POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN DIII JAMU … fileKategori obat bahan alam antara lain jamu,...
Transcript of POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA JURUSAN DIII JAMU … fileKategori obat bahan alam antara lain jamu,...
Dimas Suryo Aribowo 1
MATERI KULIAH
FORMULASI TEKNOLOGI
PENYUSUN :
DIMAS SURYO ARIBOWO., S. Far., M. Sc., Apt
POLITEKNIK KESEHATAN SURAKARTA
JURUSAN DIII JAMU
2012
Dimas Suryo Aribowo 2
PENDAHULUAN
Indonesia terkenal dengan khasanah tanaman obatnya. Namun demikian,
pengembangan tanaman obat Indonesia dirasakan belum maksimal. Padahal, dunia
barat kini diliputi semangat kembali ke alam, salah satunya mencari upaya pengobatan
melalui bahan-bahan yang tersebar di alam.
Jauh sebelum pelayanan kesehatan internal dengan obat-obatan modern
menyentuh masyarakat. Selain bagi ekonomi, efek samping dari obat herbal sangat
kecil. Oleh karena itu, penggunaan obat herbal alami dengan formulasi yang sangat
penting dan tentunya sangat aman dan efektif.
Penggunaan tanaman obat untuk penyembuhan suatu penyakit didasarkan
pada pengalaman secara turun-temurun diwariskan ke generasi berikutnya.
Setiap manusia pada hakekatnya mendambakan hidup sehat dan sejahtera lahir
dan batin. Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, disamping
kebutuhan akan sandang, pangan, papan dan pendidikan, karena hanya dengan
kondisi kesehatan yang baik serta tubuh yang prima manusia dapat melaksanakan
proses kehidupan untuk tumbuh dan berkembang menjalankan segala aktivitas
hidupnya.
Maka tidak terlalu berlebihan, jika ada selogan “Kesehatan memang bukan
segala-galanya, tetapi tanpa kesehatan anda tidak bisa berbuat apa-apa, bahkan
segala-galanya itu mungkin akan sirna”. Bertolak dari hal itu maka upaya kesehatan
terpadu (sehat jasmani, rokhani dan sosial) mutlak diperlukan baik secara pribadi
maupun kelompok masyarakat untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010. Keterpaduan
upaya kesehatan tersebut meliputi pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan
(kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif).
Berbagai cara bisa dilakukan dalam rangka memperoleh derajat kesehatan yang
optimal, salah satunya dengan memanfaatkan tanaman obat yang dikemas dalam
bentuk jamu atau obat tradisional.
Adapun yang dimaksud dengan obat tradisional adalah obat jadi atau ramuan
bahan alam yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan galenik atau
campuran bahan-bahan tersebut yang secara tradisional telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman.
Kategori obat bahan alam antara lain jamu, herbal terstandar dan fitofarmaka.
Pengelompokan tersebut berdasar atas cara pembuatan, klaim pengguna dan tingkat
pembuktian khasiat,yaitu:
1. Jamu
Jamu merupakan bahan obat alam yang sediannya masih berupa simplisia
sederhana, seperti irisan rimpang, daun atau akar kering. Sedang khasiatnya dan
Dimas Suryo Aribowo 3
keamanannya baru terbukti setelah secara empiris berdasarkan pengalama turun-
temurun. Sebuah ramuan disebut jamu jika telah digunakan masyarakat melewati 3
generasi. Artinya bila umur satu generasi rata-rata 60 tahun, sebuah ramuan disebut
jamu jika bertahan minimal 180 tahun.
Sebagai contoh, masyarakat telah menggunakan rimpang temulawak untuk
mengatasi hepatitis selama ratusan tahun. Pembuktian khasiat tersebut baru sebatas
pengalaman, selama belum ada penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa temulawak
sebagai antihepatitis. Jadi Curcuma xanthorriza itu tetaplah jamu. Artinya ketika
dikemas dan dipasarkan, prosuden dilarang mengklaim temulawak sebagai obat.
Selain tertulis "jamu", dikemasan produk tertera logo berupa ranting daun
berwarna hijau dalam lingkaran.
Di pasaran banyak beredar produksi kamu seperti Tolak Angin (PT Sido
Muncul), Pil Binari (PT Tenaga Tani Farma), Curmaxan dan Diacinn (Lansida Herbal),
dll.
2. Obat Herbal Terstandar
Obat Herbal terstandar adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan bahan bakunya telah
distandardisasi.
Jamu dapat dinaikkan kelasnya menjadi herbal terstandar dengan syarat bentuk
sediaannya berupa ekstrak dengan bahan dan proses pembuatan yang terstandarisasi.
Disamping itu herbal terstandar harus melewati uji praklinis seperti uji toksisitas
(keamanan), kisaran dosis, farmakodinamik (kemanfaatan) dan teratogenik (keamanan
terhadap janin).
Uji praklinis meliputi in vivo dan in vitro. Riset in vivo dilakukan terhadap hewan
uji seperti mencit, tikus ratus-ratus galur, kelinci atau hewan uji lain.
Sedangkan in vitro dilakukan pada sebagian organ yang terisolasi, kultur sel atau
mikroba. Riset in vitro bersifat parsial, artinya baru diuji pada sebagian organ atau pada
cawan petri. Tujuannya untuk membuktikan klaim sebuah obat. Setelah terbukti aman
dan berkhasiat, bahan herbal tersebut berstatus herbal terstandar. Meski telah teruji
secara praklinis, herbal terstandar tersebut belum dapat diklaim sebagai obat. Namun
konsumen dapat mengkonsumsinya karena telah terbukti aman dan berkhasiat. Hingga
Dimas Suryo Aribowo 4
saat ini, di Indonesia baru 17 produk herbal terstandar yang beredar di pasaran.
Sebagai contoh Diapet (PT Soho Indonesia), Kiranti (PT Ultra Prima Abadi), Psidii (PJ
Tradimun), Diabmeneer (PT Nyonya Meneer), dll. Kemasan produk Herbal Terstandar
berlogo jari-jari daun dalam lingkaran.
3. Fitofarmaka
Fitofarmaka adalah obat dari bahan alam terutama dari alam nabati, yang
khasiatnya jelas dan terbuat dari bahan baku, baik berupa simplisia atau sediaan
galenik yang telah memenuhi persyaratan minimal, sehingga terjamin keseragaman
komponen aktif, keamanan dan kegunaannya.
Sebuah herbal terstandar dapat dinaikkan kelasnya menjadi fitofarmaka setelah
melalui uji klinis pada manusia. Dosis dari hewan coba dikonversi ke dosis aman bagi
manusia. Dari uji itulah dapat diketahui kesamaan efek pada hewan coba dan manusia.
Bisa jadi terbukti ampuh ketika diuji pada hewan coba, belum tentu ampuh juga ketika
dicobakan pada manusia.
Uji klinis terdiri atas single center yang dilakukan di laboratorium penelitian dan
multicenter di berbagai lokasi agar lebih obyektif. Setelah lolos uji fitofarmaka, produsen
dapat mengklaim produknya sebagai obat. Namun demikian, klaim tidak boleh
menyimpang dari materi uji klinis sebelumnya. Misalnya, ketika uji klinis hanya sebagai
antikanker, produsen dilarang mengklaim produknya sebagai antikanker dan
antidiabetes. Kemasan produk fitofarmaka berupa jari-jari daun yang membentuk
bintang dalam lingkaran.
Saat ini di Indonesia baru terdapat 5 fitofarmaka, contoh Nodiar (PT Kimia
Farma), Stimuno (PT Dexa Medica), Rheumaneer PT. Nyonya Meneer), Tensigard dan
X-Gra (PT Phapros).
Dimas Suryo Aribowo 5
Itulah tiga kriteria produk bahan alam dan tahapan panjang yang harus dilalui
oleh produsen obat bahan alam untuk mendapatkan status tertinggi sebagai obat yaitu
fitofarmaka. Semua uji tersebut ditempuh demi keamanan konsumen.
Penggunaan obat tradisional di Indonesia sudah berlangsung sejak ribuan tahun
yang lalu, sebelum obat modern ditemukan dan dipasarkan. Hal itu tercermin antara
lain pada lukisan di relief Candi Borobudur dan resep tanaman obat yang ditulis dari
tahun 991 sampai 1016 pada daun lontar di Bali.
Indonesia yang beriklim tropis merupakan Negara dengan keanekaragaman
hayati terbesar kedua di dunia setelah Brazil. Indonesia memiliki sekitar 25 000-30 000
spesies tanaman yang merupakan 80% dari jenis tanaman di dunia dan 90 % dari jenis
tanaman di Asia.
Oleh karena itu makalah ini dibuat agar masyarakat lebih mengerti tentang obat
tradisional dan penggunaannya. Tanaman yang dijelaskan dalam makalah ini
diantaranya, Kejibeling, Meniran, sirih, kunyit, jahe, rosella, mengkudu, jintan hitam,
jambu biji, dan daun ungu.
Jamu merupakan salah satu kekayaan budaya Indonesia khususnya di bidang
kesehatan dan estetika. Semangat “back to nature” yang mendunia dan dukungan dari
pemerintah menjadikan jamu yang beberapa dasawarsa sebelumnya sempat
terpinggirkan, saat ini telah menjadi salah satu komoditi yang patut diperhitungkan.
Dalam rangka memperluas penerimaan dari konsumen, beberapa produk jamu
tradisional saat ini dikemas dalam bentuk sediaan yang lebih praktis, modern dengan
rasa yang mudah diterima pula, alias tidak pahit. Parameter rasa ini merupakan satu hal
yang sangat penting mengingat jamu pada awalnya sering tidak dilirik karena
berkonotasi pahit.
Jamu dominan memiliki rasa pahit yang biasa dijajakan sebagai jamu gendong
dan diklaim dapat mengatasi berbagai permasalahan kesehatan, dimulai dari keluhan
sederhana seperti gatal-gatal, kurang nafsu makan, jerawat, pegal dan pusing, sampai
pengobatan penyakit kronis seperti kencing manis, dan hiperkolesterol. Walaupun
racikan pahitan sangat bervariasi, sebagai bahan baku dasar adalah daun sambiloto
(Andrographis paniculataNess). Beberapa pedagang jamu menambahkan bahan-bahan
lain yang rasanya juga pahit seperti batang brotowali(Tinospora tuberculata Beumee),
widoro laut (Strychnos ligustrina Bl.), dan babakan pule (kulit batang Alstonia
scholaris(L.)R.Br.). Bahan lain seperti buah adas (Foeniculum vulgareMill) dan atau
empon-empon juga sering ditambahkan ke dalam komposisi jamu pahitan.Pembuatan
jamu pahitan adalah dengan merebus semua bahan sampai air rebusan menjadi tersisa
sekitar separuhnya. Walaupun rasanya sangat pahit, ke dalam jamu tersebut tidak
ditambahkan pemanis. Sebagai penawar rasa pahit, sesudahnya diberikan jamu yang
mempunyai rasa manis dan segar seperti sinom atau kunir asam.
Dimas Suryo Aribowo 6
TEKNOLOGI SEDIAAN JAMU
Formulasi teknologi sediaan jamu adalah metode, alat dan bahan yang
digunakan untuk membuat suatu sediaan yang berasal dari alam sehingga dapat
mempengaruhi keadaan mental dan fisioligis manusia. Dengan adanya formulasi
teknolgi sediaan jamu ini diharapkan jamu yang beredar di masyarakat akan lebih
menarik, lebih baik dalam efek farmakoterapi dan lebih dapat diterima sebagai salah
satu pengobatan ataupun perawatan tubuh bagi manusia.
Dimas Suryo Aribowo 7
BENTUK SEDIAAN OBAT
1. Bentuk sediaan obat padat
A. Serbuk /powder (pulvis n pulveres)
B. Granul (granual / dry granule)
C. Tablet (compresi)
D. Kapsul (capsulae)
2. Bentuk sediaan obat cair
A. Solutiones (larutan)
B. Suspensiones (suspensi)
C. Emulsa (emulsi)
� Bentuk sediaan obat cair oral
A. Potiones (obat minum)
B. Elixir
C. Sirup
D. Guttae (drop, tetes)
� Bentuk sediaan obat cair topikal
A. Collyrium (kolirium)
B. Guttae ophthalmiceae (tetes mata)
C. Gargarisma (gargle)
D. Mouthwash
E. Guttae nasales (tetes hidung)
Dimas Suryo Aribowo 8
F. Guttae auricularis (tetes telinga)
G. Irrigationes (irigasi)
H. Inhalatoines
I. Epithema
J. Lotion
K. Linimentum (liniment)
� Bentuk sediaan cair rektal/vaginal
A. Lavament/clysma/enema
B. Douche
3. Bentuk sediaan injeksi (Injection)
4. Bentuk sediaan setengah padat
A. Cremores (krim)
B. Jelly (gel)
C. Pastae (pasta)
D. Unguenta (salep)
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012 TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL Pasal 8 Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan: a. intravaginal; b. tetes mata; c. parenteral; dan d. supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.
Dimas Suryo Aribowo 9
SIMPLISIA
TEKNOLOGI PENYIAPAN SIMPLISIA TERSTANDAR TANAMAN OBAT
Panen merupakan salah satu rangkaian tahapan dalam proses
budidaya tanaman obat. Waktu, cara pemanenan dan penanganan bahan setelah
panen merupakan periode kritis yang sangat menen-tukan kualitas dan kuantitas hasil
tanaman. Oleh karena itu waktu, cara panen dan penanganan tanaman yang tepat dan
benar merupakan faktor penentu kua-litas dan kuantitas. Setiap jenis tanaman
memiliki waktu dan cara panen yang berbeda. Tanaman yang dipanen buahnya
memiliki waktu dan cara panen yang berbeda dengan tanaman yang dipanen berupa
biji, rimpang, daun, kulit dan batang. Begitu juga tanaman yang mengalami stres
lingkungan akan memiliki waktu panen yang ber-beda meskipun jenis tanamannya
sama.
Berikut ini diuraikan saat panen yang tepat untuk beberapa jenis tanaman obat.
Biji. Panen tidak bisa dilakukan secara serentak karena perbedaan waktu pematangan
dari buah atau polong yang berbeda. Pemanenan biji di-lakukan pada saat biji telah
masak fisiologis. Fase ini ditandai dengan sudah maksimalnya pertumbuhan buah atau
polong dan biji yang di dalamnya telah terbentuk dengan sempurna. Kulit buah atau
polong mengalami perubahan warna misalnya kulit polong yang semula warna hijau kini
berubah menjadi agak kekuningan dan mulai mengering. Pemanenan biji pada
tanaman se-musim yang sifatnya determinate dilakukan secara serentak pada suatu
luasan tertentu. Pemanenan dilaku-kan setelah 60% kulit polong atau kulit biji sudah
mulai mongering. Hal ini berbeda dengan tanaman se-musim indeterminate dan
tahunan, yang umumnya dipanen secara ber-kala berdasarkan pemasakan dari
biji/polong.
Buah. Buah harus dipanen setelah masak fisiologis dengan cara me-metik.
Pemanenan sebelum masak fisiologis akan menghasilkan buah dengan kualitas yang
rendah dan kuantitasnya berkurang. Buah yang dipanen pada saat masih muda,
seperti buah mengkudu, jeruk nipis, jambu biji dan buah ceplukan akan memiliki rasa
Dimas Suryo Aribowo 10
yang tidak enak dan aromanya kurang sedap. Begitu pula halnya dengan pemanenan
yang terlambat akan menyebabkan pe-nurunan kualitas karena akan terjadi
perombakan bahan aktif yang ter-dapat di dalamnya menjadi zat lain. Selain itu tekstur
buah menjadi lembek dan buah menjadi lebih cepat busuk.
Daun. Pemanenan daun dilakukan pada saat tanaman telah tumbuh maksimal dan
sudah memasuki periode matang fisiologis dan dilakukan dengan memangkas
tanaman. Pemangkasan dilakukan dengan menggunakan pisau yang bersih atau
gunting stek. Pemanenan yang terlalu cepat menyebabkan hasil produksi yang
diperoleh rendah dan kandungan bahan bahan aktifnya juga rendah, seperti tanaman
jati belanda dapat dipanen pada umur 1 - 1,5 tahun, jambu biji pada umur 6 - 7 bulan,
cincau 3 - 4 bulan dan lidah buaya pada umur 12 - 18 bulan setelah tanam. Demikian
juga dengan pe-manenan yang terlambat menyebab-kan daun mengalami penuaan
(se-nescence) sehingga mutunya rendah karena bahan aktifnya sudah ter-degradasi.
Pada beberapa tanaman pemanenan yang terlambat akan mempersulit proses panen.
Rimpang. Untuk jenis rimpang waktu pe-manenan bervariasi tergantung peng-gunaan.
Tetapi pada umumnya pe-manenan dilakukan pada saat tanam-an berumur 8 - 10
bulan. Seperti rimpang jahe, untuk kebutuhan eks-por dalam bentuk segar jahe
dipanen pada umur 8 - 9 bulan setelah tanam, sedangkan untuk bibit 10 - 12 bulan.
Selanjutnya untuk keperluan pem-buatan jahe asinan, jahe awetan dan permen
dipanen pada umur 4 - 6 bulan karena pada umur tersebut serat dan pati belum terlalu
tinggi. Sebagai bahan obat, rimpang di-panen setelah tua yaitu umur 9 - 12 bulan
setelah tanam. Untuk temu-lawak pemanenan rimpang dilaku-kan setelah tanaman
berumur 10 - 12 bulan. Temulawak yang dipanen pada umur tersebut menghasilkan
kadar minyak atsiri dan kurkumin yang tinggi. Penanaman rimpang dilakukan pada saat
awal musim hujan dan dipanen pada pertengahan musim kemarau. Saat panen yang
tepat ditandai dengan mulai menge-ringnya bagian tanaman yang berada di atas
permukaan tanah (daun dan batang semu), misalnya kunyit, temulawak, jahe, dan
kencur.
Bunga. Bunga digunakan dalam industri farmasi dan kosmetik dalam bentuk segar
maupun kering. Bunga yang digunakan dalam bentuk segar, pemanenan dilakukan
pada saat bunga kuncup atau setelah per-tumbuhannya maksimal. Berbeda dengan
bunga yang digunakan dalam bentuk kering, pemanenan dilakukan pada saat bunga
sedang mekar. Seperti bunga piretrum, bunga yang dipanen dalam keadaan masih
kuncup menghasilkan kadar piretrin yang lebih tinggi dibandingkan dengan bunga yang
sudah mekar.
Dimas Suryo Aribowo 11
Kayu. Pemanenan kayu dilakukan setelah pada kayu terbentuk senyawa metabolit
sekunder secara maksimal. Umur panen tanaman berbeda-beda tergantung jenis
tanaman dan ke-cepatan pembentukan metabolit sekundernya. Tanaman secang baru
dapat dipanen setelah berumur 4 sampai 5 tahun, karena apabila dipanen terlalu muda
kandungan zat aktifnya seperti tanin dan sappan masih relatif sedikit.
Herba. Pada beberapa tanaman semusim, waktu panen yang tepat adalah pada saat
pertumbuhan vegetatif tanaman sudah maksimal dan akan memasuki fase generatif
atau dengan kata lain pemanenan dilakukan sebelum ta-naman berbunga. Pemanenan
yang dilakukan terlalu awal mengakibat-kan produksi tanaman yang kita dapatkan
rendah dan kandungan bahan aktifnya juga rendah. Sedang-kan jika pemanenan
terlambat akan menghasilkan mutu rendah karena jumlah daun berkurang, dan batang
tanaman sudah berkayu. Contohnya tanaman sambiloto sebaiknya di-panen pada
umur 3 - 4 bulan, pegagan pada umur 2 - 3 bulan setelah tanam, meniran pada umur
kurang lebih 3,5 bulan atau sebelum berbunga dan tanaman ceplukan dipanen setelah
umur 1 - 1,5 bulan atau segera setelah timbul kuncup bunga, terbentuk.
Cara Panen
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari
cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang diguna-kan dipilih dengan tepat untuk
mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak diperlukan. Seperti rimpang, alat
untuk panen dapat menggunakan garpu atau cangkul. Bahan yang rusak atau busuk
harus segera dibuang atau dipisahkan. Penempatan dalam wadah (keran-jang,
kantong, karung dan lain-lain) tidak boleh terlalu penuh sehingga bahan tidak
menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya dalam waktu pengangkutan diusahakan
supaya bahan tidak terkena panas yang berlebihan, karena dapat menyebab-kan
terjadinya proses fermentasi/ busuk. Bahan juga harus dijaga dari gang-guan hama
(hama gudang, tikus dan binatang peliharaan).
Penanganan Pasca Panen
Pasca panen merupakan kelanjut-an dari proses panen terhadap tanaman budidaya
atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk membuat bahan
hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik serta mudah disimpan
untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca panen perlu diperhatikan
cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman yang ideal setelah dilakukan
Dimas Suryo Aribowo 12
proses panen tanaman tersebut. Selama proses pasca panen sangat penting
diperhatikan keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang digunakan, juga bagi
pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti masker dan sarung tangan.
Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan simplisia tanaman obat yang bermutu,
efek terapinya tinggi sehingga memiliki nilai jual yang tinggi. Secara umum faktor-faktor
dalam penanganan pasca panen yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :
Penyortiran (segar)
Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk memisahkan
kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau
bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati yang baik memiliki
kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari 2%. Proses penyortiran
pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk atau bahan yang muda dan
yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor yang ikut terbawa dalam bahan.
Pencucian
Pencucian bertujuan menghilang-kan kotoran-kotoran dan mengurangi mikroba-
mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan setelah panen
karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pen-cucian menggunakan air bersih seperti
air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor menye-babkan jumlah
mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan bertambah. Pada saat
pencucian per-hatikan air cucian dan air bilasan-nya, jika masih terlihat kotor ulangi
pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi. Perlu diperhatikan bahwa pencucian
harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat mung-kin untuk menghindari larut dan
terbuangnya zat yang terkandung dalam bahan. Pencucian bahan dapat dilakukan
dengan beberapa cara antara lain :
a. Perendaman bertingkat
Perendamana biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung kotoran
seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa kali pada
wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya mengandung
kotoran paling banyak. Saat perendaman kotoran-kotoran yang melekat kuat pada
Dimas Suryo Aribowo 13
bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Metoda ini akan menghemat peng-
gunaan air, namun sangat mudah melarutkan zat-zat yang terkandung dalam bahan.
b. Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak melekat pada
bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain. Proses penyemprotan dilakukan de-
ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi. Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan
bahan, ko-toran yang melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan
tangan. Proses ini biasanya meng-gunakan air yang cukup banyak, namun dapat
mengurangi resiko hilang/larutnya kandungan dalam bahan.
c. Penyikatan (manual maupun oto-matis)
Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang keras/tidak
lunak dan kotoran-nya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai alat bantu sikat
yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini perlu diper-hatikan
kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan terhadap bahan secara
perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya. Pem-bilasan dilakukan pada bahan
yang sudah disikat. Metode pencuci-an ini dapat menghasilkan bahan yang lebih bersih
dibandingkan de-ngan metode pencucian lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa-
kan bahan, sehingga merangsang tumbuhnya bakteri atau mikro-organisme.
Penirisan/pengeringan
Setelah pencucian, bahan lang-sung ditiriskan di rak-rak pengering. Khusus untuk
bahan rimpang pen-jemuran dilakukan selama 4 - 6 hari. Selesai pengeringan
dilakukan kem-bali penyortiran apabila bahan lang-sung digunakan dalam bentuk segar
sesuai dengan permintaan. Contoh-nya untuk rimpang jahe, perlu dilakukan penyortiran
sesuai standar perdagangan, karena mutu bahan menentukan harga jual. Berdasarkan
standar perdagangan, mutu rimpang jahe segar dikategorikan sebagai berikut :
• Mutu I : bobot 250 g/rimpang, kulit tidak terkelupas, tidak me-ngandung benda asing dan tidak berjamur.
• Mutu II : bobot 150 - 249 g/rim-pang, kulit tidak terkelupas, tidak mengandung benda asing dan tidak berjamur.
Dimas Suryo Aribowo 14
• Mutu III : bobot sesuai hasil analisis, kulit yang terkelupas maksimum 10%, benda asing maksimum 3%, kapang mak-simum 10%.
Untuk ekspor jahe dalam bentuk asinan jahe, dipanen pada umur 3 - 4 bulan, karena
pada umur tersebut serat dan pati jahe masih sedikit. Mutu jahe yang diinginkan adalah
bobot 60 - 80 g/rimpang. Selesai penyortiran bahan langsung dikemas dengan
menggunakan jala plastik atau sesuai dengan permintaan. Di samping dijual dalam
bentuk segar, rimpang juga dapat dijual dalam bentuk kering yaitu simplisia yang
dikeringkan.
Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya seperti
pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan. Perajangan
biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan tidak lunak
seperti akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan tergantung dari
bahan yang digunakan dan ber-pengaruh terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan.
Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan.
Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit dan
memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan kemungkinan besar bahan
mudah ditumbuhi oleh jamur.
Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 - 8 mm, jahe, kunyit
dan kencur 3 - 5 mm. Perajangan bahan dapat dilakukan secara manual dengan pisau
yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin pemotong/ perajang.
Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian. Untuk tujuan mendapatkan
minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya adalah membujur (split) dan jika ingin
bahan lebih cepat kering bentuk irisan sebaiknya me-lintang (slice).
Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara
mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat terhambat. Dengan
demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan
dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam
bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhati-kan.
Dimas Suryo Aribowo 15
Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya
suhu pengeringan adalah antara 40 - 600C dan hasil yang baik dari proses
pengeringan adalah simplisia yang mengandung kadar air 10%. Demikian pula de-
ngan waktu pengeringan juga ber-variasi, tergantung pada jenis bahan yang
dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu ataupun bunga. Hal lain yang perlu
diperhatikan dalam pro-ses pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan
mengguna-kan sinar matahari), kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak
saling menumpuk). Penge-ringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan
menggunakan sinar matahari ataupun secara mo-dern dengan menggunakan alat pe-
ngering seperti oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer.
Pengeringan hasil rajangan dari temu-temuan dapat dilakukan de-ngan menggunakan
sinar matahari, oven, blower dan fresh dryer pada suhu 30 - 500C. Pengeringan pada
suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif, sehingga mutunya dapat menurun.
Untuk irisan rim-pang jahe dapat dikeringkan meng-gunakan alat pengering energi
surya, dimana suhu pengering dalam ruang pengering berkisar antara 36 - 450C
dengan tingkat kelembaban 32,8 - 53,3% menghasilkan kadar minyak atsiri lebih tinggi
dibandingkan dengan pengeringan matahari lang-sung maupun oven. Untuk irisan
temulawak yang dikeringkan dengan sinar matahari langsung, sebelum dikeringkan
terlebih dulu irisan rimpang direndam dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam.
Selesai peren-aman irisan dicuci kembali sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur
dipanas matahari. Tujuan dari perendaman adalah untuk mencegah terjadinya
degradasi kur-kuminoid pada simplisia pada saat penjemuran juga mencegah peng-
uapan minyak atsiri yang berlebihan. Dari hasil analisis diperoleh kadar minyak atsirinya
13,18% dan kur-kumin 1,89%. Di samping meng-gunakan sinar matahari langsung,
penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan blower pada suhu 40 - 500C.
Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat yaitu sekitar 8 jam, di-
bandingkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu lebih dari 1 minggu. Pelain
kedua jenis pengeri-ng tersebut juga terdapat alat pengering fresh dryer, dimana
suhunya hampir sama dengan suhu ruang, tempat tertutup dan lebih higienis.
Kelemahan dari alat ter-sebut waktu pengeringan selama 3 hari. Untuk daun atau
herba, penge-ringan dapat dilakukan dengan me-nggunakan sinar matahari di dalam
tampah yang ditutup dengan kain hitam, menggunakan alat pengering fresh dryer atau
cukup dikering-anginkan saja.
Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis,
pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengering-an sudah berakhir
apabila daun atau-pun temu-temuan sudah dapat di-patahkan dengan mudah. Pada
Dimas Suryo Aribowo 16
umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air ± 8 - 10%. Dengan
jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik dalam pengolahan mau-
pun waktu penyimpanan.
Penyortiran (kering).
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang terdapat
pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda asing lainnya.
Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan simplisia kering sebelum
dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan lebih lanjut. Setelah penyortiran
simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen hasil dari proses pasca panen yang
dilakukan.
Pengemasan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan. Jenis
kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung goni.
Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang dikemas, mudah
dipakai, tidak mempersulit pena-nganan, dapat melindungi isi pada waktu
pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau boleh mempunyai
bentuk dan rupa yang menarik.
Berikan label yang jelas pada tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan ; nama
bahan, bagian dari tanaman bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode
produksi, nama/alamat penghasil, berat bersih, metode pe-nyimpanan.
Penyimpanan
Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun di ruang
ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup kering dan ber-
ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara yang lembab dan
panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma dosis 10 kGy dapat
menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi simplisia tanaman obat
(Berlinda dkk, 1998). Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri simplisia
selama penyimpanan 3 - 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama yang harus
Dimas Suryo Aribowo 17
diperhati-kan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes. Hal-hal yang perlu
diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah :
• Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
• Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air hujan.
• Suhu gudang tidak melebihi 300C. • Kelembabab udara sebaiknya di-usahakan serendah mungkin (650 C) untuk
mencegah terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan mikroorganisme se-hingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun kering.
• Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah. • Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-makan simplisia
yang disimpan harus dicegah.
(Sumber: Bagem Sembiring, Warta Puslitbangbun Vol.13 No. 2, Agustus 2007)
Untuk mengenal lebih dalam macam-macam simplisia dapat dilihat di MMI atau
database simplisia…
Dimas Suryo Aribowo 18
GALENIK
Adalah sediaan yang dibuat dari bahan baku yang berasal dari hewan atau
tumbuhan yang disari. Disari artinya diambil sarinya (ekstraksi) dengan menggunakan
pelarut yang cocok.
Beberapa sediaan galenik :
1. tinctura
2. extracta
3. infusa
1. Tinctura
adalah larutan dalam alcohol atau hidro alcohol yang dibuat dari bahan tumbuh –
tumbuhan atau dari bahan kimia. Jumlah kandungan alcohol 15 – 80 % dari total
larutan. Fungsi alcohol sebagai pelarut dan anti mikroba.
Cara mendapatkan sediaan tincture ada :
a. Maserasi (untuk sebagian besar bahan) dengan metode perendaman : untuk
pembuatan 100 ml tincture, maserasi dengan 750 ml pelarut yang ditetapkan
atau campuran pelarut yang ditetapkan atau campuran pelarut dalam satu
wadah yang dapat ditutup dan diletakan ditempat yang hangat. Digoyang
goyangkan sering – sering selama 3 hari atau lebih hingga diperoleh zat yang
larut dalam larutan. Penyimpanan tincture yaitu disimpan dalam wadah tertutup
rapat, tidak tembus cahaya, jauh dari cahaya matahari dan panas berlebih.
b. Perkolasi, sediaan simplisia ditambah pelarut terendam sempurna selama 15
menit setelah itu dipindahkan ke percolator.
Tuangkan larutan QS ad jenuh, bagian atas percolator ditutup, ketika cairan
hamper menetes, keran bawah ditutup,maserasi selama 24 jam atau seperti
yang ditetapkan.Buka kran biarkan perkolat mengalir dan tambahnkan pelarut
QS ad perkolat 1000 ml.
c. Melarutkan, melarutkan bahan utama zat kimia yang spesifik seperti yodium –
timerosol. Pelarutnya umumnya alcohol atau air atau campuran keduanya.
Dimas Suryo Aribowo 19
Kandungan simplisia untuk tincture :
a. 20 g / 100 ml untuk bahan obat yang tidak berkhasiat keras.
b. 10 g / 100 ml untuk bahan obat yang berkhasiat keras.
2. Extractum
adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari simplisia nabati
atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian
sehingga memenuhi baku yang ditetapkan (F I ed IV).
Bentuk ekstrak :
a. ekstrak cair / extractum liquidium.
b. ekstrak kental / extractum spissum.
c. ekstrak kering / extractum siccum.
Metode pembuatan :
a. Maserasi
b. Perkolasi
c. Reperkolasi
3. Infusa
adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati dengan air
pada suhu 90◦C selama 15 menit (F I ed IV).
Cara pembuatan :
Simplisia dengan derajat halus yang sesuai
a. Tambahkan air yang sesuai
b. Tambahkan air ekstra 2x berat simplisia
c. Masukan dalam panci infuse
Dipanaskan pada suhu 90°C selama 15 menit dengan sesekali diaduk
Dimas Suryo Aribowo 20
Diserkai selagi panas melalui kain flannel
Jika air masih kurang tambahkan air panas melalui ampas QS ad volume yang
dikehendaki.
Simplisia yang diserkai pada saat dingin :
a. Infuse daun sena
b. Infuse minyak atsiri
c. Infuse cortex condurango
4. Decogta
Definisi sama dengan infusa hanya saja berbeda pada waktu pemanasan hanya 30
menit (F I ed IV) .
Dimas Suryo Aribowo 21
PULVIS
Pulvis / serbuk adalah sediaan padat berupa partikel serbuk yang merupakan
campuran kering bahan obat / zat kimia, yang ditujukan pemakaian oral / topical.
Sarat :
• halus,
• kering,
• homogen
Keuntungan penggunaan pulvis :
• penyebaran obat lebih luas dan cepat dari sediaan kompak.
• Lebih cepat diabsorbsi.
• Obat lebih stabil dibandingkan dengan sediaan cair terutama obat yang rentan
rusak oleh air.
• Mengurangi local iritasi.
• Membebaskan dokter untuk pemilhan obat kombinasi dan dosis.
• Dibuat untuk zat aktif yang memiliki volume yang sangat besar.
• Lebih menguntungkan untuk anak – anak atau orang dewasa yang sukar
menelan.
• Dokter lebih leluasa dalam memilih dosis yang sesuai dengan keadaan si
penderita.
Kerugian : untuk bahan yang mudah rusak oleh udara atau atmosfer.
Faktor – faktor yang perlu diperhatikan dalam pencampuran :
a. Banyak sedikitnya bahan obat.
Dimas Suryo Aribowo 22
b. Bj serbuk
c. Kontras warna
Cara mengenal kerusakan sediaan : secara higroskopis kerusakan dapat dilihat
dari timbulnya bau tidak enak, perubahan warna, banyak yang menggumpal.
Penyimpanan : disimpan dalam wadah tertutup rapat ditempat yang sejuk dan
kering dan terlindungi cahaya matahari.
Derajat halus serbuk dan pengayak dalam farmakope dinyatakan dalam uraian
yang dikaitkan dengan nomor pengayak yang ditetapkan untuk pengayak baku, seperti
yang tertera pada tabel di bawah ini.
Sebagai pertimbangan praktis, pengayak terutama dimaksudkan untuk
pengukuran derajat halus serbuk untuk sebagian buat keperluan farmasi (walaupun
penggunaannya tidak meluas untuk pengukuran rentang ukuran partikel) yang
bertujuan meningkatkan penyerapan obat dalam saluran cerna. Untuk pengukuran
partikel dengan ukuran nominal kurang dari 100 mesh, alat lain selain pengayak
mungkin lebih berguna.
Tabel : Klasifikasi serbuk berdasarkan derajat halus (menurut Fl IV)
Klasifikasi Serbuk Simplisia Nabati & Hewani Bahan Kimia
Nomor Batas Derajat Halus 2) Nomor Batas Derajat Halus 2)
Serbuk 1) % No. Pengayak Serbuk 1) % No. Pengayak
Sangat Kasar 8 20 60
Kasar 20 40 60 20 60 40
Setengah Kasar 40 40 80 40 60 60
Halus 60 40 100 80 60 120
Sangat Halus 80 100 80 120 100 120
Dimas Suryo Aribowo 23
Keterangan :
1. Semua partikel serbuk melalui pengayak dengan nomor nominal tertentu
2. Batas persentase yang melewati pengayak dengan ukuran yang telah
ditentukan.
A. Jenis Pulvis / Serbuk
1. Pulvis Adspersorius
Adalah serbuk ringan, bebas dari butiran kasar dan dimaksudkan untuk obat
luar. Umurnnya dikemas dalam wadah yang bagian atasnya berlubang halus untuk
memudahkan penggunaan pada kulit.
Catatan :
a. Talk, kaolin dan bahan mineral Iainnya yang digunakan untuk serbuk tabur harus
memenuhi syarat bebas bakteri Clostridium tetani, Clostridium Wellcii, dan
Bacillus Anthrocis.
b. Serbuk tabur tidak boleh digunakan untuk luka terbuka
c. Pada umumnya serbuk tabur harus melewati ayakan dengan derajat halus 100
mesh agar tidak menimbulkan iritasi pada bagian yang peka.
Contoh: Pulvis Adspersorius Zinci Undecylenatis Pulyis Adspersorius (For. Nas)
Sulfanilamidi Pulvis Adspersorius (Form.Indo) Pulvis Paraformaldehydi
Compositus (Form. Indo) Pulvis Salicylatis Compositus (Form Indo)
2. Pulvis Dentifricius
Serbuk gigi, biasanya menggunakan carmin sebagai pewarna yang dilarutkan
terlebih dulu dalam chloroform / etanol 90 %.
3. Pulvis Sternutatorius
Adalah serbuk bersin yang penggunaannya dihisap melalui hidung, sehingga
serbuk tersebut harus halus sekali.
4. Pulvis Effervescent
Serbuk Effervescent merupakan serbuk biasa yang sebelum ditelan dilarutkan
tertebih dahulu dalam air dingin atau air hangat dan dari proses pelarutan ini akan
mengeluarkan gas C02, kemudian membentuk larutan yang pada umumnya jernih.
Dimas Suryo Aribowo 24
Serbuk ini merupakan campuran antara senyawa asam (asam sitrat atau asam tartrat)
dengan senyawa basa (natrium carbonat atau natrium bicarbonat). Interaksi asam dan
basa ini dalam air akan menimbulkan suatu reaksi yang menghasilkan gas
karbondioksida. Bila ke dalam campuran ini ditambahkan zat berkhasiat, maka akan
segera dibebaskan sehingga memberikan efek farmakologi dengan cepat. Pada
pembuatan, bagian asam dan basa harus dikeringkan secara terpisah.
B. Cara Mencampur Serbuk
Dalam mencampur serbuk hendaklah dilakukan secara cermat dan jaga agar
jangan ada bagian yang menempel pada dinding mortir. Terutama untuk serbuk yang
berkhasiat keras dan dalam jumlah kecil. Hal hal yang perlu diperhatikan dalam
membuat serbuk :
1. Obat yang berbentuk kristal / bongkahan besar hendaknya digerus halus dulu.
2. Obat yang berkhasiat keras dan jumlahnya sedikit dicampur dengan zat
penambah (konstituen) dalam mortir.
3. Obat yang berlainan warna diaduk bersamaan agar tampak bahwa serbuk sudah
merata.
4. Obat yang jumlahnya sedikit dimasukkan tertebih dahulu. Obat yang volumenya
kecil dimasukkan tertebih dahulu.
Serbuk dengan bahan bahan padat
Dengan memperhatikan hal hal diatas masih ada beberapa pengecualian
maupun yang dikerjakan secara khusus. Seperti hal sebagai berikut :
1. Serbuk halus sekali
a. Serbuk halus tidak berkhasiat keras
• Belerang
Belerang tidak dapat diayak dengan ayakan dari sutera maupun logam
karena menirnbulkan butiran bermuatan listrik akibat gesekan, karena itu
dalam pembuatan bedak tabur tidak ikut diayak.
Dimas Suryo Aribowo 25
• lodoform
Karena baunya yang sukar dihilangkan maka datam bedak tabur diayak
terpisah (gunakan ayakan khusus).
b. Serbuk sangat halus dan berwarna
Misalnya : rifampisin, Stibii Penta Sulfidum
Serbuk dapat masuk ke dalam pori pori mortir dan warnanya sulit hitang, maka
pada waktu menggerus mortir dilapisi zat tambahan (konstituen)
c. Serbuk halus berkhasiat keras
Dalam jumlah banyak, Digerus dalam mortir dengan dilapisi zat tambahan.
Dalam jumlah sedikit (kurang dari 50 mg), dibuat pengenceran.
2. Serbuk berbentuk hablur dan Kristal
Sebelum dicampur dengan bahan obat yang lain, zat digerus terlebih dahulu.
Contoh : Serbuk dengan champora
Champora sangat mudah mengumpul lagi, untuk mencegahnya dikerjakan dengan
mencampur dutu dengan eter atau etanol 95% (untuk obat dikeringkan dengan zat
tambahan). Cara ini pun harus hati hati karena tertalu lama menggerus atau dengan
sedikit ditekan waktu menggerus akan mengumpulkan kembali campuran tersebut.
Serbuk dengan asam salisilat
Serbuk sangat ringan dan mudah terbang yang akan menyebabkan rangsangan
terhadap selaput lendir hidung dan mata hingga akan bersin. Dalam hal ini asam
salisilat kita basahi dengan eter dan segera dikeringkan dengan zat tambahan.
Serbuk dengan asam benzoat, naftol, mentol, thymol, dikerjakan seperti di atas.
Untuk obat dalam dipakai etanol 95% sedangkan untuk obat luar digunakan eter.
Serbuk dengan garam garam yang mengandung Kristal, dapat dikerjakan dalarn
Dimas Suryo Aribowo 26
tumpang panas, misaInya KI dan garam garam bromida. Garam garam yang
mempunyai garam exiccatusnya, lebih baik kita ganti dengan exiccatusnya.
Penggantiannya adalah sbb :
Natrii Carbonas 50% atau 1/2 bagian
Ferrosi Sulfas 60% atau 2/3 bagian
Aluminii et Kalii Sulfas 67% atau 2/3 bagian
Magnesii Sulfas 67% atau 2/3 bagian
Natrii Sulfas 50% atau 1/2 bagian
Serbuk dengan bahan setengah padat
Bahannya terdapat dalam bedak tabur. Yang termasuk bahan setengah padat
adalah adeps lanae, cera flava, cera alba, parafin padat, vaselin kuning dan vaselin
putih. Dalarn jumlah besar sebaiknya dilebur dulu diatas tangas air, baru dicampur
dengan zat tambahan. Dalam jumlah sedikit digerus dengan penambahan aceton atau
eter, baru ditambah zat tambahan.
Serbuk dengan bahan cair
1. Serbuk dengan minyak atsiri
Minyak atsiri dapat diteteskan terakhir atau dapat juga dibuat oleo sacchara,
yakni campuran 2 gram gula dengan 1 tetes minyak. Bila hendak dibuat 4 g oleo
sacchara anisi, kita campur 4 g saccharurn dengan 2 tetes minyak atsiri.
2. Serbuk dengan tincture
Dimas Suryo Aribowo 27
Contohnya serbuk dengan Opii Tinctura, Digitalis Tinctura, Aconiti Tinctura,
Belladonnae Tinctura, Digitalis Tinctura, Ratanhiae Tinctura.
Tinctur dengan jumlah kecil dikerjakan dengan lumpang panas, kemudian
dikeringkan dengan zat tambahan. Sedangkan dalam jurnlah besar dikerjakan dengan
menguapkan di atas tangas air sampai kental baru ditambahkan zat tambahan (sampai
dapat diserap oteh zat tambahan) aduk sampai kering kemudian diangkat. Tinctur yang
diuapkan ini beratnya 0, untuk semua serbuk terbagi kehilangan berat tidak pertu
diganti, sedangkan untuk serbuk tak terbagi harus diganti seberat tinctura itu dengan
zat tambahan.
Zat berkhasiat dari tinctur menguap, pada umumnya terbagi menjadi 2 :
a. Tinctur yang dapat diambil bagian bagiannya
Spiritus sebagai pelarutnya diganti dengan zat tambahan. Contohnya iodii
tinc, Camphor Spiritus, Tinc.Opfi Benzoica
b. Tinctur yang tidak dapat diambil bagian bagiannya
Kalau jumlahnya banyak dilakukan pengeringan pada suhu serendah
mungkin, tapi kalau jumlahnya sedikit dapat ditambah langsung ke dalam
campuran serbuk. Kita batasi maksimal 4 tetes dalarn 1 gram serbuk.
Contohnya Valerianae Tinc, Aromatic Tinc.
Serbuk dengan Extractum
1. Extractum Siccum (ekstrak kering)
Pengerjaannya seperti membuat serbuk dengan zat padat halus. Contohnya: opii
extractum, Strychni extractum.
2. Extractum Spissum (ekstrak kental)
Dikerjakan dalam lumpang panas dengan sedikit penambahan pelarut (etanol
70%) untuk mengencerkan ekstrak, kemudian tambahkan zat tambahan sebagai
pengering. Contohnya Belladornnae extractum, Hyoscyami extractum.
3. Extractum Liquidum (ekstrak cair)
Dimas Suryo Aribowo 28
Dikerjakan seperti mengerjakan serbuk dengan tinctur. Contohnya Rhamni
Purshianae ext.
Serbuk dengan Tablet atau Kapsul
Dalam membuat serbuk dengan tablet dan kapsul diperlukan zat tambahan
sehingga perlu diperhitungkan beratnya. Dapat kita ambil bentuk tablet atau kapsul itu
langsung. Tablet digerus halus kemudian ditimbang beratnya. Kapsul dikeluarkan isinya
kemudian ditimbang beratnya. Kalau tabtet/ kapsut terdiri dari satu macam zat
berkhasiat diketahui kadar zat khasiatnya dapat kita timbang dalam bentuk zat aslinya.
Contohnya Chlortrimeton tablet kadarnya 4 rng, dapat juga diambil Chlorpheniramin
Maleas dalam bentuk serbuk yang sudah diencerkan dalam laktosa.
C. Cara Pengemasan Serbuk
Secara umumnya serbuk dibungkus dan diedarkan dalarn 2 macam kemasan
yaitu kemasan untuk serbuk terbagi dan kemasan serbuk tak terbagi. Serbuk oral dapat
diserahkan dalam bentuk terbagi pulveres atau tidak terbagi (pulvis).
Kemasan untuk Serbuk Terbagi
Pada umumnya serbuk terbagi terbungkus dengan kertas perkamen atau dapat
juga dengan kertas sekofan atau sampul potietitena untuk melindungi serbuk dari
pengaruh lingkungan. Serbuk terbagi biasanya dapat dibagi langsung (tanpa
penimbangan) sebelum dibungkus dalam kertas perkamen terpisah dengan cara seteliti
mungkin, sehingga tiap tiap bungkus berisi serbuk yang kurang lebih sama jumlahnya.
Hat tersebut bisa dilakukan bila prosentase perbandingan pemakaian terhadap dosis
maksimat kurang dari 80%. Bila prosentase perbandingan pemakaian terhadap DM
sama dengan atau lebih besar dari 80% maka serbuk harus dibagi berdasarkan
penimbangan satu per satu.
Pada dasarnya langkah langkah melipat atau membungkus kertas pembungkus
serbuk adalah sebagai berikut :
Dimas Suryo Aribowo 29
1. Letakkan kertas rata di atas permukaan meja dan lipatkan 1/2 inci ke arah kita pada
garis memanjang pada kertas untuk menjaga keseragaman, langkah ini harus
dilakukan bersamaan dengan lipatan pertama sebagai petunjuk.
2. Letakkan serbuk baik yang ditimbang atau dibagi bagi ke tengah kertas yang telah
dilipat, satu kali lipatannya mengarah ke atas di sebelah seberang dihadapanmu.
3. Tariklah sisi panjang yang belum dilipat ke atas dan letakkanlah pada kira kira garis
lipatan pertama, lakukan hati hati supaya serbuk tidak berceceran.
4. Peganglah lipatan dan tekanlah sampai menyentuh dasar kertas dan lipatlah ke
hadapanmu setebal lipatan pertama.
5. Angkat kertas, sesuaikan dengan ukuran dos tempat yang akan digunakan untuk
mengemas, lipat bagian kanan dan kiri pembungkus sesuai dengan ukuran dos tadi.
Atau bila pengemasnya plastik yang dilengkapi klip pada ujungnya usahakan ukuran
pembungkus satu dengan yang lainnya seragam supaya tampak rapi.
6. Kertas pembungkus yang telah terlipat rapi masukkan satu per satu dalam dos atau
plastik klip. Pada lipatan kertas pembungkus tidak boleh ada serbuk dan tidak boleh
ada ceceran serbuk.
Kemasan untuk Serbuk Tak Terbagi
Untuk pemakaian luar, serbuk tak terbagi umumnya dikemas dalam wadah
kaleng yang berlubang lubang atau sejenis ayakan untuk memudahkan penggunaan
pada kulit. MisaInya bedak tabur. Sedangkan untuk obat dalam, serbuk tak terbagi
biasa disimpan dalam botol bermulut lebar supaya sendok dapat dengan mudah ketuar
masuk melalui mutut botol. Contohnya serbuk antacid, serbuk laksativa. Wadah dari
gelas digunakan pada serbuk yang mengandung bahan obat higroskopis/ mudah
mencair, serbuk yang mengandung bahan obat yang mudah menguap. Untuk serbuk
yang komponennya sensitif terhadap cahaya menggunakan wadah gelas berwarna
hijau.
