POTENSI SENYAWA FITOKIMIA FILTRAT MEDIA … · antioksidan metode DPPH 18 2 Hasil uji ... Begitu...
Transcript of POTENSI SENYAWA FITOKIMIA FILTRAT MEDIA … · antioksidan metode DPPH 18 2 Hasil uji ... Begitu...
POTENSI SENYAWA FITOKIMIA FILTRAT MEDIA
PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM MERAH MUDA
(Pleurotus flabellatus) SEBAGAI ANTIOKSIDAN
DAN ANTIMIKROBA
HAYATUL JANNAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Senyawa
Fitokimia Filtrat Media Pertumbuhan Jamur Tiram Merah Muda (Pleurotus
flabellatus) sebagai Antioksidan dan Antimikroba adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2016
Hayatul Jannah
NIM F24120017
ABSTRAK
HAYATUL JANNAH. Potensi Senyawa Fitokimia Filtrat Media Pertumbuhan
Jamur Tiram Merah Muda (Pleurotus flabellatus) sebagai Antioksidan dan
Antimikroba. Dibimbing oleh SUKARNO dan NAMPIAH SUKARNO.
Jamur Pleurotus flabellatus memiliki potensi digunakan sebagai bahan baku
pembuatan daging analog. Selama produksi miselium, hasil samping berupa
medium pertumbuhannya belum termanfaatkan dengan baik. Tujuan penelitian ini
ialah untuk mengetahui peranan komponen fitokimia dari filtrat P. flabellatus yang
ditumbuhkan pada media campuran ekstrak kentang, beras merah dan kedelai yang
merupakan hasil samping produksi miselium sebagai antioksidan dan antimikroba.
Filtrat media cair hasil inkubasi P. flabellatus yang sudah dipisahkan dari miselium,
kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary evaporator pada suhu 45 oC.
Hasil pemekatan media selanjutnya diuji kandungan fitokimia secara kualitatif,
aktivitas antioksidan dan antimikrobanya. Pengujian aktivitas antimikroba
dilakukan terhadap bakteri Morganella morganii, Escherichia coli, Staphylococcus
aureus dan Salmonella sp. menggunakan metode kertas cakram dan sumur. Hasil
uji kemampuan antioksidan dengan metode DPPH, FRAP dan kadar total fenol
secara berturut-turut ialah 18.41 ± 0.35 mg AEAC/g ekstrak, 23.99 ± 0.14 mmol
FeSO4/g ekstrak dan 7.88 ± 0.21 mg GAE/g ekstrak. Hasil uji fitokimia
menunjukkan bahwa komponen kimia yang terkandung dalam filtrat termasuk
dalam golongan flavonoid, saponin dan triterpenoid. Berdasarkan uji kemampuan
antimikroba, filtrat media tidak mampu menghambat pertumbuhan mikroba uji
pada konsentrasi 2.4570 g/mL. Hal tersebut dapat disebabkan oleh senyawa
antimikroba yang mungkin rusak akibat pemanasan pada saat pemanenan miselium
dan filtrat media.
Kata kunci : antimikroba, antioksidan, fitokimia, Pleurotus flabellatus
ABSTRACT
HAYATUL JANNAH. Potency of Phytochemical Compound from Growth Media
Filtrate of Pink Oyster Mushroom (Pleurotus flabellatus) as Antioxidant and
Antimicrobe. Supervised by SUKARNO and NAMPIAH SUKARNO.
Pleurotus flabellatus has potency as raw material for meat analog
development. During mycelium production, its byproduct in the form of its medium
filtrate has not been utilized properly. The purpose of this study was to determine
the role of medium filtrate phytochemical components of P. flabellatus grown in
mixed medium of potato, brown rice and soybeans extract as byproduct of the
mycelium production for antioxidants and antimicrobes. Culture filtrate of P.
flabellatus incubation that had been separated from the mycelium was concentrated
using a vacuum rotary evaporator at 45 °C. The concentrated filtrate was tested
qualitatively for its phytochemical content, antioxidant and antimicrobial activities.
Antimicrobial activity tests were carried out against Morganella morganii,
Escherichia coli, Staphylococcus aureus and Salmonella sp.. The results of
antioxidant activity test with DPPH, FRAP and levels of total phenols were 18.41
± 0.35 mg AEAC/g extract, 23.99 ± 0.14 mmol FeSO4/g extract and 7.88 ± 0.21
mg GAE/g extract, respectively. Phytochemical test results showed that chemical
components in the filtrate were flavonoids, saponins and triterpenoid. However,
based on the antimicrobial capability test, culture filtrate was not able to inhibit the
growth of bacteria tested at a concentration of 2.4570 g / mL. This could be due to
the chemical compounds damaged by heating at harvest of the mycelium and
culture filtrate.
Keywords: antimicrobe, antioxidant, phytochemistry, Pleurotus flabellatus
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
POTENSI SENYAWA FITOKIMIA FILTRAT MEDIA
PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM MERAH MUDA
(Pleurotus flabellatus) SEBAGAI ANTIOKSIDAN
DAN ANTIMIKROBA
HAYATUL JANNAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
berjudul “Potensi Senyawa Fitokimia Filtrat Media Pertumbuhan Jamur Tiram
Merah Muda (Pleurotus flabellatus) sebagai Antioksidan dan Antimikroba”
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana di Departemen
Ilmu dan Teknologi pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Atas terselesaikannya kegiatan penelitian dan penulisan skripsi ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Mama Vorine Kurniati, Papa Firdaus, Amanah Hadi serta seluruh
keluarga atas semangat, dukungan, nasehat, kasih sayang dan doa kepada
penulis sehingga dapat menyelesaikan studi pada tingkat sarjana.
2. Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc. dan Ibu Dr. Ir. Nampiah Sukarno selaku
pembimbing tugas akhir yang selalu memberi saran, arahan serta
bimbingan dari awal penelitian hingga tersusunnya skripsi ini.
3. Ibu Uswatun Hasanah, S.TP, M.Si. sebagai dosen penguji yang
memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.
4. Departemen Pendidikan Tinggi (DIKTI) Republik Indonesia atas
beasiswa BIDIKMISI yang penulis terima selama menempuh pendidikan
sarjana.
5. Mbak Ari, Pak Yahya, Pak Edi, Mbak Riska, Mbak Irin, Mbak Ririn, Pak
Kusnadi, Teh Yayam dan Pak Rozak selaku laboran yang telah banyak
membantu dan memberi saran dalam kegiatan analisis dan staf UPT yang
membantu penulis dalam mengurus dokumen-dokumen.
6. Vita Rachmawati Nur, Adika Fajar Waskito dan Sarah Anita sebagai
rekan mahasiswa satu bimbingan yang telah banyak membantu penulis.
7. Bibah, Ismi, Chintya, Juni, Mbak Ita, Sabrina, Rini, Kak Mpi atas
dukungannya serta teman-teman ITP 49 dan BISMA 1 yang saya sayangi
dan banggakan.
Semoga skripsi tugas akhir ini bermanfaat. Terima kasih.
Bogor, Desember 2016
Hayatul Jannah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
METODOLOGI 2
Waktu dan Tempat Penelitian 2
Bahan 3
Alat 3
Tahapan Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 7
Pertumbuhan P. flabellatus pada Media Campuran 7
Senyawa Fitokimia Filtrat Media 8
Aktivitas Antioksidan Fitokimia dari P. flabellatus 9
Aktivitas Antimikroba Fitokimia dari P. flabellatus 12
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 18
RIWAYAT HIDUP 21
DAFTAR TABEL
1 Hasil uji fitokimia filtrat media 9
DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir tahapan penelitian 4 2 Bobot kering miselium yang diperoleh pada saat pemanenan P.
flabellatus 8 3 Kurva standar asam askorbat 10 4 Kurva standar FeSO4 11 5 Kurva standar asam galat 12
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji aktivitas antioksidan metode DPPH 18 2 Hasil uji aktivitas antioksidan metode FRAP 19 3 Hasil uji kadar total fenol 19 4 Hasil analisis kemampuan antimikroba 19
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu penyebab kerusakan pada pangan adalah oksidasi lipid. Tahap
terjadinya oksidasi terdiri dari inisiasi, propagasi dan terminasi. Antioksidan
merupakan senyawa yang mampu menghambat atau memperlambat terjadinya
oksidasi. Antioksidan mencegah rantai reaksi oksidasi dengan menghambat tahap
inisiasi atau propagasi sehingga tidak berlanjut ke tahap terminasi dan umur simpan
pangan menjadi lebih panjang. Terdapat dua jenis antioksidan berdasarkan asalnya,
yaitu antioksidan alami dan buatan. Biasanya antioksidan alami lebih banyak
digunakan karena efek samping yang lebih kecil. Belakangan ini perhatian terhadap
jamur semakin meningkat. Jamur memiliki kandungan protein yang tinggi,
kandungan karbohidrat yang lebih rendah, lemak yang cukup rendah serta vitamin
dan mineral yang baik. Jamur juga mengandung α-tokoferol, β-karoten dan
komponen fenolik yang mengindikasikan jamur memiliki potensi digunakan
sebagai antioksidan (Vamanu 2013).
