PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · kekhususan pendidikan agama katolik ju rusan ilmu...
-
Upload
nguyentuong -
Category
Documents
-
view
223 -
download
0
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · kekhususan pendidikan agama katolik ju rusan ilmu...
i
PENGARUH DIMENSI RELIGIUS PENDIDIKAN
TERHADAP MINAT BELAJAR
SISWI KELAS XI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA
TAHUN AKADEMIK 2014-2015
PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh:
Bonny Prima Saputra
NIM: 111124027
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN
KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Allah Bapa, Putera, dan Roh Kudus
Bunda Maria
Mama, Papa, dan Ade
Para pendidik sejak TK hingga SMA
Para dosen
Teman-teman dari masa sekolah hingga kuliah
dan semua yang peduli pada sekolah Katolik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
MOTTO
“Cukuplah kasih karuniaKu bagimu,
sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna” (2 Kor 12:9).
“Kita dipanggil bukan untuk sukses,
melainkan untuk setia” (Bunda Teresa dari Kalkuta).
Non scholae sed vitae discimus
Kita belajar bukan untuk sekolah melainkan untuk hidup
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul PENGARUH DIMENSI RELIGIUS
PENDIDIKAN TERHADAP MINAT BELAJAR SISWI KELAS XI SMA
SANTA MARIA YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2014-2015
PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK. Penulis
memilih judul ini berdasarkan rasa keprihatinan akan sekolah Katolik dan mata
pelajaran PAK yang saat ini menghadapi tantangan di dunia pendidikan.
Tantangan tersebut antara lain: tuntutan dunia pendidikan yang mengutamakan
kesuksesan duniawi dan kesulitan dalam hal operasional. Di tengah tantangan
tersebut, sekolah Katolik diharapkan tetap pada ciri khas kekatolikannya sebab
sekolah Katolik adalah sarana Gereja untuk mendidik pribadi-pribadi. Mata
pelajaran PAK bagi sekolah Katolik juga penting, sebab mata pelajaran ini
adalah salah satu aspek Katolisitas, yaitu kerygma. Ciri khas kekatolikan di
sekolah Katolik menjadi salah satu daya yang dapat mempengaruhi minat
belajar pada pelajaran PAK. Pada kenyataannya, sekolah Katolik cenderung
melupakan ciri khasnya dan menomorduakan pelajaran PAK demi mengejar
tuntutan dunia pendidikan.
Masalah utama yang diangkat dalam skripsi ini adalah dimensi religius
pendidikan di SMA Santa Maria Yogyakarta dan pengaruhnya terhadap minat
belajar mata pelajaran PAK. Penulis menggunakan kajian pustaka untuk
menggali informasi tentang dimensi religius pendidikan, minat belajar, mata
pelajaran PAK, dan pengaruh dimensi religius pendidikan terhadap minat
belajar mata pelajaran PAK. Pada umumnya, dimensi religius pendidikan bagi
sekolah Katolik disebut katolisitas. Dimensi religius pendidikan tersebut dapat
menjadi stimulus dan sosio-kultur bagi minat belajar siswi pada mata pelajaran
PAK.
Karya tulis ini disusun menggunakan metode deskriptif analitis dengan
pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Penulis menjelaskan makna variabel-
variabel penelitian melalui kajian pustaka. Kemudian penulis mengadakan
penelitian dengan menggunakan angket dan kuesioner yang ditujukan kepada
siswi kelas XI serta wawancara dengan guru mata pelajaran PAK. Penelitian
dibahas berdasarkan jawaban yang diberikan responden dalam angket,
kuesioner, dan dikuatkan oleh hasil wawancara, serta dikaji berdasarkan kajian
pustaka.
Penulis melihat bahwa dimensi religius pendidikan di SMA Santa
Maria Yogyakarta sudah cukup dihayati dan mata pelajaran PAK cukup
diminati. Kendati demikian, warga SMA Santa Maria Yogyakarta masih perlu
meningkatkan penghayatan akan aspek koinonia dalam wujud kerjasama.
Pengaruh dimensi religius pendidikan di sekolah ini sebagai sosio-kultur, yaitu
keteladanan dari para guru dalam menghayati nilai-nilai Kristiani yang
dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari: yang dilakukan para guru sesuai
dengan yang diajarkan. Penulis mengusulkan camping rohani bagi siswi kelas
XI dan rekoleksi bagi pendidik sebagai upaya untuk meningkatkan
penghayatan dimensi religius pendidikan di sekolah ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
This thesis entitled THE INFLUENCE OF DIMENSIONS
RELIGIOUS OF EDUCATION ON LEARNING INTEREST AT
ELEVENTH GRADE STUDENT SANTA MARIA YOGYAKARTA
SENIOR HIGH SCHOOL AT 2014-2015 ACADEMIC YEAR ON
CATHOLIC RELIGIOUS EDUCATION SUBJECT. The writer chose this title
based on a sense of concern for Catholic schools and subjects Catholic
Religious Education (CRE) which is currently facing challenges in the world of
education. Those challenges include: the demands of the world of education
that promotes worldly success and difficulties in operational terms. In the midst
of these challenges, the Catholic school is expected to remain catholicity as the
identity of the Catholic schools, because Catholic school is a mean of the
Church to educate persons. PAK subjects for Catholic schools is also
important, because these subjects is one aspect of catholicity, the kerygma. The
identity of catholicity in Catholic schools into one power that can affect
learning interest in CRE. In fact, Catholic schools tend to forget their identity
and subordinated CRE lessons in order to pursue the demands of the world of
education.
The main issue of this thesis is the religious dimension of education in
Santa Maria Yogyakarta Senior High Scholl and its influence on interest in
learning CRE subject. The writer uses literature review to collect information
on the religious dimension of education, interest in learning, CRE subjects, and
the influence of the religious dimension of education on interest to learn CRE.
In general, the religious dimension of education for Catholic schools called
catholicity. The religious dimension of education can be a stimulus and socio-
cultural interest in learning for students in CRE subjects.
This thesis was prepared using descriptive method with qualitative and
quantitative approach. The writer explains the meaning of the variables of
research through literature review. Then the writer conducted research using
questionnaires which is addressed to students of class XI and interviews with
CRE teacher. The research is based on the answers given in the questionnaire
respondents, and corroborated by the results of the interview, as well as
assessed by study of literature.
The authors noticed that the religious dimension of education in Santa
Maria Yogyakarta Senior High Scholl is enough, CRE subjects lived and quite
attractive. Nevertheless, the member of Santa Maria Yogyakarta Senior High
School still need to improve aspects of koinonia especially in the form of
cooperation. The influence of the religious dimension of education in this
school as a socio-cultural, that is exemplary of the teachers in living up to
Christian values are implemented in everyday life: teachers conducted in
accordance with the taught. The authors propose a spiritual camping for
students of class XI and recollections for the educators as an effort to increase
appreciation of the religious dimension of education in this school.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa atas rahmat kasih-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul PENGARUH
DIMENSI RELIGIUS PENDIDIKAN TERHADAP MINAT BELAJAR
SISWI KELAS XI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA TAHUN
AKADEMIK 2014-2015 PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN
AGAMA KATOLIK. Skripsi ini diajukan untuk memberikan sumbangan
pemikiran, gagasan, dan inspirasi bagi siapa pun yang memiliki kerinduan
terdalam akan dunia pendidikan, secara khusus sekolah Katolik.
Selama proses penyusunan skripsi ini, penulis mengalami
pendampingan, dukungan, motivasi, doa, dan perhatian; yang penulis yakini
sebagai uluran tangan Tuhan yang memampukan penulis bertahan hingga garis
akhir dengan setia. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih
dengan hati yang tulus kepada:
1. Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung, S.J., M.Ed., selaku dosen pembimbing
utama, dosen pembimbing penelitian, dan Ketua Panitia Penguji yang
telah setia membimbing, mengarahkan, dan memotivasi penyusunan
skripsi ini dari awal hingga akhir.
2. Drs. L. Bambang Hendarto Y., M.Hum., selaku dosen pembimbing
akademik dan dosen penguji II yang telah meluangkan waktu untuk
mempelajari dan memberi masukan sehubungan dengan skripsi ini.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
3. Dr. C. Putranto, S.J., selaku dosen penguji III yang telah meluangkan
waktu untuk mempelajari dan memberi masukan sehubungan dengan
skripsi ini.
4. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd., selaku Sekretaris Panitia Penguji yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan masukan demi semakin
baiknya skripsi ini.
5. Para Dosen Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan
Agama Katolik, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta yang setia membagikan cinta kasih,
pengetahuan, dan pengorbanan selama penulis menjalani masa studi.
6. Staf dan karyawan Prodi IPPAK yang turut memberi perhatian dan
dukungan bagi penulis.
7. Sr. M. Ancilla, OSF selaku kepala SMA St. Maria Yogyakarta, ibu Th.
Heni Subekti selaku guru mata pelajaran PAK yang memberikan izin
kepada penulis untuk menjalankan penelitian dan berdinamika selama
beberapa saat di sekolah.
8. Bapak Herman Bedjo selaku pensiunan guru SMA Santa Maria
Yogyakarta yang telah memberikan banyak informasi.
9. Siswi kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta yang telah meluangkan
waktu untuk memberikan jawaban dan mencurahkan perasaan.
10. Mama, Papa, dan adik yang selalu mendukung, mendoakan dan berkorban
bagi penulis selama menjalani masa studi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ iv
MOTTO................................ .............................................................................. v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ....................................... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .............................................. vii
ABSTRAK........................... ............................................................................. viii
ABSTRACT ...................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR ........................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................. xiii
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................... xviii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Permasalahan ............................................................... 1
B. Rumusan Permasalahan ...................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan .................................................................................. 6
D. Manfaat Penulisan ................................................................................ 6
E. Metode Penulisan ................................................................................. 7
F. Sistematika Penulisan .......................................................................... 7
BAB II DIMENSI RELIGIUS PENDIDIKAN
DAN MINAT BELAJAR MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK .................................................... 9
A. Dimensi Religius Pendidikan ................................................................ 9
1. Pandangan Gereja terhadap Pendidikan ........................................... 9
2. Pengertian Dimensi Religius Pendidikan ...................................... 13
a. Pengertian Umum .................................................................. 13
b. Katolisitas sebagai Esensi
Dimensi Religius Pendidikan .................................................... 16
3. Aspek-aspek Dimensi Religius Pendidikan ................................... 21
a. Aspek Koinonia : Sekolah Mengembangkan Persekutuan ....... 24
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
b. Aspek Diakonia: Sekolah Memberikan Pelayanan
untuk Perkembangan Pribadi Siswa secara Penuh ..................... 26
c. Aspek Leiturgia: Sekolah Merayakan Iman
dan Sakramen ............................................................................... 29
d. Aspek Kerygma: Sekolah Mewartakan Kabar Gembira ............. 30
e. Aspek Marturia: Sekolah Mendorong Warganya
untuk Terlibat Memberi Kesaksian .............................................. 32
B. Minat Belajar ........................................................................................ 34
1. Pengertian Minat Belajar ................................................................. 34
2. Macam-macam Minat Belajar
dan Faktor yang Mempengaruhinya ................................................. 35
C. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik ........................................... 37
1. Hakikat PAK .................................................................................... 37
2. Tujuan PAK ...................................................................................... 38
a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah ........................... 39
b. Demi Kedewasaan Iman Kristiani ............................................... 41
c. DemiTerwujudnya Kebebasan Manusia ...................................... 42
3. Konteks PAK ..................................................................................... 43
D. Hubungan Antara Dimensi Religius Pendidikan
dengan Minat Belajar ........................................................................... 44
1. Dimensi religius Pendidikan sebagai Stimulus ................................ 44
2. Dimensi Religius Pendidikan sebagai Kultur ................................... 46
BAB III PENGARUH DIMENSI RELIGIUS PENDIDIKAN
TERHADAP MINAT BELAJAR SISWI KELAS XI
SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA
PADA MATA PELAJARAN
PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK ................................................... 49
A. Gambaran Umum SMA Santa Maria Yogyakarta ............................... 50
1. Sejarah Singkat SMA Santa Maria Yogyakarta ............................... 50
2. Visi, Misi dan Tujuan SMA Santa Maria Yogyakarta ..................... 52
a. Visi Sekolah ................................................................................. 52
b. Misi Sekolah ................................................................................ 53
c. Tujuan Sekolah ............................................................................ 54
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
3. Gambaran Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan
SMA Santa Maria Yogyakarta ......................................................... 57
4. Keadaan Siswi SMA Santa Maria Yogyakarta................................. 58
5. Lingkungan SMA Santa Maria Yogyakarta ..................................... 60
a. Lingkungan Fisik ........................................................................ 60
b. Lingkungan Sosial ....................................................................... 62
B. Penelitian Pengaruh Dimensi Religius Pendidikan terhadap
Minat Belajar Siswi Kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta
pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik ................................. 63
1. Latar Belakang Penelitian ................................................................. 63
2. Tujuan Penelitian .............................................................................. 66
3. Variabel Penelitian ........................................................................... 67
4. Populasi, Responden dan Sampel Penelitian .................................... 67
5. Instrumen Penelitian ......................................................................... 69
6. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 71
7. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional .................................. 71
8. Kisi-kisi Angket, Kuesioner Terbuka dan Wawancara .................... 71
a. Kisi-kisi Angket ........................................................................... 71
b. Kisi-kisi Kuesioner Terbuka ........................................................ 75
c. Kiki-kisi Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran PAK ........... 77
C. Laporan Hasil Penelitian Pengaruh Dimensi Religius Pendidikan
terhadap Minat Belajar Siswi Kelas XI
SMA Santa Maria Yogyakarta pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Katolik ................................................................... 78
1. Laporan Hasil Angket ....................................................................... 79
2. Laporan hasil Kuesioner Terbuka..................................................... 94
3. Laporan Hasil Wawancara
dengan Guru Mata Pelajaran PAK ................................................. 100
D. Pembahasan Hasil Penelitian ............................................................. 104
1. Tingkat Penghayatan Katolisitas
sebagai Dimensi Religius Pendidikan oleh Guru, Karyawan,
dan Siswi SMA Santa Maria Yogyakarta ....................................... 104
a. Aspek Koinonia ......................................................................... 104
b. Aspek Diakonia ......................................................................... 110
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
c. Aspek Leiturgia ......................................................................... 115
d. Aspek Kerygma .......................................................................... 118
e. Aspek Marturia .......................................................................... 121
2. Pengaruh Dimensi religius Pendidikan terhadap Minat Belajar
PAK Siswi Kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta ..................... 125
a. Dimensi Religius Pendidikan sebagai Stimulus ........................ 125
b. Dimensi Religius Pendidikan sebagai Kultur ............................ 129
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Minat Belajar PAK
Siswi Kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta .............................. 131
a. Faktor Pendukung dari Dalam dan Luar Diri Siswi ................... 132
b. Faktor Penghambat dari Dalam dan Luar Diri Siswi ................. 135
E. Kesimpulan Hasil Penelitian .............................................................. 138
BAB IV UPAYA MENINGKATKAN PENGHAYATAN
DIMENSI RELIGIUS PENDIDIKAN
DI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA ..................................... 139
A. Urgensi Kerjasama antara Pendidik dan Peserta Didik
dalam Mengupayakan Dimensi Religius Pendidikan ........................ 140
1. Pemimpin Sekolah dan Guru sebagai Pendidik ............................. 142
2. Peserta Didik ................................................................................. 144
3. Kerjasama Pendidik dan Peserta Didik ......................................... 144
B. Upaya Meningkatkan Kerjasama Pendidik dan Peserta Didik
dalam Rangka Meningkatkan Penghayatan
Dimensi Religius Pendidikan di SMA Santa Maria Yogyakarta ....... 146
1. Alasan Pemilihan Upaya ................................................................ 146
2. Camping Rohani ............................................................................. 148
a. Tujuan Kegiatan ......................................................................... 148
b. Waktu, Tempat dan Peserta ....................................................... 148
3. Rekoleksi untuk Pendidik ............................................................... 150
a. Tujuan Umum Rekoleksi ........................................................... 150
b. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Rekoleksi ............................... 151
C. Usulan Program Camping Rohani
dan Rekoleksi untuk Pendidik ............................................................ 151
1. Camping Rohani ............................................................................. 151
a. Latar Belakang Program ............................................................ 151
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvii
b. Tema dan Tujuan Camping Rohani ........................................... 152
c. Jadwal Acara ............................................................................... 153
d. Contoh Satuan Persiapan Sesi-sesi
dalam Camping Rohani ............................................................. 156
2. Rekoleksi untuk Pendidik ............................................................... 161
a. Latar Belakang Program ............................................................ 161
b. Tema dan Tujuan Rekoleksi untuk pendidik ............................. 162
c. Jadwal Acara .............................................................................. 163
d. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi untuk Pendidik ................. 163
BAB V PENUTUP ......................................................................................... 168
A. Kesimpulan ....................................................................................... 168
B. Saran ................................................................................................. 170
1. Bagi Pendidik di SMA Santa MariaYogyakarta .......................... 170
2. Bagi Peserta Didik SMA Santa Maria Yogyakarta ...................... 171
3. Bagi Program Studi IPPAK
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta ...................................... 172
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 173
LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Permohonan Izin Penelitian ....................................... (1)
Lampiran 2: Surat Keterangan Selesai Penelitian ................................... (2)
Lampiran 3: Angket dan Kuesioner Terbuka .......................................... (3)
Lampiran 4: Contoh Jawaban Responden ............................................... (9)
Lampiran 5: Transkrip Hasil Wawancara Guru PAK............................ (15)
Lampiran 6: Daftar Nama Guru SMA Santa Maria Yogyakarta ........... (16)
Lampiran 7: Keadaan Siswi Tahun Akademik 2014-2015.................... (17)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xviii
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Teks Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga
Alkitab Indonesia.
Ef : Efesus
Kej : Kejadian
Kis : Kisah Para Rasul
1 Kor : 1 Korintus
B. Singkatan Dokumen Gereja
GE : Gravissimum Educationis
Dekrit Konsili Vatikan II tentang Pendidikan Kristen
tanggal 28 Oktober 1965
GS : Gaudium et Spes
Konstitusi Pastoral Konsili Vatikan II tentang Tugas
Gereja di dalam Dunia Modern, tanggal 7 Desember 1965
SC : Sacrosanctum Concilium
Konstitusi KonsiliVatikan II tentang Liturgi Suci
tanggal 4 Desember 1963
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xix
C. Singkatan Lain
art. : artikel
IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
KTSP : Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KWI-MNPK : Konferensi Wali Gereja Indonesia Majelis Nasional
Pendidikan Katolik
PAK : Pendidikan Agama Katolik
SMA : Sekolah Menengah Atas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Permasalahan
Pendidikan dapat dikatakan sebagai usaha bersama dalam proses
terpadu-terorganisir untuk membantu manusia mengembangkan diri dan
mempersiapkan diri guna mengambil tempat semestinya dalam pengembangan
masyarakat dan dirinya di hadapan Sang Pencipta (Mardiatmadja dalam
Adisusanto, 1995: 21). Berdasarkan pengertian tersebut, pendidikan tidak dapat
dilepaskan dari individu-individu yang berperan. Mereka bekerjasama secara
terpadu dan terorganisir dalam sebuah lembaga tertentu (misalnya sekolah)
dengan sebuah tujuan bersama, yaitu perkembangan peserta didik yang mandiri
serta terlibat bagi masyarakat dan mengarahkan peserta didik secara spiritual.
Sejalan dengan pengertian di atas, Gereja memandang positif
pendidikan. Pandangan positif Gereja terhadap pendidikan dinyatakan oleh
Konsili Suci melalui dokumen Gravissimum Educationis (GE). Gereja, melalui
dokumen tersebut, melihat tujuan utama pendidikan adalah mencapai
pembinaan pribadi manusia dalam perspektif tujuan terakhirnya demi
kesejahteraan kelompok-kelompok masyarakat, mengingat bahwa manusia
termasuk anggotanya dan bila sudah dewasa ikut berperan menunaikan tugas
kewajibannya (GE, art. 1). Pendidikan menjadi sarana untuk membentuk
pribadi manusia yang sadar akan martabatnya sebagai makhluk ciptaan Tuhan
yang terus menerus berkembang sehingga mencapai kedewasaan penuh dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
matang dalam hubungan personal dengan Sang Pencipta serta diwujudnyatakan
melalui relasi dengan sesamanya.
Pentingnya pendidikan ini mendorong Gereja untuk mengusahakan
sarana yang tepat untuk pendidikan, yaitu sekolah. Kehadiran Gereja di dunia
persekolahan secara khas nampak melalui sekolah Katolik (GE, art. 8). Sekolah
Katolik tidak berbeda dengan sekolah lainnya. Hal yang menjadi ciri khas dari
sekolah Katolik adalah adanya dimensi religius pendidikan (KWI-MNPK,
1991: 81). Dimensi religius pendidikan bagi sekolah Katolik tertanam dalam
setiap dinamika sehari-hari dan mewarnai hubungan antar pribadi yang berada
di dalamnya.
Salah satu pelajaran yang diajarkan di setiap sekolah adalah mata
pelajaran pendidikan agama. Sekolah Katolik mengadakan mata pelajaran
Pendidikan Agama Katolik. Mutu pengajaran agama yang dipadukan ke dalam
keseluruhan pendidikan para siswa adalah alasan mengapa orang tua lebih suka
menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik (KWI-MNPK, 1991: 109).
Berdasarkan pernyataan tersebut, mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik
(PAK) dalam sekolah Katolik menjadi jantung hati bagi mata pelajaran lain
karena mutu pengajaran agama menjadi jiwa bagi mutu pelajaran lain dan
menjadi daya tarik bagi sekolah Katolik.
Baik sekolah Katolik maupun mata pelajaran PAK kini menghadapi
tantangan. Berdasarkan pengamatan penulis pada beberapa media sosial,
terdapat kecenderungan banyak orang, baik pemerintah, atau mereka yang
berkecimpung di dunia bisnis maupun media menganggap pendidikan hanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
sebagai sarana untuk memperoleh informasi yang dapat meningkatkan
kesuksesan duniawi dan standar kehidupan yang lebih nyaman. Berdasarkan
wawancara dengan seorang guru di sekolah Katolik penulis mendapat kesan
bahwa saat ini sekolah Katolik seperti mengalami titik rendah dalam
perkembangan pendidikan di Indonesia. Jangankan untuk bersaing dengan
sekolah lain, untuk bisa bertahan saja mengalami perjuangan yang tidak
mudah. Ada sekolah yang harus mendapat subsidi tiap bulan agar bisa
beroperasi dan ada sekolah yang digabung bahkan terancam ditutup karena
tidak memenuhi standar operasional yang diterapkan yayasan. Demi alasan
operasional pula, sekolah Katolik menerapkan biaya pendidikan (SPP) yang
cenderung tinggi. Hal ini berakibat pada penerimaan peserta didik baru
(PPDB) yang cenderung menurun dan hanya golongan tertentu yang dapat
diterima.
Tantangan bagi mata pelajaran PAK disebabkan karena konteks
kurikulum yang berlaku di Indonesia. Saat ini kurikulum yang berlaku adalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006. PAK termasuk dalam
mata pelajaran Kelompok A (wajib) dan dialokasikan 2 jam pelajaran (JP) per
minggu dari jumlah total 42 JP per minggu. PAK hanya diberi proporsi sekitar
6,8% dalam keseluruhan program kurikuler sekolah. Alokasi JP mata
pelajaran PAK ini relatif minim dibandingkan dengan mata pelajaran lainnya
padahal keberadaan PAK di sekolah, sebagaimana diterangkan di atas, adalah
jantung hati dari mata pelajaran lainnya. Permasalahannya adalah dengan
alokasi waktu yang relatif minim tersebut apakah siswa berminat belajar PAK?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Minimnya alokasi waktu ini dapat mengindikasikan PAK merupakan pelajaran
yang dianggap kurang penting dan kurang diminati.
Berdasarkan pengamatan, minat siswa sekolah Katolik akan pelajaran
PAK cukup memprihatinkan. Siswa kurang tertarik akan pelajaran PAK karena
sekolah sendiri kurang menempatkan mata pelajaran PAK sebagai pelajaran
yang penting dan ditambah dengan berbagai kemudahan bagi siswa zaman ini
untuk mengakses pengetahuan agama dan iman melalui internet. Siswa lebih
tertarik pada pelajaran yang dianggap mendukung perkembangan dirinya di
masa depan, misalnya matematika, ekonomi, bahasa Inggris dll. Hal ini
dibuktikan dengan banyaknya kursus yang diikuti siswa di luar jam pelajaran
untuk mata pelajaran tersebut.
SMA Santa Maria adalah salah satu sekolah di kota Yogyakarta yang
berada di bawah naungan Yayasan Katolik Marsudirini. Sebagai sekolah
Katolik, dimensi religius pendidikan dan mata pelajaran PAK menjadi warna
khusus sekolah ini. Berdasarkan pengamatan, sekolah ini juga menghadapi
tantangan. Peserta didiknya berasal dari berbagai latar belakang daerah,
tingkat ekonomi, dan kondisi keluarga. Kepemimpinan di sekolah ini juga
sedang mengalami masa transisi dan memungkinkan adanya pengaruh dalam
hubungan lingkungan sosial di dalam sekolah. Sekolah juga menghadapi
tantangan mutu akademik dan persaingan dengan sekolah swasta lain dan
sekolah negeri, sehingga ada kemungkinan mata pelajaran PAK
dinomorduakan demi mata pelajaran lain yang dianggap berharga untuk
bersaing. Apakah di tengah tantangan tersebut dimensi religius pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
tetap dihayati sekolah ini? Apakah siswi juga berminat terhadap mata pelajaran
PAK?
Berdasarkan penjelasan di atas, dimensi religius pendidikan di SMA
Santa Maria Yogyakarta dan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran PAK
menjadi menarik diteliti karena kedua hal tersebut kini mengalami tantangan.
Di satu sisi, sekolah ini tidak dapat melepaskan diri dari konteks sekolah
berada. Konteks tersebut ditandai arus globalisasi yang lebih mengutamakan
kesuksesan materi dan tuntutan formal dunia pendidikan. Di sisi lain, sebagai
sekolah Katolik sekolah ini diharapkan mempertahankan ciri khas
kekatolikannya. Demikian pula dengan mata pelajaran PAK yang hendaknya
menjadi jantung hati bagi mata pelajaran lain, namun menghadapi tantangan
yaitu kurangnya perhatian karena dianggap kurang penting.
Guna menanggapi permasalahan di atas, penulis menyusun skripsi
dengan judul PENGARUH DIMENSI RELIGIUS PENDIDIKAN
TERHADAP MINAT BELAJAR SISWI KELAS XI SMA SANTA MARIA
YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2014-2015 PADA MATA
PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK.
B. Rumusan Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan dimensi religius pendidikan, minat belajar dan
mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK)?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
2. Sejauh mana pengaruh dimensi religius pendidikan Katolik terhadap minat
belajar siswi kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta pada mata pelajaran
PAK?
3. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penghayatan dimensi
religius pendidikan sehingga minat belajar siswi kelas XI Santa Maria
Yogyakarta pada mata pelajaran PAK dapat meningkat?
C. Tujuan Penulisan
Penulisan skripsi ini bertujuan sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dimensi religius pendidikan, minat belajar dan
mata pelajaran PAK.
2. Mengetahui besarnya pengaruh dimensi religius pendidikan Katolik
terhadap minat belajar mata pelajaran PAK.
3. Menyiapkan sumbangan pemikiran yang tepat untuk meningkatkan
dimensi religius pendidikan di SMA Santa Maria Yogyakarta agar minat
belajar siswa terhadap mata pelajaran PAK dapat ditingkatkan.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini, yaitu tersedianya
hasil studi tentang minat belajar yang dipengaruhi oleh lingkungan sekolah
(dimensi religius pendidikan) dan tersedianya sumbangan pemikiran yang
dapat digunakan untuk meningkatkan minat belajar siswi dalam mata pelajaran
PAK, khususnya melalui peningkatan dimensi religius pendidikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
E. Metode Penulisan
Penulisan skripsi ini menggunakan metode deskripsi analitis, yaitu
menerangkan pengertian dimensi religius pendidikan di sekolah Katolik, minat
belajar dan hal ikhwal mata pelajaran PAK. Kemudian guna mengetahui
pengaruh dimensi religius pendidikan sekolah Katolik terhadap minat belajar
PAK diadakan penelitian, kemudian hasil penelitian dianalisis dan dijelaskan.
Akhirnya penulis memberikan sumbangan pemikiran berdasarkan kajian
pustaka dan hasil penelitian, dengan harapan dapat berguna bagi sekolah.
F. Sistematika Penulisan
Pada bab I, penulis akan menguraikan latar belakang penelitian,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian; sebagai pertimbangan
pentingnya melakukan penelitian ini.
Bab II memberikan gambaran ideal mengenai dimensi religius
pendidikan dan minat belajar. Bab ini berisi kajian pustaka mengenai dimensi
religius pendidikan berdasarkan KWI-MNPK, teori mengenai minat belajar
dari ahli-ahli psikologi, hal ikhwal mata pelajaran PAK dan hubungan antara
dimensi religius pendidikan dengan minat belajar sebagaimana didasarkan pada
teori Gestalt.
Bab III memberikan gambaran faktual, berisi gambaran umum
mengenai SMA Santa Maria Yogyakarta, penelitian mengenai penghayatan
dimensi religius di sekolah tersebut dan pengaruhnya terhadap minat belajar
PAK, kemudian hasil penelitian serta pembahasannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
Bab IV berisi sumbangan pemikiran sebagai usaha untuk meningkatkan
dimensi religius pendidikan agar minat belajar PAK dapat meningkat.
Sumbangan pemikiran tersebut berupa:
1. Camping rohani bagi siswi kelas XI
2. Retret untuk pendidik (pimpinan sekolah, guru, dan karyawan).
Bab V merupakan penutup skripsi yang berisi kesimpulan dan saran.
Kesimpulan ditulis untuk menjawab rumusan permasalahan dan tujuan
penulisan skripsi dengan dikuatkan hasil penelitian. Saran ditujukan untuk
pendidik di SMA Santa Maria Yogyakarta, peserta didik, dan program studi
IPPAK Universitas Sanata Dharma.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
DIMENSI RELIGIUS PENDIDIKAN DAN MINAT BELAJAR
MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
Bab ini merupakan kajian pustaka yang berisi penjelasan mengenai
dimensi religius pendidikan dan minat belajar mata pelajaran Pendidikan
Agama Katolik (PAK). Pada bagian pertama, penulis akan membahas dimensi
religius pendidikan yang meliputi latar belakang keterlibatan Gereja dalam
dunia pendidikan. Berikutnya, penulis akan menjelaskan makna dimensi
religius pendidikan bagi sekolah Katolik, yaitu katolisitas dan aspek-aspek
dimensi religius pendidikan.
Bagian kedua bab ini berisi pengertian minat belajar dan hal ikhwal
mata pelajaran PAK. Secara rinci, bagian ini berisi pengertian minat belajar,
macam minat belajar dan faktor yang mempengaruhi minat belajar.
Berikutnya, penulis akan menjelaskan kajian mengenai mata pelajaran PAK
yang meliputi hakikat, tujuan dan konteks PAK.
Pada bagian akhir bab ini, penulis akan menjelaskan hubungan antara
dimensi religius pendidikan dengan minat belajar mata pelajaran PAK.
A. Dimensi Religius Pendidikan
1. Pandangan Gereja terhadap Pendidikan
Sejak Konsili Vatikan II, Gereja mulai terbuka pada kenyataan yang
dihadapi dunia. Gereja sebagai bagian dari masyarakat dunia tidak dapat
melepaskan diri dari kenyataan dunia, sebagaimana diungkapkan dalam GS art.
1, “kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
sekarang, terutama kaum miskin dan siapa saja yang menderita, merupakan
kegembiraan dan harapan, duka, dan kecemasan para murid Kristus juga.”
Sebagai salah satu bentuk kepedulian Gereja pada dunia, Gereja memberikan
pandangan tentang prinsip dasar pendidikan melalui dokumen Gravissimum
Educationis (GE) yang dipublikasikan sejak tanggal 28 Oktober 1965.
Pada bagian pendahuluan GE, Gereja menyatakan bahwa pendidikan
dianggap sebagai hal yang mempunyai dampak yang makin besar atas
masyarakat zaman sekarang. Pada zaman sekarang, manusia merasa perlu
untuk mencapai kepenuhan dirinya sebagi pribadi agar martabatnya diakui.
Kepenuhan pribadi manusia tersebut berhubungan dengan hakikat manusia
yang diciptakan secitra dengan Allah. Sebagai makhluk yang secitra dengan
Allah, manusia diciptakan sungguh amat baik (Kej 1:31) karena dibekali
dengan daya cipta, rasa dan karsa yang melekat pada manusia. Daya ini perlu
dikembangkan dan diarahkan agar manusia mencapai kepenuhan hidup dan
dengan demikian martabatnya diakui.
Guna mencapai kepenuhan hidup, pendidikan adalah cara yang tepat
sebab tujuan pendidikan adalah, ”mencapai pembinaan pribadi manusia dalam
perspektif tujuan terakhirnya demi kesejahteraan kelompok-kelompok
masyarakat, mengingat bahwa manusia termasuk anggotanya dan bila sudah
dewasa ikut berperan menunaikan tugas kewajibannya” (GE, art. 1).
Berdasarkan pernyataan tersebut, pendidikan bertujuan agar manusia mencapai
kepenuhan sebagai pribadi dan agar manusia mampu mengambil bagian dalam
mewujudkan kesejahteraan bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
Tujuan pendidikan bersifat umum. Pendidikan perlu juga
mengembangkan kedalaman hidup manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
GE art. 2 menerangkan mengenai pendidikan Kristen:
"Pendidikan tidak hanya bertujuan pendewasaan pribadi manusia
seperti telah diuraikan, melainkan terutama hendak mencapai, supaya
mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah makin mendalami
misteri keselamatan dan menyadari karunia iman yang telah mereka
terima... supaya dengan demikian mereka mencapai kedewasaan penuh,
serta tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, dan
ikut serta mengusahakan pertumbuhan Tubuh Mistik.”
Tujuan pendidikan Kristen tidak berlawanan dengan tujuan pendidikan secara
umum melainkan semakin menyempurnakan dan memberi arah khusus
pendidikan. Jika tujuan pendidikan secara umum yaitu mencapai kepenuhan
sebagai pribadi dan terlibat dalam usaha membangun kesejahteraan bersama,
maka pendidikan Kristen semakin melengkapi tujuan umum tersebut, yaitu
kepenuhan hidup dalam Kristus dan mengusahakan kesejahteraan bersama
demi pembangunan Tubuh Mistik Kristus.
Tujuan pendidikan tersebut dapat dicapai dengan melibatkan pihak-
pihak tertentu. Mardiatmaja (dalam Adisusanto, 1995: 21) mengatakan bahwa
pendidikan adalah “usaha bersama dalam proses terpadu terorganisir untuk
membantu manusia mengembangkan diri dan mempersiapkan diri guna
mengambil tempat semestinya dalam pengembangan masyarakat dan dirinya di
hadapan manusia.” Berdasarkan pernyataan tersebut pendidikan diwujudkan
melalui sebuah lembaga pendidikan (misalnya sekolah) sebab dalam lembaga
tersebut ada sebuah proses yang sistematis (misalnya kurikulum) berisi
pembekalan-pembekalan agar manusia mampu mengembangkan dirinya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
terlibat dalam pembangunan kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian,
sekolah merupakan alat yang tepat untuk melaksanakan pendidikan.
Bagi Gereja, keberadaan sekolah dipandang positif, “Gereja mengakui
bahwa di antara segala upaya pendidikan, sekolah mempunyai makna yang
istimewa.” Pengakuan Gereja akan pentingnya sekolah ini mendorong Gereja
untuk mendirikan sekolah-sekolah. Tujuan Gereja mendirikan sekolah-sekolah
adalah, “untuk memajukan pembentukan manusia seutuhnya, mengingat
sekolah adalah pusat pengembangan dan penyampaian konsepsi tertentu
mengenai dunia, manusia, dan sejarah” (KWI-MNPK, 1991: 16). Melalui
pernyataan tersebut Gereja menegaskan bahwa sekolah merupakan sarana yang
penting sebab dalam sekolah manusia dibentuk melalui proses pendidikan dan
sekolah menyampaikan nilai-nilai tertentu yang memampukan siswa
menyadari karya keselamatan Allah yang nyata dalam dunia, manusia, dan
sejarah.
“Kehadiran Gereja dalam sekolah nampak melalui sekolah Katolik”
(GE, art. 8). Sekolah Katolik tidak membedakan dirinya dari sekolah lain
sebab sekolah Katolik juga menyelenggarakan pendidikan bagi kaum muda.
Ciri khusus dari sekolah ini, pertama-tama karena adalah penggunaan kata
Katolik. Menurut Go (1992: 11), penggunaan kata Katolik ini merupakan tanda
pengenal dan atribut Gereja. Tanda pengenal dan atribut ini bukan semata-mata
karena ada kata Katolik melainkan karena sekolah menampakkan ciri-ciri
tertentu yang dapat melekat pada Gereja sehingga melalui ciri tersebut orang-
orang dapat mengetahui bahwa Gereja hadir dalam sekolah tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
Ciri khas yang dapat menyebabkan sekolah disebut sekolah Katolik
adalah,
“menciptakan lingkungan hidup bersama di sekolah, yang dijiwai oleh
semangat Injil kebebasan dan cinta kasih, dan membantu kaum muda
supaya dalam mengembangkan kepribadian mereka sekaligus
berkembang sebagai ciptaan baru,...... mengarahkan seluruh
kebudayaan manusia akhirnya kepada pewartaan keselamatan sehingga
pengetahuan yang secara berangsur-angsur diperoleh para siswa tentang
dunia, kehidupan dan manusia disinari oleh Terang Iman” (GE, art. 8).
Secara garis besar, sekolah Katolik dikenal karena iklimnya yang penuh cinta
kasih dan adanya terang iman dalam usaha sekolah untuk mendidik siswanya.
Iklim ini menjadi identitas yang menunjukkan bahwa sekolah tersebut adalah
sekolah Katolik. Secara lebih tegas lagi tertulis dalam KWI-MNPK (1991: 83)
bahwa “yang membedakan sekolah Katolik dari sekolah lain adalah dimensi
religiusnya.”
2. Pengertian Dimensi Religius Pendidikan
a. Pengertian Umum
Hingga saat ini masih belum ada pandangan resmi mengenai pengertian
dimensi religius pendidikan, baik dari kalangan ilmuwan yang bergerak di
bidang pendidikan maupun dari kalangan Gereja. Pengertian dimensi religius
pendidikan yang dijelaskan di sini berupa pengertian secara etimologi.
Etimologi adalah “cabang ilmu bahasa yang meneliti asal-usul dan perubahan
bentuk kata-kata suatu bahasa atau kelompok bahasa” (Shadily, 1980: 973).
