PPN dan PPnBM

13
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan kewajiban warga negara yang menunjukan peran serta dari seluruh masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan dan pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945. Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada negara yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak. Peralihan kekayaan tersebut membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik dengan usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak. Jenis pajak yang seringkali kita temui dikehidupan sehari-hari adalah PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kedua jenis pajak ini sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan negara ini, karena pajak tersebut yang sering atau acapkali kita bayarkan baik secara langsung maupun tidak langsung dikehidupan sehari-hari. Sebagai warga negara kita tidak hanya sekadar mengetahui secara sepintas tentang PPN dan PPnBm, tetapi juga harus mendalami bagaimana sebenarnya kedua jenis pajak ini serta seluk beluk yang menyangkut hal tersebut. Dengan kata lain agar tidak naïf dalam hal-hal yang menyangkut kewajiban kita sebagai warga negara. 1.2. Tujuan Adapun tujuan dari makalah tentang PPN dan PPnBM ini adalah : 1. Untuk dapat mengetahui konsep dasar pemungutan PPN dalam objek, tarif, dan perhitungannya.

Transcript of PPN dan PPnBM

Page 1: PPN dan PPnBM

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pajak merupakan kewajiban warga negara yang menunjukan peran serta dari seluruh

masyarakat dalam pembiayaan pemerintah untuk menjalankan pemerintahan dan

pembangunan. Pajak telah terbukti menjadi sumber utama dalam APBN Indonesia yang dapat

digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembiayaan pengeluaran negara

yang bersumber dari pajak menunjukan adanya kemandirian bangsa untuk mencapai cita-cita

luhur dalam Undang-Undang Dasar 1945.

Pajak pada dasarnya merupakan peralihan sebagian kekayaan dari masyarakat kepada

negara yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Pajak. Peralihan kekayaan tersebut

membuat pajak dipandang dari dua sisi yang berbeda. Bagi masyarakat seringkali pajak

dinggap sebagai beban. Di sisi lain bagi pemerintah dan fiskus pajak harus dipungut karena

terbukti pajak memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap penerimaan pajak, baik

dengan usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi pajak.

Jenis pajak yang seringkali kita temui dikehidupan sehari-hari adalah PPN (Pajak

Pertambahan Nilai) dan PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Kedua jenis pajak ini

sangat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi pembangunan negara ini, karena pajak

tersebut yang sering atau acapkali kita bayarkan baik secara langsung maupun tidak langsung

dikehidupan sehari-hari.

Sebagai warga negara kita tidak hanya sekadar mengetahui secara sepintas tentang PPN

dan PPnBm, tetapi juga harus mendalami bagaimana sebenarnya kedua jenis pajak ini serta

seluk beluk yang menyangkut hal tersebut. Dengan kata lain agar tidak naïf dalam hal-hal

yang menyangkut kewajiban kita sebagai warga negara.

1.2. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah tentang PPN dan PPnBM ini adalah :

1. Untuk dapat mengetahui konsep dasar pemungutan PPN dalam objek, tarif, dan

perhitungannya.

Page 2: PPN dan PPnBM

2

2. Agar mengetahui tentang Faktur pajak baik itu tentang persyaratan maupun

fungsinya.

3. Untuk dapat mengetahui cara perhitungan PPN, saat terhutang dan tentang

pembayaran PPN.

4. Agar dapat mengetahui secara jelas dasar pengenaan PPnBM.

5. Untuk dapat mengetahui penerapan tarif dan pelaporan pada PPnBM.

1.3. Manfaat

Selain tujuan, adapula manfaat yang didapat dari makalah tentang PPN dan PPnBM ini

yaitu agar mahasiswa fakultas ekonomi terutama jurusan akuntansi dapat memahami secara

mendalam tentang semua hal yang berkaitan dengan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dan

PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah). Selain itu, tidak hanya sekedar mengetahui

secara teori, tetapi juga dapat mengaplikasikan dikehidupan sehari-hari.

Page 3: PPN dan PPnBM

3

BAB II

PEMBAHASAN

2.1. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)

A. Pengertian dan Dasar PPN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) mulai diperkenalkan di Indonesia sejak 1 april 1985

untuk menggantikan Pajak Penjualan (PPn). Hal ini dituangkan dalam UU No 8 tahun 1983.

PPN diatur dalam UU No 8 tahun 1983 tentang PPN dan PPnBM, selanjutnya diubah dengan

UU No.11 tahun 1994, lalu diubah dengan UU No. 18 tahun 2000, terakhir diubah lagi

dengan UU No.42 tahun 2009.

