]P]o] Xµ]v ÇX X] ]P]o] Xµ]v ÇX X] ]P]o] Xµ]v ÇX X] ]P]o ...digilib.uinsby.ac.id/7225/23/Siti...
Transcript of ]P]o] Xµ]v ÇX X] ]P]o] Xµ]v ÇX X] ]P]o] Xµ]v ÇX X] ]P]o ...digilib.uinsby.ac.id/7225/23/Siti...
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
vi
Abstraksi
Skripsi ini adalah hasil penelitian untuk menjawab pertanyaan “Bagaimanakah aspek kriminologi dalam pengungkapan kasus pembunuhan berencana yang diputus oleh Pengadilan Negeri Mojokerto serta Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap aspek kriminologi dalam mengungkap pembunuhan berencana yang diputus Pengadilan Negeri Mojokerto tersebut”.
Penelitian ini dihimpun melalui pembacaan dan kajian teks (Text Reading) berupa dokumen, berkas, serta pustaka. Adapun tentang berkas serta dokumen-dokumen yang dikumpulkan meliputi putusan Pengadilan Negeri Mojokerto tentang pembunuhan berencana yang dideskripsikan secara lengkap dan jelas sehingga dapat diperoleh kronologi peristiwa serta aspek kriminologi dalam pengungkapan kasus tersebut. Adapun metode yang digunakan oleh penulis yaitu, Verivikatif Analisi yaitu suatu metode yang menghubungkan dunia teori dengan dunia empiris. Setelah mengetahui putusan Pengadilan Negeri Mojokerto, sehingga dapat dianalisa tentang aspek kriminologinya serta bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap aspek kriminologi kasus tersebut. Intinya adalah dalam hal ini penulis menggunakan pola pikir deduktif.
Pola pikir deduktif yaitu untuk menganalisa data masukan yang bersifat umum yang berupa dalil-dalil, pendapat, teori dll. Agar diketahui aspek krminologi dalam pengungkapan kasus tersebut. Dan dengan pola tersebut penulis dapat menyelesaikan skripsi ini secara sistematis. Dan dalam menganalisa aspek kriminologi tersebut tentunya dalam hal ini, penulis tidak terlepas dari pendekatan-pendekatan dalam kriminologi untuk mendukung analisa yang dilakukan
Mengenai substansi pokok daripada penelitian ini ialah penjelasan tentang aspek atau sudut pandang kriminologi dalam pengungkapan kasus pembunuhan berencana yang diputus pengadilan Mojokerto, dimana dalam hal ini tindak penganiayaan yang dilakukan terlebih dahulu serta penggunaan senjata tajam merupakan aspek atau sudut pandang kriminologi dalam pengungkapan kasus tersebut. Adapun bukti yang meyakinkan tentang penggunaan senjata tajam ialah keterangan aksi dan terdakwa sendiri serta keterangan ahli yang berupa surat keterangan atau visum et repertum. Dan dalam islam, kesemua hal tersebut yang dikemukakan mengenai aspek kriminologi, terdapat pula penjelasan serta ketentuan-ketentuannya berkenaan dengan hal tersebut.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ix
DAFTAR ISI
SAMPUL DALAM ..................................................................................................i
PERSETUJUAN PEMBIMBING .........................................................................ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...........................................................................iii
MOTTO ....................................................................................................................iv
PERSEMBAHAN.....................................................................................................v
ABSTRAK ................................................................................................................vi
KATA PENGANTAR .............................................................................................vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ix
DAFTAR TRANSLITERASI ................................................................................xi BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...........................................................................1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................7
C. Kajian Pustaka .........................................................................................7
D. Tujuan Penelitian .....................................................................................10
E. Kegunaan Hasil Penelitian .......................................................................10
F. Definisi Operasional ................................................................................11
G. Metode Penelitian ....................................................................................12
H. Teknik Analisa Data ................................................................................15
I. Sistematika Pembahasan ..........................................................................16
BAB II TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA DALAM
PERSPEKTIF KRIMINOLOGI A. Teori dan pendekatan dalam Kriminologi ...............................................17
B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana .................................................28
1. Istilah dan Arti Tindak Pidana............................................................28
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana ...............................................................30
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
x
3. Bentuk Tindak Pidana ........................................................................33
C. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Perspektif Hukum Islam.................38
1. Pengertian...........................................................................................38
2. Macam-macam Pembunuhan.............................................................39
3. Hukuman ...........................................................................................45
BAB III DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI
MOJOKERTO NOMOR : 691 / Pid. B / 2006 / PN. MKRT
TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA A. Proses Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Tentang Pembunuhan
Berencana .................................................................................................49
1. Proses Pembuktian ............................................................................49
2. Keterangan Saksi................................................................................51
3. Keterangan Terdakwa ........................................................................53
B. Landasan Hukum Majelis Hakim Dalam Pengungkapan Kasus
Pembunuhan Berencana ...........................................................................55
1. Dasar Hukum......................................................................................55
2. Isi Putusan ..........................................................................................60
BAB IV ANALISA ASPEK KRIMINOLOGI DALAM
PENGUNGKAPAN KASUS PEMBUNUHAN BERENCANA A. Analisa teori kriminologi dalam pengungkapan kasus pembunuhan
berencana..................................................................................................64
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Aspek Kriminologi dalam
Pengungkapan Kasus Pembunuhan Berencana .......................................71
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .............................................................................81
B. Saran………………………………………………………... 82
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Masalah kejahatan kerap kali menghantui masyarakat dari berbagai kalangan.
Karena kejahatan dapat menimbulkan perasaan tidak enak lahir batin. istilah
kejahatan itu sendiri sudah menjadi istilah yang tidak asing lagi dalam masyarakat.
Namun apakah yang dimaksud dengan kejahatan itu sendiri ternyata tidak ada
pendapat yang seragam. Hal ini dikarenakan pengertian kejahatan itu bersumber dari
alam nilai dalam kehidupan masyarakat Menurut” Mr. J.M van Bemmelen ;
Kejahatan ialah tiap kelakuan yang merugikan (merusak) dan asusila, yang menimbulkan kegoncangan yang sedemikian besar dalam suatu masyarakat tertentu, sehingga masyarakat itu berhak mencela dan mengadakan perlawanan terhadap kelakuan tersebut dengan jalan menjatuhkan dengan sengaja suatu nestapa (penderitaan) terhadap pelaku perbuatan itu (pembalasan).1
Terlepas dari pendapat yang ada maka pada hakekatnya pengertian kejahatan
itu dapat diklasifikasikan atas 4 pengertian, yaitu :
1. Pengertian kejahatan secara juridis
2. Pengertian kejahatan ditinjau dari segi sosiologis
3. Pengertian kejahatan ditinjau dari segi kriminologis.
4. Pengertian kejahatan ditinjau dari segi psikologis.
Namun apabila kita bertitik tolak dari kepentingan masyarakat secara langsung,
kejahatan itu adalah merupakan tindakan-tindakan yang mempunyai dua unsur atau
1 Stephan Hurwitz, Kriminolog, h.4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2
elemen yaitu :
1. Kejahatan itu merugikan masyarakat umumnya secara ekonomis.
2. Merugikan secara psikologis yang menyangkut rasa aman dan melukai
perasaan susila dari suatu kelompok manusia.2
Dengan demikian setiap kejahatan yang terjadi akan menimbulkan korban.
Yang di maksud dengan korban kejahatan adalah : “mereka yang menderita secara
jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari pemenuhan
kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan
hak asasi penderita”
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa selama ini dalam menganalisa maupun
dalam menangani suatu peristiwa kejahatan, perhatian kebanyakan hanya tercurah
pada sanksi pidana tindak kejahatan tersebut. Sedikit sekali perhatian diberikan pada
hal yang melatarbelakangi pelaku kejahatan yang merupakan elemen (partisipan)
dalam peristiwa pidana. Si terdakwa memang merupakan sebab dan dasar proses
terjadinya kriminilitas tetapi hal yang melatarbelakangi dalam diri korban sangat
memainkan peranan penting dalam usaha mencari kebenaran materil yang
dikehendaki hukum pidana materil serta dalam penjatuhan putusan hukuman yang
akan diterimanya.
Untuk itulah dalam kesempatan kali ini, penulis akan sedikit memaparkan atas
permasalahan yang ada yaitu tentang tindak kejahatan yang terjadi di Mojokerto yang
telah di putus Pengadilan Negeri setempat dipandang dalam aspek atau sudut pandang
2 www.library.usu.ic.id
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
3
kriminologi. penulis menganalisa dengan sudut pandang kriminologi, karena
kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang membahas tentang penjahat serta
kejahatan yang dilakukan.3 Dengan analisa kriminologi maka akan diperoleh suatu
fakta tentang latar belakang pelaku melakukan tindak kejahatan tersebut dan tentunya
hal tersebut menentukan pula sanksi yang diterimanya.
Kejahatan dalam pandangan kriminologi merupakan hasil dari pengaruh dan
interaksi pelbagai faktor seperti ; faktor sosial, budaya, ekonomi, politik dll. Bahkan
dalam kurun waktu abad ke-20 ini, kejahatan dapat dikatakan hasil dari suatu proses
rekayasa masyarakat baik dibidang sosial, budaya, ekonomi dan politik4
Bentuk konkrit dari kejahatan misal Seperti pemerkosaan, pencurian,
pembunuhan dan lain-lain yang sering diberitakan melalui media massa, baik media
cetak maupun elektronik.
Misal dalam kasus pembunuhan. Dalam KUHP, tindak pidana pembunuhan
merupakan kejahatan menghilangkan nyawa seseorang, dimana hak hidup merupakan
hak asasi manusia yang harus dihargai dan dilindungi. Oleh karena itu hukum sesuai
fungsinya amat melindungi hak dasar manusia tersebut, bahkan pembunuhan yang
direncanakan terlebih dahulu dapat dikenakan sanksi maksimum hukuman mati.
Dalam syari’at Islam pembunuhan merupakan perbuatan yang amat tercela
dimana pelakunya dapat diancam dan dikenakan sanksi qishas. Karena perbuatan
3 Made Darma Weda, kriminologi, h.1 4 Romli atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi cet 1, h.10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
4
tersebut merupakan kejahatan menghilangkan nyawa seseorang. bahkan hal ini dapat
mengakibatkan hilangnya hak seseorang untuk mendapatkan harta warisan.
Firman Allah dalam surat Al-Baqarah (178);
)١٧٨ (ا أيها الذين آمنوا كتب عليكم القصاص في القتلىيArtinya : Hai orang –orang yang beriman diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang yang di bunuh….
Dan dalam hadist
اثرميل ان مءي شلاتق لسيلArtinya : tidak ada sedikitpun bagi pembunuh atas harta warisan
لاتقل لةيص والArtinya : tidak ada hak atas wasiat bagi seorang pembunuh,5
Seperti halnya pada kondisi saat ini, banyak tindak kejahatan terhadap nyawa
atau tindak pidana pembunuhan yang dilakukan dengan perencanaan terlebih dahulu.
Seperti yang terjadi di kebupaten Mojokerto tepatnya di Dusun Brayukulon, Desa
Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong. Dimana seorang nenek dibantai secara
sadis oleh seseorang yang tiada lain adalah adiknya sendiri. Serta berita yang paling
mengguncang Indonesia sepanjang tahun 2009 ini, bahkan tidak ditutup kemungkinan
seluruh dunia sudah mencium berita ini. Yaitu kisah pembunuhan berencana yang
terjadi di Jakarta selatan tepatnya di Margonda Residence serta pembunuhan berantai
5 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, h. 128
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
5
yang terjadi di Jombang, dimana pelakunya hanyalah seorang pemuda yang bernama
Very Idham Hendyansyah alias Ryan “Sang Penjagal.”
Kasus pembunuhan berencana yang terjadi di Kabupaten Mojokerto tersebut
merupakan obyek yang akan dibahas oleh penulis kali ini. Dan kasus tersebut telah
diputus di Pengadilan Negeri setempat dan telah dijatuhkan hukuman yang setimpal
terhadap pelakunya. Namun, sekali lagi penulis dijelaskan bahwa, disini penulis tidak
akan membahas pada aspek sanksi pidananya atau hukuman sebagaimana banyak
kumpulan skripsi yang telah ada pada umumnya mengenai tindak pidana
pembunuhan beserta sanksi-sanksi pidana menurut hukum positif atau KUHP serta
menurut pandangan Islamnya. Akan tetapi penulis lebih menekankan pada aspek atau
sudut pandang kriminologi.
Dalam hal ini yang perlu diketahui dan dimengerti terlebih dahulu adalah
mengenai sisi perbedaan antara hukum pidana dan kriminologi. Dimana hukum
pidana sudah selesai tugas dengan menghubungkan perbuatan jahat dengan hasil
pembuktian bahwa ia yang melakukan perbuatan tersebut untuk meletakkan criminal
responsibility. Sedangkan kriminologi baru mulai mempersoalkan; bukan apakah si
terdakwa yang melakukan perbuatan jahat itu.?, melainkan mengapa sampai si
terdakwa melakukan perbuatan jahat itu.?6
Untuk itulah penulis dalam tugas akhir bermaksud meneliti kasus pembunuhan
berencana yang diputus Pengadilan Negeri mojokerto tersebut untuk mengetahui
sebab musabab kejahatan yang telah dilakukan serta kaitan antara analisa kriminologi
6 J.E Sahetapi dkk,Parodos Dalam Kriminologi, h.12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
6
terhadap putusan yang dijatuhkan oleh majelis Hakim yang menanganinnya, atau
Dalam pengertian apakah sebegitu berpengaruhnya kriminologi dalam mempengaruhi
putusan yang diambil.
Dalam hal ini, pemahaman akan hukum Islam mengenai fenomena yang terjadi
dirasa perlu, mengingat Islam merupakan agama yang dapat menjawab dinamika
kehidupan, tak terkecuali hasil dari analisa kriminologi berkaitan dengan kasus
pembunuhan berencana tersebut.
Adapun penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Mojokerto mengingat
dalam pelaksanaan praktek kerja lapangan (PKL) penulis betempat di Pengadilan
Negeri tersebut, sehingga agar tidak menyia-nyiakan kesempatan yang ada, penulis
melakukan sebuah pencarian kasus yang telah di putus pengadilan setempat yang
kiranya menarik untuk diteliti yang akan dijadikan sebagai study dokumenter dalam
skripsi. dan dari hasil pencarian kasus tersebut, belum pernah penulis temukan
mengenai study dokumenter berupa putusan Pengadilan tentang pembunuhan
berencana, terlebih dalam penelitian ini, penulis menganalisa kasus tersebut dalam
aspek kriminologi. Untuk itulah dalam skripsi ini, penulis sengaja mengambil judul ;
ANALISIS ASPEK KRIMINOLOGI DALAM PUTUSAN PENGADILAN
NEGERI MOJOKERTO NO: 691/ PID.B / PN. MKRT TENTANG
PEMBUNUHAN BERENCANA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
7
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah aspek kriminologi dalam kasus pembunuhan berencana yang
diputus Pengadilan Negeri Mojokerto?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap aspek kriminologi dalam kasus
pembunuhan berencana yang diputus Pengadilan Negeri Mojokerto?
C. Kajian Pustaka
Dalam karya ilmiah ini, penulis akan membahas tentang aspek kriminologi
terhadap pengungkapan kasus pembunuhan berencana yang terjadi di Mojokerto
ditinjau dari hukum Islam. Dan permasalahan ini telah diputus di Pengadilan Negeri
setempat.
Adapun dalam tinjauan pustaka ini pada intinya adalah untuk mendapatkan
gambaran tentang hubungan topik yang akan diteliti dengan penelitian yang sejenis
yang pernah dilakukan oleh peneliti sebelumnya, sehingga tidak ada pengulangan.
Tetapi dalam penelusuran awal, sampai saat ini penulis belum pernah
menemukan penulisan/ penelitian yang secara spesifik mengkaji tentang analisa aspek
kriminologi terhadap pengungkapan kasus pembunuhan berencana yang terjadi di
Mojokerto ditinjau dari hukum Islam.
Adapun beberapa tulisan atau penelitian yang membahas tentang aspek/ sudut
pandang dari segi kriminologi serta pandangan hukum Islamnya, tetapi tulisan atau
penelitian tersebut membahas hal tentang kekerasan. Yaitu :
1. UPAYA ADVOKASI PUSAT PELAYANAN TERPADU (PPT) JATIM dan
TINDAK KEKERASAN TERHADAP ANAK (Dalam Perspektif
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
8
Kriminologi Dan Hukum Islam) karya Tajus Subki mahasiswa fakultas
syari’ah, jurusan siyasah jinayah, angkatan 2006. karya ini menjelaskan
tentang upaya Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) JATIM dalam mengatasi
kekerasan terhadap anak ditinjau dari aspek kriminologi serta hukum
Islamnya. Dalam hal ini dijelaskan bahwa upaya yang dilakukan oleh PPT
JATIM tersebut terlebih dahulu dilakukan pembagian kelompok kerja
(POKJA) dan kegiatan antara lain Litigasi dan non Litigasi. Mengenai Litigasi
adalah penyelesaian kasus korban kekerasan lewat hukum (pendampingan/
advokasi) dan hal ini tentu saja berpihak pada korban serta mengusahakan
agar putusan tidak mengecewakan. Kemudian Non Litigasi ialah membantu
korban untuk bisa kembali seperti semula (melalui medis, konseling dan
shelter atau rumah aman ) tujuannya adalah untuk memberi kesembuhan pada
korban.
Upaya dalam mengatasi tindak kekerasan tersebut menurut kriminologi dan
hukum Islam telah sesuai. Kesesuaianya dalam aspek kriminologi adalah
karena pada dasarnya kriminologi merupakan sarana untuk mencegah,
menekan meningkatnya angka kejahatan dan menolong korban kekerasan. Hal
ini juga ditekankan pada hukum Islam, yaitu perintah kepada kita untuk
senantiasa menjaga dan melindungi anak dari segala bentuk kekerasan
ataupun penganiayaan. Saling tolong-menolong dengan sesama dengan rasa
persaudaraan, seperti yang terkandung dalam surat Al-Maidah (2).
