PLV-Du an Nha May Thuc an Thuy San_TS424

29
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses dimana manusia belajar untuk menjadi lebih baik dari segi kognitif, afektif, psikomotor, spiritual ataupun emosional dari awal dia didalam kandungan sampai berakhir di liang lahat. Dalam setiap proses pendidikan mengandung unsusr-unsur yang tidak bisa terlepaskan yaitu ; Guru (Pendidik), Siswa (Peserta Didik) dan Bahan Ajar. Dari ketiga unsur ini ada salah satu yang menjadi sorotan penulis yaitu guru atau Pendidik. Guru menjadi urgent karena guru menjadi pioner dalam membantu kelangsungan proses pendidikan serat mengarahkan peserta didik untuk meraih tujuan pendidikan baik secara lembaga yang disebut sekolah ataupun lembaga yang disebut rumah dan kelompoknya. Oleh karena itu mutu pendidikan di sebuah negara ataupun daerah sangat dipengaruhi oleh kualitas mutu pendidiknya. Ditengah fenomena meningkatnya sumber daya manusia secara kuantitas yang mengemban profesi guru membawa angin segar bagi negara Indonesia untuk meningkatkan mutu pendidikannya guna meraih tujuan pendidikan nasional. Namun sungguh ironis ditengah-tengah peningkatan tersebut sangat berbeda dengan senyatanya, semakin meningkat angka profesi guru tidak begitu memengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Karena kalau kita lihat angka kejahatan yang dilakukan oleh usia sekolah ternyata meningkat juga sehingga menurut saya ada satu komponen tujuan pendidikan yang tidak tercapai yaitu cerdas secara emosi dan spiritual. Hal ini menjadi satu sorotan yang menarik untuk dianalisis apa yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia?! Apakah pemerintah yang tidak menempatkan kebijakan yang sesuai atau mungkin idealitas seorang guru yang bertugas untuk mendidik hilang ditengah era globalisasi, kapitalisme dan juga hedonism?!. Dari pertanyaan-pertanyaan itulah muncul sebuah ide untuk membahas tentang keprofesian guru dengan judul “ Guru Antara Realitas dan Idealitas

description

67

Transcript of PLV-Du an Nha May Thuc an Thuy San_TS424

BAB I
baik dari segi kognitif, afektif, psikomotor, spiritual ataupun emosional dari awal
dia didalam kandungan sampai berakhir di liang lahat. Dalam setiap proses
pendidikan mengandung unsusr-unsur yang tidak bisa terlepaskan yaitu ; Guru
(Pendidik), Siswa (Peserta Didik) dan Bahan Ajar. Dari ketiga unsur ini ada salah
satu yang menjadi sorotan penulis yaitu guru atau Pendidik.
Guru menjadi urgent karena guru menjadi pioner dalam membantu
kelangsungan proses pendidikan serat mengarahkan peserta didik untuk meraih
tujuan pendidikan baik secara lembaga yang disebut sekolah ataupun lembaga yang
disebut rumah dan kelompoknya. Oleh karena itu mutu pendidikan di sebuah negara
ataupun daerah sangat dipengaruhi oleh kualitas mutu pendidiknya.
Ditengah fenomena meningkatnya sumber daya manusia secara kuantitas
yang mengemban profesi guru membawa angin segar bagi negara Indonesia untuk
meningkatkan mutu pendidikannya guna meraih tujuan pendidikan nasional.
Namun sungguh ironis ditengah-tengah peningkatan tersebut sangat berbeda
dengan senyatanya, semakin meningkat angka profesi guru tidak begitu
memengaruhi kualitas pendidikan di Indonesia. Karena kalau kita lihat angka
kejahatan yang dilakukan oleh usia sekolah ternyata meningkat juga sehingga
menurut saya ada satu komponen tujuan pendidikan yang tidak tercapai yaitu cerdas
secara emosi dan spiritual. Hal ini menjadi satu sorotan yang menarik untuk
dianalisis apa yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia?! Apakah pemerintah
yang tidak menempatkan kebijakan yang sesuai atau mungkin idealitas seorang
guru yang bertugas untuk mendidik hilang ditengah era globalisasi, kapitalisme dan
juga hedonism?!.
tentang keprofesian guru dengan judul “ Guru Antara Realitas dan Idealitas”
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 2
I.2. Rumusan Masalah
I.2.5. Bagaimana Tipologi Guru
I.2.6. Guru Masa Sekarang
semestinya ada untuk meraih tujuan pendidikan yang paripurna.
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 3
BAB II
Pendidikan merupakan usaha nyata yang dilakukan oleh seorang manusia
dalam rangka memperoleh derjat yang lebih baik baik secara intelektual maupun
secara prilaku. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) mendefinisikan
bahwa pendidikan adalah sebuah kegiatan perbaikan tata-laku dan pendewasaan
manusia melalui pengetahuan. Sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003, tentang
sistem pendidikan nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara. Hal ini
diperkuat dengan pendapat para ahli pendidikan seperti :
Prof. Zaharai Idris, M.A. mengatakan bahwa Pendidikan ialah
serangkaian kegiatan komunikasi yang bertujuan, antara manusia dewasa dengan si
anak didik secara tatap muka atau dengan menggunakan media dalam rangka
memberikan bantuan terhadap perkembangan anak seutuhnya.
Stella van Petten Henderson Pendidikan merupakan kombinasai dari
pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial.
Kohnstamm dan Gunning (1995) : Pendidikan adalah pembentukan hati
nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penetuan-diri secara etis,
sesuai denga hati nurani.
sendiri, dan mempertahankan ideal-idealnya. Carter V. Good Pendidikan adalah
proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan prilaku yang
berlaku dalam masyarakatnya. Proses sosial dimana seseorang dipengaruhi oleh
sesuatu lingkungan yang terpimpin (khususnya di sekolah) sehingga iya dapat
mencapai kecakapan sosial dan mengembangkan kepribadiannya.
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 4
Thedore Brameld Istilah pendidikan mengandung fungsi yang luas dari
pemelihara dan perbaikan kehidupan suatu masyarakat, terutama membawa warga
masyarakat yang baru mengenal tanggung jawab bersama di dalam masyarakat.
Jadi pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang
berlangsung di dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang
memungkinkan masyarakat tetap ada dan berkembang. Di dalam masyarakat yang
kompleks, fungsi pendidikan ini mengalami spesialisasi dan melembaga dengan
pendidikan formal yang senantiasa tetap berhubungan dengan proses pendidikan
informal di luar sekolah).
II.2. Pengertian Profesi Guru
karena itu peranan guru sangat memngaruhi kebrelangsungan serta hasil dari
pendidikan tersebut. Lantas kenapa guru menjadi unsur yang sangat penting dalam
pendidikan?! Untuk menjawab hal itu alangkah bijaknya kalau kita terlebih dahulu
mengenal apa yang dimaksud dengan guru. Sebelum memasuki apa pengertian dari
guru terlebih dahulu kita uraikan apa yang dimaksud dengan profesi.
Kata profesi idientik dengan kata keahlian. Jarvis via Yamin (2007: 3)
mengartikan seseorang yang melakukan tugas profesi juga sebagai seorang ahli
(expert). Pada sisi lain, profesi mempunyai pengertian seseorang yang menekuni
pekerjaan berdasarkan keahlian, kemampuan, teknik, dan prosedur berdasarkan
intelektualitas.
suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjut dalam science dan teknologi
yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplementasikan dalam
kegiatan yang bermanfaat. Pengertian profesi menurut Sardiman ini dikuatkan
dengan pengertian profesi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Menurut KBBI (2005: 897), kata profesi berarti bidang pekerjaan yang dilandasi
pendidikan keahlian (keterampilan, kejuruan, dan sebagainya) tertentu.