PPN (Pajak Pertambahan Nilai) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa di Daerah

Pabean yang dikenakan secara bertingkat di setiap jalur produksi dan distribusi (Siti Resmi,

2012:1). Dalam Dirjen Pajak, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) didefinisikan sebagai pajak

yang dikenakan atas setiap pembelian Barang Kena Pajak dan pemanfaatan Jasa Kena Pajak

baik di dalam wilayah Indonesia maupun dari luar daerah Pabean.

Pada dasarnya semua barang merupakan Barang Kena Pajak, sehingga dikenakan PPN,

kecuali jenis barang yang diatur dalam Undang Undang PPN. Misalnya barang hasil

pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, barang-barang

kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, makanan dan minuman yang

disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya dan uang, emas batangan,

dan surat-surat berharga. Ada juga barang yang merupakan Barang Kena Pajak tetapi PPNnya

dibebaskan, misalnya buku pelajaran umum dan buku pelajaran agama dan barang-barang

tertentunya.

B. Objek PPN

1. Penyerahan /impor/pemanfaatan/ekspor terhadap BKP /JKP/BKP tidak berwujud.

a. Penyerahan BKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha

kena pajak maupun pengusaha yang seharusnya dikukuhkan menjadi

pengusaha kena pajak tetapi belum dikukuhkan.

b. Impor BKP. Pemungutan pajak saat impor BKP dilakukan melalui Direktorat

Jenderal Bea dan Cukai.

c. Penyerahan JKP didalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha

Page 4: PPN dan PPnBM

4

d. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daearah pabean didalam daerah

pabean.

e. Pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean (jasa konsultan asing yang

memberikan jasa manajemen, jasa teknik dan jasa lain) didalam daerah

pabean.

f. Ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP dikenakan PPN, hanya jika

yang melakukan adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP.

g. Ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP, pengusaha yang melakukan ekspor

BKP tidak berwujud adalah hanya pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai

pengusaha kena pajak.

h. Ekspor JKP oleh PKP.

2. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau

pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya diigunakan sendiri atau

digunakan pihak lain.

3. Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk

diperjual belikan sepanjang pajak masukan yang dibayar pada saat perolehan menurut

ketentuan dapat dikreditkan.

C. Bukan Objek PPN

1. Jenis Barang yang Tidak Dikenai PPN:

Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari

sumbernya.

Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak.

Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan,

warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi

di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan

oleh usaha jasa boga atau catering.

Uang, emas batangan, dan surat berharga.

2. Jenis Jasa yang Tidak Dikenai PPN: Jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan

sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa

keagamaan, jasa pendidikan, jasa kesenian dan hiburan, jasa penyiaran yang tidak

bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam

negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar

negeri, jasa tenaga kerja, jasa perhotelan, jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam

Page 5: PPN dan PPnBM

5

rangka menjalankan pemerintahan secara umum, jasa penyediaan tempat parker, jasa

telepon umum dengan menggunakan uang logam, jasa pengiriman uang dengan wesel

pos dan jasa boga atau katering.

D. Subjek Pajak

Pengusaha Kena Pajak, yaitu pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena

Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang

PPN, yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang,

mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud

dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah

Pabean.

E. Bukan Subjek Pajak

Pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, kecuali pengusaha

kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. (Pasal 1 angka 15 UU

PPN).

F. Tarif PPN

1. Tarif PPN adalah 10%.

Dikenakan atas setiap penyerahan BKP di dalam daerah pabean/impor

BKP/penyerahan JKP di dalam daerah pabean/pemanfaatan BKP tidak berwujud

dari luar daerah pabean di dalam pabean/pemanfaatan JKP dari luar daerah pabean

di dalam daerah pabean.

Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebut dapat diubah menjadi

paling rendah 5% dan paling tinggi 15% yang perubahan tarifnya diatur dengan

Peraturan Pemerintah. Hal ini dapat disebabkan berbagai faktor, misalnya

pertimbangan perkembangan perekonomian Indonesia, sehingga tarif PPN bisa

diturunkan. Sebaliknya, misalnya jika Pemerintah membutuhkan penerimaan pajak

yang besar, sehingga tarif PPN bisa dinaikkan.

2. Tarif PPN sebesar 0% diterapkan atas Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud,

Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, dan Ekspor Jasa Kena Pajak.

Page 6: PPN dan PPnBM

6

G. Dasar Pengenaan PPN

1. Harga Jual

Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak

termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang ini dan potongan harga

yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.