Jamur yang umum dikonsumsi salah satunya ialah Pleurotus sp. atau yang
lebih dikenal dengan nama jamur tiram. Jamur tiram mengandung protein sebesar
10-40% berat kering, bervariasi tergantung dengan jenis spesiesnya. Kandungan
asam amino esensial yang terdapat dalam jamur tiram meliputi 40% dari total asam
amino. Selain itu kandungan lipid jamur tiram cukup rendah, yaitu sekitar 3-5%
berat basah serta mengandung 3-28% karbohidrat dan 3-32% berat basah serat.
Dengan demikian, jamur tiram termasuk dalam pangan sebagai sumber serat yang
baik (Chang dan Miles 2004). Salah satu jenis jamur tiram yaitu Pleurotus
flabellatus yang lebih dikenal dengan nama jamur tiram merah muda. Dengan kadar
protein yang tinggi sekitar 21%, miselium jamur ini memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai bahan baku pembuatan daging analog (Hendartina 2014).
Namun, selama produksi miselium terdapat hasil samping berupa media
pertumbuhannya yang belum termanfaatkan dengan baik. Padahal pada media
pertumbuhan tersebut kemungkinan terdapat metabolit sekunder yang dihasilkan
dan diekskresikan dari proses katabolisme (Srikandace et al. 2007). Hal tersebut
dapat disebabkan karena jamur yang bersifat heterotrof mengeluarkan enzim
ekstraseluler ke lingkungan yang berfungsi untuk mengurai substrat yang kompleks
pada media agar nutrien yang diperlukan dapat diserap untuk pertumbuhan.
Metabolit sekunder yang dihasilkan diduga memiliki kemampuan sebagai
antioksidan dan antimikroba karena jamur tiram merah muda sendiri mengandung
berbagai komponen antioksidan seperti fenolik, terpenoid dan steroid (Dasgupta et
al. 2013). Acharya et al. (2015) menyebutkan bahwa P. flabellatus memiliki total
senyawa fenol sebesar 13.12 µg/mg. Pernyataan tersebut didasarkan pada
kandungan metabolit sekunder yang diekstrak langsung dari tubuh buah jamur.
Selain itu perbedaan media yang digunakan untuk pertumbuhan miselium juga
dapat memengaruhi kandungan metabolit sekunder yang dihasilkan. Selain kentang,
media pertumbuhan yang dapat digunakan yaitu kedelai dan beras merah. Saija
(1995) menyatakan bahwa kedelai mengandung isoflavon yang dapat berfungsi
sebagai antioksidan. Isoflavon yang terdapat dalam biji kedelai dorman adalah
dalam bentuk isoflavon glikosida yaitu daidzin, genistin dan glisitin. Penggunaan
2
kedelai sebagai media pertumbuhan miselium akan memengaruhi karakteristik
miselium maupun hasil metabolit sekundernya. Begitu juga dengan beras merah
yang mengandung pigmen antosianin yang terdapat pada seluruh bagian beras
sehingga berperan sebagai senyawa antioksidan (Chang dan Bardenas 1965).
Dengan demikian, penggunaan beras merah dan kedelai sebagai media
pertumbuhan perlu diketahui lebih lanjut mengenai karakteristik metabolit
sekundernya. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk mengamati
kemampuan filtrat media cair pertumbuhan jamur sebagai antioksidan dan
antimikroba pada media campuran kentang, beras merah dan kedelai.
Perumusan Masalah
Hasil samping dari produksi miselium dalam pembuatan daging analog belum
termanfaatkan dengan baik. Dengan mengetahui kandungan dan potensinya sebagai
antioksidan dan antimikroba, maka hal tersebut dapat memberikan peluang
diaplikasikan pada berbagai produk pangan yang membutuhkan antioksidan untuk
mencegah oksidasi dan antimikroba untuk mencegah kerusakan pangan akibat
aktivitas mikroba.
Tujuan Penelitian
Tujuan pelaksanaan penelitian adalah untuk mengetahui potensi senyawa
fitokimia dari filtrat media campuran ekstrak kentang, beras merah dan kedelai
yang merupakan hasil samping produksi miselium P. flabellatus sebagai
antioksidan dan antimikroba.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah menyediakan informasi tentang potensi
senyawa fitokimia dari filtrat media campuran ekstrak kentang, beras merah dan
kedelai yang merupakan hasil samping produksi miselium P. flabellatus sebagai
antioksidan dan antimikroba sehingga dapat diaplikasikan pada produk pangan
yang membutuhkan antioksidan untuk mencegah oksidasi dan antimikroba untuk
mencegah kerusakan pangan akibat mikroba.
METODOLOGI
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan dari bulan Maret – Agustus 2016. Penelitian ini
dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Laboratorium Kimia dan
Laboratorium Biokimia dan Gizi Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
3
Bahan
Bahan utama yang digunakan ialah biakan murni jamur yang diperoleh dari
IPB Culture Collection. Media yang digunakan untuk menumbuhkan biakan
miselium jamur ialah media cair ekstrak kentang, beras merah, kedelai dan sukrosa
(gula pasir lokal). Kultur bakteri yang digunakan ialah Escherichia coli,
Staphylococcus aureus, Morganella morganii, dan Salmonella sp.. Bahan lainnya
yang digunakan ialah media Trypticase Soy Agar (TSA), Trypticase Soy Broth
(TSB), air deionisasi, asam askorbat, asam galat, buffer asetat, etanol, metanol,
pereaksi Folin-Ciocalteau (FC), diphenylpicrylhydrazyl (DPPH), FeCl3.6H2O,
2,4,6-tripyridyl-s-triazine (TPTZ), HCl, Na2CO3, Fe2SO4, H2SO4, bismutsubnitrat,
CH3COOH, KI, HgCl2, I2, asetat anhidrida dan kloroform.
Alat
Alat yang digunakan adalah autoklaf, shaker (innovaTM2300, platform
shaker), vacuum rotary evaporator, spektrofotometer UV-VIS, inkubator, hotplate
magnetic stirrer, pH meter, vortex, neraca analitik, cawan petri, mikropipet, kertas
cakram dan alat-alat gelas untuk analisis kimia.
Tahapan Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap yaitu dimulai dari penumbuhan P.
flabellatus pada media cair untuk pembuatan kurva pertumbuhan, penumbuhan
untuk produksi metabolit sekunder, dan yang terakhir yaitu pengujian senyawa
fitokimia, kapasitas antioksidan, kadar total fenol dan kemampuan antimikroba.
Prosedur Penelitian
Penumbuhan P. flabellatus
Media penumbuhan P. flabellatus yang digunakan dalam penelitian ini ialah
campuran ekstrak kentang, kedelai dan beras merah yang didapatkan melalui
perebusan dengan sejumlah air dan penambahan sumber karbon berupa sukrosa.
Komposisi media cair kentang ialah kentang 200 gram dan air suling 1 Liter.