Dimas Suryo Aribowo 30
PULVERES
Adalah serbuk yang dibagi dalam bobot yang lebih kurang sama, dibungkus
menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali minum.
Pulveres atau Serbuk bagi adalah serbuk yang dibuat dalam bobot yang lebih
kurang sama, dibungkus menggunakan bahan pengemas yang cocok untuk sekali
minum. Untuk serbuk bagi yang mengandung bahan yang mudah meleleh atau atsiri
harus dibungkus dengan kertas perkamen atau kertas yang mengandung lilin kemudian
dilapisi lagi dengan kertas logam. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Serbuk
diracik dengan cara mencampur bahan obat satu per satu, sedikit demi sedikit dan
dimulai dari bahan obat yang jumlahnya sedikit. Jika jumlah obat kurang dari 50 mg
atau jumlah tidak dapat ditimbang, harus dilakukan pengenceran menggunakan zat
tambahan yang cocok.
Contoh kertas :
1. kertas perkamen
2. kertas dilapisi paraffin
3. kertas selofan
Cara Penyiapan
1. Membersihkan alat dan meja, menyetarakan timbangan.
2. Baca resep dengan baik, periksa kelengkapan resep.
3. Analisa resep dengan seksama apakah ada hal-hal yang harus dilaporkan pada
dokter mengenai bahan, kelengkapan ataupun sediaan. Apakah ada hal-hal khusus
mengenai bahan obat, sediaan atau cara peracikan bahan yang dituangkan dalam
KETERANGAN .
4. Menghitung pemakaian dibandingkan dengan Dosis Maksimal atau Dosis Lazim lalu
disimpulkan jika perlu diberitahukan dokter.
5. Menghitung jumlah bahan yang dibutuhkan disesuaikan dengan bahan-bahan yang
tersedia.
6. Menuliskan cara pembuatan resep sesuai dengan spesifikasi sediaan dan bahan.
7. Membuat etiket dengan signa yang benar dan ceklist kebenaran etiket.
Dimas Suryo Aribowo 31
8. Menuliskan khasiat masing-masing bahan obat.
9. Menyiapkan pelayanan informasi obat ( PIO ).
Cara Peracikan
1. Cara Pengambilan dan Pelipatan Kertas Perkamen:
a. Ambilah kertas perkamen yang bersih.
b. Hitunglah jumlah kertas perkamen sesuai dengan jumlah serbuk yang akan
dibungkus/dibuat.
c. Lipatlah bagian atas dari kertas perkamen ± 1 cm.
d. Lipatlah bagian lain dari kertas perkamen hingga ujung bagian kertas perkamen
tersebut tepat berada dibagian lain dalam lipatan pertama.
e. Buatlah bungkusan dengan cara melipat - lipat sehingga ujung kertas perkamen
yang satu dapat masuk pada bagian ujung kertas lainnya.
f. Samakan besarnya bungkusan agar kelihatan rapih.
g. Usahakan besarnya bungkusan tidak memberikan kesan terlalu kecil atau terlalu
besar.
2. Cara Membagi dan Membungkus Pulveres
a. Setelah serbuk menjadi halus, keluarkanlah serbuk tersebut dengan cara
mengambil dengan menggunakan mika dari mortir, hingga seluruh serbuk keluar,
dan mortir tampak bersih, tampunglah dengan kertas perkamen.
b. Bagilah serbuk keatas perkamen yang sudah tersusun rapi.
c. Mulailah dari kertas perkamen yang berada pada posisi barisan atas dan paling
kiri, dilanjutkan kearah kanan, menyusul pada baris berikutnya dimulai dari
bagian kiri.
d. Perhatikan dengan cermat agar pembagian serbuk sama banyak.
e. Mulailah membungkus serbuk dari posisi paling bawah dan paling kanan.
Dimas Suryo Aribowo 32
f. Setelah semua serbuk terbungkus, susunlah bungkusan dengan rapi, sama
tinggi dan menghadap arah yang sama.
g. Untuk pulveres berjumlah maksimal dua belas bungkus dapat dibagi sama rata
menurut pandangan mata langsung.
h. Lebih dari dua puluh dikerjakan dengan dibagi dahulu dengan jalan
penimbangan lalu dibagi sama rata.
i. Untuk bahan-bahan yang pemakaiannya lebih dari 80% dari dosis maksimalnya
maka harus ditimbang satu persatu dengan cara ditimbang hasil serbuknya,
tentukan berat rata-rata dikurangi 5-10 mg lalu timbang satu persatu, jika pada
penimbangan sisa bagi sama rata.
3. Cara Menggunakan Mortir dan Stamper dalam Peracikan Pulveres
a. Mulut dari mortir senantiasa mengarah ke kiri.
b. Maksudnya agar ketika stamper dibersihkan stamper senantiasa tetap pada
mulut mortir.
c. Bersihkan permukaan stamper dengan cara memutarnya, sementara mika tetap
berada di kepala stamper.
d. Mortir diletakkan diatas meja praktik dialasi dengan lap pada waktu menggerus
bahan obat.
e. Bila akan meletakkan stamper, letakkan selalu disebelah kanan dan dialasi
dengan kertas, kepala stamper harus mengarah kepada kita.
f. Stamper dipegang seperti memegang pulpen.
g. Putarlah stamper berlawanan dengan arah jarum jam.
h. Gerakan tangan sebatas pergelangan, sambil setelah stamfer dibersihkan
dengan menggunakan mika.
i. Bersihkan permukaan stamper dengan cara memutarnya, sementara mika tetap
berada dikepala stamper.
j. Ulangi beberapa kali sampai serbuk halus.
4. Cara Mencampur Bahan – Bahan Obat Dalam Serbuk.
a. Lapisilah mortir dengan sedikit bahan tambahan terlebih dahulu.
Dimas Suryo Aribowo 33
b. Dimulai dari bahan yang jumlahnya sedikit.
c. Bahan-bahan obat yang berwarna diaduk diantara dua lapisan zat netral
d. Bahan obat yang kasar dihaluskan terlebih dahulu
e. Bahan obat yang berbobot/bermasa ringan dimasukkan terakhir, begitu juga
dengan bahan obat yang mudah menguap.
5. Cara Menata Serbuk dalam Kemasan
a. Kemasan pot yang ada, maka serbuk ditata dalam posisi lipatan kertas
menghadap kearah yang sama, dibuat rapi panjangnya kurang lebih sama dan
tidak besar pada salah satu sisi kertas serbuk, etiket dan label yang tertempel
diletakkan di dalam pot.
b. Jika tersedia plastik klip, maka penataan sedemikian sehingga teratur satu posisi
dan dirapikan menyesuaikan plastik klip, etiket dan label berada diluar plastik
disesuaikan dengan cetakan klip.
6. Contoh Resep Pulveres
a. Resep Pulveres dengan TRITURATIO
dr. Anugerah Sehat
SIP No: 14/ KANDEP / IJIN / XII / 1988
Jl. Maluku I / 100 Semarang Telp: 024-6712345 Semarang,
R/ Coffein Ergotamin Pulv no X
S t dd I
Pro: Karina Ny.
• Dilihat dulu resep tersebut, berarti harus buka resep standard terlebih dahulu
yaitu dari Formularium Nasional ( Fornas ).
• Coffeini Ergotamini Pulveres
• Ergotamin Tartras 1 mg - Coffein 100 mg 3. Karena ergotamin jumlahnya
terlalu kecil dan tidak dapat ditimbang (karena penimbangan terkecil adalah
50 mg), maka dilakukan pengenceran = trituratio.
Dimas Suryo Aribowo 34
• Trituratio Ergotamin Tartras: yaitu bahan obat dikalikan hingga bobot terkecil
yang bisa ditimbang yaitu 50 mg. misalnya Trituratio Ergotamin tartras (1 = 5)
berarti penimbangan akhirnya adalah 10 mg x 5 = 50 mg Pembuatannya
adalah 50 mg Ergotamin Tartras ditambah laktosa ad 250mg ( dari 50 mg x 5
) dan ditimbang = 50 mg sisanya dibungkus dan diberi tanda “ sisa trituratio
Ergotamin Tartras dalam laktosa ( 1 = 5 ) ” dibungkus dalam kertas yang
sudah diberi identitas terlebih dahulu, jika tidak maka kertas akan berlubang
dan serbuknya tumpah keluar.
• Boleh juga pengenceran 1 = 10 , langkahnya sama yaitu timbang Ergotamin
Tartras 50 mg ditambahkan laktosa ad 500 mg. dan ditimbang = 100 mg.
• Kerasionalan sediaan pulveres untuk pasien dewasa ditanyakan, tetapi jika
dilihat dari dosis lazimnya dan khasiatnya maka resep ini memang untuk
Nyonya, tetapi tetap perlu ditanyakan kerasionalan bentuk sediaannya
ditanyakan apakah memang dikehendaki pulveres.
• Untuk serbuk bagi ada ketentuan massa serbuknya yaitu untuk anak-anak
250 mg, dan dewasa antara 500 mg - 1 g jadi perhitungan massa atau bobot
serbuk adalah:
Dimas Suryo Aribowo 35
PIL (PILULAE)
Definisi : merupakan bentuk sediaan padat bundar dan kecil mengandung satu /
lebih bahan obat dan dimaksudkan untuk pemakaian oral.
Saat ini jarang digunakan karena tergusur oleh sediaan tablet dan kapsul untuk
penggunaan obat kimia. Tetapi sering digunakan pada sediaan jamu.
Berdasarkan berat, pil dibedakan menjadi :
1. Boli >300 mg
2. Pil 60 – 300 mg
3. Granul < 60 mg Ph. Ned < 30 mg
Komposisi pil :
1. Bahan aktif / zat aktif
2. Bahan pengisi
3. Bahan pembasah
4. Bahan penabur
5. Bahan penyalut
Sarat yang harus dipenuhi :
1. Keseragaman bobot
2. Waktu hancur sesuai dengan monografi
3. Pada penyimpanan bentuknya harus tetap, tapi tidak begitu keras sehingga dapat
hancur dalam saluran cerna.
4. Pil salut enteric dapat disalut secara khusus sehingga bisa hancur dalam lambung,
tapi hancur dalam usus.
Dimas Suryo Aribowo 36
Cara agar memenuhi sarat diatas :
1. Keseragaman bobot :
a. ditimbang 20 pil satu per satu,
b. hitung bobot rata – rata,
c. penyimpangan terbesar yang diperbolehkan terhadap bobot rata –rata.
2. Waktu hancur
Memenuhi waktu hancur yang tertera pada compressi F1 III
3. Bahan pengisi : jika dalam bahan obat terlalu sedikit, maka diperlukan bahan pengisi
yang didapat berat pil tertentu pada umumnya berat pil 100 – 150 mg (rata – rata
120 mg).
4. Bahan pengikat : bahan ini membantu adhesi partikel – partikel, jika ditambah bahan
pembasah, maka serbuk – serbuk saling berlekatan.
Bahan : dengan bahan ini maka campuran serbuk akan (kempal) dan akan terjadi
massa pil yang elastic.
5. Bahan penabur : berguna untuk mencegah melekatnya adonan pada pemotong pil
dan mencegah pil melekat satu dengan yang lainya.
6. Bahan penyalut : berguna untuk = menutup rasa yang tidak enak, melindungi zat
yang terkandung dalam pil terhadap oksidasi ex : garam ferro, mencegah pil hancur
dalam lambung pada pil – pil yang dikehendaki hancur dalam usus (pil enteric).
7. Bahan pengisi : digunakan antara lain ( akar manis, bolus alba, saccharum laktis).
8. Bahan pengikat : antara lain (succus liquiritae (2 g untuk 60 pil), tragakan 5 %,
akasia 5 % - 10 % (lebih dari ini pil terlalu keras)).
Pulvis gumosus (500 mg untuk 60 pil) terdiri dari : saccharum lactis, gummi arabicum,
tragakan.
Sari – sari kental, ex : ext liquiritae 1 -2 g untuk 60 pil, ext gentianae 2 -4 g untuk 60 pil.
Bahan pembasah : menggunakan (aqua, aqua glicerinata, sirup simplex, madu).
Dimas Suryo Aribowo 37
Bahan penabur : menggunakan (lycopodium, talcum)
Bahan penyalut : mengguanakan tolubalsam, keratin, gelatin, gula.
Cara pembuatan pil :
a. pembuatan massa pil yang elastic
• campur serbuk kering (bahan obat, pengisi, pengikat) sampai homogen (bahan
ini harus dalam bentuk serbuk yang halus).
• Ditambah bahan pembasah sedikit – sedikit sambil ditekan hingga didapat
massa yang elastic.
b. Penggulungan
c. Pemotongan
d. Pembulatan
e. Penyalutan (jika perlu)
Enteric pil
• Dimaksudkan pil akan hancur dalam usus (tidak larut dalam lambung).
• Sebagai bahan penyalut digunakan : keratin, shellac, salol, stearic acid, dll.
• Bahan – bahan penyalut ini digunakan untuk menyalut pil- pil dengan obat / zat yang
:
a. Mengiritasi membrane mukosa lambung.
b. Terurai oleh cairan lambung.
Efeknya terutama ditujukan dalam usus , ex : anthelmetic, amoeboids
Dimas Suryo Aribowo 38
TABLET
Definisi :
1. sediaan padat kompak dibuat secara kempa cetak dalam bentuk tabung pipih /
sirkuler, kedua permukaan rata / cembung mengandung satu jenis bahan obat /
lebih dengan / tanpa zat tambahan (F1).
2. Sediaan padat mengandung bahan obat takaran tunggal yang dapat dikempa dari
serbuk kering / granulat.
Keuntungan :
1. Dalam tablet / kapsul terdapat untuk yang tepat dari dosis lazim.
2. Biaya pembuatan paling murah.
3. Ringan dan kompak.
4. Mudah dalam pemakaian.
5. Stabilitas paling baik.
6. Biaya distribusi murah.
7. Dapat dibuat produk dengan pelepasan khusus.
Kekurangan :
1. Beberapa obat tidak dapat dikempa mejandi padat (amorf,flokulasi,bj rendah)
2. Obat yang sukar dibasahkan, lambat melarut, dosisnya besar.
3. Obat yang rasanya pahit.
4. Baunya tidak dapat hilang.
5. Peka terhadap oksigen dan kelembaban.
Tantangan dalam mendesain, memformulasikan dan membuat tablet
Tujuan akhir :
1. menghasilkan obat yang manjur, aman dan acceptable.
2. Obat yang bermutu.
3. Jadi mutu harus dibangun dari sejak awal pembuatan.
Kriteria tablet yang baik :
1. Produk yang bioavailibilitas yang baik (melepaskan zat aktif).
2. Stabil secara fisika, kimia dan bebas kontaminasi.
Dimas Suryo Aribowo 39
(kerapihan, kekerasan, pelunturan / perubahan kadar zat aktif)
3. Merupakan produk yang menarik.
Sediaan farmasi bahan aktif
Bahan in aktif / excipients
Sifat – sifat dipengaruhi oleh :
1. Proses variable.
2. Interaksi antara bahan tambahan dan
Dibutuhkan informasi yang banyak tentang sifat – sifat fisika kimia dari bahan
aktif dan eksipien (baik tunggal / campuran / kombinasi).
Kajian preformulasi
Harmonisasi bahan aktif dengan bahan tambahan
Obat yang bermutu / berkualitas
1. Aman
2. Manjur
3. Acceptable
Bahan aktif adalah bahan berkhasiat / bahan yang bertanggung jawab efek
farmakologisnya.
Fungsi :
1. Mencegah.
2. Menyembuhkan.
3. Memelihara.
4. Promotif.
Dimas Suryo Aribowo 40
Spesifikasi dan kualitas
Produk sendiri
Sumber zat aktif standart ?
Produk lain
Memenuhi spesifikasi / persyaratan farmakope dan standar internal pabrik.
Mencakup :
1. Identitas.
2. Kekuatan.
3. Kualitas.
4. Kemurnian.
Bahan tambahan (excipients)
Bahan tambahan = pembantu = penolong
Definisi :
1. Webster , suatu substansi yang inert / netral (ex : gom, amilum) sebagai vehicle /
pembawa obat.
2. National formulary , suatu komponen (selain zat aktif), yang sengaja ditambahkan
untuk memformulasikan suatu sediaan dalam definisi ini tidak dikatakan sebagai
substansi yang inert.
3. Hand book pharmaceutical, suatu additives yang digunakan untuk merubah suatu
senyawa aktif farmakologis menjadi bentuk sediaan farmasi sehingga sesuai untuk
digunakan oleh pasien.
4. IPEC (international pharmaceutical excipiens council), suatu substansi selain zat
aktif obat, yang telah dievaluasi kemananya dan dimasukan / ditambahkan dalam
sistem penghantaran obat untuk berbagai maksud :
a. Sebagai pembantu dalam proses pembuatan.
b. Meprotect, mensupport, meningkatkan dan bioavalaibilitas.
c. Untuk mengidentifikasi produk.
d. Untik meningkatkan keamanan, aktifitas obat selama penyimpanan / digunakan.
Dimas Suryo Aribowo 41
Perlu diketahui bahwa bahan tambahan bukan zat aktif dan sangat menentukan
hasil akhir.
Jadi jika ingin menggunakan bahan tambahan memenuhi kriteria essential :
1. Inert secara fisiologis.
2. Stabil fisika kimia.
3. Tersedia dalam jumlah yang cukup.
4. Tidak boleh saling kontra indikasi.
5. Bebas dari segala jenis mikroba.
6. Color compatible (tidak mengganggu warna).
7. Memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh badan POM.
8. Tidak mengganggu bioavailibilitas dan dapat melepaskan zat aktifnya.
9. Harga murah.
Menurut fungsinya bahan tambahan tablet dapat dibagi menjadi :
1. Bahan pengisi (diluents / fillers).
2. Bahan pengikat (binder).
3. Bahan penghancur (disintegran).
4. Bahan pelicin.
Bahan pengisi (diluents / fillers)
Bahan pengisi ditambahkan, bila : jumlah zat aktif sedikit, za sulit dikempa, untuk
memperbaiki daya kohesi sehingga dapat dikempa langsung.
Ex :
a. laktosa
b. amilum
c. kalsium fosfat dibasis
d. selulosa mikrokristalin
e. avicel pH 101 serbuk, pH 102 granul
f. sta – rx 1500
Dimas Suryo Aribowo 42
Bahan pengikat / perekat (binder)
Tujuan tambahan bahan pengikat :
a. Membesarkan gaya adesi pada serbuk sewaktu granulasi dan pada tablet kempa
langsung.
b. Menambahkan daya kohesi yang telah ada pada bahan pengisi.
Bahan pengikat ada dalam bentuk kering, larutan (lebih efektif)
Ex :
a. Gom akasia
b. Gelatin
c. Sukrosa
d. Povidon
e. Metil selulosa
f. Karboksi metal selulosa
g. Pasta amilum terhidrolisis (mucilage amilum)
Bahan penghancur (disintegran)
Fungsi sebagai membantu hancurnya tablet setelah ditelan / jika kontak dengan
lingkungan berair / cairan saluran cerna. Menyebabkan tablet pecah menjadi fragmen –
fragmen menentukan kelarutan selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailibiltas
yang diharapkan.
Ex :
a. Amilum 5 – 20 %, artinya amilum dan selulosa termodifikasi secara kimia 5%
(primojel)
b. Asam alginate 5 – 10 %.
c. Avicel 5 – 20 %
d. Bentonit 5 – 15 %
e. Vegum 5 – 15 %
f. Eksplotab 5 20 %
Mekanisme aksi bahan penghancur tablet :
1. Pengembangan (swelling).
Dimas Suryo Aribowo 43
Fungsi pokok bahan penghancur terletak pada kemampuanya mengembang dan
menyerap air, juga tergantung dari jenis bahan pengahncur yang digunakan. Air
masuk ke dalam tablet melalui celah antar partikel / melalui jalur hidrofil yang
dibentuk oleh bahan penghancur.
2. Aksi kapiler (wicking).
Begitu tablet kontak dengan air maka air segera masuk ke dalam tablet melalui
saluran pori – pori yang terbentuk selama proses penabletan. Kemampuan
penyerapan air ke dalam partikel adalah melalui celah yang terdapat diantara
susunan jaringan tablet. Karena sifat hidrofilitas bahan penghancur maka
perembesan air lewat pori aka lebih cepat dan efektif, sehingga akhirnya akan
memisahkan partikel partikel granul dan menghancurkan tablet.
3. Perubahan bentuk.
Beberapa partikel akan mengalami deformasi dengan adanya tekanan. Tetapi
partikel tersebut dapat kembali kebentuk semula.
4. Repulsion.
Teori ini menerangkan bahwa partikel tidak mengembang tetapi dengan adanya air
masuk melalui jaringan kapiler didalam tablet, maka partikel akan saling tolak
menolak akibat dari netralisasi muatan listrik antar partikel yang terbentuk saat
pengempaan. Sehingga mereka akan saling melepaskan diri, kemudian dari
susunanya di dalam komponen tablet proses ini akan membantu terjadi disintegrasi.
Bahan pelicin
Bahan pelicin dapat berfungsi sebagai :
1. Lubricant.
Untuk mengurangi gesekan selama proses pengempaan antara tablet dan dinding.
2. Glidant.
Bahan yang dapat menaikan kemampuan mengalir serbuk, umunya digunakan
dalam proses kempa langsung tanpa proses granulasi.
3. Anti adherent.
Mencegah agar bahan yang dikempa tidak melekat pada permukaan stempel dan
matris.
Pada umunya lubricant bersifat hidrofobik sehingga cenderung menurunkan
desintegrasi dan disolusi tablet. Oleh karena itu kadar lubricant yang berlebihan harus
dihindari.
Dimas Suryo Aribowo 44
Ex :
a. Talk 5 %
b. Mg stearat 1%
c. Derivate silica 0,25 – 3 %
d. Amilum jagung 5 – 10 %
Zat pewarna, pemberi rasa dan pemanis
Fungsi zat pewarna :
1. Menutupi warna obat yang kuarng baik.
2. Identifikasi hasil produksi.
3. Membuat suatu produk yang lebih menarik.
Zat pemberi rasa dan pemanis, dibatasi pada tablet kunyah, effervescent, dan
tablet lain yang dimaksudkan untuk larut dalam mulut.
Ex :
a. Manitol (pemanis)
b. Sucrose (pemanis)
c. Sakarin (pemanis)
Kesimpulan :
1. Bahan tambahan hampir mutlak di[perlukan dalam formulasi.
2. Walaupaun bahan tambahan merupakan bahan tidak aktif, namun berpengaruh
langsung pada kualitas dan effektifitas hasil akir.
3. Pemilihan bahan tambahan harus sesuai dengan sifat kimia fisika dari bahan obat,
serta dengan tujuan yang ingin dipakai.
Dimas Suryo Aribowo 45
KAPSUL
MASIH DALAM PROSES PENGERJAAN HEHEHE….
Dimas Suryo Aribowo 46
SUPPOSITORIA
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rectal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut
pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat,
sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat local atau sistematik. Bahan dasar
suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak
nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam
lemak polietilen glikol (Anonim, 1995)
Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada
suhu tubuh. Bahan dasar yang sering digunakan adalah lemak coklat (Oleum cacao),
polietilenglikol atau lemak tengkawang (Oleum Shoreae) atau Gelatin. Bobot
suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g untuk
anak. Suppositoria supaya disipan dalam wadah tertutup baik dan di tempat yang sejuk.
Keuntungan bentuk torpedo adalah bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup
dubur, maka suppositoria akan tertarik masuk dengan sendiri.
Keuntungan penggunaan suppositoria dibanding penggunaan obat per oral atau
melalui saloran pencernaan adalah :
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi obat pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluradarah dan berakibat obat dapat memberi
efek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral
4. Baik, bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar (Anief, 2004)
Tujuan penggunaan suppositoria yaitu :
1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit
infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena
dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila
penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada pasien yang mudah
muntah atau pingsan.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena
obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh
darah.
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan
perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005).
Dimas Suryo Aribowo 47
Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut :
Bahan dasar yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam cairan
yang ada dalam rectum. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar apabila perlu,
dipanaskan. Bila obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus.
Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan dalam
cetakan suppositoria dan didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi dan dilapisi
nikel atau logam lain, ada juga dubuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara
longitudinal untuk mengeluarkan suppositoria. Untuk mencetak basila dapat digunakan
tube gelas atau gulungan kertas (Anief, 2004).