2. Penggantian

Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau

seharusnya diminta oleh pengusaha karena penyerahan Jasa Kena Pajak, ekspor

Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, tetapi tidak

termasuk PPN yang dipungut menurut Undang- Undang ini dan potongan harga

yang dicantumkan dalam Faktur Pajak atau nilai berupa uang yang dibayar atau

seharusnya dibayar oleh Penerima Jasa karena pemanfaatan Jasa Kena Pajak

dan/atau oleh penerima manfaat Barang Kena Pajak Tidak Berwujud karena

pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di

dalam Daerah Pabean

3. Nilai Impor

Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea

masuk ditambah pungutan berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-

undangan yang mengatur mengenai kepabeanan dan cukai untuk impor Barang

Kena Pajak.

Nilai Impor adalah CIF (Cost, Insurance, and Freight) + Bea Masuk.

4. Nilai Ekspor

Nilai Ekspor adalah adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang

diminta atau seharusnya diminta oleh eksportir. 5. Nilai Lain

Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang

diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain

Sebagai DPP dan Peraturan Menteri Keuangan No.102/PMK.11/2011 tentang nilai

lain sebagai DPP atas pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar

daerah pabean, di dalam daerah pabean berupa film cerita impor dan penyerahan

film cerita impor.

Page 7: PPN dan PPnBM

7

2.2. Faktur Pajak

A. Pengertian

Menurut Siti Resmi (2012:52), faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang

dibuat oleh PKP yang melakukan penyerahan barang kena pajak atau penyerahan jasa

kena pajak.

Faktur pajak merupakan bukti pemungutan pajak dan dapat digunakan sebagai

sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Oleh karena itu, faktur pajak harus

benar, baik secara formal maupun secara materiil.

Faktur pajak wajib dibuat oleh pengusaha kena pajak untuk setiap :

1. Saat penyerahan barang kena pajak

2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum

penyerahan Barang Kena Pajak dan atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak.

3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap

pekerjaan

4. Saat pengusaha kena pajak rekana menyampaikan tagihan kepada Bendahara

Pemerintah sebagai Pemungut PPN

B. Persyaratan Faktur Pajak

1. Nama, alamat, nomor pokok WP yang menyerahkan BKP atau JKP

2. Nama, alamat, nomor pokok WP pembeli BKP atau penerima JKP

3. Jenis barang atau jasa, jumlah HJ atau penggantian dan potongan harga

4. PPN yang dipungut

5. PPnBM yang dipungut

6. Kode, nomor seri dan tanggal pembuatan faktur pajak

7. Nama dan tanda tangan yang berhak menandatangani faktur pajak.

C. Fungsi Faktur Pajak

Adapun fungsi faktur pajak adalah :

1. Sebagai bukti pungut PPN yang dibuat oleh PKP atau Direktorat Jendral Bea

dan Cukai, baik karena penyerahan BKP atau JKP maupun Impor BKP.

2. Sebagai bukti pembayaran PPN yang telah dilakukan oleh pembeli BKP atau

penerima JKP kepada PKP atau Direktorat Bea dan Cukai.

3. Sebagai sarana pengawasan administrasi terhadap kewajiban perpajakan.

Page 8: PPN dan PPnBM

8

2.3. Perhitungan PPN

PPN dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak.

PPN = Tarif x Dasar Pengenaan Pajak (DPP)

Mekanisme Perhitungan PPN dapat diuraikan sebagai berikut :

1. PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 7 UU PPN dengan Dasar Pengenaan Pajak.

2. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran untuk

Masa Pajak yang sama.

3. Dalam hal belum ada Pajak Keluaran dalam suatu Masa Pajak, maka Pajak Masukan

tetap dapat dikreditkan.

4. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan,

maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh

Pengusaha Kena Pajak.

5. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar

daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat

dimintakan kembali atau dikompensasikan ke Masa Pajak berikutnya.

6. Apabila dalam suatu Masa Pajak, PKP selain melakukan penyerahan yang terutang

pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sepanjang bagian

penyerahan yang terutang pajak dapat diketahui dengan pasti dari pembukuannya,

maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan yang

berkenaan dengan penyerahan yang terutang pajak.

7. Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pengusaha Kena Pajak selain melakukan penyerahan

yang terutang pajak juga melakukan penyerahan yang tidak terutang pajak, sedangkan

Pajak Masukan untuk penyerahan yang terutang pajak tidak dapat diketahui dengan

pasti, maka jumlah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan untuk penyerahan yang

terutang pajak dihitung dengan menggunakan pedoman yang diatur dengan Keputusan

Menteri Keuangan.

8. Besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan oleh Pengusaha yang dikenakan

Pajak Penghasilan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak

Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17

Tahun 2000, dapat dihitung dengan menggunakan pedoman penghitungan

pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Page 9: PPN dan PPnBM

9

9. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan tetapi belum dikreditkan dengan Pajak

Keluaran pada Masa Pajak yang sama, dapat dikreditkan pada Masa Pajak berikutnya

paling lambat 3 (tiga) bulan setelah berakhirnya Masa Pajak yang bersangkutan

sepanjang belum dibebankan sebagai biaya dan belum dilakukan pemeriksaan.

Contoh :

PKP “A” menjual tunai Barang Kena Pajak (BKP) dengan Harga Jual Rp

25.000.000,00

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang

= 10% x Rp25.000.000,00

= Rp2.500.000,00

PPN sebesar Rp2.500.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang didapat oleh

Pengusaha Kena Pajak “A”.

PKP “B” melakukan penyerahan Jasa Kena (JKP) Pajak dengan memperoleh

penggantian sebesar Rp20.000.000,00

PPN yang terutang yang dipungut oleh PKP “B”

= 10% x Rp20.000.000,00

= Rp 2.000.000,00

PPN sebesar Rp2.000.000,00 tersebut merupakan Pajak Keluaran yang didapat oleh

Pengusaha Kena Pajak “B”. Bapak andre saputra simanjuntak mempunyai perusahaan yang memproduksi bahan

alkohol, dia melakukan penjualan sebesar Rp. 120.000.000,- dengan PPN sebesar 15%

Perhitungan :

= Rp. 120.000.000,- x 15%

= Rp. 18.000.000,-

Jadi pajak PPN yang dipungut oleh perusahaan bapak andre adalah Rp. 18.000.000,-

2.4. PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah)

PPnBM adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi BKP yang tergolong mewah

didalam daerah pabean.

A. Dasar Pengenaan PPnBM

1. Perlu adanya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang

berpenghasilan rendah dengan konsumen yang berpenghasilan tinggi.

Page 10: PPN dan PPnBM

10

2. Perlu adanya pengendalian pola konsumsi atas BKP yang tergolong mewah.

3. Perlu adanya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional.

4. Perlu untuk mengamankan penerimaan negara.

PPnBM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan Barang Kena Pajak yang

tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada waktu impor Barang Kena

Pajak yang tergolong mewah.

BKP yang tergolong mewah adalah :

1. Barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok;

2. Barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat tertentu;

3. Pada umumnya barang tersebut dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi

atau apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral serta mengganggu

ketertiban masyarakat.

B. Objek PPnBM

1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh

pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam

kegiatan usaha atau pekerjaannya.

2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah

C. Penetapan Tarif

1. Tarif PPnBM dibedakan menjadi beberapa kelompok tarif yaitu tarif terendah

sebesar 10% dan tarif tertinggi sebesar 200%. Perbedaan tersebut didasarkan pada

pengelompokkan BKP yang tergolong mewah yang atas penyerahannya dikenakan

juga PPnBM.

2. Tarif PPnBM ditetapkan sebesar 0% atas ekspor BKP yang tergolong mewah,

karena diekspor atau dikonsumsi di luar daerah Pabean.

2.5. Pelaporan PPN dan PPnBM

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa

dan disampaikan kepada Kantor Pelayanan Pajak setempat paling lama akhir bulan

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP yang telah

dilunasi segera dilaporkan ke KPP yang menerbitkan.

Page 11: PPN dan PPnBM

11

3. PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan:

a. Bendahara Pemerintah harus dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya

setelah Masa Pajak berakhir.

b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atas Impor, harus dilaporkan paling lama

akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Untuk penyerahan tepung terigu oleh BULOG, maka PPN dan PPnBM dihitung sendiri

oleh PKP, harus dilaporkan dalam SPT Masa dan disampaikan kepada KPP setempat paling

lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

2.6. Saat Pembayaran/Penyetoran PPN/PPnBM

1. PPN dan PPnBM yang dihitung sendiri oleh PKP harus disetor paling lama akhir

bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa

Pajak Pertambahan Nilai disampaikan.

2. PPN dan PPnBM yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP harus

dibayar/disetor sesuai batas waktu yang tercantum dalam SKPKB, SKPKBT, dan STP

tersebut.