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
9
2. UPAYA LSM KPPD SAMITRA ABHAYA DALAM MENGATASI
TINDAK KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN (Study Upaya
Mengatasi Kasus Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan Oleh LSM KPPD
Samitra Abhaya Surabaya Dalam Perspektif Kriminologi Dan Hukum Pidana
Islam). Karya Evi Ratnasari, mahasiswi fakultas syari’ah, jurusan siyasah
jinayah, angkatan 2004. Hasil penulisan karya ini dalam perspektif
kriminologi adalah ditemukanya upaya Preventif, Represif dan Rehabilitasi
dalam mengatasi tidak kekerasan terhadap perempuan. Tetapi disini
ditegaskan bahwa upaya preventif lebig efektif daripada upaya represif
maupun rehabilitasi. Karena upaya preventif menuju pada perubahan yang
positif, dan hal tersebut dapat dilakukan secara individu dan tidak selalu
memerlukan keahlian seperti pada upaya represif dan rehabilitasi.
Sedangkan dalam kacamata hukum pidana Islam, dijelaskan bahwa pelaku
tindak kekerasan, sanksinya adalah terkena diyat (denda). Tetapi dalam
penulisan karya ini yang perlu sedikit saya kritisi ialah ketiadaan dalil atau
dasar hukum Islam yang dipakai dalam menentukan arah/ upaya mengatasi
kekerasan terhadap perempuan. Yang dipakai dalam penulisan karya/
penelitian ini ialah dalil tentang hukuman bagi seseorang yang melakukan
tindak kekerasan terhadap seseorang.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
10
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan skripsi ini
adalah :
1. Untuk mengetahui aspek kriminologi dalam kasus pembunuhan berencana
yang diputus Pengadilan Negeri Mojokerto.
2. Untuk mengetahui bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap aspek
kriminologi tersebut dalam kasus pembunuhan berencana yang diputus
Pengadilan Negeri Mojokerto.
E. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa bermanfaat untuk :
1. Aspek keilmuan (teoritis)
Hasil study ini dapat menambah dan memperkaya khazanah keilmuan
khususnya dalam analisa aspek kriminologi terhadap pengungkapan kasus
pembunuhan berencana yang terjadi di Mojokerto serta tinjauannya menurut
hukum Islam. Selain itu juga dapat dijadikan perbandingan dalam penyusunan
penelitian selanjutnya.
2. Terapan (praktis)
Hasil dari study ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dan
bahkan sebagai penyuluhan secara komunikatif, informative serta edukatif.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
11
F. Devinisi Operasional
Judul skripsi ini adalah ” ANALISIS ASPEK KRIMINOLOGI DALAM
PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MOJOKERTO NO: 691/ PID.B / PN. MKRT
TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA DITINJAU DARI HUKUM ISLAM ”.
Guna mendapat gambaran yang lebih jelas, agar tidak terjadi kesalahpahaman
didalam memahami arti dan maksud dari judul diatas, maka perlu dijelaskan arti kata
berikut :
Analisis merupakan ”Pekerjaan meneliti sambil menguraikan bagian-bagian
dari yang dileliti, memilah-milahnya sesuai dengan jenis-jenisnya.”7 Dalam hal ini
penulis menganalisis putusan Pengadilan Negeri Mojokerto tentang pembunuhan
berencana, namun hal tersebut juga tidak terlepas dari hasil pengungkapan peristiwa
pembunuhan tersebut.
Dalam menganalisa kasus tersebut, penulis menggunakan aspek (sudut
pandang) kriminologi agar diketahui latar belakang pelaku dan tindak kejahatan yang
dilakukan, karena sebagaimana diketahui bahwa kriminologi secara harfiah berasal
dari kata ”Crimen” yang berarti kejahatan atau penjahat dan ”Logos” yang berarti
ilmu pengetahuan, maka kriminologi mempunyai arti sebagai ilmu pengetahuan
tentang kejahatan.8
Dalam kasus atau perkara yang di maksud ialah tentang pembunuhan berencana
atau ”pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu yang ancaman pidananya
7 J.S Badudu, Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, h.231 8 Made Darma Weda, kriminologi, h.1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
12
paling berat dari seluruh kejahatan terhadap nyawa manusia.”9 sedangkan Menurut
soesilo, “Pembunuhan berencana (Moord) merupakan suatu pembunuhan biasa
(doodslag) tersebut dalam pasal 338 KUHP. Akan tetapi dilakukan dengan
direncanakan terlebih dahulu.”10Dan hal tersebut terjadi di Kabupaten Mojokerto
tepatnya di Dusun Brayukulon.
Kasus tersebut telah diputus oleh Pengadilan setempat dan kepada pelaku telah
diberikan hukuman yang setimpal atas perbuatannya. Sebagaimana diketahui pula
bahwa Putusan pengadilan merupakan “Suatu penyelesaian Pengadilan, yaitu salinan
surat putusan Pengadilan yang diberikan kepada penuntut umum dan penyidik.
Sedangkan kepada terdakwa / penasihat hukum diberikan atas permintaan.”11
Atas analisa yang yang telah dilakukan untuk mencari aspek kriminologi dalam
kasus pembunuhan berencana yang diputus Pengadilan Mojokerto, selanjutnya
penulis meninjau hal tersebut dalam Hukum Islam atau “tinjauan mengenai
ketentuan-ketentuan Hukum Syara’ Islam menyangkut putusan hokum pidananya.”12
G. Metode Penelitian
Metode merupakan cara yang tepat untuk melakukan sesuatu menggunakan
pikiran secara seksama untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah
9 Adami Chazawi, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, h.8 10 R.Soesilo, KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, h. 241 11 Sudarsono, Kamus Hukum, h…. 12 Rahmat , Hukum.., h. 4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
13
suatu kegiatan untuk mencari, mencatat dan menganalisa suatu yang di teliti sampai
menyusun laporan.13 Dalam hal ini meliputi :
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan kali ini merupakan penelitian dokumenter, yaitu
putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Nomor 691 / Pid. B / 2006 / PN. Mkrt
Tentang pembunuhan berencana serta penelitian pustaka, yaitu buku-buku
yang berkaitan dengan beberapa hal yang akan dibahas.
2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pengadilan Negeri Mojokerto
3. Data Yang Dikumpulkan
Dalam penelitian ini adalah Data tentang putusan Pengadilan Negeri
Mojokerto Nomor : 691 / Pid. B / 2006 / PN. Mkrt Tentang pembunuhan
berencana.
4. Sumber Data
a. Sumber data primer
Dalam penelitian ini adalah dokumen putusan Pengadilan Negeri
Mojokerto
b. Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku yang ada
kaitannya dengan topik yang akan dibahas, meliputi :
1.) Atmasasmita, Romli. Teori dan Kapita Selekta Kriminologi.
Bandung: PT.Refika Aditama. 1992
13 Cholid Narbuko, abu Achmadi, Metodologi Penelitian, h.1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
14
2.) Hakim, rahmat. Hukum Pidana Islam. Bandung: CV. Pustaka Setia.
2000
3.) Hanafi, A. Asas-Asas Hukum Pidana Islam.Jakarta: Bulan
Bintang.1976
4.) Harahap, M.yahya. Pembahsan Permasalahan dan Penerapan
KUHAP (edisi kedua). Jakarta: Sinar Grafika.1985.
5.) Hasan, M.Ali, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 1995
6.) Hurwitz, Stephan. Kriminologi. Jakarta: Bina Aksara. 1986
7.) Munajat, Makrus. Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. Yogyakarta:
Logung Pustaka.2004
8.) Sahetapi, J.E.dkk. Parodos Dalam Kriminologi. Jakarta: Rajawali.
1989
9.) Weda, Made Darma. Kriminologi. Jakarta.: PT.Raja Grafindo
Persada. 2000
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara/ interview yaitu pengumpulan data melalui Tanya jawab
sepihak yang dilakukan secara sistematis.14 Atau percakapan yang
dilakukan oleh dua belah pihak.
14 Ibid. h. 43
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
15
Dalam hal ini meliputi : Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani
kasus pembunuhan tersebut, istri terdakwa, serta kesaksian beberapa orang
yang mengetahui kasus pembunuhna berencana tersebut.
b. Pengamatan, Pencatatan serta mempelajari atas dokumen, berkas atau
buku sebagaimana disebutkan diatas yang ada hubungannya dengan
putusan Pengadilan Negeri Mojokerto.
H. Teknik Analisa Data
Sesuai dengan arah study yang dipilih, maka metode analisa data yang
penulis lakukan ialah secara :
a. Deskriptif : Penggambaran atau pemaparan secara jelas dan
terperinci.15 Dalam hal ini Dengan menggambarkan
putusan Pengadilan Negeri Mojokerto tetang
pembunuhan berencana, sehingga dapat diperoleh
kronologi peristiwa serta apa aspek kriminologi dalam
pengungkapan kasus tersebut.
b. Verivikatif Analisis: Menghubungkan dunia teori dengan dunia empiris.16
Setelah mengetahui putusan Pengadilan Negeri
Mojokerto, sehingga dapat dianalisa tentang aspek
kriminologinya serta bagaimana tinjauan hukum Islam
tarhadap aspek kriminologi kasus tersebut.
15 J.S.Badudu, kamus… h.56 16 www.wikipedia.org.com.09-08-09
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
16
I. Sistematika Pembahasan
BAB I : Uraian bab ini merupakan gambaran tentang apa, bagaimana dan untuk
apa study ini disusun. Oleh karena itu bab ini memuat latar belakang
permasalahan yang diteliti, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, devinisi operasional, metode
penelitian, teknik analisa data serta sistematika pembahasan.
BAB II : Konsepsional yang membahas tentang Tinjauan umum tentang tindak
pidana dalam perspektif kriminologi dan hukum Islam yang meliputi
teori-teori serta pendekatan tentang kejahatan dalam kriminologi,
istilah dan arti tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana serta bentuk
tindak pidana. Dan pada pembahasan berikutnya membahas tentang
tinjauan umum tentang tindak pidana pembunuhan dalam perspektif
hukum Islam.
BAB III : Laporan hasil penelitian yang terdiri dari deskripsi deskripsi putusan
Pengadilan Negeri Mojokerto tentang pembunuhan berencana,
pembuktian, keterangan saksi dan terdakwa, isi putusan, landasan
hukum yang dipakai oleh majelis hakim hakim, serta hasil wawancara.
BAB IV : Pokok bahasan utama tentang analisis aspek kriminologi dalam kasus
tersebut yang diputus Pengadilan Negeri Mojokerto serta tinjauan
hukum Islam terhadap aspek kriminologinya.
BAB V : Bab terakhir selaku penutup yang berisikan kesimpulan dan saran
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
17
BAB II
TINJAUAN UMUM TINDAK PIDANA DALAM PERSPEKTIF KRIMINOLOGI DAN HUKUM ISLAM
A. Teori dan pendekatan dalam kriminolgi
Salah satu persoalan yang sering muncul ke permukaan dalam kehidupan
masyarakat ialah tentang kejahatan. Masalah kejahatan merupakan masalah abadi
dalam kehidupan umat manusia, karena ia berkembang sejalan dengan perkembangan
tingkat peradaban umat manusia. Dalam hal ini, kriminologi menjadi suatu cabang
ilmu yang membahas lebih jauh berkenaan dengan masalah kejahatan. Oleh
karenanya, muncul suatu pertanyaan “sejauh manakah suatu tindakan dapat disebut
kejahatan ?”1
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan tentang kejahatan dan penjahat. Menurut
Sutherland, Ruang lingkup kriminologi terbagi atas tiga bagian, yaitu Sociology of
Low (sosiologi hukum) mencari secara analisa ilmiah kondisi-kondisi terjadinya atau
terbentuknya hukum, Etiologi kriminil, mencari secara analisa ilmiah sebab-sebab
daripada kejahatan serta Penologi ilmu pengetahuan tentang terjadinya atau
berkembangnya hukuman, artinya dan manfaatnya berhubungan dengan "control of
crime".
Dalam mempelajari kriminologi, dikenal adanya beberapa teori yang dapat
dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan dengan
1B.Simanjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
18
kejahatan. Teori tersebut pada hakikatnya berusaha untuk mengkaji dan menjelaskan
hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan penjahat dan kejahatan. Yaitu ;
1. Teori Asosiasi Deferensial (Edwin H. Sutherland)
Teori ini dikemas dalam dua versi, Pertama pada tahun 1939 dan yang kedua
pada tahun 1947. Pada versi pertama, Sutherland dalam bukunya “Principles”
edisi ketiga, memfokuskan pada konflik budaya dan disorganisasi sosial serta
asosiasi diferensial. Pengertian asosiasi diferensial, oleh Sutherland
dimaksudkan bahwa, tidak berarti bahwa hanya kelompok pergaulan dengan
penjahat akan menyebabkan perilaku criminal, tetapi yang terpenting adalah
isi dari proses komunikasi dengan orang lain.2
Munculnya teori asosiasi diferensial ini didasarkan pada tiga hal, yaitu:
a. Setiap orang akan menerima dan mengikuti pola-pola perilaku yang dapat
dilaksanakan
b. Kegagalan untuk mengikuti pola tingkah laku menimbulkan inkonsistensi
dan ketidakharmonisan.
c. Konflik budaya (Conflick of Cultures ) merupakan prinsip dasar dalam
menjelaskan kejahatan.
Versi kedua , yang disajikan pada bukunya edisi ke empat (1947 ), Sutherland
menekankan bahwa semua tingkah laku dipelajari. Dengan kata lain, pola perilaku
jahat tidak diwariskan tetapi dipelajari melalui suatu pergaulan yang akrab.
2 Made Darma Weda, Kriminologi, h.29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
19
Jadi kesimpulannya ialah, menurut teori asosiasi diferensial, tingkah laku jahat
dipelajari dalam kelompok melalui interaksi dan komunikasi. Yang dipelajari dalam
kelompok tersebut adalah teknik untuk melakukan kejahatan dan alasan (nilai-nilai,
motif, rasionalisasi dan tingkah laku ) yang mendukung perbuatan jahat tersebut.3
2. Teori Anomi (Emile Durkheim dan Robert K. Merton)
Durkheim dalam bukunya yang berjudul the Duvisuon of Labor In Society
(1893), menggunakan istilah anomie untuk menggambarkan keadaan
deregulation di dalam masyarakat. Keadaan deregulasi oleh Durkheim
diartikan sebagai tidak ditaatinya aturan-aturan yang terdapat dalam
masyarakat dan orang tidak tahu apa yang diharapkan dari orang lain.
Keadaan deregulation atau normlessness inilah yang menimbulkan perilaku
deviasi.4
Pada tahun 1938 Merton mengambil konsep anomi untuk menjelaskan
perbuatan deviasi di amerika. Tetapi konsep dari Merton berbeda dengan apa yang
dipergunakan oleh Durkheim.
Menurut Merton, dalam setiap masyarakat terdapat tujuan-tujuan tertentu yang
ditanamkan kepada seluruh warganya. Untuk mencapai tujuan tersebut terdapat
sarana-sarana yang dapat dipergunakan. Tetapi dalam kenyataan tidak setiap orang
dapat menggunakan sarana-sarana yang tersedia. Hal ini menyebabkan penggunaan
3 Ibid h.30-31 4 Deviasi adalah penyimpangan dari peraturan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20
cara yang tidak sah dalam mencapai tujuan. Dengan demikian akan timbul
penyimpangan-penyimpangan dalam mencapai tujuan.
Dalam perkembangan selanjutnya, Merton tidak lagi menekankan pada tidak
meratanya sarana-sarana yang tersedia, tetapi lebih menekankan pada perbedaan-
perbedaan struktur kesempatan.
Dalam setiap masyarakat selalu terdapat struktur sosial. Struktur sosial, yang
berbentuk kelas-kelas, menyebabkan adanya perbedaan-perbedaan kesempatan dalam
mencapai tujuan.
Keadaan-keadaan tersebut (tidak meratanya sarana-sarana serta perbedaan
perbadaan struktur kesempatan) akan menimbulkan frustasi di kalangan para warga
yang tidak mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan. Dengan demikian
ketidakpuasan, konflik, frustasi dan penyimpangan muncul karena tidak adanya
kesempatan bagi mereka dalam mencapai tujuan. Situasi ini akan menimbulkan
keadaan di mana para warga tidak lagi mempunyai ikatan yang kuat terhadap tujuan
serta sarana-sarana atau kesempatan-kesempatan yang terdapat dalam masyarakat.
Hal inilah yang dinamakan anomi. Merton mengemukakan lima cara untuk mengatasi
anomi, yaitu:
a. Konformitas (Konforming) , yaitu suatu keadaan dimana warga
masyarakat tetap menerima tujuan-tujuan dan sarana-sarana yang terdapat
dalam masyarakat karena adanya tekanan moral;
b. Inovasi (Innovation ) , yaitu suatu keadaan di mana tujuan yang terdapat
dalam masyarakat diakui dan dipelihara tetapi mereka mengubah sarana-
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
21
sarana yang dipergunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya
untuk mendapatkan / memiliki uang yang banyak seharusnya mereka
menabung. Tetapi untuk mendapatkan banyak uang secara cepat mereka
merampok bank;
c. Ritualisme (Ritualism) , adalah suatu keadaan di mana warga masyarakat
menolak tujuan yang telah ditetapkan dan memilih sarana-sarana yang
telah ditentukan;
d. Penarikan Diri (Retreatisme) merupakan keadaan di mana para warga
menolak tujuan dan sarana-sarana yang telah tersedia dalam masyarakat;
e. Pemberontakan (Rebellion) adalah suatu keadaan di mana tujuan dan
sarana-sarana yang terdapat dalam masyarakat ditolak dan berusaha untuk
mengganti/ mengubah seluruhnya.