Isi berat dari suppositoria dapat ditentukan dengan membuat percobaan sebagai
berikut:
1. Menimbang obat untuk sebuah suppositoria
2. Mencampur obat tersebut dengan sedikit bahan dasar yang telah dilelehkan
3. Memasukakn campuran tersebut ke dalam cetakan
4. Menambah bahan dasar yang telah dilelehkan sampai penuh
5. Mendinginkan cetakan yang berisi campuran tersebut. Setelah dingin suppositoria
dikeluarkan dari cetakan dan ditimbang
6. Berat suppositoria dikurangi berat obatnya merupakan berat bahan dasar yang
harus ditimbang
7. Berat jenis obat dapat dihitung dan dibuat seragam (Anief, 2004).
Untuk menghindari massa yang hilang maka selalu dibuat berlebih dan untuk
menghindari massa yang melekat pada cetakan maka cetakan sebelumnya dibasahi
dengan parafin, minyak lemak, spritus Saponatus (Soft soap liniment). Yang terakhir
jangan digunakan untuk suppositoria yang mengandung garam logam, karena akan
bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti dapat digunakan larutan Oleum
Ricini dalam etanol. Untuk suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak
perlu bahan pelican karena pada pendinginan mudah lepas dari cetakan karena
mengkerut (Anief, 2004).
Faktor yang mempegaruhi absorpsi obat per rektal yaitu :
1. Faktor fisiologis, antara lain pelepasan obat dari basis atau bahan dasar, difusi obat
melalui mukosa, deteoksifikasi atau metabolisme, distribusi di cairan jaringan, dan
terjadinya ikatan protein di dalam darah atau cairan jaringan.
2. Faktor fisika kimia obat dan basis antara lain kelarutan obat, kadar obat dalam
basis, ukuran partikel, dan basis suppositoria (Syamsuni, 2005).
Dimas Suryo Aribowo 48
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, karena pada
dasarnya oleum cacao termasuk kelompok ini, utama dan kelompok ketiga merupakan
golongan basis-basis lainnya. Diantara bahan-bahan berminyak atau berlemak lainnya
yang biasa digunakan sebagai basis suppositoria : macam-macam asam lemak yang
dihidrogenasasi dari minyak nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas. Juga
kumpulan basis berlemak yang mengandung gabungan gliserin dengan asam lemak
dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan asam stearat, mungkin
ditemukan dalam basis suppositoria berlemak.
Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua cairan yang pada
dasarnya tidak saling bercampur, pada umumnya untuk membuat kedua cairan tersebut
dapat bercampur diperlukan zat pengemulsi (emulsifying agent) sehingga sediaan
emulsi dapat stabil (Ansel,1989; Martin, 1993). Beberapa zat pengemulsi diantaranya
gom arab, tragakan, gelatin, pektin, lecithin, stearil alkohol, bentonit, dan zat pembasah
atau surfaktan. Berdasarkan strukturnya zat pengemulsi bersifat amfifilik karena
memiliki molekul-molekul yang terdiri dari bagian hidrofobik (oleofilik) dan hidrofilik
(oleofobik) (Swarbrick, 1995).
Lecithin adalah phospolipid yang merupakan komponen essensial dari membran
sel dan pada prinsipnya terdapat pada berbagai varietas makhluk hidup. Pada
kenyataannya, lecithin banyak ditemukan dalam tanaman-tanaman seperti kedelai,
kacang tanah, biji kapas, bunga matahari, dan jagung. Lecithin banyak digunakan
dalam pendahuluan. Emulsi merupakan suatu campuran yang tidak stabil dari dua
cairan yang pada dasarnya tidak saling bercampur, pada umumnya untuk membuat
kedua cairan tersebut dapat bercampur diperlukan zat pengemulsi (emulsifying agent)
sehingga sediaan emulsi dapat stabil (Ansel,1989; Martin, 1993). Beberapa zat
pengemulsi diantaranya gom arab, tragakan, gelatin, pektin, lecithin, stearil alkohol,
bentonit, dan zat pembasah atau surfaktan. Berdasarkan strukturnya zat pengemulsi
bersifat amfifilik karena memiliki molekul-molekul yang terdiri dari bagian hidrofobik
(oleofilik) dan hidrofilik (oleofobik) (Swarbrick, 1995).
Lecithin adalah phospolipid yang merupakan komponen essensial dari membran
sel dan pada prinsipnya terdapat pada berbagai varietas makhluk hidup. Pada
kenyataannya, lecithin banyak ditemukan dalam tanaman-tanaman seperti kedelai,
kacang tanah, biji kapas, bunga matahari, dan jagung. Lecithin banyak digunakan
dalam industri farmasi sebagai zat pendispersi, pengemulsi dan penstabil (stabilizing
agent) (Wade, 1994).
Dimas Suryo Aribowo 49
Komposisi lecithin tergantung dari sumbernya.Lecithin dari telur mengandung
69% phosphatidylcoline dan 24% phosphatidylethanolamine, lecithin dari kacang
kedelai mengandung 21% phosphatidylcoline, 22% phosphatidylethanolamine dan 19%
phosphatidylinositol (Wade, 1994). Hingga saat ini efektivitas lecithin sebagai emulgator
di dalam sediaan emulsi minyak ikan belum dilakukan pengujiaannya. Penelitian ini
mempunyai tujuan untuk menguji efektivitas lecithin dan mengetahui konsentrasi yang
tepat untuk digunakan sebagai emulgator dalam sediaan emulsi minyak ikan.
Sedian padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rektal,
vagina atau uretra, umumnya meleleh , melunak atau melarut pada suhu tubuh.
Untuk vagina disebut pessarium, untuk disaluran urine disebut bougie.
Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu
tubuh. Bahan dasar yang sering digunakan adalah lemak coklat (Oleum
Cacao),Polietlenglikol, atau lemak tengkawang (Oleum Shoreae) atau gelatin. Bobot
suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g untuk
anak. Supositoria supaya disimpan dalam wadah tertutup baik dan ditempat yang sejuk.
Keuntungan bentuk torpedo adalah bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup
dubur, maka suppositoria akan tertarik masuk dengan sendiri. Keuntungan penggunaan
suppositoria dibanding penggunaan obat per os adalah;
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi obat pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan.
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluran darahdan berakibat obat dapat memberi
efek lebih cepat daripada penggunaan obat peroral.
4. Baik, bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar
Tujuan penggunaan:
1. lokal: untuk memudahkan defekasi (gliserin suppositoria, bisakodil suppo),
mengobati gatal, iritasi, dan inflamasi karena hemoroid (antibakteri basilla bentuk
uretral), antihaemoroid, mengandung anestesi lokal, vasokontriktor adstringen,
analgesik, emolien.
2. Sistemik: Aminofilin dan Teofilin untuk obat asma, Chlorpromazin untuk antimuntah,
chloral hydrat untuk sedatif dan hipnotif, aspirin untuk anagetik antipiretik.
Dimas Suryo Aribowo 50
Keuntungan:
1. Menghindari pengrusaan oleh enzim atau pH lambung atau usus
2. Menghindari perangsang lambung oleh obat
3. Menghindari pengrusakan dalam sirkulasi portal
4. Digunakan pada pasien yang tidak dapat menelan
5. Cara yang efektif untuk yang suka muntah
Kelemahan:
1. Tidak nyaman digunakan
2. Absorbsi obat sering kali tak teratur atau sulit diramalkan
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat
Lemak coklat merupalkan trigliserida, berwarna kekuningan, bau yang khas. Jika
dipanasi sekitar 30º mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34º- 35º C, tetapi pada
suhu dibawah 30º merupakan masa semi padat, mengandung banyak kristal dari
trigleserida padat dan merupakan bagian nyata dari cairan. Dan yang cair diikat dengan
tenaga tegangan muka. Sering dilupakan dalam melelehkan lemak coklat terdapat
kondisi pemanasan, karena akan memperoleh hasil yang kurang
menyenangkandengan adanya modifikasi sifat fisika yang karakteristik dari asam
coklat. Jika pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak
dan kehilangan semua inti krital yang stabil yang berguna untuk memadat. Bila
didinginkan dibawah 15ºakan mengkristal dalam bentuk kristal metastabil
Untuk meninggikan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan cera atau
cetaceum. Penambahan cera flava dapar menaikkan daya serap lemak coklat terhadap
air.
Pada pengisiaan masa supositoria ke dalam cetakan, kemak coklat cepat
membeku dan pada pendinginan terjadi susut volume hingga terjadi lubang di atas
masa, maka pada pengisian cetakan harus diisi lebih, baru setelah dingin kelebihannya
dipotong.
Penanganan secara khusus
1. balsam digerus dulu dengan sebagian lemak coklat sampai menjadi pasta dan
selanjutnya sisa zat sigerus dan dicampurkan.
Dimas Suryo Aribowo 51
2. ekstrak kering, opium concentratumdan pantopon digerus dulu dalam mortir yang
dialasi sulu dengan saccharus lactis agar tidak lengket pada mortir. Setelah itu
campuran serbuk yang halus digerus dengan sedikit lemak coklat.
3. ichtammolum dalam supositoria dikerjakan seperti pada balsamum sebagian lemak
coklat diganti dengan cera flava 5% agar supositoria tidak meenjadi lembek.
Suppositoria dengan bahan dasar PEG
PEG adalah polyaethylenglikolum merupakan polimerisasi etilenglikol dengan
berat molekul antara 300 sampai 6000
PEG dibawah 1000 adalah cair sedangkan diatas 1000 adalah padat lunak
seperti malam. Kentungan dari bahan dasar mudah larut dalam cairan alam rektum,
dan tidak ada modifikasi titik lebur yang bererti tidak mudah meleleh pada penyimpanan
suhu kamar.
Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar
lalu dituangkan dalam cetakan seperti pada pembuatan supositoria dengan bahan
dasar lemak coklat.
Percobaan hassler dan sperandio dengan bermacam macam garam barbital
yang larut dalam air menunjukkan dengan bahab dasar lemak coklat, aksi kerja awal
lebih cepat, sedangkan dwngan bahan dasar PEG menunjukan aksi lama kerja lebih
lama. Ini disebabkan bahwa coklat adalah cepat meleleh dan obat akan terlepas dan
dapat diabsorbsi sedangkan dengan PEG basis harus larut baru obatnya dapat
diabsorpsi.
Supositoria dengan bahan dasar gelatin
Dalam farmakope belanda terdapat formula suppositra dengan bahan dasar
gelatin, yaitu:panasi 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air dari 5 bagian gliserin sampai
diperoleh masa yang homogen. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11 bagian.
Biarkan masa cukup dingindan tuangkan dalam cetakan, hingga diperolehsupositoria
dengan berat 4 g
Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau gliserin
yang disisakan dan dicampurkan pada masa yang sudah dingin. Bila obatnya sedikt
dikurangkan pada berat air dan bila obatnya banyakdikurangkan berat masa bahan
dasar.
Kontrol Kualitas Formulasi Sediaan Suppositoria
Kontrol kualitas formulasi sediaan suppositoria untuk menjamin tiap lot
suppositoria yang dibuat, secara tetap memenuhi standar yang ditetapkan selama
Dimas Suryo Aribowo 52
pembuatan lot eksperimen awal. Suppositoria akhir secara rutin diperiksa
penampilannya, setelah dipotong memanjang, untuk keseragaman campuran tersebut.
Suppositoria tersebut diuji bahan-bahan aktifnya untuk menjamin bahwa masing-
masing suppositoria isinya sesuai dengan apa yang disebutkan pada etiket.Kontrol
kualitas sediaan suppositoria anatara lain uji kisaran leleh, uji pencairan atau waktu
melunak, uji kehancuran, uji ukuran partikel atau penghabluran, uji distribusi bahan obat
dan uji disolusi.
Berikut kontrol kualitas sediaan suppositoria yaitu (Pharmaceuticalsciences and
health):
Uji Kisaran Leleh
Uji ini disebut juga kisaran meleleh makro, dan uji ini merupakan suatu ukuran
waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna bila dicelupkan dalam
penanggas air dengan temperatur tetap (37oC). Sedangkan uji kisaran meleleh mikro
adalah kisaran leleh yang diukur dalam pipa kapiler hanya untuk basis lemak. Alat yang
biasa digunakan untuk mengukur kisaran leleh sempurna dari suppositoria adalah suatu
Alat Disintegrasi Tablet USP. Suppositoria dicelupkan seluruanya dalam penanggas air
yang konstan, dan waktu yang diperlukan suppositoria untuk meleleh sempurna atau
menyabar dalam air disekitarnya diukur.
Pola pelepasan obat secara in vitro diukur dengan menggunakan alat kisaran
leleh yang sama. Jika volume air yang mengelilingi suppositoria diketahui, maka
dengan mengukur alikuot aiar untuk masa obat yang dikandung pada bagian interval
dalam periode meleleh, ustu kurva waktu terhadap kadungan obat (pola pelepasan obat
in vitro) dapat digambar.
Uji Pencairan atau Waktu Melunak
Suatu modifikasi dari metode yang dikembangkan oleh Krowezynski adalah uji
suppositoria yang akhir lain yang berguna. Uji tersebut terdiri dari pipa-U yang sebagian
dicelupkan ke dalam debagian penanggas air yang bertemperatur konstan.
Penyampitan pada satu sisi menahan suppositoria tersebut pada tempatnya dalam
pipa. Sebuah batangan dari kaca ditempatkan di bagian atas suppositoria, dan waktu
yang diperlukan batangan untuk melewati suppositoria sampai penyempitan tersebut
dicatat sebagai ”waktu melunak”. Ini dapat dilaksanakan dalan berbagai temperatur dari
35,5 sampai 37°C sebagai suatu pemeriksaan pengawasan mutu, dan dapat juga dikaji
sebagai suatu ukuran kestabilan fisika terhadap waktu. Suatu penanggas air dangan
elemen pendingin dan pemanas harus digunakan untuk menjamin pengaturan panas
dangan parbedaan tidak lebih dari 0.1°C.
Dimas Suryo Aribowo 53
Uji melunak untuk mengukur waktu yang diperlukan suppositoria rektal untuk
mencair dalam alat yang disesuaikan dengan kondisi in vivo. Suatu penyari melalui
selaput semiparmiabel, yakni pipa selofan, diikat pada kedua ujung kondensor dengan
masing-masing ujung pipa terbuka. Air pada 37°C disirkulasi melalui kondensor
tersebut pada laju sedemikian rupa, sehingga separuh bagian bawah pipa selofan
kempis dan separuh bagian atas terbuka. Tekanan hidrostatis air dalam alat tersebut
kira-kira nol ketika pipa tersebut mulai kempis. Bila temperatur air dibuat stabil pada
37°C, suppositoria turun., dan waktu tersebut diukur untuk suppositoria meleleh dengan
sempurna dalam pipa tersebut.
Uji Kehancuran
Uji kehancuran dirancang sebagai metode untuk mengukur keregasan atau
kerapuhan suppositoria. Alat yang digunakan untuk uji tersebut terdiri dari suatu ruang
berdinding rangkap dimana sppositoria yang diujikan ditempatkan. Air 37°C dipompa
melewati dinding rangkap ruang tersebut, dan suppositoria diisikan ke dalam dinding
dalam yang kering, menopang lempeng di mana suatu batang diletakkan. Ujung lain
dari batang tersebut terdiri dari lempeng lain di mana beban digunakan. Uji
dihubungkan dangan penempatan 600 g di atas lempeng datar. Pada unterval waktu
satu menit, 200 g bobot ditambahkan, dan dimana suppositoria rusak adalah titik
hancurnya, atau gaya yang menentukan karakteristik kekerasan dan kerapuhan
suppositoria tersebut. Suppositoria dangan bentuk-bentuk yang berbeda mempunyai
titik hancur yang berbesa pula. Titik hancur yang dikehendaki dari masing-masing
bentuk suppositoria yang beranekaragam ini ditetapkan sebagai level yang menahan
kekuatan (gaya) hancur yang disebabkan oleh berbagai tipe penanganan, yakni
produksi, pemgemasan, pengiriman dan pengangkutan dalam penggunaan untuk
pasien.
Uji Ukuran Pertikel atau Penghabluran
Penghabluran dikhawatirkan terjadi, jika bahan obat melarut dalam masa basis
suppositoria yang dipanaskan dan pada saat pendinginannya atau juga pada saat
penyimpanannya mengalami pengaruh kelarutan. Dibuat penampang melintang tipis
dari suppositoria dan ukuran partikelnya diukur dibawah mikroskop dengan bantuan
mikrometer okuler yang telah ditera. Pada penyimpanan suppositoria, pengujian
diulangi dalam intrval waktu yang teratur.
Uji Distribusi Bahan Obat
Untuk menguji kandungan bahan obat dari suppositoria dalam suatu bact
(keseragaman kandungan), diambil sejumlah suppositoria yang mewakili bach tersebut
Dimas Suryo Aribowo 54
lalu ditimbang. Kadungan bahan obatnya ditentukan dengan metode yang cocok dan
prosentual penyimpangan dari kandunga seharusnya, dutentukan.
Dengan cara yang sama dapat diuji distribusi bahan aktif dalam suppositoria menurut
segmentasinya (melintang terhadap sumbu panjang). Hasil yang diperoleh
menginformasikan tentang sedimentasi dari bahan padat selama penuangan
danpembekuan leburan.
Uji Disolusi
Pengujian laju penglepasan zat obat dari suppositoria secara in vitro selalu
mengalami kesulitan karena adnya pelelehan, perubahan bentuk dan dispersi dari
medium disolusi. Pengujian awal dilakukan dengan penetapan biasa dalam gelas piala
yang mengandung suatu medium.
Dalam usaha untuk mengawasi pada antarmuka massa/medium, berbagai cara telah
dipakai, termasuk keranjang kawat mesh atau suatu membran untuk memisahkan
ruang sampel dari bak reservoar. Sampel yang ditutup dalam pipa dialisis atau
membran alami juga dapat dikaji. Alat sel air (flow cell) digunakan untuk menahan
sempel ditempatnya dengan kapas, saringan kawat, dan yang paling baru dengan
manik-manik gelas.
Dimas Suryo Aribowo 55
UNGUENTA / SALEP
Salep adalah sediaan setengah padat ditujukan untuk pemakaian topical pada
kulit atau selaput lendir (F I ed IV).
Salep berdasarkan fungsinya :
1. Antipuritik, menghilangkan gatal – gatal. Ex : salep yang mengandung mentol
0,25 %, phenol 0,5 %, camphora 2 %.
2. Keratoplastik, menebalkan lapisan tanduk. Ex : salep yang mengandung asam
salisilat 1 – 2 %.
3. Keratolitik, melunakan lapisan tanduk. Ex : salep yang mengandung resorcinol 2
– 4 %, asam salisilat 4 – 10 %.
4. Emollients, melunakan kulit. Ex : cold cream.
5. Protektif, melindungi kulit terhadap kelembaban udara dan zat – zat kimia. Ex :
zinc oxide ointment.
6. Anti parasitic, melindungi kulit dari parasit. Ex : benzyl benzoate 10 – 30 %
7. Anti eksim, ,melimdungi kulit dari hewan. Ex : salep hidrokortison 0,5 - 1 %
8. Anti bakteri dan anti fungi, melindungi kulit dari bakteri dan jamur. Ex : salep
vioform 3 %, salep undercrylenic acid.
Salep berdasarkan penetrasi :
1. Salep epidermik, daya penetrasinya sedikit sekali, sebagai dasar salepnya
digunakan basis berminyak dan hidrokarbon.
2. Salep endodermik, mempunyai daya penetrasi cukup besar terhadap kulit,
sebagai dasar salepnya lanolin dan minyak dari tumbuhan.
3. Salep diadermik, menembus kulit dan memberikan absorbsi sistemis (daya
penetrasinya besar), dasar salepnya yang larut dengan air dan basis emulsi.
Basis / dasar salep
Basis yang akan digunakan tergantung dari sifat zat aktif dan tujuan
penggunaan.
1. Dasar salep berlemak / hidrokarbon, memiliki sifat : tidak berair, tidak larut air,
tidak bisa dibilas dengan air.
2. Dasar salep resap, memiliki sifat : suka air, tidak larut dalam air, tidak bisa dicuci
dengan air. Ex : cold cream, lanolin.
Dimas Suryo Aribowo 56
3. Dasar salep emulsi, memiliki sifat : berair, suka air, tidak laurt dalam air, dapat
dibilas dengan air merupakan emulsi o / w. ex : vanishing cream, hydrophilic
ointment.
4. Dasar salep larut dalam air, memiliki sifat : tidak berair, suka air, dapat dibilas
denga air, dapat larut dalam lemak, tetapi tidak berlemak. Ex : polyethilen glikol
ointment yaitu dengan pencampuran antara PEG 4000 sebanyak 400 g dengan
PEG 400 sebanyak 600 g.
Perlu diketahui bahwa pemilihan dasar salep berdasarkan :
1. Khasiat yang diinginkan.
2. Ketersediaan
3. Stabilitas
4. Sifat bahan obat yang dicampurkan
5. Daya tahan sediaan jadi
Aturan pembuatan salep :
1. Bahan yang dapat larut dalam jumlah banyak campuran lemak, maka dilarutkan
terlebih dahulu dengan cara pemanasan.
2. Bahan yang dapat larut dalam air, dilarutkan terlebih dahulu dengan air, jika
jumlah air yang diperlukan untuk melarutka dapat diserap oleh campuran lemak.
Maka jumlah air yang digunakan dikurangi dari jumlah campuran lemak yang
tersedia.
3. Bahan yang sukar / sebagian larut dalam lemak dan air. Sebaiknya dibuat dalam
serbuk terlebih dahulu. Kemudian diayak dengan ayakan ukuran B40. pada
pembuatan ini bahan padatnya dicampur dengan lemak terlebih dahulu dan
dicairkan dari setengah sediaan ad sama berat dengan sediaan padat tersebut.
Kemudian sediaan lemak dibubuhkan sedikit demi sedikit dalam keadaan cair
atau tidak.
4. Jika salep – salep dibuat dengan cara mencairkan maka campuranya diaduk
sampai dingin agar homogen.
Salep mata (oculenta, ophthalmic oint)
Yaitu salep yang digunakan pada permukaan mata (F I ed IV).
Dimas Suryo Aribowo 57
Dasar salep mata :
1. Tidak boleh mengiritasi mata.
2. Dapat larut / difusi obat dalam cairan mata.
3. Dalam jangka waktu tertentu sediaan tidak berubah fisik maupun kandunganya
dengan kondisi penyimpanan yang benar.
4. Mengandung bahan yang sesuai.
5. Bebas partikel kasar.
6. Memenuhi syarat kebocoran dan partikel logam pada uji salep.
Pasta (pastae)
Yaitu sediaan semi padat yang mengandung satu / lebih bahan obat yang ditujukan
untuk pemakaian topical.
Sediaan ini memilki ciri – cirri sebagai berikut :
1. sediaan bahan lebih padat / kental / mudah beku.
2. kekuatan absorbsinya besar.
3. sedikit berminyak dibandingkan salep dengan basis yang sama.
Ex : pasta zinc
Krim (cremores)
Yaitu bentuk sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih zat aktif terlarut atau
terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai(F I ed IV) .
Sediaan ini keadaan emulsi AM atau MA.
Sediaan krim :
1. Mengandung air ≥ 60 %.
2. Penggunaan sebagai kosmetika dan estetika.
3. Dapat digunakan melalui vaginal
4. Dapat dibilas dengan air.
Zat pengemulsi : sabun, twen dan span, trietanol amin, emulgid.
Zat pengawet yang dapat digunakan : metil paraben 0,12 – 0.18 %.
Dimas Suryo Aribowo 58
GUTTAE (OBAT TETES)
Yaitu sediaan cairan berupa larutan, emulsi atau suspensi yang berfungsi untuk
obat dalam atau obat luar. Digunakan dengan cara meneteskan menggunakan penetes
yang menghasilkan tetesan setara dengan yang dihasilken penetes baku yang
disebutkan farmakope Indonesia (F I ed III).
Sediaan obat tetes dapat berupa :
1. Guttae, obat tetes pada makanan atatu minuman.
2. Guttae oris, obat tetes yang digunakan pada ??? dengan cara diencerkan dan
tidak di t???
3. Guttae auriculares, obat tetes yang digunakan pada ??? zat basisnya bukan air,
ex basis : glycerol, etanol, minyak atsiri, propilen glikol, heksilen glikol.
4. Guttae nasales, obat tetes yang digunakan pada ??? zat basisnya boleh
menggunakan air, sediaan isotonis atau hampir isotonis.
