PPSD 2 KELOMPOK 1.doc
-
Upload
cenil-lovely-conan -
Category
Documents
-
view
260 -
download
0
Transcript of PPSD 2 KELOMPOK 1.doc
KONSEP DASAR PENELITIAN TINDAKAN KELAS
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penelitian Pendidikan SD 2
Disusun oleh:
Intan Khoirun Nisa 1401411191Titik Nur Rochmah 1401411146Nanik Rahmawati 1401411123Nino Arisman 1401411308
Kelompok 16B
Dosen Pengampu: Moh. Fathurrahman, S.Pd., M.Sn.
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASARFAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2014
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penelitian tindakan (action research) sering dibicarakan dalam konteks
penelitian khususnya penelitian dalam bidang pendidikan, lebih khusus lagi dalam
hal pengembangan proses pembelajaran di tingkat kelas atau sekolah. Penelitian
Tindakan Kelas disebut juga Classroom Action Research. Classroom Action
Research (CAR) adalah action research yang dilakukan oleh guru di dalam kelas.
Action research pada hakekatnya merupakan rangkaian riset tindakan yang
dilakukan secara siklus dalam rangka memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Guru berperan penting dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan atau
pengajaran di suatu sekolah. Sebagai seorang pengelola dan pelaksana program di
kelas, guru bertanggung jawab mengelola mata pelajaran sesuai dengan bidang
studinya. Guru melakukan tindakan perubahan-perubahan yang berkenaan dengan
upaya menuju perbaikan pembelajaran. Tindakan-tindakan inilah yang
diimplementasikan dan selanjutnya dievaluasi. Karena itu, guru merupakan orang
yang paling banyak mengenal dan mengetahui persoalan-persoalan di kelasnya
sebagai tempat dia mengajar. Tindakan perubahan yang berkenaan dengan
perbaikan proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat dilakukan melalui
penelitian tindakan kelas.
1.2 RUMUSAN MASALAH
a. Apa pengertian penelitian tindakan kelas ?
b. Apa karakteristik penelitian tindakan kelas ?
c. Apa perbedaan penelitian tindakan kelas dan non penelitian tindakan
kelas?
d. Apa faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya penelitian tindakan
kelas ?
1
1.3 TUJUANa. Mengetahui pengertian penelitian tindakan kelasb. Mengetahui karakteristik penelitian tindakan kelasc. Mengetahui perbedaan penelitian tindakan kelas dan non penelitian
tindakan kelasd. Mengetahui faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya penelitian
tindakan kelas
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian yang sebenarnya berasal dari bahasa Inggris “Research”, secara
sederhana dapat diartikan sebagai upaya untuk mencari jawaban atau eksplorasi
terhadap suatu masalah tertentu melalui suatu prosedur atau langkah-langkah yang
telah ditentukan.
1. Apa penelitian tindakan?
Penelitian tindakan (action research) merupakan penelitian yang diarahkan
pada upaya pemecahan masalah atau perbaikan. Dalam konteks penelitian,
penelitian tindakan (action research), sering dibicarakan dalam konteks
penelitian, khususnya penelitian dalam bidang pendidikan, lebih khusus lagi
dalam hal pengembangan proses pembelajaran di tingkat kelas atau sekolah.
Penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di kelas disebut Penelitian Tindakan
Kelas (Classroom Action Research). Classroom Action Research (CAR) adalah
action research yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh kepala sekolah disebut Penelitian Tindakan Sekolah (School
Action research). Penelitian tindakan pada hakekatnya merupakan rangkaian riset
tindakan yang dilakukan secara siklus dalam rangka memecahkan masalah-
masalah pendidikan melalui metode penelitian.
Penelitian tindakan pada hakekatnya merupakan rangkaian riset tindakan
yang dilakukan secara siklus dalam rangka memecahkan masalah-masalah
pendidikan melalui metode penelitian, sehingga berdasarkan tujuan yang ingin
dicapai maka penelitian ini menggunakan metode Penelitian Tindakan Kelas
(PTK). Metode Penelitian Tindakan Kelas merupakan proses pengkajian melalui
sistem berdaur dari berbagai kegiatan pembelajaran (Depdikbud, 1999). Adapun
tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:
a. Mengidentifikasi permasalahan dalam Penelitian Tindakan Kelas.3
b. Menganalisis permasalahan dan merumuskan masalah untuk untuk
keperluan Penelitian Tindakan Kelas.
c. Merencanakan tindakan perbaikan berdasarkan contoh rumusan masalah
yang diajukan.
d. Memahami tahap pelaksanaan tindakan dan cara Observasi-Interpretasi
yang dilakukan sementara Penelitian Tindakan Kelas berlangsung.
e. Memahami cara menganalisis data hasil obervasi serta melakukan refleksi
berkenaan dengan tindakan perbaikan yang dilaksanakan.
f. Memahami cara merencanakan tindak lanjut dalam siklus Penelitian
Tindakan Kelas.
Terkait dengan kerangka kerja dan sistem berdaur dalam kegiatan pembelajaran,
Joni (1998) mengemukakan lima tahapan pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas.
Adapun tahap-tahap tersebut adalah:
a. Pengembangan fokus masalah penelitian.
b. Perencanaan tindakan perbaikan.
c. Pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi.
d. Analisis dan refleksi.
e. Perencanaan tindak lanjut.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa metode Penelitian Tindakan Kelas adalah metode yang
bertujuan melakukan tindakan perbaikan, peningkatan dan juga melakukan suatu
perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya sebagai upaya pemecahan
masalah yang dihadapi, terutama ditujukan pada kegiatan pembelajaran atau
proses belajar-mengajar di kelas.