Dimensi religius pendidikan akan dibahas berdasarkan asal-usul katanya dan
berdasarkan kata-kata yang menyusunnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
Dimensi, menurut Shadily (1980: 283) berasal dari bahasa Inggris
"dimension" yang berarti ukuran. Pengertian kata ini tergantung dari pilihan
susunan deskriptif kata yang bersangkutan, misalnya dimensi sosial yang
berarti ukuran sosial. Kata dimensi juga menyatakan jumlah ukuran, misalnya
sebuah gambar yang disebut tiga dimensi maksudnya gambar tersebut dapat
dilihat dari tiga segi yang berbeda.
Kata religius, menurut Groome (2010: 32) berasal dari kata religious
(bahasa Inggris) yang berarti bersifat keagamaan. Kata religius menunjukkan
adanya keterkaitan hal-hal tertentu dengan sebuah agama. Eliade (1987: 283)
menggunakan istilah religion sebagai identitas khusus yang menunjukkan
keterikatan dalam sebuah kelompok yang dapat membedakan kelompok
tersebut dari kelompok lain dalam hal pemujaan; “a bound of scruple uniting
those who shared it closely to each other. Hence religion suggests both
separation and separative fellowship.” Schleirmacher (dalam Eliade, 1987:
283) mengatakan hal yang berbeda, “religion as a feeling of absolute
dependence – absolute as contrasted to other, relative feelings of dependence.”
Hal ini berarti agama sebagai ungkapan kebebasan manusia dalam menanggapi
perwahyuan ilahi. Pada intinya, religius berarti hal yang berhubungan dengan
kebebasan manusia dalam menjawab wahyu ilahi dan menunjukkan ciri
keagamaan tertentu.
Kata pendidikan, menurut Shadily (1984: 2627) berasal dari kata
educare (bahasa Latin) yang berarti membimbing ke luar. Pendidikan
merupakan proses membimbing manusia dari kegelapan kebodohan menuju
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
kecerahan pengetahuan. Dalam arti luas, pendidikan baik yang formal maupun
informal meliputi segala usaha memperluas pengetahuan manusia tentang
dirinya sendiri dan tentang dunia di mana mereka hidup. Shadily
mengklasifikasikan pendidikan menjadi tiga bentuk. Pertama, pendidikan yang
berupa paksaan, disebut presur. Kedua, pendidikan yang dimaksudkan untuk
membentuk kebiasaan dan dilakukan secara sadar oleh anak didik, disebut
latihan. Ketiga, pendidikan yang dimaksud untuk membentuk kata hati, di
mana anak didik diajar berbuat menurut kesanggupan sendiri, menentukan
kelakuan menurut tanggung jawab sendiri pula.
Cremin (dalam Groome, 2010: 29) memberikan penjelasan yang lebih
lengkap mengenai pendidikan. Cremin menerangkan pendidikan sebagai usaha
yang sengaja, sistematis dan terus menerus untuk menyampaikan,
menimbulkan, atau memperoleh pengetahuan, sikap-sikap, nilai-nilai, keahlian-
keahlian, atau kepekaan-kepekaan, juga setiap akibat dari usaha itu. Pendapat
Cremin ini memberikan gambaran mengenai unsur-unsur dalam sebuah
pendidikan yang secara riil dapat dilihat di sekolah. Unsur kesengajaan dalam
pendidikan diwujudkan melalui perencanaan pengajaran, unsur sistematika
dapat dilihat dari adanya kurikulum, unsur tindakan yang berkesinambungan
dilihat dari adanya penjenjangan tingkat pendidikan dari SD hingga SMA.
Akhirnya, secara etimologi, dimensi religius pendidikan dapat diartikan
sebagai berikut: sebuah ukuran yang bersifat keagamaan tertentu dalam
konteks usaha mendewasakan manusia. Dimensi dinyatakan melalui aspek-
aspek tertentu yang dapat diukur. Religius dinyatakan melalui ciri khas agama
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
tertentu yang mewarnai lingkungan dan iklim. Pendidikan dinyatakan melalui
usaha-usaha yang membimbing siswa menuju kepenuhan kedewasaan sebagai
pribadi.
b. Katolisitas sebagai Esensi Dimensi Religius Pendidikan
Go (1992: 25) mengatakan bahwa, “dimensi religius pendidikan atau
aspek religius sekolah Katolik adalah iman Katolik.” Pernyataan ini
mengandung pengertian bahwa iman Katolik diejawantahkan dalam dinamika
kehidupan sekolah. Untuk itu, perlu terlebih dahulu dijelaskan makna kata
Katolik itu sendiri agar setelah mengetahui makna kata tersebut,
perwujudannya akan semakin mudah ditengarai.
Katolik berasal dari dua kata Yunani, yaitu kata dan holos. Kata berarti
setiap, berdasarkan, termasuk, dan seperti. Holos berarti keseluruhan atau
setiap orang. Dengan demikian secara etimologi, Katolik berarti adanya
sesuatu yang bersifat menyeluruh dan berlaku bagi semua orang. Karena
berlaku untuk semua orang, maka Katolik juga berarti welcoming everyone
seperti yang diungkapkan oleh Groome (1998: 397), “Catholic is the one
closest to its etimology –welcoming everyone-“ Hal ini menyiratkan adanya
unsur penerimaan dan keterbukaan atas setiap pribadi. Unsur ini menjadi salah
satu tanda yang mencirikan sifat Katolik.
Keterbukaan dan penerimaan, yang oleh Groome disebut welcoming
everyone sebenarnya sudah menjadi ajaran yang terdapat dalam Kitab Suci.
Pertama, iman Kristiani mengajarkan agar kita mengasihi sesama (Groome,
1998: 396). Ajaran ini diberi contoh dalam Yes 58:7, di mana disebutkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
bahwa orang beriman yang sejati tidak pernah memalingkan punggung
terhadap sesamanya. Orang beriman didorong untuk bersikap terbuka pada
siapa pun, merangkul siapa pun meski berbeda dan mengasihi sesama. Dengan
mengasihi sesama, orang beriman telah mengasihi Tuhan (1 Yoh 4:12).
Welcoming everyone di sini berarti tindakan kasih yang tidak membeda-
bedakan.
Kedua, tindakan welcoming everyone bersumber dari Amanat Agung
Yesus (Mat 28:19), yaitu amanat bagi para Rasul untuk menjadikan semua
bangsa murid-Nya. Sesudah kebangkitan Yesus, para rasul memberitakan
Kabar Gembira tidak hanya kepada orang Yahudi, namun kepada bangsa di
luar Yahudi pula. Peristiwa Pentakosta (Kis 2:1-11) menunjukkan bagaimana
semua bangsa diterima dan diberi karunia Roh Kudus. Peristiwa ini menjadi
tonggak berdirinya Gereja. Dengan demikian, Gereja sejak awal berdiri sudah
bersifat terbuka dan menerima semua bangsa.
Penggunaan kata Katolik melekat dengan kata Gereja. St. Sirilus dari
Yerusalem (dalam Groome, 1998: 398) mengatakan, “Church is Catholic
because its confined to no one place or nation, welcomes every people of every
class, forgives every kind of sin, and promotes every kind of virtue.” Pendapat
ini memberikan beberapa tanda bagaimana Gereja itu disebut Katolik. Pertama,
Gereja tidak terikat pada tempat atau bangsa tertentu. Kedua, Gereja terbuka
bagi setiap orang dari kelas sosial mana pun. Ketiga, adanya unsur kasih yang
memungkinkan adanya pengampunan atas segala kesalahan. Terakhir, Gereja
mendukung kebenaran dan terbuka terhadap perkembangan zaman. Tanda-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
tanda ini yang terus menerus diperjuangkan oleh Gereja hingga saat ini.
Adanya Konsili Vatikan II menjadi tanda bahwa Gereja mulai
memperjuangkan ciri kekatolikannya.
St. Vincentius (dalam Groome, 1998: 398) mengatakan bahwa Gereja
Katolik itu, “believed everywhere, always and by all.” Pendapat ini
menunjukkan adanya unsur otentisitas yang menyebabkan Gereja itu dipercaya
di mana pun; unsur kesinambungan (always) sehingga ajaran-ajaran, tradisi dan
ritusnya lestari dari zaman ke zaman; juga unsur keterbukaan (by all). Maka
Gereja Katolik itu dipercayai di mana pun, selalu dan oleh siapa pun. Secara
ringkas, arti kata Katolik memiliki kesepadanan dengan sebuah istilah yang
diungkapkan oleh Groome welcoming everyone.
Groome (1998: 394) mengatakan bahwa menjadi Katolik merupakan
suatu lifetime journey. Sebagai sebuah perjalanan seumur hidup, ada tanda-
tanda yang menunjukkan bahwa seseorang/kelompok menghayati
kekatolikannya. Groome (1998: 413) memberikan gambaran berupa tujuh
kedalaman (seven depth) yang berupa:
“...love for all people with commitment to their welfare, rights and
justice. It welcomes human diversity, is open to learn from other
traditions, and lives in solidarity with all humankind as brother and
sister. A Catholic cherishes her or his particular and roots of identity
while reaching for an open horizon and global consciousness. A
Catholic community is radically inclusive of diverse peoples and
perspective; is free of discrimination and sectarian sentiment; and
welcomes “the stranger” with outreach, especially to those most in
need.”
Berdasarkan pernyataan di atas, tujuh kedalaman (seven depth) yang
menandakan seorang/kelompok yang menghayati kekatolikannya yaitu: adanya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
rasa cinta yang berlaku untuk semua orang, adanya usaha untuk mewujudkan
kesejahteraan bersama, terbuka terhadap berbagai perbedaan, solidaritas
sebagai satu saudara, keterbukaan terhadap kebudayaan global dengan tetap
berpegang pada nilai-nilai dasar, merangkul semua terutama yang
membutuhkan dan pada akhirnya hidup mereka menjadi inklusif.
Karakter kekatolikan ini mendapat sumber inspirasi dari kehidupan
Jemaat Perdana (Kis 2:41-47). Jemaat Perdana ini memberi kesaksian melalui
penghayatan dalam hidup mereka yang menunjukkan karakter kekatolikan.
“Mereka bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan.
Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa. Dan
semua orang yang telah menjadi percaya tetap bersatu, dan segala
kepunyaan mereka adalah kepunyaan bersama, dan selalu ada dari
mereka yang membagi-bagikannya kepada semua orang sesuai dengan
keperluan masing-masing. Dengan bertekun dan dengan sehati mereka
berkumpul tiap-tiap hari dalam Bait Allah. Mereka memecahkan roti di
rumah masing-masing secara bergilir dan makan bersama-sama dengan
gembira dan dengan tulus hati sambil memuji Allah. Dan mereka
disukai semua orang.”
Kisah Jemaat Perdana ini menunjukkan bagaimana iman Katolik itu dihayati
dalam dinamika hidup. Penghayatan tersebut menyebabkan jemaat memiliki
sebuah karakter khusus yang memungkinkan orang-orang menyebut mereka
Katolik. Karakter tersebut disebut katolisitas. Go (1995: 10) mengatakan, “isi
katolisitas dapat dilihat dalam seluruh iman dan hidup Gereja Katolik seperti
dikonkretkan oleh Jemaat Perdana.”
Jemaat Perdana memberikan gambaran mengenai tanda-tanda
katolisitas melalui beberapa bidang. Pertama, bidang koinonia (persaudaraan)
di mana jemaat bertekun dalam persekutuan, adanya kegiatan berkumpul
bersama, bertekun dan sehati, gembira serta tulus hati. Kedua, bidang kerygma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
(pewartaan) di mana Jemaat bertekun dalam pengajaran rasul-rasul. Ketiga,
bidang leiturgia (peribadatan) di mana jemaat memecahkan roti secara bergilir.
Keempat, bidang diakonia (pelayanan) di mana jemaat saling memenuhi
kebutuhan dan berbagi. Terakhir, bidang marturia (kesaksian), jemaat bersaksi
melalui cara hidup mereka yang disukai semua orang.
Katolisitas sebagaimana digambarkan dalam kisah Jemaat Perdana
tersebut menjadi “inspirasi, motivasi dan animasi bagi sekolah Katolik dalam
medan baktinya” (Go, 1995: 11). Katolisitas tersebut diterjemahkan dalam
dinamika keseharian sekolah Katolik sehingga menjadi sebuah ciri khusus
yang memungkinkan orang mengatakan bahwa sekolah tersebut adalah sekolah
Katolik meski kata Katolik tidak disebutkan secara langsung dalam nama
sekolah.
Cerita pengalaman Groome (dalam Heryatno, 2008: 11) ketika
mengunjungi sekolah St. Joseph di Karachi Pakistan memberi ilustrasi
bagaimana sekolah tersebut menghayati katolisitas. Sekolah St. Joseph berada
di Pakistan yang mana mayoritas penduduknya adalah kaum Muslim. Sekolah
ini bernaung di bawah Yayasan Katolik namun tidak menampakkan
kekatolikan secara lahiriah. Kekatolikan nampak dalam iklim yang dibangun.
Sekolah ini menggarisbawahi martabat setiap pribadi, memberi
penghormatan kepada siswa laki-laki maupun perempuan, mendorong mereka
berkembang secara positif, menekankan suasana persaudaraan dan
kesetiakawanan. Semua staf menekankan pentingnya setiap siswa untuk
memiliki sikap hidup yang peduli pada kebersamaan, terutama pada usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
mewujudkan kerukunan, menegakkan perdamaian dan keadilan, serta
penghormatan kepada mereka yang berbeda. Mereka juga menjunjung tinggi
kedisiplinan dan menjaga mutu akademis.
Peserta didik dibekali keutamaan dan kebijaksanaan agar hidup dan
tindakan mereka bermakna bukan hanya bagi diri sendiri namun terlebih bagi
sesama. Staf sekolah yakin bahwa itulah spiritualitas Injil yang menjiwai dan
menggerakkan cara hidup mereka bersama. Mereka mengkomunikasikan dan
menghayati nilai-nilai Injili di dalam seluruh kegiatan.
Secara singkat, sekolah ini mengusahakan pendidikan yang bersifat
utuh dalam bentuk pelayanan yang total kepada semua siswanya sehingga
aspek pelayanan/diakonia sungguh nyata. Pelayanan itu didukung dengan
suasana persaudaraan yang penuh kasih (aspek persekutuan/koinonia) dengan
berpegang pada nilai Injil (aspek pewartaan/kerygma). Sekolah juga
mendorong siswanya untuk berguna bagi sesama (aspek kesaksian/marturia).
Aspek leiturgia/peribadatan bagi sekolah ini berlaku bagi mereka yang
beriman Katolik karena tidak semua murid di sekolah ini adalah Katolik. Kisah
sekolah St. Joseph ini semakin mempertajam makna katolisitas sebagai esensi
dimensi religius pendidikan di sekolah Katolik dan aspek-aspeknya.
3. Aspek-aspek Dimensi Religius Pendidikan Sekolah Katolik
KWI-MNPK (1991: 81) menyatakan aspek dimensi religius pendidikan
sekolah Katolik meliputi:
“Lingkungan paguyuban sekolah yang dijiwai semangat kebebasan dan
cinta kasih Injili, membantu tunas muda agar dalam mengembangkan
pribadinya serentak pula bertumbuh menurut ciptaan baru, yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
merupakan keadaan mereka berdasarkan permandian, mengarahkan
seluruh kebudayaan yang perlahan-lahan diperoleh murid tentang dunia,
kehidupan dan manusia diterangi oleh iman.”
Pernyataan tersebut selaras dengan yang tertulis dalam GE art. 8 tentang ciri
khas sekolah Katolik. Hal ini menunjukkan bahwa dimensi religius pendidikan
adalah ciri khas sekolah Katolik, yang disebut katolisitas. Pernyataan di atas
menunjukkan hal-hal yang menunjukkan katolisitas tersebut, yaitu: lingkungan
sekolah yang penuh cinta kasih, pelayanan sekolah untuk membantu siswa
bertumbuh secara penuh, adanya usaha dari sekolah untuk terbuka pada
kebudayaan dunia dengan tetap berpegang pada iman, dan adanya terang iman
dalam segala dinamika. Pernyataan KWI-MNPK ini cenderung bersifat
konseptual.
Lantieri mengistilahkan dimensi religius pendidikan dengan schools
with spirit. Schools with spirit merupakan gambaran sekolah yang memiliki
jiwa yang mencirikan katolisitas. Pertama, keunikan setiap individu dihargai
dan pendidikan dilihat sebagai proses seumur hidup. Kedua, murid dan guru
terlibat dalam pembelajaran di mana mereka bereksplorasi dan menemukan
sendiri yang berarti bagi diri dan sesuai dengan hatinya serta adanya
penghargaan atas perbedaan cara memahami. Ketiga, pemimpin sekolah bukan
pusat kekuasaan namun dia terbuka pada setiap individu agar setiap individu
mampu menolong dan menata dirinya sendiri. Keempat, schools with spirit
diibaratkan permainan sepakbola dengan adanya pengakuan akan kerja sama
serta penghargaan atas sesama anggota komunitas sekolah. Kelima, sekolah
peduli akan ekologi dan tanggung jawab sosial. Keenam, sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
mengusahakan perluasan kemampuan dengan intuisi, imajinasi, dan kreativitas.
Ketujuh, sekolah menyediakan tempat dan saat untuk diam dan tenang yang
memungkinkan setiap individu tertolong untuk menghadapi kekacauan
kompleksitas kehidupan sekolah dan mendorong individu mengalami
persentuhan dengan kedalaman jiwa. Terakhir, sekolah memberi perhatian
akan keunikan siswanya dalam menghadapi tujuan hidupnya.
Pendapat Lantieri di atas, bersifat lebih operasional. Dia juga melihat
bahwa dimensi religius pendidikan bukan semata bersifat top down namun
lebih berupa kerja sama antara siswa, pemimpin sekolah bahkan lingkungan
sekitar.
Aspek dimensi religius pendidikan di sekolah Katolik semakin
dipertajam Miller (dalam katolisitas.org, 2015) yang mengatakan ciri-ciri khas
sekolah Katolik adalah, “diinspirasikan oleh visi adikodrati, didirikan atas
dasar antropologi Kristiani, dihidupi oleh kesatuan persekutuan dan komunitas,
diresapi oleh pandangan Katolik di seluruh kurikulumnya, dan didukung oleh
kesaksian Injil.” Pendapat Miller ini senada dengan pola hidup Jemaat Perdana
(Kis 2:41-47) yang telah dibahas dalam bagian sebelumnya. Pola hidup Jemaat
Perdana memberikan gambaran aspek-aspek dari katolisitas.
Berdasarkan berbagai penjelasan di atas, penulis menyimpulkan aspek
dimensi religius pendidikan di sekolah Katolik (katolisitas) adalah: koinonia
(persekutuan), diakonia (pelayanan), kerygma (pewartaan Kabar Gembira),
leiturgia (peribadatan), dan marturia (kesaksian).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
a. Aspek Koinonia: Sekolah Mengembangkan Persekutuan
Koinonia menjadi gagasan yang penting dalam rangka pembaruan
Gereja sejak Konsili Vatikan II. Gambaran Jemaat Perdana yang rukun bersatu
sehati sejiwa (Kis 2:41) ingin diperjuangkan oleh Gereja. Sebagaimana Gereja
memperjuangkan koinonia maka sekolah Katolik yang menghadirkan Gereja
selayaknya juga memperjuangkan hal yang sama.
Suasana yang dibangun sekolah Katolik adalah iklim yang didasarkan
pada ajaran Yesus sendiri, yaitu cinta kasih dan berpangkal pada penghargaan
atas pribadi manusia. Suasana ini dibangun melalui relasi yang penuh cinta
kasih antara guru, siswa, dan warga sekolah yang lain. Suasana yang demikian
memungkinkan siswa untuk “mengalami suatu lingkungan baru, yaitu
lingkungan yang dijiwai Roh cinta kasih dan kebebasan Injili” (KWI-MNPK,
1991: 81).
Sebagai sebuah persekutuan, sekolah Katolik menggambarkan cinta
Bapa yang universal: peduli kepada semua orang. Groome (1998: 400)
berpendapat “the overarching biblical witness, then, is that God takes all
humankind into loving partnership.” Allah menghendaki agar semua umat
manusia saling mencintai. Persekutuan dalam sekolah Katolik menjadi nyata
ketika semua warganya hidup saling mencintai. Cinta yang dimaksud adalah
seperti cinta Bapa yang tidak membeda-bedakan dan menjadikan warga
sekolah sebagai satu keluarga. Sebagai satu keluarga, warga sekolah tidak lagi
memandang apakah seseorang itu termasuk dalam kelompoknya atau bukan
namun semua bersikap menerima dan terbuka, sebagaimana dikatakan Groome
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
dalam bagian selanjutnya: “there should never be „us and them‟ but only „we‟
bonded as human family.”
Aspek koinonia ini didasarkan pada antropologi Kristiani, di mana
manusia diciptakan secitra dengan Allah dan baik adanya (Kej 1:31). Setiap
warga sekolah adalah ciptaan Allah yang memiliki kebaikan di balik setiap
keunikannya, maka yang diperlukan adalah pemikiran yang positif. Groome
(1998: 403) mengatakan bahwa katolisitas dalam sekolah itu tercermin “in a
positive anthropology that affirms the essential goodness of all people and
engages the whole person in the teaching/learning process.” Proses belajar dan
mengajar dalam sekolah menjadi sarana yang mendorong semua siswa untuk
terlibat dengan segala kelebihan dan kekurangan mereka.
Suasana yang penuh cinta kasih dalam sekolah ini menjadi sebuah iklim
komunitas. Sebagai sebuah komunitas, Groome (1998: 406) memberi pendapat
mengenai aspek komunal, di mana dikatakan “untuk menjadi Katolik, tidak
saling memisahkan diri dari komunitas.” Pendapat ini dilihat dari berbagai
segi. Pertama, semua warga sekolah menyadari adanya keterikatan satu sama
lain di mana semua saling mendukung untuk berkembang dalam iman. Kedua,
sekolah Katolik sendiri tidak dapat melepaskan diri dari pihak-pihak yang
mendukungnya (stake holder), yaitu orang tua siswa, masyarakat, dan Gereja.
Untuk itu diperlukan kerja sama yang bersifat intern maupun ekstern. Kerja
sama ini, sebagaimana digambarkan oleh Lantieri (2001: 8) seperti kerja sama
dalam sebuah kelompok sepakbola, yaitu kemitraan untuk mencapai tujuan
bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
Aspek koinonia ini pada akhirnya bermuara pada sikap inklusif. Sikap
inklusif ini dijelaskan oleh Groome (1998: 410) sebagai berikut, “Catholic
Christianity embraces great diversity and breadth of perspective.” Katolisitas
dalam sekolah Katolik berarti merangkul berbagai keragaman dan memperluas
cara pandang warga sekolah. Dalam sebuah komunitas, pasti terdapat berbagai
perbedaan dan kepentingan, demikian pula di sekolah Katolik. Iman Katolik
mengajarkan agar pengikut Yesus bersedia bersikap baik dan terbuka terhadap
orang yang berbeda dengan dirinya maupun pandangannya. Kisah orang
Samaria yang murah hati (Luk 10:25-37) menjadi landasan sikap inklusif ini.
Dapat disimpulkan bahwa aspek koinonia dalam sekolah Katolik
nampak dari beberapa indikator yang disampaikan Kevin Treston (dalam Go,
1995: 23-24) sebagai berikut:
“The sense of Christian community in the school forms a context for
pastoral care. Some features of school as Christian community include:
sense of belonging, spirit of co-operation, reconciliation, open
leadership, atmosphere conducive to learning, optimistic place,
opportunities to share experiences, persons of Jesus to be foundation of
its character, respect for the persons who is madein God‟s image,
failure is acknowledge, reviews and evaluations of school as
community, ongoing development, celebration times.”
b. Aspek Diakonia: Sekolah Memberikan Pelayanan untuk
Perkembangan Pribadi Siswa secara Utuh
Aspek diakonia dapat dirangkum sebagai sebuah layanan sekolah untuk
siswanya agar mengalami perkembangan secara utuh. Aspek diakonia ini
sejalan dengan misi sekolah Katolik seperti diungkapkan dalam KWI-MNPK
(1991: 4), yaitu:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
“Membina bakat-bakat intelektual dengan perawatan yang tekun,
mengembangkan kemampuan menilai dengan tepat, mengantar ke
dalam warisan budaya yang diperoleh dari angkatan-angkatan
terdahulu, mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai,
mempersiapkan kehidupan profesi, memupuk antara murid-murid
dengan bakat dan dari lapisan yang berbeda-beda, pergaulan yang
akrab, yang melahirkan kesediaan untuk saling memahami.”
Berdasarkan pernyataan di atas, sekolah Katolik menyediakan layanan untuk
mewujudkan keterpaduan antara segi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Layanan ini merupakan usaha yang memungkinkan siswa mampu melihat diri
dan sesamanya sebagai pribadi, yaitu ciptaan yang mempunyai kodrat fisik dan
spiritual. Maka dinamika layanan di sekolah Katolik mempunyai tujuan yang
berdimensi baik fisik maupun spiritual.
Layanan sekolah Katolik mempunyai tujuan ganda, yaitu “membina
laki-laki dan wanita ke arah kesempurnaan manusia dan kesempurnaan Kristen
serta menolong mereka menjadi matang dalam iman” (KWI-MNPK, 1991:
95). Tujuan ganda ini penting sebab saat ini situasi hidup kaum muda bersifat
mendua. Heryatno (2003: 15) mengatakan bahwa “kaum muda menjadi
harapan sekaligus mereka juga dikhawatirkan.” Kaum muda, termasuk siswa,
saat ini berada dalam zaman yang dibanjiri informasi sekaligus zaman yang
penuh ketidakpastian. Kaum muda hidup dalam kecemasan, kebingungan dan
kekhawatiran akan masa depannya.
Sekolah Katolik diharapkan menjadi “pusat pelaksanaan falsafah
pendidikan yang memperhatikan kebutuhan kaum muda sekarang, yang
diterangi oleh amanat Injil” (KWI-MNPK, 1991: 90). Sekolah Katolik dalam
segala pelayanannya berusaha untuk mendukung siswa menemukan kesejatian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
dirinya sebagai ciptaan Tuhan yang bermartabat. Siswa diberi kesempatan
untuk mengembangkan diri secara kognitif (melalui kegiatan belajar
mengajar), afektif (melalui hubungan antar pribadi), dan psikomotorik (melalui
berbagai kegiatan yang bersifat fisik, ekstrakurikuler, out bond, dll). Semua
segi ini merupakan kesatuan yang utuh, maka layanan di sekolah Katolik tidak
dapat dipisahkan satu sama lain.
Peranan guru dalam layanan di sekolah Katolik juga penting. Groome
(1998: 417) berpendapat, “real Catholic educators stimulate a insatiable
curiosity, a determination to go on mining the inexhaustible mysteries of life.”
Guru Katolik yang sejati merangsang siswanya untuk terus menerus menggali
kedalaman kehidupan. Dia akan membawa siswa untuk mengalami keinginan
yang terus menerus untuk memahami misteri kehidupan. Dengan demikian,
siswa akan terus menerus belajar seumur hidupnya. Groome mengistilahkan
hal ini sebagai habitus of lifelong learning (1998: 418).
Lantieri (2001: 15) mengatakan beberapa poin yang menunjukkan
lembaga sekolah yang dapat memberi kontribusi bagi pembentukan kaum
muda. Pertama, adanya pelayanan kepada sesama warga sekitar sejam atau
lebih dalam seminggu. Kedua, komunitas menyediakan waktu sekitar satu jam
per minggu untuk kegiatan religius. Ketiga, menyediakan waktu sekitar tiga
sampai empat jam seminggu untuk kegiatan kreatif (berlatih musik, teater atau
seni). Keempat, adanya nilai-nilai untuk menolong sesama. Kelima, adanya
kesatuan antara tindakan dan iman. Keenam, adanya kejujuran meski sulit
untuk dikatakan. Ketujuh, adanya kemampuan untuk meredam kekuatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
personal yang meledak-ledak. Kedelapan, adanya kemajuan dalam mencapai
tujuan hidup. Terakhir, adanya cara pandang yang positif tentang masa depan.
Pendapat Lantieri tersebut secara tidak langsung menunjukkan bahwa
aspek diakonia di sekolah Katolik tidak hanya ditujukan pada warga sekolah
namun juga kepada sesama di sekitarnya. Pelayanan kepada sesama di sekitar
sekolah Katolik menjadi tanda bahwa sekolah tersebut menjadi sarana Gereja
untuk hadir di tengah dunia dalam dunia pendidikan dan sejalan dengan tujuan
pendidikan secara umum, yaitu agar peserta didik ikut serta dalam
mensejahterakan masyarakat.
c. Aspek Leiturgia: Sekolah Merayakan Iman dan Sakramen
Perayaan Sabda dan Sakramen tidak kalah pentingnya dalam sekolah
Katolik sebab salah satu tujuan pendidikan Kristen (GE, art. 2) adalah, “supaya
mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan Kebenaran,
terutama dalam perayaan Liturgi.” Selain itu Konsili menyatakan, “Liturgi
adalah puncak yang dituju kegiatan Gereja dan sekaligus sumber dari mana
mengalir kekuatannya” (SC, art. 10). Berdasarkan pernyataan dalam GE dan
SC tersebut, sekolah Katolik hendaknya memberi waktu dan tempat secara
khusus di mana Sabda dan Sakramen dapat dirayakan. Perayaan Sabda dan
Sakramen ini secara berangsur-angsur akan membarui hidup rohani warga
sekolah.
Liturgi berkaitan dengan pengungkapan iman dan perwujudan iman.
Dalam liturgi, manusia mengungkapkan imannya akan Allah yang
menyelamatkan dan memperoleh kekuatan untuk mewujudkan imannya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
hidup sehari-hari. Dalam liturgi pula, manusia mempersembahkan jerih
usahanya dalam hidup selama sepekan dan mempersatukannya dengan kurban
Kristus. Liturgi dalam sekolah Katolik menjadi sarana untuk menyerahkan
usaha warga sekolah dalam mendidik kepada Tuhan dan memohon kekuatan
agar warga sekolah mampu mewujudkan imannya melalui pendidikan.
Go (1995: 76) berpendapat bahwa perayaan liturgi, khususnya misa
sekolah mempunyai tujuan: menunjukkan cara bersyukur sebagai sekolah
Katolik, pembinaan kesalehan siswa, pembinaan religiusitas siswa, sarana
pewartaan, dan pembentukan kebiasaan siswa untuk mencintai Ekaristi.
Dengan demikian, dapat dikatakan liturgi dalam sekolah tidak semata-mata
sebagai tanda bakti kepada Tuhan, namun mempunyai tujuan implisit yaitu
pembentukan karakter siswa.
d. Aspek Kerygma: Sekolah Mewartakan Kabar Gembira
Jemaat Perdana bertekun dalam pengajaran rasul-rasul (Kis 2:41).
Pengajaran rasul-rasul bersumber dari Kabar Gembira mengenai Yesus dari
Nazareth yang mewartakan karya keselamatan Allah. Maka aspek kerygma di
sini dapat diartikan bagaimana Kabar Gembira itu diwartakan dalam sekolah
dan bagaimana sekolah mampu melihat kebudayaan dari zaman ke zaman
dalam terang iman.
Aspek kerygma juga erat berhubungan dengan pendidikan Kristen (GE,
art. 2) terutama agar
“mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah makin mendalami
misteri keselamatan dan dari hari ke hari makin menyadari karunia
iman yang telah mereka terima..., supaya mereka dibina untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
menghayati hidup mereka sebagai manusia yang baru dalam kebenaran
dan kekudusan sejati.”
Pernyataan tersebut memberikan tempat yang istimewa bagi kegiatan
pewartaan sebab dengan pewartaan, pengalaman hidup manusia diterangi oleh
terang iman dan memberi manusia pengalaman iman yang memungkinkan
mereka bertumbuh menuju kedewasaan iman.
Untuk itu, sekolah Katolik “menjembatani iman dan kebudayaan”
(KWI-MNPK, 1991: 94). Sekolah Katolik berada dalam masyarakat yang
berkembang dari zaman ke zaman, sehingga ia berada dalam suatu kebudayaan
manusia. Sekolah Katolik memerlukan “keterbukaan, kemampuan, dan
kesediaan untuk memperkaya dan diperkaya oleh segala dan setiap kebudayaan
tanpa terikat hanya pada satu kebudayaan” (GS, art. 58). Adanya dialog antara
kebudayaan dan Injil sangat diperlukan agar sekolah Katolik tetap Katolik dan
mampu membawa warganya dalam terang iman.
Peran terang iman, yaitu Injil sangat penting di sekolah Katolik sebab
“sekolah Katolik menimba inspirasi dan kekuatannya dari Injil tempatnya
berakar” (KWI-MNPK, 1991: 100). Proses pendidikan di sekolah adalah
sebuah perjalanan bersama Kristus menuju kesempurnaan. Sebagaimana
Kristus mengajar para rasul, demikian pula para guru mengajar para murid.
Pengajaran Kristus adalah pengajaran yang berisi Kabar Gembira dalam
masyarakat Yahudi saat itu. Injil bagi sekolah Katolik berfungsi sebagai
penafsir dan penata kebudayaan.
Melalui Injil, para guru menemukan karya Allah dalam sejarah manusia
sejak zaman Kitab Suci hingga sekarang. Injil pula yang menjadi penuntun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
para guru dalam mengembangkan rasa estetika dalam mengajar, dan
membentuk mereka seturut Sang Guru sejati, yaitu Yesus. Bagi siswa, Injil
memampukan mereka untuk membina suara hati. Suara hati menjadi pegangan
dalam menghadapi kebudayaan yang kerap tidak sesuai dengan nilai Injil.
Maka sepantasnya sarana rohani seperti Injil, bacaan rohani, ruang doa, salib
dan rosario disediakan sekolah.
Salah satu bentuk pewartaan Injil di sekolah adalah melalui mata
pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK). Mengingat fungsinya sebagai
bentuk pewartaan, maka mata pelajaran PAK memiliki kedudukan yang
penting dalam sekolah Katolik.
e. Aspek Marturia: Sekolah Mendorong Warganya untuk Terlibat
Memberi Kesaksian
Jemaat Perdana disebut Katolik karena kesaksian hidup mereka.
Mereka pun disukai semua orang karena kesaksian hidup mereka (Kis 2:47).
Aspek marturia berhubungan dengan bagaimana sekolah Katolik mampu
menghadirkan nilai-nilai Kristiani baik bagi warganya maupun untuk
lingkungan sekitar. Kesaksian diberikan oleh sekolah Katolik bukan karena
sekolah menyandang nama “Katolik” namun karena kesaksian hidup
warganya; para guru, karyawan, dan siswa.
Sekolah Katolik memiliki citra yang positif. Menurut Go (1995: 77),
sekolah Katolik dikenal disiplin dan bermutu. Disiplin berarti pelajaran
berlangsung lancar dan berhasil serta memampukan siswa untuk menghadapi
kehidupan di masa depan. Bermutu berarti profesional dan didukung dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
dedikasi yang tinggi. Alasan inilah yang menyebabkan sebuah sekolah dikenal
sebagai sekolah Katolik oleh masyarakat.
Lebih dari hal tersebut, “mutu pengajaran agama yang dipadukan ke
dalam keseluruhan pendidikan para siswa adalah alasan mengapa orang tua
lebih suka menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik” (KWI-MNPKI, 1991:
109). Pernyataan ini berarti bahwa nilai-nilai Kristiani yang diperoleh dalam
pelajaran agama dihayati dalam dinamika keseharian di sekolah sehingga
membentuk karakter siswa. Karakter siswa yang dibentuk berdasarkan nilai-
nilai Kristiani ini “mendorong cara hidup yang kontras dengan budaya modern
dan tentu saja merelakan diri untuk hidup bagi orang lain” (Groome, 1992: 32).
Hal di atas tidak berarti sekolah Katolik anti terhadap perkembangan
dunia modern, sebab “sekolah Katolik memiliki tanggung jawab untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat karena berada di tengah manusia yang
berkembang dari zaman ke zaman, di mana kebutuhan manusia semakin
berkembang” (KWI-MNPK, 1991: 22). Sekolah Katolik memenuhi tanggung
jawabnya untuk mendidik manusia muda sesuai dengan kebutuhan masyarakat
dengan berpegang pada nilai-nilai Kristiani. Nilai-nilai Kristiani itulah yang
memampukan lulusan sekolah Katolik untuk bersaksi di tengah dunia.
Aspek marturia ini juga berhubungan dengan bagaimana yayasan
menampakkan kekatolikannya. Hal ini sehubungan dengan cara yayasan
memperlakukan warganya sesuai dengan hukum kasih. Sebagaimana Yesus
memperlakukan Para Rasul sebagai rekan kerja dan sahabat (Yoh 15:9-17),
demikian pula hendaknya Yayasan Katolik memperlakukan warganya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
B. Minat Belajar
1. Pengertian Minat Belajar
Winkel (2014: 219) mengatakan bahwa minat belajar adalah
“kecenderungan subjek yang menetap untuk merasa tertarik pada bidang studi
atau pokok bahasan tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu.” Minat
berhubungan dengan perasaan senang dan tidak senang terhadap subjek. Ketika
subjek merasa senang maka dia akan tertarik untuk memperlajari sebuah
materi. Maka perlu diciptakan suasana atau cara untuk menimbulkan rasa
senang agar subjek tertarik belajar dan rasa senang ini perlu dipertahankan.
Minat berhubungan dengan suasana hati (stemming). Stemming adalah
suasana hati yang berlangsung agak lama, lebih tenang, berkesinambungan dan
ditandai dengan perasaan senang atau tidak senang (Wunds dalam Ani
Pujiastuti, 2011). Stemming bersumber dari kedalaman jiwa individu, maka
berada dalam alam bawah sadar. Meski demikian kadangkala faktor ekstern
juga dapat mempengaruhinya. Ketika seseorang diperlakukan dengan baik,
maka dia akan merasa senang sehingga tertarik akan sesuatu; demikian pula
sebaliknya.
Winkel (2014: 219) membedakan antara stemming dasar dan stemming
aktual. Stemming dasar sulit diubah sebab berhubungan dengan kepribadian
seseorang. Stemming aktual dapat diubah karena bersumber dari pengalaman
individu di mana faktor ekstern lebih berpengaruh. Berdasarkan penjelasan di
atas, minat dapat bersumber dari dalam diri individu dan dapat pula
dipengaruhi faktor ekstern.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Pendapat yang senada diungkapkan oleh Mahfudh Shalahuddin (1990:
95), “minat adalah perhatian yang mengandung unsur-unsur perasaan.”
Perhatian dalam bahasa Inggris disebut passion, yaitu suatu gairah atau
perasaan yang kuat terhadap suatu objek. Perhatian yang sedemikian kuat dapat
mendorong seseorang untuk berbuat aktif dalam suatu pekerjaan. Berdasarkan
pendapat ini, minat dapat berupa kehendak yang kuat yang bersumber dari
perasaan yang mendalam.