5. Guttae opthalmicae, sediaan steril berupa larutan atau suspensi yang digunakan
untuk ???, dengan cara meneteskan pada selaput lender di sekitar kelopak mata
atau bola mata.
Syarat – syarat guttae opthalmicae :
1. Steril
2. Isotonis
3. Isohidris
4. Bebas partikel
Tidak boleh digunakan ≥ 1 bulan setelah segel dibuka.
Dimas Suryo Aribowo 59
FERMENTASI
Fermentasi berasal dari bahasa latin Ferfere : mendidihkan, yaitu berdasarkan
ilmu kimia terbentuknya gas-gas (CO2) dari suatu cairan kimia
Sejarah Perkembangan Teknologi Fermentasi
• Fermentasi (konvensional) : Perubahan sari buah menjadi alcohol
• Fermentasi (Ilmiah):
1. Louis Pasteur (1858)(Prod. Asam laktat)
Fermentasi terjadi jika ada sel-sel khamir
2. Buchner (1897) “Cell Free Extract”
- Fermentasi terjadi tanpa adanya sel-sel hidup
- Fermentasi terjadi karena aktifitas enzim
Fermentasi (Biokimia):
Aktifitas mikrobiologi untuk memperoleh energi yang diperlukanuntuk
metabolisme dan pertumbuhannya melalui pemecahansenyawa2 organik secara
anaerobik.
Fermentasi sebenarnya:
Aktifitas matabolisme mikroorganisme baik secara aerobikmaupun anaerobik
dimana terjadi perubahan atau transformasikimiawi dari substrat organic
Reaksi oksidasi reduksi, dimana zat yang dioksidasi (pemberielektron) adalah
zat organik dengan melibatkan zat yangdireduksi (penerima elektron) adalah zat
organik denganmelibatkan mikroorganisme (bakteri, kapang dan ragi)
Dimas Suryo Aribowo 60
Teknologi Fermentasi:
Ilmu teknik terapan yang mendasari industri fermentasi melaluipemanfaatan
secara terpadu berbagai cabang ilmu seperti :Mikrobiologi, Biokimia, Kimia, Keteknikan,
rekayasa Genetika danBiologi Molekuler
Industri Fermentasi
• Perang Dunia I : Ind.Gliserol,aseton-butanol, antibiotika
• Teknik isolasi mikroba,penggunaan biakan murnidst
• Penggunaan fermentor
Produk-produk fermentasi
1. Alkohol, Bir, khamer (fermentasi bahan yang mengandung pati atau kadar gula tinggi
dengan menggunakan.ragi Sacharomyces cereviciae) ada 3 tahap :
- Pembuatan larutan.nutrien
- Fermentasi
- Destilasi etanol
Menurut Mentri Kesehatan No.86Th.1997,minuman berakohol dibagidalam 3 gol :
a . G o l A : k a d a r a l k o h o l 1 - 5 % ( B i r )
b . G o l B : k a d a r a l k o h o l 5 - 2 0 % ( a n g g u r )
c. G o l C : k a d a r a l k o h o l 2 0 - 5 5 % ( w h i s k y dan
Brandy)
2. Yogurt (fermentasi susu dengan bakteri Lactobacillus acidophilus) → Produk Probiotik
Probiotik : kultur (mikroba) yang disajikan dalam keadaan hidup, jumlahnya banyak (>1 juta per
gram), dapat hidup stabil dalam ekosistem usus
Dimas Suryo Aribowo 61
Fungsi Probiotik : kekebalan tubuh, tambahan nutrisi setelah mengkonsumsi antibiotik, pengobatan
candidiasis
3. MSG (monosodium glutamat),fermentasi dari media tebu, jagung,beras, cassava,
biang gula dan sagu
4. Produk minuman spt : Calpico
5. Kecap (cina sejak 722 SM), coklat,teh hitam, keju
6. Peuyeum/ tape (fermentasi guladalam singkong dengan khamir/ragi)
Proses-proses fermentasi
Proses fermentasi yang penting dalam industri komersial adalah:
1 . P r o d u k s i s e l m i k r o b a
2 . P r o d u k s i e n z i m m i k r o b a
3 . P r o d u k s i h a s i l m e t a b o l i s m e m i k r o b a
4. P r o s e s t r a n s f o r m a s i
Produksi sel mikroba
1 . P r o d u k s i r a g i ( a w a l 1 9 0 0 )
2. P r o d . P r o t e i n S e l T u n g g a l / C e l l M a s s Production/protein mikroba
(mulai1960)
keuntungan : untuk menggantiprotein alami yang relatif mahal sebagai diet bagi
manusia maupun binatang
Produksi enzim mikroba
Enzim dapat diperoleh dari :
1. Hewan
2. Tanaman
3. Mikroba (Hasil >>) melalui teknik fermentasi dan lebih mudah untukmemperbaiki
produktivitasnya daripada tanaman dan hewan
Dimas Suryo Aribowo 62
Produksi hasil metabolisme
Pertumbuhan mikroba ada beberapa tahap :
1. Fasa adaptasi
2. Fasa Eksponensial (prod.merabolit primer)
3. Fasa stasioner (metabolit sekunder)
4. Fasa kematianKinetika pertumbuhan ini diikuti dengan produk yang dihasilkan
Contoh: sel, asam amino, nukleotida, as.nukleat, lipida, karbohidrat dll
Beberapa produk metabolit utama dan fungsi dalam industri :
Metabolit utama
1. Etanol
2. Asam Sitrat
3. Aceton-butanol
4. Asam glutamate
5. Lisin- vitamin
Fungsi dalam Industri
1. Bahan bakar, minuman, obat
2. Industri pangan
3. Pelarut
4. Penyedap rasa
5. Bahan tambahan
Dimas Suryo Aribowo 63
Proses Transformasi
Sel mikroba dapat digunakan untuk mengubah senyawaan menjadi senyawa lain yang secara
struktur berkaitan yang mana senyawa yang dihasilkan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi
Reaksi yang terlibat :dehidrogenasi, oksidasi, hidroksilasi, dehidrasi dan kondensasi.
Contoh : Pengubahan alkohol menjadi asam asetat, D-arabitol menjadi xylitol, produksi
antibiotik, produksi sel amobil (merupakan usaha prosestransformasi yang dapat
digunakan berulang)
Komponen Proses Fermentasi
1. susunan medium untuk pengembangan inokulum dan di dalam fermentor
2. sterilisasi medium, fermentor dan peralatanyang lain
3. Aktivitas produksi, pemanfaatan kultur murni, jumlah inokulum untuk produksi
4. Pertumbuhan mikroba dalam fermentor produksi pada kondisi optimum untuk
pembentukan hasil
5. ekstraksi produk dan pemurnian
6. Penanganan limbah yang dihasilkan selama proses
MINUMAN FERMENTASI (YOGURT)
Yoghurt merupakan salah satu olahan susu yang diproses melalui proses
fermentasi dengan penambahan kultur organisme yang baik, salah satunya yaitu
bakteri asam laktat. Di pasaran yoghurt terbagi dalam dua jenis, yang pertama adalah
yoghurt plain yaitu yoghurt tanpa rasa tambahan dan yang kedua adalah drink yoghurt
yaitu yoghurt plain yang oleh produsen telah ditambahkan perasa tambahan buah-
buahan seperti rasa strawberry, jeruk ataupun leci .
Kelebihan Yoghurt :
Bila di nilai dari kandungan gizinya, yoghurt tidaklah kalah dengan susu pada
umumnya. Hal ini karena bahan dasar yoghurt adalah susu, bahkan ada beberapa
kelebihan yoghurt yang tidak dimiliki oleh susu murni yaitu :
Dimas Suryo Aribowo 64
1. Sangat cocok dikonsumsi oleh orang yang sensitif dengan susu (yang ditandai
dengan diare) karena laktosa yang terkandung pada susu biasa sudah
disederhanakan dalam proses fermentasi yoghurt.
2. Bila dikonsumsi secara rutin bahkan mampu menghambat kadar kolestrol dalam
darah karena yoghurt mengandung bakteri lactobasillus. Lactobasillus berfungsi
menghambat pembentukan kolestrol dalam darah kita yang berasal dari
makanan yang kita makan seperti jeroan atau daging.
3. Meningkatkan daya tahan tubuh kita karena yoghurt mengandung banyak bakteri
baik sehingga secara otomatis dapat menyeimbangkan bakteri jahat yang
terdapat dalam susu kita.
Manfaat Yoghurt
1. Menyehatkan pencernaan
Berdasarkan hasil penelitian, yoghurt dapat mengatasi berbagai masalah
pencernaan seperti diare, radang usus, kanker usus atau intoleransi laktosa.
2. Mengurangi risiko terjadinya infeksi pda vagina
Wanita yang mengkonsumsi yoghurt dapat mengurangi tingkat keasaman (pH)
sehingga dapat mengurangi perkembangan infeksi jamur.
3. Menurunkan risiko darah tinggi
Dengan mengkonsumsi yoghurt 2-3 porsi sehari, dapat mengurangi risiko
tekanan darah tinggi.
4. Mencegah osteoporosis
Karena berbahan dasar susu, maka dalam yoghurt mengandung kalsium dan
vitamin D. Kedua zat ini dapat membentu seseorang terkena osteoporosis.
5. Membantu kita lebih kenyang
Kandungan kalori yang terdapat dalam yoghurt manjadikan yoghurt makanan
yang dapat membantu sesorang merasa lebih kenyang.
Dimas Suryo Aribowo 65
Yoghurt untuk Penderita Intoleransi Laktosa
Intoleransi laktosa yaitu ketidakmampuan tubuh untuk mencerna laktosa, gula yang
paling banyak terkandung dalam susu. Sewaktu seseorang mengkonsumsi laktosa
yang terdapat dalam susu dan produk-produk sejenisnya maka bakteri dalam usus
besar mengubah laktosa itu menjadi asam laktat dan karbon dioksida. Dalam waktu 30
menit saja, timbul gejala-gejala umum, yang mencakup mual, kejang otot, kembung,
dan diare. Bagaimana dengan yoghurt yang merupakan produk susu juga?
Yoghurt mengandung laktosa hampir sebanyak susu, namun beberapa penderita
intoleransi laktosa dapat mencernanya tanpa mengalami gangguan. Karena yoghurt
mengandung mikroorganisme yang mensintesis laktase, dan ini membantu pencernaan
laktosa. Yoghurt lebih mudah dicerna oleh tubuh dibanding susu.
Meski rasanya sedikit asam, namun Anda dapat memperoleh manfaat melalui yoghurt.
Saat ini, terdapat banyak produk yang dibuat dari yoghurt yang menambah kenikmatan
dan cita rasa dari yoghurt seperti frozen yoghurt serta berbagai yoghurt dengan rasa
buah. Konsumsi yoghurt dapat membuat tubuh Anda lebih sehat
Cara Pembuatan
•Susu dipanaskan pada suhu 90°C
bertujuan membunuh sel-sel vegetatif dan menurunkan kadar oksigen terlarut.
Terjadi denaturasi protein menjadi kasein yang menyebabkan hasil akhir yang stabil dan
konsistensinya merata
Kadang pemberian skim atau senyawa2 tambahan lain seperti gelatin (0,1-0,3%), agar-agar
dan alginat dapat meningkatkan sifat fisik dan stabilitas dari produk akhir
Penggunaan Inokulum
•Kultur campuran :
a. Streptococcus thermophilus (Lactis)
Akan menguraikan laktosa atau gula menjadiasam laktat dan senyawa peptida yang
sedrehana
Dimas Suryo Aribowo 66
b.Lactobacillus bulgaricus
Bekerja pada pH 4,5 , untuk menghasilkanasetaldehid
Sifat-sifat khusus dari Yogurt karena adanya as.Laktat, asetaldehid, diasetil, asam
cuka. Rasa dan aroma banyak dimodifikasi dengan cara penambahan sukrosa dan
buah-buahan
http://www.scribd.com/doc/26623145/Teknik-Fermentasi
Cara Membuat Yoghurt Sendiri Dan Membeli Yoghurt Buatan Sendiri
Peach & Strawberry Yoghurt Parfaits
si susu fermentasi berasa asam yang memiliki khasiat baik untuk tubuh: mulai dari
memperlancar masalah pencernaan, menurunkan berat badan juga menurunkan kadar
kolesterol dalam darah jika diminum secara teratur
Ada banyak yoghurt yang dijual di luar sana. Berbagai merek tersedia dalam berbagai
range harga. Namun pernahkah terpikir oleh anda untuk membuat yoghurt sendiri?
Terlepas dari isu zat aditif yang digunakan oleh produsen untuk membuat produk
mereka tahan dalam mengarungi mata rantai distribusi, memasak bagi sebagian orang
adalah kegiatan yang menyenangkan kan? ;)
Caranya ternyata sederhana saja:
1. Sediakan susu murni segar. Susu murni segar y, bukan susu dalam kemasan
bebentuk bubuk, kental manis atau yang sudah di kemas dalam kotak karton.
Alasannya? Tidak efisien. Saran: coba beli langsung ke peternak sapi perah
atau koperasi peternak susu.
2. Pasteurisasi / Sterilkan susu tersebut. Caranya, panaskan susu tersebut hingga
suhu 90 derajat celcius selama 15-30 menit. Gunakan panci, kompor dan
termometer dalam langkah ini.
Dimas Suryo Aribowo 67
Pasteurisasi yoghurt. Di panaskan dalam suhu 90 derajat celcius selama 15-30
menit
3. Kulturisasi, atau dalam bahasa sederhananya: Masukkan bibit yoghurtnya. Yang
dimaksud dengan bibit yoghurt disini ya yoghurt yang sudah jadi. Kombinasinya:
Bibit yoghurt 5% dari jumlah susu. Jadi jika susu yang anda mau jadikan yoghurt
adalah satu liter, masukkan 0.05 liter yoghurt yang sudah jadi kedalam susu
yang sudah di pasteurisasi tersebut. Dapat yoghurt yang sudah jadi dimana?
Anda bisa meluncur ke minimarket terdekat :)
4. Inkubasi. Hangatkah susu yang sudah dikulturkan tersebut dalam suhu 45
derajat celcius selama 8 jam. Prakteknya seperti ini: Kardus, di tempeli lampu
bohlam (yang diatur agar lampu bohlam tersebut bisa dinyalakan sehingga
mampu memberikan kehangatan kepada susu tersebut) lalu di beri dua lubang
untuk ventilasi. Masukan susu yang sudah di kulturkan ke dalam botol atau
tupperware (aduh, jadi nyebut merek :P) lalu taruh di dalam kerdus tersebut
selama 8 jam. Nyalakan lampunya selama susu berada di dalam kardus
tersebut.
Dimas Suryo Aribowo 68
Kotak inkubasi yoghurt. Buat dari kardus yang dillubangi, lalu di pasang bohlam.
As easy as that :D
5. Setelah, 8 jam? Yoghurt siap disantap! kalau kami biasa dinginkan dulu
yoghurtnya di dalam kulkas agar lebih mantap.
6. Semakin tinggi total solidnya maka cairan bening yang tersisa semakin sedikit,
dan yoghurt yang dihasilkan semakin bagus. Solid yoghurt yang belum diberikan
tambahan rasa ini dapat juga dijadikan bibit yoghurt untuk pembuatan
selanjutnya.
7. Setelah berbentuk yoghurt dapat ditambahkan sirup atau gula bagi yang tidak
kuat asamnya, bahkan bisa ditambahkan dengan perasa tambahan makanan
seperti rasa jeruk, strawberry dan leci yang dapat kita peroleh di apotek-apotek
atau toko bahan kimia. Yoghurt dapat disajikan tidak hanya sebagai minuman,
tetapi juga dapat disajikan bersama salad buah sebagai sausnya ataupun
sebagai bahan campuran es buah.
8. Yoghurt yang sudah jadi dapat ditempatkan di wadah plastik ataupun kaca.
Kalaupun kita ingin menggunakan wadah plastik sebaiknya yang agak tebal,
akan tetapi bila ingin menyimpan yoghurt untuk waktu yang lebih lama sebaiknya
menggunakan wadah kaca.
Kebersihan merupakan hal yang harus sangat kita perhatikan, sehingga sebaiknya
semua alat yang digunakan direbus terlebih dahulu dalam air mendidih selama 5-10
menit. Apabila kebersihan tidak dijaga dapat mengakibatkan yoghurt tidak jadi, dengan
ciri-ciri tidak berasam walaupun berbentuk solid, di permukaan solid ditumbuhi jamur
yang berbentuk bintik-bintik hitam dan berbau asam yang sangat tajam. Untuk yoghurt
yang kita buat sendiri sebaiknya paling lama penyimpanannya selama 1 minggu.
Selain masalah kebersihan, masalah penyimpanan yoghurt juga perlu untuk
diperhatikan.
Dimas Suryo Aribowo 69
Ada dua hal yang harus diperhatikan yaitu :
1. Yoghurt tidak boleh terkena sinar matahari.
2. Tidak boleh ditaruh dalam suhu ruangan, harus disimpan dalam suhu
dingin/kulkas tetapi juga tidak boleh diletakkan dalam freezer. Yoghurt tidak
boleh disimpan dalam freezer karena bahan dasar yoghurt yang berupa susu
dapat pecah dan justru itu akan merusak yoghurt.
Tips Memilih Yogurt
Bila anda tidak sempat membuat dan ingin membeli yogurt di pasaran maka ada
beberapa hal yang harus diperhatikan :
1. Pilihlah yoghurt yang kental.
2. Pilihlah yoghurt yang disimpan di suhu dingin jangan yang di luar karena
biasanya sudah disterilkan lagi sehingga mikroorganismenya sudah tidak ada.
3. Dicermati labelnya yang plain yoghurt atau yang drink yoghurt disesuaikan
dengan kebutuhan kita.
4. Dicermati tanggal kadaluarsanya
PROSES PEMBUATAN YOGURT YANG BAIK DAN BENAR
Proses Fermentasi Yoghurt
Susu terfermentasi dapat dibuat melalui beberapa cara yaitu menambahkan enzim-enzim untuk proses fermentasinya atau menambahkan mikrobia yang dapat melakukan proses fermentasi susu, cara yang pertama sangat mahal karena enzim-enzim yang harus ditambahkan jumlahnya lebih dari satu dan harus diberikan dalam kondisi tingkat kemurnian tinggi. Oleh sebab itu cara penambahan mikrobia yang dipilih, karena mikrobia tersebut secara alami terdapat pada susu, kita hanya tinggal mengisolasinya menjadi biakan murni untuk selanjutnya diperbanyak dan ditambahkan pada susu yang difermentasi. (Septia,2010)
Yogurt dibuat dengan bantuan dua jenis bakteri menguntungkan, satu dari keluarga lactobacillus yang berbentuk batang (Lactobacillus bulgaricus) dan lainnya dari keluarga streptococcus yang berbentuk bulat (Streptococcus thermophilus). Kedua bakteri yogurt ini merupakan bakteri penghasil asam laktat yang penting peranannya dalam pengaturan mikroflora usus. Saat bertumbuh di usus, Lactobacillus bulgaricus dan S. thermophilus
mampu menciptakan keadaan asam yang menghambat bakteri lain. Bakteri penyebab penyakit yang umumnya tak tahan asam tak mampu bertahan di lingkungan bakteri yogurt. Sementara bakteri lain yang memang seharusnya melimpah dirangsang untuk bertumbuh. Sehingga mikroflora dalam usus didorong mendekati keadaan seimbang
Dimas Suryo Aribowo 70
yang normal. Banyak penelitian menunjukkan bahwa bakteri dalam yogurt dan susu fermentasi ulain memberi ekstra manfaat bagi tubuh. Bakteri yogurt membutuhkan kondisi pertumbuhan yang cocok terutama suhu yang tepat. Umumnya bakteri tumbuh baik pada keadaan hangat. Bakteri yogurt S. thermophilus dan L. bulgaricus paling cepat tumbuh di sekitar suhu 40– 44°C (bergantung pada galurnya). Jika suhu terlalu rendah bakteri akan berkembang biak lambat atau tidak sama sekali. Sementara jika suhu terlampau panas bakteri bisa rusak dan mati. Bahaya lain, yaitu merajalelanya mikroba lain yang kondisi optimumnya di suhu lebih tinggi atau rendah. Karena lebih cepat berkembang biak di suhu tersebut, jumlah mikroba penyusup tadi dapat menyusul bahkan menyisihkan bakteri yogurt semula. (Widodo,2002)
Adapun tahap – tahap pembuatan yogurt adalah seperti berikut ini (Septia, 2010):
1. Susu segar dipanaskan sampai suhu 90 °C dan selalu diaduk supaya proteinnya tidak mengalami koagulasi. Pada suhu tersebut dipertahankan selama 1 jam. Apabila dilakukan pasteurisasi maka suhu pemanasannya adalah 70 – 75 °C . Jika hal ini yang dilakukan, maka pemanasan dilakukan sebanyak dua kali.
2. Setelah dipanaskan, selanjutnya dilakukan pendinginan sampai suhunya 37- 45 °C. Pendinginan tersebut dilakukan dalam wadah tertutup.
3. Setelah suhu mencapai 37-45 °C maka dilakukan inokulasi / penambahan bakteri ke dalam susu tersebut sejumlah 50 – 60 ml/liter susu. Penambahan bakteri dilakukan dengan teknik aseptic (di dekat api).
4. Setelah ditambah bakteri, selanjutnya diperam pada ruangan hangat (30-40 °C), dalam keadaan tertutup rapat selama 3 hari.
5. Tahap selanjutnya adalah filtrasi. Hal ini dilakukan untuk memisahkan bagian yang padat / gel dengan bagian yang cair. Pada waktu pemisahan ini diusahakan dilakukan di dekat api sehingga bagian yang cair (sebagai stater berikutnya) terhindar dari kontaminasi. Bagian yang padat inilah yang siap dikonsumsi (yoghurt). Bagian yang cair berisi bakteri Lactobacillus sp yang dapat digunakan untuk menginokulasi susu yang segar.
6. Supaya yogurt lebih lezat rasanya dapat ditambah dengan potongan buah – buahan yang segar, cocktail, nata de coco atau dibekukan menjadi es, dapat pula dicampur dengan berbagai buah-buahan untuk dibuat juice (minuman segar).
Sebagian besar senyawa alam terdegradasi oleh beberapa jenis mikroba dan bahkan banyak senyawa buatan manusia juga diserang oleh bakteri. Terjadi dalam lingkungan tanpa oksigen (atau kondisi untuk reaksi redoks yang cocok), degradasi ini mengakibatkan terjadinya fermentasi.
Dimas Suryo Aribowo 71
Meskipun banyak metode yang menggunakan bakteri untuk melakukan fermentasi terhadap senyawa organik, tetapi pada dasarnya yang terjadi pada semua fermentasi adalah NAD+ hampir selalu direduksi menjadi NADH.
Metabolisme yang melibatkan oksidasi substrat, elektron dari molekul organik akan paling sering diberikan ke NAD. (Hal ini berlaku baik dalam fermentasi dan respirasi). Di bawah ini ditampilkan contoh pengurangan NAD
– oksidasi gliseraldehida-3-fosfat untuk 1,3 bisphosphoglycerate. Elektron akan dihapus dari karbon dilambangkan dengan warna merah dan disumbangkan ke NAD +.
Fermentasi menghasilkan banyak NADH. Akumulasi NADH menyebabkan masalah pad areaksi anaerob. NADH yang terlalu banyak akan mencegah oksidasi lebih lanjut dari substrat karena kurangnya + NAD untuk menerima elektron. Dalam jalur fermentasi banyak, langkah-langkah setelah produksi energi dilakukan sebagian untuk menyingkirkan NADH tersebut. Piruvat sebagai perantara penting Banyak reaksi yang pada akhirnya menghasilkan piruvat. Piruvat adalah perantara yang berharga karena dapat digunakan untuk sintesis sel dan enzim yang berbeda dapat bertindak di atasnya. Ini memberikan fleksibilitas mikroba.
Energi berasal dari Substrat-Tingkat Fosforilasi (SLP) Substrat diubah menjadi senyawa terfosforilasi dan dalam reaksi selanjutnya fosfat energi tinggi ditransfer ke ATP.
Fermentasi dapat melibatkan setiap molekul yang dapat mengalami oksidasi. Substrat umum termasuk gula (seperti glukosa) dan asam amino. Produk khas tergantung pada substrat tetapi bisa termasuk asam-asam organik (asam laktat, asam asetat), alkohol (etanol, metanol, butanol), keton (aseton) dan gas (H2 dan CO2)
Preparasi Pembuatan Yoghurt
Selain dibuat dari susu segar, yoghurt juga dapat dibuat dari susu skim (susu tanpa lemak) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan tertentu, tergantung kepada kekentalan produk yang diinginkan. Selain dari susu hewani, belakangan ini yoghurt juga dapat dibuat dari campuran susu skim dengan susu nabati (susu kacang-kacangan). Sebagai contoh, yoghurt dapat dibuat dari kacang kedelai, yang sangat
Dimas Suryo Aribowo 72
populer dengan sebutan “soyghurt”. Yoghurt juga dapat dibuat dari santan kelapa, yaitu yang disebut dengan “miyoghurt”.