Pada hakikatnya tujuan belajar itu adalah terjadinya perubahan tingkah laku
melalui proses belajar. Dalam konteks proses belajar-mengajar tersebut, Sanjaya
(2005) mengatakan bahwa belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri
seseorang, sehingga munculnya perubahan perilaku dan mengajar adalah suatu
aktivitas yang dapat membuat siswa belajar. Dalam konsep Kurikulum Berbasis
Kompetensi, kegiatan yang berhubungan dengan Proses Belajar Mengajar disebut
dengan Pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam Kurikulum Berbasis
4
Kompetensi siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan proses
belajarmengajar. Dari kedua pendapat tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa
proses belajar-mengajar di sekolah/di kelas meliputi kegiatan yang saling
berhubungan dan berpengaruh yang berlangsung dalam situasi pembelajaran
sehingga terjadinya perubahan tingkah laku siswa untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan yaitu pembelajaran.
2. Pengertian Penelitian Tindakan Kelas
Sebagaimana halnya penelitian atau arti riset, penelitian tindakan kelas
juga merupakan upaya untuk mencari jawaban yang dapat menjadi pemecahan
suatu masalah yang sedang dihadapi. Berkenaan dengan arti penelitian tindakan
kelas ini, ada berbagai sumber literatur yang mencantumkan pengertian penelitian
tindakan kelas. Walaupun ada beberapa definisi penelitian tindakan kelas yang
kadang-kadang terlihat berbeda, namun definisi-definisi tersebut memiliki banyak
persamaan. Perlu pula dikemukakan bahwa sebelum istilah penelitian tindakan
kelas digunakan, yang lebih banyak dikenal adalah Penelitian Tindakan (Action
Research). Penelitian
tindakan ini memiliki kawasan yang lebih luas dari pada penelitian tindakan kelas.
Penelitian tindakan dapat diterapkan dalam berbagai bidang ilmu di luar ilmu
pendidikan, misalnya dalam bidang industri, kesehatan, ekonomi dan sebagainya.
Penelitian tindakan dapat dilakukan pada berbagai area atau seting. Bilamana
penelitian tindakan yang berkenaan dengan bidang pendidikan dilaksanakan pada
area, kawasan atau seting kelas, kemudian melakukan refleksi diri atau penilaian
diri untuk perbaikan-perbaikan pembelajaran maka penelitian tindakan tersebut
dinamakan penelitian tindakan kelas. Dengan kata lain, penelitian tindakan kelas
adalah penelitian praktis yang dilakukan oleh guru di dalam kelas dengan
melakukan refleksi diri dengan tujuan memperbaiki proses pembelajaran di kelas.
Upaya-upaya perbaikan ini dilakukan dengan melaksanakan tindakan-tindakan
tertentu guna mencari cara-cara yang lebih tepat dan efektif atas permasalahan
sehari-hari di kelas.
5
Untuk lebih memahami penelitian tindakan kelas, mari kita kaji beberapa
definisi yang dikemukakan oleh para pakar. Kemmis dan Carr (1986),
mengemukakan bahwa “penelitian tindakan kelas merupakan suatu bentuk
penelitian yang bersifat reflektif yang dilakukan oleh pelaku di dalam masyarakat
sosial dan bertujuan untuk memperbaiki pekerjaannya, memahami pekerjaannya,
serta memahami situasi dimana pekerjaan itu dilakukan”. Dalam penjelasan lebih
lanjut terhadap definisi tersebut, keduanya memasukkan bidang pendidikan di
dalamnya. Itu
berarti guru merupakan pihak yang harus terlibat aktif dalam penelitian tindakan
kelas. Dalam pernyataan lebih lanjut dikemukakan bahwa situasi tidak akan dapat
berubah secara cepat sebagaimana diharapkan oleh para guru. Akan tetapi mereka
dapat belajar sesuatu tentang proses perubahan itu sendiri. Ebbut (1985)
memberikan gambaran yang lebih jelas tentang pengertian
penelitian tindakan kelas. Dikemukakan bahwa penelitian tindakan kelas
merupakan suatu studi yang sistematis yang dilakukan dalam upaya memperbaiki
praktik-praktik dalam pendidikan dengan melakukan tindakan praktis serta
refleksi dari tindakantindakan tersebut. Ebbut melihat bahwa proses penelitian
tindakan kelas sebagai suatu rangkaian siklus yang berkelanjutan. Di dalam dan di
antara siklus-siklus tersebut terdapat sejumlah informasi yang merupakan balikan
(feedback). Ebbut menegaskan bahwa penelitian-penelitian harus memberikan
kesempatan kepada guru atau siswa sebagai pelaku untuk melaksanakan tindakan-
tindakan tertentu melalui
beberapa siklus agar terjadi perubahan-perubahan yang diharapkan, yaitu
terjadinya perbaikan proses belajar dalam rangka mencapai hasil belajar siswa
yang lebih baik. Bahkan Kurt Levin, orang yang mempopulerkan penelitian
tindakan kelas berpendapat bahwa cara terbaik untuk memajukan kegiatan adalah
dengan melibatkan mereka dalam penelitian mereka sendiri dan yang ada di dalam
kehidupan mereka (dalam Mc.Niff, 1982: 21). Penelitian tindakan kelas tersebut
merupakan suatu rangkaian langkah-langkah (a spiral of steps). Setiap langkah
terdiri dari empat tahap yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi.
Langkah-langkah tersebut menurut
6
Kemmis & Mc.Taggart , (1982), digambarkan sebagai suatu proses yang dinamis,
meliputi empat aspek, yaitu perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi harus
dipahami bukan sebagai langkah-langkah yang statis, terselesaikan dengan
sendirinya, tetapi lebih merupakan momen-momen dalam bentuk spiral.
Dari definisi yang dikemukakan di atas serta beberapa pendapat yang
dikemukakan oleh sejumlah pakar maka diharapkan Anda dapat memahami
dengan baik pengertian penelitian tindakan kelas. Dengan demikian Anda juga
diharapkan memahami tujuan yang ingin dicapai dan secara garis besar juga
mendapatkan pengertian bagaimana melaksanakan penelitian tindakan kelas
tersebut.
