pneumothorak

61
REFERAT PNEUMOTHORAKS Pembimbing : dr. Bambang Supriyo, DTM & H Sp. B dr. Willy Yulianto Sp.B Disusun Oleh: Eva Maris Sahara (030.09.080) Ratiya Primanita (030.09. 193) KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH RSUD DR. SOESELO SLAWI 1

description

referat

Transcript of pneumothorak

Page 1: pneumothorak

REFERAT

PNEUMOTHORAKS

Pembimbing :

dr. Bambang Supriyo, DTM & H Sp. B

dr. Willy Yulianto Sp.B

Disusun Oleh:

Eva Maris Sahara (030.09.080)

Ratiya Primanita (030.09. 193)

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

RSUD DR. SOESELO SLAWI

Periode 9 Januari – 15 Maret 2014

KATA PENGANTAR

1

Page 2: pneumothorak

Pertama-tama kami panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Kuasa

karena atas rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan penyusunan referat yang

berjudul “Pneumothoraks”.

Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraaan di Departemen Bedah

Rumah Sakit Umum Daerah Dr Soeselo Slawi periode 9 januari - 22 Maret 2014 serta

untuk menambah wawasan kami sebagai coass di bagian Bedah dan sebagai calon dokter

umum mengenai pneumothoraks.

Kami ucapkan terimakasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan masukan

dan bantuan dalam penyusunan referat ini. Terimakasih kepada para dokter konsulen yang

banyak membantu kami selama kepaniteraan di bagian bedah, sebagai pembimbing dalam

penyusunan referat ini. Terimakasih juga kepada teman sejawat kami dan kepada siapapun

yang telah membantu kami.

Harapan kami, semoga referat ini dapt berguna bagi kami khususnya sebagai

penyusun dan bagi siapapun yang membacanya.

Jakarta, 15 Februari 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

2

Page 3: pneumothorak

Bab I Pendahuluan……………………………………………….………………………… 1

Bab II Tinjauan Pustaka…………………………………………………………………… 2

1. Anatomi

2. Fisiologi…………………………………………………………………..

Bab III Pneumothorak

a. Definisi 10

b. Epidemiologi

c. Etiologi

d. Faktor Resiko

e. Klasifikasi

f. Patogenesis

g. Gejala Klinis

h. Pemeriksaan Fisik

i. Pemeriksaan Penunjang

j. Diagnosis Banding

k. Penatalaksanaan

l. Komplikasi

Bab IV Kesimpulan

Daftar Pustaka

BAB I

3

Page 4: pneumothorak

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paru-paru merupakan unsur elastis yang akan mengempis seperti balon dan

mengeluarkan semua udaranya melalui trakea bila tidak ada kekuatan untuk

mempertahankan pengembangannya. Paru-paru sebenarnya mengapung dalam rongga

toraks, dikelilingi oleh suatu lapisan tipis cairan pleura yang menjadi pelumas bagi gerakan

paru-paru di dalam rongga. Jadi pada keadaan normal rongga pleura berisi sedikit cairan

dengan tekanan negatif yang ringan (1).

Pneumotoraks adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam rongga pleura.

Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan

terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal

sebagaimana biasanya ketika bernapas. Pneumotoraks dapat terjadi baik secara spontan

maupun traumatik. Pneumotoraks spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.

Sedangkan pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenic.

Di dalam praktek sehari-hari, dokter sering menerima penderita dengan keluhan

sakit dada, sesak nafas, dan batuk-batuk. Banyak penyakit yang dapat menimbulkan

keluhan di atas, baik penyakit jantung maupun penyakit paru. Penyakit paru yang

mempunyai keluhan utama seperti itu antara lain pneumotoraks. Pneumotoraks, terutama

pneumotoraks ventil dapat menimbulkan darurat gawat, bahkan dapat mengakibatkan

penderita meninggal dunia. Oleh karena itu, bilamana di dalam praktek kita menerima

penderita dengan keluhan utama sakit dada, sesak nafas, dan batuk-batuk, kita jangan lupa

memikirkan ke arah diagnosis pneumotoraks ventil. Dengan diagnosis yang tepat dan

dengan tindakan yang sederhana tapi cepat, kita akan dapat menyelamatkan nyawa

penderita.

Tujuan dari penulisan tinjauan pustaka (referat) ini adalah untuk mengetahui

definisi dari pneumotoraks, serta cara menegakkan diagnosa pneumotoraks secara tepat

sesuai jenis dan luasnya pneumotoraks, karena hal tersebut akan berpengaruh pada

penanganannya.

BAB II

4

Page 5: pneumothorak

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Dan Fisiologi

1. Anatomi

Paru-paru merupakan salah satu organ dalam tubuh yang sebagian besar

terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel

epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya ± 90m2. Banyaknya

alveoli paru-paru ini kurang lebih 700 juta buah.

Paru-paru terbagi menjadi dua, yaitu paru kanan dan paru kiri. Paru kanan

(pulmo dekstra) terdiri dari tiga lobus, lobus pulmo dekstra superior, lobus media

dan lobus inferior. Paru-paru kiri (pulmo sinistra), terdiri dari dua lobus, pulmo

sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang

lebih kecil bernama segmen. Paru-paru kanan mempunyai sepuluh segmen, yaitu

lima buah segmen pada lobus superior, dua buah segmen pada lobus medial, dan

tiga buah segmen pada lobus inferior. Paru-paru kiri mempunyai sepuluh segmen,

yaitu lima buah segmen pada lobus superior, dan lima buah segmen pada inferior.

Tiap-tiap segmen ini masih terbagi lagi menjadi belahan-belahan yang bernama

lobulus.

5

Page 6: pneumothorak

Diantara lobulus satu dengan yang lainnya dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi

pembuluh darah getah bening dan saraf, dalam tiap-tiap lobulus terdapat sebuah

bronkeolus. Di dalam lobulus, bronkeolus ini bercabang-cabang yang disebut duktus

alveolus. Tiap-tiap duktus alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2 –

0,3 mm.