Prinsip pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus. Kedua macam bakteri tersebut akan menguraikan laktosa (gula susu) menjadi asam laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. Lactobacillus bulgaricus lebih berperan pada pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus thermophilus lebih berperan pada pembentukan citarasa yoghurt. Yoghurt yang baik mempunyai total asam laktat sekitar 0,85-0,95%. Sedangkan derajat keasaman (pH) yang sebaiknya dicapai oleh yoghurt adalah sekitar 4,5.
Langkah-langkah dalam pembuatan yogurt dapat diterangkan dari yang paling mudah dan sederhana hingga yang menyerupai produk komersial. Cara yang paling sederhana untuk pembuatan yogurt, bahan yang diperlukan hanyalah susu dan bibit yogurt, serta peralatan dapur sederhana seperti panci dan sendok. Segala macam jenis susu dapat digunakan untuk pembuatan yogurt, mulai dari susu sapi dan kambing, kuda dan unta, susu nabati dari kedelai, kecipir, almond, kacang tanah, santan, dan sebagainya. Variasi susu yang digunakan dapat berupa susu segar, susu cair dalam botol/karton, susu krim, susu skim, atau susu bubuk yang telah dicampur kembali dengan air. Meski demikian, sebaiknya tidak menggunakan susu kental manis karena terlalu banyak mengandung gula. Juga perlu diperhatikan bahwa ada produk susu cair dan bubuk yang mengandung pengawet, sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yogurt. Jenis susu seperti demikian tidak dapat dijadikan yogurt.
Secara prinsip cara pembuatan yogurt dari susu nabati seperti susu kedelai sama saja seperti pembuatan yogurt lain, yaitu dengan menambahkan sejumlah bibit yogurt pada susu. Hanya saja, karena yogurt kedelai yang sudah jadi lebih sukar diperoleh, untuk pembuatan pertama terpaksa digunakan bibit yogurt dari susu sapi. Yogurt kedelai sedikit lebih encer daripada yogurt susu sapi. Pembuatan yogurt memerlukan suhu fermentasi yang kurang lebih konstan. Karena suhu ruangan tempat menyimpan yogurt lebih dingin (25°C) dibandingkan suhu fermentasi yang seharusnya (40–44°C), maka susu akan menjadi dingin. Suhu konstan dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti alat pembuat yogurt listrik, menggunakan bola lampu dan kotak kardus atau menggunakan baskom dan air hangat. Cara yang paling praktis adalah yang pertama, karena di dalam alat tersebut terdapat pengukur suhu dan pemanas otomatis untuk menjaga suhu.
Apabila tidak ada alat pembuat yogurt, dapat digunakan cara yang kedua yaitu menggunakan bola lampu dan kotak kardus. Tempat yang berisi susu hangat yang telah diberi bibit yogurt dimasukkan ke dalam kotak kardus. Kemudian digantung sebuah bola lampu 60 watt di dekat wadah untuk menghangatkan susu. Suhu di dalam kotak kardus harus selalu diperiksa dengan termometer. Suhu optimum harus berada sekitar 42–45°C, yaitu 1–2°C lebih tinggi dari suhu fermentasi. Jika terlalu panas atau dingin, letak bola lampu dapat diatur (atau diganti ukuran wattnya). Jika cara pertama
Dimas Suryo Aribowo 73
dan kedua tidak memungkinkan, dapat digunakan air penghangat. Susu hangat yang telah diberi bibit diletakkan dalam panci logam. Panci dimasukkan ke baskom atau ember yang lebih besar. Kemudian air hangat (42–45°C) dituangkan di sekeliling panci hingga mencapai tepian. Air yang digunakan dijaga jangan sampai masuk ke susu. Sekitar setengah jam sekali, air yang telah dingin dihangatkan kembali dengan menambahkan sedikit air panas. Suhu air selalu diukur dan diatur agar berkisar 42–45°C kembali. Kegiatan ini selalu diulangi dengan jangka waktu setengah jam kemudian hingga yogurt jadi. Penggunaan bibit serbuk diperlukan untuk memulai (starter) jika tidak tersedia yogurt jadi. Selanjutnya untuk beberapa kali pembuatan, dapat mengambil bibit dari yogurt hasil sebelumnya. Saat kualitas yogurt mulai menurun barulah kembali menggunakan bibit serbuk. Yogurt menggumpal disebabkan selain butiran lemak dan air, susu juga terdiri dari bola-bola protein kecil yang disebut misel. Letaknya berjarakan satu dengan yang lain. Jika suasana susu tidak asam, bertabrakan pun misel-misel ini berpantulan dan memisah kembali. Tapi saat susu menjadi asam oleh asam laktat dari bakteri yogurt, misel seolah-olah lengket dan ketika bertabrakan terbentuklah jaring-jaring yang memerangkap air. Dalam pengamatan, susu nampak menggumpal.
Secara umum ada dua jenis yogurt yang bisa dibuat yaitu setengah padat dan cair. Yogurt setengah padat bentuknya seperti tahu dan tidak diaduk. Untuk pembuatan yogurt setengah padat ini dibutuhkan susu yang kental, yang kandungan padatannya banyak, biasanya dengan menambahkan sejumlah susu skim padat ke dalam susu murni atau dengan membiarkan sebagian air dari susu menguap saat dipanaskan. Sedangkan yogurt cair, bentuknya encer dan dapat diminum karena kandungan padatan susunya lebih rendah. Malah yogurt cair ini dapat lebih encer dibandingkan susu murni.
Perbedaan komposisi antara yogurt padat, sedang, dan encer (cair)
Sumber : Widodo (2002).
Dimas Suryo Aribowo 74
Standard Nasional indonesia Yoghurt
(SNI 2981:2009)
Sebab-sebab kegagalan pembuatan yoghurt
Kegagalan pembuatan yogurt merupakan peristiwa yang umum terjadi. Sebab-sebab kegagalan dan cara mengatasinya dapat dilihat pada Tabel 3.4. Apabila masih mengalami kegagalan, maka perlu diperhatikan penggantian bahan yang dicurigai membuat gagal (baik dari susu atau bibitnya) dengan yang baru dari tempat atau sumber lain. Patut pula diperhatikan kebersihan.
Dimas Suryo Aribowo 75
Kemungkinan kegagalan dalam pembuatan yogurt dan pengatasannya
Dimas Suryo Aribowo 76
(Sumber Widodo,2002)
Dimas Suryo Aribowo 77
Daftar Pustaka
Anonim. 2011. Lactobacillus : Learn How to Prevent Infections. http://www.vaxa/lactobacillus.cfm. Diakses tanggal 1 Desember 2011
Anonim. 2011. Penentuan Komposisi Biopolimer sebagai Bahan Pengeenkapsul. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/51162/F11adr_BAB%20IV%20
Hasil%20dan%20Pembahasan.pdf?sequence=8. Diakses tanggal 30 Desember 2011
Cai H, Rodriguez BT, Zhang W, Broadbent JR, and Steele JL. 2007. Genotypic
and penotypic characterization of Lactobacillus casei strains isolated from different
ecological niches suggest frequent recombination and niche specificity. Microbiology. Volume 153. P. 2655-2665.
Chan B, Bonilla L, and Velazquez AC. 2003. Using banana to generate lactic acid
thorugh batch process fermentation. Applied Microbiology Biotechnology. Volume 63. p. 147-152
Evillya.2010.Lactobacillus casei.http://heartfoods.Wordpress.com/2011/06/23/.
lactobacillus_casei Diakses tanggal 13 Desember 2011.
Krisno, A. 2011. Pemanfaatan bakteri lactobacillus casei dalam upaya menjaga
kesehatan pencernaan manusia. http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/11/pemanfaatan-bakteri-lactobacillus-
casei-dalam-upaya-menjaga-kesehatan-pencernaan-manusia. diakses pada tanggal 13 Desember 2011
Septia I. 2010. Teknik pembutaan Susu Fermentasi (Yoghurt). http://itaseptia.blogspot.com/2010/05/susu-fermentasi-yoghurt.html. diakses pada tanggal 13 Desember 2011
Widodo W. 2002. Bioteknologi Fermentasi Susu. Universitas Muhamadiyah. Malang. Hal.
Widodo, Suparni, Wahyuni, Endang. 2003. Bioenkapsulasi Probiotik \
(Lactobacillus casei) dengan Pollard dan Tepung Terigu serta Pengaruhnya terhadap
Viabilitas dan Laju Pengasaman. Fakultas Peternakan Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Dimas Suryo Aribowo 78
KOSMETIKA
Kosmetik secara terminology memiliki pengertian yakni bahan atau material yang
dimanfaatkan pada bagian luar tubuh manusia seperti bagian epidermis, rambut, kuku,
bibir dan organ genital bagian luar manusia. Dalam perkembangannya, kosmetik juga
seringkali dimanfaatkan untuk perawatan gigi dan mukosa mulut terutama untuk
membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan atau memperbaiki bau badan atau
melindungi serta memelihara tubuh sehingga tetap berada pada kondisi yang baik.
Kosmetik cenderung digunakan oleh kaum wanita meski tak sedikit kaum pria yang
menggunakan kosmetik guna merawat kesehatan tubuh dan kulit mereka.
Namun kini, tidak sedikit kosmetik palsu beredar di pasaran, terutama kosmetik
yang mengandung bahan-bahan atau materi kimia yang berbahaya bagi tubuh. Kaum
perempuan yang nyaris tak bisa meninggalkan ketergantungannya pada alat-alat
kosmetik harus cerdas memilih dan menentukan jenis kosmetik yang cocok serta aman
bagi dirinya. Iklan kosmetik yang seringkali ditampilkan di berbagai media cetak
maupun elektronik cenderung menampilkan kecantikan dan/atau ketampanan seorang
artis atau model produk kosmetik tertentu, serta menawarkan sesuatu yang
menggiurkan sehingga konsumen tertarik untuk membelinya. Namun, belum tentu
produk tersebut cocok dan aman bagi kulit tubuh anda.
Memilih kosmetik hanya berdasarkan informasi iklan atau trend merupakan suatu
tindakan yang tidak objektif. Anda harus lebih jeli dalam memilih kosmetik yang aman
bagi tubuh anda secara keseluruhan sehingga terhindar dari efek samping yang
merugikan. Kosmetik yang aman tidak mengandung bahan-bahan kimia yang
berbahaya bagi tubuh sehingga meminimalisir timbulnya efek samping merugikan bagi
kulit maupun tubuh.
Berikut ini tips dari saya dalam mengidentifikasi aman atau tidaknya suatu
produk kosmetik. Ada lima langkah cerdas memilih kosmetik yang aman yaitu dengan
metode KLIKK (Kemasan, Label, Izin, Kegunaan, dan Kedaluwarsa). Pengertian
Kosmetik yang Aman meliputi :
Kemasan
1. Kenalilah kemasan suatu produk kosmetik dengan baik.
2. Jangan membeli produk kosmetik dengan kemasan atau segel yang rusak atau
jelek.
Dimas Suryo Aribowo 79
3. Cermati dan telitilah kemasan atau wadah kosmetik yang akan anda beli, baik
penampilan fisik (segel rusak atau tidak) maupun isinya.
4. Produk yang masih baik memiliki bentuk dan warna yang merata, stabil serta
tidak terdapat bercak kotoran.
Label
Pastikan label tercantum jelas dan lengkap. Setiap kosmetik wajib mencantumkan
penandaan/label yang benar, meliputi :
1. Nama produk
2. Nomor izin edar
3. Nomor badge/kode produksi
4. Nama dan alamat produsen/importir/distributor
5. Netto dan komposisi bahan
6. Batas kedaluwarsa (expiration date)
Kegunaan
Suatu produk kosmetik yang aman pasti mencantumkan keguanaan dan cara
penggunaannya secara singkat dan eksplisit sehingga memudahkan pengguna dalam
proses pemakaian. Biasanya, produk kosmetik yang telah memiliki izin dari Badan
POM, mencantumkan informasi yang lengkap dalam Bahasa Indonesia, kecuali untuk
produk kosmetik tertentu yang sudah jelas cara penggunaannya.
Izin Edar
1. Lihatlah apakah kosmetik yang anda beli tersebut sudah memiliki Nomor Izin
Edar dari Badan POM
2. Setiap kosmetik yang akan diedarkan wajib memiliki Nomor Izin Edar dari Badan
POM
Kedaluwarsa
Pilihlah kosmetik yang sesuai kebutuhan Anda dan bukan karena iklan semata. Bacalah
terlebih dahulu kegunaan dan cara penggunaan yang tercantum pada label (untuk
produk yang belum jelas cara penggunaannya). Kosmetik dengan kestabilan kurang
dari 30 bulan wajib mencantumkan batas kedaluwarsa (minimal dalam bulan dan
tahun). Kosmetik dengan kestabilan lebih dari 30 bulan boleh tidak mencantumkan
batas kedaluwarsa (expiration date).
Dimas Suryo Aribowo 80
LULUR
Lulur tradisional (bedak mangir dalam istilah jawa) adalah ekstrak bahan alami dari
tanaman dan buah – buahan yang dibuat dalam bentuk scrub yang digunakan untuk
kecantikan dioleskan dan digosok perlahan – lahan keseluruh tubuh sehingga kulit
terlihat bersih dan halus.
Ada banyak sekali Jenis-jenis lulur tradisional dan manfaatnya diantaranya sebagai
berikut : Lulur terbuat dari bahan-bahan alami bisa ekstrak rempah, daun-daunan,
bunga, susu, coklat, coffee, juga buah-buahan. Ada bermacam jenis lulur yang
mengandung berbagai macam zat-zat alami di dalamnya. Setiap bahan dan zat-zat
tersebut akan memberikan manfaat yang bermacam-macam bagi kulit. Kasiat lulur
menghilangkan kotoran, menghaluskan, menjaga kelembaban kulit, merawat elastisitas
sekaligus mencerahkan kulit, member nutrisi pada kulit, aromatherapy dan mengangkat
sel – sel mati.
Lulur dibedakan menjadi dua kelompok :
1. Lulur krim. Lulur berbentuk krimmemiliki tekstur butiran yang kasar dan dapat
mengangkat sel – sel kulit mati.
2. Lulur bubuk. Lulur berbentuk bubuk atau powder dengan zat – zat aktif tertentu
dapat menutrisi kulit, biasanya dibuat dari susu, kelapa dan sari bengkoang.
LULUR COKLAT :
- Mengandung antioksidan yaitu Flafonol sehingga menjadikan kulit cantik dan
sehat.
- Kandungan katekinnya bisa membuat kulit bersih dan bercahaya.
- Kandungan antioksidan yang tinggi menjadikan kulit lembab, halus dan tidak
terlalu sensitive terhadap sinar matahari.
- Menghilangkan bau badan.
- Memberikan makanan atau nutrisi pada kulit.
- Mengangkat sel-sel kulit mati dan dapat juga memperbaiki sel-sel yang rusak.
LULUR KOPI (COFFEE ) :
- Mengangkat sel-sel kulit mati sehingga memperbaiki sel-sel rusak.
- Menetralkan kulit yang teriritasi sekaligus memberi nutrisi pada kulit .
- Menghilangkan bau badan, merevitalisasikan sel-sel kulit baru dan menjaga
kelembaban kulit
Dimas Suryo Aribowo 81
- Menghilangkan bekas jerawat, flek dan noda yang membandel
- Sebagai astringent karena kandungan PH nya yang sama dengan kulit yaitu 4,5
sehingga mampu menghilangkan jerawat ataupun noda di kulit.
- Memberikan proteksi pada kulit terhadap sinar matahari dan ultraviolet yang
membuat kulit kering dan menghindari penuaan kulit secara dini.
LULUR MELATI :
- Mengandung sari bunga melati dan herbal lainnya sebagai penangkal sinar
matahari terutama radikal bebas .
- Mendinginkan kulit.
- Menghaluskan dan melembutkan kulit.
- Dapat mengangkat sel-sel mati .
- Menghaluskan badan dengan aroma melati.
LULUR KEMUNING :
- Mengandung ekstrak kemuning, rempah dan herbal sebagai penangkal radikal
bebas.
- Mendinginkan kulit serta membuat kulit menjadi lebih halus dan cantik.
- Dapat mengangkat sel-sel mati kulit mati, membunuh bakteri.
- Membunuh bakteri.
- Mengurangi bau badan yang tak sedap pada tubuh .
- Dan mengharumkan tubuh.
LULUR STRAWBERRY :
- Terbuat dari bahan –bahan alami, ekstrak buah, ekstrak rempah dan daun-
daunan yang bermanfaat untuk kecantikan kulit dan kesehatan tubuh.
LULUR GREEN TEA :
- Mengandung sari Green tea dan herbal lainnya sebagai penangkal radikal
bebas.
- Mendinginkan kulit, menjadikan kulit lebih halus dan cantik.
- Menghaluskan badan dan menyegarkan kulit sehingga kulit tidak kusam atau
kering.
Dimas Suryo Aribowo 82
LULUR SUSU :
- Vitamin A yang terkandung memberi nutrisi pada kulit
- Asam bethidroksi berperan sebagai pelembab alami kulit, pelembab ini akan
mengangkat dan membuang sel-sel kulit yang mati, melembutkan dan
menghaluskan kulit sehingga kulit akan nampak halus dan bercahaya.
- Asam laktat yang terkandung di dalamnya dapat membantu membersihkan dan
melembutkan kulit serta merangsang proses pembentukan kembali sel-sel kulit.
LULUR COCONUT :
Lulur yang berbahan dasar Coconut atau kelapa muda ini sangat cocok untuk
mencegah keriput dan penuaan dini pada kulit. Lulur coconut ini juga dapat
melembabkan kulit sehingga terhindar dari kekeringan, mengangkat kulit mati, kotoran
dan debu, menghilangkan bau badan, memberi nutrisi pada kulit, memperbaiki sirkulasi
O2 dan peredaran darah tepi, memutihkan kulit, menjaga kelembaban kulit, mencegah
kulit keriput, menghilangkan selulit, mengandung zat antioxidant, menghilangkan bekas
jerawat, flek-flek, mencegah kanker kulit, sangat sesuai dengan kulit kering akibat AC,
membuat warna kulit merata dan bercahaya
LULUR CENDANA :
- Sebagai penangkal radikal bebas.
- Mendinginkan kulit serta membuat kulit menjadi lebih halus dan lembut.
- Dapat mengangkat sel kulit mati, menghaluskan badan dengan aroma cendana
LULUR BOREH (GINGER) :
- Dapat membuang racun – racun dari dalam tubuh
- Menyembuhkan masuk angin, nyeri otot, sehingga peredaran darah menjadi
lancar , menyehatkan kulit dan mengatasi bakteri pada kulit
LULUR BENGKOANG :
Bengkoang memiliki zat pembersih yang sempurna. Manfaat dari lulur jenis ini
diantaranya untuk mengangkat sel kulit mati, melenyapkan bau badan, memberi nutrisi
pada kulit, memperbaiki peredaran darah, mencerahkan kulit kusam dan menjaga
kelembaban kulit agar tidak cepat keriput.
Dimas Suryo Aribowo 83
LULUR KETAN HITAM (BLACK) :
Para wanita di Kalimantan biasanya menggunakan bahan lulur Ketan Hitam ini pada
prosesi perawatan pra nikah. Pekatnya ketan hitam mampu menggantikan sel kulit mati
dengan sel kulit baru yang lebih halus dan lembut, juga mengandung antioksidan,
mengandung pelembab alami, serta dapat mendinginkan kulit.
LULUR AVOCADO (ALPUKAT) :
Avocado atau buah Alpukat kaya akan vitamin E, dan mengandung omega 3 sehingga
dapat menjadi antioksidan yang baik, mencegah penuaan dini, dan sebagai pelembab
kulit alami. Buah alpukat juga bersifat anti inflamasi sehingga dapat mendinginkan kulit.
Cocok untuk kulit kering atau yang sering berada di dalam ruangan berpendingin
ruangan (AC)
Pengertian kosmetik dan bagaimana memilih kosmetik yang aman
http://www.produkkosmetik.org/
Pharmaceuticalsciences and health http://unhy-ongol.blogspot.com/
Dimas Suryo Aribowo 84
EMULSI , SHAMPO , LOTION , CLENSING CREAM
A. Emulsi
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan
obat yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan oleh zat pengemulsinya
atau surfaktan yang cocok ( Farmakope Indonesia Ed.III )
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu terdispersi
menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak stabil, butir – butir ini
bergabung ( koalesen ) dan membentuk dua lapisan yaitu air dan minyak yang terpisah
yang dibantu oleh zat pengemulsi ( emulgator ) yang merupakan komponen yang
paling penting untuk memperoleh emulsa yang stabil .
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film ( lapisan ) di sekeliling butir –
butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah terjadinya koalesen
dan terpisahnya cairan dispersi sebagai zat pemisah. Terbentuk dua macam tipe emulsi
yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi dalam fase air dan tipe A/M dimana fase
intern adalah air dan fase ekstern adalah minyak .
Zat-zat pengemulsi ( Emulgator ) yang biasa digunakan adalah PGA, PGS,
Gelatin, Tragacantha, Sapo, ammonium kwartener, senyawa kolestrol, Surfaktan
seperti Tween dan Span, kuning telur atau merah telur, CMC, TEA, Sabun, dll.
Teori Emulsifikasi
Ada 3 teori tentang pembentukan emulsi , yaitu :
1. Teori Tegangan Permukaan
Teori ini menjelaskan bahwa emulsi terjadi bila ditambahkan suatu substansi
yang menurunkan tegangan antar muka diantara 2 cairan yang tidak
bercampur .
Dimas Suryo Aribowo 85
2. Teori Orientasi Bentuk Baji
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan dasar adanya
kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat suka
terhadap air atau mudah larut dalam air ( hidrofil ) dan ada bagian yang suka
dengan minyak atau larut dalam minyak ( Lifofil ) .
3. Teori Film Plastik
Teori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada permukan
masing-masing butir tetesan fase dispersi dalam bentuk film yang plastis.
( Farmasetika , 180 )
Surfaktan dapat membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi antar
muka, dengan menurunkan tegangan iterfasial dan bekerja sebagai pelindung agar
butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu terbentuknya emulsi dengan 3
jalan, yaitu :
1. Penurunan tegangan antar muka ( stabilisasi termodinamika ).
2. Terbentuknya film antar muka yang kaku ( pelindung mekanik terhadap koalesen ).
3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari pertikel.
Penggunaan Emulsi
Penggunaan Emulsi dibagi menjadi 2 golongan yaitu emulsi untuk pemakaian
dalam dan emulsi untuk pemakaian luar. Emulsi untuk pemakaian dalam meliputi
peroral atau injeksi intravena sedangkan untuk pemakaian luar digunakan pada kulit
atau membran mukosa yaitu liniment, lotion, krim dan salep. Emulsi utuk penggunaan
oral biasanya mempuyai tipe M/A. Emulgator merupakan film penutup dari minyak obat
agar menutupi rasa obat yang tidak enak. Emulsi juga berfaedah untuk menaikkan
absorpsi lemak melalui dinding usus. Emulsi parental banyak digunakan pada makanan
dan minyak obat untuk hewan dan juga manusia.
Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai emulsi M/A
atau A/M, tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat terapeutik yang akan
dimasukkan ke dalam emulsi, keinginan untuk mendapatkan efek emolient atau
pelembut jaringan dari preparat tersebut dan dengan keadaan permukaan kulit. Zat
obat yang mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam fase luar yang
mengalami kontak langsung dengan kulit.
Dimas Suryo Aribowo 86
( Ansel , 377 )
Pembuatan Emulsi
Dalam membuat emulsi dapat dilakukan dengan 3 metode , yaitu :
1. Metode Gom Basah ( Metode Inggris )
Yaitu dengan membuat mucilago yang kental dengn sedikit air lalu ditambahkan
minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi terlalu kental,
ditambahkan air sedikit demi sedikit agar mudah diaduk dan diaduk lagi
ditambah sisa minyak. Bila semua minyak sudah masuk ditambahkan air sambil
diaduk sampai volume yang dikehendaki. Cara ini digunakan terutama bila
emulgator yang akan dipakai berupa cairan atau harus dilarutkan dulu dengan
air.
