PRESENTASI DIRI MAHASISWA HOMOSEKSUAL DI ...PRESENTASI DIRI MAHASISWA HOMOSEKSUAL DI KOTA SERANG...
Transcript of PRESENTASI DIRI MAHASISWA HOMOSEKSUAL DI ...PRESENTASI DIRI MAHASISWA HOMOSEKSUAL DI KOTA SERANG...
�� �
PRESENTASI DIRI MAHASISWA HOMOSEKSUAL DI KOTA SERANG
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi Pada Program Studi Ilmu Komunikasi
Disusun Oleh
Tiara Puji Pangesti
NIM 6662111198
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2016
�
v
“Bismillahir-rahmanir-rahim”
Dengan Menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang. (Q.S. Al-Fatihah, Ayat: 1)
“Dan sebuah keajaiban terjadi bukan dengan menunggu tapi
membuatnya, karena keajaiban merupakan nama lain dari
usaha . . . Jangan pernah katakana tidak bisa sebelum
berusaha” J
(Tiara Puji Pangesti)
Karya kecil yang berisikan pelajaran tentang doa, usaha,
kesabaran, kesungguhan, keikhlasan, keberuntungan, dan
keberhasilan.
Skripsi ini kupersembahkan untuk: Bapak, Ibu, Kakak-
kakak ku dan seluruh keluarga besar tercinta. Terima kasih
vi
ABSTRAK
Tiara Puji Pangesti. NIM. 6662111198. Skripsi. Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual Di Kota Serang. Pembimbing I: Naniek Afrilla Framaniek., S.Sos., M.Si dan Pembimbing II: Husnan Nurjuman., S.Ag., M.Si.
Gay disadari sebagai sebuah orientasi seksual yang ada di dalam masyarakat
dan menimbulkan berbagai macam reaksi oleh lingkungan sekitarnya. Tidak terkecuali kota Serang, sebagai ibu kota Banten yang masih menjaga budaya ketimurannya dan Serang identik dengan kota santri. Sehingga, sebagai mahasiswa, yang notabenenya seseorang yang terpelajar, maka pandangan negatif akan segera dilayangkan pada mahasiswa gay. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat dengan berbagai predikat.
Sehingga di mata masyarakat mahasiswa dianggap nyaris tidak
boleh memiliki kesalahan. Yang pada akhirnya, mahasiswa gay ini melakukan hal yang dapat menyelamatkan diri mereka sehingga supaya merasa diterima di lingkungan sosialnya yaitu dengan menghindari pengungkapan jati diri mereka kepada lingkungan sosialnyanya, dengan cara menjaga front personal mereka yaitu dari penampilan dan gaya mereka. Peneliti tertarik untuk meneliti masalah penelitian yaitu tentang presentasi diri mahasiswa homoseksual di kota Serang, dengan pertanyaan penelitian mengenai presentasi diri yang dilakukan mahasiswa homoseksual di panggung depan dan presentasi diri yang dilakukan mahasiswa homoseksual di panggung belakang. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan tersebut. Peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi dan paradigma konstruktivisme. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dengan 3 key informan yaitu pria homoseksual dan 2 informan tambahan yaitu sahabat dari key informan dan psikolog. Peneliti menggunakan analisis teori Dramaturgi dari Erving Goffman, yang berlangsung dalam 2 bagian yaitu bagian panggung depan dan bagian panggung belakang. Hasil dari penelitian ini yaitu, Dalam hal ini mereka memiliki suatu peran yang sangat berbeda ketika berada di lingkungan rumah dan lingkungan kampus maupun lingkungan kelompok gaynya. Mereka berdramaturgi dalam proses kehidupannya. Seperti dari gaya bicara, body language, dan penampilan, dalam aktivitas dan rutinitas mereka dijalankan dalam dua peran yang berbeda.
Kata Kunci: Homoseksual, Teori Dramaturgi, Pria Homoseksual.
vii
ABSTRACT
Tiara Puji Pangesti. Student Number. 6662111198. Essay. The Presentation Of Self About Homoseksual Student In The Serang City. Supervisor I: Naniek Afrilla Framaniek, S.Sos., M.Si and Supervisor II: Husnan Nurjuman, S.Ag., M.Si.
Gay considered as a sexual orientation that is in society and have a kinds of reaction by the environment. Is no exception serang city, as the capital Banten who was guarded its east culture and attack identical to the city of santri. So, as a student, who as someone who has been educated, so a negative view will soon be submitted on students gay. Student also is candidates intellectual or young scholars in a levels of society who often condition with various the predicate. So that in the citizens students considered barely may have a mistake. That in the end, students gay this do the can save them that that feel accepted in the neighborhood social namely by avoid the disclosure of who they are to social environment, with how to keep their personal front of appearance and their code. Researchers interested to scrutinize problems research which was about presentation self students homosexual in the Serang city, with questions research on presentation that has done students homosexual in the front stage and presentation soul that has done students homosexual in the back stage. This study attempts to know these problems. Researchers used research methodology qualitative approach phenomenology and paradigm constructivism. Technique data collection used the interview with 3 key informants namely homosexual man and 2 informants additional namely friend from key informants and psychologist. Researchers used analysis the theory Dramaturgy of Erving Goffman, which was held in 2 regions those regions of the front stage and regions of the back stage. The result of research is, in this case they have a role very different while in home environment and social life at the college and their gay’s group. They are drama in the process of their life. As from tone of speech, body language, and appearance, activity and about their business executed in two different roles.
Keywords: Homosexual, The Theory Dramaturgy, Homosexual man.
viii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini dalam rangka
memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi pada
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Sultan Ageng Tirtayasa dengan judul “Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual Di Kota
Serang.”
Selama proses penyusunan skripsi ini, tentunya peneliti banyak sekali menerima
bantuan, bimbingan, dorongan, support, dan nasihat dari berbagai pihak, sehingga skripsi
penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu dalam kesempatan ini
peneliti ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Allah SWT, yang telah melimpahkan karunia, kemudahan dan hidayah-Nya.
2. Bapak Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa beserta staff dan jajarannya.
3. Bapak Dr. Agus Sjafari, S.Sos., M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa beserta staff dan jajarannya.
4. Dr. Rahmi Winangsih., M.Si selaku Ketua Prodi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Bapak Darwis Sagita., M.Kom selaku Sekretaris Prodi Ilmu Komunikasi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
6. Ibu Nurprapti Wahyu, M.Si selaku dosen Akademik. Terimakasih saran dan
bimbingan selama peneliti masuk kuliah hingga menyelesaikan skripsi ini.
ix
7. Ibu Naniek Afrilla Framaniek, S.Sos., M.Si selaku dosen pembimbing I.
Terimakasih atas bimbingannya, kesabaran dan juga saran, kritik serta masukan
yang telah banyak membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Husnan Nurjuman, S.Ag., M.Si selaku dosen pembimbing II dan penguji
sidang. Terimakasih atas bimbingannya, kesabaran, dan juga saran, kritik serta
masukan yang telah banyak membantu peneliti menyelesaikan skripsi ini.
9. Seluruh dosen Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang
telah banyak memberikan ilmu pengetahuan selama peneliti duduk dibangku
perkuliahaan.
10. Orang tua tercinta, Ayahanda Marpujo dan Ibunda Daryatun yang selalu
memberi motivasi, mendoakan, serta memberikan dukungan moril maupun
materil, beserta seluruh keluarga besar yang turut memberikan dukungan dan doa
agar peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini.
11. Kakak-kakak ku tersayang Arif Setia Budi, Retno Citra Dewi, dan Anggi Tri
Prayogo yang selalu memberikan motivasi, saran, masukan dan doa sehingga
dalam proses pengerjaan skripsi berjalan dengan lancar.
12. Dicky Cahyadhi selaku teman dekat saya yang selalu memberikan motivasi,
membantu dan menemani saya ke beberapa perpustakaan kampus lain, sehingga
pengerjaan skripsi menjadi lebih lancar dan menyenangkan.
13. AL, EL dan YEL selaku narasumber. Terimakasih atas ketersediaannya menjadi
key informan dalam memberikan informasi dan jawaban sehingga peneliti dapat
menyelesaikan skripsi ini.
x
14. Bapak Sake Pramuwisakti S.Psi, dan Laddy Marriet selaku narasumber.
Terimakasih atas ketersediaannya memberikan informasi yang dibutuhkan dalam
penelitian ini.
15. Kepada para sahabat tercinta, sahabat seperjuangan Ratna Rahayu, Dwi
Kurnia, Arin Novyanti, Ema Masriyah, Rifki Kurniawan dan sahabat yang
meski tidak berjuang bersama namun selalu memberikan semangat kepada
peneliti. Terimakasih atas dukungan, motivasi, serta selalu ada dalam suka dan
duka selama ini sehingga peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.
16. Teman-Teman seperjuangan C Humas 2011. Abel, Ade, Agung, Amanda, Dina,
Fairuz, Fauzul, Gima, Hari, Helmi, Ifat, Irene, Irhas, Isma, Laras, Lifah, Mitha,
Mutia, Neni, Noni, Nurjanah, Puti, Reza Ali, Triesty, Seftian, Tanya, Ufi, Yudi
dan Zahra. Terimakasih atas saran, motivasi, bantuan, doa, dukungan serta
kebersamaan selama ini.
17. Teh Lulu yang selalu memberikan nasihat dan semangat sehingga peneliti bisa
menyelesaikan skripsi ini.
18. Teman-teman Ilmu Komunikasi angkatan 2011 yang selalu memberikan saran,
dukungan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
19. Teman-teman KKM 05 2011. Terimakasih atas kebersamaan selama KKM di
Desa Waringin Kurung yang memberikan banyak ilmu bermanfaat.
20. Pihak-pihak yang telah membantu peneliti tetapi tidak dapat peneliti sebutkan
satu persatu.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, dikarenakan
keterbatasan wawasan peneliti. Oleh karena itu, peneliti dengan rendah hati memohon
maaf atas kekurangan dan kelemahan yang terdapat dalam skripsi ini, peneliti berharap
xi
kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penelitian ini. Akhir kata,
peneliti berharap skripsi ini dapat berguna dan dapat menambah ilmu pengetahuan serta
wawasan bagi siapa pun yang membacanya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Serang, Januari 2016
(Tiara Puji Pangesti)
12
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................................... i
LEMBAR ORISINALITAS ........................................................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI ....................................................................... iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................................. v
ABSTRAK ..................................................................................................................... vi
ABSTRACT ................................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................................ viii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ........................................................................................................ xv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xvii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 7 1.3 Identifikasi Masalah ................................................................................ 7 1.4 Tujuan Penelitian .................................................................................... 7 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................. 8
BAB 2 KAJIAN TEORI
2.1 Tinjauan Konsep ..................................................................................... 9 2.1.1 Komunikasi ................................................................................... 9 2.1.2 Komunikasi Sosial ....................................................................... 11 2.1.3 Komunikasi Interpersonal ........................................................... 12
2.2 Perspektif Teoritis ................................................................................ 13
Halaman
xii
13
2.2.1 Teori Dramaturgi ......................................................................... 14 1. Pemahaman Mengenai Dramaturgi ......................................... 16 2. Presentasi Diri ......................................................................... 18 3. Panggung Pertunjukan ............................................................ 20 4. Front Stage (Panggung Depan) .............................................. 22 5. Back Stage (Panggung Belakang) ........................................... 24
2.3 Orientasi Seksual .................................................................................. 25 1. Pengertian Homoseks dan Homoseksualitas .................................. 28 2. Tipe-Tipe Homoseksual ................................................................... 29 3. Pengertian Gay atau Pria Homoseksual ........................................... 32
2.4 Mahasiswa ........................................................................................... 34 2.5 Kerangka Berpikir ............................................................................... 35 2.6 Penelitian Terdahulu ............................................................................ 38
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metodologi Penelitian .......................................................................... 47 3.1.1 Metode Penelitian ........................................................................ 47 3.1.2 Paradigma Penelitian ................................................................... 50
3.2 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................... 51 3.3 Instrumen Penelitian ............................................................................ 52
3.3.1 Sumber Data ............................................................................... 52 3.3.2 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 52
3.4 Informan Penelitian ............................................................................. 55 3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................... 57 3.6 Lokasi Penelitian ................................................................................. 59 3.7 Jadwal Penelitian ................................................................................. 60
BAB 4 HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian .................................................................. 61 4.1.1 Deskripsi Identitas key Informan ................................................. 62
1. Key Informan 1 AL ................................................................. 63 2. Key Informan 2 EL ................................................................. 65 3. Key Informan 3 YEL ............................................................... 67
4.1.2 Deskripsi Identitas Narasumber .................................................. 70 Sake Pramawisakti, S.Psi ............................................................ 70
4.1.3 Deskripsi Identitas Informan Tambahan .................................... 71 Laddy Marriet .............................................................................. 71
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian .................................................................... 72 4.2.1 Panggung Pertunjukkan Individu gay ......................................... 75
4.2.1.1 Panggung Depan Individu gay ........................................ 76 1. Di dalam Lingkungan Keluarga ................................... 80 2. Di dalam Lingkungan Kampus .................................... 98
4.2.1.2 Pangggung Belakang Individu gay ................................ 122 Di Lingkungan kelompok Gay ....................................... 123
xiii
14
4.3. Realitas Dramaturgi Mahasiswa Homoseksual .................................. 144
BAB 5 KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan ......................................................................................... 161 1. Presentasi Diri Mahasiswa Gay di Lingkungan Keluarga
Sebagai Panggung Depan .............................................................. 161 2. Presentasi Diri Mahasiswa Gay di Lingkungan Kampus
Sebagai Panggung Depan .............................................................. 162 3. Presentasi Diri Mahasiswa Gay di Lingkungan Kelompok
Gay Sebagai Panggung Belakang .................................................. 162 5.2 Saran ................................................................................................... 163
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 165
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................................... 167
RIWAYAT HIDUP ................................................................................................... 206
xiv
15
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Penelitian Sejenis ............................................................................................ 44 Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ............................................................................................ 60
xv
16
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ......................................................................................... 37 Gambar 4.1 Informan Tambahan Sake Pramawisakti, S.Psi ............................................ 71 Gambar 4.2 Hasil Temuan Penelitian ............................................................................. 160
xvi
17
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara informan ................................................................... 167 1. Pedoman Wawancara Key Informan ...................................................... 168 2. Pedoman Wawancara Sahabat Key Informan ........................................ 170 3. Pedoman Wawancara Narasumber ........................................................ 170
Lampiran 2 Hasil Jawaban Wawancara Key Informan .................................................. 171 1. Jawaban Wawancara Key Informan AL ................................................ 172 2. Jawaban Wawancara Key Informan EL ................................................. 180 3. Jawaban Wawancara Key Informan YEL .............................................. 187
Lampiran 3 Hasil Jawaban Wawancara Sahabat Key Informan ..................................... 195 Lampiran 4 Hasil Jawaban Wawancara Narasumber ..................................................... 198 Lampiran 5 Surat Ijin Penelitian Kepada Psikolog Sake Pramawisakti, S.Psi. .............. 201 Lampiran 6 Buku Bimbingan Skripsi ............................................................................. 203
xvii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Homogeny relationship merupakan suatu identitas seksual diluar
heteronormativitas yang tidak lagi mampu disangkal keberadaanya. Homosexual,
adalah ketertarikan seksual dimana pasangan yang dipilih dari sesama jenis.
Kelompok homoseksual dibedakan menjadi empat golongan, yaitu kelompok
lesbian, gay, biseksual dan transgender atau biasa disingkat menjadi LGBT.
Kelompok yang menjadi fokus penelitian yang dilakukan peneliti adalah
kelompok gay atau pria homoseksual. Biasanya karakteristik dari pria
homoseksual ini yaitu penampilannya yang modis, dan trendy.
Munculnya fenomena gay memang tidak lepas dari konteks kebudayaan.
Kebiasaan-kebiasaan pada masa anak-anak ketika mereka dibesarkan di dalam
keluarga, kemudian mendapat penegasan pada masa remaja menjadi penyumbang
terciptanya gay. Tidak satu pun gay yang “menjadi gay” karena proses mendadak.
Kesimpulannya bahwa tidak ada seorang gay yang lahir ke dunia ini lalu
kemudian murni menjadi gay tanpa adanya proses sosialisasi di dalamnya,
sehingga dalam tahap sosialisasi ini seorang gay bisa berperilaku tersebut
disebabkan oleh beberapa faktor.
Tidak semua gay di Indonesia secara terbuka dan berani menyatakan
bahwa dirinya adalah seorang gay dengan alasan demi menjaga nama baik mereka
1
2
1
2
maupun keluarga. Sehingga hal inilah yang menyebabkan seorang gay lebih
memilih untuk menutupi identitas seksualnya dibandingkan harus membuka
dirinya sebagai seorang gay. Di samping itu beberapa hal yang menyebabkan
mereka menutupi identitas aslinya sebagai gay yaitu karena adanya nilai dan
norma sosial yang ada dimasyarakat.
Gay disadari sebagai sebuah orientasi seksual yang ada di dalam
masyarakat dan menimbulkan berbagai macam reaksi oleh lingkungan sekitarnya.
Perdebatan mengenai homoseksualitas telah lama menjadi perbincangan hangat
yang melahirkan pro dan kontra terhadap orientasi seksual diluar
heteronormativitas. Tidak sulit kita temukan kelompok orang yang
mengatasnamakan norma dan nilai agama tertentu untuk melakukan tindakan
kriminalisasi terhadap kaum gay. Sebagai contoh penyerangan dan terror yang
dilancarkan oleh Front Pembela Islam terhadap agenda Internasional Lesbian Gay
Assosiation (ILGA) di Surabaya pada tanggal 26-28 Maret 2010, dan mirisnya
pembubaran ini diamini oleh aparat kepolisian yang bertindak sebagai alat
pengamanan negara.1 Dari kasus tersebut, aparat kepolisian memiliki peran
sebagai alat pengamanan negara terhadap masyarakat yang mendominasi
kepemimpinan moral dan intelektual rakyatnya, yang pada akhirnya menyudutkan
keberadaan kaum gay. Selain dari kasus tindakan kriminalisasi diatas, masih
banyak kasus-kasus yang berkaitan dengan tindakan homoseksual.
Salah satu contoh kasus yang terjadi yaitu pada pasangan sesama jenis
yang menikah pada tanggal 12 januari 2012, menurut sumber dari Tempo yang 1 Mahardika News (Heteronormativitas, Konstruksi atau Takdir?) diakses melalui perempuanmahardika.blogspot.com/2010/08. {28/03/2015}.
3
bernama Angelis, 41 tahun dan Angga Sucipto, 21 tahun telah meninggalkan
rumah mereka di Perumahan Puri Agung III, Blok B6 Nomor 20, Batam, setelah
masyarakat sekitar menggerebek mereka. Timbul niat warga menggerebek
pasangan Anggelis dan Angga ini, menurut salah seorang warga yang tak mau
disebutkan identitasnya, karena tingkah laku mereka yang kadang di luar norma.
Bahkan ketika digerebek, keduanya sedang tidak mengenakan pakaian lengkap,
jadi mudah diketahui jenis kelamin mereka. Angelis dan Angga adalah sesama
jenis, yaitu sama-sama perempuan.2
Dari kasus-kasus di atas kita bisa melihat bahwa masyarakat Indonesia
dengan nilai-nilai ketimurannya menganggap bahwa hubungan sesama jenis
adalah tabu, dianggap salah, dan tidak diakui bahkan dianggap aneh, pria
berpakaian seperti perempuan saja tidak dibolehkan apalagi pasangan sesama
jenis.
Di negara Indonesia sampai saat ini masih tidak melegalkan pernikahan
sesama jenis, karena pernikahan yang dianggap sah bagi Negara Indonesia adalah
pernikahan antar lawan jenis. Sehingga terdapat tindakan yang dilakukan oleh
Front Pembela Islam terhadap agenda Internasional Lesbian Gay Assosiation
(ILGA) di Surabaya, dan penggerebekan yang dilakukan oleh warga terhadap
pasangan homoseksual. Kondisi inilah yang menjadikan individu gay enggan
untuk membuka diri mengenai jati diri mereka yang sebenarnya, karena hal
tersebut dianggap bisa mendapatkan penolakan dari masyarakat.
2 http://nasional.tempo.co/read/news/2013/01/12/058453944/Pasangan-Nikah-Sesama-Jenis-Kabur-dari-Rumah. Diakses pada tanggal 9-06-2015.
4
Dari stigma-stigma sosial yang mendiskreditkan komunitas maupun
individu homoseksual di Indonesia. keberadaan kaum homoseksual di Indonesia
tetap ada, Begitu juga di daerah kota Serang, keberadaan individu
homoseksualpun telah berkembang. Kehidupan kaum homoseksual yang bertolak
belakang dengan kebiasaan kehidupan manusia secara normal dalam berperilaku
dan menentukan sikap membuat individu homoseksual itu sendiri tidak
mendapatkan tempat di masyarakat. Itu semua dikarenakan pola kehidupan
mereka dianggap akan mempengaruhi kehidupan masyarakat lain.
Masih ada kekhawatiran sebagian individu gay di kota serang untuk
terbuka kepada masyarakat mengenai identitas seksual mereka, karena terkait
dengan berita pelegalan pernikahan sejenis di Amerika, sehingga orang indonesia
langsung anti pati dengan keberadaan gay, sehingga membuat sebagian individu
gay merasa takut untuk membuka identitas mereka. Sehingga dari kasus tersebut,
Permasalahan yang tengah dihadapi oleh individu sebagai pelaku homoseksual
sekarang ini yaitu bagaimana menempatkan diri dalam kehidupan bermasyarakat.
Karena keberadaan mereka masih dibilang asing dalam kehidupan dan sedikit
sulit untuk di terima.
Terlebih lagi masyarakat Indonesia dengan budaya ketimurannya masih
memegang teguh nilai heteronormativitas sebagai hubungan yang dianggap sesuai
dengan budaya masyarakat indonesia. Heteronormativitas inilah yang selama ini
menjadikan gay merasa bahwa dirinya harus tetap menjaga kerahasian mengenai
pilihan orientasi seksual yang dipilihnya. Kaum gay juga tidak diuntungkan dalam
beberapa hal ketika dibandingkan dengan kaum mayoritas ketika berinteraksi.
5
Dalam interaksinya dengan kaum dominan, kaum gay harus mengupayakan
sebuah cara berkomunikasi sendiri supaya tetap dapat berinteraksi dengan dunia
sosialnya.
Dari peristiwa sosial di atas yang memaparkan tentang semakin
berkembangnya keberadaan kaum homoseksual dan penolakan dari masyarakat
dengan keberadaan pelaku homoseksual dan pada realitasnya masyarakat selalu
meyisihkan mereka dengan tidak sebagaimana semestinya, karena masyarakat
menganggap para pelaku homoseksual berlaku tidak sesuai dengan norma-norma
yang berlaku. Sehingga para pelaku homoseksual sering melakukan tindakan-
tindakan yang mereka rasa menyelamatkan diri mereka sendiri. Seperti contoh
melakukan sandiwara atau mengelola kesan dengan sebaik mungkin untuk
mendapatkan pengakuan yang baik dan tetap diterima menjadi bagian dari
anggota di lingkungan tempat dia berada.
Sehingga masyarakat akan tetap mengganggap mereka dengan
sebagaimana semestinya, walaupun mereka adalah kaum homoseksual. Oleh
karena itu mereka mencoba untuk membentuk gambaran idealis mengenai diri
mereka sendiri misalnya, di lingkungan keluarga dan di depan umum. Karena
mereka merasa bahwa mereka harus menyembunyikan sesuatu dalam perbuatan
mereka.
Hal tersebut dilakukan karena manusia tidak hanya sebagai makhluk
individu, akan tetapi juga sebagai makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
tanpa bantuan orang lain, yang dalam kesehariannya tidak terlepas dari berbagai
macam aktivitas yang melibatkan individu-individu lain untuk saling
6
berkomunikasi dan saling bersosialisasi setiap saat mereka saling membutuhkan
untuk memenuhi kebutuhan masing-masing. Baik itu kebutuhan biologis seperti
makan, minum dan seks maupun kebutuhan psikologis, seperti rasa kasih sayang,
dihargai, diakui, rasa aman dan sebagainya.
Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi penelitian ini dilakukan di
kota Serang. Dengan pertimbangan bahwa Serang identik dengan kota santri,
dimana masyarakatnya mayoritas beragama islam dan menganggap bahwa
perilaku seks seperti ini dianggap salah karena tidak sesuai dengan norma yang
ada dan masih dianggap aneh oleh sebagian masyarakat, sehingga hal ini masih
menjadi permasalahan yang agak sedikit sensitif untuk diangkat. Perkembangan
kaum homoseksual di kota Serang yang semakin berkembang. Akan tetapi dari
semuanya masih banyak dari mereka yang enggan menunjukkan jati diri mereka
yang sebenarnya dikarenakan norma-norma yang ada. Sehingga tanpa kita sadari
dalam realita kehidupan sehari-hari terdapat individu gay yang berinteraksi
dengan lingkungan sekitar kita. Karena keberadaan mereka yang tak tampak
itulah, sehingga orang normal susah untuk membedakannya.
Mahasiswa sebagai remaja dewasa yang merupakan remaja yang berada
pada perkembangan psikoseksual yang sudah matang sehingga mereka memiliki
kebebasan untuk menentukan cara dan jalan yang dipilih untuk memenuhi
dorongan-dorongan yang ada, oleh karena itu mahasiswa menjadi objek utama
penelitian mengenai homoseksualitas ini. Sebagai mahasiswa, yang notabenenya
seseorang yang terpelajar, maka pandangan negatif akan segera dilayangkan pada
mahasiswa gay.
7
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti memilih untuk mengkaji
presentasi diri mahasiswa homoseksual di kota Serang adalah untuk mengetahui
tujuan tertentu terhadap pesan yang disampaikan oleh gay tersebut kepada orang
lain. Sehingga gay ini akan memperlihatkan sosok- sosok tertentu yang dapat
dipahami oleh orang lain yang melihatnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat dirumusan fokus
masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimanakah “Presentasi Diri Mahasiswa
Homoseksual di Kota Serang”.
1.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan rumusan masalah penelitian, maka dapat di identifikasikan
masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1) Bagaimana presentasi diri mahasiswa homoseksual di dalam lingkungan
keluarga dan di lingkungan kampusnya?
2) Bagaimana presentasi diri mahasiswa homoseksual di dalam kelompok
gay-nya?
1.4 Tujuan Penelitian
1) Untuk menjelaskan presentasi diri mahasiswa homoseksual di dalam
lingkungan keluarga dan di lingkungan kampusnya.
2) Untuk menjelaskan presentasi diri mahasiswa homoseksual di dalam
kelompok gay-nya.
8
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat berguna bagi semua pihak
terutama bagi pihak yang memiliki kepentingan langsung terhadap permasalahan
yang dikaji dalam penelitian ini. Adapun hasilnya dapat bermanfaat dan berguna
sebagai berikut:
a. Teoritis
Secara teoritis, penelitian ini dapat menyumbangkan pemikiran-
pemikiran baru, terutama dalam bidang Ilmu Komunikasi khususnya
dalam komunikasi sosial dan komunikasi antarpribadi yaitu terhadap
Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual.
b. Praktis
1) Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
berupa gambaran dan pemahaman terhadap Presentasi Diri
Mahasiswa Homoseksual di Kota Serang. Dimana pemahaman
tersebut diharapkan mampu memberikan sumbangan kerangka
pemikiran yang dapat di perankan dalam kehidupan
bermasyarakat.
2) Secara praktis penelitian ini juga dapat memberikan manfaat bagi
individu homoseksual agar keberadaan mereka dapat lebih
dipahami sebagai makhluk sosial yang memerlukan kegiatan
interaksi dengan dunia sosialnya.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Konsep
Agar tidak terjadi kekeliruan dalam pemaknaan mengenai judul penelitian
“Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual di Kota Serang”, maka peneliti akan
memberikan gambaran dari beberapa teori yang ada dengan judul penelitian
tersebut:
2.1.1. Komunikasi
Kata Komunikasi atau communication dalam bahasa inggris berasal dari
kata Latin communis yang berarti “sama”, communico, communication, atau
communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Istilah pertama
(communis) adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata
komunikasi, yang merupakan akar dari kata-kata Latin lainnya yang mirip.
Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan
dianut secara sama.3 Carl L. Hovland mendefinisikan komunikasi adalah proses
yang memungkinkan seseorang (komunikator) menyampaikan rangsangan
(biasanya lambang-lambang verbal) untuk mengubah perilaku orang lain
(komunikate). Everett M. Rogers mendefinisikan komunikasi adalah proses di
3 Sudikin Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendikia. Hal. 62.
9
10
mana suatu ide dilahirkan dari sumber kepada suatu penerima atau lebih, dengan
maksud untuk mengubah tingkah laku mereka.4
Dari pengertian komunikasi diatas, untuk memperjelasnya dapat
dianalogikan sesuai dengan objek kajian dalam penelitian ini yaitu individu
homoseksual, yang menjadi komunikator yang memungkinkan seorang individu
homoseksual (komunikator) untuk memberikan rangsangan berupa lambang-
lambang verbal dan non verbal, di mana ketika individu homoseksual
memberikan rangsangan tersebut, individu itu berusaha untuk menumbuhkan
kesan-kesan tertentu yang sesuai dengan harapannya agar dapat mengubah
perilaku komunikannya, yang mungkin akan berubah menjadi menerimanya
meskipun dia homoseksual.
Dalam hidup bermasyarakat, orang yang tidak pernah berkomunikasi
dengan orang lain niscahaya akan terisolasi dari masyarakatnya. Pengaruh
keterisolasian ini akan menimbulkan depresi mental yang pada akhirnya
membawa orang kehilangan keseimbangan jiwa. Oleh sebab itu menurut Dr.
Everett Kleinjan dari East West Center Hawaii, komunikasi sudah merupakan
bagian kekal dari kehidupan manusia seperti halnya bernafas. Sepanjang manusia
ingin hidup maka ia perlu berkomunikasi.
Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang
sangat fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Wilbur Schramm
menyebutnya bahwa komunikasi dan masyarakat adalah dua kata kembar yang
tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa komunikasi tidak mungkin
4 Deddy Mulyana. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda Karya. Hal. 62.
11
masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka manusia tidak mungkin
dapat mengembangkan komunikasi (Schramm; 1982).5
Apa yang mendorong manusia sehingga ingin berkomunikasi dengan
manusia lainnya. Teori dasar biologi menyebut adanya dua kebutuhan, yakni
kebetuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan untuk
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Oleh karena itu, manusia melakukan
berbagai cara agar dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya dan kebutuhan
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sesuai dengan apa yang menurut
mereka benar.
2.1.2. Komunikasi Sosial
Komunikasi sosial adalah kegiatan komunikasi yang diarahkan pada
pencapaian suatu situasi integrasi sosial. Komunikasi sosial sebagai salah satu
fungsi komunikasi adalah suatu proses sosialisasi untuk pencapaian stabilitas
sosial, tertib sosial, dan penerusan nilai-nilai lama dan baru yang diagungkan oleh
suatu masyarakat. Melalui komunikasi sosial inilah kesadaran masyarakat
dipupuk, dibina dan diperluas, melalui komunikasi sosial juga masalah-masalah
sosial dipecahkan secara konsensus.6 Komunikasi sosial setidaknya
mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk menbangun konsep diri kita,
aktualisasi diri, kelangsungan hidup, memperoleh kebahagian, terhindar dari
tekanan dan ketegangan dan mempunyai hubungan dengan orang lain.
5 Hafied Cangara. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Hal 2. 6 Burhan Bungin. 2008. Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat). Jakarta: Kencana Pradana Media Grup. Hal. 32.
12
Komunikasi sosial pada dasarnya adalah komunikasi kultur, karena dua
istilah sosial dan kultur bagaimana dua sisi mata uang yang tidak dapat
dipisahkan. Budaya menjadi perilaku komunikasi, dan komunikasipun turut
menentukan, memelihara, mengembangkan, dan mewariskan budaya.7 Menurut
Hall “komunikasi adalah budaya, sebaliknya budaya adalah mekanisme sosialisasi
budaya masyarakat baik secara horizontal (dari anggota masyarakat ke anggota
masyarakat lainnya), ataupun secara vertical (dari generasi ke generasi
berikutnya). Laki-laki tidak gampang menangis, dan tidak bermain boneka. Anak
perempuan tidak bermain pistol-pistolan, pedang-pedangan atau mobil-mobilan.
Laki-laki berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya perempuan berpasangan
dengan laki-laki.
2.1.3. Komunikasi Interpersonal
Komunikasi antar pribadi (KAP) merupakan proses komunikasi yang
dilakukan oleh dua orang atau lebih, tidak melalui media, efeknya segera dan
umpan balik bersifat langsung.8 Manusia membutuhkan komunikasi dengan orang
lain karena manusia merupakan makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan
orang lain. Oleh karena itu peneliti memilih untuk mengkaji komunikasi
interpersonal terhadap presentasi diri gay di kota Serang adalah untuk mengetahui
tujuan tertentu terhadap pesan yang disampaikan oleh gay tersebut kepada orang
lain. Sehingga seorang gay akan memperlihatkan sosok-sosok tertentu yang akan
7 Burhan Bungin. 2008. Sosiologi Komunikasi (Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi
Komunikasi di Masyarakat). Jakarta: Kencana Pradana Media Grup. Hal.14. 8 Ibid,.Hal.72.
13
dipahami oleh orang yang melihatnya dari proses komunikasi interpersonal
tersebut.
Komunikasi Interpersonal atau Komunikasi antar pribadi adalah sebuah
komunikasi yang dilakukan orang-orang secara tatap muka (face to face) yang
memungkinkan untuk mendapatkan respon secara langsung baik verbal maupun
non-verbal.9 Ada 3 (tiga) prediksi analisis bertahap yang dilakukan dalam KAP,
yaitu sosiologi, antropologi, dan psikologi.10 Analisis sosiologi dan antropologi
cenderung menghasilkan stereotype karena orang-orang yang terlibat dalam
komunikasi bersifat homophily (adanya kesamaan norma, nilai-nilai
kemasyarakatan, budaya, dan sebagainya), makan dengan tangan kanan, jangan
melawan orang tua, duduklah dengan sopan, perempuan mengenakan rok, laki-
laki mengenakan celana, laki-laki berpasangan dengan perempuan dan sebaliknya
perempuan berpasangan dengan laki-laki. Sedangkan pada analisis psikologis,
sudah melibatkan aspek empati atau sama rasa senasib sepenanggungan atau
orang-orang yang terlibat di kegiatan komunikasi ini bersifat heterophily
(perbedaan dalam sifat dan tingkah laku tetapi mampu menyesuaikan satu sama
lain), sehingga seringkali menghasilkan saling menyesuaikan satu sama lain.
2.2. Perspektif Teoritis
Perspektif adalah suatu kerangka konseptual (conceptual framework),
suatu perangkat asumsi, nilai, atau gagasan yang mempengaruhi persepsi kita, dan
9 Deddy Mulyana. 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Hal.81. 10 Ahmad Sihabudin, dan Rahmi Winangsih. 2012. Komunikasi Antar Manusia. Serang: Pustaka
Getok Tular. Hal. 72.
14
pada gilirannya mempengaruhi cara kita bertindak dalam suatu situasi.11
Sedangkan teori digunakan oleh peneliti untuk menjustifikasi dan memandu
penelitian mereka. Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti menggunakan
kajian-kajian konsep sebagai berikut:
2.2.1 Teori Dramaturgi
Teori yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teori dramaturgi dari
Erving Goffman, salah satu pakar sosiologi yang terkenal pada abad ke-20
menggunakan sebuah metafora dramatis untuk menjelaskan bagaimana para
pelaku komunikasi menghadirkan dirinya. Teori dramaturgi menurut Goffman
yaitu, bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka ingin menyajikan suatu
gambaran diri yang akan diterima orang lain sesuai dengan apa yang
diharapkan.12 Ia menyebut upaya itu sebagai “pengelolaan kesan” yaitu teknik-
teknik yang digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Upaya pengelolaan kesan untuk
membangun identitas dirinya dalam upaya menjaga kerahasiaan yang ada di
dalam dirinya tersebut. sehingga mereka mengelola kesan sebaik mungkin agar
orang lain menganggap mereka dengan sebagaimana mestinya.
Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia
digunakan untuk presentasi diri ini, termasuk busana yang aktor pakai, tempat
akor tinggal, cara aktor berjalan dan berbicara, dan juga pekerjaan yang aktor
lakukan. Memang segala sesuatu yang terbuka mengenai diri aktor atau pelaku
11 Dedy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Rosdakarya. Hal. 16. 12 George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal.
298.
15
komunikasi sendiri dapat digunakan untuk memberi tahu orang lain siapa dia.
Aktor melakukan hal itu dari situasi ke situasi.
Seperti halnya subjek dalam penelitian ini yaitu mahasiswa homoseksual,
mereka juga berusaha untuk menyesuaikan diri mereka dengan menampilkan citra
diri mereka kepada orang lain yang sesuai dengan lingkungan sosialnya. Upaya
penyesuaian diri itu disebut juga pengelolaan kesan.
Goffman menyebut aktivitas untuk mempengaruhi orang lain itu sebagai
pertunjukkan (performance). Pertunjukkan itu dilakukan untuk meyakinkan orang
lain agar menganggap aktor sesuai dengan apa yang aktor harapkan. Menurut
Goffman, kehidupan sosial bagaikan teater yang memungkinkan sang aktor
memainkan berbagai peran diatas suatu atau beberapa panggung.
Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial
yang mirip dengan pertunjukkan diatas panggung, yang menampilkan peran-peran
yang dimainkan para aktor. Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi
menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region).
Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang memungkinkan
individu bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka seperti sedang
memainkan perannya diatas panggung sandiwara di hadapan khalayak penonton.
Sebaliknya, wilayah belakang ibarat panggung sandiwara bagian belakang (back
stage) atau tempat pemain sandiwara bersantai dengan kehidupan di panggung
belakangnya, contohnya mereka akan merasa lebih santai dan menjadi diri mereka
yang apa adanya dengan gaya bicara, dan perilaku yang tidak ada yang
16
disembunyikan, seperti halnya pada saat mereka berada di lingkungan pada
panggung depan mereka.
Dalam usaha untuk mempresentasikan dirinya, terkadang sang aktor
menghadapi kesenjangan antara citra diri yang ia inginkan dilihat orang lain, dan
identitas yang sebenarnya, karena ia memiliki stigma (cacat), baik stigma fisik
(orang buta, orang lumpuh, orang pincang, bertangan atau berkaki satu) ataupun
stigma sosial (mantan pembunuh, mantan perampok, gay, lesbian, dan
sebagainya).
Buku Goffman, stigma, menelaah interaksi dramaturgis antara orang-
orang yang memiliki stigma dan orang-orang normal. Sifat interkasi itu
bergantung pada jenis stigma. Dalam kasus stigma fisik, aktor mengasumsikan
bahwa khalayak mengetahui bahwa aktor memang secara fisik berbeda dengan
mereka, sedangkan dalam kasus stigma sosial khalayak tidak mengetahui dan
melihatnya, misalnya homoseksual. Bagi aktor yang memiliki stigma fisik,
problem dramaturginya adalah menegelola ketegangan yang berasal dari fakta
bahwa orang lain mengetahui cacat fisik sang aktor, sedangkan bagi aktor dengan
stigma sosial, problem dramaturgisnya adalah mengelola informasi agar stigma
sosial tersebut tetap tersembunyi bagi khalayak, misalnya homoseksual.13
1) Pemahaman Mengenai Dramaturgi
Dramaturgi adalah suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan Teori
Interaksionisme Simbolik. Dramaturgi diartikan sebagai suatu model untuk
mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu menetapkan 13 Dedy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal.
122.
17
arti kepada hidup mereka dan lingkungan tempat dia berada demi memelihara
keutuhan diri.
Istilah dramaturgi dipopulerkan oleh Erving Goffman, salah seorang
sosiolog yang paling berpengaruh pada abad 20. Dalam bukunya yang berjudul
The Presentation of Self in Everyday Life yang diterbitkan pada tahun 1959,
Goffman memperkenalkan konsep dramaturgi yang bersifat penampilan teateris.
Yakni memusatkan perhatian atas kehidupan sosial sebagai serangkaian
pertunjukan drama yang mirip dengan pertunjukan drama di panggung.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Goffman melihat banyak kesamaan
antara pementasan teater dan berbagai jenis peran yang kita mainkan dalam
interaksi dan tindakan sehari-hari.14 Ada aktor dan penonton. Tugas aktor hanya
mempersiapkan dirinya dengan berbagai atribut pendukung dari peran yang ia
mainkan, sedangkan bagaimana makna itu tercipta, masyarakatlah (penonton)
yang memberi interpretasi.
Individu tidak lagi bebas dalam menentukan makna tetapi konteks yang
lebih luas menentukan makna (dalam hal ini adalah penonton dari sang aktor).
Karyanya melukiskan bahwa manusia sebagai manipulator simbol yang hidup di
dunia simbol. Perhatian utama Goffman terletak di bidang interaksi. Ia
menyatakan, karena orang umumnya mencoba mempertunjukkan gambaran
idealis mengenai diri mereka sendiri di depan umum, maka tanpa terelakkan
14 George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal.93.
18
mereka merasa bahwa mereka harus menyembunyikan sesuatu dalam perbuatan
mereka.15
Dalam konsep dramaturgi, Goffman mengawalinya dengan penafsiran
“konsep-diri”, di mana Goffman menggambarkan pengertian diri yang lebih luas
daripada Mead (menurut Mead, konsep-diri seorang individu bersifat stabil dan
sinambung selagi membentuk dan dibentuk masyarakat berdasarkan basis jangka
panjang). Sedangkan menurut Goffman, konsep-diri lebih bersifat temporer,
dalam arti bahwa diri bersifat jangka pendek, bermain peran, karena selalu
dituntut oleh peran-peran sosial yang berlainan, contohnya pada saat individu
homoseksual berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, mereka tidak hanya
berinterkasi dengan lingkungan keluarganya saja, akan tetapi dengan lingkungan
sosial lainnya dengan situasi dan identitas sosial yang mungkin berbeda sehingga
memungkinkan untuk memainkan peran-peran sosial yang berlainan. Berkaitan
dengan interaksi, definisi situasi bagi konsep-diri individu tertentu dinamakan
Goffman sebagai presentasi diri.
2) Presentasi Diri
Menurut Goffman, presentasi diri merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas
sosial bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi
yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada.16
15 George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal.
299. 16 Dedy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal.
110-111.
19
Lebih jauh presentasi diri merupakan upaya individu untuk menumbuhkan
kesan tertentu di depan orang lain dengan cara menata perilaku agar orang lain
memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia inginkan. Dalam proses
produksi identitas tersebut, ada suatu pertimbangan-pertimbangan yang dilakukan
mengenai atribut simbol yang hendak digunakan sesuai dan mampu mendukung
identitas yang ditampilkan secara menyeluruh.
Manusia adalah aktor yang berusaha menggabungkan karakteristik
personal dan tujuan kepada orang lain melalui “pertunjukan dramanya sendiri”.
Dalam mencapai tujuannya tersebut, manusia akan mengembangkan perilaku-
perilaku yang mendukung perannya tersebut. Selayaknya pertunjukan drama,
seorang aktor dalam drama kehidupan juga harus mempersiapkan kelengkapan
pertunjukan. Kemudian ketika perangkat simbol dan pemaknaaan identitas yang
hendak disampaikan itu telah siap, maka individu tersebut akan melakukan suatu
gambaran-diri yang akan diterima oleh orang lain. Upaya itu disebut Goffman
sebagai “pengelolaan kesan” (impression management), yaitu teknik-teknik yang
digunakan aktor untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi-situasi
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu (Mulyana, 2010: 112).
Menurut Goffman, kebanyakan atribut, milik atau aktivitas manusia
digunakan untuk presentasi diri, termasuk busana yang kita kenakan, tempat kita
tinggal, rumah yang kita huni berikut cara kita melengkapinya (furnitur dan
perabotan rumah), cara kita berjalan dan berbicara, pekerjaaan yang kita lakukan
dan cara kita menghabiskan waktu luang kita Lebih jauh lagi, dengan mengelola
informasi yang kita berikan kepada orang lain, maka kita akan mengendalikan
20
pemaknaan orang lain terhadap diri kita. Hal itu digunakan untuk memberi tahu
kepada orang lain mengenai siapa kita.17
Dalam konsep dramaturgi, Goffman menyebut aktivitas untuk
mempengaruhi orang lain itu sebagai pertunjukkan (performance), yakni
presentasi diri yang dilakukan individu pada ungkapan-ungkapan yang tersirat,
suatu ungkapan yang lebih bersifat teateris, kontekstual, non-verbal dan tidak
bersifat intensional. Dalam arti, orang akan berusaha memahami makna untuk
mendapatkan kesan dari berbagai tindakan orang lain, baik yang dipancarkan dari
mimik wajah, isyarat dan kualitas tindakan.18 Menurut Goffman, perilaku orang
dalam interaksi sosial selalu melakukan permainan informasi agar orang lain
mempunyai kesan yang lebih baik. Kesan non-verbal inilah yang menurut
Goffman harus dicek keasliannya. Ketika individu akan mempengaruhi khalayak
penontonnya mengenai konsep ideal mengenai dirinya terdapat sebuah panggung
pertunjukkan, di mana ia akan memainkan sebuah peran dalam panggung
pertunjukan itu.
Goffman menyatakan bahwa hidup adalah teater, individunya sebagai
aktor dan masyarakat adalah penontonnya. Jadi kehidupan dapat juga diartikan
sebagai panggung pertunjukkan, misalnya untuk subjek dalam penelitian ini yaitu
mahasiswa homoseksual. Ketika individu dihadapkan pada panggung, ia akan
menggunakan simbol-simbol yang relevan untuk memperkuat identitas
karakternya, namun ketika individu tersebut telah habis masa pementasannya,
17 Dedy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Hal.
112. 18 Ibid., Hal. 114.
21
maka di belakang panggung akan terlihat tampilan seutuhnya dari individu
tersebut.
3) Panggung Pertunjukan
Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang
mirip dengan pertunjukkan diatas panggung yang menampilkan peran-peran yang
dimainkan para aktor.19 Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi
menjadi “wilayah depan” (front region) dan “wilayah belakang” (back region).
Goffman melihat ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas
panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) drama
kehidupan. Kondisi akting di panggung depan adalah adanya penonton (yang
melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita
berusaha memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan
dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan
membuat drama yang berhasil. Sedangkan di panggung belakang adalah keadaan
di mana kita berada di belakang panggung dengan kondisi tidak ada penonton,
sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa memperdulikan plot perilaku
bagaimana yang harus kita bawakan.
Lebih jauh untuk memahami konsep dramaturgi, analogi individu gay
adalah sebagai contoh. Seorang gay senantiasa mempunyai dua sisi kehidupan
yang berbeda ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Dia berupaya
melakukan teknik-teknik pengelolaan kesan yang baik, sehingga dapat diterima di
lingkungan sosial tempat dia berada pada saat itu, meskipun dia seorang gay. 19 Dedy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. Hal.
114.
22
Karena akan sangat beresiko jika individu gay tersebut tertangkap basah dengan
identitas aslinya ketika berada di lingkungan yang mayoritas heteroseksusal,
karena akan menimbulkan kesan negatif.
Terdapat suatu resiko yang besar ketika panggung belakang atau “privat”
dari seorang individu bisa diketahui orang lain. Mengingat dalam hal ini,
panggung tersebut bersifat rahasia, maka hal yang wajar bagi individu untuk
menutupi panggung privat tersebut dengan tampilan luar yang “memukau”.
Lebih jelas akan dibahas dua panggung pertunjukan dalam kajian dramaturgi:
4) Front Stage (Panggung Depan)
Merupakan suatu panggung yang terdiri dari bagian pertunjukkan
(appearance) atas penampilan dan gaya (manner). Di panggung inilah aktor akan
membangun dan menunjukkan sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan
dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan
gambaran aktor mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima
penonton. Aktor akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan
mereka.20
Menurut Goffman, aktor menyembunyikan hal-hal tertentu tersebut
dengan alasan:
a. Aktor mungkin menyembunyikan kesenangan-kesenangan tersembunyi,
seperti meminum minuman keras, yang dilakukan sebelum pertunjukan,
atau kehidupan masa lalu, seperti pecandu alkohol, pecandu obat bius atau
perilaku kriminal yang tidak sesuai dengan panggung pertunjukan. 20 Sudikin Basrowi. 2002. Metode Penelitian Kualitatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan
Cendikia. Hal. 49-51.
23
b. Aktor mungkin ingin menyembunyikan kesalahan yang terjadi saat
persiapan pertunjukan, juga langkah-langkah yang diambil untuk
memperbaiki kesalahan tersebut. Misalnya, supir taksi mulai
menyembunyikan fakta ketika ia salah mengambil arah jalan.
c. Aktor mungkin merasa perlu menunjukkan hanya produk akhir dan
menyembunyikan proses memproduksinya. Misalnya dosen memerlukan
waktu beberapa jam untuk memberikan kuliah, namun mereka bertindak
seolah-olah mereka telah lama memahami materi kuliah itu.
d. Aktor mungkin perlu menyembunyikan “kerja kotor” yang dilakukan
untuk membuat produk akhir itu dari khalayak. Kerja kotor itu mungkin
meliputi tugas-tugas yang “secara fisik” kotor, semi-legal, kejam dan
menghinakan.
Dalam melakukan pertunjukan tertentu, aktor mungkin harus mengabaikan
standar lain. Akhirnya aktor mungkin perlu menyembunyikan hinaan, pelecehan
atau perundingan yang dibuat sehingga pertunjukan dapat berlangsung.
Goffman membagi panggung depan ini menjadi dua bagian yaitu front
pribadi, dan setting yakni situasi fisik yang harus ada ketika aktor harus
melakukan pertunjukkan. Tanpa setting, aktor biasanya tidak dapat melakukan
pertunjukkan. Misalnya: seorang mahasiswa yang memerlukan ruangan kelas,
seorang satpam memerlukan pos jaga, dan seorang pemain sepak bola
memerlukan lapangan bola. Front pribadi terdiri dari alat-alat yang dapat
dianggap khalayak sebagai perlengkapan aktor yang dibawa ke dalam setting.