3. Teori Subkultur (Salomon Kobrin)
Teori ini berkembang pada tahun 1950-an hingga awal tahun 1960 yang
menekankan pada kenakalan remaja yang berbentuk “Gang”. Ada dua topic
yang dibahas oleh para ahli kriminologi berkaitan dengan kenakalan gang dan
teori-teori tentang subkultur.
a. Kenakalan subkultur (Cohen (1955))
Albert K. Cohen melalui suatu penelitiannya, menyatakan bahwa perilaku
delinkuen lebih banyak terjadi pada laki-laki kelas bawah (Lower Classs)
dan mereka lebih banyak membentuk gang yang bersifat tidak berfaedah,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
22
dengki dan jahat. Hal ini disebabkan adanya permasalahan yang dihadapi
mereka.5
b. Teori Perbedaan Kesempatan (Cloward dan Ohlin (1959))
Cloward dan Ohlin menulis bahwa terdapat lebih dari satu cara bagi
remaja untuk mencapai aspirasinya. Pada masyarakat urban, yang
merupakan wilayah kelas bawah terdapat berbagai kesempatan sah yang
dapat menimbulkan berbagai kesempatan. Dengan demikian kedudukan
masyaraat menentukan kemampuan untuk berpartisipasi dalam mencapai
sukses, baik melalui kesempatan konvensional maupun criminal.6
4. Teori Label (Howard S. becker dan Edwin lemert)
Teori ini lahir pada tahun 1960-an, Pendekatan teori labeling dapat dibedakan
dalam 2 (Dua) bagian ;
a. Persoalan tentang bagaimana dan mengapa seseorang memperoleh cap atau label.
b. Efek labeling terhadap penyimpangan tingkah laku berikutnya.7
Sudah menjadi kesepakatan diantara para penganut teori label bahwa proses
pemberian label merupakan penyebab seseorang untuk menjadi jahat. Menurut Romli
Atmasasmita, terdapat dua konsep penting dalam teori ini, yaitu, Primary Deviance:
Ditujukan kepada perbuatan pentimpangan tingkah laku awal serta Secondary
Deviance Berkaitan dengan reorganisasi psikologis dari pengalaman seseorang
sebagai akibat dari penangkapan dan cap sebagai penjahat.
5 Ibid h.36 6 Ibid h.38. 7 Romli Atmasasmita, Teori dan Kapita Selekta Kriminologi,h.49
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
23
Sekali cap atau status ini dilekatkan pada seseorang, maka sangat sulit orang
yang bersangkutan untuk selanjutnya melepaskan diri dari cap yang dimaksud dan
kemudian akan mengidentifikasikan dirinya dengan cap yang telah diberikan
masyarakat terhadap dirinya.8
5. Teori Konflik
Teori ini muncul tidak lama setelah teori label. Teori ini lebih menekankan
pada pola kejahatan yang ada dan mencoba untuk memeriksa atau meneliti
pembentukan hukum dan penerapan hukum pidana.
Teori konflik pada hakikatnya merupakan cabang dari teori label. Ada beberapa
bentuk teori konflik yang yang mendasar pada suatu asumsi bahwa konflik
merupakan keadaan yang alamiah yang ada dalam masyarakat. Bentuk teori ini
terbagi atas dua bagian, yaitu Konflik Konservatif dan Radikal Konflik.9
Konflik Konservatif Menekankan pada dua hal yaitu kekuasaan dan
penggunaannya. Teori ini beranggapan bahwa konflik muncul diantara kelompok-
kelompok yang mencoba untuk menggunakan kontrol atas situasi atau kejadian. Atau
dalam arti kata lain, bahwa siapa yang memiliki kekuasaan akan dapat mempengaruhi
perbuatan khusus. Disamping itu mereka juga dapat memaksakan nilai-nilai terhadap
kelas sosial yang lebih rendah.
Sedangkan Radikal Konflik menempatkan diri diantara politik dan
materialisme. Diantara para tokoh teori ini seperti Chambis, Quinney dan K. Marx,
8 Ibid h.51 9 Darma weda, Kriminologi, h.46
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
24
merupaka tokoh yang paling berpengaruh. Apabila marx menyatakan hal yang
berkaitan dengan kejahatan dan penjahat, para penganut radikal konflik akan
menyesuaikan penjelasan tehadap pendapat Marx.
Marx melihat konflik dalam masyarakat disebabkan adanya hak manusia atas
sumber-sumber yang langka dan secara historis tidak terdapat kesamaan dalam
penyebaran sumber-sumber tersebut, khusus menganai kekuasaan.10
6. Teori Kontrol
Pengertian teori kontrol merujuk kepada setiap perspektif yang membahas
ihwal pengendalian tingkah laku manusia. Teori kontrol merupakan suatu
teori yang berusaha mencari jawaban mengapa orang melakukan kejahatan.
Berbeda dengan teori-teori yang lain. Teori kontrol tidak lagi
mempertanyakan mengapa orang melakukan kejahatan tetapi mengubah
pertanyaan tersebut menjadi; mengapa tidak semua orang melanggar hukum
atau mengapa orang taat pada hukum.11
Ditinjau dari sosiologi kejahatan merupakan suatu persoalan yang paling serius
atau penting dalam hal timbulnya disorganisasi sosial, karena penjahat-penjahat itu
sebenarnya melakukan perbuatan-perbuatan yang mengancam dasar-dasar dari
pemerintah, hukum, ketertiban dan kesejahteraan umum. Adapun unsur-unsur
kejahatan meliputi :
10 Ibid h. 49 11 ibid h. 51
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
25
a.) Harus ada sesuatu perbuatan manusia
Berdasarkan hukum pidana positif yang berlaku di indonesia yang dapat
dijadikan subyek hukum hanyalah manusia. Demikian pula badan hukum.
Badan hukum dapat melakukan perbuatan hukum dan dapat menjadi subyek
hukum akan tetapi badan hukum tidak dapat dituntut karena hukum pidana.
Hal ini sesuai dengan sifat hukum pidana kita yang bersandar pada ajaran
mengharuskan adanya unsur “dosa.”12
b.) Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dirumuskan dalam ketentuan
pidana
Untuk hal ini perlu diselidiki apakah unsur-unsur yang dimuat didalam
ketentuan hukum itu terdapat di dalam perbuatan.
c.) Harus terbukti adanya dosa pada orang yang berbuat
Untuk dapat dikatakan seseorang berdosa diperlukan adanya kesadaran
pertanggungan jawab, adanya hubungan pengaruh dari keadaan jiwa orang
atas perbuatanya, kehampaan alasan yang dapat melepaskan diri dari
pertanggungan jawab.
d.) Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum
Secara formal perbuatan yang terlarang itu berlawanan dengan perintah
undang-undang itulah perbuatan melawan hukum.
e.) Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukuman di dalam undang-
undang
12 Simanjuntak, Pengantar, h.78
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
26
Tidak boleh suatu perbuatan dipidana kalau perbuatan pidananya tersebut
belum diatur oleh undang-undang.13
Adapun selain teori yang dikemukakan diatas, Hermann Mannheim
mengungkapkan, bahwa terdapat 3 (tiga) pendekatan yang dapat dilakukan dalam
mempelajari masalah kejahatan, yaitu :
1. Pendekatan Deskriptif
Yang dimaksud dengan pendekatan deskriptif adalah suatu pendekatan dengan
cara melakukan obserfasi dan pengumpulan data yang berkaitan dengan fakta-fakta
tentang kejahatan dan pelaku kejahatan seperti:
a.) Bentuk tingkah laku criminal, b.) Bagaimana kejahatan dilakukan, c.) Frekuensi kejahatan pada waktu dan tempat yang berbeda, d.) Ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan sebagainya, e.) Perkembangan karir seorang pelaku kejahatan.14
Di kalangan ilmuwan, pendekatan deskriptif sering dianggap sebagai
pendekatan yang bersifat sangat sederhana. Meskipun demikian pendekatan ini sangat
bermanfaat sebagai studi awal sebelum melangkah pada studi yang lebih mendalam.
Hermann Mannheim menegaskan adanya beberapa syarat yang harus dipenuhi
bila menggunakan pendekatan deskriptif, yaitu:
a.) Pengumpulan fakta tidak dapat dilakukan secara random.oleh karena itu fakta-fakta yang diperoleh harus dilakukan secara selektif.
b.) Herus dilakukan penafsiran,evaluasi dan memberikan pengertiansecara umum terhadap fakta-fakta yang diperoleh.tanpa dilakukan penafsiran,evaluasi dan memberi pengertian secara umum,maka fakta-fakta tersebut tidak akan mempunyai arti.
13 Ibid. h.79 14 Darma weda, Kriminologi,h.2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
27
2. Pendekatan Sebab-Akibat
Disamping pendekatan deskriptif, pemahaman terhadap kejahatan dapat
dilakukan melalui pendekatan sebab-akibat.hal ini berarti fakta-fakta yang terdapat
dalam masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan, baik
dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum.
Hubungan sebab-akibat dalam kriminologi berbeda dengan hubungan sebab-
akibat yang terdapat dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana, agar suatu perkara
dapat dilakukan penuntutan harus dapat dibuktikan adanya hubungan sebab-akibat
antara suatu perbuatan dengan akibat yang dilarang.
Berbeda dengan hubungan sebab-akibat dalam hukum pidana, dalam
kriminologi hubungan sebab-akibat dicari setelah hubungan sebab-akibat dalam
hukum pidana terbukti. Untuk lebih jelasnya, apabila hubungan kausal dalam hukum
pidana telah dikatahui, maka hubungan sebab-akibat dalam kriminologi dapat dicari ,
yaitu dengan mencari jawaban atas pertanyaan mengapa orang tersebut melakukan
kejahatan. Usaha untuk mengetahui kejahatan dengan menggunakan pendekatan
sebab-akibat ini dikatakan sebagai etiologi kriminil (etiologi of crime).15
3. Pendekatan Secara Normatif
Kriminologi dapat dikatakan sebagai Idiographic Discipline dan Nomothetic
Discipline. Dikatakan sebagai Idiographic Discipline, karena kriminologi
mempelajari fakta-fakta,sebab-sebab dan kemungkinan-kemungkinan dalam kasus
yang bersifat individual. Sedangkan yang dimaksud dengan Nomothetic Discipline
15 Ibid,h.4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
28
adalah bertujuan untuk menemukan dan mengungkapkan hukum-hukum yang bersifat
ilmiah, yang diakui keseragaman dan kecenderungan-kecenderungannya.
B. Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana
1. Istilah dan Arti Tindak Pidana
Dalam Hukum Islam tindak pidana diartikan sebagai peristiwa pidana , tindak
pidana atau istilah-istilah lainnya disebut jarimah. jarimah berasal dari kata ( جرم )
yang sinonimnya ( كسب وقطع ) artinya ; berusaha dan bekerja. Hanya saja pengertian
usaha disini khusus untuk usha yang tidak baik atau usaha yang dibenci oleh manusia.
Dari pengertian tersebut dapat ditarik suatu definisi yang jelas bahwa jarimah
itu adalah
ميقتسمل اقيرالط ولدعال وقحل لفالخ موا ه مل كابكترإ“Melakukan setiap perbuatan yang menyimpang dari kebenaran,keadilan dan jalan yang lurus (agama).”16
Dalam memberikan definisi menurut istilah ini ,imam al-mawardi
mengemukakan sebagai berikut:
عنها حبد او تعزيرالجرائم محظورات شرعية زجرا اهللا تعالى“Jarimah adalah perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh syriah, yang diancam dengan hukuman had/ta’zir.”17
Para fuqaha sering memakai kata-kata jinayah untuk jarimah namun yang perlu
dipahami bahwa kedua istilah tersebut secara etinologi mempunyai arti dan arah yang
16 Ahmad Wardi Muslich, Pengantar dan Asas Hukum Pidana Islam, h.9 17 Ibid, h.9
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
29
sama.18 pada awalnya jinayah diartikan bagi semua jenis perbuatan yang dilarang ,
termasuk didalamnya adalah perbuatan yang merugikan jiwa dan badan serta harta
benda. Pendapat ini dikemukakan oleh aliran atau mazhab Asy-Syafi’i, Maliki dan
Hambali. Namun menurut mazhab Hanafi, ada pemisahan dalam pengertian jinayah
ini. Kata jinayah hanya diperuntukkan bagi semua perbuatan yang dilakukan manusia
dengan obyek anggota badan dan jiwa saja, seperti melukai atau membunuh. Adapun
perbuatan dosa atau perbuatan salah yang dilakukan dengan obyek atau sasaran
barang atau harta benda dinamakan ghasab.19
Dalam hal ini penulis tidak akan mempermasalahkan kedua istilah tersebut,
namun yang dapat diambil kesimpulan bahwa keduanya memiliki persamaan dan
perbedaan. Sacara etinologi keduanya bermakna tunggal, punya arti yang sama serta
ditujukan bagi perbuatan yang dikonotasi negatif, salah atau dosa. Adapun
perbedaanya terletak pada pemahaman arah pembicaraan, serta rangkaian apa kedua
kata itu digunakan.20
Dalam KUHP Bab II tentang Pidana menjelaskan bahwa yang dimaksud
dengan pidana adalah perasaan tidak enak (penderitaan sengsara) yang dijatuhkan
oleh hakim dengan vonis kepada orang yang melanggar Undang-Undang Hukum
Pidana.21
18 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam, h.11 19 Ibid h. 13 20 Ibid h.15 21 Sughandi, KUHP dan Penjelasannya, bab II h. 12
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
30
Dalam hukum pidana Positif tindak pidana merupakan salah satu terjemahan
dari bahasa belanda ”Het Staffboar Feit” yang mempunyai arti yaitu :
a. Perbuatan yang dapat atau boleh dilakukan b. Perbuatan pidana c. Peristiwa pidana d. Delik.22
Dalam pemakaian istilah delik lebih sering digunakan dalam ilmu hukum
secara umum, sedangkan istilah tindak pidana seringkali dikaitkan terhadap korupsi.23
Para ahli mempergunakan istilah-istilah tersebut atas apa yang menurut mereka
paling sesuai untuk menterjemahkan “Het Stafboar Feit” diantaranya:
a. Mr.Tresna mengemukakan bahwa peristiwa pidana itu adalah rangkaian
perbuatan manusia yang bertentangan dengan Undang-Undang atau peraturan
perundangan lainnya, terhadap perbuatan maka diadakan tindakan hukuman.24
b. Moeljatno memilih perbuatan sebagai terjemahan dari “het stafboar feit”
memeberikan rumusan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang
siapa melanggar aturan tersebut.
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa suatu perbuatan dianggap tindak pidana
atau delik (jarimah) bila memenuhi syarat & rukun. Adapun rukun jarimah dapat
dikategorikan menjadi 2 (dua) ;pertama rukun umum,artinya unsur-unsur yang harus
22 A.Hanafi. Asas-Asas Hukum Pidana Islam, h.9 23 Hakim, Hukum….h. 15 24 Muslich. Pengantar... h.10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
31
terpenuhi pada jenis jarimah. Kedua, unsur khusus, artinya unsur yang harus
terpenuhi pada jenis jarimah tertentu.
Adapun yang termasuk dalam unsur-unsur umum jarimah adalah ;
a. Unsur Formil (adanya Undang-Undang atau Nash)
Setiap perbuatan tidak dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dapat
dipidana kecuali adanya Nash atau Undang-Undang yang mengaturnya.25
Dalam hukum positif masalah ini dikenal dengan asas legalitas, yaitu suatu
perbuatan tidak dapat dianggap melawan hukum dan pelakunya tidak dikenai
sanksi sebelum adanya peraturan yang mengundangkannya.26
Sedangkan dalam syariat islam lebih dikenal dengan istilah “Ar Ruknasy-Syr’i
الجرمية وال عقوبة بال نص“Tidak ada jarimah (perbuatan pidana) dan tidak ada hukuman sebelum adanya nash (aturan pidana).”27
b. Unsur Materiil (Sifat melawan hukum )
Adanya tingkah laku seseorang yang membentuk jarimah , baik dengan sikap
dibuat mupunsikap tidak dibuat.unsur ini dalm Hukum pidana islam disebut
dengan Ar-Rukum Almadi
c. Unsur Moril (Pelakunya mukalaf)
Pelaku jarimah atau tindak pidana adalah orang yang dapat dimintai
pertanggung jawaban pidana terhadap jarimah yang dilakukannya. Dalam
25 Makhrus munajat.Dekonstruksi Hukum Pidana Islam. h.9 26 Ibid h.10 27 Jaih mubarok. Kaidah Fiqih Jinayah. h.40
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
32
syariat islam disebut “Ar-Rukun Al-Adabi. Haliman dalam desertasinya
menambahkan , bahwa orang yang melakukan tindak pidana dapat
dipersalahkan dan dapat disesalkan ,artinya bukan orang gila ,anak-anak dan
bukan karena dipaksa atau karena pembelaan diri.28
Kedua, unsur khusus.yang dimaksud dengan unsur khusus adalah unsur yang
hanya didapat pada peristiwa pidana (jarimah) tertentu dan berbeda antara unsur
khusus pada jenis jarimah yang satu dengan jenis jarimah yang lainnya, misalnya
pada jarimah pencurian harus dipenuhi unsur perbuatan dan benda. Perbuatan itu
dilakukan dengan cara sembunyi-sembunyi, barang itu milik orang lain secara
sempurna dan benda itu sudah ada pada penguasaan pihak pencuri. Syarat yang
berkaitan dengan benda, bahwa benda itu berupa harta ada pada tempat penyimpanan
dan mencapai 1 nisab.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara unsur yang umum dan
khusus pada jarimah ada perbedaan. Umum – macamnya satu dan sama pada setiap
jarimah, sedangkan yang khusus unsurnya bermacam-macam serta berbeda pada
setiap jenis jarimah.
Atau dalam arti lain menurut hukum islam, unsur-unsur umum tersebut tidak
berarti menghilangkan unsur lain yang lebih khusus sehingga membolehkan “tidak
ada hukuman “. Perbedaan antara unsur umum dengan unsur yang khusus adalah
28 Munajat, Dekonstruksi.., h.10
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
bahwa dalam unsur umum berlaku terhadap setiap jarimah, sedangkan unsur khusus
didasar kepada perbuatan yang dilakukan.
3. Bentuk Tindak Pidana
Bergantung pada sudut pandang mana kita melihatnya atau aspek yang
dibutuhkan, jarimah dapat dibagi menjadi bermacam-macam bentuk dan jenis.
Macam-macam jarimah sesuai aspek yang dilihat terbagi atas ;
a. Dilihat dari Pelaksanaannya.
Yang ditonjolkan dari perbuatan jarimah ini adalah bagaimana si pelaku
melaksanakan jarimah tersebut apakah jarimah itu dilaksanakan dengan
melakukan perbuatan yang terlarang atau si pelaku tidak melaksanakan
perbuatan yang diperintahkan. Kalau si pelaku melakukan perbuatan yang
terlarang, ia telah melakukan jarimah secara ijabiyyah, artinya aktif dalam
melakukan jarimah tadi (delick commisionis).
b. Dilihat dari Niatnya
Pembagian jarimah dari sudut pandang ini terbagi kedalam dua bagian
1a. Jarimah Sengaja (Jaraim al-Makshudah)
Si pelaku dengan sengaja melakukan perbuatanya , sedang ia tahu
perbuatannya dilarang/salah
1b. Jarimah Tidak Sengaja (Jaraim Ghair Makshudah)
Bentuk jarimah ini dapat terjadi karena pertama, yaitu karena kekeliruan.