2. Metode Gom Kering
Metode ini juga disebut metode 4:2:1 ( 4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1
bagian gom ), Selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Caranya ialah 4
bagian minyak dan 1 bagian gom diaduk dan dicampur dalam mortir yang kering
dan bersih sampai tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air sampai terjadi
corpus emulsi. Tambahkan sirup dan tambahkan sisa air sedikit demi sedikit, bila
ada cairan alkohol hendaklah ditambahkan setelah diencerkan sebab alkohol
dapat merusak emulsi .
3. Metode HLB
Dalam hal ini berhubungan dengan sifat-sifat molekul surfaktan mengenal sifat
relatif dari keseimbangan HLB ( Hydrophiel-Lyphopiel Balance ). ( Farmasetika ,
186-187 )
Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan sebagai berikut , yaitu :
1. Flokulasi dan Creaming
2. Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana
masing-masing lapis mengandung fase dispersi yang berbeda.
3. Koalesen dan pecahnya emulsi ( Craking atau breaking )
Dimas Suryo Aribowo 87
Pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali. Penggojokkan sederhana
akan gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi
yang stabil.
4. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipa A/M atau sebaliknya
.( IMO , 148 )
B. Shampoo
Shampoo adalah sabun cair yang digunakan untuk mencuci rambut dan
kulit kepala yang terbuat dari campuran bahan – bahan alami ( tumbuhan ) atau zat-zat
kimia. Pengertian lain dari sampo yaitu sediaan yang mengandung surfaktan dalam
bentuk yang cocok berguna untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang melekat
pada rambut dan kulit kepala tidak membahayakan rambut, kulit kepala, dan kesehatan
Si pemakai.
Semula sampo dibuat dari berbagai jenis bahan yang diperoleh dari sumber
alam, seperti sari biji rerak, sari daging kelapa, dan sari abu merang (sekam padi).
Sampo yang menggunakan bahan alam sudah banyak ditinggalkan, dan diganti
dengan sampo yang dibuat dari detergen, yakni “zat sabun” sintetik, sehingga saat ini
jika orang berbicara mengenai sampo yang dimaksud adalah sampo yang dibuat dari
detergen. Dan untuk sampo yang dibuat dari bahan lain, biasanya diberikan penjelasan
seperlunya, misalnya sampo merang.
Agar sampo berfungsi sebagaimana disebutkan di atas, sampo harus memiliki
sifat berikut :
1. Sampo harus membentuk busa yang berlebih, yang terbentuk dengan cepat,
lembut dan mudah dihilangkan dengan membilas dengan air.
2. Sampo harus mempunyai sifat detergensi yang baik tetapi tidak berlebihan,
karena jika tidak kulit kepala menjadi kering.
3. Sampo harus dapat menghilangkan segala kotoran pada rambut, tetapi dapat
mengganti lemak natural yang ikut tercuci dengan zat lipid yang ada di dalam
Dimas Suryo Aribowo 88
komposisi sampo. Kotoran rambut yang dimaksud tentunya sangat kompleks
yaitu : sekret dari kulit, sel kulit yang rusak, kotoran yang disebabkan oleh
lingkungan dan sisa sediaan kosmetika.
5. Tidak mengiritasi kulit kepala dan mata.
6. Sampo harus tetap stabil. Sampo yang dibuat transparan tidak boleh menjadi
keruh dalam penyimpanan. Viskosita dan pH-nya juga harus tetap konstan,
sampo harus tidak terpengaruh oleh wadahnya ataupun jasadrenik dan dapat
mempertahankan bau parfum yang ditambahkan ke dalamnya.
Detergen yang digunakan sebagai bahan dasar dalam pembuatan sampo
memiliki sifat fisikokimia tersendiri yang umumnya tidak sepenuhnya searah dengan ciri
sifat yang dikehendaki untuk sampo. Umumnya, detergen dapat melarutkan lemak dan
daya pembersih kuat, sehingga jika digunakan untuk keramas rambut, lemak rambut
dapat hilang, rambut menjadi kering, kusam, dan mudah menjadi kusut, menyebabkan
sukar diatur.
Sifat detergen yang terutama dikehendaki untuk sampo adalah kemampuan
membangkitkan busa. Jenis detergen yang paling lazim diedarkan tergolong alkil sulfat,
terutama laurilsulfat, juga alkohol monohidrat dengan rantai C 10 – 18.
Di samping itu detergen yang digunakan untuk pembuatan sampo, harus
memiliki sifat berikut :
1. harus bebas reaksi iritasi dan toksik, terutama pada kulit dan mata atau mukosa
tertentu.
2. Tidak boleh memberikan bau tidak enak, atau bau yang tidak mungkin ditutupi
dengan baik.
3. Warnanya tidak boleh menyolok.
Zat tambahan sampo
Zat tambahan sampo terdiri dari berbagai jenis zat, yang dikelompokkan sesuai
dengan kesamaan fungsi yang diharapkan dalam formulasi sampo.
Alkilbromida asam lemak
Digunakan untuk meningkatkan stabilitas busa dan memperbaiki viskosita. Zat ini
merupakan hasil kondensasi asam lemak dengan monoetanolamina (MEA),
dietanolamina (DEA), atau isopropanolamina yang sesuai. Zat ini juga menunjukkan
Dimas Suryo Aribowo 89
sifat dengan mendispersi kerak sabun kalisium atau magnesium, dan mencegah
pengerakan kedua jenis sabun itu pada kulit kepala dan rambut.
Lemak bulu domba, lanolin atau salah satu derivatnya, kolesterol, oleilalkohol,
dan asetogliserida
Digunakan untuk makud memperbaiki efek kondesioner detergen dasar sampo
yang digunakan, sehingga rambut yang dikeramas-sampokan akan mudah diatur dan
memberikan penampilan rambut yang serasi.
Lanolin atau serbuk telur acapkali digunakan sebagai zat tambahan sampo dan
dinyatakan khusus untuk maksud memberikan rambut berkilau dan mudah diatur.
Asam amino
Terutama asam amino esensial digunakan sebagai zat tambahan sampo dengan
harapan, setelah rambut dikeramas-sampokan, zat ini akan tetap tertinggal pada kulit
kepala dan rambut, dan berfungsi sebagai pelembab, karena asam amino memiliki sifat
higroskopik yang akan memperbaiki kelembaban rambut.
Zat tambahan sampo lain
Terdiri dari berbagai jenis zat, umumya diharapkan untuk menimbulkan efek
terhadap pembentukan dan stabilisasi busa; meliputi zat golongan glikol,
polivinilpirolidon, karboksimetilselulosa, dan silikon cair, terutama yang kadarnya lebih
kurang 4%.
Penyajian
Sampo disajikan dalam bebagai bentuk, meliputi bubuk, emulsi, krim atau pasta,
dan larutan. Selain itu jga dapat disajikan dalam :
1. Sampo bubuk
Sebagai dasar sampo digunakan sabun bubuk, sedangkan sebagai zat
pengencer biasanya digunakan natrium karbonat, natrium bikarbonat, natrium
seskuikarbonat, dinatrium fosfat atau boraks. Sampo jenis ini dapat dikombinasikan
dengan zat warna alam hena atau kamomil, sehingga dapat memberikan sedikit
efek pewarnaan pada rambut.
Dimas Suryo Aribowo 90
Agar dalam air sadah dapat berbusa, biasanya bubuk sabun diganti dengan natrium
laurilsulfat.
2. Sampo emulsi
Sampo ini mudah dituang, karena konsistensinya tidak begitu kental. Tergantung
dari jenis zat tambahan yang digunakan, sampo ini diedarkan dengan berbagai
nama seperti sampo lanolin, sampo telur, sampo protein, sampo brendi, sampo
susu, sampo lemon atau bahkan sampo strawberry.
3. Sampo krim atau pasta
Sebagai bahan dasar digunakan natrium alkilsulfat dari jenis alkohol rantai
sedang yang dapat memberikan konsistensi kental. Untuk membuat sampo pasta
dapat digunakan malam seperti setilalkohol sebagi pengental. Dan sebagai
pemantap busa dapat digunakan dietanolamida minyak kelapa atau
isopropanolamida laurat.
4. Sampo larutan
Merupakan larutan jernih. Faktor yang harus diperhatikan dalam formulasi
sampo ini meliputi, viskosita, warna, keharuman, pembentukan dan stabilitas busa
dan pengawetan.
Zat pengawet yang lazim digunakan meliputi, 0,2% larutan formaldehida 40%,
garam fenilraksa; kedua zat ini sangat beracun, sehingga perlu memperhatikan
batas kadar yang ditetapkan pemerintah.
Parfum yang digunakan berkisar antara 0,3%-1,0%, tetapi umumnya berkadar
0,5%.
Cara pembuatan
a. Sampo krim atau pasta
Detergen dipanaskan dengan air pada suhu pada lebih kurang 800 dalam
panci dinding rangkap, sambil terus diaduk. Tambahkan zat malam, terus diaduk
lebih kurang 15 menit. Biarkan campuran ini pada suhu lebih kurang 40-500C.
Dimas Suryo Aribowo 91
Tambahkan parfum, aduk terus hingga homogen; lanjutkan pengadukan untuk
menghilangkan udara. Wadahkan selagi panas.
a. Sampo larutan
Jika digunakan alkilolamida, mula-mula zat ini dilarutkan dalam setengah
bagian detergen yang digunakan dengan pemanasan hati-hati. Kemudian
tambahkan sisa detergen sedikit demi sedikit, sambil terus diaduk; tambahkan
zat warna yang telah dilarutkan dalam air secukupnya; jika masih terdapat sisa
air tambahkan sedikit demi sedikit, sambil terus diaduk untuk mencegah
terjadinya busa.
Shampoo yang baik
- Harus dapat mencuci rambut dan kulit kepala dengan bersih dan tidak
menimbulkan rangsangan
- Harus mempunyai sifat detergent yang baik tetapi tidak membuat kulit kepala
menjadi kering
- Harus dapat menghasilkan rambut yang halus, mengkilat, tidak kasar, tidak
mudah patah, serta mudah diatur
- Harus memiliki konsistensi yang stabil, dapat menghasilkan busa dengan cepat,
lembut, dan mudah dihilangkan dengan pembilasan
Jenis-jenis Shampoo
- Liquid Shampoo (Sampo Cair)Lotion Shampoo (Sampo Losio)
- Creme paste Shampoo (Sampo Pasta Krim)
- Gel Shampoo (Sampo Jeli)
- Aerosol Shampoo (Sompo Erosol)
- Dry Shampoo (Sampo Serbuk)
Bahan Utama
Bahan utama pada shampoo adalah surfaktan (sabun dan detergent)
Sabun adalah garam dan asam lemak
Dimas Suryo Aribowo 92
Hasil reaksi antara lemak dan minyak hewan dan tumbuhan dengan alkali (cth. NaOH,
KOH)
Kekurangan : tidak membentuk busa oleh air sadah, diatasi dengan penambahan
chelating agent
Surfactant (1)
a. Anionik
- Gol. Alkyl benzene sulfonat
Mis. Sodium dodecyl benzene sulfonate
- Gol. Primary alkyl sulfat
Mis. Triethanolamine lauryl sulfate
- Gol. Secondary alkyl sulfat
Mis. Lauryc monoglyceride ammonium sulfate
- Gol. Sarcosine
Mis. Laurosyl sarcoine, Cocoyl sarcosine
Surfaktan
b. Kationik
Garam amonium kuarterner
Mis. Dstearyl dimethyl ommonium chloride, dilauryl dimethyl ammonium chloride,
cetyl trimethyl ammonium bromide
c. Amfoterik
Mis. Miranol
d. Non Ionik
Mis. Tween, Pluronic F-68
Dimas Suryo Aribowo 93
Bagaimana Shampoo bekerja
Surfaktan menurunkan tegangan permukaan air → meningkatkan kemampuan air untuk
membasahi kotoran yang melekat (Ingat Makin kecil nilai tegangan permukaan air,
makin besar kemampuan air membasahi benda).
Surfoktan bergerak di bawah lapisan berminyak → mengangkat dan permukaan →
partikel berbentuk bola.
Bahan Tambahan
Ditambahkan ke dalam sampo untuk menghasilkan sampo yang aman memiliki
viskositas yang baik, busa yang stabil, dan dapat mengoptimalkan kerja detergent
- Opocifying agen
- Clarifying agen
- Foam builder
- Conditioning agen
- Thickening agen
- Chelating agen
- Preservotif
- Active agent
Foam Builder
- Bahan yang meningkatkan kualitas, volume, dan stabilitas busa
- Membantu meningkatkan stabilitas dan efek kondisioner
- Contoh : dodecyl benzene sulfonate, lauroyl monoethanolomide
Conditioning agent
- Merupakan bahan berlemak yang memudahkan rambut untuk disisir
- conditioning agent melapisi helai rambul → halus dan mengkilap
- Harus mudah dibilas, tidak meninggalkan rasa berminyak (lengket) di rambut
Dimas Suryo Aribowo 94
- contoh lanolin, minyak mineral, telur, polipeptida
Opacifying agent
- Bahan yang memberikan warna buram pada shampoo
- Penting pada pembuatan shampoo jenis krim & losio
- Contoh : Cetyl alcohol, stearyl alcohol, spermaceti, glycol monodistearate, Mg
stearate
Clarifying agent
- bahan yang digunakan untuk mencegah kekeruhan pada shampoo
- terutama untuk shampoo dengan bahan utama sabun
- Penting pada pembuatan shampoo cair (likuid shampoo)
- contoh : butil alkohol, isopropil alkohol etil alkohol, metilen glikol, EDTA
Cleating agen Sequestering agent
- Bahan yang mencegah terbentuknya sabun Ca atau Mg karena air sadah
- Contoh : asam sitrat, EDTA
- Dapat digantikan oleh surfaktan non-ionik
Thickening agent
- Bahan yang meningkatkan viskositas shampoo
- Contoh : gom akasia, tragakan, CMC, Methocel
- Kekurangan : dapat membentuk lapisan film pada helai rambut
Preservatif
- Bahan yang berguna melindungi sampo dari mikroba yang dapat menyebabkan
rusaknya sampo,
- Harus dipilih
- contoh : formadehid, etil alkohol, ester parahidroksibenzoat
Antidandruff agent
Dimas Suryo Aribowo 95
- Antidandruff agent umumnya bersifat antimikroba
- ditambahkan ke dalam shampoo dalam jumlah kecil
- Contoh : Sulfur, Asam Salisilat, Resorsinol, Selenium Sulfida, Zink Piriton
Penunjang Stabilitas
Bahan-bahan tertentu dapat ditambahkan ke dalam sampo dengan tujuan menunjang
stabilitas shampoo (stability additive)
- Antioxidant
Mencegah perubahan warna dan bau sediaan akibat oksidosi,
- Sunsreen
Melindungi sediaan dari sinar matahari, Contoh : Benzophenon
- Suspending agent
Contoh : veegum, bentonit
- pH control agen (larutan dapar)
Mencegah perubahan worna dan bau sediaan akibat perubahan pH
Cosmetics additive
Bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sampo dengan tujuan memperbaiki tampilan
shampoo (cosmetics adihtive)
- Perfume
campuran minyak atsiri atau sintetik
- Pewarna (dye)
Pewarna yang digunakan harus terdaftar pada Federal Food, Drug, and
Cosmetics Act
- Pearlescent pigements
C. Lotion
Dimas Suryo Aribowo 96
Lotion adalah Sediaan cair berupa suspensi atau dispersi yang
digunakan sebagai obat luar dapat berbentuk suspensi zat padat dalam serbuk halus
dengan bahan pensuspensi yang cocok , emulsi tipe o/w dengan surfaktan yang cocok.
Kegunaan : membersihkan make-up (rias wajah) dan lemak dari wajah dan
leher.
Ciri-ciri Lotion :
- Lebih mudah digunakan (penyebaran losio lebih merata daripada krim)
- Lebih ekonoms (Lotio menyebar dalam lapisan tipis)
Ada 2 jenis Lotio :
- Larutan detergen dalam air
- Emulsi tipe M/A
D. Cleansing Cream
Kegunaan Cleansing Cream adalah membersihkan make-up (rias wajah)
dan lemak dari wajah dan leher. Krim pembersih adalah modifikasi dari cold cream
(krim sejuk). Cold cream diformulasi oleh Galen (150 AD), terdiri atas campuran malam
lebah, minyak zaitun dan air.
Ada 2 jenis cleansing cream : tipe beeswax-borax dan tipe krim cair.
1. Tipe Emulsi Beeswax-Borax
- Formula populer untuk krim pembersih
- Berwarna putih dan bebas dari butiran
Dimas Suryo Aribowo 97
- Mudah mencair dan menyebar pada kulit
- Mengandung mineral oil dalam jumlah besar
- Tipe emulsi M/A Inversi ke Tipe A/M pada kulit
2. Tipe Krim Cair
- Terdiri dari campuran minyak dan malam yang mencair jika dioleskan
- Efek membersihkan sama dengan tipe beeswax-borax
- Dapat ditambahkan emolien untuk meninggalkan lapisan berminyak pada kulit
- Tampilannya tembus cahaya (translucent)
- Untuk membuat tampilannya buram (opaque) ditambah 2 % Zn O, TiO2, Mg
stearat, atau Zn stearat
- Ditujukan untuk kulit kering
Pada umumnya sediaan perawatan dan pembersih kulit terdapat dalam bentuk
krim atau emulsi, dan yang akan dibicarakan dalam bab ini meliputi :
1. Krim Penghapus dan Krim Dasar
2. Krim Pembersih dan Krim Pendingin
3. Krim Urut dan Krim Pelembut
4. Krim Tangan dan Badan.
Krim Penghapus dan Krim Dasar (Vanishing and Faundation Cream)
Krim penghapus adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
menghilangkan tatarias wajah, sehingga wajah menjadi bersih dan siap dilekati dengan
krim dasar.
Krim dasar adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud sebagai
dasar tatarias wajah.
Bahan : bahan yang digunakan mencakup zat manfaat dan zat tambahan,
termasuk parfum dan zat warna.
Dimas Suryo Aribowo 98
Krim Pembersih dan Krim Pendingin (Cleansing and Cold Cream)
Krim pembersih adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
menghilangkan kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam minyak secara
efisien.
Krim pendingin adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud
memberikan rasa dingin dan nyaman pada kulit.
Ciri khas krim pendingin ialah kandungan airnya relatif banyak yang diikat dalam
bentuk emulsi m-a.
Bahan : bahan yang digunakan mencakup zat manfaat dan zat tambahan,
termasuk parfum dan zat pengawet.
Krim Urut dan Krim Pelembut (Massage and Emollient Creams)
Krim urut dan krim pelembut adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk
maksud memperbaiki kulit rusak karena suatu unsur atau bahan misalnya, detergen.
Biasanya, krim ini tetinggal pada kulit untuk beberapa jam, umumnya semalam.
Krim ini tidak boleh digosokkan karena terlalu cepat diabsorpsi melalui kulit. Krim yang
tetinggal merupakan lapisan yang tidak boleh telalu ditekan atau cepat hilang karena
gesekan dengan kain alas tidur.
Dasar krim, terutama yang mengandung banyak minyak, yaitu air dalam minyak,
krim lembut atau emulsi kental, mudah digunakan tetapi tidak mudah hilang. Krim sepeti
ini akan lama tinggal di kulit, sehingga dapat melindungi kulit dan mengurangi
penguapan air dari kulit. Makin lama tinggal di kulit makin banyak krim yang diaborpsi.
Juga dapat berfungsi sebagai lubrikan dan sebagai emolien.
Bahan : bahan yang digunakan mencakup zat manfaat, antara lain emolien
termasuk emolien alami yang larut dalam minyak,pelembab humektan, dan zat
tambahan termasuk zat pengawet dan parfum.
Krim Tangan dan Badan (Hand and Body Cream)
Dimas Suryo Aribowo 99
Krim tangan dan badan adalah sediaan dan kosmetika yang digunakan untuk
maksud melindungi kulit supaya tetap halus dan lembut dan kering, bersisik dan mudah
pecah.
Kulit mengeluarkan lubrikan alami yaitu sebum, untuk mempertahankan agar
permukaan kulit tetap lembut, lunak dan terlindung. Lapisan sebum dapat menjadi
rusak atau hilang jika kulit dicuci atau dicelupkan dalam larutan sabun atau detergen.
Jika sebum hilang sacara lebih cepat dari pada terbentuknya, kulit menjadi
kering dan bersisik. Permukaan kulit dapat pecah, mempermudah masuknya bakteri,
dapat terjadi infeksi, akhirnya kulit akan mengeluarkan cairan, jika dibiarkan dapat
menyebabkan dermatitis.
Kulit juga mengandung lapisan lemak yang berfungsi untuk mengontrol
penguaan air, kulit juga mengeluarkan cairan pelembab alami. Keseimbangan
kandungan kulit air dalam kulit sangat penting untuk diperhatikan.
Pada umumnya kulit tahan terhadap penggunaan sabun dan air untuk waktu
yang tidak terbatas. Kulit tidak tahan jika terus menerus terkena angin atau udara
kering, atau terlalu sering dan terus menerus menggunakan sabun atau detergen,
kecuali dilindungi dengan cara tertentu.
Biasanya disajikan dalam bentuk krim dan krim cair atau emulsi.
Bahan : bahan yang digunakan mencakup zat emolien, zat sawar (barier), zat
penutup untuk kulit yang berpori lebar, zat humektan, zat pengental dan pembentuk
lapisan tipis, zat pengemulsi, zat pengawet, parfum, dn zat warna.
(Formularium Kosmetika Indonesia, 1985, 330-357)
Daftar Pustaka
Anonim .1979 . Farmakope Indonesia Ed . III . Depkes RI : Jakarta
Anief. Farmasetika Gajah Mada University Press: Yogyakarta.
Ansel, H.C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed 4. Universitas Indonesia
Press: Jakarta.
Anonim.1985. Formularium Kosmetika Indonesia. Depkes RI : Jakarta
Dimas Suryo Aribowo 100
TEKNIK PENYORTIRAN JAMU
Dimas Suryo Aribowo 101
Dimas Suryo Aribowo 102
Dimas Suryo Aribowo 103
Dimas Suryo Aribowo 104
Dimas Suryo Aribowo 105
Dimas Suryo Aribowo 106
Dimas Suryo Aribowo 107
Dimas Suryo Aribowo 108
MENYIMPAN BAHAN JAMU DAN SEDIAAN DENGAN AMAN
Kata “higiene” berasal dari bahasa yunani yang artinya ilmu untuk membentuk
dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate, H.A, 1986). Dalam sejarah
yunani, higiene berasal dari nama seorang dewi yaitu Hygea (dewi pencegah penyakit).
Higiene adalah suatu usaha kegiatan pencegahan yang menitikberatkan usahanya
pada kegiatan-kegiatan yang mendukung kebersihan, kesehatan, dan keselamatan
jasmani maupun rohani manusia dan juga lingkungan hidup sekitarnya.
Sanitasi adalah usaha pecegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya
pada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup. Menurut Mukono (2004), sanitasi
adalah upaya kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan
lingkungan, misalnya penyediaan tempat sampah agar sampah tidak dibuang
sebarangan. (http://wahyu-artea.blogspot.com/2011/04/higiene-dan-sanitasi.html)
Ruang lingkup sanitasi dan higiene dalam industri farmasi meliputi personil,
bangunan, peralatan dan perlengkapan, bahan produksi serta wadahnya, dan segala
sesuatu yang dapat merupakan sumber pencemaran produk.
Sanitasi dan hegiene pada produk herbal
Personil dipercayakan dengan penanganan bahan herbal, obat herbal dan
produk herbal jadi harus diminta untuk memiliki tingkat tinggi kebersihan pribadi dan
telah menerima pelatihan yang memadai tentang pengendalian kebersihan mereka.
Personil harus diminta untuk tanpa penyakit infeksi, atau penyakit kulit. Prosedur
terdokumentasi daftar persyaratan higienis dasar harus tersedia. Personil harus
dilindungi dari kontak dengan iritan beracun dan bahan tanaman berpotensi alergi
dengan menggunakan pakaian pelindung yang memadai. Mereka harus mengenakan
sarung tangan yang sesuai, topi, masker, baju kerja dan sepatu melalui seluruh
prosedur dari pabrik pengolahan dan manufaktur produk.
Dimas Suryo Aribowo 109
1. Bangunan dan fasilitas
Sebagai prinsip umum, bangunan harus dirancang, yang terletak, dikonstruksi,
disesuaikan, dan dipelihara sesuai dengan pelaksanaan GMP untuk dilakukan.
