Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15
-
Upload
maiya-maiya -
Category
Documents
-
view
4.536 -
download
3
description
Transcript of Pph pot put 22, 23, 36, 4(1), 15
PPh Pemotongan PPh Pemotongan dan Pemungutan dan Pemungutan Psl Psl 4 (2), 15, 4 (2), 15, 22, 22,
23, 23, dandan 26 26
Martini, SE, M.Akt
PPh Pasal 4 (2) atau PPh FINAL atau Schedular Taxation
Merupakan pajak yang bersifat Final (rampung), jenis penghasilan yang dikenakan PPh ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No PP Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP
1 PP
131/2000
Penghasilan berupa
bunga deposito dan
tabungan lainnya
20% x jml bunga
2 PP 16/2009 Penghasilan berupa
bunga obligasi
Diatas tahun 2014
Tahun 2011-2013
Tahun 2009-2010
15% x jml bunga
5% x jml bunga
0% x jml bunga
Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No PP Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP
3 PP 15/2009 Bunga simpanan yang
dibayarkan oleh koperasi
kepada anggota koperasi
orang pribadi
10% x jml bunga
0% x jml bunga
4 PP
132/2000
Penghasilan berupa
hadiah undian
25% x
penghasilan
bruto
5 PP 41/1994
jo. PP
14/1997
Penghasilan dari transaksi
saham dan sekuritas
lainnya
0,1% x nilai jual
0,5% x harga
perdana
Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No PP Objek PPh Final Pasal 4
(2)
Tarif dan DPP
6 PP 17/2009 Transaksi derivatif yang
diperdagangkan di bursa
2,5% x margin
awal
7 PP 4/1995 Transaksi penjualan
saham atau pengalihan
penyertaan modal pada
perusahaan pasangannya
yang diterima oleh
perusahaan modal ventura
0,1% x nilai jual
Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No PP Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP
8 PP 48/1994
stdtd. PP
71/2008
Penghasilan dari transaksi
pengalihan harta berupa
tanah dan/atau bangunan
5% x harga jual
atau NJOP PBB,
mana yang lebih
tinggi
9 PP 51/2008
jo. PP
40/2009
Penghasilan dari usaha
jasa konstruksi
2% x nilai kontrak
3% x nilai kontrak
4% x nilai kontrak
6% x nilai kontrak
Ringkasan Pengenaan PPh Final Pasal 4 (2)
No PP Objek PPh Final Psl 4 (2) Tarif dan DPP
10 PP 48/1994
stdtd. PP
71/2008
Penghasilan dari usaha real
estate
5% x harga jual
atau NJOP PBB,
mana yang lebih
tinggi
11 PP 29/1996
jo. PP 5/2002
Persewaan tanah dan/atau
bangunan
10% x nilai sewa
12 PP 19/2009 Deviden yang diterima oleh
Wajib Pajak orang pribadi
dalam negeri
10% x jumlah
deviden
13 PP 27/2008 Penghasilan dari Surat
Perbendaharaan Negara
20% x jumlah
bunga
Pajak Penghasilan Pasal 15
Merupakan PPh yang dipotong atas penghasilan yang diterima/diperoleh perusahaan pelayaran atau penerbangan internasional, pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing serta yang melakukan investasi dalam bentuk Built Operate Transfer
Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 151. Perusahaan Pelayaran Dalam Negeri
Penghasilan neto WP perusahaan pelayaran dalam negeri sebesar 4% dari peredaran bruto, sedangkan besarnya tarif efektif yang berlaku adalah sebesar 1,2% dan bersifat final.Norma penghasilan neto : 4%Tarif PPh (maksimal) : 30%Jumlah PPh Pasal 15 (4% x 30%) : 1,2%