Perbuatan karena kekeliruan ini, sengaja dilakukannya, namun hasil yang
didapat tidak dikehendaki oleh pelakunya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
34
2. karena Kelalaian
Suatu perbuatan yang sama sekali tidak di sengaja, baik perbuatan itu
sendiri maupun hasil dari perbuatannya. Contohnya adalah seseorang
membakar sampah dengan maksud membersihkan sekeliling rumahnya,
tanpa sepengetahuannya, api membesar dan membakar sesuatu milik
orang lain.29
c. Dilihat dari Obyeknya
Aspek yang juga dapat membedakan bentuk jarimah adalah aspek korban.
Dalam hal ini dapat di bedakan apakah hasil dari jarimah tersebut mengenai
perseorangan atau kelompok masyarakat.30 Jika yang menjadi korban itu
perseorangan maka disebut jarimah perseorangan dan jika yang menjadi
korban itu masyarakat maka disebut jarimah masyarakat.
Sebagian ulama mengatakan, bila korban tersebut perseorangan, jarimah
tersebut menjadi hak adani (Hak Perseorangan), namun bila korbannya
masyarakat, jarimah tersebut menjadi hak jama’ah (Hak Allah).
d. Dilihat dari Motifnya
Pembagian ini didasarkan kepada motif pelakunya dan kondisi serta situasi
ketika dilakukannya jarimah. Jarimah ini dibagi menjadi jarimah biasa
(Jarimah ‘Adiyyah) dan jarimah politik (Jarimah Siyasah).
29 Hakim, Hukum Pidana Islam, h.24 30 Ibid h. 24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
35
Setiap jarimah yang diperbuat untuk tujuan-tujuan politik dapat disebut
jarimah politik. Meskipun kadang-kadang ada jarimah biasa yang diperbuat
dalam suasana politik tertentu bisa digolongkan kepada jarimah politik.31 Atau
pada saat situasi Negara tidak normal, seperti pemberontakan bersenjata,
mengacaukan perekonomian dengan maksud politis dan sebagainya.32
Sedangkan untuk jarimah biasa misalnya mencuri, membunuh atau
menganiaya orang dll.
e. Dilihat dari Bobot Hukuman
Para ulama membagi hal ini menjadi 3 (tiga) bagian. Pembagian ini
didasarkan terhadap bobot hukuman yang dikenakan terhadap pelaku jarimah.
Sedangkan hukuman itu sendiri didasarkan atas ada tidaknya dalam nash al-
Qur’an atau as-sunnah. Bentuk-bentuk tersebut ialah :
1.) Jarimah Hudud
Yaitu jarimah yang diancam dengan hukuman had, yaitu jarimah yang
setelah ditentukan macam dan jumlahnya menjadi hak Tuhan. Jarimah ini
meliputi : zina, qadhaf, minum-minuman keras (Miras), mencuri, hirabah
(Perampokan), murtad dan pemberontakan.
2.) Jarimah Qishas atau Diyat
31 H.A. Djazuli, Fiqih Jinayah (Upaya Menanggulangi Kejahatan dalam Islam), h.16 32 Hakim, Hukum pidana islam. h.25
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
36
Adalah perbuatan yang telah diancam hukuman qishas atau diyat. Jarimah
ini terdiri dari 5 (lima) macam yaitu : pembunuhan sengaja, pembunuhan
semi sengaja, penganiayaan sengaja dan penganiayaan didak sengaja.
3.) Jarimah Ta’zir
Jarimah ini terbagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu :
a.) Jarimah Hudud atau qishas atau diyat yang subhat atau diyat yan tidak
memenuhi syarat namun sudah merupakan maksiat. Missal : percobaan
pencurian, percobaan pembunuhan, pencurian dikalangan keluarga dan
mencuri aliran listrik.
b.) Jarimah yang telah ditentukan oleh al-Qur’an dan hadist, namun tidak
ditentukan sanksinya. Missal penghinaan, saksi palsu, tidak
melaksanakan amanah dan menghina agama.
c.) Jarimah yang telah ditentukan oleh ulil amri (penguasa) untuk
kemaslahatan umat/ umum. Dalam hal ini, nilai ajaran islam dijadikan
pertimbangan penentuan pelaksanaan umum. Permasalahan
kemaslahatan ini secara terperinci diuraikan dalam ushul fiqh.33
Dalam hukum positif penggolongan tindak pidana secara terang dan tegas ada
dalam perundang-undangan di Indonesia yaitu kejahatan dan pelanggaran.
Penggolongan tersebut terlihat dalam KUHP yang terdiri dari 3 (tiga) buku. Buku I
memuat aturan umum, buku II berisi tindak pidana yang termasuk golongan
33 Djazuli, Jinayah.., h.13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
37
kejahatan dan pada Buku III pelanggaran. Undang-undang hanya membagi
penggolongan tersebut tetapi tidak memberi arti yang jelas. Kata-kata kejahatan dan
pelanggaran dalam bahasa Belanda disebut “Misdrijven dan Mustreding”.34
Perkembangan ilmu pengetahuan mencoba lebih lanjut memberikan ukuran
perbedaan antara kejahatan dan pelanggaran sebagai berikut :
a. Kejahatan adalah “Crimineel Onrecht” dan pelanggaran adalah “Politie
Onrecht”. Crimineel Onrecht merupakan perbuatan yang bertentangan dengan
kepentingan hukum. Politie Onrecht merupakan perbuatan yang tidak
mentaati larangan atau keharusan yang ditentukan yang ditentukan oleh
penguasa Negara. Adapula kemungkinan pendapat lain yang memberikan arti
Crimineel Onrecht sebagai perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma
menurut kebudayaan atau keadilan yang ditentukan oleh tuhan atau
membahayakan kepentingan hukum. Sedangkan Politie Onrecht adalah
perbuatan yang pada umumnya menitik beratkan dilarang oleh pengaturan
penguasa atau Negara.
b. Kejahatan adalah pemerkosaan suatu kepentingan hukum (Krenking Delictan)
seperti membunuh, pencurian dan sebagainya atau juga membahayakan suatu
kepentingan hukum dalam kepentingan yang konkret (Concrete Gevaarzetting
sdelicten). Pelanggaran adalah hanya membahayakan kepentingan hukum
dalam arti yang abstrak (abstracte fevaarzettingsdelicten) seperti penghasutan
dalam sumpah palsu (Naineed) itu juga termasuk kejahatan.
34 Ibid, h.16
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
38
c. kajahatan dan palanggaran itu dibedakan karena sifat dan hakekatnya, seperti
ukuran perbedaan yang telah diuraikan terlebih dahulu, akan tetapi ada pula
perbedaan kejahatan dan pelanggaran itu didasarkan atas ukuran. Pelanggaran
dipandang dari sudut kriminologi tidak begitu berat dibanding dengan
kejahatan. Perbedaan demikian itu disebut perbedaan kualitatif dan kuantitatif.
C. Tindak Pidana Pembunuhan Dalam Perspektif Hukum Islam
1. Pengertian
Dalam Bahasa Arab berasal dari kata ألقتل yang artinya يقتل–قتل
membunuh.35Para ulama mendefinisikan pembunuhan sebagai suatu perbuatan yang
menyebabkan hilangnya nyawa seseorang, karena Pembunuhan merupakan perbuatan
keji yang tidak manusiawi dan Allah menegaskan dalam Al-Qur’an surat an-nisa (30)
yang berbunyi :
)٣٠(ومن يفعل ذلك عدوانا وظلما فسوف نصليه نارا وكان ذلك على الله يسريا “Dan barang siapa memperbuat pembunuhan itu, secara pelangaran hukum dan aniaya, niscaya kami masukkan kedalam neraka. Melakukan itu bagi Allah mudah saja ”
Definisi lain yang dinyatakan oleh Amir Syaifuddin, bahwa yang dimaksud
pembunuhan adalah tindakan menghilangkan nyawa seseorang yang merupakan
perbuatan yang dilarang oleh Allah dan Nabi karena satu sendi kehidupan.36
35 Mahmud Yunus,. Kamus Arab Indonesia, h.331 36 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh Islam, h.258
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
39
Menurut Abdul Qadir Audah, pembunuhan adalah perbuatan seseorang yang
menghilangkan yang menghilangkan kehidupan atau hilangnya roh adami akibat
perbuatan manusia yang lain.37
Jadi kesimpulan yang bisa diambil dari beberapa definisi diatas berkenaan
dengan pengertian pembunuhan adalah suatu proses perampasan, peniadaan atau
menghilangkan nyawa seseorang yang dilakukan oleh orang lain. Dan Pengertian
proses dalam hal ini mencakup pengertian luas, yaitu semua yang menyebabkan
terjadi pembunuhan tersebut baik yang terlibat langsung maupun yang tidak
langsung. Orang yang melakukan perbuatan tersebut secara langsung sudah pasti dia
merupakan pelaku pembunuhan, yang menyuruh melakukan perbuatan, yang turut
melakukan perbuatan, yang membujuk supaya perbuatan tersebut dilakukan dan yang
membantu perbuatan tersebut, mereka semua termasuk pelaku dalam suatu tindak
pidana.
2. Macam-Macam Pembunuhan
Dilihat dari motif pembunuhan, yaitu ada atau tidaknya niat untuk melakukan
pembunuhan tersebut ada 2 (dua) pendapat. Yaitu :
Pertama adalah ulama Malikiyah membagi 2 (dua) macam pebunuhan, yaitu
pembunuhan sengaja dan pembunuhan tidak sengaja. Dasar dari pembagian ini adalah
dengan melihat zahir ayat al-Qur’an yang hanya mengenal dua bentuk jarimah
pebunuhan, yang hal ini tertera dalam surat An-Nisa ayat 92 dan 93 sebagai berikut :
37 Hakim. Hukum Pidana Islam, h.113
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
40
وما كان لمؤمن أن يقتل مؤمنا إال خطأ ومن قتل مؤمنا خطأ فتحرير رقبة مؤمنة ودية مسلمة إلى )٩٢ (أهله إال أن يصدقوا
”Dan tidak layak seorang mu’min embunuh seorang mu’min, kecuali karena kesalahan (tidak sengaja). Barang siapa membunuh karena kesalahan, hendaklah ia memerdekakan seorang hamba sahaya yang beriman serta menyerahkan diyat kepada keluarga si terbunuh, kecuali jika keluarga si terbunuh menyedekahkanya (An-Nisa’ 92).”38
ومن يقتل مؤمنا متعمدا فجزاؤه جهنم خالدا فيها وغضب الله عليه ولعنه وأعد له عذابا عظيما )٩٣(
“Dan barang siapa yang membunuh seorang mu’min dengan sengaja, maka balasanya adalah jahanam, kekallah dia didalamnya. Allah memurkainya dan mengutuk serta menyediakan azab yang besar bainya (An-Nisa 93).”
Kedua, yang berkenaan dengan hal ini juga, ulama Hanafiyah, Syafi’iyah dan
Hanabila membagi pembunuhan menjadi 3 (tiga) macam, yang kalau kita teliti
merupakan bentuk kompromistis dari kedua bentuk sebelumnya. Walaupun bentuk
ini diperselisihkan keberadaanya, setidak-tidaknya tidak diakui oleh kelompok
Maliki, tetapi bentuk ini lebih masyhur daripada bentuk yang pertama.
Ketiga bentuk tersebut ialah :
a.) Pembunuhan Sengaja (Qatl al-Amd)
Yaitu perampasan nyawa seseorang yang dilakukan dengan sengaja. Jadi
matinya korban merupakan bagian yang dikehendaki si pembuat jarimah.39
38 Hakim, Pidana Islam, h.116-117 39 Ibid, h.117
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
41
Adapun Amir Syaifudin mengemukakan bahwa pembunuhan sengaja “qatl al-
amd” adalah pembunuhan yang terdapat unsur kesengajaan baik dalam sasaran
ataupun kesengajaan dalam alat yang digunakan.40
Dalam ajaran islam, pembunuhan yang dilakukan dengan sengaja terhadap
orang yang dilindungi jiwanya, disamping dianggap sebagai suatu jarimah, juga
merupakan dosa paling besar (akbarul kaba’ir).41
Al-Qur’an dan As-Sunnah mengharamkan pembunuhan sengaja ini secara tegas
dan termasuk perbuatan haram “lidzatihi”. Allah berfirman dalam al-Qur’an :
فال يسرف وال تقتلوا النفس التي حرم الله إال بالحق ومن قتل مظلوما فقد جعلنا لوليه سلطانا
)٣٣(في القتل إنه كان منصورا
“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barang siapa dibunuh secara dzalim maka sesungguhnya kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan (Al-Isra 33).”42
Serta dalam hadits yang berbunyi :
ؤمن يعدل عند اهللا زوال الدنيامل التق“Pembunuhan terhadap seorang mu’min menurut Allah membandingi pemusnahan dunia (HR. Ibnu Majah dari Al-Barra).”43
Menurut Hasbullah Bakri, pembunuhan adalah suatu perbuatan yang disertai
niat (direncanakan) sebelumnya untuk menghilangkan nyawa orang lain, dengan
menggunakan alat-alat yang dapat mematikan, seperti golok, kayu runcing, besi
40 Syaifudin, Garis-garis Besa.., h.259 41 Ibid h.118 42 Djazuli,Jinayah, h.124 43 Ibid. h.124
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
42
pemukul dan sebagainya dengan sebab-sebab yang tidak dibenarkan oleh ketentuan
hukum. Hasbullah bakri memasukkan alat-alat pembunuhan ke dalam definisinya
untuk membedakannya dari pembunuhan semi sengaja.44
Adapun unsur-unsur dalam pembunuhan sengaja yaitu :
1.) Korban adalah orang yang hidup. 2.) Perbuatan si pelaku yang mengakibatkan kematian korban. 3.) Ada niat bagi si pelaku untuk menghilangkan nyawa korban.
Sehubungan dengan unsur-unsur tersebut, yang utama ialah pada unsur yang
ketiga, yaitu adanya niat si pelaku. Hal ini sangat penting karena niat pelaku itu
merupakan syarat utama dalam pembunuhan sengaja.45 Dan masalah tersebut menjadi
perbincangan para ulama karena niat itu terletak dalam hati, sehingga tidak dapat
diketahui. Dengan demikian akan ada kesulitan dalam membuktikan bahwa seseorang
melakukan pembunuhan itu apakah dengan sengaja atau tidak. Karena niat dalam hati
tidak dapat diketahui. Oleh karena itu para fuqaha mencoba mengatasi kesulitan ini
dengan cara melihat alat yang digunakan dalam pembunuhan itu. 46
Ulama Hanafiyah menjelaskan bahwa alat yang digunakan dalam pembunuhan
sengaja haruslah alat yang dapat melukai (Sajam) seperti pisau, pedang, panah,
tombak kayu dan lain-lain yang dapat menghilangkan nyawa tanpa ada keraguan. Hal
ini didasarkan atas keharusan adanya keyakinan yang nyata bahwa hilangnya nyawa
atau kematian korban adalah suatu yang dikehendaki.47
44 Hakim,Pidana Islam, h.118 45 Djazuli, Fiqih Jinayah, h.128-129 46 Mubarok, Kaidah Fiqih Jinayah, h. 10 47 Ibid, h.11
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
43
b.) Pembunuhan tidak sengaja atau karena kesalahan (Qatlu Khatha)
Yaitu kesalahan dalam membuat sesuatu yang mengakibatkan matinya
seseorang. walaupun disengaja, perbuatan tersebut tidak ditujukan kepada
korban. Jadi matinya si korban sama sekali tidak diniati.48
Menurut sayid sabiq, pembunuhan tidak sengaja adalah ketidak sengajaan
dalam kedua unsur, yaitu perbuatan dan akibat yang ditimbulkannya, dalam
pembunuhan tidak sengaja, perbuatan tersebut tidak diniati dan akibat yang terjadi
pun sama sekali tidak dikehendaki. Walaupun demikian, ada kesamaan antara
keduannya, yaitu alat yang dipergunakan, yaitu sama-sama mematikan.49
Adapun unsur-unsur pembunuhan tidak sengaja yaitu ;
1.) Adanya perbuatan yang menyebabkan kematian 2.) Terjadinya perbuatan itu karena kesalahan 3.) Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan kesalahan dengan kematian
korban.50
c.) Pembunuhan Semi Sengaja (Qatlu Syighul Amd)
Pembunuhan semi sengaja adalah pembunuhan terhadap orang yang
dilindungi hukum, pelakunya orang mukallaf, sengaja dalam melakukannya,
tetapi memakai sarana yang pada ghalibnya tidak mematikan.51 Hal ini sesuai
dengan kaidah yang menyatakan bahwa “Pembunuhan semi sengaja adalah
48 Hakim, Pidana Islam, h .117 49 Ibid h. 121 50 Djazuli, Fiqih Jinayah, h. 134-135 51 Sayid Sabiq, Fiqih Sunnah jilid 10, h.473
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
44
pembunuhan yang dilakukan dengan menggunakan alat yang pada ghalibnya
tidak mematikan.”52
Bentuk inilah yang diperselisihkan keberadaanya, namun mayoritas ulama
mengakui keberadaanya sebagai salah satu bentuk pembunuhan. Selain didukung
mayoritas ulama, jenis jarimah ini juga, menurut Sayid Sabiq, dikuatkan oleh
sejumlah besar sahabat, seperti Umar bin Khathab, Ali bin Abi Thalib, Ustman bin
Affan, Zaid bin Tsabit, Abu Musa Al Asy’ary dan Al Mughirah. Perbuatan itu sendiri
sengaja dilakukan dalam obyek yang dimaksud, namun sama sekali tidak
menghendaki kematian si korban. Kesengajaan tersebut mungkin hanya sekedar
memberi pelajaran bagi si korban, tidak bermaksud untuk menghilangkan
nyawanya.53
Dalam jenis ini ada 3 (tiga) kemungkinan, yaitu :
1.) Bila pelaku pembunuhan sengaja melakukan suatu perbuatan dengan tanpa
maksud melakukan suatu kejahatan, tetapi mengakibatkan kematian
seseorang (Error in Concrito).
2.) Bila si pelaku sengaja melakukan perbuatan dan mempunyai niat
membunuh seseorang yang dalam persangkaanya boleh dibunuh, namun
ternyata orang tersebut tidak boleh dibunuh (Error in Objecto).