Kentang kupas yang telah dipotong-potong direbus dalam air suling selama 30
menit. Ekstrak kentang hasil perebusan ditepatkan volumenya. Pembuatan ekstrak
kedelai dilakukan dengan merendam kedelai selama dua jam dan ditiriskan. Lalu
kedelai direbus selama 30 menit dalam air dengan perbandingan volume kedelai
dan air sebesar 1:3. Setelah perebusan, air dipisahkan dan disimpan. Selanjutnya
kedelai direndam selama 12 jam dengan perbandingan kedelai dan air 1:2. Sebelum
digunakan, air rebusan dan rendaman dicampur terlebih dahulu. Ekstrak beras
merah diperoleh dari perendaman 200 gram dalam 1 Liter air selama 12 jam. Ketiga
jenis media disaring menggunakan kertas saring terlebih dahulu sebelum dicampur.
Setelah dicampur dengan perbandingan ketiga media yaitu 1:1:1, sukrosa
ditambahkan sebanyak 5% kemudian media disterilisasi.
4
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Penumbuhan P. flabellatus dilakukan dengan cara menumbuhkan kultur
pada media cair yang ditempatkan dalam erlenmeyer dan diinkubasi menggunakan
shaker dengan kecepatan 100-150 rpm dan suhu sekitar 28-30 oC (Mshandete dan
Mgonja 2009; Aminuddin et al. 2007). Penumbuhan dengan tujuan pembuatan
kurva pertumbuhan dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan miselium jamur
pada media yang digunakan. Setiap empat hari sekali hingga hari ke-12 dilakukan
pemanenan biomassa miselium. Pada tahap selanjutnya dilakukan produksi
metabolit sekunder dengan jumlah hari yang sama dengan pemanenan miselium
Biakan P. flabellatus
pada media Potato
Sucrose Agar (PSA)
Inokulasi pada media tumbuh
Inkubasi pada suhu 28-30 oC
menggunakan shaker dengan
kecepatan 100-150 rpm selama
8 hari
Pemanasan pada suhu 68 oC
selama 30 menit
Penyaringan
Filtrat media
Miselium
Evaporasi menggunakan vacuum
rotary evaporator pada suhu 45 oC
Filtrat pekat
Analisis fitokimia, kapasitas
antioksidan, total fenol dan
antimikroba
Pembuatan media tumbuh
campuran ekstrak kentang,
kedelai dan beras merah
5
dalam produksi biomassa untuk pembuatan daging analog yaitu delapan hari.
Sebelum penyaringan media, suhu inkubasi dinaikkan hingga 68 °C selama 30
menit untuk menurunkan kadar asam nukleat yang terkandung dalam miselium.
Penyaringan media dilakukan pada hari ke-8 setelah inokulasi (Sukarno et al. 2014).
Setelah terpisah, filtrat kemudian dipekatkan menggunakan vacuum rotary
evaporator pada suhu 45 oC sehingga diperoleh filtrat pekat yang selanjutnya
dilakukan analisis. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Analisis Konsentrasi Filtrat (Rubinson 1987 termodifikasi)
Penentuan konsentrasi filtrat dilakukan dengan menggunakan metode
gravimetri. Sampel sebanyak 1 mL diambil dan diletakkan pada cawan yang telah
dikeringkan sebelumnya. Kemudian sampel tersebut dikeringkan menggunakan
oven vakum hingga bobot sampel konstan. Konsentrasi didapatkan dari jumlah total
padatan per volume sampel yang dipipet yaitu 1 mL.
Analisis Senyawa Fitokimia (Harborne 1987 termodifikasi)
Uji alkaloid dilakukan dengan menyiapkan 0.3 mL ekstrak yang ditambah
dengan 1.5 mL kloroform dan 3 tetes amonia sehingga terpisah menjadi dua fraksi
yang salah satu fraksinya adalah kloroform. Fraksi kloroform yang terpisah
dicampurkan dengan 2 tetes asam sulfat untuk direaksikan dengan tiga jenis
pereaksi yaitu reagen Dragendorf, Meyer dan Wagner. Pereaksi Dragendorf dibuat
dengan cara 0.8 gram bismutsubnitrat ditambah dengan 10 mL asam asetat dan 40
mL air. Larutan tersebut dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram KI dalam
20 mL air. Sebelum digunakan, satu bagian volume campuran ini diencerkan
dengan 2.3 bagian volume campuran 20 mL asam asetat glasial dan 100 mL air.
Pereaksi ini berwarna jingga. Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan
1.36 gram HgCl2 dengan 0.5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan
akuades menjadi 100 mL menggunakan labu takar. Pereaksi Meyer merupakan
pereaksi yang tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara 10 mL akuades
ditambahkan 1.25 gram iodin dan 1 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan menjadi
100 mL menggunakan labu takar. Pereaksi Wagner berwarna coklat. Hasil uji
dinyatakan positif bila dengan pereaksi Dragendrof terbentuk endapan merah
hingga jingga, endapan putih kekuningan dengan pereaksi Mayer dan endapan
coklat dengan pereaksi Wagner.
Uji tanin dilakukan dengan mengencerkan ekstrak dengan perbandingan 1:5
yang kemudian dididihkan selama lima menit. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan 3 tetes sampel ditambah 3 tetes FeCl3 1%. Hasil positif ditunjukkan
dengan perubahan warna menjadi biru tua atau hijau kehitaman.
Uji flavonoid juga memerlukan persiapan sampel yaitu diencerkan dengan
perbandingan 1:2. Sampel sebanyak 0.3 mL dicampurkan dengan 1.5 mL metanol
yang kemudian dipanaskan pada suhu 50 oC selama lima menit. Sampel yang telah
dipanaskan tersebut direaksikan dengan asam sulfat pekat dengan perbandingan 1:1
pada plat tetes. Hasil positif ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah.
Uji saponin cukup dilakukan dengan memanaskan sampel yang telah
diencerkan dengan perbandingan 1:10 selama lima menit. Selanjutnya dilakukan
pengocokan selama 10 detik dan jika terbentuk buih yang stabil selama 10 menit
maka ekstrak positif mengandung saponin.
6
Uji steroid dan triterpenoid dilakukan menggunakan 2 mL ekstrak yang
dilarutkan dalam etanol 30% dan dipanaskan. Selanjutnya filtrat yang dihasilkan
dibiarkan menguap menyisakan bagian yang diberi penambahan 1 mL eter. Fraksi
eter sebanyak 5 tetes diuji dengan 3 tetes asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat
pekat. Keberadaan senyawa steroid ditunjukkan dengan adanya warna hijau,
sedangkan senyawa triterpenoid ditandai dengan warna merah atau ungu.
Analisis Kapasitas Antioksidan Metode DPPH (Hung dan Nhi 2012)
Metode analisis kapasitas antioksidan yang digunakan adalah DPPH seperti
yang digunakan oleh Hung dan Nhi (2012). Sebanyak 0.1 mL larutan ekstrak
dicampurkan dengan 3.9 mL larutan DPPH 0.075 mM. Campuran ditempatkan
dalam ruangan gelap selama 30 menit. Kemudian, diukur nilai absorbansinya
dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 525 nm. Sebanyak 0.1 mL
metanol digunakan sebagai pengganti sampel untuk blanko. Blanko diukur pada
t=0. Kemampuan sebagai antioksidan pada sampel dihitung dan dinyatakan dalam
miligram asam askorbat equivalen per gram bobot sampel. Selain itu, persentase
DPPH dinyatakan dalam bentuk persentase penghambatan terhadap radikal DPPH,
dengan perhitungan sebagai berikut :
Kapasitas antioksidan (%) =(𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜−𝐴 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙)
𝐴 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 𝑥 100%
Analisis Kemampuan Antioksidan Metode FRAP (Ferric reducing antioxidant
power activity) (Benzie dan Szeto 1999 termodifikasi)
Pengujian total antioksidan menggunakan metode termodifikasi dari Benzie
dan Szeto (1999). Pengujian metode ini diturunkan dari kurva standar FeSO4. Secara
tepat, sebanyak 400 µL ekstrak sampel atau larutan standar dicampur dengan 2600
µL reagen FRAP. Kemudian campuran diinkubasi pada suhu 37 °C selama 30 menit.
Setelah inkubasi, absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada
panjang gelombang 595 nm. Hasil pengukuran dinyatakan dalam milimol FeSO4
per gram bobot kering sampel.