Pajak Penghasilan Pasal 15
Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 152. Perusahaan Penerbangan Dalam NegeriPenghasilan neto WP perusahaan penerbangan dalam negeri
adalah sebesar 6% dari peredaran bruto, sedangkan tarif efektif yang berlaku adalah sebesar 1,8% bersifat tidak finalNorma penghasilan neto : 6%Tarif PPh (maksimal) : 30%Jumlah PPh Pasal 15 (6% x 30%) : 1,8%
Pajak Penghasilan Pasal 15
Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 153. Perusahaan Pelayaran/Penerbangan Luar Negeri yang
melakukan Usaha melalui BUT di IndonesiaPenghasilan neto perusahaan pelayaran/penerbangan luar
negeri adalah sebesar 6% dari peredaran bruto, sedangkan tarif efektif yang berlaku adalah sebesar 2,64% dan bersifat final.Norma penghasilan neto : 6%Tarif PPh (maksimal) : 30%Jumlah PPh Pasal 15 (6% x 30% : 1,8%Laba setelah PPh Pasal 15 (6%-1,8%) : 4,2%Tarif PPh Pasal 26 ayat (4) : 20%Jumlah PPh Pasal 26 (4) ayat (4,2% x 20%) : 0,84%Tarif Efektif (0,84% + 1,8%) : 2,64%
Pajak Penghasilan Pasal 15
Subjek dan Cara Penghitungan PPh Pasal 154. Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai BUT Perwakilan
Dagang Asing di IndonesiaPenghasilan neto WP perwakilan dagang asing di Indonesia
adalah 1% dari nilai ekspor bruto, sedangkan tarif efekif yang berlaku adalah sebesar 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat finalNorma penghasilan neto : 1%Tarif PPh (maksimal) : 30%Jumlah PPh Pasal 15 (1% x 30% : 0,3%Laba setelah PPh Pasal 15 (1%-0,3% : 0,7%Tarif PPh Pasal 26 ayat (4) : 20%Jumlah PPh Pasal 26 (4) ayat (0,7% x 20%) : 0,14%Tarif Efektif (0,14% + 0,3%) : 0,44%
Pajak Penghasilan Pasal 15
Penyetoran PPh terutang paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya dan pelaporannya paling lambat tanggal 20 bulan berikutnya.
Pajak Penghasilan Pasal 22 Merupakan PPh yang dipungut oleh Bendaharawan
Pemerintah terkait dengan pembelian barang dan badan-badan tertentu terkait dengan kegiatan di bidang impor dan kegiatan usaha di bidang lainnya dan Barang yang Tergolong Sangat Mewah.
Pemungutan pajak berdasarkan pasal 22 UU PPh dimaksudkan untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam pengumpulan dana melalui sistem pembayaran pajak dan untuk tujuan kesederhanaan, kemudahan, dan pengenaan pajak yang tepat waktu. Dalam kaitannya dengan impor barang, pengenaan PPh Pasal 22 impor didasarkan pada Nilai Impor (Cost Insurance Freight/CIF) + Bea Masuk.
Pajak Penghasilan Pasal 22
Contoh : PT Nasional Impor Indonesia (memiliki Angka Pengenal
Impor atau API yang diterbitkan oleh Departemen Perdagangan) mengimpor sebuah mesin dengan Harga Mesin USD500.000. Bea Masuk (BM) 20%, Insurance sebesar USD10.000 dan Feight sebesar USD40.000. Untuk menghitung pajak terutang dalam mata uang rupiah, nilai kurs yang digunakan untuk mengkonversi mata uang Dolar Amerika Serikat tersebut adalah kurs yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan setiap pekanya (selanjutnya disebut kurs KMK). Dalam kasus ini dimisalkan kurs KMK-nya sebesar Rp8.000,00 per USD.