52 Mubarok, Fiqih Jinayah, h.15 53 Hakim, Pidana Islam (fiqih jinayah), h.117
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
45
3.) Bila si pelaku tidak bermaksud melakukan kejahatan, tetapi akibat
kelalaianya dapat menimbulkan kematian, seperti seseorang terjatuh dan
menimpa bayi yang berada dibawahnya hingga mati.54
Dalam pembunuhan semi sengaja ini, ada 2 (dua) unsur yang berlainan, yaitu
kesengajaan di satu sisi dan kesalahan disisi lain. Perbuatan si pelaku untuk memukul
si korban adalah disengaja, namun akibat yang dihasilkan dari perbuatan tersebut
sama sekali tidak diinginkan pelaku.55 Sedangkan menurut Prof. H.A. Jazuli, ada 3
(tiga) dalam pembunuhan semi sengaja, yaitu ;
1.) Pelaku melakukan suatu perbuatan yang mengakibatkan kematian.
2.) Ada maksud penganiayaan atau permusuhan.
3.) Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan pelaku dengan kematian
korban.56
3. Hukuman
Maksud pokok hukuman adalah untuk memelihara dan menciptakan
kemaslahatan manusia dan menjaga mereka dari hal-hal yang mafsadah karena islam
itu sebagai Rahmat-an lil’alamin,untuk memberi petunjuk dan pelajaran kepada
manusia.
Hukuman ditetapkan demikian untuk memperbaiki individu menjaga
masyarakat dan tertib sosial. Dalam hal ini penerapan hukuman pada pembunuhan
ditentukan oleh macam atau jenis pembunuhan yang telah dilakukan. Namun sebelum
54 Djazuli, Fiqih Jinayah, h.123-124 55 Hakim, Pidana Islam, h.123 56 Djazuli, Fiqih Jinaya,. h. 132
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
46
membahas tentang hukuman pembunuhan, terlebih dulu kita bahas tentang tujuan
hukuman itu sendiri dan macamnya.
Hukuman ditetapkan meskipun tidak disenangi demi mencapai kemaslahatan
bagi individu dan masyarakat, dengan demikian, hukuman yang baik adalah:
a. Harus mampu mencegah seseorang dari berbuat maksiat atau menurut Ibn
Hamman dalam Fathul Qodir bahwa hukuman itu mencegah sebelum
terjadinya perbuatan (Prevensif) dan menjerahkan setelah terjadinya perbuatan
(Represif).
b. Batas tertinggi dan terendah suatu hukuman sangat tergantung kepada
kebutuhan kemaslahatan masyarakat, apabila kemaslahatan menghendaki
beratnya hhukuman, maka hukuman diperberat. Demikian pula sebaliknya,
bila kebutuhan kemaslahatan masyarakat menghendaki ringannya hukuman,
maka hukuman diperingan.
c. Memberikan hukuman kepada orang yang melakukan kejahatan itu bukan
berarti membalas dendam, melainkan sesungguhnya untuk kemaslahatannya,
seperti dikatakan oleh Ibn Taimiyyah bahwa hukuman itu disyariatkan sebagai
rahmat Allah bagi hamba-Nya dan sebagai cerminan dari keinginan Allah
untuk ihsan kepada hamba-nya.
d. Hukuman adalah upaya terakhir dalam menjaga seseorang supaya tidak jatuh
dalam suatu maksiat. Sebab dalam konsep islam seorang manusia akan terjaga
dari berbuat jahat apabila Memiliki iman yang kokoh serta Berakhlak mulia.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
47
Dengan adanya sanksi duniawi diharapkan mampu menjaga seseorang dari
terjatuh kedalam tindak pidana. Disamping itu harus diusahakan menghilangkan
faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan dalam masyarakat berdasarkan konsep
Sadz al Dzariah (upaya menutup jalan dari terjadinya kejahatan).
Dalam hukum islam ditinjau dari segi hubungan antara satu hukuman dengan
hukuman lain dapat dibagi menjadi 4 (empat) ;
a. Hukuman Pokok (Al-‘Uqubat Al-Ashliyah)
Yaitu hukuman yang asal bagi satu kejahatan, seperti hukuman mati bagi
pembunuh dan hukuman jilid seratus kali bagi pezina ghayr muhshan.
b. Hukuman Pengganti (Al-‘Uqubat Al-Badaliyah)
Yaitu hukuman yang menempati tempat hukuman pokok apabila hukuman
pokok itu tidak dapat dilaksanakan karena suatu alasan hukum, seperti
hukuman diyat atau denda bagi pembunuh sengaja yang dima’afkan qishasnya
oleh keluarga korban.
c. Hukuman Tambahan (Al-‘Uqubat Al-Taba’iyah)
Yaitu hukuman yang dijatuhkan kepada pelaku atas dasar mengikuti hukuman
pokok, seperti terhalangnya seorang pembunuh untuk mendapat waris dari
harta terbunuh.
d. Hukuman Pelengkap (Al-‘Uqubat Al-Takmiliyah)
Yaitu hukuman yang dijatuhkan sebagai pelengkap terhadap hukuman yang
telah dijatuhkan, seperti mengalungkan tangan pencuri yang telah dipotong
dilehernya. Hukuman ini harus berdasarkan keputusan hakim tersendiri.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
48
Sedangkan hukuman pengganti tidak memerlukan keputusan hakim
tersendiri.57
Adapun hukuman yang dikenakan untuk masing-masing pembunuhan
sebagaimana yang telah ditetapkan ;
a. Pembunuhan Sengaja
Dalam hukum islam hukuman pokok bagi pembunuhan sengaja adalah qishas,
yaitu dibunuh kembali. Sebagai hukuman pokok, qishas mempunyai hukuman
pengganti, yaitu apabila keluarga korban menghapuskan hukuman pokok ini,
qishas pun tidak dapat dijatuhkan dan digantikan dengan hukuman diyat.
Diyat pun kalau seandainya dima’afkan dapat dihapuskan dan sebagai
penggantinya, hakim menjatuhkan hukuman ta’zir. Jadi, qishas sebagai
hukuman pokok mempunyai dua hukuman pengganti, yaitu diyat dan ta’zir.58
b. Pembunuhan tidak sengaja
Hukuman pokok pada pembunuhan tidak sengaja atau pembunuhan kesalahan
adalah diyat dan kaffarah. Hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir dan
hukuman tambahannya adalah hilangnya hak waris dan hak mendapat
warisan.
c. Pebunuhan semi sengaja
Hukuman pokok pembunuhan semi sengaja adalah diyat dan kaffarat, sedang
hukuman penggantinya adalah puasa dan ta’zir dan hukuman dtambahannya
57 Djazuli, Fiqih Jinayah, h.29 58 Hakim, Pidana Islam, h.126
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
adalah terhalangnya menerima warisan dan wasiat. Adapun dasar bahwa diyat
sebagai hukuman pokok adalah hadits ;
اال إن ىف قتل العمد اخلطإ قتيل السوط والعصى واحلجر مائة من اإلبل“ketahuilah bahwa pada pembunuhan sengaja yang tersalah yaitu pembunuhan dengan cambuk, tongkat dan batu wajib diyat seratus ekor unta”(HR.Ahmad dan Abu Dawud dari Abdullah bin Amr).59
59 Djazuli,. Fiqih Jinayah, h.146
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
49
BAB III
DESKRIPSI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MOJOKERTO NOMOR : 691 / Pid. B / 2006 / PN. MKRT
TENTANG PEMBUNUHAN BERENCANA
A. Proses Putusan Pengadilan Negeri Mojokerto Tentang Pembunuhan Berencana
1. Proses Pembuktian
Dalam kasus Nomor :691 / Pid.B / 2006 / PN.Mkrt tentang pembunuhan berencana, Pengadilan Negeri mojokerto sebagaimana tercantum dalam berkas putusan yang mengadili dengan acara pemeriksaan biasa, pada pengadilan tingkat pertama yang Identitas pelaku sebagai berikut :
Nama lengkap : Kasmo Tempat/ tgl lahir : Mojokerto, tahun 1943 Umur : 63 tahun Jenis kelamin : Laki-laki Kebangsaan : Indonesia Tempat tinggal :Dsn Brayukulon Ds Brayublandong Kecamatan
Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto Agama : Islam Pekerjaan : Swasta Pendidikan : -----
Berdasarkan surat perlimpahan perkara dari kepala kejaksaan negeri Mojokerto
No : 691 / Pid. B / 2006 / PN. Mkrt. Jaksa penuntut umum memberi dakwaan dengan dakwaan yang telah dibacakan secara lengkap pada awal sidang yaitu melanggar :
1. Pasal 338 KUHP, yang berbunyi ; “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan nyawa orang, karena pembunuhan biasa, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima belas tahun.”1
2. Pasal 340 KUHP, yang berbunyi ; “barang siapa dan dengan direncnakan lebih dahulu menghilangkan nyawa orang, karma bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan
1 Sugandhi. KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional.1980, h.357
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
50
pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun.2
Adapun mengenai dakwaan dari jaksa penuntut umum dalam berita acara
persidangan meliputi 2 (Dua) dakwaan yaitu dakwaan Primair dan dakwaan Subsidair
yang dalam dakwaan tersebut terdapat unsur-unsur yang dapat memberatkan
hukuman bagi si terakwa.
Dalam dakwaan Primair yaitu melanggar pasal 340 yang unsur-unsurnya adalah
1. Barang siapa Yang dimaksud barang siapa disini adalah subyek hukum atau pelaku yang dapat dipertanggung jawabkan atas perbuatanya, berdasarkan keterangan para saksi yang telah di bacakan sesuai dengan berita acara di kepolisisan dan diakui sendiri oleh terdakwa serta barang bukti yang ada yang diajukan dalam persidangan.
2. Dengan sengaja dan dengan direncanakan terlebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain Berdasarkan keterangan saksi yang telah diperiksa di depan Persidangan, serta keterangan terdakwa, bahwa telah terjadi tindak pidana mengilangkan jiwa orang lain yang dilakukan dengan cara sebaga berikut : yaitu pada hari kamis tanggal 21 September 2006 sekitar jam 21.30 bertempat dirumah terdakwa Dusun Brayukulon Desa Brayublandong Kecamatan Mojokerto, pada saat korban sedang makan terdakwa menunggu di depan pintu dibalik korden dengan memegang ganden ditangan kananya. Setelah korban selesai makan terdakwa masuk kedalam kamar langsung memukul korban dengan menggunakan ganden tesebut kearah kepala bagian belakang korban sehingga korban jatuh tertelungkup, terdakwa memukul lagi sebanyak 2 (dua) kali dan memukul beberapa kali lagi kearah tubuh korban dan seterusnya.
Kemudian dalam dakwaan subsidair yang disangka melanggar pasal 338 KUHP
dengan unsur-unsur :
1. Barang siapa Yang dimaksud barang siapa disini sama dengan unsur barang siapa pada dakwaan primair, adalah subyek hukum atau pelaku yang depat dipertanggung
2 Ibid h.359
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
51
jawabkan atas perbuatanya, berdasarkan keterangan para saksi yang telah di bacakan sesuai dengan berita acara di kepolisisan dan diakui sendiri oleh terdakwa serta barang bukti yang ada yang diajukan dalam persidangan.
2. Dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain Berdasarkan olah TKP oleh kepolisian setempat serta keterangan saksi dan Terdakwa, terdakwa terbukti denagan sengaja menghilangkan jiwa orang lain yaitu korban yang benama Kasmi.
2. Keterangan Saksi
Saksi I : Kamaludin:
Dalam penyelidikan dijelaskan bahwa Kamaludin adalah kepala dusun
setempat yang kenal dengan terdakwa. awal ia mengetahui korban meninggal karena
terdakwa melaporkan peristiwa tersebut kepada kamaludin sekitar pukul 05.00,
namun ia belum tahu sebab korban meninggal karena dibunuh. Yang ia tahu adalah
korban meninggal karena terjatuh dari kamar mandi sebagaimana terdakwa
memberitahukan hal ini kepadannya. Kamaludin keudian memberitahukan berita
kematian ini kepada warga yang lain. Kemudian warga berbondong-bondong segera
memandikan jenazah korban, akan tetapi dari sinilah kecurigaan warga dan saksi
kamaludin dimulai.
Warga dan saksi melihat pada kepala bagian belakang korban masih
mengeluarkan darah. Melihat kejanggalan yang terjadi pada kematian korban, saksi
melaporkan hal ini ke Polsek Dawarblandong. Lalu oleh polisi setempat jenazah di
bawa ke Puskesmas untuk dilakukan otopsi. Dan hasil otopsi itu menyimpulkan
bahwa kematian korban karena dibunuh. Disinilah saksi kamaludin baru mengetahui
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
52
kebenaran tersebut, bahwa korban dibunuh oleh adik kandungnya sendiri yaitu
terdakwa.
Saksi II : Samiadi
Samiadi adalah tetangga terdakwa yang tahu bahwa kakak terdakwa meninggal
ketika ada pengumuman dari saksi kamaludin. Samiadi adalah orang yang melihat
korban di kamarnya yang sudah terbujur kaku dan ia juga tahu ketika ada bekas luka
yang masih mengeluarkan darah. Tanpa rasa curiga sedikitpun ia dan beberapa warga
mengangkat jenazah korban untuk dimandikan.
Ketika akan dimandikan pada hari jum’at kira-kira pukul 07.00 WIB, samiadi
melihat kepala belakang korban mengeluarkan darah, lalu hal ini dilaporkan kepada
kamaludin yang kemudian dilaporkan ke kapolsek yang kemudian dilakukan
pemeriksaan di puskesmas setempat.
Awalnya samiadi tidak tahu apapun akan peristiwa itu, apakah korban dibunuh
atau tidak, lalu siapa pelakunya? ia tahu dari Hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh
puskesmas setempat yang menyimpulkan bahwa korban meninggal karena dibunuh
dan pelakunya ialah adik kandungnya sendiri.
Saksi III : Warti
Warti ialah istri dari terdakwa dan yang dibunuh ialah kakak iparnya yang
sudah 3 tahun terakhir tinggal bersama saksi dan juga terdakwa. Pada awalnya ia
tidak mengetahui adanya peristiwa pembunuhan yang terjadi dirumahnya, karena
pada saat peristiwa itu terjadi tepatnya hari kamis, ia mengantar anaknya yang masih
berusia 6 tahun untuk belajar mengaji di rumah tetanganya. kemudian sekitar jam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
53
21.00 Wib saksi baru pulang, dan saksi tidak menaruh curiga kalau dirumah saksi
baru saja ada peristiwa pembunuhan, karena pada saat saksi datang dari mengantar
anak saksi belajar mengaji, terdakwa sedang duduk-duduk diteras depan rumah
seperti biasanya. saksi pada saat itu tidak melihat kondisi korban, karena biasanya
jam 21.00 Wib korban sudah tidur sehingga saksi tidak menaruh curiga kalau ada
kejadian yang baru saja menimpa korban.
Saksi baru mengetahui kalau korban meninggal dunia ketika pagi hari setelah
shalat subuh, dan saksi mengetahui karena diberitahu suami saksi (terdakwa) kalau
korban meninggal dunia, dan ketika saksi menanyakan kepada terdakwa tentang
meninggalnya korban, dijawab oleh terdakwa korban meninggal karena jatuh di
kamar mandi.
Namun saksi baru benar-benar tahu bahwa korban meninggal karena dibunuh
dan pelakunya ialah suami saksi sendiri. Meskipun begitu saksi tidak tahu secara
pasti apa latar belakang terdakwa melakukan perbuatan tersebut. Namun
sepengetahuan saksi, bahwa 3 (tiga) hari sebelum peristiwa pembunuhan terjadi
terdakwa pinjam sapi milik korban tapi tidak dikasih.
3. Keterangan Terdakwa
Terdawa K A S M O
Kasmo adalah orang yang diperiksa penyidik di kepolisian sehubungan dengan
peristiwa pembunuhan yang mengakibatkan korban Kasmi meninggal dunia.
Sebagaimana diketahui bahwa korban ialah kakak kandung terdakwa yang tinggal
satu rumah. terdakwa membenarkan peristiwa pembunuhan yang dilakukannya
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
54
tersebut pada hari kamis tanggal 21 September 2006, sekitar pukul 20.00 Wib,
tepatnya di rumah terdakwa sendiri yaitu di Dusun Brayukulon, Desa Brayublandong
Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten Mojokerto.
Adapun latar belakang terdakwa melakukan perbuatan itu karena permasalahan
tidak dipinjami sapi milik korban, sehingga terdakwa emosi dan tidak bisa menahan
hawa nafsu amarahnya sehingga terjadi cek-cok mulut. Setelah terjadi cek-cok mulut
dan ketika dirumah terdakwa tidak ada orang (terdakwa sendirian) lalau terdakwa
mengambil ganden dan kapak dibelakang rumah terdakwa, kemudian teraka mencari
korban yang ketika itu sedang makan, lalu terdakwa mengintip dari kelambu, sambil
terdakwa membawa ganden, dan beitu korban selesai makan dan keluar dari tempat
makan korban langsung terdakwa pukul kepala bagian belakangnya dengan
menggunakan alat berupa ganden hingga korba terjatuh.
Setelah korban terjatuh, lalu terdakwa memukul korban lagi dengan
menggunakan alat berupa kapak, hingga korban meninggal dunia dan peristiwa ini
tidak diketahui oleh siapapun, karena orang yang satu rumah dengan terdakwa yaitu
istrinya sedang mengantar anaknya belajar mengaji di rumah tetangga.
Setelah korban di ketahui sudah meninggal dunia, terdakwa kemudian
membawa jenazah korban dengan cara di pondong masuk kedalam kamar tempat
tidur korban sendiri, lalau setelah korban di taruh, tedakwa keluar rumah tepatnya
diteras untuk menunggu istrinya yang sedang mengantar anak terdakwa belajar
mengaji.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
55
Ketika istri terdakwa pulang dengan anak terdakwa dari belajar tersebut,
terdakwa tidak menceritakan peristiwa yang baru saja terdakwa lakukan tersebut
kepada istri terdakwa, dan keesokan harinya setelah shalat subuh, tedakwa cerita
kepada istrinya kalau korban Kasmi meninggal dunia karena jatuh di kamar mandi.
Setelah terdakwa memberitahu istrinya tentang kematian korban Kasmi kemudian
terdakwa memberitahu/ melaporkan kepada kepala Dusun Kamaludin yang
menceritakan kalau kakak terdakwa yang bernama Kasmi meninggal dunia karena
jatuh di kamar mandi, tetapi hasil penyidikan menunjukkan bahwa kasmo-lah yang
membunuh korban kasmi dan ia mengakui atas kesalahannya itu.