2. Macam-macam Minat Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya
“Minat berasal dari ketertarikan akan suatu objek, maka tidak dapat
dipaksakan oleh orang lain” (Sefrina, 2013: 28). Ketika individu tertarik pada
objek maka dia akan mengamati lebih mendalam dan terdorong untuk lebih
intensif lagi untuk memahaminya. Tanpa dorongan dari pihak luar pun individu
sudah berminat.
Mahfudh Shalahuddin (1990: 95) mengatakan bahwa “minat dapat
muncul ketika suatu objek berhubungan dengan fungsi-fungsi kebutuhan, cita-
cita/keinginan, pengaruh kebudayaan, dan tersedianya kemungkinan
mengembangkan pengalaman.” Berdasarkan penjelasan ini, minat tidak hanya
bersumber dari dalam individu namun ada faktor dari luar individu yang dapat
mempengaruhi seseorang untuk berminat.
Suardiman (2008: 95) berpendapat bahwa “minat dapat dibangkitkan
dengan cara: membangkitkan adanya suatu kebutuhan, menghubungkan
dengan persoalan yang lampau, memberi kesempatan untuk mendapatkan hasil
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
yang lebih baik dan menggunakan berbagai bentuk dalam belajar.” Pendapat
ini semakin memperkuat pandangan bahwa minat seseorang dapat dipengaruhi
oleh faktor eksternal.
Menurut Sefrina (2013: 28), faktor dari luar individu dapat
mempengaruhi namun tidak dapat memaksakan karena minat adalah hasil
proses pemikiran, emosi serta pembelajaran. Hal ini berarti bahwa minat
bukanlah hal yang sekali jadi, melainkan terus menerus dibentuk oleh faktor
intern maupun ekstern. Proses tersebut melibatkan kemampuan akal budi,
afeksi dan psikomotorik manusia. Dengan demikian, minat menjadi keputusan
bebas seseorang. Minat dalam hal ini disebut sebagai interest.
Berdasarkan uraian mengenai faktor yang dapat menimbulkan minat di
atas, maka minat dapat dibedakan menjadi dua (Siregar 2011: 178). Pertama,
minat pembawaan yaitu minat yang muncul dan tidak dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain, baik kebutuhan maupun lingkungan. Kedua, minat yang muncul
karena pengaruh dari luar di mana minat ini dapat berubah karena faktor
lingkungan dan kebutuhan.
Secara garis besar, minat dapat berpengaruh pada perbuatan belajar
(Suardiman, 1979: 52) karena minat merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi proses dan hasil belajar individu (Ngalim Purwanto, 1996:
107). Minat merupakan hasil perpaduan dari faktor intern dan faktor ekstern
yang diolah oleh individu sehingga individu tersebut dapat memutuskan
tertarik untuk belajar sesuatu atau tidak. Hal ini dikuatkan oleh pendapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
Suardiman (2008: 95), “minat dapat menjadi alat motivasi yang pokok bagi
individu.”
C. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK)
1. Hakikat PAK
Pendidikan Agama Katolik di sekolah dipahami sebagai “proses
pendidikan dalam iman atau proses pendidikan agar para siswa semakin
beriman” (Heryatno, 2003: 21). Mata pelajaran PAK merupakan bentuk
katekese Gereja yang dilaksanakan dalam sekolah karena melalui mata
pelajaran PAK Kabar Gembira diwartakan dan siswa dihantar untuk
menghubungkan kenyataan dunia dengan terang iman, yaitu Injil. Sebagai
bentuk katekese, mata pelajaran PAK juga bersintesa dengan tujuan sekolah,
maka katekese tersebut dijalankan dalam lingkup pendidikan formal yang
dilembagakan dan didasarkan pada sistem yang sudah dibakukan berdasarkan
standar nasional pendidikan.
Satu hal penting dari pelajaran PAK adalah “perkembangan nilai-nilai
religius dan motivasi religius” (KWI-MNPK, 1991: 127). PAK berdasarkan
pernyataan tersebut bervisi spiritual sebab berhubungan dengan hal religius.
PAK secara konsisten memperkembangkan kedalaman hidup, jati diri, dan inti
hidup siswa. PAK secara sadar mengembangkan rasa, kepekaan hati, imaginasi
dan dimensi hidup siswa. Dengan demikian, PAK tidak hanya mengutamakan
segi kognitif namun memberi bekal bagi siswa untuk menghadapi kenyataan
hidup dan menjawab tantangan di masa depan dalam rangka menanggapi
panggilan hidupnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
2. Tujuan PAK
Tujuan PAK menurut Groome (2010: 48) yaitu “demi terwujudnya
nilai-nilai Kerajaan Allah, untuk menghidupi iman Kristiani dan untuk
kebebasan manusia.” Tujuan tersebut bersifat holistik dan konatif. Disebut
holistik karena PAK bermaksud mengembangkan secara utuh dan serentak segi
kognitif, afektif dan praksis hidup peserta. Disebut konatif karena PAK
mendorong siswa untuk setia, senang hati dan tekun mewujudkan tujuannya.
PAK secara keseluruhan mendorong siswa untuk berjuang dengan setia demi
mencapai perkembangan pengetahuan, sikap, dan tindakan. Antara
pengetahuan, sikap, dan tindakan adalah kesatuan di mana mengetahui dengan
benar berarti melaksanakan dengan berpegang pada nilai-nilai Krisitiani.
Dapiyanta (2008: 32) berpendapat bahwa PAK ditantang untuk
mengambil pilihan tujuan yang jelas, mengingat PAK adalah salah satu mata
pelajaran di sekolah dan sekolah berada di bawah pengaturan sistem
pendidikan suatu negara. Selama ini, tujuan PAK bersifat mendua namun tidak
tuntas. Tujuan PAK mendua antara orientasi pada pengembangan hidup
beriman atau pengetahuan iman. Mangunwijaya (dalam Dapiyanta, 2008: 33)
mengatakan, “untuk mencapai yang minimal, yakni pengetahuan, banyak orang
tidak puas, sedangkan untuk mencapai pengembangan hidup beriman, sangat
sulit karena PAK masuk dalam sebuah sistem pendidikan suatu negara.”
Pendapat Dapiyanta dan Mangunwijaya ini menjadi pertanyaan yang selalu
aktual karena PAK berhubungan dengan proses hidup beriman seseorang di
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
mana iman bukan hal yang sekali jadi dan terus berproses, di mana proses
tersebut sulit jika diukur secara sistem pendidikan.
Adanya permasalahan di atas menunjukkan bahwa mata pelajaran PAK
bukanlah hal yang sepele. PAK perlu diberi keleluasaan sedemikian rupa
mengingat tujuan umum PAK adalah terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah.
Sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah perkembangan dan kedewasaan
iman. PAK di sekolah diharapkan membantu siswa supaya mengetahui dan
semakin peka terhadap rahmat Tuhan yang dilimpahkan dalam dirinya dan
tekun menanggapinya.
a. Demi Terwujudnya Nilai-nilai Kerajaan Allah
Kerajaan Allah adalah tema dan tujuan utama dalam pemberitaan dan
kehidupan Yesus. Oleh karena itu, mata pelajaran PAK bermaksud mengantar
orang-orang ke arah iman Kristiani. “Kerajaan Allah sebagai metapurpose
pendidikan dalam iman menuntut proses pendidikan yang membentuk dan
memberdayakan seluruh dimensi kehidupan peserta sebagai mitra Yesus dalam
memperjuangkan terwujudnya Kerajaan tersebut” (Heryatno, 2003: 24).
Groome (2010: 69-72) menyebutkan dua belas pernyataan yang
berkaitan dengan arah dasar pendidikan iman demi Kerajaan Allah.
1) Kerajaan Allah merupakan simbol yang mengungkapkan tindakan Allah
yang senantiasa hadir dan berkarya di tengah-tengah kehidupan manusia.
Kerajaan Allah merupakan kekuatan tindakan Allah yang sesuai dengan
sifat utama Allah: penuh belas kasih, sabar dan setia, menghendaki
keadilan, kedamaian, cinta kasih, keutuhan, dll.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
2) Kerajaan Allah dapat dipahami dalam konteks masa lampau, kini, dan
yang akan datang.
3) Kerajaan Allah merupakan anugerah Allah dan mengundang tanggapan
manusia. Ia sudah mulai terwujud dan di lain pihak belum mencapai
kepenuhannya.
4) Kerajaan Allah adalah Kabar Gembira bagi mereka yang terbelenggu,
tertawan, dianiaya, dan menderita.
5) Anugerah Allah untuk menjalin relasi dengan-Nya dan sesama manusia
sebagai anggota Kerajaan-Nya.
6) Karena Allah mengasihi manusia, maka Allah menghendaki supaya
manusia hidup saling mengasihi seperti Allah mengasihi mereka. Jalan
mengasihi Allah adalah dengan mengasihi sesama. Tolok ukur kasih tidak
lain adalah hidup Yesus sendiri yang mengasihi sampai sehabis-habisnya.
7) Kerajaan Allah memanggil kita untuk bertobat (metanoia), meninggalkan
cara hidup lama dan menggunakan cara hidup baru. Pertobatan yang
diusahakan adalah yang bersifat integral.
8) Pertobatan kita juga meminta agar kita menentang dan melawan seluruh
ekspresi dosa yang bersifat sosial dan budaya dalam dunia kita.
9) Kita harus berjuang untuk menciptakan struktur-struktur ekonomi, sosial,
politik dan pengaturan-pengaturan budaya yang mampu mempromosikan
Kerajaan Allah.
10) Pengutusan Gereja adalah menjadi sakramen kehadiran Kerajaan Allah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
11) Buah-buah kehidupan kita sebagai respon terhadap rencana Allah bagi
ciptaan adalah perwujudan Kerajaan Allah di tengah-tengah sejarah, dan
buah-buah dari usaha kita di masa kini yang akan tetap ada di Kerajaan
yang sempurna.
12) Terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah hidup manusia menjadi
tolok ukur dari segala pendidikan iman. Proses pendidikan iman sungguh
berhasil kalau nilai-nilai Kerajaan Allah sungguh dialami secara nyata oleh
semua manusia.
Keduabelas pernyataan ini memberi arahan bagaimana seharusnya PAK itu
dijalankan. PAK menjadi sarana untuk menghadirkan Kerajaan Allah, maka
penggunaan terang iman adalah keharusan. Terang iman digunakan sebagai
nilai dasar untuk memahami kenyataan manusia dalam sejarah dan melalui
terang iman, manusia semakin mampu mengambil keputusan yang sesuai
dengan suara hatinya.
b. Demi Kedewasaan Iman Kristiani
Groome (2001: 81) menjelaskan bahwa hidup dalam iman Kristiani
merupakan tindakan dari manusia sebagai agent-subject melalui komunitas
iman Kristiani dengan menggabungkan tiga tindakan: meyakini (believing),
mempercayai (trusting), dan menjalankan kehendak Allah (doing God‟s will).
Pendidikan iman di sekolah merupakan proses pendewasaan iman yang
diharapkan memperkembangkan secara seimbang dan integratif ketiga hal
tersebut (Heryatno, 2003: 28).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
Dengan kemampuan akal budinya, manusia mampu mengenal Allah
dan meyakininya (believing). Melalui kedalaman jiwanya, manusia mengambil
keputusan untuk beriman dan berserah secara penuh pada Allah (trusting).
Akhirnya, manusia mewujudnyatakan imannya (doing God‟s will) dengan
mengusahakan kesejahteraan bersama. Ketiga tindakan iniyang dikembangkan
melalui PAK.
c. Demi Terwujudnya Kebebasan Manusia
Iman Kristiani hidup sebagai respon terhadap Kerajaan Allah maka
didasarkan pada kebebasan manusia dan bertujuan pada hidup bersama di
dalam kebebasan. “Tujuan terdekat PAK yakni iman Katolik dan kebebasan
manusia” (Groome, 2010: 121). Pendekatan yang menggambarkan kebebasan
manusia adalah " kebebasan untuk" (freedom for) dan "kebebasan dari"
(freedom from). Dasar dari kebebasan ini adalah manusia diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah, maka keberadaan manusia sebagai citra Allah memiliki
kemungkinan untuk bebas.
Menurut Groome (2010: 310) freedom for adalah kebebasan untuk
menjadi apa kita dipanggil, yakni kebebasan menjadi satu dengan Allah yang
diekspresikan dalam kebebasan bersatu dengan orang lain dan melayani orang
lain. Freedom from adalah kebebasan Kristiani yang secara logis. Karena
kuasa Allah yang menyelamatkan Yesus, sekarang kita dapat bebas dari dosa.
Heryatno (2003: 33) menjelaskan tiga deskripsi kebebasan. Pertama,
kemampuan manusia bertindak memenuhi kebutuhan dasar. Kedua, manusia
bebas untuk memilih tanpa paksaan batin mana pun. Manusia sungguh bebas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
mengatur dirinya sendiri berdasarkan keyakinan, kesadaran, pilihan, dan
keputusannya; maka manusia sungguh otonom. Ketiga, manusia bebas untuk
menghayati keputusannya sendiri dengan segala resikonya.
3. Konteks PAK
Konteks PAK perlu dipahami dalam kaitannya yang erat dengan
pendekatan PAK yang bersifat kontekstual. Keadaan konkret lingkungan sosial
membentuk perkembangan pribadi dan penghayatan hidup beriman siswa.
Groome (2010: 157) berpendapat bahwa konteks PAK terjadi melalui interaksi
dalam situasi sosial dan budaya. Hal ini dikarenakan peserta didik berada dan
terlibat dalam hubungan di mana ia tinggal dan di mana ia belajar. Peran
komunitas Kristiani sangat diperlukan sebagai konteks PAK. Komunitas
Kristiani yang dimaksudkan adalah: keluarga, Gereja, masyarakat, dan sekolah.
Keempat komunitas ini adalah konteks PAK yang saling berhubungan dan
mempengaruhi.
Keadaan awal peserta didik juga perlu diperhatikan. Heryatno (2003:
50) menyebutkan konteks hidup peserta didik meliputi “kebutuhan dan minat
mereka, daya tangkap dan kemampuan mereka, latar belakang hidup dan
permasalahan mereka dan masih banyak lagi lainnya.” Sehubungan dengan hal
ini ada dua pendekatan, yaitu sosialisasi dan edukasi. Sosialisasi merupakan
proses di mana diri kita menjadi diri sendiri sebagaimana adanya, dengan jalan
berinteraksi dengan orang lain, tatanan hidup yang ada, nilai hidup yang diikuti
dan dengan pola tingkah laku yang diharapkan oleh lingkungan sosial kita.
Edukasi adalah proses di mana kita dengan sadar dan sengaja mendidik diri dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
peserta didik agar mengalami perkembangan hidup sehingga mencapai
kepenuhan.
D. Hubungan antara Dimensi Religius Pendidikan terhadap Minat Belajar
Pada bagian ini penulis akan menjelaskan hubungan antara dimensi
religius pendidikan terhadap minat belajar, khususnya mata pelajaran PAK.
Dilihat dari segi psikologi, dimensi religius pendidikan dapat menjadi stimulus
yang mempengaruhi minat belajar. Sedangkan dari konteks organisatoris
(sekolah), dimensi religius pendidikan adalah kultur sekolah.
1. Dimensi Religius Pendidikan sebagai Stimulus
Dimensi religius pendidikan (katolisitas) berfungsi sebagai faktor
ekstern yang dialami dan dirasakan peserta didik. Faktor ekstern ini menjadi
stimulus yang memberi pengaruh pada individu melalui pengalaman. Meski
pun demikian, manusia tidak secara langsung bereaksi terhadap stimulus dan
tidak membabi buta atau berlaku secara trial and error dalam menghadapi
stimulus sebab manusia adalah pribadi yang utuh. Hal ini dikatakan oleh
pengembang teori psikologi Gestalt.
Sardiman (2008: 32-33) menjelaskan beberapa prinsip teori psikologi
Gestalt. Pertama, manusia bereaksi dengan lingkungannya secara keseluruhan
dan tidak hanya secara intelektual. Kedua, belajar adalah penyesuaian diri
dengan lingkungan. Berdasarkan penjelasan ini, siswa tidak langsung bereaksi
terhadap lingkungan yang memiliki dimensi religius pendidikan namun terlebih
dahulu mengolahnya. Kemudian siswa akan belajar untuk menyesuaikan diri
dengan dimensi religius pendidikan itu.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Sehubungan dengan pernyataan di atas maka kegiatan belajar tidak
hanya dilakukan di kelas. Kegiatan di kelas hanya salah satu bentuk
pendidikan, selebihnya masih ada hidden curriculum yang dilaksanakan
melalui interaksi sehari-hari, pengalaman-pengalaman, dan tindakan tertentu.
Pengalaman akan membuat individu memiliki insight. Insight disebut juga
dengan pemahaman.
Baharuddin (2021: 89) berpendapat bahwa “keterlibatan seseorang
secara langsung dalam situasi belajar akan menghasilkan pemahaman yang
dapat membantu individu tersebut memecahkan masalah.” Keterlibatan siswa
dalam dinamika sekolah merupakan pengalaman yang membawa siswa pada
kemampuan untuk bertindak atas suatu hal. Dimensi religius pendidikan
sekolah akan menjadi pengalaman yang mendukung perkembangan pribadi
siswa.
Istilah insight diartikan oleh Ngalim Purwanto (1998: 101) sebagai
“sesuatu yang diperoleh kalau seseorang melihat hubungan tertentu antara
berbagai unsur dalam situasi tertentu.” Dimensi religius pendidikan dalam hal
ini berisi muatan nilai-nilai Kristiani yang juga ditemui dalam mata pelajaran
PAK. Karena adanya keterkaitan antara dimensi religius pendidikan dan mata
pelajaran PAK maka siswa akan mudah menemukan insight. Apa yang
dipelajari dalam mata pelajaran PAK akan ditemukan pula dalam kenyataan
dalam dinamika sekolah, maka siswa akan mudah memperoleh insight.
“Pembentukan insight dalam diri individu terjadi karena persepsi
terhadap lingkungan atau medan dan mestrukturnya sehingga membentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
menjadi suatu susunan yang bermakna” (Baharuddin, 2012: 92). Persepsi siswa
terhadap lingkungan sekolah dipengaruhi oleh apa yang dialaminya sehari-hari
di sekolah. Persepsi siswa terhadap lingkungan sekolah ini dihubungkan oleh
siswa dengan materi yang terdapat dalam mata pelajaran PAK. Jika apa yang
dipelajari siswa di kelas sesuai dengan persepsinya terhadap lingkungan dan
kenyataan lingkungan sesuai dengan apa yang dipelajari, maka siswa akan
menerima hal ini sebagai insight dan memungkinkan siswa untuk berminat
belajar mata pelajaran PAK.
Mengenai bagaimana siswa bereaksi terhadap dimensi religius
pendidikan, Ngalim Purwanto (1996: 100) berpendapat “reaksi manusia
terhadap dunia luar tergantung kepada bagaimana ia menerima stimulus dan
motif-motif apa yang ada padanya.” Berdasarkan pernyataan ini, minat belajar
diberlakukan sebagai reaksi sedangkan dimensi religius pendidikan sebagai
stimulus; maka reaksi siswa terhadap mata pelajaran PAK, tergantung pada
bagaimana dia mengalami dimensi religius pendidikan dan pada motif-motif
lain yang ada pada diri siswa. Akhirnya dapat disimpulkan, dimensi religius
pendidikan bisa jadi menimbulkan minat belajar PAK dan sebaliknya,
tergantung dari ada atau tidaknya motif-motif lain.
2. Dimensi Religius Pendidikan sebagai Kultur
Kultur berhubungan dengan lingkungan di mana individu hidup.
Individu hidup dalam sebuah lingkungan. Wasty (1990: 87) menjelaskan
bahwa “lingkungan mencakup segala material dan stimuli di dalam dan di luar
individu.” Berdasarkan penjelasan tersebut maka lingkungan dapat diartikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
secara fisiologis, psikologis, dan sosio-kultural. Secara fisiologis, lingkungan
mencakup segala kondisi material jasmaniah di dalam tubuh, misalnya: gizi,
vitamin, air, dan kesehatan jasmani. Secara psikologis, lingkungan meliputi
segala gejala kejiwaan yang diterima individu sejak pembuahan, kelahiran,
hingga mati. Secara sosio-kultural, lingkungan mencakup segala interaksi dan
kondisi eksternal dalam hubungannya dengan perlakuan atau karya orang lain.
Supriyati (2013: 27) mengatakan bahwa “lingkungan terdiri dari rumah
tangga, sekolah, dan masyarakat.” Sekolah disebut lingkungan pendidikan
yang tidak terlepas dari situasi lembaga tersebut. Situasi sekolah Katolik
dipenuhi dengan katolisitas sebagai ciri khasnya. Dengan demikian, dimensi
religius pendidikan termasuk dalam lingkungan psikologis dan sosio-kultural
karena berhubungan dengan gejala kejiwaan (psikologis) dan mencakup segala
interaksi dan kondisi eksternal yang berhubungan dengan perlakuan orang lain
(sosio-kultural).
Sebagai lingkungan sosio-kultural, dimensi religius pendidikan menjadi
sebuah kualitas kehidupan yang mewujud dalam aturan-aturan atau norma, tata
kerja, kebiasaan kerja, dan gaya kepemimpinan. Horney (dalam Wolman,
1977: 456) menjelaskan “culture as the totality of society transmitted behavior
patterns characteristics of a group, is the result of complex social process.”
Dimensi religius pendidikan sebagai kultur adalah hasil dari keseluruhan
proses sosial di sekolah yang kompleks. Dimensi religius kehidupan juga
menjadi pola karakter dari sekolah Katolik yang dipengaruhi oleh visi-misi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
lembaga dan nilai-nilai yang dianutnya, sehingga menjadi habitus bagi warga
sekolah.
Dimensi religius pendidikan sebagai kultur mencerminkan kualitas
kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang berdasarkan nilai atau spirit
yang dianut sekolah itu (Dapiyanta, 2008: 49). Bagi sekolah Katolik, kultur
sekolah mencerminkan sejauh mana katolisitas dihayati sekolah tersebut.
Sekolah Katolik yang menghayati katolisitas dengan baik akan menghadirkan
wajah Gereja di sekolah itu.
Dimensi religius pendidikan yang menjadi ciri khas sekolah Katolik
jika dihayati dengan baik maka akan menjadi jiwa (spirit) sekolah. Dapiyanta
(2008: 49) berpendapat,
“spirit akan mewarnai pembuatan struktur organisasi sekolah,
penyusunan deskripsi tugas, mengatur hubungan horizontal maupun
vertikal antar warga, yang secara keseluruhan kooperatif dan secara
perlahan atau cepat akan membentuk perilaku baik sistem maupun
perilaku perorangan warga sekolah.”
Sebagai sebuah kultur, dimensi religius pendidikan bukanlah sebuah pelajaran
khusus dan tidak secara langsung diajarkan kepada siswa namun dapat
dipelajari dari interaksi dan kebiasaan yang ada dalam dinamika sekolah
sehingga membentuk perilaku warga sekolah, misalnya siswa dalam belajar.
Kultur positif yang dibawa oleh dimensi religius pendidikan akan
memungkinkan siswa untuk menjalankan tugasnya, yaitu belajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
BAB III
PENGARUH DIMENSI RELIGIUS PENDIDIKAN
TERHADAP MINAT BELAJAR
SISWI KELAS XI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA
PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
Bab ini merupakan pembuktian dari kajian mengenai dimensi religius
pendidikan dan minat belajar mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK)
yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Pembuktian tersebut berdasarkan
penelitian dan kenyataan yang ada pada SMA Santa Maria Yogyakarta. Ada
dua garis besar yang dibahas pada bab ini. Pertama, gambaran mengenai SMA
Santa Maria Yogyakarta yang meliputi sejarah, visi, misi, tujuan, keadaan
guru, keadaan siswi, lingkungan fisik, dan lingkungan sosial. Kedua,
pembahasan mengenai penelitian yang mencakup: latar belakang penelitian,
tujuan penelitian, variabel penelitian, populasi, responden dan sampel, tempat
penelitian, waktu penelitian, instrumen penelitian, definisi konseptual dan
definisi operasional, serta kisi-kisi instrumen penelitian.
Bagian berikutnya berupa laporan hasil penelitian. Laporan disajikan
berdasarkan penelitian yang diadakan di sekolah, kemudian dibahas dan
dijelaskan. Pembahasan penelitian ini berguna untuk memperoleh pembuktian
pengaruh mengenai penghayatan dimensi religius pendidikan di SMA Santa
Maria Yogyakarta dan pengaruhnya terhadap minat belajar PAK di kelas XI.
Bagian akhir bab ini berupa kesimpulan dari hasil penelitian yang berguna
untuk penyusunan upaya pada bab berikutnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
A. Gambaran Umum SMA Santa Maria Yogyakarta
1. Sejarah Singkat SMA Santa Maria Yogyakarta
Sejarah singkat SMA Santa Maria Yogyakarta pada bagian ini disusun
berdasarkan profil sekolah dan wawancara dengan seorang pensiunan guru
(Bapak Herman Bedjo) pada hari Jumat, 22 Mei 2015. SMA Santa Maria
Yogyakarta berdiri sejak 15 Januari 1967 di bawah naungan Yayasan
Marsudirini yang berkantor pusat di Semarang. Awalnya, beberapa guru SMP
Immaculata untuk menampung lulusan SMP tersebut (terutama yang berjenis
kelamin puteri) agar dapat melanjutkan sekolah di jenjang SMA. Mereka
berjuang dalam berbagai hal, mulai dari pencarian siswa, dana, perijinan, dll
agar dapat memfasilitasi pendidikan bagi para alumni SMP tersebut. Selain
untuk memfasilitasi pendidikan tersebut, mereka berharap agar persaudaraan
yang terbangun antar peserta didik sejak SD hingga SMA tetap terjalin. Saat
didirikan, sekolah ini berada di jalan Brigjen Katamso bersama-sama dengan
SMP Maria Immaculata, hanya dengan berbatasan sekat-sekat papan.
Seiring dengan perkembangannya yang pesat, Yayasan Marsudirini
memberi fasilitas yang lebih memadai agar sekolah ini dapat memberikan
layanan pendidikan yang berkualitas. Sejak tanggal 3 Januari 1987 SMA Santa
Maria pindah ke tempat yang lebih memadai yaitu di jalan Ireda nomor 19A
Yogyakarta. Sekolah ini banyak meraih prestasi, baik akademik maupun non
akademik. Berdasarkan penuturan bapak Herman Bejo, seorang siswi bernama
Theresia Widiastuti menjadi salah satu peserta perhelatan lomba olah raga
bergengsi UBER Cup tahun 1980-an. Prestasi di bidang olah raga ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
merupakan hasil yang dicapai dengan penuh pengorbanan karena saat itu
sekolah belum memiliki lapangan. Mereka berlatih di alun-alun utara, bahkan
meminjam gedung-gedung tertentu.
Sekolah ini pernah mengalami ketakutan dalam hal jumlah peserta
didik, terutama saat pergantian nama SGA (Sekolah Guru tingkat Atas)
menjadi SMA (Sekolah Menengah tingkat Atas) sekitar tahun 1985-an.
Beberapa sekolah yang awalnya adalah sekolah kejuruan guru berubah menjadi
SMA umum, misalnya Sang Timur dan Pangudi Luhur. Hal tersebut
menyebabkan persaingan penerimaan peserta didik. Kendati demikian, SMA
Santa Maria Yogyakarta tetap eksis bahkan semakin berkembang.
Keberadaan sekolah ini di bawah Yayasan, maka tidak heran
kepemimpinan sekolah dan iklim kerja menjadi tantangan. Setiap pergantian
pemimpin (baik Yayasan maupun Kepala Sekolah) menyebabkan ritme kerja
dan iklim sekolah perlu penyesuaian. Para Guru dan Karyawan sudah
memaklumi hal ini dan tetap setia menjalankan tugasnya, meski kesejahteraan
bukan menjadi jaminan mereka. Hal ini membuktikan bahwa spiritualitas
pelayanan dan persaudaraan mereka sungguh teruji.
Sampai tahun 2000 sekolah ini memiliki rata-rata 6 kelas paralel dengan
daya tampung siswi 40 orang perkelas, sehingga secara keseluruhan SMA
Santa Maria Yogyakarta memiliki 18 kelas. Kelas terbagi menjadi 3 program,
yaitu program Bahasa, IPA, dan IPS. Akreditasi yang disandang statusnya
selalu “disamakan.” SMA Santa Maria Yogyakarta mulai tahun 2007
mendapat nilai akreditasi A.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Berdasarkan sejarah singkat sekolah ini, dapat disimpulkan bahwa
SMA Santa Maria Yogyakarta layak disebut sekolah Katolik. Pertama, para
pendiri sejak awal mendirikan benar-benar bersatu demi pelayanan pendidikan.
Unsur persatuan itu juga yang menguatkan mereka dalam berbagai
pengorbanan sehingga banyak prestasi diraih. Kedua, sekolah ini melayani
dengan total sehingga prestasi yang diraih berasal dari berbagai bidang. Ketiga,
unsur cinta kasih dan spiritualitas sangat terasa saat peralihan kepemimpinan
(baik pemimpin Yayasan maupun Kepala Sekolah) sehingga ritme kerja dan
iklim kerja tetap kondusif. Keempat, sekolah ini memberi kesaksian yang
positif sehingga disukai oleh masyarakat. Hal ini terbukti dengan animo
masyarakat untuk menyekolahkan puterinya di sekolah ini tetap tinggi meski
banyak saingannya.
2. Visi, Misi dan Tujuan SMA Santa Maria Yogyakarta
a. Visi Sekolah
SMA Santa Maria Yogyakarta memiliki visi: “terselenggaranya
pendidikan yang memadukan intelektual, humaniora, dan ketrampilan
berdasarkan nilai - nilai Kristiani untuk siap bersaing dalam era globalisasi.”
Visi ini sejajar dengan visi sekolah Katolik yang tertulis dalam GE art. 8, yaitu:
“Mendidik murid-muridnya untuk memajukan kepentingan masyarakat
dunia secara berdaya guna dan mempersiapkan mereka untuk melayani
perkembangan Kerajaan Allah, sehingga mereka menjadi seumpama
ragi yang menyelamatkan bagi masyarakat dan manusia, karena
kehidupan dan kerasulan mereka yang patut dicontoh.”
SMA Santa Maria Yogyakarta menyelenggarakan pendidikan yang membina
pribadi siswanya secara menyeleruh (intelektual, humaniora, dan keterampilan)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
dengan harapan para peserta didik ini mampu berdaya guna bagi masyarakat.
Sekolah selalu memberikan bekal nilai-nilai Kristiani bagi siswinya agar
mereka dalam bersaing di era globalisasi ini tetap memiliki sikap hidup yang
sesuai dengan iman kristiani, sehingga mereka mampu memberi melalui hidup
dan karyanya kelak.
b. Misi Sekolah
SMA Santa Maria Yogyakarta memiliki misi sebagai berikut:
1) Menumbuhkembangkan penghayatan nilai-nilai Kristiani.
2) Melaksanakan pembelajaran, bimbingan dan pelatihan yang efektif, kreatif,
bermutu, dan menyenangkan sehingga dapat berkembang secara optimal.
3) Mewujudkan lulusan yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi yang
siap untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan lebih tinggi.
4) Menumbuh kembangkan kepekaan sosial terhadap sesama dan lingkungan
demi terwujudnya semangat kekeluargaan dan persaudaraan.
5) Melaksanakan kegiatan-kegiatan untuk menggali bakat dan minat di
bidang ketrampilan.
Misi yang diungkapkan di atas selaras dengan misi sekolah Katolik
yang tertuang dalam GE art. 5:
“Membina bakat-bakat intelektual dengan perawatan yang tekun,
mengembangkan kemampuan menilai dengan tepat, mengantar ke
dalam warisan budaya yang diperoleh angkatan-angkatan terdahulu,
mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai, mempersiapkan
kehidupan profesi, memupuk antara murid-murid dengan bakat dan dari
lapisan yang berbeda-beda, pergaulan yang akrab, yang melahirkan
kesediaan untuk saling memahami.”
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
Misi sekolah Katolik yang berupa pembinaan bakat-bakat intelektual dan
dilaksanakan oleh SMA Santa Maria Yogyakarta dengan melaksanakan
pembelajaran, bimbingan dan pelatihan (misi nomor 2). Misi sekolah Katolik
berupa persiapan kehidupan profesi, dilaksanakan SMA Santa Maria
Yogyakarta dengan cara mewujudkan lulusan yang menguasai ilmu
pengetahuan dan teknologi (misi nomor 3). Misi SMA Santa Maria nomor 1
(menumbuhkembangkan penghayatan nilai-nilai Kristiani ) menjadi jiwa yang
menghidupi misi-misi lainnya sebagaimana ditulis dalam GE art. 5 di atas.
Berdasarkan misi nomor 1 tersebut, siswi memiliki nilai-nilai Kristiani yang
memungkinkan mereka menghadapi sesama dan lingkungan dengan peka,
selain itu juga berkembang dalam minat dan bakatnya.
c. Tujuan Sekolah
SMA Santa Maria Yogyakarta memiliki seperangkat tujuan sebagai
berikut:
1) Melaksanakan kurikulum nasional, lokal, dan pilihan (pendidikan
kemarsudirinian).
2) Memenuhi tuntutan pendidikan yang efektif, kreatif, bermutu, dan
menyenangkan sehingga dapat mengembangkan diri secara optimal.
3) Memenuhi tuntutan masyarakat (perguruan tinggi dan dunia kerja) untuk
menghasilkan lulusan yang kompetitif.
4) Memiliki peserta didik yang berkualitas dalam prestasi di bidang akademik
dan non akademik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
5) Memenuhi kualifikasi dan kompetensi standar nasional tenaga pendidik
dan tenaga kependidikan.
6) Memfasilitasi kegiatan akademik, karya ilmiah, seni, dan olah raga
sehingga terampil dalam berbagai lomba.
7) Memenuhi sarana prasarana yang diperlukan bagi proses belajar mengajar
yang optimal.
8) Membentuk peserta didik menjadi pribadi yang bertanggung jawab dan
berkualitas sehingga mampu memilih nilai-nilai hidup yang sesuai dengan
hati nurani.
9) Terciptanya suatu lingkungan belajar yang harmonis dan kondusif.
10) Memfasilitasi kegiatan kerohanian dan pembinaan kepribadian sehingga
terbentuk pribadi yang utuh.
11) Membekali peserta didik dengan ketrampilan-ketrampilan yang mampu
dikembangkan untuk masa depannya.
12) Menyediakan sarana prasarana yang mendukung kegiatan ketrampilan.
13) Mendampingi peserta didik yang pada waktunya mampu menjadi wanita
mandiri, berkarir yang cakap, berdedikasi tinggi bagi kemajuan bangsa,
negara, gereja berdasarkan visi dan nilai-nilai Kristiani.
14) Memiliki sumber pendanaan yang mampu menjaga kelangsungan
pendidikan.
15) Melaksanakan manajemen mutu dan sistem administrasi sesuai standar
nasional
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
Tujuan sekolah yang telah disebutkan di atas terkait dengan konteks
pendidikan nasional dan tujuan khusus sekolah ini yang mengabdi pada
Yayasan Marsudirini serta mengabdi pada kebutuhan masyarakat (tujuan
nomor 1 dan 3). Pendidikan yang dilaksanakan sekolah ini diharapkan mampu
mengembangkan siswi secara optimal, maka pendidikan dilaksanakan dengan
efektif, kreatif, bermutu, dan menyenangkan (tujuan nomor 2). Sekolah juga
membekali siswi dengan keterampilan yang menunjang masa depan siswi
sehingga mereka menjadi wanita yang mandiri, cakap dalam karir dan berguna
bagi bangsa, negara dan Gereja (tujuan nomor 11 dan 13). Agar memiliki daya
saing dengan sekolah lain, sekolah memberikan fasilitas baik dalam hal
akademik, karya ilmiah, seni dan olah raga (tujuan nomor 4 dan 6).
SMA Santa Maria Yogyakarta sebagai sekolah yang termasuk dalam
sistem pendidikan nasional juga memenuhi segenap standar di mana tertulis
dalam tujuan sekolah nomor 5 (standar nasional tenaga pendidik dan tenaga
kependidikan), nomor 7 dan 12 (standar nasional sarana prasarana), nomor 14
dan 15 (standar pendanaan dan manajemen). Hal ini menunjukkan tekad
sekolah untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan standar nasional pendidikan
di Indonesia.
Sebagai sekolah Katolik, SMA Santa Maria Yogyakarta mengadakan
kegiatan kerohanian dan pembinaan kepribadian serta pembinaan hati nurani
siswinya(tujuan nomor 8 dan 10). Selain itu sekolah ini hendak menciptakan
lingkungan belajar yang harmonis dan kondusif (tujuan nomor 9). Lingkungan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
belajar yang harmonis dan kondusif ini secara tidak langsung merupakan ciri
khusus sekolah Katolik yang menjadi tujuan SMA Santa MariaYogyakarta.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan sekolah
SMA Santa Maria Yogyakarta mengabdi kepada tujuan nasional pendidikan,
mengabdi pada kebutuhan masyarakat di mana sekolah berada, mengabdi
kepada kebutuhan siswi dengan tetap menjaga warna katolisitasnya.
3. Gambaran Keadaan Tenaga Pendidik dan Kependidikan SMA Santa
Maria Yogyakarta
Keadaan guru (tenaga pendidik) dan karyawan (tenaga kependidikan)
SMA Santa Maria Yogyakarta per 1 Juli 2014 sebagai berikut: guru sebanyak
28 orang dan karyawan non guru sebanyak 11 orang (terlampir). Total tenaga
pendidik dan kependidikan di sekolah ini adalah 39 orang. Jumlah ini cukup
sedikit dibandingkan dengan jumlah murid, yaitu 328 orang. Kendati rasio
perbandingan peserta didik dengan tenaga pendidik serta tenaga kependidikan
kurang ideal, namun tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah ini
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Tenaga pendidik dan kependidikan di sekolah ini mampu melaksanakan
tugas dengan baik sebab mekanisme perekrutan tenaga pendidik dan
kependidikan di sekolah ini cukup selektif. Untuk menjadi pendidik (guru)
diharuskan lulusan sarjana yang kompeten pada bidangnya, demikian pula
tenaga kependidikan. Selain itu, para pendidik juga diharapkan memiliki
kemampuan di bidang lain misalnya kemampuan musikal, teknologi komputer
serta kemampuan interpersonal yang baik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Guru di sekolah ini ada yang berasal dari pemerintah (DPK), guru tetap
yayasan (GTY) maupun honorer/guru tidak tetap (GTT).Untuk menjadi guru
tetap yayasan (GTY) dibutuhkan kesetiaan dalam pengabdian karena masa
menuju pengangkatan cenderung lama dan membutuhkan segenap kemampuan
baik akademis serta kesediaan untuk memenuhi persyaratan. Kesejahteraan
para guru tergolong standar dan mencukupi untuk ukuran wilayah Yogyakarta.