Setelah kita mengetahui apa yang dimaksud dengan profesi sekarang kita
memasuki pengertian dari guru. Guru memiliki beberapa definisi diantaranya :
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 5
a. Falsafah Jawa Guru diartikan sebagai sosok tauladan yang harus di “gugu
lan ditiru”. Dalam konteks falsafah jawa ini guru dianggap sebagai pribadi yang
tidak hanya bertugas mendidik dan mentransformasi pengetahuan di dalam kelas
saja, melainkan lebih dari itu Guru dianggap sebagai sumber informasi bagi
perkembangan kemajuan masyarakat ke arah yang lebih baik. Dengan demikian
tugas dn fungsi guru tidak hanya terbatas di dalam kelas saja melainkan jauh lebih
kompleks dan dalam makna yang lebih luas. Oleh karena itu dalam msyarakat jawa
seorang guru dituntut pandai dan mampu menjadi ujung tombak dalam setiap aspek
perkembangan masyarakat (multi talent).
b. Undang-undang nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Guru
adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada
pendidikan anak usia dini melalui jalur formal pendidikan dasar dan pendidikan
menengah. Pengertian guru diperluas menjadi pendidik yang dibutuhkan secara
dikotomis tentang pendidikan. Pada bab XI tentang pendidik dan tenaga
kependidikan. Dijelaskan pada ayat 2 yakni pendidik merupakan tenaga profesional
yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran. Hasil
motivasi berprestasi, melakukan bimbingan dan pelatihan serta melakukan
penelitian dan pengabdian kepada masyarakat terutama bagi pendidik pada
perguruan tinggi.
c. Ahmad Tafsir (1992) Guru ialah siapa saja yang bertanggung jawab
terhadap perkembangan anak didik. Dapat diartikan juga orang kedua yang paling
bertanggung jawab terhadap anak didik setelah orang tua.
d. Husnul Chotimah (2008) Guru dalam pegertian sederhana adalah orang
yang memfasilitasi proses peralihan ilmu pengetahuan dari sumber belajar ke
peserta didik.
e. Dri Atmaka (2004: 17) pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung
jawab memberikan pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan baik
jasmani maupun rohaninya. Agar tercapai tingkat kedewasaan mampu berdiri
sendiri memenuhi tugasnya sebagai mahluk Tuhan, mahluk sosial dan mahluk
individu yang mandiri.
f. E. Mulyasa (2003: 53) pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan
kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional.
g. Ahmadi (1977: 109) pendidik adalah sebagai peran pembimbing dalam
melaksanakan proses belajar mengajar. Menyediakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan siswa merasa aman dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan
prestasi yang dicapai mendapat penghargaan dan perhatian sehingga dapat
meningkatkan motivasi berprestasi siswa.
h. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1993: 288) guru adalah orang yang
pekerjaannya, mata pencahariannya, dan profesinya mengajar.
i. Drs. Moh. Uzer Usman (1996: 15) guru adalah setiap orang yang bertugas
dan berwenang dalam dunia pendidikan dan pengajaran pada lembaga pendidikan
formal. Guru sekolah dasar adalah guru yang mengajar dan mengelola administrasi
di sekolah itu. Untuk melaksanakan tugasnya prinsip-prinsip tentang tingkah laku
yang diinginkan dan diharapkan dari semua situasi pendidikan adalah berjiwa
Pancasila. Berilmu pengetahuan dan keterampilan dalam menyampaikan serta
dapat dipertanggungjawabkan secara didaktis dan metodis. Sebagai profesi, guru
memenuhi ciri atau karakteristik yang melekat pada guru, yaitu:
1. Memiliki fungsi dan signifikasi sosial bagi masyarakat, dirasakan
manfaatnya bagi masyarakat.
yang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Memiliki kompetensi yang didukung oleh suatu disiplin ilmu tertentu (a
sytenatic bady of knowledge).
4. Memiliki kode etik yang dijadikan sebagai satu pedoman perilaku anggota
beserta saksi yang jelas dan tegas terhadap pelanggaran kode eti tersebut.
5. Sebagai konsekwensi dari layanan dan prestasi yang diberikan kepada
masyarakat, maka anggota profesi secara perorangan atau kelompok berhak
memperoleh imbalan finansial atau material.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa profesi guru adalah jabatan
atau pekerjaan yang harus memiliki keahlian dan keterampilan yang tidak setiap
orang dapat melakukannya. Hal ini dikuat dengan pernyataan dari Uno (2008:15)
yang menyebutkan bahwa guru merupakan suatu profesi, yang berarti suatu jabatan
yang memerlukan keahlian khusus sebagai guru yang tidak dapat dilakukan oleh
sembarang orang diluar bidang pendidikan.
II.3. Sejarah Guru
tutor,atau para pemimpin adat, dengan sistem pembelajaran one-to- one atau
pembelajaran dari pintu ke pintu (door to door).pada masa ini sekolah dikenal
dengan escole yang memiliki pengertian the age of leasure atau masa untuk
bersenang-senang bagi anak-anak.
Pada abad XIX (16oo AD,1800 AD), sistem escole telah berkembang
sedemikian rupa menjadi sistem klasikal, dengan persyaratan adanyah ruang kelas
dan fasilitas pendidikan lainnya, ada bahan ajar (kurikulum), dan dengan batas
waktu tertentu, serta proses pengajaran dan pembelajaran.
Pada era minilium ketiga ( abad XXI sampai saat ini), guru tidak hanyah
melakukan tugas-tugas mengajar di ruang kelas, melainkan juga telah ikut
memberikan lanyanan pendidikan jarak jauh (DISTANCE LEARNING), dengan e-
lerning balam sekolah virtual. Profesi guru tidak hanya dibatasi adanya pertemuan
secara langsung dengan siswa di dalam kelas.
II.3.1. Sejarah Guru di Indonesia
Sebelum agama masuk Indonesia, seseorang yang ingin belajar harus
mengunjungi seorang petapa. Petapa itu mungkin saja yang telah meninggalkan
tahta kerajaan karena sudah tua dan memperdalam masalah kerohanian. Petapa itula
yang disebut juga guru bagi muridnya yang menuntut ilmu ditempat tersebut.
Biasanya para murid mengerjakan sawah ladang petapa untuk keperluan hidup
sehari-hari.
Pada masa kerajaan Budha atau Hindu di Indonesia orang belajar di Bihara.
Biksu yang mengajar membaca serta menulis huruf sansekerta di Bihara tersebut
disebut guru. Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari mereka bekerja di
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 8
ladang. Para siswa juga memberikan sedekah dari masyarakat untuk membantu
kehidupan sehari- hari.
Setelah agama Islam masuk di Indonesia orang belajar di Pesantren supaya
dapat membaca Al-qur’an dan melakukan sholat dengan benar. Ulama’ yang
mengajar di Pesantren juga dinamakan guru. Para siswa biasanya tinggall di rumah
ulama’ tersebut dan membantu bercocok tanam untyuk kebutuhan hidup sehari-
hari.
Para pedagang Portugis dan Belanda yang datang di Indonesia umumnya
beragama Kristen, selain berdagang mereka juga menyebarkan agama itu.
Mempelajari agama Kristen, membaca dan menulis huruf latin. Para pendeta yang
mengajarkan agama Kristen itu juga disebut guru. Untuk kepentingan
penjajahannya Belanda memerlukan pegawai yang pandsai menulis dan membaca
huruf latin. Karena itu, mereka mendirikan sekolah dan mengajarkan ilmu
pengetahuan yang tidak berkaitan dengan agama. Inilah awal mula sistem
Pendidikan modern di Indonesia.
kemerdekaannya. Kaum guru Indonesia bertekad turut berjuang mempertahankan
kemerdekaan Indonesia yang diwujudkan dalam salah satu tujuan kelahiran PGRI
yaitu : turut aktif mempersatukan kemerdekaan RI.