B. Landasan Hukum Majelis Hakim Dalam Pengungkapan Kasus Pembunuhan Berencana
1. Dasar Hukum
Berkaitan dengan hal diatas, hal yang pertama kali dipertimbangkan oleh
Hakim adalah dakwaan Primair yang unsur unsurnya sebagai berikut ;
a.) Barang siapa
b.) Dengan sengaja
c.) Direncanakan terlebih dahulu
d.) Merampas nyawa orang lain
a.) Unsur barang siapa ;
Untuk membuktikan unsur barang siapa menurut hemat majelis perlu dipertimbangkan terlebih dahulu mengenai subyek hukum pidananya saja, sedangkan mengenai pertanggungjawaban pidananya akan majelis pertimbangkan setelah semua unsur yang dalam dakwaan jaksa penuntut umum telah terpenuhi dan terbukti semuanya.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
56
Menimbang, bahwa dalam kasus aquo, penuntut umum dalam surat dakwaanya umum nomor : REG.PERK.PDM-690 / MKRTO / EP / 11 / 2006, tanggal 7 desember 2006 yang didakwa melakukan tindak pidana adalah orang yaitu terdakwa yang bernama Kasmo yang identitasnya telah disebutkan secara lengkap diatas. Sedangkan mengenai saksi yaitu saksi Kamaludin, saksi Samiadi dan saksi Warti tanggal 21 September 2006 jamnya tidak diketahui ada peristiwa pembunuhan tepatnya dirumah terdakwa di Dusun Brayukulon, Desa Brayublandong, kecamatan Dawarblandong, kabupaten Mojokerto. Para saksi juga menerangkan bahwa mereka diberitahu oleh petugas dari kepolisian sektor Dawarblandong, bahwa peristiwa pembunuhan yang mengakibatkan meninggalnya korban Kasmi.
Mengenai terdakwa, ia ditangkap polisi dari polsek Dawarblandong pada hari jum’at tanggal 22 September 2006 dirumah terdakwa sendiri Dusun Brayukulon, Desa Brayublandong, kecamatan Dawarblandong, kabupaten Mojokerto karena dituduh melakukan pembunuhan terhadap kakak kandung terdakwa sendiri yang bernama Kasmi dan ketika di persidangan terdakwa membenarkan hal tersebut.
Berdasarkan uraian fakta-fakta hukum yang telah dipertimbangkan tersebut diatas, maka mengenai unsur barang siapa telah terpenuhi menurut hukum yaitu orang yang bernama Kasmo sesuai dengan identitas yang tertulis dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum tersebut diatas.
b.) Unsur dengan sengaja (Opzettyke);
Dalam KUHP tidak dijelaskan apa arti kesengajaan tetapi dalam Memorie van Toelichting (MvT) disebutkan : pidana pada umumnya hendaknya dijatuhkan pada barang siapa yang melakukan perbuatan yang dilarang dengan kehendak (Gewild) atau diketahui. Dalam teori, mengenai kesengajaan (Opzet) ini ada 2 aliran yakni ;
1. Teori kehendak “Willstheori” dari Von Hippel. 2. teori pengetahuan “Voorstellingtheori” dari Frank yang didukung oleh Von
list.
Menurut teori kehendak “kesengajaan” (Opzet) adalah kehendak yang diarahkan pada terwujudnya perbuatan yang dirumuskan dalam undang-undang, sedangkan pada terwujudnya teori pengetahuan adalah kehendak untuk berbuat dengan mengetahi unsur-unsur yang diperlukan menurut rumusan ketentuan undang-undang. Walaupun dalam praktek antara kedua teori tersebut seringkali berakhir dengan hasil yang sama. Perbedaanya hanya dalam bidang psikologi, tetapi dapat dirasakan manakah suatu satu dari kedua teori tersebut yang lebh memuaskan. Kiranya lebih muda dapat dimengerti bahwa apa yang dikehendaki tentu diketahui. Sebab untuk menghendaki sesuatu itu orang lebih dahulu mengetahui (mempunyai gambaran) tentang segalasesuatu itu. Jika kita mengambil teori kehendak,.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
57
Konsekwensinya ialah bahwa untuk menentukan sesuatu sebagai perbuatan itu sesuai dengan motif untuk berbuat,dan tujuanya harus ada hubungan kausal dalam bathn terdakwa. Lain halnya jika kesengajaan dipandang sebagai pengetahuan dengan unsur-unsur dari perbuatan yang dilaukanya saja. Tidak ada hubungan kausal dengan motif, hanya berhubungan dengan pertanyaan apakah terdakwa mengetahui, menginsyafi atau mengerti perbuatan yang dilakukanya maupun akibat dan keadaan yang menyertainya. Untuk membuktikan adanya kesengajaan, ditempuh 2 jalan yaitu pembuktian adanya hubungan kausal (dalam bathin terdakwa) antara motif dan tujuan atau membuktikan adanya keinsyafan atau pengertian terhadap apa yang dilakukan, beserta akaibat serta keadaan yang menyertainya. Terdakwa berbuat dengan sengaja (kelakuanya dengan sengaja) jika ia mengetahui tingkah lakunya. Jadi mengenai tingkah lakunya sendiri hanya ada dua kemungkinan, diketahui atau tidak diketahui apabila demikian apakah yang diketahui disini ? Van Hattum menyatakan bahwa hal itu harus diartikan sebagai tujuan subyek dari terdakwa. Ia harus sungguh-sungguh menginginkan keadaan itu.
Berdasarkan fakta-fakta hukum tesebut diatas, dan juga pengertian dari teori kesengajaan (Opzet), selanjutnya majelis Hakim berpendapat bahwa unsur dengan sengaja (Opzettyke) telah nyata terbukti bahwa terdakwa ketika memukul korban Kasmi, langsung diarahkan kebagian kepala adalah merupakan kesengajaan (Opzet) dari terdakwa agar korban meninggal dunia, dalam hal ini dapat pula dibuktikan, bahwa pada saat terdakwa hendak memukul korban, terdakwa mengerti/ menginsyafi kalau bagian kepala yang dipukul dengan ganden dan kapak akibatnya adalah korban akan meninggal.
Perbuatan yang tekdakwa lakukan tesebut diawali dengan adanya motif emosi karena pinjam sapi tidak dikasih sehingga terdakwa mempunyai niat dan tujuan untuk membunuh korban Kasmi, perbuatan ini telah nyata terjadi dilakukan oleh terdakwa dan akibatnya adalah korban Kasmi meninggal dunia.
Berdasarkan fakta-fakta hukum yang terungkap dipersidangan telah nyata bahwa terdakwa memukul kepala bagian belakang korban dengan menggunakan alat berupa ganden dan kapak mengakibatkan korban Kasmi meninggal dunia, dan terdakwa juga telah menyadari dan telah mengerti (menginsyafi) kalau korban dipukul dengan menggunakan ganden dan kapak bagian kepalanya pastia akan mati, fakta hukum dalam perkara aquo, jika dihubungkan dengan pengertian dengan sengaja (Opzettyke) seperti uraian tersebut diatas, telah nyata pula maksud dan tujuan terdakwa memukul kepala bagian belakang korban agar korban meninggal dunia telah terlaksana/ terjadi dengan meninggalnya korban Kasmi.
Berdasarkan rangkaian fakta-fakta hukum tersebut, telah nyata apa yang menjadi kehendak dari terdakwa yaitu melakukan suatu perbuatan dalam perkara
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
58
aquo telah terjadi. Dan dlam hal ini majelis berpendapat bahwa unsur dengan sengaja (Opzettyke) telah terpenuhi menurut hukum.
c.) Direncanakan lebih dahulu.
Dalam pembunuhan biasa (dood slag) pengambilan keputusan untuk menghilangkan jiwa seseorang dan pelaksanaannya merupakan suatu kesatuan, sedangkan direncanakan terlebih dahulu (Moord) kedua hal terpisah oleh jangka waktu yang diperlukan guna berfikir secara tenang tentang pelaksanaanya, juga waktu untuk memberikan kesempatan guna membatalkan pelaksanaanya, jangka waktu hanya sebagai petunjuk saja bukan sebagai kriteria atau bukti.
Direncanakan lebih dahulu (Moord) memang terjadi pada seseorang suatu keadaan dimana mengambil keputusan untuk menghilangkan jiwa seseorang, ditimbulkan oleh hawa nafsunya dan dibawah pengaruh hawa nafsunya itu juga dipersiapkan pelaksanaanya setelah mana dilakukan pelaksanaanya.
Jadi yang terpenting adalah :
1. Merencanakan kehendak atau maksudnya terlebih dahulu. 2. Merencanakanya harus dalam keadaan tenang. 3. Untuk kemudian dilaksanakanya juga secara tenang.
Meskipun ia mengetahui kemungkinan timbulnya akibat, ia tidak akan membatalkan rencananya, bahkan meskipun akibatnya pasti akan terjadi kaerna perbuatanya yang akan dilakukan iapun tidak membatalkanya, maka semua syarat-syarat dengan sengaja (Opzettyke) dan direncanakan terlebih dahulu (Moord) telah terpenuhi.
Menimbang, bahwa tentang apakah terdakwa dalam merencanakan perbuatanya dalam perkara aquo, keadaan psikologis terdakwa dalam keadaan tenang, dipersidangan diperoleh fakta hukum bahwa terdakwa pada saat mengambil ganden dan kapak yang ada dibelakang rumah terdakwa, terdakwa dalam kondisi psikologis yang tenang dan sadar, hal ini telah terungkap dipersidangan bahwa terdakwa masih menyisahkan waktunya untuk melakukan niatnya tersebut dengan menuggu korban yang sedang makan, setelah terdakwa mengetahui bahwa korban sedang makan, terdakwa tidak langsung memukul korban akan tetapi korban masih menunggu korban hingga selesai makan, dan ketika korban selesai makan dan keluar, lalu terdakwa langsung memukul korban dengan menggunakan alat berupa ganden langsung diarahkan kearah kepala bagian belakang korban, dan sebelum terdakwa akan memukul kepala korban, terdakwa juga menginsyafi (mengerti) kalau yang dipukul bagian kepala korban, akibatnya korban akan mati.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59
Mengenai waktu perencanaan tersebut dengan pelaksnaanya mempunyai jangka waktu yang cukup jika terdakwa menghendaki untuk mengurungkan niatnya memukul dan membunuh korban, akan tetapi dalam perkara aquo tidak terungkap kalau terdakwa ada niat untuk mengurungkan niatnya tersebut, dimana yang semestinya antara waktu terdakwa mengambil ganden dan kapak yang ada dibelakang rumah kemudian terdakwa melihat korban yang sedang makan, lalu mengintip hingga korban keluar dari tempat makanya kemudian terdakwa pukul, ini merupakan bukti bahwa ada waktu bagi diri terdakwa untuk mengurungkan niatnya untuk membunuh korban, akan tetapi hal itu tidak dilakukan oleh terdakwa.
Berdasarkan pertimbangan dan fakta-fakta hukum tersebut diatas, majelis berpendapat bahwa unsur ini telah pela terpenuhi menurut hukum.
d.) Unsur merampas nyawa orang.
Pengertian dari merampas nyawa orang lain mengandung arti bahwa akibat dari perbuatan yang tedakwa lakukan dalam perkara aquo ada korban yang meninggal/ mati.
Berdasarka keterangan saksi-saksi, keterangan tedakwa dimuka persidangan dihubungkan pula dengan alat bukti lain berupa hasil Visum Et Repertum yang dibuat dan ditandatangani oleh M.Yusuf dokter yang ada pada puakesmas Dawarblandong, Kabupaten Majokerto tanggal 22 September 2006, noomor : VER / 352 / 28 / 416-102.11 / 2006, telah diperoleh fakta hukum, bahwa akibat dari perbuatan yang terdakwa lakukan telah jatuh korban yang bernama Kasmi meninggal dunia disebabkan pecahnya tulang belakang tengkorak ukuran 5x1 cm, yang disebabkan karena persentuhan dengan benda tumpul.
Dari uraian fakta hukum dan pertimbangan dalam perkara aquo, majelis berpendapat bahwa unsur ini juga telah pula tepenuhi menurut hukum. Adapun sebelum mejelis sampai pada penentuan Straaf Maat (lamanya pidana yang akan dijatuhkan) kepada terdakwa, terlebih dahulu akan dipertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun yang meringankan hukuman bagi terdakwa, yaitu :
1. Hal-hal yang memberatkan : a. Sifat dari perbuatan itu sendiri yang semestinya tidak perlu diklakukan; b. Perbuatan terdakwa dapat meresahkan masyarakat sekitar.
2. Hal-hal yang meringankan
a. Terdakwa mengaku terus terang atas perbuatanya, sehingga dapat memperlancar pemeriksaan;
b. Terdakwa memiliki tanggungan keluarga dan anak yang masih berusia 6 tahun;
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
60
c. Terdakwa menyesali atas perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi;
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana yang telah diuraikan diatas, mejelis berpendapat bahwa pidana yang dijatukan pada diri terdakwa dipandang sudah mencerminkan rasa kepatuhan dan rasa keadilan.
2. Isi Putusan
Pengadilan Negeri Mojokerto, yang mengadili perkara pidana biasa telah
menjatuhkan putusan kepada terdakwa yang bernama Kasmo yang berusia 63 tahun
dimana terdakwa merupakan adik kandung korban sendiri yang tinggal di Dusun
Brayukulon Desa Brayublandong, Kecamatan Dawarblandong, Kabupaten
Mojokerto.
Mengingat akan pasal 340 KUHPidana serta memperhatikan Undang-Undang
No.8 tahun 1981 tentang KUHAP serta peraturan perundang-undangan lainnya yang
bersangkutan, dalam hal ini pengadilan mengadili terdakwa yang identitasnya telah
termuat dengan telah terbukti melakukan tindak pidana pembunuhan berencana
karena melihat bukti-bukti yang ada yang telah ditemukan dalam penyidikan. Dan ia
dijatuhi hukuman penjara selama 9 (sembilan tahun).
Putusan tersebut diputus pada hari kamis tanggal 1 pebruari 2007, yag
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum oleh Tjahjono, SH.MHUM sebagai
Hakim Ketua, Sudira,SH.MH., dan Dameria Fisella, SH.MHum, masing-masing
sebagai Hakim Anggota, dibantu oleh H. Sumargi, SH.,MH., sebagai Panitera
Pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut, dengan dihadiri pula oleh Penuntut
Umum dan Terdakwa.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
61
Adapun dalam hal ini penulis juga melakukan wawancara dengan pihak-pihak
terkait berkenaan dengan hal ini. Dalam wawancara tersebut penulis mengajukan
beberapa pertanyaan antara lain :
1. Bagaimanakah perasaan saudara ketika tahu terjadi pembunuhan di tempat
saudata?
2. Apakah saudara tahu tentang pelakunya serta sikap pelaku selama ini?
3. Adakah dampak yang timbul di masyarakat setempat setelah ada
pembunuhan?
4. Apakah sikap saudara setelah ini terhadap pelaku berubah?
5. Apakah benar semua penjelasan saudara/I dalam pemeriksaan di Persidangan?
6. Bagaimanakah kondisi ibu saat ini setelah ditinggal suami/terdakwa dalam
tahanan? (khusus istri)
adapun pihak-pihak yang dimaksud antara lain :
1. Kamaludin
Beliau ialah orang yang pertama kali tahu adanya peristiwa tersebut, dan hal
yang pertama ia rasakan ialah kaget, terlebih pelakunya ialah tetangganya sendiri
yang sudah puluhan tahun. Terhadap diri pelaku, pak kamaludin menyatakan bahwa
pelaku merupakan orang yang baik dan tidak pernah berbuat onar di dusunnya.
Bahkan dalam peryataannya, ia sangat menghormati pelaku. Dan meskipun pelaku
telah melakukan kejahatan, sikap beliau terhadap pelaku masih tetap sama asalkan
pelaku tidak mengulanginya lagi terlebih beliau adalah kepala dusun setempat yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
62
harus jadi panutan warganya. Apa jadinya jika beliau berperilaku tidak baik kepada
pelaku, mungkin warga juga akan begitu.
2. Warti
Warti merupakan istri terdakwa yang baru tahu bahwa suaminya melakukan
pembunuhan keesokan harinya. Hal yang sama juga dirasakan beliau, yaitu kaget
mengetahui kejadian tersebut terlebih pelaku adalah suaminya sendiri dan korbannya
ialah kakak iparnya. Penilaian beliau terhadap pelaku sama seperti halnya pak
kamaludin. Dimana pelaku merupakan orang yang baik yang tidak pernah berulah di
dusunya begitu juga dalam rumah tanganya. Dan sepeninggal suaminya yang kini
mendekam dalam tahanan, beliau kini berjualan nasi serta jajanan-jajanan lain untuk
mencukupi kebutuhannya dan anak yang masih kecil
3. Halimah
Pada saat penulis hendak mengunjungi pak Samiadi (saksi ke 3), ternyata beliau
sedang keluar kota, namun kunjungan saat itu tidak sia-sia karena penulis bertemu
dengan istrinya yaitu Ibu Halimah. Beliau juga mengerti mengenai kasus yang terjadi
di dusunnya karena beliau saat itu juga turut memandikan jenazah. Pandangan beliau
terhadap kejadian tersebut serta pelakunya tidak jauh berbeda dengan pak kamuludin
dan juga ibu warti, apalagi antara beliau dengan pelaku masih mempunyai hubungan
saudara.
Melihat pernyataan yang telah dikemukakan oleh pihak sebagaimana dimaksud
diatas, penulis berkesimpulan bahwa, mereka benar-benar mengetahui betul akan diri
pelaku serta kejahatan yang telah terjadi, namun penulis dalam hal ini juga
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
63
melakukan wawancara dengan jaksa penuntut umum yang menangani kasus
terdakwa, yaitu Bpk Sabari .SH. kepada beliau penulis mengajukan beberapa
pertanyaan ;
1.) Apakah benar dengan apa yang ada dalam berita acara (tentang diri pelaku,
vonis hukuman, kejahatan yang dilakukan serta keterangan saksi) ?
2.) Apakah tuntutan bapak terhadap terdakwa sudah sesuai ?
3.) Mengapa putusan Hakim berbeda dengan bapak ?