Analisis Kadar Total Fenol (ISO 14502-1 2005)
Kadar total fenol ditentukan berdasarkan metode dari International
Organization for Standardization (ISO) 14502-1 (2005). Kadar total fenol
diturunkan dari asam galat sebagai standar yang digunakan. Secara tepat, 0.5 mL
ekstrak sampel atau standar dicampur dengan 2.5 mL reagen Folin-Ciocalteau dan
2 mL larutan Na2CO3 7.5%. Kemudian campuran didiamkan selama 30 menit pada
suhu ruang. Setelah didiamkan, absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer
UV-VIS pada panjang gelombang 765 nm. Kadar total fenol pada sampel dihitung
dan dinyatakan dalam miligram asam galat equivalen per gram bobot sampel.
Analisis Kemampuan Antimikroba (Zuhut et al. 2001 termodifikasi) Metode pengujian aktivitas antibakteri yang digunakan adalah metode
eksperimental yang dilakukan menggunakan uji sensitivitas antibakteri dengan
metode sumur agar ataupun kertas cakram. Parameter uji yang diamati adalah
diameter zona hambat (mm) setelah ditambahkan filtrat pekat terhadap bakteri uji.
Sebanyak 0.1% mL kultur bakteri dicampurkan dengan media TSA cair. Kultur
yang digunakan yaitu Morganella morganii, Eschericia coli, Staphylococcus
7
aureus dan Salmonella sp.. Media cair yang telah diinokulasikan kultur mikroba
dituang ke cawan petri steril dan dibiarkan memadat.
Pada metode sumur agar dibuat tiga sumur pada agar tersebut dengan
diameter 6 mm, lalu dimasukkan 60 μL sampel uji ke dalam masing-masing
sumur. Sampel uji yang digunakan adalah filtrat uji. Akuades digunakan sebagai
kontrol negatif. Cawan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam dengan posisi
cawan menghadap ke atas setelah sebelumnya dibiarkan pada suhu rendah untuk
memberi kesempatan filtrat inhibisi ke dalam kultur.
Metode kertas cakram menggunakan kertas saring berdiameter 6 mm yang
sebelumnya telah disterilisasi. Selanjutnya pada setiap kertas saring ditambahkan
filtrat sebanyak 10 μL secara perlahan-lahan dengan tujuan filtrat terserap
sempurna. Kontrol positif dan kontrol negatif ditambahkan dengan cara yang sama.
Kertas saring tersebut diletakkan pada media padat yang telah diinokulasi bakteri
sebelumnya. Cawan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 24 jam dengan posisi cawan
menghadap ke atas. Adanya penghambatan diketahui dengan mengukur diameter
zona bening yang terbentuk. Diamati adanya penghambatan dengan mengukur
diameter zona bening yang terbentuk
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertumbuhan P. flabellatus pada Media Campuran
Kurva pertumbuhan diperlukan sebagai acuan masa panen miselium dalam
media pertumbuhan yang digunakan. Pertambahan bobot miselium atau biomassa
merupakan salah satu kriteria terjadinya pertumbuhan. Pengukuran kurva
pertumbuhan menggunakan bobot kering miselium sudah umum digunakan. Fase
pertumbuhan miselium pada media cair memiliki kesesuaian dengan fase
pertumbuhan logaritmik pada organisme uniseluler yang terdiri dari fase lag,
logaritmik, stasioner dan kematian (Chang dan Miles 2004).
Hasil percobaan kurva pertumbuhan menunjukkan pada hari ke-8 terdapat
kenaikan bobot kering miselium yang cukup tinggi daripada hari ke-4. Terlihat pada
Gambar 2 P. flabellatus pada hari ke-12 mengalami penurunan laju pertumbuhan
dibandingkan dengan hari sebelumnya. Kurva pertumbuhan P. flabellatus
menunjukkan bahwa pada masa pemanenan 8 hari sudah mulai memasuki akhir dari
fase logaritmik yang juga menandakan dimulainya fase stasioner. Terjadinya
penurunan kecepatan pertumbuhan menunjukkan bahwa nutrisi yang dibutuhkan
sudah mulai tidak mencukupi. Padahal semua organisme hidup termasuk cendawan,
memerlukan nutrien untuk mendukung pertumbuhannya. Nutrien berupa unsur atau
senyawa kimia digunakan sel sebagai konstituen kimia penyusun sel. Nutrien
tersebut diperoleh dari subtrat atau media pertumbuhannya. Menurut Chang dan
Miles (2004) nutrien yang dibutuhkan cendawan diantaranya karbon, nitrogen,
sulfur, fosfor, kalium, magnesum, natrium, kalsium, nutrien makro dan vitamin.
Ketika terjadi keterbatasan nutrisi yang dibutuhkan maka akan terjadi pelepasan
zat-zat hasil proses katabolisme yang merupakan metabolit sekunder (Srikandace
et al. 2007). Cendawan memiliki mekanisme khusus untuk metabolisme yang dapat
menghasilkan metabolit sekunder yang bersifat fungsional. Metabolit sekunder
8
tersebut terdiri dari berbagai macam struktur kimia dan bioaktivitas sebagai
pertahanan terhadap kondisi lingkungan yang tidak sesuai (Zhong dan Xiao 2009).
Pola kurva pertumbuhan yang diperoleh pada penelitian ini sesuai dengan
penelitian Hendartina (2014) yang juga melakukan pengamatan pola kurva
pertumbuhan P. flabellatus pada media Potato Dextrose Broth (PDB). Pemanenan
dilakukan pada hari ke-7, ke-8 dan ke-9. Hasil yang diperoleh menunjukkan pola
yang sama. Pada hari ke-8 terjadi peningkatan bobot miselium yang tinggi dari hari
sebelumnya yaitu hari ke-7. Selanjutnya terjadi peningkatan bobot miselium
dengan laju pertumbuhan yang lebih lambat pada hari ke-9. Penurunan laju
pertumbuhan yang terjadi dapat disebabkan oleh kandungan nutrisi pada media
yang berkurang ataupun hasil metabolit yang berupa toksin mulai dihasilkan
(Chang dan Miles 2004). Perbedaan antara hasil penelitian dengan literatur yaitu
pada hasil yang didapatkan dari hari ke-7 menuju hari ke-8 tidak terjadi peningkatan
yang cukup tinggi, sedangkan pada penelitian Hendartina (2014) dari hari ke-7
menuju hari ke-8 bobot miselium meningkat secara signifikan. Hal tersebut dapat
terjadi karena perbedaan media yang digunakan, lingkungan pertumbuhan serta
jumlah pelet yang digunakan per satuan volume media. Menurut Ravimannan et al.
(2014) perbedaan sumber nutrisi dalam media pertumbuhan salah satunya yaitu
protein dapat mempengaruhi pertumbuhan miselium karena media berperan dalam
memasok nutrisi yang dibutuhkan selama pertumbuhan. Pada penelitian yang
dilakukan media yang digunakan tidak hanya ekstrak kentang tetapi juga
ditambahkan ekstrak kedelai yang merupakan sumber protein sehingga dapat
mempengaruhi pertumbuhan miselium.
Gambar 2 Bobot kering miselium yang diperoleh pada saat pemanenan
P. flabellatus
Senyawa Fitokimia Filtrat Media
Analisis fitokimia secara kualitatif dilakukan terhadap filtrat media cair
pekat untuk mengetahui komponen metabolit sekunder yang terkandung dalam
filtrat. Uji fitokima meliputi keberadaan alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid,
dan triterpenoid. Hasil analisis fitokimia pada Tabel 1 menunjukkan bahwa pada
filtrat terdapat flavonoid, saponin dan triterpenoid. Keberadaan flavonoid ditandai
dengan timbulnya warna merah setelah ditambahkan asam sulfat pekat pada sampel
yang sudah disiapkan sebelumnya. Sampel mengandung saponin jika terdapat buih
stabil setelah dikondisikan dengan panas dan pengocokan. Keberadaan triterpenoid
0
0.2
0.4
0.6
0.8
0 4 8 12 16
Bob
ot
ker
ing
mis
eliu
m (
g)
Hari ke-
9
ditandai dengan warna merah atau ungu. Senyawa fitokimia yang terkandung
sebagian besar dapat berperan sebagai antioksidan (Yang et al. 2010).