Kelahiran PGRI sebagai wadah organisasi guru yang sedang berevolusi
Kemerdekaan, merupakan manifestasi akan keinsafan dan rasa tanggung jawab
kaum guru Indonesia dalam memenuhi kewajiban akan pengabdiannya serta
partisipasinya kepada perjuangan menegakkan dan mengisi kemerdekaan RI.
Guru-guru sadar akan tugasnya bahwa pendidikan adalah sarana utama
dalam pembangunan bangsa dan negara, mereka melaksanakan dwifungsi dalam
kerjanya, yaitu : digaris belakang mendidik dan mengajar disekolah-sekolah biasa,
sekolah peralihan, sekolah pengungsian. Disamping itu, mereka juga melakukan
kerjasama dengan masyarakat mendirikan dapur umum dan mempersiapkan
makanan untuk para pejuang di garis depan. Kecuali itu mereka menjadi pemimpin
atau komandan barisan tentara : BKR, TKR, TRI/TNI, BARA , API, Hizbullah,
Sabilillah, Pesindo, Laskar Rakyat, PMI, dan para pejuang lainnya.
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 9
Walaupun PGRI telah berkembang ke seluruh pelosok tanah air, namun
perjalanan sejarahnya tak lepas dari arus perjuangan bangsa Indonesia dalam tekad
menegakkan kemerdekaan.
Kongres PGRI II tahun 1946 di Surakarta dan kongres PGRI III tahun 1948
di Madiun yang dilaksanakan saat memuncaknya perjuangan bangsa Indonesia
menentang penjajahan kolonial Belanda yang berusaha menentang kembali daerah
jajahannya di indonesia. Dengan liciknya Kolonial Belanda melaksanakan politik
adu domba, memecah belah bangsa dan wilayah Indonesia dengan maksud
melemahkan semangat perjuangan rakyat Indonesia.
Melalui Kongres PGRI II di Surakarta dan Kongres PGRI III di Madiun,
PGRI telah menggariskan haluan dan sifat perjuangannya yaitu :
1. Mempertahankan NKRI.
falsafah negara pancasila dan UUD 1945.
3. Tidak bergerak dalam lapangan politik (non politik).
4. Sifat dan siasat perjuangan PGRI :
a. Bersifat korektif konstruktif terhadap Pemerintah.
b. Bekerja sama dengan serikat-serikat buruh/pekerja lainnya.
c. Bekerjasama dengan badan-badan lainnya, [artai politik,
organisasi pendidikan, badan-badan perjuangan.
5.Bergerak di tengah-tengah masyarakat.
Haluan dan sifat perjuangan PGRI tersebut membulatkan tekad anggota PGRI
tersebut membulatkan tekad anggota PGRI dalam berjuang menegakkan dan
mempertahankan Kemerdekaan.
Kreatifitas merupakan dasar dari segala hal dalam rangka meningkatkan sesuatu
kearah kemajuan. Untuk berlaku kreatif, kita harus punya pengetahuan ketrampilan
dan nilai-nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Sedangkan langkah kemajuan, kemauan atau niat merupakan awal bagi
terbentuknya sebuah sikap, tingkahlaku loyalitas sebagai wujud dari kreadibilitas
seseorang. Jika antara kreatifitas dan kepribadian yang baik berpadu, maka akan
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 10
menampilkan proses pendidikan yang selalu diiringi kreatfitas anak didik lebih
terarah dan tepat guna.
Pendidikan guru menjadi masalah penting dalam masa perluasan
pendidikan. Sekolah guru (Kweekschool) pertama dibuka pada tahun 1852 di Solo,
segera diikuti oleh sekolah guru lainnya di pusat nahasa-bahasa utama di Indonesia.
Sekolah-sekolah ini menghasilkan lebih dari 200guru antara 1887 dan 1892. Setelah
depresi ekonomi jumlahnya dikurangi.
Sebelum sekolah guru dapat menghasilkan jumlah guru yang cukup, tidak
diadakan syarat khusus untuk melakukan profesi guru ini. Karena gudang dan
kantor pemerintah dapat diterima sebagai guru. Mutu pendidikan sering sangat
rendah apa lagi diluar Jawa. Diantara guru-guru ada yang tidak pandai berbahasa
Melayu, yang tidak lancar membaca, atau tak dapat mengalikan. Ada kelas-kelas
yang besar sekali. Pada tahun 1859 seorang guru di Kaibobo (seram) harus
menghadapi 285 murid dan di Manado 260 murid dalam satu kelas.
Karena kebutuhan guru yang mendesak setelah 1863, pemerintah
memutuskan pada tahun1892 akan mengangkat guru tanpa pendidikan sebagai
guru. Pada tahun 1875 diadakan bagi mereka yang ingin mendapatkan kualifikasi
guru tabpa melalui sekolah guru. Gaji guru yang berwenang penuh berjumlah 30
sen – 50 sen sebulan, yang kemudian dinaikkan pada tahun 1878 menjadi minimal
75 sen dan maksimum 150 sen perbulan. Disamping itu lulusan sekolah guru
(kweekschool) mendapat gelar menteri guru yang memberikan mereka kedudukan
yang nyata dikalangan pegawai pemerintah lainnya yang memberikan mereka hak
untuk menggunakan payung menurut ketentuan pemerintah, tombak, tikar, dan
kotak sirih. Mereka juga banyak mendapat biaya menggaji empat pembantu untuk
membawa keempat lambang kehormatan itu. Tanda-tanda kehormatan itu
membangkitkan rasa hormat orang termasuk murid-muridnya sendiri. Khususnya
anak-anak kaum ningrat.
Pada mulanya sukar mencari siswa untuk sekolah guru ( kweekschool) dan
anak-anak priyai sering menggunakan profesi guru sebagai batu loncatan untuk
memperoleh pekerjaan dikantor pemerintahan yang lebih terhormat dalam
pandangan mereka. Tak ada persyaratan untuk menjadi calon siswa. Sekolah guru
dan tak ada sekolah yang mempersiapkan siswa untuk itu. Syarat satu-satunya
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 11
adalah usia(minimal 14 dan maksimal17 tahun) dan inipun tak dapat dipastikan
karena tidak adanya surat kelahiran. Ada kalanya calon tanpa berpengetahuan
bahasa Melayu, nerhitung dan membaca harus diterima. Karena itu sekolah guru
pada taraf permulaannya tak ubahnya sekolah rendah.
Dengan demikian dapat kita lihat bahwa profesi guru sejak dahulu secara
ekonomi sangat tidak menjanjikan karena profesi seorang guru adalah pengabdian.
Ketika berbicara pengabdian maka berbicara pengorbanan, sehingga ketika kita
berbicara pengorbanan maka guru mempunyai sifat loyal dan tanpa pamrih.
II.4. Karakteristik Guru dalam Islam
a. Guru Menurut Ibn Miskawaih
Pendidik dalam hal ini guru, instruktur, ustadz atau dosen memegang peranan
penting dalam keberlangsungan kegiatan pengajaran dan pendidikan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan. Guru menurut Ibn Miskawaih dianggap lebih
berperan dalam mendidik kejiwaan muridnya dalam rangka mencapai kebahagiaan
sejati. Guru berfungsi sebagai orang tua atau bapak ruhani, orang yang dimuliakan
dan kebaikan yang diberikan adalah kebaikan Ilahi. Selain itu karena guru berperan
membawa anak didik kepada kearifan, mengisi jiwa anak didik dengan
kebijaksanaan yang tinggi dan menunjukkan kepada mereka kehidupan abadi dan
dalam kenikmatan yang abadi pula. Menurutnya, tidak semua mampu menduduki
derajat seperti itu.