Dari pertanyaan diatas, beliau menyatakan bahwa benar akan semua hal tentang
diri terdakwa (tidak mengenyam pendidikan sama sekali, berusia 63 tahun dan masih
punya istri dan anak yang masih kecil dll.), vonis, saksi-saksi yang didatangkan ke
Persidangan serta kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu dengan sengaja
melakukan pembunuhan berencana dengan cara-cara sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam berita acara. Mengenai tuntutan yang beliau berikan, bahwa hal
tersebut telah sesuai. Meskipun dalam ketentuan pasal 340 tentang pembunuhna
berencana yaitu hukuman maksimum ialah hukuman mati atau penjara 20, namun
atas dasar pertimbangan-pertimbangan akan diri terdakwa serta latar belakang beliau,
dan juga motif kejahatan tersebut (butuh uang), beliau memberikan tuntutan
sebagaimana yang telah teecantum. Dan tentang perbedaan lamanya hukuman yang di
putus oleh Hakim, beliau kurang tahu. Meski beliau menuntut 8 tahun, namun hakim
punya pertimbangan lain yang membuat hukuman menjadi 9 tahun penjara.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
64
BAB IV
ANALISA ASPEK KRIMINOLOGI DALAM PENGUNGKAPAN KASUS PEMBUNUHAN BERENCANA
A. Analisa Teori Kriminologi dalam Pengungkapan Kasus Pembunuhan Berencana
Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa kriminologi adalah ilmu
yang membahas masalah kejahatan, timbul pertanyaan sejauh mana tindakan dapat
disebut kejahatan? secara formal kejahatan dirumuskan sebagai suatu perbuatan yang
oleh negara diberi pidana. Pemberian pidana dimaksud untuk mengembalikan
keseimbangan yang terganggu akibat perbuatan itu.1 Adapun batasan kejahatan dalam
arti yuridis ialah tingkah laku manusia yang dapat dihukum berdasarkan hukum
pidana.2
Dalam karya Tajus Subki menegaskan bahwa kriminologi merupakan sarana
untuk mengetahui sebab-sebab kejahatan dan akibatnya, mempelajari cara-cara
seorang dalam melakukan tindak kejahatan, serta memperbaiki penjahat dan
mencegah kemungkinan timbulnya kejahatan.3
Pada kesempatan kali ini, tentang analisa aspek kriminologi terhadap kasus
pembunuhan berencana, penulis akan sedikit memaparkan beberapa teori-teori serta
pendekatan yang ada untuk dikaitkan dengan kasus tersebut. Sehingga pada akhirnya
1 Simanjuntak, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosial, h.70 2 Romli Atmasasmita, Bunga Rampai Kriminologi, h.12 3 Tajus Subki,Upaya Advokasi Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Jatim dan Tindak Kekerasan
Terhadap Anak (dalam perspektif kriminologi dan hukum islam), Skripsi.2007
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
65
akan diperoleh suatu pendekatan atau teori mana yang kiranya sesuai dengan
permasalahan yang penulis bahas kali ini.
Kalau dicermati sekali lagi, tentang kronologi peristiwa pembunuhan berencana
tersebut, ialah berawal dari rasa mangkel (jenkel) terdakwa pada korban yang tidak
meminjamkan sapi miliknya untuk dijual. Dan hal itu sudah dilakukan berulang kali
terhadap si korban, namun korban tetap tidak meminjamkan sapi miliknya pada
terdakwa. Hal tersebut membuat jengkel korban sehingga timbul niat jahat oleh
terdakwa untuk membunuh korban meskipun dalam keterangannya di persidangan,
terdakwa mengaku hanya untuk melukai korban, tidak lebih. Namun fakta
menunjukkan bahwa terdakwa dalam pengakuanya sangat tidak masuk akal, melihat
alat yang digunakan adalah alat yang mematikan.
Adapun kasus tersebut dinyatakan dalam kategori pembunuhan berencana,
karena berdasarkan berita acara dalam persidangan, terdakwa sengaja menunggu
korban yang sedang makan dibalik korden. Setelah korban selesai makan, terdakwa
memukul kepala bagian belakang korban dengan menggunakan ganden sehingga
korban terjatuh. Tak puas sampai disitu, terdakwa memukul lagi kepala dan tubuh
korban dengan kapak kecil serta doran (gagang cangkul).
Dalam kronologi peristiwa di atas, jika berkaca pada teori "Asosiasi
Diferensial" yang pada intinya bahwa prilaku jahat tidak selalu di dahului dengan
bergaul dengan penjahat, namun yang terpenting adalah adanya komunikasi dengan
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
66
orang lain atau dalam artian yang lain bahwa semua tingkah laku itu dipelajari.4
Tidak ditutup kemungkinan bahwa si terdakwa melakukan perbuatan keji tersebut
karena adanya komunikasi baik secara langsung maupun tidak langsung.
Misal dalam hal komunikasi tidak langsung, yaitu terdakwa tidak terjadi
persinggungan langsung dengan person atau subyek yang pada tabiatnya mempunyai
sifat jahat. Namun dalam hal ini terdakwa bersinggungan dengan tayangan televisi
misalnya yang dalam dekade terakhir ini sering menayangkan film-film penuh
kekerasan ataupun kejahatan yang disusun secara rapi dan lancar dsb. Sehingga
terdakwa menirukan cara-cara tersebut ketika punya niat jahat untuk membunuh.
Sedangkan komunikasi langsung ialah jika terdakwa bersinggungan langsung dengan
sekelompok penjahat, kemudian ia mewarisi sifat-sifat jahat yang ada. Hal ini
dimungkinkan terjadi melihat kondisi saat ini meskipun dalam kenyataannya
terdakwa termasuk orang yang tidak pernah berbuat onar atau kejahatan di Desanya.
Rasa jengkel pada diri korban dikarenakan tidak tercapainya tujuan yang di
harapkannya, yaitu pinjam sapi untuk dijual. Dalam hal ini terdakwa tidak
mempunyai kesempatan dalam mencapai tujuan tersebut, Akibatnya niat jahat
muncul seiring rasa jengkel yang amat sangat pada terdakwa. Hal inilah yang dalam
kriminologi disebut Anomi.
Jika di analisa dalam berita acara dalam penyidikan maupun persidangan yang
terjadi, bisa disimpulkan bahwa terdakwa merupakan golongan masyarakat urban
yang mungkin dalam segi perekonomian sangat pas-pasan. Hal ini jika dikaitkan 4 Romli, Teori dan Kapita Selekta kriminologi, h.24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
67
dengan penjelasan teori "Subkultur" telah terbukti, bahwa intinya ialah tentang
kejahatan yang banyak dilakukan oleh kaum laki-laki kelas bawah5.
Dalam analisa penulis berkenaan dengan hubungan laki-laki yang lebih banyak
melakukan kejahatan dan masalah masyarakat urban ialah karena laki-laki pada
tabiatnya merupakan makhluk yang lebih kuat secara fisik daripada perempuan.
Sehingga seolah-olah ia berkehendak atas segala sesuatu yang ia kehendaki,
bagaimanapun caranya. Sedangkan masyarakat urban merupakan tingkat sosial dalam
tatanan hidup yang jauh dari sejahtera. Kekurangan atas sesuatu ialah hal yang
lumrah melihat daripada kekuatan perekonomian mereka yang sangat lemah. Jika
kondisi ini di alami oleh seseorang yang tidak dapat menerima kenyataan hidupnya,
maka segala cara akan di lakukan demi hal yang bisa membuatnya puas, walau cara
tersebut melanggar hukum.
Adapun beberapa model pendekatan dalam kriminologi seperti “pendekatan
Deskriptif”. Pendekatan ini hanya memaparkan tentang tindak kejahatan serta status
diri pelaku kejahatan tersebut. Pendekatan ini menurut penulis sangatlah penting,
karena melalui pendekatan inilah diperoleh gambaran akan Bentuk tingkah laku
criminal, Bagaimana kejahatan dilakukan, Frekuensi kejahatan pada waktu dan
tempat yang berbeda, Ciri-ciri khas pelaku kejahatan, seperti usia, jenis kelamin dan
sebagainya serta Perkembangan karir seorang pelaku kejahatan.6
5 Made Darma Weda,kriminologi, h.35-36 6 Darma weda, Kriminologi,h.2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
68
Dalam berita acara serta hasil wawancara yang telah penulis lakukan dengan
Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani kasus ini, diperoleh keterangan bahwa
terdakwa berusia 63 tahun dan masih mempunyai istri dan anak yang saat itu masih
berusia 6 tahun. Terdakwa juga termasuk orang yang tidak pernah mengenyam
pendidikan sama sekali sehingga dapat dikatakan bahwa terdakwa tidak berfikir jauh
akan tindakan yang akan diperbuat itu.
Penggambaran mengenai diri terdakwa mungkin sangatlah sepele, namun hal
tersebut tentunnya memberi dampak yang sangat signifikan. Dimana faktor-faktor
akan diri terdakwa tersebut, latar belakang serta hal-hal lain tentang terdakwa,
pastinya menjadi salah satu unsur pertimbangan Jaksa Penuntut Umum dalam
memberikan tuntutan pidana serta Majelis Hakim dalam memberikan putusan Selain
unsur-unsur yang meringankan yang terdapat dalam amar putusan. Disinilah penulis
berpendapat bahwa kriminologi secara tidak langsung memberikan sumbangan yang
berarti dalam penanganan kasus yang diteliti kali ini.
Sedangkan pendekatan sebab-akibat, dalam hal ini fakta-fakta yang terjadi
dalam masyarakat dapat ditafsirkan untuk mengetahui sebab musabab kejahatan, baik
dalam kasus-kasus yang bersifat individual maupun yang bersifat umum.7
Berkaca pada pendekatan tersebut, jika dihubungkan dalam kasus diatas, maka
hal yang dapat penulis analisa ialah, sebab-sebab yang mengakibatkan korban
meninggal dunia. dalam analisa kriminologi tantunya hal ini tidak serta merta menuju
pada pembunuhannya, akan tetapi berdasarkan kronologi seluruh peristiwa tersebut,
7 Ibid, h.4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
69
salah satunya motif pelaku melakukan pembunuhan tarsebut, tidak lain ialah karena
“butuh uang” serta adanya tindak kekerasan yang dilakukan, dalam hal ini ialah
penganiayaan.
Kejahatan (pembunuhan) yang didahului dengan kekerasan dalam kriminologi
tergolong kejahatan kekerasan invidual, yang sebagian besar motifnya adalah
cemburu atau harta. Sedangkan kejahatan kekerasan kolektif ialah tawuran atau
perkelahian antar gang remaja.8
Penganiayaan yang dilakukan oleh pelaku juga telah disebutkan dalam dakwaan
Jaksa Penuntut Umum, melihat cara-cara yang terdakwa lakukan dalam menjalankan
aksinya tersebut. Dalam hal ini Jaksa Penuntut Umum mendakwakan dengan
dakwaan pasal 353 ayat 3 ; “jika perbuatan itu berakibat matinya orang, maka yang
bersalah di pidana dengan pidana penjara selama-lamanya 9 (sembilan) tahun.”
Adapun unsur lain yang mengakibatkan korban meninggal ialah penggunaan
sarana meliputi benda-benda tajam (ganden, doran dan kapak) yang dihujamkan oleh
terdakwa terhadap korban. Jika diperhatikan mengenai sifatnya, benda tersebut
merupakan benda yang tabiatnya mematikan yang apabila di pukulkan terhadap
seseorang maka besar kemungkinan ia akan mati, terlebih dalam kasus diatas
terdakwa mengaku memukulkan benda tersebut ke kepala bagian belakang korban.
Terdakwa dalam putusannya dinyatakan melakukan pembunuhan berencana,
melihat cara-cara yang ia lakukan, serta alat yang digunakan. Dan alat tersebut
menjadi bukti utama dalam pemeriksaan penyidikan. Adapun bukti-bukti lain yang
8 Romli Atmasasmita , Teori dan Kapita Selekta Kriminologi cet.1. h.57
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
70
ditemukan dalam penyelidikan, dimana hal tersebut menjadi bukti penguat dalam
kasus ini yaitu adanya kesaksian dari kepala dusun serta warga yang merasa curiga
dengan kematian korban.
Menurut keterangan terdakwa kepada kepala dusun setempat, korban
meninggal karena jatuh dari kamar mandi. Namun hal tersebut tidak membuat kepala
dusun percaya begitu saja, melihat kondisi mayat korban yang badannya membiru
dan pada kepala bagian belakang masih mengeluarkan darah. Kemudian kepala dusun
tersebut beserta sebagian warga melaporkan hal ini kepada dokter setempat untuk
melakukan “Visum” pada jenazah. Dan hasilnya ialah korban meninggal karena
dibunuh dengan alat-alat yang telah dijelaskan diatas.
Pendekatan deskriptif serta sebab-akibat tersebut merupakan suatu metode yang
sangat efektif dalam menganalisa aspek kriminologi kasus pembunuhan yang penulis
teliti kali ini sesuai dengan permasalahan yang diteliti Sehingga dapat diketahui aspek
kriminologi dalam pengungkapan kasus tersebut yang diputus Pengadilan Negeri
setempat. Dan yang terpenting menurut penulis berdasarkan analisa aspek
kriminologi tersebut tentang hal-hal yang telah dijabarkan diatas, tentunya dapat
menjadi pertimbangan Hakim dalam memutus perkara. Dalam hal ini penulis dapat
mengatakan, bahwa kriminologi memberi sumbangan yang berarti dalam putusan
pengadilan nomor : 691/ Pid. B/ 2006/ PN. MKRT Tentang Pembunuhan Berencana.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
71
B. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Aspek Kriminologi dalam Pengungkapan Kasus Pembunuhan Berencana
Seperti yang telah dikemukakan diatas, bahwa dalam pengungkapan kasus
pembunuhan yang diputus Pengadilan Mojokerto, sebagaimana dijelaskan melalui
pendekatan deskriptif serta sebab-akibat, diperoleh fakta bahwa terdakwa dalam
menjalankan aksinya, terdakwa terlebih dahulu melakukan penganiayaan pada diri
korban sehingga mengakibatkan korban meninggal. Namun unsur utama penyebab
korban meninggal ialah adannya persentuhan kepala korban dengan benda tajam, dan
hal tersebut telah dinyatakan oleh terdakwa dalam pemeriksaan. Kemudian adanya
bukti yang menguatkan berupa hasil visum, serta kesaksian warga yang mengetahui
hal tersebut.
Benda tajam yang meliputi ganden, kapak, doran dll., keterangan saksi,
keterangan ahli, keterangan terdakwa disebutkan dalam KUHAP pasal 184,
merupakan alat bukti yang sah. Serta adanya penganiayaan yang didahului sebelum
korban meninggal merupakan unsur-unsur yang menentukan isi putusan pengadilan
yang menangani kasus ini.
Melihat daripada sudut pandang kriminologi yang telah dikemukakan diatas
pada kasus tersebut, selanjutnya penulis akan menganalisa hal tersebut dalam hukum
islam. dimana hal yang pertama kali dikaji dalam aspek atau sudut pandang
kriminologi berkenaan dengan kasus yang diteliti ialah adanya tindak penganiayaan
yang dilakukan.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
72
Dalam Islam istilah penganiayaan disebut jarimah pelukaan yang meliputi :
pelukaan organ tubuh serta pelukaan muka dan kepala. Hal tersebut merupakan
perbuatan keji yang seharusnya tidak dilakukan, sesuai dengan firman Allah :
حش مظهر منها وما بطن وال تقربوا الفو
“Dan janganlah kamu mendekati perbuatan keji, baik yang nampak diantaranya maupun yang tersembunyi”9
Serta dalam surat Al-Baqarah (169)
مركم بالسوء والفحشآء وأن تقولوا على اهللا ماال تعلمونإنما يأ“Sesungguhnya syaitan itu menyuruh kamu berbuat jahat dan keji dan
mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui”10
Adapun hukuman terhadap pelaku tindak penganiayaan ialah qishas ataupun
diyat bila syarat qishas tidak terpenuhi, hal ini sesuai dengan surat Al-Maidah (45)
والسن بالأذن والأذن بالأنف والأنف بالعين والعين بالنفس النفس أن فيها عليهم كتبناقصاص والجروح نبالس
“Dan telah kami tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, luka-luka (pun) ada qishasnya”11
Mengenai aspek/ sudut pandang kriminologi yang telah dinyatakan sebagai alat
bukti sah dalam kasus tersebut, yaitu keterangan saksi, keterangan terdakwa, barang
bukti (ganden, kapak, doran) serta hasil Visum, dalam Islam telah dinyatakan secara
tegas akan semua hal tersebut.