24
Misalnya seorang satpam memerlukan seragam satpam dan pentungan yang harus
dibawa.21
5) Back Stage (Panggung Belakang)
Merupakan panggung penampilan individu di mana ia dapat
menyesuaikan diri dengan situasi penontonnya. Di panggung inilah segala
persiapan aktor disesuaikan dengan apa yang akan dihadapi di lapangan, untuk
menutupi identitas aslinya. panggung ini disebut juga panggung pribadi, yang
tidak boleh diketahui oleh orang lain. Dalam arena ini individu memiliki peran
yang berbeda dari front stage, ada alasan-alasan tertentu di mana individu
menutupi atau tidak menonjolkan peran yang sama dengan panggung depan. Di
panggung inilah individu akan tampil “seutuhnya” dalam arti identitas aslinya.
Di panggung inilah, aktor boleh bertindak dengan cara yang berbeda
dibandingkan ketika berada di hadapan penonton, jauh dari peran publik. Di sini
bisa terlihat perbandingan antara penampilan “palsu” dengan keseluruhan
kenyataan diri seorang aktor. Panggung belakang biasanya berbatasan dengan
panggung depan, tetapi tersembunyi dari pandangan khalayak. Ini dimaksudkan
untuk melindungi rahasia pertunjukkan, dan oleh karena itu, khalayak biasanya
tidak diizinkan memasuki panggung belakang, kecuali dalam keadaan darurat.
Suatu pertunjukkan akan sulit dilakukan bila aktor membiarkan khalayak berada
di panggung belakang.22
21 Dedy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. PT Remaja Rosdakarya.Hal.
114. 22 Ibid.,Hal. 115.
25
Baik panggung depan ataupun panggung belakang tidaklah merujuk
kepada suatu tempat fisik yang tetap. Misalnya mahasiswa homoseksual yang
berinteraksi tidak hanya dengan lingkungan kampusnya saja, tetapi dapat juga
berinteraksi dengan lingkungan keluarga, lingkungan tempat tinggal, bahkan
lingkungan gaynya. Di mana dalam setiap tempat, mereka akan mengelola kesan
sesuai dengan situasi-situasi tertentu yang ada.
Maka, melalui kajian mengenai presentasi diri yang dikemukakan oleh
Goffman dengan memperhatikan aspek front stage dan back stage, upaya untuk
menganalisa pengelolaan kesan yang dilakukan oleh homoseksual dapat semakin
mudah untuk dikaji dalam perspektif dramaturgi. Karena walau bagaimanapun,
manusia tidak pernah lepas dalam penggunaan simbol-simbol tertentu dalam
hidupnya.
2.3. Orientasi Seksual
Orientasi seksual menunjuk kepada situasi di mana seseorang mengalami
ketertarikan dan memperoleh kenikmatan seksual dengan lawan jenis atau sesama
jenis.23 Pada umumnya orientasi seksual pada manusia bersifat heteroseksual
(hetero adalah kata Yunani yang berarti “yang lain”). Artinya orang merasa
tertarik dengan lawan jenis. Namun demikian ada orientasi seksual yang bersifat
homo-seksual di mana orang merasa tertarik dengan lawan jenis seks yang sama
(homo adalah kata Yunani yang berarti “sama”). Orientasi seksual secara garis
besar dapat dibedakan menjadi :
a. Heteroseksual, yaitu orang yang tertarik secara emosi dan seksual terhadap
23 Bernard Raho. 2014. Sosiologi. Anggota IKAPI: Ledalero. Hal 211.
26
lawan jenisnya.
b. Homoseksual, yaitu orang yang tertarik secara emosi dan seksual terhadap
sesama jenisnya. Gay adalah istilah untuk homoseksual laki-laki, dan
lesbian adalah istilah untuk homoseksual perempuan.
c. Biseksual, yaitu orang yang tertarik secara emosi dan seksual terhadap
lawan dan sesama jenisnya.
Meskipun kebanyakan kebudayaan mendukung orientasi seksual yang
bersifat heteroseksual, namun ada juga orang-orang yang mentolerir atau bahkan
mendukung orientasi seksual yang homoseks atau lesbian. Namun karena
homoseksualitas tidak mungkin menjalankan fungsi reproduksi maka tidak
banyak kebudayaan yang mendukung adanya homoseksualitas ini. Bahkan ada
banyak kebudayaan yang menganggap kaum homo sebagai deviant. Dewasa ini
secara teoritis masyarakat umumnya sudah menerima adanya kaum waria. Tetapi
dalam kenyataannya, perlakuan terhadap mereka masih bersifat diskriminatif.
Prejudice dan tindakan diskriminatif ini menyebabkan banyak dari kaum mereka
tidak menampilkan diri secara terbuka.
Realitanya dalam kehidupan masyarakat Indonesia hanya ada 2 jenis
kelamin yang diakui yaitu laki-laki dan perempuan. Dimana konsep jenis kelamin
atau seks mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki, pada
perbedaan antara tubuh laki-laki dan perempuan. Sebagaimana dikemukakan
moored dan Sinclair (1995:117). “sex refers to the biological differences between
27
men and women, the result of differences in the choromosomes of the embryo”.24
Definisi konsep seks tersebut menekankan pada perbedaan yang disebabkan oleh
perbedaan kromosom pada janin.
Dengan demikian, mana kala kita berbicara mengenai perbedaan Jenis
kelamin maka kita akan membahas perbedaan biologis yang umumnya dijumpai
antara kaum laki-laki dan perempuan, seperti perbedaan pada bentuk, tinggi, serta
berat badan, pada struktur organ reproduksi dan fungsinya, pada suara, pada bulu
badan, dan lain sebagainya. Sebagaimana dikemukakan oleh kerstan (1999), jenis
kelamin bersifat biologis dan dibawa sejak lahir sehingga tidak dapat diubah.
Contoh yang diberikannya, hanya perempuanlah yang dapat melahirkan; hanya
laki-lakilah yang dapat menjadikan seorang perempuan hamil.
Orientasi seksual dalam kelompok sosial manusia mempunyai cara-cara
untuk menentukkan berbagai aturan termasuk aktivitas biologis yang menyangkut
hubungan kekerabatan dan norma-norma sosial dan budaya yang berlaku dalam
kelompok tersebut meliputi hal-hal yang diperbolehkan dan dilarang. Aturan-
aturan dalam seksualitas sebagai bentuk ekspresi dalam konstruksi sosial berarti
masyarakatlah yang mengorganisisir dan mengatur seksualitas dalam berbagai hal
dan menjadikan seseorang seksualis.
Seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang mengalami, menghayati,
dan mengekspresikan diri sebagai makhluk seksual, bagaimana seseorang
berpikir, merasa dan bertindak berdasarkan posisinya sebagai makhluk seksual,
yaitu bagaimana mereka mengkomunikasikan perasaan tersebut kepada orang lain 24 Sunarto Kamanto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia. Hal 110.
28
melalui tindakan yang dilakukannya seperti sentuhan, pelukan, ataupun perilaku
yang halus seperti isyarat gerak tubuh, cara berpakaian, dan perbendaharaan kata
termasuk pikiran, pengalaman, nilai, fantasi, emosi. Jadi seksualitas manusia
(human sexuality) merupakan topik yang kompleks dan sensitif. Ruang
lingkupnya meliputi perilaku, sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan norma, orientasi
dan sebagainya.
Seksualitas adalah realitas yang dibangun secara sosial dan tidak sama
pada setiap orang. Seksualitas diciptakan oleh budaya dengan mendefinisikan
beberapa perilaku yang berhubungan dengan seksual serta dipelajari dari skrip
yang ada di masysrakat. Seksualitas adalah sebagai identitas seseorang.
Menurut Foucault, seksualitas adalah efek akhir, produk, pengawasan
akhir masyarakat, diskusi, klarifikasi dan regulasi jenis kelamin. Seksualitas
seseorang pada dasarnya terdiri dari:25
a. Identitas seksual (seks biologi) berupa gradasi kejantanan dan kebetinaan.
b. Perilaku (peran) gender baik sebagaimana ditentukan oleh budaya atau
berupa pilihan sendiri atau berupa pilihan sendiri yang bertentangan
dengan budaya itu.
c. Khusus pada masyarakat modern, ada orientasi (preferensi) seksualitas
yang menyimpang ataukah mematuhi budaya. (Sprecher dan Mc
Kinney,1993).
25 Argyo Demartoto. Mengerti, Memahami dan Menerima Fenomena Homoseksual. Universitas
Diponego. Hal. 4. Diakses melalui argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/Seksualitas-Undip.pdf. {19-04-2015}.
29
Seksualitas menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam
bentuk perilaku yang beraneka ragam.
1) Pengertian Homoseks dan Homoseksualitas
Homoseksual adalah salah satu bentuk femonema penyimpangan orientasi
seksual yang dialami oleh seorang individu dengan menyukai sesama jenisnya.
Secara definitif pengertian dari gay dan homoseksual dapat dilihat dalam
pengertian sebagai berikut:
a. Homoseks dan Homophili adalah orang yang orientasi atau pilihan seks
pokok atau dasarnya, entah diwujudkan atau tidak, diarahkan kepada
sesama jenis kelaminnya (Utomo, 2001:6). Kees Mass mengatakan bahwa
istilah homoseks kurang tepat karena pengertiannya terlalu menekankan
aspek seksual dalam arti yang sempit. Ia menganjurkan menggunakan
istilah homophili. Ia memberi pengertian homophili adalah seseorang yang
tertarik atau jatuh cinta kepada orang yang berjenis kelamin sama, dengan
tujuan mengadakan persatuan hidup, baik untuk sementara maupun untuk
selamanya. Dalam persatuan ini, mereka menghayati cinta dan menikmati
kebahagiaan seksual yang sama seperti dialami oleh orang heteroseksual.
b. Pengertian yang lain tentang homoseks dapat dilihat dari Dede Oetomo
(2001) mendifinisikan bahwa yang dimaksud dengan homoseks adalah
orang-orang yang orientasi atau pilihan seks pokok atau dasarnya, entah
diwujudkan atau dilakukan maupun tidak, diarahkan sesama jenis
kelaminnya. Atau dengan kata lain secara emosional dan secara seksual
tertarik pada laki-laki.
30
2) Tipe-Tipe Homoseksual
Tanpa disadari homoseksual juga memiliki tipe-tipe tersenderi. Itu semua
disadari dengan orientasi seksual yang berbeda-beda dari masing-masing individu
tersebut. Dalam penelitian ini terdapat 6 (enam) tipe homoseksual yang ada.
Semua itu mencerminkan msing-masing kepribadian dari homoseksual itu sendiri.
Baik itu dari tipe homoseksual yang telah berani mengungkapkan diri mereka,
sebaliknya juga terdapat tipe homoseksual yang masih tertutup dalam masalah
pengungkapan diri mereka. Berikut tipe-tipe homoseksual yang ada.26
a. The Blatant Homoseksual
Mereka dikenali dengan dengan penampilan mereka yang
kewanita-wanitaa. Digambarkan sebagai pria yang lemah atau yang
dianggap sebagai tipe sissy, kata itu dimaksudkan untuk menunjukkan
perilaku mereka yang secara aneh sebagai kewanita-wanitaan. Termasuk
juga dalam kategori ini tipe yang disebut sebagai leather boy, yaitu
mereka yang dengan sengaja memperlihatkan sadomakistik dari
homoseksualitasnya, seperti memakai jaket kulit, rantai sepatu bot, dan
lain-lain. Sedangkan kaum homoseks yang tidak Nampak secara nyata
atau tidak cenderung menunjukkan homoseksualitasnya, dikategorikan
sebagai tipe boyish.
b. The Desperate Homosexual
Kaum homoseksual yang mencari partner seksualnya di toilet
umum atau tempat-tempat mandi uap (sauna). Mereka biasanya kurang 26 Ilham Akbar. 2011. Pola Komunikasi AntarPribadi Kaum Homoseksual Terhadap
Komunitasnya Di Kota Serang. Hal. 32. (Skripsi Sarjana, FISIP UNTIRTA. Serang. 2011).
31
mampu atau kurang suka untuk menjalin hubungan homoseksual yang
serius untuk jangka panjang. Setengah dari mereka diketaui telah menikah
dan istrinya tidak mengetahui perilaku homoseksual suaminya tersebut.
c. The Secret Homosexual
Tipe ini ditunjukkan kepada homoseksual yang biasanya menikah
dan berusaha menyembunyikan perilaku homoseksualnya dari
lingkungannya. Mereka pandai menyembunyikan perilaku sehingga tidak
tampak berbeda dari orang lain di lingkungannya. Hidupnya dalam
ketakutan dan kegelisahan yang terus menerus sehingga seringkali
berakibat fatal baginya. Para ahli menyebutnya sebagai egodystonic
homosexuality, yaitu homoseksual yang mengalami konflik batin dan tidak
dapat menerima serta merasa tertekan terhadap pilihan orientasi seksual
yang dimilikinya.
d. The Situational Homosexual
Individu yang karena situasi tertentu terlibat dalam perlikau
homoseksual tanpa sepenuh hati. Mereka mungkin terlibat dalam kegiatan
homoseksual selama dipenjara, lembaga-lembaga atau pada situasi di
mana kesempatan untuk melakukan kegiatan heteroseksual tidak
memungkinkan.
e. The Adjusted Homosexual
Ditunjukkan kepada homoseksual yang sudah dapat menerima
orientasi homoseksualnya. Dia aktif dalam berbagai organisasi
homoseksual dan sering berada di dalam komunitas homoseksual. Banyak
32
dari mereka yang berusaha untuk membentuk hubungan homoseksual
yang stabil tetapi tidak berlangsung lama, sekitar satu tahun. Para ahli
menyebut mereka dengan istilah ego-syntonic homosexuality.
f. The Homosexual Prostitute
Biasanya mereka yang tidak menganggap dirinya homoseksual.
Tetapi menjual jasa seksualnya kepada pasangan homoseks atau menjadi
pelacur itu telah berhasil secara finansial, biasanya mereka tidak akan
berperilaku lagi demikian. Jadi, perilaku homoseksualnya merupakan
suatu usaha ekonomis, dan mereka sendiri umumnya sanggup memelihara
identitasnya sebagai pria biasa di masyarakat.
Subjek penelitian dalam penilitian ini merupakan mahasiswa homoseksual
yang masuk ke dalam kategori “The Secret Homosexual”. Dimana subjek yang
diteliti yaitu mahasiswa homoseksual ini berusaha untuk menyembunyikan
perilaku homoseksualnya dari lingkungannya. Dimana dalam tipe homoseksual
ini, mereka pandai menyembunyikan perilaku sehingga tidak tampak berbeda dari
orang lain di lingkungannya, dengan sifatnya masing-masing yang dimiliki.
3) Pengertian Gay atau Pria Homoseksual
Gay, istilah ini menunjuk pada homophili laki-laki. Gay berarti orang yang
memiliki rasa ketertarikan terhadap sesama jenis laki-laki. Istilah ini muncul
ketika lahir gerakan emansipasi kaum homoseks (laki-laki maupun perempuan)
yang dipicu oleh Peristiwa Stonewall di New York pada tahun 60-an. Istilah gay
ini mengacu pada gaya hidup, suatu sikap bangga, terbuka, dan kadang-kadang
33
militan terhadap masyarakat. Orang yang menyebut diri gay, ke-gay-annya itu
dianggap mencakupi keseluruhan pribadinya (Utomo, 2001: 6).
Dalam mendifinisikan homoseksualitas, ada tiga macam kategori, yaitu
homoseksualitas sebagai perilaku, orientasi erotic, dan sebagai identitas.
Pada level perilaku, homoseksualitas adalah kontak seksual antara dua
orang berjenis kelamin sama. Menurut Alfred C. Kinsley, homoseksualitas adalah
hubungan fisik maupun psikis antara 2 individu yang berjenis kelamin sama.27
Sementara pada level orientasi erotis, homoseksualitas adalah orientasi
erotis atau keterrtarikan fisik terhadapa seseorang berjenis kelamin sama.
Orientasi erotis dan perilaku merupakan 2 hal yang berbeda. Seseorang bisa saja
tertarik secara erotis dengan sesama jenis tanpa melakukan kontak seksual untuk
mewujudkan ketertarikannya itu. Jika dilihat dalam orientasi erotis, seseorang
yang tertarik dengan sesama jenis berarti ia homoseksual, walaupun
ketertarikannya tersebut tidak diwujudkan dalam kontak seksual apa pun.28
Homoseksualitas juga bisa didefinisikan sebagai sebuah identitas,
penerimaan dan penginternalisasian status homoseksual dalam diri seseorang.
Walaupun identitas homoseksual umumnya berkembang akibat adanya kontak
seksual maupun sensasi erotis terhadap sesama jenis kelamin, namun identitas tak
selalu membutuhkan kedua faktor tersebut. Seseorang bisa saja melakukan kontak
seksual ataupun tertarik dengan sesama jenis, tanpa menganggap dirinya
seseorang homoseksual. Di sisi lain, dengan pemberian label tertentu oleh
27 Rizal Iwan. 2001. Representasi Kelompok Gay Pada Film Indonesia. Hal. 63 (Skripsi Sarjana,
FISIP UI. Depok. 2001). 28 Margaeta Rosvita. 2004. Representasi Pria Dalam Arisan. Hal. 27 (Skripsi Sarjana, FISIP UI.
Depok. 2004).
34
masyarakat, seseorang bisa saja menganggap dirinya homoseksual walau ia tak
melakukan kontak seksual atau tertarik dengan sesama jenis.29
Kata “homoseksual” pertama kali digunakan oleh ilmuwan zaman Victoria
yang menganggap bahwa ketertarikan dan perilaku seksual terhadap sesama jenis
merupakan gejala dari gangguan mental dan kemunduran moral. Kaum
homoseksual kemudian memutuskan untuk menggunakan kata “gay” untuk
menghindarkan diri dari pelabelan “sakit” atau “abnormal”.30
Berdasarkan pengertian diatas maka dapat dilihat makna antara gay dan
homoseks adalah sama, karena di masyarakat saat ini pengertian tentang
homoseksual sendiri berganti dengan gay. Biasanya gay digunakan untuk
membedakan antara homoseks laki-laki dengan homoseks perempuan.
2.4. Mahasiswa
Mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi, baik di
Maperguruan tinggi dapat disebut sebagai mahasiswa. Usia mahasiswa meliputi
rentang usia 18/19 tahun sampai 24/25 tahun (Takwin, 2008). Para mahasiswa
khususnya mahasiswa baru masuk ke dalam kategori remaja akhir yang berusia
sekitar 18 - 21 tahun. Masa remaja adalah periode tengah dalam kehidupan
manusia (life-span) dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai
fenomena yang terjadi di lingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan
nilai diri mereka. Usia remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-
29 Margaeta Rosvita. 2004. Representasi Pria Dalam Arisan. Hal. 27 (Skripsi Sarjana, FISIP UI.
Depok. 2004). 30 Gay and Lesbian Information, Why Are people called homosexual or gay, what does it mean?
http://www.aert.org/hsexu5.htm. Dikutip oleh Margaeta Rosvita. 2004. Representasi Pria Dalam Arisan. Hal. 27 (Skripsi Sarjana, FISIP UI, Depok, 2004).
35
kanak menuju masa dewasa. Rentang umur mahasiswa ini masih dapat dibagi atas
periode 18/19 tahun sampai 20/21 tahun, yaitu mahasiswa dari semester 1 sampai
dengan semester IV, dan periode 21/22 tahun sampai 24/25 tahun, yaitu
mahasiswa semester V sampai dengan semester VIII.31
2.5. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir menggambarkan alur pikiran peneliti sebagai kelanjutan
dari kajian teori untuk memberikan penjelasan kepada pembaca guna memperjelas
maksud penelitian. Dalam hal ini, fokus permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini adalah “Bagaimana Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual di
Kota Serang?”
Realitanya dalam kehidupan di masyarakat terdapat orientasi seksual
selain heteroseksual yaitu homoseksual (gay dan lesbian). Karena orientasi
seksual ini bertentangan dengan nilai norma sosial serta agama yang ada di
masyarakat Indonesia. Sehingga menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Dan
pernikahan yang dianggap sah dan diakui di Indonesia hanyalah pernikahan antar
lawan jenis. Sehingga pilihan orientasi seksual yaitu homoseksual sampai saat ini
masih tidak diakui oleh masyarakat Indonesia. Pria berpakaian perempuan saja
tidak dibolehkan apalagi hubungan sejenis.
Karena adanya pro dan kontra di masyarakat mengenai keberadaan
homoseksual, pada akhirnya individu homoseksual melakukan tindakan-tindakan
berupa pengelolaan kesan dengan sebaik mungkin dengan cara menyampaikan
informasi berupa pesan verbal maupun simbol nonverbal kepada penerima sesuai 31 Takwin. (2008). Menjadi mahasiswa. [Jurnal On-Line]. Melalui <http://bagustakwin.multiply
.com/journal/item/18> [07/1/15]
36
dengan yang mereka harapkan agar tetap dapat diterima oleh orang lain meskipun
mereka adalah seorang homoseksual.
Untuk meneliti fenomena tersebut, maka dalam kajian penelitian ini
penulis menggunakan teori dramaturgis dari Erving Goffman. Dalam teori
tersebut Goffman mengasumsikan bahwa ketika orang-orang berinteraksi, mereka
ingin menyajikan suatu gambaran diri yang akan diterima oleh orang lain.32
Melalui proses dramaturgis, yaitu individu mempresentasikan diri untuk
menumbuhkan kesan tertentu di hadapan orang lain dengan cara menata perilaku
agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia harapkan.
Dalam proses produksi identitas tersebut, dalam perspektif dramaturgis,
kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang mirip dengan pertunjukkan di
atas panggung, yang menampilkan peran-peran yang dimainkan para aktor. Ketika
individu homoseksual melakukan kegiatan untuk menumbuhkan kesan tertentu di
hadapan orang lain, terdapat wilayah yang menjadi sasaran dari individu
homoseksual dalam melakukan pengelolaan kesan yang sesuai dengan situasi-
situasi tertentu.
Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi “wilayah
depan” (front region) dan wilayah belakang (back region).33 Wilayah depan
merujuk kepada peristiwa sosial yang memungkinkan individu gay bergaya atau
seperti sedang memainkan suatu peran diatas panggung sandiwara di hadapan
khalayak penonton, sedangkan wilayah belakang (back stage) tempat pemain
32 George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal 298. 33 Deddy Mulyana. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal. 114.
37
�
sandiwara bersantai dan bisa menjadi diri sendiri sesuai dengan identitas
seksualnya tanpa harus bersandiwara.
Dalam dialektika proses tersebut terjadilah realitas sosial individu gay
dalam mempertunjukkan gambaran idealis mengenai diri mereka, sehingga hasil
akhirnya menghasilkan Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual di Kota Serang.
Gambar 2.1
Proses dramaturgis
Fenomena GAY
1. Fenomena presentasi diri mahasiswa homoseksual di lingkungan keluarga dan di lingkungan kampus.
2. Fenomena presentasi diri mahasiswa homoseksual di Lingkungan Kelompok Gay.
Penerapan Teori Teori Dramaturgis Erving Goffman
�
Presentasi Diri
Panggung Belakang
Panggung Depan
Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual di Kota
Serang �
Kerangka Berpikir
38
2.6. Penelitian Terdahulu
Peneliti mengawali dengan menelaah penelitian terdahulu yang berkaitan
dan relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti. Dengan
demikian, peneliti mendapatkan rujukan pendukung, pelengkap, pembanding dan
memberi gambaran awal mengenai kajian terkait permasalahan dalam penelitian
ini. Berikut ini peneliti temukan beberapa hasil penelitian terdahulu yang
berkiatan dengan judul penelitian mengenai “Presentasi Diri Mahasiswa
Homoseksual di Kota Serang”.
1. Penelitian yang dilakukan oleh Novetri (2003) dengan judul
“Fenomena Gay di Surabaya: Studi Eksplanatif Melalui
Graunded Theory Pada Gay dan Masyarakat Surabaya”.
Penelitian yang dilakukan oleh Novetri (2003) dengan judul
“Fenomena Gay di Surabaya: Studi Eksplanatif Melalui Graunded Theory
Pada Gay dan Masyarakat Surabaya”. Penelitian ini dipublikasikan di
Jurnal Psikologi Alternatif Antitesis Vol. 1, No.1. penelitian ini
merupakan penelitian lapangan yang dilakukan terhadap beberapa
masyarakat dan kaum homoseks di Surabaya. Hasil penelitian ini
menjelaskan mengenai fenomena penerimaan masyarakat terhadap
homoseks digolongkan dalam 4 kelompok yaitu: pertama adalah
kelompok yang tidak setuju, kedua adalah kelompok yang cenderung
menerima, ketiga adalah kelompok yang beranggapan bahwa menjadi gay
adalah hak asasi, keempat adalah kelompok yang beranggapan bahwa gay
adalah sumber penularan penyakit kelamin. Hasil penelitian juga
39
memaparkan tentang adanya konflik dalam keagamaan yang dialami
mereka secara umum, tetapi penyebab konflik yang lebih berpengaruh
dalam kehidupan gay adalah konflik eksternal, missal penerimaan
masyarakat dan stigma-stigma masyarakat yang selalu memojokkan
homoseks atau gay.
2. Husnul Putrimah Laksana Kersana Dewi, Kajian Sosiologis
Tentang Mahasiswa/I “Jualan” Melalui Pendekatan Teori
Dramaturgi Di Perguruan Tinggi Kota Samarinda, 2015.
Artikel ini memarparkan tentang kenyataan mahasiswa/I yang
berprofesi ganda sebagai pelacur. Berdasarkan hasil analisa front stage
(Panggung Depan) seorang mahasiswa/I “jualan” hampir semua dari
mereka melakukan kamuflase dengan baik, yaitu dengan mereka berada
diantara mahasiswa/I yang memang mempunyai kebiasaan umum dengan
mereka yaitu mengenakan pakaian soopan pada saat dikampus atau
melakukan kegiatan oraginasasi kampus. Pada back stage (Panggung
Belakang) di panggung ini mereka bisa memperlihatkan status sebagai
mahasiswa/I “jualan”. Di lingkungan tersebut, terlihat sebagaimana diri
asli mereka yang disembunyikan. Salah satu dari informan yang biasa
mengenakan jilbab untuk kuliah, pada saat di luar kampus ia melepas
jilbabnya untuk “jualan”, dan dua informan lainnya di luar kampus biasa
mengenakan pakaian sexy agar bisa mendapatkan pembeli jasa mereka.
40
3. Gisky Andria Putra. Pengelolaan Kesan Oleh Pengemis (Studi
Deskriptif Dramaturgis Terhadap Pengemis Di Sekitar Jalan
Permindo Kota Padang). 2013.
Fenomena pengemis merupakan suatu permasalahan yang dihadapi
oleh banyak kota, termasuk kota Padang. Jalan Permindo kota Padang
merupakan lokasi yang cukup strategis sebagai lokasi aktivitas
pengemisan. Ada sebagian pengemis yang memanfaatkan keterbatasan
fisik yang sesungguhnya da nada pula pengemis yang dengan sengaja
menciptakan kesan-kesan sebagai seorang pengemis. Permasalahannya
adalah bagaimana pengemis membentuk kesan-kesan pada dirinya agar
bisa mendatangkan belas kasihan dari orang lain (calon dermawan).
Tujuan dari penelitian adalah untuk mendeskripsikan bagaimana bentuk
pengelolaan kesan yang dilakukan oleh pengemis.
Penelitian ini menggunakan teori dramaturgi. Dramaturgi
merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai serentetan
pertunjukkan drama dalam sebuah pentas. Teori dramaturgi membagi
kehidupan sosial menjadi dua wilayah, yaitu wilayah panggung depan
(front stage) dan wilayah panggung belakang (back stage). Pendekatan
dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dan jenisnya adalah
deskriptif. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi,
wawancara dan dokumentasi. Informan penelitian dipilih dengan
menggunakan teknik purpose sampling. Teknik analisis data dilakukan
41
melalui tiga tahapan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
serta pengujian kesimpulan.
4. Mita Handayani. Perilaku Penyanyi Wanita Club Malam
(Studi Dramaturgis Perilaku Penyanyi Wanita Club Malam Di
New Tropicana Karaoke & Café Bandung Dalam Menjalani
Kehidupannya). Unikom Bandung. 2012.
Dari deskripsi hasil penelitian mengenai Perilaku Penyanyi Wanita
Club Mlam (Studi Dramaturgi Perilaku Penyanyi Wanita Club Malam Di
New Tropicana Kaaoke & Café Bandung Dalam Menjalani
Kehidupannya).
Setelah melakukan wawancara dari ke empat informan utama dan
empat informan pendukung dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
penyanyi wanita club malam hampir semuanya memerankan panggung
depan dengan baik, berdasarkan hasil wawancara dengan informan
penelitian berikut adalah salah satu ungkapan yang di telontarkan Ajeng
Kusuma Febriani: “Kita diatas panggung untuk menghibur orang, jadi
sebisa mungkin saya sembunyikan yaitu masalah pribadi, misalnya
sedang bête, gak mood, sakit atau semacamnya yang bisa mengurangi
kualitas dan aura diatas pangung”. (wawancara selasa, 10 januari 2012).
Seorang pelaku seni khususnya penyanyi club malam tentunya harus
memiliki sifat yang hangat, ramah terhadap penonton karena itu modal
awal seorang pelaku seni yang tentunya menginginkan agar apa yang
ditampilkannya mendapat apresiasi yang baik dari penonton. Terlepas dari
42
begitu banyak masalah yang menimpa mereka, atau mungkin ada hal-hal
yang dapat merusak suasana. Hal itu semua seharusnya dikesampingkan
dahulu demi terpenuhinya sikap profesionalisme, dimana seorang pekerja
seni ketika dia harus membawa suasana menjadi senang, ramai seorang
entertaint harus dapat membuat suasana seperti itu tanpa harus melihat
problema apa yang sedang dia rasakan.
Dalam penelitian ini perilaku yang diteliti merupakan perilaku
penyanyi wanita club malam mereka atau keadaan mereka pada saat
berada di panggung depan dan panggung belakang. Penyanyi wanita club
malam dalam penelitian ini mampu memainkan dua peran yang berbeda
dalam menjalani kehidupannya, seperti dari cara berpenampilan, gaya
bicara, cara mereka berinteraksi, aktivitas dan rutinitas mereka dijalankan
dalam dua peran yang berbeda, dan mereka mampu menjalankan peran
tersebut secara bersamaan. Perilaku merupakan salah satu kajian
dramaturgis dalam kehidupan manusia sebagai makhluk sosial.
Dramaturgi adalah: “ suatu pendekatan yang lahir dari pengembangan
teori interaksionisme simbolik. Dramaturgi diartikan sebagai suatu model
untuk mempelajari tingkah laku manusia, tentang bagaimana manusia itu
menetapkan arti kepada hidup mereka dan lingkungan tempat dia berada
demi memelihara keutuhan diri”.34
43
5. Megawati Tarigan. Komunikasi Interpersonal Kaum Lesbian
Di kota Pontianak Kalimantan Barat. Universiatas
Pembanguan Nasioanal “Veteran” Yogyakarta. 2011.
Penelitian ini mengenai komunikasi interpersonal kaum lesbian di
pontianak kalimantan barat merupakan penelitian dengan jenis deskriptif
kualitatif. Proses dalam melakukan penelitian merupakan penekanan dalam
riset kualitatif. Agar bisa dilakukan lebih mendalam, penelitian ini
difokuskan pada interaksi simbolik yang dilakukan oleh kaum lesbian
dalam komunikasi interpersonal. Penelitian ini mengamati bagaimana
kaum lesbian berinteraksi dengan masyarakat disekitar komunitas mereka
yang terbentuk dalam komunikasi interpersonalnya melalui metode
penelitian sosiokultural yang lebih menekankan pada observasi partisipan.
44
No Item Peneliti 1 Peneliti 2 Peneliti 3 Peneliti 4 Peneliti 5
1 Penulis Novetri Husnul Putrimah Laksana Kersana Dewi
Gisky Andria Putra
Mita Handayani
Megawati Tarigan
2 Judul Fenomena Gay di Surabaya: Studi Eksplanatif Melalui Graunded Theory Pada Gay dan Masyarakat Surabaya.
Kajian Sosiologis Tentang Mahasiswa/I “Jualan” Melalui Pendekatan Teori Dramaturgi Di Perguruan Tinggi Kota Samarinda
Pengelolaan Kesan Oleh Pengemis (Studi Deskriptif Dramaturgis Terhadap Pengemis Di Sekitar Jalan Permindo Kota Padang).
Perilaku Penyanyi Wanita Club Malam (Studi Dramaturgis Perilaku Penyanyi Wanita Club Malam Di New Tropicana Karaoke & Café Bandung Dalam Menjalani Kehidupannya).
Komunikasi Interpersonal Kaum Lesbian Di kota Pontianak Kalimantan Barat.
3 Tahun 2003 2015 2013 2012 2011
4 Tujuan Penelitian
Untuk menjelaskan mengenai fenomena penerimaan masyarakat terhadap homoseks yang ditinjau dari Graunded theory
Untuk mengetahui kehidupan panggung depan dan panggung belakang mahasiswa “jualan” (ayam kampus) di perguruan tinggi
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengelolaan kesan yang dilakukan oleh pengemis.
Untuk mengetahui latar elakang perilaku dan seperti apa kehidupan panggung depan dan pangung belakang penyanyi club malam.
kaum lesbian berinteraksi dengan masyarakat disekitar komunitas mereka yang terbentuk dalam komunikasi interpersonalnya.
Tabel 2.2
Penelitian Sejenis
45
Samarinda.
5 Teori Graunded Theory.
Teori Dramaturgi.
Teori Dramaturgi.
Teori Dramaturgi.
Teori Interaksionisme simbolik
6 Metode/
Paradigma
Kualitatif/ Kritis
Kualitatif/ Deskriptif
Kualitatif/ Deskriptif
Kualitatif/ Deskriptif
Kualitatif/ Deskriptif
7 Hasil Penelitian/ Kesimpulan
Hasil penelitian ini menjelaskan mengenai fenomena penerimaan masyarakat terhadap homoseks digolongkan dalam 4 kelompok yaitu: pertama adalah kelompok yang tidak setuju, kedua adalah kelompok yang cenderung menerima, ketiga adalah kelompok yang beranggapan bahwa menjadi gay adalah hak asasi, keempat adalah kelompok yang beranggapan bahwa gay adalah sumber penularan penyakit kelamin. Hasil penelitian juga memaparkan tentang adanya konflik dalam
Di kota samarinda ada istilah yang digunakan oleh mahasiswa/I yang menyambi sebagai pelacur terselubung serta orang yang terkait di dalam prostitusi tersebut. Dengan istilah “jualan” mungkin orang awam akan menyangka bahwa mahasiswa/I “jualan” terlihat seperti memang mempunyai kegiatan berjualan, entah itu berjualan pakaian, sepatu, jilbab, dan lain-lain. Tetapi istilah itu juga setidaknya,
Dari hasil data yang diperoleh, pengelolaan kesan oleh pengemis, meliputi aspek verbal dan non verbal. Aspek verbal yang digunakan di wilayah panggung depan (front stage) adalah dengan mengucapkan Assalamualaikum dan Alhamdulillah ,sedangkan aspek non verbal meliputi nada suara, gerakan tubuh, penampilan, ekspresi wajah, alat, dan mistifikasi. Di wilayah panggung belakang (back stage),
Pengelolaan kesan yang dilakukan meliputi manipulasi symbol-simbol seperti cara berpakaian, make-up (tata rias), aksesoris, gaya bahasa, serta sikap dan perilaku yang meliputi ruang lingkup universitas dan keluarga mulai dari bagaimana cara mereka bersikap ketika bersosialisasi dengan rekan-rekannya baik ketika berada di kantor, tempat
Berdasarkan hasil penelitian, beberapa kaum lesbian dapat menyatakan dirinya pada masyarakat melalui interaksi simboliknya. Lesbian yang memiliki pemahaman konsep diri positif lebih mudah untuk membuka diri atau melakukan komunikasi yang baik dengan masyarakat. Disisi lain ada kaum lesbian yang terpengaruh oleh hambatan-hambatan yang terjadi di dalam berkomunikasi, yaitu karena
46
keagamaan yang dialami mereka secara umum, tetapi penyebab konflik yang lebih berpengaruh dalam kehidupan gay adalah konflik eksternal, missal penerimaan masyarakat dan stigma-stigma masyarakat yang selalu memojokkan homoseks atau gay.
mengecoh orang-orang yang tidak mengetahui menganggap bahwa mereka mahasiswa/I biasa yang kuliah sambil bekerja yaitu jualan, tanpa tau jualan apa sebenarnya mereka. Disini terlihat bagaimana para mahasiswa/I “jualan” berusaha untuk dapat menyembunyikan identitas mereka sedemikian rupa, agar pekerjaan nyambih mereka sebagai pelacur tidak diketahui oleh khalayak umum.
pengemis melakukan pengelolaan kesan melalui nada suara, gerakan tubuh penampilan dan ekspresi wajah. Pengemis menampilkan kesan yang berbeda pada kedua setting tersebut.
kerja, ataupun sekolah. Selain itu juga penyanyi wanita club malam membatasi sikap mereka ketika berada di panggung depan hal ini bertujuan untuk mengkamuflase diri mereka sendiri, gaya bicara yang mereka gunakanpun pada saat berada dipanggung depan benar-benar dijaga.
masing-masing kepentingan, motivasi dan prasangka sehingga memilih untuk tertutup sehingga mereka tidak menyatakan interaksi simboliknya pada masyarakat sekitar, artinya mereka lebih menetapkan informasi privat mereka pada batasan personal (personal boundry) saja..
8 Persamaan Meneliti tentang Homoseksual
Teori yang dipakai
Teori yang diapakai
Teori yang diapakai
Meneliti tentang Homoseksual
9 Perbedaan Teori yang dipakai
Subjek dan objek penelitian
Subjek dan objek penelitian
Subjek dan objek penelitian
Teori yang dipakai
47
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metodologi Penelitian
Metodologi adalah proses, prinsip, dan prosedur yang kita gunakan untuk
mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan kata lain, metodologi adalah
suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.35
3.1.1 Metode penelitian
Pendekatan dan Jenis Penelitian dalam penelitian ini, penulis
menggunakan pendekatan yang bersifat kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu
pendekatan penelitian yang menghasilkan data yang bersifat deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati.36 Untuk
mendekati subjek penelitian agar peneliti mendapatkan data senatural mungkin.
Alasan lain dari pemilihan kualitatif sebagai pendekatan penelitian, yaitu karena
pendekatan ini digunakan untuk menggali informasi yang lebih rinci dan lengkap
melalui wawancara mendalam yang dilakukan untuk mengungkap hal-hal yang
belum terlihat jika hanya melalui pengamatan. Berdasarkan hal tersebut, hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti pada Presentasi Diri Mahasiswa
Homoseksual di Kota Serang kemudian akan dilanjutkan dengan wawancara
mendalam sebagai konfirmasi serta pengungkapan hal-hal yang belum terlihat
saat peneliti melakukan observasi. 35 Dedy Mulyanana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal
115. 36 Lexy J. Moleong. 2003. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya. Hal. 3.
47
48
Dengan digunakan pendekatan kualitatif, maka data yang didapat akan
lebih lengkap serta lebih mendalam sehingga tujuan penelitian ini dapat tercapai,
dan dapat ditemukan data yang bersifat proses kerja, perkembangan suatu
kegiatan, deskripsi yang luas dan mendalam, perasaan, norma, keyakinan, sikap
mental, etos kerja dan budaya yang dianut seorang maupun sekelompok orang
dalam lingkungan kerjanya.37
Untuk mengetahui pengelolaan informasi yang dilakukan oleh mahasiswa
homoseksual, peneliti menggunakan pendekatan fenomenologi, Untuk
mengetahui presentasi diri yang ditampilkan oleh mahasiswa homoseksual kepada
masyarakat atau lingkungan sosialnya, peneliti menggunakan pendekatan
fenomenologi, dimana dalam pendekatan ini peneliti langsung meneliti sebuah
kesadaran dari pengalaman (awareness of experience), yaitu keadaan yang
memberikan sudut pandang pengalaman dari orang pertama. Jadi dengan
menggunakan pendekatan fenomenologi, peneliti meneliti secara langsung pada
pria homoseksual yang secara jelas menyatakan dirinya sebagai seorang gay dan
bukan biseksual sebagai key informan penelitian ini, dan berusaha untuk menggali
pengelolaan kesan yang ditampilkan.
Dalam Buku Little John38 pendekatan fenomenologis berasumsi bahwa
orang-orang secara aktif menginterpretasi pengalaman-pengalamannya dan
mencoba memahami dunia dengan pengalaman pribadinya. Pendekatan
fenomenologi adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui dunia dari sudut 37 Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Hal.
181. 38 Stephen W. Littlejohn & Karen A. Foss. 2011 Teori Komunikasi (Theories of Human
Comunication). Jakarta: Salemba Humanika. Hal. 65.
49
pandang orang yang mengalaminya secara langsung dan berkaitan dengan sifat-
sifat alami pengalaman manusia, dan makna yang dilekatkan padanya.
Tidak hanya itu, untuk melengkapi penelitian yang dilakukan, peneliti
juga akan melakukan wawancara kepada sahabat dari key informan dan para ahli
dibidangnya, berkaitan dengan pilihan orientasi seksual seperti homoseksual dari
aspek psiklogis atau kepribadian. Wawancara tersebut peneliti lakukan untuk
memperkuat dan melengkapi penelitian mengenai ‘Presentasi Diri Mahasiswa
Homoseksual di Kota Serang’.
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Penelitian
deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan suatu objek yang berkenaan
dengan masalah yang diteliti tanpa mempersoalkan hubungan antara variable
penelitian. Secara harfiah penelitian deskriptif adalah penelitian yang dimaksud
untuk membuat panca indra (deskripsi). Menggambarkan mengenai situasi-situasi
atau kejadian-kejadian sebagaimana adanya pada saat penelitian dilakukan yang
diakumulasikan data kasar dalam cara deskriptif semata-mata tidak untuk mencari
atau mendapatkan makna dan implikasi dan data yang dikumpulkan berupa kata-
kata, gambar dan bukan angka.39 Oleh karena itu, pendekatan kualitatif lebih
cocok dengan fokus penelitian, dimana penelitian ini bukan dalam rangka
pengujian hipotesis untuk memperoleh signifikansi atau hubungan antar variabel,
melainkan hanya untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan yang telah dirumuskan
sebelumnya.
39 Mardalis. 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara. Hal. 26.
50
3.1.2. Paradigma Penelitian
Paradigma menurut Guba dan Lincoln (1994) dalam Hidayat (2003),
mengajukan tipologi yang mencakup empat paradigma: positivisme,
postpositivisme, Kritikal et al, dan konstruktivisme. Dikemukakan oleh Guba,
bahwa setiap paradigma membawa implikasi metodologi masing-masing. Dedi
Mulyana (2003) mendefinisikan paradigma adalah suatu cara pandang untuk
memahami kompleksitas dunia nyata. Adapun paradigma yang digunakan dalam
penelitian ini adalah paradigma kontruktivis. Paradigma konstruktivistis
menempatkan ilmu komunikasi sebagai analisis sistematis terhadap socially
meaningful action atau pengamatan langsung yang dilakukan secara alamiah.
Paradigma ini bersifat ilmiah, yakni menempatkan peneliti pada posisi objek yang
ditelitinya atau dengan kata lain peneliti berusaha memahami cara berfikir objek
yang ditelitinya.40
Paradigma ini menyatakan bahwa (1) dasar untuk menjelaskan kehidupan,
peristiwa sosial dan manusia bukan ilmu dalam kerangka positivistik, tetapi justru
dalam arti common sense. Menurut mereka, pengetahuan dan pemikiran awam
berisikan arti atau makna yang diberikan individu terhadap pengalaman dan
kehidupannya sehari-hari, dan hal tersebutlah yang menjadi awal penelitian ilmu-
ilmu sosial. Realitas sosial tergantung pada bagaimana seseorang memahami
dunia, bagaimana seseorang menafsirkannya. Karena itu, peristiwa dan realitas
yang sama, bisa saja menghasilkan konstruksi realitas yang berbeda-beda dari
orang yang berbeda pula. Karena, setiap orang mempunyai pengalaman, persepsi, 40 Dedy N. Hidayat. 2003. Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik Klasik. Jakarta :
Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia. Hal. 3.
51
pendidikan tertentu dan lingkungan pergaulan atau sosial tertentu, dimana
kesemua itu suatu saat akan digunakan untuk menafsirkan realitas sosial yang ada
disekelilingnya dengan konstruksinya masing-masing. Karena itu, pertanyaan
kunci dalam penelitian konstruktivis adalah bagaimana seseorang memandang
realitas? Bagaimana mereka menciptakan dan membagi makna sehingga
mempunyai pemaknaan semacam itu.
Peneliti menggunakan paradigma konstruktivis untuk mengetahui
bagaimakah presentasi diri mahasiswa homoseksual yang mereka tampilkan di
depan masyarakat sehingga identitas mereka sebagai mahasiswa homoseksual
tetap terjaga. Dan karena dengan paradigma konstruktivis peneliti bisa
mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari individu yang diteliti. Dimana
substansi bentuk kehidupan di masyarakat tidak hanya dilihat dari penilaian
objektif saja, melainkan dilihat dari tindakan perorangan yang timbul dari alasan-
alasan subjektif. Dan juga melihat bahwa tiap individu akan memberikan
pengaruh dalam masyarakatnya dimana tindakan sosial yang dilakukan oleh
individu tersebut harus berhubungan dengan rasionalitas dan tindakan sosial harus
dipelajari melalui penafsiran serta pemahaman.
3.2. Ruang Lingkup Penelitian
Setiap manusia memiliki persepsi yang berbeda-beda terhadap suatu hal.
Untuk itulah peneliti akan memberikan batasan dalam penelitian ini untuk
menghindari penafsiran yang keliru atas judul penelitian ini. Untuk mengindari
kesalahpahaman dalam menginterpretasi, sekaligus memudahkan pembaca dalam
memahami penelitian ini, maka penulis merasa perlu untuk mencantumkan
52
batasan masalah dalam penelitian ini, sehingga tidak menimbulkan
kesimpangsiuran dalam pembahasan selanjutnya, adapun batasan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Peneliti memfokuskan penelitian ini kepada mahasiswa gay dengan fokus
penelitian Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual di Kota Serang.
2. Peneliti mengobservasi pada diri mahasiswa homoseksual mengenai
Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual di Kota Serang.
3.3. Instrumen Penelitian
3.3.1 Sumber Data
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis data yang dikumpulkan yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari
objek penelitian lapangan perorangan, kelompok dan organisasi.41 Sedangkan
menurut Bungin data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atas
data yang kita butuhkan.42
Adapun data yang menjadi sumber data primer adalah melalui wawancara
kepada individu homoseksual yang berprofesi sebagai seorang mahasiswa di
wilayah kota Serang, yang sesuai dengan kriteria dalam informan penelitian.
Sedangkan data sekunder adalah informan pendukung dan dari studi literatur.
3.3.2 Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan faktor yang sangat penting dalam setiap
melakukan penelitian. Karena tanpa hal tersebut penelitian tidak akan berjalan
41 Rosady Ruslan. 2004. Metode Penelitian PR dan Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo. Hal
29. 42 Burhan Bungin. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Predana Grup. Hal
122.
53
sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bukan hanya pengetahun yang harus
dimiliki dalam melakukan penelitian, melainkan informasi dalam bentuk data
yang dapat disajikan sebagai bahan penelitian untuk dianalisis pada akhirnya,
karena tujuan utama suatu penelitian adalah mendapatkan data. Adapun teknik
pengumpulan data adalah sebagai berikut:
1. Observasi
Observasi atau pengamatan lapangan adalah pengumpulan data
yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui objek yang akan diteliti
dengan cara mengamati lingkungan objek penelitian, mengajukan
pertanyaan-pertanyaan kepada beberapa responden untuk menggali
fenomena yang ada. Dalam hal ini, peneliti dapat memperoleh data murni
yang dikumpulkan melalui pengamatan secara langsung terhadap objek
yang diteliti.
Dalam penelitian kualitatif, ada dua jenis observasi yaitu observasi
participant dan non participant. Observasi participant yaitu peneliti terlibat
langsung dalam kehidupan sehari-hari informan yang diteliti. Sedangkan
observasi non participant, peneliti tidak terlibat langsung dan hanya
sebagai pengamat independen.
Penelitian ini, peneliti menggunakan observasi participant yaitu
metode tradisional yang digunakan dalam antropologi dan merupakan
sarana untuk peneliti masuk ke dalam masyarakat yang akan ditelitinya.
peneliti akan berusaha untuk menemukan peran untuk dimainkan sebagai
anggota masyarakat tersebut, dan mencoba untuk memperoleh perasaan
54
dekat dengan nilai-nilai kelompok dan pola-pola masyarakat. Sehingga
metode ini bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun
lamanya.43
Namun peneliti tidak perlu berada selamanya di lapangan atau
terus menerus mengikuti subjek penelitiannya itu. Peneliti cukup berada
pada setiap situasi yang diinginkannya untuk dipahami. Oleh karena itu
peneliti sebelum turun ke lapangan untuk melakukan observasi partisipan
wajib memiliki seperangkat acuan tertentu yang membimbingnya di
lapangan.
2. Interview
Interview atau wawancara adalah pengumpulan data yang dalam
pelaksanaanya adalah mengadakan tanya jawab terhadap orang-orang
yang erat kaitannya terhadap permasalahan, baik tertulis maupun lisan
guna memperoleh masalah yang diteliti. Wawancara menurut Moeleong
(2006:186) adalah percakapan dengan maksud tertentu, yang dilakukan
oleh kedua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) sebagai orang
yang mengajukan pertanyaan dan yang di wawancarai (interviewee)
sebagai orang yang memberikab jawaban atas pertanyaan itu.44
Wawancara mendalam (depth interview) merupakan data primer
yang peneliti coba lakukan. Adapun yang akan di wawancara didalam
penelitian ini adalah mengenai presentasi diri mahasiswa homoseksual di
43 Engkus Kuswarno. 2011. Etnografi Komunikasi (suatu pengantar dan contoh penelitiannya).
Bandung: Widya Padjajaran. Hal. 49. 44 Lexy J. Moleong. 2003. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya. Hal. 183.
