu, pasien mengatakan tidak pernah mengalami keluhan

serupa sebelumnya. Riwayat alergi obat, atopi, kencing manis, penyakit kuning dan

Page 5: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

4

keganasan disangkal. Dari riwayat pengobatan, delapan hari yang lalu pasien mengaku

minum obat parasetamol yang diberikan oleh dokter umum. Pasien mendapat infus

parasetamol 1 gram secara intravena dari RSU Negara pada saat pasien berobat ke sana.

Pasien mengaku pernah mengoleskan alkohol pada lesi di kulitnya, namun tidak didapatkan

adanya perubahan. Dari riwayat penyakit keluarga, kakak laki – laki pasien diketahui

menderita penyakit kusta dan telah mendapat pengobatan MDT. Riwayat penyakit kencing

manis, penyakit kuning pada keluarga disangkal.

Pasien berasal dari Negara, Bali dan tinggal di sana sejak lahir hingga saat ini.

Alamat rumah pasien di Jalan Salya Link Tinyeb, Desa Banjar Tengah, Kecamatan Negara.

Pasien bekerja sebagai buruh bangunan. Sehari – hari pasien mengaku makan tidak teratur,

biasanya hanya nasi dan sayur saja. Untuk makan daging atau ikan cukup jarang kira – kira

hanya 5-7 hari sekali. Pasien mengaku minum susu sebanyak 1 kali sehari. Sepengetahuan

pasien tidak ada tetangga yang pernah menderita penyakit serupa maupun sakit kulit yang

perlu minum obat dalam jangka waktu lama.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien lemah, kesadaran kompos

mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 100 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu

aksiler 37⁰C, visual analogue scale (VAS) 2. Berat badan pasien 55 kg, tinggi badan 170

cm, indeks massa tubuh 19,03. Status generalis pasien didapatkan kepala normosefali,

terdapat madarosis pada kedua alis, mata tampak anemis, namun tidak didapatkan tanda

ikterik dan lagoftalmos. Pemeriksaan telinga didapatkan infiltrat pada kedua cuping telinga.

pada hidung dan tenggorokan tidak ditemukan adanya kelainan. Pemeriksaan jantung

didapatkan suara jantung S1 dan S2 tunggal, reguler, tidak didapatkan murmur.

Pemeriksaan paru didapatkan suara nafas vesikuler, tidak didapatkan ronkhi ataupun

wheezing. Pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus dalam batas normal, tidak terdapat

distensi, hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas didapatkan teraba hangat,

tidak terdapat edema. Pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada kelenjar

submandibular kiri dan kanan. Pemeriksaan rambut tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan

kuku tampak kuku digiti I-IV kaki kiri dan kanan sudah terlepas.

Status dermatologis pada regio fasialis didapatkan makula dan patch

hiperpigmentasi multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi antara 0,3x0,5

cm – 0,5x1cm tersebar diskret dengan distribusi simetris dan nodul eritema multipel bentuk

Page 6: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

5

bulat, batas tegas, ukuran diameter bervariasi antara 0,3 – 0,5cm tersebar diskret dengan

distribusi simetris, pada palpasi terdapat konsistesi lunak, nyeri tekan dan hangat pada

perabaan, tampak madarosis pada kedua alis mata (gambar 1a). Regio aurikularis sinistra

didapatkan ulkus soliter, bentuk geografika, dinding landai, dasar ditutupi krusta kuning

kecoklatan, ukuran 0,3x0,5x0,1cm (gambar 1b). Tampak infiltrat pada kedua aurikularis

dekstra dan sinistra (gambar 1b-c).

Gambar 1a. Makula dan patch hiperpigmentasi, nodul eritema pada regio fasialis, serta madarosis pada

kedua alis mata Gambar 1b. Ulkus soliter pada aurikularis sinistra. Gambar 1b-c. Infiltrat pada regio

aurikularis dekstra dan sinistra.

Status dermatologis regio thorakoabdominal anterior dan posterior, ekstremitas

superior dan inferior dekstra dan sinistra didapatkan makula dan patch hiperpigmentasi

multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi antara 0,3x0,5 cm – 0,5x1 cm

tersebar diskret dengan distribusi simetris dan nodul eritema multipel bentuk bulat, batas

tegas, ukuran diameter bervariasi antara 0,3 – 0,5cm tersebar diskret dengan distribusi

simetris, pada palpasi terdapat konsistensi lunak, nyeri tekan dan hangat pada perabaan,

xerotic skin (+) (gambar 2a-e). Regio kuku digiti I-IV pedis dekstra et sinistra didapatkan

ekskoriasi multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran 0,1x0,2 – 0,2x0,3cm ditutupi

krusta coklat kehitaman, anonychia (+) (gambar 3a-b).

1b 1a 1c

Page 7: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

6

Gambar 2a-d Makula dan patch hiperpigmentasi dan nodul eritema pada regio thorakoabdominal anterior

dan posterior, ekstremitas superior dan inferior dekstra dan sinistra. Gambar 3a-b. Ekskoriasi multipel

ditutupi krusta coklat kehitaman dan anonychia pada digiti I-IV pedis dekstra et sinistra.

Pemeriksaan sensibilitas didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri dan suhu

pada dorsum dan plantar pedis dekstra et sinistra. Pemeriksaan saraf ditemukan penebalan

saraf pada nervus ulnaris sinistra, nervus peroneus komunis dekstra et sinistra dan nervus

tibialis posterior dekstra et sinistra tanpa disertai nyeri tekan. Pemeriksaan voluntary

muscle test pada lengan dan tungkai didapatkan kekuatan otot masih dalam batas normal

(grade 5).

Pemeriksaan hapusan sayatan kulit pada cuping telinga kanan ditemukan 7-10

kuman Basil Tahan Asam (BTA) / 1 lapang pandang (+3) fragmented, cuping telinga kiri

20-30 Basil Tahan Asam (BTA) / 1 lapang pandang (+4) fragmented, dan pada lesi di

manus sinistra didapatkan 5-10 Basil Tahan Asam (BTA) / 10 lapang pandang (+2)

fragmented. Indeks bakteriologis didapatkan +3 dan indeks morfologis 0. Dilakukan juga

pemeriksaan gram pada lesi ekskoriasi di kaki dan lesi ulkus di telinga kiri dan hasilnya

didapatkan leukosit 3-5/ lapang pandang dan bakteri kokus gram positif.