Ada pula tunjangan tertentu sebagai apresiasi atas kinerja guru. Meskipun
demikian masih banyak tantangan yang membutuhkan pengorbanan baik
materi, tenaga dan waktu. Dengan demikian segi spiritualitas pelayanan
seorang guru sungguh teruji.
Guna meningkatkan kemampuan guru di sekolah ini, baik di bidang
pengajaran, penguasaan teknologi dan untuk memenuhi persyaratan
administrasi; sekolah mengadakan pelatihan berkala. Antara guru terjalin relasi
yang baik sehingga tercipta kekompakkan dan persaudaraan antar tenaga
pendidik. Berdasarkan pengalaman teman-teman yang PPL di sekolah ini,
antara guru sering terjadi saling berbagi pengalaman bahkan berbagi bekal.
Selain peningkatan segi kemampuan, sekolah juga menyediakan kesempatan
bagi tenaga pendidik dan kependidikan untuk berkembang dari segi
spiritualitas dengan mengadakan refleksi karya, rekoleksi, retret, dan ziarah.
4. Keadaan Siswi SMA Santa Maria Yogyakarta
Terselenggaranya lembaga pendidikan, tidak terlepas dari individu yang
yang menjadi subjek pendidikan. Subjek pendidikan di SMA Santa Maria
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
adalah peserta didik yang bersifat homogen (berjenis kelamin perempuan
semua). Kendati secara jenis kelamin bersifat homogen, namun mereka berasal
dari beragam latar belakang suku, tingkat ekonomi, dan kemampuan akademis.
Keanekaragaman latar belakang inilah yang menyebabkan SMA Santa
Maria memiliki ciri khas kekatolikan “welcoming everyone.” Sejak awal masa
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sekolah menerapkan sistem
pemerataan dalam seleksi sehingga tidak didominasi oleh daerah atau latar
belakang tertentu. Siswi yang berasal dari daerah yang jauh dan latar belakang
ekonomi tertentu diberi fasilitas asrama puteri yang terletak di sebelah gedung
sekolah.
Pada awal tahun akademik 2014/2015, jumlah siswi SMA Santa Maria
Yogyakarta berjumlah 319 orang yang dibagi dalam 14 rombongan belajar
(terlampir). Secara khusus, siswi kelas XI berjumlah 127 orang di awal tahun
ajaran namun kini tersisa 126 orang. Seorang siswi mengundurkan diri
dikarenakan alasan kesehatan.
Berdasarkan wawancara dengan guru PAK (ibu Heni) pada hari Sabtu
9 Mei 2015 di sekolah, siswi kelas XI secara umum berasal dari golongan
ekonomi menengah dan berlatar belakang keluarga yang kurang baik dalam
perkembangan individu (50% berasal dari keluarga broken home). Hal ini
terkuak saat wawancara dengan orang tua murid saat puteri mereka diterima
sebagai siswi di sekolah ini. Siswi sendiri dengan berbekal kedekatan personal
dengan para guru (khususnya guru mata pelajaran PAK) berani bercerita terus
terang mencurahkan isi hati mereka dan tidak segan meminta nasihat guru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
Selain berlatarbelakang yang penuh tantangan tersebut, ada pula siswi
yang berasal dari golongan ekonomi mampu dan berlatarbelakang keluarga
yang harmonis. Latar belakang suku dan asal daerah siswi kelas XI juga
beragam. Sebagian besar siswi berasal dari suku luar Jawa (Flores, Batak,
Kalimantan, Papua, Ambon, Tionghoa), sedangkan yang berasal dari Jawa
sebagian besar dari luar Yogyakarta. Secara kemampuan akademis, siswi yang
diterima telah lulus Tes Potensi Akademik (TPA) maka cukup baik dari segi
kemampuan kognitif. Maka dapat dikatakan, sekolah sudah memenuhi salah
satu ciri Katolik karena terbuka menerima siswi dari berbagai latar belakang.
5. Lingkungan SMA Santa Maria Yogyakarta
a. Lingkungan Fisik SMA Santa Maria Yogyakarta
SMA Santa Maria yang beralamat di jalan Ireda nomor 19A Yogyakarta
memiliki lingkungan sekolah yang nyaman dan ideal untuk kegiatan belajar
mengajar. Lokasi SMA Santa Maria berada dekat dari kota yang berlokasi
kurang lebih 50 meter dari jalan raya.
SMA Santa Maria dikelilingi tembok pagar yang tinggi sehingga
menjamin keamanan sekolah. Gedung yang digunakan untuk proses belajar
mengajar berada pada lantai dua dan lantai tiga. Tepat di tengah-tengah gedung
terdapat sebuah taman bunga dan kolam ikan yang memberikan pemandangan
alam di sekitarnya. Ruang kelas yang digunakan memiliki ukuran kurang lebih
7 x 8 meter yang mampu menampung 20-30 siswa. SMA Santa Maria memiliki
halaman yang luas, sebagian digunakan untuk lapangan bola basket dan bola
voli. Sekolah ini juga memiliki dua buah aula yaitu aula besar dan aula kecil.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Pada aula besar terdapat podium/panggung yang sering digunakan untuk pentas
seni, perayaan pesta nama, perayaan ekaristi dan sebagainya. Terdapat juga
ruang kepala sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang guru, ruang BK, tata
usaha, perpustakaan, kantin, ruang OSIS, UKS, dan ruang humas (biasa
digunakan untuk ruang PPL). Terdapat juga “Green House”, sebagai tempat
untuk melakukan eksperimen botani dan terdapat goa Maria yang biasa
digunakan oleh para siswi, guru, dan karyawan untuk berdoa. Ada pula ruang
teduh dan ruang doa yang dapat digunakan siswi untuk berdoa secara pribadi.
Di sebelah aula besar terdapat dapur sebagai tempat praktek memasak para
siswi dalam mata pelajaran Tata Boga.
Untuk menunjang kegiatan belajar mengajar SMA Santa Maria
memiliki ruang kelas yang berjumlah 14 yang terdiri dari kelas X (5 kelas),
kelas XI (5 kelas), dan Kelas XII (4 kelas). Beberapa laboratorium, yaitu:
laboratorium kimia, komputer, fisika, biologi, dan laboratorium bahasa. Selain
itu juga memiliki ruang multimedia (sementara digunakan oleh mahasiswa PPL
SM-USD) dan ruang pertemuan yang dapat digunakan untuk kegiatan belajar
mengajar dengan menggunakan media audio-visual dan ruang musik yang
digunakan untuk pelajaran seni musik.
Kamar kecil di SMA Santa Maria bersifat permanen dengan kondisi air
yang bersih dan mencukupi. Keadaan kamar kecil tersebut bersih dan teratur
karena kesadaran dari semua pihak yang menggunakannya. Kamar kecil untuk
siswi ada di semua lantai (lantai 1, 2, dan 3) dan terdiri dari banyak ruangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
sehingga sangat mencukupi untuk siswi, sedangkan untuk guru ada di lantai
satu dan dua.
b. Lingkungan Sosial SMA Santa Maria Yogyakarta
SMA Santa Maria berada ditengah-tengah pemukiman warga yang
padat. Masyarakat di sekitar sekolah menanggapi dengan positif kehadiran
sekolah ini. Relasi yang dibangun oleh pihak sekolah dengan warga juga baik
sehingga tidak pernah terjadi masalah antara pihak sekolah dan warga yang
tinggal di sekitar sekolah tersebut.
Suasana kekeluargaan juga dirasakan di sekolah ini. Berdasarkan
pengalaman mahasiswa IPPAK yang melaksanakan PPL di sekolah ini, ketika
ada beberapa anak yang kehabisan uang jajan dan guru memberikan jatah
sarapannya kepada siswinya, bahkan guru dengan rela hati bersikap layaknya
orang tua. Ketika ada siswi yang mengalami masalah, guru adalah tempat
bercerita bagi siswi-siswi sehingga mencurahkan hati dengan penuh cinta.
Guru pun tidak segan untuk menegur ketika pakaian, tatanan rambut atau make
up siswi tidak rapi atau kurang sesuai dengan perkembangan anak seusianya.
Salah satu keunikan sekolah ini adalah menempatkan tempat air suci di
pintu masuk utamanya. Tujuan hal ini adalah agar semua warga sekolah
mengingat bahwa mereka selalu mempersembahkan apa yang mereka usahakan
di sekolah demi Tuhan semata. Persis di depan pintu masuk terdapat patung
Santa Maria dalam ukuran yang besar. Tujuannya agar semua warga sekolah
mengingat akan keteladanan Santa Maria sebagai pelindung sekolah mereka.
Ada juga patung Santo Fransiskus Asissi yang berada di dekat pintu gerbang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
masuk. Santo Fransiskus Asisi menjadi spiritualitas Yayasan Marsudirini,
sehingga diharapkan semua nilai-nilai rohani tidak terlepas dari spiritualitas
Fransiskan, yang bersumber dari Yesus sendiri.
B. Penelitian Pengaruh Dimensi Religius Pendidikan terhadap Minat
Belajar Siswi Kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta pada Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Katolik
1. Latar Belakang Penelitian
Dimensi religius pendidikan adalah ciri khas sekolah Katolik (KWI-
MNPK, 1991: 81). Dimensi religius pendidikan memiliki kedudukan yang
penting dalam sekolah Katolik sebab “semua sekolah, yang bagaimana pun
bernaung pada Gereja, sedapat mungkin membentuk diri menurut citra sekolah
katolik itu” (GE, art. 9). Karena mencerminkan sifat kekatolikan yang khas,
maka dimensi religius pendidikan disebut juga katolisitas. Dimensi religius
pendidikan ditampakkan dalam aspek persaudaraan (koinonia), pelayanan
(diakonia), peribadatan (leiturgia), pewartaan Kabar Gembira (kerygma) dan
kesaksian melalui cara hidup (marturia). Kelima aspek menjadi ciri khas yang
menampakkan kekatolikan, sebagaimana diceritakan dalam Kisah Jemaat
Perdana (Kis 2:41-47).
Katolisitas yang mewarnai dinamika kehidupan sehari-hari sekolah
Katolik dapat menjadi lingkungan sosial yang kondusif untuk perkembangan
pribadi secara utuh. Hal ini disebabkan karena nilai-nilai katolisitas dihayati
oleh setiap pribadi sehingga berpengaruh terhadap lingkungan sosial sekolah.
Lingkungan sosial ini menciptakan sebuah suasana yang dipenuhi rasa
kekeluargaan di mana setiap pribadi diterima, dihargai dan didorong untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
berkembang. Tentu hal ini akan mendorong siswa untuk berminat belajar dan
dengan demikian akan bertumbuh sebagai pribadi yang utuh.
Katolisitas bagi sekolah Katolik sangat penting namun saat ini sekolah
Katolik mengalami beberapa tantangan yang dapat berakibat pada lunturnya
katolisitas. Berdasarkan pengamatan, tantangan yang dihadapi sekolah Katolik
antara lain: adanya tuntutan kelulusan yang semata berdasarkan nilai kognitif,
biaya operasional sekolah yang mahal, berkembangnya sekolah-sekolah negeri
dengan biaya SPP yang murah, dan masalah input (siswa yang mendaftar).
Berbagai tantangan tersebut membuat sekolah Katolik mau tidak mau
mengikuti tuntutan standar nasional pendidikan dan standar kelulusan dan
menerapkan biaya SPP yang relatif tinggi demi terpenuhinya standar
operasional. Tantangan ini pula yang membuat sekolah Katolik tidak lagi
welcoming everyone melainkan memilih peserta didik baru yang kiranya dapat
memenuhi tuntutan standar nasional dan menyangga kebutuhan operasional
sekolah.
Tantangan lain bagi sekolah Katolik adalah mengenai kedudukan mata
pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK). Tantangan mengenai kedudukan
mata pelajaran PAK terletak pada alokasi Jam Pelajaran (JP) yang minim dan
adanya kemungkinan siswa non Katolik yang mengikuti mata pelajaran
tersebut. Alokasi JP mata pelajaran PAK ini relatif minim dibandingkan
dengan mata pelajaran lainnya dan mungkin kurang diberi perhatian oleh
sekolah. PAK dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) 2006
termasuk dalam mata pelajaran Kelompok A (wajib) dan dialokasikan 2 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
pelajaran (JP) per minggu dari jumlah total 42 JP per minggu. PAK hanya
diberi porsi sekitar 6,8% dalam keseluruhan program intrakurikuler sekolah.
Jumlah JP yang minim ini masih kerap dikurangi ketika menjelang ujian akhir
nasional (UAN) dan ketika ada momen penting sekolah. Tantangan ini
dihadapi sekolah Katolik yang dituntut memenuhi standar prestasi akademik
tertentu yang menjadi pembanding dengan sekolah lain.
Idealnya, keberadaan mata pelajaran PAK di sekolah Katolik
merupakan salah satu ciri, sebab “mutu pengajaran agama yang dipadukan ke
dalam keseluruhan pendidikan para siswa adalah alasan mengapa orang tua
lebih suka menyekolahkan anaknya di sekolah Katolik (KWI-MNPK, 1991:
109). Selain itu, mata pelajaran PAK merupakan salah satu aspek dimensi
religius pendidikan, yaitu kerygma sebab melalui PAK Kabar Gembira
diwartakan kepada peserta didik dan mereka dituntun untuk semakin mencintai
Yesus serta bertumbuh menuju kedewasaan iman.
Sebagai sekolah Katolik, SMA Santa Maria Yogyakarta menghadapi
tantangan sehubungan dengan dimensi religius pendidikan dan kedudukan
mata pelajaran PAK. Di tengah berbagai tantangan tersebut, sekolah ini tetap
mampu mempertahankan kiprahnya di dalam dunia pendidikan. Peserta didik
di sekolah ini bersifat homogen (puteri semua) namun mereka berasal dari
berbagai latar belakang (daerah, ekonomi, dll).
Sehubungan dengan mata pelajaran PAK sekolah ini layak diteliti sebab
sebagai sekolah Katolik SMA Santa Maria hendaknya memberikan perhatian
khusus pada mata pelajaran PAK. Perhatian khusus ini dihadapkan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
tantangan tuntutan dunia pendidikan yang membuat pelajaran PAK seolah-olah
kurang penting. Mata pelajaran PAK juga yang menjadi salah satu bagian dari
katolisitas (aspek kerygma: sekolah mewartakan Kabar Gembira) selayaknya
menjadi primadona di sekolah ini.
Berdasarkan uraian di atas, penulis merasa perlu untuk mengadakan
penelitian di SMA Santa Maria Yogyakarta dengan maksud: memperoleh
gambaran sejauh mana katolisitas sebagai dimensi religius pendidikan dihayati
oleh guru, karyawan dan siswi SMA Santa Maria Yogyakarta, sejauh mana
dimensi religius pendidikan tersebut berpengaruh terhadap minat belajar siswi
kelas XI pada mata pelajaran PAK dan untuk mengetahui faktor yang
mendukung serta menghambat minat belajar siswi kelas XI pada mata
pelajaran PAK.
2. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan:
a. Memperoleh gambaran sejauh mana katolisitas sebagai dimensi religius
pendidikan dihayati oleh pemimpin, guru, karyawan, dan peserta didik di
SMA Santa Maria Yogyakarta.
b. Mengetahui pengaruh dimensi religius pendidikan terhadap minat belajar
mata pelajaran PAK di kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta.
c. Mengetahui faktor-faktor yang mendukung dan menghambat minat belajar
PAK di kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
3. Variabel Penelitian
Penyusunan variabel pada penelitian ini berdasarkan tujuan penelitian
di atas. Menurut Sutrisno Hadi (1989: 224), variabel adalah aspek-aspek yang
menunjukkan variasi, baik dalam jenis maupun dalam tingkatan. Aspek-aspek
yang akan diteliti sehubungan dengan tinjauan pelaksanaan dimensi religius
pendidikan dan minat belajar mata pelajaran PAK di kelas XI SMA Santa
Maria Yogyakarta.
Variabel dalam penelitian ini adalah
a. Penghayatan dimensi religius pendidikan yang dinyatakan dalam aspek
koinonia, diakonia, leiturgia, kerygma, dan marturia.
b. Pengaruh dimensi religius pendidikan terhadap minat belajar.
c. Faktor pendukung dan penghambat minat belajar mata pelajaran PAK.
4. Populasi, Responden dan Sampel Penelitian
Sugiyono (dalam Riduwan, 2004: 54) mengatakan bahwa populasi
adalah, “wilayah generalisasi yang terdiri dari subjek atau objek yang menjadi
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari
dan kemudian ditarik kesimpulannya.” Populasi dalam penelitian ini adalah
siswi SMA Santa Maria Yogyakarta karena berada pada suatu wilayah dan
memenuhi syarat tertentu berkaitan dengan masalah penelitian.
Responden penelitian ini adalah seluruh siswi kelas XI SMA Santa
Maria Yogyakarta yang berjumlah 126 orang dan satu orang guru PAK.
Sampel menurut Riduwan (2004: 56) adalah bagian dari populasi yang diambil
sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi. Sampel dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
penelitian ini diperoleh secara random. Random sampling adalah pengambilan
sampel secara acak atau tanpa pandang bulu (Sutrisno Hadi, 2000: 83).
Jumlah sampel menurut Surakhmad dalam Riduwan (2004: 65), jika
ukuran populasi sama dengan atau lebih dari 100, maka sampel sekurang-
kurangnya 15% dari responden. Rumus untuk menghitung presentase jumlah
sampel sebagai berikut:
Keterangan:
S = persentase sampel yang akan digunakan
n = jumlah responden
Responden dalam penelitian ini, berjumlah 126 orang, maka sampel
yang hendak diteliti sebanyak:
S = 15% + (1000-126) . (50%-15%)
(1000-100)
S = 15% + 874 . 35%
900
S = 15% + 0,97 . 35%
S = 15% + 32,93%
S = 47,93%
Jumlah sampel sebanyak 47,93% x 126 = 60,8711 dibulatkan menjadi 61 orang
siswi kelas XI. Siswi sejumlah 61 orang tersebut akan diberi angket dan
S = 15% + (1000-n) . (50%-15%)
(1000-100)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
kuesioner terbuka. Satu orang guru mata pelajaran PAK yang akan
diwawancarai.
Peneliti memperoleh 61 orang sebagai sampel dalam penelitian ini
dengan cara undian. Cara undian ini menurut Sutrisno Hadi (2000: 83)
dilakukan dengan langkah sebagai berikut: membuat daftar berisi subjek dalam
populasi (dalam penelitian ini daftar nama siswi kelas XI), memberi kode
untuk tiap subjek, menulis kode tersebut dalam kertas kecil lalu digulung,
memasukkan gulungan dalam kaleng, mengocok kaleng tersebut hingga keluar
sejumlah kertas sesuai yang dibutuhkan.
5. Instrumen Penelitian
Penelitian menggunakan pendekatan metodologi kualitatif dan
kuantitatif. Penggunaan dua pendekatan ini tidak saling bertentangan. Menurut
Moleong (1991: 22), “kedua pendekatan itu dapat digunakan apabila desainnya
adalah memanfaatkan satu paradigma sedangkan paradigma lainnya sebagai
pelengkap saja.” Maka dalam penelitian ini pendekatan kualitatif dipilih
sebagai pendekatan utama. Selanjutnya Moleong mengatakan, “kedua bentuk
data itu (kualitatif dan kuantitatif) digunakan bersama dan apabila
dibandingkan, masing-masing dapat digunakan untuk keperluan menyusun
teori.” Data dari angket, kuesioner, dan wawancara dalam penelitian ini
menjadi dasar untuk menganalisis hasil penelitian sehingga benang merah
penelitian semakin kuat.
Penelitian ini termasuk jenis penelitian deskriptif. Menurut Bogdan dan
Taylor (dalam Moleong, 1991: 3) metodologi kualitatif adalah prosedur
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Metodologi kualitatif ini
lebih berupaya memahami situasi tertentu, dalam penelitian ini situasi yang
hendak dipahami adalah katolisitas sebagai bentuk dari dimensi religius
pendidikan dan pengaruhnya terhadap minat belajar mata pelajaran Pendidikan
Agama Katolik (PAK). Penyusunan instrumen penelitian ini dipengaruhi oleh
tujuan, variabel, responden, dan sampel penelitian. Maka penelitian ini
menggunakan instrumen berupa angket, kuesioner terbuka, dan wawancara.
Angket adalah salah satu alat untuk memperoleh data yang disajikan
dalam bentuk sedemikian rupa sehingga responden diminta untuk memilih satu
jawaban yang sesuai dengan karakteristik dirinya (Riduwan, 2004: 72). Angket
ini memungkinkan responden untuk memberi jawaban dengan memilih salah
satu item yang disediakan dengan cara memberi tanda tertentu. Jawaban dari
responden direduksi menjadi data dalam bentuk angka. Data dalam bentuk
angka ini dimaksudkan untuk mempermudah penulis dalam menganalisa data.
Selain menggunakan angket, data juga diperoleh dengan menggunakan
kuesioner terbuka. Kuesioner terbuka, menurut Riduwan (2004: 71) adalah
angket yang disajikan dalam bentuk sederhana sehingga responden dapat
memberikan isian sesuai dengan kehendak dan keadaannya. Berdasarkan
keterangan tersebut maka kuesioner terbuka berupa pertanyaan yang
jawabannya tidak dibatasi oleh item pilihan tertentu. Karena tidak dibatasi
dalam menjawab, responden dapat memberikan jawaban atau pandangan yang
lebih mendalam akan suatu hal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
Data dari angket dan kuesioner terbuka ini masih perlu dicek ulang
sebab kuesioner memiliki kelemahan, misalnya: “unsur-unsur yang tidak
disadari tidak dapat diungkapkan, jawaban dipengaruhi oleh keinginan pribadi,
ada hal yang dirasa memalukan atau tidak penting untuk dinyatakan, dan
kesukaran merumuskan keadaan diri dalam sebuah bahasa” (Sutrisno Hadi,
1989: 177). Guna melengkapi dan memantapkan data, penulis menggunakan
metode wawancara. Menurut Sutrisno Hadi (1989: 218), metode wawancara
digunakan untuk menguji kebenaran dan kemantapan suatu data yang diperoleh
dengan cara lain.
Penelitian ini bersifat deduktif, yaitu berawal dari teori umum mengenai
dimensi religius pendidikan dan minat belajar, penulis mencoba menemukan
hal-hal khusus berupa gambaran pelaksanaan dimensi religius pendidikan serta
pengaruhnya terhadap minat belajar.
6. Tempat dan Waktu Penelitian
Tempat penelitian ini adalah di gedung sekolah SMA Santa Maria
Yogyakarta. Sedangkan waktu penelitian adalah pada bulan Juni 2015 pada
saat siswi memiliki waktu luang sehingga tidak mengganggu proses belajar
mengajar dan kegiatan sekolah.
7. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional
a. Definisi Konseptual
1) Dimensi religius pendidikan sekolah Katolik adalah katolisitias.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
2) Menurut Winkel (2014: 219), minat belajar adalah “kecenderungan subjek
yang menetap untuk merasa tertarik pada bidang studi atau pokok bahasan
tertentu dan merasa senang mempelajari materi itu.”
3) Dimensi religius pendidikan dapat berpengaruh sebagai stimulus minat
belajar dan dimensi religius pendidikan dapat berpengaruh sebagai sosio-
kultur yang mendorong minat belajar.
b. Definisi Operasional
1) Dimensi religius pendidikan dihayati dalam lima aspek: koinonia, diakonia,
leiturgia, kerygma, dan marturia. Aspek koinonia dihayati dengan ciri-ciri:
suasana sekolah yang penuh cinta kasih, adanya kerjasama yang baik antara
warga sekolah, kemampuan untuk saling menerima kelebihan dan
kekurangan sesama. Aspek diakonia dihayati dengan ciri-ciri: usaha sekolah
untuk membina kemampuan beripikir, fisik. dan spiritual siswi, serta
pelayanan optimal para guru. Aspek leiturgia dihayati dengan ciri-ciri:
adanya kegiatan ibadat, Ekaristi, dan penerimaan sakramen, serta buah-buah
rohani yang mampu dipetik siswi. Aspek kerygma dihayati dengan ciri-ciri:
adanya kegiatan renungan harian, sarana Kristiani, dan usaha untuk
mengembangkan kemampuan siswi semakin dekat dengan Tuhan. Aspek
marturia dihayati dengan ciri-ciri: adanya kesaksian hidup guru dan
dorongan sekolah bagi warganya agar terlibat dalam masyarakat.
2) Pengaruh dimensi religius pendidikan terhadap minat belajar sebagai
stimulus ditunjukkan dengan adanya dorongan minat belajar yang
bersumber dari suasana sekolah dan kesesuaian yang diajarkan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
pelajaran dengan keadaan sekolah. Pengaruh dimensi religius pendidikan
sebagai sosio-kultur ditunjukkan dengan adanya penghayatan nilai Kristiani
oleh para pendidik, peraturan, norma, dan hubungan kerja, serta kebiasaan
Kristiani di sekolah.
3) Minat belajar dapat dilihat dari adanya faktor pendukung dan penghambat
yang bersumber dari dalam atau luar diri individu.
8. Kisi-kisi Angket, Kuesioner Terbuka dan Wawancara
a. Kisi-kisi Angket
No Variabel Indikator No Item Jumlah
1. Tingkat
penghayatan
katolisitas sebagai
dimensi religius
pendidikan oleh
guru, karyawan dan
siswi SMA Santa
Maria Yogyakarta.
a. Sekolah sebagai
persekutuan
(koinonia)
b. Sekolah
memberikan
pelayanan untuk
perkembangan
pribadi siswa
secara
menyeluruh
(diakonia)
c. Sekolah
mengadakan
perayaan-
perayaan iman
dan sakramen
(leiturgia)
1-7
8-12
13-15
7
5
3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
d. Sekolah
mewartakan
Kabar Gembira
(kerugma)
e. Sekolah
mendorong
warganya untuk
terlibat
memberikan
kesaksian
(marturia)
16-19
20-22
4
3
2. Pengaruh dimensi
religius pendidikan
terhadap minat
belajar mata
pelajaran PAK
a. Dimensi religius
pendidikan
sebagai stimulus
minat belajar.
b. Dimensi religius
pendidikan
sebagai kultur
yang mendorong
minat belajar
23-25
26-28
3
3
3. Faktor pendukung
dan faktor
penghambat minat
belajar mata
pelajaran PAK
kelas XI SMA St.
Maria Yogyakarta
a. Faktor
pendukung
minat belajar
dari dalam diri
b. Faktor
pendukung
minat belajar
dari luar diri
siswi.
c. Faktor
29-30
31-32
2
2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
penghambat
minat belajar
dari dalam diri
siswi.
d. Faktor
penghambat dari
luar diri siswi.
33-34
35-36
2
2
Jumlah Soal 36
b. Kisi-kisi Kuesioner Terbuka
No Variabel Indikator No Item Jumlah
1. Tingkat
penghayatan
katolisitas sebagai
dimensi religius
pendidikan oleh
guru, karyawan dan
siswi SMA Santa
Maria Yogyakarta.
a. Sekolah sebagai
persekutuan
(koinonia)
b. Sekolah
memberikan
pelayanan untuk
perkembangan
pribadi siswa
secara
menyeluruh
(diakonia)
c. Sekolah
mengadakan
perayaan-
perayaan iman
dan sakramen
(leiturgia)
1
2
3
1
1
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
d. Sekolah
mewartakan
Kabar Gembira
(kerugma)
e. Sekolah
mendorong
warganya untuk
terlibat
memberikan
kesaksian
(marturia)
4
5
1
1
2. Pengaruh dimensi
religius pendidikan
terhadap minat
belajar mata
pelajaran PAK
a. Dimensi religius
pendidikan
sebagai stimulus
minat belajar.
b. Dimensi religius
pendidikan
sebagai kultur
yang mendorong
minat belajar
6
7
1
1
3 Minat belajar mata
pelajaran PAK
kelas XI SMA St.
Maria Yogyakarta
a. Faktor
pendukung
minat belajar
dari dalam diri
b. Faktor
pendukung
minat belajar
dari luar diri
siswi.
8
9
1
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
c. Faktor
penghambat
belajar dari
dalam diri siswi.
d. Faktor
penghambat dari
luar diri siswi.
10
11
1
1
Jumlah Soal 11
c. Kisi-kisi Wawancara untuk Guru Mata Pelajaran PAK
No Variabel Indikator No Item Jumlah
1. Tingkat
penghayatan
katolisitas sebagai
dimensi religius
pendidikan oleh
guru, karyawan dan
siswi SMA Santa
Maria Yogyakarta.
a. Pengertian
katolisitas
sebagai dimensi
religius
pendidikan.
b. Kegiatan dan
usaha sekolah
untuk
menghayati
katolisitas
c. Hasil yang
dicapai
1
2
3
1
1
1
2 Pengaruh dimensi
religius pendidikan
terhadap minat
belajar mata
pelajaran PAK
a. Dimensi religius
pendidikan
sebagai stimulus
minat belajar.
b. Dimensi religius
pendidikan
4
5
1
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
sebagai kultur
yang mendorong
minat belajar
3 Minat belajar mata
pelajaran PAK
kelas XI SMA St.
Maria Yogyakarta
a. Faktor
pendukung
pelaksanaan
mata pelajaran
PAK.
b. Faktor
penghambat
pelaksanaan
mata pelajaran
PAK
6
7
1
1
Jumlah Soal 7
C. Laporan Hasil Penelitian Pengaruh Dimensi Religius Pendidikan
terhadap Minat Belajar Siswi Kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta
pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik
Pada bagian ini penulis akan menjabarkan hasil penelitian berdasarkan
penelitian yang dilaksanakan pada hari Sabtu tanggal 13 Juni 2015 untuk 61
responden di SMA St. Maria Yogyakarta. Penelitian ini menggunakan angket,
kuesioner terbuka, dan wawancara. Angket dan kuesioner terbuka ditujukan
kepada siswi kelas XI sedangkan wawancara ditujukan kepada seorang guru
mata pelajaran PAK.
Laporan hasil angket disajikan dalam bentuk data menurut masing-
masing variabel. Laporan hasil kuesioner terbuka dan wawancara disajikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
dalam bentuk deskripsi. Rumus yang digunakan dalam penghitungan kuesioner
tertutup adalah: f/N x 100
Keterangan:
f = frekuensi atau banyaknya responden yang memilih alternatif jawaban
tertentu pada setiap item.
N = jumlah responden.
100 = bilangan konstanta
1. Laporan Hasil Angket
Peneliti menggolongkan arah jawaban menjadi positif dan negatif. Pada
pernyataan yang bersifat positif, jika responden yang menjawab pilihan sangat
mengalami (SM) dan mengalami (M) lebih banyak dari responden yang
menjawab ragu-ragu (R), kurang mengalami (KM), tidak mengalami (KM) dan
tidak menjawab (*); maka hasil penelitian bersifat positif. Jika dalam satu
pernyataan, jawaban tersebar dari SM hingga tidak menjawab maka hasilnya
cenderung negatif. Pada pernyataan yang bersifat negatif (pernyataan nomor
34, 35, dan 36) berlaku sebaliknya. Pada tabel di bawah ini, bilangan yang
diikuti tanda % menunjukkan persentase jawaban responden, sedangkan
bilangan tanpa tanda % menunjukkan jumlah jawaban responden pada item
pernyataan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
Tabel 1
Tingkat Penghayatan Katolisitas sebagai Dimensi Religius Pendidikan
N= 61
NO PERNYATAAN SM M R KM TM *
Sekolah sebagai persekutuan (aspek koinonia)
1 Ketika memasuki
sekolah, saya
disambut dengan
hangat oleh guru,
karyawan dan
teman-teman.
10
16,39
%
41
67,21%
7
11,47%
3
4,92%
2 Saya merasa
diterima oleh
teman-teman,
guru dan
karyawan meski
latar belakang
saya berbeda
dengan mereka.
15
24,59
%
41
67,21%
2
3,28%
2
3,28%
1
1,64
%
1
1,64
%
3 Saya merasakan
perhatian
layaknya
perhatian dari
orang tua oleh
para guru.
11
18,03
%
33
54,09%
11
18,03%
6
9,84%
4 Teman-teman,
para guru dan
karyawan
menerima
10
16,39
%
31
50,82%
13
21,31%
6
9,84%
1
1,64
%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
kekurangan saya.
5 Saya merasakan
adanya kerjasama
yang baik antara
pimpinan sekolah
dengan seluruh
warga sekolah.
3
4,92%
22
36,06%
22
36,06%
7
11,47
%
5
8,2
%
2
3,28
%
6 Saya merasakan
kehadiran Tuhan
dalam diri guru,
teman-teman dan
karyawan karena
mereka membuat
saya nyaman.
16
26,23
%
22
36,06%
18
29,51%
4
6,56%
1
1,64
%
7 Saya kerasan
berada di sekolah
karena situasi
sekolah yang
penuh cinta kasih.
5
8,2%
22
36,06%
26
42,62%
6
9,84%
2
3,28
%
Sekolah memberikan pelayanan untuk perkembangan pribadi siswa
secara menyeluruh (aspek diakonia)
8 Saya dibimbing
untuk menerima
kelemahan diri
dan
memperbaikinya.
18
29,51
%
35
57,38%
4
6,56%
3
4,92%
9 Bakat saya
semakin
berkembang
karena kegiatan
17
27,87
%
31
50,82%
9
14,75%
3
4,92%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
yang
diselenggarakan
sekolah.
10 Saya semakin
mampu berpikir
kritis karena
pelajaran yang
diberikan.
8
13,11
%
32
52,46%
15
24,59%
4
6,56%
1
1,64
%
1
1,64
%
11 Saya semakin
menyadari
martabat saya
sebagai
perempuan dan
mensyukurinya.
27
44,26
%
34
55,74%
12 Saya merasakan
kehadiran Tuhan
dalam diri para
guru dan
karyawan karena
pelayanan mereka
yang maksimal.
10
16,39
%
27
44,26%
17
27,87%
5
8,2%
2
3,28
%
Sekolah mengadakan perayaan-perayaan iman dan sakramen (aspek
leiturgia)
13 Saya terlibat
dalam perayaan
Ekaristi atau
ibadat yang
diselenggarakan
sekolah
26
42,62
%
27
44,26%
6
9,84%
1
1,64%
1
1,64
%
14 Melalui perayaan 19 33 6 2
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Ekaristi dan
penerimaan
sakramen yang
diadakan sekolah,
saya semakin
dekat dengan
Tuhan dan
sesama.
31,15
%
54,09%
9,84%
3,28
%
15 Ekaristi yang
diselenggarakan
di sekolah
semakin membuat
saya mampu
membina sikap
yang tepat selama
beribadat.
13
21,31
%
42
68,85%
6
9,84%
Sekolah mewartakan Kabar Gembira (aspek kerygma)
16 Saya
menggunakan
sarana rohani
yang disediakan
oleh sekolah
(misalnya bacaan
rohani, Gua
Maria, ruang
hening).
10
16,39
%
27
44,26%
18
29,51%
5
8,2%
1
1,64
%
17 Injil dan renungan
yang dibacakan
sebelum pelajaran
dimulai menjadi
11
18,03
%
35
57,38%
10
16,39%
3
4,92%
2
3,28
%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
inspirasi bagi
saya selama
mengikuti
pelajaran
seharian.
18 Sekolah
mengadakan
kegiatan
pendalaman iman
di masa khusus
(misalnya APP,
Bulan Kitab Suci,
Adven, dll)
26
42,62
%
32
52,46%
2
3,28%
1
1,64%
19 Iman saya
semakin
diteguhkan berkat
pendalaman iman
yang
diselenggarakan
sekolah.
6
9,84%
39
63,93%
15
24,59%
1
1,64%
Sekolah mendorong warganya untuk terlibat memberikan kesaksian
(aspek marturia)
20 Saya semakin
mampu
mengambil sikap
untuk
menghadapi arus
negatif
berdasarkan suara
hati.
9
14,75
%
38
62,29%
15
24,59%
1
1,64%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
21 Pelajaran di
sekolah membuat
saya semakin
terbuka terhadap
kenyataan dunia.
14
22,95
%
32
52,46%
13
21,31%
2
3,28%
22 Sekolah
mendorong saya
untuk terlibat
dalam kegiatan
masyarakat.
13
21,31
%
37
60,66%
8
13,11%
3
4,92%
Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat beberapa hal. Pertama, pada
aspek koinonia terdapat kecenderungan jawaban yang bersifat negatif karena
meskipun jumlah responden yang menjawab SM dan M lebih banyak namun
responden menjawab R, KM, TM hingga tidak menjawab (tanda *) cukup
banyak. Jawaban responden yang bersifat positif ditemui pada pernyataan
nomor 1 dan 2. Pernyataan pada item tersebut adalah tentang perasaaan
responden diterima dan dicintai di sekolah baik dalam sambutan, dan
penerimaan latar belakang. Sedangkan jawaban responden yang cenderung
negatif ditemui pada pernyataan nomor 3, 4, 5, 6, dan 7. Kecenderungan ini
disebabkan karena jumlah responden yang menjawab ragu-ragu hingga tidak
menjawab cukup besar. Pada item nomor 5 (mengenai hubungan kepala
sekolah dengan seluruh waga sekolah) dan 7 (perasaan kerasan di sekolah)
bahkan lebih besar persentase jawaban ragu-ragu hingga tidak menjawab.
Berikutnya pernyataan nomor 8 hingga 12 merupakan pendalaman
aspek diakonia. Kecenderungan jawaban yang bersifat positif terdapat pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
pernyataan nomor 8, 9, 11, dan 12. Pernyataan nomor tersebut sehubungan
dengan usaha sekolah mengembangkan diri siswi, bakat, dan martabat.
Sedangkan kecenderungan jawaban yang bersifat negatif ada pada pernyataan
nomor 10 dan 12. Pernyataan nomor 10 adalah mengenai kemampuan berpikir
kritis yang dikembangkan dalam pembelajaran, sedangkan pernyataan nomor
12 mengenai pelayanan maksimal para guru dan karyawan yang mampu
menghadirkan Kristus.
Pada aspek leiturgia, pernyataan yang diajukan dijawab dengan positif
oleh responden. Pernyataan mengenai keterlibatan dalam Ekaristi dan manfaat
dari Ekaristi (dekat dengan Tuhan dan kemampuan bersikap dalam ibadat)
ditanggapi dengan positif. Hanya pada pernyataan nomor 14 (mengenai
kedekatan dengan Tuhan berkat Ekaristi) terdapat dua responden yang
menjawab tidak mengalami. Tidak mengalami dapat disebabkan oleh banyak
hal, maka jawaban ini perlu dicek lagi.
Aspek kerygma diukur melalui pernyataan nomor 16 hingga 20.
Responden juga memberikan jawaban yang cenderung positif pada pernyataan
nomor tersebut. Hasil yang sangat positif dilihat pada nomor 18, yaitu tentang
terselenggaranya kegiatan pendalaman iman di masa khusus. Kendati demikian
ada responden yang menjawab tidak mengalami pada pernyataan nomor 16
(tentang penggunaan sarana rohani) dan nomor 17 (mengenai inspirasi dari
Injil dan renungan harian).