Uraian Mata Uang Nilai
a. Cost USD 500.000
a. Insurance USD 10.000
a. Freight USD 40.000
a. CIF (a+b+b) USD 550.000
a. Bea Masuk 20% USD 110.000
a. Nilai Impor (d+e) USD 660.000
a. Kurs KMK Rp 8.000
a. Nilai Impor (f x g) Rp 5.280.000.000
a. PPh Pasal 22 (2,5% x h) Rp 132.000.000
Berdasarkan contoh di atas, misalnya PT Nasional Indah tidak memiliki API mengimpor mesin yang sama lagi, PPh Pasal yang terutang sebesar 7,5% x Rp 5.280.000.000 = Rp396.000.000
Cara Menghitung PPh Pasal 221. PPh Pasal 22 ini merupakan PPh yang wajib dipungut oleh :
– Bendahara Pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) baik ditingkat pusat ataupun tingkat Daerah
– Bendahara Pengeluaran untuk pembayaran dengan mekanisme uang persediaan (UP)
– KPA atau pejabat penerbit Surat Perintah Membayar yang diberi delegasi KPA untuk mekanisme pembayaran langsung (LS)
– Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh pihak-pihak tersebut di atas, wajib dipungut PPh Pasal 22 dari Wajib Pajak penjual dengan tarif 1,5% x harga jual (belum termasuk PPN)
Catatan : Sejak 1 Januari 2004, Bulog dikecualikan dari pemungutan PPh Pasal 22 atas pembelian gula pasir dan tepung terigu
Cara Menghitung PPh Pasal 22
2. PPh Pasal 22 Impor (PMK-154/PMK.03/2010)Besarnya PPh Pasal 22 atas Impor adalah :– Atas impor yang menggunakan Angka Pengenal Impor (API) sebesar
2,5% x Nilai Impor– Atas impor yang tidak menggunakan Angka Pengenal Impor (API)
sebesar 7,5% x Nilai Impor– Atas impor yang tidak dikuasai (dilelang oleh Ditjen Bea Cukai) sebesar
7,5% x Harga Jual Lelang
Nilai impor = Harga Patokan Impor (CIF) + Pungutan berdasarkan UU Pabean (Bea Masuk).
Untuk menghitung nilai impor, digunakan kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (kurs KMK, bukan kurs Bank Indonesia)
Cara Menghitung PPh Pasal 22
3. Produk Barang Bakar Minyak, Gas dan Pelumas– Produsen dan Importir BBM, Gas dan Pelumas wajib menyetor PPh
Pasal 22 Final melalui bank persepsi sebelum penebusan DO (Delivery Order) ke Pertamina atau Importir tersebut
– PPh Pasal 22 yang terutang :
– PPh Pasal 22 yang terutang tersebut bersifat final bagi penyalur/agen dan bersifat tidak final bagi selain penyalur atau agen
Jenis Produk SPBU Pertamina SPBU Non Pertamina atau
Non SPBU
Bahan Bakar
Minyak
0,25% x Harga Jual 0,30% x Harga Jual
Gas 0,30% x Harga Jual 0,30% x Harga Jual
Pelumas 0,30% x Harga Jual 0,30% x Harga Jual
Cara Menghitung PPh Pasal 22
4. Produk Semen, Baja, Otomotif, dan Kertas– Pabrikan produk berupa semen, baja, dan kertas wajib memungut PPh
Pasal 22 dari distributor/penyalurnya pada saat transaksi penjualan produk-produk tersebut
– PPh Pasal 22 yang terutang :
Pemungut PPh Dasar Hukum PPh Pasal 22 Terutang
Tidak Final
Pabrikan Kertas KEP-69/PJ/1995 0,10% x Harga Jual
Pabrikan Semen KEP-401/PJ/2001 0.25% x Harga Jual
Pabrikan Baja KEP-01/PJ/1996 0,30% x Harga Jual
Pabrikan Otomotif KEP-32/PJ/1995 0,45% x Harga Jual
Cara Menghitung PPh Pasal 22
5. PPh Pasal 22 atas Pedagang Pengumpul (PMK-154/PMK.03/2010 jo. PER-32/PJ/2010)– Mekanisme Pemungutan Pasal 22
• Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 22 yang wajib dipungut atas pembelian bahan-bahan untuk keperluan industri atau ekspor oleh pemungut sebesar 0,5% x harga pembelian. Sejak 12 Maret 2009, tarif tersebut turun menjadi 0,25% x Harga pembelian
• PPh Pasal 22 tersebut terutang dan dipungut pada saat pembelian dan disetor ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya
Cara Menghitung PPh Pasal 22
– Dalam melaksanakan Pemungutan Pajak Pasal 22, badan usaha industri dan eksportir selaku Pemungut Pajak wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 Final dalam rangkap 3, yaitu :
• Lembar pertama, untuk penjual• Lembar kedua, untuk disampaikan kepada Kantor
Pelayanan Pajak (dilampirkan pada SPT Masa PPh Pasal 22)
• Lembar ketiga, sebagai arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan
Cara Menghitung PPh Pasal 22
Besarnya pungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 yang ditetapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) lebih tinggi 100% dari pada tarif yang dikenakan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP (SE-02/PJ.03/2009)
Pajak Penghasilan Pasal 23
Merupakan PPh yang dipotong atas penghasilan sehubungan dengan penggunaan Harta/Modal (sewa, royalti, bunga dan deviden) serta jasa atau kegiatan (jasa teknik, manajemen, konsultasi dll) kepada Subjek Pajak dalam negeri dan BUT.