Secara singkat Penelitian Tindakan Kelas dapat didefinisikan sebagai suatu bentuk
kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan yang dilakukan untuk
meningkatkan kemantapan rasional dari tindakan-tindakan mereka (guru) dalam
melaksanakan tugasnya, seperti diilustrasikan pada gambar berikut.
MERENCANAKAN MELAKUKAN TINDAKAN
MEREFLEKSIKAN MENGAMATI
Setelah dilakukan refleksi/perenungan yang mencakup analisis, sintesis
dan penelitian terhadap hasil pengamatan terhadap proses serta tindakan tadi,
biasanya muncul permasalahan/pemikiran baru yang perlu mendapat perhatian,
sehingga pada gilirannya perlu dilakukan perencanaan ulang, tindakan ulang dan
pengamatan ulang, serta diikuti pula dengan refleksi ulang sampai sesuatu
permasalahan dianggap teratasi utuh kemudian biasanya diikuti oleh kemunculan
permasalahan lain yang juga harus diperlakukan serupa.
7
Siklus tindakan secara umum mempunyai model-model penelitian yang
memiliki alur yang sama. Alur pelaksanaan penelitian tindakan, digambarkan
seperti berikut.
Siklus I
Siklus II
Dst
Gambar di atas menunjukkan bahwa:
1. Sebelum melaksanakan tindakan penelitian, terlebih dahulu harus
merencanakan secara bersama jenis tindakan yang akan dilakukan.
2. Setelah rencana disusun secara matang barulah tindakan dilakukan.
3. Bersamaan dengan dilaksanakan tindakan penelitian, juga dilakukan
kegiatan untuk mengamati proses pelaksanaan tindakan itu sendiri dan
akibat yang ditimbulkan.
8
REFLEKSI
OBSERVASI
PELAKSANAAN TINDAKAN
RENCANA TINDAKAN
PELAKSANAAN TINDAKAN
RENCANA TINDAKAN
REFLEKSI
OBSERVASI
4. Berdasarkan hasil penelitian kemudian dilakukan refleksi atas tindakan
yang telah dilakukan. Apabila hasil refleksi menunjukkan perlunya
dilakukan perbaikan atas tindakan yang dilakukan maka rencana tindakan
perlu disempurnakan lagi agar tindakan berikutnya tidak sekedar
mengulang apa yang telah diperbuat sebelumnya.
Berdasarkan beberapa pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa metode Penelitian Tindakan Kelas adalah metode yang
bertujuan untuk melakukan tindakan perbaikan, peningkatan dan juga
melakukan suatu perubahan ke arah yang lebih baik dari sebelumnya
sebagai upaya pemecahan masalah yang dihadapi, terutama ditujukan pada
kegiatan pembelajaran atau proses belajar-mengajar di kelas.
2.2Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
A. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
1. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan oleh guru sendiri
Sebagai pengelola dan pelaksana program di kelas, guru merupakan orang
yang paling banyak mengenal dan mengetahui persoalan-persoalan di
kelasnya sebagai tempat dia mengajar. Sebagai seorang pengelola dan
pelaksana program di kelas, guru bertanggung jawab mengelola mata
pelajaran sesuai dengan bidang studinya. Karena itu bersamaan dengan
kegiatan mengajar, guru juga melaksanakan perbaikan-perbaikan. Dengan
kata lain, guru melakukan tindakan-tindakan guna melakukan perubahan-
perubahan yang berkenaan dengan upaya menuju perbaikan pembelajaran.
Upaya-upaya perbaikan pembelajaran dengan melakukan langkah-langkah
secara bertahap sesuai dengan siklus yang telah ditentukan merupakan
penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh guru sendiri.
2. Penelitian tindakan kelas berangkat dari permasalahan nyata di kelas
Penelitian tindakan kelas berangkat dari permasalahan praktis dan faktual.
Permasalahan faktual adalah permasalahan yang timbul dalam kegiatan
pembelajaran sehari-hari yang dirasakan atau dihadapi oleh guru.
Permasalahan yang diangkat bukanlah permasalahan yang diberikan orang
lain sebagaimana penelitian-penelitian lain pada umumnya. 9
3. Penelitian tindakan kelas mempersyaratkan adanya tindakan yang
berlanjut untuk memperbaiki proses pembelajaran
Adanya tindakan yang diarahkan untuk perbaikan pembelajaran
merupakan ciri mendasar yang selalu ada dalam penelitian tindakan kelas.
Tindakan-tindakan ini harus dirancang atau direncanakan secara cermat.
Bahkan ciri inilah sesungguhnya yang menyebabkan penelitian ini
dinamakan penelitian tindakan kelas.
4. Adanya refleksi diri
Munculnya kesadaran pada diri guru terhadap praktek pembelajaran yang
dilakukannya selama ini di kelas mempunyai masalah yang perlu
diperbaiki.Dengan kata lain, munculnya kesadaran dan kepedulian guru
terhadap perbaikan kualitas pembelajaran yang diprakarsai dari dalam diri
guru sendiri yang dalam penelitian tindakan disebut tahap refleksi.
Kegiatan refleksi merupakan awal dari munculnya masalah yang perlu
dicari jawabannya melalui penelitian tindakan kelas.