2a 2b 2d

2e 3a 3b

2c

Page 8: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

7

Pada pemeriksaan darah lengkap tanggal 14 Juni 2018 didapatkan leukosit

24,63x103/µL (4,1-11), neutrofil 19,88x10

3/µL (2,5-7,5), limfosit 3,21x10

3/µL (1,0-4,0),

monosit 1,27x103/µL (0,1-1,25), eosinofil 0,17x10

3/µL (0,0-0,5), basofil 0,11x10

3/µL (0,0-

0,1), eritrosit 3,24x106/µL (4,0-5,2), hemoglobin 7,82g/dL (13,5-17,5), hematokrit 25,66%

(41-53), MCV 79,52fL (80-100), MCH 24,16pg (26-34), MCHC 30,49g/dL (31-36),

trombosit 576,5x103/µL (150-440). Pemeriksaan fungsi hati didapatkan SGOT 25U/L (11-

27) dan SGPT 18.5U/L (10-35). Pemeriksaan fungsi ginjal didapatkan ureum 4,9mg/dL (8-

23) dan kreatinin 0,4mg/dL (0,5-0,9). Pemeriksaan glukosa darah sewaktu didapatkan

95mg/dL (70-140). Urinalisis mendapatkan berat jenis 1,001 (1,003-1,035), pH 6,5 (4,5-

8,00), tidak ditemukan adanya leukosit, nitrit, protein, glukosa, keton, urobilinogen,

bilirubin, dan eritrosit, serta sedimen urin didapatkan leukosit 0 (<2), eritrosit 1 (<2), epitel,

bakteri, dan kristal tidak ditemukan.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan, diagnosis pada pasien adalah kusta tipe borderline lepromatosa (BL) disertai

eritema nodosum leprosum (ENL) berat dan cacat kusta tingkat 2 dengan diagnosis

banding kusta tipe lepromatosa polar (LL) disertai eritema nodosum leprosum (ENL) berat

dan cacat kusta tingkat 2.

Penatalaksanaan yang diberikan adalah rawat inap, infus NaCl 0,9% 20 tetes per

menit, pemberian multidrug therapy multibasiller (MDT MB) paket pertama (rifampicin

600mg/bulan, klofazimin 300mg/bulan, dilanjutkan dengan dosis 50mg/hari, dapson

100mg/hari) pemberian ditunda menunggu hasil konsul Bagian Penyakit Dalam,

metilprednisolon 16 mg -16 mg – 16mg per oral, asam mefenamat 3x500 mg peroral,

vitamin B1, B6, B12 1 tablet/hari per oral, kompres NaCl 0,9% pada lesi ulkus setiap 8 jam

selama 10 – 15 menit per hari, natrium fusidat 2% krim topikal setiap 12 jam pada lesi

ekskoriasi, urea 10% krim topikal setiap 12 jam pada kulit yang kering. Pasien dikonsulkan

ke Bagian Penyakit Dalam untuk keluhan anemianya, ke Bagian Gigi dan Mulut untuk

mencari fokal infeksi, serta Bagian Telinga Hidung dan Tenggorokan untuk mencari fokal

infeksi. Pasien dikonsulkan ke Bagian Gizi karena didapatkan hipoalbuminemia. Pasien

juga direncanakan untuk pemeriksaan histopatologi.

Pasien dan keluarga diberikan konsultasi, informasi dan edukasi (KIE) mengenai

penyakit yang diderita dan penyebabnya, terapi yang diberikan dan rencana pemberian

Page 9: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

8

MDT sebanyak 12 paket, pentingnya kepatuhan minum obat, efek samping obat yang

mungkin terjadi, perjalanan penyakit, komplikasi yang mungkin terjadi, kontrol secara

rutin serta memeriksa, melindungi dan merawat kedua kakinya untuk mencegah komplikasi

yang lebih lanjut.

Bagian Penyakit Dalam mendiagnosis pasien dengan anemia sedang et causa

suspect defisiensi besi dengan diagnosis banding anemia sedang et causa penyakit kronis,

hipoalbuminemia et causa suspect inflamasi kronis, observasi leukositosis et causa reaktif,

observasi trombositosis et causa reaktif.. Pasien direncanakan untuk dilakukan

pemeriksaan apusan darah tepi, serum besi, total iron binding capacity (TIBC), ferritin,

bilirubin total, bilirubin direk dan bilirubin indirek serta pemberian tranfusi packed red cell

(PRC) 1kolf per hari sampai Hb>10mg/dL.

PENGAMATAN LANJUTAN I ( 17 Juni 2018)

Pada pengamatan hari keempat perawatan, tidak didapatkan adanya lesi baru, keluhan

demam tidak ada, nyeri pada benjolan dan persendian sudah berkurang. Pasien mengaku

makan dan minum baik serta tidak ada keluhan mual.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos

mentis. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu

aksiler 36,5⁰C, penilaian Visual Analog Scale (VAS) 0. Status generalis pasien didapatkan

kepala normosefali, terdapat madarosis pada kedua alis, mata tampak anemis, namun tidak

didapatkan tanda ikterik dan lagoftalmos. Pemeriksaan telinga didapatkan infiltrat pada

kedua cuping telinga. pada hidung dan tenggorokan tidak ditemukan adanya kelainan.

Pemeriksaan jantung didapatkan suara jantung S1 dan S2 tunggal, reguler, tidak didapatkan

murmur. Pemeriksaan paru didapatkan suara nafas vesikuler, tidak didapatkan ronkhi

ataupun wheezing. Pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus dalam batas normal, tidak

terdapat distensi, hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas didapatkan teraba

hangat, tidak terdapat edema. Pembesaran kelenjar getah bening ditemukan pada kelenjar

submandibular kiri dan kanan. Pemeriksaan rambut tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan

kuku tampak kuku digiti I-IV kaki kiri dan kanan sudah terlepas.

Status dermatologis pada regio fasialis didapatkan makula dan patch

hiperpigmentasi multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi antara 0,3x0,5

Page 10: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

9

cm – 0,5x1cm tersebar diskret dengan distribusi simetris, tampak madarosis pada kedua

alis mata (gambar 4a). Regio aurikularis sinistra didapatkan ulkus soliter, bentuk

geografika, dinding landai, dasar ditutupi jaringan granulasi, ukuran 0,3x0,5x0,1cm

(gambar 4b). Tampak infiltrat pada kedua aurikularis dekstra dan sinistra (gambar 4b-c).

Gambar 4a. Makula dan patch hiperpigmentasi pada regio fasialis, serta madarosis pada kedua alis mata

Gambar 4b. Ulkus soliter pada aurikularis sinistra. Gambar 4b-c. Infiltrat pada regio aurikularis dekstra dan

sinistra.

Status dermatologis regio thorakoabdominal anterior dan posterior, ekstremitas

superior dan inferior dekstra dan sinistra didapatkan makula dan patch hiperpigmentasi

multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi antara 0,3x0,5 cm – 0,5x1 cm

tersebar diskret dengan distribusi simetris, xerotic skin (+) (gambar 5a-e). Regio kuku digiti

I-IV pedis dekstra et sinistra didapatkan ekskoriasi multipel, batas tegas, bentuk geografika,

ukuran 0,1x0,2 – 0,2x0,3cm ditutupi krusta coklat kehitaman, anonychia (+) (gambar 6).