Letak paru-paru di rongga dada, menghadap ke tengah rongga dada/kavum

mediastinum. Pada bagian tengah terdapat bagian tampuk paru-paru yang disebut hilus.

Pada mediastinum depan terdapat jantung.

Paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi menjadi dua :

a. Pleura visceral (selaput dada pembungkus), yaitu selaput paru yang

langsung membungkus paru.

b. Pleura parietal, yaitu selaput yang melapisi rongga dada luar.

6

Page 7: pneumothorak

Antara kedua pleura ini terdapat ronggga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada

keadaan normal, kavum pleura ini hampa udara, sehingga paru-paru dapat berkembang

kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki

permukaan pleura, menghindari gesekan antara paru-paru dan dinding dada sewaktu ada

gerakan bernafas. 2

Karena tidak ada ruangan yang sesungguhnya memisahkan pleura parietalis dan

pleura viseralis, maka apa yang disebut rongga pleura atau kavitas pleura hanyalah suatu

ruangan potensial saja. Tekanan dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir,

mencegah kolaps paru. Bila terserang penyakit, pleura mungkin mengalami peradangan,

atau udara atau cairan dapat masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru-paru

tertekan atau kolaps.2

Vaskularisasi pleura

Pleura parietal divaskularisasi oleh Aa. Intercostalis, a.mammaria, a.musculophrenica. Dan

vena-venanya bermuara pada system vena dinding thorax. Sedangkan pleura visceralisnya

mendapatkan vskularisasi dari Aa. Bronchiales.

Innervasi Pleura

Pleura parietalis pars costalis diinervasi oleh Nn. Intercostalis. Pleura paritalis pars

diaphramatica bagian perifer diinervasi oleh Nn. Intercostales, sedangkan bagian central

oleh n.phrenicus. Pleura visceralis diinervasi oleh seraut afferent otonom dari plexus

pulmonalis.

7

Page 8: pneumothorak

Paru-paru mempunyai 2 sumber suplai darah, dari arteri bronkialis dan arteri

pulmonalis. Darah di atrium kanan mengair ke ventrikel kanan melalui katup AV lainnya,

yang disebut katup semilunaris (trikuspidalis). Darah keluar dari ventrikel kanan dan

mengalir melewati katup keempat, katup pulmonalis, kedalam arteri pulmonalis. Arteri

pulmonalis bercabang-cabang menjadi arteri pulmonalis kanan dan kiri yang masing-

masing mengalir keparu kanan dan kiri. Di paru arteri pulmonalis bercabang-cabang

berkali-kali menjadi erteriol dan kemudian kapiler. Setiap kapiler memberi perfusi kepada

saluan pernapasan, melalui sebuah alveolus, semua kapiler menyatu kembali untuk menjadi

venula, dan venula menjadi vena. Vena-vena menyatu untuk membentuk vena pulmonalis

yang besar.

Darah mengalir di dalam vena pulmonalis kembali ke atrium kiri untuk

menyelesaikan siklus aliran darah. Jantung, sirkulasi sistemik, dan sirkulasi paru. Tekanan

darah pulmoner sekitar 15 mmHg. Fungsi sirkulasi paru adalah karbondioksida dikeluarkan

dari darah dan oksigen diserap, melalui siklus darah yang kontinyu mengelilingi sirkulasi

sistemik dan paru, maka suplai oksigen dan pengeluaran zat-zat sisa dapat berlangsung

bagi semua sel.3

8

Page 9: pneumothorak

2. Fisiologi

Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida. Pada pernapasan

melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen di ambil melalui hidung dan mulut

pada waktu bernapas. Oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan

dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Hanya satu lapis

membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang memisahkan oksigen dari darah.

Oksigen menembus membran ini dan diambil oleh hemoglobin sel darah merah dan

dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah

meninggalkan paru – paru pada tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini

hemoglobinnya 95 persen jenuh oksigen.

Di dalam paru-paru, karbon dioksida, salah satu hasil buangan metabolisme, menembus

membran alveoler-kapiler dari kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronkial

dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut.

      Empat proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan

eksterna :

1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan

udara luar.

2. Arus darah melalui paru – paru

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga dalam jumlah tepat dapat

mencapai semua bagian tubuh

4. Difusi gas yang menembusi membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 lebih mudah

berdifusi drpd oksigen.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan paru-paru

menerima jumlah tepat CO2 dan O2. Pada waktu gerak badan, lebih banyak darah datang

di paru – paru membawa terlalu banyak CO2 dan terlampau sedikit O2. Jumlah CO2 itu

tidak dapat dikeluarkan, maka konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini

merangsang pusat pernapasan dalam otak unutk memperbesar kecepatan dan dalamnya 9

Page 10: pneumothorak

pernapasan. Penambahan ventilasi ini mngeluarkan CO2 dan memungut lebih banyak O2.

Pernapasan jaringan atau pernapasan interna. Darah yang telah menjenuhkan

hemoglobinnya dengan oksigen (oksihemoglobin) megintari seluruh tubuh dan akhirnya

mencapai kapiler, di mana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen

dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima, sebagai

gantinya, yaitu karbon dioksida.

Mekanisme pernafasan diatur dan di kendalikan dua faktor utama, yaitu

pengendalian oleh saraf dan kimiawi. Beberapa faktor tertentu merangsang pusat

pernafasan yang terletak di dalam mendula oblongata, dan kalau dirangsang, pusat itu

mengeluarkan impuls yang disalurkan saraf spinalis ke otot pernafasan yaitu otot

diafragama dan otot interkostalis.