2.3Perbedaan Penelitian Tindakan Kelas dan Non Penelitian Tindakan
Kelas
Penelitian tindakan dalam konteks perubahan sekolah, sebagai contoh di
Inggris pada tahun 1990-an, dilakukan sebagai upaya mereformasi kurikulum
dengan memperkenalkan sistem pendidikan yang berbeda dari sistem yang
diberlakukan hampir dua puluh tahun terakhir di negara tersebut. Dalam
kaitan ini, beberapa hal yang perlu Anda ketahui dan pahami, antara lain
sebagai berikut :
1. Proses Awal terjadinya Action Research dan Perbedaannya dengan
Research yang “Sebenarnya”
Elliot berpendapat bahwa secara implisit pergerakan reformasi kurikulum
berbasis sekolah (yang terjadi di Inggris) adalah memprovokasi bagi
terjadinya persepsi pembelajaran, pengajaran dan evaluasi, dimana guru
harus memprakarsai adanya kegiatan-kegiatan kolaboratif dan bangkit
dari kebiasaan-kebiasaan tradisionalnya. Dengan berdasarkan pada data
empiris dan pengaruh-pengaruh yang dikumpulkannya, yang kemudian 10
digunakannya sebagai alat bukti pendukung bagi terbentuknya “teori
baru” dalam konteks kelembagaan (sekolah) yang dapat
dipertanggungjawabkan (accountability). Dan, ilustrasi inilah yang
kemudian, oleh kalangan akademisi dinamakannya sebagai “action
research” atau penelitian tindakan, bukannya sebagai “research” atau
“penelitian yang sebenarnya”. Secara singkat, kegiatan-kegiatan atau
proses yang dilakukan guru tersebut, yang kemudian disebutnya sebagai
“penelitian tindakan” bagi upaya proses mereformasi kurikulum, oleh
Elliot diilustrasikan sebagai berikut.
1) Bahwa proses tersebut diprakarsai dengan tindakan guru dalam
merespon “situasi praktis” tertentu yang dihadapinya.
2) Bahwa “situasi” praktis tersebut merupakan aktifitas kurikulum
tradisional yang sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan yang
dialami siswa.
3) Rencana inovasi menimbulkan kontroversi di kalangan pegawai,
karena mereka bertahan pada keyakinan lama terhadap praktek-
praktek pembelajaran, pengajaran, dan evaluasi.
4) Kemudian isu-isu “rencana inovasi” tersebut dijelaskan dan
dicarikan solusinya dalam suatu debat terbuka dan bebas di kalangan
sekolah (lembaga), dengan tetap memperhatikan adanya saling
pengertian dan toleransi.
5) Rencana perubahan tersebut ditetapkan sebagai “hipotesis
sementara” (provisional hypotheses) yang akan diuji dengan praktek
dalam lingkup kelembagaan (sekolah), yang hasilnya akan
dipertanggungjawabkan ke seluruh pegawai sekolah.
6) Sehingga dengan demikian, maka manajemen pengembangan
kebijakan dan strategi kurikulum berjalan secara “bottom up” (dari
bawah), bukannya “top down” (dari atas).
Setelah mengkaji dengan seksama pada bagian-bagian selanjutnya,
ternyata memang, didapatkan kejelasan bahwa antara keduanya ada “proses awal”
yang menjadikan “pembeda” antara penelitian tindakan dan penelitian. Dalam
11
penelitian tindakan proses awalnya ditengarai karena adanya “situasi praktis” dari
kondisi pembelajaran yang membosankan siswa dan memerlukan respon guru
untuk menyikapinya. Sementara penelitian “yang sebenarnya”, menurut Bogdan
dan Biklen (1990) adalah berangkat dari adanya “premis-premis” yang
mendahuluinya, dan kemudian dengan berdasarkan premis-premis tersebut lalu
dilakukan perumusan hipotesa untuk selanjutnya dilakukan kajian-kajian dan
kegiatan-kegiatan yang disebutnya sebagai research atau penelitian. Mereka
mendefinisikan action research (riset aksi/penelitian tindakan) sebagai kegiatan
pengumpulan informasi secara sistematis yang dimaksudkan untuk menghasilkan
perubaha. Sementara itu, Mills (2000: 6) mendefinisikan action research sebagai
bentuk penelitian sistimatis yang dilakukan oleh guru, kepala sekolah, penyuluh
sekolah, atau pihak lain dalam lingkungan belajar-mengajar, untuk
mengumpulkan berbagai informasi seputar operasi sekolah, bagaimana guru
mengajar, dan bagaimana siswa belajar.
Penjelasan lebih lengkap tentang penelitian tindakan yang dikemukakan
oleh McNiff (1995: 1) menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah merupakan
bentuk penelitian refleksi-diri (selfreflective inquiry) yang dilakukan dan
digunakan sebagai upaya pengembangan kurikulum berbasis sekolah,
pengembangan profesional, peningkatan kinerja sekolah, dan sebagainya yang
melibatkan guru secara aktif dalam proses penelitiannya. Dengan demikian,
nampak kejelasan bahwa antara penelitian tindakan dengan penelitian “yang
sebenarnya”, dari segi seting tempat dan pelaku penelitiannya menunjukkan
adanya perbedaan, dimana seting penelitian tindakan (action research) dilakukan
di dalam kelas atau sekolah dan harus melibatkan guru sebagai peneliti, sementara
dalam penelitian (research) biasanya bisa saja dilakukan di dalam maupun di luar
kelas /sekolah dan tidak harus melibatkan guru sebagai peneliti. Untuk
melengkapi pemahaman tentang beberapa hal yang menjadikan/ menimbulkan
perbedaan antara penelitian tindakan (action research) dengan penelitian
(research), disajikan dalam tabel berikut ini.
12
Tabel 3.1Perbedaan Antara Research dan Action Research
Apa ?
(What ?)
Research
(Penelitian)
Action Research
(Penelitian Tindakan)
Siapa?
(Who ?)
Dilakukan di universitas oleh
profesor dan mahasiswa pada
kelompok eksperimen dan
kontrol.
Dilakukan oleh guru dan
kepala sekolah pada siswa
dalam kepentingan mereka.
Dimana ?
(Where ?)
Dalam lingkungan dimana
terdapat variabel-variabel
yang
dapat dikontrol.
Di sekolah (dalam ruang
kelas).
Bagaimana
(How ?)
Menggunakan metode
kuantitatif
untuk menunjukkan dan
meramalkan tingkat
signifikansi
statistik hubungan sebab-
akibat
antara variabel-variabelnya.
Menggunakan metode
kualitatif
untuk mendeskripsikan apa
yang
terjadi dan untuk memahami
efek-efek dalam intervensi
suatu
sistim pendidikan.
Mengapa ?
(Why ?)