Karena potensi mereka untuk degradasi dan kutu dengan hama tertentu serta
sensitivitas mereka terhadap kontaminasi mikrobiologi, produksi dan terutama
penyimpanan bahan herbal dan obat herbal menganggap penting.
2. Penyimpanan daerah
Area penyimpanan harus terorganisir dengan baik dan disimpan secara berurutan.
Perhatian khusus harus diberikan terhadap kebersihan dan pemeliharaan yang baik.
Setiap tumpahan disengaja harus segera dibersihkan menggunakan metode
pembersihan yang meminimalkan risiko kontaminasi silang dari bahan lain dan harus
dilaporkan.
Set up tempat penyimpanan sebagian besar tergantung pada jenis bahan yang
ditempatkan. Daerah harus baik berlabel dan kondisi penyimpanan harus dalam cara
untuk menghindari resiko kontaminasi silang. Sebuah wilayah karantina harus
diidentifikasi untuk semua bahan herbal yang masuk.
Area penyimpanan harus diletakkan-out untuk memungkinkan pemisahan yang efektif
dan teratur dari berbagai kategori bahan yang ditempatkan, dan untuk memungkinkan
perputaran persediaan. Bahan herbal yang berbeda harus disimpan dalam area
terpisah.
Untuk melindungi dan mengurangi resiko serangan hama, waktu penyimpanan bahan
herbal dalam bentuk membongkar harus disimpan pada waktu yang sesingkat mungkin.
Masuk bahan herbal segar harus diproses, kecuali ditentukan lain, sesegera mungkin.
Jika perlu, mereka harus disimpan antara 2°C dan 8°C sementara bahan beku harus
disimpan di bawah produk -18°C.
Dalam kasus penyimpanan massal, untuk mengurangi resiko pembentukan cetakan
atau fermentasi maka disarankan untuk menggunakan kamar soda atau kontainer
menggunakan aerasi alami atau mekanis / ventilasi.
Daerah ini juga harus dilengkapi sedemikian rupa untuk memberikan perlindungan
terhadap masuknya serangga atau hewan lain, terutama hewan pengerat. Tindakan
Dimas Suryo Aribowo 110
yang efektif harus diambil untuk membatasi penyebaran hewan dan mikroorganisme
dibawa dengan bahan tanaman dan untuk mencegah kontaminasi silang.
Bahan herbal, bahkan bila disimpan dalam drum serat, tas, atau kotak harus disimpan
dari lantai dan sesuai ditempatkan terpisah untuk memungkinkan pembersihan dan
inspeksi.
Penyimpanan tumbuhan, ekstrak, tincture dan persiapan lainnya mungkin memerlukan
kondisi khusus dari kelembaban dan suhu atau perlindungan dari cahaya; langkah yang
tepat harus diambil untuk memastikan bahwa kondisi-kondisi disediakan, dipelihara,
dipantau dan dicatat.
Bahan herbal termasuk bahan baku herbal harus disimpan di daerah kering dilindungi
dari kelembaban dan memungkinkan untuk menjaga prinsip “pertama masuk dan
keluar” (FIFO).
PRODUK OBAT HERBAL
1. UMUM
Tidak seperti produk farmasi konvensional, yang biasanya dibuat dari bahan sintetis
denganteknik dan prosedur pembuatan yang dapat diproduksi ulang, produk obat
herbal dibuar dari bahan tumbuhan asal yang dapat terkontaminasi dan terurai,
serta memiliki komposisis dan sifat yang bervariasi. Selain itu, dalam pembuatan
dan pengawasan mutu obat herbal,prosedur dan teknik yang sering digunakan
memiliki perbedaan mendasar dari yang digunakan pada produk farmasi
konvensional.
Pengawasan bahan awal, penyimpanan dan pengolahan dianggap sangat penting
karena sifat banyak produk obat herbal yang sering kompleks dan variabel serta
jumlah dan kuantitas kecil dari penetapan bahan aktif yang terdapat di dalamnya.
2. BANGUNAN
Area penyimpanan
Bahan tumbuhan obat harus disimpan dalam area yang terpisah. Area penyimpanan
harus memiliki ventilasi yang baik dan dilengkapi sedemikian rupa sehingga
terlindungi dari masukknya serangga atau hewan lain, terutama hewan pengerat.
Tindakan yang efektif harus dilakukan untuk membatasai penyebaran hewan dan
Dimas Suryo Aribowo 111
mikroba terhadap bahan tumbuhan serta untukmencegah kontaminasi silang.
Wadah harus ditempatkan sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara
bebas.
Perhatian khusus harus diberikan terhadap kebersihan dan pemeliharaan yang baik
pada area penyimpanan, khususnya bila ada penumpukan debu.
Penyimpanan tumbuhan, ekstrak, tingtur dan sediaaan lainnya mungkin
membutuhkan kondisi kelembaban dan suhu yang khusus atau perlindungan dari
cahaya; langkah2 harus dilakukan untuk memastikan bahwa kondisi tersebut
tersedia dan dipantau.
Area produksi
Untuk memudahkan pembersihan dan menghindari kontaminasi silang ketika ada
penumpukan debu, tindakan pengamanan khusus harus dilakukan selama
pengambilan sampel, penimbangan, pencampuran dan pengolahan tumbuhan obat,
misalnya dengan menggunakan penghisap debu atau bangunan khusus.
3. Dokumentasi
Spesifikasi bahan awal
4. Sdfvd
Dimas Suryo Aribowo 112
CPOB : PEMASTIAN MUTU OBAT TRADISIONAL
Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman pembuatan obat bagi
industri farmasi di Indonesia yang bertujuan untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan
senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan
tujuan penggunaannya. Mutu suatu obat tidak dapat ditentukan berdasarkan
pemeriksaan produk akhir saja, melainkan harus dibentuk kedalam produk selama
keseluruhan proses pembuatan. CPOB mencakup seluruh aspek produksi mulai dari
personalia, dokumentasi, bangunan, peralatan, manajemen mutu, produksi, sanitasi
dan higiene, pengawasan mutu, penanganan keluhan, penarikan obat dan obat
kembalian, analisis kontrak serta validasi dan kualifikasi.
Industri obat-obat tradisional juga memiliki CPOB, yang biasa disebut CPOTB (Cara
Pembuatan Obat Tradisional Baik). CPOTB adalah bagian dari Pemastian Mutu yang
memastikan bahwa obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk
mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan
dalam izin edar dan Spesifikasi produk. Salah satu cakupan dari CPOTB adalah
pengawasan mutu.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan dengan pengambilan
sampel, spesifikasi dan pengujian, serta dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur
pelulusan yang memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan telah
dilakukan dan bahwa bahan yang belum diluluskan tidak digunakan serta produk yang
belum diluluskan tidak dijual atau dipasok sebelum mutunya dinilai dan dinyatakan
memenuhi syarat. Setiap industri obat tradisional hendaklah mempunyai fungsi
pengawasan mutu. Fungsi ini hendaklah independen dari bagian lain. Sumber daya
yang memadai hendaklah tersedia untuk memastikan bahwa semua fungsi
Pengawasan Mutu dapat dilaksanakan secara efektif dan dapat diandalkan.
Dimas Suryo Aribowo 113
Persyaratan dasar dari pengawasan mutu adalah bahwa:
1. sarana dan prasarana yang memadai, personil yang terlatih dan prosedur yang
disetujui tersedia untuk pengambilan sampel, pemeriksaan dan pengujian bahan
awal,bahan pengemas, produk antara, produk ruahan dan produk jadi, dan bila
perlu untuk pemantauan lingkungan sesuai dengan tujuan CPOTB;
2. pengambilan sampel bahan awal, bahan pengemas, produk antara, produk
ruahan dan produk jadi dilakukan oleh personil dengan metode yang disetujui
oleh pengawasan mutu;
3. metode pengujian disiapkan dan divalidasi (bila perlu);
4. pencatatan dilakukan secara manual atau dengan alat pencatat selama
pembuatan yang menunjukkan bahwa semua langkah yang dipersyaratkan
dalam prosedur pengambilan sampel, inspeksi dan pengujian benar-benar telah
dilaksanakan Tiap penyimpangan dicatat secara lengkap dan diinvestigasi;
5. produk jadi berisi bahan atau ramuan bahan yang dapat berupa bahan nabati,
bahan hewani, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari
bahan-bahan tersebut dengan komposisi kualitatif dan kuantitatif sesuai dengan
yang disetujui pada saat pendaftaran, serta dikemas dalam wadah yang sesuai
dan diberi label yang benar;
6. dibuat catatan hasil pemeriksaan dan analisis bahan awal, bahan pengemas,
produk antara, produk ruahan, dan produk jadi secara formal dinilai dan
dibandingkan terhadap spesifikasi; dan
7. sampel pertinggal bahan awal dan produk jadi disimpan dalam jumlah yang
cukup untuk dilakukan pengujian ulang bila perlu. Sampel produk jadi disimpan
dalam kemasan akhir kecuali untuk kemasan yang besar.
Pengawasan Mutu secara menyeluruh juga mempunyai tugas lain, antara lain
menetapkan, memvalidasi dan menerapkan semua prosedur pengawasan mutu,
mengevaluasi, mengawasi, dan menyimpan baku pembanding, memastikan kebenaran
label wadah bahan dan produk, memastikan bahwa stabilitas dari zat aktif dan produk
jadi dipantau, mengambil bagian dalam investigasi keluhan yang terkait dengan mutu
produk, dan ikut mengambil bagian dalam pemantauan lingkungan. Semua kegiatan
tersebut hendaklah dilaksanakan sesuai dengan prosedur tertulis dan jika perlu dicatat.
Personil Pengawasan Mutu hendaklah memiliki akses ke area produksi untuk
melakukan pengambilan sampel dan investigasi bila diperlukan.
Dimas Suryo Aribowo 114
Ketentuan umum dalam pengawasan mutu meliputi:
1. Sistem Pengawasan Mutu
Sistem pengawasan mutu harus dirancang dengan tepat, untuk menjamin setiap OT
(obat tradisional) yang diproduksi:
• Mengandung bahan alami yang benar dan bersih,
• Sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan,
• Dibuat dalam kondisi yang tepat serta mengikuti prosedur tetap,
• Tidak mengandung bahan kimia dan bahan baku obat.
Sehingga OT tersebut senantiasa memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan untuk
khasiat, mutu dan keamanannya.
2. Ruang Lingkup Pengawasan Mutu
Semua fungsi analisis yang dilakukan di laboratorium, termasuk :
Pengambilan contoh,
• Pemeriksaan dan pengujian :
o Bahan awal,
o Produk antara,
o Produk ruahan, dan
o Produk jadi.
o Program dan kegiatan lain yang terkait dengan mutu produk:
program uji stabilitas,
Dimas Suryo Aribowo 115
• pemantauan lingkungan kerja,
• pengkajian dokumen batch,
• program penyimpanan contoh pertinggal,
penyusunan dan penyimpanan spesifikasi yang berlaku dari tiap bahan dan produk,
termasuk metode pengujian.
3. Sistem Dokumentasi dan Prosedur
Sistem dokumentasi dan prosedur pelulusan dilakukan oleh Bag. Pengawasan Mutu.
Hendaknya menjamin Pelulusan:
• Pemeriksaan dan pengujian yang diperlukan telah dilaksanakan;
• Bahan awal, produk antara, produk ruahan tidak digunakan sebelum dari hasil
pemeriksaan dan pengujian mutu dinilai memenuhi spesifikasi yang ditetapkan;
• Produk jadi tidak didistribusikan atau dijual sebelum hasil pemeriksaan dan
pengujian mutu dinilai memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
Dimas Suryo Aribowo 116
4. Bagian Pengawasan Mutu
Bagian Pengawasan Mutu merupakan bagian yang berdiri sendiri, bukan subbagian
dari Bagian Produksi. Wewenang Bagian Pengawasan Mutu :
• Meluluskan/menolak Bahan awal yang akan digunakan untuk produksi;
• Meluluskan/menolak Produk antara dan produk ruahan untuk diproses lebih
lanjut;
• Meluluskan/menolak Produk jadi yang akan distribusikan
• Tanggung jawab Bagian Pengawasan Mutu:
o Di laboratorium : Menyelenggarakan fungsi analisis.
o Di luar laboratorium : Berperan dalam pengambilan keputusan terhadap
hal-hal yg mempengaruhi mutu produk
o Bagian Pengawasan Mutu juga bertanggung jawab:
� memastikan apakah bahan awal telah memenuhi spesifikasi;
� memastikan apakah tahapan produksi telah dilaksanakan sesuai
prosedur dan divalidasi sebelumnya
� apakah pengawasan selama proses dan pengujian laboratorium
telah dilaksanakan,
Dimas Suryo Aribowo 117
� apakah bets produk yang dihasilkan telah memenuhi spesifikasi
sebelum didistribusikan;
� apakah produk diperedaran tetap memenuhi syarat mutu selama
waktu yang telah ditetapkan.
� � Kesimpulan
Cara Pembuatan Obat yang baik (CPOB) adalah pedoman
pembuatan obat bagi industri farmasi di Indonesia yang bertujuan
untuk menjamin mutu obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi
persyaratan mutu yang telah ditentukan dan sesuai dengan tujuan
penggunaannya. Adapun untuk industri obat-obat tradisional juga
memiliki CPOB, yang biasa disebut CPOTB (Cara Pembuatan Obat
Tradisional Baik).CPOTB yang merupakan bagian dari Pemastian
Mutu yang memastikan bahwa obat tradisional mencapai standar
mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan
dalam izin edar. Salah satu cakupan dari CPOTB adalah
pengawasan mutu.
Pengawasan Mutu adalah bagian dari CPOTB yang berhubungan
dengan pengambilan sampel, spesifikasi dan pengujian, serta
dengan organisasi, dokumentasi dan prosedur pelulusan yang
memastikan bahwa pengujian yang diperlukan dan relevan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, (2006). Cara Pembuatan Obat Baru (CPOB). Depkes RI
: Jakarta
Dirjen POM. (1986). Pengujian Bahan Kimia Sintetik Dalam
Obat Tradisional. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Dimas Suryo Aribowo 118
Dirjen POM. (1994). Petunjuk Pelaksanaan Cara Pembuatan
Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB). Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Suyono. H. (1996). Obat Tradisional Jamu di Indonesia.
Surabaya. Universitas Airlangga.
STANDARDISASI EKSTRAK HERBAL
Pembuatan Simplisia
Sediaan obat tradisional atau herbal dibuat dari simplisia tanaman atau bagian dari
hewan, atau mineral dalam keadaan segar atau telah dikeringkan dan diawetkan. Agar
sediaan obat tradisional atau herbal tersebut dapat dipakai dengan aman, terjaga
keseragaman mutu dan kadar kandungan senyawa aktifnya, maka diperlukan
standardisasi. Sebelum melalui tahap standardisasi sediaan, maka diperlukan
standardisasi bahan baku simplisia, yang meliputi :
1. Bahan baku simplisia
Dapat berupa tumbuhan liar atau berupa tumbuhan budidaya
1. Proses pembuatan simplisia termasuk cara penyimpanan bahan baku simplisia
2. Cara pengepakan dan penyimpanan simplisia (Depkes RI, 1985).
a. Pengumpulan Bahan Baku
Kualitas bahan baku simplisia sangat dipengaruhi beberapa faktor, seperti : umur
tumbuhan atau bagian tumbuhan pada waktu panen, bagian tumbuhan, waktu panen
dan lingkungan tempat tumbuh (Depkes RI, 1985).
b. Sortasi
Sortasi dilakukan untuk memisahkan kotoran – kotoran atau bahan – bahan asing
lainnya dari bahan simplisia sehingga tidak ikut terbawa pada proses selanjutnya yang
akan mempengaruhi hasil akhir. Sortasi terdiri dari dua cara, yaitu:
Dimas Suryo Aribowo 119
1. Sortasi basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan asing lainnya
setelah dilakukan pencucian dan perajangan.
1. Sortasi kering
Sortasi kering bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing seperti bagian-bagian
tumbuhan yang tidak diinginkan dan pengotoran lain yang masih ada dan tertinggal
pada simplisia kering (Depkes RI, 1985).
c. Pengeringan
Pengeringan dilakukan agar memperoleh simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga
dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu pengeringan secara alami dan secara buatan. Pengeringan alami dilakukan
dengan memanfaatkan sinar matahari baik secara langsung maupun ditutupi dengan
kain hitam. Sedangkan pengeringan secara buatan dilakukan dengan oven. Bahan
simplisia dapat dikeringkan pada suhu 30oC – 90oC (Depkes RI, 1985).
d. Pengemasan dan Penyimpanan
Pengepakan simplisia dapat menggunakan wadah yang inert, tidak beracun, melindungi
simplisia dari cemaran serta mencegah adanya kerusakan.Sedangka penyimpanan
simplisia sebaiknya di tempat yang kelembabannya rendah, terlindung dari sinar
matahari, dan terlindung dari gangguan serangga maupun tikus.
Standardisasi Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali
dipergunakan sebagai bahan obat, kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah
dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari simplsiia
nabati, hewani dan mineral. nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah
simplisia yang berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di
maksud eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau
zat-zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya. Simplisia
hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh atau zat-zat yang berguna yang
dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni. Simplisia pelikan atau mineral
adalah simplisia yang berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah dengan
cara sederhana dan belum berupa zat kimia murni. Untuk menjamin keseragaman
Dimas Suryo Aribowo 120
senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan simplisia harus memenuhi persyaratan
minimal untuk standardisasi simplisia. Standardisasi simplisia mengacu pada tiga
konsep antara lain sebagai berikut:
• Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu umum
(nonspesifik) suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian, aturan
penstabilan (wadah, penyimpanan, distribusi)
• Simplisia sebagai bahan dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi Quality-
Safety-Efficacy
• Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang berkontribusi terhadap
respon biologis, harus memiliki spesifikasi kimia yaitu komposisi (jenis dan
kadar) senyawa kandungan (Depkes RI, 1985).
Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses standardisasi
suatu simplisia. Parameter standardisasi simplisia meliputi parameter non spesifik dan
spesifik. Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor lingkungan dalam
pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa
yang ada di dalam tanaman. Penjelasan lebih lanjut mengenai parameter standardisasi
simplisia sebagai berikut:
1. Kebenaran simplisia
Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik, makroskopik dan
mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik dilakukan dengan
menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian dan mutu simplisia
dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan bau simplisia. Sebaiknya
pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan mengamati ciri-ciri anatomi histologi
terutama untuk menegaskan keaslian simplisia.
1. Parameter non spesifik
Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang disebabkan oleh
pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan kadar abu, kadar air, kadar minyak
atsiri, penetapan susut pengeringan.
1. Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari simplisia.Uji kandungan
kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan senyawa tertentu dari
simplisia. Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi lapis tipis (Depkes RI, 1985).
Dimas Suryo Aribowo 121
Standardisasi Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari
simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian
semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang diperoleh
diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Standardisasi
ekstrak tidak lain adalah serangkaian parameter yang dibutuhkan sehingga ekstrak
persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap batch yang
diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan pemekatan
kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi secara signifikan
volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan terpenuhi, serta ekstrak
yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat dipergunakan sebagai bahan
pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan cair , kapsul, tablet, dan lain-lain.
1. Parameter Non Spesifik
a) Susut Pengeringan
Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada
temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam
porsen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri dan
sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena berada di
atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000).
b) Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan spesifikasi
ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak tergantung pada jumlah
serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya (Depkes RI, 2000).
c) Kadar air
Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air yang
diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).
Dimas Suryo Aribowo 122
d) Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila simplisia
dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu yang diperoleh
dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).
2. Parameter Spesifik
a) Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Deskripsi tata nama:
1. Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
2. Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
3. Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
4. Nama Indonesia tumbuhan
Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang menjadi
petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas ekstrak mempunyai
tujuan tertentu untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari
senyawa identitas (Depkes RI, 2000).
b) Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa
menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang sederhana dan
seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000).
c) Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa kimia
dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji bahan baku
obat tradisional karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari simplisia akan
berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas farmakodinamik simplisia
tersebut (Depkes RI,1995).
Dimas Suryo Aribowo 123
d) Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal komponen
kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian dibandingkan dengan data
baku yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI, 2000).
WASPADA KONTAMINASI PRODUK HERBAL
Ramuan herbal yang diolah secara tradisional, apalagi yang diproduksi perorangan
atau rumah tangga, dapat saja berkualitas buruk dan tidak higienis jika tidak diolah
secara hati-hati. Berbagai bahan yang mungkin berbahaya dapat terkandung dalam
ramuan herbal tersebut.
Kandungan yang tidak diinginkan ini bisa saja memang merupakan bahan alami yang
terkandung dalam komponen herbal tadi, atau akibat ketidaktahuan peramu akan
kandungan masing-masing komponen herbal atau juga akibat proses pengolahan yang
tidak hati-hati.
Beberapa zat berbahaya yang mungkin terikutkan dalam ramuan herbal antara lain
logam berat, jamur beracun, dan pestisida
.
Logam berat
Kontaminasi logam berat dapat terjadi dalam pengobatan herbal, misalnya berupa
arsenik, merkuri dan tembaga. Keracunan akut dari kontaminasi ini dapat berakibat
kegagalan fatal pada organ-organ tubuh. Misalnya masalah pada hati dan pembuluh
darah yang merupakan dampak dari penggunaan garam arsenik dalam pengobatan
psoriasis. Di beberapa negara, arsenik juga umum digunakan dalam pengobatan gigi.
Logam berat bisa masuk ke dalam produk herbal antara lain karena tempat tumbuh
herba yang tercemar oleh logam berat tadi, sehingga logam berat menumpuk sedikit
demi sedikit dalam tanaman itu, baik lewat akar, kulit maupun daun. Tanaman herba
yang tumbuh di dekat pabrik-pabrik atau tempat-tempat yang menggunakan bahan
kimia sangat mungkin tercemar oleh logam berat.
Racun
Dimas Suryo Aribowo 124
Produk herba dapat tercemar oleh jamur yang bersifat racun atau mikotoksin. Saat ini
telah dikenal 300 jenis mikotoksin, salah satu jenis di antaranya sangat berpotensi
menyebabkan penyakit baik pada manusia maupun hewan, yaitu aflatoksin. Racun ini
bersifat karsinogenik, hepatatoksik, mutagenik, tremogenik dan sitotoksik. Selain itu,
aflatoksin juga bersifat immunosuppresif yang dapat menurunkan sistem kekebalan
tubuh.
Kadar aflatoksin tidak akan hilang atau berkurang dengan pemasakan atau
pemanasan. Selain itu, aflatoksin juga tidak terurai pada suhu didih air, seperti pada
saat penyiapan minuman obat
Umumnya mikotoksin bersifat kumulatif, sehingga efeknya tidak dapat dirasakan dalam
waktu cepat dan sulit dibuktikan secara etiologi
.Jamur penyebab racun ini bisa tumbuh dan berkembang antara lain akibat bahan baku
herbal yang disimpan terlalu lama atau tempat penyimpanan yang lembab, atau dapat
juga karena proses penyiapan bahan baku herbal yang tidak bersih.
Beberapa tumbuhan obat khususnya bagian daun, diketahui mengandung beberapa
jenis cendawan patogen yang berpotensi menghasilkan mikotoksin. Selain itu spesies
cendawan juga ditemukan pada rimpang jahe dan kunyit.
Pestisida
Ramuan herbal dapat juga tercemar oleh pestisida. Hal ini bisa terjadi antara lain akibat
pestisida yang masuk ke dalam tanaman dan terus menumpuk sampai tanaman itu
dipanen, baik lewat akar, kulit batang maupun daun tanaman herba. Tanaman herbal
yang pada waktu dibudidayakan dan dirawatnya memakai pestisida secara intensif,
mungkin saja produk herbalnya tercemar oleh residu pestisida.
Tips menggunakan produk herbal:
• Konsultasikan dengan dokter atau praktisi kesehatan sebelum menggunakan
pengobatan herbal,
• Gunakan produk yang berasal dari produsen yang anda percayai atau
reputasinya kredibel,
• Jangan gunakan produk yang belum anda kenal atau harganya yang sangat
miring,
Dimas Suryo Aribowo 125
• Periksa kode produksi, tanggal kedaluarsa atau perijinan dari instansi
berwenang,
• Pastikan produk herbal yang anda gunakan terlihat bersih dan kemasannya tidak
rusak,
• Produk terlihat segar, tidak berjamur, tidak berubah warna dan baunya atau tidak
ada tanda-tanda kerusakan lainnya,
• Jangan percaya begitu saja testimonial produk, carilah informasi dari
pengalaman orang-orang lain di media massa, forum internet dan lain-lain,