Pernyataan nomor 18 hingga 22 merupakan indikator aspek marturia.
Jawaban dari responden juga cenderung positif. Hal ini terutama pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
pernyataan nomor 22, yaitu bahwa sekolah mendorong responden untuk
terlibat dalam kegiatan masyarakat. Sedangkan persentase jawaban ragu-ragu
yang cukup besar ada di pernyataan nomor 18 mengenai kemampuan
mendengarkan suara hati. Hal ini dapat dimaklumi, sebagaimana diungkapkan
oleh Erikson (dalam Upton, 2012: 22) mengenai kebingungan peran dalam
masa remaja.
Tabel 2
Pengaruh Dimensi Religius Pendidikan
terhadap Minat Belajar Mata Pelajaran PAK
N = 61
NO PERNYATAAN SM M R KM TM *
Dimensi religius pendidikan sebagai stimulus minat belajar
23 Lingkungan
sekolah yang penuh
cinta kasih
membuat saya
berminat pada mata
pelajaran PAK.
6
9,84%
25
40,98%
24
39,34%
6
9,84%
24 Suasana di
lingkungan sekolah
membuat saya
cepat memahami
yang diajarkan
dalam mata
pelajaran PAK.
2
3,28%
27
44,26%
25
40,98%
7
11,47%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
25 Saya berminat pada
mata pelajaran
PAK karena yang
diajarkan dalam
pelajaran ini sesuai
dengan kenyataan
hidup di sekolah.
5
8,2%
25
40,98%
5
40,98%
5
8,2%
1
1,64
%
Dimensi religius pendidikan sebagai kultur yang mendorong minat
belajar
26 Saya berminat pada
mata pelajaran
PAK karena cinta
kasih dan nilai Injil
dihayati dalam
peraturan, pola
kepemimpinan dan
interaksi di sekolah
ini.
7
11,47
%
29
47,54%
22
36,06%
3
4,92%
27 Sikap baik, penuh
cinta&totalitas
pelayanan para
guru membuat saya
berminat pada mata
pelajaran PAK.
7
11,47
%
29
47,54%
19
31,14%
6
9,84%
28 Kebiasaan kristiani
(berdoa, renungan
harian, membaca
Injil, ekaristi,
penerimaan
sakramen) di
4
6,56%
40
65,57%
13
21,31%
4
6,56%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
sekolah membuat
saya berminat pada
mata pelajaran
PAK.
Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat bahwa hampir semua
pernyataan mendapat jawaban yang cenderung bersifat negatif dari responden.
Jawaban yang bernada positif hanya terdapat di nomor 28. Pernyataan nomor
23 hingga 25 adalah tentang adanya dorongan bagi responden untuk berminat
pada mata pelajaran PAK karena suasana sekolah (dimensi religius sebagai
stimulus). Responden yang menjawab ragu hingga tidak mengalami sangat
tinggi pada pernyataan nomor 24 dan 25. Pernyataan nomor 24 adalah
mengenai pemahaman dalam PAK karena didorong suasana sekolah,
sedangkan nomor 25 mengenai kesesuaian yang diajarkan dengan kenyataan
sekolah.
Pernyataan nomor 26 hingga 28 hendak mengetahui adanya minat
belajar PAK karena penghayatan nilai-nilai Kristiani dalam keseharian di
sekolah (dimensi religius sebagai kultur). Jawaban responden masih cenderung
negatif juga, meski tidak se-negatif pada pernyataan nomor 23 hingga 25.
Pernyataan nomor 26 dan 27 mengenai penghayatan nilai-nilai Kristiani (kasih,
pelayanan dan sikap baik) oleh pemimpin sekolah, guru, interaksi dan
peraturan sekolah; ditanggapi dengan cenderung negatif. Sedangkan
pernyataan nomor 28 ditanggapi dengan positif. Pernyataan nomor 28 adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
mengenai kebiasaan Kristiani yang ditanamkan di sekolah dapat mendorong
minat pada mata pelajaran PAK.
Tabel 3
Faktor Pendukung dan Penghambat Minat Belajar Mata Pelajaran PAK
N = 61
NO PERNYATAAN SM M R KM TM *
Faktor pendukung minat belajar mata pelajaran PAK dari dalam diri
29 Saya berminat
pada mata
pelajaran PAK
karena ingin
memperdalam
iman Katolik.
12
19,67
%
31
54,09%
11
18,03%
5
8,2%
30 Saya berminat
pada mata
pelajaran PAK
karena saya
merasa mata
pelajaran PAK
penting sebagai
bekal hidup.
15
24,59
%
31
50,82%
11
18,03%
4
6,56%
Faktor pendukung minat belajar mata pelajaran PAK dari luar diri
31 Saya berminat
pada mata
pelajaran PAK
karena ajakan
teman-teman.
2
3,28%
11
18,03%
23
37,70%
16
26,23
%
9
14,75
%
32 Saya berminat
pada mata
7
11,4%
27
44,26%
20
32,79%
4
6,56%
3
4,92%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
pelajaran PAK
karena guru mata
pelajaran PAK
menggunakan
metode mengajar
yang
menyenangkan.
Faktor penghambat minat belajar mata pelajaran PAK dari dalam diri
33 Saya kurang
berminat pada
mata pelajaran
PAK karena saya
lebih berminat
pada mata
pelajaran lain
4
6,56%
20
32,79%
25
40,98%
10
16,39
%
2
3,28%
34 Saya kurang
berminat pada
mata pelajaran
PAK karena tidak
sesuai dengan
iman saya.
2
3,28%
8
13,11%
15
24,59%
12
19,67
%
24
39,34
%
Faktor penghambat minat belajar mata pelajaran PAK dari luar diri
35 Saya kurang
berminat pada
mata pelajaran
PAK karena jam
pelajaran mata
pelajaran PAK
kurang strategis.
2
3,28%
14
22,95%
13
21,31%
14
22,95
%
15
24,59
%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
36 Saya kurang
berminat pada
mata pelajaran
PAK karena
suasana yang
kurang kondusif
di sekolah.
1
1,64%
14
22,95%
16
26,23%
15
24,59
%
15
24,59
%
Jawaban mayoritas dari pernyataan nomor 29 bersifat positif, yakni
adanya minat belajar PAK karena keinginan responden memperdalam iman
Katolik. Pernyataan nomor 30 juga dijawab positif, PAK dianggap penting
sebagai bekal hidup maka diminati. Responden yang menjawab ragu sebanyak
11 orang dan kurang mengalami sebanyak 4 orang. Keraguan dan rasa kurang
mengalami ini masih cenderung sedikit dibanding dengan jawaban yang
positif.
Pernyataan nomor 31 dan 32 mengenai faktor pendukung minat belajar.
Pernyataan nomor 31 hendak melihat andil faktor teman, ternyata jumlah
responden yang berminat PAK karena faktor ajakan teman lebih sedikit
daripada responden yang kurang dan tidak mengalami hal tersebut. Responden
yang ragu menempati posisi yang paling besar. Pernyataan nomor 32 hendak
melihat andil faktor metode mengajar guru terhadap minat belajar PAK.
Responden menjawab dengan kecenderungan positif yang cukup besar.
Responden dengan jawaban ragu-ragu melebihi 25% maka perlu dicek ulang.
Pernyataan nomor 33 hingga 36 bersifat negatif, maka semakin banyak
responden yang menjawab kurang mengalami hingga tidak mengalami akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
dibaca positif. Pernyataan nomor 33 mengenai kurangnya minat responden
pada mata pelajaran PAK karena pelajaran lain lebih penting. Ternyata
jawaban responden cenderung negatif karena yang menjawab sangat
mengalami (6,56%) dan mengalami (32,79%) lebih tinggi dari yang kurang
mengalami (16,39%) dan tidak mengalami (3,28%). Jawaban ragu-ragu
menempati posisi paling tinggi.
Pernyataan nomor 34 tentang kurangnya minat responden pada mata
pelajaran PAK karena beda iman, ditanggapi dengan positif. Hal ini
ditunjukkan dengan jawaban kurang mengalami dan tidak mengalami yang
lebih besar dari jawaban sangat mengalami dan mengalami. Uniknya, ada
responden yang meragukan imannya dengan pelajaran PAK (24,59%).
Jawaban responden pada pernyataan nomor 35 tentang kurangnya minat
responden pada mata pelajaran PAK karena jam pelajaran PAK yang kurang
strategis, ditanggapi dengan variatif. Porsi jawaban terbanyak bersifat positif
sebab yang kurang mengalami hingga tidak mengalami lebih banyak daripada
yang sangat mengalami dan mengalami. Kendati demikian ada yang menjawab
ragu-ragu hampir seperempat responden (21,31%).
Pernyataan nomor 36 dapat berhubungan dengan aspek koinonia
(pernyataan nomor 1 hingga 7) dan pengaruh dimensi religius terhadap minat
belajar (pernyataan nomor 23-28). Jawaban responden bersifat positif.
Responden yang menjawab kurang mengalami dan tidak mengalami lebih
besar daripada yang sangat mengalami dan mengalami. Hal ini berarti
kurangnya minat pada mata pelajaran PAK tidak disebabkan karena suasana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
sekolah yang kurang kondusif. Kendati demikian jawaban ragu-ragu tetap
menempati posisi pertama.
2. Laporan Hasil Kuesioner Terbuka
Angket membatasi jawaban responden pada pilihan tertentu dan kurang
membuka peluang bagi responden untuk menjawab dengan rinci. Guna
melengkapi data tersebut, digunakan kuesioner terbuka. Pada kuesioner
terbuka, responden bebas menjawab sesuai dengan pengalamannya, oleh
karena itu bisa jadi jumlah jawaban yang terkumpul tidak sama dengan jumlah
sampel (61 orang). Adapula kemungkinan jawaban yang meragukan. Hal
tersebut karena pada kuesioner terbuka ini tidak ada batasan pilihan jawaban
dan seorang responden bisa menjawab satu pertanyaan dengan beberapa
jawaban. Berikut ini laporan hasil kuesioner terbuka.
Pada pertanyaan nomor 1, mengenai perasaan responden dalam hal
dicintai dan diterima di sekolah oleh para guru, karyawan dan teman-teman;
sebanyak 50 responden menjawab merasa dicintai dan diterima. Hal yang
menunjukkan penerimaan dan dicintai tersebut adalah: dalam segala hal (16
responden), dalam hubungan yang harmonis antara guru dengan siswi (17
responden), dalam hal penerimaan perbedaan latar belakang (10 responden),
dalam hal melibatkan siswi dalam kegiatan sekolah (4 responden), sedangkan 2
responden tidak meyebutkan dalam hal apa. Dua responden menjawab ragu-
ragu, 4 responden menjawab kadang-kadang dan 2 responden menjawab tidak
merasa diterima dan dicintai dengan alasan: siswi yang kesulitan administrasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
kurang diperlakukan dengan baik, situasi sekolah yang kurang kondusif dan
perhatian hanya diberikan pada siswi yang berprestasi.
Pada pertanyaan nomor 2 mengenai kegiatan yang diikuti responden
yang dapat mendukung perkembangan pribadinya, sebanyak 42 responden
menjawab mengikuti kegiatan ekstrakurikuler (paduan suara, teater, tata boga,
jurnalis, cheer leader, modeling, basket, bulu tangkis, renang, dance, dan
pramuka), sebanyak 18 responden menjawab kegiatan live in, 7 responden
menjawab kegiatan camping rohani, 7 responden menjawab kegiatan Ekaristi
dan ibadat, 5 responden menjawab kegiatan in group, 4 responden menjawab
kegiatan class meeting, 2 responden menjawab kegiatan study tour.
Sedangkan perkembangan yang dialami dalam hal: percaya diri, bakat,
wawasan, kemampuan interpersonal (solidaritas, mampu menghargai dan
berkomunikasi dengan orang lain), perkembangan dalam kesehatan,
perkembangan dalam kemampuan menghadapi masa depan, keterampilan diri
dan perkembangan dalam hidup beriman.
Pada pertanyaan nomor 3 mengenai peran perayaan Ekaristi dan
sakramen yang diadakan oleh sekolah untuk membantu responden; sebanyak 3
responden menyatakan sangat terbantu dan 45 responden menjawab terbantu.
Alasan yang terungkap: 27 responden mengatakan dengan adanya perayaan
Ekaristi dan sakramen mereka dipermudah (misalnya tidak repot ke gereja dan
efisien waktu), 8 responden menyatakan semakin dekat dengan Tuhan, 4
responden meyatakan semakin memperdalam iman Katolik, 4 responden
menyatakan hati semakin tenang dan percaya diri, sedangkan 2 responden tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
menyatakan alasannya. Pada pertanyaan ini, 8 responden menyatakan tidak
terbantu sebab kegiatan tersebut beda dengan agamanya. Responden yang
menjawab cukup terbantu (lumayan) sejumlah 1 responden dengan alasan
menghilangkan beban.
Pada pertanyaan nomor 4, mengenai berkembangnya kebiasaan
responden dalam membaca Kitab Suci, berdoa dan mengikuti renungan sejak
sekolah di SMA Santa Maria Yogyakarta; sebanyak 30 responden menjawab
berkembang. Alasan yang terungkap: 12 responden menyatakan hal tersebut
diajarkan di sekolah dan menjadi kebiasaan, 7 responden menyatakan hal
tersebut bersumber dari motivasi dalam diri, 5 responden menyatakan hal
tersebut membuat diri semakin sadar dan dekat dengan Tuhan, 4 responden
tidak menyebutkan alasan, 3 responden menyatakan hal tersebut sudah menjadi
kebiasaan dalam keluarganya, dan 2 responden menyatakan untuk menambah
wawasan. Pada pertanyaan yang sama, 15 responden menyatakan tidak
berkembang dalam kebiasaan tersebut; dengan alasan malas (6 responden), dan
bosan karena di awal pelajaran Kitab Suci dan doa sudah rutin dibacakan (5
responden) serta 4 responden tidak menyebutkan alasannya. Responden yang
menjawab terkadang sebanyak 8 responden dan yang ragu sebanyak 2
responden.
Pada pertanyaan nomor 5 mengenai perasaan responden untuk semakin
terdorong untuk terlibat dalam kehidupan bermasyarakat; sebanyak 1
responden menyatakan sangat terdorong dan 38 responden menyatakan
terdorong. Alasan yang terungkap: sekolah membiasakan dan mendorong siswi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
terlibat bermasyarakat (8 responden), motivasi dari diri sendiri (8 responden),
terdorong untuk peduli (8 responden), sudah terbiasa dalam bermasyarakat (5
responden), menambah wawasan dan relasi (4 responden) dan untuk bekal
masa depan (1 responden), sisanya tidak menyebutkan alasan (4 responden).
Pada pertanyaan yang sama, ada pula responden memberi jawaban belum
terdorong (9 responden) dengan alasan sibuk dan masih malu, serta 8
responden memberi jawaban tidak terdorong karena terlalu banyak tugas
sekolah dan belum terbiasa.
Pada pertanyaan nomor 6 mengenai peran lingkungan sekolah dalam
mendorong minat responden untuk mengikuti mata pelajaran PAK dan sejauh
apa dorongan tersebut; sebanyak 32 responden menyatakan lingkungan sekolah
mendorong. Dorongan tersebut sejauh: suasana mendukung (11 responden),
guru dan materi mendukung (7 responden), adanya kegiatan yang mendukung
PAK (7 responden), dan adanya kewajiban mengikuti mata pelajaran PAK (4
responden), sedangkan 5 responden menjawab minat PAK berasal dari dalam
diri. Pada pertanyaan yang sama, 12 responden menyatakan lingkungan
sekolah tidak mendukung minat mata pelajaran PAK, alasannya suasana tidak
mendukung (6 responden), PAK pelajaran yang biasa saja (4 responden) dan
tidak memberikan alasan (2 responden). Responden yang menjawab
lingkungan sekolah cukup mendukung sebanyak 9 responden dengan alasan
adanya keraguan.
Pada pertanyaan nomor 7 mengenai penghayatan nilai-nilai Kristiani
oleh pemimpin sekolah, guru, karyawan, teman-teman dan ditampakkan dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
peraturan sekolah membuat responden berminat mengikuti mata pelajaran PAK
sebanyak 26 responden menjawab iya. Alasan yang terungkap yaitu sejauh:
bersumber dari sikap yang penuh kasih dan saling mendukung satu sama lain
(15 responden), adanya perayaan sakramen yang menguatkan (1 responden),
keteladanan guru yang mengajar sepenuh hati (2 responden), dan mata
pelajaran PAK memampukan menghayati nilai Kristiani (4 responden), sisanya
tidak menyebutkan alasan. Pada pertanyaan yang sama, 8 responden menjawab
belum mempengaruhi sebab masih ada guru yang tidak melaksanakan apa yang
diajarkan dan ada pelajaran yang lebih diminati. Sisanya, 8 responden
menyatakan tidak berpengaruh, 5 responden menyatakan kurang tahu.
Pada pertanyaan nomor 8 mengenai hal dalam diri responden yang
membuat berminat pada mata pelajaran PAK, jawaban yang diperoleh sebagai
berikut: karena sesuai dengan agamanya (12 responden), rasa ingin tahu (11
responden), keinginan untuk dekat dengan Tuhan (8 responden), nilai
kehidupan yang diajarkan baik (6 responden), keinginan menerapkan apa yang
diajarkan dalam PAK (6 responden), motivasi diri (4 responden), suasana hati
(1 responden), kasih dan rahmat Tuhan yang mengalir dalam dirinya (1
responden), mudah mempelajari materi (1 responden), terbiasa memperlajari
Kitab Suci (1 responden), keinginan menjadi pribadi yang baik (1 responden)
dan ada yang tidak menjawab (3 responden).
Pada pertanyaan nomor 9 mengenai hal di luar diri responden yang
mendorong minat belajar mata pelajaran PAK, 20 responden menjawab
pengaruh orang terdekatnya (teman, orang tua, dan guru), 10 responden
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
menjawab kebutuhan akan Yesus, 10 responden menjawab adanya PAK
merupakan pelajaran yang menarik (sarana, metode, kegiatannya), 3 responden
menjawab PAK merupakan kewajiban, 2 responden menjawab PAK sebagai
bekal hidup. Sedangkan sisanya, 8 responden menjawab tidak ada, 2 responden
menjawab tidak tahu, dan 1 responden menjawab tidak berminat.
Pada pertanyaan nomor 10 mengenai hal dari dalam diri responden
yang membuat kurang berminat pada mata pelajaran PAK, 21 responden
menjawab rasa malas, 9 responden menjawab tidak ada hal dari dalam diri
yang membuat kurang berminat pada mata pelajaran PAK, 5 responden tidak
menjawab, 4 responden menjawab emosi, semangat dan mood , 3 responden
menjawab metode yang menjemukan, 2 responden menjawab dirinya sering
lupa waktu, 1 responden menjawab 1 responden menjawab adanya rasa fanatik,
1 responden menjawab karena beda agama, 1 responden menjawab tidak sesuai
pemikirannya, 1 responden menjawab sifat individu yang berbeda dengan yang
diajarkan, 1 responden menjawab keinginan dekat dengan Tuhan.
Pada pertanyaan nomor 11 mengenai hal di luar diri responden
membuat kurang berminat pada mata pelajaran PAK, 16 responden menjawab
tidak ada hal di luar diri yang membuat kurang berminat pada mata pelajaran
PAK, 14 responden menjawab faktor teman dan guru, 10 responden menjawab
rasa malas, 5 responden menjawab kemunafikan orang tertentu, 5 responden
menjawab materi dan metode pelajaran PAK kurang menarik, 4 responden
menjawab situasi kelas dan sekolah, 3 responden menjawab adanya kegiatan
dan mata pelajaran lain yang lebih menarik, 2 responden menjawab masih lebih
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
tertarik hal duniawi, 1 responden menjawab agama yang berbeda, dan 1
responden menjawab jam pelajaran yang tidak pas.
Dari laporan hasil angket dan kuesioner, dapat disimpulkan bahwa:
dalam penelitian ini tidak ada kesamaan yang begitu rupa dalam angket dan
kuesioner. Data yang menunjukkan kemiripan dapat dijumpai, misalnya:
mengenai aspek koinonia (angket nomor 1-7 dan kuesioner nomor 1) yang
masih menunjukkan keraguan dalam beberapa hal, pengaruh dimensi religius
yang masih samar-samar (angket nomor 23-28 dan kuesioner nomor 6-7) dan
faktor pendukung dan penghambat yang bersumber dari peran teman (angket
nomor 31 dan kuesioner nomor 10-11). Guna mengatasi hal tersebut,
diperlukan data penguat yaitu wawancara dan kajian berdasarkan teori yang
sudah dibahas dalam bab sebelumnya (Bab II).
3. Laporan Hasil Wawancara dengan Guru Mata Pelajaran PAK
Data yang diperoleh dari kuesioner tertutup dan kuesioner terbuka,
masih ada yang meragukan. Guna melengkapi dan memantapkan data
kuesioner tersebut, penulis menggunakan metode wawancara. Menurut
Sutrisno Hadi (1989: 218), metode wawancara digunakan untuk menguji
kebenaran dan kemantapan suatu data yang diperoleh dengan cara lain. Data
hasil wawancara ini digunakan untuk menguatkan pembahasan angket dan
kuesioner pada bagian selanjutnya.
Narasumber wawancara ini adalah guru mata pelajaran PAK SMA St.
Maria Yogyakarta yang bernama Th. Heni Subekti, S.Pd. Beliau adalah alumna
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Program Studi Ilmu Pendidikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
Kekhususan Pendidikan Agama Katolik (IPPAK) tahun 1984. Beliau mengajar
sejak tahun 1984 hingga sekarang.
Ada tujuh hal yang menjadi fokus pertanyaan dalam wawancara ini.
Tujuh hal tersebut adalah: (a) pengertian dimensi religius pendidikan, (b) usaha
sekolah untuk menghayati dimensi religius pendidikan, (c) pengaruh katolisitas
bagi siswa dan sekolah, (d) minat siswi mengikuti PAK di kelas XI dan
alasannya, (e) pengaruh dimensi religius sebagi kultur sekolah, (f) faktor
pendukung minat belajar PAK, dan (g) faktor penghambat. Ketujuh hal
tersebut akan dibahas di bawah ini.
Hal pertama, pengertian dimensi religius pendidikan. Menurut bu Heni,
dimensi religius pendidikan bagi sekolah Katolik adalah unsur atau nilai
kekatolikan yang masuk dalam kegiatan pendidikan. Nampak dari lima tugas
Gereja yang diusahakan dalam kegiatan di sekolah Katolik. Lima tugas Gereja
yaitu koinonia, kerygma, marturia, leiturgia, dan diakonia menjadi tugas
sekolah Katolik juga. Dengan demikian sekolah menjadi nyata katolisitasnya.
Jawaban yang diberikan bu Heni sudah mencerminkan pemahaman beliau akan
dimensi religius pendidikan sekolah Katolik.
Hal kedua yang ditanyakan adalah mengenai usaha sekolah untuk
menghayati katolisitas. Beliau menjawab sekolah mendorong siswi untuk
terlibat dalam kegiatan menjemaat misalnya dengan terlibat di paroki dan
lingkungan, mendorong kreativitas siswi untuk membuat karya yang memuat
ayat Kitab Suci misalnya hiasan dinding, pendalaman iman di masa khusus,
pengabdian masyarakat, live in, doa dan renungan pagi, bakti sosial, in group,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
Ekaristi, dan lain-lain. Berdasarkan jawaban beliau, kegiatan koinonia dapat
dinyatakan dalam kegiatan in group di kelas X, kegiatan kerygma cukup
banyak di sekolah ini, leiturgia dengan ibadat dan Ekaristi, diakonia dengan
bakti sosial. Bentuk marturia dalam sekolah berupa kesaksian para guru yang
dalam mengajar tidak hanya berhenti di konsep namun berupa penerapan
dalam hidup guru itu sendiri.
Hal ketiga yang ditanyakan yaitu pengaruh katolisitas bagi sekolah.
Berdasarkan jawaban beliau, pengaruh katolisitas di sekolah jelas ada. Bukti
dari hal ini adalah tingkat solidaritas warga sekolah yang tinggi. Dalam hal
hidup rohani, siswi terbiasa untuk membaca Kitab Suci, memberi renungan
pagi, berdoa dan terlibat dalam Ekaristi. Dalam hal kepedulian, siswi sudah
terbiasa saling menolong dan antara guru dengan siswi seperti orang tua
dengan anak. Siswi yang non-Katolik juga dihargai dan bahkan diingatkan
sudah sholat atau belum. Dalam hal kepedulian masyarakat juga semakin
nampak ketika ada calon siswi yang kurang mampu tetap diterima dan diberi
keringanan.
Hal keempat yang ditanyakan adalah mengenai minat siswi pada mata
pelajaran PAK yang disebabkan oleh lingkungan sekolah (dimensi religius
pendidikan sebagai stimulus). Berdasarkan jawaban beliau, belum tentu.
Sekolah memang sudah mengusahakan lima tugas Gereja tersebut dan siswi
terlibat di dalamnya namun lingkungan sekolah lebih luas dari hal-hal tersebut
dan lingkungan itu diciptakan oleh bermacam-macam pribadi. Hal itu belum
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
tentu mempengaruhi minat siswi akan mata pelajaran PAK. Masih ada faktor
motivasi diri .
Hal kelima yang ditanyakan adalah mengenai minat siswi pada mata
pelajaran PAK yang disebabkan oleh penghayatan nilai-nilai Kristiani (dimensi
religius pendidikan sebagai kultur). Berdasarkan jawaban Beliau, berpengaruh.
Adanya figur dan kepribadian guru berpengaruh terhadap minat belajar mata
pelajaran PAK. Guru yang menghayati nilai-nilai Kristiani nampak dari
perilakunya dan kesiapannya mengajar serta pendekatannya terhadap siswi.
Hal tersebut dapat ditangkap siswi. Karena apa yang diajarkan sesuai dengan
kenyataan, maka siswi berminat pada pelajaran. Selain itu dengan adanya
pembiasaan nilai-nilai Kristiani juga menjadi pendukung minat mata pelajaran
PAK.
Hal keenam yang ditanyakan adalah faktor yang mendukung
pelaksanaan mata pelajaran PAK. Jawaban yang diberikan bu Heni adalah
kesiapan guru, metode yang tepat, materi, cara pendekatan guru ke siswi, dan
sarana yang tersedia. Hal yang disampaikan oleh bu Heni ini menjadi faktor
dari luar diri siswi yang mempengaruhi minatnya pada mata pelajaran PAK.
Hal terakhir yang ditanyakan adalah mengenai faktor penghambat mata
pelajaran PAK. Menurut bu Heni, penghambat terbesar adalah rasa malas dan
faktor angkatan kelas. Berdasarkan jawaban ini dapat dikatakan bahwa faktor
dalam diri siswi dan ditambah faktor ekstern yang berupa teman-teman
(angkatan) mempunyai peran yang cukup besar dalam menentukan
pelaksanaan mata pelajaran PAK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
D. Pembahasan Hasil Penelitian
Pembahasan hasil penelitian ini berdasarkan data yang telah dipaparkan
dari laporan hasil penelitian di atas, kajian mengenai dimensi religius
pendidikan dan minat belajar PAK pada bab sebelumnya serta dikuatkan oleh
data hasil wawancara dengan Guru mata pelajaran PAK. Pembahasan dibagi
berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan penelitian ada tiga, yaitu: mengetahui
tingkat penghayatan katolisitas sebagai dimensi religius pendidikan, pengaruh
dimensi religius pendidikan terhadap minat belajar mata pelajaran PAK dan
faktor pendukung serta penghambat minat belajar mata pelajaran PAK.
1. Tingkat Penghayatan Katolisitas sebagai Dimensi Religius Pendidikan
oleh Guru, Karyawan dan Siswi SMA St. Maria
Bagian ini dibagi menjadi lima bagian berdasarkan aspek yang hendak
diketahui, yaitu aspek koinonia, aspek diakonia, aspek leiturgia, aspek
kerygma dan aspek marturia.
a. Aspek Koinonia
Aspek koinonia pertama-tama berhubungan dengan suasana yang
dibangun sekolah Katolik adalah iklim yang didasarkan pada ajaran Yesus
sendiri, yaitu cinta kasih. Hal ini dijelaskan oleh KWI-MNPK (1991: 81)
sebagai berikut: “siswa mengalami lingkungan yang dijiwai Roh cinta kasih
dan kebebasan Injili.” Kedua, aspek koinonia dijelaskan oleh Groome (1998:
43) tercermin dalam pandangan yang positif atas kebaikan yang terdapat pada
diri sesama dan melibatkan keseluruhan pribadi dalam proses belajar mengajar.
Pandangan Groome ini membawa warga sekolah untuk saling menghargai,
menerima dan menjadi satu keluarga. Ketiga, aspek koinonia mensyaratkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
adanya kerjasama yang baik antara seluruh warga sekolah. Lantieri (2001: 8)
menggambarkan kerjasama ini seperti kerjasama dalam tim sepak bola.
Pernyataan yang berhubungan dengan aspek ini adalah angket pada
nomor 1 sampai 7 dan pertanyaan pada kuesioner nomor 1. Penyusunan
pernyataan pada angket berdasarkan ketiga hal di atas, yaitu: suasana sekolah
yang penuh cinta kasih (item nomor 1 & 7), penghargaan atas pribadi (item
nomor 2-4 & 6), dan kerjasama (item nomor 5).
Hasil yang lebih rinci didapatkan pada kuesioner nomor 1. SMA St.
Maria Yogyakarta dapat dikatakan mampu membuat siswinya merasakan
adanya penerimaan dan dicintai sebagai keluarga di sekolah ini. Hal ini
dibuktikan dengan jawaban dari 50 responden menjawab merasa dicintai dan
diterima. Hal yang menunjukkan penerimaan dan dicintai tersebut adalah:
dalam segala hal (16 responden), dalam hubungan yang harmonis antara guru
dengan siswi (17 responden), dalam hal penerimaan perbedaan latar belakang
(10 responden), dalam hal melibatkan siswi dalam kegiatan sekolah (4
responden), sedangkan 2 responden tidak menyebutkan dalam hal apa.
Meskipun demikian, arah jawaban yang negatif dapat ditemukan dari
jawaban kuesioner oleh 2 responden menjawab ragu-ragu, 4 responden
menjawab kadang-kadang dan 2 responden menjawab tidak merasa diterima
dan dicintai dengan alasan: siswi yang kesulitan administrasi kurang
diperlakukan dengan baik, situasi sekolah yang kurang kondusif dan perhatian
hanya diberikan pada siswi yang berprestasi. Ada pula responden yang
mengatakan dengan terus terang bahwa yang diterima dan dicintai hanya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
berprestasi, sedangkan situasi sekolah saat ini disebutnya kurang dipenuhi cinta
kasih. Jawaban ini kembali ditemukan dalam angket dan semakin memperkuat
indikasi kurangnya penghayatan terhadap aspek koinonia.
Pernyataan nomor 1 dalam angket berhubungan dengan sambutan
hangat yang dilakukan oleh guru dan teman-teman. Responden yang sangat
mengalami sebanyak 16,39% dan yang mengalami sebanyak 67,21%. Sisanya
menjawab ragu-ragu (11,47%) dan kurang mengalami (4,92%). Data ini
mencerminkan bahwa sebagian besar siswi merasakan adanya kehangatan
dalam sambutan yang diberikan guru dan teman-teman. Sambutan ini menjadi
tanda bahwa seseorang dihargai dan diterima. Hasil ini bernilai positif sebab
senada dengan salah satu inti aspek koinonia, yaitu suasana penuh cinta kasih.
Perasaan diterima dan dicintai sebagai satu keluarga di sekolah merupakan hal
yang penting sebab orang-orang “berpikir tentang sekolah sebagai kelanjutan
dari rumah mereka sendiri” (KWI-MNPK, 1991: 92). Dengan adanya
penerimaan dan perasaan dicintai, akan tercipta iklim yang disebut “rumah
sekolah.”
Pernyataan item nomor 2 sehubungan dengan penerimaan diri siswi
oleh guru, karyawan, dan teman-teman meski latar belakang mereka saling
berbeda. Sebanyak 24,59% responden sangat mengalaminya, sebanyak 67,21%
responden mengalami, sebanyak 3,28% responden ragu-ragu, sebanyak
3,28% responden kurang mengalami, sebanyak 1,64% responden tidak
mengalami dan sebanyak 1,64% responden tidak menjawab. Variasi jawaban
memang tersebar namun didominasi oleh jawaban yang bersifat positif, yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
sangat mengalami dan mengalami penerimaan perbedaan latar belakang. Hal
ini senada dengan pendapat Groome mengenai sikap inklusif. Sikap inklusif ini
dijelaskan oleh Groome (1998: 410) sebagai berikut, “Catholic Christianity
embraces great diversity and breadth of perspective.” Katolisitas dalam
sekolah Katolik berarti merangkul berbagai keragaman dan memperluas cara
pandang warga sekolah.
Pernyataan item nomor 3 sehubungan dengan perhatian yang diberikan
oleh guru pada para siswi. Sebanyak 18,03% responden sangat mengalami,
sebanyak 54,09% responden mengalami, sebanyak 18,03% responden ragu-
ragu dan sebanyak 9,84% responden kurang mengalami. Hasil penelitian ini
bersifat positif sebab jumlah responden yang menjawab sangat mengalami dan
mengalami lebih besar dari yang ragu hingga kurang mengalami. Perhatian
merupakan salah satu bentuk penghargaan dan penerimaan atas pribadi.
Perhatian juga menjadi salah satu kunci agar kerja sama dapat terjalin.
Pernyataan item nomor 4 sehubungan dengan penerimaan kekurangan
diri siswi oleh guru, karyawan dan teman-teman. Sebanyak 16,39% responden
menjawab sangat mengalami, sebanyak 50,82% responden mengalami,
sebanyak 21,31% responden ragu-ragu dan sebanyak 9,84% responden kurang
mengalami. Hasil ini menunjukkan hal yang positif sebab mendukung salah
satu ciri dari aspek koinonia yaitu sikap saling menerima, menghargai dan
memandang bahwa manusia diciptakan Tuhan baik adanya (antropologi
Kristiani) sebagaimana tertulis dalam Kej 1:31.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
Pernyataan item nomor 5 sehubungan dengan kerjasama antara
pimpinan sekolah dengan warga sekolah. Sebanyak 4,92% responden sangat
mengalami, sebanyak 36,06 % responden mengalami, sebanyak 36,06%
responden ragu-ragu, sebanyak 11,47% responden kurangmengalami, sebanyak
8,2% responden tidak mengalami, dan sebanyak 3,28% responden tidak
menjawab. Hasil ini menunjukkan adanya kecenderungan yang kurang baik
dalam hal kerjasama antara pimpinan sekolah dan warga sekolah. Hal ini
disebabkan karena jumlah responden yang menjawab ragu-ragu hingga tidak
mengalami lebih banyak dari yang mengalami dan sangat mengalami.
Pernyataan pada item nomor 6 sehubungan dengan bagaimana
responden dapat merasakan kehadiran Tuhan dalam diri guru, teman-teman dan
karyawan karena pribadi-pribadi tersebut membawa kenyamanan. Sebanyak
26,23% responden sangat mengalami, sebanyak 36,06% responden mengalami,
sebanyak 29,51% responden ragu-ragu, sebanyak 6,56% responden kurang
mengalami dan sebanyak 1,64% responden tidak menjawab. Hasil ini
menunjukkan hal positif sebab jumlah responden yang sangat mengalami dan
mengalami lebih banyak dari responden yang ragu hingga tidak mengalami.
Hasil ini mencerminkan bahwa figur guru, karyawan dan teman-teman dapat
menjadi sarana hadirnya Tuhan dalam sekolah. Karena Tuhan hadir dalam
sekolah maka nuansa religius akan tercipta dan cinta kasih sebagai ajaran
Yesus akan ditegakkan.
Pernyataan nomor 7 merupakan konklusi dari indikator aspek koinonia.
Pernyataan pada item ini sehubungan dengan perasaan kerasan di sekolah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
karena sekolah penuh cinta kasih. Sebanyak 8,2% responden sangat
mengalami, sebanyak 36,06% responden mengalami, sebanyak 42,62%
responden ragu-ragu, sebanyak 9,84% responden kurang mengalami dan
sebanyak 3,28% responden tidak mengalami. Hasil ini mengindikasikan hal
yang cenderung kurang baik sebab jumlah responden yang menjawab ragu-
ragu hingga tidak mengalami lebih banyak dari yang mengalami.
Berdasarkan uraian di atas, persentase responden yang menjawab ragu-
ragu cenderung cukup besar (di atas 20%), bahkan ada responden yang tidak
menjawab atau menjawab dengan kecenderungan negatif (kurang mengalami
atau tidak mengalami). Hal dapat disebabkan oleh perkembangan kognitif
responden. Siswi kelas XI berada pada usia 17 tahun. Menurut Piaget (dalam
Upton, 2012: 24), pada usia tersebut individu berada pada tahap perkembangan
operasional formal di mana individu menjadi lebih ilmiah dalam berpikir.
Sedangkan Erikson (dalam Upton, 2012: 22) mengatakan bahwa pada usia 12-
18 tahun, secara psiko-sosial individu berada pada masa remaja yang
mengalami kebingungan peran. Responden berperan sebagai siswi sekolah
yang mengharuskannya menaati norma dan peraturan yang berlaku. Terkadang
norma dan peraturan tersebut membuatnya sulit mengatakan kenyataan
sehingga menyebabkan keraguan atau memilih untuk tidak menjawab.
Perlu diingat juga bahwa “para siswa adalah anak-anak yang berasal
dari berbagai suku bangsa, tradisi, dan keluarga yang berbeda-beda. Tiap siswa
mempunyai asal-usul sendiri dan merupakan pribadi yang unik” (KWI-MNPK,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
1991: 90). Maka ukuran kadar diterima dan dicintai pun berbeda bagi tiap
siswa, sesuai dengan latar belakang mereka.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa aspek koinonia di SMA Santa
Maria Yogyakarta masih harus diperjuangkan untuk dapat dihayati dengan
baik. Banyaknya jawaban yang meragukan menjadi tanda hal ini. Hal yang
masih perlu diperhatikan adalah dalam hal sinergitas antara pemimpin sekolah
dengan seluruh warga sekolah.
b. Aspek Diakonia
Aspek diakonia dapat dirangkum sebagai sebuah layanan sekolah untuk
siswanya agar mengalami perkembangan secara utuh. Aspek diakonia ini
sejalan dengan misi sekolah Katolik seperti diungkapkan dalam KWI-MNPK
(1991: 4), yaitu:
“Membina bakat-bakat intelektual dengan perawatan yang tekun,
mengembangkan kemampuan menilai dengan tepat, mengantar ke
dalam warisan budaya yang diperoleh dari angkatan-angkatan
terdahulu, mengembangkan kepekaan terhadap nilai-nilai,
mempersiapkan kehidupan profesi, memupuk antara murid-murid
dengan bakat dan dari lapisan yang berbeda-beda, pergaulan yang
akrab, yang melahirkan kesediaan untuk saling memahami.”