Melaporkan dan
mempublikasikan apa yang
digeneralisasikan dari sampel
penelitian pada populasi yang
lebih luas/ besar.
Melakukan tindakan dan
mempengaruhi perubahan
pendidikan yang positif dalam
lingkungan sekolah tertentu.
13
2. Hal-hal yang mendasari pelaksanaan Action Research
Tujuan utama dilakukannya penelitian tindakan (action research)
menurut Elliott (1998: 49) adalah bukan untuk meningkatkan pengetahuan
guru, akan tetapi untuk meningkatkan kinerjanya (praktek pembelajaran). Hasil
dan kelengkapan pengetahuan yang diperoleh dalam proses action research,
jelas Elliott selanjutnya, adalah disumbangkan dan dikondisikan untuk
mendukung tercapainya tujuan utama tersebut. Penelitian---termasuk di
dalamnya adalah action research---haruslah dipandang sebagai sesuatu yang
dilakukan oleh guru, akan tetapi bukan untuk guru (Mills, 2000: 8).
Berangkat dari konsep tujuan sebagaimana dijelaskan Elliot---dan
secara implisit juga dikemukakan oleh Mills---sebagaimana tersebut di atas,
nampaknya dalam penelitian tindakan ini lebih dikedepankan tentang “proses”
yang harus dipahami oleh peneliti, bukannya hasil berupa pengetahuan seputar
penelitian tindakan itu sendiri. Kendatipun diakui bahwa pengetahuan tentang
penelitian tindakan juga diperlukan, akan tetapi sebagai sarana penunjang bagi
keberhasilan proses dan pengkondisian pembelajaran yang dilakukan guru.
Temuan-temuan praktis yang diperoleh guru dalam proses pembelajaran
dipergunakan untuk pengambilan keputusan bagi terciptanya perubahan yang
diharapkan. Sementara itu, Mills dalam bukunya ‘Action Research; A Guide
for the Teacher Researcher’ (2000: 6), secara lebih lengkap mengemukakan
bahwa penelitian tindakan dilakukan dengan tujuan untuk pencapaian
pemahaman (insight), mengembangkan praktek yang reflektif, mempengaruhi
perubahan positif dalam upaya memperbaiki hasil belajar siswa dan
kehidupannya. Tidak jauh berbeda dengan beberapa pendapat tersebut, McNiff
dalam bukunya ‘Action Research: Principles and Practice’ (1995: 2) juga
menyatakan bahwa penelitian tindakan adalah merupakan cara
mengkarakteristikkan serangkaian kegiatan yang didesain sedemikian rupa
untuk meningkatkan kualitas pendidikan yang pada hakikatnya merupakan cara
efektif dalam bentuk program refleksi-diri yang ditujukan untuk meningkatkan
kinerja tenaga kependidikan.
14
Dari pendapat para ahli seputar tujuan dilakukannya penelitian tindakan
khususnya di sekolah (kelas), dapat disimpulkan bahwa pada intinya penelitian
tindakan dilakukan dengan tujuan untuk “menciptakan” atau
“mengkondisikan” adanya perubahan proses pembelajaran yang lebih baik dan
lebih berdayaguna (efektif) daripada kondisi-kondisi yang ada sebelumnya.
Untuk mencapai terciptanya kondisi seperti yang diharapkan tersebut,
maka Elliot mengemukakan adanya beberapa karakteristik pokok dari
penelitian tindakan (action research) yang diasumsikan sebagai hal-hal yang
mendasari pelaksanaannya, seperti:
Bahwa kegiatan pembelajaran, penelitian kependidikan, pengembangan
kurikulum, dan evaluasi adalah merupakan faktor-faktor integral dalam
proses penelitian tindakan.
Tujuan utama penelitian tindakan adalah untuk meningkatkan kinerja yang
praktis, bukannya memproduksi pengetahuan.
Penelitian tindakan merupakan suatu bentuk alternatif untuk menjelaskan
refleksi etis dari suatu program pembelajaran yang direncanakan.
Oleh karena itu, maka penelitian tindakan harus menetapkan suatu resolusi
atau jalan keluar atas munculnya permasalahan antara teori-praktik yang
dihadapi guru.
Penelitian tindakan mempersatukan proses-proses yang seringkali
dianggap “berbeda”, seperti: pembelajaran, pengembangan kurikulum,
evaluasi, penelitian kependidikan, dan pengembangan profesional.
Penelitian tindakan juga harus mengintegrasikan pembelajaran dan
pengembangan guru, pengembangan kurikulum dan evaluasi, penelitian
dan refleksi filosofis, ke dalam satu konsepsi yang merefleksikan kinerja
pendidikan.
Penelitian tindakan dilakukan tidak untuk memberdayakan guru sebagai
“menempatkan fungsi individualnya terpisah dari yang lainnya”. Dalam
hal ini harus diingat bahwa penelitian tindakan bagi guru adalah sebagai
upaya untuk meningkatkan kualitas pengalaman belajar siswa yang
15
terstruktur dalam kurikulum agar dapat direfleksikan dalam bentuk
pedagogis.
Karena itu, bagaimanapun, jelas Elliot lebih lanjut, maka dalam
penelitian tindakan haruslah mencakup proses transformasi budaya
profesionalisme dalam “diri guru” yang mendorong terciptanya kolaboratisme
pengalaman dan persepsi--- siswa, orang tua, dan pekerja---terhadap
peningkatan kinerja dan tugas-tugasnya.
Mendukung pemikiran Elliot, McNiff (1995: 3-9) juga
mengelaborasikan adanya landasan filosofis (pemikiran) bagi pelaksanaan
action research, diantaranya McNiff mengemukakan bahwa oleh karena
penelitian tindakan diaplikasikan di dalam kelas sebagai suatu bentuk
pendekatan peningkatan pendidikan melalui adanya proses perubahan, maka
guru harus hati-hati dan kritis dalam mempraktekkannya, serta harus
“disiapkan” dengan perubahan itu sendiri. Penelitian tindakan yang dilakukan
di kelas /sekolah haruslah lebih persuasif, relevan dan menemukan hal-hal
yang bermanfaat bagi guru dan koleganya (Mills, 2000: 8).