1.      Pengendalaian oleh saraf

Pusat pernafasan ialah suatu pusat otomatik di dalam medula oblongata yang mengeluarkan

impuls eferen ke otot pernapasan. Melalui beberapa radiks saraf servikalis impuls ini di

antarrkan ke diafragma oleh saraf frenikus. Dibagian yang lebih rendah pada sumsum

belakang ,impulsnya berjalan dari daerah toraks melalui saraf interkostalis untuk

merangsang otot interkostalis. Impuls ini menimbulkan kontraksi ritmik pada otot

diafragma dan interkostal yang berkecepatan kira-kira lima belas setiap menit. Impuls

aferen yang dirangsang pemekaran gelembung udara diantarkan saraf vagus ke pusat

pernapasan di dalam medula.

2.      Pengendalian secara kimiawi

Faktor kimiawi ini adalah faktor utama dalam pengendalian dan pengaturan frekuensi,

kecepatan dan kedalaman gerakan pernapasan. Pusat pernapasan di dalam sumsum sangat

peka pada reaksi kadar alkali dan harus dipertahankan.  

Karbon dioksida adalah produksi asam dari metabolisme, dan bahan kimia yang asam ini

merangsang pusat pernapasan untuk mengirim keluar impuls saraf yang bekerja atas otot

pernapasan.

10

Page 11: pneumothorak

Kedua pengendalian, baik melalui saraf maupun secara kimiawi, adalah penting.

Tanpa salah satunya orang tak dapat bernapas terus. Dalam hal paralisa otot pernapasan

( interkostal dan diafragma) digunakan ventilasi paru-paru atau suatu alat pernapasan

buatan yang lainnya untuk melanjutkan pernapasan, sebab dada harus bergerak supaya

udara dapat dikeluar masukkan paru-paru..

Gerakan Pernapasan

1.      Inspirasi

Adalah proses aktif yang diselengarakan kerja otot. Kontraksi diafragma meluaskan rongga

dada dari atas sampai ke bawah, yaitu vertikel. Penaikan iga-iga dan sternum, yang

ditimbulkan kontraksi otot interkostalis , meluaskan rongga dada kedua sisi dan dari

belakang ke depan. Paru-paru yang bersifat elastis mengembang untuk mengisi ruang yang

membesar itu dan udara ditarik masuk ke dalam saluran udara. Otot interkostal eksterna

diberi peran sebagai otot tambahan, hanya bila inspirasi menjadi gerak sadar.

2.      Ekspirasi

Udara dipaksa keluar oleh pengenduran otot dan karena paru-paru kempis kembali yang

disebabkan sifat elastis paru-paru itu. Gerakan ini adalah proses pasif.

Ketika pernapasan sangat kuat, gerakan dada bertambah. Otot leher dan bahu membantu

menarik iga-iga dan sternum ke atas. Otot sebelah belakang dan abdomen  juga dibawa 11

Page 12: pneumothorak

bergerak, dan alae nasi (cuping atau sayap hidung) dapat kembang kempis. 4

Fungsi Pleura

Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax kedalam paru- paru

yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (restting pressure)

dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negative di apex

sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negative meningkat menjadi -25 sampai -

35 cm H2O.

Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, cavum pleura steril karena

mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang diproduksinya

bertindak sebagai lubrikans.

Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat hipoonkotik dengan

kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut

mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum pleura. Resobsi terjadi terutama pada

pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam.1

BAB III12

Page 13: pneumothorak

Pneumothorak

A. Definisi

Pneumothoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara bebas dalam

rongga pleura dan merupakan suatu keadaan gawat darurat serta harus memperoleh

pertolongan secepatnya. Adanya udara bebas dalam rongga antar pleura dapat

menyebabkan kolapsnya paru.

Pneumotoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenik.

B. Epidemiologi

Insidensi pneumotoraks sulit diketahui karena episodenya banyak yang

tidak diketahui. Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan

menunjukkan bahwa pneumotoraks lebih sering terjadi pada penderita dewasa

yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering daripada wanita, dengan

perbandingan 5 : 1. 5

Di Amerika Serikat, insidens pneumotoraks spontan primer pada laki-laki

adalah 7,4 kasus per 100.000 orang tiap tahunnya sementara pada wanita

insidensnya adalah 1,2 kasus per 100.000 orang. Sedangkan insidens

pneumotoraks spontan sekunder pada laki-laki adalah 6,3 kasus per 100.000 orang

13

Page 14: pneumothorak

dan wanita 2,0 per 100.000 orang. Pneumotoraks traumatik lebih sering terjadi

daripada pneumotoraks spontan dengan laju yang semakin meningkat 6.

Pneumotoraks spontan primer terjadi pada usia 20 – 30 tahun dengan

puncak insidens pada usia awal 20-an sedangkan pneumotoraks spontan sekunder

lebih sering terjadi pada usia 60 – 65 tahun.

C. Etiologi

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu 2,3:

1. Pneumotoraks spontan

Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba. Pneumotoraks tipe ini

dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu :

a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara tiba-

tiba tanpa diketahui sebabnya. Keadaan ini terjadi karena robeknya kantong

udara dekat pleura viseralis. Sering pada usia 20-40, pria > wanita, kadang

ditemukan blep atau bulla dilobus superior. Umumnya terjadi pada dewasa

muda, tidak ada riwayat menderita penyakit paru sebelumnya, tidak

berhubungan dengan aktivitas fisik tetapi justru terjadi pada saat istirahat dan

penyebabnya tidak diketahui, hal ini terjadi karena robeknya kantong udara

dekat pleura viseralis. Penelitian secara patologi membuktikan pada reseksi

jaringan paru tampak satu atau dua ruang yang berisi udara dalam bentuk bleb

atau bulla. Sampai sekarang mekanisme terjadinya pneumothoraks spontan primer

masih belum jelas. Penjelasan yang dapat diterima adalah pneumothoraks itu

sendiri oleh karena rupturnya bleb kecil didaerah apeks paru walaupun

kemungkinan besar bleb tersebut merupakan variabel yang tidak dapat ditemukan.

Bleb kemungkinan mempunyai hubungan dengan dasar dari emphysema.