Berdasarkan pernyataan di atas, sekolah Katolik menyediakan layanan untuk
mewujudkan keterpaduan antara segi kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Layanan ini merupakan usaha yang memungkinkan siswa mampu melihat diri
dan sesamanya sebagai pribadi, yaitu ciptaan yang mempunyai kodrat fisik dan
spiritual. Layanan sekolah Katolik mempunyai tujuan ganda, yaitu “membina
laki-laki dan wanita ke arah kesempurnaan manusia dan kesempurnaan Kristen
serta menolong mereka menjadi matang dalam iman” (KWI-MNPK, 1991: 95).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
Maka dinamika layanan di sekolah Katolik mempunyai tujuan yang berdimensi
baik fisik maupun spiritual.
Aspek diakonia di sekolah ini sudah dihayati dengan cukup baik. Usaha
sekolah untuk memperkembangkan peserta didik nyata dan cukup diminati.
Hal ini nyata dari jawaban responden dalam kuesioner nomor 2. Dari jawaban
kuesioner tersebut dapat dilihat bahwa kegiatan yang diikuti siswi merupakan
kegiatan kurikuler, kokurikuler (misalnya live in dan camping rohani), ekstra
kurikuler (misalnya paduan suara, jurnalistik, dance, dll) dan kegiatan
insidental momen tertentu (misalnya study tour, class meeting, ekaristi). Siswi
juga mampu menyebutkan bahwa mereka berkembang baik secara kemampuan
diri maupun kemampuan berhubungan dengan orang lain. Kendati demikian
ada kegiatan rutin yang sebenarnya tiap hari dilakukan dan diikuti siswi namun
tidak disebutkan siswi, yaitu renungan harian dan kegiatan proses belajar
mengajar.
Jawaban pada kuesioner tersebut senada dengan jawaban pada angket
item nomor 8 sehubungan dengan usaha sekolah untuk membimbing siswi agar
menyadari kelemahan diri dan memperbaikinya. Sebanyak 29,51% responden
sangat mengalami, sebanyak 57,38% responden mengalami, sebanyak 6,56%
responden ragu-ragu dan sebanyak 4,92% responden tidak mengalami. Hasil
ini menunjukkan hal positif sebab responden yang menjawab sangat
mengalami dan mengalami lebih banyak dari responden yang menjawab ragu
dan kurang mengalami. Sekolah Katolik sesuai dengan misinya, diharapkan
memberikan perawatan yang tekun bagi siswinya. Salah satu bentuk perawatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
yang tekun adalah dengan memberikan penyadaran kepada siswi akan
kelemahan dirinya dan membimbing siswi untuk memperbaiki kelemahan
tersebut, sehingga siswi semakin terarah untuk berkembang sebagai pribadi.
Pernyataan item nomor 9 sehubungan dengan bakat siswi yang semakin
berkembang karena kegiatan yang diadakan sekolah. Sebanyak 27,87%
responden menjawab sangat mengalami, sebanyak 50,82% responden
mengalami, 14,75% responden ragu-ragu dan 4,92% responden kurang
mengalami. Hasil ini menunjukkan hal positif sebab responden yang menjawab
sangat mengalami dan mengalami berjumlah lebih banyak daripada yang
responden yang ragu-ragu dan kurang mengalami. Pembinaan bakat
merupakan salah satu bentuk pelayanan sekolah Katolik, sesuai dengan
misinya. Pembinaan bakat tersebut dilaksanakan tidak hanya dalam ranah
kognitif namun juga dalam kegiatan sosial (untuk ranah afektif) dan
ekstrakurikuler (soft skills). Berdasarkan hasil tersebut, kegiatan di SMA St.
Maria Yogyakarta sudah mampu mengembangkan bakat siswinya.
Pernyataan item nomor 10 adalah tentang semakin mampunya siswi
berpikir kritis karena pengajaran yang diberikan. Sebanyak 13,11% responden
menjawab sangat mengalami, 52,46% responden mengalami, 24,59%
responden ragu-ragu, sebanyak 6,56% responden kurang mengalami, sebanyak
1,64% responden tidak mengalami dan sebanyak 1,64% responden tidak
menjawab. Hasil tersebut menunjukkan hal yang positif sebab jumlah
responden yang sangat mengalami hingga mengalami lebih banyak dari
responden yang menjawab ragu hingga tidak mengalami. Kemampuan berpikir
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
kritis sangat diperlukan sebab saat ini situasi hidup kaum muda bersifat
mendua. Heryatno (2003: 15) mengatakan bahwa “kaum muda menjadi
harapan sekaligus mereka juga dikhawatirkan.” Kaum muda, termasuk siswa,
saat ini berada dalam zaman yang dibanjiri informasi sekaligus zaman yang
penuh ketidakpastian. Untuk itu, pembelajaran di sekolah Katolik hendaknya
mengembangkan pemikiran kritis anak didiknya untuk menghadapi situasi
hidup.
Perkembangan kemampuan berpikir kritis dan bakat ini senada dengan
jawaban responden pada kuesioner nomor dua. Berdasarkan kuesioner nomor
2, sebanyak 42 responden menjawab mengikuti kegiatan ekstrakurikuler
(paduan suara, teater, tata boga, jurnalis, cheer leader, modeling, basket, bulu
tangkis, renang, dance, dan pramuka), sebanyak 18 responden menjawab
kegiatan live in, 7 responden menjawab kegiatan camping rohani, 7 responden
menjawab kegiatan yang sehubungan dengan Ekaristi dan ibadat, 5 responden
menjawab kegiatan in group, 4 responden menjawab kegiatan class meeting, 2
responden menjawab kegiatan study tour. Sedangkan perkembangan yang
dialami dalam hal: percaya diri, bakat, wawasan, kemampuan interpersonal
(solidaritas, mampu menghargai dan berkomunikasi dengan orang lain),
perkembangan dalam kesehatan, perkembangan dalam kemampuan
menghadapi masa depan, keterampilan diri dan perkembangan dalam hidup
beriman.
Berikutnya, pernyataan pada angket nomor 11 sehubungan dengan
penyadaran diri responden akan kodratnya sebagai perempuan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
mensyukurinya. Sebanyak 44,26% responden menjawab sangat mengalami dan
sebanyak 55,74% mengalami. Variasi jawaban yang tidak terlalu banyak dan
berpusat pada pilihan sangat mengalami dan mengalami ini menunjukkan hal
positif. Hal ini dikarenakan sesuai dengan tujuan layanan pendidikan Kristen
(KWI-MNPK, 1991: 95), yaitu kesempurnaan diri dan kesempurnaan spiritual.
Dalam hal ini usaha SMA St. Maria Yogyakarta sudah sangat baik.
Pernyataan item nomor 12 berhubungan dengan pengalaman responden
merasakan pelayanan yang maksimal dari guru dan karyawan. Pelayanan yang
maksimal ini akan menuntut pengorbanan diri layaknya Yesus yang mencintai
murid-murid-Nya. Pelayanan yang maksimal menjadi teladan yang mampu
membawa kehadiran Tuhan dalam sekolah. Sebanyak 16,39% responden
menjawab sangat mengalami, sebanyak 44,26% responden mengalami,
sebanyak 27,47% responden ragu-ragu, sebanyak 8,2% responden menjawab
kurang mengalami, dan sebanyak 3,28% responden menjawab tidak
mengalami. Perbedaan jawaban dengan variasi yang tinggi ini wajar sebab
pengalaman siswi berbeda-beda. Jawaban yang diperoleh cenderung negatif
sebab angka keraguan cukup tinggi.
Sehubungan dengan jawaban yang cenderung negatif di pernyataan
nomor 12, perlu diingat bahwa para guru, karyawan dan pimpinan sekolah
dalam sekolah Katolik hendaknya memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan
kaum muda sekarang. Dalam memenuhi kebutuhan tersebut, hendaknya
ditanamkan kesadaran bahwa “yang dilayani adalah manusia seutuhnya yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
diharapkan menjadi manusia yang makin seutuhnya, artinya menurut aneka
kebutuhan, kemampuan dan aneka aspeknya” (Go, 1995: 34).
c. Aspek Leiturgia
Perayaan Sabda dan Sakramen tidak kalah pentingnya dalam sekolah
Katolik sebab salah satu tujuan pendidikan Kristen (GE, art. 2) adalah, “supaya
mereka belajar bersujud kepada Allah Bapa dalam Roh dan Kebenaran,
terutama dalam perayaan Liturgi.” Selain itu Konsili menyatakan, “Liturgi
adalah puncak yang dituju kegiatan Gereja dan sekaligus sumber dari mana
mengalir kekuatannya” (SC, art. 10). Berdasarkan pernyataan dalam GE dan
SC tersebut, sekolah Katolik hendaknya memberi waktu dan tempat secara
khusus di mana Sabda dan Sakramen dapat dirayakan. Sekolah mampu
menyelenggarakan perayaan sakramen selain Ekaristi karena kerjasamanya
dengan paroki, misalnya sakramen Tobat.
Go (1995: 76) berpendapat bahwa perayaan liturgi, khususnya misa
sekolah mempunyai tujuan: menunjukkan cara bersyukur sebagai sekolah
Katolik, pembinaan kesalehan siswa, pembinaan religiusitas siswa, sarana
pewartaan, dan pembentukan kebiasaan siswa untuk mencintai Ekaristi.
Melalui liturgi, siswi diajak untuk mempersembahkan usahanya dalam belajar
dan memohon kekuatan untuk belajar, namun juga membina kesalehan dan
membina sikap yang tepat dalam berliturgi. Dengan demikian, dapat dikatakan
liturgi dalam sekolah tidak semata-mata sebagai tanda bakti kepada Tuhan,
namun mempunyai tujuan implisit yaitu pembentukan karakter siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
Pada penelitian ini, item pernyataan yang dimaksudkan untuk
mengukur penghayatan aspek leiturgia di SMA St. Maria Yogyakarta terletak
pada item nomor 13-15. Yang hendak diketahui dalam item tersebut adalah
keterlibatan siswa dalam kegiatan yang liturgis (nomor 13), buah rohani dari
kegiatan liturgis (nomor 14) dan pembentukan kebiasaan siswi melalui
kegiatan liturgis (nomor 15). Kuesioner nomor 3 hendak mengetahui besarnya
bantuan dan manfaat dari kegiatan liturgis yang diselenggarakan sekolah bagi
siswi.
Pernyataan item nomor 13 sehubungan dengan pengalaman keterlibatan
siswi dalam kegiatan liturgis. Sebanyak 42,62% menjawab sangat mengalami,
sebanyak 44,26% mengalami, sebanyak 9,84% ragu-ragu, sebanyak 1,64%
kurang mengalami, dan sebanyak 1,64% tidak mengalami. Hasil ini
menunjukkan hal positif sebab responden yang menjawab sangat mengalami
dan mengalami lebih banyak dari yang ragu hingga tidak mengalami. Hal ini
menunjukkan bahwa SMA St. Maria sudah menjalankan kegiatan liturgis dan
tingkat keterlibatan siswi dalam kegiatan tersebut cukup tinggi.
Pernyataan item nomor 14 sehubungan dengan buah rohani dari
kegiatan liturgis di sekolah, yaitu apakah siswi semakin dekat dengan Tuhan.
Sebanyak 31,15% responden menjawab sangat mengalami, sebanyak 54,09%
responden menjawab mengalami, sebanyak 9,84% responden menjawab ragu-
ragu, dan sebanyak 3,28% responden menjawab tidak mengalami. Responden
yang tidak mengalami ini, bisa disebabkan karena tidak beriman (tidak
memeluk agama) Katolik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
Pertanyaan pada kuesioner nomor 3 berhasil mengungkapkan hal ini.
Pada pertanyaan tersebut sebanyak 3 responden menyatakan sangat terbantu
dan 45 responden menjawab terbantu. Alasan yang terungkap: 27 responden
mengatakan dengan adanya perayaan Ekaristi dan sakramen mereka
dipermudah (misalnya tidak repot ke gereja dan efisien waktu), 8 responden
menyatakan semakin dekat dengan Tuhan, 4 responden meyatakan semakin
memperdalam iman Katolik, 4 responden menyatakan hati semakin tenang dan
percaya diri, sedangkan 2 responden tidak menyatakan alasannya. Pada
pertanyaan ini, 8 responden menyatakan tidak terbantu sebab kegiatan tersebut
beda dengan agamanya.
Penyataan pada angket nomor 14 di mana 3 responden tidak menjawab
dapat dihubungkan dengan kuesioner nomor 3 di mana 8 responden
menyatakan beda agama. Bisa jadi karena berbeda agama maka responden
tersebut tidak mendapatkan buah rohani dari kegiatan liturgis yang
diselenggarakan sekolah.
Pernyataan item nomor 15 sehubungan dengan pembentukan karakter
siswa dalam kegiatan liturgis, yakni apakah siswa semakin mampu bersikap
dengan tepat dalam Ekaristi. Sebanyak 21,31% responden menjawab sangat
mengalami, sebanyak 68,85% responden mengalami dan sebanyak 9,84%
responden ragu-ragu. Hasil ini menunjukkan hal yang positif karena jawaban
terbanyak terletak pada opsi mengalami dan sangat mengalami. Berdasarkan
hasil ini, Ekaristi yang diselenggarakan oleh SMA St. Maria Yogyakarta dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
mendorong siswinya untuk lebih sadar akan sikap yang tepat dalam beribadat
dan dengan demikian akan terbentuk menjadi karakter siswi dalam beribadat.
Dapat disimpulkan bahwa SMA St. Maria Yogyakarta sudah
menghayati aspek leiturgia dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan
penyelenggaraan kegiatan liturgis di mana keterlibatan siswi cukup tinggi,
siswi mampu memetik buah rohani dengan baik dan mampu bersikap dengan
tepat selama kegiatan liturgis. Perlu diingat ada pula siswi yang beragama non-
Katolik. Bagi siswi non Katolik, perayaan liturgi mungkin kurang membuatnya
berpartisipasi dan memperoleh buahnya sebab “partisipasi dalam liturgi
sebenarnya merupakan perbuatan yang menuntut iman yang sesuai” (Go, 1995:
31).
d. Aspek Kerygma
Aspek kerygma di sini dapat diartikan bagaimana Kabar Gembira itu
diwartakan dalam sekolah dan bagaimana sekolah mampu melihat kebudayaan
dari zaman ke zaman dalam terang iman. Aspek kerygma juga erat
berhubungan dengan pendidikan Kristen (GE, art. 2) terutama agar
“mereka yang telah dibaptis langkah demi langkah makin mendalami
misteri keselamatan dan dari hari ke hari makin menyadari karunia
iman yang telah mereka terima, supaya mereka dibina untuk
menghayati hidup mereka sebagai manusia yang baru dalam
kebenaran dan kekudusan sejati.”
Pernyataan tersebut memberikan tempat yang istimewa bagi kegiatan
pewartaan sebab dengan pewartaan, pengalaman hidup manusia diterangi oleh
terang iman dan memberi manusia pengalaman iman yang memungkinkan
mereka bertumbuh menuju kedewasaan iman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
Item pernyataan dalam penelitian ini yang bermaksud untuk mengukur
penghayatan SMA St. Maria Yogyakarta dalam aspek kerygma adalah item
nomor 16-19. Hal yang hendak diukur sesuai dengan penjelasan di alinea
sebelumnya adalah sarana yang disediakan sekolah untuk mewartakan Kabar
Gembira (item nomor 16), usaha sekolah membimbing siswinya
menghubungkan pengalamannya dengan terang iman (item nomor 17-18), dan
buah dari usaha tersebut (item nomor 19). Pada kuesioner, pertanyaan nomor 4
bermaksud mengetahui pengaruh aspek kerygma tersebut bagi siswi sekaligus
mengungkap hal yang masih meragukan di angket.
Pernyataan item nomor 16 sehubungan dengan ketersediaan sarana
yang berkaitan dengan usaha pewartaan Kabar Gembira. Sebanyak 16,39%
responden menjawab sangat mengalami, sebanyak 44,26% responden
mengalami, sebanyak 29,51% responden ragu-ragu, sebanyak 8,2% responden
kurang mengalami, dan sebanyak 1,64% responden tidak mengalami. Hasil ini
menunjukkan hal yang bersifat positif sebab jumlah responden yang
mengalami dan sangat mengalami lebih banyak dari yang ragu hingga tidak
mengalami. Hal ini menunjukkan bahwa SMA St. Maria Yogyakarta sudah
menyediakan sarana untuk pewartaan Kabar Gembira dan siswa sudah
mengalami/mempergunakannya.
Pernyataan item nomor 17 sehubungan dengan usaha sekolah untuk
mewartakan Kabar Gembira, khususnya melalui pembacaan Injil dan renungan
pagi. Sebanyak 18,03% responden menjawab sangat mengalami, sebanyak
57,38% responden menjawab mengalami, sebanyak 16,38% responden ragu-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
ragu, sebanyak 4,92% responden kurang mengalami, sebanyak 3,28%
responden tidak mengalami. Hasil ini menunjukkan hal positif sebab jumlah
responden yang mengalami dan sangat mengalami lebih banyak dari yang ragu
hingga tidak mengalami. Hal ini menunjukkan bahwa salah satu usaha SMA
St. Maria Yogyakarta untuk mewartakan Kabar Gembira adalah dengan
pembacaan Injil dan renungan pagi. Kegiatan tersebut selaras dengan
pendidikan Kristen, yaitu untuk semakin mendalami misteri keselamatan.
Pernyataan item nomor 18 sehubungan dengan bentuk kegiatan di SMA
St. Maria Yogyakarta di masa khusus untuk mewartakan Kabar Gembira (APP,
BKSN, Adven, dll). Sebanyak 42,62% responden menjawab sangat
mengalami, sebanyak 52,46% responden mengalami, sebanyak 3,28% ragu-
ragu, dan 1,64% kurang mengalami. Hasil ini menunjukkan hal yang positif
sebab yang mengalami dan sangat mengalami lebih banyak dari yang ragu dan
kurang mengalami.
Pernyataan item nomor 19 sehubungan dengan buah rohani dari aspek
kerygma di SMA St. Maria Yogyakarta, yakni apakah iman siswi semakin
diteguhkan. Sebanyak 9,84% responden menjawab sangat mengalami,
sebanyak 63,93% responden mengalami, sebanyak 24,59% responden ragu-
ragu, dan sebanyak 1,64% responden kurang mengalami. Hasil ini
menunjukkan hal yang positif sebab yang mengalami dan sangat mengalami
lebih banyak dari yang ragu dan kurang mengalami. Hal ini menunjukkan
bahwa melalui usaha-usaha sekolah untuk menghayati aspek kerygma di
sekolah, iman siswi semakin diteguhkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
Beberapa kejanggalan yang ditemukan di angket yaitu masih adanya
keraguan siswi dalam mempergunakan sarana rohani (item angket nomor 16)
dan adanya keraguan pula dalam menjawab Injil menjadi inspirasi bagi
kegiatan hari tersebut (item angket nomor 17). Hal ini dapat diungkap dalam
kuesioner nomor 4 mengenai berkembangnya kebiasaan membaca Kitab Suci,
berdoa dan mengikuti renungan di mana ditemukan fakta bahwa 15 responden
menyatakan tidak berkembang, dengan alasan malas (6 responden), bosan
karena menjadi rutinitas (5 responden) dan tanpa alasan (4 responden). Alasan
lain, masih sama seperti aspek leiturgia yaitu masalah beda agama. Hal ini
telah diterangkan di bagian sebelumnya.
Perbedaan hakiki sekolah Katolik dengan sekolah lainnya adalah
“sekolah Katolik menimba inspirasi dan kekuatannya dari Injil tempatnya
berakar” (KWI-MNPK, 1991: 100). Oleh karena itu, aspek kerygma menjadi
penting bagi sekolah Katolik. Sekolah Katolik tidak hanya mencerdaskan anak
melainkan menunjukkan makna hidup yang lebih mendalam seperti yang
terbuka dalam terang iman. Sekolah Katolik yang dikembangkan sebai
persekutuan tentulah harus bersumber dan berpusat pada Sabda Allah. Oleh
karena itu, perlu dipikirkan mengenai rasa malas dan bosan siswi dalam
renungan harian dan bagaimana agar siswi memanfaatkan sarana rohani di
sekolah.
e. Aspek Marturia: Sekolah Mendorong Warganya untuk Bersaksi
Aspek marturia berhubungan dengan bagaimana sekolah Katolik
mampu menghadirkan nilai-nilai Kristiani baik bagi warganya maupun untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
lingkungan sekitar. Kesaksian diberikan oleh sekolah Katolik bukan karena
sekolah menyandang nama “Katolik” namun karena kesaksian hidup
warganya; para guru, karyawan, dan siswa. Pernyataan ini berarti bahwa nilai-
nilai Kristiani yang diperoleh dalam pelajaran agama dihayati dalam dinamika
keseharian di sekolah sehingga membentuk karakter siswa. Karakter siswa
yang dibentuk berdasarkan nilai-nilai Kristiani ini “mendorong cara hidup yang
kontras dengan budaya modern dan tentu saja merelakan diri untuk hidup bagi
orang lain” (Groome, 1998: 32).
Angket item nomor 20-22 dalam penelitian ini hendak mengetahui
pengahayatan warga SMA St. Maria Yogyakarta terhadap aspek marturia.
Unsur yang hendak diukur adalah kemampuan untuk mempertahankan nilai
Kristiani di tengah arus zaman (item nomor 20 ), sejauh mana pengajaran di
sekolah mampu membuat siswi terbuka pada kenyataan dunia (item nomor 21)
dan untuk bersaksi (item nomor 22). Kuesioner nomor 5 bermaksud
menguatkan data mengenai aspek ini.
Pernyataan item nomor 20 sehubungan dengan fungsi suara hati untuk
menghadapi arus negatif. Sebanyak 14,75% responden menjawab sangat
mengalami, sebanyak 62,29% responden mengalami, dan sebanyak 22,95%
responden ragu-ragu. Hasil ini menunjukkan hal yang positif sebab yang
mengalami dan sangat mengalami lebih banyak dari yang ragu. Suara hati
merupakan inti terdalam hidup manusia di mana Allah berbicara kepada
manusia. Melalui suara hati, orang disadarkan akan nilai-nilai Kristiani yang
diperjuangkan dan dimampukan untuk melawan arus negatif dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
Pernyataan item nomor 21 sehubungan dengan apakah pengajaran di
sekolah mampu membuat siswi terbuka pada kenyataan dunia. Sebanyak
22,95% responden menjawab sangat mengalami, sebanyak 52,46% responden
mengalami, sebanyak 21,31% responden ragu-ragu, dan sebanyak 3,28%
responden kurang mengalami. Hasil ini menunjukkan hal yang positif sebab
yang mengalami dan sangat mengalami lebih banyak dari yang ragu hingga
kurang mengalami. Pengajaran yang diterapkan oleh SMA St. Maria
Yogyakarta, berdasarkan wawancara dengan ibu Heni (guru Mata Pelajaran
PAK) pada hari Sabtu, 13 Juni 2014; tidak pernah berhenti pada konsep.
Semua selalu diarahkan pada penerapan pelajaran dalam kehidupan. Maka
tidak heran, pada item ini mayoritas responden menyatakan bahwa pelajaran di
sekolah mampu membuka dirinya terhadap kenyataan dunia.
Pernyataan pada item nomor 22 merupakan konklusi, apakah sekolah
berdayaguna dalam mendorong siswinya bersaksi yaitu dengan terlibat dalam
kegiatan masyarakat. Sebanyak 21,31% responden menjawab sangat
mengalami, sebanyak 60,66% responden mengalami, sebanyak 13,11%
responden ragu-ragu, dan sebanyak 4,92% responden kurang mengalami. Hasil
ini menunjukkan hal yang positif sebab yang mengalami dan sangat mengalami
lebih banyak dari yang ragu hingga kurang mengalami. SMA St. Maria
Yogyakarta menyelenggarakan berbagai kegiatan yang berhubungan dengan
masyarakat, misalnya live in, bakti sosial, dan pengabdian masyarakat. Siswi
diwajibkan untuk terlibat dalam kegiatan tersebut dan dengan demikian sudah
menjadi kebiasaan untuk terjun dalam masyarakat. Kegiatan ini secara tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
langsung merupakan bentuk penghayatan terhadap aspek marturia, sebab
dengan terlibat di masyarakat mereka memberi dampak.
Dari pembahasan di atas, jawaban responden nomor 21 dan 22 bernada
positif, sedangkan pada nomor 20 masih ada kecenderungan keraguan. Data ini
dapat dijelaskan oleh kuesioner nomor 5. Berasarkan kuesioner tersebut 1
responden menyatakan sangat terdorong dan 38 responden menyatakan
terdorong. Alasan yang terungkap: sekolah membiasakan dan mendorong siswi
terlibat bermasyarakat (8 responden), motivasi dari diri sendiri (8 responden),
terdorong untuk peduli (8 responden), sudah terbiasa dalam bermasyarakat (5
responden), menambah wawasan dan relasi (4 responden) dan untuk bekal
masa depan (1 responden), sisanya tidak menyebutkan alasan (4 responden).
Pada pertanyaan yang sama, ada pula responden memberi jawaban belum
terdorong (9 responden) dengan alasan sibuk dan masih malu, serta 8
responden memberi jawaban tidak terdorong karena terlalu banyak tugas
sekolah dan belum terbiasa. Peran suara hati (angket nomor 20) masih menjadi
keraguan yang disebabkan oleh adanya kesibukan, rasa malu dan banyaknya
tugas sekolah sehingga siswi sulit meluangkan waktu untuk mendengar suara
hati.
Untuk menanggapi hal tersebut, perlu diingat bahwa Sekolah Katolik
memberikan perhatian istimewa kepada tantangan-tantangan yang ditempatkan
kebudayaan manusia bagi iman. Sekolah Katolik adalah tempat istimewa untuk
menemukan cara-cara yang memadai untuk menangani masalah tersebut.
“Salah satu ciri sekolah Katolik adalah menafsirkan dan menata kebudayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
manusia dalam terang iman” (KWI-MNPK, 1991: 102). Sehubungan dengan
hal tersebut, maka sekolah perlu membuka diri terhadap kenyataan
masayarakat sekitar dan mendorong siswinya untuk terlibat dalam kehidupan
bermasyarakat. Dengan terlibat dalam masyarakat, siswi akan mampu
mempertanggungjawabkan nilai-nilai Kristiani yang dipelajarinya.
2. Pengaruh Dimensi Religius Pendidikan terhadap Minat Belajar PAK
Siswi Kelas XI SMA St. Maria Yogyakarta
Pembahasan pada variabel ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: dimensi
religius pendidikan sebagai stimulus dan dimensi religius pendidikan sebagai
kultur yang mendorong minat belajar PAK. Pada bagian pertama, akan dibahas
angket item 23 hingga 25 dan dikuatkan dengan jawaban kuesioner nomor 6
serta wawancara pertanyaan nomor 4. Pada bagian kedua, akan dibahas angket
item 26 hingga 28 dan dikuatkan dengan jawaban kuesioner nomor 7 serta
wawancara pertanyaan nomor 5. Berikut ini pembahasannya.
a. Dimensi Religius Pendidikan sebagai Stimulus
Pada kajian pustaka di Bab II, telah dikatakan pendapat Sardiman
(2008: 32-33), di mana teori psikologi Gestalt memiliki dua prinsip. Pertama,
manusia bereaksi dengan lingkungannya secara keseluruhan dan tidak hanya
secara intelektual. Kedua, belajar adalah penyesuaian diri dengan lingkungan.
Berdasarkan penjelasan tersebut, lingkungan sekolah Katolik yang diwarnai
dimensi religius pendidikan dapat menimbulkan reaksi dan dapat mendorong
warga sekolah (dalam hal ini siswi SMA St. Maria Yogyakarta) untuk belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
Dimensi religius pendidikan menyatu dengan dinamika keseharian di
sekolah di mana siswi terlibat di dalamnya. Dengan keterlibatan ini, siswi akan
menemukan pemahaman baru, khususnya dalam mata pelajaran PAK karena
apa yang dipelajari secara teori kini menjadi nyata dalam kehidupan sehari-hari
di sekolah. Karena sesuai dengan kenyataan pula, maka siswi akan lebih cepat
memahami apa yang diajarkan dalam mata pelajaran PAK. Dengan demikian
siswi akan terdorong untuk berminat pada mata pelajaran PAK karena stimulus
dimensi religius pendidikan.
Pernyataan item nomor 23 sampai 25 dalam penelitian ini hendak
melihat sejauh mana dimensi religius pendidikan itu menjadi stimulus minat
belajar PAK.
Pernyataan item nomor 23 sehubungan dengan pengalaman responden
tentang pengaruh lingkungan sekolah yang penuh cinta pada minat belajar mata
pelajaran PAK. Sebanyak 9,84% responden menjawab sangat mengalami,
sebanyak 40,98% responden mengalami, 39,34% responden ragu-ragu, dan
9,84% responden kurang mengalami. Dari hasil ini dapat kita lihat sebaran data
yang seimbang. Lingkungan sekolah yang penuh cinta kasih bagi sebagian
responden mempengaruhi minatnya untuk belajar PAK, namun tidak demikian
bagi responden lain. Hal ini karena minat tidak hanya ditimbulkan oleh faktor
ekstern (dalam hal ini dimensi religius pendidikan) namun juga faktor intern
(pembawaan). Sefrina (2013: 28) menjelaskan bahwa faktor dari luar individu
dapat mempengaruhi namun tidak memaksakan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
Dari pembahasan di atas dapat dilihat adanya responden yang
menjawab ragu-ragu. Penyebab keraguan ini dapat dilihat dari kuesioner nomor
6, di mana hanya 32 responden (separuh dari total responden) yang
menyatakan lingkungan sekolah mendorong minat belajar PAK. Dorongan
yang dialami dikarenakan suasana mendukung (11 responden), guru dan
materi mendukung (7 responden), adanya kegiatan yang mendukung PAK (7
responden), dan adanya kewajiban mengikuti mata pelajaran PAK (4
responden). Jawaban terbuka dari responden tersebut yang sehubungan dengan
suasana yang mendukung minat belajar PAK hanya sedikit. Seorang responden
bahkan memberi keterangan sebagai berikut: minat itu kesadaran terhadap
sesuatu yang dihadapinya, bukan karena kondisi yang mendorong.
Hasil wawancara dengan guru PAK (pertanyaan nomor 4) juga
mengindikasikan hal yang sama. Berdasarkan jawaban guru PAK, faktor
suasana belum tentu mempengaruhi minat belajar PAK. Sekolah memang
sudah mengusahakan agar lima tugas Gereja memberi warna pada suasana
sekolah dan agar siswi terlibat di dalamnya. Meski pun demikian suasana
sekolah lebih luas dari hal-hal tersebut dan suasana itu diciptakan oleh
bermacam-macam hal. Masih ada faktor motivasi diri.
Pernyataan pada angket nomor 24 sehubungan dengan pengalaman
responden mengenai suasana di sekolah yang dapat membuatnya cepat
memahami mata pelajaran PAK. Sebanyak 3,28% responden menjawab sangat
mengalami, sebanyak 44,26% responden menjawab mengalami, sebanyak
40,98% ragu-ragu, dan 11,47% kurang mengalami. Kita dapat melihat bahwa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
responden yang ragu dan kurang mengalami berjumlah lebih banyak. Hal ini
berarti belum ditemukan adanya kepastian apakah ada pengaruh antara situasi
sekolah dengan pemahaman mata pelajaran PAK. Hal yang serupa ditemukan
dalam angket nomor 25.
Pernyataan pada angket nomor 25 sehubungan dengan pengalaman
responden tentang kesesuaian kenyataan di sekolah dengan yang diajarkan di
mata pelajaran PAK membuatnya berminat pada mata pelajaran PAK.
Sebanyak 8,2% responden menjawab sangat mengalami, sebanyak 40,98%
responden mengalami, sebanyak 40,98% responden ragu-ragu, dan sebanyak
8,2% responden kurang mengalami. Hasil yang diperoleh kembali bersifat
seimbang.
Guna menguji keraguan data dari angket nomor 24 dan 25, pendapat
Ngalim Purwanto (1998: 101) mengenai insight sebagai “sesuatu yang
diperoleh kalau seseorang melihat hubungan tertentu antara berbagai unsur
dalam situasi tertentu” dapat digunakan. Banyaknya responden yang menjawab
ragu mengindikasikan bahwa mereka masih menemukan adanya
ketidakcocokan antara yang dipelajari dalam PAK dengan kenyataan di
sekolah, sehingga pemahaman dan minat responden akan mata pelajaran PAK
tidak sepenuhnya disebabkan oleh faktor suasana sekolah.
Dari angket nomor 23-25 di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun
dimensi religius pendidikan dapat menjadi stimulus minat belajar PAK namun
tidak bersifat mutlak. Hal ini dikuatkan dengan pendapat Ngalim Purwanto
(1996:100), “reaksi manusia terhadap dunia luar tergantung kepada bagaimana
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
dia menerima stimulus dan motif-motif apa yang ada padanya.” Maka sekuat
apa pun stimulus yang diberikan dimensi religius pendidikan, jika siswi
memiliki motif lain dalam dirinya belum tentu berpengaruh terhadap minat
belajarnya pada mata pelajaran PAK.
b. Dimensi Religius Pendidikan sebagai Kultur
Bagi sekolah Katolik, dimensi religius pendidikan merupakan ciri khas
(GE, a. 8). Dengan demikian dimensi religius pendidikan menjadi lingkungan
sosio-kultural karena menjadi sebuah kualitas kehidupan yang mewujud dalam
aturan-aturan/norma, kinerja, kebiasaan kerja, dan gaya kepemimpinan.
Dimensi religius pendidikan dalam hal ini menjadi sebuah kultur yang
mencerminkan kualitas kehidupan sekolah yang tumbuh dan berkembang
berdasarkan nilai atau spirit yang dianut sekolah itu (Dapiyanta, 2008: 49).
Angket nomor 26 sampai 28 dalam penelitian ini bermaksud untuk
melihat apakah dimensi religius pendidikan sudah menjadi kultur di SMA St.
Maria Yogyakarta ini dan sejauh apa efeknya terhadap minat belajar siswi pada
mata pelajaran PAK. Keraguan data pada angket nomor tersebut akan dijawab
berdasarkan jawaban kuesioner nomor 7 dan wawancara dengan guru PAK
pertanyaan nomor 5.
Pernyataan pada angket nomor 26 sehubungan dengan pengalaman
responden tentang penghayatan nilai-nilai Kristiani dalam peraturan sekolah,
oleh pemimpin sekolah dan dalam interkasi;berpengaruh terhadap minat belajar
mata pelajaran PAK. Sebanyak 11,47% responden menjawab sangat
mengalami, 47,54% mengalami, 36,06% ragu-ragu, dan 4,92% kurang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
mengalami. Pernyataan pada item nomor 27 sehubungan dengan apakah
responden mengalami bahwa sikap yang baik, penuh cinta dan totalitas
pelayanan para guru berpengaruh pada minat belajar mata pelajaran PAK.
Sebanyak 11,47% responden menjawab sangat mengalami, sebanyak 47,54%
responden mengalami, 31,14% responden ragu-ragu, dan 9,84% responden
kurang mengalami.
Kesimpulan yang diperoleh dari jawaban responden nomor 26 dan 27
yaitu: minat belajar mata pelajaran PAK dapat ditimbulkan oleh keteladanan
yaitu bagaimana nilai Kristiani ditampakkan oleh pemimpin sekolah, peraturan
sekolah dan orang lain (nomor 26) serta perlakuan orang lain yang memberi
kesaksian akan nilai-nilai kasih yang dinyatakan dalam kebiasaan sehari-hari
(nomor 27). Meski demikian masih ada jawaban ragu-ragu. Jawaban guru PAK
mengenai hal ini (wawancara nomor 5) dapat memberi kepastian. Berdasarkan
jawaban guru PAK, penghayatan nilai-nilai Kristiani berpengaruh pada minat
belajar mata pelajaran PAK. Penghayatan tersebut ditampakkan oleh figur dan
kepribadian guru. Guru yang menghayati nilai-nilai Kristiani nampak dari
perilakunya dan kesiapannya mengajar serta pendekatannya terhadap siswi.
Hal tersebut dapat ditangkap siswi. Karena apa yang diajarkan sesuai dengan
kenyataan, maka siswi berminat pada pelajaran. Selain itu dengan adanya
pembiasaan nilai-nilai Kristiani juga menjadi pendukung minat mata pelajaran
PAK.
Pernyataan pada item nomor 28 sehubungan dengan apakah responden
mengalami bahwa kebiasaan Kristiani di sekolah ini mendorong minat belajar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
mata pelajaran PAK. Sebanyak 6,56% responden menjawab sangat
mengalami, sebanyak 65,57% responden mengalami, sebanyak 21,31%
responden ragu-ragu, dan 6,56% responden kurang mengalami. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai-nilai Kristiani menjadi lingkungan sosio-kultural,
yaitu tradisi; yang mendorong minat belajar mata pelajaran PAK.
Dapat disimpulkan bahwa dimensi religius pendidikan lebih berfungsi
sebagai lingkungan sosio-kultural untuk mendorong minat belajar mata
pelajaran PAK. Sebagai lingkungan sosio-kultural, hal yang paling efektif
adalah pembiasaan-pembiasaan Kristiani (misalnya membaca Kitab Suci,
berdoa, misa, dll) dan keteladanan penghayatan nilai-nilai Kristiani oleh para
guru, pemimpin sekolah dan peraturan sekolah.
3. Faktor Pendukung dan Penghambat Minat Belajar PAK Siswi Kelas XI
SMA St. Maria Yogyakarta
Menurut Mahfudh Shalahuddin (1990:95), “minat dapat muncul ketika
suatu objek berhubungan dengan fungsi-fungsi kebutuhan, cita-cita, keinginan,
pengaruh kebudayaan, dan tersedianya kemungkinan mengembangkan
pengalaman.” Berdasarkan pendapat tersebut minat dapat dipengaruhi oleh
faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern misalnya kebutuhan, cita-cita,
dan keinginan. Sedangkan faktor ekstern misalnya pengaruh kebudayaan dan
pengalaman.
Pernyataan pada angket nomor 29 sampai 36 dan pada kuesioner
nomor 8 sampai 11 serta wawancara nomor 6 sampai 7 dalam penelitian ini
hendak melihat apa saja faktor pendukung dan penghambat minat belajar PAK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
a. Faktor Pendukung dari Dalam dan Luar Diri Siswi
Pernyataan pada angket nomor 29 dan 30 sehubungan dengan minat
belajar PAK yang bersumber dari dalam diri responden. Berdasarkan dua
pernyataan tersebut, faktor dalam diri responden yang sangat berpengaruh
adalah keinginan untuk memperdalam imannya dan pentingnya PAK sebagai
bekal untuk masa depan.