Berdasarkan pendapat dan pemikiran para ahli tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa dalam melakukan penelitian tindakan, tidak boleh terlepas
dari koridor dan konteks proses peningkatan pembelajaran di sekolah dalam
pengertian yang sempit, dan proses peningkatan pendidikan secara umum
dalam pengertian yang luas.
3. Dilema yang Dihadapi Guru dalam Melakukan Penelitian Tindakan dan
Upaya Mengatasinya
Elliot mengemukakan pengalamannya bahwa ketika melakukan
penelitian di sekolahnya, berbagai “resolusi” yang ditawarkan pada
kenyataannya “tidak membantunya” dalam penelitian tersebut. Hal ini
dikarenakan masih kuatnya status quo kebiasaan/budaya guru. Oleh karenanya
ia menggarisbawahi perlunya cara-cara yang dilakukan guru sebagai peneliti
untuk mencari jalan keluar seandainya dirinya selaku peneliti (inside
16
researcher) harus memainkan perannya sebagai trasnformator
terkondisikannya budaya baru di sekolahnya.
Untuk menjustifikasi pengalamannya, Elliot menguatkannya dengan
alasan yang dikemukakan oleh Simon (dalam Elliot, 1998: 56) bahwa “…
popularitas dari evaluasi yang dilakukan sendirian di sekolah mengindikasikan
terbentuknya anggapan ingin membedakan pandangan idiologis”. Selanjutnya
Simon juga mengemukakan bahwa manakala akan melakukan sesuatu yang
belum terbiasa di sekolah, harus bersiap-siap menghadapi adanya
“pertentangan nilai” (clash of values) seperti masalah-masalah privacy (hal-hal
pribadi), territority (kewenangan), dan hierarchy (hirarki).
Selanjutnya Elliot (1991) juga mengidentifikasi beberapa dilema yang
sering muncul dalam proses pelaksanaan penelitian tindakan seperti dalam hal:
1) Memberdayakan siswa untuk mengkritisi profesionalisme kinerja guru.
2) Pengumpulan data.
3) Sharing data dengan teman sejawat, baik yang di dalam maupun di luar
lingkungan sekolahnya.
4) Guru sebagai peneliti di sekolah cenderung memilih metode pengumpulan
data kuantitatif---melalui kuesioner misalnya---untuk maksud-maksud yang
seharusnya dilakukan dengan metode kualitatif---seperti melakukan
observasi naturalistik dan wawancara misalnya, karena dalam metode
kualitatif melibatkan situasi personal yang terasa sulit dipisahkan dari posisi
dan perannya sebagai peneliti di sekolah.
5) Guru sebagai peneliti, cenderung menolak untuk memproduksi studi kasus
terhadap apa yang dilakukannya.
6) Masalah penentuan waktu penelitian sepenuhnya ditentukan oleh guru
selaku peneliti.
Demikianlah beberapa dilema besar yang dihadapi guru manakala ia
melakukan penelitian tindakan di sekolahnya sendiri) untuk memprakarsai
adanya perubahan kurikulum di sekolah
17
Diakui memang, bahwa untuk mengadakan suatu perubahan atau
reformasi, khususnya yang berkaitan dengan pembelajaran di suatu sekolah
(kelas), banyak sekali faktor-faktor “etis” berkaitan dengan “nilai” (values)
yang menimbulkan dilema bagi para guru sebagai peneliti. Namun, sebagai
antisipasi terhadap dilema tersebut, Elliot (1991: 67) juga memberikan
beberapa cara, diantaranya ia menyatakan bahwa guru---khususnya yang
berpendidikan lebih tinggi---sebagai pendidik tentunya dapat berbuat banyak
untuk mendorong dan menegakkan tumbuh-kembangnya “refleksi budaya
profesionalisme” di sekolah. Maka, dengan menekankan pentingnya
metodologi refleksi-diri sebagai cara untuk menstransformasikan budaya
profesionalisme di sekolah, niscaya keberadaan berbagai dilema sebagaimana
disebutkan di atas dapat diatasinya dengan baik.
Demikian halnya dengan konsep ‘Democratic Case Study’ yang
dikemukakan oleh MacDonald (1974) yang dijadikan alasan oleh Simon
(1985), sebagaimana dikutip oleh Elliot (1991: 67), juga dapat dipraktekkan
guru selaku insider dalam action research sebagai metodologi empiris-
kualitatif bagi teratasinya masalah status quo, privacy, dan territoriality di
sekolah. Dimana dalam mempraktekkan konsep democratic case study tersebut
haruslah mencakup terjaminnya kerahasiaan informasi “pribadi”, dan
terbinanya negosiasi untuk dapat menerima dan mengeluarkan
pendapat/informasi dari setiap individu.
Untuk mengantisipasi kemungkinan munculnya dilema---implikasi
realitas yang dihadapi peneliti dan obyeknya---dalam suatu penelitian yang
menghendaki terjadinya proses perubahan (dalam hal pembelajaran, misalnya),
Michael G. Fullan dan Suzanne dalam bukunya ‘The Meaning of Educational
Change’ (1991) mengemukakan pendapatnya, yaitu dengan memberikan
“pesan etis” berupa enam hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
observasi penelitian, yaitu:
1) Kemukakan rencana-rencana perubahan secara jelas;
2) Fahami kegagalan yang terjadi dari penelitian/perubahan sebelumnya;
18
3) Bimbinglah untuk memahami adanya perubahan yang diharapkan secara
alami;
4) Pernyataan dari status quo;
5) Kedalaman perubahan; dan
6) Pertanyaan penilaian.
Pertanyaan penilaian.