55
kota Serang. Adapun orang-orang yang akan diwawancarai menggunakan
nama samara adalah AL selaku key informan pertama, EL selaku key
informan kedua, dan YEL selaku key informan ketiga.
3. Studi Literatur
Peneliti menggunakan pencarian data melalui sumber-sumber
tertulis untuk memperoleh informasi mengenai objek penelitian ini. Studi
literature dapat berasal dari berbagai sumber yaitu buku, jurnal ilmiah,
skripsi atau penelitian terdahulu, tanpa terkecuali situs-situs di internet dan
juga e-book untuk memperluas wawasan peneliti.
3.4. Informan Penelitian
Penentuan sampel dalam penelitian kualitatif dilakukan saat peneliti mulai
memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung. S. Nasution (1988)
menjelaskan bahwa penentuan unit sampel (responden) dianggap telah memadai
apabila telah sampai kepada taraf “redundancy” (datanya telah jenuh, ditambah
sampel lagi tidak memberikan informasi yang baru), artinya bahwa dengan
menggunakan informan selanjutnya tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru
yang berarti.45 Sampel pada penelitian kualitatif bukan dinamakan responden,
tetapi sebagai narasumber, partisipan, informan, teman dan guru dalam
penelitian.46
Dalam penelitian ini, teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
45 Lexy J. Moleong. 2003. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya. Hal. 219-220 46 Ibid., Hal. 216
56
tertentu. Menurut Lincoln dan Guba (1985), dalam penelitian naturalistic
spesifikasi sampel tidak dapat ditentukan sebelumnya. Ciri-ciri khusus sampel
purposive, yaitu 1) Emergent sampling design/ sementara, 2) Serial selection of
sample units/ menggelinding seperti bola salju (snowball), 3) Continuous
adjustment or “focusing” of the sample/ disesuaikan dengan kebutuhan, 4)
Selection to the point of redundancy/ dipilih sampai jenuh.47
Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini peneliti menetapkan akan
menggunakan tiga jenis informan yaitu informan utama, informan pendukung dan
narasumber. Informan utama yaitu berasal dari individu gay yang ada di kota
Serang dengan jumlah 3 orang, sedangkan informan pendukung yaitu seorang
sahabat dari salah satu informan utama dan narasumber yaitu berasal dari
psikolog. Informan ini masih bersifat sementara, tidak menutup kemungkinan
bahwa informan yang akan peneliti ambil akan bertambah atau berkurang pada
saat peneliti mulai memasuki lapangan dan selama penelitian berlangsung.
Yang akan menjadi informan atau sumber informasi primer dalam
penelitian ini adalah dengan kriteria sebagai berikut:
1. Informan utama yaitu pelaku homoseksual, dengan kriteria:
a. Secara tegas menyatakan bahwa dirinya seorang gay dan bukan
biseksual maupun heteroseksual.
b. Pelaku homoseksual yang berada di wilayah kota Serang.
c. Diutamakan yaitu mahasiswa sebagai individu homoseksual.
d. Key informan yaitu mahasiswa dari perguruan tinggi ternama di kota 47 Lexy J. Moleong. 2003. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya. Hal. 219
57
Serang.
e. Bersedia untuk dijadikan informan.
f. Memberikan izin kepada peneliti untuk menulis dan meneliti informasi
yang diambil.
2. Informan pendukung, informan pendukung yang peneliti pakai dalam
penelitian ini yaitu seorang sahabat dari salah satu key informan dalam
penelitian ini, dengan kriteria:
a. Informan merupakan teman atau sahabat dari key informan.
b. Informan mengetahui identitas asli atas dasar kejujuran dari key
informan bukan atas dasar kecurigaan pribadi.
c. Informan menjaga rahasia tentang identitas asli key informan sebagai
homoseksual dari orang lain.
3. Narasumber dalam penelitian ini yaitu Psikolog. Dimana peneliti akan
meminta pendapat Psikolog tentang:
a. Individu seperti apa yang dapat digolongkan sebagai pelaku
homoseksual.
b. Nilai dan norma tentang identitas seksusal pada masyarakat Indonesia.
c. Pandangan mengenai kepribadian (psikis) pelaku homoseksual di
tengah-tengah masyarakat.
3.5. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan kegiatan mengurai sesuatu sampai ke komponen-
komponenya dan kemudian menelaah hubungan masing-masing komponen
dengan keseluruhan konteks dari berbagai sudut pandang. Data yang telah
58
diperoleh akan dianalisis secara kualitatif. Menurut Patton (Moleong, 2001:103),
analisis data adalah “proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan uraian dasar”. Definisi tersebut memberikan
gambaran tentang betapa pentingnya kedudukan analisis data dilihat dari segi
tujuan penelitian. Prinsip pokok penelitian kualitatif adalah menemukan teori dari
data. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Burhan Bungin
(2003:70), yaitu sebagai berikut
1) Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data merupakan bagian integral dari kegiatan
analisis data. Kegiatan pengumpulan data pada penelitian ini adalah
dengan menggunakan wawancara, dan observasi.
2) Reduksi Data (Data Reduction)
Reduksi data, diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan
perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data kasar yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak
pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode,
menelusur tema, membuat gugus-gugus, menulis memo dan sebagainya
dengan maksud menyisihkan data/informasi yang tidak relevan.
3) Display Data
Display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi tersusun
yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan. Penyajian data kualitatif disajikan dalam bentuk
59
teks naratif. Penyajiannya juga dapat berbentuk matrik, diagram, tabel dan
bagan.
4) Verifikasi dan Penegasan Kesimpulan (Conclution Drawing and
Verification)
Merupakan kegiatan akhir dari analisis data. Penarikan kesimpulan
berupa kegiatan interpretasi, yaitu menemukan makna data yang telah
disajikan. Antara display data dan penarikan kesimpulan terdapat aktivitas
analisis data yang ada. Masalah reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/ verifikasi menjadi gambaran keberhasilan secara berurutan
sebagai rangkaian kegiatan analisis yang terkait. Selanjutnya data yang
telah dianalisis, dijelaskan dan dimaknai dalam bentuk kata-kata untuk
mendiskripsikan fakta yang ada di lapangan, pemaknaan atau untuk
menjawab pertanyaan penelitian yang kemudian diambil intisarinya saja.
3.6 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang dipilih adalah individu homoseksual yang
berprofesi sebagai seorang mahsiswa di wilayah kota Serang sebagai tempat
penelitian mengenai “Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual Di Kota Serang”.
60
3.7. Jadwal Penelitian
Tabel 3.1 NO Uraian
Kegiatan MARET APR MEI JUNI JULI AGUST SEP OKT NOV DES JAN
1 Studi pustaka X X
2 Pengumpulan data, sumber dan informasi
3 Penyusunan Bab I-III
4 Sidang Outline
5 Penyusunan Bab IV-V
61
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini berfokus pada presentasi diri
mahasiswa homoseksual di kota Serang, yaitu tentang upaya individu mahasiswa
homoseksual untuk menumbuhkan kesan tertentu di depan orang lain dengan cara
menata perilaku agar orang lain memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa
yang ia inginkan. Homoseksual dipandang sebagai salah satu orientasi seksual
diluar nilai heteronormativitas yang masih menuai pro dan kontra dalam budaya
Indonesia, tidak terkecuali kota Serang. Kota Serang merupakan salah satu kota di
Indonesia yang masih menjaga budaya ketimurannya, khususnya mengenai
orientasi seksual. Di mana orientasi seksual yang diakui, dan diterima oleh
masyarakatnya yaitu heteroseksual.
Heteroseksual merupakan nilai dan norma sosial masyarakat mengenai
hubungan yang dianggap sah dan diterima yaitu hubungan antar lawan jenis, yaitu
hubungan antar laki-laki dengan perempuan dan sebaliknya perempuan dengan
laki-laki. Orientasi seksual dipandang memiliki kekhususan dalam budaya
Indonesia. Adanya nilai dan norma sosial yaitu mengenai heteroseksual yang
diterima oleh mayoritas masyarakat ini mengakibatkan keberadaan individu
homoseksual sendiri khususnya di kota Serang, membatasi ruang lingkupnya
dalam upaya bersosialisasi dan menunjukkan jati diri mereka yang sesungguhnya
61
62
sebagai homoseksual. Untuk itulah peneliti melakukan penelitian mengenai
presentasi diri yang dilakukan mahasiswa homoseksual agar tetap dapat diterima
oleh orang lain sesuai dengan apa yang ia harapkan meskipun mereka adalah
homoseksual. Kajian penelitian ini menggunakan teori dari Erving Goffman yaitu
teori Dramaturgi.
4.1.1 Deskripsi Identitas Key Informan
Dalam penelitian ini peneliti melakukan wawancara dengan cara
mendatangi dan menanyai langsung kepada para informan mengenai hal-hal yang
menjadi kepentingan dalam penelitian. Dari pengumpulan data yang diperoleh
peneliti, informan pada penelitian ini berjumlah 5 (lima) orang yang terdiri dari 3
(tiga) orang key informan yaitu laki-laki yang pilihan orientasi seksualnya
homoseksual (gay), 1 (satu) orang informan tambahan yaitu sahabat dari salah
satu key informan, dan 1 (satu) nara sumber yaitu psikolog.
Alasan peneliti mengambil 3 (tiga) orang laki-laki homoseksual sebagai
key informan yaitu berkaitan dengan fenomena yang diteliti yaitu mengenai
presentasi diri yang ditampilkan oleh mahasiswa homoseksual gay kepada orang
lain ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. Hal tersebut dilakukan
untuk dapat memperoleh sebuah realitas yang objektif dari pelaku secara
langsung. Adapun ketiga orang laki-laki yang menjadi key informan peneliti
sudah mewakili kriteria informan yang telah dibahas di BAB III.
Sebenarnya dalam pencarian key informan, peneliti cukup mendapatkan
kesulitan dalam mendapatkan informan yang bersedia untuk diteliti. Meskipun
saat ini banyak individu homoseksual di kota Serang, namun tidak semua
63
mahasiswa gay yang sesuai dengan kriteria dalam penelitian bersedia untuk di
wawancarai dan juga bersedia menjadi informan. Hal tersebut karena
homoseksual masih diaggap hal tabu oleh sebagian masyarakat sehingga laki-laki
homoseksual tersebut masih merasa hal tersebut sebagai aib, dan malu apabila
orang lain mengetahui.
Dalam penelitian ini, dikarenakan data diri key informan bersifat rahasia,
untuk itulah peneliti tidak menyebutkan nama asli key informan juga tidak
memakai dokumentasi key informan dan hanya memakai inisial nama. Untuk
informan tambahan peneliti menyertakan identitas asli. Berikut merupakan
informan dalam penelitian ini:
1. Key Informan 1 AL
AL laki-laki yang berusia 23 tahun ini merupakan anak terakhir dari 8
bersaudara, saudara-saudari AL sudah menikah dan mempunyai anak. AL
merupakan mahasiswa tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi t ternama di
kota Serang. AL dilahirkan di lingkungan keluarga yang religius. Dalam keluarga,
AL merasa paling dekat dengan ibu dan saudara perempuannya yang masih
tinggal serumah dengannya dan orangtuanya. Karena waktu yang dihabiskan AL
dengan ayahnya lebih sedikit, waktu yang ada hanya sebatas pada waktu makan
malam saja. Ayah AL merupakan sesosok laki-laki yang taat sekali dengan
agama, sebagian besar waktunya dihabiskan untuk beribadah, yaitu untuk
memberikan ajaran mengenai agama kepada lingkungan sekitar tempat tinggalnya
dan juga untuk mengaji.
64
Meskipun ayahnya mempunyai sedikit waktu dengan AL, dia tidak serta
merta menyalahkan ayahnya dengan kondisinya yang saat ini memutuskan untuk
menjadi seorang homoseksual. Banyak orang yang menyalahkan orang tuanya
dengan kondisi mereka menjadi seorang laki-laki homoseksual atau gay karena
kurang mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari ayahnya. Tetapi AL tidak
sama sekali menyalahkan orang tuanya dengan kondisinya yang seperti ini.
Menurut AL dia bisa menjadi seorang gay karena itu pure dari pilihannya sendiri.
Pada saat kecil AL sudah ditanamkan nilai-nilai agama oleh orang tuanya,
karena latar belakang keluarga yang memang religius, orang tua menekankan
pada pendidikan agama, karena menurut mereka pendidikan agama itu yang
membawa seseorang untuk bekal di akherat. Tetapi, prinsip AL dalam hidupnya
lebih mendekatkan pada pendidikan ilmu pengetahuan, karena dengan semakin
tinggi ilmu pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang, maka orang lain akan
menghormati dan menghargainya. AL sendiri mengakui dia masih bingung
mengapa dia bisa menjadi laki-laki homoseksual gay, padahal dia sudah
mendapatkan pendidikan agama yang mencukupi dari orang tuanya. Dan waktu
AL TK (taman kanak-kanak), dia sekolah TK (taman kanak-kanak) sore yang
pendidikannya lebih ditekankan pada agama, AL juga SMP (sekolah menengah
pertama) dan SMA (sekolah menengah akhir) disekolahkan di sekolah agama.
AL mulai merasakan gejala dia lebih tertarik dengan sesama jenis yaitu
laki-laki pada saat dia SD (sekolah dasar) tepatnya pada saat AL duduk di bangku
kelas 3 SD (sekolah dasar). AL lebih tertarik bersosialisasi dengan perempuan,
tapi sikap yang ditampilkan AL pada saat itu tidak meniru seperti tingkah laku
65
seorang perempuan yang apabila dalam bahasa pokem atau gaulnya yaitu
“ngondek”. AL mulai merasakan ada keanehan dalam dirinya ketika dia merasa
tertarik dengan laki-laki yang lebih dewasa sejak dia masih kecil. Pernah pada
saat dia masih kecil, AL menyaksikan adegan film “dewasa”, dan justru AL
merasa lebih tertarik melihat laki-lakinya ketimbang adegan yang dimainkan oleh
perempuan.
Key informan pertama ini yaitu AL merupakan pribadi dengan kriteria gay
sebagai tipe boyish. Karena tidak nampak secara nyata atau tidak cenderung
menunjukkan homoseksualitasnya. AL merupakan individu homoseksual gay
dengan karakter pribadinya yang masih cenderung tertutup dengan orang disekitar
lingkungan sosialnya mengenai identitasnya sebagai seorang gay. Hal ini
disebabkan karena lingkungan tempat tinggalnya yaitu di Cilegon dan kota Serang
tempat dia menjalani aktivitasnya sebagai seorang mahasiswa, masih memandang
bahwa individu homoseksual khususnya gay masih tabu dan belum bisa diterima
keberadaannya. Sehingga AL harus tetap menyesuaikan dirinya dengan
lingkungan sosialnya tersebut, sehingga AL menyadari bahwa dia seperti
mempunyai 2 (dua) kepribadian, dengan situasi sosial dan identitas sosial yang
berbeda.
2. Key Informan 2 EL
EL laki-laki kelahiran Serang, pada saat ini berusia 22 tahun. Merupakan
anak terakhir dari 3 bersaudara. Saudara pertama laki-laki dan yang kedua saudari
perempuan. EL merupakan mahasiswa dari salah satu perguruan tinggi terkemuka
66
yang ada di kota Serang. Dalam perkuliahannya dia mengambil jurusan
manajemen.
EL dibesarkan di lingkungan keluarga yang harmonis. Meskipun EL tidak
seperti AL yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang menekankan kepada
ajaran agama atau religius tetapi EL memahami ajaran agamanya dengan baik. EL
mengetahui bahwa dalam ajaran agamamnya tidak diperbolehkan hubungan antar
sesama jenis. Oleh sebab itu sama halnya dengan AL, EL termasuk pribadi yang
tertutup mengenai pilihan orientasi seksualnya sebagai homoseksual gay di
lingkungan sosialnya. Hal ini karena EL merasa selaku individu homoseksual
yang tinggal di kota Serang, dengan serang yang identik dengan kota santri
sehingga masih sulit bagi EL untuk mengaktualisasikan dirinya sebagai gay ketika
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
“untuk gay mungkin dari cara pandang kita ya… it’s okay aja, ya kaya cewek sama cowok aja melakukan hubungan seksual kaya gitu, nah.. kalo ini bedanya kita ya sesama, cuma kalo untuk yang normalnya kalo di Indonesia itu sangat dilarang gitu, dan untuk di lingkungan saya sendiri di kota Serang itu menjadi masalah yang tabu, sangat tabu malah, karena mungkin masih daerah mungkin yaa mereka masih takut gitu, mungkin kaya kota-kota besar kaya Jakarta, Bandung, kalo gak Bali dan Bali juga baru ini katanya sudah ada pernikahan sesama kaya gitu.” 48
Proses EL mulai merasa tertarik dengan laki-laki hampir sama dengan key
informan yang pertama, yaitu pada saat dia masih duduk di bangku SD (sekolah
dasar), akan tetapi, EL mulai menyadari dan yakin bahwa dirinya adalah seorang
gay yaitu pada saat dia duduk di bangku SMA (Sekolah menengah atas), di mana
sewaktu SMA (sekolah menengah atas) adalah masa-masanya remaja yang sedang
mencari jati diri, penasasran akan segala hal. Di mana pada saat remaja itu dia 48 EL dalam wawancara 29 september 2015.
67
pernah diajak oleh pasangan laki-lakinya untuk melakukan hubungan intim atau
making love, dan EL merasakan sebuah rasa kenikmatan seksual dan yang pada
akhirnya menguatkan perasaan EL lebih tertarik dengan laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
Penampilan EL seperti halnya laki-laki metroseksual dimana EL sangat
menjaga penampilan tubuhnya, mulai dari kerapihan cara berpakaian, menjaga
kebersihan badan dan kulit muka serta senang menggunakan parfum untuk wangi-
wangian di tubuhnya. EL mengakui bahwa merawat kebersihan badan terutama
kulit wajah sangat penting. Bahkan dia pun tidak sungkan untuk pergi ke salon
khusus hanya untuk sekedar facial dan merapihkan rambut dan ke tempat gym
untuk melakukan fitness. Menurut EL dia hampir sama dengan laki-laki
metroseksual yang senang untuk menjaga kebersihan dan kerapihan
penampilannya, hanya saja terdapat perbedaan yang terletak pada pilihan orientasi
seksualnya. Apabila pria metroseksual tertarik dengan perempuan, sedangkan dia
sebagai pria homoseksual lebih tertarik dengan sesama jenis yaitu laki-laki.
3. Key Informan 3 YEL
YEL merupakan laki-laki berusia 22 tahun yang berprofesi sebagai
seorang mahasiswa di salah satu perguruan tinggi di kota Serang. YEL tinggal di
daerah Cilegon. YEL merupakan anak terakhir dari 3 (tiga) bersaudara. Saudara
pertamanya adalah perempuan dengan jarak usia 7 tahun dengannya, sedangkan
saudari keduanya adalah perempuan dengan jarak usia 3 tahun dengan YEL.
Kedua saudara perempuannya sudah menikah dan mempunyai seorang anak. YEL
adalah anak yatim sejak usianya 9 tahun, dia tinggal bersama dengan ibu dan
68
kedua saudara kandungnya. Di keluarga, YEL dekat dengan ibunya, karena
memang YEL sudah di tinggal pergi (yatim) oleh ayahnya dari usianya yang
masih kecil, gambaran mengenai sosok ayahnya sendiri sudah agak memudar dari
ingatannya, yang dia ingat ayahnya adalah sesosok laki-laki yang tegas.
Informan ketiga ini yaitu YEL mengakui bahwa keluarganya bukanlah
orang yang terlalu religius dengan agama. Bagi YEL kehidupan itu harus balance
sehingga dia tidak hanya menekankan kehidupanya dalam aspek agama tetapi
juga sosial dan ilmu pengetahuan. Meskipun begitu YEL tetap berusaha untuk
menjalankan rutinitas ibadah dalam agamanya dengan sebaik mungkin. YEL juga
memahami hal-hal yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan dalam agamanya,
salah satunya yaitu tentang pilihan orientasi seksual. Bahwa pilihan orientasi
seksual yang diperbolehkan yaitu heteroseksual, sedangkan pilihan orietasi yang
dipilihnya merupakan pilhan yang menyimpang dalam agamanya. Akan tetapi,
YEL memiliki kebebasan dalam memilih pilihan orientasi seksualnya tersebut.
Karena bagi YEL yang mengetahui perasaan dan keinginan yang sesungguhnya
diinginkan olehnya hanyalah dirinya seorang. Orang lain tidak bisa mengetahui
apa yang dia rasakan.
YEL merupakan individu dengan karakter yang ceria dan agak sedikit
lenjeh dari gaya berbicaranya. YEL termasuk juga dalam kategori gay sebagai
tipe sissy, kata itu dimaksudkan untuk menunjukkan perilaku mereka yang secara
aneh sebagai kewanita-wanitaa. YEL termasuk pribadi yang dapat meramaikan
suasana ketika sedang berkumpul dengan teman-temannya. YEL juga tidak
menutup kemungkinan untuk berteman dengan siapa saja. Karena baginya orang
69
juga tidak akan menilai dirinya yang aneh-aneh atau berpikiran bahwa dirinya
adalah seorang pria homoseksual selagi YEL tetap berperilaku sebagaimana
semestinya dengan menjaga sikapnya. Meskipun karakter YEL yang dia
tampilkan seperti itu, YEL merupakan orang yang sangat menjaga akan
kerahasiaan orientasi seksualnya yang dianggap berbeda dengan yang lain. Dia
berusaha menyembunyikan perilaku homoseksualnya dari lingkungannya. Hal ini
dia lakukan sebagai upaya untuk tetap menjaga nama baik dan perasaan ibunya.
Dimana menurutnya ibunya merupakan seorang perempuan sensitif.
Proses key informan ketiga ini menjadi gay, berbeda dengan key informan
sebelumnya, di mana key informan yang ketiga ini, yaitu YEL pada saat dia masih
kecil, dia pernah mengalami pelecehan seksual, YEL sendiri pernah di suruh
untuk berbuat penetrasi “onani”. Beberapa tahun kemudian YEL pernah
melakukan kegiatan seksual seperti itu lagi terhadap sesama jenis, dan sadisnya
perbuatan tersebut dilakukan dengan saudaranya. Setelah peristiwa tersebut
terjadi, YEL merasakan mendapatkan kenikmatan seksual dari hsil berhubungan
intim (making love) nya tersebut dengan laki-laki, sehingga hal-hal ini yang
membuat EL merasa lebih nyaman dan merasa lebih tertarik dengan sesama jenis
yaitu laki-laki dibandingkan dengan seorang perempuan, yang pada akhirnya hal
ini menguatkan perasaan YEL, bahwa dia merasa berbeda dengan laki-laki normal
pada umumnya yang menyukai perempuan. Sehingga dia menyadari bahwa dia
adalah seorang homoseksual gay.
Meskipun YEL sering kali menyadari bahwa terdapat kontra di dalam
dirinya, YEL berusaha untuk meyakinkan akan jati diri yang sebenarnya, sampai
70
YEL pernah menjalin hubungan dengan perempuan, akan tetapi dari hubungan
yang di jalin oleh YEL itu dengan perempuan, dia merasa ada ketidaknyamanan
dalam diri dan hatinya. Kemudian sejak peristiwa itu, YEL menyadari bahwa
dirinya berbeda dengan yang lain mengenai pilihan orientasi seksualnya yaitu
YEL lebih tertarik dengan laki-laki.
“sebenarnya mungkin sih dari kecil kali ya.. pernah dilecehkan kaya gitu, pernah ada pelecehan seksual, pernah disuruh sesuatu kaya onani gitu.. nah dari situ awalnya sih namanya anak kecil gimana sih ya.. ya ngikutin aja, terus udah selesai, terus berapa tahun kemudian pernah sama suadara juga kaya gitu, ya.. akhirnya jadi berkelanjutan, tapi pas SMA itu enggak terlalu mikirin seks banget, karena emang udah banyak banget kegiatan juga enggak mikirin kesana-sana, pas meyakinkan diri sendiri bahwa ini ada yang aneh dari gue.. tapi apa, dan gue cari-cari terus keganjelan itu, gue ngerasa tertarik sama cowok itu pas gue SMA sih sebenarnya, dan kebetulan tuh sekolah banyak yang kece, yang lucu-lucu yang kece-kece, kan temennya juga yang kadang suka iseng sering melukin, temenan sih temenan cuman kan kalo yang setiap hari dipeluk dari belakang lah, mungkin yang kadang mereka yang manjain kita, mereka yang minta manja sama kita, kan orang kadang-kadang timbul perasaan ya.. perasaan juga kebawa gitu loh, terus tiba-tiba ko aneh ya gitu loh, tapi disitu masih ada sedikit nyangkal juga, masih yang paling suka doang temenan segala macem.. gitu, dan mulai kuliah, saat gue punya temen-temen yang rajin sholat yang religius.. yang sering ngajakin gue sholat gue jadi ngerasa tertarik sama salah satu dari temen gue yang cowok itu.. dari situ yang ngerasa ko gue gini lagi.. terus nyangkal lagi dan gue berusaha untuk deket sama cewek dan pernah ngejalin hubungan sama cewek, tapi ko malah gak nyaman, gak ngerasa pas gitu sama hati.” 49
4.1.2 Deskripsi Identitas Narasumber Sake Pramawisakti, S.Psi
Informan pendukung yang pertama yakni seorang praktisi yaitu psikolog
Sake Pramawisakti. Berprofesi sebagai PNS yang bertugas di Rumah Sakit
Umum Serang, beliau juga berprofesi sebagai pengajar di perguruan tinggi, dan
juga membuka praktek mandiri. Psikolog lulusan Universitas Islam Bandung ini 49 YEL dalam wawancara 1 oktober 2015.
71
aktif sebagai pengajar di perguruan tinggi dan sebelum tahun 2010 pernah
mengajar di jurusan ilmu komunikasi Untirta. Dalam penelitian ini Sake
Pramawisakti berperan sebagai informan yang memberikan informasi terkait
individu homoseksual di kota Serang dalam aspek psikologi dan juga kondisi
psikologis individu homoseksual gay dalam kaitannya tentang aktualisasi diri di
tengah-tengah masyarakat heteroseksual
Gambar 4.1
Informan Tambahan: Sake Pramawisakti, S.Psi
Sumber: Dokumentasi Peneliti, 07 Oktober 2015
4.1.3 Deskripsi Identitas Informan Tambahan
Lady Marriet
Informan pendukung yang kedua yakni seorang mahasiswi di salah satu
perguruan tinggi terkemuka dan ternama di kota Serang. Lahir di Tangerang.
Kelahiran tanggal 8 februari 1993. Anak terakhir dari 2 (dua bersaudara) ini,
memiliki hobi yaitu bermain futsal. Dan masih aktif dalam organisasi futsal yang
diikutinya sejak SMA (sekolah menengah atas). Perempuan ini merupakan
sahabat dari salah satu key informan yang menjadi objek dalam kajian penelitian
ini. Dia mengenal sahabatnya tersebut sejak awal masuk perkuliahan dan mulai
72
menjadi teman dekat. Dia mengetahui bahwa sahabatnya tersebut adalah seorang
gay pada saat dia memasuki semester 6. Di mana sahabatnya itu yang
menceritakan mengenai kondisi dirinya itu sebagai seorang gay. Meskipun dia
sama sekali tidak mencurigai bahwa terdapat kelainan dalam diri sahabatnya
tersebut. Key informan ini bersedia untuk di wawancarai sebagai informan
tambahan dengan syarat, biodata asli berupa nama dan dokumentasi gambarnya
tidak diikutsertakan untuk dimasuki dalam penelitian ini. Untuk menghargai dan
menjaga rahasia akan jati diri sahabatnya tersebut.
4.2. Deskripsi Hasil Penelitian
Pada pembahasan ini, peneliti akan memaparkan mengenai berbagai hal
yang terjadi dilapangan berdasarkan dengan hasil sebenarnya yang ditemui dan
dirasakan oleh peneliti dilapangan berkaitan dengan judul penelitian yaitu
presentasi diri mahasiswa homoseksual di kota Serang. Berbagai data yang
peneliti peroleh dilapangan berkaitan dengan presentasi diri mahasiswa
homoseksual, disusun dan dialokasikan sebagai suatu hasil dari penelitian dengan
mengkombinasikan berbagai temuan tersebut dengan data-data tambahan lainnya.
Pemaparan proses penelitian ini dirasa penting sebagai jawaban yang ingin
disampaikan peneliti dalam upaya menentukan arah penelitian dengan
memberikan berbagai temuan dilapangan.
Setelah melakukan pencarian key informan, akhirnya peneliti
mendapatkan dan memutuskan untuk melakukan penelitian pada laki-laki
homoseksual yang menjaga sikap dan tingkah laku ketika bersosialisasi dengan
orang lain yang belum mengetahui akan pilihan orientasi seksualnya sebagai
73
homoseksual, sesuai dengan kriteria penelitian. Untuk itu perlu waktu yang cukup
lama untuk dapat menemukan laki-laki yang bersedia menjadi key informan,
karena pembahasan yang dibahas sangatlah sensitif. Penelitian dilakukan melalui
kegiatan wawancara yaitu dimulai dari bulan September-Oktober 2015. Peneliti
melakukan pendekatan terlebih dahulu pada key informan. Selain itu, peneliti
melakukan wawancara secara langsung pada key informan dan juga pada
informan tambahan untuk melengkapi data penelitian. Wawancara dilakukan
dengan menggunakan alat bantu penelitian yaitu perekam suara handphone untuk
mempermudah peneliti dalam pengelolaan data.
Sebelum melakukan wawancara, peneliti terlebih dahulu melakukan
pendekatan kepada para key informan melalui BBM (BlackBerry Messenger).
Untuk informan tambahan peneliti mewawancarai seorang sahabat dari salah satu
key informan sebagai saksi atau bukti untuk memperkuat data dalam kajian
penelitian ini. Dan seorang narasumber ahli dalam bidang nya yang berkaitan
dengan orientasi seksual di tinjau dari aspek psikologis, yaitu pada psikolog.
Pertama, karena peneliti mempunyai kenalan dengan pria homoseksual
atau gay yang akhirnya peneliti memutuskan untuk menjadikannya sebagai key
informan dalam penelitian ini, yang tentunya peneliti meminta izin terlebih
dahulu, setelah itu atas dasar kesepakatan bersama key informan bersedia untuk
menjadi subjek dalam penelitian ini dari awal bulan September peneliti mulai
mencari dan melakukan pendekatan terlebih dahulu pada key informan, setelah itu
barulah peneliti melakukan wawancara. Wawancara secara langsung dilakukan di
tempat yang sama dan di waktu yang berbeda. Wawancara dengan key informan
74
pertama yaitu dilakukan pada tanggal 29 September 2015 bertempat di salah satu
kosan yang beralamat di kompleks Universitas Sultan Ageng Tirtayasa dimulai
dari pukul 08.00 s.d 09.30 WIB. Wawancara dengan key informan kedua
dilakukan di tempat yang sama pada tanggal yang sama dimulai pukul 12.30 s.d
14.00 WIB. Dan wawancara ketiga dilakukan di tempat yang sama yaitu di salah
satu kosan yang beralamat di kompleks Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada
tanggal 01 Oktober 2015 dimulai pada pukul 14.30 s.d 16.00 WIB.
Untuk informan tambahan wawancara dilakukan setelah peneliti selesai
melakukan wawancara pada key informan. Wawancara dengan salah satu sahabat
dari key informan dilakukan pada tanggal 07 Oktober 2015 bertempat di
Tangerang City Mall. Wawancara dengan psikolog dilakukan pada tanggal 08
Oktober 2015 bertempat di Klinik Teratai RSUD Serang.
Penelitian yang membahas tentang presentasi diri mahasiswa homoseksual
di kota Serang ini menggunakan analisis teori Dramaturgi yang dikemukakan oleh
Erving Goffman. Teori ini menggambarkan proses pengelolaan kesan yang
dilakukan individu homoseksual gay. Bahwa pada saat individu homoseksual gay
berinteraksi dengan orang lain, mereka ingin menyajikan suatu gambaran diri
yang akan diterima orang lain sesuai dengan apa yang dia harapkan. Sehingga
mempengaruhi ragam interaksi yang layak dan tidak layak bagi individu
homoseksual gay dalam situasi yang ada dan berupaya untuk menumbuhkan
kesan tertentu di depan orang lain. Dengan cara menata perilaku agar orang lain
memaknai identitas dirinya sesuai dengan apa yang ia harapkan. Menurut
Goffman, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial yang mirip dengan
75
pertunjukkan diatas panggung yang menampilkan peran-peran yang dimainkan
para aktor.
Dalam proses pengelolaan kesan tersebut dibutuhkan wilayah panggung
sebagai tempat aktor untuk memainkan fungsi dan perannya agar dapat dilihat
oleh penonton, yaitu ada panggung depan (front stage) dan panggung belakang
(back stage). Dimana panggung depan dan panggung belakang tersebut sebagai
tempat individu homoseksual dalam melakukan sosialisasi dengan lingkungan
sosialnya. Peneliti akan membahas bagaimanakah presentasi diri mahasiswa
homoseksual di kota Serang menggunakan tahap-tahapan dalam Teori Dramaturgi
dari Erving Goffman yaitu kegiatan presentasi diri mahasiswa homoseksual di
wilayah panggung depan dan panggung belakangnya, sehingga akan dilihat
bentuk realitas interaksi individu homoseksual dengan lingkungan sosialnya. Di
mana dalam kajian penelitian ini yang akan dibahas adalah lingkungan keluarga,
lingkungan kampus dan lingkungan kelompok gay.
4.2.1. Panggung Pertunjukan Individu Gay.
Dalam perspektif dramaturgis, kehidupan ini ibarat teater, interaksi sosial
yang mirip dengan pertunjukkan diatas panggung yang menampilkan peran-peran
yang dimainkan para aktor.50 Panggung dalam kajian penelitian ini adalah tempat
atau setting di mana para individu gay berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.
Di mana lingkungan sosial yang dihadapi oleh individu gay ini tidak hanya di
dalam satu panggung atau wilayah interaksi, tetapi terdapat lingkungan sosial
yang lain yang di dalamnya terdapat situasi dan identitas sosial yang berbeda, 50 Deddy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal.
114.
76
sehingga individu gay disini dituntut untuk bermain peran dengan peran-peran
sosial yang berlainan.
Untuk memainkan peran sosial tersebut, biasanya individu gay itu akan
menggunakan bahasa verbal dan dan menampilkan perilaku non verbal tertentu
serta mengenakan atribut-atribut tertentu. Menurut Goffman, kehidupan sosial itu
dapat dibagi menjadi wilayah depan (front region) dan wilayah belakang (back
region).51 Wilayah depan merujuk kepada peristiwa sosial yang memungkinkan
individu gay bergaya atau menampilkan peran formalnya. Mereka seperti sedang
memainkan sandiwara di hadapan orang umum yang heteroseksual. Sebaliknya,
wilayah belakang merujuk kepada tempat dan peristiwa yang memungkinkannya
untuk bersikap lebih santai, dan memikirkan konsep ideal dirinya ketika di
panggung depan. Lebih jelas akan dibahas dua panggung yaitu panggung depan
dan panggung belakang mahasiswa homoseksual di kota Serang.
4.2.1.1 Panggung Depan Individu Gay
Panggung Depan adalah bagian dari pertunjukan yang secara umum
berfungsi secara agak tetap dan umum untuk mendefinisikan situasi bagi mereka
yang memerhatikan pertunjukan tersebut.52 Panggung depan merupakan peristiwa
dimana individu gay atau “performer” tampil dengan konsep diri yang
sebelumnya telah dipikirkan dan dirancang pada panggung belakang (backstage).
51 Deddy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal.
114. 52 George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2012. Teori Sosiologi – Dari Teori Sosiologi Klasik
Sampai Perkembangan Muktahir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana Offset. Hal. 400.
77
Di panggung inilah individu gay membangun dan menunjukkan sosok
ideal dari identitas yang akan ditampilkan dalam interaksi sosialnya. Pengelolaan
kesan yang ditampilkan merupakan gambaran mahasiswa gay mengenai konsep
ideal dirinya yang sekiranya bisa diterima penonton. Aktor akan
menyembunyikan hal-hal tertentu dalam pertunjukkan mereka.53 Seperti halnya
key informan pada penelitian ini yaitu mahasiswa homoseksual di kota Serang,
mereka memiliki panggung depan yang berbeda-beda.
Upaya individu gay itu ketika bermain peran dengan peran-peran sosial
yang berlainan yang disesuaikan dengan lingkungan sosial yang dihadapi
bertujuan untuk memupuk kesan-kesan tertentu dalam situasi tertentu untuk
mencapai tujuan tertentu. Seperti yang dikatakan oleh ketiga key informan dalam
penelitian ini, di mana di kota Serang sendiri mayoritas masyarakatnya
merupakan masyarakat yang beragama islam, di mana dalam ajaran agama
tersebut mengharamkan dan tidak memperbolehkan sikap atau perilaku layaknya
seperti individu gay. Sehingga memungkinkan ketiga key informan ini yaitu AL,
EL dan YEL untuk mengelola sikap dan perilaku mereka agar tidak terlihat atau
nampak seperti pria homoseksual atau gay. dan menungkinkan mereka untuk
memiliki 2 (dua) kepribadian yang disesuaikan dengan situasi dan identitas yang
berbeda dalam masing-masing lingkungan sosialnya. Hal ini seperti yang
diungkapkan oleh AL, dia mengatakan bahwa,
“ya.. pasti sih ada kesulitan ya, maksudnya dilihat dari budayanya kita sudah beda ya, jadi kita dalam istilahnya kita mesti mempunyai 2 (dua) kepribadian ya.. di mana kita di tengah masyarakat misalnya di
53 George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal. 299.
78
lingkungan kampus dengan teman-teman, kita istilahnya kita seolah-olah normal gitu. Jadi, mau tidak mau jika kita menolak harus terpaksa kita mengikuti kultur atau budaya yang ada di masyarakat tersebut, jadi mau tidak mau kesulitan itu bisa jadi menjadi tekanan untuk kita sendiri.”54 Key informan kedua yaitu EL, dia juga sependapat dengan key informan
diatas, di mana dia mengatakan bahwa,
“Gue masih pengin hidup, kalau gue ungkapin ke masyarakat sama saja gue cari mati. Jadi ya gue mau enggak mau ya harus menyembunyikan identitas gue ini yang sebenarnya, ya dengan cara berperilaku normal saja layaknya laki-laki normal gitu.”55 Sama halnya dengan key informan ketiga ini yaitu YEL, dia juga
sependapat dengan kedua key informan diatas mengenai identitasnya sebagai
seorang gay.
“sebenarnya masih banyak yang kontroversial sih ya, soalnya kan mereka untuk Serang sendiri kan ya itu mereka lebih agamanya lebih kuat. Jadi kan makanya mereka enggak akan nerima yang kaya gitu. Kalau untuk orang tua sih. Kalau untuk anak muda tergantung gimana kita ngobrolnya sama mereka, pendekatan sama mereka. Tapi tetap kalau bisa ya ngejaga juga jangan sampai identitas kita ini ketahuan orang lain soalnya kan masih punya keluarga juga disini, kalau sampe isu kita yang gay itu ketahuan orang tua bisa entah apalah jadinya nanti”.56 Disinilah para individu gay memanipulasi penampilannya, dengan gaya
busana yang stylish, dan modis yang nampak seperti halnya laki-laki straight pada
umumnya. Ketika mereka berinteraksi dengan orang lain. Goffman menyebut
aktivitas untuk mempengaruhi orang lain itu sebagai “pertunjukkan”
(performance) ketika berada di panggung.57
54 AL dalam wawancara 29 september 2015. 55 EL dalam wawancara 29 September 2015. 56 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015. 57 Deddy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal.
113.
79
Menurut Goffman, kehidupan sosial itu dapat dibagi menjadi wilayah
panggung depan (front stage) dan wilayah panggung belakang (back stage).58
Panggung dalam kajian penelitian ini berbeda dengan panggung pertunjukkan
teater, di mana wilayah panggung depan dan wilayah panggung belakang yang
dimainkan oleh individu gay ini hanya individu gay ini saja yang dapat
menetukan dan mengetahui tiap-tiap setting nya.
Goffman melihat ada perbedaan akting yang besar saat aktor berada di atas
panggung depan (front stage) dan panggung belakang (back stage) drama
kehidupan. Kondisi akting di panggung depan adalah adanya penonton (yang
melihat kita) dan kita sedang berada dalam bagian pertunjukan. Saat itu kita
berusaha memainkan peran kita sebaik-baiknya agar penonton memahami tujuan
dari perilaku kita. Perilaku kita dibatasi oleh konsep-konsep drama yang bertujuan
membuat drama yang berhasil. Sedangkan di panggung belakang adalah keadaan
di mana kita berada di belakang panggung dengan kondisi tidak ada penonton,
sehingga kita dapat berperilaku bebas tanpa memperdulikan plot perilaku
bagaimana yang harus kita bawakan.
Terdapat suatu resiko yang besar ketika panggung belakang atau “privat”
dari seorang individu bisa diketahui orang lain. Mengingat dalam hal ini,
panggung tersebut bersifat rahasia, maka hal yang wajar bagi individu untuk
menutupi panggung privat tersebut dengan tampilan luar yang “memukau”.
Ketika mereka berinteraksi dengan masyarakat luas individu gay tersebut
mengelola kesan dengan baik agar dapat menciptakan citra diri yang dapat 58 Deddy Mulyana. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja Rosdakarya. Hal.
114.
80
diterima oleh orang lain. Bukan hanya itu perilaku individu gay juga sangat
berpengaruh terhadap daya tarik masyarakat ketika berinteraksi dengan individu
gay tersebut, dari cara berbicara, body language, dan penampilan berpakaian.
Karena pada saat individu gay tersebut berinteraksi dengan masyarakat maka
masyarakat dapat menilai sesuai dengan citra diri yang ditampilkan oleh individu
gay tersebut.
Menurut Goffman, presentasi diri merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh individu tertentu untuk memproduksi definisi situasi dan identitas
sosial bagi para aktor dan definisi situasi tersebut mempengaruhi ragam interaksi
yang layak dan tidak layak bagi para aktor dalam situasi yang ada59. Bahwasannya
individu gay dapat menginterpretasikan situasi di lingkungan sosialnya yang
berada pada wilayah panggung depan secara beragam, mengelola kesan seperti
yang dikehendaki. Sejatinya penampilan sikap dan perilaku yang akan
ditampilkan oleh individu gay, yakni simbol dalam bentuk bahasa verbal maupun
gerak non verbal tidak dapat diprediksi oleh siapapun.
1. Di dalam Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan kelompok sosial pertama dalam kehidupan manusia,
Penanaman nilai dan norma, diajarkan oleh keluarga semenjak seseorang masih
dalam usia kanak-kanak. Karena para key informan memiliki latar belakang
keluarga yang berbeda-beda maka peneliti akan membahas latar belakang
keluarga dan penanaman nilai dan norma yang di dapatkan oleh masing-masing
59 Dedd, Mulyana. 2010. Metedologi Penelitian kualitatif: Paradigma Baru Ilmu Komunikasi dan
Ilmu Sosial Lainnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Hal. 112
81
dari ketiga laki-laki homoseksual yang menjadi key informan dalam penelitian ini
dan presentasi dirinya dalam lingkungan keluarganya.
Keluarga merupakan agen pendidikan terbaik pertama bagi seorang anak
untuk membentuk karakter kepribadian anak. Keluarga, terutama orang tua pasti
akan mengarahkan anak ke hal-hal yang positif guna perkembangan anak untuk
menghadapi dunia sosialnya. Masing-masing dari keluarga key informan
mempunyai cara yang berbeda dalam memberikan dan menanamkan nilai-nilai
yang diperolah untuk anaknya.
Key informan pertama yaitu AL mengakui telah mendapatkan pendidikan
baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekolah sejak dia kecil yang
menekankan kepada pendidikan agama. Karena orang tua telah menyekolahkan
dia di sekolah dengan basic agama dari dia TK sore (Taman Kanak-Kanak)
hingga dia SMA (Sekolah Menengah Atas).
“orang tua lebih menekankan pada pendidikan agama karena kenapa, karena menurut mereka pendidikan agama itu yang membawa mereka bekal di akhirat… saya dari kecil di didik agama kuat, maksudnya ya bapak sangat keras banget ya kalau misalnya untuk pendidikan agama. Tapi saya enggak tahu kenapa saya bisa seperti ini, itu istilahnya mungkin ya memang saya salah ambil jalan kali, karena saya berpikir secara logis, saya enggak mau menyalahkan orang lain. Dari kecil memang saya mendapatkan pendidikan masalah agama, saya sekolah agama, saya sekolah TK sore (Taman Kanak-kanak) sampai SMA (Sekolah Menengah Atas)”.60 Berbeda dengan 2 (dua) key informan selanjutnya yaitu EL dan YEL,
meskipun keluarga memberikan pengajaran nilai-nilai agama kepada mereka
sejak kecil, tetapi keduanya mengakui bahwa dalam keseharian, nilai pendidikan
60 AL dalam wawancara 29 September 2015.
82
yang diberikan oleh kedua orangtuanya tidak terlalu menekankan kepada
pendidikan agama. Seperti yang dikatakan oleh EL.
“ya.. pertama memang dari agama gitu. Tapi ya kan kita harus open minded, dari kamu bisa open minded, otak sama hati kamu bisa balance gitu, istilahnya.. itu kunci utamanya meskipun elo pinter gitu, tapi kalau elo enggak pinter dalam arti sama hati lo gak balance percuma, istilahnya namanya orang hidup ya, namanya orang hidup gitu kan tetap ajalah jadi semuanya harus balance. Kaya gitu”.61
Menurut key informan ketiga yaitu YEL:
“kan emang aku dari kecil pas umur 9 tahun sudah ditinggal sama bapak ya, jadi tinggal sama ibu dan dua kakak dan ya dari keluarga juga bukan orang yang terlalu religius juga sama agama, ya biasa aja gitu. Aku sekolah juga disekolahin di sekolah umum biasa”.62 Dari latar belakang keluarga yang lebih menekankan pada nilai-nilai
agama, sehingga mempengaruhi presentasi diri AL dalam mengendalikan dan
menjaga sikap serta tingkah lakunya ketika berada di lingkungan keluarga.
“keluarga saya ini kan religius banget ya.. bapak ibu saya kan sudah naik haji bahkan sampai umur saya yang sekarang ini mereka masih menyuruh saya untuk sholat. Terutama ibu yang paling cerewet kalau urusan sholat. Ya padahal saya sudah sebesar ini tapi masih diingatkan untuk tetap sholat. Ya.. saya sebagai anak kan harus patuh sama perintah orang tua, apalagi kalau untuk urusan sholat orang tua saya itu lebih tegas yah. Jadi harus on time kalau waktunya sudah masuk untuk sholat, pasti saya langsung sholat”.63 Tidak seperti key informan pertama, di mana latar belakang keluarga EL
tidak se-religiuos key informan pertama. Pada saat kecil EL disekolahkan di
sekolah umum di daerah kota Serang yang tidak terlalu menekankan kepada
pendidikan agama.
61 EL dalam wawancara 29 September 2015. 62 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015. 63 AL dalam wawancara 29 September 2015.
83
“keluarga kan emang biasa saja ya tidak terlalu religius. Ya balance saja gitu. Tapi kalau untuk urusan sholat pasti mengingatkan, tapi ya sekedar mengingatkan kan anaknya juga udah gede gitu, udah tahu mana yang baik dan enggak baik buat dirinya istilahnya udah ngerti pahala dan dosa. Jujur sih kalau untuk sholat masih suka ada yang bolong-bolong, ya kan kita manusia biasa juga yang kadang kan juga punya khilafnya.hehehe”.64 Key informan ketiga ini yaitu YEL dia sudah tidak mempunyai seorang
ayah sejak dia berumur 9 tahun. Dia hidup dengan ibu dan kedua saudara
kandungnya yang telah menikah dan mempunyai seorang anak.
“Keluarga biasa aja, cuma kan emang aku dari kecil pas umur 9 tahun udah ditinggal sama bapak yaa… dan tinggal sama ibu dan dua kakak dan dari yaa keluarga juga bukan orang yang terlalu religius juga sama agama, yaa biasa aja gitu..dan aku juga paling deket sama ibu karena emang bapak kan juga udah gak ada… kalau untuk urusan sholat sih, kan emang aku juga udah gede jadi ibu sama kakak-kakak aku yang lain enggak terlalu cerewet juga sih. Tapi aku tetap inget ya kalo urusan buat sholat mah”.65 Terdapat beberapa kesamaan dan perbedaan antara ketiga key informan
ini. Meskipun pada basic nya mereka sama-sama diberikan pengarahan berupa
pendidikan agama sejak dini, akan tetapi untuk keluarga AL lebih menekankan
pendidikan agama yang lebih kuat dibandingkan dengan keluarga EL dan YEL.
keluarga AL yang paling disiplin dalam menerapkan nilai-nilai keagamaan pada
anaknya. Sedangkan EL dan YEL meskipun dengan background keluarga yang
berbeda, keluarga menganggap bahwa mereka merupakan seorang anak yang
telah dewasa sehingga keluarga menganggap bahwa mereka dapat mengelola diri
mereka dengan baik, khususnya dalam hal untuk beribadah. Sehingga keluarga
64 EL dalam wawancara 29 September 2015. 65 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
84
EL dan YEL Nampak lebih santai dan tidak terlalu terpusatkan dalam menerapkan
nilai-nilai keagamaan terhadap anak-anaknya.
Dengan penanaman nilai-nilai pendidikan yang diberikan kepada keluarga
masing-masing key informan tersebut, secara tidak langsung mempengaruhi cara
penampilan yang mereka presentasikan kepada keluarga ketika berada di rumah.