Mekanisme lainnya adalah terjadi degradasinya jaringan elastis paru yang

diinduksi oleh rokok. Hal ini terjadi karena ketidak seimbangan antara protease

– anti protese dan sistem oksidan – antioksidan. Setelah terbentuknya bulla

yang diikuti oleh inflamasi yang menginduksi terjadinya obstruksi pada pada

saluran nafas kecil dan terjadinya kenaikan tekanan alveolar yang menyebabkan

masuknya udara ke jaringan interstisial paru. Udara selanjutnya masuk ke hilus,

14

Page 15: pneumothorak

naiknya tekanan dalam ruang mediastinum yang diikuti oleh rupturnya pleura

parietalis mediastinalis menyebabkan terjadinya pneumothoraks.

b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi dengan

didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya,

misalnya fibrosis kistik, penyakit paru obstruktik kronis (PPOK), kanker

paru-paru, asma, dan infeksi paru. Pneumothoraks spontan sekunder

merupakan bagian dari pneumothoraks yang terjadi karena adanya penyakit

parenkim paru atau saluran pernafasan yang mendasari terjadinya

pneumothoraks. Pneumothoraks ini terjadi karena pecahnya bleb viseralis

atau bulla subpleura yang sering berhubungan dengan penyakit paru yang

mendasarinya dan yang paling sering adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis

(PPOK). Penyakit lainnya adalah kistik fibrosis dimana terjadi ruptur dari

kistik subpleura di apeks paru. Asma bronchial dapat menyebabkan

Pneumotoraks spontan sekunder karena adanya udara yang terperangkap

sehingga tekanan intra alveolar meningkat kemudian terjadi robekan alveoli

yang diikuti dengan mengalirnya udara menyusuri jaringan interstisial sampai

ke pleura viseralis dan mediastinum. Pneumothoraks spontan sekunder terjadi

karena adanya kelemahan pada stuktur parenkim paru.

2. Pneumotoraks traumatik

Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik trauma

penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun

paru. Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis,

yaitu :

a. Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi

karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat

komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun masih dibedakan

menjadi dua, yaitu :

15

Page 16: pneumothorak

1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental

Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis

karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada

parasentesis dada, biopsi pleura.

2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)

Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara

mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini

dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan

tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan

paru.

D. Klasifikasi

Berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat diklasifikasikan ke dalam

tiga jenis, yaitu :

1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)

Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas terbuka pada

dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia luar. Tekanan di dalam

rongga pleura awalnya mungkin positif, namun lambat laun berubah menjadi

negatif karena diserap oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru

belum mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun

tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan

pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.

2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),

Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga pleura dengan

bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).

Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada

pneumotoraks terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini

sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan.

16

Page 17: pneumothorak

Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu ekspirasi tekanan

menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi mediastinum dalam keadaan

normal, tetapi pada saat ekspirasi mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada

yang terluka (sucking wound) .

3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)

Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan makin

lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis yang bersifat

ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta

percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka.

Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar 3. Akibatnya

tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin tinggi dan melebihi tekanan

atmosfer. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru

sehingga sering menimbulkan gagal napas.

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka pneumotoraks

dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu :

1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian kecil

paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu

pneumotoraks yang mengenai sebagian

besar paru (> 50% volume paru).

17

Page 18: pneumothorak

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm) = __________________ x 10

3

Penghitungan Luas Pneumotoraks

Penghitungan luas pneumotoraks ini

berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps,

apakah bersifat parsialis ataukah totalis. Ada

beberapa cara yang bisa dipakai dalam

menentukan luasnya kolaps paru, antara lain :

1. Rasio antara volume paru yang tersisa

dengan volume hemitoraks, dimana masing-

masing volume paru dan hemitoraks diukur

sebagai volume kubus 2.

Misalnya :

diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10 cm dan diameter kubus

rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8 cm, maka rasio diameter

kubus adalah :

83 512______ = ________ = ± 50 %

103 1000

2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah

pleura pada garis vertikal, ditambah dengan

jarak terjauh antara celah pleura pada garis

horizontal, ditambah dengan jarak terdekat

antara celah pleura pada garis horizontal,

kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh .

18

Page 19: pneumothorak

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas

hemitoraks (4).

E. Patogenesis

Dalam keadaan normal, udara tidak masuk ke dalam rongga pleura karena tidak

terdapat hubungan antara rongga tersebut dengan

atmosfer atau alveolus. Namun jika dinding dada

dilubangi (misalnya, akibat tulang iga yang patah atau

luka tusuk), udara akan masuk ke dalam ronga pleura

dari tekanan atmosfer yang lebih tinggi mengikuti

penurunan gradien tekanan udara. Tekanan intrapleura

dan intraalveolus sekarang seimbang dengan tekanan

atmosfer, sehingga gradien tekanan transmural tidak

lagi ada baik di dinding dada maupun dinding paru.

Tanpa adanya gaya yang meregangkan paru, paru akan

kolaps dan menyebabkan keadaan yang disebut sebagai

atelektasis.

Alveoli dibentuk oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan mudah robek,

Apabila alveol tersebut melebar dan tekanan di dalam alveol meningkat maka udara

dengan mudah menuju ke jaringan peribronkovaskular. Gerakan nafas yang kuat, infeksi

dan obstruksi endobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi yang memudahkan

terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveol dapat mengoyak jaringan

fibrotik peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang berlawanan dengan hilus akan

19

(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)_______________ x 100 % AxB

Page 20: pneumothorak

menimbulkan pneumotorak sedangkan robekan yang mengarah ke hilus dapat

menimbulkan pneumomediastinum.  Dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke

atas, ke jaringan ikat yang longgar sehingga mudah ditembus oleh udara. Dari leher udara

menyebar merata ke bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema

subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas ke arah perut hingga mencapai skrotum.

Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran pernafasan

dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin dan mengejan.

Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak sesaat sebelum batuk, bersin,

mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup. Apabila di bagian perifer bronki atau alveol

ada bagian yang lemah, maka kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveol akan sangat

mudah. 7

Meningkatnya tekanan intra pleural sehingga akan menyebabkan kemampuan

dilatasi alveoli menurun, dan lama-kelamaan mengakibatkan atelektasis (layuhnya paru-

paru). Apabila luka pada dinding dada tertutup dan masih mampu bertahan, udara yang

berlebihan dapat diserap hingga tekanan udara di dalam rongga pleura akan kembali

normal.

Karena adanya luka terbuka, atau oleh pecahnya dinding paru-paru, kuman dapat

terhisap dan berkoloni di dalam pleura hingga terjadi infeksi pleuritis. Jenis kuman

penyebab radang yang terbanyak adalah F. nechrophorum, Corinebacteriu spp., dan

Streptococcus spp. Oleh radang akan terbentuk exudet yang bersifat mukopurulent,

purulrnt atau serosanguineus yang disertai pembentukan jonjot-jonjot fibrin.8

F. Gejala klinis

Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul adalah 3 :

1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak dirasakan

mendadak dan makin lama makin berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-

pendek, dengan mulut terbuka.

20

Page 21: pneumothorak

2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan tajam pada sisi

yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.

3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.

4. Denyut jantung meningkat.

5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang kurang.

6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien, biasanya pada

jenis pneumotoraks spontan primer.

Berat ringannya keadaan penderita tergantung pada tipe pneumotoraks tersebut :

1. Pneumotoraks tertutup atau terbuka, sering tidak berat

2. Pneumotoraks ventil dengan tekanan positif tinggi, sering dirasakan lebih berat

3. Berat ringannya pneumotoraks tergantung juga pada keadaan paru yang lain serta

ada tidaknya jalan napas.

4. Nadi cepat dan pengisian masih cukup baik bila sesak masih ringan, tetapi bila

penderita mengalami sesak napas berat, nadi menjadi cepat dan kecil disebabkan

pengisian yang kurang.

G. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik torak didapatkan 2,3:

1. Inspeksi :

a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi dinding

dada)

b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal

c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat

2. Palpasi :

a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar

b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat

c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit

3. Perkusi :

a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar

21

Page 22: pneumothorak

b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan

intrapleura tinggi

4. Auskultasi :

a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang

b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative

H. Pemeriksaan Penunjang

1. Foto Thoraks

Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat ditegakkan

dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :

- Adanya gambaran hiperlusen avaskular

pada hemitoraks yang mengalami

pneumotoraks. Hiperlusen avaskular

menunjukkan paru yang mengalami

pneumothoraks dengan paru yang kolaps

memberikan gambaran radiopak. Bagian

paru yang kolaps dan yang mengalami

pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru

kolaps berupa garis radioopak tipis yang

berasal dari pleura visceralis, yang biasa dikenal sebagai pleural white line.

22

Page 23: pneumothorak

Foto Rö pneumotoraks (PA),

bagian yang ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps.

- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang dewasa

maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign. Normalnya, sudut

kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus lebih jauh ke

bawah hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara pada rongga

pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada biasanya. Selain

deep sulcus sign terdapat tanda lain pneumotoraks berupa tepi jantung yang

terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya terjadi pada posisi supine di mana

udara berkumpul di daerah anterior tubuh utamanya daerah medial.10

Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri disertai deviasi mediastinum

kanan dan deep sulcus sign (kanan).

23

Page 24: pneumothorak

- Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus atau

paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah

kontralateral. Jika pneumotoraks semakin memberat, akan mendorong jantung

yang dapat menyebabkan gagal sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani

akan menyebabkan kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu,

sela iga menjadi lebih lebar.11

Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks (kanan).

Besarnya kolaps paru bergantung pada

banyaknya udara yang dapat masuk ke dalam

rongga pleura.Pada pasien dengan adhesif

pleura (menempelnya pleura parietalis dan

pleura viseralis) akibat adanya reaksi inflamasi

sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak

dapat terjadi. Hal yang sama juga terjadi pada

pasien dengan penyakit paru difus di mana

paru menjadi kaku sehingga tidak

memungkinkan kolaps paru komplit. Pada

kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya

loculated pneumothorax atau encysted

24

Page 25: pneumothorak

pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat bergerak bebas akibat

adanya adhesif pleura. Tanda terjadinya loculated pneumothorax adalah adanya

daerah hiperlusen di daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang telur.

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam posisi tegak

sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi supinasi. Selain itu,

foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.

Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan inspirasi (kiri) dan dalam

keadaan ekspirasi (kanan).

Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif menjadi

lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan sehingga lebih

mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya yang berukuran lebih

kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh

akan terlihat lebih besar daripada ukuran sebenarnya.9

Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan foto

lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat tertinggi pada

hemitoraks (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah terlihat dibandingkan pada

posisi tegak.

Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi keadaan ini 2:

25

Page 26: pneumothorak

- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung mulai

dari basis sampai ke apeks.

CT-Scan thoraks yang

menunjukkan

pneumomediastinum.

- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah kulit.

Emfisema subkutan.

- Bila ada cairan di dalam rongga pleura,

maka akan tampak permukaan cairan

sebagai garis datar di atas diafragma;

yang biasa ditemui pada kasus

Hidropneumotoraks.

26

Page 27: pneumothorak

2. Analisa Gas Darah

Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran hipoksemi meskipun

pada kebanyakan pasien sering tidak diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas

yang berat secara signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.

3. CT-scan thorax

CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema bullosa

dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan ekstrapulmoner

dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder.

I. Diagnosis Banding

Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru, dan

pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika setelah difoto diketahui

ada pneumotoraks maka diagnosis umumnya menjurus ke pneumothoraks spontan primer.

Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang sulit dibedakan dengan pneumotoraks

yang terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla.6

Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang hiperlusen, dengan

dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa kasus, dimana bleb atau bulla

menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan gambaran radiologi yang mirip dengan

pneumotoraks. Untuk membedakannya, dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah

pada daerah tersebut terdapat gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada pneumotoraks

daerah hiperlusen-nya tidak terdapat vaskular sehingga biasa disebut hiperlusen avaskular, 27

Page 28: pneumothorak

sedangkan pada bleb atau bulla terdapat garis-garis trabekula pada daerah paru yang

mengalami bleb atau bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang besar, jaringan paru di

sekitar bulla akan mengalami pemadatan yang diakibatkan oleh pendesakan bulla tersebut

kepada jaringan paru.8

Gambar Bleb dan bulla paru.

Gambaran foto thoraks bulla paru.

28

Page 29: pneumothorak

J. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan udara

dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi. Pada

prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut 2,3 :

1. Observasi dan Pemberian O2

Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah

menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan diresorbsi.

Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan tambahan O2. Observasi

dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks serial tiap 12-24 jam pertama

selama 2 hari. Tindakan ini terutama ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan

terbuka.

2. Tindakan dekompresi

Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus pneumotoraks yang

luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intra

pleura dengan membuat hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan

cara :

1) Dapat memakai infus set

Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam rongga pleura, kemudian

infus set yang telah dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke

botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak

gelembung udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam botol.

2) Jarum abbocath

Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula.

Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai

menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula

29

Page 30: pneumothorak

ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini

selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat

dibuka, akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang

berada di dalam botol.

3) Pipa water sealed drainage (WSD)

Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga pleura dengan

perantaraan troakar atau dengan bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar

dapat dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di

sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris posterior.

Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.

Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera dimasukkan ke rongga

pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang

masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada

di dada dan pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi

ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm di bawah

permukaan air supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui

perbedaan tekanan tersebut .

Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intrapleura tetap

positif. Penghisapan ini dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar

10-20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang. Apabila paru

telah mengembang maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif kembali,

maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara

pipa dijepit atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga pleura

kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut. Pencabutan WSD

dilakukan pada saat pasien dalam keadaan ekspirasi maksimal .

30

Page 31: pneumothorak

a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura, dengan

demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan berubah menjadi

negatif karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut.

b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil

3. Torakoskopi

Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan

alat bantu torakoskop.

4. Torakotomi

5. Tindakan bedah

a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian dicari lubang

yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit

b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang menyebabkan

paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan dekortikasi.

c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami robekan atau

terdapat fistel dari paru yang rusak

d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang, kemudian

kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

Pengobatan Tambahan

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap

penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronkhitis

dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan bronkodilator.

2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat .

31

Page 32: pneumothorak

3. Pemberian antibiotik profilaksis setelah setelah tindakan bedah dapat

dipertimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfisema.

Rehabilitasi3

1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan pengobatan secara

tepat untuk penyakit dasarnya.

2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin terlalu

keras.

3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan

ringan.

4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak

napas.

K. Komplikasi

1. Infeksi sekunder sehingga dapat menimbulkan pleuritis, empiema,

hidropneumotoraks.

2. Gangguan hemodinamika.

3. Pada pneumotoraks yang hebat, seluruh mediastinum dan jantung dapat tergeser ke

arah yang sehat dan mengakibatkan penurunan kardiak " output " , sehingga dengan

demikian dapat menimbulkan syok kardiogenik.

4. Emfisema; dapat berupa emfisema kutis atau emfisema mediastinalis.

L. Prognosis

Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami

kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan tube

thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien pneumotoraks yang

dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang penatalaksanaannya cukup baik,

umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien pneumotoraks spontan sekunder

tergantung penyakit paru yang mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK

harus lebih berhati-hati karena sangat berbahaya.

32

Page 33: pneumothorak

( di bawah ini bisa ada yang dimasukin bisa engga bun coba diliat dulu )

Underwater Seal Drainage (WSD)

WSD adalah merupakan suatu system yang digunakan untuk mengalirkan

cairan atau udara dari torak dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan negatif yg

normal dalam cavum pleurae, sehingga akan dapat mengembalikan dan atau

mempertahankan pengembangan paru.

Pertukaran gas yang efektif dalam paru-paru hanya akan terjadi jika paru-

paru dapat mengembang untuk mempertahankan ventilasi yg adekuat. Pleura yg

merupakan lapisan yg menyelimuti paru-paru mempunyai peran yg penting dalam

membantu ventilasi yang adekuat tersebut. Pleura terdiri dari dua lapisan, yaitu lapisan

yang paling luar disebut pleura parietalis dan yang dalam disebut pleura visceralis,

dimana kedua lapisan ini membentuk suatu ruangan yang disebut cavum pleurae.

Dalam cavum pleurae terdapat suatu cairan pleura + 10 ml, yang diproduksi oleh

membran pleura. Cairan tersebut berfungsi untuk melicinkan permukaan pleurae dan

mengurangi friksi antara pleura parietalis dan visceralis selama pernapasan. Tekanan

dalam cavum pleura senantiasa dalam keadaan negatif dan berfungsi untuk

mempertahankan alveolus tetap mengembang melalui mekanisme suctioning diantara

dua membran pleura.

33

Page 34: pneumothorak

Tekanan intrapleural sedikit berbeda beda selama siklus ventilasi. Sebelum

inspirasi, tekanan intrapleural kurang lebih –5cm H2O. Sedang selama inspirasi,

dinding thorak akan mengembang, yang menyebabkan tekanan intrapleural akan turun

mencapai + -8 cm H2O yang memungkinkan udara dari luar masuk ke dalam paru-

paru. Selama ekspirasi tekanan intrapleural akan turun mencapai + -4 cmH2O, hal ini

akan menyebabkan keluarnya udara dari paru-paru.

Adanya cairan atau udara yang masuk ke dalam cavum pleura dapat

menyebabkan hilangnya tekanan negatif, sehingga paru-paru pada sisi yang terkena

akan collaps sebagaian atau seluruhnya. Dalam situasi yang demikian, pemasangan

underwater seal drainage mungkin indikasi untuk mengeluarkan cairan atau udara dari

cavum pleura, sehingga tekanan negatif dalam pleura akan dapat dipertahankan.