Pada angket nomor 29, sebanyak 19,67% responden menjawab sangat
mengalami bahwa dirinya berminat pada mata pelajaran PAK karena keinginan
memperdalam iman. Hal ini didukung oleh responden sebanyak 54,09% yang
juga mengalami. Jawaban responden pada angket nomor 29 yang mayoritas
mengatakan ingin memperdalam iman, senada dengan jawaban pada kuesioner
nomor 8 di mana dikatakan responden berminat pada mata pelajaran PAK
karena: karena sesuai dengan agamanya (12 responden), rasa ingin tahu (11
responden), keinginan untuk dekat dengan Tuhan (8 responden), nilai
kehidupan yang diajarkan baik (6 responden), keinginan menerapkan apa yang
diajarkan dalam PAK (6 responden), motivasi diri (4 responden), suasana hati
(1 responden), kasih dan rahmat Tuhan yang mengalir dalam dirinya (1
responden), mudah mempelajari materi (1 responden), terbiasa memperlajari
Kitab Suci (1 responden), keinginan menjadi pribadi yang baik (1 responden).
Pernyataan pada angket nomor 30 sehubungan dengan pengalaman
responden berminat pada mata pelajaran PAK karena penting untuk bekal
hidup. Sebanyak 24,59% responden menjawab sangat mengalami, sebanyak
50,82% responden mengalami, sebanyak 18,03% ragu-ragu, dan sebanyak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
6,56% kurang mengalami. Hal ini menunjukkan bahwa PAK dianggap penting
untuk bekal hidup, maka responden berminat pada mata pelajaran PAK.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, faktor intern yang berupa
kebutuhan dan keinginan diri sangat berperan. Kebutuhan dan keinginan diri
tersebut dapat berasal dari kesesuaian dengan agama yang dipeluknya dan rasa
ingin tahu. Hal ini sejalan dengan pendapat Suardiman (2008: 95) di mana
minat dapat dibangkitkan karena faktor kebutuhan dan karena adanya
hubungan dengan persoalan lampau. Dalam hal ini kebutuhan adalah rasa ingin
tahu siswi akan ajaran agamanya dan rasa ingin dekat dengan Tuhan.
Sedangkan persoalan masa lampau dalam hal ini sehubungan dengan agama
yang telah dianut oleh siswi. Pengalaman siswi dalam hidup beragamanya
tentu berhubungan dengan minatnya akan mata pelajaran PAK. Sedangkan
jawaban responden yang menunjukkan keraguan dapat disebabkan karena
faktor beda agama sebagaimana ditemukan juga dalam aspek leiturgia dan
kerygma pada bagian 1c dan 1d.
Pernyataan pada angket nomor 31 sehubungan dengan responden
berminat pada mata pelajaran PAK karena teman-teman. Sebanyak 3,28%
responden sangat mengalami, sebanyak 18,03% mengalami, sebanyak 37,70%
responden ragu-ragu, sebanyak 26,23% responden kurang mengalami, dan
sebanyak 14,75% responden tidak mengalami. Sebaran data sebagian besar
terletak pada opsi ragu-ragu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ajak
teman-teman belum tentu membuat siswi berminat pada mata pelajaran PAK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Keraguan mengenai peran teman dapat dijawab dengan jawaban
responden pada kuesioner nomor 9, di mana 20 responden menyatakan
berminat pada mata pelajaran PAK karena pengaruh orang terdekat. Hal yang
serupa juga dikatakan oleh guru PAK pada wawancara nomor 7 di mana
dikatakan bahwa salah satu faktor yang berpengaruh adalah teman dan
angkatan yang dapat menjadi penghambat maupun pendorong.
Pernyataan nomor 32 sehubungan dengan pengalaman responden
berminat pada mata pelajaran PAK karena metode guru yang mengasyikan
dalam mengajar. Sebanyak 11,47% responden menjawab sangat mengalami,
sebanyak 44,26% responden mengalami, sebanyak 32,79% responden ragu-
ragu, sebanyak 6,56% responden kurang mengalami, dan sebanyak 4,92%
responden tidak mengalami. Pada item ini kembali penyebaran data terjadi
secara rata. Mayoritas responden menjawab mengalami dan sangat mengalami,
namun selisihnya sangat sedikit dengan responden yang ragu hingga tidak
mengalami. Maka dapat disimpulkan, metode mengajar berpengaruh pada
minat belajar mata pelajaran PAK namun tidak terlalu signifikan. Hasil
wawancara dengan guru PAK pada nomor 6 mengatakan hal yang mendukung
jawaban responden pada angket nomor 32. Beliau berpendapat bahwa faktor
pendukung mata pelajaran PAK adalah kesiapan guru, metode yang tepat,
materi, cara pendekatan guru ke siswi, dan sarana yang tersedia. Hal yang
disampaikan oleh bu Heni ini menjadi faktor dari luar diri siswi yang
mempengaruhi minatnya pada mata pelajaran PAK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Berdasarkan pembahasan dari item nomor 29 hingga 32 di atas, dapat
disimpulkan bahwa faktor pendukung minat mata pelajaran PAK yang paling
dominan adalah faktor intern, yaitu keinginan untuk memperdalam iman dan
untuk bekal hidup. Faktor ekstern yang berpengaruh yaitu teman dan metode.
b. Faktor Penghambat dari Dalam dan Luar Diri Siswi
Pernyataan pada item nomor 33 sehubungan dengan pengalaman
responden tidak berminat pada mata pelajaran PAK karena lebih berminat
pada mata pelajaran lain. Sebanyak 6,56% responden menjawab sangat
mengalami, sebanyak 32,79% responden mengalami, sebanyak 40,98%
responden ragu-ragu, sebanyak 16,39% responden kurang mengalami, dan
sebanyak 3,28% responden tidak mengalami. Penyebaran data pada item ini
juga merata. Jawaban yang lebih dominan terletak pada opsi ragu-ragu hingga
tidak mengalami. Responden yang menjawab mengalami dan sangat
mengalami cukup signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa faktor minat akan
mata pelajaran lain cukup berperan untuk menghambat minat mata pelajaran
PAK.
Pernyataan pada item nomor 34 sehubungan dengan pengalaman
responden tidak berminat pada mata pelajaran PAK karena tidak sesuai dengan
imannya. Sebanyak 3,28% responden menjawab sangat mengalami, sebanyak
13,11% responden mengalami, sebanyak 24,59% responden ragu-ragu,
sebanyak 19,67% responden kurang mengalami, dan sebanyak 39,34%
responden tidak mengalami. Faktor perbedaan iman juga muncul dalam
jawaban kuesioner nomor 10. Sejumlah responden mengikuti mata pelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
PAK merupakan pelajaran wajib bagi sekolah di bawah Yayasan Katolik meski
mereka non-Katolik. Pada awal tahun ajaran, orangtua siswi sudah diberi
pengertian mengenai hal tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru PAK, perbedaan agama
bukan masalah yang berpotensi menghambat minat mata pelajaran PAK. Di
sekolah ini memang ada siswi yang non-Katolik namun mereka dengan senang
mengikuti mata pelajaran PAK, bahkan mereka semakin menghayati ke-non-
Katolik-annya itu karena mereka didukung oleh teman-teman dan guru.Hasil
tersebut menunjukkan bahwa masalah beda iman menjadi faktor yang
menghambat minat mata pelajaran PAK namun tidak terlalu signifikan sebab
yang menyatakan sangat mengalami dan mengalami jauh lebih kecil dari yang
lain.
Pernyataan pada item nomor 35 sehubungan dengan apakah siswi
mengalami bahwa dia tidak berminat pada mata pelajaran PAK karena jam
pelajaran yang kurang strategis. Sebanyak 3,28% responden menjawab sangat
mengalami, sebanyak 22,95% responden mengalami, sebanyak 21,31%
responden ragu-ragu, sebanyak 22,95% responden kurang mengalami, dan
sebanyak 24,59% responden tidak mengalami. Jawaban tersebar rata dalam
item ini sama dengan pernyataan angket nomor 36.
Pernyataan pada item nomor 36 sehubungan dengan apakah siswi
mengalami bahwa kondisi sekolah yang kurang kondusif menghambat minat
belajar mata pelajaran PAK. Sebanyak 1,64% responden menjawab sangat
mengalami, sebanyak 22,95% responden mengalami, sebanyak 26,23%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
responden ragu-ragu, sebanyak 24,59% responden kurang mengalami, dan
sebanyak 24,59% responden tidak mengalami.
Ketidakpastian data mengenai faktor ekstern yang berpengaruh
terhadap minat pada mata pelajaran PAK dapat dijawab dengan jawaban
responden pada kuesioner nomor 11. Faktor ekstern yang paling berpengaruh
adalah faktor teman dan guru.
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor
penghambat minat akan mata pelajaran PAK yang cukup signifikan berasal
dari dalam diri siswi, yaitu lebih berminat pada mata pelajaran lain. Sedangkan
faktor perbedaan iman, jam pelajaran, dan kondisi sekolah tidak terlalu
signifikan. Faktor ekstern yang berpengaruh yaitu teman dan guru.
Menanggapi pembahasan mengenai faktor pendukung dan penghambat
minat belajar PAK di atas, tepatlah pendapat Siregar (2011: 178). Pertama,
minat pembawaan yaitu minat yang muncul dan tidak dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain, baik kebutuhan maupun lingkungan. Kedua, minat yang muncul
karena pengaruh dari luar di mana minat ini dapat berubah karena faktor
lingkungan dan kebutuhan. Dalam hal penelitian ini, faktor pendukung minat
belajar PAK dari dalam diri responden yang berpengaruh adalah keinginan
memperdalam iman dan pentingnya PAK untuk bekal hidup. Faktor
penghambat dari dalam diri responden adalah rasa malas (kuesioner nomor 10).
Faktor guru dan teman dapat menjadi pendukung maupun penghambat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
E. Kesimpulan Hasil Penelitian
Pada bagian ini penulis akan menyampaikan empat kesimpulan
berdasarkan pembahasan hasil penelitian. Pertama, SMA St. Maria Yogyakarta
sudah memahami dan melaksanakan aspek-aspek dimensi religius pendidikan
dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan terpenuhinya aspek koinonia, diakonia,
kerygma, leiturgia, dan marturia dalam dinamika sekolah. Siswi juga telah
terlibat di dalamnya dan turut merasakan buahnya.
Kedua, dimensi religius pendidikan di sekolah ini lebih banyak
berfungsi sebagai sosio-kultur daripada stimulus dalam menentukan minat
belajar mata pelajaran PAK. Hal ini dibuktikan dengan jawaban responden dan
guru mata pelajaran PAK yang menyatakan bahwa keteladanan dan
penghayatan warga sekolah terhadap nilai-nilai Kristiani serta penerapan
kebiasaan Kristiani dapat mendukung minat belajar mata pelajaran PAK.
Ketiga, faktor pendukung yang paling berpengaruh dalam menentukan
minat belajar mata pelajaran PAK adalah motivasi dari dalam diri siswi sendiri,
guru dan teman-temannya.
Keempat, ada hal yang masih harus diupayakan demi semakin
dihayatinya dimensi religius pendidikan di sekolah ini. Hal tersebut antara lain:
pentingnya kerjasama antar warga sekolah sebagai salah satu ciri dari aspek
koinonia dan pentingnya penghayatan nilai-nilai Kristiani oleh para pendidik
agar siswi semakin berminat belajar.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
BAB IV
UPAYA MENINGKATKAN
PENGHAYATAN DIMENSI RELIGIUS PENDIDIKAN
DI SMA SANTA MARIA YOGYAKARTA
Pada bab III penulis telah memaparkan hasil penelitian tentang
pengaruh dimensi religius pendidikan terhadap minat belajar siswi kelas XI
SMA Santa Maria Yogyakarta pada mata pelajaran PAK dan membahas hasil
penelitian tersebut. Dari penelitian tersebut dapat dilihat bahwa: pertama,
dimensi religius pendidikan sudah cukup dihayati di SMA Santa Maria
Yogyakarta. Kedua, minat belajar siswi kelas XI pada mata pelajaran PAK
tidak sepenuhnya tergantung pada dimensi religius pendidikan. Ketiga,
penghayatan nilai-nilai Kristiani oleh warga sekolah (pemimpin sekolah,
guru/karyawan dan sesama siswi) lebih berpengaruh terhadap minat belajar
mata pelajaran PAK. Dengan demikian dimensi religius pendidikan tidak
hanya berfungsi sebagai suasana sekolah melainkan kultur yang merasuk
dalam kehidupan warga sekolah.
Pada bab IV ini penulis memaparkan upaya yang diharapkan dapat
meningkatkan penghayatan dimensi religius pendidikan di SMA Santa Maria
Yogyakarta berdasarkan kajian pustaka pada bab II dan hasil penelitian di bab
III. Upaya yang penulis ajukan pada bab ini lebih terfokus pada aspek koinonia
sebab berdasarkan hasil penelitian, aspek tersebut yang masih perlu
ditingkatkan oleh warga sekolah. Penulis akan membagi bab IV ini dalam tiga
bagian: pertama, urgensi kerjasama dalam rangka peningkatan penghayatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
dimensi religius pendidikan di SMA Santa Maria Yogyakarta dari sisi pendidik
(pemimpin sekolah dan guru) dan peserta didik. Kedua, contoh program yang
dapat mendukung upaya tersebut. Ketiga, penulis akan menjelaskan rincian
usulan program dalam bentuk satuan program camping rohani dan rekoleksi
bagi pendidik.
A. Urgensi Kerjasama antara Pendidik dan Peserta Didik dalam
Mengupayakan Dimensi Religius Pendidikan
Dimensi religius pendidikan berarti ukuran nilai-nilai katolisitas yang
dihayati oleh sekolah Katolik dalam usahanya mendidik peserta didiknya.
Aspek yang menunjukkan katolisitas menjadi ciri khas sekolah Katolik berupa
koinonia, diakonia, leiturgia, kerygma dan marturia.
Berdasarkan hasil penelitian, aspek koinonia di sekolah ini
menunjukkan kecenderungan yang kurang positif. Buktinya dapat dilihat pada
jawaban angket pada pernyataan nomor 5 dan 7 serta pada kuesioner nomor 1.
Hal yang muncul dari angket dan kuesioner bagian tersebut adalah pentingnya
membangun kerjasama dan suasana yang membuat setiap warga merasa
diterima serta dicintai sehingga mereka merasa kerasan.
Koinonia mempunyai posisi penting bagi sekolah Katolik, sebab aspek
ini merupakan pembahasan yang strategis dalam rangka pembaruan Gereja
sejak Konsili Vatikan II. Sekolah Katolik sebagai sarana Gereja mewujudkan
pendidikan seyogyanya juga menempatkan aspek ini sebagai salah satu
perhatiannya. Go (1995: 11) menunjukkan diagram mengenai pentingnya
koinonia (persekutuan) dalam hubungannya dengan tri tugas Kristus. Diagram
tersebut sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
Pewartaan/kerygma
Persekutuan/koinonia Kesaksian/marturia pelayanan/diakonia
Pengudusan/leiturgia
Menurut penulis, diagram di atas menunjukkan bahwa aspek koinonia
merupakan titik awal yang mengarah pada tiga aspek berikutnya (kerygma,
marturia, dan leiturgia). Titik awal dapat diartikan sebagai pangkal, asal mula,
modal dasar atau sumber semangat bagi hal-hal yang kemudian. Penghayatan
akan aspek koinonia ini menjadi dasar dalam aspek-aspek berikutnya dan
diwujudnyatakan melalui aspek diakonia.
Dari keterangan di atas dapat dikatakan, jika aspek koinonia kurang
dihayati maka berdampak pada aspek yang lain. Guna mengusahakan
terpenuhinya aspek tersebut diperlukan kerjasama antara warga sekolah
(pemimpin sekolah, guru/karyawan dan peserta didik). Kerjasama merupakan
salah satu pokok penting dari aspek koinonia.
Bagi sekolah Katolik, aspek koinonia berarti hal ikhwal yang
diusahakan agar sekolah dapat mengembangkan persekutuan. Persekutuan
yang menjadi sumber inspirasi adalah kehidupan Jemaat Perdana (Kis 2: 41-
47) di mana unsur sehati dan sejiwa melekat pada jemaat. Adanya perasaan
sehati dan sejiwa tersebut menjadikan sekolah Katolik sebagai satu komunitas
di mana antar warganya tidak saling memisahkan diri satu sama lain, maka
diperlukan kerja sama. Berkaitan dengan hal ini, Groome (1998:406) memberi
pendapat bahwa “untuk menjadi Katolik, kita tidak dapat memisahkan diri dari
komunitas.” Hal ini pun menjadi nyata dalam sekolah Katolik. Lantieri (2001:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
8) menggambarkan kerjasama ini seperti kerja sama dalam sebuah kelompok
sepakbola, yaitu kemitraan untuk mencapai tujuan bersama.
Kerjasama dalam sekolah Katolik sebenarnya juga berhubungan dengan
masyarakat dan orang tua peserta didik. Namun dalam bagian ini penulis lebih
memfokuskan diri pada kerjasama antara pemimpin sekolah, guru, dan peserta
didik. Hal ini disesuaikan dengan hasil penelitian dan visi SMA Santa Maria
Yogyakarta di mana sekolah ini mengusahakan pendidikan yang terpadu
berdasarkan nilai-nilai Kristiani. Untuk mencapai keterpaduan tersebut
diperlukan kerjasama di antara warga sekolah.
1. Pemimpin Sekolah dan Guru sebagai Pendidik
Pemimpin sekolah dan guru dalam hal ini diklasifikasikan menjadi
pendidik sebab Pemimpin Sekolah berdasarkan surat dari Yayasan Marsudirini
tertanggal 13 Juni 2015 juga memiliki alokasi mengajar sebanyak 6 JP.
Berdasarkan hasil penelitian pada bab sebelumnya, pendidik memiliki peran
yang penting. Peserta didik tidak hanya mengenal mereka dalam hal metode
mengajar di kelas (angket nomor 32), namun pendidik juga turut andil dalam
menciptakan kesesuaian yang diajarkan dengan kenyataan (angket nomor 25).
Mereka juga menjadi sosok orang tua bagi peserta didik (angket nomor 3) dan
mereka turut membangun pola pikir peserta didik (angket nomor 10). Pendidik
bahkan dapat mengantar peserta didik pada Kristus jika pelayanan mereka
maksimal (angket nomor 6) atau sebaliknya membuat peserta didik kurang
bergairah karena kurangnya penghayatan nilai Kristiani dalam diri pendidik
(kuesioner nomor 7).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Mengenai hal tersebut, Groome melihat pentingnya sosok pendidik
dalam hubungannya dengan pelayanan. Groome menyebut pendidik sebagai
didaskaloi atau pelayan-pelayan di antara pelbagai jabatan (1 Kor 12:28 dan
Ef 4:11). Dia menyatakan bahwa pendidik agama Kristiani harus
menghadirkan sosok pribadi Yesus Kristus ketika melayani komunitas dengan
pewartaan Sabda Allah (Groome, 2010: 390). Dalam konteks pembelajaran di
sekolah, pendidik bukan hanya mentransfer ilmu secara kognitif, tetapi dia
hadir sebagai pewarta Sabda Allah dan mengantar peserta didik kepada tujuan
keselamatan, yaitu demi terwujudnya Kerajaan Allah. Dengan demikian, peran
pendidik sangat strategis bagi sekolah dan terlebih bagi pembentukan pribadi
siswa.
Untuk menjadi pendidik diperlukan kualifikasi tertentu supaya
menunjang posisinya yang penting seperti diungkapkan di atas. Kualifikasi
tersebut secara implisit dinyatakan dalam GE art.5 yaitu, “memang sungguh
indah dan beratlah panggilan sebagai pendidik. Panggilan itu memerlukan
bakat-bakat khas, budi, maupun hati, menuntut persiapan yang amat seksama
dan kesediaan untuk terus menerus membarui dan menyesuaikan diri.”
Berdasarkan pernyataan tersebut, kualifikasi untuk menjadi pendidik sudah
dapat kita lihat. Pertama, secara alami pendidik diharapkan memiliki bakat,
kemampuan kognitif dan hati untuk mendidik. Kedua, secara keterampilan
pendidik hendaknya memiliki kesadaran untuk melakukan persiapan diri dan
materi yang hendak diajarkan. Ketiga, secara sosial pendidik hendaknya mau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
memperbarui dan mampu menyesuaikan diri. Pada akhirnya pendidik
hendaknya menghayati profesinya sebagai panggilan.
Kualifikasi yang disebut di atas menjadi penunjang tujuan pendidikan
yang diharapkan oleh sekolah dan terlebih lagi oleh Gereja. GE art.8
menyatakan, “hendaknya para guru menyadari bahwa terutama peranan
merekalah yang menentukan bagi sekolah Katolik, untuk dapat melaksanakan
rencana-rencana dan segala usaha yang hendak dicapai sekolah.” Oleh karena
itu, diperlukan usaha agar para pendidik mampu mengolah kualifikasi yang
telah disebut di atas.
2. Peserta Didik
Menurut Groome (2010: 385), peserta didik adalah anak-anak didik
yang belajar dan memiliki sejarah (cerita) dan visi. Berdasarkan pernyataan
tersebut dapat kita lihat dua hal. Pertama, peserta didik adalah subjek, bukan
objek. Dia diperlakukan sebagai manusia, bukan dari kemurahan hati pendidik
melainkan karena dia diciptakan menurut gambar dan rupa Allah. Kedua,
peserta didik walaupun dibentuk dari sejarah masing-masing, namun mereka
mampu membuat pilihan-pilihannya dan bertindak untuk mempengaruhi masa
depan masing-masing.
3. Kerjasama antara Pendidik dan Peserta Didik
Kerjasama erat kaitannya dengan kekompakkan. M. Ali Nashir (1979:
61) menyatakan kekompakkan sebagai salah satu kualitas seorang pendidik.
Istilah lain dari kekompakkan adalah team work, yang artinya keserasian yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
terjadi pada beberapa orang yang terikat dalam suatu tugas yang sama.
Teamwork ini dimaksudkan untuk memperlancar jalannya fungsi mendidik.
Kemampuan berkomunikasi menjadi penting dalam hal ini.
Sehubungan dengan konteks kerjasama antara pendidik dan peserta
didik, dilihat dari dua segi. Dari segi pendidik berarti bagaimana pendidik
mampu memandang peserta didik sebagai pribadi yang utuh dan melayani
mereka yang sepenuh hati. Dari segi peserta didik berarti bagaimana peserta
didik mampu menempatkan diri untuk menghormati pendidik dan ikut serta
dalam usaha pendidik mendewasakan dirinya. Bagi penulis, titik temu dua hal
ini adalah pada pandangan antropologi Kristiani (Kej 1:31). Kerjasama terjalin
jika pendidik dan peserta didik mampu melihat adanya kesecitraan dengan
Allah dalam diri yang dilayani maupun yang melayani.
Konsekuensi bagi pendidik dalam menghayati antropologi Kristiani
tersebut, dia akan menghadapi kenyataan di mana peserta didik sulit diatur,
sulit memahami substansi pengajaran yang disampaikan. Pendidik juga
disyaratkan memenuhi target tertentu dari sekolah maupun negara dengan
jaminan kesejahteraan yang minim. Oleh karena itu pendidik perlu menghayati
profesinya sebagai sebuah panggilan (GE, art.5). Apa yang mereka lakukan
tidak semata merupakan pelaksanaan tugas profesinya melainkan juga
kesadaran hati bahwa dirinya turut serta dalam usaha Kristus mendidik.
Akhirnya, kerjasama pendidik dan peserta didik (sebagai salah satu
intisari aspek koinonia) akan terlihat dalam totalitas pelayanan pendidik dan
dalam kemampuan peserta didik untuk ikut serta dalam usaha para pendidik
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
mendewasakan dirinya. Hal ini sesuai dengan diagram yang telah dijelaskan di
atas.
B. Upaya Meningkatkan Kerjasama antara Pendidik dan Peserta Didik
dalam Rangka Meningkatkan Penghayatan Dimensi Religius
Pendidikan di SMA Santa Maria Yogyakarta
Setelah menyadari urgensi kerjasama antara pendidik dengan peserta
didik dalam rangka meningkatkan penghayatan dimensi religius pendidikan,
kini penulis akan menyampaikan beberapa contoh upaya untuk menanggapi hal
tersebut. Penulis mengajukan dua upaya, yaitu camping rohani dan rekoleksi
bagi pendidik.
1. Alasan Pemilihan Upaya
Dua upaya yang diajukan ini merupakan program rutin yang
dilaksanakan oleh sekolah, namun perlu diberi makna baru dalam hubungannya
dengan penghayatan dimensi religius pendidikan. Pengajuan dua usulan ini
juga berdasarkan wawancara dengan ibu Heni selaku guru mata pelajaran PAK
setelah penulis menyampaikan hasil penelitiannya.
Kegiatan camping rohani merupakan salah satu kegiatan yang sangat
menyenangkan sekaligus mempunyai nilai-nilai religius yang dapat
berpengaruh bagi perkembangan iman Katolik khususnya bagi orang muda.
Menurut Suhardiyanto (2010: 7) camping rohani merupakan salah satu
pembinaan yang sangat menarik untuk dilaksanakan demi pengembangan
kepribadian menyangkut kerjasama satu, berorganisasi, memimpin, dan
dipimpin. Camping rohani juga merupakan pembinaan kerohanian khususnya
pembinaan iman yang meliputi pengembangan kemampuan menemukan Tuhan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
dalam alam ciptaan, sesama, kebersamaan, serta keberanian untuk
mengandalkan Tuhan dalam menghadapi persoalan-persoalan hidup.
Berdasarkan hasil penelitian bagian kuesioner terbuka, camping rohani
menjadi salah satu kegiatan favorit yang diikuti oleh siswi (lihat kuesioner
terbuka nomor 2). Minat para siswi akan kegiatan ini menjadi pintu masuk
yang diharapkan efektif untuk meningkatkan penghayatan aspek koinonia di
sekolah. Segi kebaruan akan difokuskan pada tema dan tujuan acara camping
rohani.
Kegiatan retret maupun rekoleksi sudah biasa dijalankan di SMA Santa
Maria Yogyakarta. Akan lebih baik jika kegiatan ini dilaksanakan sesuai
dengan kebutuhan sekolah dan peserta didik, sehubungan dengan aspek
koinonia yang berdasarkan hasil penelitian ini masih perlu ditingkatkan.
Berdasarkan hasil penelitian, ternyata seorang guru yang benar-benar
menghayati katolisistas dapat memicu minat murid untuk belajar. Selain itu
penghayatan akan katolisitas seorang guru memungkinkan sekolah untuk
memiliki kultur yang benar-benar Katolik.
Penulis mengusulkan kegiatan rekoleksi bagi pendidik. Kegiatan ini
diharapkan mampu menggugah hati peserta khususnya dalam hal menyadarkan
kembali bahwa menjadi pendidik adalah panggilan Kristus dan melalui
pribadinya Kristus hadir serta berkarya. Setelah itu diharapkan peserta mampu
semakin bersemangat dalam mendidik dan mampu menjalin kerjasama dengan
peserta didik sebagaimana Kristus bekerjasama dengan para rasul-Nya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Bagi pendidik, kesadaran hati akan profesinya sebagai panggilan
cenderung dikalahkan oleh rutinitas dan tuntutan mengajar. Oleh karena itu ada
saat-saat tertentu di mana pendidik perlu disegarkan dan diteguhkan akan
panggilannya. Dengan demikian pendidik akan semakin menyerupai Sang
Pendidik Sejati, yaitu Yesus. Yesus sebagai guru, memandang murid-Nya
sebagai rekan kerja dalam mencapai tujuan perutusan-Nya, yaitu Kerajaan
Allah. Pendidik dan peserta didik pun hendaknya demikian pula; mereka
bekerjasama sebagai subjek pendidikan. Maka tepatlah yang dikatakan dalam
GE art. 8 bahwa “hendaklah... mereka dijiwai oleh semangat merasul...
pelayanan para guru itu sungguh-sungguh merupakan kerasulan.”
2. Camping Rohani
a. Tujuan Kegiatan
1) Tujuan Umum
Menurut Suhardiyanto (2010: 9), tujuan umum diadakannya camping
rohani adalah agar peserta:
“Semakin mampu menghargai diri sendiri, sesama/teman-teman
sehingga terciptalah persaudaraan yang benar-benar keluar dari hati
yang tulus. Selain itu juga mampu menghargai dan mensyukuri alam
sebagai anugerah Allah yang perlu dikelola dan dilestarikan sebagai
tanda terima kasih kepada-Nya, yang telah menganugerahkan itu semua
bagi kita manusia ciptaan-Nya sehingga tumbuhlah semangat besar
untuk mencintai dan memeliharanya.”
Berdasarkan pendapat di atas, camping rohani dapat menjadi sarana untuk
memperteguh aspek koinonia di SMA Santa Maria Yogyakarta. Kegiatan ini
meski di lapangan ditujukan untuk peserta didik namun dalam proses persiapan
melibatkan pemimpin sekolah, guru, dan karyawan bahkan orang tua siswa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Mereka dibentuk untuk saling memahami segala sesuatu yang dibutuhkan
peserta didik demi kelancaran acara. Bagi peserta didik sendiri, kegiatan ini
jelas membentuk mereka untuk bekerjasama, dll.
Aspek lain yang turut dikembangkan, yaitu aspek marturia, diakonia,
leiturgia dan kerygma. Aspek marturia turut berkembang karena semua pihak
diuji untuk tetap berpegang pada suara hati dan nilai-nilai Kristiani selama
mempersiapkan hingga selesainya acara, di mana konflik sangat mungkin
terjadi. Diwujudkannya kepedulian akan pelestarian alam merupakan salah satu
bentuk kesaksian iman dan bentuk pelayanan bagi masyarakat sekitar.
Sedangkan aspek kerygma dan leiturgia dapat dikembangkan melalui
kemampuan peserta untuk semakin merasakan kehadiran Tuhan melalui alam
dan sesama serta mensyukurinya dalam doa.
2) Tujuan Khusus
Menurut Suhardiyanto (2010: 12) tujuan khusus diadakannya camping
rohani adalah:
“Peserta mampu mensyukuri alam sebagai ciptaan dan anugerah Allah,
memuliakan Allah yang hadir dalam ciptaan-Nya, menyesuaikan diri
pada alam dan sesama, mengenal dan bersahabat dengan alam dan
sesama, menyadari penyertaan Allah, menerima diri (secara fisik,
kemampuan, hubungan sosial), menerima orang lain dengan segala
keunikannya, bertanggungjawab, mendengarkan orang lain, melayani
orang lain, tanggap/peka akan situasi, berorganisasi dan
mengkordinasi, bekerjasama, memimpin dan sedia dipimpin.”
Berdasarkan pernyataan di atas kiranya jelas bahwa kegiatan camping rohani
sangat berdayaguna untuk membentuk pribadi secara utuh dan menjadi sarana
yang tepat untuk mengembangkan aspek koinonia. Untuk mewujudkan
persaudaraan dibutuhkan kesediaan diri untuk keluar dari dirinya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
menghargai orang lain selayaknya menghargai diri sendiri, untuk itu
dibutuhkan kemampuan interpersonal. Kemampuan ini sangat mungkin
dikembangkan dalam kegiatan camping rohani. Tujuan khusus yang disebutkan
di atas (terutama dalam hubungan dengan sesama) dapat menjadi indikator
bagaimana kemampuan interpesonal itu dibentuk.
b. Waktu, Tempat dan Peserta
Camping rohani pada intinya bertujuan untuk pembinaan persaudaraan.
Pembinaan ini tidak hanya bagi peserta didik namun juga pemimpin sekolah,
guru, karyawan bahkan orang tua peserta didik. Mereka tidak terlibat langsung
dalam pelaksanaan namun turut andil dalam mempersiapkan. Oleh karena itu
diperlukan waktu yang tepat agar semua pihak dapat terlibat tanpa harus
mengorbankan kepentingan belajar mengajar. Berdasarkan kebiasaan di SMA
Santa Maria Yogyakarta, waktu yang tepat adalah sesudah ujian kenaikan kelas
(akhir Mei hingga awal Juni) sebelum penerimaan rapor.
Tempat pelaksanaan menjadi keputusan yang disepakati bersama dalam
rapat panitia. Panitia dipercayakan pada pengurus OSIS yang dibina oleh
Wakasek Kesiswaan dan Guru Mata Pelajaran PAK selaku Wakasek urusan
bina mental. Peserta adalah semua siswi kelas XI.
3. Rekoleksi untuk Pendidik
a. Tujuan Umum Rekoleksi
Tujuan dari rekoleksi dapat dilihat dari arti kata rekoleksi itu sendiri.
Menurut Mangunhardjana (1985: 7) istilah rekoleksi berasal dari bahasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Inggris recollection yang berarti usaha untuk mengumpulkan kembali. Dalam
hal ini yang dikumpulkan adalah pengalaman peserta rekoleksi dalam
kesehariannya. Maka tujuan umum dari rekoleksi adalah agar peserta mampu
mampu menyadari peran serta Kristus dalam karyanya melalui pengalaman
mereka sehari-hari dalam berkarya.
Yang dilakukan dalam rekoleksi mirip dengan yang dilakukan dalam
retret. Peserta meninjau karya Allah dalam dirinya, cara kerja serta bimbingan-
Nya dan tanggapan terhadap karya Allah itu. Seperti dalam retret, bahan yang
diolah dalam rekoleksi diambil dari pengalaman hidup yang sudah dijalani
(Mangunhardjana, 1985: 18).
b. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Rekoleksi
Rekoleksi ini dilaksanakan saat libur semester ganjil (bulan Desember)
agar tidak mengganggu proses belajar mengajar sekaligus menjadi momen
penyegaran dan refleksi karya di pertengahan tahun ajaran. Sedangkan tempat
dapat dipilih di aula sekolah atau rumah retret yang mendukung terciptanya
suasana yang hening.
C. Usulan Program Camping Rohani dan Rekoleksi untuk Pendidik
1. Camping Rohani
a. Latar Belakang Program
Siswi kelas XI SMA Santa Maria Yogyakarta tengah beranjak dari
masa remaja menuju dewasa mula. Pada masa ini mereka mengalami banyak
perubahan dan perkembangan, entah fisik maupun psikis. Pertumbuhan dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
perkembangan tersebut terjadi dalam diri namun dihadapkan pada kenyataan
bahwa mereka hidup sebagai satu komunitas sekolah bersama dengan teman-
teman, pendidik, karyawan, dan orang tua mereka. Di satu sisi mereka ingin
menjadi diri sendiri namun di sisi lain ada segenap norma yang membuat
mereka merasa terkekang.
Kehadiran orang lain bisa menjadi malaikat penolong bagi mereka
namun bisa juga menjadi polisi yang seolah-olah menakutkan. Untuk itu
mereka memerlukan kemampuan untuk terbuka pada orang lain, kemampuan
untuk bekerjasama dan kesadaran bahwa mereka tidak sendirian. Mereka perlu
menyadari kasih Allah yang terwujud melalui kasih orang-orang terdekat
bahkan alam sekitarnya. Penyadaran akan kasih itulah yang akan membawa
mereka pada pemahaman makna diri di hadapan Allah dan sesama serta
memampukan mereka untuk menjalin kerja sama dengan sesama.
b. Tema dan Tujuan Camping Rohani
Penulis mengusulkan camping rohani dengan tema: “Bersamamu Aku
Mampu Mencintai dan Meraih Cita-cita.” Hal ini disesuaikan dengan fokus
yang hendak diangkat yaitu aspek koinonia (persaudaraan). Tujuan yang
hendak dicapai melalui camping rohani ini adalah:
1) Peserta mampu menyadari kasih yang diberikan sesamanya (orang tua,
teman, guru, dll)
2) Peserta mampu menerima kelebihan dan kekurangan teman-temannya.
3) Peserta mampu menjalin kerjasama dengan sesamanya
4) Peserta mampu menjaga kelestarian alam.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
5) Peserta mampu memberikan diri untuk mencintai dan melayani orang lain
Tujuan tersebut dijabarkan melalui sesi-sesi sebagai berikut:
1) Sesi pertama: keakraban
2) Sesi kedua: Karena Cinta
3) Sesi ketiga: Aku Tidak Sendirian
4) Sesi Keempat: Out bond
5) Sesi Kelima: Pemberian Diri
Pada sesi pertama, peserta diajak untuk saling mengenal lebih dekat sehingga
suasana hangat dan penuh rasa kekeluargaan. Sesi kedua akan mengantar
peserta pada pengalaman dicintai oleh keluarga, teman-teman bahkan guru.
Pada sesi ketiga peserta diajak untuk saling mengerti adanya kelebihan dan
kekurangan diri serta sesamanya, kemudian menyadari bahwa dalam
kekurangan itu dia tidak sendirian karena ada sesama yang selalu membantu.
Sesi ini diperdalam melalui sesi berikutnya, yaitu out bond. Pengalaman out
bond diharapkan menjadi titik penyadaran akan pentingnya kerjasama dan
mendorong peserta untuk merefleksikan sejauh mana dia memberikan diri
untuk orang lain (sesi kelima).
c. Jadwal Acara
Hari Pertama
Waktu Acara Keterangan
08.00 Berangkat dari sekolah Penanggungjawab: Sie Transportasi.
Peserta dalam kondisi sudah sarapan.
10.00 Tiba di tempat camping
dan mendirikan tenda
Penanggungjawab: Sie Tempat.
Sie Tempat mengkordinir pendirian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
tenda.
13.00 Makan siang dan
istirahat
Makanan harap sudah dibawa dari
rumah.
15.30 MCK
16.30 Snack dan persiapan
ibadat pembukaan
Penanggungjawab: Sie Konsumsi dan Sie
Liturgi.
17.00 Ibadat Pembukaan Penanggungjawab: Sie Liturgi.
17.30 Sesi I: Keakraban Penanggungjawab: Sie Acara.
19.00 Makan Malam Penanggungjawab: Sie Konsumsi dan
petugas.
19.30 Sesi II: Karena Cinta Penanggungjawab: Sie Acara.
21.30 Doa malam tema syukur Penanggungjawab: Sie Liturgi dan
petugas
22.00 Istirahat malam Sie Keamanan dan petugas
Hari Kedua
05.00 Bangun Pagi
05.30 Senam aerobik Penanggungjawab: Sie Acara dan
petugas
06.00 Renungan pagi Penanggungjawab: Sie Liturgi
06.30 MCK dan makan pagi Penanggungjawab: Sie Konsumsi dan
petugas masak
08.00 Sesi III: Aku Tidak
Sendirian
Penanggungjawab: Sie Acara dan
petugas.
09.30 Persiapan out bond Masing-masing perserta mempersiapkan
peralatan.
10.00 Sesi IV: Out bond
Ketika semua peserta
sudah sampai tujuan,
diadakan pemaknaan
out bond.
Penanggungjawab: Sie Acara, Sie
Tempat, dan Sie P3K.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
13.30 Makan siang Penanggungjawab: Sie Konsumsi dan
petugas masak.