Pendidik sejati yang dimaksudkan Ibn Miskawaih adalah manusia ideal seperti
yang terdapat pada konsepsinya tentang manusia yang ideal. Hal demikian terlihat
jelas karena ia mensejajarkan posisi mereka sama dengan posisi nabi, terutama
dalam hal cinta kasih. Cinta kasih anak didik terhadap pendidiknya menempati
urutan kedua setelah cinta kasih kepada Allah.
Dari pandangan demikian itu, dapat diambil suatu pemahaman bahwa guru yang
tidak mencapai derajat seperti yang dimaksudkan di atas dinilai sama oleh Ibn
Miskawaih dengan seorang teman atau saudara, karena dari mereka itu dapat juga
diperoleh ilmu dan adab.
Guru biasa menurut Ibn Miskawaih tersebut bukan dalam arti sekedar guru
formal karena jabatan. Menurutnya, guru memiliki persyaratan antara lain : bisa
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 12
dipercaya, pandai, dicintai, sejarah hidupnya jelas tidak tercemar di masyarakat.
Disamping itu, ia hendaknya menjadi cermin atau panutan dan bahkan harus lebih
mulia dari orang yang dididiknya.
b. Guru Menurut al-Qabisi
tanpa terpengaruh oleh pandangan dari lingkungan masyarakat dan oleh perbedaan
stratifikasi sosial-ekonomi. Atas dasar pandangan ini, guru harus mengajar semua
anak secara bersama-sama berdasarkan atas rasa persamaan dan penyediaan
kesempatan belajar bagi semua secara sama.
Pemberian gaji kepada guru yang mengajar itu didasarkan pada tuntutan
zamannya, yaitu bahwa pembayaran gaji itu sebagai imbalan dari pekerjaan lain
yang ia tinggalkan, karena harus mengajar. Lebih dari itu al-Qabisi juga
memperkenankan guru menerima hadiah pada hari-hari besar, atau semacam
penghargaan lainnya.
Guru harus dapat berperan sebagai panutan atau teladan (qudwah hasanah) di
tengah-tengah komunitas muridnya, disamping perannya sebagai pengajar yang
mentransfer pengetahuan dan keterampilan. Proses internalisasi nilai dalam
pendidikan memang sangat banyak yang dapat dilakukan melalu keteladanan para
guru, dan masalah ini justru sekarang yang menjadi salah satu titik lemah dalam
pendidikan modern.
Al-Mawardi memandang penting seorang guru yang memiliki sikap tawadlu
(rendah hati) serta menjauhi sikap ujub. Menurut al-Mawardi sikap tawadlu akan
menimbulkan simpatik dari para anak didik, sedangkan sikap ujub akan
menyebabkan guru kurang disenangi.
guru bersikap demokratis dalam menghadapi murid-muridnya. Dalam arti guru
akan mengembangkan potensi individu seoptimal mungkin. Guru tersebut
menempatkan peranannya sebagai pemimpin dan pembimbing dalam proses belajar
mengajar yang berlangsung dengan utuh dan luwes, di mana seluruh siswa terlibat
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 13
didalamnya. Selanjutnya al-Mawardi mengatakan bahwa seorang guru selain harus
bersikap tawadlu, juga harus bersikap ikhlas. Secara harfiah berarti menghindari
riya. Sedangkan dari segi istilah ikhlas berarti pembersihan hati dari segala
dorongan yang dapat mengeruhkannya.
partner belajar bagi murid. Posisinya sebagai guru tidak boleh menghalanginya
untuk dijadikan partner bagi siswa. Yang lumrah terjadi adalah terdapat jarak antara
guru dan murid. Prinsip kesetaraan ini akan menciptakan atmosfer bahwa murid
tengah didampingi dalam proses belajarnya, bukan diawasi.
Diatas motif-motif tersebut seorang guru harus mencintai tugasnya. Kecintaan
ini akan tumbuh dan berkembang apabila keagungan, keindahan dan kemuliaan
tugas itu sendiri benar-benar dapat dihayati. Namun demikian motif yang paling
utama menurut al-Mawardi adalah karena panggilan jiwanya untuk berbakti kepada
Allah Swt. dengan tulus ikhlas. Lebih lanjut ia mengatakan bahwa diantara akhlak
yang harus dimiliki para guru adalah menjadikan keridlaan dan pahala dari Allah
Swt. sebagai tujuan dalam melaksanakan tugas mengajar dan mendidik muridnya,
bukan mengharapkan balasan berupa materi.
Al-Mawardi melarang mengajar atas motif ekonomi. Hal ini juga dapat
dipahami bahwa al-Mawardi menghendaki hendaknya mengajar harus
diorientasikan kepada tujuan yang luhur, yakni keridlaan dan pahala Allah.
Konsekuensinya harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab. Keikhlasan ini
akan berbuah :
pelaksanaan proses belajar mengajar seperti bahan ajar, metode, sumber belajar dan
lain sebagainya.
2. Disiplin terhadap aturan dan waktu dalam seluruh hubungan sosial dan
profesionalnya.
profesionalnya. Guru yang ikhlas dalam keseluruhan waktunya akan digunakan
secara efisien, baik dalam kaitannya dengan tugas keguruan maupun dalam
pengembangan kariernya sehingga akan terjadi peningkatan kualitas pendidikan.
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 14
4. Ketekunan dan keuletan dalam bekerja. Keuletan dan ketekunan guru sebagai
pribadi yang utuh, akan terbiasa melakukan suatu tugas atau pekerjaan yang ulet,
tekun, penuh kesungguhan dan ketelitian.
5. Memiliki daya kreasi dan inovasi yang tinggi. Hal ini lahir dari kesadaran
akan semakin banyaknya tuntutan dan tantangan pendidikan masa mendatang,
sejalan dengan kemajuan IPTEK.
Al-Mawardi juga berpendapat bahwa guru adalah figur strategis. Menurutnya
guru harus merupakan figur yang dapat dicontoh oleh murid dan masyarakat. Oleh
karena itu segala tingkah laku guru harus sesuai dan sejalan dengan norma dan nilai
ajaran yang berasal dari wahyu.
Sejalan dengan uraian tersebut diatas, maka seorang guru harus tampil sebagai
teladan yang baik. Usaha penanaman nilai-nilai kehidupan melalui pendidikan tidak
akan berhasil, kecuali jika peranan guru tidak hanya sekedar komunikator nilai,
melainkan sekaligus sebagai pelaku nilai yang menuntut adanya rasa tanggung
jawab dan kemampuan dalam meningkatkan sumber daya manusia yang utuh.
Dalam kaitan ini al-Mawardi mengatakan hendaknya seorang guru menjadikan
amal atas ilmu yang dimilikinya serta memotivasi diri untuk selalu berusaha
memenuhi segala tuntutan ilmu. Janganlah ia termasuk golongan yang dinilai
Tuhan sebagai orang Yahudi yang diberi Taurat tetapi mereka tidak
mengamalkannya, tak ubahnya dengan seekor keledai yang membawa kitab di
pungunggungnya.
Selain sebagai teladan guru juga harus memberikan kasih sayang. Dengan
posisinya sebagai orang tua kedua guru juga harus memberikan kasih sayang dan
bersikap lemah lembut.