Masih dalam hal “etika” yang harus dipunyai peneliti untuk menghalau
kemungkinan dilema yang muncul dalam penelitian yang dilakukannya, Jack
R. Fraenkel dan Norman E. Wallen dalam bukunya ‘ How To Design an d
Evaluate Research in Education’ (1993) menganjurkan kepada peneliti agar
memperhatikan tiga prinsip etika yang sangat penting yaitu: 1) melindungi
partisipan penelitian dari rasa takut/bahaya; 2) dukungan data yang
meyakinkan bagi diperlukannya penelitian; dan 3) dihindarkan adanya
pertanyaan-pertanyaan yang “menipu”. Mendukung pendapat Fraenkel dan
Wallen tersebut, Keith F. Punch dalam bukunya ‘Introduction to Sosial
Research: Quantitative an Qualitative Approaches’ (1998) menambahkan
bahwa jalan terbaik untuk membuat kejelasan penelitian adalah
mendeskripsikan apa yang akan ditelitinya, sambil menjelaskan mengapa atau
bagaimana penelitian itu dilakukan.
4. Implikasi Peneitian Tindakan Terhadap Perubahan Kurikulum Dan Kebijakan
Pemerintah
Keberadaan action research, menurut John Elliott, setidak-tidaknya
memberikan nilai tambah bagi upaya perbaikan proses pendidikan secara
umum, karena diyakini bahwa action research memberikan implikasi positif
dalam mengembangkan budaya “profesionalisme” guru khususnya dalam
mencari mengembangkan pola-pola pembelajaran yang up to date, berdaya dan
berhasil guna, menarik dan tidak membosankan bagi siswa, sehingga pada
akhirnya dapat meningkatkan mutu keberhasilan siswa dalam belajar di
sekolah. Penelitian tindakan diyakini dapat memberikan implikasi positif
19
terhadap proses pendidikan. Hal ini mengindikasikan bahwa penelitian
tindakan (action research) merupakan
Kegiatan kreatif yang cocok dan dan sangat mungkin dilakukan guru.
Bentuk pendekatan yang dapat mencarikan solusi dari keadaan yang
ambiguity (keragu-raguan).
Bentuk pendekatan peningkatan idiologis yang dapat dilakukan.
Memungkinkan terlaksananya praktek mempengaruhi yang bisa
diterima/diperhitungkan (counter-hegemonic); karena
1) Action research menfokuskan pada upaya untuk mengidentifikasi,
mengklarifikasi, dan mencarikan solusi masalah yang dihadapi guru
sehubungan dengan praktek pengajarannya.
2) Action research mencakup makna/fungsi dan hasil dari kerja sama
(reflective on means and ends)
3) Action research merupakan praktek refleksi/spontanitas.
4) Action research mengintegrasikan teori ke dalam praktek.
5) Action research melibatkan proses dialog sesama guru.
Whitehead (1989) sebagaimana dikutip oleh Elliot (1995: 108) bahkan
berkeyakinan bahwa situasi-kondisi penelitian tindakan sebagaimana disebutkan
tersebut secara tidak disadari memberikan implikasi terhadap guru untuk mema-
hami diri (self-understanding), yaitu ia jadi tahu perkembangan profesional
dirinya. Penelitian tindakan merupakan stimulus tambahan dalam pengembangan
budaya profesionalisme reflektif dan sangat dimungkinkan sebagai bentuk upaya
kreatif untuk mempengaruhi pengambil kebijakan pendidikan (pemerintah),
khususnya sehubungan dengan bagaimana seharusnya menanggapi budaya
profesionalisme guru.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa action research merupakan salah
satu solusi yang kreatif bagi guru untuk meningkatkan kinerjanya dalam proses
pembelajaran siswa yang lebih berhasil guna dan up to date dengan
perkembangan dan perubahan situasi dan kondisi yang terjadi di lingkungannya.
20
Proses pembelajaran yang kreatif pada dasarnya akan sangat tergantung kepada
faktor “kemauan” dan “kepiawaian” guru untuk mengembangkan dirinya melalui
berbagai aktifitas belajar, mencari informasi, mau bekerja sama, meneliti (seperti
melakukan action research), dan berbagai aktifitas “progresif” lainnya untuk
mengembangkan profesionalisme dalam proses pembelajaran siswa-siswanya di
sekolah. Dari kreatifitas-kreatifitas inilah, nantinya akan memunculkan
“kebutuhan” dan, bahkan, “keharusan” adanya perubahan/ reformasi dari situasi
lama yang tradisional ke situasi baru yang lebih profesional. Sehingga pada
gilirannya,perubahan-perubahan yang pada awalnya dirasakan dan terjadi hanya
pada tingkat mikro (dalam lingkup sekolah/kelas) tersebut pun berujung pada
diperlukan adanya perubahan kurikulum pada tingkat makro (dalam lingkup
wilayah atau negara). Dengan demikian, maka apa yang dikemukakan Elliott
dalam penjelasan dan pendapatnya tentang implikasi action research terhadap
perubahan kurikulum dan kebijakan pemerintah kita pun merasa bahwa hal yang
semacam itu pun bisa berlaku di negara mana pun, termasuk di Indonesia.
Sependapat dengan Elliott dan McNiff (1995: 71-72) juga menyatakan
bahwa implikasi dari penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di kelas atau
sekolah; diantaranya adalah bahwa: (1) berpikir tentang akan adanya perubahan
yang terjadi, dan (2) mempengaruhi kemauan politik (pemerintah). Karena,
menurut McNiff, bahwa penelitian tindakan adalah merupakan kegiatan politis
yang dilakukan untuk menuju suatu perubahan (khususnya dalam bidang
pendidikan). Dan untuk melakukan perubahan itu sendiri bisa dimulai dari orang-
orang yang terlibat dan berada pada tingkat yang menentukan dalam sistem
pendidikan itu. Karena konteks pembelajaran juga memiliki pengaruh besar bagi
keberhasilan pendidikan secara umum. Target akhir dari penelitian tindakan itu
sendiri adalah untuk meningkatkan kehidupan siswa dan guru melalui perubahan
kependidikan (Mills, 2000: 123). Setelah menyimak dan memahami perbedaan
antara penelitian (research) dengan penelitian tindakan (action research), Anda
diajak untuk memahami perbedaan antara penelitian tindakan kelas (PTK) dan
penelitian tindakan bukan penelitian tindakan kelas (NON PTK). Untuk
memperoleh kejelasan mengenai perbedaan antara kedua penelitian tersebut, dapat
21
dilihat perbandingannya seperti tampak dalam tabel berikut.