PPh pasal 23 adalah pajak penghasilan yang dipotong atas penghasilan yang diterima oleh WP dalam negeri dan BUT yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Pajak Penghasilan Pasal 23 Pemotong PPh Pasal 23
– Badan Pemerintah– Subjek Pajak Badan Dalam Negeri– Penyelenggara Kegiatan– Bentuk Usaha Tetap (BUT) atau perwakilan perusahaan luar negeri– Orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk
Ditjen Pajak, yaitu :• Akuntan, arsitek, dokter, notaris/PPAT (kecuali Camat), penilai,
aktuaris, pengacara, dan konsultan yang melakukan pekerjaan bebas
• Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan atas pembayaran berupa sewa
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
1. Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto (tidak final) atas :
– Deviden– Bunga– Royalti– Hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya
selain yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf.
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
2. Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto (tidak final) atas :– Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah atau bangunan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final
– Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
2. Dikenakan PPh Pasal 23 sebesar 2% dari jumlah bruto (tidak final) atas :– Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan
penggunaan harta, kecuali sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan persewaan tanah atau bangunan yang telah dikenakan PPh Pasal 4 ayat 2 yang bersifat final
– Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
Penghasilan yang Dipotong PPh Pasal 23
PPh atas Jasa Konstruksi 2% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil 4% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha 3% untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia
Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam angka 1 dan angka 2
4% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha
6% untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha
Tabel Perbandingan Tarif Pajak
Jenis Jasa
Konstruksi
Kualifikasi
Kecil
Menengah
dan Besar
Tidak
berkualifikasi
Jasa
Pelaksanaan
2% 3% 4%
Jasa
Pengawasan
4% 4% 6%
Jasa
Perencanaan
4% 4% 6%
Jenis PPh PPh Final
Cara Menghitung PPh Pasal 23
Terhadap penghasilan yang dikenakan PPh Pasal 23 dari jumlah bruto, besarnya pajak dihitung dengan mengalikan jumlah Penghasilan Bruto (tidak termasuk PPN) dengan tarif PPh Pasal 23 (15% atau 2%)
Contoh Penghitungan PPh Pasal 23 PT Adinda adalah pemilik saham di PT Kita sebanyak
10.000 lembar saham. Jika pada akhir tahun 2009 PT Kita membagikan deviden sebesar 1.000 per lembar saham, atas pembagian deviden kepada PT Adinda, PT Kita harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x 10.000 x Rp1.000 = Rp1.500.000. Dengan demikian, nilai yang diterima PT Adinda atas pembayaran deviden tersebut adalah Rp10.000.000 – Rp1.500.000 = Rp8.500.000
Contoh Penghitungan PPh Pasal 23 PT Ingin Maju mempunyai pinjaman kepada PT X (bukan Bank)
sebesar Rp1.000.000.000 dengan bunga 20%. Jika pada akhir tahun 2009 PT Ingin Maju membayar/mengakui/membiayakan bunga sebesar Rp200.000.000, PT Ingin Maju harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 15% x Rp200.000.000 = Rp30.000.000. Dengan demikian, uang yang diserahkan ke PT X atas pembayaran bunga tersebut adalah Rp170.000.000.