Tabel 1 Hasil uji fitokimia filtrat media
Uji Hasil Pengamatan
Alkaloid -
Flavonoid +
Tanin -
Saponin +
Steroid -
Triterpenoid +
Keterangan :
+ : mengandung senyawa metabolit sekunder
- : tidak mengandung senyawa metabolit sekunder
Berdasarkan literatur metabolit sekunder dari jamur di antaranya ialah
senyawa fenolik, terpenoid dan steroid (Rai et al. 2013). Pada ekstrak filtrat yang
diuji steroid tidak memberikan hasil yang positif. Perbedaan hasil ini dapat terjadi
karena perbedaan kondisi pertumbuhan selama inkubasi. Selain itu, senyawa
bioaktif tidak hanya berasal dari hasil metabolit sekunder, namun juga berasal dari
media yang digunakan selama pertumbuhan miselium. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Maharni (2015) ekstrak metanol dari beras merah mengandung
saponin, flavonoid dan triterpenoid. Komponen flavonoid juga dapat berasal dari
ekstrak kedelai. Dengan demikian hasil pengujian sesuai dengan literatur yang ada.
Aktivitas Antioksidan Senyawa Fitokimia Filtrat Media
Adanya senyawa antioksidan pada suatu bahan dapat diketahui dengan
melakukan uji aktivitas antioksidan. Metode yang dapat digunakan yaitu
menggunakan radikal bebas diphenylpicrylhydrazyl (DPPH) yang bersifat stabil
dan beraktivitas dengan cara mendelokasi elektron bebas pada suatu molekul,
sehingga molekul tersebut tidak reaktif seperti radikal bebas lain. DPPH bersifat
tidak terpengaruh oleh reaksi sampingan lain seperti inhibisi enzim dan kelasi ion
metal sehingga memiliki keunggulan dibanding radikal bebas lain. Kelebihan
metode ini ialah metode yang sederhana, menggunakan sampel dalam jumlah
sedikit dan waktu pengujian yang singkat (Hanani et al. 2005). Metode pengujian
aktivitas antioksidan menggunakan DPPH berdasarkan prinsip spektrofotometri.
Larutan DPPH dalam metanol yang berwarna ungu akan berubah warna menjadi
kuning karena tereduksi ketika ditambahkan senyawa antioksidan. Perubahan
warna ini dapat diukur pada panjang gelombang 517 nm di mana penurunan
absorbansi menunjukkan adanya aktivitas antioksidan.
Pada metode DPPH yang dilakukan asam askorbat digunakan sebagai
standar. Hal ini disebabkan oleh asam askorbat merupakan salah satu antioksidan
sekunder yang mampu menangkap radikal bebas dan mencegah terjadinya reaksi
berantai. Dengan demikian hasil analisis kapasitas antioksidan yang dilakukan
dapat dinyatakan dalam Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capacity (mg
AEAC/g ekstrak). Pengujian menggunakan metode DPPH tidak spesifik untuk
senyawa antioksidan tertentu namun untuk antioksidan secara menyeluruh
10
(Prakash et al. 2001). Kurva standar asam askorbat dari penelitian yang dilakukan
dapat dilihat pada Gambar 3.
Berdasarkan kurva standar pada Gambar 3, diperoleh aktivitas antioksidan
dari filtrat media sebesar 18.41 ± 0.35 mg AEAC/g ekstrak. Jika dinyatakan dalam
persentase penghambatan filtrat media memiliki kapasitas antioksidan sebesar
(55.76 ± 1.05)% pada konsentrasi 5%. Jika dibandingkan dengan aktivitas
antioksidan dari ekstrak miselium pada penelitian yang dilakukan oleh Mishra et
al. (2013) yaitu sebesar 3.89 ± 0.06 mg AEAC/g ekstrak dan persentase
penghambatannya sebesar 67.40–69.67% pada konsentrasi 100% maka filtrat
media memiliki kemampuan antioksidan yang lebih tinggi, hal tersebut dapat
disebabkan karena senyawa yang bertindak sebagai antioksidan pada filtrat media
tidak hanya berasal dari metabolit sekunder P. flabellatus namun juga berasal dari
media yang digunakan. Pada media yang telah disterilisasi dan belum diinokulasi
didapatkan kapasitas antioksidan sebesar 7.57 ± 0.04 mg AEAC/g ekstrak. Senyawa
antioksidan tersebut dapat berasal dari ketiga media. Pada kentang terdapat asam
askorbat dan antosianin dalam jumlah kecil yang memiliki kemampuan antioksidan
(Hamouz et al. 2009). Kedelai mengandung isoflavon yang bertindak sebagai
antioksdian. Dengan proses perendaman yang dilakukan antivitas isoflavon sebagai
antioksidan semakin meningkat karena sebelumnya dalam bentuk isoflavon
glikosida yang aktivitasnya rendah dihidrolisis menjadi aglukan isoflavon
(Restuhadi 2001). Pada beras merah terdapat pigmen antosianin yang memiliki
aktivitas antioksidan (Oki et al. 2002). Dengan demikian masing-masing media
berperan dalam aktivitas antioksidan meskipun terjadi penurunan karena adanya
perlakuan suhu tinggi ketika sterilisasi sehingga senyawa yang sensitif terhadap
suhu akan rusak (Uckiah et al. 2009).
Gambar 3 Kurva standar asam askorbat
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Dasgupta et al. (2013) aktivitas
antioksidan dari ekstrak tubuh buah jamur tiram merah muda berdasarkan reduksi
Mo(VI) menjadi Mo(V) oleh senyawa antioksidan yaitu sebesar 40 ± 3.7 mg
y = -0.0016x + 0.6517
R² = 0.9908
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 100 200 300 400 500
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (ppm)
11
AEAC/g ekstrak. Hasil tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan
antioksidan dari ekstrak miselium ataupun filtrat media yang mengandung senyawa
metabolit sekunder. Hal tersebut dapat disebabkan pada tubuh buah terkandung
senyawa yang berperan sebagai antioksidan dalam jumlah yang lebih tinggi serta
ketika proses ekstraksi berlangsung digunakan pelarut yang mampu mengekstrak
komponen bioaktif secara optimal. Pernyataan ini didukung oleh Chang dan miles
(2004) yang menyatakan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak tubuh buah akan lebih
tinggi dibandingkan miselium dan filtrat media.
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan
selain DPPH ialah metode Ferric Reduction Antioxidant Power (FRAP). Metode
FRAP didasarkan pada kemampuan senyawa antioksidan dalam mereduksi
senyawa besi(III)-tripiridil-triazil menjadi besi(II)-tripiridil-triazin pada pH 3.6
(Widyastuti 2010). Perbedaan metode FRAP dengan metode DPPH terdapat pada
mekanismenya. Pada metode DPPH aktivitas antioksidan berdasarkan mekanisme
transfer elektron sedangkan pada metode FRAP didasarkan pada kemampuan
antioksidan mereduksi besi(III) menjadi besi(II) (Benzie dan Szeto 1999). Kurva
standar FeSO4 dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan kurva standar tersebut
diperoleh hasil analisis kemampuan antioksidan filtrat sebesar 23.99 ± 0.14 mmol
FeSO4/g ekstrak. Kemampuan reduksi merupakan indikator yang cukup signifikan
atas keberadaan senyawa antioksidan
Gambar 4 Kurva standar FeSO4
Selain pengukuran aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH dan
FRAP, pengukuran kadar total fenol juga dilakukan. Total fenol merupakan
komponen kimia yang memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih yang
berikatan dengan gugus hidroksil (Dykes dan Rooney 2007). Senyawa fenolik dapat
bertindak sebagai antioksidan, namun efek antioksidan dari senyawa fenolik tidak
selalu sama bergantung pada jenis fenol yang terkandung serta karakteristik bahan
(Shahidi dan Naczk 2006). Senyawa fenol dapat digunakan sebagai indikator
aktivitas antioksidan karena pada beberapa sampel tertentu terdapat hubungan yang
dekat antara kapasitas antioksidan dan kadar total denol (Pan et al. 2008). Namun,
y = 0.0019x + 0.1238
R² = 0.9956
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0 100 200 300 400
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (µmol FeSO4)
12
hal tersebut tidak selalu terjadi karena pada suatu sampel terdapat kemungkinan
senyawa yang memiliki aktivitas antioksidan selain fenol.