No Aspek PTK Non PTK
1 Peneliti Guru Orang Luar
2 Rencana Penelitian Oleh guru, mungkin
dibantu orang luar
Oleh peneliti
3 Munculnya masalah Dirasakan oleh guru
(mungin dengan
dorngan orang lain)
Dirasakan oleh orang
luar
4 Ciri Utama Ada tindakan untuk
perbaikan yang berulang
Belum tentu ada
tindakan berulang
5 Peran Guru Sebagai Guru dan
peneliti
Sebagai guru/ subjek
penelitian
6 Tempat Penelitian Kelas Kelas
7 Proses Pengumpulan
Data
Oleh guru sendiri atan
bersama orang lain
Oleh peneliti
8 Hasil Penelitian Langsung dimanfaatkan
oleh guru, dan dirasakan
oleh kelas
Menjadi milik
peneliti,
belum tentu
dimanfaatkan oleh
orang lain
Bertolak dari perbedaan antara penelitian tindakan kelas (PTK) dan bukan
penelitian tindakan kelas (Non PTK) sebagaimana disajikan dalam tabel di atas,
tampaknya semakin jelas, penelitian tindakan kelas dilaksanakan oleh guru.
Pertanyaannya adalah mengapa harus guru sebagai peneliti, pada hal tugas selain
sebagai pendidik dan pembimbing adalah melaksanakan tugas mengajar. Jawaban
atas petanyaan-pertanyaan yang tersebut, dapat dijelaskan dengan mengaitkannya
dengan isu-isu seputar profesionalisme, praktik pembelajaran di kelas, kontrol 22
sosial terhadap guru, serta kemanfaatan penelitian pendidikan itu sendiri dalam
meningkatkan kemampuan guru dalam menjalankan tugas profesioanalnya
sebagai bagian dari tenaga kependidikan. Sekurang-kurang ada dua argumentasi
yang dapat menjelaskan mengapa guru sebagai peneliti tindakan kelas yang
dikemukakan oleh Hopkins (1993) sebagaimana disadur oleh Wardani dkk. (2003:
1.10) yaitu: Pertama, guru yang baik perlu punya otonomi dalam melakukan
penilaian profesional, sehingga sesungguhnya, ia (guru) tidak perlu diberitahu apa
yang harus dia kerjakan. Ini bukan berarti guru tidak dapat menerima masukan
atau saran dari orang luar. Meskipun masukan dari orang luar itu penting, tetapi
gurulah yang menerima dan menentukan penilaian profesioanal (professional
judgement) sesuai dengan kelas dimana praktik pembelajaran terjadi. Kedua
ketidaktepatan paradigma penelitian formal/biasa dengan upaya berbantuan
peningkatan kinerja guru yang diharapkan untuk memperbaiki proses dan praktik
pembelajaran oleh guru di kelasnya. Karena itulah, guru yang paling tahu
kemampuan dan kinerjanya sendiri melalui berpikir reflektif (reflectif thinking).
Selain dua argumentasi yang dikemukan Hopkins tersebut, dapat dikemukakan
argumentasi lain, yaitu: dalam praktik pembelajaran, gurulah yang lebih tahu
kondisi nyata mengenai proses dan hasil pembelajaran bagi murid (peserta didik)
di kelasnya
BAB III
23
PENUTUP3.1 Kesimpulan.
Penelitian tindakan kelas merupakan suatu penelitian yang sistematis yang
dilakukan oleh guru pada kelasnya sendiri untuk memperbaiki proses
pembelajaran dengan melakukan tindakan praktis serta refleksi dari
tindakantindakan tersebut.
Karakteristik dari penelitian tindakan kelas, yaitu: (1) penelitian tindakan
kelas dilaksanakan oleh guru sendiri; (2) penelitian tindakan kelas berangkat
dari permasalahan nyata di kelas; (3) penelitian tindakan kelas
mempersyaratkan adanya tindakan yang berlanjut untuk memperbaiki proses
pembelajaran dan (4) adanya refleksi diri.
Penelitian tindakan diyakini dapat memberikan implikasi positif terhadap
proses pendidikan. Hal ini mengidikasikan bahwa penelitian tindakan (action
research) merupakan: (1) kegiatan kreatif yang cocok dan sangat mungkin
dilakukan guru; (2) bentuk pendekatan yang dapat mencarikan solusi dari
keadaan yang ambiguity (keragu-raguan); (3) bentuk pendekatan
peningkatan idiologis yang dapat dilakukan; dan (4) memungkinkan
terlaksananya praktek mempengaruhi yang bisa diterima/diperhitungkan
(counter-hegemonic)
Ada enam hal yang harus diperhatikan peneliti agar memberikan kesan etis
ketika melakukan observasi, yaitu: 1) Kemukakan rencana-rencana
perubahan secara jelas; 2) Fahami kegagalan yang terjadi dari
penelitian/perubahan sebelumnya; 3) Bimbinglah untuk memahami adanya
perubahan yang diharapkan secara alami; 4) Penyataan dari status quo; 5)
Kedalaman perubahan; dan 6) Pertanyaan penilaian.
3.2 Saran
Sebaiknya guru SD melakukan kegiatan penelitian tindakan kelas agar
tercapai hasil belajar yang optimal.
24
DAFTAR PUSTAKA
Sukardi. (2003). Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya. Jakarta: Bumi Aksara.
Syaodih. N.S. (2005). Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Rosda.
Wardani, I G.A.K, dkk. (2003). Hakikat Penelitian Tindakan Kelas. Buku Materi Pokok Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
25