9 Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,h. 214 10 Ibid, h. 241 11 Ibid, h. 167
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
73
Dalam hal kesaksian, Islam menyatakan hukumnya ialah fardlu kifayah bagi
orang yang ditujukan dan yang harus memberikannya. Dan kriteria seorang saksi
antara lain: Islam, berakal, baligh dan adil.12
Kriteria seorang saksi tersebut diatas menurut pendapat penulis ialah bahwa
seorang yang dijadikan sebagai saksi harus benar-benar memiliki kecakapan terhadap
suatu hal atau dapat membedakan antara yang sebenarnya serta tidak
menyembunyikan sesuatu. Hal ini sesuai dengan firmanAllah:
ومن يكتمها فإنه ءاثم قلبهال تكتموا الشهدة و ”Dan janganlah kalian (para saksi) menyembunyikan kesaksian. Barang siapa
menyembunyikannya maka sesunguhnya dia adalah orang yang berdosa hatinya”(Al-Baqarah:283)13
Berkenaan dengan hal tersebut. Islam juga menerangkan sebaik-baiknya
seorang saksi yang tertera dalam hadits :
اال اخبركم بخير الشهداء ؟ الذى : عن زيد بن خالد الجهنى ان النبي صلى اهللا عليه وسلم قال دته قبل ان يسألهايأتى بشها
”Diriwayatkan dari Said bin Khalid Al-Juhni: Nabi SAW. Bersabda ”maukah kalian aku beritahu sebaik-baik saksi.?yaitu orang yang memberikan kesaksiannya sebelum dia diminta menjadi saksi”14
Namun di suatu sisi terdapat pula hal-hal yang menyebabkan seseorang tidak
diperkenankan menjadi saksi antara lain karena ia terkena hukuman had, agamanya
diragukan, pengkhianat dan sakit hati pada saudaranya, hal ini sesuai dengan hadits:
دة المحدود ال تجوزشها
12 Syaikh kamil Muhammad ‘uwaidah, Fiqih Wanita, h.604 13 Ibid, h.604 14 Al Hafidz,dkk,Ringkasan Shahih Muslim,Cet 1, h.1059
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
74
”kesaksian orang yang kena hukuman had tidak diperbolehkan”15
ة القانع لأهل البيتالتجوز شهادة خائنة وال ذي غمر على أخيه وال تجوز شهاد”Tidak diterima kesaksian pengkhianat, baik laki-laki maupun perempuan, tidak juga orang yang sakit hati pada saudaranya, dan tidak juga diterima kesaksian Qani16’ untuk suatu anggota keluarga.”17
Adapun jumlah saksi telah dinyatakan dalam surat Al-Baqara (282)
ل وامرأتان ممن ترضون من الشهدآء وا شهيدين من رجالكم فإن لم يكونا رجلين فرجواستشهد أن تضل إحداهما فتذكر إحداهما الأخرى
”dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki diantara kamu. Jika tidak ada dua orang lelaki, maka boleh seorang lelaki dengan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika ada seorang yang lupa maka seorang lagi mengingatkanya.”18
Mengenai keterangan ahli disini penulis memasukkannya dalam alat bukti
surat. Karena melihat jenis dan tata cara pemberian keterangan ahli dapat dilakukan
melalui prosedur sebagai berikut:
1. Diminta penyidik pada taraf pemeriksaan penyidikan
a.) Pada saat penyidikan, demi untuk kepentingan peradilan, penyidik meminta keterangan ahli dalam melaksanakan tugas penyidikan. Permintaan itu dilakukan penyidik ”secara tertulis” dengan menyebut secara tegas untuk hal apa pemeriksaan ahli itu dilakukan, misalnya, apakah untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat atau untuk badah mayat dsb,
b.) Atas permintaan penyidik, ahli yang bersangkutan membuat ”laporan”. Laporan itu bisa berupa ”surat keterangan” yang lazim disebut ”Visum et Refertum,”
15 Syech Muhammad As-Sindi, Musnad Syafi’i (Juz 2) Cet 3 (Penerjemah : Bahrun Abu Bakar),
h.1384 16 Qani’ adalah seseorang atau pembantu yang diasuh oleh sebuah keluarga sehingga
menumbuhkan rasa keberpihakan kepada keluarga tersebut. 17 ‘Uwaidah, Fiqih Wanita, h.604 18 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 14, h. 71
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
75
c.) Laporan atau Visum et Repertum itu di buat oleh ahli yang bersangkutan ”mengingat sumpah” di waktu menerima jabatan atau pekerjaan,
d.) Dengan tata cara dan bentuk laporan ahli yang seperti itu, keterangan yang dituangkan dalam laporan atau Visum et Repertum, mempunyai sifat dan nilai sebagai ”alat bukti yang sah” menurut undang-undang.19
2. Keterangan ahli yang diminta dan diberikan di sidang
Dalam tahap ini terdapat 2 hal dalam penunjukan seorang keterangan ahli ialah:
a.) Karena pada waktu pemeriksaan penyidikan belum ada diminta keterangan ahli
b.) Karena ketua sidang atau terdakwa penasihat hukum terdakwa menghendaki dan menganggap perlu didengar keterangan ahli di sidang pengadilan meskipun pada pemeriksaan penyidikan, penyidik atau penuntut umum telah meminta keterangan ahli.20
Karena dalam kasus yang penulis bahas ialah masalah pembunuhan, maka
pemeriksaan yang dilakukan seoranga ahli tersebut dengan proses bedah mayat. Hal
ini dilakukan supaya diketahui penyebab kematian orang yang terbunuh (korban)
tersebut. Karena pada umumnya bedah mayat dilakukan dilakukan, bila kematian
seseorang diragukan, apakah karena diracun, atau sengaja minum racun atau
pembunuhan yang dilakukan dengan cara lain. Bahkan bila ada keanehan dan
kecurigaan mayat yang dikuburkan pun digali kembali.
Memang dalam Al-Qur’an tidak ditemukan ayat yang mengandung secara pasti
perihal bedah mayat. Akan tetapi terdapat beberapa ayat Al-Qur’an yang dapat
dijadikan isyarat mengenai landasan praktek bedah mayat, yaitu dalam ayat :
أولم يكف بربك أنه على كل ريهم ءايتنا فى الأفاق وفى أنفسهم حتى يتبين لهم أنه الحق سن
19 Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, h.275-276 20 Ibid h.276
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
76
شىء شهيد“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu ?”.21
Pengertian dalam diri manusia, menurut para mufasir, berarti dalam tubuh
manusia ada nilai ilmu pengetahuan dan kebenaran untuk diteliti.22
Adapun tujuan dilakukannya bedah mayat tersebut adalah :
1. Untuk menyelamatkan janin yang masih hidup dalam rahim mayat
2. Untuk mengeluarkan benda yang berharga dari tubuh mayat.
3. Untuk kepentingan penegakan hukum
4. Untuk kepentingan penelitian ilmu kedokteran
Hal yang menjadi tujuan bedah mayat dalam kasus yang penulis bahas adalah
tidak lain untuk kepentingan penegakan hukum. Menegakkan hukum yang adil
menurut Islam, tentu diserahkan kepada ahlinya, agar para ahli itu dapat
menerapkannya dengan cara yang adil dan benar, sebagaimana firman Allah:
إن اهللا يأمركم أن تؤدوا األمنت إلى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا با لعدل “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh) kamu apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil” (An-Nisa’:58)23.
Penghormatan kepada si mayat memang perlu dijaga, tetapi penegakan hukum
lebih penting lagi, karena menyangkut dengan nasib seseorang yang akan dijatuhi
21 Departemen Haji dan Wakaf Saudi Arabia, al-Qur’an dan Terjemahny, h.212,
23 M.Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, h.138
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
77
hukuman, berat atau ringan. Dalam hal ini Islam membolehkan bedah mayat tersebut,
karena jika penyelidikan hanya dilakukan dari luar tubuh mayat, maka akan menuai
kesulitan, dan Kesulitan tersebut cukup menjadi alasan untuk membedah mayat
sebagai bahan penyelidikan. Hal ini sesuai dengan kaidah fiqhiyah:
الحرم مع الضرورة وال كراهة مع الحاجة”Tidak haram bila darurat dan tidak makruh karena hajat”
Juga berpegang kepada kaidah:
الحاجة تنزل منزلة الضرورة عامة كانت أوخاصة“Hajat menempati kedudukan darurat, baik hajat (yang bersifat) umum Maupun hajat khusus (perorangan).”24
Dalam hal alat yang digunakan, atau dalam putusan hakim yang
mengklasifikasikan alat sebagai bukti petunjuk, penulis mengacu pada pendapat 4
ulama mazhab yang terkemuka yaitu Imam Malik, Syafii, Hambali serta Hanafi,
dimana dalam penggunaan alat dapat menentukan jenis atau klasifikasi pembunuhan
yang dilakukan oleh seseorang.
1. Imam Malik
Imam Malik tidak memberikan syarat khusus terhadap perbuatan yang
mematikan dengan alat yang dipakai menurutnya setiap perbuatan yang disengaja
oleh seseorang, baik berupa pukulan, tamparan, tinjuan, tembakan, batu, ranting
24 Ibid, h.140
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
78
pohon maupun yang lainnya adalah termasuk pembunuhan sengaja jika korban mati
karenanya.25
Adapun suatu perbuatan yang disengaja oleh 2 orang, misalnya saling
melempar dengan bola satu sama lain, dan hal ini dilakukan untuk main-main tanpa
diduga salah satu dari mereka terkena lemparan tersebut lalu terjatuh sehingga
menyebabkan kematian baginya, hal demikian termasuk kategori pembunuhan
tersalah dan bukan pembunuhan sengaja, karena niat pelaku adalah untuk main-
main.26
2. Imam Syafii dan Ahmad Bin Hambali
Imam Syafi’i dan Ahmad bin Hambali mensyaratkan bahwa pebunuhan
disengaja harus memakai alat yang biasanya mematikan walaupun alat tersebut benda
tumpul, jika alatnya bukan yang bisa mematikan, pembunuhannya bukan
pembunuhan yang disengaja, tetapi menyerupai sengaja (semi sengaja).27
Alat untuk membunuh terdiri atas tiga macam:
a. Alat yang pada dasarnya berpotensi mematikan (pedang, pisau, tombak, jarum baracun, pistol, tiang besi atau tongkat yang berat),
b. Alat yang sering mematikan walaupun tidak selalu(cambuk, tongkat yang ringan),
c. Alat yang jarang mematikan (jarum yang tidak beracun, tamparan dan tonjokan),
Disini yang perlu diperhatikan tentang pendapat Syafii dan Hambali, bahwa
mereka tidak hanya melihat alat yang yang digunakan semata, melainkan juga
25Abdul Qadir Auda, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, h.194 26 Ibid, h. 194 27 Ibid, h. 195
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
79
melihat bentuk perbuatan, situasi dan kondisi korban, posisi luka pada badan serta
pengaruh perbuatan pada badan.
3. Imam Abu Hanifah
Imam Abu Hanifah mensyaratkan alat yang digunakan membunuh lebih banyak
daripada yang disyaratkan imam syafii dan hambali. Beliau menambahkan tentang
”alat yang digunakan harus alat yang dipersiapkan (dibuat) untuk membunuh”.
Menurutnya alat yang dipersiapkan (dibuat) untuk membunuh adalah setiap alat yang
melukai atau mencederai, mempunyai ketajaman dan membekas di badan, baik
bahannya dari besi, tembaga, kayu maupun lainnya, seperti pedang, pisau, tombak,
jarum, atau alat yang serupa.
Ada riwayat lain dari Imam Abu Hanifah bahwa alat yang dipersiapkan (dibuat)
untuk membunuh adalah alat yang terbuat dari besi walaupun tidak tajam atau
melukai (timbangan, tiang) atau benda yang disamakan dengan besi (mineral yang
sejenis, timah, tembaga dll.) dan ini merupakan riwayat yang paling kuat.28
Jika alat yang dipakai biasanya mematikan dan dipersiapkan untuk membunuh
(pedang, tombak dll.) termasuk pembunuhan sengaja. Namun jika alat yang
digunakan merupakan alat yang tidak mematikan serta tidak dipersiapkan pula, tetapi
dilakukan dengan bertubi-tubi, dalam hal ini termasuk pembunuhan tidak sengaja.
Adapun mengenai keterangan terdakwa, Dalam KUHAP ”keterangan
terdakwa” ialah apa yang terdakwa nyatakan di sidang tentang perbuatan yang ia
28 Ibid, h. 196
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
80
lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau alami sendiri.29 dalam peraturan yang lama
yaitu HIR pasal 295 menyebutnya sebagai ”Pengakuan terdakwa”,hal ini tidak ada
penjelasan dalam KUHAP sendiri mengenai perubahan dari ”pengakuan” menjadi
”keterangan”.
Dalam Islam dijelaskan bahwa terdakwa (Madda’a) ialah orang yang dimintai
hak, dan bila dia diam, maka dia tidak dibiarkan saja.30 Dakwaan terhadap seseorang
tidak diperkenankan jika tidak ditemukan bukti terhadapnya, hal ini sesuai dengan
hadits;
لو يعطى الناس بدعواهم : ابن عباس رضى اهللا تعالى عنهما أن البى صلى اهللا عليه وسلم قلعن )متفق عليه(الدعىنس دماء رجال وأموالهم، ولكن اليمين على المدعى عليه
”Dari ibnu abbas bahwasannya rasulullah saw. Bersabdah: seandainya manusia diberi kebebasan berdasarkan dakwaan mereka, tentulah banyak orang yang mendakwakan darah, orang dan hartanya. Akan tetapi orang yang didakwa itu harus bersumpah.”
Hadits tersebut mengajarkan bahwa tidak mudah mengabulkan apa saja yang
didakwakan seseorang, maka tidak mudah mengganggu, menumpahkan darah,
membunuh, dan merampas harta orang lain. Jadi, pengadilan sebenarnya melindungi
seseorang yang didakwa atau berada di pihak terdakwa.31
Meskipun terdakwa adalah orang yang telah melakukan perbuatan yang
dilarang oleh syara’, namun masih harus dihargai segala keterangan yang ia berikan
dalam pemeriksaan, walaupun seringkali ia menyangkal perbuatannya tersebut.
29 Lihat KUHAP pasal 189 30 Sabiq, fiqih Sunnah 14, h.47 31 Kahar Masyhur, Bulughul Maram, buku kedua, h.339
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
81
Sehingga menurut pendapat penulis, keterangan terdakwa sama halnya dengan
kesaksian. Karena melihat dari haknya yaitu untuk memberikan informasi atas
sesuatu yang telah terjadi.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
81
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian yang telah dibahas tentang putusan Pengadilan Negeri Mojokerto
tentang pembunuhan berencana, diperoleh kesimpulan, bahwa :
1. Aspek kriminologi dalam putusan nomor : 691 / PID. B / 2006 / PN. MKRT
tentang pembunuhan berencana ialah meliputi penganiayaan yang terlebih dahulu
dilakukan dalam aksinya tersebut. Kemudian adanya bukti yang ditemukan yang
mengakibatkan korban meninggal, meliputi senjata tajam (ganden, kapak, doran),
kemudian bukti lain yang menguatkan tentang kasus tersebut meliputi keterangan
saksi, keterangan ahli ( dalam surat keterangan atau Visum et Repertum), serta
keterangan terdakwa sendiri dalam pemeriksaan di persidangan.
2. Tindak penganiayaan dalam islam dikenakan sanksi qishas. dan Semua alat bukti
yang telah ditemukan tersebut dalam peyidikan juga di jelaskan dalam ajaran
islam, meskipun salah satu diantarannya bertentangan dengan kaidah yang ada.
Namun hal tersebut harus dilaksanakan, mengingat kepentingan penegakan
hukum yang harus ditegakkan, dan hal-hal tersebut dipertegas dalam Al-Qur’an
maupun kaidah-kaidah yang ada dalam islam.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
82
B. Saran
Aspek kriminologi dalam kasus pembunuhan berencana yang diputus
Pengadilan Negeri Mojokerto, sebagaimana penulis bahas dalam skripsi ini, kiranya
dapat memberikan kontribusi pemikiran demi terciptanya penerapan hokum yang
lebih baik. Oleh sebab itu, saran penulis kali ini ditujukan kepada :
1. Pengadilan Negeri se-Indonesia, dalam memutus suatu perkara kiranya
melihat diri pelaku kejahatan serta kejahatan yang dilakukan terlebih dahulu
dengan seksama. Karena dari hal tersebut akan menentukan pertimbangan
hukum yang dilakukan dalam menentukan hukuman yang akan dijatuhkan.
Sehingga penegakan hokum akan berjalan sesuai harapan dan cita-cita bangsa
ini.
2. Masyarakat, diharapkan mampu menilai seseorang secara obyektif bilamana
telah melakukan tindak kejahatan. Bukan ia telah melakukan kejahatan, maka
ia harus dihukum sekian tahun atau mati. Namun mengapa sampai ia
melakukan hal tersebut. Jika hal tersebut tertanam dalam diri masyarakat
tentunya kedamaian dalam diri akan semakin terasa, dan hidup ini begitu
indah.
3. Institusi Pendidikan, diharapkan mampu memberikan kontribusinya sesuai
dengan realita yang ada, bukan hanya menjejali dengan teori,teori dan teori
semata,
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Al-Hafidz, dkk, Ringkasan Shahih Muslim cet 1, Penerjemah Syinqithy Djamaluddin,
dkk, Bandung: Mizan, 2002
As-Sindi, Syech Muhammad Abid, Musnad Syafi’i juz 2, cet 3, Penerjemah Bahrun
Abu Bakar, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2006
Atmasasmita, Romli, Bunga Rampai Kriminologi, Bandung: PT. Refika Aditama,
1992
-------------------------,Teori dan Kapita Selekta Kriminologi, Bandung: PT.Refika
Aditama, 2005
Audah, Abdul Qadir, Ensiklopedi Hukum Pidana Islam, Bogor: PT. Kharisma Ilmu
Badudu, J.S, Kamus Kata-Kata Serapan Asing Dalam Bahasa Indonesia, Jakarta :
kompas, 2007
Chazani, Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Daluyo, JB, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1996
Hakim, rahmat, Hukum Pidana Islam, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2000
Hanafi, A, Asas-Asas Hukum Pidana Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1976
Harahap, M,yahya, Pembahsan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (edisi kedua),
Jakarta: Sinar Grafika,1985,
Hasan, M.Ali, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1995
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Hurwitz, Stephan, Kriminologi, Jakarta: Bina Aksara, 1986
Jazuli, H,A, Fiqih Jinayah, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2000
Malik ibn anas, imam, Al-muwatta’ (Kumpulan Hadits dan Hukum Islam Perkara),
Jakarta: PT,Raja Grafindo Persada, 1999
Masyhur, kahar, Bulughul Maram,buku kedua, Jakarta: Rineka Cipta, 1991
Mubarok, jaih, Kaidah Fiqih Jinayah, Bandung: Pustaka Balai Qurays
Munajat, Makrus, Dekonstruksi Hukum Pidana Islam, Yogyakarta: Logung
Pustaka,2004
Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu, Metodologi Penelitian,…..
Sahetapi, J,E,dkk, Parodos Dalam Kriminologi, Jakarta: Rajawali, 1989
Santoso, Topo, Membumikan Hukum Pidana Islam, Jakarta: Gema Insani, 2003
Sabiq, Syech Sayid, Fiqh Sunnah jilid 10,Bandung: Al-Ma’arif,1997
Simanjuntak,B, Pengantar Kriminologi dan Patologi Sosia,Bandung: Tarsito, 1981
Sudarsono. Kamus Hukum, Jakarta : Rineka Cipta
Syarifin, Pipin, Pengantar Ilmu Hukum, Bandung : CV, Pustaka Setia, 1999
Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besara Fiqih Islam,Jakarta: Kencana, 2003
Sugandi, KUHP dan Penjelasannya, Surabaya: Usaha Nasional,1980
‘Uwaidah, Syaikh Kamil Muhammad , Fiqh Wanita, Penerjemah M,Abdul Ghafar
E,M, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1998
Weda, Made Darma, Kriminologi, Jakarta,: PT,Raja Grafindo Persada, 2000
Yunus, Mahmud, Kamus Arab Indonesia,Jakarta: PT. Hidakarya Agung, cet 8,1990
www. Library.usu.ic.id