Pemeriksaan sensibilitas didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri dan suhu

pada dorsum dan plantar pedis dekstra et sinistra. Pemeriksaan saraf ditemukan penebalan

saraf pada nervus ulnaris sinistra, nervus peroneus komunis dekstra et sinistra dan nervus

tibialis posterior dekstra et sinistra tanpa disertai nyeri tekan. Pemeriksaan voluntary

muscle test pada lengan dan tungkai didapatkan kekuatan otot masih dalam batas normal

(grade 5).

4a 4b 4c

Page 11: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

10

Gambar 5a-e Makula dan patch hiperpigmentasi pada regio thorakoabdominal anterior dan posterior,

ekstremitas superior dan inferior dekstra dan sinistra. Gambar 6. Ekskoriasi multipel ditutupi krusta coklat

kehitaman dan anonychia pada digiti I-IV pedis dekstra et sinistra.

Pemeriksaan darah lengkap tanggal 15 Juni 2018 didapatkan leukosit 19,81x103/µL

(4,1-11), neutrofil 16,86x103/µL (2,5-7,5), limfosit 2,30x10

3/µL (1,0-4,0), monosit

0,57x103/µL (0,1-1,25), eosinofil 0,01x10

3/µL (0,0-0,5), basofil 0,08x10

3/µL (0,0-0,1),

eritrosit 3,41x106/µL (4,0-5,2), hemoglobin 8,09g/dL (13,5-17,5), hematokrit 27,46% (41-

53), MCV 80,54fL (80-100), MCH 23,72pg (26-34), MCHC 29,45g/dL (31-36), trombosit

642x103/µL (150-440). Pemeriksaan serum besi 36,26 µg/dL (65-175), TIBC 160 µg/dL

(261-478), ferritin 1116ng/ml (30-400), bilirubin total 0,26mg/dL (0,30-1,30), bilirubin

direk 0,11 mg/dL (0-0,30), bilirubin indirek 0,15 mg/dL (0-0,30) . Pemeriksaan apusan

darah tepi kesan anemia normokromik dengan leukositosis dan trombositosis. Pemeriksaan

histopatologi tidak dilakukan.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan, diagnosis pada pasien adalah follow up kusta tipe borderline lepromatosa (BL)

disertai eritema nodosum leprosum (ENL) berat dan cacat kusta tingkat 2. Penatalaksanaan

5a 5b 5c

5d 5e 6

Page 12: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

11

yang diberikan adalah pemberian multidrug therapy multibasiller (MDT MB) paket

pertama per oral (hari ke 2), metilprednisolon 16 mg -16 mg – 16mg per oral (hari ke 4),

asam mefenamat 3x500 mg peroral (bila nyeri), vitamin B1, B6, B12 1 tablet/hari per oral,

natrium fusidat 2% krim topikal setiap 12 jam pada lesi ekskoriasi, urea 10% krim topikal

setiap 12 jam pada kulit yang kering.

Bagian Gigi dan Mulut telah menjawab konsul dan mendiagnosis pasien dengan

gangren radix gigi 18, 25, 27, 28, 36, 46, 48 dan gangren pulpa pada gigi 38.

Penatalaksanaan yang diberikan yaitu pro ekstraksi apabila keadaan umum pasien sudah

baik dan pasien setuju. Dari Bagian Telinga Hidung dan Tenggorokan tidak ditemukan

adanya fokal infeksi. Bagian Gizi Klinik mendiagnosis pasien dengan malnutrisi sedang,

penatalaksanaan yang diberikan yaitu pemberian nutrisi 2000 kalori dan 70 gram protein

per hari dalam bentuk diet lunak 3x sehari, peptisol 60 gram 4x sehari dan vip albumin

sebanyak 4 sachet sehari.

Bagian Penyakit Dalam mendiagnosis pasien dengan anemia normositik

normokrom et causa penyakit kronis, hipoalbuminemia et causa inflamasi kronis,

observasi leukositosis et causa reaktif, observasi trombositosis et causa reaktif.

Penatalaksanaan yang diberikan yaitu infus NaCL 0,9% 20 tetes per menit, dan pemberian

tranfusi packed red cell (PRC) 1kolf per hari sampai Hb>10mg/dL.

PENGAMATAN LANJUTAN II (20 JUNI 2018)

Pada pengamatan hari ketujuh perawatan, tidak didapatkan adanya lesi baru, keluhan

demam tidak ada, nyeri pada benjolan dan persendian sudah berkurang. Pasien mengaku

makan dan minum baik serta tidak ada keluhan mual.

Pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien baik, kesadaran kompos

mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 80 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu

aksiler 36⁰C, penilaian Visual Analog Scale (VAS) 0. Status generalis pasien didapatkan

kepala normosefali, terdapat madarosis pada kedua alis, mata tidak didapatkan tanda -

tanda anemis, ikterik dan lagoftalmos. Pemeriksaan telinga didapatkan infiltrat pada kedua

cuping telinga. pada hidung dan tenggorokan tidak ditemukan adanya kelainan.

Pemeriksaan jantung didapatkan suara jantung S1 dan S2 tunggal, reguler, tidak didapatkan

murmur. Pemeriksaan paru didapatkan suara nafas vesikuler, tidak didapatkan ronkhi

Page 13: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

12

ataupun wheezing. Pemeriksaan abdomen didapatkan bising usus dalam batas normal, tidak

terdapat distensi, hepar dan lien tidak teraba. Pemeriksaan ekstremitas didapatkan teraba

hangat, tidak terdapat edema. Pembesaran kelenjar getah bening tidak didapatkan.

Pemeriksaan rambut tidak ditemukan kelainan, pemeriksaan kuku tampak kuku digiti I-IV

kaki kiri dan kanan sudah terlepas.

Status dermatologis pada regio fasialis didapatkan makula dan patch

hiperpigmentasi multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi antara 0,3x0,5

cm – 0,5x1cm tersebar diskret dengan distribusi simetris, tampak madarosis pada kedua

alis mata (gambar 7a). Regio aurikularis sinistra didapatkan ulkus soliter, bentuk

geografika, dinding landai, dasar ditutupi jaringan granulasi, ukuran 0,3x0,2x0,1cm

(gambar 7b). Tampak infiltrat pada kedua aurikularis dekstra dan sinistra (gambar 7b-c).

Gambar 7a. Makula dan patch hiperpigmentasi pada regio fasialis, serta madarosis pada kedua alis mata

Gambar 7b. Ulkus soliter pada aurikularis sinistra. Gambar 7b-c. Infiltrat pada regio aurikularis dekstra dan

sinistra.