Indikasi Pemasangan WSD9

Indikasi dari pemesangan WSD adalah adanya tindakan pembedahan atau

trauma yang menyebabkan timbulnya gangguan yg signifikan terhadap integritas

dari cavum pleurae. Substansi yg paling sering masuk kedalam cavum pleurae

adalah udara, darah, pus/nanah atau cairan pleural yang berlebihan. Masuknya

substansi tersebut dapat terjadi secara kombinasi atau tunggal dan akan

34

Page 35: pneumothorak

menyebabkan peningkatan tenakan intrapleural dari negatif ke positif yang akan

berakibat lanjut pada kollapsnya paru-paru.

Pneumothorax

Haemothorax

Pleural effusion

Empyema (pyothorax)

2. Kontra Indikasi Pemasangan: 9

Infeksi pada tempat pemasangan

Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

3. Prinsip Prinsip WSD (Under Water Seal) 9

Digunakan untuk mencegah masuknya udara ke dalam cavum pleurae.

Biasanya ujung bawah dari pipa drainase dimasukkan ke dalam air sedalam 2 cm.

Hal ini akan menyebabkan timbulnya tahanan hidrostatik sebesar +2cmH2O dalam

tabung drainase

Pressure Gradien

Tekanan intrapleural normalnya negatif. Namun demikian bila udara atau

cairan masuk ke dalam cavum pleura dapat menyebabkan tekanan intrapleural

berubah jadi positif. Udara akan mengalir dari cavum pleurae menuju ke tabung

drainase bila tekanan intrapleural diatas +2cmH2O. Jadi udara akan berpindah dari

tekanan tinggi ke tekanan rendah. Didalam tabung drainase terdapat saluran untuk

mengeluarkan udara dari tabung tersebut.

Gravitasi

Cairan akan mengalir dari cavum pleura dengan bantuan gravitasi, dan tidak

akan kembali bila tabung drainase diletakkan dibawah pasien. Jika tabung akan

dipindahkan dan diangkat diatas tubuh pasien, maka harus dilakukan pengekleman

ganda pada pipa drainase sedekat mungkin dengan tubuh pasien dan sesegera

mungkin pengekleman tadi dilepas.

35

Page 36: pneumothorak

4. Jenis Jenis WSD9

Sistim Satu Tabung

Merupakan jenis WSD yang paling simple. Jenis ini dapat digunakan untuk

mengalirkan udara maupun cairan. Bagian distal dari pipa drainase harus selalu

dibawah permukaan air. Dalam tabung drainase selalu ada lobang keluarnya udara.

Kekurangan dari sistim ini adalah cairan yang masuk ke dalam tabung drainase

akan menyebabkan meningkatnya tahanan hidrostatik akibat dari meningginya level

air dalam tabung drainase. Hal ini akan menyebabkan sulitnya udara untuk keluar

karena berkurangnya pressure gradient (Dalam situasi seperti ini, sistim dua tabung

lebih menguntungkan). Jenis ini cocok untuk kasus simple pneumothorax atau

pneumoectomy jika dilakukan pengekleman secara intermittent untuk mengecek

perdarahan atau untuk mengurangi intrapleural pressure untuk mencegah

pergeseran mediastinum.

36

Page 37: pneumothorak

Sistim Dua Tabung

Sistim ini sangat cocok untuk mengalirkan cairan dan udara. Tabung yang

pertama digunakan untuk menampung cairan, sedang tabung yang kedua digunakan

untuk menampung udara. Dengan sistim ini, cairan yang terkumpul tidak

mempengaruhi pressure gradient untuk mengeluarkan udara dari cavum pleurae.

Sistim dua tabung ini memungkinkan untuk memonitor volume dan jenis material

yang dikeluarkan (mis: nanah, darah)

Sistim Tiga Tabung

Jika diperlukan pressure gradient yang lebih besar untuk mengeluarkan

cairan atau udara dari cavum pleurae (mis pada kasus volume cairan dan udara yang

sangat banyak), maka diperlukan adanya suction. Suction tersebut akan diletakkan

pada tabung yang ketiga. Pada sistim ini besarnya suction diatur oleh kedalaman

tube dalam tabung yang ketiga, bukannya diatur oleh tekanan mesin suction.

Kekurangan dari sistim ini adalah sangat komplek dan banyaknya sambungan-

sambungan yang tidak boleh terlepas atau bocor. Bahayanya, jika tabungnya pecah

atau sambungan-sambungannya terlepas dapat menyebabkan pneumothorax.

5. Pemeriksaan Sistim WSD9

Pemeriksaan sistim WSD adalah merupakan bagian dari pemeriksaan

objektif. Ada empat aspek yang harus diperhatikan saat melakukan pemeriksaan

sistim WSD :

Swing

Terjadinya perubahan tekanan intrapleural selama inspirasi dan ekspirasi

akan ditransmisikan ke tabung WSD. Sebagai akibatnya selama inspirasi, akibat

terjadinya tekanan negatif, maka cairan dalam dalam tabung WSD akan

bergeser/bergerak keatas, sedang saat ekspirasi akan bergerak ke bawah. Pergerakan

cairan selama inspirasi tenang ini disebut “SWING”. Gerakan cairan akan

membesar saat batuk atau napas dalam. Jika sistim dihubungkan dengan suction,

maka pergerakan cairan ini akan berkurang.

Jika tidak ditemukan swing, maka:

37

Page 38: pneumothorak

Pipa mungkin terjepit

Pasien berbaring pada sisi tube

Adanya sumbatan dalam pipa drainase

Paru paru mengembang kembali dan menutup ujung tube

Bubbling

Adanya gelembung udara dalam tabung WSD menunjukkan adanya

kebocoran udara pada cavum pleurae. Namun adanya gelembung udara pada tabung

yang ketiga dimana diaplikasikan suction, mengindikasikan bahwa aparat suction

sedang dihidupkan.