PT Utama dalam melaksanakan pembukuannya menggunakan jasa dari KAP Cermat & Rekan dengan nilai imbalan Rp100.000.000 pertahun. Atas pembayaran/pengakuan biaya jasa pembukuan tersebut PT Utama harus memotong PPh Pasal 23 sebesar 2% x Rp100.000.000 = Rp2.000.000
Saat Pemotongan PPh Pasal 23 Berdasarkan UU PPh yang baru, Pasal 23 ayat (1)
pemotongan dilakukan pada saat : Dibayarkan Disediakan untuk dibayar, atau Telah jatuh tempo
Pemotongan terhadap WP yang Tidak Mempunyai NPWP Dalam hal Wajib Pajak yang menerima atau memperoleh
penghasilan yang menjadi objek PPh Pasal 23, tidak memiliki NPWP, besarnya tarif pemotongan menjadi lebih tinggi 100% daripada tarif normal.
Pajak Penghasilan Pasal 23
Pajak Penghasilan Pasal 26 Merupakan PPh yang dipotong atas penghasilan yang diterima/diperoleh
Subjek Pajak Luar Negeri selain Bentuk Usaha Tetap dari Indonesia.Pemotong PPh Pasal 26 Pihak yang ditunjuk sebagai Pemotong PPh Pasal 26 adalah pihak yang
membayarkan penghasilan ke luar negeri atas : Badan Pemerintah Subjek pajak badan pemerintah yang dimaksud disini adalah setiap unit
tertentu dari Pemerintah baik Pusat maupun Daerah termasuk BUMN/D Subjek Pajak Dalam Negeri (Badan DN maupon Orang Pribadi DN) Penyelenggara kegiatan Bentuk Usaha Tetap atau Perwakilan Perusahaan Luar Negeri Lainnya
Pajak Penghasilan Pasal 26
Subjek PPh Pasal 26 Pihak yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 26 adalah WP
luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia. WP luar negeri tersebut berupa WP badan LN maupun WP orang pribadi LN.
Objek PPh Pasal 26 Yang menjadi Objek PPh Pasal 26 adalah semua penghasilan
yang diterima atau diperoleh oleh WP luar negeri selain BUT dengan nama dan dalam bentuk apapun yang bersumber dari Indonesia
Untuk memudahkan memahami PPh Pasal 26, maka mekanisme pemotongannya dapat diklasifikasikan berdasarkan tarif dan dasar pengenaan pajaknya, yaitu :1.PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari Penghasilan Bruto2.Untuk deviden, bunga, royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta, imbalan, hadiah dan penghargaan, pensiun dan pembayaran berkala lainnya
a. PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari Perkiraan Penghasilan Neto
b. Atas penghasilan dari penjualan saham = 20% x 25% x harga jual
Pajak Penghasilan Pasal 26
c. Penghasilan berupa premi asuransi = 20% x perkiraan penghasilan neto• Premi asuransi dibayar tertanggung kepada perusahaan
asuransi di luar negeri = 20% x 50% x jumlah premi• Premi yang dibayar oleh perusahaan asuransi yang
berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi di luar negeri = 20% x 10% x jumlah premi
• Premi yang dibayar oleh perusahaan reasuransi yang berkedudukan di Indonesia kepada perusahaan asuransi yang berkedudukan di luar negeri = 20% x 5% x jumlah premi
Pajak Penghasilan Pasal 26
3. PPh Pasal 26 dengan tarif 20% dari Penghasilan Kena Pajak Setelah Dikurangi PPh TerutangAtas penghasilan kena pajak setelah dikurangi PPh dari suatu BUT di Indonesia dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 20%
4. PPh Pasal 26 dengan tarif sesuai P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda)
Pajak Penghasilan Pasal 26