Status dermatologis regio thorakoabdominal anterior dan posterior, ekstremitas

superior dan inferior dekstra dan sinistra didapatkan makula dan patch hiperpigmentasi

multipel, batas tegas, bentuk geografika, ukuran bervariasi antara 0,3x0,5 cm – 0,5x1 cm

tersebar diskret dengan distribusi simetris, xerotic skin (+) (gambar 8a-e). Regio kuku digiti

I-IV pedis dekstra et sinistra didapatkan ekskoriasi multipel, batas tegas, bentuk geografika,

ukuran 0,1x0,2 – 0,2x0,3cm ditutupi krusta coklat kehitaman, anonychia (+) (gambar 9).

Pemeriksaan sensibilitas didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri dan suhu

pada dorsum dan plantar pedis dekstra et sinistra. Pemeriksaan saraf ditemukan penebalan

saraf pada nervus ulnaris sinistra, nervus peroneus komunis dekstra et sinistra dan nervus

tibialis posterior dekstra et sinistra tanpa disertai nyeri tekan. Pemeriksaan voluntary

7a 7b 7c

Page 14: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

13

muscle test pada lengan dan tungkai didapatkan kekuatan otot masih dalam batas normal

(grade 5).

Gambar 8a-e Makula dan patch hiperpigmentasi pada regio thorakoabdominal anterior dan posterior,

ekstremitas superior dan inferior dekstra dan sinistra. Gambar 9. Ekskoriasi multipel ditutupi krusta coklat

kehitaman dan anonychia pada digiti I-IV pedis dekstra et sinistra.

Pada pemeriksaan darah lengkap tanggal 19 Juni 2018 didapatkan leukosit

17,79x103/µL (4,1-11), neutrofil 15,56x10

3/µL (2,5-7,5), limfosit 3,29x10

3/µL (1,0-4,0),

monosit 1,21x103/µL (0,1-1,25), eosinofil 0,09x10

3/µL (0,0-0,5), basofil 0,12x10

3/µL (0,0-

0,1), eritrosit 4,64x106/µL (4,0-5,2), hemoglobin 11,36g/dL (13,5-17,5), hematokrit

36,78% (41-53), MCV 79,22fL (80-100), MCH 24,46pg (26-34), MCHC 30,88g/dL (31-

36), trombosit 556,5x103/µL (150-440). Pemeriksaan fungsi hati didapatkan SGOT

27,7U/L (11-27) dan SGPT 21,30U/L (10-35). Pemeriksaan fungsi ginjal didapatkan ureum

14,00mg/dL (8-23) dan kreatinin 0,51mg/dL (0,5-0,9).

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang

dilakukan, diagnosis pada pasien adalah follow up kusta tipe borderline lepromatosa (BL)

disertai eritema nodosum leprosum (ENL) berat dan cacat kusta tingkat 2. Penatalaksanaan

8a 8b 8c

8d 8e 9

Page 15: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

14

yang diberikan adalah pemberian multidrug therapy multibasiller (MDT MB) paket

pertama per oral (hari ke 5), metilprednisolon 16 mg -16 mg – 16mg per oral (hari ke 7)

rencana di tapering off setiap 2 minggu, asam mefenamat 3x500 mg peroral (bila nyeri),

vitamin B1, B6, B12 1 tablet/hari per oral, natrium fusidat 2% krim topikal setiap 12 jam

pada lesi ekskoriasi, urea 10% krim topikal setiap 12 jam pada kulit yang kering.

Bagian Gizi Klinik mendiagnosis pasien dengan malnutrisi sedang, penatalaksanaan

yang diberikan yaitu pemberian nutrisi 2000 kalori dan 70 gram protein per hari dalam

bentuk diet lunak 3x sehari, peptisol 60 gram 4x sehari dan vip albumin sebanyak 4 sachet

sehari. Bagian Penyakit Dalam mendiagnosis pasien dengan follow up anemia normositik

normokrom et causa penyakit kronis (pasca tranfusi), hipoalbuminemia et causa inflamasi

kronis, observasi leukositosis et causa reaktif, observasi trombositosis et causa reaktif.

Pasien diijinkan untuk pulang.

Pasien dan keluarga diberikan KIE mengenai kapan waktu untuk kontrol, penyakit

yang diderita, terapi yang diberikan, pentingnya kepatuhan minum obat dan kontrol secara

rutin. Pasien juga diberikan catatan mengenai penurunan dosis metilprednison yang akan

diturunkan secara perlahan, karena pasien mengaku lebih mudah kontrol ke Puskesmas di

Negara. Pasien juga diberikan KIE untuk menjaga gizi yang baik dengan makan secara

teratur, dan mengurangi stress untuk mencegah kekambuhan reaksi kusta.

PEMBAHASAN

Kusta merupakan infeksi kronis yang terutama menyerang kulit dan sistem saraf tepi.1,2

Kuman penyebabnya adalah Mycobacterium leprae yang merupakan kuman berbentuk

batang, tahan asam, bersifat obligat intraseluler dan tidak dapat dibiakkan dalam media

buatan. Mycobacterium leprae tidak dapat mensintesis purin dan besi yang dibutuhkan

untuk metabolismenya sehingga kuman ini akan mengambil zat – zat yang diperlukan

tersebut dari host nya.16

Kuman ini membutuhkan waktu 11-13 hari untuk membelah diri.

Waktu replikasi yang lama ini menyebabkan masa inkubasi yang panjang dari penyakit

kusta.3 Masa inkubasi penyakit kusta antara 5 tahun untuk tipe pausibasiler dan dapat

mencapai hingga 20 tahun untuk tipe multibasiler.8

Cara penularan penyakit kusta masih belum dapat dipastikan, namun dipercaya

mekanisme penularan dapat terjadi melalui kontak kulit yang lama dan erat ataupun

Page 16: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

15

melalui droplet dari saluran nafas. Jalur utama keluar masuknya basil M.leprae adalah

melalui mukosa nasal dan kontak kulit. Manusia adalah satu-satunya reservoir alami dan

merupakan sumber utama penularan.8

Faktor yang berperan penting dalam terjadinya

penyakit kusta antara lain faktor penjamu (manusia), faktor agen M.leprae dan faktor

lingkungan. Faktor penjamu antara lain faktor genetik, jenis kelamin (laki-laki lebih

banyak terkena dibandingkan perempuan dengan perbandingan 2:1, dan usia yang lebih

banyak ditemukan antara usia 20-30 tahun. Faktor agen yaitu M.leprae dapat bertahan

hidup di luar tubuh manusia selama kurang lebih 45 hari. Faktor lingkungan mencakup

kemiskinan, lahir atau tinggal pada daerah endemik dan adanya anggota keluarga yang

menderita kusta.17

Pada kasus pasien seorang laki – laki berusia 33 tahun. Pasien berasal dari Negara,

Bali dan tinggal di sana sejak lahir hingga saat ini. Pasien bekerja sebagai buruh bangunan

dan belum menikah. Sehari – hari pasien mengaku makan tidak teratur, biasanya hanya

nasi dan sayur saja. Untuk makan daging atau ikan cukup jarang kira – kira hanya 5-7 hari

sekali. Pasien mengaku minum susu sebanyak 1 kali sehari. Kakak laki – laki pasien

diketahui menderita penyakit kusta dan telah mendapat pengobatan MDT.