Seperti yang dilakukan oleh key informan pertama AL dia mengakui dengan
background keluarga yang lebih kuat dalam penanaman nilai-nilai agama
sehingga hal ini mempengaruhi cara dia bersikap seperti halnya seorang laki-laki
straight dan tidak menunjukkan identitas aslinya sebagai seorang pria
homoseksual.
“jujur kalau di rumah saya bersikap kalau bahasa kitanya mah seperti laki-laki sesungguhnya, misalnya contoh saya berpakaian normal seperti laki-laki pada umumnya, ya secara kasat mata saya seperti laki-laki biasanya, ya sikap saya seperti laki-laki, kalau misalnya berbicara seperti body language sih maksudnya ya biasa ya apa adanya biasa saja, memang saya akui saya berbeda, tapi cara bersikap saya sama seperti orang normal lainnya gitu”.66 Sikap dan perilaku yang AL tampilkan ketika berada dirumah itu
bertujuan agar anggota keluarganya tidak mengetahui akan jati diri yang
sesungguhnya, karena bilamana identitas yang dianggap menyimpang dalam
agamnaya ini diketahui oleh anggota keluarganya maka dikhawatirkan akan
mendapatkan tekanan psikis, karena itu merupakan sebuah aib yang tidak hanya
memalukan dirinya sendiri, tetapi juga dapat mempengaruhi nama baik
keluarganya.
66 AL dalam wawancara 29 September 2015.
85
“enggak.. enggak akan saya kasih tahu ke keluarga tentang diri saya yang seperti ini! Cukup saya dan teman-teman saya yang sesama seperti saya dan beberapa orang teman yang tahu seperti apa saya. Cukup keluarga itu tahu saya adalah anak kebanggaannya gitu”.67 Meskipun penerapan nilai pendidikan oleh keluarga key informan ini yaitu
EL tidak seperti halnya key informan diatas ketika di rumah, akan tetapi EL tetap
berusaha untuk menjaga sikap dan perilakunya guna menjaga rahasia akan
identitas aslinya sebagai seorang pria homoseksual.
“kalau sama keluarga mah tetap normal-normal saja, ngobrol kaya gitu, ya.. berusaha untuk sewajar mungkin saja, kaya laki-laki yang normal saja gimana sih, lagi pula kalau kitanya malah justru yang bersikap aneh nanti kan malah bisa buat mereka jadi malah curiga sama kita kan.. gitu”.68 “namanya orang tua ya apalagi setelah kejadian itu yang dialamin oleh anaknya sendiri, ngelihatnya homoseksual itu tuh.. adalah hal yang paling menjiijkan gitu tuh.. dan di agamanya pun homoseksual atau gay hubungan yang kaya gitu sangat dilarang, sangat diharamkan dan diagama juga jangan samapai terjadi gitu kan.. dan kasarnya lo lebih baik apa main perempuan yah atau gah lo mabok karena emang dosanya itu tidak melebihi atau tidak berlipat ganda ketimabng elo apa melakukan homoseksual kaya gitu.”69 Pengakuan dari key informan ketiga yaitu YEL sama seperti kedua key
informan sebelumnya, dimana anak terakhir dari tiga bersaudara ini mengakui
menjaga sikap dan perilaku guna menjaga rahasia akan identitas aslinya sebagai
pria homoseksual kepada anggota keluarga.
“sejauh ini hubungan sama keluarga sih baik.. tapi untuk masalah terbuka enggak! Masih banyak hal yang ditutupin juga soalnya kan kita juga enggak mau bikin orang tua kecewa juga atau sedih juga atau gimana kan ya.. jadi ya harus jaga sikap juga sih”.70
67 AL dalam wawancara 29 September 2015. 68 EL dalam wawancara 01 Oktober 2015. 69 EL dalam wawancara 01 Oktober 2015. 70 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
86
Dari ketiga key informan diatas AL, EL dan YEL sepakat untuk
merahasiakan identitas aslinya sebagai seorang pria homoseksual kepada masing-
masing anggota keluarganya. Keluarga hanya cukup mengetahui bahwa mereka
merupakan anak kebanggaan dari keluarganya. Karena apabila identitas mereka
sebagai seorang pria homoseksual terbongkar, maka mereka khawatir keluarga
akan sedih, kecewa dan marah terhadap pilihan mereka tersebut. Karena pilihan
menjadi pria homoseksual merupakan sebuah aib yang tidak dapat diterima dalam
keluarganya terlebih mereka hidup di lingkungan masyarakat yang mayoritas
heteroseksual dan beragama. Di mana pilihan menjadi pria homoseksual hanya
akan membuat malu dirinya sendiri bahkan membuat malu nama baik
keluarganya.
Dari pengakuan yang diungkapkan oleh ketiga key informan diatas, bahwa
pentingnya menjaga rahasia identitas mereka sebagai pria homoseksual dari
anggota keluarganya mempengaruhi cara mereka mempresentasikan dirinya,
mulai dari cara gaya berbicara, bahasa yang diucapkan, dan body language dari
masing-masing key informan tersebut. Untuk key informan pertama AL, ketika dia
berada di rumah dia merupakan pribadi pendiam yang tidak terlalu banyak
berbicara.
“gaya berbicara saya dengan keluarga tidak ada yang ditutupin, cuman ya tetap istilahnya ya kan keluarga itu orang terdekat bagi kita ya, jadi sebisa mungkin saya gaya berbicara dengan keluarga yaitu sopan, santun, maupun baik. Jadi istilahnya kadang ya pembicaraan yang saya lakukan dalam keluarga itu memang tidak berlebihan hanya berbicara dalam keluarga ala kadarnya. Karena ada situasi yang di mana saya dituntut
87
untuk berbicara di dalam keluarga, kalaupun tidak saya lebih baik diam”.71
Sedangkan key informan kedua yaitu EL ketika berada dirumah dia
termasuk pribadi yang santai dan terbuka kepada anggota keluarganya tetapi tetap
menampilkan dirinya dengan sebagaimana dia menjadi laki-laki straight.
“gaya berbicara ya normal saja, kaya laki-laki lain saja gitu. Bercanda sama kakak, sama orang tua, lagi pula keluarga orangnya asik sih, enggak yang terlalu tertutup juga sama keluarga, misal ya kalau ada maslah kadang suka cerita juga sama bapak kalau enggak ibu kalau enggak kakak, tapi liat dulu kalau masalah yang tentang diri saya yang lempeng aja paling yang diceritain kalau yang itu enggak. Lagi pula keluarga kalau ngomong blak-blakkan juga sih jadi nyantai. Ya sama kakak juga nyantai cuman kalau emang lagi berantem ya ngomong kadang suka keluar weh bego lu yang bener dong pake otak makanya! Suka gitu. Tapi tetap kalau ke orang tua ya sopan lah”.72 Key informan ketiga yaitu YEL merupakan anak yatim sejak usianya 9
(Sembilan) tahun mengaku bahwa ketika berada di rumah dia bisa menjadi
pribadi yang lebih dewasa dan bijaksana.
“kalau ngobrol sama keluarga biasa saja, yang wajar-wajar saja. Ya kan saya juga punya ponakan jadi yaa gimana sih, kan ngemong ponakan juga jadi lebih bijak juga kali ya, kan terlebih lagi bapak juga udah enggak ada sejak saya kecil tinggal sama ibu sama kakak juga ada ponakan juga, lebih menyesuaikan saja. Ibu juga kan udah tua ya, yang sensitive lah kalo orang udah tua itu, jadi kalau ngobrol ya dijaga omongannya jangan sampai nyakitin hati ibu. Kasian juga soalnya”.73
Ketiga key informan mengendalikan sikap dan perilakunya tidak hanya
dalam hal berkomunikasi dengan anggota keluarganya saja. Akan tetapi, body
language yang mereka tampilkan ketika berada di rumah juga mereka jaga. Sama
layaknya seperti laki-laki straight tidak mencirikan sikap atau perilaku berupa
71 AL dalam wawancara 29 september 2015. 72 EL dalam wawancara 29 september 2015. 73 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
88
body language yang seperti kewanita-wanitaan. Seperti yang dikatakan oleh AL
bahwa,
“kalau dalam keluarga saya lebih hati-hati, karena keluarga juga kan religius. Hati-hati disini maksudnya saya enggak terlalu kebawa bablasnya, jadi yaitu tadi balik lagi, ketika saya berbicara dengan keluarga berarti body language saya berarti seadanya, berarti ala kadarnya saja. Karena itu tadi saya mau berhati-hati saja.agar orang rumah tidak curiga”.74 Sama halnya seperti key informan diatas, key informan kedua ini yaitu EL
juga mengendalikan sikap dan perilakunya terutama body language ketika berada
di rumah.
“body language ya tergantung orang, ada yang dari body languagenya mencirikan ada yang sudah memang menutupi, apa istilahnya biasanya supaya orang enggak tahu. Tapi kalau saya sih normal saja. Enggak ada kesulitan juga yang kaya gimana harus ngejaga body language nih, biar gak dinilai kaya bencong gitu, enggak juga ya normal saja”.75 Ketika berada di rumah key informan ketiga yaitu YEL sama seperti kedua
key informan diatas. Bahwa body language yang dia tampilkan sama layaknya
seperti laki-laki straight.
“biasa saja, karena memang dari dulu kan sudah tahu anaknya seperti apa, jadi yaudah. Kalau dari bahasa tubuh sih mereka (keluarga) enggak tahu gitu kalau saya seperti ini. Karena kan memang saya kalau di rumah juga enggak yang namanya gila-gilaan ya kalau dalam bersikap. Beda halnya kalau lagi sama teman gitu”.76 Meskipun ketiga key informan dalam penelitian ini merupakan pria
homoseksual, akan tetapi, sebenarnya pria homoseksual dengan pria straight
(normal) sama saja ketika mereka bersikap atau berperilaku di lingkungan
keluarga. Yaitu dengan menjadi pribadi yang bisa mengendalikan sikapnya agar 74 AL dalam wawancara 29 September 2015. 75 EL dalam wawancara 29 September 2015. 76 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
89
tidak seperti kewanita-wanitaan. Begitu pula dari cara mereka berpakaian. Pria
homoseksual sama halnya dengan laki-laki normal pada umumnya untuk
berpakaian tidak menirukan gaya berpakaian seperti layaknya seorang perempuan
misalnya menggunakan rok. Akan tetapi, untuk pria homoseksual rata-rata dari
mereka lebih menjaga penampilan tubuhnya, seperti pria metroseksual, yang
menjaga kebersihan dan kerapihan penampilan mereka. kelompok ini memiliki
kebiasaan dan ciri khas yaitu mengenakan pakaian yang stylish dan trendy dan
merupakan ciri yang tercermin dari kelompok gay atau pria homoseksual tersebut.
Hampir sebagian besar dari mereka, sangat memperhatikan penampilanya untuk
tetap rapi dan modis.
Seperti yang diungkapkan oleh ketiga key informan dalam penelitian ini.
EL mengatakan bahwa dia sangat menjaga kebersihan kulitnya, dia juga sering
melakukan facial dan fitness untuk menjaga penampilan dirinya.
“misalnya kalau untuk yang bisa dibedakan ya, antara homoseksual sama cowok metroseksual bisa.. istilahnya beda tipis, kalau cowok metroseksual memang dia laki-laki normal tulen yang suka sama cewek, cuman dia memang suka banget sama yang wangi-wangi yang menjaga kebersihan segala macam, menjaga penampilan kaya gitu.. nah kalau untuk yang homoseksual istilahnya dia memang setipe untuk kaya cara berpakaian, menjaga kebersihan dari mulai muka rambut, semuanya gitu dia sangat sangat menjaga banget, cuman untuk yang homoseksual itu cuman orientasi seksnya aja yang lebih cenderung ke laki-laki kaya gitu. Nah.. kalau saya kan emang orangnya paling rishi kalau ada jerawat bandel di muka gitu, makanya sering facial buat ngejaga kebersihan muka juga. Kalau buat ngejaga penampilan badan saya biasanya suka nge gym juga sama sauna, ada itu di daerah ciracas tempat gym gitu yang emang banyak juga kaum-kaum kaya kita gini. Cuman emang kalau orang awam mungkin agak susah juga kalau ngebedain ya”.77
77 EL dalam wawancara 29 September 2015.
90
Sedangkan menurut AL selaku key informan pertama yang merupakan
mahasiswa di salah satu perguruan tinggi terkemuka dan ternama di kota Serang
menerangkan.
“cara berpakaian saya santai dan normal ketika berada dirumah.. saya bisa dibilang juga tipe orang yang memperhatikan kebersihan kulit muka dan badan, sama penampilan juga sih. Karena kalau badan kita bersih sama saja kan kita menjaga kesehatan kan, lagi pula kalau kita sehat dan bersih kan enak juga kalau dilihat sama orang.. gitu”.78 Sama seperti kedua key informan diatas, key informan ketiga ini yaitu
YEL seorang mahasiswa tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi terkemuka
dan ternama di kota Serang yang berusia 22 tahun menyatakan bahwa
“cara berpakaian saya sih ya santai, normal”.79 Dengan berbagai nilai yang ditanamkan oleh masing-masing keluarga
kepada ketiga key informan, sehingga memungkinkan ketiga key informan untuk
merahasiakan mengenai identitas aslinya sebagai pria homoseksual kepada
keluarga, Karena permasalahan utama seorang pria homoseksual yaitu mengelola
informasi agar stigma sosial tersebut tetap tersembunyi bagi khalayak. Oleh
karena itu, masing-masing key informan berusaha untuk mengendalikan sikap dan
perilaku ketika mereka sedang berada di rumah dengan caranya masing-masing.
Meskipun ketiga key informan sudah berusaha untuk mengendalikan sikap dan
perilaku ketika berinteraksi dengan anggota keluarga, akan tetapi pada kenyataan
anggota keluarga ada yang sempat mencurigai identitas mereka sebagai pria
homoseksual. Oleh karena itu, mereka harus tetap pintar dalam mengelola
informasi agar rahasia mengenai diri mereka selaku pria homoseksual tetap 78 AL dalam wawancara 29 September 2015. 79 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
91
tersembunyi dan aman dengan cara membuat berbagai macam alasan untuk
menangkis rasa kecurigaan yang timbul dari anggota keluaganya.
Seperti yang diungkapkan oleh AL, meskipun AL sudah berusaha sebaik
mungkin untuk mengendalikan sikapnya ketika berada di rumah, akan tetapi pada
kenyataannya anggota keluarga ada yang sempat mencurigai dirinya sebagai pria
homoseksual. Akan tetapi, dia membuat sebuah alasan sehingga dapat menepis
rasa kecurigaan yang timbul dari saudara perempuannya tersebut mengenai
identitasnya sebagai pria homoseksual.
“dulu sempat istilahnya curiga dengan sikap saya agak teledor ya.. agak teledor ketika saya mendapatkan sms mesra dari laki-laki ya, jadi itu kejadiannya waktu dirumah kakak saya, jadi pada saat saya meninggalkan handphone saya dan handphone saya berbunyi, kakak saya ya.. membuka isi sms-nya dia menanyakan ko sms-nya.. mesra dengan laki-laki! Kamu suka laki-laki! Saya ya itu.. mungkin dari rasa keteledoran itu ya saya berkilah ya.. maksudnya mencari alibi mungkin istilahnya itu salah nomor atau salah kirim ya.. cuman dari situ ada suatu macam peringatan ya.. warning dari kakak saya, mungkin dia menganggap gelagat adik bungsunya ini ada yang beda cuman mungkin ya.. dia semacam yaudahlah angin lalu saja gitu. Jadi kecurigaan itu pernah ada cuman saya bisa menepis dengan alasan bahwa sms mesra yang terkirim mesra ke nomor saya itu ya mungkin sms dari salah kirim.” 80 Sama seperti key informan sebelumnya, meskipun YEL sudah bersikap
santai dan apa adanya layaknya seperti laki-laki normal lainnya, akan tetapi rasa
kekhawatiran dan kecurigaan pun pernah dirasakan oleh kakaknya terhadap
kepribadian YEL yang sesungguhnya. Karena YEL pernah mengajak beberapa
temannya yang memiliki orientasi seksual yang sama dengannya yaitu gay.
Karena sikap dan tingkah laku teman yang YEL ajak ke rumah sedikit seperti
kewanita-wanitaan, sehingga membuat kakak YEL menaruh curiga. Kecurigaan 80 AL dalam wawancara 29 september 2015.
92
kakaknya tersebut terhadap tingkah laku temannya yang kemudian membuat YEL
semakin berhati-hati ketika akan membawa temannya untuk berkunjung ke
rumahnya. Antisipasi yang YEL lakukan ketika kakaknya menaruh kecurigaan
seperti itu dengan cara membuat sebuah alibi sedemikian rupa. Dikhawatirkan
dengan kecurigaan kakaknya itu, identitas aslinya sebagai seorang gay akan
diketahui oleh kakaknya.
“pernah ada yang curiga sih 2 (dua) orang kakak saya, cuman kan kita punya bantahan gitu aja.. kita kan juga punya alibi. Waktu itu curiga gara-gara bawa teman yang lenjeh, makanya saya kenapa..antisipasi bawa teman-teman yang seperti itu, jadi takutnya ya tadi mereka langsung berpikir seperti itu gitu.. kan yang saya bilang enggak semua, tapi yang ini pasti yang kelewat batas ya emang seperti itu ngondek. Saya bilang saja buat alibi itu tuh temen basket soalnya kan emang benar-benar sama teman-teman basket juga yang lain, kan jadinya.. yaudah biarin saja itu kan urusannya dia gitu loh, saya tinggal bilang, itu urusannya dia bukan urusannya saya mau dia nya gimana ya terserah, yang penting kan sayanya kan kelihatan enggak! Digituin aja.. kalo memang kelihatan ya mendingan saya pergi selesai! Ya kan.”81 EL anak terakhir dari 3 bersaudara ini, mengakui meskipun dia sudah
berusaha menjaga dan mengendalikan sikapnya pada saat di rumah, akan tetapi
dahulu orang tuanya sempat mengetahui akan jati dirinya sebagai seorang gay,
dari sebuah peristiwa atau kejadian tanpa sepengetahuan dan keinginan darinya.
“orang tua dan keluarga juga sudah tahu saya begini gitu kan, soalnya waktu yang dahulu pernah menjalani relationship, jalin hubungan sama orang yang memang notabenenya dia tuh usia diatas saya, pendidikan diatas saya, ya.. tapi istilahnya, dia tidak bisa menjaga mana yang baik, mana yang gak baik gitu tuh, pas kita udah finish ternyata semua rahasianya itu dibongkar gitu kan, jadinya keluarga saya juga tahu. Kalo nasihat atau enggak untuk ke depannya pasti ya adalah namanya juga orang tua apalagi kan bapak, jangan sampe diulangin lagi! Ya atau enggak jangan sampai bergaul sama teman-teman yang kaya gitu lagi, yang menjerumuskan kamu ke hal-hal yang enggak benar kaya gitu, terus juga paling kalo ngajak teman laki-laki paling di tanya dari mana, siapa
81 YEL dalam wawancara 1 oktober 2015.
93
gitu, harus tahu bibit, bebet, bobot nya kaya gimana, dan jangan sampai terulang lagi kaya gitu. Gitu sih.”82 Ketiga key informan tersebut, mengakui bahwa masing-masing pernah
mengalami suatu kejadian di mana keluarga sempat ada yang menaruh kecurigaan
terhadap jati diri aslinya sebagai homoseksual dengan berbagai macam masalah
yang dihadapi. Tetapi untuk key informan ketiga yaitu EL dia tidak hanya sampai
dicurigai akan tetapi sempat terbongkar rahasia mengenai identitas dirinya oleh
keluarganya melalui pengakuan yang secara mengejutkan datang dari mantan
kekasih yang sesama jenisnya tersebut tanpa sepengetahuan dan keinginan dari
EL.
Setelah dari peristiwa itu, ketiga key informan lebih waspada lagi dalam
menjaga sikap dan perilakunya. Khususnya untuk key informan kedua yaitu EL di
mana semenjak pilihan orientasi seksualnya sebagai seorang pria homoseksual
sempat terbongkar EL
Terlebih lagi dengan peristiwa di mana terdapat kecurigaan dari kakaknya
sendiri dengan mempertanyakan orientasi seksualnya yang dianggap
menyimpang, AL berusaha untuk lebih berhati-hati dalam meletakkan benda yang
dianggap privasi seperti handphone-nya, dan lebih berhati-hati dalam bersikap
ketika berada di rumah. Hal ini juga disebabkan karena kondisi keluarga AL yang
memang religius, sehingga AL lebih menjaga sikap dan perilakunya terutama
yang berkaitan dengan masalah orientasi seksualnya yaitu gay. Karena keluarga
cukup mengetahui bahwa AL merupakan anak yang baik dan kebanggan
keluarganya. 82 EL dalam wawancara 29 september 2015.
94
“Jadi saya berusaha bersikap biasa aja. Cuman yah itu sekarang mah waspada aja, gak sembarangan simpan handphone.” 83 Sama halnya dengan key informan diatas, usaha pengendalian sikap yang
dilakukan oleh EL di dalam lingkungan keluarganya setelah kejadian yang
dialaminya mengenai kebocoran akan rahasia identitas aslinya sebagai seorang
homoseksual gay tanpa sepengetahuan dan keinginan darinya. EL berusaha untuk
menunjukkan kepada kedua orang tuanya bahwa dia telah bertaubat dan tidak
akan mengulangi perbuatan yang dianggap keluarganya sebagai perilaku yang
menyimpang. EL lebih mendekatkan diri kepada Sang Maha Pencipta dengan
rajin beribadah. Karena seorang individu homoseksual gay yang identitasnya
telah diketahui oleh keluarganya, dan kebocoran rahasia yang atas dasar bukan
keinginan darinya dan tanpa sepengetahuannya tersebut, dapat menjadi tekanan
psikis yang dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan dalam dirinya pada saat
berada di rumah. Meskipun lingkungan keluarga merupakan lingkungan yang
paling dekat dengan setiap orang.
“pokoknya yang sekarang orang tua gue tahu, gue itu baik. Udah enggak kaya gitu lagi. Istilahnya biar gue gay gini yang orang tua keluarga sempat tahu, gue mau nunjukin kalau gue sudah berubah. Gue juga tetap ko ngaji, shalat 5 waktu. Kalau soal dosa itu urusan gue sama tuhan”.84 Meskipun begitu untuk kasus key informan kedua ini yaitu EL, di mana
orang tua sempat mengetahui akan kondisinya sebagai seorang gay dan dia
mengaku kepada kedua orang tuanya sudah berubah dan tidak menjadi seorang
gay lagi, pada kenyataannya dia masih menjadi seorang gay tanpa sepengetahuan
dari keluarganya. Presentasi diri yang dia lakukan bahwa dia telah berubah 83 AL dalam wawancara 29 september 2015. 84 EL dalam wawancara 29 september 2015.
95
menjadi laki-laki straight bertujuan supaya orang tua dan keluarga tidak
berpandangan negatif lagi mengenai dirinya, dan tidak menaruh rasa kekecewaan.
“gue begini dari kecil. Gue gak bisa suka cewek, jadi kalau masyarakat menilai ini dosa, mereka enggak ngerti apa yang gue alami”.85
Sama seperti kedua key informan diatas, YEL juga menepis dengan
memberikan berbagai alasan kepada anggota keluarganya apabila dia merasa
dicurigai mengenai orintasi seksual yang dipilihnya itu.
“saya bilang saja buat alibi, itu tuh teman basket. Soalnya kan memang benar-benar sama teman basket. Kalau memang masih saja curiga dan enggak percaya, yaudah biarin aja itu kan urusannya dia gitu loh. Saya tinggal bilang itu urusannya dia bukan urusannya saya, mau dianya gimana ya terserah, yang penting sayanya kan keliatan apa enggak… digituin aja… kalau memang keliatan ya mendingan saya pergi. Selesai ya kan!”.86
Karena apabila keluarga sampai mengetahui akan jati diri AL yang
sebenarnya sebagai seorang laki-laki homoseksual atau gay, dikhawatirkan akan
timbul kemarahan dari orang tuanya, terutama dari ayahnya, karena ayahnya
adalah orang yang sangat tegas dengan nilai-nilai agama.
“takut sih.. cuman saya berpikir gak tahu sih wallahualam ya.. kalau saya berani bilang saya seperti ini mungkin bapak saya pasti marah! Cuman ibu saya kayaknya sih, ibu saya juga marah, cuman.. dia juga pasti.. gak tahu deh!hehehe saya belom bisa berpikiran seperti itu cuman yang saya takuti mereka marah!.” 87
Sama halnya dengan key informan diatas, kedua key informan selanjutnya
yaitu EL dan YEL juga tidak ingin memberitahukan keadaan yang sebenarnya
kepada keluarga mengenai identitas dirinya sebagai gay itu.
85 EL dalam wawancara 29 september 2015. 86 YEL dalam wawnacara 01 Oktober 2015. 87 AL dalam wawancara 29 september 2015.
96
EL sebagai key informan kedua yang lahir di kota Serang dan berusia 22
tahun mengatakan.
“ya.. meskipun orang tua ada kekecewaan yang dulunya pernah kaya gimana gitu anaknya, ya nakal kaya gitu lah.. sampai ketahuan kaya gitu. Pastilah gitu tuh, terus juga orang tua enggak curiga sih kalau dari masalah ngobrol sama perilaku gitu sih enggak, paling yang kalo bawa teman aja gitu, paling di tanya teman cowok kaya gitu paling di tanya kaya gitu aja, ya sekarang harus bisa menjaga banget, menjaga rahasia diri gitu, istilahnya kebohongan demi kebaikan lah.”88 YEL sebagai key informan ketiga yang tinggal di kota Serang dan berusia
22 tahun ini mengatakan.
“menentang yah pasti, keluarga ibu bapak sama kakak mereka pasti menentang dan kalau bisa jangan sampai anaknya kaya gitu”.89 Sebagai seorang individu homoseksual yang lahir dan tinggal di kota
Serang yang mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat yang beragama islam
dengan kondisi masyarakat yang masih memegang tinggi norma-norma sesuai
dengan ajaran agamanya. Sehingga individu gay harus pintar-pintar dalam proses
mengelola kesan dan menutupi masalah atau emosi yang sebenarnya terjadi yaitu
mereka sebagai individu gay, agar mendapatkan kesan yang baik dari keluarga
maupun masyarakat.
Meskipun keluarga merupakan lingkungan terdekat bagi AL, EL dan YEL
akan tetapi, mereka tidak berani dan masih tidak bisa untuk terbuka mengenai jati
diri mereka yang sebenarnya sebagai seorang gay. Padahal sejak kecil mereka
dibesarkan dan kumpul bersama anggota keluarganya, hal itu tidak bisa menjadi
tolak ukur bagi mereka untuk terbuka mengenai rahasia akan jati diri mereka yang
88 EL dalam wawancara 29 september 2015. 89 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
97
sebenarnya. Karena menjadi seorang gay merupakan keputusan yang mereka
anggap sebagai sesuatu yang sulit untuk diberitahukan kepada orang lain, tidak
terkecuali keluarga. Karena hal tersebut merupakan aib yang tidak hanya
menghancurkan nama baik dirinya sendiri, akan tetapi juga dapat menjadi aib bagi
keluarganya. Sehingga orang tua hanya perlu mengetahui mereka dari segi mereka
sebagai laki-laki normal dan sebagai anak baik-baik dan kebanggaan dari
keluarganya.
Individu gay akan menutup jati diri aslinya tersebut, meskipun terhadap
keluarga yang merupakan lingkungan terdekat dengan seseorang. Dikarenakan
perilaku seksual yang dipilih merupakan perilaku yang dianggap menyimpang,
dan tidak dapat diterima baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar
tempat tinggalnya, yang mayoritas adalah heteroseksual.
Dari hasil pengamatan, AL adalah tipe orang yang pintar dalam
menyembunyikan gesture tubuhnya, sehingga dia tidak terlalu terlihat apabila dia
merupakan individu gay. caranya berjalan, berpakaian maupun gaya berbicaranya
nampak sama seperti laki-laki straight pada umumnya yang memilih orientasi
seksual heteroseksual ketika dia berada dirumah. Meskipun AL merupakan
individu gay, akan tetapi untuk urusan ibadah dia sangat menjaga dan berusaha
untuk tetap sholat 5 (lima) waktu. Hal ini karena memang dilihat dari kondisi
keluarganya yang religius. Sehingga secara kasat mata, sama sekali tidak
mencirikan bahwa dia adalah seorang gay.
Dari gaya berpakaian ketika peneliti mengamati, untuk ketiga key
informan tersebut, pada saat mereka berada di rumah, cara berpakaian mereka
98
santai, menggunakan celana pendek dan kaos oblong. Dimana gay biasanya
identik dengan laki-laki dengan sifat seperti kewanita-wanitaan. Akan tetapi para
key informan nampak seperti laki-laki straight yang gagah, dan dewasa. Disini
nampak terlihat ketika peneliti melakukan observasi, dimana ketiga key informan
ini masing-masing merupakan anak terakhir yang sudah memiliki banyak
keponakan, sehingga mereka terkadang terlihat seperti seorang laki-laki dewasa
yang bijaksana ketika menemani masing-masing keponakannya tersebut.
Para key informan ketika berinterkasi dengan orang tua nampak terlihat
sopan, dan tidak terlalu banyak bicara, terlihat sedikit tertutup. Untuk key
informan pertama terlihat ada sedikit jarak antara dia dengan ayahnya dan terlihat
sedikit kaku ketika berkomunikasi. Untuk key informan kedua, meskipun nampak
terlihat seperti terdapat sedikit jarak dengan ayahnya, akan tetapi tidak terlalu
kekakuan pada saat berkomunikasi dengan ayahnya. Sedangkan untuk key
informan ketiga yang memang sudah tidak memiliki sosok ayah sedari dia berusia
9 (Sembilan) tahun.
2. Di dalam Lingkungan Kampus
Pada kajian penelitian ini membahas presentasi mahasiswa homoseksual
di kota Serang. Subjek yang menjadi kajian pada penelitian ini yaitu mahasiswa
homoseksual. Sehingga salah satu ruang lingkup lingkungan sosial yang akan
dibahas pada SUB BAB ini yaitu di lingkungan sosial kampusnya. tempat
individu gay ini menjadi bagian dari anggota lingkungan sosial tersebut untuk
melakukan interaksi sosial dengan teman-teman sepergaulan di lingkungan
kampusnya.
99
Lingkungan kampus merupakan lingkungan sosial kedua atau sosialisasi
sekunder setelah lingkungan keluarga. Di mana ketika seseorang telah memasuki
jenjang pendidikan di bangku universitas, maka orang tersebut dapat dinyatakan
sebagai orang yang telah melawati fase anak-anak dan remaja dan menuju fase
dewasa. Pada tahap ini di mana manusia atau seseorang yang telah disebut sebagai
manusia dewasa. Dia bukan hanya menempatkan dirinya pada posisi orang lain,
tetapi juga dapat bertenggang rasa dengan masyarakat secara luas. Seseorang telah
menyadari pentingnya peraturan-peraturan sehingga kemampuan bekerjasama
menjadi mantap. Dalam tahap ini, manusia telah menjadi warga masyarakat
sepenuhnya.
Hidup berbaur di lingkungan keluarga, sekolah maupun dalam masyarakat
menunjukkan terjadinya sosialisasi. Di lingkungan sekolah atau universitas,
seseorang pada awal tahun ajaran baru, di mana mahasiswa lama dan mahasiswa
baru berbaur menjadi satu. Bagi mahasiswa baru mereka akan bertemu dengan
teman-teman baru, dosen atau pengajar baru dan orang-orang lain yang belum
mereka kenal di sekolah sebelumnya. Setiap anggota baru dari kelompok atau
masyarakat harus mempelajari kebiasaan melalui suatu proses yang dinamakan
sosialisasi. Jadi, untuk bisa dianggap sebagai anggota dari lingkungan sosialnya
yaitu lingkungan kampusnya, seseorang harus mempelajari kebiasaan-kebiasaan
anggota masyarakat yang lain.
Di lingkungan sosial ini individu gay akan berusaha untuk mempelajari
peraturan-peraturan atau kebiasaan-kebiasaan yang ada di dalam lingkungan
kampusnya tersebut. Lingkungan kampus dalam penelitian ini berada di wilayah
100
kota Serang, yang masyarakatnya merupakan masyarakat heteroseksual yang
beragama. Selain itu background kota Serang merupakan kota santri. Sehingga
individu gay yang menjadi seorang mahasiswa di wilayah kota Serang, harus
mengikuti peraturan dan kebiasaan dari mayoritas masyarakatnya, khususnya
yang berkaitan dengan pilihan orientasi seksual.
Di wilayah inilah individu gay itu akan membangun dan menunjukkan
sosok ideal dari identitas yang akan ditonjolkan dalam interaksi sosialnya.
Pengelolaan kesan yang ditampilkan merupakan gambaran individu mengenai
konsep ideal dirinya yang sekiranya dapat diterima oleh teman-teman sepergaulan
di kampusnya. individu gay akan menyembunyikan hal-hal tertentu dalam
penampilan mereka.
Key informan pertama yaitu AL, mengakui bahwa keberadaan
homoseksual gay di kota Serang sendiri masih belum dapat diterima
keberadaannya, dan masih menjadi kontroversi. Karena kondisi lingkungan sosial
di kota Serang, di mana masyarakatnya religius dan Serang identik dengan kota
santri, sehingga mayoritas masyarakatnya merupakan masyarakat yang
heteroseksual atau menyukai lawan jenis yaitu laki-laki berpasangan dengan
perempuan dan sebaliknya perempuan berpasangan dengan laki-laki. Sehingga
dari kondisi lingkungan masyarakat yang seperti ini. AL mengakui bahwa dia
memiliki peran ganda, atau dualisme peran. Ketika berada di lingkungan sosial
yang masyarakatnya heteroseksual seperti di lingkungan kampusnya, maka dia
akan berperilaku layaknya seperti laki-laki heteroseksual yang menyukai
perempuan.
101
“keberadaan gay atau homoseksual sebenarnya masih kontroversi ya.. dimanakan kita tahu ya, kalau masyarakat kita itu masih memegang adat budaya timur, jadi kalangan kita sendiri khususnya yaitu kaum gay mereka masih tersembunyi, jadi hanya sesama komunitas saja kita tahu kalau misalnya kita itu gay. Untuk menghindari adanya keterbukaan pengungkapan jati diri kita.”90
Sama seperti key informan diatas, key informan kedua ini yaitu EL juga
mengakui bahwa dia memiliki kekhawatiran untuk membuka identitas dirinya
kepada masyarakat, yang pada akhirnya EL memutuskan untuk tetap
merahasiakan identitasnya tersebut kepada orang lain.
“Gue masih pengin hidup, kalau gue ungkapin ke masyarakat sama saja gue cari mati!. Jadi ya gue mau enggak mau ya harus menyembunyikan identitas gue ini yang sebenarnya, ya dengan cara berperilaku normal saja layaknya laki-laki normal gitu”.91
Ketiga key informan dalam penelitian ini sepakat, termasuk YEL. Dengan
kondisis masyarakat Serang yang mayoritas masyarakatnya merupakan
masyarakat beragama islam dengan kota Serang yang identik dengan kota santri,
tidak memungkinkan YEL untuk memberitahukan kepada orang lain termasuk
teman-teman di kampusnya mengenai identitasnya sebagai seorang gay. Tetapi
meskipun YEL merahasiakan identitasnya tersebut, dia tidak mau mejadi pribadi
yang tertutup.
“ya tadi itu, di Serang sendiri masih banyak yang kontroversial sih yaaa soalnya kan mereka untuk serang sendiri kan yaaah itu mereka lebih….agamanya lebih kuat jadi kan makanya mereka enggak akan nerima yang kaya begitu. kalau untuk orang tua sih, kalau untuk anak muda tergantung gimana kita ngobrol sama mereka, pendekatan sama mereka atau mereka tahunya kita seperti apa. Kaya gitu. jadi walaupun saya memang agak lenjeh sih yang sukanya bercandain teman juga lewat gaya bicara saya yang termasuk ceplas ceplos, tapi mereka sih sampai sejauh ini enggak ada yang ngerasa curiga gitu dengan kondisi saya
90 AL dalam wawancara 29 september 2015. 91 AL dalam wawancara 29 September 2015.
102
sebagai gay. Itu menurut saya sih ya, enggak tahu juga kalau teman yang lain mikirnya gimana.”92
Dari kondisi masyarakat kota Serang yang dianggap oleh ketiga key
informan ini masih memegang adat budaya timur, sehingga keberadaan kaum gay
masih sulit untuk diterima di kalangan masyarakat Serang, mengakibatkan
individu gay dalam penelitian ini, sedikit mengalami kesulitan pada saat
bersosialisasi dengan masyarakat heteroseksual.
Termasuk AL, AL memutuskan untuk melakukan kegiatan seperti
sandiwara di hadapan teman-teman kampusnya dengan cara mempunyai dua
kepribadian. Yaitu sebagai laki-laki heteroseksual ketika dia berada di lingkungan
kampusnya yang mayoritas heteroseksual dan sebagai individu gay atau menjadi
jati diri aslinya, ketika dia berada di lingkungan sesama gay. Upaya yang
dilakukan oleh AL ini dilakukan supaya AL tetap merasa diterima di lingkungan
sosialnya tersebut. Karena apabila identitas aslinya sebagai seorang gay diketahui
teman-teman kampusnya, maka dia bisa mendapatkan tekanan psikis berupa
anggapan-anggapan aneh yang ditunjukkan dari teman-temannya kepada dirinya.
“ya.. pasti sih ada kesulitan ya, maksudnya dilihat dari budayanya kita sudah beda ya, jadi kita dalam istilahnya kita mesti mempunyai 2 (dua) kepribadian ya.. di mana kita di tengah masyarakat misalnya di lingkungan kampus dengan teman-teman, kita istilahnya kita seolah-olah normal gitu. Jadi, mau tidak mau jika kita menolak harus terpaksa kita mengikuti kultur atau budaya yang ada di masyarakat tersebut, jadi mau tidak mau kesulitan itu bisa jadi menjadi tekanan untuk kita sendiri.”93 Key informan kedua ini yaitu EL mengungkapkan, bahwa keberadaan
homoseksual gay tidak dapat dikatakan sebagai sebuah ancaman dalam
92 YEL dalam wawancara 1 oktober 2015. 93 AL dalam wawancara 29 september 2015.
103
kehidupan. Karena mereka sama halnya seperti laki-laki pada umumnya, seperti
dari cara berpakaian yang mereka pakai. Yang mungkin membedakan hanya
pilihan orientasi seksualnya saja. Dan selama mereka tidak menganggu aktivitas,
maupun mempengaruhi pola pikir dan tindakan masyarakat untuk berubah.
Keberadaaan kaum homoseksual khususnya gay, masih dianggap wajar dan dapat
diterima. Karena dari cara berpenampilan pun mereka tidak seperti laki-laki
kewanita-wanitaan yang sering disebut sebagai seorang waria.
“ya.. menurut saya sih selama dia tidak menganggu satu sama lain, tidak mengusik satu sama lain.. yang notabenenya istilahnya, dia seperti cowok normal saja gitu. Gak seperti yang kaya apa.. laki-laki kewanita-wanitaan kaya gitu gitu.. ya, gak masalah gitu, soalnya juga istilahnya dari cara berpakaian penampilan mereka juga kalau gay kaya gitu masih.. masih normal aja gitu, seperti laki-laki lain kaya gitu.”94 Pada saat di lingkungan kampus, ketika YEL sedang bersama dengan
teman-temannya. YEL mengakui bahwa dia termasuk tipe individu yang ceria.
Dan tidak terlalu mengambil pusing dengan kondisi dirinya sebagai gay pada saat
dia berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan teman-teman
kampusnya, dia bersikap santai dan menjadi dirinya yang apa adanya. Tetapi
meskipun sikapnya yang santai seperti itu, dia tetap berusaha untuk menjaga
identitas dirinya sebagai seorang gay, supaya tetap tidak diketahui oleh teman-
teman kampusnya.
“sebenarnya sih karena saya orangnya nyantai sih.. jadi enggak terlalu memikirkan banyak hal. Hal-hal sulitnya itu kalau misalnya mau pure dengan jalan seperti ini yaitu, ngasih tahu ke teman-teman kampus misalnya, pasti banyak banyak hal yang bakal dikorbanin juga nantinya juga gitu, makanya lebih baik kalau bagi saya yaudahlah jalan saja, nyantai saja, gitu. Kalau saya sih karena saya kan punya banyak teman, jadi nyantai-nyantai saja enggak ngasih tahu “eh” saya gini-gini loh.
94 EL dalam wawancara 29 september 2015.
104
Buat apa gitu loh! Enggak ada untungnya juga, malah ngerugiin juga ya kan.”95
Pada saat AL berada di lingkungan kampus, dan dia sedang bersama
dengan teman-temannya, AL merupakan pribadi yang ceria, cerewet dan dia
termasuk pribadi laki-laki yang lebay jika dibandingkan dengan teman laki-
lakinya di lingkungan kampusnya. Karena pada saat AL berada di lingkungan
kampus, dia merasa bebas untuk berekspresi, jika dibandingkan dengan di dalam
lingkungan keluarganya. Sehingga dia bisa menjadi dirinya yang apa adanya,
tetapi tetap untuk menjaga kerahasiaan jati diri aslinya sebagai gay kepada teman-
temannya.
“justru kalau di lingkungan kampus saya merasa bebas, jadi apa yang saya ucapkan ya plong.. tanpa mesti ada saya jaim, mesti saya istilahnya menutup diri, atau dalam arti saya tidak terbuka secara langsung, tapi mereka yang istilahnya menerka dari gaya bicara saya, maksudnya saya seperti apa, entah mereka menyadari atau tidak, karena mereka sendiri yang menerka, mungkin mereka bisa membaca gelagat dari gaya bicara saya ya mungkin beda.. karena, secara lebih aktif atau istilahnya lebih cerewet apa gimana gitu.”96
Untuk key informan kedua ini yaitu EL, dia mengatakan bahwa dia
merupakan pribadi yang tidak terlalu tertutup ketika berada di lingkungan
kampus. Sama seperti teman-teman di kampusnya yang lain, dia juga ikut
berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman-teman di kampusnya baik itu
perempuan ataupun laki-laki. Tetapi, EL mengungkapkan bahwa dia lebih sering
menghabiskan waktu untuk bersama dengan 2 (Dua) sahabat perempuannya
ketika berada di kampus.
95 YEL dalam wawancara 1 oktober 2015. 96 AL dalam wawancara 29 september 2015.
105
“kalau dari saya pribadi sih, kalau untuk komunikasi atau enggak berbaur sama teman-teman dikampus sih enggak ada masalah ya, saya juga bukan orang yang yang terlalu menutup diri. Istilahnya sama kaya yang lain saja, kaya teman-teman yang lain atau sama laki-laki lain yang ikut kumpul juga, yang istilahnya ngobrol-ngobrol bareng gitu sama teman-teman cowok lain. Tapi emang kalau di kampus itu saya lebih seringnya sama 2 (dua) sahabat cewek saya. Ya kadang teman yang cowok suka pada nanya, ko mainnya sama cewek 2 (dua) itu mulu sih, sini dong main sama kita-kita.”97
Pada saat di lingkungan kampus, ketika YEL sedang bersama dengan
teman-temannya. YEL mengakui bahwa dia termasuk tipe individu yang ceria.
Dan tidak terlalu mengambil pusing dengan kondisi dirinya sebagai gay pada saat
dia berinteraksi dengan lingkungannya, termasuk dengan teman-teman
kampusnya, dia bersikap santai dan menjadi dirinya yang apa adanya. Tetapi
meskipun sikapnya yang santai seperti itu, dia tetap berusaha untuk menjaga
identitas dirinya sebagai seorang gay, supaya tetap tidak diketahui oleh teman-
teman kampusnya.
“kalau untuk anak muda tergantung gimana kita ngobrol sama mereka, pendekatan sama mereka atau mereka tahunya kita seperti apa. Kaya gitu. jadi walaupun saya memang agak lenjeh sih yang sukanya bercandain teman juga lewat gaya bicara saya yang termasuk ceplas ceplos, tapi mereka sih sampai sejauh ini enggak ada yang ngerasa curiga gitu dengan kondisi saya sebagai gay. Itu menurut saya sih ya, enggak tahu juga kalau teman yang lain mikirnya gimana.”98
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, di mana AL merupakan pribadi
yang ceria, cerewet dan lebay, sehingga hal tersebut juga ikut mempengaruhi body
language AL. Menurut AL pribadi, body languagenya ketika dia sedang bersama
dengan teman-teman kampusnya, terkadang dia suka mempraktikkan gaya
kewanita-wanitaan, misalnya seperti slogan artis syahrini yang sedang hits pada
97 EL dalam wawancara 29 September 2015. 98 YEL dalam wawancara 1 oktober 2015.
106
saat itu beserta dengan tingkah lakunya yang genit. Meskipun seperti itu, AL tidak
bermaksud untuk menunjukkan secara langsung kepada teman-temannya
mengenai rahasia akan jati dirinya yang sebenarnya sebagai seorang gay kepada
teman-teman kampusnya. Sebaliknya bagi AL sikap yang dia tunjukkan kepada
teman-temannya itu hanya sebatas untuk bahan bercandaan, supaya suasana pada
saat itu jadi lebih hidup atau ramai dan ceria. Dan perilaku AL yang seperti itu
hanya pada saat-saat tertentu saja. Sehingga tidak terbawa hingga ke kebiasaan
sehari-harinya pada saat beraktivitas.
“kalau saya di lingkungan kampus kan lebih dominan dan berinteraksi dengan wanita kan, karena di kelas juga di dominasi lebih banyak dari kaum wanita, jadi agak sedikit.. ya, mungkin saya agak kebablasan yang mengikuti body language atau bahasa tubuh yang mungkin sedang trend kali ya, kaya jargonnya syahrini yang “sesuatu” itu loh.. ya, kalo bercanda sama teman suka ngikutin gayanya saja. Tapi sebenarnya cuman buat ketawa-ketawa saja bukan untuk menunjukkan jati diri saya yang sebenarnya. Jadi saya agak terserempet mengikuti gaya atau body language yang sedang hits. Tapi kan itu ya.. balik lagi, itu kan untuk meramaikan suasana saja gitu, jadi istilahnya tetap body language saya agak kebablasan, tapi tidak sampai separah yang istilahnya mungkin dalam kita disebutnya ngondek kali ya.. kalo saya mungkin lebih masih taraf 10% kali ya.. jadi ya itu, tujuannya ya untuk meramaikan suasana saja.”99
Berbeda dengan key informan diatas, dari hasil pengamatan yang peneliti
lakukan selama berinteraksi dengan key informan kedua ini, berbeda dengan key
informan yang lainnya, EL lebih cenderung ke individu gay yang mainly.
“body language, ya.. tergantung orang ada yang apa.. dari body languagenya ada yang memang sudah mencirikan, ada yang memang menutupi, atau apa istilahnya biasanya biar orang enggak tahu.. tapi, kalau saya sih normal saja.”100
99 AL dalam wawancara 29 september 2015. 100 EL dalam wawancara 29 september 2015.
107
Untuk key informan ketiga ini yaitu YEL, berbeda dari kedua key
informan, dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan selama penelitian, key
informan ketiga ini yaitu YEL dari bahasa tubuh seperti lentikan jari terlihat
sedikit seperti kewanita-wanitaan ketika sedang berbicara, dan memiliki nada
suara yang lembut, yang berbeda dengan kedua key informan sebelumnya. Ketika
YEL bersama dengan teman-teman dikampusnya, dia juga terlihat hampir sama
dengan key informan pertama, YEL termasuk pribadi yang dapat meramaikan
suasana, dengan pribadi yang mudah dekat dengan orang. Dengan sikap dan
gesture badan yang seperti kewanita-wanitaan, tetapi itu YEL akui sama halnya
seperti key informan pertama hanya untuk meramaikan suasana dan untuk bahan
joke. Meskipun body language yang dia tampilkan kepada teman-temannya yang
terkadang seperti kewanita-wanitaa itu teman-teman di kampusnya belum ada
yang sampai mencurigai dirinya, dan menanyakan langsung padanya bahwa dia
adalah seorang gay.
“body language ya… kalau saya sih biasa saja soalnya kan emang orangnya rame sih jadinya mau temenan sama siapa saja sih merekanya kan juga enggak ngelihat saya seperti apa gitu, jadinya yaudah santai… karena memang saya dari dulu juga, kalau dari bahasa tubuh sih rata-rata mereka sih enggak sadar kalau saya seperti ini, meskipun… yang dibilang tadi kan yang lenjeh atau yang menurut kita yang namanya ngondek, ya gak ngondek-ngondek gitu juga, kalau sama temen biasa ya saya biasa saja, paling kalau sama yang sudah dekat saya itu tipe orang yang sukanya ngeledekin juga sih, jadi suka ya kalau buat bercanda-bercandaan aja, itu juga kan bercandanya tergantung situasi".101
Meskipun terdapat perbedaan dari gaya berbicara, ataupun body language
yang ketiga key informan ini tampilkan ketika berinteraksi dengan teman-teman
di kampusnya, yaitu ada yang memang dari gaya berbicaranya lembut yang 101 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
108
terlihat seedikit seperti gaya wanita berbicara yang sedikit lenjeh, dan body
language yang pada situasi tertentu seperti menirukan seperti gesture wanita yaitu
dari lentikan jarinya. Bahkan ada yang dari gaya berbicara dan body language nya
tidak nampak seperti yang diatas, dan cenderung lebih mainly layaknya seperti
laki-laki straight pada umumnya. Tetapi ketiga key informan ini sepakat bahwa
meskipun pilihan orientasi seksual mereka yaitu gay dan sterotype di masyarakat
bahwa gay merupakan orang yang perilaku atau sikapnya nampak seperti
kewanita-wanitaan, akan tetapi untuk gaya berpakaian yang mereka kenakan sama
seperti halnya laki-laki pada umunya. Justru gaya berpakaian mereka nampak
stylish dan modis. Mereka untuk kaum gay juga sangat menyukai akan perawatan
tubuh seperti memperhatikan mulai dari tatanan rambut, hingga kebersihan kulit.
Beberapa dari mereka juga tidak jarang untuk melakukan facial. Seperti yang
dikatakan oleh key informan pertama yaitu AL, bahwa:
“gaya berpakaian seperti biasa ya umumnya laki-laki, seperti di rumah ataupun di kampus, ya istilahnya kan itu tadi ya saya bukan anak alay gitu, maksudnya yang mesti pakai kaya apalah, tapi ya sedikit mengikuti trend apa gitu yang sedang hits. Cuman ya itulah kalau dari segi berpakaian ya istilahnya sesuai dengan kepribadian saya sendiri, misalnya saya lebih nyaman seperti apa cara berpakaiannya, saya seperti ini berarti ya seperti ini”.102 Sama halnya dengan key informan sebelumnya, dimana key informan
kedua ini yaitu EL juga merupakan pribadi yang stylish dan modis dari cara
berpakaian dan suka merawat dan memperhatikan penampilan badan, mulai dari
tatanan rambut sampai ke kebersihan kulit.
“misalnya kalau untuk yang bisa dibedakan ya, antara homoseksual sama cowok metroseksual bisa.. istilahnya beda tipis, kalau cowok metroseksual
102 Al dalam wawancara 29 September 2015.
109
memang dia laki-laki normal tulen yang suka sama cewek, cuman dia memang suka banget sama yang wangi-wangi yang menjaga kebersihan segala macam, menjaga penampilan kaya gitu.. nah kalau untuk yang homoseksual istilahnya dia memang setipe untuk kaya cara berpakaian, menjaga kebersihan dari mulai muka rambut, semuanya gitu dia sangat sangat menjaga banget, cuman untuk yang homoseksual itu cuman orientasi seksnya aja yang lebih cenderung ke laki-laki kaya gitu. Nah.. kalau saya kan emang orangnya paling rishi kalau ada jerawat bandel di muka gitu, makanya sering facial buat ngejaga kebersihan muka juga. Kalau buat ngejaga penampilan badan saya biasanya suka nge gym juga sama sauna, ada itu di daerah ciracas tempat gym gitu yang emang banyak juga kaum-kaum kaya kita gini. Cuman emang kalau orang awam mungkin agak susah juga kalau ngebedain ya”.103 Untuk key informan ketiga ini yaitu YEL sama seperti kedua key informan
diatas, dengan gaya berpakaian yang sama halnya seperti laki-laki straight pada
umumnya. Tetapi, key informan ketiga ini dari hasil pengamatan yang dilakukan
oleh peneliti ketika melakukan pengamatan kepada YEL, dia merupakan laki-laki
dengan gaya berpakaian yang santai, dan biasa saja. Tidak seperti kedua key
informan sebelumnya.
“kalau di kampus ya biasa saja santai aja. Ya kaya laki-laki lain, ya bukan karena mentang-mentang kita kaya gini gitu ya, yang orang bilang gay terus gaya berpakaiannya kaya perempuan juga gitu, itu mah namanya bencong. Ya biasa saja santai pakai kaos kalau enggak kemeja sama celana jeans saja kalau pas ke kampus”.104 Ketika berada di lingkungan kampus ketiga key informan ini tentu saja
mempunyai seorang atau beberapa sahabat. Jika orang terus berinteraksi dan
menyukai apa yang mereka temukan di satu sama lain, mereka mulai menganggap
diri mereka sebagai teman. Kriteria lain dari tahap ini adalah kepercayaan, yang
mengukuhkan persahabatan. Seperti yang dikatakan oleh AL selaku mahasiswa
103 EL dalam wawancara 29 September 2015. 104 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
110
tingkat akhir di salah satu perguruan tinggi terkemuka dan ternama di kota Serang
yang mengambil jurusan komunikasi.
“kalau di kampus sih saya sebenarnya main dengan siapa saja, dengan teman-teman di kelas. Tapi memang kalau yang lebih dekatnya ada, saya punya sahabat di kampus 5 (lima) orang cewek. Saya memang lebih dekat dengan mereka ketika di kampus ketimbang dengan teman-teman cowok lain yang seangkatan sama siapa. Biasanya kalau kemana-mana kalau enggak lagi butuh bantuan biasanya saya minta tolong sama sahabat cewek saya yang 5 (lima) orang itu”.105
Key informan kedua ini yaitu EL merupakan seorang mahasiswa di salah
satu perguruan tinggi terkemuka dan ternama di kota Serang yang mengambil
jurusan manajemen. juga sama seperti key informan diatas, dia mengatakan bahwa
dia juga memiliki 2 (dua) sahabat perempuan ketika di kampus. EL mengatakan
meskipun ketika di kampus dia juga tidak menutup kemungkinan untuk ikut
bergaul dengan kawan-kawan laki-lakinya, akan tetapi dia lebih suka bergabung
dengan 2 (dua) sahabat perempuannya saja.
“kalau dari saya pribadi sih, kalau untuk komunikasi atau enggak berbaur sama teman-teman dikampus sih enggak ada masalah ya, saya juga bukan orang yang yang terlalu menutup diri. Istilahnya sama kaya yang lain saja, kaya teman-teman yang lain atau sama laki-laki lain yang ikut kumpul juga, yang istilahnya ngobrol-ngobrol bareng gitu sama teman-teman cowok lain. Tapi emang kalau di kampus itu saya lebih seringnya sama 2 (dua) sahabat cewek saya. Ya kadang teman yang cowok suka pada nanya, ko mainnya sama cewek 2 (dua) itu mulu sih, sini dong main sama kita-kita.”106 Key informan ketiga ini yaitu YEL yang merupakan mahasiswa tingkat
akhir di salah satu perguruan tinggi terkemuka dan ternama di kota Serang yang
mengambil jurusan teknik juga mengungkapkan hal yang sama seperti kedua key
informan diatas, YEL juga mempunyai 3 (tiga) orang sahabat di kampusnya yaitu
105 AL dalam wawancara 29 September 2015. 106 EL dalam wawancara 29 September 2015.
111
adalaha seorang perempuan. Dia mengakui bahwa dia jauh lebih santai dan
nyambung ketika berbicara dengan perempuan, karena dia merasa mengetahui
berita-berita yang terhangat dan terupdate di lingkungannya, jadi dia lebih bisa
banyak berbicara atau ngobrol dengan perempuan ketimbang dengan laki-laki,
karena ketika dia ngobrol dengan laki-laki dia merasa bahan yang
diperbincangkan lebih biasa saja.
“karena memang kan dikelas ceweknya dikit ketimbang yang cowoknya ya.. jadi ya sebenarnya kalau ditanya bergaul dengan siapa saja sih ketika dikampus, punya sahabat dekat apa enggak, iyaa saya punya sahabat dekat, tapi ya itu sahabat dekat saya emang cewek 3 (tiga) orang, kan soalnya emang dikit ceweknya kan ketimbang cowoknya. Tapi ya entah kenapa emang lebih apa yaa… lebih nyambung juga sih kalau ngobrol sama teman cewek, jadi mungkin karena memang saya lebih mengetahui, maksudnya lebih open dalam mengetahui berita-berita yang terhangat di lingkungan saya. Kalau misalkan pun ngobrol sama teman-teman yang cowok juga biasanya kita ngobrol ala kadarnya gitu”.107
Kaum homoseksual khususnya gay juga mempunyai perasaan tertarik
dengan seseorang sama seperti orang umum yang heteroseksual. Tetapi, rasa
ketertarikan yang dialami oleh individu gay dengan orang umum yang
heteroseksual tentu berbeda, yaitu pilihan orientasi seksual yang dipilih oleh
individu gay yaitu ketertarikan terhadap sesama jenis laki-laki saja. Ketika ketiga
key informan ini berinteraksi dengan laki-laki di kampusnya, kemungkinan
mereka juga mempunyai rasa ketertarikan. Seperti yang diungkapkan oleh AL
sebagai key informan pertama yang merupakan mahasiswa gay di salah satu
perguruan tinggi terkemuka dan ternama di kota Serang.
“enggak sih yang tadi sebelumnya kan udah saya bilang juga, di kelas saya kan emang mayoritas cewek, kalau ada cowoknya pun paling cuma beberapa doang dan emang umurannya juga ada yang dibawah saya juga
107 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
112
kan, saya mah enggak suka sama yang kaya brondong-brondong gitu, saya lebih tertariknya sama yang usianya diatas saya. Kaya saya tuh pernah suka sih sama salah satu dosen di kampus saya, soalnya dia itu kelihatan religius gitu orangnya, baik, pinter lah pokoknya, kharismanya itu loh yang kadang kalau lagi ngejelasin mata kuliah suka senang saja ngelihatnya”.108
Sama dengan key informan sebelumnya, key informan kedua ini yaitu EL
dia lebih menyukai atau tertarik dengan laki-laki yang usianya jauh diatas dia,
karena menurut EL sebagai mahasiswa gay ini meskipun dia gay dengan sifatnya
yang lebih mainly dia mempunyai sifat kelembutan yang ingin dimanja oleh
pasangannya, oleh karena itu dia lebih tertarik dengan laki-laki yang usianya jauh
diatas dia, karena menurut dia laki-laki yang usianya diatas EL lebih bisa
ngemong dan menjaga.
“kalau saya sih lebih ngerasa nyamannya sama yang lebih tua gitu ya, kalau sama yang lebih tua nyaman saja sih beda saja gitu. Kalau laki-laki yang lebih tua itu lebih bisa ngemong, lebih bisa menjaga gitu, kaya ngerasanya itu kaya bapak sendiri maksudnya kaya lebih bapak ngejaga anaknya gitu”.109
Berbeda dengan kedua key informan sebelumnya, di mana key informan
ketiga ini yaitu YEL sebagai mahasiswa gay yang sifatnya lebih ke kewanita-
wanitaan atau sissy dibandingkan dengan key informan sebelumnya, ini pernah
merasakan ketertarikan terhadap teman kelasnya. YEL merasa tertarik dengan
teman sekelasnya itu, karena dia merasa diperlakukan special oleh teman-teman
sekelasnya yang laki-laki.
“sempat ngerasa suka sama teman sekelas sih pernah lebih ke tertarik kali ya, soalnya kan emang dikelas kan kebanyakan cowoknya, banyak juga yang kece-kece yang lucu-lucu, yang kadang suka-iseng-iseng melukin. Temanan sih temanan cuma kan kalau yang setiap hari sering
108 AL dalam wawancara 29 September 2015. 109 EL dalam wawancara 29 September 2015.
113
dipelukin dari belakang kan kebawa gitu loh.. yang kadang-kadang mereka juga suka manjain kita”.110
Meskipun terkadang sifat AL yang seperti mengikuti gaya berbicara dan
body language seorang perempuan yang pada saat itu sedang nge-hits, akan tetapi
teman-teman di kampusnya tidak ada yang sampai mencurigai dia sebagai
seorang gay. Karena memang sifat AL yang seperti itu tergantung pada
situasinya. Pada saat situasi atau kondisi memungkinkan AL untuk bersikap serius
seperti layaknya laki-laki normal, maka dia pun dapat menyesuaikan dirinya
menjadi seperti seorang laki-laki yang pada umumnya.
“curiga sih kurang tahu sih ya.. cuman ya mungkin mereka sudah bisa menebak siapa saya, mungkin dari petunjuk-petunjuk dari saya bicara ataupun bersikap, karena kan saya lebih aktif berbicara, dan saya cerewet, jadi ya mungkin saja teman kampus ada yang sedikit menaruh rasa kecurigaan. Tapi juga saya kan tidak tahu mereka curiga apa enggak, kan dari mereka juga enggak ada yang pernah ngomong kamu gay ya.. kecuali kalau memang sampai ada yang ngomong gitu dan bisa membaca gerak-gerik saya, baru saya akan mengubah sikap dan tingkah laku saya.”111
Teman-teman kampus EL juga tidak menyadari ataupun ada yang
menaruh rasa kecurigaan terhadap EL, meskipun dia adalah seorang homoseksual
gay. Karena dari tampilan yang EL berikan kepada teman-teman di kampusnya, di
mana penampilan EL yang memang seperti laki-laki normal lainnya yang ada di
lingkungan kampusnya. sehingga hal ini, tidak membuat EL merasa bahwa
teman-teman kampusnya mencurigai identitas aslinya sebagai seorang gay.
“kalau curiga sih enggak. Tapi kalau orang tanggepannya lain atau ngomongnya lain kaya gitu ya.. wajarlah namanya juga orang, kan orang lebih banyak enggak sukanya ketimbang sukanya, gitu aja.”112
110 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015. 111 AL dalam wawancara 29 september 2015. 112 EL dalam wawancara 29 september 2015.
114
Untuk key informan ketiga ini yaitu YEL mengatakan bahwa meskipun
teman-teman di kampusnya kebanyakan laki-laki, dan tampilan YEL pada situasi
tertentu nampak seperti kewanita-wanitaan, teman-teman di kampusnya tidak
menaruh rasa kecurigaan terhadapnya. Karena menurut pengakuan dari YEL
teman-teman di kampusnya belum ada yang menanyakan padanya secara
langsung bahwa dia adalah seorang gay. Meskipun teman-teman di kampusnya
yang menurut YEL tidak menaruh kecurigaan terhadapnya itu dahulu sempat
salah satu teman laki-laki di kampusnya ketika mereka sedang ngobrol dan
bercanda, temannya itu secara spontan mengatakan bahwa sikapnya itu seperti
seorang wanita.
“kalau curiga sih kayanya mah enggak deh ya, tapi enggak tahu juga isi otak tiap orang-orang itu gimana nilai saya, dan enggak tahu juga pas saya enggak ada mereka ngomongin apa di belakang saya, tapi emang enggak ada sih yang jeplak ngomong ke saya lo tuh gay ya. Enggak ada yang kaya gitu, tapi dulu pernah temen kampus cowok, pas kita emang lagi di kelas kan saya lagi ngobrol sama teman saya yang cewek lagi asik-asik bercanda saja gitu, eh teman saya itu malah ngomong lo kaya cewek amat sih, gitu lah pokoknya dia ngomong, ya agak kesindir sama sakit hati juga sih di bilang gitu apalagi kan posisinya emang lagi lumayan ramai juga di kelas. Tapi yaudah sih santai saja, enggak usah yang terlalu dipikirin bannget kalau gitu. Kalau emang pun ada yang curiga yaudah bilang aja apa buktinya lo ngomong gitu, kalau enggak ya langsung diemin saja”.113
Meskipun ketiga key informan sama-sama tidak mengikuti kegiatan
organisasi dalam kampusnya masing-masing, mereka usahakan pada saat mereka
berada di kelas, mereka akan berusaha untuk aktif. Seperti yang dikatakan oleh
AL, AL sebagai mahasiswa yang mengambil jurusan komuniksi ini mengatakan
bahwa dia tidak aktif dalam kegiatan organisasi di kampusnya, meskipun begitu 113 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
115
dia berusaha untuk aktif di kelas dengan salah satunya menjadi ketua kelas dari
AL semester 1(satu) hingga dia semester 6 (enam).
“saya istilahnya kalau untuk kaya kegiatan organisasi di kampus kurang aktif ya… saya lebih aktifnya mungkin kalau lagi di kelas saja sih paling, kalau lagi ada yang memang di mata kuliah yang istilahnya memang saya kurang paham saya ya coba untuk bertanya. Ya menyimak dosen kalau lagi menerangkan, saya kalau lagi di kelas juga karena memang sukanya duduk di barisan bangku depan ya, soalnya kan istilahnya saya punya permasalahan di bagian pendengarann saya yang memang sedikit sulit untuk mendengar, dan istilahnya mungkin ya karena memang saya yang lumayan aktif ketika di kelas, saya juga jarang yang namanya absen, saya juga jadi ketua kelas dari semester 1(satu) sampai semester 6 (enam) jadi mungkin dosen-dosen juga istilahnya kan lumayan banyak kenal, kalau engak tahu saya gitu, jadi mungkin istilahnya pengaruh juga kali ya dengan saya seperti itu di kelas jadi nilai IPK saya alhadulillah selalu di atas 3 (tiga) sih”.114
Sama halnya seperti key informan sebelumnya, key informan yang satu ini
yaitu EL merupakan mahasiswa yang mengambil jurusan manajemen di salah satu
perguruan tinggi terkemuka dan ternama di kota Serang tersebut juga mengatakan
bahwa dirinya tidak begitu aktif dengan kegiatan organisasi di kampusnya.
“gue kalau di kampus enggak ikut organisasi apa-apa sih… gue kalau dikampus ya paling kalau udah selesai kuliah biasanya paling ya main aja gitu sama teman. Enggak, enggak ikut organisasi… kalau mahasiswa berprestasi ya, itu sih saya kan Alhamdulillah dapat beasiswa gitu, itu juga Alhamdulillah karena emang ipk nya kan Alhamdulillah bertahan di yaa lebih dari 3 (tiga). Jadi ya istilahnya lumayan buat bayar spp gitu”.115
Key informan ketiga ini yaitu YEL merupakan mahasiswa yang
mengambil jurusan tekhnik di salah satu universitas terkemuka dan ternama di
kota Serang ini, juga menyatakan hal yang sama, bahwa.
“enggak dibilang aktif juga sih kalau dikampus, biasa saja gitu saya mah. Enggak ikut organisasi juga sih. Biasa saja”.116
114 Al dalam wawancara 29 September 2015. 115 El dalam wawancara 29 September 2015. 116 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015.
116
Kesimpulan dari jawaban - jawaban informan di atas mengatakan hal yang
hampir sama pada intinya. Mereka memperhatikan sikap atau perilaku baik itu
verbal maupun non verbal pada saat berinteraksi dengan lingkungan keluarga
maupun dengan lingkungan kampusnya, yang merupakan panggung depan, hal
tersebut guna menjaga rahasia mengenai idenitas dirinya sebagai individu gay
tetap terjaga kerahasiaannya. Walaupun individu gay terkadang seperti melakukan
upaya sandiwara agar identitasnya sebagai gay tidak diketahui. Pendeknya,
masing-masing individu gay tersebut yang menjadi key informan dalam penelitian
ini ketika berada di lingkungan keluarga maupun lingkungan kampusnya, mereka
mengelola informasi yang mereka tampilkan kepada orang lain. Karena
penampilan yang mereka tampilkan tersebut ketika berada di lingkungan
sosialnya, yang berada pada wilayah depan (front region) dapat memandang
individu gay itu sebagai orang yang ingin individu gay itu tunjukkan.
Kemudian penulis juga menanyakan hal yang sama mengenai perilaku dan
sikap salah satu key informan dalam penelitian ini yaitu AL ketika berada di
lingkungan kampusnya kepada Laddy Marriet selaku sahabat perempuan di
kampusnya sekaligus informan pendukung, berikut jawabannya:
“emang sih dari cara ngomongnya sama kadang-kadang sikapnya dia tuh lebay, dia itu bisa dibilang untuk ukuran cowok ya, lebay dia tuh. Tapi.. lebay nya dia itu paling ya sama teman-teman cewek yang dekat sama dia saja. Ya contohnya saya gini deh.. suka yang kadang nyender ke badan saya, kaya manjanya cewek gitu, dari situ sih paling yang sifatnya dia lebay untuk ukuran cowok ya.”117
117 Lady Marriet dalam wawancara 7 oktober 2015.
117
Tapi hal itu dia ketahui dari AL sendiri yang memang menceritakannya
secara langsung kepada sahabatnya itu kalau dia itu adalah seorang gay.
“dahulu tahunya itu dari cerita pas semester 6 (enam), jadi.. dia sendiri yang akhirnya ngakuin ke teman-temannya kalau dia itu memang ada kelainan ya kan. Dia tuh ngomongnya, pengin jujur tentang kepribadian dia.. nah, terus akhirnya pada suatu hari dia tuh ngumpulin kita nih teman-temannya yang 5 (lima) orang, buat jujur tentang jati diri dia tuh kaya gimana.. awalnya kita semua tuh enggak mikir macam-macam gitu kan, karena memang dia tuh, memang biasa saja gitu tuh! Penampilannya normal gitu, enggak ada yang mencurigakan, kaya laki-laki biasa.. nah, pas dia bilang kalau dia tuh sebenarnya enggak tertarik sama yang namanya cewek.. tapi dia tertarik sama yang namanya cowok, gitu kan.. nah disitulah aku merasakan shock yang amat dalam pas tau itu gitu.”118
Meskipun dari gaya berbicara dan body language yang ditampilkan oleh
AL kepada teman-teman di kampusnya yang seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Hal tersebut tidak membuat teman-temannya, terutama sahabatnya sendiri
mencurigai akan jati diri AL sebagai seorang gay.
“enggak! Engak sama sekali curiga.. cuman memang yang kalau sudah setelah tahu ya.. setelah tahu kalau dia kaya gitu, sempat mikir.. oh pantesan.. dia tuh selalu yang namanya kalau handphone tuh gak pernah yang namanya boleh dipegang sama temannya, nah.. itu privasi banget, pokoknya kalau kita pinjem handphone dia itu enggak boleh, kalaupun boleh dia pasti ngelihat ngapain tuh. Ternyata memang di kontak dia tuh rata-rata kontak bbm dia rata-rata, isinya cowok kaya gitu semua.. dan dia juga ngoleksi foto pacarnya cowok gitu.”119
Kehidupan kaum homoseksual selalu dikaitkan dengan teman akrabnya
wanita. Semua itu telah teruji dalam penelitian ini, hasil penelitian ini
menjelaskan hampir semua key informan dalam penelitian ini memiliki teman
dekat perempuan untuk teman cerita mereka.
118 Lady Marriet dalam wawancara 7 oktober 2015. 119 Lady Marriet dalam wawancara 7 oktober 2015.
118
Dalam arti kata, beberapa orang terdekat kaum homoseksaul mengetahui
personal mereka. Tanpa memperdulikan dampak yang diciptakan. Akan tetapi,
individu homoseksual yang menceritakan dirinya kepada seseorang tidak dapat
begitu saja memilih orang untuk membuka rahasia yang disimpannya. Demikian
pula ketika mereka menceritakan mengenai rahasia tentang diri mereka itu,
merekapun harus memilih orang-orang yang dapat dipercaya, supaya identitas
mereka sebagai seorang gay, tidak menyebarluas ke masyarakat.
Itu semua dilakukan oleh seorang homoseksual, supaya kerahasiaan hidup
mereka dapat tersimpan dengan rapih tanpa diketahui masyarakat luas dengan
menceritakan segala keluh kesah mereka kepada orang-orang yang mereka
percayai. Sebagai wujud meringankan beban yang mereka rasakan.
Dan sebelum sahabatnya AL ini mengetahui akan jati diri AL yang
sebenarnya, sahabatnya ini sama sekali tidak menaruh kecurigaan bahwa dia
adalah seorang gay. Dan sahabatnya ini mengakui bahwa AL benar-benar sangat
handal dalam menjaga kerahasiaan akan jati dirinya sebagai seorang gay. Bahkan
sahabat dekatnya sendiri pun sama sekali tidak menaruh kecurigaan dan tidak
menyadari terhadap jati diri AL yang sebenarnya sebagai seorang gay.
“pinter banget, dia mainnya cantik banget.. sampai kita teman dekatnya saja enggak sadar, enggak tahu kalau dia tuh sebenarnya.. ada kelainan, dan itu kita orang pertama yang tahu kalau dia kaya gitu.”120
Sahabat salah satu key informan dalam penelitian ini pun masih sulit untuk
mengambarkan apakah dia benar-benar bisa menerima keberadaan sahabatnya
tersebut dengan pilihan orientasi seksualnya sebagai seorang gay. Meskipun pada
120 Lady Marriet dalam wawancara 7 oktober 2015.
119
kenyataannya sahabatnya itu merupakan orang terdekatnya yang memilih pilihan
orientasi seksual yang menyimpang menurut dia, akan tetapi dia tetap bisa
menerima keberadaannya sebagai seorang teman. Dan tetap menganggap salah
atas pilihan sahabatnya tersebut yang memutuskan sebagai seorang gay.
“Kalau dibilang nerima atau enggak sih sebenarnya keberatan gitu.. saya enggak nerima dengan keberadaan itu gitu, cuman.. kalau dilihat lagi kan masalahnya posisinya kejadian itu, itu tuh dialamin sama teman sendiri gitu kan.. kalaupun saya gak nerima, tapi dia tuh temen, jadi.. berusaha buat nerima. Kalau aku sih lebih nerima teman aku, kalau aku sih enggak nerima homoseksual, karena sudah jelas itu tuh dilarang banget kan”.121
Kesimpulan dari hasil penelitian ketiga key informan diatas dalam
panggung depannya yaitu ketika manusia melakukan proses komunikasi terdapat
nilai maupun norma mengenai tata kelakuan yang secara sadar maupun tidak
sadar memberikan batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan juga
merupakan alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota
masyarakat melakukan suatu perbuatan. Dalam hal ini, setiap masyarakat
mempunyai tata kelakuan masing-masing yang sering kali berbeda satu dengan
lainnya karena tata kelakuan timbul dari pengalaman masyarakat yang berbeda-
beda dari masyarakat yang bersangkutan.122
Ketiga key informan sepakat, bahwa mereka merupakan individu yang
memiliki peran sebagai makhluk sosial. Mereka melakukan kontak sosial dan
berkomunikasi dengan semua orang. Tidak terkecuali dengan masyarakat di
sekeliling mereka yang mayoritas merupakan masyarakat heteroseksual,
khususnya di kota Serang. Mereka sadar terhadap nilai dan norma sosial agama
121 Lady Marriet dalam wawancara 7 oktober 2015. 122 Soerjono Soekanto. 2014. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal.
173.
120
yang ada di masyarakat. Terutama mengenai pilihan orientasi seksual. Masyarakat
kota Serang yang mayoritas masyarakat yang beragama, merupakan masyarakat
heteroseksual yang masih menganggap pilihan orientasi seksual seperti
homoseksual masih tabu dan masih tidak dapat diterima.
Karena terdapat nilai maupun norma yang memberikan batas-batas pada
perilaku manusia. Misalnya perempuan tidak bermain kasar, perempuan bermain
boneka, laki-laki jangan menangis, laki-laki bermain pedang-pedangan dan pistol-
pistolan. Sehingga secara tidak langsung hal ini memberikan arti bahwa laki-laki
tidak boleh berperilaku seperti perempuan begitu juga sebaliknya. Apalagi
terdapat orientasi seksual seperti homoseksual, tentu itu tidak diterima dan masing
dianggap tabu oleh masyarakat khususnya kota Serang. Karena kota Serang
masyarakatnya didominasi oleh masyarakat yang beragama, dan memiliki
background sebagai kota santri. Terutama di kalangan orang-orang tua jaman
dahulu.
Ketika peneliti mengamati sikap dan sifat AL ketika dia berada di
lingkungan kampus, AL merupakan pribadi yang baik senang membantu teman-
temannya apabila mereka menemukan kesulitan dalam mata kuliah. AL
merupakan pribadi yang aktif ketika berada di dalam kelas, apabila terdapat hal-
hal yang tidak dia mengerti dia akan bertanya langsung kepada dosen di kelasnya.
Dia mengakui meskipun dia pernah melakukan hubungan seperti making love
terhadap pasangan sesama jenisnya, key informan satu ini mengakui bahwa dia
tetap rajin beribadah, tidak hanya ketika berada di rumah, ketika berada di
kampus pun dia akan sholat apabila sudah memasuki waktunya untuk beribadah.
121
Untuk key informan ini dia terlihat asik berbincang dengan temamn-temannya
dan banyak sekali pertanyaan dan termasuk aktif dalam berbicara. Terkadang
ketika bercanda dengan temannya, apabila diamati terlihat sedikit lentikan jari.
Akan tetapi tidak terlalu terlihat. Tidak nampak. Sama halnya seperti laki-laki
pada umumnya, gaya berpakaiannya tampak rapih terkadang dia mengenakan
kemeja, atau kaos berkerah dan menggunakan celana jeans, memakai jam tangan,
tas punggung dan sepatu bertali. Key informan pertama ini juga termasuk tipe
laki-laki yang sangat memperhatikan penampilan dan kebersihan badan dan kulit
mukanya. Key informan ini ketika berada di kampus, teman-temannya
kebanyakan perempuan. Ketika berkumpul terdapat 5 (lima) orang perempuan
dengan 1 (satu) orang teman laki-lakinya.
Berbeda dengan key informan kedua EL, EL merupakan mahasiswa di
salah satu perguruan tinggi di kota Serang yang mengambil jurusan manajemen
ini, apabila dari hasil pengamatan yang peneliti lakukan terhadap EL ini bahwa
dia merupakan mahasiswa gay yang tidak nampak bahwa dia adalah seorang gay,
karena memang mulai dari cara dia berjalan, gaya dia berbicara, ataupun
penampilan berpakaian yang stylish dan nampak lumayan modis ini dengan
menggunakan celana jeans, jaket jeans dan sepatu sport nya, sehingga untuk
orang awam atau orang biasa mungkin sulit untuk mengetahui bahwa dia
merupakan seorang mahasiswa gay. Untuk gaya berbicara key informan kedua ini
yaitu EL ketika dia sedang bersama dengan teman-teman kampusnya, dia tidak
terlalu banyak berbicara, ketika berbicara dengan teman-temanya di kampus
terlihat rasa kaku di ekspresi wajahnya. Dari gaya berbicaranya terlihat sedikit
122
gagap ketika berkomunikasi dengan teman-temannya. Key informan ini juga sama
dengan key informan sebelumnya. Dimana key informan kedua ini ketika berada
di kampus teman-teman dekatnya ialah perempuan. Ketika di kampus dia lebih
banyak menghabiskan waktu berkumpul dengan sahabat-sahabat perempuanya.
Sedangkan Untuk key informan ketiga ini yaitu YEL terdapat perbedaan
dari kedua key informan sebelumnya, Dimana key informan ini yaitu YEL
nampak terlihat dari gaya berbicaranya yang sedikit kewanita-wanitaan. Peneliti
mengamati bahwa dia nampak seperti gay dengan sifat sissy. Dimana key
informan ini yaitu YEL nampak terlihat dari gaya berbicaranya yang sedikit
kewanita-wanitaan. Peneliti mengamati bahwa dia nampak seperti gay dengan
sifat sissy. Dia merupakan orang yang mudah dekat dengan orang lain, dan
mendominasi percakapan. YEL key informan ketiga ini ketika peneliti melakukan
pengamatan pertama kali terhadap YEL, santai dan terkesan cuek. Tetapi setelah
peneliti melakukan pendekatan beberapa kali dia sudah mulai bisa untuk open
mengenai dirinya, dia terlihat lebih ceria, dan sedikit lenjeh ketika diajak bercanda
dan mengobrol, dengan nada suaranya yang lembut dan sedikit centil. Key
informan ketiga ini yaitu YEL, termasuk tipe laki-laki yang meskipun ketika
berbicara nampak seperti kewanita-wanitaan, akan tetapi untuk gaya
berpakaiannya sendiri sama halnya seperti kedua key informan sebelumnya, yaitu
seperti laki-laki straight. Dia mengenakan kaos oblong, dengan celana bawahan
jeans, dan tas selempang kecil serta sepatu bertali.
123
4.2.1.2. Panggung Belakang Individu Gay
Goffman juga membahas panggung belakang (back stage) di mana fakta
disembunyikan di depan atau berbagai jenis tindakan informal mungkin timbul.123
Di panggung inilah segala persiapan mahasiwa gay disesuaikan dengan apa yang
akan dihadapi di lapangan, untuk menutupi identitas aslinya sebagai seorang gay.
Panggung ini disebut juga panggung pribadi, yang tidak boleh diketahui oleh
orang lain. Dalam area ini mahasiswa gay mempunyai sebuah peran yang berbeda
dari panggung depan (front stage), karena terdapat alasan-alasan tertentu di mana
mahasiswa gay tersebut menutupi atau tidak menampilkan peran yang sama
dengan panggung depan (front stage).
Di panggung belakang (back stage) inilah mahasiswa gay akan tampil
seutuhnya dalam arti menjadi identitas aslinya sebagai seorang gay. Dan mungkin
akan terdapat beberapa perbedaan yang ditampilkan oleh mahasiswa gay ini
ketika bersosialisasi dengan teman-teman sesama gay-nya. Misalnya seperti dari
peran, sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah dan cara bertutur kata. Di area
panggung belakang inilah, mahasiswa gay bertindak dengan cara yang berbeda
dibandingkan ketika berada dihadapan masyarakat yang mayoritas heteroseksual.
Panggung belakang ini bersifat lebih santai, di mana mahasiswa gay bisa menjadi
dirinya sendiri tanpa harus ada yang ditutup-tutupi. Karena dalam panggung
belakang ini, mahasiswa gay berada di lingkungan yang memiliki persamaan rasa
dan nasib.
123 George Ritzer & Douglas J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal. 301.
124
1. Di Lingkungan Kelompok Gay
Di panggung belakang (back stage) inilah mahasiswa gay akan tampil
seutuhnya dalam arti menjadi identitas aslinya sebagai seorang gay. Dan mungkin
akan terdapat beberapa perbedaan yang ditampilkan oleh individu gay ini ketika
bersosialisasi dengan teman-teman sesama gay-nya. Misalnya seperti dari peran,
sikap, perilaku, bahasa tubuh, mimik wajah dan cara bertutur kata. Di area
panggung belakang inilah, mahasiswa gay bertindak dengan cara yang berbeda
dibandingkan ketika berada dihadapan masyarakat yang mayoritas heteroseksual.
Key informan yang pertama ini yaitu AL, mengatakan bahwa dia
mengenal teman-teman sesama gay-nya melalui facebook dan situs-situs media
sosial lainnya. Untuk di kota Serang sendiri, belum terdapat komunitas besar yang
menghimpun individu-individu homoseksual khususnya gay misalnya seperti
ILGA (Internasional Lesbian Gay Assosiation) sebuah organisasi yang
menghimpun individu-individu homoseksual salah satunya terdapat di kota
Surabaya. Karena menurut ketiga key informan dalam penelitian ini yaitu AL, EL
dan YEL keberadaan kaum homoseksual masih sulit untuk diterima, terutama
untuk di kota Serang yang mayoritas masyarakatnya adalah masyarakat
heteroseksual dan beragama dengan background kota Serang sebagai kota santri.
Hal ini seperti yang diungkapkan oleh key infroman pertama yaitu AL
Meskipun tidak terdapat komunitas besar yang menghimpun gay di kota Serang,
tetapi terdapat komunitas kecil yang dibentuk berdasarkan keinginan dari masing-
masing individu-individu gay. Yang mereka anggap bahwa teman-teman yang
125
menjadi bagian dari komunitas kecil itu bisa diajak untuk saling share informasi,
dan nyaman pada saat berkomunikasi dengan yang lainnya.
“kita kan tinggal di daerah Serang maksudnya kalau buat semacam organisasi itu agak sulit, paling kalaupun ada kita hanya buat semacam kelompok kecil untuk komunitas kecil yang istilahnya kaum sesama homoseksual yang sesuai dengan keinginan kita yang nyambung dari segi obrolan. Karena kaum gay itu kan macam-macam sifatnya, karena ada emang blangsak, istilahnya manfaatin orang dan istilahnya ada yang intelektual, kita berusaha nyari teman baik, biar enggak terlalu ngerugiin orang lain.”124 Key informan yang kedua ini yaitu EL, awalnya dia bisa mengenal teman-
temannya yang sesama seperti dia yaitu gay, melalui sosial media. Mereka biasa
berkomunikasi dengan chatting melalui sosial media tersebut, salah satunya
facebook. Menurut EL terdapat ciri-ciri khusus yang dapat membedakan antara
laki-laki straight dengan gay yaitu dapat dilihat melalui foto di profile nya.
Menurut EL kalau laki-laki itu memasang foto yang kebanyakan isi fotoya
merupakan laki-laki telanjang, dan dalam akun facebook nya tersebut kebanyakan
dia berteman dengan laki-laki yang berpose telanjang dan nampak seksi,
kemungkinan dia bisa dinyatakan sebagai gay. Mereka juga mempunyai 1 (satu)
akun sosial media “palsu” miliknya yang identitasnya disamarkan seperti dari
gambar profile biasanya bukan gambar dari dirinya sendiri.
Setelah EL mengetahui perbedaan itu EL berani untuk memulai chatting
dengan mereka yang sesama gay melalui salah satu jejaring sosial media itu. Dan
biasanya dalam chatting tersebut isi pesan yang dibahas pun sama seperti
layaknya laki-laki dan perempuan. Dan EL mengetahui adanya jejaring sosial
media yang seperti itu dari usahanya yang sekedar mencari-cari tahu, kemudian 124 AL dalam wawancara 29 september 2015.
126
menemukan adanya grup atau situs yang seperti itu. Dan awalnya dari sering
chatting dengan anggota di grup atau situs itu, di mana orangnya juga asik-asik
dan seru-seru diajak ngobrol, karena memiliki kesamaan dalam obrolan, kemudia
EL memutuskan untuk bertemu secara langsung. Dan misalnya setelah ketemuan
ternyata mereka berdua merasakan kecocokan maka hubungan yang tadi hanya
sebatas teman kenal lewat dunia maya, bisa menjadi pasangan atau menjalin
relationship.
“dari mulai saya mencari tahu siapa sih saya, siapa sih orang-orang yang sama seperti saya gitu.. istilahnya mulai kita kenalan lewat sosial media, lewat chatting kaya gitu, atau ngobrol kita layaknya kaya cewek sama cowok, dan mulai tahu ada jejaring sosial media yang kaya gitu ya.. nyari- nyari saja terus, ketemu sama grup kaya gitu, nah.. dari situ nemu saja ngobrol saja asik.. seru-seruan tahunya ada yang istilahnya nyantol gitu lah ya.. kita meet up, kita ketemu, kaya gitu.. udah gitu.. dan kalau cocok kita bisa ngejalin hubungan atau enggak kalo enggak ya kita cuman untuk jadi temen saja.”125
Key informan ketiga ini yaitu YEL sebagai mahasiswa gay di salah satu
perguruan tinggi terkemuka dan ternama di kota Serang, juga mengatakan hal
yang sama seperti kedua key informan sebelumnya, yang mengatakan bahwa
untuk di kota Serang masih belum terdapat komunitas gay. Tetapi terdapat
perkumpulan atau kelompok kecil yang merupakan kaum-kaum homoseksual kota
Serang, yang istilahnya genk. Mereka biasanya ada di alun-alun Serang pada
setiap minggu malam, kafe-kafe dan di tempat-tempat sauna.
“kalau mereka ngumpul itu biasanya per genk ada yang 5 (lima) atau 6 (enam) orang. Biasanya mereka itu ada di alun-alun, kafe-kafe atau enggak di tempat-tempat sauna. Kalau untuk komunitas, mereka enggak bikin komunitas mereka juga, mungkin masih memikirkan keluarga mereka yang tinggal disini kali ya, sama teman-teman mereka. Walaupun mereka udah free, tapi kan mereka juga memikirkan pandangan orang
125 EL dalam wawancara 29 september 2015.
127
lain, walaupun diluar mereka ada yang seperti itu. Kalau untuk bikin komunitas-komunits gitu kayaknya belum. Saya belum tahu.”126
Ketiga key informan dalam penelitian ini yaitu AL, EL dan YEL, supaya
rahasia mereka sebagai gay tetap aman, keluarga, teman dan masyarakat lain tidak
mengetahuinya. Maka tidak hanya dari segi teknik pengelolaan informasi berupa
body language, ekspresi wajah, gaya berbicara, atribut yang dipakai saja, akan
tetapi mereka juga mengelola informasi dari hal-hal yang kecil seperti membatasi
ruang lingkup pergaulan mereka dengan individu-individu gay, khususnya yang
dari segi penampilan seperti body language, ekspresi wajah, gaya berbicara,
atribut yang dipakai dapat mencirikan mereka sebagai seorang gay. karena
dikhawatirkan apabila mereka bergaul dengan individu-individu gay yang dari
front personal atau gaya penampilannya mencirikan, secara tidak langsung akan
memberikan informasi kepada masyarakat, bahwa mereka sama seperti individu
gay itu, meskipun kenyataannya mereka juga merupakan seorang gay.
Selain itu dengan mencari teman secara selektif, mereka dapat memiliki
seorang teman atau sahabat dengan pilihan orientasi seksual yang sama, yang
dapat diajak untuk saling bertukar pendapat tanpa harus khawatir memikirkan
tanggapan aneh yang timbul akibat pilihan orientasi seksualnya. Karena terdapat
kesamaan dan kepentingan sehingga terjalin hubungan persahabatan tersebut. Di
mana dalam hubungan pertemanan atau persahabatan itu terdapat kriteria khusus
yaitu adanya tingkat kepercayaan yang dimiliki satu sama lain. Tujuannya adalah
suapaya jati diri mereka sebagai seorang gay, tetap terjaga kerahasiaanya dari
mayarakat luas. 126 YEL dalam wawancara 1 oktober 2015.
128
AL mengatakan bahwa dia pun sangat berhati-hati ketika memilih teman
yang sesama gay. AL tidak asal memilih teman sesama gay, misalnya dari body
language atau penampilan tingkah lakunya sudah terlihat bahwa dia adalah
seorang gay yang kewanita-wanitaan “ngondek”. Karena dia juga tidak ingin
masyarakat mengetahui akan jati diri aslinya sebagai seorang gay, akibat dia
bergaul dengan individu-individu gay yang sudah terlihat dari penampilan atau
body language-nya tersebut.
“saya pilih-pilih, kan saya enggak mau walaupun saya seperti ini, saya tidak mau keciri dan ketahuan. Maka dari itu saya pilih-pilih nyari teman juga, apakah dia ngondek atau enggak, kalau misalnya dia biasa saja yaudah hayo kita berteman, tapi kalau dia ngondek, saya enggak mau soalnya saya juga ya itu bukan keinginan saya untuk tidak berteman, saya tidak menutup diri juga untuk berteman, tapi saya juga berteman juga pilih-pilih, karena saya juga mainnya nyari aman, walaupun saya homoseksual tapi istilahnya saya tidak mau orang-orang sekitar saya tahu kalau saya main sama dia, cukup hanya kalangan tertentu saja yang tahu siapa saya.”127
Key informan kedua ini yaitu EL, merupakan mahasiswa gay yang bersifat
mainly juga menyatakan hal yang sama seperti halnya key informan sebelumnya,
yaitu dia lebih memilih teman yang memang bisa mengendalikan sikap dan
perilaku agar tak nampak seperti individu gay, meskipun pada kenyataannya EL
merupakan individu gay. Dikhawatirkan, dengan dia bergaul bersama individu-
individu gay yang dari sikap dan penampilannya nampak terlihat, maka orang-
orang sekitar, seperti keluarga dan teman-teman akan mencurigai dia dan akan
berpandangan aneh terhadapanya.
“gue juga kan mau cari aman, apalagi tempat tinggal disini, kenalan gue banyakan kan disini kalau misal gue gaul sama ibaratnya orang-orang kaya gitu, takut aja nanti misal ketemu tetangga terus tetangga ngomong
127 AL dalam wawancara 29 september 2015.
129
ke orang tua kalau anaknya kaya gitu, terlebih dulu kan sempat orang tua yang ibaratnya tau, nah kalau gue ketahuan gue masih kaya gini, mati lah gue! Jadi gue sih sekarang diusahain kalau cari teman ya dipilih-pilih dulu gitu mana yang bisa diajak main mana yang enggak”.128
Untuk key informan ketiga ini yaitu YEL cukup berbeda dengan kedua key
informan sebelumnya, di mana YEL terlihat lebih santai dalam memilih teman,
tidak terlalu memikirkan mengenai sikap dan perilaku teman-teman sesama
gaynya. Akan tetapi YEL lebih memperhatikan apakah teman-temannya itu dapat
menjaga rahasia mengenai identitasnya sebagai gay.
“…nah makanya itu juga kenapa kita juga pilih-pilih yang comel apa yang enggak kaya gitu kan.. kalau mereka enggak bawel, enggak comel sih gapapa”.129
Di area panggung belakang inilah, mahasiswa gay bertindak dengan cara
yang berbeda dibandingkan ketika berada dihadapan masyarakat yang mayoritas
heteroseksual. Panggung belakang ini bersifat lebih santai, di mana mahasiswa
gay bisa menjadi dirinya sendiri tanpa harus ada yang ditutup-tutupi. Karena
dalam panggung belakang ini, mahasiswa gay berada di lingkungan yang
memiliki persamaan rasa dan nasib. Hal ini seperti yang dikatakan oleh key
informan pertama dalam penelitian ini yaitu AL. Pada saat berbicara dengan
teman-temannya gaya berbicara AL terkesan lebih yang apa adanya, tanpa ada
rasa jaim atau menutupi-nutupi, dan cenderung “blak-blakkan” karena masing-
masing juga sama-sama sudah saling mengetahui bahwa mereka adalah gay yang
sama rasa dan sama nasib.
“terbuka, leluasa bahkan. Dari cara ngobrol juga kalau misalnya cewek kalau ngobrol pasti suka ngomongin cowok. Nah.. kita juga sama, cewek
128 EL Dalam Wawancara 29 September 2015. 129 YEL Dalam Wawancara 01 Oktober 2015.
130
kalau lagi patah hati apa sih yang diobrolin, kita juga sama. Ya.. jadi obrolannya itu lebih bebas, leluasa jadi kaya kita ngobrol sama teman kita yang senasib, jadi kita istilahnya enggak perlu jaim atau apa. Justru dari obrolan itu kita semacam dapat perasaan plooong, mungkin dari obrolan itu ada saran buat kita ya, siapa tahu kita kan punya beban masalah kita curhat sama dia, nah.. dia memberikan solusi. Nah.. itu kan istilahnya membuat tekanan batin kita juga agak sedikit berkurang. Karena selama dirumah menutup diri. Jadi ketika kita berkumpul dengan teman senasib ya kita sih bahagia gitu lah, karena ternyata enggak cuman saya doang loh di dunia ini yang seperti ini, ternyata ada juga yang senasib.”130 Key informan kedua ini yaitu EL sependapat dengan key informan
sebelumnya, meskipun pada lingkungan kampus dia mempunya 2 (dua) orang
sahabat perempuan yang telah mengetahui akan jati dirinya sebagai seorang gay,
EL lebih merasa baru bisa bersikap lebih santai dan leluasa menjadi dirinya
sendiri ketika dia bersama dengan teman-teman sesama gay nya saja. Karena
meskipun kedua sahabatnya itu telah mengetahui dirinya sebagai seorang gay atas
dasar keinginan darinya, tetapi tetap saja EL merasakan seperti terkadang
mendapatkan pandangan yang sedikit aneh dari teman-temannya itu. oleh karena
itu dia baru bisa merasa lebih santai dan tenang ketika menjadi jati dirinya sebagai
gay, ketika bersama dengan temam-teman sesama gaynya saja.
“tergantung orangnya gitu tuh, maksudnya kalau misal laki-laki normal diajak ngobrolnya enak nih, seru gitu tuh, dia bisa open minded kaya gitu. Yaa it’s okay.. tapi kebanyakan kalau laki-laki normal kan yang kaya ngelihat orang gay itu kan kaya ada tanggepan yang istilahnya tuh jijik gitu kan. Jadi kalau buat ngobrol yang bisa jadi ke diri yang apa adanya kaya gitu tuh, tanpa istilahnya kita munafik, kita ini kan kaya gini gitu, gay ya.. ya ke teman yang sesama yang kaya kita. Ya kan kalau sama teman kampus yang cewek 2 (dua) itu yang walaupun istilahnya dia juga sudah tahu, tapi kan istilahnya ya enggak tahu saya yang orangnya terlalu perasa atau gimana, tapi kadang kita ngerasa kaya suka ada pandangan aneh yang kadang kitanya sendiri jadi enggak nyaman gitu. Lagi pula kan kita enggak cuman bergaul sama cewek yang 2 (dua) itu aja kan, kita kan
130 AL dalam wawancara 29 september 2015.
131
juga perlu bersosialisasi sama yang lainnya. Ya itu tadi kalau yang bisa lebih leluasa, yang ngerasanya hati bisa plooong ya paling sama teman yang sesama itu tadi”.131
Seperti halnya kedua key informan sebelumnya, key informan ketiga ini
yaitu YEL, yang merupakan seorang gay dengan sifatnya yang ceria dan supel
dengan siapapun mengatakan bahwa dirinya tentu merasa lebih nyaman dengan
teman-teman sesama gaynya atau pasangan gaynya, dibandingkan dengan
masyarakat yang heteroseksual. Dia jauh merasa lebih santai atau rileks dan bisa
bersenang-senang dengan teman-teman sesama gaynya itu tanpa harus ada yang
ditutup-tutupi mengenai jati dirinya sebagai seorang gay, karena mereka juga
memiliki persamaan nasib dan persamaan ketertarikan terhadap sesama jenis laki-
laki.
"sebenarnya kan ya tadi saya itu kan orangnya yang santai, yang rame, yang apa.. enggak yang terlalu pilih-pilih teman juga ya kan, tapi kalau disuruh milih mana yang bisa buat lebih kita santai ya teman-teman yang sesama kaya kita gitu, kalau enggak pasangan kita juga gitu, iya yang kaya kita gini. Karena emang mereka juga udah tahu siapa kita. Jadi enggak ada yang mesti ditutup-tutupin juga. Rileks”.132 Biasanya dalam sebuah komunitas seperti kaum homoseksual terdapat
simbol-simbol atau tanda-tanda khusus yang hanya diketahui oleh masing-masing
dari anggota kelompoknya saja, seperti bahasa ataupun dari cara berpakaian,
atribut yang dikenakan. Dan setiap simbol-simbol khusus yang digunakan dalam
setiap komunitas, akan berbeda dengan komunitas lainnya, yang tidak bisa di
generalisir. Masyarakat heteroseksualpun sulit untuk mengetahui atribut-atribut
131 EL dalam wawancara 29 September 2015. 132 YEL Dalam Wawancara 01 Oktober 2015.
132
khusus yang dipakai. Karena ketentuan atau norma yang ada didalam sebuah
kelompok dibentuk atas dasar kesepakatan dari kelompok tersebut.
Key informan pertama ini yaitu AL salah satu mahasiswa di perguruan
tinggi di kota Serang, yang saat ini berusia 22 tahun. Untuk dikalangan kaum
homoseksual gay, khususnya di kota Serang tidak ada penggunaan simbol atau
atribut khusus, sebagai ciri khas dalam komunitas tersebut. Kehidupan
homoseksual di kota Serang lebih menekankan pada interaksi komunikasi biasa.
“saya tidak tahu kalau di Serang ada penggunaan simbol-simbol dalam berinteraksi. Kalau seadanya adapun pasti teman-teman saya juga kasih informasi mengenai penggunaan simbol atau kode tertentu. Namun ada reaksi-reaksi yang biasa dilakukan kaum homoseksual dalam menarik sesuatu yang menarik perhatian pasangan baik penggunaan bahasa tubuh dan lain-lain.”133
Menurut key informan ini yaitu EL. Mahasiswa di salah satu perguruan
tinggi di kota Serang, dengan usianya 22 tahun. Sama halnya dengan key
informan pertama. EL mengungkapkan bahwa tidak ada simbol atau kode khusus
untuk gay di kota Serang. Yang membedakan antara laki-laki straight dengan
laki-laki homoseksual, bisa dari gaya berjalan, gaya berbicara yang lemah lembut,
seperti meniru seorang perempuan, gaya duduk, lirikan mata dan lentikan jari.
“..tidak ada penggunaan simbol dalam kehidupan homoseksual yang ada di kota Serang. tapi ada ciri-ciri yang membuat seorang homoseksual nampak seperti berbeda dari pria-pria normal lainnya. Seperti, gerak-gerik, tingkah laku, gaya berjalan mereka dan penampilan lebih fashionable. Dalam arti kata kaum homoseksual lebih memperhatikan gaya busana mereka. Karena mereka berpikir penampilan sangat berpengaruh untuk menunjang kepribadian dirinya.”134
133 AL dalam wawancara 29 september 2015. 134 EL dalam wawancara 29 september 2015.
133
Untuk kaum homoseksual di kota Serang, seperti pernyataan dari key
informan ketiga ini, bahwa tidak terdapat simbol-simbol atau atribut-atribut
khusus yang digunakan sebagai ciri-ciri dari kaum homoseksual di kota Serang.
Hal ini dikarenakan kota Serang keberadaan akan kaum homoseksualitas tidak
seperti kota-kota besar lainnya seperti Jakarta, Surabaya, Bali dan Yogyakarta. Di
mana di kota-kota besar tersebut sudah terdapat banyak perkumpulan-
perkumpulan atau pun komunitas besar yang menghimpun individu-individu
homseksual.
“kehidupan homoseksual kota Serang berbeda dari kota-kota besar lainnya, seperti Jakarta, Surabaya, Bali, Yogyakarta. Setahu saya sih enggak ada simbol-simbol tertentu yang diperlihatkan oleh kalangan homoseksual di kota Serang. Yang misalnya menggunakan pita warna apa, atau harus pake baju warna apa, atau lambang-lambang gitu. Enggak ada. Ya biasa saja.”135
Dari bahasa yang diucapkan para individu homoseksual, ketika
berkomunikasi dengan teman-teman sesama gay-nya tidak selalu menggunakan
bahasa-bahasa seperti pengucapan bahasa waria, Seperti berikut: Mawar (mau),
Sekong (sakit/panggilan homo), Lekong (laki-laki), Pewong (perempuan),
Lesbong (lesbi), Dengdong (danda), Ewita (ML), Lambreta (lama), Cus (ayo),
Sapose (siapa), Nek/Mamih/Chin/Jeung (panggilan akrab homoseksual), Cucok
(cakep/keren), Rempong (ribet). Realitanya, meskipun mereka adalah seorang
homoseksual, penggunaan bahasa khusus seperti itu, tidak diucapkan dalam
kegiatan sehari-hari, hanya pada situasi tertentu, misalnya untuk joke.
135 YEL dalam wawancara 1 oktober 2015.
134
“dalam bergaul biasanya bahasa kaya gini bukan menjadi bahasa yang wajib digunakan oleh kaum homoseksual. Cuman penggunaan bahasa “slang” kaya ini biasanya digunakan dalam joke tertentu.”136
Seperti yang diungkapkan oleh key informan kedua ini yaitu EL selaku
mahasiswa gay di salah satu perguruan tinggi di kota Serang, dalam kehidupan
sehari-hari EL ketika berinteraksi dengan lingkungan masyarakat heteroseksual,
dia menggunakan bahasa komunikasi Indonesia. Begitu juga ketika EL
berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman-teman sesama gay nya, dia selaku
individu gay yang sifatnya cenderung mainly lebih menekankan pada bahasa
komunikasi Indonesia biasa, daripada menggunakan bahasa waria seperti itu.
“penggunaan bahasa individu homoseksual dalam kehidupan ketika bersama dengan teman-teman sesamanya, tidak semua diterapkan. Bahkan dalam berkomunikasipun hanya sebagian dari kita menggunakan bahasa tersebut. Mayoritas dari homoseksual yang tergolong dengan sikap kecowok-cowokan (mainly) lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Dan gue pun tergolong orang yang kalau ngomong sama teman biasa. Enggak yang mengucapkan bahasa-bahasa kaya gitu. Kalaupun pernah paling pas situasi kaya buat bercanda”137
Berbeda halnya dengan key informan sebelumnya, key informan ketiga ini
yaitu YEL ketika dia bergaul dengan sesama kelompok gay-nya, pada situasi
tertentu, terkadang mereka menggunakan bahasa tersendiri. Di mana bahasa yang
diucapkan identik dengan penggunaan bahasa waria.
“ya tadi itu, paling kalau lagi ngumpul yang gila-gilaan sama teman ya bahasa kaya hey chin, sapose, kaya gitu-gitu sih, tapi ya itu ya enggak selalu!.”138
136 AL dalam wawancara 29 september 2015. 137 EL dalam wawancara 29 September 2015. 138 YEL dalam wawancara 1 Oktober 2015.
135
Bahan pembicaraan yang dilakukan oleh para mahasiswa gay pun
layaknya seperti orang pada umumnya, mereka saling share mengenai masalah
hidup, percintaan dan lain sebagainya. Berbagai macam masalah hidup yang
mereka jalani dari sisi kehidupan mereka sebagai gay pun terkadang menjadi
beban untuk mereka, sehingga mereka membutuhkan teman berbagi untuk saling
bertukar suka maupun keluh kesah, mereka merasa lebih lepas dan bebas. Seperti
yang dikatakan oleh key informan pertama AL dalam penelitian ini bahwa,
“kalau misal ngobrol sama teman itu sih biasanya kalau kita saling share aja kali ya.. misalnya kaya apa ya, kaya kalau emang kita lagi ada masalah nih tentang kaya hubungan percintaan, ke siapa lagi sih kalau bukan ke teman kita yang sesama itu, kalau enggak dia lagi ada masalah apalah yang tentang hidupnya dia yang belok itu lah istilahnya terus dia minta solusi ya ada juga yang kaya gitu”.139
Begitu juga dengan key informan yang kedua yaitu EL, EL merasa lebih
lepas dan lebih bebas ketika berbicara dengan teman-temannya yang sesama itu,.
karena mereka sama-sama sudah saling mengenal dan mengetahui akan jati diri
masing-masing.
“kalau ngobrol ya ngobrol biasa aja gitu. Yang jelas sih kalau emnag ngobrol sama teman yang sesama itu lebih lepas saja, lebih bebas gitu. Enggak ada yang harus ditutup-tutupi, kalau obrolannya lebih menjurus ke hal yang berbau kaya homo gitu ya wajarin aja, emang udah pada tahu kita kaya gini, malah jadinya kaya buat bahan bercandaan kaya gitu”.140
Key informan yang ketiga ini yaitu YEL, dia mengatakan bahwa
pembicaraan yang mereka lakukan ketika sedang bersama tergantung dari pola
pikir masing-masing individu. Tetapi YEL mengakui bahwa pembicaraan yang
dia lakukan bersama dengan teman-temannya cenderung lebih lepas, dan bebas
139 AL dalam wawancara 29 September 2015 140 EL dalam wawancara 29 September 2015.
136
tanpa harus khawatir memikirkan resiko beban moral seperti ketika mereka
berbincang dengan lingkungan sosial mereka yang mayoritas heteroseksual.
“kalau untuk bahan obrolan tergantung teman yang diajak ngobrol seperti apa, saya kebetulan punya teman yang kaya gitu kan banyak, terus kalau pola pikir mereka kan juga beda-beda juga, ada yang kalau ngobrol sama si A misalnya just seks seks and seks gitu kan, ada… ada yang sama si B ngobrolinnya masalah tentang percintaan sama pasangannya, kalau enggak ya paling ujung-ujungnya ngerumpi-ngerumpi gitu juga”.141
Sama halnya dengan orang umum yang heteroseksual lainnya, untuk kaum
homoseksual khususnya gay pun ketika dia mempunyai rasa ketertarikan terhadap
sesama jensinya itu, dia mempunyai cara tersendiri untuk mendekati lawan
sesama jenis yang ia sukai, misalnya dia akan memperlihatkan beberapa isyarat,
berupa gesture tubuh seperti lirikan mata untuk memancing lawannya tersebut,
dan untuk mengetahui apakah lawannya tersebut merupakan seorang gay yang
sama seperti halnya dia atau bukan.
Seperti yang diungkapkan oleh AL, Pada saat AL berkumpul bersama
dengan teman sesama gay-nya di sebuah café yang terletak di kota Serang,
terdapat beberapa body language nakal yang ditunjukkan oleh temannya apabila
dia mempunyai rasa ketertarikan terhadap sesama jenis, seperti lirikan mata ketika
melakukan kontak dengan orang lain yang menarik perhatiannya.
“dari body language sih sebenarnya sama saja, ya.. paling itu ada sedikit sedikit body language nakal, kadang ketika ngobrol ada salah satu teman saya yang mencoba main mata dengan berusaha menarik perhatian orang lain. Untuk menunjukkan bahwa dia tertarik dengan orang itu.”142
Berbeda halnya dengan key informan kedua ini yaitu EL, meskipun EL
merupakan seorang gay, akan tetapi dia mengatakan untuk body language yang
141 YEL dalam wawancara 01 Oktober 2015. 142 AL dalam wawancara 29 september 2015.
137
dia tampilkan ketika bersama dengan teman gaynya tampilan sikapnya tidak
seperti kewanita-wanitaan. Karena dia merupakan seorang gay dengan sifatnya
yang mainly. Tetapi meskipun sifatnya yang mainly itu, ketika dia memiliki
perasaan tertarik dengan seseorang laki-laki dia akan memainkan lirikan mata,
untuk melihat apakah dia sama seperti dia atau tidak.
“Teman juga ada yang dari bahasa tubuhnya yang emang kelihatan ngondek gitu, tapi kalau gue sih emang orangnya dari bahasa tubuhnya enggak yang ngondek kaya gitu, lebih biasa. Tapi dulu pernah gue pas lagi nongkrong gitu di kafe sama teman kan, nah terus gue kalau emang sekiranya ngerasa tertarik sama dia, awalnya paling dengan kaya ngeliatin dia dulu nih, terus nanti kalau dia ngeliat balik ke kita kita alihin pandangan gitu, terus biasanya kalau emang dia kaya kita gitu, dia bakal ngasih kode lah ke kita, dengan kaya ngelihat terus sambil senyum gitu”.143
Key informan ketiga ini, berbeda dengan key informan sebelumnya. YEL
selaku key informan ketiga mengatakan, bahwa ketika dia bersama dengan teman-
teman sesama gay nya dia merasa lebih bebas, sehingga sikapnya seperti body
language yang dia tampilkan ketika bersama dengan teman-teman sesama gaynya
lebih apa adanya, tidak ada yang ditutup-tutupi. Ketika YEL bersenang-senang
dengan teman-temannya itu, maka secara spontan gesture tubuh dan gaya
berbicara antara YEL dengan teman-temannya itu terkadang juga seperti
kewanita-wanitaan. Tetapi hal ini tergantung dengan kondisi yang ada, apabila
situasi di tempat kos-kosan temannya itu ramai dia dan teman-temannya tentu saja
akan menjaga sikap karena apabila berperilaku seperti itu, maka orang-orang yang
ada disekitar dia ketika itu maka akan beranggapan aneh. Tetapi apabila kondisi
tempat sudah sepi dan memungkinkan barulah mereka bersenang-senang kembali.
143 EL dalam wawancara 29 september 2015.
138
“kalau body language terbuka sih ya pasti karena kan kita sama-sama sudah saling pada tahu juga kita seperti apa gitu kan, tapi tergantung kita mau ngobrolnya dimana pertama, kedua kita ngobrolnya apa, dan ketiga itu kalau lagi suntuk mau gila-gilaan nah, baru tuh keluar ngondek-ngondekannya.. kalau saya sendiri sih paling cuma kaya ngeramein saja, kalau enggak ngeledekin teman kaya gitu.. kalau ngumpul sih di kos-kosan teman. Kalau di tempat-tempat umum paling tunggu tempatnya sepi dulu baru tuh kita ngobrolnya seru-seruan, kalau yang misalnya rame-rame juga enggak berani sih yang kaya gitu”.
Setiap manusia ketika mereka bersama dengan pasangan, tentu akan
mendapatkan rasa kenyamanan. Rasa kenyamanan dan senang yang timbul dalam
dirinya karena terdapat perasaan saling menyayangi. Begitu juga dengan pasangan
homoseksual gay.
Peran yang dimainkan oleh AL biasanya adalah sebagai seorang
perempuannya, sedangkan pasangannya akan menjadi laki-lakinya. Dia akan lebih
manja pada saat dia bersama dengan pasangan laki-lakinya itu. Dan untuk
bertemu biasanya AL dan pasangannya lebih suka di luar kota Serang, seperti di
Tangerang dan Jakarta. Karena AL tetap ingin bermain aman. Apabila dia
melakukan kencan dengan pasangan laki-lakinya di daerah Serang, maka akan
diketahui oleh keluarganya dan juga teman-temannya. Kecuali kalau hanya untuk
bermesraan biasanya mereka di tempat kosan, baik itu kosan AL maupun kosan
pasangan laki-lakinya.
“saya sempat punya pacar (laki-laki) ya.. biasanya kalau saya lagi sama pasangan saya itu, saya bakal jadi yang ceweknya. Yang manja-manja ke dia yang kadang juga manjain dia, ya.. bisa lewat apa saja, kaya di sentuhan, making love juga. Saya lebih ke ceweknya sih. Dan biasanya kita juga kalau mau jalan gitu, enggak di Serang sih, soalnya kan cari aman ya, keluarga saya sama teman-teman saya kan kebanyakan di
139
Serang, takutnya saja ada yang curiga. Makanya lebih sering sih kalo jalan itu ke daerah kaya Tangerang dan Jakarta. Gitu.”144
Meskipun EL merupakan seorang gay yang nampak dari luar terlihat
mainly akan tetapi ketika EL bersama dengan pasangannya maka dia akan
berubah menjadi seorang yang manja. Sama seperti key informan sebelumnya,
peran yang dimainkan oleh EL biasanya adalah sebagai seorang perempuannya
yang bersifat manja. Dia akan lebih manja pada saat dia bersama dengan pasangan
laki-lakinya, dan lebih senang untuk memuaskan pasangannya pada saat di
ranjang, EL juga tidak memungkiri bahwa dia dan pasangannya suka untuk
menghabiskan waktu berdua untuk making love, biasanya di tempat kosan, baik
itu kosan EL maupun kosan pasangan laki-lakinya. Dan untuk bertemu biasanya
AL dan pasangannya lebih di kota Serang, sekedar untuk jalan-jalan atau makan
berdua dengan pasangannya.
“kalo lagi sama pasangan, gue orangnya manja. Senang sama hal-hal yang berbau romantis. Kalau ketemuan biasanya di Serang, tapi enggak suka yang terumbar juga pacarannya, biasa aja. Kaya jalan sama makan berdua. Karena emang gue kan suka sama orang yang usianya diatas gue, jadi biasanya kalau sama yang usianya diatas gitu, paling sering kalau berduaan dikamar. Ya.. making love gitu sama pasangan. Biasanya gue yang suka muasin pasangan, istilahnya bikin dia sampe puas.”145
Untuk key informan ketiga ini yaitu YEL ketika dia bersama dengan
pasangannya, meskipun YEL merupakan seorang gay yang memiliki sifat lemah
lembut atau istilahnya sissy YEL tidak hanya suka dimanjakan oleh pasangannya
saja, akan tetapi dia juga menjakan pasangannya. Dia mengatakan dia seperti itu
karena mungkin hal itu terbawa dari lingkungan rumahnya yang memiliki banyak
sekali keponakan. sehingga sifatnyanya bisa lebih dewasa. 144 AL dalam wawancara 29 september 2015. 145 EL dalam wawancara 29 september 2015.
140
“ya tergantung juga sih, soalnya kan kalau hubungan emang gak bisa manja terus atau manjain pasangan terus kan, makanya harus ada timbal balik. Kalau saya sih orangnya seneng di manja juga, tapi sering manjain juga, mungkin karena kebawa kali ya sama kondisi pas di rumah kan saya punya banyak ponakan jadi yang sukanya ngemong tuh, jadi mungkin kebawa juga kali ya kalau pas lagi sama pasangan juga suka ngemong juga”.
Ada beberapa alasan yang membuat homoseksual masih bertahan dengan
kehidupan mereka saat ini. Yaitu rasa kenyamanan yang didapat dari pasangan
saat ini, dan faktor biologis yang didapat. Di mana individu homoseksual gay
membutuhkan hasrat dan keinginan untuk melakukan hubungan biologis sesuai
dengan orientasi seksualnya.
Kemudian tidak terdapat ciri khusus yang nampak dari diri mahasiswa gay
secara fisik. Meskipun terdapat ciri khusus yang nampak dalam diri mahasiswa
gay tersebut, yang ada hanya berupa dari gaya berbicara, body language dan
penampilan. Akan tetapi untuk orang umum yang heteroseksual juga masih sulit
untuk dapat melihat secara jelas perbedaan-perbedaan tersebut. Hal ini seperti
yang dikatakan oleh Sake Pramawisakti selaku narasumber dalam penelitian
bahwa,
“…memang ada jenis lain dari homoseksual ini seperti kalangan waria. Yang memang secara fisikly dia laki-laki cuman dia mempunyai sifat kewanitaan. Kalau itu cirinya jelas, kalau untuk homoseksualitas waria. Tapi kalau untuk homoseksualitas gay sendiri tidak ada ciri khusus. Kalaupun dari perilakunya yang kemudian ada tanda-tanda khusus itu, hanya untuk kelompok mereka yang tahu. Sehingga kita-kita untuk orang awam yang heteroseksual masih sulit untuk membedakannya…”146
Tetapi dalam lingkungan kelompok gay tersebut mereka dapat
membedakan antara laki-laki straight dengan gay. Karena dalam istilah bahasa
146 Sake Pramawisakti dalam wawancara 08 Oktober 2015.
141
mereka terdapat gay radar. Sehingga hanya dari kalangan sesama mereka saja
yang dapat melihat perbedaan tersebut.
Perilaku yang wajar terjadi apabila terdapat individu homoseksual yang
merahasiakan identitas dirinya sebagai seorang gay, karena terdapat tuntutan yang
harus mereka pilih di mana lingkungan sosialnya merupakan mayoritas
masyarakat yang heteroseksual. Hal ini seperti yang dikatakan oleh sake
pramawisakti, selaku seorang psikologi.
“Karena mungkin mereka menganggap bahwa mereka berbeda dengan yang lainnya ya, mana kala kita punya suatu perbedaan dengan yang lain ini pasti menutup diri dengan perbedaanya tersebut, itu normal ya. orang-orang yang punya perbedaan akan menutupi perbedaannya gitu. Bukan karena takut di judge negatif ya, tapi karena tidak umum…”147 Semenjak Banten menjadi provinsi baru dengan ibu kotanya yaitu kota
Serang, semua kehidupan mulai berkembang begitu juga dengan keberadaan
homoseksual di kota Serang. walaupun komunitas mereka tidak terdaftar secara
resmi. Namun memiliki ikatan yang cukup erat untuk saling berkumpul dan
menjalin pertemanan satu sama lain. belum tahu pasti kapan komunitas ini
berkembang di kota Serang. Namun, dari observasi yang telah dilakukan,
komunitas homoseksual itu sendiri berkembang pada akhir tahun 2006 dengan
jumlah komunitas yang tidak terdata pasti.
Karena ketidakpastian data jumlah komunitas homoseksual di kota
Serang, sehingga masyarakat luas khususnya masyarakat yang heteroseksual,
masih sulit untuk mengetahui keberadaan mereka. khususnya untuk mahasiswa
homoseksual yang masih menutupi identitas dirinya sebagai seorang gay. Dari
147 Sake Pramawisakti dalam wawancara 08 Oktober 2015.
142
hasil observasi yang dilakukan pada saat peneliti melakukan proses wawancara
dengan para key informan, mereka berusaha untuk sangat berhati-hati ketika akan
memberikan sejumlah informasi terutama yang berkaitan dengan keberadaan
komunitas homoseksual di kota Serang, dengan gaya berbicara yang sebelumnya
ketika membicarakan mengenai diri mereka, dimana mereka bisa jauh lebih
santai, akan tetapi ketika ditanya mengenai keberadaan komunitas di kota Serang
dengan lokasi perkumpulan mereka, seketika kata-kata mereka menjadi terbata-
bata, dan ekspresi muka yang tadinya nampak ceria dan santai berubah menjadi
kaku.
Dalam situasi ini peneliti beranggapan bahwa mereka berusaha untuk tetap
menjaga rahasia, baik mengenai keberadaan teman-teman mereka maupun diri
mereka pribadi dengan penuh kehati-hatian. Apabila panggung belakang atau
panggung privasi mereka sampai diketahui oleh publik atau masyarakat luas yang
mayoritas heteroseksual, hal tersebut bisa menjadi boomerang bagi mereka, dan
menjadi sebuah resiko yang besar yang berakibat identitas mereka sebagai
seorang gay akan diketahui oleh orang lain.
Key informan pertama ini yaitu AL pada saat peneliti mengamatinya
ketika dia sedang bertemu dengan teman-temannya di sebuah kafe atau tempat
makan sekaligus tempat tongkrongan di salah satu kafe di daerah serang, dia
menggunakan pakaian yang rapih yaitu mengenakan kemeja, celana jeans,
membawa tas selempang kecil dan mengenakan jam tangan kulit berwarna hitam
serta memakai parfum. Ketika dia berkomunikasi dengan teman-temannya yang
terdiri dari 3 orang, nampak bahasa komunikasi Indonesia biasa saja yang
143
digunakan, tidak terdapat bahasa khusus yang digunakan oleh mereka ketika
saling bertemu. Pembahasan yang mereka bicarakan nampak apa adanya tidak ada
yang ditutup-tutupi sesekali mereka membahas tentang perkuliahan.
Key informan kedua ini yaitu EL dia lebih sering mengadakan pertemuan
dengan teman-teman sesama gaynya di luar kota Serang, seperti di kota
Tangerang dan Jakarta. Biasanya mereka berkumpul di sebuah kafe-kafe. Dari
hasil observasi yang peneliti lakukan key informan kedua ini memiliki kulit yang
bersih, seperti orang yang suka melakukan perawatan kecantikan dan kebersihan
kulit. Key informan kedua ini nampak begitu sangat stylish dengan menggunakan
T-shirt berkerah berwarna biru muda, dengan jaket kulit berwarna hitam, rambut
yang klimis, mengenakan jam tangan, celana jeans, dan sepatu sporty serta tas
punggung berwarna hitam. Key informan kedua ini nampak begitu modis. Key
informan kedua ini yaitu EL juga nampak menggunakan bahasa komunikasi
Indonesia biasa seperti penggunaan bahasa Indonesia sehari-hari ketika
berkomunikasi dengan teman-teman sesama gay nya yang berjumlah 5 (lima)
orang. Tidak terdapat penggunaan bahasa khusus. Pembahasan yang mereka
bicarakan nampak apa adanya tidak ada yang ditutup-tutupi sesekali mereka
membahas tentang perkuliahan dan sesekali mereka membahas mengenai
hubungan percintaan mereka dengan pasangan sesama jenisnya. Dan terkadang
terdengar ucapan-ucapan mengenai seks.
Key informan ketiga ini yaitu YEL, dari segi penampilan bisa dikatakan
yang paling simple atau sederhana dibandingkan dengan kedua key informan
sebelumnya. Dia mengenakan kaos dan celana jeans serta mengenakan sepatu
144
bertali. Key informan ketiga ini yaitu YEL berkumpul dengan teman-teman
sesama gay nya di sebuah kos-kosan yang terletak di kota Serang dengan teman-
temannya yang berjumlah 3 orang. dari hasil observasi yang didapatkan ketika itu,
terlihat pada awalnya terdapat sedikit kekakuan ketika mereka berkomunikasi,
akan tetapi tidak memerlukan waktu yang cukup lama, akhirnya mereka bisa
mencairkan suasana. Terkadang terdapat body language yang sedikit kewanita-
wanitaan terlihat nampak pada saat mereka sedang bercanda. Dan mereka
berbicara tanpa batasan, seperti membicarakan masalah seks, laki-laki macho
yang sedang telanjang dada, dan masalah percintaan.
Dalam panggung belakang ini mahasiswa homoseksual nampak lebih
santai dan bisa menjadi diri mereka yang apa adanya tanpa harus ada yang
ditutup-tutupi. Karena dalam panggung belakang ini, terdapat kesamaan nasib
atau norma diantara mereka sebagai seorang gay. Hal ini nampak seperti hasil
observasi yang didapatkan sewaktu peneliti terjun ke lapangan, ketika peneliti
berada ditengah-tengah para key informan yang sedang berinteraksi dengan teman
dekat sesama gaynya, nampak sangat terlihat jelas bahwa mereka sangat rileks
dan bahan obrolan yang dikatakan jauh lebih bebas dengan obrolan yang
dilontarkan nampak sedikit vulgar seperti soal seks, hubungan berpacaran yang
mereka lakukan dengan pasangan sesama jenis mereka, dan mengenai kepribadian
gay mereka.
4.3. Realitas Dramaturgi Mahasiswa Homoseksual
Hasil penelitian yang telah diuraikan diatas maka peneliti akan membahas
mengenai Presentasi Diri Mahasiswa Homoseksual di Kota Serang. Tipe-tipe
145
homoseksual yang menjadi subjek penelitian dalam penelitian ini yaitu “the secret
homosexual” yaitu tipe ini ditunjukkan kepada homoseksual yang berusaha untuk
menyembunyikan perilaku homoseksualnya dari lingkungannya. Mereka pandai
menyembunyikan perilaku sehingga tidak nampak berbeda dari orang lain di
lingkungannya, dengan sifat yang ditampilkan masing-masing para key informan
dalam penelitian ini. Karena para key informan ini berusaha untuk
menyembunyikan perilaku homoseksualnya dari lingkungannya, sehingga
memungkinkan mereka untuk memainkan peran yang berbeda dan sesuai dengan
situasi dan identitas sosial lingkungan sosialnya.
Hal ini terbukti dengan adanya peran yang mereka mainkan yaitu di
wilayah panggung depan (front stage), dan di wilayah panggung belakang (back
stage). Dalam front stage, Goffman membedakan antara setting dan front
personal.148 Setting mengacu pada pemandangan fisik yang biasanya harus ada
disitu ketika mahasiswa homoseksual ini memainkan perannya. Setting dalam
panggung depan mahasiswa homoseksual ini terbagi menjadi dua yaitu di
lingkungan rumahnya dan di lingkungan kampusnya, tempat ia menjadi seorang
mahasiswa. Sedangkan menurut Goffman front personal disini terbagi menjadi
penampilan dan gaya.149 Penampilan meliputi berbagai jenis barang yang
mengenalkan kepada kita status sosial dari mahasiswa homoseksual tersebut.
Gaya mengenalkan kepada masyarakat, peran macam apa yang diharapkan
mahasiswa homoseksual ini untuk dimainkan dalam situasi tertentu.
148George Ritzer & Douglash J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.
Hal. 298. 149Ibid.,Hal. 299.
146
Setelah melakukan wawancara dari ke-3 (ketiga) key informan, 1 (satu)
informan pendukung dan 1 (satu) orang narasumber dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa mahasiswa gay hampir semuanya memerankan peran sosial
ketika berinteraksi dengan lingkungan sosialnya yang berlainan dengan penuh
kehati-hatian dan melakukan pengendalian diri dengan baik.
Ketiga key informan sepakat, bahwa mereka merupakan individu yang
memiliki peran sebagai makhluk sosial. Mereka melakukan kontak sosial dan
berkomunikasi dengan semua orang. Tidak terkecuali dengan masyarakat di
sekeliling mereka yang mayoritas merupakan masyarakat heteroseksual,
khususnya di kota Serang. Mereka sadar terhadap situasi sosial dalam lingkungan
mereka, terutama mengenai nilai dan norma sosial agama yang ada di masyarakat
sekitar mengenai pilihan orientasi seksual yang dapat diterima. Masyarakat kota
Serang yang mayoritas masyarakat yang beragama, merupakan masyarakat
heteroseksual yang masih menganggap pilihan orientasi seksual seperti
homoseksual masih tabu dan masih tidak dapat diterima.
Karena terdapat nilai maupun norma yang memberikan batas-batas pada
perilaku manusia. Misalnya perempuan tidak bermain kasar, perempuan bermain
boneka, laki-laki jangan menangis, laki-laki bermain pedang-pedangan dan pistol-
pistolan. Sehingga secara tidak langsung hal ini memberikan arti bahwa laki-laki
tidak boleh berperilaku seperti perempuan begitu juga sebaliknya. Apalagi
terdapat orientasi seksual seperti homoseksual, tentu itu tidak diterima dan masih
dianggap tabu oleh masyarakat khususnya kota Serang. Karena kota Serang
masyarakatnya didominasi oleh masyarakat yang beragama, dan memiliki
147
background sebagai kota santri. Terutama di kalangan orang-orang tua jaman
dahulu.
Sebagai mahasiswa, yang notabenenya seseorang yang terpelajar, maka
pandangan negatif akan segera dilayangkan pada mahasiswa gay. Mahasiswa
merupakan suatu kelompok dalam masyarakat yang memperoleh statusnya karena
ikatan dengan perguruan tinggi. Mahasiswa juga merupakan calon intelektual atau
cendekiawan muda dalam suatu lapisan masyarakat yang sering kali syarat
dengan berbagai predikat.
Sehingga di mata masyarakat mahasiswa dianggap
nyaris tidak boleh memiliki kesalahan. Yang pada akhirnya, ketiga key informan
ini melakukan hal yang sama yaitu menghindari pengungkapan jati diri mereka
kepada masyarakat. Sehingga mahsiswa gay ini harus mau untuk melakukan
sebuah seni pengelolaan kesan, yang dapat diterima, agar mereka dapat
berinteraksi dalam dunia sosialnya.
Mempunyai pilihan orientasi seksual yang berbeda dengan mayoritas
masyarakat di lingkungan sosialnya tentu saja tidak mudah bagi mahasiswa gay,
karena pilihan menjadi seorang gay di kota Serang yang mayoritas masyarakatnya
beragama islam dan Serang identik dengan kota santri ini masih menjadi sesuatu
yang tabu yang tidak dapat diterima. Sehingga pilihannya itu hanya akan menjadi
sebuah aib yang dapat membuat malu keluarga bahkan lingkungannya. Sehingga
dengan adanya identitas sosial yang berlainan tersebut membuat mahasiswa gay
ini melakukan sebuah drama atau teknik-teknik pengelolaan informasi untuk
menyembunyikan jati dirinya sebagai seorang gay agar masyarakat yang
mayoritas heteroseksual tersebut tetap tidak mengetahui jati dirinya sebagai
148
seorang gay, apalagi mereka yang memiliki status sebagai mahasiswa, yang pada
akhirnya mereka memiliki peran ganda atau dualisme peran.
Karena ketika manusia melakukan proses komunikasi, terdapat nilai
maupun norma mengenai tata kelakuan yang secara sadar maupun tidak sadar
memberikan batas-batas pada perilaku individu. Tata kelakuan juga merupakan
alat yang memerintahkan dan sekaligus melarang seorang anggota masyarakat
melakukan suatu perbuatan. Dalam hal ini, setiap masyarakat mempunyai tata
kelakuan masing-masing yang sering kali berbeda satu dengan lainnya karena tata
kelakuan timbul dari pengalaman masyarakat yang berbeda-beda dari masyarakat
yang bersangkutan.150
Sama seperti ketiga key informan dalam penelitian ini, di mana ketika
mereka berada di lingkungan keluarganya, yang meskipun keluarga merupakan
lingkungan terdekat bagi AL, EL dan YEL akan tetapi, mereka tidak berani dan
masih tidak bisa untuk terbuka mengenai jati diri mereka yang sebenarnya sebagai
seorang gay. Padahal sejak kecil mereka dibesarkan dan kumpul bersama anggota
keluarganya, hal itu tidak bisa menjadi tolak ukur bagi mereka untuk terbuka
mengenai rahasia akan jati diri mereka yang sebenarnya kepada keluarga. Karena
menjadi seorang gay merupakan keputusan yang mereka anggap sebagai sesuatu
yang sulit untuk diberitahukan kepada orang lain, tidak terkecuali keluarga.
Karena hal tersebut merupakan aib yang tidak hanya menghancurkan nama baik
dirinya sendiri, akan tetapi juga dapat menjadi aib bagi keluarganya. Sehingga
150 Soerjono Soekanto. 2014. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal.173.
149
orang tua hanya perlu mengetahui mereka dari segi mereka sebagai laki-laki
normal dan sebagai anak baik-baik dan kebanggaan dari keluarganya.
Individu gay akan menutup jati diri aslinya tersebut, meskipun terhadap
keluarga yang merupakan lingkungan terdekat dengan seseorang. Dikarenakan
perilaku seksual yang dipilih merupakan perilaku yang dianggap menyimpang,
dan tidak dapat diterima baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sekitar
tempat tinggalnya, yang mayoritas adalah heteroseksual.
Nilai dan norma yang ada di masyarakat berkaitan dengan peraturan dan
pengendalian masyarakatnya dalam menjalani fungsi seksualnya itu lah, yang
menjadi permasalahan individu gay secara umum, yaitu perasaan terkungkung
atas jati diri sebenarnya yang dimiliki. Karena apabila mereka secara terang-
terangan atau terbongkar jati diri yang sebenarnya sebagai seorang gay, mereka
akan merasa tidak aman, dan mendapatkan tekanan psikis berupa rasa penolakan
atau rasa kekecewaan baik itu di lingkungan keluarganya sendiri selaku lingungan
yang paling dekat dengan setiap orang.
Menurut Goffman masalah dramaturgis itu terjadi pada orang-orang yang
mendapatkan stigma discreditable adalah stigma yang perbedaannya tidak
diketahui oleh anggota penonton, yaitu dalam penelitian ini mahasiswa
homoseksual. Masalah dramaturgis mendasar bagi seseorang yang mempunyai
stigma discreditable adalah pengelolaan informasi sedemikian rupa sehingga
masalahnya tetap tak diketahui oleh orang lain.151
151 George Ritzer & Douglash J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal. 303.
150
Seperti permasalahan yang dialami key informan yang kedua yaitu EL, di
mana orang tua sempat mengetahui akan jati dirinya sebagai seorang gay, melalui
sebuah kejadian yang tidak terduga, di mana dahulu pada saat EL menjalin
hubungan dengan kekasihnya (laki-laki), dan akhirnya hubungan tersebut
berakhir, kekasihnya merasa tidak terima dengan keputusan yang dianggap
sepihak itu, akhirnya membongkar semua rahasia EL mengenai identitas aslinya
sebagai gay, kepada orang tua EL. Orang tua merasa sangat marah dan kecewa
terhadap perilaku EL yang seperti itu. Dan menyuruh EL untuk bertaubat, dan
kembali pada jalan yang benar, yaitu menjadi laki-laki normal yang menyukai
perempuan. Semenjak kejadian tersebut, EL sangat menjaga sikap dan
perilakunya ketika berada di rumah seperti body language, ekspresi dan bertutur
kata, dan lebih rajin untuk menjalankan ibadah. Selain itu, pada saat mengajak
teman-teman sesama gay-nya. EL lebih berhati-hati dan memilih mana teman
yang bisa diajak ke rumah dan sifatnya tidak seperti kewanita-wanitaan. Selain
itu, EL juga berusaha sedemikian rupa untuk mengelola kesan dihadapan
keluarganya dan mengakui bahwa dia telah bertaubat dan berubah menjadi laki-
laki straight pada umumnya.
EL senantiasa mengelola kesannya pada saat di rumah, di mana dia
membatasi gaya berbicara, gaya berjalan, atau body language-nya pada saat
berinteraksi dengan anggota keluarganya. Hal ini dilakukan supaya keluarganya
yaitu orang tua, kakak, dan adiknya tetap tidak mengetahui akan jati dirinya yang
sebenarnya sebagai seorang gay. Karena ada suatu resiko yang besar ketika
panggung belakang “privat” dari seorang individu gay bisa diketahui oleh orang
151
lain. Mengingat dalam hal ini, panggung tersebut bersiftat rahasia, maka hal yang
wajar bagi individu gay untuk menutupi panggung privat tersebut dengan
tampilan luar yang memukau. Karena apabila jati diri individu gay tersebut
terbongkar oleh anggota keluarganya, pasti individu gay ini akan mendapatkan
tekanan psikis dari keluarga, karena orang tua pasti akan merasa kecewa dengan
pilihannya menjadi seorang gay.
Sama halnya dengan key informan yang lainnya yaitu AL, dan YEL.
Mereka juga melakukan pengelolaan kesan untuk membentuk dan menjaga
hubungan dengan anggota keluarganya masing-masing. Supaya hubungan dan
komunikasi yang dijalin tetap berjalan dengan baik. Meskipun dalam hasil
wawancara yang telah dilakukan bahwa anggota keluarga dari masing-masing key
informan pernah menyatakan rasa kecurigaan mereka, para key informan berusaha
beralih atau membuat alibi sedemikian rupa, supaya rahasia mereka akan jati diri
sebagai seorang gay tetap terjaga.
Ketiga key informan dalam penelitian ini ketika berada di dalam
lingkungan keluarga lebih menjaga sikap mereka, di mana mereka membatasi
gaya bicara, gaya berjalan, atau body language mereka pada saat berinteraksi
dengan anggota keluarganya dengan gaya bicaranya yang sopan, body language
atau cara berjalan dan berbusana yang santai seperti laki-laki normal.
Begitu juga proses komunikasi yang dilakukan ketiga key informan ini, di
mana terdapat pengelolaan kesan yang hampir sama ketika mereka berada di
lingkungan kampusnya. Dari penjelasan yang diterangkan oleh masing-masing
key informan, di mana semua key informan, baik itu AL, EL dan YEL berusaha
152
untuk melakukan pengelolaan kesan dihadapan teman-teman kampusnya, dengan
bersikap sesuai dengan penampilan yang mereka tunjukkan masing-masing
kepada teman-temannya tersebut. Dengan tujuan supaya teman-teman di
kampusnya tidak mengetahui akan jati diri mereka yang sebenarnya sebagai
seorang gay. Di mana terdapat perbedaan pada masing-masing key informan
dalam menunjukkan penampilan mereka di hadapan teman-teman atau di
lingkungan kampusnya.
Pada key informan pertama dan ketiga yaitu AL dan YEL mereka pada
dasarnya memang memiliki karakter pribadi yang ceria dan mudah untuk dekat
dengan orang lain. Untuk AL sendiri Karena dari latar belakang lingkungan
tempat dia bersosialisasi yang di dominasi oleh masyarakat heteroseksual dan
mayoritas masyarakatnya beragama dan menganggap bahwa perilaku
homoseksual tidak diterima dan masih dianggap tabu oleh sebagian besar
masyarakatnya. Sehingga memungkinkan AL untuk mengelola kesan sedemikian
rupa dihadapan lingkungan sosialnya tersebut, yaitu lingkungan kampusnya
dengan cara, memiliki 2 (dua) kepribadian. Menjadi pribadi heteroseksual pada
saat bersosialisasi dengan lingkungan kampusnya yang mayoritas adalah
mayarakat heteroseksual. Dan menjadi dirinya yang sebenarnya yaitu gay, ketika
dia bersama dengan lingkungan sosial teman-teman gay-nya.
Meskipun AL mempunyai 2 (dua) kepribadian. Hal itu tidak merubah
perilaku dan sikap yang AL tunjukkan kepada teman-temannya. AL termasuk
pribadi yang ceria dan mudah untuk bergaul dengan teman-teman kampusnya. AL
merupakan tipe laki-laki yang cerewet, lebay dan terkadang suka bersikap manja
153
kepada teman-teman kampusnya seperti layaknya seorang wanita. Dan terkadang
suka menirukan sikap dan tingkah laku wanita, dengan body language yang lemah
gemulai. Tetapi hal itu dia lakukan hanya sekedar untuk menghibur teman-
temannya supaya suasana menjadi lebih menyenangkan. Hal itu juga sama seperti
yang diungkapkan oleh salah satu teman kampusnya yang mengetahui AL sebagai
seorang gay.
Meskipun dari gaya berbicara dan body language yang ditampilkan oleh
AL kepada teman-teman di kampusnya yang seperti telah dijelaskan sebelumnya.
Hal tersebut tidak membuat teman-temannya, terutama sahabatnya sendiri
mencurigai akan jati diri AL sebagai seorang gay. Kehidupan kaum homoseksual
selalu dikaitkan dengan teman akrabnya wanita. Semua itu telah teruji dalam
penelitian ini, hasil penelitian ini menjelaskan semua key informan dalam
penelitian ini memiliki ketika berada di lingkungan kampus lebis bisa dekat
dengan perempuan sehingga teman dekat mereka ketika berada di kampus yaitu
perempuan sebagai teman untuk berbagi cerita dengan mereka.
Dalam arti kata, beberapa orang terdekat kaum homoseksaul mengetahui
personal mereka. Tanpa memperdulikan dampak yang diciptakan. Akan tetapi,
individu homoseksual yang menceritakan dirinya kepada seseorang tidak dapat
begitu saja memilih orang untuk membuka rahasia yang disimpannya. Demikian
pula ketika mereka menceritakan mengenai rahasia tentang diri mereka itu,
merekapun harus memilih orang-orang yang dapat dipercaya, supaya identitas
mereka sebagai seorang gay, tidak menyebarluas ke masyarakat.
154
Itu semua dilakukan oleh seorang homoseksual, supaya kerahasiaan hidup
mereka dapat tersimpan dengan rapih tanpa diketahui masyarakat luas dengan
menceritakan segala keluh kesah mereka kepada orang-orang yang mereka
percayai. Sebagai wujud meringankan beban yang mereka rasakan.
Dan sebelum sahabatnya AL ini mengetahui akan jati diri AL yang
sebenarnya, sahabatnya ini sama sekali tidak menaruh kecurigaan bahwa dia
adalah seorang gay. Dan sahabatnya ini mengakui bahwa AL benar-benar sangat
pandai dalam menjaga kerahasiaan akan jati dirinya sebagai seorang gay. Bahkan
sahabat dekatnya sendiri pun sama sekali tidak menaruh kecurigaan dan tidak
menyadari terhadap jati diri AL yang sebenarnya sebagai seorang gay sebelum
AL menceritakan sendirinya.
Meskipun dengan sikap dan tingkah laku yang AL tampilkan ketika
bersama dengan teman-temannya, yaitu AL merupakan tipe laki-laki yang
cerewet, lebay dan terkadang suka bersikap manja kepada teman-teman
kampusnya seperti layaknya seorang wanita. Dan terkadang suka menirukan sikap
dan tingkah laku wanita, dengan body language yang lemah gemulai. Teman-
temannya tidak menaruh rasa kecurigaan dan tidak menyadari bahwa dia adalah
seorang gay.
Untuk key informan ketiga, yaitu YEL dengan karakter pribadi yang dia
tampilkan kepada teman-teman kampusnya, yang tidak jauh berbeda dengan key
informan pertama yaitu AL. Di mana key informan ketiga ini yaitu YEL
mengungkapkan hal yang sama mengenai keberadaan homoseksual khususnya
gay di kota Serang. Dengan keadaan masyarakat kota Serang yang religius dan
155
Serang identik dengan kota santri. Sehingga keberadaan homoseksual gay di kota
ini masih belum dapat diterima dan masih dianggap sebagai hal yang tabu dan
hanya akan menjadi aib bagi keluarganya. Sehingga untuk YEL menjaga jati
dirinya sebagai seorang gay sendiri dianggap penting.
Meskipun YEL menggangap bahwa menjaga rahasia mengenai jati diri
yang sebenarnya dianggap penting. Hal ini tidak mempengaruhi YEL ketika dia
bersosialisasi dengan teman-temannya. YEL merupakan individu dengan karakter
pribadi yang ceria dan santai sehingga memungkinkan dia mempunyai banyak
teman. Gaya berbicara yang blak-blakan dan body language yang seperti
kewanita-wanitaan atau lemah gemulai, tidak membuat citra YEL negatif, justru
dengan sikap dan tingkahnya yang seperti itu, memungkinkan suasana bersama
dengan teman-teman yang ada disekelilingnya menjadi lebih menyenangkan. Hal
ini lah yang membuat YEL jadi mempunyai banyak teman.
Meskipun penampilan yang diperlihatkan oleh YEL seperti itu, hal
tersebut tidak membuat teman-teman YEL menjadi curiga atau menyadari akan
jati dirinya yang asli sebagai gay. Karena YEL bertingkah seperti itu hanya pada
situasi tertentu saja dan hanya dengan teman dekatnya saja. Karena bagi YEL
tidak ada untungnya untuk memberitahukan akan jati dirinya yang sebenarnya
kepada orang lain bahwa dia adalah seorang gay. Karena hal tersebut merupakan
aib yang dapat mencemarkan nama baiknya dan hanya akan memalukan
keluarganya saja.
Sedangkan untuk key informan kedua yaitu EL, EL merupakan laki-laki
homoseksual atau gay yang tidak sama sekali terlihat bahwa dia adalah seorang
156
gay. Baik secara fisik maupun tingkah laku atau body language-nya.
Penampilannya pun stylish, trendy dan fashionable. Pada saat peneliti melakukan
proses wawancara dan melakukan observasi terhadap sikap dan tingkah laku EL,
peneliti pun sangat terkejut dan tidak menyangka sama sekali bahwa dengan
tampang yang cukup tampan dan badan yang gagah seperti itu ternyata key
informan kedua ini yaitu EL adalah seorang gay.
EL merupakan laki-laki homoseksual yang metroseksual, yaitu laki-laki
homoseksual yang sangat menjaga kebersihan tubuhnya mulai dari muka sampai
rambut. Sehingga penampilannya pun sangat bersih, rapih dan wangi. Dengan
postur tubuh yang tinggi, kulit yang sawo matang dan bersih serta pakaian yang
fashionable membuat EL sangat berbeda dengan kedua key informan sebelumnya.
Bahkan body language yang ditampilkan EL pun tidak seperti kedua key informan
sebelumnya, dimana AL dan YEL terkadang suka menunjukkan body language
maupun gaya berbicara seperti kewanita-wanitaan atau lemah gemulai.
Sehingga teman-teman di lingkungan kampusnya pun tidak sama sekali
memiliki rasa kecurigaan ataupun menyadari akan jati diri yang sebenarnya
sebagai seorang gay. Jadi bisa sangat dibedakan antara ketiga key informan ini,
dimana masing-masing memiliki gaya dan tampilan yang berbeda-beda ketika
berhadapan dengan orang lain atau dengan teman di lingkungan kampusnya.
Karena dampak yang dapat ditimbulkan, apabila individu homoseksual
melakukan pengungkapan diri kepada lingkungan sosial, maka memungkinkan
reaksi yang didapatkan yaitu menimbulkan diskriminasi dari lingkungan sosial.
Diskriminasi dan tekanan sosial menyebabkan mereka hidup dengan identitas
157
ganda di kehidupan heteroseksual. Mereka tidak dapat bebas mengekspresikan
dirinya sebagai seorang gay yang juga hidup untuk belajar dan bersosialisasi
dengan lingkungan sekitar tempat dia menjadi bagian dari anggota lingkungan
sosialnya tersebut, khususnya pada masyarakat yang mayoritas heteroseksual.
Karena individu homoseksual mendapatkan stigma terdiskreditkan dari
lingkungannya. Sehingga masalah dramaturgis mendasar bagi seorang yang
mempunyai stigma terdiskreditkan adalah pengelolaan informasi sedemikian rupa
sehingga masalahnya tetap tak diketahui oleh orang lain. 152
Mahasiswa homoseksual pada akhirnya berusaha untuk menyesuaikan diri
dengan nilai dan norma yang ada. Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal
dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Dalam hal ini penyesuaian
diri yang dimaksud adalah penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas terhadap
suatu norma. Pemaknaan penyesuaian diri seperti ini menyiratkan bahwa disana
individu seakan-akan mendapat tekanan kuat untuk mampu menghindarkan diri
dari penyimpangan perilaku, baik secara moral, sosial maupun emosional. Dalam
sudut pandang ini, individu selalu diarahkan kepada tuntuan konformitas dan
terancam akan tertolak dirinya manakala perilaku tidak sesuai dengan norma-
norma yang berlaku.153
Dalam penelitian ini ada beberapa cara individu homoseksual berperilaku
ganda dalam kehidupan dengan masyarakat heteroseksual. Seperti pandai menjaga
152 George Ritzer & Douglash J. Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana. Hal. 303. 153 Mohammad Ali & Mohammad Asrori. 2009. Psikologi Remaja Perkembagan Peserta Didik.
Jakarta: Bumi Aksara. Hal.173-174.
158
diri, dan menempatkan diri ketika berada di lingkungan sosial, berusaha untuk
menutupi diri, serta berperilaku normal.
Ada beberapa alasan yang membuat homoseksual masih bertahan dengan
kehidupan mereka saat ini. Yaitu rasa kenyamanan yang didapat dari pasangan
saat ini, dan faktor biologis yang didapat. Di mana individu homoseksual gay
membutuhkan hasrat dan keinginan untuk melakukan biologis sesuai dengan
orientasi seksualnya.
Berat untuk menjalani kehidupan dengan dua sisi yang berbeda. Itu yang
dirasakan homoseksual gay dalam penelitian ini ketika berinteraksi dan berbaur
dengan lingkungan sosialnya yang berada di wilayah panggung depan. Sehingga
ketiga key informan ini juga membutuhkan tempat di mana mereka dapat
bersantai dengan orang-orang disekeliling mereka tanpa harus berpura-pura dan
bisa menjadi dirinya yang seutuhnya sebagai seorang gay. Dalam panggung
belakang inilah yang merupakan panggung pribadi bagi mahasisha gay untuk
berinteraksi dengan teman-teman yang sesama sepertinya yaitu gay.
Mereka merasakan mendapatkan kenyamanan karena mereka bisa berada
disekeliling orang-orang yang sama sepertinya yang memiliki perasaan senasib.
Sehingga mereka merasa bebas untuk mencurahkan masalah yang berkaitan
dengan pilihan orientasi mereka sebagai seorang gay itu tanpa harus takut dinilai
negatif oleh orang lain. Segala permasalahan yang ada ketika mereka menjalani
kehidupan sehari-hari baik dalam urusan percintaan, ataupun masalah hidup yang
lain, bisa mereka ceritakan kepada teman-temannya yang sesama gay itu.
Sehingga terjalin ikatan pertemenan diatara mereka. Tahap persahabatan atau
159
pertemanan yaitu, di mana setiap orang apakah ada kesamaan dan kepentingan
yang terjalin selama menjalani suatu hubungan (Weinstock & Obligasi 2000).154
Kriteria lain dari tahap pertemanan atau persahabatan ini adalah adanya tingkat
kepercayaan satu sama lain. Tingkat kepercayaan yang tinggi akan mengukuhkan
jalinan persahabatan diatara mereka. Di mana AL, EL dan YEL mereka
sependapat bahwa pentingnya mendapatkan teman yang sama-sama dapat saling
menjaga rahasia akan jati diri asli sebagai gay, supaya masyarakat luas tetap
menganggap mereka dengan sebagaimana semestinya.
Kehidupan mahasiswa gay khususnya yang berada di kota Serang ini
ssendiri, tidak terdapat atribut-atribut khusus yang mencirikan bahwa mereka
merupakan anggota dari suatu komunitas tertentu, atau pun penggunaan bahasa
khusus. Karena menurut ketiga key informan dalam penelitian ini, bahwa untuk di
kota Serang sendiri memang belum adanya perkumpulan atau komunitas besar
yang menampung kaum-kaum gay untuk saling berjumpa. Meskipun ada untuk
gay di kota Serang hanya terdapat komunitas kecil, yang biasanya berkumpul
seperti sebuah “geng” yang terdiri dari 4-5 orang.
Penggunaan bahasa yang mereka ucapkan ketika berinterkasi dengan
teman-teman mereka yang sesama pun menggunakan bahasa komunikasi
Indonesia biasa. Sehingga untuk di kota Serang sendiri memang masih sulit untuk
mengetahui laki-laki mana yang merupakan seorang gay. Tetapi, biasanya
diantara sesama gay mereka dapat menebak siapa saja orang yang sama seperti
dirinya yaitu gay. Karena dalam istilah mereka terdapat gay radar, yaitu 154Nia Kania Kurniawati. 2014. Komunikasi Antarpribadi Konsep dan Teori Dasar. Serang: Graha
Ilmu. Hal. 46.
160
merupakan sebuah insting tersendiri yang dimiliki oleh masing-masing individu
gay. Biasanya mereka melihat dari kelenturan dan kelentikan jari tangan ketika
mereka sedang berjalan, dan sedikit dari gaya berbicara. Ketika mereka
berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman-teman sesama gay nya,
pembicaraan yang mereka lakukan lebih lepas dan lebih bebas, jika dibandingkan
ketika mereka berbicara dengan lingkungan sosial mereka yang mayoritas
heteroseksual. Di panggung belakang inilah mahasiswa gay yang menjadi key
informan dalam penelitian bertindak dengan cara yang berbeda dibandingkan
ketika berada di panggung depan, di mana di panggung belakang ini ketiga key
informan merasa lebih leluasa dalam bersikap.
Jika digambarkan dalam sebuah matrik secara umum maka dapat di
gambarkan seperti dibawah ini:
161
�
� � � �
Gambar 4.2
Matriks Hasil Temuan Penelitian
Pengelolaan Kesan
Panggung Depan Panggung Belakang
Situasi Sosial: Nilai Dan Norma sosial Yang
Ditanamkan Sejak Kecil Dari Keluarga Kepada Diri
Individu. Sehingga Konsep Diri Yang Ditampilkan
Dirumah: 1. Menyembunyikan jati diri
asli sebagai seorang gay. 2. Menjaga sikap, seperti
body language, dan ekspresi agar tidak nampak seperti kewanita-wanitaan.
3. Sopan santun. 4. Rajin beribadah. 5. Membatasi gaya
berbicara.6. Berpenampilan rapih. 7. Pendiam (tidak terlalu
banyak berbicara). 8. Tidak terlalu terbuka
mengenai permasalahan pribadi.
Situasi Sosial: Mayoritas Lingkungan Ini Yaitu
Heteroseksual. Dan Background Diri Sebagai
Seorang Mahasiswa, Sehingga Konsep Diri Yang
Ditampilkan:
1. Menyembunyikan jati diri asli sebagai seorang gay.
2. Cerewet (Banyak Bicara). 3. Tidak aktif dalam kegiatan
kampus. 4. Body language terlihat
sedikit seperti kewanita-wanitaan (pada saat-saat tertentu). Untuk gay dengan sifat sissy.
5. Body language macho, tegap, dan gagah untuk gay dengan sifat boyish.
6. Berpenampilan rapih, modis dan trendy.
7. Lebih mudak akrab dengan perempuan. Sehingga rata-rata sahabatnya merupakan perempuan.
Lingkungan Kampus Lingkungan Rumah � � � � � � � � � � � �
� � � � � � � �
Situasi Sosial: Orientasi Seksual Yang Dimiliki
Sama, Sehingga Terdapat Kesamaan Nilai Dan Norma
Yang Dimiliki Dalam Kelompok. Sehingga Konsep
Diri Yang Ditampilkan: 1. Berpenampilan rapih, dan
wangi. 2. Merawat diri/tubuh (ke
tempat fitness dan facial). Untuk menarik pasangan.
3. Tidak ada atribut atau bahasa khusus yang digunakan.
4. Ketika bersama dengan teman sesama gay body language dan ekspresi lebih santai.
5. Bersikap bebas atau tidak terikat pada aturan.
6. Berbicara tanpa batasan. 7. Terbuka mengenai
permasalahan pribadi dan mengenai pilihan orientasi seksualnya.
Pengelolaan Kesan Yang Baik
Terjaga Kerahasiaan Akan Jati Diri Asli
Sebagai Seorang Gay
Pengelolaan Kesan Yang Tidak Berjalan Dengan Baik Dikhawatirkan Terbongkarnya
Jati Diri Sebagai Gay Sehingga Menimbulkan
1. Tekanan Psikis 2. Merasa Tak Diterima 3. Merasa Bersalah
Pengelolaan Kesan Yang Dilakukan
1. Membuat Berbagai Macam Alibi. 2. Mengaku Sudah Bertaubat 3. Lebih berhati-hati ketika akan memperkenalkan atau
membawa teman gay nya ke lingkungan keluarga.
162
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya maka, peneliti dapat
mengemukakan beberapa hal yang ditarik sebagai kesimpulan-kesimpulan dari
uraian yang telah dijabarkan sebelumnya mengenai “Presentasi Diri Mahasiswa
Homoseksual di Kota Serang”.
1. Presentasi Diri Mahasiswa Gay dalam Lingkungan Keluarga Sebagai
Panggung Depan
Ketiga mahasiswa gay di kota Serang yang menjadi key informan dalam
penelitian ini semuanya mengelola informasi di lingkungan rumah dengan penuh
kehati-hatian. Dalam panggung depan ini mahasiswa gay akan menampilkan seni
pengelolaan informasi mengenai konsep ideal dirinya yang sekiranya bisa
diterima di lingkungan sosial dalam wilayah panggung depannya.
Situasi dan identitas sosial yang ada di rumah ketiga key informan ini
mengharuskan mereka untuk melakukan seni pengelolaan informasi dengan
penuh kehati-hatian. Di mana masing-masing dari ketiga key informan ini
mendapatkan basic sedari dini berupa pengajaran nilai dan norma sosial serta
agama yang baik dari keluarganya. Sehingga mereka benar-benar sangat
mengetahui bahwa pilihan mereka dengan menjadi seorang gay merupakan
sebuah aib yang dapat menimbulkan rasa kekecewaan dan kemarahan bagi
162
163
keluarga apabila sampai pilihan orientasi seksual yang mereka pilih sebagai gay
diketahui oleh keluarganya. Yang pada akhirnya mengharuskan mereka untuk
melakukan seni pengelolaan informasi dengan penuh kehati-hatian. Yaitu ketika
mereka di rumah dan melakukan interaksi dengan anggota keluarganya ketiga key
informan ini yaitu AL, EL dan YEL dengan mengelola kesan dan menjaga sikap
seperti body language dan ekspresi yang tidak seperti kewanita-wanitaan yaitu
tidak nampak secara nyata atau tidak cenderung menunjukkan
homoseksualitasnya. Dan mereka pandai menyembunyikan perilaku sehingga
tidak nampak berbeda dari laki-laki lain ketika berada di rumah dan berinteraksi
dengan anggota keluarganya.
2. Presentasi Diri Mahasiswa Gay dalam Lingkungan Kampus Sebagai
Panggung Depan
Kedua, situasi dan identitas sosial yang ada di lingkungan teman-teman
kampus ketiga key informan ini yang berada di wilayah kota Serang, di mana nilai
dan norma yang berkaitan dengan homoseksualitas masih tabu dan tidak dapat
diterima. Sehingga, sebagai mahasiswa, yang notabenenya seseorang yang
terpelajar, maka pandangan negatif akan segera dilayangkan pada mahasiswa gay.
Yang pada akhirnya, ketiga key informan ini melakukan hal yang sama yaitu
menghindari pengungkapan jati diri mereka kepada teman-teman di lingkungan
kampusnya, mereka pandai menyembunyikan perilaku sehingga tidak tampak
berbeda dari orang lain di lingkunagn kampusnya.
Terdapat perbedaan sifat dan sikap masing-masing yang ditampilkan
ketika mereka berinteraksi dengan teman-teman di lingkungan kampusnya yaitu
164
untuk AL sendiri masih tergolong tipe gay boyish yang tidak terlalu nampak atau
tidak cenderung menunjukkan sifat pria yang lemah atau seperti kewanita-
wanitaan ketika berinteraksi dengan teman-teman di lingkungan kampusnya,
meskipun AL termsuk pria yang cerewet tetapi dia tetap berusaha menjaga body
language dan ekspresi wajah yang dia tampilkan ketika melakukan interaksi
dengan teman-temannya. Begitu juga dengan EL selaku key informan kedua, dia
merupakan tipe gay boyish dengan penampilan dan gaya yang ditunjukkan mulai
dari body language, ekspresi ketika berinteraksi, gaya berpakaian, dan gaya
berbicaranya yang nampak seperti pria lainnya, yang bisa termasuk ke tipe pria
metroseksual yang menjaga penampilan mulai dari kebersihan kulit muka, gaya
rambut dan penampilan tubuh. Sedangkan untuk YEL selaku key informan ketiga
ini dia tergolong tipe gay sissy yaitu dianggap pria yang lemah, dan terdapat
perilaku yang menunjukkan perilaku yang secara aneh sebagai kewanita-
wanitaan. Seperti dari gaya berbicara dan apabila diamati terdapat body language
yang samar-samar terlihat dari lentikan jari yang sedikit seperti kewanita-
wanitaan. Meskipun seperti itu, YEL termasuk pria homoseksual yang pandai
menyembunyikan perilaku homoseksualitasnya tersebut ketika melakukan
interaksi dengan teman-teman di lingkungan kampusnya.
3. Presentasi Diri Mahasiswa Gay dalam Lingkungan Kelompok Gay
Sebagai Panggung Belakang.
Back Stage dipahami subjek penelitian sebagai panggung di mana mereka
bisa memperlihatkan status asli sebagai seorang gay tanpa ada yang ditutupi. Di
panggung ini sebagai seorang mahasiswa gay mereka memiliki keleluasaan dalam
165
bersosialisasi, di mana tujuannya adalah mencapai suatu kebutuhan psikologis
seperti diterima, dihargai, memperoleh rasa aman dan nyaman serta afeksi (kasih
sayang) dan sebagainya.
Gaya berbicara, pokok bahasan dan body language yang mereka
tampilkan tidak ada yang ditutupi. Di wilayah ini mereka bersikap dan berperilaku
dengan apa adanya. Sedangkan untuk di kota Serang sendiri individu gaynya tidak
memiliki simbol-simbol khusus atau atribut khusus yang mereka kenakan. Yang
dapat membedakan hanyalah dari gesture tubuh atau gaya berbicara.
5.2 Saran
Dalam sebuah penelitian, seorang peneliti harus mampu memberikan
suatu masukan berupa saran-sarran yang bermanfaat bagi semua pihak yang
berkaitan dengan penelitian ini. Adapun saran-saran yang peneliti berikan setelah
permasalahan ini adalah :
1. Untuk penelitian tentang fenomena yang sama yaitu fenomena di
masyarakat mengenai mahasiswa homoseksual, peneliti menyarankan,
agar peneliti selanjutnya dapat memperluas dan menambah jumlah
informan yang diteliti. Dan juga disarankan agar peneliti menggunakan
paradigma kritis dan memakai teori komunikasi lainnya. Untuk
memperjelas data yang diperoleh, disarankan untuk lebih membaca
referensi-referensi dari berbagai literatur baik buku dalam negeri maupun
luar negeri sebagai tambahan yang lebih luas dan mendalam.
2. Homoseksual merupakan perilaku menyimpang, namun keberadaan
komunitas yang ada baik individu maupun kelompok, untuk tidak
166
mendiskriminasikan keberadaan mereka, dan tidak mendapatkan
pengucilan dalam kehidupan sosial.
3. Tidak selamanya keberadaan kaum homoseksual itu berada dalam pola
pikir negatif, tetapi terdapat dari mereka yang termasuk dalam kategori
individu yang baik dan suka menolong terhadap sesama.
4. Sampai kapanpun keberadaan homoseksual tidak akan menghilang dalam
kehidupan, sehingga bagi kaum homoseksual baiknya untuk bersikap
sewajar mungkin dalam bermasyarakat serta mengetahui norma-norma
yang berlaku agar tidak mendapatkan diskriminasi dalam kehidupan
sosial.
167
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi. Jakarta: Kencana. ____________ . 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Predana Grup.
Basrowi, Sudikin. 2002. Metode Penelitian Kualititatif Perspektif Mikro. Surabaya: Insan Cendikia.
Cangara, Hafied. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kamanto, Sunarto. 2004. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Kurniawati, Nia Kania. 2014. Komunikasi Antarpribadi Konsep dan Teori Dasar. Serang: Graha Ilmu.
Kuswarno, Engkus. 2011. Etnografi Komunikasi (suatu pengantar dan contoh penelitiannya). Bandung: Widya Padjajaran.
Littlejohn, Stephen W & Foss, Karen A. 2011 Teori Komunikasi (Theories of Human Comunication). Jakarta: Salemba Humanika.
Mardalis. 1999. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara.
Moleong, Lexy J. 2003. Metode Penelitian Kualitatif edisi revisi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.
Mulyana, Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Rosda Karya.
____________ . 2008. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. ____________ . 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung. Remaja
Rosdakarya. N. Hidayat, Dedy. 2003. Paradigma dan Metodologi Penelitian Sosial Empirik
Klasik. Jakarta : Departemen Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Indonesia.
Sihabudin, Ahmad dan Winangsih, Rahmi. 2012. Komunikasi Antar Manusia. Serang: Pustaka Getok Tular.
Raho, Bernard. 2014. Sosiologi. Anggota IKAPI: Ledalero. Ritzer, George & J. Goodman, Douglas. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta:
Kencana. ____________ . Ritzer, George & J. Goodman, Douglas. 2012. Teori Sosiologi – Dari Teori Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Mutakhir Teori Sosial Postmodern. Bantul: Kreasi Wacana Offset.
Ruslan, Rosady. 2004. Metode Penelitian PR dan Komunikasi, PT. Raja Grafindo, Jakarta.
Soekanto, Soerjono. 2014. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
168
Jurnal
Akbar, Ilham. 2011. Pola Komunikasi Antarpribadi Kaum Homoseksual Terhadap Komunitasnya Di Kota Serang. (Skripsi Sarjana, Fisip Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Serang). Demartoto, Argyo . 2010. Mengerti, Memahami dan Menerima Fenomena
Homoseksual. Universitas Diponego. Hal. 4. Diakses melalui argyo.staff.uns.ac.id/files/2010/08/Seksualitas-Undip.pdf. Diakses pada tanggal 19/04/2015.
Iwan, Rizal. 2001. Representasi Kelompok Gay Pada Film Indonesia. Skripsi Sarjana, Fisip Universitas Indonesia. Depok).
Rosvita, Margaeta. 2004. Representasi Pria Dalam Arisan. (Skripsi Sarjana, Fisip Universitas Indonesia. Depok).
Sumber Lain
Mahardika News (Heteronormativitas, Konstruksi atau Takdir?) diakses melalui perempuanmahardika.blogspot.com/2010/08. Pada tanggal 28/03/2015.
Takwin. 2008. Menjadi mahasiswa. [Jurnal On-Line]. Melalui http://bagustakwin.multiply .com/journal/item/18>. Diakses Pada Tanggal 07/08/15
http://nasional.tempo.co/read/news/2013/01/12/058453944/Pasangan-Nikah-Sesama-Jenis-Kabur-dari-Rumah. Diakses pada tanggal 9-06-2015.
169
LAMPIRAN 1
PEDOMAN WAWANCARA
INFORMAN
170
PEDOMAN WAWANCARA KEY INFORMAN
1. PRESENTASI DIRI DI RUMAH
1. Bagaimana proses anda bisa memutuskan pilihan anda menjadi seorang gay dan mengapa itu bisa terjadi? Bisa anda menceritakannya?
2. Pendidikan apa yang anda dapatkan di lingkungan keluarga anda? 3. Bisa anda menggambarkan latarbelakang keluarga anda? 4. Dengan latar belakang keluarga di sekitar anda yang seperti itu, apakah
anda menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka? 5. Bagaimana untuk urusan ibadah ketika anda berada di rumah? 6. Dengan latar belakang keluarga seperti itu, bagaimana cara anda bersikap
dan menyesuaikan diri ketika di rumah dengan anggota keluarga yang lain?
7. Bagaimana gaya bicara anda ketika berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di rumah?
8. Bagaimana body language anda ketika berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di rumah?
9. Bagaimana berpakaian anda ketika anda berada di rumah? 10. Apakah dari keluarga anda ada yang pernah mencurigai perilaku anda?
Bagaimana mereka bisa curiga? Bisakah anda menceritakannya? 11. Lalu bagaimana sikap atau tindakan anda ketika mendapatkan sinyal
kecurigaan dari saudara anda? 12. Apakah anda merasa kesulitan menjaga sikap dan perilaku dalam
lingkungan keluarga dengan jati diri anda yang sebenarnya? 13. Suatu saat nanti apakah anda akan berusaha untuk jujur kepada keluarga
mengenai identitas diri anda sebagai seorang gay? Mengapa, bisa anda menceritakan?
2. PRESENTASI DIRI DI KAMPUS.
1. Menurut anda bagaimana tanggapan masyarakat di sekitar anda mengenai keberadaan gay/homoseksual?
2. Dengan pandangan masyarakat di sekitar anda yang seperti itu, apakah anda menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka?
3. Bagaimana sikap anda ketika berinteraksi dengan teman-teman di lingkungan kampus?
4. Bagaimana dengan body language anda sendiri pada saat bersama dengan teman-teman kampus?
5. Untuk gaya berpakain sendiri di lingkungan kampus bagaimana? 6. Ketika anda di lingkungan kampus, anda lebih tertarik untuk bersosialisasi
dengan siapa? Mengapa? 7. Apakah ada rasa ketertarikan pada saat anda bersosialisasi dengan teman
pria ada di kampus? Mengapa?
171
8. Teman-teman kampus anda ada yang pernah curiga tentang jati diri anda yg sebenarnya?
9. Apakah anda termasuk pribadi yang aktif ketika di kampus?
3. PRESENTASI DIRI DI LINGKUNGAN KELOMPOK GAY.
1. Apakah ada komunitas homoseksual (perkumpulan) di kota serang? 2. Bagaimana cara kalian sesama gay bertemu untuk saling berkomunikasi? 3. Bagaimana cara anda memilih teman sesama gay? 4. Apakah terdapat simbol atau atribut khusus yang dikenakan oleh
kelompok-kelompok gay yang ada di kota Serang? 5. Apakah terdapat penggunaan bahasa khusus yang digunakan oleh
kelompok-kelompok gay yang ada di kota Serang? 6. Seperti apa topik pembicaraan yang menjadi bahan pembicaraan diantara
teman-teman sesama gay anda? 7. Di lingkungan mana anda bisa mendapatkan rasa kenyamanan dan bisa
menjadi lebih terbuka menjadi diri anda sendiri ketika bersosialisasi dengan orang lain?
8. Bagaimana body language yang anda tampilkan ketika bersama dengan teman-teman gay anda?
9. Apakah anda pernah mempunyai kekasih (gay)? seperti apa gaya berpacaran yang kalian lakukan? Bisa anda menceritakannya?
172
PEDOMAN WAWANCARA INFORMAN TAMBAHAN SAHABAT KEY INFORMAN
1. Bagaimana anda bisa mengetahui bahwa sahabat anda memiliki pilihan orientasi seksual sebagai seorang gay? bisa anda ceritakan?
2. Bagaimana sikap dan perilaku sahabat anda ketika sedang bersama dengan teman-teman di kampus?
3. Sebelum anda mengetahui sahabat anda seorang gay, terdapat rasa kecurigaan mengenai pilihan orientasi seksualnya?
4. Bagaimana menurut anda pengelolaan kesan yang dilakukan sahabat anda mengenai pilihan orientasi seksualnya tersebut?
5. Setelah anda tahu teman anda seperti itu, anda menerima keberadaan dia sebagai homoseksual?
PEDOMAN WAWANCARA NARASUMBER
1. Menurut bapak apa itu homoseksual? 2. Apakah terdapat ciri-ciri khusus yang nampak pada individu homoseksual
(gay)? 3. Ada beberapa individu homoseksual yang masih tertutup mengenai
identitasnya sebagai homoseksual. Bagaimana menurut bapak apabila dikaitkan dengan kondisi psikologis individu tersebut?
173
LAMPIRAN 2 HASIL WAWANCARA KEY
INFORMAN
174
HASIL JAWABAN WAWANCARA KEY INFORMAN AL
PRESENTASI DIRI DI RUMAH
1. Bagaimana proses anda bisa memutuskan pilihan anda menjadi seorang gay dan mengapa itu bisa terjadi? Bisa anda menceritakannya? JAWABAN: Sebenarnya saya yakin bahwa diri saya gay yaitu gejalanya dari SD sekitar kelas 5 disitu saya sudah mulai merasakan gejala saya lebih seneeeeng gitu yaa berkawan dengan perempuan tapi walaupun saya seneng berkawan dengan perempuan, tapi kan sikap saya seperti laki-laki yaa gak terlalu melambai, jalannya kaya banci gitu biasanya saya biasa saja seperti laki-laki, cuman yang anehnya kenapa saya berbeda itu pada saat saya Sd itu, kenapa saya suka dengan pria dewasa. Terus masuk SMP mungkin yaaa SMP itu kan masa-masanya sudah beda yaa hormonnya, sudah mulai memasuki masa pertumbuhan gitu ada juga rasa suka, tapi saya belom tahu ini rasa suka apa namanya, ya namanya juga mungkin jaman dulu belom ada internet jadi istilah belom tau apa itu gay, lesbi dan lainnya, lalu ketika masuk SMA itu rasa itu semakin menggebu-gebu ini ada apa dengan saya, maksudnya kok saya makin kesini makin berbeda lalu masuk lah internet jaman tahun 2009 2010 kalo gak salah, masuklah internet lalu saya searching terus saya mencari ciri-ciri di internet ternyata saya gay, cuman saya belom yakin maksudnya yaa masa iyaa saya gay terus ada yang salah tah dari saya, maksudnya kalo misal melihat dari belakang mungkin apa dari faktor keluarga kalo pada saat melihat dari kejadian awalnya, kenapa melihat dari keluarga yaaa… saya anak ke-8 terakhir itu kebanyakan anak laki-laki mungkin pada saat ibu saya hamil mungkin dia ngidam pengen anak perempuan tapi yang lahir anak laki-laki, mungkin dari segi gen atau apa atau dari keinginan ibu ketika hamil terbawa pada saat saya lahir, ituuu… akhirnya pada saat saya lulus SMA sempat kuliah D3 dulu tahun 2009 tuh yaaa, pas 2009 itu sempat kuliah di cilegon itu yaaaa, itu akhirnya saya menyatakan diri bahwa saya gay pada diri sendiri, tapi dengan ketentuan saya suka dengan pria dewasa bukan dengan seumuran, dan masalah saya suka dengan pria dewasa itu mungkin lebih kepada faktor kenyamanan gitu..
2. Pendidikan apa yang anda dapatkan di lingkungan keluarga anda? JAWABAN: Naaaaah itu…ada perbedaan antara orangtua dengan saya orangtua lebih menekankan pada pendidikan agama karena kenapa karena menurut mereka pendidikan agama itu yang memmbawa kita untuk bekal di akherat, naaah…. Kalo saya berprinsip kalo saya lebih mendekatkan pada pendidikan ilmu pengetahuan, karena kenapa, karena semakin tinggi ilmu pengetahuan seseorang maka orang lain akan hormat kepada kita tapi yaaa itu mereka gak tahu kenapa yaa… padahal saya dari kecil di didik agama kuat, maksudnya yaaa bapak sangat keras banget yaaa kalu misalnya untuk pendidikan agama,
175
tapi gak tahu keknapa kok saya bisa seperti ini… itu istilahnya mungkin yaa memang saya salah ambil jalan kali , karena saya berpikir secara logis, saya gak mau menyalahkan orang lain, dari kecil memang saya mendapatkan pendidikan masalah agama, saya sekolah agama, saya sekolah Tk sore, tapi yaaa gak tahu kenapa yaa mungkin jujur saya dari kecil itu saya sudah merasakan ada yang berbeda sama saya gitu.
3. Bisa anda menggambarkan latarbelakang keluarga anda? JAWABAN: Jujur yaa kadang saya berpikir keluarga saya ini kan istilahnya religius banget yaa.. bapak ibu saya saja sudah haji bahkan sampai umur saya yang sekarang ini mereka masih menyuruh saya sholat jadi kadang saya berpikir dengan keadaan jati diri saya yang seperti ini yaa istilahnya yaa orang gay yaa kalo misalnya dalam Al-Quran itu istilahnya perbuatan terkutuk yaa, jadi kadang saya berpikir saya mungkin bisa jadi penyebab orang tua saya bisa jadi apa yaaa… wallahualamlaaah.. terhambat kesurganya padahal mereka rajin ibadah cuman walaupun mereka rajin ibadah, saya gak tahu maksudnya anaknya bakal seperti ini apakah bisa diterima atau enggak gitu… dan pastinya ada perasaan bersalah maksudnya saya bahkan mengutuk kenapa saya bisa jadi seperti ini sedangkan orangtua saya religius sedangkan saya seperti ini gitu…saya ngerasa kaya jadi penghalang buat mereka, saya juga ngerasa ibadah orangtua saya jadi sia-sia gitu…saya ngerasa buat apa gitu yaa hidup kalo misalnya menjadi penghalang bagi mereka mendapatkan hadiah surga di akhirat nanti tapi latar belakang keluarga saya memang religius tappi memang yaa itu saya agak sedikit berpikiran kalau saya, memang saya akui kalo saya kurang religius mungkin karena saya sudah banyak dimasukin doktrin-doktrin dari lingkungan sekitar dari lingkungan kmapus, jadi saya istilahnya 50%pemikiran saya religius 50% pemikiran saya open minded jadi saya menerima segala perbbedaan yang ada, kalau orang tua saya berpikiran saya religius jadi mereka apapun tindakan mereka mesti berbalik kepada Al-Quran
4. Dengan latar belakang keluarga di sekitar anda yang seperti itu, apakah anda menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka? JAWABAN: Yaaa… pasti sih ada kesulitan yaa, maksudnya dilihat dari budayanya kita udah beda yaa, jadi kita istilahnya dalam istilahnya kita mesti mempunyai dua kepribadian yaa, dimana kita di tengah masyarakat kita istilahnya seolah-olah kita ini normal gitu, jadi mau tidak mau jika kita menolak harus terpaksa kita mengikuti kultur atau budaya yang ada di masyarakat tersebut, jadi mau tidak mau kesulitan itu bisa jadi menjadi tekanan untuk kita sendiri.
5. Bagaimana untuk urusan ibadah ketika anda berada di rumah? JAWABAN: Keluarga saya ini kan religius banget ya.. bapak ibu saya kan sudah naik haji bahkan sampai umur saya yang sekarang ini mereka masih menyuruh saya untuk sholat. Terutama ibu yang paling cerewet kalau urusan sholat. Ya padahal saya sudah sebesar ini tapi masih diingatkan untuk tetap sholat. Ya.. saya sebagai anak kan harus patuh sama perintah orang tua, apalagi kalau
176
untuk urusan sholat orang tua saya itu lebih tegas yah. Jadi harus on time kalau waktunya sudah masuk untuk sholat, pasti saya langsung sholat.
6. Dengan latar belakang keluarga seperti itu, bagaimana cara anda bersikap dan menyesuaikan diri ketika di rumah dengan anggota keluarga yang lain? JAWABAN: Jujur kalau di rumah saya bersikap kalau bahasa kitanya mah seperti laki-laki sesungguhnya, misalnya contoh saya berpakaian normal seperti laki-laki pada umumnya, ya secara kasat mata saya seperti laki-laki biasanya, ya sikap saya seperti laki-laki, kalau misalnya berbicara seperti body language sih maksudnya ya biasa ya apa adanya biasa saja, memang saya akui saya berbeda, tapi cara bersikap saya sama seperti orang normal lainnya gitu.
7. Bagaimana gaya bicara anda ketika berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di rumah? JAWABAN: Gaya berbicara saya dengan keluarga tidak ada yang ditutupin, cuman ya tetap istilahnya ya kan keluarga itu orang terdekat bagi kita ya, jadi sebisa mungkin saya gaya berbicara dengan keluarga yaitu sopan, santun, maupun baik. Jadi istilahnya kadang ya pembicaraan yang saya lakukan dalam keluarga itu memang tidak berlebihan hanya berbicara dalam keluarga ala kadarnya. Karena ada situasi yang di mana saya dituntut untuk berbicara di dalam keluarga, kalaupun tidak saya lebih baik diam.
8. Bagaimana body language anda ketika berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di rumah? JAWABAN: Kalau dalam keluarga saya lebih hati-hati, karena keluarga juga kan religius. Hati-hati disini maksudnya saya enggak terlalu kebawa bablasnya, jadi yaitu tadi balik lagi, ketika saya berbicara dengan keluarga berarti body language saya berarti seadanya, berarti ala kadarnya saja. Karena itu tadi saya mau berhati-hati saja.agar orang rumah tidak curiga.
9. Bagaimana berpakaian anda ketika anda berada di rumah? JAWABAN: Cara berpakaian saya santai dan normal ketika berada dirumah.. saya bisa dibilang juga tipe orang yang memperhatikan kebersihan kulit muka dan badan, sama penampilan juga sih. Karena kalau badan kita bersih sama saja kan kita menjaga kesehatan kan, lagi pula kalau kita sehat dan bersih kan enak juga kalau dilihat sama orang.. gitu.
10. Apakah dari keluarga anda ada yang pernah mencurigai perilaku anda? Bagaimana mereka bisa curiga? Bisakah anda menceritakannya? JAWABAN: Dulu sempat istilahnya curiga dengan sikap saya agak teledor ya.. agak teledor ketika saya mendapatkan sms mesra dari laki-laki ya, jadi itu kejadiannya waktu dirumah kakak saya, jadi pada saat saya meninggalkan handphone saya dan handphone saya berbunyi, kakak saya ya.. membuka isi sms-nya dia menanyakan ko sms-nya.. mesra dengan laki-laki! Kamu suka laki-laki! Saya ya itu.. mungkin dari rasa keteledoran itu ya saya berkilah ya.. maksudnya
177
mencari alibi mungkin istilahnya itu salah nomor atau salah kirim ya.. cuman dari situ ada suatu macam peringatan ya.. warning dari kakak saya, mungkin dia menganggap gelagat adik bungsunya ini ada yang beda cuman mungkin ya.. dia semacam yaudahlah angin lalu saja gitu. Jadi kecurigaan itu pernah ada cuman saya bisa menepis dengan alasan bahwa sms mesra yang terkirim mesra ke nomor saya itu ya mungkin sms dari salah kirim.
11. Lalu bagaimana sikap atau tindakan anda ketika mendapatkan sinyal kecurigaan dari saudara anda? JAWABAN: Jadi saya berusaha bersikap biasa aja. Cuman yah itu sekarang mah waspada aja, gak sembarangan simpan handphone.
12. Apakah anda merasa kesulitan menjaga sikap dan perilaku dalam lingkungan keluarga dengan jati diri anda yang sebenarnya? JAWABAN: Takut sih.. cuman saya berpikir gak tahu sih wallahualam ya.. kalau saya berani bilang saya seperti ini mungkin bapak saya pasti marah! Cuman ibu saya kayaknya sih, ibu saya juga marah, cuman.. dia juga pasti.. gak tahu deh!hehehe saya belom bisa berpikiran seperti itu cuman yang saya takuti mereka marah!.
13. Suatu saat nanti apakah anda akan berusaha untuk jujur kepada keluarga mengenai identitas diri anda sebagai seorang gay? Mengapa, bisa anda menceritakan? JAWABAN: Enggak.. enggak akan saya kasih tahu ke keluarga tentang diri saya yang seperti ini! Cukup saya dan teman-teman saya yang sesama seperti saya dan beberapa orang teman yang tahu seperti apa saya. Cukup keluarga itu tahu saya adalah anak kebanggaannya gitu.
PRESENTASI DIRI DI KAMPUS
1. Menurut anda bagaimana tanggapan masyarakat di sekitar anda mengenai keberadaan gay/homoseksual? JAWABAN: Keberadaan gay atau homoseksual sebenarnya masih kontroversi ya.. dimanakan kita tahu ya, kalau masyarakat kita itu masih memegang adat budaya timur, jadi kalangan kita sendiri khususnya yaitu kaum gay mereka masih tersembunyi, jadi hanya sesama komunitas saja kita tahu kalau misalnya kita itu gay. Untuk menghindari adanya keterbukaan pengungkapan jati diri kita.
2. Dengan pandangan masyarakat di sekitar anda yang seperti itu, apakah anda menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka? JAWABAN: Ya.. pasti sih ada kesulitan ya, maksudnya dilihat dari budayanya kita sudah beda ya, jadi kita dalam istilahnya kita mesti mempunyai 2 (dua) kepribadian ya.. di mana kita di tengah masyarakat misalnya di lingkungan kampus
178
dengan teman-teman, kita istilahnya kita seolah-olah normal gitu. Jadi, mau tidak mau jika kita menolak harus terpaksa kita mengikuti kultur atau budaya yang ada di masyarakat tersebut, jadi mau tidak mau kesulitan itu bisa jadi menjadi tekanan untuk kita sendiri.
3. Bagaimana sikap anda ketika berinteraksi dengan teman-teman di lingkungan kampus? JAWABAN: Justru kalau di lingkungan kampus saya merasa bebas, jadi apa yang saya ucapkan ya plong.. tanpa mesti ada saya jaim, mesti saya istilahnya menutup diri, atau dalam arti saya tidak terbuka secara langsung, tapi mereka yang istilahnya menerka dari gaya bicara saya, maksudnya saya seperti apa, entah mereka menyadari atau tidak, karena mereka sendiri yang menerka, mungkin mereka bisa membaca gelagat dari gaya bicara saya ya mungkin beda.. karena, secara lebih aktif atau istilahnya lebih cerewet apa gimana gitu.
4. Bagaimana dengan body language anda sendiri pada saat bersama dengan teman-teman kampus? JAWABAN: Kalau saya di lingkungan kampus kan lebih dominan dan berinteraksi dengan wanita kan, karena di kelas juga di dominasi lebih banyak dari kaum wanita, jadi agak sedikit.. ya, mungkin saya agak kebablasan yang mengikuti body language atau bahasa tubuh yang mungkin sedang trend kali ya, kaya jargonnya syahrini yang “sesuatu” itu loh.. ya, kalo bercanda sama teman suka ngikutin gayanya saja. Tapi sebenarnya cuman buat ketawa-ketawa saja bukan untuk menunjukkan jati diri saya yang sebenarnya. Jadi saya agak terserempet mengikuti gaya atau body language yang sedang hits. Tapi kan itu ya.. balik lagi, itu kan untuk meramaikan suasana saja gitu, jadi istilahnya tetap body language saya agak kebablasan, tapi tidak sampai separah yang istilahnya mungkin dalam kita disebutnya ngondek kali ya.. kalo saya mungkin lebih masih taraf 10% kali ya.. jadi ya itu, tujuannya ya untuk meramaikan suasana saja.
5. Untuk gaya berpakain sendiri di lingkungan kampus bagaimana? JAWABAN: Gaya berpakaian seperti biasa ya umumnya laki-laki, seperti di rumah ataupun di kampus, ya istilahnya kan itu tadi ya saya bukan anak alay gitu, maksudnya yang mesti pakai kaya apalah, tapi ya sedikit mengikuti trend apa gitu yang sedang hits. Cuman ya itulah kalau dari segi berpakaian ya istilahnya sesuai dengan kepribadian saya sendiri, misalnya saya lebih nyaman seperti apa cara berpakaiannya, saya seperti ini berarti ya seperti ini.
6. Ketika anda di lingkungan kampus, anda lebih tertarik untuk bersosialisasi dengan siapa? Mengapa? JAWABAN: Kalau di kampus sih saya sebenarnya main dengan siapa saja, dengan teman-teman di kelas. Tapi memang kalau yang lebih dekatnya ada, saya punya sahabat di kampus 5 (lima) orang cewek. Saya memang lebih dekat dengan mereka ketika di kampus ketimbang dengan teman-teman cowok lain yang
179
seangkatan sama siapa. Biasanya kalau kemana-mana kalau enggak lagi butuh bantuan biasanya saya minta tolong sama sahabat cewek saya yang 5 (lima) orang itu.
7. Apakah ada rasa ketertarikan pada saat anda bersosialisasi dengan teman pria ada di kampus? Mengapa? JAWABAN: Enggak sih yang tadi sebelumnya kan udah saya bilang juga, di kelas saya kan emang mayoritas cewek, kalau ada cowoknya pun paling cuma beberapa doang dan emang umurannya juga ada yang dibawah saya juga kan, saya mah enggak suka sama yang kaya brondong-brondong gitu, saya lebih tertariknya sama yang usianya diatas saya. Kaya saya tuh pernah suka sih sama salah satu dosen di kampus saya, soalnya dia itu kelihatan religius gitu orangnya, baik, pinter lah pokoknya, kharismanya itu loh yang kadang kalau lagi ngejelasin mata kuliah suka senang saja ngelihatnya.
8. Teman-teman kampus anda ada yang pernah curiga tentang jati diri anda yg sebenarnya? JAWABAN: Curiga sih kurang tahu sih ya.. cuman ya mungkin mereka sudah bisa menebak siapa saya, mungkin dari petunjuk-petunjuk dari saya bicara ataupun bersikap, karena kan saya lebih aktif berbicara, dan saya cerewet, jadi ya mungkin saja teman kampus ada yang sedikit menaruh rasa kecurigaan. Tapi juga saya kan tidak tahu mereka curiga apa enggak, kan dari mereka juga enggak ada yang pernah ngomong kamu gay ya.. kecuali kalau memang sampai ada yang ngomong gitu dan bisa membaca gerak-gerik saya, baru saya akan mengubah sikap dan tingkah laku saya.
9. Apakah anda termasuk pribadi yang aktif ketika di kampus? JAWABAN: Saya istilahnya kalau untuk kaya kegiatan organisasi di kampus kurang aktif ya… saya lebih aktifnya mungkin kalau lagi di kelas saja sih paling, kalau lagi ada yang memang di mata kuliah yang istilahnya memang saya kurang paham saya ya coba untuk bertanya. Ya menyimak dosen kalau lagi menerangkan, saya kalau lagi di kelas juga karena memang sukanya duduk di barisan bangku depan ya, soalnya kan istilahnya saya punya permasalahan di bagian pendengarann saya yang memang sedikit sulit untuk mendengar, dan istilahnya mungkin ya karena memang saya yang lumayan aktif ketika di kelas, saya juga jarang yang namanya absen, saya juga jadi ketua kelas dari semester 1(satu) sampai semester 6 (enam) jadi mungkin dosen-dosen juga istilahnya kan lumayan banyak kenal, kalau engak tahu saya gitu, jadi mungkin istilahnya pengaruh juga kali ya dengan saya seperti itu di kelas jadi nilai IPK saya alhadulillah selalu di atas 3 (tiga) sih.
PRESENTASI DIRI DI LINGKUNGAN KELOMPOK GAY.
1. Apakah ada komunitas homoseksual (perkumpulan) di kota serang?
180
JAWABAN: Kita kan tinggal di daerah Serang maksudnya kalau buat semacam organisasi itu agak sulit, paling kalaupun ada kita hanya buat semacam kelompok kecil untuk komunitas kecil yang istilahnya kaum sesama homoseksual yang sesuai dengan keinginan kita yang nyambung dari segi obrolan. Karena kaum gay itu kan macam-macam sifatnya, karena ada emang blangsak, istilahnya manfaatin orang dan istilahnya ada yang intelektual, kita berusaha nyari teman baik, biar enggak terlalu ngerugiin orang lain.
2. Bagaimana cara kalian sesama gay bertemu untuk saling berkomunikasi? JAWABAN: Yaaa kalo kit amah gak ada jaim-jaiman kan udah sama-sama tahu kalo kita gay, jadi kalau ngomong juga blak-blakan aja, justru kalo sama sesame itu saya jadi merasa lebih bebas sih gak ada yang namanya menutup nutupi diri, plooong juga kalo bertemu dengan mereka, untuk ngobrol-ngobrol, entah itu untuk curhat atau sharing, dan kita pun bebas ngobrolnya, ngobrol tentang seks lah tentang pria yang disuka lah udah blak-blakan aja.
3. Bagaimana cara anda memilih teman sesama gay? JAWABAN: Saya pilih-pilih, kan saya enggak mau walaupun saya seperti ini, saya tidak mau keciri dan ketahuan. Maka dari itu saya pilih-pilih nyari teman juga, apakah dia ngondek atau enggak, kalau misalnya dia biasa saja yaudah hayo kita berteman, tapi kalau dia ngondek, saya enggak mau soalnya saya juga ya itu bukan keinginan saya untuk tidak berteman, saya tidak menutup diri juga untuk berteman, tapi saya juga berteman juga pilih-pilih, karena saya juga mainnya nyari aman, walaupun saya homoseksual tapi istilahnya saya tidak mau orang-orang sekitar saya tahu kalau saya main sama dia, cukup hanya kalangan tertentu saja yang tahu siapa saya.
4. Apakah terdapat simbol atau atribut khusus yang dikenakan oleh kelompok-kelompok gay yang ada di kota Serang? JAWABAN: Saya tidak tahu kalau di Serang ada penggunaan simbol-simbol dalam berinteraksi. Kalau seadanya adapun pasti teman-teman saya juga kasih informasi mengenai penggunaan simbol atau kode tertentu. Namun ada reaksi-reaksi yang biasa dilakukan kaum homoseksual dalam menarik sesuatu yang menarik perhatian pasangan baik penggunaan bahasa tubuh dan lain-lain.
5. Apakah terdapat penggunaan bahasa khusus yang digunakan oleh kelompok-kelompok gay yang ada di kota Serang? JAWABAN: Dalam bergaul biasanya bahasa kaya gini bukan menjadi bahasa yang wajib digunakan oleh kaum homoseksual. Cuman penggunaan bahasa “slang” kaya ini biasanya digunakan dalam joke tertentu.
6. Seperti apa topik pembicaraan yang menjadi bahan pembicaraan diantara teman-teman sesama gay anda? JAWABAN:
181
Terbuka, leluasa bahkan. Dari cara ngobrol juga kalau misalnya cewek kalau ngobrol pasti suka ngomongin cowok. Nah.. kita juga sama, cewek kalau lagi patah hati apa sih yang diobrolin, kita juga sama. Ya.. jadi obrolannya itu lebih bebas, leluasa jadi kaya kita ngobrol sama teman kita yang senasib, jadi kita istilahnya enggak perlu jaim atau apa. Justru dari obrolan itu kita semacam dapat perasaan plooong, mungkin dari obrolan itu ada saran buat kita ya, siapa tahu kita kan punya beban masalah kita curhat sama dia, nah.. dia memberikan solusi. Nah.. itu kan istilahnya membuat tekanan batin kita juga agak sedikit berkurang. Karena selama dirumah menutup diri. Jadi ketika kita berkumpul dengan teman senasib ya kita sih bahagia gitu lah, karena ternyata enggak cuman saya doang loh di dunia ini yang seperti ini, ternyata ada juga yang senasib.
7. Di lingkungan mana anda bisa mendapatkan rasa kenyamanan dan bisa menjadi lebih terbuka menjadi diri anda sendiri ketika bersosialisasi dengan orang lain? JAWABAN: Kalau misal ngobrol sama teman itu sih biasanya kalau kita saling share aja kali ya.. misalnya kaya apa ya, kaya kalau emang kita lagi ada masalah nih tentang kaya hubungan percintaan, ke siapa lagi sih kalau bukan ke teman kita yang sesama itu, kalau enggak dia lagi ada masalah apalah yang tentang hidupnya dia yang belok itu lah istilahnya terus dia minta solusi ya ada juga yang kaya gitu.
8. Bagaimana body language yang anda tampilkan ketika bersama dengan teman-teman gay anda? JAWABAN: Dari body language sih sebenarnya sama saja, ya.. paling itu ada sedikit sedikit body language nakal, kadang ketika ngobrol ada salah satu teman saya yang mencoba main mata dengan berusaha menarik perhatian orang lain. Untuk menunjukkan bahwa dia tertarik dengan orang itu.
9. Apakah anda pernah mempunyai kekasih (gay)? seperti apa gaya berpacaran yang kalian lakukan? Bisa anda menceritakannya? JAWABAN: Saya sempat punya pacar (laki-laki) ya.. biasanya kalau saya lagi sama pasangan saya itu, saya bakal jadi yang ceweknya. Yang manja-manja ke dia yang kadang juga manjain dia, ya.. bisa lewat apa saja, kaya di sentuhan, making love juga. Saya lebih ke ceweknya sih. Dan biasanya kita juga kalau mau jalan gitu, enggak di Serang sih, soalnya kan cari aman ya, keluarga saya sama teman-teman saya kan kebanyakan di Serang, takutnya saja ada yang curiga. Makanya lebih sering sih kalo jalan itu ke daerah kaya Tangerang dan Jakarta. Gitu.
182
HASIL JAWABAN WAWANCARA KEY INFORMAN EL
PRESENTASI DI RUMAH.
1. Bagaimana proses anda bisa memutuskan pilihan anda menjadi seorang gay dan mengapa itu bisa terjadi? Bisa anda menceritakannya? JAWABAN: Proses saya bisa menjadi seperti ini mungkin ini kembali lagi pas dulu saya masih kecil ya, pas saya masih duduk di bangku SD pada saat itu, enggak tahu kenapa kaya ada yang aneh aja rasanya, gimana ya kaya pernah memendam rasa waktu itu sama orang yang lebih dewasa disbanding saya, tapi anehnya laki-laki. Waktu masih kecil karena emang kan masih enggak tahu ini tuh sebenarnya perasaan apa, rasa apa gitu, tapi lama-kelamaan jadi yakinnya itu ya saya sukanya sama laki-laki, beda enggak kaya teman saya yang laki-laki lain mereka kan sukanya sama perempuan. Dan yaudah itu saya pendem aja gitu rasanya. Tapi lama-kelamaan rasanya malah makin mengebu-gebu gitu. tapi saya yakinnya kalau saya ini gay gitu pas saya sudah masuk bangku SMA kali ya, karena kan emnag pas jaman-jamannya kita tuh mulai penasaran dengan segala sesuatunya. muali mencari tahu lewat kaya jejaring sosial gitu, terus dapat kenalan yang kaya gitu juga kan gay. dan pernah sih emang dulu juga pernah ngelakuin hubungan kaya gitu juga (making love) dimulai pas dari ya SMA itu tadi. Diajak gitu kan dulu sama sempat pernah punya pacar lah ya, iya pacar laki-laki di tempat kosannya dia waktu itu, kan dia emang usianya jauh diatas saya ya, karena emang kan saya sukanya sama yang usianya lebih dewasa dari saya. Ya terus merasakan sebuah rasa kenikmatan seksual dan ya akhirnya menguatkan perasaan saya lebih tertarik dengan laki-laki dibandingkan dengan perempuan.
2. Pendidikan apa yang anda dapatkan di lingkungan keluarga anda? JAWABAN: Ya.. pertama memang dari agama gitu. Tapi ya kan kita harus open minded, dari kamu bisa open minded, otak sama hati kamu bisa balance gitu, istilahnya.. itu kunci utamanya meskipun elo pinter gitu, tapi kalau elo enggak pinter dalam arti sama hati lo gak balance percuma, istilahnya namanya orang hidup ya, namanya orang hidup gitu kan tetap ajalah jadi semuanya harus balance. Kaya gitu.
3. Dengan latar belakang keluarga di sekitar anda yang seperti itu, apakah anda menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka? JAWABAN: Gue masih pengin hidup, kalau gue ungkapin ke masyarakat sama saja gue cari mati. Jadi ya gue mau enggak mau ya harus menyembunyikan identitas gue ini yang sebenarnya, ya dengan cara berperilaku normal saja layaknya laki-laki normal gitu.
4. Bagaimana untuk urusan ibadah ketika anda berada di rumah? JAWABAN:
183
Keluarga kan emang biasa saja ya tidak terlalu religius. Ya balance saja gitu. Tapi kalau untuk urusan sholat pasti mengingatkan, tapi ya sekedar mengingatkan kan anaknya juga udah gede gitu, udah tahu mana yang baik dan enggak baik buat dirinya istilahnya udah ngerti pahala dan dosa. Jujur sih kalau untuk sholat masih suka ada yang bolong-bolong, ya kan kita manusia biasa juga yang kadang kan juga punya khilafnya.hehehe.
5. Dengan latar belakang keluarga seperti itu, bagaimana cara anda bersikap dan menyesuaikan diri ketika di rumah dengan anggota keluarga yang lain? JAWABAN: Kalau sama keluarga mah tetap normal-normal saja, ngobrol kaya gitu, ya.. berusaha untuk sewajar mungkin saja, kaya laki-laki yang normal saja gimana sih, lagi pula kalau kitanya malah justru yang bersikap aneh nanti kan malah bisa buat mereka jadi malah curiga sama kita kan.. gitu.
6. Bagaimana gaya bicara anda ketika berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di rumah? JAWABAN: Gaya berbicara ya normal saja, kaya laki-laki lain saja gitu. Bercanda sama kakak, sama orang tua, lagi pula keluarga orangnya asik sih, enggak yang terlalu tertutup juga sama keluarga, misal ya kalau ada maslah kadang suka cerita juga sama bapak kalau enggak ibu kalau enggak kakak, tapi liat dulu kalau masalah yang tentang diri saya yang lempeng aja paling yang diceritain kalau yang itu enggak. Lagi pula keluarga kalau ngomong blak-blakkan juga sih jadi nyantai. Ya sama kakak juga nyantai cuman kalau emang lagi berantem ya ngomong kadang suka keluar weh bego lu yang bener dong pake otak makanya! Suka gitu. Tapi tetap kalau ke orang tua ya sopan lah.
7. Bagaimana body language anda ketika berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di rumah? JAWABAN: Body language ya tergantung orang, ada yang dari body languagenya mencirikan ada yang sudah memang menutupi, apa istilahnya biasanya supaya orang enggak tahu. Tapi kalau saya sih normal saja. Enggak ada kesulitan juga yang kaya gimana harus ngejaga body language nih, biar gak dinilai kaya bencong gitu, enggak juga ya normal saja.
8. Bagaimana berpakaian anda ketika anda berada di rumah? JAWABAN: Misalnya kalau untuk yang bisa dibedakan ya, antara homoseksual sama cowok metroseksual bisa.. istilahnya beda tipis, kalau cowok metroseksual memang dia laki-laki normal tulen yang suka sama cewek, cuman dia memang suka banget sama yang wangi-wangi yang menjaga kebersihan segala macam, menjaga penampilan kaya gitu.. nah kalau untuk yang homoseksual istilahnya dia memang setipe untuk kaya cara berpakaian, menjaga kebersihan dari mulai muka rambut, semuanya gitu dia sangat sangat menjaga banget, cuman untuk yang homoseksual itu cuman orientasi seksnya aja yang lebih cenderung ke laki-laki kaya gitu. Nah.. kalau saya kan emang orangnya paling rishi kalau ada jerawat bandel di muka gitu, makanya sering
184
facial buat ngejaga kebersihan muka juga. Kalau buat ngejaga penampilan badan saya biasanya suka nge gym juga sama sauna, ada itu di daerah ciracas tempat gym gitu yang emang banyak juga kaum-kaum kaya kita gini. Cuman emang kalau orang awam mungkin agak susah juga kalau ngebedain ya.
9. Apakah dari keluarga anda ada yang pernah mencurigai perilaku anda? Bagaimana mereka bisa curiga? Bisakah anda menceritakannya? JAWABAN: Orang tua dan keluarga juga sudah tahu saya begini gitu kan, soalnya waktu yang dahulu pernah menjalani relationship, jalin hubungan sama orang yang memang notabenenya dia tuh usia diatas saya, pendidikan diatas saya, ya.. tapi istilahnya, dia tidak bisa menjaga mana yang baik, mana yang gak baik gitu tuh, pas kita udah finish ternyata semua rahasianya itu dibongkar gitu kan, jadinya keluarga saya juga tahu. Kalo nasihat atau enggak untuk ke depannya pasti ya adalah namanya juga orang tua apalagi kan bapak, jangan sampe diulangin lagi! Ya atau enggak jangan sampai bergaul sama teman-teman yang kaya gitu lagi, yang menjerumuskan kamu ke hal-hal yang enggak benar kaya gitu, terus juga paling kalo ngajak teman laki-laki paling di tanya dari mana, siapa gitu, harus tahu bibit, bebet, bobot nya kaya gimana, dan jangan sampai terulang lagi kaya gitu. Gitu sih.
10. Lalu bagaimana sikap atau tindakan anda ketika mendapatkan sinyal kecurigaan dari saudara anda? JAWABAN: Pokoknya yang sekarang orang tua gue tahu, gue itu baik. Udah enggak kaya gitu lagi. Istilahnya biar gue gay gini yang orang tua keluarga sempat tahu, gue mau nunjukin kalau gue sudah berubah. Gue juga tetap ko ngaji, shalat 5 waktu. Kalau soal dosa itu urusan gue sama tuhan…. Gue begini dari kecil. Gue gak bisa suka cewek, jadi kalau masyarakat menilai ini dosa, mereka enggak ngerti apa yang gue alami.
11. Menurut anda bagaimana keluarga menanggapi keberadaan gay setelah terjadi peristiwa seperti itu. JAWABAN: Namanya orang tua ya apalagi setelah kejadian itu yang dialamin oleh anaknya sendiri, ngelihatnya homoseksual itu tuh.. adalah hal yang paling menjiijkan gitu tuh.. dan di agamanya pun homoseksual atau gay hubungan yang kaya gitu sangat dilarang, sangat diharamkan dan diagama juga jangan samapai terjadi gitu kan.. dan kasarnya lo lebih baik apa main perempuan yah atau gah lo mabok karena emang dosanya itu tidak melebihi atau tidak berlipat ganda ketimabng elo apa melakukan homoseksual kaya gitu.
12. Suatu saat nanti apakah anda akan berusaha untuk jujur kepada keluarga mengenai identitas diri anda sebagai seorang gay? Mengapa, bisa anda menceritakan? JAWABAN: Ya.. meskipun orang tua ada kekecewaan yang dulunya pernah kaya gimana gitu anaknya, ya nakal kaya gitu lah.. sampai ketahuan kaya gitu. Pastilah gitu tuh, terus juga orang tua enggak curiga sih kalau dari masalah ngobrol sama
185
perilaku gitu sih enggak, paling yang kalo bawa teman aja gitu, paling di tanya teman cowok kaya gitu paling di tanya kaya gitu aja, ya sekarang harus bisa menjaga banget, menjaga rahasia diri gitu, istilahnya kebohongan demi kebaikan lah.
PRESENTASI DIRI DI KAMPUS.
1. Menurut anda bagaimana tanggapan masyarakat di sekitar anda mengenai keberadaan gay/homoseksual? JAWABAN: Gue masih pengin hidup, kalau gue ungkapin ke masyarakat sama saja gue cari mati!. Jadi ya gue mau enggak mau ya harus menyembunyikan identitas gue ini yang sebenarnya, ya dengan cara berperilaku normal saja layaknya laki-laki normal gitu.
2. Dengan pandangan masyarakat di sekitar anda yang seperti itu, apakah anda menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka? JAWABAN: Ya.. menurut saya sih selama dia tidak menganggu satu sama lain, tidak mengusik satu sama lain.. yang notabenenya istilahnya, dia seperti cowok normal saja gitu. Gak seperti yang kaya apa.. laki-laki kewanita-wanitaan kaya gitu gitu.. ya, gak masalah gitu, soalnya juga istilahnya dari cara berpakaian penampilan mereka juga kalau gay kaya gitu masih.. masih normal aja gitu, seperti laki-laki lain kaya gitu.
3. Bagaimana sikap anda ketika berinteraksi dengan teman-teman di lingkungan kampus? JAWABAN: Kalau dari saya pribadi sih, kalau untuk komunikasi atau enggak berbaur sama teman-teman dikampus sih enggak ada masalah ya, saya juga bukan orang yang yang terlalu menutup diri. Istilahnya sama kaya yang lain saja, kaya teman-teman yang lain atau sama laki-laki lain yang ikut kumpul juga, yang istilahnya ngobrol-ngobrol bareng gitu sama teman-teman cowok lain. Tapi emang kalau di kampus itu saya lebih seringnya sama 2 (dua) sahabat cewek saya. Ya kadang teman yang cowok suka pada nanya, ko mainnya sama cewek 2 (dua) itu mulu sih, sini dong main sama kita-kita.
4. Bagaimana dengan body language anda sendiri pada saat bersama dengan teman-teman kampus? JAWABAN: Body language, ya.. tergantung orang ada yang apa.. dari body languagenya ada yang memang sudah mencirikan, ada yang memang menutupi, atau apa istilahnya biasanya biar orang enggak tahu.. tapi, kalau saya sih normal saja.
5. Untuk gaya berpakain sendiri di lingkungan kampus bagaimana? JAWABAN: Misalnya kalau untuk yang bisa dibedakan ya, antara homoseksual sama cowok metroseksual bisa.. istilahnya beda tipis, kalau cowok metroseksual memang dia laki-laki normal tulen yang suka sama cewek, cuman dia
186
memang suka banget sama yang wangi-wangi yang menjaga kebersihan segala macam, menjaga penampilan kaya gitu.. nah kalau untuk yang homoseksual istilahnya dia memang setipe untuk kaya cara berpakaian, menjaga kebersihan dari mulai muka rambut, semuanya gitu dia sangat sangat menjaga banget, cuman untuk yang homoseksual itu cuman orientasi seksnya aja yang lebih cenderung ke laki-laki kaya gitu. Nah.. kalau saya kan emang orangnya paling rishi kalau ada jerawat bandel di muka gitu, makanya sering facial buat ngejaga kebersihan muka juga. Kalau buat ngejaga penampilan badan saya biasanya suka nge gym juga sama sauna, ada itu di daerah ciracas tempat gym gitu yang emang banyak juga kaum-kaum kaya kita gini. Cuman emang kalau orang awam mungkin agak susah juga kalau ngebedain ya.
6. Ketika anda di lingkungan kampus, anda lebih tertarik untuk bersosialisasi dengan siapa? Mengapa? JAWABAN: Kalau dari saya pribadi sih, kalau untuk komunikasi atau enggak berbaur sama teman-teman dikampus sih enggak ada masalah ya, saya juga bukan orang yang yang terlalu menutup diri. Istilahnya sama kaya yang lain saja, kaya teman-teman yang lain atau sama laki-laki lain yang ikut kumpul juga, yang istilahnya ngobrol-ngobrol bareng gitu sama teman-teman cowok lain. Tapi emang kalau di kampus itu saya lebih seringnya sama 2 (dua) sahabat cewek saya. Ya kadang teman yang cowok suka pada nanya, ko mainnya sama cewek 2 (dua) itu mulu sih, sini dong main sama kita-kita.
7. Apakah ada rasa ketertarikan pada saat anda bersosialisasi dengan teman pria ada di kampus? Mengapa? JAWABAN: Kalau saya sih lebih ngerasa nyamannya sama yang lebih tua gitu ya, kalau sama yang lebih tua nyaman saja sih beda saja gitu. Kalau laki-laki yang lebih tua itu lebih bisa ngemong, lebih bisa menjaga gitu, kaya ngerasanya itu kaya bapak sendiri maksudnya kaya lebih bapak ngejaga anaknya gitu.
8. Teman-teman kampus anda ada yang pernah curiga tentang jati diri anda yg sebenarnya? JAWABAN: Kalau curiga sih enggak. Tapi kalau orang tanggepannya lain atau ngomongnya lain kaya gitu ya.. wajarlah namanya juga orang, kan orang lebih banyak enggak sukanya ketimbang sukanya, gitu aja.
9. Apakah anda termasuk pribadi yang aktif ketika di kampus? JAWABAN: Gue kalau di kampus enggak ikut organisasi apa-apa sih… gue kalau dikampus ya paling kalau udah selesai kuliah biasanya paling ya main aja gitu sama teman. Enggak, enggak ikut organisasi… kalau mahasiswa berprestasi ya, itu sih saya kan Alhamdulillah dapat beasiswa gitu, itu juga Alhamdulillah karena emang ipk nya kan Alhamdulillah bertahan di yaa lebih dari 3 (tiga). Jadi ya istilahnya lumayan buat bayar spp gitu.
187
PRESENTASI DIRI DI LINGKUNGAN KELOMPOK GAY.
1. Apakah ada komunitas homoseksual (perkumpulan) di kota serang? JAWABAN: Dari mulai saya mencari tahu siapa sih saya, siapa sih orang-orang yang sama seperti saya gitu.. istilahnya mulai kita kenalan lewat sosial media, lewat chatting kaya gitu, atau ngobrol kita layaknya kaya cewek sama cowok, dan mulai tahu ada jejaring sosial media yang kaya gitu ya.. nyari- nyari saja terus, ketemu sama grup kaya gitu, nah.. dari situ nemu saja ngobrol saja asik.. seru-seruan tahunya ada yang istilahnya nyantol gitu lah ya.. kita meet up, kita ketemu, kaya gitu.. udah gitu.. dan kalau cocok kita bisa ngejalin hubungan atau enggak kalo enggak ya kita cuman untuk jadi temen saja.
2. Bagaimana cara kalian sesama gay bertemu untuk saling berkomunikasi? JAWABAN: Tergantung orangnya gitu tuh, maksudnya kalau misal laki-laki normal diajak ngobrolnya enak nih, seru gitu tuh, dia bisa open minded kaya gitu. Yaa it’s okay.. tapi kebanyakan kalau laki-laki normal kan yang kaya ngelihat orang gay itu kan kaya ada tanggepan yang istilahnya tuh jijik gitu kan. Jadi kalau buat ngobrol yang bisa jadi ke diri yang apa adanya kaya gitu tuh, tanpa istilahnya kita munafik, kita ini kan kaya gini gitu, gay ya.. ya ke teman yang sesama yang kaya kita. Ya kan kalau sama teman kampus yang cewek 2 (dua) itu yang walaupun istilahnya dia juga sudah tahu, tapi kan istilahnya ya enggak tahu saya yang orangnya terlalu perasa atau gimana, tapi kadang kita ngerasa kaya suka ada pandangan aneh yang kadang kitanya sendiri jadi enggak nyaman gitu. Lagi pula kan kita enggak cuman bergaul sama cewek yang 2 (dua) itu aja kan, kita kan juga perlu bersosialisasi sama yang lainnya. Ya itu tadi kalau yang bisa lebih leluasa, yang ngerasanya hati bisa plooong ya paling sama teman yang sesama itu tadi.
3. Bagaimana cara anda memilih teman sesama gay? JAWABAN: Gue juga kan mau cari aman, apalagi tempat tinggal disini, kenalan gue banyakan kan disini kalau misal gue gaul sama ibaratnya orang-orang kaya gitu, takut aja nanti misal ketemu tetangga terus tetangga ngomong ke orang tua kalau anaknya kaya gitu, terlebih dulu kan sempat orang tua yang ibaratnya tau, nah kalau gue ketahuan gue masih kaya gini, mati lah gue! Jadi gue sih sekarang diusahain kalau cari teman ya dipilih-pilih dulu gitu mana yang bisa diajak main mana yang enggak.
4. Apakah terdapat simbol atau atribut khusus yang dikenakan oleh kelompok-kelompok gay yang ada di kota Serang? JAWABAN: Tidak ada penggunaan simbol dalam kehidupan homoseksual yang ada di kota Serang. tapi ada ciri-ciri yang membuat seorang homoseksual nampak seperti berbeda dari pria-pria normal lainnya. Seperti, gerak-gerik, tingkah laku, gaya berjalan mereka dan penampilan lebih fashionable. Dalam arti kata kaum homoseksual lebih memperhatikan gaya busana mereka. Karena mereka
188
berpikir penampilan sangat berpengaruh untuk menunjang kepribadian dirinya.
5. Apakah terdapat penggunaan bahasa khusus yang digunakan oleh kelompok-kelompok gay yang ada di kota Serang? JAWABAN: Penggunaan bahasa individu homoseksual dalam kehidupan ketika bersama dengan teman-teman sesamanya, tidak semua diterapkan. Bahkan dalam berkomunikasipun hanya sebagian dari kita menggunakan bahasa tersebut. Mayoritas dari homoseksual yang tergolong dengan sikap kecowok-cowokan (mainly) lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Dan gue pun tergolong orang yang kalau ngomong sama teman biasa. Enggak yang mengucapkan bahasa-bahasa kaya gitu. Kalaupun pernah paling pas situasi kaya buat bercanda.
6. Seperti apa topik pembicaraan yang menjadi bahan pembicaraan diantara teman-teman sesama gay anda? JAWABAN: Kalau ngobrol ya ngobrol biasa aja gitu. Yang jelas sih kalau emnag ngobrol sama teman yang sesama itu lebih lepas saja, lebih bebas gitu. Enggak ada yang harus ditutup-tutupi, kalau obrolannya lebih menjurus ke hal yang berbau kaya homo gitu ya wajarin aja, emang udah pada tahu kita kaya gini, malah jadinya kaya buat bahan bercandaan kaya gitu.
7. Di lingkungan mana anda bisa mendapatkan rasa kenyamanan dan bisa menjadi lebih terbuka menjadi diri anda sendiri ketika bersosialisasi dengan orang lain? JAWABAN: Tergantung orangnya gitu tuh, maksudnya kalau misal laki-laki normal diajak ngobrolnya enak nih, seru gitu tuh, dia bisa open minded kaya gitu. Yaa it’s okay.. tapi kebanyakan kalau laki-laki normal kan yang kaya ngelihat orang gay itu kan kaya ada tanggepan yang istilahnya tuh jijik gitu kan. Jadi kalau buat ngobrol yang bisa jadi ke diri yang apa adanya kaya gitu tuh, tanpa istilahnya kita munafik, kita ini kan kaya gini gitu, gay ya.. ya ke teman yang sesama yang kaya kita. Ya kan kalau sama teman kampus yang cewek 2 (dua) itu yang walaupun istilahnya dia juga sudah tahu, tapi kan istilahnya ya enggak tahu saya yang orangnya terlalu perasa atau gimana, tapi kadang kita ngerasa kaya suka ada pandangan aneh yang kadang kitanya sendiri jadi enggak nyaman gitu. Lagi pula kan kita enggak cuman bergaul sama cewek yang 2 (dua) itu aja kan, kita kan juga perlu bersosialisasi sama yang lainnya. Ya itu tadi kalau yang bisa lebih leluasa, yang ngerasanya hati bisa plooong ya paling sama teman yang sesama itu tadi.
8. Bagaimana body language yang anda tampilkan ketika bersama dengan teman-teman gay anda? JAWABAN: Teman juga ada yang dari bahasa tubuhnya yang emang kelihatan ngondek gitu, tapi kalau gue sih emang orangnya dari bahasa tubuhnya enggak yang ngondek kaya gitu, lebih biasa. Tapi dulu pernah gue pas lagi nongkrong gitu
189
di kafe sama teman kan, nah terus gue kalau emang sekiranya ngerasa tertarik sama dia, awalnya paling dengan kaya ngeliatin dia dulu nih, terus nanti kalau dia ngeliat balik ke kita kita alihin pandangan gitu, terus biasanya kalau emang dia kaya kita gitu, dia bakal ngasih kode lah ke kita, dengan kaya ngelihat terus sambil senyum gitu.
9. Apakah anda pernah mempunyai kekasih (gay)? seperti apa gaya berpacaran yang kalian lakukan? Bisa anda menceritakannya? JAWABAN: Kalo lagi sama pasangan, gue orangnya manja. Senang sama hal-hal yang berbau romantis. Kalau ketemuan biasanya di Serang, tapi enggak suka yang terumbar juga pacarannya, biasa aja. Kaya jalan sama makan berdua. Karena emang gue kan suka sama orang yang usianya diatas gue, jadi biasanya kalau sama yang usianya diatas gitu, paling sering kalau berduaan dikamar. Ya.. making love gitu sama pasangan. Biasanya gue yang suka muasin pasangan, istilahnya bikin dia sampe puas.
HASIL JAWABAN WAWANCARA
KEY INFORMAN YEL
PRESENTASI DI RUMAH.
1. Bagaimana proses anda bisa memutuskan pilihan anda menjadi seorang gay dan mengapa itu bisa terjadi? Bisa anda menceritakannya? JAWABAN: Sebenarnya mungkin sih dari kecil kali ya.. pernah dilecehkan kaya gitu, pernah ada pelecehan seksual, pernah disuruh sesuatu kaya onani gitu.. nah dari situ awalnya sih namanya anak kecil gimana sih ya.. ya ngikutin aja, terus udah selesai, terus berapa tahun kemudian pernah sama suadara juga kaya gitu, ya.. akhirnya jadi berkelanjutan, tapi pas SMA itu enggak terlalu mikirin seks banget, karena emang udah banyak banget kegiatan juga enggak mikirin kesana-sana, pas meyakinkan diri sendiri bahwa ini ada yang aneh dari gue.. tapi apa, dan gue cari-cari terus keganjelan itu, gue ngerasa tertarik sama cowok itu pas gue SMA sih sebenarnya, dan kebetulan tuh sekolah banyak yang kece, yang lucu-lucu yang kece-kece, kan temennya juga yang kadang suka iseng sering melukin, temenan sih temenan cuman kan kalo yang setiap hari dipeluk dari belakang lah, mungkin yang kadang mereka yang manjain kita, mereka yang minta manja sama kita, kan orang kadang-kadang timbul perasaan ya.. perasaan juga kebawa gitu loh, terus tiba-tiba ko aneh ya gitu loh, tapi disitu masih ada sedikit nyangkal juga, masih yang paling suka doang temenan segala macem.. gitu, dan mulai kuliah, saat gue punya temen-temen yang rajin sholat yang religius.. yang sering ngajakin gue sholat gue jadi ngerasa tertarik sama salah satu dari temen gue yang cowok itu.. dari situ yang ngerasa ko gue gini lagi.. terus nyangkal lagi dan gue berusaha untuk deket
190
sama cewek dan pernah ngejalin hubungan sama cewek, tapi ko malah gak nyaman, gak ngerasa pas gitu sama hati. Pendidikan apa yang anda dapatkan di lingkungan keluarga anda? JAWABAN: Kan emang aku dari kecil pas umur 9 tahun sudah ditinggal sama bapak ya, jadi tinggal sama ibu dan dua kakak dan ya dari keluarga juga bukan orang yang terlalu religius juga sama agama, ya biasa aja gitu. Aku sekolah juga disekolahin di sekolah umum biasa.
2. Dengan latar belakang keluarga di sekitar anda yang seperti itu, apakah anda menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka? JAWABAN: Sebenarnya masih banyak yang kontroversial sih ya, soalnya kan mereka untuk Serang sendiri kan ya itu mereka lebih agamanya lebih kuat. Jadi kan makanya mereka enggak akan nerima yang kaya gitu. Kalau untuk orang tua sih. Kalau untuk anak muda tergantung gimana kita ngobrolnya sama mereka, pendekatan sama mereka. Tapi tetap kalau bisa ya ngejaga juga jangan sampai identitas kita ini ketahuan orang lain soalnya kan masih punya keluarga juga disini, kalau sampe isu kita yang gay itu ketahuan orang tua bisa entah apalah jadinya nanti.
3. Bagaimana untuk urusan ibadah ketika anda berada di rumah? JAWABAN: Keluarga biasa aja, cuma kan emang aku dari kecil pas umur 9 tahun udah ditinggal sama bapak yaa… dan tinggal sama ibu dan dua kakak dan dari yaa keluarga juga bukan orang yang terlalu religius juga sama agama, yaa biasa aja gitu..dan aku juga paling deket sama ibu karena emang bapak kan juga udah gak ada… kalau untuk urusan sholat sih, kan emang aku juga udah gede jadi ibu sama kakak-kakak aku yang lain enggak terlalu cerewet juga sih. Tapi aku tetap inget ya kalo urusan buat sholat mah.
4. Dengan latar belakang keluarga seperti itu, bagaimana cara anda bersikap dan menyesuaikan diri ketika di rumah dengan anggota keluarga yang lain? JAWABAN: Sejauh ini hubungan sama keluarga sih baik.. tapi untuk masalah terbuka enggak! Masih banyak hal yang ditutupin juga soalnya kan kita juga enggak mau bikin orang tua kecewa juga atau sedih juga atau gimana kan ya.. jadi ya harus jaga sikap juga sih.
5. Bagaimana gaya bicara anda ketika berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di rumah? JAWABAN: Kalau ngobrol sama keluarga biasa saja, yang wajar-wajar saja. Ya kan saya juga punya ponakan jadi yaa gimana sih, kan ngemong ponakan juga jadi lebih bijak juga kali ya, kan terlebih lagi bapak juga udah enggak ada sejak saya kecil tinggal sama ibu sama kakak juga ada ponakan juga, lebih menyesuaikan saja. Ibu juga kan udah tua ya, yang sensitive lah kalo orang udah tua itu, jadi kalau ngobrol ya dijaga omongannya jangan sampai nyakitin hati ibu. Kasian juga soalnya.
191
6. Bagaimana body language anda ketika berinteraksi dengan orang-orang yang tinggal di rumah? JAWABAN: Biasa saja, karena memang dari dulu kan sudah tahu anaknya seperti apa, jadi yaudah. Kalau dari bahasa tubuh sih mereka (keluarga) enggak tahu gitu kalau saya seperti ini. Karena kan memang saya kalau di rumah juga enggak yang namanya gila-gilaan ya kalau dalam bersikap. Beda halnya kalau lagi sama teman gitu.
7. Bagaimana berpakaian anda ketika anda berada di rumah? JAWABAN: Cara berpakaian saya sih ya santai, normal.
8. Apakah dari keluarga anda ada yang pernah mencurigai perilaku anda? Bagaimana mereka bisa curiga? Bisakah anda menceritakannya? JAWABAN: Pernah ada yang curiga sih 2 (dua) orang kakak saya, cuman kan kita punya bantahan gitu aja.. kita kan juga punya alibi. Waktu itu curiga gara-gara bawa teman yang lenjeh, makanya saya kenapa..antisipasi bawa teman-teman yang seperti itu, jadi takutnya ya tadi mereka langsung berpikir seperti itu gitu.. kan yang saya bilang enggak semua, tapi yang ini pasti yang kelewat batas ya emang seperti itu ngondek. Saya bilang saja buat alibi itu tuh temen basket soalnya kan emang benar-benar sama teman-teman basket juga yang lain, kan jadinya.. yaudah biarin saja itu kan urusannya dia gitu loh, saya tinggal bilang, itu urusannya dia bukan urusannya saya mau dia nya gimana ya terserah, yang penting kan sayanya kan kelihatan enggak! Digituin aja.. kalo memang kelihatan ya mendingan saya pergi selesai! Ya kan.
9. Lalu bagaimana sikap atau tindakan anda ketika mendapatkan sinyal kecurigaan dari saudara anda? JAWABAN: Saya bilang saja buat alibi, itu tuh teman basket. Soalnya kan memang benar-benar sama teman basket. Kalau memang masih saja curiga dan enggak percaya, yaudah biarin aja itu kan urusannya dia gitu loh. Saya tinggal bilang itu urusannya dia bukan urusannya saya, mau dianya gimana ya terserah, yang penting sayanya kan keliatan apa enggak… digituin aja… kalau memang keliatan ya mendingan saya pergi. Selesai ya kan!
10. Apakah anda merasa kesulitan menjaga sikap dan perilaku dalam lingkungan keluarga dengan jati diri anda yang sebenarnya? JAWABAN: Menentang yah pasti, keluarga ibu bapak sama kakak mereka pasti menentang dan kalau bisa jangan sampai anaknya kaya gitu
11. Suatu saat nanti apakah anda akan berusaha untuk jujur kepada keluarga mengenai identitas diri anda sebagai seorang gay? Mengapa, bisa anda menceritakan? JAWABAN: Sejauh ini hubungan sama keluarga sih baik.. tapi untuk masalah terbuka enggak! Masih banyak hal yang ditutupin juga soalnya kan kita juga enggak
192
mau bikin orang tua kecewa juga atau sedih juga atau gimana kan ya.. jadi ya harus jaga sikap juga sih.
PRESENTASI DIRI DI KAMPUS.
1. Menurut anda bagaimana tanggapan masyarakat di sekitar anda mengenai keberadaan gay/homoseksual? JAWABAN: Ya tadi itu, di Serang sendiri masih banyak yang kontroversial sih yaaa soalnya kan mereka untuk serang sendiri kan yaaah itu mereka lebih….agamanya lebih kuat jadi kan makanya mereka enggak akan nerima yang kaya begitu. kalau untuk orang tua sih, kalau untuk anak muda tergantung gimana kita ngobrol sama mereka, pendekatan sama mereka atau mereka tahunya kita seperti apa. Kaya gitu. jadi walaupun saya memang agak lenjeh sih yang sukanya bercandain teman juga lewat gaya bicara saya yang termasuk ceplas ceplos, tapi mereka sih sampai sejauh ini enggak ada yang ngerasa curiga gitu dengan kondisi saya sebagai gay. Itu menurut saya sih ya, enggak tahu juga kalau teman yang lain mikirnya gimana.
2. Dengan pandangan masyarakat di sekitar anda yang seperti itu, apakah anda menemukan kesulitan ketika berinteraksi dengan mereka? JAWABAN: Sebenarnya sih karena saya orangnya nyantai sih.. jadi enggak terlalu memikirkan banyak hal. Hal-hal sulitnya itu kalau misalnya mau pure dengan jalan seperti ini yaitu, ngasih tahu ke teman-teman kampus misalnya, pasti banyak banyak hal yang bakal dikorbanin juga nantinya juga gitu, makanya lebih baik kalau bagi saya yaudahlah jalan saja, nyantai saja, gitu. Kalau saya sih karena saya kan punya banyak teman, jadi nyantai-nyantai saja enggak ngasih tahu “eh” saya gini-gini loh. Buat apa gitu loh! Enggak ada untungnya juga, malah ngerugiin juga ya kan.
3. Bagaimana sikap anda ketika berinteraksi dengan teman-teman di lingkungan kampus? JAWABAN: Kalau untuk anak muda tergantung gimana kita ngobrol sama mereka, pendekatan sama mereka atau mereka tahunya kita seperti apa. Kaya gitu. jadi walaupun saya memang agak lenjeh sih yang sukanya bercandain teman juga lewat gaya bicara saya yang termasuk ceplas ceplos, tapi mereka sih sampai sejauh ini enggak ada yang ngerasa curiga gitu dengan kondisi saya sebagai gay. Itu menurut saya sih ya, enggak tahu juga kalau teman yang lain mikirnya gimana.
4. Bagaimana dengan body language anda sendiri pada saat bersama dengan teman-teman kampus? JAWABAN: Body language ya… kalau saya sih biasa saja soalnya kan emang orangnya rame sih jadinya mau temenan sama siapa saja sih merekanya kan juga enggak ngelihat saya seperti apa gitu, jadinya yaudah santai… karena memang saya
193
dari dulu juga, kalau dari bahasa tubuh sih rata-rata mereka sih enggak sadar kalau saya seperti ini, meskipun… yang dibilang tadi kan yang lenjeh atau yang menurut kita yang namanya ngondek, ya gak ngondek-ngondek gitu juga, kalau sama temen biasa ya saya biasa saja, paling kalau sama yang sudah dekat saya itu tipe orang yang sukanya ngeledekin juga sih, jadi suka ya kalau buat bercanda-bercandaan aja, itu juga kan bercandanya tergantung situasi.
5. Untuk gaya berpakain sendiri di lingkungan kampus bagaimana? JAWABAN: Kalau di kampus ya biasa saja santai aja. Ya kaya laki-laki lain, ya bukan karena mentang-mentang kita kaya gini gitu ya, yang orang bilang gay terus gaya berpakaiannya kaya perempuan juga gitu, itu mah namanya bencong. Ya biasa saja santai pakai kaos kalau enggak kemeja sama celana jeans saja kalau pas ke kampus.
6. Ketika anda di lingkungan kampus, anda lebih tertarik untuk bersosialisasi dengan siapa? Mengapa? JAWABAN: Karena memang kan dikelas ceweknya dikit ketimbang yang cowoknya ya.. jadi ya sebenarnya kalau ditanya bergaul dengan siapa saja sih ketika dikampus, punya sahabat dekat apa enggak, iyaa saya punya sahabat dekat, tapi ya itu sahabat dekat saya emang cewek 3 (tiga) orang, kan soalnya emang dikit ceweknya kan ketimbang cowoknya. Tapi ya entah kenapa emang lebih apa yaa… lebih nyambung juga sih kalau ngobrol sama teman cewek, jadi mungkin karena memang saya lebih mengetahui, maksudnya lebih open dalam mengetahui berita-berita yang terhangat di lingkungan saya. Kalau misalkan pun ngobrol sama teman-teman yang cowok juga biasanya kita ngobrol ala kadarnya gitu.
7. Apakah ada rasa ketertarikan pada saat anda bersosialisasi dengan teman pria ada di kampus? Mengapa? JAWABAN: Pernah gak sih sempet ngerasa suka sama teman di kampus? Sempat ngerasa suka sama teman sekelas sih pernah lebih ke tertarik kali ya, soalnya kan emang dikelas kan kebanyakan cowoknya, banyak juga yang kece-kece yang lucu-lucu, yang kadang suka-iseng-iseng melukin. Temanan sih temanan cuma kan kalau yang setiap hari sering dipelukin dari belakang kan kebawa gitu loh.. yang kadang-kadang mereka juga suka manjain kita
8. Teman-teman kampus anda ada yang pernah curiga tentang jati diri anda yg sebenarnya? JAWABAN: Kalau curiga sih kayanya mah enggak deh ya, tapi enggak tahu juga isi otak tiap orang-orang itu gimana nilai saya, dan enggak tahu juga pas saya enggak ada mereka ngomongin apa di belakang saya, tapi emang enggak ada sih yang jeplak ngomong ke saya lo tuh gay ya. Enggak ada yang kaya gitu, tapi dulu pernah temen kampus cowok, pas kita emang lagi di kelas kan saya lagi ngobrol sama teman saya yang cewek lagi asik-asik bercanda saja gitu, eh
194
teman saya itu malah ngomong lo kaya cewek amat sih, gitu lah pokoknya dia ngomong, ya agak kesindir sama sakit hati juga sih di bilang gitu apalagi kan posisinya emang lagi lumayan ramai juga di kelas. Tapi yaudah sih santai saja, enggak usah yang terlalu dipikirin bannget kalau gitu. Kalau emang pun ada yang curiga yaudah bilang aja apa buktinya lo ngomong gitu, kalau enggak ya langsung diemin saja.
9. Apakah anda termasuk pribadi yang aktif ketika di kampus? JAWABAN: Enggak dibilang aktif juga sih kalau dikampus, biasa saja gitu saya mah. Enggak ikut organisasi juga sih. Biasa saja.
PRESENTASI DIRI DI LINGKUNGAN KELOMPOK GAY.
1. Apakah ada komunitas homoseksual (perkumpulan) di kota serang? JAWABAN: Kalau mereka ngumpul itu biasanya per genk ada yang 5 (lima) atau 6 (enam) orang. Biasanya mereka itu ada di alun-alun, kafe-kafe atau enggak di tempat-tempat sauna. Kalau untuk komunitas, mereka enggak bikin komunitas mereka juga, mungkin masih memikirkan keluarga mereka yang tinggal disini kali ya, sama teman-teman mereka. Walaupun mereka udah free, tapi kan mereka juga memikirkan pandangan orang lain, walaupun diluar mereka ada yang seperti itu. Kalau untuk bikin komunitas-komunits gitu kayaknya belum. Saya belum tahu.
2. Bagaimana cara anda memilih teman sesama gay? JAWABAN: Sikap sih harus yaa… karena kita kan hidup juga sama orang-orang disekitar juga kan ya entah itu ibu-ibu bapak-bapak atau yang seumuran atau yang lebih mudah harus baik, karena kenapa kalo kita baik sama mereka mereka juga baik itu kalo sikap yaa, kalo keterbukaan yaa kita memilih juga dengan orang yang seperti apa, yaa misalnya gini ada beberapa orang yang masih berpikiran kolot da nada juga yang udah lebih nyantai…anak muda yang nyantai…udah kaa nyantai aja kaa sama gua mah gitu..beberapa orang juga udah tau itu juga karena mereka juga gak comel.. nah makanya itu juga kenapa kita juga pilih-pilih yang comel apa yang enggak kaya gitu kaan kalo mereka gak bawal gak comel sih gapapa…yang tahu saya seperti ini temen kuliah yaa ada beberapa soalnya kan yaa kita juga milih yang tadi kan..tetangga juga, tapi dia juga sama kaya gitu juga.
3. Apakah terdapat simbol atau atribut khusus yang dikenakan oleh kelompok-kelompok gay yang ada di kota Serang? JAWABAN: Kehidupan homoseksual kota Serang berbeda dari kota-kota besar lainnya, seperti Jakarta, Surabaya, Bali, Yogyakarta. Setahu saya sih enggak ada simbol-simbol tertentu yang diperlihatkan oleh kalangan homoseksual di kota Serang. Yang misalnya menggunakan pita warna apa, atau harus pake baju warna apa, atau lambang-lambang gitu. Enggak ada. Ya biasa saja.
195
4. Apakah terdapat penggunaan bahasa khusus yang digunakan oleh kelompok-kelompok gay yang ada di kota Serang? JAWABAN: Ya tadi itu, paling kalau lagi ngumpul yang gila-gilaan sama teman ya bahasa kaya hey chin, sapose, kaya gitu-gitu sih, tapi ya itu ya enggak selalu!
5. Seperti apa topik pembicaraan yang menjadi bahan pembicaraan diantara teman-teman sesama gay anda? JAWABAN: Kalau untuk bahan obrolan tergantung teman yang diajak ngobrol seperti apa, saya kebetulan punya teman yang kaya gitu kan banyak, terus kalau pola pikir mereka kan juga beda-beda juga, ada yang kalau ngobrol sama si A misalnya just seks seks and seks gitu kan, ada… ada yang sama si B ngobrolinnya masalah tentang percintaan sama pasangannya, kalau enggak ya paling ujung-ujungnya ngerumpi-ngerumpi gitu juga.
6. Di lingkungan mana anda bisa mendapatkan rasa kenyamanan dan bisa menjadi lebih terbuka menjadi diri anda sendiri ketika bersosialisasi dengan orang lain? JAWABAN: Sebenarnya kan ya tadi saya itu kan orangnya yang santai, yang rame, yang apa.. enggak yang terlalu pilih-pilih teman juga ya kan, tapi kalau disuruh milih mana yang bisa buat lebih kita santai ya teman-teman yang sesama kaya kita gitu, kalau enggak pasangan kita juga gitu, iya yang kaya kita gini. Karena emang mereka juga udah tahu siapa kita. Jadi enggak ada yang mesti ditutup-tutupin juga. Rileks.
7. Bagaimana body language yang anda tampilkan ketika bersama dengan teman-teman gay anda? JAWABAN: Kalau body language terbuka sih ya pasti karena kan kita sama-sama sudah saling pada tahu juga kita seperti apa gitu kan, tapi tergantung kita mau ngobrolnya dimana pertama, kedua kita ngobrolnya apa, dan ketiga itu kalau lagi suntuk mau gila-gilaan nah, baru tuh keluar ngondek-ngondekannya.. kalau saya sendiri sih paling cuma kaya ngeramein saja, kalau enggak ngeledekin teman kaya gitu.. kalau ngumpul sih di kos-kosan teman. Kalau di tempat-tempat umum paling tunggu tempatnya sepi dulu baru tuh kita ngobrolnya seru-seruan, kalau yang misalnya rame-rame juga enggak berani sih yang kaya gitu.
8. Apakah anda pernah mempunyai kekasih (gay)? seperti apa gaya berpacaran yang kalian lakukan? Bisa anda menceritakannya? JAWABAN: Ya tergantung juga sih, soalnya kan kalau hubungan emang gak bisa manja terus atau manjain pasangan terus kan, makanya harus ada timbal balik. Kalau saya sih orangnya seneng di manja juga, tapi sering manjain juga, mungkin karena kebawa kali ya sama kondisi pas di rumah kan saya punya banyak ponakan jadi yang sukanya ngemong tuh, jadi mungkin kebawa juga kali ya kalau pas lagi sama pasangan juga suka ngemong juga.
196
LAMPIRAN 3 HASIL WAWANCARA
SAHABAT KEY INFORMAN
197
HASIL WAWANCARA SAHABAT KEY INFORMAN
1. Bagaimana anda bisa mengetahui bahwa sahabat anda memiliki pilihan orientasi seksual sebagai seorang gay? bisa anda ceritakan? JAWABAN: Dahulu tahunya itu dari cerita pas semester 6 (enam), jadi.. dia sendiri yang akhirnya ngakuin ke teman-temannya kalau dia itu memang ada kelainan ya kan. Dia tuh ngomongnya, pengin jujur tentang kepribadian dia.. nah, terus akhirnya pada suatu hari dia tuh ngumpulin kita nih teman-temannya yang 5 (lima) orang, buat jujur tentang jati diri dia tuh kaya gimana.. awalnya kita semua tuh enggak mikir macam-macam gitu kan, karena memang dia tuh, memang biasa saja gitu tuh! Penampilannya normal gitu, enggak ada yang mencurigakan, kaya laki-laki biasa.. nah, pas dia bilang kalau dia tuh sebenarnya enggak tertarik sama yang namanya cewek.. tapi dia tertarik sama yang namanya cowok, gitu kan.. nah disitulah aku merasakan shock yang amat dalam pas tau itu gitu.
2. Bagaimana sikap dan perilaku sahabat anda ketika sedang bersama dengan teman-teman di kampus? JAWABAN: Emang sih dari cara ngomongnya sama kadang-kadang sikapnya dia tuh lebay, dia itu bisa dibilang untuk ukuran cowok ya, lebay dia tuh. Tapi.. lebay nya dia itu paling ya sama teman-teman cewek yang dekat sama dia saja. Ya contohnya saya gini deh.. suka yang kadang nyender ke badan saya, kaya manjanya cewek gitu, dari situ sih paling yang sifatnya dia lebay untuk ukuran cowok ya.
3. Sebelum anda mengetahui sahabat anda seorang gay, terdapat rasa kecurigaan mengenai pilihan orientasi seksualnya? JAWABAN: Enggak! Engak sama sekali curiga.. cuman memang yang kalau sudah setelah tahu ya.. setelah tahu kalau dia kaya gitu, sempat mikir.. oh pantesan.. dia tuh selalu yang namanya kalau handphone tuh gak pernah yang namanya boleh dipegang sama temannya, nah.. itu privasi banget, pokoknya kalau kita pinjem handphone dia itu enggak boleh, kalaupun boleh dia pasti ngelihat ngapain tuh. Ternyata memang di kontak dia tuh rata-rata kontak bbm dia rata-rata, isinya cowok kaya gitu semua.. dan dia juga ngoleksi foto pacarnya cowok gitu.
4. Bagaimana menurut anda pengelolaan kesan yang dilakukan sahabat anda mengenai pilihan orientasi seksualnya tersebut? JAWABAN: Pinter banget, dia mainnya cantik banget.. sampai kita teman dekatnya saja enggak sadar, enggak tahu kalau dia tuh sebenarnya.. ada kelainan, dan itu kita orang pertama yang tahu kalau dia kaya gitu.
5. Setelah anda tahu teman anda seperti itu, anda menerima keberadaan dia sebagai homoseksual? JAWBAN:
198
Kalau dibilang nerima atau enggak sih sebenarnya keberatan gitu.. saya enggak nerima dengan keberadaan itu gitu, cuman.. kalau dilihat lagi kan masalahnya posisinya kejadian itu, itu tuh dialamin sama teman sendiri gitu kan.. kalaupun saya gak nerima, tapi dia tuh temen, jadi.. berusaha buat nerima. Kalau aku sih lebih nerima teman aku, kalau aku sih enggak nerima homoseksual, karena sudah jelas itu tuh dilarang banget kan.
199
LAMPIRAN 4 HASIL WAWANCARA
NARASUMBER
200
HASIL WAWANCARA NARASUMBER
1. Menurut bapak apa itu homoseksual? JAWABAN: Homoseksual itu sejenis, kalau secara harfiah hubungan seksual dengan yang sejenis. Kalau misalkan secara definisi ketertarikan seseorang. Baik secara fisik, maupun secara seksual. Pada jenis kelamin yang sejenis. Jadi kalau homoseksualitas itu berarti maupun perempuan dengan perempuan, mau laki-laki dengan laki-laki itu sama. Itu namanya homoseksualitas. Cuma ada istilah kalau buat laki-laki itu gay. Kalau perempuan itu lesbian.
2. Apakah terdapat ciri-ciri khusus yang nampak pada individu homoseksual (gay)?\ JAWABAN: Enggak ada ciri khusus, ya sama saja ada yang macho, ada yang klemar klemer, jadi ya sama saja. Memang ada jenis lain dari homoseksual ini seperti kalangan waria, yang memang secara fisikly dia laki-laki cuman dia mempunyai sifat kewanitaan. Kalau itu cirinya jelas. Kalau untuk homoseksualitas waria. Tapi kalau untuk homoseksualitas gay sendiri tidak ada ciri yang khusus. Kalaupun dari perilakunya yang kemudian ada tanda-tanda khusus itu hanya untuk kelompok mereka, seperti bahasa, cara berpakaian, itu hanya kelompok mereka dan itu tidak bisa digeneralisir. Ada pakaian-pakaian khusus, ada tanda-tanda khusus yang hanya kalangan mereka yang tahu gitu. Kalau untuk orang umum yang heteroseksual memang agak sulit untuk mengetahuinya. Kecuali kalau memang kita pernah mengenal. Jadi ada ciri khusus ya secara ornamennya khas untuk mereka. Itu juga terbentuk karena kelompok, kan di dalam kelompok itu akan membentuk norma sendiri dan norma itu untuk mereka. Dan setiap daerah bisa beda.
3. Ada beberapa individu homoseksual yang masih tertutup mengenai identitasnya sebagai homoseksual. Bagaimana menurut bapak apabila dikaitkan dengan kondisi psikologis individu tersebut? JAWABAN: Karena mungkin mereka menganggap bahwa mereka berbeda dengan yang lainnya ya, mana kala kita punya suatu perbedaan dengan yang lain ini pasti menutup diri dengan perbedaannya tersebut, itu normal ya. Orang-orang yang punya perbedaan akan menutupi perbedaannya gitu. Bukan karena takut di judge negatif ya, tapi karena tidak umum. Nah sekarang, seperti ini contoh dulu pemakaian jilbab itu sesuatu yang aneh, tahun 80-an itu. bahkan sempat demo untuk bisa menggolkan mengenakan jilbab. Bahkan dilarang. Bahkan pemakaian jilbab pada tahun 80-an itu sempat demontrasi. Banyak aktivis-aktivisnya yang menggolkan pakaian jilbab itu. itu karena dulu belumbisa diterima, manakala sekarang sudah bisa diterima ya pakai jilbab seperti halnya biasa saja, kalau dulu orang yang mengenakan jilbab itu, yang dari pesantren, kalau sekolah-sekolah umum tidak. Nah.. begitu juga dengan perilaku seksual ini, kalau memang misalnya sudah banyak dan sudah meluas, mungkin mereka juga akan enjoy-enjoy saja. Semarang satu contoh, kalau misalkan kita
201
melihat perilaku-perilaku yang hedonis yang kehidupan malam kan mereka cuek-cuek saja, dengan sesama mereka kelompoknya, mereka sudah tahu yang yaitu dengan kelompok-kelompok hedonism, dengan kelompok-kelompok yang bisa menerima mereka. Sama seperti perilaku gay tadi, ya karena mereka memiliki perbedaan dengan temna-temannya dan belum meluas, atau mungkin nanti kalau misal sudah meluas seperti di Negara-negara luar kan sudah ada penerimaan seperti di Amerika ada pelegalan pernikahan sejenis, jadi dengan kondisi seperti itu ya jadinya mereka mungkin jadinya akan terbuka. Kalau sekarang ini mereka untuk di wilayah-wilayah tertentu mereka masih tetap tertutup di kota Serang sendiri juga masih belum bermasyarakat. Untuk hal seperti itu ya.. terus kalau memang melihat masyarakat Serang yang religius kayaknya gak diterima ya mereka.
LAMPIRAN 5 SURAT IJIN PENELITIAN
202
203
LAMPIRAN 6 BUKU BIMBINGAN SKRIPSI
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Tiara Puji Pangesti
NIM : 6662111198
Tempat Tanggal Lahir : Tangerang, 10 November 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Nomor telepon : 082213354266
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
Periode Sekolah/Universitas Jurusan
1999 - 2005 SD Negeri Kampung Bambu 3, Tangerang
2005 - 2008 SMP Negeri 1 Legok, Tangerang
2008 - 2011 SMA Negeri 2 Kebumen, Kebumen IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial)
2011 - 2016 Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Ilmu Komunikasi
PENGALAMAN ORGANISASI :
1. Sekretaris Palang Merah Remaja “PMR” (2006-2007)
2. Ikatan Mahasiswa Ilmu Komunikasi Indonesia “IMIKI” (2011)
3. Anggota UKM Olahraga UNTIRTA (2012)
PENGALAMAN KERJA :
1. Job Training di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Divisi Humas