3. PPN/PPnBM atas Impor, harus dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea

Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda/ dibebaskan, harus dilunasi pada

saat penyelesaian dokumen Impor.

4. PPN/PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh:

a. Bendahara Pemerintah, harus disetor paling lama tanggal 7 (tujuh) bulan

berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

b. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang memungut PPN / PPnBM atas Impor,

harus disetor dalam jangka waktu 1 (satu) hari kerja setelah dilakukan

pemungutan PPN pajak.

PPN dari penyerahan tepung terigu oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), harus

dilunasi sendiri oleh PKP sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (D.O) ditebus.

2.7. Sarana Pembayaran PPN dan PPnBM

1. Untuk membayar/menyetor PPN dan PPnBM digunakan formulir Surat Setoran Pajak

(SSP) yang tersedia di Kantor-kantor Pelayanan Pajak dan Kantor-kantor Pelayanan

Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) di seluruh Indonesia.

2. Surat Setoran Pajak (SSP) menjadi lengkap dan sah bila jumlah PPN/ PPn BM yang

disetorkan telah sesuai dengan yang tercantum di dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak

Page 12: PPN dan PPnBM

12

(DNWP) yang dibuat oleh: Bank penerima pembayaran, Kantor Pos dan Giro, atau

Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai penerima setoran.

Contoh Soal:

Pengusaha Kena Pajak “D” mengimpor Barang Kena Pajak yang tergolong Mewah dengan

Nilai Impor sebesar Rp. 50.000.000,00 Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut

selain dikenakan PPN juga dikenakan PPnBM misalnya dengan tarif 20%.

Penghitungan PPN dan PPnBM yang terutang atas impor Barang Kena Pajak yang tergolong

mewah tersebut adalah:

a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 50.000.000,00

b. PPN = 10% xRp. 50.000.000,00 = Rp. 5.000.000,00

c. PPn BM = 20% x Rp. 50.000.000,00 = Rp. 10.000.000,00

Kemudian PKP “D” menggunakan BKP yang diimpor tersebut sebagai bagian dari suatu BKP

yang atas penyerahannya dikenakan PPN 10% dan PPnBM dengan tarif misalnya 35%. Oleh

karena PPnBM yang telah dibayar atas BKP yang diimpor tersebut tidak dapat dikreditkan,

maka PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 dapat ditambahkan ke dalam harga BKP yang

dihasilkan oleh PKP “D” atau dibebankan sebagai biaya.

Misalnya PKP “D” menjual BKP yang dihasilkannya kepada PKP “X” dengan harga jual Rp.

150.000.000,00 maka penghitungan PPN dan PPn BM yang terutang adalah :

a. Dasar Pengenaan Pajak Rp. 150.000.000,00

b. PPN = 10% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 15.000.000,00

c. PPn BM = 35% x Rp. 150.000.000,00 = Rp. 52.500.000,00

PPN sebesar Rp. 5.000.000,00 yang dibayar pada saat impor merupakan pajak masukan bagi

PKP “D” dan PPN sebesar Rp. 15.000.000,00 merupakan pajak keluaran bagi PKP “D”.

Sedangkan PPnBM sebesar Rp. 10.000.000,00 tidak dapat dikreditkan. Begitu pun dengan

PPnBM sebesar Rp. 52.500.000,00 tidak dapat dikreditkan oleh PKP “X”.

Page 13: PPN dan PPnBM

13

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

lebih menunjukan sebagai identitas dari suatu sistem pemungutan pajak atas konsumsi

daripada nama suatu jenis pajak, mengenakan pajak atas nilai tambah yang timbul pada

barang atau jasa tertentu yang dikonsumsi. Namun sebelum barang atau jasa tersebut sampai

pada tingkat konsumen, PPN telah dikenakan pada setiap mata rantai jalur produksi maupun

jalur distribusi. Meskipun demikian, pemungutan pajak secara bertingkat ini tidak

menimbulkan efek ganda karena adanya metode perolehan kembali pajak yang telah dibayar

(kredit bayar) oleh Pengusaha Kena Pajak sehingga persentase beban pajak yang dipikul oleh

konsumen tetap sama dengan tarif pajak yang berlaku. Oleh karena itu dapat dikatakan

bahwa panjang pendek jalur produksi atau distribusi tidak mempengaruhi persentase beban

pajak yang dipikul oleh konsumen.

3.2. Saran

Berdasarkan uraian makalah perpajakan tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan

Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) ini diharapkan dapat mengaplikasikan teori

yang didapatkan dari materi ini.