Pengukuran kadar total fenol dilakukan berdasarkan prinsip
spektrofotometri dengan metode Folin-Ciocalteu yang dinyatakan sebagai
miligram ekuivalen asam galat. Metode ini memberikan hasil kadar senyawa
fenolik secara keseluruhan dari kandungan total fenol yang dianalisis (Prior et al.
2005). Selain itu, metode ini juga tidak membedakan jenis komponen fenolik,
namun semua jenis fenol dideteksi dengan sensivitas yang bervariasi. Kurva standar
asam galat hasil analisis dapat dilihat pada Gambar 5. Warna biru yang terbentuk
berbanding lurus dengan konsentrasi ion fenolat yang terbentuk. Intensitas warna
biru yang semakin tinggi memperlihatkan jumlah kandungan senyawa fenolik
dalam bahan yang semakin tinggi (Conforti et al. 2006).
Gambar 5 Kurva Standar Asam Galat
Hasil pengukuran kadar total fenol terhadap filtrat media memberikan hasil
sebesar 7.88 ± 0.21 mg GAE/g ekstrak. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kadar
fenol dalam satu gram ekstrak sebanding dengan 7.88 gram asam galat.
Berdasarkan penelitian Dasgupta et al. (2014) ekstrak miselium P. flabellatus
dalam air panas mengandung total fenol sebesar 13.12 mg GAE/g ekstrak. Hasil
penelitian menunjukkan hasil yang lebih kecil karena pada filtrat media telah terjadi
pemanasan yang dapat menurunkan jumlah fenol (Piga et al. 2003). Selain itu, fenol
yang juga merupakan metabolit sekunder dari P. flabellatus pada saat dipanen
terakumulasi dalam jumlah kecil. Kadar fenol yang diperoleh pada filtrat media
tidak berbeda jauh dengan kadar fenol dari ekstrak tubuh buah jamur tiram merah
muda yaitu sebesar 6.88 ± 0.45 mg AGE/g ekstrak (Dasgupta et al. 2013).
Aktivitas Antimikroba Senyawa Fitokimia Filtrat Media
Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan terhadap E. coli, S. aureus,
Salmonella sp., dan M. morganii. Pemilihan bakteri E. coli, S. Aureus dan
Salmonella sp. didasarkan pada ketiga bakteri tersebut merupakan bakteri patogen
y = 0.0026x - 0.0051
R² = 0.9922
-0.1
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0 50 100 150 200 250 300
Ab
sorb
an
si
Konsentrasi (ppm)
13
yang umum mencemari pangan (Rahayu dan Nurwitri 2012). M. morganii
merupakan bakteri penghasil histamin yang umumnya terdapat pada produk
perikanan sehingga dapat dijadikan indikator pengujian antimikroba yang dapat
diterapkan pada produk perikanan (Butler et al. 2010). Hasil percobaan
menunjukkan bahwa setelah dilakukan inkubasi tidak terdapat zona bening pada
ke-4 jenis bakteri. Dengan demikian filtrat yang diuji tidak mampu menghambat
pertumbuhan ke-4 jenis bakteri tersebut baik menggunakan metode difusi agar
maupun dengan metode kertas cakram. Hasil tersebut tidak sesuai dengan hasil uji
fitokimia yang menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Flavonoid diketahui
memiliki aktivitas sebagai antibakteri dikarenakan kemampuannya membentuk
kompleks dengan protein ekstraseluler dan protein terlarut serta dengan dinding sel
bakteri (Tsuchiya et al. 1996). Estrela et al. (1995) dan DiCarlo et al. (1999)
menyatakan bahwa gugus hidroksil yang terdapat pada senyawa flavonoid dapat
menyebabkan perubahan pada komponen organik dan pemasokan nutrisi yang
akhirnya memberi efek toksik pada bakteri. Penyataan tersebut didukung oleh
penelitian Poeloengan et al. (2007) yang menyatakan bahwa senyawa flavonoid
yang diekstrak dari batang bungur dapat berperan dalam menghambat pertumbuhan
bakteri E. coli dan S. aureus.
Berdasarkan penelitian Rai et al. (2013) yang melakukan uji antimikroba
dari jamur tiram merah muda segar yang diekstrak menggunakan etanol dengan
menggunakan metode kertas cakram menunjukkan bahwa P. flabellatus mampu
menghambat pertumbuhan lima bakteri yang diuji. Bakteri yang diuji beserta
besarnya zona hambat yang teramati yaitu P. vulgaris (17.29 ± 0.08 mm), E. coli
(11.40 ± 0.06 mm), Pseudomonas aeroginosa (12.41 ± 0.06 mm), Bacillus subtilis
(15.65 ± 0.10 mm) dan S. aureus (10.68 ± 0.02 mm).
Tidak adanya efek antimikroba dari filtrat media pada penelitian yang
dilakukan tersebut dapat disebabkan oleh konsentrasi senyawa antimikroba belum
mencapai konsentrasi minimal untuk menghambat bakteri uji. Faktor yang
menyebabkan hal tersebut yaitu penentuan masa panen dilakukan berdasarkan
kandungan tertinggi metabolit primer berupa protein. Pada saat tersebut diduga
pertumbuhan belum mencapai fase stasioner di mana metabolit sekunder mulai
banyak dihasilkan. Neldawati (2006) menyatakan bahwa pemanenan pada saat
bobot miselium maksimal tidak selalu diimbangi dengan produki senyawa bioaktif
ekstraseluler yang tinggi pula. Hal tersebut dapat pula dipengaruhi oleh perbedaan
kandungan nutrisi pada media tumbuh yang akan mempengaruhi sintesis senyawa
bioaktif. Produk senyawa bioaktif dapat dipengaruhi oleh faktor genetik, fisik dan
kimia. Hasil penelitian Neldawati (2006) menunjukkan bahwa perbedaan sumber
karbon dan protein pada media pertumbuhannya dapat berpengaruh pada produksi
senyawa bioaktif. Tidak tercapainya konsentrasi hambat minimal juga dapat
disebabkan terjadinya penurunan komponen fitokimia yang berperan sebagai
antimikroba akibat pemanasan yang dilakukan sebelum pemanenan selama 30
menit pada suhu 68 °C. Hal tersebut didukung pernyataan Yin dan Cheng (1998)
yaitu pada kebanyakan sampel senyawa fitokimia akan berkurang setelah
mengalami pemanasan pada suhu 65 °C.
14
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Filtrat media yang mengandung metabolit sekunder dari P. flabellatus pada
media campuran ekstrak kentang, beras merah dan kedelai mampu berperan sebagai
antioksidan namun tidak memiliki aktivitas sebagai antimikroba pada mikroba uji
yaitu Morganella morganii, Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan
Salmonella sp.. Pada uji fitokimia secara kualitatif diketahui dalam filtrat media
terdapat flavonoid, saponin dan triterpenoid. Hal tersebut sesuai dengan hasil uji
kapasitas antioksidan filtrat yang menunjukkan flavonoid memiliki kemampuan
antioksidan. Hasil uji kemampuan antioksidan metode DPPH, FRAP serta kadar
total fenol secara berturut-turut ialah 18.41 ± 0.35 mg AEAC/g ekstrak, 23.99 ±
0.14 mmol FeSO4/g ekstrak dan 7.88 ± 0.21 mg GAE/g ekstrak. Ketidaksesuaian
hasil dengan kemampuan antimikroba dikarenakan jumlah senyawa aktif yang
mampu menghambat pertumbuhan mikroba dalam filtrat media belum mencapai
konsentrasi minimal agar dapat menghambat.