Diagnosis penyakit kusta ditegakkan berdasarkan ditemukannya tanda kardinal

yaitu adanya lesi kulit yang anestesia atau mati rasa, penebalan saraf tepi yang dapat

disertai gangguan fungsi saraf, dan ditemukannya basil tahan asam (BTA) pada

pemeriksaan hapusan sayatan kulit (slit skin smear). Diagnosis kusta dapat ditegakkan jika

terdapat minimal 1 dari 3 tanda kardinal tersebut. Biasanya sebagian besar kasus dapat

didiagnosis berdasarkan pemeriksaan klinis saja, namun pada kasus yang meragukan dapat

dilakukan pemeriksaan histopatologis untuk membantu menegakkan diagnosis.9,18

Pada kasus, pasien mengeluhkan bercak kemerahan yang tidak terasa gatal ataupun

nyeri di wajah, badan, kedua tangan dan kaki. Pasien juga mengeluhkan mati rasa dan

sering kesemutan pada kedua kakinya yang menyebabkan beberapa kuku kakinya terlepas

tanpa pasien sadari. Pemeriksaan fisik didapatkan madarosis pada kedua alis mata, infiltrat

pada kedua cuping telinga, makula dan patch hiperpigmentasi, multipel dengan batas tegas

yang tersebar diskret dengan distribusi simetris pada regio fasialis, regio thorakoabdominal

anterior dan posterior, ekstremitas superior dan inferior dekstra dan sinistra. Pemeriksaan

sensibilitas didapatkan penurunan terhadap rasa raba, nyeri dan suhu pada dorsum dan

Page 17: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

16

plantar kedua kaki kanan dan kiri. Pemeriksaan saraf ditemukan penebalan saraf pada

nervus ulnaris sinistra, nervus peroneus komunis dekstra et sinistra, dan nervus tibialis

posterior dekstra et sinistra. Pemeriksaan hapusan sayatan kulit pada cuping telinga kanan

ditemukan 7-10 kuman Basil Tahan Asam (BTA) / 1 lapang pandang (+3) fragmented,

cuping telinga kiri 20-30 Basil Tahan Asam (BTA) / 1 lapang pandang (+4) fragmented,

dan pada lesi di manus sinistra didapatkan 5-10 Basil Tahan Asam (BTA) / 10 lapang

pandang (+2) fragmented. Indeks bakteriologis didapatkan +3 dan indeks morfologis 0.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang, pasien didapatkan memenuhi

kriteria diagnosis kusta.

Terdapat beberapa klasifikasi penyakit kusta, yang paling sering digunakan adalah

klasifikasi Ridley dan Jopling yang membagi penyakit kusta menjadi lima kelompok

berdasarkan gambaran klinis, bakteriologis, histopatologis, dan imunopatologis. Klasifikasi

Ridley dan Jopling tersebut adalah tipe tuberkuloid polar (TT), tipe borderline tuberkuloid

(BT), tipe mid borderline (BB), tipe borderline lepromatosa (BL), dan tipe lepromatosa

polar (LL). Sedangkan WHO membedakan penyakit kusta menjadi dua kelompok untuk

memudahkan pengobatan, yaitu tipe pausi basiler (PB) dan multi basiler (MB).8,9

Kusta tipe BL memiliki gambaran klinis berupa makula, papul, plak dan infiltrat

dengan jumlah banyak namun masih terlihat kulit normal serta batas lesi yang agak jelas,

distribusi lesi hampir simetris dan penurunan sensibilitas ringan. Pada pemeriksaan

bakteriologi, akan ditemukan kuman BTA dengan indeks bakteri +3 sampai +4.1,2,19

Gambaran histopatologi kusta tipe BL adalah didapatkan granuloma yang umumnya terdiri

atas makrofag yang dikelilingi sel epiteloid. Limfosit lebih jarang terlihat dan nampak

tersebar pada granuloma. Pada epidermis nampak terlihat jelas subepidermal clear zone

atau grenz zone. Respon klasik dermal pada kusta tipe BL adalah terdapatnya infiltrat

limfositik yang padat dan terbatas pada daerah yang terisi oleh makrofag. Makrofag foamy

sering didapatkan pada tipe ini, namun sering pula ditemukan makrofag yang belum

berdiferensiasi.19,20

Kusta tipe LL memiliki gambaran klinis berupa lesi makula, papul, plak dan

infiltrasi difus yang simetris dengan batas tidak tegas sehingga tidak tampak lagi adanya

kulit normal. Penurunan sensibilitas ringan, dan dapat ditemukan gambaran glove and

stocking anaesthesia. Gambaran klinis lain yang dapat ditemukan yaitu saddle nose, facies

Page 18: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

17

leonina. Pada pemeriksaan bakteriologi, akan ditemukan kuman BTA yang banyak dengan

indeks bakteri >+5, dan ditemukan gambaran basil yang berkelompok (globi).1,2,19

Pemeriksaan histopatologis pada penyakit kusta tipe LL menunjukkan adanya penipisan

pada epidermis disertai dengan hilangnya rete ridges. Terdapat gambaran subepidermal

clear zone atau yang sering juga disebut sebagai grenz zone. Pada dermis akan tampak

kumpulan makrofag, dengan limfosit yang jarang. Makrofag akan membentuk gambaran

foamy (sel virchow). Basil tahan asam dalam jumlah yang banyak dapat ditemukan di

dalam makrofag, kelenjar keringat, saraf dan endotel vaskuler. Basil tersebut dapat terlihat

berkelompok yang disebut dengan istilah globi yang merupakan tanda khas pada kusta tipe

LL.19,20

Pada kasus, pasien didiagnosis banding dengan kusta tipe borderline lepromatosa

dan tipe lepromatosa polar. Pemeriksaan histopatologis tidak dilakukan karena secara klinis

pasien lebih mengarah ke kusta tipe borderline lepromatosa. Hasil pemeriksaan BTA pada

kedua cuping telinga pasien dan pada lesi didapatkan indeks bakteri +3 yang juga

mendukung ke arah tipe borderline lepromatosa.

Regimen pengobatan penyakit kusta berdasarkan WHO yaitu pemberian paket

Multi Drug Therapy (MDT) yang terbagi menjadi MDT untuk tipe pausibasiler (MDT-PB)

dengan BTA negatif dan MDT untuk tipe multibasiler (MDT-MB) dengan BTA positif.

Regimen pengobatan pada pasien kusta tipe PB (MDT-PB) dewasa, dalam 1 paketnya

terdiri dari rifampisin 600mg per bulan dan dapson 100mg per hari, yang diberikan

sebanyak 6 paket dan diselesaikan dalam waktu 6-9 bulan. Sedangkan regimen pengobatan

pada pasien kusta tipe MB (MDT-MB) dewasa, dalam 1 paketnya terdiri dari rifampisin

600mg, dan klofazimin 300mg diminum 1 kali sebulan, dilanjutkan dengan dapson 100mg

dan klofazimin 50mg per hari, yang diberikan sebanyak 12 paket dan diselesaikan dalam

waktu 12-18 bulan. Setelah penderita menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan

ketentuan, maka akan dinyatakan release from treatment (RFT).4,9

Pada kasus, dari hasil pemeriksaan sayatan kulit didapatkan indeks bakteri BTA +3

sehingga pada klasifikasi WHO dimasukkan dalam tipe MB. Pasien mendapat terapi

berupa MDT MB 12 paket, di mana paket I dimulai pada tanggal 16 Juni 2018.

Pada perjalanan klinis penyakit kusta seringkali didapatkan suatu episode inflamasi

akut yang disebut sebagai reaksi kusta. Reaksi kusta dapat terjadi sebelum, selama dan

Page 19: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

18

sesudah pengobatan Multi Drug Therapy (MDT). Terdapat tiga tipe reaksi kusta yaitu

reaksi kusta tipe 1 atau reaksi reversal, reaksi kusta tipe 2 atau eritema nodosum leprosum

(ENL) dan fenomena Lucio.10,11,12

Reaksi reversal ditemukan pada penderita kusta di

spektrum borderline (BT, BB, BL) sedangkan ENL ditemukan pada penderita kusta tipe

borderline lepromatosa dan lepromatosa polar.4,9

ENL dapat terjadi secara spontan tetapi lebih sering dijumpai pada pasien yang

telah mendapat pengobatan dalam jangka waktu lama. ENL didasari oleh reaksi

hipersensitivitas tipe III (Coombs dan Gell) dan berhubungan dengan destruksi kuman

yang banyak serta pelepasan antigen dalam jumlah besar yang kemudian menginduksi

produksi antibodi. Antigen yang berasal dari produk kuman yang mati kemudian bereaksi

dengan antibodi dan membentuk kompleks antigen-antibodi. Kompleks ini akan

mengaktivasi komplemen sehingga menyebabkan terjadinya fokus inflamasi akut pada

jaringan berupa nodul eritema.10,11

Beberapa faktor yang dapat mencetuskan ENL antara

lain indeks bakteri yang tinggi (+4 atau lebih), telah mendapat pengobatan anti kusta,

adanya infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan parasit, usia kurang dari 40

tahun, stres fisik dan mental, kehamilan, trauma atau pembedahan.10,21

Pada kasus, pasien adalah seorang penderita kusta tipe BL yang berusia 30 tahun,

memiliki fokal infeksi berupa gangren radix dan gangren pulpa pada giginya, dan trauma

saat bekerja sebagai buruh bangunan yang menyebabkan kuku kakinya terlepas sebelum

munculnya reaksi ENL.

Secara klinis reaksi ENL dapat dibagi menjadi 2 yaitu: a) ringan: apabila terdapat

nodul eritema yang teraba panas dan nyeri dengan jumlah yang sedikit, jarang ditemukan

ulkus, tidak terdapat gejala konstitusional seperti demam dan nyeri sendi, tidak ditemukan

limfadenopati dan edema pada tungkai, tidak ditemukan neuritis serta tidak terdapat

gangguan fungsi organ lain. b) berat: apabila terdapat nodul eritema yang teraba panas dan

nyeri dengan jumlah yang banyak, sering ditemukan ulkus, terdapat gejala konstitusional

seperti demam dan nyeri sendi, sering ditemukan limfadenopati dan edema pada tungkai,

ditemukan neuritis pada satu atau beberapa saraf, serta terdapat gangguan fungsi organ lain

(iridocyclitis, orchitis).4,10

Pada kasus, didapatkan lesi nodul dengan jumlah yang banyak pada wajah, badan,

punggung, kedua tangan dan kaki yang terasa nyeri. Pasien juga mengeluhkan demam

Page 20: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

19

hilang timbul dan terdapat pembesaran kelenjar getah bening submandibular kiri dan

kanan. Sehingga pada kasus pasien memenuhi kriteria Eritema Nodosum Leprosum (ENL)

berat.

Prinsip penanganan reaksi kusta adalah untuk mengatasi faktor pencetus,

melanjutkan pengobatan anti kusta, menangani neuritis sehingga tidak berkelanjutan

menyebabkan gangguan fungsi saraf dan kontraktur serta mengatasi rasa nyeri. Pada reaksi

ENL ringan dapat diobati dengan rawat jalan dan pemberian analgetik atau antipiretik

seperti aspirin, klorokuin, antimonial (stibofen), dan kolkisin. Sedangkan untuk reaksi ENL

berat diperlukan rawat inap, dan diberikan kortikosteroid, klofazimin, dan thalidomid baik

tunggal maupun kombinasi.9,22

Dosis kortikosteroid dapat dimulai 0,5-1mg/kgbb perhari

atau 40-60mg perhari hingga terjadi perbaikan klinis. Apabila terjadi perbaikan klinis,

dosis prednison dapat diturunkan 5-10mg setiap 2 minggu.10,22

Dosis pemeliharaan 5-10mg

perhari mungkin diperlukan selama beberapa minggu untuk mencegah kekambuhan

ENL.10,22

Klofazimin atau lampren dapat diberikan apabila terdapat kontraindikasi dengan

pemberian steroid. Dosis yang direkomendasikan antara lain 300mg perhari selama 1

bulan, 200mg selama 3-6 bulan dan 100mg selama ada gejala klinis reaksi kusta.22

Pengobatan dengan lampren biasanya memerlukan 4-6 minggu untuk menunjukkan

efektifitas dan diketahui bahwa dosis yang diperlukan untuk pengendalian lebih tinggi

dibandingkan dengan dosis yang digunakan pada MDT MB. Efek samping yang perlu

diperhatikan pada penggunaan lampren adalah gangguan gastrointestinal dan perubahan

pigmentasi pada kulit. 10,22

Obat lain yang dapat digunakan adalah talidomid yang memiliki

aktivitas anti inflamasi dengan cara menurunkan faktor kemotaktik, inhibisi sintesis IgM,

menurunkan sel limfosit dan TNF-α. Dosis yang diberikan pada reaksi ENL berat adalah

400mg pada malam hari, kemudian diturunkan menjadi 100mg perbulan secara perlahan.

Namun talidomid memiliki efek samping yang bersifat teratogenik sehingga ketersediaan

obat ini minimal.22

Pada kasus, penatalaksanaan yang diberikan adalah rawat inap, infus NaCl 0,9% 20

tetes per menit, pemberian multidrug therapy multibasiller (MDT MB) paket pertama,

metilprednisolon 16mg-16mg-16mg per oral, asam mefenamat 3x500 mg peroral, vitamin

B1, B6, B12 1 tablet/hari per oral, urea 10% krim topikal setiap 12 jam pada kulit yang

Page 21: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

20

kering. Pasien juga ke Bagian Gigi dan Mulut dan Bagian THT untuk mencari fokal

infeksi. Bagian Gigi dan Mulut mendiagnosis pasien dengan gangren radix gigi 18, 25, 27,

28, 36, 46, 48 dan gangren pulpa pada gigi 38. Penatalaksanaan yang diberikan yaitu pro

ekstraksi. Dari Bagian THT tidak ditemukan adanya fokal infeksi.

Anemia merupakan temuan klinis yang cukup sering ditemukan pada kusta. Pada

kusta terdapat dua tipe anemia yang dapat terjadi yaitu anemia hemolitik dan anemia of

chronic disease.15

Penelitian yang telah ada sebelumnya menyatakan anemia lebih sering

ditemukan pada penderita kusta yang belum mendapat pengobatan yang adekuat.14,15

Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan oleh peningkatan

penghancuran sel darah merah sebelum waktunya.23

Anemia hemolitik pada kusta paling

banyak disebabkan karena efek samping dari penggunaan terapi dapson.24

Gambaran yang

ditemukan pada pemeriksaan laboratorium anemia hemolitik berupa peningkatan kadar

bilirubin terutama bilirubin indirek dan pada apusan darah tepi dapat ditemukan gambaran

sel darah merah yang abnormal dengan bentuk spherocyte atau sel target.23,24

Anemia of chronic disease merupakan anemia yang disebabkan oleh gangguan

produksi eritrosit yang berhubungan dengan kondisi inflamasi kronis termasuk infeksi

kronis, keganasan, atau penyakit autoimun.25

Anemia of chronic disease lebih banyak

ditemukan pada penderita kusta yang belum diobati terutama pada spektrum borderline

lepromatosa dan lepromatosa polar.24,25

Pada anemia of chronic disease umumnya

didapatkan anemia derajat sedang dengan kadar hemoglobin 8-9,5g/dL, anemia normositik

normokrom dengan karakteristik penurunan kadar serum besi, penurunan kadar transferrin

atau TIBC diserti peningkatan kadar ferritin.26,27

Perbedaan dengan anemia defisiensi besi

adalah pada anemia defisiensi besi juga ditemukan penurunan kadar ferritin disertai

gambaran anemia mikrositik hipokrom.27

Pada kasus, dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil serum besi 36,26

µg/dL (65-175), TIBC 160 µg/dL (261-478), ferritin 1116ng/ml (30-400), bilirubin total

0,26mg/dL (0,30-1,30), bilirubin direk 0,11 mg/dL (0-0,30), bilirubin indirek 0,15 mg/dL

(0-0,30) . Pemeriksaan apusan darah tepi kesan anemia normokromik dengan leukositosis

dan trombositosis. Sehingga dapat disimpulkan anemia yang terdapat pada pasien

merupakan anemia of chronic disease dan pasien masih dapat diberikan regimen terapi

MDT MB.

Page 22: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

21

Penyakit kusta selain berpotensi menimbulkan masalah kesehatan, juga memiliki

dampak psikologis akibat stigma dan diskriminasi dari akibat kecacatan yang

ditimbulkannya. Kusta merupakan penyebab utama neuropati perifer dan kecacatan di

antara penyakit infeksi.4,8

Kecacatan fisik terkait penyakit kusta dapat terjadi akibat

infiltrasi langsung M. leprae ke susunan saraf tepi dan organ atau dapat terjadi karena

reaksi kusta.13,28

Kecacatan yang terjadi tergantung pada komponen saraf yang terkena,

dapat sensoris, motoris, otonom, atau kombinasi ketiganya. Derajat cacat kusta menurut

WHO dibagi menjadi 3 tingkatan, yaitu tingkat 0 tidak ada anestesi dan kelainan anatomis,

tingkat 1 ada anestesi tetapi tidak ada kelainan anatomis serta tingkat 2 yang didapatkan

kelainan anatomis.4,13

Cacat yang ditimbulkan pada penyakit kusta dapat dikelompokkan menjadi dua

kelompok, yaitu kelompok cacat primer dan sekunder. (1). Kelompok cacat primer adalah

kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktivitas penyakit, terutama kerusakan

akibat respons jaringan terhadap M. leprae. Yang termasuk cacat primer adalah cacat pada

fungsi saraf sensoris (anastesi), fungsi saraf motorik (claw hand, wrist drop, foot drop,

claw toes, lagophtalmos) dan fungsi saraf otonom (gangguan elastisitas kulit, anhidrosis).

(2) Kelompok cacat sekunder, yang terjadi akibat cacat primer. Anestesi akan memudahkan

terjadinya luka akibat trauma mekanis atau termis yang dapat mengalami infeksi sekunder

dengan segala akibatnya. Kelumpuhan motorik menyebabkan kontraktur sehingga dapat

menimbulkan gangguan menggenggam atau berjalan, yang juga memudahkan terjadinya

luka. Kelumpuhan saraf otonom menyebabkan kulit kering dan elastisitas berkurang,

akibatnya kulit mudah retak-retak dan dapat terjadi infeksi sekunder.13,29

Pada kasus didapatkan ulkus pada regio aurikula, ekskoriasi dan anonychia pada

kuku digiti I-IV pedis dekstra et sinistra. Kelainan ini termasuk dalam cacat kusta tingkat 2

karena telah ditemukan adanya kelainan anatomis berupa hilangnya kuku kaki pada pasien.

Kelainan ini juga termasuk dalam kelompok cacat sekunder karena kerusakan yang terjadi

tidak disebabkan langsung oleh aktivitas penyakitnya tetapi karena anastesi yang

menyebabkan penderita tidak merasakan nyeri apabila terkena trauma.

Upaya pencegahan kecacatan pada penyakit kusta berupa diagnosis dini dan

pengobatan dengan MDT sampai RFT, deteksi dini reaksi kusta dan penanganan yang

tepat, perawatan diri, penggunaan alat bantu, dan rehabilitasi medis (operasi rekonstruksi).

Page 23: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

22

Prinsip pencegahan kecacatan adalah 3 M, yaitu memeriksa, melindungi dan merawat

diri.4,21

Pasien diberi edukasi untuk sering memeriksa mata, tangan dan kakinya dengan

teliti sehingga apabila terdapat luka dapat disadari dan ditangani sedini mungkin.

Melindungi mata dengan cara memakai kacamata, melindungi tangan dari benda panas,

kasar ataupun tajam dengan memakai kaos tangan tebal, melindungi kaki dengan selalu

menggunakan alas kaki yang tepat (empuk di bagian dalam, keras di bagian sol bawah,

berukuran pas dan tidak mudah terlepas). Merawat dan mengistirahatkan tangan dan kaki

apabila telah terjadi luka, untuk jari tangan atau kaki yang bengkok diluruskan sesering

mungkin untuk mencegah terjadi kekakuan sendi yang lebih parah.4,21

Pada kasus, pasien telah diberikan konsultasi, informasi dan edukasi (KIE)

mengenai pentingnya kepatuhan minum obat, kontrol secara rutin serta memeriksa,

melindungi dan merawat tangan dan kakinya untuk menghindari terkena trauma. Prognosis

pada kasus adalah dubius.

SIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus kusta tipe borderline lepromatosa dengan ENL berat, anemia

dan cacat kusta tingkat 2 pada seorang laki-laki berusia 33 tahun. Diagnosis ditegakkan

berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis

didapatkan keluhan demam, dan benjolan kemerahan yang terasa nyeri. Pada pemeriksaan

fisik didapatkan konjungtiva anemis, nodul eritema multipel, limfadenopati, penurunan

sensibilitas pada pedis dekstra et sinistra, penebalan pada nervus ulnaris sinistra, nervus

peroneus komunis dan nervus tibialis posterior. Pada pemeriksaan sayatan kulit didapatkan

IB +3 dan IM 0. Penatalaksanaan yang diberikan adalah rawat inap, melanjutkan

pemberian MDT MB, metilprednisolon, asam mefenamat, vitamin B1,B6,B12, urea 10%

krim topikal, tranfusi 2 kolf PRC, KIE. Prognosis pada kasus adalah dubius.

Page 24: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

23

DAFTAR PUSTAKA

1. Lee DJ, Rea TH, Modlin RL. Leprosy. In: Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA,

Paller AS, Leffell DJ, Wolff K, editors. Fitzpatrick’s dermatology in general

medicine. 8th

ed. New York: McGraw-Hill; 2012. p.2253-63.

2. Silva MR, de Castro MCR. Mycobacterial Infections. In: Bolognia JL, Jorizzo JL,

Schaffer JV, editors. Dermatology. 3rd

ed. Spain: Elsevier. 2012.p1221-1228.

3. Sekar, Balaraman. Bacteriological Aspect. In: Kumar H, Kumar B. IAL Textbook of

Leprosy. New Delhi: Jaype, 2010; p.74-86.

4. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Buku

Pedoman Nasional Program Pengendalian Penyakit Kusta. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. 2012.

5. World Health Organization. Universal Elimination of Leprosy Plan Periode: 2016-

2020. 2015:1-10.

6. Infodatin Kusta. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia. 2015:1-8.

7. Anonim. Buku Register Kunjungan Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit

Umum Pusat Sanglah Subdivisi Morbus Hansen. Denpasar. 2015-2016.

8. James WD, Berger TG, Elston DM. Hansen’s Disease. In: Andrew’s Disease of the

Skin Clinical Dermatology. 10th ed. Saunders Elsevier, 2006; p.343-52.

9. Kartowigno S. Morbus Hansen. In 10 Besar kelompok Penyakit Kulit. Palembang :

Penerbit Universitas Sriwijaya. 2011:p181-205.

10. Kar HK, Sharma P. Leprosy Reactions. In: Kumar H, Kumar B. IAL Textbook of

Leprosy. New Delhi: Jaype, 2010; p.269-289.

11. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Immunological Complications, Reactions. In: Leprosy.

3rd

ed. United States of America: Churcill Livingstone, 1990; p.115-26.

12. Suchonwanit P, Triamchaisri S, WittayakornrerkS, et al.Leprosy Reaction in Thai

Population: A 20-year Retrospective Study. Hindawi Dermatology Reasearch and

Practice. 2015: 1-5.

13. Shah A, Shah N. Deformities of face, hands and feet, and their management. In:

Kar HK, Kumar B, editors. IAL textbook of leprosy. New Delhi: Jaypee Brothers;

2010. p. 424-46.

14. Lapinsky SE, Baynes RD, Schulzt EJ, Macphail AP, Mendelow B, Lewis D.

Anaemia, iron-related measurement and erythropoetin levels in untreated patients

with active leprosy. Journal of Internal Medicine. 1992: 232: 273-278.

15. Rea TH. Decreases in Mean Hemoglobin and Serum Albumin Values in Erythema

Nodosum Leprosum and Lepromatous Leprosy. International Journal of Leprosy

and Other Mycobacterial Diseases. 2001; 69 (4): 318-328.

16. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Mycobacterium leprae. In: Leprosy. 3rd

ed. United

States of America: Churcill Livingstone, 1990; p.5-10.

17. Thorat DM, Sharma P. Epidemiology. In: Kar HK, Kumar B, editors. IAL textbook

of leprosy. New Delhi: Jaypee Brothers; 2010. p. 24-31.

18. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Diagnosis. In: Leprosy. 3rd

ed. United States of

America: Churcill Livingstone, 1990; p.57-75.

Page 25: PRESENTASI KASUS Kepada Yth

24

19. Lockwood DNJ. Leprosy. Dalam: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C.

editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8th

ed. United Kingdom: Willey-

Blackwell; 2010, p32.4-32.6.

20. Bryceson A, Pfaltzgraff RE. Clinical Pathology. In: Leprosy. 3rd

ed. United States

of America: Churcill Livingstone, 1990; p.11-23.

21. Voorend CGN, Post EB. A Systematic Review on the Epidemiological Data of

Erythema Nodosum Leprosum , a Type 2 Leprosy Reaction. PLoS Negl Trop

Dis.2013.7(10): 1-10.

22. Kar HK, Sharma P. Management of Leprosy Reactions. In: Kumar H, Kumar B.

IAL Textbook of Leprosy. New Delhi: Jaype, 2010; p.387-399.

23. Dhaliwal G, Cornett PA, Tierney LM. Hemolytic Anemia. American Family

Physician. 2004; 69 (11): 2599-2606.

24. Deps P, Guerra P, Nasser S, Simon M. Hemolytic anemia in patients receiving daily

dapsone for the treatment of leprosy. Lepr Rev. 2012; 83: 305-307.

25. Fraenkel PG. Understanding anemia of chronic disease. American Society of

Hematology. 2015; 14-18.

26. Poggiali E, De Amicis MM, Motta I. Anemia of chronic disease: A unique defect of

iron recycling for many different chronic diseases. European Journal of Internal

Medicine. 2014; 25: 12-17.

27. Weiss G. Anemia of Chronic Disorders: New Diagnostic Tools and New Treatment

Strategies. Seminars in Hematology. 2015; 52 (4): 313-320.

28. Santos VS, de Matos AMS, de Oliveira LSA, et al. Clinical Variables Associated

With Disability in Leprosy Cases in Northeast Brazil. J Infect Dev Ctries. 2015;9

(3): 232-238.

29. Wisnu IM, Hadilukito G. Pencegahan Cacat Kusta. In: Sjamsoe-Daili ES, Menaldi

SL, Ismiarto SP, Nilasari H. Kusta. 2nd

ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2003:

p.75-82.