Tidak ada gelembung indikasi tidak ada kebocoran udara

Adanya gelembung saat batuk indikasi kebocoran udara ringan

Adanya gelembung saat expirasi indikasi kebocoran udara moderat

Adanya gelembung saat inspirasi dan expirasi indikasi adanya kebocoran

yang besar

Saat memeriksa WSD system, mintalah pasien untuk tarik napas dalam dan

observasi adanya swinging atau bubbling, disamping itu perlu pula

dilakukan observasi saat pasien batuk.

Drainage

Jika jumlah cairan yang dikeluarkan menurun kurang dari 100 ml tiap 24

jam, maka merupakan indikasi untuk melepas WSD

Adanya darah yang cukup banyak mengindikasikan adanya perdarahan à

perlu diingat hubungannya dengan hypovolumia, hypotention & low

haemoglobin

Dalam WSD memungkinkan dilakukan mobilisasi atau exercise

Adanya cairan yang melebihi 100ml per jam à perlu segera dilaporkan pada

dokter.

Suction

Besarnya daya hisap atau suction ditentukan oleh kedalaman dari pipa pada

tabung ketiga yang diaplikasisan aparat suction

38

Page 39: pneumothorak

o Daya hisap yang terlalu besar dapat menyebabkan gelembung-

gelembung yang besar yang dapat menyebabkan penguapan air dalam

tabung.

o Tidak adanya gelembung mengindikasikan kurangnya daya hisap,

sehingga perlu ditingkatkan, serta selalu cek apakah ada kebocoran pada

tiap-tiap sambungan.

o Daya hisap yang cukup akan menghasilkan gelembung yang lembut

Aspek Aspek Keamanan

“Water seal system” harus senantiasa intact setiap saat, oleh karena itu

tabung harus senantiasa dalam posisi tegak.

Tabung WSD harus senantiasa diposisikan dibawah dada pasien, jika akan

memindahkan letak tabung dan melewati atas pasien, maka harus dikalukan

mengekleman terlebih dahulu

Jika pasien menghendaki tidur miring kesisi WSD, maka harus dipastikan

bahwa selang yang ada tidak terjepit oleh tubuh pasien

Jika ada sambungan yang lepas, maka segera dilakukan pengekleman

sedekat mungkin dengan tubuh pasien dan segera dilakukan penyambungan

lagi bila ujung sambungan tersebut masih steril, jika tidak harus dilakukan

sterilisasi dahulu dengan chlorhexidine sebelum disambung lagi. Untuk

meminimalisasi resiko ini, seyogyanya dilakukan pengecekan terhadap

semua sambungan sebelum melakukan mobilisasi

Jika chest drainage terlepas, maka luka harus segera ditutup dengan tangan

yang memakai “glove hand”

6. Cara Pemasangan WSD9

a. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di

lineaaksillaris anterior dan media.

b. Lakukan analgesia atau anestesia pada tempat yang telah ditentukan.

39

Page 40: pneumothorak

c. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam

sampaimuskulus interkostalis.

d. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian

dilebarkan.Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah

sampairongga pleura / menyentuh paru.

e. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat

denganmenggunakan Kelly forceps

f. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan kedinding

dada

g. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan.

h. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan. 

 

Torakoskopi9

Toraskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam

ronggatoraks dengan alat bantu toraskop. Tindakan ini dilakukan apabila :

1. tindakan aspirasi maupun WSD gagal

2. paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube toraskostomi

3. terjadinya fistula bronkopleura

4. timbulnya kembali pneumptpraks setelah tindakan plsurodesis

5. pada pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudahkambuh kembali

seperti pada pilot dan penyelam.

M. Pencegahan6

40

Page 41: pneumothorak

Untuk mencegah kematian pada pneumotoraks karena tekanan, dilakukan

pengeluaran udara sesegera mungkin dengan menggunakan alat suntik besar yang

dimasukkan melalui dada dan pemasangan selang untuk mengalirkan udara.

Pada pneumotoraks kecil ( < 20%), gejala minimal dan tidak ada

"Respiratory distress", serangan yang pertama kali, sikap kita adalah observasi dan

penderita istirahat 2-3 hari. Bila pneumotoraks sedang, ada "Respiratory distress" atau

pada observasi Nampak progresif (foto toraks), atau adanya "Tension pneumothorax",

dilakukan tindakan bedah dengan pemasangan WSD untuk pengembangan paru dan

mengatasi gagal nafas. Tindakan torakotomi dilakukan bila :

1. Kebocoran paru yang massif sehingga paru tak dapat mengembang (bullae /

fistel Bronkhopleura).

2. Pneumotoraks berulang.

3. Adanya komplikasi (Empiema, Hemotoraks, Tension pneumothorax).

4. Pneumotoraks bilateral.

5. Indikasi social (pilot, penyelam, penderita yang tinggal di daerah terpencil)

BAB III

KESIMPULAN

41

Page 42: pneumothorak

DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta :

EGC; 1997. p. 598

2. Bowman, Jeffrey, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Updated: 2013

feb 2; cited 2013 January 24. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/827551

3. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya :

Airlangga University Press; 2009. p. 162-179

4. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed Lung).

Cited : 2011 January 10. Available from :

http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm

42

Page 43: pneumothorak

5. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo, Aru, W.

Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata. Setiati, Siti (editor).

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan

Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006.

P. 1063-1068.

6. Bascom, R. Pneumothorax.Cited on [26 September 2011]. Available from

http://emedicine.medscape.com/article/827551

7. Hood Alsagaff, M. Jusuf Wibisono, Winariani, Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru 2004,

LAB/SMF Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Nafas FK UNAIR-RSUD Dr. Soetomo,

Surabaya, 2004

8. Malueka, Rusdy, Ghazali. Radiologi Diagnostik. Yogyakarta : Pustaka Cendekia

Press; 2007. p. 56

9. R. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and bullae. Cited on

[05 Oktober 2011]. Available from

http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg01326-0101.pdf

10. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology Second

Edition. China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-177.

11. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua.

Jakarta :Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.

43