Sikap lemah lembut ini ternyata tidak sepenuhnya berhasil dalam dunia
pendidikan. Sa’di mengungkapkan hal ini dalam sebuah kisah. Seorang kepala
sekolah yang amat keras, dimana di hadapannya para murid tidak berani
mengucapkan sepatah kata pun, digantikan oleh seorang guru yang lemah lembut
dan baik hati. Murid-murid segera melupakan rasa takut yang perah mereka alami
terhadap kepala sekolah yang terdahulu. Karena kemurahan hati hati kepala sekolah
yang baru tersebut, mereka menjadi nakal, melalaikan belajar mereka dan
menghabiskan waktunya untuk bermain-main. Kemudian penduduk kota itu pun
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 15
memberhentikan guru yang lemah tersebut dan menarik kembali guru yang lama
keada jabatannya semula. Saya heran mengapa penduduk kota menjadikan guru
yang jahat itu sebagai malaikat, hingga guru yang bijaksana tersebut berkesimpulan
: “Guru yang keras lebih berharga bagi anak-anak daripada cinta orang tua yang
buta”
Peran selanjutnya bagi guru adalah sebagai motivator. Hal ini penting dalam
rangka meningkatkan kegairahan dan pengembangan kegiatan belajar siswa. Peran
terakhir guru menurut al-Mawardi adalah sebagai pembimbing. Bimbingan dapat
diartikan sebagai kegiatan memantau murid dalam perkembangannya dengan jalan
menciptakan lingkungan dan arahan sesuai dengan tujuan pendidikan.
d. Guru Menurut Ibnu Sina
Menurut Ibnu Sina Guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama,
mengetahui cara mendidik akhlak, cakap dalam mendidik anak, berpenampilan
tenang, jauh dari berolok-olok dan main-main dihadapan muridnya, tidak bermuka
masam, sopan santun, bersih dan suci murni.
Selain lebih mengutamakan guru pria daripada guru wanita, ia juga
mensyaratkan guru yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, cerdas, teliti,
sabar, telaten dalam membimbing anak, adil, hemat dalam penggunaan waktu,
gemar bergaul dengan anak-anak, tidak keras hati dan senantiasa menghias diri.
Selain itu guru juga harus mengutamakan kepentingan ummat daripada kepentingan
diri sendiri, menjauhkan diri dari meniru sifat raja dan orang-orang yang berakhlak
rendah, mengetahui etika dalam majelis ilmu, sopan dan santun dalam berdebat,
berdiskusi dan bergaul. Dalam pendapatnya itu, Ibnu Sina selain menekankan unsur
kompetensi atau kecakapan dalam mengajar, juga berkperibadian yang baik.
Dengan kompetensi itu, seorang guru akan dapat mencerdaskan anak
didiknya.dengan berbagai pengetahuan yang diajarkannya, dan dengan akhlak ia
akan dapat membina mental dan akhlak anak.
Guru seperti itu, tampaknya diangkat dari sifat dan kepribadian yang terdapat
pada diri Ibnu Sina sendiri, yang selain memiliki kompetensi akhlak yag baik, juga
memiliki kecerdasan dan keluasan ilmu.
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 16
e. Guru Menurut al-Ghazali
Menurut al-Ghazali, guru yang dapat diserahi tugas mengajar adalah guru yang
selain cerdas dan sempurna akalnya, juga guru yang baik akhlaknya dan kuat
fisiknya. Dengan kesempurnan akal ia dapat memiliki berbagai ilmu pengetahuan
secara mendalam, dan dengan akhlaknya yang baik ia dapat menjadi contoh dan
teladan bagi muridnya, dan dengan kuat fisiknya ia dapat melaksanakan tugas
mengajar, mendidik dan mengarahkan anak-anak murid-muridnya. Selain sifat-
sifat umum tersebut diatas, juga terdapat beberapa sifat khusus :
1. Rasa kasih sayang yang akan berujung menciptakan situasi yang kondusif.
2. Mengajar harus dipamahi sebagai akifitas mendekatkan diri kepada Allah.
Hal ini akan berujung pada keikhlasan, tidak mengharap apapun dari manusia.
3. Selain mengajar juga berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur
dan benar dihadapan muridnya serta tidak melibatkan diri dalam persoalan yang
bisa mengalihkan konsentrasinya sebagai guru.
4. Dalam mengajar hendaknya digunakan cara yang simpatik, halus dan tidak
menggunakan kekerasan, cacian, makian dan sebagainya. Semua sikap ini akan
mempunyai dampak bagi psikis siswa.
5. Tampil sebagai teladan bagi muridnya, bersikap toleran, menghargai
kemampuan orang lain, tidak mencela ilmu lain.
6. Mengakui adanya perbedaan potensi yang dimilki murid-muridnya secara
individu dan memperlakukan murid sesuai dengan potensi masing-masing.
Tentang potensi individu ini Sa’di mengungkapkan bahwa Bilamana kemampuan
bawaan sejak lahir baik, maka pendidikan akan memberikan suatu pengaruh. Tetapi
tidak ada penggosok yang mampu mengkilakan terhadap sifat (watak) buruk yang
keras. Jika Anda memandikan anjing ke dalam tujuh lautan, maka Anda tidak dapat
merubah sifat alamiahnya, dan jika Anda membawa keledai Yesus (Isa al-Masih)
ke Mekkah, maka sekembalinya dari Mekkah ia tetap seekor keledai.
Dikisahkan pula, seorang raja menyerahkan anak laki-lakinya kepada seorang
guru dan berkata kepadanya, “Didiklah ia sebagaimana engkau mendidik anakmu
sendiri.” Setelah beberapa tahun menjalani pendidikan, sang pangeran tidak
mengalami kemajuan sementara anak sang guru, prestasi dan pengetahuannya
mengungguli anak raja. Sang raja menyalahkan guru dan menuduhnya tidak berbuat
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 17
adil dalam mengajar, kemudian sang guru menjawab: “Yang mulia, saya telah
mengajar dengan adil dalam semua hal, tetapi setiap orang memiliki kemampuan
yang berbeda-beda. Meskipun perak dan emas berasal dari saripati batuan, tetapi
tidak semua batu mengandung emas dan perak.
7. Juga memahami bakat, tabi’at dan kejiwan muridnya sesuai dengan tingkat
usia.
8. Bepegang teguh pada apa yang diucapkannya, serta berusaha untuk
merealisasikannya.
Dari delapan sifat guru diatas, tampak bahwa sebagiannya masih ada yang
sejalan dengan tuntutan masyarakat modern. Sifat guru yang mengajarkan pelajaran
secara sistematik, yaitu tidak mengajarkan bagian berikutnya sebelum bagian
terdahulu dikuasai, memahami tingkat perbedaan dan kemampuan intelektual para
siswa, bersikap simpatik, tidak menggunakan kekerasan, serta menjadi pribadi
panutan dan teladan adalah sifat-sifat yang tetap sejalan dengan masa sekarang.
f. Guru Menurut Ibnu Jama’ah
Menurut Ibnu Jamaah Guru sebagai mikrokosmos manusia dan secara umum
dapat dijadikan sebagai tipologi makhluk terbaik. Maka derajat seorang alim (guru)
berada setingkat di bawah derajat Nabi. Ini juga berarti bahwa guru harus benar-
benar mewarisi sifat-sifat para Nabi, tidak hanya dalam rangka penyampaian risalah
tapi juga dalam keseharian. Ibnu Jamaah memberikan kriteria seorang guru adalah:
1. Menjaga Akhlak selama melaksanakan tugas pendidikan
2. Tidak menjadikan profesi guru sebagai kegiatan untuk menutupi kebutuhan
ekonomis
5. Adil dalam memperlakukan peserta didik.
6. Menolong dengan kemampuan yang dimiliknya.
Secara umum criteria-kriteria tersebut di atas menampakkan kesempurnaan
sifat-sifat dan keadaan pendidik dengan memiliki persyaratan-persyaratan tertentu
sehingga layak menjadi pendidik sebagaimana mestinya.
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 18
g. Guru Menurut Ibnu Taimiyah
Menurut Ibnu Taimiyah hendaknya seorang pendidik mencirikan kepribadian
seorang sebagai berikut :
1. Guru adalah khulafa’, yaitu orang–orang yang menggatikan misi perjuangan
nabi dalam bidang pengajaran. Kedudukan ini hanya dapat dilaksanakan oleh orang
yang mengikuti rasul dalam hal perjalanan hidup dan akhlaknya. Demikian
tingginya posisi guru ini hingga dikatakan oleh Habib Zain bin Ibrahim bin Smith,
mufti Madinah saat ini, bahwa bakti seorang anak kepada guru bisa melebihi
baktinya kepada kedua orang tuanya. Karena, kedua orang tua telah memenuhi
kebutuhan fisik sedangkan guru telah mendidik hati nurani.
2. Hendaknya senantiasa menjadi panutan bagi muridnya dalam hal kejujuran,
berpegang teguh pada akhlak yang mulia dan menegakkan syari’at Islam. Berdusta
pada murid tentang suatu ilmu adalah kezaliman yang besar.
3. Hendaknya dalam menyebarkan ilmunya tidak main-main atau sembrono.
Guru yang saleh adalah mereka yang mengetahui kemampuan yang dimiliknya
serta kewajiban yang ada pada dirinya.
4. Membiasakan diri untuk menambah dan menghafal ilmunya terutama al-
Qur’an dan al-Sunnah.
Tipologi adalah ilmu yang mempelajari tentang watak dan atau kepribadian
manusia. Dengan batasan seperti ini, maka pandangan tentang tipologi guru yang
dimaksudkan adalah syarat guru, sifat guru, dan tugas guru. Ketiga tipologi ini,
sangat terkait dengan watak dan kepribadian guru yang dalam berbagai literatur
pendidikan yang penulis telusuri, sering dijelaskan secara bersamaan. Dalam
kenyataannya pula bahwa syarat, sifat dan tugas guru sulit dibedakan, sehingga
pembedaannya harus ditelusuri dengan cara mencermati ketiga masalah tersebut
berdasarkan tipologinya masing-masing.
II.5.1. Syarat-syarat Guru
dapat disebut sebagai guru bila ia memenuhi beberapa persyaratan. Dengan
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 19
demikian, guru sebagai pendidik pada dasarnya bukan orang sembarangan.
Seseorang yang diangkat menjadi guru pada suatu lembaga pendidikan tertentu,
seharusnya ia tidak boleh diterima begitu saja, tanpa diseleksi berdasarkan
ketentuan yang merupakan syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru.
Syarat menjadi seorang guru harus diperhatikan dan diterapkan secara tegas,
terutama dalam penerimaan guru. Sekaitan dengan ini, Zakiah Daradjat
menyatakan bahwa untuk menjadi guru yang baik, ada empat syarat yang harus
dipenuhi, yaitu taqwa kepada Allah, berilmu, sehat jasmani dan berkelakuan baik.
Dalam kaitannya dengan hal ini, Ahmad Tafsir juga mengemukakan empat syarat
bagi seorang guru dengan merujuk pendapat Soejono yang secara ringkas dapat
disebutkan, misalnya harus sudah dewasa, harus sehat jasmani dan rohani, harus
ahli atau memiliki kemampuan mengajar, dan harus berkesusilaan dan ber-
pendidikan tinggi.
kelihatannya saling melengkapi. Dengan demikian, dapat dikemukakan bahwa
bahwa syarat-syarat untuk menjadi guru meliputi: taqwa kepada Allah, sudah
dewasa, sehat jasmani dan rohani, berilmu, memiliki kemampuan mengajar,
berkelakuan baik dalam arti berkesusilaan, dan berdedikasi tinggi. Syarat yang
disebut terakhir ini, menyangkut masalah akhlak dan tidak hanya diperlukan dalam
mendidik, tetapi juga diperlukan dalam meningkatkan mutu pengajaran.
Jadi, yang terpenting adalah seorang guru harus memiliki dan menghiasi
dirinya dengan akhlak yang terpuji (al-akhlaq al-mahmudah) sekaligus meng-
hindari akhlak yang tercela (al-akhlaq al-mazmumah). Seorang guru yang
senantiasa menghiasi dirinya dengan akhlak yang mulia dan terpuji, hampir dapat
dipastikan seluruh murid yang merupakan anak didiknya akan merasa senang
kepadanya dan menghormatinya. Sebaliknya jika seorang guru berakhlak tercela,
maka murid-muridnya akan merasa benci kepadanya dan menjauhinya, bahkan
mungkin saja menjadi salah satu faktor penyebab timbulnya semacam penyakit
kejiwaan (sindrom) di kalangan murid-muridnya yang disebut fobi sekolah.
Sekaitan dengan ini, Zakiah Daradjat menyebutkan sejumlah akhlak yang
seharusnya dimiliki seorang guru, misalnya; mencintai jabatannya sebagai guru,
bersikap adil terhadap semua muridnya, berlaku sabar dan tenang, berwibawa,
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 20
gembira, bersifat manusiawi, bekerja sama dengan guru-guru lain, dan bekerja sama
dengan masyarakat.
seprofesi, memiliki semangat kekeluargaan, dan mempunyai kesetiakawanaan
sosial. Sikap seperti ini, harus pula diwujudkan dalam bersikap terhadap anak didik,
yakni berbakti dalam arti membimbing peserta didik sesuai dengan tujuan pokok
pendidikan.
melaksanakan tugas guru dengan penuh kesabaran dan ketelatenan yang tinggi,
terutama bila berhubungan dengan peserta didik.
Masih terkait dengan pandangan tentang sikap guru, oleh Kamal Muh. Isa
menyatakan bahwa seorang guru dituntut untuk memiliki berbagai sikap, yakni siap
memikul amanat, mampu mempersiapkan dirinya sesempurna mungkin, meng-
hindari sikap tamak dan bathil, wajib berusaha memerangi kata hatinya, atau suara
batinnya yang tidak benar, dan harus memiliki sikap terpuji. Semua sikap guru
seperti yang telah disebutkan, merupakan syarat penting untuk ditanamkan dalam
diri setiap guru dalam rangka meningkatkan mutu, baik peningkatan mutu guru
sebagai pendidik maupun peningkatan mutu siswa sebagai peserta didik.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dikemukakan bahwa standarisasi syarat
guru minimal enam syarat, yaitu beriman dan taqwa kepada Allah, sudah dewasa,
berilmu pengetahuan yang luas, sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan
memiliki kemampuan mendidik dalam arti luas.
II.5.2. Sifat Guru
Mohamad Surya dalam pandangannya bahwa sifat utama dari seorang guru
adalah kemampuannya dalam mewujudkan kinerja profesional yang sebaik-
baiknya dalam mencapai tujuan pendidikan. Menurutnya, sifat-sifat tersebut,
mencakup kepribadian guru dan penguasaan keterampilan teknis keguruan. Dengan
kata lain, seorang guru menurut Mohamad Surya adalah hendaknya memiliki
kompentensi yang mantap. Kompentensi adalah seperangkat penguasaan
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 21
kemampuan yang harus ada dalam diri guru agar dapat mewujudkan kinerjanya
secara profesional, tepat. dan efektif. Kompetensi yang dimaksud berada dalam diri
pribadi guru yang bersumber dari kualitas kepribadian, pendidikan, dan
pengalamannya. Kompetensi tersebut meliputi kompetensi intelektual, fisik,
pribadi, sosial, dan spiritual.
Selanjutnya, dalam pandangan Mohamad Athiyah al-Abrasyi sebagaimana
yang dikutip oleh Abuddin Nata, disebutkan bahwa terdapat tujuh sifat yang harus
dimiliki oleh guru, yakni; zuhud; jiwa yang bersih; ikhlas; pemaaf; mencintai
murid; mengetahui bakat, tabiat, dan watak murid; serta menguasai mata pelajaran.
Sementara itu, Asama Hasan Fahmi sebagaimana dikutip oleh Ahmad Tafsir, ia
mengajukan beberapa sifat guru, yakni; tenang; tidak bermuka masam; tidak
berolok-olok di hadapan anak didik dan sopan santun.
Sejalan dengan uraian di atas, Ahmad Tafsir dalam pandangannya tentang
sifat-sifat guru, ia mengemukakan bahwa sifat-sifat guru adalah kasih sayang pada
murid, senang memberi nasehat, senang memberi peringatan, senang melarang
murid melakukan hal yang tidak baik, bijak dalam memilih bahan pelajaran yang
sesuai dengan lingkungan murid, hormat pada pelajaran lain yang bukan
pegangannya, bijak dalam memilih bahan pelajaran, mementingkan berfikir dan
berijtihad, jujur dalam keilmuan, dan bersifat adil. Selanjutnya, H. Abuddin Nata
dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, ketika membahas tentang sifat-sifat
pendidik yang baik, ia menjelaskan bahwa seorang guru di samping harus
menguasai pengetahuan yang akan diajarkannya kepada murid, juga harus memiliki
sifat-sifat tertentu yang dengan sifat-sifat ini diharapkan apa yang diberikan oleh
guru kepada para muridnya dapat didengar dan dipatuhi, tingkah lakunya dapat
ditiru dan diteladani dengan baik.
Mencermati uraian-uraian yang telah dipaparkan, kelihatan bahwa para
pakar pendidikan saling berbeda pandangan dalam merumuskan sifat-sifat guru. Di
antara mereka, ada yang merumuskan sifat guru dengan mempersamakan-nya
syarat guru. Misalnya, “sopan santun” sebagai sifat guru dalam rumusan Asama
Fahmi, esensinya sama dengan “berkelakuan baik” sebagai syarat guru dalam
rumusan Zakiyah Daradjat sebagaimana yang telah disebutkan dalam uraian
terdahulu.
Sekaitan dengan pandangan-pandangan di atas, maka penulis merumuskan
bahwa “syarat” merupakan sifat pokok guru, sedangkan “sifat” merupakan
pelengkap syarat tersebut. Dengan rumusan seperti ini, maka jelas bahwa antara
syarat dan sifat guru memiliki perbedaan.
Lain halnya dengan rumusan tentang sifat guru yang telah dikemukakan
oleh Mohamad Surya, di mana ia berpandangan bahwa sifat guru
adalah “kompetensi guru” sebagaimana yang telah disebutkan dalam uraian
terdahulu. Menurutnya, kompetensi guru tersebut meliputi; kompetensi intelektual,
yakni perangkat pengetahuan yang ada dalam diri individu yang diperlukan untuk
menunjang pelaksanaan tugas sebagai guru; kompetensi fisik, yakni perangkat
kemampuan fisik yang diperlukan untuk menunjang pelaksanaan tugas guru dalam
berbagai situasi; kompetensi pribadi, yakni perangkat perilaku yang berkaitan
dengan kemampuan individu dalam mewujudkan dirinya sebagai pribadi yang
mandiri untuk melakukan transformasi diri, identitas diri, dan pemahaman diri;
kompetensi sosial, yakni perangkat perilaku tertentu yang merupakan dasar dari
pemahaman diri sebagai bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan sosial serta
tercapainya interaksi sosial secara efektif; kompentensi spiritual, yakni
pemahaman, penghayatan, serta pengamalan kaidah-kaidah keagamaan.
Kompetensi-kompetensi guru yang telah disebutkan ini, adalah sifat utama dari
seorang guru profesional.
II.5.3. Tugas Guru
Secara profesional, guru mempunyai tugas-tugas tertentu. Di antara tugas-
tugas guru yang dimaksudkan di sini, yaitu mendidik, mengajar dan melatih peserta
didik. Ketiga tugas guru yang disebutkan ini, ada pihak yang memandangnya
sebagai tugas pokok. Selanjutnya, mendidik sebagai tugas guru menurut Ahmad
Tafsir, telah disepakati oleh kalangan para ahli pendidikan, baik Islam maupun
Barat. Ia mengakui, bahwa mendidik merupakan tugas guru yang amat luas dan
sebagian dilakukan dalam bentuk mengajar, memberi dorongan, memuji,
menghukum, memberi contoh, membiasakan dan sebagainya. Dengan demikian,
dapat dipahami bahwa guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai pendidik, ia
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 23
berusaha merujuk pada kegiatan pembinaan dan pengembangan apeksi peserta
didik.
Tugas guru sebagai pendidik tidak hanya terbatas pada usaha mencerdaskan
otak peserta didiknya saja, melainkan juga berupaya membentuk seluruh
kepribadiannya, sehingga dapat menjadi manusia dewasa yang memiliki
kemampuan menguasai ilmu pengetahuan dan mengembangkannya untuk
kesejahteraan hidup umat manusia. Tugas guru dalam kegiatan mendidik ini
kelihatannya berkonotasi sebagai suatu proses memanusiakan manusia agar mampu
hidup secara mandiri dan dapat bertanggung jawab dalam seluruh lini kehidupan,
sehingga tugas yang diembannya itu juga dapat dipahami berdimensi kemanusiaan
dan kemasyarakatan.
Selain mendidik, tugas guru termasuk pula mengajar dan melatih peserta
didik. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Sedang melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan
pada siswa. Dalam kaitannya dengan mengajar, S. Nasution memahaminya dalam
arti menanamkan pengetahuan pada anak, menyampaikan kebudayaan kepadanya,
dan sebagai suatu aktivitas dalam mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya,
sehingga terjadi proses belajar. Melalui aktivitas yang disebut terakhir ini, mengajar
mengandung arti membimbing aktivitas dan pengalaman anak serta membantu
perkembangannya sehingga dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Selain
tugas mengajar, guru juga bertugas untuk membuat persiapan mengajar, tugas
mengevaluasi hasil belajar, dan selainnya yang selalu bertalian dengan pencapaian
tujuan pengajaran.
Tugas guru dalam melatih peserta didik yang dalam hal ini guru bertindak
sebagai pelatih (coaches) adalah merujuk pada pembinaan dan pengembangan
keterampilan peserta didik. Guru sebagai pelatih, kelihatannya memberikan
peluang yang sebesar-besarnya bagi peserta didik untuk mengembangkan cara-cara
pembelajarannya sendiri.
II.6. Kompetensi Seorang Guru
Adapun kompetensi yang emsti dimiliki oleh seorang guru adalah :
a. Kompetensi Pribadi
Seperti yang telah dibahas pada kriteria seorang guru, dalah profesi
keguruan harus tidak terlepas dari kriteria luhurnya budi pekerti dan akhlak
sorang guru.
pendidikan yang bertujuan menciptakan manusia yang cerdas intelektual
dan cerdas spiritual.
Hal ini menjadi penting karena dengan mengevaluasi hasil dari proses
belajar mengajar, seorang guru dituntut untuk melakukan perubahan kearah
yang lebih baik untuk mencapai proses pembelajaran yang efektif dan
efisien.
Hasil dari kompetensi ini adalah guru yang professional, yang kemudian
ketika profesionalitas dapat tercapai maka guru akan memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
Untuk mencapai semua itu, haruslah seorang yang berprofesi sebagai guru
memiliki idealitas dalam berbagai aktifitasnya yang tertuang dalam idealitas
karakter seorang guru yang sudah dipaparkan sebelumnya.
II.7. Potret Guru Hari Ini
Guru atau dosen merupakan pekerja tanpa pamrih yang sering dijuluki
pahlawan tanpa tanda jasa. Profesi guru dan dosen dewasa ini cukup memperoleh
tempat dihati masyarakat Indonesia terlihat dari jumlah guru dan dosen yang kian
meningkat setiap tahunnya, dengan data yang di dapat pada tahun 2014 sumber
kompas.
Dengan peningkatan angka guru ini diharapkan menjadi satu harapan bagi
perbaikan mutu pendidikan di Indonesia. Namun terkadang jumlah guru atau dosen
yang mencapai puluhan ribu itu tidak diikuti dengan profresionalisme serta
manejemen yang proporsional dari pihak pengajar ,akibatnya sering ditemukan
seorang guru melakukan kekerasan terhadap murid berujung dengan urusan hukum
kemudian ditemukan juga seorang guru atau dosen melakukan pekerjaan
sampingan entah membuka warung dan lainnya hanya untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari mengingat gaji guru dan dosen dianggap relatif sangat kecil.
Tak kalah menariknya pekerjaan guru dan dosen terlalu banyak tugas ,target
berat yang cukup membuat pusing kepala dampaknya materi pelajaran atau mata
kuliah yang diajarkan ke ruang kelas kurang maksimal ,kurang menguasai mata
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 26
pelajaran ,cara mengajar-pun menjadi tidak rileks alias tegang dan masalah
pendidikan lainnya seperti Indonesia termasuk dalam peringkat 103 di dunia yang
dalam dunia pendidikannya diwarnai aksi suap-menyuap serta pungutan liar dan
203 kasus kekerasan yang melibatkan orang-orang yang ada di dalam dunia
pendidikan. Hal ini bisa jadi dikarenakan system birokrasi pendidikan di Indonesia
serta status kebutahan dasar ekonomi tenaga pengajar yang rendah.
Mwskipun kehidupan guru maupun dosen di Indonesia memang belum
seperti dinegara Filandia, Singapura, Jepang ,Inggris dimana para pengajar diruang
gerak bebas untuk menciptakan kurikulum sendiri,membuat jadwal pelajaran
,menciptakan metode pendidikan yang inovatif sesuai kemampuan yang dimiliki
guru atau menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan seperti
belajar sambil bermain ataupun hubungan murid dengan guru bagai seorang sahabat
tanpa beban sebagaimana sistem pendidikan diluar negeri yang penuh dengan
kreatifitas.Profesionalisme guru maupun dosen di Indonesia belum sepenuhnya
dijunjung tinggi memang tidak dipungkuri program sertifikat guru dan dosen yang
digelar sejak beberapa tahun yang merupakan alternatif terbaik memasuki era
globalisasi, tetapi disisi lain kemampuan maupun kreatifitas guru atau dosen selama
ini kurang tereksplore dengan baik entah terbentur oleh peraturan atau UU
pendidikan yang terkadang membatasi gerak atau kreatifitas guru atau dosen untuk
lebih menggali kemampuannya ikut andil dalam menciptakan kurikulum sesuai
dengan kemampuan siswa seperti guru di Finlandia atau guru di Jepang atau guru
di Inggris diberi ruang gerak bebas menciptakan suasana belajar mengajarkan yang
menyenangkan dan kreatifitas guru lainnya.
Guru atau dosen di Indonesia pada dasarnya memiliki kreatifitas tidak kalah
dengan bangsa lain didunia mengingat sumber daya manusia atau SDM guru atau
dosen diseluruh Indonesia dikenal cukup berkualitas banyak guru atau dosen
lulusan perguruan tinggi luar negeri bahkan kini banyak ditemukan ribuan guru atau
dosen bergelar doktor atau master serta professor.Sekarang tinggal bagaimana guru
atau dosen itu action atau beraksi dilapangan ,namun kesemua itu perlu dukungan
penuh dari pemerintah tunjangan profesi ,masa depan,gaji guru yang layak dan
lainnya sebagai bentuk penghargaan terhadap guru maupun dosen.
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 27
Guru atau dosen setelah mendapat tunjangan atau penghargaan yang layak
juga harus menunjukkan tanggung jawab sebagai guru pada masyarakat dengan
segala prestasinya bukan karena ingin kredit poin yang tinggi untuk mengejar
pangkat yang tinggi, namun kerja keras sebagai pengajar selama ini merupakan
tanggungjawabnya sebagai guru sebagaimana terlihat guru di Finlandia, Jepang,
Inggris atau Singapura yang dikenal menjunjung tinggi profesionalisme meski gaji
guru finlandia tidak memadai namun profesi guru di negara ini mendapat
perlindungan layaknya dokter,adanya pelatihan guru,tunjangan guru dan tunjangan
lainnya bagi masa depan guru. Profesi guru dan dosen di Indonesia pada dasarnya
memiliki tujuan sama dengan negara lain mencerdaskan kehidupan bangsa ,tetapi
kesejahteraan pengajar setiap negara memiliki manejemen berbeda tergantung
kebijakkan pemerintah setempat,dan a dan kesemuanya itu kembali pada juru kunci
pendidikan yakni pemerintah dengan segala reformasi pendidikan yang inovatif
mampu memberi otonomi terhadap siswa dan guru secara proporsional agar tercipta
program pendidikan nasional yang inovatif.
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 28
BAB III
Berdasar dari uraian-uraian di atas, maka dalam pandangan penulis bahwa
sifat-sifat guru yang telah dirumuskan oleh pakar-pakar pendidikan semisal
Athiyyah al-Absrasy, Asama Hasan Fahmi, dan Ahmad Tafsir, kelihatannya
mengacu pada sifat-sifat guru menurut perspektif pendidikan Islam. Sedangkan
rumusan Mohamad Surya, adalah mengacu pada sifat-sifat guru menurut perspektif
pendidikan umum. Dengan merekonsiliasikan keduanya, akan bermuara pada suatu
rumusan bahwa sifat-sifat guru yang ideal adalah harus berdasarkan nilai-nilai
moralitas Islam dan harus ditunjang oleh beberapa kompetensi, yakni kompetensi
intelektual, kompetensi fisik, kompetensi pribadi, kompetensi sosial, dan
kompetensi spiritual.
Guru hari ini terjebak diantara idealitasnya yang menjunjung tinggi tujuan
pendidikan yang menciptakan masyarakat yang kompeten dalam hal dunia dan
akhirat dengan realitas kerumitan pendidikan dinegeri ini yang kemudian
menghabiskan waktu berfikir seorang guru yang ideal dengana birokrasi
administrasi pendidikan yang berlandasan urusan kemapanan ekonomi yang
kemudian membuat seorang guru terfokus untuk memenuhi kebutuhan dasarnya
sebagai manusia untuk memeroleh kemapanan ekonomi.
Tidak hanya itu dalam sebuah tulisan yang penulis baca dalam sebuah media
cetak yang ditulis oleh Bapak Satryo Soemantri (mantan ditjen Dikti 1999-2007)
yang kemudian penulis simpulkan bahwa bahwa pendidikan bukan pencitraan.
Janganlah tata kelola pendidikan terjebak ke dalam mekanisme administratif yang
justru menghilangkan hakekat pendidikan. Guru dan dosen, tidak boleh terbebani
oleh tugas dan kewajiban administratif yang justru melebihi beban tugasnya
mendidik. Guru dan dosen harus diberi ruang dan kepercayaan untuk
mengembangkan diri dan keilmuannya, mengembangkan inovasi dan
kreativitasnya. Pendidikan tidak boleh hanya fokus pada kegiatan adminstratif
birokratis. Pendidikan jangan dikerdilkan maknanya ke arah formalitas, citra, dan
kepentingan politik sesaat. Pendidikan adalah proses transformasi ilmu
pengetahuan, kearifan, dan keteladanan, serta kebijakaan dari guru dan dosen
Guru Antara Realitas dan Idealitas | 29
kepada para siswa dan mahasiswanya. Pendidikan bukan proses pencitraan apalagi
birokrasi dengan segala macam tugas administratif yang tidak konstruktif