14.00 Istirahat
15.30 MCK
16.00 Sesi V: Pemberian Diri Penanggungjawab: Sie Acara dan
petugas.
18.00 Ibadat Tobat
Penanggungjawab: Sie Liturgi dan
petugas. Dalam ibadat ada prosesi
pembasuhan kaki antara guru-murid-
orang tua, dan sebaliknya.
19.30 Makan Malam Penanggungjawab: Sie Konsumsi dan
petugas.
20.00 Api unggun dan pentas
per kelompok tenda
Penanggungjawab: Sie Acara dan Sie
Perlengkapan.
22.30 Doa malam Penanggungjawab: Sie Liturgi.
Hari Ketiga
05.00 Bangun pagi
05.30 Senam Aerobik Penanggungjawab: Sie Acara dan
petugas.
06.15 Renungan pagi Penanggungjawab: Sie Liturgi
07.00 MCK dan makan pagi Penanggungjawab: Sie Konsumsi dan
petugas.
08.00 Menanam pohon
kenangan dan bakti
sosial di sekitar lokasi
Penanggungjawab: Sie Acara dan
petugas.
10.00 Kesan dan Pesan Penanggungjawab: Sie Acara.
11.00 Misa Penutup
Penanggungjawab: Sie Liturgi.
12.30 Makan siang Penanggungjawab: Sie Konsumsi dan
petugas.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
13.00 Bongkar tenda dan kerja
bakti membersihkan
lokasi
Penanggungjawab: Sie Perlengkapan dan
ketua tenda.
14.00 Sayonara
d. Contoh Satuan Persiapan Sesi-sesi dalam Camping Rohani
1) Sesi I
Tema : Keakraban
Tujuan : Peserta bersama pendamping dapat mencairkan suasana,
menciptakan keakraban, saling mengenal lebih dekat dan
menggali harapan yang hendak dicapai melalui acara camping
rohani ini.
Metode : Permainan dan sharing
Pengembangan Langkah-langkah
a) Pembukaan
Pendamping mengucapkan selamat datang kepada peserta dan
mengajarkan yel-yel camping rohani. Pendamping mengajak peserta
membentuk lingkaran besar kemudian bersama peserta menyanyikan lagu,
misalnya Hari Ini Kurasa Bahagia, dan Lu Lalu Lale.
b) Permainan Zip Zap
Pendamping mengajak peserta untuk saling menanyakan antar peserta
tentang: nama panggilan, kelas, hal yang disukai, hal yang tidak disukai, hal
yang diharapkan dicapai melalui camping rohani ini, dll. Pendamping
mengenalkan permainan Zip Zap, mencoba dan mengajak peserta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
memainkannya. Jika ada peserta yang salah, mereka menyebutkan hal yang
ditanyakan sebelum permainan tadi.
c) Penutup
Pendamping merangkum hal yang diharapkan melalui camping rohani
ini. Sesi ini ditutup dengan bersama-sama menyanyikan lagu Dengar Dia
Panggil Nama Saya.
2) Sesi II
Tema : Karena Cinta
Tujuan : Peserta bersama pendamping dapat menyadari kasih Allah dalam
dirinya melalui orang-orang terdekat
Bahan : Lukas 2:41-52 dan pengalaman peserta
Metode : Sharing, dinamika kelompok, dan informasi
Pengembangan Langkah-langkah:
a) Pembukaan
Salam pembuka dan yel-yel dari pendamping. Pendamping melanjutkan
dengan doa pembukaan yang pada intinya bersyukur atas kesempatan
berkumpul sebagai satu keluarga besar dan memohon penyertaan Tuhan untuk
menyadari kasih-Nya sepanjang pengalaman hidup peserta. Sesudah itu
disampaikan pengantar yang berisi mengenai kehadiran Tuhan melalui sesama.
b) Penggalian Pengalaman
Pendamping mengajak peserta menyanyikan lagu Aku Diberkati,
namun kata “diberkati” diganti dengan kata “dicintai.” Pendamping membagi
peserta menjadi 12 kelompok. Masing-masing anggota kelompok diberi tugas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
menggali pengalaman. Panduan pertanyaan: “Apakah kamu merasa dicintai?
Dalam hal apa saja kamu merasa dicintai? Ceritakan pengalamanmu!”
Pertanyaan tersebut di-sharing-kan dalam kelompok. Usai sharing,
pendamping mengajak peserta membaca Injil Lukas 2:41-52.
c) Penutup
Pendamping memberikan rangkuman dan peneguhan singkat
berdasarkan hasil sharing peserta serta dikuatkan oleh Injil Lukas 2:41-52. Inti
peneguhan: setiap orang merasakan adanya cinta, entah itu besar atau kecil.
Dalam cinta itulah manusia berkembang, seperti Yesus yang dicintai oleh
keluarganya. Sesi diakhiri dengan bersama menyanyikan lagu Karena Cinta.
3) Sesi III
Tema : Aku Tidak Sendirian
Tujuan : Peserta bersama pendamping dapat mengerti bahwa sebagai
makhluk ciptaan Tuhan, masing-masing diciptakan dengan
kelebihan, kekurangan dan keunikannya serta diharapkan saling
bekerjasama dalam hidup sehari-hari.
Sarana : Slayer atau kain penutup mata
Bahan : 1 Korintus 12:14-30 dan pengalaman peserta
Metode : Permainan, sharing, dan informasi
Pengembangan Langkah-langkah
a) Pembukaan
Pendamping mengucapkan salam dan yel-yel. Pendamping
menyampaikan pengantar yang intinya berisi: pengalaman dicintai menjadi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
kekuatan bagi manusia untuk hidup dan berkembang, namun setiap manusia
juga dihadapkan pada kenyataan akan kelebihan serta kekurangannya.
b) Penggalian Pengalaman
Pendamping mengajak setiap kelompok yang sudah dibagi dalam sesi
sebelumnya untuk berkumpul dan membagi peran: orang buta, orang lumpuh,
orang bisu, dan orang normal. Masing-masing kelompok bersiap di titik start
dan berlomba-lomba untuk mencapai titik finish.Setelah semua kelompok
selesai, pendamping memberi kesempatan kepada perwakilan kelompok untuk
menceritakan pengalamannya. Pendamping mengajak peserta membaca dari 1
Korintus 12:14-30.
c) Penutup
Pendamping merangkum pengalaman peserta dan memberi peneguhan
berdasarkan 1 Korintus 12:14-30. Inti peneguhan: setiap orang diciptakan
sebagai citra Allah dengan segala keunikannya. Masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangannya, maka diperlukan kerja sama untuk mencapai
kebaikan bersama. Pendamping mengajak peserta menyanyi bersama lagu
Maju Bersama.
4) Sesi V
Tema : Pemberian Diri
Tujuan : Setelah peserta menyadari kasih Allah yang melimpah dalam diri-
Nya melalui sesama, kekurangan, kelebihan dan keunikannya;
peserta diharapkan mampu membagikan kasih tersebut dalam
kehidupan sehari-hari dalam bentuk saling melayani dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
bekerjasama sepenuh hati.
Bahan : Lukas 21:1-4 dan pengalaman peserta
Sarana : Gambar “pohon murah hati,” tali rafia, selotip.
Metode : Sharing, dinamika kelompok, dan informasi
Pengembangan Langkah-langkah:
a) Pembukaan
Pendamping menyampaikan salam dan yel-yel. Pendamping
menyampaikan pengantar bahwa cinta yang telah kita terima dari sesama telah
disimulasikan dalam out bond pada sesi sebelumnya, di mana sesama peserta
saling memperhatikan, peduli, dan bekerjasama. Sejauh apa kita dicintai dan
bagaimana kita juga mencintai? Pendamping mengajak peserta menyanyikan
lagu Bahasa Cinta.
b) Penggalian Pengalaman
Pendamping menceritakan sekilas tentang “pohon murah hati” dengan
bantuan alat peraga. Pendamping meminta peserta untuk secara sukarela dan
sadar berdiri di depan salah satu gambar pohon yang mencerminkan sudah
sejauh apa dirinya sudah memberikan dirinya untuk sesama. Pendamping
meminta beberapa peserta yang sudah maju untuk menceritakan alasannya
mengapa berdiri di tempat yang dipilihnya. Pendamping menyimpulkan bahwa
ternyata masih banyak yang belum total dalam memberikan dirinya untuk
sesama, kemudian meminta peserta yang sudah maju tadi untuk kembali ke
tempatnya. Pendamping mengajak peserta untuk membaca Injil Yohanes 13:1-
20.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
c) Penutup
Pendamping merangkum hasil sharing peserta dan meneguhkan
berdasarkan Injil Yohanes 13:1-20, bahwa totalitas dalam pemberian diri kita
untuk melayani adalah kewajiban sebab kita mengakui Yesus sebagai Tuhan
dan Guru, maka kita pun harus saling “membasuh kaki,” yaitu melayani,
kerjasama, dll. Pendamping mengajak peserta untuk merenung dan membuat
lambang diri yang menunjukkan sudah sejauh apa dirinya memberikan diri
kepada sesama. Lambang tersebut disimpan oleh masing-masing peserta dan
dipersembahkan dalam misa penutupan camping rohani esok hari.
2. Rekoleksi untuk Pendidik
a. Latar Belakang Program
Profesi sebagai pendidik sangat strategis dan mulia. Hal tersebut sesuai
dengan GE art.5, “memang sungguh indah dan beratlah panggilan sebagai
pendidik. Panggilan itu memerlukan bakat-bakat khas, budi, maupun hati,
menuntut persiapan yang amat seksama dan kesediaan untuk terus menerus
membarui dan menyesuaikan diri.” Seorang pendidik hendaknya menghayati
profesinya sebagai panggilan yang bersumber dari Kristus sendiri. Sebagai
pendidik ada segenap kualifikasi yang diharapkan. Berdasarkan dokumen GE
art.5 disebutkan perlunya bakat, hati, persiapan, dan kemauan untuk membarui
dan menyesuaikan diri.
Di SMA Santa Maria Yogyakarta, para pendidik pun diharapkan seperti
itu. Pada kenyataannya, kondisi tersebut cenderung terhambat oleh serangkaian
tanggung jawab dan kewajiban pendidik untuk mencapai target tertentu dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
serangkaian urusan administrasi, sehingga keseharian mereka sebagai pendidik
menjadi menjemukan dan rutinitas belaka.
Rekoleksi ini mengarahkan para pendidik untuk menyadari karya Allah,
cara kerja serta bimbingan-Nya dan tanggapannya terhadap karya Allah itu;
terutama dalam berkarya sebagai pendidik. Dengan demikian, peserta semakin
mampu untuk menjadi didaskaloi atau pelayan-pelayan di antara pelbagai
jabatan (1 Kor 12:28 dan Ef 4:11). Hal ini sesuai dengan pendapat Groome
(2010: 390) di mana dikatakan pendidik agama Kristiani harus menghadirkan
sosok pribadi Yesus Kristus ketika melayani.
b. Tema dan Tujuan Rekoleksi untuk Pendidik
Rekoleksi untuk pendidik ini mengambil tema yang serupa dengan
kegiatan camping rohani yang dilaksanakan oleh siswi agar dua kegiatan ini
menunjukkan satu rangkaian yaitu pentingnya kerjasama. Maka tema yang
diangkat adalah “Meneladan Yesus Sang Pendidik Sejati.”
Tujuan yang hendak dicapai melalui rekoleksi ini adalah:
1) Peserta sadar akan panggilannya sebagai pendidik.
2) Peserta mampu menyadari tantangannya sebagai pendidik.
3) Peserta mampu membangun niat untuk bekerjasama dengan pemimpin
sekolah, rekan guru, karyawan, dan peserta didik.
Tujuan tersebut dijabarkan dalam tiga sesi, yaitu:
1) Sesi pertama: Penggalian Pengalaman
2) Sesi kedua: Yesus Sang Guru Sejati
3) Sesi ketiga: Bekerja bersama Yesus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
Pada sesi pertama, peserta diajak untuk menyadari panggilan sebagai pendidik,
tantangannya, dan alasan untuk bertahan. Kemudian peserta diajak untuk
mengerti dan menyadari teladan utama seorang pendidik, yaitu Yesus.
Akhirnya peserta diajak untuk menyadari pentingnya bekerjasama dengan
sesama warga sekolah karena Yesus hadir dengan perantaraan mereka.
c. Jadwal Acara
Waktu Acara
08.00 Salam dan Kata Pembukaan
08.15 Ibadat Pembukaan
09.15 Snack
09.30 Ice breaking
09.45 Sesi I: Penggalian Pengalaman
11.30 Refleksi Pribadi
12.00 Makan Siang
12.30 Sesi II: Yesus Pendidik Sejati
14.00 Sesi III: Bekerja bersama Yesus
16.00 Misa Penutup
17.00 Sayonara
d. Contoh Satuan Persiapan Rekoleksi untuk Pendidik
Waktu Rincian Kegiatan
08.00 Salam dan Kata Pembukaan (±15 menit)
Ketua Panitia mengucapkan selamat datang kepada semua hadirin
dan terima kasih atas kedatangan mereka, serta kepada
pembimbing atas kesediaan mendampingi rekoleksi. Kemudian
menyampaikan harapan agar rekoleksi ini memampukan peserta
untuk menyadari karya Allah, cara kerja serta bimbingan-Nya dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
tanggapannya terhadap karya Allah itu; terutama dalam berkarya
sebagai pendidik
08.15 Ibadat Pembuka dengan tema syukur atas panggilan sebagai
pendidik. (± 60 menit)
Nyanyian pembukaan “Panggilan Tuhan” (PS 322)
Doa pembukaan dengan inti syukur atas panggilan dan kesempatan
rekoleksi serta memohon penyertaan untuk memaknai karya
sebagai pendidik. Usulan bacaan: Yeremia 1:4-5.17-19 (Panggilan
Yeremia) dan Lukas 5:1-11 (Penjala Ikan menjadi Penjala
Manusia). Khotbah dapat disertai sharing pengalaman panggilan
sebagai pendidik, tantangannya dan alasan untuk bertahan. Doa
umat diakhiri doa Bapa Kami. Nyanyian penutup “Kau Dipanggil
Tuhan.” (PS 683)
09.15 Snack
09.30 Ice breaking (± 15 menit) untuk mencairkan suasana dan
membangkitkan semangat. Permainan dilaksanakan dalam
kelompok besar dengan diikuti seluruh peserta. Permainan yang
diusulkan gerak dan lagu As We Walk dan Dengar Dia Panggil
Nama Saya
09.45 Sesi I Penggalian Pengalaman (± 90 menit)
Tujuan : Peserta bersama pendamping dapat menyadari
panggilannya sebagai pendidik, tantangannya dan
alasannya bertahan sebagai pendidik.
Bahan : Film Ron Clark Story dan pengalaman peserta
Metode : menonton film dan sharing
Pengembangan langkah-langkah:
Pendamping mengajak peserta menyaksikan film Ron Clark Story
Pendamping mengajukan pertanyaan untuk dijawab dalam
kelompok kecil: Mengapa tokoh utama (Ron Clark) tergerak untuk
menjadi Guru? Tantangan apa yang dihadapinya? Mengapa dia
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
bertahan menjadi guru? Bagaimana dengan pengalaman Anda?
Peserta diajak menjawab dan sharing dalam kelompok kecil
kemudia diplenokan dalam kelompok besar.
Pendamping merangkum hasil sharing peserta dan memberi
peneguhan.
11.30 Refleksi Pribadi (± 30 menit) dengan bahan Lukas 15:1-10
“Domba yang Hilang”
Pendamping mempersilakan peserta mengambil waktu dan tempat
untuk hening masing-masing dan menulis buah-buah rohani dari
sesi I.
12.00 Makan siang (± 30 menit)
Diawali dengan doa makan
12.30 Sesi II (± 90 menit)
Tema : Yesus Sang Guru Sejati
Tujuan : Peserta bersama pendamping dapat mengerti cara Yesus
dalam mendidik para murid-Nya dan menyadari sejauh
mana diri peserta mengikuti teladan Yesus.
Bahan : Yohanes 13:1-20 dan pengalaman peserta
Metode : informasi
Pengembangan langkah-langkah:
Langkah 1 (± 30 menit)
Pendamping mengajak peserta untuk membaca Injil Yohanes 13:1-
20, kemudian menyampaikan poin penting tentang sosok Yesus
sebagai guru, yaitu: mengasihi murid-murid-Nya (ayat 1),
berinisiatif dalam bertindak (ayat 4), memberi teladan dan
pembaruan karena biasanya tuan dibasuh kini sebaliknya (ayat 5),
sabar menghadapi murid (ayat 6-12), menantang untuk
mewujudkan konsekuensi sebagai murid (ayat 13-15), dll.
Langkah II (± 15 menit)
Pendamping mengajukan panduan untuk refleksi pribadi: sejauh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
apa saya mengikuti teladan Yesus sebagai guru? Apa saja hal yang
mendukung dan menghambat saya untuk mengikuti teladan itu?
Peserta diminta untuk merefleksikan secara pribadi
Langkah III (± 45 menit)
Pleno dan penutupan sesi dengan rangkuman sharing
14.00 Sesi III (± 120 menit)
Tema : Bekerja bersama Yesus
Bahan : permainan kapal karam, Yohanes 6:16-21 dan
pengalaman peserta
Metode : permainan, sharing dan pleno
Sarana : kertas koran
Pengembangan Langkah-langkah:
Langkah I (15 menit)
Pendamping membagi peserta menjadi 8 kelompok, masing-masing
harus mempertahankan semua anggota kelompok dalam selembar
kertas koran yang dibagikan. Sambil membacakan cerita, ada
petugas yang bertugas menyobek kertas koran sehingga kelompok
semakin sulit mempertahankan anggotanya. Setelah permainan
selesai, diberi kesempatan bagi wakil peserta untuk menceritakan
pengalaman permainan itu dan maknanya.
Langkah II (30 menit)
Pendamping mengajak peserta untuk membaca Injil Yohanes 6:16-
21 dan mermberi kesempatan peserta untuk merefleksikan
pertanyaan: Apa yang dialami para murid? Bagaimana peran
Yesus? Apa yang menjadi tantangan Anda dan sekolah saat ini?
Sejauh mana Anda dan sekolah melibatkan Yesus?
Langkah III (45 menit)
Pleno dalam kelompok besar
Langkah IV (30 menit)
Pendamping mempersilakan peserta secara bersama-sama sebagai
satu tim pendidik di SMA Santa Maria Yogyakarta membuat niat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
atau rencana strategis yang dapat diwujudkan dalam waktu singkat.
Niat ini dipersembahkan dalam misa penutup.
16.00 Misa Penutup (± 60 menit) dengan tema syukur
Nyanyian pembuka “Syukur Kepada-Mu Tuhan” (MB 427)
Doa pembukaan dengan inti syukur atas penyertaan Tuhan selama
rekoleksi dan memohon agar Tuhan membuka hati peserta untuk
menyadari kehadiran Tuhan dalam diri, sesama, dan sekolah.
Bacaan dari Efesus 6:1-9 dan Yohanes 13:1-20. Khotbah berisi
buah rohani rekoleksi yang sudah diperoleh peserta sejak sesi
pertama hingga ketiga serta niat yang sudah dibuat bersama.
Sesudah doa umat diadakan prosesi pembacaan niat dan rencana
strategis yang hendak diwujudkan dan dilanjutkan dengan Liturgi
Ekaristi seperti biasa.
Nyanyian Penutup “Jadilah Saksi Kristus” (MB 455)
17.00 Foto bersama dan sayonara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
BAB V
PENUTUP
Pada bagian ini penulis akan menyajikan kesimpulan dari karya tulis ini
berdasarkan rumusan permasalahan dan tujuan penulisan, dengan dikuatkan
oleh hasil penelitian. Bagian berikutnya berisi saran untuk berbagai pihak yang
berhubungan dengan penulisan karya tulis ini.
A. Kesimpulan
Dimensi religius pendidikan adalah ukuran yang bersifat keagamaan
tertentu dalam konteks usaha mendewasakan manusia. Secara khusus dimensi
religius pendidikan bagi sekolah Katolik adalah katolisitas, yaitu bagaimana
sekolah mampu menghadirkan Gereja dalam usahanya mendidik peserta didik.
Katolisitas mempunyai sumber inspirasi dari kehidupan Jemaat Perdana (Kis
2:41-47). Ciri khas kehidupan Jemaat Perdana menjadi aspek dimensi religius
pendidikan sekolah Katolik. Aspek tersebut yaitu: koinonia (sekolah
mengembangkan persekutuan), diakonia (sekolah memberikan pelayanan
untuk perkembangan pribadi siswa), leiturgia (sekolah merayakan iman dan
sakramen), kerygma (sekolah mewartakan Kabar Gembira), dan marturia
(sekolah mendorong warganya untuk terlibat memberikan kesaksian).
Minat belajar adalah kecenderungan peserta didik untuk merasa tertarik
pada bidang studi atau pokok bahasan tertentu dan perasaan senang
mempelajari materi itu. Minat berhubungan dengan perasaan senang dan
kehendak yang kuat. Ada faktor dari dalam individu dan faktor dari luar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
individu yang dapat mempengaruhi minat belajar. Faktor dari dalam diri
individu yang berpengaruh misalnya rasa ingin tahu, kebutuhan, kesesuaian
dengan cita-cita, kesesuaian dengan iman. Faktor dari luar diri yang
berpengaruh misalnya teman-teman, guru, dan metode mengajar.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK) dipahami sebagai
proses pendidikan dalam iman agar para siswa semakin beriman. Tujuan PAK
adalah demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah, untuk menghidupi iman
Kristiani dan kebebasan manusia.
Hubungan antara dimensi religius pendidikan dengan minat belajar
mata pelajaran PAK adalah dimensi religius pendidikan dapat menjadi stimulus
yang mendorong siswi untuk berminat belajar mata pelajaran PAK dan dapat
menjadi sosio-kultur.
Berdasarkan penelitian, warga SMA Santa Maria Yogyakarta sudah
cukup menghayati dimensi religius pendidikan. Penghayatan itu nampak dari
berbagai usaha sekolah untuk menghidupi aspek koinonia, diakonia, leiturgia,
kerygma, dan marturia. Penghayatan aspek koinonia perlu ditingkatkan lagi,
khususnya dalam hal kerjasama antar warga sekolah. Dimensi religius
pendidikan dalam sekolah ini lebih berfungsi sebagai lingkungan sosio-kultur
daripada stimulus belajar. Artinya, penghayatan warga sekolah (khususnya
para pendidik) terhadap nilai-nilai Kristiani dapat menjadi pendukung minat
belajar peserta didik.
Guna menanggapi pentingnya peningkatan penghayatan aspek koinonia
dan pengaruh sosio-kultur, maka diperlukan upaya. Upaya tersebut disesuaikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
dengan saran dari sekolah dan didasarkan hasil penelitian. Camping rohani
untuk siswi kelas XI dan rekoleksi bagi pendidik diharapkan dapat menjadi
usaha yang tepat. Tema besar dari upaya tersebut adalah kerjasama. Sedangkan
tema khusus camping rohani adalah Bersamamu Aku Mampu Mencintai dan
Meraih Cita-cita dan tema khusus rekoleksi bagi pendidik adalah Meneladan
Yesus Sang Pendidik Sejati.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran
yang diharapkan dapat berguna dalam menindaklanjuti pengaruh dimensi
religius pendidikan terhadap minat belajar.
1. Bagi Pendidik di SMA Santa Maria Yogyakarta
Pendidik merupakan tokoh yang memiliki peran strategis dalam
perkembangan pribadi peserta didik. Penelitian membuktikan bahwa minat
belajar peserta didik dapat tumbuh jika pendidik mampu menunjukkan
penghayatan akan apa yang diajarkannya. Untuk itu pendidik hendaknya
mengusahakan adanya integritas, yaitu apa yang diajarkan sungguh-sungguh
dihayati dan dinyatakan dalam hidup sehari-hari. Sebagai seorang Kristiani,
pendidik hendaknya menghayati nilai-nilai Kristiani dan diaplikasikan dalam
mata pelajaran yang diampu. Penghayatan akan nilai-nilai Kristiani akan
mendukung terciptanya lingkungan sekolah yang kondusif.
Hal yang masih harus ditingkatkan adalah kerjasama antara pendidik
dengan rekan pendidik, pemimpin sekolah, karyawan, dan peserta didik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
Diperlukan kerendahan hati agar pendidik mengikuti teladan Yesus Sang Guru
Sejati yang memperlakukan murid-murid-Nya sebagai rekan kerja dan sahabat.
SMA Santa Maria Yogyakarta sebaiknya mengadakan kegiatan
bersama antar sesama pendidik, sesama peserta didik, dan antara pendidik dan
peserta didik. Kegiatan camping rohani dan rekoleksi yang dirancang dalam
karya tulis ini sebaiknya dilaksanakan oleh sekolah sebagai kegiatan perintis
yang diharapkan ditindaklanjuti dengan kegiatan bersama yang lainnya.
2. Bagi Peserta Didik SMA Santa Maria Yogyakarta
Peserta didik di SMA Santa Maria Yogyakarta berasal dari berbagai
lapisan masyarakat dan keragaman latar belakang. Diharapkan antar peserta
didik mampu menerima keunikan, kelebihan, dan kekurangan dari sesama
peserta didik serta para pendidik mereka. Peserta didik hendaknya memiliki
pandangan positif terhadap para pendidik dan bekerjasama dengan mereka
layaknya dengan orang tua. Untuk itu, peserta didik perlu untuk mengikuti
kegiatan yang bersifat membangun kemampuan untuk bekerjasama, misalnya
camping rohani, class meeting, paduan suara, dan ziarah. Sebenarnya kegiatan
tersebut sudah rutin diselenggarakan namun peserta didik perlu untuk lebih
sadar akan makna dari kegiatan tersebut.
3. Bagi Program Studi IPPAK Universitas Sanata Dharma
Program Studi IPPAK hendaknya mempersiapkan para calon pendidik
iman yang memiliki integritas pribadi. Peran pendidik iman (guru mata
pelajaran PAK) sangat strategis di sekolah. Dia dapat menjadi teladan melalui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
kesaksian hidupnya. Segi spiritualitas perlu dipersiapkan agar guru PAK
mampu menjadi air ketika situasi kurang kondusif dan mampu menjadi api
yang mengobarkan semangat juang. Segi keterampilan mengajar serta
kreativitas juga perlu dikembangkan mengingat banyaknya tanggung jawab
guru PAK terkait dengan aspek-aspek dimensi religius pendidikan. Guru PAK
menjadi motor penggerak dan dinamisator penghayatan dimensi religius
pendidikan.
Mahasiswa IPPAK perlu diberi bekal untuk mengolah penghayatan
aspek-aspek dimensi religius pendidikan. Aspek koinonia dapat diupayakan
dengan kegiatan bersama seangkatan maupun lintas angkatan, misalnya minum
teh bersama, camping lintas angkatan, dan membentuk jaringan dengan alumni.
Aspek diakonia dapat diupayakan dengan pelatihan penguasaan soft skills dan
konseling pribadi. Aspek leiturgia dapat diupayakan dengan memberi peluang
kepada mahasiswa per angkatan untuk mendesain misa yang sesuai dengan
kaum muda. Aspek kerygma diupayakan dengan memaksimalkan renungan
harian pagi secara kreatif. Aspek marturia dapat diupayakan dengan kegiatan
bakti kampus dan bakti sosial. Kegiatan tersebut dapat menjadi pengalaman
untuk bekal dalam mengupayakan dimensi religius di tempat mahasiswa
berkarya kelak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
173
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, FX dkk. (1995). Bunga Rampai Pendidikan Iman. Yogyakarta:
Penerbitan Universitas Sanata Dharma.
Ali Nashir, M. (1979). Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Jakarta: Penerbit Mutiara
Ani Pudjiastuti. (2011). Psikologi Perasaan. (http:/poohzee87.blog.com,
diakses pada tanggal 24 Maret 2015).
Baharuddin, H. & Esa Nur Wahyuni. (2012). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Dapiyanta, FX. (2008) Pendidikan Agama Katolik pada Tingkat Dasar.
Yogyakarta: IPPAK.
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (2013). Dokumen Konsili
Vatikan II. Bogor: Grafika Mardi Yuana.
-----------------------------------------------------------. (1990). Sacrosanctum
Concilium.
Eliade, Mircea. (1987). The Encyclopedia of Religion. New York: Macmillan
Publishing Company.
Go, Piet. (1992). Katolisitas Sekolah Katolik. Malang: Penerbit Dioma.
----------. (1995). Pastoral Sekolah. Malang: Penerbit Dioma.
Groome, Thomas H. (1998). Educating for Life. Texas: Thomas More.
-----------.(2010). Christian Religious Education: Sharing Our Story and
Vision. San Fransisco: Harper and Ron Publisher.
Heryatno Wono Wulung, FX. (2003). Diktat Mata Kuliah Pengantar PAK
Sekolah. Yogyakarta: IPPAK.
-----------. (2008). Diktat Mata Kuliah Pengantar PAK Sekolah. Yogyakarta:
IPPAK.
Konferensi Wali Gereja Indonesia Majelis Nasional Pendidikan Katolik.
(1991). Ajaran dan Pedoman Gereja tentang Pendidikan Katolik.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana.
Lantieri, Linda. (2008). Schools With Spirit. Boston: Beacon Press.
Mahfudh Shalahuddin. (1990). Pengantar Psikologi Pendidikan. Surabaya: PT
Bina Ilmu.
Mangunhardjana. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Penerbit
Yayasan Kanisius.
Moleong, Lexy J. (1991). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Penerbit
PT Remaja Rosdakarya.
Muhibbin Syah. (2002). Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nasution. (2002). Metode Penelitian Naturalistik – Kualitatif. Yogyakarta:
PIPS Program Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Ngalim Purwanto. (1996). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Riduwan. (2004). Belajar Mudah Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
Sardiman, AM. (2008). Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Jakarta:
Rajawali Press.
Sefrina, Andin. (2013). Deteksi Minat dan Bakat Anak. Jakarta: PT Buku Seru.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
174
Shadily, Hassan. (1980). The Encyclopedia. New York: Macmillan Publishing
Company.
Siregar, Eveline dan Hartini Nara. (2011). Teori Belajar dan Pembelajaran.
Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia.
Suardiman, Siti Partini. (1979). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Percetakan
Studing.
Suhardiyanto, HJ. (2010). Panduan Kamping Rohani. Yogyakarta: Kanisius.
Supriyati, Yulia. (2013). Pengantar Pendidikan. Yogyakarta: IPPAK
Universitas Sanata Dharma.
Sutrisno Hadi. (1989). Metodologi Research 2. Yogyakarta: Penerbit Andi.
-----------------. (2000). Metodologi Research 1. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Upton, Penney. (2012). Psikologi Perkembangan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wasty Soemanto. (1990). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Winkel, W.S. (2014). Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Sketsa.
Wolman, Benjamin B. (1977). International Encyclopedia of Psychiatri,
Psychology, Psychoanalysis and Neurology. New York: Aesculapius
Publishers.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
LAMPIRAN
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(1)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(3)
Lampiran 3: Angket dan Kuesioner Terbuka
Nama : _____________________________________
Kelas/No Absen : _____________________________________
Para siswi yang terkasih dalam Kristus,
Dalam rangka tugas akhir saya yang berjudul Pengaruh Dimensi
Religius Pendidikan terhadap Minat Belajar Siswi Kelas XI SMA Santa Maria
Yogyakarta pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik, saya memohon
kerjasama Anda untuk menjawab kuesioner ini.
Jawablah pernyataan-pertanyaan yang tersedia berdasarkan pengalaman
Anda. Keterbukaan dan kejujuran Anda sangat penting dan sungguh
diharapkan. Kerahasiaan dijamin dan tidak akan mempengaruhi nilai rapor
Anda. Atas kerjasama dan dukungan Anda, saya ucapkan terimakasih. Tuhan
Yesus memberkati kita.
A. Bagian pertama
Petunjuk pengisian:
1. Bacalah secara cermat dan teliti sebelum mengerjakan soal-soal di
bawah ini
2. Pilihlah salah satu kolom dibawah ini yang sesuai dengan yang
Anda alami dengan memberi tanda cek list ( )
3. Keterangan alternatif jawaban
SM = sangat mengalami
M = mengalami
R = ragu-ragu
KM = kurang mengalami
TM = tidak mengalami
Contoh:
No. PERNYATAAN SM M R KM TM
X Saya diperhatikan teman-teman √
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(4)
NO PERNYATAAN SM M R KM TM
1 Ketika memasuki sekolah, saya
disambut dengan hangat oleh guru,
karyawan dan teman-teman.
2 Saya merasa diterima oleh teman-
teman, guru dan karyawan meski latar
belakang saya berbeda dengan
mereka.
3 Saya merasakan perhatian layaknya
perhatian dari orang tua oleh para
guru.
4 Teman-teman, para guru dan
karyawan menerima kekurangan saya.
5 Saya merasakan adanya kerjasama
yang baik antara pimpinan sekolah
dengan seluruh warga sekolah.
6 Saya merasakan kehadiran Tuhan
dalam diri guru, teman-teman dan
karyawan karena mereka membuat
saya nyaman.
7 Saya kerasan berada di sekolah karena
situasi sekolah yang penuh cinta kasih.
8 Saya dibimbing untuk menerima
kelemahan diri dan memperbaikinya.
9 Bakat saya semakin berkembang
karena kegiatan yang diselenggarakan
sekolah.
10 Saya semakin mampu berpikir kritis
karena pelajaran yang diberikan.
11 Saya semakin menyadari martabat
saya sebagai perempuan dan
mensyukurinya.
12 Saya merasakan kehadiran Tuhan
dalam diri para guru dan karyawan
karena pelayanan mereka yang
maksimal.
13 Saya terlibat dalam perayaan Ekaristi
atau ibadat yang diselenggarakan
sekolah
14 Melalui perayaan Ekaristi dan
penerimaan sakramen yang diadakan
sekolah, saya semakin dekat dengan
Tuhan dan sesama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(5)
NO PERNYATAAN SM M R KM TM
15 Ekaristi yang diselenggarakan di
sekolah semakin membuat saya
mampu membina sikap yang tepat
selama beribadat.
16 Saya menggunakan sarana rohani
yang disediakan oleh sekolah
(misalnya bacaan rohani, Gua Maria,
ruang hening).
17 Injil dan renungan yang dibacakan
sebelum pelajaran dimulai menjadi
inspirasi bagi saya selama mengikuti
pelajaran seharian.
18 Sekolah mengadakan kegiatan
pendalaman iman di masa khusus
(misalnya APP, Bulan Kitab Suci,
Adven, dll)
19 Iman saya semakin diteguhkan berkat
pendalaman iman yang
diselenggarakan sekolah.
20 Saya semakin mampu mengambil
sikap untuk menghadapi arus negatif
berdasarkan suara hati.
21 Pelajaran di sekolah membuat saya
semakin terbuka terhadap kenyataan
dunia.
22 Sekolah mendorong saya untuk
terlibat dalam kegiatan masyarakat.
23 Lingkungan sekolah yang penuh cinta
kasih membuat saya berminat pada
mata pelajaran PAK.
24 Suasana di lingkungan sekolah
membuat saya cepat memahami yang
diajarkan dalam mata pelajaran PAK
25 Saya berminat pada mata pelajaran
PAK karena yang diajarkan dalam
pelajaran ini sesuai dengan kenyataan
hidup di sekolah.
26 Saya berminat pada mata pelajaran
PAK karena cinta kasih dan nilai Injil
dihayati dalam peraturan, pola
kepemimpinan dan interaksi di
sekolah ini.
27 Sikap baik, penuh cinta&totalitas
pelayanan para guru membuat saya
berminat pada mata pelajaran PAK.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(6)
NO PERNYATAAN SM M R KM TM
28 Kebiasaan kristiani (berdoa, renungan
harian, membaca Injil, ekaristi,
penerimaan sakramen) di sekolah
membuat saya berminat pada mata
pelajaran PAK.
29 Saya berminat pada mata pelajaran
PAK karena ingin memperdalam iman
Katolik.
30 Saya berminat pada mata pelajaran
PAK karena saya merasa mata
pelajaran PAK penting sebagai bekal
hidup.
31 Saya berminat pada mata pelajaran
PAK karena ajakan teman-teman.
32 Saya berminat pada mata pelajaran
PAK karena guru mata pelajaran PAK
menggunakan metode mengajar yang
menyenangkan.
33 Saya kurang berminat pada mata
pelajaran PAK karena saya lebih
berminat pada mata pelajaran lain
34 Saya kurang berminat pada mata
pelajaran PAK karena tidak sesuai
dengan iman saya.
35 Saya kurang berminat pada mata
pelajaran PAK karena jam pelajaran
mata pelajaran PAK kurang strategis.
36 Saya kurang berminat pada mata
pelajaran PAK karena suasana yang
kurang kondusif di sekolah.
B. Bagian Kedua
Petunjuk: Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan teliti, kemudian
jawablah pertanyaan berdasarkan pengalaman anda!
1. Apakah kamu merasa dicintai dan diterima sebagai keluarga di sekolah ini
oleh para guru, karyawan dan teman-teman? Dalam hal apa saja?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(7)
2. Kegiatan apa saja yang kamu ikuti di sekolah ini? Dalam hal apa kamu
mengalami perkembangan!
Nama Kegiatan Sekolah
yang Diikuti
Perkembangan yang Kualami dalam Hal…
(NB: boleh ditambah jika kolom yang disediakan kurang)
3. Apakah sekolah mengadakan perayaan Ekaristi dan penerimaan sakramen
(misalnya sakramen Tobat)? Apakah kamu merasa terbantu melalui
kegiatan tersebut? Jelaskan alasannya!
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
4. Selama kamu sekolah di SMA Santa Maria Yogyakarta, apakah kamu
merasa semakin terbiasa membaca Kitab Suci, berdoa dan mengikuti
renungan? Jelaskan alasanmu!
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
5. Apakah kamu merasa terdorong untuk terlibat dalam kehidupan
bermasyarakat? Mengapa?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
6. Apakah lingkungan sekolah mendorong minatmu untuk mengikuti mata
pelajaran PAK? Sejauh apa? Jelaskan!
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(8)
7. Apakah nilai-nilai Kristiani yang dihayati oleh pemimpin sekolah, guru,
karyawan, teman-teman dan ditampakkan dalam peraturan sekolah
membuatmu berminat mengikuti mata pelajaran PAK? Sejauh apa?
Jelaskan!
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
8. Hal-hal apa saja dari dalam dirimu yang membuat kamu berminat pada
mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik (PAK)?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
9. Hal-hal apa saja dari luar dirimu yang membuat kamu berminat pada mata
pelajaran PAK?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
10. Hal-hal apa saja dari dalam dirimu yang membuat kamu kurang berminat
pada mata pelajaran PAK?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
11. Hal-hal apa saja dari luar dirimu yang membuat kamu kurang berminat
pada mata pelajaran PAK?
………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………
Terimakasih atas kerjasama Anda
Tuhan Yesus Memberkati
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(9)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(10)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(11)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(12)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(13)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
(14)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI