PREKURSOR NARKOTIKA

10
TUGAS INDIVIDU PERUNDANG-UNDANGAN “PREKURSOR” OLEH: NAMA : ISRUL ZULFAJRIN L. NIM : 70100110058 KELAS : FARMASI B JURUSAN FARMASI

description

prekursor narkotika

Transcript of PREKURSOR NARKOTIKA

Page 1: PREKURSOR NARKOTIKA

TUGAS INDIVIDU

PERUNDANG-UNDANGAN

“PREKURSOR”

OLEH:

NAMA : ISRUL ZULFAJRIN L.

NIM : 70100110058

KELAS : FARMASI B

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSUTAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN (UIN) MAKASSAR

2014

Page 2: PREKURSOR NARKOTIKA

PREKURSOR

A. Pendahuluan

Prekursor Farmasi banyak digunakan untuk keperluan Industri Farmasi dalam

memproduksi Obat Mengandung Prekursor Farmasi yang dibutuhkan oleh masyarakat

untuk pengobatan. Pengawasan Prekursor Farmasi memiliki permasalahan yang komplek,

karena pada satu sisi jika pengawasan yang dilakukan terlalu ketat akan menghambat

perkembangan industri dalam negeri sedangkan pada sisi lain pengawasan yang longgar

akan mendorong terjadinya penyimpangan (diversi) Prekursor Farmasi oleh sindikat

narkoba dalam memproduksi narkotika secara ilegal.

Istilah pekursor dipakai untuk bahan-bahan yang tidak perlu merupakan narkoba,

namun digunakan dalam berbagai cara untuk memproses atau membuat narkotika atau

psikotropika. Tergantung pada sifat-sifat kimianya, prekursor secara kimia dapat

bergabung dengan zat lain untuk dijadikan narkoba (atau dalam bentuk perantara), atau

dapat bekerja sebagai zat asam (dalam pembentukan garam narkoba).

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2010 tentang

Prekursor, mendefinisikan prekursor sebagai zat atau bahan pemula atau bahan kimia

yang dapat digunakan dalam pembuatan Narkotika dan Psikotropika.

Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat

digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi Industri

Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang mengandung efedrin,

pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium

permanganat.

B. Penggolongan dan jenis prekursor

Terdapat berbagai macam jenis precursor yang diproduksi dibidang farmasi.

Sesuai dengan ketentuan Internasional menurut Konvensi PBB pada tahun 1988, tentang

Pemberantasan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotropika jenis prekursor yang diawasi

secara internasional ada 23 jenis. Keduapuluh tiga tersebut adalah efedrin, ergometrin,

ergotamin, asam lisergat, 1-fenil-2- propanon, anhidrida asetat, aseton, asarm

antranilat, etil eter, asam fenil asetat, piperidin, asam N-asetil antranilat, isosarfol, 3,4

metilendioksifenil-2-propanon, piperonal, safrol, toluen, asam sulfat, kalium

permanganat, metal etil keton, asam klorida, norefedrin.

ISRUL ZULFAJRIN L. ‘’TUGAS PREKURSOR’’Page 2

Page 3: PREKURSOR NARKOTIKA

Sedangkan dalam lingkup nasional sesuai Surat Keputusan Kepala Badan

Pengawas Obat dan Makanan RI tentang pemantauan dan Pengawasan Prekursor

ditetapkan 15 jenis precursor yang diwajibkan menggunakan SPI/SPE untuk mengimpor/

mengekspor perkursor. Kelimabelas jenis tersebut adalah anhidrida asetat, asam

fenilasetat, asam lisergat, asam N- asetil antranilat, efedrin, ergometrin, ergotamin, 1-

fenil-2-propanon, isosafrol, kalium permanganat, 3,4-metilendioksi feni 2-propanon,

norefedrin, pseudoefedrin, safrol.

C. Pengadaan prekursor

1. Pengadaan Prekursor dilakukan melalui produksi dalam negeri dan impor.

2. Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk

tujuan industry farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

3. Alat-alat potensial yang dapat disalahgunakan dalam pengadaan dan penggunaan

Prekursor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur oleh Menteri

dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya.

D. Pengelolaan prekursor

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan/atau Obat mengandung Prekursor Farmasi

meliputi kegiatan: pengadaan, penyimpanan, pembuatan, penyaluran, penyerahan,

penanganan obat kembalian, penarikan kembali obat (recall), pemusnahan, pencatatan

dan pelaporan; dan inspeksi diri.

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat mengandung Prekursor Farmasi

sebagaimana dimaksud di atas dilaksanakan sesuai dengan Pedoman yang tercantum

dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Prekursor

Farmasi dan Obat mengandung Prekursor Farmasi yang berada dalam penguasaan

Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Apotek, dan

Toko Obat Berizin wajib dikelola sesuai dengan Pedoman yang berlaku.

E. Sanksi administrativ

Industri Farmasi, Pedagang Besar Farmasi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit, Apotek, dan

Toko Obat Berizin yang tidak melaksanakan pengelolaan Prekursor Farmasi dan/atau

Obat mengandung Prekursor Farmasi sebagaimana diatur dalam Peraturan ini dapat

dikenai sanksi administratif berupa:

ISRUL ZULFAJRIN L. ‘’TUGAS PREKURSOR’’Page 3

Page 4: PREKURSOR NARKOTIKA

1. Peringatan tertulis

2. Penghentian sementara kegiatan

3. Rekomendasi pencabutan izin.

F. Peredaran precursor

1. Prekursor untuk industri non farmasi yang diproduksi dalam negeri hanya dapat

disalurkan kepada industri non farmasi, distributor, dan pengguna akhir.

2. Prekursor untuk industri non farmasi yang diimpor hanya dapat disalurkan kepada

industri non farmasi, dan pengguna akhir.

3. Prekursor untuk industri farmasi hanya dapat disalurkan kepada industri farmasi

dan distributor.

4. Pedagang Besar Bahan Baku Farmasi, distributor atau importir terdaftar dapat

menyalurkan Prekursor kepada lembaga pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi.

5. Setiap kegiatan penyaluran Prekursor sebagaimana dimaksud pada bagian (1)

sampai dengan bagian (4) harus dilengkapi dengan dokumen penyaluran.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyaluran Prekursor sebagaimana dimaksud

pada bagian (1) sampai dengan bagian (5) diatur oleh Menteri dan/atau menteri

terkait sesuai dengan kewenangannya.

G. Pencatatan dan Pelaporan

1. Setiap orang atau badan yang mengelola Prekursor wajib membuat pencatatan dan

pelaporan.

2. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memuat:

a. jumlah Prekursor yang masih ada dalam persediaan

b. jumlah dan banyaknya Prekursor yang diserahkan dan

c. keperluan atau kegunaan Prekursor oleh pemesan.

3. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada bagian (2) wajib dilaporkan secara

berkala.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pencatatan dan pelaporan sebagaimana dimaksud

pada bagian (1) sampai dengan bagian (3) diatur secara terkoordinasi oleh Menteri

dan/atau menteri terkait sesuai dengan kewenangannya.

H. Pengawasan Prekursor

ISRUL ZULFAJRIN L. ‘’TUGAS PREKURSOR’’Page 4

Page 5: PREKURSOR NARKOTIKA

Pengawasan terhadap penggunaan Prekursor dilakukan secara terpadu dengan

pembinaan dan pengendalian.

1. Menteri-menteri terkait, dan lembaga lain yang mempunyai tugas dan fungsi

pengawasan terhadap segala kegiatan yang berhubungan dengan Prekursor secara

terkoordinasi melakukan pengawasan sesuai dengan kewenangannya.

2. Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan pada:

a. terpenuhinya Prekursor untuk kepentingan industri farmasi dan non

farmasi.

b. terpenuhinya Prekursor untuk kepentingan pendidikan, pengembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi, dan pelayanan kesehatan.

c. pencegahan terjadinya penyimpangan dan kebocoran Prekursor.

d. perlindungan kepada masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor; dan

e. pemberantasan peredaran gelap Prekursor.

Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud pada bagian (1) dilakukan oleh

petugas pengawas sesuai dengan ketentuan peraturan perundan-gundangan.

I. Permasalah Tinjaun Hukum tentang Prekursor

Prekursor adalah bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan obat yang berada

dalam pengawasan. Pada umumnya prekursor digunakan secara sah/resmi dalam proses

industri dan sebagian besar diperdagangkan dalam perdagangan Internasional.

Bahan kimia tersebut tidak berada dalam pengawasan khusus, namun ekspor dan impor

serta pemasokan prekursor kepada perorangan dan perusahaan yang penggunaannya

bukan untuk pemakaian dalam industri merupakan suatu petunjuk bahwa ada

kemungkinan kegiatan tersebut adalah kegiatan gelap.

Dari beberapa Peraturan Menteri Kesehatan yang Telah dibuat, terdapat bebarapa

kelemahan yang mungkin menjadi penyebab mengapa penggunaan Prekursor sulit untuk

diberantas. Di bawah ini terdapat beberapa alasan yang dapat saya simpulkan sebagai

kelemahan dari PERMENKES.

Pertama, di Indonesia belum memiliki Undang-Undang yang mengatur prekursor

(bahan pembuatan narkoba seperti ekstasi atau shabu) secara khusus. Akibatnya bandar

narkoba sering memanfaatkan kelemahan hukum ini dengan menggunakan prekursor di

ISRUL ZULFAJRIN L. ‘’TUGAS PREKURSOR’’Page 5

Page 6: PREKURSOR NARKOTIKA

sejumlah laboratorium gelap untuk memproduksi narkoba. Hasilnya meski gencar

diberantas, peredaran narkoba masih bisa ditemui.

Menurut Drs. Badaruzzaman Hidir (Wakil Direktur IV Tindak Pidana Narkoba

dan Kejahatan Terorganisir Bareskrim Mabes Polri Kombes) menyatakan 10 tahun

terakhir, Polri mengungkap sedikitnya 50 penyalahgunaan prekursor dalam laboratorium

gelap dengan barang bukti ratusan ton bahan pembuat narkoba.

Kedua, lemahnya sanksi yang diberikan bagi pelakunya. Seperti yang dinyatakan

oleh Drs. Badaruzzaman, Keputusan yang dikeluarkan oleh Menteri Perindustrian dan

Perdagangan dan Keputusan Menteri Kesehatan tentang prekursor farmasi hanya

menetapkan sangsi administrasi dan belum ada sangsi pidana. Lemahnya saksi yang

ditetapkan menjadi salah satu faktor penyebab maraknya peredaran prekursor.

Banyaknya kasus yang sudah terungkap, saya sebagai penulis berharap agar

semua instansi terkait perlu duduk bersama guna mendapatkan solusi terbaik menyangkut

kepentingan penegakan hukum dan kepentingan sediaan farmasi. Selain itu untuk

menimbulkan efek jera pada para orang-orang yang tidak berwenang dalam penggunaan

prekursor, agar segera dibuatkan Undang-Undang (UU) tentang prekursor secara khusus

mencakup prekursor psikotropika maupun narkotika dan penyalahgunaannya akan

dikenai sangsi pidana.

Sumber pustaka1. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN

REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN

PENGELOLAAN PREKURSOR FARMASI DAN OBAT MENGANDUNG

PREKURSOR FARMASI.

2. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010

TENTANG PREKURSOR

3. PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010

TENTANG PREKURSOR NOMOR 168/MENKES/PER/II/2005.

4. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10

TAHUN 2013 TENTANG IMPOR DAN EKSPOR NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA,

DAN PREKURSOR FARMASI

ISRUL ZULFAJRIN L. ‘’TUGAS PREKURSOR’’Page 6

Page 7: PREKURSOR NARKOTIKA

5. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK

INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA

CARA PERMOHONAN ANALISA HASIL PENGAWASAN DALAM RANGKA

IMPOR DAN EKSPOR NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR

FARMASI.

ISRUL ZULFAJRIN L. ‘’TUGAS PREKURSOR’’Page 7