Saran
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini baru berupa kemampuan antioksidan
dari filtrat media. Perlu dilakukan uji lebih lanjut untuk mengetahui penerapan
produk samping sebagai antioksidan dalam produk pangan langsung. Dengan
demikian produk samping berupa filtrat media akan lebih bermanfaat. Selain itu,
kerusakan senyawa fitokimia akibat pemanasan dapat dihindari dengan cara
pemisahan miselium dan filtrat media dilakukan terlebih dahulu sebelum
pemanasan untuk mengurangi kadar asam nukleat. Media kontrol juga perlu
dianalisis untuk mengetahui kandungan senyawa fitokimianya. Pengujian secara
kuantitatif untuk senyawa fitokimia juga sebaiknya dilakukan untuk mendapatkan
informasi yang lebih jelas.
DAFTAR PUSTAKA
Acharya K, Dasgupta A, Paloi S. 2015. Mycochemical Analysis and Antioxidant
Efficacy of a Wild Edible Mushroom from the Eastern Himalayas. Research
Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences 6(4):943-948.
Aminuddin H, Khan AM, Abidin H, Madzlan K, Suri R, Kamal MK. 2007.
Optimization of submerged culture for the production of Lentinula edodes
mycelia biomass and amino acid composition by different temperature.
Journal of Tropical Agriculture and Food Science 35: 131-138.
Benzie IFF and Szeto YT. 1999. Total antioxidant capacity of teas by the ferric
reducing antioxidant power assay. Journal of Agricultural and Food
Chemistry 47:633-636.
Butler IFF, Bolton GE, Jaykus LA, Green PDM, Green PD. 2010. Development of
molecular-based methods for determination of high histamine producing
bacteria in fish. International Journal of Food Microbiology 139:161-167.
15
Chang ST, Miles PG. 2004. Mushrooms: Cultivation, Nutritional Value, Medicinal
Effect, and Environmental Impact. Boca Raton (US): CRC Pr.
Chang TT, Bardenas EA. 1965. The morphology and varietal characteristics of the
rice plant. Technical Bulletins The International Rice Research Institute
(IRRI) 4:40. Conforti F, Statti G, Uzunov D, Menichini F. 2006. Comparative chemical composition
and antioxidant activities of wild and cultivated Laurus nobilis L. leaves and
Foeniculum vulgare subsp. piperitum (Ucria) coutinho seeds. Biological and
Pharmaceutical Bulletin 29 (10): 2056 – 2064.
Dasgupta A, Rai M, Acharya K. 2013. Chemical composition and antioxidant
activity of a wild edible mushroom Pleurotus Flabellatus. International
Journal of PharmTech Research 5(4):1655-1663.
DiCarlo G, Mascalo N, Izzo AA, Capasso F. 1999. Flavonoids: old and new aspects
of a class of natural theraperutic drugs. Life Sciences Journal 65(4):37-53.
Dykes L, Rooney LW. 2007. Phenolic compounds in cereal grains and their health
benefits. Cereal Food World 52(3):105.
Estrela C, Sydney GB, Bammann LL, Felippe Jr O. 1995. Mechanism of action
calcium and hydroxyl ions of calcium hydroxide on tissue and bacteria.
Brazilian Dental Journal 6:85-90.
Hamouz K, Lachman J, Dvořák P, Orsák M, Hejtmánková K, Čĺžek M. 2009. Effect
of selected factors on the content of ascorbic acid in potatoes with different
tuber flesh colour. Plant Soil and Environment 55(7):281-287.
Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam
spons Callyspongia sp. dari kepulauan seribu. Ilmu Kefarmasian 2(3):127-
133.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Padmawinata K, Soediro I, penerjemah. Bandung (ID): Institut
Teknologi Bandung. Terjemahan dari Phytochemical Methods.
Hendartina NT. 2014. Kajian sifat fungsional mikoprotein yang berasal dari
miselium dan tubuh buah jamur pangan serta aplikasinya untuk pembuatan
daging analog [tesis] Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Hung PV, Nhi NNY. 2012. Nutritional composition and antioxidant capacity of
several edible mushrooms grown in the southern vietnam. International
Food Research Journal 19(2):611-615. ISO14502-1. 2005. Determination of substances characteristic of green and black
tea-Calorimetric method using Folin-Ciocalteu reagent.
Maharni M. 2015. Potensi beras putih (Oryza sativa), beras hitam (O. sativa L.
Indica) dan beras mera (O. nivara) sebagai antioksidan dan inhibitor
tirosinase [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Mishra KK, Pal RS, Arunkumar R, Chandrashekara C, Jain SK, Bhatt JC. 2013.
Antioxidant properties of different edible mushroom species and increased
bioconversion efficiency of Pleurotus eryngii using locally available casing
materials. Food Chemistry 138:1557-1563.
Mshandete AM, Mgonja J. 2009. Submerged liquid fermentation of some tanzanian
basidiomycetes for the production of mycelia biomass, exopolysaccharides
and mycelium protein using wastes peels media. ARPN Journal of
Agricultural and Biological Science 4(6):1-13.
16
Neldawati. 2006. Studi senyawa bioaktif eksopolisakarida Pleurotus ostreatus pada
media cair dengan berbagai macam sumber karbon [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Oki T, Matsuda M, Kobayashi M, Nishiba Y, Furota S, Soda I, Sato T. 2002.
Polymeric procyanidins as radical scavenging components in red-hulled rice.
Journal of Agricultural and Food Chemistry 50(26):7524-7529.
Pan Y, Wang K, Huang S, Wang H, Mu X, He C et al. 2008. Antioxidant activity
of microwave-assisted extract of longan (Dimocarpus longan Lour.). Food
Chemistry 106:1264-1270.
Piga A, DelCaro A, Corda G. 2003. From plums to prunes: influence of drying
parameters on polyprepols and antioxidant activity. Journal of Agricultural
and Food Chemistry 51(12):3675-3681.
Poeloengan M, Andriani, Susan MN, Komala I, Hasnita M. 2007. Uji daya
antibakteri ekstrak etanol batang bungur (Langerstoremia speciosa Pers.)
terhadap Staphylococcus aureus dan Escherichia coli secara in vitro.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. 776-782. Prakash A, Rigelhof F, Miller. 2001. Antioxidant activity. Medallion Laboratories:
Analithycal Progress 19(2): 1–4. Prior RL, Wu X, and Schaich K. 2005. Standardised methods for the determination of
antioxidant capacity and phenolic in food and dietary suplements. Journal of
Agricultural and Food Chemistry 53(10): 4290–4302.
Rahayu WP, Nurwitri CC. 2012. Mikrobiologi Pangan. Bogor (ID): IPB pr.
Rai M, Sen S, Acharya K. 2013. Antimicrobial activity of four wild edible
mushrooms from Darjeeling hills, West Bengal, India. International
Journal of PharmTech Research 5(4):949-956.
Ravimannan N, Arulanantham R, Pathmanathan S, Niranjan K. 2014. Alternative
culture media for fungal growth using different formulation of protein
sources. Annals of Biological Research 5(1):36-39.
Restuhadi F. 2001. Studi pendahuluan biokonversi isoflavon pada proses fermentasi
kedelai menggunakan Rhizopus spp. L.4l [tesis]. Bandung (ID): Institut
Teknologi Bandung.
Rubinson KA. 1987. Chemical Analysis. Boston (US) : Little Brown and Co.
Saija A. 1995. Flavonoids as antioxidant agents: importance of their interaction
with biomembranes. Free Radical Biology and Medicine 19(4):81-486. Shahidi F, Naczk M. 2006. Phenolic in Food and Nutraceuticals. New York (GB):
CRC Pr.
Srikandace Y, Hapsari Y dan Simanjuntak P. 2007. Seleksi mikroba endofit
Curcuma zedoaria dalam memproduksi senyawa kimia antimikroba. Jurnal
Ilmu Kefarmasian Indonesia 5(2):77-84.
Sukarno, Hendartina NT, Fardiaz D, Sukarno N. 2014. Karakteristik fungsional
protein miselium jamur tiram merah muda dan merang. Jurnal Teknologi
dan Industri Pertanian 25(1):1-6.
Tsuchiya H, Sato M, Miyazaki T, Fujiwara S, Tanigaki S, Ohyama M, Tanaka T,
Iinuma M. 1996. Comparative study on the antibacterial activity of
phytochemical flavonones against methicillin-resistant Staphylococcus
aureus. Journal of Ethnopharmacology 50:27-34.
Uckiah, Goburdhun D, Rugoo A. 2009. Vitamin C content during processing and
sorage of pineapple. Journal of Nutrition and Food Sciences 39(4):398-412.
17
Vamanu E. 2013. Antioxidant properties and chemical compositions of various
extracts of the edible commercial mushroom, Pleurotus ostreatus, in
Romanian markets. Revista de Chimie 64:49-54. Widyastuti N. 2010. Pengukuran aktivitas antioksidan dengan metode CUPRAC,
DPPH dan FRAP serta kolerasinya dengan fenol dan flavonoid pada enam
tanaman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Yin MC, Cheng WS. 1998. Antioxidant activity of several Allium members.
Journal of Agricultural and Food Chemistry 46(10):4097-4101.
Yang X, Yang L, Zheng H. 2010. Hypolipidemic and antioxidant effects of
mulberry (Morusaiba L.) fruit in hyperlipidaemia rats. Food and Chemical
Toxicology 48:2374-2379.
Zhong JJ, Xiao JH. 2009. Secondary metabolites from higher fungi : discovery,
bioactivity and bioproduction. Journal of Biotechnology 113:79-150.
Zuhut EAM, Rahayu WP, Wijaya CH, Sari PP. 2001. Aktivitas antimikroba
ekstrak kedawung (Parkia roxburghii g.don) terhadap bakteri patogen.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 12(1): 6-12.
18
Lampiran 1 Hasil uji aktivitas antioksidan metode DPPH
Tabel 2 Data analisis kemampuan antioksidan menggunakan metode DPPH
Sampel Ulang
-an
Absor-
bansi
Absor-
bansi
blanko
Kapasitas
anti-
oksidan
(%)
Rata-
rata ±
SD
(%)
Kadar
antioksidan
(mg
AEAC/g
ekstrak)
Rata-
rata ±
SD (mg
AEAC/g
ekstrak)
Filtrat
media
1 0.280
0.655
57.25 55.76
±
1.05
18.9102
18.41 ±
0.35
0.292 55.42 18.2998
2 0.288 56.03 18.5032
0.299 54.35 17.9436
Contoh perhitungan :
Kadar Antioksidan = konsentrasi AEAC x faktor pengenceran
konsentrasi ekstrak
= 232.3215 mg AEAC/ L
245.7000 g/Lx 20
= 18.9102 mg AEAC/g
Tabel 3 Data analisis kemampuan antioksidan media kontrol
Sampel Ulang
-an Abs
Abs
blanko
Delta
abs
Kadar antioksidan
(mg AEAC/g
ekstrak)
x̄ (mg
AEAC/g
ekstrak)
Media
kontrol
1 0.182 0.411 0.229 7.6298
7.57 ±
0.04
0.183 0.411 0.228 7.5948
2 0.185 0.411 0.226 7.5250
0.183 0.411 0.228 7.5948
Contoh perhitungan :
Kadar Antioksidan = konsentrasi AEAC x faktor pengenceran
konsentrasi ekstrak
= 156.1429 mg AEAC/ L
204.6500 g/Lx 10
= 7.6298 mg AEAC/g
19
Lampiran 2 Hasil uji aktivitas antioksidan metode FRAP
Tabel 4 Data analisis kemampuan antioksidan metode FRAP
Sampel Ulangan Absorbansi
Konsentrasi
(μmol
FeSO4)
Kapasitas
antioksidan
(mmol
FeSO4/g
sampel)
Rata-rata ± SD
(mmol
FeSO4/g
sampel)
Filtrat
media
1 0.461 177.4737 24.0773
23.99 ± 0.14 0.462 178.0000 24.1487
2 0.457 175.3648 23.7917
0.459 176.4210 23.9345
Contoh perhitungan :
Kapasitas antioksidan = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 (μmol FeSO4)
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 (𝑚𝑔) 𝑥 𝐹𝑃
= 177.4737 μmol FeSO4
147.4200 𝑚𝑔
= 24.0773 μmol FeSO4/ mg sampel
= 24.0773 mmol FeSO4/ g sampel
Lampiran 3 Hasil uji kadar total fenol
Tabel 5 Data analisis kadar total fenol
Sampel Ulangan Absorbansi
Konsentrasi
(mg AGE/
L)
Total
fenol (mg
AGE/ g
sampel)
Rata-rata ±
SD (mg
AGE / g
sampel)
Filtrat
media
1 0.238 93.5000 7.6109
7.88 ± 0.21 0.245 96.1923 7.8301
2 0.246 96.5769 7.8614
0.257 100.8077 8.2058
Contoh perhitungan :
Kadar total fenol = 𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝐴𝐺𝐸 𝑥 𝑓𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑒𝑛𝑐𝑒𝑟𝑎𝑛
𝑘𝑜𝑛𝑠𝑒𝑛𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑒𝑘𝑠𝑡𝑟𝑎𝑘
= 161.1923 𝑚𝑔 𝐴𝐺𝐸/𝐿
245.7000 𝑔/𝐿𝑥 1
= 7.6109 𝑚𝑔 𝐴𝐸𝐴𝐶/𝑔
Lampiran 4 Hasil analisis kemampuan antimikroba
Tabel 6 Data analisis kemampuan antimikroba metode kertas cakram
Konsentrasi
(g/mL)
Diameter zona hambat (mm)
M. morganii S. aureus E. coli Salmonella sp.
0.2457 - - - -
0.4914 - - - -
2.4570 - - - -
Keterangan :
- : Tidak ditemukan zona hambat
20
Tabel 7 Data analisis kemampuan antimikroba metode sumur
Konsentrasi
(g/mL)
Diameter zona hambat (mm)
M. morganii S. aureus E. coli Salmonella sp.
0.2457 - - - -
0.4914 - - - -
2.4570 - - - -
Keterangan :
- : Tidak ditemukan zona hambat
21
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Curup, kabupaten Rejang Lebong,
provinsi Bengkulu pada tanggal 24 September 1994 dari
pasangan Bapak MD Firdaus KS dan Ibu Vorine Kurniati.
Penulis merupakan putri pertama dari dua bersaudara. Penulis
mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 78 Curup
(tamat 2006), SMP Negeri 1 Curup (tamat 2009) dan SMA
Negeri 1 Curup (tamat 2012). Penulis terdaftar sebagai
mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi
Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur seleksi
nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN)
undangan pada tahun 2012.
Penulis aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi kemahasiswaan. Penulis
terlibat sebagai panitia dalam acara Fateta Art Contest (2013), Masa Perkenalan
Kampus Mahasiswa Baru Generasi Emas 50 (2013), IPB Social and Health Care
(2013), Fateta Art Contest (2014), BAUR 2014, Masa Perkenalan Fakultas Techno-
F 2014, Food Day Festival (Foodival) 2014 dan National Food Technology
Seminar (2015). Penulis juga pernah menjadi trainer sesi flavor for fun dalam acara
Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan (LCTIP) XXI (2013) dan fasilitator dalam acara
Pendidikan Sarapan Sehat Nasional (2015) dalam rangka Hari Gizi Nasional dan
Pekan Sarapan Nasional. Selama dua tahun, penulis aktif di kegiatan organisasi
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas yaitu periode 2013-2014 dan 2014-2015 serta
organisasi mahasiswa daerah Bengkulu yaitu Ikatan Mahasiswa Bumi Rafflesia
(IMBR). Penulis juga aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah kimia (2014),
mikrobiologi pangan (2015) serta analisis pangan (2016). Penulis mendapatkan penghargaan sebagai Best Staff periode September –
November 2014 dari departemen Pengembangan masyarakat dan penerima dana hibah
dari DIKTI untuk program pengembangan usaha mikro di Desa Pamijahan (2015).
Selama perkuliahan, penulis mendapatkan bantuan dana beasiswa BIDIKMISI dari
DIKTI (2012-2016). Penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang berjudul
“Potensi Senyawa Fitokimia Filtrat Media Pertumbuhan Jamur Tiram Merah Muda
(Pleurotus flabellatus) sebagai Antioksidan dan Antimikroba” di bawah bimbingan Dr.
Ir. Sukarno, M.Sc. dan Dr. Ir. Nampiah Sukarno.